MODIFIKASI KANDUNGAN LIGNIN KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) MELALUI REKAYASA GEN 4-COUMARATE COA LIGASE (4CL) N.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MODIFIKASI KANDUNGAN LIGNIN KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) MELALUI REKAYASA GEN 4-COUMARATE COA LIGASE (4CL) N."

Transkripsi

1 MODIFIKASI KANDUNGAN LIGNIN KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) MELALUI REKAYASA GEN 4-COUMARATE COA LIGASE (4CL) N. SRI HARTATI DEPARTEMEN BIOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

2 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul Modifikasi Kandungan Lignin Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) Melalui Rekayasa Gen 4-Coumarate CoA Ligase (4CL) adalah karya saya sendiri bersama pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal dan dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini Bogor, 2011 N Sri Hartati G

3 Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun

4 ABSTRACT N. SRI HARTATI. Modification of Lignin Content of Wood of Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) by Engineered gene of 4-Coumarate CoA Ligase (4CL). Under direction of Suharsono, Kurnia Sofyan, and Enny Sudarmonowati Separation of lignin from cellulose requires high input of chemicals and energy resulted in high cost production and high ecological risks. The presence of lignin in plant cells is a factor limiting the efficiency of processing lignocellulosic materials of wood-based industries including pulp and paper industry either chemically or biologically (biopulping) process using white rot fungi. Lignin content and composition affect the efficiency of pulping process. Low-lignin wood or wood containing more reactive lignin which means syringyl content is higher than guaiacyl are more easily separated from cellulose. Therefore, it would be advantage to improve the efficiency process of pulp and paper industry. Sengon (P. falcataria) as a fast growth species is useful as a raw material for pulp because its characteristic which possess good fiber dimensions, high quality of physical and mechanical properties of its paper sheets. This study was aimed at (1) isolating the cdna encoding 4-coumarate CoA ligase (4CL) from sengon, (2) constructing a binary vector of 4CL gene, with antisense orientation sengon transformation, (3) producing transgenic sengon plants which have characteristics low-lignin or higher syringyl ratio by introducing binary vector construct containing 4CL gene fragment with antisense orientation. Modification of the content or composition of lignin through recombinant DNA technology (genetic engineering) has been carried out in several stages: (1) quantitative analysis and histochemical lignin of sengon (P. falcataria), (2) embryogenesis shoots induction of sengon (3) isolation and cloning of cdna fragments of genes encoding 4- coumarate: Coenzyme A ligase from sengon, and (4) genetic transformation on sengon by using gene fragment of antisense 4-coumarate CoA ligase (4CL) via A. tumefaciens. Lignin content determination of sengon collected from several areas in Indonesia indicated that lignin content of sengon ranged low to moderate category ( %). Lignin histochemical assay of transverse section of stems by using phloroglucinol-hcl staining showed that the initiation of lignin deposition was noted in 2 weeks old seedling. Quantitative and qualitative assessment through histochemical assay showed that lignin content in trees was varied depending on heights and location. Shoots induction from cotyledon nodes was selected as the most appropriate regeneration system for genetic transformation to improve sengon wood quality for pulp and paper industry. The cdna fragment of 342 bp in size was obtained using degenerate primer designed using CODEHOP technique. Blast analysis result showed that deduction amino acid sequences of one out of two RT-PCR products nucleotide was highly homologous with the 4CL conserved region from Rubbus ideaus, Oryza sativa, Populus tomentosa, Populus balsamifera, Betulla platyphilla, Nicotiana tabacum, and Arabidopsis thaliana with identity ranging from 78-90%. The 4CL fragment has been successfully constructed and cloned for antisense orientation in

5 pcambia Recombinant expression vector of antisense 4CL has been successfully introduced into sengon via Agrobacterium tumefaciens. Gene integration test by PCR method showed that 19 out of 112 transformed sengon seedlings which resistant to kanamycine were transgenic seedlings. Lignin content determination of transgenic seedlings stem including histochemical assay, Klason lignin content and FTIR analysis to determine the S/G ratio was indicated that two transgenic sengon seedlings namely 4CLAS-4 and 4CLAS-1 possessed lower lignin content (15:53%) and higher S/G ratio than the control. These plants also showed the best growth characteristic and normal morphological appearance. Keywords: P. falcataria, lignin, histochemical, phloroglucinol-hcl, pulp, embryogenesis, shoot induction, TDZ, IAA, 4-coumarate: Coenzyme A ligase, RT-PCR, A. tumefaciens, syringyl, guaiacyl, lignin, antisense, FTIR

6 RINGKASAN N.SRI HARTATI. Modifikasi Kandungan Lignin Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria (l.) Nielsen) Melalui Rekayasa gen 4-Coumarate CoA Ligase (4CL). Dibimbing oleh Suharsono, Kurnia Sofyan, Enny Sudarmonowati Pemisahan lignin dari selulosa membutuhkan input bahan kimia dan energi yang tinggi yang berdampak pada tingginya biaya produksi dan resiko ekologi yang membahayakan. Keberadaan lignin pada sel tanaman merupakan faktor pembatas efisiensi pengolahan material lignoselulosa menjadi produk-produk industri berbahan dasar kayu termasuk pulp baik secara kimia maupun biologis. Kadar dan komposisi lignin yang terkandung dalam tanaman akan mempengaruhi efisiensi proses pulping. Oleh karena itu bahan baku pulp dengan kadar lignin rendah atau yang memiliki komposisi lignin dengan reaktivitas tinggi lebih mudah dipisahkan dari selulosa, sehingga akan sangat menguntungkan bagi industri pulp karena akan menghemat energi dan biaya. Sengon (P. falcataria) memiliki keunggulan untuk digunakan sebagai bahan baku pulp karena dimensi seratnya yang baik, sifat fisik dan mekanik lembaran kertas dari kayu sengon kualitasnya tinggi, disamping itu sengon dapat tumbuh cepat. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengisolasi cdna penyandi 4-coumarate CoA ligase (4CL) dari tanaman sengon, (2) mengkonstruksi vektor biner gen 4CL dengan orientasi antisense (terbalik) untuk tranformasi pada sengon, (3) merakit tanaman sengon transgenik yang mempunyai karakteristik rendah lignin ataupun rasio siringil yang lebih tinggi dengan mengintroduksikan konstruk vektor biner gen (4CL) dengan orientasi antisense. Kegiatan penelitian yang telah dilakukan untuk modifikasi kadar ataupun komposisi lignin sengon melalui teknologi DNA rekombinan (rekayasa genetik) terdiri dari beberapa percobaan yaitu (1) analisis kuantitatif dan uji histokimia lignin, (2) induksi embriogenesis dan induksi tunas dari nodal kotiledon, (3) isolasi dan pengklonan cdna fragmen gen penyandi 4- coumarate: Coenzyme A ligase dari sengon, dan (4) transformasi genetik sengon dengan fragmen gen 4CL antisense. Pengujian kadar lignin pada kayu yang dikoleksi dari beberapa daerah menunjukkan bahwa kadar lignin sengon termasuk kategori rendah hingga sedang ( %). Hasil uji histokimia lignin menggunakan pewarna phloroglucinol menunjukkan bahwa deposisi lignin dimulai pada umur 2 minggu, selain itu pada sengon dewasa kadar ligninnya berbeda tergantung pada ketinggian pohon dan lokasi tempat tumbuhnya. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada percobaan induksi embriogenesis dan induksi tunas, menunjukkan bahwa induksi tunas menggunakan nodal kotiledon dapat dipilih sebagai sistem regenerasi pada transformasi genetik sengon untuk meningkatkan kualitas bibit sengon yang sesuai dengan kebutuhan indusri pulp dan kertas. Penyediaaan bahan untuk memodifikasi kadar lignin kayu sengon melalui rekayasa genetik telah diperoleh yaitu berupa fragmen cdna 4CL sengon berukuran 342 bp yang memiliki homologi tinggi dengan sekuen 4CL tanaman lain yang diisolasi dengan teknik RT-PCR menggunakan degenerate primer yang dirancang dengan teknik CODEHOP. Hasil analisis Blast menunjukkan deduksi asam amino salah satu

7 sekuen nukleotida produk RT-PCR memiliki homologi yang tinggi dengan sekuen 4CL terkonservasi dari Rubbus ideaus, Oryza sativa, Populus tomentosa, Populus balsamifera, Betulla platyphilla, Nicotiana tabacum, and Arabidopsis thaliana dengan kisaran identity 78-90%. Fragmen ini telah berhasil disisipkan diantara promotor 35S dan terminator NOS dengan arah terbalik (antisen) di dalam vektor biner pcambia Vektor ekspresi rekombinan berupa antisense 4CL telah berhasil diintroduksikan ke dalam sengon melalui Agrobacterium tumefaciens. Hasil uji integrasi gen terhadap 112 bibit sengon yang tahan pada media seleksi yang mengandung antibiotik kanamisin, menunjukkan bahwa 19 diantaranya merupakan tanaman transgenik. Berdasarkan hasil pengujian kadar dan komposisi lignin yang meliputi uji histokimia, kadar lignin Klason dan analisis spektroskopi FTIR (Fourier Transformed Infra Red) untuk mengetahui S/G rasio, diperoleh 2 tanaman transgenik yaitu 4CLAS-4 yang memiliki keunggulan rendah kadar lignin (15.53%) dibanding kadar lignin sengon secara umum yaitu sekitar 26% dan 4CLAS-1 yang memiliki rasio S/G tinggi dibanding kontrol. Kedua tanaman tersebut menunjukkan pertumbuhan yang paling baik dan memiliki sifat morfologi yang normal. Kata Kunci: P. falcataria, lignin, histokimia, phloroglucinol-hcl, pulp, embriogenesis, induksi tunas, TDZ, IAA, 4-coumarate: Coenzyme A ligase, RT-PCR, A. tumefaciens, siringil, guaiasil, antisense, FTIR

8 MODIFIKASI KANDUNGAN LIGNIN KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) MELALUI REKAYASA GEN 4-COUMARATE COA LIGASE (4CL) N. SRI HARTATI Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Departemen Biologi DEPARTEMEN BIOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 i

9 Judul Nama Mahasiswa NRP Program Studi :Modifikasi Kandungan Lignin Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) Melalui Rekayasa Gen 4- coumarate CoA Ligase (4CL) : N. Sri Hartati : G : Biologi Disetujui, Komisi Pembimbing Dr. Ir. Suharsono, DEA Ketua Prof. Dr. Ir. Enny Sudarmonowati Anggota Prof. Dr. Ir. Kurnia Sofyan Anggota Diketahui, Ketua Program Studi Biologi Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr. Tanggal Ujian: 22 Februari 2011 Tanggal Lulus: ii

10 Penguji pada ujian tertutup : 1. Dr. Ir. Miftahuddin, M.Si 2. Dr. Ir. Sri Wilarso Budi R Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Prof. Dr. Ir. Wasrin Syafii, M.Agr. 2. Prof. Dr. Ir. Bambang Prasetya iii

11 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena hanya atas perkenannya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan disertasi dengan judul Modifikasi Kandungan Lignin Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria (l.) Nielsen) Melalui Rekayasa gen 4-Coumarate CoA Ligase (4CL). Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April 2006 hingga September Sumber dana penelitian adalah dari kegiatan Riset Unggulan Terpadu XII dan dana penelitian Laboratorium Biologi Molekuler 3- Puslit Bioteknologi LIPI. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesarbesarnya kepada Dr. Ir. Suharsono, DEA selaku ketua komisi pembimbing, Prof. Dr. Ir. Enny Sudarmonowati dan Prof. Dr. Ir. Kurnia Sofyan selaku anggota komisi pembimbing atas gagasan, dukungan dan motivasi yang sangat berguna dalam pelaksanaan penelitian dan penyusunan disertasi. Ucapan terimakasih disampaikan pula kepada Kepala Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melanjutkan studi pada program doktor, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia atas dana beasiswa yang telah diberikan kepada penulis untuk mengikuti program doktor, Sekolah Pasca Sarjana IPB, Rektor IPB, Dekan SPs IPB, Dekan Fakultas MIPA, Ketua Program Studi Biologi SPs IPB, Ketua Departemen Biologi IPB yang telah memberikan kesempatan untuk menimba ilmu di Institut Pertanian Bogor serta keluarga atas segala dukungan dan doa yang selalu diberikan. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam melakukan penelitian dan penulisan disertasi ini. Semoga karya ilmiah dalam bentuk disertasi ini dapat memberikan manfaat dan berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bogor, Februari 2011 N. Sri Hartati iv

12 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 26 Desember 1969 sebagai anak sulung dari ayah Dr. Maryoto Hadi Purnomo (Alm) dan ibu Ati Susilawati. Pendidikan sarjana di tempuh di Program Studi Kimia, Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya, lulus pada tahun Pada tahun 1999, penulis diterima di Program Studi Bioteknologi pada Program Pascasarjana IPB dan menyelesaikannya pada tahun Kesempatan untuk melanjutkan ke Program doctor pada Program Studi Biologi, Program Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Penulis bekerja sebagai Peneliti di Pusat Penelitian Bioteknologi-LIPI sejak tahun 1993 pada Bidang Biologi Molekuler. Bidang penelitian yang didalami oleh penulis adalah analisis keragaman genetik tanaman, isolasi dan pengklonan gen, serta transformasi genetik tanaman dengan gen yang berhubungan dengan biosintesis dinding sel. Selama mengikuti program S3, penulis menjadi anggota Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Tanaman (Peripi). Sebuah artikel dengan judul Molecular cloning of gene fragment encoding 4-coumarate: Coenzyme A ligase of sengon (Paraserianthes falcataria) telah diterbitkan pada Indonesian Journal of Biotechnology Vol. 15, No 1, June Karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis. v

13 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR viii PENDAHULUAN UMUM Latar belakang 1 Tujuan penelitian 4 Manfaat penelitian.. 4 Hipotesis penelitian 4 Ruang lingkup penelitian... 5 TINJAUAN PUSTAKA.. 6 ANALISIS KUANTITATIF DAN UJI HISTOKIMIA LIGNIN SENGON (Paraserianthes falcataria).. Abstract.. 19 Abstrak Pendahuluan Bahan dan metode Hasil dan pembahasan 24 Kesimpulan dan saran. 30 PRODUKSI TUNAS MELALUI INDUKSI EMBRIOGENESIS DAN MULTIPLIKASI TUNAS NODAL KOTILEDON SENGON Abstract.. 31 Abstrak Pendahuluan Bahan dan metode Hasil dan pembahasan 34 Kesimpulan dan saran. 38 PENGKLONAN DAN KONSTRUKSI VEKTOR EKSPRESI ANTISENSE DARI FRAGMEN GEN PENYANDI 4-COUMARATE: COENZYME A LIGASE DARI SENGON Abstract.. 39 Abstrak Pendahuluan Bahan dan metode Hasil dan pembahasan 45 Kesimpulan dan saran. 52 TRANSFORMASI GENETIK SENGON DENGAN FRAGMEN GEN 4-COUMARATE COA LIGASE (4CL) ANTISENSE PADA SENGON MELALUI Agrobacterium tumefaciens Abstract.. 53 Abstrak Pendahuluan Bahan dan metode Hasil dan pembahasan 59 Kesimpulan dan saran. 73 vi

14 PEMBAHASAN UMUM.. 74 KESIMPULAN DAN SARAN. 79 DAFTAR PUSTAKA 81 Lampiran vii

15 DAFTAR TABEL Halaman Aktivitas katalitik beberapa enzim yang terlibat dalam biosintesis lignin Kadar lignin kayu sengon yang dikoleksi dari daerah Cibinong, Cikampek, Tasikmalaya dan Yogyakarta. 25 Persentase pembentukan somatik embrio yang diinduksi dari aksis embrio sengon pada 4 jenis media.. 35 Jumlah tunas yang terbentuk dari nodal kotiledon pada beberapa jenis dan komposisi media Efisiensi hasil transformasi konstruk antisense 4CL pada sengon berdasarkan PCR Kadar lignin sengon hasil transformasi konstruk antisense 4CL dan kontrol Rasio siringil dan guaiasil lignin sengon hasil transformasi konstruk antisense 4CL dan kontrol 71 Karakteristik gugus fungsi lignin Klason tanaman sengon transgenik antisense 4CL dan kontrol berdasarkan serapan infra merah 72. viii

16 DAFTAR GAMBAR Halaman Diagram alur penelitian 5 Pohon sengon 6 Struktur kimia penyusun lignin 11 Diagram struktur lignin kayu lunak.. 13 Jalur biosintesis prekursor monolignol lignin Isolasi dan uji histokimia lignin bibit sengon berbagai umur Intensitas histokimia lignin dengan phloroglucinol dan kadar lignin kecambah sengon pada berbagai umur Profil histokimia lignin kayu sengon bagian bawah, tengah dan atas pada pohon sengon umur 1 tahun Profil histokimia lignin kayu sengon bagian bawah, tengah dan atas pada pohon sengon umur 2 tahun Profil histokimia lignin kayu sengon dewasa yang dikoleksi dari Cibinong Kalus embriogenik sengon yang diinduksi dari aksis embrio pada media MS mg/l IAA + 2 mg/l TDZ dan MS mg/l IAA dan 2 mg/l TDZ pada umur 1 bulan. 35 Struktur kalus embriogenik dan embriosomatik yang diinduksi dari aksis embrio pada media MS mg/l TDZ mg/l IAA pada umur umur 2, 4, 5 dan 7 minggu Induksi dan regenerasi tunas dari nodal kotiledon 37 Bibit sengon umur 4 bulan yang berasal dari kultur in vitro nodal kotiledon dari kecambah umur 10 hari pada media MS yang mengandung 1 mg/l TDZ.. 38 Peta situs restriksi PGEM -T Easy dan pcambia Fragmen produk RT-PCR berukuran 342 dan 500 bp yang diamplifikasi menggunakan degenerate primer kondisi annealing 54.4 o C selama 45 detik dan ekstensi 60 detik dan fragmen hasil pemisahan. 45 Koloni hasil transformasi E. coli DH5α dengan vektor ekspresi fragmen 4CL antisense 46 Urutan nukleotida dan deduksi asam amino dari fragmen gen 4CL sengon Hasil analisis BLAST P sekuen asam amino yang dideduksi dari produk RT-PCR sengon 48 Dendogram 4CL berdasarkan urutan nukleotida beberapa tanaman 49 Analisis situs restriksi dengan program NEB cutter 49 Konstruksi vektor ekspresi fragmen gen 4CL antisense Koloni A. tumefaciens dan E. coli. A. Koloni A. tumefaciens pcambia 2301, E. coli DH5α transforman hasil transformasi konstruk antisense fragmen gen 4Cl, A. tumefaciens LBA 4404, A. tumefaciens LBA4404 hasil transformasi konstruk antisense.. 51 Verifikasi plasmid rekombinan. 51 ix

17 Hasil PCR tanaman sengon hasil transformasi fragmen gen 4CL antisen dengan primer NPTII.. 62 Tanaman yang tahan pada media seleksi yang mengandung kanamisin 300 mg/l Tanaman transgenik sengon umur 4 bulan yang mengandung fragmen gen 4CL antisense yang digunakan untuk analisis komposisi lignin 64 Morfologi daun sengon transgenik yang mengandung fragmen gen 4CL antisense dan kontrol 64 Batang sengon transgenik antisense 4CL dan kontrol.. 65 Tinggi dan diameter tanaman sengon hasil gransformasi dengan 66 fragmen gen 4CL antisen dan kontrol pada umur 4 bulan Uji histokimia lignin bagian tengah batang bibit sengon transgenik dan kontrol 68 Spektrum infra merah sengon transgenik antisense 4CL.. 70 Spektrum infra merah bibit sengon dan kontrol x

18 DAFTAR LAMPIRAN Perhitungan rasio siringil dan guaiasil lignin Klason tanaman sengon transgenik kontrol berdasarkan metoda garis dasar.. 88 Halaman xi

19 PENDAHULUAN UMUM Latar Belakang Kayu merupakan material lignoselulosa yang memiliki nilai ekonomi tinggi dengan pemanfaatan yang luas mencakup kayu konstruksi, kayu lapis, pulp dan kertas hingga perkembangan terkini yang telah memulai memanfaatkan kayu sebagai bahan baku bioetanol. Khusus untuk industri pulp dan kertas, hingga kini kayu masih diandalkan sebagai bahan baku utama. Industri pulp terus berkembang dan produksinya cenderung meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan bertambahnya konsumsi kertas dunia. Secara umum, produksi kertas dan pulp dunia pada tahun 2004 adalah sekitar 360 juta ton dan diperkirakan akan meningkat hingga 494 juta ton pada 2020 (Teraäs 2007). Potensi Indonesia masih sangat mendukung perkembangan sektor industri pulp dunia dengan mengedepankan visi kelestarian lingkungan. Berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan produksi pulp ramah lingkungan antara lain modifikasi proses bleaching tanpa senyawa organik terklorinasi (AOX). Hal tersebut berkaitan dengan salah satu aspek kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang berkenaan dengan baku mutu lingkungan yaitu pengurangan produksi limbah, dalam rangka peningkatan efisiensi produksi dengan maksud untuk mengurangai produksi limbah yang berupa limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), cair, padat, dan gas. Pemilihan bahan baku, pengembangan teknologi, pemanfaatan ulang dan lain-lain dapat dilakukan dalam rangka peningkatan efisiensi produksi (KLH 1994). Proses industri pulp yang memanfaatkan kayu sebagai bahan baku umumnya menggunakan proses sulfat/kraft yang memiliki keuntungan diantaranya dapat mengolah berbagai jenis kayu baik yang sejenis maupun campuran, waktu pengolahan yang relatif pendek dan menghasilkan pulp dengan kualitas tinggi, yaitu dihasilkannya serat yang kuat, namun demikian pulp yang dihasilkan berwarna gelap sehingga membutuhkan banyak bahan pemutih dan menghasilkan limbah berupa bahan organik terklorinasi yang bersifat toksik diantaranya dioksin (Siagian 2003). 1

20 Warna gelap pada pulp umumnya disebabkan oleh lignin, salah satu komponen utama penyusun kayu yang tergolong ke dalam senyawa fenolik yang sangat mudah teroksidasi. Pada sisi lain, limbah organik terklorinasi yang dihasilkan dari proses bleaching sulit untuk didegradasi atau didaur ulang sehingga berpotensi sebagai bahan pencemar yang membahayakan lingkungan. Lebih dari sepuluh tahun terakhir ini, berbagai cara minimisasi limbah dalam industri pulp telah ditempuh yaitu melalui pengolahan pulp dengan memanfaatkan mikroba (biopulping) maupun modifikasi proses bleaching. Modifikasi proses bleaching yaitu Totally Chlorin Free (TCF) bleaching yang menggunakan bahan kimia hidrogen peroksida dan ozon (Johnston et al. 1996) telah berhasil menurunkan toksisitas efluen menjadi lebih rendah dibanding proses yang umum dipakai sebelumnya yaitu Elemental Chlorin Free (ECF). Namun demikian, modifikasi proses bleaching pulp bersifat menurunkan saja dan tidak dapat menghilangkan limbah berbahaya sama sekali. Keberadaan lignin merupakan faktor pembatas efisiensi pengolahan material lignoselulosa menjadi produkproduk industri terkait termasuk pulp baik secara kimia maupun biologis (biopulping) menggunakan jamur pelapuk putih. Asosiasi lignin dengan selulosa membentuk suatu matriks hidrofobik yang membatasi efektifitas kerja enzimenzim hidrolitik yang berperan dalam proses biopulping. Pengurangan limbah dapat pula dilakukan melalui subtitusi atau pemilihan bahan baku yang mendukung efisiensi proses bleaching. Selain itu struktur lignin mempengaruhi proses kimia dan fisika pulping kayu dan penggunaan serat yang dihasilkannya. Dengan demikian penggunaan bahan baku kayu dengan kadar lignin rendah atau yang memiliki komposisi lignin dengan reaktivitas tinggi yaitu yang rasio siringil ligninnya lebih tinggi sehingga lebih mudah dipisahkan dari selulosa, akan sangat menguntungkan bagi industri pengolahan pulp karena akan menghemat energi dan biaya disamping dapat menekan limbah berbahaya. Bahan baku kayu rendah lignin dapat diupayakan melalui pengelolaan praktek silvikultur. Namun demikian ketersediaan sumber daya genetik pohon dengan kadar lignin sesuai dengan kebutuhan juga akan sangat mendukung efisiensi industri pulp dan kertas. Perkembangan teknik biologi molekuler memberikan sumbangan yang berarti untuk aplikasi teknologi DNA (rekayasa 2

21 genetik) guna mengontrol biosintesis komponen dinding sel tanaman termasuk lignin. Studi molekuler mengenai enzim-emzim yang terkait dengan biosintesis lignin telah dimulai sejak tahun 1990-an dari tanaman model Arabidopsis thaliana dan tembakau hingga tanaman berkayu seperti poplar dan pinus. Tanaman berkayu trasgenik rendah lignin pertama adalah antisense 4-Coumarate Coenzim A ligase (4CL) poplar yang dilaporkan oleh kelompok peneliti dari North Carolina University. Berbagai macam gen terkait biontesis lignin dari berbagai tanaman saat ini telah terdokumentasi pada situs gene bank. Selain itu studi mengenai fungsi gen terkait biosintesis lignin dengan memanfaatkan teknik transgenesis baik yang bersifat up regulasi maupun down regulasi telah banyak dilaporkan. Sengon (P. falcataria) merupakan salah satu komoditas yang diprioritaskan pada Hutan Tanaman Industri (HTI) karena sifatnya yang tumbuh cepat. Kayu sengon memiliki keunggulan untuk digunakan sebagai bahan baku pulp karena dimensi seratnya memenuhi syarat untuk digunakan sebagai bahan baku pulp serta sifat fisik dan mekanik lembaran kertas dari kayu sengon sangat baik yaitu memiliki nilai tensile strength (daya regang) dan bursting strength (kekuatan robek) yang tinggi. Pada penelitian ini, modifikasi kadar lignin kayu sengon dilakukan melalui rekayasa genetika. Untuk itu gen yang berkaitan dengan biosintesis lignin yaitu gen 4-Coumarate CoA ligase (4CL) diisolasi dari sengon. Gen 4CL sengon yang berupa cdna selanjutnya digunakan untuk merakit tanaman sengon transgenik rendah lignin atau yang memiliki rasio siringil lignin lebih tinggi. Pendekatan untuk menekan laju biosintesis lignin adalah dengan memanfaatkan fenomena PTGS (Post Transcriptional Gene Silencing) yang dapat dilakukan dengan mengekspresikan gen sasaran dengan arah terbalik (antisense). Untuk itu gen 4CL dikonstruksi secara terbalik dengan mengekspresikan sebagian utas pendamping yang disebut dengan konstruksi antisense. Konstruksi antisense tersebut selanjutnya digunakan untuk transformasi pada sengon via A. tumefaciens. Bibit sengon transgenik rendah lignin dan memiliki rasio siringil lebih tinggi yang dihasilkan melalui penelitian ini di masa yang akan datang diharapkan dapat diuji lebih lebih lanjut untuk mengkaji efisiensi proses pulping sehingga kayu tanaman 3

22 transgenik kadar lignin termodifikasi dapat menjadi salah satu pilihan bahan baku industri pulp dan kertas yang lebih efisen dan ramah lingkungan. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui kisaran kadar lignin kayu sengon dari berbagai lokasi tumbuh. 2. Memperoleh metoda dan bahan yang tepat untuk proses transformasi genetik. 3. Mengisolasi cdna penyandi 4-coumarate CoA ligase (4CL) dari tanaman sengon. 4. Mengkonstruksi vektor biner rekombinan yang mengandung fragmen gen 4CL dengan orientasi antisense (terbalik) untuk tranformasi pada sengon. 5. Merakit tanaman sengon transgenik yang mempunyai karakteristik rendah lignin ataupun rasio siringil yang lebih tinggi dengan mengintroduksikan fragmen gen 4CL dengan orientasi antisense. Manfaat Penelitian 1. Gen 4-coumarate CoA ligase 4CL) yang diisolasi dari sengon yang merupakan tanaman asli Indonesia, HKI nya menjadi milik sendiri dan dapat melengkapi deretan gen 4CL yang sudah diperoleh dari tanaman lain dan akan memberikan kontribusi untuk perkembangan mutakhir dalam perbaikan tanaman hutan tropis. 2. Vektor ekspresi gen 4CL antisense yang dapat berpengaruh terhadap modifikasi komposisi lignin pada sengon dapat diterapkan pada tanaman berkayu (tanaman hutan) bahan baku pulp lainnya. Hipotesis Penelitian Gen 4CL yang diekspresikan dengan orientasi terbalik dapat menurunkan kadar dan merubah komposisi lignin kayu sengon. 4

23 Ruang lingkup penelitian Kegiatan penelitian yang telah dilakukan untuk modifikasi kadar ataupun komposisi lignin sengon melalui teknologi DNA rekombinan (rekayasa genetik) terdiri dari beberapa percobaan (Gambar 1). Penelitian ini terdiri dari: (1) analisis kuantitatif dan uji histokimia lignin, (2) induksi embriogenesis dan induksi tunas dari nodal kotiledon, (3) isolasi dan pengklonan cdna fragmen gen penyandi 4- coumarate: Coenzyme A ligase dari sengon, dan (4) transformasi genetik sengon dengan fragmen gen 4CL antisense. Analisis kuantitatif dan uji histokimia bibit dan sengon dewasa bertujuan untuk mengetahui kadar lignin sengon dari berbagai lokasi tumbuh, distribusinya pada perbedaan ketinggian pohon dan untuk menganalisis pembentukan lignin atau senyawa serupa lignin pada berbagai tahapan umur pohon. Percobaan teknik in vitro yaitu induksi embriogenesis dan tunas bertujuan untuk mendapatkan metoda dan bahan yang tepat untuk proses transformasi genetik sehingga menghasilkan tanaman transgenik. Dalam rangka memodifikasi kadar lignin kayu sengon melalui teknologi DNA rekombinan harus dilakukan isolasi salah satu gen yang berkaitan dengan biosintesis lignin yaitu 4-coumarate CoA ligase (4CL). Untuk menghambat ekspresi gen 4CL yang terdapat di dalam sengon, fragmen gen 4CL dengan arah ekspresi terbalik diintroduksikan ke dalam tanaman sengon dibawah kendali promotor kuat 35S. Induksi embriogenesis dan tunas Tanaman sengon Analisis kuantitatif dan uji histokimia lignin Pengklonan dan konstruksi vektor ekspresi antisense fragmen gen penyandi 4-Coumarate: Coenzyme A ligase Tanaman transgenik Gambar 1. Diagram alur penelitian 5

24 TINJAUAN PUSTAKA Klasifkasi dan botani sengon Sengon merupakan salah satu jenis tanaman yang tumbuh cepat di daerah tropis dan ditemukan pertama kali oleh Teysman di Pulau Banda pada tahun 1871 (Santosa 1992). Jenis-jenis P. falcataria terdapat di berbagai macam habitat dari permukaan laut hingga ketinggian 1600 m atau lebih, di hutan primer terutama di hutan basah sekunder di dataran rendah, juga di hutan pegunungan, hutan lumut, dan dataran berumput atau di sepanjang tepi jalan dekat laut. Tumbuh pada tanah berpasir dan pada tanah laterit dengan drainase cukup baik. Di Indonesia, P. falcataria mempunyai nama daerah bermacam-macam. Di Jawa misalnya dikenal dengan nama jeunjing, sengon laut, albizia, sengon landak, sengon lendi, sengon sarang dan kalbi. Di Sulawesi dikenal dengan nama tedehu pute, sedangkan di Maluku dikenal dengan nama rawe, selawoku, selawoku merah, sika, sika bot, tawasela atau sikas dan di Irian Jaya dikenal dengan nama bae, bai, wahogon, wai atau wikie. Di Madura dikenal dengan nama jing laut sedangkan di Malaysia dan Brunei Darussalam dikenal dengan nama puah dan batai atau kayu macis (Samingan 1982). Gambar 2. Pohon sengon 6

25 Menurut Samingan (1982) sistematika taksonomi Paraserianthes falcataria adalah sebagai berikut : Divisi : Spermatophita Sub-divisi : Angiospermae Klas : Dikotyledone Ordo : Rosales Famili : Leguminoseae Sub-famili : Mimosaceae Genus : Paraserianthes Spesies : Paraserianthes falcataria Sengon merupakan salah satu jenis tanaman yang tumbuh cepat di daerah tropis dan ditemukan pertama kali oleh Teysman di Pulau Banda pada tahun 1871 (Santosa, 1992). Pada umur satu tahun dapat mencapai tinggi 7 m dan pada umur 12 tahun dapat mencapai tinggi 39 m dengan diameter 63,5 cm. Diameter pohon yang sudah tua dapat mencapai 100 cm dan kadang- kadang lebih. Batang umumnya tidak berbanir, lurus dan silindris. Kulit licin berwarna abu-abu atau kehijau- hijauan. Tajuk berbentuk perisai, jarang dan selalu hijau (Hidayat et al. 2002). Kayu sengon termasuk kelas kuat dan kelas awet IV V (Abdurachman & Hadjib 2009). Sengon merupakan salah satu jenis pohon yang dikembangkan dalam program Hutan Tanaman Industri. Tanaman ini mempunyai sifat-sifat unggul yaitu dapat tumbuh cepat pada tanah miskin hara dan drainase yang kurang baik, batang lurus, dan multi guna sebagai kayu pertukangan maupun bahan baku industri pulp. Sifatnya yang tumbuh cepat sangat sesuai digunakan dalam reboisasi dan penghijauan lahan-lahan kritis sebagai penyubur tanah. Tanaman sengon bersifat multiguna dan bermanfaat sebagai tanaman produksi, konservasi dan reboisasi. Beberapa kegunaan sengon antara lain sebagai pohon pelindung, meningkatkan kesuburan tanah karena bersimbiose dengan bakteri bintil akar, kayunya dimanfaatkan sebagai bahan industri seperti tusuk gigi, korek api, sumpit, peti kemas sampai mebel, pulp dan kertas, kerajinan, kayu 7

26 lapis, venir, bahan bangunan, perabot rumah tangga dan kayu bakar dan daunnya untuk makanan ternak dan pupuk hijau (Anggraeni 2008). P. falcataria termasuk jenis kayu yang diprioritaskan untuk hutan tanaman karena kayunya sesuai untuk bahan baku pulp, kertas dan kayu pertukangan selain karena pertumbuhannya yang cepat. Kayu sengon memiliki massa jenis sekitar 0.4 g/cm3 (Ishiguri et al. 2007; Yahya 2010). Dibandingkan jenis-jenis lain dengan massa jenis yang sama, keawetan kayu ini lebih tinggi sehingga sengon banyak dipergunakan sebagai bahan bangunan (Prajadinata & Masano 1989). Kayu sengon memiliki panjang dan diameter serat dan mm. Berdasarkan dimensi serat dan juga massa jenisnya, kayu sengon sesuai untuk digunakan sebagai bahan baku pulp sebagaimana yang dikemukakan oleh Haroen (2006), bahwa umumnya massa jenis kayu yang digunakan untuk pulp massa jenisnya lebih kecil dari 0.7, panjang serat lebih dari 0.9 mm, kadar lignin kurang dari 33% dan ekstraktif lebih kecil dari 5%. Demikian pula jika ditinjau dari sifat fisik dan mekanik kertas yang dibuat dari kayu sengon, kualitasnya termasuk kategori kualitas 1 dengan keunggulan sifat fisik dan mekanik diantaranya kekutan sobek (burst factor), tensile strength, daya regang (stretch) dan panjang putus (breaking length) dengan nilai berturut-turut 88.78, 6.44, 3.74 dan (Yahya 2010). Permasalahan pada industri pulp dan kertas Sejalan dengan peningkatan kebutuhan pulp dan kertas dunia, industri pulp dan kertas dituntut untuk meningkatkan efisiensi produksi dengan tetap menjaga kelestarian sumber bahan baku. Selain itu tuntutan mutu lingkungan dengan menekan pencemaran industri, mendorong penelitian yang sangat intensif di bidang teknologi proses maupun rekayasa jenis tanaman bahan baku pulp. Modifikasi bahan baku pulp dengan meminimalkan faktor-faktor pembatas pada proses pembuatan pulp akan meningkatkan efisiensi proses. Proses industri pulp yang memanfaatkan kayu sebagai bahan baku umumnya menggunakan proses sulfat/kraft. Proses tersebut mempunyai keuntungan diantaranya dapat mengolah berbagai jenis kayu baik yang sejenis 8

27 maupun campuran, waktu pengolahan yang relatif pendek dan menghasilkan pulp dengan kualitas tinggi, namun demikian pulp yang dihasilkan berwarna gelap sehingga membutuhkan banyak bahan pemutih dan menghasilkan limbah berupa bahan organik terklorinasi (Siagian 2003). Pulp coklat (unbleached pulp) yang merupakan hasil pencucian kemudian disaring, diputihkan, atau dikelantang pada unit pemutih (bleaching) yang umumnya dilakukan dalam tiga hingga enam tahap. Pada proses pemutihan menggunakan zat-zat kimia dari golongan klorin terutama Cl2, akan bereaksi dengan lignin menghasilkan limbah berupa senyawa organoklorin yang umumnya beracun. Bleaching pulp ditinjau dari segi proses industri sangat penting karena derajat putih pulp tidak hanya merupakan standard kualitas yang digunakan oleh industri tetapi juga sebagai salah satu kriteria pemilihan oleh konsumen. Warna gelap pada pulp umumnya disebabkan oleh lignin, salah satu komponen utama penyusun kayu yang tergolong ke dalam senyawa fenolik yang sangat mudah teroksidasi. Pada sisi lain, limbah organik terklorinasi yang dihasilkan dari proses bleaching sulit untuk didegradasi atau didaur ulang sehingga berpotensi sebagai bahan pencemar yang membahayakan lingkungan. Lebih dari sepuluh tahun terakhir ini, telah ditempuh beberapa cara untuk untuk menekan limbah berbahaya dalam industri pulp yaitu melalui pengolahan pulp dengan memanfaatkan mikroba (biopulping) maupun modifikasi proses bleaching. Pengolahan pulp secara biologi merupakan proses yang memanfaatkan mikroba yaitu jamur pelapuk putih (white rot fungi) untuk melemahkan struktur kayu melalui cara degradasi lignin sehingga akan mengurangi pemakaian bahan kimia dan energi didalam pemisahan serat (Siagian et al. 2003). Modifikasi proses bleaching yaitu Totally Chlorin Free (TCF) bleaching yang menggunakan bahan kimia hidrogen peroksida dan ozon (Johnston et al. 1996) telah berhasil menurunkan toksisitas efluen menjadi lebih rendah dibanding proses yang umum dipakai sebelumnya yaitu Elemental Chlorin Free (ECF). Namun demikian, bagaimanapun juga modifikasi proses bleaching pulp tidak dapat menghilangkan sama sekali limbah berbahaya tetapi hanya menurunkannya saja. 9

28 Program minimisasi limbah dalam industri kertas yang efektif akan mengurangi biaya produksi dan beban pengelolaan limbah berbahaya sehingga akan meningkatkan efisiensi dan kualitas produk. Teknik minimisasi limbah yang dapat dilakukan selain yang terkait langsung dengan proses produksi seperti perencanaan produksi dan tahapannya, penyesuaian peralatan/proses atau modifikasi, pemisahan limbah dan daur ulang limbah, penggantian (substitusi) bahan baku juga merupakan salah satu alternatif minimisasi limbah (Setyorini 2002). Substitusi bahan baku yang dapat diterapkan untuk efisiensi produksi pulp adalah penggunaan bahan baku dengan komposisi lignin yang memudahkan proses pulping sehingga dapat menekan biaya produksi. Struktur lignin Lignin merupakan komponen penyusun dinding sel tumbuhan (17-33%) dengan komposisi bahan penyusun yang berbeda-beda bergantung jenisnya. Lignin adalah polimer dari unit fenilpropana: unit guaiasil (G) dari prekusor transconiferyl-alcohol, siringil (S) unit dari trans-sihapyl-alcohol, dan p- hydroxyphenyl (H) unit dari prekursor trans-p-coumaryl alcohol. Lignin terutama terakumulasi pada batang tumbuhan berbentuk pohon dan semak. Pada batang, lignin berfungsi sebagai bahan pengikat komponen penyusun lainnya, sehingga suatu pohon bisa berdiri tegak. Berbeda dengan selulosa yang terbentuk dari gugus karbohidrat, struktur kimia lignin sangat kompleks dan tidak berpola sama. Gugus aromatik ditemukan pada lignin, yang saling dihubungkan dengan rantai alifatik, yang terdiri dari 2-3 karbon. Ikatan yang menghubungkan unit-unit fenilpropana kebanyakan adalah ikatan eter (lebih dari 2/3) dan sisanya dengan ikatan karbon-karbon. Senyawa ini dikelompokkan ke dalam 3 grup berdasarkan unit monomer penyusunnya (Gambar 3) yaitu gymnosperm lignin (disusun oleh monomer coniferil alkohol), angiosperm lignin (disusun oleh monomer coniferil alkohol dan sinapil alkohol) serta grass lignin (terdiri dari campuran monomer coniferil alkohol, sinapil alkohol dan ρ-coumaril alkohol) (Higuchi 1980). Berdasarkan klasifikasi komponen kimia kayu Indonesia, prosentase kadar lignin kayu dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu lignin tinggi (33%), lignin 10

29 sedang (18-33%) dan lignin rendah (18%) (Pari 1996). Kadar lignin kayu sengon umumnya adalah 26.8%, dan pada penelitian Pari et al. (1997) kadar lignin bervariasi tergantung umur yaitu pada sengon yang berumur 5, 10 dan 15 tahun kadarnya berturut-turut adalah 29.10%, 29.79% dan 30.19%. A B C Gambar 3. Struktur kimia penyusun lignin (A) p-koumaril alkohol, (B) koniferil alkohol, (C) sinafil alkohol (Fengel dan Wegener 1995). Lignin dalam kayu terutama terdapat dalam lamela tengah dan dinding sel sekunder (Fengel & Wegener 1995). Lignin bersama-sama dengan selulosa merupakan suatu komponen penting pada tumbuhan berpembuluh dan dapat ditemukan dalam jumlah yang besar pada dinding sel sekunder, serat dan pembuluh angkut xilem. Fungsi lignin dalam tumbuhan selain sebagai penunjang mekanik juga sangat penting dalam membantu pertahanan tumbuhan terhadap patogen. Komposisi lignin di alam sangat bervariasi tergantung pada spesies tanaman, yang dapat dikelompokkan berdasarkan kayu daun jarum, kayu daun lebar, dan rumput-rumputan. Kayu lunak terutama tersusun atas unit guaiasil, sedangkan kayu keras juga tersusun atas unit siringil. Kayu lunak ditemukan lebih resisten untuk didelignifikasi dengan ekstraksi basa daripada kayu keras. Hal ini diduga karena guaiasil lignin membatasi pemekaran (swelling) serat dan dengan demikian menghalangi serangan enzim terhadap siringil lignin. Beberapa studi yang terbaru mengenai lignin ditemukan bahwa terdapat struktur lignin yang 11

30 bermacam-macam seperti terdiri dari daerah amorphous dan bentuk-bentuk terstruktur seperti partikel tabung dan globul. Ada indikasi pula bahwa struktur kimia dan dimensi tiga lignin sangat dipengaruhi oleh matrik polisakarida. Simulasi dinamik menunjukkan bahwa gugus hidroksil dan metoksil di dalam prekusor lignin dan oligomer mungkin berinteraksi dengan mikrofibril selulosa sejalan dengan fakta bahwa lignin memiliki karakteristik hidrofobik. Sebagai contoh ditemukan bahwa tipe ikatan utama lignin di dalam kayu spruce adalah ikatan eter-aril eter. Gugus fungsional yang mempengaruhi reaktifitas lignin meliputi gugus phenolic hydroxyl bebas, methoxyl, benzylic hydroxyl, benzyl alcohol, noncyclic benzyl ether dan carbonyl. Guaiasil lignin mengandung lebih banyak gugus phenolic hydroxyl dibanding siringil. Lignin pada kayu daun lebar disusun terutama oleh unit guaiasil dan siringil. Kadar lignin dan rasio siringil/guaiasil (S/G) berbeda-beda tergantung jenis dan lapisan selnya. Perbedaan rasio S/G ini mempengaruhi sifat kimia dan kecepatan degradasinya pada proses pulping sehingga sangat penting untuk mengkarakterisasi lokalisasi unit guaiasil dan siringil pada dinding sel kayu keras (Watanabe 2004). Berdasarkan komposisi unit strukturalnya, lignin diklasifikasikan kedalam beberapa tipe. Lignin pada kayu daun jarum atau disebut lignin guaiasil atau G lignin sebagian besar disusun oleh unit guaiasil (sekitar 90%) dan p-kumaril alkohol (sekitar 10%). Lignin pada kayu daun lebar atau disebut lignin guaiasil siringil atau G-S lignin disusun oleh unit guaiasil dan siringil dengan perbandingan tertentu, tergantung dari jenis kayu, umur kayu, tempat tumbuh dan iklim (Davin & Lewis 2005). Kompleksitas struktur lignin hingga kini masih belum jelas. Namun demikian struktur dominan lignin telah diteliti seiring dengan semakin berkembangnya metoda identifikasi degradasi produk dan model sintesis. Beberapa studi berhasil menjelaskan repesentasi struktur lignin. Diketahui bahwa ikatan antar unit fenilpropana dan berbagai gugus fungsi menyebabkan lignin memiliki stuktur yang unik dan kompleks (Gambar 4). Ikatan yang dominan pada kayu lunak misalnya adalah ikatan β-o-4. Makromolekul lignin juga memiliki berbagai gusus fungsional yang berpengaruh terhadap reaktivitasnya. Kebanyakan 12

31 lignin mengandung gugus methoxyl, phenolic hydroxyl serta sedikit gugus aldehid terminal. Hanya sebagian kecil saja proporsi gugus phenolic hydroxyl yang bebas karena sebagian besar terikat dengan fenilpropana lainnya. Gugus-gugus karbonil dan hidroksil alkohol terikat dalam struktur lignin ketika proses dehidrogenasi enzimatik. Gambar 4. Diagram struktur lignin kayu daun jarum (Raiskilla et al. 2008) 13

