ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana terdapat dalam Alinea Keempat Undang-Undang Dasar

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Sebagaimana terdapat dalam Alinea Keempat Undang-Undang Dasar"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana terdapat dalam Alinea Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI 1945) 1 yang sangat otentik menyebutkan mengenai tujuan negara salah satunya melalui pendidikan yakni mencerdaskan kehidupan bangsa tentunya berkaitan erat dengan peran Pemerintah sebagai pemegang amanat Konstitusi dan pengampu amanat penderitaan rakyat. Esensi selanjutnya adalah melakukan penjabaran poin mencerdaskan kehidupan bangsa yakni terdapat dalam Pasal 31 UUD NRI 1945 yang pada intinya adalah 1) Setiap rakyat Indonesia berhak mendapatkan Pendidikan, 2) Pemerintah haruslah memberikan sistem Pendidikan yang tepat dan layak. Dalam Analisis kaum Marxian (penganut paham Marxisme yang dibawa oleh seorang filsuf Rusia, Karl Marx) tentang sebuah paham yang dikatakan sebagai paham Neo-liberalisme yang menganggap bahwa semua sektor kehidupan bermasyarakat harus diserahkan kepada mekanisme Pasar Bebas, termasuk juga dalam sektor pendidikan. Isu yang diangkat oleh kaum-kaum Neo-liberal adalah globalisasi, memang dalam hal ini globalisasi dapat berperan positif dalam perkembangan pendidikan berkaitan dengan teknologi dan informasi yang mudah diakses oleh siapapun, namun dalam hal yang lain teori Pasar Bebas dalam paham Neo-liberal yang meletakkan pendidikan semata-mata untuk mengeruk 1 Negara Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945, Alinea Keempat Pembukaan (Preambule) 1

2 2 keuntungan. Ada beberapa cara yang dilakukan kaum Neo-liberal untuk mengeruk keuntungan dari pendidikan dan melebarkan paham yang mereka anut melalui pendidikan. Pertama, berusaha melepaskan tanggung jawab pemerintah terhadap pembiayaan sektor pendidikan yang menjadi hak dari rakyat sehingga dapat menjadi lahan bagi pihak swasta untuk mengambil alih peran Pemerintah sebagai lahan bisnis mereka. Kedua, adalah menjadikan pendidikan sebagai upaya industrialisasi, dalam hal ini pendidikan bukan menjadi hak masyarakat. Namun, pemodal akan menjual pendidikan sehingga barangsiapa yang bisa membayar lebih maka dia akan mendapat pendidikan yang lebih, sedangkan yang tidak mampu membayar maka akan mendapatkan pendidikan yang ala kadarnya. Selain itu, pendidikan hanya dibatasi sebagai upaya melakukan pola pikir atau mindset masyarakat agar mudah dijadikan budak industrialisasi yang menjadi agenda dari kaum Neo-liberalis. Ketiga, adalah pendidikan menjadi sebuah upaya indoktrinasi kaum Neo-Liberal terhadap masyarakat sehingga akan terjadi perubahan gaya hidup dan pola-pola kehidupan seperti kaum Neo-Liberal seperti hilangnya kesadaran berbangsa, bernegara, dan berbudaya sesuai dengan kehidupan bangsa dan negaranya. Seiring dengan berkembangnya zaman dalam menyikapi liberalisasi pendidikan yang begitu masif terjadi adalah pola berpikir kritis dalam mahzab atau aliran Pendidikan Kritis. Aliran Pendidikan Kritis (critical pedagogy) 2 merupakan suatu aliran yang meyakini adanya muatan politik pada semua aspek 2 M. Agus Nuryatno.,Mahzab Pendidikan Kritis : Menyingkap Relasi Pengetahuan, Politik, dan Kekuasaan., Resist Book, 2010, Sleman, h.1

3 3 kependidikan. Aliran ini menjadi antitesa dari mahzab pendidikan liberal yang telah berkembang pada saat ini bahwa posisi masyarakat golongan menengah ke atas saja yang boleh mengenyam pendidikan dan kekuasaan seperti memanfaatkan posisi tersebut sehingga pendidikan merupakan komoditas utama yang diperjual belikan. Sebagai ideologi yang mendunia, Kapitalisme tidak hanya dalam wilayah ekonomi, melainkan sudah merambah kepada dunia pendidikan. Dampak yang terlihat jelas adalah pendidikan yang digambarkan melalui determinasi ilmu yang ditujukan kepada peserta didik hanya digunakan sebagai jalan menuju dunia industri saja. Peserta didik serasa dibutakan sehingga tidak mampu mengasah critical subjectivity, yakni kemampuan untuk melihat dunia secara kritis. Pendidikan Tinggi yang seharusnya diselenggarakan sebagai bentuk badan publik akan semakin berkurang dengan adanya intervensi asing. Pendidikan Tinggi yang memiliki nilai-nilai yang luhur, demokratis, dan dibentengi oleh kekuatan civil society 3 sekarang mulai mengedepankan pertimbangan-pertimbangan komersial yang dikemas menjadi macam-macam bentuk pengelolaan Perguruan Tinggi Negeri. Terlebih terdapat legalitas yang mendukung keberadaan komersialisasi tersebut. Di Indonesia terdapat beberapa Peraturan Perundang-Undangan yang disinyalir sebagai pesanan asing seperti Undang-Undang Nomor 9 Tahun Civil society diartikan sebagai rakyat atau masyarakat suatu negara

