BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan suatu pondasi alam dalam menyediakan dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan suatu pondasi alam dalam menyediakan dan"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan merupakan suatu pondasi alam dalam menyediakan dan mengendalikan berbagai kebutuhan manusia, seperti udara, air dan sebagainya. Selain sebagai sumber daya alam hutan juga merupakan faktor ekonomi dilihat dari hasil-hasil yang dimilikinya. Namun, bersamaan itu pula sebagai dampak negatif atas pengelolaan hutan yang eksploitatif dan tidak berpihak pada kepentingan rakyat, pada akhirnya menyisakan banyak persoalan, diantaranya tingkat kerusakan hutan yang sangat menghawatirkan. 1 Sedemikian besarnya faedah hutan bagi manusia, sehingga apabila terjadi kerusakan seperti penebangan liar, kebakaran dan lain sebagainya maka akan menimbulkan dampak yang kurang baik dalam tatanan hidup manusia. Demikian juga halnya di Indonesia, permasalahan perusakan hutan yang akibatnya tidak saja dirasakan oleh masyarakat sekitar hutan tersebut tetapi juga meliputi aspek lepas batas negara, sehingga merugikan masyarakat negara lain. Demikian juga halnya kebakaran hutan di Indonesia memberikan akibat terjadinya pencemaran udara di beberapa negara di kawasan ASEAN (Association of Southeast Asian Nations), disebabkan kebakaran hutan tidak hanya melingkupi 1 Abdul Khakim, Pengantar Hukum Kehutanan Indonesia (Dalam Era Otonomi Daerah), Cet.1,(Bandung : PT Citra Aditya Bakti,2005), hal.1

2 satu negara tetapi sudah meluas kenegara ASEAN lainnya, maka pelaksanaan pengendalian kebakaran hutan tersebut dilakukan melalui bentuk kerjasama sesama anggota ASEAN. Foo Kim Boon et al.mengungkapkan : Air Pollution continues to be a problem in the major cities of the world, both in developed and developing countries. ( Polusi udara terus menjadi masalah di kota-kota besar dunia, baik di negara maju dan berkembang.") implikasinya, pencemaran udara merepresentasikan urusan setiap orang dan keadaan darurat bagi masyarakat internasional. 2 Dampak langsung dari kebakaran hutan tersebut antara lain : Pertama, timbulnya penyakit infeksi saluran pernafasan akut bagi masyarakat. Kedua, berkurangnya efesiensi kerja karena saat terjadi kebakaran hutan dalam skala besar, sekolah-sekolah dan kantor-kantor akan diliburkan. Ketiga, terganggunya transportasi di darat, laut maupun udara. Keempat, timbulnya persoalan internasional asap dari kebakaran hutan tersebut menimbulkan kerugian materiil dan imateriil pada masyarakat setempat dan sering kali menyebabkan pencemaran asap lintas batas (transboundary haze pollution) ke wilayah negara-negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura. Asap dari kebakaran hutan dan lahan itu ternyata telah menurunkan kualitas udara dan jarak pandang di region 2 Suparto Wijoyo, Hukum Lingkungan : Mengenal Instrumen Hukum Pengendalian Pencemaran Udara di Indonesia, (Surabaya : Airlangga University Press,2004), hal 2.

3 Sumatera dan Kalimantan, termasuk Malaysia, Singapura, Brunei dan sebagian Thailand. 3 Pada mulanya kerusakan lingkungan hanya terbatas pada tingkat domestik. Namun dalam waktu yang tidak lama kerusakan lingkungan mulai merambah kawasan wilayah dan juga mempengaruhi hubungan internasional di ASEAN. Saat ini seluruh masyarakat tidak lagi meragukan bahwa lingkungan merupakan suatu problem utama yang menjadikannya sebagai isu internasional. Dengan timbulnya permasalahan ini, menyebabkan konflik antar wilayah ASEAN. Ada beberapa kasus yang berdampak pada hubungan internasional di kawasan ASEAN, salah satunya adalah polusi asap. Karena luasnya dampak lingkungan ini ASEAN sejak tahun 1995 membicarakan isu asap yang menciptakan gangguan kesehatan bagi penduduk ASEAN. Walaupun tidak mudah untuk mengatasi gangguan ini, ASEAN terus menyelenggarakan pertemuan untuk membahasnya. Tahun 2002 ASEAN akhirnya mengesahkan sebuah perjanjian yang mengatur pengelolahan asap tersebut. The ASEAN Agreement on Transboundary Haze Poluttion mengawasi dan mencegah polusi asap melalui berbagai bentuk kerjasama yang telah disepakati. 4 Permasalahan kabut asap ini menjadi masalah internasional karena kasus ini menimbulkan pencemaran di negara-negara tetangga (transboundary 3 AAA.Nanda Saraswati. Transboundary Haze Pollution dalam Perspektif Hukum Lingkungan Internasional, Lingkungan-Hendra-Nanda-Rachmi-Zulkifli, 10 Februari Lkcircus. Peran Indonesia dalam Mengatasi Isu Lingkungan Hidup di Kawasan Asia Tenggara, diakses 12 Februari 2012

4 pollution) sehingga mereka mengajukan protes terhadap Indonesia atas terjadinya masalah ini. Berdasarkan pada pertemuan menteri lingkungan hidup ASEAN dalam masalah polusi kabut asap lintas batas pada 13 Oktober 2006, Malaysia dan Singapura mendesak Indonesia untuk menyelesaikan masalah ini. Protes Malaysia dan Singapura ini didasarkan pada alasan bahwa kabut asap tersebut telah menimbulkan gangguan terhadap kesehatan masyarakat, perekonomian serta pariwisata mereka, bahkan Malaysia mengecam Indonesia karena tidak mampu mengatasi masalah asap dan Indonesia harus membayar kompensasi akibat asap. 5 Kerugian sosial ekonomi dan ekologis yang timbul oleh kebakaran hutan cukup besar, bahkan dalam beberapa hal sulit untuk diukur dengan nilai rupiah. Kerugian yang harus ditanggung oleh Indonesia akibat kebakaran hutan tahun 1997 dulu diperkirakan mencapai Rp.5,96 trilyun atau 70,1% dari nilai PDB sektor kehutanan pada tahun Malaysia yang juga terkena mengalami kerugian US$ 300 juta di sektor industri dan pariwisata, sedangkan Singapura mengalami kerugian sekitar US% 60 juta di sektor pariwisata. 6 Meskipun demikian, pencemaran udara akibat kebakaran hutan bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum lingkungan internasional. Salah satu prinsip adalah Sic utere tuo ut alienum non laedes yang menentukan bahwa suatu Negara dilarang melakukan atau mengijinkan dilakukannya kegiatan yang 5 Kuala Lumpur Suara Karya Online, Sabtu 13 Agustus Diakses 13 Februari Portal Penelitian Universitas Andalas. Dampak Kebakaran Hutan di Wilayah Sumatera Barat dan Riau Terhadap Perubahan Iklim (Climate Change). diakses 13 Februari 2012.

5 dapat merugikan Negara lain, 7 dan prinsip good neighbourliness. 8 Pada intinya prinsip itu mengatakan kedaulatan wilayah suatu negara tidak boleh diganggu oleh negara lain. Prinsip-prinsip hukum internasional untuk perlindungan lingkungan lainnya adalah general prohibition to pollute principle, the prohibition of abuse of rights, the duty to prevent principle, the duty to inform principle, the duty to negotiate and cooperate principle, intergenerational equity principle. 9 Konsekuensi dari pelanggaran tersebut dapat menjadi dasar untuk meminta pertanggungjawaban Negara terhadap Negara yang telah melakukan tindakan yang merugikan Negara lain. Menurut hukum internasional pertanggungjawaban Negara timbul dalam hal Negara yang bersangkutan merugikan Negara lain. Dalam hal ini kasus kebakaran hutan di Indonesia telah menimbulkan dampak negative terhadap Negara-negara tetangga. B. Rumusan Masalah Kebakaran hutan merupakan fenomena alam yang telah berlangsung selama beribu-ribu tahun yang lalu, bahkan telah menjadi ciri hutan-hutan yang ada di Indonesia. Dampak kebakaran tersebut berupa pencemaran udara yang tidak hanya dirasakan di wilayah Indonesia saja tetapi sudah sering kali menyebabkan pencemaran asap lintas batas (transboundary haze pollution) ke wilayah negara-negara tetangga, seperti Malaysia dan Singapura. Maka untuk 7 J.G, Starke, Pengantar Hukum Internasional,(Jakarta : Sinar Grafika Offset), hal Sucipto, Sistem Tanggung Jawab Dalam Pencemaran Udara,(Malang: 1985), hlm.82 9 Adji samekto, Negara Dalam Dimensi Hukum Internasional,(Citra Aditya Bakti: Bandung, 2009), hlm.119.

6 mengatasi permasalahan pencemaran udara ini perlu harmonisasi hukum negaranegara berkembang khususnya di ASEAN. Untuk itu dalam hal ini perlu dikaji cara kerjasama yang perlu dilakukan dalam rangka pencegahan dan pengendalian pencemaran udara lintas batas. Oleh karena itu pokok permasalahan dalam skripsi ini adalah : 1. Bagaimanakah dampak yang ditimbulkan dari kebakaran hutan di kawasan ASEAN? 2. Bagaimanakah pengaturan tentang pencemaran kabut asap dalam hukum internasional? 3. Bagaimanakah peran ASEAN sebagai organisasi regional dikawasan Asia Tenggara dalam menghadapi kabut asap akibat kebakaran hutan? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah : 1. Memperoleh pengertian mengenai dampak yang ditimbulkan dari pencemaran kabut asap lintas batas kebakaran hutan di kawasan ASEAN 2. Mengetahui tentang pengaturan pencemaran kabut asap dari kebakaran hutan dalam hukum internasional 3. Mendapatkan pengetahuan tentang peran ASEAN sebagai organisasi regional dikawasan Asia Tenggara dalam menghadapi kabut asap akibat kebakaran hutan

7 Adapun manfaat yang ingin dicapai adalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis, yaitu menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang hukum lingkungan internasional. 2. Manfaat Praktis, yaitu sebagai bahan masukan bagi pemerintah dan pihak terkait tentang perlunya upaya perlindungan hutan dari kebakaran hutan yang menyebabkan pencemaran lintas batas. D. Keaslian Penulisan Penulis didalam merumuskan perumusan skripsi ini didasarkan atas inisiatif sendiri dengan melihat beberapa kasus yang pernah terjadi ataupun yang sedang dibicarakan baik didalam masyarakat internasional maupun nasional. Di dalam penulisan skripsi ini yang berjudul ANALISIS HUKUM ATAS KERJASAMA NEGARA-NEGARA ASEAN DALAM MENGHADAPI KABUT ASAP AKIBAT KEBAKARAN HUTAN INDONESIA adalah asli tulisan penulis sendiri, karena menurut data yang ada pada administrasi fakultas Hukum Medan, khususnya pada Departemen Hukum Internasional menyatakan bahwa tulisan dengan judul yang sama belum pernah diangkat dan diulas oleh para pihak lain. Apabila ada tulisan yang hampir mirip, mungkin hanya dari segi redaksi saja, karena muatan / substansinya jelas berbeda dengan karya ilmiah ini.

8 E. Tinjauan Kepustakaan ASEAN (Association of South East Asia Nations yang berarti Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara yang didirikan di Bangkok 8 Agustus 1967, kini telah berusia 44 tahun, yang awal pembentukannya hanya lima anggota negara (Indonesia, Malaysia, Fhilipina, Singapura, dan Thailand hingga mengalami perluasan menjadi sepuluh negara anggota dengan masuknya Brunei Darussalam (1984), Vietnam (1995), Laos dan Myanmar (1997) serta Cambodia (1999). 10 Merupakan salah satu organisasi internasional memiliki peran yang sangat penting di kawasan Asia Tenggara baik suatu kerjasama dalam menciptakan stabilitas keamanan, ekonomi, sosial, politik dan hubungan diantara sesama anggotanya diantaranya terhadap masalah lingkungan hidup dalam lingkup ASEAN merupakan bidang kerjasama yang mendapatkan tempat yang penting, yang tidak kalah pentingnya dengan kerjasama bidang lain seperti bidang ekonomi. Komunitas ASEAN memilih lingkungan hidup sebagai salah satu acuan utama adalah keinginan masyarakat ASEAN untuk menjadi kawasan yang bersih dan hijau, ramah lingkungan serta melakukan sumber daya alam secara lestari. Alasan mendasar terhadap hal ini adalah masalah lingkungan kini merupakan isu yang sudah menjadi keprihatinan dalam hubungan internasional, terutama terhadap permasalah kabut asap yang hingga mencapai lintas batas negara yang berasal dari kebakaran hutan, khususnya masalah kebakaran hutan yang terjadi di 10 CPF.Luhulima, Masyarakat Asia Tenggara Menuju Komunitas ASEAN 2015, ( Jakarta : Pustaka Pelajar,2008) hal.v

