ANALISIS ISU STRATEGIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS ISU STRATEGIS"

Transkripsi

1 BAB VII ANALISIS ISU STRATEGIS Ada sembilan analisis isu strategis di Provinsi Kaltara sebagai berikut: 1. Relatif rendahnya kualitas dan daya saing sumber daya manusia dalam menghadapi persaingan global Rendahnya daya saing sumber daya manusia Provinsi Kaltara terkait dengan relatif rendahnya kualitas pendidikan dan kesehatan. Rendahnya kualitas pendidikan penduduk ini akan menjadi salah satu penghambat bagi berkembangnya sebuah daerah, mengingat penduduk merupakan sumber daya manusia yang potensial sebagai pelaku aktif untuk menggerakkan pembangunan. Kualitas pendidikan penduduk yang rendah, tidak memungkinkan penduduk untuk dapat menangkap pengetahuan, informasi maupun teknologi baru. Tanpa diimbangi oleh kemampuan untuk menyerap informasi baru yang berkembang dengan cepat maka kemampuan untuk melakukan inovasi dalam memanfaatkan potensi yang tersedia di daerahnya akan menjadi lambat. Sementara untuk mengembangkan sebuah daerah diperlukan sumber daya manusia yang memiliki kapasitas yang cukup memadai untuk menggerakkan pembangunan dan melakukan perubahan ke arah yang lebih baik untuk dapat menciptakan peningkatan kesejahteraan masyarakat yang diharapkan. Perlu dicatat pula bahwa pendidikan yang diharapkan adalah pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan lokal, dalam arti pendidikan yang sesuai dengan kondisi wilayah di provinsi ini. 2. Pertumbuhan ekonomi bersumber pada kegiatan ekonomi yang rentan terhadap keberlanjutan ekonomi dan lingkungan Pertumbuhan ekonomi wilayah Provinsi Kaltara masih bersumber dari kegiatan perekonomian di sektor primer, yakni sektor pertanian dan sektor pertambangan dan penggalian. Meski kontribusi sektor pertanian mengalami penurunan setiap tahun dari 17,86% tahun 2010 menjadi 17,01% tahun 2014, namun sektor tersebut masih menjadi penyumbang kedua terhadap PDRB Provinsi Kaltara. Sementara sektor pertambangan dan penggalian cenderung meningkat kontribusinya dari 30,33% tahun 2010 menjadi 31,99% tahun Kedua sektor tersebut menjadi penyumbang terbesar bagi pembentukan PDRB Provinsi Kaltara yakni 49%.Kedua sektor tersebut merupakan sektor yang berbasis pada sumberdaya alam yang tidak terbarukan. Perluasan dan pengembangannya juga rentan merusak lingkungan dan mengakibatkan bencana. LP2KD Prov. Kaltara, 185

2 3. Belum optimalnya pemanfaatan sumberdaya pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan, perikanan dan kelautan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, keberlanjutan serta pendukung ketahanan pangan Hingga saat ini potensi sumber daya pertanian tersebut belum dimanfaatkan secara optimal untuk kegiatan pertanian dalam arti luas, baik untuk tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perkebunan, kehutanan maupun kelautan dan perikanan. Belum optimalnya pemanfaatan sumber daya pertanian ini secara aktual dikarenakan oleh beberapa indikasi, seperti: (1) Masih rendahnya produktivitas tanaman pangan (padi); (2) Masih adanya suplai produk-produk pertanian dari luar wilayah; (3) Belum berkembangnya industri-industri pengolahan berbasis produk pertanian. Kondisi ini diperburuk oleh keterbatasan kondisi infrastruktur (jalan) yang mempengaruhi kelancaran distribusi sarana produksi pertanian. Sarana produksi pertanian (pupuk, obat-obatan dan peralatan) masih perlu mendatangkan dari luar. Kondisi sarana transportasi yang kurang memadai membuat distribusi sarana produksi pertanian menjadi mahal, di lain pihak biaya angkut hasil pertanian untuk pemasaran juga mahal. Bahkan terdapat beberapa area pertanian menjadi terisolir dikarenakan keterbatasan infrastruktur transportasi. Oleh karena itu pembangunan sektor pertanian harus ditopang oleh pengembangan infrastruktur pertanian yang pro pertanian. Kekhawatiran terhadap ketahanan pangan akan selalu muncul, mengingat jumlah penduduk akan semakin bertambah, sementara pertambahan penduduk tidak diiringi dengan peningkatan jumlah lahan pertanian, bahkan lahan pertanian cenderung mengalami penurunan luas karena perubahan fungsi. Terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke arah pemanfaatan non pertanian merupakan ancaman terhadap upaya pencapaian ketahanan pangan. Alih fungsi lahan mempunyai implikasi yang sangat berpengaruh terhadap produksi pangan, lingkungan fisik, serta kesejahteraan masyarakat pertanian yang kehidupannya sangat tergantung pada lahan. Demikian pula dengan sumber daya kelautan dan perikanan, pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat masih rendah. Sumber daya kelautan dan perikanan di provinsi ini memiliki potensi yang cukup besar mengingat sebagian besar wilayah berada di pesisir dengan garis panjang pantai Km. Akan tetapi sumber daya tersebut belum dimanfaatkan secara optimal sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, akibat berbagai keterbatasan LP2KD Prov. Kaltara, 2015/ 186

3 Sementara sub sektor perkebunan yang sedang berkembang adalah perkebunan kelapa sawit. Selama tahun luas lahan perkebunan kelapa sawit meningkat dari ,50 Ha (tahun 2008) menjadi ,00 Ha (tahun 2012). Dalam kurun waktu tersebut produksi kelapa sawit meningkat dari ton menjadi ton. Namun patut dicatat bahwa pada satu sisi perkebunan kelapa sawit menjadi salah satu alternatif untuk penyerapan tenaga kerja, namun di sisi lain pengembangan perkebunan kelapa sawit yang tidak terkendali akan mengakibatkan dampak yang tidak menguntungkan bagi pembangunan pertanian non perkebunan. Siklus daur kelapa sawit yang cukup lama antara tahun mengakibatkan terjadi kecenderungan untuk memperluas areal dalam bentuk kebun baru yang akan mengokupasi lahan pertanian produktif, sehingga terjadi gangguan pada produksi tanaman pangan. Pengembangan sektor perkebunan non kelapa sawit merupakan salah satu peluang yang dapat didorong sebagai perkebunan rakyat baik besar maupun kecil dengan komoditas yang prospektif dan produktif misalnya karet, kakao, kelapa, dalam bentuk monokultur maupun tumpang sari dengan konsep produktif dan konservasif. Tidak jauh berbeda, sumbangan sub sektor kehutanan terhadap PDRB juga masih rendah ataupun kehidupan masyarakat sekitar kawasan hutan. Sumber daya hutan yang melimpah belum mampu menjadi penopang utama bagi perekonomian daerah dan masyarakat sekitar hutan. Program-program pengelolaan hutan berbasis masyarakat (community based forest management) belum terlihat wujud dan keberhasilannya. Di sisi lain pengelolaan hutan berbasis korporasi dan modal besar juga belum menunjukkan kinerja yang optimal dalam membangun perekonomian masyarakat. Pada sisi yang lain peran ekonomi sektor kehutanan masih mempunyai tantangan pada aspek legalitas terutama pada pengusahaan skala kecil, dan juga pemanfaatan hasil hutan non kayu. