BAB II KEDUDUKAN PENGURUS YAYASAN DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI PERGURUAN TINGGI BERDASARKAN PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KEDUDUKAN PENGURUS YAYASAN DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI PERGURUAN TINGGI BERDASARKAN PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DI INDONESIA"

Transkripsi

1 BAB II KEDUDUKAN PENGURUS YAYASAN DALAM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI PERGURUAN TINGGI BERDASARKAN PERSPEKTIF HUKUM POSITIF DI INDONESIA 1. Tugas dan Wewenang Pengurus Yayasan Berdasarkan Undang-Undang Yayasan Pengurus merupakan organ eksekutif dalam Yayasan, karena pengurus yang melakukan pengurusan baik di dalam dan di luar Yayasan. Pengurus menjalankan roda Yayasan untuk mencapai maksud dan tujuan Yayasan. Anggota pengurus yang telah diangkat dalam rapat Pembina, memiliki masa jabatan yang terbatas seperti pada umumnya yang berlaku pada pejabat Negara/ Pemerintah maupun pejabat perusahaan. Untuk pengurus Yayasan, Pasal 23 ayat (1) Undang undang Yayasan menyebutkan, bahwa masa jabatan pengurus Yayasan adalah lima tahun dan dapat diangkat kembali. Pembatasan pengangkatan pengurus Yayasan tidak dibatasi oleh Undang undang, namun dapat dibatasi oleh anggaran daasar Yayasan. 36 Dalam suatu Yayasan tidak mungkin diurus oleh satu orang pengurus saja. Didalam Undang undang Yayasan dikehendaki pengurus lebih dari satu orang, agar pekerjaan pengurus dapat dibagi bagi dengan pengurus pengurus lainnya, sehingga beban kepengurusan dapat menjadi ringan untuk dipikul secara bersama sama. Dalam Pasal 32 ayat (2) Undang undang Yayasan telah mengatur, bahwa susunan pengurus Yayasan minimal harus ada tiga orang yang menduduki jabatan yaitu sebagai berikut: Gatot Supramono, Hukum Yayasan di Indonesia,( Jakarta: Rineka Cipta, 2008), Hal. 25

2 35 a. Ketua Yayasan b. Sekertaris Yayasan c. Bendahara Yayasan Namun apabila Yayasan tergolong maju dan memiliki kegiatan yang banyak, pengurus Yayasan haruslah dikembangkan. Dalam hal ini pengembangan susunan pengurus Yayasan tersebut dapat dituangkan dalam anggaran dasar Yayasan, agar semua pengurus Yayasan menjadi terikat. Pengurus Yayasan dalam menjalankan tugasnya wajib dilakukan dengan itikad baik. Kewajiban tersebut dengan tegas diatur dalam Pasal 35 ayat (2) Undang undang Yayasan yang menyebutkan bahwa setiap anggota pengurus menjalankan tugas dengan itikad baik, dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan Yayasan. Sebagai konsekuensi dari tugas dan tanggungjawab tersebut, maka apabila pengurus menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan ketentuan anggaran dasar dan mengakibatkan kerugian Yayasan atau pihak ketiga, Pasal 35 ayat (5) undang undang Yayasan memberi sanksi, bahwa setiap pengurus bertanggung jawab secara pribadi. 37 Kata setiap pengurus dalam Pasal tersebut berarti masing masing anggota pengurus. Kerugian yang terjadi bukan dibebankan kepada anggota pengurus yang menyebabkan timbulnya kerugian, melainkan kepada seluruh pengurus Yayasan yang dananya berasal dari harta pribadi. Sebenarnya kata yang 37 Gatot Supramono, Op.Cit, Hal

3 36 dirasa tepat untuk pertanggungjawaban pengurus yang demikian, seperti dalam Undang undang hukum dagang (KUHD) istilah yang digunakan adalah bertanggungjawab secara tanggung menanggung mempunyai maksud dan tujuan yang sama. Bagi pihak ketiga yang merasa dirugikan oleh pengurus Yayasan seperti dimaksud itu maka jika melakukan gugatan ke pengadilan tetap menggugat kepada Yayasan, bukan kepada pengurus Yayasan, karena perbuatan pengurus dilakukan atas nama Yayasan. Yayasan juga tetap harus bertanggungjawab sepenuhnya kepada pihak ketiga, sedangkan untuk urusan ke dalam yang diderita Yayasan dibebankan pada pengurus. 38 Pengurus bertanggungjawab sepenuhnya atas kepengurusan Yayasan, baik untuk kepentingan maupun tujuan Yayasan serta mewakili Yayasan, baik didalam maupun diluar pengadilan, sesuai dengan asas persona standi in judicio. Ini berarti bahwa pengurus mewakili Yayasan dalam melakukan gugatan atau digugat. Pengurus bertanggungjawab secara pribadi apabila yang bersangkutan dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan anggaran dasar. 39 Berdasarkan Pasal 35 Undang undang Yayasan Nomor 16 tahun 2001, tugas dan wewenang Yayasan adalah: a. Bertanggung jawab penuh atas kepengurusan Yayasan untuk kepentingan dan tujuan Yayasan serta berhak mewakili Yayasan, baik di dalam maupun di luar pengadilan 38 Ibid, Hal Chatamarrasjid Ais, Op.Cit.,Hal. 106.

4 37 b. Setiap pengurus menjalankan tugas dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan Yayasan. c. Dalam menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pengurus dapat mengangkat dan memberhentikan pelaksana kegiatan Yayasan. d. Ketentuan tentang syarat mengangkat dan memberhentikan pelaksana kegiatan Yayasan diatur dalam anggaran dasar Yayasan e. Setiap pengurus bertanggungjawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan dalam menjalankan tugasnya tidak sesuai dengan ketentuan anggaran dasar, yang mengakibatkan kerugian Yayasan atau pihak ketiga. Kemudian Pasal 39 Undang undang Yayasan Nomor 16 tahun 2001 : a. Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian pengurus dan kekayaan Yayasan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut,maka setiap anggota pengurus secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut. b. Anggota pengurus yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya, tidak bertanggungjawaab secara tanggung renteng atas kerugian tersebut. Dari ketentuan dalam Pasal 35 tersebut, yang menyatakan bahwa pengurus harus melakukan tugasnya dengan itikad baik, menunjukan bahwa pengurus dalam melakukan tugasnya berdasarkan fiduciary duty. Sedangkan ketentuan yang

5 38 menyatakan bahwa pengurus dalam melaksanakan tugasnya dibatasi oleh anggaran dasar (statytory duty). Kemudian ketentuan Pasal 39 Undang undang Yayasan No 16 tahun 2001 memperlihatkan bahwa pengurus tidak boleh menimbulkan kerugian bagi Yayasan, yang disebabkan ketidakcakapannya ataupun kelalaiannya. Hal ini menunjukan bahwa pengurus dalam menjalankan tugasnya juga bertolak dari duty of skill and care. 40 Dari pembahasan di atas dapat terlihat bahwa dalam menjalankan tugasnya, seorang pengurus harus berlandaskan 41 : a. Fiduciary duty b. Duty of Skill And Care c. Statutory duty 1. Fiduciary duty Pengurus dalam melakukan tugasnya berdasarkan kepercayaan yang diberikan oleh Pembina atau pendiri, untuk kepentingan Yayasan secara keseluruhan dan bukanlah untuk kepentingan pribadi organ Yayasan, serta harus sesuai dengan maksud dan tujuan Yayasan. Bilamana pengurus berbuat untuk keuntungan bagi diri mereka sendiri, atau pihak ketiga, atau merugikan Yayasan, perbuatan tersebut memperlihatkan tidak adanya itikad baik dari para pengurus Yayasan tersebut. Ada dua prinsip standar yang harus dipenuhi oleh pengurus dalam membuat keputusan. Pertama, harus dilakukan dengan itikad baik untuk 40 Ibid, Hal Ibid.