9 Indonesia yang memiliki dampak yang tidak hanya terhadap lingkungan nasionalnya tetapi juga hingga mencapai lingkungan lintas batas negara seperti Malaysia dan Singapura. Berbagai kerjasama telah dilakukan oleh negara-negara anggota ASEAN misalnya ASEAN agreement on The Conservation of Nature and Natural Resources 1985 (ASEAN ACNN), ASEAN Cooperation Plan on Transboundary Pollution 1995, Regional Haze Action Plan 1997, ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution 2002 yang merupakan kerjasama secara khusus memabahas tentang kabut asap. Menurut ASEAN Agreement on Transboundary Haze Poluution yang dimaksud dengan pencemaran lintas batas adalah : Transboundary haze pollution whose physical orgin in situated wholly or in port within the area under the national jurisdiction of one member state and which is transported into area under the jurisdiction of another member state. 11 ( Polusi asap lintas batas adalah polusi asap yang asal fisik terletak seluruhnya atau sebagian dalam wilayah di bawah yurisdiksi nasional satu Negara Anggota dan yang diangkut ke wilayah di bawah yurisdiksi Negara lain Anggota. ) Pencemaran udara lintas batas merupakan masalah lingkungan yang sangat serius. Selain karena dampak negatifnya terhadap kesehatan manusia, polusi udara yang disebabkan kebakaran hutan juga menimbulkan akibat-akibat ekologis dikarenakan rusaknya hutan tropis yang amat bernilai. 11 ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution. diakses 13 Februari 2012.

10 Kebakaran hutan di Indonesia merupakan salah satu hal yang mempunyai dampak pencemaran lintas batas negara. Indonesia yang mempunyai hutan tropis terbesar di dunia, yang luasnya menempati urutan ketiga setelah Brazil dan Republik Demokrasi kongo, didalamnya terkandung kekayaan hayati yang beraneka ragam dan unik. Dengan demikian, Indonesia memiliki potensi sumber daya hutan yang sangat besar. Namun, bersamaan itu pula sebagai dampak negatif atas pengelolaan hutan yang eksploitatif dan tidak berpihak pada kepentingan rakyat, pada akhirnya menyisahkan banyak persoalan, diantaranya tingkat kerusakan hutan yang sangat menghawatirkan. 12 Terhadap hal ini khususnya masalah kebakaran hutan. Kebakaran hutan dapat terjadi dari beberapa faktor, misalnya karena adanya kelalaian dari manusia, kedatangan musim kemarau, ataupun karena ada bahan bakar. 13 Kebakaran hutan tersebut menimbulkan pencemaran kabut asap yang memiliki pengaruh negatif terhadap aspek ekonomi, ekologis, kesehatan, Bahkan penyebaran kabut asap tersebut sampai ke Singapura dan Malaysia yang berdampak pada memburuknya hubungan bilateral dengan kedua negara tersebut Abdul Hakim, Loc.cit. 13 Poskas Sagala, Mengelola Lahan Kehutanan Indonesia,,(Jakarta : Yayasan Obor Indonesia,1994) hal Buletin Konservasi Kepala Burung Balai Besar KSDA Papua Barat, Kebakaran Hutan Sebuah Ancaman Bagi Kelestarian Sumber Daya Alam, Diakses 13 Februari 2012.

11 F. Metode Penulisan 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif yakni penelitian yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam berbagai perangkat peraturan perundang-undangan yang antara lain berupa : konvensi internasional ataupun perundang-undangan nasional Indonesia. 2. Data Penelitian Sumber data yang diperoleh berasal dari : a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat yang termasuk dalam sumber-sumber hukum internasional yang mencakup perjanjian atau konvensi internasional, misalnya yang terdapat dalam Konvensi Geneva 1997 (The Geneva Convention on The Long-Range Transboundary Air Pollution 1979, konvensi keanekeragaman Hayati (United Nations Convention on Biological Diversity) serta berbagai konvensi lainnya dan peraturan perundang-undangan yang terdapat di Indonesia seperti Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1997 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. b. Bahan hukum sekunder, yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, yaitu : buku hukum, termasuk skripsi, jurnal hukum, hasil-hasil penelitian, serta makalah.

12 c. Bahan hukum tertier, bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya kamus, ensiklopedia dan indeks kumulatif. 3. Teknik Pengumpulan Data Dalam penulisan ini digunakan metode penelitian kepustakaan (Library research) yang mana penelitian ini menunjuk perpustakaan sebagai tempat dilaksanakannya penelitian. 15 Cara pengumpulan data yang bersumber dari kepustakaan ini dengan menggunakan buku-buku, majalah, dan peraturan perundang-undangan baik nasional maupun internasional mengenai pencemaran udara yang menimbulkan polusi baik ditingkat nasional maupun lintas batas negara, serta untuk mengetahui bagaimana upaya-upaya yang telah dilakukan oleh negara-negara ASEAN dalam menangani kasus pencemaran udara lintas batas. 4. Analisis Data Pada penelitian hukum normatif, pengolahan data pada hakikatnya merupakan kegiatan untuk mengadakan sistematisasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis. Sistematisasi berarti membuat klarifikasi terhadap bahan-bahan hukum tertulis tersebut untuk memudahkan pekerjaaan analisis dan konstruksi. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam analisi data : a. Memilih ketentuan yang berisi kaidah-kaidah hukum yang mengatur masalah pencemaran lintas batas akibat kebakaran hutan b. Data yang berupa sumber hukum internasional dan hukum nasional ini dianalisis secara induktif kualitatif. 15 Tampil Anshari.Metodologi Penelitian Hukum.(Medan:Pustaka Bangsa Press,2007).hal.21