32 Biosintesis lignin dan enzim-enzim terkait Lignin terbentuk dari polimerisasi dehidrogenasi monolignol p-koumaril alkohol, koniferil alkohol, and sinapil alkohol. Monolignol tersebut disintesis melalui jalur biosintesis fenilpropanoid yang diinisiasi dari deaminasi fenil alanin oleh enzim fenilalanin ammonia liase (Zong & Morrison 2000a; Harakava 2005). Pada beberapa tanaman telah diketahui enzim-enzim yang berkaitan dengan biosintesis lignin diantaranya phenylalanine ammonia lyase (PAL) (Kao et al. 2002), o-methyltransferase (CCoAoMT) (Ibrahim et al. 1998; He et al. 1998); 4-coumarate CoA ligase (4CL) (Allina et al 1998; Ehlting et al. 1999; Chukovic et al. 2000; Ehlting et al. 2001: Rogers et al. 2005), cinnamoyl-coa reductase (CCR) dan cinnamyl alcohol dehydrogenase (CAD) (Ralph et al. 1998). Enzim-enzim tersebut terlibat di dalam jalur biosintesis lignin yang dimulai dari konversi prekursor fenil alanin hingga pembentukan monolignol (Gambar 5). Gambar 5. Jalur biosintesis prekursor monolignol lignin. 4CL, 4-coumarate CoA ligase; C3H, p-coumarate 3-hydroxylase; C4H, cinnamate 4- hydroxylase,; CAD, cinnamyl alcohol dehydrogenase; CCoAOMT, caffeoyl CoA O-methyltransferase; CCR, cinnamoyl CoA reductase; COMT, caffeic acid O-methyltransferase; F5H, ferrulate 5- hydroxylase; hydroxycinnamoyltransferase; PAL, phenyl ammonialyase (Baucher 2003). 14

33 Gen-gen penyandi enzim yang berkaitan dengan biosintesis lignin telah diisolasi dan dikarakterisasi. Saat ini sudah banyak dilaporkan data sekuen DNA yang berupa fragmen cdna ataupun sekuen gen utuhnya. Sekuen yang terdaftar pada data gene bank jumlahnya sangat banyak hingga mencapai ratusan jenis sekuen dari berbagai macam tanaman juga organisme lainnya. Berdasarkan studi EST (Expressed Sequence Tag), diketahui bahwa masing-masing enzim memiliki aktivitas terhadap substrat yang spesifik (Tabel 1). Tabel 1. Aktivitas katalitik beberapa enzim yang terlibat dalam biosintesis lignin (Harakava 2005). Jenis enzim Aktivitas katalitik Phenylalanine ammonia-lyase PAL deaminasi fenilalanin untuk menghasilkan asam trans sinamat Cinnamate 4-hydroxylase - C4H menghidroksilasi asam sinamat menjadi asam p-coumarat. 4-coumarate CoA ligase -4CL esterifikasi CoA p-coumaric acid, caffeic acid, ferulic acid, 5- Hydroxycinnamoyl- CoA:shikimate/quinate hydroxycinnamoyltransferase HCT Caffeoyl CoA O-methyltransferase CCoAOMT Caffeic acid O-methyltransferase COMT hydroxyferulic acid dan sinapic acid. mengubah p-coumaroyl-coa dan caffeoyl-coa menjadi shikimate atau quinate ester mengkatalisis metilasi caffeoyl CoA menjadi feruloyl CoA. mengubah 5-hydroxyconiferaldehyde atau 5-hydroxyconiferyl alcohol menjadi sinapilaldehyde atau sinapyl alcohol Cinnamoyl CoA reductase - CCR mengubah hydroxycinnamoyl CoA esters menjadi aldehid Ferulate 5-hydroxylase - F5H mengubah ferulic acid menjadi 5- hydroxyferulic acid atau coniferaldehyde /coniferyl alcohol menjadi synapaldehyde/sinapyl alcohol Cinnamyl alcohol dehydrogenase - CAD mengkatalisis konversi cinnamyl aldehyde menjadi alkohol 15

34 Modifikasi transgenik komposisi lignin kayu dan prospek proses pulping yang lebih efisien Pada proses pembuatan pulp lignin harus dihilangkan untuk memperoleh serat selulosa. Pemisahan lignin dari selulosa memerlukan bahan kimia dan energi dalam jumlah yang besar sehingga biaya yang diperlukan juga tinggi disamping menimbulkan resiko pencemaran lingkungan. Banyak upaya yang telah dilakukan untuk mengembangkan varitas bibit pohon dengan kadar lignin rendah atau termodifikasi untuk mendukung efisiensi produksi pulp. Modifikasi transgenik dengan cara mengatur ekspresi gen-gen terkait dengan metabolism fenilpropanoid sangat memungkinkan untuk dikembangkan guna mendapatkan kayu dengan kadar lignin rendah atau yang lebih mudah didelignifikasi. Perbaikan genetik tanaman berkayu seperti tanaman kehutanan dan buahbuahan dibatasi oleh berbagai faktor antara lain ukuran pohon, siklus hidup yang panjang dan kurangnya informasi mengenai basis genetik. Teknologi DNA dapat menjadi solusi untuk mengatasi keterbatasan tersebut. Penelitian mengenai transgenik tanaman tinggi ditemukan lebih dari 100 laporan yang meliputi ketahanan terhadap herbisida dan serangga (Strauss & Bradshaw 2001) dan modifikasi lignin tanaman berkayu melalui represi ekspresi enzim yang berkaitan dengan biosintesis lignin (Hauffe 1993; Kajita 1997; Lee 1997; Zhong et al. 2000b). Pendekatan untuk menekan biosintesis lignin adalah dengan memanfaatkan fenomena PTGS (Post Trancriptional Gene Silencing) yang dapat dilakukan diantaranya dengan konstruk antisense. Pada tanaman model Arabidopsis transformasi konstruk antisense dapat menurunkan aktivitas enzim 4CL hingga tersisa 8% dan menyebabkan perubahan rasio G/S lignin (Lee et al. 1997). Bahkan pada tanaman kehutanan transgenik subtropis yang cepat tumbuh yaitu aspen (Populus tremuloides) mengandung gen penyandi 4CL yang dikonstruksi secara antisense sehingga terjadi down regulated ekspresi 4CL menyebabkan turunnya kadar lignin hingga 45% dan kadar selulosa meningkat hingga 15%, selain itu terbukti pula memacu pertumbuhan daun, akar dan batang (Sederoff 1999, Harding et al. 1999). Selain upaya mengurangi kadar lignin kayu, cara modifikasi dilakukan untuk meningkatkan komposisi atau rasio siringil/guaiasil lignin sehingga lebih 16

35 mudah dipisahkan dari selulosa yang akan sangat menguntungkan bagi industri pengolahan pulp karena akan menghemat energi dan biaya disamping dapat menekan limbah berbahaya. Siringil lignin yang tersusun atas monomer sinapil alkohol lebih peka terhadap degradasi kimia maupun enzimatik dibanding guaiasil lignin, karena unit posisi C5 aromatik pada guaiasil bebas berikatan antar karbon. Ferulate 5-hydroxylase (F5H) terlibat dalam jalur sintesis 5-hidroksi koniferaldehid berupa prekursor sinapilalkohol sebagai penyusun siringil lignin. Over ekspresi ferulate 5-hydroxylase Arabidopsis pada poplar, menghasilkan kayu poplar transgenik dengan kadar siringil lignin tinggi yang dapat meningkatkan efisiensi proses pulping yaitu dalam hal peleraian selulosa dari lignin (U.S. Departement of Energi 2006). Over ekspresi F5H sweetgum dibawah kontrol promotor xylem-specific Pt4CLIP pada aspen transgenik berhasil meningkatkan rasio siringil/guaiasil (S/G) hingga 2.5 kali (Baucher et al. 2003). Demikian pula over ekspresi ferulate 5-hydroxylase Arabidopsis pada poplar, menghasilkan kayu poplar transgenik dengan kadar siringil lignin tinggi yang dapat meningkatkan efisiensi pulping yaitu dalam hal peleraian selulosa dari lignin (Boudet et al. 2003). Perbaikan sifat tanaman dengan cara konvensional yaitu melalui hibridisasi seksual (persilangan) akan membutuhkan waktu lama terutama karena panjangnya siklus hidup tanaman kehutanan. Dengan demikian usaha perbaikan sifat tanaman melalui teknologi DNA atau rekayasa genetika untuk memodifikasi kadar lignin kayu sengon akan lebih menguntungkan karena modifikasi terjadi dalam waktu relatif singkat. Pendekatan untuk menekan biosintesis lignin adalah dengan memanfaatkan fenomena PTGS (Post Transkriptional Gene Silencing) yang dapat dilakukan diantaranya dengan konstruk antisense dan RNAi (RNA interference) yang selanjutnya ditransformasikan pad tanaman. Efektivitas PTGS yang dihasilkan melalui teknik antisense umumnya sekitar 50%. Knock out gen dengan teknik RNAi dapat lebih tinggi dibanding antisense, misalnya efek silencing beberapa gen (GUS, PVY dan FAD2 12-desaturase) pada tanaman tembakau, arabidopsis, tomat dan padi mencapai % (Wesley et al. 2001). 17

36 Pada Pinus radiata konstruk RNAi 4CL dapat menurunkan kadar lignin total hingga 36% - 50% dan rasio S/G meningkat, tetapi pada beberapa individu bentuk fenotifiknya menjadi kerdil (Wagner et al. 2009). Mengingat peranannya yang penting dalam struktur dinding sel dan ketahanan terhadap hama dan penyakit, penurunan kadar lignin kayu bisa dilakukan hingga batas tertentu yang tidak mengganggu fenotif dan kekuatan pohon. Percobaan laboratorium untuk mengetahui karakteristik pulping kayu transgenik rendah lignin yang dipelihara di rumah kaca telah dilakukan diantaranya pada kayu poplar transgenik down regulasi CCR dan CAD, pinus mutan cad dan overekspresi F5H (Baucher et al. 2003). Pulp Kraft dari kayu transgenik tersebut menunjukkan bilangan Kapa yang rendah (salah satu parameter pulping yang baik) dan berkurangnya kebutuhan bahan kimia untuk proses pulping. Percobaan untuk mengetahui efisiensi pulping pada skala besar (pabrik) masih merupakan kendala karena belum adanya area field trial yang dapat menghasilkan kayu transgenik rendah lignin yang cukup untuk proses pabrik serta keterbatasan industri pulp yang bisa bekerjasama untu pengujian kayu transgenik. 18

37 ANALISIS KUANTITATIF DAN UJI HISTOKIMIA LIGNIN SENGON (Paraserianthes falcataria) Abstract The presence of lignin in plant cells is a factor limiting the efficiency of processing lignocellulosic materials of wood-based industries including pulp and paper industry either chemically or biologically (biopulping) process using white rot fungi. Lignin content determination of sengon collected from different areas in Indonesia indicated that it ranged low to moderate category ( %). Lignin histochemical assay of transverse section of stems using phloroglucinol- HCl staining showed that the initiation of lignin deposition was noted in 2 weeks old seedling. Lignin quantitative and qualitative assessment through histochemical assay showed that lignin content was varied in trees depending on height. Keywords: Paraserianthes falcataria, lignin, histochemical, phloroglucinol-hcl, pulp Abstrak Keberadaan lignin pada sel tanaman merupakan faktor pembatas efisiensi pengolahan material lignoselulosa menjadi produk-produk industri berbahan dasar kayu termasuk pulp baik secara kimia maupun biologis (biopulping) menggunakan jamur pelapuk putih. Pengujian kadar lignin yang dikoleksi dari beberapa daerah menunjukkan bahwa kadar lignin sengon termasuk kategori rendah hingga sedang (16.58% %). Uji histokimia lignin pada potongan transversal batang dengan pewarnaan phloroglucinol-hcl menunjukkan bahwa deposisi lignin tampak jelas dimulai pada umur 2 minggu. Pengujian kadar lignin secara kuantitatif menggunakan metoda Klason dan kualitatif melalui uji histokimia jaringan, menunjukkan bahwa deposisi lignin berbeda pada ketinggian pohon yang berbeda. Kata Kunci: P. falcataria, lignin, uji histokimia lignin, phloroglucinol-hcl, pulp 19

38 Pendahuluan Industri pulp terus berkembang dan produksinya cenderung meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan bertambahnya konsumsi kertas dunia. Pertumbuhannya dalam dekade yang akan datang diperkirakan antara 2% hingga 3.5% per tahun, sehingga membutuhkan kenaikan kayu log yang dihasilkan dari lahan hutan seluas 1 sampai 2 juta hektar setiap tahun. Kondisi ini menuntut tersedianya bahan baku yang cukup dan kontinyu khususnya kayu dari berbagai jenis tanaman kehutanan sebagai bahan baku yang paling banyak digunakan. Kayu sebagai bahan dasar dalam industri kertas mengandung beberapa komponen antara lain selulosa, hemiselulosa, lignin dan zat ekstraktif. Di dalam proses industri pulp secara kimia seperti proses sulfat/kraft, memerlukan proses bleaching karena pulp yang dihasilkan berwarna gelap yang disebabkan oleh oksidasi senyawa lignin. Kandungan lignin pada sel tanaman (monomer guaiasil dan siringil) berpengaruh terhadap pelepasan dan hidrolisis polisakarida. Pada biopulping, asosiasi lignin dengan selulosa membentuk suatu matriks hidrofobik yang membatasi kerja enzim-enzim hidrolitik. Lignin adalah polimer penyusun biomassa tanaman yang kelimpahannya menduduki urutan kedua setelah selulosa. Pada tanaman tingkat tinggi senyawa ini memiliki peran penting pada kekutan pohon, transport air dan ketahanan terhadap penyakit (Lappierre et al. 1999). Pemisahan lignin dari selulosa merupakan proses dasar pada Kraft pulping yaitu proses yang banyak digunakan pada pembuatan pulp. Pada berbagai spesies kayu kadar lignin bervariasi antar 15-36% (Doorsselaere et al. 1995). Sengon merupakan tanaman kehutanan yang memiliki sifat cepat tumbuh, dan multiguna. Sengon selain digunakan sebagai kayu konstruksi ringan dan furniture digunakan pula sebagai bahan baku pulp bersama dengan jenis kayu lainnya (pulp campuran). Kayu sengon memiliki sifat fisik yang menguntungkan untuk industri kertas dibanding dengan kayu pulp lainnya seperti akasia, eukaliptus dan gmelina karena panjang seratnya paling tinggi yaitu µm. Disamping itu sifat kertas yang dihasilkan memiliki keunggulan dalam hal sifat 20

39 tahan robeknya (tensile strength dan bursting strength) yang tinggi yang mungkin disebabkan karena kayu sengon seratnya panjang. Dalam proses pulping secara kimia, delignifikasi merupakan proses terpenting karena bertujuan untuk mendegradasi dan melarutkan lignin sebanyak mungkin dan menghindari kerusakan pada serat selulosa seminimal mungkin. Perbedaan laju delignifikasi tidak hanya dipengaruhi oleh kadar lignin tetapi juga oleh reaktivitas komponen penyusun lignin. Walaupun sifat-sifat fisik kayu sengon sangat baik sebagai bahan baku industri pulp, kayu sengon bukan merupakan bahan baku pulp yang digunakan secara luas karena berat jenisnya yang relatif rendah dibanding jenis kayu pulp lainnya. Untuk meningkatkan penggunaan kayu sengon sebagai bahan baku pulp karena sifatnya yang tumbuh sangat cepat dan sifatnya fisik kayunya yang menguntungkan, diperlukan upaya pemuliaan pohon untuk memodifikasi kadar maupun komposisi sub unit lignin yang merupakan faktor pembatas perolehan rendemen selulosa yang tinggi. Berkaitan dengan hal ini diperlukan studi pendahuluan mengenai analisis kadar lignin kayu dan waktu mulainya pembentukan lignin pada sengon. Lignin terdapat pada semua sel jaringan tumbuhan, akan tetapi banyak ditemukan pada jaringan sklerenkim (Soukupova et al. 2000). Keberadaan lignin tersebut secara kualitatif dalam suatu jaringan tumbuhan dapat diketahui dengan metode histokimia menggunakan pewarnaan phloroglucinol-hcl 1%. Section (irisan penampang melintang) suatu akar atau batang tanaman yang dicelupkan ke dalam larutan phloroglucinol-hcl 1% akan memberikan warna merah pada ligninnya (Valette et al. 1998). Penelitian mengenai perbandingan keberadaan lignin pada dinding sel kayu telah dilakukan pada beberapa spesies tanaman diantaranya Arabidopsis thaliana (Zhong et al. 2000b), spruce (Soukovova et al. 2000) dan Eucalyptus (Watanabe et al. 2004). Analisis histokimia lignin pada sengon telah dilakukan pada bibit sengon umur 3 bulan untuk mengetahui perbedaan kadar lignin secara kualitatif dari sengon merah dan sengon putih (Hartati et al. 2008a). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kadar lignin sengon dari berbagai lokasi tumbuh, distribusinya pada perbedaan ketinggian pohon dan untuk menganalisis pembentukan lignin secara temporal pada berbagai tahapan umur pohon. 21

40 Bahan dan metode Analisis kadar lignin kayu sengon dilakukan terhadap kayu dari tanaman sengon yang dikoleksi dari beberapa lokasi yaitu koleksi kebun plasma nutfah Puslit Bioteknologi LIPI di Cibinong, Kebun Percobaan Puslitbang Hutan- Kementrian Kehutanan di Cikampek, kebun koleksi sengon Dinas Kehutanan dan Perkebunan Tasikmalaya serta koleksi sengon Pusat Penelitian Hutan Tanaman- Kementrian Kehutanan di Yogyakarta. Umur tanaman yang dianalisis hampir sama yaitu sekitar 10 tahunan. Selain itu pohon yang dipilih untuk dianalisis kadar ligninnya merupakan pohon yang memiliki respon pertumbuhan paling baik pada masing-masing lokasi tumbuhnya. Sengon yang dikoleksi dari kebun plasma nutfah Puslit Bioteknologi-LIPI (Cibinong) merupakan pohon plus, yang diuji dari 105 pohon yang diseleksi berdasarkan berbagai parameter yaitu diameter, tinggi, Diameter breast height (DBH), bentuk batang, bentuk percabangan, sudut percabangan, pembuahan, ketahanan hama dan penyakit serta cacat lain (Hartati et al. 2007). Pada setiap lokasi penelitian masing-masing dianalisis sebanyak 5 pohon. Tinggi dan diameter pohon yang diuji adalah sekitar m dan cm. Kayu di koleksi dengan cara mengambil kayu beserta kulit dengan ukuran 20 x 20 cm dan ketebalan ±3 cm, pada dua titik yaitu pada ketinggian pohon 2 m dan 4 m dari pangkal batang. Selain uji kuantitatif kadar lignin dilakukan pula uji histokimia lignin terhadap irisan melintang hipokotil bagian atas, tengah dan bawah bibit sengon yang berasal dari Kebun Botani Serpong pada umur 3 hari, 1 minggu dan 2 minggu, 1 bulan dan 2 bulan untuk mengetahui distribusi lignin pada bagian dan umur bibit yang berbeda. Uji kadar lignin Kadar lignin kayu sengon diuji dengan menggunakan metoda isolasi lignin Klason (TAPPI TM T222 OM88). Kadar ekstraktif kayu ditentukan dengan menggunakan pelarut etanol-benzena (TAPPI TM T412 OM94). Sampel kayu sengon bebas ekstraktif sebanyak 0.3 gram dimasukkan dalam gelas vial dan ditambah dengan 4.5 ml H 2 SO 4 72%. Selanjutnya gelas vial tersebut dimasukkan 22

41 dalam gelas piala yang berisi air dan dilakukan pengadukan pada 200 rpm selama 2.5 jam. Selama pengadukan suhu air dipertahankan pada 20±1 o C. Kemudian sampel dipindahkan kedalam Erlenmeyer 500 ml dan ditambah dengan akuades sebanyak 171 ml dan ditutup dengan aluminium foil. Sampel diautoklaf pada 121 o C selama 15 menit. Selanjutnya disaring dalam keadaan panas menggunakan gelas filtrate. Sebelum digunakan gelas filtrate dioven pada 105 o C selama 24 jam, didinginkan dalam desikator selama 2 jam dan ditimbang. Gelas filtrate dicuci berturut-turut dengan 20 ml air dan acetone dan selanjutnya di oven pada 105 o C selama 24 jam. Setelah dioven, sample didinginkan dalam desikator. Kadar lignin ditetapkan berdasarkan perhitungan sebagai berikut: Kadar lignin = C A X 100 (100%-Ka) X B A: Berat gelas awal (sebelum penyaringan), B: Berat sample bebas ekstraktif, C: Berat gelas filtrate setelah digunakan untuk menyaring Ka: Kadar air sampel Uji histokimia lignin Bahan tanaman yang berupa irisan melintang batang didehidrasi menggunakan etanol dengan konsentrasi meningkat (30 40, 50, 60 dan 70) % masing-masing selama 5 menit. Selanjutnya irisan tersebut diwarnai dengan larutan phloroglucinol-hcl 1% dalam 6N HCl selama 30 menit. Preparat dibuat permanen menggunakan perekat Entelan kemudian irisan dianalisis menggunakan mikroskop cahaya. Dokumentasi dilakukan 30 hingga 40 menit setelah pewarnaan. Analisis kualitatif kadar lignin ditentukan dengan cara skoring dengan kisaran nilai dimulai dari 1 hingga 9 yang menggambarkan intensitas warna lignin dari merah muda, merah hingga coklat. 23

42 Hasil dan pembahasan Analisis kadar lignin Secara umum kadar sengon dari seluruh lokasi yang diuji pada ketinggian pohon 2 m adalah ( %) dengan rata-rata 27.29% dan pada ketinggian 4 m adalah ( %) dengan rata-rata 27.73%. Sengon yang memiliki kadar lignin terendah adalah pohon PII yang merupakan koleksi dari Cibinong dengan kadar lignin rata-rata pada ketinggian 2 m dan 4 m adalah 17.25%. Kadar lignin tersebut termasuk kategori kayu rendah lignin yaitu kurang dari 18% (Pari 1996). Selain memiliki kadar lignin yang rendah pohon ini juga kadar selulosanya cukup tinggi yaitu 51.54% (Hartati et al. 2009). Berdasarkan hasil analisis kadar lignin pohon PII tersebut berpotensi untuk dibudidayakan dan diperbanyak sebagai bahan baku pulp yang efisien ataupun sebagai material pemuliaan tanaman untuk menurunkan lignin hingga kadar yang lebih rendah lagi tetapi respon pertumbuhan dan daya hasilnya tetap menguntungkan. Perbanyakan koleksi pohon unggul rendah lignin tersebut dapat dilakukan melalui stek ataupun propagasi in vitro untuk menjamin kesamaan identitas genetiknya. Distribusi lignin di dalam dinding sel dan pada bagian pohon yang berbeda tidak sama. Kadar lignin yang tinggi adalah khas untuk bagian batang yang paling rendah dan paling dalam (Fengel & Wegener 1995). Walaupun secara keseluruhan rata-rata kadar lignin kayu sengon pada ketinggian 2 m dan 4 m hampir sama, namun pada kayu yang dikoleksi dari Cibinong dan Yogyakarta rata-rata kadar lignin pada ketinggian pohon 2 m lebih tinggi dibanding pada 4 m (Tabel 2). Perbedaan kadar lignin tidak saja terdapat pada bagian pohon yang berbeda tetapi juga tergantung Provenance, seperti pada Acacia mangium yang kadar ligninnya pada tiga provenans yaitu Queensland, Papua New Guinea dan Indonesia Bagian Timur bervariasi yaitu 21.98, dan 23.33% (Syafii & Siregar 2006). 24