6 39 kepentingan Yayasan, dan kedua, harus dibuat untuk tujuan yang benar sesuai dengan tujuan Yayasan. 42 Prinsip prinsip dalam fiduciary duty adalah sebagai berikut 43 : a. Pengurus dalam melakukan tugasnya tidak boleh melakukannya untuk kepentingan pribadi ataupun kepentingan pihak ketiga, tanpa persetujuan dan atau sepengetahuan Yayasan. (the conflict rule) b. Pengurus tidak boleh memanfaatkan kedudukannya sebagai pengurus untuk memperoleh keuntungan, baik untuk dirinya sendiri maupun pihak ketiga, kecuali atas persetujuan Yayasan (the profit rule) c. Pengurus tidak boleh mempergunakan atau menyalahgunakan milik Yayasan untuk kepentingannya sendiri dan atau pihak ketiga (the misappropriation rule) Prinsip diatas konsepnya berbeda satu sama lain, tetapi sering kali diterapkan secara bersamaan dan berhimpitan. Dalam hubungan dengan pengurus tidak boleh memperoleh keuntungan pribadi karena posisi yang dijabatnya. Sehingga diantara tindakan pengurus yang dapat merugikan Yayasan adalah melakukan transaksi antara Yayasan dan dirinya sendiri ataupun mengambil kesempatan memperoleh keuntungan yang seharusnya untuk Yayasan, dilaksanakan sendiri bagi kepentingan sendiri. Pengurus berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan setiap keuntungan pribadi yang diperoleh karena jabatannya kepada Yayasan. Lebih jauh pengurus tidak boleh berada dalam posisi di mana kewajibannya terhadap 42 Ibid, Hal Ibid

7 40 perseroan bertentangan dengan kepentingan pribadinya (the profit rule). Dengan demikian, umpamanya pengurus tidak dapat menjual miliknya pribadi kepada Yayasan karena dalam hal ini terdapat pertentangan kepentingan antara pribadi pengurus dan kepentingan Yayasan. Pribadi pengurus menghendaki agar miliknya dapat terjual dengan harga setinggi tingginya, sebaliknya pengurus berkewajiban agar Yayasan dapat membeli dengan harga serendah mungkin. Pengurus harus menghindari konflik tersebut karena tidak satupun pengurus boleh melibatkan diri dalam suatu kontrak dimana ia memiliki kepentingan pribadi, yang pada akhirnya dapat menyebabkan konflik kepentingan dengan kepentingan perusahaan yang harus dilindunginya. Ide sentral dari hubungan fiduciary adalah melayani kepentingan pihak lain. Suatu hubungan fiduciary timbul ketika satu pihak berhak mengharapkan pihak lain untuk berbuat bagi kepentingan pihak pertama itu atau dalam kepentingan bersama mengesampingkan secara terpisah kepentingan pihak kedua. Kewajiban untuk melayani kepentingan pihak lain memberikan implikasi mengharuskan pihak yang melayani untuk menghindari menempatkan dirinya dalam posisi cenderung mengutamakan kepentingannya sendiri atau kepentingan pihak lain yang bukan seharusnya dilayani. 44 Bila seorang pengurus melanggar fiduciary duty, pengurus yang memperoleh keuntungan dari pelanggaran tersebut diwajibkan memegangnya sebagaimana seorang constructive trustee. Begitu pula setiap orang yang diketahui 44 Ibid, Hal. 109

8 41 membantu terjadinya pelanggaran atau menerima keuntungan juga dibebani kewajiban untuk bertindak sebagai seorang constructive trustee. 45 Konflik kepentingan ini terutama timbul bila pengurus secara pribadi melakukan transaksi dengan Yayasan atau pengurus memperkerjakan dirinya sendiri untuk memperoleh kontra prestasi dari Yayasan. 2. Duty of Skill And Care Doktrin duty of skill and care seperti diuraikan di awal tadi telah dianut oleh Undang undang Yayasan nomor 16 tahun 2001, antara lain dalam Pasal 39.. Pasal 39 Undang Undang Nomor 16 tahun 2001 (1) Dalam hal kepailitan terjadi karena kesalahan atau kelalaian Pengurus dan kekayaan Yayasan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, maka setiap Anggota Pengurus secara tanggung renteng bertanggung jawab atas kerugian tersebut. (2) Anggota Pengurus yang dapat membuktikan bahwa kepailitan bukan karena kesalahan atau kelalaiannya tidak bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (3) Anggota Pengurus yang dinyatakan bersalah dalam melakukan pengurusan Yayasan yang menyebabkan kerugian bagi Yayasan, masyarakat, atau Negara berdasarkan putusan pengadilan, maka dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum yang tetap, tidak dapat diangkat menjadi Pengurus Yayasan manapun. Secara bahasa apabila diterjemahkan ke bahasa Indonesia, duty of skill and care kewajiban dan kemampuan dalam bekerja. Kata duty dapat berarti sebagai tugas ataupun kewajiban. Sedangkan kata skill berkaitan dengan kesanggupan serta profesionalisme. Dan kata care mencakup arti tentang kepedulian terhadap sesuatu, kehati hatian, rajin dan bekerja. Tugas dan kewajiban pengurus dalam 45 Ibid, Hal. 110

9 42 hubungan duty of skill and care bersumber dari kontrak, kepatutan/kewajaran, peraturan perundang undangan serta anggaran dasar Yayasan. Kesukaran timbul dalam menentukan batas minimal kemampuan dan kehati hatian yang harus dimiliki oleh seorang pengurus. Hal ini terutama karena pada mulanya seorang pengurus biasanya masih amatir dan tidak memiliki kemampuan seorang professional. Persoalannya adalah Undang undang tidak memberikan ukuran atau standar bagi apa yang dimaksud dengan kecakapan yang dibutuhkan bagi seorang pengurus dan juga batasan dari suatu perbuatan yang merupakan suatu kelalaian. Bertolak dari pandangan bahwa pada mulanya pengurus Yayasan adalah seorang amatir, tidaklah beralasan untuk menetapkan standar yang sama bagi kecakapan dan kelalaian itu. Namun, jika pengurus jujur dalam melakukan tugas dan wewenangnya, dia tidak bertanggung jawab atas kerugian yang timbul, kecuali kesahalahan yang timbul karena kelalaian yang sangat besar. Diperlukan suatu pernyataan yang tepat mengenai pertanggungjawaban pengurus ini. Pada dasarnya seseorang tidak dapat dinyatakan melakukan kesalahan karena kelalaian, besar atau kecil kecuali dapat ditentukan sampai berapa jauh atau luas tugas yang diduga telah dilalaikan. Tugas seorang pengurus adalah melakukan kegiatannya dengan kehati hatian yang beralasan dapat diharapkan dari dirinya, sesuai dengan pengetahuan dan pengalamannya. Permasalahan yang timbul adalah mengenai kewenangan bertindak pengurus serta pertanggungjawaban Yayasan sebagai suatu badan hukum atas tindakan- tindakan yang dilakukan pengurus terhadap pihak ketiga. Pengurus

