KEBIJAKAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN PADA BIDANG USAHA INDUSTRI GULA PASIR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEBIJAKAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN PADA BIDANG USAHA INDUSTRI GULA PASIR"

Transkripsi

1 KEBIJAKAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN PADA BIDANG USAHA INDUSTRI GULA PASIR Apriyani Parida dan Titi Muswati P. Administrasi Fiskal/FISIP UI ABSTRAK Skripsi ini membahas tentang kebijakan fasilitas pajak penghasilan pada bidang usaha industri gula pasir. Tujuan dari penelitian ini ingin mengetahui bagaimana kebijakan pemberian fasilitas pajak penghasilan pada industri gula pasir berbasis tebu. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa pemerintah sudah tepat dalam menentukan industri gula pasir berbasis tebu sebagai salah satu subjek fasilitas pajak penghasilan (PP No. 52/2011). Kata kunci: Pajak Penghasilan, insentif, investasi, industri gula pasi ABSTRACT This undergraduate thesis focused to income tax policy facilities for sugar industries. The study was conducted to gain insight about the facilities of income tax policy for sugar industries. This undergraduate thesis used qualitative approach. The result showed that the government was right to decide that the sugar industries get the facilities of income tax (PP No. 52/2011). Keywords: Income tax, incentives, investment, sugar industries Pokok Permasalahan 1. Bagaimana kebijakan pemberian fasilitas PPh pada industri gula pasir? 2. Apa pertimbangan pemerintah dalam menentukan persyaratan dan cakupan produk pada industri gula pasir? Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan diatas, secara umum penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui bagaimana kebijakan pemberian fasilitas PPh pada industri gula pasir. 2. Mengetahui pertimbangan pemerintah dalam menentukan persyaratan dan cakupan produk pada industri gula pasir.

2 Kebijakan Pajak Pro Iklim Investari Penantian dunia usaha terhadap insentif akhirnya terjawab, setelah pemerintah menerbitkan kebijakan fasilitas pajak penghasilan (PP No. 5/2011). Alasan kebijakan ini adalah azas manfaat bagi usaha penerimanya terhadap daya saing ekonomi dan industri di Tanah Air. Sepuluh kriteria industri peroleh fasilitas PPh 1. Pionir 2. Dibangun di daerah terpencil, tertinggal, perbatasan atau yang dianggap perlu 3. Melakukan penelitian, pengembangan dan inovasi 4. Melakukan pembangunan infrastruktur 5. Melakukan alih teknologi 6. Menjaga kelestarian lingkungan hidup 7. Melakukan kemitraan dengan usaha mikro, kecil dan menengah 8. Menggunakan barang modal dari mesin dan peralatan dalam negeri 9. Menyerap banyak tenaga kerja. 10. Menggunakan bahan baku dan atau komponen hasil produksi dalam negeri. Pemerintah menetapkan bidang usaha industri gula pasir yang sifatnya pionir sebagai penerima pajak penghasilan. Syaratnya yaitu kapasitas ton gula/tahun, seluruh propinsi kecuali Pulau Jawa dan harus merealisasikan rencana penanaman modal paling sedikit 80%. Ketentun ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah. Adapun sebanyak 129 (Lampiran I terdapat 52 dan Lampiran II terdapat 77) bidang usaha tertentu diwilayah tertentu akan mendapatkan fasilitas keringanan PPh. Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah No.52/2011. PP No. 52/2011 merupakan revisi kedua atas PP No.1/2007 tentang Fasilitas PPh untuk Kegiatan Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan atau Di Daerah-Daerah Tertentu. Fasilitas ini berlaku surut untuk kegiatan usaha yang sudah berjalan sebelum PP terbit, asalkan belum memperoleh keuntungan atau komersil. Jadi dari kondisi sudah melakukan investasi, tetapi belum mencapai komersil dimungkinkan untuk berpartisipasi. Untuk mendapatkan insentif, investor atau calon investor yang memenuhi kriteria harus mengajukan permohonan kepada Badan Koordiansi Penanaman Modal (BKPM) dan atau Kementerian Perindustrian untuk dikaji kesesuaian antara kriteria dan rencana investasinya. Selanjutnya, BKPM dan Kementerian Perindustri mengusulkan calon penerima fasilitas itu kepada Menteri Keuangan (DJP) untuk dikonsultasikan secara bertahap, mulai dengan tim verifikasi lintaskementerian, Menko Perekonomian, dan terakhir dengan Presiden.

3 Adapun fasilitas yang ditawarkan: a. pengurangan penghasilan neto sebesar 30% (tiga puluh persen) dari jumlah Penanaman Modal, dibebankan selama 6 (enam) tahun masing-masing sebesar 5% (lima persen) per tahun. Jenis fasilitas ini merupakan fasilitas yang tergolong sebagai investment allowance dimana wajib pajak diperbolehkan mengurangi jumlah penghasilan kena pajaknya dengan jumlah tetentu sesuai dengan persentase yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai allowance atas investasi yang telah ditanamkan dalam jangka waktu yang ditentukan. b. penyusutan dan amortisasi yang dipercepat, sebagai berikut: Kelompok Aktiva Tetap Berwujud I. Bukan Bangunan: Masa Manfaat Menjadi Tarif Penyusutan dan Amortisasi Berdasarkan Metode Garis Lurus Saldo Menurun Kelompok I 2 Tahun 50 % 100% (dibebankan sekaligus) Kelompok II 4 Tahun 25 % 50 % Kelompok III 8 Tahun 12,5 % 25 % Kelompok IV 10 Tahun 10 % 20 % II. Bangunan: 10 Tahun 10 % - Permanen Tidak Permanen 5 Tahun 20 - Fasilitas pajak ini menurut Holland dan Vann diklasifikasikan sebagai timing differences. Jenis fasilitas ini diberikan agar investor dapat membebankan aktiva tetapnya dengan lebih cepat sehingga dapat mengurangi laba dan kemudian memperkecil pajak yang ditanggungnya. c. pengenaan Pajak Penghasilan atas dividen yang dibayarkan kepada subjek pajak luar negeri sebesar 10% (sepuluh persen), atau tarif yang lebih rendah menurut Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku. Fasilitas pajak jenis ini dapat dikatagorikan sebagai tax rate reductions, karena dalam pemberian fasilitas ini tarif pajak yang seharusnya dikenakan kepada wajib pajak, dikurangi dari tarif yang seharusnya atau tingkat tarif yang berada dibawahnya. d. Kompensasi kerugian yang lebih lama dari 5 (lima) tahun tetapi tidak lebih dari 10 (sepuluh) tahun dengan ketentuan: 1) tambahan 1 tahun : apabila penanaman modal baru pada bidang usaha yang diatur pada ayat (1) huruf a dilakukan di kawasan industri dan kawasan berikat 2) tambahan 1 tahun : apabila mempekerjakan sekurang-kurangnya 500 (lima ratus) orang tenaga kerja Indonesia selama 5 (lima) tahun berturut-turut

4 3) tambahan 1 tahun : apabila penanaman modal baru memerlukan investasi/ pengeluaran untuk infrastruktur ekonomi dan sosial di lokasi usaha paling sedikit sebesar Rp ,00 (sepuluh miliar rupiah) 4) tambahan 1 tahun : apabila mengeluarkan biaya penelitian dan pengembangan di dalam negeri dalam rangka pengembangan produk atau efisiensi produksi paling sedikit 5% (lima persen) dari investasi dalam jangka waktu 5 (lima) tahun; dan/atau 5) tambahan 1 tahun : apabila menggunakan bahan baku dan/atau komponen hasil produksi dalam negeri paling sedikit 70% (tujuh puluh persen) sejak tahun ke 4 (empat). Fasilitas ini disebut juga loss carry forwards. Dimana fasilitas ini wajib pajak dapat melakukan kompensasi kerugian dengan jangka waktu lebih dari 5 tahun akan tetapi tidak melebihi 10 tahun dengan ketentuan sebagaimana diatur. Pemberian insentif pajak ini merupakan salah satu bentuk fungsi regulasi yang dipergunakan untuk mengatur kondisi perekonomian yang ada, salah satunya mengatur mengenai investasi atau penanaman modal, dengan kata lain pemerintah perlunya peranan sektor swasta. Pemerintah Indonesia melalui Badan Koordinasi Penanaman Modal dalam pernyataan seperti yang tercantum dalam Investment Policies Statement menyatakan bahwa: The Government of Indonesia Recognizing, that the importance of private sector investment to achieve sustainable economic growth, employment creation, development of strategic national resources, transfer and implementation of competitive technology and technical skills, export growth and improved balance of payments. Appreciating, that an appropriate legal framework is prerequisite to promoting a stable, predictable and attractive business environment that will encourage and support private economic activity by Indonesia and foreign investor. Acknowledging, that an appropriate legal framework for investment must provide certain key principles, among which are: equal treatment of investors in similar circumstances irrespective of nationality: protection against expropriation, confiscation or requisition of investment and unilateral alteration or termination of contracts; freedom to repatriate foreign investment capital and net proceeds there on;

