BAB V ANALISIS. Gambar 5.1. Pola Pengembangan Kemitraan Diklat Kepelautan Pemerintah dan Diklat Kepelautan Masyarakat

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V ANALISIS. Gambar 5.1. Pola Pengembangan Kemitraan Diklat Kepelautan Pemerintah dan Diklat Kepelautan Masyarakat"

Transkripsi

1 BAB V ANALISIS Pada Bab V ini disampaikan analisis dengan mengacu ruang lingkup studi. Adapun model kemitraan diklat kelautan pemerintah dan diklat masyarakat dalam analisis ini berdasarkan pola sebagaimana gambar 5.1. berikut. Gambar 5.1. Pola Pengembangan Kemitraan Diklat Kepelautan Pemerintah dan Diklat Kepelautan Masyarakat Pengembangan kemitraan diklat kepelautan tidak lepas dari lembaga pemangku kepentingan, yang terdiri dari : (1) Pemerintah (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Perhubungan), (2) Pemerintah Daerah, (3) Negara lain, (4) Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI), (5) Persusahaan Terkait, (6) Perusahaan Lepas. Perusahaan terkait adalah Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 1

2 perusahaan-perusahaan yang terkait langsung dengan industri pelayaran, antara lain : perusahaan pelayaran, perusahaan bongkar muat, perusahaan ekspor-impor, galangan kapal, termasuk di sini adalah INSA. Kemudian Perusahaan Lepas adalah perusahaan umum yang tidak terkait dengan industri pelayaran secara langsung. Negara lain atau asing merupakan mitra yang dapat mengembangkan Diklat Kepelautan Indonesia menuju World Class University (WCU), dan sebagian dari Diklat Pemerintah sudah melaksanakan. Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) merupakan wadah pelaut yang selama ini berdasarkan survey lapangan belum dimanfaatkan secara optimal dari out put Diklat Kepelautan, karena berbagai permasalahan yang belum terselesaikan sehingga perlu adanya sinergi antara pemerintah KPI dan Diklat Kepelautan. Hubungan kemitraan dengan masing-masing pemangku kepentingan perlu dipayungi dengan dasar hukum yang jelas sampai tingkat operasional teknis. A. DASAR HUKUM DARI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bahwa Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengamanatkan pemerintah berkewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa, berdasarkan kemerdekaan dan keadilan sosial. Kemudian pengusahaan dan penyelenggaraan pendidikan nasional dalam satu sistem yang yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta berakhlak mulia. Bahwa sistem pendidikan nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan mutu serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi tantangan sesuai dengan tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global sehingga perlu dilakukan pembaharuan pendidikan secara terencana, terarah, dan berkesinambungan (Pembukaan UU No. 20 Tahun 2003). Butir-butir penting di sini adalah : (1) Kewajiban pemerintah (2) Mencerdaskan kehidupan (3) Keadilan (4) Iman dan taqwa serta akhlak mulia (5) Sistim yang terintegrasi (6) mutu / relevansi / efisiensi manajemen. Butir butir tersebut merupakan nilai yang ideal bagi pendidikan di Indonesia. Selanjutnya karena masih merupakan nilai ideal maka penjabarannya dengan peraturan yang lebih operasional / Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 2

3 atau lebih rendah, misalnya dengan paraturan pemerintah, keputusan menteri, keputusan dirjen dan seterusnya. Pada Ketentuan Umum, pasal 1 disebutkan bahwa : Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Ayat 1). Butir penting di sini adalah pengembangan potensi positif peserta didik agar berkecerdasan spiritual dan berketrampilan teknis. Pada jaman sekarang seseorang dapat berhasil dalam pendidikan manakala dapat mengembangkan kecerdasannya yang meliputi kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional serta kecerdasan spititual. Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. (Ayat 2). Amanat pada ayat ini adalah bahwa penyelenggaraan pendidikan harus berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, walaupun kini tengah dihadapkan pada perubahan / nilai global yang kadang-kadang kelihatan lebih baik namun belum teruji sesuai kebudayaan nasional. Pada ayat (3) menyebutkan bahwa sistem pendidikan nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Artinya sumua komponen / pemangku kepentingan penyelenggaraan pendidikan sebagai mana gambar 5.1 pola kemitraan harus peduli. Tidak bisa saling melepaskan, lempar tanggung jawab dan menghindarkan ego sektoral. Peserta didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu (Ayat 4, 7 dan 9). Artinya seluruh anggota masyarakat mempunyai hak sama dalam memperoleh pendidikan sesuai minatnya. Kemudian pada ayat (6) menyebutkan bahwa pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan. Hal penting yang diatur pada ayat ini adalah bahwa pendidik apakah guru, dosen atau instruktur harus Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 3

4 memenuhi kualifikasi tertentu. Misalnya seorang dosen di perguruan tinggi minimal harus berijasah S2. Amanat penting pada ayat-ayat yang selanjutnya antara lain bahwa pendidikan digolongkan menjadi pendidikan formal, pendidikan non formal dan pendidikan informal. Kemudian penyelenggaraan pendidikan juga harus memenuhi syarat standar nasional pendidikan, antara lain melalui standar kurikulum dan satandar evaluasi. Bukti bahwa pendidikan tersebut telah memenuhi standar kualitas dilihat dari akreditasinya. Selanjutnya untuk menjamin mutu pendidikan nasional maka Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional di-backup dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi Sebetulnya regulasi di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengatur semua jenjang pendidikan, dari Pendidikan Anak Usia Dini sampai (PAUD) sampai Pendidikan Tinggi (PT). Namun karena dalam latar belakang masalah disebutkan bahwa Indonesia kekurangan tenaga pelaut tingkat perwira, sementara pelaut tingkat perwira diselenggarakan oleh Diklat Kepelautan tingkat PT maka relevan kiranya regulasi di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang dikaji adalah setingkat PT. Pada Ketentuan Umum, pasal 1 disebutkan bahwa : Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program diploma, program sarjana, program magister, program doktor, dan program profesi, serta program spesialis, yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia (Ayat 2). Amanat penting pasal ini adalah : (1) Jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah (2) Diselenggarakan oleh perguruan tinggi (3) Berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia. Jadi semua jenjang pendidikan dan semua bidang setelah pendidikan menengah termasuk ke dalam kategori ini. Perguruan Tinggi adalah satuan pendidikan yang menyelenggarakan Pendidikan Tinggi (Ayat 6), baik diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat. Pembedakan jenjang pendidikan menengah dengan jenjang pendidikan sebelumnya adalah pendidikan tinggi mempunyai kewajiban yang disebut Tridharma Perguruan Tinggi, yang terdiri dari kegiatan Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 4

5 pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat (ayat 9 sd. 11). Unsur penting dalam perguruan tinggi adalah dosen, yaitu pendidik profesional dan ilmuwan dengan tugas utama mentransformasikan, mengembangkan, dan menyebarluaskan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi melalui Pendidikan, Penelitian, dan Pengabdian kepada Masyarakat (Ayat 14). Dari fungsi utama perguruan tinggi yang diemban oleh dosen, berdasarkan data yang diperoleh, rata-rata dosen Diklat Kepelautan dominan dalam kegiatan pendidikan saja. Sementara kegiatan penelitian dan pengabdian masyarakat belum seimbang. Fenomena ini tidak hanya terjadi di Diklat Kepelautan yang diselenggarakan oleh masyarakat saja, namun juga terjadi pada Diklat Kepelautan yang diselenggarakan pemerintah. Kiranya ini bisa disinyalir sebagai fenomena nasional di PT. Karena kewajiban PT adalah Tridharma Perguruan Tinggi, hal penting terkait dengan mutu adalah standar nasional PT, satuan standar yang meliputi standar nasional pendidikan, ditambah dengan standar penelitian, dan standar pengabdian kepada masyarakat (Ayat 18). Selanjutnya pada pasal 2 disebutkan bahwa PT berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika (4 pilar kehidupan berbangsa dan bernegara). Sedangkan asasnya (Pasal 3) adalah : a. kebenaran ilmiah; b. penalaran; c. kejujuran; d. keadilan; e. manfaat; f. kebajikan; g. tanggung jawab; h. kebhinnekaan; i. keterjangkauan. Pada pasal 4 disebutkan bahwa PT berfungsi : a. Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalamrangka mencerdaskan kehidupan bangsa; b. Mengembangkan sivitas akademika yang inovatif, responsif, kreatif, terampil, berdaya saing, dan kooperatif melalui pelaksanaan Tridharma; Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 5

6 c. Mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan memperhatikan dan menerapkan nilai humaniora. Dalam penggolongan jenis, PT dibedakan menjadi : a. Pendidikan akademik, yang merupakan PT program sarjana dan/atau program pascasarjana yang diarahkan pada penguasaan dan pengembangan cabang ilmu pengetahuan dan teknologi (pasal 15); b. Pendidikan vokasi, yang merupakan PT program diploma yang menyiapkan mahasiswa untuk pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu sampai program sarjana terapan (pasal 16); c. Pendidikan profesi merupakan PT setelah program sarjana yang menyiapkan Mahasiswa dalam pekerjaan yang memerlukan persyaratan keahlian khusus (pasal 17). Relevansi yang baru UU No 12 tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi ini dengan Diklat Kepelautan adalah tentang Kerangka Kualifikasi Nasional (KKN) sebagaimana diatur dalam pasal 29 sebagai berikut : a. KKN merupakan penjenjangan capaian pembelajaran yang menyetarakan luaran bidang pendidikan formal, nonformal, informal, atau pengalaman kerja dalam rangka pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan diberbagai sektor. b. KKN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi acuan pokok dalam penetapan kompetensi lulusan pendidikan akademik, pendidikan vokasi, dan pendidikan profesi. c. Penetapan kompetensi lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri. Bahwa KKN ini penting ketika dihadapkan pada permasalah kualifikasi dosen yang harus memenuhi persyaratan Kementerian Perhubungan (Dirjen. Perhubungan Laut) dengan Persyaratan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Dirjen Dikti). Menurut kualifikasi Dirjen Perhubungan Laut, dosen Diklat Kepelautan harus berijasah profesi (ANT / ATT), sementara kualifikasi Dirjen Dikti mensyaratkan minimal berijasah akademik S2. Berdasarkan data yang diperoleh, umumnya Diklat Kepelautan yang diselenggarakan masyarakat kesulitan dalam pengadaan dosen yang memenuhi kualifikasi kedua institusi tersebut. Umumnya hanya mempunyai dosen umum berijasah S2 namum bukan pelaut. Di Diklat Kepelautan pemerintah-pun sebetulnya terjadi inkonsistensi Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 6

7 atau tidak linier. Dosen pelaut (kualifikasi Dirjen Perhubungan Laut terpenuhi) namun S2-nya tidak sebidang. Hal ini karena di Indonesia belum ada Diklat Kepelautan jurusan mesin atau jurusan nautika yang setara S2. 3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan Pengaturan tentang Standardisasi Nasional Pendidikan (SNP) adalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013, pasal 1 ayat (1) disebutkan: Standar nasional pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kata kunci pada pasal ini adalah kriteria minimal, artinya jika sistim pendididkan suatu lembaga pendididkan telah memenuhi kriteria minimal tertentu dapat dikatakan lembaga pendidikan itu telah memenuhi standar nasional. Selanjutnya dalam Pasal 2 ayat 1 disebutkan bahwa lingkup SNP meliputi: Standar Isi, Standar Proses, Standar Kompetensi Kelulusan, Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan, Standar Sarana dan Prasarana, Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan dan Standar Penilaian Pendidikan. Cakupan dalam lingkup standar minimal tersebut telah diuraikan pada (Pasal 1 ayat (5 s.d 12) meliputi : a. Standar kompetensi lulusan adalah kriteria mengenai kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan. b. Standar isi adalah kriteria mengenai ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. c. Standar proses adalah kriteria mengenai pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 7

8 d. Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah kriteria mengenai pendidikan prajabatan dan kelayakan maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan. e. Standar sarana dan prasarana adalah kriteria mengenai ruang belajar, tempat berolahraga, tempat beribadah, perpustakaan, laboratorium, bengkel kerja, tempat bermain, tempat berkreasi dan berekreasi serta sumber belajar lain, yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran, termasuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi. f. Standar pengelolaan adalah kriteria mengenai perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan kegiatan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan, kabupaten/kota, provinsi, atau nasional agar tercapai efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pendidikan. g. Standar pembiayaan adalah kriteria mengenai komponen dan besarnya biaya operasi satuan pendidikan yang berlaku selama satu tahun. h. Standar penilaian pendidikan adalah kriteria mengenai mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian hasil belajar peserta didik. Cakupan standar pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, pada esensinya sama, jumlah standar juga 8 (delapan), hanya dengan redaksi yang sedikit berbeda. Itu beberapa perbedaan yang relevan sebagai refensi di sini. Jika memperhatikan Peraturan Pemerintah Nomor 102 tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional, bahwa salah satu komponen standar adalah standar proses. Proses dalam penyelenggaraan lembaga pendidikan demikian penting, tidak hanya dilihat dari output-nya saja. Unsur penting yang harus diperhatikan dalam proses adalah input, proses belajar-mengajar serta output. Kesemua berjalan terus-menerus dan konsisten. Orientasi standardisasi adalah mutu, pada lembaga pendidikan untuk mengukur proses input output perlu penilaian, yaitu proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Ulangan adalah proses yang dilakukan untuk mengukur pencapaian Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 8

9 kompetensi peserta didik secara berkelanjutan dalam proses pembelajaran, untuk memantau kemajuan dan perbaikan hasil belajar peserta didik. Kemudian pada akhir kegiatan belajar harus dilaksanakan ujian, yaitu kegiatan yang dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi peserta didik sebagai pengakuan prestasi belajar dan/atau penyelesaian dari suatu satuan pendidikan. Penjaminan mutu secara internal lembaga pendidikan dengan dibentuk lembaga penjaminan mutu internal, yang tugasnya mengevaluasi/audit internal seluruh kegiatan yang telah dibakukan. Kemudian penjaminan mutu ekaternal perlu diakreditasi oleh lembaga independen, dalam hal ini Badan Standar Nasional Pendidikan yang selanjutnya disebut BSNP, yang tugasnya mengembangkan, memantau pelaksanaan, dan mengevaluasi standar nasional pendidikan. Asesor lembaga pendidikan formal adalah Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN-S/M), untuk lembaga pendidikan non formal disebut Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Non Formal (BAN-PNF) dan untuk Perguruan Tinggi disebut Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi, BAN-PT. Sistim mutu pada lembaga pendidikan adalah merupakan siklus, sebagaimana dapat dilihat pada bab sebelumnya pada gambar 2.1. dan seterusnya Gambar 5.2. Siklus Penjaminan Mutu Lembaga Pendidikan Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 9

