BAB I PENDAHULUAN. hidup yang lain. Meski demikian, ada hal yang general akan dialami oleh semua
|
|
- Ratna Pranata
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dikenal sebagai makhluk hidup paling sempurna. Hal ini dikarenakan manusia memiliki akal yang membedakan dirinya dengan makhluk hidup yang lain. Meski demikian, ada hal yang general akan dialami oleh semua makhluk hidup termasuk manusia, yaitu tumbuh dan berkembang. Perkembangan yang terjadi dalam kehidupan manusia diawali oleh kelahiran, balita, anak-anak, remaja, dewasa, dan lanjut usia. Jangka waktu yang lama dalam perkembangan tersebut tentu akan membawa banyak perubahan dalam diri manusia, terlebih pada saat lanjut usia. Santrock (2007:193) menjelaskan bahwa dewasa akhir dimulai pada usia 60 tahunan dan diperluas hingga usia 120 tahunan. Rentang usia ini adalah rentang usia kehidupan yang paling panjang dalam periode perkembangan manusia, yaitu 50 hingga 60 tahun. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan populasi lansia tahun 2009 telah mencapai jiwa dan sekitar dua pertiga dari jumlah tersebut berada di negara berkembang, salah satunya adalah Indonesia bisa mencapai 11,3% atau sekitar jiwa. Jumlah populasi yang banyak dengan rentang usia yang panjang pada lanjut usia dalam prosesnya tentu akan memiliki banyak permasalahan. Permasalahan yang nanti akan terjadi muncul sebagai akibat perubahan fisik dan psikologis, termasuk kehidupan sosial. Hal tersebut didukung oleh 1
2 2 Harapan, Sabrian, dan Utomo (2014:1) yang mengatakan bahwa lanjut usia mengalami perubahan fisik atau biologis, perubahan pisikologis, dan perubahan sosial. Beberapa masalah yang muncul secara konkrit adalah penurunan kemampuan fisik (seperti: keriput, mudah lelah, penurunan kemampuan indra, mengalami sakit), kehilangan peran, kesepian, terisolasi, dan mengalami kekhawatiran akan kematian. Beberapa masalah di antaranya masih dapat diantisipasi secara jelas, namun bagaimana dengan kematian yang menimbulkan berbagai macam persepsi. Kematian cenderung dipandang sebagai sesuatu yang tidak jelas dan mengancam. Papalia, Olds, & Feldman (2004: 40) mengatakan kondisi mati adalah saat nafas dan denyut jantung individu telah berhenti dalam rentang waktu yang signifikan atau dapat dikatakan ketika seluruh aktivitas syaraf di otak telah berhenti bekerja. Kematian yaitu perhentian permanen pada proses fisik dan mental dalam suatu organisme (APA Dictionary of Psychology dalam Dirgantara, 2014: 18). Menurut Kamus Bahasa Indonesia (Depdikbud, 2008: 566) kematian diartikan sebagai sudah hilang nyawa; tidak hidup lagi; tidak bernyawa. Kematian merupakan sesuatu yang mutlak terjadi dalam kehidupan manusia. Bakker (2005: 291) mengatakan bahwa segala yang hidup pasti mati, oleh sebab itu kematian dinilai sebagai nasib natural bagi yang hidup. Bakker (2005:291) menjelaskan bahwa hakekat kematian dapat dirumuskan sebagai berakhirnya kehidupan (cessatio vitae) ataau berhentinya makhluk (cessatio entis viventis).
3 3 Pembahasan mengenai kematian seolah hanya berdasarkan pemahaman akan kehidupan yang harus berakhir pada suatu titik yaitu kematian. Hal tersebut terkesan dangkal dan tidak memiliki landasan yang lebih matang dalam memaknai kehidupan bahkan kematian itu sendiri. Salah satunya adalah pembahasan kematian dalam perspektif agama yang sudah banyak dibahas (Adnyani, 1999: 3). Hal tersebut ternyata tidak cukup mampu memberikan kelegaan dan penerimaan untuk menganggap kematian sebagai sesuatu yang baik. Pemahaman yang didapat seolah menjadi pisau bermata dua yang memberikan dua gambaran berbeda bagi manusia khususnya lanjut usia yang dekat dengan kematian. Pemahaman yang hanya didasarkan pada sisi dogmatis padahal masih ada banyak permasalahan hakiki yang belum terselesaikan menimbulkan kecemasan baru sehingga membuat kehidupan manusia menjadi tidak tenang dan tidak bahagia. Perlu diketahui bahwa pemegang peran penting dalam kehidupan adalah manusia sehingga pemasalahan dalam kehidupan perlu kembali pada manusia itu sendiri. Manusia sebagai makhluk hidup bereksistensi akan mengalami proses perkembangan yang akan sampai pada kematian. Kematian akan dialami secara kongkrit sebagai puncak dari eksistensi manusia. Filsafat yang mempelajari eksistensi manusia adalah filsafat eksistensialisme. Driyarkara (1964: 55) menjelaskan bahwa eksistensialisme adalah aliran filsafat yang memandang seluruhnya pada eksistensi. Dalam hal ini, eksistensi menjiwai seluruh perbuatan manusia. Semua perbuatan manusia adalah pengalaman dimana manusia mengalami dirinya sendiri sebagai faktor yang mendasar. Hal
4 4 tersebut juga membuat manusia sadar akan dirinya dan sesuatu yang lain, di sini manusia berusaha keluar dari dirinya sehingga sampailah pada yang disebut eksistensi. Pada akhirnya eksistensi merupakan peristiwa yang asasi, pengalaman yang asasi, yang mampu memberikan penngetahuan yang asasi (Driyarkara, 1964: 65). Salah satu filsuf eksistensialisme yang menjadikan kematian sebagai pembahasan pokoknya adalah Martin Heidegger. Martin Heidegger sebagai salah satu filsuf eksistensialisme mencoba menjelaskan mengenai kematian sebelum akhirnya kembali lagi kepada keberadaan manusia itu sendiri. Baginya manusia di antara ada dan ketiadaan. Proses menuju pada ketiadaan menimbulkan rasa cemas pada diri manusia (Aziz, 2013: 259). Abidin (2009:178) menjelaskan bahwa Heidegger dalam bukunya Was its Metaphysik menjelaskan bahwa ketiadaan adalah ancaman bagi Ada dan puncak dari ketiadaan adalah kematian. Kecemasan yang muncul sebagai kesadaran akan ketiadaan menjadi proses yang harus dialami oleh manusia. Hal tersebut seolah memberi gambaran bahwa lanjut usia sebagai manusia dengan usia tua juga mengalami proses kecemasan tersebut. Kemampuan refleksi dan kesediaan untuk mendengarkan hati nurani menjadi pembahasan yang penting dalam filsafat Heidegger dalam memaknai kematian sebagai jalan menuju eksistensi yang otentik. Hal ini didukung oleh Zubair dalam Wijaya & Savitri (2015: 2) yang menjelaskan bahwa kematian dapat diungkapkan melalui pemahaman akan struktur manusia yang terdiri dari jiwa dan raga, sehingga kematian dapat dipahami sebagai peristiwa berpisahnya jiwa dan raga. Raga atau badan
