BAB I PENDAHULUAN. (PT BHMN), dan kemudian disusul dengan 3 (tiga) Perguruan Tinggi Negeri

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. (PT BHMN), dan kemudian disusul dengan 3 (tiga) Perguruan Tinggi Negeri"

Transkripsi

1 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Negeri sebagai Badan Hukum Milik Negara. Berdasarkan Peraturan Pemerintah ini ditetapkan 4 (empat) Perguruan Tinggi Negeri sebagai Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PT BHMN), dan kemudian disusul dengan 3 (tiga) Perguruan Tinggi Negeri (PTN) sebagai PT BHMN. Ketujuh PT BHMN tersebut meliputi Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Pertanian Bogor (IPB), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) dan Universitas Airlangga (UNAIR). 1 Perguruan Tinggi tersebut ditetapkan sebagai PT BHMN dengan ketetapan sebagai berikut: 1. Universitas Indonesia, ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 152 Tahun Universitas Gadjah Mada, ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 153 Tahun Institut Pertanian Bogor, ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 154 Tahun BHMN Perguruan Tinggi, diakses melalui pada tanggal 7 Maret 2014.

2 2 4. Institut Teknologi Bandung, ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 155 Tahun Universitas Sumatera Utara, ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun Universitas Pendidikan Indonesia, ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun Universitas Airlangga, ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun Seiring dengan pendidikan yang semakin maju dan tujuan pemerintah untuk menyelenggarakan suatu sistem pendidikan nasional bagi seluruh putra-putri bangsa, dikeluarkanlah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. bahwa: Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 angka 1 disebutkan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Oleh karenanya, selain menjadi kewajiban bagi pemerintah pusat dan daerah, seluruh warga negara/masyarakat juga berkewajiban untuk memberdayakan diri, mengusahakan dan ikut mendukung demi terlaksananya program pendidikan nasional. Mochtar Buchori menyatakan, pendidikan merupakan faktor penentu keberhasilan pembangunan manusia, karena pendidikan berfungsi sebagai

3 3 pengembang pengetahuan, keterampilan, nilai dan kebudayaan. 2 Oleh karena itu seluruh masyarakat berhak untuk mendapatkan pendidikan sesuai dengan amanat Pasal 31 UUD Tidak lama berselang dengan diundangkannya UU Sisdiknas, Pemerintah mengeluarkan undang-undang baru yakni Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Pada saat ini Undang- Undang tersebut telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang ini membawa semangat otonomi ke setiap pelosok tanah air, Pemerintah Daerah mendapatkan kewenangan untuk mengatur sendiri pemerintahannya. Pasal 1 angka 5 dari UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa: otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat esuai dengan peraturan perundang-undangan. Menurut UU Nomor 12 Tahun 2008, dalam Pasal 10 mengemukakan bahwa: (1) Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang oleh undang-undang ini ditentukan menjadi urusan pemerintah. (2) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan. (3) Urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: 2 Mochtar Buchori, 2001, Pendidikan Antisipatoris, Yogyakarta : Kanisius, hlm. 23.

4 4 a) Politik luar negeri; b) Pertahanan; c) Keamanan; d) Yustisi; e) Moneter dan fiskal nasional; dan f) Agama. Untuk bidang pendidikan, diserahkan kewenangannya kepada pemerintahan daerah dan menjadi urusan wajib. Hal tersebut diatur ketentuan dalam Pasal 13 UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Adanya otonomi daerah membawa dampak bagi pelaksanaan manajemen pendidikan, hal tersebut identik dengan pemberian otonomi bagi Perguruan Tinggi Negeri yang dipandang sudah cukup mampu melakukan kemandirian pengelolaan perguruan tinggi. Dalam perkembangannya, hasil dari pelaksanaan pengelolaan PT BHMN secara mandiri telah memperoleh berbagai bentuk kemajuan, dengan melihat adanya berbagai kemajuan tersebut mendorong Pemerintah kemudian mengeluarkan UU Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP), dengan tujuan memajukan pendidikan secara nasional dengan menerapkan manajemen berbasis otonomi perguruan tinggi. Dengan adanya UU Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan maka otonomi dalam pengelolaan pendidikan formal dapat diwujudkan, jika penyelenggara atau satuan pendidikan formal berbentuk badan hukum pendidikan, diharapkan akan memberikan pelayanan yang adil dan bermutu kepada peserta didik, berprinsip nirlaba, dan dapat mengelola dana secara mandiri untuk memajukan pendidikan nasional.

5 5 Untuk mewujudkan pengelolaan perguruan tinggi tersebut, maka dikeluarkanlah Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, yang salah satu ketentuannya mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 1999 sebagaimana tercantum dalam Pasal 220 huruf i, yang menyatakan Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi Negeri sebagai Badan Hukum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 116, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3860), dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Pada sisi yang lain beberapa kelompok masyarakat yang tidak setuju mengajukan judicial review atas UU Sisdiknas dan UU Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) kepada Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan UU tersebut dan beberapa pasal terkait dengan Badan Hukum Pendidikan. Keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor dan 136/PUU- VII/2009 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, menyatakan bahwa UU Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan dan Penjelasan Pasal 53 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Selanjutnya berdasarkan pendapat hukum Kejaksaaan Agung Republik Indonesia yang dikeluarkan atas permintaan Menteri Pendidikan

6 6 Nasional menyatakan, bahwa berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, semua PT BHMN sebagai suatu badan hukum tidak ada lagi, yang ada hanya sebagai fungsi penyelenggara pendidikan. Oleh karena itu, menurut pendapat hukum tersebut telah terjadi kekosongan hukum (rechtsvacuum), yang berpengaruh terhadap peraturan perundangundangan yang mengatur tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan /tata kelola satuan pendidikan. Untuk mengisi kekosongan hukum tersebut Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 2010 ini yang mengembalikan status PT BHMN menjadi perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh pemerintah. Status tersebut pun kemudian tidak bertahan lama, karena begitu UU Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi diterbitkan dan berlaku, seluruh perguruan tinggi eks 7 (tujuh) BHMN, termasuk yang telah berubah menjadi perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh pemerintah, ditetapkan sebagai Perguruan Tinggi Negeri badan hukum (PTN bh). Pada tahun 2012, terdapat 2 (dua) perguruan tinggi eks BHMN ditetapkan sebagai perguruan tinggi yang diselenggarakan oleh pemerintah, yaitu: 1. Universitas Pendidikan Indonesia, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun Institut Teknologi Bandung, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2012.

7 7 Seiring dengan penetapan status perguruan tinggi negeri badan hukum untuk perguruan tinggi eks BHMN, pada tahun 2013 pemerintah menetapkan pula statuta perguruan tinggi negeri badan hukum untuk: 1. Institut Teknologi Bandung (ITB) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun Institut Pertanian Bogor (IPB) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun Universitas Gadjah Mada (UGM) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 67 Tahun Universitas Indonesia (UI) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun Universitas Pendidikan Indonesia (USU) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun Pada penelitian ini penulis menfokuskan penelitian pada Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor dan 136/PUU-VII/2009 yang diucapkan dalam Sidang Pleno Terbuka tanggal 31 Maret 2010, yang salah satu amar putusannya menyatakan bahwa: Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan, bertentangan dengan Undang-Undang Dasar

8 8 Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, maka status ketujuh PT BHMN diantaranya adalah Universitas Indonesia (UI), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Gadjah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung, Universitas Sumatera Utara, Universitas Pendidikan Indonesia, dan Universitas Airlangga, bukan sebagai PT BHMN lagi. Pasca Putusan tersebut maka status hukum ketujuh Universitas tersebut menjadi tidak jelas. Pada penelitian ini penulis fokus melakukan penelitian pada status badan hukum dari Universitas Gadjah Mada. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimanakah status hukum Universitas Gadjah Mada pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor /PUU-VII/2009 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945? 2. Apakah status hukum pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor dan 136/PUU-VII/2009 tersebut berdampak pada tata kelola Universitas Gadjah Mada sebagai Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PT BHMN)? C. Keaslian Penelitian Setelah melakukan penelusuran pada berbagai referensi dan hasil penelitian dalam berbagai media, baik cetak maupun elektronik, penelitian tentang status

9 9 kelembagaan Universitas Gadjah Mada pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor dan 136/PUU-VII/2009, belum pernah dilakukan penelitian dan dalam kesempatan ini penulis berniat untuk melakukan penelitian terhadap permasalahan tersebut. Dengan demikian penelitian ini adalah asli milik penulis. D. Tujuan Penelitian Tujuan dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk menganalisis status kelembagaan Universitas Gadjah Mada pasca Putusan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor dan 136/PUU- VII/2009 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Untuk menganalisis keberlakuan Peraturan Pemerintah Nomor 153 Tahun 2000 tentang Penetapan Universitas Gadjah Mada sebagai Badan Hukum Milik Negara pasca Putusan Putusan Mahkamah Nomor dan 136/PUU-VII/2009 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, akan berdampak pada tata kelola Universitas Gadjah Mada sebagai Badan Hukum Milik Negara.

10 10 E. Manfaat Penelitian Manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Akademis Diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu hukum khususnya mengenai status badan hukum suatu Perguruan Tinggi Negeri. 2. Manfaat Praktis Diharapkan penelitian ini bermanfaat bagi: a. Universitas Gadjah Mada Bagi Universitas Gadjah Mada diharapkan penelitian ini bermanfaat untuk mengetahui status badan hukumnya pasca Putusan Putusan Mahkamah Nomor dan136/puu-vii/2009 tentang Pengujian Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2009 tentang Badan Hukum Pendidikan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 akan berdampak pada tata kelola Universitas Gadjah Mada sebagai Badan Hukum Milik Negara. b. Masyarakat Bagi masyarakat diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat untuk mengetahui status badan hukum suatu Perguruan Tinggi Negeri.

- 1 - I. UMUM II. PASAL...

- 1 - I. UMUM II. PASAL... - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN I. UMUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti Perseroan Terbatas. Hal tersebut menjadi alasan dibuatnya Undang-

BAB I PENDAHULUAN. seperti Perseroan Terbatas. Hal tersebut menjadi alasan dibuatnya Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Koperasi merupakan salah satu badan usaha yang menjadi tiang perekonomian bangsa yang belum memiliki peran sebaik badan usaha lainnya seperti Perseroan Terbatas.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30

BAB I PENDAHULUAN. pada tanggal 15 Januari Dalam Perubahan Undang-Undang Nomor 30 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah mengalami beberapa kali revisi sejak pengajuannya pada tahun 2011, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang- Undang Nomor 30

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUDNRI Tahun 1945), Negara Indonesia ialah

Lebih terperinci

Oleh: Ir. Agus Pambagio, M.Eng.Mgt., CPN

Oleh: Ir. Agus Pambagio, M.Eng.Mgt., CPN KAJIAN SAKSI AHLI KEBIJAKAN PUBLIK ATAS PENGUJIAN UU NO. 12 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI TERHADAP UUD REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 TERKAIT DENGAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR DALAM PERKARA NOMOR 33/PUU-XI/2013

Lebih terperinci

Prof. Dr. Ari Purbayanto. Ketua Tim Penyusun Statuta IPB Sekber 7 PT BHMN Sekretaris Komisi C SA IPB Ketua Komisi D Senat FPIK IPB

Prof. Dr. Ari Purbayanto. Ketua Tim Penyusun Statuta IPB Sekber 7 PT BHMN Sekretaris Komisi C SA IPB Ketua Komisi D Senat FPIK IPB Prof. Dr. Ari Purbayanto Ketua Tim Penyusun Statuta IPB Sekber 7 PT BHMN Sekretaris Komisi C SA IPB Ketua Komisi D Senat FPIK IPB Jumat, 03 Februari 2012 IPB sebagai PT BHMN PP 154/2000 menetapkan Institut

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCABUTAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCABUTAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... PENCABUTAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2004 KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk

RINGKASAN PUTUSAN. Darmawan, M.M Perkara Nomor 13/PUU-VIII/2010: Muhammad Chozin Amirullah, S.Pi., MAIA Institut Sejarah Sosial Indonesia (ISSI), dkk RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 6-13-20/PUU-VIII/2010 tanggal 13 Oktober 2010 atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 33/PUU-XI/2013 Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi I. PEMOHON 1. Moh. Junaidi, sebagai Pemohon I; 2. Ahmad Rizky Mardhatillah Umar, sebagai Pemohon II;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang memberikan hak yang dapat digunakan oleh para pihak yang berperkara untuk mengajukan suatu upaya hukum atas putusan pengadilan. Hak tersebut

Lebih terperinci

Pembagian Urusan Pemerintah Dalam Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan

Pembagian Urusan Pemerintah Dalam Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Pembagian Urusan Dalam Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan A. Latar Belakang an daerah yang diselenggarakan menurut amanat Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah pemerintahan daerah

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 2 TAHUN 2017 TENTANG PENCABUTAN 4 (EMPAT) PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 30/PUU-XIV/2016

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 30/PUU-XIV/2016 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 30/PUU-XIV/2016 Kewenangan Pengelolaan Pendidikan Menengah I. PEMOHON Muh. Samanhudi Anwar (Walikota Blitar). selanjutnya disebut Pemohon II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota I. PEMOHON Agus II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun

Lebih terperinci

No II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 P

No II. PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Pasal 2 Pasal 3 Pasal 4 Pasal 5 Pasal 6 Pasal 7 Pasal 8 Pasal 9 Pasal 10 Pasal 11 Pasal 12 Pasal 13 Pasal 14 P TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5500 PENDIDIKAN. Pendidikan Tinggi. Perguruan Tinggi. Pengelolaan. Penyelenggaraan. Pencabutan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 16)

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 31/PUU-XIV/2016 Pengelolaan Pendidikan Tingkat Menengah Oleh Pemerintah Daerah Provinsi

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 31/PUU-XIV/2016 Pengelolaan Pendidikan Tingkat Menengah Oleh Pemerintah Daerah Provinsi RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 31/PUU-XIV/2016 Pengelolaan Pendidikan Tingkat Menengah Oleh Pemerintah Daerah Provinsi I. PEMOHON 1. Drs. Bambang Soenarko,...... Pemohon I 2. Enny Ambarsari, S.H. Pemohon

Lebih terperinci

BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI. Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU

BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI. Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU 62 BAB III KONSEKUENSI YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Nomor 52/PUU-IX/2011 TERHADAP PERATURAN DAERAH KOTA BATU 3.1. Kekuatan berlakunya Putusan Mahkamah Konstitusi terhadap Peraturan Perundang-undangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk membuat akta otentik dan akta lainnya sesuai dengan undangundang

BAB I PENDAHULUAN. untuk membuat akta otentik dan akta lainnya sesuai dengan undangundang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang. Notaris sebagai pejabat umum dipandang sebagai pejabat publik yang menjalankan profesinya dalam pelayanan hukum kepada masyarakat, untuk membuat akta otentik dan

Lebih terperinci

PIDATO KUNCI REKTOR PADA PEMBUKAAN SEMINAR TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN (BHP) SEBAGAI PENYELENGGARA PENDIDIKAN

PIDATO KUNCI REKTOR PADA PEMBUKAAN SEMINAR TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN (BHP) SEBAGAI PENYELENGGARA PENDIDIKAN PIDATO KUNCI REKTOR PADA PEMBUKAAN SEMINAR TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN (BHP) SEBAGAI PENYELENGGARA PENDIDIKAN 12 Juli 2005 Hotel Santika, Yogyakarta Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh Salam

Lebih terperinci

Ringkasan Putusan. Perkara No 136/PUU-VII/2009. Aep Saepudin, dkk. Aminudin Ma ruf,dkk. Yura Pratama Yudistira,dkk

Ringkasan Putusan. Perkara No 136/PUU-VII/2009. Aep Saepudin, dkk. Aminudin Ma ruf,dkk. Yura Pratama Yudistira,dkk Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 11-14-21-126-136/PUU-VII/2009 tanggal 31 Maret 2010 atas Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XI/2013 Tentang Penetapan Batam, Bintan dan Karimun Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XI/2013 Tentang Penetapan Batam, Bintan dan Karimun Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XI/2013 Tentang Penetapan Batam, Bintan dan Karimun Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas I. PEMOHON Ta in Komari, S.S. II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 37/PUU-X/2012 Tentang Peraturan Perundang-Undangan Yang Tepat Bagi Pengaturan Hak-Hak Hakim I. PEMOHON Teguh Satya Bhakti, S.H., M.H. selanjutnya disebut

Lebih terperinci

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 017/PUU-IV/2006 Perbaikan Tanggal 12 September 2006

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 017/PUU-IV/2006 Perbaikan Tanggal 12 September 2006 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 017/PUU-IV/2006 Perbaikan Tanggal 12 September 2006 I. PEMOHON Yandril, S.Sos. dkk KUASA PEMOHON M. Luthfie Hakim. dkk II. PENGUJIAN UNDANG-UNDANG Undang-undang Nomor 32

Lebih terperinci

Pengujian Peraturan Perundang-undangan. Herlambang P. Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga 30 Oktober 2017

Pengujian Peraturan Perundang-undangan. Herlambang P. Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga 30 Oktober 2017 Pengujian Peraturan Perundang-undangan Herlambang P. Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga 30 Oktober 2017 Materi Dasar Hukum Pengujian PUU Pengujian UU di Mahkamah Konstitusi Pengujian PUU di

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.112, 2010 PENDIDIKAN. Sistem Pendidikan Nasional. Pengelolaan. Penyelenggaraan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5157)

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR BERACARA DALAM PEMBUBARAN PARTAI POLITIK

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR BERACARA DALAM PEMBUBARAN PARTAI POLITIK MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 12 TAHUN 2008 TENTANG PROSEDUR BERACARA DALAM PEMBUBARAN PARTAI POLITIK MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PEMBAGIAN KEKUASAAN SECARA VERTIKAL

PEMBAGIAN KEKUASAAN SECARA VERTIKAL PEMBAGIAN KEKUASAAN SECARA VERTIKAL Hubungan Pusat dan Daerah R. Herlambang Perdana Wiratraman Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Pokok Bahasan Konsep dan Pengertian Pemerintah (Pusat)

Lebih terperinci

Pengujian Peraturan. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga

Pengujian Peraturan. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Pengujian Peraturan R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Pokok Bahasan Dasar Hukum Pengujian Peraturan Memahami pengujian peraturan di Mahkamah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara senantiasa memiliki seperangkat kaidah yang mengatur susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan kenegaraan untuk menjalankan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI DAN PENGELOLAAN PERGURUAN TINGGI

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI DAN PENGELOLAAN PERGURUAN TINGGI PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN TINGGI DAN PENGELOLAAN PERGURUAN TINGGI I. UMUM Misi utama Pendidikan Tinggi adalah mencari,

Lebih terperinci

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 063/PUU-II/2004

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 063/PUU-II/2004 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 063/PUU-II/2004 I. PEMOHON Suta Widhya KUASA HUKUM JJ. Amstrong Sembiring, SH. II. PENGUJIAN UNDANG-UNDANG Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air: Prosedur

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor /PUU-VII/2009 tentang UU SISDIKNAS Pendidikan usia dini

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor /PUU-VII/2009 tentang UU SISDIKNAS Pendidikan usia dini RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor /PUU-VII/2009 tentang UU SISDIKNAS Pendidikan usia dini I. PARA PEMOHON 1. Harry Syahrial; 2. Heru Narsono; 3. Tayasmen Kaka, selanjutnya disebut Pemohon VIII. II. KEWENANGAN

Lebih terperinci

I. PEMOHON Perkumpulan Tukang Gigi (PTGI) Jawa Timur yang dalam hal ini di wakili oleh Mahendra Budianta selaku Ketua dan Arifin selaku Sekretaris

I. PEMOHON Perkumpulan Tukang Gigi (PTGI) Jawa Timur yang dalam hal ini di wakili oleh Mahendra Budianta selaku Ketua dan Arifin selaku Sekretaris RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN KE-2 Registrasi Nomor: 74/PUU-X/2012 Tentang Pemberhentian Sementara Pengujian Peraturan Perundang- Undangan Di Bawah Undang-Undang Yang Sedang Dilakukan Mahkamah Agung I.

Lebih terperinci

APA ITU DAERAH OTONOM?

APA ITU DAERAH OTONOM? APA OTONOMI DAERAH? OTONOMI DAERAH ADALAH HAK DAN KEWAJIBAN DAERAH OTONOM UNTUK MENGATUR DAN MENGURUS SENDIRI URUSAN PEMERINTAHAN DAN KEPENTINGAN MASYARAKATNYA SESUAI DENGAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XIV/2016 Kewenangan Jaksa Agung Untuk Mengenyampingkan Perkara Demi Kepentingan Umum

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XIV/2016 Kewenangan Jaksa Agung Untuk Mengenyampingkan Perkara Demi Kepentingan Umum RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 43/PUU-XIV/2016 Kewenangan Jaksa Agung Untuk Mengenyampingkan Perkara Demi Kepentingan Umum I. PEMOHON Drs. Rahmad Sukendar, SH. Kuasa Hukum Didi Karya Darmawan, SE.,

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 119/PUU-XII/2014 Pengujian Formil Perppu 1/2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota dan Perppu 2/2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Demi tercapainya kualitas hidup yang lebih baik di butuhkan upaya-upaya dari berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Demi tercapainya kualitas hidup yang lebih baik di butuhkan upaya-upaya dari berbagai BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar belakang masalah Salah satu tugas negara adalah mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagai mana telah tertulis di dalam Undang Undang Dasar Republik Indonesia (UUD RI) 1945, maka

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUU-XIII/2015 Status Pegawai Honorer dengan Berlakunya Undang-Undang Aparatur Sipil Negara

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUU-XIII/2015 Status Pegawai Honorer dengan Berlakunya Undang-Undang Aparatur Sipil Negara RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 27/PUUXIII/2015 Status Pegawai Honorer dengan Berlakunya UndangUndang Aparatur Sipil Negara I. PEMOHON Rochmadi Sularsono II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil UndangUndang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 14 /PUU-VII/2009 tentang UU BHP (Pembebanan biaya pendidikan kepada masyarakat)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 14 /PUU-VII/2009 tentang UU BHP (Pembebanan biaya pendidikan kepada masyarakat) RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 14 /PUU-VII/2009 tentang UU BHP (Pembebanan biaya pendidikan kepada masyarakat) I. PEMOHON Aminuddin Ma ruf, selanjutnya disebut Pemohon. KUASA HUKUM Saleh, SH dan Sholihudin,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Ringkasan Putusan. 1. Pemohon : HABEL RUMBIAK, S.H., SPN. 2. Materi pasal yang diuji:

Ringkasan Putusan. 1. Pemohon : HABEL RUMBIAK, S.H., SPN. 2. Materi pasal yang diuji: Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 130/PUU-VI/2008 tanggal 30 Desember 2009 atas Undang-undang 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

DINAMIKA PETAHANA DAN PENCALONANNYA DALAM PILKADA Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 04 Mei 2016; disetujui: 26 Mei 2016

DINAMIKA PETAHANA DAN PENCALONANNYA DALAM PILKADA Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 04 Mei 2016; disetujui: 26 Mei 2016 DINAMIKA PETAHANA DAN PENCALONANNYA DALAM PILKADA Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 04 Mei 2016; disetujui: 26 Mei 2016 Pengaturan mengenai syarat bagi Warga Negara Indonesia (WNI) yang berkeinginan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 24/PUU-XVI/2018 Pengujian Lampiran dan Penjelasan UU Pembentukan Kabupaten Buton Selatan di Provinsi Sulawesi Tenggara I. PEMOHON Muh. Basli Ali, selanjutnya disebut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH

BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH BAB II TINJAUAN UMUM MENGENAI MAHKAMAH KONSTITUSI, MAHKAMAH AGUNG, PEMILIHAN KEPALA DAERAH 2.1. Tinjauan Umum Mengenai Mahkamah Konstitusi 2.1.1. Pengertian Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transisi demokrasi di berbagai negara umumnya ditandai dengan terjadinya perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas kekuasaan kehakiman.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kedudukan hukum seseorang sebagai penyandang hak dan kewajiban dimulai

BAB I PENDAHULUAN. Kedudukan hukum seseorang sebagai penyandang hak dan kewajiban dimulai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kedudukan hukum seseorang sebagai penyandang hak dan kewajiban dimulai sejak berada di dalam kandungan sampai meninggal. Setiap kehidupan manusia dari lahir

Lebih terperinci

I. PEMOHON Serikat Pekerja PT. PLN, selanjutnya disebut Pemohon

I. PEMOHON Serikat Pekerja PT. PLN, selanjutnya disebut Pemohon RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor 149/PUU-VII/2009 Tentang UU Ketenagalistrikan Perusahaan listrik tidak boleh memiliki usaha yang sama dalam satu wilayah I. PEMOHON Serikat Pekerja PT. PLN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demi stabilitas keamanan dan ketertiban, sehingga tidak ada lagi larangan. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang mencakup:

BAB I PENDAHULUAN. demi stabilitas keamanan dan ketertiban, sehingga tidak ada lagi larangan. tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang mencakup: 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (untuk selanjutnya disebut dengan UUD 1945) secara tegas menyebutkan negara Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran

BAB I PENDAHULUAN. hendak dicapai selama periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemerintah Indonesia telah menjadikan anggaran pendidikan sebagai prioritas utama dalam bidang pendidikan. Pengertian anggaran menurut Mardiasmo (2002:61) adalah pernyataan

Lebih terperinci

Ringkasan Putusan. Philipus P. Soekirno

Ringkasan Putusan. Philipus P. Soekirno Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 12/PUU-VII/2009 tanggal 30 Desember 2009 atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-Undang

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 17/PUU-XIV/2016 Kewenangan Daerah dan Penyediaan Tenaga Listrik

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 17/PUU-XIV/2016 Kewenangan Daerah dan Penyediaan Tenaga Listrik RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 17/PUU-XIV/2016 Kewenangan Daerah dan Penyediaan Tenaga Listrik I. PEMOHON Mohammad Sabar Musman. selanjutnya disebut Pemohon. II. III. IV. OBJEK PERMOHONAN Pengujian

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 225/PMK.05/2014 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 225/PMK.05/2014 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 225/PMK.05/2014 TENTANG PENGELOLAAN KEUANGAN PERGURUAN TINGGI NEGERI BADAN HUKUM TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN

Lebih terperinci

BAB 2 PROSES TERBENTUKNYA UNDANG-UNDANG PENDIDIKAN TINGGI NO 12 TAHUN 2012

BAB 2 PROSES TERBENTUKNYA UNDANG-UNDANG PENDIDIKAN TINGGI NO 12 TAHUN 2012 BAB 2 PROSES TERBENTUKNYA UNDANG-UNDANG PENDIDIKAN TINGGI NO 12 TAHUN 2012 Makna dan tujuan pendidikan adalah untuk memerdekakan, membudayakan dan memanusiakan manusia termasuk didalamnya proses sosialisasi

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XIV/2016 Pembatalan Perda Oleh Gubernur dan Menteri

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XIV/2016 Pembatalan Perda Oleh Gubernur dan Menteri RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 56/PUU-XIV/2016 Pembatalan Perda Oleh Gubernur dan Menteri I. PEMOHON 1. Abda Khair Mufti (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. Muhammad Hafidz (selanjutnya disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana diatur dalam pasal 10 ayat 2 Undang Undang Nomor 32 tahun 2004

BAB I PENDAHULUAN. sebagaimana diatur dalam pasal 10 ayat 2 Undang Undang Nomor 32 tahun 2004 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pemerintah pusat telah memberikan wewenang kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri melalui otonomi daerah, sebagaimana diatur dalam

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja dan pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri. 1 Oleh karena itu, pencaharian bertani dan berkebun, 2

BAB I PENDAHULUAN. kerja dan pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri. 1 Oleh karena itu, pencaharian bertani dan berkebun, 2 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bidang perkebunan merupakan salah satu bidang yang termasuk ke dalam sumber daya alam di Indonesia yang memiliki peranan strategis dan berkontribusi besar

Lebih terperinci

Hukum Acara Pembubaran Partai Politik. Ngr Suwarnatha

Hukum Acara Pembubaran Partai Politik. Ngr Suwarnatha Hukum Acara Pembubaran Partai Politik 1 Pembubaran Partai Politik Hukum Acara Pembubaran Partai Politik diatur dalam Pasal 68 sampai dengan Pasal 73 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi dan Peraturan Mahkamah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI Tahun 1945), Negara Indonesia secara tegas dinyatakan sebagai

Lebih terperinci

2013, No Mengingat dan tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan calon hakim konstitusi serta pembentukan majelis kehormatan hakim konstitusi;

2013, No Mengingat dan tata cara seleksi, pemilihan, dan pengajuan calon hakim konstitusi serta pembentukan majelis kehormatan hakim konstitusi; LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.167, 2013 HUKUM. Kehakiman. Mahkamah Konstitusi. Penyelenggaraan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5456) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.77, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Pendidikan. Alokasi Anggaran Belanja. APBD.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.77, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Pendidikan. Alokasi Anggaran Belanja. APBD. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.77, 2009 DEPARTEMEN KEUANGAN. Pendidikan. Alokasi Anggaran Belanja. APBD. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 84/PMK.07/2009 TENTANG ALOKASI ANGGARAN

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008

MAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008 MAHKAMAH KONSTITUSI R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008 Pokok Bahasan Latar Belakang Kelahiran Mahkamah Konstitusi

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018 RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 25/PUU-XVI/2018 Wewenang Mahkamah Kehormatan Dewan Mengambil Langkah Hukum Terhadap Perseorangan, Kelompok Orang, Atau Badan Hukum yang Merendahkan Kehormatan DPR Dan

Lebih terperinci

Banyak Akademisi Indonesia Dimanfaatkan Malaysia

Banyak Akademisi Indonesia Dimanfaatkan Malaysia Banyak Akademisi Indonesia Dimanfaatkan Malaysia - 25 Juli 2012 TEMPO.CO, Yogyakarta-Undang-Undang Pendidikan tinggi disahkan oleh DPR pada Jumat, 13 Juli 2012 lalu. Undang-undang ini lahir akibat Mahkamah

Lebih terperinci

R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI R U J U K A N UNDANG UNDANG DASAR 1945 DALAM PUTUSAN-PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Singkatan dalam Rujukan: PUTMK: Putusan Mahkamah Konstitusi HPMKRI 1A: Himpunan Putusan Mahkamah Konstitusi RI Jilid 1A

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 105/PUU-XIV/2016 Kewajiban Mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 105/PUU-XIV/2016 Kewajiban Mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 105/PUU-XIV/2016 Kewajiban Mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi I. PEMOHON Forum Advokat Muda Indonesia (FAMI) Kuasa Hukum Zenuri Makhrodji, SH, DR. (can) Saiful Anam,

Lebih terperinci

Kuasa Hukum Hendrayana, S.H., Mappinawang, S.H., dkk, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 6 Oktober 2016

Kuasa Hukum Hendrayana, S.H., Mappinawang, S.H., dkk, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 6 Oktober 2016 RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 101/PUU-XIV/2016 Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan oleh Pemerintah Daerah, serta Sifat Wajib Menjadi Peserta BPJS I. PEMOHON Adnan Purichta Ichsan YL, S.H.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA

UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA UNDANG-UNDANG DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG MAHKAMAH MAHASISWA UNIVERSITAS INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DEWAN PERWAKILAN MAHASISWA UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setelah pemerintah orde baru mengakhiri masa pemerintahannya pada tanggal 20 Mei 1998 melalui suatu gerakan reformasi, disusul dengan percepatan pemilu di tahun 1999,

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. sebelumnya, penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

BAB IV PENUTUP. sebelumnya, penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut: BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian analisa terhadap judul dan topik pembahasan pada bab sebelumnya, penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Pengesahan perjanjian internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN (UUD NRI Tahun 1945) terutama pada Pasal 18 ayat (4) yang menyatakan,

BAB I PENDAHULUAN (UUD NRI Tahun 1945) terutama pada Pasal 18 ayat (4) yang menyatakan, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasca-Amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) terutama pada Pasal 18 ayat (4) yang menyatakan, Gubernur, Bupati, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

KONSTITUSIONALITAS PENGALIHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN MENENGAH DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2

KONSTITUSIONALITAS PENGALIHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN MENENGAH DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI 1. Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 KONSTITUSIONALITAS PENGALIHAN KEWENANGAN PENGELOLAAN PENDIDIKAN MENENGAH DARI KABUPATEN/KOTA KE PROVINSI 1 Oleh: Muchamad Ali Safa at 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (UU

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

RechtsVinding Online

RechtsVinding Online KONSTITUSIONALITAS KETENTUAN KONSULTASI YANG MENGIKAT BAGI PENYELENGGARA PEMILU Oleh: Achmadudin Rajab * Naskah diterima: 19 Juni 2016; disetujui: 8 Agustus 2016 Pasal 9 huruf a dan Pasal 22B huruf a dalam

Lebih terperinci

PENGAWASAN TERHADAP PRODUK HUKUM DAERAH DI ERA REFORMASI

PENGAWASAN TERHADAP PRODUK HUKUM DAERAH DI ERA REFORMASI PENGAWASAN TERHADAP PRODUK HUKUM DAERAH DI ERA REFORMASI Oleh : Santoso Budi NU 1 Abstrak : Controlling towards legal product based on UU No. 32 year 2004 covers reventive aspect and represive aspect.

Lebih terperinci

Tunjangan Kinerja pada PTN Badan Hukum. Dialog Bersama Rektor IPB Bogor, 17 Februari 2014

Tunjangan Kinerja pada PTN Badan Hukum. Dialog Bersama Rektor IPB Bogor, 17 Februari 2014 Tunjangan Kinerja pada PTN Badan Hukum Dialog Bersama Rektor IPB Bogor, 17 Februari 2014 Kronologi kejadian dan informasi yang diperoleh 1. Tanggal 22 November 2012 Direktur SDM IPB menyampaikan kepada

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 53 TAHUN 2009 TENTANG

PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 53 TAHUN 2009 TENTANG KOMISI PEMILIHAN UMUM PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 53 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN TERHADAP PERATURAN KOMISI PEMILIHAN UMUM NOMOR 46 TAHUN 2009 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMUNGUTAN DAN PENGHITUNGAN

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XV/2017 Perintah Penahanan yang Termuat dalam Amar Putusan

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XV/2017 Perintah Penahanan yang Termuat dalam Amar Putusan RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 29/PUU-XV/2017 Perintah Penahanan yang Termuat dalam Amar Putusan I. PEMOHON 1. Elisa Manurung, SH 2. Paingot Sinambela, SH, MH II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Pasal 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat), bukan negara berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat), bukan negara berdasarkan 1 BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat), bukan negara berdasarkan kekuasaan (macthstaat) yang berdasar atas kekuasaan belaka, sebagaimana telah diamanatkan di

Lebih terperinci

SILABUS PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENINGKATAN PEMAHAMAN HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA PUSAT PENDIDIKAN PANCASILA DAN KONSTITUSI

SILABUS PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENINGKATAN PEMAHAMAN HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA PUSAT PENDIDIKAN PANCASILA DAN KONSTITUSI SILABUS PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PENINGKATAN PEMAHAMAN HAK KONSTITUSIONAL WARGA NEGARA PUSAT PENDIDIKAN PANCASILA DAN KONSTITUSI Nama Lembaga Program Mata Diklat Bobot Widyaiswara/Narasumber Deskripsi

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 40/PUU-XIII/2015 Pemberhentian Sementara Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi I. PEMOHON Dr. Bambang Widjojanto, sebagai Pemohon. KUASA HUKUM Nursyahbani Katjasungkana,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 130/PUU-XII/2014 Pengisian Kekosongan Jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 130/PUU-XII/2014 Pengisian Kekosongan Jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 130/PUU-XII/2014 Pengisian Kekosongan Jabatan Gubernur, Bupati, dan Walikota I. PEMOHON Ny. Yanni, sebagai Pemohon KUASA HUKUM Syahrul Arubusman, S.H, dkk berdasarkan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XIV/2016 Pengajuan Grasi Lebih Dari Satu Kali

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XIV/2016 Pengajuan Grasi Lebih Dari Satu Kali RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 32/PUU-XIV/2016 Pengajuan Grasi Lebih Dari Satu Kali I. PEMOHON 1. Su ud Rusli, (selanjutnya disebut sebagai Pemohon I); 2. H. Boyamin, (selanjutnya disebut sebagai Pemohon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian pemilihan kepala daerah (pilkada) berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO

PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PEMERINTAH KABUPATEN JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : 1 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN YANG MENJADI KEWENANGAN PEMERINTAHAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY Strategi Penerapan Standar Pelayanan Minimal di Daerah

EXECUTIVE SUMMARY Strategi Penerapan Standar Pelayanan Minimal di Daerah EXECUTIVE SUMMARY Strategi Penerapan Standar Pelayanan Minimal di Daerah S atu hal yang paling esensial dalam UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah ialah pembagian urusan pemerintahan antara

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12 /PUU-VII/2009 Tentang Undang-undang Kepabeanan (Sertifikat Registrasi Pabean)

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12 /PUU-VII/2009 Tentang Undang-undang Kepabeanan (Sertifikat Registrasi Pabean) RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12 /PUU-VII/2009 Tentang Undang-undang Kepabeanan (Sertifikat Registrasi Pabean) I. PEMOHON Philipus P. Soekirno bertindak untuk dan atas nama diri sendiri, baik selaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menentukan kebijakan publik dan penyelenggaraan negara. Namun, pasca

BAB I PENDAHULUAN. dalam menentukan kebijakan publik dan penyelenggaraan negara. Namun, pasca 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi tahun 1998 lalu, telah banyak membawa perubahan yang cukup signifikan terhadap sistem ketetanegaraan Indonesia. Sistem ketatanegaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Lebih terperinci

IMPLIKASI YURIDIS LEGALITAS KEWENANGAN (RECHTMATIGHEID) MAJELIS KEHORMATAN DALAM PEMBINAAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT PUBLIK

IMPLIKASI YURIDIS LEGALITAS KEWENANGAN (RECHTMATIGHEID) MAJELIS KEHORMATAN DALAM PEMBINAAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT PUBLIK IMPLIKASI YURIDIS LEGALITAS KEWENANGAN (RECHTMATIGHEID) MAJELIS KEHORMATAN DALAM PEMBINAAN NOTARIS SEBAGAI PEJABAT PUBLIK TIM PENELITI Prof. DR. I WAYAN PARSA, SH., M.Hum. (19591231 198602 1 007) KADEK

Lebih terperinci

BAB III KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH. A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Sengketa Pilkada

BAB III KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH. A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Sengketa Pilkada BAB III KEWENANGAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM SENGKETA PEMILIHAN KEPALA DAERAH A. Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Sengketa Pilkada 1. Sebelum Putusan Mahkamah Konstitusi No. 97/PUU-XI/2013 Mahkamah

Lebih terperinci

&DIKTI. Keuangan Negara DEPARTEMEN KAJIAN & AKSI STRATEGIS

&DIKTI. Keuangan Negara DEPARTEMEN KAJIAN & AKSI STRATEGIS UU &DIKTI Keuangan DEPARTEMEN KAJIAN & AKSI STRATEGIS Keuangan Di dalam Pasal 23 Ayat (1) UUD 1945 perumusan tentang keuangan adalah: Anggaran pendapatan dan belanja negara sebagai wujud dari pengelolaan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara Gagasan Judicial Review Pembentukan MK tidak dapat dilepaskan dari perkembangan hukum & keratanegaraan tentang pengujian produk hukum oleh lembaga peradilan atau judicial review. keberadaan MK pd awalnya

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANJAR, BUPATI BANJAR PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJAR NOMOR 11 TAHUN 2015 TENTANG PEMILIHAN PEMBAKAL SECARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan

BAB I PENDAHULUAN. untuk selanjutnya dalam penulisan ini disebut Undang-Undang Jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 diperbaharui dan dirubah dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris yang untuk selanjutnya dalam penulisan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 70/PUU-XII/2014 Kewenangan Pengelolaan Hutan oleh Pemerintah Pusat I. PEMOHON Assosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) yang diwakili oleh Ir. H. Isran

Lebih terperinci