10 Dari gambar 5.2. dapat diterangkan bahwa penjaminan mutu internal dibuktikan dengan audit internal, yang kemudian dilanjutkan dengan permohonan audit eksternal (akreditasi) kepada lembaga BSNP. B. DASAR HUKUM DARI LINGKUNGAN KEMENTERIAN PERHUBUNGAN Tenaga pelaut (seterusnya disebut pelaut) adalah merupakan produk dari Diklat Kepelautan. Area kerja pelaut pada dasarnya tidak bisa dibatasi oleh batas geografis negara, artinya pelaut bisa berlayar ke laut manapun sesusai kualifikasi ijasah pelaut dan tonase kapal. Oleh karenanya logis jika pelaut diautur dengan peraturan internasional, yaitu International Convention on Standards of Training, Certification and Watchkeeping for Seafarers disingkat STCW. Regulasi ini dinaungi oleh International Maritime Organization (IMO), suatu lembaga di bawah Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Atas dasar itulah sebelum menginventarisis regulasi nasional dari Kementerian Perhubungan maka perlu dikaji regulasi yang lebih tinggi tersebut lebih dahulu, STCW. 1. International Convention on Standards of Training, Certification and Watchkeeping for Seafarers (STCW). STCW pertama kali diterbitkan pada tahun sehingga dikenal dengan nama STCW Ratifikasi di Indonesia berdasarkan Keppres No. 60 Tahun Regulasi ini mengalami berkali-kali amandemen. Pertama, tahun 1991 tentang Global Maritime Distress and Safety System (GMDSS). Kemudian tahun 1994, tentang Special Training Requirement for Personal on Tankers. Amademen berikutnya pada tahun 1995, sehingga dikenal dengan nama STCW 1995, menyangkut perubahan Annex STCW 1978, berisi 14 resolusi. Terakhir diamandemen tahun 2010 di Manila Filipina, yang merupakan hasil Diplomatic Conference IMO, sehingga terkenal dengan istilah STCW Amandemen Manila, berisi 17 resolusi. Materi-materi yang diatur dalam Amandemen Manila antara lain : (1) Standar medis pelaut, (2) Jam kerja dan jam istirahat, (3) Pencegahan penyalahgunaan alkohol, (3) Diklat Dasar Keselamatan (4) Pengenalan Keamanan, (5) Ketrampilan Khusus Navigation Watch Rating dan Able Seaferers Engine Rating bagi pelaut tingkat rating, (6) Diklat Khusus yang bekerja di kapal tanker, dan resolusi seterusnya. Catatan penting dalam resolusi ini adalah bahwa kapal wajib menerima cadet. Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 10

11 Pemberlakuan STCW Amandemen Manila tersebut tidak seketika, tetapi melalui proses transisi. Walaupun amademennya terjadi pada tahun 2010 namun pemberlakuannya mulai 1 Januari Bagi siswa/taruna/calon pelaut yang memulai Diklat pada atau sesudah tanggal 1 Juli 2013 wajib menggunakan kurikulum dan silabus sesuai Amandemen Manila ini. Para pelaut pemegang sertifikat kompetensi dan sertifikat ketrampilan yang diterbitkan sesuai dengan ketentuan STCW Amandemen 1995 diberikan batas waktu sampai tanggal 31 Desember 2016 untuk memenuhi ketentuan Amandemen Manila. Sertifikat kompetensi dan sertifikat ketrampilan yang diterbitkan berdasarkan STCW Amandemen 1995 hanya dapat dikukuhkan (endorced) atau digunakan dengan validitas tidak lebih dari 31 Dsember Pemilik serifikat-sertifikat tersebut wajib megikuti Diklat Pemutakhiran untuk mendapatkan pengukuhan tidak melewati tanggal 1 Januari Standar Diklat Kepelautan yang disyaratkan STCW meliputi: (1) Eksistensi institusi, (2) Standar Peralatan, (3) Standar kurikulum, (4) Standar jadwal, alokasi waktu, (5) Standar instruktur, dan (6) Standar pelatihan. Kemudian standar lulusannya meliputi 7 (tujuh) fungsi kompetensi pelaut meliputi: (1) Navigation (navigasi), (2) Cargo handling and Stowage (penanganan muatan), (3) Controlling the operation of the ship and care for persons on board (pengawasan operasi kapal dan pengawakannya), (4) Marine Engineering (permesinan kapal), (5) Electric, Electronic and Control Engineering (sistim kontrol listrik dan elektronik), (6) Maintenance and repair (perawatan kapal dan perbaikan), dan (7) Radio Communications (komunikasi radio). Selanjutnya untuk tingkatan tanggung jawab di kapal di bagi dalam 3 (tiga) level yang meliputi: (1) Management level, (2) Operational level, dan (3) Support level. Pemberlakuan secara gradual ini memberi kesempatan kepada Diklat Kepelautan Indonesia dan pelaut-pelautnya untuk menyesuaikan dengan tuntutan regulasi tersebut. Proses Diklat Kepelautan yang bermutu sesuai standar STCW adalah sesuai dengan Gambar 2.2 Proses Diklat Kepelautan pada Bab II di depan. Diklat Kepelautan dalam melaksanakan input-proses-output secara konsisten patuh sesuai peraturan yang berlaku, sebagaimana diatur dalam Peraturan Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan Nomor: SK.2162/HK.208/XI/Diklat-2010 tentang Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 11

12 Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kepelautan, yang akan diperbarui lagi pada tahun 2013 ini dengan Pedoman Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Pembentukan Kompetensi Kepelautan sesuai dengan STCW Amandemen 2010 Manila. Proses Diklat Kepelautan dapat digambarkan dalam flowchart Gambar 5.3. berikut. Gambar 5.3. Flowchart Proses Diklat Kepelautan (Sumber : Hasil olahan Konsultan, 2013) Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 12

13 Dari flowchart dapat dijelaskan untuk input calon peserta Diklat Diploma III Program Studi Teknika dan Nautika harus memenuhi persyaratan sebagai berikut. Pertama, Program Studi Teknika harus memenuhis syarat-syarat sebagai berikut : 1. Usia maksimum 23 tahun; 2. Pria atau wanita; 3. Belum menikah dan sanggup tidak menikah selama masa pendidikan yang dibuktikan dengan surat keterangan; 4. Tinggi badan minimal Pria 160 Cm dan Wanita 155 Cm; 5. Berijazah : a. SMA/MA IPA; b. SMK Jurusan Mesin, Listrik, Elektonika dan Mekatronika; c. Diklat Pelaut IV (DP-IV) Pembentukan dan ATT-IV; d. SMK Pelayaran dan ATT-IV. 6. Akte kelahiran/ surat kenal lahir; 7. KTP atau tanda bukti diri lainnya yang sah; 8. Lulus seleksi penerimaan calon Taruna; Sedangkan untuk Prodi Nautika ada perbedaan persyaratan pada Ijazah yaitu : a. SMA/MA IPA b. Diklat Pelaut IV (DP-IV) Pembentukan dan ANT-IV c. SMK Pelayaran dan ANT-IV. Seleksi penerimaan calon peserta Diklat Prodi Teknika dan Nautika melalui tahapan test yang meliputi : 1. Seleksi administrasi; 2. Test potensi akademik; 3. Test fisik dan kesamaptaan; 4. Test kesehatan; 5. Psikotest atau attitude test; 6. Test bakat; 7. Test wawancara. Untuk menentukan kelulusan calon peserta Diklat melalui pantukhir dengan mempertimbangkan seleksi yang telah dilaksanakan dan jumlah penerimaan calon sesuai kreteria kelulusan, dan memperhatikan rasio (dosen, sarpras) sesuai ketentuan yang berlaku. Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 13

14 Masa registrasi calon taruna yang lulus seleksi melengkapi berkasberkas yang dibutuhkan, dan selanjutnya mempersiapkan proses pembelajaran dengan mengisi kartu rencana studi (KRS), dan memperoleh kalender akademik, jadwal kuliah. Untuk memperlancar proses pembelajaran dengan merencanakan hal-hal yang terkait dengan silabus, jadwal pembelajaran teori/praktik, bahan ajar (materi diklat), metode pembelajaran, dan sumber bahan ajar. Dalam pelaksanaan proses pembelajaran dengan memperhatikan : 1. Jumlah peserta diklat maksimal 30 orang per kelas untuk pembelajaran yang bersifat teori; 2. Beban mengajar maksimal sesuai system standar mutu kepelautan Indonesia, 8 jam per hari dan 40 jam per minggu (5 hari pembelajaran efektif); 3. Rasio maksimal buku teks pelajaran setiap peserta didik; 4. Rasio maksimal jumlah peserta didik untuk setiap pendidik adalah 1:20; 5. Proses pembelajaran dilakukan dengan mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kemampuan kemandirian dalam melakukan kajian mata kuliah; 6. Proses pembelajaran diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif serta member ruang yang cukup untuk berprakarsa, kreatif sesuai dengan bakat, minat, perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Untuk mendukung proses pembelajaran yang baik diperlukan sarana prasarana minimal: (a) lahan, (b) ruang pendaftaran, (c) ruang kelas, (d) ruang pimpinan, (e) ruang pendidik, (f) ruang pengelola diklat, (g) ruang perpustakaan, (h) ruang laboratorium, (i) ruang simulator, (j) ruang bengkel kerja, (k) ruang unit produksi, (l) ruang kantin, (m) lapangan olah raga/apel, (n) tempat beribadah, (o) taman/ tempat parkir, (p) garasi kendaraan. Lembaga Diklat juga harus menyediakan tenaga pendidik, tenaga kependidikan sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Proses penilaian hasil belajar peserta diklat mealui 3 tahapan meliputi: penilaian diagnostic, penilaian formatif, dan penilaian sumatif. Penilaian hasil belajar diklat bertujuan untuk mengukur pencapaian standar kompetensi lulusan dan untuk menentukan kelulusan peserta diklat dari lembaga diklat kepelautan. Atas prestasi pembelajaran yang telah menyelesaikan satuan program diklat kepelautan diberikan Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 14

15 sertifikat pendidikan dan pelatihan (SPPK) sebagai syarat untuk dapat mengikuti ujian kompetensi kepelautan yang diselenggarakan oleh pelaksana ujian keahlian pelaut (PUKP) di bawah pengawasan dewan penguji keahlian pelaut (DPKP). Ada satu kegiatan pembelajaran Praktek Laut (Prala) yang wajib dilaksanakan taruna setelah lulus ujian Pra Prala di PUKP dengan berlayar selama 1 tahun (12 bulan), setelah turun membuat laporan dan selanjutnya melaksanakan ujian Pasca Prala. Proses Yudisium dan wisuda : Yudisium merupakan proses akademik yang menyangkutkelulusan peserta diklat dari seluruh proses kegiatan akademik, sekaligus sebagai proses penilaian akhir dari seluruh mata kuliah/ pelajaran yang telah diikuti dan penetapan transkrip akademik, serta memutuskan lulus atau tidaknya peserta diklat dalam mengikuti program diklat selama jangka waktu tertentu, yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sebagai hasil rapat siding yudisium. Wisuda merupakan proses akhir dalam rangkaian kegiatan akademik sesudah peserta diklat dinytakan lulus dalam siding yudisium sebagai tanda pengukuhan atas selesainya program studi melalui prosesi pelantikan pimpinan lembaga pendidikan dan diselenggarakan oleh lembaga Diklat yang bersangkutan. Ujian keahlian pelaut merupakan ujian kompetensi untuk mendapatkan sertifikat keahlian pelaut bagi peserta diklat dengan metode ujian tulis dan ujian komprehensif oleh PUKP dan diawasi DPKP setelah dinyatakan lulus program Diplomanya. Sedangkan untuk pengawasan proses pembelajaran dilakukan dengan kegiatan pengamatan, pencatatan, perekaman, wawancara dan dokumentasi yang dilakukan oleh tim audit mutu internal dengan berbagai metode terhadap berlangsungnya proses pembelajaran yang dimulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian hasil belajar. Hasil temuan ketidaksesuaian dalam audit mutu internal dapat digunakan sebagai pedoman dalam melakukan perbaikan-perbaikan agar lembaga diklat tetap memenuhi standar dan mutu meningkat. 2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran Walaupun tidak dikeluarkan oleh Kementrian Perhubungan, regulasi ini banyak mengatur tentang perhubungan, terutama perhubungan laut. Tenaga pelaut adalah awak kapal, yang diartikan sebagai orang yang bekerja atau dipekerjakan di atas kapal oleh pemilk atau operator kapal untuk melakukan tugas di atas kapal sesuai dengan jabatannya Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 15

16 yang tercantum dalam buku sijil (Pasal 1 ayat (40)). Awak kapal ini terdiri dari nakhoda dan Anak Buah Kapal (ABK). Nakhoda diartikan sebagai serang dari awak kapal yang menjadi pimpinan tertinggi di kapal dan mempunyai wewenang dan tanggungjawab tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kemudian pada ayat (41), ABK adalah awak kapal selain nakhoda, tentunya jumlahnya lebih dari satu orang. Untuk mewujudkan keselamatan pelayaran, maka setiap kapal wajib diawaki oleh awak kapal yang memenuhi persyaratan kualifikasi dan kompetensi sesuai ketenuan nasional dan internasional. Nakhoda wajib memenuhi persyaratan pendidikan, pelatihan, kemampuan dan ketrampilan serta kesehatan prima. Itulah mengapa nakhoda berwenang memberi tindakan disiplin atas pelanggaran yang dilaksanakan oleh ABK, serta ABK wajib mentaati perintah nakhoda secara tepat. 3. SKB 3 Menteri Implementasi STCW 1995 Regulation I/8 tentang Quality Standard System di Indonesia adalah dengan diterbitkannya surat keputusan bersama, yaitu Menteri Perhubungan, Menteri Pendidikan Nasional, Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi No : KM 41 Tahun 2003, No : S/U/KB/2003, No : KEP.208 A/MEN/2003 Tentang Sistem Standar Mutu Kepelautan Indonesia (popular dengan sebutan SKB 3 Menteri). Regulasi ini mengatur tentang kualitas penyelenggaraan Diklat Kepelautan di Indonesia, baik yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat, sampai sekarang masih berlaku. Bahwa untuk mewujudkan tenaga pelaut profesional perlu diselenggarakan Diklat Kepelautan yang sesuai dengan perkembangan ilmu da teknologi. Orang bekerja di laut (kapal) memerlukan standar mutu tertentu, dalam hal ini kualifikasi ketenagakerjaan, kualifikasi pendidikan serta kualifikasi kepelautan. Oleh karena itu regulasi yang mengaturnya terdiri dari 3 Kementerian, yaitu Menteri Perhubungan, Menteri Pendidikan Nasional serta Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Penyeleggaraan Diklat Kepelautan pada sekolah menengah kejuruan pelayaran dan PT yang menyelenggarakan program studi nautika dan teknika pelayaran niaga berpedoman pada Sistim Standar Mutu Kepelautan Indonesia (Pasal 1). Selanjutnya pada Pasal 2 diamanatkan bahwa pengawasan pelaksanaan Sistim Standar Mutu Kepelautan Indonesia dilakukan oleh Komite Nasional Pengawasan Mutu Kepelautan Indonesia yang merupakan lembaga non struktural Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 16

17 yang dibentuk dengan Keputusan Menteri Perhubungan. Tugas komite ini merumuskan petunjuk pelaksanaan dan sekaligus melakukan akreditasi ke semua Diklat Kepelautan sesuai standar mutu yang diumuskannya. Elemen standar mutu Diklat Kepelautan untuk Nautika yang dinilai terdiri atas 6 elemen, yaitu : 1) Organization and staff resources (OS); 2) Infra provsions teaching facilties (ITF); 3) Navigation (ED 1); 4) Cargo handling and Stowage (ED 2); 5) Controlling the operation of the ship and care for persons on board (ED 3); 6) Equipment (EQ) yang terkait dengan ke 3 ED. Sedangkan elemen standar mutu Diklat Kepelautan untuk Teknika yang dinilai terdiri atas 7 elemen, yaitu : 1) Organization and staff resources (OS); 2) Infra provsions teaching facilties (ITF); 3) Merine Engineering (ED 1); 4) Electric, electronic and control system (ED 2); 5) Maintenance and repair (ED 3); 6) Controlling the operation of the ship and care for prsonal on board (ED 4); 7) Equipment (EQ) yang terkait dengan ke 3 ED. Masih dalam rangka penjaminan mutu, internal Diklat Kepelautan wajib membentuk lembaga penjaminan mutu internal yang berpedoman pada input-proses-output (IPO). Dilihat dari elemen standar mutu keseluruhan, Diklat Kepelautan minimal harus mempunyai 19 unsur yaitu meliputi: (1) mission statement, (2) strategi diklat (education and training strategies), (3) struktur organisasi (organization), (4) persyaratan tenaga pengajar (instructor requirement), (5) persyaratan pengembangan program (development program requirements), (6) beban tenaga pengajar (instructors teaching load), (7) persyaratan akademik (faculty requirements), (8) perbandingan tenaga pengajar dan siswa (instructor Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 17

18 student ratio), (9) kurikulum (curriculum), (10) dokumentasi administrasi (administrative documentation), (11) students admission, selection, and retention, (12) sistem pengujian (school tests and examination system), (13) pelatihan kapal dan pengenalan lapangan, (14) feedback from students and industry), (15) program litbang (research and development program), (16) sistem manajemen mutu (quality management system), (17) campus/public spaces/offices/class room and laboratories, (18) peralatan pengajaran (general teaching means), (19) fasilitas perpustakaan dan internet. Cakupan materi audit mutu pada dasarnya terdiri dari unsur OS, ITF, EQ dan ED, yang kesemuanya berpedoman IPO. Kemudian ujian keahlian pelaut adalah ujian kompetensi untuk mendapatkan sertifikat keahlian pelaut bagi peserta didik dengan metode ujian tulis dan ujian komprehensif (ayat 10). Sertifikat keahlian pelaut adalah bukti pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan sebagai pelaut (ayat 15), dan sertifikat ketrampilan khusus pelaut adalah bukti pengakuan kecakapan dan ketrampilan untuk melakukan tugas dan fungsi khusus di kapal (ayat 17). Selanjutnya yang disebut pelaut adalah setiap orang yang mempunyai kualifikasi keahlian dan / atau kecakapan / ketrampilan sebagai awak kapal (ayat 19). Artinya bahwa kualifikasi sebagai pelaut hanya bisa ditempuh melalui lembaga diklat kepelautan, apakah diselenggarakan oleh pemerintah maupun oleh masyarakat, apakah melalui jalur formal maupun non formal. Penjenjangan diklat keahlian pelaut terdiri dari Program Pendidikan Kejuruan Pelayaran disenggarakan oleh Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Pelayaran dan Program Pendidikan Diploma I, II, III, IV (PT) Pelayaran yang disenggarakan oleh Akademi, Politeknik dan Sekolah Tinggi. Adapun pembagian bidang keahlian, untuk setingkat SMK Pelayaran terdiri dari keahlian Nautika untuk mendapatkan sertifikat keahlian pelaut ANT-IV serta keahlian teknika untuk mendapatkan sertifikat keahlian pelaut ATT-IV. Untuk keahlian setingkat PT, diatur sebagai berikut : 1) Keahlian nautika meliputi : a) Program Diploma IV, untuk memperoleh serifikat keahlian pelaut ANT-III dan setelah 2 tahun masa layar berhak mengikuti ujian ANT-II; Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 18

19 b) Program Diploma III, untuk memperoleh serifikat keahlian pelaut ANT-III. 2) Keahlian teknika meliputi : a) Program Diploma IV, untuk memperoleh serifikat keahlian pelaut ATT-III dan setelah 2 tahun masa layar berhak mengikuti ujian ATT-II; b) Program Diploma III, untuk memperoleh serifikat keahlian pelaut ATT-III; c) Keahlian elektro pelayaran meliputi : Diploma I sampai Diploma III Pelayaran. Penjenjangan diklat keahlian pelaut terdiri dari : Diklat Pelaut Tingkat Dasar (DP-D), Diklat Pelaut Tingkat Menengah (DP-M), Diklat Pelaut Tingkat Tinggi (DP-T). DP-D dan DP-M hanya menyelenggarakan untuk keahlian nautika dan teknika. Bedanya untuk DP-M untuk memperoleh serifikat keahlian pelaut tingkat V, baik keahlian teknika mupun nautika. Sedangkan DP-T adalah diklat untuk memperoleh serifikat keahlian pelaut ANT -III sampai ANT-I (keahlian nautika) serta memperoleh serifikat keahlian pelaut ATT - III sampai ATT-I (keahlian Teknika). Dari data lapangan diperoleh hasil bahwa kebanyakan Diklat Kepelautan yang diselenggarakan masyarakat lemah dalam keempat unsur itu. Paling lemah adalah dalam unsur OS dan EQ. 4. Peraturan Menteri Perhubungan Setelah regulasi SKB 3 Menteri di atas kemudian diterbitkan Peraturan Menteri Perhubungan No. PM. 70 tahun 2013 tentang Pendidikan dan Pelatihan Sertifikasi serta Dinas Jaga Pelaut, yang ditetapkan pada tanggal 2 September 2013, sebagai pengganti Keputusan menteri Perhubungan No. KM 43 Tahun 2008 tentang Pendidikan dan Pelatihan, Ujian Keahlian, serta Sertifikasi Kepelautan. Ketentuan umum yang termuat dalam Peraturan Menteri No. PM 70 tahun 2013 pada pasal 1 ayat (1) s.d (13) disebutkan dengan jelas bahwa : 1) Kepelautan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pengawakan, pendidikan, pensertifikatan, kewenangan serta hak dan kewajiban pelaut; 2) Pendidikan dan Pelatihan Kepelautan selanjutnya disingkat Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 19

20 dengan Diklat Kepelautan adalah diklat kepelautan untuk mencapai tingkat keahlian dan keterampilan tertentu sesuai dengan jenjang dan jenis kompetensi untuk pengawakan kapal niaga; 3) Program Pendidikan dan Pelatihan Keahlian Pelaut adalah program diklat dalam berbagai jalur, jenjang, dan jenis untuk meningkatkan keahlian guna mendapatkan sertifikat keahlian pelaut; 4) Program Pendidikan dan Pelatihan Keterampilan Pelaut adalah program diklat untuk mendapatkan kecakapan dan keterampilan untuk melakukan tugas dan/atau fungsi tertentu di kapal; 5) Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Kepelautan adalah lembaga diklat yang dikelola oleh pemerintah atau masyarakat dalam menyelenggarakan program diklat keahlian dan/atau keterampilan pelaut yang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan; 6) Kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki oleh sesorang berupa seperangkat pengetahuan, keterampilan dan perilakuyang harus dihayati dan dikuasai untuk melaksanakan tugas keprofesionalanya; 7) Sertifikat Keahlian Pelaut adalah sertifikat yang diterbitkan dan dikukuhkan untuk nahkoda, perwira, operator radio GMDSS, sesuai dengan pada Chapter II, III atau IV Konvensi STCW 1978 beserta amandemennya dan pemilik sah sertifikat untuk melaksanakan tugas sesuai kapasitasnya dan melaksanakan fungsi sesuai dengan tingkat tanggung jawab yang tertera pada sertifikat; 8) Sertifikat pengukukuhan adalah sertifikat yang menyatakan kewenangan jabatan kepada pemilik sertifikat keahlian pelaut untuk melaksanakan tugas dan fungsi sesuai dengan tingkat tanggungjawabnya; 9) Sertifikat keterampilan adalah sertifikat selain dari sertifikat keahlian dan pengukuhan yang diterbitkan untuk pelaut yang menyatakan telah memenuhi persyaratan pelatihan, kompetensi, dan masa layar; 10) Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energy lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah; Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 20

21 11) Pelaut adalah setiap orang yang mempunyai kualifikasi keahlian atau keterampilan sebagai awak kapal; 12) Awak kapal adalah orang yang bekerja atau dipekerjakan di atas kapal oleh pemilik atau operator kapal untuk melakukan tugas diatas kapal sesuai dengan jabatannya yang tercantum dalam buku sijil; 13) Pengesahan (Approval) adalah pengakuan program diklat, simulator, laboratorium, bengkel kerja, pengalaman di kapal latih, masa layar, buku catatan pelatihan (training record book), dan rumah sakit serta bentuk pengakuan lainnya terkait peraturan ini yang diterbitkan oleh Direktur Jeneral. Selanjutnya ketentuan yang terkait dengan penyelengaraan Diklat dan Pengujian pada PM 70 tahun 2013 adalah terdapat pada pasal 8 yang terdiri dari 12 ayat : 1) Penyelenggaraan pendidikan diklat kepelautan beserta pedoman penyelenggaraanya ditetapkan oleh Kepala Badan berpedoman pada Standar Pendidikan Nasional dan ketentuan yang diatur dalam seksi A-I/6 Koda STCW; 2) Setiap program diklat kepelautan yang diselenggarakan oleh lembaga diklat wajib mendapat pengesahan (approval) dari Direktur Jenderal berdasarkan hasil audit yang dilakukan oleh TIM; 3) Approval sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat diterbitkan setelah memenuhi persyaratan sebagai berikut: (a) standar sarana dan prasarana, (b) standar pendidikan dan tenaga kependidikan, (c) standar pengelolaan, (d) standar pembiayaan, (e) standar kompetensi kelulusan, (f) standar isi, (g) standar proses, dan (h) standar penilaian pendidikan; 4) Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan oleh Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan; 5) Tim audit sebagimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Direktur Jenderal dengan anggota terdiri dari pejabat dan staf Direktorat Jenderal dan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Perhubungan; 6) Penyelenggaraan Diklat kepelautan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: (a) diklat keahlian pelaut diselenggarakan melalui jalur formal dan non formal, (b) diklat keterampilan khusus diselenggarakan melalui jalur non formal; Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 21

22 7) Diklat kepelautan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah daerah, BUMN, BUMD atau masyarakat sepanjang memenuhi ketentuan yang berlaku; 8) Diklat keahlian pelaut yang kurikulumnya mengacu kepada konvensi Internasional STCW 1978 dan amandemenya melalui jalur non formal dilaksanakan oleh Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Perhubungan dengan memenuhi ketentuan yang berlaku; 9) Diklat keahlian pelaut yang kurikulumnya tidak mengacu kepada konvensi internasional STCW 1978 dan amandemennya melalui jalur non formal untuk ukuran kapal GT 35atau lebih dilaksanakan oleh Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Perhubungan dan BUMN dengan memenuhi ketentuan yang berlaku; 10) Penyelenggaraan diklat kepelautan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harus memenuhi Sistem Standar Mutu Kepelautan Indonesia yang mengacu kepada standar nasional pendidikan dan konvensi internasional STCW 1978 beserta amandemennya; 11) Untuk memenuhi Standar Mutu Kepelautan Indonesia dilakukan evaluasi secara berkala paling sedikit 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun; 12) Kurikulum dan silabus diklat kepelautan ditetapkan oleh Kepala Badan dengan mengacu pada persyaratan nasional dan konvensi internasional STCW 1978 dan amandemennya. Lebih lanjut dalam pasal 9 mengatur proses pembatalan approval pada penyelenggaraan diklat kepelautan, yang terdiri dari dua ayat : 1) Pembatalan approval program diklat kepada setiap lembaga diklat kepelautan yang melaksanakan diklat tidak sesuai dengan Sistem Standar Mutu Kepelautan Indonesia setelah dilakukan audit khusus; 2) Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah melalui proses: (a) peringatan 3 kali dengan tenggang waktu masing-masing paling lama 30 hari kerja, (b) pembatalan dilaksanakan setelah peringatan ketiga dan hasil audit membuktikan penyelenggaraan tidak melakukan perbaikkan secara signifikan, (c) program diklat yang approval-nya telah dibatalkan peserta didiknya untuk menyelesaikan pendidikannya dapat dipindahkan ke lembaga diklat kepelautan yang telah Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 22

23 mendapatkan pengesahan atas seizin Direktur Jenderal, (d) program diklat yang approvalnya telah dibatalkan lembaga diklat tidak diperkenankan menerima peserta didik baru. Terbitnya Peraturan Menteri Perhubungan No. PM 70 tahun 2013 yang mengacu pada Konvensi Internasional STCW 2010 amandemen Manila ini memperlihatkan bahwa proses penyelenggaraan diklat kepelautan khususnya yang diselenggarakan oleh masyarakat semakin sulit dalam memenuhi pasal 8 dan pasal 9 tersebut di atas. Dalam pasal 9 menunjukkan bahwa diklat kepelautan yang tidak dapat approval hanya diberikan tenggang waktu relative singkat (3 bulan) untuk memenuhi persyaratan nasional dan konvensi internasional STCW 1978 dan amandemennya dan punishment jelas lembaga diklat kepelautan tidak diperbolehkan menerima peserta didik baru. Melihat kenyataan ini diharapkan melalui studi pengembangan kemitraan ini mampu memberikan solusi khususnya kepada diklat kepelautan yang diselenggarakan masyarakat yang belum mampu memenuhi persyaratan dapat melakukan kerjasama dengan lembaga diklat kepelautan yang telah mendapat approval. Kerjasama/ kemitraan ini untuk memjebatani agar diklat kepelautan di Indonesia tetap berjalan dan mampu menghasilkan pelaut sesuai dengan kebutuhan nasional maupun internasional. C. KELEMAHAN DAN PERMASALAHAN DIKLAT KEPELAUTAN MASYARAKAT Penyelenggaraan Diklat Kepelautan memang tergolong berat dibanding lembaga pendidikan umum. Berdasarkan hasil observasi bahwa Diklat Pemerintah lebih memadai jika ditinjau dari segi infrastruktur dan sumber daya manusia yang tersedia. Hal ini karena Diklat tersebut didanai melalui anggaran pemerintah. Mulai prasarana-sarana berupa gedung serta "isi" yang sangat mahal dibiayai pemeintah. Sumberdaya manusia (SDM) lebih mapan dalam arti jumlah dan kualitas, baik tenaga akademik maupun tenaga pendukungnya juga dibiayai sebagai pegawai negeri. Walaupun untuk mencetak tenaga akademik dibutuhkan persyaratan berat (Kementerian Perhubungan sebagai kepanjangan tangan IMO dan Kemendikbud), serta rumit, namun karena semuanya dibiayai pemerintah maka tetap saja tidak terlalu berat. Sarana praktek (laboratorium) termasuk kapal latih yang nilainya sangat mahal juga dibiayai pemerintah. Pelaksanaan proses belajar - mengajar (PBM) berpedoman pada acuan Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 23

24 kurikulum yang sama, baik yang diselenggarakan oleh Diklat Kepelautan Pemerintah maupun masyarakat. Namun karena pelaksanaan ini harus didukung dengan dosen dan peralatan praktek yang memenuhi kualifikasi, maka keberatan ditemukan pada Dtklat Kepelautan Masyarakat. Penyelenggaraan Diklat Kepelautan memang tergolong berat dibandingkan dengan lembaga pendidikan umum. Berdasarkan hasil observasi terlihat bahwa Diklat Kepelautan yang diselenggarakan pemerintah lebih memadai dibandingkan dengan Diklat Kepelautan yang diselenggarakan masyarakat, baik ditinjau dari segi infrastruktur maupun dari segi ketersediaan sumberdaya manusia (SDM). Lebih memadainya Diklat Kepelautan yang diselenggarakan pemerintah dikarenakan dibiayai oleh anggaran negara. Prasarana sarana berupa gedung serta isi yang sangat mahal dibiayai pemerintah. SDM yang lebih mapan dalam arti kuantitas dan kualitas, baik tenaga akademik maupun tenaga pendukungnya, juga dibiayai oleh pemerintah melalui sistim gaji / upah pegawai negeri sipil. Sarana / peralatan praktek (laboratorium) termasuk kapal latih yang harganya sangat mahal juga dibiayai pemerintah. Walaupun untuk mencetak tenaga akademik, dibutuhkan persyaratan yang berat serta rumit (via ketentuan Kementerian Perhubungan sebagai kepanjangan tangan IMO dan Kemendikbud), namun karena semuanya dibiayai pemerintah, maka tetap saja tidak terlalu berat. Pelaksanaan PBM Diklat Kepelautan (baik pemerintah maupun masyarakat) berpedoman pada acuan kurikulum yang sama. Namun karena pelaksanaan PBM tersebut harus didukun oleh dosen dan fasilitas atau peralatan praktek yang memenuhi kualifikasi, maka bagi Diklat Kepelautan yang diselenggarakan oleh masyarakat dirasakan sangat berat. Telah memadainya persyaratan prasarana sarana Diklat Kepelautan pemerintah mempunyai daya tarik yang tinggi bagi calon taruna. Artinya dalam setiap periode penerimaan calon taruna, rasio pendaftar dengan yang diterima adalah besar. Lihat misalnya di STIP Jakarta dan PIP Semarang. Rasionya bisa 400%. Banyaknya pendaftar mempunyai dampak dalam kebebasan memilih raw material yang lebih berkualitas, baik dari kualitas akademik, kualitas fisik, maupun psikologis. Jika raw material berkualitas baik dan proses PBM sesuai standar, maka hasilnyapun juga akan baik. Sedangkan Diklat Kepelautan masyarakat yang memenuhi persyaratan Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 24

25 standar minimal baru 20 % (Diklat yang telah diapproval), yang 80 % tentunya masih banyak kekurangan dalam proses penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Dari sisi input, Diklat Kepelautan masyarakat yang mempunyai keterbatasan dalam berbagai persyaratan akan berdampak pada rendahnya daya tarik untuk mendafar. Hanya sedikit Diklat Kepelautan masyarakat yang mempunyai rasio tinggi, itupun tidak setinggi rasio Diklat Kepelautan Pemerintah. Misalnya AMNI Semarang dan AMI Veteran Makassar, rasionya hanya 200 % lebih. Mayoritas Diklat Kepelautan masyarakat mempunyai rasio pendaftar yang rendah. Redahnya rasio pendaftar ini berdampak kebebasan memilih raw material berkualitas menjadi terbatas, bahkan kurang sekali. Jika raw material berkualitas rendah, diproses dengan PBM yang tidak standar, hal tersebut tentu menjadikan output yang rendah pula. Penyelenggaraan Diklat Kepelautan khususnya yang diselenggarakan masyarakat tergolong berat dalam memenuhi persyaratan, baik regulasi nasional (Kemendikbud dan BAN-PT / BAN-Sekolah) maupun regulasi internasional (IMO) melalui STCW 1978 dan amandemen-amandennya. Implementasi persyaratan dari kedua regulasi tersebut belum terintegrasi sehingga masih terdapat perbedaan-perbedaan baik persyaratan untuk dosen/ instruktur, laboratorium, persyaratan calon taruna, dan sebagainya. Dengan demikian penyelenggara Diklat Kepelautan harus berusaha mengakomodir kedua regulasi tersebut dengan memenuhi persyaratan yang berbeda-beda untuk dapat mempertahankan eksistensinya. Unsur penyelenggaraan Diklat Kepelautan sesuai persayaratan IMO adalah meliputi OS, ITF, ED dan EQ. Keempat unsur ini secara periodik harus diaudit, baik internal maupun eksternal (Kemenhub) dalam rangka penjaminan mutu. Dokumentasi, bukti fisik dan improvisasi positif selalu dituntut dalam penyelenggaraan Diklat Kepelautan. Unsur EQ, yang tergolong paling berat hampir ditemukan di semua Diklat Kepelautan masyarakat. Kemudian unsur OS dan ITF menempati kesulitan diurutan kedua. Bahkan di beberapa Diklat Kepelautan masyarakat, dokumentasi yang dianggap bagian paling mudah dipenuhinya-pun tidak dapat ditemukan. Dosen "umum" paling banyak di temui di Diklat Kepelautan masyarakat, artinya kualifikasi Kemenhub tidak terpenuhi. Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 25

26 D. MODEL KEMETRAAN KEMENDIKBUD KEMENTERIAN PERHUBUNGAN Berdasarkan data lapangan diperoleh hasil bahwa umumnya Diklat Kepelautan terutama yang diselenggarakan oleh masyarakat mengalami keterbatasan dalam semua standar mutu yang meliputi OS, ITF, ED dan EQ. Bahkan salah satu sampel, SMK Putra Samudera di Sorong, Papua Barat saat konsultan mengambil data hanya diperoleh gambar gedung dengan halaman becek tanpa ada kegiatan proses belajar mengajar selama 2 pekan. Jelas unsur-unsur standar mutu OS, ITF, ED dan EQ tidak ada. Sebagian besar Diklat Kepelautan masyarakat umumnya lemah dalam dosen dan perlengkapan (OS dan EQ). Terlebih dalam fasilitas praktek / laboratorium apalagi kapal latih. Hal ini mengingat kemampuan yayasan pengelolanya banyak yang kurang kuat dalam pendanaan untuk pengadaan fasilitas tersebut. Perlu diketahui bahwa persyaratan fasilitas Diklat Kepelautan memerlukan anggaran sangat besar namun cepat ketinggalan jaman karena tuntutan perkembangan teknologi yang sangat cepat. Kemitraan yang dikembangkan adalah : 1. Membentuk pusat-pusat pelatihan (growth center) Growth center bisa digunakan oleh banyak Diklat Kepelautan masyarakat yang ada di sekitarnya. Sebagai contoh yang diselenggarakan di Semarang. Growth center ini milik Kemendikbud. Tujuan semula institusi ini merupakan praktek bagi Diklat Kepelautan yang tersebar di Jawa Tengah dan DIY. Memang sempat berjalan beberapa saat. Namun sejak tahun 2012 institusi ini mengalami perubahan bentuk menjadi Politeknik Maritim Negeri Indonesia (Polimarin), yang fungsinya menjadi PT Kemaritiman. Perubahan bentuk ini menjadikan fungsi tempat praktek menjadi bias. Karena ini sudah terlanjur maka sebaiknya ke depan jangan sampai terulang. Usulan kota lokasi pendirian growth center dengan pertimbangan bahwa di kota kota tersebut merupakan sentra Diklat Kepelautan yang dikelola masyarakat namun sarana pelatihan belum memadai. Kota kota tersebut meliputi : 1. Sibolga, untuk mengakomodir tempat praktek Diklat Kepelautan yang ada di wilayah Sumatra Utara; 2. Batam, Kepulauan Riau; 3. Jakarta; Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 26

27 4. Pelabuhan Ratu, Jawa Barat; 5. Banyuwangi, Jawa Timur; 6. Pontianak, Kalimantan Barat; 7. Banjarmasin, Kalimantan Selatan; 8. Bitung, Sulawesi Utara; 9. Kendari, Sulawesi Tenggara; 10. Ternate, Maluku Utara; 11. Ambon, Maluku; 12. Jayapura, Papua; 13. Merauke, Papua; 14. Singaraja, Bali; 15. Mataram, Nusa Tenggara Barat Wilayah Jawa Tengah, DIY dan sebagian Jawa Barat dapat menggunakan growth center di Semarang yang sudah ada, yang sekarang berganti nama Polimarin. Growth center adalah fasilitas praktek yang bisa digunakan Diklat Kepelautan dan juga bisa digunakan oleh sekolah umum, terutama mesin mesin yang biasa digunakan praktek siswa atau mahasiswa jurusan Teknik Mesin. Rekomendasi sebaran growth center tersebut berdasarkan jumlah / sebaran Diklat Kepelautan yang ada di wilayah - wilayah itu. Berdirinya growth center selain dapat menolong Diklat Kepelautan masyarakat juga bisa digunakan oleh SMK Jurusan Teknik Mesin dan PT Jurusan Teknik Mesin, mengingat sebagian alat bersifat umum (multi purpose). Mengingat keterbatasan anggaran dari Kemenhub maka penganggaran sebaiknya dibebankan pada Kemendikbud. Status institusi ini jangan diubah lagi sebagaimana di Semarang. Keberadaan growth center diperlukan payung hukum yang kuat dengan peraturan setingkat menteri. Kemudian agar bisa beroperasi juga diperlukan perturan yang lebih operatif setingkat Dirjen. Tidak kalah pentingnya adalah anggaran pembiayaan rutin juga harus disediakan. Sedangkan bagi pemakainya baik Diklat Kepelautan maupun sekolah umum dikenakan biaya, namun tetap harus ada Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 27

28 subsidi Kemendikbud (pemerintah berkewajiban mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana amanat UUD 1945). Tentang anggaran pendirian growth center diusulkan ke Kemendikbud, mengingat anggaran Kemenhub sudah sangat terbatas. Kedua kementerian ini sebaiknya duduk bersama agar tidak terjadi lempar tanggungjawab. Anggaran melalui Kemendikbud ini akan didasarkan dengan undang undang. Usulan pendirian growth center diajukan oleh asosiasi Diklat Kepelautan yang ada di wilayah sekitar kota calon pendirian growth center, dengan rekomendasi oleh Dinas Pendidikan dan Kopertis Wilayah setempat. Contoh kerjasama antara Diklat Pemerintah dan Diklat masyarakat dapat mengacu pada kerjasama yang sudah dilakukan antara PIP Semarang dengan Akademi Maritim Yogyakarta sebagaimana lampiran. Kerjasama itu meliputi Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding) tentang Kerjasama Teknis Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan serta Nota Kesepakatan (Memorandum of Agreement) tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kepelautan bagi Taruna. 2. Bantuan Staf Pengajar / Dosen Dalam penyelenggaraan Diklat Kepelautan yang diselenggarakan masyarakat selain kesulitan dalam perlengkapan juga kesulitan dalam pengadaan staf pengajar. Perlu diketahui bahwa syarat sebagai pengajar pada Diklat Kepelautan tergolong berat. Hal ini dikarenakan harus memenuhi persyaratan / kualifikasi dari 2 instansi, yaitu dari Kemenhub dan dari Kemendikbud. Kemenhub mensyaratkan bahwa pengajar harus berijasah profesi (ANT atau ATT). Untuk pengajar di SMK Pelayaran minimal harus berijasah ANT-III / ATT- III. Sedangkan untuk PT, misalnya akademi pelayaran tertentu yang menyelenggarakan program D-III minimal harus berijasah ANT-II / ATT- II. Sementara Kemendikbud mensyaratkan staf pengajar harus berlatar belakang relevan / linier dan berijasah S2. Syarat ini dirasakan memberatkan oleh mereka, pelaut sulit diajak untuk menempuh pendidikan S2 karena memilih berlayar daripada menjadi pengajar. Akibatnya banyak mata pelajaran yang diampu oleh pengajar yang berlatar belakang umum (bukan pelaut) namun sudah berijasah S2. Sementara pelajaran kepelautan memerlukan pengalaman seorang pelaut yang benar-benar pernah berlayar dan berijasah profesi sebagai pelaut. Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 28

29 Solusi yang dapat direkomendasikan adalah segera menyusun regulasi yang mempermudah syarat sebagai pengajar Diklat Kepelautan sehingga mereka terbantu untuk memenuhi persyaratan dari kedua institusi dengan Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Dengan regulasi ini maka pelaut dengan ijasah jenjang tertentu (Kemenhub) dapat disetarakan dengan ijasah akademik tertentu (Kemendikbud). Misalnya pemegang ijasah ANT- I / ATT I setara dengan ijasah S2, pemegang ijasah ANT- II / ATT II setara dengan ijasah S1 dan seterusnya. Solusi lain adalah pengajar personal Kemenhub (pegawai negeri) yang telah memenuhi kedua kualifikasi dipekerjakan mengajar di Diklat Kepelautan yang diselenggarakan masyarakat dengan gaji sebagai pegawai negeri. Praktek ini seperti yang sudah berjalan di lingkungan Kemendikbud, di mana Kopertis mempunyai dosen yang dipekerjakan kepada Perguruan Tinggi Swasta (PTS) dengan gaji sebagai pegawai negeri. Solusi ini tentu harus melibatkan Kementerian Aparatur Negara (Kemenpan), karena sebagai pegawai negeri selain harus tunduk pada Kemenhub juga harus tunduk pada Kemenpan sebagaimana aparatur negara pada umumnya. Agar personal yang diperbantukan itu lebih kerasan maka sepantasnya PTS juga memberikan stimulan sebatas kemampuan yayasan penyelenggaranya. 3. Menyusun Perangkat Evaluasi Tunggal Sebagaimana sudah disampaikan sebelumnya bahwa Diklat Kepelautan harus tunduk pada dua institusi, Kemenhub dan Kemendikbud. Kedua institusi ini berkepentingan terhadap pemantauan mutu diklat. Dari sini kelihatan ada ego sektoral yang bertentangan dengan asas efisiensi manajemen pendidikan sebagaima amanat dalam pembukaan UU. No. 12/ 2012 tentang Sisdiknas. Kemenhub memantau melalui approval, sementara Kemendikbud memantau melalui akrteditasi. Keduanya mempunyai persyaratan beda, namun esensinya adalah sama. Solusi kemitraan yang bisa dikembangkan adalah menyusun perangkat evaluasi tunggal dengan menghilangkan ego sektoral untuk menaikkan efisiensi manajemen pendidikan nasional. Kemenhub harus mendekat ke Kemendikbud dan Kemendikbud juga harus mendekat ke Kemenhub agar dicapai titik temu. Payung hukum yang diperlukan adalah dengan menyusun Surat Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dengan Menteri Perhubungan. Dengan perangkat hukum ini maka Diklat Kepelautan merasa lebih pasti dalam mengemban mutu diklatnya. Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 29

30 E. MODEL KEMITRAAN PEMERINTAH PUSAT PEMERINTAH DAERAH Perlu diketahui bahwa tidak semua kebijakan / regulasi di tingkat pusat bisa diterjemahan secara linier di tingkat daerah. Penyelenggaraan Diklat Kepelautan Pemerintah walaupun lokasinya berada di daerah tertentu namun kewenangan sepenuhnya berada di pemerintah pusat, pemerintah daerah tidak bisa ikut berpartisipasi dan tidak menikmati langsung karena tidak dilibatkan dalam penyusunan kebijakan terkait Diklat Kepelautan Pemerintah tersebut. Sebetulnya ada ego superioritas di tingkat pemerintah pusat dan juga ada ketidakpedulian di tingkat pemerintah daerah. Dapat dicontohkan di sini, adalah eksistensi BP2IP Sorong, Papua Barat. Institusi ini jelas milik pusat (Kemenhub) yang berada di Sorong. Di tingkat pusat ego superioritas dapat dipersepsikan positif sebagai upaya dalam memajukan pendidikan maritim di Indonesia Timur pada umumnya dan Papua pada khususnya. BP2IP Sorong menyediakan fasilitas berupa asrama dan angkutan diberikan gratis. Namun minat putra-putri daerah setempat untuk masuk diklat masih rendah. Peserta didik sebagian besar justru berasal dari daerah lain, misalnya dari Sulawesi, Buton dan dari Jawa. Ini fenomena yang tidak sehat dalam mengembangkan pendidikan kepelautan. Disinyalir pemerintah daerah setempat kurang tanggap atau ketidakpedulian terhadap pendidikan kepelauta. Pemerintah daerah seharusnya bisa mensosialisasikan secara kontinyu tentang pentingnya pendidikan kepelautan, karena Indonesia merupakan negara bahari, terlebih di Indonesia Bagian Timur. Solusinya, pemerintah daerah melalui tingkatan pemerintahan yang lebih rendah dengan tidak bosan-bosannya mengajak, menarik, mendorong putra daerah untuk cinta bahari, sehingga minat sekolah/mengikuti pendidikan pada Diklat Kepelautan dapat meningkat. Salah satu contoh yang baik adalah SMK Pelayaran di Samarinda, Kalimantan Timur. Sekolah ini sepenuhnya dibiayai oleh pemerintah daerah setempat, termasuk fasilitas dan guru-gurunya. Artinya niat baik pemerintah pusat disambut baik oleh pemerintah daerah. Namun ini hanya satu-satunya di Indonesia, sehingga perlu dikembangkan di daerah-daerah lain. Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 30

31 Informasi dan publikasi yang lebih mengakar agar minat pemuda meningkat mencintai kepelautan, kiranya bisa ditempuh pemerintah pusat (Kemenhub dan Kemendikbud) melalui publikasi di televisi seperti halnya Kemendikbud mengangkat minat pemuda masuk SMK melalui slogan SMK Bisa yang ternyata efektif. Hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan Diklat Kepelautan sudah diatur dalam bentuk Undang Undang Pelayaran No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Pasal 262 ayat (1) menyebutkan bahwa pendidikan dan pelatihan di bidang pelayaran sebagaimana diselenggarakan oleh pemerintah, pemerintah daerah, atau masyarakat melalui jalur pendidikan formal dan nonformal. Selanjutnya pada Pasal 263 ayat (1) mengamanatkan bahwa pendidikan dan pelatihan di bidang pelayaran merupakan tanggung jawab pemerintah, pembinaannya dilakukan oleh menteri dan menteri yang bertanggung jawab di bidang pendidikan nasional sesuai dengan kewenangannya. Pada ayat (2) pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah mengarahkan, membimbing, mengawasi, dan membantu penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan di bidang pelayaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kemudian pada ayat (3) masyarakat berkewajiban memberikan dukungan sumber daya dalam penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan pelayaran. Pasal 265 menyebutkan bahwa pemerintah (pusat) dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan dan pelatihan di bidang pelayaran yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi. Namun ketentuan peraturan peraturan perundang-undangan yang tertuang dalam UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran tersebut belum dituangkan dalam peraturan yang lebih operasional. Solusinya adalah dengan membuat payung hukum yang bisa menguatkan kemitraan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Bentuknya adalah Surat Keputusan Bersama antara Menteri Perhubungan dengan Menteri Dalam Negeri atau dengan Keputusan Presiden. Payung hukum tersebut memuat tanggungjawab pembentukan, pelaporan dan anggaran pembiayaannya. Dengan model kemitraan ini maka kuantitas dan kualitas pelaut di Indonesia bisa ditingkatkan. Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 31

32 F. MODEL KEMITRAAN PERUSAHAAN TERKAIT PERUSAHAAN LEPAS Penyelenggaraan Diklat Kepelautan tidak bisa lepas dari tanggungjawab masyarakat, termasuk dunia bisnis yang melingkupinya. Data lapangan menunjukkan bahwa Diklat Kepelautan yang diselenggarakan masyarakat kesulitan dalam pembiayaan operasinya terlebih dalam penyediaan tempat praktek bagi tarunanya. Pada UU Nomor 17 / 2008 pasal 266 mengamanatkan kepada perusahaan terutama perusahaan terkait industri pelayaran sebagai berikut : Perusahaan angkutan di perairan wajib menyediakan fasilitas praktik berlayar di kapal untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di bidang angkutan perairan (ayat 1). Perusahaan angkutan di perairan, Badan Usaha Pelabuhan, dan instansi terkait wajib menyediakan fasilitas praktik di pelabuhan atau di lokasi kegiatannya untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia di bidang pelayaran (ayat 2). Dalam hal ini maka PT. Pelindo, perusahaan ekspor-impor, perusahaan depo peti kemas dan perusahaan penunjang industri maritim lainnya juga tidak bisa lepas dari tanggung jawab sosialnya kepada Diklat Kepelautan. Perusahaan angkutan di perairan, organisasi, dan badan usaha yang mendapatkan manfaat atas jasa profesi pelaut wajib memberikan kontribusi untuk menunjang tersedianya tenaga pelaut yang andal (ayat 3). Selanjutnya kontribusinya (ayat 4) berupa : memberikan beasiswa pendidikan, membangun lembaga pendidikan sesuai dengan standar internasional, melakukan kerja sama dengan lembaga pendidikan yang ada, dan/atau mengadakan perangkat simulator, buku pelajaran, dan terbitan maritim yang mutakhir. Perusahaan pelayaran / INSA bisa memberikan bantuan berupa pinjaman untuk biaya studi, kemudian setelah selesai dan telah bekerja, pengembalian dilaksanakan dengan mengangsur melalui pemotongan gaji, atau dapat pula dengan cara memberikan bea siswa untuk kemudian dipekerjakan pada perusahaan yang bersangkutan. Regulasi ini sudah sangat jelas mengatur peran perusahaan terkait dalam kiprah penyelenggaraan Diklat Kepelautan. Kesulitannya karena belum ada aturan yang dapat mengoperasikan undang undang tersebut, sehingga solusinya adalah menyusun peraturan lebih rendah yang dapat dioperasikan secara teknis. Dengan aturan tersebut maka kemitraan perusahaan terkait dengan Diklat Kepelautan dapat direalisir. Sedangkan bagi perusahaan umum yang tidak terkait dengan Diklat Kepelautan dapat merujuk pada Undang-Undang Republik Indonesia Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 32

33 Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Tanggungjawab sosial perusahaan dapat ditelusuri pada pasal 74 sebagai berikut : Ayat (1) menyebutkan bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan / atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Ayat (2) mengamanatkan bahwa tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Kemudian ayat (3) memberi ketentuan bahwa perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Mengenai tanggungjawab sosial ini ayat (4) memberikan upaya tindak lanjut dengan peraturan pemerintah. Lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 2012 tentang Tanggungjawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas, pasal 2 menegaskan bahwa setiap perseroan selaku subjek hukum mempunyai tanggung jawab sosial dan lingkungan. Kemudian pasal 3 ayat (1 sd.2), disebutkan tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 menjadi kewajiban bagi perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam berdasarkan undang-undang. Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan baik di dalam maupun di luar lingkungan. Di Indonesia sebenarnya banyak perusahaan besar dan mampu, namun kepedulian pada Diklat Kepelautan perlu ditumbuhkan dengan peran aktif diklat tersebut. Pada pasal 5 ayat (1) mengamanatkan bahwa perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam, dalam menyusun dan menetapkan rencana kegiatan dan anggaran sebagaimana dimaksud dalam harus memperhatikan kepatutan dan kewajaran. Dengan undang-undang dan peraturan pemerintah ini kiranya jelas bahwa peningkatan kualitas tenaga pelaut yang dididik melalui Diklat Kepelautan dapat ditingkatkan melalui peranserta perusahaan-perusahaan umum. Misalnya Pertamina, perusahaan perbankan, Perusahaan Gas Negara, Aneka Tambang dan perusahaan lainnya. Sebab bagi perusahaan yang tidak melaksanakan tanggungjawab ini dikenai sanksi sebagaimana pasal 7, perseroan sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 yang tidak melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 33

34 Perusahaan yang maju dalam bisnisnya dapat diukur dari kemampuan memperoleh keuntungan dan kemampuan mensejahterakan masyarakat lingkungannya, termasuk Diklat Kepelautan masyarakat yang kesulitan dalam pendanaan dan pengadaan fasilitas yang mahal. Bantuan perusahaan kepada Diklat Kepelautan yang berupa fasilitas praktek misalnya, dapat diberikan kepada beberapa Diklat Kepelautan secara bersama-sama penggunaannya (seperti halnya pada growth center). Permasalannya sekaligus solusinya adalah penegakan aturan tersebut. Dalam realita perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban ini ditindak tegas. Kemudian untuk menjalin kemitraan diperlukan peran aktif Diklat Kepelautan untuk menjajagi ke berbagai perusahan besar yang diiringi sikap keterbukaan dunia perusahaan. Dengan peran aktif kedua pihak maka diharapkan mutu Diklat Kepelautan di Indonesia dapat terangkat. Perusahaan yang baik (good corporate) adalah perusahaan yang dapat memenuhi tanggungjawabnya. Hennigfeld et.al (2006, hal 6) dalam Darwin (2007), memberikan pemikiran, bahwa perusahaan yang baik mempunyai 4 tanggungjawab sosial, yaitu : tanggungjawab ekonomi, tanggungjawab legal, tanggungjawab etis dan tanggungjawab pilantropis. Tanggungjawab perusahaan dengan tingkat tertinggi adalah tanggungjawab ekonomi, perusahaan memiliki pemegang saham yang berkepentingan terhadap keuntungan atas investasi yang mereka tanamkan, memiliki pekerja yang membutuhkan keselamatan kerja dan upah yang layak, memiliki konsumen yang memiliki kepentingan terhadap kualitas produk perusahaan yang mereka beli. Kemudian tingkat kedua adalah tanggungjawab legal, karena perusahaan terikat pada aturan-aturan hukum, sehingga perusahaan yang bertanggungjawab adalah perusahaan yang patuh kepada hukum. Hukum adalah kodifikasi dari pandangan-pandangan moral masyarakat, karena ketaatan perusahaan terhadap hukum negara merupakan indikator dari tanggungjawab perusahaan terhadap negara sekaligus kepada masyarakat. Tingkat ketiga adalah tanggungjawab etis, perusahaan harus bertanggungjawab untuk melakukan hal-hal yang benar, adil dan fair, meskipun prinsip-prinsip kebenaran, keadilan dan fairness tersebut belum tertuang dalam hukum negara. Misalnya perusahaan tidak boleh melakukan pencemaran lingkungan, membuat produk yang merugikan kesehatan, keselamatan, harkat, martabat dan kebebasan anggota masyarakat, meskipun hal-hal tersebut belum diatur dalam undangundang. Terakhir tingkat keempat adalah tanggungjawab pilantropis. Secara harafiah philantrophy berarti mencintai sesama manusia yang dalam Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 34

35 konteks bisnis diterjemahkan sebagai diskresi perusahaan untuk memperbaiki kualitas kehidupan karyawan, komunitas lokal, dan kualitas masyarakat secara keseluruhan. Tanggungjawab pilantropis ini bisa diterjemahkan ke dalam berbagai macam aktivitas seperti pemberian bantuan dana, beasiswa, pembangunan tempat rekreasi bagi karyawan dan keluarganya, membantu sekolah, membantu penyelenggaraan pentas seni, olah raga, peningkatan produksi pengusaha mikro dan kecil, peningkatan kesejahteraan ekonomi rumah tangga, perbaikan kualitas lingkungan hidup, dan sebagainya. Kesadaran perusahaan dalam memenuhi keempat tanggungjawab tersebut dilaksanakan melalui program tanggungjawab sosial perusahaan (corporate social responsibility, CSR). Peran perusahaan dalam peningkatan kapasitas Diklat Kepelautan merupakan pemberdayaan masyarakat, yang jika digolongkan termasuk tanggungjawab pilantropis. Peningkatan kapasitas Diklat Kepelautan idealnya dapat melibatkan 3 komponen utama (pemerintah, masyarakat dan sektor swasta) secara sinergis. Pemerintah meliputi pemerintah pusat dan pemerintah daerah bahkan sampai tingkat kalurahan. Masyarakat di sini termasuk organisasi-organisasi kemasyarakatan dan kepedulian masyarakat itu sendiri secara langsung. Kemudian sektor swasta adalah perusahaan, baik yang mempunyai hubungan langsung dengan industri pelayaran maupun perusahaan umum. Pelaksanaan CSR bisa dilaksanakan secara sendiri-sendiri oleh perusahaan atau bisa juga beberapa perusahaan bergabung secara konsorsium untuk secara bersama-sama memberi bantuan kepada suatu Diklat Kepelautan, atau kepada beberapa Diklat Kepelautan, jika bantuan berupa peralatan praktek sehingga bisa digunakan oleh beberapa diklat tersebut. CSR dunia bisnis kepada Diklat Kepelautan dapat memperkuat dalam hal: (1) Perluasan kesempatan memperoleh persyaratan mutu diklat yang meliputi OS, ITF, ED dan EQ sehingga memperkuat kapasitas dalam mengembangkan kemampuan dasar (2) Penguatan kelembagaan secara politis dan hukum, (3) Penguatan kemitraan untuk menata ulang hubungan dan kerjasama dengan lembaga internasional baik yang beroperasi di Indonesia maupun di negara lain. Data dari lapangan menunjukkan bahwa kemitraan dengan perusahaan masih sedikit yang menjalinnya, terutama Diklat Kepelautan masyarakat. Sedangkan Diklat Kepelautan pemerintah sudah menjalin dengan beberapa perusahaan, bahkan dengan perusahaan asing, misalnya STIP Jakarta dan PIP Semarang. Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 35

