Ratifikasi Setengah Hati Undang-Undang Penanganan Bencana Asap Lintas Negara
|
|
- Yanti Rachman
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Ratifikasi Setengah Hati Undang-Undang Penanganan Bencana Asap Lintas Negara Setelah 12 tahun menunggu, DPR RI akhirnya menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP) atau Persetujuan ASEAN tentang Pencemaran Asap Lintas Batas untuk menjadi undang-undang. Dalam sidang paripurna DPR RI pada hari Selasa (16/09/2014) yang dipimpin Wakil Ketua DPR RI, Priyo Budi Satoso dan dihadiri oleh Menteri Lingkungan Hidup, Menteri Luar Negeri, dan Direktur Perancangan Kementerian Hukum dan HAM, seluruh fraksi di DPR meratifikasi undang-undang tentang penanganan kebakaran hutan yang mengakibatkan asap lintas batas negara ASEAN tersebut. Ratifikasi tersebut menandai dimulainya peran baru kepemimpinan Indonesia di tingkat regional ASEAN dalam pencegahan dan pengendalian kebakaran lahan dan hutan yang dapat mengakibatkan pencemaran asap yang merugikan kesehatan manusia, mencemari lingkungan dan merusak ekosistem serta mengganggu transportasi. Dosen Hukum Lingkungan Universitas Tarumanegara Jakarta, Deni Bram melihat ratifikasi ini menjadi bentuk upaya nyata penanganan kebakaran hutan dan lahan. Indonesia menjadi negara terakhir yang meratifikasi, setelah semua negara ASEAN setuju dengan perjanjian penangan bencana asap itu (entry to force pada tahun 2003). Padahal Indonesia merupakan negara yang memiliki hutan terluas sehingga menjadi penyebab utama bencana asap di kawasan ASEAN. Ini menjadi kontradiktif karena kita membiarkan proses ratifikasi yang sangat lama. Indonesia terkesan harus didorong dulu dengan haze bill (peraturan bencana asap) di Singapura. Ini mencerminkan kita setengah hati dalam meratifikasi, katanya.
2 Deni melihat lamanya proses ratifikasi, karena Indonesia sudah mempunyai komitmen pengelolaan lingkungan hidup seperti penurunan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang juga melingkupi sektor kehutanan. Seperti dalam lampiran Perpres 61/2011 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN GRK) menyebutkan bahwa masing-masing sektor mempunyai target penurunan emisi GRK, dimana sektor kehutanan menargetkan menurunkan emisi dari 20 persen titik api kebakaran hutan dan lahan. Kondisi faktual di lapangan justru sebaliknya. Tahun 2013, tercatat menjadi tahun terbanyak titik api kebakaran hutan. Ini mencederai komitmen pemerintah sendiri. Kita seperti terhimpit dengan beberapa komitmen yang telah dibuat, katanya. Selama ini kendala ratifikasi kebakaran hutan lahan ada di DPR RI, karena Komisi VII merespon lambat, padahal pemerintah melihat urgensi yang tinggi dengan telah mengajukan RUU sejak tahun Fraksi PDI Perjuangan dalam Komisi VII selama ini terus resisten menolak ratifikasi dengan alasan negara lain seperti Singapura harus mengakomodasi terkait ekstradisi. Ini hal yang tidak sama (ratifikasi dan ekstradisi), kata Deni. Dia melihat karena sebentar lagi Joko Widodo menjadi presiden yang menandai rezim pemerintahan baru, maka fraksi PDI Perjuangan dalam Komisi VII DPR RI kemudian meratifikasi RUU pencemaran asap lintas batas negara ASEAN. Karena dalam (rencana program pembangunan) Nawacita dari Jokowi disebutkan tentang perbaikan lingkungan hidup. Sehingga ini jadi penyebab sekarang menjadi momentun bentuk nyata untuk meratifikasi perjanjian ASEAN itu, jelas doktor hukum lingkungan UI tersebut.
