BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian
|
|
- Ratna Dharmawijaya
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Infeksi jamur invasif (invasive fungal infections/ifis) telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang serius saat ini karena semakin meningkatnya populasi yang berisiko terinfeksi jamur (Enoch et al., 2006; Warnock, 2007). Beberapa faktor penyebab meningkatnya risiko terinfeksi jamur adalah penderita Human Immuno deficiency Virus (HIV), penerima cangkok organ atau sel punca, penderita keganasan hematologi, penderita luka bakar atau penggunaan alat kesehatan di rumah sakit, bayi berat lahir rendah, dan penggunaan antineoplastik, agen imunosupresif serta antibiotik spektrum luas (Alangaden, 2011; Warnock, 2007; Enoch et al.,2006; Eggimann et al., 2003). Disamping meningkatnya populasi berisiko, masalah infeksi jamur invasif semakin komplek akibat terjadinya resistensi jamur terhadap antijamur yang tersedia. Penggunaan antijamur golongan tiazol yang terus meningkat untuk profilaksi dan terapi empiris pada pasien berisiko tinggi menyebabkan terjadinya resistensi Candida sp. dan Aspergillus sp. (Pfaller, 2012; Loeffler & Stevens, 2003). Tahun dilaporkan isolat Candida sp yang resisten terhadap flukonazol < 2,5% dan intrakonazol <9% (Pfaller et al., 2000). Namun penelitian terkini menunjukkan resistensi isolat Candida sp. terhadap flukonazol bervariasi antara 2-34% dan intrakonazol antara 4-50% (Ostrosky-Zeichner et al., 2003). Ribuan spesises jamur telah ditemukan oleh para peneliti, namun hanya sekitar 100 spesies jamur yang menginfeksi manusia, hewan dan tumbuhan. Diantara spesies jamur yang menginfeksi manusia adalah Candida sp., Aspergillus sp., Penicillim sp., dan Trichophyton sp. Candida sp. merupakan penyebab 8-15% infeksi jamur invasif. Candida yang banyak ditemui adalah C. albicans, C. dubliniensis, C. glabrata, C. krusei, C. parapsilosis dan C. tropikalis (Pfaller & Diekema, 2007; Eggimann et al., 2003). Pada kondisi normal Candida sp hidup bersama mikroba lain dalam tubuh inang, namun pada pasien 1
2 kemoterapi, transplantasi sumsum tulang atau penderita diabetes yang mengalami penurunan imunitas, Candida sp. dapat bersifat oportunistik dan menimbulkan infeksi sistemik (Khan et al., 2010). Candida albicans adalah flora normal yang hidup di mukosa saluran pencernaan, saluran pernafasan, uretra, vagina, dibawah jari kuku dan kaki. Jamur ini paling banyak ditemukan sebagai penyebab infeksi jamur dan sangat berbahaya dengan adanya penyebaran populasi. Perbedaan perwujudan C. albicans dihubungkan dengan pembentukan biofilm pada jaringan inang atau pada alat kedokteran. Secara klinik adanya biofilm ditemukan pada karies gigi, sel di dalam biofilm dilindungi dari respon imun inang dan pengaruh antifungal (Pierce et al., 2010). Infeksi akibat jamur sulit untuk diobati terutama pada penderita immune compromised dan hampir semua jamur sudah resisten terhadap obat antimikroba yang ada dan sedikit obat yang tersedia untuk menyembuhkan infeksi jamur sistemik. Obat yang dapat mengobati infeksi jamur ini adalah golongan azol. Flukonazol merupakan obat antijamur golongan azol, pada penggunaan oral akan mencapai susunan syaraf pusat sangat lambat dan diekskresi kan melewati ginjal dalam bentuk tidak berubah. Mekanime aksinya pada permeabilitas membran sel jamur dengan menghambat sintesis ergosterol (Trevor et al., 2010). Dampak negatif akibat munculnya resisten terhadap antifungi adalah meningkatnya morbiditas dan mortalitas akibat infeksi jamur (Spampinato & Leonardi, 2013; Pemán et al., 2009). Infeksi akibat Candida sp. seperti C. albican, C. glabrat, C. tropicalis, C. parapsilosis dan C. krusei merupakan penyebab 90% infeksi jamur invasif dan penyebab keempat infeksi sistemik pembuluh darah di rumah sakit dengan tingkat kematian 35-40% (Pfaller & Diekema, 2007). Infeksi akibat Aspergillus sp juga meningkat yang menyebabkan kematian hingga 50% pasien yang terinfeksi (Maschmeyer, 2007). Kejadian infeksi jamur invasif yang terus meningkat, munculnya masalah resistensi antijamur terhadap obat antijamur dan keterbatasan ketersediaan antijamur di klinik mendorong para peneliti menemukan antijamur baru yang lebih efektif (Butts & Krysan, 2012; Pfaller, 2012; Zhai & Lin, 2011). Beberapa 2