10 43 Yayasan mewakili Yayasan di dalam dan di luar pengadilan. Dalam hubungan ini ada dua sisi yang harus diperhatikan, yaitu kekuasaan pengurus untuk mewakili, guna bertindak untuk serta dan atas nama Yayasan. Sedangkan pada sisi lain, kewenangan pengurus mewakili Yayasan ataupun kewenangan pengurus dengan segala persyaratan serta pembatasannya sebagaimana ditetapkan dalam anggaran dasar. 3. Statutory Duty Kewenangan bertindak pengurus Yayasan, seperti halnya kewenangan bertindak pengurus suatu badan hukum dirumuskan dalam anggaran dasarnya. Anggaran dasar merupakan hukum positif yang mengikat organ Yayasan. Kekuatan mengikat anggaran dasar tidak dapat dikesampingkan. Dalam hal ingin melakukan hal hal yang bertentangan atau tidak sejalan dengan anggaran dasar, maka yang dapat dilakukan adalah mengubah anggaran dasar sesuai dengan ketentuan Undang undang Yayasan nomor 16 tahun 2001 dan anggaran dasar itu sendiri. Dengan demikian, pengurus Yayasan menjakankan apa yang dikenal sebagai perwakilan statute, yaitu perwakilan yang berdasarkan anggaran dasar. 46 Wewenang pengurus tidak timbul dari peraturan perundang undangan, jadi hanya berdasarkan anggaran dasar, tidak dapat dipaksakan oleh pihak ketiga atau terhadap pihak lain. Undang undang Yayasan nomor 16 tahun 2001 sendiri membatasi wewenang pengurus Yayasan dalam hal terjadi perkara antara Yayasan dan anggota pengurus Yayasan yang bersangkutan atau dalam hal 46 Ibid, Hal. 114

11 44 anggota pengurus yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan Yayasan. Pasal 36 Undang undang Yayasan Nomor 16 Tahun 2001 (1) Anggota Pengurus tidak berwenang mewakili Yayasan apabila: a. terjadi perkara di depan pengadilan antara Yayasan dengan anggota Pengurus yang bersangkutan; atau b. anggota Pengurus yang bersangkutan mempunyai kepentingan yang bertentangan dengan kepentingan Yayasan. (2) Dalam hal terdapat keadaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), yang berhak mewakili Yayasan ditetapkan dalam Anggaran Dasar. Pengaturan tersebut untuk menghindari adanya conflict of interest dari anggota pengurus, yang akan berakibat merugikan Yayasan. Dapat terjadi status conflict, di mana seorang anggota pengurus di satu pihak dalam kapasitasnya mewakili Yayasan, sedangkan di lain pihak mewakili dirinya sebagai anggota pengurus Yayasan, sehingga akan terjadi dua kepentingan yang berbeda, di satu pihak harus membela kepentingan Yayasan, dan di lain pihak harus membela kepentingan diri sendiri selaku anggota pengurus Yayasan. Untuk mengatasi masalahnya, tidak dapat Yayasan meminta bantuan hukum kepada seorang advokat, kemudian yang memberi dan menandatangani surat kuasa adalah pengurus Yayasan, ini sama saja persoalannya. Adapun jalan keluarnya menurut Pasal 36 ayat (6) yang berhak mewakili Yayasan ditetapkan dalam anggaran dasar. Ketika membuat anggaran dasar hal ini harus diatur lebih dahulu siapa yang berwenang, jangan pada waktu terjadi sengketa ketentuannya belum ada, sehingga terjadi kekosongan aturan yang dapat mengakibatkan kerugian Yayasan. Sebaiknya dalam hal hal tertentu ini, menurut hemat kami

12 45 dapat diberikan kepada pengawas untuk mewakili Yayasan, dengan cara mencantumkan pada anggaran dasarnya terlebih dahulu. 47 Pengurus dilarang mengadakan perjanjian dengan organisasi yang terafiliasi dengan Yayasan, organ Yayasan lainnya, dan karyawan Yayasan, kecuali bila hal tersebut bermanfaat bagi tercapainya tujuan Yayasan. Anggota pengurus yang dinyatakan bersalah dalam mengurus Yayasan yang mengakibatkan kerugian bagi Yayasan, masyarakat atau Negara berdasarkan putusan pengadilan, dalam jangka waktu lima tahun setelah putusan tersebut tidak dapat diangkat menjadi pengurus Yayasan manapun. Pengurus yang karena kesalahan atau kelalaiannya menyebabkan Yayasan pailit dan kekayaan Yayasan tidak cukup untuk menutup kerugian akibat kepailitan tersebut, bertanggungjawab secara tanggug renteng atas kerugian tersebut. 48 B. Kedudukan Pengurus Yayasan Terhadap Penyelenggaraan Perguruan Tinggi di Indonesia Dalam penyelenggaraan Pendidikan Tinggi di Indonesia terdapat beberapa prinsip yaitu 49 : a. Pencarian kebenaran ilmiah oleh Sivitas Akademika b. Demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai agama, nilai budaya, kemajemukan, persatuan, dan kesatuan bangsa; 47 Gatot Supramono, Op.Cit, Hal Pasal 39 Undang undang Nomor 16 tahun 2001 tentang Yayasan 49 Pasal 6 Undang undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi

13 46 c. Pengembangan budaya akademik dan pembudayaan kegiatan baca tulis bagi Sivitas Akademika d. Pembudayaan dan pemberdayaan bangsa yang berlangsung sepanjang hayat e. Keteladanan, kemauan, dan pengembangan kreativitas Mahasiswa dalam pembelajaran; f. Pembelajaran yang berpusat pada Mahasiswa dengan memperhatikan lingkungan secara selaras dan seimbang; g. Kebebasan dalam memilih Program Studi berdasarkan minat, bakat, dan kemampuan Mahasiswa; h. Satu kesatuan yang sistemik dengan sistem terbuka dan multimakna i. Keberpihakan pada kelompok Masyarakat kurang mampu secara ekonomi j. Pemberdayaan semua komponen Masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan pengendalian mutu layanan Pendidikan Tinggi Prinsip prinsip tersebut merupakan hal yang ideal agar tujuan dari penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dapat tercapai dan berjalan dengan semestinya. Sehingga untuk mencapai penyelenggaraan pendidikan yang berkualitas, pihak penyelenggara pendidikan, baik pemerintah dan penyelenggara swasta seperti Yayasan wajib menjunjung tinggi prinsip prinsip penyelenggaraan pendidikan tersebut.

