PEDOMAN SURVEI KARKAS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEDOMAN SURVEI KARKAS"

Transkripsi

1

2

3 PEDOMAN SURVEI KARKAS PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA 2015

4

5 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas karunia dan rahmat-nya maka telah tersusun buku pedoman Survei Karkas Sapi Potong. Buku pedoman ini menjadi acuan bagi petugas lapang dalam melakukan listing dan pencacahan pada saat pelaksanaan studi konversi karkas. Buku ini diharapkan mudah dipahami sehingga melancarkan pelaksanaan pengumpulan data. Penyusunan buku pedoman merupakan hasil kerjasama dengan Sekretariat Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Direktorat Budidaya - Ditjen PKH, dan Direktorat Kesmavet (Kesehatan Masyarakat Veteriner) - Ditjen PKH. Kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, kami mengucapkan terima kasih. Keberhasilan studi sangat ditentukan oleh kesungguhan dan kesadaran petugas akan pentingnya data yang dikumpulkan, diharapkan petugas dapat melaksanakan studi dengan sebaik-baiknya. Jakarta, Agustus 2015 Kepala Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Dr. Ir. Suwandi, M.Si i

6

7 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... iv BAB. 1 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG TUJUAN DAN SASARAN RUANG LINGKUP OUTPUT YANG DIHARAPKAN TAHAPAN PELAKSANAAN WAKTU PELAKSANAAN... 7 BAB. 2 ORGANISASI LAPANG PERSIAPAN SURVEI PETUGAS LAPANG PETUGAS LISTING PETUGAS PENGAWAS/PEMERIKSA PETUGAS ENUMERATOR... 9 BAB. 3 METODOLOGI KONSEP DAN DEFINISI CAKUPAN DATA PERANCANGAN SURVEI KUESIONER YANG DIGUNAKAN PENYUSUNAN KERANGKA SAMPEL DAN ALOKASI SAMPEL TAHAPAN PENARIKAN SAMPEL PENGAMATAN iii

8 3.8. ANALISIS DAN PEMODELAN BAB. 4 TATA CARA PENGISIAN DAFTAR DAFTAR SKK15-DRPH (DAFTAR NAMA RPH) DAFTAR SKK15-D (DAFTAR NAMA PEMASOK) DAFTAR SKK15-PMGU (DAFTAR PEMOTONGAN SELAMA SEMINGGU) DAFTAR SKK15-S (DAFTAR SURVEI) DAFTAR TABEL TABEL 1. JADWAL KEGIATAN SURVEI KARKAS... 7 DAFTAR GAMBAR GAMBAR 1. PENYUSUNAN KERANGKA SAMPEL GAMBAR 2. TAHAPAN PEMOTONGAN SAPI GAMBAR 3. BAGIAN BAGIAN YANG DAPAT DI KONSUMSI GAMBAR 4. POTONGAN KARKAS KOMERSIAL GAMBAR 5. PETA/NAMA DAGING SAPI GAMBAR 6. SAPI BRAHMAN CROSS/BX GAMBAR 7. SAPI ABERDEEN ANGUS GAMBAR 8. SAPI SIMMENTAL GAMBAR 9. SAPI LIMOUSIN GAMBAR 10. SAPI BALI GAMBAR 11. SAPI ACEH GAMBAR 12. SAPI ONGOLE GAMBAR 13. SAPI PO GAMBAR 14. SAPI MADURA DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1. PENENTUAN UMUR MENGGUNAKAN CARA PERGANTIAN GIGI SERI LAMPIRAN 2. GAMBAR RUMPUN SAPI LAMPIRAN 3. KUESIONER SURVEI KARKAS FORM SKK15-DRPH FORM SKK15-D FORM SKK15-S FORM SKK15-PMGU iv

9 BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Metode pengumpulan data peternakan yang selama ini menjadi acuan para pengelola data peternakan di daerah maupun di pusat difokuskan pada data pokok populasi dan produksi. Khusus data produksi daging, baik itu daging ternak besar, ternak kecil maupun unggas, metode yang digunakan merupakan hasil perkalian antara jumlah ternak yang dipotong secara tercatat dan tidak tercatat (unregistered) dengan parameter berat karkas. Data pemotongan ternak secara reguler dapat dikumpulkan dengan menggunakan formulir yang diisi oleh petugas di daerah. Parameter karkas untuk masing-masing jenis ternak tidak seragam disesuaikan dengan karakteristik masing-masing. Sebagai contoh, parameter karkas ternak besar diperoleh dari persentase pengukuran/penimbangan sapi potong yang masuk ke RPH (Rumah Potong Hewan) terhadap berat badan ternak yang telah disembelih setelah dikurangi kulit (dikuliti), isi perut (jeroan), kaki bagian bawah serta kepalanya. Sedangkan karkas unggas adalah seluruh daging atau tulang yang telah mengalami pemisahan leher, kepala, bulu dan kaki (lutut hingga jari-jari dan bagian jeroannya). Data parameter karkas yang digunakan oleh para petugas di daerah dalam rangka melakukan estimasi produksi daging merupakan parameter hasil survei beberapa tahun yang lalu. Selain itu, data paremeter karkas masih merupakan - 1 -

10 hasil estimasi level nasional atau provinsi, sampai saat ini belum ada data parameter karkas untuk level kabupaten, khususnya sapi impor. Berdasarkan latar belakang tersebut, pada tahun 2015 Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian bekerjasama dengan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan, berupaya melakukan kajian parameter karkas melalui studi lapang ke wilayah sentra ternak untuk komoditas sapi potong impor sebagai angka koreksi/pelengkap terhadap data karkas yang ada saat ini TUJUAN DAN SASARAN Tujuan Penyusunan Buku Pedoman ini, adalah : a. Sebagai acuan dalam pelaksanaan survei karkas dan daging ternak sapi potong. b. Menyamakan persepsi tentang metodologi, kuesioner, tata cara pengisian kuesioner, dan tata cara pelaksanaan survei di lapangan. Sasaran Penyusunan Buku Pedoman ini, adalah : a. Tersedianya buku acuan pelaksanaan survei karkas dan daging ternak sapi potong. b. Adanya persamaan persepsi untuk seluruh petugas survei RUANG LINGKUP Ruang lingkup dari kegiatan ini meliputi: a. Pendekatan metodologi perhitungan karkas dilakukan dengan cara menimbang berat hidup ternak sapi potong yang siap dipotong di RPH dan berat karkas ternak setelah dipotong

11 Hasil persentase perbandingan berat karkas dan berat hidup merupakan parameter karkas. Parameter karkas digunakan untuk memperkirakan produksi daging. b. Komoditas yang akan di survei adalah sapi potong impor. c. Unit terkecil dari sampel yang digunakan pada studi lapang ini adalah Rumah Potong Hewan (RPH) / Tempat Pemotongan Hewan (TPH) di beberapa wilayah sentra pemotongan sapi potong impor. d. Dari dua alasan tersebut, cakupan wilayah lokasi akan dilakukan studi lapang adalah wilayah sentra pemotongan sapi impor yang meliputi Provinsi Jawa Barat, Banten, dan Lampung. Masing-masing wilayah akan diwakili oleh satu sampai dengan dua RPH/TPH. Alokasi sampel di setiap RPH/TPH 16 ekor sapi potong, sehingga jumlah sampel keseluruhan 64 ekor sapi potong. Hasil studi tersebut selanjutnya akan menjadi angka referensi untuk estimasi berat karkas, sehingga perkiraan produksi daging sapi impor dapat dihitung OUTPUT YANG DIHARAPKAN Output yang diharapkan dari kegiatan ini adalah: a. Tersedianya data parameter bobot potong dan bobot karkas sapi, konversi karkas ke bentuk daging, konversi berat jeroan terhadap berat karkas sapi, serta daging variasi terhadap karkas dari beberapa rumpun, jenis kelamin, dan umur sapi yang dipotong. b. Tersedianya model estimasi berat karkas sapi

12 1.5. TAHAPAN PELAKSANAAN a. Koordinasi persiapan. Koordinasi dilakukan pada tahap awal pelaksanaan kegiatan, yaitu berupa kegiatan untuk pembentukan tim, menentukan rencana kerja, pembagian tugas dan waktu pelaksanaan. b. Penyusunan kerangka survei dan kuesioner. Kuesioner sebagai alat bantu dalam pelaksanaan studi lapang perlu dibuat dengan sebaik mungkin agar semua data yang diinginkan dapat dicakup. Penyusunan kuesioner didasarkan pada variabel yang ingin diperoleh dari unit sampling yang ada. Kuesioner disusun dengan mempertimbangkan faktor kelengkapan, kemudahan pengisian dan lamanya waktu yang dibutuhkan untuk pencacahan. c. Penyusunan Buku Pedoman Survei. Dari kuesioner yang telah ditetapkan dalam proses perencanaan kegiatan, selanjutnya perlu dilengkapi dengan buku pedoman. Konsep buku pedoman perlu ditelaah oleh para ahli di bidang peternakan dan kesehatan hewan. Hasil pembahasan tersebut sebagai bahan perbaikan konsep buku pedoman untuk dilakukan finalisasi. Selanjutnya buku pedoman dijadikan sebagai acuan bagi para petugas lapang dalam melakukan survei. d. Uji coba Kuesioner. Uji coba kuesioner dilakukan untuk mensosialisasikan tata cara pengisian kuesioner dengan mengamati dan mencatat - 4 -