5 5 dipahami sebagai kualitas kebendaan yang pada saat kematian akan musnah, sedangkan jiwa dipahami sebagai kualitas rohani yang pada saat kematian akan tetap abadi. Dua kualitas dalam diri manusia ini mampu memberikan pemahaman bahwa kematian tidak cukup hanya dipandang sebagai mati secara fisik saja. Sedangkan Bakker (2005: 292) menegaskan kematian perlu dijelaskan secara noumenal (metafisik dan hakiki). Berangkat dari hal tersebut, peneliti menilai penelitian mengenai lanjut usia dan kematian menjadi fokus yang penting untuk dibahas. Hal tersebut didukung dengan kurangnya perhatian mengenai permasalahan lansia dan kematian, baik dalam suatu pembahasan maupun terpisah. Selain itu, pemikiran filsafat Martin Heidegger yang menjadikan kematian sebagai pembahasan sentral dianggap mampu menjadi kacamata teoritis yang jelas dalam menjelaskan pandangan lanjut usia tentang kematian sehingga pemaknaan yang lebih mendalam akan kehidupan dapat diperoleh. Pemikiran Heidegger yang tidak meninggalkan keberadaan manusia seolah mampu merangkul kematian sebagai proses yang tidak terpisahkan. Berdasarkan pada pemikiran tersebut, peneliti ingin memperoleh konteksnya, bagaimana lanjut usia menanggapi kematian dan bagaimana pada akhirnya hal tersebut akan membawa lanjut usia pada eksistensi hidup sehingga pemaknaan yang utuh, hakiki, dan positif dapat diperoleh, sehingga penelitian ini pun menjadi penting untuk diteliti.
6 6 1. Rumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang masalah yang ada, maka rumusan masalah yang muncul adalah: 1.1. Apa pandangan lanjut usia tentang kematian? 1.2. Apa hakekat kematian menurut Martin Heidegger? 1.3. Apa analisis kritis filsafat Martin Heidegger terhadap pandangan lanjut usia tentang kematian? 2. Keaslian Karya Beberapa penelitian sebelumnya yang hampir mirip dengan objek material mengenai Lansia dan Kematian, yaitu: 2.1. Skripsi Fakultas Filsafat Universitas Gajah Mada, Pandangan Bhagawadgita Tentang Manusia Dan Kematian oleh Abdul Mursyid (1483, 1995) 2.2. Skripsi Fakultas Filsafat Universitas Gajah Mada, Kematian Manusia Sebuah Studi Antropologi Filosofis Terhadap Teori Naluri Kematian Sigmund Freud oleh Antun Joko Susman (2221, 1998) 2.3. Skripsi Fakultas Filsafat Universitas Gajah Mada, Eksistensi Dunia Transendental: Suatu Studi Filosofi terhadap Pengalaman Mendekati Kematian oleh Fitri Syaufani Raudah (2610, 2000)
7 Skripsi Fakultas Filsafat Universitas Gajah Mada, Dunia sebagai Alam Kubur (Menyingkap Makna Kematian Dalam Pandangan Syekt Siti Jenar Sebagai Kritik terhadap Makna Kehidupan Penganut Paham Materialisme oleh John Rinaldi (02816, 2005) 2.5. Skripsi Fakultas Filsafat Universitas Gajah Mada, Makna Pencerahan dalam Konsep Kematian Anand Krishna oleh Yani Setia Budi (0093, 2009) 2.6. Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Hubungan antara Kepuasan Hidup dengan Ketakutan akan Kematian Personal pada Usia Lanjut oleh Gabriela Diana Asti (2004) 2.7. Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Penyesuaian terhadap Hilangnya Pasangan Hidup pada Lansia oleh Carolina Retno Ekowati (2008) 2.8. Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Perbedaan Tingkat Kecemasan terhadap Kematian pada Lansia dengan Budaya Jawa dan Budaya Tionghoa oleh Alfonsus Bayu Dirgantara (2014) Beberapa penelitian sebelumnya yang hampir mirip dengan objek formal mengenai Konsep Kematian Martin Heidegger, yaitu:
8 Skripsi Fakultas Filsafat Universitas Gajah Mada, Konsep Historisitas dalam Eksistensi Manusia menurut Martin Heidegger ( ) oleh Deden Basarah (2076, 1998) 2.2. Skripsi Fakultas Filsafat Universitas Gajah Mada, Manusia dan Kematian Menurut Ajaran Filsafat Martin Heidegger ( ) oleh Y. Made Sarina (961, 1987) 2.3. Skripsi Fakultas Filsafat Universitas Gajah Mada, Kematian dalam Perspektif Eksistensialisme (Studi komporasi Pemikiran Martin Heidegger dengan Karl Jaspers tentang Kematian) oleh Niluh Gede Widi Adnyani (2526, 1998) 2.4. Skripsi Fakultas Filsafat Universitas Gajah Mada, Kematian manusia telaah komparatif pemikiran Heidegger dan Injil Johanes oleh K.H. Soekamta (2420, 2003) 3. Manfaat Penelitian 3.1. Bagi Penulis Penelitian ini diharapkan mampu menambah wawasan pengetahuan mengenai hakekat kematian secara filosofis, psikologis, dan fisik yang berkaitan langsung dengan manusia secara khusus pada lanjut usia Bagi Akademis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan sumbangan pemahaman bahwa objek material suatu penelitian
9 9 dapat mengenai salah satu proses kehidupan, yaitu lanjut usia. Selain itu, penelitian ini diharapkan mampu memberikan gambaran mengenai eksistensi manusia secara pribadi terlebih mengenai makna kematian pribadi Bagi Masyarakat Penelitian ini diharapkan dapat menyadarkan masyarakat akan pentingnya kesediaan untuk kembali melihat salah satu proses kehidupan secara lebih mendalam. Hal tersebut diharapkan sampai pada kesadaran dan pemaknaan dalam mempersiapkan kematian bagi lanjut usia. B. Tujuan Penelitian Berdasarkan pada rumusan masalah yang ada, maka tujuan penelitian pada penelitian ini adalah: 1. Mendeskripsikan secara jelas mengenai pandangan lanjut usia tentang kematian. 2. Mendeskripsikan secara jelas hakekat kematian menurut Martin Heidegger. 3. Menganalisis secara kritis prespektif filsafat Martin Heidegger terhadap pandangan lanjut usia tentang kematian.
10 10 C. Tinjauan Pustaka: Kondisi usia pada dewasa akhir sering disebut sebagai lansia atau usia lanjut (old age). Suardiman (2011: 1) menjelaskan bahwa siklus kehidupan menjadi tua diawali dari proses kelahiran tumbuh menjadi dewasa dan berkembang biak, menjadi semakin tua, dan akhirnya meninggal. Hurlock dalam Asti ( 2004: 19) menyatakan lanjut usia sebagai periode penutup dalam rentang kehidupan seseorang, yaitu suatu periode seseorang telah beranjak jauh dari periode sebelumnya yang lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu yang penuh manfaat. Lanjut usia merupakan proses kehidupan manusia dengan waktu yang begitu panjang dan mencapai perubahan signifikan seperti kondisi fisik dan psikologis. Samino dalam Suardiman (2011: 37) mangatakan bahwa proses menua didefinisikan sebagai akumulasi secara progresif dari berbagai perubahan patofiologi organ tubuh yang berlangsung berdampingan dengan perubahan waktu dan ada kemungkinan untuk terserang penyakit atau kematian. Manusia berkembang secara evolusioner menuju tingkataan yang lebih sempurna dalam hal emosional dan fungsional organ tubuh, namun pada saat lanjut usia justru terjadi kemunduran sesuai hukum alam yang disebut sebagai menua atau senesense. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Prof. Dr. Siti Partini Suardiman, S.U. dalam Asti (2004: 19) bahwa manusia lanjut usia adalah manusia yang telah menjalani proses penuaan dalam arti mengalami penurunan daya tahan fisik yang ditandai dengan semakin rentannya fisik terhadap serangan berbagai penyakit yang dapat menyebabkan kematian.
11 11 Rentang waktu yang lama dalam perkembangan lanjut usia semakin menimbulkan perubahan dan permasalahan. Kondisi ini jelas memerlukan suatu sikap untuk menanggapinya. Hal tersebut dapat dilakukan dengan melakukan penyesuaian diri. Secara lebih jauh, penyesuaian diri diperlukan supaya para lanjut usia tersebut dapat mencapai kebahagiaan dengan memiliki keterbukaan akan isu-isu kehidupan, termasuk isu kematian. Kematian menjadi salah satu isu yang popular di kalangan lanjut usia. Hal tersebut didukung oleh Maas dkk dalam Harapan dkk (2014: 2) yang menyatakan bahwa lanjut usia sering diasumsikan mengalami kekhawatiran berlebih mengenai ancaman dan kehilangan kehidupan yang dikaitkan dengan penuaan. Hal senada diutarakan oleh Kűbler-Ross dalam Dirgantara (2014: 1) yang mengatakan bahwa kecemasan akan kematian lebih dirasakan oleh lanjut usia karena pada rentang usia tersebut banyak penyakit kronis yang dialami oleh lanjut usia. Kondisi tersebut ternyata ditanggapi beragam oleh lanjut usia. Pada suatu sisi, kematian seolah menjadi suatu kondisi yang tidak jelas dan menakutkan. Wijaya & Savitri (2015) menjelaskan bahwa kecemasan mengenai kematian merupakan kondisi emosional yang tidak menyenangkan ketika para lanjut usia memikirkan kematian. Hal ini disebabkan oleh kondisi tidak jelas yang menyertai kematian. Kematian seolah-olah menjadi begitu dekat namun terkadang seperti diberi jarak seolah masih lama akan datang. Sedangkan Chusairi dalam Wijaya & Savitri (2015) mengatakan kematian merupakan
12 12 pengalaman yang tidak terelakkan yang dapat terjadi setiap saat, sehingga dapat menimbulkan kecemasan dalam diri individu. Meski demikian, pada satu sisi yang lain kematian mampu dipandang secara lebih jernih dan terbuka. Hal tersebut nampak ketika kematian mampu menimbulkan ketertarikan bagi manusia secara khusus lanjut usia untuk memenuhi keingintahuan akan kematian diri sendiri (Asti, 2004: 9). Pertanyaan yang muncul dari kondisi tersebut meliputi kapan akan mati, penyebab kematian, bagaimana kondisi menghadapi kematian, dan bagaimana kondisi saat mati. Kondisi ini bersifat positif karena lanjut usia berusaha berdamai dengan proses kehidupannya untuk akhirnya sampai pada kematian. Sikap positif ini berkaitan erat dengan kondisi psikologis yang sehat dimana lansia secara sadar menerima kematian sebagai suatu proses yang memang akan terjadi pada setiap individu sehingga tidak perlu ditolak apalagi dihindari. Pada akhirnya, sikap manusia secara khusus lanjut usia menghadapi isu kematian terbentuk menjadi dua sisi yang saling bertolak belakang. Seperti apapun dan bagaimanapun bentuk tanggapan mengenai kematian, kematian tetaplah sesuatu yang mutlak akan terjadi dalam kehidupan. Schultz dalam Asti (2004: 10) mengatakan bahwa kematian merupakan suatu proses bukan menjadi suatu momen. Pandangan-pandangan tersebut memang sudah banyak dibuktikan dalam penelitian-penelitian sebelumnya, namun konteks mengenai pandangan lanjut usia mengenai kematian belum secara utuh mampu dideskripsikan secara lebih mendalam. Filsafat sebagai ilmu yang membahas mengenai makna dirasa
13 13 mampu memberikan konstribusi sebagai kacamata untuk mengolah kasus tersebut. Pada suatu sisi, banyak penelitian filsafat yang tidak secara khusus menggunakan objek material yang konkrit seperti rentang waktu kehidupan manusia. Oleh sebab itu, penelitian ini diharapkan mampu menjadi pelopor dalam penelitian filsafat berikutnya supaya dapat memberikan pandangan secara lebih jelas dalam konkrit. D. Landasan Teori: Heidegger membahas secara jelas mengenai perihal ketiadaan. Ketiadaan menjadi ancaman serius bagi anda. Hal ini diperjelas dengan mengatakan bahwa manusia hanya menunda untuk menjadi tidak-ada dalam ketiadaan dimana puncaknya adalah kematian. Adnyani (1999: 8) menuliskan bahwa filsuf eksistensialisme memandang kematian sebagai suatu masalah penting dimana hal tersebut merupakan kondisi antara keberadaan manusia dan kecemasan eksistensinya. Kondisi tersebut akan memunculkan ketakutan terhadap kematian yang merupakan kecemasan paling fundamental (Siswanto, 2009: 59). Kecemasan ini disebut dengan Angst yang merupakan ketidakpastian hidup di dunia. Kecemasan ini dijelaskan sebagai suatu bentuk dalam menghadapi kemungkinan Ada, bersifat non-relasional, letaknya bukan di luar tetapi di dalam wujudnya itu sendiri. Sikap terhadap kematian menurut Heidegger dituliskan dalam Existentialism from Within oleh Allen (1953: 36):