3 Dia mengatakan ratifikasi peraturan tersebut menjadi awal bagi pemerintah untuk melakukan sinergi peraturan terkait agar komitmen pemerintah bisa dilaksanakan secara nyata di lapangan. Ratifikasi ini juga menjadi awal bagi pihak yudikatif untuk menunjukkan komitmennya dalam penegakan hukum kasus kebakaran hutan, setelah putusan pengadilan kasus kebakaran lahan PT Adei Plantation di Riau dan PT Kalista Alam di hutan gambut rawa Tripa Aceh,dimana putusannya dianggap terlalu ringan. Deni melihat komitmen penegak hukum menjadi penting karena secara global Indonesia dianggap sebagai satu kesatuan negara dalam penanganan kebakaran hutan dan lahan yang mengakibatkan bencana asap. Ratifikasi ini menjadi langkah awal sinergitas dan perlu koordinasi tingkat tinggi dari yudikatif, eksekutif dan legislatif. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi rezim pemerintahan selanjutnya, tambahnya. Tidak Mampu Tangani Bencana Asap Sedangkan Abetnego Tarigan, Direktur Eksekutif Nasional Walhi melihat baru diratifikasinya undang-undangan pencemaran asap ini menandakan pemerintah tidak mampu menangani bencana asap yang berulang terjadi setiap tahun. Meski mengapresiasi positif, dia melihat DPR RI dan pemerintah setengah hati dan ragu dalam meratifikasi peraturan tersebut karena konsekuensinya bakal ada campur tangan negara lain dalam proses penanganan asap akibat kebakaran hutan dan lahan di Indonesia. Dengan ratifikasi ini, menandakan kita tidak mampu menangani kebakaran hutan yang menimbulkan pencemaran asap, sehingga dibutuhkan kerjasama regional negara ASEAN, katanya. Meski begitu, Walhi melihat sisi positif dari ratifikasi ini, karena berarti negara seperti Malaysia dan Singapura yang mempunyai perusahaan dengan investasi perkebunan dan kehutanan di Indonesia akan ikut bertanggung jawab bersama dalam kebakaran hutan dan lahan.
4 Kalau dimaknai positif, mereka (perusahaan perkebunan dan HTI dari Malaysia dan Singapura) sebagai investor dan pedagang minyak sawit harus ikut bertanggung jawab.karena banyak aktivitas pembukaan hutan untuk perkebunan dan HTI (hutan tanaman industri) di Indonesia, dengan satu dua perusahaan yang terlibat didalamnya berbasis di Malaysia dan Singapura, lanjut Abetnego. Greenpeace Indonesia juga mengapresiasi positif terhadap ratifikasi undang-undang pencemaran asap lintas batas ini, meski terkesan hanya lip service politis. Meski tertunda selama 12 tahun, ratifikasi ini menjadi langkah maju yang pantas diapresiasi. Hanya saja beberapa kebijakan pemerintah kurang mendukung semangat ratifikasi undang-undang pencemaran asap ini. Seperti Peraturan Pemerintah tentang perlindungan gambut yang disiapkan KLH, kurang melindungi kawasan gambut. Padahal 70 persen kebakaran hutan yang mengakibatkan asap terjadi di lahan gambut. Ketika perlindungan lahan gambut minim, ratifikasi undang-undang ini hanya sekedar bahasa politik, kata Pengkampanye Politik Hutan Greenpeace Indonesia, Yuyun Indradi. Ratifikasi peraturan pencemaran asap ini menjadi negara ASEAN sebagai negara pihak ikut bertanggung jawab terhadap kebakaran hutan di negara masing-masing. Indonesia sebagai negara kunci karena mempunyai wilayah hutan terluas di ASEAN, mempunyai peran lebih banyak, mulai dari tata ruang, perpetaan, pengelolaan dan tata kelola, termasuk penegakan hukumnya, lanjutnya. Greenpeace melihat ratifikasi peraturan pencemaran asap ini menjadi indikator penting yang menunjukkan bahwa Indonesia siap menunjukkan kepemimpinan di ASEAN untuk menerima tanggung jawab bersama. Oleh karena itu Indonesia juga harus mengatasi akar penyebab ini bencana kebakaran dan asap ini. Dan Presiden SBY pada akhir masa jabatannya, harus memastikan bahwa Indonesia tidak mundur dalam komitmen pengelolaan lingkungan dan penurunan emisi GRK, dengan meninggalkan PP perlindungan gambut yang lemah.
5 Bentuk Keseriusan Penanganan Bencana Asap Dalam sidang paripurna DPR RI pada Selasa (16/09/2014) yang mengesahkan undangundang penanganan becana asap itu, Menteri Lingkungan Hidup, Balthasar Kambuaya, dalam Pendapat Akhir Presiden Republik Indonesia mengatakan pengesahan ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP) merupakan langkah yang tepat bagi Indonesia untuk menunjukkan keseriusan dalam penanggulangan asap lintas batas akibat dari kebakaran lahan dan/atau hutan. Selama ini Pemerintah Indonesia telah melakukan serangkaian kegiatan pencegahan dan penanggulangan kebakaran lahan dan/atau hutan, dimana upaya Pemerintah Indonesia tersebut memperoleh apresiasi dalam berbagai forum ASEAN, terutama tahun 2003 sampai MenLH mengatakan dengan meratifikasi AATHP, Indonesia akan memainkan peran penting dalam pengambilan keputusan dan ikut aktif mengarahkan keputusan ASEAN dalam pengendalian kebakaran lahan dan hutan. Indonesia juga bakal mampu melindungi masyarakat dari dampak negatif kebakaran lahan dan/atau hutan yang dapat merugikan kesehatan manusia, mengganggu sendi-sendi kehidupan masyarakat dalam bidang sosial dan ekonomi serta menurunkan kualitas lingkungan hidup. Indonesia juga bakal mampu melindungi kekayaan sumber daya lahan dan hutan dari bencana kebakaran lahan dan/atau hutan, serta memberikan kontribusi positif terkait upaya pengendalian kebakaran lahan dan/atau hutan yang menyebabkan pencemaran asap lintas batas. AATHP menjadi hasil kesepakatan Pertemuan Tingkat Tinggi Informal ASEAN II di Kuala Lumpur tahun 1997, setelah kebakaran lahan dan hutan yang terjadi besar-besaran di tahun 1997 mengakibatkan pencemaran asap lintas batas di beberapa negara ASEAN.
6 Pada 2002, seluruh negara anggota ASEAN menyepakati untuk menandatangani AATHP di Kuala Lumpur, Malaysia. Persetujuan AATHP mulai berlaku secara resmi (enter into force) tanggal 25 November 2003 meskipun Indonesia belum meratifikasi. Sumber: html
BAB V KESIMPULAN. Indonesia dibalik penundaan ratifikasi ini. Kesimpulan yang penulis sampaikan
BAB V KESIMPULAN Penelitian ini menjabarkan mengenai alasan dari penundaan ratifikasi AATHP oleh Indonesia yang selanjutnya mengindikasikan pada kepentingan Indonesia dibalik penundaan ratifikasi ini.
Lebih terperinciSebelum meratifikasi AATHP, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh Indonesia agar keputusan yang diambil merupakan keputusan yang rasional.
BAB IV KESIMPULAN Kebakaran hutan yang menjadi cikal bakal permasalahan persebaran asap di ASEAN telah terjadi semenjak tahun 1980-an di Indonesia. Setelah diterapkannya zero-burning policy pada tahun
Lebih terperinciBab I Pendahuluan I.1 Latar Belakang
Bab I Pendahuluan Bab ini membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan persoalan, serta tujuan dan sasaran studi. Uraian dalam bab ditujukan untuk mengantarkan pembaca pada penelitian yang dikerjakan.
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan
BAB V PENUTUP 4.1. Kesimpulan Akhir-akhir ini masalah yang menjadi keprihatinan umat manusia di seluruh dunia dan masyarakat di Asia Tenggara meluas mencangkup persolan-persoalan yang tidak terbatas pada
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2014 TENTANG PENGESAHAN ASEAN AGREEMENT ON TRANSBOUNDARY HAZE POLLUTION (PERSETUJUAN ASEAN TENTANG PENCEMARAN ASAP LINTAS BATAS) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciBab IV Kesimpulan dan Saran
Bab IV Kesimpulan dan Saran Sebagai bagian akhir, bab ini akan membahas mengenai temuan studi, kesimpulan serta beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan untuk lebih memacu perbaikan kelembagaan penanggulangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Hutan sebagai bagian dari sumber daya alam nasional memiliki arti
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan sebagai bagian dari sumber daya alam nasional memiliki arti dan peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan lingkungan hidup, telah
Lebih terperinciNASKAH PENJELASAN PENGESAHAN CHARTER OF THE ESTABLISHMENT OF THE COUNCIL OF PALM OIL PRODUCING COUNTRIES (CPOPC)
NASKAH PENJELASAN PENGESAHAN CHARTER OF THE ESTABLISHMENT OF THE COUNCIL OF PALM OIL PRODUCING COUNTRIES (CPOPC) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan komoditas unggulan Indonesia
Lebih terperinciKEBIJAKAN NASIONAL ANTISIPASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN. Deputi Bidang SDA dan LH
KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL KEBIJAKAN NASIONAL ANTISIPASI DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN Deputi Bidang SDA dan LH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia sangat bergantung pada lingkungan. Lingkungan telah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia tidak akan pernah lepas dari lingkungan. Eksistensi kehidupan manusia sangat bergantung pada lingkungan. Lingkungan telah menyediakan beragam kebutuhan
Lebih terperinciBab III Analisis Penentuan Responden dan Implikasi Kelembagaan atas ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP)
Bab III Analisis Penentuan Responden dan Implikasi Kelembagaan atas ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP) Bab ini akan membahas analisis penentuan responden dan implikasi kelembagaan
Lebih terperinciPERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP SEKTOR PEREKONOMIAN URUSAN LINGKUNGAN HIDUP
Jalan Ampera Raya No. 7, Jakarta Selatan 12560, Indonesia Telp. 62 21 7805851, Fax. 62 21 7810280 http://www.anri.go.id, e-mail: info@anri.go.id PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebijakan Indonesia terhadap Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) Agreement on Transboundary Haze Pollution (AATHP) mengalami perubahan. Pemerintah
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Indonesia sebagai salah satu negara yang tergabung dalam rezim internasional UNFCCC dan juga telah menyepakati mekanisme REDD+ yang dihasilkan oleh rezim tersebut dituntut
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan gambut merupakan salah satu tipe ekosistem yang memiliki kemampuan menyimpan lebih dari 30 persen karbon terestrial, memainkan peran penting dalam siklus hidrologi serta
Lebih terperinci24 Oktober 2015, desa Sei Ahass, Kapuas, Kalimantan Tengah: Anak sekolah dalam kabut asap. Rante/Greenpeace
24 Oktober 2015, desa Sei Ahass, Kapuas, Kalimantan Tengah: Anak sekolah dalam kabut asap. Rante/Greenpeace Publikasikan Peta, Hentikan Kebakaran, Selamatkan Hutan Transparansi sangat penting untuk mencegah
Lebih terperinciPENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL
PENGARUSUTAMAAN ADAPTASI PERUBAHAN IKLIM DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL Endah Murniningtyas Deputi Bidang SDA dan LH Kementerian PPN/Bappenas Lokakarya Mengarusutamakan Adaptasi Perubahan Iklim dalam Agenda
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Berdasarkan pemaparan-pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis. dengan ini menarik kesimpulan sebagai sebagai berikut :
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pemaparan-pemaparan pada bab-bab sebelumnya, penulis dengan ini menarik kesimpulan sebagai sebagai berikut : Pertama, terkait Pengaruh Penerapan ASEAN Community
Lebih terperinciPROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES
NASKAH PENJELASAN PROTOCOL TO IMPLEMENT THE SIXTH PACKAGE OF COMMITMENTS UNDER THE ASEAN FRAMEWORK AGREEMENT ON SERVICES (PROTOKOL UNTUK MELAKSANAKAN KOMITMEN PAKET KEENAM DALAM PERSETUJUAN KERANGKA KERJA
Lebih terperinciAssalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,
BAHAN RAPAT KERJA MENTERI PERTANIAN DENGAN KOMISI VII DPR RI Pembahasan RUU tentang Pengesahan ASEAN Agreement on Transboundary Haze Pollution (Persetujuan ASEAN tentang Pencemaran Asap Lintas Batas) 12
Lebih terperinci2016, No (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5568) sebagaimana telah
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1361, 2016 DPR. Prolegnas. Penyusunan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM
Lebih terperinci2016, No Indonesia Nomor 4012); Menetapkan MEMUTUSKAN: : PERATURAN PRESIDEN TENTANG PENGESAHAN CHARTER OF THE ESTABLISHMENT OF THE COUNCIL OF PA
No.91, 2016 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN. Piagam. Minyak Sawit. Produsen. Negara. Dewan. Pembentukan. CPOPC PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2016 TENTANG PENGESAHAN
Lebih terperinciKETENTUAN PERTIMBANGAN ATAU PERSETUJUAN DALAM UNDANG-UNDANG KEMENTERIAN NEGARA
KETENTUAN PERTIMBANGAN ATAU PERSETUJUAN DALAM UNDANG-UNDANG KEMENTERIAN NEGARA Oleh: Zaqiu Rahman Naskah diterima : 07 November 2014; disetujui : 14 November 2014 Postur Kabinet Pemerintahan yang Baru
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.9/MENLHK/SETJEN/KUM.1/3/2018 TENTANG KRITERIA TEKNIS STATUS KESIAGAAN DAN DARURAT KEBAKARAN HUTAN DAN LAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciPIPIB untuk Mendukung Upaya Penurunan Emisi Karbon
PIPIB untuk Mendukung Upaya Penurunan Emisi Karbon Peraturan Presiden RI Nomor 61 tahun 2001 tentang Rencana Aksi Nasional Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca terbit sebagai salah satu bentuk kebijakan dalam
Lebih terperinciKASUS-KASUS HUKUM DAN PENYIMPANGAN PAJAK - PENYELESAIAN INPRES NO. 1 TAHUN
KASUS-KASUS HUKUM DAN PENYIMPANGAN PAJAK - PENYELESAIAN INPRES NO. 1 TAHUN INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 1 TAHUN TENTANG PERCEPATAN PENYELESAIAN KASUS-KASUS HUKUM DAN PENYIMPANGAN PAJAK ABSTRAK : Dalam rangka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. daerah di Indonesia, Pemerintah Pusat maupun Daerah pun memiliki database
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan merupakan bukan hal baru terjadi disejumlah daerah di Indonesia, Pemerintah Pusat maupun Daerah pun memiliki database yang seharusnya menjadi
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENGESAHAN ASEAN CONVENTION AGAINST TRAFFICKING IN PERSONS, ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN (KONVENSI ASEAN MENENTANG PERDAGANGAN ORANG, TERUTAMA
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1124 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT. Program Legislasi Nasional. Penyusunan. Tata Cara. PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG TATA
Lebih terperinciPIAGAM PEMBENTUKAN DEWAN NEGARA-NEGARA PRODUSEN MINYAK SAWIT ------------------------------------------------------------------------------------------------ PEMBUKAAN Pemerintah negara-negara anggota
Lebih terperinciBagaimana Undang-Undang Dibuat
Bagaimana Undang-Undang Dibuat Sejak bulan November 2004, proses pembuatan undang-undang yang selama ini dinaungi oleh beberapa peraturan kini mengacu pada satu undang-undang (UU) yaitu Undang-Undang Nomor
Lebih terperinciDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinci- 9 - No. Permasalahan Tujuan Tantangan Indikator Keberhasilan Fokus
- 9 - Strategi 1: Penguatan Institusi Pelaksana RANHAM Belum optimalnya institusi pelaksana RANHAM dalam melaksanakan RANHAM. Meningkatkan kapasitas institusi pelaksana RANHAM dalam rangka mendukung dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hidup. Selain berfungsi sebagai paru-paru dunia, hutan dianggap rumah bagi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kawasan hutan merupakan kawasan penting sebagai keberlangsungan makhluk hidup. Selain berfungsi sebagai paru-paru dunia, hutan dianggap rumah bagi berbagai ekosistem
Lebih terperinciPROSES PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG DAN PERDA
F a k u l t a s K e s e h a t a n M a s y a r a k a t U n i v e r s i t a s I n d o n e s i a Sesi 7 PROSES PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG DAN PERDA Oleh: Prof. dr. Hadi Pratomo, MPH, Dr.PH PERTANYAAN Sudahkah
Lebih terperinciINSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENUNDAAN PEMBERIAN IZIN BARU DAN
INSTRUKSI PRESIDEN NOMOR 10 TAHUN 2011 TENTANG PENUNDAAN PEMBERIAN IZIN BARU DAN PENYEMPURNAAN TATA KELOLA HUTAN ALAM PRIMER DAN LAHAN GAMBUT PRESIDEN, Dalam rangka menyeimbangkan dan menselaraskan pembangunan
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciKEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT
KEBERLANGSUNGAN FUNGSI EKONOMI, SOSIAL, DAN LINGKUNGAN MELALUI PENANAMAN KELAPA SAWIT/ HTI BERKELANJUTAN DI LAHAN GAMBUT Dr. David Pokja Pangan, Agroindustri, dan Kehutanan Komite Ekonomi dan Industri
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas mengenai kasus
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diatas mengenai kasus kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Kota Riau, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai berikut
Lebih terperinciSambutan Endah Murniningtyas Penyusunan Rencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Balikpapan, Februari 2012
Sambutan Endah Murniningtyas Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) Penyusunan
Lebih terperinciRencana Aksi Daerah Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca Provinsi Jambi Tahun I. PENDAHULUAN
I. PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Gas Rumah Kaca (GRK) adalah jenis gas yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dan secara alami, yang jika terakumulasi di atmosfer akan mengakibatkan suhu bumi semakin
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.258, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PENGESAHAN. Persetujuan. Pencemaran Asap. Lintas Batas. ASEAN. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 2014 Nomor 5592) UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciTitle : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009
Contributor : Doni Prihatna Tanggal : April 2012 Posting : Title : Analisis Polaruang Kalimantan dengan Tutupan Hutan Kalimantan 2009 Pada 19 Januari 2012 lalu, Presiden Republik Indonesia mengeluarkan
Lebih terperinciDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA LAPORAN SINGKAT RAPAT KOORDINASI BADAN LEGISLASI DENGAN MENKUMHAM DAN DPD RI DALAM RANGKA PENYUSUNAN PROLEGNAS RUU PRIORITAS TAHUN 2018 Tahun Sidang Masa Persidangan
Lebih terperinciPELAKSANAAN FUNGSI LEGISLASI DPR RI OLEH: DRA. HJ. IDA FAUZIYAH WAKIL KETUA BADAN LEGISLASI DPR RI MATERI ORIENTASI TENAGA AHLI DPR RI APRIL
PELAKSANAAN FUNGSI LEGISLASI DPR RI OLEH: DRA. HJ. IDA FAUZIYAH WAKIL KETUA BADAN LEGISLASI DPR RI MATERI ORIENTASI TENAGA AHLI DPR RI 25-27 APRIL 2011 Program Orientasi Tenaga Ahli DPR RI 25-27 April
Lebih terperinciPemanfaatan canal blocking untuk konservasi lahan gambut
SUMBER DAYA AIR Indonesia memiliki potensi lahan rawa (lowlands) yang sangat besar. Secara global Indonesia menempati urutan keempat dengan luas lahan rawa sekitar 33,4 juta ha setelah Kanada (170 juta
Lebih terperinciGUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG
GUBERNUR ACEH PERATURAN GUBERNUR ACEH NOMOR 3 TAHUN 2014 TENTANG STRATEGI DAN RENCANA AKSI PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI DAN DEGRADASI HUTAN ACEH DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR
Lebih terperinciPENCEGAHANKEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN. Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Solo, 27 Maret 2013
PENCEGAHANKEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN Deputi Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup Solo, 27 Maret 2013 OUTLINE I. PENDAHULUAN II. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN KEBAKARAN LAHAN DAN KEBUN: anggaran atau
Lebih terperinciKonsep Imbal Jasa Lingkungan Dalam Penyelenggaraan Konservasi Tanah dan Air Oleh: Khopiatuziadah *
Konsep Imbal Jasa Lingkungan Dalam Penyelenggaraan Konservasi Tanah dan Air Oleh: Khopiatuziadah * Pada akhir masa sidang III lalu, Rapat Paripurna DPR mengesahkan salah satu RUU usul inisatif DPR mengenai
Lebih terperinciDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA LAPORAN SINGKAT BADAN LEGISLASI DPR RI DALAM RAPAT KERJA DENGAN MENTERI KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN, MENTERI PERTANIAN, MENTERI PERINDUSTRIAN, MENTERI PERDAGANGAN,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memberikan dampak positif seperti mudahnya berkomunikasi maupun berpindah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan teknologi sudah dimulai sejak Revolusi Industri yang terjadi pada abad ke 18 di Inggris yang pada akhirnya menyebar keseluruh dunia hingga saat sekarang ini.
Lebih terperinciVersi 27 Februari 2017
TARGET INDIKATOR KETERANGAN 13.1 Memperkuat kapasitas ketahanan dan adaptasi terhadap bahaya terkait iklim dan bencana alam di semua negara. 13.1.1* Dokumen strategi pengurangan risiko bencana (PRB) tingkat
Lebih terperinci2018, No Produk, Kehutanan dan Penggunaan Lahan Lainnya, dan Limbah; d. bahwa Pedoman Umum Inventarisasi GRK sebagaimana dimaksud dalam huruf c
No.163, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-LHK. Inventarisasi GRKN. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.73/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2017 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2011
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciLAPORAN SINGKAT KOMISI I DPR RI
LAPORAN SINGKAT KOMISI I DPR RI KEMENTERIAN PERTAHANAN, KEMENTERIAN LUAR NEGERI, KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA, TENTARA NASIONAL INDONESIA, BADAN INTELIJEN NEGARA, DEWAN KETAHANAN NASIONAL, LEMBAGA
Lebih terperinciKebijakan. Deputi Kelembagaan dan Tata Laksana. Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Jakarta, 25 Juni 2015
Kebijakan Deputi Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Jakarta, 25 Juni 2015 7 LEMBAGA NEGARA LEMBAGA PENYIARAN PUBLIK 2 PRESIDEN WAPRES LEMBAGA
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2011
SALINAN PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI BIDANG LINGKUNGAN HIDUP TAHUN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciH. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP
- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan Limbah
Lebih terperinciPEMANTAUAN LEGISLASI. FASILITATOR: Prof. dr. Hadi Pratomo, MPH, Dr.PH. Sesi 12
F a k u l t a s K e s e h a t a n M a s y a r a k a t U n i v e r s i t a s I n d o n e s i a PEMANTAUAN LEGISLASI FASILITATOR: Prof. dr. Hadi Pratomo, MPH, Dr.PH Sumber referensi: Panduan Praktis Pemantauan
Lebih terperinci- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP
- 283 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP SUB BIDANG SUB SUB BIDANG PEMERINTAH 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan
Lebih terperinciKnowledge Management Forum April
DASAR HUKUM DIREKTORAT JENDERAL BINA PEMBANGUNAN DAERAH KEMENTERIAN DALAM NEGERI PERAN PEMDA UNTUK MEMBERDAYAKAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN IKLIM INDONESIA UU 23 tahun 2014 tentang
Lebih terperinciPengantar Presiden RI pada Ratas Penanggulangan Asap, di Kanpres, tgl. 24 Juni 2014 Senin, 24 Juni 2013
Pengantar Presiden RI pada Ratas Penanggulangan Asap, di Kanpres, tgl. 24 Juni 2014 Senin, 24 Juni 2013 PENGANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PADA RAPAT TERBATAS PENANGGULANGAN ASAP DI KANTOR PRESIDEN,
Lebih terperinciPernyataan Pers Bersama, Presiden RI dan Presiden Federasi Rusia, Rusia, 18 Mei 2016 Rabu, 18 Mei 2016
Pernyataan Pers Bersama, Presiden RI dan Presiden Federasi Rusia, Rusia, 18 Mei 2016 Rabu, 18 Mei 2016 PERNYATAAN PERS BERSAMA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA DAN PRESIDEN FEDERASI RUSIA KEDIAMAN PRESIDEN
Lebih terperinciH. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP
- 216 - H. PEMBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG LINGKUNGAN HIDUP 1. Pengendalian Dampak Lingkungan 1. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) 1. Menetapkan kebijakan mengenai pengelolaan Limbah
Lebih terperinciKPK juga hampir KO di Era SBY
KPK juga hampir KO di Era SBY Presiden SBY pernah sangat kesal kepada KPK lalu mediskriditkan KPK melalui pernyataan-nya pada bulan Juni 2009: Terkait KPK, saya wanti-wanti benar. Power must not go uncheck.