14 47 Berdasarkan Pasal 53 ayat (1) Undang undang Sisdiknas, penyelenggaraan satuan pendidikan formal yang didirikan oleh pemerintah atau masyarakat harus berbentuk atau dibawah badan hukum pendidikan yang berfungsi memberikan pelayanan pendidikan kepada peserta didik dengan prinsip nirlaba dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan satuan pendidikan. Hal ini juga berlaku terhadap penyelenggaraan Pendidikan Tinggi. Dampak dari ketentuan Pasal 53 tersebut menyebabkan eksistensi dari Undang undang no 9 tahun 2009 tentang Badan Hukum Nasional. Namun pada akhirnya Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan UU Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Nasional tersebut dikarenakan beberapa hal yaitu: 50 a. UU BHP secara keseluruhan dinilai bertentangan dengan UUD b. Majelis hakim MK menilai UU BHP berusaha menyeragamkan pendidikan dan mempersempit akses masyarakat miskin dalam memperoleh hak di bidang pendidikan. Penyeragaman bentuk hukum badan hukum pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat tidak sesuai dengan Pasal 31 UUD c. MK menilai UU BHP tidak menjamin tercapainya tujuan pendidikan nasional dan menimbulkan ketidakpastian hukum. UU itu dianggap bertentangan dengan Pasal 28 d Ayat (1) dan Pasal 31 UUD d. Majelis hakim MK menyatakan UU BHP memiliki kelemahan dari aspek yuridis, kejelasan maksud, dan keselarasan dengan UU lain. Pengaturan badan hukum pendidikan dalam UU BHP dinilai tidak sesuai dengan 50 Payung Yayasan Pendidikan, Diakses pada tanggal 29 Januari 2015 Pukul WIB

15 48 rambu-rambu yang pernah diberikan MK dalam putusan sebelumnya, terkait dengan Pasal 53 Ayat (1) UU Sisdiknas e. Pemberian otonomi kepada PTN berakibat beragam, misalnya lebih banyak PTN tidak mampu menghimpun dana karena keterbatasan pasar usaha di tiap daerah, dan hal ini bisa mengganggu penyelenggaraan pendidikan Terhadap dibatalkannya UU BHP ini, Mendiknas awalnya menafsirkan bahwa pembatalan UU Nomor 9 Tahun 2009 tentang BHP berimplikasi pada adanya kevakuman hukum bagi Yayasan untuk menyelenggarakan pendidikan dasar, menengah, dan tinggi. Alasannya di dalam UU Nomor 16 Tahun 2001 jo UU Nomor Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, disebutkan bahwa Yayasan tidak boleh menyelenggarakan pendidikan secara langsung tetapi harus membentuk badan usaha, dan konsekuensinya mencari untung. Jika mencari untung maka bertentangan dengan prinsip pendidikan. Karena itu, Yayasan yang menyelenggarakan pendidikan setelah batalnya UU BHP perlu payung hukum baru. Jika tidak, maka kegiatan Yayasan dianggap tidak sah. Pada dasarnya kedudukan pengurus Yayasan dalam penyelenggaraan Pendidikan Tinggi memiliki peran yang cukup besar baik di bidang administrasi maupun di bidang keuangan. Namun, hal yang paling utama dari kedudukan pengurus Yayasan dalam penyelenggaraan pendidikan di Perguruan Tinggi adalah pembentukan statuta Perguruan Tinggi. Statuta adalah peraturan dasar Pengelolaan Perguruan Tinggi yang digunakan sebagai landasan penyusunan peraturan dan prosedur operasional di

16 49 Perguruan Tinggi. 51 Hal ini berarti ketentuan mengenai organisasi dan tata kelola Perguruan Tinggi yang diselenggarakan oleh Yayasan haruslah berdasarkan statuta Perguruan Tinggi. Statuta Perguruan Tinggi tersebut paling sedikit memuat: 1. Ketentuan Umum 2. Identitas 3. Penyelenggaraan Tridharma Perguruan Tingi 4. Sistem penjaminan mutu internal 5. Bentuk dan tata cara Penetapan Peraturan 6. Pendanaan dan kekayaan 7. Ketentuan Peralihan dan 8. Ketentuan Penutup Dari ketentuan tersebut dapat dilihat bahwa pengurus Yayasan memiliki kedudukan dan peranan yang cukup besar dalam penyelenggaraan Perguruan Tinggi, yaitu dari pembuatan statuta Perguruan Tinggi yang juga mencakup tentang peraturan Perguruan Tinggi, pendanaan, serta sistem penyelenggaraannya. Dalam penyelenggaraannya, Perguruan Tinggi juga memiliki akuntabilitas publik, yang diwujudkan melalui pemenuhan atas kewajiban untuk menjalankan visi dan misi Pendidikan Tinggi nasional sesuai izin Perguruan Tinggi dan sesuai izin program studi yang ditetapkan oleh menteri. Dalam penyelenggaraan Perguruan Tinggi swasta, target kinerja tersebut juga ditetapkan oleh badan penyelenggara, dalam hal ini pengurus Yayasan penyelenggara Perguruan 51 Pasal 1 Butir 16 PP No 04 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi

17 50 Tinggi. 52 Karena ketentuan mengenai akuntabilitas publik Perguruan Tinggi tersebut diatur di dalam statuta masing masing Perguruan Tinggi. Dalam pengelolaan Pendidikan Tinggi terdapat pengaturan yang meliputi otonomi Perguruan Tinggi, pola pengelolaan Perguruan Tinggi, tata kelola Perguruan Tinggi dan akuntabilitas publik. Hal ini berarti Perguruan Tinggi memiliki otonomi untuk mengelola sendiri lembaganya sebagai pusat penyelenggaraan tridharma Perguruan Tinggi, termasuk juga Perguruan Tinggi swasta. Otonomi pengelolaan Perguruan Tinggi meliputi bidang akademik, yaitu penetapan norma dan kebijakan operasional serta pelaksanaan pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Kemudian otonomi di bidang nonakademik yang meliputi penetapan norma dan kebijakan operasional serta pelaksanaan organisasi, keuangan, kemahasiswaan, ketenagaan dan sarana prasarana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Otonomi pengelolaan pada Perguruan Tinggi swasta diatur oleh badan penyelenggara, dalam hal ini adalah Yayasan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Namun dalam praktiknya, Perguruan Tinggi swasta yang bernaung di bawah Yayasan, secara operasional sering terjadi benturan dengan Yayasan. Dan yang telah menjadi kasus umum adalah tarik-menarik kepentingan dan kekuasaan antara Yayasan dan PTS. Yayasan merasa sebagai pemilik, berhak Pasal 33 PP No 04 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi 53 Pasal 22 PP No 04 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi

18 51 mencampuri urusan operasional, sampai pada masalah-masalah pengaturan ruangan, posisi ruangan, proses seleksi dosen, sementara pihak universitas (PTS) merasa Yayasan terlalu jauh mengintervensi pelaksanaan operasional universitas. Sikap yang terlalu hati-hati terkesan tidak adanya kepercayaan Yayasan terhadap manajemen Perguruan Tinggi swasta, apalagi kalau berurusan dengan proyek, dana dan pengadaan barang tertentu. Sebaliknya universitas terlalu mencurigai Yayasan dalam berbagai hal, karena tingkah polahnya yang terlalu kuat mendominasi, termasuk hal-hal sepele yang dapat digolongkan pelanggaran terhadap statuta. Hal ini diperparah dengan komunikasi yang tidak transparan, pelanggaran hak dan wewenang pekerjaan membuat lingkup dan koridor wewenang semakin tidak jelas. Kondisi inilah yang menjadi isu utama terjadinya perpecahan serta tarik menarik kekuasaan antara Yayasan dan universitas. Pada akhirnya Perguruan Tinggi swasta yang didirikan oleh Yayasan mirip perusahaan keluarga, termasuk personil yang menduduki jabatan dalam manajemen Perguruan Tinggi swasta masih dalam ikatan kekerabatan, sehingga Perguruan Tinggi swasta seolah menjadi milik pribadi atau milik kelompoknya. Masalahnya, Yayasan dan manajemen Perguruan Tinggi swasta menjadi sangat harmonis, sehingga mudah tergoda secara masif dan kompak menyimpang pada tujuan semula. Hal tersebut yang menyebabkan Pemerintah merasa perlu mengatur hal ini, melalui Undang-Undang Yayasan (UU No.16 tahun 2001 yang kemudian diubah dengan UU No. 28 tahun 2004), agar akuntabilitas dan mutu

19 52 pendidikan yang dikelolanya dapat lebih dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Pengurus Yayasan sangat berperan dalam ikut mengelola suatu Perguruan Tinggi swasta karena pengurus Yayasan ikut serta mengurusi bidang administrasi dan keuangan dan bertanggung jawab penuh untuk kepentingan dan tujuan Yayasan serta berhak mewakili Yayasan baik di dalam maupun di luar pengadilan. Setiap pengurus menjalankan tugas dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab untuk kepentingan dan tujuan Yayasan. Sementara pengelolaan bidang akademik diserahkan kepada PTS masing-masing. Hanya satu pengurus Yayasan yang sama sekali tidak turut campur mengelola bidang keuangan maupun bidang administrasi. administrasi. Meskipun sudah ada pimpinan universitas dan jajaran di bawahnya, peran pengurus Yayasan dalam ikut serta mengelola PTS sangat dominan. Terjadinya perselisihan pendapat antara pengurus Yayasan dengan pengelola Perguruan Tinggi swasta pada umumnya disebabkan masalah keuangan dan pengelolaan administrasi. Upaya yang dapat ditempuh untuk mengatasi perselisihan tersebut adalah melalui musyawarah dan rapat internal. Pengelolaan bidang administrasi, keuangan, maupun akademik di Perguruan Tinggi swasta sebaiknya diserahkan sepenuhnya kepada Perguruan Tinggi yang bersangkutan. Pengurus Yayasan hendaknya lebih fokus memikirkan kebijakan untuk pengembangan kegiatan Yayasan. Pemisahan kewenangan tersebut sangat penting

20 53 untuk menghindari timbulnya perselisihan antara pengurus Yayasan dengan pengelola Perguruan Tinggi swasta Suryarama, Peran Yayasan dalam Pengelolaan Bidang Pendidikan pada Perguruan Tinggi Swata, Jurnal Organisasi dan Manajemen, Volume 5, Nomor 1, Maret 2009, Hal

Direksi mempunyai tugas dan wewenang ganda yaitu melakukan pengurusan dan menjalankan perwakilan perseroan Direksi yang mengurus dan mewakili

Direksi mempunyai tugas dan wewenang ganda yaitu melakukan pengurusan dan menjalankan perwakilan perseroan Direksi yang mengurus dan mewakili RH DIREKSI Direksi diatur secara khusus dalam Bagian Pertama Bab VII Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 yaitu mulai pasal 92 sampai dengan pasal 107 Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 4 UUPT Direksi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN

NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 16 TAHUN 2001 (16/2001) TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

1 / 25 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Y A Y A S A N Diubah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace diubah: UU 28-2004 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan berdasarkan kebiasaan dalam masyarakat,

Lebih terperinci

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001

Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 Kompilasi UU No 28 Tahun 2004 dan UU No16 Tahun 2001 UU Tentang Yayasan BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Yayasan adalah badan hukum yang terdiri atas kekayaan

Lebih terperinci

EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Raffles, S.H., M.H.

EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS. Oleh : Raffles, S.H., M.H. EKSISTENSI DAN TANGGUNG JAWAB DIREKSI MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS Oleh : Raffles, S.H., M.H. 1 Abstrak Direksi adalah organ perseroaan yang bertanggung jawab penuh

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan fungsi dan tujuan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk

BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS. perseroan yang paling tinggi, serta yang berhak dan berwenang untuk BAB II PENGATURAN DIREKSI MENURUT KETENTUAN UNDANG-UNDANG PERSEROAN TERBATAS A. Kedudukan Direksi Sebagai Pengurus dalam PT Pengaturan mengenai direksi diatur dalam Bab VII dari Pasal 92 sampai dengan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Teks tidak dalam format asli. LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 112, 2001 Kehakiman. Keuangan. Yayasan. Bantuan. Hibah. Wasiat. (Penjelasan dalam Tambahan

Lebih terperinci

PERAN YAYASAN DALAM PENGELOLAAN BIDANG PENDIDIKAN PADA PERGURUAN TINGGI SWASTA

PERAN YAYASAN DALAM PENGELOLAAN BIDANG PENDIDIKAN PADA PERGURUAN TINGGI SWASTA PERAN YAYASAN DALAM PENGELOLAAN BIDANG PENDIDIKAN PADA PERGURUAN TINGGI SWASTA Suryarama (suryarama@mail.ut.ac.id) Universitas Terbuka ABSTRACT From the five foundations, four of them (80%) the foundation

Lebih terperinci

&DIKTI. Keuangan Negara DEPARTEMEN KAJIAN & AKSI STRATEGIS

&DIKTI. Keuangan Negara DEPARTEMEN KAJIAN & AKSI STRATEGIS UU &DIKTI Keuangan DEPARTEMEN KAJIAN & AKSI STRATEGIS Keuangan Di dalam Pasal 23 Ayat (1) UUD 1945 perumusan tentang keuangan adalah: Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini dilakukan

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI DAFTAR ISI PASAL 1 Tujuan... 2 PASAL 2 Definisi... 2 PASAL 3 Keanggotaan Direksi... 2 PASAL 4 Persyaratan... 3 PASAL 5 Masa Jabatan... 4 PASAL 6 Pemberhentian Sementara...