36 G. MODEL KEMITRAAN ANTARA NEGARA Untuk mengembangkan Diklat Kepelautan di Indonesia peran pemerintah pusat sangat dibutuhkan sehingga percepatan dalam peningkatan kualitas dan kuantitas pelaut segera dapat direalisasikan. Kita menyadari bahwa perkembangan Diklat kepelautan di Indonesia sangat bergantung dari regulasi internasional, sehingga untuk mengejar ketertinggalan ini pemerintah harus memiliki terobosan dan program-program yang berkaitan kerjasama dengan negara lain yang telah menguasai teknologi bidang kepelautan lebih tinggi. Strategi ini sejalan dengan seminar Dikti (2006) tentang kerja sama internasional untuk Perguruan Tinggi dalam mencapai kelas dunia (world class university) melalui: (1) menghidupkan budaya riset, (2) menghidupkan budaya kerja unggul, (3) peningkatan kemampuan bahasa Inggris, (4) peningkatan berbagai kreteria produktivitas, (5) mengadakan kerjasama internasional, (6) membangun jejaring publik misal: industri, pemerintah, asosiasi profesi, dan masyarakat, (7) hubungan alumni diperkuat. Selanjutnya Pemerintah pusat melalui Kemendikbud dan Kemenhub dapat membuat program-program untuk Diklat Kepelautan Indonesia melalui kerja sama internsional untuk pengembangan SDM dan fasilitas yang dibutuhkan. Di samping pemerintah yang menfasilitasi dalam kerja sama dengan negara asing. Dalam hal kerjasama dengan luar negeri, Diklat Kepelautan tidak semudah pada universitas, di mana universitas bisa kerjasama langsung antara universitas - lembaga luar negeri secara otonom. Untuk Diklat Kepelautan, tidak bisa langsung menjalin kerjasama dengan lembaga luar negeri, namun harus G to G. Artinya Diklat Kepelautan harus "naik" dulu ke tingkat Kemenhub baru bisa menjalin kerjasama dengan lembaga luar negeri. Otonomi kerjasama luar negeri universitas lebih bebas dari pada Diklat Kepelautan. H. Model Kemitraan Kesatuan Pelaut Indonesia Pemerintah - Diklat Kepelautan - Negara Lain/ Asing Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI) merupakan organisasi yang mewadahi sebagian pelaut lulusan Diklat Kepelautan yang akan mencari pekerjaan baik untuk nasional maupun internasional. Sementara ini para pelaut belum optimal dalam memanfaatkan keberadaan KPI, karena tanpa melalui KPI pun dapat memperoleh pekerjaan dengan mendaftar langsung ke perusahaan atau melalui agen. Hal tersebut terjadi karena belum ada peraturan pemerintah yang menyatakan bahwa pelaut tidak dapat mendaftar bekerja sebelum register di KPI. Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 36

37 Dalam hal ini peran pemerintah sangat penting untuk membuat suatu peraturan tersebut, dengan tujuan untuk mengetahui secara pasti pelaut yang bekerja di dalam negeri maupun luar negeri, sekaligus dapat untuk menghitung besarnya devisa bagi negara. Selanjutnya peran KPI terhadap Diklat Kepelautan Indonesia (1) dapat membantu para taruna untuk dapat praktek laut (Prala) baik dalam maupun luar negeri, (2) membuat link dengan perusahaan untuk bekerjasama dengan Diklat Kepelautan, (3) membantu para pelaut yang bermasalah dalam pekerjaan baik yang bekerja dalam maupun luar negeri. KPI dapat membina hubungan dengan negara asing yang memerlukan pelaut Indonesia, sehingga lulusan Diklat Kepelautan yang ingin bekerja di luar negeri dapat segera disalurkan. I. BENCHMARKING DENGAN FILIPINA Hingga saat ini Filipina masih dikenal sebagai negara pemasok pelaut terbanyak di dunia. Data pada tahun 2012 menunjukan bahwa dunia kekurangan pelaut. Sedangkan total pelaut yang bekerja di seluruh lautan di dunia kini mencapai 1,2 juta pelaut di mana di antaranya disuplai dari Filipina sedangkan Indonesia justru jauh lebih rendah dari Filipina ( Hal ini meningkat jauh jika dibandingkan dengan data tahun 2000, dimana kebutuhan pelaut dunia pada tahun 2000 kurang lebih sama, dengan akumulasi gaji mencapai 18 miliar dolar AS per tahun. Indonesia baru memasok 34 ribu orang. Sedangkan Filipina 191 ribu pelaut dan RRC 104 ribu pelaut. Belum lagi potensi ekonomi dari sektor industri dan jasa maritim lainya ( 1. Demografi Filipina Dari data yang dikutip ( Filipina berada di urutan ke-12 di dunia dalam jumlah penduduk dengan jumlah 86,241,697 jiwa pada Sekitar dua per tiga penduduk tinggal di Pulau Luzon dan Manila, ibu kotanya, berada di urutan ke-11 dalam jumlah penduduk area metropolitan. Orang-orang Filipina dikenal dengan nama Filipino yang berasal dari orang aborigin Taiwan dan bercampur dengan orang-orang Tiongkok Selatan, Polinesia, Spanyol dan Amerika. Orang Filipina terbagi dalam 12 kelompok etnolingustik dengan yang terbesar adalah Tagalog, Cebuano, dan Ilocano. Penduduk asli Filipina ialah suku Aeta namun sudah terpinggir dan populasinya tinggal 30 ribu jiwa. Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 37

38 Tiga kelompok minoritas terbesar asing adalah orang Tionghoa, Amerika, dan Asia Selatan. Sisanya adalah orang-orang Eropa, Arab, Indonesia, Korea, dan Jepang. Orang-orang Mestizo adalah minoritas sebesar 1-2% yang berpengaruh. Dalam penelitian dari Universitas Stanford, ditemukan bahwa 3,6% populasi memiliki turunan dari bangsa Eropa. 95,9% penduduk Filipina bisa membaca, salah satu yang tertinggi di Asia, dan setara untuk pria maupun wanita. Angka harapan hidup penduduknya adalah 69,29 tahun; 72,28 untuk wanita dan 66,44 untuk pria. Pertumbuhan penduduk per tahunnya sebesar 2,1% dan sekarang Filipina sedang mengalami masalah kepadatan penduduk karena angka kelahirannya tinggi. Filipina mempunyai kira-kira 92,2 juta penduduk menurut perkiraan sensus Dengan jumlah penduduk yang besar, disertai dengan potensi sumber daya maritimnya untuk itu sangat memungkinkan Filipina menjadi pemasok pelaut terbesar di dunia. 2. Sistem Pendidikan (Formal dan Non-formal) Dibandingkan dengan negara Asia lainnya, sistem pendidikan Filipina berbeda dalam beberapa cara. Pendidikan dasar di Filipina hanya 10 tahun sedangkan di kebanyakan negara lain termasuk Indonesia adalah 12 tahun. Sistem pendidikan Filipina terkait erat dengan sistem pendidikan formal Amerika, sementara negara-negara Asia lainnya dipengaruhi oleh sistem Inggris, Perancis atau Belanda. Filipina menggunakan media dua bahasa pengajaran. Mata pelajaran tertentu diajarkan dalam bahasa Inggris dan sisanya dalam bahasa nasional yang merupakan bahasa nasional Filipina. Pendidikan formal Filipina berurutan pada tiga tingkatan sekolah akademik, yaitu dasar, menengah dan tinggi atau lebih tinggi. a. Pendidikan Dasar Tingkat pertama, pendidikan dasar atau primer, terdiri dari enam kelas wajib (Kelas 1-6) untuk kelompok usia 6 sampai 11. Selain itu, ada opsional pendidikan pra-sekolah yang terdiri dari sekolah TK dan kursus persiapan lainnya. Pada usia 3 atau 4, murid dapat masuk taman kanak-kanak, dan pada 6 tahun dapat memasuki sekolah tingkat dasar. Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 38

39 b. Pendidikan Menengah Tingkat kedua, pendidikan menengah, sesuai dengan empat tahun sekolah tinggi untuk kelompok usia 12 sampai 15, prasyarat yang wajib adalah telah tempuh pendidikan dasar. c. Pendidikan tinggi Tingkat ketiga adalah pendidikan tinggi atau lebih tinggi dimana mahasiswa masuk pada usia 16 tahun. Pendidikan tinggi terdiri dari perguruan tinggi, master dan program gelar doktor di berbagai bidang atau disiplin ilmu termasuk pendidikan pasca-sekolah menengah yang mengarah ke kursus satu, dua atau tiga tahun non-gelar teknis atau kejuruan. Dari sini dapat diketahui bahwa di Filipina pendidikan kejuruan termasuk pendidikan kepelautanya ditempuh teruna setelah menyelesaikan pendidikan menengahnya. 3. Pola Kemitraan di Filipina terkait upaya peningkatan Kualitas dan Kuantitas Pelautnya Beberapa contoh kebijakan ini dapat diambil dari Salah satu bentuk kemitraan antar instansi pemerintah di Filipina. Dalam hal ini, yang peneliti akan kemukakan adalah Pendidikan Teknik dan Kejuruan (TESDA), adalah suatu badan yang mengawasi pendidikan pascasekolah menengah pendidikan teknis dan kejuruan, termasuk orientasi keterampilan, pelatihan dan pengembangan pemuda luar sekolah dan masyarakat pengangguran dewasa. TESDA dikelola oleh Dewan Tenaga Kerja dan Pemuda (NMYC) dan Program magang dari Biro Ketenagakerjaan Lokal (BLE), keduanya dari Departemen Pekerjaan dan Ketenagakerjaan (DOLE) bekerjasama dengan Biro Pendidikan Teknis dan Kejuruan (BTVE) dari Departemen Pendidikan, Kebudayaan, dan Olah Raga (DECS, sekarang DepEd), Oleh karena itu, upaya peningkatan yang dilakukan oleh pemerintah Filipina meliputi kerjasama yang dilakukan antar pemerintah di masing-masing instansi. Selain itu pemerintah Filipina juga membuka akses bagi para investor pendidikan untuk turut serta melakukan pendirian jasa pelatihan kepelautan. Seperti yang peneliti ambil dari situs The Anglo Eastern- Maritime Training Centre ( yang menunjukan bahwa pendidikan untuk meningkatkan keterampilan juga dilakukan oleh pihak asing yang membangun jasa pelatihan di negara tersebut dengan menggunakan acuan regulasi yang Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 39

40 diakui secara internasional, termasuk pendidikan dan pelatihan kemaritiman. 4. Keunggulan Filipina Jika kita amati data dari beberapa sumber, keunggulan upaya pemerintah Filipina terhadap kebijakan di bidang peningkatan kuantitas dan kualitas pelaut adalah adanya kerjasama dengan lembaga jasa pendidikan kepelautan asing sehingga kebijakan ini yang sangat mungkin dapat meningkatkan jumlah pelaut di Filipina. Selain itu, upaya pemerintah secara internal dilakukan melalui kerjasama antar instansi pemerintahan untuk meningkatkan jumlah pelautnya. Hal ini penting sehingga Filipina dapat memasok jumlah pelaut terbanyak di dunia, di samping memenuhi kebutuhan pelaut di dalam negerinya sendiri. Selain itu, keunggulan lain yang dilakukan di Filipina adalah pengajaran dengan menggunakan bahasa Inggris. Dengan hal tersebut, pelaut Filipina dapat dengan mudah mengisi kebutuhan pelaut dunia. Hal ini karena kebutuhan internasional akan pelaut masih sangat tinggi, sedangkan pelaut yang dibutuhkan internasional adalah pelaut yang memiliki kualifikasi global yang salah satunya adalah penguasaan bahasa asing terutama bahasa Inggris. J. PENTINGNYA KERANGKA KUALIFIKASI NASIONAL INDONESIA (KKNI) PADA DIKLAT KEPELAUTAN Pada sub analisis ini bukan merupakan model kemitraan Diklat Kepelautan, namun merupakan kebijakan yang diperlukan guna mendukung suksesnya model kemitraan. Bahwa kerangka kualifikasi telah diterapkan di berbagai belahan dunia. Australia, New Zealand, Afrika Selatan, Scotlandia dan Inggris implementasinya antara tahun 1980 sampai Kemudian Irlandia, Maladewa, Malaysia, Singapura, Meksiko, Namimbia, Pilipina penerapan dan pengembangannya paling lambat tahun 1990-an sampai awal tahun Berikutnya pada tahun 2007 negara-negara seperti Albania, Angola, Bosnia, Botswana, Brasil, Masedonia, Rumania, Turki dan Usbekistan, Uganda dan Zimbabwe mulai menerapkannya. Di Indonesia masih berupa konsep yang mengacu pada UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta PP No. 31 Tahun 2006, dengan nama Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 40

41 KKNI, adalah kerangka penjenjangan kualifikasi kompetensi yang dapat menyandingkan, menyetarakan, dan mengintegrasikan antara bidang pendidikan dan bidang pelatihan kerja serta pengalaman kerja dalam rangka pemberian pengakuan kompetensi kerja sesuai dengan struktur pekerjaan di berbagai sektor. KKNI merupakan perwujudan mutu dan jati diri Bangsa Indonesia terkait dengan sistem pendidikan dan pelatihan nasional yang dimiliki Indonesia. Dasar konsep pemikiran ini adalah peningkatan mutu sumberdaya manusia (SDM) secara nasional, yang selama ini penerapan di institusi pendidikan masih menganut selera masing-masing. Tujuannya adalah memastikan lulusan suatu pendidikan agar sesuai dengan kualifikasinya melalui kesetaraan, antar sektor dan antar institusi dan antar negara. Konsep pertama digagas tahun dengan merujuk UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional serta PP No. 31 Tahun Tahun 2011 baru dicanangkan, kemudian tahun 2012 sinkronisasi antar sektor dan baru akan diberlakukan efektif tahun Untuk memperjelas tahapan-tahapan tersebut dapat dilihat pada Gambar 5.4. time line berikut. Gambar 5.4. Time Line KKNI Strata Pendidikan KKNI terdiri dari 9 (sembilan) jenjang kualifikasi, dimulai dari kualifikasi 1 sebagai kualifikasi terendah dan kualifikasi 9 sebagai kualifikasi tertinggi. Jenjang kualifikasi adalah tingkat capaian Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 41