13 G. Sistematika Penulisan Dalam sistematika penulisan ini, penulis ingin menjabarkan secara singkat mengenai isi dari skripsi ini. Skripsi ini dibagi dalam lima baba. Bab-bab tersebut secara singkat adalah : BAB I Pendahuluan Dalam BAB 1 dikemukakan tentang apa yang menjadi Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan. BAB II Dampak Yang Ditimbulkan Dari Pencemaran Kabut Asap Akibat Kebakaran Hutan di Negara-Negara ASEAN Dalam BAB 2 ini dibahas mengenai pengertian dari pencemaran dan pencemaran kabut asap, pencemaran lintas batas, faktor-faktor yang mempengaruhi kebakaran hutan di kawasan ASEAN serta dampak yang ditimbulkan dari kebakaran hutan itu sendiri. BAB III Pengaturan Tentang Pencemaran Kabut Asap Dalam Hukum Internasional Dalam BAB 3 ini membahas mengenai pengaturan yang berkaitan dengan pencemaran kabut asap dalam lingkup hukum lingkungan internasional, tanggung jawab negara yang menimbulkan kabut asap itu sendiri serta pengaruh ASEAN

14 Agreement On Trasboundary Haze Pollution terhadap kepentingan dan kebijakan Nasional. BAB IV Peran ASEAN dalam Menghadapi Kabut Asap Akibat Kebakaran Hutan Dalam BAB 4 ini membahas mengenai Sejarah Pendirian dan Kedudukan ASEAN, peran ASEAN sebagai organisasi regional di kawasan Asia Tenggara dan bagaimana kerjasama dari negara-negara ASEAN dalam pengendalian pencemaran udara akibat kebakaran hutan, khususnya kebakaran hutan yang terjadi di Indonesia. BAB V Penutup BAB 5 berisi kesimpulan dan saran-saran tentang penanggulangan polusi udara lintas batas yang disebabkan oleh kebakaran hutan agar tidak merusak lingkungan hidup.

BAB I PENDAHULUAN. dunia tersebut. Upaya upaya pembangunan ini dilakukan dengan banyak hal,

BAB I PENDAHULUAN. dunia tersebut. Upaya upaya pembangunan ini dilakukan dengan banyak hal, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Negara negara dunia pasca perang dunia II gencar melaksanakan pembangunan guna memperbaiki perekonomian negaranya yang hancur serta memajukan kesejahteraan penduduknya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan

BAB V PENUTUP. Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan BAB V PENUTUP 4.1. Kesimpulan Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan masyarakat di Asia Tenggara meluas mencangkup persolan-persoalan yang tidak terbatas pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hutan sebagai salah satu penentu penyangga kehidupan dan sumber

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hutan sebagai salah satu penentu penyangga kehidupan dan sumber BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hutan sebagai salah satu penentu penyangga kehidupan dan sumber kesejahteraan yang semakin menurun keadaannya, oleh sebab itu eksistensinya harus dijaga secara terus-menerus,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia sangat bergantung pada lingkungan. Lingkungan telah

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia sangat bergantung pada lingkungan. Lingkungan telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia tidak akan pernah lepas dari lingkungan. Eksistensi kehidupan manusia sangat bergantung pada lingkungan. Lingkungan telah menyediakan beragam kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan sebagai bagian dari sumber daya alam nasional memiliki arti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan sebagai bagian dari sumber daya alam nasional memiliki arti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan sebagai bagian dari sumber daya alam nasional memiliki arti dan peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan lingkungan hidup, telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hidup. Selain berfungsi sebagai paru-paru dunia, hutan dianggap rumah bagi

I. PENDAHULUAN. hidup. Selain berfungsi sebagai paru-paru dunia, hutan dianggap rumah bagi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kawasan hutan merupakan kawasan penting sebagai keberlangsungan makhluk hidup. Selain berfungsi sebagai paru-paru dunia, hutan dianggap rumah bagi berbagai ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian

BAB I PENDAHULUAN. tidak boleh menyimpang dari konfigurasi umum kepulauan. 1 Pengecualian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan Indonesia terkait dengan prinsip Wawasan Nusantara telah membuahkan hasil dengan diakuinya konsep negara kepulauan atau archipelagic state secara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN ASEAN AGREEMENT ON TRANSBOUNDARY HAZE POLLUTION (PERSETUJUAN ASEAN TENTANG PENCEMARAN ASAP LINTAS BATAS) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Oleh : Akbar Kurnia Putra 1. Abstrak

Oleh : Akbar Kurnia Putra 1. Abstrak Transboundary Haze Pollution Dalam Perspektif Hukum Lingkungan Internasional Oleh : Akbar Kurnia Putra 1 Abstrak Pencemaran udara diartikan sebagai adanya satu atau lebih pencemar yang masuk ke dalam udara

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Indonesia dibalik penundaan ratifikasi ini. Kesimpulan yang penulis sampaikan

BAB V KESIMPULAN. Indonesia dibalik penundaan ratifikasi ini. Kesimpulan yang penulis sampaikan BAB V KESIMPULAN Penelitian ini menjabarkan mengenai alasan dari penundaan ratifikasi AATHP oleh Indonesia yang selanjutnya mengindikasikan pada kepentingan Indonesia dibalik penundaan ratifikasi ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Hal tersebut menyebabkan negara-negara di seluruh dunia turut

BAB I PENDAHULUAN. sebagainya. Hal tersebut menyebabkan negara-negara di seluruh dunia turut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Akhir-akhir ini isu mengenai lingkungan hidup menjadi perhatian negaranegara di dunia selaras dengan semakin meningkatnya perhatian negara pada masalah keamanan non

Lebih terperinci

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL

PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL PERAN INDONESIA DALAM ORGANISASI REGIONAL Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) ASEP GINANJAR PPG DALAM JABATAN Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 2018 1. Peran Indonesia dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Letak Asia Tenggara yang sangat strategis serta memiliki kekayaan alam yang melimpah membuat beberapa Negara di Eropa mempunyai niat untuk menguasai wilayah di Asia

Lebih terperinci

Sebelum meratifikasi AATHP, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh Indonesia agar keputusan yang diambil merupakan keputusan yang rasional.