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N YANG DIRUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pendirian Yayasan di Indonesia selama ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan

Lebih terperinci

Piagam Direksi. PT Link Net Tbk ( Perseroan )

Piagam Direksi. PT Link Net Tbk ( Perseroan ) Piagam Direksi PT Link Net Tbk ( Perseroan ) BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 Definisi 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti organ Perseroan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.212, 2012 PEMBANGUNAN. EKONOMI. Warga Negara. Kesejahteraan. Koperasi. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5355) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia

BAB V PENUTUP. Universitas Indonesia 120 BAB V PENUTUP 1. Kesimpulan Dari seluruh penjelasan dan uraian yang diberikan pada bab-bab sebelumnya, secara umum dapat disimpulkan bahwa kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan pada Badan Usaha

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI DAN PENGELOLAAN PERGURUAN TINGGI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI DAN PENGELOLAAN PERGURUAN TINGGI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI DAN PENGELOLAAN PERGURUAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN I. UMUM Semangat reformasi di bidang pendidikan yang terkandung dalam Pasal 31 Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

PIAGAM DIREKSI. Piagam ini diterbitkan untuk menjadi panduan Direksi dan anggotanya dalam mengelola dan menjalankan Perseroan. A.

PIAGAM DIREKSI. Piagam ini diterbitkan untuk menjadi panduan Direksi dan anggotanya dalam mengelola dan menjalankan Perseroan. A. PIAGAM DIREKSI Piagam ini diterbitkan untuk menjadi panduan Direksi dan anggotanya dalam mengelola dan menjalankan Perseroan. 1. Peraturan Perseroan No. 40/2007 A. LEGAL BASIS 2. Peraturan Pasar Modal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI DAN PENGELOLAAN PERGURUAN TINGGI

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI DAN PENGELOLAAN PERGURUAN TINGGI SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI DAN PENGELOLAAN PERGURUAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan fungsi dan tujuan

Lebih terperinci

2014, No.16 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi adalah pengaturan

2014, No.16 2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi adalah pengaturan LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.16, 2014 PENDIDIKAN. Pendidikan Tinggi. Perguruan Tinggi. Pengelolaan. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan fungsi dan tujuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM YAYASAN DIINDONESIA MENURUT UU. NO.16 TAHUN 2001 jo. UU NO.28 TAHUN 2004

BAB II PENGATURAN HUKUM YAYASAN DIINDONESIA MENURUT UU. NO.16 TAHUN 2001 jo. UU NO.28 TAHUN 2004 16 BAB II PENGATURAN HUKUM YAYASAN DIINDONESIA MENURUT UU NO.16 TAHUN 2001 jo. UU NO.28 TAHUN 2004 A. Pengertian Yayasan Yayasan dalam bahasa Belanda dikenal dengan istilah stichting dan dalam bahasa Inggris

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Per 17 Desember 2008 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Direksi

PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Direksi PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Direksi BAB I: PENDAHULUAN Pasal 1 D e f i n i s i 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti Organ Perusahaan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi maupun

Lebih terperinci

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Dewan Komisaris

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Dewan Komisaris PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Dewan Komisaris 1 BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 Definisi 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti Organ Perusahaan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi

Lebih terperinci

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN TATA CARA PENYUSUNAN

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N

BAB I P E N D A H U L U A N BAB I P E N D A H U L U A N A. Latar Belakang Masalah Tumbuh dan berkembangnya perekonomian dan minat pelaku usaha atau pemilik modal menjalankan usahanya di Indonesia dengan memilih bentuk badan usaha

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KOTA PONTIANAK

- 1 - PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KOTA PONTIANAK Bagian Organisasi - 1 - PEMERINTAH KOTA PONTIANAK PERATURAN DAERAH KOTA PONTIANAK NOMOR 2 TAHUN 2010 TENTANG PELAYANAN PUBLIK PEMERINTAH KOTA PONTIANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PONTIANAK

Lebih terperinci

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007

B A B II TINJAUAN PUSTAKA. Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 B A B II TINJAUAN PUSTAKA A. Perseroan Terbatas 1. Dasar Hukum Perseroan Terbatas Secara khusus badan usaha Perseroan Terbatas diatur dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT),

Lebih terperinci

PEDOMAN DIREKSI DAN KOMISARIS PERSEROAN

PEDOMAN DIREKSI DAN KOMISARIS PERSEROAN PEDOMAN DIREKSI DAN KOMISARIS PERSEROAN Dalam rangka menerapkan asas asas Tata Kelola Perseroan yang Baik ( Good Corporate Governance ), yakni: transparansi ( transparency ), akuntabilitas ( accountability

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR (AD) DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA (ART) YAYASAN GERAK SEDEKAH CILACAP

ANGGARAN DASAR (AD) DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA (ART) YAYASAN GERAK SEDEKAH CILACAP ANGGARAN DASAR (AD) DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA (ART) YAYASAN GERAK SEDEKAH CILACAP ANGGARAN DASAR YAYASAN GERAK SEDEKAH CILACAP BAB I NAMA DAN KEDUDUKAN Pasal 1 (1) Yayasan ini bernama Gerak Sedekah Cilacap,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Perusahaan adalah suatu pengertian ekonomi yang banyak dipakai dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD), namun KUHD sendiri tidaklah memberikan penafsiran maupun

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PERKOPERASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan perekonomian nasional bertujuan

Lebih terperinci

BEBERAPA CATATAN YANG PERLU DIPERHATIKAN ISI UNDANG-UNDANG PENDIDIKAN TINGGI SEBAGAI PIJAKAN PELAKSANAAN TRIDHARMA PERGURUAN TINGGI

BEBERAPA CATATAN YANG PERLU DIPERHATIKAN ISI UNDANG-UNDANG PENDIDIKAN TINGGI SEBAGAI PIJAKAN PELAKSANAAN TRIDHARMA PERGURUAN TINGGI BEBERAPA CATATAN YANG PERLU DIPERHATIKAN ISI UNDANG-UNDANG PENDIDIKAN TINGGI SEBAGAI PIJAKAN PELAKSANAAN TRIDHARMA PERGURUAN TINGGI Oleh: Anang Priyanto * Tujuan dikeluarkannya UU Pendidkan Tinggi Meskipun

Lebih terperinci

PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Dewan Komisaris

PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Dewan Komisaris PT FIRST MEDIA Tbk Piagam Dewan Komisaris BAB I: PENDAHULUAN Pasal 1 D e f i n i s i 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti Organ Perusahaan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi

Lebih terperinci

YAYASAN Contoh akta Yayasan yang didirikan sebelum berlakunya Undang-undang nomor 16

YAYASAN Contoh akta Yayasan yang didirikan sebelum berlakunya Undang-undang nomor 16 CONTOH AKTA YAYASAN YANG DIDIRIKAN SEBELUM BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN, DAN TELAH MEMENUHI KETENTUAN PASAL 15 A PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. BUMN sebagai salah satu badan hukum publik yang bergerak di sektor privat merupakan entitas mandiri yang berhak melakukan pengelolaan aset kekayaannya sendiri sebagai entitas

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA nomor 1 tahun 1995 tentang PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA 1 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG KOPERASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Koperasi merupakan wadah usaha bersama yang