43 Tabel 2. Kadar lignin kayu sengon yang dikoleksi dari daerah Cibinong, Cikampek, Tasikmalaya dan Yogyakarta. No. Asal koleksi Kode Pohon 1 Cibinong P I P II P III P IV P V 2 Cikampek Tasikmalaya TSM 1 TSM 2 TSM 3 TSM 4 TSM 5 4 Yogyakarta CND1 CND3 CND4 CND5 CND6 Kadar lignin (%) pada ketinggian: 2 m 4 m Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata Rata-rata total Uji histokimia lignin bibit sengon umur 3 hari, 1 minggu, 2 minggu, 1 bulan dan 2 bulan Berdasarkan hasil analisis histokimia pada berbagai umur bibit sengon yang dilakukan skor berdasarkan intensitas warna, diketahui bahwa pada umur bibit 3 hari dan 1 minggu belum tampak pewarnaan lignin. Pada umur 3 hari, pewarnaan lignin hanya tampak berupa titik-titik merah dan belum menunjukkan pembentukan jaringan yang jelas sedangkan pada umur 1 minggu sudah mulai membentuk jaringan yang melingkar yang diduga sebagai awal pembentukan jaringan xilem. Setelah 2 minggu, jaringan yang semula berbentuk melingkar berubah menjadi segiempat dan intensitas warna merah lebih pekat. Pada uji histokimia hipokotil bibit sengon umur 3 hari serta 1 dan 2 minggu, menunjukkan bahwa kandungan lignin banyak ditemukan pada daerah sklerenkim (Gambar 6). 25

44 Hal ini sesuai dengan uji histokimia pada Picea abis dengan pewarnaan phloroglucinol-hcl yang menunjukkan bahwa kandungan senyawa lignin banyak ditemui didaerah sklerenkim, hipodermis dan sel atau jaringan vaskular (Soukupova, 2000). Berdasarkan penelitian Watanabe et al. (2004) tentang studi histokimia distribusi lignin pada dinding sel dari dua spesies Eucalyptus yaitu E. calmadulins dan E. globulus dengan metode Klason menunjukkan bahwa dinding sel E. calmadulins mengandung gugus guaiasil dan siringil dan pada vessel walls umumnya mengandung gugus guaiasil. Sedangkan E. globulus dinding selnya hanya mengandung gugus siringil sedangkan pada vessel walls mengandung gugus guasil dan siringil. Pewarnaan lignin mulai tampak pada bibit umur 2 minggu yang semakin tinggi intensitasnya pada umur 1 bulan dan 2 bulan (Gambar 6). Intensitas pewarnaan lignin pada setiap bagian yang diuji (atas, tengah, bawah) pada bibit umur 1 dan 2 bulan berbeda dimana pewarnaan lignin dengan intensitas tertinggi tampak pada bagian bawah (Gambar 7). Pada umur bibit 2 minggu, walaupun sudah terdekteksi adanya pembentukan lignin, tetapi intensitas warna pada ketiga bagian yang diuji skornya sama (Gambar 7). Seperti halnya hasil uji histokimia yang menunjukkan meningkatnya deposisi lignin seiring bertambahnya umur tanaman, kadar lignin Klason juga meningkat pada bibit umur 2 minggu, 1 dan 2 bulan yaitu masing-masing 4.28 %, 9.73% dan 13.98% (Gambar 7). Perbedaan distribusi dan deposisi lignin pada bagian tanaman dan umur berbeda juga terjadi pada bagian atas, tengah dan bawah dari ruas ke- 10 tanaman jagung yang diamati pada 3, 5, 7,9, 11, 13, dan 15 hari (Morrison et al. 1994). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada tanaman jagung, terjadi peningkatan lignin hingga 50% pada pengamatan 15 hari dibanding 3 hari dengan kadar tertinggi diperoleh pada bagian bawah ruas tanaman. Pada penelitian mengenai perkembangan xilem dan dinding sel kecambah kedelai umur 5 hari menunjukkan adanya deposisi lignin yang diamati dengan epi-fluorescen microscopy menggunakan pewarnaan 0.5% toluidine blue (De Micco et al. 2008). Hal ini menunjukkan bahwa lignifikasi telah terjadi sejak awal perkembangan tanaman. 26

45 A B 2 bulan 1 bulan 2 minggu 1 minggu 3 hari 2 minggu 1 bulan 2 bulan C 3 hari 1 minggu 2 minggu 1 bulan 2 bulan atas tengah bawah Gambar 6. Isolasi dan uji histokimia lignin bibit sengon berbagai umur. A. Bibit sengon yang digunakan untuk uji histokimia dan uji kadar lignin, B. isolat lignin untuk pengujian kadar lignin, C. Profil histokimia bibit sengon. 27

46 A B Gambar 7. Intensitas pewarnaan histokimia lignin dengan phloroglucinol-hcl (A) dan kadar lignin kecambah sengon pada berbagai umur (B). Pada jaringan kayu sengon umur 1 dan 10 tahun, pewarnaan phloroglucinol menghasilkan warna merah yang sangat jelas. Percobaan uji histokimia pada berbagai umur bibit dan pohon sengon akan berguna untuk menguji kadar lignin secara kualitatif kadar lignin sengon hasil transformasi dengan konstruk antisense gen penyandi enzim yang berkaitan dengan biosintesis lignin seperti halnya yang dilakukan untuk menguji kadar lignin tembakau dan poplar transgenik rendah lignin (Sewalt et al dan Zhong et al. 2000a ). 28

47 Perbedaan intensitas warna lignin pada sengon umur 1 tahun pada ketiga bagian yang diuji tidak tampak jelas (Gambar 8.), tetapi pada bibit umur 2 tahun bagian pangkal memiliki intensitas warna yang lebih tinggi (Gambar 9). Adanya variasi intensitas warna pada tiga bagian kayu yang diuji yaitu atas, tengah dan bawah, mengindikasikan adanya perbedaan kadar lignin yang berbeda tergantung ketinggian atau jarak pengambilan sampel dari pangkal batang atau bibit. Uji kualitatif deposisi lignin secara histokimia dengan phloroglucinol-hcl sesuai pula dengan data kuantitatif sebagaimana pada hasil uji histokimia sengon PII dibanding dengan PI, dimana PII yang memiliki intensitas pewarnaan lignin lebih lemah dari PI kadar ligninnya pun lebih rendah (Gambar 10). Distribusi lignin pada PI tampak lebih jelas dibandingkan PII. bawah tengah atas Gambar 8. Profil histokimia lignin kayu sengon bagian atas, tengah dan bawah pada pohon sengon umur 1 tahun. bawah tengah atas Gambar 9. Profil histokimia lignin kayu sengon bagian atas (a), tengah (b) dan bawah (c) pada pohon sengon umur 2 tahun. 29

48 P I P II Gambar 10. Profil histokimia lignin kayu sengon dewasa yang dikoleksi dari Cibinong. Kesimpulan dan saran Analisis kayu sengon yang dikoleksi dari daerah Cibinong, Cikampek, Tasikmalaya dan Yogyakarta menunjukkan bahwa kadar lignin sengon secara umum termasuk kategori kadar lignin sedang dengan kisaran ( %). Sengon dengan kadar lignin rendah teridentifikasi pada koleksi sengon asal Cibinong yang merupakan kandidat pohon plus. Berdasarkan uji histokimia tampak bahwa pembentukan lignin dimulai pada bibit sengon umur 2 minggu. Baik melalui pengujian kadar lignin secara kuantitatif maupun uji histokimia menunjukkan bahwa deposisi lignin pada setiap bagian batang berbeda kadarnya berbeda pula. Sengon dengan kadar lignin rendah sangat berpotensi untuk diperbanyak dan dibudidayakan untuk mendukung ketersediaan bahan baku industri pulp dan kertas yang efisien dan ramah lingkungan. Data kualitatif melalui uji histokimia lignin yang menunjukkan waktu dimulainya deposisi lignin merupakan informasi yang sangat berguna untuk penelitian lebih lanjut terkait dengan upaya modifikasi kadar dan komposisi sub unit penyusun lignin yang menguntungkan untuk industri pulp dan kertas. Teknologi DNA rekombinan dengan mengatur tingkat ekspresi gen-gen yang berkaitan biosintesis lignin melalui Post transcription Gene Silencing (PTGS) dapat menjadi alternatif untuk upaya penurunan kadar lignin. 30

49 PRODUKSI TUNAS MELALUI INDUKSI EMBRIOGENESIS DAN MULTIPLIKASI TUNAS NODAL KOTILEDON SENGON Abstract Sengon micropropagation has been carried out using two methods i.e. embryogenesis induction of embryo axis and shoots induction of cotyledon node on MS medium containing various types and concentrations of plant growth regulators. Embryogenic callus could be induced using all media tested, but only on MS medium containing 0.1 mg/l TDZ and 0.25 mg/l IAA, the callus could develop into somatic embryos-like structures. The highest number and the longest shoots was obtained from cotyledon node-derived 10 days seedling on MS medium containing 1 mg/l TDZ. Shoots induction of cotyledon node was selected as the most appropriate system for genetic transformation to improve the sengon wood quality for pulp and paper industry. Key words: embryogenesis, shoot induction, TDZ, IAA, P. falcataria Abstrak Mikropropagasi sengon telah dilakukan melalui dua jenis metoda yaitu induksi embryogenesis dari aksis dan induksi tunas dari nodal kotiledon pada media MS yang mengandung beberapa jenis dan konsentrasi ZPT. Kalus embriogenik dapat diinduksi pada semua media yang dicoba, namun hanya pada media MS yang mengandung 0.1 mg/l TDZ dan 0.25 mg/l IAA dapat berkembang menjadi struktur menyerupai embrio somatik. Tunas majemuk terbanyak dan ratarata tunas terpanjang dapat diinduksi dari nodal kotiledon kecambah umur 10 pada media MS yang mengandung 1 mg/l TDZ. Dengan demikian induksi tunas menggunakan nodal kotiledon dapat dipilih sebagai sistem regenerasi pada transformasi genetik sengon untuk meningkatkan kualitas bibit sengon yang sesuai dengan kebutuhan indusri pulp dan kertas. Kata kunci: embriogenesis, induksi tunas, TDZ, IAA, P. falcataria 31

50 Pendahuluan Propagasi tanaman melalui teknik in vitro dapat dilakukan melalui induksi somatik embrio maupun induksi tunas dari berbagai eksplan. Selain untuk perbanyakan masal bibit tanaman, teknik kultur jaringan digunakan pula untuk penyedian bahan tanaman untuk transformasi genetik. Terdapat beberapa zat pengatur tumbuh (ZPT) yang dapat digunakan untuk induksi tunas dari golongan sitokinin seperti BAP dan TDZ. Thidiazuron merupakan zat pengatur tumbuh yang sesuai untuk digunakan pada tanaman berkayu seperti Albizia sinensis (Sinha et al. 2000). Selain itu dapat pula digunakan kombinasi ZPT. Jenis eksplan yang digunakan untuk induksi tunas diantaranya kotiledon (Ardiana 2010), nodal kotiledon (Rauf et al.2004; Aasim et al. 2010; Singh & Tiwari 2010), daun (Ozyigit 2009) dan ruas tunas batang (Semivay et al. 2005). Regenerasi melalui embriogenesis somatik memiliki banyak keuntungan, antara lain waktu perbanyakan lebih cepat, pencapaian hasil dalam mendukung program perbaikan tanaman lebih cepat dan jumlah bibit yang dihasilkan tidak terbatas jumlahnya (Mariska 1996). Di samping itu, dengan strukturnya yang bipolar dan kondisi fisiologis yang menyerupai embrio, embrio somatik lebih menguntungkan daripada pembentukan tunas adventif yang unipolar (Sukmadjaja 2005). Morfogenesis tunas dan embriogenesis somatik merupakan dua proses regenerasi yang berbeda dan keduanya sangat bergantung kepada sumber eksplan dan jenis media kultur yang digunakan. Morfogenesis tunas (organogenesis) merupakan proses pembentukan dan perkembangan tunas dari jaringan meristem tunas. Tunas selanjutnya dapat diakarkan untuk mendapatkan tanaman utuh, sedangkan embriogenesis somatik merupakan proses regenerasi tanaman melalui pembentukan struktur menyerupai embrio (embrioid) dari sel-sel somatik yang telah memiliki calon akar dan tunas (serupa embrio zigotik). Tanaman utuh diperoleh dari hasil perkecambahan embrio somatik (Pardal et al. 2002). Perkembangan tanaman dari embriogenesis somatik pada tanaman kehutanan mempunyai beberapa tahapan perkembangan yang spesifik, seperti induksi kalus embriogenik atau embrio somatik (pembentukan langsung), 32

51 pemeliharaan, pendewasaan, perkecambahan, dan aklimatisasi. Embrio somatik biasanya berasal dari sel tunggal yang kompeten dan berkembang membentuk fase globuler, hati, torpedo, dan akhirnya menjadi embrio somatik dewasa yang siap dikecambahkan membentuk planlet/tanaman utuh (Finer & Mc Mullen 1991, Finer et al. 1996). Keberhasilan regenerasi melalui embriogenesis somatik dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain formulasi media (sumber nitrogen dan gula serta zat pengatur tumbuh) yang berbeda pada setiap tahap perkembangan embrio somatik serta jenis eksplan yang digunakan (Purnamaningsih 2002). Perbanyakan tanaman melalui embriogenesis somatik memerlukan beberapa tahapan dengan formulasi media yang berbeda, bergantung pada tahapan perkembangan embrio somatik (Sukmadjaja 2005). Penggunaan eksplan yang bersifat meristematik umumnya memberikan keberhasilan pembentukan embrio somatik yang lebih tinggi. Eksplan yang digunakan dapat berupa aksis embrio zigotik muda dan dewasa, kotiledon, mata tunas, epikotil maupun hipokotil (Purnamaningsih 2002). Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh metoda yang tepat untuk penyedian bahan untuk trasnformasi genetik sengon guna modikasi komposisi lignin. Bahan dan Metode Bahan tanaman Bahan tanaman yang digunakan untuk induksi embriognesis adalah aksis embrio yang diisolasi dari biji sengon yang berasal dari Kebun Botani Serpong dan terlebih dahulu dikecambahkan selama 1 hari, sedangkan tunas majemuk diinduksi dari nodal kotiledon kecambah sengon umur 7 dan 10 hari yang telah dihilangkan tunas terminalnya. Jumlah eksplan untuk setiap perlakukan adalah 30. Sterilisasi biji Biji sengon dicuci dalam larutan deterjen dan dibiarkan dalam air mengalir selama kurang lebih 30 menit. Selanjutnya biji direndam dalam air panas dengan suhu 80 o C selama 10 menit. Setelah air panas dibuang, ditambahkan larutan 33

52 Dithane 4%, dibiarkan selama 30 menit sambil dikocok. Biji dibilas dengan akuades sampai bersih lalu ditambahkan larutan Masalgine 2% dan dibiarkan selama 10 menit sambil dikocok. Larutan Masalgine dibuang dan biji dibilas dengan aquades sampai bersih. Kemudian ditambahkan larutan etanol 70% sambil dikocok selama 5 menit. Setelah etanol dibuang, biji dibilas dengan akuades steril sampai bersih. Lalu ditambahkan larutan HgCl % selama 3 menit selanjutnya biji sengon dibilas dengan akuades steril 3-5 kali hingga bersih. Induksi embriogenesis Aksis embrio yang diisolasi dari biji sengon yang sudah disterilkan dan dikultur selama 1 hari, dikultur secara langsung pada media MS yang mengandung dua jenis zat pengatur tumbuh yaitu Thidiazuron (TDZ) dan Indole Acetic Acid (IAA) dengan konsentrasi bervariasi, yang dipadatkan dengan 0.3% gelrite. Kultur diinkubasi pada ruangan yang bersuhu C. Induksi tunas majemuk dari buku kotiledon Buku kotiledon dari kecambah sengon berumur 7 dan 10 hari dikultur pada media MS yang mengandung TDZ, BAP dan NAA dengan beberapa variasi konsentrasi. Kultur diinkubasi pada suhu C. Hasil dan Pembahasan Induksi embriogenesis dari aksis embrio Kultur aksis embrio pada tiga jenis media (Tabel 3) seluruhnya dapat membentuk kalus embriogenik dengan persentase berbeda, akan tetapi kalus embriogenik tidak seluruhnya dapat berkembang menjadi embrio somatik. Pada media MS yang mengandung 0.05 mg/l IAA dan 2 mg/l TDZ, serta 0.15 mg/l IAA dan 2 mg/l TDZ kalus embriogenik tidak dapat berkembang menjadi embrio somatik (Gambar 11). Pada media MS yang mengandung 0.1 mg/l TDZ dan 34

53 0. 25 mg/l IAA kalus embriogenik dapat berkembang lebih lanjut menjadi embrio somatik pada umur 5 minggu (Gambar 11). Namun demikian embrio somatik ini tidak dapat berkembang menjadi planlet utuh. Penelitian Tampubolon (2007) mengenai induksi kalus yang responsif embriogenik dari eksplan kotiledon dari kecambah biji sengon berumur 10 hari telah berhasil dengan menggunakan media MS yang ditambah dengan 1 mg/l TDZ dan 0.25 mg/l IAA. Tetapi kalus yang dapat berkembang lebih lanjut ke tahapan embriogenesis berikutnya frekuensinya masih rendah. Sehingga masih diperlukan penelitian untuk optimasi media induksi embriogenesis somatik pada sengon dengan mengkombinasikan TDZ dengan ZPT yang lain seperti IAA dengan jenis eksplan yang berbeda. Tabel 3. Persentase pembentukan somatik embrio yang diinduksi dari aksis embrio sengon pada 4 jenis media. Komposisi medium Persentase eksplan membentuk kalus Persentase membentuk embriogenik eksplan kalus Persentase membentuk somatik eksplan embrio MS0 (control) MS mg/l IAA mg/l TDZ MS mg/l IAA mg/l TDZ MS mg/l IAA mg/l TDZ A B Gambar 11. Kalus embriogenik sengon yang diinduksi dari aksis embrio pada media MS mg/l IAA + 2 mg/l TDZ (A) dan MS mg/l IAA dan 2 mg/l TDZ (B) pada umur 1 bulan. 35

54 A B C D Gambar 12. Struktur kalus embriogenik dan embriosomatik yang diinduksi dari aksis embrio pada media MS mg/l TDZ mg/l IAA pada umur umur 2 minggu (A), 4 minggu (B), 5 minggu (C) dan 7 minggu (D). Induksi tunas dari buku kotiledon Ekplan nodal kotiledon baik dari kecambah umur 7 hari maupun 10 hari dapat diinduksi pembentukan tunas majemuknya pada semua media yang mengandung ZPT yang dicoba (Tabel 4) tetapi persentase pembentukan tunas dan jumlah tunasnya berbeda. Jenis media terbaik yang dapat menginduksi tunas terbanyak (rata-rata 5.87 tunas per eksplan) adalah media MS yang mengandung 1 mg/l TDZ dengan eksplan buku kotiledon dari kecambah umur 10 hari, selain itu kisaran panjang tunas yang terbentuk pun untuk jenis eksplan ini lebih besar dibanding media lain yang mengandung BAP atau BAP dan NAA (Tabel 4). Hasil penelitian serupa mengenai pengaruh BAP dan TDZ terhadap respon pembentukan tunas dari nodal kotiledon juga terjadi pada induksi tunas Nyctanthes arbor-tritis L, dimana pada konsentrasi yang sama TDZ memberikan respon jumlah tunas yangh lebih tinggi dibanding BAP (Siddique et al. 2006). Pembentukan tunas majemuk terjadi sejak minggu pertama yang dilanjutkan dengan penggandaan dan pendewasaan tunas yang berlangsung 36

55 hingga minggu ke 7. Tunas selanjutnya dapat membentuk akar pada media 1/2MS pada minggu 8 dan dapat diaklimatisasi pada minggu ke 10 (Gambar 13). Planlet dapat berkembang lebih lanjut menjadi bibit sengon yang dipelihara pada media tanah (Gambar 14). Medium Tabel 4. Jumlah tunas yang terbentuk dari nodal kotiledon pada beberapa jenis dan komposisi media Persentase eksplan membentuk tunas majemuk Umur eksplan (hari) 7 10 Kisaran Persentase Jumlah ratarata tunas tunas membentuk rata tunas panjang eksplan Jumlah rata- /eksplan (cm) tunas /eksplan majemuk Kisaran panjang tunas (cm) MS (Kontrol) TDZ TDZ TDZ BAP B N B N B N A B C D E F Gambar 13. Induksi dan regenerasi tunas majemuk dari nodal kotiledon. A. tahap awal induksi tunas, B. inisiasi pembentukan tunas majemuk, C. multiplikasi tunas majemuk, D. pemisahan dan pendewasaan tunas, E. induksi perakaran, F. bibit in vitro yang telah siap untuk diaklimatisasi pada media tanah. 37

56 A B Gambar 14. Bibit sengon umur 4 bulan yang berasal dari kultur in vitro nodal kotiledon dari kecambah umur 10 hari pada media MS yang mengandung 1 mg/l TDZ. A. Bibit umur 1 bulan, B. Bibit umur 4 bulan. Jika dibandingkan dengan induksi embriogenesis, regenerasi tanaman hingga menjadi tanaman utuh pada percobaan ini hanya dapat dilakukan dengan induksi tunas dari nodal kotiledon. Walaupun demikian keberhasilan induksi embriogenesis hingga tahap somatik embrio dapat dikembangkan lebih lanjut dengan mencoba media lain untuk mendewasakan embrio somatik agar menjadi planlet utuh. Kesimpulan dan Saran Induksi tunas dari nodal kotiledon kecambah sengon umur 10 hari dapat dijadikan sebagai bahan yang tepat untuk menyediakan material tanaman untuk transformasi genetik sengon karena jumlah tunas yang dapat diinduksi cukup banyak dan metoda regenerasinya yang mudah. Komposisi media terbaik untuk induksi tunas adalah media MS yang mengandung 1 mg/l TDZ. Walaupun jalur organogenesis bukan merupakan sistem yang ideal untuk transformasi genetik tanaman, metoda ini telah berhasil digunakan untuk transgenesis beberapa tanaman lain. 38

57 PENGKLONAN DAN KONSTRUKSI VEKTOR EKSPRESI ANTISENSE DARI FRAGMEN GEN PENYANDI 4-COUMARATE: COENZYME A LIGASE DARI SENGON (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) Abstract 4-coumarate:Coenzyme A ligase (4CL) plays an important role in lignin biosynthetic pathway that catalyze the activation of coumaric acid, caffeic acid or ferulic acid to be syringil monomer. Lignin biosynthesis control through 4CL down regulating would support modified lignin wood production. The objective of this study was to clone conserved region cdna of gene encoding 4CL and to construct expression vector in antisense orientation. Gene fragment isolation was conducted by means reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR) using degenerate heterologous primer. The RT-PCR products were purified, sequenced and analyzed to select the highly homology fragment to 4CL. Blast analysis result showed that deduction amino acid sequences of one out of two RT- PCR products nucleotide was highly homologous with the 4CL conserved region from Rubbus ideaus, Oryza sativa, Populus tomentosa, Populus balsamifera, Betulla platyphilla, Nicotiana tabacum, and Arabidopsis thaliana with identity ranging from 78-90%. The 4CL fragment has been successfully constructed and cloned for antisense orientation in pcambia Key words: Coenzyme A ligase, lignin, RT-PCR, sengon Abstrak 4-coumarate:Coenzyme A ligase (4CL) mempunyai peranan penting dalam biosintesis lignin yang mengkatalisis aktivasi asam koumarat, kafeat atau ferulat menjadi monomer siringil. Pengaturan biosintesis lignin melalui down regulasi 4CL akan berguna untuk modifikasi komposisi lignin kayu. Penelitian ini bertujuan untuk mengklon daerah cdna pengkode 4CL yang terkonservasi dan untuk mengkonstruk vektor ekspresi dengan orientasi terbalik (antisense). Isolasi frgamen gen dilakukan melalui reverse transcriptase polymerase chain reaction (RT-PCR) menggunakan primer degenerate. Produk RT-PCR dimurnikan, disekuen dan dianalisis untuk memilih fragmen yang memiliki homologi tinggi dengan gen 4CL dari tanaman lain. Hasil analisis Blast menunjukkan deduksi asam amino salah satu sekuen nukleotida produk RT-PCR memiliki homologi yang tinggi dengan sekuen 4CL terkonservasi dari Rubbus ideaus, Oryza sativa, Populus tomentosa, Populus balsamifera, Betulla platyphilla, Nicotiana tabacum, and Arabidopsis thaliana dengan kisaran identity 78-90%. Fragmen 4CL telah berhasil dikonstruksi dan diklon dengan orientasi antisense pada pcambia Kata kunci: 4-coumarate: Coenzyme A ligase, lignin, RT-PCR, sengon 39