3 senyawa baru antijamur dengan mekanisme aksi yang berbeda telah berhasil ditemukan (Sheng and Zhang, 2011). Beberapa senyawa antijamur juga sedang dalam tahap pengembangan melalui uji klinik pada manusia (Anonim, 2000). Namun demikian hingga saat ini belum banyak antijamur baru yang dapat dimanfaatkan di klinik. Sampai sekarang masih dilakukan usaha untuk menemukan dan mengembangkan antijamur baru. Senyawa 1,10-fenantrolin merupakan salah satu golongan senyawa yang potensial untuk dikembangkan sebagai antijamur. Senyawa 1,10-fenantrolin dikenal sebagai penghambat metaloprotease karena adanya substitusi N pada posisi 1 dan 10 pada kerangka 1,10-fenantrolin yang mampu mengikat logam berat. Metaloprotease adalah suatu enzim protease yang dalam mekanisme katalitiknya melibatkan logam berat. Metaloprotease mempunyai peran penting dalam siklus reproduksi dan pada sifat patogenesis mikroorganisme seperti bakteri, parasit, virus dan jamur (Geurt et al., 2012; Miyoshi & Shinoda, 2000). Oleh karena itu penghambatan terhadap metaloprotease akan menghambat pertumbuhan dan sifat patogenesis mikroorganisme yang bersangkutan. Saat ini metaloprotease banyak dikaji sebagai target obat untuk melawan infeksi berbagai mikroorganisme (Geurt et al., 2012; Vanlaere & Libert, 2009). Aktivitas antiinfeksi senyawa1,10-fenantrolin telah dilaporkan oleh beberapa peneliti. Senyawa1,10-fenantrolin dalam bentuk kompleks dengan logam berat terbukti mempunyai aktivitas antibakteri baik terhadap bakteri gram negatif dan positif (Gomleksiz et al., 2013; Awang et al., 2011; Chandraleka et al., 2011). Aktivitas senyawa1,10-fenantrolin sebagai antiplasmodium juga telah banyak dilaporkan (Sholikhah et al., 2006; Wijayanti et al., 2006; Mustofa et al., 2006; 2003; Handanu et al., 2005; Yapi et al., 2000). Namun demikian aktivitas senyawa 1,10-fenantrolin sebagai antivirus dan antijamur belum banyak dikaji (Chang et al., 2010; Chandraleka et al., 2011). Pada penelitian ini akan dikaji aktivitas antijamur senyawa baru turunan 1,10-fenantrolin hasil sintesis yang dilakukan oleh Prof. Dr. Jumina dan rekanrekan dari Bagian Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Penelitian ini merupakan bagian dari 3
4 N N N + Br- N + Br- OCH 3 OCH 3 OCH 3 usaha menemukan dan mengembangkan senyawa antijamur dari turunan 1,10- fenantrolin. Pada penelitian ini telah berhasil disintesis 2 (dua) senyawa baru turunan 1,10-fenantrolin yaitu 1)(1)-N-(3,4-dimetoksibenzoil)-1,10-fenantrolin bromida dan senyawa (1)-N- (1-metoksibenzoil)-,10 fenantrolin bromida (Gambar 1.1). (1)-N-(3,4-dimetoksibenzoil)-1,10- fenantrolin-bromida (Senyawa 1) (1)-N-(1-metoksibenzoil)-1,10- fenantrolin-bromida (Senyawa 2) Gambar I.1. Senyawa baru turunan (1)-N-benzoil-1,10-fenantrolin bromida Dalam usaha menemukan antijamur baru yang potensial, Mustofa etal, (2014) telah melakukan sintesis dan mengkaji aktivitas antijamur 3 senyawa turunan 1-benzoil-1,10-fenantrolin terhadap C.albicans yang sensitif dan resisten terhadap golongan azol. Dari ke 3 senyawa yang dikaji yaitu 1) (1)-N-(2- metoksibenzoil) 1,10-fenantrolin bromide; 2) (1)-N-(4-etoksi-3-metoksibenzil)- 1,10-fenantrolin bromide; dan 3) (1)-N-(3,4-dimetoksi benzoil)-1,10-fenantrolin bromide terbukti lebih aktif melawan C.albicans yang resisten (nilai KHM 1,56-3,10 µg/ml) maupun yang sensitive (1,56 6,25 µg/ml dibandingkan demgan flukonazol sebagai kontrol positif yang mempunyai nilai KHM > 64 µg/ml pada strain C.albicans yang resisten dan 8 µg/ml pada yang sensitif terhadap flukonazol. Dalam penelitian ini akan dikaji lebih lanjut bagaimana aktivitas antijamur 2 senyawa baru turunan 1-benzoil-1,10 fenantrolin yaitu senyawa (1)- N-(3,4-dimetoksibenzoil)-1,10-fenantrolin-bromida dan senyawa (1)-N-(1- metoksibenzoil)-1,10-fenantrolin-bromida (Gambar 1.1) terhadap isolat isolat 4
5 Candida lainnya. Selain itu akan dikaji juga toksisitas nya pada sel normal secara in vitro dan kemungkinan mekanisme aksinya.. Berbagai target aksi dan mekanisme aksi antijamur telah diidentifikasi. Beberapa antijamur bekerja pada membran sel misalnya golongan azol bekerja menghambat cytochrome P α demethylase jamur yang dapat mengganggu sintesis ergosterol (Ashley et al., 2006), sedangkan golongan polien bekerja dengan mengikat ergosterol membran sel jamur sehingga menganggu fungsi membran (Sheppard dan Lampiris, 2007; Ashley et al., 2006) sedangkan alliamin menghambat tahap awal biosintesis ergosterol (Ashey et al., 2006; Jabra-Rizk et al., 2004). Antijamur golongan ekinokandin bekerja pada dinding sel dengan menghambat sintesis 1,3-β-D-glukan yang merupakan komponen utama dinding sel jamur (Sheppard dan Lampiris, 2007; Jabra-Rizk et al., 2004). Antijamur lain yaitu flusitosin diketahui bekerja menghambat sintesis DNA/RNA jamur, sedangkan golongan griseofulvin menghambat mitosis jamur (Sheppard dan Lampiris, 2007). Pembentukan biofilm diawali sel planktonik melekat pada permukaan sel baik karena faktor fisika seperti ikatan van der Waals, interaksi sterik dan elektrostatik atau organel sel seperti Pilli atau flagella. Temperatur dan tekanan dapat memperkuat perlekatan sel ke permukaan (Maric & Vranes, 2007; Garret et al., 2008). Beberapa jamur seperti Candida sp dapat membentuk biofilm untuk melindungi dirinya terhadap respon imun sel inang dan penetrasi antijamur. Pembentukan biofilm ini merupakan bentuk mekanisme pertahanan terhadap antijamur sehingga jamur menjadi resisten. Adanya resistensi Candida sp. terhadap berbagai antijamur akibat pembentukan biofilm telah banyak dilaporkan oleh beberapa peneliti (Dumitru et al., 2004; Kojic & Daruiche, 2004; Chandra et al., 2001). Penemuan senyawa baru yang dapat menghambat pembentukan biofilm pada jamur saat ini banyak dilakukan untuk mencari antijamur baru untuk mengatasi resistensi. Untuk mengatasi resistensi, saat ini telah banyak dilakukan penelitian untuk mendapatkan antijamur baru yang dapat menghambat pembentukan biofilm. Pada penelitian ini akan dikaji juga kemungkinan aktivitas 5
6 antibiofilm ke 2 senyawa turunan 1,10-fenantrolin hasil sintesis selain aktivitasnya dalam mempengaruhi membran sel jamur. Penelitian ini akan dikaji aktivitas dua senyawa hasil sintesis turunan 1,10 fenantrolin terhadap membran sel jamur dan kemungkinan aktivitasnya sebagai penghambat pembentukan biofilm. Biofilm adalah kumpulan sel mikroba yang secara irreversibel berhubungan dengan permukaan suatu benda dan biasanya banyak terdapat dalam matrik polisakarida. Biofilm mengakibatkan infeksi bakteri, infeksi pada peralatan kedokteran, penurunan kualitas air dan kontaminasi pada makanan. Bakteri pada pembentukan biofilm terjadi dalam 3 tahap yaitu perlekatan bakteri pada permukaan, pertumbuhan bakteri dan terbentuknya biofilm. Biofilm secara alami memiliki tingkat pembentukan yang tinggi dan dapat berbentuk sebagai komunitas spesies tunggal maupun majemuk, dan dapat membentuk lapisan tunggal atau tiga dimensi (Kokare et al., 2009). Penelitian ini menggunakan Candida sp berdasarkan penelitian sebelumnya bahwa Candida sp termasuk spesies jamur yang menginfeksi manusia (Pfaler & Diekema; 2007). Pada pasien kemoterapi, penderita DM dengan penurunan imunitas, Candida sp berubah menjadi oportunistik dan menimbulkan infeksi sistemik (Khan etal., 2010 ).Infeksi akibat Candida sp seperti C.albicans penyebab 90 % infeksi jamur invasifdan penyebab keempat infeksi sistemik pembuluh darah di rumah sakit dengan tingkat kematian % (Pfaller & Diekema, 2007). I.2. Rumusan Permasalahan Dari latar belakang ditetapkan perumusan masalah sebagai berikut: 1. Apakah senyawa 1 dan senyawa 2 mempunyai aktivitas antijamur secara in vitro dan menghambat pertumbuhan sel planktonik terhadap C. albicans, Candida 2 dan Candida 20? 2. Apakah senyawa 1 dan senyawa 2 toksik secara in vitro pada kultur sel normal? 6
7 3. Apakah senyawa 1 dan senyawa 2 sebagai antijamur dapat menghambat pertumbuhan sel biofilm C. albicans Candida 2 dan Candida 20? 4. Apakah senyawa 1 dan senyawa 2 sebagai antijamur dapat mereduksi pertumbuhan sel biofilm C. albicans, Candida 2 dan Candida 20? 5. Apakah senyawa 1 dan senyawa 2 dapat merusak integritas membran sel planktonik C.albicans, Candida 2 dan Candida 20? I.3. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengembangkan senyawa turunan 1,10 fenantrolin sebagai antijamur melalui uji aktivitas, toksisitas in vitro serta uji kemungkinan mekanisme aksinya secara in vitro. 2. Tujuan Khusus a. Mengkaji aktivitas antijamur in vitro senyawa (1)-N-3,4- dimetoksi benzil- 1,10 fenantrolin bromida dan senyawa (1)-N-1-metoksi benzil-1,10- fenantrolin bromide dalam menghambat pertumbuhan C. albicans, isolat klinik Candida 2 dan Candida 20 pada sel planktonik b. Mengkaji toksisitas in vitro senyawa (1)-N-3,4- dimetoksi benzil-1,10 fenantrolin bromida dan senyawa (1)-N-1-metoksbenzil-1,10-fenantrolin bromida pada kultur sel normal; c. Mengkaji aktivitas antibiofilmsenyawa (1)-N-3,4- dimetoksi benzil-1,10 fenantrolin bromida dan senyawa (1)-N-1-metoksibenzil-1,10-fenantrolin bromida dalam menghambat pertumbuhan dan mengurangi pertumbuhan sel C.albicans, Candida 2 dan Candida 20 d. Mengkaji mekanisme aksi integritas membran dalam menghambat C. albicans, Candida 2 dan Candida 20 pada sel planktonik. 7
8 I.4. Manfaat Penelitian Infeksi jamur invasif telah menjadi masalah kesehatan penting pada beberapa dasawarsa terakhir. Hal ini ditandai dengan meningkatnya prevalensi infeksi jamur invasif seiring dengan meningkatnya populasi yang berisiko terinfeksi jamur. Di sisi lain muncul masalah resistensi terhadap antijamur dan keterbatasan ketersediaan antijamur di klinik. Hal ini menjadikan usaha menemukan antijamur baru sangat diperlukan. Penelitian ini diharapkan 1. Memberikan manfaat dalam mendorong para peneliti umumnya dan khususnya peneliti Indonesia untuk menemukan dan mengembangkan antijamur baru yang belum banyak dilakukan di Indonesia, 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar pengembangan lebih lanjut senyawa turunan 1,10-fenantrolin sebagai antijamur, 3. Memberikan andil dalam usaha mengatasi masalah kesehatan masyarakat khususnya infeksi jamur invasif yang prevalensinya semakin meningkat melaui penemuan dan pengembangan antijamur baru. I.5. Keaslian Penelitian Penelitian mengenai senyawa turunan 1,10-fenantrolin sebagai antijamur belum banyak dilakukan oleh peneliti. Beberapa penelitian untuk mengkaji aktivitas farmakologi senyawa turunan 1,10-fenantrolin yang pernah dilaporkan yaitu sebagai antimalaria (Mustofa et al., 2000; 2003; Sholikhah et al., 2006; Wijayanti et al., 2007; Handanu et al., 2012), antikanker (Sholikhah et al., 2007) dan sebagai antibakteri (Gomleksiz et al., 2013; Awang et al., 2011; Chandraleka et al., 2011). Senyawa turunan1,10-fenantrolin hasil sintesis merupakan senyawa baru yang belum banyak dikaji aktivitasnya sebagai antijamur. Toksisitas baik secara in vitro maupun in vivo demikian juga kemungkinan mekanisme aksinya belum banyak dikaji. Saat ini para peneliti lebih banyak mengkaji aktivitas antimikroba termasuk antijamur terhadap senyawa kompleks 1,10-fenantrolin dengan logam 8
9 berat seperti zink, kupri, dan cobalt (Starosta et al., 2013; Dholariya et al., 2013; Smoleński et al., 2013; Chang et al., 2010; Chandraleka et al., 2011). Penelitian ini menggunakan senyawa turunan 1.10 fenantrolin yaitu senyawa1)-n-3,4- dimetoksi benzil-1,10 fenantrolin bromida dansenyawa (1)-N- 1-metoksi -3- metoksi benzoil-1,10-fenantrolin bromida dengan kontrol positif flukonazol untuk mengkaji : 1). Aktivitas antijamur in vitro pada isolat standar dan klinik C. albicans. 2). Toksisitas in vitropada kultur sel normal pada isolat standard dan klinik C. albicans. 3). Dapat atau tidak menghambat pertumbuhan sel biofilm isolat standard dan klinik C. albicans. 4. Dapat atau tidak mereduksi sel biofilm isolat standard dan klinik C. albicans. 5). Dapat atau tidak merusak integritas membran sel isolat standard dan klinik C. albicans pembentuk biofilm. 9
BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Masalah. Indonesia, termasuk didalamnya penyakit infeksi jamur. Infeksi jamur sebagai
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Penyakit infeksi masih tetap merupakan masalah utama kesehatan di Indonesia, termasuk didalamnya penyakit infeksi jamur. Infeksi jamur sebagai salah satu penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kandidiasis adalah infeksi yang disebabkan oleh. jamur Candida sp. Kandidiasis merupakan infeksi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kandidiasis adalah infeksi yang disebabkan oleh jamur Candida sp. Kandidiasis merupakan infeksi oportunistik dengan insidensi tertinggi (Nasronudin, 2008). Kandidiasis
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. baik usia muda maupun tua (Akphan dan Morgan, 2002). Kandidiasis oral
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kandidiasis oral merupakan infeksi jamur yang sering terjadi pada manusia baik usia muda maupun tua (Akphan dan Morgan, 2002). Kandidiasis oral disebabkan oleh
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. rongga mulut. Kandidiasis oral paling banyak disebabkan oleh spesies Candida
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kandidiasis merupakan infeksi jamur oportunistis yang sering terjadi di rongga mulut. Kandidiasis oral paling banyak disebabkan oleh spesies Candida albicans (Neville dkk.,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.A. Latar Belakang Permasalahan. Infeksi jamur patogen masih menjadi permasalahan
BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Permasalahan Infeksi jamur patogen masih menjadi permasalahan dalam dunia medis hingga saat ini. Jamur patogen yang umum menginfeksi manusia adalah strain Candida
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jamur oportunistik yang sering terjadi pada rongga mulut, dan dapat menyebabkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Candida albicans (C.albicans) merupakan salah satu jamur yang sering menyebabkan kandidiasis pada rongga mulut. 1 Kandidiasis merupakan infeksi jamur oportunistik
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah kerusakan fisik akibat dari terbukanya atau hancurnya kulit yang menyebabkan ketidakseimbangan fungsi dan anatomi kulit normal (Nagori and Solanki, 2011).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. melanda peradaban manusia selama berabad-abad (Pelczar dan Chan, 2007).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mikroorganisme merupakan penyebab berbagai macam penyakit yang telah melanda peradaban manusia selama berabad-abad (Pelczar dan Chan, 2007). Mikroorganisme berkembang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mamalia. Beberapa spesies Candida yang dikenal dapat menimbulkan penyakit
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Candida spp dikenal sebagai fungi dimorfik yang secara normal ada pada saluran pencernaan, saluran pernapasan bagian atas dan mukosa genital pada mamalia. Beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Keberhasilan terapi saluran akar bergantung pada debridement
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan terapi saluran akar bergantung pada debridement chemomechanical pada jaringan pulpa, debris pada dentin, dan penggunaan irigasi terhadap infeksi mikroorganisme.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. saluran cerna, dan saluran genitourinarius. Bahkan, jamur ini kadang-kadang dijumpai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Candida sp adalah flora normal pada manusia yang dapat dijumpai pada kulit, saluran cerna, dan saluran genitourinarius. Bahkan, jamur ini kadang-kadang dijumpai pada
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang menyebabkan infeksi karena jamur banyak ditemukan (Nasution, 2005).
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan daerah tropis dengan suhu dan kelembaban tinggi yang menyebabkan infeksi karena jamur banyak ditemukan (Nasution, 2005). Insiden penyakit infeksi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menurun, maka sifat komensal candida ini dapat berubah menjadi. disebabkan oleh Candida albicans, sisanya disebabkan oleh Candida
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Candidiasis adalah infeksi jamur yang disebabkan oleh Candida sp. Candida adalah anggota flora normal yang hidup di dalam kulit, kuku, membran mukosa, saluran pencernaan,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS) dapat diartikan sebagai
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrom (AIDS) dapat diartikan sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan oleh menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Staphylococcus epidermidis (S. epidermidis) merupakan salah satu spesies dari genus bakteri
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Staphylococcus epidermidis (S. epidermidis) merupakan salah satu spesies dari genus bakteri Staphylococcus yang paling sering ditemui dalam kepentingan klinis. Bakteri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berjuang menekan tingginya angka infeksi yang masih terjadi sampai pada saat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah negara berkembang di dunia yang masih berjuang menekan tingginya angka infeksi yang masih terjadi sampai pada saat ini. Profil Kesehatan Indonesia
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kandidiasis adalah istilah yang dipakai untuk infeksi kulit dan selaput lendir
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kandidiasis adalah istilah yang dipakai untuk infeksi kulit dan selaput lendir yang disebabkan oleh jamur dari genus Candida (Brown dan Burns, 2005). Sebanyak lebih
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. berkembang di daerah beriklim tropis, termasuk di Indonesia. Candida dapat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Candida adalah salah satu jenis jamur yang banyak tumbuh dan berkembang di daerah beriklim tropis, termasuk di Indonesia. Candida dapat ditemukan di tanah, buah-buahan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 100 genus Actinomycetes hidup di dalam tanah. tempat-tempat ekstrim seperti daerah bekas letusan gunung berapi.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Actinomycetes adalah bakteri gram positif, filamentus, membentuk spora dan mempunyai kandungan G+C tinggi (57-75%). Actinomycetes sering dianggap kelompok peralihan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Candida albicans merupakan patogen utama pada infeksi kandidiasis oral (orofaringeal) dan kandidiasis genital (vulvovaginal) (Pauli, 2006). Jamur C. albicans
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampai saat ini karies gigi masih merupakan penyakit utama di bidang kesehatan gigi dan mulut. Karies adalah salah satu masalah kesehatan rongga mulut yang dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit periodontal adalah penyakit yang umum terjadi dan dapat ditemukan pada 90% dari populasi dunia. Penyakit periodontal merupakan salah satu penyakit gigi dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Candida albicans merupakan jamur yang dapat menginfeksi bagian- bagian
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Candida albicans merupakan jamur yang dapat menginfeksi bagian- bagian tubuh meliputi mulut, saluran pencernaan, kulit dan organ genetalia wanita. Candida albicans
Lebih terperinciPENGGOLONGAN OBAT ANTIFUNGI
PENGGOLONGAN OBAT ANTIFUNGI GOLONGAN AZOL 1. KETOKONAZOL Spektrum luas efektif terhadap Blastomyces dermatitidis, Candida species, Coccidiodes immitis, Histoplasma capsulatum, Malasezzia furfur, Paracoccidiodes
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karies merupakan masalah kesehatan gigi yang umum terjadi di Indonesia. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan RI tahun 2004,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak diganti dapat menimbulkan gangguan pada fungsi sistem stomatognatik
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehilangan gigi semakin meningkat seiring dengan bertambahnya usia yang terutama disebabkan oleh karies dan penyakit periodontal. Gigi yang hilang dan tidak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan salah satu masalah kesehatan yang paling utama di negara-negara berkembang termasuk Indonesia karena temperatur yang tropis, dan kelembaban
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. infeksi yang didapat pada pasien di Pediatric Intensive Care Unit (PICU).
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang penelitian Infeksi merupakan penyebab utama dari kesakitan dan kematian pasien termasuk pada anak. Infeksi melalui aliran darah merupakan penyebab utama infeksi yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aspergillosis pulmonary infection merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan yang disebabkan oleh infeksi hifa jamur Aspergillus fumigatus. Infeksi dapat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Basis gigi tiruan merupakan bagian dari gigi tiruan yang berada di atas linggir sisa yang bersandar pada jaringan lunak rongga mulut, sekaligus berperan sebagai tempat
Lebih terperinciInfeksi jamur yang mampu membentuk biofilm biasanya sulit disembuhkan dengan
biofilm pada bakteri, sedangkan biofilm pada jamur yang berkaitan dengan kedokteran masih sedikit. Infeksi jamur yang mampu membentuk biofilm biasanya sulit disembuhkan dengan terapi konvensional karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi saluran cerna merupakan salah satu masalah kesehatan yang penting di seluruh dunia, terutama pada anak-anak (Nester et al, 2007). Infeksi saluran cerna dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Indonesia adalah negara yang banyak ditumbuhi. berbagai jenis tanaman herbal. Potensi obat herbal atau
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang banyak ditumbuhi berbagai jenis tanaman herbal. Potensi obat herbal atau obat-obatan yang berasal dari tumbuhan di Indonesia sangat besar,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kelainan oklusi dan posisi gigi-gigi dengan rencana perawatan yang cermat dan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan ortodonti adalah perawatan yang bertujuan untuk memperbaiki kelainan oklusi dan posisi gigi-gigi dengan rencana perawatan yang cermat dan akurat (Foster, 1997).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah utama dalam bidang ilmu kedokteran saat ini terkait erat dengan kejadian-kejadian infeksi. Hal tersebut ditunjukkan oleh banyaknya data-data yang memperlihatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bakteri memiliki dua formasi kehidupan, yaitu formasi sel sesil (sel yang melekat pada permukaan) dan planktonik (Paraje, 2011). Bakteri yang melekat ini akan membentuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Mengkudu (Morinda citrifolia) merupakan tanaman khas Indonesia yang telah dimanfaatkan untuk berbagai pengobatan. Beberapa bagian tanaman tersebut telah mengalami pengujian
Lebih terperinciFARMAKOTERAPI PADA PENYAKIT INFEKSI JAMUR. dr. Agung Biworo, M.Kes
FARMAKOTERAPI PADA PENYAKIT INFEKSI JAMUR dr. Agung Biworo, M.Kes Infeksi oleh jamur disebut mikosis. Infeksi ini lebih jarang dibanding infeksi bakteri atau virus. Infeksi oleh jamur biasanya baru terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jamur merupakan salah satu penyebab infeksi terutama di negara beriklim
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan salah satu penyebab infeksi terutama di negara beriklim tropis. Penyakit kulit akibat jamur merupakan penyakit yang sering muncul di tengah masyarakat
Lebih terperinciFARMAKOTERAPI PADA PENYAKIT INFEKSI JAMUR
FARMAKOTERAPI PADA PENYAKIT INFEKSI JAMUR dr. Agung Biworo, M.Kes Infeksi oleh jamur disebut mikosis. Infeksi ini lebih jarang dibanding infeksi bakteri atau virus. Infeksi oleh jamur biasanya baru terjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang dengan angka kejadian penyakit infeksi yangtinggiyang didominasi oleh infeksi saluran nafas dan infeksi saluran cerna,
Lebih terperinciProfil Candida penyebab kandidemia dan pola kepekaan terhadap anti jamur pada pasien sakit kritis di Rumah Sakit Cipto Mangunkusuno
Profil Candida penyebab kandidemia dan pola kepekaan terhadap anti jamur pada pasien sakit kritis di Rumah Sakit Cipto Mangunkusuno Mursinah, Fera Ibrahim, Mardiastuti H Wahid Fakultas Kedokteran Universitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting, khususnya dinegara berkembang. Salah satu obat andalan untuk mengatasi masalah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia tidak dapat lepas dari keberadaan mikroorganisme. Lingkungan di mana manusia hidup terdiri dari banyak jenis dan spesies mikroorganisme. Mikroorganisme
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Jamur pada Mulut Jamur pada mulut merupakan ragi yang tumbuh di dalam rongga mulut, dan dapat berubah menjadi patogen dalam kondisi-kondisi tertentu. Faktor yang dapat mempengaruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global. yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan global yang utama. Penyakit infeksi ini menyerang jutaan manusia tiap tahun dan menduduki peringkat nomor dua penyebab
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Antibiotik Menurut definisinya, antibiotik adalah zat kimia yang mempunyai kemampuan dalam larutan encer untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri. Antibiotik dengan
Lebih terperinciBAB 1 : PENDAHULUAN. jeruk nipis (Citrus aurantifolia Swingle) memiliki aktivitas antibakteri dengan
BAB 1 : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jeruk nipis merupakan buah yang sudah dikenal oleh masyarakat untuk berbagai masakan ini memiliki aktivitas antibakteri, berdasarkan penelitian Lee et al (2014) dari
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mampu memproduksi matriks ekstraseluler yang disebut Extracelluler Polymeric
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Biofilm merupakan koloni bakteri yang terstruktur, saling menempel dan mampu memproduksi matriks ekstraseluler yang disebut Extracelluler Polymeric Substance (EPS)
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroorganisme memegang peranan penting pada perkembangan penyakit pulpa dan jaringan periapikal.dari sekitar 500 spesies bakteri yang dikenal sebagai flora normal
Lebih terperinciISOLASI RARE ACTINOMYCETES DARI PASIR PANTAI DEPOK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA YANG BERPOTENSI ANTIFUNGI TERHADAP Candida albicans SKRIPSI
ISOLASI RARE ACTINOMYCETES DARI PASIR PANTAI DEPOK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA YANG BERPOTENSI ANTIFUNGI TERHADAP Candida albicans SKRIPSI Oleh: NUR AINI MAR ATUS SHOLICHAH K.100.060.203 FAKULTAS FARMASI
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama seseorang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi
1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Luka merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter, jenis yang berat memperlihatkan morbiditas dan derajat cacat yang relatif tinggi dibanding dengan cedera
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan mas (Cyprinus carpio L) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang sangat populer di masyarakat. Selain dagingnya yang enak, ikan mas juga memiliki nilai jual
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bagian tubuh manusia seperti kulit, mukosa mulut, saluran pencernaan, saluran ekskresi dan organ reproduksi dapat ditemukan populasi mikroorganisme, terutama bakteri.
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Staphylococcus aureus, merupakan masalah yang serius, apalagi didukung kemampuan
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Munculnya strain bakteri yang resisten terhadap banyak antibiotik termasuk bakteri Staphylococcus aureus, merupakan masalah yang serius, apalagi didukung kemampuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mulut memiliki lebih dari 700 spesies bakteri yang hidup di dalamnya dan. hampir seluruhnya merupakan flora normal atau komensal.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tubuh secara alami merupakan tempat berkoloninya kompleks mikroorganisme, terutama bakteri. Bakteri-bakteri ini secara umum tidak berbahaya dan ditemukan di
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. massa koloni bakteri kompleks yang terorganisasi dalam matriks intermikrobial
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plak gigi merupakan lapisan yang padat, tidak termineralisasi, mengandung massa koloni bakteri kompleks yang terorganisasi dalam matriks intermikrobial menyerupai gel.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dan kandidiasis. Dermatomikosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur adalah dermatomikosis dan kandidiasis. Dermatomikosis merupakan infeksi yang disebabkan oleh anggota kelompok jamur yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan gigi dan mulut merupakan bagian dari kesehatan tubuh secara umum yang mana tidak hanya terkait dengan persoalan estetika, tetapi juga dapat menimbulkan masalah
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. Penyakit infeksi merupakan masalah di Indonesia. Salah satu penanganannya adalah dengan antibiotik.
Bab I Pendahuluan a. Latar Belakang Penyakit infeksi merupakan masalah di Indonesia. Salah satu penanganannya adalah dengan antibiotik. Dengan semakin luasnya penggunaan antibiotik ini, timbul masalah
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. serius bagi dunia kesehatan saat ini dan masa yang akan datang. Antibiotik
PENDAHULUAN Latar Belakang Resistensi mikroba terhadap antibiotik menjadi ancaman yang sangat serius bagi dunia kesehatan saat ini dan masa yang akan datang. Antibiotik berperan untuk melawan penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Kavitas oral ditempati oleh bermacam-macam flora mikroba, yang berperan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kavitas oral ditempati oleh bermacam-macam flora mikroba, yang berperan mayor dari ekosistem yang kompleks ini yaitu dental plak yang berkembang secara alami pada jaringan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. hidup jutaan penduduk di berbagai negara maju dan berkembang. Menurut WHO,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit infeksi masih merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas di dunia. Disamping itu penyakit infeksi bertanggung jawab pada penurunan kualitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi para dokter. Prevalensi cedera luka bakar di Indonesia sebesar 2,2% dimana prevalensi luka bakar tertinggi terdapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme di Indonesia masih mengkhawatirkan kehidupan masyarakat.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisme di Indonesia masih mengkhawatirkan kehidupan masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah semakin meluasnya resistensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salmonella typhi disebut juga Salmonella choleraesuis serovar typhi, Salmonella serovar typhi, Salmonella enterica serovar typhi (Holt, et al., 1994 dan Anonimous,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. yang buruk, kelainan berbicara apabila gigi yang hilang adalah gigi depan,
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada beberapa orang kehilangan satu atau lebih gigi merupakan hal yang wajar seiring bertambahnya usia. Kehilangan gigi dan tidak digantikan maka akan muncul beberapa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada permukaan basis gigi tiruan dapat terjadi penimbunan sisa makanan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada permukaan basis gigi tiruan dapat terjadi penimbunan sisa makanan dan plak, terutama pada daerah sayap bukal atau bagian-bagian yang sukar dibersihkan (David dan MacGregor,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seperti kesehatan, kenyamanan, dan rasa percaya diri. Namun, perawatan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodontik dapat meningkatkan mastikasi, bicara dan penampilan, seperti kesehatan, kenyamanan, dan rasa percaya diri. Namun, perawatan ortodontik memiliki
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya mikroorganisme yang normal pada konjungtiva manusia telah diketahui keberadaannya sejak abad 19 (Lawson, 1989). Flora konjungtiva merupakan populasi mikroorganisme
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesehatan rongga mulut merupakan salah satu bagian yang tidak dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan rongga mulut merupakan salah satu bagian yang tidak dapat dipisahkan dari kesehatan tubuh secara keseluruhan, untuk itu dalam memperoleh kesehatan rongga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Madu merupakan salah satu sumber makanan yang baik. Asam amino, karbohidrat, protein, beberapa jenis vitamin serta mineral adalah zat gizi dalam madu yang mudah diserap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maupun anaerob. Bakteri Streptococcus viridans dan Staphylococcus aureus
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rongga mulut manusia banyak terdapat berbagai jenis bakteri, baik aerob maupun anaerob. Bakteri Streptococcus viridans dan Staphylococcus aureus adalah mikroorganisme
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pemanfaatan tanaman herbal sebagai alternatif pengganti obat masih sebagian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan tanaman herbal sebagai alternatif pengganti obat masih sebagian kecil dilakukan oleh masyarakat, hal ini disebabkan karena informasi ke masyarakat khusunya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penyebab utama terjadinya kehilangan gigi. Faktor bukan penyakit yaitu sosiodemografi
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehilangan gigi merupakan keadaan satu atau lebih gigi yang hilang atau lepas dari soketnya. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor penyakit dan bukan penyakit. Faktor
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker adalah istilah umum untuk pertumbuhan sel yang tidak normal. (yaitu, tumbuh sangat cepat, tidak terkontrol, dan tidak berirama). Penyakit kanker merupakan penyebab
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah. akar gigi melalui suatu reaksi kimia oleh bakteri (Fouad, 2009), dimulai dari
I. PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Infeksi saluran akar adalah suatu penyakit yang disebabkan salah satunya oleh bakteri yang menginfeksi saluran akar. Proses terjadinya kerusakan saluran akar gigi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang cukup tinggi karena sebagian besar kawasannya berupa perairan. Nontji (2002)
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki potensi sumber daya laut yang cukup tinggi karena sebagian besar kawasannya berupa perairan. Nontji
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enterobacteriaceae merupakan kelompok bakteri Gram negatif berbentuk batang. Habitat alami bakteri ini berada pada sistem usus manusia dan binatang. Enterobacteriaceae
Lebih terperinciFenasetin (anti piretik jaman dulu) banyak anak2 mati, Prodrug Hasil metabolismenya yg aktif
Sebelum PCT Fenasetin (anti piretik jaman dulu) banyak anak2 mati, orang dewasa Prodrug Hasil metabolismenya yg aktif Dlm tubuh dimetabolisme menjadi PCT (zat aktif) + metaboliknya Yg sebenarnya antipiretik
Lebih terperinciTINJAUAN TENTANG HIV/AIDS
BAB 2 TINJAUAN TENTANG HIV/AIDS 2.1 Pengenalan Singkat HIV dan AIDS Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, HIV adalah virus penyebab AIDS. Kasus pertama AIDS ditemukan pada tahun 1981. HIV
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini di masyarakat angka kejadian infeksi masih tinggi dan masih banyak infeksi tersebut dikarenakan oleh infeksi bakteri. Salah satu bakteri penyebab adalah Staphylococcus
Lebih terperincibahan yang diperoleh adalah tetap dalam isopropil alkohol dan udara kering menengah diikuti oleh budidaya pada Sabouraud agar.