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 40-2007 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 13, 1995 ( Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3587) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk yang berakal budi, sehingga manusia. mampu mengembangkan kemampuan yang spesisifik, yang menyangkut daya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan makhluk yang berakal budi, sehingga manusia. mampu mengembangkan kemampuan yang spesisifik, yang menyangkut daya 10 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Manusia merupakan makhluk yang berakal budi, sehingga manusia mampu mengembangkan kemampuan yang spesisifik, yang menyangkut daya cipta, rasa maupun karsa. Dengan

Lebih terperinci

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan

b. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undangundang

Lebih terperinci

CONTOH AKTA PENDIRIAN (BARU) YAYASAN YAYASAN

CONTOH AKTA PENDIRIAN (BARU) YAYASAN YAYASAN CONTOH AKTA PENDIRIAN (BARU) YAYASAN YAYASAN Nomor: - Pada hari ini, - tanggal - bulan - tahun - pukul WI (Waktu Indonesia ). -------------------------------------- Menghadap kepada saya 1,--------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT

BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT BAB IV ANALISIS HUKUM MENGENAI PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 TENTANG PERSEROAN TERBATAS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Direksi

PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Direksi PT LIPPO KARAWACI Tbk Piagam Direksi BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 Definisi 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti Organ Perusahaan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi maupun

Lebih terperinci

YAYASAN Contoh akta perubahan anggaran dasar Yayasan untuk Yayasan yang didirikan

YAYASAN Contoh akta perubahan anggaran dasar Yayasan untuk Yayasan yang didirikan CONTOH AKTA PERUBAHAN ANGGARAN DASAR YAYASAN UNTUK YAYASAN YANG DIDIRIKAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN, TAPI PENGESAHAN SEBAGAI BADAN HUKUMNYA BELUM/TIDAK DIURUS. YAYASAN

Lebih terperinci

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA)

Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Bentuk: UNDANG-UNDANG (UU) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 1 TAHUN 1995 (1/1995) Tanggal: 7 MARET 1995 (JAKARTA) Sumber: LN 1995/13; TLN NO. 3587 Tentang: PERSEROAN TERBATAS Indeks: PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Piagam Dewan Komisaris. PT Link Net Tbk ( Perseroan )

Piagam Dewan Komisaris. PT Link Net Tbk ( Perseroan ) Piagam Dewan Komisaris PT Link Net Tbk ( Perseroan ) BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 D e f i n i s i 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) berarti organ Perseroan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana

Lebih terperinci

BAB III PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS DAN DAMPAK PENERAPANNYA

BAB III PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS DAN DAMPAK PENERAPANNYA BAB III PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL DALAM TANGGUNG JAWAB DIREKSI PADA SEBUAH PERSEROAN TERBATAS DAN DAMPAK PENERAPANNYA A. Penerapan asas Piercing The Corporate Veil dalam Perseroan Terbatas

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR (AD) DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA (ART) YAYASAN KESEJAHTERAAN DAN PENDIDIKAN ISLAM PONDOWAN TAYU PATI

ANGGARAN DASAR (AD) DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA (ART) YAYASAN KESEJAHTERAAN DAN PENDIDIKAN ISLAM PONDOWAN TAYU PATI ANGGARAN DASAR (AD) DAN ANGGARAN RUMAH TANGGA (ART) YAYASAN KESEJAHTERAAN DAN PENDIDIKAN ISLAM PONDOWAN TAYU PATI 1 ANGGARAN DASAR YAYASAN KESEJAHTERAAN DAN PENDIDIKAN ISLAM PONDOWAN TAYU PATI بسم االله

Lebih terperinci

PIAGAM DEWAN KOMISARIS PT SILOAM INTERNATIONAL HOSPITALS TBK. BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 Definisi

PIAGAM DEWAN KOMISARIS PT SILOAM INTERNATIONAL HOSPITALS TBK. BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 Definisi PIAGAM DEWAN KOMISARIS PT SILOAM INTERNATIONAL HOSPITALS TBK. BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 Definisi 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) adalah organ Perseroan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan

Lebih terperinci

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERA

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERA No.305, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAH DAERAH. Badan Usaha Milik Daerah. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6173) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1995 TENTANG PERSEROAN TERBATAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa peraturan tentang Perseroan Terbatas sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-undang

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP KERUGIAN PT BERDASARKAN DOKTRIN BUSINESS JUDGEMENT RULE

TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP KERUGIAN PT BERDASARKAN DOKTRIN BUSINESS JUDGEMENT RULE TANGGUNG JAWAB DIREKSI TERHADAP KERUGIAN PT BERDASARKAN DOKTRIN BUSINESS JUDGEMENT RULE Oleh : I Made Sanditya Edi Kurniawan Made Gde Subha Karma Resen Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan fungsi dan tujuan

Lebih terperinci

NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN STATUS DAN JANGKA WAKTU MAKSUD DAN TUJUAN KEGIATAN

NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN STATUS DAN JANGKA WAKTU MAKSUD DAN TUJUAN KEGIATAN NAMA DAN TEMPAT KEDUDUKAN Pasal 1 1. Yayasan ini bernama [ ] disingkat [ ], dalam bahasa Inggris disebut [ ] disingkat [ ], untuk selanjutnya dalam Anggaran Dasar ini disebut "Yayasan" berkedudukan di

Lebih terperinci

BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007

BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 23 BAB II BATASAN KRITERIA DIREKSI PERSEROAN TERBATAS DALAM MELAKSANAKAN DUTY OF LOYALTY DAN DUTY OF CARE BERDASARKAN UNDANG UNDANG NOMOR 40 TAHUN 2007 A. Organ Organ Perseroan Terbatas 1. Rapat Umum Pemegang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERKUMPULAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pada saat ini perkumpulan di Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 1998 TENTANG PERUSAHAAN UMUM (PERUM) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa perkembangan ekonomi dan perdagangan dunia telah menimbulkan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.../20...

RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK.../20... -1- OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR.../POJK..../20... TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN NOMOR IX.I.6 TENTANG DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS EMITEN

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG Y A Y A S A N I. UMUM Pendirian Yayasan di Indonesia sampai saat ini hanya berdasar atas kebiasaan dalam masyarakat dan yurisprudensi

Lebih terperinci

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PT MANDOM INDONESIA Tbk

PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PT MANDOM INDONESIA Tbk PEDOMAN DAN TATA TERTIB KERJA DIREKSI PT MANDOM INDONESIA Tbk 1. DASAR PENYUSUNAN Pedoman dan Tata Tertib Kerja Direksi disusun berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 33 /POJK.04/2014 tgl 8

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI

BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI BAB II ASPEK HUKUM MENGENAI PERSEROAN TERBATAS DAN PENERAPAN ASAS PIERCING THE CORPORATE VEIL ATAS TANGGUNG JAWAB DIREKSI A. Perseroan Terbatas sebagai Badan Hukum Dewasa ini Perseroan Terbatas merupakan

Lebih terperinci

Otonomi Akademik & Peningkatan Peran Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum dalam Pengembangan Pendidikan Nasional