58 PENDAHULUAN Kayu sebagai bahan dasar yang paling banyak digunakan dalam industri pulp dan kertas mengandung beberapa komponen antara lain selulosa, hemiselulosa, lignin dan zat ekstraktif. Lignin adalah polimer aromatik yang merupkan salah satu komponen dinding sel tanaman dengan kadar 17-33%. Pada proses produksi pulp dan kertas, lignin harus dipisahkan dari komponen polisakarida kayu dan dilanjutkan dengan proses pengelantangan (bleaching). Ekstraksi lignin membutuhkan energi tinggi dan bahan kimia dalam jumlah besar yang dapat menurunkan kualitas lingkungan. Pada beberapa tanaman enzim-enzim yang berkaitan dengan biosintesis lignin telah diketahui diantaranya phenylalanine ammonia lyase (PAL) (Kao et al. 2002), o-methyltransferase (CCoAoMT) (Ibrahim et al. 1998; He et al ). 4-coumarate CoA ligase (4CL) (Allina et al. 1998; Ehlting et al. 1999; Cukovic et al. 2000; Ehlting et al. 2001, Roger et al. 2005), cinnamoyl-coa reductase (CCR) dan cinnamyl alcohol dehydrogenase (CAD) (Ralph et al. 1998). Enzimenzim tersebut terlibat di dalam jalur biosintesis lignin yang dimulai dari konversi prekursor fenil alanin hingga pembentukan monolignol. 4-coumarate:Coenzyme A ligase (4CL) merupakan salah satu enzim kunci dalam jalur biosintesis lignin yang mengakatalisis aktivasi asam kumarat, kafeat dan ferulat menjadi monomer siringil (Baucher et al. 2003). Berkaitan dengan perannya dalam biosintesis lignin, enzim 4CL sangat menarik untuk dipelajari baik aktivitasnya, struktur protein maupun sekuen gennya. Enzim ini telah diisolasi dan dimurnikan dari berbagai tanaman baik tanaman semusim seperti kedelai, jagung, pea, parsley maupun dari tanaman berkayu seperti spruce, pinus dan poplar. Identifikasi cdna Pinus taeda menunjukkan bahwa protein 4CL mengandung 537 asam amino. cdna 4CL telah diklon dari pinus (Zhang & Chiang 1997) dan kedelai (Lindermayr et al. 2002). Walaupun studi mengenai 4CL telah dilakukan pada banyak tanaman, akan tetapi studi pada tanaman berkayu masih sedikit terutama untuk tanaman hutan tropis. Berdasarkan hal tersebut maka isolasi dan karakterisasi 4CL dari sengon (Paraserianthes falcataria L. Nielsen) yang merupakan tanaman multiguna sebagai kayu pertukangan, kayu lapis, dan bahan baku industri pulp & 40

59 paper dilakukan pada penelitian ini. Selain itu sengon telah dikembangkan sebagai salah satu komoditi Hutan Tanaman Industri karena mempunyai keunggulan yaitu dapat tumbuh dengan cepat pada tanah miskin hara dan drainase kurang baik. Pendekatan untuk menghambat biosintesis lignin adalah dengan memanfaatkan fenomena PTGS (Post Transcriptional Gene Silencing) yang dapat dilakukan diantaranya dengan teknologi RNA antisense dan RNAi (RNA interference) di dalam tanaman. Pada tanaman model Arabidopsis ekspresi antisense dapat menurunkan aktivitas enzim 4CL hingga tinggal 8% dan menyebabkan perubahan rasio G/S lignin (Lee et al. 1997). Bahkan pada tanaman kehutanan transgenik subtropis yang cepat tumbuh yaitu aspen (Populus tremuloides) yang mengekspresikan gen 4CL antisense sehingga terjadi downregulated ekspresi 4CL menyebabkan turunnya kadar lignin hingga 45% dan kadar selulosa meningkat hingga 15%. Selain itu pertumbuhan daun, akar dan batang terpacu (Harding et al. 2002). Keberhasilan tersebut dapat dijadikan sebagai acuan untuk melakukan modifikasi lignin pada tanaman berkayu lainnya. Mengingat peranannya yang penting dalam struktur dinding sel dan ketahanan terhadap hama dan penyakit, penurunan kadar lignin kayu bisa dilakukan hingga batas tertentu yang tidak mengganggu fenotip dan kekuatan pohon. Terkait dengan upaya penurunan kadar lignin kayu sengon melalui rekayasa genetika, pada penelitian ini gen 4CL yang merupakan salah satu enzim kunci dalam biosintesis lignin telah diisolasi. Fragmen gen ini kemudian disisipkan ke dalam vektor ekspresi dengan arah terbalik (antisense) untuk menekan ekpresi gen 4CL. Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengklon fragmen gen 4CL sengon serta mengkonstruksi vektor ekspresi yang mengandung fragmen gen 4CL dengan arah antisen. Gen atau fragmen gen 4CL dapat diisolasi dari sengon dengan teknik RT-PCR menggunakan primer yang dirancang khusus berdasarkan kesejajaran urutan gen 4CL beberapa tanaman. Fragmen gen yang diperoleh selanjutnya dapat digunakan untuk konstruksi vektor ekspresi dengan arah antisense. 41

60 Bahan dan Metode Bahan Bibit sengon asal Serpong yang berumur 4 bulan digunakan sebagai bahan tanaman untuk isolasi RNA total. PGEM -T Easy (Promega) digunakan sebagai vektor pengklonan E. coli galur DH5α dan pcambia 2301 digunakan sebagai vektor ekspresi untuk mengkonstruksi vektor rekombinan yang mengandung gen 4CL (Gambar 1). Primer degenerate DP-F(5 -CCTCATCTTCCGGTCCAAGY TNCMNGAY AT-3 ) dan DP-R (5 -CGCAGGTCCTTCCGCARDATYYYNCC- 3 ) yang dirancang berdasarkan alligment dari gen 4CL beberapa tanaman yaitu Arabidopsis thaliana, Petroselinum crypsum, Vanilla planifolia, Solanum tuberosum, tembakau, Pinus taeda dan Oryza sativa yang dirancang dengan program Clustal W. dan teknik CODEHOP (Consensus-degenerate hybrid oligonucleotide primers) digunakan untuk isolasi dan amplifikasi cdna dari gen 4CL. Agrobacterium tumefaciens strain LBA4404 digunakan sebagai inang untuk vektor ekspresi. Isolasi RNA total RNA total diisolasi dengan menggunakan kit reagen Trizol (Invitrogen). Sebanyak 0.1 g jaringan kayu dari batang bibit sengon yang telah dikelupas kulitnya digerus bersama nitrogen cair hingga halus. Selanjutnya bubuk kayu dimasukkan ke dalam tabung mikro yang berisi 1 ml reagen Trizol lalu diinkubasi selama 10 menit pada suhu o C. Setelah diinkubasi, campuran disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm (Biofuge fresco) pada suhu 4 o C selama 15 menit. Cairan bagian atas atau supernatan diambil dan diekstraksi dengan 200 µl kloroform lalu digoyang-goyang sampai tercampur. Kemudian campuran disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm pada suhu 4 o C selama 15 menit. Supernatan diambil dan ditambah dengan 0.5 ml isopropanol kemudian disentrifugasi kembali dengan kecepatan rpm pada suhu 4 0 C selama 15 menit. Endapan dipisahkan dari supernatan lalu dibilas dengan etanol 70% dingin dan disentrifugasi dengan kecepatan rpm pada suhu 4 o C selama 15 menit. Pelet dikeringkan pada suhu ruang dan setelah kering endapan dilarutkan dengan menambahkan 20 µl air bebas RNAse. 42

61 RT-PCR Reaksi RT-PCR dilakukan secara one step reaksi yaitu sintesis cdna dan reaksi RT (transkripsi balik) dilakukan secara langsung dalam satu tabung dengan menggunakan kit ready to go RT PCR (Amersham). Bead ready to go RT PCR dilarutkan dengan 43.9 µl air bebas RNAse (Gibco BRL) sampai larut. Kemudian ke dalam larutan bead ditambahkan 1.1 µl primer utas pertama poly(t) (0.5 µg/µl), forward dan reverse primer ( pmole), dan template RNA total 5 µg. Larutan tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 42 o C selama 30 menit dan diinkubasi kembali pada suhu 95 o C selama 5 menit, dan selanjutnya dilakukan amplifikasi PCR. PCR dilakukan sebanyak 40 siklus dengan kondisi : 95 o C, 5 menit (pra PCR) ; 95 o C, 45 detik denaturasi ; suhu annealing divariasikan (50 o C 56.8 o C) dengan waktu 45 detik dan ekstensi pada suhu 72 o C selama 60 detik. Isolasi fragmen produk RT-PCR, pengklonan dan analisis sekuen 4CL produk RT-PCR Isolasi fragmen hasil RT-PCR dilakukan sesuai protokol Sephaglas Brandprep kit. Fragmen cdna yang mengandung 4CL disisipkan ke dalam PGEM -T Easy dengan mencampur 2 µl (10 ng) hasil RT-PCR dengan 1 µl (20 ng) PGEM -T Easy. Campuran reaksi ligasi (10 µl) diintroduksikan kedalam E. coli DH5α kompeten. Pembuatan sel kompeten dilakukan dengan menggunakan kalsium klorida (Tomley, 1996). Hasil transformasi E. coli diseleksi di media LB padat yang mengandung 1.5% bakto agar, 100 µg/ml ampisilin, 2 mg IPTG per cawan dan 1 mg X-gal per cawan. Urutan nukleotida yang tersisip di dalam PGEM -T Easy dianalisis dengan automatic ABI Prism TM sequencer. 43

62 Konstruksi vektor ekspresi antisense Fragmen disisipkan pada situs situs restriksi HindIII dan SalI dari pcambia 2301 yang terletak diantara promotor 35S dan terminator NOS. A B Gambar 15. Peta situs restriksi PGEM -T Easy (A) dan pcambia 2301(B). 44

63 RT-PCR Hasil dan Pembahasan Strategi penyusunan degenerate primer dilakukan dengan teknik CODEHOP (Rose et al. 1998) yaitu masing-masing primer terdiri dari daerah core degenerate pada 3 dan daerah konsensus clamp yang lebih panjang pada 5. Hanya dibutuhkan 3 hingga 4 residu asam amino terkonservasi pada daerah core yang distabilkan oleh clamp selama annealing dengan molekul cetakan. Pada siklus amplifikasi selanjutnya clamp non-degenerate menyebabkan annealing stabil terhadap molekul produk. Temperatur annealing dilakukan secara gradien yang diatur dari 50 o C hingga 56.8 o C untuk memperoleh kondisi PCR yang optimum. Produk RT-PCR dengan ukuran sekitar 300 dan 500 bp diperoleh pada temperature annealing 52.2 o C dan 54.4 o C. Dua pita produk PCR terbaik diperoleh pada temperatur annealing 54.4 o C (Gambar 16A) dan kemudian diisolasi dan dipisahkan untuk diklon pada vektor PGEM -T Easy dan dilanjutkan dengan analisis urutan nukleotida (Gambar 16B.). Teknik RT-PCR dengan degenerate primer dan non degenerate telah digunakan secara luas untuk mengisolasi gen-gen lainnya seperti gen yang berkaitan dengan biosintesis karotenoid pada Solanum lycopersicon (Araújo et al. 2007), Lettuce aminocyclopropane-1-carboxylic acid (ACC) synthase (Takahashi et al. 2003), ferns phosphoglucose isomerase (PgiC) (Ishikawa et al. 2002) dan cacao ACCase subunit biotin carboxylase (Budiani et al. 2006). A 1 Kb plus DNA ladder (bp) B 1 Kb plus DNA ladder (bp) DP1 DP2 Gambar 16. Fragmen produk RT-PCR berukuran 342 dan 500 bp yang diamplifikasi menggunakan degenerate primer kondisi annealing 54.4 o C selama 45 detik dan ekstensi 60 detik (A) dan fragmen hasil pemisahan (B). 45

64 Pengklonan fragmen 4CL pada vektor TA cloning Produk RT-PCR yang dihasilkan dan telah dipisahkan berdasarkan ukurannya diligasikan pada vektor PGEM -T Easy dan diintroduksikan ke dalam Escerichia coli DH5α. Ligasi vektor linier PGEM -T Easy menyebabkan gen penyandi β-galaktosidase (lacz) terekspresi dengan adanya pengiduksi IPTG dan mengubah X-gal menjadi biru. Fragmen produk RT-PCR yang menyisip pada situs EcoR1 dan Not1 dari lacz menyebabkan β-galaktosidase tidak terekspresi sehingga koloni berwarna putih (Gambar 17). Gambar 17. Koloni hasil transformasi E. coli DH5α dengan vektor ekspresi fragmen 4CL antisense. Analisis urutan nukleotida Hasil analisis urutan nukleotida produk RT-PCR yang diklon pada PGEM -T Easy menggunakan primer degenerasi dengan ukuran 342 bp dan deduksi asam aminonya disajikan pada Gambar 18. Analisis urutan nukleotida menggunakan and Blast P (Gambar 19) menunjukkan bahwa salah satu dari dua fragmen hasil RT-PCR merupakan protein 4CL yang memiliki homologi tinggi dengan gen 4CL beberapa spesies tanaman seperti Arabidopsis thaliana, Medicago truncatula, Populus tomentosa, Populus balsamivera, Betulla plativila dengan kesamaan antara 78% - 90%. Berdasarkan beberapa laporan penelitian diketahui bahwa ukuran gen 4CL utuh glycine max, Petroselinum, arabidopsis, Pinus taeda dan solanum tuberosum bervariasi dari 1021 bp hingga 4021 bp. 46

65 5' AAC AAA AGG TAA ACT AGG TGT TTA CGT TTT TAT CTT TCT TGG AGG AGG TAG GCG Pro Arg Gly Phe Pro Gln Asp Phe Phe Pro Ser Arg Gly Asn Phe Lys Asp Gly TTT CTC GTT GGT CCC CCG ACT TGT TGG TTA ATT CCG TTA ACG AAC TAG ACC TCC Pro Gly Glu Ser Ala Phe Leu Ile Leu Arg Val Val Val His Gly Arg Phe Gln CTT GCT AAC TAG GTA TGC GGA GGT ACC CTC CAA AGG CCA GCT TCT TAA AGG GAC Leu Val Glu Arg Thr Val Lys Gly Ile Thr Val Pro Ile Leu Pro Gln Thr Ser CTC CGC ATT CAG GCC AAG GAA GTT TGA GGC AAT ATC GGG ACT GTA ATG CCC TTA Leu Ala Arg Met Arg Arg Val Pro Leu Arg Ser Trp Pro Leu Glu Gly Thr Ser ACT GTT CTC TCC ACC AAC TAA AAA CGG CCA TGC ACC ACC ACCC TTA AAA TCA AGA Ala Tyr Leu Val Ser Lys Gly Gly Leu Val Arg Lys Arg Asn lys Pro Thr Ser AGG CCG ACT CGC CCG GTC AAT CTT TAA AAT TTC ATC GTG ATG GGA AAA AATC CTG Arg Gly Thr Asn Glu Lys Arg Leu Pro Pro Pro Arg Lys Ile Lys Thr Lys Thr GGG AAA GCC CCG GGG 3' Pro Ser Leu Pro Phe Gambar18. Urutan nukleotida dan deduksi asam amino dari fragmen gen 4CL sengon. Walaupun fragmen 4CL sengon yang diperoleh ukurannya relatif pendek, fragmen gen tersebut dapat digunakan untuk membuat konstruk antisense untuk menekan ekspresi gen 4CL. Tidak seperti teknik overekspresi yang membutuhkan sekuen gen utuh, fragmen mrna bisa efektif untuk menekan translasi asam amino melalui interferensi produk mrna oleh mrna hibrid utas ganda yang komplemen pada lokasi tertentu. Teknik antisense serupa telah dilakukan untuk menurunkan aktivitas Acetolactate Synthase pada Solanum tuberosum L. (Hofgen et al. 1995) dan 4-Coumarate CoA ligase pada Pinus radiata (Schmitt & Ralph 2009). 47

66 Sequences producing significant alignments: Score E (Bits) Value gi gb AAG AF212317_1 4-coumarate:coenzyme A liga gi gb AAD AF150687_1 4-coumarate:coenzyme A ligas gi gb AAD AF150686_1 4-coumarate:coenzyme A ligas gi sp P CL2_SOLTU 4-coumarate--CoA ligase 2 (4CL 2) gi sp O CL1_TOBAC 4-coumarate--CoA ligase 1 ( gi sp P CL1_PETCR 4-coumarate--CoA ligase 1 (4CL gi sp P CL1_SOLTU 4-coumarate--CoA ligase 1 (4CL gi sp P CL2_PETCR 4-coumarate--CoA ligase 1 (4CL gi sp O CL_VANPL 4-coumarate--CoA ligase (4CL) ( gi dbj BAA coumarate:CoA ligase [Lithospermum gi gb AAL coumarate:CoA ligase [Populus tomen gi gb AAL coumarate:CoA ligase [Populus tomen gi gb AAC coumarate:CoA ligase isoenzyme 2 [Gl gi gb AAK AF283552_1 4-coumarate:CoA ligase gi gb AAL AF314180_1 4-coumarate:CoA ligase [Pop gi gb AAY coumarate:CoA ligase [Populus tomen gi gb AAV coumarate:CoA ligase [Betula platyp gi gb AAC coumarate:CoA ligase [Populus tremul gi gb ABD coumarate:CoA ligase [Arnebia euchr gi gb ABE AMP-dependent synthetase and ligase [ gi gb AAP coumarate-CoA ligase-like protein [ gi dbj BAA coumarate:coenzyme A ligase [Nicoti gi sp O CL2_TOBAC 4-coumarate--CoA ligase 2 ( gi ref NP_ CL5 (4-COUMARATE:COA LIGASE 5); gi gb AAP coumarate:coenzyme A ligase 2 [Salv gi emb CAN hypothetical protein [Vitis vinifer gi emb CAL DEAD-box like helicase (ISS) [Ostre gi gb AAS coumaroyl-coenzyme A ligase [Allium gi gb AAC coumarate:CoA ligase 1 [Populus b gi gb AAZ coumarate:coenzyme A ligase [Eucaly Gambar 19. Hasil analisis BLAST P sekuen asam amino yang dideduksi dari produk RT-PCR sengon. Analisis kluster fragmen 4CL Analisis kluster fragmen 4CLsengon (Gambar 20) menggunakan software CLUSTAL W menunjukkan bahwa urutan nukleotida 4CL sengon merupakan kluster yang unik. Hal ini menunjukkan bahwa kemungkinan 4CL sengon memiliki urutan nukleotida yang sedikit berbeda dibandingkan dengan sekuen 4CL tanaman lain. Analisis restriksi Analisis restriksi menunjukkan bahwa fragmen gen 4CL mengandung beberapa situs restriksi diantaranya XmaI, SmaI, DraI, NlaIII, KpnI, AvaII, Hinc II (Gambar 21 yang tidak terdapat pada situs restriksi multiple cloning sites PGEM -T Easy sehingga fragmen 4CL akan mudah dipisahkan dari vektor. Informasi mengenai situs enzim restriksi akan membantu memudahkan dalam memanfaatkan gen untuk rekayasa genetika. 48

67 Arabidopsis thaliana 4CL3 Arabidopsis thaliana 4CL2 Solanum tuberosum 4CL1 Glycine max 4CL2 Oryza sativa 4CL2 Pinus taeda 4CL1 Arabidopsis thaliana 4CL4 Arabidopsis thaliana 4CL1 Petroselinum crypsum 4CL1 Petroselinum 4CL2 Nicotiana tabacum 4CL2 Nicotiana tabacum 4CL1 Vanilla planifolia 4CL1 Rubus idaeus 4CL2 Glycine max 4CL1 Rubus idaeus 4CL1 Oryza sativa 4CL1 Oryza sativa 4CL3 Paraserianthes. falcataria. Gambar 20. Dendogram 4CL berdasarkan urutan nukleotida beberapa tanaman. Gambar 21. Analisis situs restriksi dengan program NEB cutter 49

68 Konstruksi vektor ekspresi fragmen gen 4CL Orientasi antisense dibuat dengan cara menambahkan situs restriksi HindIII pada primer reverse dan SalI pada primer forward untuk mengamplifikasi fragmen 4CL yang tersisip di pgemt Easy. Hasil PCR selanjutnya dipotong dengan HindIII dan SalI serta diligasikan pada pcambia 2301 yang dipotong dengan enzim yang sama (Gambar 22). Plasmid rekombinan hasil ligasi antara vektor biner pcambia 2301 dengan fragmen 4CL dengan orientasi antisense telah berhasil diintroduksikan ke dalam E. coli dan Agrobacterium tumefaciens LBA4404 sehingga dapat digunakan untuk transformasi genetik tanaman (Gambar 23). Hasil PCR pgemt-easy/4cl 5'-CCC AAG CTT TGA TCT TTC CGG GTC-3' 5'-GAG CTC TCC CAT ATG GTC GAC C-3' HindIII SalI pcambia 2301 SalI HindIII Restriksi SalI /HIndIII Restriksi SalI/HindIII Produk PCR pgemt-easy/4c L pcambia 2301 pgemt-easy/4cl ( SalI/HindIII ) pcambia 2301 ( sali/hindiii) Ligasi Sal1 pgemt-easy/4cl Hind III LB 35 S 4CL antisen NOS RB Promotor Terminator pcambia 2301/4CL antisen Gambar 22. Konstruksi vektor ekspresi fragmen gen 4CL antisense. 50

69 Pengujian keberhasilan konstruksi plasmid rekombinan fragmen gen 4CL antisen dilakukan dengan cara mengamplifikasi plasmid rekombinan yang diisolasi dari E.coli DH5α (Gambar 24A) dan keberhasilan transformasi plasmid rekombinan pada A. tumefaciens LBA4404 yang ditunjukkan dengan adanya pita DNA hasil restriksi plasmid dengan HindIII dan SalI (Gambar 24B). A B C D Gambar 23. Koloni A. tumefaciens dan E. coli. A. Koloni A. tumefaciens pcambia 2301(A), B. E. coli DH5α transforman hasil transformasi konstruk antisense fragmen gen 4Cl, C. A. tumefaciens LBA 4404, D. A. tumefaciens LBA4404 hasil transformasi konstruk antisense. A 1 Kb plus DNA ladder (bp) B 1 Kb plus DNA ladder (bp) Gambar 24. Verifikasi plasmid rekombinan. A. Pita DNA hasil amplifikasi plasmid rekombinan fragmen gen 4CL antisen pada E. coli DH5α menggunakan primer forward/sali dan primer reverse/hindiii, B. Hasil restriksi plasmid rekombinan fragmen gen 4CL antisen pada A. tumefaciens LBA4404 menggunakan HindIII dan SalI. 51