Sebelum meratifikasi AATHP, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh Indonesia agar keputusan yang diambil merupakan keputusan yang rasional. BAB IV KESIMPULAN Kebakaran hutan yang menjadi cikal bakal permasalahan persebaran asap di ASEAN telah terjadi semenjak tahun 1980-an di Indonesia. Setelah diterapkannya zero-burning policy pada tahun

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB NEGARA (STATE RESPONSIBILITY) TERHADAP PENCEMARAN UDARA LINTAS BATAS NEGARA BERDASARKAN ASEAN AGREEMENT ON TRANSBOUNDARY HAZE POLLUTION

TANGGUNG JAWAB NEGARA (STATE RESPONSIBILITY) TERHADAP PENCEMARAN UDARA LINTAS BATAS NEGARA BERDASARKAN ASEAN AGREEMENT ON TRANSBOUNDARY HAZE POLLUTION TANGGUNG JAWAB NEGARA (STATE RESPONSIBILITY) TERHADAP PENCEMARAN UDARA LINTAS BATAS NEGARA BERDASARKAN ASEAN AGREEMENT ON TRANSBOUNDARY HAZE POLLUTION Fadhlan Dini Hanif Maria Maya Lestari, SH., M.Sc,

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Pengaturan Hukum Internasional tentang Tanggung Jawab Negara Terhadap Pencemaran Udara Lintas Batas dan Implementasinya di Indonesia International Laws on The State

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Potensi ruang angkasa untuk kehidupan manusia mulai dikembangkan

BAB I PENDAHULUAN. manusia. Potensi ruang angkasa untuk kehidupan manusia mulai dikembangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ruang angkasa merupakan sebuah tempat baru bagi manusia, sebelumnya ruang angkasa merupakan wilayah yang asing dan tidak tersentuh oleh peradaban manusia. Potensi ruang

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.93, 2015 PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa- Bangsa Asia Tenggara. Republik India. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dengan persetujuan DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 1997 TENTANG PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati yang sangat indah dan beragam, yang terlihat pada setiap penjuru pulau di Indonesia banyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia terletak di benua Asia, tepatnya di kawasan Asia Tenggara. Negara-negara yang terletak di kawasan ini memiliki sebuah perhimpunan yang disebut dengan ASEAN (Assosiation

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal...

DAFTAR ISI. I.6.1 Kelemahan Organisasi Internasional secara Internal I.6.2 Kelemahan Organisasi Internasional dari Pengaruh Aktor Eksternal... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR GRAFIK... iii DAFTAR SINGKATAN... iii ABSTRAK... iii ABSTRACT... iv BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Rumusan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2010 TENTANG PENGESAHAN AGREEMENT ON TRADE IN GOODS UNDER THE FRAMEWORK AGREEMENT ON COMPREHENSIVE ECONOMIC COOPERATION BETWEEN THE ASSOCIATION OF SOUTHEAST

Lebih terperinci

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA)

UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) Copyright 2002 BPHN UU 9/1997, PENGESAHAN TREATY ON THE SOUTHEAST ASIA NUCLEAR WEAPON FREE ZONE (TRAKTAT KAWASAN BEBAS SENJATA NUKLIR DI ASIA TENGGARA) *9571 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan nama Deklarasi Bangkok. Deklarasi ini disahkan dengan

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan nama Deklarasi Bangkok. Deklarasi ini disahkan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan Organisasi Regional di Asia Tenggara dimulai dari inisiatif pemerintah di lima negara Asia Tenggara yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang merupakan bentuk modern dari perbudakan manusia. Perbudakan adalah kondisi seseorang di bawah kepemilikan orang lain. Praktek serupa perbudakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi setiap tahun dan cenderung meningkat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan kebakaran hutan dan lahan terjadi

Lebih terperinci

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN

PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang memiliki struktur

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang memiliki struktur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai Negara Kepulauan yang memiliki struktur pulau-pulau yang tersebar luas dalam jumlah lebih dari 13.000 pulau besar dan pulau kecil, dengan garis pantai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN)

BAB I PENDAHULUAN. Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Association of South East Asian Nation (selanjutnya disebut ASEAN) merupakan kekuatan ekonomi ketiga terbesar setelah Jepang dan Tiongkok, di mana terdiri dari 10 Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi ekonomi bagi seluruh bangsa di dunia adalah fakta sejarah yang harus dihadapi dan terlibat didalamnya termasuk negara-negara di kawasan ASEAN. Globalisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini memiliki tema utama yakni upaya yang dilakukan Australia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian ini memiliki tema utama yakni upaya yang dilakukan Australia BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Penelitian ini memiliki tema utama yakni upaya yang dilakukan Australia dalam pengurangan emisi gas karbon di Indonesia melalui kerjasama IAFCP terkait mekanisme

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan gambut merupakan salah satu tipe ekosistem yang memiliki kemampuan menyimpan lebih dari 30 persen karbon terestrial, memainkan peran penting dalam siklus hidrologi serta

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 13 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENGUSAHAAN SARANG BURUNG WALET DI WILAYAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

MEMBANGUN TIM EFEKTIF

MEMBANGUN TIM EFEKTIF MATERI PELENGKAP MODUL (MPM) MATA DIKLAT MEMBANGUN TIM EFEKTIF EFEKTIVITAS TIM DAERAH DALAM MEMASUKI ERA ASEAN COMMUNITY 2016 Oleh: Dr. Ir. Sutarwi, MSc. Widyaiswara Ahli Utama BPSDMD PROVINSI JAWA TENGAH