Otonomi Akademik & Peningkatan Peran Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum dalam Pengembangan Pendidikan Nasional Otonomi Akademik & Peningkatan Peran Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum dalam Pengembangan Pendidikan Nasional Aspek Legal dalam Otonomi & Aspek Kewenangan dalam Pengelolaan Perguruan Tinggi Negeri Badan

Lebih terperinci

PIAGAM DIREKSI PT SILOAM INTERNATIONAL HOSPITALS TBK. BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 Definisi

PIAGAM DIREKSI PT SILOAM INTERNATIONAL HOSPITALS TBK. BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 Definisi PIAGAM DIREKSI PT SILOAM INTERNATIONAL HOSPITALS TBK. BAB I PENDAHULUAN Pasal 1 Definisi 1. Rapat Umum Pemegang Saham ( RUPS ) adalah organ Perseroan yang memiliki wewenang yang tidak diberikan kepada

Lebih terperinci

Materi Minggu 6. Pengambil Keputusan Strategik: Manajer Strategik dan Corak Manajemen Strategik

Materi Minggu 6. Pengambil Keputusan Strategik: Manajer Strategik dan Corak Manajemen Strategik M a n a j e m e n S t r a t e g i k 29 Materi Minggu 6 Pengambil Keputusan Strategik: Manajer Strategik dan Corak Manajemen Strategik 6.1 Direksi Corporate Menurut UU No. 40 Tahun 2007 Pasal 1 Ayat 5 tentang

Lebih terperinci

Sosialisasi Rancangan Undang-undang Tentang Persekutuan Perdata, Persekutuan Firma dan Persekutuan Komanditer

Sosialisasi Rancangan Undang-undang Tentang Persekutuan Perdata, Persekutuan Firma dan Persekutuan Komanditer Sosialisasi Rancangan Undang-undang Tentang Persekutuan Perdata, Persekutuan Firma dan Persekutuan Komanditer I. Pengantar Dalam perekonomian Indonesia, badan usaha terbanyak adalah badan usaha berbentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 318 K/Pdt/2010 tertanggal 26 Juli

BAB I PENDAHULUAN. dalam Putusan Kasasi Mahkamah Agung Nomor 318 K/Pdt/2010 tertanggal 26 Juli 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Yayasan Pendidikan Kerja Sama merupakan suatu badan hukum yang telah berdiri sebelum tahun 1970-an. Yayasan Pendidikan Kerja Sama sejak tahun 1998 telah mengalami

Lebih terperinci

YAYASAN Contoh akta perubahan anggaran dasar Yayasan untuk Yayasan yang didirikan sebelum

YAYASAN Contoh akta perubahan anggaran dasar Yayasan untuk Yayasan yang didirikan sebelum CONTOH AKTA PERUBAHAN ANGGARAN DASAR YAYASAN UNTUK YAYASAN YANG DIDIRIKAN SEBELUM BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 16 TAHUN 2001 TENTANG YAYASAN, DAN TELAH MEMENUHI KETENTUAN PASAL 37 A PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PENERAPAN GOOD GOVERNANCE

PENERAPAN GOOD GOVERNANCE PENERAPAN GOOD GOVERNANCE DALAM TATA KELOLA PENYELENGGARAAAN DAN PENGELOLAAN PERGURUAN TINGGI SWASTA YANG BERBASIS PELAYANAN Oleh Dr. I Nyoman Gede Remaja, S.H., M.H. 3 Abstrak: Dalam era globalisasi yang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi I. PEMOHON 1. Moh. Junaidi, sebagai Pemohon I; 2. Ahmad Rizky Mardhatillah Umar, sebagai Pemohon II;

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2014 TENTANG DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2014 TENTANG DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 33 /POJK.04/2014 TENTANG DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS EMITEN ATAU PERUSAHAAN PUBLIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54 TAHUN 2017 TENTANG BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BAB IV TANGGUNG JAWAB PENGURUS KOPERASI TERHADAP PENGALIHAN BENDA JAMINAN MILIK ANGGOTA DAN TINDAKAN HUKUM YANG

BAB IV TANGGUNG JAWAB PENGURUS KOPERASI TERHADAP PENGALIHAN BENDA JAMINAN MILIK ANGGOTA DAN TINDAKAN HUKUM YANG BAB IV TANGGUNG JAWAB PENGURUS KOPERASI TERHADAP PENGALIHAN BENDA JAMINAN MILIK ANGGOTA DAN TINDAKAN HUKUM YANG DAPAT DILAKUKAN OLEH PEMILIK BENDA JAMINAN A. Tanggung Jawab Pengurus Koperasi atas Pengalihan

Lebih terperinci

BAB II PEMBUBARAN DAN TANGGUNGJAWAB LIKUDIATOR

BAB II PEMBUBARAN DAN TANGGUNGJAWAB LIKUDIATOR BAB II PEMBUBARAN DAN TANGGUNGJAWAB LIKUDIATOR 2.1. Pembubaran dan Likuidasi Dalam Pasal 1 UU PT tidak dijelaskan mengenai definisi dari pembubaran tetapi apabila ditarik dari rumusan Pasal 142 ayat (2)

Lebih terperinci

PEDOMAN KERJA DAN KODE ETIK DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS

PEDOMAN KERJA DAN KODE ETIK DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS PEDOMAN KERJA DAN KODE ETIK DIREKSI DAN DEWAN KOMISARIS I. Pengantar Pedoman ini membahas mengenai hal-hal yang berhubungan dengan Direksi dan Dewan Komisaris di Perseroan, seperti : tugas, wewenang, pertanggungjawaban,

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN

SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN OTORITAS JASA KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 73 /POJK.05/2016 TENTANG TATA KELOLA PERUSAHAAN YANG BAIK BAGI PERUSAHAAN PERASURANSIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB III. dan/atau ikut serta dalam suatu badan usaha. 151

BAB III. dan/atau ikut serta dalam suatu badan usaha. 151 122 BAB III TANGGUNG JAWAB ORGAN-ORGAN YAYASAN BAGI YAYASAN YANG MENJALANKAN KEGIATAN PENDIDIKAN YANG BELUM MENYESUAIKAN ANGGARAN DASAR BERDASARKAN PP NO 2 TAHUN 2013 A. Organ-Organ Yayasan Sebagaimana

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Bahan TIMUS 23-06-04 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR..TAHUN.. TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan

Lebih terperinci

PIAGAM DIREKSI & DEWAN KOMISARIS. PT UNGGUL INDAH CAHAYA Tbk.

PIAGAM DIREKSI & DEWAN KOMISARIS. PT UNGGUL INDAH CAHAYA Tbk. PIAGAM DIREKSI & DEWAN KOMISARIS PT UNGGUL INDAH CAHAYA Tbk. 1 PIAGAM DIREKSI & DEWAN KOMISARIS PT UNGGUL INDAH CAHAYA Tbk. BAGIAN I : DASAR HUKUM Pembentukan, pengorganisasian, mekasnisme kerja, tugas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 45 TAHUN 2005 TENTANG PENDIRIAN, PENGURUSAN, PENGAWASAN, DAN PEMBUBARAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2003 TENTANG BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci