I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. kelainan oklusi dan posisi gigi-gigi dengan rencana perawatan yang cermat dan

Transkripsi

1 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perawatan ortodonti adalah perawatan yang bertujuan untuk memperbaiki kelainan oklusi dan posisi gigi-gigi dengan rencana perawatan yang cermat dan akurat (Foster, 1997). Perawatan ortodonti dapat meningkatkan kemampuan fungsi dan bicara, memperbaiki letak gigi dan rahang yang tidak normal, estetika gigi dan wajah yang baik (Rahardjo, 2009). Menurut Williams dkk. (1998), perawatan ortodonti terbukti dapat menyebabkan standar kebersihan mulut menjadi lebih baik. Perawatan ortodonti menggunakan alat ortodonti terbagi 3 macam, yaitu alat ortodonti cekat, alat ortodonti lepasan, dan alat ortodonti semi cekat. Alat ortodonti harus dapat digunakan dengan nyaman dan mudah diterima oleh pasien. Alat ortodonti cekat adalah alat yang bekerja melalui attachment, dipasang langsung pada gigi-gigi terdiri dari tube dan bracket kemudian dilekatkan pada band yang disemenkan pada gigi-gigi (Foster, 1997). Alat ortodonti lepasan adalah alat ortodonti yang dapat dilepaskan dari rongga mulut oleh dokter gigi dan pasien. Komponen alat ortodonti lepasan terdiri dari sumber tekanan, sistem cengkram dan baseplate (Adams, 1991). Bahan dasar baseplate alat ortodonti lepasan yang sering dipakai adalah resin akrilik polimetilakrilat jenis self cured (Singh, 2008). Resin akrilik dipakai sebagai basis alat ortodonti lepasan karena bahan ini memiliki sifat tidak toksik, tidak iritasi, tidak larut dalam cairan mulut, estetika baik, mudah dimanipulasi dan direparasi serta perubahan dimensi yang kecil. Resin akrilik memiliki kelemahan yaitu tidak tahan

2 2 terhadap abrasi, menyerap cairan, dan porositas akibat adanya monomer sisa yang menyebabkan topografi permukaan resin akrilik menjadi tidak rata dan kasar (Combe,1992). Subramani dkk. (2013) menyatakan bahwa permukaan resin akrilik rentan terhadap kolonisasi dan pertumbuhan mikroorganisme, hal tersebut disebabkan oleh permukaan resin akrilik yang kasar dan adanya reaksi pelekatan mikroba di rongga mulut, sebagian besar adalah Candida albicans. Kekasaran permukaan pada resin akrilik, mempengaruhi jumlah perlekatan mikrooganisme. Semakin kasar permukaan maka akan semakin banyak pula akumulasi mikroorganisme (Lee dkk., 2009). Kekasaran permukaan resin akrilik pada plat ortodonti lepasan tidak dapat dihindari karena adanya proses insersi penambahan atau pengurangan plat sehingga persentase perlekatan mikroorganisme plat ortodonti lepasan semakin tinggi (Serra, 2013). Menurut Muggiano (2014), alat ortodonti dapat mengubah lingkungan ekologi oral dan sarana pendukung keberadaan Candida sp. Biofilm pada alat ortodonti lepasan bertindak sebagai reservoir mikroorganisme yang mampu memodifikasi kondisi lingkungan rongga mulut dan sulit untuk dihilangkan dengan tindakan kebersihan rutin. Kolonisasi Candida sp. tidak dapat dihindari saat perawatan ortodonti dan dapat menyebabkan kandidiasis mulut sebagai komplikasi penggunaan alat ortodonti lepasan. Pada alat ortodonti lepasan terdapat spring dan berbagai cengkram berbahan dasar logam yang dapat meningkatkan konsentrasi ion logam dan pertumbuhan Candida sp. Penelitian Ronsani dkk. (2011), menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara pelepasan ion logam terhadap peningkatan masa

