PRODUKSI DAN MUTU SIMPLISIA PURWOCENG BERDASARKAN LINGKUNGAN TUMBUH DAN UMUR TANAMAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PRODUKSI DAN MUTU SIMPLISIA PURWOCENG BERDASARKAN LINGKUNGAN TUMBUH DAN UMUR TANAMAN"

Transkripsi

1 PRODUKSI DAN MUTU SIMPLISIA PURWOCENG BERDASARKAN LINGKUNGAN TUMBUH DAN UMUR TANAMAN (Production and Quality of Purwoceng in Different Locations and Plant Ages) Mono Rahardjo 1), I. Darwati 1) dan A. Shusena 2) 1) Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat 2) PT. Gujati 59 Utama Abstract Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molkenb) commonly used as aphrodisiac, and indigenous to, is now classified as endangered commodity. However it has potential to adapt to other locations (ex situ). This experiment aiming at studying the effect of locations and plant ages on quantity and quality of production was conducted in, Wonosobo, Central Java (in situ) and, Cipanas, West Java (ex situ), during 2004 and Plant ages were applied at 3, 6 and 9 months. Ten plants were sampled from each 200 m 2 crops. The results showed that total production of dry matters of simplisia at 3, 6 and 9 months in were 15.30, and g/10 plants respectively higher than the dry matters of simplisia in at similar ages. Simplisia production at 3 months was rather low (39.40 g), then increased 2.58 times after 6 months and 3.91 times after 9 months in. Sitosterol content was found only on plant root in. Stigma sterol was found on shoot and root, however vitamin E was found only on shoot at 3, 6 and 9 months of harvesting, both in and. Bergapten and vitamin E in shoot, vitamin E in root was higher in than in. Production and quality of simplisia were higher in than production and quality of simplisia in. Keyword: Pimpinella pruatjan Molkenb, plant location, plant age, production and quality Naskah diterima tanggal 2 Desember 2005, disetujui tanggal 11 Desember 2006 Alamat koresponden: Jl. Ir. H. Juanda No. 22, Bogor, PENDAHULUAN Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molkenb) sebagai obat untuk meningkatkan vitalitas pria, secara empiris turun temurun sudah diketahui. Herba purwoceng banyak dimanfaatkan kususnya di daerah Wonosobo, bahkan telah menyebar ke banyak daerah (1). Secara ilmiah khasiat purwoceng sebagai afrodisiak sedang diteliti. Hasil penelitian Taufiqurrachman dan Wibowo (2) menunjukkan bahwa ekstrak purwoceng cenderung dapat meningkatkan testosteron hewan percobaan tikus jantan. Hasil penelitian ini merupakan petunjuk awal secara ilmiah bahwa purwoceng berfungsi sebagai afrodisiak. Terdapat kecenderungan peningkatan penggunaan obat afrodisiak di dunia termasuk di Indonesia. Fenomena ini berdampak terhadap besarnya minat industri obat tradisional untuk membuat produk jamu berbahan baku purwoceng, sehingga nilai jual simplisianya meningkat. Harga herba segar simplisia purwoceng mencapai Rp /kg (3). Berdasarkan kajian analisis usahatani purwoceng, dalam satu kali masa tanam selama tahun diperoleh keuntungan sebesar Rp /ha dengan modal usaha Rp (1). Purwoceng, tanaman obat asli Indonesia tumbuh subur pada tempat berketinggian m dpl (di atas permukaan laut) (4). Sebelum dibudidayakan tanaman purwoceng yang merupakan tanaman liar, tumbuh di bawah tegakan hutan Pegunungan. Tanaman ini sudah termasuk kategori langka, sekarang hanya dijumpai di Pegunungan dalam koleksi kecil-kecilan oleh petani pemerhati purwoceng (3). Perkembangan usaha industri obat tradisional yang meningkat dan nilai jual herba yang sangat tinggi ikut menjadi pemicu penambangan purwoceng secara besar-besaran. Penambangan herba tanpa diikuti budidaya menyebabkan purwoceng makin langka dan membahayakan masa depan tanaman ini. Usaha pertanian secara intensif di Pegunungan dan sekitarnya, menjadi salah satu faktor tergesernya komoditas purwoceng oleh komoditas sayuran terutama kentang yang dapat dipenen tiga kali dalam setahun. Untuk mengurangi

2 Jurnal Bahan Alam Indonesia ISSN Vol. 5, No. 1, Januari 2006 pengaruh kompetisi dengan tanaman kentang di habitat asli purwoceng, maka dilakukan penelitian pengembangannya di luar habitat asli. Pada umumnya, produktivitas purwoceng dipengaruhi oleh lingkungan tumbuh dan umur panen tanaman. Semakin panjang umur tanaman semakin tinggi produksi herba yang dapat dipanen. Hasil penelitian terhadap pengaruh umur tanaman menjelaskan, bahwa kadar metabolit sekunder meningkat pada fase generatif tanaman obat penghasil herba, juga tergantung pada genera, species, atau strain tanaman (5). Selain itu mungkinkah waktru panen purwoceng dapat dipercepat, agar petani lebih cepat memetik hasil. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh lingkungan tumbuh dan umur panen terhadap produktivitas dan mutu herba purwoceng. Informasi ini menjadi petunjuk untuk pengembangan purwoceng di luar habitatnya. METODE Penelitian ini dilaksanakan pada tahun di dataran tinggi (1.990 m dpl) dan di dataran tinggi (1.540 m dpl). Gunung Putri dikategorikan sebagai luar habitat asli (ex situ). Kondisi agro-ekologi dan kesuburan tanah lokasi penelitian dicatumkan pada Tabel 1. Perlakuan penelitian ini meliputi dua lingkungan tumbuh dan tiga umur panen. Dua lingkungan tumbuh tersebut adalah: (1) Dataran tinggi dan (2) Gunung Putri, sedangkan tiga perlakuan umur panen adalah umur: (a) 3 bulan, (b) 6 bulan dan (c) 9 bulan. Penelitian menggunakan jarak tanam 40 x 30 cm pada lahan seluas 200 m 2 di masing-masing lokasi. Dosis pupuk yang diberikan adalah 20 t pupuk kandang/ha, 400 kg urea/ha, 200 kg SP36/ha dan 300 kg KCl/ha. Penanaman dilakukan pada tanggal 25 Agustus Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman di musim kemarau dan penyiangan percobaan tiap dua bulan selama pertumbuhan. Selama penelitian tidak dialami gangguan hama dan penyakit, sehingga pengendaliannya baik dengan pestisida maupun cara lain tidak dilakukan. Tanaman dinaungi dengan paranet dengan tingkat naungan 25%. Kegiatan ini merupakan suatu kegiatan observasi dengan cara pengambilan contoh tanaman (spesimen) secara acak pada waktu panen di satu hamparan pertanaman purwoceng. Pengambilan contoh tanaman di ke dua lokasi dilakukan pada umur 3, 6 dan 9 bulan, masing-masing berjumlah 10 tanaman. Contoh tanaman pada umur panen 12 bulan tidak diambil, karena tanaman telah masak penuh dan mengalami senesen pada umur 10 bulan. Tabel 1. Karakteristik agro-ekologi dan sifat fisik dan kimia tanah lokasi penelitian di dan. Uraian Tinggi tempat (m dpl) Suhu udara C 15,5-25,8 0 C Kelembaban udara 60 75% 60-95% Curah hujan > mm > mm Fraksi pasir (%) 17,19 67,07 Fraksi debu (%) 62, Fraksi liat (%) 20,36 9,62 ph H 2 O 5,65 5,41 ph KCl 5,12 5,04 C organik 6,26 3,77 N total (%) 0,35 0,27 C/N ratio 17,89 13,96 P tersedia (ppm) 7,09 1,31 S (ppm) 24,70 20,11 Basa dd (me/100g) : Ca 7,89 6,43 Mg 1,16 0,71 K 1,08 0,35 Na 0,31 0,23 KTK 25,20 17,00 Parameter yang diamati meliputi komponen pertumbuhan seperti: bobot segar dan bobot kering bagian tajuk (batang + daun + bunga/biji) dan akar serta mutu simplisia sepert: kadar air, kadar abu, 311