5 and access to impartial, quick and effective mechanisms for the resolution of commercial and other investment disputes. 1 Kutipan tersebut berisi pernyataan yang dibuat oleh pemerintah Republik Indonesia mengenai pentingnya peranan sektor swasta dalam rangka penunjang pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, penciptaan lapangan pekerjaan, peningkatan kualitas sumber daya strategis, pengalihan dan penerapan teknologi yang bersaing, pertumbuhan ekspor, dan meningkatkan neraca pembayaran, dengan demikian pemerintah perlu menciptakan iklim investasi yang kondusif guna merangsang para investor. Latarbelakang masalah pergulaan di Indonesia yaitu pertama, belum seimbangnya kebutuhan dan ketersediaan gula nasional, dapat dilihat pada tabel perbandingan antara. Dapat dilihat tabel perbandingan antara tingkat produksi dan konsumsi gula nasional sebagai berikut. Tabel 1 Tingkat Produksi dan Konsumsi Gula Nasional Tahun Produksi (ton) Konsumsi (ton) Defisit GKP GKR Total Rumah Industri Total Tangga (80.000) sumber: Dewan Gula Indonesia (telah diolah kembali) Ket: GKP = gula kristal putih GKR= gula kristal rafinasi Berdasarkan tabel 1, dapat dilihat bahwa secara keseluruhan jumlah konsumsi gula dalam negeri, baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun industri, lebih besar dibandingkan dengan produksi gula nasional, kecuali tahun 2008 yang mengalami kelebihan stok gula (GKP) senilai ton. Akan tetapi, hal ini tidak berlanjut pada tahun-tahun berikutnya. Selama periode , peningkatan konsumsi gula lebih besar dibanding produksi gula nasional. Kedua, bertambahnya usia pabrik sehingga tingkat efesiensi pabrik dibawah setandar. Dari masalah-masalah gula yang terjadi di Indonesia sehingga mengakibatkan kekurangan 1 Investment Policies Statement, di unduh 30 Maret 2012.

6 stok gula (defisit) menjadikan pemerintah memilih alternatif yaitu impor gula. Tabel usia pabrik gula Indonesia Tabel 2 Pabrik Gula Indonesia Bedasarkan Urutan Tahun Berdiri No. Tahun Berdiri Nama Perusahan Gula Perusahaan Pengelola Usia Pabrik di Tahun Gending PTP Nusantara XI Purwodadi PTP Nusantara XI Wonolangan PTP Nusantara XI Candi Baru PT Candi Baru Tjepiring *) PT IGN Trangkil PT Kebon Agung Pangka PTP Nusantara IX Sragi PTP Nusantara IX Watu Tulis PTP Nusantara X Rendeng PTP Nusantara IX Jatibarang PTP Nusantara IX Olean PTP Nusantara XI Kremboong PTP Nusantara X Tulangan PTP Nusantara X Mojo Panggung PTP Nusantara X Karang Suwung PT RNI II Gondang Baru PTP Nusantara IX Tasik Madu PTP Nusantara IX Wringin Anom PTP Nusantara XI Mojosragen PTP Nusantara IX Prajekan PTP Nusantara XI Pagotan PTP Nusantara XI Cukir PTP Nusantara X Pajarakan PTP Nusantara XI Panji PTP Nusantara XI Sudono PTP Nusantara XI Rejosari PTP Nusantara XI Asem Bagus PTP Nusantara XI Rejo Agung Baru PT RNI I Kanogoro PTP Nusantara XI Jombang Baru PTP Nusantara X Sindang Laut PT RNI II Kebon Agung PT Kebon Agung Jati Roto PTP Nusantara XI Krbet Baru 1 PT RNI I Lestari PTP Nusantara X Sumberhadjo PTP Nusantara IX Ngadirejo PTP Nusantara X Gempolkrep PTP Nusantara X Semboro PTP Nusantara XI Tersana Baru PT RNI II Merican PTP Nusantara X Madukismo PT Madu Baru Gunung Madu PT GMP Bone PTP Nusantara XIV Pesantren Baru PTP Nusantara X Krebet baru II PT RNI I Jatitujuh PT RNI II Sumbang PT RNI II Kuala Madu PTP Nusantara II Sei Semayan PTP Nusantara II Gula Putih Mataram PT Sugar Group Bunga Mayang PTP Nusantara VII Cinta Manis PTP Nusantara VII Camming PTP Nusantara XIV Takalar PTP Nusantara XIV 23

7 Tolangohula PT PG Gorontalo Sweet Indo Lampung PT Sugar Group Indolampung Perkasa PT Sugar Group Pemuka Sakti Manis Indah PT Pemuka Sakti Manis Indah 2 48 PM Sumber: AGI Pakis Baru *) PT Laju Perdana Indah Dari masalah-masalah gula yang terjadi pemerintah perlu melakukan pembangunan atau perkembangan industri gula pasir, agar percepatan pembangunan industri gula pemerintah membuat kebijakan salah satunya yaitu kebijakan pajak berupa insentif. Menurut Viherkentta There is no universally accepted definition of a tax incentices. In this study, the concept denotes a tax reduction intended to encourage business operations including inward foreign investment. Menjelaskan bahwa insentif pajak merupakan sebuah fasilitas yang diberikan kepada investor agar tertarik untuk menanamkan modalnya di suatu negara. Di Indonesia industri gula pasir terdiri dari 2 kelompok, dengan demikian pemerintah harus dapat memilah manakah yang seharusnya diberikan insentif pajak. Karakteristik 2 kelompok industri gula pasir sebagai berikut: Tabel 3 Karakteristik Industri Gula Berbasis Tebu (GKP) dan Industri Gula Rafinasi Tahun 2010 Industri No. Uraian Berbasis Tebu Berbasis Raw Sugar (GKP) (GKR) 1 Jumlah perusahan (buah) Jumlah pabrik (buah) Kapasitas olah (tebu perhari) 3,2 juta gula per tahun 4 Bahan baku Tebu sendiri + petani Raw sugar impor 5 Hari kerja pengolahan Rata-rata 160 hari per tahun Rata-rata 320 hari per tahun 6 Potensi produksi tahunan 2,5 juta ton gula 2-3 juta ton gula 7 Jumlah tenaga kerja On-farm (kebun) orang/61 pabrik (tidak Tidak ada temasuk tenaga borong) Off-farm (pabrik) orang/61 pabrik 3,515 orang/8 pabrik 8 Petani yang terlibat KK petani Tidak ada 9 Umur pabrik existing tahun 1-12 tahun 10 Pengaruh iklim terhadap produksi Sangat besar Relatif kecil/tidak ada 11 Potensi produksi tahunan 2,5 juta ton 2-3 juta ton 12 Bila investasi baru: Nilai investasi ± Rp 1,2 1,5 trilyun (on dan offfarm) untuk capasitas TCD ton gula/tahun ± Rp 0,4-0,6 trilyun untuk capasitas ton/ tahun Mulai berproduksi 4-5 tahun baru mulai produksi 1,5-2 tahun mulai produksi Mencapai BEP 8-10 tahun dari mulai produksi 2-3 tahun mulai produksi 13 Institusi pembina Kementrian pertanian (PP 17 tahun 1986) Kementrian perindustrian (UU 5 tahun 1984) Berdasarkan tabel 3 terlihat bahwa ada perbedaan yang cukup mencolok antara pabrik gula kristal putih dan pabrik gula rafinasi. Adapun perbedaan masing-masing pabrik berdasarkan sifat investasi, resiko, keuntungan, dan azas manfaatnya, dapat dilihat sebagai berikut:

