2. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Teori-Teori

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Teori-Teori"

Transkripsi

1 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori-Teori Beberapa teori yang ditinjau untuk mendukung penelitian ini adalah teori pertumbuhan wilayah yang dikemukakan dengan pendekatan Kaldorian, perubahan struktural (structural change), definisi deindustrialisasi dan model deindustrialisasi Sektor Manufaktur sebagai Mesin Pertumbuhan (Pendekatan Kaldorian) Teori pertumbuhan Kaldor digunakan dalam penelitian ini untuk menganalisis peranan sektor manufaktur dalam perekonomian Indonesia sejak Indonesia mengalami proses industrialisasi. Analisis dengan pendekatan Kaldorian dapat mengidentifikasi apakah sektor manufaktur telah menjadi mesin pertumbuhan ekonomi. Apabila sektor manufaktur menjadi mesin pertumbuhan ekonomi, hal ini berarti bahwa perekonomian secara keseluruhan yang terdiri dari berbagai jenis aktivitas ekonomi digerakkan oleh sektor manufaktur. Hukum Kaldor dalam konteks fenomena deindustrialisasi dapat digunakan sebagai penentu apakah deindustrialisasi yang terjadi merupakan fenomena positif atau negatif. Deindustrialisasi yang merupakan fenomena positif artinya proses pembangunan ekonomi telah mencapai tahap yang matang (mature) dan ditandai dengan kuatnya pengaruh sektor manufaktur dalam menggerakkan perekonomian. Deindustrialisasi yang merupakan fenomena negatif ditandai dengan kurang kuatnya pengaruh sektor manufaktur dalam menggerakkan perekonomian dan hal ini dapat menyebabkan turunnya nilai output atau jumlah pekerja sektor manufaktur yang tidak disertai dengan tingkat pendapatan per kapita yang cukup tinggi. Pendapatan per kapita yang tinggi mencirikan bahwa suatu wilayah telah mencapai tahap pembangunan ekonomi yang matang (mature). Kaldor menggunakan analisis ekonomi klasik dan hasil analisis Young (1928) dalam mengusulkan teorinya. Kaldor memperkenalkan konsep dynamic economies of scale yang menyatakan bahwa semakin tinggi pertumbuhan output sektor manufaktur maka produktivitas sektor ini juga akan semakin tinggi. Model Kaldor menganalisis total factor productivity dari sisi demand dan supply,

2 10 sedangkan neoklasik hanya menganalisisnya dari sisi supply. Kaldor percaya bahwa tidak cukup memformulasikan sebuah teori pertumbuhan hanya berdasarkan pada sebuah sektor perekonomian karena kondisi supply dan demand setiap sektor berbeda. Pada sisi demand, Kaldor menyatakan bahwa elastisitas pendapatan terhadap demand untuk produk manufaktur lebih besar dibanding produk pertanian dan kurang lebih sama untuk sektor jasa. Pada sisi supply, sektor manufaktur mempunyai potensi pertumbuhan produktivitas yang lebih cepat dibandingkan sektor jasa. Model pertumbuhan Kaldor juga berbeda dengan teori pertumbuhan endogen (endogenous growth theory). Menurut Knell (2004), teori pertumbuhan endogen mempunyai hipotesis dasar bahwa pertumbuhan output dibatasi oleh supply pekerja dan kapital, sedangkan model pertumbuhan Kaldor mempunyai hipotesis dasar bahwa pertumbuhan output dibatasi oleh banyaknya demand. Model pertumbuhan Kaldor sangat menekankan pentingnya perluasan pasar, yang menggambarkan peningkatan demand, dalam menjelaskan adanya increasing returns to scale. Hubungannya adalah ketika demand semakin meningkat, dibutuhkan output yang lebih banyak sehingga dengan adanya pengaruh perubahan teknologi dan technological learning pada output maka proses produksi akan terus mengalami increasing returns to scale. Kaldor s growth law menerangkan hubungan antara pertumbuhan sektorsektor industri, pertumbuhan produktivitas, dan pertumbuhan total output. Kaldor s growth law tersebut adalah: 1. Pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan (pertumbuhan output) berhubungan positif dengan pertumbuhan sektor sekunder terutama sektor manufaktur. Hukum pertama ini lebih terkenal dengan istilah manufacturing is the engine of growth dan diformulasikan dalam persamaan regresi sebagai berikut. (2.1) dengan adalah pertumbuhan total output dan adalah pertumbuhan sektor manufaktur. Akan tetapi persamaan (2.1) tersebut belum cukup menguatkan argumentasi bahwa sektor manufaktur merupakan mesin pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Kaldor menambahkan hubungan yang lebih spesifik

3 11 yaitu semakin besar selisih pertumbuhan sektor manufaktur dengan pertumbuhan sektor selain manufaktur maka pertumbuhan total output semakin cepat. Hubungan tersebut diformulasikan dalam persamaan regresi sebagai berikut. (2.2) dengan adalah pertumbuhan sektor selain manufaktur. Kaldor juga menambahkan argumentasi yang dapat menguatkan hukum Kaldor yang pertama yaitu pertumbuhan sektor selain manufaktur juga dipengaruhi oleh pertumbuhan sektor manufaktur. Argumentasi ini diformulasikan dalam persamaan regresi sebagai berikut. (2.3) Terdapat dua alasan yang dapat menjelaskan keeratan hubungan antara pertumbuhan sektor manufaktur dan pertumbuhan output (Libanio dan Moro 2007). Alasan pertama adalah pertumbuhan output dan pekerja sektor manufaktur menyebabkan terjadinya transfer pekerja dari sektor yang mempunyai produktivitas rendah, karena sektor ini memiliki surplus pekerja, menuju sektor manufaktur yang mempunyai produktivitas lebih tinggi. Hasil proses transfer ini adalah peningkatan produktivitas pada semua sektor perekonomian dan hanya sedikit atau bahkan tidak menyebabkan dampak negatif pada sektor primer. Kaldor (1967) yang diacu dalam Felipe (1998) menyebutkan bahwa proses ini disebut sebagai transisi dari perekonomian yang bersifat immature menuju perekonomian yang bersifat mature dan hal ini merupakan pertanda bahwa proses pembangunan telah memasuki tahap intermediate. Alasan kedua adalah adanya static increasing returns pada sektor manufaktur yang berhubungan dengan economies of scale internal to firm dan adanya dynamic increasing returns pada sektor manufaktur yang berasal dari proses learning by doing, induced technological change, economies of scale external to firm. Kaldor (1967) yang diacu dalam Felipe (1998) mengemukakan empat alasan mengapa sektor manufaktur memegang peranan penting dalam menjelaskan pertumbuhan ekonomi. Alasan tersebut adalah:

4 12 a. Pada saat proses produksi sektor manufaktur mengalami peningkatan, terdapat aliran pekerja dari sektor selain manufaktur, yang memiliki pengangguran terselubung (disguised unemployment) dan surpus pekerja, menuju sektor manufaktur sehingga produktivitas sektor selain manufaktur mengalami peningkatan produktivitas (dengan asumsi bahwa sumber daya sektor selain manufaktur tersebut memiliki opportunity cost yang kecil). Berdasarkan hal tersebut, implikasinya adalah semakin cepat pertumbuhan sektor manufaktur, yaitu sebelum pertumbuhannya mengalami diminishing returns, maka proses transfer pekerja menjadi semakin cepat. b. Kegiatan sektor manufaktur memiliki backward linkage dan forward linkage yang lebih besar dibanding sektor-sektor lainnya. c. Sektor industri khususnya sektor manufaktur mempunyai sifat static increasing returns yang berasal dari ukuran dan skala produksinya dan sifat dynamic increasing returns karena bisa mengalami proses learning by doing dalam proses produksinya. d. Adanya kendala neraca pembayaran (balance-of-payments) yang diperlonggar akan menyebabkan pertumbuhan output dan sektor selain manufaktur semakin cepat jika pertumbuhan sektor sekunder semakin cepat. 2. Produktivitas pekerja sektor manufaktur berhubungan positif dengan pertumbuhan output sektor manufaktur itu sendiri. Hubungannya lebih cenderung kepada pertumbuhan output sektor manufaktur yang mempengaruhi pertumbuhan produktivitas pekerja sektor manufaktur. Hukum Kaldor kedua ini disebut juga dengan Verdoorn s Law atau Kaldor-Verdoorn Law. Verdoorn s Law biasanya digunakan untuk membuktikan adanya static increasing returns dan dynamic increasing returns yang merupakan kunci penting pada model pertumbuhan circular and cummulative causation dalam analisis Kaldorian (Kaldor 1970, Dixon dan Thirlwall 1975 diacu dalam Libanio dan Moro 2007). Argumentasinya adalah dengan tingkat pertumbuhan output tertentu, output tersebut dapat digunakan untuk meningkatkan produktivitas pekerja. Pada saat produktivitas pekerja meningkat, unit labor costs (biaya pekerja per unit) akan menurun dan dengan asumsi ceteris

5 13 paribus harga barang per unit akan turun. Harga barang per unit yang menjadi relatif murah ini akan meningkatkan daya saing (competitiveness) dan pada akhirnya akan meningkatkan output melalui peningkatan permintaan ekspor. Knell (2004) menyebutkan bahwa terdapat tiga rumus dasar untuk Kaldor-Verdoorn Law dan berasal dari persamaan dasar berikut. (2.4) dengan adalah pertumbuhan output, adalah pertumbuhan output per pekerja (produktivitas pekerja) dan adalah pertumbuhan pekerja. Verdoorn menyatakan bahwa pertumbuhan produktivitas berhubungan linier dan positif dengan pertumbuhan output. Berdasarkan pernyataan tersebut didapatkan rumus pertama dari Kaldor-Verdoorn Law yaitu: (2.5) dikenal dengan koefisien Verdoorn dan koefisien ini bisa menjelaskan adanya pertumbuhan demand (perluasan pasar) dan perubahan struktural. Rumus kedua didapatkan dari pandangan lain Kaldor mengenai hubungan antara pertumbuhan output dan produktivitas pekerja. Rumus kedua tersebut adalah: (2.6) Kaldor menyebutkan bahwa persamaan (2.6) tersebut telah memadai untuk mengetahui adanya static increasing returns atau dynamic increasing returns. Jika < 1 dan signifikan secara statistik maka perekonomian dalam kondisi dynamic increasing returns. Jika = 1 dan signifikan secara statistik maka proses pertumbuhan dapat dikatakan mengikuti model pertumbuhan Solow tanpa peningkatan teknologi. Jika tidak signifikan secara statistik maka Kaldor mendeskipsikan perekonomian sebagai nihilistic. Rumus Kaldor-Verdoorn Law ketiga berasal dari pernyataan Cripps dan Tarling (1973) yang diacu dalam Knell (2004). Mereka menyatakan bahwa persamaan (2.5) dan (2.6) harus diuji secara simultan dengan menggunakan persamaan berikut. (2.7) Kaldor (1975) yang diacu dalam Knell (2004) menyatakan bahwa persamaan (2.7) ini tidak dapat digunakan untuk menguji hipotesisnya dan bahkan bisa

6 14 terjadi misleading ketika terdapat hubungan yang negatif dari kedua variabel tersebut. 3. Produktivitas sektor selain manufaktur berhubungan positif dengan pertumbuhan output sektor manufaktur. Hukum ini lebih intuitif dan berdasarkan pada argumentasi bahwa sektor selain manufaktur memiliki diminishing returns to scale Perubahan Struktural (Structural Change) Perubahan struktural dalam perekonomian merujuk pada perubahan struktur perekonomian yang mendasar dalam jangka panjang, bukan hanya perubahan struktur dalam lingkup mikro dan dalam jangka pendek. Struktur perekonomian yang dimaksud adalah formasi sektor/industri dalam suatu perekonomian. Contoh perubahan struktural adalah perekonomian subsisten yang mengalami industrialisasi sehingga kontribusi dominan sektor pertanian bergeser ke sektor manufaktur. Hal-hal yang menyebabkan terjadinya perubahan struktural sangatlah berbeda untuk masing-masing wilayah. Perubahan struktural bisa disebabkan antara lain oleh: 1. dampak dari suatu kebijakan 2. perubahan sumber daya, penduduk dan keadaan sosial yang bersifat permanen Peranan Sektor Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi Gollin et. al. (2002) menunjukkan model perubahan struktural dapat menjawab dua pertanyaan penting mengenai proses industrialisasi. Pertanyaan tersebut adalah mengapa proses industrialisasi pada setiap negara mempunyai waktu permulaan yang berbeda-beda dan mengapa pada beberapa negara proses tersebut berjalan lambat. Implikasi penting dari model perubahan struktural tersebut adalah pertumbuhan produktivitas sektor pertanian merupakan kunci penting proses pertumbuhan. Model ini merupakan pengembangan dari model pertumbuhan neoklasik yang memasukkan sektor pertanian secara eksplisit. Berdasarkan model ini,

7 15 Gollin et al. (2002) menyatakan bahwa proses pembangunan berhubungan dengan adanya perubahan struktural. Pada model ini diasumsikan fungsi utilitas dari sebuah rumah tangga mengikuti Stone-Geary variety. U Keterangan: ( c, a ) t t ( c ) log t + a = at jika a t jika a t a < a a t : konsumsi barang hasil pertanian pada periode t c t : konsumsi barang hasil non pertanian pada periode t Nilai utilitas seumur hidup ditunjukkan dengan persamaan (2.9) berikut. t=1 (, a ) (2.8) t β U ct t (2.9) Berdasarkan persamaan (2.8) dan (2.9) dapat disimpulkan bahwa ketika hasil produksi sektor pertanian mencapai a, kelebihan tenaga kerja sektor pertanian yang ada akan berpindah dari sektor pertanian ke sektor non pertanian. Hal ini menandakan bahwa keadaan sektor pertanian mempengaruhi ketersediaan tenaga kerja untuk sektor non pertanian. Model pertumbuhan neoklasik menunjukkan bahwa sektor non pertanian memproduksi sejumlah output ( Y mt ) dengan menggunakan kapital ( K mt ) dan tenaga kerja ( N mt ). Y mt = A m K θ mt t 1 θ ( 1 + γ ) N ) + αn (2.10) m mt mt Keterangan A m : total-factor-productivity (TFP) γ m : tingkat perubahan teknologi Persamaan (2.10) merupakan modifikasi fungsi produksi yaitu dengan menambahkan α N mt agar suatu perekonomian yang tidak mempunyai kapital fisik dapat melakukan akumulasi kapital. Setiap negara diasumsikan mempunyai TFP ( A m ) berbeda-beda dan nilainya ditentukan oleh faktor kebijakan dan institusi yang mempengaruhi kegiatan sektor non pertanian. Sebaliknya, parameter γ m dan α diasumsikan sama untuk semua negara. Parameter γ m diasumsikan sebagai variabel eksogen karena negara-negara miskin umumnya tidak menciptakan ide untuk pengembangan teknologi. Output yang diperoleh dari sektor non pertanian

8 16 (dalam hal ini adalah sektor manufaktur) dapat digunakan untuk konsumsi atau investasi ( X mt ) sehingga fungsi stok kapital untuk sektor manufaktur adalah sebagai berikut. K mt+ 1 = ( 1 δ ) K mt + X mt (2.11) Sektor pertanian menghasilkan sejumlah output ( Y at menggunakan sebuah input produksi yaitu tenaga kerja ( N at ) hanya dengan ). Pada model ini diasumsikan penambahan input yang berupa tanah tidak akan mempengaruhi hasil akhir. Selain itu, model ini mengasumsikan terdapat dua macam teknologi yang dapat digunakan pada sektor pertanian. Kedua macam teknologi tersebut adalah: a. Teknologi tradisional Penggunaan teknologi tradisional akan menghasilkan a buah barang pertanian pada satu periode waktu. b. Teknologi modern Penggunaan teknologi akan menghasilkan sejumlah output sektor pertanian ( Y at ) seperti dirumuskan pada persamaan (2.12) berikut. Y at t = Aa ( 1 + γ a ) Nat (2.12) Asumsi yang digunakan untuk A a dan γ a sama dengan yang diasumsikan untuk sektor non pertanian. Output yang diperoleh dari sektor pertanian diasumsikan hanya digunakan untuk konsumsi, sehingga jumlah konsumsi barang hasil pertanian terbatas a Y. Solusi untuk competitive equilibrium melalui dua langkah. Langkah pertama yaitu menentukan alokasi tenaga kerja setiap sektor untuk setiap periode. Berdasarkan fungsi utilitas rumah tangga maka pada awalnya semua tenaga kerja akan dialokasikan ke sektor pertanian sampai 1. Ketika kondisi ini tercapai maka produksi sektor pertanian akan menggunakan teknologi modern untuk menggantikan teknologi tradisional yang selama ini digunakan dan hal ini menyebabkan tenaga kerja sektor pertanian berpindah ke sektor manufaktur dengan kecepatan. Sehingga:,1 1 1 (2.13) t at

9 17 Langkah kedua adalah mencari perubahan dinamika model pertumbuhan neoklasik dengan sebagai faktor eksogen. Pada saat teknologi yang digunakann sektor pertanian meningkat dengan kecepatan, maka pada akhirnya akan mendekati nol dan akan mendekati 1. Oleh karena itu, model ini akan sama dengan model pertumbuhan neoklasik yaitu dengan satu sektor perekonomian sebagai mesin pertumbuhan. Analisis Gollin et. al. (2002) pada beberapa negara industri dengan menggunakan model ini menghasilkan sebuah grafik yang bisa memberikan jawaban atas pertanyaan awal. Output sektor manufaktur/ output total perekonomian Sumber: Gollin et. al. (2002) Gambar 4 Output relatif untuk beberapa waktu (persen) permulaan industrialisasi Gollin et al. (2002) menyimpulkan 4 hal berdasarkan Gambar 4, yaitu: 1. Perbedaan income antar negara pada tahun 2000 ternyata bukanlah perbedaan steady state. 2. Negara-negara yang terlambat memulai proses pembangunan akan mempunyai pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan negara-negara yang memulai lebih dulu proses pembangunannya. 3. Pembangunan merupakan proses yang berjalan dengan lambat. Negara yang memulai industrialisasi pada tahun 1950 akan mencapai tingkat steady state- nya setidaknya dalam 1000 tahun. Transisi ini lebih lambat dibandingkan dengan model pertumbuhan neoklasik. 4. Adanya distorsi dari aktivitas sektor pertanian akan semakin menyebabkan tenagaa kerja berpindah ke sektor manufaktur. Berdasarkan model ini dapat disimpulkan bahwa rendahnya produktivitas sektor pertanian dapat memperlambat proses industrialisasi. Sebuah negara yang

10 18 mengalami proses industrialisasi yang berjalan lambat perlu mengetahui faktorfaktor apa saja yang dapat memicu peningkatan produktivitas sektor pertaniannya Konsep Deindustrialisasi Secara umum deindustrialisasi dapat diartikan sebagai penurunan peranan sektor manufaktur baik dalam kontribusi jumlah output maupun kontribusi jumlah pekerja dalam sebuah perekonomian. Definisi deindustrialisasi sendiri memiliki banyak interpretasi. Tabel 3 berisi beberapa definisi deindustrialisasi beserta sumbernya. Tabel 3 Beberapa definisi deindustrialisasi berdasarkan sumbernya Sumber Definisi Deindustrialisasi a. Blackaby (1979) diacu dalam Jalilian dan Weiss (2000) b. Singh (1982) diacu dalam Jalilian dan Weiss (2000) c. Rowthorn dan Wells (1987) diacu dalam IMF (1997) d. Bazen dan Thirlwall (1989) diacu dalam Jalilian dan Weiss (2000) e. World Bank (1994) diacu dalam Jalilian dan Weiss (2000) f. Rowthorn dan Coutts (2004) Penurunan nilai tambah riil sektor manufaktur atau penurunan kontribusi sektor manufaktur dalam pendapatan nasional. Ketidakmampuan sektor manufaktur menghasilkan nilai ekspor yang mencukupi dalam membiayai impornya untuk mencapai kondisi full-employment dalam perekonomian. Penurunan proporsi jumlah pekerja sektor manufaktur terhadap total pekerja. Penurunan jumlah pekerja sektor manufaktur baik secara absolut maupun relatif terhadap total pekerja. Penurunan tidak sementara kontribusi sektor manufaktur yang dapat menurunkan efisiensi ekonomi dan menyebabkan pertumbuhan ekonomi berjalan lebih lambat. Penurunan kontribusi sektor manufaktur pada perekonomian nasional. g. Wikipedia (2009) Proses perubahan sosial dan ekonomi yang disebabkan oleh semakin berkurangnya kapasitas atau aktivitas industri pada suatu daerah atau negara, khususnya untuk industri berat (heavy industry) atau industri manufaktur.

11 19 Lanjutan Tabel 3 Sumber h. Cairncross (1982) dan Lever (1991) diacu dalam Wikipedia (2009) Definisi Deindustrialisasi h. 1. Penurunan output sektor manufaktur atau penurunan jumlah pekerja sektor manufaktur (definisi ini bisa menimbulkan salah interpretasi ketika terjadi penurunan output atau jumlah pekerja sektor manufaktur secara sementara ataupun penurunan tersebut merupakan bagian dari siklusnya). h. 2. Pergeseran sektor manufaktur menuju sektor jasa sehingga sektor manufaktur memiliki proporsi output atau jumlah pekerja terhadap total output atau pekerja yang lebih kecil dibanding sektor jasa (definisi ini bisa menyebabkan salah interpretasi misalnya pergeseran sektor manufaktur ke sektor jasa terjadi tapi secara absolut ouput atau jumlah pekerja sektor manufaktur tetap meningkat). h. 3. Penurunan proporsi output sektor manufaktur pada neraca perdagangan luar negeri (external trade) sehingga perekonomian gagal menciptakan keseimbangan pada neraca perdagangan luar negerinya (nilai ekspor lebih kecil dibandingkan nilai impornya). h. 4. Suatu kondisi dimana neraca perdagangan mengalami defisit secara terus menerus sehingga dapat mengganggu proses produksi barang manufaktur dalam negeri dan pada akhirnya akan terjadi penurunan output sektor manufaktur tersebut dalam perekonomian. Teori-teori yang menjelaskan tentang deindustrialisasi telah berkembang sejak lama. Rowthorn dan Wells (1987) yang diacu dalam IMF (1997) membedakan definisi deindustrialisasi menjadi dua macam yaitu deindustrialisasi positif dan deindustrialisasi negatif. Deindustrialisasi positif merupakan sebuah konsekuensi dari sebuah perekonomian yang telah mengalami kedewasaan (maturity). Deindustrialisasi negatif mengindikasikan adanya performa yang buruk dari sebuah perekonomian. Deindustrialisasi negatif tersebut merupakan

12 20 efek sekaligus penyebab dari performa buruk sebuah perekonomian. Deindustrialisasi negatif merupakan efek dari performa buruk sebuah perekonomian karena jika perekonomian memburuk maka akan menurunkan tingkat konsumsi dan pada akhirnya akan menurunkan tingkat produksi khususnya sektor manufaktur. Sebaliknya, deindustrialisasi negatif juga merupakan penyebab memburuknya perekonomian karena penurunan tingkat produksi dapat menyebabkan penurunan tingkat pendapatan yang pada akhirnya akan menurunkan tingkat konsumsi masyarakat. Rowthorn (1992) menganggap bahwa teori Marx tentang penurunan profit industri dapat disebutkan sebagai awal mula teori deindustrialisasi. Teori tersebut menyebutkan bahwa inovasi teknologi dapat membuat proses produksi menjadi lebih efisien sehingga dapat meningkatkan produktivitas. Pada saat yang bersamaan, inovasi teknologi dapat menyebabkan pengurangan jumlah pekerja karena pekerja dapat digantikan dengan mesin sehingga kapasitas penggunaan kapital meningkat. Jika diasumsikan pekerja dapat memberikan nilai tambah baru, maka semakin besar penggunaan kapital akan menghasilkan nilai tambah dan surplus yang lebih kecil dibandingkan penambahan pekerja. Rata-rata profit industri akan menurun dalam jangka panjang. Implikasinya adalah bagi sebuah industri, disamping melakukan inovasi teknologi sebagai investasi kapital perlu juga mengembangkan kemampuan pekerjanya sebagai investasi human kapital untuk mengantisipasi terjadinya deindustrialisasi negatif. Pitelis dan Antonakis (2003) mengemukakan bahwa perkembangan sektor manufaktur dapat dicirikan dengan produktivitasnya yang tinggi. Tingginya produktivitas sektor manufaktur, dengan asumsi ceteris paribus, akan menyebabkan penurunan biaya relatif untuk memproduksi barang manufaktur sehingga harga barang manufaktur bisa lebih murah. Hal inilah yang bisa menyebabkan proporsi nilai tambah sektor manufaktur menurun dengan asumsi demand terhadap barang manufaktur dan jasa bersifat inelasitis. Perkembangan selanjutnya adalah pengurangan aktivitas sektor manufaktur karena sebagian proses produksinya dilakukan dengan cara outsourcing atau dikontrakkan menyebabkan turunnya proporsi nilai tambah sektor manufaktur tanpa

13 21 memperburuk kondisi perekonomian. Deindustrialisasi ini memberikan dampak positif bagi sektor manufaktur karena produktivitasnya yang tinggi. Pengertian lain dari deindustrialisasi bisa dilihat dari sisi pekerja. Bazen dan Thirlwall (1989) diacu dalam Jalilian dan Weiss (2000) menyebutkan bahwa fokus terhadap pekerja sektor manufaktur ini dilakukan karena sangat berguna untuk melihat peningkatan pendapatan pada level produktivitas pekerja tertentu dan hubungan antara industrialisasi dan penciptaan lapangan kerja. Berdasarkan pengertian deindustrialisasi yang dikemukakan (lihat Tabel 3) dapat disimpulkan bahwa deindustrialisasi positif tidak menyebabkan bertambahnya jumlah pengangguran dan sebaliknya deindustrialisasi negatif dapat menyebabkan bertambahnya jumlah pengangguran. Reisman (2002) menemukan bahwa inflasi turut berkontribusi dalam terjadinya deindustrialisasi. Inflasi menyebabkan investasi menjadi lebih mahal dan profit yang diharapkan menjadi berkurang. Selain itu, perubahan struktur perekonomian oleh peraturan pemerintah juga bisa menyebabkan terjadinya deindustrialisasi. Menurut Bluestone dan Harrison (1982) serta Logan dan Swanstrom (1990), terobosan di bidang transportasi, komunikasi dan teknologi informasi menyebabkan perusahaan manufaktur akan berpindah ke lokasi yang lebih murah dan lokasi sebelumnya (pusat kota) ditempati oleh sektor jasa dan aglomerasi finansial. Singh (1977) menyatakan bahwa untuk menganalisis adanya industrialisasi dan deindustrialisasi dalam kasus perekonomian terbuka, tidak cukup hanya dengan menganalisis karakteristik perekonomian domestik saja melainkan harus menganalisis juga interaksi dengan negara lainnya. Pada negara berkembang di awal tahap pertumbuhannya, kontribusi sektor pertanian pada balance of payment sama atau lebih besar daripada kontribusi sektor manufaktur. Pada saat pendapatan perkapita meningkat pada level middle-income countries, peranan sektor manufaktur menjadi sangat penting. Hal tersebut disebabkan oleh tingginya demand terhadap produk manufaktur, dimana jika tidak dapat dipenuhi dari pasar domestik maka akan dipenuhi melalui impor sehingga akan mengubah kondisi neraca perdagangan. Sedangkan pada negara maju, kontribusi sektor manufaktur

14 22 saat ini sangat kecil (baik terhadap GDP maupun terhadap total pekerja) dan sektor ekspor utama adalah knowladge-based services Model Deindustrialisasi Bagian ini mengadopsi IMF Working Paper (IMF 1997) dan model ini menunjukkan bahwa deindustrialisasi merupakan proses alami dari sebuah pertumbuhan ekonomi dan bisa terjadi walaupun tanpa adanya perdagangan dengan negara-negara lainnya. Model ini didasarkan pada ketiga fakta berikut: 1. Demand untuk produk makanan mempunyai elastisitas pendapatan yang inelastis (Engel s Law). 2. Real demand untuk produk jasa meningkat seiring dengan peningkatan pendatan nasional riil. 3. Produktivitas pekerja di sektor jasa mempunyai peningkatan yang lebih kecil dibanding sektor manufaktur ataupun industri secara keseluruhan. Asumsi awal yang digunakan sebagai penyederhanaan adalah perekonomian dianggap tertutup. Keterangan: Y : real output Y Y + Y + Y Y a : real output sektor pertanian Y i : real output sektor manufaktur Y s : real output sektor jasa = (2.14) a i s Konsumsi produk makanan (dari sektor pertanian) untuk setiap orang diasumsikan tetap. Jumlah populasi (L) juga diasumsikan tetap dan semuanya diasumsikan sebagai pekerja. Y a = bl (2.15) Huruf b pada persamaan (2.15) merupakan sebuah konstanta. Output sektor jasa merupakan bagian dari real output. Y s = cy (2.16)

15 23 Produktivitas Pekerja Asumsi yang digunakan adalah: 1. Peningkatan produktivitas pekerja sektor jasa lebih rendah dibanding sektor manufaktur. 2. Peningkatan produktivitas pekerja sektor manufaktur dan pertanian sama. 3. Peningkatan produktivitas diasumsikan sama sepanjang waktu. 4. Output per pekerja pada t = 0 diasumsikan sama. Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut, maka: y a = y 0 e λαt y i λαt = y 0e (2.17) y s = y e αt 0 dengan y 0 > 0, λ > 1, dan α > 0. y y, y a, merupakan output per pekerja untuk i s sektor pertanian, manufaktur dan jasa. λ adalah indeks pertumbuhan produktivitas. Output per pekerja juga dapat dirumuskan sebagai: Total pekerja adalah Y y a = L Y a a i y i = (2.18) Li Y y s = L a s s L L + L + L = (2.19) Dari persamaan (2.15) sampai dengan (2.18) didapatkan: i s αt λαt [ ce + (1 c e ] Y L = ) y 0 (2.20) y e αt y 0 = α ( λ 1 ) t c + (1 c) e (2.21) y Y / L y = c + (1 c) e s α ( λ 1) t = adalah rata-rata produktivitas pekerja. Karena λ > 1 dan α > 0, pada saat t mendekati tak hingga maka:

16 24 y ys 1 c (2.22) Persamaan (2.22) mengindikasikan bahwa rata-rata pertumbuhan produktivitas akan menurun mendekati pertumbuhan produktivitas yang dicapai sektor jasa. Hal tersebut merupakan ilustrasi dari teori asymtotic stagnancy dimana pertumbuhan ekonomi dibatasi oleh produktivitas sektor jasa (Baumol et al 1989 dalam IMF 1997). Employment Share P a, P i, dan P s merupakan proporsi pekerja sektor pertanian, manufaktur dan jasa dalam total pekerja. La Pa = Li Pi = L L P a, P i, dan P s juga dapat dirumuskan sebagai berikut: P i a = b y 0 a e λαt s P Ls L s = (2.23) c Ps = (2.24) ( λ 1)α t c + (1 c) e P = 1 P P (2.25) P i be c = (2.26) λαt 1 ( λ 1) αt y0 c + (1 c) e Berdasarkan persamaan (2.24) dan (2.25), jika t mendekati tak hingga maka: P 0 P 0 P 1 a i s Pada saat tak hingga (infinity), kontribusi pekerja sektor pertanian dan sektor manufaktur akan konvergen menuju nol dan kontribusi pekerja sektor jasa akan konvergen menuju satu. Walaupun telah didapatkan kesimpulan ini, akan tetapi masih dibutuhkan analisis lebih lanjut mengenai sektor manufaktur. The Share of Industry Jika persamaan (2.25) di-difference terhadap waktu maka akan didapatkan: dp dt dp dt dps dt i a = (2.27) Berdasarkan persamaan (2.24), persamaan (2.27) dapat dituliskan kembali menjadi:

17 25 dp dt i = P λ 1) αp (1 P ) λα (2.28) a ( s s dp i > 0 jika λα P > λ 1) αp (1 P ) (2.29) dt a ( s s λα P a mengindikasikan tingkat penurunan kontribusi pekerja sektor pertanian dan ( s s λ 1) αp (1 P ) mengindikasikan peningkatan kontribusi pekerja sektor jasa. Pada negara miskin nilai P a cukup besar, maka pertidaksamaan (2.29) terpenuhi dan kontribusi pekerja sektor industri akan meningkat ( dp i dt > 0 ). Proses pembangunan selanjutnya bisa menurunkan P a dan pertidaksamaan (2.29) akan berubah tanda menjadi < sehingga pada saat ini kontribusi pekerja sektor industri akan mulai menurun. Gambar 5 menunjukkan perubahan kontribusi pekerja untuk sektor pertanian, industri dan jasa berdasarkan waktu dan pendapatan per kapita. Kontribusi output sektor manufaktur terhadap real output total adalah αt α ( λ ) t [ c + (1 c) e ] Y i Ys Ya be 1 Y = 1 Y Y = 1 c y 0 (2.30) Sumber: IMF (1997) Gambar 5 Proporsi pekerja sektor pertanian, manufaktur dan jasa terhadap total pekerja (persen) Kontribusi output sektor manufaktur ini meningkat dengan cepat pada tahap awal pembangunan dan seiring perjalanan waktu akan konvergen menuju batas atas tertentu (Gambar 6). Oleh karena itu, pada perekonomian yang telah maju kontribusi output sektor manufaktur menjadi stabil pada titik tertentu sedangkan proporsi pekerja yang bekerja di sektor manufaktur semakin berkurang karena produktivitas sektor ini semakin meningkat. Time, per capita income

18 26 Time, per capita income Sumber: IMF (1997) Gambar 6 Proporsi output sektor manufaktur terhadap real output (persen) 2.2 Tinjauan Empiris Beberapa studi empiris tentang deindustrialisasi telah dilakukan oleh beberapa peneliti. Penelitian tersebut diantaranya sebagai berikut. Bagian sampai dengan membahas penelitian khusus tentang deindustrialisasi sedangkan sisanya merupakan penelitian lain yang dapat mendukung analisis penulis tentang deindustrialisasi Deindustrialisasi pada Negara-Negara OECD IMF Working Paper (IMF 1997) yang berjudul Deindustrialization: Causes and Implications menyatakan bahwa deindustrialisasi bukan merupakan fenomena negatif, tapi merupakan konsekuensi dari dinamika industri pada sebuah negara yang telah maju. Negara-negara yang menjadi fokus penelitian adalah 21 negara dari 23 negara OECD (negara industri berdasarkan World Economic Outlook). Negara yang tidak dimasukkan dalam analisis adalah Luxemburg dan Iceland. Data yang digunakan mencakup beberapa titik waktu yaitu tahun 1963, 1970, 1975, 1980, 1985, 1990 dan Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya deindustrialisasi di negaranegara OECD adalah pertumbuhan produktivitas relatif, neraca perdagangan (trade balance), investasi, dan beberapa faktor lainnya. Produktivitas relatif dihitung berdasarkan produktivitas sektor manufaktur dibagi dengan produktivitas sektor jasa. Variabel dependen yang digunakan adalah proporsi pekerja sektor manufaktur terhadap total pekerja dalam satuan persen. Metode analisis yang digunakan adalah regresi data panel. Tulisan tersebut menggunakan beberapa persamaan regresi data panel dalam analisisnya. Kesimpulan dari beberapa

19 27 simulasi yang dilakukan didapatkan empat faktor yang dapat menjelaskan terjadinya deindustrialisasi di negara-negara industri. Tabel 4 merupakan ringkasan hasil analisis faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya deindustrialisasi di negara-negara OECD dengan periode analisis tahun Pertumbuhan produktivitas relatif adalah faktor yang pengaruhnya paling penting dalam menjelaskan terjadinya deindustrialisasi di negara-negara OECD. Tabel 4 Variabel-variabel yang digunakan dalam analisis deindustrialisasi di negara-negara OECD Jenis Variabel Variabel dependen Variabel independen Nama Variabel Kontribusi (share) pekerja sektor manufaktur terhadap total pekerja (persen) 1. Pertumbuhan produktivitas relatif 2. Pangsa neraca perdagangan (ekspor dikurangi impor) dalam PDB 3. Pangsa investasi dalam PDB 4. Faktor lainnya a) (-) (+) (-) (-) Keterangan: a) Faktor lainnya adalah perubahan pola konsumsi, perubahan kontrak kegiatan yang sebelumya dilakukan di sektor manufaktur ke sektor jasa, efek perdagangan North-South dan pengaruh faktor lain yang tidak teridentifikasi. Tanda positif (+) dan negatif (-) yang terletak di sebalah kanan variabel independen menandakan arah hubungan antara variabel dependen dan independen. Tulisan tersebut juga membahas implikasi dari adanya deindustrialisasi. Pada saat proses deindustrialisasi terus berlanjut, produktivitas total akan tumbuh berdasarkan pertumbuhan produktivitas sektor jasa (sesuai dengan persamaan (2.22)). Hal ini menyebabkan peningkatan standar hidup selanjutnya akan dipengaruhi oleh pertumbuhan produktivitas sektor jasa. Deindustrialisasi juga mengimplikasikan bahwa peranan serikat perdagangan (trade unions) dapat berubah pada perekonomian yang telah maju. Perubahan peranan tersebut terjadi dalam hal penentuan standar upah pekerja. Pada perekonomian yang telah maju, serikat perdagangan sulit menentukan standar upah sektor jasa yang tepat karena sektor jasa terdiri dari bermacam-macam aktivitas dan masing-masing aktivitas memerlukan kemampuan pekerja yang berbeda-beda. Selain IMF (1997), penelitian Rowthorn dan Ramaswamy dalam IMF Working Paper (IMF 1998) yang berjudul Growth, Trade, and

20 28 Deindustrialization juga memfokuskan analisis deindustrialisasi di 18 negara OECD dengan periode dengan metode regresi data panel. Tujuan utama penelitian ini adalah mengetahui seberapa penting peranan faktor internal, yaitu produktivitas dan struktur demand, dalam menjelaskan fenomena deindustrialisasi. Model ekonometrik yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah: log log (2.31) log log (2.32) log log log log (2.33) log log log (2.34) log log log (2.35) log log log (2.36),,, 0;,,,, 0 (2.37) Keterangan: = produktivitas pekerja sektor manufaktur relatif terhadap produktivitas pekerja total semua sektor perekonomian = harga barang manufaktur relatif terhadap indeks harga umum = proporsi nilai tambah riil sektor manufaktur terhadap PDB riil = proporsi jumlah pekerja sektor manufaktur terhadap total pekerja = pendapatan per kapita = variabel-variabel lain yang ditambahkan untuk melihat pengaruh perdagangan luar negeri dan faktor internal lainnya Persamaan (2.34) akan berlaku jika unit pengukurannya tepat. Variabel yang ditambahkan untuk melihat pengaruh perdagangan luar negeri adalah persentase neraca perdagangan barang manufaktur terhadap PDB (TRADEBAL : nilai total ekspor dikurangi nilai total impor) dan persentase nilai impor barang manufaktur dari negara berkembang terhadap PDB (LDCIMP).

21 29 Variabel LDCIMP digunakan untuk mengetahui efek kompetisi barang manufaktur yang berasal dari negara dengan tingkat upah rendah pada negara maju. Satu variabel yang ditambahkan lagi adalah persentase nilai bruto investasi modal tetap domestik (FIXCAP) terhadap PDB. Alasan memasukkan variabel ini karena investasi barang modal bersifat manufacturing-intensive sehingga semakin banyak investasi akan menyebabkan demand terhadap produk manufaktur menjadi lebih besar dibanding demand produk selain manufaktur. Hasil penelitian tersebut dapat dirinci sebagai berikut: a. Peningkatan pendapatan per kapita dapat meningkatkan produktivitas pekerja sektor manufaktur. Hasil ini sesuai dengan Engel s Law dimana peningkatan pendapatan perkapita meningkatkan demand terhadap produk manufaktur dan hal ini pada akhirnya akan menyebabkan peningkatan produktivitas pekerja sektor manufaktur. b. Tingkat harga relatif barang manufaktur utamanya dipengaruhi oleh perubahan produktivitas pekerja sektor manufaktur. Semakin tinggi produktivitas pekerja sektor manufaktur maka harga relatif barang manufaktur akan semakin rendah. c. Elastisitas demand terhadap produk manufaktur bernilai di atas satu untuk negara miskin dan akan menurun ketika negara itu menjadi negara kaya. Hal ini berdasarkan hasil analisis yang menunjukkan keeratan hubungan antara variabel OUTSHARE dan Y. d. Pengaruh harga relatif barang manufaktur terhadap demand barang manufaktur tidak pasti. Pernyataan ini berdasarkan hasil analisis yang berbeda ketika metode analisis yang digunakan berbeda. e. Persentase pekerja sektor manufatur terhadap total pekerja akan terus meningkat pada tahap awal pertumbuhan dan akan menurun pada saat pendapatan per kapita mencapai level yang tinggi. f. Variabel FIXCAP mempunyai pengaruh yang sangat kecil terhadap EMPSHARE dan OUTSHARE. Hal tersebut bisa disebabkan oleh pengaruh investasi modal tetap dapat dirasakan setelah beberapa periode setelah investasi tersebut dilakukan.

22 30 g. Variabel perdagangan luar negeri mempunyai pengaruh yang sangat kecil terhadap produktivitas pekerja sektor manufaktur, harga relatif barang manufaktur, persentase nilai tambah sektor manufaktur terhadap PDB, dan persentase pekerja sektor manufaktur terhadap total pekerja. Kesimpulan umum yang didapat dari penelitian tersebut adalah deindustrialisasi yang terjadi pada beberapa negara maju lebih disebabkan oleh faktor internal perekonomiannya yaitu produktivitas dan struktur demand. Jurnal yang ditulis oleh Rowthorn dan Coutts (2004) dengan judul Deindustrialisation and the balance of payments in advance countries juga berfokus pada negara-negara OECD juga. Penelitian ini mendefinisikan deindustrialisasi sebagai penurunan kontribusi pekerja sektor manufaktur terhadap total pekerja. Pada jurnal ini dijelaskan apa yang menyebabkan terjadinya deindustrialisasi pada negara-negara maju. Beberapa faktor tersebut antara lain adalah adanya spesialisasi, perubahan pola konsumsi yang mengacu pada Engel s Law, produktivitas pekerja sektor manufaktur yang tinggi, perdagangan internasional dan investasi. Jumlah negara yang dicakup dalam analisis sebanyak 23 negara dengan tahun analisis dari tahun 1963 sampai dengan tahun Metode ekonometrik yang digunakan adalah regresi data panel. Model dasar regresi data panel yang digunakan adalah: log log (2.38) Variabel EMPSHARE merupakan kontribusi pekerja sektor manufaktur terhadap total pekerja, Y adalah pendapatan per kapita, dan Z adalah variabel lain. Variabel lain yang turut mempengaruhi EMPSHARE tersebut adalah TRADEBAL, LDCIMP, OPEN, IMPCHINA, FIXCAP, dummy negara. Variabel-variabel yang digunakan untuk mengukur pengaruh perdagangan internasional antara lain TRADEBAL (neraca perdagangan barang-barang manufaktur), LDCIMP (nilai impor barang manufaktur dari negara-negara berkembang), OPEN (nilai ekspor ditambah nilai impor barang manufaktur), dan IMPCHINA (nilai impor barang manufaktur dari China). Variabel FIXCAP (persentase investasi modal tetap/kapital bruto terhadap PDB) dimasukkan dalam analisis dengan alasan yang sama dengan penelitian IMF (1998). Semua variabel tersebut dimasukkan dalam

23 31 persamaan regresi dalam bentuk persentase terhadap PDB atas dasar harga berlaku. Hasil analisisnya sesuai dengan penelitian IMF (1998) dimana faktor internal mempunyai pengaruh lebih dominan dalam menjelaskan terjadinya deindustrialisasi. Faktor internal tersebut antara lain pendapatan per kapita dan investasi. Peningkatan pendapatan per kapita berhubungan dengan elastisitas demand terhadap produk manufaktur, produktivitas dan perubahan harga relatif barang manufaktur. Pengaruh perdagangan luar negeri cukup signifikan tapi relatif kecil jika dibandingkan pengaruh faktor internal terhadap terjadinya deindustrialisasi. Selain itu, jurnal ini juga membahas secara khusus kasus deindustrialisasi yang terjadi di Amerika Serikat (AS) dan Inggris. Pada kedua negara ini terjadinya deindustrialisasi justru dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Rowthorn dan Coutts (2004) membandingkan produktivitas dan perdagangan internasional dari kedua negara ini. Produktivitas yang diukur dengan log output per kapita di AS secara umum lebih besar dibanding dengan di Inggris. Sejak tahun 1960 sampai dengan tahun 2003, produktivitas di kedua negara semakin meningkat. Perbandingan kondisi balance of payments (neraca pembayaran) antara AS dan Inggris dapat dilihat pada Gambar 7. Perkembangan neraca pembayaran pada kedua negara tersebut relatif sama yaitu mulai defisit pada awal tahun 1980-an. Balance of payments (% terhadap PDB) Inggris AS Gambar 7 Perkembangan neraca pembayaran AS dan Inggris

24 32 Penelitian IMF (1997), IMF (1998) serta Rowthorn dan Coutts (2004) menunjukkan bahwa deindustrialisasi yang terjadi pada negara-negara OECD adalah deindustrialisasi positif yang merupakan konsekuensi dari proses pembangunan yang telah maju sehingga tidak menimbulkan efek yang buruk bagi kondisi perekonomian. Deindustrialisasi yang terjadi pada negara maju tersebut lebih diakibatkan oleh faktor internalnya dibandingkan faktor eksternalnya. Faktor internal tersebut adalah pendapatan per kapita dan investasi. Pendapatan per kapita berhubungan dengan elastisitas demand terhadap produk manufaktur dan produktivitas sektor manufaktur. Tingginya tingkat produktivitas sektor manufaktur berdampak baik pada perkembangan sektor selain manufaktur. Hal ini sejalan dengan hukum pertumbuhan Kaldor yang menyebutkan bahwa pertumbuhan sektor manufaktur dapat menjadi pemicu bagi pertumbuhan sektor lainnya sehingga didapatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi lagi. Faktor eksternal yang berupa hubungan perdangan luar negeri turut menyebabkan terjadinya deindustrialisasi akan tetapi pengaruhnya sangat kecil dibandingkan faktor internalnya Deindustrialisasi di Sub-Saharan Africa Penelitian yang dilakukan Jalilian dan Weiss (2000) bertujuan menganalisis terjadinya deindustrialisasi di Sub-Saharan Africa (SSA). Negara yang dicakup dalam analisis tersebut adalah 86 negara termasuk 16 negara SSA dengan periode waktu tahun 1975 sampai dengan tahun Akan tetapi pada beberapa persamaan regresi hanya menggunakan 65 negara karena keterbatasan data yang tersedia. Metode analisisnya menggunakan pendekatan regresi data panel. Model dasar yang digunakan adalah: MANVA = f (GDP, POP, POL, N, DV) (2.39) ? MANSH = f (GDPCP, POP, POL, N, DV) (2.40) ? Keterangan: MANVA = nilai tambah sektor manufaktur MANSH = proporsi nilai tambah sektor manufaktur dalam PDB GDP = PDB

25 33 GDPCP = PDB per kapita POP = total penduduk POL = variabel kebijakan perdagangan luar negeri yang menggambarkan keterbukaan hubungan perdagangan luar negeri N = ukuran sumber daya alam (natural resource endowment) yang didekati dengan proporsi nilai ekspor komoditas primer terhadap total nilai ekspor DV = beberapa variabel dummy untuk memebedakan karakteristik regional atau negara dan karakteristik periode waktu tertentu Uji formal deindustrialisasi oleh Jalilian dan Weiss (2000) mengikuti aturan berikut: a. Jika menggunakan persamaan (2.40) maka suatu negara atau wilayah mengalami deindustrialisasi jika proporsi nilai tambah sektor manufaktur terhadap PDB lebih kecil daripada nilai prediksinya dan juga penyimpangannya itu terus bertambah sepanjang waktu. b. Jika menggunakan persamaan (2.39) maka suatu negara atau wilayah mengalami deindustrialisasi jika nilai tambah sektor manufaktur lebih kecil daripada nilai prediksinya dan juga penyimpangannya itu terus bertambah sepanjang waktu. Jalilian dan Weiss (2000) menggunakan residual dari persamaan regresi data panel untuk melihat penyimpangan variabel MANSH dan MANVA dari nilai prediksinya. Negara yang mempunyai outlier residual bernilai negatif artinya mengalami under-industrialized dan yang memiliki outlier residual bernilai positif artinya mengalami over-industrialized. Hasil analisis menunjukkan bahwa dari 16 negara SSA terdapat 7 negara yang memiliki outlier residual bernilai negatif dan terus berkembang sepanjang waktu. Negara yang memiliki outlier residual bernilai negatif tersebut dapat dikatakan mengalami deindustrialisasi negatif Deindustrialisasi di India Jurnal yang berjudul Will Services be the New Engine of Indian Economic Growth? oleh Dasgupta dan Singh (2005) membahas secara khusus fenomena deindustrialisasi di India. Tujuan utama penelitian tersebut adalah untuk meninjau ulang peranan sektor manufaktur dan sektor informal pada pembangunan ekonomi

26 34 di India. Latar belakang penelitian tersebut adalah adanya fenomena beberapa di negara berkembang seperti pertumbuhan sektor jasa yang lebih cepat dibanding sektor manufaktur, munculnya gejala deindustrialisasi yang diikuti dengan rendahnya pendapatan per kapita, penurunan jumlah pekerja di sektor formal dan meluasnya sektor informal. Penelitian Dasgupta dan Singh (2005) menggunakan Kaldorian Framework dalam menganalisis peranan sektor pertanian, manufaktur dan jasa. Model regresi cross-section yang digunakan terdiri dari: log log (2.41) log log (2.42) log log (2.43) log log log (2.44) Persamaan (2.41) sampai dengan (2.43) digunakan untuk menganalisis hukum Kaldor pertama. Persamaan (2.44) digunakan untuk menganalisis hukum Kaldor kedua dan ketiga. Unit analisis dibagi menjadi dua. Kelompok pertama adalah 30 negara berkembang dengan tahun analisis 1980, 1990, dan Kelompok kedua adalah 29 negara bagian India dengan tahun analisis 1993/1994 dan 1999/2000 dan juga memisahkan antara sektor manufaktur yang terdaftar (registered manufacturing) dan tidak terdaftar (un-registered manufacturing). Hasil analisis sepenuhnya mendukung hukum pertumbuhan Kaldor utamanya sektor manufaktur adalah mesin bagi pertumbuhan ekonomi. Alasan mengapa pertumbuhan sektor jasa yang relatif cepat disebabkan oleh pertumbuhan sektor manufaktur yang mempengaruhi pertumbuhan sektor jasa. Contoh sektor jasa yang sangat erat hubungannya dengan sektor manufaktur adalah sektor perdagangan dan transportasi. Menurut Dasgupta dan Singh (2005) pertumbuhan sektor jasa di bidang pengembangan teknologi informasi bukanlah dipengaruhi akan tetapi mempengaruhi pertumbuhan sektor manufaktur Deindustrialisasi pada Negara Berkembang Dasgupta dan Singh (2006) membahas fakta terjadinya deindustrialisasi di negara berkembang dengan menggunakan Kaldorian Framework. Judul penelitiannya adalah Manufacturing, Services, and Premature Deindustrialization in Developing Countries: A Kaldorian Analysis.

27 35 Deindustrialisasi yang terjadi di negara berkembang diikuti dengan level pendapatan yang rendah, peningkatan jumlah pengangguran, dan perluasan sektor informal dengan sangat cepat. Dasgupta dan Singh (2006) menggunakan enam persamaan untuk menganalisis terjadinya deindustrialisasi dengan unit analisis 48 negara untuk periode Persamaan-persamaan tersebut dianalisis menggunakan metode regresi data panel. Tabel 5 adalah ringkasan ketujuh persamaan beserta hasil analisisnya. Tabel 5 Ringkasan analisis deindustrialisasi oleh Dasgupta dan Singh (2006) Jenis analisis Pertumbuhan sektoral dan PDB dalam analisis Kaldorian (Kaldor s first law) Pertumbuhan sektor manufaktur, perubahan struktural dan pertumbuhan ekonomi (Kaldor s second and third law) Faktor-faktor yang mem pengaruhi perubahan kontribusi pekerja sektor manufaktur Hasil analisis R 2 = F Stat (1,46) = R 2 = F Stat (1,46) = R 2 = F Stat (1,46) = R 2 = F Stat (1,46) = R 2 = F Stat (1,40) = R 2 = F Stat (1,46) = R 2 = 0.14 F Stat (10,180) = 2.56 Keterangan: - : variabel dummy untuk Amerika Latin - : variabel dummy untuk China - Koefisien regresi untuk tidak signifikan secara statistik Keterangan: : pertumbuhan PDB (persen) : perumbuhan nilai tambah sektor manufaktur (persen) : perumbuhan nilai tambah sektor pertanian (persen) : perumbuhan nilai tambah sektor jasa (persen) : perumbuhan produktivitas pekerja (persen) : perumbuhan pekerja sektor selain manufaktur (persen) : perumbuhan pekerja sektor pertanian (persen) : kontibusi pekerja sektor manufaktur terhadap total pekerja (persen) : bentuk logaritma natural dari PDB : bentuk kuadrat dari : proporsi gross fixed capital dalam PDB (persen) : tingkat keterbukaan perdagangan (persentase ekspor ditambah impor ter hadap PDB)

28 36 Fakta sebenarnya berdasarkan hasil analisis adalah sektor manufaktur tetap menjadi sektor utama penggerak perekonomian di beberapa negara-negara berkembang yang menjadi fokus analisis. Akan tetapi sektor jasa termasuk jasa yang berhubungan dengan teknologi informasi dan komunikasi (information and communication technology/ict) juga mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi di beberapa negara berkembang lainnya seperti India. Khusus kasus India, jasa-jasa yang berhubungan dengan ICT seperti software komputer memberikan pengaruh positif terhadap peningkatan ekspor dan pertumbuhan jasa ini melebihi pertumbuhan sektor manufaktur dan GDP. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, Dasgupta dan Singh (2006) menyatakan bahwa deindustrialisasi yang terjadi di negara berkembang mempunyai dua tipe yaitu: a. Sektor manufaktur lebih berkembang ke arah sektor manufaktur yang bersifat informal. Contohnya adalah India. b. Tipe kedua adalah negara yang mengalami pathological deindustrialization. Pada kasus ini, negara tersebut mengalami perubahan struktural tapi tidak dapat meningkatkan perekonomian yang lebih sustainable. Negara ini terlalu berspesialisasi pada satu sektor berdasarkan keunggulan komparatif yang dimiliki saat ini dan tidak terlalu memperhatikan keunggulan komparatifnya untuk jangka panjang. Contohnya adalah negara-negara Amerika Latin. Deindustrialisasi yang dialami menunjukkan adanya kegagalan proses industrialisasi dan ketidakmampuan membangun sektor jasa modern. Kesimpulan dari penelitian Dasgupta dan Singh (2006) adalah negaranegara berkembang yang mempunyai pendapatan perkapita pada level rendah dan menengah mempunyai income elasticity of demand terhadap barang-barang manufaktur tetap tinggi. Negara yang mengalami pathological deindustrialization seharusnya mengevaluasi kebijakan industrialisasinya agar pertumbuhan ekonominya lebih terarah dan tepat sasaran. Sebaliknya bagi negara yang mengalami deindustrialisasi seperti tipe pertama, deindustrialisasi yang terjadi adalah yang bermakna positif sehingga kebijakan industrialisasi yang ada tidak perlu direvisi kembali.

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Stabilisasi dan liberalisasi ekonomi pada akhir dekade 1960-an terbukti merupakan titik awal bagi pembangunan ekonomi dan industri. Pergeseran kepemimpinan nasional dari

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berbagai teori pembangunan ekonomi, mulai dari teori ekonomi klasik (Adam Smith, Robert Malthus dan David Ricardo) sampai dengan teori ekonomi modern (W.W. Rostow dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kesenjangan Ekonomi Antar Wilayah Sjafrizal (2008) menyatakan kesenjangan ekonomi antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.

I. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan

Lebih terperinci

DEINDUSTRIALISASI DI INDONESIA : ANALISIS DENGAN PENDEKATAN KALDORIAN DIAH ANANTA DEWI

DEINDUSTRIALISASI DI INDONESIA : ANALISIS DENGAN PENDEKATAN KALDORIAN DIAH ANANTA DEWI DEINDUSTRIALISASI DI INDONESIA 1983 2008: ANALISIS DENGAN PENDEKATAN KALDORIAN DIAH ANANTA DEWI SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 ABSTRACT DIAH ANANTA DEWI. Deindustrialization

Lebih terperinci

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang digunakan pada penelitian ini. Hal yang dibahas pada bab ini adalah: (1) keterkaitan penerimaan daerah

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS

III. KERANGKA TEORITIS III. KERANGKA TEORITIS 3.1. Perubahan Struktur Ekonomi Pembangunan ekonomi jangka panjang dengan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perekonomian dunia mulai mengalami liberalisasi perdagangan ditandai dengan munculnya General Agreement on Tariffs and Trade (GATT) pada tahun 1947 yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor

BAB 1 PENDAHULUAN. sektor utama ke ekonomi modern yang didominasi oleh sektor-sektor BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang, mengikuti pertumbuhan pendapatan nasional, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Ketenagakerjaan Penduduk suatu negara dapat dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja adalah penduduk yang berusia kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ekonomi terbesar di dunia pada tahun Tujuan pemerintah tersebut

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ekonomi terbesar di dunia pada tahun Tujuan pemerintah tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Pemerintah Indonesia yang tertuang dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025, adalah menjadikan Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, inflasi, pengangguran,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah

TINJAUAN PUSTAKA. Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah 16 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Ekonomi Pembangunan Pembangunan secara tradisional diartikan sebagai kapasitas dari sebuah perekonomian nasional yang kondisi-kondisi ekonomi awalnya kurang lebih bersifat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Teori yang dibahas dalam bab ini terdiri dari pengertian pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Teori Pertumbuhan Ekonomi Berbagai model pertumbuhan ekonomi telah banyak dikemukakan oleh para ahli ekonomi. Teori pertumbuhan yang dikembangkan dimaksudkan

Lebih terperinci

3 KERANGKA PEMIKIRAN

3 KERANGKA PEMIKIRAN 19 3 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis Perdagangan Internasional Pola perdagangan antar negara disebabkan oleh perbedaan bawaan faktor (factor endowment), dimana suatu negara akan mengekspor

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN VI.1 Kesimpulan Sumber daya hutan menjadi pilihan Indonesia sebagai andalan sumber keuangan negara disamping minyak dan gas bumi. Hal ini didasari atas ketersediaan kayu hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk. membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus 13 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pada dasarnya pembangunan ekonomi nasional bertujuan untuk membangun manusia Indonesia seutuhnya, dan pembangunan tersebut harus dilaksanakan dengan berpedoman

Lebih terperinci

FENOMENA DEINDUSTRIALISASI DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA TAHUN RICO TANTOWI PUTRA / 3SE1

FENOMENA DEINDUSTRIALISASI DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA TAHUN RICO TANTOWI PUTRA / 3SE1 FENOMENA DEINDUSTRIALISASI DI PROVINSI SULAWESI TENGGARA TAHUN 1990-2010 Berdasarkan Metode Error Correction Model (ECM) Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Time Series RICO TANTOWI PUTRA 09.6104/

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam. perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam. perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan ekonomi berarti perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah dan kemakmuran masyarakat meningkat.

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN. produktivitas tenaga kerja di semua sektor.

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN. produktivitas tenaga kerja di semua sektor. VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1. Dalam jangka pendek peningkatan pendidikan efektif dalam meningkatkan produktivitas tenaga kerja pertanian dibanding dengan sektor industri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. modal manusia merupakan salah satu faktor penting untuk mencapai pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. modal manusia merupakan salah satu faktor penting untuk mencapai pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Modal manusia memiliki peran sentral dalam pembangunan ekonomi. Pembangunan berkelanjutan merupakan tujuan dari suatu negara maka peran modal manusia merupakan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Dasar Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional adalah teori yang menganalisis dasardasar terjadinya perdagangan internasional

Lebih terperinci

Pertumbuhan Ekonomi Dunia, (dalam persen)

Pertumbuhan Ekonomi Dunia, (dalam persen) 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa tahun belakangan ini pertumbuhan ekonomi dunia mengalami

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Kuncoro (2014), dalam jurnal Analisis Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Pengangguran dan Pendidikan terhadap Tingkat Kemiskinan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional dalam arti yang sederhana adalah suatu proses yang timbul sehubungan dengan pertukaran

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UTS GENAP 2015/2016 TEORI EKONOMI MAKRO 1

PEMBAHASAN UTS GENAP 2015/2016 TEORI EKONOMI MAKRO 1 PEMBAHASAN UTS GENAP 2015/2016 TEORI EKONOMI MAKRO 1 1. Para ekonom menggunakan beberapa variabel makroekonomi untuk mengukur prestasi seuah perekonomian. Tiga variable yang utama adalah real GDP, inflation

Lebih terperinci

Hubungan antara Inflasi dan Jumlah Uang Beredar

Hubungan antara Inflasi dan Jumlah Uang Beredar Hubungan antara Inflasi dan Jumlah Uang Beredar Paper ini mengulas hubungan antara inflasi dan jumlah uang beredar. Bagian pertama mengulas teori yang menjadi dasar paper ini, yaitu teori kuantitas uang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 39 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Daya Saing Komoditi Mutiara Indonesia di Negara Australia, Hongkong, dan Jepang Periode 1999-2011 Untuk mengetahui daya saing atau keunggulan komparatif komoditi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam

I. PENDAHULUAN. Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perdagangan internasional merupakan salah satu aspek penting dalam perekonomian setiap negara di dunia. Dengan perdagangan internasional, perekonomian akan saling terjalin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap

BAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi suatu negara, khususnya di negara berkembang. Semakin

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan ekonomi suatu negara, khususnya di negara berkembang. Semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyerapan tenaga kerja menjadi salah satu elemen penting dalam tercapainya pertumbuhan ekonomi suatu negara, khususnya di negara berkembang. Semakin besar jumlah angkatan

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN PENUTUP

BAB 5 KESIMPULAN DAN PENUTUP 92 BAB 5 KESIMPULAN DAN PENUTUP First of all, human capital is considered one of the major factors in explaining a countries remarkable economic growth - Jong-Wha Lee - 5.1 Kesimpulan Dari penelitian ini,

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN INDONESIA

PEREKONOMIAN INDONESIA PEREKONOMIAN INDONESIA Modul ke: TRANSFORMASI STRULTURAL Matsani, S.E, M.M EKONOMI BISNIS Fakultas Program Studi AKUNTANSI www.mercubuana.ac.id TRANSFORMASI STRUKTURAL. Transformasi struktural berarti

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keahlian-keahlian, kemampuan untuk berfikir yang dimiliki oleh tenaga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. keahlian-keahlian, kemampuan untuk berfikir yang dimiliki oleh tenaga BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Tenaga Kerja Menurut Sudarso (1991), tenaga kerja merupakan manusia yang dapat digunakan dalam proses produksi yang meliputi keadaan fisik jasmani, keahlian-keahlian,

Lebih terperinci

III HASIL DAN PEMBAHASAN

III HASIL DAN PEMBAHASAN 7 III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Perumusan Model Pada bagian ini akan dirumuskan model pertumbuhan ekonomi yang mengoptimalkan utilitas dari konsumen dengan asumsi: 1. Terdapat tiga sektor dalam perekonomian:

Lebih terperinci

VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 224 VII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 7.1. Kesimpulan Pada bagian ini akan diuraikan secara ringkas kesimpulan yang diperoleh dari hasil pembahasan sebelumnya. Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik

Lebih terperinci

Herdiansyah Eka Putra B

Herdiansyah Eka Putra B ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI NILAI EKSPOR INDONESIA SEBELUM DAN SESUDAH KRISIS DENGAN MENGGUNAKAN METODE CHOW TEST PERIODE TAHUN 1991.1-2005.4 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Dan Syarat-syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan ekonomi nasional yang dapat dicapai melalui pembenahan taraf hidup masyarakat, perluasan lapangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Hasil Uji Asumsi Klasik Untuk menghasilkan hasil penelitian yang baik, pada metode regresi diperlukan adanya uji asumsi klasik untuk mengetahui apakah

Lebih terperinci

Variabel, Masalah dan Kebijakan Ekonomi

Variabel, Masalah dan Kebijakan Ekonomi Variabel, Masalah dan Kebijakan Ekonomi Putri Irene Kanny Pokok bahasan pertemuan ke-2 Variabel ekonomi Masalah dasar ekonomi Tujuan dan kebijakan Ekonomi Bentuk-bentuk kebijakan makroekonomi Sifat-sifat

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS

III. KERANGKA TEORITIS III. KERANGKA TEORITIS 3.1. Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter Kebijakan fiskal mempengaruhi perekonomian (pendapatan dan suku bunga) melalui permintaan agregat pada pasar barang, sedangkan kebijakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi adalah proses kenaikan kapasitas produksi suatu perekonomian yang diwujudkan dalam bentuk kenaikan pendapatan nasional. Pendapatan

Lebih terperinci

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa

V. PEMBAHASAN Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa 72 V. PEMBAHASAN 5.1. Perkembangan Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri dan Perdagangan, Hotel dan Restoran di Pulau Jawa Pulau Jawa merupakan salah satu Pulau di Indonesia yang memiliki jumlah penduduk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. proses di mana terjadi kenaikan produk nasional bruto riil atau pendapatan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan Ekonomi Regional Pertumbuhan ekonomi merupakan unsur penting dalam proses pembangunan wilayah yang masih merupakan target utama dalam rencana pembangunan di samping

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor keuangan memegang peranan yang sangat signifikan dalam memacu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sektor keuangan menjadi lokomotif pertumbuhan sektor riil melalui

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. sektor, total permintaan Provinsi Jambi pada tahun 2007 adalah sebesar Rp 61,85 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Struktur Perekonomian Provinsi Jambi 5.1.1 Struktur Permintaan Berdasarkan tabel Input-Output Provinsi Jambi tahun 2007 klasifikasi 70 sektor, total permintaan Provinsi Jambi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perdagangan Antarnegara Tingkat perekonomian yang paling maju ialah perekonomian terbuka, di mana dalam perekonomian terbuka ini selain sektor rumah tangga, sektor perusahaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian Indonesia,

BAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian Indonesia, BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sektor industri merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian Indonesia, selain dua sektor lainnya, yaitu sektor pertanian dan sektor jasa. Seiring dengan

Lebih terperinci

EKONOMI PEMBANGUNAN PERTANIAN

EKONOMI PEMBANGUNAN PERTANIAN EKONOMI PEMBANGUNAN PERTANIAN www. lecture.brawijaya.ac.id/tatiek 4 MODEL-MODEL PEMBANGUNAN EKONOMI PERTANIAN MATERI PEMBELAJARAN 1 TEORI PERTUMBUHAN EKONOMI 2 ADAM SMITH 3 RICARDO 4 ARTHUR LEWIS 5 SCHUMPETER

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 66 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 6.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Model ekonometrika perdagangan bawang merah dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN VI.1 Kesimpulan Dengan melihat pembahasan analisis deskriptif pada Bab III, analisis shift share dan analisis ekonometrika diatas dapat disimpulkan bahwa arah transformasi struktural

Lebih terperinci

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi

BAB 5 PEMBAHASAN. Tabel 5.1 Ringkasan Hasil Regresi BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Pembahasan Hasil Regresi Dalam bab ini akan dibahas mengenai bagaimana pengaruh PAD dan DAU terhadap pertumbuhan ekonomi dan bagaimana perbandingan pengaruh kedua variabel tersebut

Lebih terperinci

Tinjauan Perekonomian Berdasarkan PDRB Menurut Pengeluaran

Tinjauan Perekonomian Berdasarkan PDRB Menurut Pengeluaran Berdasarkan PDRB Menurut Pengeluaran Nilai konsumsi rumah tangga perkapita Aceh meningkat sebesar 3,17 juta rupiah selama kurun waktu lima tahun, dari 12,87 juta rupiah di tahun 2011 menjadi 16,04 juta

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 54 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 SPESIFIKASI MODEL Dari beberapa teori serta penjelasan yang terdapat pada bagian sebelumnya, dapat diketahui bahwa produktivitas merupakan salah satu faktor yang cukup

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar 2.1.1 Distribusi Input dan Output Produksi Proses produksi adalah suatu proses yang dilakukan oleh dunia usaha untuk mengubah input menjadi output. Dunia usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi dalam periode jangka panjang mengikuti pertumbuhan pendapatan perkapita, akan membawa suatu perubahan mendasar dalam struktur ekonomi, dari ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting

BAB I PENDAHULUAN. dari definisi ini bahwa pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Pengertian pembangunan ekonomi secara essensial dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu masyarakat meningkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan. dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 merupakan dampak lemahnya fundamental perekonomian Indonesia. Pada satu sisi Indonesia terlalu cepat melakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras merupakan salah satu komoditas penting dalam kehidupan sosial

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras merupakan salah satu komoditas penting dalam kehidupan sosial 12 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Beras sebagai komoditas pokok Beras merupakan salah satu komoditas penting dalam kehidupan sosial masyarakat Indonesia. Posisi komoditas beras bagi sebagian besar penduduk Indonesia

Lebih terperinci

Materi Minggu 4. Teori Perdagangan Internasional (Teori Modern)

Materi Minggu 4. Teori Perdagangan Internasional (Teori Modern) E k o n o m i I n t e r n a s i o n a l 24 Materi Minggu 4 Teori Perdagangan Internasional (Teori Modern) 4.1. Proportional Factor Theory El Hecksher Telah dijelaskan sebelumnya bahwa kaum klasik menerangkan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN ANALISIS

V. HASIL DAN ANALISIS 53 V. HASIL DAN ANALISIS 5.1. Analisis Regresi Data Panel Statis Tabel 8 menyajikan hasil estimasi koefisien regresi dari model data panel statis pada persamaan (1). Koefisien estimasi yang disajikan merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan

I. PENDAHULUAN. perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang melibatkan berbagai perubahan-perubahan mendasar dalam struktur sosial, tingkah laku sosial, dan institusi sosial,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G).

BAB I PENDAHULUAN. samping komponen konsumsi (C), investasi (I) dan pengeluaran pemerintah (G). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam sistem perekonomian terbuka, perdagangan internasional merupakan komponen penting dalam determinasi pendapatan nasional suatu negara atau daerah, di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijabarkan beberapa teori yang menjadi landasan analisis penulis mengenai hubungan kedua variabel utama, yaitu Foreign Direct Investment (FDI) dan pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 5.1 KESIMPULAN A. Hasil tipologi berdasarkan tingkat penggangguran dan openness dalam penelitian ini menemukan: 1. Posisi negara Indonesia dan Filipina rata-rata

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 11 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Struktur Ekonomi dan Pola Perubahan Struktur Ekonomi Struktur ekonomi dapat diartikan sebagai komposisi peranan masingmasing sektor dalam perekonomian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Dalam perdagangan domestik para pelaku ekonomi bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari aktivitas ekonomi yang dilakukannya. Demikian halnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian pada umumnya mengalami fluktuasi. Pertumbuhan ekonomi nasional yang

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian pada umumnya mengalami fluktuasi. Pertumbuhan ekonomi nasional yang BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah ukuran perkembangan perekonomian suatu negara dari satu periode ke periode berikutnya. Menurut Rahardja dan Manurung (2008), perekonomian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi. Pada awal pembangunan ekonomi suatu negara, umumnya perencanaan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi. Pada awal pembangunan ekonomi suatu negara, umumnya perencanaan 25 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Pada awal pembangunan ekonomi suatu negara, umumnya perencanaan pembangunan ekonomi lebih berorientasi pada masalah pertumbuhan

Lebih terperinci

Hasil penelitian Alfirman dan Sutriono (2006) yang meneliti masalah hubungan. pengeluaran rutin dengan produk domestik bruto (PDB) menemukan bahwa

Hasil penelitian Alfirman dan Sutriono (2006) yang meneliti masalah hubungan. pengeluaran rutin dengan produk domestik bruto (PDB) menemukan bahwa BAB II KAJIAN PUSTAKA Hasil penelitian Alfirman dan Sutriono (2006) yang meneliti masalah hubungan pengeluaran rutin dengan produk domestik bruto (PDB) menemukan bahwa pengeluaran pemerintah tidak berpengaruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan

I. PENDAHULUAN. perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selama tiga dekade terakhir, perekonomian Indonesia sudah mengalami perubahan yang menakjubkan ketika pemerintah mendesak maju dengan melakukan kebijakan deregulasi.

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu :

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu : BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai pertumbuhan ekonomi dan disparitas pendapatan antar wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu : Penelitian

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan 60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) PDRB merupakan total nilai produksi barang dan jasa yang diproduksi di wilayah (regional)

Lebih terperinci

BAB V HASIL ESTIMASI DAN ANALISIS MODEL. Tabel 5.1. Output regresi model persentase penduduk miskin absolut (P 0 )

BAB V HASIL ESTIMASI DAN ANALISIS MODEL. Tabel 5.1. Output regresi model persentase penduduk miskin absolut (P 0 ) 97 BAB V HASIL ESTIMASI DAN ANALISIS MODEL 5.1. Hasil Estimasi Model Persentase Penduduk Miskin Absolut (P 0 ) Head count index (P 0 ) merupakan jumlah persentase penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan.

Lebih terperinci

BAB II STUDI KEPUSTAKAAN. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai landasan teori yang menjadi dasar

BAB II STUDI KEPUSTAKAAN. Dalam bab ini akan diuraikan mengenai landasan teori yang menjadi dasar BAB II STUDI KEPUSTAKAAN Dalam bab ini akan diuraikan mengenai landasan teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati, studi empiris dari penelitian sebelumnya yang merupakan studi penelitian

Lebih terperinci

BAB VIII PENUTUP. Pada bab pendahuluan sebelumnya telah dirumuskan bahwa ada empat

BAB VIII PENUTUP. Pada bab pendahuluan sebelumnya telah dirumuskan bahwa ada empat BAB VIII PENUTUP 8.1 Kesimpulan Pada bab pendahuluan sebelumnya telah dirumuskan bahwa ada empat tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini. Pertama, menggambarkan tingkat disparitas ekonomi antar

Lebih terperinci

PERTEMUAN 5 dan 6 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI

PERTEMUAN 5 dan 6 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI PERTEMUAN 5 dan 6 PERTUMBUHAN EKONOMI DAN PERUBAHAN STRUKTUR EKONOMI Pendahuluan Pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting dari pembangunan nasional dengan tujuan utama untuk meningkatkan

Lebih terperinci

PENGARUH INVESTASI DAN KONSUMSI TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI SUMATERA SELATAN PERIODE

PENGARUH INVESTASI DAN KONSUMSI TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI SUMATERA SELATAN PERIODE PENGARUH INVESTASI DAN KONSUMSI TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI SUMATERA SELATAN PERIODE 1995-2010 Fitri Suciani Jaka Pratama Tetiyeni Dwi Lestari ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN PENELITIAN LANJUTAN

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN PENELITIAN LANJUTAN VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN PENELITIAN LANJUTAN 8.1. Kesimpulan Hasil studi menunjukkan bahwa prioritas alokasi investasi ke sektor pertanian dan industri berbasis pertanian yang didukung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003)

I. PENDAHULUAN. secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu negara dapat diukur dan digambarkan secara umum oleh tingkat laju pertumbuhan ekonominya. Mankiw (2003) menyatakan bahwa pertumbuhan

Lebih terperinci

Perekonomian Suatu Negara

Perekonomian Suatu Negara Menteri Keuangan RI Jakarta, Maret 2010 Perekonomian Suatu Negara Dinamika dilihat dari 4 Komponen= I. Neraca Output Y = C + I + G + (X-M) AS = AD II. Neraca Fiskal => APBN Total Pendapatan Negara (Tax;

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas mengenai teori yang mendasari penelitian ini dan juga studi yang dilakukan oleh peneliti-peneliti lain yang terkait dengan penelitian ini. Teori ini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian masih sangat bergantung pada negara lain. Teori David Ricardo menerangkan perdagangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian terdahulu yang berkaitan dengan yang akan diteliti.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian terdahulu yang berkaitan dengan yang akan diteliti. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akandibahas mengenai teori yang menjadi dasar pokok permasalahan. Teori yang akan dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan, Produk Domestik Regional Bruto

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut

BAB II TINJAUAN TEORI. Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut BAB II TINJAUAN TEORI 2.1. Ketenagakerjaan Tenaga Kerja adalah penduduk yang berada dalam usia kerja. Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, yang disebut sebagai tenaga kerja

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3

IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 IV. GAMBARAN UMUM HARGA MINYAK DUNIA DAN KONDISI PEREKONOMIAN NEGARA-NEGARA ASEAN+3 4.1 Perkembangan Harga Minyak Dunia Pada awal tahun 1998 dan pertengahan tahun 1999 produksi OPEC turun sekitar tiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian usaha dalam suatu perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia, perusahaan

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi,

III. KERANGKA TEORI. sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, III. KERANGKA TEORI Pasar jagung, pakan dan daging ayam ras di Indonesia dapat dilihat dari sisi produksi maupun pasar, disajikan pada Gambar 1. Dari sisi produksi, keterkaitan ketiga pasar tersebut dapat

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Simulasi Model Pertumbuhan kegiatan kepariwisataan di Indonesia yang dikaitkan dengan adanya liberalisasi perdagangan, dalam penelitian ini, dianalisis dengan menggunakan model

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Tahapan Pemilihan Pendekatan Model Terbaik

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Tahapan Pemilihan Pendekatan Model Terbaik BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Tahapan Pemilihan Pendekatan Model Terbaik Estimasi model pertumbuhan ekonomi negara ASEAN untuk mengetahui pengaruh FDI terhadap pertumbuhan ekonomi negara ASEAN yang menggunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kantong-kantong kemiskinan sebagian besar berada di sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. kantong-kantong kemiskinan sebagian besar berada di sektor pertanian. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bukti empiris menunjukkan sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian sebagian besar negara berkembang. Hal ini dilihat dari peran sektor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkembangnya perekonomian dunia pada era globalisasi seperti saat ini memacu setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya saing. Salah satu upaya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. ilmu tersendiri yang mempunyai manfaat yang besar dan berarti dalam proses

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. ilmu tersendiri yang mempunyai manfaat yang besar dan berarti dalam proses BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Pembangunan Pertanian Dalam memacu pertumbuhan ekonomi sektor pertanian disebutkan sebagai prasyarat bagi pengembangan dan pertumbuhan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data

3. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data 3. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data sekunder yang digunakan antara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor utama bagi perekonomian sebagian besar negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Peran sektor pertanian sangat penting karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun

I. PENDAHULUAN. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2004-2009 di Sektor Industri Manufaktur, Pemerintah Pusat memprioritaskan pengembangan agroindustri. Prioritas

Lebih terperinci