70 Kesimpulan dan Saran Fragmen cdna 4CL sengon dengan ukuran 342 bp telah diperoleh dengan menggunakan degenerate primer yang dirancang dengan teknik CODEHOP. Fragmen ini memiliki homologi tinggi dengan sekuen 4CL tanaman lain. Fragmen 4CL telah berhasil disisipkan diantara promotor 35S dan terminator NOS dengan arah terbalik di dalam vektor biner pcambia Vektor ekspresi ini telah berhasil diintroduksikan ke dalam A. tumefaciens LBA4404. Fragmen gen ini dapat digunakan untuk menekan ekspresi gen 4CL untuk menurunkan kadar lignin sengon melalui cara konstruksi antisense. 52

71 TRANSFORMASI GENETIK SENGON DENGAN FRAGMEN GEN 4-COUMARATE COA LIGASE (4CL) ANTISENSE PADA SENGON MELALUI Agrobacterium tumefaciens Abstract Recombinant DNA technology to control the expression level of genes related to lignin biosynthesis via Post Transcription Gene Silencing (PTGS) to be an alternative way of lignin content modification. Construct of antisense of 4CL gene fragmen to regulate gene expression 4CL, which is one of the key enzyme in lignin biosynthesis has been introduced into sengon to produce transgenic plants that possess low lignin content or higher S/G (Syringyl/Guaiacyl) ratio. Gene integration by using PCR method showed that 19 out of 112 transformed sengon seedling which resistant to kanamycine were transgenic seedlings. Lignin content determination of transgenic seedlings stem including histochemical assay, Klason lignin content and FTIR analysis to determine the S/G ratio indicated that two transgenic sengon seedlings namely 4CLAS-4 and 4CLAS-1 possessed lower lignin content (15.53%) and higher S/G ratio than the control. These plants also showed the best growth characteristic and normal morphological appearance. Key words: A. tumefaciens, syringyl, guaiacyl, lignin, antisense, FTIR ABSTRAK Teknologi DNA rekombinan dengan mengatur tingkat ekspresi gen-gen yang berkaitan dengan biosintesis lignin melalui Post Transcription Gene Silencing (PTGS) dapat menjadi alternatif untuk modifikasi kadar lignin. Konstruk antisense fragmen gen 4CL untuk mengatur penurunan ekspresi gen 4CL, yang merupakan salah satu enzim kunci dalam biosintesis lignin telah diintegrasikan pada sengon untuk menghasilkan bibit sengon transgenik yang memiliki kadar lignin rendah ataupun rasio siringil (S) yang lebih tinggi terhadap guaiasil (G). Hasil uji integrasi gen terhadap 112 bibit sengon yang tahan terhadap antibiotik, 19 diantaranya menunjukkan hasil uji positif. Berdasarkan pengujian lignin yang meliputi uji histokimia, kadar lignin Klason dan analisis FTIR untuk mengetahui S/G rasionya, diperoleh 2 tanaman transgenik yang memilki keunggulan rendah kadar lignin (15.53%) yaitu 4CLAS-4 dan yang memiliki rasio S/G tinggi dibanding kontrol yaitu 4CLAS-1. Kedua tanaman tersebut menunjukkan pertumbuhan yang paling baik dan morfologi yang normal. Kata kunci: Agrobacterium tumefaciens, siringil, guaiasil, lignin, antisense, FTIR 53

72 Pendahuluan Upaya di bidang silvikultur, propagasi dan perbaikan produktivitas perlu dikembangkan untuk perbaikan sifat material kayu yang sesuai dengan kebutuhan produk kehutanan. Perkembangan kegiatan penelitian terkini terkait produktivitas kehutanan yang perlu dilakukan diantaranya adalah peningkatan keseragaman sifat fisik, kimia dan mekanis, peningkatan densitas kayu, sudut mikrofibril yang lebih kecil, menurunkan atau modifikasi kadar lignin, pertumbuhan dan hasil yang lebih tinggi dengan biaya yang lebih rendah untuk per ton produk atau per ton karbon, perbaikan bentuk batang, perbaikan warna kayu sesuai kebutuhan, kelembaban yang lebih rendah yang akan berdampak pada pengurangan biaya pengangkutan, serta kayu yang lebih mudah difermentasi dengan kadar lignin lebih rendah dan selulosa yang lebih mudah dihidrolisis untuk keperluan industri biofuel etanol (Wegner et al. 2010). Diantara aspek tersebut perlu ditentukan mana yang paling sesuai dengan kebutuhan industri khususnya di Indonesia dan dalam rangka memenuhi kebutuhan pasar ekspor. Khusus untuk industri pulp dan kertas upaya menurunkan atau memodifikasi kadar lignin kayu perlu dilakukan untuk mendukung proses pulping yang lebih ekonomis dan efisien. Salah satu pohon yang banyak dimanfaatkan dalam pembangunan HTI adalah Sengon (P. falcataria (L.) Nielsen). Jenis ini banyak dikembangkan mengingat sifat fisik dasar dan sifat produknya yang sesuai untuk menghasilkan pulp, kertas, dan kayu pertukangan (Buharman & Irawati 1987). Untuk meningkatkan kualitas kayu sengon dalam industri terutama untuk pulp dibutuhkan tanaman sengon yang mengandung selulosa yang tinggi dan kadar lignin yang lebih rendah atau komposisinya yang sesuai untuk industri pulp dan kertas. Rekayasa genetika dengan penerapan teknologi DNA rekombinan merupakan teknologi alternatif untuk perbaikan tanaman dalam waktu lebih singkat dibanding teknik persilangan konvensional. Upaya mengurangi kadar lignin kayu hingga mencapai kadar tertentu (rendah) atau modifikasi untuk mengubah komposisi G/S (Guaiasil dan Siringil) lignin sehingga lebih mudah dipisahkan dari selulosa, akan sangat 54

73 menguntungkan bagi industri pengolahan pulp karena akan menghemat energi dan biaya disamping dapat menekan limbah berbahaya pada proses bleaching. Modifikasi lignin baik kadarnya secara total maupun komposisinya melalui teknologi DNA rekombinan adalah aspek yang sekitar dua dekade terakhir ini banyak dilakukan. Rekayasa metabolik melalui transformasi tanaman dengan mengatur ekspresi enzim-enzim yang berkaitan dengan biosintesis lignin dapat menurunkan kadar lignin maupun komposisinya seperti kayu yang mengandung siringil lignin tinggi yang dapat meningkatkan proses efisiensi pulping secara kimia. Lignin kayu terdiri dari unit siringil dan atau guaiasil yang terikat melalui rangkaian ikatan eter dan karbon-karbon. Ikatan eter β-o-4 merupakan yang banyak ditemukan pada lignin dan bersifat labil sehingga menjadi target pada proses delignifikasi (Lapierre et al. 1999). Di sisi lain, ikatan karbon-karbon terutama ikatan bifenil 5-5 yang terdapat hanya pada unit guaiasil bersifat resisten. Dengan demikian modifikasi kadar dan komposisi sub unit lignin kayu yang tentu saja pada batas yang masih dapat mendukung pertumbuhan, struktur pohon serta daya tahan terhadap serangan penyakit akan sangat menguntungkan industri pulp ditinjau dari segi efisiensi proses yaitu waktu dan penggunaan bahan pelerai selulosa serta proses bleaching. Terkait dengan upaya penurunan kadar lignin kayu sengon melalui rekayasa genetika, dilakukan transformasi konstruk antisense fragmen gen 4CL yang merupakan salah satu enzim kunci dalam biosintesis lignin terhadap buku kotiledon sengon melalui A. tumefaciens. Konstruk gen tersebut telah diperoleh pada tahap percobaan sebelumnya yaitu kloning molekuler dan konstruksi antisense fragmen gen penyandi 4-coumarate: Coenzyme A ligase sengon yang diharapkan dapat mempengaruhi biosintesis lignin. Kadar lignin dapat diturunkan dengan mengekspresikan gen 4CL antisense. Vektor ekspresi frgamen gen 4CL antisense telah berhasil diintroduksikan sebelumnya. Transformasi genetik pada tanaman dengan menggunakan A. tumefaciens, jenis dan umur fisiologis eksplan merupakan faktor penting dalam teknik transformasi genetik tumbuhan karena berpengaruh pada efisiensi transformasi dan perkembangan eksplan secara in vitro. Target transformasi sebaiknya adalah 55

74 sel-sel dari jaringan yang kompatibel dan regeneratif. Salah satu jaringan target yang sering digunakan dalam transformasi genetik pada tumbuhan keluarga legum adalah nodal kotiledon (Mahmoudian et al. 2002, Saini et al. 2003, Anuradha et al. 2006) karena cukup regeneratif dan dilaporkan memiliki kemampuan multiplikasi tunas yang baik pada kultur in vitro tumbuhan (Shyamkumar et al. 2003; Rajeswari & Paliwal 2006). Selain itu transformasi sengon dengan menggunakan bahan nodal kotiledon telah berhasil pula dilakukan untuk gen xiloglukanase (Rahayuningsih 2008). Penelitian ini bertujuan untuk merakit tanaman sengon transgenik yang mempunyai karakteristik rendah lignin ataupun rasio siringil yang lebih tinggi dengan introduksi konstruk vektor biner fragmen gen (4CL) dengan orientasi antisense. Bahan dan Metode Bahan tanaman Eksplan yang digunakan untuk transformasi adalah nodal kotiledon kecambah in vitro sengon asal Kebun Botani Serpong yang berumur 10 hari. Selanjutnya sebanyak 800 eksplan ditransformasi dengan konstruk antisense fragmen gen 4CL antisense, ditumbuhkan pada media induksi tunas yang mengandung agen penyeleksi yaitu kanamisin. A. tumefaciens strain LBA4404 digunakan untuk transformasi genetik sengon. Persiapan kultur bakteri A. tumefaciens pembawa vektor biner rekombinan Persiapan kultur bakteri dilakukan dengan mengkultur koloni tunggal A.tumefaciens pada media LB yang mengandung 50 mg/l. kanamisin dan diinkubasi pada incubator shaker pada kecepatan 150 rpm dengan suhu 28 C selama 24 jam. Selanjutnya kultur bakteri yang telah mencapai OD disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm pada 4 C selama 10 menit. Pelet yang diperoleh selanjutnya dicuci dengan air steril dan disentrifugasi kembali sebelumnya selama 10 menit. Pencucian dilakukan sebanyak 3 kali untuk menghilangkan antibiotik pada kultur bakteri. Pelet bakteri yang telah dicuci sebanyak 3 kali ditambah air steril hingga mencapai OD dan digunakan untuk transformasi. 56

75 Transformasi konstruk antisense fragmen gen 4CL pada nodal kotiledon sengon dan seleksi tanaman putatif transgenik Transformasi dilakukan dengan merendam nodal kotiledon sengon pada larutan bakteri A. tumefaciens yang membawa konstruk antisen fragmen 4 CL selama 10 menit. Selanjutnya eksplan dikeringkan dengan cara menyerap larutan kultur bakteri pada kertas tissu khusus yang telah disterilisasi dan dikokultivasi pada media ½ MS (Murashige & Skoog) selama satu malam. Seleksi eksplan putatif transgenik dilakukan dengan cara memindahkan eksplan dari media kokultivasi pada media seleksi yaitu media MS yang mengandung 1 mg/l TDZ serta 300 mg/l kanamisin dan 100 mg/l cefotaksim. Selanjutnya diamati perkembangan eksplan serta pembentukan tunas majemuk pada media seleksi. Pemindahan eksplan pada media seleksi yang baru hingga eksplan membentuk tunas majemuk dilakukan setiap 2 minggu sekali, sedangkan pemindahan eksplan pada media seleksi baru pada tahap pendewasaan tunas dilakukan setiap 1 bulan sekali. Tunas yang bertahan pada media seleksi selanjutnya dipindahkan pada media perakaran yang tetap mengandung agen penyeleksi kanamisin tetapi kadarnya lebih rendah yaitu media ½ MS yang ditambah dengan 50 mg/l kanamisin. Planlet hasil regenerasi in vitro yang berupa tanaman utuh yang tahan pada media seleksi selanjutnya diaklimatisasi pada media tanam dalam polibag yang berupa tanah, pasir dan kompos dengan perbandingan 1:1:1 selama 3 minggu setelah sebelumnya planlet dibersihkan dari sisa media dan direndam dalam air selama 30 menit. Untuk menghidari dehidrasi planlet, polibag ditutup dengan plastik transparan. Setelah 3 minggu, planlet yang menunjukkan pertumbuhan yang baik pada masa inkubasi selanjutnya dibuka penutup plastiknya dan dipelihara untuk diamati perkembangannya lebih lanjut. Pemeliharan tanaman dilakukan di rumah kaca khusus yaitu rumah kaca Fasilitas Uji Terbatas (FUT). Uji Integrasi dengan PCR Uji integrasi terhadap tanaman putatif transgenik yang dipelihara di rumah kaca FUT (Fasilitas Uji Terbatas), dilakukan melalui teknik PCR menggunakan 57

76 primer spesifik untuk gen ketahanan kanamisin (NPT II). Isolasi DNA tanaman dilakukan dengan metode CTAB Gillies et a. (1997) yang telah dimodifikasi. Isolasi DNA Isolasi DNA tanaman dilakukan dengan menggunakan metode CTAB berdasarkan Gillies et al. (1997) dengan modifikasi. Bahan tanaman yang akan diisolasi yaitu berupa daun sebanyak gram dimasukkan ke dalam tabung mikro ukura 1.5 ml. Penggerusan dilakukan dengan menambahkan nitrogen cair pada tabung yang berisi sampel dan disertai dengan penambahan sedikit PVP. Penggerusan dilakukan dengan menggunakan penggerus plastik steril secara cepat dan terus menerus sampai bahan menjadi serbuk yang halus. Kemudian dilakukan penambahan 600 µl buffer pengekstrak CTAB yang mengandung mercaptoetanol 0.2 % (v/v). Suspensi diinkubasi di dalam waterbath pada suhu 65 O C selama 1 jam sambil dibolak-balik perlahan-lahan selama beberapa kali dan kemudian didinginkan pada suhu ruang selama 5 menit. Selanjutnya diekstraksi dengan 600 µl klorofom: oktanol (24:1 dicampur perlahan-lahan hingga merata hingga homogen. Selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 8000 rpm pada 4 o C selama 15 menit. Proses ekstransi dilakukan sebanyak 3 kali. Pengendapan DNA dilakukan dengan menambahkan 3 kali volume etanol absolut tehadap fase cair yaitu bagian atas tahap ekstraksi kloroform:oktanol dan disimpan pada -20 o C selama 1 malam. Selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan rpm pada 4 o C selama 20 menit, supernatan dibuang dan pelet dicuci dengan cara menambahkan 70% etanol sebanyak 1 ml dan disentrifugasi kembali dengan kecepatan rpm pada selama 4 o C selama 5 menit. DNA genom yang diperoleh dikering-anginkan pada suhu ruang selama 30 menit, ditambah dengan air bebas RNAse dan disimpan pada suhu -20 o C hingga digunakan untuk percobaan selanjutnya Reaksi PCR Sebanyak 17,5 µl akuades steril dimasukkan ke dalam tabung propilen 500 µl dan diikuti berturut-turut dengan 2,5 µl PCR buffer 10 X; 1 µl MgCl2 25 mm; 0,5µl dntp mix 2,5 mm, 1 µl DNA template; 1 µl forward primer;1 µl reverse 58

77 primer; dan 1 unit Taq polymerase. Kondisi PCR yang digunakan adalah pra PCR pada suhu 94 o C selama 5 menit, denaturasi untuk siklus dilakukan pada suhu 94 o C selama 30 detik, kemudian diikuti dengan annealing pada suhu 56 o C selama 1 menit dan elongasi pada suhu 72 o C selama 2 menit. Siklus ini diulang sebanyak untuk 30 kali dan diikuti dengan pasca PCR pada suhu 72 o C selama 10 menit. Visualisasi produk PCR dilakukan dengan cara elektroforesis pada 1.5 % gel agarose dengan voltase 50 Volt dan selanjutnya direndam dengan larutan ethidium bromida dan diamati diatas UV transiluminator. Uji kadar lignin, histokimia dan komposisi sub unit sringil dan guaiasil lignin bibit sengon transgenik hasil transformasi Uji histokimia, kadar lignin Klason dan komposisi sub unit siringil dan guaisasil lignin berturut-turut dilakukan terhadap sebanyak 10,7 dan 4 individu bibit sengon transgenik usia 4 bulan. Metoda uji histokima dan kadar lignin klason dilakukan dengan cara yang sama seperti pada percobaan terdahulu yaitu analisis kuantitatif lignin sengon dari berbagai daerah serta uji histokimia lignin bibit dan sengon dewasa (P. falcataria). Uji komposisi sub unit siringil dan guaiasil dilakukan terhadap isolat lignin Klason dengan cara analisis pencirian gugus fungsi gugus fungsi menggunakan spektrofotometer FTIR (Fourier Transform Infra Red Spectroskopi). Sebanyak 1 mg lignin dicampur dengan 300 mg KBr, dibuat pellet dan selanjutnya dianalisis dengan spektrofotometer FTIR Bruker jenis tensor 37. Hasil dan Pembahasan Transformasi dan regenerasi tanaman Fragmen gen 4CL antisense telah berhasil diintroduksikan ke dalam sengon melalui ko-kultivasi A. tumefaciens dengan nodal kotiledon dari kecambah berumur 10 hari. Pemilihan jenis dan umur eksplan yang digunakan untuk transformasi adalah berdasarkan penelitian mengenai transformasi gen xyloglukanase pada nodal kotiledon sengon dengan efisiensi transformasi sebesar 1.58% (Rahayuningsih 2008). 59

78 Induksi tunas dan regenerasi nodal kotiledon dilakukan pada media MS yang mengandung 1 mg/l TDZ yang merupakan media terbaik berdasarkan percobaan sebelumnya yaitu induksi embriogenesis dari aksis embrio dan induksi tunas dari buku kotiledon sengon yang dapat menghasilkan sekitar 5 tunas majemuk per nodal kotiledon. Selain itu tunas yang tumbuh dapat diregenerasikan lebih lanjut menjadi tanaman utuh. Kalus embriogenik merupakan material yang ideal sebagai bahan untuk transformasi genetik karena berasal dari single sel serta memiliki kesesuaian antara frekuensi regenerasi dan transgenesis yang sangat tinggi. Walaupun kesesuaian frekuensi regenerasi dan transgenesis transformasi dari tunas adventif tidak setinggi kalus embriogenik, penggunaan tunas adventif diantaranya yang dapat dinduksi dari nodal kotiledon, untuk transformasi masih dapat menghasilkan frekuensi transgenesis yang tinggi dibanding dari tunas pucuk. Konsekuensinya adalah jumlah material yang ditransformasi untuk tunas adventif harus jauh lebih banyak dibanding kalus embriogenik. Percobaan pemilihan konsentrasi kanamisin yang optimum dapat digunakan sebagai media seleksi dilakukan pada media yang mengandung konsentrasi kanamisin 100, 200, 300, 400, 500 dan 600 mg/l. Media dengan konsentrasi kanamisin yang menunjukkan 20% eksplan yang bertahan hidup hingga minggu ke empat adalah media dengan konsentrasi kanamisin 300 mg/l merupakan media yang optimum untuk seleksi (data tidak ditampilkan). Penentuan konsentrasi antibiotik yang tepat sebagai media seleksi sangat diperlukan karena respon setiap tanaman terhadap antibiotik kanamisin berbedabeda. Dari penelitian optimasi media seleksi ini, dihasilkan bahwa antibiotik kanamisin dengan konsentrasi 300 mg/l dapat digunakan sebagai konsentrasi minimal yang dapat menghambat pertumbuhan dan merupakan konsentrasi lethal minimum pada eksplan nodal kotiledon sengon, sehingga kanamisin dengan konsentrasi tersebut dapat digunakan untuk menyeleksi kultur nodal kotiledon sengon yang ditransformasi dengan frgamen gen 4CL antisense. Proses seleksi eksplan transgenik putatif dalam penelitian ini dilakukan secara bertingkat pada tahap induksi tunas dan perakaran. Penurunan konsentrasi antibiotik dilakukan untuk menurunkan stres yang dialami oleh jaringan eksplan 60

79 setelah perlakuan transformasi. Keadaan ini memberikan kesempatan jaringan eksplan yang ditransformasi untuk tumbuh dan beregenerasi, karena agen penyeleksi selain menghambat sel-sel atau jaringan yang tidak tertransformasi juga dapat memperlambat pertumbuhan sel-sel atau jaringan transforman (Sisharmini et al. 2002). Tunas majemuk yang bersifat transgenik putatif yang tahan pada media seleksi ditunjukkan dengan warna tunas yang hijau segar dan berkembang secara normal. Sebagian besar eksplan hasil transformasi tidak dapat bertahan pada media seleksi yang ditunjukkan dengan tidak terbentuknya tunas adventif dan terjadinya nekrotik pada jaringan eksplan yang dimulai sejak minggu ke 2 (Gambar 26B dan 26C). Tunas-tunas transgenik putatif yang berkembang lebih lanjut dan dipelihara pada media seleksi setelah dipisahkan dari kelompok tunas-tunas majemuk, dapat membentuk akar pada minggu ke 8 dan dapat diaklimatisasi pada minggu ke 12. Penggunaan eksplan nodal kotiledon pada percobaan ini memerlukan waktu regenerasi yang lebih singkat dibanding induksi tunas secara organogenesis dari hipokotil pada transformasi sengon dengan gen selulase yang membutukan waktu selama 6 bulan (Hartati et al. 2008b). Sebanyak 112 bibit sengon transgenik putatif telah dihasilkan dari 800 eksplan yang ditransformasi (Tabel 5). Uji integrasi gen dengan PCR menggunakan primer spesifik gen NPTII (penyandi ketahanan terhadap kanamisin) menunjukkan hasil PCR positif yaitu adanya pita DNA hasil amplifikasi yang berukuran 700 bp pada 19 tanaman yang tahan pada media seleksi (Gambar 25). Dengan demikian diperoleh efiseiensi transformasi pada penelitian ini adalah sebesar 2.37%. Hasil tersebut lebih tinggi dibanding dengan transformasi eksplan hipokotil sengon menggunakan gen selulase yang efisensi transformasinya 1.75% (Hartati et al. 2008). Efiseinsi transformasi pada kelompok tanaman kehutanan lain dari famili akasia adalah 5% untuk transformasi Acacia mangium dengan gen penanda NPTII (Xie & Hong 2002), 1.6% untuk transformasi A. sinuata dengan gen penanda ketahanan terhadap herbisida (Vengadesan et al. 2006), dan 7% untuk transformasi A. crasicarpa dengan konstruk antisen Pt4CL1 (Yang et al. 2008). 61

80 Pertumbuhan tanaman transgenik pada media tanah di rumah kaca FUT menunjukkan profil pertumbuhan yang normal sebagaimana tanaman kontrolnya baik pada umur 2 bulan maupun pada umur 4 bulan saat tanaman digunakan untuk analsis komposisi lignin (Gambar 27F dan Gambar 26.), demikian pula dengan morfologi daunnya (Gambar 28). Kontrol Hasil transformasi 1 kb ladder Hasil transformasi 1 kb ladder bp Gambar 25. Hasil PCR tanaman sengon hasil transformasi fragmen gen 4CL antisen dengan primer NPTII. Tabel 5. Efisiensi hasil transformasi konstruk antisense 4CL pada sengon berdasarkan PCR. Parameter uji efiesiensi Jumlah Jumlah eksplan yang ditransformasi 800 Jumlah eksplan tahan pada media 112 seleksi kanamisin Jumlah eksplan positif PCR gen 19 NPT II Efisiensi hasil transformasi 2.37% 62