8 Pabrik Gula Kristal Putih (GKP) Berdasarkan konsep distribunya, gula kristal putih dari pabrik langsung dijual kepada industri pengguna tanpa perantara (industri kecil, menengah dan besar yang terkait) dan dapat pula menjual langsung kepada konsumen akhir. Ditinjau dari pemiliknya, industri gula pasir berbasis tebu diusahakan oleh 16 perusahaan dengan melibatkan lebih dari kepala keluarga petani dan orang karyawan. Ditinjau dari sisi sifat investasinya, gula berbahan baku tebu investasinya 2-3 kali lipat, yang baru mulai menghasilkan 4-5 tahun kemudian, untuk mencapai kondisi balik modal dibutuhkan waktu tahun dari mulai investasi. Bahkan dibeberapa proyek gula sudah tutup sebelum balik modal. (investasi awal besar). Berdasarkan waktu operasional gilingnya relative terbatas, hanya berkisar (hari giling 4-6 bulan) karena dibatasi oleh tersedianya bahan baku tebu, resiko turunnya produksi akibat perubahan musim sangat besar, serta memerlukan lahan yang luas. Memiliki banyak manfaat kepada khalayak. Pabrik Gula Rafinasi (GKR) Pabrik gula rafinasi Indonesia yang konsep pembangunan awalya dimulai pada tahun 1995 untuk 2 buah pabrik gula dengan bahan baku raw sugar impor dimaksudkan untuk memenuhi kebutuan industri makanan, minuman, dan farmasi sekaligus untuk memperoleh added value sebagai pengganti impor langsung gula rafinasi. Berdasarkan konsep distribunya, gula rafinasi dari pabrik langsung dijual kepada industri pengguna tanpa perantara agar industri pengguna tersebut dapat memperoleh harga yang kompetitif dibanding impor langsung, sehingga baik produsen dan penggunanya mendapat keuntugan. Ditinjau dari pemiliknya, rafinasi dimiliki oleh 8 perusahaan dengan jumlah karyawan orang. Sisi sifat investasinya, gula rafinasi merupakan investasi yang cepat menghasilkan, bahkan dalam tempo 2-3 tahun sudah dapat balik modal, dengan tingkat keuntungan yang relatif lebih besar. (investasi awal kecil) Berdasarkan waktu operasional gilingnya tidak terbatas, beroperasi 320 hari/tahun, tidak tergantung dengan cuaca sehingga minimnya resiko, tidak memerlukan lahan yang luas karena tidak terdapat areal perkebunan tebu (bahan baku impor). Di sisi manfaat pun kurang memberikan banyak kepada khalayak. Seperti negara Singapura yang dulu pernah punya pabrik gula rafinasi ternyata tidak dapat bertahan lama, karena cuma industri gula berbahan dasar tebu yang dapat menghasilkan gula dengan derajat kemurnian tinggi dan memenuhi standar yang dibutuhkan industri makanan dan minuman maupun konsumen langsung.

9 Berdasarkan ciri-ciri tersebut dapat diterlihat, bahwa industri berbasis tebu perlu diprioritaskan, perlu perlindungan dan harus dibantu dalam perkembangannya. Berdasarkan data yang diperoleh peneliti, bahwa pemerintah sudah tepat dalam memberikan kebijakan fasilitas pajak penghasilan pada industri gula pasir berbasis tebu bukan pada industri gula pasir berbahan baku raw sugar, dikarenakan pemberian fasilitas PPh pada bidang usaha industri gula pasir berbasis tebu sudah sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh tim perumus PP No. 52/2011 dalam hal penyerapan tenaga kerja, pemantapan struktur industri, bidang usaha pionir dan pengembangan wilayah/kawasan/daerah tertentu. Selain itu juga pemberian fasilitas PPh pada bidang usaha industri gula pasir sesuai dengan tulisan yang dikeluarkan oleh International Monetary Fund (IMF) yaitu tedapat tujuh alasan rasional pemberian insentif yaitu: Pengembangan industri Faktor pertimbangan yang termasuk dalam kategori pengembangan industri adalah mengembangkan industri gula pasir berbasis kebun tebu maupun industri lainnya yang berkaitan dengan industri gula. Faktor ini menjadi salah satu faktor yang dipertimbangkan karena dengan adanya pengembangan industri gula pasir kearah yang lebih baik akan semakin memperkuat perekonomian dan pertumbuhan industri gula berbasis kebun tebu. Faktor-faktor yang termasuk dalam kategori ini adalah: Mengurangi ketergantungan impor bahan baku untuk industri rafinasi Penyedia bahan baku industri lainnya, seperti industri makanan dan minuman Memenuhi permintaan dalam negeri dan substitusi impor Penciptaan nilai tambah bagi industri yang terkait Peningkatan nilai tambah dari produk yang dihasilkan Investasi dalam jumlah besar Mengisi industri hulu dan industri hilir Pengalihan teknologi Dengan adanya pemberian insentif usaha industri gula pasir yang nantinya akan menghadirkan para investor yang memiliki skala industri besar maka diharapkan pengetahuan dan teknologi yang digunakan oleh para investor tersebut dapat dimanfaatkan oleh para investor lokal, pemerintah, dan juga masyarakat melalui proses alih teknologi sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi akan menjadi semakin maju. Faktor pertimbangan yang termasuk ke dalam faktor pengalihan teknologi adalah faktor-faktor pertimbangan yang alasan pengajuannya adalah terdapatnya

10 pengalihan teknologi atau pengembangan teknologi dari suatu industri yang bersangkutan baik melalui kegiatan penelitian dan pengembangan maupun pengadopsian teknologi asing. Faktor-faktor yang termasuk dalam kategori ini adalah: Pengembangan teknologi Peningkatan efisiensi industri Pengembangan energi alternatif, misalnya menghasilkan molases diolah menjadi ethanol, ethanol dapat di jadikan bahan bakar kendaraan bermotor. Penciptaan lapangan pekerjaan Penciptaan lapangan pekerjaan termasuk ke dalam faktor yang dipertimbangkan dalam rumusan pemberian fasilitas pajak terhadap penanaman modal karena salah satu target utama yang ingin dicapai oleh pemerintah yaitu penurunan angka pengangguran sebesar 5-6%. Dalam rangka penanaman modal dibidang industri gula pasir berbasis kebun tebu diharapkan dapat penciptaan lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya bagi masyarakat. Dapat dilihat dari pemiliknya, industri rafinasi hanya dimiliki oleh 8 perusahaan dengan jumlah karyawan orang sementara pabrik gula berbasisi kebun tebu diusahakan oleh 16 perusahaan dengan melibatkan lebih dari kepala keluarga petani dan orang karyawan. Hal ini dikarenakan dalam proses industri gula pasir berbasis kebu tebu dimulai dari petani yang berkebun tebu, dirawat dan dijaga dari hama dan cuaca. Lalu setelah panen tebu digiling dan dikristalisasi. Sehingga untuk industri gula pasir berbasis tebu lebih banyak menyerap tenaga kerja. Bidang usaha pionir Industri gula pasir berbasis kebun tebu merupakan bidang usaha pionir, karena industri gula berbasis kebun tebu memiliki keterkaitan luas dengan industri lainnya (industri makanan dan minumama, untuk hasil samping industri gula tebu yaitu tetes dapat dimanfaatkan oleh industri kimia organik, industri ethanol, industri L-lysine, industri kecap dan lain-lain), memberikan nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru serta memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional. Akses ke pasar internasional Industri gula pasir berbasis kebun tebu (gula tebu) menyebabkan akses ke pasar internasional termasuk ke dalam faktor yang dipertimbangkan dalam rumusan pemberian fasilitas pajak karena dengan adanya akses ke pasar internasional maka diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekspor dan juga memberikan akses