42 pembelajaran yang disepakati secara nasional, disusun berdasarkan ukuran hasil pendidikan dan/atau pelatihan yang diperoleh melalui pendidikan formal, nonformal, informal, atau pengalaman kerja. Deskripsi kemampuan pada masing-masing level adalah sebagai berikut. Level 1 : Mampu melaksanakan tugas sederhana, terbatas, bersifat rutin, dengan menggunakan alat, aturan dan proses yang telah ditetapkan, serta di bawah bimbingan, pengawasan dan tanggung jawab atasannya; Memiliki pengetahuan faktual; Bertanggung jawab atas pekerjaan sendiri dan tidak bertanggung jawab atas pekerjaan orang lain. Level 2 : Mampu melaksanakan satu tugas spesifik, dengan menggunakan alat, dan informasi, dan prosedur kerja yang lazim dilakukan, serta menunjukkan kinerja dengan mutuyang terukur, di bawah pengawasan langsung atasannya; Memiliki pengetahuan operasional dasar dan pengetahuan faktual bidang kerja yang spesifik, sehingga mampu memilih pemecahan yang tersedia terhadap masalah yang lazim timbul; Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberitanggung jawab membimbing orang lain. Level 3 : Mampu melaksanakan serangkaian tugas spesifik, dengan menerjemahkan informasi dan menggunakan alat, berdasarkan sejumlah pilihan prosedur kerja, serta mampu menunjukkan kinerja dengan mutu dan kuantitas yang terukur, yang sebagian merupakan hasil kerja sendiri dengan pengawasan tidak langsung; Memiliki pengetahuan operasional yang lengkap, prinsip-prinsip serta konsep umum yang terkait dengan fakta bidang keahlian tertentu, sehingga mampu menyelesaikan berbagai masalah yang lazim dengan metode yang sesuai; Mampu kerjasama dan melakukan komunikasi dalam lingkup kerjanya; Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 42

43 Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas hasil kerja orang lain. Level 4 : Mampu menyelesaikan tugas berlingkup luas dan kasus spesifik dengan menganalisis informasi secara terbatas, memilih metode yang sesuai dari beberapa pilihan yang baku, serta mampu menunjukkan kinerja dengan mutu dan kuantitas yang terukur; Menguasai beberapa prinsip dasar bidang keahlian tertentu dan mampu menyelaraskan dengan permasalahan faktual di bidang kerjanya; Mampu bekerja sama dan melakukan komunikasi, menyusun laporan tertulis dalam lingkup terbatas, dan memiliki inisiatif; Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas kuantitas dan mutu hasil kerja orang lain. Level 5 : Mampu menyelesaikan pekerjaan berlingkup luas, memilih metode yang sesuai dari beragam pilihan yang sudah maupun belum baku dengan menganalisis data, serta mampu menunjukkan kinerja dengan mutudan kuantitas yang terukur; Menguasai konsep teoritis bidang pengetahuan tertentu secara umum, serta mampu memformulasikan penyelesaian masalah prosedural. Mampu mengelola kelompok kerja dan menyusun laporan tertulis secara komprehensif; Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggung jawab atas pencapaian hasil kerja kelompok. Level 6 : Mampu mengaplikasikan bidang keahliannya dan memanfaatkan IPTEKS pada bidangnya dalam penyelesaian masalah serta mampuberadaptasi terhadap situasi yang dihadapi; Menguasai konsep teoritis bidang pengetahuan tertentu secara umum dan konsep teoritis bagian khusus dalam bidang pengetahuan tersebut secara mendalam, serta mampu memformulasikan penyelesaian masalah prosedural; Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 43

44 Mampu mengambil keputusan yang tepat berdasarkan analisis informasi dan data, dan mampu memberikan petunjuk dalammemilih berbagai alternatif solusi secara mandiri dan kelompok; Bertanggung jawab pada pekerjaan sendiri dan dapat diberi tanggungjawab atas pencapaian hasil kerja organisasi. Level 7 : Mampu merencanakan dan mengelola sumberdaya di bawah tanggung jawabnya, dan mengevaluasi secara komprehensifkerjanya dengan memanfaatkan IPTEKS untuk menghasilkan langkah-langkah pengembangan strategis organisasi; Mampu memecahkan permasalahan sains, teknologi, dan atau seni di dalam bidang keilmuannya melalui pendekatan monodisipliner; Mampu melakukan riset dan mengambil keputusan strategis dengan akuntabilitas dan tanggung jawab penuh atas semua aspek yang berada di bawah tanggung jawab bidang keahliannya. Level 8 : Mampu mengembangkan pengetahuan, teknologi, dan atau seni di dalam bidang keilmuannya atau praktek profesionalnya melalui riset, hingga menghasilkan karya inovatif dan teruji; Mampu memecahkan permasalahan sains, teknologi, dan atau seni di dalam bidang keilmuannya melalui pendekatan inter atau multidisipliner; Mampu mengelola riset dan pengembangan yang bermanfaat bagi masyarakat dan keilmuan, serta mampu mendapat pengakuan nasional maupun internasional. Level 9 : Mampu mengembangkan pengetahuan, teknologi, dan atau seni baru di dalam bidang keilmuannya atau praktek profesionalnya melalui riset, hingga menghasilkan karya kreatif, original, dan teruji; Mampu memecahkan permasalahan sains, teknologi, dan atau seni di dalam bidang keilmuannya melalui pendekatan inter, multi atau transdisipliner; Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 44

45 Mampu mengelola, memimpin, dan mengembangkan riset dan pengembangan yang bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan kemaslahatan umat manusia, serta mampu mendapat pengakuan nasional maupun internasional. Akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan melalui penyetaraan jenis dan strata pendidikan nasional dengan KKNI dapat dilihat pada Gambar 5.5. Gambar 5.5. Akuntabilitas Penyelenggaraan Pendidikan Melalui Penyetaraan Jenis dan Strata Pendidikan Kemudian Pengakuan Pendidikan Lampau (PPL) untuk derajat pendidikan SMA / SMK / Paket C ditambah dengan PPL tertentu setara maksimal dengan D2, lalu D1 ditambah dengan PPL tertentu setara dengan D 3, kemudian D 3 ditambah dengan PPL tertentu setara dengan D 4 atgau profesi. Jenjang lebih tinggi adalah D 4 atau S 1 terapan ditambah dengan PPL tertentu setara dengan S 2 Terapan atau profesi. Ini juga berlaku untuk S 1 ditambah dengan PPL tertentu juga setara dengan S 2 Terapan atau profesi. Lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 5.6. Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 45

46 Gambar 5.6. Pengakuan Maksimum PPL PPL tersebut jika disandingkan dengan jenjang pendidikan SMA / SMK dengan jenis pendidikan vokasi, pendidikan profesi dan pendidikan akademik nampak sebagaimana Gambar 5.7., bahwa lulusan D 2 dengan PPL tertentu maksimal setara dengan D 3 atau D 4. Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 46

47 Gambar 5.7. PPL terhadap Jenjang Pendidikan SMA/SMK, Pendidikan Vokasi, Pendidikan Profesi dan Pendidikan Akademik Institusi yang diperlukan dalam implementasi KKNI ini adalah Badan Kualifikasi Nasional Indonesia (BKNI) yang bersifat independen. Namun demikian inisiator harus datang dari Kemendikbud. Fungsi BKNI ini analog dengan fungsi Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) dalam melaksanakan akreditasi perguruan tinggi, bedanya BKNI melaksanakan fungsi penyetaraan dari berbagai jenjang pendidikan dan berbagai jenis pendidikan serta berbagai sektor. Jika digambarkan, BKNI tersebut nampak pada Gambar 5.8. Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 47

48 Gambar 5.8. BKNI dalam Penyetaraan Antar Sektor (Sumber : Olahan Konsultan, 2013) Pada jenjang Pendidikan Tinggi (PT), standar mutu dan kualifikasi jenjang telah dituangkan dalam Draft Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun 2013, Tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi, Tanggal 11 juli Dalam pasal 1 ayat (1) yang dimaksud dengan Standar Nasional Pendidikan Tinggi, yang selanjutnya disingkat SNPT, adalah satuan standar yang meliputi standar nasional pendidikan, ditambah dengan standar penelitian, dan standar pengabdian kepada masyarakat. Pada ayat (2) pengertian Standar Nasional Pendidikan (SNP) sama dengan pengertian pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, ditambah kalimat yang berlaku di perguruan tinggi. Standar Penelitian adalah kriteria minimal tentang sistem penelitian pada perguruan tinggi yang berlaku di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (ayat 3). Standar Pengabdian kepada Masyarakat adalah kriteria minimal tentang sistem pengabdian kepada masyarakat pada perguruan tinggi yang berlaku di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (ayat 4). Dengan demikian maka ruang lingkup SNPT meliputi : (a) standar nasional pendidikan; (b) standar penelitian; (c) standar pengabdian kepada masyarakat. Sedangkan cakupan standar nasional pendidikan meliputi 8 (delapan) standar juga sebagaimana dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, hanya dengan urutan berbeda. Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 48

49 Tentang kesetaraan lulusan, yang termuat dalam standar lulusan, diatur sebagaimana pada pasal 9 berikut : Ayat (a), jenjang kualifikasi pada Kerangka Kualifikasi Nasional dinyatakan dengan kualifikasi dari yang terendah sampai dengan tertinggi, yaitu jenjang kualifikasi 1 (satu) sampai dengan 9 (sembilan). Ayat (b), kesetaraan antara capaian pembelajaran minimal dengan jenjang kualifikasi seperti berikut : (1) Capaian pembelajaran minimal lulusan Program Diploma Satu paling rendah setara dengan jenjang kualifikasi 3 (tiga) pada Kerangka Kualifikasi Nasional; (2) Capaian pembelajaran minimal lulusan Program Diploma Dua paling rendah setara dengan jenjang kualifikasi 4 (empat) pada Kerangka Kualifikasi Nasional; (3) Capaian pembelajaran minimal lulusan Program Diploma Tiga paling rendah setara dengan jenjang kualifikasi 5 (lima) pada Kerangka Kualifikasi Nasional; (4) Capaian pembelajaran minimal lulusan Program Diploma Empat, danprogram Sarjana, paling rendah setara dengan jenjang kualifikasi 6 (enam) pada Kerangka Kualifikasi Nasional; (5) Capaian pembelajaran lulusan Program Pendidikan Profesi paling rendah setara dengan jenjang kualifikasi 7 (tujuh) pada Kerangka Kualifikasi Nasional; (6) Capaian pembelajaran minimal lulusan Program Pendidikan Magister, Magister Terapan, dan Program Spesialis, paling rendah setara dengan jenjang kualifikasi 8 (delapan) pada Kerangka Kualifikasi Nasional; (7) Capaian pembelajaran minimal lulusan Program Pendidikan Doktor, Doktor Terapan, dan Program Subspesialis setara dengan jenjang kulifikasi 9 (sembilan) pada Kerangka Kualifikasi Nasional. Argumentasi relevansi dan pentingnya KKNI ini dengan Diklat Kepelautan adalah : 1. Diklat Kepelautan mempunyai 2 bapak yaitu Kemendikbud dan Kemenhub yang mempunyai standar penilaian mutu berbeda; 2. Diklat Kepelautan mengeluarkan ijasah, yaitu ijasah akademik dan ijasah profesi; Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 49

50 3. Penempatan kerja lulusan Diklat Kepelautan pada suatu institusi (terutama pemerintah) memerlukan kejelasan pangkat / jabatan; 4. Kualifikasi dosen untuk Diklat Kepelutan menjadi jelas (sesuai kualifikasi Kemendikbud dan Kemenhub), sehingga ini membantu dalam pengadaan dosen. K. TINGGINYA KEBUTUHAN PELAUT Kebutuhan pelaut tinggi di Indonesia diawali dengan diterbitkanya Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional yang intinya adalah pelaksanaan azas cabotage, maka seluruh angkutan laut dalam negeri wajib diangkut oleh kapal-kapal berbendera Indonesia. Peningkatan kebutuhan pelaut tecermin juga dari terus meningkatnya jumlah armada laut nasional yang saat ini mencapai kapal dengan kapasitas total 14,52 juta GT (Gross Ton), jika setiap armada kapal diasumsikan minimal membutuhkan perwira 2 orang, maka kebutuhannya mencapai sekitar orang perwira pelaut. Sementara data kebutuhan perwira pelaut yang dipublikasikan BPSDM tahun 2012 mencapai orang. Berdasarkan hasil survei secara random dari 7 Diklat Kepelautan baik pemerintah maupun yang diselenggarakan masyarakat dalam tiga tahun terakhir meluluskan: untuk tahun 2010 mencapai orang lulusan, tahun 2011 mencapai orang lulusan, dan tahun 2012 mencapai orang lulusan. Dengan demikian data jumlah lulusan dari Diklat Kepelautan di Indonesia ada yang berjumlah sekitar 36 institusi hanya dapat meluluskan sekitar (1.364 x 5) = orang. Dengan demikian kekurangan perwira pelaut di Indonesia adalah 5180 orang (43,17%). Sementara itu untuk menetapkan akurasi data jumlah pelaut di Indonesia masih sangat kesulitan, karena tidak didukung dengan validitas data dari institusi yang berwenang. Data-data yang di publis masih dalam bentuk estimasi, sehingga kebutuhan yang mendesak adalah adanya pangkalan data jumlah pelaut yang dapat diakses masyarakat. Mengingat pentingnya data tersebut pihak-pihak yang berkompeten menentukan metode yang tepat sebagai solusi untuk meningkatkan akurasi data pelaut baik yang sudah bekerja maupun yang baru lulus dari diklat kepelautan. Kebutuhan pelaut dunia sampai saat ini masih sangat tinggi sebagaimana data yang dipublikasikan oleh Indonesian Seafarers According to Bimco/ISF Manpower 2010, kebutuhan level perwira mencapai sedangkan supply , sementara untuk rating demand dan supply sama Lebih lanjut dinyatakan untuk data pelaut Indonesia yang bekerja di luar Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 50

51 negeri untuk level perwira mencapai dan rating sehingga total dari jumlah pelaut (termasuk perikanan). Persentase penyebaranya sebagaimana Gambar 5.9. berikut : Gambar 5.9. Jumlah Prosentase Pelaut Indonesia di Berbagai Belahan Dunia (Sumber : Bimco, 2010) Melihat penyebaran pelaut secara geografis tersebut, Asia Tenggara (termasuk Indonesia) merupakan pemasok pelaut terbesar di dunia. Paling sedikit pelautnya adalah negara-negara Amerika Latin dan Afrika, hal ini dimungkinkan karena negara - negara tersebut bukan merupakan "negara benua", bukan kepulauan sebagaimana Indonesia. Pelaut dari Eropa Timur juga tergolong sedikit, hanya 20 % untuk perwira dan 15 % untuk rating. Yang penting diperhatikan adalah perbandingan supply dan demand antara perwira (officer, O) dengan rating (R). Di negara - negara maju, supply O lebih besar daraipada R, sementara dari negara-negara berkembang rasionya terbalik supply R lebih besar daraipada O. Padahal yang lebih dibutuhkan adalah tingkat perwira (O). Artinya tingkat kebutuhan perwira pelaut masih terbuka termasuk dari Indonesia. Ini merupakan peluang bagi Studi Pengembangan Kemitraan Lembaga Pendidikan Pemerintah & Swasta V- 51

PERATURAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN NOMOR : PK.16/BPSDMP-2017 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN NOMOR : PK.16/BPSDMP-2017 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN NOMOR : PK.16/BPSDMP-2017 TENTANG PEDOMAN STANDARISASI PENYELENGGARAAN SIMULATOR UNTUK PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPELAUTAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

2013, No.71 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 T

2013, No.71 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 T LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.71, 2013 PENDIDIKAN. Standar Nasional Pendidikan. Warga Negara. Masyarakat. Pemerintah. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG PENYELENGGARAAN PELAYANAN BIDANG PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KLUNGKUNG, Menimbang : a. bahwa bidang pendidikan merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI BAGIAN KE TIGA JENIS PENDIDIKAN TINGGI 1. Pendidikan Akademik 2. Pendidikan Vokasi 3. Pendidikan Profesi Pendidikan Akademik

Lebih terperinci

DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 DASAR & FUNGSI. PENDIDIKAN NASIONAL BERDASARKAN PANCASILA DAN UNDANG UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DASAR & FUNGSI Pendidikan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.158, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PENDIDIKAN. Pendidikan Tinggi. Pemerintah. Pemerintah Daerah. Swasta. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5336) UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DASAR & FUNGSI Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

DASAR & FUNGSI. Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DASAR & FUNGSI Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pendidikan Nasional

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN NOMOR : SK. 2163/HK.208/XI/DIKLAT-2010

PERATURAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN NOMOR : SK. 2163/HK.208/XI/DIKLAT-2010 PERATURAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN NOMOR : SK. 2163/HK.208/XI/DIKLAT-2010 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN DIKLAT KEAHLIAN PELAUT TINGKAT III NON DIPLOMA (CRASH PROGRAM/FAST

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.07/MEN/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.07/MEN/2011 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.07/MEN/2011 TENTANG SISTEM STANDAR MUTU PENDIDIKAN DAN PELATIHAN, UJIAN, SERTA SERTIFIKASI PELAUT KAPAL PENANGKAP IKAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

I. PENDAHULUAN. agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan mempunyai peranan besar dalam memberikan kontribusi terhadap pembangunan dan kemajuan bangsa. Pendidikan merupakan kunci utama sebagai fondasi untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENDIDIKAN PELAUT DALAM KONTEKS PENDIDIKAN NASIONAL Pola pendidikan harus dilandaskan pada kebijakan pendidikan yang tepat. Kebijakan pendidikan merupakan rumusan dari berbagai

Lebih terperinci

2 Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara

2 Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan; Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.45, 2015 PENDIDIKAN. Standar Nasional. Kurikulum. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5670) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

2013, No Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-U

2013, No Mengingat e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-U No.132, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PENDIDIKAN. Kedokteran. Akademik. Profesi. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5434) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAHAN AJAR (MINGGU KE 1) MATA KULIAH EVALUASI PEMBELAJARAN FISIKA STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN (SNP)

BAHAN AJAR (MINGGU KE 1) MATA KULIAH EVALUASI PEMBELAJARAN FISIKA STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN (SNP) BAHAN AJAR (MINGGU KE 1) MATA KULIAH EVALUASI PEMBELAJARAN FISIKA STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN (SNP) VISI PENDIDIKAN NASIONAL Terwujudnya sistem pendidikan sebagai pranata sosial yang kuat dan berwibawa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

Universitas Pendidikan Indonesia Fakultas Ilmu Pendidikan Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan. Copyright by Asep Herry Hernawan

Universitas Pendidikan Indonesia Fakultas Ilmu Pendidikan Jurusan Kurikulum dan Teknologi Pendidikan. Copyright by Asep Herry Hernawan Drs., M.Pd. KURTEK FIP - UPI Fungsi: Drs., M.Pd. KURTEK FIP - UPI Fungsi & Tujuan SNP Dasar perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan untuk mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu Tujuan:

Lebih terperinci

Pendidikan Magister Menuju Doktor untuk Sarjana Unggul

Pendidikan Magister Menuju Doktor untuk Sarjana Unggul Pendidikan Magister Menuju Doktor untuk Sarjana Unggul Panduan Penulisan Rencana Implementasi Daftar Isi Daftar Isi Pendahuluan 1 Latar Belakang 1 Tujuan Error! Bookmark not defined. Kebutuhan dan Penyediaan

Lebih terperinci

MAKALAH 8 STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KAPITA SELEKTA

MAKALAH 8 STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KAPITA SELEKTA MAKALAH 8 STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KAPITA SELEKTA OLEH : PASKALIS K. SAN DEY NIM. 1407046007 PASCASARJANA MANAJEMEN PENDIDIKAN UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

Sistem Pendidikan Nasional

Sistem Pendidikan Nasional Sistem Pendidikan Nasional Oleh : M.H.B. Prodi Pendidikan Bahasa Indonesia Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara

Lebih terperinci

SISTEM PENJAMIN MUTU PENDIDIKAN TINGGI

SISTEM PENJAMIN MUTU PENDIDIKAN TINGGI Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi Peraturan Menteri Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2015 Tentang Standar Nasional

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

2012, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar

2012, No Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negar No.104, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TRANSPORTASI. Sumber Daya Manusia. Bidang Transportasi. Perlindungan Kerja. Pembinaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

TRIDHARMA PERGURUAN TINGGI (PENDIDIKAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT)

TRIDHARMA PERGURUAN TINGGI (PENDIDIKAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT) TRIDHARMA PERGURUAN TINGGI (PENDIDIKAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT) Sutrisna Wibawa (Rektor UNY) Disampaikan dalam Rapat Perencanaan Pengawasan Proses Bisnis Perguruan Tinggi Negeri Yogyakarta, 29

Lebih terperinci

Komponen kelembagaan sekolah; kurikulum, proses dan hasil belajar, administrasi dan manajemen satuan pendidikan, organisasi kelembagaan satuan

Komponen kelembagaan sekolah; kurikulum, proses dan hasil belajar, administrasi dan manajemen satuan pendidikan, organisasi kelembagaan satuan Komponen kelembagaan sekolah; kurikulum, proses dan hasil belajar, administrasi dan manajemen satuan pendidikan, organisasi kelembagaan satuan pendidikan, sarana dan prasarana, ketenagaan, pembiayaan,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang:

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO

PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PEMERINTAH KABUPATEN PURWOREJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO NOMOR 9 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURWOREJO, Menimbang : a. bahwa pendidikan

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA Nomor : 14 Tahun 2008 Lampiran : - TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN NON FORMAL DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 13, Tambahan Lemba

2016, No Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 tentang Kepelautan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 13, Tambahan Lemba No.1870, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUB. Diklat Sertifikat. Dinas Jaga Pelaut. Perubahan. PERATURAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PM 140 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS

Lebih terperinci

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, dan d perlu membentuk Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional.

e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, dan d perlu membentuk Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional. UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI NAUTIKA

PROGRAM STUDI NAUTIKA PROGRAM STUDI NAUTIKA V I S I Menghasilkan lulusan yang berkualitas dan profesional dalam bidang Kenautikaan dan IPTEK Kelautan yang berstandar Internasional pada tahun 2016 M I S I - Menyelenggarakan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BANDUNG BARAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BANDUNG BARAT Menimbang : a. Mengingat : 1. PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 6 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BANDUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR PENDIDIKAN GURU

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR PENDIDIKAN GURU SALINAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 2017 TENTANG STANDAR PENDIDIKAN GURU

Lebih terperinci

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA. Imam Gunawan

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA. Imam Gunawan SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA Imam Gunawan Tiap tiap negara memiliki peraturan perundang undangan sendiri. Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai peraturan perundang udangan yang bertingkat,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara kepulauan (Archipelagic State) memiliki lebih kurang 17.500 pulau, dengan total panjang garis pantai mencapai 95.181 km

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. menengah.

KATA PENGANTAR. menengah. KATA PENGANTAR Sesuai dengan amanat Undang Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan, Kementerian Pendidikan

Lebih terperinci

2014, No Mengingat : 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Le

2014, No Mengingat : 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Le No.174, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENHUT. SMK Kehutanan Negeri Pendidikan. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.11/Menhut-II/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2007 TENTANG STANDAR PENGELOLAAN PENDIDIKAN OLEH SATUAN PENDIDIKAN NONFORMAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. :: Sistem Pendidikan Nasional Pelaksanaan pendidikan nasional berlandaskan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 09 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KEDOKTERAN

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN KEDOKTERAN SALINAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2018 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN MUATAN LOKAL KABUPATEN BANJARNEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN KEHUTANAN NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN KEHUTANAN NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.11/Menhut-II/2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN KEHUTANAN NEGERI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1343, 2015 PERATURAN BERSAMA. Pendidikan Indonesia. Luar Negeri. Penyelenggaraan. Pengelolaan. Pencabutan. PERATURAN BERSAMA MENTERI LUAR NEGERI REPUBLIK INDONESIA DAN

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DINIYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG,

PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DINIYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, PERATURAN DAERAH KOTA SERANG NOMOR 1 TAHUN 2010 TENTANG WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DINIYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SERANG, Menimbang : Mengingat : a. bahwa untuk mencerdaskan kehidupan

Lebih terperinci

Standar kopetensi Pendidikan oleh Fauzan AlghiFari / / TP-B

Standar kopetensi Pendidikan oleh Fauzan AlghiFari / / TP-B Standar kopetensi Pendidikan oleh Fauzan AlghiFari / 15105241008 / TP-B http://fauzanfari.blogs.uny.ac.id Standar Nasional Pendidikan (SNP) merupakan kriteria minimal tentang berbagai aspek yang relevan

Lebih terperinci

REVIEW UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

REVIEW UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL REVIEW UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP.19651216 198903 2 012 Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan LEMBAGA PENJAMINAN MUTU

Lebih terperinci

RUU Pendidikan Tinggi (RUU DIKTI) Versi 31 Maret 2012 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI

RUU Pendidikan Tinggi (RUU DIKTI) Versi 31 Maret 2012 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI RUU Pendidikan Tinggi (RUU DIKTI) Versi 31 Maret 2012 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan serta

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan serta membentuk watak peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN KEDOKTERAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa negara menjamin hak setiap

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI SALINAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 100 TAHUN 2016 TENTANG PENDIRIAN, PERUBAHAN,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA

PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PEMERINTAH KABUPATEN BULUKUMBA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG LAYANAN PENDIDIKAN KABUPATEN BULUKUMBA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BULUKUMBA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 56 TAHUN 2013 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 56 TAHUN 2013 TAHUN 2013 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 56 TAHUN 2013 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 4 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar Negara

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL I. UMUM Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat

Lebih terperinci

RUU Pendidikan Tinggi (RUU DIKTI) Versi 31 Maret 2012 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI

RUU Pendidikan Tinggi (RUU DIKTI) Versi 31 Maret 2012 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI RUU Pendidikan Tinggi (RUU DIKTI) Versi 31 Maret 2012 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 722 TAHUN : 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG KETENTUAN PENYELENGGARAAN WAJIB BELAJAR MADRASAH DINIYAH AWALIYAH DI KABUPATEN SERANG

Lebih terperinci

Pengembangan Tenaga Pendidik pada Perguruan Tinggi Maritim/Pelayaran: Ideal versus Faktual*)

Pengembangan Tenaga Pendidik pada Perguruan Tinggi Maritim/Pelayaran: Ideal versus Faktual*) Pengembangan Tenaga Pendidik pada Perguruan Tinggi Maritim/Pelayaran: Ideal versus Faktual*) Oleh: Sahudiyono *)Makalah dipresentasikan pada Indonesia Maritime Lecturer Seminar (IMLS) 2014 Politeknik Pelayaran

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.174, 2014 PENDIDIKAN. Pelatihan. Penyuluhan. Perikanan. Penyelenggaraan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5564) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN NOMOR : SK. 2162/HK.208/XI/DIKLAT-2010 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN NOMOR : SK. 2162/HK.208/XI/DIKLAT-2010 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA PERHUBUNGAN NOMOR : SK. 2162/HK.208/XI/DIKLAT-2010 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEPELAUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

- 2 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA,

- 2 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, - 2 - PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PEMBERIAN TUGAS BELAJAR DAN IZIN BELAJAR BAGI PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN SOSIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS PADJADJARAN NOMOR 70 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PENGELOLA UNIVERSITAS PADJADJARAN

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS PADJADJARAN NOMOR 70 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PENGELOLA UNIVERSITAS PADJADJARAN PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS PADJADJARAN NOMOR 70 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA PENGELOLA UNIVERSITAS PADJADJARAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA REKTOR UNIVERSITAS PADJADJARAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARAWANG NOMOR : 7 TAHUN 2011 TENTANG WAJIB BELAJAR PENDIDIKAN DINIYAH TAKMILIYAH AWALIYAH DAN TAMAN PENDIDIKAN AL-QUR AN DI KABUPATEN KARAWANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TERNATE NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PERATURAN DAERAH KOTA TERNATE NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PERATURAN DAERAH KOTA TERNATE NOMOR 37 TAHUN 2011 TENTANG SISTEM PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA TERNATE, Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 20 TAHUN 2003 TENTANG SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN Menimbang : a. bahwa pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengamanatkan

Lebih terperinci

BUKU KEBIJAKAN MUTU SPMI UMN AW BUKU KEBIJAKAN MUTU SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL

BUKU KEBIJAKAN MUTU SPMI UMN AW BUKU KEBIJAKAN MUTU SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL BUKU KEBIJAKAN MUTU SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL i ii BUKU KEBIJAKAN MUTU SISTEM PENJAMINAN MUTU INTERNAL UNIVERSITAS MUSLIM NUSANTARA AL-WASHLIYAH Kode Dokumen : KM/UMNAw/LPM/01/01-01 Revisi : 02 Tanggal

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR : 13 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BANTUL

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR : 13 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR : 13 TAHUN 2002 TENTANG SISTEM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN BANTUL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. Bahwa dalam pelaksanaan

Lebih terperinci

USULAN PEMERINTAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG PENDIDIKAN TINGGI (VERSI 4 APRIL 2012)

USULAN PEMERINTAH RANCANGAN UNDANG-UNDANG PENDIDIKAN TINGGI (VERSI 4 APRIL 2012) RANCANGAN UNDANG-UNDANG PENDIDIKAN TINGGI (VERSI 4 APRIL 2012) BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan: 1. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI SALINAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2015 TENTANG PENDIRIAN, PERUBAHAN,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2005 TENTANG STANDAR NASIONAL PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan Departemen Hukum dan HAM RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 41, 2005 IPTEK. Standar Nasional.

Lebih terperinci