IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tinjauan Umum Kabupaten Nunukan Administrasi dan Geografi Wilayah Kabupaten Nunukan terletak di daerah khatulistiwa sehingga dipengaruhi iklim tropis basah dengan karakteristik yang khas, yakni curah hujan cukup tinggi dengan penyebaran merata sepanjang tahun. Di Wilayah Kabupaten Nunukan tidak terdapat pergantian musim yang jelas antara musim kemarau dan musim hujan. Berdasarkan RTRW Kabupaten Nunukan, Wilayah Kabupaten Nunukan termasuk dalam 2 (dua) wilayah utama, yaitu: Wilayah hujan bagian barat dengan curah hujan maksimum yang umumnya terjadi pada Januari atau Mei. Curah hujan rata-rata lebih dari 266,5 mm. Hujan maksimum sekunder terjadi pada April-Juni, sedangkan hujan minimum terjadi pada Februari. Kecamatan yang termasuk dalam wilayah ini yaitu Kecamatan Krayan, Krayan Selatan, dan sebagian wilayah Kecamatan Lumbis, Sebuku, dan Sembakung. Wilayah hujan bagian timur dengan curah hujan maksimum terjadi pada bulan April atau Mei. Hujan minimum umumnya terjadi pada bulan Juli-Agustus dengan curah hujan rata-rata 188,95 mm, tetapi curah hujan rata-rata tahunan lebih kecil dibandingkan curah hujan pada bagian kawasan pesisir, yaitu sebesar 199,5 mm. Kecamatan yang termasuk dalam wilayah ini adalah Kecamatan Nunukan, Sebatik, sebagian Kecamatan Sebuku, Lumbis, serta Sembakung. Secara administratif wilayah Kabupaten Nunukan dibagi sembilan wilayah kecamatan, yaitu Kecamatan Nunukan, Kecamatan Nunukan Selatan, Kecamatan Sebatik, Kecamatan Sebatik Barat, Kecamatan Sebuku, Kecamatan Sembakung, Kecamatan Lumbis, Kecamatan Krayan, dan Kecamatan Krayan Selatan. Berdasarkan hasil penataan wilayah desa/kelurahan di Kabupaten Nunukan, telah terjadi pemekaran kecamatan. Sebelum pemekaran, Sebuku masuk ke dalam Kecamatan Nunukan dan saat ini sudah menjadi kecamatan sendiri. Selain itu, Kecamatan Krayan mengalami pemekaran menjadi Kecamatan Krayan dan Kecamatan Krayan Selatan.

2 49 Kabupaten Nunukan memiliki luas ,68 km 2. Pada tahun 2007 (Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008) Kabupaten Nunukan dihuni oleh jiwa dengan kepadatan penduduk 8 jiwa per kilometer persegi. Kabupaten Nunukan sendiri terletak pada posisi Bujur Timur serta Lintang Utara. Persentase luas wilayah per kecamatan dapat dilihat pada Gambar 6. Sebatik 0,73% Krayan 12,88% Krayan Selatan 12,31% Sebatik Barat 1,00% Lumbis 25,56% Sebuku 21,91% Nunukan 11,19% Sembakung 14,41% Sumber: Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008 Gambar 6. Persentase luas wilayah per kecamatan Kabupaten Nunukan merupakan wilayah paling utara dari Provinsi Kalimantan Timur. Posisinya yang berada di daerah perbatasan Indonesia-Malaysia menjadikan Kabupaten Nunukan sebagai daerah yang strategis dalam peta lalu lintas antarnegara. Peta administrasi dapat dilihat pada Gambar 7. Wilayah Kabupaten Nunukan terdiri dari dataran tinggi dan pegunungan. Sebagian besar didominasi oleh satuan fisiografi dataran tinggi dan pegunungan dengan luas ha atau 47,63% dari luas wilayah. Dataran tinggi dengan kelerengan yang bervariasi merupakan wilayah paling luas yaitu mencapai ha atau 34,28% dari luas wilayah. Peta fisiografis Kabupaten Nunukan dapat dilihat pada Gambar 8.

3 50 Sumber: Bappeda Kabupaten Nunukan, 2008 Gambar 7. Administrasi Kabupaten Nunukan Sumber: Bappeda Kabupaten Nunukan, 2008 Gambar 8. Peta fisiografis Kabupaten Nunukan

4 Ketinggian dan Kemiringan Wilayah daratan Kabupaten Nunukan terletak pada ketinggian antara 0 hingga mdpl (meter di atas permukaan laut) ketinggian 0 sampai 100 mdpl meliputi areal seluas ha atau 50.25% dari luas Wilayah Kabupaten Nunukan. Wilayah yang terletak pada ketinggian lebih dari mdpl hanya seluas 246 ha atau sebesar 0.02%. Persentase penyebaran dan luas ketinggian daerah di Kabupaten Nunukan dapat dilihat pada Gambar m 18,87% m 0,02% m 19,98% m 50,25% m 10,87% Sumber: Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008 Gambar 9. Persentase penyebaran dan luas ketinggian daerah Kabupaten Nunukan Kelerengan wilayah daratan Kabupaten Nunukan bervariasi. Kawasan di bagian utara dan selatan Kabupaten Nunukan lebih didominasi oleh kawasan dengan kelerengan rendah yaitu di bawah 15%, sedangkan kawasan yang memiliki tingkat kelerengan di atas 15% banyak terdapat di kawasan barat dan tengah Kabupaten Nunukan Jenis Tanah Jenis tanah yang terdapat di Wilayah Kabupaten Nunukan hanya delapan jenis tanah dan yang paling luas adalah podsolik/regosol sebesar atau 28,79%. Jenis tanah ini umumnya terdapat di Kecamatan Krayan, Krayan Selatan, dan Lumbis. Jenis tanah yang luasnya paling kecil yaitu alluvial/gambut sebesar ha atau sebesar 3,7% dari luas wilayah. Jenis tanah Kabupaten Nunukan yaitu tanah alluvial yang hampir seluruhnya terdapat di Kecamatan Nunukan, Sebatik, Sebuku, dan Sembakung. Tanah alluvial/gambut hanya terdapat di Kecamatan Lumbis dengan luasan 837 ha, sedangkan di Kecamatan Krayan dan Krayan Selatan tidak terdapat sama sekali.

5 52 Kabupaten Nunukan memiliki kedalaman efektif tanah yang bervariasi antara kurang dari 30 cm sampai lebih dari 90 cm. Kedalaman efektif tanah merupakan kedalaman tanah yang menyebabkan akar tanaman masih bisa tumbuh dengan baik. Sebagian besar wilayah Kabupaten Nunukan memiliki kedalaman tanah cm dan >90 cm. Wilayah Kabupaten Nunukan dengan kedalaman tanah antara cm seluas ha atau 37,25% dari total luas wilayah Kabupaten Nunukan. Wilayah Kabupaten Nunukan yang memiliki kedalaman tanah >90 cm seluas 711,545 ha atau 12,24% dari total luas wilayah Kabupaten Nunukan. Ditinjau dari tekstur tanah, wilayah Kabupaten Nunukan mempunyai tekstur tanah halus, sedang, dan kasar. Tekstur tanah adalah perbandingan partikel liat, debu, dan pasir yang terdapat pada suatu gumpalan tanah. Tekstur tanah di Kabupaten Nunukan sebagian besar mempunyai tekstur tanah sedang, dengan luas ha atau 67,52% dari luas wilayah Kabupaten Nunukan. Penyebaran dan luas masing-masing kelas tekstur tanah wilayah daratan di Kabupaten Nunukan untuk Kecamatan Sebatik dengan luas wilayah ha dengan kelas tekstur tanah halus seluas ha atau 26,66% dari luas wilayah kecamatan, tekstur sedang dengan luas ha atau 63,67% dan gambut ha atau 9,68% dari total luas kecamatan. Peta jenis tanah Kabupaten Nunukan dapat dilihat di Gambar 10. Sumber: Bappeda Kabupaten Nunukan, 2008 Gambar 10. Peta jenis tanah Kabupaten Nunukan

6 Pola Penggunaan Lahan Persebaran penduduk di Kabupaten Nunukan tidak merata, sebagian besar penduduk mendiami wilayah pesisir. Jumlah penduduk yang relatif besar cenderung mengelompok di daerah perkotaan, terutama daerah yang mempunyai aktivitas ekonomi yang cukup tinggi yang ditandai dengan adanya sarana transportasi dan keadaan ekonomi masyarakatnya yang memadai. Sebagian besar pemukiman penduduk di Kabupaten Nunukan yang berada di kawasan pesisir menempati daerah dataran rendah, di tepi pantai, muara-muara sungai kecil, dan bantaran sungai. Jenis-jenis penggunaan lahan terdiri atas pemukiman, pertanian (meliputi penggunaan lahan untuk perkebunan dan persawahan), kehutanan, perikanan, lahan konsesi untuk kegiatan pertambangan minyak dan gas bumi, serta lahan untuk fasilitas umum. Jenis mata pencaharian penduduk di kawasan pesisir Kabupaten Nunukan bervariasi dengan kecenderungan pada aktivitas kehutanan, pertanian, perikanan, perdagangan, dan pelayanan jasa. Mata pencaharian di sektor perdagangan, pelayanan jasa, dan perikanan terkonsentrasi pada pada Kecamatan Nunukan dan Sebatik. Di sektor pertanian dan perkebunan hampir merata di semua kecamatan. Hasil pengamatan terhadap pola pemanfaatan lahan di Kecamatan Nunukan menunjukkan bahwa sebagian besar lahan dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian. Kegiatan pertanian yang berkembang dapat dilihat dari peningkatan lonjakan kenaikan produksi padi dan palawija dari ton pada tahun 1997 menjadi ton pada tahun 2007 (BPS Kabupaten Nunukan 2008). Kecenderungan lonjakan produksi pertanian ini besar kemungkinannya diperoleh melalui perluasan lahan pertanian dalam jumlah yang besar. Hal ini menunjukkan bahwa dalam periode hampir sepuluh tahun, telah terjadi perubahan fungsi lahan, dari hutan nonproduksi (hutan alam) menjadi lahan pertanian. Perkembangan penggunaan tanah di wilayah Kabupaten Nunukan dari waktu ke waktu mengalami perubahan. Hal ini disebabkan oleh adanya aktivitas manusia. Peta pola penggunaan lahan berdasarkan RTRW disajikan pada Gambar 11.

7 54 POLA PENGGUNAAN LAHAN Sumber: Bappeda Kabupaten Nunukan, 2008 Gambar 11. Peta pola penggunaan lahan Kehutanan Hutan yang terdapat di Kabupaten Nunukan seluas ha yang terdiri dari hutan taman nasional, hutan lindung, dan hutan produksi (kawasan hutan dan kawasan budi daya nonkehutanan). Sebagian besar wilayah hutan merupakan kawasan budi daya nonkehutanan seluas ha atau 33,01% dari kawasan hutan seluruhnya. Hutan lindung jaraknya relatif jauh dari permukiman yang ada. Hutan produksi pada umumnya telah diusahakan/ditebang oleh pemegang HPH maupun bekas ladang penduduk yang telah ditinggalkan, sedangkan hutan sejenis berupa hutan reboisasi tanaman industri dari pemegang HPH. Kabupaten Nunukan memiliki kawasan hutan lindung seluas ha atau 11,7% dari luas wilayahnya. Peta kesesuaian lahan untuk hutan lindung di Kabupaten Nunukan dapat dilihat pada Gambar 12.

8 55 Sumber: Bappeda Kabupaten Nunukan, 2008 Gambar 12. Peta kesesuaian lahan untuk hutan lindung Pertanian Kelompok pertanian lahan kering meliputi kebun campuran, tegalan, dan ladang. Kebun campuran adalah penggunaan lahan kering yang sifatnya menetap atau kombinasi tanaman semusim dan tanaman keras. Penggunaan lahan pertanian lainnya pada umumnya merupakan campuran tanaman kopi, durian, nangka, rambutan, dan lain-lain. Tegalan adalah pertanian lahan kering dengan jenis tanaman semusim seperti tanaman ketela pohon, pisang, dan padi gunung. Ladang seperti halnya tegalan, ditanami dengan jenis tanaman semusim, tetapi sifatnya hanya sementara antara satu hingga tiga kali musim panen. Luas penggunaan untuk pertanian lahan kering ha atau 0,58% dari luas wilayah Kabupaten Nunukan. Peta kesesuaian lahan pertanian di Kabupaten Nunukan dapat dilihat pada Gambar 13.

9 56 Sumber: Bappeda Kabupaten Nunukan, 2008 Gambar 13. Peta kesesuaian lahan untuk pertanian Perkebunan Perkebunan yang dimaksud yaitu perkebunan dengan jenis tanaman keras monokultur, baik perkebunan rakyat, perkebunan besar, maupun perkebunan swasta. Dalam rangka pengembangan sektor perkebunan di Kabupaten Nunukan, diterapkan pembinaan dengan menggunakan pola partial/swadaya, PIR/NES, dan perkebunan besar baik oleh negara maupun swasta, sedangkan akhir-akhir ini berkembang pola kemitraan dengan komoditas unggulan yaitu sawit. Budi daya tanaman perkebunan utama yang mendapat pembinaan secara khusus antara lain budi daya tanaman karet, kelapa, kopi, lada, kakao, kelapa sawit, dan cengkeh. Di samping itu, budi daya lainnya bersifat introduksi dan dikembangkan secara diversifikasi seperti vanili, aren, pala, dan jambu mete. Luas penggunaan lahan perkebunan yaitu ha atau 1,24% dari luas wilayah Kabupaten Nunukan Perikanan Kabupaten Nunukan selain mempunyai potensi perikanan tangkap, juga perikanan budi daya seperti tambak/kolam berupa areal dengan penggenangan permanen yang telah mendapat campur tangan manusia baik itu berupa kolam air tawar maupun air laut atau yang telah dikenal dengan tambak. Rawa-rawa yang merupakan areal penggenangan permanen dan dasarnya yang dangkal ditumbuhi

10 57 tumbuh-tumbuhan besar yang umumnya berupa rerumputan rawa dan semak belukar. Luas penggunaan lahan kolam/tambak/rawa seluas ha atau 1,14% dari luas wilayah Kabupaten Nunukan Pertambangan Pengembangan pertambangan di Kabupaten Nunukan hingga saat ini belum termanfaatkan secara optimal, padahal Kabupaten Nunukan memiliki beberapa potensi pertambangan yang dapat diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yaitu: 1. Bahan galian golongan strategis (golongan A), yaitu minyak bumi dan batu bara. Minyak bumi terdapat di Kecamatan Krayan, Krayan Selatan, Muara Bukat (Kecamatan Nunukan), dan Muara Sungai Sembakung (Kecamatan Sembakung). Selain di Simenggaris, batu bara juga terdapat di Kecamatan Krayan, Krayan Selatan, Sembakung, dan Sebatik. Minyak bumi yang terdapat di Muara Bukat dan Muara Sungai Sembakung telah dieksploitasi oleh Pertamina. Kandungan batu bara yang terdapat di Simenggaris sedang diuji kandungannya oleh perusahaan swasta P.T. Anugerah Jati Mulya. 2. Bahan Galian golongan vital (golongan B), terdiri dari: - Emas, terdapat di Hulu Sungai Sebuku (Kecamatan Nunukan), Hulu Sungai Sembakung (Kecamatan Lumbis), dan Sungai Krayan. - Gips, terdapat di sekitar Sungai Sedadap, Pulau Nunukan, dan Sembakung. Walaupun demikian, belum terdapat studi terperinci tentang jumlah kandungan cadangan mineral yang ada. 3. Bahan Galian Golongan C, terdiri dari: - Pasir kuarsa, terdapat di Kecamatahn Krayan. - Andesit, terdapat di Sungai Nyamuk, Pulau Sebatik, dan Kecamatan Sembakung. - Batu gunung, terdapat di Kecamatan Nunukan - Gamping, dengan kandungan CaO kandungan CaO 55,2% dan MgO 0,05%, tetapi jumlah cadangan yang ada diperkirakan tidak banyak, terdapat di Pasir Putih, Pulau Nunukan. Selain itu, terdapat juga di Kecamatan Krayan. - Bahan galian setengah permata (half precious probing material) di Sungai Bilal, Pulau Nunukan.

11 Permukiman Penggunaan lahan permukiman meliputi perumahan, perkantoran, tempat olahraga, taman, kuburan baik yang di perkotaan maupun pedesaan, demikian juga permukiman transmigrasi. Luas penggunaan untuk permukiman ini adalah ha atau sekitar 0,05% dari luas wilayah Kabupaten. Selain dikembangkan di Pulau Nunukan sebagai kawasan perkotaan dengan pusat pemerintahan, pengembangan kawasan permukiman juga akan dikembangkan di Pulau Sebatik (dua kecamatan). Kecamatan Lumbis, Sembakung, Krayan Induk, dan Krayan Selatan merupakan bagian dari wilayah perbatasan negara di Kabupaten Nunukan. Pengembangan kawasan permukiman tersebut mendorong terbentuknya pusat-pusat pertumbuhan baru di wilayah perbatasan negara yang berbasis potensi SDA wilayah. Kesesuaian lahan untuk permukiman dapat dilihat pada Gambar 14. Sumber: Bappeda Kabupaten Nunukan, 2008 Gambar 14. Peta kesesuaian lahan untuk permukiman a. Perumahan Perkotaan Berdasarkan RTRW Kabupaten Nunukan, deliniasi kawasan permukiman perkotaan di Kabupaten Nunukan menggunakan kriteria-kriteria sebagai berikut: Kemiringan lereng relatif landai (0-15%) Tidak berada pada daerah banjir

12 59 Tidak berada pada daerah resapan air Tersedia air baku yang cukup Bebas dari bahaya gangguan geologi lingkungan Mempunyai tingkat aksesibilitas dan dapat dijangkau Tidak berada pada daerah rawan gempa Berada dekat pusat kota Tidak berada dalam kawasan lindung Berdasarkan kriteria tersebut, areal potensial dikembangkan untuk kegiatan permukiman perkotaan terletak di Pulau Nunukan atau Kota Nunukan, di bagian Pulau Sebatik, serta kota-kota kecamatan lainnya. Sehubungan dengan potensi pengembangan permukiman perkotaan di Kabupaten Nunukan, diperlukan pengaturan ruang sebagai berikut: 1. Dapat dibangun akomodasi perkotaan serta sarana sosial-ekonomi yang dapat memfungsikan kota tersebut sebagai pendorong pengembangan kawasan sekitarnya atau daerah hinterland-nya. Pengembangan sarana dan prasarana ekonomi yang ada disesuaikan dengan potensi daerah belakangnya. 2. Pemanfaatan air tanah sebagai sumber air bersih untuk kebutuhan penduduk perkotaan dan sistem aktivitas. Selain itu, air sungai juga dimanfaatkan sebagai bahan baku air bersih harus melalui pengelolaan sehingga memenuhi kelayakan sebagai air bersih yang siap untuk dikonsumsi masyarakat. 3. Pembangunan unit-unit permukiman diwajibkan untuk menyediakan lahan kuburan, minimum 5% dari luas areal pengembangan perkotaan. 4. Pengembangan permukiman perkotaan harus didasarkan pada sistem prasarana dasar yang artinya pengembangan permukiman perkotaan harus didasarkan pada penataan bangunan dan lingkungan yang serasi dan seimbang, meliputi sistem drainase, air bersih, air kotor, persampahan, jalan lingkungan, tata ruang, dan perumahan. 5. Pengembangan permukiman minimal harus menghindari lahan-lahan pertanian yang produktif. 6. Sistem prasarana drainase: - Harus mempertimbangkan badan sungai yang ada sebagai saluran penerima

13 60 - Koefisien aliran permukaan (run off) tidak lebih dari 25%. Pada lereng atau tanah yang peka terhadap erosi harus ada rekayasa teknis sehingga kekeruhan drainase tidak semakin pekat - Perhitungan drainase berdasarkan banjir 10 sampai 25 tahun. 7. Sistem air bersih: - Pengambilan air baku diutamakan dari air permukaan (sungai) dengan melakukan pengelolaan sehingga layak untuk dijadikan air minum dan kebutuhan air bersih lainnya. - Untuk meningkatkan recharge air tanah, dianjurkan untuk membuat sumur resapan terutama pada tanah yang stabil dan mempunyai daya serap tinggi. - Kapasitas kemampuan pelayanan didasarkan pada perhitungan kebutuhan air bersih rata-rata 100 liter/orang/hari, sesuai dengan standar hidup perkotaan. b. Perumahan Pedesaan Berdasarkan RTRW Kabupaten Nunukan, delineasi pengembangan kawasan permukiman pedesaan di Kabupaten Nunukan menggunakan kriteria-kriteria sebagai berikut: 1. Ketinggian <1.000 mdpl, kecuali desa-desa yang sudah ada di atas ketinggian mdpl. 2. Mempunyai sistem dan atau potensi pengembangan pengairan dan drainase. 3. Kemiringan tanah <30%, kecuali jenis tanah regosol, litosol, rezina, dan organosol dengan kemiringan <15%. 4. Kedalaman efektif tanah > 30 cm. 5. Bukan daerah kritis/bahaya lingkungan beraspek geologi, seperti daerah patahan aktif, erosi, dan longsoran. 6. Tidak berada dalam kawasan berfungsi lindung. 7. Kemiringan lereng relatif landai 0-15%. Permukiman desa yang tidak sesuai dengan kriteria di atas tetap dipertahankan terutama di desa yang terdapat pada kawasan Taman Nasional Krayan Mentarang yang terletak di ketinggian di atas mdpl. Adapun permukiman desa yang terletak di daerah bahaya geologi lingkungan, seperti patahan aktif, erosi, dan longsoran tidak terdapat di Kabupaten Nunukan.

14 61 Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada desa-desa di daerah kritis, tetapi desa-desa berada dalam kawasan lindung. Berdasarkan potensi pengembangan permukiman perdesaan di Kabupaten Nunukan, perlu dilakukan pengaturan ruang sebagai berikut: 1. Permukiman penduduk lokal/desa-desa yang berada pada kawasan lindung tetap dipertahankan. Namun, diusahakan untuk dimukimkan kembali ke dalam kawasan yang sesuai untuk permukiman, melalui pengembangan kawasan budi daya, baik budi daya pertanian maupun budi daya kehutanan. 2. Dapat dibangun sarana sosial-ekonomi berdasarkan kebutuhan sesuai dengan karakteristik tiap desa. Pada desa-desa yang berada di daerah aliran sungai perlu dikembangkan pelabuhan sungai yang berskala lingkungan, selain sarana prasarana sosial lainnya, seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, peribadatan, dan sarana budaya. 3. Diperkenankan bangunan yang menunjang fungsi kawasan/kegiatan utama untuk kepentingan umum. 4. Pengembangan jalan sesuai dengan kebutuhan dan juga disesuaikan dengan karakteristik masing-masing desa. Bagi desa-desa yang terletak di daerah aliran sungai, digunakan akses sungai sebagai pintu keluar masuk desa. Pengembangan jalan lainnya dapat diintegrasikan dengan pengembangan lahan usaha masyarakat. 5. Permukiman pedesaan memiliki kepadatan maksimum lima rumah/hektar dan KDB maksimum 5%, dan tipe bangunan disesuaikan dengan penghuni kawasan (budaya setempat) atau usaha tani. 6. Perlu disesuaikan secara dini agar permukiman perdesaan yang berbasis sentra pertanian tidak berubah menjadi permukiman perkotaan agar pertanian produktif tetap dapat dipertahankan serta konservasi tanah dan air tanah dapat dilakukan dengan baik Kondisi Penduduk di Kabupaten Nunukan Keadaan penduduk di Kabupaten Nunukan berdasarkan distribusi menurut kecamatan, jumlah terbesar di Kecamatan Nunukan sebesar 42,96% dan Kecamatan Sebatik sebesar 16,15% (Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008). Secara keseluruhan distribusi berdasarkan kecamatan terlihat pada Gambar 15.

15 62 Sebatik 16,15% Sebatik Barat 8,78% Krayan 6,72% Krayan Selatan 1,81% Lumbis 7,47% Sembakung 6,77% Sebuku 9,34% Nunukan 42,96% Sumber : Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008 Gambar 15. Distribusi penduduk Kabupaten Nunukan menurut kecamatan 2007 Berdasarkan kepadatan penduduk dari delapan kecamatan yang ada terlihat bahwa Kecamatan Sebatik memiliki kepadatan penduduk tertinggi, yaitu 194,2 jiwa/km 2 dengan jumlah penduduk sebanyak jiwa dan luas wilayah 104,42 km 2. Kepadatan Kecamatan Sebatik Barat yaitu 77,6 jiwa/km 2. Di kecamatan lainnya, kepadatan penduduk yang ada hanya berkisar antara 1,29-33,79 jiwa/km 2. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Luas wilayah, jumlah penduduk dan kepadatan penduduk tahun 2007 Kecamatan Luas Wilayah Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk (km²) (Jiwa) (Jiwa/Km²) Krayan 1.837, ,59 Krayan Selatan 1.756, ,29 Lumbis 3.645, ,57 Sembakung 2.055, ,14 Nunukan 1.596, ,79 Sebuku 3.124, ,75 Sebatik 104, ,24 Sebatik Barat 142, ,56 Jumlah , ,80 Sumber: Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008 Rata-rata jiwa per rumah tangga terbanyak terjadi di Kecamatan Sebuku dengan jumlah rata-rata sebanyak 4,52 jiwa/keluarga dengan jumlah rumah tangga sebanyak KK dan jumlah penduduk sebanyak jiwa.

16 63 Tabel 6. Jumlah penduduk, rumah tangga dan rata-rata jiwa per rumah tangga tahun 2007 Kecamatan Penduduk Rumah Tangga Rata-Rata Jiwa/ (jiwa) (kk) Keluarga Krayan ,40 Krayan Selatan ,17 Lumbis ,96 Sembakung ,81 Nunukan ,68 Sebuku ,52 Sebatik ,93 Sebatik Barat ,41 Jumlah , , , , , ,16 Sumber: Kabupaten Nunukan dalam Angka, Kondisi Prasarana dan Sarana Jalan dan Angkutan Sungai Prasarana dan sarana perhubungan mempunyai peranan yang sangat penting dalam menunjang kegiatan pembangunan. Kelancaran perhubungan antarkecamatan, kabupaten, kota kecamatan, dan pedalaman/kawasan pedesaan akan mempercepat jalanya roda pembangunan, baik dalam bidang ekonomi, sosial, dan keamanan. Prasarana perhubungan meliputi subsektor perhubungan darat, subsektor perhubungan laut, subsektor perhubungan air, dan subsektor perhubungan udara. Peranan perhubungan sangat vital dalam menunjang kegiatan pembangunan terutama darat. Prasarana jalan menjadi faktor utama dalam mendukung lancarnya mobilisasi kegiatan pembangunan di daerah. Program pembangunan jalan Kabupaten Nunukan untuk pertumbuhan ekonomi yaitu: - Pembangunan Jalan Lingkar Pulau Nunukan antara lain sebagai berikut: Binusan Sungai, Fatimah Sungai, Bilal - alun-alun Sedadap Sungai, Jepun Tanjung, Harapan Sungai, Lancang Mamolo - Binusan, dengan jarak ± 51,60 km. - Pembangunan Jalan Lingkar Pulau Sebatik antara lain sebagai berikut Bambangan Setabu Sungai, Taiwan Tanjung, Aru Sungai, Pancang - Sungai Nyamuk - Aji Kuning - Bambangan, dengan jarak ± 58,50 km.

17 64 - Pembangunan Jalan Lingkar Kecamatan Krayan dan Krayan Selatan melalui Long Bawan Kuala, Belawit Lembudud Long, Layu - Tang Laan Tanjung, Pasir - Long Padi Binuang - Ba Liku Bungayan - Wa Yagung - Long Bawan, dengan jarak ± 125 km. - Pembangunan jalan lintas kecamatan, yang menghubungkan kecamatankecamatan di Kabupaten Nunukan melalui: - Kecamatan Sebuku (Pembeliangan) - Kecamatan Sembakung (Atap), dengan jarak ± 22,79 km. - Kecamatan Sebuku (Pembeliangan) - Kecamatan Lumbis (Mansalong), dengan jarak ± 65,60 km. - Kecamatan Lumbis (Mansalong) - Kecamatan Krayan (Long Bawan), dengan jarak ± 235 km. - Pembangunan jalan lintas kabupaten yang menghubungkan Kabupaten Nunukan dan Malinau yaitu Kecamatan Sebuku (Pembeliangan) - Kecamatan Lumbis (Mansalong) - Kabupaten Malinau - Kecamatan Malinau Utara (Salap), dengan jarak ± 87,63 km. - Pembangunan jalan lintas negara yang menghubungkan Kabupaten Malinau dan Nunukan ke batas negara sejauh ± 180,43 km. Jaringan jalan yang ada di Kabupaten Nunukan terbagi atas jalan negara, jalan provinsi, dan jalan kabupaten. Berdasarkan jenis permukaannya, jaringan jalan darat dibagi menjadi jalan aspal, jalan berbatu/diperkeras, dan jalan tanah. Pada jalan negara dan jalan provinsi, masih diusulkan penetapannya ke tingkat provinsi/pusat. Hubungan antaribukota kecamatan di dalam kabupaten sebagian besar masih menggunakan jalur angkutan laut dan sungai. Jaringan jalan kabupaten relatif masih terbatas dibandingkan dengan luas wilayah administrasi Kabupaten Nunukan. Meskipun demikian, semua ibukota kecamatan maupun desa-desa yang ada dapat dijangkau dengan jalan darat, sehingga memudahkan penduduk untuk berinteraksi dan beraktivitas walaupun sebagian besar jalan tersebut belum beraspal. Jaringan jalan ke lokasi rencana PPN untuk daerah Sungai Mensapa dapat langsung dijangkau oleh kendaraan roda empat dengan baik karena keberadaan

18 65 lokasi yang berdekatan dengan jalan lingkar Pulau Nunukan. Jaringan jalan menuju Sungai Jepun, Sedadap, dan Kampung Buton sudah tersedia jalan agregat yang dapat dilalui oleh mobil sampai ke rencana lokasi. Pemerintah Kabupaten Nunukan merencanakan pengembangan prasarana jalan yang meliputi: 1. Pemeliharaan secara periodik dan rutin serta peningkatan jalan menuju ibukota kecamatan dengan konstruksi hotmix. 2. Membuka isolasi daerah melalui pembangunan dan peningkatan jalan desa. 3. Melanjutkan pembangunan ruas jalan baru dengan melengkapi kebutuhan rambu-rambu lalu lintas untuk keamanan dan ketertiban pemakai jalan. 4. Meningkatkan kelas jalan. Kondisi jaringan jalan di Nunukan dapat dilihat berdasarkan jenis permukaan jalan maupun kelas jalan. Sebagian besar (53,5%) jaringan jalan yang ada masih merupakan jalan berpermukaan campuran (agregat antara jalan aspal, batu, dan tanah). Persentase panjang jalan disajikan pada Gambar 16. Aspal 16% Tanah 49% Kerikil 35% Sumber: Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008 Gambar 16. Persentase panjang jalan menurut jenis permukaan 2007 (km) Jumlah panjang jalan di wilayah Kabupaten Nunukan, termasuk wilayah perkotaannya, mencapai 816,90 km. Peta kesesuaian lahan untuk keterlintasan jalan dapat dilihat pada Gambar 17.

19 66 Sumber: Bappeda Kabupaten Nunukan, 2008 Gambar 17. Peta kesesuaian lahan untuk keterlintasan jalan Pelayanan mobilisasi penduduk dan barang antarpulau, alat angkutan utama yang digunakan adalah kapal laut dan udara. Selain itu, untuk keperluan lokal (dalam kota) digunakan angkutan darat. Berdasarkan data Kantor Badan Statistik Kabupaten Nunukan tahun 2002, tercatat satu pelabuhan laut, dua bandar udara perintis, dan enam bandar udara air strip. Tersedia jadwal rute angkutan sungai, laut, dan udara yang melintasi Kabupaten Nunukan, yakni sebagai berikut : 1. Angkutan Sungai Tarakan - Nunukan Terjadwal (setiap hari) 2. Angkutan Sungai Antarnegara Nunukan - Tawau (setiap hari) 3. Angkutan udara Tarakan - Nunukan 4. Angkutan Kapal Laut Nunukan Toli Makassar Balikpapan - Surabaya PP Angkutan sungai di Kabupaten Nunukan memegang peranan penting, tidak hanya sebatas pada daerah pedalaman, tetapi juga sangat berperan pada daerah yang sudah berkembang di sekitar pantai. Sistem angkutan sungai ini berkembang di sepanjang Sungai Sebuku (Sungai Tulid dan Sungai Tikung), sepanjang Sungai Sembakung yang menghubungkan daerah yang tersebar di sepanjang sungai mulai dari hulu ke hilir dan sepanjang sungai di Lumbis serta Krayan Selatan yang ada di wilayah pedalaman Kabupaten Nunukan.

20 67 Sesuai dengan sifat-sifat sungai, peranan angkutan sungai demikian pentingnya untuk kelancaran arus barang, maupun penumpang ke dan dari pedalaman. Hal ini disebabkan masih terbatasnya prasarana dermaga perairan darat. Namun, di lain pihak adanya kegiatan angkutan sungai yang dilengkapi dengan prasarana dermaga dapat mempengaruhi ekosistem yang ada di dalamnya. Dalam hal ini, ekosistem perairan dapat tercemar oleh bahan organik yang berasal dari pengguna angkutan dan bahan organik seperti bahan bakar, dan oli. Bahan-bahan ini dapat menambah ambang total petroleum hidrokarbon di dalam air Angkutan Udara Bandar udara Kabupaten Nunukan merupakan bandar perintis yang melayani daerah di Kabupaten Nunukan, bahkan antarkota yang ada di Provinsi Kalimantan Timur dengan jenis pesawat baling-baling kecil dan sedang. Kondisi yang sama juga terlihat pada perpaduan dengan angkutan lainnya untuk dapat menjangkau wilayah pedalaman dan perbatasan dengan penerbangan perintis Air Bersih a. Ketersediaan Prasarana dan Sarana Air Bersih Sumber air baku bagi kebutuhan air bersih diambil dari Sungai Bolong dan Sungai Bilal. Jumlah sambungan aktif mencapai unit, terdiri unit sambungan rumah (SR), 14 unit hidran, dan 289 unit sambungan nonrumah tangga. Perkembangan penduduk menyebabkan peningkatan kebutuhan air bersih. Permasalahan yang ada dalam penyediaan air bersih di Kabupaten Nunukan ini yaitu sebagian besar daerah belum memilik sambungan air PDAM sebagai badan yang dapat mengolah dan menyediakan air bersih. Kecamatan Nunukan telah memiliki PDAM, sedangkan kecamatan lain masih memanfaatkan sumber air lainnya, seperti mata air dan air permukaan sebagai sumber air bersih. Selain itu, kapasitas yang tersedia belum dapat dimanfaatkan secara maksimal, adanya jaringan distribusi yang belum menjangkau ke seluruh wilayah, dan masih tingginya tingkat kebocoran air. Sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan di Kabupaten Nunukan ini sebelumnya sangat potensial. Sumber daya air tersebut terdiri dari air permukaan dan air tanah dalam. Kapasitas air bersih yang ada belum dapat dimanfaatkan secara optimal karena permasalahan distribusi dan kualitas air yang belum sesuai dengan kebutuhan.

21 68 Pembangunan dan pemanfaatan embung-embung yang berasal dari sungai-sungai dapat sangat bermanfaat dalam mengatasi keterbatasan air baku untuk air minum pada musim kering. b. Tingkat Pelayanan Air Bersih Perkotaan Berdasarkan sistem sambungan perpipaan, tingkat pelayanan air bersih penduduk Kabupaten Nunukan sebesar 18%. Sisanya, sebanyak 82% penduduk di wilayah Kota Nunukan masih menggunakan sumber air baku yang berasal dari tanah, air permukaan, maupun air hujan. Penyediaan air yang bersih dan layak digunakan untuk keperluan sehari-hari dapat dipenuhi dengan tersedianya Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM). PDAM yang beroperasi di Kabupaten Nunukan berada di Kecamatan Nunukan dan Sebatik. Jumlah pelanggan PDAM Nunukan pada tahun 2007 (Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008) mencapai pelanggan atau dengan kata lain mengalami peningkatan masing sebesar 9,63% dibanding tahun sebelumnya. Selengkapnya data perkembangan pelanggan dari tahun ke tahun dapat dilihat pada Gambar Sumber : Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008 Gambar 18. Banyaknya pelanggan pada PDAM Nunukan

22 69 Berdasarkan data tahun 2007, terdapat orang dengan jumlah pelanggan terbanyak dari rumah tangga (tempat tinggal), instansi/kantor pemerintah. Di Kecamatan Nunukan, terdapat pelanggan. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Banyaknya pelanggan air minum menurut jenis pelanggan 2007 Jenis Pelanggan Nunukan Sebatik Lumbis Rumah Tangga (Tempat Tinggal), Instansi/Kantor Pemerintah Household, Government Hotel/Objek Wisata, Toko, Industri, Perusahaan Hotel, Market, Industry, Factory Badan Sosial, Rumah Sakit, Rumah Ibadah dsb Social, Hospital Sarana (Fasilitas) Umum Public Facilities Hydran Pelabuhan Hydran Port Lainnya/Industri Others Jumlah Sumber : Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008 Seiring dengan peningkatan jumlah pelanggan, banyaknya air minum yang disalurkan oleh PDAM Nunukan juga mengalami peningkatan sebesar 17,41%. Data selengkapnya mengenai perkembangan banyaknya air minum yang disalurkan terlihat pada Gambar Sumber: Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008 Gambar 19. Banyaknya air minum yang disalurkan (m 3 )

23 Listrik dan Telekomunikasi Prasarana listrik dan telekomunikasi merupakan fasilitas dasar yang sangat dibutuhkan untuk mendorong perkembangan kabupaten. Pelayanan listrik di Kabupaten Nunukan menggunakan pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD) yang dikelola oleh PLN wilayah VI. Produksi tenaga listrik Kabupaten Nunukan mengalami peningkatan sebesar 28,29% pada tahun Peningkatan ini diiringi dengan meningkatnya tenaga listrik yang terpasang sebesar 16 MWH atau terjadi peningkatan sebesar 33,33% dari tahun sebelumnya. Otomatis tenaga listrik yang terjual juga mengalami peningkatan sebesar 26,80%. Tenaga listrik yang terjual sebesar MWH, di mana sebagian besar digunakan oleh rumah tangga sebesar MWH, kemudian kegiatan usaha sebesar MWH. Adapun untuk kepentingan publik, industri, dan sosial masing-masing sebesar 4.921, 1.672, dan 870 MWH. Data perkembangan banyaknya tenaga listrik yang diproduksi dapat dilihat pada Gambar Diproduksi Terjual Sumber: Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008 Gambar 20. Banyaknya tenaga listrik yang diproduksi Tahun (MWH) Kondisi Ekonomi Daerah Secara umum, wilayah Kabupaten Nunukan memiliki sektor ekonomi andalan berupa pertambangan. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Nunukan pada tahun 2007 sebesar 1,38% dengan migas dan 17,37% tanpa migas. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tambah dari sektor pertambangan dan penggalian yang memberikan bagian terbesar terhadap nilai PDRB.

24 71 Perkembangan ekonomi di Kabupaten Nunukan banyak dipengaruhi oleh sektor perdagangan, baik regional (dalam wilayah kabupaten), maupun perdagangan lintas batas dengan wilayah Negara Bagian Sabah di Malaysia Timur. Selain itu, terdapat pula perdagangan barang-barang yang berasal dari wilayah Sabah, Malaysia. Perlu dicermati bahwa ada usaha-usaha perdagangan ilegal yang berlangsung secara lintas batas antara negara Malaysia dan Indonesia di sekitar wilayah perkotaan Kecamatan Nunukan. Struktur perekonomian Kabupaten Nunukan pada tahun 2007 terlihat masih bertumpu pada eksploitasi sumber daya alam, baik yang dapat diperbaharui maupun tidak dapat diperbaharui. Hal ini tercermin pada tabel 8, nilai distribusi PDRB atas dasar harga berlaku yang masih didominasi oleh sektor pertambangan penggalian dan pertanian masing-masing sebesar 51,44% dan 24,84%. Hal ini menunjukkan perlu adanya dorongan dalam proses transformasi ekonomi Kabupaten Nunukan dari sektor primer ke sektor sekunder dan tersier. Tabel 8. Struktur perekonomian menurut lapangan usaha tahun (%) Sektor/Sub Sektor *) Pertanian 37,08 33,27 21,03 21,01 24,84 Pertambangan dan Penggalian 38,85 43,01 62,40 57,78 51,44 Industri Pengolahan 0,04 0,04 0,03 0,03 0,24 Listrik, Gas dan Air Minum 0,60 0,65 0,46 0,49 0,49 Bangunan 6,77 6,28 3,95 4,19 4,33 Perdagangan, Hotel dan Restoran 9,37 9,84 7,27 10,08 11,28 Angkutan dan Komunikasi 2,30 2,34 1,68 2,03 2,06 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 0,17 0,16 0,11 0,13 0,14 Jasa-jasa 4,82 4,41 3,06 4,26 5,18 PDRB Sumber: Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008

25 Kebijakan Pembangunan Kabupaten Nunukan Kebijakan struktur tata ruang dalam RTRW Kabupaten Nunukan adalah sebagai berikut: 1. Mengembangkan sistem kota atau sistem pusat-pusat permukiman yang sesuai dengan daya dukung dan daya tampung serta fungsi kegiatan dominan. 2. Mengembangkan prasarana wilayah yang mampu mendukung terwujudnya sistem kota-kota (sistem pusat-pusat permukiman) di Kabupaten Nunukan. 3. Mengembangkan kawasan-kawasan potensial di Kabupaten Nunukan dan mendukung terwujudnya struktur tata ruang yang diinginkan. Kebijakan pemanfaatan ruang Kabupaten Nunukan yang bertujuan mewujudkan kelestarian fungsi lingkungan hidup, meningkatkan daya dukung lingkungan, menjaga keseimbangan ekosistem, dan meningkatkan daya dukung lingkungan buatan guna mendukung proses pembangunan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. 1. Pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan. 2. Meningkatkan keseimbangan dan keserasian perkembangan ruang secara serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan. 3. Meningkatkan kualitas lingkungan hidup serta mencegah timbulnya kerusakan fungsi dan tatanan lingkungan hidup. Pengembangan prasarana wilayah diarahkan untuk mendukung terwujudnya prasarana wilayah yang diarahkan untuk mendukung terwujudnya struktur tata ruang dan pemanfaatan ruang yang sesuai dengan yang telah direncanakan. Oleh karena itu, peningkatan dan pembangunan prasarana wilayah didasarkan pada rencana struktur tata ruang serta rencana pemanfaatan ruang wilayah. Secara lebih rinci kebijakaan pengembangan prasarana yaitu sebagai berikut: 1. Pengembangan prasarana transportasi diarahkan untuk menghubungkan antara sentra produksi, pusat pengumpul, dan distribusi serta pasar. 2. Pengembangan prasarana pengairan diarahkan untuk mendukung pengembangan pertanian lahan basah (sawah) dan tambak. 3. Pengembangan pasokan energi listrik diarahkan untuk memenuhi kebutuhan di sentra produksi dan permukiman.

26 73 4. Pengembangan prasarana penyediaan air bersih diarahkan pada pusat permukiman dan daerah yang rawan air bersih. 5. Pengembangan prasarana industri perkebunan dan perikanan skala besar. Kecamatan Nunukan dan Sebatik merupakan pusat pertumbuhan hierarki I di Kabupaten Nunukan. Hal ini berdasarkan kegiatan sosial-ekonomi yang berada dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sabah, Malaysia sehingga sangat strategis untuk pengembangan perdagangan antarnegara. Ciri-ciri pusat pertumbuhan ini ditandai oleh antara lain sebagai berikut: Pola penggunaan lahan yang didominasi oleh kegiatan nonpertanian, antara lain adanya kegiatan campuran (permukiman dan kegiatan lainnya). Adanya pemusatan lokasi kegiatan sosial ekonomi yang mencirikan kegiatan perkotaan. Ketersediaan fasilitas sosial dan sarana ekonomi yang lengkap. Mudah diakses dari segala penjuru wilayah di Kabupaten Nunukan. Sesuai dengan fungsi pertumbuhan, Kecamatan Nunukan sebagai Ibukota Kabupaten merupakan pusat kegiatan ekonomi skala regional dan skala internasional, lokasi pangkalan niaga, pergudangan, terminal agribisnis, industri, pemukiman, dan faslitas sosial-ekonomi yang berorientasi pelayanan antarpulau dan antarnegara. Selanjutnya, dalam RTRW, disebutkan rencana pengembangan permukiman perkotaan di Kabupaten Nunukan. Pengembangan permukiman perkotaan dilakukan melalui peningkatan fungsi pusat-pusat ekonomi perkotaan dan pusat-pusat permukiman desa yaitu di Kecamatan Nunukan, Mansalong, Long Bawan, Pembeliangan, Tau Lumbis, Tanjung Karang, dan Atap. Rencana pengembangan permukiman perkotaan di Kabupaten Nunukan diarahkan pada pengembangan permukiman perkotaan yang dapat memenuhi kebutuhan lingkungan hunian yang serasi dan selaras. Rencana pengembangan permukiman perkotaan di Kabupaten Nunukan akan diarahkan pada permukiman perkotaan Nunukan, Tanjung Karang, Atap, Long Bawan, Mansalong, Pembeliangan, dan Tau Lumbis.

27 Potensi Sumber Daya Alam dan Wilayah Kehutanan Pembangunan kehutanan mencakup semua upaya untuk memanfaatkan dan memantapkan fungsi sumber daya alam hutan dan sumber daya hayati. Selain itu, dapat pula memantapkan fungsi ekosistem sebagai pelindung sistem penyangga kehidupan dan pelestari keanekaragaman hayati maupun sebagai sumber daya pembangunan. Pembangunan kehutanan mencakup aspek pelestarian fungsi lingkungan hidup, pembangunan ekonomi, dan kesejahteraan sosial, baik dalam kawasan hutan maupun masyarakat di sekitar hutan. Pengelolaan hutan sebagai sumber daya alam perlu ditingkatkan dan disempurnakan agar memberikan manfaat besar bagi kesejahteraan rakyat. Selain itu, kegiatan kehutanan perlu memperhatikan tata guna hutan, usaha perlindungan dan pengamanan flora dan fauna, areal tanah kritis, hutan tanam industri, serta penyerapan tenaga kerja bagi masyarakat. Luas kawasan hutan di Kabupaten Nunukan seluas ha yang terdiri dari taman nasional, hutan lindung, kawasan hutan, dan kawasan budi daya nonkehutanan. Sebagian besar wilayah hutan adalah kawasan budi daya nonkehutanan, yakni seluas ha atau 33,01% dari kawasan hutan seluruhnya. Produksi kayu bulat tahun 2007 mengalami penurunan sebesar 71,73% dibanding tahun sebelumnya yaitu dari ,37 m 3 menjadi ,58 m 3. Luas kawasan hutan disajikan pada Gambar 21. Taman Nasional 25.02% Kaw asan Budidaya Non Kehutanan 33.01% Hutan Lindung 11.74% Kawasan Hutan 30.23% Sumber : Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008 Gambar 21. Luas kawasan hutan menurut tata hutan kesepakatan 2007 (Ha)

28 Pertanian Pertanian merupakan sektor primer yang mendominasi aktivitas perekonomian di Kabupaten Nunukan. Pengembangan di bidang pertanian perlu ditingkatkan agar memberikan hasil yang lebih baik dari segi kuantitas dan kualitas. Pertanian yang meliputi pertanian tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, perikanan dan peternakan terus diupayakan untuk menunjang pertumbuhan dan stabilitas ekonomi. Pada tahun 2007 luas panen padi (sawah dan ladang) di Kabupaten Nunukan mengalami peningkatan, yakni sebesar 4,28%. Produksi tanaman padi juga mengalami kenaikan, yaitu menjadi ton atau dengan kata lain terjadi peningkatan produktivitas padi sebesar 9,65%. Kecamatan Krayan adalah daerah yang mempunyai luas panen dan jumlah produksi padi ladang yang lebih besar dibandingkan kecamatan yang lain, yaitu 38,11% dari total luas panen serta 40,83% dari total produksi. Peningkatan luas tanam yang pesat dibandingkan tahun sebelumnya dan diiringi dengan peningkatan hasil produksi dari masing-masing tanaman. Tanaman bawang daun merupakan komoditas tanaman sayur-sayuran yang mengalami penurunan hasil produksi. Persentase produksi padi disajikan pada Gambar 22.. Sebuku 4% Sebatik 21% Krayan 41% Nunukan 11% Sembakung 3% Lumbis 6% Krayan Selatan 14% Sumber: Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008 Gambar 22. Persentase produksi padi menurut kecamatan 2007

29 Perkebunan Luas areal komoditas kelapa sawit pada tahun 2007 mengalami peningkatan sebesar 25,4% dibandingkan dengan tahun Sebagian besar luas areal kelapa sawit terdapat di Kecamatan Sebatik, Sebatik Barat, Sebuku, Lumbis, Sembakung dan Nunukan. Dilihat dari rata-rata produksi yang dihasilkan oleh setiap komoditas perkebunan, produksi terbesar dihasilkan oleh tanaman kakao sebesar ,10 ton atau meningkat 6,8% dibandingkan tahun Persentase produksi komoditas kakao dan kelapa disajikan pada Gambar Hasil (Ton) kakao kelapa 0 Sumber : Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008 Gambar 23. Produksi komoditas kakao dan kelapa (ton) Perikanan Tahun Produksi perikanan pada tahun 2007 tercatat 4.947,57 ton, yang terdiri atas 4.585,36 ton produksi perikanan penangkapan dan 362,21 ton perikanan budi daya. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, produksi perikanan tahun 2006 naik 9,31%. Pada tahun 2007, jumlah rumah tangga perikanan penangkapan tercatat rumah tangga atau naik sebesar 30,26 persen dibandingkan tahun 2006 (Gambar 25). Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa meningkatnya produksi ikan di lokasi penelitian bukan disebabkan oleh peningkatan produktivitas perairan, tetapi disebabkan peningkatan jumlah penangkap ikan sebesar 30,26%. Persentase produksi perikanan disajikan pada Gambar 24.

30 77 Krayan 1.03% Sembakung 19.09% Lumbis 0.37% Sebatik Barat 15.94% Nunukan 25.87% Krayan Selatan 0.17% Sebatik 37.37% Sebuku 0.16% Sumber: Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008 Gambar 24. Persentase produksi perikanan menurut kecamatan Pertambangan Hasil tambang batu bara mengalami peningkatan yang sangat pesat, yakni pada tahun 2006 jumlah produksi sebanyak ton. Kemudian pada tahun 2007 menjadi ton. Produksi minyak bumi di Kabupaten Nunukan selama tahun terakhir ini mengalami penurunan jumlah produksi. Dinas pertambangan mencatat produksi minyak bumi dari P.T. Perkasa Equatorial Sembakung Ltd. pada tahun 2007 sebesar BBL atau menurun sebesar 22,59% dibandingkan tahun sebelumnya. Produksi pertambangan batu bara dan minyak bumi dapat dilihat pada Gambar 25. Ton/BBL Batubara Minyak bumi Tahun Sumber : Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008 Gambar 25. Produksi pertambangan batubara dan minyak bumi

31 78 Sumber : Survei Lapangan, 2008 Gambar 26. Kawasan tambang batubara dan minyak bumi Permukiman A. Potensi Pengembangan Lahan Permukiman Potensi pengembangan kawasan permukiman meliputi perumahan, perkotaan, dan perdesaan. Demikian juga permukiman lain, seperti permukiman transmigrasi baik lokal maupun antarwilayah di Indonesia cukup luas. Berdasarkan arahan RTRW kabupaten, lahan untuk permukiman adalah ha atau sekitar 0,05% dari luas wilayah kabupaten. Pengembangan kawasan permukiman selain dikembangkan di Pulau Nunukan sebagai kawasan perkotaan dengan pusat pemerintahan juga akan dikembangkan di Pulau Sebatik (dua kecamatan). Selain itu, dikembangkan juga di Kecamatan Lumbis, Sembukung, dan Krayan yang merupakan bagian wilayah perbatasan negara di Kabupaten Nunukan. Rencana andalan pengembangan tersebut dimaksudkan untuk mendorong tumbuhnya pusat-pusat pertumbuhan baru di perbatasan negara yang berbasis potensi SDA wilayah yang prospektif dan potensial mendukung keberlanjutan kawasan permukiman. Permukiman desa yang tidak sesuai dengan kriteria di atas tetap dipertahankan terutama di desa-desa yang terdapat pada kawasan Taman Nasional Krayan Mentarang yang terletak di ketinggian diatas mdpl. Adapun permukiman desa yang terletak pada daerah bahaya geologi lingkungan, seperti patahan aktif, erosi, dan longsoran tidak terdapat di Kabupaten Nunukan. Hasil analisis menunjukkan tidak ada desa yang berada di daerah kritis, tetapi ada desa yang berada dalam kawasan lindung.

32 79 Berdasarkan potensi pengembangan permukiman perdesaan di Kabupaten Nunukan, perlu adanya pengaturan ruang seperti permukiman penduduk lokal/desa-desa yang berada pada kawasan lindung. Akan tetapi, perlu diusahakan pemukiman kembali kawasan yang sesuai untuk permukiman. Fasilitas sosial dan ekonomi dapat dibangun sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik msing-masing desa. Pada desa-desa yang berada di daerah aliran sungai perlu dikembangkan pelabuhan sungai yang berskala lingkungan, penyediaan prasarana dan sarana, serta fasilitas sosial dan ekonomi. Bangunan yang menunjang fungsi kawasan/kegiatan utama diperkenankan dibangun untuk kepentingan umum. Bagi desa-desa yang terletak pada daerah aliran sungai dan menggunakan akses sungai sebagai pintu keluar masuk desa dapat dibangun jalan akses dan menempatkan prasarana dan sarana sosial lainnya. Pengembangan jalan lainnya dapat diintegrasikan dengan pengembangan lahan usaha masyarakat. Permukiman perdesaan memiliki kepadatan maksimum lima rumah/hektar dan KDB maksimum 5%. Tipe bangunan disesuaikan dengan penghuni kawasan (budaya setempat) atau usaha tani. Permukiman perdesaan yang berbasis sentra pertanian perlu disesuaikan secara dini agar tidak berubah menjadi permukiman perkotaan agar pertanian produktif tetap dapat dipertahankan. Selain itu, konservasi tanah dan air tanah dapat dilakukan dengan baik. B. Potensi Kemampuan Pembiayaan Pembangunan Kemampuan daerah dalam sharing pembiayaan pembangunan kawasan permukiman dilihat dari kemampuan indikator nilai indeks fiskal daerah. Untuk Kabupaten Nunukan, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.07/2010 tentang Indeks Fiskal dan Kemiskinan Daerah dalam Rangka Perencanaan Pendanaan Urusan Bersama Pusat dan Daerah untuk Penanggulangan Kemiskinan Tahun Anggaran 2011, masuk dalam kategori sangat tinggi. Nilai indeks fiskal dapat menunjukkan kemampuan daerah dalam pendampingan pembiayaan bersama dengan pemerintah pusat. Pemerintah Kabupaten Nunukan telah memperlihatkan adanya potensi kemampuan sharing pembiayaan pada program-program stimulan pembangunan perumahan dari pemerintah pusat seperti dari Kementerian Perumahan Rakyat, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Kelautan dan Perikanan,

33 80 Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal, dan kementerian lain yang terkait. Nilai indeks fiskal di Kalimantan Timur terlihat pada Tabel 9. No. Tabel 9. Daftar daerah berdasarkan indeks fiskal dan kemiskinan daerah di Kalimantan Timur Indeks Ruang Indeks Persentase Kab / Kota Fiskal Daerah Penduduk Miskin Kelompok (IRFD) Daerah (IPPMD) Tingkatan Penyediaan DUUB 1 Kab. Berau Tinggi 2 Kab. Bulungan Sangat Tinggi 3 Kab. Kutai Kartanegara Tinggi 4 Kab. Kutai Barat Sangat Tinggi 5 Kab. Kutai Timur Sangat Tinggi 6 Kab. Malinau Sangat Tinggi 7 Kab. Nunukan Sangat Tinggi 8 Kab. Pasir Sangat Tinggi 9 Kota Balikpapan Tinggi 10 Kota Bontang Tinggi 11 Kota Samarinda Tinggi 12 Kota Tarakan Tinggi 13 Kab. Penajam Paser Utara Tinggi 14 Kab. Tana Tidung Sangat Tinggi Sumber : Peraturan Menteri Keuangan Nomor 61/PMK.07/2010 tentang Indeks Fiskal dan Kemiskinan Daerah dalam rangka Perencanaan Pendanaan Urusan Bersama Pusat dan Daerah untuk Penanggulangan Kemiskinan tahun anggaran 2011 Penentuan tingkat besaran penyediaan dana daerah untuk urusan bersama (DUUB) adalah dengan pertimbangan sebagai berikut: a. DDUB yang harus disediakan oleh daerah disesuaikan dengan katagori kelompok. b. DDUB yang harus disediakan oleh daerah dengan rincian sebagai berikut: Daerah yang termasuk dalam kelompok 1 menyediakan DDUB sangat tinggi; Daerah yang termasuk dalam kelompok 2 menyediakan DDUB sedang; Daerah yang termasuk dalam kelompok 3 menyediakan DDUB rendah; Daerah yang termasuk dalam kelompok 4 menyediakan DDUB tinggi. c. Penentuan batas persentase terendah dan tertinggi DDUB yang harus disediakan oleh daerah dengan mempertimbangkan hasil keputusan rapat koordinasi instansi yang terkait dengan program penanggulangan kemiskinan nasional.

34 81 d. Menteri Keuangan c.q. Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan menyiapkan bahan perhitungan rincian penyediaan DDUB untuk masingmasing daerah berdasarkan batas persentase terendah dan tertinggi. e. Hasil perhitungan rincian penyediaan DDUB disampaikan oleh direktur jenderal perimbangan keuangan atas nama menteri keuangan kepada tim nasional paling lambat bulan Maret sebelum penyusunan rencana kerja Kementerian Negara/Lembaga. f. Hasil perhitungan rincian penyediaan DDUB digunakan oleh pusat (tingkat nasional) sebagai bahan penetapan besaran DDUB pada masing-masing daerah. Berdasarkan data indeks fiskal tersebut, dapat dilihat bahwa Kabupaten Nunukan masuk pada kategori kelompok sangat tinggi. Oleh karena itu, diharapkan kondisi ini dapat terus dipertahankan. Kriteria mensyaratkan indeks fiskal harus dievaluasi secara periodik untuk menentukan besaran bantuan pembiayaan dari pemerintah pusat. Mengingat kedudukan Kabupaten Nunukan sebagai kawasan strategis nasional (KSN) di wilayah perbatasan dapat menjadi pertimbangan tersendiri untuk tetap mendapat prioritas bantuan pembiayaan pengembangan. Prioritas ini dapat berupa peningkatan dana alokasi khusus (DAK), khususnya sektor permukiman dan infrastruktur wilayah perbatasan. Menarik masuknya investasi baru sektor unggulan daerah untuk mendorong percepatan pembangunan wilayah perbatasan. Dalam rangka mewujudkan keterpaduan dalam pembangunan di wilayah Perbatasan khususnya dalam sektor permukiman, perlu dipahami profil pelaksanaan pembangunan di daerah yang sesuai dengan pemenuhan kebutuhan pengembangan. Hal ini bertujuan agar arah kecenderungan pengembangan dapat diketahui. Arah kecenderungan pengembangan meliputi aspek keselarasan antara kawasan budi daya dengan kawasan lindung, keterkaitan antara pusat-pusat pertumbuhan baru dengan pusat-pusat kegiatan (kota), penguatan pola interaksi orientasi ekonomi yang berbasis potensi sumber daya alam wilayah menjadikan kemauan politik (political will) pemerintah pusat dan daerah (Rosentraub 1996).

35 Analisis Kondisi Permukiman Perbatasan Kawasan permukiman di wilayah perbatasan negara dengan kondisi umum yang tidak tertata, terpencar, nomaden, kumuh, dan tidak terkelola dengan baik, mempunyai dampak langsung terhadap keberlanjutan aspek ekologi, ekonomi, dan sosial. Secara ekologi, perlu memerhatikan daya dukung dan kesesuaian lahan untuk pengembangan permukiman. Aspek lain yang juga harus diperhatikan khususnya dalam pengembangan ekonomi adalah sektor unggulan wilayah yang potensial dikembangkan sehingga akan menjamin peningkatan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat agar keberlanjutan kawasan permukiman di wilayah perbatasan dapat terlaksana. Adapun potensi SDA wilayah berdasarkan RTRW Kabupaten Nunukan terdiri dari subsektor perkebunan, sektor pertambangan, subsektor pertanian tanaman pangan, subsektor perikanan, subsektor kehutanan, subsektor pariwisata, dan sektor industri Kondisi dan Permasalahan Permukiman Perbatasan Permukiman dalam istilah ini merupakan padanan kata human settlements. Permukiman diartikan sebagai tempat manusia hidup dan berkehidupan. Suatu permukiman terdiri atas the content (isi, yaitu manusia) dan the container (wadah, yaitu tempat fisik manusia tinggal yang meliputi elemen alam dan buatan manusia). Pengetahuan mengenai permukiman disebut ekistics (istilah Yunani). Ilmu ekistics dikembangkan oleh CA Doxiadis pada tahun 1967 (Winarso 2001). Permukiman merupakan suatu kesatuan wilayah tempat suatu perumahan berada. Oleh karena itu, lokasi dan lingkungan perumahan tersebut tidak akan pernah dapat lepas dari permasalahan dan lingkup keberadaan suatu permukiman yang seharusnya memberikan kenyamanan kepada penghuninya (termasuk orang yang datang ke tempat tersebut). Elemen-elemen permukiman terdiri atas alam, manusia, masyarakat, perumahan, dan jaringan infrastruktur (Sastra dan Marlina 2006). Menurut Undang-Undang No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, permukiman adalah bagian dari lingkungan hidup di luar kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan (live) dan penghidupan (livelihoods). Adapun

36 83 perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Dari beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa permukiman memiliki pengertian yang lebih luas dibandingkan dengan perumahan. Kawasan permukiman adalah kawasan budi daya yang ditetapkan dalam rencana tata ruang dengan fungsi utama untuk permukiman (Permenpera 2006). Terkait dengan fenomena kawasan permukiman perbatasan negara, yang dimaksud kawasan permukiman perbatasan padanannya adalah kawasan perumahan dan permukiman khusus untuk menunjang kegiatan berbagai fungsi di wilayah perbatasan negara. (Permenpera 2006). Kawasan permukiman perbatasan di Kabupaten Nunukan, kondisinya (existing condition) sangat dipengaruhi oleh persebaran penduduk di masing-masing kecamatan yang berada di wilayah perbatasan kabupaten. Persebaran penduduk di wilayah perbatasan pada umumnya tidak merata sehingga kawasan permukimannya terlihat mengelompok dan terpencar. Kondisi lingkungan permukiman terdiri dari perumahan yang kumuh (slum area), tidak tertata, dan minim prasarana, sarana, fasos, dan fasum lingkungan. Hal ini disebabkan oleh pengelolaan yang tidak baik dan kurangnya kegiatan terkait program/proyek pengembangan kawasan permukiman di wilayah perbatasan negara. Persebaran penduduk yang mengelompok dan terpencar terlihat dari distribusi pusat-pusat permukiman yang ada di masing-masing kecamatan. Kecamatan kelompok wilayah kepulauan seperti Kecamatan Sebatik terdapat kawasan permukiman yang terdiri KK yang lokasinya di ujung timur pulau. Kecamatan Sebatik Barat terdiri KK yang lokasinya di ujung barat pulau. Kecamatan Nunukan sebanyak KK. Kelompok wilayah daratan adalah Kecamatan Krayan Selatan 545 KK lokasinya di ujung barat wilayah administrasi kabupaten dan Kecamatan Lumbis KK di bagian tengah wilayah daratan.

37 84 Sumber : Dokumentasi Survei, 2009 Gambar 27. Kawasan permukiman yang berkelompok dan terpencar Pola perkembangan kawasan permukiman yang mengelompok dan terpencar di wilayah perbatasan berdampak negatif terhadap keutuhan wilayah NKRI karena berpeluang dimanfaatkan negara tetangga untuk menggeser patok-patok perbatasan untuk memperluas wilayah negaranya. Penggeseran patok-patok perbatasan negara dilakukan pada lokasi yang tidak terdapat permukiman sebagai tempat hunian dan aktivitas penduduk/masyarakat perbatasan. Oleh karena itu, dari tahun ke tahun, kehilangan wilayah teritorial negara terus terjadi dan semakin meluas. Pergeseran batas wilayah di Pulau Sebatik sudah jauh ke dalam wilayah tertorial Indonesia, belum lagi yang terjadi di wilayah perbatasan lain di Kecamatan Lumbis, Sebuku, dan Krayan. Sumber : Dokumentasi Survei, 2009 Gambar 28. Kawasan permukiman yang berada di atas batas wilayah perbatasan Masyarakat wilayah perbatasan yang memiliki karakteristik lingkungan sosial yang spesifik, seperti kegiatan pelintas batas, transaksi jual beli, dan kegiatan ekonomi bersama baik legal maupun yang ilegal memerlukan kemudahan berkomunikasi dan aksesibilitas yang baik. Kebutuhan tersebut pada umumnya belum terpenuhi atau memadai. Oleh karena itu, untuk memenuhi kebutuhannya,

38 85 masyarakat melakukan upaya sendiri yang umumnya tidak sesuai dengan peratuaran dan perundang-undangan yang berlaku. Misalnya, membangun perumahan di sepanjang bantaran sungai dan sampai melanggar batas wilayah perbatasan negara lain. Untuk memudahkan masyarakat dalam akses ke laut, digunakan sampan/perahu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari yang penting dan mendesak ke negara tetangga. Kondisi masyarakat perbatasan dengan karakteristik lingkungan yang spesifik menjadi fenomena tersendiri, antara lain dalam membangun perumahan dan fasilitas tidak memperhatikan batas-batas wilayah negara. Oleh karena itu, banyak bangunan rumah dengan ruang tamu wilayah di Indonesia dan dapur di Malaysia atau yang dikenal dengan rumah Malaysia-Indonesia (Malindo). Sumber: Dokumentasi Survei, 2009 Gambar 29. Kawasan permukiman yang berada di muara sungai dan kumuh Kondisi kawasan permukiman perbatasan di Kabupaten Nunukan tersebut mencerminkan bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah kurang memberikan perhatian pengembangan wilayah dan masyarakat perbatasan, khususnya dalam pengembangan kawasan permukiman. Pengembangan kawasan permukiman di wilayah perbatasan harus tertata, berkelanjutan, dan dikelola dengan baik melalui kebijakan dan strategi pengembangan kawasan permukiman perbatasan Pengembangan Lahan Permukiman Potensi pengembangan kawasan permukiman meliputi perumahan, perkotaan maupun perdesaan, termasuk kegiatan permukiman lain seperti, permukiman transmigrasi baik lokal maupun antarwilayah di Indonesia cukup luas tersedia. Pengembangan kawasan permukiman akan dikembangkan di Pulau Nunukan,

39 86 Pulau Sebatik, Kecamatan Lumbis, Sebuku, dan Krayan sebagai kawasan perkotaan dan pusat pemerintahan. Penggunaan lahan permukiman meliputi perumahan, perkantoran, tempat olahraga, taman, dan kuburan, baik yang di perkotaan maupun pedesaan, serta permukiman transmigrasi. Luas penggunaan lahan untuk pengembangan permukiman adalah Ha atau sekitar 0,05% dari luas wilayah kabupaten (RTRW Kabupaten Nunukan 2005). Rencana pengembangan kawasan permukiman tersebut dimaksudkan untuk mendorong tumbuhnya pusat-pusat pertumbuhan baru di perbatasan negara yang berbasis potensi SDA wilayah. Luas lahan untuk pengembangan kawasan permukiman, ± 60 % diperuntukkan untuk kawasan permukiman klaster-klaster di kecamatan yang berada di sepanjang wilayah perbatasan. Permukiman-permukiman perdesaan yang tidak sesuai dengan kriteria kebutuhan akan tetap dipertahankan, khususnya desa-desa untuk mendukung kegiatan pelestarian kawasan Taman Nasional Krayan Mentarang yang terletak di ketinggian di atas mdpl. Permukiman desa yang terletak pada daerah rawan bencana geologi lingkungan, seperti patahan aktif, erosi, dan longsoran tidak terdapat di Kabupaten Nunukan. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada permukiman di daerah kritis, tetapi terdapat permukiman di desa-desa yang berada dalam kawasan lindung. Sehubungan dengan potensi pengembangan permukiman perdesaan di Kabupaten Nunukan, perlu adanya pengaturan ruang, pengembangan, dan pengelolaan yang lebih baik. Pengembangan kawasan permukiman sesuai dengan arahan RTRW kabupaten, di Kecamatan Nunukan dan Nunukan Timur akan dikembangkan lahan seluas ha sebagai kawasan permukiman perkotaan dan pusat pemerintahan. Adapun di Kecamatan Sebatik Timur akan dikembangkan kawasan permukiman perkotaan, pusat pertumbuhan baru Pulau Sebatik. Kecamatan-kecamatan tersebut berada di klaster III. Di Kecamatan Lumbis, Sebuku, dan Sebatik Barat yang berada di klaster II, akan dikembangkan lahan seluas Ha sebagai kawasan permukiman perdesaan dan pusat desa pertumbuhan berbasis potensi SDA wilayah, khususnya sektor perkebunan. Adapun di Kecamatan Krayan dan Krayan Selatan yang berada di klaster I akan dikembangkan lahan seluas 750 ha sebagai kawasan

40 87 permukiman perdesaan dan permukiman perkotaan untuk pusat pertumbuhan baru berbasis potensi SDA wilayah, khususnya sektor pertambangan. Peta pengembangan permukiman di setiap klaster terlihat pada Gambar 30. KLUSTER II: 1850 Ha KLUSTER I: 750 Ha KLUSTER III: 1700 Ha Sumber: Bappeda Kabupaten Nunukan, 2008 dan Hasil Analisis Gambar 30. Peta pengembangan permukiman di setiap klaster Pengembangan prasarana, sarana, fasos, dan fasum sebagai pendukung kegiatan sosial-ekonomi di kawasan permukiman dapat dibangun sesuai kebutuhan dan karakteristik wilayah kecamatan. Pada kecamatan yang berada di daerah aliran sungai perlu dikembangkan pelabuhan sungai, selain sarana prasarana sosial lainnya, seperti fasilitas pendidikan, kesehatan, peribadatan, dan sarana budaya. Bangunan yang menunjang fungsi kawasan/kegiatan utama diperkenankan untuk kepentingan umum. Pengembangan jaringan jalan dapat diintegrasikan dengan pengembangan lahan usaha masyarakat. Permukiman perdesaan memiliki kepadatan maksimum 25 rumah/hektar dan KDB maksimum 20%. Tipe bangunan disesuaikan dengan penghuni kawasan (budaya setempat) atau usaha pertanian. Pada permukiman perkotaan kepadatan maksimum 80 rumah/hektar dan KDB maksimum 40%, serta tipe bangunan disesuaikan dengan penghuni kawasan (budaya setempat). Penataan dan pengembangan kawasan permukiman di wilayah perbatasan ke depan akan mendorong perkembangan wilayah perdesaan yang berbasis sentra

41 88 pertanian menjadi desa kota (sub urban) sebagai pusat pertumbuhan baru (Wacker 2002). Adapun untuk menjaga kawasan permukiman yang sudah dibangun agar tetap berkelanjutan perlu dilakukan pengendalian dan penyesuaian sejak dini agar tidak berubah menjadi permukiman perkotaan yang tidak terarah (urban sprawl). Hal ini bertujuan agar lahan pertanian produktif dapat dipertahankan dan konservasi tanah serta air dapat dilakukan dengan baik Kemampuan Pembiayaan Pembangunan Permukiman Kemampuan daerah (kabupaten/kota) dalam sharing pembiayaan pengembangan kawasan permukiman khususnya dalam pembangunan permukiman berdasarkan indikator nilai indeks fiskal daerah. Kabupaten Nunukan termasuk dalam kategori sangat tinggi. Nilai indeks fiskal dapat menunjukkan kemampuan daerah dalam pendampingan pembiayaan bersama dengan pemerintah pusat. Pemerintah Kabupaten Nunukan telah memperlihatkan adanya potensi kemampuan sharing pembiayan pada program-program stimulan pembangunan perumahan dari pemerintah pusat seperti dari Kementerian Perumahan Rakyat, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Pembangunan Daeah Tertinggal, dan kementerian lain yang terkait. Data indeks fiskal menunjukkan bahwa Kabupaten Nunukan masuk pada kategori kelompok sangat tinggi, dengan skor indeks ruang fiskal daerah (IRFD) dan skor indeks persentase penduduk miskin daerah (IPPMD) Dengan demikian, diharapkan kondisi ini dapat terus dipertahankan. Kriteria mensyaratkan agar secara periodik indeks fiskal harus dievaluasi untuk menentukan besaran bantuan pembiayaan dari pemerintah pusat. Mengingat kedudukan Kabupaten Nunukan sebagai kawasan strategis nasional (KSN), wilayah perbatasan dapat menjadi pertimbangan tersendiri untuk tetap mendapat prioritas bantuan pembiayaan pengembangan. Prioritas bantuan pembiayaan pembangunan dapat berupa peningkatan dana alokasi khusus (DAK), khususnya bidang permukiman perbatasan, infrastruktur, dan investasi sektor unggulan untuk mendorong percepatan pembangunan wilayah perbatasan. Kemampuan sharing Pemda Kabupaten Nunukan ditunjukkan pada setiap mendapatkan bantuan stimulan oleh pemerintah pusat, berupa dana pendamping

42 89 dan usulan dana program pembangunan melalui APBD dari masing-masing dinas terkait. Pada 2006 kemenpera memberikan bantuan stimulan pembangunan kawasan permukiman nelayan senilai kurang lebih Rp 4 miliar. Pemda menglokasikan dana untuk pembuatan kanal dan sarana air bersih senilai Rp 9 miliar serta biaya pembebasan tanah untuk pembangunan kawasan permukiman nelayan seluas 100 ha. Kesediaan pemda bersama-sama dengan pemerintah pusat mengalokasikan dana APBD dalam mengembangkan kawasan permukiman nelayan perbatasan membuktikan bahwa indeks fiskal yang sangat baik berkorelasi dengan kemampuan daerah dalam menyiapkan dana untuk pembiayaan pembangunan permukiman. 4.3 Analisis Komparatif Sektor Unggulan Kawasan Kawasan permukiman di wilayah perbatasan negara mempunyai dampak langsung baik secara ekologi, ekonomi, dan sosial. Sektor-sektor potensial yang mempunyai peranan penting terhadap pengembangan kawasan permukiman tersebut antara lain adalah perkebunan, pertambangan, pertanian, perikanan, kehutanan, pariwisata, dan industri. Kriteria yang menjadi pertimbangan di setiap sektor tersebut ada delapan, yaitu kesesuaian lahan, produktivitas, lokasi startegis, jumlah tenaga kerja, nilai produk, jangkauan pasar, akses transportasi, akses komunikasi. Kriteria tersebut berkorelasi positif dalam meningkatkan potensi pasar di wilayah perbatasan (Hanson 1998). Dalam menganalisis sektor-sektor potensial dan prospektif dengan menggunakan metode perbandingan eksponensial (MPE), di kecamatan wilayah perbatasan Kabupaten Nunukan dibuat 3 (tiga) klastering subkawasan, yaitu: 1. Klaster I meliputi Kecamatan Krayan dan Krayan Selatan 2. Klaster II meliputi Kecamatan Lumbis, Sebuku, dan Sebatik Barat 3. Klaster III meliputi Kecamatan Nunukan, Nunukan Selatan, dan Sebatik Dalam penetapan klaster sesuai dengan kondisi potensi sumber daya alam kawasan pada kecamatan-kecamatan yang berada di wilayah perbatasan, Kabupaten Nunukan secara geografis dapat terlihat pada Gambar 31.

43 90 KLUSTER I KLUSTER II KLUSTER III Gambar 31. Pembagian klaster di wilayah perbatasan Kabupaten Nunukan Sektor Unggulan Subkawasan Klaster I Kecamatan yang termasuk dalam klaster I adalah Kecamatan Krayan dan Kecamatan Krayan Selatan. Adapun pembobotan kriteria terhadap sektor unggulan dengan metode MPE dapat disajikan pada Tabel 10. Tabel 10. Penilaian bobot kriteria terhadap sektor unggulan klaster I Klaster I No Kriteria Bobot Perkebunan Pertambangan Pertanian Perikanan Kehutanan Pariwisata Industri 1 Kesesuaian Lahan Produktivitas Lokasi Strategis Jumlah Tenaga Kerja Nilai Produk Jangkauan Pasar Akses Transportasi Akses Komunikasi Sumber: Hasil Analisis

44 91 Berdasarkan hasil perhitungan dengan teknik MPE, terlihat urutan atau prioritas sektor yang potensial di Klaster I Kabupaten Nunukan. Hasil tersebut disajikan dalam Tabel 11. Tabel 11. Nilai sektor unggulan klaster I No Klaster I Sektor Nilai MPE 1 Perkebunan Pertambangan Pertanian Perikanan Kehutanan Pariwisata Industri Sumber: Hasil Analisis Berdasarkan tabel 11 di atas dapat disimpulkan bahwa sektor yang paling menentukan pada klaster I adalah sektor pertambangan dengan nilai Perkebunan menempati urutan kedua dengan nilai MPE yaitu , prioritas ketiga adalah industri dengan nilai MPE Urutan dari posisi ke-4 sampai ke-7, kehutanan dengan nilai MPE yaitu , pariwisata dengan nilai MPE yaitu , pertanian dengan nilai MPE yaitu dan perikanan dengan nilai MPE yaitu Data BPS (2007) menunjukkan bahwa produk pertambangan unggulan adalah minyak bumi dan batu bara. Jumlah produksi minyak bumi pada tahun 2007 sebanyak ton. Jumlah produksi minyak terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seperti yang terlihat pada Gambar 32.

45 Diproduksi Terjual Sumber: Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008 Gambar 32. Produksi minyak bumi (MMSTB) (BBL) Produk batu bara pada klaster I juga merupakan produk unggulan. Data BPS (2007) menunjukkan jumlah produksi batu bara di Kabupaten Nunukan pada tahun 2007 sebesar ton. Jumlah produksi bahan tambang terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dari tahun sebelumnya sebesar ton. Berdasarkan peta kesesuaian lahan, lokasi klaster I merupakan pegunungan dan perbukitan yang tidak teratur serta mempunyai kelerengan >40%. Berdasarkan peta kesesuaian lahan yang menunjukkan di atas 90%, kawasan Klaster I sangat sesuai untuk pertambangan (Gambar 33). Oleh karena itu, sektor tambang menjadi unggul pada klaster I dan didukung juga oleh daya dukung sumber daya alam yang ada pada kawasan klaster I.

46 93 Sumber: Bappeda Kabupaten Nunukan, 2008 Gambar 33. Kesesuaian lahan untuk pertambangan Urutan kedua adalah sektor perkebunan. Hal ini didukung oleh kesesuaian lahan serta jenis tanah yang mendukung kegiatan perkebunan sehingga dapat mencegah erosi pada wilayah-wilayah yang berlereng. Peta kesesuaian lahan untuk perkebunan menunjukkan klaster I yang di atas 55% cocok untuk lahan perkebunan Sektor Unggulan Subkawasan Klaster II Kecamatan yang termasuk klaster II adalah Kecamatan Lumbis, Sebuku, dan Sebatik Barat. Adapun pembobotan nilai dengan metode MPE dapat dilihat pada Tabel 12.

47 94 Tabel 12. Penilaian bobot kriteria terhadap sektor unggulan klaster II Klaster II No Kriteria Bobot Perkebunan Pertambangan Pertanian Perikanan Kehutanan Pariwisata Industri 1 Kesesuaian Lahan Produktivitas Lokasi Strategis Jumlah Tenaga Kerja Nilai Produk Jangkauan Pasar Akses Transportasi Akses Komunikasi Sumber: Hasil Analisis Hasil perhitungan dengan teknik MPE memperlihatkan urutan atau prioritas sektor yang potensial di Klaster II Kabupaten Nunukan. Hasil tersebut dapat dilihat pada tabel 13. Tabel 13. Nilai sektor unggulan klaster II Klaster II No Sektor Nilai MPE 1 Perkebunan Pertambangan Pertanian Perikanan Kehutanan Pariwisata Industri Sumber: Hasil Analisis Berdasarkan tabel 13 di atas, dapat disimpulkan bahwa sektor yang paling menentukan adalah sektor perkebunan dengan nilai Pertanian menempati urutan kedua dengan nilai MPE Prioritas ketiga adalah industri dengan nilai MPE Posisi ke-4 sampai ke-7 berturut-turut pertambangan dengan nilai MPE , kehutanan dengan nilai MPE , perikanan dengan nilai MPE , dan pariwisata dengan nilai MPE

48 95 Klaster II, berdasarkan peta land system, termasuk dalam kelompok punggung gunung batuan metamorfik yang tidak teratur yang menyebabkan klaster II sangat cocok untuk perkebunan. Selain itu, berdasarkan peta kesesuaian lahan untuk perkebunan, hampir di atas 90%. Kedua kecamatan tersebut sangat sesuai untuk tanaman perkebunan (gambar 34). Jenis komoditas unggulan perkebunan pada klaster II adalah kakao dan kelapa sawit. Sumber: Bappeda Kabupaten Nunukan, 2008 Gambar 34. Peta kesesuaian lahan untuk perkebunan Data BPS (2008) menunjukkan produksi kakao di Kabupaten Nunukan pada tahun 2007 sebanyak ,10 ton. Produksi kelapa sebanyak 7.686,71 ton. Produksi kakao dan kelapa terus mengalami peningkatan dari 2002 sampai tahun 2007 seperti terlihat pada Gambar 35 berikut.

49 kelapa kakao Sumber: Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008 Gambar 35. Produksi komoditas tanaman perkebunan (ton) Sektor Unggulan Subkawasan Klaster III Kecamatan yang termasuk dalam klaster III adalah Kecamatan Nunukan, Nunukan Selatan, dan Kecamatan Sebatik. Penilaian terhadap alternatif kegiatan penunjang pusat-pusat pertumbuhan terdapat di Kabupaten Nunukan berdasarkan sektor unggulan dengan pembagian klaster. Adapun hasil pembobotan nilai dengan metode MPE dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Penilaian bobot kriteria terhadap sektor unggulan klaster III Klaster III No Kriteria Bobot Perkebunan Pertambangan Pertanian Perikanan Kehutanan Pariwisata Industri 1 Kesesuaian Lahan Produktivitas Lokasi Strategis Jumlah Tenaga Kerja Nilai Produk Jangkauan Pasar Akses Transportasi Akses Komunikasi Sumber: Hasil Analisis

50 97 Hasil perhitungan dengan analisis MPE memperlihatkan urutan atau prioritas metode pengembangan wilayah perbatasan yang potensial dalam rangka meningkatkan pusat-pusat pertumbuhan. Hasil tersebut dapat dilihat pada tabel 15. Tabel 15. Nilai sektor unggulan klaster III No Sektor Klaster III Nilai MPE 1 Perkebunan Pertambangan Pertanian Perikanan Kehutanan Pariwisata Industri Sumber: Hasil Analisis Berdasarkan tabel 15 di atas dapat di lihat bahwa sektor unggulan yang paling mendukung pusat pertumbuhan dalam pengembangan wilayah perbatasan adalah sektor perikanan dengan nilai Sektor pertanian menempati urutan kedua yang dapat mendukung pusat pertumbuhan dalam pengembangan wilayah perbatasan dengan nilai MPE , prioritas ketiga sektor perkebunan dengan nilai MPE Posisi ke-4 sampai ke-7 adalah industri, kehutanan, pariwisata, dan pertambangan. Alternatif pertama yang harus lebih diperhatikan dalam pengembangan wilayah perbatasan pada klaster III yang meliputi Kecamatan Nunukan dan Kecamatan Sebatik yaitu peningkatan sektor perikanan. Perikanan tangkap dan budi daya perikanan laut merupakan kegiatan yang paling potensial dan telah mendukung pendapatan Kabupaten Nunukan selama ini. Pada gambar, ditampilkan kondisi topografi pada klaster III yang didominasi oleh tingkat kelerengan 0-8% dan 15-25%. Hal tersebut mengandung arti bahwa budi daya perikanan darat di klaster III tidak disarankan karena kondisi topografi Kabupaten Nunukan yang berlerenglereng seperti yang ditunjukkan pada Gambar 36. Keadaan berpotensi menyebabkan longsor dan tidak memungkinkan untuk adanya budi daya perikanan darat.

51 98 Di urutan kedua diikuti sektor pertanian dengan komoditas unggulan yang dapat mendukung pusat pertumbuhan, yakni budi daya tanaman pangan terutama padi sawah yang produktivitasnya terus meningkat (Kabupaten Nunukan dalam Angka 2008). Sumber: Bappeda Kabupaten Nunukan, 2008 Gambar 36. Peta Kabupaten Nunukan berdasarkan kelerengan Sumber daya alam pertanian, terutama lahan dapat diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pangan dasar Kabupaten Nunukan. Kebutuhan pangan yang dimaksud adalah kebutuhan beras sebagai bahan makanan pokok, sayur-sayuran, dan palawija. Berdasarkan tiga perkiraan skenario, jumlah penduduk 5 dan 10 tahun yang akan datang membutuhkan areal pertanian basis. Kebutuhan pangan Kabupaten Nunukan selama setahun sebagai berikut: a. Lahan Sawah Sawah adalah lahan penghasil padi yang selanjutnya diolah menjadi beras sebagai makanan pokok masyarakat Kabupaten Nunukan. Sebagai dasar perhitungan, kebutuhan setiap orang setiap tahun adalah 150 kg. Setiap 1 kg beras dihasilkan dari 1,54 kg gabah kering giling dan setiap hektar lahan menghasilkan 4,9 ton gabah kering giling per tahun. Adanya asumsi bahwa lahan efektif adalah 60% dari total lahan, maka jumlah kebutuhan total adalah jumlah kebutuhan dasar ditambah 67% (Tabel 15). Kebutuhan cadangan lahan sawah di Kabupaten

52 99 Nunukan sebesar ,37 ha, untuk memenuhi kebutuhan beras sebanyak ton gabah kering giling per tahun. b. Lahan Palawija Untuk kebutuhan bahan pangan lainnya, seperti kacang-kacangan, ubi, jagung dan lain-lain, terperinci dengan tingkat konsumsi dan produktivitas sebagai berikut: - Jagung; kebutuhan konsumsi per orang per tahun adalah 26,7 kg dan produktivitas 2.6 ton/hektar/tahun. - Ubi kayu; kebutuhan konsumsi kg/orang/tahun, tingkat produktivitas 16.2 ton/ha/tahun. - Ubi jalar; kebutuhan konsumsi kg/orang/tahun, tingkat produktivitas 10.3 ton/ha/tahun. - Kacang tanah; kebutuhan konsumsi 3.35 kg/orang/tahun, produktivitas 0.9 ton/ha/tahun. - Kedelai; konsumsi 7.25 kg/orang/tahun, tingkat produktivitas 1.3 ton/ha/tahun. - Kacang hijau; konsumsi 1.1 kg/orang/tahun dan tingkat produktivitas 0.9 ton/hektar/tahun. c. Lahan Peternakan Rakyat Pada tahun 2000, populasi ternak di Kabupaten Nunukan adalah ekor sapi, ekor kerbau, 449 ekor kambing, ekor babi, ekor ayam buras, ekor ayam ternak, dan ekor itik. Dengan asumsi pertumbuhan 5% per tahun, kebutuhan lahan untuk kegiatan peternakan tersebut membutuhkan lahan seluas 185 hektar pada tahun 2007 dan berkembang menjadi 236 hektar pada tahun 2012.

53 100 Tabel 16. Perhitungan kebutuhan lahan sawah (RTRW Kabupaten Nunukan ) Skenario Tahun Jumlah Keperluan Keperluan Keperluan Kebutuhan Penduduk Beras (ton) Gabah (ton) Dasar Lahan (Ha) Index 150 1,54 4,90 67% Pesimis , , , , ,90 4,850, ,83 Optimis , , , , , , , ,03 Ambisius , , ,50 Sumber: Hasil Analisis , , , ,37 Berdasarkan peta ketinggian lahan pada Gambar 37, pada klaster III didominasi ketinggian lahan berkisar antara mdpl yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman padi. Hal ini juga didukung dengan peningkatan luas panen padi (sawah+ladang) di Kabupaten Nunukan pada tahun 2007, di mana tanaman padi naik sebesar 4,28% (Kabupaten Nunukan dalam Angka, 2008). Produksi tanaman padi juga mengalami kenaikan, yaitu menjadi ton atau dengan kata lain terjadi peningkatan produktivitas padi sebesar 9,65%. Alternatif ketiga dalam pengembangan wilayah perbatasan pada klaster III adalah sektor perkebunan. Hal ini didukung dengan peningkatan luas areal komoditas kelapa sawit pada tahun 2007 sebesar 25,4% dibandingkan dengan tahun 2006 (Kabupaten Nunukan dalam Angka 2008). Sebagian besar dari luas areal kelapa sawit terdapat di Kecamatan Sebatik, Sebatik Barat, Nunukan yang berada pada klaster III, sedangkan Lumbis dan Sebuku berada pada klaster II.

54 101 Sumber: Bappeda Kabupaten Nunukan, 2008 Gambar 37. Peta Kabupaten Nunukan berdasarkan wilayah ketinggian Kesimpulan hasil analisis MPE yang dilakukan untuk sektor-sektor yang potensial dalam mendukung pengembangan permukiman perbatasan di Kabupaten Nunukan untuk klaster I (Kecamatan Krayan dan Krayan Selatan) adalah sektor pertambangan, klaster II (Kecamatan Lumbis, Sebuku, dan Sebatik Barat) sektor perkebunan, dan klaster III (Kecamatan Nunukan, Nunukan Selatan, dan Sebatik) sektor perikanan. 4.4 Analisis Strukturisasi Permasalahan dan Komponen Dominan Kebijakan Pengembangan permukiman di wilayah perbatasan dalam Undang-Undang No. 4 tahun 1992 memuat amanat tentang pengembangan permukiman khusus. Pengembangan permukiman (permukiman khusus) menjadi salah satu program prioritas pembangunan wilayah perbatasan dalam upaya pengembangan potensi ekonomi dan sumber daya alam. Adanya keterbatasan infrastruktur dan permukiman di wilayah perbatasan baik yang berada dalam kawasan perkotaan maupun perdesaan yang kurang berkembang menyebabkan aktivitas sosioekonomi banyak berorientasi ke negara tetangga. Selain menyebabkan ketergantungan negara tetangga, hal ini berkaitan juga dengan keamanan, kehormatan, dan kesadaran masyarakat perbatasan terhadap identitas nasional.

55 102 Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan baru (border city) di wilayah perbatasan terdapat enam kategori, yaitu (1) melindungi ruang terbuka hijau/konservasi dan sumber daya alam, (2) dapat mengoptimalkan penggunaan lahan, (3) mengurangi dan efisiensi pembiayaan pembangunan infrastruktur, (4) mendorong sinergitas hubungan kota dan desa, dan (5) memastikan transisi penggunan lahan perdesaan menuju perkotaan berjalan secara alamiah dan terarah (Seong 2006). Dinamika kegiatan ekonomi perkotaan di wilayah perbatasan merupakan kondisi yang dapat meningkatkan pertumbuhan kota-kota (pusat pertumbuhan baru) perbatasan negara. Apabila tidak terkendali akan dapat menjadi hambatan dalam pengembangan potensi pertumbuhan sebagai penggerak pengembangan sosial, kependudukan, ekonomi, dan peningkatan kesejahteraan secara berkelanjutan di wilayahnya (Canales 1999). Berdasarkan hal tersebut kiranya perlu dibuat desain kebijakan pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara Elemen Permasalahan dalam Pengembangan Kawasan Permukiman Berkelanjutan di Wilayah Perbatasan Negara Menurut Saxena (1994) yang dikutip Marimin (2005) berdasarkan hasil kajian pendapat pakar, disusunlah struktur permasalahan untuk keberhasilan pengembangan kawasan permukiman perbatasan negara berkelanjutan yang terbagi atas lima elemen pada permasalahan yang terdiri dari 24 subelemen kendala. Secara lengkap elemen permasalahan dan subelemen kendala terlihat pada tabel 17.

56 103 Tabel 17. Elemen permasalahan pengembangan kawasan permukiman perbatasan No Elemen (Masalah) No Sub elemen (Kendala) 1 Pengelolaan SDA wilayah perbatasan 1 Kesenjangan pembangunan ekonomi dan kemiskinan di wilayah perbatasan masih kurang 2 Perbedaan karakteristik antara wilayah darat dan laut 3 Pengembangan dan pengelolaan SDA belum optimal 4 Rendahnya kesejahteraan masyarakat 5 Aktivitas sosial ekonomi masyarakat lebih ke wilayah negara tetangga 6 Kondisi sosial dan ekonomi lebih baik di negara tetangga 7 Kurangnya kesadaran masyarakat terhadap identitas nasional 8 Persepsi wilayah perbatasan merupakan wil dan pintu belakang negara 2 Pengembangan dan Penataan kawasan permukiman kurang optimal 3 Pembangunan infrastruktur wilayah & permukiman belum sejalan 4 Kelembagaan belum mendukung pengembangan permukiman 5 Pembiayaan belum mendukung pengembangan permukiman 9 Pemanfaatan dan pengendalian tata ruang masih lemah 10 Letak geografis Indonesia di titik silang benua Eropa- Asia, Asia-Australia & Australia- Eropa 11 Banyak pemukiman berada di batas wilayah perbatasan 12 Kondisi lingkungan tidak tertata, berpencar, kumuh & tidak dikelola dengan baik 13 Rencana Tata Ruang Wilayah yang tidak sesuai dengan kebutuhan 14 Minimnya infrastruktur kawasan dan permukiman 15 Terbatasnya fasum & fasos 16 Terbatasnya pelayanan publik 17 Terbatasnya dana untuk pengembangan dan pengelolaan infrastruktur dan perkim 18 Perkembangan infrastruktur & permukiman yang tidak terencana 19 Rendahnya kesadaran masyarakat dalam memanfaatkan lahan sesuai peruntukan 20 Penegakan hukum dan peraturan masih lemah 21 Adanya privatisasi lahan oleh pemerintah & swasta 22 Belum adanya kebijakan dan pedoman pembangunan permukiman perbatasan 23 Terbatasnya alokasi dana khusus untuk pengembangan dan pengelolaan kawasan permukiman perbatasan 24 Pemanfaatan dan pengelolaan dana pembangunan belum optimal Dari lima elemen hasil kajian ini, pada setiap elemennya dijabarkan menjadi sejumlah subelemen yang rinci. Subelemen ini berupa indikator-indikator keberlanjutan yang mempunyai nilai tinggi yang telah dipilah-pilah sesuai dengan konteks kelima elemen program tersebut. Berikut ini adalah hasil hubungan

57 104 kontekstual antarsubelemen pada setiap elemen yang digambarkan dalam bentuk terminologi subordinat yang mengacu pada perbandingan berpasangan antar subelemen, di mana terkandung suatu arahan pada hubungan tersebut (Eriyatno dan Sofyar 2007). Hasil yang digunakan dalam model ISM adalah kajian dari pendapat pakar melalui wawancara mendalam seperti yang tertuang pada matriks interaksi tunggal terstruktur (structural self interaction matrix/ssim). Pakar yang terlibat dalam proses ini adalah pakar dari kalangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta dan masyarakat yang terpilih berdasarkan pengetahuan, pengalaman di bidang pengembangan kawasan permukiman di wilayah perbatasan. Gambaran dari masing-masing elemen masalah mengenai peringkat berdasarkan nilai driver power yang ada dapat dilihat pada gambar Hasil Sub Elemen (Kendala) Gambar 38. Peringkat elemen masalah berdasarkan nilai driver power Berdasarkan gambar 38 di atas, nilai driver power elemen masalah tertinggi pada subelemen 7 atau kurangnya kesadaran masyarakat terhadap identitas nasional dan subelemen 4 atau rendahnya kesejahteraan masyarakat, sedangkan yang memiliki nilai driver power terendah adalah 2 atau perbedaan karakteristik antara wilayah darat dan laut. Masyarakat di wilayah perbatasan yang bersebelahan dengan wilayah negara tetangga yang jauh lebih maju pada umumnya memiliki orientasi sosial

58 105 ekonomi yang berorientasi kepada wilayah negara tetangga. Penggunaan alat tukar dan akses informasi serta komunikasi nasional yang terbatas dikhawatirkan dalam jangka panjang akan melunturkan rasa kebangsaan dan bela negara masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah pusat dan pemerintah daerah perlu meningkatkan upaya sosialisasi peningkatan wawasan kebangsaan melalui program-program pembangunan yang selaras dengan pengembangan permukiman dan penyediaan prasarana dan sarana. Kemiskinan dan ketertinggalan masyarakat merupakan salah satu permasalahan utama di wilayah perbatasan. Hal ini disebabkan sentralisasi pembangunan pada masa lalu dan kecenderungan penggunaan pendekatan keamanan dalam pengelolaan wilayah perbatasan. Hal ini menyebabkan prasarana dan sarana wilayah minim, fasilitas umum dan sosial terbatas, serta kesejahteraan masyarakat rendah. Keterbatasan pelayanan publik di wilayah perbatasan menyebabkan orientasi aktivitas sosial-ekonomi masyarakat tertarik ke wilayah negara tetangga. Dalam rangka memenuhi hak-hak masyarakat sebagai warga negara dalam memperoleh pelayanan publik dan kesejahteraan sosial serta membuka keterisolasian wilayah, diperlukan percepatan pembangunan di wilayah perbatasan dengan menggunakan pendekatan kesejahteraan. Interpretasi dalam bentuk hierarki disajikan pada Gambar 39. Subelemen dikelompokkan ke dalam empat sektor yakni autonomous, dependent, linkage, dan independent. Analisis data ISM dapat terlihat pada Lampiran 3. Hasil analisis ini menggambarkan pendapat para ahli bahwa elemen masalah dalam strategi pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara diawali oleh (1) kurangnya kesadaran masyarakat terhadap identitas nasional, (2) terbatasnya alokasi dana khusus untuk pengembangan dan pengelolaan kawasan permukiman perbatasan, (3) rendahnya kesejahteraan masyarakat, (4) terbatasnya dana untuk pengembangan dan pengelolaan infrastruktur dan permukiman, (5) terbatasnya fasos dan fasum, (6) kesenjangan pembangunan ekonomi dan kemiskinan di wilayah perbatasan, (7) aktivitas sosial ekonomi masyarakat lebih ke wilayah negara tetangga, (8) kondisi sosial dan ekonomi lebih baik di negara tetangga, (9) minimnya infrastruktur kawasan dan permukiman, (10) terbatasnya pelayanan publik, (11) penegakan hukum dan peraturan masih lemah, dan (12) pemanfaatan dan pengelolaan dana

59 106 pembangunan belum optimal. Dua belas elemen masalah tersebut berada pada sektor independent. Dengan demikian, strategi pengembangan kawasan merupakan elemen yang berperan sebagai peubah bebas berkekuatan penggerak besar, tetapi tidak tergantung kepada sistem. Kemudian diikuti oleh elemen masalah wilayah perbatasan yang menjadi pintu belakang negara dan belum adanya kebijakan dan pedoman pembangunan permukiman perbatasan.

60 107 Level 1 Perbedaan karakteristik antara wilayah darat dan laut Banyak pemukiman berada di batas wilayah perbatasan Dependent Level 2 Pemanfaatan dan pengendalian tata ruang masih lemah Letak geografis Indonesia di titik silang benua Kondisi lingkungan tidak tertata, berpencar, kumuh & tidak dikelola dengan baik RTRW yang tidak sesuai dengan kebutuhan Level 3 Pengembangan dan pengelolaan SDA belum optimal Perkembangan infrastruktur & permukiman yang tidak terencana Rendahnya kesadaran masyarakat dalam memanfaatkan lahan sesuai peruntukan Adanya privatisasi lahan oleh pemerintah & swasta Level 4 Persepsi Wilayah Perbatasan merupakan wilayah dan pintu belakang negara Belum adanya kebijakan dan pedoman pembangunan permukiman perbatasan Level 5 Independent Aktivitas sosek masyarakat lebih ke wilayah negara tetangga Kondisi sosial dan ekonomi lebih baik di negara tetangga Minimnya infrastruktur kawasan dan permukiman Terbatasnya pelayanan publik Penegakan hukum dan peraturan masih lemah Pemanfaatan dan pengelolaan dana pembangunan belum optimal Level 6 Kesenjangan pembangunan ekonomi dan kemiskinan di wilayah perbatasan Terbatasnya fasos dan fasum Terbatasnya dana untuk pengembangan dan pengelolaan infrastruktur dan permukiman Level 7 Rendahnya kesejahteraan masyarakat Terbatasnya alokasi dana khusus untuk pengembangan dan pengelolaan kawasan permukiman perbatasan Level 8 Kurangnya kesadaran masyarakat akan identitas nasional Gambar 39. Diagram hierarki dari subelemen masalah dalam pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara

61 108 Hasil analisis ini memberikan makna bahwa kedua belas elemen faktor kunci masalah yang berada di sektor dependent sangat tergantung pada sistem dan tidak mempunyai kekuatan penggerak yang besar. Dalam strategi pengembangan kawasan posisinya akan mengikuti elemen lainnya yang berada di sektor independent. Hasil kajian subelemen pada analisis ISM berupa (a) Matriks reachability dan interpretasi dari elemen masalah yang terpengaruh program yang disajikan pada Lampiran 3. (b) Diagram model struktural ISM dari elemen sektor masyarakat yang terpengaruh program seperti disajikan pada Gambar 39. (c) Matriks driver power-dependence untuk elemen sektor masyarakat yang terpengaruh program, disajikan pada Gambar 40. Independent Linkage , , 15, , 6, 14, 16, 20, , , , 21 19, , 10, 12, , Autonomus Dependent Gambar 40. Matriks DP-D untuk subelemen masalah dalam strategi pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara Perlu dicermati bahwa posisi masalah persepsi wilayah perbatasan merupakan wilayah dan pintu belakang negara serta masalah belum adanya kebijakan dan pedoman pembangunan permukiman perbatasan dalam upaya pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan berada di dekat sektor linkage. Hal ini berarti faktor kunci dapat berubah menjadi sektor linkage apabila faktor-faktor yang lain mendukung subelemen tersebut. Berdasarkan hasil analisis, dua belas faktor kunci prioritas penggerak elemen tolok ukur yang sangat memengaruhi faktor lain dalam keberhasilan strategi pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara yaitu subelemen-subelemen yang terletak pada sektor I

62 109 (independent). Berdasarkan hasil analisis, tidak terdapat faktor-faktor kunci yang berperan sebagai peubah linkage, tetapi dengan peningkatan peranan secara optimal dari faktor-faktor kunci seperti persepsi wilayah perbatasan merupakan wilayah dan pintu belakang negara (8) dan persepsi belum adanya kebijakan dan pedoman pembangunan permukiman perbatasan akan berdampak terhadap peningkatan faktor-faktor kunci tersebut sebagai peubah linkage. Dalam desain kebijakan pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara, setiap tindakan meningkatkan peranan sektor-sektor independent. Tindakan meningkatkan peranan terhadap sektor-sektor tersebut akan menghasilkan terwujudnya program menuju sistem pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan, sedangkan lemahnya perhatian terhadap sektor-sektor tersebut akan menyebabkan kegagalan program Elemen Tolok Ukur dalam Pengembangan Kawasan Permukiman Berkelanjutan di Wilayah Perbatasan Negara Berdasarkan hasil kajian dan pendapat pakar, disusunlah struktur tolok ukur untuk menuju keberhasilan pengembangan kawasan permukiman yang terbagi atas lima elemen pada tolok ukur yang terdiri dari 16 subelemen kendala. Secara lengkap elemen tolok ukur dan subelemen kendala terlihat pada Tabel 18. Adapun hasil yang digunakan dalam model ISM adalah kajian dari pendapat pakar melalui wawancara mendalam seperti yang tertuang pada matriks interaksi tunggal terstruktur (structural self interaction matrix/ssim) pada Lampiran 4. Pakar yang terlibat dalam proses ini adalah pakar dari kalangan pemerintah, legislatif, pemerintah daerah, swasta, perguruan tinggi, lembaga profesi, masyarakat, dan LSM yang terpilih berdasarkan pengetahuan, pengalaman di bidang pengembangan kawasan permukiman.

63 110 Tabel 18. Elemen tolok ukur pengembangan kawasan permukiman perbatasan No Elemen (Tolok Ukur) No Sub elemen (Kendala) 1 Otimalisasi pengelolaan SDA 1 Penataan dan pembukaan isolasi serta ketertinggalan wilayah perbatasan kawasan 2 Peningkatan kegiatan pengembangan pemukiman, sarana, dan prasarana wilayah 3 Pengembangan kawasan khusus dengan pemanfaatan ruang spesifik sesuai dinamika wilayah perbatasan 4 Pengelolaan SDA darat dan laut secara seimbang 5 Peningkatan kesejahteraan masyarakat, 2 Peningkatan pengembangan dan penataan kawasan permukiman 3 Pengembangan infrastruktur wilayah dan permukiman terpadu 4 Pengembangan kelembagaan 5 Alokasi dana untuk pengelolaan wilayah perbatasan pendapatan daerah, dan pendapatan negara 6 Pembangunan wilayah perbatasan melalui pengembangan permukiman sebagai pusat pertumbuhan baru sebagai dan embrio kegiatan ekonomi 7 Penataan ruang wilayah 8 Pembangunan infrastruktur, sarana, dan prasarana 9 Partisipasi horison & vertikal pusat dan daerah 10 Pendekatan pengelolaan wilayah perbatasan pada aspek keamanan, sosial ekonomi, budaya, lingkungan, dan kesejahteraan secara seimbang 11 Sinergi/keterpaduan dan keseimbangan pembangunan berdasarkan potensi wilayah 12 Peningkatan kerjasama pembangunan antar negara, antarpemerintahan, dan antar stakeholders di wilayah perbatasan 13 Pembuatan kebijakan pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan 14 Penyusunan kebijakan tingkat makro dan mikro, investasi, SDA, dan kelembagaan pendukung pusat pertumbuhan 15 Penganggaran dana untuk pembangunan kawasan permukiman perbatasan 16 Evaluasi kegiatan untuk penganggaran dana pada kegiatan selanjutnya

64 111 Gambaran dari masing-masing elemen tolok ukur mengenai peringkat berdasarkan nilai driver power yang ada disajikan pada Gambar 41. Driver Power Elemen (Tolok Ukur) Gambar 41. Peringkat elemen tolok ukur berdasarkan nilai driver power Berdasarkan Gambar 41 di atas, nilai driver power elemen tolok ukur tertinggi pada subelemen 5 (peningkatan kesejahteraan masyarakat, pendapatan daerah, dan pendapatan negara) dan 15 (penganggaran dana untuk pembangunan kawasan permukiman perbatasan), sedangkan yang memiliki nilai driver power terendah adalah 3 (pengembangan kawasan khusus dengan pemanfaatan ruang spesifik sesuai dinamika wilayah perbatasan). Interpretasi dalam bentuk hierarki disajikan pada Gambar 38 dan pada Gambar 39 subelemen dikelompokkan kedalam empat sektor yakni autonomous, dependent, linkage dan independent. Analisis data ISM disajikan pada Lampiran 4. Berdasarkan Gambar 42, gambar tersebut menjelaskan pendapat para ahli tentang elemen tolok ukur dalam strategi pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan. Elemen tolok ukur tersebut diawali oleh peningkatan kesejahteraan masyarakat, pendapatan daerah dan pendapatan negara, penganggaran dana untuk pembangunan kawasan permukiman perbatasan, penataan dan pembukaan isolasi serta ketertinggalan wilayah perbatasan, pembangunan infrastruktur, prasarana dan sarana, pendekatan pengelolaan wilayah perbatasan pada aspek sosekbudhankam dan lingkungan. Selain itu, kesejahteraan secara seimbang, peningkatan kerja sama pembangunan antarnegara antarpemerintahan dan antar-stakeholders di wilayah

65 112 perbatasan merupakan elemen tolok ukur tersebut. Hasil kajian subelemen pada analisis ISM berupa (a) Matriks reachability dan interpretasi dari elemen tolok ukur yang terpengaruh program, yang disajikan pada lampiran 4, (b) Diagram model struktural ISM dari elemen tolok ukur yang terpengaruh program seperti disajikan pada Gambar 38, (c) Matriks driver power-dependence untuk elemen tolok ukur yang terpengaruh program, disajikan pada Gambar 42. Level 1 Pengembangan kawasan khusus dengan pemanfaatan ruang spesifik sesuai dinamika wilayah Dependent Level 2 Pengelolaan SDA darat dan laut secara seimbang Partisipasi horison & vertikal pusat dan daerah Penyusunan kebijakan tingkat makro dan mikro, investasi, SDA dan kelembagaan pendukung pusat pertumbuhan Evaluasi kegiatan untuk penganggaran dana pada kegiatan Level 3 Linkage Peningkatan kegiatan pengembangan pemukiman, sarana dan prasarana wilayah Pembangunan Wilayah Perbatasan Penataan ruang wilayah Sinergi dan keseimbangan pembangunan Pembuatan kebijakan pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan Level 4 Independent Penataan dan pembukaan isolasi serta ketertinggalan wilayah perbatasan Pembangunan infrastruktur, sarana dan prasarana Pendekatan pengelolaan Wilayah Perbatasan pada aspek sosekbudhankam dan lingkungan serta kesejahteraan secara seimbang Peningkatan kerjasama pembangunan antar negara, antar pemerintahan, dan antar stakeholders di wilayah perbatasan Level 5 Peningkatan kesejahteraan masyarakat, pendapatan daerah dan pendapatan negara Penganggaran dana untuk pembangunan kawasan permukiman perbatasan Gambar 42. Diagram hierarki dari subelemen tolok ukur dalam pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara

66 113 Berdasarkan hasil analisis terdapat 6 faktor kunci prioritas penggerak elemen tolok ukur yang sangat memengaruhi program menuju strategi pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara yaitu subelemen-subelemen yang terletak pada sektor I (independent). Setiap tindakan yang meningkatkan peranan dari sektor-sektor tersebut akan menghasilkan sukses program menuju sistem pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara, sedangkan lemahnya perhatian terhadap sektor-sektor tersebut akan menyebabkan kegagalan program. Independent 5, , 8, 10, , 6, 7, 11, , 9, 14, Autonomus Linkage Dependent Gambar 43. Matriks DP-D untuk subelemen tolok ukur dalam pengembangan strategi pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara Komponen-komponen Dominan dalam Kebijakan Pengembangan Kawasan Permukiman Berkelanjutan di Wilayah Perbatasan Negara Kabupaten Nunukan A. Hasil Pembobotan pada Setiap Komponen Dalam menganalisis komponen yang dominan dalam kebijakan pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan wilayah perbatasan negara di Kabupaten Nunukan, digunakan model AHP untuk memilih arahan kebijakan yang tepat dan penting dalam pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan. Gambar 39 merupakan diagram hirarki AHP yang telah didiskusikan dan merupakan pendapat pakar melalui wawancara yang mendalam. Pakar yang terlibat antara lain dari Bappenas, Departemen Dalam Negeri, Departemen PU, Menpera, KLH, DPR RI, perguruan tinggi, pemda, lembaga profesi, masyarakat, swasta, dan LSM.

67 114 Fokus Permukiman PerbatasanNegara Faktor Kebijakan Pemerintah 0,418 Tingkat Pendapatan 0,120 Pendanaan Pembangunan 0,271 Prasarana dan Sarana 0,191 Stakeholders Pemerintah 0,337 Pemerintah Daerah 0,222 Swasta 0,150 Masyarakat 0,133 Pakar 0,091 BKM / LSM 0,068 Tujuan Pengembangan Dan Penataan Kawasan 0,326 Peningkatan Kesejahteraan 0,313 Pemulihan Ekosistem 0,158 Pengembangan Prasarana Kawasan 0,116 Minimalisasi Konflik 0,087 Sasaran Strategi Pengembangan (Kawasan) 0,624 Strategi Pengembangan (Kelembagaan) 0,130 Strategi Pengembangan (Pembiayaan) 0,246 Gambar 44. Diagram hierarki AHP pada pengembangan kawasan permukiman perbatasan negara Hierarki AHP disusun dengan lima level yang memperlihatkan tahapan proses penetapan prioritas yang dimulai dari penetapan fokus pada level l yaitu fokus pada pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara. Level 2 adalah faktor yang terdiri atas kebijakan pemerintah, tingkat pendapatan, pendanaan pembangunan, prasarana, dan sarana. Level 3 adalah aktor terdiri atas pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, masyarakat, pakar, dan BKM/LSM setempat. Aktor tersebut terkait dengan pengembangan kawasan permukiman dan masing-masing aktor mempunyai peran, pengaruh, dan kekuatan terhadap kebijakan-kebijakan pengembangan kawasan. Level 4 adalah tujuan untuk pengembangan kawasan permukiman yang terdiri atas pengembangan dan penataan kawasan, peningkatan kesejahteraan, pengelolaan SDA dan ekosistem kawasan, pengembangan prasarana kawasan dan minimalisasi konflik. Level 5 adalah sasaran yang terdiri atas strategi pengembangan kawasan, strategi pengembangan pembiayaan, dan strategi pengembangan kelembagaan. Hasil pengisian kuesioner matriks perbandingan berpasangan yang disampaikan kepada

68 115 pakar dari kalangan pemerintah pusat, pemerintah daerah, swasta, masyarakat, pakar perguruan tinggi, dan BKM/LSM, kemudian diolah dengan perangkat lunak Expert Choice. Hasil analisis AHP pada setiap level dari heirarki desain pengembangan kawasan berkelanjutan. Bobot dan prioritas yang dianalisis adalah hasil kombinasi (combined) dari pendapat para pakar pada setiap matriks berpasangan. B. Pembobotan Kriteria Faktor dalam Pengembangan Kawasan Permukiman Perbatasan Negara Berkelanjutan Berdasarkan hasil dari pendapat pakar tersusun faktor-faktor yang menjadi pengaruh utama dalam pengembangan kawasan permukiman perbatasan negara berkelanjutan. Gambar 45 menunjukkan urutan prioritas faktor-faktor tersebut. Keterangan : KBPM = Kebijakan Pemerintah PDPB = Pendanaan Pembangunan PSSR = Prasarana dan Sarana TKPM = Tingkat Pendapatan Gambar 45. Urutan prioritas faktor dalam pengembangan kawasan permukiman perbatasan negara berkelanjutan Berdasarkan gambar 45, hasil analisis AHP yang merupakan faktor (level 2) kebijakan pemerintah dan pendanaan pembangunan menjadi prioritas utama dengan masing-masing bobot nilai adalah 0,418 dan 0,271. Kebijakan pemerintah akan membantu membangun pusat-pusat pertumbuhan baru kegiatan ekonomi dan perdagangan. Penyiapan perangkat kebijakan dan pendanaan pembangunan diperlukan guna pengembangan kawasan permukiman di tingkat kabupaten, kawasan pusat pertumbuhan maupun pada kawasan yang sangat terperinci di wilayah perbatasan negara. Dalam kaitan dengan kebijakan pemerintah diperlukan kebijakan ekonomi yang meliputi intervensi pemerintah

69 116 secara terarah, pemerataan pendapatan, penciptaan kesempatan kerja, dan pemberian stimulan bagi kegiatan pembangunan yang memerlukannya. Hal tersebut dilakukan agar segenap tujuan pembangunan berkelanjutan ini dapat tercapai. Adapun, dalam konteks hubungan antara tujuan sosial dan ekologi, strategi yang ditempuh adalah partisipasi masyarakat, swasta, LKM, dan LSM. Memahami kecenderungan pertumbuhan kawasan perkotaan di wilayah perbatasan (pusat pertumbuhan baru) sangat terkait dengan 4 faktor: kebijakan, stakeholders, perilaku masyarakat, proses dan pola pertumbuhan. (1) Kebijakan merupakan faktor paling penting untuk mengontrol pertumbuhan suatu kota pada skala makro. (2) Pola pertumbuhan merupakan cerminan dapat dilihat secara langsung hasilnya. (3) Proses dapat mengindikasikan dinamika pertumbuhan kota. (4) Perilaku mengindikasikan kegiatan dari pelaku yang terlibat. Hasilnya adalah model pola pentahapan dan proses penyusunan kebijakan. Aturan dalam teori hierarki, memahami tiap tingkat harus mempertimbangkan tingkat yang paling atas dan paling bawah sebagai perbandingan hubungan yang paling dekat. Konsekuensinya untuk memahami proses adalah harus melihat pola dan perilaku yang terkandung di dalamnya. Pola merupakan gambaran sementara dari proses dan perilaku merupakan sumber dari proses pengambilan keputusan (Cheng 1999). Kebijakan pengembangan permukiman di Indonesia tahun antara lain pengembangan lokasi kawasan permukiman dengan memerhatikan jumlah penduduk dan penyebarannya, pola tata guna lahan, kesehatan lingkungan, dan tersedianya fasilitas sosial dan umum. Lokasi permukiman perlu memperhatikan keserasian dengan lingkungannya. (Permenpera 1999). Kuswara (2004) dalam kajiannya mengungkapkan bahwa permukiman merupakan tempat aktivitas yang memanfaatkan ruang terbesar dari kawasan budi daya. Pengelolaan pembangunan perumahan harus memperhatikan ketersediaan sumber daya pendukung serta keterpaduannya dengan aktivitas lain. Dalam kenyataannya, hal tersebut sering terabaikan sehingga tidak berfungsi secara optimal dalam mendukung suksesnya perkembangan suatu kawasan/kota. Oleh karena itu, diperlukan upaya pengembangan perencanaan dan perancangan, serta pembangunan permukiman yang kontributif terhadap rencana tata ruang.

70 117 Permasalahan perumahan saat ini menurut Kirmanto (2005) telah terjadi: (i) alokasi tanah dan tata ruang yang kurang tepat; (ii) ketimpangan pelayanan infrastruktur, pelayanan perkotaan, dan perumahan; (iii) konflik kepentingan dalam penentuan lokasi perumahan; (iv) masalah lingkungan dan eksploitasi sumberdaya alam; dan (v) komunitas lokal tersisih, di mana orientasi pembangunan terfokus pada kelompok masyarakat mampu serta menguntungkan. Tantangan pengembangan kawasan permukiman yang akan datang antara lain (i) urbanisasi yang tumbuh cepat merupakan tantangan bagi pemerintah untuk berupaya agar pertumbuhan lebih merata; (ii) perkembangan tak terkendali di daerah yang memiliki potensi untuk tumbuh; (iii) marjinalisasi sektor lokal oleh sektor nasional dan global; dan (iv) kegagalan implementasi dan kebijakan penentuan lokasi perumahan (Kirmanto 2005). Setelah lokasi kawasan permukiman ditentukan berdasarkan pilihan yang optimal, perlu dibuat rencana tapak kawasan (site planning) agar dalam jangka panjang perumahan tersebut tidak menimbulkan dampak negatif dalam arti luas. Rencana tapak kawasan ini penting karena akan menentukan bentuk dan pola kawasan yang dapat menciptakan suatu kawasan permukiman yang tertata sehingga kemudahan dan kenyamanan para penghuni dapat tercipta serta dapat mempengaruhi perilaku penghuni di mana pun kawasan permukiman tersebut berada termasuk di wilayah perbatasan negara. Hasil analisis AHP selanjutnya yang menjadi prioritas adalah peningkatan prasarana dan sarana dengan bobot nilai 0,191 dan yang menjadi prioritas yang terakhir adalah tingkat pendapatan dengan bobot nilai 0,120. Adanya peningkatan prasarana dan sarana serta peningkatan tingkat pendapatan. Diharapkan program pembangunan yang menyeluruh dan terpadu dapat dilaksanakan di wilayah perbatasan negara Kabupaten Nunukan, sehingga akan memberikan keuntungan kepada pemerintah dan mensejahterakan masyarakat di sekitar kawasan tersebut. C. Pembobotan Kriteria Stakeholder dalam Pengembangan Kawasan Permukiman Perbatasan Negara Berkelanjutan Berdasarkan hasil dari pendapat pakar, tersusun stakeholder yang menjadi pengaruh utama dalam pengelolaan pengembangan kawasan permukiman perbatasan negara berkelanjutan, Gambar 46 menunjukkan urutan prioritas stakeholder tersebut.

71 118 Keterangan : PP = Pemerintah Pusat PD = Pemerintah Daerah ST = Swasta MY = Masyarakat PK = Pakar Gambar 46. Urutan prioritas stakeholder dalam pengembangan kawasan permukiman perbatasan negara berkelanjutan Berdasarkan gambar 46 hasil analisis AHP yang merupakan stakeholder (level 3) menunjukkan bahwa pemerintah pusat dan daerah mempunyai peran utama dalam pengembangan kawasan permukiman, bobot nilai masing-masing stakeholder adalah 0,337 dan 0,222. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah mempunyai tingkat kepentingan yang tinggi terhadap penetapan alternatif kebijakan pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan Kabupaten Nunukan. Hal tersebut disebabkan kenyataan di lapangan maupun pada tingkat kebijakan sangat ditentukan oleh pengaruh dan peran dari aktor pemerintah pusat dan pemerintah daerah sesuai dengan Undang-undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) , Undang-Undang No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Undang-undang No. 4 tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, dan UU No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah. Oleh karena itu, pemerintah mempunyai kewenangan penuh untuk mendorong percepatan pengembangan kawasan permukiman di wilayah perbatasan kabupaten Nunukan sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN). Secara umum, pengembangan wilayah perbatasan memerlukan suatu pola atau kerangka penanganan yang menyeluruh meliputi berbagai sektor dan kegiatan pembangunan serta koordinasi dan kerjasama yang efektif dari mulai pemerintah pusat sampai ke tingkat kabupaten/kota. Pola penanganan tersebut dapat dijabarkan melalui penyusunan kebijakan dari tingkat makro sampai tingkat mikro

72 119 dan disusun berdasarkan proses yang partisipatif baik secara horisontal di pusat maupun vertikal dengan pemerintah daerah, sedangkan jangkauan pelaksanaannya bersifat strategis sampai dengan operasional. Swasta memiliki bobot nilai sebanyak 0,150. Swasta merupakan salah satu stakeholder yang mempunyai peran terhadap pengembangan kawasan permukiman. Swasta mempunyai peran sebagai penggalian sumber dana untuk investasi pembangunan yang berkaitan dengan pengembangan kawasan permukiman, seperti pernyataan Direktorat Jendral Pemberdayaan Sosial (2005) mengemukakan bahwa tanggung jawab sosial dunia usaha telah menjadi suatu kebutuhan yang dirasakan bersama antara pemerintah, masyarakat, dan swasta atau dunia usaha berdasarkan prinsip kemitraan dan kerjasama. Tanggung jawab sosial swasta di antaranya dapat memberikan implikasi positif terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, meringankan beban pembiayaan pembangunan, memperkuat investasi dunia usaha sehingga dapat meningkatkan dan menguatkan jaringan kemitraan serta kerja sama antara masyarakat, pemerintah dengan swasta. Stakeholder selanjutnya adalah masyarakat yang mempunyai bobot nilai 0,133. Masyarakat berperan penting untuk menjaga wilayah perbatasan. Pembangunan permukiman sangat penting dilakukan di wilayah perbatasan tersebut menyangkut keamanan, kehormatan, dan kesadaran masyarakat perbatasan akan identitas nasional. Hak-hak ulayat masyarakat perbatasan perlu diakui dan diatur keberadaannya. Keberadaan tanah ulayat secara sesungguhnya memiliki permasalahan secara administratif karena terkadang keberadaannya melintasi batas negara di dua wilayah negara. Walaupun demikian, karena hak-hak ulayat ini secara tradisional menjadi aset penghidupan sehari-hari masyarakat tersebut, keberadaanya tidak dapat dihapuskan, tetapi sebaliknya perlu diakui dan diatur secara jelas. Stakeholder selanjutnya adalah pakar dan BKM/LSM masing-masing stakeholder tersebut mempunyai bobot nilai 0,91 dan 0,68. Kedua stakeholder tersebut mempunyai peran dalam hal melakukan pemantauan dan pengawasan di lapangan terhadap sosial ekonomi masyarakat di sekitar wilayah perbatasan Kabupaten Nunukan dan usaha-usaha penegakan hukum jika ada suatu pelanggaran dalam setiap kegiatan pembangunan.

73 120 D. Pembobotan Kriteria Tujuan dalam Pengembangan Kawasan Permukiman Berkelanjutan di Wilayah Perbatasan Negara Berdasarkan hasil dari pendapat pakar tersusun tujuan yang menjadi capaian utama, gambar 47 menunjukkan urutan prioritas tujuan tersebut. Keterangan : PPK = Pengembangan dan Penataan Kawasan PKS = Peningkatan Kesejahteraan PE = Pengembangan SDA dan Ekosistem Kawasan PRK = Pengembangan Prasarana Kawasan MK = Minimasi Konflik Gambar 47. Urutan prioritas tujuan dalam pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara Berdasarkan gambar 47 hasil analisis AHP yang merupakan tujuan (level 4) menunjukkan pengembangan dan penataan kawasan dan peningkatan kesejahteraan mendapat priotitas utama dalam kriteria tujuan dengan masingmasing bobot nilai 0,326 dan 0,313. Pengembangan kawasan menjadi prioritas sesuai dengan GBHN 1999 mengamanatkan bahwa wilayah perbatasan merupakan kawasan tertinggal yang harus mendapat prioritas dalam pembangunan. Amanat GBHN ini telah dijabarkan dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (Propenas) dan dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, mengamanatkan bahwa wilayah perbatasan negara sebagai Kawasan Strategis Nasional (KSN) dan menyiapkan berbagai kebijakan dan langkah serta program pembangunan yang menyeluruh dan terpadu sehingga akan terjadi peningkatan kesejahteraan masyarakat di sekitar wilayah perbatasan Kabupaten Nunukan. Penanganan pengembangan kawasan permukiman sesuai dengan UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman pada pasal 2 memuat penjelasan bahwa lingkup pengaturan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) yang

74 121 menyangkut penataan perumahan meliputi kegiatan pembangunan baru, pemugaran, perbaikan, perluasan, pemeliharaan, dan pemanfaataannya. Pengembangan yang menyangkut penataan permukiman meliputi kegiatan pembangunan baru, perbaikan, peremajaan, perluasan, pemeliharaan, dan pemanfaatannya. Konsep penataan dan pengembangan permukiman di Indonesia berbeda dengan di Malaysia. Dalam mengembangkan kawasan permukiman, Malaysia khususnya di wilayah perbatasan dengan Indonesia menggunakan pola cascade (ditarik ke dalam tidak linier di sepanjang jalan). Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari perkembangan permukiman berpola linier/ribbon development (Departemen PU 2002). Seiring meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan permukiman sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia ikut meningkat pula. Berdasarkan asumsi pertumbuhan penduduk berdasarkan pada tiap-tiap skenario yang direncanakan, serta dengan menggunakan asumsi bahwa setiap keluarga terdiri dari 5 orang, maka perkiraan kebutuhan minimum rumah pada tahun 2009 dan tahun 2014 berdasarkan tiap skenario dapat ditentukan seperti tertera pada Tabel 19. Tabel 19. Kebutuhan rumah di Kabupaten Nunukan tahun 2009 dan 2014 Kawasan Skenario Jumlah Penduduk Kebutuhan Rumah (unit) Perumahan Pesimis Optimis Ambisius Sumber: Hasil Analisis Kemiskinan dan ketertinggalan masyarakat merupakan permasalahan utama di wilayah perbatasan. Hal ini disebabkan sentralisasi pembangunan di masa lalu dan kecenderungan penggunaan pendekatan keamanan dalam pengelolaan wilayah perbatasan sehingga menyebabkan minimnya prasarana dan sarana wilayah, terbatasnya fasilitas umum dan sosial, serta rendahnya kesejahteraan masyarakat. Keterbatasan pelayanan publik di wilayah perbatasan menyebabkan orientasi

75 122 aktivitas sosial-ekonomi masyarakat ke wilayah negara tetangga. Untuk memenuhi hak-hak masyarakat sebagai warga negara dalam memperoleh pelayanan publik dan kesejahteraan sosial serta membuka keterisolasian wilayah, diperlukan percepatan pembangunan di wilayah perbatasan dengan menggunakan pendekatan kesejahteraan. Kebijakan pengembangan wilayah perbatasan negara ke depan adalah dengan peningkatan keberpihakan terhadap wilayah perbatasan sebagai daerah tertinggal dan terisolir dengan menggunakan pendekatan kesejahteraan dan keamanan secara seimbang. Paradigma pengelolaan wilayah perbatasan pada masa lampau berbeda dengan pradigma saat ini. Pada masa lalu pengelolaan wilayah perbatasan lebih menekankan kepada aspek keamanan (security approach), sedangkan saat ini kondisi keamanan regional relatif stabil sehingga pengembangan wilayah perbatasan perlu pula menekankan kepada aspek ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan. Pengelolaan wilayah perbatasan dengan pendekatan kesejahteraan (prosperity approach) sangat diperlukan untuk mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat, meningkatkan sumber pendapatan negara, dan mengejar ketertinggalan pembangunan dari wilayah negara tetangga. Oleh karena itu, pengembangan wilayah perbatasan melalui pendekatan kesejahteraan sekaligus pendekatan keamanan secara serasi perlu dijadikan landasan dalam penyusunan berbagai program dan kegiatan di wilayah perbatasan pada masa yang akan datang. Prioritas selanjutnya adalah pengelolaan SDA dan ekosistem wilayah dengan bobot nilai 0,158. Pengelolaan SDA dan ekosistem wilayah sangat penting untuk dilaksanakan sehingga SDA dan wilayah tidak terdegradasi akibat adanya pembangunan di kawasan tersebut. Oleh karena itu, kegiatan-kegiatan pembangunan perlu direncanakan secara terpadu berdasarkan pada pengelolaan secara optimal potensi-potensi SDA dan ekosistem wilayah. Kawasan permukiman di wilayah perbatasan negara mempunyai dampak langsung terhadap kualitas lingkungan seperti fakta adanya kawasan permukiman yang liar dan tidak tertata yang keberadaannya juga dapat mengganggu ekosistem air tanah. Di lain pihak, masyarakat dan pekerja di wilayah perbatasan banyak kekurangan rumah sehingga untuk memenuhi kebutuhan rumah, para pekerja

76 123 menyewa tempat tinggal dengan tarif setengah dari gajinya. Apabila para pekerja dapat dipenuhi kebutuhan rumahanya oleh para stakeholders terkait, maka gajinya akan lebih besar untuk kebutuhan kesejahteraan sehingga etos kerja para pekerja akan semakin meningkat (Gilbreath 2002). Prioritas selanjutnya yaitu pengembangan prasarana dan sarana dengan bobot nilai 0,116 yang sangat penting dilakukan untuk pengembangan potensi ekonomi dan sumber daya alam di kawasan tersebut. Prioritas terakhir adalah minimalisasi konflik dengan bobot nilai 0,087 yang penting dilakukan agar tidak terjadi konflik di wilayah perbatasan antara masyarakat dengan masyarakat negara tetangga, masyarakat dengan pemerintah daerah, dan masyarakat dengan pemerintah provinsi/pusat. Hal ini dapat mendatangkan keuntungan bagi pemerintah daerah maupun masyarakat. Peningkatan kerja sama bilateral, subregional, maupun regional dalam berbagai bidang pengelolaan perbatasan tidak dapat dilepaskan dari konteks lingkungan internasional maupun regional. Di era globalisasi seperti saat ini, setiap negara di saling tergantung satu sama lain. Adanya saling ketergantungan dalam masyarakat internasional berpengaruh dalam bidang-bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial-budaya, dan pertahanan keamananan. Oleh karena itu, peningkatan kerja sama dengan negara tetangga baik secara bilateral, subregional, maupun regional diharapkan dapat menciptakan keterbukaan dan saling pengertian sehingga dapat menghindari terjadinya konflik perbatasan. Hal ini didukung meningkatnya hubungan masyarakat perbatasan baik dari segi sosial-budaya maupun ekonomi. Selain itu kerja sama, antarnegara sangat diperlukan untuk meningkatkan investasi dan optimalisasi pemanfaatan SDA di wilayah perbatasan, serta untuk menanggulangi berbagai permasalahan hukum yang terjadi di wilayah perbatasan. Kelembagaan untuk menyelesaikan masalah-masalah perbatasan RI - Malaysia yang ada saat ini adalah General Border Committee (GBC) yang diketuai oleh Panglima TNI. Forum ini mengadakan pertemuan setahun sekali dengan pergantian tempat antara Indonesia dan Malaysia. Permasalahan perbatasan yang ada saat ini terjadi pada sembilan titik. Permasalahan ini sangat kompleks dan menyangkut kepastian hukum wilayah NKRI atau Malaysia, yaitu masalah (1) Tanjung Datu, (2) Batu Aum, (3)

77 124 Semilau, (4) Sungai Sinapad, (5) Sungai Semantipal, (6) Nanga Badau, (7) Sungai Buan, (8) Gunung Raya, dan (9) Pulau Sebatik. Kerja sama di bidang sosial-ekonomi daerah perbatasan Malaysia (Sarawak dan Sabah) dengan Indonesia (Kalimantan Barat dan Kalimantan Timur) yang disebut Sosek Malindo telah dilengkapi dengan kelompok kerja (KK). Sosek Malindo di tingkat provinsi/negeri ditujukan untuk (a) menentukan proyekproyek pembangunan sosial ekonomi yang digunakan bersama, (b) merumuskan hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan pembangunan sosial ekonomi di wilayah perbatasan, (c) melaksanakan pertukaran informasi mengenai proyekproyek pembangunan sosial-ekonomi di wilayah perbatasan bersama, dan (d) menyampaikan laporan kepada KK Sosek Malindo tingkat pusat mengenai pelaksanaan kerja sama pembangunan sosial-ekonomi di daerah perbatasan. E. Pembobotan Kriteria Sasaran dalam Pengembangan Kawasan Permukiman Perbatasan Negara Berkelanjutan Hasil dari pendapat pakar tersusun sasaran yang menjadi prioritas utama dalam keberhasilan pengembangan kawasan permukiman perbatasan negara berkelanjutan. Gambar 48 menunjukkan urutan prioritas sasaran tersebut. Keterangan : SPKW = Strategi Pengembangan Kawasan SPPM = Strategi Pengembangan Pembiayaan SPKL = Strategi Pengembangan Kelembagaan Gambar 48. Urutan prioritas sasaran dalam pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara Berdasarkan gambar 48 hasil analisis AHP yang merupakan sasaran (level 5) menunjukkan strategi pengembangan kawasan menjadi prioritas utama dengan bobot nilai 0,624. Hal tersebut disebabkan adanya dukungan ketersediaan infrastruktur dasar yang memadai untuk dilakukan pengembangan wilayah

78 125 perbatasan di Kabupaten Nunukan. Prioritas kedua yaitu pengembangan pembiayaan dengan bobot nilai 0,246. Hal tersebut didukung oleh adanya dukungan pembiayaan dari pemerintah untuk melakukan pengembangan kawasan permukiman di wilayah perbatasan Kabupaten Nunukan. Prioritas yang terakhir adalah strategi pengembangan kelembagaan dengan bobot nilai 0,130. Hal tersebut disebabkan adanya dukungan perencanaan tata ruang yang partisipatif, pembentukan community-based organization (CBO), sosialisasi program pengelolaan permukiman berkelanjutan, bantuan teknis dan advokasi pengembangan desain rumah dan lingkungan, pelembagaan aktivitas sosialkultural, peningkatan kelengkapan lingkungan (neighbourhood attachment), peningkatan investasi publik. a. Strategi Pengembangan Kawasan Arah pembangunan jangka panjang nasional yang berkaitan dengan pembangunan wilayah perbatasan merupakan wilayah perbatasan dikembangkan dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward looking menjadi outward looking. Dengan demikian, kawasan tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. Adapun program pembangunan berupa penyusunan rencana pengembangan wilayah perbatasan dengan program kegiatan sebagai berikut: - Penetapan arah kebijakan pembangunan wilayah perbatasan dengan orientasi mendukung pergerakan aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. - Penetapan garis batas negara secara jelas dan benar. - Peningkatan sarana dan prasarana pendukung terhadap aktivitas sosial ekonomi masyarakat setempat serta guna membantu pengamanan kawasan perbatasan. - Pengembangan wilayah perbatasan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi strategis dengan pemanfaatan sumberdaya alam setempat. - Peningkatan kualitas sumber daya manusia agar lebih berpotensi dan profesional. - Penetapan fungsi lembaga pengelola wilayah perbatasan sesuai dengan kapasitas.

79 126 Arah kebijakan pemanfaatan ruang di wilayah perbatasan Provinsi Kalimantan Timur adalah: - Perlu dibuka jalur transportasi yang menghubungkan wilayah perbatasan dengan daerah-daerah lainnya, baik yang menuju Indonesia maupun Malaysia untuk memudahkan pemasaran hasil-hasil bumi setempat. - Perlu dibuka pos-pos imigrasi di wilayah perbatasan untuk melegalkan arus barang yang masuk dan keluar dari wilayah Indonesia. - Perlu dibangun pelabuhan laut yang khusus melayani arus keluar-masuk barang dari Indonesia di Wilayah Nunukan Kepulauan. - Mempercepat tercapainya kemandirian masyarakat dan pemerintah Kabupaten Nunukan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. - Mengembangkan dan menyerasikan laju pertumbuhan pembangunan antarwilayah kecamatan, wilayah pedesaan, antarsektor ekonomi, serta membuka wilayah pedalaman, perbatasan, wilayah yang terisolasi, dan kawasan tertinggal lainnya. - Mengoptimalkan pemanfaatan pendapatan yang berasal dari sumber daya alam yang dapat diperbaharui dengan prinsip pembangunan yang berkelanjutan. - Meningkatkan investasi dan peran wisata untuk mendorong penguatan ekonomi rakyat. Rencana Strategi Daerah Provinsi Kalimantan Timur Tahun Bagian dokumen perencanaan daerah ini yang memuat salah satu prioritas pembangunan daerah perbatasan dengan program prioritas: - Pembangunan sarana dan prasarana jalan darat yang menghubungkan pusat pusat pertumbuhan ekonomi di daerah kota dan pantai dengan wilayah di perbatasan termasuk jalan tembus menuju ke daerah Malaysia. - Pembukaan sarana dan prasarana perintis dan air strip yang sudah ada di daerah perbatasan dan bantuan subsidi penerbangan ke daerah perbatasan. - Pengawasan sumber daya alam di daerah perbatasan dan pencurian oleh pihak-pihak yang kurang bartanggung jawab serta pengawasan pemindahan patok-patok batas negara di perbatasan Indonesia dengan Malaysia. - Pengembangan potensi ekonomi yang tersedia di daerah perbatasan melalui

80 127 pola agribisnis dan agroindustri dengan tujuan ekspor ke negara tetangga. - Peningkatan kerja sama sosial-ekonomi antara pemerintah dan masyarakat perbatasan antarkedua negara malalui payung kerja sama-sosek MALINDO dan kerja sama bidang lainnya yang saling menguntungkan kedua belah pihak. b. Strategi Pengembangan Pembiayaan Pada pasal 18 A ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia 1945 mengamanatkan agar hubungan keuangan, pelayanan, serta pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah dan pemerintahan daerah diatur secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang. Undang- Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah dimaksudkan untuk mendukung penyerahan urusan kepada pemerintahan daerah yang diatur dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Pendanaan atau pembiayaan tersebut menganut prinsip "Money Follow's Function", yang mengandung makna pendanaan mengikuti fungsi pemerintahan yang menjadi tanggung jawab masing-masing tingkat pemerintahan. Perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah mencakup pembagian keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, kebutuhan, serta permasalahan daerah. Studi pengembangan Kawasan Strategis Nasional perbatasan Provinsi Kalimantan Timur yang menyangkut pula pemerintahan 4 kabupaten merupakan masalah nasional yang perlu mendapat perhatian khusus. Jangan sampai kasus Sepadan, Legitan, dan Ambalat terulang kembali di daerah daratan perbatasan Kalimantan Timur dengan Serawak (Malaysia). Sumber-sumber pendanaan/pembiayaan pelaksanaan pemerintahan daerah terdiri atas pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan, Pinjaman Daerah dan pendapatan lain yang syah. Wilayah perbatasan berkaitan dengan pemerintah pusat sehingga pendanaan pembangunan wilayah perbatasan juga dapat bersumber dari RAPBN, keuangan pusat yang dikonsentrasikan kepada gubernur, atau yang ditugaskan dan/atau desa dalam rangka tugas pembantuan. Dana perimbangan merupakan pendanaan daerah yang bersumber dari APBN yang terdiri dari dana bagi hasil (DBH), dana alokasi umum (DAU), dan dana

81 128 alokasi khusus (DAK). Dana perimbangan ini digunakan untuk membantu daerah dalam mendanai kewenangannya untuk menghindari ketimpangan sumber pendanaan pemerintahan antara pusat dan pemerintahan daerah. Dana bagi hasil (DBH) diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun 2000 dan pada pasal 21 sektor pertambangan, panas bumi sesuai dengan undang-undang No. 27 Tahun 2003 tentang Panas Bumi, dan termasuk dana reboisasi. Dana alokasi umum (DAU) digunakan untuk pemerataan kemampuan keuangan antardaerah melalui penerapan formula yang mempertimbangkan kebutuhan dana potensi daerah. Wilayah perbatasan berkaitan dengan empat kabupaten sehingga ada peluang peningkatan DAU untuk membangun wilayah perbatasan. Dana alokasi khusus (DAK) digunakan untuk membantu membiayai kegiatan-- kegiatan khusus di daerah tertentu yang menjadi prioritas nasional karena membangun wilayah perbatasan merupakan masalah daerah dan masalah nasional. Dalam Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 juga mengatur hibah yang berasal dari pemerintah negara asing, badan/lembaga asing, badan/lembaga internasional dalam bentuk devisa/rupiah, bentuk barang dan jasa, termasuk tenaga ahli dan pelatihan yang tidak perlu dibayar lagi. Selain itu, terdapat sumber-sumber pembiayaan lain yaitu pinjaman daerah yang digunakan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan pelayanan masyarakat. Sumber dana yang lain yaitu dana dekonsentrasi yang bertujuan untuk menjamin tersedianya dana untuk pelaksanaan kewenangan pemerintah yang dilimpahkan pada gubernur sebagai wakil pemerintah. Sumber dana/biaya dan kekayaan sumber daya alam yang ada di Provinsi Kalimantan Timur dan keempat kabupaten yang termasuk wilayah perbatasan cukup besar apabila dana tersebut dapat dimanfaatkan dengan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan yang baik. c. Strategi Pengembangan Kelembagaan Pengembangan strategi nasional perbatasan Provinsi Kalimantan Timur berkaitan dengan Kabupaten Nunukan sehingga sesuai dengan amanat Undangundang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Pemerintahan daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah pusat. Dalam

82 129 menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah tersebut, pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan asas otonomi dan tugas perbantuan. Penyelenggaraan desentralisasi memberikan syarat terhadap pembagian urusan pemerintahan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Urusan pemerintah terdiri dari urusan pemerintahan yang dikelola secara bersama antartingkatan dan susunan pemerintah atau konkuren. Urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan pemerintah yaitu urusan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, moneter dan fiskal nasional, yustisi dan agama. Urusan pemerintahan yang dapat dikelola secara bersama antartingkatan dan susunan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi urusan pemerintah pusat. Dalam setiap bidang urusan pemerintahan yang bersifat konkuren terdapat bagian urusan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, pemerintah daerah propinsi, dan pemerintah daerah kabupaten/kota. Pembagian urusan pemerintahan yang bersifat konkuren harus proporsional antara pemerintah, pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten. Oleh karena itu, ditetapkan kriteria pembagian urusan pemerintahan yang meliputi eksternalitas, akuntabilitas, dan efisien. Penggunaan ketiga kriteria tersebut diterapkan secara kumulatif sebagai satu kesatuan dengan mempertimbangkan keserasian dan keadilan hubungan antarkegiatan dan susunan pemerintahan. Kriteria eksternalitas didasarkan atas pemikiran bahwa tingkat pemerintahan yang berwenang atas suatu urusan pemerintahan ditentukan oleh jangkauan dampak yang diakibatkan dari penyelenggaraan urusan pemerintahan. Untuk mencegah teradinya tumpang tindih pengakuan atau klaim atas dampak maka ditentukan kriteria akuntanbilitas. Kriteria tersebut yaitu tingkat pemerintah yang paling berwenang menyelenggarakan urusan pemerintahan tersebut adalah yang paling dekat dari dampak yang timbul.hal ini sesuai dengan prinsip demokrasi yang mendorong akuntanbilitas pemerintah kepada rakyat. Kriteria efisiensi didasarkan pada penyelenggaraan urusan pemerintahan harus ekonomis. Seluruh tingkat pemerintahan wajib mengedepankan pencapaian efisiensi dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya dalam

83 130 menghadapi globalisasi. Penerapan kriteria eksternalitas, akuntanbilitas, serta semangat ekonomis diwujudkan melalui kriteria efisiensi. Ketiga kriteria ini dapat disinergikan dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan demokratisasi sebagai esensi dasar dari kebijakan desentralisasi. Urusan kewenangan daerah terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah urusan pemerintahan yang wajib diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang terkait dengan pelayanan dasar (basic services) bagi masyarakat, seperti pendidikan dasar, kesehatan, lingkungan hidup, perhubungan, kependudukan dan sebagainya. Urusan pemerintahan yang bersifat pilihan yaitu urusan pemerintahan yang diprioritaskan oleh pemerintahan daerah yang terkait dengan upaya pengembangan potensi unggulan (core competence). Urusan pemerintahan di luar urusan wajib dan urusan pilihan yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang bersangkutan tetap harus diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang bersangkutan. Keterbatasan sumber daya dan sumber dana yang dimiliki oleh daerah membuat prioritas penyelenggaraan urusan pemerintahan harus difokuskan pada urusan wajib dan urusan pilihan yang benar-benar mengarah pada penciptaan kesejahteraan masyarakat. Hal ini tentu harus disesuaikan dengan kondisi, potensi, dan kekhasan daerah yang bersangkutan. Agar pelaksanaan urusan pemerintahan yang bersifat wajib dan pilihan memiliki payung hukum yang kuat, maka urusan wajib dan pilihan yang diselenggarakan oleh daerah harus dituangkan ke dalam peraturan daerah yang menjadi acuan dalam penentuan penyelenggaraan pemerintah daerah. Ketentuan tersebut meliputi penentuan struktur organisasi perangkat daerah, personil, dan anggaran. Di luar urusan pemerintahan yang bersifat wajib dan pilihan, tiap tingkat pemerintahan harus melaksanakan urusan pemerintahan berdasarkan kriteria pembagian urusan pemerintahan. Hal ini menjadi kewenangan pemerintah yang bersangkutan sesuai dengan dasar prinsip penyelenggaraan urusan sisa. Pemerintah berkewajiban menyusun norma, standar, prosedur, dan kriteria yang dijadikan pedoman dalam mengatur hubungan pemerintah pusat dengan pemerintah daerah dan antara pemerintah daerah provinsi dengan pemerintah daerah kabupaten/kota. Pedoman yang memuat norma, standar, prosedur, dan kriteria tersebut menjadi dasar bagi pemerintah untuk menilai kemampuan apakah suatu urusan

84 131 pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah mampu diselenggarakan oleh pemerintah daerah yang bersangkutan. Bagi pemerintahan daerah yang belum memenuhi norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditentukan, kewenangan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan tersebut dapat ditunda sampai dengan pemerintahan daerah yang bersangkutan mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh pemerintah. Untuk melaksanakan urusan pemerintah yang belum mampu dilaksanakan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota dilimpahkan kepada gubernur selaku wakil pemerintah pusat. Pelaksanaan urusan pemerintah yang belum mampu dilaksanakan oleh pemerintah daerah provinsi dilimpahkan kepada departemen/lpnd yang membidangi urusan pemerintahan tersebut. Urusan pemerintah yang ditugaskan kepada pemerintah daerah didasarkan pada asas tugas pembantuan yang secara bertahap dapat diserahkan kepada urusan pemerintah daerah yang bersangkutan. Urusan pemerintahan ini diserahkan apabila pemerintah daerah benar-benar telah menunjukkan kemampuan untuk memenuhi norma, standar, prosedur, dan kriteria yang dipersyaratkan untuk penyelenggaraan urusan pemerintahan. Dengan demikian, tugas pembantuan dapat dimanfaatkan sebagai instrumen peningkatan kemampuan pemerintah daerah sebelum urusan pemerintahan tersebut benar-benar diserahkan kepada daerah yang bersangkutan. Pemberdayaan pemerintah daerah sangat penting dilakukan untuk meningkatkan kapasitas daerah sehingga mampu memenuhi norma, standar, prosedur, dan kriteria sebagai prasyarat penyelenggaraan urusan pemerintah yang efisien sesuai dengan kewenangannya. Oleh karena itu, departemen/lpnd bertanggung jawab menyusun norma, standar, prosedur, dan kriteria wajib dalam mengikutsertakan pemangku kepentingan (stakeholders) terkait termasuk pemerintahan daerah. Berdasarkan hal tersebut, peningkatan kapasitas dan fungsi kelembagaan dalam pengelolaan perbatasan dilakukan melalui optimalisasi fungsi dan peran kelembagaan antarinstansi pemerintah, penataan hubungan kerja baik secara horisontal maupun secara vertikal, peningkatan koordinasi, dan konsultasi antarlembaga. Selain itu, peningkatan juga dilakukan melalui pengembangan database informasi wilayah perbatasan yang dapat dijadikan acuan bersama oleh seluruh

85 132 stakeholder terkait. Pemahaman yang baik terhadap fungsi dan peran, tata hubungan yang jelas, koordinasi yang intensif, serta tingkat pengetahuan dan persepsi yang sama, diharapkan dapat menyelaraskan berbagai kewenangan, kebijakan dan peraturan-peraturan antara pemerintah pusat dan daerah Rekomendasi Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Permukiman Berkelanjutan di Wilayah Perbatasan Negara Penyusunan Strategi Pengembangan Berdasarkan hasil analisis keterkaitan dan kinerja pengembangan kawasaan permukiman menunjukkan, sistem yang ada saat ini masih belum berkelanjutan. Sistem yang belum berkelanjutan menyebabkan perlunya perumusan berbagai strategi dan rekomendasi kebijakan pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara. Berdasarkan hasil AHP, disusun analisis kebijakan yang dilakukan melalui tiga kajian strategi pilihan. Dari analisis tersebut, diketahui tiga masalah yang paling berpengaruh terhadap strategi dan rekomendasi kebijakan pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara, antara lain (1) Strategi Pengembangan Kawasan, (2) Strategi Pengembangan Pembiayaan, dan (3) Strategi Pengembangan Kelembagaan. Perkiraan kondisi (state) dipengaruhi potensi hubungan antarkomponen terkait untuk penyusunan kebijakan dan strategi pengembangan kawasan (Cadenasso 2003). Berdasarkan dominasi responden mengenai kondisi masalah di masa yang akan datang, hal yang harus dilakukan yaitu kombinasi antarkondisi masalah dengan membuang kombinasi yang tidak sesuai (incompatible). Dari kombinasi antarkondisi masalah didapatkan dua skenario yaitu (1) Strategi optimis dan (2) Strategi pesimis. a. Penyusunan Strategi Pengembangan Kawasan Interpretasi kondisi masalah dalam peubah skenario dilakukan melalui keterkaitan strategi yang disusun dalam suatu skenario. Dalam hal ini, beberapa perubahan dilakukan pada peubah tertentu sehingga strategi yang bersangkutan dapat disimulasikan. Perkiraan permasalahan pengembangan kawasan pada kondisi di masa yang akan datang disajikan pada tabel 20.

86 133 Tabel 20. Perkiraan responden mengenai permasalahan pengembangan kawasan pada kondisi masa yang akan datang No Masalah Keadaan (State) 7A 7B 7C 1 5 Kesadaran masyarakat akan identitas nasional Menurun, karena kawasan perumahan dan permukiman di wilayah perbatasan tidak didukung pembangunan infrastruktur lingkungan yang terpadu dengan infrastruktur primer kota Tetap, karena pengadaan infrastruktur wilayah perbatasan dilakukan seadanya Meningkat, karena pembangunan infrastruktur mendukung pertumbuhan kawasan 2 4A 4B 4C 4. Kesejahteraan Masyarakat Menurun, karena pemerintah menganggap bahwa pembangunan sosial ekonomi wilayah perbatasan tidak penting Tetap, karena pembangunan tidak terkoordinasi dengan baik Meningkat, karena pemerintah melakukan pembangunan sosial ekonomi, melakukan koordinasi, dan melibatkan sektor swasta 3 1A 1B 1C 1. Kesenjangan pembangunan ekonomi dan kemiskinan di wilayah perbatasan Menurun, karena SDA dikelola kurang optimal dan kondisi perekonomian dan pemerataan pembangunan menurun Tetap, karena banyak pengusahaan lahan di lakukan segelintir masyarakat (spekulan tanah) Meningkat, karena pembangunan terarah dan terencana 4 15A 15B 15C 15. Terbatasnya fasos dan fasum Menurun, karena masyarakat tidak peduli dengan pemanfaatan lahan, yang penting aman dan tidak diakui oleh pihak lain Tetap, karena tidak ada sosialisasi yang baik, hanya sedikit penjelasan Meningkat, karena pembangunan fasos dan fasum di wilayah perbatasan mulai dilakukan oleh instansi terkait, dan ada sosialisasi yang baik dari pemerintah tentang pemanfaatan lahan yang baik 5 14A 14B 14C 14.Minimnya infrastruktur kawasan dan permukiman Menurun, karena Kondisi letak geografis kurang mendukung untuk peningkatan kerjasama luar negeri antar negara Tetap, karena adanya pembangunan yang tetap berjalan namun dalam jumlah yang masih minim Meningkat, karena kurang perhatian pemerintah terhadap wilayah perbatasan

87 A 6B 6C 6. Kondisi sosial dan ekonomi lebih baik di negara Menurun, karena pembangunan belum merata di segala bidang tetangga Tetap, karena ada perhatian pemerintah akan pentingnya wilayah perbatasan, namun implementasinya belum dilakukan Tabel 21. Strategi dan kombinasi kondisi faktor pengembangan kawasan No. Strategi 1. Skenario 1 2. Skenario 2 Kombinasi Kondisi Faktor 7A/4A/1A/15A/14A/6A 7C/4B/1C/15C/14C/6C Meningkat, karena karena pembangunan yang dilakukan di wilayah perbatasan negara tetangga lebih intens dan lebih fokus pada upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat Skenario satu dibangun berdasarkan keadaan faktor kunci dengan kondisi pengembangan kawasan yakni kurangnya kesadaran masyarakat terhadap identitas nasional (7A) karena kawasan perumahan dan permukiman di wilayah perbatasan tidak didukung pembangunan infrastruktur yang terpadu dengan infrastruktur primer kota. Selain itu, pengadaan infrastruktur wilayah perbatasan dilakukan seadanya. Rendahnya kesejahteraan masyarakat (4A) karena pemerintah menganggap bahwa pembangunan sosial-ekonomi wilayah perbatasan tidak penting dan pembangunan tidak terkoordinasi dengan baik. Kesenjangan pembangunan ekonomi dan kemiskinan di wilayah perbatasan (1A) karena SDA dikelola kurang optimal, kondisi perekonomian dan pemerataan pembangunan tidak merata, serta banyak pengelolaan lahan dilakukan segelintir masyarakat (spekulan tanah). Terbatasnya fasos dan fasum (15A) karena masyarakat tidak peduli dengan pemanfaatan lahan. Dalam pemanfaatan lahan bagi masyarakat yang penting adalah keamanan dan lahan tersebut tidak diakui pihak lain. Hal ini terjadi karena tidak ada sosialisasi yang baik dari pemda mengenai pentingnya pemanfaatan lahan. Kurangnya infrastruktur kawasan dan permukiman (14A) karena letak geografis tidak mendukung peningkatan kerja sama luar negeri antarnegara sehingga perlu adanya pembangunan infrastruktur dan permukiman. Kondisi sosial dan ekonomi negara tetangga lebih baik (6A) karena pemerintah memperhatikan pembangunan di segala bidang dan pentingnya wilayah perbatasan.

88 135 Skenario dua yang dibangun berdasarkan keadaan dari faktor kunci dengan kondisi pengembangan kawasan yaitu, meningkatnya kesadaran masyarakat akan identitas nasional (7C). Kesadaran masyarakat akan identitas sosial meningkat karena kawasan perumahan dan permukiman di wilayah perbatasan didukung pembangunan infrastruktur yang terpadu dengan infrastruktur primer kota secara bertahap dan terencana. Kesejahteraan masyarakat relatif tetap (4B) karena pemerintah melihat tingkat kesejahteraan di wilayah perbatasan cukup baik sehingga tidak menjadi prioritas utama. Menurunnya kesenjangan pembangunan ekonomi dan kemiskinan di wilayah perbatasan (1C) karena SDA dikelola dengan sangat baik. Bukan hanya itu, kondisi perekonomian dan pemerataan pembangunan juga meningkat serta meningkatnya pembangunan fasos dan fasum (15C) karena masyarakat mengoptimalkan pemanfaatan lahan sesuai dengan peruntukannya dan berkoordinasi dengan pemda. Kondisi sosial dan ekonomi di negara tetangga lebih baik (6C) karena pembangunan di wilayah perbatasan lebih difokuskan pada aspek peningkatan keamanan melalui law enforcement, dengan pembangunan sosial-ekonomi disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat perbatasan. b. Penyusunan Strategi Pengembangan Pembiayaan Strategi yang disusun dalam skenario dikaitkan melalui interpretasi kondisi masalah ke dalam peubah skenario. Beberapa perubahan dilakukan pada peubah tertentu di dalam skenario sehingga strategi yang bersangkutan dapat disimulasikan. Berikut ini perkiraan permasalahan pengembangan pembiayaan pada kondisi di masa yang akan datang. No Tabel 22. Perkiraan responden mengenai permasalahan pengembangan Masalah 1 23.Terbatasnya alokasi dana khusus untuk pengembangan dan pengelolaan kawasan permukiman perbatasan pembiayaan pada kondisi masa yang akan datang Keadaan (State) 23A 23B 23C Tetap, karena kondisi sharing pendanaan pusat, provinsi, kota dari tahun ke tahun tidak mengalami peningkatan Menurun, karena kondisi sharing pendanaan pusat, provinsi, kota meningkat, alokasi dana khusus untuk pengembangan dan pengelolaan kawasan permukiman perbatasan meningkat seiring kebijakan prioritas pembangunan di wilayah perbatasan Meningkat, karena menganggap pembangunan permukiman wilayah perbatasan tidak penting,

89 A 17B 17C 17. Terbatasnya dana untuk Tetap, karena pengembangan dan pendekatan pengelolaan diproyeksikan infrastruktur dan perkim dan tidak transparan Menurun, karena keberpihakan dan perhatian pemerintah terhadap pembangunan kawasan semakin besar, adanya kesadaran bahwa pembangunan wilayah sangat penting Meningkat, karena pemerintah menganggap bahwa pembangunan di wilayah perbatasan kurang penting 3 24A 24B 24C 24. Pemanfaatan dan pengelolaan dana pembangunan belum optimal Menurun, karena kondisi aturan tentang tatacara penggunaan anggaran akan jelas ditingkatkan Tetap, karena sudah ada perhatian pada infrastruktur dan permukiman Meningkat, karena tidak adanya pengendalian terhadap pengelolaan dana pembangunan, adanya anggapan bahwa perbatasan hanya sekedar batas Tabel 23. Strategi dan kombinasi kondisi faktor pengembangan pembiayaan No. Strategi 1. Skenario 1 2. Skenario 2 Kombinasi Kondisi Faktor 23A/17A/24A 23C/17B/24C Skenario pertama dibangun berdasarkan keadaan dari faktor kunci dengan kondisi pengembangan pembiayaan karena terbatasnya alokasi dana khusus untuk pengembangan dan pengelolaan kawasan permukiman perbatasan (23A). Hal ini dilakukan karena kondisi sharing pendanaan pusat, provinsi, kabupaten/kota tidak seimbang. Dana alokasi khusus untuk pengembangan dan pengelolaan kawasan permukiman perbatasan meningkat seiring kebijakan prioritas pembangunan di wilayah perbatasan. Pendanaan dari pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota dari tahun ke tahun juga mengalami peningkatan. Dana untuk pengembangan, pengelolaan infrastruktur, dan perkim (17A) berkurang karena keberpihakan dan perhatian pemerintah terhadap pembangunan wilayah perbatasan masih rendah. Rendahnya pemanfaatan dan pengelolaan dana pembangunan (24A) terjadi karena kondisi pengatuaran tata cara penggunaan anggaran belum jelas sehingga perlu adnay peningkatan kinerja agar penggunaan dana pembangunan dapat optimal. Skenario kedua yang dibangun berdasarkan keadaan dari faktor kunci dengan kondisi pengembangan pembiayaan yaitu meningkatnya alokasi dana khusus untuk pengembangan dan pengelolaan kawasan permukiman perbatasan (23C)

90 137 karena kondisi sharing pendanaan pusat, provinsi, kabupaten/kota meningkat. Alokasi dana khusus untuk pengembangan dan pengelolaan kawasan permukiman perbatasan meningkat seiring kebijakan prioritas pembangunan di wilayah perbatasan. Pendanaan untuk pengembangan serta pengelolaan infrastruktur dan permukiman tetap (17B) karena keberpihakan dan perhatian pemerintah terhadap pembangunan kawasan semakin besar, tetapi belum dilakukan secara baik, seperti belum optimalnya pemanfaatan serta pengelolaan dana pembangunan infrastruktur dan permukiman kondisinya tetap (24B) atau belum meningkat. c. Penyusunan Strategi Pengembangan Kelembagaan Strategi pengembangan kelembagaan yang disusun dalam skenario dilakukan dengan menginterpretasikan kondisi masalah ke dalam peubah skenario. Dalam hal ini, dilakukan beberapa perubahan pada peubah tertentu di dalam skenario sehingga strategi yang bersangkutan dapat disimulasikan. Berikut ini perkiraan permasalahan pengembangan kelembagaan pada kondisi di masa yang akan datang. Tabel 24. Perkiraan responden mengenai permasalahan pengembangan kelembagaan pada kondisi masa yang akan datang No Masalah Keadaan (State) 16A 16B 16C Pelayanan publik Menurun, karena pembangunan belum diimbangi dengan peningkatan terhadap pelayanan publik Tetap, karena pemerintah menganggap kebijakan dan pedoman tidak diperlukan Meningkat,karena wilayah perbatasan hanya menjadi pintu belakang menjadi penting 2 20A 20B 20C 20. Penegakan hukum dan peraturan Menurun, karena penegakan hukum dan peraturan masih lemah dan cenderung menurun. Ini terlihat oleh banyaknya pelanggaranpelanggaran yang tidak menjalani proses hukum Tetap, karena tidak ada terobosan berarti dalam upaya penegakan hukum Meningkat, karena Law enforcement meningkat 3 5A 5B 5C 5. Aktivitas sosial ekonomi masyarakat lebih ke wilayah negara tetangga Menurun, karena kondisi pembiayaan sudah optimal melalui lembaga pemerintah/swasta Tetap, karena Pemda membiarkan infrastruktur permukiman apa adanya Meningkat,karena rencana pemda asal jadi tanpa pemikiran matang,dibukanya beberapa pintu

91 138 No Masalah Keadaan (State) 16A 16B 16C penyeberangan antar wilayah, pembangunan SDA di sektor perkebunan, pertambangan dan pertanian belum dapat menyerap tenaga lokal dan menjadi kegiatan penunjang perkembangan wilayah perbatasan Tabel 25. Strategi dan kombinasi kondisi faktor pengembangan kelembagaan No. Strategi 1. Skenario 1 2. Skenario 2 Kombinasi Kondisi Faktor 16A/20A/5A 16B/20C/5C Skenario pertama dibangun berdasarkan keadaan faktor kunci dengan kondisi pengembangan kelembagaan. Dalam skenario ini dapat dilihat terbatasnya pelayanan publik (16A) karena pembangunan tidak diimbangi dengan peningkatan pelayanan publik dan pemerintah menganggap kebijakan terkait pelayanan publik belum mendesak. Penegakkan hukum dan peraturan masih lemah (20A) dan cenderung menurun. Kondisi ini terlihat dari banyaknya pelanggaran yang tidak diproses secara hukum dan tidak ada terobosan berarti dalam upaya penegakkan hukum. Aktivitas sosial-ekonomi masyarakat rendah (5A) karena kondisi pembiayaan melalui lembaga pemerintah/swasta masih rendah. Skenario kedua yang dibangun berdasarkan keadaan faktor kunci dengan kondisi pengembangan kelembagaan. Pada skenario kedua, pelayanan publik tetap (16B) karena pembangunan tidak diimbangi dengan peningkatan terhadap pelayanan publik. Penegakkan hukum dan peraturan meningkat (20C) yang dapat dilihat dari berkurangnya pelanggaran yang dilakukan masyarakat perbatasan negara. Aktivitas sosial-ekonomi masyarakat dengan wilayah negara tetangga berkurang (5C) karena kondisi pembiayaan pembangunan di wilayah perbatasan meningkat melalui lembaga pemerintah/swasta, tetapi pemda membiarkan pembangunan infrastruktur dan permukiman masih apa adanya.

92 Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Permukiman Berkelanjutan di Wilayah Perbatasan Negara Percepatan pembangunan wilayah, terutama wilayah perbatasan, sangat memerlukan keberpihakan pemerintah terhadap pembangunan wilayah di perbatasan tersebut. Pada prinsipnya, komitmen pemerintah untuk mempercepat pembangunan wilayah perbatasan telah tercermin dalam kebijakan pembangunan dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) sejak tahun 1993 yang masih konsisten dengan GBHN tahun Dalam GBHN tahun pada Bab IV butir G dinyatakan bahwa perlu peningkatan pembangunan di seluruh daerah termasuk wilayah perbatasan dengan tetap berlandaskan pada prinsip desentralisasi dan otonomi daerah. Namun, hingga saat ini peningkatan pembangunan wilayah perbatas belum memperlihatkan hasil yang nyata. Kondisi ini disebabkan adanya ketimpangan pembangunan antara wilayah perbatasan dengan wilayah nonperbatasan. Oleh karena itu, infrastruktur wilayah masih terbatas dan permukiman di wilayah perbatasan baik yang berada dalam kawasan perkotaan maupun perdesaan kurang berkembang. Dampak dari hal ini yaitu aktivitas sosioekonomi banyak yang berorientasi ke negara tetangga. Selain menyebabkan ketergantungan terhadap negara tetangga, keterbatasan infrastruktur dan permukiman di wilayang perbatasan juga menyangkut kondisi keamanan, kehormatan, dan kesadaran masyarakat perbatasan terhadap identitas nasional. Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan baru (border city) di wilayah perbatasan terdapat enam kategori yaitu (1) melindungi ruang terbuka hijau/konservasi dan sumber daya alam, (2) dapat mengoptimalkan penggunaan lahan, (3) efisiensi pembiayaan pembangunan infrastruktur, (4) mendorong sinergisitas hubungan kota dan desa, serta (5) memastikan transisi penggunan lahan perdesaan menuju perkotaan berjalan secara alamiah dan terarah (Seong 2006). Dinamika kegiatan ekonomi perkotaan di wilayah perbatasan merupakan kondisi yang dapat meningkatkan pertumbuhan kota-kota (pusat pertumbuhan baru) di perbatasan negara. Apabila hal ini tidak ditangani dengan baik, maka dapat menjadi hambatan pengembangan potensi pertumbuhan yang selama ini berfungsi sebagai penggerak pengembangan sosial, kependudukan, ekonomi, dan

93 140 peningkatan kesejahteraan secara berkelanjutan di wilayah perbatasan (Canales 1999). Berdasarkan hal paparan di atas, perlu dibuat desain kebijakan pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara. Penyusunan kebijakan dan strategi tersebut dilakukan melalui lima tahapan analisis, yaitu analisis kondisi permukiman, analisis potensi sektor unggulan wilayah dengan menggunankan model perbandingan eksponensial (MPE), analisis faktor penting dengan interpretative structural modelling (ISM), desain kebijakan pengembangan dengan analytical hierarchy process (AHP), serta skenario pengembangan dan rekomendasi kebijakan. Permodelan interpretasi struktural interpretative structural modelling (ISM) merumuskan alternatif kebijakan di masa yang akan datang. Pembuatan desain kebijakan pengembangan kawasan permukiman perbatasan menggunakan pendekatan analytical hierarchy process (AHP). Selanjutnya dibuat pengklasifikasian subelemen dan desain kebijakan melalui deskripsi analisis kebijakan yang sesuai dengan keadaan di lapangan, hasil analisis ISM, dan AHP. Tahapan tersebut menentukan keadaan (state) suatu faktor, membangun skenario yang mungkin terjadi, dan menentukan implikasi dari skenario tersebut Desain Kebijakan dan Strategi Pengembangan Kawasan Permukiman Berkelanjutan di Wilayah Perbatasan Negara Kajian pengembangan strategi dilakukan pada tiga peubah yang dianggap menentukan dan menjadi rekomendasi kebijakan pengembangan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara yaitu (1) Pengembangan kawasan, (2) Pengembangan pembiayaan, dan (3) Pengembangan kelembagaan Desain Strategi Pengembangan Kawasan Permukiman Penanganan kawasan permukiman berkelanjutan di wilayah perbatasan negara, baik perbatasan darat maupun perbatasan laut, belum diatur dan diarahkan melalui kebijakan dan strategi pengembangan kawasan yang bersifat nasional dan menyeluruh. Penanganan beberapa kasus atau masalah permukiman di wilayah perbatasan negara yang terjadi selama ini disebabkan belum melibatkan semua stakeholders baik pemerintah daerah, masyarakat, maupun swasta. Di samping itu, koordinasi masing-masing instansi terkait baik di pusat maupun daerah masih lemah.

94 141 Pelaksanaan berbagai kegiatan pembangunan di wilayah perbatasan negara, termasuk di dalamnya pengembangan kawasan permukiman, hanya berpedoman pada kebutuhan yang telah diamanatkan dalam GBHN 1999, Propenas , dan sesuai dengan kebijakan sektor masing-masing. Upaya penyusunan kebijakan dan strategi pengembangan kawasan permukiman perbatasan sudah pernah dilakukan sebelumnya. Penyusunan kebijakan dan strategi telah diupayakan oleh beberapa instansi pemerintah baik pusat maupun daerah melalui kajian dan studi. Hingga saat ini, upaya tersebut belum menghasilkan suatu peraturan yang dapat dijadikan acuan dan arahan dalam pelaksanaan pembangunan. Pengembangan kawasan permukiman perbatasan disusun berdasarkan faktor lingkungan yang strategis dan diperkirakan akan memengaruhi perkembangan wilayah perbatasan di masa yang akan datang. Pengembangan kawasan permukiman perbatasan ini diharapkan mampu mengantisipasi berbagai tantangan dan peluang yang tercipta akibat adanya perubahan lingkungan strategis baik lokal, regional, dan global. Adapun beberapa faktor kunci, antara lain: a. Pengembangan diarahkan pada wilayah yang memiliki potensi SDA sektor unggulan agar keberlanjutan kawasan permukiman dapat didukung. b. Pengembangan didukung dengan penyediaan prasaran dan sarana wilayah serta lingkungan yang memadai. c. Pengembangan dapat mendorong terbentuknya pusat-pusat pertumbuhan baru di wilayah perbatasan sebagai tempat aktivitas dan usaha penduduk serta berfungsi untuk meminimalisasi konflik di wilayah perbatasan. d. Pengembangan kawasan permukiman yang mengedepankan peningkatan kesejahteraan, ekonomi, serta fungsi pertahanan dilakukan bersama-sama dan seimbang sehingga dapat meningkatkan stabilitas wilayah perbatasan. Strategi pengembangan kawasan permukiman perbatasan bertumpu pada masyarakat yang menjadi subjek kegiatan yang tinggal di wilayah perbatasan, dan atau memiliki tempat usaha, maupun bekerja di wilayah perbatasan. Hasil analisis data dengan metode ISM memperlihatkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap identitas nasional menjadi permasalahan yang paling krusial

95 142 di wilayah perbatasan. Hal-hal yang berkembang di masyarakat yang berpotensi menurunkan nilai identitas bangsa di wilayah perbatasan antara lain penggunaan mata uang ringgit sebagai alat pembayaran yang sah, tayangan televisi dengan dominasi acara-acara dari Negeri Malaysia, aktivasi pasar lebih ramai di wilayah Malaysia, kemudahan pengurusan KTP dan pembelian tanah di wilayah Malaysia, dan lain sebagainya. Kenyataan ini dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang menyebabkan rasa nasionalisme masyarakat berkurang daripada rasa untuk mempertahankan identitas nasional. Salah satu solusi yang harus segera dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan identitas nasional yaitu dengan menciptakan lapangan kerja padat karya seluas-luasnya untuk masyarakat di wilayah perbatasan. Lapangan pekerjaan tidak akan terwujud tanpa dukungan pemerintah dalam menciptakan kegiatan melalui pembuatan kebijakan-kebijakan pendukung oleh pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota di wilayah perbatasan. Hasil analisis MPE memperlihatkan hasil dari tiga klaster berbasis potensi sektor unggulan yang dapat mendorong percepatan kesejahteraan masyarakat di wilayah perbatasan apabila didukung oleh semua stakeholders. Orientasi seluruh kegiatan lebih banyak diupayakan dengan basis pemberdayaan masyarakat sebagai subjek pembangunan untuk meningkatkan kemandirian masyarakat. Pemerintah bekerja sama dengan LSM dan pakar-pakar terkait yang berasal dari perguruan tinggi dan lembaga penelitian dalam mewujudkan kemandirian masyarakat melalui pengadaan pelatihan dan penyuluhan. Tolok ukur peningkatan kesadaran masyarakat terhadap identitas nasional yang paling nyata ditandai dari peningkatan kesejahteraan masyarakat, pendapatan daerah dan pendapatan negara, serta adanya anggaran dana alokasi khusus (DAK) untuk pengembangan kawasan permukiman perbatasan oleh pemerintah. Selama ini dana kegiatan-kegiatan dalam upaya percepatan pertumbuhan pembangunan di wilayah perbatasan relatif belum memadai karena hanya bersumber dari anggaran rutin setiap tahunnya. Pada Gambar 38 memperlihatkan bahwa penganggaran dana perlu dilakukan pemerintah secara berkala agar upaya peningkatan kesejahteraan dan peningkatan pendapatan masyarakat dapat dicapai. Sumber dana pembangunan permukiman di wilayah perbatasan baik dana rutin maupun dana alokasi khusus akan menentukan jenis penanganan pembangunan.

96 143 Jenis penanganan pembangunan disesuaikan dengan karakteristik tenaga kerja dan masyarakat setempat yang didukung dengan potensi sektor unggulan yang tersedia di wilayah perbatasan Kabupaten Nunukan. Sesuai hasil analisis MPE di masingmasing klaster subkawasan, potensi sektor unggulan klaster 1 yaitu pertambangan, klaster 2 perkebunan, dan klaster 3 sektor perikanan. Berdasarkan ketentuan pada pasal 2 ayat 2 Undang-undang No. 4 tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman, bentuk penanganan pembangunan perumahan dan permukiman memiliki dua kategori yaitu bentuk pembangunan baru (PB) dan peningkatan kualitas (PK). Ketentuan tersebut dapat digunakan dalam menentukan bentuk penanganan pembangunan di setiap jenis kegiatan usaha yang disesuaikan dengan karakteristik kebutuhan permukiman masingmasing tenaga kerja atau masyarakat yang bersangkutan. Bentuk penanganan pembangunan permukiman sektor unggulan pertambangan yaitu pembangunan baru (PB) dan peningkatan kualitas (PK), sektor unggulan perkebunan yaitu pembangunan baru (PB), sedangkan sektor unggulan perikanan yaitu pembangunan baru (PB) dan peningkatan kualitas (PK). Dalam pelaksanaan pembangunan permukiman akan mengubah bentang alam di lokasi tersebut. Dalam hal ini, ekosistem di kawasan tersebut dibuat menjadi ekosistem nonalami yang dapat mengubah total ekosistem alami. Berdasarkan hal tersebut, kajian terhadap lingkungan harus dilakukan secara seksama. Dalam hal ini pelaku harus membuat AMDAL sebagai kriteria pembangunan permukiman yang dilakukan agar tidak mengakibatkan kerusakan lingkungan. Dengan kata lain, kelestarian lingkungan akan tetap terjaga dengan baik walaupun di lokasi tersebut dilakukan pembangunan kawasan permukiman. Adapun salah satu hal yang dapat dilakukan dalam melakukan kajian terhadap kelayakan dari segi lingkungan yakni melakukan analisis terhadap dampak lingkungan (AMDAL) di lokasi yang akan dibangun. AMDAL menjadi semakin penting apabila suatu wilayah berhadapan atau di dalamnya terdapat ekosistem fragile di wilayah pesisir seperti ekosistem padang lamun, ekosistem mangrove, dan ekosistem karang. Adanya AMDAL yang dilakukan secara serius akan dapat menyelesaikan berbagai masalah seperti masalah ekologi. Terjaganya ekologi akan tetapmemungkinkan lestarinya lingkungan, sehingga dapat diharapkan kualitas

97 144 udara, tanah & air yang baik. Selain itu, ekosistem yang fragile sekalipun seperti mangrove, padang lamun dan terumbu karang akan terpelihara dengan baik karena berbagai hal yang dapat diminimalkan, sehingga ekosistem tersebut tidak terganggu walau di sekitarnya dibangun kawasan permukiman. AMDAL juga akan menjaga aspek sosial terpelihara dengan baik mengingat dalam AMDAL akan ada petunjuk untuk mengantisipasi terjadinya konflik sosial, melunturnya budaya, dan berbagai aspek sosial lainnya yang mungkin dapat luntur akibat terjadinya pembangunan kawasan permukiman. Dalam penanganan pembangunan permukiman tetap memperhatikan kriteria AMDAL kegiatan pembangunan permukiman terpadu yaitu dengan mempertahankan dan memperkaya ekosistem yang ada, penggunaan energi yang minimal, pengendalian limbah dan pencemaran, menjaga kelanjutan sistem sosialbudaya lokal, dan peningkatan pemahaman konsep lingkungan (Kepmen KLH 2000). Terkait dengan penanganan pembangunan kawasan permukiman terpadu dengan lingkungan khususnya bagi permukiman di pesisir dan nelayan, Kabupaten Nunukan yang mempunyai wilayah pesisir yang luas dan pulau-pulau kecil terluar yang strategis, harus memperhatikan dan menjaga kelestarian dan keberlanjutan ekosistem hutan mangrove dalam pelaksanaannya. Wilayah pesisir Kabupaten Nunukan pada umumnya berpotensi untuk pengembangan permukiman baik nelayan maupun permukiman lainnya, karena jauh dari ancaman bencana tsunami. Namun demikian adanya potensi pengembangan permukiman di wilayah pesisir tersebut dapat mengancam keberadaan hutan mangrove yang selama ini masih terjaga kelestariannya dengan baik. Kondisi tersebut perlu dijaga tanpa menghambat kebijakan pemda dalam pengembangan permukiman di wilayah pesisir dalam hal ini pembangunan permukiman tersebut hendaknya diterapkan persyaratan sesuai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku seperti, perlindungan pantai dengan mangrove yang ketebalan hutannya tetap dijaga tidak kurang dari meter, sesuai kondisi hidro-oseanografi di wilayah tersebut. Ketebalan hutan yang difungsikan sebagai lapisan penyangga (buffer zone) menurut RTRW Kabupaten Nunukan (2005) adalah 130 kali tinggi pasang surut. Hutan mangrove yang baik akan dapat

98 145 menjaga permukiman di wilayah pesisir karena berperan sebagai perangkat analisis mitigasi alami dalam menjaga keberlanjutan, hal ini disebabkan oleh: a. Penanganan abrasi lebih murah dibanding dengan membuat bangunan laut lain dan mangrove dapat memberi dampak ikutan yang menguntungkan kualitas perairan di sekitarnya. b. Mangrove memiliki sistem akar yang kuat, tajuknya rapat dan lebat sehingga dapat berfungsi sebagai pelindung pantai alami dan menahan intrusi air laut. Dengan demikian, persediaan sumber air baku untuk air minum masyarakat penghuni permukiman pesisir tetap terjaga kualitasnya. c. Secara estetika mangrove lebih baik daripada bangunan laut lainnya, selain berfungsi sebagai ekosistem pesisir juga mempunyai vegitasi yang beragam dengan panorama indah dan hijau. d. Bangunan laut dapat menyebabkan erosi dan sedimentasi di tempat lain, sebaliknya hutan mangrove menahan erosi. e. Kawasan pertambakan dapat ditata ulang dengan sistem wanamina (silvofishery), yaitu perpaduan antara hutan mangrove dan perikanan sehingga biota laut di sekitarnya dapat tumbuh dengan baik. f. Mangrove dapat menetralisasi lahan yang telah tercemar oleh logam berat sehingga pemanfatan lahan di wilayah pesisir baik untuk permukiman dan kegiatan bangunan lainnya tidak meluas dan efisien. Pembangunan kawasan permukiman juga harus dapat menjaga kelestarian lingkungan sehingga sumber daya alam tetap lestari, ekosistem tetap dalam kondisi prima sehingga dapat menjamin masyarakat yang hidup di dalamnya lebih sejahtera karena selalu mendapat hasil tangkapan dalam jumlah banyak. Salah satu aspek lingkungan yang harus diperhatikan dalam pembangunan kawasan permukiman yaitu harus dimulai dari sebelum pembangunan dilakukan (persiapan pembangunan), pada saat pelaksanaan pembangunan permukiman, dan pascapembangunan permukiman hingga dihuni masyarakat. Upaya mempertahankan ekosistem hutan mangrove pada masyarakat yang sudah menghuni di kawasan permukiman dilakukan melalui pendekatan sistem sosialbudaya lokal. Hal bertujuan agar masyarakat mampu berpartisipasi dalam

99 146 pengendalian limbah dan pencemaran sehingga pemahaman masyarakat terhadap konsep lingkungan terus meningkat. Peningkatan pemahaman masyarakat penghuni terhadap konsep keberlanjutan lingkungan dapat mendorong usaha perbaikan kerusakan hutan mangrove yang dilakukan melalui kegiatan penanaman kembali. Masyarakat bersama pemda melakukan kegiatan rehabilitasi hutan mangrove di pesisir wilayah Kabupaten Nunukan. Adapun bentuk penanganan pembangunan permukiman di masingmasing klaster sesuai dengan potensi SDA pendukung pengembangan permukiman berkelanjutan dapat dilihat pada gambar n 1 Kluster 1 : Pembangunan Baru & Peningkatan Kualitas 2 Kluster 2 : Pembangunan Baru 3 Kluster 3 : Pembangunan Baru & Peningkatan Kualitas Gambar 49. Bentuk penanganan pembangunan permukiman Desain Strategi Pengembangan Pembiayaan Strategi pengembangan pembiayaan dalam percepatan pembangunan di wilayah perbatasan sangat dipengaruhi oleh kebijakan dan peran pemerintah terutama pemerintah provinsi dan pemerintah daerah. Selama ini pemerintah membuat dan menerima alokasi dana yang belum memadai untuk pengembangan dan pengelolaan kawasan permukiman di wilayah perbatasan. Peran pemerintah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Secara geografis, Kabupaten OKU Selatan terletak antara sampai

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Secara geografis, Kabupaten OKU Selatan terletak antara sampai 49 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Penelitian Secara geografis, Kabupaten OKU Selatan terletak antara 4 0 14 sampai 4 0 55 Lintang Selatan dan diantara 103 0 22 sampai 104

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang 43 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Keadaan Umum Kecamatan Sragi a. Letak Geografis Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang ada di

Lebih terperinci

KONDISI UMUM BANJARMASIN

KONDISI UMUM BANJARMASIN KONDISI UMUM BANJARMASIN Fisik Geografis Kota Banjarmasin merupakan salah satu kota dari 11 kota dan kabupaten yang berada dalam wilayah propinsi Kalimantan Selatan. Kota Banjarmasin secara astronomis

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

DAS SUNGAI SIAK PROVINSI RIAU

DAS SUNGAI SIAK PROVINSI RIAU DAS SUNGAI SIAK PROVINSI RIAU Oleh NUR ANITA SETYAWATI, 0706265705 Gambaran Umum DAS SIAK Sungai Siak adalah sungai yang paling dalam di Indonesia, yaitu dengan kedalaman sekitar 20-30 meter. Dengan Panjang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1

DAFTAR ISI. Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 DAFTAR ISI A. SUMBER DAYA ALAM Tabel SD-1 Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-2 Luas Kawasan Hutan Menurut Fungsi/Status... 1 Tabel SD-3 Luas Kawasan Lindung berdasarkan RTRW dan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN

SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN Nama SKPD : DINAS PUHUBKOMINFO Jenis Data :Pemerintahan Tahun : 2016 PEKERJAAN UMUM Nama Nilai Satuan Ketersediaan Sumber Data 1 2 3 4 5 A. Panjang

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi

IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Administrasi IV. KONDISI UMUM 4.1 Kondisi Fisik 4.1.1 Wilayah Administrasi Kota Bandung merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat. Kota Bandung terletak pada 6 o 49 58 hingga 6 o 58 38 Lintang Selatan dan 107 o 32 32 hingga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Otonomi daerah sudah dilaksanakan sejak tahun 2001. Keadaan ini telah memberi kesadaran baru bagi kalangan pemerintah maupun masyarakat, bahwa pelaksanaan otonomi tidak bisa

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografi dan Topografi Kabupaten Nunukan merupakan kabupaten hasil pemekaran dari Kabupaten Bulungan, yang terbentuk berdasarkan pertimbangan luas wilayah, peningkatan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Situasi Wilayah Letak Geografi Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2 o 11 40 LS 3 o 11 50 LS dan 114 o 4 27 BT 115 o 3 20 BT. Dengan tinggi dari permukaan laut

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA PRABUMULIH SUMATERA SELATAN KOTA PRABUMULIH ADMINISTRASI Profil Wilayah Terdapat dua faktor yang menjadikan Kota Prabumulih strategis secara ekonomi yaitu : Persimpangan jalan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Pada awalnya Kabupaten Tulang Bawang mempunyai luas daratan kurang lebih mendekati 22% dari luas Propinsi Lampung, dengan pusat pemerintahannya di Kota Menggala yang telah

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

Gambar 22. Peta Kabupaten Kutai Timur

Gambar 22. Peta Kabupaten Kutai Timur 71 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Daerah Penelitian 4.1.1 Kabupaten Kutai Timur Kabupaten Kutai Timur terdiri atas 18 Kecamatan dengan luas wilayah 3.877.21 ha. Luas wilayah tersebut

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA 31 KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA Administrasi Secara administratif pemerintahan Kabupaten Katingan dibagi ke dalam 11 kecamatan dengan ibukota kabupaten terletak di Kecamatan

Lebih terperinci

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec

28 antara 20º C 36,2º C, serta kecepatan angin rata-rata 5,5 knot. Persentase penyinaran matahari berkisar antara 21% - 89%. Berdasarkan data yang tec BAB III KONDISI UMUM LOKASI Lokasi penelitian bertempat di Kabupaten Banjar, Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Kota Banjarbaru, Kabupaten Kota Banjarmasin, dan Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota 66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kota Bandarlampung 1. Letak Geografis Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota Bandarlampung memiliki luas wilayah

Lebih terperinci

BAB II KONDISI UMUM LOKASI

BAB II KONDISI UMUM LOKASI 6 BAB II KONDISI UMUM LOKASI 2.1 GAMBARAN UMUM Lokasi wilayah studi terletak di wilayah Semarang Barat antara 06 57 18-07 00 54 Lintang Selatan dan 110 20 42-110 23 06 Bujur Timur. Wilayah kajian merupakan

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH

IV. KEADAAN UMUM WILAYAH IV. KEADAAN UMUM WILAYAH 4.1. Sejarah Kabupaten Bekasi Kabupaten Bekasi dibentuk berdasarkan Undang-Undang No.14 Tahun 1950 tentang Pembentukan Dasar-Dasar Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Jawa Barat

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Secara geografis Provinsi Sumatera Selatan terletak antara 1 0 4 0 Lintang Selatan dan 102 0-106 0 Bujur Timur dengan

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Daerah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat

Lebih terperinci

Bupati Murung Raya. Kata Pengantar

Bupati Murung Raya. Kata Pengantar Bupati Murung Raya Kata Pengantar Perkembangan daerah yang begitu cepat yang disebabkan oleh semakin meningkatnya kegiatan pambangunan daerah dan perkembangan wilayah serta dinamisasi masyarakat, senantiasa

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

Kalimantan Timur. Lembuswana

Kalimantan Timur. Lembuswana Laporan Provinsi 433 Kalimantan Timur Lembuswana Lembuswana adalah hewan dalam mitologi rakyat Kutai yang hidup sejak zaman Kerajaan Kutai. Lembuswana menjadi lambang Kerajaan Kutai hingga Kesultanan Kutai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Spasial

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Spasial HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis Spasial Kabupaten Tulang Bawang merupakan wilayah yang dilalui oleh jalan lintas sumatera. Kecamatan Menggala merupakan pertemuan antara jalan lintas timur sumatera

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN A. Letak Geografis Kabupaten Sleman Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110⁰ 13' 00" sampai dengan 110⁰ 33' 00" Bujur Timur, dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN

PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN PENJELASAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SRAGEN NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2011-2031 I. UMUM 1. Faktor yang melatarbelakangi disusunnya Rencana Tata Ruang

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN

SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN SISTEM INFORMASI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN PANGANDARAN Nama SKPD : DINAS PUHUBKOMINFO Jenis Data :Pemerintahan Tahun : 2015 Nama Nilai Satuan Ketersediaan Sumber Data PEKERJAAN UMUM A. Panjang Jalan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat

IV. GAMBARAN UMUM Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat 51 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat Sumatera Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di pesisir barat Pulau Sumatera dengan ibukota

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif 28 III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian deskriptif kualitatif yaitu penelitian yang dilakukan untuk memperlihatkan dan menguraikan keadaan dari

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin 2.1 Tujuan Penataan Ruang Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten merupakan arahan perwujudan ruang wilayah kabupaten yang ingin dicapai pada masa yang akan datang (20 tahun). Dengan mempertimbangkan visi

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

BAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI

BAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI BAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI 3.1 Deskripsi Umum Lokasi Lokasi perancangan mengacu pada PP.26 Tahun 2008, berada di kawasan strategis nasional. Berda satu kawsan dengan kawasan wisata candi. Tepatnya

Lebih terperinci

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Pertanian Perikanan Kehutanan dan Pertambangan Perindustrian, Pariwisata dan Perindustrian Jasa Pertanian merupakan proses untuk menghasilkan bahan pangan, ternak serta

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis Location Quetiont (LQ), analisis MRP serta Indeks Komposit. Kemudian untuk

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK

GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 34 IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI LAMPUNG dan SUBSIDI PUPUK ORGANIK 4.1 Gambaran Umum Provinsi Lampung Lintang Selatan. Disebelah utara berbatasan dengann Provinsi Sumatera Selatan dan Bengkulu, sebelah Selatan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN Indonesia sebagai negara agraris memiliki hasil pertanian yang sangat berlimpah. Pertanian merupakan sektor ekonomi yang memiliki posisi penting di Indonesia. Data Product

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO

RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO RENCANA PENGELOLAAN SDA DAN LH DAS BARITO Oleh: Firman Dermawan Yuda Kepala Sub Bidang Hutan dan Hasil Hutan Bidang Perencanaan Pengelolaan SDA dan LH I. Gambaran Umum DAS Barito Daerah Aliran Sungai (DAS)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006 KATA PENGANTAR Untuk mencapai pembangunan yang lebih terarah dan terpadu guna meningkatkan pembangunan melalui pemanfaatan sumberdaya secara maksimal, efektif dan efisien perlu dilakukan perencanaan, pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

KAJIAN UMUM WILAYAH Wilayah Administrasi, Letak Geografis dan Aksesbilitas

KAJIAN UMUM WILAYAH Wilayah Administrasi, Letak Geografis dan Aksesbilitas KAJIAN UMUM WILAYAH Pengembangan Kota Terpadu Mandiri (KTM) di Kawasan Transmigrasi dirancang dengan kegiatan utamanya pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk menopang perekonomian nasional. Pembangunan pertanian yang baik untuk Negara Indonesia adalah

Lebih terperinci

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuasin Tahun 2012 2032merupakan suatu rencana yang disusun sebagai arahan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Banyuasin untuk periode jangka panjang 20

Lebih terperinci

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI

KL 4099 Tugas Akhir. Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari. Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau Mansinam Kabupaten Manokwari Bab 2 GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Bab GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI Desain Pengamananan Pantai Manokwari dan Pantai Pulau

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN MUNA

IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN MUNA IV. GAMBARAN UMUM KABUPATEN MUNA 4.1 Letak Geografis dan Kondisi Alam Kabupaten Muna merupakan daerah kepulauan yang terletak diwilayah Sulawesi Tenggara. Luas wilayah Kabupaten Muna adalah 488.700 hektar

Lebih terperinci

PROFIL KABUPATEN / KOTA

PROFIL KABUPATEN / KOTA PROFIL KABUPATEN / KOTA KOTA JAWA TIMUR KOTA ADMINISTRASI Profil Wilayah Kota Tuban merupakan ibukota Kabupaten Tuban. Apabila dilihat dari posisi Kota Tuban yang berada di jalan arteri primer yang menghubungkan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 45 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Lokasi Administrasi Secara geografis, Kabupaten Garut meliputi luasan 306.519 ha yang terletak diantara 6 57 34-7 44 57 Lintang Selatan dan 107 24 3-108 24 34 Bujur Timur.

Lebih terperinci

GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian

GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian Curah hujan Kecamatan Babulu rata-rata 242,25 mm pada tahun 2010 Kecamatan Babulu memiliki luas 399,46 km 2. Secara geografis berbatasan

Lebih terperinci

GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian

GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian Curah hujan Kecamatan Sepaku rata-rata 177,2 mm pada tahun 2010 Kecamatan Sepaku memiliki luas 438,50 km 2. Secara geografis berbatasan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan 77 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada 104 552-105 102 BT dan 4 102-4 422 LS. Batas-batas wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat secara geografis

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29/PRT/M/2015 TENTANG RAWA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Bantul terletak pada Lintang Selatan dan 110 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Deskripsi Daerah Daerah hulu dan hilir dalam penelitian ini adalah Kabupaten Sleman dan Kabupaten Bantul. Secara geografis Kabupaten Sleman terletak pada 110 33 00

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan daerah provinsi di Indonesia, yang terletak di bagian selatan Pulau Jawa. Ibu kota Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

TANTANGAN PENGEMBANGAN INFSRASTRUKTUR PERMUKIMAN DI KAWASAN PERBATASAN ANTAR NEGARA Studi Kasus : Pulau Nunukan

TANTANGAN PENGEMBANGAN INFSRASTRUKTUR PERMUKIMAN DI KAWASAN PERBATASAN ANTAR NEGARA Studi Kasus : Pulau Nunukan TANTANGAN PENGEMBANGAN INFSRASTRUKTUR PERMUKIMAN DI KAWASAN PERBATASAN ANTAR NEGARA Studi Kasus : Pulau Nunukan Oleh Kuswara Peneliti Muda Bidang Tata Ruang Bangunan dan Kawasan Puslitbang Permukiman Departemen

Lebih terperinci

4.1. Letak dan Luas Wilayah

4.1. Letak dan Luas Wilayah 4.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Lamandau merupakan salah satu Kabupaten hasil pemekaran Kabupaten Kotawaringin Barat. Secara geografis Kabupaten Lamandau terletak pada 1 9-3 36 Lintang Selatan dan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Sejarah Kota Bekasi Berdasarkan Undang-Undang No 14 Tahun 1950, terbentuk Kabupaten Bekasi. Kabupaten bekasi mempunyai 4 kawedanan, 13 kecamatan, dan 95 desa.

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI WILAYAH KAJIAN

BAB III DESKRIPSI WILAYAH KAJIAN 24 BAB III DESKRIPSI WILAYAH KAJIAN 3.1. Gambaran Umum Kabupaten Serdang Bedagai Kabupaten Serdang Bedagai merupakan salah satu Kabupaten yang berada di kawasan Pantai Timur Sumatera Utara. Secara geografis

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI 4.1 Keadaan Umum Provinsi Jambi secara resmi dibentuk pada tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang No. 61 tahun 1958. Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 1101002.6409010 Statistik Daerah Kecamatan Babulu 2015 Statistik Daerah Kecamatan Babulu No. Publikasi : 6409.550.1511 Katalog BPS : 1101002.6409010 Naskah : Seksi Statistik Neraca Wilayah

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

http ://ppukab.bps.go.id

http ://ppukab.bps.go.id Statistik Daerah Kecamatan Sepaku 2016 STATISTIK DAERAH KECAMATAN SEPAKU No Publikasi : 640950.1610 Katalog : 1101002.6409040 Ukuran Buku : 17 cm x 24,5 cm Jumlah Halaman : viii + 12 halaman Naskah : BPS

Lebih terperinci

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR TABEL Daftar Tabel... i BAB I. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan/Tutupan Lahan. l 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumberdaya alam merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu ekosistem, yaitu lingkungan tempat berlangsungnya hubungan timbal balik antara makhluk hidup yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan banyak digunakan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, selain itu lahan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas

IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah BT dan LS, dan memiliki areal daratan seluas IV. GAMBARAN LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Tengah 1. Keadaan Geografis Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Propinsi Lampung. Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian merupakan wilayah Kabupaten Lampung Tengah Propinsi Lampung yang ditetapkan berdasarkan Undang-undang No 12 Tahun 1999 sebagai hasil pemekaran Kabupaten

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 39 KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN Letak Geografis dan Administrasi Kabupaten Deli Serdang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Sumatera Utara dan secara geografis Kabupaten ini terletak pada 2º 57-3º

Lebih terperinci