11 kepada pasar yang sebelumnya belum dapat dimasuki. Contoh yaitu ekspor molases atau ekspor ethanol. Pengembangan daerah tertentu Pengembangan daerah tertentu masuk ke dalam faktor yang dipertimbangkan dalam rumusan pemberian fasilitas pajak dikarenakan adanya kesenjangan pembangunan antara daerah yang satu dengan daerah lainnya. Hal ini dapat dilihat pada kesenjangan pembangunan antara daerah di Jawa dengan daerah di bagian Timur Indonesia. Dengan dipertimbangkannya faktor pengembangan daerah tertentu dalam rumusan kebijakan fasilitas pajak diharapkan penanaman modal yang dilakukan dapat meningkatkan tingkat pertumbuhan dari daerah-daerah tertentu tersebut. Faktor-faktor yang termasuk dalam kategori ini adalah: Pengembangan daerah tertentu (yaitu daerah terpencil, tertinggal, dan daerah lain yang dianggap perlu) Mengembangkan kemitraan dengan usaha kecil dan pengembangan infrastruktur wilayah Mendukung kebijakan pemerintah (Swasembada Gula Nasional) Faktor mendukung kebijakan pemerintah dimasukkan ke dalam faktor-faktor yang dipertimbangkan dalam rumusan kebijakan fasilitas pajak adalah agar penanaman modal yang dilakukan dapat mendukung kebijakan yang sedang dijalankan oleh pemerintah. Salah satu faktor yang termasuk dalam katagori ini yaitu terkait dengan kebijakan pemerintah dalam hal ketahanan pangan. Namun pada kenyataannya, fasilitas tersebut belum ada yang menikmatinya khususya untuk industri gula pasir. Tabel 4 Kebijakan fasilitas Pajak Penghasilan PP No.1 Tahun 2007 PP No. 62 Tahun 2008 PP No. 52 Tahun 2011 Lampiran II : Bidang Usaha Tertentu dan Daerah Tertentu. Lampiran II: Bidang Usaha Tertentu dan Daerah Tertentu. Lampiran II: Bidang Usaha Tertentu dan Daerah Tertentu.

12 No 2: Kelompok Industri Pengolahan SDA berbasis Agro c. industri gula pasir No 4: Kelompok Industri Pengolahan SDA berbasis Agro c. industri gula pasir No. 45 Industri Gula Pasir Cakupan produk: Gula pasir dari tebu Cakupan produk Gula pasir dari tebu (Kapasitas minimal ton gula/tahun, terintegrasi usaha budidaya). Daerah/Propinsi di Luar Pulau Jawa Informasi dari BKPM dan DJP Cakupan produk Gula pasir dari tebu (Kapasitas minimal ton gula/tahun, terintegrasi usaha budidaya). Daerah/Propinsi di Luar Pulau Jawa Informasi dari BKPM dan DJP Daerah/Propinsi: Seluruh Propinsi kecuali Pulau Jawa Persyaratan: Kapasitas minimal ton gula/tahun, terintegrasi usaha budidaya.kbli Informasi dari BKPM dan DJP Belum ada perusahaan atau industri gula pasir yang memperoleh fasilitas pajak penghasilan ( tax allowance). Belum ada perusahaan atau industri gula pasir yang memperoleh fasilitas pajak penghasilan (tax allowance). Belum ada perusahaan atau industri gula pasir yang memperoleh fasilitas pajak penghasilan (tax allowance). Hal ini yang mengudang pertanyaan besar, mengapa tidak ada investor yang berpartisipasi menanamkan modalnyauntuk bidang usaha industri gula pasir? Berdasarkan hasil penelitian, terdapat hambatan dalam mendukung kebijakan fasilitas pajak penghasilan untuk penanaman modal industri gula pasir yaitu: Pertama, Baik pihak Kementerian Pertanian dan Pihak Asosiasi Gula Indonesia mengatakan hambatan yang pertama yaitu masalah lahan, untuk perluasan tebu dan pembangunan pabrik gula baru dalam rangka swasembada gula masih terkendala. Masalah utamanya masih seputar tumpang tindih soal asal usul lahan, soal kejelasan status lahan dikarenakan belum adanya tata ruang dan wilayah soal pengalihan status lahan dan laian-lain. Menurut Kepala Badan Planologi Kementerian Kehutanan mengakui bahwa tertundatundanya penyelesaian Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional menghambat investasi di sektor pertambangan dan perkebunan dikawasan hutan. Izin pinjam pakai dan pelepasan kawasan hutan tidak dikeluarkan Kementerian Kehutanan sebelum Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tuntas, padahal 500,000 ha lahan untuk pengembangan tebu diharapkan dari lahan kehutanan. Hal tersebut dibuktikan dimana pelepasan hak penggunaan kawasan hutan untuk usaha tani tebu baru mencapai ,85 ha, itupun masih pada tahap persetujuan prinsip. Untuk terbit SK pelepasan hak masih harus melalui tahapan permohonan dispensasi dan penyelesaian tata batas. Persetujuan prinsip tersebut tersebar di 5 propinsi meliputi 6 perusahaan, sementara itu permohonan baru 2 perusahaan seluas ha masih dalam proses, rinciannya disajikan pada tabel berikut: Pelepasan HPK Untuk Perkebunan Tebu

13 No. Propinsi Nama Perusahaan No dan Tanggal Surat atau SK Nomor Tanggal Luas (Ha) Permohonan 1 SUMSEL Dinamika Graha Sarana PT 08/PRKBN-DGS/III /3/ ,00 2 Bangka Belitung Wahana Tirta Agro PT 002/WTA/SK/VI/2011 6/6/ ,00 Persetujuan Prinsip 1 KALTENG Sumber Mitra Jaya PT. (II) 1771/MENHUTBUN-II/99 14/10/ ,00 2 Papua Cendrawasih Jaya Mandiri PT S.152/MENHUT-II/ /3/ ,00 3 Riau Sumber Mutiara Indah S.451/ MENHUT-II/2010 3/9/ ,00 Perdana PT 4 SUMSEL Bumi Sriwijaya Sentosa PT S.286/ MENHUT-II/ /6/ ,85 5 SUMSEL Pratama Nusantara Sakti PT S.871/ MENHUT-II/ /10/ ,85 Sumber : Kementrian Kehutanan Kedua, masalah infrastruktur (jalan, jembatan, pelabuhan dan lain-lain). Masalah tersebut merupakan salah satu penghabat juga dalam mendorong keinginan para investor menanamkan modalnya. Hal ini sesuai dengan apa yang telah pihak asosiasi sampaikan. Di Papua contohnya lahan tersedia tetapi infratruktur tidak mendukung, untuk membawa alat-alat berat susah karena jalan-jalan yang tidak mendukung. (wawancara dengan pak Soleh di Asosiasi Gula Indonesia) Ketiga, seiring dengan otonomi daerah penggunaan lokasi di Luar Jawa terkendala oleh sulitnya proses perizinan usahan, hal tersebut dikarenakan ditiap-tiap kementerian memiliki kewenangan yang berbeda-beda dan tidak ada koordinasi antarlembaga yang dimana menurut para pengusaha ini tidak jelas dan tidak praktis. Hal ini dibuktikan dalam hal izin mendirikan bangunan terjadi dispararitas yang tinggi antar daerah, baik untuk lama pengurusan maupun biayanya. Di Banda Aceh, misalnya cukup 42 hari untuk memperoleh semua perizinan dan persetujuan prinsip yang diperlukan. Di Jakarta, perlu 158 hari. Demikian juga dengan biayanya. Di Jambi, biaya sebesar 32 persen dari pendapatan perkapita sedangkan di Makassar sebesar 131,5 persen dari pendapatan perkapita. Sementara untuk pendaftaran properti, persyaratan rata-rata adalah 6 prosedur dalam waktu 33 hari dan membayar 11 persen dari nilai properti ini hampir tiga kali lipat dari biaya rata-rata di negara-negara kawasan Asia Timur dan Pasifik maupun anggota APEC, yang masing-masing sebesar 4,1 persen dan 3,7 persen dari nilai properti. Dapat dilihat pada tabel 5 terdapat 3 indikator kemudahan dalam mendirikan usaha, Tabel 5 Peringkat Kemudahan Kota-Kota di Indonesia No. Nama Kota Kemudahan Mendirikan Usaha Kemudahan Mengurus izin-izin Mendirikan Bangunan Kemudahan Pendaftaran Properti