4 4 tentang Badan Hukum Pendidikan 4 (UU BHP) terutama dalam bidang Pendanaan dan otonomi perguruan tinggi sehingga pemerintah dapat secara perlahan-lahan menarik diri dari kewajiban untuk menjamin kecerdasan kehidupan berbangsa dalam upaya pendidikan nasional. Namun, keberadaan UU BHP tidak berlangsung lama karena dengan adanya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor /PUU-VII/ yang membatalkan UU BHP yang dinilai bertentangan dengan UUD NRI Dalam Amar Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut menyebutkan bahwa kerugian seperti negara melepaskan tanggung jawabnya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang merata bagi masyarakat dan menurunkan kualitas pengelolaan institusi pendidikan oleh karena adanya kegiatan lain diluar peningkatan keilmuan 6. Namun, kewaspadaan masyarakat sekejap sirna setelah dibatalkannya UU BHP muncul metamorfosis UU BHP berupa Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi 7 (UU Dikti) yang disahkan dan mulai berlaku pada tanggal 10 Agustus 2012 yang menambah kerisauan masyarakat terhadap pelaksanaan Pendidikan Tinggi. UU Dikti merupakan peraturan yang terkesan dipaksakan oleh Pemerintah setelah Pencabutan UU BHP oleh Mahkamah 4 Indonesia, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan, Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2009 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor /PUU-VII/2009 perihal pengujian Undang-Undang No. 9 tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan terhadap Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, tanggal 31 Maret Ibid., Konsideran Menimbang Amar Putusan, Hal 15-16, dikunjungi pada tanggal 22 Agustus Indonesia, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2012 Nomor 158, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5336.

5 5 Konstitusi yang bisa diartikan sebagai pelaksanaan misi melepas kewajiban terhadap pendidikan nasional. Dalam hal ini pemaksaan kehendak Pemerintah untuk melakukan komersialisasi juga dapat dilihat dalam Pasal 24 ayat (4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas 2003) 8 yang seharusnya amanat membuat peraturan mengenai pendidikan harusnya berbentuk Peraturan Pemerintah (PP) dan bukan berbentuk Undang-Undang (UU). Oleh karena itu, keberadaan UU Dikti sangatlah janggal 9. UU Dikti menyebutkan bahwa otonomi perguruan tinggi menjadi roh dari Undang-Undang tersebut. Dampak otonomi tersebut yang dapat diartikan sebagai upaya Privatisasi PTN sehingga segala bentuk pengelolaannya dikelola secara mandiri oleh PTN tanpa melibatkan hal-hal yang berhubungan dengan keuangan negara. Didalam UU Dikti yang dijelaskan sebagai Otonomi Perguruan Tinggi bersifat sebagai Otonomi Perguruan Tinggi terhadap bidang keilmuan yang dijelaskan dalam Pasal 8 ayat (1) UU Dikti menyatakan bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berlaku kebebasan akademik, kebebasan mimbar akademik, dan otonomi keilmuan. Selain pada Pasal 8 ayat (1) UU Dikti yang menyebutkan mengenai otonomi keilmuan, terdapat peristilahan otonomi yang berbeda lagi dalam UU 8 Indonesia, Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor Mahesa Danu, Alasan Menolak UU Pendidikan Tinggi, 14 Juli 2012, dikunjungi pada tanggal 29 Agustus 2014

6 6 Dikti yang terdapat dalam Pasal 62 ayat (1) UU Dikti yakni mengenai otonomi pengelolaan perguruan tinggi. Pasal 62 ayat (1) UU Dikti menyatakan bahwa perguruan tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan tridharma. Dari kedua peristilahan tersebut tampakt adanya hubungan kausalitas yang dapat diartikan dalam beberapa pengertian, Pertama agar dapat melakukan otonomi keilmuan maka Perguruan Tinggi Negeri harus memiliki otonomi pengelolaan Perguruan Tinggi yang dapat diartikan bahwa otonomi keilmuan merupakan hasil dari otonomi pengelolaan Perguruan Tinggi Negeri. Dalam hal ini diartikan bahwa otonomi pengelolaan Perguruan Tinggi sebagai upaya swastanisasi perguruan tinggi merupakan langkah untuk melakukan otonomi Keilmuan, atau Kedua otonomi pengelolaan Perguruan Tinggi Negeri dapat diberikan oleh Pemerintah jika Perguruan Tinggi Negeri telah berhasil melakukan otonomi keilmuan. Dalam pengertian yang kedua ini masih terdapat sisi positif dikarenakan dengan keberhasilan Perguruan Tinggi Negeri melakukan otonomi keilmuan, Pemerintah dapat memberikan reward berupa otonomi pengelolaan Perguruan Tinggi Negeri yang tentunya dalam pengawasan Pemerintah. Tidak berhenti pada keganjilan makna otonomi tersebut, bentuk Badan Hukum Perguruan Tinggi Negeri disini juga menimbulkan pertanyaan, dalam Pasal 65 ayat (1) UU Dikti disebutkan sebagai imbas daripada kegiatan otonomi maka terdapat pembedaan jenis Perguruan Tinggi Negeri yang didasarkan evaluasi kinerja dari menteri yakni Perguruan Tinggi Negeri yang menerapkan fungsi

7 Badan Layanan Umum dan/atau Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum yang ketentuannya berbunyi sebagai berikut Pasal 65 (1) Penyelenggaraan otonomi Perguruan Tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 dapat diberikan secara selektif berdasarkan evaluasi kinerja oleh Menteri kepada PTN dengan menerapkan Pola Keuangan Badan Layanan Umum atau dengan membentuk PTN badan Hukum untuk menghasilkan Peendidikan Tinggi bermutu (2) PTN yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tata kelola dan kewenangan pengelolaan sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan (3) PTN badan Hukum sebagaimana dimaksud ayat (1) memiliki : a. kekayaan awal berupa kekayaan negara yang dipisahkan kecuali tanah; b. tata kelola dan pengambilan keputusan secara mandiri; c. unit yang melaksanakan fungsi akuntabilitas dan transparansi; d. hak mengelola dana secara mandiri, transparan, dan akuntabel; e. wewenang mengangkat dan memberhentikan sendiri dosen dan tenaga kependidikan; f. wewenang mendirikan badan usaha dan mengembangkan dana abadi; dan g. wewenang untuk membuka, menyelenggarakan, atau menutup program studi Berdasarkan Pasal tersebut dapat dibandingkan mengenai bentuk Badan Hukum PTN dengan ketentuan yang ada pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) 10 yang berbunyi : Pasal 1 1. Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan dst. Berdasarkan ketentuan pasal-pasal tersebut terdapat kesamaan istilah dalam dua Undang-Undang yang berbeda tersebut yakni dalam peristilahan kekayaan 10 Indonesia, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

8 8 negara yang dipisahkan, sehingga dapat ditarik pemikiran apakah terdapat kesamaan dalam istilah dalam kedua Peraturan Perundang-Undangan tersebut yang jelas-jelas berbeda penerapannya. Hal tersebut yang dapat menjadi pekerjaan rumah bagi segenap stakeholder Perguruan Tinggi Negeri agar dapat menyikapi kebijakan Pemerintah terkait Pendidikan Tinggi yang jika tidak dikaji lebih jauh maka akan menimbulkan kerugian yang semakin banyak pula. 1.2 Rumusan Masalah Pada bagian Latar Belakang telah dipaparkan beberapa masalah terkait Pengelolaan Pendidikan Tinggi melalui mekanisme pembentukan Perguruan Tinggi Badan Hukum (PTN-BH), karena terdapat banyak masalah terkait hal tersebut maka penulisan skripsi ini akan difokuskan pada 2 (dua) permasalahan yang timbul, yaitu: 1. Status Badan Hukum PTN-BH yang diatur dalam UU Dikti 2. Akibat hukum atas otonomi pengelolaan keuangan yang diberikan kepada PTN-BH 1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan Adapun tujuan Penulisan ini adalah untuk : 1. Memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Airlangga; 2. Mengulas mengenai kedudukan Perguruan Tinggi Badan Hukum dalam UU Dikti; 3. Mengkaji bentuk kekayaan negara pada status Perguruan Tinggi Negeri

9 9 Badan Hukum yang memiliki beragam makna. 4. Membahas mengenai akibat hukum yang ditimbulkan oleh bentuk Badan Hukum Perguruan Tinggi Negeri. Sedangkan manfaat penulisan skripsi ini adalah untuk : 1. Sarana pembelajaran masyarakat tentang fungsi dan kedudukan Perguruan Tinggi Negeri yang sekarang memiliki bentuk Badan Hukum dan dampaknya bagi kelangsungan Pendidikan Tinggi di Indonesia; 2. Sarana pendidikan terhadap seluruh Mahasiswa di Indonesia agar lebih kritis terhadap segala bentuk implikasi positif maupun negatif yang ditimbulkan dari peraturan perundang-undangan tentang Pendidikan Tinggi tersebut; 3. Sarana penulisan yang lebih luas dan mendalam terkait masalah Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum (PTN-BH) dalam rezim UU Dikti terkait dampak positif dan negatif dalam peraturan perundang-undangan tersebut. 1.4 Metode Penulisan Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode penulisan skripsi sebagai berikut : Tipe Penulisan Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan metode Yuridis-Normatif. Metode Yuridis-Normatif adalah sebuah metode penulisan yang menggunakan cara meneliti norma-norma serta kaidah-kaidah hukum dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku (hukum positif), yang berkaitan dengan topik

10 10 permasalahan yang sedang ditulis. Selain itu, metode penulisan Yuridis Normatif ini dilakukan dengan tujuan memberikan preskripsi mengenai apa yang seharusnya atas masalah yang diajukan, oleh karena itu saran yang dihasilkan dari penelitian harus sedapat mungkin dapat diterapkan Pendekatan Masalah Berdasarkan pendapat Peter Mahmud Marzuki, pendekatan-pendekatan yang dapat digunakan dalam metode penelitian hukum adalah Pendekatan Undang-Undang (Statute Approach), Pendekatan Kasus (Case Approach), Pendekatan Historis (Historical Approach), Pendekatan Komparatif (Comparative Approach), dan Pendekatan Konseptual (Conseptual Approach) 11. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan beberapa pendekatan masalah sebagai berikut : 1. Statute Approach yaitu dilakukan dengan menelaah peraturan perundangundangan yang berlaku dan yang berkaitan dengan isu hukum yang sedang diangkat oleh Penulis dengan cara mencari ratio legis dan dasar ontologis lahirnya peraturan perundang-undangan yang terkait dengan adanya Perguruan Tinggi Badan Hukum (PTN-BH) dan peraturan yang terkait lainnya. 2. Conseptual Approach yaitu dilakukan dengan menelaah sebuah konsep melalui kajian-kajian terhadap doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum. Dalam hal ini penulis berusaha untuk mengkaji konsepsi 11 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2011, hal.133

11 11 kekayaan negara yang dipisahkan dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. 3. Historical Approach yaitu dilakukan dengan melacak peraturan perundang-undangan terkait keberadaan Perguruan Tinggi Badan Hukum (PTN-BH) atau lembaga yang sejenis sehingga penulis dapat membandingkan landasan konsep filosofis terkait peraturan perundangundangan tersebut Sumber Bahan Hukum Dikarenakan dalam penelitian hukum tidak mengenal adanya data sebagai sumber penelitian, maka untuk memecahkan isu hukum, diperlukan sebuah sumber-sumber bahan penelitian, antara lain : 1. Bahan Hukum Primer Bahan Hukum Primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif yang berarti bahwa Bahan Hukum tersebut mempunyai kekuatan mengikat dikarenakan otoritasnya dan dapat dipertanggungjawabkan sebagai peraturan perundang-undangan, yaitu : 1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang telah diamandemen beserta penjelasannya. 2) BW (Burgerlijk Wetboek) 3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok- Pokok Agraria, Lembaran Negara tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043.

12 12 4) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi, Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 302, Tambahan Lembaran Negara Nomor ) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1969 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1969 tentang Bentuk-bentuk Usaha Negara Menjadi Undang-Undang, Lembaran Negara Tahun 1969 Nomor 40, Tambahan Lembaran Negara Nomor ) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor ) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1997 tentang Pendapatan Negara Bukan Pajak, Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Nomor ) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian, Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor ) Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok Kepegawaian Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negara Nomor ) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, Lembaran

13 13 Negara Tahun 2001 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Nomor ) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor ) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor ) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Nomor ) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Lembaran Negara Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor ) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Nomor ) Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan, Pengelolaan, dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor ) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,

14 14 Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembaran Negara Nomor ) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Nomor ) Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan, Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Nomor ) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Lembaran Negara Tahun 2012 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Nomor ) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparartur Sipil Negara, Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor ) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan Lembaran Negara Nomor ) Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-Badan Hukum yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah. Lembaran Negara Tahun 1963 Nomor 61 24) Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998 tentang Perusahaan Umum (PERUM). Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 16,

15 15 Tambahan Lembaran Negara Nomor ) Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Negeri sebagai Badan Hukum. Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Nomor ) Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2000 tentang Perusahaan Jawatan (PERJAN). Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor ) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, Lembaran Negara Tahun 2005 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Nomor ) Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, Lembaran Negara Tahun 2012 Nomor 171, Tambahan Lembaran Negara Nomor ) Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2013 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan Hak Pakai Atas Tanah, Lembaran Negara Tahun 2013 Nomor 14, Tambahan Lembaran Negara Nomor ) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2013 tentang Bentuk dan Mekanisme Pendanaan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum, Lembaran Negara Tahun 2013 Nomor 142, Tambahan Lembaran Negara Nomor ) Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2013 tentang Statuta

16 16 Universitas Indonesia, Lembaran Negara Tahun 2013 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Nomor ) Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Pendidikan Tinggi, Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Nomor ) Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 2014 tentang Statuta Universitas Airlangga, Lembaran Negara Tahun 2014 Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor ) Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2013 tentang Statuta Universitas Bengkulu, Berita Negara Nomor ) Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor /PUU/VII tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun ) Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor. 111/PUU- X/2012 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun ) Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor. 103/PUU- X/2012 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012

17 17 tentang Pendidikan Tinggi terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun ) Fatwa Mahkamah Agung RI Nomor WKMA/Yud/20/VIII/2006 tanggal 6 Agustus 2006 terkait Surat Menteri Keuangan RI Nomor S- 324/MK.01/2006 tanggal 26 Juli Bahan Hukum Sekunder Bahan Hukum Sekunder bersumber dari bahan kepustakaan berupa bukubuku, artikel dari majalah maupun Internet, karya ilmiah tentang hukum, serta bacaan lainnya yang dianggap relevan dengan topik pembahasan yang sedang diteliti Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Hukum 1. Pengumpulan dan Pengolahan Bahan Hukum Bahan Hukum Primer dikumpulkan dengan cara meneliti ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Perundang-Undangan yang mengatur tentang Permasalahan yang diteliti, sedangkan Bahan Hukum Sekunder dikumpulkan dengan menggunakan sistem studi kepustakaan. 2. Analisa Bahan Hukum Bahan hukum yang sudah diolah, kemudian dianalisa dengan menggunakan metode preskiptif. Metode preskriptif digunakan dalam penelitian ini guna menemukan koherensi diantara norma hukum dan prinsip hukum, antara aturan hukum yang terdapat dalam peraturan

18 18 perundang-undangan terhadap norma hukum, serta koherensi antara tingkah laku (act) individu dengan norma hukum. Dalam penulisan ini digunakan metode preskriptif untuk menguji kesesuaian aturan perundang-undangan dengan norma hukum. Metode penelitian secara pragmatis juga digunakan dalam penulisan ini diakrenakan penulisan ini mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan mengacu pada pendapat para ahli hukum yang relevan dengan tulisan ini.

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia adalah negara hukum. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang selanjutnya disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah pula kemajuan suatu bangsa tersebut tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. mudah pula kemajuan suatu bangsa tersebut tercapai. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Majunya suatu Negara memiliki keterkaitan dengan kemajuan pendidikan yang ada pada suatu Negara tersebut. Pendidikan dapat mencetak suatu generasi yang berintelektual

Lebih terperinci

&DIKTI. Keuangan Negara DEPARTEMEN KAJIAN & AKSI STRATEGIS

&DIKTI. Keuangan Negara DEPARTEMEN KAJIAN & AKSI STRATEGIS UU &DIKTI Keuangan DEPARTEMEN KAJIAN & AKSI STRATEGIS Keuangan Di dalam Pasal 23 Ayat (1) UUD 1945 perumusan tentang keuangan adalah: Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan

Lebih terperinci

No II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 P

No II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 P TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5500 PENDIDIKAN. Pendidikan Tinggi. Perguruan Tinggi. Pengelolaan. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 16)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Penelitian hukum merupakan suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip prinsip hukum, maupun doktrin doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang sedang dihadapi. Penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Suatu penelitian memiliki arti ilmiah apabila menggunakan metodologi yang sesuai dengan tujuan dan sasaran yang akan dicapai. Metode penelitian merupakan bagian yang terpenting

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI DAN PENGELOLAAN PERGURUAN TINGGI

