BAB 1 PENDAHULUAN. yang menyebabkan infeksi karena jamur banyak ditemukan (Nasution, 2005).

Transkripsi

1 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan daerah tropis dengan suhu dan kelembaban tinggi yang menyebabkan infeksi karena jamur banyak ditemukan (Nasution, 2005). Insiden penyakit infeksi oleh jamur meningkat dalam dua dekade terakhir ini, Candida sp dilaporkan mengalami perubahan dari jamur oportunistik yang jarang menyebabkan infeksi nosokomial menjadi jamur oportunistik yang paling sering menyebabkan infeksi nosokomial (Vazquez, 2003) Penyebab utama infeksi ini adalah Candida albicans (C. albicans) (Tjampakasari, 2006). Pada tahun 2008 di University College Hospital Ibadan Nigeria, didapatkan beberapa mikroorganisme patogen pada wanita hamil dan tidak hamil. Hasilnya menunjukkan C. albicans (17,5%) menjadi urutan pertama pada pasien wanita hamil sedangkan pada wanita tidak hamil Gardnerella vaginalis dan C. albicans (14,8%) menempati urutan pertama dengan jumlah persentase sama besar (Agbakoba, 2008) C. albicans merupakan jamur yang dapat menginfeksi bagian-bagian tubuh meliputi mulut, saluran pencernaan, kulit dan organ genetalia wanita. C. albicans dikenal sebagai mikroorganisme oportunistik pada tubuh manusia, memiliki kemampuan untuk menempel pada sel inang dan dapat melakukan kolonisasi sehingga pada keadaan tertentu jamur ini mampu menyebabkan infeksi dan kerusakan jaringan (Jawetz, 2008). Candidiasis adalah salah satu penyakit jamur, yang bersifat akut atau subakut disebabkan oleh spesies Candida, pada 1

2 2 umumnya spesies C. albicans spesies penyebab lebih dari 80% kasus infeksi kandida pada genitalia (Djuanda, 2007, Sylvia, 2006). Obat-obatan antifungi seperti griseofulvin, ketokonazol dan flukonazol sering mengalami resistensi. Selain itu griseofulvin tidak dapat mengobati jamur golongan Candida atau jamur-jamur golongan deep mycosis. Ketokonazol juga pada akhir-akhir ini sudah mulai resisten terhadap beberapa spesies jamur seperti Trycophyton rubrum, E. floccusum, selain itu pemakaian ketokonazol juga tidak dianjurkan kepada penderita gangguan hepar, karena bersifat hepatotoksik (Katzung, 2009, Kusumaningtyas, 2006; Nasution, 2005). Meningkatnya jumlah penderita kandidiasis ini menyebabkan peningkatan produksi obat sintetik antifungi sebagai agen pengobatan infeksi jamur semakin di kembangkan secara luas, baik di negara maju maupun negara berkembang. Penggunaan obat-obat antifungi yang terbuat dari bahan kimia seperti amfoterisin B, nistatin, ketokonazol, fukanazol dan griseofulvin sering menimbulkan masalah seperti adanya efek samping, resistensi, selain itu harganya cukup mahal. Berkaitan dengan masalah diatas, perlu dicari agen lain yang mempunyai daya antifungi alami yang efektif dalam penanganan kandidiasis (Katzung, 2009). Maka akhir-akhir ini semakin banyak alternatif pengobatan menggunakan bahan alami sebagai antimikroba karena bahan alami ini mempunyai efek samping yang rendah (Moeljanto, 2003). Menurut penelitian dari Institut Pertanian Bogor, bahwa getah pisang mengandung zat tanin, saponin, dan flavonoid, efek tanin sebagai antibakteri dan antifungi yang diduga dapat mengganggu komponen penyusun peptidoglikan pada

3 3 sel sehingga dapat mengerutkan dinding sel dan membuat kerusakan pada membran sitoplasma (Gunawan, 2007). Saponin berkhasiat sebagai antifungi dengan menurunkan tegangan permukaan dinding sel sehingga mengakibatkan naiknya permeabilitas atau kebocoran sel dan mengakibatkan senyawa intraseluler akan keluar (Nuria et al. 2009). sedangkan flavonoid bekerja dengan cara membentuk senyawa kompleks terhadap protein extraseluler yang mengganggu integritas membran sel (Cowwan, 1999 dalam Jualiantina, 2008) dan memiliki kemampuan bereaksi dengan komponen seperti alergen, virus dan karsinogenik sehingga flavonoid dapat berfungsi sebagai antifungi, anti kanker dan anti inflamasi (Listyanti, 2006, Juliantina, 2008). Berdasarkan latar belakang di atas penulis ingin membuktikan efek antifungi getah pisang ambon (Musa paradisiaca var sapientum) terhadap pertumbuhan koloni C. albicans invitro. 1.2 Rumusan Masalah Apakah getah pisang ambon (Musa paradisiaca var sapientum) memiliki efek antifungi terhadap pertumbuhan koloni C. albicans invitro? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Mengetahui efek antifungi getah pisang ambon (Musa paradisiaca var sapientum) terhadap pertumbuhan koloni C. albicans invitro.

4 Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah: 1. Membuktikan konsentrasi minimal getah pisang ambon (Musa paradisiaca var sapientum) yang dapat menghambat jamur C. albicans (Kadar Hambat Minimal / KHM) 2. Membuktikan konsentrasi minimal getah pisang ambon (Musa paradisiaca var sapientum) yang dapat membunuh jamur C. albicans (Kadar Bunuh Minimal / KBM) 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat Akademis 1. Secara teoritis penelitian ini ingin memberikan informasi ilmiah tentang efek getah pisang ambon (Musa paradisiaca var sapientum) terhadap pertumbuhan jamur C. albicans. 2. Memperluas pengetahuan tentang khasiat getah pisang ambon (Musa paradisiaca var sapientum). 3. Dapat dijadikan sebagai dasar pengembangan penelitian lebih lanjut Manfaat Klinis Getah pisang ambon (Musa paradisiaca var sapientum) dapat diterapkan sebagai farmakoterapi tambahan untuk mengobati penyakit yang ditimbulkan oleh jamur C. albicans.

5 Manfaat Masyarakat Memberikan informasi kepada masyarakat bahwa getah pisang ambon (Musa paradisiaca var sapientum) dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan C. albicans.