14 1 Yogyakarta Palangkaraya Surakarta Semarang Banda Aceh Gorontalo* 6 ** 5 7 Balikpapan Jakarta Denpasar Mataram* Palembang Bandung Pontianak* Surabaya Batam* Pekanbaru Makassar Jambi* Medan* Manado Keterangan : * kota-kota yang tidak diukur dalam laporan Doin Business in Indonesia 2010, * Tidak ada praktik, Sumber : Basis Data Doin Businees, International Finance Coorperation IFC Dengan melihat kondisi diatas maka daerah juga memiliki pengaruh dalam penentuan lokasi usaha bagi investor dalam menanamkan modalnya. Untuk itu pemerintah daerah perlu memberikan fasilitas yang dapat menarik investor. Fasilitas yang dapat diberikan oleh pemerintah daerah dalam rangka menarik investasi ke daerahnya dapat melalui fasilitas selain pajak. Fasilitas ini dapat berupa pelayanan pajak yang lebih baik, perizinan usaha yang lebih mudah, cepat, murah dan juga penertiban pungutan liar yang sering terjadi di daerah. Dengan pemberian fasilitas non pajak tersebut, maka biaya yang diperlukan bagi investor untuk menanamkan modalnya di suatu daerah akan berkurang sehingga dapat menarik minat investor untuk melakukan penanaman modal di daerah tersebut. Sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan tingkat pertumbuhan daerah tersebut dan juga mendorong pengembangan daerah-daerah tertentu. Keempat, adanya inkonsistensi dalam kebijakan pergulaan. Pemerintah pada tanggal 29 Juni 1984 telah mengundangkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1984 tentang perindustrian. Dalam pasal 7 Undang-Undang No. 5 Tahun 1984 tersebut ditegaskan bahwa Pemerintah melakukan pengaturan, pembinaan dan pengembangan tentang industri. Dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang No. 5 Tahun 1984 tersebut kemudian diterbitkan peraturan PP No. 17 Tahun 1986 yang diundangkan dalam lembaran Negara Republik Indonesia No. 23 tahun 1986 tentang kewenangan pengaturan, pembinaan dan pengembangan tentang industri. Di dalam pasal 2 ayat 1 huruf b butir 1 dan ayat PP tersebut tetapkan bahwa pelaksanaan kewenangan dan pengembangan serta kewenangan

15 pengaturan yang meliputi perumusan dan penetapan kebijakan yang bersifat teknis dibidang industri gula pasir dan tebu diserahkan kepada Menteri Pertanian. Selanjutnya sejalan dengan pasal 5 ayat 2 PP 17 Tahun 1986 ditetapkan bahwa izin usaha industri gula dan tebu diatur oleh Menteri Pertanian setelah mendengar pertimbangan Menteri Perindustrian dan Menteri atau instansi lain yang berkaitan. Pemerintah tidak konsisten dalam melaksanakan peraturan yang dibuatnya sendiri, misalnya dalam revitalisasi industri gula dimana Menteri Perindustrian ditunjuk sebagai penanggungjawabnya tanpa terlebih dahulu mengubah PP No. 17 Tahun Sementara itu Peraturan Presiden (Perpres) No. 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementerian Negara Serta Susunan Organisasi, Tugas dan Fungsi Eselon 1 Kementerian Negara, untuk Kementerian Pertanian masih mempedomani dan memperhatikan PP 17 Tahun Dalam Perpres No. 24 Tahun 2010, Kementerian Pertanian mempunyai tugas menyelenggarakan fungsi perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang pertanian (pasal 271 huruf a). Pengertian pertanian dalam hal ini termasuk usaha tani tebu dan industri gulanya. Pada dasarnya, suatu kebijakan dijalankan dengan maksud tertentu, untuk meraih tujuan yang berangkat dari masalah-masalah yang telah dirumuskan sebelumnya. Berdasarkan penjelasan tentang hambatan, terlihat bahwa untuk menarik investor tidak hanya melalui fasilitas pajak dengan instrumen pengurangan tarif tapi juga bisa melalui pelayanan pajak yang cepat, murah, aman, dan nyaman. Seperti yang di ucapkan oleh Bapak Yudi berikut:... seperti pelayanan perpajakan yang cepat, murah, aman, dan nyaman (wawancara oleh Bapak Yudi, staff Direktur Jenderal Pajak). Pelayanan pajak juga termasuk dalam fasilitas perpajakan karena dapat memacing investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia. Bahkan di beberapa negara maju pelayanan perpajakan yang cepat, murah, aman, dan nyaman merupakan hal yang lebih diperhatikan daripada pemberian fasilitas pajak dalam bentuk fasilitas tarif. Selain fasilitas dalam bidang pajak fasilitas lain yang dapat diberikan oleh pemerintah yaitu dalam bentuk fasilitas non pajak seperti yang dikatakan oleh Bapak Yudi berikut: Insentif yang diinginkan oleh perusahaan itu yang berupa insentif pajak dan insentif bukan pajak. Insentif bukan pajak berupa perizinan, kepastian hukum, keamanan, stabilitas

16 moneter, inflasi juga stabil, adanya sumber daya alam yang memadai, pelayanan perbankan dan keuangan yang stabil, dukungan pemerintah, faktor-faktor ini sebenarnya yang lebih menjadi perangsang. Terus juga masalah pertanahan, hak guna usaha atau hak pakai, hak usaha, keluar masuk devisa yang tidak terlalu ketat, kemudahan perizinan dan lain-lian... Jadi justru faktor-faktor diluar pajak itu yang perlu lebih ditekankan. (wawancara oleh Bapak Yudi, staff DJP ). Adapun cangkupan produk berdasarkan PP No. 52 Tahun 2011 yang perlu investor penuhi jika ingin memanfaatkan fasilitas tersebut yaitu kapasitas minimal ton gula per tahun dan seluruh Propinsi kecuali Pulau Jawa, dalam menentukan cangkupan produk Kementerian Pertanian mempunyai beberapa pertimbangan antara lain: a. bagi investor yang ingin menanamkan modalnya di bidang usaha industri gula pasir berbasis tebu baik pembangunan pabrik baru atau perluasan dari usaha yang telah ada baik suatu kegiatan dalam rangka peningkatan kuantitas/kualitas produk, diversifikasi produk, atau perluasan wilayah operasional dalam rangka pengembangan kegiatan dan produksi perusahaan, dapat menikmati fasilitas tersebut apabila dearahnya berada di seluruh Propinsi kecuali Pulau Jawa. Hal tersebut terjadi dikerenakan jumlah pabrik gula di Pulau Jawa sudah terlalu besar dengan persentase 77%, untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 5.7 Persebaran Pabrik Penggilingan Tebu (Pabrik Gula) di Indonesia Tahun 2011 Daerah Jumlah Pabrik Gula (unit) Persentase Jawa % Sumatera % Sulawesi 4 7 % Total % Sumber : Kementrian Pertanian (diolah oleh peneliti) Tabel 5.7, Kementerian Pertanian menentukan daerah yang diprioritaskan untuk dikembangkannya industri gula pasir yaitu seluruh Propinsi kecuali Pulau Jawa, yang diharapkan daerah tersebut dapat berkembang dan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi baik daerah maupun pusat, hal tersebut sesuai dengan ktriteria yang telah ditetapkan oleh PP No. 52 Tahun 2011 yaitu pengembangan wilayah/kawasan/daerah tertentu. Selain itu juga terdapat pertimbangan lain, tidak tersedianya lahan yang luas

17 di Pulau Jawa atau terjadi kompetisi dengan tanaman lainnya sehingga harga tanah mahal. b. Melihat kondisi industri gula yang tidak mampu memenuhi kebutuhan gula nasional atau jauhnya jurang antara produksi gula dan konsumsi gula semakin lebar, sehingga pemerintah memutuskan cangkupan produk dengan batas minimal kapasitas ton gula per tahun. Berdasarkan target pemerintah untuk industri baru diharapkan mampu menghasilkan gula sebesar 2,2 juta ton gula/tahun dengan jumlah barik yaitu unit. Untuk menetukan kapasitas minimum, pemerintah mengambil nilai paling bawah yaitu 1,1 juta ton gula/tahun dengan jumlah pabrik 15 unit. Asumsi jika kapasitas *15 = Asumsi jika kapasitas *15 = Asumsi jika kapasitas *15 = Untuk mendekati nilia 1,1 juta ton gula/tahun yaitu kapasitas ton. Sehingga pemerintah menentukan batas minimum untuk memperoleh fasilitas berdasarkan peratura PP No. 52 Tahun 2011 yaitu ton gula/tahun. Hal ini bertujuan agar dapat memenuhi kebutuhan akan permintaaan gula dan program yang dibuat oleh pemerintah dapat terwujudkan atau tercapai dengan tapat waktu yaitu Program Pencapaian Swasembada Gula Nasional Tahun , dengan proyeksi sebagai berikut: Tabel 5.8 Proyeksi Sasaran Produksi Gula Kristal Putih Tahun No Uraian Area (Ha) 464, , , , ,613 2 Produksi Tebu (Ton) 37,450,000 47,743,581 53,612,133 58,746,725 67,061,705 3 Produktivitas Tebu (Ton/Ha) , Rendemen (%) Produksi Hablur (Ton) 2,996,000 3,867,230 4,396,195 4,934, Produktivitas Hablur (Ton/Ha) , Produksi Molasses (Ton) 1,685,250 2,148,461 2,412,546 2,643,603 3,017,777 Sumber : Kementrian Pertanian (diolah oleh peneliti) Dimana dalam program tersebut diharapkan pada tahun 2014 gula nasional, mampu memenuhi kebutuhan gula konsumsi serta industri makanan dan minuman sebesar 5,7 juta ton yang terdiri dari 2,96 juta ton untuk konsumsi langsung (rumah tangga) masyarakat dan 2,74 juta ton untuk keperluan industri.

18 Simpulan Berdasarkan hasil penelitian, maka simpulan yang diperoleh peneliti antara lain: 1) Pemerintah sudah tepat dalam menentukan industri gula pasir berbasis tebu sebagai salah satu industri yang memperoleh fasilitas pajak penghasilan dikarenakan sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh tim perumus PP No. 52/2011 dalam hal penyerapan tenaga kerja, pemantapan struktur industri, bidang usaha pionir dan pengembangan wilayah/kawasan/daerah tertentu serta sesuai dengan faktor pengembangan struktur industri, pengalihan teknologi, penciptaan lapangan pekerjaan, bidang usaha pionir, pengembangan daerah tertentu dan mendukung kebijakan pemerintah. 2) Pertimbangan pemerintah dalam menentukan cakupan produk antara lain jumlah pabrik gula di Pulau Jawa sudah terlalu besar, tidak tersedianya lahan yang luas di Pulau Jawa atau untuk mendapatkan lahan yang luas tidak mudah, sesuai dengan ktriteria yang telah ditetapkan oleh PP No. 52 Tahun 2011 yaitu pengembangan wilayah/kawasan/daerah tertentu dan agar dapat memenuhi kebutuhan akan permintaaan gula dan program yang dibuat oleh pemerintah dapat terwujudkan atau tercapai dengan tapat waktu yaitu Program Pencapaian Swasembada Gula Nasional Saran Saran yang dapat disampaikan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Dalam perumusan mengenai jenis insentif pajak yang diberikan agar memperhatikan berbagai macam aspek dan tidak hanya terfokus pada pemberian pengurangan pajak saja. Faktor pendukung kebijakan fasilitas pajak penghasilan (non pajak) juga perlu di perhatikan sehingga perlunya adanya koordinasi dalam perumusan kebijakan pajak dan non pajak. 2) Pemerintah daerah perlu meningkatkan kompetensinya dalam rangka menarik investor untuk menanamkan modalnya antara lain melalui pembenahan birokrasi dan perizinan, pemberian layanan yang lebih baik, cepat dan murah, dan juga penertiban p

STABILISASI HARGA GULA MENUJU SWASEMBADA GULA NASIONAL

STABILISASI HARGA GULA MENUJU SWASEMBADA GULA NASIONAL STABILISASI HARGA GULA MENUJU SWASEMBADA GULA NASIONAL. Disampaikan dalam Seminar dan Lokakarya Nasional Sagu 2016 Agung P. Murdanoto Direktur Pengembangan Usaha dan Investasi PT Rajawali Nusantara Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor

Lebih terperinci

YOGYAKARTA, 9 SEPTEMBER 2017 FGD "P3GI" 2017

YOGYAKARTA, 9 SEPTEMBER 2017 FGD P3GI 2017 IMPLEMENTASI INSENTIF PERATURAN BAHAN BAKU MENTERI RAW PERINDUSTRIAN SUGAR IMPORNOMOR 10/M-IND/3/2017 UNTUK PABRIK DAN GULA KEBIJAKAN BARU DAN PEMBANGUNAN PABRIK PERLUASAN PG BARU DAN YANG PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA

V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA 59 V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA 5.1. Perkembangan Kondisi Pergulaan Nasional 5.1.1. Produksi Gula dan Tebu Produksi gula nasional pada tahun 2000 sebesar 1 690

Lebih terperinci

KEBIJAKAN GULA UNTUK KETAHANAN PANGAN NASIONAL

KEBIJAKAN GULA UNTUK KETAHANAN PANGAN NASIONAL KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN KEBIJAKAN GULA UNTUK KETAHANAN PANGAN NASIONAL KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN 28 Oktober 2013 1. KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL 2 Ketersediaan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah beras. Gula menjadi begitu penting bagi masyarakat yakni sebagai sumber kalori. Pada umumnya gula digunakan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.011/2012 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.011/2012 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.011/2012 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA

Lebih terperinci

1 of 5 21/12/ :18

1 of 5 21/12/ :18 1 of 5 21/12/2015 14:18 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.011/2012 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAH-DAERAH TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA digilib.uns.ac.id 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Insentif Pajak untuk Investasi Insentif pajak untuk investasi merupakan sebuah keringanan pajak yang diberikan oleh negara untuk meningkatkan investasi di

Lebih terperinci

2 b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 31A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 te

2 b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 31A Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 te LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.77, 2015 KEUANGAN. Pajak Penghasilan. Penanaman Modal. Fasilitas. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5688) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

Account Representative

Account Representative Untuk keterangan lebih lanjut, hubungi : Account Representative FASILITAS PEMBEBASAN ATAU PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA

Lebih terperinci

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional 83 4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Produktivitas gula yang cenderung terus mengalami penurunan disebabkan efisiensi industri gula secara keseluruhan, mulai dari pertanaman tebu hingga pabrik

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2015 TENTANG FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG- BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAH-DAERAH TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.011/2012 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.011/2012 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.011/2012 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas yang mempunyai posisi strategis dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2000 sampai tahun 2005 industri gula berbasis tebu merupakan

Lebih terperinci

PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAH-DAERAH TERTENTU

PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAH-DAERAH TERTENTU PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PMK.03/2007 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAH-DAERAH TERTENTU

Lebih terperinci

Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007

Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAH-DAERAH TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL.

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL. ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL Peneliti: Fuat Albayumi, SIP., M.A NIDN 0024047405 UNIVERSITAS JEMBER DESEMBER 2015

Lebih terperinci

2 Ayat (2) Huruf a Huruf b Huruf c Fasilitas pengurangan penghasilan neto diberikan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak saat mulai berproduksi komer

2 Ayat (2) Huruf a Huruf b Huruf c Fasilitas pengurangan penghasilan neto diberikan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak saat mulai berproduksi komer TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEUANGAN. Pajak Penghasilan. Penanaman Modal. Fasilitas. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 77) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERHITUNGAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 2015

PERHITUNGAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 2015 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERHITUNGAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN DALAM PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 2015 1 KETENTUAN PERHITUNGAN Peraturan Pemerintah Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR: KEP- /PJ / TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR: KEP- /PJ / TENTANG Lampiran I DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR: KEP- /PJ / TENTANG PERSETUJUAN / PENOLAKAN*) PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gula adalah salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. Gula adalah salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gula adalah salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan Indonesia sebagai komoditas khusus (special products) dalam forum perundingan Organisasi

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.652, 2015 KEMENKEU. Pajak Penghasilan. Penanaman Modal. Usaha Tertentu. Daerah Tertentu. Aktiva. Sanksi. Wajib Pajak. Fasilitas. Pemberian. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA Oleh: A. Husni Malian Erna Maria Lokollo Mewa Ariani Kurnia Suci Indraningsih Andi Askin Amar K. Zakaria Juni Hestina PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAH - DAERAH TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula. V. EKONOMI GULA 5.1. Ekonomi Gula Dunia 5.1.1. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia Peningkatan jumlah penduduk dunia berimplikasi pada peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok. Salah satunya kebutuhan pangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2007 TENTANG FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAH-DAERAH TERTENTU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR KAJIAN KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDUSTRI GULA UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA

LAPORAN AKHIR KAJIAN KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDUSTRI GULA UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA LAPORAN AKHIR KAJIAN KEBIJAKAN DAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDUSTRI GULA UNTUK MENDUKUNG SWASEMBADA GULA Oleh: Supriyati Sri Hery Susilowati Ashari Mohamad Maulana Yonas Hangga Saputra Sri Hastuti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia dan salah satu sumber pendapatan bagi para petani. Gula juga merupakan salah satu kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebiasaan masyarakat Indonesia mengonsumsi gula akan berimplikasi pada

I. PENDAHULUAN. Kebiasaan masyarakat Indonesia mengonsumsi gula akan berimplikasi pada 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebiasaan masyarakat Indonesia mengonsumsi gula akan berimplikasi pada tingginya kebutuhan gula nasional. Kebutuhan gula nasional yang cukup tinggi seharusnya diikuti

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun (Lembaran Negara Repub

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun (Lembaran Negara Repub BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.460, 2017 KEMENPERIN. Pembangunan Industri Gula. Fasilitas Memperoleh Bahan Baku PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/M-IND/PER/3/2017 TENTANG

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik dari dimensi ekonomi, sosial, maupun politik. Indonesia memiliki keunggulan komparatif sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dunia yang terdiri dari pulau. Dan dengan luas wilayah ,32

BAB I PENDAHULUAN. dunia yang terdiri dari pulau. Dan dengan luas wilayah ,32 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Negara Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504 pulau. Dan dengan luas wilayah 1.910.931,32 serta dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di Pulau Jawa. Sementara pabrik gula rafinasi 1 yang ada (8 pabrik) belum

BAB 1 PENDAHULUAN. di Pulau Jawa. Sementara pabrik gula rafinasi 1 yang ada (8 pabrik) belum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai potensi menjadi produsen gula dunia karena didukung agrokosistem, luas lahan serta tenaga kerja yang memadai. Di samping itu juga prospek pasar

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. dampak penerapan Tax Holiday (pembebasan pajak) pada penanaman modal asing di

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. dampak penerapan Tax Holiday (pembebasan pajak) pada penanaman modal asing di BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1. Simpulan Dari pembahasan dan analisis yang dilakukan oleh penulis berkenan dengan dampak penerapan Tax Holiday (pembebasan pajak) pada penanaman modal asing di Indonesia pada

Lebih terperinci

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR

QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR QANUN KABUPATEN ACEH TIMUR NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN ACEH TIMUR BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA PENGASIH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditi strategis bagi perekonomian Indonesia, karena merupakan salah satu dari sembilan bahan pokok yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.

Lebih terperinci

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR

BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR 1 BUPATI BANYUWANGI PROVINSI JAWA TIMUR Menimbang Mengingat SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUWANGI NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan Indonesia sebagai komoditas khusus (special product) dalam forum perundingan Organisasi Perdagangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula termasuk salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Dengan luas areal rata-rata 400 ribu ha pada periode 2007-2009, industri gula berbasis tebu

Lebih terperinci

CONTOH PENERAPAN DAN PENGHITUNGAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN

CONTOH PENERAPAN DAN PENGHITUNGAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN 13 2012, No.888 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 144/PMK.011/2012 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pabrik gula merupakan salah satu industri yang strategis di Indonesia karena pabrik gula bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok, kebutuhan industri lainnya, dan penyedia

Lebih terperinci

PROGRAM PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS GULA

PROGRAM PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS GULA PROGRAM PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS GULA Disampaikan oleh: Direktur Jenderal Perkebunan pada Acara Semiloka Gula Nasional 2013 Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Mewujudkan Ketahanan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL PERATURAN DAERAH KABUPATEN KENDAL NOMOR 26 TAHUN 2011 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KENDAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KENDAL, Menimbang :

Lebih terperinci

DINAMIKA DAN RISIKO KINERJA TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI GULA DI INDONESIA

DINAMIKA DAN RISIKO KINERJA TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI GULA DI INDONESIA DINAMIKA DAN RISIKO KINERJA TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI GULA DI INDONESIA Illia Seldon Magfiroh, Ahmad Zainuddin, Rudi Wibowo Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Jember Abstrak

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati

I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati BAB V ANALISIS KEBIJAKAN SEKTOR PERTANIAN MENUJU SWASEMBADA GULA I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati ABSTRAK Swasembada Gula Nasional

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERMOHONAN PEMBERIAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI

BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI 1 BUPATI WONOGIRI PERATURAN DAERAH KABUPATEN WONOGIRI NOMOR 14 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN WONOGIRI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI WONOGIRI, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG RINCIAN BIDANG USAHA DAN JENIS PRODUKSI INDUSTRI PIONIR YANG DAPAT DIBERIKAN FASILITAS PENGURANGAN PAJAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tebu, tembakau, karet, kelapa sawit, perkebunan buah-buahan dan sebagainya. merupakan sumber bahan baku untuk pembuatan gula.

BAB I PENDAHULUAN. tebu, tembakau, karet, kelapa sawit, perkebunan buah-buahan dan sebagainya. merupakan sumber bahan baku untuk pembuatan gula. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan perekonomian Indonesia dibangun dari berbagai sektor, salah satu sektor tersebut adalah sektor perkebunan. Berbagai jenis perkebunan yang dapat

Lebih terperinci

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL Direktur Jenderal Perkebunan disampaikan pada Rapat Kerja Revitalisasi Industri yang Didukung oleh Reformasi Birokrasi 18

Lebih terperinci

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 83 V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 5.1. Luas Areal Perkebunan Tebu dan Produktivitas Gula Hablur Indonesia Tebu merupakan tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tujuan penanaman tebu adalah untuk

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No. 5783 EKONOMI. Perdagangan. Kawasan Ekonomi Khusus. Fasilitas. Kemudahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 309). PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Pada posisi semacam ini investasi pada hakekatnya juga merupakan langkah awal kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KONAWE SELATAN NOMOR: 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMEBERIAN INSENTIF DAN PEMEBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN KONAWE SELATAN i! DITERBITKAN OLEH BAGIAN HUKUM SEKRETARIAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Investasi memiliki peran yang sangat penting dalam mendorong

BAB I PENDAHULUAN. Investasi memiliki peran yang sangat penting dalam mendorong BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi memiliki peran yang sangat penting dalam mendorong pertumbuhan ekonomi (BKPM, 2004). Investasi merupakan salah satu motor penggerak serta penopang pertumbuhan

Lebih terperinci

Lampiran 2. Realisasi investasi industri pionir 2009-k1 2012

Lampiran 2. Realisasi investasi industri pionir 2009-k1 2012 Lampiran 2 Realisasi investasi industri pionir 2009-k1 2012 Tabel Realisasi Investasi PMA Menurut Sektor Periode 2008-Kuartal 1 2012 2008 2009 2010 2011 2012 (q1) Industri Pionir P I (US$. Industri Kimia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adanya desentralisasi diikuti dengan pelimpahan kewenangan sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. Adanya desentralisasi diikuti dengan pelimpahan kewenangan sebagaimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya desentralisasi diikuti dengan pelimpahan kewenangan sebagaimana tercermin dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah membagi kewenangan antara

