Lex Privatum Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Lex Privatum Vol. V/No. 1/Jan-Feb/2017"

Transkripsi

1 HAK PENDIDIKAN BAGI NARAPIDANA ANAK DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK 1 Oleh : Hizkia Brayen Lumowa 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan hak pendidikan bagi narapidana anak ditinjau dari Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan bagaimana pelaksanaan pendidikan bagi narapidana anak di Lembaga Pemasyarakatan. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis normative, disimpulkan: 1. Pelaksanaan hak pendidikan bagi narapidana anak di Lembaga Pemasyarakatan lebih banyak melaksanakan pendidikan keterampilan-keterampilan kerja dan pembinaan secara sosial dibandingakan dengan pendidikan secara formal seperti di sekolah-sekolah pada umumnya. Hal ini dikarenakan kurangnya tenaga profesional dan kurangnya kerjasama dengan instansiinstansi pemerintah. 2. Dalam pelaksanaan pendidikan bagi Narapidana Anak di dalam Lembaga Pemasyarakatan, terdapat beberapa faktor yang menjadi kendala. Faktor-faktor tersebut antara lain penempatan narapidana anak yang bersamaan dengan narapidana dewasa, kurangnya tenaga profesional yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan dan pembinaan, kurangnya motivasi anak untuk belajar di dalam Lapas, sarana dan fasilitas tidak sebanding dengan kapasitas yang ada, dan masalah ekonomi atau keuangan, serta kurangnya pihak ketiga untuk membantu proses pendidikan di dalam Lapas. Selain itu juga terdapat kendala dari aspek yuridis yaitu dimana belum adanya peraturan pelaksana yang mengatur secara khusus mengenai pelaksanaan pendidikan sekolah formal bagi narapidana anak di dalam Lapas anak. Kata kunci: Hak Pendidikan, Narapidana Anak, Perlindungan Anak 1 Artikel Skripsi. Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Donald A. Rumokoy, SH, MH. Vonny A. Wongkar, SH, MH 2 Mahasiswa pada Fakultas Hukum Unsrat, NIM PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlindungan anak bertujuan untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat tumbuh dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera. 3 Pendidikan adalah murni hak bagi seluruh orang, hal ini berkaitan dengan Pasal 27 ayat (2) UUD NRI 1945 yang mengatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Untuk mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak, otomatis diperlukan pendidikan. Bagaimana orang mendapatkan pekerjaan yang layak tanpa adanya pendidikan yang memadai?. Pendidikan bagi anak merupakan hal yang sangat penting, dengan pendidikan, anak akan belajar mengenai suatu hal yang baru. Anak merupakan salah satu bagian terpenting yang tidak dapat dipisahkan dari keberlangsungan sebuah negara. Seperti yang telah diamanatkan dalam pembukaan UUD NRI 1945 bahwa melindungi segenap bangsa Indonesia dan mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan cita-cita bangsa Indonesia. 4 Untuk menciptakan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas diperlukan pembinaan secara terus menerus demi kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan, mental, sosial, serta perlindungan dari hal yang membahayakan. Seorang anak tetaplah seorang anak yang membutuhkan pendidikan dan pengajaran demi masa depannya. 5 Pendidikan dapat diperoleh melalui pendidikan formal dan informal, pendidikan keluarga mempunyai peranan penting sebagai pendidikan awal di rumah. Hal ini sangat mempengaruhi watak anak, hal demikian berkaitan dengan latar belakang seorang anak dapat menjadi pelaku 3 Djamil, Op.Cit, hal Sofi Artnisa Siddiq, Jurnal Hukum Pemenuhan Hak Narapidana Anak dalam Mendapatkan Pendidikan dan Pelatihan, Pandecta, Volume 10. Nomor 1, Juni 2015, hal Ibid hal

2 tindak pidana. Keluarga dan orang tua di dalam rumah memiliki peran penting dalam memberi pendidikan guna membentuk anak yang baik. Oleh karena itu, meskipun status mereka adalah narapidana, hak asasi mereka sebagai manusia tetap harus dilindungi termasuk di dalamnya adalah hak mendapatkan pendidikan. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana pelaksanaan hak pendidikan bagi narapidana anak ditinjau dari Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. 2. Bagaimana pelaksanaan pendidikan bagi narapidana anak di Lembaga Pemasyarakatan. C. Metode Penelitian Jenis penelitian yang dipakai oleh penulis dalam skripsi ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu suatu jenis penelitian hukum yang diperoleh dari studi terhadap peraturan perundang-undangan, dengan menganalisis suatu permasalahan hukum melalui peraturan perundang-undangan, literaturliteratur dan bahan-bahan referensi lainnya yang berhubungan dengan hak memperoleh pendidikan bagi narapidana anak. PEMBAHASAN A. Pelaksanaan Hak Pendidikan bagi Narapidana Anak Ditinjau dari Undangundang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak Latar belakang dikeluarkannya Undangundang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak adalah karena negara Indonesia menjamin kesejahteraan tiap-tiap warga negaranya, termasuk perlindungan terhadap hak anak yang merupakan hak asasi manusia. 6 Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 ini kemudian diperbaharui melalui Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014, alasan dilakukan perubahan dan pembaruan karena Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 dipandang belum efektif sebagai sebuah peraturan hukum yang bertujuan 6 Saraswati, Op.Cit, hal 23. memberikan perlindungan dan pemenuhan terhadap hak-hak anak. 7 Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 1 butir 2 Undang-undang No. 35 Tahun 2014). 8 Perlindungan anak merupakan wujud adanya keadilan dalam suatu masyarakat, dengan demikian perlindungan anak harus diusahakan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Perlindungan anak ini bermanfaat bagi anak dan orang tuanya serta pemerintahnya, maka koordinasi kerjasama perlindungan anak perlu diadakan dalam rangka mencegah ketidakseimbangan kegiatan perlindungan anak secara keseluruhan. Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak bahwa setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya sesuai minat dan bakat (Pasal 9 ayat 1). Setiap anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga pendidik, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain (Pasal 9 ayat 1 a). 9 Selain mendapatkan hak anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (1a), anak penyandang disabilitas berhak memperoleh pendidikan luar biasa dan anak yang memiliki keunggulan berhak mendapatkan pendidikan khusus (Pasal 9 ayat 2). Pasal 64 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak menyatakan bahwa, Perlindungan khusus bagi anak yang berhadapan dengan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 ayat (2) huruf b dilakukan melalui: a. Perlakuan secara manusiawi dengan memperhatikan kebutuhan sesuai dengan umurnya; 7 Ibid. 8 Abdussalam dan Desasfuryanto, Op.Cit, hal 6. 9 Ibid, hal

3 b. Pemisahan dari orang dewasa; c. Pemberian bantuan hukum dan bantuan lain secara efektif; d. Pemberlakuan kegiatan rekreasional; e. Pembebasan dari penyiksaan, penghukuman, atau perlakuan lain yang kejam, tidak manusiawi, serta merendahkan martabat dan derajatnya; f. Penghindaran dari penjatuhan pidana mati dan/atau pidana seumur hidup; g. Penghindaran dari penangkapan, penahanan, atau penjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat; h. Pemberian keadilan di muka pengadilan anak yang objektif, tidak memihak, dan dalam sidang tertutup untuk umum; i. Penghindaran dari publikasi atas identitasnya; j. Pemberian pendampingan orangtua/wali dan orang yang dipercaya oleh anak; k. Pemberian advokasi sosial; l. Pemberian kehidupan pribadi; m. Pemberian aksebilitas, terutama bagi anak penyandang disabilitas; n. Pemberian pendidikan; o. Pemberian pelayanan kesehatan; dan p. Pemberian hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundang. B. Pelaksanaan Pendidikan bagi Narapidana Anak di Lembaga Pemasyarakatan Sistem pemasyarakatan yang dianut oleh Indonesia, diatur dalam Undang-undang No. 15 Tahun 1995, hal ini merupakan pelaksanaan dari pidana penjara, yang merupakan perubahan ide secara yuridis filosofis dari sistem kepenjaraan menjadi ke sistem pemasyarakatan. 10 Sistem pemenjaraan yang sangat menekankan pada unsur balas dendam dan penjeraan yang disertai dengan lembaga rumah penjara secara berangsur-angsur dipandang sebagai suatu sistem dan sarana yang tidak sejalan dengan konsep rehabilitasi dan reintegrasi 10 Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, 2006, hal 3. sosial, agar narapidana menyadari kesalahannya, tidak lagi berkehendak melakukan tindak pidana lagi. 11 Dengan diubahnya sistem kepenjaraan menjadi Lembaga Pemasyarakatan agaknya memberikan dampak positif bagi anak-anak. Hal ini dikarenakan anak-anak yang dimasukkan ke dalam lapas tentunya tidak akan mengalami kekerasan. Lembaga pemasyarakatan adalah tempat untuk melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan, sedangkan di dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menyatakan Lapas Anak merupakan sebagai tempat pendidikan anak bukan penghukuman anak. Pembinaan terhadap warga binaan pemasyarakatan dilakukan dengan dua cara yaitu intramural (di dalam lapas) dan ekstramural (di luar lapas). Pembinaan ekstramural dikenal juga dengan nama assimilasi, yaitu proses pembinaan warga binaan pemasyarakatan yang telah memenuhi persyaratan tertentu dengan membaurkannya ke dalam kehidupan masyarakat. 12 Di samping itu pembinaan secara ektramural juga dilakukan Bapas, yang disebut integrasi. Yaitu proses pembimbingan warga binaan pemasyarakatan yang telah memenuhi persyaratan tertentu untuk hidup dan berada kembali di tengah-tengah masyarakat dengan bimbingan dan pengawasan Bapas. 13 Pembimbingan oleh Bapas dilakukan terhadap: 14 a. Terpidana bersyarat; b. Narapidana, anak pidana dan anak negara yang mendapat pembebasan bersyarat atau cuti menjelang bebas; c. Anak negara yang berdasarkan putusan pengadilan, pembinaan diserahkan kepada orang tua asuh atau badan sosial; d. Anak negara yang berdasarkan keputusan menteri atau pejabat di lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan yang ditunjuk, 11 Ibid. 12 Ibid, hal Ibid. 14 Priyatno, Op.Cit, hal

4 bimbingannya diserahkan orang tua asuh atau badan sosial; dan e. Anak yang berdasarkan penetapan pengadilan, bimbingannya dikembalikan kepada orang tua atau walinya. Saat ini ada banyak Lapas Anak di Indonesia, yang dalam setiap Lapas Anak ada Anak negara. Lapas Anak tersebut antara lain Lapas Anak Medan, Tanjung Pati, Pekanbaru, Muara Bulian, Palembang, Kota Bumi, Pria Tangerang, Wanita Tangerang, Kutoarjo, Blitar, Sungai Raya, Pontianak, Martapura, Pare-Pare, Tomohon, Gianyar, Kupang, Mataram, dan Lapas anak lainnya yang ada di seluruh Indonesia. 15 Semua anak negara dibina di lapas anak, karena dalam setiap amar putusan, Hakim anak selalu memerintahkan agar anak negara dibina di lapas anak. Berbeda dengan tempat penempatan anak pidana, yaitu dapat dibina di lapas anak, namun tidak jarang anak pidana juga dibina di lapas dewasa dalam suatu blok khusus anak. 16 Peraturan tentang sistem pendidikan yang dikhususkan bagi anak usia sekolah di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA), di antaranya Undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Dalam UU SPPA diatur bahwa setiap anak dalam proses peradilan pidana berhak memperoleh pendidikan. Selain itu, LPKA wajib menyelenggarakan pendidikan, pelatihan ketrampilan, pembinaan, dan pemenuhan hak lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 17 Dalam praktiknya, banyak LPKA yang berkerjasama baik dengan pihak terkait (diknas setempat) membuat program pendidikan formal. Dengan begitu, anak yang berhadapan dengan hukum LPKA dapat memperoleh pendidikan formal selayaknya anak pada umumnya. 18 Pada dasarnya, setiap anak dalam proses peradilan pidana berhak 15 Widodo, Op.Cit, hal Ibid. 17 Pendidikan bagi anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak, diakses dari 07/pendidikan-bagi-anak-di-lembaga-pembinaankhusus-anak-lpka, pada tanggal 8 november 2016 pukul 17: Ibid. memperoleh pendidikan. Di samping itu, kewajiban anak mengikuti pendidikan formal dan pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta merupakan salah satu tindakan yang dapat dikenakan terhadap anak sesuai yang diamanatkan dalam UU SPPA. 19 Pengaturan khusus mengenai kepentingan sekolah anak yang berhadapan dengan hukum, diatur berdasarkan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 15 Tahun 2010 tentang Pedoman Umum Penanganan Anak yang Berhadapan dengan Hukum dalam Bab III huruf G tentang Tugas dan Wewenang Kementerian dan Lembaga Terkait lainnya yang tertulis yaitu: 1. Bidang Pendidikan a. Kementrian Pendidikan Nasional Tugas dan kewenangan Kementerian Pendidikan Nasional dalam rangka menjamin ketersediaan layanan dan keberlangsungan pendidikan bagi Anak yang Berhadapan dengan Hukum (ABH) meliputi hal-hal sebagai berikut: 1) Memfasilitasi pengambilan kebijakan nasional di bidang penyediaan layanan pendidikan khusus bagi ABH, baik pada jalur pendidikan formal maupun jalur pendidikan non formal; 2) Memfasilitasi lahirnya kerjasama khusus dengan kementerian Hukum dan HAM untuk memberikan layanan penyelenggaraan pendidikan khusus bagi ABH, baik dalam Rutan anak maupun Lapas Anak; 3) Menyediakan panduan umum tentang penyelenggaraan layanan pendidikan khusus bagi ABH, baik pada jalur pendidikan formal maupun non formal; 4) Memfasilitasi penyediaan bantuan biaya operasional untuk penyediaan layanan pendidikan khusus bagi ABH, baik selama di 19 Ibid. 140

5 Rutan Anak maupun di Lapas Anak; 5) Memfasilitasi penyediaan dukungan sarana/prasarana pendidikan sesuai kebutuhan penyelenggaraan layanan pendidikan bagi ABH yang dilangsungkan di dalam Lapas/Rutan anak; 6) Menambah fasilitas pendidikan hukum dan hak asasi manusia dalam ekstrakulikuler. 20 b. Dinas Pendidikan Daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) Dinas pendidikan daerah (provinsi dan Kabupaten/Kota) selaku pemegang otoritas kebijakan penyelenggaraan pendidikan di daerah, sesuai dengan kewenangan dan kapasitasnya, wajib mendukung implementasi MoU Kementerian Pendidikan Nasional dan Kementerian Hukum dan HAM (Lapas Anak dan Perempuan) di bidang penyelenggaraan layanan pendidikan untuk ABH, baik yang berlangsung di Rutan Anak atau Lapas Anak. Dinas pendidikan berkerjasama dengan Lapas dan Rutan anak wajib berperan membantu menjamin keberlangsungan pelayanan pendidikan bagi ABH di wilayahnya. Fasilitasi dinas pendidikan setempat meliputi: 1. Penyediaan sarana/prasarana pendidikan yang dibutuhkan Lapas atau Rutan anak dalam rangka menyediakan layanan pendidikan ABH; 2. Penyediaan guru/tenaga pengajar yang kompeten atau memenuhi syarat sesuai kebutuhan pelaksanaan pembelajaran ABH baik di dalam Lapas maupun di Rutan Anak; 3. Penyediaan bahan ajar/belajar bagi ABH baik di dalam maupun di luar Lapas atau Rutan anak wilayahnya; 4. Bekerjasama dengan Lapas/Rutan Anak, memfasilitasi penyelenggaraan setiap jenis evaluasi pembelajaran ABH, baik yang dilaksanakan di luar maupun di dalam Lapas anak maupun Rutan anak; 5. Bekerjasama dengan Lapas atau Rutan, orangtua, dan masyarakat memfasilitasi pengembalian anak dalam satuan pendidikan regular di luar Lapas/Rutan anak setelah berakhirnya masa pelaksanaan tindakan yang dijalani ABH; 6. Bekerjasama dengan Lapas/Rutan anak memfasilitasi penyediaan tenaga pendamping, psikolog, pekerja sosial yang bertugas memberikan pendampingan baik selama ABH di Rutan maupun menjalani sanksi hukum/tindakan di Lapas; 7. Mengupayakan dukungan penyediaan biaya penyelenggaraan pendidikan bagi ABH, baik melalui APBD provinsi dan kabupaten/kota maupun APBN; 8. Bekerjasama dengan orang tua, Lapas/Rutan memberikan dampingan untuk pengembalian anak dalam binaan keluarga pasca menjalani masa sanksi atau tindakan ABH. 21 Jenis-jenis pembinaan narapidana di Lapas dapat digolongkan atas tiga, yaitu: 1) Pembinaan Mental Pembinaan mental dilakukan mengingat terpidana mempunyai problem seperti perasaan bersalah, merasa diatur, kurang bisa mengontrol emosi, merasa rendah diri yang diharapkan secara bertahap mempunyai keseimbangan emosi. Pembinaan mental 20 Lihat Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 15 Tahun 2010 Bab III huruf G. 21 Lihat Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 15 Tahun 2010 Bab III huruf G. 141

6 yang dilakukan adalah memberikan pengertian agar dapat menerima dan menangani rasa frustrasi dengan wajar, melalui ceramah, memperlihatkan rasa prihatin melalui bimbingan berupa nasihat, merangsang dan menggugah semangat narapidana untuk mengembangkan keahliannya, memberikan kepercayaan kepada narapidana dan menanamkan rasa percaya diri, untuk menghilangkan rasa cemas dan gelisah dengan menekankan pentingnya agama. 22 2) Pembinaan Sosial Pembinaan sosial mengembangkan pribadi dan hidup kemasyarakatan narapidana. Aktivitas yang dilakukan adalah memberikan bimbingan tentang hidup bermasyarakat yang baik dan memberitahukan norma-norma agama, kesusilaan, etika pergaulan dan pertemuan dengan keluarga korban, mengadakan surat-menyurat untuk memelihara hubungan batin dengan keluarga dan relasinya, kunjungan untuk memelihara hubungan yang harmonis dengan keluarga dan masyarakat. 23 Agar supaya narapidana yang telah selesai menjalani masa pidananya dapat langsung berinteraksi dengan masyarakat sekitar dan mematuhi normanorma agama dan etika pergaulan. 3) Pembinaan Keterampilan Pembinaan keterampilan bertujuan untuk memupuk dan mengembangkan bakat yang dimiliki narapidana, sehingga memperoleh keahlian dan keterampilan. Aktivitas yang dilakukan adalah menyelenggarakan kursus pengetahuan (pemberantasan buta huruf), kursus persamaan sekolah dasar, latihan kejuruan seperti kerajinan tangan seperti membuat kursi dan sapu, latihan fisik untuk memelihara kesehatan jasmani dan rohani seperti senam pagi, latihan kesenian seperti seni musik. 24 Agar pada saat masa pidananya selesai narapidana dapat dengan mudah mendapatkan pekerjaan sesuai dengan keterampilan yang ditekuninya di dalam Lapas. Pembinaan Anak Didik Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Anak berpedoman pada pola pembinaan untuk Narapidana atau Tahanan sesuai dengan Keputusan Menteri Kehakiman Nomor M.02-PK Tahun 1990 tentang Pola Pembinaan Narapidana/Tahanan yang meliputi: Pembinaan interaksi langsung yang bersifat kekeluargaan. 2. Pembinaan persuasif edukatif, yaitu berusaha merubah tingkah laku melalui keteladanan. 3. Pembinaan berencana, terus menerus dan sistematis. 4. Pemeliharaan dan peningkatan langkah-langkah keamanan. 5. Pendekatan individual dan kelompok. 6. Etos kerja para petugas pembina pemasyarakatan. Berikut ini beberapa bentuk Pendidikan dan Pembinaan yang ada di beberapa Lapas Anak di Indonesia. Pendidikan dan pembinaan yang dilaksanakan bagi Anak Didik Pemasyarakatan/Anak Pidana di Lapas Anak Kutoarjo adalah sebagai berikut: Pendidikan Umum di dalam Lapas Anak Kutoarjo berupa program kelompok belajar Paket A,B, dan C. 2. Dalam melaksanakan kegiatan pendidikan tersebut, Lapas Kutoarjo bekerjasama fungsional dengan dinas pendidikan kabupaten purworejo melalui unit pelaksana teknis dinas sanggar kegiatan belajar kabupaten purworejo yang menyelenggarakan program kelompok belajar Paket A, B, dan C. 3. Dalam rangka menunjang keberhasilan pendidikan Anak Negara, di dalam Lapas dibangun suatu perpustakaan yang dapat digunakan sebagai penunjang keberhasilan pendidikan dan pembinaan. 4. Jumlah tenaga kependidikan (guru) sudah makin bertambah, karena 22 Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan, Rafika Aditama, Bandung, 2012, hal Ibid, hal Ibid. 25 Arif Dwi Rusdiana, Jurnal Ilmu Hukum Hak Pendidikan Anak Didik Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas II A Blitar, MIZAN, Volume 1 Nomor 2, Desember Widodo, Op.Cit, hal

7 banyak guru yang melamar menjadi tenaga pendidik di dalam Lapas. 5. Fasilitas pendidikan berupa sarana dan prasarana juga tersedia, walaupun tidak selengkap lembaga pendidikan yang ada di luar Lapas. 6. Pendidikan keagamaan di dalam Lapas diselenggarakan atas kerjasama Lapas anak dengan pihak Kementerian Agama Kabupaten Purworejo, yaitu melalui Kantor Urusan Agama (KUA) Kutoarjo. 7. Pendidikan Kerohanian. Pendidikan ini kadang dilaksanakan bersamaan dengan pendidikan keagamaan, dan juga dilaksanakan secara mandiri (individual). 8. Pendidikan Kepramukaan dan Kewarganegaraan. Pendidikan ini sudah dilaksanakan sejak awal berdirinya Lapas Anak. Tujuan utama pendidikan ini adalah menumbuhkembangkan rasa cinta tanah air, kejuangan, kebangsaan, kerja sama, dan gotong royong di antara Anak Negara di Lapas Anak Kutoarjo. 9. Pendidikan Olah Raga dan Rekreasi. Pendidikn dan kegiatan ini dilaksanakan secara rutin pada setiap hari jumat sehingga hari tersebut dicanangkan sebagai Hari Kesehatan dan Rekreasi. 10. Pendidikan Keterampilan Kerja. Pendidikan ini dilaksanakan di dalam Lapas Kutoarjo. Bentuk keterampilan kerja yang dilaksanakan di Lapas Anak Kutoarjo, antara lain: a. Pendidikan keterampilan pertukangan, sangkar burung; b. Pendidikan keterampilan pertanian; c. Pendidikan keterampilan peternakan ayam; d. Pendidikan keterampilan menjahit; e. Pendidikan keterampilan perbengkelan las; f. Pendidikan keterampilan wikel (penggulungan dinamo); g. Pendidikan keterampilan budidaya jamur tiram; h. Pendidikan keterampilan pembuatan batako dan paving block. PENUTUP A. Kesimpulan 1. Pelaksanaan hak pendidikan bagi narapidana anak di Lembaga Pemasyarakatan lebih banyak melaksanakan pendidikan keterampilan-keterampilan kerja dan pembinaan secara sosial dibandingakan dengan pendidikan secara formal seperti di sekolahsekolah pada umumnya. Hal ini dikarenakan kurangnya tenaga profesional dan kurangnya kerjasama dengan instansi-instansi pemerintah. 2. Dalam pelaksanaan pendidikan bagi Narapidana Anak di dalam Lembaga Pemasyarakatan, terdapat beberapa faktor yang menjadi kendala. Faktorfaktor tersebut antara lain penempatan narapidana anak yang bersamaan dengan narapidana dewasa, kurangnya tenaga profesional yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan pendidikan dan pembinaan, kurangnya motivasi anak untuk belajar di dalam Lapas, sarana dan fasilitas tidak sebanding dengan kapasitas yang ada, dan masalah ekonomi atau keuangan, serta kurangnya pihak ketiga untuk membantu proses pendidikan di dalam Lapas. Selain itu juga terdapat kendala dari aspek yuridis yaitu dimana belum adanya peraturan pelaksana yang mengatur secara khusus mengenai pelaksanaan pendidikan sekolah formal bagi narapidana anak di dalam Lapas anak. B. Saran 1. Untuk mengatasi masalah yang terjadi di dalam Lembaga Pemasyarakatan Anak, khususnya pada pelaksanaan hak pendidikan bagi narapidana anak harus diperlukan peranan langsung dari pemerintah dalam hal ini Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia melakukan upaya-upaya untuk tercapainya tujuan dari pelaksanaan 143

8 pendidikan dan pembinaan dalam rangka pemenuhan hak pendidikan bagi Narapidana Anak atau Anak Didik Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Anak dengan menyediakan program-program yang disesuaikan dengan kebutuhan anak, sumber daya manusia, serta sarana dan prasarana yang memadai. 2. Pemerintah perlu mengeluarkan pengaturan khusus Peraturan Pemerintah tentang penyelenggaraan pendidikan formal pada Lembaga Pemasyarakatan Anak di Indonesia. Dalam hal ini petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanaan untuk melakukan pendidikan berdasarkan Peraturan Pemerintah. Hal ini sangat penting untuk dilakukan dengan adanya Peraturan yang mengatur para pelaksana program pendidikan di dalam Lembaga Pemasyarakatan tidak kehilangan arah dan mempunyai visi yang jelas dalam melakukan proses pengajaran. DAFTAR PUSTAKA A. Buku-buku Dwidja Priyatno, Sistem Pelaksanaan Pidana Penjara Di Indonesia, Refika Aditama, Bandung, Gatot Supramono, Hukum Acara Pengadilan Anak, Djambatan, Jakarta, H. R. Abdussalam dan Adri Desasfuryanto, Hukum Perlindungan Anak, PTIK, Jakarta, M. Nasir Djamil, Anak Bukan Untuk Dihukum, Sinar Grafika, Jakarta, Maidin Gultom, Perlindungan Hukum Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak Indonesia, Bandung, , Perlindungan Hukum Terhadap Anak dan Perempuan, Rafika Aditama, Bandung, Marwan Setiawan, Karakteristik Kriminalitas Anak & Remaja, Ghalia Indonesia, Bogor, Mohammad Taufik Makarao dan Weny Bukamo dan Syaiful Azri, Hukum Perlindungan Anak dan Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Rineka Cipta, Jakarta, Rika Saraswati, Hukum Perlindungan Anak di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, Widodo, Problematika Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Dalam Perspektif Hukum Pidana, Aswajaya Pressindo, Yogyakarta, B. Jurnal, Artikel Ilmiah dan Internet Arif Dwi Rusdiana, Jurnal Ilmu Hukum Hak Pendidikan Anak Didik Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Kelas II A Blitar, MIZAN, Volume 1 Nomor 2, Desember Martha Yusfika Anggraini, Jurnal Hukum Pemenuhan hak pendidikan bagi anak didik pemasyarakatan di lembaga pembinaan khusus anak Yogyakarta, Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya, Yogyakarta. Pengertian narapidana, diakses dari 012/10/pengertiannarapidana.html?m=1. Pendidikan bagi anak di Lembaga Pembinaan Khusus Anak, diakses dari ail/lt56bd545ec1d07/pendidikanbagi-anak-di-lembaga-pembinaankhusus-anak-lpka. Prima Roza, Jurnal Sosioteknologi Pendidikan dan mutu manusia, Edisi 12 Tahun 6, Desember Sebastian A S Nababan, Artikel Ilmiah Pelaksanaan Hak Memperoleh Pendidikan Bagi Anak Pidana, (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Kelas IIA Blitar dan Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur), Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Malang. Sofi Artnisa Siddiq, Jurnal Hukum Pemenuhan Hak Narapidana Anak dalam Mendapatkan Pendidikan dan Pelatihan, Pandecta, Volume 10. Nomor 1, Juni

9 C. Peraturan Perundang-undangan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undangundang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan. Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2010 Tentang Pedoman Umum Penanganan Anak Yang Berhadapan Dengan Hukum. 145

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Setiap anak mempunyai harkat

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016

Lex Privatum, Vol. IV/No. 7/Ags/2016 SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DI INDONESIA MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK 1 Oleh: Karen Tuwo 2 ABSTRAK Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bagi negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran-pemikiran baru mengenai pemidanaan yang tidak lagi sekedar penjeraan tapi juga merupakan suatu usaha

Lebih terperinci

BAB III. Pemasyarakatan Anak Blitar. 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga

BAB III. Pemasyarakatan Anak Blitar. 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga BAB III Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga Pemasyarakatan Anak Blitar 3.1 Pola Pembinaan Anak Pelaku Tindak Pidana Di Lembaga Pemasayarakatan Anak Sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya Warga Binaan Pemasyarakatan sebagai insan dan sumber daya manusia

Lebih terperinci

PERANAN BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) DALAM PROSES PERADILAN ANAK DI KOTA JAYAPURA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOmor 11 TAHUN 2012

PERANAN BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) DALAM PROSES PERADILAN ANAK DI KOTA JAYAPURA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOmor 11 TAHUN 2012 PERANAN BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) DALAM PROSES PERADILAN ANAK DI KOTA JAYAPURA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOmor 11 TAHUN 2012, SH.,MH 1 Abstrak : Peranan Balai Pemasyarakatan (Bapas) Dalam Proses Peradilan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKOHARJO, BUPATI SUKOHARJO PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan bermasyarakat, tidak lepas dari kaidah hukum yang mengatur masyarakat itu, kaidah hukum itu berlaku untuk seluruh masyarakat. Kehidupan manusia di dalam pergaulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha

BAB I PENDAHULUAN. Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memiliki harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Untuk menjaga harkat dan

Lebih terperinci

SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta)

SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS. (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta) SKRIPSI PERAN BAPAS DALAM PEMBIMBINGAN KLIEN PEMASYARAKATAN YANG MENJALANI CUTI MENJELANG BEBAS (Studi di Balai Pemasyarakatan Surakarta) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB III KONSEP PENGASUHAN ANAK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK

BAB III KONSEP PENGASUHAN ANAK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK BAB III KONSEP PENGASUHAN ANAK DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2002 TENTANG PERLINDUNGAN ANAK A. Gambaran Umum Undang-undang perlindungan anak dibentuk dalam rangka melindungi hakhak dan kewajiban anak,

Lebih terperinci

BAB II TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH ANAK. Menurut Moeljatno istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna

BAB II TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH ANAK. Menurut Moeljatno istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna BAB II TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN OLEH ANAK A. Tindak Pidana Menurut Moeljatno istilah perbuatan pidana menunjuk kepada makna adanya suatu kelakuan manusia yang menimbulkan akibat tertentu yang dilarang

Lebih terperinci

HAK PENDIDIKAN ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN DILEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK KLAS II A BLITAR

HAK PENDIDIKAN ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN DILEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK KLAS II A BLITAR HAK PENDIDIKAN ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN DILEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK KLAS II A BLITAR Arif Dwi Rusdiana ABSTRAK Pemenuhan hak pendidikan Anak Didik Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Klas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, LPKA, HAK-HAK ANAK DALAM LPKA DAN PROSES PEMBINAAN ANAK DALAM LPKA

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, LPKA, HAK-HAK ANAK DALAM LPKA DAN PROSES PEMBINAAN ANAK DALAM LPKA BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ANAK, LPKA, HAK-HAK ANAK DALAM LPKA DAN PROSES PEMBINAAN ANAK DALAM LPKA 2.1. Anak 2.1.1. Pengertian Anak Di Indonesia, apa yang dimaksud dengan anak tidak ada kesatuan pengertian.

Lebih terperinci

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN

NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 1995 TENTANG PEMASYARAKATAN Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa pada hakikatnya Warga Binaan Pemasyarakatan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR LEMBAGA PENYELENGGARAAN KESEJAHTERAAN SOSIAL BAGI ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR M.01.PK.04-10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBUK INOONESIA NOMOR M.2.PK.04-10 TAHUN 2007 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PELAKSANAAN ASIMILASI,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG,

PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, PERATURAN DAERAH PROVINSI LAMPUNG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PELAYANAN TERHADAP HAK-HAK ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR LAMPUNG, Menimbang : a. bahwa anak yang merupakan tunas dan generasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berusia tahun, korban berusia 6 12 tahun sebanyak 757 kasus (26 %)

BAB 1 PENDAHULUAN. berusia tahun, korban berusia 6 12 tahun sebanyak 757 kasus (26 %) BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang berpotensi sebagai pelaku kejahatan, tidak mengenal jenis kelamin pria atau wanita, dewasa maupun anak-anak. Masyarakat menganggap siapapun pelaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semakin meningkatnya perkembangan kehidupan masyarakat dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Semakin meningkatnya perkembangan kehidupan masyarakat dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin meningkatnya perkembangan kehidupan masyarakat dalam berbagai bidang, maka semakin berkembang pula pelanggaran terhadap hukum. Perkembangan pelanggaran

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak merupakan amanah dan karunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945) Pasal 1 ayat (1) menyebutkan secara tegas bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia bertujuan membentuk masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Dalam usahanya, Negara menjumpai banyak rintangan serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana bersikap, bertutur kata dan mempelajari perkembangan sains yang

BAB I PENDAHULUAN. bagaimana bersikap, bertutur kata dan mempelajari perkembangan sains yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang penting dalam kehidupan kita, ini berarti bahwa setiap manusia berhak mendapat dan berharap untuk selalu berkembang dalam pendidikan.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan suatu faktor yang penting dari suatu bangsa, dimana

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakan suatu faktor yang penting dari suatu bangsa, dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan suatu faktor yang penting dari suatu bangsa, dimana anak merupakan karunia dari Tuhan Yang Maha Esa dan generasi penerus bangsa yang seharusnya dijaga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum yang menjunjung tinggi nilai-nilai hukum. Hal ini tercermin di dalam Pasal 1 ayat (3) dalam Undang-Undang Dasar 1945 yang merupakan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

Peranan Pembimbing Kemasyarakatan dalam Pengadilan Anak di Pematangsiantar. Abstrak

Peranan Pembimbing Kemasyarakatan dalam Pengadilan Anak di Pematangsiantar. Abstrak 1 Peranan Pembimbing Kemasyarakatan dalam Pengadilan Anak di Pematangsiantar Novelina M.S. Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Undang-undang Nomor 3

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 65 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN DIVERSI DAN PENANGANAN ANAK YANG BELUM BERUMUR 12 (DUA BELAS) TAHUN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah salah satu bagian yang tidak terpisahkan dari dalam kehidupan masyarakat. Keberadaan anak menjadi bagian penting untuk memajukan bangsa dan Negara dimasa

Lebih terperinci

BAB III SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK. sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana Undang-

BAB III SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK. sampai dengan tahap pembimbingan setelah menjalani pidana Undang- BAB III SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK A. Pengertian Sistem Peradilan Pidana Anak Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyelesaian perkara Anak yang berhadapan dengan hukum, mulai tahap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas pokok melaksanakan pemasyarakatan narapidana/anak didik. makhluk Tuhan, individu dan anggota masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. tugas pokok melaksanakan pemasyarakatan narapidana/anak didik. makhluk Tuhan, individu dan anggota masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga Pemasyarakatan merupakan salah satu unit pelaksana tekhnis dari jajaran Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia yang mempunyai tugas pokok melaksanakan

Lebih terperinci

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles

2 BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan: 1. Sistem Peradilan Pidana Anak adalah keseluruhan proses penyeles LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.194, 2015 PIDANA. Diversi. Anak. Belum Berumur 12 Tahun. Pedoman. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5732). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun anak. Penangannanya melalui kepolisian kejaksaan Pengadilan

BAB I PENDAHULUAN. maupun anak. Penangannanya melalui kepolisian kejaksaan Pengadilan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan selalu terjadi pada masyarakat pelakunya dapat orang dewasa, maupun anak. Penangannanya melalui kepolisian kejaksaan Pengadilan Perlindungan hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tahun), termasuk anak yang masih dalam kandungan. 1 Anak adalah amanah

BAB I PENDAHULUAN. tahun), termasuk anak yang masih dalam kandungan. 1 Anak adalah amanah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya anak adalah merupakan bagian dari keluarga yang pada saatnya nanti akan menjadi tumpuan bangsa dan Negara, oleh karena itu anak perlu dilindungi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban.

BAB I PENDAHULUAN. memberikan efek negatif yang cukup besar bagi anak sebagai korban. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) telah menjadi agenda bersama dalam beberapa dekade terakhir. Fakta menunjukkan bahwa KDRT memberikan efek negatif yang cukup

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. untuk anak-anak. Seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan generasi penerus bangsa yang akan menjadi penopang bagi keberlangsungan bangsa tersebut. Untuk mewujudkan masa depan bangsa yang cerah, diperlukan pendidikan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG BALAI PERTIMBANGAN PEMASYARAKATAN DAN TIM PENGAMAT PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUHAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) adalah melindungi

BAB I PENDAHULUHAN. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) adalah melindungi BAB I PENDAHULUHAN A. Latar belakang permasalahan Salah satu tujuan negara Indonesia sebagaimana termuat dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyaknya persoalan anak masih menjadi perhatian kita semua. Kekerasan terhadap anak sudah banyak yang memperhatikan namun masih sedikit perhatian tertuju untuk

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.153, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 3 ayat (1), Bangsa

BAB I PENDAHULUAN. Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 3 ayat (1), Bangsa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempengaruhi berbagai aspek kehidupan manusia. Perilaku manusia sebagai subjek hukum juga semakin kompleks dan

Lebih terperinci

Al Adl, Volume VII Nomor 14, Juli-Desember 2015 ISSN UPAYA DIVERSI DALAM PROSES PERADILAN PIDANA ANAK INDONESIA

Al Adl, Volume VII Nomor 14, Juli-Desember 2015 ISSN UPAYA DIVERSI DALAM PROSES PERADILAN PIDANA ANAK INDONESIA UPAYA DIVERSI DALAM PROSES PERADILAN PIDANA ANAK INDONESIA Munajah Dosen FH Uniska Banjarmasin email : doa.ulya@gmail.com ABSTRAK Pembaruan Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia ditandai dengan lahirnya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 17 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Umum tentang Anak secara Umum 1. Pengertian Anak Anak adalah generasi penerus bangsa dan penerus pembangunan, yaitu generasi yang dipersiapkan sebagai subjek pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia;

BAB I PENDAHULUAN. 2. Persamaan perlakuan dan pelayanan; 5. Penghormatan harkat dan martabat manusia; BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menegaskan bahwa sistem pembinaan narapidana yang dilakukan oleh Negara Indonesia mengacu

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :M.01-PK.04.10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA. Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 68, 1999 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3842) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB III LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK DI INDONESIA

BAB III LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK DI INDONESIA BAB III LEMBAGA PEMASYARAKATAN ANAK DI INDONESIA A. Pengertian Lembaga Pemasyarakatan Pemasyarakatan adalah kegiatan untuk melakukan pembinaan warga binaan pemasyarakatan berdasarkan sistem, kelembagaan

Lebih terperinci

2016, No Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pem

2016, No Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pem BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.810, 2016 KEMENKUMHAM. Remisi. Asimilasi. Cuti Mengunjungi Keluarga. Pembebasan Bersyarat. Cuti Menjelang Bebas. Cuti Bersyarat. Pemberian. Tata Cara. Perubahan. PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

JURNAL HUKUM PEMENUHAN HAK MENDAPAT PENDIDIKAN BAGI ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN YANG BERADA DI LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK

JURNAL HUKUM PEMENUHAN HAK MENDAPAT PENDIDIKAN BAGI ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN YANG BERADA DI LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK JURNAL HUKUM PEMENUHAN HAK MENDAPAT PENDIDIKAN BAGI ANAK DIDIK PEMASYARAKATAN YANG BERADA DI LEMBAGA PEMBINAAN KHUSUS ANAK Diajukan oleh : Theresa Arima Pangaribuan N P M : 13 05 11298 Program Studi :

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 31 TAHUN 1999 (31/1999) TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 31 TAHUN 1999 (31/1999) TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PERATURAN PEMERINTAH (PP) NOMOR 31 TAHUN 1999 (31/1999) TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PRESIDEN, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (2) Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengenai fungsi pemidanaan tidak lagi hanya sekedar penjeraan bagi narapidana,

BAB I PENDAHULUAN. mengenai fungsi pemidanaan tidak lagi hanya sekedar penjeraan bagi narapidana, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem hukum negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila, pemikiran mengenai fungsi pemidanaan tidak lagi hanya sekedar penjeraan bagi narapidana, tetapi merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pidana penjara atau pemasyarakatan merupakan salah satu bagian dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pidana penjara atau pemasyarakatan merupakan salah satu bagian dari 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pidana penjara atau pemasyarakatan merupakan salah satu bagian dari hukuman yang dapat dijatuhkan kepada seorang terpidana yang telah divonis dengan putusan

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. II/No. 7/Ags/2014. PEMIDANAAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR 1 Oleh: Judy Mananohas 2

Lex et Societatis, Vol. II/No. 7/Ags/2014. PEMIDANAAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR 1 Oleh: Judy Mananohas 2 PEMIDANAAN TERHADAP ANAK DI BAWAH UMUR 1 Oleh: Judy Mananohas 2 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaturan KUHP Indonesia mengenai anak di bawah umur dan bagaimana pemidanaan

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2017 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN PERKAWINAN USIA ANAK

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2017 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN PERKAWINAN USIA ANAK BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 04 TAHUN 2017 TENTANG PENCEGAHAN DAN PENANGANAN PERKAWINAN USIA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang :

Lebih terperinci

Lex Crimen Vol. IV/No. 4/Juni/2015. PENANGKAPAN ANAK DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA 1 Oleh: Joice H. Hontong 2

Lex Crimen Vol. IV/No. 4/Juni/2015. PENANGKAPAN ANAK DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA 1 Oleh: Joice H. Hontong 2 PENANGKAPAN ANAK DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA 1 Oleh: Joice H. Hontong 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana cara penangkapan anak dalam perkara pidana menurut

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40 TAHUN 2011 TENTANG PEMBINAAN, PENDAMPINGAN, DAN PEMULIHAN TERHADAP ANAK YANG MENJADI KORBAN ATAU PELAKU PORNOGRAFI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, masyarakat dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, masyarakat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap anak berhak atas perlindungan oleh orang tua, masyarakat dan Negara. Untuk kepentingan hak anak itu diakui dan dilindungi oleh hukum. Perlindungan anak adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 74 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TENGAH NOMOR 7 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa

BAB I PENDAHULUAN. segala kemungkinan yang akan membahayakan mereka dan bangsa di masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas diperlukan pembinaan secara terus menerus demi kelangsungan hidup, pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No: 164/Pid.B/2009/PN.PL) SAHARUDDIN / D

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No: 164/Pid.B/2009/PN.PL) SAHARUDDIN / D PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP ANAK SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN (Studi Kasus Putusan No: 164/Pid.B/2009/PN.PL) SAHARUDDIN / D 101 07 502 ABSTRAK Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan

Lebih terperinci

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK

BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK SALINAN BUPATI TAPIN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 01 TAHUN 2015 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TAPIN, Menimbang

Lebih terperinci

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA 2017 PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 I. LATAR BELAKANG Anak

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2017 TENTANG PELAKSANAAN PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK.04.10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS

KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK.04.10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS KEPUTUSAN MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : M.01-PK.04.10 TAHUN 1999 TENTANG ASIMILASI, PEMBEBASAN BERSYARAT DAN CUTI MENJELANG BEBAS MENTERI KEHAKIMAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bisa terjadi pada anak dimana apabila anak terkena pidana. Adapun pelaksanaan

BAB I PENDAHULUAN. bisa terjadi pada anak dimana apabila anak terkena pidana. Adapun pelaksanaan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Narapidana pada dasarnya tidak hanya melekat pada orang dewasa tetapi juga bisa terjadi pada anak dimana apabila anak terkena pidana. Adapun pelaksanaan perlindungan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Anak pidana oleh Petugas Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Anak pidana oleh Petugas Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan tentang Pembinaan Anak pidana oleh Petugas Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Sleman yang telah dilaksanakan,

Lebih terperinci

UU 12/1995, PEMASYARAKATAN. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:12 TAHUN 1995 (12/1995) Tanggal:30 Desember 1995 (JAKARTA) Tentang:PEMASYARAKATAN

UU 12/1995, PEMASYARAKATAN. Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA. Nomor:12 TAHUN 1995 (12/1995) Tanggal:30 Desember 1995 (JAKARTA) Tentang:PEMASYARAKATAN UU 12/1995, PEMASYARAKATAN Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor:12 TAHUN 1995 (12/1995) Tanggal:30 Desember 1995 (JAKARTA) Tentang:PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PEMASYARAKATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pada hakikatnya perlakuan terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indie (Kitab Undang Undang Hukum pidana untuk orang orang. berlaku sejak 1 januari 1873 dan ditetapkan dengan ordonasi pada tanggal

BAB I PENDAHULUAN. Indie (Kitab Undang Undang Hukum pidana untuk orang orang. berlaku sejak 1 januari 1873 dan ditetapkan dengan ordonasi pada tanggal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah kepenjaraan 1 di Hindia Belanda dimulai tahun 1872 dengan berlakunya wetboekvan strafrescht de inlanders in Nederlandsch Indie (Kitab Undang Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. khusus untuk melaporkan aneka kriminalitas. di berbagai daerah menunjukkan peningkatan.

BAB I PENDAHULUAN. khusus untuk melaporkan aneka kriminalitas. di berbagai daerah menunjukkan peningkatan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbicara tentang kejahatan seakan tidak ada habis-habisnya, setiap hari selalu saja terjadi dan setiap media massa di tanah air bahkan mempunyai ruang khusus untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI SINGKAT B. KOMPETENSI UMUM C. KOMPETENSI KHUSUS

BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI SINGKAT B. KOMPETENSI UMUM C. KOMPETENSI KHUSUS BAB I PENDAHULUAN A. DESKRIPSI SINGKAT Modul Penanganan ABH di Bapas merupakan bagian dari Modul Penyuluhan penanganan anak yang berhadapan dengan hukum terkait diversi dan keadilan restoratif bagi petugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tolak ukur segala hal mengenai harapan dan tujuan dari bangsa

BAB I PENDAHULUAN. menjadi tolak ukur segala hal mengenai harapan dan tujuan dari bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara hukum yang segala bentuk pemerintahan negara ini telah diatur dalam undang-undang dasar 1945, UUD 45 menjadi tolak ukur segala hal mengenai harapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Setelah adanya Keputusan Konferensi Dinas Para

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Setelah adanya Keputusan Konferensi Dinas Para BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberadaan Lembaga Pemasyarakatan tentu sangat tidak asing bagi seluruh rakyat Indonesia. Setelah adanya Keputusan Konferensi Dinas Para Pemimpin di jajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai salah satu institusi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai salah satu institusi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) sebagai salah satu institusi penegak hukum, merupakan muara dari peradilan pidana yang menjatuhkan pidana penjara kepada para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan

BAB I PENDAHULUAN. melanggarnya, sedangkan kejahatan adalah perbuatan dengan proses yang sama dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbuatan pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum larangan yang disertai ancaman (sanksi) berupa pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggarnya,

Lebih terperinci

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017

PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 KEMENTERIAN PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK REPUBLIK INDONESIA 2017 PANDUAN PELAKSANAAN HARI ANAK NASIONAL TAHUN 2017 I. LATAR BELAKANG Anak

Lebih terperinci

Institute for Criminal Justice Reform

Institute for Criminal Justice Reform UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap orang

Lebih terperinci

Oleh Lily I. Rilantono (Ketua Umum YKAI)

Oleh Lily I. Rilantono (Ketua Umum YKAI) Oleh Lily I. Rilantono (Ketua Umum YKAI) Banyak anak-anak berkonflik dengan hukum dan diputuskan masuk dalam lembaga pemasyarakatan. Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 1997 pengadilan negeri

Lebih terperinci

2018, No bersyarat bagi narapidana dan anak; c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata

2018, No bersyarat bagi narapidana dan anak; c. bahwa Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 21 Tahun 2013 tentang Syarat dan Tata BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.282, 2018 KEMENKUMHAM. Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat. Pencabutan. PERATURAN MENTERI HUKUM

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE. Oleh : Dheny Wahyudhi 1. Abstrak

PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE. Oleh : Dheny Wahyudhi 1. Abstrak PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM MELALUI PENDEKATAN RESTORATIVE JUSTICE Oleh : Dheny Wahyudhi 1 Abstrak Perlindungan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum dalam proses peradilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan prinsip pemasyarakatan : 1. Orang yang tersesat harus diayomi dengan memberikan bekal hidup sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dikenal dengan prinsip pemasyarakatan : 1. Orang yang tersesat harus diayomi dengan memberikan bekal hidup sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem pemenjaraan yang sangat menekankan pada unsur balas dendam dan penjeraan secara berangsur-angsur dipandang sebagai suatu sistem dan sarana yang tidak

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Wr.Wb.

Assalamu alaikum Wr.Wb. SAMBUTAN PADA PEMBUKAAN WORKSHOP PENANGANAN ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM DENGAN PENDEKATAN RESTORATIF JUSTICE Hotel Salak Bogor, 5 April 2010 1. Yth. Bpk Ketua Mahkamah Agung 2. Yth, Bpk/Ibu Para

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini

BAB I PENDAHULUAN. para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Pemasyarakatan lahir di Bandung dalam konferensi jawatan kepenjaraan para pemimpin penjara. Gagasan dan konsepsi tentang Pemasyarakatan ini dicetuskan oleh DR.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian Anak dalam Konsideran Undang-Undang Nomor 11 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. Pengertian Anak dalam Konsideran Undang-Undang Nomor 11 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian Anak dalam Konsideran Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak yang selanjutnya disebut dengan UU SPPA menyebutkan bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2013 TENTANG PENGASUHAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN

PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN PENJELASAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBINAAN DAN PEMBIMBINGAN WARGA BINAAN PEMASYARAKATAN UMUM Sebagaimana ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Merebaknya kasus kejahatan dari tahun ke tahun memang bervariasi,

BAB I PENDAHULUAN. Merebaknya kasus kejahatan dari tahun ke tahun memang bervariasi, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Merebaknya kasus kejahatan dari tahun ke tahun memang bervariasi, kadang meningkat dan turun, baik secara kuantitas maupun kualitas. Namun jika dicemati, di

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat - 1 - Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PELINDUNGAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing

BAB I PENDAHULUAN. sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dilahirkan sebagai makhluk yang bersifat individual dan juga bersifat sosial, sebagai makhluk individual manusia memiliki kepentingan masing-masing yang tentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai

BAB I PENDAHULUAN. mampu memimpin serta memelihara kesatuan dan persatuan bangsa dalam. dan tantangan dalam masyarakat dan kadang-kadang dijumpai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah bagian dari generasi muda merupakan penerus cita-cita perjuangan bangsa dan sumber daya manusia bagi pembangunan nasional. Dalam rangka mewujudkan sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun

BAB I PENDAHULUAN. hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyalahgunaan narkotika sebagai bentuk tindakan yang melanggar hukum seperti telah diatur dalam Pasal 12 Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.

Lebih terperinci