14 14 The right attitude to death is to envisage it as involved in life. Death is not the axe that cuts down the tree, it is the fruit that grow on it,. Sikap yang benar untuk mati adalah dengan memandangnya sebagai sesuatu yang terlibat dalam kehidupan. Kematian bukanlah kapak yang menebang pohon, itu adalah buah yang tumbuh di atasnya,. Manusia dianggap hidup dalam eksistensi semu dan tidak sebenarnya. Manusia terlalu sibuk oleh banyak pendapat akan kehidupan yang berupa materi. Meski demikian, manusia dengan kemampuannya memiliki kesempatan untuk keluar dari hal tersebut dan menemukan dirinya sendiri Hadiwijono (2011: 154). Hadiwijoyo (2011: 156) dalam bukunya Sari Sejarah Filsafat 2 mengenai pemikiran dari Heidegger mengatakan bahwa jalan menuju pada hidup sejati, keputusan pasti, pengetahuan yang benar, dan eksistensi yang sebenarnya, berada pada kapastian temporal, adalah dengan kematian. Kesadaran manusia pada hal tersebut akan membawa manusia pada ketekunan melepaskan diri dari eksistensi yang tidak benar dan mengikuti suara hati untuk sampai pada eksistensi yang benar sehingga sampai pada kegembiraan. Kematian merupakan totalitas yang eksistensial (das Genzheitsexistenzial) dalam struktur Dasein. Dalam hal ini, kematian menjadi penentu dan sebagai totalitas eksistensi manusia. Heidegger dalam bukunya Time and Being (2001: 296) mengatakan bahwa kematian adalah cara terbaik untuk mewujudkan eksistensi puncak manusia. Kematian adalah kemungkinan bagi yang Ada maka setiap yang Ada dalam keberadaan pada manusia memiliki hakikat Ada menuju kematian (Being-unto-Death). Secara lebih lugas,
15 15 dikatakan bahwa bayi yang lahir sudah berada di dalam jalan kematian, sehingga bagi Heidegger (Pattipo, 2012) eksistensi manusia didefinisikan sebagai Sein sum Tode atau Ada menuju kematian. Kondisi tersebut menjadi sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan bahkan melalui kematian kemungkinan makna kehidupan akan semakin nyata dengan menerima kematian itu sendiri. Heidegger dalam Abidin (2009: 179) menjelaskan bahwa dengan menerima kematian berarti manusia menuju pada eksistensi yang otentik atau diri yang solid. Hal ini didukung oleh Siswanto (2009: 60) yang menjelaskan bahwa kematian adalah egentlich (otentik) dimana kematian adalah eigen (milikku sendiri). Pada saat kematian semakin dekat dan muncul rasa kecemasan pada kematian, maka manusia akan melarikan diri dengan menyembunyikan diri pada sesuatu yang lain bukan pada jadi-adanya manusia itu sendiri. Hal ini diasumsikan bahwa manusia tidak mengakui Dasein-nya pada hakikatnya yang adalah ada-menuju-kematian. Sutrisno (1993: 152) mengatakan bahwa mati merupakan tindakan eksistensial manusia satu-satunya yang wajib dijalani sendiri dan tidak biasa mengharapkan bantuan dari orang lain. Setiap manusia pasti akan mati dengan sendirinya dan oleh sebab itu, menolak faktisitas kematian sama saja dengan menolak keindividuan diri manusia tersebut dan hidup secara tidak sejati.
16 16 E. Metodologi Penelitian 1. Bahan Penelitian 1.1. Bahan Primer: Hasil wawancara dengan 5 subjek yang telah memasuki usia lanjut usia awal (60 tahun 74 tahun) Allen, E.L. (1953) Existentialism from within. London: Broadway House Bakker, Anton. (2000). Antropologi Metafisik Yogyakarta: Penrbit Kanisius Heidegger, Martin. (2001). Time and Being. UK: Blackwell Publishers Ltd Santrock, Jhon W. (2007). Life Span Develompmen: Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Penerbit Erlangga Setiabudhi, Tony & Hardywinoto. (1999). Panduan Gerotologi Tinjauan dari Berbagai Aspek: Menjaga Keseimbangan Kualitas Hidup Para Lanjut Usia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama 1.2. Bahan Sekunder: Semua bahan pendukung yang diperoleh dari internet (jurnal, majalah, skripsi online) serta semua media cetak atau
17 17 visual dengan isi yang berkaitan dengan tema penelitian. Beberapa di antaranya, yaitu: Harapan, Puspita. Febriana Sabrian, & Wasisto Utomo (2014). Studi Fenomenologi Persepsi Lansia dalam mempersiapkan Diri Menghadapi Kematian. JOP PSIK. Vol. 1 No. 2. Diakses dari =186674&val=6447&title=Studi%20Fenomenologi %20Persepsi%20Lansia%20Dalam%20Mepersiapk an%2020diri%20menghadapi%20kematian pada tanggal 29 September Pattipo, Anthony. (2012). Filsafat Manusia. Diakses dari pada 22 Oktober Wijaya, Fredy Setya & Safitri, Ranni Merlin. (2015). Persepsi terhadap Kematian dan Kecemasan Menghadapi Kematian pada Lanjut Usia. Diakses dari content/upload/2012/06/naskah-publikasi-ranni- dan-freddy.ok_.pdf pada tanggal 29 September 2015
18 18 2. Jalan Penelitian 2.1. Wawancara: Proses tanya jawab yang dilakukan oleh peneliti terhadap informan. Pertanyaan yang diajukan disesuaikan dengan tema. Subjek yang diwawancarai sudah ditentukan dengan segala pertimbangan logis Inventarisasi dan Kategorisasi Pengumpulan data keputusan sebanyak mungkin dan penunjang lainnya yang berkaitan dengan objek material dan objek formal penelitian. Menulis secara jelas dan terperinci hasil wawancara sehingga menjadi data lengkap sesuai dengan maksud dari penyampaian subjek Klasifikasi data: Pengelompokan data primer dan skunder (sesuai dengan objek material dan objek formal penelitian) dengan mengelompokkan cirri khas masing-masing data. Proses ini diarahkan kepada tujuan penelitian sehingga data-data yang tidak relevan mulai disisihkan Analisis data: Melakukan analisis dan penafsiran terhadap data-data yang terkumpul untuk sampai pada pengungkapan makna dari permasalahan penelitian ke dalam kondisi saat ini.
19 Memaparkan hasil dalam uraian tertulis: Melakukan pengecekan sehingga didapatkan paparan hasil penelitian yang kritis, berimbang, dan obyektif. 3. Analisi Hasil: Penelitian ini menggunakan metode hermeneutika-filosofis, dengan unsur-unsur metodis sebagai berikut: 3.1. Deksripsi: Penguraian secara menyeluruh terhadap objek material dan objek formal yang akan digunakan Interpretasi: Peneliti berusaha memahami baik dari sisi dirinya dan juga dari sisi subjek guna menerobos data yang ada untuk sampai pada peristiwa sehingga mampu menangkap makna, nilai, dan norma yang terkandung dalam data Induksi-deduksi Pengalaman manusia dalam jumlah yang terbatas dijadikan contoh kemudian dirumuskan dalam gambaran umum. Sedangkan pemahaman umum yang telah ada digunakan untuk memberikan latar belakang kepada data-data sehingga dihasilkan arti dan nilai yang jelas. Selanjutnya data tersebut menjadi identifikasi hasil yang valid.
20 Koherensi Intern Hasil data disintensiskan dengan data pustaka baik primer maupun sekunder sehingga menjadi data yang berkesinambungan secara konten dan historisnya. Proses yang jelas dalam penelaahan hasil menjadikan pemahaman lebih komprehensif Holistika Permasalahan yang muncul adalah mengenai manusia maka menjadi penting untuk melihat dan menganalisis hasil data dengan hakikat manusia baik secara umum maupun khusus Kesinambungan Historis Unsur-unsur yang muncul merupakan kesinambungan dari proses perkembangan manusia. Pemahaman lama diteruskan dan diberikan pembaharuan akan semua yang jelas dan telah dibuktikan kebenarannya, dikoreksi dan dikembangkan lagi sehingga menjadi lengkap secara serasi. F. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan penelitian ini terdiri dari lima bab dengan satu bagian untuk lampiran, yaitu: BAB I Berupa pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, bahan
21 21 penelitian, metode penelitian yang digunakan, hasil yang akan dicapai, dan sistematikan penulisan. BAB II Berisi tentang pembahasan mengenai Objek Material, yaitu hal-hal berkaitan dengan lanjut usia dan kematian. Data didapatkan dari teori-teori terkait, penelitian-penelitian, dan buku-buku sebagai sumber primer. BAB III Berisi tentang pembahasan Objek Formal, yaitu mengenai prespektif filsafat Martin Heidegger yang berisi dari Biografi singkat, filsuf-filsuf yang mempengaruhi, dan pokok-pokok pemikiran termasuk didalamnya mengenai kematian. Data didapatkan dari buku-buku sebagai sumber primer. BAB IV Berisikan hasil analisis data yang kemudian di analisi secara kritis dengan teori dan pandangan filosofis dan teori yang di gunakan, dalam hal ini konsep kematian menurut prespektif filsafat Martin Heidegger. Data tersebut diolah sehingga didapatkan hasil yang akurat serta komprehensif mengenai hakekat kematian menurut prespektif filsafat Martin Heidegger terhadap lanjut usia dan kematian.
22 22 BAB V dan saran. Berisi penutup, rangkuman penulisan penelitian berisikan kesimpulan
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penciptaan
1.1 Latar Belakang Penciptaan BAB I PENDAHULUAN Manusia dengan memiliki akal menjadikannya mahluk yang sempurna, sehingga dapat berkehendak melebihi potensi yang dimiliki oleh mahluk lainnya, hal tersebut
Lebih terperinciFILSAFAT MANUSIA. Historisitas Manusia. Firman Alamsyah, MA. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi
Modul ke: FILSAFAT MANUSIA Historisitas Manusia Fakultas PSIKOLOGI Firman Alamsyah, MA. Program Studi Psikologi http://www.mercubuana.ac.id Historisitas Manusia Dunia manusia, bukan sekedar suatu dunia
Lebih terperinciFILSAFAT MANUSIA LANDASAN KOMUNIKASI MANUSIA & BAHASA. Ahmad Sabir, M. Phil. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI
Modul ke: FILSAFAT MANUSIA LANDASAN KOMUNIKASI MANUSIA & BAHASA Fakultas PSIKOLOGI Ahmad Sabir, M. Phil. Program Studi PSIKOLOGI www.mercubuana.ac.id Defenisi Eksistensialisme Secara etimologis eksistensialisme
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 1. Rekonstruksi teologi antroposentris Hassan Hanafi merupakan
344 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan tiga rumusan masalah yang ada dalam penelitian tesis berjudul Konstruksi Eksistensialisme Manusia Independen dalam Teologi Antroposentris Hassan Hanafi, maka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. Ada banyak definisi mengenai lanjut usia (lansia), namun selama ini
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Ada banyak definisi mengenai lanjut usia (lansia), namun selama ini kebanyakan definisi lansia lebih didasarkan pada patokan umur semata. Sebenarnya hal itu
Lebih terperinciModul ke: Kematian. 11Fakultas PSIKOLOGI. Shely Cathrin, M.Phil. Program Studi Psikologi
Modul ke: 11Fakultas PSIKOLOGI Kematian Shely Cathrin, M.Phil Program Studi Psikologi Pokok Bahasan Abstract Kematian merupakan salah satu soal paling penting dari eksistensialitas manusia, dimana manusia
Lebih terperinciModul ke: FILSAFAT MANUSIA KEMATIAN. Ahmad Sabir, M. Phil. Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI.
Modul ke: FILSAFAT MANUSIA KEMATIAN Fakultas PSIKOLOGI Ahmad Sabir, M. Phil. Program Studi PSIKOLOGI www.mercubuana.ac.id Kematian Manusia Kematian merupakan batas historisitas manusia yang telah dimengerti
Lebih terperinciFILSAFAT MANUSIA. Person dan Individu Manusia dan Review Materi Kuliah I s/d VI. Firman Alamsyah AB, MA. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI
Modul ke: FILSAFAT MANUSIA Person dan Individu Manusia dan Review Materi Kuliah I s/d VI Fakultas PSIKOLOGI Firman Alamsyah AB, MA Program Studi PSIKOLOGI http://www.mercubuana.ac.id Person dan Individu
Lebih terperinciModul ke: FILSAFAT MANUSIA INTELEKTUAL (PENGETAHUAN) Ahmad Sabir, M. Phil. Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi PSIKOLOGI.
Modul ke: FILSAFAT MANUSIA INTELEKTUAL (PENGETAHUAN) Fakultas PSIKOLOGI Ahmad Sabir, M. Phil. Program Studi PSIKOLOGI www.mercubuana.ac.id Pengertian Intelektual (pengetahuan) Inteletual (Pengetahuan)
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Psychological Well Being. perspektif besar mengenai psychological well being yang diturunkan dari dua
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Psychological Well Being 1. Konsep Psychological Well Being Konsep psychological well being sendiri mengacu pada pengalaman dan fungsi psikologis yang optimal. Sampai saat
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Media Kartu Bergambar 2.1.1 Pengertian Media Kartu Bergambar Kata media berasal dari bahasa latin yaitu medium yang secara harfiah berarti perantara. Dengan demikian media dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menggunakan tubuhnya secara efektif. Lebih lanjut Havighurst menjelaskan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja sering kali disebut masa transisi atau masa peralihan dari anak-anak sebelum akhirnya masuk ke masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Lanjut usia (lansia) merupakan tahap akhir dari siklus kehidupan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Lanjut usia (lansia) merupakan tahap akhir dari siklus kehidupan manusia. Pada tahap ini, lanjut usia akan mengalami perubahan-perubahan pada kondisi fisik maupun psikis.
Lebih terperinciDiterjemahkan oleh K.J. Veeger, (Jakarta: Gramedia, 1998), hlm Zainal, Abidin, Filsafat Manusia, (Jakarta: Rosda Karya, 2003), hlm.
Filsafat Antropologi 1 Filsafat antropologi merupakan salah satu cabang dari filsafat teoritika. Selain itu filsafat antropologi juga dapat disebut sebagai ilmu. Palmquis memahami bahwa filsafat mengalami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada dasarnya setiap manusia memiliki kebutuhan-kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan manusia menjadi penunjang keberlangsungan hidup manusia. Manusia dengan akal budinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tidak hanya dilihat secara obyektif, tapi kebahagiaan juga bisa di lihat secara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebahagiaan merupakan keadaan psikologis yang ditandai dengan tingginya kepuasan hidup, tingginya afek positif seperti senang, puas, dan bangga, serta rendahnya
Lebih terperinciPERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK
31 Jurnal Sains Psikologi, Jilid 6, Nomor 1, Maret 2017, hlm 31-36 PERSPEKTIF FILSAFAT PENDIDIKAN TERHADAP PSIKOLOGI PENDIDIKAN HUMANISTIK Fadhil Hikmawan Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada fadhil_hikmawan@rocketmail.com
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau beranjak dari waktu
BAB I PENDAHULUAN Masa Lansia atau usia tua adalah periode penutup dalam rentang kehidupan seseorang. Masa lansia ini dikatakan pula sebagai suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya
1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis, cakupan penelitian, dan sistematika penelitian.
Lebih terperinciFilsafat Manusia. Sosialitas Manusia. Cathrin, M.Phil. Modul ke: 03Fakultas PSIKOLOGI. Program Studi Psikologi
Modul ke: 03Fakultas Shely PSIKOLOGI Filsafat Manusia Sosialitas Manusia Cathrin, M.Phil Program Studi Psikologi Pokok Bahasan Abstract Membahas mengenai sosialitas manusia menurut pemikiran filsuf mengenai
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. penurunan kondisi fisik, mereka juga harus menghadapi masalah psikologis.
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia merupakan suatu proses berkelanjutan dalam kehidupan yang ditandai dengan berbagai perubahan ke arah penurunan. Problematika yang harus dihadapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Siti Zahroh Nur Sofiani Suryana, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Menjadi tua itu pasti dan menjadi dewasa itu pilihan. Kalimat tersebut mengingatkan individu bahwa menjadi tua adalah sebuah kepastian dalam rentang hidup
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. mempunyai objek kajian sebagaimana dijelaskan Wolff dibagi menjadi 3
342 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan bab demi bab di atas, maka dapat penulis simpulkan: 1. Metafisika merupakan proto philosophy atau filsafat utama yang membahas segala sesuatu yang
Lebih terperinciAreté Volume 02 Nomor 02 September 2013 RESENSI BUKU 2. Simon Untara 1
199 RESENSI BUKU 2 Simon Untara 1 Judul Buku : Tema-tema Eksistensialisme, Pengantar Menuju Eksistensialisme Dewasa Ini Pengarang : Emanuel Prasetyono Penerbit : Fakultas Filsafat Unika Widya Mandala Surabaya,
Lebih terperinciEKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme:
EKSISTENSIALISME (1) Eksistensialisme: Filsafat eksistensialisme merupakan pemberontakan terhadap beberapa sifat dari filsafat tradisional dan masyarakat modern. Eksistensialisme suatu protes terhadap
Lebih terperinciPSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI
PSYCHOLOGICAL WELL BEING PADA WANITA LAJANG DEWASA MADYA NASKAH PUBLIKASI Diajukan kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Sarjana (S1) Psikologi Disusun oleh : RIZKIAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. perkembangan pada masa dewasa akhir. Kehidupan pada fase perkembangan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Individu akan menghadapi beberapa tahapan dalam proses perkembangannya, yaitu perkembangan pada masa balita, perkembangan pada masa kanak-kanak, perkembangan pada masa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum merupakan suatu sarana untuk memilih orang agar dapat mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut sistem demokrasi,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum merupakan rancangan pendidikan yang merangkum semua pengalaman belajar yang disediakan lembaga untuk peserta didik. Kurikulum pendidikan sudah beberapa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang bermartabat. Sebagai makhluk yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang bermartabat. Sebagai makhluk yang bermartabat, manusia memiliki di dalam dirinya akal budi, rasa, hati dan kehendak. Manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan bimbingan pada dasarnya upaya peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi termasuk masalah penerimaan diri. Bimbingan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai
Lebih terperinciFILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI
Nama Mata Kuliah Modul ke: FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI Fakultas Fakultas Psikologi Masyhar, MA Program Studi Program Studi www.mercubuana.ac.id Posisi Filsafat dalam ilmu-ilmu 1) Filsafat dapat menyumbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam rentang kehidupan, pastinya setiap individu akan mengalami sebuah fase kehidupan. Fase kehidupan tersebut berawal sejak dari kandungan, masa kanak-kanak,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penciptaan
BAB I PENDAHULUAN 1.1.1 Latar Belakang Penciptaan Manusia merupakan makhluk yang paling sempurna diciptakan oleh Allah Subhanallah Wa Ta ala. Kesempurnaan yang dimiliki oleh manusia dengan makhluk lainnya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apabila dilihat dari sudut pandang spiritual, dunia ini terbagi ke dalam dua karakter kehidupan spiritual, yaitu: Bangsa-bangsa barat yang sekuler dalam arti memisahkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia pasti akan mengalami perkembangan dan perubahan. Perkembangan sendiri pada dasarnya melibatkan pertumbuhan yang berarti bertambahnya usia menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lanjut usia adalah salah satu periode dalam rentang kehidupan manusia yang dianggap sebagai fase kemunduran. Hal ini dikarenakan pada fase ini seorang individu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah seni yang tercipta dari tangan-tangan kreatif, yang merupakan jabaran dari kehidupan yang terjadi di muka bumi ini. Sastra merupakan salah satu seni yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada abad pencerahan (Aufklarung) telah membawa sikap kritis atas metafisika pada puncaknya. Kemudian pada pasca-pencerahan (sekitar abad ke- 19) di Jerman,
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN Metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. 1 Adapun secara
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
28 BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan fenomenologis dimana yang ditekankan adalah aspek subjektif dari perilaku orang. Konsep diri merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode
14 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masa dewasa akhir atau usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh dari periode dahulu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memerlukan interaksi tersebut dalam berbagai bentuk. Manusia. malam harinya. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan hubungan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial manusia memerlukan hubungan interpersonal dan manusia memerlukan interaksi tersebut dalam berbagai bentuk. Manusia merupakan makhluk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki keanekaragaman seni, budaya dan suku bangsa. Keberagaman ini menjadi aset yang sangat penting
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian. terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada tahun-tahun pertama kehidupan, mendengar adalah bagian terpenting dari perkembangan sosial, emosional dan kognitif anak. Kehilangan pendengaran yang ringan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penerimaan diri 1. Pengertian Penerimaan Diri Manusia adalah makhluk sosial yang akan selalu berhubungan dengan orang lain sebagai proses sosialisasi dan interaksi sosial dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah termasuk negara yang memasuki era penduduk berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena dari tahun ke tahun, jumlah penduduk Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai tanggung jawab. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
12 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai tanggung jawab melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan tujuan perlindungan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (Papalia, 2008). Berkembangan manusia tidak hanya secara fisik tetapi juga secara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia setiap hari akan terus menerus tumbuh dan berkembang. Dari bayi yang baru lahir tumbuh dan berkembang hingga mencapai masa dewasa akhir (Papalia, 2008).
Lebih terperinciFilsafat Ilmu dan Logika
Filsafat Ilmu dan Logika Modul ke: METODE-METODE FILSAFAT Fakultas Psikologi Masyhar Zainuddin, MA Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pengantar metode filsafat bukanlah metode ketergantungan
Lebih terperinciBAB 3 METODE PENELITIAN
BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Menurut Elvinaro Ardianto (2011), ada 3 pendekatan penelitian yaitu: Positivisme Positif berarti apa yang ada berdasarkan fakta objektif. Secara tegas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang tentu ingin hidup dengan pasangannya selama mungkin, bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu hubungan. Ketika
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Melihat dan mengalami fenomena kehidupan konkrit manusia di jaman
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Melihat dan mengalami fenomena kehidupan konkrit manusia di jaman modern sangat sulit untuk menemukan sebuah kehadiran dan relasi yang bermakna. Karena, perjumpaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan merupakan proses yang terjadi secara terus menerus dan berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan yang dialami
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. teks yang isinya berbagai jenis, baik berupa ide, gagasan, pemikiran suatu tokoh
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Novel merupakan salah satu jenis media dimana penyampaianya berupa teks yang isinya berbagai jenis, baik berupa ide, gagasan, pemikiran suatu tokoh tertentu ataupun
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini termasuk dalam kategori jenis penelitian Field Research
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penentuan jenis penelitian merupakan hal yang paling dasar yang harus dilakukan sebelum melakukan sebuah penelitian, karena apabila dari pemilihan jenis penelitian
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
21 BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Sasaran Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sanggar Nongsari yang berlokasi di Jln. Mawar No. 13 Kavling Tegal Padang Legok Serang Banten. Peneliti memilih
Lebih terperinciAGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL. Oleh : Erna Karim
AGAMA dan PERUBAHAN SOSIAL Oleh : Erna Karim DEFINISI AGAMA MENGUNDANG PERDEBATAN POLEMIK (Ilmu Filsafat Agama, Teologi, Sosiologi, Antropologi, dan Ilmu Perbandingan Agama) TIDAK ADA DEFINISI AGAMA YANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. yang lain untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik kebutuhan secara
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sebagai mahkluk sosial selalu berhubungan dengan orang lain karena pada dasarnya manusia tercipta sebagai mahluk sosial,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Penduduk Usia Lanjut merupakan bagian dari anggota keluarga dananggota masyarakat yang semakin bertambah jumlahnya sejalan dengan peningkatan usia harapan hidup. Pada
Lebih terperinciETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI
MODUL PERKULIAHAN ETIKA DAN FILSAFAT KOMUNIKASI Manusia sebagai Pelaku Komunikasi Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh FIKOM Broadcasting Sofia Aunul Abstract Pemahaman komunikasi dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Kesenian tradisional pada Masyarakat Banten memiliki berbagai keanekaragaman seperti yang terdapat di daerah lain di Indonesia. Kesenian tersebut di antaranya
Lebih terperinciBAB I. A. Latar Belakang Masalah. biasanya disebabkan oleh usia yang semakin menua (Arking dalam Berk, 2011). Dari masa
BAB I A. Latar Belakang Masalah Jika dapat memilih semua manusia akan memilih untuk tidak menjadi tua. Ketika memasuki masa dewasa umumnya seseorang akan mengalami masa yang bersifat multidimensi dan multiarah,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).
Lebih terperinciBAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP. spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar diri tetap terjaga.
BAB II PENDEKATAN PSIKOLOGI TENTANG MEMAKNAI HIDUP II. 1. Pendekatan Psikologi Setiap kejadian, apalagi yang menggoncangkan kehidupan akan secara spontan diresponi dengan berbagai cara, dengan tujuan agar
Lebih terperinciFILSAFAT MANUSIA Sosialitas Manusia; Pandangan-pandangan mengenai Korelasi Manusia dengan yang-lain.
Modul ke: FILSAFAT MANUSIA Sosialitas Manusia; Pandangan-pandangan mengenai Korelasi Manusia dengan yang-lain. Fakultas PSIKOLOGI Firman Alamsyah, MA Program Studi PSIKOLOGI http://www.mercubuana.ac.id
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan satu hal. Maka dari itu pada perancangan ini menerapkan konsep pelangi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Tumbuh kembang pada usia balita sangatlah menentukan kepribadian mereka di usia mendatang, sehingga sangat dibutuhkan pendampingan dalam proses belajarnya terutama dalam
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dengan
BAB III METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dengan menggunakan metode kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap
BAB II LANDASAN TEORI II. A. Harga Diri II. A. 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian merupakan cara dan prosedur yang sistematis dan
BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode penelitian merupakan cara dan prosedur yang sistematis dan terorganisasi untuk menyelidiki suatu masalah tertentu dengan maksud mendapatkan informasi untuk digunakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Prostitusi merupakan fenomena yang tiada habisnya. Meskipun telah dilakukan upaya untuk memberantasnya dengan menutup lokalisasi, seperti yang terjadi di lokalisasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah penafsiran kebudayaan yang jitu. Sastra bukan sekadar seni yang merekam kembali alam kehidupan, akan tetapi yang memperbincangkan kembali lewat suatu
Lebih terperinciMAKALAH PENDIDIKAN SEBAGAI ILMU
MAKALAH PENDIDIKAN SEBAGAI ILMU Oleh : Septy Indriyani (15105244006) Teknologi Pendidikan A A. PENDAHULUAN Ilmu adalah rangkaian aktivitas manusia yang rasional dan kognitif dengan berbagai metode berupa
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini pada akhirnya menemukan beberapa jawaban atas persoalan yang ditulis dalam rumusan masalah. Jawaban tersebut dapat disimpulkan dalam kalimat-kalimat sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kepuasan tersendiri, karena bisa memperoleh uang dan fasilitas-fasilitas yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bekerja adalah kegiatan yang dilakukan individu demi mengharapkan suatu misi yang diinginkan, dengan bekerja individu akan mendapatkan dan merasakan kepuasan
Lebih terperinciBAB VI PENUTUP. A. Kesimpulan. Penelitian ini mendapatkan konsep awal tentang anti-materialisme
BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Penelitian ini mendapatkan konsep awal tentang anti-materialisme berdasarkan eksplorasi terhadap sikap hidup orang-orang yang memandang diri mereka sebagai tidak materialistis.
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar pelitian. Berikut adalah beberapa teori yang terkait sesuai dengan penelitian ini. 2.1 Anxiety (Kecemasan)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup individu, yaitu suatu masa
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usia tua adalah periode penutup dalam rentang hidup individu, yaitu suatu masa dimana individu telah beranjak jauh dari periode terdahulu yang lebih menyenangkan atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi semua orang pada era sekarang. Pendidikan di Indonesia adalah hak dan kewajiban setiap warga negara. Setiap warga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang tidak dapat menghindari adanya kemajuan dan perkembangan di bidang kedokteran khususnya dan bidang teknologi pada umumnya.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN TEORI Pengertian pengetahuan
BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Pengertian pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu yang setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek, baik melalui indra penglihatan,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tahap-tahap perkembangan mulai dari periode pranatal sampai pada masa usia lanjut
BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Penelitian Perubahan terjadi pada manusia seiring dengan berjalannya waktu melalui tahap-tahap perkembangan mulai dari periode pranatal sampai pada masa usia lanjut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penciptaan Karya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penciptaan Karya Ide awal penciptaan karya ini berangkat dari rangsangan visual alam bawah sadar ketika berada dalam kondisi psikologi cemas. Kondisi psikologi cemas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Rentang kehidupan manusia terbagi menjadi sepuluh tahapan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rentang kehidupannya, manusia akan selalu mengalami perkembangan. Rentang kehidupan manusia terbagi menjadi sepuluh tahapan periode, dimana setiap periode
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terjadi di dunia memungkinkan manusia untuk terarah pada kebenaran. Usahausaha
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kebenaran selalu aktual di zaman yang dipengaruhi perkembangan Ilmu pengetahuan dan Teknologi. Berbagai perkembangan yang terjadi di dunia memungkinkan manusia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia dalam hidupnya mengalami suatu proses perkembangan. Ia
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia dalam hidupnya mengalami suatu proses perkembangan. Ia berkembang sejak dilahirkan hingga meninggal dunia. Dalam proses perkembangan itu, berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masa dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja menuju masa
BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa awal adalah masa peralihan dari masa remaja menuju masa dewasa. Menurut Hurlock (1999), masa dewasa awal dimulai pada umur 18 40 tahun, saat perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup senantiasa barada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan berakhir ketika individu memasuki masa dewasa awal, tetapi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pembangunan (UU Kesehatan No36 Tahun 2009 Pasal 138)
digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia lanjut usia adalah seseorang yang karena usianya mengalami perubahan biologis, fisik, kejiwaaan, dan sosial. Perubahan ini akan memberikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Filsafat dan Filsafat Ketuhanan
BAB I PENDAHULUAN A. Pengertian Filsafat dan Filsafat Ketuhanan Filsafat merupakan disiplin ilmu yang terkait dengan masalah kebijaksanaan. Hal yang ideal bagi hidup manusia adalah ketika manusia berpikir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kenyataan menujukan bahwa kebudayan Indonesia telah tumbuh dan. generasi sebelumnya bahkan generasi yang akan datang.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kenyataan menujukan bahwa kebudayan Indonesia telah tumbuh dan berkembang sejak ribuan tahun yang lampau, ini yang dapat di lihat dari kayakarya para leluhur bangsa
Lebih terperinciFILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI
FILSAFAT ILMU DAN LOGIKA Modul ke: 11Fakultas PSIKOLOGI FILSAFAT UNTUK PSIKOLOGI Dr. H. SyahrialSyarbaini, MA. Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Pendahuluan Standar Kompetensi Setelah perkualiahan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI
BAB II LANDASAN TEORI II.A. Penyesuaian Diri terhadap Pensiun II.A.1. Penyesuaian diri Calhoun dan Acocella (1990) menyatakan bahwa penyesuaian diri merupakan interaksi individu yang kontinu dengan diri
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Taylor sebagaimana dikutip oleh Moeloeng mendefinisikan metodologi
BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Jenis Penelitian Merujuk pada rumusan masalah yang diajukan, penelitian ini dapat diklasifikasikan penelitian kualitatif deskriptif analisis kritis. Bogdan dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia sebagai persona pertama-tama karena ke-diri-annya (self). Artinya, self
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia tidak hanya dipahami sebagai individu, melainkan sebagai persona. 1 Sifat individual berarti ia sebagai ada yang dapat dibedakan dengan ada yang lain dari satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk yang istimewa. Sudah semestinya ia. kebebasannya dan menguasai orang lain. Keinginan yang demikian itu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk yang istimewa. Sudah semestinya ia menunjukkan eksistensinya di muka bumi ini terhadap makhluk lainnya. Secara fitrah manusia itu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kematian sejatinya adalah suatu proses yang pasti akan dialami oleh manusia. Kematian merupakan akhir dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kematian sejatinya adalah suatu proses yang pasti akan dialami oleh manusia. Kematian merupakan akhir dari keseluruhan proses kehidupan yang dijalani oleh manusia.
Lebih terperinciGAMBARAN KUALITAS HIDUP PADA WANITA LANJUT USIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WREDHA BUDI PERTIWI BANDUNG
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kesehatan merupakan aset yang paling berharga bagi manusia, karena dengan sehat manusia bisa terus menjalankan aktivitas kehidupan tanpa mengalami masalah.
Lebih terperinci