13 mulai dari sapi ditimbang bobot hidup, dipotong, sampai mendapatkan karkas dan pemisahan bagian-bagian lainnya. e. Pengumpulan data. Pengumpulan data dilaksanakan oleh petugas survei, dan dilakukan supervisi oleh petugas pusat/petugas provinsi/petugas kabupaten/kota terkait untuk memantau pelaksanaan dan meminimalkan deviasi dalam pengumpulan data oleh petugas. Metode penentuan sampel dilakukan dengan cara purposive berdasarkan data sebaran populasi sapi potong (menurut rumpun) serta data profil RPH/TPH di Indonesia, sehingga diperoleh 3 provinsi. Setiap provinsi akan dipilih 1 sampai 2 RPH/TPH. Jumlah RPH/TPH dalam survei ini sebanyak 4 RPH/TPH. Alokasi sampel di setiap RPH/TPH homogen sebanyak 16 ekor, sehingga jumlah sampel keseluruhan 64 ekor untuk dihasilkan data bobot potong dan bobot karkas serta konversi jeroan terhadap karkas. Dari jumlah sampel keseluruhan (64 ekor), sekitar 10% dianalisis lebih lanjut untuk menghitung konversi karkas ke bentuk daging dan lemak serta daging variasi. f. Pengolahan data hasil survei. Data dari lapangan tidak dapat begitu saja langsung digunakan, harus melalui tahapan pengolahan. Data yang diolah mencakup jumlah pemotongan, bobot potong, bobot karkas, konversi karkas ke bentuk daging, konversi jeroan terhadap karkas serta daging variasi terhadap karkas dari berbagai rumpun, jenis kelamin dan umur bangsa sapi. Selain - 5 -

14 itu secara bersamaan juga dilakukan kegiatan verifikasi dan validasi data. Tujuan dari verifikasi dan validasi ini adalah untuk meneliti kembali apakah data yang dikumpulkan sudah benar atau terdapat keanehan atau tidak masuk akal. Data yang tidak memenuhi syarat harus dikoreksi kembali. Setelah dilakukan validasi, kemudian data tersebut diolah lebih lanjut. g. Analisis dan interpretasi data hasil survei. Analisis data dilakukan untuk mendapatkan data jumlah pemotongan, bobot potong, bobot karkas, konversi karkas ke bentuk daging, konversi jeroan terhadap karkas serta konversi daging variasi terhadap karkas dari berbagai rumpun, jenis kelamin dan umur bangsa sapi sebagai dasar pembuatan model estimasi produksi daging sapi. Untuk melengkapi kajian survei ini dilakukan interpretasi terhadap hasil survei secara keseluruhan. h. Workshop hasil survei. Kegiatan ini berupa pemaparan dan sosialisasi hasil survei kepada para stakeholder terkait. i. Penyusunan laporan. Laporan mencakup seluruh rangkaian kegiatan pelaksanaan survei yang dilaksanakan oleh Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian dan Ditjen Peternakan dan Kesehatan Hewan

15 1.6. WAKTU PELAKSANAAN Kegiatan survei karkas direncanakan dilaksanakan pada bulan April hingga Desember Tahap perencanaan dilaksanakan pada bulan April-Juni Tahap pengumpulan data direncanakan pada bulan Juni-September Jadwal terperinci kegiatan survei karkas tahun 2015 tersaji pada Tabel 1. Tabel 1. Jadwal Kegiatan Survei Karkas NO URAIAN KEGIATAN WAKTU 1 Koordinasi persiapan April Penyusunan kerangka survei dan kuesioner Mei - Juni Uji coba kuesioner Juni Penyusunan buku pedoman survei April-Juli Pengumpulan data Juni - September Pengolahan data hasil survei September - Oktober Analisis dan interpretasi data hasil survei Oktober - November Workshop Hasil Survei November Penyusunan Laporan Akhir Pelaksanaan Survei Desember

16

17 BAB 2 ORGANISASI LAPANG 2.1. PERSIAPAN SURVEI Kegiatan persiapan survei dilakukan bersama antara Pusdatin, Ditjen PKH, Disnak Provinsi/Kabupaten/Kota yang membidangi fungsi peternakan dan kesehatan hewan dan RPH/TPH, untuk mempersiapkan pelaksanaan survei meliputi : a) Koordinasi (menyiapkan frame survei, data sekunder, mencari RPH/TPH yang memenuhi syarat), b) Menyiapkan kuesioner dan pedoman pelaksanaan, c) Pelatihan petugas survei PETUGAS LAPANG Petugas lapang yang terlibat dalam Survei Konversi Karkas Daging Sapi meliputi: a. Petugas Listing adalah Keurmaster atau petugas Dinas Peternakan di masing-masing wilayah studi. b. Petugas Pengawas/Pemeriksa adalah atasan petugas enumerator di pusat/provinsi/kabupaten yang melakukan supervisi pelaksanaan survei. c. Petugas Enumerator adalah petugas pusat/provinsi/kabupaten yang sudah memperoleh pelatihan untuk melakukan wawancara/pencatatan survei pada RPH terpilih

18 2.3. PETUGAS LISTING a. Melakukan pendaftaran seluruh RPH yang ada di masingmasing wilayah survei. b. Melakukan pendaftaran seluruh pedagang penerima ternak/pedagang daging/feedlotters yang melakukan pemotongan di RPH terpilih. c. Menyerahkan hasil listing kepada Pengawas/Pemeriksa PETUGAS PENGAWAS/PEMERIKSA a. Menentukan sampel RPH, pedagang penerima ternak/pedagang daging/feedlotters. b. Mengawasi pelaksanaan listing dan survei. c. Memeriksa kelengkapan dokumen dan kewajaran isian. d. Memberikan solusi terhadap permasalahan yang ada PETUGAS ENUMERATOR a. Melakukan pengamatan dan pencatatan dengan menggunakan Form SKK15-S. b. Bekerjasama dengan Keurmaster dalam pengisian Form SKK15-D, SKK15-DRPH, SKK15-PMGU. c. Mengedit hasil pengamatan untuk meyakinkan bahwa tidak ada pertanyaan yang terlewat atau isian yang salah. d. Memperbaiki isian hasil pengamatan yang masih salah atau kurang lengkap. e. Melaksanakan pengamatan sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan

19 f. Menyelesaikan pengamatan sesuai dengan target sampel yang telah ditetapkan. g. Menandatangani dokumen hasil pengamatan yang telah lengkap. h. Menyerahkan dokumen kepada pemeriksa/pengawas

20

21 BAB 3 METODOLOGI 3.1. KONSEP DAN DEFINISI a. Rumah Potong Hewan/RPH adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan desain dan syarat tertentu yang digunakan sebagai tempat memotong hewan bagi konsumsi masyarakat umum. b. Tempat Potong Hewan/TPH adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan yang digunakan sebagai tempat memotong hewan bagi konsumsi masyarakat umum. c. Keurmaster adalah paramedis yang ditunjuk oleh Bupati/Walikota dan dibawah pengawasan dokter hewan yang berwenang yang melakukan tugas pemeriksaan sebelum pemotongan (antemortem) dan setelah pemotongan (postmortem) di RPH. d. Feedlotters adalah orang perorangan atau koorporasi berbadan hukum yang melakukan kegiatan penggemukan sapi potong. e. Juru sembelih adalah petugas di RPH dan atau RPU yang melaksanakan kegiatan kegiatan mematikan hewan hingga tercapai kematian sempurna dengan cara menyembelih yang mengacu kepada kaidah kesejahteraan hewan dan syariah agama Islam. f. Butcher adalah tenaga ahli pemotong daging berdasarkan topografi karkas

22 g. Sapi Potong Impor yang dimaksud dalam survei ini adalah sapi yang didatangkan dari luar negeri yang dipotong di Indonesia baik yang dibesarkan dahulu oleh feedlotter maupun bakalan potong. h. Bobot potong adalah bobot ternak yang ditimbang sesaat sebelum dilakukan pemotongan (ternak dipuasakan/tidak dipuasakan). i. Umur sapi adalah umur kronologis yang ditentukan berdasarkan pergantian dari gigi susu ke gigi permanen pada gigi seri (Incisor). j. Kondisi ternak (Condition score) adalah kondisi penampilan tubuh ternak berdasarkan klasifikasi sangat kurus, kurus, sedang, agak gemuk dan gemuk. k. Karkas sapi adalah: bagian dari tubuh sapi sehat yang telah disembelih secara halal, dikuliti, dikeluarkan jeroan, dipisahkan kepala, kaki mulai dari tarsus/karpus ke bawah, organ reproduksi dan ambing, ekor serta lemak yang berlebih. l. Daging adalah bagian dari otot skeletal karkas yang terdiri atas daging potongan primer (prime cut), daging potongan sekunder (secondary cut), daging variasi (variety/fancy meat), dan daging industri (manufacturing meat). m. Jeroan (edible offal) adalah isi rongga perut dan rongga dada dari ternak ruminansia yang disembelih secara halal dan benar sehingga aman, lazim, dan layak dikonsumsi oleh manusia. n. Daging variasi (variety meats, fancy meats, co-products) adalah bagian daging selain daging potongan primer, daging potongan sekunder dan daging industri berupa potongan daging dengan tulang dan tanpa tulang dalam bentuk segar dingin dan beku yang berasal dari ternak ruminansia

23 o. Kulit adalah lapisan tubuh bagian luar yang dipisahkan dari karkas. p. Kepala diperoleh dengan cara menyembelih pada tulang leher pertama. q. Kaki bagian bawah diperoleh dengan cara memotong diantara persendian tulang kaki depan dan belakang. r. Ekor diperoleh dengan cara memotong pada bagian pangkal ekor. s. Produksi daging adalah karkas hasil pemotongan di RPH ditambah dengan bagian yang dapat dimakan (edible offal) CAKUPAN DATA Survei pemotongan ternak dilakukan di RPH yang terdapat di 3 (tiga) provinsi dan terpilih sebagai sampel. Pada prinsipnya secara statistik, semakin banyak sampel akan semakin akurat data yang diperoleh. Jumlah sampel yang cukup diharapkan akan diperoleh estimasi data persentase karkas yang lebih tepat, sehingga dapat digunakan untuk menghitung estimasi produksi daging. Teknik pengumpulan data pada survei ini adalah dengan menggunakan metode pencatatan secara langsung pada kegiatan yang terjadi di RPH. Pencatatan meliputi jenis sapi, jenis kelamin, umur ternak, bobot potong ternak, kondisi ternak, berat produk ternak pasca pemotongan yaitu berat karkas, daging murni, trim lemak, tulang serta produk ikutannya seperti jeroan, kulit, kaki bawah, kepala dan ekor. Pencatatan juga dilakukan terhadap jumlah, dan jenis ternak sapi yang dipotong selama satu minggu. Untuk mendapatkan data daging murni yang dihasilkan dari karkas, maka akan dilakukan penghitungan berat komponen karkas

24 yaitu daging, tulang dan trim lemak. Sedangkan data daging variasi dihasilkan dari kaki bawah, kepala dan ekor PERANCANGAN SURVEI Survei parameter karkas diawali dengan pemilihan RPH dengan kriteria tertentu. Setiap provinsi dipilih satu sampai dua RPH. Berdasarkan hasil listing/daftar seluruh RPH yang ada di provinsi sampel dan mengingat informasi yang akan diperoleh dalam survei ini adalah bobot potong, bobot karkas dan bobot produk ikutan maka disyaratkan adanya fasilitas timbangan di RPH. Metode penarikan sampel RPH menggunakan purposive sampling. Sedangkan untuk sampel sapi yang akan dipotong dilakukan secara random sampling KUESIONER YANG DIGUNAKAN Jenis dokumen yang digunakan dalam kegiatan ini adalah: d. Form SKK15-DRPH : adalah daftar RPH di wilayah survei (provinsi). Form ini diisi oleh petugas provinsi. b. Form SKK15-D : adalah daftar pedagang penerima/ pedagang daging yang memotongkan sapi di RPH terpilih. Form ini diisi oleh keurmaster. c. Form SKK15-PMGU : adalah daftar pertanyaan yang digunakan untuk mendapatkan data jumlah pemotongan ternak sapi per hari selama satu minggu di RPH terpilih. Form ini diisi oleh keurmaster

25 d. Form SKK15-S : adalah daftar pertanyaan yang digunakan untuk memperoleh informasi mengenai ternak sapi sebelum dan sesudah dipotong. Form ini diisi oleh enumerator terlatih PENYUSUNAN KERANGKA SAMPEL DAN ALOKASI SAMPEL Kerangka sampel yang digunakan pada survei ini meliputi: 1. Kerangka sampel untuk pemilihan RPH/TPH, merupakan daftar nama RPH/TPH yang ada di provinsi/kabupaten terpilih. 2. Kerangka sampel untuk pemilihan pedagang pemasok ternak/pedagang daging/feedlotters, merupakan daftar nama pedagang pemasok ternak/pedagang daging/feedlotters di RPH/TPH terpilih. Pada masing-masing RPH/TPH akan dipilih secara acak sejumlah sapi sebagai sampel ternak, untuk selanjutnya ditimbang bobot potong, bobot karkas, bobot jeroan, bobot kaki, kepala dan ekor. Jumlah sampel yang diambil akan mewakili setiap jenis/bangsa dan jenis kelamin sapi

26 Provinsi : Lampung, Banten, Jabar. Kabupaten/Kota RPH/TPH 1 RPH/TPH 2 Feedlotters/Pdg Daging Feedlotters/Pdg Daging Sampel ternak Sampel ternak Gambar 1. Penyusunan Kerangka Sampel 3.6. TAHAPAN PENARIKAN SAMPEL Tahapan penarikan sampel yang dilakukan adalah : 1. Tahap pertama, memilih RPH/TPH di provinsi/kabupaten terpilih secara purposive. 2. Tahap kedua, memilih pedagang pemasok ternak/pedagang daging/feedlotters yang memotongkan ternak sapi di RPH/TPH terpilih secara purposive. 3. Tahap ketiga, memilih sampel sapi potong secara acak dari pemasok/ pedagang daging/ feedlotters

27 3.7. PENGAMATAN Pengamatan dilakukan melalui penimbangan terhadap sampel sapi sebelum dan sesudah dilakukan pemotongan. Penimbangan sebelum pemotongan dimaksudkan untuk memperoleh data bobot potong ternak, sedangkan penimbangan sesudah pemotongan dilakukan untuk memperoleh data bobot produk utama ternak yaitu karkas dan bobot produk ikutannya. Pelaksanaan pengamatan dilaksanakan oleh enumerator dengan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan. Pada halaman berikut ditampilkan urutan pengkarkasan sapi potong

28 Tahap 1. Sapi Impor siap potong Tahap 2. Proses Stunning/ Proses Pemingsanan Sapi Tahap 3. Proses Penyembelihan Tahap 4. Proses Pemisahan Kulit Tahap 5. Proses Pengeluaran Jeroan Tahap 6. Proses Pemisahan Karkas Gambar 2. Tahapan Pemotongan Sapi

29 Jeroan Bersih dan Daging Variasi Pemisahan Karkas Murni Kepala Sapi Kaki Sapi Daging Murni Gambar 3. Bagian-bagian yang Dapat Dikonsumsi

30 Gambar 4. Potongan Karkas Komersial Gambar 5. Peta/Nama Daging Sapi

31 3.8. ANALISIS DAN PEMODELAN Data yang telah dikumpulkan melalui kegiatan survei ini, selanjutnya akan dianalisis dengan berbagai metode, diantaranya: 1. Membuat analisis deskriptif, bobot potong ternak, bobot karkas dan berat daging murni, serta ikutannya menurut jenis sapi. 2. Melakukan pendugaan parameter karkas, persentase daging dan daging variasi. Perhitungan parameter karkas dilakukan dengan rumus sebagai berikut: Persentase karkas (x) =, dimana = bobot karkas dalam kg = bobot potong sapi dalam kg Persentase daging (y) =, dimana = bobot daging dalam kg = bobot karkas dalam kg Persentase daging jeroan (z) =, dimana = bobot jeroan dalam kg = bobot karkas dalam kg Persentase daging variasi (v) =, dimana = bobot daging variasi dalam kg = bobot karkas dalam kg

32 3. Melakukan pendugaan produksi daging: Produksi daging (P) =, dimana = bobot karkas dalam kg = bobot jeroan dalam kg = bobot daging variasi dalam kg

33 BAB 4 TATA CARA PENGISIAN DAFTAR 4.1. DAFTAR SKK15-DRPH (Daftar Nama RPH) Daftar SKK15-DRPH adalah daftar seluruh RPH/TPH yang ada di provinsi wilayah survei. Isikan nama provinsi Kolom (1) nomor : Isikan nomor urut nama RPH/TPH Kolom (2) nama RPH : Isikan nama RPH/TPH di provinsi sampel. Kolom (3) alamat/kabupaten : Isikan alamat RPH/TPH di provinsi sampel. Kolom (4) telepon : Isikan nomor telepon RPH/TPH. Kolom (5) jumlah pemotongan/hari (ekor) : Isikan rata-rata jumlah pemotongan ternak per hari di RPH/TPH tersebut DAFTAR SKK15-D (Daftar Nama Pedagang Pemasok) Daftar SKK15-D adalah daftar pedagang pemasok di RPH/TPH terpilih. Isikan nama provinsi, kabupaten/kota, nama RPH/TPH, alamat RPH/TPH, nama petugas/keurmaster pada baris pertama, kedua, ketiga, keempat dan kelima. Kolom (1) nomor : Isikan nomor urut nama pedagang pemasok di RPH/TPH terpilih. Kolom (2) nama pedagang : Isikan nama pedagang pemasok yang memotongkan di RPH/TPH terpilih. Kolom (3) alamat usaha : Isikan alamat pedagang pemasok

34 Kolom (4) jumlah sapi yang dipotong per minggu : Isikan jumlah sapi yang dipotong per minggu (sapi impor atau lokal) untuk setiap pedagang yang memotong di RPH/TPH terpilih. Kolom (5) nomor telepon : Isikan nomor telepon/hp pedagang pemasok DAFTAR SKK15-PMGU (Daftar Pemotongan Selama Seminggu) Daftar SKK15-PMGU adalah daftar pemotongan selama seminggu pada RPH/TPH terpilih. Isikan nama RPH/TPH, nama petugas, alamat RPH/TPH, kabupaten dan provinsi pada baris pertama, kedua, ketiga, keempat, dan kelima. Kolom (1) Hari Pemotongan : Hari ke-1 sampai dengan hari ke-7 dan jumlah sapi yang dipotong selama seminggu. Kolom (2) Sapi Brahman Cross/BX : Isikan jumlah sapi Brahman Cross/BX yang dipotong dari hari ke-1 sampai hari ke-7. Kolom (3) Sapi Aberdeen Angus : Isikan jumlah sapi Aberdeen Angus yang dipotong dari hari ke-1 sampai hari ke-7. Kolom (4) Sapi Simmental : Isikan jumlah sapi Simmental yang dipotong dari hari ke-1 sampai hari ke-7. Kolom (5) Sapi Limousin : Isikan jumlah sapi Limousin yang dipotong dari hari ke-1 sampai hari ke-7. Kolom (6) Sapi Bali : Isikan jumlah sapi Bali yang dipotong dari hari ke-1 sampai hari ke

35 Kolom (7) Sapi Aceh : Isikan jumlah sapi Aceh yang dipotong dari hari ke-1 sampai hari ke-7. Kolom (8) Sapi Ongole : Isikan jumlah sapi Ongole yang dipotong dari hari ke-1 sampai hari ke-7. Kolom (9) Sapi PO : Isikan jumlah sapi PO yang dipotong dari hari ke-1 sampai hari ke-7. Kolom (10) Sapi Madura : Isikan jumlah sapi Madura yang dipotong dari hari ke-1 sampai hari ke-7. Kolom (11) Lainnya : Isikan jumlah sapi jenis lainnya yang dipotong dari hari ke-1 sampai hari ke-7. Isikan tempat/tanggal dan tanda tangan pada tempat yang telah tersedia setelah seluruh kegiatan selesai DAFTAR SKK15-S (Daftar Survei) Daftar SKK15-S adalah adalah daftar pertanyaan yang digunakan untuk memperoleh informasi mengenai ternak sebelum dan sesudah dipotong. a. BLOK I. IDENTITAS RESPONDEN Rincian 1 s.d. 4 : Isikan nama provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, dan desa dimana terdapat RPH/TPH terpilih. Rincian 5 s.d. 6 : Isikan nama RPH/TPH, dan alamat RPH/TPH. Rincian 7 : Isikan nama responden (pedagang pemasok). Rincian 8 : Isikan nama petugas RPH/TPH (keurmaster/lainnya). Rincian 9 : Isikan nomor telepon/hp petugas RPH/TPH. Rincian 10 : Fasilitas Timbangan Ternak

36 Isikan pada kotak yang tersedia: kode (1) jika ada fasilitas timbangan dan lingkari kode (2) jika tidak ada fasilitas timbangan. b. BLOK II. IDENTITAS PENCACAH Rincian 1 s.d. 2 : Isikan nama petugas pencacah dan tanggal pelaksanaan pencacahan pada tempat yang disediakan. c. BLOK III. CATATAN Isikan keterangan dan penjelasan yang berkaitan dengan kegiatan survei karkas sapi impor. Isian blok catatan ini berguna dalam pemeriksaan dan pengolahan. d. BLOK IV. KETERANGAN TERNAK YANG DIPOTONG Rincian 1 Jenis/Rumpun Sapi: Isikan jenis ternak beserta kodenya ke dalam kotak yang disediakan. Rincian 2 Umur (Bulan): Isikan umur ternak yang dipotong ke dalam kotak yang disediakan dalam satuan bulan. Rincian 3 Kondisi Ternak : Isikan kode kondisi ternak ke dalam kotak yang disediakan. Kode (a) jika sangat kurus, kode (b) jika kurus, kode (c) jika sedang, kode (d) jika agak gemuk, dan kode (e) jika gemuk. Rincian 4 Jenis Kelamin : Isikan kode jenis kelamin ternak ke dalam kotak yang disediakan. Kode (1) jika jantan dan kode (2) jika betina. Rincian 5 Jika Betina, Alasan pemotongan : Jika rincian 4 berkode (2) betina, isikan kode alasan pemotongan ternak (sesuaiketerangan (ii)) ke dalam kotak yang disediakan

37 Rincian 6 Berat Hidup (Kg) : Isikan berat hidup ternak ke dalam kotak yang disediakan dalam satuan kilogram (kg). e. BLOK V. PRODUKSI HASIL PEMOTONGAN Rincian (7a) Karkas: Isikan berat karkas ternak ke dalam kotak yang disediakan dalam satuan kilogram (kg). Rincian (7b) Daging : Isikan berat daging murni ke dalam kotak yang disediakan dalam satuan kilogram (kg). Rincian (7c) Kulit Basah : Isikan berat kulit basah ternak ke dalam kotak yang disediakan dalam satuan kilogram (kg). Rincian (7d) Jeroan Bersih : Isikan berat jeroan bersih ternak ke dalam kotak yang disediakan dalam satuan kilogram (kg). Rincian (7e) Lemak : Isikan berat lemak ternak ke dalam kotak yang disediakan dalam satuan kilogram (kg). Rincian (7f) Kaki Bawah : Isikan berat kaki bawah ternak ke dalam kotak yang disediakan dalam satuan kilogram (kg). Rincian (7g) Kepala : Isikan berat kepala dan leher ternak ke dalam kotak yang disediakan dalam satuan kilogram (kg). Rincian (7h) Ekor : Isikan berat ekor ternak ke dalam kotak yang disediakan dalam satuan kilogram (kg). Rincian (7i1) Daging Kaki Bawah : Isikan berat daging variasi kaki bawah ke dalam kotak yang disediakan dalam satuan kilogram (kg). Rincian (7i2) Daging Kepala: Isikan berat daging variasi kepala ke dalam kotak yang disediakan dalam satuan kilogram (kg). Rincian (7i3) Daging Ekor : Isikan berat daging variasi ekor ke dalam kotak yang disediakan dalam satuan kilogram (kg)

38

39 DAFTAR LAMPIRAN

40

41 Lampiran 1. Penentuan Umur Menggunakan Cara Pergantian Gigi Seri I 0 = belum terjadi perubahan pada gigi susu. Umur sapi sampai 18 bulan I 1 = satu pasang gigi susu sudah tanggal dan digantikan oleh gigi permanen. Umur sapi sekitar bulan I 2 = dua pasang gigi susu sudah tanggal dan digantikan oleh gigi permanen. Umur sapi sampai 36 bulan. I 3 = tiga pasang gigi susu sudah tanggal dan digantikan oleh gigi permanen. Umur sapi sekitar bulan I 4 = empat pasang gigi susu sudah tanggal dan digantikan oleh gigi permanen. Umur sapi diatas 48 bulan

42

43 Lampiran 2. Gambar Rumpun Sapi Gambar 6. Sapi Brahman Cross/BX Gambar 7. Sapi Aberdeen Angus

44 Gambar 8. Sapi Simmental Gambar 9. Sapi Limousin

45 Gambar 10. Sapi Bali Gambar 11. Sapi Aceh

46 Gambar 12. Sapi Ongole Gambar 13. Sapi PO

47 Gambar 14. Sapi Madura

48

49 Lampiran 3. Kuesioner Survei Karkas FORM SKK15-DRPH : Daftar Nama RPH DAFTAR NAMA RPH SKK15-DRPH Provinsi Nama Petugas :. :. No. Nama RPH Alamat / Kabupaten Telephone Jumlah Pemotongan/Hari (Ekor) Petugas,..., (...)

50 FORM SKK15-D : Daftar Nama Pemasok Ternak/Pedagang Daging Provinsi Kabupaten Nama RPH Alamat RPH Nama Petugas Kab/Keurmaster DAFTAR NAMA PEDAGANG PEMASOK TERNAK :. :. :.. :. :. No. Nama Pedagang Alamat Usaha Jumlah sapi yg dipotong per minggu No telpon Petugas,..., (...)

51 FORM SKK15-PMGU : Formulir Pemotongan Harian Selama Seminggu FORMULIR PEMOTONGAN SELAMA SEMINGGU SKK15-PMGU I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama RPH :.. 2. Nama Petugas :.. 3. Alamat RPH :.. 4. Kabupaten :.. 5. Provinsi :.. II. JUMLAH PEMOTONGAN (EKOR) Hari Sapi Brahman Sapi Aberdeen Pemotongan Cross/BX Angus Sapi Simmental Sapi Limousin Sapi Bali Sapi Aceh Sapi Ongole Sapi PO Sapi Madura Lainnya *) (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) Hari ke 1 Hari ke 2 Hari ke 3 Hari ke 4 Hari ke 5 Hari ke 6 Hari ke 7 Jumlah *) Termasuk sapi PFH/sapi perah, kerbau Petugas,..., (...)

52 FORM SKK15-S Halaman - 1 : Kuesioner Studi Konversi Karkas dan Daging Ternak Sapi Potong PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN SKK15-S KUESIONER STUDI KONVERSI KARKAS DAGING TERNAK SAPI POTONG BLOK I. IDENTITAS RESPONDEN 1 Provinsi... 2 Kabupaten/Kota... 3 Kecamatan... 4 Desa... 5 Nama RPH... 6 Alamat RPH... 7 Nama Responden... 8 Nama Petugas... 9 Telepon/HP Petugas Fasilitas Timbangan Ternak Ada -1 Tidak -2 I s BLOK II. IDENTITAS PENCACAH 1 Nama Pencacah 2 Tanggal Pengisian BLOK III. CATATAN

53 FORM SKK15-S Halaman - 2 : Kuesioner Studi Konversi Karkas dan Daging Ternak Sapi Potong BLOK IV. KETERANGAN TERNAK SAPI YANG DIPOTONG DI RPH KETERANGAN NOMOR URUT TERNAK Jenis/Rumpun Sapi (i) Umur (bulan) 3. kondisi ternak a. Sangat kurus b. Kurus c. Sedang d. Agak gemuk e. Gemuk 4. Jenis Kelamin 1. Jantan 2. Betina 5. Jika Betina, Alasan Pemotongan (ii) 6. Berat Hidup (kg),, 7. Berat (kilogram) BLOK V. PRODUKSI HASIL PEMOTONGAN a. Karkas,, b. Daging,, c. Kulit Basah,, d. Jeroan Bersih,, e. Lemak,, f. Kaki Bawah,, g. Kepala,, h. Ekor,, i. Daging Variasi,, 1. Daging Kaki Bawah,, 2. Daging Kepala,, 3. Daging Ekor,, Keterangan : (i). Jenis/Rumpun Sapi (ii). Alasan Pemotongan Ternak Betina 1. Sapi Brahman Cross/BX 1. Tidak Produktif 2. Sapi Aberdeen Angus 2. Positif Brucellosis 3. Sapi Simental 3. Cacat 4. Sapi Limousin 4. Lainnya 5. Sapi Persilangan Impor dan Lokal masuk kategori impor 6. Lainnya

54 - 46 -

IV. POTENSI PASOKAN DAGING SAPI DAN KERBAU

IV. POTENSI PASOKAN DAGING SAPI DAN KERBAU IV. POTENSI PASOKAN DAGING SAPI DAN KERBAU Ternak mempunyai arti yang cukup penting dalam aspek pangan dan ekonomi masyarakat Indonesia. Dalam aspek pangan, daging sapi dan kerbau ditujukan terutama untuk

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 65 TAHUN 2014 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN RUMINANSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PURBALINGGA, Menimbang : a. bahwa dalam

Lebih terperinci

Statistik Tanaman Holtikultura Kabupaten Pinrang 2016 i Statistik Pemotongan Ternak Kabupaten Pinrang 2016 i STATISTIK PEMOTONGAN TERNAK KABUPATEN PINRANG 2016 Nomor Publikasi : 73153.007 Katalog BPS :

Lebih terperinci

FORUM KOMUNIKASI STATISTIK DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN 2016

FORUM KOMUNIKASI STATISTIK DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN 2016 FORUM KOMUNIKASI STATISTIK DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN 2016 Percepatan Pelaporan Data Daging Di RPH Surakarta, 6-8 April 2016 OUTLINE A. DATA PETERNAKAN B. PENGUMPULAN DATA RPH/TPH C. PERCEPATAN DATA

Lebih terperinci

PEDOMAN PENGUMPULAN, PENGOLAHAN, DAN PENYAJIAN LAPORAN TRIWULANAN PEMOTONGAN TERNAK TAHUN 2016

PEDOMAN PENGUMPULAN, PENGOLAHAN, DAN PENYAJIAN LAPORAN TRIWULANAN PEMOTONGAN TERNAK TAHUN 2016 PEDOMAN PENGUMPULAN, PENGOLAHAN, DAN PENYAJIAN LAPORAN TRIWULANAN PEMOTONGAN TERNAK TAHUN 2016 BADAN PUSAT STATISTIK PEDOMAN PENGUMPULAN, PENGOLAHAN, DAN PENYAJIAN LAPORAN TRIWULANAN PEMOTONGAN TERNAK

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah

PENDAHULUAN. Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan utama dari usaha peternakan sapi potong (beef cattle) adalah menghasilkan karkas dengan bobot yang tinggi (kuantitas), kualitas karkas yang bagus dan daging yang

Lebih terperinci

Laporan Triwulanan Pemotongan Ternak (RPH dan TPH), 2014

Laporan Triwulanan Pemotongan Ternak (RPH dan TPH), 2014 BADAN PUSAT STATISTIK Laporan Triwulanan Pemotongan Ternak (RPH dan TPH), 2014 ABSTRAKSI Survei laporan triwulanan pemotongan ternak dilakukan setiap tahun. Data yang dikumpulkan pada tahun berjalan adalah

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Pedoman Pengeumpulan Data Peternakan

KATA PENGANTAR. Pedoman Pengeumpulan Data Peternakan KATA PENGANTAR Ketersediaan data yang akurat dan terkini sudah menjadi syarat mutlak bagi terlaksananya program-program pemerintah. Dukungan terbesar diharapkan dari sektor teknis terkait sebagai penyedia

Lebih terperinci

GUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

GUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF 1 GUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BENGKULU, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 35/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK RUMINANSIA BETINA PRODUKTIF

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 35/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK RUMINANSIA BETINA PRODUKTIF PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: 35/Permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK RUMINANSIA BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Menurut

PENDAHULUAN. dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Menurut I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permintaan daging sapi terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan pertumbuhan ekonomi. Menurut Direktorat Jendral Peternakan (2012)

Lebih terperinci

Laporan Triwulanan Pemotongan Ternak (RPH dan TPH), 2015

Laporan Triwulanan Pemotongan Ternak (RPH dan TPH), 2015 BADAN PUSAT STATISTIK Laporan Triwulanan Pemotongan Ternak (RPH dan TPH), 2015 ABSTRAKSI Untuk memenuhi permintaan akan kebutuhan data berupa produksi daging hasil peternakan, BPS melakukan pengumpulan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 20 TAHUN 2011 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG Menimbang

Lebih terperinci

EKTERIOR, PENENTUAN UMUR, PENANDAAN, PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN EVALUASI TERNAK POTONG. Oleh: Suhardi, S.Pt.,MP

