BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENDIDIKAN PELAUT DALAM KONTEKS PENDIDIKAN NASIONAL Pola pendidikan harus dilandaskan pada kebijakan pendidikan yang tepat. Kebijakan pendidikan merupakan rumusan dari berbagai cara untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Pencapaian kedua pesan konstitusi untuk pendidikan nasional dijabarkan di dalam berbagai kebijakan pendidikan. Kebijakan-kebijakan pendidikan tersebut direncanakan dapat diwujudkan atau dicapai melalui lembagalembaga sosial (social institution) atau organisasi sosial dalam bentuk lembaga-lembaga pendidikan formal, nonformal dan informal (H.A.R Tilaar, 2009). Tentunya hal tersebut juga dapat menjadi pedoman dalam pelaksanaan penyelenggaraan pendidikan bagi pelaut di Indonesia. Namun demikian, kebijakan yang ada tentu juga harus dapat dianalisis secara terus menerus dan berkesinambungan dalam rangka upaya perbaikan (Suryadi dan Budimansyah, 2009). Kasus-kasus pendidikan di Jerman dan Jepang acapkali menjadi sorotan untuk menggambarkan bahwa pendidikan merupakan faktor pendukung pembangunan ekonomi. Hal ini logis, mengingat pendidikan salah satunya dimaksudkan untuk memproduksi Sumber Daya Manusia agar menghasilkan produktivitas yang baik (Mutrofin, 2009). Dalam konteks Indonesia, rumusan tujuan dan fungsi pendidikan tentu ada pada unsurunsur proses pendidikan yang berupa kurikulum, metode, supervisi, evaluasi, sampai kepada hasil proses pendidikan itu sendiri berupa sikap, penguasaan iptek, dan keterampilan-keterampilan tertentu. Pada akhirnya hasil pendidikan itu sendiri dievaluasi dengan kriteria keberhasilannya untuk pembangunan masyarakat dan bangsa (H.A.R. Tilaar, 2006). Untuk mewujudkan salah satu tujuan penyelenggaraan negara, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa sebagaimana yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, maka setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan pendidikan sepanjang hayat (Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, Pasal 5 ayat (5)). Artinya setiap orang tidak memandang umur berhak memperoleh dan meningkatkan pendidikan, melalui struktur dan jenjang pendidikan baik pendidikan formal maupun pedidikan non formal. Hak pendidikan tersebut tidak hanya sekedar pendidikan formalitas saja namun Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 1

2 pendidikan bermutu, sebagaimana ditegaskan pada Pasal 5 ayat (1) referensi yang sama. Jika dilihat dari konteks bernegara hendaknya pendidikan dimaksudkan untuk memenuhi aspek-aspek strategis baik yang bersifat politik, budaya dan ekonomi yang dibutuhkan dalam sebuah negara. Fakta bahwa Indonesia merupakan negara maritim, dengan luas laut 5,7 KM2 (63 % dari seluruh wilayah RI), ditambah dengan Zona Ekonomi Ekskluif seluas 2,7 Km2, sehingga memiliki garis pantai terpanjang di dunia, KM dan memiliki an pulau. (Kemenbudpar, 2003). Sebagai negara kepulauan, transportasi laut (kapal) merupakan moda angkutan yang penting dan strategis, baik dari aspek ekonomi maupun dari aspek sosial-politik. Kapal dengan berbagai jenis dan ukuran lalu-lalang di wilayah perairan Indonesia, membawa komoditi dan penumpang sehingga peningkatan mutu pelaut mutlak diperlukan. Jenis pendidikan yang dapat diselenggarakan dan bisa dipilih masyarakat sangat bevariasi tergantung minatnya. Jenis pendidikan adalah kelompok yang didasarkan pada kekhususan tujuan pendidikan suatu satuan pendidikan (UU No. 20 Tahun 2003, Pasal 1 ayat (9)). Apapun jenis pendidikan yang dipilih untuk mewujudkan mutu lulusannya harus berpegang pada prinsip input-proses-output (IPO). Dalam prinsip IPO ini ketiga komponen tersebut wajib berpedoman pada kaidah yang berlaku secara konsisten. Salah satu jenis pendidikan di Indonesia adalah pendidikan pelaut, yang menghasilkan tenaga-tenaga pelaut yang mempunyai kecakapan khusus dan dengan aturan yang ketat, baik nasional maupu internasional. Tenaga pelaut adalah setiap orang yang mempunyai kualifikasi keahlian dan / atau kecakapan / ketrampilan sebagaimana awak kapal. (Permenhub No. KM 43 Tahun 2008, Pasal 1 ayat (19)). Selanjutnya, untuk jurusan tenaga pelaut dibagi menjadi 3 (tiga), yaitu jurusan Nautika, jurusan Teknika, dan jurusan Elektro Pelayaran. Tenaga pelaut, selanjutnya disebut pelaut saja, jurusan Nautika akan bekerja di kapal pada bagian navigasi sedangkan jurusan Teknika akan bekerja di bagian mesin kapal. Sedangkan jurusan Elektro Pelayaran akan bekerja di perlistrikan kapal. Lembaga pendidikan pelaut tergolong memiliki persyaratan yang berat, karena harus tunduk pada regulasi IMO melalui STCW 1978, yang diratifikasi pemerintah RI berdasarkan Kepres No. 60 tahun Selanjutnya diamandemen dalam Seafarers Training Certification and Watchkeeping Code 1995 (STCW Code 1995) dan STCW Amandemen Manila 2010, yang mulai berlaku 1 Januari Implementasinya di Indonesia dilakukan oleh Direktorat Perkapalan dan Kepelautan (Eselon II ) yang berada di bawah Dirjen Perhubungan Laut (Eselon I) Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 2

3 selanjutnya untuk monitoring proses pendidikan dilaksanakan oleh PPSDM Perhubungan Laut (Eselon II) yang berada di bawah BPSDM Perhubungan (Eselon I). Di samping itu lembaga pendidikan pelaut masih harus tunduk pada regulasi Kemendikbud dan lembaga penjamin mutu eksternal (Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi, BAN-PT untuk perguruan tinggi) dan BAN-Sekolah. Kekhususan lembaga pendidikan pelaut secara garis besar adalah bahwa untuk jenjang akademik diatur oleh Kemendikbud dan untuk memperoleh profesi pelaut diatur oleh Ditjen Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan. Itulah makna pendidikan pelaut dalam konteks pendidikan nasional. B. KEMITRAAN ANTAR LEMBAGA 1. Terminologi Kemitraan Kemitraan dalam pengertian umum adalah sebagai hubungan relasional pertemanan antara dua atau lebih orang/lembaga dalam menjalani kehidupan sosial. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yang diterbitkan oleh Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008, kemitraan berasal dari kata dasar mitra yang berarti teman, sahabat, kawan kerja, pasangan kerja, rekan. Sehingga mitra bisnis berarti partner dalam mengadakan bisnis, mitra kerja mitra dalam mengadakan pekerjaan, mitra latih orang yang bertugas melakukan pelatihan. Kemudian mitra usaha adalah mitra dalam mengadakan suatu usaha, sedangkan mitra wicara sebagai kelompok mitra yang dapat diajak berdiskusi, berdialog, dan berunding. Dengan demikian bermitra menyatakan atau mengakui sebagai mitra, serta kemitraan diartikan sebagai perihal hubungan (jalinan kerja sama ) sebagai mitra. 2. Penelusuran Studi Kemitraan Antar Lembaga Studi kemitraan antar lembaga yang dilakukan oleh (Khoirul Muttaqien et., al, 2004) mengambil topik Kemitraan Antar Perusahaan Efek. Tujuan studi ini adalah menemukan pola kemitraan. Studi ini melakukan kajian mengenai pola kemitraan antar perusahaan efek yang ada dalam praktik di Pasar Modal Indonesia, mengidentifikasi permasalahan yang berkaitan dengan kemitraan antar perusahaan efek, mencari solusi serta memberikan rekomendasi kepada pihak-pihak terkait untuk mengembangkan pola kemitraan yang efektif. Metode yang digunakan adalah membandingkan dengan pola kemitraan yang telah dilakukan oleh negara lain serta mengkaji peraturan perundang-perundangan di bidang pasar modal khususnya yang berkaitan dengan kerjasama kemitraan antar perusahaan efek. Hasil penelitian ini adalah : Agar perusahaan efek tetap eksis dan dapat berpartisipasi dalam kegiatan pasar modal adalah dengan melakukan kemitraan antar Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 3

4 perusahaan efek dengan berpedoman pada regulasi Perjanjian Agen Perusahaan Efek Anggota Bursa Efek. a. Model kemitraan pertama dengan model waralaba, di mana perusahaan efek bukan anggota bursa mendapatkan bimbingan dan pelatihan penuh secara terus menerus dan mendapatkan infrastruktur yang bagus, namun di sisi lain syarat dan batasan yang harus dipenuhi banyak dan ketat sehingga perusahaan dimaksud tidak memiliki keleluasaan mengatur dan menyesuaikan dengan kemampuan dirinya sendiri. b. Model kemitraan kedua dengan model tanpa ikatan yang ketat. Pada model ini perusahaan efek bukan anggota bursa mendapat kebebasan dalam urusan dan kebijakan interennya, namun kekurangannya adalah beberapa hal yang seharusnya diatur secara detail tidak diatur dan diantisipasi. Studi kemitraan antar lembaga yang lain adalah Perumusan Strategi Kemitraan Menggunakan Metode AHP dan SWOT (Studi Kasus pada Kemitraan PT. INKA dengan Industri Kecil Menengah di Wilayah Karesidenan Madiun), oleh Eko Nurmianto, Arman Hakim Nasution, Syafril Syafar (Jurnal Teknik Industri Vol. 6, No. 1, Juni 2004: 47 60). Tujuan studi perumusan strategi kemitraan PT. INKA dan Industri Kecil Menengah. Metodenya menggunakan teknik menggunakan AHP dan SWOT. Hasil penelitian adalah : a. Penilaian kinerja dari model kemitraan terdapat beberapa kriteria yang digunakan yaitu: efektivitas, profesionalitas, pembinaan, pengawasan, modal, potensi pengembangan, dan prosedur birokrasi. Bobot kriteria: efektivitas 0.354, profesionalitas 0.24, prosedur birokrasi 0.159, pembinaan 0.104, pengawasan 0.068, potensi pengembangan 0.045, dan modal b. Model kemitraan yang direkomendasikan dengan memfokuskan pengembangan kemitraan antara PT. INKA dan IKM dengan pengelolaan yang lebih profesional dengan adanya Badan Pengelola Dana BUMN yang bersifat mandiri. Kemudian studi Model Kerja Sama Antar Daerah Dalam Rangka Mendukung Otonomi Daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta, 2009, oleh Kartika Cahyani. Berangkat dari permasalahan otonomi daerah, masing-masing daerah mempunyai otonomi untuk menetapkan kebijakannya sendiri namun keleluasaannya tetap sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerinyah pusat, maka pada umumnya pemerintah daerah perlu membangun keuatan kolektif di antara mereka dalam rangka mempengaruhi kebijakan nasional. Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 4

5 Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui model kerja sama antar daerah dalam mendukung pelaksanaan otonomi daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta sesuai prinsip otonomi seluasluasnya. Studi tersebut menghasilkan beberapa hal yaitu : a. Kerja sama antar daerah dapat meningkatkan kapasitas masingmasing melalui sinergi. Saling melengkapi kekurangan, saling memanfaatkan teknologi dan sumber-sumber lain. b. Meningkatkan efisiensi dalam pemanfaatan potensi daerah. c. Meningkatkan hubungan baik dan persahabatan antar daerah. d. Meningkatkan kebersamaan dalam memecahkan masalah untuk menghindari benturan kepentingan masing-masing daerah. e. Meningkatkan pelayanan publik masing-masing daerah. f. Membantu untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. g. Mendorong timbulnya bentuk kerja sama yang baru pada bidang lain. Adapun pola kelembagaan kerja sama tersebut adalah : 1) Forum koordinasi, monitoring dan evaluasi dengan cakupan koordinasi pelaksanaan penganggaran, sebagai kekuatan pengikatnya adalah informasi dan toleransi antar fihak. 2) Badan usaha bersama dengan cakupan kesepakatan kesepakatan para fihak semata-mata menjadi stakeholder bukan menjadipelaksana (manajer) dan kesepakatan membentuk atau mengontrakkan kepada organisasi professional. Kekuatan pengikatnya adalah informasi, toleransi dan sanksi bagi fihak yang wanprestasi. Studi kemitraan yang lain lagi adalah yang dilakukan Pemkot Bima dengan Pemprov DKI Jakarta ( 5 Juni 2012). Studi ini diikuti sebanyak 40 orang, terdiri dari seluruh Kepala Sekolah (Kasek) tingkat SMA, SMP, SD, dan Taman Kanak-Kanak (TK). Tujuan studi kemitraan adalah untuk meningkatkan kapasitas tenaga pendidik Kota Bima. Bentuknya, pertukaran informasi dan teknologi pendidikan, teknik mengajar, dan pembukaan akses informasi melalui website yang disediakan oleh Pemerintah DKI Jakarta. Substansinya dalam rangka pengembangan pendidikan. Namun hasil kerja sama ini belum dilaporkan efektifitasnya. Jika suatu lembaga menjalain kemitraan dengan lembaga lain sebagai mitra kerja berarti lembaga tersebut menempatkan posisi Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 5

6 lembaga lain sebagai rekan atau kawan kerjayang sederajat, tanpa membedakan tinggi-rendah, besar-kecil. Dalam kemitraan ini azas take and give, karena yang satu mempunyai kelebihan dalam halhal tertentu namun mempunyai keurangan pada hal-hal lainnya, demikian sebaliknya mitranya. Dengan menjalin kemitraan bisa saling menutup kekurangannya sekaligus akan diperoleh nilai total yang lebih dari pada bekerja sendiri-sendiri (soliter). Dengan bercermin pada beberapa studi kemitraan di atas maka kemitraan antara lembaga pendidikan pelaut yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat (sengaja peneliti gunakan istilah masyarakat, bukan swasta karena ada prinsip kesejajaran) sudah selayaknya dibangun, agar dapat mem-pull up terutama lembaga pendidikan pelaut yang diselenggarakan oleh mesyarakat di satu sisi dan menggunakan kapasitas antara lembaga pendidikan pelaut yang diselenggarakan oleh pemerintah. Selama ini lembaga pendidikan pelaut yang diselenggarakan oleh masyarakat secara umum dihadapkan pada keterbatasan investasi, mengingat saranaprasarana lembaga pendidikan pelaut sangat mahal. Pemerintah merencanakan anggaran pendidikan dalam RAPBN 2013 sebesar Rp 331,8 triliun atau naik 6,7 persen dibandingkan dengan anggaran pendidikan Dengan demikian, pemerintah tetap dapat memenuhi lagi amanat konstitusi agar mengalokasikan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN (dikti.go.id, Sabtu, 9 Maret 2013). Sebagian dari anggaran setinggi itu tentu akan terserap pada lembaga pendidikan pelaut, terutama yang diselenggarakan oleh pemerintah. Ketimpangan dalam serapan anggaran tersebut berdampak pada kesiapan dan standar minimal pendidikan lembaga pendidikan pelaut yang diselenggarakan oleh masyarakat. C. STANDARDISASI LEMBAGA DIKLAT 1. Terminologi Standardisasi Secara Umum Sebelum memaparkan referensi standardisasi pada Diklat Kepelautan maka perlu kiranya melihat terminologi standardisasi secara umum. Dari berbagai sumber diperoleh difinisi standar dan standardisasi sebagai berikut : a. Wikipedia Indonesia: standar, atau lengkapnya standar teknis, adalah suatu norma atau persyaratan yang biasanya berupa suatu dokumen formal yang menciptakan kriteria, metode, proses, dan praktik rekayasa atau teknis yang seragam. b. Kamus Umum Bahasa Indonesia edisi ke-3 Pusat Bahasa Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 6

7 Departemen Pendidikan Nasional, Balai Pustaka mendefinisikan standar sebagai : 1) Ukuran tertentu yang digunakan sebagai patokan; 2) Ukuran atau tingkat biaya hidup; 3) Sesuatu yang dianggap tetap nilainya sehingga dapat dipakai sebagai ukuran nilai (harga). Sedangkan standardisasi didefinisikan sebagai penyesuaian bentuk (ukuran, kualitas, dan sebagainya) dengan pedoman (standar) yang ditetapkan; 4) Pembakuan; c. Peraturan Pemerintah Nomor 102 tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional, memberikan pengertian standar sebagai spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan termasuk tata cara dan metode yang disusun berdasarkan konsensus semua pihak terkait dengan memperhatikan syaratsyarat keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. Cakupannya meliputi proses merumuskan, menetapkan, menerapkan dan merevisi standar, yang dilaksanakan secara tertib dan bekerjasama dengan semua pihak. Kriteria dan Spesifikasi dalam Standardisasi : a. Harus tertulis dan dapat diterima pada suatu tingkat praktek, mudah dimengerti oleh para pelaksananya; b. Mengandung komponen struktur (peraturan-peraturan), proses (tindakan/actions) dan hasil (outcomes). Standar struktur menjelaskan peraturan, kebijakan fasilitas dan lainnya. Proses standar menjelaskan dengan cara bagaimana suatu pelayanan dilakukan dan outcome standar menjelaskan hasil dari dua komponen lainnya; c. Standar dibuat berorientasi pada pelanggan, staf dan sistem dalam organisasi. Pernyataan standar mengandung apa yang diberikan kepada pelanggan, bagaimana staf berfungsi atau bertindak dan bagaimana sistem berjalan. Ketiga komponen tersebut harus berhubungan dan terintegrasi. Standar tidak akan berfungsi bila kemampuan atau jumlah staf tidak memadai; d. Standar harus disetujui atau disahkan oleh yang berwenang. Sekali standar telah dibuat, berarti sebagian pekerjaan telah dapat diselesaikan dan sebagian lagi adalah mengembangkannya melalui pemahaman (diseminasi). Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 7

8 Komitmen yang tinggi terhadap kinerja prima melalui penerapanpenerapannya secara konsisten untuk tercapainya tingkat mutu yang tinggi. Standar yang dikembangkan dengan baik akan memberikan ciri ukuran kualitatif yang tepat seperti yang tercantum dalam standar pelaksanaannya. Standar selalu berhubungan dengan mutu karena standar menentukan mutu. Komponen Standar meliputi : a. Standar Struktur, yaitu karakteristik organisasi dalam tatanan asuhan yang diberikan. Standar ini sama dengan standar masukan atau standar input yang meliputi : 1) Filosofi dan objektif; 2) Organisasi dan administrasi; 3) Kebijakan dan peraturan; 4) Staffing dan pembinaan; 5) Deskripsi pekerjaan; 6) Fasilitas dan peralatan. b. Standar Proses, adalah kegiatan dan interaksi antara pemberi layanan dan konsumen atau pemakai jasa. Standar ini berfokus pada kinerja dari petugas profesional di tataran teknis, mencakup : 1) Fungsi tugas, tanggung jawab, dan akuntabilitas; 2) Manajemen kinerja teknis; 3) Monitoring dan evaluasi kinerja teknis. c. Standar Outcomes, yaitu bentuk pelayanan dalam kaitannya dengan pemakai. Standar ini berfokus pada bentuk pelayanan yang prima, meliputi : 1) Kepuasan; 2) Keamanan; 3) Kenyamanan. Pada dasarnya, ada dua tingkatan standar yaitu minimum dan optimum. Standar minimum adalah sesuatu standar yang harus dipenuhi dan menyajikan suatu tingkat dasar yang harus diterima. Standar optimum adalah standar lain yang secara terarah dan berkesinambungan dapat dicapai, merupakan keinginan standar yang dapat dicapai. Standar optimum mewakili keadaan yang diinginkan atau disebut juga tingkat terbaik, di mana ditentukan Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 8

9 hal-hal yang harus dikerjakan dan mungkin hanya dapat dicapai oleh mereka yang berdedikasi tinggi. Penetapan standar membawa manfaat, yaitu : a. Standar dapat mewujudkan jaminan mutu produk dan jasa; b. Memelihara keselamatan publik dan perlindungan lingkungan; c. Meningkatkan efisiensi produksi dan daya saing; d. Melancarkan transaksi (perdagangan) dan pencapaian kesepakatan dagang (kontrak); e. Dalam era globalisasi, sebagai alat seleksi entry barries & entrance facilitation/tools; f. Standar menetapkan norma dan memberi kesempatan anggota masyarakat dan perorangan mengetahui bagaimanakah tingkat pelayanan yang diharapkan/diinginkan. Karena standar disajikan secara tertulis sehingga dapat dipublikasikan/diketahui secara luas; g. Standar menunjukkan ketersediaan yang berkualitas dan berlaku sebagai tolok ukur untuk memonitor kualitas kinerja; h. Standar berfokus pada inti dan tugas penting yang harus ditunjukkan pada situasi aktual dan sesuai dengan kondisi lokal; i. Standar meningkatkan efisiensi dan mengarahkan pada pemanfaatan sumber daya dengan lebih baik; j. Standar meningkatkan pemanfaatan staf dan motivasi staf; k. Standar dapat digunakan untuk menilai aspek praktis baik pada keadaan. 2. Standardisasi Lembaga Pendidikan Umum Standardisasi Nasional Pendidikan (SNP), diatur dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan (PP No. 32 / 2013). Selanjutya dalam pembahasan ini dipakai peraturan yang terakhir, PP No. 32 / Pada pasal 1 ayat (1) disebutkan: Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kriteria minimal, artinya jika sistim pendididkan suatu lembaga pendididkan telah memenuhi kriteria minimal tertentu dapat dikatakan lembaga pendidikan itu telah memenuhi standar nasional. Pasal 2 ayat 1 disebutkan bahwa lingkup SNP meliputi: Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 9

10 Standar Isi, Standar Proses, Standar Kompetensi Kelulusan, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan dan Standar Penilaian Pendidikan (8 standar). Standar tersebut meliputi : a. Standar kompetensi lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. b. Standar isi adalah kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. c. Standar proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. d. Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria mengenai pendidikan prajabatan dan kelayakan maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan. e. Standar sarana dan prasarana adalah kriteria mengenai ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. f. Standar pengelolaan adalah kriteria mengenai perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan. g. Standar pembiayaan adalah kriteria mengenai komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun. h. Standar penilaian pendidikan adalah kriteria mengenai mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik. Cakupan standar pada PP No. 19/2005 dan PP No.32 / 2013 pada esensinya sama, 8 (delapan) standar hanya dengan redaksi yang sedikit berbeda. Relevansi dengan Peraturan Pemerintah Nomor 102 tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional adalah standar proses. Proses demikian syarat penting yang harus dilalui, tidak hanya dilihat dari output-nya saja. Rangkaian penting yang mengawali proses adalah input, kemudaian proses itu sendiri berupa proses belajar-mengajar serta output. Kesemua berjalan terus-menerus dan konsisten. Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 10

11 Tujuan akhir standardisasi adalah mutu, pada lembaga pendidikan untuk mengukur proses input output perlu penilaian, yaitu proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Penilaian dapat disebut ulangan, yaitu proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran. Tujuan penilaian untuk memantau kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik. Pada akhir kegiatan harus dilaksanakan ujian, yaitu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik sebagai pengakuan prestasi belajar dan / atau penyelesaian dari suatu satuan pendidikan. Untuk "mengawal" mutu secara internal lembaga pendidikan membentuk lembaga penjaminan mutu internal, yang tugasnya mengevaluasi/audit internal seluruh kegiatan yang telah dibakukan. Kemudian penjaminan mutu eksternal perlu diakreditasi oleh lembaga independen, dalam hal ini Badan Standar Nasional Pendidikan yang selanjutnya disebut BSNP, yang tugasnya memantau / mengevaluasi pelaksanaan standar mutu lembaga pendidikan. Evaluasi eksternal dilaksanakan oleh asesor, untuk lembaga pendidikan formal adalah Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M), sedangkan untuk lembaga pendidikan non formal disebut Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Non Formal (BAN-PNF), serta untuk Perguruan Tinggi disebut Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN- PT). Sistim mutu pada lembaga pendidikan adalah merupakan siklus, dapat digambarkan sebagai berikut : Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 11

12 Gambar 2.1. Siklus Penjaminan Mutu Lembaga Pendidikan Berdasarkan gambar di atas dapat diterangkan bahwa penjaminan mutu internal dibuktikan dengan audit internal, lalu penjaminan mutu eksternal dibuktikan dengan audit eksternal (akreditasi) oleh BSNP. 3. Standardisasi Lembaga Diklat Kepelautan Sebagaimana disebutkan pada referensi sebelumnya, bahwa Lembaga Diklat Kepelautan selain harus tunduk pada regulasi Kemendikbud juga pada regulasi Kementerian Perhubungan. Pelayaran adalah transportasi yang penuh resiko, terutama pada jiwa manusia. Kemudian bahwa pelayaran pada hakekatnya dapat melayari lautan seluruh dunia. Itulah sebabnya dalam pelayaran ini, aturan yang paling tinggi dikeluarkan oleh lembaga dunia (PBB) yang menaungi tentang kemaritiman, yaitu International Maritime Organization (IMO), yaitu International Convention on Standards of Training, Certification and Watchkeeping for Seafarers disingkat STCW. Karena pertama kali diterbitkan pada tahun 1978 maka terkenal dengan nama STCW Ratifikasi di Indonesia berdasarkan Keppres No. 60 Tahun STCW mengalami berkali-kali amandemen. Pertama, tahun 1991 tentang Global Maritime Distressand Safety System (GMDSS). Kemudian tahun 1994, tentang Special Tarining Requirement for Peronal on Tankers. Amademen berikutnya pada tahun 1995 (Seafarers Training, Certification and Watchkeeping Code 1995) menyangkut Perubahan Annex STCW 1978, berisi 14 resolusi. Terakhir diamandemen tahun 2010 di Manila Filipina, yang Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 12

13 merupakan hasil Diplomatic Conference IMO, sehingga terkenal dengan istilah STCW Amandemen Manila. Materi-materi yang diatur dalam Amandemen Manila antara lain : (1) Standar medis pelaut, (2) Jam kerja dan jam istirahat, (3) Pencegahan penyalahgunaan alkohol, (3) Diklat Dasar Keselamatan (4) Pengenalan Keamanan, (5) Ketrampilan Khusus Navigation Watch Rating dan Able Seaferers Engine Rating bagi pelaut tingkat rating, serta (6) Diklat Khusus yang bekerja di kapal tanker. Pemberlakuan STCW Amandemen Manila tersebut tidak serta merta pada waktu tertentu, tetapi melalui proses transisi. STCW Amandemen Manila mulai dierlakukan mulai 1 Januari Bagi siswa/taruna/calon pelaut yang memulai Diklat pada atau sesudah tanggal 1 Juli 2013 wajib mengunakan kurikulum dan silabus sesuai Amandemen Manila ini. Para pelaut pemegang sertifikat kompetensi dan sertifikat ketrampilan yang diterbitkan sesuai dengan ketentuan STCW Amandemen 1995 diberikan batas waktu sampai tanggal 31 Desember 2016 untuk memenuhi ketentuan Amandemen Manila. Sertifikat kompetensi dan sertifikat ketrampilan yang diterbitkan berdasarkan STCW Amandemen 1995 hanya dapat dikukuhkan (endorced) atau digunakan dengan validitas tidak lebih dari 31 Dsember Pemilik serifikat-sertifikat tersebut wajib megikuti Diklat Pemutakhiran untuk mendapatkan pengukuhan tidak melewati tanggal 1 Januari Profesionalisme pelaut dari negara manapun harus memenuhi kualifikasi konvensi internasional ini. Profesionalisme pelaut diartikan sebagai mutu tertentu, yang dibuktikan dengan Certicate of Competence (COC) diperoleh melalui ujian keahlian pelaut. COC dikeluarkan oleh Direktorat Perkapalan dan Pelayaran (Ditkapel) sekaligus Certificate of Endorsement (COE) sebagai syarat untuk dapat berlayar internasional meskipun baru sebagian negara. Apabila para pelaut kita mengiginkan berlayar lebih luas, maka harus mencari approve Certificate of Recognation (COR) di Singapura. Menurut Arso Martopo (2012), proses lembaga pendidikan pelaut/diklat Pelaut dapat digambarkan sebagai betikut : Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 13

14 Gambar 2.2. Proses Diklat Pelaut (Sumber : Arso Martopo, 2012) Berdasarkan gambar tersebut dapat dilihat bahwa Diklat Kepelautan harus patuh dan input-proses-output secara konsisten. Input diukur dari kwualifikasi calon peserta didik, maliputi, lulusan sekolah sebelumnya, persayaratan fisik, umur, serta materi seleksi dan tatacaranya. Kemudian proses, yang merupakan instumen input, yaitu kegiatan belajar-mengajar mempunyai komponen : silabus, kurikulum, instruktur, fasilitas serta didukung pembiayaan yang memadai. Sebelum lulus sebagai output peserta didik harus menempuh ujian profesi untuk memperoleh sertifikat sesuai jenjang dan jurusan. Ujian profesi ini diselenggarakan oleh lembaga khusus. Setelah semua ujian profesi lulus maka peserta didik telah mempunyai kecakapan tertentu sebagai pelaut, ini sebagai output. Proses ini mengakomodir masukan users melalui output yang telah dihasilkan. Untuk menjaga mutu, Diklat Kepelautan harus melaksanakan sistem mutu melalui lembaga internal yang dibentuk. Tugasnya melakukan pemantauan dan mengevaluasi standar operasi yang dibakukan, meliputi input-proses-output. Pemantauan itu berupa audit internal, yang hasilnya dilaporkan kepada internal Diklat Kepelautan dan kepada lembaga eksternal (Ditkapel Perhub). Berdasarkan laporan audit internal itu, berikutnya Ditkapel Perhub Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 14

15 akan melakukan audit eksternal, yang isinya meyakinkan bahwa seluruh standar operasi telah dilaksanakan sebagaimana yang dilaporkan dalam audit internal. Standar untuk Diklat Kepelautan seperti yang disyaratkan oleh STCW meliputi: (1) Eksistensi institusi, (2) Standar Peralatan, (3) Standar kurikulum, (4) Standar jadwal, alokasi waktu, (5) Standar instruktur, dan (6) Standar pelatihan. Kemudian standar lulusannya meliputi 7 (tujuh) fungsi kompetensi pelaut meliputi: (1) Navigation (Navigasi), (2) Cargo handling and Stowage (Penanganan Muatan), (3) Controlling the operation of the ship and care for persons on board (Pengendalian operasi kapal dan pengawakannya), (4) Marine Engineering (Permesinan kapal), (5) Electric, Electronic and Control Engineering (Sistim kontrol listrik dan elektronik), (6) Maintenance and repair (Perawatan kapal dan perbaikan), dan (7) Radio Communications (Komunikasi radio). Selanjutnya untuk tingkatan tanggung jawab di kapal di bagi dalam 3 (tiga) level yang meliputi: (1) Management level, (2) Operational level, dan (3) Support level. Implementasi STCW Code 1995 Regulation I/8 tentang Quality Standard System di Indonesia adalah dengan diterbitkannya Surat Keputusan Bersama (SKB 3 Menteri) Menteri Perhubungan, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi No : KM 41 Tahun 2003, No : S/U/KB/2003, No : KEP.208 A/MEN/2003 Tentang Sistem Standar Mutu Kepelautan Indonesia. Bahwa untuk mewujudkan tenaga pelaut profesional perlu diselenggarakan pendidikan dan pelatihan pelaut yang sesuai dengan perkembangan ilmu da teknologi. Orang bekerja di laut (kapal) memerlukan standar mutu tertentu, dalam hal ini kualifikasi ketenagakerjaan, kualifikasi pendidikan serta kualifikasi kepelautan. Oleh karena itu regulasi yang mengaturnya terdiri dari 3 kementerian, yaitu Menteri Perhubungan, Menteri Pendidikan Nasional serta Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi. Penyeleggaraan pendidikan dan pelatihan kepelautan pada sekolah menengah kejuruan pelayaran dan perguruan tinggi yang menyelenggarakan program studi nautika dan teknika pelayaran niaga berpedoman pada Sistim Standar Mutu Kepelautan Indonesia (Pasal 1). Selanjutnya pada Pasal 2 diamanatkan bahwa pengawasan pelaksanaan Sistim Standar Mutu Kepelautan Indonesia dilakuka oleh Komite Nasional Pengawasan Mutu Kepelautan Indonesia yang merupakan lembaga non struktural yang dibentuk dengan Keputusan Menteri Perhubungan. Regulasi ini mengatur tentang kualitas penyelenggaraan pendidikan pelaut di Indonesia, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah mapun oleh masyarakat. Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 15

16 Untuk menjaga mutu Diklat Kepelautan, maka Komite Nasional Pengawasan Mutu Kepelautan Indonesia bertugas merumuskan petunjuk pelaksanaan dan sekaligus melakukan akreditasi program pendidikan sesuai standar mutu yang diumuskannya. Bentuk pengawasan mutu adalah melakukan akreditasi tehadap lembaga pendidikan pelaut, baik setingkat Sekolah Menengah Kejuruan Pelayaran maupun Perguruan Tinggi. Elemen standar mutu lembaga pendidikan pelaut untuk Nautika yang dinilai terdiri atas 6 elemen, yaitu : a. Organization and staff resources (OS); b. Infra provsions teaching facilties (ITF); c. Navigation (ED 1); d. Cargo handling and Stowage (ED 2); e. Controlling the operation of the ship and care for persons on board (ED3); f. Equipment (EQ) yang terkait dengan ke 3 ED.. Elemen standar mutu lembaga pendidikan pelaut untuk Teknika yang dinilai terdiri atas 7 elemen, yaitu : a. Organization and staff resources (OS); b. Infra provsions teaching facilties (ITF); c. Merine Enginering (ED 1); d. Electric, electronic and control system (ED 2); e. Maintenance and repair (ED 3); f. Controlling the operation of te ship ad care for prsonal on board (ED 4); g. Equipment (EQ) yang terkait dengan ke 3 ED. Kemudian dalam rangka penjaminan mutu, internal lembaga pendidikan pelaut wajib membentuk lembaga penjaminan mutu internal yang berpedoman pada input-proses-output (IPO). Elemen standar mutu pelaut terdiri dari 19 item yaitu meliputi : a. Mission statement; b. Strategi diklat (education and training strategies),; c. Struktur organisasi (organization); d. Persyaratan tenaga pengajar (instructor requirement); e. Persyaratan pengembangan program (development program Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 16

17 requirements); f. Beban tenaga pengajar (instructors teaching load); g. Persyaratan akademik (faculty requirements); h. Perbandingan tenaga pengajar dan siswa (instructor student ratio); i. Kurikulum (curriculum); j. Dokumentasi administrasi (administrative documentation); k. Students admission, selection, and retention; l. Sistem pengujian (school tests and examination system); m. Pelatihan kapal dan pengenalan lapangan; n. Feedback from students and industry); o. Program litbang (research and development program); p. sistem manajemen mutu (quality management system); q. Campus/public spaces/offices/class room and laboratories; r. Peralatan pengajaran (general teaching means); s. Fasilitas perpustakaan dan internet. Mengenai materi audit mutu terdiri dari OS, ITF, EQ dan ED, yang kesemuanya pada intinya mencakup IPO lembaga pendidikan tersebut dalam penyelenggaraannya secara konsisten. Setelah regulasi SKB 3 Menteri di atas berkali-kali diterbitkan peraturan pelaksnaan di tingkat Ditjen Perla maupun Badan Diklat (sekarang Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Perhubungan). Hingga saat ini regulasi yang relevan adalah Peraturan Menteri Perhubungan No. PM. 70 tahun 2013 tentang Pendidikan dan Pelatihan Sertifikasi serta Dinas Jaga Pelaut, yang ditetapkan pada tanggal 2 September 2013, sebagai pengganti Keputusan menteri Perhubungan No. KM 43 Tahun 2008 tentang Pendidikan dan Pelatihan, Ujian Keahlian, serta Sertifikasi Kepelautan. Setelah regulasi SKB 3 Menteri di atas kemudian diterbitkan Peraturan Menteri Perhubungan No. PM. 70 tahun tentang Pendidikan dan Pelatihan Sertifikasi serta Dinas Jaga Pelaut, yang ditetapkan pada tanggal 2 September 2013, sebagai pengganti Keputusan menteri Perhubungan No. KM 43 Tahun 2008 tentang Pendidikan dan Pelatihan, Ujian Keahlian, serta Sertifikasi Kepelautan. Dalam ketentuan umum pasal 1 (sebagian) disebutkan dengan jelas Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 17

18 bahwa : a. Kepelautan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pengawakan, pendidikan, pensertifikatan, kewenangan serta hak dan kewajiban pelaut. b. Pendidikan dan Pelatihan Kepelautan selanjutnya disingkat dengan Diklat Kepelautan adalah diklat kepelautan untuk mencapai tingkat keahlian dan keterampilan tertentu sesuai dengan jenjang dan jenis kompetensi untuk pengawakan kapal niaga. c. Program Pendidikan dan Pelatihan Keahlian Pelaut adalah program diklat dalam berbagai jalur, jenjang, dan jenis untuk meningkatkan keahlian guna mendapatkan sertifikat keahlian pelaut. d. Program Pendidikan dan Pelatihan Keterampilan Pelaut adalah program diklat untuk mendapatkan kecakapan dan keterampilan untuk melakukan tugas dan/atau fungsi tertentu di kapal. e. Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Kepelautan adalah lembaga diklat yang dikelola oleh pemerintah atau masyarakat dalam menyelenggarakan program diklat keahlian dan/atau keterampilan pelaut yang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. f. Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh sesorang berupa seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilakuyang harus dihayati dan dikuasai untuk melaksanakan tugas keprofesionalanya. g. Sertifikat Keahlian Pelaut adalah sertifikat yang diterbitkan dan dikukuhkan untuk nahkoda, perwira, operator radio GMDSS, sesuai dengan pada Chapter II, III atau IV Konvensi STCW 1978 beserta amandemennya dan pemilik sah sertifikat untuk melaksanakan tugas sesuai kapasitasnya dan melaksanakan fungsi sesuai dengan tingkat tanggung jawab yang tertera pada sertifikat. h. Sertifikat pengukukuhan adalah sertifikat yang menyatakan kewenangan jabatan kepada pemilik sertifikat keahlian pelaut untuk melaksanakan tugas dan fungsi sesuai dengan tingkat tanggungjawabnya. i. Sertifikat keterampilan adalah sertifikat selain dari sertifikat keahlian dan pengukuhan yang diterbitkan untuk pelaut yang menyatakan telah memenuhi persyaratan pelatihan, kompetensi, dan masa layar. Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 18

19 j. Pengesahan (approval) adalah pengakuan program diklat, simulator, laboratorium, bengkel kerja, pengalaman di kapal latih, masa layar, buku catatan pelatihan (training record book), dan rumah sakit serta bentuk pengakuan lainnya terkait peraturan ini yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal. Kemudian tindak lanjut dari regulasi ini sementara masih memakai peraturan lama, yaitu Peraturan Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Departemen Perhubungan No : SK. 471/DL.002/IV/Diklat/-09 tentang Kurikulum Pendidikan Kepelautan, Peraturan Kepala Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Perhubungan No: SK.2162/HK/208/XI/DIKLAT-2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kepelautan. Penjenjangan diklat keahlian pelaut terdiri dari Program Pendidikan Kejuruan Pelayaran disenggarakan oleh Sekolah menengah Kejuruan (SMK) Pelayaran dan Program Pendidikan Diploma I, II, III, IV (Perguruan Tinggi) Pelayaran yang disenggarakan oleh Akademi, Politeknik dan Sekolah Tinggi. Adapun pembagian bidang keahlian, untuk setingkat SMK Pelayaran terdiri dari keahlian Nautika untuk mendapatkan sertifikat keahlian pelaut ANT-IV serta keahlian teknika untuk mendapatkan sertifikat keahlian pelaut ATT-IV. Untuk keahlian setingkat Perguruan Tinggi, diatur sebagai berikut: a. Keahlian nautika meliputi : 1) Program Diploma IV, untuk memperoleh serifikat keahlian pelaut ANT-III dan setelah 2 tahun masa layar berhak mengikuti ujian ANT-II. 2) Program Diploma III, untuk memperoleh serifikat keahlian pelaut ANT-III. b. Keahlian teknika meliputi : 1) Program Diploma IV, untuk memperoleh serifikat keahlian pelaut ATT-III dan setelah 2 tahun masa layar berhak mengikuti ujian ATT-II. 2) Program Diploma III, untuk memperoleh serifikat keahlian pelaut ATT-III. c. Keahlian elektro pelayaran meliputi : Diploma I sampai Diploma III Pelayaran. Penjenjangan diklat keahlian pelaut terdiri dari : Diklat Pelaut Tingkat Dasar (DP-D), Diklat Pelaut Tingkat Menengah (DP-M), Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 19

20 Diklat Pelaut Tingkat Tinggi (DP-T). DP-D dan DP-M hanya menyelenggarakan untuk keahlian nautika dan teknika. Bedanya untuk DP-M untuk memperoleh serifikat keahlian pelaut tingkat V, baik keahlian teknika mupun nautika. Sedangkan DP-T adalah diklat untuk memperoleh serifikat keahlian pelaut ANT -III sampai ANT-I (keahlian nautika) serta memperoleh serifikat keahlian pelaut ATT -III sampai ATT-I (keahlian Teknika). Kemudian regulasi Peraturan Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Departemen Perhubungan No : SK. 471/DL.002/IV/Diklat/-09 tentang Kurikulum Pendidikan Kepelautan, kurikulum untuk DP-D dikelompokkan menjadi mata pelajaran kelompok normatif, kelompok adaptif, kelompokproduktif serta kelompok proficiency. Kemudian untuk DP-M, selain dikelompokkan seperti pada DP-D masih ditambah kelompok pembinaan mental dan moral. Untuk setingkat DP-T pengelompokan lebih rinci, yaitu : (1) Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian, MPK, (2) Mata Kuliah Keilmuan dan Ketrampilan, MKK, (3) Mata Kulaih Keahlian Berkarya, MKB. (4) Mata Kulaih Perilaku berkarya, MPB, (5) Mata kulaiah Berkehidupan bermasyarakat, MBB serta (6) Kelompok Diklat Khusus Keahlian Pelaut, DKKP. Regulasi yang lebih operatif adalah Peraturan Kepala Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Perhubungan No : SK.2162/HK/208/XI/DIKLAT-2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kepelautan. Pada intinya merupakan penjabaran- rincian dari regulasi-regulasi sebagaimana diuraikan sebelumnya diatas. Terminologiterminologi sama seperti pada Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 43 Tahun 2008 tentang Pendidikan dan Pelatihan, Ujian Keahlian, serta Sertifikasi Kepelautan. D. PENGAWAKAN KAPAL Pengawakan kapal dan manajemen kapal adalah faktor penting dalam peraturan perlayaran. Keduanya berperan dalam menilai keseluruhan kualitas kapal. Referensi ini berdasarkan laporan Asosiasi Pengawas Kapal UK P&I Club, di Inggris. Institusi ini setiap tahunnya mengawasi (mengaudit) lima hingga enam ratus kapal. Tujuan pengawasan adalah memperoleh informasi obyektif dan rinci tentang pengawakan kapal, di antaranya kebangsaan, usia, bahasa, jam kerja, kondisi kerja, serta informasi penting lainnya. Hasilnya dilaporkan ke Otoritas Hukum Maritim di Southampton serta pemilik kapal. Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 20

21 Secanggih apapun kondisi kapal, awak kapal tetap merupakan unsur terpenting. Kapal mungkin bisa beroperasi 24 jam tanpa mempengaruhi kinerja teknis kapal, namun manusia tidak bisa diperlakukan seperti itu karena akan mengalami kelelahan. Kelelahan berakibat mengganggu kinerja operasi kapal dan pada gilirannya berdampak pada kinerja industri maritim pada umumnya. Selain dipengaruhi oleh faktor kelelahan, kinerja operasi kapal juga dipengaruhi oleh moral, motivasi, gemblengan, loyalitas, pengalaman, fasilitas kapal, standar sertifikasi yang dimiliki, lingkungan sekitar, serta kebijakan manajemen. Kualitas awak kapal memiliki hubungan langsung dengan keseluruhan performa kapal. Namun belum tentu bahwa kapal yang telah memenuhi standar teknis selalu dioperasikan oleh kru yang standar juga. Kru kapal yang standar (baik) sudah pasti mempunyai visi bagaimana sebuah kapal dikatakan standa. Jika suatu kapal dioperasikan oleh kru yang baik bersama dengan kru yang tidak baik tetap saja akan berdampak pada performa kapal secara keseluruhan yang tdak optimal. Artinya bahwa suatu kapal menuntut dioperasikan oleh kru yang semuanya baik. Pengawakan kapal secara ekonomis (bagi pemilik) dengan kondii layak (bagi kru kapal) memang tidak mudah. Para pemilik kapal secara rutin mendelegasikan tugas pengawakan kapal kepada perusahan agen ship manning yang bersifat independen dan profesional. Tujuannya untuk menjauhkan keinginan subyektif pemilik sekaligus memperoleh awak kapal yang baik. Seiring dengan tuntutan dinamika, jumlah kru kapal mengalami pengurangan (efisiensi) bersaman dengan berkurangnya jumlah kapal yang berlayar secara tradisional, jumlah pelaut berpengalaman dan terlatih di negara tersebut juga berkurang. Fenomena ini merubah tingkat tanggung jawab, pengembangan karir, diklat, dan tingkat pengalaman yang diperlukan, baik bagi perwira maupun rating. Tuntutan efisiensi terlihat nyata dalam masa lesu (sulit mencarai muatan), para pemilik berusaha menggunakan awak kapal bergaji murah. Laporan terakhir melansir bahwa dari keseluruhan kapal yang diaudit 56 % memiliki kru kapal berkebangsaan campuran. Berikut gambar komposisi kru kapal tersebut, Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 21

22 Gambar 2.3. Komposisi kebangsaan awak kapal (Sumber : UK P&I Club) Lebih rinci, ditemukan bahwa 32% dari kapal-kapal itu perwiranya didominasi orang Eropa dan 30% berasal dari negara-negara Eropa Timur. Sementara itu para rating kebanyakan berasal dari Timur Jauh dan Asia, dengan perincian 32% dari Asia Tenggara, 12% dari Timur Jauh dan sisanya dari keseluruhan Asia. Fenomena ini mengindikasikan bahwa kapal-kapal yang telah memenuhi standar teknis yang dioperasikan oleh kru bergaji murah berdampak performanya meragukan. Pengawakan kapal umumnya didasarkan pada pertimbangan beban pajak yang harus dibayar, kemudahan administratif, serta pertimbangan hukum dari negara di mana kapal didaftakan. Beberapa negara tertentu di mana kapal didftarkan berusaha melindungi pelaut mereka, terutama terkait dengan standar keselamatan dan kesejahteraan. Namun usaha ini belum dilakukan oleh semua negara. Kecelakaan laut akibat human error dapat ditekan dengan manajemen yang bagus dan pengawakan yang bagus pula. E. PERATURAN-PERATURAN TERKAIT Setelah dilakukan inventarisasi, terdapat beberapa regulasi yang dapat diacu dalam melakukan studi ini, baik nasional maupun internasional. 1. Regulasi Nasional. a. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran; b. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi; c. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional; Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 22

23 d. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas; e. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang Angkutan di Perairan; f. Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 2000 tentang Kepelautan; g. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan (SPN); h. Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 2012 tentang Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas; i. Keputusan Bersama Menhub No : KM 41 Tahun 2003, Mendiknas No : S/U/KB/2003 dan Menakertrans No : KEP.208 A/MEN/2003 tentang Standar Mutu Kepelautan Indonesia; j. Keputusan Kepala Badan Diklat Perhubungan No : SK. 736/DL.002/DIKLAT-00 tentang Standar Minimal Program Diklat Keahlian Pelaut; k. Peraturan Kepala Badan Diklat Perhubungan No : SK. 471/DL.002/IV/Diklat-09 tentang Kurikulum Pendidikan Kepelautan; l. Peraturan Kepala Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Perhubungan No : SK. 2162/HK.208/XI/DIKLAT-2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kepelautan; m. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. 2. Regulasi Internasional Badan dunia (PBB) yang mengatur Diklat Kepelautan adalah International Maritime Organization (IMO) melalui International Convention on Standards of Training, Certification and Watch keeping for Seafarers 1978, as amended 1995, 2010 (STCW 1978/1995/2010) serta SOLAS Pengaturan Terkait Mutu Lembaga Pendidikan Pelaut Pengaturan mutu Diklat Kepelautan dapat diuraikan sebagai berikut: a. Keputusan Bersama Menteri Perhubungan, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi No : KM 41 Tahun 2003, No : S/U/KB/2003, No : KEP.208 A/MEN/2003 tentang Standar Mutu Kepelautan Indonesia. Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 23

24 Untuk mewujudkan tenaga pelaut profesional perlu diselenggarakan Diklat Kepelautan yang sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi. Orang bekerja di laut (kapal) memerlukan standar mutu tertentu, dalam hal ini kualifikasi ketenagakerjaan, kualifikasi pendidikan serta kualifikasi kepelautan. Oleh karena itu regulasi yang mengaturnya terdiri dari 3 kementerian, yaitu Menteri Perhubungan, Menteri Pendidikan Nasional serta Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi. Penyeleggaraan pendidikan dan pelatihan kepelautan pada sekolah menengah kejuruan pelayaran dan perguruan tinggi yang menyelenggarakan program studi nautika dan teknika pelayaran niaga berpedoman pada Sistem Standar Mutu Kepelautan Indonesia (SKB 3 Menteri, Pasal 1). Selanjutnya pada Pasal 2 diamanatkan bahwa pengawasan pelaksanaan Sistem Standar Mutu Kepelautan Indonesia dilakukan oleh Komite Nasional Pengawasan Mutu Kepelautan Indonesia yang merupakan lembaga non struktural yang dibentuk dengan Keputusan Menteri Perhubungan. Regulasi ini mengatur tentang kualitas penyelenggaraan pendidikan pelaut di Indonesia, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah mapun yang diselenggarakan masyarakat. Untuk menjaga mutu Diklatk Kepelautan, maka Komite Nasional Pengawasan Mutu Kepelautan Indonesia bertugas merumuskan petunjuk pelaksanaan dan sekaligus melakukan akreditasi program pendidikan sesuai standar mutu yang diumuskannya. Bentuk pengawasan mutu adalah melakukan akreditasi tehadap Diklatk Kepelautan, baik setingkat Sekolah Menengah Kejuruan Pelayaran maupun Perguruan Tinggi. Elemen standar mutu lembaga pendidikan pelaut yang menjadi komponen penilaian terdiri atas 6 elemen untuk Nautika dan 7 elemen untuk Teknika. Kemudian dalam rangka penjaminan mutu, internal Diklatk Kepelautan wajib membentuk lembaga penjaminan mutu internal yang berpedoman pada input, process dan output (IPO). Ketentuan ini diatur ke dalam pasal-pasal yang jumlahnya ada 19 (sembilan belas) pasal, mulai dari otoritas sampai fasilitas internet dan perpustakaan, yang kesemuanya mencakup IPO Diklatk Kepelautan tersebut yang dalam penyelenggaraannya dilakukan secara konsisten. b. International Convention on Standards of Training, Certification and Watchkeeping for Seafarers 1978, as amended 1995, 2010 (STCW 78/1995/2010). Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta II - 24

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia adalah negara kepulauan (archipelagic state) terbesar di dunia, terdiri dari 17.508 pulau yang tersebar di seluruh wilayah, 2/3 bagian wilayahnya merupakan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS. Gambar 5.1. Pola Pengembangan Kemitraan Diklat Kepelautan Pemerintah dan Diklat Kepelautan Masyarakat

BAB V ANALISIS. Gambar 5.1. Pola Pengembangan Kemitraan Diklat Kepelautan Pemerintah dan Diklat Kepelautan Masyarakat BAB V ANALISIS Pada Bab V ini disampaikan analisis dengan mengacu ruang lingkup studi. Adapun model kemitraan diklat kelautan pemerintah dan diklat masyarakat dalam analisis ini berdasarkan pola sebagaimana

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN NOMOR : PK.16/BPSDMP-2017 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN NOMOR : PK.16/BPSDMP-2017 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN NOMOR : PK.16/BPSDMP-2017 TENTANG PEDOMAN STANDARISASI PENYELENGGARAAN SIMULATOR UNTUK PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPELAUTAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan (Archipelagic State) memiliki lebih kurang 17.500 pulau, dengan total panjang garis pantai mencapai 95.181 km

Lebih terperinci

B A B II PERENCANAAN KINERJA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN

B A B II PERENCANAAN KINERJA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN B A B II PERENCANAAN KINERJA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN A. RENCANA KINERJA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA PERHUBUNGAN Pusat Pengembangan SDM Perhubungan laut telah menetapkan Visi

Lebih terperinci

2 Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara

2 Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.45, 2015 PENDIDIKAN. Standar Nasional. Kurikulum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5670) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

2013, No.71 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 T

2013, No.71 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 T LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.71, 2013 PENDIDIKAN. Standar Nasional Pendidikan. Warga Negara. Masyarakat. Pemerintah. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.07/MEN/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.07/MEN/2011 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.07/MEN/2011 TENTANG SISTEM STANDAR MUTU PENDIDIKAN DAN PELATIHAN, UJIAN, SERTA SERTIFIKASI PELAUT KAPAL PENANGKAP IKAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa bidang pendidikan merupakan

Lebih terperinci

Pengembangan Tenaga Pendidik pada Perguruan Tinggi Maritim/Pelayaran: Ideal versus Faktual*)

Pengembangan Tenaga Pendidik pada Perguruan Tinggi Maritim/Pelayaran: Ideal versus Faktual*) Pengembangan Tenaga Pendidik pada Perguruan Tinggi Maritim/Pelayaran: Ideal versus Faktual*) Oleh: Sahudiyono *)Makalah dipresentasikan pada Indonesia Maritime Lecturer Seminar (IMLS) 2014 Politeknik Pelayaran

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.174, 2014 PENDIDIKAN. Pelatihan. Penyuluhan. Perikanan. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5564) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

2012, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar

2012, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar No.104, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TRANSPORTASI. Sumber Daya Manusia. Bidang Transportasi. Perlindungan Kerja. Pembinaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Efektivitas proses..., Hani Khotijah Susilowati, FISIP UI, Universitas Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada awal abad XXI, dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tiga tantangan besar. Tantangan pertama, sebagai akibat dari krisis ekonomi, dunia pendidikan dituntut

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI NAUTIKA

PROGRAM STUDI NAUTIKA PROGRAM STUDI NAUTIKA V I S I Menghasilkan lulusan yang berkualitas dan profesional dalam bidang Kenautikaan dan IPTEK Kelautan yang berstandar Internasional pada tahun 2016 M I S I - Menyelenggarakan

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 13, Tambahan Lemba

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 13, Tambahan Lemba No.1870, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Diklat Sertifikat. Dinas Jaga Pelaut. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 140 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu pendidikan. Kecenderungan internasional mengisyaratkan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu pendidikan. Kecenderungan internasional mengisyaratkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berbagai negara di dunia tidak pernah surut melakukan upaya peningkatan mutu pendidikan. Kecenderungan internasional mengisyaratkan bahwa sistem penjaminan dan

Lebih terperinci

2013, No Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-U

2013, No Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-U No.132, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PENDIDIKAN. Kedokteran. Akademik. Profesi. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5434) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. menengah.

KATA PENGANTAR. menengah. KATA PENGANTAR Sesuai dengan amanat Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, Kementerian Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sesuai Undang-Undang (UU) Republik Indonesia (RI) Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan pendidikan nasional adalah bagaimana meningkatkan mutu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Permasalahan pendidikan nasional adalah bagaimana meningkatkan mutu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan pendidikan nasional adalah bagaimana meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan pada setiap jalur, jenis, dan jenjang pendidikan. Upaya yang telah dilakukan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI Teks tidak dalam format asli. Kembali LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 67, 2006 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DASAR & FUNGSI Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

IMPLIKASI UNDANG-UNDANG GURU DAN DOSEN TERHADAP PENINGKATAN MUTU PROSES PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN

IMPLIKASI UNDANG-UNDANG GURU DAN DOSEN TERHADAP PENINGKATAN MUTU PROSES PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN IMPLIKASI UNDANG-UNDANG GURU DAN DOSEN TERHADAP PENINGKATAN MUTU PROSES PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN M. Syaom Barliana Universitas Pendidikan Indonesia L A T A R B E L A K A N G Peningkatan kualitas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2018 TENTANG BADAN AKREDITASI NASIONAL SEKOLAH/MADRASAH DAN BADAN AKREDITASI NASIONAL PENDIDIKAN ANAK USIA DINI DAN

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYELENGGARAAN DIKLAT KETERAMPILAN KHUSUS PELAUT INTERNATIONAL MARITIME DANGEROUS GOODS (IMDG) CODE

PEDOMAN PENYELENGGARAAN DIKLAT KETERAMPILAN KHUSUS PELAUT INTERNATIONAL MARITIME DANGEROUS GOODS (IMDG) CODE Lampiran XLI Peraturan Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan Nomor : SK.2162/HK.208/XI/Diklat-2010 Tanggal : 16 November 2010 PEDOMAN PENYELENGGARAAN DIKLAT KETERAMPILAN KHUSUS PELAUT

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB V PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Dalam bab ini membahas hasil penelitian Peran dan Fungsi Komite Sekolah Dalam Upaya Meningkatkan Mutu Pendidikan di Sekolah (Studi Kasus di SMK Negeri 1 Terbanggi Besar

Lebih terperinci

2. Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik.

2. Akreditasi terhadap program dan satuan pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri yang berwenang sebagai bentuk akuntabilitas publik. A. Rasional Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Pasal 2 ayat (2) tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa penjaminan dan pengendalian mutu pendidikan yang sesuai dengan Standar Nasional

Lebih terperinci

DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DASAR & FUNGSI Pendidikan

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG BADAN AKREDITASI PROVINSI SEKOLAH/MADRASAH TINGKAT PROVINSI JAWA TENGAH

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG BADAN AKREDITASI PROVINSI SEKOLAH/MADRASAH TINGKAT PROVINSI JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG BADAN AKREDITASI PROVINSI SEKOLAH/MADRASAH TINGKAT PROVINSI JAWA TENGAH GUBERNUR JAWA TENGAH, Menimbang : a. bahwa sesuai

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 Tentang STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 Tentang STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN Departemen Pendidikan Nasional Materi 2 PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 Tentang STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN Sosialisasi KTSP LINGKUP SNP 1. Standar Nasional Pendidikan (SNP) adalah kriteria minimal

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN NOMOR : SK. 2162/HK.208/XI/DIKLAT-2010 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN NOMOR : SK. 2162/HK.208/XI/DIKLAT-2010 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN NOMOR : SK. 2162/HK.208/XI/DIKLAT-2010 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPELAUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Jakarta, Januari 2016 Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Hamid Muhammad, Ph.D. iii

Jakarta, Januari 2016 Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Hamid Muhammad, Ph.D. iii KATA PENGANTAR Sesuai dengan amanat Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, Kementerian Pendidikan

Lebih terperinci

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DASAR & FUNGSI Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tamb

2015, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaga Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tamb No.1543, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Sekolah Tinggi Transportasi Darat. Standar Pelayanan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 150 TAHUN 2015 TENTANG STANDAR PELAYANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan yang luar biasa bagi bangsa Indonesia. 1

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kekayaan yang luar biasa bagi bangsa Indonesia. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara maritim terbesar di dunia, yang memiliki lebih dari 17.000 (tujuh belas ribu) pulau yang membentang dari 6 LU sampai 11 LS dan 92 BT sampai

Lebih terperinci

4 PROFIL PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

4 PROFIL PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 4 PROFIL PENDIDIKAN MENENGAH KEJURUAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 4.1 Pendidikan Menengah Kejuruan Kelautan dan Perikanan Pendidikan menengah kejuruan kelautan dan perikanan merupakan program pendidikan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang maju, modern dan sejahtera. Sejarah bangsa-bangsa telah menunjukkan bahwa bangsa yang

BAB I PENDAHULUAN. yang maju, modern dan sejahtera. Sejarah bangsa-bangsa telah menunjukkan bahwa bangsa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan yang bermutu merupakan syarat utama untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang maju, modern dan sejahtera. Sejarah bangsa-bangsa telah menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. pada kemampuan bangsa itu sendiri dalam meningkatkan kualitas sumber daya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Peningkatan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan aspek yang paling utama dalam menghadapi era globalisasi dimana keberhasilan suatu bangsa dalam melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KEDOKTERAN

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KEDOKTERAN SALINAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAHAN AJAR (MINGGU KE 1) MATA KULIAH EVALUASI PEMBELAJARAN FISIKA STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN (SNP)

BAHAN AJAR (MINGGU KE 1) MATA KULIAH EVALUASI PEMBELAJARAN FISIKA STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN (SNP) BAHAN AJAR (MINGGU KE 1) MATA KULIAH EVALUASI PEMBELAJARAN FISIKA STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN (SNP) VISI PENDIDIKAN NASIONAL Terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYELENGGARAAN DIKLAT KETERAMPILAN KHUSUS PELAUT PROFICIENCY IN GMDSS / GENERAL RADIO OPERATOR S COURSE

PEDOMAN PENYELENGGARAAN DIKLAT KETERAMPILAN KHUSUS PELAUT PROFICIENCY IN GMDSS / GENERAL RADIO OPERATOR S COURSE Lampiran XL Peraturan Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan Nomor : SK.2162/HK.208/XI/Diklat-2010 Tanggal : 16 November 2010 PEDOMAN PENYELENGGARAAN DIKLAT KETERAMPILAN KHUSUS PELAUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas. Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas. Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangunan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan sarana penting untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) dalam menjamin kelangsungan pembangunan suatu bangsa. Keberhasilan pembangunan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Hasil penelitian tentang Efektivitas Implementasi Dan Dampak Akreditasi

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Hasil penelitian tentang Efektivitas Implementasi Dan Dampak Akreditasi 279 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 1. Kesimpulan Hasil penelitian tentang Efektivitas Implementasi Dan Dampak Akreditasi Terhadap Mutu Layanan Sekolah Menengah (Studi Tentang Efektivitas Implementasi

Lebih terperinci

-2- c. bahwa usulan perubahan tarif layanan Badan Layanan Umum Politeknik Pelayaran Surabaya pada Kementerian Perhubungan, telah dibahas dan dikaji ol

-2- c. bahwa usulan perubahan tarif layanan Badan Layanan Umum Politeknik Pelayaran Surabaya pada Kementerian Perhubungan, telah dibahas dan dikaji ol No.541, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKEU. BLU. Poltek Pelayaran. Surabaya. Tarif. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58/PMK.05/2016 TENTANG TARIF LAYANAN BADAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN NOMOR : PK.11/BPSDMP-2017 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN NOMOR : PK.11/BPSDMP-2017 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN NOMOR : PK.11/BPSDMP-2017 TENTANG KURIKULUM PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KOMPETENSI KEPELAUTAN PERWIRA DAN RATING KAPAL NEGARA REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BANDUNG BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BANDUNG BARAT Menimbang : a. Mengingat : 1. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BANDUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PELATIHAN KERJA NASIONAL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PELATIHAN KERJA NASIONAL PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PELATIHAN KERJA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM STANDARDISASI KOMPETENSI KERJA NASIONAL

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM STANDARDISASI KOMPETENSI KERJA NASIONAL MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM STANDARDISASI KOMPETENSI KERJA NASIONAL DENGAN

Lebih terperinci

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 dikemukakan kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2017 TENTANG SERTIFIKASI RADIO ELEKTRONIKA DAN OPERATOR RADIO GLOBAL MARITIME DISTRESS AND SAFETY SYSTEM DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LAPORAN TAHUNAN BP3IP JAKARTA 2016

LAPORAN TAHUNAN BP3IP JAKARTA 2016 BAB II KEGIATAN POKOK A. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PERHUBUNGAN LAUT 1. Target dan Realisasi a. Pelatihan Peningkatan Pelatihan Peningkatan (Upgrading Training) ini ditujukan untuk para pelaut yang sudah

Lebih terperinci

SPMI dan ISO 9001:2008

SPMI dan ISO 9001:2008 SPMI dan ISO 9001:2008 Wahyu Catur Wibowo, Ph.D Staf Pengajar Fakultas Ilmu Komputer Univ Indonesia wibowo@cs.ui.ac.id http://telaga.cs.ui.ac.id/~wibowo Standar Nasional Pendidikan (SNP) Diatur dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian SMP-RSBI RSBI (Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional) adalah sekolah yang melaksanakan atau menyelenggarakan pendidikan bertaraf internasional, dimana baru sampai

Lebih terperinci

-2- Pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah terdiri atas pembinaan dan pengawasan umum serta pembinaan dan pengawasan te

-2- Pembinaan dan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Daerah terdiri atas pembinaan dan pengawasan umum serta pembinaan dan pengawasan te TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I PEMERINTAH DAERAH. Penyelenggaraan. Pembinaan. Pengawasan. Pencabutan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 73) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PELATIHAN KERJA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PELATIHAN KERJA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2006 TENTANG SISTEM PELATIHAN KERJA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

2011, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Ne

2011, Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 154, Tambahan Lembaran Ne No.132, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KOMUNIKASI dan Informatika. Sertifikasi. Radio Elektronika. Operator Radio. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

NORMA, STANDAR, PROSEDUR, DAN KRITERIA (NSPK) PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) FORMAL DAN PENDIDIKAN DASAR DI KABUPATEN/KOTA

NORMA, STANDAR, PROSEDUR, DAN KRITERIA (NSPK) PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) FORMAL DAN PENDIDIKAN DASAR DI KABUPATEN/KOTA SALINAN LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL NOMOR 20 TAHUN 2010 TANGGAL 31 AGUSTUS 2010 NORMA, STANDAR, PROSEDUR, DAN KRITERIA (NSPK) PENDIDIKAN ANAK USIA DINI (PAUD) FORMAL DAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

peningkatan SDM berkualitas menjadi sangat penting, Terutama dengan dua hal (teori dan praktek) harus berjalan seiring dan saling melengkapi.

peningkatan SDM berkualitas menjadi sangat penting, Terutama dengan dua hal (teori dan praktek) harus berjalan seiring dan saling melengkapi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi, menuntut kemampuan kompetitif dalam berbagai aspek, termasuk dalam Sumberdaya Manusia (SDM). Sehubungan dengan itu, upaya peningkatan kualitas

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/11/2007. TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN Dl SEKOLAH PERTANIAN PEMBANGUNAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/11/2007. TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN Dl SEKOLAH PERTANIAN PEMBANGUNAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 67/Permentan/OT.140/11/2007 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN Dl SEKOLAH PERTANIAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Adanya dukungan dan fasilitasi institusi-institusi tersebut dalam penerapan sistem penjaminan mutu eksternal sesuai

KATA PENGANTAR. Adanya dukungan dan fasilitasi institusi-institusi tersebut dalam penerapan sistem penjaminan mutu eksternal sesuai KATA PENGANTAR Sesuai dengan amanat Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, Kementerian Pendidikan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa negara menjamin hak setiap

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 03 TAHUN 2005 SERI E PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG

LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 03 TAHUN 2005 SERI E PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG LEMBARAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 03 TAHUN 2005 SERI E PERATURAN DAERAH PROVINSI GORONTALO NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG PENDIDIKAN BERBASIS KAWASAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 42/Permentan/SM.200/8/2016 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI KOMPETENSI SUMBER DAYA MANUSIA SEKTOR PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2 Menetapkan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2014 tentang Perubahan Kelima Atas Peraturan Pre

2 Menetapkan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2014 tentang Perubahan Kelima Atas Peraturan Pre BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1290, 2014 KEMENDIKBUD. Program Studi. Perguruan Tinggi. Akreditasi. Pencabutan. MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang:

Lebih terperinci

MODUL KULIAH MANAJEMEN INDUSTRI SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9000

MODUL KULIAH MANAJEMEN INDUSTRI SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9000 MODUL KULIAH MANAJEMEN INDUSTRI SISTEM MANAJEMEN MUTU ISO 9000 Oleh : Muhamad Ali, M.T JURUSAN PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA TAHUN 2011 MODUL IX SISTEM MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mutu sumber daya manusia menuju era globalisasi yang penuh dengan tantangan.

BAB I PENDAHULUAN. mutu sumber daya manusia menuju era globalisasi yang penuh dengan tantangan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu upaya untuk membangun dan meningkatkan mutu sumber daya manusia menuju era globalisasi yang penuh dengan tantangan. Sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. amanat Undang-Undang No.17 Tahun 2008 menjadi suatu yang sangat strategis

I. PENDAHULUAN. amanat Undang-Undang No.17 Tahun 2008 menjadi suatu yang sangat strategis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelayaran merupakan bagian dari sarana transportasi laut sebagaimana amanat Undang-Undang No.17 Tahun 2008 menjadi suatu yang sangat strategis bagi wawasan nasional serta

Lebih terperinci

Sistem Pendidikan Nasional

Sistem Pendidikan Nasional Sistem Pendidikan Nasional Oleh : M.H.B. Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.879, 2012 KEMENTERIAN PERHUBUNGAN. Manajemen Keselamatan kapal. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 45 TAHUN 2012 TENTANG MANAJEMEN KESELAMATAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM STANDARDISASI KOMPETENSI KERJA NASIONAL

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM STANDARDISASI KOMPETENSI KERJA NASIONAL MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM STANDARDISASI KOMPETENSI KERJA NASIONAL DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Sebagai jenjang pendidikan paling tinggi dalam sistem pendidikan nasional maka

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Sebagai jenjang pendidikan paling tinggi dalam sistem pendidikan nasional maka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan Tinggi merupakan salah satu pilar penting dalam pembangunan suatu bangsa. Sebagai jenjang pendidikan paling tinggi dalam sistem pendidikan nasional

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 09 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan

2017, No di bidang arsitektur, dan peningkatan mutu karya arsitektur untuk menghadapi tantangan global; d. bahwa saat ini belum ada pengaturan No.179, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA ORGANISASI. Arsitek. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6108) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.23/MEN/IX/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.23/MEN/IX/2009 TENTANG MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.23/MEN/IX/2009 TENTANG PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KERJA BAGI CALON TENAGA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan salah satu kunci penanggulangan kemiskinan dalam jangka menengah dan jangka panjang. Pendidikan juga penting bagi terciptanya kemajuan dan kemakmuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan Millenium Development Goals (MDGS), yang semula dicanangkan

BAB I PENDAHULUAN. perencanaan Millenium Development Goals (MDGS), yang semula dicanangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kemajuan suatu bangsa sangat ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia. Kualitas sumber daya manusia bergantung pada kualitas pendidikan. Peran pendidikan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menjamin hak setiap warga negara

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI SIDOARJO PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 38 TAHUN 2013 TENTANG PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KEPROFESIAN BERKELANJUTAN BAGI PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENDIDIKAN APA, BAGAIMANA, DAN MENGAPA

STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENDIDIKAN APA, BAGAIMANA, DAN MENGAPA STANDAR PELAYANAN MINIMAL PENDIDIKAN APA, BAGAIMANA, DAN MENGAPA Kualitas SNP (Isi, Kompetensi Lulusan, Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Sarana dan Prasarana, Pengelolaan, Penilaian, Proses, Biaya) SPM

Lebih terperinci

STANDAR ISI SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL

STANDAR ISI SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL SM SPMI Hal : 1/12 1 Judul STANDAR ISI SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK-SPMI SM 01 SUMEDANG 2016 SM SPMI Hal : 2/12 2 Lembar Pengendalian STANDAR

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2018 TENTANG PENUGASAN GURU SEBAGAI KEPALA SEKOLAH

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2018 TENTANG PENUGASAN GURU SEBAGAI KEPALA SEKOLAH SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2018 TENTANG PENUGASAN GURU SEBAGAI KEPALA SEKOLAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN

Lebih terperinci

BADAN PENJAMINAN MUTU UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

BADAN PENJAMINAN MUTU UNIVERSITAS NGUDI WALUYO MANUAL SPMI UNIVERSITAS NGUDI WALUYO BADAN PENJAMINAN MUTU UNIVERSITAS NGUDI WALUYO MANUAL SPMI 1 dari 7 A. TUJUAN DAN MAKSUD MANUAL SPMI Penjaminan mutu Perguruan Tinggi adalah proses penetapan dan pemenuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan dianggap sebagai sebagai suatu investasi yang paling berharga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Pendidikan dianggap sebagai sebagai suatu investasi yang paling berharga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan dianggap sebagai sebagai suatu investasi yang paling berharga dalam bentuk peningkatan sumber daya manusia untuk pembangunan bangsa. Seringkali

Lebih terperinci

SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL (SPMI) AKMI BATURAJA

SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL (SPMI) AKMI BATURAJA STANDAR ISI SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL (SPMI) AKMI BATURAJA 2015 Standar isi mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu.

Lebih terperinci

KTSP DAN IMPLEMENTASINYA

KTSP DAN IMPLEMENTASINYA KTSP DAN IMPLEMENTASINYA Disampaikan pada WORKSHOP KURIKULUM KTSP SMA MUHAMMADIYAH PAKEM, SLEMAN, YOGYAKARTA Tanggal 4-5 Agustus 2006 Oleh : Drs. Marsigit MA FMIPA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA KTSP DAN

Lebih terperinci

Tantangan LPTK-PTK. Universitas Pendidikan Indonesia

Tantangan LPTK-PTK. Universitas Pendidikan Indonesia Add UNIVERSITAS your company PENDIDIKAN slogan INDONESIA PROGRAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN TEKNOLOGI DAN KEJURUAN UNTUK MENGANTISIPASI KEBIJAKAN PERLUASAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN DI INDONESIA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT

PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PEMERINTAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT NOMOR 5 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH GRATIS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2012 TENTANG SUMBER DAYA MANUSIA DI BIDANG TRANSPORTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2012 TENTANG SUMBER DAYA MANUSIA DI BIDANG TRANSPORTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2012 TENTANG SUMBER DAYA MANUSIA DI BIDANG TRANSPORTASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG ARSITEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa arsitek dalam mengembangkan diri memerlukan

Lebih terperinci

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN (SKL) KURSUS DAN PELATIHAN SENAM LEVEL II berbasis

STANDAR KOMPETENSI LULUSAN (SKL) KURSUS DAN PELATIHAN SENAM LEVEL II berbasis STANDAR KOMPETENSI LULUSAN (SKL) KURSUS DAN PELATIHAN SENAM LEVEL II berbasis Direktorat Pembinaan Kursus Dan Pelatihan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal Dan Informal Kementerian

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2014 TENTANG AKREDITASI PROGRAM STUDI DAN PERGURUAN TINGGI

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2014 TENTANG AKREDITASI PROGRAM STUDI DAN PERGURUAN TINGGI SALINAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2014 TENTANG AKREDITASI PROGRAM STUDI DAN PERGURUAN TINGGI DENGAN

Lebih terperinci