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI DAN PENGELOLAAN PERGURUAN TINGGI PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI DAN PENGELOLAAN PERGURUAN TINGGI I. UMUM Misi utama Pendidikan Tinggi adalah mencari,

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN PENGURUS YAYASAN DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI PERGURUAN TINGGI BERDASARKAN PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DI INDONESIA

BAB II KEDUDUKAN PENGURUS YAYASAN DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI PERGURUAN TINGGI BERDASARKAN PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DI INDONESIA BAB II KEDUDUKAN PENGURUS YAYASAN DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI PERGURUAN TINGGI BERDASARKAN PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DI INDONESIA 1. Tugas dan Wewenang Pengurus Yayasan Berdasarkan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan

BAB I PENDAHULUAN. Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengawasan keuangan negara secara konstitusional dilakukan oleh suatu badan yang terlepas dari kekuasaan eksekutif, yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang merupakan peraturan yang

BAB I PENDAHULUAN. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang merupakan peraturan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang merupakan peraturan yang ditetapkan oleh Presiden dalam keadaan genting dan memaksa. Dalam hal kegentingan tersebut, seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (PT BHMN), dan kemudian disusul dengan 3 (tiga) Perguruan Tinggi Negeri

BAB I PENDAHULUAN. (PT BHMN), dan kemudian disusul dengan 3 (tiga) Perguruan Tinggi Negeri 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 1999 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan masyarakat, yang tidak dapat dipenuhi oleh pemerintah. 1 Yayasan

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan masyarakat, yang tidak dapat dipenuhi oleh pemerintah. 1 Yayasan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Yayasan adalah salah satu gerakan civil society yang mucul dan berkembang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, yang tidak dapat dipenuhi oleh pemerintah. 1 Yayasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang telah

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang telah mengalami perkembangan yang cukup baik dari masa kemasa. Sebagai salah satu contohnya banyak

Lebih terperinci

Oleh: Ir. Agus Pambagio, M.Eng.Mgt., CPN

Oleh: Ir. Agus Pambagio, M.Eng.Mgt., CPN KAJIAN SAKSI AHLI KEBIJAKAN PUBLIK ATAS PENGUJIAN UU NO. 12 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI TERHADAP UUD REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 TERKAIT DENGAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR DALAM PERKARA NOMOR 33/PUU-XI/2013

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Page 14 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, telah ditegaskan bahwa Negara Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum. Itu berarti bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial dan makhluk politik (zoonpoliticon). Sebagai makhluk sosial, manusia senantiasa berhubungan dengan sesamanya, dan sebagai makhluk politik

Lebih terperinci

BAB SATU PENDAHULUAN

BAB SATU PENDAHULUAN 1 BAB SATU PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam negara hukum, pembentukan undang-undang merupakan suatu bagian penting yang mendapat perhatian serius. Undang-undang dalam negara hukum berfungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanahkan beberapa kewajiban negara, salah satu yang penting adalah

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UU PT) definisi dari Perseroan Terbatas (selanjutnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 47 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian hukum normatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk hukum, terutama undang-undang, keberadaannya dituntut. untuk dinamis terhadap kebutuhan hukum yang diperlukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Produk hukum, terutama undang-undang, keberadaannya dituntut. untuk dinamis terhadap kebutuhan hukum yang diperlukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk hukum, terutama undang-undang, keberadaannya dituntut untuk dinamis terhadap kebutuhan hukum yang diperlukan oleh masyarakat, sehingga tidak jarang apabila sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut menimbulkan hak dan kewajiban bagi negara yang dapat dinilai

BAB I PENDAHULUAN. negara tersebut menimbulkan hak dan kewajiban bagi negara yang dapat dinilai BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tujuan negara Indonesia 1 sebagaimana tercantum dalam alinea keempat Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 (UUD 1945) diwujudkan oleh sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Pidana di Indonesia merupakan pedoman yang sangat penting dalam mewujudkan suatu keadilan. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) adalah dasar yang kuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum diciptakan dengan tujuan untuk mengatur tatanan masyarakat, dan memberikan perlindungan bagi setiap komponen yang berada dalam masyarakat. Dalam konsideran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demi stabilitas keamanan dan ketertiban, sehingga tidak ada lagi larangan. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang mencakup:

BAB I PENDAHULUAN. demi stabilitas keamanan dan ketertiban, sehingga tidak ada lagi larangan. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang mencakup: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (untuk selanjutnya disebut dengan UUD 1945) secara tegas menyebutkan negara Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Guna mendapatkan suatu putusan akhir dalam persidangan diperlukan adanya bahan-bahan mengenai fakta-fakta. Dengan adanya bahan yang mengenai fakta-fakta itu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Yogyakarta telah melaksankan ketentuan-ketentuan aturan hukum jaminan

BAB III METODE PENELITIAN. Yogyakarta telah melaksankan ketentuan-ketentuan aturan hukum jaminan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan undang-undang (statute approach) yang dilakukan dengan menelaah semua undang-undang dan

Lebih terperinci

. METODE PENELITIAN. yang digunakan sebagai dasar ketentuan hukum untuk menganalisis tentang apakah

. METODE PENELITIAN. yang digunakan sebagai dasar ketentuan hukum untuk menganalisis tentang apakah . METODE PENELITIAN A. Jenis dan Tipe Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah normatif, 1 yaitu meneliti berbagai peraturan perundangundangan yang digunakan sebagai dasar ketentuan hukum untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang membentang dari Sabang sampai Merauke terbagi dalam provinsi- provinsi yang berjumlah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang

III. METODE PENELITIAN. hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang III. METODE PENELITIAN Penelitian Hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsipprinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. 30 A. Pendekatan Masalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah telah membuktikan bahwa Negara Indonesia adalah negara bahari, yang kejayaan masa lampaunya dicapai karena membangun kekuatan maritim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan bidang ekonomi harus diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 18 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menjelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi kemerdekaan adalah buah perjuangan untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia dalam kehidupan bangsa yang lebih baik, adil, dan sejahtera. Nilai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Dalam analisa penelitian ini, penulis memilih jenis penelitian normatif, 47 yaitu

III. METODE PENELITIAN. Dalam analisa penelitian ini, penulis memilih jenis penelitian normatif, 47 yaitu III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Tipe Penelitian Dalam analisa penelitian ini, penulis memilih jenis penelitian normatif, 47 yaitu meneliti berbagai peraturan perundang-undangan yang digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan Know-how dalam ilmu

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan Know-how dalam ilmu 1 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan Know-how dalam ilmu hukum, bukan sekedar know-about. Sebagai kegiatan Know-how, Penelitian hukum dilakukan untuk memecahkan isu hukum

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 58/PUU-VI/2008 Tentang Privatisasi BUMN

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 58/PUU-VI/2008 Tentang Privatisasi BUMN RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 58/PUU-VI/2008 Tentang Privatisasi BUMN I. PARA PEMOHON Mohamad Yusuf Hasibuan dan Reiza Aribowo, selanjutnya disebut Pemohon II. KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. suatu proses untuk menemukan suatu aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Sebagaimana yang diketahui bahwa Ilmu Hukum mengenal dua jenis penelitian, yaitu penelitian hukum normatif dan penelitian hukum empiris. Menurut Peter

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN I. UMUM Semangat reformasi di bidang pendidikan yang terkandung dalam Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era modern ini Indonesia harus menghadapi tuntutan yang mensyaratkan beberapa regulasi dalam bidang ekonomi. tidak terkecuali mengenai perusahaan-perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Internet berkembang demikian pesat sebagai kultur masyarakat modern, dikatakan sebagai kultur karena melalui internet berbagai aktifitas masyarakat cyber seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hewan tumbuan dan organisme lain namun juga mencangkup komponen abiotik

BAB I PENDAHULUAN. hewan tumbuan dan organisme lain namun juga mencangkup komponen abiotik BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang sangat kaya sumber daya, baik itu sumber daya manusia atau pun sumber daya alam. Dari aspek sumber daya alam, kekayaan yang dimiliki

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggali, mengelola dan merumuskan bahan-bahan hukum dalam menjawab

BAB III METODE PENELITIAN. menggali, mengelola dan merumuskan bahan-bahan hukum dalam menjawab BAB III METODE PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Metode dalam sebuah penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan disiplin ilmu pengetahuan, khususnya Ilmu hukum yang berusaha mengungkapkan

Lebih terperinci

Otonomi Akademik & Peningkatan Peran Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum dalam Pengembangan Pendidikan Nasional

Otonomi Akademik & Peningkatan Peran Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum dalam Pengembangan Pendidikan Nasional Otonomi Akademik & Peningkatan Peran Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum dalam Pengembangan Pendidikan Nasional Aspek Legal dalam Otonomi & Aspek Kewenangan dalam Pengelolaan Perguruan Tinggi Negeri Badan

Lebih terperinci

Konstitusionalisme SDA Migas. Zainal Arifin Mochtar Pengajar Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

Konstitusionalisme SDA Migas. Zainal Arifin Mochtar Pengajar Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Konstitusionalisme SDA Migas Zainal Arifin Mochtar Pengajar Ilmu Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Karakter Konstitusi Indonesia Meninggalkan ciri usang singkat dan jelas Berisi tidak saja sistem

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Pajak menurut Pasal 1 Undang-Undang No 28 Tahun 2007 tentang

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Pajak menurut Pasal 1 Undang-Undang No 28 Tahun 2007 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah Pajak menurut Pasal 1 Undang-Undang No 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seharusnya dijaga, dimanfaatkan sebaik-baiknya dan sebijak-bijaknya.

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. seharusnya dijaga, dimanfaatkan sebaik-baiknya dan sebijak-bijaknya. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Semenjak berlaku Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (selanjutnya disingkat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009) Pemerintah Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Negara Republik Indonesia salah satunya yang tertuang dalam. Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945 Alinea ke-4 adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. Tujuan Negara Republik Indonesia salah satunya yang tertuang dalam. Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945 Alinea ke-4 adalah untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan Negara Republik Indonesia salah satunya yang tertuang dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945 Alinea ke-4 adalah untuk mensejahterakan kehidupan umum. Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. empat untuk menyuplai pasokan barang kebutuhan dalam jumlah yang banyak.

BAB I PENDAHULUAN. empat untuk menyuplai pasokan barang kebutuhan dalam jumlah yang banyak. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Zaman yang semakin berkembang membuat pola hidup masyarakat semakin modern. Adanya dampak dari globalisasi membuat pola hidup khususnya kebutuhan primer manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah. Tujuan dari Pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah. Tujuan dari Pembangunan Nasional adalah untuk mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah Pembangunan Nasional merupakan usaha peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia yang kemudian dilakukan secara berkesinambungan yang meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era Globalisasi dan seiring dengan perkembangan zaman, tindak pidana kekerasan dapat terjadi dimana saja dan kepada siapa saja tanpa terkecuali anak-anak. Padahal

Lebih terperinci

Desain Tata Kelola Kelembagaan Hulu Migas Menuju Perubahan UU Migas Oleh: Wiwin Sri Rahyani * Naskah diterima: 13 April 2015; disetujui: 22 April 2015

Desain Tata Kelola Kelembagaan Hulu Migas Menuju Perubahan UU Migas Oleh: Wiwin Sri Rahyani * Naskah diterima: 13 April 2015; disetujui: 22 April 2015 Desain Tata Kelola Kelembagaan Hulu Migas Menuju Perubahan UU Migas Oleh: Wiwin Sri Rahyani * Naskah diterima: 13 April 2015; disetujui: 22 April 2015 Sudah lebih dari 2 (dua) tahun tepatnya 13 November

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas

BAB I PENDAHULUAN. masih tetap berlaku sebagai sumber utama. Unifikasi hak-hak perorangan atas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak diundangkannya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) pada tanggal 24 September 1960, telah terjadi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada

BAB I PENDAHULUAN. diwujudkan dengan adanya pemilihan umum yang telah diselenggarakan pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 pada Bab 1 pasal 1 dijelaskan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara hukum dan negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagaimana diketahui salah satu asas yang dianut oleh KUHAP adalah asas deferensial fungsional. Pengertian asas diferensial fungsional adalah adanya pemisahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Untuk memperoleh data atau bahan yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis melakukan penelitian hukum dengan metode yang lazim digunakan dalam metode penelitian hukum dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan.

BAB I PENDAHULUAN. berhadapan dengan keterbatasan ketersediaan lahan pertanahan. 14 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan pertumbuhan jumlah penduduk dan meningkatnya kebutuhan dari berbagai dinamika masyarakat, semakin tinggi pula tuntutan terhadap pembangunan untuk

Lebih terperinci

I. PEMOHON Serikat Pekerja PT. PLN, selanjutnya disebut Pemohon

I. PEMOHON Serikat Pekerja PT. PLN, selanjutnya disebut Pemohon RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 149/PUU-VII/2009 Tentang UU Ketenagalistrikan Perusahaan listrik tidak boleh memiliki usaha yang sama dalam satu wilayah I. PEMOHON Serikat Pekerja PT. PLN,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi I. PEMOHON 1. Moh. Junaidi, sebagai Pemohon I; 2. Ahmad Rizky Mardhatillah Umar, sebagai Pemohon II;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa bagi Bangsa Indonesia yang mampu memberikan kesejahteraan dan kemakmuran

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh

BAB V PENUTUP. Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pada deskripsi dan analisis yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa pelaksanaan pengujian yuridis Peraturan Daerah Kabupaten/Kota oleh Mahkamah Agung belum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan negara tidak bisa dipisahkan dari masyarakat. Menurut Mac Iver, negara

BAB I PENDAHULUAN. Keberadaan negara tidak bisa dipisahkan dari masyarakat. Menurut Mac Iver, negara BAB I PENDAHULUAN I. LATAR BELAKANG MASALAH Keberadaan negara tidak bisa dipisahkan dari masyarakat. Menurut Mac Iver, negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan ketertiban masyarakat dalam suatu wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tindak pidana penipuan merupakan salah satu tindak pidana terhadap harta benda yang sering terjadi dalam masyarakat. Modus yang digunakan dalam tindak pidana

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1: Kesesuaian Pedoman Sistem Akuntansi PTN BLU X dengan. PMK No 76 Tahun

LAMPIRAN. Lampiran 1: Kesesuaian Pedoman Sistem Akuntansi PTN BLU X dengan. PMK No 76 Tahun LAMPIRAN Lampiran 1: Kesesuaian Pedoman Sistem Akuntansi PTN BLU X dengan PMK No 76 Tahun 2008... 114 Lampiran 2: Perhitungan tingkat kesesuaian Pedoman Sistem Akuntansi PTN BLU X dengan PMK No 76 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai pemegang kekuasaan pemerintahan, atas dasar Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 maka Presiden berhak membentuk beberapa lembaga-lembaga pemerintahan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No.5510 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PENDIDIKAN. Pendidikan Tinggi. Universitas Sumatera Utara. Statuta. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 42) PENJELASAN ATAS PERATURAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan fungsi dan tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka, negara Indonesia merupakan negara demokratis yang menjunjung

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum, hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yaitu Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesejahteraan umum merupakan salah satu dari tujuan Negara Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesejahteraan umum merupakan salah satu dari tujuan Negara Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan umum merupakan salah satu dari tujuan Negara Indonesia sebagaimana yang dimaksud dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945. Salah satu pilar negara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan Masalah Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan satu macam pendekatan, yaitu pendekatan yuridis normatif. Penelitian hukum normatif adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya.

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara berkembang dapat diidentifikasikan dari tingkat pertumbuhan ekonominya. Pertumbuhan ekonomi Indonesia terbaru diukur berdasarkan besaran

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 34/PJ/2017

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 34/PJ/2017 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 34/PJ/2017 TENTANG PENEGASAN PERLAKUAN PERPAJAKAN BAGI PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Sri Soemantri tidak ada satu negara pun yang tidak mempunyai konstitusi atau Undang-Undang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XVI/2018 Privatisasi BUMN menyebabkan perubahan kepemilikan perseroan dan PHK

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XVI/2018 Privatisasi BUMN menyebabkan perubahan kepemilikan perseroan dan PHK RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XVI/2018 Privatisasi BUMN menyebabkan perubahan kepemilikan perseroan dan PHK I. PEMOHON Yan Herimen, sebagai Pemohon I; Jhoni Boetja, sebagai Pemohon II; Edy

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 41 III. METODE PENELITIAN Penelitian merupakan kegiatan ilmiah yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran, secara sistematis, metodologis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Acara Pidana adalah memberi perlindungan kepada Hak-hak Asasi Manusia dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum, maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Lebih terperinci