EKTERIOR, PENENTUAN UMUR, PENANDAAN, PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN EVALUASI TERNAK POTONG. Oleh: Suhardi, S.Pt.,MP EKTERIOR, PENENTUAN UMUR, PENANDAAN, PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN EVALUASI TERNAK POTONG Oleh: Suhardi, S.Pt.,MP Silabus: Membahas tentang metode penilaian ternak potong dan evaluasinya baik secara teori

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 35/permentan/OT.140/7/2011 PENGENDALIAN TERNAK RUMINANSIA BETINA PRODUKTIF

PERATURAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 35/permentan/OT.140/7/2011 PENGENDALIAN TERNAK RUMINANSIA BETINA PRODUKTIF PERATURAN MENTERI PERTANIAN Nomor : 35/permentan/OT.140/7/2011 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK RUMINANSIA BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN. yang terletak di kota Bekasi yang berdiri sejak tahun RPH kota Bekasi

IV PEMBAHASAN. yang terletak di kota Bekasi yang berdiri sejak tahun RPH kota Bekasi 25 IV PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Rumah Potong Hewan (RPH) Kota Bekasi adalah rumah potong hewan yang terletak di kota Bekasi yang berdiri sejak tahun 2009. RPH kota Bekasi merupakan rumah potong dengan

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN IMPOR SAPI TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI DI NTB

KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN IMPOR SAPI TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI DI NTB KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN IMPOR SAPI TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI DI NTB INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA PENELITI UTAMA: I PUTU CAKRA PUTRA A. SP., MMA. BALAI PENGKAJIAN

Lebih terperinci

Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton. Abstrak

Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton. Abstrak Identifikasi Bobot Potong dan Persentase Karkas Domba Priangan Jantan Yearling dan Mutton Umaris Santoso, Siti Nurachma dan Andiana Sarwestri Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran umarissantoso@gmail.com

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan setiap pukul WIB,

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan setiap pukul WIB, 19 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan setiap pukul 01.00-06.00 WIB, mulai dari tanggal 29Juli sampai dengan 23 Agustus 2016 di rumah potong hewan (RPH) Kampung Bustaman,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Buku Petunjuk Teknis Pengumpulan Data Peternakan

KATA PENGANTAR Buku Petunjuk Teknis Pengumpulan Data Peternakan KATA PENGANTAR Ketersediaan data yang akurat dan terkini sudah menjadi syarat mutlak bagi terlaksananya program-program pemerintah. Dukungan terbesar diharapkan dari sektor teknis terkait sebagai penyedia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Sapi adalah salah satu hewan yang sejak jaman dulu produknya sudah dimanfaatkan oleh manusia seperti daging dan susu untuk dikonsumsi, dimanfaatkan untuk membajak

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT. Kariyana Gita Utama (KGU) yang berlokasi di Kecamatan Cicurug, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Pemilihan lokasi

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG

PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA

Lebih terperinci

Mutu karkas dan daging ayam

Mutu karkas dan daging ayam Standar Nasional Indonesia Mutu karkas dan daging ayam ICS 67.120.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

Petunjuk Teknis Pengumpulan dan Penyajian Data Peternakan

Petunjuk Teknis Pengumpulan dan Penyajian Data Peternakan Petunjuk Teknis Pengumpulan dan Penyajian Data Peternakan 1 KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN NOMOR 798/Kpts/OT.040/F/11/2012 T E N T A N G PETUNJUK TEKNIS PENGUMPULAN DAN PENYAJIAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MUSI BANYUASIN NOMOR 8 TAHUN 2012 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MUSI BANYUASIN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan pasal

Lebih terperinci

Press Release. 1. Terkait persiapan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan:

Press Release. 1. Terkait persiapan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan: Press Release Pelepasan Tim Pemantau Pelaksanaan Pemotongan Hewan Qurban 1435 H Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Jakarta, 1 Oktober 2014 Dalam rangka upaya penjaminan

Lebih terperinci

Survei / Laporan Triwulanan Rumah Potong Hewan dan Keurmaster (RPH 2009), 2010

Survei / Laporan Triwulanan Rumah Potong Hewan dan Keurmaster (RPH 2009), 2010 BADAN PUSAT STATISTIK Survei / Laporan Triwulanan Rumah Potong Hewan dan Keurmaster (RPH 2009), 2010 ABSTRAKSI Survei laporan triwulanan pemotongan ternak dilakukan setiap tahun. Data yang dikumpulkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN MANGGARAI BARAT NOMOR 6 TAHUN 2013 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MANGGARAI BARAT, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu komoditas ternak yang potensial dan strategis untuk dikembangkan di Indonesia. Populasi ternak sapi di suatu wilayah perlu diketahui untuk menjaga

Lebih terperinci

Seleksi dan Penyembelihan Hewan Qurban yang Halal dan Baik. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI

Seleksi dan Penyembelihan Hewan Qurban yang Halal dan Baik. Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI Seleksi dan Penyembelihan Hewan Qurban yang Halal dan Baik Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian RI Pendahuluan Dan makanlah makanan yang Halal lagi Baik dari apa yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kontribusi sektor pertanian cukup besar bagi masyarakat Indonesia, karena

I. PENDAHULUAN. Kontribusi sektor pertanian cukup besar bagi masyarakat Indonesia, karena I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kontribusi sektor pertanian cukup besar bagi masyarakat Indonesia, karena mayoritas penduduk Indonesia memperoleh pendapatan utamanya dari sektor ini. Sektor pertanian

Lebih terperinci

RILIS HASIL PSPK2011

RILIS HASIL PSPK2011 RILIS HASIL PSPK2011 Kementerian Pertanian Badan Pusat Statistik BPS PROVINSI NTT Hasil Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PSPK) 2011 yang dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia mulai 1-30

Lebih terperinci

RILIS HASIL AWAL PSPK2011

RILIS HASIL AWAL PSPK2011 RILIS HASIL AWAL PSPK2011 Kementerian Pertanian Badan Pusat Statistik Berdasarkan hasil Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau (PSPK) 2011 yang dilaksanakan serentak di seluruh Indonesia mulai 1-30

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Hewan Keadaan hewan pada awal penelitian dalam keadaan sehat. Sapi yang dimiliki oleh rumah potong hewan berasal dari feedlot milik sendiri yang sistem pemeriksaan kesehatannya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008 LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 07/Permentan/OT.140/1/2008 TANGGAL : 30 Januari 2008 I. BENIH PERSYARATAN TEKNIS MINIMAL BENIH DAN BIBIT TERNAK YANG AKAN DIKELUARKAN A. Semen Beku Sapi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Keadaan ini disebabkan oleh

I PENDAHULUAN. beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Keadaan ini disebabkan oleh I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan masyarakat Indonesia pada daging sapi segar dan berkualitas beberapa tahun terakhir ini mengalami peningkatan. Keadaan ini disebabkan oleh berbagai aspek diantaranya,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE PENELITIAN

MATERI DAN METODE PENELITIAN 1 III. MATERI DAN METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada 01 Desember 015 sampai 31 Januari 016 di Rumah Pemotongan Hewan Sapi Jagalan, Surakarta, Jawa Tengah.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2011 DIREKTUR PERBIBITAN TERNAK ABUBAKAR

KATA PENGANTAR. Jakarta, Januari 2011 DIREKTUR PERBIBITAN TERNAK ABUBAKAR 0 KATA PENGANTAR Kondisi usaha pembibitan sapi yang dilakukan oleh peternak masih berjalan lambat dan usaha pembibitan sapi belum banyak dilakukan oleh pelaku usaha, maka diperlukan peran pemerintah untuk

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. hewan bagi konsumsi masyarakat umum dan digunakan sebagai tempat

KAJIAN KEPUSTAKAAN. hewan bagi konsumsi masyarakat umum dan digunakan sebagai tempat 11 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Definisi Rumah Potong Hewan (RPH) Rumah Potong Hewan (RPH) adalah suatu bangunan atau kompleks bangunan dengan syarat tertentu yang digunakan sebagai tempat memotong hewan

Lebih terperinci

PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*)

PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*) PEMILIHAN DAN PENILAIAN TERNAK SAPI POTONG CALON BIBIT Lambe Todingan*) I. PENDAHULUAN Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni (IPTEKS) dalam bidang peternakan, maka pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi protein hewani, khususnya daging sapi meningkat juga.

BAB I PENDAHULUAN. konsumsi protein hewani, khususnya daging sapi meningkat juga. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan yang bernilai gizi tinggi sangat dibutuhkan untuk menghasilkan generasi yang cerdas dan sehat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut pangan hewani sangat memegang

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2015

LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2015 1 LEMBARAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2015 PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN PEMOTONGAN TERNAK RUMINANSIA BESAR BETINA PRODUKTIF

Lebih terperinci

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH (The Estimation of Beef Cattle Output in Sukoharjo Central Java) SUMADI, N. NGADIYONO dan E. SULASTRI Fakultas Peternakan Universitas Gadjah

Lebih terperinci

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN

FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN AgroinovasI FORMULASI RANSUM PADA USAHA TERNAK SAPI PENGGEMUKAN Usaha penggemukan sapi potong semakin menarik perhatian masyarakat karena begitu besarnya pasar tersedia untuk komoditas ini. Namun demikian,

Lebih terperinci

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

- 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF - 1 - PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENGENDALIAN SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF I. UMUM Provinsi Jawa Timur dikenal sebagai wilayah gudang ternak sapi

Lebih terperinci

Hubungan Umur, Bobot dan Karkas Sapi Bali Betina yang Dipotong Di Rumah Potong Hewan Temesi

Hubungan Umur, Bobot dan Karkas Sapi Bali Betina yang Dipotong Di Rumah Potong Hewan Temesi Hubungan Umur, Bobot dan Karkas Sapi Bali Betina yang Dipotong Di Rumah Potong Hewan Temesi Wisnu Pradana, Mas Djoko Rudyanto, I Ketut Suada Laboratorium Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Hewan,

Lebih terperinci

Pemotongan Sapi Betina Produktif di Rumah Potong Hewan di Daerah Istimewa Yogyakarta

Pemotongan Sapi Betina Produktif di Rumah Potong Hewan di Daerah Istimewa Yogyakarta Sains Peternakan Vol. 7 (1), Maret 2009: 20-24 ISSN 1693-8828 Pemotongan Sapi Betina Produktif di Rumah Potong Hewan di Daerah Istimewa Yogyakarta N. Rasminati, S. Utomo dan D.A. Riyadi Jurusan Peternakan,

Lebih terperinci

Tugas Mata Kuliah Agribisnis Ternak Potong (Peralatan Untuk Perawatan Ternak Potong, Pemotongan Kuku, Memilih Sapi Bibit Peranakan Ongole) Oleh

Tugas Mata Kuliah Agribisnis Ternak Potong (Peralatan Untuk Perawatan Ternak Potong, Pemotongan Kuku, Memilih Sapi Bibit Peranakan Ongole) Oleh Kuku, Memilih Sapi Bibit Peranakan Ongole) Oleh Junaidi Pangeran Saputra. 0 I. PERALATAN UNTUK PERAWATAN TERNAK POTONG (SAPI, KAMBING DAN DOMBA) 1. Timbangan - Elektrik, Kubus ternak. A. Macam-Macam Peralatan

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Bali Sapi Bali (Bos sondaicus) merupakan salah satu bangsa sapi lokal asli yang dikembangkan di Indonesia. Ternak ini berasal dari keturunan asli banteng liar yang telah

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH PROVINSI RIAU NOMOR 1 TAHUN 2017 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR RIAU, Menimbang: a. bahwa ternak sapi dan kerbau

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin. meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan

PENDAHULUAN. Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin. meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini kebutuhan manusia pada protein hewani semakin meningkat, yang dapat dilihat dari semakin banyaknya permintaan akan komoditas ternak, khususnya daging. Fenomena

Lebih terperinci

REGULASI PEMERINTAH TERHADAP RANTAI PASOK DAGING SAPI BEKU

REGULASI PEMERINTAH TERHADAP RANTAI PASOK DAGING SAPI BEKU REGULASI PEMERINTAH TERHADAP RANTAI PASOK DAGING SAPI BEKU Disampaikan Oleh : Ir. Fini Murfiani,MSi Direktorat Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan

Lebih terperinci

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF

PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF PEMERINTAH PROVINSI JAMBI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAMBI NOMOR 5 TAHUN 2015 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI DAN KERBAU BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAMBI Menimbang : a.

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan Secara umum kinerja produksi ternak sapi dan kerbau di berbagai daerah relatif masih rendah. Potensi ternak sapi dan kerbau lokal masih dapat ditingkatkan

Lebih terperinci

Identifikasi Fenotipik Sapi Hitam- Peranakan Angus di Kabupaten Sragen

Identifikasi Fenotipik Sapi Hitam- Peranakan Angus di Kabupaten Sragen Identifikasi Fenotipik Sapi Hitam- Peranakan Angus di Kabupaten Sragen PENDAHULUAN Indonesia sudah mengenal teknologi Inseminasi Buatan (IB) sejak tahun 1952, aplikasi di peternak rakyat dimulai tahun

Lebih terperinci

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH Pita Sudrajad*, Muryanto, Mastur dan Subiharta Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : Peraturan Menteri Keuangan Nomor 267/PMK.010/2015 tentang Kriteria dan/atau Rincian Ternak, Bahan Pakan untuk Pembuatan Pa

2016, No Mengingat : Peraturan Menteri Keuangan Nomor 267/PMK.010/2015 tentang Kriteria dan/atau Rincian Ternak, Bahan Pakan untuk Pembuatan Pa BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.118, 2016 KEMENKEU. Pajak Pertambahan Nilai. Pengenaan. Ternak dan Bahan Pakan. Perubahan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5/PMK.010/2016 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS TERNAK DAN ATAU BAHAN ASAL TERNAK BUPATI SUMBAWA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS TERNAK DAN ATAU BAHAN ASAL TERNAK BUPATI SUMBAWA, Menimbang : PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA NOMOR 16 TAHUN 2005 TENTANG PENGATURAN LALU LINTAS TERNAK DAN ATAU BAHAN ASAL TERNAK BUPATI SUMBAWA, a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 32 Tahun

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung 33 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Tanjung Bintang Kabupaten Lampung Selatan. Kegiatan penelitian berlangsung pada Februari -- April 2015.

Lebih terperinci

Klik Dibatalkan dan Ditindaklanjuti dgn Instruksi Bupati No 8 Tahun 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG

Klik Dibatalkan dan Ditindaklanjuti dgn Instruksi Bupati No 8 Tahun 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG Klik Dibatalkan dan Ditindaklanjuti dgn Instruksi Bupati No 8 Tahun 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN JEMBRANA NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG RETRIBUSI IJIN PEMOTONGAN TERNAK DAN PENANGANAN DAGING SERTA HASIL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam Bangkok merupakan jenis ayam lokal yang berasal dari Thailand dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada daya adaptasi tinggi karena

Lebih terperinci

EVALUASI KEGIATAN DIREKTORAT KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER TAHUN 2017 & RENCANA KEGIATAN TAHUN 2018 RAKONTEKNAS II SURABAYA, 12 NOVEMBER 2017

EVALUASI KEGIATAN DIREKTORAT KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER TAHUN 2017 & RENCANA KEGIATAN TAHUN 2018 RAKONTEKNAS II SURABAYA, 12 NOVEMBER 2017 EVALUASI KEGIATAN DIREKTORAT KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER TAHUN 2017 & RENCANA KEGIATAN TAHUN 2018 RAKONTEKNAS II SURABAYA, 12 NOVEMBER 2017 Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Sapi Potong di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Sapi Potong di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis Sapi Potong di Indonesia Jenis sapi potong yang terdapat di Indonesia terdiri dari sapi lokal dan sapi impor yang telah mengalami domestikasi dan sapi yang mampu beradaptasi

Lebih terperinci

Edisi Agustus 2013 No.3520 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian

Edisi Agustus 2013 No.3520 Tahun XLIII. Badan Litbang Pertanian Menuju Bibit Ternak Berstandar SNI Jalan pintas program swasembada daging sapi dan kerbau (PSDSK) pada tahun 2014 dapat dicapai dengan melakukan pembatasan impor daging sapi dan sapi bakalan yang setara

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010.

PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun diperlihatkan dengan data Badan Pusat Statistik. menjadi ekor domba pada tahun 2010. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Domba merupakan ternak yang keberadaannya cukup penting dalam dunia peternakan, karena kemampuannya untuk menghasilkan daging sebagai protein hewani bagi masyarakat. Populasi

Lebih terperinci

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah :

1. Jenis-jenis Sapi Potong. Beberapa jenis sapi yang digunakan untuk bakalan dalam usaha penggemukan sapi potong di Indonesia adalah : BUDIDAYA SAPI POTONG I. Pendahuluan. Usaha peternakan sapi potong mayoritas masih dengan pola tradisional dan skala usaha sambilan. Hal ini disebabkan oleh besarnya investasi jika dilakukan secara besar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus. Sapi potong adalah sapi yang dibudidayakan untuk diambil dagingnya atau dikonsumsi. Sapi

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN UJI PERFORMAN SAPI POTONG TAHUN 2012

PEDOMAN PELAKSANAAN UJI PERFORMAN SAPI POTONG TAHUN 2012 PEDOMAN PELAKSANAAN UJI PERFORMAN SAPI POTONG TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Peningkatan produksi ternak

Lebih terperinci

WALIKOTA SINGKAWANG. PROVINSI KALIMANTAN BARAT.

WALIKOTA SINGKAWANG. PROVINSI KALIMANTAN BARAT. WALIKOTA SINGKAWANG. PROVINSI KALIMANTAN BARAT. PERATURAN WALIKOTA SINGKAWANG NOMOR 13 TAHUN 2014 TENTANG PENGENDALIAN TERNAK SAPI BETINA PRODUKTIF DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SINGKAWANG,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/Permentan/PK.440/5/2016 TENTANG PEMASUKAN TERNAK RUMINANSIA BESAR KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban TINJAUAN PUSTAKA Kurban Menurut istilah, kurban adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah baik berupa hewan sembelihan maupun yang lainnya (Anis, 1972). Kurban hukumnya sunnah,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2841/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN SAPI PERANAKAN ONGOLE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2841/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN SAPI PERANAKAN ONGOLE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 2841/Kpts/LB.430/8/2012 TENTANG PENETAPAN RUMPUN SAPI PERANAKAN ONGOLE DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa sapi peranakan ongole

Lebih terperinci

PEDOMAN IDENTIFIKASI DAN PENGAWASAN TERNAK RUMINANSIA BESAR BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN IDENTIFIKASI DAN PENGAWASAN TERNAK RUMINANSIA BESAR BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 16/Permentan/OT.140/1/2010 TANGGAL : 29 Januari 2010 PEDOMAN IDENTIFIKASI DAN PENGAWASAN TERNAK RUMINANSIA BESAR A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Ternak

Lebih terperinci

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 141 TAHUN 2009 TENTANG

WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 141 TAHUN 2009 TENTANG WALIKOTA YOGYAKARTA PERATURAN WALIKOTA YOGYAKARTA NOMOR 141 TAHUN 2009 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG PEMOTONGAN HEWAN DAN PENANGANAN DAGING WALIKOTA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49/Permentan/PK.440/10/2016 TENTANG PEMASUKAN TERNAK RUMINANSIA BESAR KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TERNAK DAN KARKAS SAP1 UNTUK KEBUTUHAN PASAR TRADISIONAL DAN PASAR KHUSUS

KARAKTERISTIK TERNAK DAN KARKAS SAP1 UNTUK KEBUTUHAN PASAR TRADISIONAL DAN PASAR KHUSUS KARAKTERISTIK TERNAK DAN KARKAS SAP1 UNTUK KEBUTUHAN PASAR TRADISIONAL DAN PASAR KHUSUS Halomoan, F., R. Priyanto & H. Nuaeni Jurusan Ilmu Produksi Temak, Fakultas Petemakan IPB ABSTRAK Di samping untuk

Lebih terperinci

Tabel. 2.1 Pencapaian Kinerja Pelayanan Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh Provinsi Aceh

Tabel. 2.1 Pencapaian Kinerja Pelayanan Dinas Kesehatan Hewan dan Peternakan Aceh Provinsi Aceh No. Indikator Kinerja sesuai Tugas dan Fungsi Tabel. 2.1 Pencapaian Kinerja Pelayanan Dinas Kesehatan Hewan dan Aceh Target Indikator Lainnya Target Renstra ke- Realisasi Capaian Tahun ke- Rasio Capaian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Barat cendrung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat

I. PENDAHULUAN. Barat cendrung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permintaan terhadap daging khususnya daging sapi di Propinsi Sumatera Barat cendrung meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Sumatera Barat

Lebih terperinci

PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC)

PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC) BAB VI PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC) Agung Hendriadi, Prabowo A, Nuraini, April H W, Wisri P dan Prima Luna ABSTRAK Ketersediaan daging

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49/Permentan/PK.440/10/2016 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49/Permentan/PK.440/10/2016 TENTANG - 697 - PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49/Permentan/PK.440/10/2016 TENTANG PEMASUKAN TERNAK RUMINANSIA BESAR KE DALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB III PENDEKATAN LAPANG

BAB III PENDEKATAN LAPANG 21 BAB III PENDEKATAN LAPANG 3.1 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan data kualititatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk menggambarkan atau

Lebih terperinci

Kondisi Tempat Pemotongan Hewan Bandar Buat Sebagai Penyangga Rumah Pemotongan Hewan (Rph) Kota Padang

Kondisi Tempat Pemotongan Hewan Bandar Buat Sebagai Penyangga Rumah Pemotongan Hewan (Rph) Kota Padang Jurnal Peternakan Indonesia, Juni 2012 Vol. 14 (2) ISSN 1907-1760 Kondisi Tempat Pemotongan Hewan Bandar Buat Sebagai Penyangga Rumah Pemotongan Hewan (Rph) Kota Padang The Bandar Buat Slaughter House

Lebih terperinci

Laporan Triwulanan Pemotongan Ternak (RPH dan TPH), 1997

Laporan Triwulanan Pemotongan Ternak (RPH dan TPH), 1997 BADAN PUSAT STATISTIK Laporan Triwulanan Pemotongan Ternak (RPH dan TPH), 1997 ABSTRAKSI Pengumpulan data pemotongan ternak dilakukan utk melihat jumlah dan jenis ternak yg dipotong secara legal di Rumah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA

PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 6 TAHUN : 2003 SERI : B NOMOR : 1 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH

Lebih terperinci

Laporan Triwulanan Pemotongan Ternak (RPH dan TPH), 2000

Laporan Triwulanan Pemotongan Ternak (RPH dan TPH), 2000 BADAN PUSAT STATISTIK Laporan Triwulanan Pemotongan Ternak (RPH dan TPH), 2000 ABSTRAKSI Pengumpulan data pemotongan tercatat dilakukan secara lengkap diseluruh Indonesia dng metode kanvasing.; Pengumpulan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA MAGELANG

PEMERINTAH KOTA MAGELANG PEMERINTAH KOTA MAGELANG PERATURAN DAERAH KOTA MAGELANG NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II MAGELANG NOMOR 2 TAHUN 1998 TENTANG RETRIBUSI RUMAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA KEDIRI

PEMERINTAH KOTA KEDIRI PEMERINTAH KOTA KEDIRI SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 16 TAHUN 2009 TENTANG RETRIBUSI RUMAH POTONG HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia karena rasanya disukai dan harganya jauh lebih murah di banding harga daging lainnya. Daging

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 95 TAHUN 2012012 TENTANG KESEHATAN MASYARAKAT VETERINER DAN KESEJAHTERAAN HEWAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PEMOTONGAN HEWAN TERNAK

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PEMOTONGAN HEWAN TERNAK Ketentuan Retribusi dicabut dengan Perda Nomor 2Tahun 2012 PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PEMERIKSAAN KESEHATAN DAN PEMOTONGAN HEWAN TERNAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih maju, kesadaran kebutuhan nutrisi asal ternak semakin meningkat,

BAB I PENDAHULUAN. yang lebih maju, kesadaran kebutuhan nutrisi asal ternak semakin meningkat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan permintaan daging secara nasional semakin meningkat seiring dangan laju pertumbuhan ekonomi yang semakin baik, pembangunan pendidikan yang lebih maju, kesadaran

Lebih terperinci

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat 2012

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat 2012 X.274 KAJIAN PENGARUH KEBIJAKAN IMPOR SAPI TERHADAP PERKEMBANGAN USAHA TERNAK SAPI DI NTB I.Putu Cakra Putra Adnyana, SP. MMA. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Nusa Tenggara Barat 2012 LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795. Walaupun demikian semuanya termasuk dalam genus Bos dari famili Bovidae (Murwanto, 2008).

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 6 TAHUN : 2003 SERI : B NOMOR : 1 NOMOR 3 TAHUN 2003 PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH

LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 6 TAHUN : 2003 SERI : B NOMOR : 1 NOMOR 3 TAHUN 2003 PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH LEMBARAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR : 6 TAHUN : 2003 SERI : B NOMOR : 1 PEMERINTAH KOTA SURAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA SURAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KOTAMADYA DAERAH

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia, ayam kampung sudah bukan hal asing. Istilah "Ayam kampung" semula

PENDAHULUAN. Indonesia, ayam kampung sudah bukan hal asing. Istilah Ayam kampung semula I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam kampung merupakan salah satu jenis ternak unggas yang telah memasyarakat dan tersebar di seluruh pelosok nusantara. Bagi masyarakat Indonesia, ayam kampung sudah bukan

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Potong Sapi potong adalah jenis sapi yang khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi

Lebih terperinci