Kehadiran Candida sebagai anggota flora komensal mempersulit diskriminasi keadaan normal dari infeksi. Sangat penting bahwa kedua temuan klinis dan laboratorium Data (Tabel 3) yang seimbang untuk sampai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menjaga kebersihan tangan merupakan salah satu cara untuk mencegah penyebaran infeksi melalui jalan fecal-oral, seperti diare. Diare didefinisikan sebagai buang air
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kanker merupakan penyakit yang melibatkan faktor genetik dalam proses
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kanker merupakan penyakit yang melibatkan faktor genetik dalam proses patogenesisnya, proses pembelahan sel menjadi tidak terkontrol karena gen yang mengatur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Plak dapat berkalsifikasi menjadi kalkulus atau tartar. Plak dapat terlihat dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Plak gigi adalah istilah umum untuk komunitas kompleks mikroba yang berkembang pada permukaan gigi, tertanam dalam matriks polimer bakteri dan saliva. Plak dapat berkalsifikasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. antigen (bakteri, jamur, virus, dll.) melalui jalan hidung dan mulut. Antigen yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tonsil merupakan organ tubuh yang berfungsi mencegah masuknya antigen (bakteri, jamur, virus, dll.) melalui jalan hidung dan mulut. Antigen yang masuk akan dihancurkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia. adalah infeksi. Sekitar lima puluh tiga juta kematian
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia adalah infeksi. Sekitar lima puluh tiga juta kematian di seluruh dunia pada tahun 2002, sepertiganya disebabkan oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah kesehatan gigi dan mulut semakin kompleks seiring dengan perkembangan zaman. Epidemiologi masalah kesehatan dan penyakit yang dipelajari dari beberapa populasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang 70% alamnya merupakan perairan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang 70% alamnya merupakan perairan yang terdiri dari rawa, sungai, danau, telaga, sawah, tambak, dan laut. Kekayaan alam ini sangat potensial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka pada kulit sering terjadi dan dapat dialami oleh setiap individu. Luka merupakan salah satu proses kerusakan atau hilangnya komponen jaringan secara spesifik yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dialami oleh siapa saja dan dapat terjadi dimana saja baik dirumah, tempat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka bakar merupakan cedera yang cukup sering dihadapi oleh dokter, biaya yang dibutuhkan juga cukup mahal untuk penanganannya. Luka bakar dapat dialami oleh siapa saja
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI. sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Infeksi Nosokomial Rumah sakit adalah tempat berkumpulnya orang sakit dan orang sehat, baik itu pasien, pengunjung, maupun tenaga medis. Hal tersebut menyebabkan rumah sakit berpeluang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gigi merupakan salah satu organ tubuh yang penting bagi pencernaan makanan tahap awal dan berperan dalam komunikasi, fungsi lainnya adalah dari segi estetika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertiga bagian wilayahnya berupa lautan sehingga memiliki sumber daya alam
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara maritim terbesar dengan dua pertiga bagian wilayahnya berupa lautan sehingga memiliki sumber daya alam hayati laut yang sangat
Lebih terperinciTerms to know! Antiinfeksi dan Antiseptik. Prinsip umum terapi antiinfeksi. Kurva kadar obat dalam darah. Bakterisida atau bakteriostatik
Terms to know! Antiinfeksi dan Antiseptik Yori Yuliandra, S.Farm, Apt Infeksi kontaminasi tubuh/ bagian tubuh oleh agen penginfeksi Agen penginfeksi jamur, bakteri, virus, protozoa Antiinfeksi obat untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesehatan mulut merupakan bagian dari kesejahteraan umum manusia yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan mulut merupakan bagian dari kesejahteraan umum manusia yang dapat mempengaruhi kualitas hidup manusia. Di dalam mulut manusia terdapat lebih dari
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. endemik di Indonesia (Indriani dan Suminarsih, 1997). Tumbuhan-tumbuhan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya dengan keanekaragaman hayatinya dan menduduki peringkat lima besar di dunia dalam hal keanekaragaman tumbuhan, dengan 38.000 spesies
Lebih terperincimemiliki aktivitas farmakologi diantaranya sebagai antibakteri, antivirus dan antikanker (Rodriguez dkk., 2009; Selim dkk., 2012). Salah satu kelompok
Mikroba merupakan sumber senyawa bioaktif yang telah banyak diteliti memiliki aktivitas farmakologi diantaranya sebagai antibakteri, antivirus dan antikanker (Rodriguez dkk., 2009; Selim dkk., 2012). Salah
Lebih terperinci