Menelisik Kembali Kondisi Ventura UI

Menelisik Kembali Kondisi Ventura UI Menelisik Kembali Kondisi Ventura UI Oleh: Ilma Sulistyani dan Muhammad Arizal Staf Bidang Kajian BK MWA UI UM 2016 A. PENGANTAR SINGKAT: VENTURA Penyelenggaraan sebuah institusi perguruan tinggi, khususnya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum. bahan-bahan kepustakaan untuk memahami Piercing The

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum. bahan-bahan kepustakaan untuk memahami Piercing The BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah Penelitian hukum normatif atau penelitian hukum doktrinal, yaitu penelitian hukum yang menggunakan sumber data

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XIV/2016 Pengajuan Grasi Lebih Dari Satu Kali

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XIV/2016 Pengajuan Grasi Lebih Dari Satu Kali RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XIV/2016 Pengajuan Grasi Lebih Dari Satu Kali I. PEMOHON 1. Su ud Rusli, (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. H. Boyamin, (selanjutnya disebut sebagai Pemohon

Lebih terperinci

RINGKASAN. vii. Ringkasan

RINGKASAN. vii. Ringkasan RINGKASAN Politik hukum pengelolaan lingkungan menunjukkan arah kebijakan hukum tentang pengelolaan lingkungan yang akan dibentuk dan dilaksanakan oleh pemerintah untuk mencapai tujuan dan sasaran tertentu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. secara tegas tercantum dalam penjelasan umum Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. secara tegas tercantum dalam penjelasan umum Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah Negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat). Pernyataan tersebut secara tegas tercantum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN.. Di dalam kondisi perekonomian saat ini yang bertambah maju, maka akan

BAB I PENDAHULUAN.. Di dalam kondisi perekonomian saat ini yang bertambah maju, maka akan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang berhak untuk melakukan suatu usaha, hal ini dilakukan untuk memenuhi suatu kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan keluarga mereka seharihari. Di dalam kondisi

Lebih terperinci

Abstrak tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP -PPK)

Abstrak tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP -PPK) HAK PENGELOLAAN PERAIRAN PESISIR DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2007 TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL Indra Lorenly

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat yang dianut hampir

BAB I PENDAHULUAN. bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat yang dianut hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan lahirnya konsep Negara kesejahteraan yang mana Negara bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat yang dianut hampir diseluruh dunia saat ini termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berawal dari sebuah adegan di film Arwah Goyang Karawang, Julia

BAB I PENDAHULUAN. Berawal dari sebuah adegan di film Arwah Goyang Karawang, Julia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berawal dari sebuah adegan di film Arwah Goyang Karawang, Julia Perez (Jupe) harus masuk ke dalam jeruji besi. Kala itu, Dewi Persik (Depe) dan Jupe harus melakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Badan Hukum Pendidikan yang selanjutnya disebut UU BHP, disahkan oleh Dewan Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia pada hari Rabu tanggal 18 Desember 2008

Lebih terperinci

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KEBIDANAN

PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KEBIDANAN Bahan Rapat Tgl 23 Oktober 2017 PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG KEBIDANAN I. Pendahuluan Pimpinan Komisi IX DPR RI melalui Surat Nomor: LG/17843/DPR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah.

BAB I PENDAHULUAN. berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai daerah otonom, pemerintah daerah provinsi, kabupaten dan kota, berwenang untuk membuat Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah. Peraturan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan hidup merupakan suatu bagian yang mutlak dari kehidupan manusia. Dengan kata lain, lingkungan hidup tidak dapat terlepas dari

Lebih terperinci

Prof. Dr. Ari Purbayanto. Ketua Tim Penyusun Statuta IPB Sekber 7 PT BHMN Sekretaris Komisi C SA IPB Ketua Komisi D Senat FPIK IPB

Prof. Dr. Ari Purbayanto. Ketua Tim Penyusun Statuta IPB Sekber 7 PT BHMN Sekretaris Komisi C SA IPB Ketua Komisi D Senat FPIK IPB Prof. Dr. Ari Purbayanto Ketua Tim Penyusun Statuta IPB Sekber 7 PT BHMN Sekretaris Komisi C SA IPB Ketua Komisi D Senat FPIK IPB Jumat, 03 Februari 2012 IPB sebagai PT BHMN PP 154/2000 menetapkan Institut

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif berfokus pada norma hukum positif seperti peraturan perundangundangan.

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB NOTARIS SETELAH PUTUSAN MK NO. 49/PUU-X/2012. Dinny Fauzan, Yunanto, Triyono. Perdata Agraria ABSTRAK

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB NOTARIS SETELAH PUTUSAN MK NO. 49/PUU-X/2012. Dinny Fauzan, Yunanto, Triyono. Perdata Agraria ABSTRAK PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TANGGUNG JAWAB NOTARIS SETELAH PUTUSAN MK NO. 49/PUU-X/2012 Dinny Fauzan, Yunanto, Triyono Perdata Agraria ABSTRAK Notaris merupakan jabatan tertentu yang menjalankan profesi

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN EVITA KARINA PUTRI JATUHNYA PESAWAT AIR ASIA DENGAN NOMOR PENERBANGAN QZ8501

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN EVITA KARINA PUTRI JATUHNYA PESAWAT AIR ASIA DENGAN NOMOR PENERBANGAN QZ8501 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terletak di Asia Tenggara. Melintang di khatulistiwa antara benua Asia dan Australia serta antara Samudera

Lebih terperinci

KEWENANGAN DPD DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

KEWENANGAN DPD DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI KEWENANGAN DPD DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh : Ni Kadek Riza Sartika Setiawati Nyoman Mas Aryani Bagian Penyelenggaraan Negara Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum sebagaimana yang termaktub dalam UUD NRI 1945, yang bertujuan menciptakan kesejahteraan umum dan keadilan sosial. Gagasan

Lebih terperinci