Lebih terperinci

FASILITAS PPh Energi Terbarukan

FASILITAS PPh Energi Terbarukan FASILITAS PPh Energi Terbarukan OUTLINE FASILITAS PPh BADAN Untuk Energi Terbarukan Dalam rangka Penanaman Modal Fasilitas PPh Badan 1 Tax Allowance 2 Tax Holiday Fasilitas Tax ALLOWANCE PP 18 Tahun 2015

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 5 TAHUN 2011 TENTANG PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN SUKOHARJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, Menimbang : a. bahwa penanaman

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH

PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN TIMUR NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH GUBERNUR KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. menyediakan sarana dan prasarana,baik fisik maupun non fisik. Namun dalam

PENDAHULUAN. menyediakan sarana dan prasarana,baik fisik maupun non fisik. Namun dalam PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia mempunyai cita cita yang luhur sebagaimana tertuang dalam Pembukuan UUD Tahun 1945 adalah untuk memajukan kesejahteraan umum menuju masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2010 TENTANG PENANAMAN MODAL DI PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan sektor utama perekonomian dari sebagian besar negara-negara berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang putih dan terasa manis. Dalam bahasa Inggris, tebu disebut sugar cane. Tebu

BAB I PENDAHULUAN. yang putih dan terasa manis. Dalam bahasa Inggris, tebu disebut sugar cane. Tebu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman perkebunan merupakan salah satu tanaman yang prospektif untuk dikembangkan di Indonesia. Letak geografis dengan iklim tropis dan memiliki luas wilayah yang

Lebih terperinci

CONTOH PENERAPAN DAN PENGHITUNGAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN

CONTOH PENERAPAN DAN PENGHITUNGAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 144/PMK.011/2012 TENTANG : PEMBERIAN FASILITAS PAJAK PENGHASILAN UNTUK PENANAMAN MODAL DI BIDANG-BIDANG USAHA TERTENTU DAN/ATAU DI DAERAH-DAERAH

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia memiliki potensi menjadi produsen gula dunia karena dukungan agroekosistem, luas lahan, dan tenaga kerja. Disamping itu prospek pasar gula di Indonesia cukup

Lebih terperinci

BAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA PRESS CONFERENCE TENTANG KEBIJAKAN TAX HOLIDAY PMK 159/PMK.010/2015 JAKARTA, 27 AGUSTUS 2015

BAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA PRESS CONFERENCE TENTANG KEBIJAKAN TAX HOLIDAY PMK 159/PMK.010/2015 JAKARTA, 27 AGUSTUS 2015 BAHAN MENTERI PERINDUSTRIAN PADA PRESS CONFERENCE TENTANG KEBIJAKAN TAX HOLIDAY PMK 159/PMK.010/2015 JAKARTA, 27 AGUSTUS 2015 1. Fasilitas Tax Holiday adalah fasilitas pembebasan dan pengurangan Pajak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini

I. PENDAHULUAN. daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menilai keberhasilan pembangunan dan upaya memperkuat daya saing ekonomi daerah, masalah pertumbuhan ekonomi masih menjadi perhatian yang penting. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 147 TAHUN 2000 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 20 TAHUN 2000 TENTANG PERLAKUAN PERPAJAKAN DI KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU PRESIDEN

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran strategis dalam menunjang perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia bahan pangan, pakan ternak, sumber bahan baku

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 21/PMK.011/2010 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 21/PMK.011/2010 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 21/PMK.011/2010 TENTANG PEMBERIAN FASILITAS PERPAJAKAN DAN KEPABEANAN UNTUK KEGIATAN PEMANFAATAN SUMBER ENERGI TERBARUKAN DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 03 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisa kelayakan..., Muhamad Gadhavai Fatony, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Analisa kelayakan..., Muhamad Gadhavai Fatony, FE UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Premium merupakan jenis bahan bakar minyak yang digunakan pada sektor transportasi, khususnya transportasi darat baik itu digunakan pada kendaraan pribadi maupun kendaraan

Lebih terperinci

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional

Menteri Perindustrian Republik Indonesia. Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional Menteri Perindustrian Republik Indonesia Menghidupkan Kembali Sektor Industri Sebagai Penggerak Ekonomi Nasional Surabaya, 8 Oktober 2015 DAFTAR ISI Hal I Kinerja Makro Sektor Industri 3 II Visi, Misi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia pangan bagi

Lebih terperinci

BUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURANDAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL

BUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURANDAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL BUPATI MERANGIN PROVINSI JAMBI PERATURANDAERAH KABUPATEN MERANGIN NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMATTUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MERANGIN, Menimbang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 93/M-IND/PER/11/2011 TENTANG PEDOMAN DAN TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN FASILITAS PEMBEBASAN ATAU PENGURANGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN DI SEKTOR

Lebih terperinci

2011, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999); 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 te

2011, No Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999); 2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 te No.503, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Pajak Penghasilan Badan. Pembebasan. Pengurangan PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/PMK.011/2011 TENTANG PEMBERIAN

Lebih terperinci

Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008

Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008 Strategi dan Kebijakan Investasi di Indonesia Selasa, 25 Maret 2008 Muhammad Lutfi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal. Penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan menanam modal, baik oleh penanam

Lebih terperinci

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas

NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mampu mendorong percepatan

Lebih terperinci

1 P a g e. Disusun oleh: Deddy Arief Setiawan ABSTRAK

1 P a g e. Disusun oleh: Deddy Arief Setiawan ABSTRAK 1 P a g e Tax Holiday; Fasilitas Pembebasan atau Pengurangan Pajak Penghasilan Badan bagi Perusahaan Industri Pionir yang Melakukan Penanaman Modal Baru di Indonesia Disusun oleh: Deddy Arief Setiawan

Lebih terperinci

Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara

Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara Upaya Peningkatan Produksi dan Produktivitas Gula dalam Perspektif Perusahaan Perkebunan Negara Oleh : Adi Prasongko (Dir Utama) Disampaikan : Slamet Poerwadi (Dir Produksi) Bogor, 28 Oktober 2013 1 ROAD

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 10 TAHUN 2012 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI, Menimbang : a. bahwa untuk mempercepat pembangunan

Lebih terperinci

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 3 TAHUN 2015 T E N T A N G PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015

Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional. Kementerian Perindustrian 2015 Industrialisasi Sektor Agro dan Peran Koperasi dalam Mendukung Ketahanan Pangan Nasional Kementerian Perindustrian 2015 I. LATAR BELAKANG 2 INDUSTRI AGRO Industri Agro dikelompokkan dalam 4 kelompok, yaitu

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013 DIREKTORAT TANAMAN SEMUSIM DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 0 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan sistem akuntabilitas kinerja instansi

Lebih terperinci

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI

DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL INDUSTRI AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERINDUSTRIAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI DISAMPAIKAN OLEH : DIREKTUR JENDERAL AGRO PADA RAPAT KERJA KEMENTERIAN PERAN TAHUN 2013 JAKARTA, FEBRUARI 2013 DAFTAR ISI I. KINERJA AGRO TAHUN 2012 II. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN AGRO III. ISU-ISU STRATEGIS

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 18 TAHUN 2017

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 18 TAHUN 2017 BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN BLORA NOMOR 18 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN INSENTIF DAN PEMBERIAN KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA,

Lebih terperinci

Cakupan Paparan : Outlook industri pulp dan kertas (IPK) Gambaran luasan hutan di indonesia. menurunkan bahan baku IPK

Cakupan Paparan : Outlook industri pulp dan kertas (IPK) Gambaran luasan hutan di indonesia. menurunkan bahan baku IPK Cakupan Paparan : Outlook industri pulp dan kertas (IPK) Gambaran luasan hutan di indonesia Kebutuhan bahan baku IPK Pasal-pasal regulasi gambut yang berpotensi menurunkan bahan baku IPK Potensial loss

Lebih terperinci

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA PASURUAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PASURUAN, Menimbang : a. bahwa guna meningkatkan

Lebih terperinci