BAB 2 TINNJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINNJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINNJAUAN PUSTAKA 2.1 Pola Asuh Orang Tua Pengertian Pola Asuh Pola asuh merupakan interaksi yang diberikan oleh orang tua dalam berinteraksi dan berkomunikasi dengan remaja dalam penerapan kedisiplinan dan mengajarkan nilai atau norma serta memberikan kasih sayang dan perhatian agar sikap dan perilaku orang tua dapat dijadikan panutan bagi anaknya (Edwards, 2006). Pola asuh orang tua dapat berupa suatu tata cara atau perbuatan (ibu/bapak atau wali), dalam menjaga, mendidik serta merawat anaknya, dalam lingkungan sosial yang dimiliki oleh seorang remaja, pola asuh orang tua akan turut menentukan terbentuknya sikap dan watak pada remaja dalam menjalani hidupnya menurut Papalia, Olds & Feldman (2008). Desmita (2007), pola asuh orang tua dapat membantu remaja untuk mengembangkan diri yang berupa upaya orang tua dalam menata lingkungan fisik, lingkungan sosial, internal dan eksternal, pendidikan internal dan eksternal, dialog dengan anak-anaknya, suasana psikologis, sosiobudaya, perilaku yang ditampilkan saat terjadinya pertemuan dengan remaja, kontrol terhadap perilaku para remaja, dan menentukan nilai-nilai moral sebagai dasar berperilaku dan yang diupayakan kepada remaja. Berdasarkan pendapat para ahli di atas kesimpulan mengenai pola asuh orang tua adalah interaksi yang dilakukan oleh orang tua kepada remaja dalam menerapkan kedisiplinan, mengasuh, memberikan arahan, peraturan, dan memberikan kasih sayang untuk membentuk sikap dan karakter seorang remaja dalam menjalani kehidupan sosialnya. 7

2 Tipe-tipe Pola Asuh Orang Tua Menurut Baumrind (1972., dalam Santrock, 2007) pola asuh orang tua dibagi menjadi empat, yaitu pola asuh otoriter, pola asuh demokratis, pola asuh permisif dan pola asuh penelantar. Menurut Baumrind (1972., dalam Santrock, 2007) terdapat empat tipe-tipe pola asuh orang tua yaitu: a. Pola Asuh Demokratis Pola asuh demokratis adalah memprioritaskan kepentingan remaja akan tetapi tidak ragu-ragu dalam mengendalikan remaja. Orang tua dengan pola asuh ini memeiliki sikap rasional, selalu mendasari tindakan berdasarkan pemikiran yang dimiliki. Orang tua yang demokratis memandang hak dan kewajiban yang dimiliki oleh remaja ataupun orang tua adalah sama, bersikap rasional dan selalu mendasari tindakannya pada rasio pemikiran. Menurut Baumrind (1972., dalam Santrock, 2007) terdapat ciri-ciri sikap yang di terapkan pola asuh orang tua demokratis, yaitu: a) Orang tua memandang anak sebagai suatu yang realists dan tidak menuntut hal yang berlebihan sesuai dengan kemampuan anak b) Orang tua memberikan kebebasan pada remaja untuk melakukan tindakan yang disukai c) Menunjukkan respon terhadap bakat yang dimiliki remaja. d) Mendorong remaja untuk menyatakan pendapat atau pertanyaan. e) Memberikan pengertian mengenai hal baik dan hal buruk. f) Menghargai keberhasilan yang telah diraih remaja. Papalia, Olds & Feldman (2008) mengemukakan bahwa orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis memperlihatkan ciri-ciri adanya kesempatan remaja untuk berpendapat mengapa ia melanggar peraturan sebelum hukuman dijatuhkan, hukuman diberikan kepada perilaku salah, dan memberi pujian ataupun hadiah kepada perilaku yang benar. Kesimpulan dari pendapat para tokoh di atas, pola asuh demokratis adalah orang tua yang mendidik remaja dengan kebebasan namun tetap memberikan arahan dan peraturan yang sesuai tanpa memaksakan kehendaknya untuk melakukan suatu hal dan memberikan kesempatan kepada remaja untuk mengutarakan pendapatnya.

3 9 b. Pola Asuh Otoriter Pola asuh otoriter merupakan kebalikan dari pola asuh demokratis yaitu menetapkan aturan-aturan yang jelas kepada remaja, dimana terdapat unsur ancaman. Bentuk pola asuh ini menekan pada pengawasan orang tua atau kontrol yang ditunjukkan pada remaja agar menjadi remaja yang penurut dan selalu menaati peraturan dari orang tua. Jadi orang tua yang otoriter memiliki kekuasaan tertinggi sehingga remaja harus menuruti segala perintah yang ditetapkan. Menurut Baumrind (1972., dalam Santrock, 2007) terdapat ciri-ciri sikap yang di terapkan pola asuh orang tua otoriter, yaitu: a) Orang tua memberikan hukuman secara fisik. b) Orang tua cenderung bersikap memaksakan kehendak atau mengharuskan remaja menuruti perintahnya tanpa diskusi terlebih dahulu c) Bersikap kaku. d) Orang tua cenderung emosional dan bersikap menolak. Papalia, Olds & Feldman (2008) mengemukakan bahwa orang tua yang mendidik remaja menggunakan pola asuh otoriter menerapkan peraturan yang ketat, tidak adanya kesempatan untuk mengemukakan pendapat, remaja harus mematuhi segala peraturan yang dibuat oleh orang tua, berorientasi pada hukuman (fisik maupun verbal), dan orang tua jarang memberikan hadiah ataupun pujian. Menurut beberapa ahli tersebut, pola asuh otoriter adalah orang tua yang menetapkan peraturan keras terhadap remaja tanpa mempertimbangkan kebahagiaan dan kebebasan berperilaku maupun berpendapat. Remaja harus mengikuti semua peraturan yang telah ditetapkan, dan memberikan hukuman jika remaja tidak menuruti peraturan orang tuanya. c. Pola asuh Permisif Pola asuh permisif merupakan suatu bentuk pengasuhan dimana orang tua memberikan kebebasan sebanyak mungkin kepada remaja untuk mengatur dirinya, remaja tidak dituntut untuk bertanggung jawab dan tidak banyak kontrol oleh orang tua. Menurut Baumrind (1972., dalam Santrock, 2007) terdapat ciri-ciri sikap yang di terapkan pola asuh orang tua permisif, yaitu:

4 10 a) Orang tua tidak menegur atau memperingatkan remaja apabila remaja sedang dalam bahaya dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. b) Orang tua memberikan kebebasan kepada remaja untuk menyatakan dorongan atau keinginannya. c) Orang tua tidak pernah menegur atau tidak berani menegur perilaku remaja, meskipun perilaku tersebut sudah keterlaluan atau diluar batas kewajaran. Papalia, Olds & Feldman (2008) mengemukakan bahwa orang tua yang menerapkan pola asuh permisif cenderung memberikan remaja kebebasan penuh tanpa adanya aturan ataupun gagasan dalam perilaku yang ditunjukkan oleh anak, tidak diberikannya hadiah maupun pujian ketika anak memperlihatkan perilaku yang baik dalam lingkungan sosialnya serta remaja tidak diberikan hukuman ketika melakukan kesalahan dalam berperilaku di lingkungan sosialnya. Kesimpulan dari pendapat tokoh di atas, pola asuh permisif adalah pola asuh yang sangat memberikan kebebasan kepada remaja. Pola asuh ini cenderung bersifat mengabaikan, dan tidak perduli terhadap perkembangan remaja yang seharusnya mendapatkan kasih sayang. Remaja tidak dituntut untuk mematuhi sejumlah peraturan dan bahkan tidak diberikan arahan ketika mereka melakukan kesalahan. d. Pola Asuh Penelantar Pola asuh ini biasanya remaja dan orang tua tidak banyak berinteraksi, orang tua dengan tipe ini pada biasanya memberikan waktu maupun biaya yang tidak banyak dengan anak. Waktu yang dimiliki orang tua tidak diberikan kepada anak, begitu juga dengan biaya yang terlalu sedikit diberikan kepada anak. Pola asuh tipe ini adalah perilaku penelantar secara fisik dan psikis. Menurut Baumrind (1972., dalam Santrock, 2007) terdapat ciri-ciri sikap yang di terapkan pola asuh orang tua penelantar, yaitu: a) Orang tua lebih mementingkan kepentingan pribadi seperti terlalu sibuk, tidak peduli bahkan tidak mengetahui remaja sedang berada dimana ataupun sedang berada bersama siapa, dan lain sebagainya. b) Orang tua membiarkan remaja berkembang sendiri baik fisik maupun psikis tanpa adanya bimbingan yang baik dari orang tua.

5 11 Papalia, Olds & Feldman (2008), pola asuh penelantar adalah di mana orang tua lebih memprioritaskan kepentingannya sendiri, perkembangan kepribadian remaja terabaikan, dan orang tua tidak mengetahui apa dan bagaimana kegiatan remaja sehari-harinya. Kesimpulannya adalah pola asuh penelantar merupakan pola asuh dimana orang tua cenderung mengabaikan perkembangan remaja secara fisik maupun psikis, bahkan orang tua lebih mementingkan kepentingannya sendiri tanpa peduli akan perkembangan remaja dan mengetahui apa saja yang telah dilakukan dan dialami oleh remaja Dampak Pola Asuh Orang Tua Menurut Baumrind (1972., dalam Santrock, 2007) masing-masing pola asuh yang diberikan orang tua kepada remaja akan memberikan dampak yang berbeda pula terhadap remaja dan bertingkah laku. Karakterisik remaja sesuai dengan masing-masing pola asuh orang tua adalah sebagai berikut: a) Pola asuh otoriter Remaja yang mendapatkan pola pengasuhan otoriter akan memiliki kepribadian yang sangat sensitive, penakut, sangat mudah untuk merasakan sedih dan tertekan, lebih suka menghabiskan waktu diluar rumah, membenci orang tua dan sering merasakan ketakutan. Dariyo (2004) menyebutkan bahwa remaja yang dididik dalam pola asuh otoriter, cenderung memiliki kedisiplinan dan kepatuhan yang semu. b) Pola asuh demokratis Remaja yang diasuh dengan pola asuh demokratis ini akan menghasilkan remaja yang memiliki rasa harga diri yang tinggi, keingintahuan yang besar, merasa puas dengan apa yang telah dia dapatkan atau lakukan, memiliki kreatifitas yang baik, cerdas, memiliki kepercayaan pada orang tua sehingga akan lebih terbuka kepada orang tua serta menghormati maupun menghargai orang tua, tidak dapat stress dan depresi dengan mudah, memiliki prestasi dan teman yang banyak di lingkungannya (Baumrind 1972., dalam Santrock, 2007). Dariyo (2004) bahwa pola asuh demokratis ini, juga memiliki sisi yang negative terhadap remaja, yaitu remaja cenderung selalu berpatokan pada orang tua karena semua hal yang

6 12 dilakukan harus dipertimbangkan dengan orang tua. Di samping memiliki sisi positif dari remaja, terdapat juga sisi negatifnya, di mana remaja cenderung merongrong kewibawaan otoritas orang tua, karena segala sesuatu itu harus dipertimbangkan oleh remaja kepada orang tua. c) Pola asuh permisif Remaja yang mendapatkan pola asuh seperti ini akan berkembang menjadi remaja yang kurang perhatian, remaja tidak disiplin, tidak hormat, tidak sensitif, agresif dan umumnya remaja menentang kemauan orang tua, merasa tidak berarti, rendah diri, nakal, memiliki kemampuan sosialisasi yang buruk, control diri buruk, dan kurang menghargai orang lain (Baumrind, 1972., dalam Santrock, 2007). Dariyo (2004) juga menambahkan bahwa pola asuh permisif yang diterapkan orang tua, dapat menjadikan remaja kurang disiplin dengan aturan-aturan sosial yang berlaku. Namun bila remaja mampu menggunakan kebebasan secara bertanggung jawab, maka dapat menjadi seorang yang mandiri, kreatif, dan mampu mewujudkan aktualitasnya. d) Pola asuh penelantar Remaja yang mendapatkan pola pengasuhan penelantar akan memiliki karakteristik remaja yang moody, kurang bertanggung jawab, tidak mau mengalah, harga diri rendah, sering bolos dan bermasalah dengan teman (Baumrind, 1972., dalam Santrock, 2007). Dariyo (2004) menambahkan pada remaja dengan pola asuh penelantar kecenderungan perilaku negatif sering kali mengarah pada perilaku negatif orang dewasa seperti merokok, minum-minuman beralkohol, seks bebas atau melacur dan tidak jarang terlibat tindakan kriminal. 2.2 Kecemasan Pengertian Kecemasan Kecemasan adalah merasakan perasaan yang tidak menentu disertai rasa takut akibat tidak didukung oleh situasi. Kecemasan adalah akibat dari emosi yang tidak berdasarkan objek yang jelas dan hanya dirasakan secara subjektif untuk mengkomnikasikan dengan lingkungan (Suliswati, 2005). Kecemasan terjadi secara bertahap dan perlahan-lahan meningkat, dimana hal tersebut ditandai dengan berkurangnya kemampuan remaja untuk mengontrol dan menguasai situasi yang

7 13 dihadapinya. Wiramihardja (2012) berpendapat kecemasan merupakan aspek subjektif dari emosi remaja karena melibatkan faktor perasaan yang tidak menyenangkan yang sifatnya subjektif dan timbul karena menghadapi tegangan, ancaman kegagalan, perasaan tidak aman dan konflik dan biasanya remaja tidak menyadari dengan jelas apa yang menyebabkan ia mengalami kecemasan. Kecemasan merupakan suatu respons yang tepat terhadap ancaman, tetapi kecemasan dapat menjadi abnormal bila tingkatannya tidak sesuai dengan proporsi ancaman (Rathus & Nevid, 2005., dalam Ririn, Asmidir & Marjohan, 2013). Kesimpulannya, kecemasan adalah rasa takut yang tidak memiliki alasan yang jelas dan nyata, perasaan cemas didukung oleh situasi sosial yang dirasakan secara subjektif terhadap lingkungan yang diduga akan memberikan ancaman terhadap diri sendiri Pengertian Kecemasan Komunikasi Menurut Burgoon dan Ruffner (1978., dalam Rosna, 2005), kecemasan komunikasi adalah dimana remaja merasakan perasaan yang tidak menentu tidak memiliki arah dan tidak memiliki keberdayaan sehingga membuat remaja merasakan ketakutan, gemetar, mengeluarkan banyak keringat dan tidak dapat berkata-kata saat berhadapan dengan teman baru, guru atau dosen, serta orang penting maupun orang yang baru dikenal. Philip (1979., dalam Soonthornsawad, 2009) berpendapat bahwa kecemasan komunikasi adalah perasaan takut untuk ikut berpartisipasi dalam komunikasi lisan pada situasi tertentu. Individu yang merasakan kekhawatiran ketika melakukan hubungan komunikasi dengan orang lain maupun orang banyak berarti merasakan kecemasan komunikasi (McCroskey 1971,. dalam Soonthornsawad, 2009). Powell dan Powell (2010) menjelaskan kecemasan komunikasi sebagai tingkat ketakutan individu yang diasosiasikan dengan situasi komunikasi, baik komunikasi yang nyata ataupun komunikasi yang akan dilakukan individu dengan orang lain maupun dengan orang banyak. Menurut Hudaniah dan Dayakisni (2006), kecemasan komunikasi adalah merasakan suatu yang tidak nyaman atas kehadiran individu lain yang secara bersamaan menimbulkan perasaan malu, merasakan kejanggalan/kekakuan, timbulnya hambatan untuk berbicara dan cenderung menghindari interaksi sosial.

8 14 Berbicara dapat menimbulkan kecemasan karena setiap kegiatan yang dilakukan oleh manusia memiliki kecenderungan terjadinya kecemasan. Kecemasan biasanya direfleksikan lewat kata-kata berupa keluhan dan menunjukkan sikap pesimis. Menurut Freud (1926., dalam Urban, 2007), apa yang sedang terjadi di dalam diri memiliki sebuah cara untuk tergelincir keluar secara verbal. Remaja yang mengalami kecemasan komunikasi akan merasakan adanya perubahan psikis dan fisiologis. Perubahan psikis yang dialami remaja yang sedang cemas ditandai dengan rasa ketakutan, khawatir dan tegang terhadap perubahan fisiologis yang terjadi ketika cemas yaitu denyut jantung, pernafasan, dan tekanan darah yang meningkat (Lazarus, 1979., dalam Wulandari, 2004) Dimensi Kecemasan Komunikasi Menurut Burgoon dan Ruffner (1978., dalam Fathunnisa, 2012) terdapat dimensi yang terdapat dalam kecemasan komunikasi, yaitu: 1. Unwillingness atau ketidaksediaan untuk berkomunikasi yang ditandai oleh: a. Kecemasan; melakukan komunikasi karena tidak menginginkan adanya interaksi dengan orang lain. b. Introversi; orientasi kedalam terhadap diri sendiri, rendahnya partisipasi dalam melakukan interaksi terhadap orang lain. c. Rendahnya frekuensi partisipasi dalam berbagai situasi komunikasi. 2. Avoiding atau penghindaran dari partisipasi karena pengalaman komunikasi yang tidak menyenangkan dengan indikasi: a. Kecemasan; akan terjadi keadaan yang tidak menyenangkan dalam komunikasi yang akan dilakukan dengan orang lain. b. Kurangnya pengenalan situasi komunikasi yang mempengaruhi intimasi dan empati. 3. Control atau rendahnya pengendalian terhadap situasi komunikasi, yang terjadi karena: a. Faktor lingkungan yang belum pernah ditemui sebelumnya b. Ketidakmampuan menyelesaikan diri dengan remaja yang berbeda c. Reaksi lawan bicara yang menimbulkan rasa tidak nyaman

9 Penyebab Kecemasan Komunikasi Menurut Powell dan Powell (2010), faktor yang mempengaruhi munculnya kecemasan komunikasi yaitu : 1. Genetika Faktor genetik dimana penampilan fisik dan bentuk tubuh dapan menimbulkan ketakukan dalam bersosialisasi dan menyebabkan kecemasan komunikasi. 2. Skill Acquisitio Ketika individu tidak dapat mengembangkan keterampilannya dalam berinteraksi seperti penggunaan bahasa, kepekaan terhadap komunikasi non verbal, keterampilan dalam mengatur interaksi dengan individu lainnya maka akan cenderung menimbulkan kecemasan komunikasi. 3. Modelling Kecemasan komunikasi akan muncul ketika individu melihat kecemasan yang ditunjukkan oleh orang lain saat berinteraksi dan kemudian individu tersebut mengimitasinya sehingga kecemasan komunikasi muncul ketika ia berinteraksi dengan lingkungan sosialnya. 4. Reinforcement Penguatan untuk melakukan komunikasi mempengaruhi kecemasan komunikasi. ketika individu mendapatkan penguatan positif terhadap komunikasi yang dilakukannya, maka tidak akan menimbilkan kecemasan komunilasi. Namun, apabila individu diberikan penguatan negatif ketika melakukan komunikasi dan tidak didorong untuk melakukan komunikasi, maka akan menimbulkan kecemasan komunikasi dalam dirinya. Dalam kaitannya dengan jenis kelamin, Myers (1983., dalam Sudardjo & Purnamaningsih, 2005) mengatakan bahwa perempuan memiliki tingkat kecemasan

10 16 yang lebih tinggi dibandingkan dengan laki-laki karena laki-laki lebih aktif, sedangkan perempuan dikenal lebih sensitif. Menurut Morris (1983., dalam Sudardjo & Purnamaningsih, 2005) sifat sensitif yang dimiliki perempuan membuat dirinya lebih mudah untuk merasa khawatir akan kemungkinan yang akan terjadi dalam berkomunikasi. Sudardjo dan Purnamaningsih (2005) mengungkapkan salah satu kemungkinan besar yang menyebabkan remaja merasa cemas dalam berinteraksi dan berkomunikasi adalah adanya kecemasan akan menerima tanggapan negatif dari lingkungannya. Rakhmat (1986., dalam Sudardjo & Purnamaningsih, 2005) mengatakan bila remaja merasa rendah diri, akan mengalami kesulitan dalam melakukan komunikasi untuk mengeluarkan pendapat ataupun gagasan yang ia miliki kepada orang yang dihormatinya dan takut berbicara karena takut orang lain menyalahkannya. Seperti yang dikemukan oleh Rakhmat (2007) bahwa orang yang mengalami kecemasan komunikasi akan sedapat mungkin menghindari situasi komunikasi, hal ini karena ia takut orang lain akan mengejeknya atau menyalahkannya. Lebih lanjut, Hudaniah dan Dayakisni (2006) menyatakan bahwa secara umum kecemasan komunikasi merupakan timbulnya ketakutan kognitif syaraf fisiologis akibat serta pengalaman secara subjektif yang memunculkan ketegangan dan perasaan tidak nyaman. Munculnya perasaan yang membuat remaja tidak merasa nyaman atas kehadiran orang lain yang disertai dengan ketakutan, perasaan malu dengan kecenderungan untuk menghindari interaksi sosial. Penelitian Wrench, Brogan, McCroskey dan Jowi (2005) mendapatkan hasil bahwa individu akan merasakan ketegangan yang lebih tinggi pada saat berinteraksi dengan orang yang baru dikenal dibandingkan dengan individu yang telah lama dikenal. Kecemasan komunikasi merupakan salah satu ketakutan terbesar yang dialami oleh manusia yang bisa muncul karena kurangnya rasa percaya diri (Borneo, 2013). Menurut Hoolbrook (2002., dalam Borneo, 2013) kecemasan komunikasi sebagai suatu ketakutan yang di alami oleh remaja secara nyata baik dalam berinteraksi secara remaja maupun secara kelompok. Horwitz (2002., dalam Borneo, 2013) juga berpendapat bahwa kecemasan komunikasi menyangkut fobia sosial yang ditandai dengan perasaan takut akan kritikan dan dinilai tidak baik oleh orang lain.

11 17 Kesimpulan dari penjelasan di atas mengenai kecemasan komunikasi adalah perasaan tidak nyaman yang dirasakan oleh remaja ketika melakukan interaksi yang dilakukan karena adanya kehadiran orang lain dan kemudian menimbukan rasa malu yang menjadikan seorang remaja menghindari situasi berinteraksi dengan orang lain. 2.3 Remaja Pertengahan Perngetian Remaja Pertengahan Menurut Papalia, Olds & Feldman (2008) berpendapat bahwa masa remaja merupakan masa transisi antara anak anak menuju dewasa yang dumulai pasa usia yang dimulai pada saat usia 12 atau 13 tahun dan berakhir antara usia dua puluh tahun, yaitu: remaja awal (12-14 tahun), remaja pertengahan (15-18 tahun), dan remaja akhir (19-21 tahun). Remaja pertengahan adalah masa dimana individu cenderung belum memiliki tempat yang jelas dan biasa disebut masa mencari jati diri, remaja yang masih memperlihatkan perilaku yang bersifat kekanak-kanakan dimana remaja tersebut mulai menyadari bahwa terdapat unsur baru dari kepribadian dan perubahan fisik sendiri (Ali & Asrori, 2009). Menurut Papalia, Olds & Feldman (2008) mengatakan ciri khas remaja tengah antara lain: memliki menemukan identitas diri, memiliki keinginan untuk berkencan, memiliki perasaan cinta yang mendalam, memperluas pemikiran secara abstrak dan menghayal mengenai aktivitas seksual. Crain (2007 ) menyatakan ciriciri tertentu dari remaja pertengahan yaitu: masa remaja merupakan masa penting dalam perkembangan, masa remaja merupakan fase perubahan diri, masa remaja sebagai periode bermasalah, masa remaja sebagai periode mencari identitas diri yang sesuai, masa remaja sebagai usia dimana remaja memiliki ketakutan dan masa remaja sebagai peralihan masa dari anak-anak menuju dewasa. Kesimpulannya remaja pertengahan adalah dimana remaja mengalami perkembangan fisik dan perkembangan psikisnya. Secara fisik dan bertindak mereka bukanlah seorang anak, tetapi mereka bukanlah seorang dewasa yang telah matang. Masa pencarian identitas diri dengan sosialisasi yang lebih luas dan berkembang. Remaja berfikir lebih abstrak dibandingkan dengan anak-anak dan juga lebih idealis dalam berfikir.

12 Tugas Perkembangan Remaja Tugas perkembangan merupakan suatu tugas perkembangan seorang individu dalam menjalani kehidupannya, yang apabila tugas perkembangannya telah berhasil tercapai akan menimbulkan kesenangan dan kesuksesan dalam dirinya, namun apabila gagal maka akan menimbulkan perasaan tidak bahagia terhadap individu tersebut, akan menemukan penolakan oleh masyarakat dan kesulitan dalam menuntaskan tugas-tugas berikutnya (Hurlock 1994., dalam Fathunnisa, 2012) Menurut Fuhrmann (1990., dalam Retnowati, 2012) terdapat beberapa tugastugas perkembangan remaja yang harus diselesaikan pada masa perkembangan remaja, yaitu: mencapai hubungan yang baik dengan teman lawan jenis maupun sesama jenis, berhasil mencapai peran maskulin atau feminim yang baik, mempergunakan keadaan fisik yang berubah dengan baik, mencapai kemandirian secara emosional melalui orang dewasa, memiliki kepastian ekonomi untuk melanjutkan hidupnya, menemukan pekerjaan yang sesuai, mempersiapkan diri untuk dapat menjalani hubungan pernikahan, mengembangkan kemampuan diri untuk mencapai aturan yang baik sebagai warga negara, memperlihatkan perilaku yang bertanggung jawab dan memperoleh informasi mengenai nilai dan moral dalam lingkungan. Papalia, Olds & Feldman (2008) berpendapat tugas perkembangan remaja yaitu: dapat menerima keadaan fisik yang dimilikinya, dapat memahami peran seksual sebagai pria atau wanita, dapat membina hubungan yang positif dengan kelompok yang berlawananan jenis, mencapai kemandirian emosional, memenuhi kemandirian secara ekonomi, mengembangkan konsep-konsep diri agar dapat menjadi masyarakat yang memiliki tingkat intelektual yang baik, memahami nilai-nilai yang dimiliki oleh orang tua atau orang dewasa lainnya, mengembangkan kemampuan dengan tanggung jawab yang seharusnya ada dalam dunia kerja, mempersiapkan diri untuk berperan dalam pernikahan, memahami dan mempersiapkan segala hal ketika dalam rumah tangga. Menurut William (2007) tugas perkembangan remaja adalah menerima keadaan fisik yang dimiliki serta keunikannya, mencapai kemandirian emosional dengan melihat figur orang yang lebih dewasa atau figur-figur yang mempunyai otoritas, menemukan role model yang sesuai dan diinginkan oleh remaja, mengembangkan kemampuan komunikasi dengan lingkungan dan mencari hal positif dalam bergaul dengan teman, baik secara individu maupun kelompok serta menerima dirinya. Hal senada juga di ungkapkan

13 19 oleh Zulkifli (2005) mengenai tugas perkembangan remaja adalah; bergaul dengan teman sejenis maupun lawan jenis, mencapai peranan yang sesuai sebagai pria atau wanita, menerima keadaan fisik yang dimiliki, mempersiapkan diri untuk memasuki lapangan kerja, serta memilih seseorang untuk memasuki perkawinan. Kesimpulannya tugas perkembangan remaja adalah perilaku maupun sikap yang ditunjukkan kepada lingkungan dengan menunjukkan sikap yang sesuai dengan nilai dan norma. Perubahan yang terjadi pada fisik maupun psikologisnya menuntut anak untuk dapat menyesuaikan diri dalam lingkungan dan tantangan hidup yang ada dihadapannya. 2.4 Kerangka Berfikir REMAJA POLA ASUH 1. Demokratis 2. Otoriter 3. Permisif 4. Penelantar KECEMASAN KOMUNIKASI: 1. Unwillingness / ketidaksediaan 2. Avoiding / penghindaran 3. Control / pengendalian Pola asuh orang tua merupakan pola perilaku yang diterapkan pada remaja bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dirasakan oleh remaja, dari segi negatif maupun positif. Pola asuh yang ditanamkan tiap keluarga berbeda, hal ini tergantung pandangan dari tiap orang tua (Santrock, 2007). Menurut Santrock (2007) pola asuh otoriter hanya mengenal hukuman dan pujian dalam berinteraksi dengan remaja. Pujian akan diberikan mana kala remaja melakukan sesuai dengan keinginan orang tua. Sedangkan hukuman akan diberikan manakala remaja tidak melakukan sesuai dengan keinginan orang tua (Segeruo, 2004). Dari hasil penelitian Kusumawardhani dan Widayanti (2011) dapat

14 20 disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pola asuh dengan kecemasan terhadap anak panti asuhan. Oleh karena itu cara pengasuhan dan pola asuh yang baik oleh pengasuh dapat mengurangi kecemasan komunikasi. Penerapan pola asuh otoriter biasanya dapat menimbulkan gangguan kecemasan pada remaja, pola asuh tersebut akan membuat remaja tidak memiliki kemampuan dalam mengambil keputusan dan memiliki kemampuan komunikasi yang rendah karena remaja tersebut tidak diberikan atau memiliki kesempatan untuk mengutarakan pendapat ataupun keinginannya dalam menghadapi dan memutuskan suatu permasalahan yang dihadapinya sehingga remaja tidak terbiasa dan mengetahui bagaimana harus menentukan sikap dan menjadi pribadi yang penuh dengan keragu-raguan dan kecemasan yang kemudian menjadi kecemasan komunikasi (Rohali, 2012) Rohali (2012 ) menyatakan orang tua yang mengasuh anaknya dengan permisif akan menghasilkan anak yang memiliki pengendalian diri yang negatif. Mereka akan memiliki sedikit teman, bersifat memanjakan diri dan tidak pernah belajar mematuhi peraturan dan ketentuan. Pola pengasuhan yang berbeda akankah berdampak atau berhubungan dengan kecemasan komunikasi remaja karena kecemasan terjadi secara bertahap dan perlahan-lahan meningkat, dimana hal tersebut ditandai dengan berkurangnya kemampuan remaja untuk mengontrol dan menguasai situasi yang dihadapinya. 2.5 Hipotesis Berdasarkan tinjauan pustaka di atas hipotesis penelitian yang dapat di ajukan adalah hubungan antara pola asuh orang tua dengan tingkat kecemasan komunikasi pada remaja. Pola asuh demokratris memiliki hubungan negatif yang signifikan yang dapat menjadikan seorang remaja memiliki tingkat kecemasan komunikasi yang tinggi. Sebaliknya, pola asuh otoriter memiliki nilai yang positif yang signifikan untuk menjadikan seorang remaja memiliki tingkat kecemasan komunikasi yang tinggi. Pola asuh permisif memiliki hubungan yang signifikan untuk menjadikan remaja memiliki tingkat kecemasan komunikasi yang tinggi. Pola asuh penelantar juga memiliki hubungan yang signifikan untuk menjadikan remaja memiliki tingkat kecemasan komunikasi yang tinggi.

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN

HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN HUBUNGAN ANTARA POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KECEMASAN KOMUNIKASI PADA REMAJA DI JAKARTA BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola asuh merupakan interaksi yang diberikan oleh orang tua dalam berinteraksi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. pergolakan dalam dalam jiwanya untuk mencari jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. memfungsikan secara maksimal fungsi fisik maupun psikisnya. pergolakan dalam dalam jiwanya untuk mencari jati diri. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan tahap perkembangan antara masa anak-anak dan masa dewasa yang ditandai oleh perubahan fisik umum serta perkembangan kognitif dan sosial. Masa remaja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya perilaku asertif bagi setiap individu adalah untuk memenuhi segala kebutuhan dan keinginan dan keinginan, misalnya dalam bersosialisasi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kematangan Emosi Chaplin (2011) mengartikan kematangan (maturation) sebagai: (1) perkembangan, proses mencapai kemasakan/usia masak, (2) proses perkembangan, yang dianggap berasal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh 1.1 Definisi Pengasuhan adalah kegiatan kompleks yang mencakup berbagai tingkah laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh anak (Darling,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Konsumtif 1. Pengertian Perilaku Konsumtif Menurut Schiffman & Kanuk (2004), konsumen yang melakukan pembelian dipengaruhi motif emosional seperti hal-hal yang bersifat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja Pada umumnya remaja didefiniskan sebagai masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pola Asuh Orang Tua 2.1.1 Pengertian Pola Asuh Orang Tua Menurut Hurlock (1999) orang tua adalah orang dewasa yang membawa anak ke dewasa, terutama dalam masa perkembangan. Tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal

I. PENDAHULUAN. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan koloni terkecil di dalam masyarakat dan dari keluargalah akan tercipta pribadi-pribadi tertentu yang akan membaur dalam satu masyarakat. Lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Riesa Rismawati Siddik, 2014 Kontribusi pola asuh orangtua terhadap pembentukan konsep diri remaja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah usia seseorang yang sedang dalam masa transisi yang sudah tidak lagi menjadi anak-anak, dan tidak bisa juga dinilai dewasa, saat usia remaja ini anak ingin

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepercayaan Diri Anak Usia Remaja. yang berkualitas adalah tingkat kepercayaan diri seseorang.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Kepercayaan Diri Anak Usia Remaja. yang berkualitas adalah tingkat kepercayaan diri seseorang. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepercayaan Diri 1. Pengertian Kepercayaan Diri Anak Usia Remaja a. Pengertian Kepercayaan Diri Salah satu aspek kepribadian yang menunjukkan sumber daya manusia yang berkualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diharapkan oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. diharapkan oleh kelompok sosial, serta merupakan masa pencarian identitas untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik, karena masa ini adalah periode perubahan dimana terjadi perubahan tubuh, pola perilaku dan peran yang diharapkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk

BAB I PENDAHULUAN. banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya dunia pendidikan, kini orangtua semakin memiliki banyak pilihan ketika akan memilih sekolah bagi anak-anaknya. Orangtua rela untuk mendaftarkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemandirian Anak TK 2.1.1 Pengertian Menurut Padiyana (2007) kemandirian adalah suatu sikap yang memungkinkan seseorang untuk berbuat bebas, melakukan sesuatu atas dorongan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007). 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa kehidupan yang penting dalam rentang hidup manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional (Santrock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan kesempatan untuk pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dengan kesempatan untuk pertumbuhan fisik, kognitif, dan psikososial tetapi juga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dalam masyarakat industri modern adalah peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa. Masa remaja berlangsung dari usia 10 atau 11 tahun sampai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Motivasi Berprestasi 2.1.1. Pengertian Motivasi Berprestasi Motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan atau daya penggerak. Motivasi adalah penting karena dengan

Lebih terperinci

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang

commit to user 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Landasan Teori 1. Kepercayaan Diri a. Pengertian Kepercayaan diri adalah salah satu aspek kepribadian yang paling penting pada seseorang. Kepercayaan diri merupakan atribut yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara berpikir remaja mengarah pada tercapainya integrasi dalam hubungan sosial (Piaget dalam Hurlock, 1980).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. pada masa remaja, salah satunya adalah problematika seksual. Sebagian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, masalah-masalah yang muncul dalam kehidupan remaja sering menimbulkan berbagai tantangan bagi para orang dewasa. Banyak hal yang timbul pada masa remaja,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Formal Ibu 1. Pengertian Ibu Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada pada diri anaknya dalam hal mengasuh, membimbing dan mengawasi

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Dalam Kamus Besar Indonesia (Depdikbud, 1998: 681) nakal adalah suka berbuat

BAB II KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN. Dalam Kamus Besar Indonesia (Depdikbud, 1998: 681) nakal adalah suka berbuat BAB II KERANGKA TEORI DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Ruang Lingkup Kenakalan Siswa 2.1.1 Pengertian Kenakalan Remaja Dalam Kamus Besar Indonesia (Depdikbud, 1998: 681) nakal adalah suka berbuat kurang baik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penuh konflik. Pada masa ini remaja tumbuh dan berkembang baik secara fisik maupun psikis, perubahan terhadap pola perilaku dan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi dari anak-anak menuju dewasa, dimana terjadi kematangan fungsi fisik, kognitif, sosial, dan emosional yang cepat pada laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Diri 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif (Santrock, 1998). Hal senada diungkapkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN. FEAR of SUCCESS PADA WANITA BEKERJA

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN. FEAR of SUCCESS PADA WANITA BEKERJA HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI BERPRESTASI DENGAN FEAR of SUCCESS PADA WANITA BEKERJA Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai gelar Sarjana-S1 Psikologi Disusun oleh: YULIANA FATMA SARI F 100 040

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pola Asuh Orangtua a. Pengertian Dalam Kamus Bahasa Indonesia pola memiliki arti cara kerja, sistem dan model, dan asuh memiliki arti menjaga atau merawat dan

Lebih terperinci

MENJADI ORANGTUA TERBAIK UNTUK ANAK DENGAN METODE PENGASUHAN YANG TEPAT

MENJADI ORANGTUA TERBAIK UNTUK ANAK DENGAN METODE PENGASUHAN YANG TEPAT MENJADI ORANGTUA TERBAIK UNTUK ANAK DENGAN METODE PENGASUHAN YANG TEPAT Dwi Retno Aprilia, Aisyah Program Studi PGPAUD Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang Email:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak terlepas dari manusia lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu melibatkan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence)

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Dalam perkembangan kepribadian seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap

BAB I PENDAHULUAN. Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga yang bahagia dan harmonis merupakan dambaan dari setiap pasangan. Saling setia dan tidak terpisahkan merupakan salah satu syarat agar tercipta keluarga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhi oleh kematangan emosi baik dari suami maupun istri. dengan tanggungjawab dan pemenuhan peran masing-masing pihak yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhi oleh kematangan emosi baik dari suami maupun istri. dengan tanggungjawab dan pemenuhan peran masing-masing pihak yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan bagi manusia merupakan hal yang penting, karena dengan menikah seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara biologis, psikologis maupun secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh Keluarga 1.1. Pengertian Pola Asuh Keluarga. Pola asuh merupakan pola perilaku orangtua yang paling dominan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh Keluarga 1.1. Pengertian Pola Asuh Keluarga. Pola asuh merupakan pola perilaku orangtua yang paling dominan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh Keluarga 1.1. Pengertian Pola Asuh Keluarga Pola asuh merupakan pola perilaku orangtua yang paling dominan dalam menangani anaknya sehari-hari. Pengasuhan anak adalah

Lebih terperinci

Remaja Pertengahan (15-18 Tahun)

Remaja Pertengahan (15-18 Tahun) Pertemuan Orang Tua Masa perkembangan setelah masa anak-anak dan menuju masa dewasa, yang meliputi perkembangan fisik, kognitif, emosi, sosial, moral, dan kesadaran beragama. REMAJA Batasan Usia Remaja

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan

BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan BAB II LANDASAN TEORI A. HARGA DIRI Menurut Coopersmith harga diri merupakan evaluasi yang dibuat oleh individu dan berkembang menjadi kebiasaan kemudian dipertahankan oleh individu dalam memandang dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus 16 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa transisi yang terjadi di kalangan masyarakat, secara khusus remaja seakan-akan merasa terjepit antara norma-norma yang baru dimana secara sosiologis, remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan kearah yang lebih baik tetapi perubahan ke arah yang semakin buruk pun terus berkembang.

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Stres pada Wanita Karir (Guru) yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi atau menyesuaikan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Stres pada Wanita Karir (Guru) 1. Pengertian Istilah stres dalam psikologi menunjukkan suatu tekanan atau tuntutan yang dialami individu atau organisme agar dapat beradaptasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan. Bahkan hubungan seksual yang sewajarnya dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. keagamaan. Bahkan hubungan seksual yang sewajarnya dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zaman yang bertambah modern ini nilai-nilai yang bersifat baik atau nilai moral menjadi semakin berkurang didalam kehidupan bermasyarakat. Pergaulan yang salah dan terlalu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya

BAB 1 PENDAHULUAN. Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepercayaan diri tentu saja mengalami pasang surut, seseorang mungkin merasa percaya diri dalam beberapa situasi, dan ketakutan dalam situasi lainnya, merasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dianggap sebagai masa labil yaitu di mana individu berusaha mencari jati dirinya dan mudah sekali menerima informasi dari luar dirinya tanpa ada pemikiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam

BAB I PENDAHULUAN. awal yaitu berkisar antara tahun. Santrock (2005) (dalam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Usia sekolah menengah pertama pada umumnya berada pada usia remaja awal yaitu berkisar antara 12-15 tahun. Santrock (2005) (dalam http:// renika.bolgspot.com/perkembangan-remaja.html,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari tahapan demi tahapan perkembangan yang harus dilalui. Perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dari tahapan demi tahapan perkembangan yang harus dilalui. Perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi untuk bertahan dan melanjutkan tugas dalam setiap tahap perkembangannya. Remaja tidak terlepas dari tahapan demi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kata lain sunat adalah memotong kulup atau khitan. Budaya (2012)

BAB I PENDAHULUAN. dalam kata lain sunat adalah memotong kulup atau khitan. Budaya (2012) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Khitan dalam kamus besar bahasa Indonesia merupakan pengertian dari sunat, dalam kata lain sunat adalah memotong kulup atau khitan. Budaya (2012) menyampaikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Ayah 1. Definisi Peran Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun informal (Supartini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan emosi, perubahan kognitif, tanggapan terhadap diri sendiri

BAB I PENDAHULUAN. perubahan emosi, perubahan kognitif, tanggapan terhadap diri sendiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang sangat kompleks dimana individu baik laki-laki maupun perempuan mengalami berbagai masalah seperti perubahan fisik, perubahan emosi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perhatian dunia pendidikan terhadap remaja semakin besar dan. meningkat.banyak ahli maupun praktisi yang memberikan perhatian besar

BAB I PENDAHULUAN. Perhatian dunia pendidikan terhadap remaja semakin besar dan. meningkat.banyak ahli maupun praktisi yang memberikan perhatian besar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perhatian dunia pendidikan terhadap remaja semakin besar dan meningkat.banyak ahli maupun praktisi yang memberikan perhatian besar terhadap kehidupan remaja baik yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas

BAB I PENDAHULUAN. Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan formal di Indonesia merupakan rangkaian jenjang pendidikan yang wajib dilakukan oleh seluruh warga Negara Indonesia, di mulai dari Sekolah Dasar

Lebih terperinci

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN BAB 5 SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Simpulan Penelitian ini ingin mengetahui gambaran pola asuh yang diberikan oleh orang tua pada remaja yang melakukan penyalahgunaan narkoba. Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya.

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. bagi remaja itu sendiri maupun bagi orang-orang yang berada di sekitarnya. BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang menarik untuk dikaji, karena pada masa remaja terjadi banyak perubahan yang dapat mempengaruhi kehidupan, baik bagi remaja itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berlangsung sejak usia 10 atau 11 tahun, atau bahkan lebih awal yang disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi.

BAB I PENDAHULUAN. dan pengurus pondok pesantren tersebut. Pesantren memiliki tradisi kuat. pendahulunya dari generasi ke generasi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja adalah masa yang penuh dengan kekalutan emosi, instropeksi yang berlebihan, kisah yang besar, dan sensitivitas yang tinggi. Masa remaja adalah masa pemberontakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar pelitian. Berikut adalah beberapa teori yang terkait sesuai dengan penelitian ini. 2.1 Anxiety (Kecemasan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang,

BAB 1 PENDAHULUAN. Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang, BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Remaja merupakan suatu periode yang disebut sebagai masa strum and drang, yaitu suatu periode yang berada dalam dua situasi antara kegoncangan, penderitaan, asmara dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian perkawinan menurut para ahli sbb : santun-menyantuni, kasih-mengasihi, tenteram dan bahagia.

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian perkawinan menurut para ahli sbb : santun-menyantuni, kasih-mengasihi, tenteram dan bahagia. II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dijelaskan mengenai pengertian perkawinan usia muda dan pengertian pola asuh serta berbagai macam bentuk pola asuhnya dari berbagai pengertian para ahli. Selanjutnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Harga Diri. Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam Hsu,2013) harga diri BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Harga Diri 1. Pengertian Harga Diri Menurut Coopersmith (1967 ; dalam Sert, 2003; dalam Challenger, 2005; dalam Harris, 2009; dalam Gaspard, 2010; dalam Getachew, 2011; dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORITIS

BAB II LANDASAN TEORITIS BAB II LANDASAN TEORITIS A. KEMATANGAN KARIR 1. Pengertian Kematangan Karir Crites (dalam Salami, 2008) menyatakan bahwa kematangan karir sebagai sejauh mana individu dapat menguasai tugas-tugas perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata

BAB I PENDAHULUAN. adolescence yang berasal dari kata dalam bahasa latin adolescere (kata BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara psikologis perubahan merupakan situasi yang paling sulit untuk diatasi oleh seseorang, dan ini merupakan ciri khas yang menandai awal masa remaja. Dalam perubahannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga menurut Lestari (2012) memiliki banyak fungsi, seperti melahirkan anak, merawat anak, menyelesaikan suatu permasalahan, dan saling peduli antar anggotanya.

Lebih terperinci

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini

`BAB I PENDAHULUAN. mengalami kebingungan atau kekacauan (confusion). Suasana kebingunan ini 1 `BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Siswa sekolah menengah umumnya berusia antara 12 sampai 18/19 tahun, yang dilihat dari periode perkembangannya sedang mengalami masa remaja. Salzman (dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Wanita

BAB II LANDASAN TEORI. A. Wanita 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Wanita 1. Defenisi Wanita Murad (dalam Purwoastuti dan Walyani, 2005) mengatakan bahwa wanita adalah seorang manusia yang memiliki dorongan keibuan yang merupakan dorongan instinktif

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja (adolescence) sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertanyaan tersebut dapat dinyatakan tanpa berbelit-belit dan dapat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertanyaan tersebut dapat dinyatakan tanpa berbelit-belit dan dapat BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Asertif 1. Pengertian Asertif menurut Corey (2007) adalah ekspresi langsung, jujur dan pada tempatnya dari pikiran, perasaan, kebutuhan, atau hak-hak seseorang tanpa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sekolah internasional adalah sekolah yang melayani siswa yang berasal dari sejumlah besar budaya yang berbeda. Siswanya sering berpindah berpindah dari satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan, persoalan-persoalan dalam kehidupan ini akan selalu. pula menurut Siswanto (2007; 47), kurangnya kedewasaan dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia hidup selalu dipenuhi oleh kebutuhan dan keinginan. Seringkali kebutuhan dan keinginan tersebut tidak dapat terpenuhi dengan segera. Selain itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mana anggapan salah mengenai khalayak menjadi hantu yang menakutkan

BAB I PENDAHULUAN. yang mana anggapan salah mengenai khalayak menjadi hantu yang menakutkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial. Sejak manusia dilahirkan, manusia membutuhkan pergaulan dengan manusia lainnya. Hal ini berarti bahwa manusia tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bagi sebagian besar orang, masa remaja adalah masa yang paling berkesan dan menyenangkan. Pengalaman baru yang unik serta menarik banyak sekali dilalui pada masa ini.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyesuaian diri merupakan salah satu persyaratan penting bagi terciptanya kesehatan mental remaja. Banyak remaja yang menderita dan tidak mampu mencapai kebahagiaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat pada anak-anaknya (Friedman et al., 2010). yang masih bertanggung jawab terhadap perkembangan anak-anaknya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Orang Tua 1. Pengertian Orang tua adalah orang yang lebih tua atau orang yang dituakan, terdiri dari ayah dan ibu yang merupakan guru dan contoh utama untuk anakanaknya karena

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi belajar atau hasil belajar adalah realisasi atau pemekaran dari kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang.

I. PENDAHULUAN. luput dari pengamatan dan dibiarkan terus berkembang. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Fenomena remaja yang terjadi di Indonesia khususnya belakangan ini terjadi penurunan atau degredasi moral. Dalam segala aspek moral, mulai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Masih banyak sekolah yang menerapkan betapa pentingnya kecerdasan IQ (Intelligence Question) sebagai standar dalam kegiatan belajar mengajar. Biasanya, kegiatan belajar mengajar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa, salah satu dari tugas perkembangan kehidupan sosial remaja ialah kemampuan memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 KonteksMasalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 KonteksMasalah Keluarga merupakan sebuah kelompok primer yang pertama kali kita masuki dimana didalamnya kita mendapatkan pembelajaran mengenai norma-norma, agama maupun proses sosial

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR, HIPOTESIS A. Pola Asuh 1. Definisi Pola Asuh Baumrind (dalam Bee & Boyd, 2007) menyatakan bahwa para orangtua tidak boleh menghukum dan mengucilkan anak, tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan pertama bagi seorang anak dalam mempelajari berbagai macam hal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Dalam proses belajar inilah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua adalah komponen keluarga yang di dalamnya terdiri dari ayah dan ibu, dan

BAB I PENDAHULUAN. Orang tua adalah komponen keluarga yang di dalamnya terdiri dari ayah dan ibu, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Orang tua adalah komponen keluarga yang di dalamnya terdiri dari ayah dan ibu, dan merupakan hasil dari sebuah ikatan perkawinan sah yang dapat membentuk sebuah

Lebih terperinci