81 A B C. D kontrol antisen 4CL E F Kontrol antisen 4CL Gambar 26. Tanaman yang tahan pada media seleksi yang mengandung kanamisin 300 mg/l. A. tahap awal induksi tunas umur 1 minggu, B. seleksi eksplan di media seleksi pada umur 2 minggu, C. pembentukan tunas majemuk yang tahan pada media seleksi pada umur 4 minggu, D. pendewasaan tunas, E. planlet siap aklimatisasi pada umur 12 minggu, F. bibit sengon hasil transformasi konstruk antisense 4CL yang ditumbuhan pada media tanah pada umur 2 bulan setelah tanam. 63

82 4CLAS-4 4CLAS-5 K1 K2 Gambar 27. Tanaman transgenik sengon umur 4 bulan yang mengandung fragmen gen 4CL antisen yang digunakan untuk analisis komposisi lignin. Kontrol 4CL antisen Kontrol 4CL antisen Gambar 28. Morfologi daun sengon transgenik yang mengandung fragmen gen 4CL antisense dan kontrol. Analisis pertumbuhan, histokimia dan kadar lignin bibit sengon transgenik Berdasarkan parameter tinggi dan diameter batang, beberapa nomor tanaman transgenik tumbuh lebih baik dibanding tanaman kontrol (Gambar 29). Kisaran tinggi batang dan diameter tanaman transgenik umur 4 bulan berturutturut adalah 4 47 cm dan mm, sedangkan untuk kontrol adalah 7 31 cm 64

83 dan cm. Nomor-nomor tanaman transgenik yang paling baik pertumbuhannya adalah tanaman transgenik dengan kode 4CLAS- 1 dan 4CLAS- 4 sedangkan yang pertumbuhannya paling lambat adalah 4CLAS-3. Selain morfologi dan pertumbuhan yang normal, sebagian besar bentuk, warna batang dan warna irisan melintang mikroskopis tanpa pewarnaan batang bibit sengon transgenik pun sama dengan kontrol (Gambar 31 dan 30), walaupun ada beberapa tanaman yang cenderung kerdil seperti tanaman dengan kode 4CLAS-3, 4CLAS- 11 dan 4CLAS-36. Hal serupa terjadi pula pada beberapa tanaman transgenik yaitu poplar dengan down regulasi ekspresi caffeic acid O-methyltransferase (Jouanin et al. 2000), Arabidopsis thaliana down regulasi cinnamoyl CoA reductase (Goujon et al. 2003) dan Pinus radiata down regulasi 4-coumarate-CoA ligase (Wagner, 2009) yang menunjukkan fenotifik kerdil ataupun bentuk sel morfologi sel yang tidak normal. Pewarnaan histokimia lignin dengan phloroglucinol HCL irisan melintang batang bibit sengon transgenik secara umum menunjukkan perbedaan dibanding kontrol memiliki intensitas warna yang lebih muda terutama tampak jelas pada tanaman dengan kode 4CLAS-5. Selain itu luasan area pewarnaan pun pada beberapa tanaman berbeda dibandingkan kontrol yaitu pada bagian tengah tidak bereaksi dengan pewarna yaitu pada 4CLAS-8, 9, 11 dan 14 (Gambar 31). Luasan pewarnaan yang paling kecil yaitu pada 4CLAS-11 yang diindikasikan dengan pertumbuhan yang paling lambat pula. Hal ini diduga tanaman tersebut memilki kadar lignin yang sangat rendah sehingga mengganggu pertumbuhan pohon, akan tetapi jaringan kayu dari tanaman 4CLAS-11 belum dapat dianalisis kadar ligninnya secara kuantitatif karena jumlah sampel yang diperkirakan tidak mencukupi untuk analisis. 4CLAS-9 4CLAS-4 4CLAS-5 K1 K2 Gambar 29. Batang sengon transgenik antisense 4CL dan kontrol. 65

84 A B Gambar 30. Tinggi dan diameter tanaman sengon hasil transformasi dengan fragmen gen 4CL antisen dan kontrol pada umur 4 bulan. A. tinggi tanaman, B. Diameter batang. Analisis kadar lignin batang bibit sengon transgenik dengan metoda Klason dilakukan terhadap tujuh tanaman yang bobot jaringan kayunya mencukupi untuk analisis yaitu 4CLAS-1, 2, 4, 5, 6, 9 dan 12. Kisaran dan ratarata kadar lignin tanaman transgenik berkisar antara % dengan ratarata %, sedangkan kisaran dan rata-rata kadar lignin tanaman kontrolnya 66

85 adalah % dan rata-ratanya sebesar 28.53%. Dengan demikian kadar lignin tanaman transgenik lebih rendah dibandingkan kontrol dengan tingkat penurunan kadar lignin terhadap control adalah % (Tabel 6). Tabel 6. Kadar lignin sengon hasil transformasi konstruk antisense 4CL dan kontrol Sampel Kontrol K1 K2 K3 K4 Kadar lignin (%) Penurunan kadar lignin dibanding kontrol Rata-rata Transgenik Rata-rata Tanaman dengan tingkat penurunan tertinggi adalah 4CLAS-4 yang memiliki kadar lignin terendah yaitu 15.53%. Nilai kadar lignin ini lebih rendah dibanding kisaran kadar lignin yang diuji pada kayu sengon dewasa dari berbagai daerah yaitu %). Selain memiliki kadar ligninnya paling rendah, tanaman 4CLAS-4 menunjukkan pertumbuhan paling baik diantara tanman transgenik lainnya dan jauh lebih baik dibanding tanaman kontrol, sehingga tanaman ini berpotensi sebagai bibit unggul sengon rendah lignin yang diharapkan produktivitasnya akan tinggi pula. Walaupun demikian hal ini masih berupa dugaan awal karena masih perlu diamati pertumbuhannya lebih lanjut dan analisis sifat fisika dan kimia lainnya seperti kadar selulosa dan kekuatan mekanisnya. Telah dilaporkan pula bahwa penurunan lignin yang terlalu drastis hingga tinggal 8% saja pada P. radiata yang ditransformasi dengan konstruk RNAi gen 4CL mengakibatkan fenotipe tanaman yang kerdil yang disebut dengan 67

86 bonsai tree-like. Walaupun upaya menurunkan kadar lignin perlu dilakukan untuk memperoleh bahan baku kayu yang lebih efisien untuk proses pulping, perkembangan dan morfologi tanaman yang normal tetap menjadi acuan untuk pemilihan nomor-nomor tanaman transgenik yang akan dipilih untuk pengembangan lebih lanjut. K1 4CLAS-8 4CLAS-11 4CLAS-14 K1 K2 4CLAS-1 4CLAS-2 4CLAS-4 4CLAS-5 4CLAS-6 4CLAS-8 4CLAS-9 4CLAS-11 4CLAS-12 4CLAS-14 Gambar 31. Uji histokimia lignin bagian tengah batang bibit sengon transgenik dan kontrol. Selain kadarnya, komposisi sub unit penyusun lignin pun perlu diperhatikan karena sanagt berpengaruh pada efisiensi pulping. Kayu dengan rasio siringil yang lebih tinggi akan lebih menguntungkan karena lebih reaktif dalam 68

PEMBAHASAN UMUM Teknologi DNA rekombinan sebagai alternatif pemuliaan pohon kehutanan untuk modifikasi lignin.

PEMBAHASAN UMUM Teknologi DNA rekombinan sebagai alternatif pemuliaan pohon kehutanan untuk modifikasi lignin. PEMBAHASAN UMUM Teknologi DNA rekombinan sebagai alternatif pemuliaan pohon kehutanan untuk modifikasi lignin. Teknologi DNA rekombinan dapat menjadi alternatif sebagai metoda mutasi genetik terarah untuk

Lebih terperinci

ANALISIS KUANTITATIF DAN UJI HISTOKIMIA LIGNIN SENGON (Paraserianthes falcataria)

ANALISIS KUANTITATIF DAN UJI HISTOKIMIA LIGNIN SENGON (Paraserianthes falcataria) ANALISIS KUANTITATIF DAN UJI HISTOKIMIA LIGNIN SENGON (Paraserianthes falcataria) Abstract The presence of lignin in plant cells is a factor limiting the efficiency of processing lignocellulosic materials

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sengon atau Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen [Syn. Albizia falcataria

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sengon atau Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen [Syn. Albizia falcataria BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Sengon Sengon atau Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen [Syn. Albizia falcataria (L.) Fosberg] termasuk suku Mimosaceae (petai-petaian) (Lemmens, 1994). Di Indonesia,

Lebih terperinci

diregenerasikan menjadi tanaman utuh. Regenerasi tanaman dapat dilakukan baik secara orgnogenesis ataupun embriogenesis (Sticklen 1991; Zhong et al.

diregenerasikan menjadi tanaman utuh. Regenerasi tanaman dapat dilakukan baik secara orgnogenesis ataupun embriogenesis (Sticklen 1991; Zhong et al. PENDAHULUAN Perbaikan suatu sifat tanaman dapat dilakukan melalui modifikasi genetik baik dengan pemuliaan secara konvensional maupun dengan bioteknologi khususnya teknologi rekayasa genetik (Herman 2002).

Lebih terperinci

GENETIKA DASAR Rekayasa Genetika Tanaman. Definisi. Definisi. Definisi. Rekayasa Genetika atau Teknik DNA Rekombinan atau Manipulasi genetik

GENETIKA DASAR Rekayasa Genetika Tanaman. Definisi. Definisi. Definisi. Rekayasa Genetika atau Teknik DNA Rekombinan atau Manipulasi genetik Definisi GENETIKA DASAR Rekayasa Genetika Tanaman Oleh: Dr. Ir. Dirvamena Boer, M.Sc.Agr. HP: 081 385 065 359 e-mail: dirvamenaboer@yahoo.com Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo, Kendari Dipublikasi

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Konstruksi plasmid biner pmsh1-lisozim Konstruksi plasmid biner dilakukan dengan meligasi gen lisozim ayam dan pmsh1. Plasmid hasil ligasi berukuran 13.449 pb (Gambar 5A kolom

Lebih terperinci

PENYISIPAN GEN FITASE PADA TEBU (Saccharum officinarum) VARIETAS PS 851 DAN PA 198 DENGAN PERANTARA Agrobacterium tumefaciens GV 2260

PENYISIPAN GEN FITASE PADA TEBU (Saccharum officinarum) VARIETAS PS 851 DAN PA 198 DENGAN PERANTARA Agrobacterium tumefaciens GV 2260 PENYISIPAN GEN FITASE PADA TEBU (Saccharum officinarum) VARIETAS PS 851 DAN PA 198 DENGAN PERANTARA Agrobacterium tumefaciens GV 2260 ADE NENA NURHASANAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lignin Lignin merupakan komponen dinding sel tumbuhan berupa fenolik heteropolimer yang dihasilkan dari rangkaian oksidatif di antara tiga unit monomer penyusunnya yaitu p-coumaryl,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 46 HASIL DAN PEMBAHASAN Komponen Non Struktural Sifat Kimia Bahan Baku Kelarutan dalam air dingin dinyatakan dalam banyaknya komponen yang larut di dalamnya, yang meliputi garam anorganik, gula, gum, pektin,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data yang diperoleh dari Kementerian

I. PENDAHULUAN. meningkat dari tahun ke tahun. Menurut data yang diperoleh dari Kementerian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Kertas merupakan salah satu kebutuhan yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan yang dilakukan manusia. Hal ini ditunjukan dari tingkat konsumsinya yang makin

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI MELASTOMA TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN DAN HIGROMISIN SECARA IN VITRO NANI SUMARNI

PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI MELASTOMA TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN DAN HIGROMISIN SECARA IN VITRO NANI SUMARNI PERTUMBUHAN DAN TOLERANSI MELASTOMA TERHADAP ANTIBIOTIK KANAMISIN DAN HIGROMISIN SECARA IN VITRO NANI SUMARNI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. LIGNOSELULOSA Lignoselulosa merupakan bahan penyusun dinding sel tanaman yang komponen utamanya terdiri atas selulosa, hemiselulosa, dan lignin (Demirbas, 2005). Selulosa adalah

Lebih terperinci

TRANSFORMASI GENETIK JATROPHA CURCAS DENGAN GEN PEMBUNGAAN Hd3a PADI

TRANSFORMASI GENETIK JATROPHA CURCAS DENGAN GEN PEMBUNGAAN Hd3a PADI Seminar Hasil Penelitian IPB 2009 Bogor, 22-23 Desember 2009 TRANSFORMASI GENETIK JATROPHA CURCAS DENGAN GEN PEMBUNGAAN Hd3a PADI Suharsono Yohana Sulistyaningsih Utut Widyastuti P t P liti S b d H ti

Lebih terperinci

STUDI HOMOLOGI DAERAH TERMINAL-C HASIL TRANSLASI INSCRIPTO BEBERAPA GEN DNA POLIMERASE I

STUDI HOMOLOGI DAERAH TERMINAL-C HASIL TRANSLASI INSCRIPTO BEBERAPA GEN DNA POLIMERASE I STUDI HOMOLOGI DAERAH TERMINAL-C HASIL TRANSLASI INSCRIPTO BEBERAPA GEN DNA POLIMERASE I T 572 MUL ABSTRAK DNA polimerase merupakan enzim yang berperan dalam proses replikasi DNA. Tiga aktivitas yang umumnya

Lebih terperinci

REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA SKRIPSI.

REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA SKRIPSI. REGENERASI TANAMAN SENGON (Albizia falcataria) MELALUI MULTIPLIKASI TUNAS AKSILAR DENGAN PENGGUNAAN KOMBINASI ZPT DAN AIR KELAPA SKRIPSI Oleh: RAHADI PURBANTORO NPM : 0825010009 PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dalam Hutan Tanaman adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dalam Hutan

Lebih terperinci

VI. PEMBAHASAN UMUM Rhizobium Sebagai Agen Tranformasi Genetika Alternatif

VI. PEMBAHASAN UMUM Rhizobium Sebagai Agen Tranformasi Genetika Alternatif VI. PEMBAHASAN UMUM Rhizobium Sebagai Agen Tranformasi Genetika Alternatif Transformasi genetika merupakan teknik yang rutin digunakan saat ini untuk mentransfer berbagai sifat penting pada tanaman dan

Lebih terperinci

DESAIN DAN SINTESIS AMINA SEKUNDER RANTAI KARBON GENAP DARI ASAM KARBOKSILAT RANTAI PANJANG RAHMAD FAJAR SIDIK

DESAIN DAN SINTESIS AMINA SEKUNDER RANTAI KARBON GENAP DARI ASAM KARBOKSILAT RANTAI PANJANG RAHMAD FAJAR SIDIK DESAIN DAN SINTESIS AMINA SEKUNDER RANTAI KARBON GENAP DARI ASAM KARBOKSILAT RANTAI PANJANG RAHMAD FAJAR SIDIK SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN TENTANG TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

Mayor Bioteknologi Tanah Dan Lingkungan

Mayor Bioteknologi Tanah Dan Lingkungan Mayor Bioteknologi Tanah Dan Lingkungan Kurikulum Program Magister Sains Kode Mata Kuliah SKS Semester Mata Kuliah Wajib SPs (6 SKS) PPS 500 Bahasa Inggris 3(3-0) Genap STK 511 Analisis Statistik 3(2-2)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Konstruksi vektor over-ekspresi gen OsWRKY 1.1 Amplifikasi dan purifikasi fragmen gen OsWRKY76

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Konstruksi vektor over-ekspresi gen OsWRKY 1.1 Amplifikasi dan purifikasi fragmen gen OsWRKY76 HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan rekayasa genetik tanaman keberhasilannya tergantung pada beberapa hal, diantaranya adalah gen yang akan diintroduksikan, metode transformasi, sistem regenerasi tanaman dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Lignin Klason Lignin Klason merupakan residu reaksi hidrolisis kayu yang mendegradasi dan melarutkan polisakarida kayu dengan menggunakan asam sulfat 72% (Yasuda et al.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan pulp dan kertas Indonesia terus

I. PENDAHULUAN. penting dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan pulp dan kertas Indonesia terus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Kertas merupakan salah satu produk turunan selulosa yang memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Kebutuhan pulp dan kertas Indonesia terus mengalami

Lebih terperinci

PRAKATA. merupakan laporan hasil penelitian mengenai Inventarisasi Jamur Pelapuk Putih

PRAKATA. merupakan laporan hasil penelitian mengenai Inventarisasi Jamur Pelapuk Putih PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini merupakan laporan hasil penelitian mengenai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian Empat Jenis Kayu Rakyat berdasarkan Persentase Kehilangan Bobot Kayu Nilai rata-rata kehilangan bobot (weight loss) pada contoh uji kayu sengon, karet, tusam,

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN BAKU CAMPURAN BATANG TERHADAP KUALITAS PULP DAN KERTAS KAYU LEDA (Eucalyptus deglupta Blume) DENGAN PROSES KRAFT

PENGARUH KOMPOSISI BAHAN BAKU CAMPURAN BATANG TERHADAP KUALITAS PULP DAN KERTAS KAYU LEDA (Eucalyptus deglupta Blume) DENGAN PROSES KRAFT PENGARUH KOMPOSISI BAHAN BAKU CAMPURAN BATANG TERHADAP KUALITAS PULP DAN KERTAS KAYU LEDA (Eucalyptus deglupta Blume) DENGAN PROSES KRAFT HENNI ARRYATI Program Studi Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman. Tipe asosiasi biologis antara mikroorganisme endofit dengan tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. tanaman. Tipe asosiasi biologis antara mikroorganisme endofit dengan tanaman TINJAUAN PUSTAKA Mikroorganisme Endofit Endofit merupakan asosiasi antara mikroorganisme dengan jaringan tanaman. Tipe asosiasi biologis antara mikroorganisme endofit dengan tanaman inang bervariasi mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sengon (Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes)

BAB I PENDAHULUAN. Sengon (Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sengon (Falcataria moluccana (Miq.) Barneby & J.W. Grimes) merupakan tanaman fast growing, yaitu memiliki pertumbuhan yang relatif cepat, masa panen yang pendek, teknik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sampai ke pengemasan (Syafii, 2000). Seiring dengan meningkatnya jumlah

I. PENDAHULUAN. sampai ke pengemasan (Syafii, 2000). Seiring dengan meningkatnya jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Kertas merupakan salah satu kebutuhan penting, mulai dari dunia pendidikan, sampai ke pengemasan (Syafii, 2000). Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase

BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase Abstrak Jamur pelapuk putih merupakan mikroorganisme yang mampu mendegradasi lignin pada proses pelapukan kayu. Degradasi lignin melibatkan aktivitas enzim

Lebih terperinci

REKAYASA GENETIKA. By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si

REKAYASA GENETIKA. By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si REKAYASA GENETIKA By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si Dalam rekayasa genetika DNA dan RNA DNA (deoxyribonucleic Acid) : penyimpan informasi genetika Informasi melambangkan suatu keteraturan kebalikan dari entropi

Lebih terperinci

PROSPEK PENGGUNAAN KAYU RENDAH LIGNIN HASIL TEKNOLOGI DNA UNTUK PROSES PULPING YANG EFISIEN DAN RAMAH LINGKUNGAN

PROSPEK PENGGUNAAN KAYU RENDAH LIGNIN HASIL TEKNOLOGI DNA UNTUK PROSES PULPING YANG EFISIEN DAN RAMAH LINGKUNGAN N. Sri Hartati : Prospek Penggunaan Kayu Rendah Lignin Hasil Teknologi DNA untuk Proses.. PROSPEK PENGGUNAAN KAYU RENDAH LIGNIN HASIL TEKNOLOGI DNA UNTUK PROSES PULPING YANG EFISIEN DAN RAMAH LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BIOTEKNOLOGI TUMBUHAN

BIOTEKNOLOGI TUMBUHAN BIOTEKNOLOGI TUMBUHAN Emil Riza Pratama (1308104010039) Fitria (1308104010013) Jamhur (1308104010030) Ratna sari (308104010005) Wilda Yita (1308104010012) Vianti Cintya Putri (1308104010015) Latar Belakang

Lebih terperinci

PENGARUH RASIO CAIRAN PEMASAK (AA CHARGE) PADA PROSES PEMBUATAN PULP DARI KAYU SENGON (ALBIZIA FALCATARIA ) TERHADAP KUALITAS PULP

PENGARUH RASIO CAIRAN PEMASAK (AA CHARGE) PADA PROSES PEMBUATAN PULP DARI KAYU SENGON (ALBIZIA FALCATARIA ) TERHADAP KUALITAS PULP PDFaid.com PENGARUH RASIO CAIRAN PEMASAK (AA CHARGE) PADA PROSES PEMBUATAN PULP DARI KAYU SENGON (ALBIZIA FALCATARIA ) TERHADAP KUALITAS PULP Diajukan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan Pendidikan

Lebih terperinci

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan:

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan: Materi Kuliah Bioteknologi Pertanian Prodi Agroteknologi Pertemuan Ke 9-10 TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN Ir. Sri Sumarsih, MP. Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.ac.id

Lebih terperinci

REKAYASA GENETIKA ( VEKTOR PLASMID )

REKAYASA GENETIKA ( VEKTOR PLASMID ) MAKALAH REKAYASA GENETIKA ( VEKTOR PLASMID ) Disusun oleh: NAMA : LASINRANG ADITIA NIM : 60300112034 KELAS : BIOLOGI A TUGAS : REKAYASA GENETIKA JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PROFIL PLASMID Bacillus thuringiensis ISOLAT JAKARTA, BOGOR, TANGERANG, DAN BEKASI WISNU HERLAMBANG

PROFIL PLASMID Bacillus thuringiensis ISOLAT JAKARTA, BOGOR, TANGERANG, DAN BEKASI WISNU HERLAMBANG PROFIL PLASMID Bacillus thuringiensis ISOLAT JAKARTA, BOGOR, TANGERANG, DAN BEKASI WISNU HERLAMBANG PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keperluan pendidikan, perkantoran, dan pengemasan dalam perindustrian.

I. PENDAHULUAN. keperluan pendidikan, perkantoran, dan pengemasan dalam perindustrian. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Industri pulp dan kertas merupakan industri yang cukup penting untuk keperluan pendidikan, perkantoran, dan pengemasan dalam perindustrian. Kebutuhan pulp

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN PUCUK AKSILER SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA MEDIUM MENGANDUNG KARBENISILIN

PERTUMBUHAN PUCUK AKSILER SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA MEDIUM MENGANDUNG KARBENISILIN PERTUMBUHAN PUCUK AKSILER SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) PADA MEDIUM MENGANDUNG KARBENISILIN SKRIPSI SARJANA BIOLOGI Oleh: MIRAH DILA SARI 10602043 PROGRAM STUDI BIOLOGI SEKOLAH ILMU DAN

Lebih terperinci

PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI PELEPAH KELAPA SAWIT ( Elaeis guineensis ) MENGGUNAKAN METODE PELEBURAN ALKALI SKRIPSI M. HIDAYAT HASIBUAN

PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI PELEPAH KELAPA SAWIT ( Elaeis guineensis ) MENGGUNAKAN METODE PELEBURAN ALKALI SKRIPSI M. HIDAYAT HASIBUAN PEMBUATAN ASAM OKSALAT DARI PELEPAH KELAPA SAWIT ( Elaeis guineensis ) MENGGUNAKAN METODE PELEBURAN ALKALI SKRIPSI Oleh : M. HIDAYAT HASIBUAN 130425020 DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

SINTESIS SENYAWA ANALOG UK-3A DAN UJI AKTIVITAS SECARA IN VITRO TERHADAP SEL KANKER MURINE LEUKEMIA P-388 UJIATMI DWI MARLUPI

SINTESIS SENYAWA ANALOG UK-3A DAN UJI AKTIVITAS SECARA IN VITRO TERHADAP SEL KANKER MURINE LEUKEMIA P-388 UJIATMI DWI MARLUPI SINTESIS SENYAWA ANALOG UK-3A DAN UJI AKTIVITAS SECARA IN VITRO TERHADAP SEL KANKER MURINE LEUKEMIA P-388 UJIATMI DWI MARLUPI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

KONSTRUKSI DNA REKOMBINAN pcambia STILBENA SINTASE PENCEGAH BUSUK AKAR KELAPA SAWIT EMBI LILIS

KONSTRUKSI DNA REKOMBINAN pcambia STILBENA SINTASE PENCEGAH BUSUK AKAR KELAPA SAWIT EMBI LILIS KONSTRUKSI DNA REKOMBINAN pcambia 1303- STILBENA SINTASE PENCEGAH BUSUK AKAR KELAPA SAWIT EMBI LILIS DEPARTEMEN BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

PEMBUATAN HIDROGEL BERBASIS SELULOSA DARI TONGKOL JAGUNG (Zea Mays L) DENGAN METODE IKAT SILANG SKRIPSI MARLINA PURBA

PEMBUATAN HIDROGEL BERBASIS SELULOSA DARI TONGKOL JAGUNG (Zea Mays L) DENGAN METODE IKAT SILANG SKRIPSI MARLINA PURBA PEMBUATAN HIDROGEL BERBASIS SELULOSA DARI TONGKOL JAGUNG (Zea Mays L) DENGAN METODE IKAT SILANG SKRIPSI MARLINA PURBA 130822002 DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

5. Cekaman Lingkungan Biotik: Penyakit, hama dan alelopati 6. Stirilitas dan incompatibilitas 7. Diskusi (presentasi)

5. Cekaman Lingkungan Biotik: Penyakit, hama dan alelopati 6. Stirilitas dan incompatibilitas 7. Diskusi (presentasi) 5. Cekaman Lingkungan Biotik: Penyakit, hama dan alelopati 6. Stirilitas dan incompatibilitas 7. Diskusi (presentasi) 5. CEKAMAN LINGKUNGAN BIOTIK 1. PENYAKIT TANAMAN 2. HAMA TANAMAN 3. ALELOPATI PEMULIAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan plastik semakin populer di kalangan masyarakat Indonesia, karena memiliki banyak kegunaan dan praktis. Plastik merupakan produk polimer sintetis yang terbuat

Lebih terperinci

ADSORPSI ION Cr 3+ OLEH SERBUK GERGAJI KAYU ALBIZIA (Albizzia falcata): Studi Pengembangan Bahan Alternatif Penjerap Limbah Logam Berat

ADSORPSI ION Cr 3+ OLEH SERBUK GERGAJI KAYU ALBIZIA (Albizzia falcata): Studi Pengembangan Bahan Alternatif Penjerap Limbah Logam Berat ADSORPSI ION Cr 3+ OLEH SERBUK GERGAJI KAYU ALBIZIA (Albizzia falcata): Studi Pengembangan Bahan Alternatif Penjerap Limbah Logam Berat I NYOMAN SUKARTA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Papan partikel adalah salah satu jenis produk papan komposit yang dikembangkan untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan bahan baku kayu, serta mengoptimalkan pemanfaatan bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya adalah padi dan singkong. Indonesia dengan luas area panen ha

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya adalah padi dan singkong. Indonesia dengan luas area panen ha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai Negara agraris memiliki produk pertanian yang melimpah, diantaranya adalah padi dan singkong. Indonesia dengan luas area panen 13.769.913 ha dan produktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tumbuhan merupakan tonggak dari sebagian besar ekosistem terrestrial.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Tumbuhan merupakan tonggak dari sebagian besar ekosistem terrestrial. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tumbuhan merupakan tonggak dari sebagian besar ekosistem terrestrial. Ketergantungan manusia pada tumbuhan tampak dari papan dan kayu, pakaian, kertas, obat-obatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Selulosa merupakan polisakarida yang berbentuk padatan, tidak berasa, tidak berbau dan terdiri dari 2000-4000 unit glukosa yang dihubungkan oleh ikatan β-1,4 glikosidik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fungi kelompok tertentu yang memiliki kemampuan enzimatik sehingga. kekuatan kayu dan mengakibatkan kehancuran (Zabel, 1992).

TINJAUAN PUSTAKA. fungi kelompok tertentu yang memiliki kemampuan enzimatik sehingga. kekuatan kayu dan mengakibatkan kehancuran (Zabel, 1992). TINJAUAN PUSTAKA Proses Pelapukan Pelapukan dan perubahan warna pada kayu disebabkan oleh fungi dan bakteri. Fungi dan bakteri adalah sumber kerugian utama pada produksi kayu dan penggunaannya. Pelapukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kertas seni atau biasa disebut kertas daur ulang merupakan kertas yang biasa digunakan sebagai bahan pembuatan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kertas seni atau biasa disebut kertas daur ulang merupakan kertas yang biasa digunakan sebagai bahan pembuatan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kertas seni atau biasa disebut kertas daur ulang merupakan kertas yang biasa digunakan sebagai bahan pembuatan kerajinan tangan. Kerajinan tangan yang bisa dibuat dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 SERAT KELAPA (COCONUT FIBER) Serat kelapa yang diperoleh dari bagian terluar buah kelapa dari pohon kelapa (cocus nucifera) termasuk kedalam anggota keluarga Arecaceae (family

Lebih terperinci

UJI KINERJA DIGESTER DENGAN MENGGUNAKAN VARIABEL TEMPERATUR DAN WAKTU PEMASAKAN PADA PROSES PULPING JERAMI PADI

UJI KINERJA DIGESTER DENGAN MENGGUNAKAN VARIABEL TEMPERATUR DAN WAKTU PEMASAKAN PADA PROSES PULPING JERAMI PADI LAPORAN TUGAS AKHIR UJI KINERJA DIGESTER DENGAN MENGGUNAKAN VARIABEL TEMPERATUR DAN WAKTU PEMASAKAN PADA PROSES PULPING JERAMI PADI (Test of Digester Work by Cooking Temperature and Time Variable in the

Lebih terperinci

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH

PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH PERAN MODEL ARSITEKTUR RAUH DAN NOZERAN TERHADAP PARAMETER KONSERVASI TANAH DAN AIR DI HUTAN PAGERWOJO, TULUNGAGUNG NURHIDAYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ANALISIS ENERGI DAN EKSERGI PADA PRODUKSI BIODIESEL BERBAHAN BAKU CPO (Crude Palm oil) RISWANTI SIGALINGGING

ANALISIS ENERGI DAN EKSERGI PADA PRODUKSI BIODIESEL BERBAHAN BAKU CPO (Crude Palm oil) RISWANTI SIGALINGGING ANALISIS ENERGI DAN EKSERGI PADA PRODUKSI BIODIESEL BERBAHAN BAKU CPO (Crude Palm oil) RISWANTI SIGALINGGING SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 i PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tumbuhan tegakan berkayu banyak tumbuh dalam ekosistem hutan.

BAB I PENDAHULUAN. Tumbuhan tegakan berkayu banyak tumbuh dalam ekosistem hutan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan tegakan berkayu banyak tumbuh dalam ekosistem hutan. Namun akhir-akhir ini ekosistem hutan luasnya sudah sangat berkurang. Melihat hal ini pemerintah menggalakkan

Lebih terperinci

S. leprosula, S. selanica dan S. mecistopteryx menunjukkan

S. leprosula, S. selanica dan S. mecistopteryx menunjukkan Latar Belakang Pembangunan pertanian berwawasan lingkungan dan gerakan untuk kembali menggunakan bahan alam hayati telah mengangkat kembali penelitian dan penggunaan bahan alam hayati sebagai masukan (input)

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FERMENTASI PULP KAKAO DALAM PRODUKSI ASAM ASETAT MENGGUNAKAN BIOREAKTOR VENTY INDRIANI PAIRUNAN

KARAKTERISTIK FERMENTASI PULP KAKAO DALAM PRODUKSI ASAM ASETAT MENGGUNAKAN BIOREAKTOR VENTY INDRIANI PAIRUNAN KARAKTERISTIK FERMENTASI PULP KAKAO DALAM PRODUKSI ASAM ASETAT MENGGUNAKAN BIOREAKTOR VENTY INDRIANI PAIRUNAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

LAJU MINERALISASI N-NH 4 + DAN N-NO 3 - TANAH ANDISOL PADA PERTANIAN ORGANIK DAN KONVENSIONAL YANG DITANAMI KENTANG HARRY NOVIARDI

LAJU MINERALISASI N-NH 4 + DAN N-NO 3 - TANAH ANDISOL PADA PERTANIAN ORGANIK DAN KONVENSIONAL YANG DITANAMI KENTANG HARRY NOVIARDI 1 LAJU MINERALISASI NNH 4 + DAN NNO 3 TANAH ANDISOL PADA PERTANIAN ORGANIK DAN KONVENSIONAL YANG DITANAMI KENTANG HARRY NOVIARDI DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jagung (Zea mays) Menurut Effendi S (1991), jagung (Zea mays) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting selain padi dan gandum. Kedudukan tanaman ini menurut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. umumnya disebabkan oleh beberapa hal seperti berkurangnya luas kawasan hutan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. umumnya disebabkan oleh beberapa hal seperti berkurangnya luas kawasan hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam dua dekade terakhir ini, industri pulp dan kertas di Indonesia berkembang pesat sehingga menyebabkan kebutuhan bahan baku meningkat dengan cepat. Sementara itu,

Lebih terperinci

Pada bagian ini diuraikan tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian dan ruang lingkup penelitian.

Pada bagian ini diuraikan tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian dan ruang lingkup penelitian. Bab I Pendahuluan Pada bagian ini diuraikan tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian dan ruang lingkup penelitian. I.1 Latar belakang Industri Pulp dan Kertas Indonesia merupakan

Lebih terperinci

terkandung di dalam plasma nutfah padi dapat dimanfaatkan untuk merakit genotipe padi baru yang memiliki sifat unggul, dapat beradaptasi serta tumbuh

terkandung di dalam plasma nutfah padi dapat dimanfaatkan untuk merakit genotipe padi baru yang memiliki sifat unggul, dapat beradaptasi serta tumbuh PEMBAHASAN UMUM Kebutuhan pangan berupa beras di Indonesia terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Akan tetapi di masa datang kemampuan pertanian di Indonesia untuk menyediakan beras

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan produksi protein hewani untuk masyarakat Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh peningkatan penduduk, maupun tingkat kesejahteraan

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

VII. UJI EKSPRESI GEN TcAP1 (APETALA1 KAKAO) PADA TANAMAN MODEL. Abstrak

VII. UJI EKSPRESI GEN TcAP1 (APETALA1 KAKAO) PADA TANAMAN MODEL. Abstrak VII. UJI EKSPRESI GEN TcAP1 (APETALA1 KAKAO) PADA TANAMAN MODEL Abstrak Pada berbagai spesies termasuk kakao, gen AP1 (APETALA1) diketahui sebagai gen penanda pembungaan yang mengendalikan terbentuknya

Lebih terperinci

POLA EKSPRESI GEN HbACO2 PADA KULIT BATANG DAN LATEKS KARET (Hevea brasiliensis) AKIBAT STRES EKSPLOITASI CHAIRUNISA

POLA EKSPRESI GEN HbACO2 PADA KULIT BATANG DAN LATEKS KARET (Hevea brasiliensis) AKIBAT STRES EKSPLOITASI CHAIRUNISA POLA EKSPRESI GEN HbACO2 PADA KULIT BATANG DAN LATEKS KARET (Hevea brasiliensis) AKIBAT STRES EKSPLOITASI CHAIRUNISA PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI

PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI PEMODELAN SISTEM PENDULUM TERBALIK GANDA DAN KARAKTERISASI PARAMETER PADA MASALAH REGULASI OPTIMAL HASBY ASSIDIQI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

Teknologi Bersih. Kuliah Minggu ke 8 tahun Nur Hidayat Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya

Teknologi Bersih. Kuliah Minggu ke 8 tahun Nur Hidayat Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Teknologi Bersih Kuliah Minggu ke 8 tahun 2011 Nur Hidayat Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Metabolisme Industri Istilah keberlanjutan merupakan istilah

Lebih terperinci

TEKNIK TRANSFORMASI GENETIK. Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP

TEKNIK TRANSFORMASI GENETIK. Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP TEKNIK TRANSFORMASI GENETIK Yushi Mardiana, SP, MSi Retno Dwi Andayani, SP, MP TAHUKAH KAMU?? APA YANG DIMAKSUD TANAMAN TRANSGENIK??? APA YANG DIMAKSUD DENGAN REKAYASA GENETIKA??? Lalu bagaimana ya caranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan yang sekarang ini semakin

BAB I PENDAHULUAN. Untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan yang sekarang ini semakin BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Untuk memenuhi kebutuhan industri perkayuan yang sekarang ini semakin berkurang pasokan kayunya dari hutan alam, Kementerian Kehutanan Republik Indonesia melaksanakan

Lebih terperinci

ANALISIS KIMIA KAYU BATANG, CABANG DAN KULIT KAYU JENIS KAYU LEDA

ANALISIS KIMIA KAYU BATANG, CABANG DAN KULIT KAYU JENIS KAYU LEDA ANALISIS KIMIA KAYU BATANG, CABANG DAN KULIT KAYU JENIS KAYU LEDA (Eucalyptus deglupta Blume) Oleh/by HENNI ARYATI Program Studi Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Lambung Mangkurat Banjarbaru

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 14 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Konfirmasi bakteri C. violaceum dan B. cereus dilakukan dengan pewarnaan Gram, identifikasi morfologi sel bakteri, sekuensing PCR 16s rdna dan uji kualitatif aktivitas

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari

Lebih terperinci

Pemanfaatan Limbah Pelepah Pisang di Meteseh sebagai Bahan Baku pembuatan kertas dengan Proses Soda menggunakan Alat Digester

Pemanfaatan Limbah Pelepah Pisang di Meteseh sebagai Bahan Baku pembuatan kertas dengan Proses Soda menggunakan Alat Digester TUGAS AKHIR Pemanfaatan Limbah Pelepah Pisang di Meteseh sebagai Bahan Baku pembuatan kertas dengan Proses Soda menggunakan Alat Digester (Waste Utilization of Banana in Meteseh as Raw Material Soda Process

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pengawet pada produk makanan atau minuman sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan di dalam industri makanan. Apalagi perkembangan zaman menuntut produk makanan

Lebih terperinci

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN MUTAGEN SINAR GAMMA PADA NENAS SECARA IN VITRO ERNI SUMINAR

INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN MUTAGEN SINAR GAMMA PADA NENAS SECARA IN VITRO ERNI SUMINAR INDUKSI KERAGAMAN GENETIK DENGAN MUTAGEN SINAR GAMMA PADA NENAS SECARA IN VITRO ERNI SUMINAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 i ABSTRACT ERNI SUMINAR. Genetic Variability Induced

Lebih terperinci

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Air leri merupakan bahan organik dengan kandungan fosfor, magnesium dan vitamin B1 yang efektif bila dimanfaatkan sebagai bahan tambahan pada proses perbanyakan tanaman

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat 1. Pengertian Hutan Rakyat Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Formatted: Different first page header. Formatted: Spanish (Mexico) Formatted: Spanish (Mexico)

PENDAHULUAN. Formatted: Different first page header. Formatted: Spanish (Mexico) Formatted: Spanish (Mexico) PENDAHULUAN Formatted: Different first page header 1 Latar belakang Padi (Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman pangan pokok penting dunia yang dikonsumsi oleh sekitar tiga miliar penduduk dunia.

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PULPA KAKAO UNTUK MEMPRODUKSI ASAM ASETAT DENGAN MENGGUNAKAN RAGI ROTI DAN AERASI MARGARETHA HAUMASSE

PEMANFAATAN PULPA KAKAO UNTUK MEMPRODUKSI ASAM ASETAT DENGAN MENGGUNAKAN RAGI ROTI DAN AERASI MARGARETHA HAUMASSE PEMANFAATAN PULPA KAKAO UNTUK MEMPRODUKSI ASAM ASETAT DENGAN MENGGUNAKAN RAGI ROTI DAN AERASI MARGARETHA HAUMASSE SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI IAA, IBA, BAP, DAN AIR KELAPA TERHADAP PEMBENTUKAN AKAR POINSETTIA (Euphorbia pulcherrima Wild Et Klotzch) IN VITRO

PENGARUH KONSENTRASI IAA, IBA, BAP, DAN AIR KELAPA TERHADAP PEMBENTUKAN AKAR POINSETTIA (Euphorbia pulcherrima Wild Et Klotzch) IN VITRO PENGARUH KONSENTRASI IAA, IBA, BAP, DAN AIR KELAPA TERHADAP PEMBENTUKAN AKAR POINSETTIA (Euphorbia pulcherrima Wild Et Klotzch) IN VITRO Oleh : Pratiwi Amie Pisesha (A34303025) DEPARTEMEN AGRONOMI DAN

Lebih terperinci

PAPAN PARTIKEL TANPA PEREKAT DARI BAMBU ANDONG DAN KAYU SENGON MENGGUNAKAN PERLAKUAN OKSIDASI SUHASMAN

PAPAN PARTIKEL TANPA PEREKAT DARI BAMBU ANDONG DAN KAYU SENGON MENGGUNAKAN PERLAKUAN OKSIDASI SUHASMAN PAPAN PARTIKEL TANPA PEREKAT DARI BAMBU ANDONG DAN KAYU SENGON MENGGUNAKAN PERLAKUAN OKSIDASI SUHASMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER

Lebih terperinci

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ADLN-PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI KOMPOSIT SODIUM ALGINAT- KARAGINAN DARI RUMPUT LAUT COKLAT (Sargassum sp.) DAN RUMPUT LAUT MERAH (Eucheuma cottoni) SEBAGAI MATERIAL DRUG RELEASE SKRIPSI M. YUNUS ANIS DEPARTEMEN

Lebih terperinci

KAYU JUVENIL (JUVENILE WOOD)

KAYU JUVENIL (JUVENILE WOOD) KARYA TULIS KAYU JUVENIL (JUVENILE WOOD) Disusun oleh : RUDI HARTONO, S.HUT, MSi NIP 132 303 838 JURUSAN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2006 DAFTAR ISI Kata Pengantar... Daftar

Lebih terperinci

Pemanfaatan Limbah Jerami Padi dari Boyolali untuk Pembuatan Pulp dengan Proses Soda Menggunakan Digester Batch

Pemanfaatan Limbah Jerami Padi dari Boyolali untuk Pembuatan Pulp dengan Proses Soda Menggunakan Digester Batch LAPORAN TUGAS AKHIR Pemanfaatan Limbah Jerami Padi dari Boyolali untuk Pembuatan Pulp dengan Proses Soda Menggunakan Digester Batch Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program

Lebih terperinci

HIDROLISIS TONGKOL JAGUNG OLEH BAKTERI SELULOLITIK UNTUK PRODUKSI BIOETANOL DALAM KULTUR CAMPURAN

HIDROLISIS TONGKOL JAGUNG OLEH BAKTERI SELULOLITIK UNTUK PRODUKSI BIOETANOL DALAM KULTUR CAMPURAN HIDROLISIS TONGKOL JAGUNG OLEH BAKTERI SELULOLITIK UNTUK PRODUKSI BIOETANOL DALAM KULTUR CAMPURAN Oleh : M. EDY SHOFIYANTO F34104118 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR HIDROLISIS

Lebih terperinci

GEOKIMIA Pb, Cr, Cu DALAM SEDIMEN DAN KETERSEDIAANNYA PADA BIOTA BENTIK DI PERAIRAN DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR

GEOKIMIA Pb, Cr, Cu DALAM SEDIMEN DAN KETERSEDIAANNYA PADA BIOTA BENTIK DI PERAIRAN DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR GEOKIMIA Pb, Cr, Cu DALAM SEDIMEN DAN KETERSEDIAANNYA PADA BIOTA BENTIK DI PERAIRAN DELTA BERAU, KALIMANTAN TIMUR Oleh: Sabam Parsaoran Situmorang C64103011 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang I PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman tebu Saccharum officinarum L. merupakan tanaman industri yang memiliki peran penting, karena 65% produksi gula dunia berasal dari tebu. Tebu banyak digunakan sebagai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Digester Digester merupakan alat utama pada proses pembuatan pulp. Reaktor ini sebagai tempat atau wadah dalam proses delignifikasi bahan baku industri pulp sehingga didapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Manggis dan Syarat Tumbuh Manggis dengan nama latin Garcinia mangostana L. merupakan tanaman buah berupa pohon yang banyak tumbuh secara alami pada hutan tropis di kawasan

Lebih terperinci

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi

Gambar IV 1 Serbuk Gergaji kayu sebelum ekstraksi Bab IV Pembahasan IV.1 Ekstraksi selulosa Kayu berdasarkan struktur kimianya tersusun atas selulosa, lignin dan hemiselulosa. Selulosa sebagai kerangka, hemiselulosa sebagai matrik, dan lignin sebagai

Lebih terperinci

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk ALFARED FERNANDO SIAHAAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis bahan bakar minyak merupakan salah satu tanda bahwa cadangan energi fosil sudah menipis. Sumber energi fosil yang terbatas ini menyebabkan perlunya pengembangan

Lebih terperinci

PENENTUAN KONDISI OPTIMUM PROSES PEMBUATAN PULP DARI AMPAS TEBU MENGGUNAKAN PROSES ACETOSOLV

PENENTUAN KONDISI OPTIMUM PROSES PEMBUATAN PULP DARI AMPAS TEBU MENGGUNAKAN PROSES ACETOSOLV LAPORAN TUGAS AKHIR PENENTUAN KONDISI OPTIMUM PROSES PEMBUATAN PULP DARI AMPAS TEBU MENGGUNAKAN PROSES ACETOSOLV (Optimum Condition Adjustment of Pulp Making Process From Sweetcane Waste With Acetosolve

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SIFAT FISIK TEPUNG IKAN SERTA TEPUNG DAGING DAN TULANG SKRIPSI FAUZAN LATIEF

KARAKTERISTIK SIFAT FISIK TEPUNG IKAN SERTA TEPUNG DAGING DAN TULANG SKRIPSI FAUZAN LATIEF KARAKTERISTIK SIFAT FISIK TEPUNG IKAN SERTA TEPUNG DAGING DAN TULANG SKRIPSI FAUZAN LATIEF PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN FAUZAN LATIEF.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diperlukan dalam bidang pertanian.dalam menentukan sifat tanah serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diperlukan dalam bidang pertanian.dalam menentukan sifat tanah serta BAB II TINJAUAN PUSTAKA Survei Tanah Prediksi sifat-sifat tanah dan tanggapannya terhadap pengelolaan sangat diperlukan dalam bidang pertanian.dalam menentukan sifat tanah serta tanggapannya terhadap pengelolaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983)

TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983) TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedudukan krisan dalam sistematika tumbuhan (Holmes,1983) diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Subkingdom : Spermatophyta Superdivisio : Angiospermae Divisio

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi,

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan banyak tumbuh di Indonesia, diantaranya di Pulau Jawa, Madura, Sulawesi, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Ubi Kayu Ubi kayu yang sering pula disebut singkong atau ketela pohon merupakan salah satu tanaman penghasil bahan makanan pokok di Indonesia. Tanaman ini tersebar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Transformasi, Kokultivasi, dan Regenerasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Transformasi, Kokultivasi, dan Regenerasi 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Transformasi, Kokultivasi, dan Regenerasi Konstruksi vektor ekspresi yang digunakan pada penelitian ini adalah p35scamv::tclfy. Promoter p35s CaMV digunakan dalam penelitian ini

Lebih terperinci