Lebih terperinciTata Tertib DPR Bagian Kesatu Umum Pasal 99 Pasal 100 Pasal 101 Pasal 102
Tata Tertib DPR Bagian Kesatu Umum Pasal 99 1. Rancangan undang-undang dapat berasal dari DPR, Presiden, atau DPD. 2. Rancangan undang-undang dari DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan
Lebih terperinciBAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI
BAB 4: PELAKSANAAN DAN TATA KELOLA MP3EI A. Tahapan Pelaksanaan MP3EI merupakan rencana besar berjangka waktu panjang bagi pembangunan bangsa Indonesia. Oleh karenanya, implementasi yang bertahap namun
Lebih terperinciIntegrasi Isu Perubahan Iklim dalam Proses AMDAL Sebagai Alternatif Penerapan Ekonomi Hijau Pada Tingkatan Proyek
Integrasi Isu Perubahan Iklim dalam Proses AMDAL Sebagai Alternatif Penerapan Ekonomi Hijau Pada Tingkatan Proyek Oleh: Dini Ayudia, M.Si Kepala Subbidang Transportasi Manufaktur Industri dan Jasa pada
Lebih terperinciMUHIDIN M. SAID KOMISI V DPR RI
RAPAT KONSULTASI REGIONAL (KONREG) BIDANG PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT TAHUN 2015 DUKUNGAN DPR RI TERHADAP PROGRAM PEMBANGUNAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT JAKARTA, 21 APRIL 2015 MENINGKATKAN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1488, 2013 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Dekosentrasi. Lingkungan Hidup. Penyelenggaraan. Petunjuk Teknis PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR
Lebih terperinciPEMBAGIAN URUSAN DAN RUANG LINGKUP
3 PEMBAGIAN URUSAN DAN RUANG LINGKUP 3.1. Pembagian Urusan Gubernur selaku pimpinan daerah provinsi dalam menyusun RAD GRK harus berpedoman pada Peraturan Presiden No 61 tahun 2011 tentang RAN GRK. Penyusunan
Lebih terperinci2018, No rangka penurunan emisi dan peningkatan ketahanan nasional terhadap dampak perubahan iklim; e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaima
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.162, 2018 KEMEN-LHK. Pengendalian Perubahan Iklim. Pengukuran, Pelaporan dan Verifikasi Aksi dan Sumberdaya. Pencabutan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya
Lebih terperinciBola Panas Putusan Pengujian Undang-Undang Pengesahan Piagam ASEAN oleh: Ade Irawan Taufik *
Bola Panas Putusan Pengujian Undang-Undang Pengesahan Piagam ASEAN oleh: Ade Irawan Taufik * Penantian panjang hampir dua tahun, terjawab sudah pada hari Selasa, tanggal 26 Februari 2013 kemarin. Mahkamah
Lebih terperinciIMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PEMBANGKIT LISTRIK PANAS BUMI BERDASARKAN UU NO. 21 TAHUN 2014 TENTANG PANAS BUMI SEBAGAI PILIHAN TEKNOKRATIK
IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PEMBANGKIT LISTRIK PANAS BUMI BERDASARKAN UU NO. 21 TAHUN 2014 TENTANG PANAS BUMI SEBAGAI PILIHAN TEKNOKRATIK (Laporan Penelitian Individu 2016) Oleh Hariyadi BIDANG EKONOMI DAN
Lebih terperinciINSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG
INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG PENUNDAAN PEMBERIAN IZIN BARU DAN PENYEMPURNAAN TATA KELOLA HUTAN ALAM PRIMER DAN LAHAN GAMBUT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1067, 2012 KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP. Organisasi. Tata Kerja. Perubahan. PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2008 TENTANG PENGESAHAN TREATY ON MUTUAL LEGAL ASSISTANCE IN CRIMINAL MATTERS (PERJANJIAN TENTANG BANTUAN TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA) Menimbang :
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1126, 2012 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT. Rancangan Undang-Undang. Penarikan. Tata Cara. PERATURAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG TATA
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG BADAN RESTORASI GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG BADAN RESTORASI GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka percepatan pemulihan
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciLampiran 1. MATRIKS RAD-GRK SEKTOR PERTANIAN
Lampiran 1. MATRIKS RAD-GRK SEKTOR PERTANIAN Penanggungjawab : Dinas Pertanian Provinsi Sumatera Utara Perkiraan Emisi 2020 : 10.562.476,38 juta tco2eq Target Penurunan Emisi 26% : 2.746.243,86 juta tco2eq
Lebih terperinciDewan Perubahan Iklim Menyongsong Kopenhagen Dewan Perubahan Iklim Menyongsong Kopenhagen
Dewan Perubahan Iklim Menyongsong Kopenhagen Dewan Perubahan Iklim Menyongsong Kopenhagen OLEH: ALAN KOROPITAN Sinar Harapan, 13 Juni 2009 Tak terasa, dengan hadirnya PP No 46 Tahun 2008, Dewan Nasional
Lebih terperinciBAHAN PERTEMUAN ROUND TABLE DISCUSSION. Deputi Tata Lingkungan - LHK 10 Nopember 2014
BAHAN PERTEMUAN ROUND TABLE DISCUSSION Deputi Tata Lingkungan - LHK 10 Nopember 2014 Pencapaian target 100 % 14 Capaian Ukuran Keberhasilan No UKURAN KEBERHASILAN / INDIKATOR OUTPUT UKURAN KEBERHASILAN
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.437, 2012 KEMENTERIAN NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL. Pembentukan. Lembaga. Wali Amanat. PERATURAN MENTERI NEGARA
Lebih terperinciKEBIJAKAN PENYUSUNAN PROLEGNAS RUU PRIORITAS TAHUN Ignatius Mulyono
KEBIJAKAN PENYUSUNAN PROLEGNAS RUU PRIORITAS TAHUN 2011 Ignatius Mulyono BALEG DAN PROLEGNAS Salah satu tugas pokok Baleg sebagai pusat pembentukan undang-undang, adalah menyusun rencana pembentukan undang-undang.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG
SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGESAHAN PERJANJIAN EKSTRADISI ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK SOSIALIS VIET NAM (EXTRADITION TREATY BETWEEN THE REPUBLIC OF
Lebih terperinciPIAGAM PEMBENTUKAN DEWAN NEGARA-NEGARA PRODUSEN MINYAK SAWIT
PIAGAM PEMBENTUKAN DEWAN NEGARA-NEGARA PRODUSEN MINYAK SAWIT ------------------------------------------------------------------------------------------------ PEMBUKAAN Pemerintah negara-negara anggota
Lebih terperinciSALINAN. c.bahwa... melaksanakan hubungan dan kerja sama internasional untuk mencegah dan memberantas tindak pidana
SALINAN PRES I DEN UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 2017 TENTANG PENGESAHAN ASEAN CONVENTION AGAINST TRAFFICKING IN PERSOJV$ ESPECIALLY WOMEN AND CHILDREN (KONVENSI ASEAN MENENTANG PERDAGANGAN ORANG, TERUTAMA
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG BADAN PENGELOLA PENURUNAN EMISI GAS RUMAH KACA DARI DEFORESTASI, DEGRADASI HUTAN DAN LAHAN GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciSURAT UNTUK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MENUNTUT KEADILAN IKLIM BERKEADILAN GENDER
SURAT UNTUK PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MENUNTUT KEADILAN IKLIM BERKEADILAN GENDER Solidaritas Perempuan (SP), AKSI for Gender, Social and Ecological Justice (AKSI!), Koalisi Rakyat untuk Hak atas Air
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR 16 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA
Lebih terperinciTanggal 26 Januari Disampaikan oleh: H. Firman Subagyo, SE.,MH. Wakil Ketua Badan Legislasi, A.273
LAPORAN BADAN LEGISLASI TENTANG PENETAPAN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL RUU PRIORITAS TAHUN 2016 DAN PERUBAHAN PROGRAM LEGISLASI NASIONAL RUU TAHUN 2015-2019 DALAM RAPAT PARIPURNA DPR RI Tanggal 26 Januari
Lebih terperinciPlanning Nara Sumber Fokus Pagi Edisi Jum at, 19 Juni 2009 Tema : Lingkungan Hidup Topik : Membenahi Permasalahan Lingkungan Hidup
Planning Nara Sumber Fokus Pagi Edisi Jum at, 19 Juni 2009 Tema : Lingkungan Hidup Topik : Membenahi Permasalahan Lingkungan Hidup Sahabat MQ/ Permasalahan lingkungan hidup menjadi sorotan utama dalam
Lebih terperinciPerspektif Good Governance dan RPP Pengendalian Perubahan Iklim
Perspektif Good Governance dan RPP Pengendalian Perubahan Iklim Jakarta, 17 Januari 2018 Agenda Presentasi RPP Perubahan Iklim sebagai Instrumen Pelaksana UU 16/2016 Good Governance dalam RPP Perubahan
Lebih terperinciLAPORAN SINGKAT KOMISI I DPR RI
LAPORAN SINGKAT KOMISI I DPR RI KEMENTERIAN PERTAHANAN, KEMENTERIAN LUAR NEGERI, KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA, TENTARA NASIONAL INDONESIA, BADAN INTELIJEN NEGARA, DEWAN KETAHANAN NASIONAL, LEMBAGA
Lebih terperinci2017, No MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PRESIDEN TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NASIONAL PENGEL
No.79, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ADMINISTRASI. Pemerintahan. BNPP. Perubahan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 12
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN TENTANG BADAN RESTORASI GAMBUT
SALINAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 2012 TENTANG BADAN RESTORASI GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka percepatan
Lebih terperinci