Lebih terperinci

PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG TANGGUNGJAWAB NEGARA DALAM PENCEMARAN UDARA LINTAS BATAS

PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG TANGGUNGJAWAB NEGARA DALAM PENCEMARAN UDARA LINTAS BATAS PENGATURAN HUKUM INTERNASIONAL TENTANG TANGGUNGJAWAB NEGARA DALAM PENCEMARAN UDARA LINTAS BATAS (STUDI KASUS:KABUT ASAP KEBAKARAN HUTAN DI PROVINSI RIAU DAMPAKNYA TERHADAP MALAYSIA-SINGAPURA) SKRIPSI Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara di dunia dalam bentuk negara kepulauan yang memiliki sekitar 17.508 pulau dan panjang garis pantai lebih dari 81.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan

BAB I PENDAHULUAN. dan dalam lingkungan wilayah yang dibatasi oleh garis-garis perbatasan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Wilayah atau teritori adalah salah satu manifestasi paling utama dari kedaulatan suatu negara.oleh karena itu dalam lingkungan wilayahnya tersebut suatu negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri dari laut, memiliki potensi perikanan yang sangat besar dan beragam. Potensi perikanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internasional yang bersifat global yang terpenting masa kini. 1 Di dalam

BAB I PENDAHULUAN. internasional yang bersifat global yang terpenting masa kini. 1 Di dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah salah satu organisasi internasional yang bersifat global yang terpenting masa kini. 1 Di dalam piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Modal manusia berperan penting dalam pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi yang berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara maka modal manusia merupakan faktor

Lebih terperinci

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang.

sebagai seratus persen aman, tetapi dalam beberapa dekade ini Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan yang cenderung bebas perang. BAB V KESIMPULAN Asia Tenggara merupakan kawasan yang memiliki potensi konflik di masa kini maupun akan datang. Konflik perbatasan seringkali mewarnai dinamika hubungan antarnegara di kawasan ini. Konflik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Todaro dan Smith (2003:91-92) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Todaro dan Smith (2003:91-92) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara menuju ke arah yang lebih baik. Menurut Kutznets dalam Todaro dan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 184 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE MEMBER STATES OF ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (ASEAN) AND

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN Menimbang : PRESIDEN

Lebih terperinci

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan

: Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan Judul Nama : Determinan Intra-Industry Trade Komoditi Kosmetik Indonesia dengan Mitra Dagang Negara ASEAN-5 : I Putu Kurniawan NIM : 1306105127 Abstrak Integrasi ekonomi merupakan hal penting yang perlu

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 77 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN MEMORANDUM OF UNDERSTANDING ON THE ASEAN POWER GRID (MEMORANDUM SALING PENGERTIAN MENGENAI JARINGAN TRANSMISI TENAGA LISTRIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penghubung, media rekreasi, dan lain sebagainya. Oleh karena itu

BAB I PENDAHULUAN. penghubung, media rekreasi, dan lain sebagainya. Oleh karena itu 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencemaran lingkungan laut mendapat perhatian dunia dewasa ini, baik secara Nasional, Regional, atau Internasional disebabkan karena dampak yang ditimbulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia dikaruniai kekayaan alam, bumi, air, udara serta ribuan pulau oleh Tuhan Yang Maha Esa, yang mana salah satunya adalah hutan. Hutan merupakan sesuatu

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN

PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN PERLINDUNGAN DAN PELESTARIAN SUMBER-SUMBER IKAN DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF ANTAR NEGARA ASEAN (The Protection and the Conservation of Fishery Resources in the Economic Exclusive Zone Among the Asean States)

Lebih terperinci

BENTUK KERJA SAMA ASEAN

BENTUK KERJA SAMA ASEAN BENTUK KERJA SAMA ASEAN Hubungan kerja sama negara-negara anggota ASEAN dilakukan di berbagai bidang, antara lain dalam bidang politik, ekonomi, sosial, kebudayaan, dan lainlain. Hubungan kerja sama ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu 1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Masalah Pergerakan globalisasi perekonomian yang dewasa ini bergerak begitu cepat diiringi dengan derasnya arus globalisasi yang semakin berkembang maka hal ini

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2001 TENTANG PENGENDALIAN KERUSAKAN DAN ATAU PENCEMARAN LINGKUNGAN HIDUP YANG BERKAITAN DENGAN KEBAKARAN HUTAN DAN ATAU LAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia

2 b. bahwa Persetujuan dimaksudkan untuk menetapkan prosedur penyelesaian sengketa dan mekanisme formal untuk Persetujuan Kerangka Kerja dan Perjanjia No.92, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN. Agreement. Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara. Republik Rakyat Tiongkok. Penyelesaian Sengketa. Kerja Sama Ekonomi. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Organisasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN)

Organisasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) A. Organisasi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN) 1. Lahirnya ASEAN (Association of South East Asian Nations) Kerja sama antarbangsa dalam satu kawasan perlu dijalin. Hal itu sangat membantu kelancaran

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia, UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1988 TENTANG PENGESAHAN "PROTOCOL AMENDING THE TREATY OF AMITY AND COOPERATION IN SOUTHEAST ASIA" DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Tenggara, yakni Association South East Asian Nations atau yang dikenal

BAB V KESIMPULAN. Tenggara, yakni Association South East Asian Nations atau yang dikenal BAB V KESIMPULAN Malaysia merupakan negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, sebagai negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, Malaysia merupakan salah satu pendiri organisasi di kawasan Asia Tenggara,

Lebih terperinci

ANALISIS HUKUM ATAS KERJASAMA NEGARA-NEGARA ASEAN DALAM MENGHADAPI KABUT ASAP AKIBAT KEBAKARAN HUTAN INDONESIA SKRIPSI

ANALISIS HUKUM ATAS KERJASAMA NEGARA-NEGARA ASEAN DALAM MENGHADAPI KABUT ASAP AKIBAT KEBAKARAN HUTAN INDONESIA SKRIPSI ANALISIS HUKUM ATAS KERJASAMA NEGARA-NEGARA ASEAN DALAM MENGHADAPI KABUT ASAP AKIBAT KEBAKARAN HUTAN INDONESIA SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hal luasnya, hutan tropis Indonesia menempati urutan ke-3 setelah Brazil dan

BAB I PENDAHULUAN. hal luasnya, hutan tropis Indonesia menempati urutan ke-3 setelah Brazil dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagian dari hutan tropis terbesar di dunia terdapat di Indonesia. Dalam hal luasnya, hutan tropis Indonesia menempati urutan ke-3 setelah Brazil dan Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pada masa sekarang kepariwisataan menjadi topik utama di seluruh dunia. Isu-isu mengenai pariwisata sedang banyak dibicarakan oleh masyarakat luas baik di Indonesia

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Profil ASEAN 1. Asean ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) sebuah organisasi yang didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok (Thailand) yang awalnya hanya terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan

BAB I PENDAHULUAN. negara dimana wilayah daratnya berbatasan dengan laut. menimbulkan kerenggangan hubungan dan apabila berlarut-larut akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wilayah suatu negara yang kita kenal seperti udara dan darat juga lautan. Namun masalah kelautan atau wilayah laut tidak dimiliki oleh setiap negara, hanya negara-negara

Lebih terperinci

Ratifikasi Setengah Hati Undang-Undang Penanganan Bencana Asap Lintas Negara

Ratifikasi Setengah Hati Undang-Undang Penanganan Bencana Asap Lintas Negara Ratifikasi Setengah Hati Undang-Undang Penanganan Bencana Asap Lintas Negara Setelah 12 tahun menunggu, DPR RI akhirnya menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan ASEAN Agreement on Transboundary

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Situasi politik keamanan di Laut Cina Selatan dalam beberapa tahun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Situasi politik keamanan di Laut Cina Selatan dalam beberapa tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Situasi politik keamanan di Laut Cina Selatan dalam beberapa tahun terakhir menjadi semakin buruk. Penyebabnya adalah pemerintah Republik Rakyat Cina (RRC) yang semakin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kewenangan dalam rangka menetapkan ketentuan yang berkaitan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. kewenangan dalam rangka menetapkan ketentuan yang berkaitan dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan dengan panjang garis pantai yang mencapai 95.181 km 2, yang menempatkan Indonesia berada diurutan keempat setelah Rusia,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang

BAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang bekerja di sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah. mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan perekonomian yang sangat pesat telah mengarah kepada terbentuknya ekonomi global. Ekonomi global mulai terbentuk ditandai dengan berbagai peristiwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak terlepas dari pranata-pranata hukum

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak terlepas dari pranata-pranata hukum 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Peranan penerapan suatu sistem hukum dalam pembangunan demi terciptanya pembentukan dan pembaharuan hukum yang responsif atas kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI

LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI LEMBARAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 06 TAHUN 2009 SERI E NOMOR 02 PERATURAN DAERAH KOTA JAMBI NOMOR 06 TAHUN 2009 TENTANG HUTAN KOTA Menimbang DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA JAMBI, : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makhluk individu, negara juga memiliki kepentingan-kepentingan yang harus

BAB I PENDAHULUAN. makhluk individu, negara juga memiliki kepentingan-kepentingan yang harus 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara-negara dalam melakukan hubungan-hubungan yang sesuai kaidah hukum internasional tidak terlepas dari sengketa. Seperti halnya manusia sebagai makhluk individu,

Lebih terperinci

A. Pengertian Pencemaran Menurut Hukum Nasional

A. Pengertian Pencemaran Menurut Hukum Nasional BAB II ASAS TANGGUNGJAWAB NEGARA MENURUT HUKUM INTERNASIONAL A. Pengertian Pencemaran Menurut Hukum Nasional Lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi dan hak konstitusional bagi setiap

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pemaparan-pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis. dengan ini menarik kesimpulan sebagai sebagai berikut :

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pemaparan-pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis. dengan ini menarik kesimpulan sebagai sebagai berikut : BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan-pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis dengan ini menarik kesimpulan sebagai sebagai berikut : Pertama, terkait Pengaruh Penerapan ASEAN Community

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan hal penting bagi kehidupan manusia. Diatas tanah. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum merupakan salah satu

BAB I PENDAHULUAN. Tanah merupakan hal penting bagi kehidupan manusia. Diatas tanah. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum merupakan salah satu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tanah merupakan hal penting bagi kehidupan manusia. Diatas tanah manusia mencari nafkah. Diatas tanah pula manusia membangun rumah sebagai tempat bernaung dan membangun

Lebih terperinci

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP A. UMUM Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan di dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang

Lebih terperinci

TRANSBOUNDARY HAZE POLLUTION DI MALAYSIA DAN SINGAPURA AKIBAT KEBAKARAN HUTAN DI PROVINSI RIAU DITINJAU DARI HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL

TRANSBOUNDARY HAZE POLLUTION DI MALAYSIA DAN SINGAPURA AKIBAT KEBAKARAN HUTAN DI PROVINSI RIAU DITINJAU DARI HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL TRANSBOUNDARY HAZE POLLUTION DI MALAYSIA DAN SINGAPURA AKIBAT KEBAKARAN HUTAN DI PROVINSI RIAU DITINJAU DARI HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL ASDAR / D 101 09 519 ABSTRAK Kasus kebakaran hutan dan lahan

Lebih terperinci

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers

2 dunia. Kerjasama yang terjalin diantara negara-negara menjadikan status antar negara adalah partner bukan musuh sehingga keinginan untuk saling bers BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi telah menjadi fenomena yang terjadi secara global yang cukup mempengaruhi tatanan dunia hubungan internasional dewasa ini. Globalisasi merupakan proses

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada KTT ASEAN ke-20 yang dihadiri oleh seluruh anggota yaitu: Indonesia, Filipina, Singapura, Malaysia, Thailand, Brunei Darusalam, Vietnam, Laos, Myanmar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komunitas ASEAN atau ASEAN Community merupakan komunitas negaranegara

BAB I PENDAHULUAN. Komunitas ASEAN atau ASEAN Community merupakan komunitas negaranegara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komunitas ASEAN atau ASEAN Community merupakan komunitas negaranegara (Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, Singapura, Brunei Darussalam, Kamboja, Vietnam, Laos

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kejadian kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan Barat telah dikenal sejak tahun 1997 dan merupakan bencana nasional yang terjadi setiap tahun hingga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan basah merupakan sumber daya alam hayati penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem global. Salah satu tipe lahan basah adalah lahan gambut. Lahan gambut merupakan ekosistem

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang

Bab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang Bab I Pendahuluan Bab ini membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan persoalan, serta tujuan dan sasaran studi. Uraian dalam bab ditujukan untuk mengantarkan pembaca pada penelitian yang dikerjakan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rongga telingga tengah, dan pleura (Kepmenkes, 2002). ISPA merupakan

BAB I PENDAHULUAN. rongga telingga tengah, dan pleura (Kepmenkes, 2002). ISPA merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA) adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian atau lebih dari saluran pernafasan, mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 196 TAHUN 1998 TENTANG BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 196 TAHUN 1998 TENTANG BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 196 TAHUN 1998 TENTANG BADAN PENGENDALIAN DAMPAK LINGKUNGAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk menjamin terselenggaranya tertib administrasi

Lebih terperinci

PERSETUJUAN TRANSPORTASI LAUT ANTARA PEMERINTAH NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASOSIASI BANGSA-BANGSA ASIA TENGGARA DAN PEMERINTAH REPUBLIK RAKYAT TIONGKOK Pemerintah-pemerintah Brunei Darussalam, Kerajaan Kamboja,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (UN, 2001). Pertumbuhan populasi dunia yang hampir menyentuh empat kali lipat

BAB I PENDAHULUAN. (UN, 2001). Pertumbuhan populasi dunia yang hampir menyentuh empat kali lipat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang UNDP (2014) dalam laporan tahunannya Human Development Reports menyebutkan bahwa populasi penduduk dunia saat ini sebesar 7,612 milyar penduduk sedangkan pada tahun

Lebih terperinci

ABSTRACT. Rizal Ramadhan Herman/ Influence of entering Australia Becoming Part of The AFF in Football Development

ABSTRACT. Rizal Ramadhan Herman/ Influence of entering Australia Becoming Part of The AFF in Football Development ABSTRACT Paramadina University International Relations Studies Program 2011 Rizal Ramadhan Herman/211000165 Influence of entering Australia Becoming Part of The AFF in Football Development Australia is

Lebih terperinci

TRANSBOUNDARY HAZE POLLUTION DI MALAYSIA DAN SINGAPURA AKIBAT KEBAKARAN HUTAN DI PROVINSI RIAU DITINJAU DARI HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL

TRANSBOUNDARY HAZE POLLUTION DI MALAYSIA DAN SINGAPURA AKIBAT KEBAKARAN HUTAN DI PROVINSI RIAU DITINJAU DARI HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL TRANSBOUNDARY HAZE POLLUTION DI MALAYSIA DAN SINGAPURA AKIBAT KEBAKARAN HUTAN DI PROVINSI RIAU DITINJAU DARI HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL ASDAR / D 101 09 519 ABSTRAK Kasus kebakaran hutan dan lahan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek

BAB V KESIMPULAN. penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk kegiatan malpraktek BAB V KESIMPULAN Illegal Fishing merupakan kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh nelayan yang tidak bertanggung jawab dan bertentangan oleh kode etik penangkapan bertanggung jawab. Illegal Fishing termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. sehingga perdagangan antar negara menjadi berkembang pesat dan tidak hanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemenuhan kebutuhan ekonomi suatu negara saat ini tidak bisa terlepas dari negara lain. Perdagangan antar negara menjadi hal yang perlu dilakukan suatu negara. Disamping

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 3 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang kaya akan sumber daya hayati maupun non hayati. Letak Indonesia diapit oleh Samudera Pasifik dan Samudera Hindia yang merupakan

Lebih terperinci

Kata Kunci : Yurisdiksi Indonesia, Penenggelaman Kapal Asing, UNCLOS

Kata Kunci : Yurisdiksi Indonesia, Penenggelaman Kapal Asing, UNCLOS YURISDIKSI INDONESIA DALAM PENERAPAN KEBIJAKAN PENENGGELAMAN KAPAL ASING YANG MELAKUKAN ILLEGAL FISHING BERDASARKAN UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA Oleh : Kadek Rina Purnamasari I Gusti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota masyarakat itu juga membutuhkan hubungan satu sama lainnya, lainnya untuk memenuhi kebutuhan negaranya.

BAB I PENDAHULUAN. anggota masyarakat itu juga membutuhkan hubungan satu sama lainnya, lainnya untuk memenuhi kebutuhan negaranya. 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial selalu membutuhkan hubungan dengan manusia lainnya. Di dalam masyarakat bagaimanapun sederhananya, para anggota masyarakat itu juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri jasa konstruksi memiliki arti penting dan strategis dalam pembangunan nasional mengingat industri jasa konstruksi menghasilkan produk akhir berupa bangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi semua manusia bahkan mahluk hidup yang ada didunia. rakyat Indonesia serta makhluk hidup lain. 1

BAB I PENDAHULUAN. bagi semua manusia bahkan mahluk hidup yang ada didunia. rakyat Indonesia serta makhluk hidup lain. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang diberikan kepada seluruh umat manusia tanpa terkecuali.untuk itu lingkungan yang baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8

BAB I PENDAHULUAN. Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8 BAB I PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Asosiasi negara- negara Asia Tenggara (ASEAN) didirikan pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand dengan ditandatanganinya deklarasi Bangkok

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN INDONESIA ATAS PENCEMARAN LINTAS BATAS NEGARA AKIBAT KEBAKARAN HUTAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL

PERTANGGUNGJAWABAN INDONESIA ATAS PENCEMARAN LINTAS BATAS NEGARA AKIBAT KEBAKARAN HUTAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL SKRIPSI PERTANGGUNGJAWABAN INDONESIA ATAS PENCEMARAN LINTAS BATAS NEGARA AKIBAT KEBAKARAN HUTAN DALAM PERSPEKTIF HUKUM LINGKUNGAN INTERNASIONAL DIMITRI ANGGREA NOOR 1203005055 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES

PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES (PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEENAM DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN ASEAN CONVENTION AGAINST TRAFFICKING IN PERSONS, ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN (KONVENSI ASEAN MENENTANG PERDAGANGAN ORANG, TERUTAMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Novita Fauzi, 2015

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Novita Fauzi, 2015 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia memiliki potensi rawan akan bencana, baik bencana alam maupun bencana non-alam. Bencana dapat menimbulkan terancamnya keselamatan jiwa,

Lebih terperinci