3 3 biofilm. Pelepasan ion logam yang terjadi karena korosi meningkatkan kekasaran permukaan logam sebagai tempat perlekatan Candida sp. Candida sp. adalah flora normal pada membran mukosa rongga mulut, saluran pernafasan, saluran pencernaan, dan organ genital perempuan. Candida sp. dapat berubah menjadi patogen karena terdapat perubahan dari Candida sp., inang, atau keduanya (Ryan dan Ray, 2010). Infeksi yang disebabkan oleh Candida sp. disebut Candidiasis atau candidosis (Sardi dkk., 2013). Candidiasis disebabkan oleh salah satu Candida sp. yaitu Candida albicans. Candida albicans adalah jamur eukariotik dan termasuk gram positif (Patricia dkk, 2014). Candida albicans dapat melekat pada permukaan biofilm yang melekat pada alat ortodonti lepasan (Sardi dkk., 2013). Biofilm pada alat ortodonti lepasan merupakan faktor predisposisi utama candidiasis oral kronis. Candida albicans mudah melekat pada bahan polimetilakrilat dari alat ortodonti lepasan dan mudah masuk melalui celah mikro sehingga dapat merusak alat (Williams, 2011). Perlekatan Candida albicans pada alat ortodonti lepasan dipengaruhi oleh struktur permukaan alat, komposisi biomaterial resin akrilik, sifat fisikokimia dari permukaan sel Candida albicans, muatan permukaan dan saliva. Perlekatan jamur dapat lebih meningkat pada alat yang memiliki kekasaran permukaan yang tinggi (Pereira-Cenci dkk., 2008). Salah satu cara untuk menghindarkan alat ortodonti lepasan dari kontaminasi mikroorganisme adalah dengan merendam dalam pembersih alat ortodonti lepasan yang mengandung larutan desinfektan (David dan Munadziroh, 2005).

4 4 Chlorhexidine adalah gold standard agen antimikroba, antiplak dan antigingivitis sebagai pembersih gigi dan alat ortodonti lepasan (Balagopal dan Arjunkumar, 2013). Rentang konsentrasi chlorhexidine yang aman digunakan adalah 0,12%-2% (Murray, 2003). Chlorhexidine secara signifikan dapat menurunkan perlekatan biofilm Candida albicans pada alat ortodonti lepasan (Suci, 2002). Penelitian terbaru menyatakan bahwa pengaplikasian chlorhexidine 2% dengan perendaman selama 10 menit sebagai cairan desinfektan pada alat ortodonti lepasan menunjukkan adanya penurunan perlekatan mikroorganisme (Moreira, 2016). Mekanisme kerja chlorhexidine diawali dengan absorpsi spesifik dan kuat antara molekul kation dengan komponen anion sehingga menyebabkan kebocoran komponen molekul sitoplasma. Hal tersebut mengakibatkan pengendapan sitoplasma dengan pembentukan entitas fosfat yang akan menghambat perbaikan dinding sel dan menyebabkan kematian mikroba (Block, 2001). Penggunaan desinfektan chlorhexidine pada alat ortodonti lepasan menurut Rassameemasmaung (2007), memiliki dampak negatif diantaranya perubahan persepsi rasa, sensasi terbakar pada rongga mulut, deskuamasi mukosa mulut, perubahan warna pada gigi dan alat ortodonti lepasan serta reaksi alergi sehingga perlu dibatasi pemakaiannya. Diperlukan adanya alternatif bahan antimikroba baru selain chlorhexidine yang bersifat alami sehingga mengurangi adanya efek samping dan dapat digunakan dalam jangka waktu yang panjang seperti ekstrak chitosan. Chitosan merupakan derivat deasetilisasi dari biopolisakarida chitin yang terdapat di serangga eksoskeleton, cangkang krustasea dan dinding sel jamur