3 kadar sari larut alkohol dan larut air, serta komponen steroid terdiri atas: sitosterol, stigma sterol, (stigmasta-7, 16 dien-3-ol), dan (stigmasta-7, 25 dien- 3-ol), komponen atsiri terdiri atas: germacrene, β- besabolene, β-caryophylline, α-humulene, dan carvacrol, turunan furanokumarin terdiri atas: bergapten dan xanthotoxin. Contoh tanaman diambil dengan cangkul sedemikian sehingga tidak terjadi kerusakan akar atau ada yang tertinggal. Hasil panen tersebut dicuci bersih dengan air mengalir, kemudian dikeringanginkan. Setelah dipisah diadakan penimbangan terhadap akar dan tajuk untuk mengetahui bobot segar ke dua bagian itu. Masing-masing bagian dipotong-potong dengan ukuran lebih kurang 0,5 cm, masing-masing dikeringkan di dalam oven pada suhu 50 o C selama 96 jam. Setelah simplisia purwoceng mencapai kering mutlak ditimbang untuk memperoleh bobot keringnya. Analisis komponen kimia diamati dengan menggunakan alat GSMS. HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Simplisia Produksi simplisia purwoceng berupa biomas segar dan kering di habitat asli () lebih tinggi dari pada produksi tanaman di luarnya (). produksi simplisia (tajuk dan akar) segar pada umur panen 3, 6 dan 9 bulan berturut-turut 141,25 g, 756,70 g dan 996,05 g/10 tanaman di dan 136,78 g, 211,25 g dan 400,15 g/10 tanaman di, menunjukkan perbedaan rata-rata yang tinggi, yaitu 4,47 g (3,26%), 545,45 g (258,20%) dan 595,90 g (148,91%) berturutturut untuk umur 3, 6 dan 9 bulan (Tabel 2). Gambaran serupa juga terjadi untuk bobot kering siplisia tajuk dan akar pada umur panen 3, 6 dan 9 bulan, yaitu berturut-turut 39,40 g, 101,80 g dan 154,00 g/10 tanaman di dan 24,10 g, 33,25 g dan 58,75 g/10 tanaman di (Tabel 3), menunjukkan perbedaan rata-rata yang tinggi, yaitu 15,30 g (63,48%), 68,55 g (206,16%) dan 95,25 g (162,12%) berturut-turut untuk umur 3, 6 dan 9 bulan. Rendahnya produksi simplisia di Gunung Putri pada umur panen 3, 6 dan 9 bulan diduga selain dipengaruhi oleh kondisi tempat seperti elevasi (lebih rendah), suhu udara (lebih tinggi), kelembaban udara (lebih tinggi) dan kesuburan tanah (lebih rendah) (Table 1) yang kurang menguntungkan bagi pertumbuhan purwoceng. Kecenderungan ini sejalan dengan pernyataan Santoso et al. (6) dan Karama et al. (7). Rendahnya tingkat kesuburan tanah di dibandingkan dengan tanah dicirikan oleh fraksi pasir yang lebih tinggi, C- organik yang lebih rendah dan kandungan N, P, K, Ca dan Mg di dalam tanah yang lebih rendah (Tabel 1). Penampilan tanaman purwoceng di kurang subur, sehingga hasil biomas di lebih rendah dibandingkan dengan hasil biomas tanaman di. Produktivitas purwoceng di masih berpeluang ditingkatkan dengan penambahan dosis pupuk baik organik maupun anorganik. Karena berdasarkan hasil pengamatan secara visual, ada beberapa tanaman purwoceng yang pertumbuhannya lebih subur pada tanah yang tingkat kesuburanya lebih tinggi. Tabel 2. Bobot segar biomas purwoceng menurut umur dan bagian tanaman. Umur tanaman (bulan) 3 103,15 38,10 141,25 108,24 28,54 136, ,65 72,05 756,70 161,20 50,05 211, ,80 80,25 996,05 327,00 73,15 400,15 Sebagian besar biomas purwoceng terdapat di tajuk yaitu sekitar 80 98%, sisanya di akar. Beberapa pemerhati purwoceng berpendapat (komunikasi pribadi), bahwa yang mempunyai khasiat afrodisiak adalah akarnya saja. Namun hasil penelitian Taufiqurrachman dan Wibowo (2) dan Rahardjo et al. (13), semua bagian tanaman termasuk tajuk (batang + daun + bunga/buah) juga mengandung bahan berkhasiat afrodisiak dan cenderung dapat 312 meningkatkan testosteron hewan percobaan tukus jantan. Berdasarkan hasil wawancara dengan petani purwoceng, biasanya purwoceng dipanen pada umur 9 12 bulan, bahkan ada yang pada umur di atas satu tahun, namun pada saat-saat petani sangat memerlukan uang, petani juga memanen tanamannya pada umur 6 bulan. Hasil penelitian ini menunjukkan tanaman telah mencapai masak maksimal pada umur

4 Jurnal Bahan Alam Indonesia ISSN Vol. 5, No. 1, Januari bulan di kedua tempat, pada umur ini bijinya sudah masak dan daunnya mulai rontok (senesen). Apabila tanaman tidak dipanen pada saat ini, akan mengalami stagnasi pertumbuhan dan kemudian bersemi kembali dan tumbuh di tahun berikutnya. Tabel 3. Bobot kering biomas purwoceng menurut umur dan bagian tanaman. Umur tanaman (bulan) 3 30,50 8,90 39,40 19,22 4,88 24, ,90 10,90 101,80 27,60 5,65 33, ,75 13,25 154,00 48,75 10,00 58,75 Tabel 4. Kadar air, kadar sari larut air dan larut alkohol, serta kadar abu simplisia (tajuk + akar) purwoceng. Kandungan kimia Kadar air (%) 9,41 9,28 8,80 9,52 9,40 9,25 Kadar sari larut alkohol (%) 4,42 4,02 4,24 4,30 4,35 4,28 Kadar sari larut air (%) 32,42 26,55 42,25 30,25 31,05 39,45 Kadar abu (%) 11,98 12,6 10,29 11,40 10,90 10,25 Semakin panjang umur tanaman semakin tinggi hasil biomas, seperti yang diperlihatkan oleh pertanaman di dan di. Tanaman yang dipanen pada fase vegetatif (umur 3 bulan), hasil biomas kering masih sangat sedikit, kemudian menjadi 2,58 kali pada umur 6 bulan dan 3,91 kali pada tanaman berumur 9 bulan di (Tabel 3). Sedangkan hasil biomas kering di umur panen 3 bulan baru mencapai 24,10 g/10 tanaman, menjadi 1,38 kali pada umur panen 6 bulan dan 2,44 kali pada umur 9 bulan. Tanaman purwoceng umur 6 bulan sudah mulai berbunga baik yang di maupun di. Pada umumnya tanaman obat mulai dapat dipanen pada saat tanaman sudah mulai berbunga, diasumsikan metabolit sekunder sudah terbentuk secara optimal di dalam jaringan tanaman. Mutu Simplisia Secara empiris dan turun temurun dari nenek moyang kita hingga saat ini, purwoceng telah dan terus dimanfaatkan sebagai obat kuat pria. Namun belum banyak hasil penelitian yang merinci komponen kimia apa saja yang terkandung di dalam simplisia purwoceng, sehingga berfungsi sebagai afrodisiak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar abu, kadar sari larut alkohol dan air tidak banyak dipengaruhi baik oleh lingkungan tumbuh maupun umur tanaman (Tabel 4). Berdasarkan hasilhasil penelitian terahulu, bahwa kadar abu, kadar sari larut alkohol dan sari larut air lebih banyak dipengaruhi oleh proses pasca panen. Porwoceng sebagai afrodisiak mengandung metabolit sekunder berupa komponen kimia kelompok steroid, atsiri, furanokumarin dan vitamin, yang terdapat baik di jaringan tajuk maupun di akar. Namun jumlah komponen kimia di jaringan tajuk lebih banyak jenisnya dari pada di akar, hal ini disebabkan proses pembentukan (sintesis) metabolit sekunder terdapat di jaringan tajuk terutama di daun, termasuk steroid diproduksi pada bagian sitosol dan plastid di dalam sel (8). Kelompok steroid terdiri atas: sitosterol, stigma sterol, (stigmasta-7, 16 dien-3-ol), dan (stigmasta-7, 25 dien-3-ol). Sitosterol hanya ditemukan pada akar tanaman purwoceng umur 3 dan 6 bulan yang ditanam di (Tabel 5), tetapi tidak ditemukan pada umur 9 bulan. Hal ini disebabkan sitosterol dapat dikonversi ke dalam bentuk komponen steroid lainnya dan ratio sitosterol dengan stigma sterol dapat berubah pada kondisi tanaman senesen (9). Disamping itu, sitosterol di dalam jaringan tanaman berfungsi sebagai permeabilitas 313

5 membran sel (10), sehingga sitosterol pada tanaman lebih banyak diproduksi pada fase vegetatif. Stigma sterol ditemukan pada tajuk dan akar dari tanaman berumur 3, 6 dan 9 bulan baik di maupun di, dengan kadar lebih tinggi di. Stigmasta-7, 16 dien-3-ol ditemukan pada tanaman berumur 3 dan 6 bulan di dan di pada tanaman berumur 3, 6 dan 9 bulan. Stigmasta-7, 25 dien-3-ol ditemukan hanya pada tanaman purwoceng umur 9 bulan di. Tabel 5. Kandungan komponen kimia tajuk purwoceng pada tiga tingkat umur di dan. Kandungan kimia Komponen steroid: 1. Stigmasterol (ppm) 0,048 0,036 0,064 0,053 0,045 0, Stigmasta-7, 16 dien-3-ol ada ada - ada ada ada 3. Stigmasta-7, 25 dien-3-ol - - ada Komponen atsiri: 1. Germacrene ada ada - ada ada - 2. β-besabolene ada ada - ada ada ada 3. β-caryophylline - - ada ada ada ada 4. α-humulene - - ada - - ada 5. Carvacrol - - ada ada - - Turanan Furanokumarin: 1. Bergapten (ppm) - - 5,19 1,94 3,20 3,18 2. Xanthotoxin ada Vitamin E (ppm) 0,084 0,111 0,053 0,066 0,048 0,054 Keterangan: - : tidak terdeteksi Kadar stegma sterol di tajuk tidak berbeda antara purwoceng di dan di, namun kadar stegma sterol akar purwoceng di lebih tinggi dari pada di (Tabel 4). Sintesis metabolit sekunder termasuk steroid dipengaruhi oleh proses metabolisme primer (5,11) tanaman yang lebih subur akan mengasilkan metabolit sekunder lebih banyak, karena produk metabolit primernya tinggi. Oleh karena itu purwoceng di lebih tinggi kandungan metabolit sekundernya dari pada purwoceng di. purwoceng di mengandung sitosterol, sedangkan di tidak (Tabel 5), hal ini disebabkan sitosterol dapat dikonversi menjadi komponen steroid yang lain. Dilihat dari jumlah dan macam kompenen metabolit sekunder, simplisia purwoceng di lebih tinggi mutunya dari pada simplisia purwoceng di. Kadar stigma sterol dan sitosterol pada akar dapat meningkat dengan perlakuan pemupukan dibandingkan dengan tanaman yang tidak dipupuk (12), oleh karena itu diperkirakan dengan meningkatnya tingkat kesuburan tanah dan tanaman maka mutu simplisianya dapat meningkat. Steroid merupan komponen kimia berkhasiat dalam sintesis hormon testoteron pada manusia (2). Beberapa hasil penelitian menunjukkan anak ayam yang diberi ramuan ekstrak purwoceng pertumbuhan jenggernya lebih cepat. Purwoceng selain mengandung steroid juga mengandung atsiri dengan turunannya yang meliputi germacrene, β-besabolene, β-caryophylline, α- humulene, dan carvacrol. Komponen ini jenisnya lebih banyak pada jaringan tajuk daripada akar. Pada jaringan akar hanya ditemukan germacrene dan β- besabolene sedangkan pada tajuk ditemukan germacrene, β-besabolene, β-caryophylline, α- humulene dan carvacrol, hal ini disebabkan atsiri disintesis di dalam daun. Germacrene pada jaringan tajuk ditemukan pada tanaman umur 3 dan 6 bulan baik di maupun di, β-caryophylline ditemukan pada tanaman umur 3 dan 6 bulan di dan pada umur 3, 6 dan 9 bulan di. Sedang β- caryophylline ditemukan pada tanaman berumur 9 bulan di dan pada tanaman umur 3, 6 dan 9 bulan di. Bagaimanapun, α-humulene hanya ditemukan pada tanaman umur 9 bulan baik di maupun di. Carvacrol ditemukan pada tanaman umur 9 bulan di pada umur 3 bulan di. Tidak ada perbedaan 314

6 Jurnal Bahan Alam Indonesia ISSN Vol. 5, No. 1, Januari 2006 turunan atsiri antara hasil purwoceng di dan di (Tabel 4 dan 5). Purwoceng juga mengandung turunan furanokumarin yaitu bergapten dan xanthotoxin. Bergapten ditemukan pada jaringan tajuk tanaman pada umur 9 bulan di dan pada umur 3, 6 dan 9 bulan di. Bergapten juga ditemukan pada jaringan akar tanaman purwoceng pada saat tanaman berumur 6 bulan di. Bergapten pada jaringan tajuk tanaman pada umur 9 bulan di mencapai (5,19 ppm) lebih tinggi daripada di (3,18 ppm), perbedaannya cukup tinggi yaitu 2,01 ppm (63,20%) (Tabel 4). Xanthotoxin hanya ditemukan pada jaringan tajuk tanaman di. Dilihat dari kandungan bergapten, simplisia di mutunya lebih tinggi dari pada di. Vitamin E hanya ditemukan pada jaringan tajuk tanaman baik di maupun di Gunung Putri. Kadar vitamin E tertinggi ditemukan di pada tanaman umur 6 bulan, yaitu tanaman yang mulai berbunga. Perbedaan kandungan komponen kimia yang mencolok antara purwoceng di dan di adalah sitoterol yang hanya terdapat pada tanaman purwoceng yang ditanam di. Vitamin E di lebih tinggi dibandingkan hasil di (Tabel 4 dan 5). Tabel 5. Kandungan komponen kimia akar purwoceng pada tiga tingkat umur di dan. Kandungan kimia Sterol: 1. Stigma sterol (ppm) 0,067 0,047 0,003 0,005 0,020 0, Sitosterol (ppm) 6,41 10, Atsiri: 1. Germacrene ada β-besabolene ada ada - ada ada ada Turanan Furanokumarin: Bergapten (ppm) ,036 - Keterangan: - : tidak terdeteksi Purwoceng dapat dibudidayakan di Gunung Putri (ex situ), namun produksi dan mutunya lebih rendah daripada di (in situ). Diperkirakan dengan meningkatkan kesuburan tanah melalui pemberian pupuk yang optimal dengan diimbangi pemberian pupuk oganik yang tinggi maka dapat meningkatkan produksi dan mutu simplisia. KESIMPULAN 1. Purwoceng dapat dibudidayakan di (ex situ), namun produksi dan mutunya lebih rendah dari pada di (in situ). 2. produksi simplisia purwoceng kering di lebih tinggi dari pada di, perbedaannya berturut-turut 15,30 g (63,48%), 68,55 g (206,16%) dan 95,25 g (162,12%) pada umur 3, 6 dan 9 bulan. 3. produksi simplisia kering masih sangat sedikit pada tanaman umur 3 bulan, yaitu 39,40 g/10 tanaman, menjadi 2,58 kali pada umur 6 bulan dan 3,91 kali pada umur 9 bulan di dan di umur 3 bulan hanya mencapai 24,10 g/10 tanaman, menjadi 1,38 kali pada umur 6 bulan dan 2,44 kali pada umur 9 bulan. 4. Kandungan bergapten dan vitamin E pada jaringan tajuk lebih tinggi di, namun kandungan stigma sterol pada jaringan tajuk tidak berbeda antara hasil di dan di. 5. Kandungan stigma sterol pada jaringan akar purwoceng lebih tinggi di dari pada di dan sitosterol hanya terdapat pada jaringan akar tanamn di. Stigma sterol dan vitamin E ditemukan pada jaringan tajuk tanaman pada ketiga umur panen baik di maupun di. 6. purwoceng mengandung stigma sterol pada ketiga umur panen baik di maupun di. DAFTAR RUJUKAN 1. Rahardjo, M Purwoceng, budidaya dan pemanfaatan untuk obat perkasa pria. Buku Tanaman Obat G LXXIV/1032/2005. Penebar Swadaya. 59 hal. 2. Taufiqurrachman and S. Wobowo Purwoceng (Pimpinella alpina KDS) experimental study in male rats sprague dawley. Makalah disamnpaikan pada Seminar Nasional 315

7 Tumbuhan Obat Indonesia POKJANAS TOI ke XXVIII, tanggal September 2005 di Bogor. 8 hal. 3. Rahardjo, M Purwoceng tanaman obat afrodisiak yang langka, Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, Puslitbangbun 9(2): Heyne, K Tumbuhan Berguna Indonesia (Buku III). Dept. Kehutanan, Jakarta hal. 5. Herbert, R.B The biosynthesis of secondary metabolites. Second Edition, Chapman and Hall, London, New York, 23 hal. 6. Santoso, D., J.S. Adiningsih, and Heryadi N, S, P and K status of soils in Islanda outside Java. Sulfur fertilizer polecy for lowland and upland rice cropping systems in Indonesia, Aciar Proceedings : Karama, A.S., A.R. Marzuki dan I. Manwan Penggunaan pupuk oragaik pada tanaman pangan. Proseeding Lokakarya Nasional Efisiensi Penggunaan Pupuk V, Cisarua, Nopember 1990, Puslittanak : Hartmann, M.A. and L. Wentzinger Tobaco BY-2 cells as an useful experimental, system for investigating regulation of the sterol pathway. hartmann pdf, Januari Moreao, R.A., B.D. Whitaker, K.B. Hicks Phytosteros, phytostanols, and their conjugates in food : structursl diversity, quantitative analisys, and health-promoting uses. Progres in Lipid Research 41: Taiz, L. and E. Zeiger Plant physiology. Sinauer associate, Inc. Publishers, Massechusetts. 689 hal. 11. Dalimoenthe, S.L Kultur jaringan sebagai sarana untuk menghasilkan metabolit sekunder. Seminar Nasional Metabolit Sekunder, Yogyakarta : Rahardjo, M., Rosita SMD dan I. Darwati. 2005a. Pengaruh pemupukan terhadap produksi dan mutu simplisia purwoceng (Pimpinella pruatjan Molkenb). Makalah disampaikan pada Seminar Nasional POKJANAS TOI ke XXVIII, tanggal September di Bogor. 14 hal. 13. Rahardjo, M., S. Wahyuni, O. Trisilawati, dan E. Djauhariya. 2005b. Ciri agronomis, mutu dan lingkungan tumbuh tanaman obat langka purwoceng (Pimpinella pruatjan Molkenb). Makalah disampaikan pada Seminar Nasional POKJANAS TOI ke XXVIII, tanggal September 2005 di Bogor. 11 hal. 316

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) BUDIDAYA PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molkenb.)

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) BUDIDAYA PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molkenb.) STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) BUDIDAYA PURWOCENG 1 KATA PENGANTAR Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molkenb) termasuk salah satu tanaman obat yang paling banyak dibicarakan terkait manfaatnya sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (rehabilitatif) serta peningkatan kesehatan (promotif). Berbagai cara

BAB I PENDAHULUAN. kesehatan (rehabilitatif) serta peningkatan kesehatan (promotif). Berbagai cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar manusia. Dalam rangka memenuhi kebutuhan sehat tersebut, masyarakat berusaha melakukan upaya kesehatan yang meliputi pencegahan penyakit

Lebih terperinci

PENGARUH PEMUPUKAN TERHADAP PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN MUTU SIMPLISIA PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molkenb)

PENGARUH PEMUPUKAN TERHADAP PERTUMBUHAN, PRODUKSI DAN MUTU SIMPLISIA PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molkenb) Jurnal Littri MONO 12(2), RAHARDJO Juni 2006. et al. Hlm. : Pengaruh 73-79 pemupukan terhadap pertumbuhan, produksi dan mutu simplisia purwoceng (Pimpinella pruatjan Molkenb.) ISSN 0853-8212 PENGARUH PEMUPUKAN

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2010. Penelitian dilakukan di lahan percobaan NOSC (Nagrak Organic S.R.I. Center) Desa Cijujung,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati di Indonesia dikenal sangat tinggi baik untuk flora

BAB I PENDAHULUAN. Keanekaragaman hayati di Indonesia dikenal sangat tinggi baik untuk flora BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keanekaragaman hayati di Indonesia dikenal sangat tinggi baik untuk flora maupun fauna. Beragam jenis tumbuhan atau tanaman telah lama diketahui dapat digunakan sebagai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Kimia dan Fisik Tanah Sebelum Perlakuan Berdasarkan kriteria penilaian ciri kimia tanah pada Tabel Lampiran 5. (PPT, 1983), Podsolik Jasinga merupakan tanah sangat masam dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia dan Fisik Latosol Darmaga Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga yang digunakan dalam percobaan ini disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Sifat Kimia

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dimulai dari April 2009 sampai Agustus 2009. Penelitian lapang dilakukan di lahan sawah Desa Tanjung Rasa, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Karakteristik Tanah di Lahan Percobaan Berdasarkan kriteria Staf Pusat Penelitian Tanah (1983), karakteristik Latosol Dramaga yang digunakan dalam percobaan disajikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penanaman rumput B. humidicola dilakukan di lahan pasca tambang semen milik PT. Indocement Tunggal Prakasa, Citeurep, Bogor. Luas petak yang digunakan untuk

Lebih terperinci

PENGARUH PENUNDAAN UMUR PANEN Echinacea purpurea TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN MUTU SIMPLISIA

PENGARUH PENUNDAAN UMUR PANEN Echinacea purpurea TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN MUTU SIMPLISIA PENGARUH PENUNDAAN UMUR PANEN Echinacea purpurea TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN MUTU SIMPLISIA Mono Rahardjo, Rosita SMD dan Sudiarto Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Abstract Some medicinal crops

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Sifat Kimia Latosol Darmaga Latosol (Inceptisol) merupakan salah satu macam tanah pada lahan kering yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai lahan pertanian.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha

I. PENDAHULUAN. tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha pengembangan pertanian selayaknya dilakukan secara optimal tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha tersebut, maka produktivitas

Lebih terperinci

LAMPIRAN DATA. Lampiran 1. Contoh Lengkap Data Pengamatan Jumlah Daun (helai) Umur 1 MST Ulangan Perlakuan

LAMPIRAN DATA. Lampiran 1. Contoh Lengkap Data Pengamatan Jumlah Daun (helai) Umur 1 MST Ulangan Perlakuan LAMPIRAN DATA Lampiran 1. Contoh Lengkap Data Pengamatan Jumlah Daun (helai) Umur 1 MST Ulangan Total Rataan I II III U 1 F 0 4,000 4,000 3,000 11,000 3,667 U 1 F 1 4,000 4,000 4,000 12,000 4,000 U 1 F

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk. atau Pimpinella alpine Molk.

BAB I PENDAHULUAN. Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk. atau Pimpinella alpine Molk. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Purwoceng (Pimpinella pruatjan Molk. atau Pimpinella alpine Molk. KDS.) merupakan tanaman obat asli Indonesia yang keberadaannya telah langka dan berdasarkan tingkat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Kimia Hasil analisis sifat kimia tanah sebelum diberi perlakuan dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian terhadap sifat kimia tanah yang mengacu pada kriteria Penilaian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat 10 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan sawah Desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor dengan jenis tanah latosol. Lokasi sawah berada pada ketinggian tempat 230 meter

Lebih terperinci

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI

PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI PENGARUH AKSESI GULMA Echinochloa crus-galli TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI PADI ABSTRAK Aksesi gulma E. crus-galli dari beberapa habitat padi sawah di Jawa Barat diduga memiliki potensi yang berbeda

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS PUPUK HAYATI ECOFERT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG. Syafruddin Balai Penelitian Tanaman Serealia

EFEKTIFITAS PUPUK HAYATI ECOFERT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG. Syafruddin Balai Penelitian Tanaman Serealia EFEKTIFITAS PUPUK HAYATI ECOFERT TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN JAGUNG Syafruddin Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Penelitian dilaksanakan pada lahan sawah di Bontonompo Gowa-Sulsel yang

Lebih terperinci

Jurnal Cendekia Vol 12 No 1 Januari 2014 ISSN

Jurnal Cendekia Vol 12 No 1 Januari 2014 ISSN PENGARUH DOSIS PUPUK AGROPHOS DAN JARAK TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI TANAMAN CABAI (Capsicum Annum L.) VARIETAS HORISON Pamuji Setyo Utomo Dosen Fakultas Pertanian Universitas Islam Kadiri (UNISKA)

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT

III. BAHAN DAN METODE. Universitas Lampung pada titik koordinat LS dan BT III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada titik koordinat 5 22 10 LS dan 105 14 38 BT

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang sebelumnya dilakukan oleh

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang sebelumnya dilakukan oleh 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian lanjutan yang sebelumnya dilakukan oleh Anjani (2013) pada musim tanam pertama yang ditanami tanaman tomat,

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PUPUK KANDANG DAN NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KACANG TANAH

PENGARUH PENGGUNAAN PUPUK KANDANG DAN NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KACANG TANAH Buana Sains Vol 6 No 2: 165-170, 2006 165 PENGARUH PENGGUNAAN PUPUK KANDANG DAN NPK TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN KACANG TANAH Fauzia Hulopi PS Budidaya Pertanian, Fak. Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Rumah Kasa, Laboratorium Kesuburan dan

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Rumah Kasa, Laboratorium Kesuburan dan BAHAN DAN METODE Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Rumah Kasa, Laboratorium Kesuburan dan Kimia Tanah serta balai penelitian dan riset Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Awal Lahan Bekas Tambang Lahan bekas tambang pasir besi berada di sepanjang pantai selatan desa Ketawangrejo, Kabupaten Purworejo. Timbunan-timbunan pasir yang

Lebih terperinci

EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK N PADA JAGUNG KOMPOSIT MENGGUNAKAN BAGAN WARNA DAUN. Suwardi dan Roy Efendi Balai Penelitian Tanaman Serealia

EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK N PADA JAGUNG KOMPOSIT MENGGUNAKAN BAGAN WARNA DAUN. Suwardi dan Roy Efendi Balai Penelitian Tanaman Serealia Prosiding Seminar Nasional Serealia 29 ISBN :978-979-894-27-9 EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK N PADA JAGUNG KOMPOSIT MENGGUNAKAN BAGAN WARNA DAUN Suwardi dan Roy Efendi Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak.

Lebih terperinci

Aplikasi Pupuk Kandang dan Pupuk SP-36 Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala

Aplikasi Pupuk Kandang dan Pupuk SP-36 Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala Aplikasi Kandang dan Untuk Meningkatkan Unsur Hara P Dan Pertumbuhan Tanaman Jagung (Zea mays L.) di Tanah Inceptisol Kwala Bekala Application of Farmyard Manure and SP-36 Fertilizer on Phosphorus Availability

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Tanah Hasil analisis contoh tanah pada lokasi percobaan dapat dilihat pada Tabel 2. Berdasarkan hasil analisis tanah pada lokasi percobaan, tingkat kemasaman tanah termasuk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di UPTD Pengembangan Teknologi Lahan Kering Desa Singabraja, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Waktu pelaksanaan penelitian mulai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh 45 4.2 Pembahasan Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan memperhatikan syarat tumbuh tanaman dan melakukan pemupukan dengan baik. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada

II. TINJAUAN PUSTAKA. Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemupukan pada Tanaman Tomat 2.1.1 Pengaruh Aplikasi Pupuk Kimia Subhan dkk. (2005) menyatakan bahwa pertumbuhan vegetatif dan generatif pada tanaman tomat tertinggi terlihat pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN. tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu jenis tanaman pangan yang menjadi mata pencaharian masyarakat adalah tanaman kedelai, namun hasilnya masih kurang optimal. Perlu diketahui bahwa kebutuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Masyarakat kita sudah sejak lama mengenal tanaman obat. Saat ini

PENDAHULUAN. Masyarakat kita sudah sejak lama mengenal tanaman obat. Saat ini PENDAHULUAN Latar Belakang Masyarakat kita sudah sejak lama mengenal tanaman obat. Saat ini prospek pengembangan produk tanaman obat semakin meningkat, hal ini sejalan dengan perkembangan industri obat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 18 TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman herbal atau tanaman obat sekarang ini sudah diterima masyarakat sebagai obat alternatif dan pemelihara kesehatan yang

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo provinsi DIY. Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia

METODE PENELITIAN. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo provinsi DIY. Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada lahan bekas tambang PT. Aneka Tambang Tbk (ANTAM), Kecamatan Kutoarjo, Kabupaten Purworejo, Jawa tengah pada bulan Maret

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung Desa Muara Putih Kecamatan Natar Lampung Selatan dengan titik

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tanah Awal Seperti umumnya tanah-tanah bertekstur pasir, lahan bekas tambang pasir besi memiliki tingkat kesuburan yang rendah. Hasil analisis kimia pada tahap

Lebih terperinci

Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat

Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat Agroteknologi Tanaman Rempah dan Obat Syarat Tumbuh Tanaman Jahe 1. Iklim Curah hujan relatif tinggi, 2.500-4.000 mm/tahun. Memerlukan sinar matahari 2,5-7 bulan. (Penanaman di tempat yang terbuka shg

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia telah lama mengenal dan menggunakan tanaman berkhasiat obat sebagai salah satu upaya dalam menanggulangi masalah kesehatan. Pengetahuan

Lebih terperinci

THE INFLUENCE OF N, P, K FERTILIZER, AZOLLA (Azolla pinnata) AND PISTIA (Pistia stratiotes) ON THE GROWTH AND YIELD OF RICE (Oryza sativa)

THE INFLUENCE OF N, P, K FERTILIZER, AZOLLA (Azolla pinnata) AND PISTIA (Pistia stratiotes) ON THE GROWTH AND YIELD OF RICE (Oryza sativa) JURNAL PRODUKSI TANAMAN Vol. 1 No. 3 JULI-2013 ISSN : 2338-3976 PENGARUH PUPUK N, P, K, AZOLLA (Azolla pinnata) DAN KAYU APU (Pistia stratiotes) PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL PADI SAWAH (Oryza sativa) THE

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Metode Percobaan 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Percobaan ini dilaksanakan pada bulan Juni 2011 sampai dengan bulan September 2011 di rumah kaca kebun percobaan Cikabayan, IPB Darmaga Bogor. Analisis tanah

Lebih terperinci

PENGATURAN POPULASI TANAMAN JAGUNG UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI SIDRAP

PENGATURAN POPULASI TANAMAN JAGUNG UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI SIDRAP PENGATURAN POPULASI TANAMAN JAGUNG UNTUK MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI PADA LAHAN SAWAH TADAH HUJAN DI SIDRAP M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Pengembangan usahatani jagung yang lebih

Lebih terperinci

III. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM

III. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM III. PENANGANAN PANEN DAN PASCAPANEN TANAMAN OBAT SECARA UMUM Penanganan dan Pengelolaan Saat Panen Mengingat produk tanaman obat dapat berasal dari hasil budidaya dan dari hasil eksplorasi alam maka penanganan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays PENDAHULUAN Latar Belakang Jagung manis atau lebih dikenal dengan nama sweet corn (Zea mays saccharata Sturt) merupakan tanaman pangan yang memiliki masa produksi yang relatif lebih cepat, bernilai ekonomis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman yang

I. PENDAHULUAN. Tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman yang 2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman jahe (Zingiber officinale Rosc.) merupakan salah satu tanaman yang mempunyai banyak kegunaan antara lain sebagai ramuan, rempah - rempah, bahan minyak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Pemberian Bahan Humat dengan Carrier Zeolit terhadap Jumlah Tandan Pemberian bahan humat dengan carrier zeolit tidak berpengaruh nyata meningkatkan jumlah tandan

Lebih terperinci

PENAMPILAN GALUR-GALUR JAGUNG BERSARI BEBAS DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN

PENAMPILAN GALUR-GALUR JAGUNG BERSARI BEBAS DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN PENAMPILAN GALUR-GALUR JAGUNG BERSARI BEBAS DI LAHAN KERING KALIMANTAN SELATAN Sumanto, L. Pramudiani dan M. Yasin Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalinatan Selatan ABSTRAK Kegiatan dilaksanakan di

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN HASIL BERBAGAI VARIETAS KACANG HIJAU (Vigna radiata (L.) Wilczek) PADA KADAR AIR YANG BERBEDA

PERTUMBUHAN DAN HASIL BERBAGAI VARIETAS KACANG HIJAU (Vigna radiata (L.) Wilczek) PADA KADAR AIR YANG BERBEDA DAFTAR ISI Halaman HALAMAN DEPAN... i HALAMAN JUDUL... ii LEMBAR PERSETUJUAN. iii PENETAPAN PANITIA PENGUJI iv SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT v UCAPAN TERIMA KASIH vi ABSTRAK viii ABSTRACT. ix RINGKASAN..

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. I. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia

APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG. M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia APLIKASI PUPUK UREA PADA TANAMAN JAGUNG M. Akil Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Dalam budi daya jagung perlu memperhatikan cara aplikasi pupuk urea yang efisien sehingga pupuk yang diberikan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Jagung Manis Varietas Bonanza. : Dikembangkan oleh Departemen Pendidikan dan Pengembangan PT. East West Seed Indonesia.

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Jagung Manis Varietas Bonanza. : Dikembangkan oleh Departemen Pendidikan dan Pengembangan PT. East West Seed Indonesia. 49 Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Jagung Manis Varietas Bonanza Asal Tanaman Golongan Umur Batang Tinggi Tanaman Tinggi letak tongkol Warna daun Keseragaman tanaman Bentuk malai Warna malai Warna sekam

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Pertumbuhan Tanaman 4. 1. 1. Tinggi Tanaman Pengaruh tiap perlakuan terhadap tinggi tanaman menghasilkan perbedaan yang nyata sejak 2 MST. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik 14 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Sifat Kimia dan Fisik Latosol sebelum Percobaan serta Komposisi Kimia Pupuk Organik Sifat kimia dan fisik Latosol Darmaga dan komposisi kimia pupuk organik yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya kandungan karotin, Vitamin A, Vitamin B dan Vitamin C. Oleh karena itu,

BAB I PENDAHULUAN. adanya kandungan karotin, Vitamin A, Vitamin B dan Vitamin C. Oleh karena itu, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sayuran sangat erat hubungannya dengan kesehatan, sebab sayuran banyak mengandung vitamin dan mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh terutama adanya kandungan karotin,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN

UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN UJI GENOTIPE JAGUNG HIBRIDA UMUR GENJAH TOLERAN LAHAN MASAM DI KALIMANTAN SELATAN Suwardi Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Penelitian dilaksanakan di Kecamatan Panyipatan, Kabupaten Tanah Laut,

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian Parameter pertumbuhan yang diamati pada penelitian ini adalah diameter batang setinggi dada ( DBH), tinggi total, tinggi bebas cabang (TBC), dan diameter tajuk.

Lebih terperinci

RINGKASAN Maspeke, S. P dan Nurdin

RINGKASAN Maspeke, S. P dan Nurdin RINGKASAN Maspeke, S. P dan Nurdin. 2006. Uji Kurang Satu Pupuk N, P, dan K terhadap Pertumbuhan dan Produksi Jagung (Zea mays L.) pada Tanah Vertisol Isimu Utara. Pembangunan di sektor pertanian merupakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Karakteristik Latosol Cikabayan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Bahan tanah yang digunakan dalam percobaan pupuk organik granul yang dilaksanakan di rumah kaca University Farm IPB di Cikabayan, diambil

Lebih terperinci

MENINGKATKAN KETERSEDIAAN PAKAN MELALUI INTRODUKSI JAGUNG VARIETAS UNGGUL SEBAGAI BORDER TANAMAN KENTANG

MENINGKATKAN KETERSEDIAAN PAKAN MELALUI INTRODUKSI JAGUNG VARIETAS UNGGUL SEBAGAI BORDER TANAMAN KENTANG Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 21 MENINGKATKAN KETERSEDIAAN PAKAN MELALUI INTRODUKSI JAGUNG VARIETAS UNGGUL SEBAGAI BORDER TANAMAN KENTANG (Introduction of New Maize Varieties, as

Lebih terperinci

KESESUAIAN LAHAN TANAM KENTANG DI WILAYAH BATU

KESESUAIAN LAHAN TANAM KENTANG DI WILAYAH BATU KESESUAIAN LAHAN TANAM KENTANG DI WILAYAH BATU Ni Wayan Suryawardhani a, Atiek Iriany b, Aniek Iriany c, Agus Dwi Sulistyono d a. Department of Statistics, Faculty of Mathematics and Natural Sciences Brawijaya

Lebih terperinci

UJI ADAPTASI BEBERAPA PADI HIBRIDA DI LAHAN SAWAH IRIGASI BARITO TIMUR, KALIMANTAN TENGAH

UJI ADAPTASI BEBERAPA PADI HIBRIDA DI LAHAN SAWAH IRIGASI BARITO TIMUR, KALIMANTAN TENGAH Seminar Nasional : Reformasi Pertanian Terintegrasi Menuju Kedaulatan Pangan UJI ADAPTASI BEBERAPA PADI HIBRIDA DI LAHAN SAWAH IRIGASI BARITO TIMUR, KALIMANTAN TENGAH Asmarhansyah 1) dan N. Yuliani 2)

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH TENTANG. Oleh SUSI SUKMAWATI NPM

KARYA ILMIAH TENTANG. Oleh SUSI SUKMAWATI NPM KARYA ILMIAH TENTANG BUDIDAYA PAKCHOI (brassica chinensis L.) SECARA ORGANIK DENGAN PENGARUH BEBERPA JENIS PUPUK ORGANIK Oleh SUSI SUKMAWATI NPM 10712035 POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2012 I.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicom esculentum Mill) merupakan salah satu jenis tanaman

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicom esculentum Mill) merupakan salah satu jenis tanaman I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tomat (Lycopersicom esculentum Mill) merupakan salah satu jenis tanaman sayuran yang memiliki nilai ekonomis dan kandungan gizi yang tinggi seperti vitamin,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Selama percobaan berlangsung curah hujan rata-rata yaitu sebesar 272.8 mm per bulan dengan jumlah hari hujan rata-rata 21 hari per bulan. Jumlah curah hujan tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Miil.) termasuk tanaman sayuran yang sudah dikenal sejak dulu. Ada beberapa jenis tomat seperti tomat biasa, tomat apel, tomat keriting,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Cikabayan, Institut Pertanian Bogor, pada bulan April 2009 sampai dengan Agustus 2009. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga bulan Mei 2010 di rumah kaca Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Kampus Dramaga, Bogor dan Balai Penelitian Tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (merah). Banyaknya vitamin A pada tanaman tomat adalah 2-3 kali. banyaknya vitamin A yang terkandung dalam buah semangka.

BAB I PENDAHULUAN. (merah). Banyaknya vitamin A pada tanaman tomat adalah 2-3 kali. banyaknya vitamin A yang terkandung dalam buah semangka. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tomat (Lycopersicum esculentum Mill) adalah tumbuhan dari familia Solanaceae. Tomat merupakan tanaman semusim, dapat tumbuh setinggi 1-3 meter. Tomat termasuk sayuran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat

I. PENDAHULUAN. pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kebutuhan bahan pangan terutama beras akan terus meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan konsumsi per kapita akibat peningkatan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Analisis Tanah Awal Karakteristik Latosol Cimulang yang digunakan dalam percobaan disajikan pada Tabel 2 dengan kriteria ditentukan menurut acuan Pusat Peneltian Tanah

Lebih terperinci

Vol 3 No 1. Januari - Maret 2014 ISSN :

Vol 3 No 1. Januari - Maret 2014 ISSN : PENGARUH PERBEDAAN FORMULA PUPUK PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL KAILAN (Brassica oleracea). (The Effect of Different Fertilizer Formula on Chinesse Kale (Brassica oleracea) Growth and Yield) Dewi Kumala Sari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang

I. PENDAHULUAN. cruciferae yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Sawi memiliki nilai gizi yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kesadaran manusia akan kesehatan menjadi salah satu faktor kebutuhan sayur dan buah semakin meningkat. Di Indonesia tanaman sawi merupakan jenis sayuran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Data Hujan Curah hujan adalah jumlah air yang jatuh dipermukaan tanah datar selama periode tertentu di atas permukaan horizontal bila tidak terjadi evaporasi, run off dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hortikultura merupakan salah satu sektor pertanian yang memiliki peran penting dalam pembangunan perekonomian di Indonesia. Peran tersebut diantaranya adalah mampu memenuhi

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara 8. KTK (me/100 g) 30,40 Tinggi - 9. C-organik (%) 12,42 Sangat Tinggi - 10. N-Total (%) 0,95 Sangat Tinggi - 11. P-tersedia (ppm) 34,14 Tinggi - 12. C/N 13,07 Sedang - * Dianalisis di Laboratorium Kimia

Lebih terperinci

PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA

PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA PENGAMATAN PERCOBAAN BAHAN ORGANIK TERHADAP TANAMAN PADI DI RUMAH KACA HUSIN KADERI Balai Penelitian Pertanian Lahan Rawa (Balittra), Banjarbaru Jl. Kebun Karet, Loktabat Banjarbaru RINGKASAN Percobaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel Temulawak Terpilih Pada penelitian ini sampel yang digunakan terdiri atas empat jenis sampel, yang dibedakan berdasarkan lokasi tanam dan nomor harapan. Lokasi tanam terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eva Tresnawati, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Eva Tresnawati, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kentang (Solanum tuberosum L) merupakan komoditas sayuran bernilai ekonomi yang banyak diusahakan petani setelah cabai dan bawang merah. Kentang selain digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di lahan sawah Desa Parakan, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor dan di Laboratorium Ekofisiologi Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Awal Tanah Gambut 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Awal Tanah Gambut Hasil analisis tanah gambut sebelum percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil analisis didapatkan bahwa tanah gambut dalam dari Kumpeh

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Screen House, Balai Penelitian Tanaman Sayuran

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Screen House, Balai Penelitian Tanaman Sayuran 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Screen House, Balai Penelitian Tanaman Sayuran (BALITSA), Lembang, Jawa Barat. Penelitian dilaksanakan dari bulan September hingga November 2016.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat, tepatnya di Desa Karanglayung dan Desa Narimbang. Secara

Lebih terperinci

RESPON PERTUMBUHAN DAN HASIL KACANG TANAH PADA APLIKASI DOSIS PUPUK ORGANIK PADAT DAN CAIR

RESPON PERTUMBUHAN DAN HASIL KACANG TANAH PADA APLIKASI DOSIS PUPUK ORGANIK PADAT DAN CAIR RESPON PERTUMBUHAN DAN HASIL KACANG TANAH PADA APLIKASI DOSIS PUPUK ORGANIK PADAT DAN CAIR [RESPONSE TO GROWTH AND YIELD OF PEANUT ON APPLICATION OF ORGANIC SOLIDS AND LIQUIDS DOSAGE FERTILIZER] Deni Suprianto

Lebih terperinci

PENGARUH PUPUK N DAN POPULASI TANAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAHE PADA LINGKUNGAN TUMBUH YANG BERBEDA

PENGARUH PUPUK N DAN POPULASI TANAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAHE PADA LINGKUNGAN TUMBUH YANG BERBEDA Bul. Littro. Vol. 20 No. 2, 2009, 121-130 PENGARUH PUPUK N DAN POPULASI TANAMAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI JAHE PADA LINGKUNGAN TUMBUH YANG BERBEDA Muhamad Djazuli dan Cheppy Syukur Balai Penelitian

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. banyak mengandung zat-zat yang berguna bagi tubuh manusia, oleh karena itu

1. PENDAHULUAN. banyak mengandung zat-zat yang berguna bagi tubuh manusia, oleh karena itu 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tomat adalah satu diantara produk hortikultura yang mempunyai beragam manfaat, yaitu bisa dimanfaatkan dalam bentuk segar sebagai sayur, buah dan olahan berupa makanan,

Lebih terperinci

PENGARUH BEBERAPA KOMBINASI KOMPOS KEMPAAN GAMBIR DAN PUPUK NPK 15:15:15 TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN GAMBIR (Uncaria gambir Roxb.

PENGARUH BEBERAPA KOMBINASI KOMPOS KEMPAAN GAMBIR DAN PUPUK NPK 15:15:15 TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN GAMBIR (Uncaria gambir Roxb. 8 PENGARUH BEBERAPA KOMBINASI KOMPOS KEMPAAN GAMBIR DAN PUPUK NPK 15:15:15 TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL TANAMAN GAMBIR (Uncaria gambir Roxb.) NURLAILA 0910212163 Ringkasan hasil penelitian S1 Program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Syarat Tumbuh Tanaman Selada (Lactuca sativa L.)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Syarat Tumbuh Tanaman Selada (Lactuca sativa L.) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Syarat Tumbuh Tanaman Selada (Lactuca sativa L.) Tanaman selada (Lactuca sativa L.) merupakan tanaman semusim yang termasuk ke dalam famili Compositae. Kedudukan tanaman selada

Lebih terperinci

Relationship between WCa Ratios in the Soil Solution with the Dynamic of K in UZtisol and Vertisol of Upland Area ABSTRACT

Relationship between WCa Ratios in the Soil Solution with the Dynamic of K in UZtisol and Vertisol of Upland Area ABSTRACT Iurnal Tanah dan Lingkungan,Vol. 6 No. 1, April 2004: 7-13 ISSN 1410-7333 HUBUNGAN NISBAH K/Ca DALAM LARUTAN TANAH DENGAN DINAMIKA HARA K PADA ULTISOL DAN VERTISOL LAHAN KERING I/ Relationship between

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Mei 2016 sampai bulan Agustus 2016.

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Mei 2016 sampai bulan Agustus 2016. III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di lahan percobaan Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Mei 2016 sampai bulan Agustus 2016.

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BIOMAS JAGUNG MELALUI PENINGKATAN POPULASI TANAMAN. F. Tabri Balai Penelitian Tanaman Serealia

TEKNOLOGI PRODUKSI BIOMAS JAGUNG MELALUI PENINGKATAN POPULASI TANAMAN. F. Tabri Balai Penelitian Tanaman Serealia TEKNOLOGI PRODUKSI BIOMAS JAGUNG MELALUI PENINGKATAN POPULASI TANAMAN F. Tabri Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Teknologi produksi biomas jagung melalui peningkatan populasi tanaman.tujuan pengkajian

Lebih terperinci

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI

II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI II. IKLIM, TANAH DAN WILAYAH PRODUKSI 2.1. Iklim Ubi kayu tumbuh optimal pada ketinggian tempat 10 700 m dpl, curah hujan 760 1.015 mm/tahun, suhu udara 18 35 o C, kelembaban udara 60 65%, lama penyinaran

Lebih terperinci

PEMBINAAN KELOMPOKTANI MELALUI PEMBUATAN DAN PENGGUNAAN KOMPOS JERAMI PADA TANAMAN PADI SAWAH

PEMBINAAN KELOMPOKTANI MELALUI PEMBUATAN DAN PENGGUNAAN KOMPOS JERAMI PADA TANAMAN PADI SAWAH Jurnal Penyuluhan Pertanian Vol. 5 No. 1, Mei PEMBINAAN KELOMPOKTANI MELALUI PEMBUATAN DAN PENGGUNAAN KOMPOS JERAMI PADA TANAMAN PADI SAWAH (Oryza sativa.l) DI KECAMATAN JUNTINYUAT KABUPATEN INDRAMAYU

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Letak Geografis dan Iklim Daerah aliran sungai (DAS) Siulak di hulu DAS Merao mempunyai luas 4296.18 ha, secara geografis terletak antara 101 0 11 50-101 0 15 44 BT dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai

BAHAN DAN METODE. Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Pada musim tanam pertama penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai September 2012 oleh Septima (2012). Sedangkan pada musim tanam kedua penelitian dilakukan

Lebih terperinci

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT. Mono Rahardjo dan Otih Rostiana STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL BUDIDAYA KUNYIT Mono Rahardjo dan Otih Rostiana PENDAHULUAN Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu tanaman obat potensial, selain sebagai bahan baku obat juga

Lebih terperinci