BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENGUJIAN. Pembahasan penelitian ini akan terbagi dalam dua bagian besar, dimulai dengan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENGUJIAN. Pembahasan penelitian ini akan terbagi dalam dua bagian besar, dimulai dengan"

Transkripsi

1 BAB IV PEMBAHASAN DAN HASIL PENGUJIAN IV.1 Mekanisme Pembahasan Pembahasan penelitian ini akan terbagi dalam dua bagian besar, dimulai dengan analisis deskriptif terhadap objek penelitian, karakteristik sampel berdasarkan industri, besarnya goodwill yang dimiliki masing-masing perusahaan, jumlah perusahaan yang melakukan penurunan nilai goodwill, dan analisis tingkat kepatuhan perusahaan dalam mengungkapkan penurunan nilai goodwill serta perbandingannya dengan perusahaan yang berada di Australia dan New Zealand. Perusahaan Australia dan New Zealand dipakai sebagai perbandingan untuk meneliti apakah ada perbedaan kualitas pengungkapan antara ketiga negara ini. Selain itu, perusahaan di kedua negara dipakai untuk membuktikan pernyataan dari Choi dan Meek (2008) yang menyatakan bahwa ada perbedaan kualitas pengungkapan di negara maju dan negara berkembang yang disebabkan oleh banyak faktor salah satu diantaranya yaitu tingkat keaktifan pasar modal. Australia dan New Zealand masuk ke dalam kelompok negara maju sedangkan Indonesia tergolong sebagai negara berkembang. Penggolongan negara maju dan negara berkembang dapat dilihat dari pendapatan perkapitanya (gross domestic product). Berdasarkan data world bank di tahun 2010, Australia dan New Zealand memiliki pendapatan perkapita masing-masing sebesar US$ dan US$ Sedangkan Indonesia hanya sebesar US$ Bagian kedua dalam bab ini akan membahas apakah perusahaan yang membukukan kerugian penurunan nilai adalah perusahaan dengan laba operasi yang 41

2 sangat rendah. Selain itu dalam bagian ini akan mengidentifikasi jenis manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan yang membukukan kerugian penurunan nilai goodwill. Berdasarkan penelitian sebelumnya dengan objek perusahaan di United States of America (USA), di tahun adopsi uji penurunan nilai, perusahaan yang memilih untuk membukukan kerugian penurunan nilai adalah perusahaan dengan laba operasi yang sangat rendah. Sehingga dari hal ini, perusahaan diindikasikan melakukan manajemen laba model big bath. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis apakah terjadi kondisi yang serupa dengan penelitian sebelumnya yaitu apakah perusahaan yang membukukan kerugian penurunan nilai adalah perusahaan dengan laba operasi yang sangat rendah. Sehingga untuk menganalisis indikasi tersebut, sampel dibagi menjadi dua kelompok yaitu perusahaan yang goodwill-nya mengalami penurunan nilai dan yang tidak. Laba operasi (laba sebelum kerugian penurunan nilai goodwill) dari kedua kelompok ini akan dibandingkan. Pengujian secara statistik dengan menggunakan Mann-Whitney dilakukan untuk membandingkan apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara laba operasi kedua kelompok. Ketika perusahaan yang membukukan kerugian penurunan nilai goodwill memiliki laba operasi yang sangat rendah, maka diindikasikan melakukan manajemen laba model big bath. Akan tetapi, ketika laba operasinya tidak rendah dan lebih tinggi dibandingkan dengan perusahaan yang tidak membukukan kerugian penurunan nilai, maka perusahaan diindikasikan melakukan manajemen laba model income smoothing atau perataan laba. 42

3 IV.2 Deskripsi Objek Penelitian IV.2.1 Deskripsi Umum Mengenai Objek Penelitian Berdasarkan kriteria pemilihan sampel, 56 perusahaan dijadikan objek dalam penelitian ini. 56 perusahaan tersebut diambil dari berbagai sektor industri dan berikut adalah perinciannya Tabel IV.1 Sampel berdasarkan Industri Sektor Primary Sector Secondary Sector (Industry and Manufacturing) Kategori Industri Jumlah Sampel Goodwill per Total Asset Agriculture % Mining % Basic Industry and Chemicals % Consumer Goods Industry % Miscellaneous Industry % Infrastructure, Utilities, and Transportation % Tertiary Sector Property, Real Estate and (Services) Building Construction % Trade, Service, and Investment % Total 56 Rata-rata : 4.63% Sumber: JASICA Berdasarkan tabel diatas, dari 56 sampel yang ada, perusahaan di tertiary sector (services) dengan jenis industri trade, services, and investment adalah industri yang paling banyak memiliki goodwill dalam laporan keuangannya. Dari segi goodwill per total aset, industri trade,services, and investment juga memiliki persentase yang paling tinggi, diikuti dengan industri mining. Dalam lampiran disajikan goodwill per total aset masing-masing perusahaan. Berdasarkan rata-rata, goodwill per total aset untuk keseluruhan perusahaan sebesar 4,63% 43

4 Dibawah ini merupakan grafik yang menunjukkan persentase goodwill terhadap total aset. Dari 56 perusahaan yang memiliki goodwill, 42 perusahaan (73% dari total) memiliki goodwill kurang dari 5% total aset, 5%-10% sebanyak 6 perusahaan (11%), dan lebih dari 10% sebanyak 9 perusahaan (16%). Komposisi ini tidak berubah baik di tahun 2010 maupun Grafik IV.1 Goodwill per total aset tahun 2011 dan 2010 Formatted: Indonesian Untuk menunjukkan seberapa besar dampak dari goodwill terhadap profitabilitas perusahaan, grafik dibawah ini memperlihatkan persentase goodwill terhadap sales revenue. Sebanyak 37 perusahaan (64% dari total) di tahun 2011 dan 35 perusahaan (63%) di tahun 2010 memiliki saldo goodwill kurang dari 5%, 5%-10% sebanyak 7 perusahaan di tahun 2011 dan 2010 serta lebih dari 10% sebanyak 12 perusahaan di tahun 2011 dan 14 perusahaan di tahun Adanya peningkatan jumlah perusahaan yang memiliki saldo goodwill kurang dari 5% di tahun 2011 disebabkan karena adanya penurunan nilai goodwill. 44

5 Dari sisi laba operasi, goodwill berpotensi, apabila keseluruhan jumlahnya mengalami penurunan nilai, menggerus laba operasi secara rata-rata sebesar 339%. Jumlah ini merupakan jumlah yang signfikan dan sangat berpengaruh pada laba operasi perusahaan dimasa mendatang. Grafik IV.2 Persentase Goodwill per total penjualan tahun 2011 dan 2010 Di tahun 2011, perusahaan harus melakukan uji penurunan nilai atas goodwill dan membukukan kerugian penurunan nilai apabila jumlah terpulihkan kurang dari jumlah tercatat. Dari hasil analisis sebanyak 19 perusahaan (34%) membebankan kerugian atas penurunan nilai goodwill dan 37 perusahaan (66%) diantaranya tidak. Accounting choice atas ketentuan ini yaitu apakah perusahaan memilih untuk melakukan penurunan nilai goodwill atau tidak atau dengan kata lain seberapa besar nilai kerugian penurunan nilai goodwill yang akan dibebankan perusahaan. Dari data yang ada, 19 perusahaan membukukan kerugian penurunan nilai goodwill dan sebagian besar diantaranya (37 perusahaan) memilih untuk tidak melakukan penurunan nilai goodwill. Pada pembahasan berikutnya, akan dibahas mengenai apakah accounting 45

6 choice ini akan berpotensi sebagai manajemen laba dilihat dari laba operasi perusahaan sebagai insentif. IV.2.2 Analisis Deskriptif Tentang Kualitas Pengungkapan Penurunan Nilai Goodwill Analisis kualitas pengungkapan penurunan nilai goodwill dilakukan dengan meneliti setiap catatan atas laporan keuangan perusahaan dan membandingkannya dengan ketentuan PSAK no. 48. Ada 3 kriteria umum yang harus dipenuhi dan beberapa kriteria tambahan yang bergantung pada pemilihan metode pengukuran jumlah terpulihkan, seperti yang terlampir pada tabel IV.2 dibawah ini. Setiap perusahaan yang mengungkapkan suatu kriteria diberikan angka 1 dan setiap perusahaan yang tidak mengungkapkan diberikan angka 0. Setiap kriteria akan dijumlahkan untuk menentukan kualitas pengungkapan setiap perusahaan. Kualitas dari pengungkapan ditentukan sebagai berikut: 1. Perusahaan yang tidak mengungkapkan satupun dari ketentuan PSAK no. 48 atau dengan total nilai 0 disebut sebagai no disclosure (very poor disclosure). 2. Untuk perusahaan yang mengungkapkan hanya 1 kriteria atau dengan total nilai 1 disebut sebagai poor disclosure. 3. Untuk perusahaan yang mengungkapkan 2 kriteria atau dengan total nilai 2 disebut sebagai partial disclosure. 4. Untuk perusahaan yang mengungkapkan semua kriteria disebut sebagai full disclosure. 46

7 Berdasarkan hasil penelitian dari setiap catatan atas laporan keuangan perusahaan, dalam tabel IV.3 disajikan jumlah perusahaan yang mematuhi setiap kriteria dan tingkat kepatuhan pengungkapan masing-masing perusahaan. Tabel IV.2 Kriteria Pengungkapan Uji Penurunan Nilai Goodwill Ketentuan Umum Opsi 1 Opsi 2 Opsi 3 Opsi 4 Ketentuan pengungkapan penurunan nilai Kriteria 1 Unit Penghasil Kas (UPK) yang menjadi alokasi goodwill Kriteria 2 Jumlah tercatat goodwill dialokasikan ke unit Kriteria 3 Dasar dari jumlah terpulihkan Fair Value atau Value in Use Jumlah terpulihkan menggunakan nilai pakai Kriteria 3a Asumsi utama yang digunakan sebagai dasar oleh manajemen dalam proyeksi arus kas Kriteria 3b Pendekatan manajemen untuk menetapkan nilai yang ditentukan untuk setiap asumsi utama Kriteria 3c Periode proyeksi arus kas dan penjelasannya Kriteria 3d Tingkat pertumbuhan yang digunakan Kriteria 3e Tingkat diskonto untuk proyeksi arus kas Jumlah terpulihkan menggunakan nilai wajar dikurangi biaya penjualan Kriteria 3f Metodologi yang digunakan untuk menentukan nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual Jika Nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual tidak ditentukan dengan menggunakan harga pasar yang dapat diobservasi untuk unit Kriteria 3g Asumsi Utama yang digunakan sebagai dasar manajemen dalam menentukan nilai wajar dikurangi biaya menjual Kriteria 3h Penjelasan pendekatan manajemen dalam menetapkan nilai yang dipakai Jika nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual ditentukan dengan menggunakan proyeksi arus kas terdiskonto Kriteria 3i Periode arus kas yang diproyeksikan Kriteria 3j Tingkat pertumbuhan yang digunakan Kriteria 3k Tingkat diskonto yang diterapkan untuk proyeksi arus kas Sumber: PSAK no. 48 Penurunan Nilai Aset (revisi 2009) 47

8 Tabel IV.3 Analisis Kepatuhan Pengungkapan Kriteria Umum Kriteria Kriteria Kriteria Kualitas Jumlah Total Kode Pengungkapan ABBA % No Disclosure AISA % No Disclosure AKRA % No Disclosure ARTI % No Disclosure ASGR % No Disclosure AUTO % No Disclosure BIPI % PoorDisclosure BKSL % No Disclosure BMSR % No Disclosure BNBR % No Disclosure ANTM % PoorDisclosure ASII % No Disclosure GZCO % No Disclosure INDY % No Disclosure BORN % PoorDisclosure BRAM % No Disclosure BRNA % No Disclosure BSDE % Partial Disclosure CENT % No Disclosure CITA % PoorDisclosure COWL % No Disclosure DILD % Partial Disclosure DKFT % No Disclosure DVLA % No Disclosure EMDE % No Disclosure EMTK % No Disclosure ERAA % No Disclosure ETWA % No Disclosure GREN % No Disclosure HERO % No Disclosure HMSP % No Disclosure Sumber: Catatan atas laporan keuangan perusahaan tahun 2011 (data diolah) 48

9 Tabel IV.3 (Lanjutan) Analisis Kepatuhan Pengungkapan Kriteria Umum Kode Kriteria Kriteria Kriteria Kualitas Jumlah Total Pengungkapan ICBP % Full Disclosure IGAR % No Disclosure INDF % Full Disclosure ISAT % Full Disclosure JKON % No Disclosure JSMR % No Disclosure KLBF % PoorDisclosure LPLI % No Disclosure MAPI % PoorDisclosure MDRN % No Disclosure OKAS % No Disclosure PSDN % No Disclosure SCMA % No Disclosure SGRO % No Disclosure SIMP % Full Disclosure SMAR % Partial Disclosure SMCB % No Disclosure SULI % No Disclosure TBIG % PoorDisclosure TGKA % No Disclosure TLKM % PoorDisclosure TSPC % No Disclosure UNSP % No Disclosure UNVR % PoorDisclosure VIVA % No Disclosure Total Sampel Mengungkapkan Tidak Mengungkapkan Persentase Pengungkapan 14% 9% 25% Persentase yang tidak mengungkapkan 86% 91% 75% Sumber: Catatan atas laporan keuangan perusahaan tahun 2011 (data diolah) 49

10 Kesimpulan dari tabel diatas adalah kepatuhan perusahaan untuk pengungkapan setiap kriteria sangat rendah. Hampir seluruh perusahaan tidak mengungkapkan ketentuan yang diatur PSAK no. 48, berikut adalah perinciannya: sebanyak 48 perusahaan (86%) tidak mengungkapkan unit penghasil kas sebagai alokasi goodwill. Untuk kriteria yang kedua, 51 perusahaan diantaranya atau hampir seluruh sampel tidak mengungkapkan sedangkan yang mengungkapkan hanya 5 perusahaan. Untuk kriteria yang ketiga mengenai metode untuk mengukur jumlah terpulihkan hanya dilakukan oleh 14 perusahaan (24,6%). Dari hasil analisis secara keseluruhan terhadap kualitas pengungkapan penurunan nilai goodwill, hampir seluruh perusahaan tidak mengungkapkan ketentuan sebagaimana yang diatur dalam PSAK no. 48. Temuan ini dapat menyimpulkan bahwa kualitas pelaporan keuangan perusahaan di Indonesia, khususnya yang terkait dengan penurunan nilai goodwill masih sangat rendah. Secara detail, sebanyak 40 perusahaan (72%) memiliki kualitas pengungkapan yang sangat rendah (no disclosure), sebanyak sembilan perusahaan (16%) memiliki kualitas pengungkapan yang rendah (poor disclosure), sebanyak tiga perusahaan (5%) hanya mengungkapkan sebagian dari seluruh ketentuan yang ada (partial disclosure), dan yang terakhir hanya ada empat perusahaan yang mengungkapkan seluruh ketentuan yang ada (7%). Grafik 4.3 menyimpulkan tingkat kualitas dan seberapa banyak perusahaan yang mematuhi ketentuan PSAK no. 48. Disajikan pula persentase masing-masing tingkat kualitas. Berikut ini akan dibahas kepatuhan perusahaan terhadap masing-masing kriteria 50

11 Grafik IV.3 Ringkasan Kepatuhan Pengungkapan Penurunan Nilai Goodwill A. Pengungkapan kriteria 1 dan 2 - Unit Penghasil Kas (UPK) yang menjadi alokasi goodwill dan jumlah goodwill yang dialokasikan ke UPK Dalam melakukan uji penurunan nilai, goodwill dialokasikan pada setiap unit penghasil kas yang diharapkan memberikan manfaat dari sinergi kombinasi bisnis. Setiap unit atau kelompok unit penghasil kas yang memperoleh alokasi goodwill harus menunjukkan tingkat terendah dalam entitas yang goodwill-nya dipantau untuk tujuan manajemen internal dan tidak lebih besar dari segmen operasi. Berdasarkan hasil analisis, hanya ada 8 perusahaan (14%) yang mengungkapkan kriteria UPK sebagai alokasi goodwill dan sebagian besar diantaranya yaitu 48 perusahaan (86%) tidak mengungkapkan kriteria ini. Dalam lampiran, disajikan grafik yang menunjukkan persentase masing-masing. Ketiadaan pengungkapan ini akan menarik kesimpulan investor bahwa perusahaan akan menghindari melakukan uji penurunan nilai goodwill. Adanya pengungkapan ini sangat penting karena seberapa besar suatu goodwill mengalami penurunan nilai akan ditentukan oleh unit penghasil kas. Ilustrasi berikut 51

12 dipakai untuk menunjukkan bahwa kegagalan dalam penentuan unit penghasil kas dapat berakibat pada kegagalan dalam menentukan kerugian penurunan nilai. Suatu perusahaan memiliki 2 segmen dalam anak perusahaannya, segmen A dan segmen B. Segmen A mampu menciptakan laba operasi yang tinggi dan berkontribusi arus kas masuk yang besar bagi perusahaan, sedangkan segmen B beroperasi dengan cost yang besar sehingga segmen tersebut mengalami kerugian. Perhitungan jumlah terpulihkan kedua segmen ini akan sangat berbeda. Apabila kedua segmen ini digabungkan menjadi 1 sebagai alat alokasi goodwill, jumlah terpulihkan segmen A akan menutupi jumlah terpulihkan segmen B. Dari hasil analisis perusahaan yang mengungkapkan UPK, jumlah unit penghasil kas yang menjadi alokasi goodwill bervariasi antar perusahaan. Sebagai contoh PT. Indosat Tbk mengalokasikan goodwill-nya hanya ke 1 UPK yaitu unit usaha selular yang juga merupakan segmen usaha grup, begitu pula dengan PT. Sinar Mas Agro Resources and Technology, mengalokasikan goodwill yang ada ke dalam 1 segmen yaitu perkebunan. Berbeda dengan PT. Indofood Sukses Makmur yang memiliki beberapa UPK sebagai alat alokasi goodwill diantaranya divisi penyedap makanan, divisi perkebunan terpadu, bisnis CBP, bisnis Pacsari, dan lain-lain. Atau PT Salim Ivomas Pratama Tbk mengalokasikan goodwill-nya ke beberapa UPK yaitu keseluruh segmen perkebunan. Segmen perkebunan tersebut merupakan entitas anak dari perusahaan. Dari pengungkapan kriteria ini diketahui bahwa seluruh perusahaan mengalokasikan goodwill kedalam segmen operasi. Segmen operasi dalam beberapa perusahaan merupakan entitas anak dari perusahaan tersebut. Perusahaan memilih untuk mengalokasikan goodwill ke UPK yang adalah segmen operasinya karena sulitnya 52

13 menentukan UPK yang lebih kecil dari segmen operasi, sesuai dengan PSAK no. 48 UPK tersebut diharapkan untuk memberi manfaat dari adanya kombinasi bisnis. Kurangnya kepatuhan dalam pengungkapan kriteria pertama pada perusahaan di Indonesia kemungkinan disebabkan karena sulitnya menentukan unit penghasil kas yang menjadi alokasi goodwill. Unit penghasil kas yang dipilih menjadi alokasi goodwill harus memberikan manfaat dari adanya kombinasi bisnis. Dalam kriteria yang kedua setiap perusahaan diharuskan untuk mengungkapkan seberapa besar goodwill yang dialokasikan ke setiap unit penghasil kas. Total goodwill yang dialokasikan harus sama dengan saldo goodwill yang ada. Berdasarkan hasil analisis, kualitas pengungkapan untuk kriteria yang kedua masih sangat rendah. Ada 51 perusahaan (91%) yang tidak melakukan pengungkapan dan hanya ada 5 perusahaan (9%) yang mengungkapkan dengan benar dan mengalokasikan goodwill tersebut ke setiap segmen operasi. Dalam lampiran, disajikan grafik yang memuat persentase masing-masing. Jumlah UPK yang menerima alokasi goodwill dan besarnya goodwill yang dialokasikan ke setiap UPK akan berbeda-beda sesuai dengan diskresioner manajemen. Dalam PSAK no. 48 tidak mengatur besarnya goodwill yang dialokasikan ke masingmasing UPK. Akan tetapi, UPK yang dialokasikan goodwill harus konsisten setiap periode, perubahan diperbolehkan apabila ada justifikasi. Hal ini akan berpotensi disalahgunakan oleh manajemen untuk tidak melakukan penurunan nilai ketika goodwill seharusnya mengalami penurunan nilai, ataupun sebaliknya. 53

14 B. Pengungkapan Kriteria 3 - Metode yang Dipakai Untuk Menghitung Jumlah Terpulihkan Sesuai dengan PSAK no. 48, entitas harus menghitung jumlah terpulihkan dari setiap unit penghasil kas yang dialokasikan goodwill. Hal ini menjadi sangat penting karena suatu goodwill dikatakan mengalami penurunan nilai apabila jumlah terpulihkan kurang dari jumlah tercatat. Pengungkapan yang lebih detail mengenai penentuan jumlah terpulihkan diatur dalam PSAK no. 48 paragraf 129.Pengungkapan ini diperlukan untuk mendukung asumsi manajemen melakukan penghitungan jumlah terpulihkan. Berdasarkan hasil analisis, 75% dari keseluruhan sampel yaitu sebanyak 42 perusahaan tidak mengungkapkan metode pengukuran dan dasar penghitungan penurunan nilai. Hanya ada 14 perusahaan (25%) yang mengungkapkan. Hal ini dapat menjadi kemungkinan bahwa perusahaan yang memiliki goodwill dalam laporan keuangannya, tidak melakukan uji penurunan nilai dengan menghitung jumlah terpulihkan. Metode pengukuran dengan nilai pakai banyak digunakan oleh perusahaan dalam menentukan jumlah terpulihkan. Hal ini sesuai dengan teori Kieso et al (2011) bahwa karena sulitnya menentukan nilai wajar suatu unit penghasil kas, manajemen akan menggunakan nilai pakai dalam menghitung jumlah terpulihkan. Disisi lain, semua perusahaan yang mengukur jumlah terpulihkan dengan fair value less cost to sell menggunakan model proyeksi arus kas terdiskonto. Hal ini disebabkan karena sulitnya menentukan nilai wajar di pasar aktif atas UPK, yang dalam kasus ini adalah segmen 54

15 operasi. Disajikan dalam lampiran, grafik perbandingan metode yang dipakai 14 perusahaan ini untuk menghitung jumlah terpulihkan. Pembahasan untuk metode pengukuran nilai terpulihkan dan pengungkapannya dibatasi hanya kepada perusahaan yang melakukan pengungkapan metode pengukuran jumlah terpulihkan dalam catatan laporan keuangannya. Dari hasil analisis sebelumnya, hanya terdapat 14 perusahaan yang mengungkapkan metode pengukuran jumlah terpulihkan. Dari 14 perusahaan tersebut, 8 perusahaan menggunakan nilai pakai, 5 perusahaan menggunakan nilai wajar dikurangi biaya penjualan, dan 1 perusahaan menggunakan kedua metode tersebut. Seluruh perusahaan yang menggunakan nilai wajar dikurangi biaya penjualan menggunakan pendekatan arus kas terdiskonto. Dibawah ini merupakan tabel yang menggambarkan tingkat kepatuhan perusahaan mengungkapkan asumsi penentuan jumlah terpulihkan. Sebanyak 5 kriteria diatur dalam PSAK no. 48. D. Pengungkapan metode pengukuran jumlah terpulihkan menggunakan nilai pakai (kriteria 3a-3e) Tabel 4.4 merupakan analisis kepatuhan perusahaan dalam pengungkapan penggunaan nilai pakai sebagai dasar jumlah terpulihkan. Ada 5 kriteria yang harus dipenuhi berdasarkan ketentuan PSAK no. 48. Tidak ada satupun perusahaan yang mengungkapkan seluruh kriteria yang ditentukan. Kriteria pertama (3a), yang mengatur asumsi yang dipakai dalam proyeksi arus kas diungkapkan sebanyak 5 (56%) dari 9 perusahaan. Asumsi yang dipakai untuk menghitung arus kas kebanyakan menggunakan proyeksi penjualan dan anggaran arus kas seperti PT Bumi Serpong Damai Tbk dan PT Intiland Development Tbk 55

16 menggunakan proyeksi penjualan real estate dan tanah untuk dikembangkan. Penggunaan proyeksi penjualan merupakan estimasi arus kas masuk yang muncul dari pemakaian aset (dalam hal ini UPK segmen operasi). Penggunaan proyeksi penjualan merupakan penggunaan asumsi yang terlalu aggressive, karena tidak memperhitungkan cost yang mungkin keluar dari penjualan tersebut Untuk kriteria yang kedua (3b), hanya ada 3 perusahaan (33%) yang mengungkapkan. Kriteria yang kedua ini mengatur mengenai pendekatan manajemen dalam melakukan proyeksi arus kas. Ketiga perusahaan tersebut memakai data historis dalam menganggarkan arus kasnya. Tabel IV.4 Kepatuhan Pengungkapan perusahaan Yang Menggunakan Nilai Pakai Kode Perusahaan Kr. 3a Kr. 3b Kr. 3c Kr. 3d Kr. 3e Total BIPI BORN BSDE CITA DILD ICBP INDF MAPI UNVR Total yang mengungkapkan Persentase 56% 33% 22% 44% 78% Yang tidak mengungkapkan Persentase 44% 67% 78% 56% 22% Kriteria yang ketiga (3c) mengenai periode proyeksi arus kas. Kualitas pengungkapan pada kriteria ini sangat kurang karena hanya ada 2 perusahaan yang 56

17 mengungkapkan. 2 perusahaan tersebut menggunakan proyeksi arus kas selama 5 tahun sesuai dengan standar yang disarankan oleh PSAK no. 48 Kriteria yang ke empat (3d) tentang tingkat pertumbuhan yang digunakan, diungkapkan oleh 4 perusahaan. 4 perusahaan ini menggunakan tingkat pertumbuhan yang bervariasi. Tingkat pertumbuhan yang digunakan diantaranya PT Borneo Lumbung Energi dan Metal 10%, PT Unilever Indonesia tbk 3%, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk 4%, dan PT Indofood Sukses Makmur dari 1% sampai dengan 6,5%. PT PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk dan PT Indofood Sukses Makmur menggunakan dasar tingkat pertumbuhan industri di negara entitas beroperasi. 2 perusahaan tidak mengungkapkan dasar penentuan tingkat pertumbuhan. Tingkat pertumbuhan yang dipakai perusahaan sesuai dengan tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2011 yaitu 6.5% (Berita Resmi Statistik 2012:1). Hal ini menyimpulkan bahwa perusahaan tidak conservative dan tidak aggressive dalam menetapkan tingkat pertumbuhan. Kecuali untuk PT Borneo Lumbung Energi yang menggunakan tingkat pertumbuhan sebesar 10% tanpa ada pengungkapan yang memadai dasar penentuan tingkat pertumbuhan 10%. Hal ini mengindikasikan ketidakpatuhan dan indikasi aggressive dalam menentukan jumlah terpulihkan. Kriteria yang kelima (3e) adalah kriteria yang paling banyak diungkapkan dibandingkan 4 kriteria sebelumnya. Kriteria ini mengatur mengenai tingkat diskon yang dipakai untuk menghitung nilai sekarang dari arus kas yang diproyeksikan. Tingkat diskon yang dipakai perusahaan di Indonesia berkisar antara 6% sampai dengan 19,25%. Yang umumnya digunakan adalah dikisaran 10%-12%. 57

18 E. Pengungkapan metode pengukuran jumlah terpulihkan menggunakan nilai wajar dikurangi biaya penjualan (kriteria 3f-3k) Tabel 4.5 merupakan analisis kepatuhan perusahaan dalam mengungkapkan dasar penentuan jumlah terpulihkan dengan menggunakan nilai wajar bersih. Hanya ada 2 perusahaan yang mengungkapkan seluruh ketentuan yang disyaratkan. Kriteria yang pertama (3f) adalah pengungkapan metode yang dipakai. Semua perusahaan mengukur jumlah terpulihkan menggunakan metode proyeksi arus kas terdiskonto (discounted cash flow). Hal ini disebabkan karena sulitnya mengidentifikasi harga pasar wajar yang dapat diobservasi untuk suatu unit penghasil kas dimana unit penghasil kas keseluruhan sampel adalah segmen operasi perusahaan. Hanya ada 1 perusahaan yang tidak mengungkapkan kriteria ini. Tabel IV.5 Kepatuhan Pengungkapan Pengukuran Menggunakan Nilai Wajar Bersih Kode Perusahaan Kr. 3f Kr. 3i Kr. 3j Kr. 3k Total ANTM INDF ISAT KLBF SIMP TBIG Total yang mengungkapkan Persentase 83% 33% 50% 67% Yang tidak mengungkapkan Persentase 17% 67% 50% 33% 58

19 Kriteria yang kedua (3i) adalah pengungkapan periode proyeksi arus kas. PT Indosat tbk menggunakan proyeksi arus kas 5 tahun sedangkan PT Salim Ivomas Pratama tbk menggunakan proyeksi arus kas 10 tahun. Penggunaan proyeksi arus kas yang lebih dari 5 tahun memerlukan tambahan pengungkapan. Dalam kasus PT Salim Ivomas Pratama tbk tidak ada penjelasan mengenai penggunaaan proyeksi arus kas 10 tahun, hal ini merupakan salah satu bentuk ketidakpatuhan dalam pengungkapan. Kriteria yang ketiga (3j) adalah pengungkapan tingkat pertumbuhan yang digunakan untuk mengektstrapolasi arus kas. Rata-rata perusahaan menggunakan tingkat pertumbuhan dari 5%-6,5%. Hanya ada 3 perusahaan yang mengungkapkan tingkat pertumbuhan. Tingkat pertumbuhan sangat penting untuk diungkapkan karena akan menentukan seberapa besar estimasi jumlah terpulihkan. Semakin besar tingkat pertumbuhan maka estimasi arus kas akan semakin besar. Serupa dengan nilai pakai, tingkat pertumbuhan yang dipakai mendekati atau sama dengan tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kriteria yang keempat (3k) adalah tingkat diskon yang digunakan untuk menentukan nilai sekarang dari serangkaian arus kas. Rata-rata perusahaan menggunakan tingkat diskon 10%-15% dengan berbasiskan weighted average cost of capital (WACC) IV.2.3 Perbandingan Kepatuhan Pengungkapan dengan Perusahaan Australia dan New Zealand Perbandingan kualitas pengungkapan perusahaan Indonesia dengan perusahaan Australia dan New Zealand akan mengacu kepada penelitian sebelumnya, seperti yang telah dijelaskan dalam bab 3 penelitian ini. 50 perusahaan besar di Australia dan 34 perusahaan New Zealand dijadikan sampel dalam penelitian tersebut. Penelitian tersebut 59

20 membahas mengenai lima kriteria yaitu pengungkapan UPK sebagai alokasi goodwill, jumlah goodwill yang dialokasikan, metode pengukuran jumlah terpulihkan, tingkat pertumbuhan dan tingkat diskon yang pakai sebagai estimasi arus kas jumlah terpulihkan. Kualitas pengungkapan uji penurunan nilai goodwill perusahaan di Indonesia masih sangat rendah dibandingkan dengan perusahaan Australia dan New Zealand. Hampir seluruh perusahaan yang dijadikan sampel (72%) tidak mengungkapkan seluruh ketentuan yang diatur dalam PSAK no. 48 dan hanya ada 2 perusahaan yang mengungkapkan dengan benar. Bahkan perusahaan dengan nilai kapitalisasi pasar yang paling besar di Indonesia seperti PT. Astra International Tbk (ASII), tidak melakukan pengungkapan satupun dari seluruh kriteria. Hal ini menjadi indikator ketidakpatuhan terhadap perusahaanperusahaan yang lainnya. Berikut ini adalah tabel ringkasan kepatuhan pengungkapan uji penurunan nilai goodwill di Australia, New Zealand, dan Indonesia. 16 dari 20 perusahaan yang goodwill-nya mengalami penurunan nilai tidak mengungkapkan satupun dari seluruh kriteria yang ada. 4 perusahaan lainnya hanya mengungkapkan 1 kriteria. Hal ini dapat memicu suatu anggapan bahwa perusahaan melakukan manajemen laba terkait dengan beban kerugian penurunan nilai goodwill. Tidak ada penjelasan dalam laporan keuangan perusahaan yang membukukan kerugian penurunan nilai goodwill faktor-faktor yang menyebabkan penurunan nilai goodwill sebagaimana yang disyaratkan PSAK no. 48. Untuk kriteria yang pertama dan yang kedua, mengenai penentuan UPK yang menjadi alokasi goodwill dan besarnya goodwill yang dialokasikan ke setiap UPK, sebanyak 41 perusahaan (82%) dan 34 perusahaan di New Zealand (100%) mematuhi 60

21 untuk mengungkapkan kriteria ini. Seluruh perusahaan New Zealand yang menjadi sampel mematuhi peraturan yang ada. Dalam kriteria yang ketiga mengenai pengungkapan metode pengukuran jumlah terpulihkan, sebanyak 47 perusahaan (94%) di Australia dan 33 perusahaan (97%) melakukan pengungkapan ini. Dapat dilihat bahwa tingkat kepatuhan kedua negara ini untuk melakukan pengungkapan kriteria yang ketiga sangat tinggi. Berikut adalah perincian lebih detailnya: Dari 47 perusahaan di Australia, delapan perusahaan menggunakan nilai wajar dikurangi biaya penjualan, 37 perusahaan menggunakan nilai pakai, dan dua perusahaan menggunakan kedua metode ini. Sedangkan untuk perusahaan di New Zealand, dari 33 perusahaan yang mengungkapkan, 29 perusahaan menggunakan nilai pakai, tiga perusahaan menggunakan nilai wajar, dan satu perusahaan menggunakan kedua metode. Dibawah ini adalah tabel yang menyimpulkan perbandingan pengungkapan antara ketiga negara. Tabel IV.6 Perbandingan Jumlah Perusahaan Yang Mengungkapkan Kriteria Uji Penurunan Nilai Goodwill Australia % New Zealand % Indonesia % Total Perusahaan Sampel Kriteria 1 - Alokasi goodwill ke UPK 41 82% % 8 14% Kriteria 2 - Jumlah goodwill dialokasikan 41 82% % 5 9% Kriteria 3 - Metode pengukuran jumlah terpulihkan 47 94% 33 97% 14 25% Tingkat Pertumbuhan 44 88% 23 68% 6 11% Tingkat Diskon 43 86% 30 88% 10 18% Rata-rata 87% 91% 15% 61

22 IV.2.4 Pembahasan Kualitas Pengungkapan Penurunan Nilai Goodwill Ada beberapa alasan yang menyebabkan kurangnya kepatuhan perusahaan di Indonesia dalam mengungkapkan penurunan nilai goodwill diantaranya: Sebagian besar perusahaan memiliki nilai goodwill yang tidak signifikan dibandingkan dengan total aset perusahaan. Berdasarkan analisis deskriptif diatas, jumlah perusahaan yang memiliki persentase goodwill terhadap total aset kurang dari 5% sebanyak 41 perusahaan, yang artinya hampir keseluruhan sampel. Hal ini menyebabkan adanya keengganan dari manajemen sebagai penyusun laporan keuangan untuk mengungkapkan ketentuan uji penurunan nilai sesuai dengan standar. Ditambah pula dengan proses penentuan uji penurunan nilai yang kompleks dan detail serta membutuhkan estimasi, asumsi dan teknik yang tidak sederhana. Biaya untuk melakukan pengungkapan dianggap lebih besar dari manfaat yang diterima perusahaan. Faktor ketidakpahaman manajemen merupakan isu penting yang perlu diangkat dalam hal ini. Ketentuan untuk melakukan uji penurunan nilai merupakan standar yang baru diterapkan di perusahaan Indonesia per 1 januari 2011 selain itu dibandingkan dengan ketentuan untuk melakukan amortisasi, setiap detail proses pengujian penurunan nilai lebih kompleks dan tidak mudah untuk dilakukan. Hasil kesimpulan penelitian ini mendukung pernyataan Choi dan Meek (2008:120) dalam bukunya International Accounting yang membahas mengenai kepatuhan tingkat pengungkapan di negara maju dan negara berkembang. Penulis buku ini menyatakan bahwa perusahaan yang sumber utama pendanaannya berasal dari pasar modal (seperti saham) seperti perusahaan-perusahaan di Amerika serikat dan Australia akan memberikan tingkat pengungkapan yang lebih besar. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk melindungi investor. Sedangkan di Indonesia, atau di negara berkembang 62

23 lainnya pemegang saham cenderung terpusat pada pihak-pihak tertentu dan bank sehingga pengungkapan yang detail kurang diperlukan. Perbedaan kualitas pengungkapan antara Indonesia dengan Australia dan New Zealand berbeda sangat signifikan. IV.2.5 Peran Auditor Dalam Penerapan dan Pengungkapan Uji Penurunan Nilai Goodwill Dibandingkan dengan ketentuan untuk melakukan amortisasi, peraturan untuk melakukan uji penurunan nilai goodwill lebih baik dalam merefleksikan substansi nilai goodwill akan tetapi dalam penerapan dan pengungkapannya perlu diawasi oleh auditor laporan keuangan. Penentuan UPK yang dialokasikan goodwill, besarnya goodwill yang di alokasikan ke masing-masing UPK, dan penentuan besarnya jumlah terpulihkan masingmasing UPK sepenuhnya membutuhkan estimasi manajemen. Tidak ada standar akuntansi yang mengatur lebih detail untuk setiap proses pengujian penurunan nilai. Hal ini akan membuka celah bagi manajemen untuk melakukan manipulasi laporan keuangan. Sehingga apabila tidak diawasi oleh auditor, peraturan yang baru ini malah akan gagal dalam representation faithfulness dan keterbandingan laporan keuangan. Auditor perlu mengawasi kelayakan UPK-UPK yang dialokasikan goodwill apakah benar UPK tersebut memberikan manfaat dari adanya kombinasi bisnis. Biasanya UPK tersebut adalah UPK yang muncul dari anak perusahaan yang diakuisisi. Selain itu untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya penurunan nilai atas goodwill perlu dilakukan verifikasi atas kondisi ekonomi dari anak perusahaan, seberapa besar 63

24 kinerja anak perusahaan diukur dari profitabilitas. Ketika profitabilitas menurun, hal ini menjadi indikator bagi auditor bahwa kemungkinan terjadi penurunan nilai goodwill. Dari hasil analisis pengungkapan penurunan nilai, perusahaan yang melakukan pengungkapan dengan benar diaudit oleh auditor besar seperti Ernst and Young, PwC, Moore Stephens. 64

25 IV.3 Analisis Manajemen Laba IV.3.1 Analisis Deskriptif dan Uji Mann Whitney Dalam menganalisis apakah perusahaan yang membukukan kerugian penurunan nilai goodwill dilakukan oleh perusahaan dengan laba operasi yang sangat rendah dan untuk mengidentifikasi jenis manajemen laba yang dilakukan maka hal pertama yang dilakukan adalah membagi sampel menjadi 2 kelompok yaitu perusahaan yang goodwillnya mengalami penurunan nilai dan tidak. Kemudian, laba operasi (laba sebelum penurunan nilai goodwill) kedua kelompok, yang diukur dari return on asset (ROA) dan return on sales (ROS) akan dibandingkan secara statistik. Perusahaan yang membukukan kerugian penurunan nilai diindikasikan melakukan manajemen laba big bath ketika ada perbedaan yang signifikan dan memiliki laba operasi yang sangat rendah dibandingkan dengan perusahaan yang tidak membukukan kerugian penurunan nilai. Akan tetapi apabila perusahaan yang membukukan kerugian penurunan nilai labanya tidak terlalu rendah maka perusahaan diindikasikan melakukan manajemen laba income smoothing. Income smoothing adalah upaya perusahaan untuk mengatur labanya sehingga tidak berfluktuasi antar periode. Sebanyak 19 dari 56 perusahaan membukukan kerugian penurunan nilai goodwill di tahun adopsi uji penurunan nilai. Berdasarkan penelitian sebelumnya, perusahaan yang membukukan kerugian penurunan nilai goodwill adalah perusahaan dengan laba operasi yang sangat rendah sehingga terindikasi melakukan manajemen laba big bath. A. Analisis Perbedaan Return on Asset (ROA) 65

26 Berikut ini merupakan analisis untuk membandingkan dan mengetahui tingkat perbedaan laba operasi antara kedua kelompok dengan menggunakan uji Mann- Whitney. Laba operasi perusahaan diukur dari ROA. Hipotesis: H 0 : Tidak ada perbedaan yang signifikan dalam rata-rata ROA antara perusahaan yang membebankan kerugian penurunan nilai goodwill dan yang tidak H 1 : Ada perbedaan yang signifikan pada nilai rata-rata ROA antara perusahaan yang membebankan kerugian penurunan nilai goodwill dan yang tidak Tabel IV.7 Analisis deskriptif rata-rata Return on Asset Kelompok Perusahaan Rata-rata Rata-rata Perubahan 2010 ke 2011 Impair goodwill 14,53% 10,10% Bertambah Tidak impair goodwill 11,22% 10,99% Bertambah Tabel IV.8 Analisis Return on Asset dengan Mann-Whitney Test Ranks Kelompok Perusahaan Sampel Mean Rank Sum of Ranks ROA Impair goodwill Tidak impair goodwill Total 56 Test Statistics a ROA Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed).965 a. Grouping Variable: IMPorNOT 66

27 Keputusan: Nilai z hitung yang diperoleh dari hasil uji Mann-Whitney adalah sebesar -0,043. Sedangkan nilai z tabel berdasarkan ketentuan, yang merupakan standar baku untuk tingkat kepercayaan 95%, adalah sebesar ± 1,96. Oleh karena -0,268 lebih besar dari z tabel (-1,96), maka H 0 diterima. Selain itu, berdasarkan nilai sig yang diperoleh, yaitu sebesar 0,965 dapat diambil kesimpulan untuk menerima H 0 (0,965 lebih besar daripada 0,05). Analisis: Dari hasil deskriptif ditemukan bahwa perusahaan yang membukukan kerugian penurunan nilai memiliki nilai rata-rata ROA yang lebih besar dibandingkan perusahaan yang tidak membukukan kerugian penurunan nilai. Di tahun 2011 kedua kelompok perusahaan mengalami peningkatan dalam laba operasi. Selain itu, dari hasil uji Mann- Whitney terhadap ROA, kedua kelompok memiliki perbedaan rata-rata yang tidak signifikan. Berbeda dengan penelitian sebelumnya, hasil ini membantah bahwa perusahaan yang menurunkan nilai goodwillnya melakukan manajemen laba model big bath karena adanya laba operasi yang rendah sebagai insentif. Di tahun 2011, perusahaan yang membukukan kerugian penurunan nilai goodwill mengalami kenaikan dalam laba operasinya. Sebaliknya, ada indikasi bahwa beban kerugian penurunan nilai goodwill dipakai perusahaan untuk melakukan manajemen laba income smoothing. Hal ini dapat dilihat dari laba operasi perusahaan yang tidak terlalu rendah. Oleh karena sejumlah sampel berasal dari sektor industri jasa, yang cenderung memiliki total aset yang kecil maka dilakukan analisis terhadap variabel yang lain yaitu return on sales atau operating profit margin. 67

28 B. Analisis Perbedaan Return on Sales (ROS) atau Operating Profit Margin Berikut ini merupakan analisis untuk membandingkan dan mengetahui tingkat perbedaan laba operasi antara kedua kelompok dengan menggunakan uji Mann- Whitney. Laba operasi perusahaan diukur dari ROS. Hipotesis: H 0 : Tidak ada perbedaan yang signifikan pada nilai rata-rata ROS antara perusahaan yang membebankan kerugian penurunan nilai goodwill dan yang tidak H 1 : Ada perbedaan yang signifikan pada nilai rata-rata ROS antara perusahaan yang membebankan kerugian penurunan nilai goodwill dan yang tidak Tabel IV.9Analisis Deskriptif Return on Sales Kelompok Perusahaan Rata-rata Rata-rata Perubahan 2010 ke 2011 Impair goodwill 14,72% 12,30% Bertambah Tidak impair goodwill 11,62% 11,61% Bertambah Tabel IV.10Analisis Return on Sales dengan Mann-Whitney Test Ranks Kelompok Perusahaan Sampel Mean Rank Sum of Ranks ROS Impair goodwill Tidak impair goodwill Total 56 68

29 Test Statistics a ROS Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed).452 Keputusan: a. Grouping Variable: IMPorNOT Nilai z hitung yang diperoleh dari hasil uji Mann-Whitney adalah sebesar -0,753. Sedangkan nilai z tabel berdasarkan ketentuan, yang merupakan standar baku untuk tingkat kepercayaan 95%, adalah sebesar ± 1,96. Oleh karena -0,753 lebih besar dari z tabel (-1,96), maka H 0 diterima. Berdasarkan nilai sig yang diperoleh, yaitu sebesar 0,452 dapat diambil kesimpulan untuk menerima H 0 (0,452 lebih besar daripada 0,05). Analisis: Dari hasil analisis deskriptif dan uji Mann-Whitney diperoleh bahwa perusahaan yang membukukan kerugian penurunan nilai goodwill memiliki nilai rata-rata ROS yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang tidak. Selain itu perbedaan ROS antara kedua kelompok tidak signifikan. Hasil ini konsisten dengan analisis ROA. Perusahaan yang membukukan kerugian penurunan nilai goodwill tidak memperoleh laba operasi yang sangat rendah. Sehingga baik dari nilai ROA maupun ROS menolak dugaan manajemen laba big bath yang dilakukan perusahaan terkait dengan penurunan nilai goodwill. Sebaliknya ada indikasi bahwa perusahaan melakukan manajemen laba income smoothing. Hal ini disebabkan karena di tahun adopsi uji penurunan nilai, perusahaan memperoleh laba operasi yang tidak rendah dan lebih besar daripada nilai 69

30 ROA dan ROS perusahaan yang tidak membukukan kerugian penurunan nilai goodwill (rata-rata 14.72%). IV.3.2 Pembahasan Ringkasan dari hasil analisis disajikan dalam tabel berikut ini: Tabel 4.11 Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis Variabel Z hitung Nilai Sig Keterangan Uji Mann-Whitney terhadap Return on Asset -0,043 0,965 Menerima H 0 Uji Mann-Whitney terhadap Return on Sales -0, Menerima H 0 Perusahaan teridentifikasi melakukan manajemen laba big bath apabila perusahaan yang membukukan kerugian penurunan nilai memiliki laba operasi yang sangat rendah dan berbeda signifikan dari perusahaan yang tidak membukukan kerugian penurunan nilai. Dari hasil uji Mann-Whitney terhadap ROA maupun ROS, tidak ada bukti yang dapat menyatakan bahwa ada perbedaan signifikan antara perusahaan yang membukukan kerugian penurunan nilai dan perusahaan yang tidak. Hasil ini menolak dugaan bahwa terjadi manajemen laba model big bath di tahun adopsi uji penurunan nilai. Hasil penelitian ini bertolak belakang dengan kedua penelitian sebelumnya, yaitu penelitian dari Jordan dan Clark (2004) serta penelitan dari Sevin dan Schroeder (2005) yang mengambil objek perusahaan di Amerika. Kedua penelitian ini menemukan bahwa terjadi manajemen laba model big bath pada perusahaan yang membukukan kerugian penurunan nilai goodwill yang dibuktikan 70

31 dengan adanya perbedaan laba operasi yang signifikan antara perusahaan yang membukukan kerugian penurunan nilai goodwill dan yang tidak. Perusahaan-perusahaan yang memilih untuk membukukan kerugian penurunan nilai memiliki laba operasi yang sangat rendah dan negatif. Sebaliknya dalam penelitian ini justru menemukan bahwa perusahaan yang membukukan kerugian penurunan nilai goodwill diindikasikan melakukan manajemen laba income smoothing. Hal ini disebabkan karena perusahaan yang membukukan kerugian penurunan nilai goodwill memiliki laba operasi yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang tidak menurunkan nilai goodwill. Di tahun 2011, perusahaan yang melakukan penurunan nilai goodwill memperoleh ROA dan ROS rata-rata sebesar 14,53% dan 14,72%. Sedangkan di tahun 2010, perusahaan memperoleh ROA dan ROS (yang diukur dari laba operasi) 10,10% dan 12,3%. Diukur dari laba bersih, ROA dan ROS tahun 2010 perusahaan yang melakukan penurunan nilai goodwill sebesar 5,7% dan 10,47%. Baik dari sisi laba operasi maupun laba bersih di tahun 2010, menunjukkan bahwa ada peningkatan laba di tahun Hasil ini kembali menegaskan bahwa pembukuan kerugian penurunan nilai goodwill bukan sebagai upaya perusahaan untuk melakukan manajemen laba big bath disebabkan karena pada periode 2011 perusahaan tidak mengalami depressed earnings atau penurunan laba operasi, justru peningkatan. Secara umum dapat disimpulkan bahwa upaya manajemen untuk membukukan kerugian penurunan nilai goodwill bukanlah upaya untuk melakukan manajemen laba model big bath, melainkan upaya tersebut terindikasi merupakan tindakan untuk melakukan manajemen laba income smoothing (perataaan laba). Akan tetapi, apabila dilihat dengan detail kondisi pada setiap perusahaan, ada beberapa perusahaan yang 71

32 diindikasikan melakukan manajemen laba big bath. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan laba operasi di tahun 2011 yang diukur dari ROA dan ROS masingmasing perusahaan. Tabel 4.12 ROA Dan ROS 2011 Perusahaan Yang Membukukan Kerugian Penurunan Nilai Goodwill Kode ROA 2011 ROS 2011 ABBA 0,75% 1,29% BIPI 0,67% 7,28% BMSR 7,99% 3,27% BNBR 6,98% 10,87% CENT 0,51% 0,88% CITA 20,80% 13,20% DKFT 17,78% 47,65% EMTK 16,78% 28,94% ERAA 13,14% 5,58% HMSP 54,80% 20,09% JSMR 0,01% 0,05% MAPI 14,09% 10,57% MDRN 9,63% 11,40% PSDN 11,47% 3,88% SCMA 48,69% 53,01% SULI -12,16% -50,43% TBIG 10,28% 72,93% TSPC 15,59% 11,47% UNSP 6,48% 27,76% Beberapa perusahaan yang terindikasi melakukan big bath diantaranya ABBA, BIPI, CENT, JSMR, dan SULI. Perusahaan yang lainnya diindikasikan melakukan manajemen laba income smoothing. 72

33 Hasil ini dapat menarik suatu dugaan awal pada behavior (perilaku) dari perusahaan-perusahaan di Indonesia. Ada kecenderungan bahwa perusahaan di Indonesia cenderung untuk melaporkan laba yang stabil. Dilihat dari rata-rata ROA dan ROS, perusahaan yang membukukan kerugian penurunan nilai memiliki ROA dan ROS yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang tidak membukukan kerugian penurunan nilai. Sebaliknya, perusahaan dengan laba yang rendah memilih untuk tidak melakukan penurunan nilai goodwill. 73

BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN. Yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan dari

BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN. Yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan dari BAB III OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN III.1 Objek Penelitian Yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan dari berbagai industri yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. (PSAK), yang semula mengacu pada United States Generally Accepted

BAB 1 PENDAHULUAN. (PSAK), yang semula mengacu pada United States Generally Accepted BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini Indonesia telah melakukan konvergensi International Financial Reporting Standard (IFRS) terhadap Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK), yang

Lebih terperinci

ANALISIS MANAJEMEN LABA MODEL BIG BATH TERKAIT DENGAN PENURUNAN NILAI GOODWILL (PSAK NO. 48 REVISI 2009)

ANALISIS MANAJEMEN LABA MODEL BIG BATH TERKAIT DENGAN PENURUNAN NILAI GOODWILL (PSAK NO. 48 REVISI 2009) ANALISIS MANAJEMEN LABA MODEL BIG BATH TERKAIT DENGAN PENURUNAN NILAI GOODWILL (PSAK NO. 48 REVISI 2009) Areta Retno Dewi Kusumawardhani Anna Purwaningsih Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkungan bisnis yang kompetitif, perusahaan harus berjuang agar

BAB I PENDAHULUAN. Dalam lingkungan bisnis yang kompetitif, perusahaan harus berjuang agar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam lingkungan bisnis yang kompetitif, perusahaan harus berjuang agar perusahaannya bisa bertahan dan dapat meningkatkan kekayaannya. Perusahaan membeli

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adanya harmonisasi standar akuntansi yang akan diterapkan diseluruh Negara

BAB I PENDAHULUAN. Adanya harmonisasi standar akuntansi yang akan diterapkan diseluruh Negara BAB I PENDAHULUAN Formatted: Space After: 0 pt Formatted: Header distance from edge: 1.27 cm, Footer distance from edge: 1.27 cm, Different first page header I.1 Latar Belakang PermasalahanPenelitian Adanya

Lebih terperinci

Daftar Perusahaan-perusahaan Sampel

Daftar Perusahaan-perusahaan Sampel Lampiran 1. Sampel Penelitian Daftar Perusahaan-perusahaan Sampel Observasi 1 (Periode Formasi: Bulan Februari 2012-Bulan Juni 2012) No. Kode Nama Perusahaan 1 AALI PT Astra Agro Lestari Tbk 2 ADRO PT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelapa sawit, kelapa, pinang, kopi, sagu, kakao diantara produk-produk tersebut yang

BAB I PENDAHULUAN. kelapa sawit, kelapa, pinang, kopi, sagu, kakao diantara produk-produk tersebut yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam yang sangat melimpah, tidak hanya itu Indonesia juga terkenal dengan sebutan negara agraris karena

Lebih terperinci

Daftar anggota saham LQ-45 Periode Januari-Desember 2011

Daftar anggota saham LQ-45 Periode Januari-Desember 2011 36 LAMPIRAN 1 Daftar anggota saham LQ-45 Periode Januari-Desember 2011 No. Nama Emiten Frekuensi Jumlah Kode Nama Perusahaan November 10 Januari 11 Februari Juli 11 Agustus 11 Januari 12 1. AALI Astra

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI INDEKS LQ45

BAB II DESKRIPSI INDEKS LQ45 BAB II DESKRIPSI INDEKS LQ45 2.1 Pasar Modal Pasar modal berperan dalam menunjang perekonomian suatu negara. Saat ini, indikator perekonomian suatu negara, selain diukur melalui pertumbuhan PDB juga dapat

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sejak tahun 2010 Indonesia masuk dalam daftar negara yang melakukan

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sejak tahun 2010 Indonesia masuk dalam daftar negara yang melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2010 Indonesia masuk dalam daftar negara yang melakukan konvergensi standar akuntansi keuangan dengan IFRS (International Financial Reporting Standard).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUJIAN

BAB IV HASIL PENGUJIAN BAB IV HASIL PENGUJIAN IV.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif berdasarkan data empiris dan melakukan uji hipotesis atas perbedaan abnormal return dan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Koefisien Laba Tahun

Lampiran 1. Perhitungan Koefisien Laba Tahun Lampiran 1 Perhitungan Koefisien Laba Tahun 2011-2015 Koefisien Laba Tahun 2011 No Kode 2009 2010 2011 PERUBAHAN PERUBAHAN 2011-2010 2010-2009 MEAN STDEV CV I 1 AALI 2610218000 2964040000 3332932000 368892000

Lebih terperinci

LAMPIRAN KONSTRUKSI PENGAMBILAN SAMPEL. Tabel 1. Konstruksi Sampel Berdasarkan Kriteria

LAMPIRAN KONSTRUKSI PENGAMBILAN SAMPEL. Tabel 1. Konstruksi Sampel Berdasarkan Kriteria LAMPIRAN Lampiran 1 KONSTRUKSI PENGAMBILAN SAMPEL Tabel 1 Konstruksi Sampel Berdasarkan Kriteria Konstruksi Sampel* Jumlah perusahaan terdaftar di BEI 492 (-) Industri keuangan 76 (-) data tidak memadai

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Umum Penelitian dan Data Deskriptif

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Umum Penelitian dan Data Deskriptif BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Penelitian dan Data Deskriptif 4.1.1 Jakarta Islamic Index (JII) Jakarta Islamic Index (JII) diluncurkan oleh PT. Bursa Efek Indonesia (BEI) bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas beberapa alasan yang menjadi latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bab ini akan membahas beberapa alasan yang menjadi latar belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas beberapa alasan yang menjadi latar belakang dilakukannya penelitian. Selain itu, bab ini juga menguraikan tentang rumusan masalah yang menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keputusan pendanaan perusahaan. Secara definisi, kebijakan dividen (dividend

BAB 1 PENDAHULUAN. keputusan pendanaan perusahaan. Secara definisi, kebijakan dividen (dividend BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pilihan perusahaan untuk membayar atau tidak membayar dividen kas kepada pemegang saham dan pilihan lebih lanjut untuk menambah dividen, mengurangi dividen,

Lebih terperinci

Monthly View. Februari PT. Mega Capital Indonesia

Monthly View. Februari PT. Mega Capital Indonesia Februari 2015 Monthly View PT. Mega Capital Indonesia Menara Bank Mega Lt. 2 Jl. Kapten P. Tendean Kav. 12-14A Jakarta 12790 Telp. : 021-7917 5599 Faks. : 021-7919 3900 1 Monthly Bulan Februari diperkirakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Data Berdasarkan data yang terdapat di dalam IDX Fact Book tahun 21 terdapat 11 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak investor kemudian digunakan pihak emiten untuk pengembangan usaha,

BAB I PENDAHULUAN. pihak investor kemudian digunakan pihak emiten untuk pengembangan usaha, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pasar modal memiliki peran penting dalam membangun perekonomian suatu negara dengan menjalankan dua fungsi yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-lain. Fungsi keuangan yaitu menjadi

BAB I PENDAHULUAN. ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-lain. Fungsi keuangan yaitu menjadi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pasar modal memiliki peran penting dalam membangun perekonomian suatu negara dengan menjalankan dua fungsi yaitu fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Fungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN LITERATUR

BAB II TINJAUAN LITERATUR 8 BAB II TINJAUAN LITERATUR 2.1 Pengukuran RPT Pengukuran RPT yang dilakukan oleh perusahaan dapat diukur melalui dua cara yaitu dengan melihat asset, liabilities, sales, dan expenses yang tercermin pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 20%. Hal ini membuktikan bahwa krisis ekonomi yang melanda negara-negara di

BAB I PENDAHULUAN. 20%. Hal ini membuktikan bahwa krisis ekonomi yang melanda negara-negara di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Berdasarkan Outlook Ekonomi dan Pasar Modal 2011, minat investor asing untuk masuk ke pasar modal Indonesia pada tahun 2011 tumbuh hingga 20%. Hal ini

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. II.1.1 Goodwill dan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 22

BAB II LANDASAN TEORI. II.1.1 Goodwill dan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 22 BAB II LANDASAN TEORI II.1 Landasan Teori II.1.1 Goodwill dan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 22 Beams, et al (2009:28) mendefinisikan goodwill sebagai the excess of the investment cost over the fair

Lebih terperinci

imbal hasil yang relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan return pada pasar modal. Di dalam pasar modal diperdagangkan berberapa jenis surat

imbal hasil yang relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan return pada pasar modal. Di dalam pasar modal diperdagangkan berberapa jenis surat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal merupakan sarana bertemunya permintaan dan penawaran instrumen keuangan jangka panjang baik dari sisi investor maupun sisi perusahaan. Pasar modal merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bab ini memaparkan hasil dan pembahasan penelitian mengenai pengaruh

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Bab ini memaparkan hasil dan pembahasan penelitian mengenai pengaruh BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Bab ini memaparkan hasil dan pembahasan penelitian mengenai pengaruh profitabilitas, likuiditas dan leverage terhadap dividend payout ratio pada

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada tanggal 8 Juni 2010, Bisnis Indonesia menurunkan headline Telkom siap caplok Bakrie:

I PENDAHULUAN. Pada tanggal 8 Juni 2010, Bisnis Indonesia menurunkan headline Telkom siap caplok Bakrie: I PENDAHULUAN.1. Latar Belakang Pada tanggal 8 Juni 2010, Bisnis Indonesia menurunkan headline Telkom siap caplok Bakrie: Flexi & Esia berpotensi memonopoli pasar telepon tetap CDMA. Kemudian, setidaknya

Lebih terperinci

keuangan memberikan informasi yang menggambarkan realitas ekonomi yang sebenarnya kepada para pengguna laporan keuangan yang akan mengambil

keuangan memberikan informasi yang menggambarkan realitas ekonomi yang sebenarnya kepada para pengguna laporan keuangan yang akan mengambil PENDAHULUAN Mulai tahun 2012, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) merencanakan untuk melakukan konvergensi dengan International Financial Reporting Standards (IFRS). Dengan digunakannya standar yang sama pada

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Umum Penelitian dan Data Deskriptif. dimaksudkan untuk digunakan sebagai tolak ukur (benchmark)

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. 4.1 Gambaran Umum Penelitian dan Data Deskriptif. dimaksudkan untuk digunakan sebagai tolak ukur (benchmark) 62 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Penelitian dan Data Deskriptif 4.1.1 Jakarta Islamic Index (JII) Jakarta Islamic Index (JII) diluncurkan oleh PT. Bursa Efek Indonesia (BEI) bekerja

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... iv Daftar Lampiran... v

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... iv Daftar Lampiran... v i DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... iii Daftar Gambar... iv Daftar Lampiran... v I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 8 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting di dalam bidang akuntansi. Melakukan adopsi International Financial

BAB I PENDAHULUAN. penting di dalam bidang akuntansi. Melakukan adopsi International Financial BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengungkapan informasi yang relevan dan reliabel merupakan hal yang penting di dalam bidang akuntansi. Melakukan adopsi International Financial Reporting Standard

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. investasi, para investor tentunya mengumpulkan informasi-infromasi fundamental,

BAB I PENDAHULUAN. investasi, para investor tentunya mengumpulkan informasi-infromasi fundamental, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perusahaan merupakan suatu organisasi bisnis yang memilki tujuan untuk memberikan nilai tambah bagi pemegang saham, oleh sebab itu, perusahaan diharapkan mampu memberikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan dan perkembangan industri manufaktur terutama pada sektor

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Pertumbuhan dan perkembangan industri manufaktur terutama pada sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan dan perkembangan industri manufaktur terutama pada sektor barang konsumsi, saat ini menyebabkan semakin pesatnya laju perekonomian dan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu entitas bisnis membutuhkan modal untuk melakukan aktivitas

BAB I PENDAHULUAN. Suatu entitas bisnis membutuhkan modal untuk melakukan aktivitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Suatu entitas bisnis membutuhkan modal untuk melakukan aktivitas operasional usahanya. Sementara terdapat pihak yang memiliki kelebihan dana (investor-kreditor)

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Kebijakan Deviden, Pengungkapan Emisi Karbon) dan variabel dependen (nilai

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN. Kebijakan Deviden, Pengungkapan Emisi Karbon) dan variabel dependen (nilai BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis statistik deskriptif Analisis statistik deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran atau deskripsi suatu data. Pada bab ini menyajikan statistik deskriptif

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN. Objek penelitian ini adalah perusahaan go public yang terdaftar di Bursa

BAB IV HASIL PENELITIAN. Objek penelitian ini adalah perusahaan go public yang terdaftar di Bursa BAB IV HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Umum Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah perusahaan go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada kelompok saham yang tergabung dalam Jakarta

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Kinerja Keuangan PT Astra Agro Lestari Tbk Sebelum dan

BAB IV PEMBAHASAN. IV.1 Analisis Kinerja Keuangan PT Astra Agro Lestari Tbk Sebelum dan BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Kinerja Keuangan PT Astra Agro Lestari Tbk Sebelum dan Sesudah Akuisisi IV.1.1 Analisis Kinerja Keuangan PT Astra Agro Lestari Tbk dengan menggunakan Rasio Keuangan IV.1.1.1

Lebih terperinci

SKRIPSI. KOMPARASI KINERJA PERUSAHAAN YANG BERBASIS SYARIAH DENGAN PERUSAHAAN YANG BERBASIS NON-SYARIAH (Studi Empiris BEI)

SKRIPSI. KOMPARASI KINERJA PERUSAHAAN YANG BERBASIS SYARIAH DENGAN PERUSAHAAN YANG BERBASIS NON-SYARIAH (Studi Empiris BEI) SKRIPSI KOMPARASI KINERJA PERUSAHAAN YANG BERBASIS SYARIAH DENGAN PERUSAHAAN YANG BERBASIS NON-SYARIAH (Studi Empiris BEI) Diajukan Untuk Memenuhi Sebahagian Syarat-Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan suatu unit kegiatan yang mengelola faktor-faktor produksi

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan merupakan suatu unit kegiatan yang mengelola faktor-faktor produksi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perusahaan merupakan suatu unit kegiatan yang mengelola faktor-faktor produksi seperti alam, tenaga kerja, modal, dan keahlian (entrepreneurship) untuk menghasilkan

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN

BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN 3.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Ketepatan waktu dalam pelaporan keuangan diatur dalam Undang Undang No.8 Tahun 1995, dimana mewajibkan semua perusahaan yang terdaftar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pelaporan keuangan merupakan sarana yang digunakan perusahaan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pelaporan keuangan merupakan sarana yang digunakan perusahaan untuk 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaporan keuangan merupakan sarana yang digunakan perusahaan untuk menyediakan dan menyampaikan informasi keuangan bagi pihak investor, kreditur, dan pemakai eksternal

Lebih terperinci

Nama : Susi Susanti NPM : Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk Periode

Nama : Susi Susanti NPM : Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk Periode Nama : Susi Susanti NPM : 21208451 Analisis Kinerja Keuangan Perusahaan PT. Indofood Sukses Makmur, Tbk Periode 2008-2011 Latar Belakang Analisis keuangan sangat bergantung pada informasi yang diberikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUJIAN. Penulis telah melakukan penelitian terhadap 100 perusahaan versi Kompas100

BAB IV HASIL PENGUJIAN. Penulis telah melakukan penelitian terhadap 100 perusahaan versi Kompas100 BAB IV HASIL PENGUJIAN Penulis telah melakukan penelitian terhadap 100 perusahaan versi Kompas100 dalam jangka waktu tiga tahun (2006-2008) untuk mengetahui apakah perusahaanperusahaan tersebut mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENGUJIAN. 4.1 Penjelasan Deskriptif Objek Penelitian. Penelitian ini menguji adanya pengaruh pengungkapan pihak berelasi dan

BAB 4 HASIL PENGUJIAN. 4.1 Penjelasan Deskriptif Objek Penelitian. Penelitian ini menguji adanya pengaruh pengungkapan pihak berelasi dan BAB 4 HASIL PENGUJIAN 4.1 Penjelasan Deskriptif Objek Penelitian Penelitian ini menguji adanya pengaruh pengungkapan pihak berelasi dan transaksi antar pihak berelasi terhadap harga saham. Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak akan pernah redup. Bayangkan jika semua koneksi telekomunikasi, baik itu

BAB I PENDAHULUAN. tidak akan pernah redup. Bayangkan jika semua koneksi telekomunikasi, baik itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri telekomunikasi bisa dikatakan sebagai industri yang sepertinya tidak akan pernah redup. Bayangkan jika semua koneksi telekomunikasi, baik itu telepon genggam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saptadi (2007)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saptadi (2007) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi perekonomian di Indonesia dengan dukungan peningkatan teknologi informasi akan mendorong pula peningkatan upaya dari perusahaan untuk mengembangkan kinerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap aktivitas perusahaan tidak lepas dari pengaruh faktor-faktor dari

BAB I PENDAHULUAN. Dalam setiap aktivitas perusahaan tidak lepas dari pengaruh faktor-faktor dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam setiap aktivitas perusahaan tidak lepas dari pengaruh faktor-faktor dari luar maupun faktor dari dalam, yang kesemuanya dapat disebut sebagai stakeholder.

Lebih terperinci

Descriptive Statistics. N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Descriptive Statistics. N Minimum Maximum Mean Std. Deviation LAMPIRAN LAMPIRAN 1 NO. KODE NAMA PERUSAHAAN 1 AMFG Asahimas Flat Glass Tbk 2 ASII Astra International Tbk 3 AUTO Astra Auto Part Tbk 4 DVLA Darya Varia Laboratoria Tbk 5 EKAD Ekadharma International Tbk

Lebih terperinci

Return On Investment (ROI)

Return On Investment (ROI) 121 Lampiran 1. Hasil perhitungan rasio perusahaan yang terdaftar di Jakarta Islamic Index tahun 2008-2010 Return On Investment (ROI) No Kode Nama Emiten Tahun Ratarata 2008 2009 2010 1 ADRO Adaro Energy

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB 1 PENDAHULUAN. dipatuhi. Setiap negara memiliki standar akuntansi yang berbeda-beda dalam

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB 1 PENDAHULUAN. dipatuhi. Setiap negara memiliki standar akuntansi yang berbeda-beda dalam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam menyusun laporan keuangan dikenal adanya standar yang harus dipatuhi. Setiap negara memiliki standar akuntansi yang berbeda-beda dalam perlakuan, metode,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Gambaran Umum Perusahaan Perusahaan publik seperti yang terdapat pada pasal 1 angka 22 UUPM lebih menekankan pada kuantitas penyebaran efek tersebut di masyarakat dan aspek

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses penilaian terhadap perusahaan tertutup membutuhkan identifikasi atas

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses penilaian terhadap perusahaan tertutup membutuhkan identifikasi atas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses penilaian terhadap perusahaan tertutup membutuhkan identifikasi atas ciri spesifik pada perusahaan karena keterbatasan data pembanding yang umumnya tidak terlalu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang memiliki karakter perekonomian yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang memiliki karakter perekonomian yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang memiliki karakter perekonomian yang tidak berbeda jauh dengan negara sedang berkembang lainnya. Tujuan pencapaian tingkat

Lebih terperinci

6/4/2012. Tujuan dan Ruang Lingkup. Tujuan dan Ruang Lingkup. Tujuan dan Lingkup PSAK 48

6/4/2012. Tujuan dan Ruang Lingkup. Tujuan dan Ruang Lingkup. Tujuan dan Lingkup PSAK 48 Tujuan dan Ruang Lingkup (revisi 2009) - Penurunan Nilai Aset IAS 36: Impairment Tujuan : Menetapan prosedur agar aset dicatat tidak melebihi jumlah terpulihkannya impairment. Aset dikatakan k melebihi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk memajukan dan menjalankan perusahaan, sehingga perusahaan. membutuhkan laporan keuangan sebagai pegangan untuk mengetahui

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk memajukan dan menjalankan perusahaan, sehingga perusahaan. membutuhkan laporan keuangan sebagai pegangan untuk mengetahui BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan perekonomian dan kemajuan teknologi di Indonesia yang semakin pesat membuat para pelaku bisnis semakin ketat dalam bersaing. Persaingan tersebut

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Pengumpulan Data dan Praproses Data yang digunakan berdasarkan data yang dipublikasikan oleh Bursa Efek Indonesia dari bulan Januari 2004 sampai dengan Desember 2009. Sampai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum dan Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum dan Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum dan Objek Penelitian Kerugian penurunan nilai aset (asset impairment) terjadi ketika nilai tercatat (carrying amount) suatu aset melebihi nilai terpulihkannya (recoverable

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Perkembangan profitabilitas perusahaan properti dan real estate

V. KESIMPULAN DAN SARAN. 1. Perkembangan profitabilitas perusahaan properti dan real estate V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan 1. Perkembangan profitabilitas perusahaan properti dan real estate Tahun 2010-2014 menunjukan bahwa sektor properti dan real estate memiliki dua perusahaan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. internet kepada penggunanya dalam hal akses. Pengguna dapat dengan mudah

BAB I PENDAHULUAN. internet kepada penggunanya dalam hal akses. Pengguna dapat dengan mudah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat beberapa tahun belakangan, penggunaan media internet juga mengalami peningkatan yang cukup berarti.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas

BAB I PENDAHULUAN. atau membuat penyajian kembali pos-pos laporan keuangan, atau ketika entitas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kriteria laporan keuangan yang lengkap menurut PSAK 1 (revisi 1998) dengan PSAK 1 (revisi 2009) adalah dalam butir (f) yang mengharuskan entitas untuk menyajikan laporan

Lebih terperinci

Monthly View. Februari PT. Mega Capital Indonesia

Monthly View. Februari PT. Mega Capital Indonesia Februari 2016 Monthly View PT. Mega Capital Indonesia Menara Bank Mega Lt. 2 Jl. Kapten P. Tendean Kav. 12-14A Jakarta 12790 Telp. : 021-7917 5599 Faks. : 021-7919 3900 1 Monthly Bulan Maret adalah salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan nilai investasi. Investasi pada umumnya dilakukan untuk mendapatkan

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan nilai investasi. Investasi pada umumnya dilakukan untuk mendapatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Investasi merupakan suatu kegiatan menempatkan dana pada satu aset atau lebih selama jangka waktu tertentu dengan harapan memperoleh pendapatan atau peningkatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Baridwan dalam As ad (2010:26) merupakan ringkasan dari suatu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Baridwan dalam As ad (2010:26) merupakan ringkasan dari suatu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 2.1 Laporan Keuangan Laporan keuangan memegang peranan penting yang memberikan berbagai informasi tentang kegiatan operasional perusahaan bagi bermacam-macam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mempermudah dalam pemecahan masalah, data diklasifikasikan

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk mempermudah dalam pemecahan masalah, data diklasifikasikan 50 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Untuk mempermudah dalam pemecahan masalah, data diklasifikasikan menjadi dua, 1 yaitu : a) Data primer, adalah data yang diperoleh secara langsung

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN HASIL PEMBAHASAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data harga saham

BAB IV ANALISIS DAN HASIL PEMBAHASAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data harga saham BAB IV ANALISIS DAN HASIL PEMBAHASAN A. Deskripsi Obyek Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data harga saham perusahaan yang listing di Bursa Efek Indonesia ( BEI ) yang termasuk

Lebih terperinci

Sedangkan variabel independen adalah variabel yang dapat berdiri sendiri tanpa

Sedangkan variabel independen adalah variabel yang dapat berdiri sendiri tanpa BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian Variabel-variabel dalam penelitian ini meliputi variabel dependen dan variabel independen. Variabel dependen adalah variabel yang memiliki karakteristik

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saham didefinisikan sebagai tanda pernyataan atau kepemilikan seseorang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Saham didefinisikan sebagai tanda pernyataan atau kepemilikan seseorang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saham didefinisikan sebagai tanda pernyataan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas. Saham berwujud selembar kertas yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi merupakan keseluruhan dari pengamatan yang menjadi fokus penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi merupakan keseluruhan dari pengamatan yang menjadi fokus penelitian. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Populasi dan Penentuan Sampel Populasi merupakan keseluruhan dari pengamatan yang menjadi fokus penelitian. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan kehutanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keuangan. Untuk memenuhi hal itu, maka Ikatan Akuntan Indonesia dan Dewan

BAB 1 PENDAHULUAN. keuangan. Untuk memenuhi hal itu, maka Ikatan Akuntan Indonesia dan Dewan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin pesatnya dunia perekonomian dan perbankan internasional, Indonesia dituntut untuk dapat mengikuti perkembangan standar akuntansi internasional, sehingga dapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data perusahaan yang dipakai dalam obyek penelitian adalah data Net

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data perusahaan yang dipakai dalam obyek penelitian adalah data Net BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Obyek Penelitian Data perusahaan yang dipakai dalam obyek penelitian adalah data Net Operating After Tax (NOPAT), Weight Average Cost of Capital (WACC), Modal Yang

Lebih terperinci

RECASTING LAPORAN KEUANGAN. Lembaga Management Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

RECASTING LAPORAN KEUANGAN. Lembaga Management Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia RECASTING LAPORAN KEUANGAN Lembaga Management Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Recasting Recasting adalah proses untuk menyesuaikan atau menyusun ulang laporan keuangan. Kegiatan ini dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian suatu negara tidak bisa dipisahkan dari pasar modal yang

BAB I PENDAHULUAN. Perekonomian suatu negara tidak bisa dipisahkan dari pasar modal yang 1 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Perekonomian suatu negara tidak bisa dipisahkan dari pasar modal yang mereka miliki. Pasar modal merupakan salah satu lembaga perantara (intermediaries)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan harga saham. Bila harga saham suatu perusahaan tinggi maka nilai

BAB I PENDAHULUAN. dengan harga saham. Bila harga saham suatu perusahaan tinggi maka nilai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tujuan perusahaan jangka panjang adalah untuk mengoptimalkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan merupakan persepsi investor yang selalu dikaitkan dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yaitu mencapai atau memperoleh laba maksimal untuk kemakmuran pemilik perusahaan,

BAB 1 PENDAHULUAN. yaitu mencapai atau memperoleh laba maksimal untuk kemakmuran pemilik perusahaan, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan yang merupakan organisasi bisnis umumnya memiliki tiga tujuan utama yaitu mencapai atau memperoleh laba maksimal untuk kemakmuran pemilik perusahaan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. berupa promosi atau informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan lebih baik dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS. berupa promosi atau informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan lebih baik dari BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Sinyal Teori sinyal mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen perusahaan untuk menampilkan performa terbaik dari perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. manajemen perusahaan untuk menampilkan performa terbaik dari perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Ketatnya persaingan dalam dunia bisnis menjadi pemicu yang kuat bagi manajemen perusahaan untuk menampilkan performa terbaik dari perusahaan yang dipimpinnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya yang baik. Sumber daya tersebut diantaranya sumber daya manusia

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya yang baik. Sumber daya tersebut diantaranya sumber daya manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam menjalankan aktivitasnya, setiap perusahaan jelas membutuhkan sumber daya yang baik. Sumber daya tersebut diantaranya sumber daya manusia (human resource),

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sikap investor terhadap risiko dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu

I. PENDAHULUAN. Sikap investor terhadap risiko dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sikap investor terhadap risiko dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok investor yang menyenangi risiko (risk lover atau risk seeker), kelompok investor yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muncul berkaitan dengan efisiensi informasi. Hal ini dapat terjadi karena pasar

BAB I PENDAHULUAN. muncul berkaitan dengan efisiensi informasi. Hal ini dapat terjadi karena pasar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan pasar modal di Indonesia mendorong banyaknya analisis yang muncul berkaitan dengan efisiensi informasi. Hal ini dapat terjadi karena pasar modal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun dengan tujuan mengembangkan perusahaannya. Perusahaan-perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. maupun dengan tujuan mengembangkan perusahaannya. Perusahaan-perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketersediaan dana yang cukup bagi industri memegang peranan yang penting dalam kelangsungan hidup perusahaan karena dana merupakan motor penggerak industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Perkembangan perusahaan real estate

BAB I PENDAHULUAN. terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Perkembangan perusahaan real estate BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perusahaan di sektor real estate dan properti merupakan salah satu sektor yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Perkembangan perusahaan real estate

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan (uniting with) perusahaan lain atau memperoleh kendali (control) atas

BAB I PENDAHULUAN. dengan (uniting with) perusahaan lain atau memperoleh kendali (control) atas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di Era Globalisasi ini dalam dunia bisnis, perkembangan zaman yang berdampak pada persaingan dunia bisnis yang terjadi menjadikan manajemen perusahaan harus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. depan, persaingan usaha yang semakin ketat menuntut perusahaan untuk mampu

BAB 1 PENDAHULUAN. depan, persaingan usaha yang semakin ketat menuntut perusahaan untuk mampu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perubahan ekonomi yang berubah setiap waktunya membuat suatu perusahaan harus memiliki kemampuan untuk memprediksi keadaan di masa depan, persaingan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. nilai wajar aktiva dan kewajiban yang dapat diidentifikasi (identifiable assets and

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. nilai wajar aktiva dan kewajiban yang dapat diidentifikasi (identifiable assets and BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Penggabungan badan usaha adalah suatu upaya untuk menggabungkan suatu perusahaan dengan satu atau lebih perusahaan lain ke dalam satu kesatuan ekonomi, sebagai upaya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Semua perusahaan pada umumnya mempunyai suatu tujuan. Tujuan

BAB 1 PENDAHULUAN. Semua perusahaan pada umumnya mempunyai suatu tujuan. Tujuan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Semua perusahaan pada umumnya mempunyai suatu tujuan. Tujuan perusahaan dalam jangka panjang adalah memaksimalkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan merupakan

Lebih terperinci

Fuji Nurdiani

Fuji Nurdiani ANALISIS PEMBENTUKAN PORTOFOLIO OPTIMAL DENGAN MENGGUNAKAN MODEL MARKOWITZ PADA SAHAM JAKARTA ISLAMIC INDEX (JII) PERIODE DESEMBER 2015 MEI 2016 Fuji Nurdiani 131212069 PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena baik buruknya kinerja perusahaan akan berdampak terhadap nilai pasar

BAB I PENDAHULUAN. karena baik buruknya kinerja perusahaan akan berdampak terhadap nilai pasar BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Ketatnya persaingan dalam dunia bisnis menjadi pemicu yang kuat bagi manajemen perusahaan untuk menampilkan kinerja terbaik dari perusahaan yang dipimpinnya, karena

Lebih terperinci

PENURUNAN NILAI ASET (ASSET IMPAIRMENT)

PENURUNAN NILAI ASET (ASSET IMPAIRMENT) PENURUNAN NILAI ASET (ASSET IMPAIRMENT) Dalam sejarah perkembangan akuntansi, penurunan nilai merupakan metode pelengkap depresiasi yang digunakan dalam model biaya (historical cost model). Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan perekonomian Indonesia saat ini sedang dihadapkan pada. dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). MEA terdiri dari 10 negara

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan perekonomian Indonesia saat ini sedang dihadapkan pada. dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). MEA terdiri dari 10 negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tantangan perekonomian Indonesia saat ini sedang dihadapkan pada persiapan berlangsungnya pasar bebas dengan pelaku ekonomi yang dikenal dengan Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi global yang terjadi pada saat ini sangat berpengaruh pada

BAB I PENDAHULUAN. Krisis ekonomi global yang terjadi pada saat ini sangat berpengaruh pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi global yang terjadi pada saat ini sangat berpengaruh pada perekonomian dalam negeri. Penurunan kondisi ekonomi ini ditandai oleh kebangkrutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melupakan fakta bahwa sebagian besar kas suatu perusahaan berada dalam

I. PENDAHULUAN. melupakan fakta bahwa sebagian besar kas suatu perusahaan berada dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perusahaan yang ada di Indonesia semakin lama semakin pesat terutama di era globalisasi saat ini, sehingga mendorong setiap perusahaan untuk memperoleh dana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Likuiditas, Leverage, Pertumbuhan, Jaminan Dan Profitabilitas Terhadap Kebijakan

BAB I PENDAHULUAN. Pengaruh Likuiditas, Leverage, Pertumbuhan, Jaminan Dan Profitabilitas Terhadap Kebijakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kebijakan dividen dalam perusahaan merupakan salah satu hal yang harus diperhatikan dan dipertimbangkan secara seksama. Dalam kebijakan dividen ditentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan karakter masing-masing investor. Pasar modal tentunya mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan karakter masing-masing investor. Pasar modal tentunya mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dunia investasi Indonesia saat ini mengalami perkembangan pesat. Hal ini ditandai dengan antusias masyarakat yang terjun ke berbagai pilihan investasi yang sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah mencari laba (profit) yang sebesar-besarnya. Komponen di dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. adalah mencari laba (profit) yang sebesar-besarnya. Komponen di dalam sebuah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada umumnya mendirikan sebuah perusahaan yang menjadi tujuan utama adalah mencari laba (profit) yang sebesar-besarnya. Komponen di dalam sebuah perusahaan pasti

Lebih terperinci

BAB V. KESIMPULAN dan SARAN. dengan pendekatan discounted cash flow dapat ditarik beberapa

BAB V. KESIMPULAN dan SARAN. dengan pendekatan discounted cash flow dapat ditarik beberapa BAB V KESIMPULAN dan SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penghitungan dan analisis penilaian perusahaan dengan pendekatan discounted cash flow dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut: a. Estimasi

Lebih terperinci

Pengaruh Arus Kas Terhadap Pembagian Dividen Tunai

Pengaruh Arus Kas Terhadap Pembagian Dividen Tunai Repositori STIE Ekuitas STIE Ekuitas Repository Thesis of Accounting http://repository.ekuitas.ac.id Banking Accounting 2015-12-11 Pengaruh Arus Kas Terhadap Pembagian Dividen Tunai Arumsarri, Yoshe STIE

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Pasar modal merupakan tempat memperjualbelikan berbagai

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG. Pasar modal merupakan tempat memperjualbelikan berbagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pasar modal merupakan tempat memperjualbelikan berbagai instrumen keuangan jangka panjang, seperti saham, obligasi, reksadana, dan instrumen keuangan lainnya. Pada

Lebih terperinci

IV. PEMBAHASAN. pemilihan, sehingga akan terdiri dari saham-saham dengan likuiditas dan

IV. PEMBAHASAN. pemilihan, sehingga akan terdiri dari saham-saham dengan likuiditas dan IV. PEMBAHASAN 4. 1. Gambaran Umum Indeks LQ 45 terdiri dari 45 saham yang telah terpilih melalui berbagai kriteria pemilihan, sehingga akan terdiri dari saham-saham dengan likuiditas dan kapitalisasi

Lebih terperinci

Akuntansi untuk investasi dengan metode ekuitas ilustrasi

Akuntansi untuk investasi dengan metode ekuitas ilustrasi Akuntansi untuk investasi dengan metode ekuitas ilustrasi PT Investor mengakuisisi 40% saham biasa (ordinary share) PT Asosiasi pada tanggal 1 Januari 20x2. PT Investor dianggap memiliki pengaruh signifikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. demi untuk kemakmuran pemiliknya. Dikatakan makmur apabila pemegang saham

BAB I PENDAHULUAN. demi untuk kemakmuran pemiliknya. Dikatakan makmur apabila pemegang saham BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perusahaan memiliki tujuan yang bermacam-macam. Ada yang berpendapat bahwa tujuan perusahaan adalah untuk memperoleh laba yang sebesar-besarnya. Pendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh perusahaan yang dilaporkan kepada pihak internal maupun

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan oleh perusahaan yang dilaporkan kepada pihak internal maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laporan keuangan merupakan hasil dari kegiatan operasional yang dilakukan oleh perusahaan yang dilaporkan kepada pihak internal maupun eksternal perusahaan.

Lebih terperinci