5 5 (Carvalho, 2011). Chitosan adalah senyawa polimer alami dengan kemampuan antimikroba dan antiinflamasi (Arancibia dkk., 2013). Chitin, chitosan dan senyawa turunannya memiliki kemampuan antimikroba pada berbagai organisme jamur patogen. Penelitian mengungkapkan bahwa chitin dan chitosan dapat dibuat berbagai variasi produk dengan efek antibakteri yang tinggi dan aktivitas fungisidal (Limam dkk., 2011). Chitosan memiliki tiga cara kerja untuk menghambat Candida albicans. Cara pertama yaitu berinteraksi dengan membran sel jamur Candida albicans. Cara kedua yaitu chitosan dapat bertindak sebagai agen chelat yang berikatan dengan beberapa elemen sehingga menghambat nutrisi penting untuk pertumbuhan Candida albicans. Cara ketiga yaitu melakukan penetrasi ke dalam dinding sel jamur Candida albicans sehingga akan menghambat sintesis mrna serta mempengaruhi produksi protein dan enzim penting bagi perlekatan Candida albicans (Goy dkk., 2009; Ing dkk., 2012; Mohamed dan Fahmi, 2012; Pena dkk., 2013; Tan dkk., 2013). Ismiyati (2009) meneliti tentang efektivitas ekstrak chitosan dengan konsentrasi 0.25%, 0.5%, 0.75%, dan 1% sebagai desinfektan pada gigi tiruan. Perendaman ekstrak chitosan dilakukan selama 30 menit. Hasil penelitian menunjukkan semakin tinggi konsentrasi ekstrak chitosan yaitu 1% maka akan semakin efektif untuk menghambat pertumbuhan Candida albicans pada gigi tiruan. Shenoi (2016) pada penelitiannya tentang antimikroba irigan endodontik, meneliti perbandingan efektivitas antimikroba ekstrak chitosan 1%, chlorhexidine 2%, dan NaOCl 3% dengan metode difusi pada agar biakan Enterococcus faecalis. Hasil

6 6 penelitian tersebut ekstrak chitosan 1% memiliki efektivitas yang sama dengan NaOCl 3% dan terbukti lebih menghambat antimikroba Enterococcus faecalis dibandingkan chlorhexidine 2%. Rahayu (2009), melakukan penelitian larutan ekstrak chitosan sebagai antimikroba konsentrasi 0.5%, 1%, 1.5%, 2%, 2.5% dan 3%. Konsentrasi maksimal sebagai antimikroba adalah 2%. Bedasarkan hasil penelitian tersebut, terdapat kemungkinan bahwa ekstrak chitosan 2% dapat digunakan sebagai desinfektan alami yang menghambat pertumbuhan Candida albicans pada alat ortodonti lepasan bila dibandingkan dengan chlorhexidine 2%. B. Perumusan Masalah Apakah terdapat perbedaan efektivitas ekstrak chitosan 2% dan chlorhexidine 2% terhadap Candida albicans pada alat ortodonti lepasan? C. Keaslian Penelitian Kemampuan antimikroba chitosan telah teruji efektif mengurangi perlekatan Candida albicans melalui penelitian Ismiyati (2009) tentang efektivitas chitosan dengan konsentrasi 0.25%, 0.5%, 0.75%, dan 1% sebagai desinfektan pada gigi tiruan yang direndam selama 30 menit. Hasil penelitian menunjukkan semakin tinggi konsentrasi chitosan yaitu 1%, akan semakin efektif menghambat pertumbuhan Candida albicans pada gigi tiruan. Shenoi (2016), meneliti efektivitas antimikroba ekstrak chitosan 1%, chlorhexidine 2% dan NaOCl 3% sebagai irigan endodontik dengan metode difusi pada agar biakan Enterococcus faecalis. Hasil penelitian tersebut ekstrak chitosan 1% memiliki efektivitas yang sama dengan NaOCl 3% dan

7 7 terbukti lebih menghambat antimikroba Enterococcus faecalis dibandingkan chlorhexidine 2%. Rahayu (2009), melakukan penelitian larutan ekstrak chitosan sebagai antimikroba pada daging ayam dengan konsentrasi 0.5%, 1%, 1.5%, 2%, 2.5% dan 3%. Hasil penelitian menyatakan konsentrasi maksimal sebagai antimikroba adalah 2%. Sepengetahuan penulis perbandingan efektivitas ekstrak chitosan 2% dan chlorhexidine 2% terhadap Candida albicans pada alat ortodonti lepasan in vitro belum pernah dilakukan. D. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana perbandingan efektivitas ekstrak chitosan 2% dan chlorhexidine 2% terhadap Candida albicans pada alat ortodonti lepasan. E. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian: 1. Memberikan wawasan dan informasi mengenai efek dari ekstrak chitosan sebagai desinfektan alat ortodonti lepasan. 2. Sebagai pertimbangan dokter gigi dalam memilih desinfektan yang baik untuk membersihkan alat ortodonti lepasan secara efektif.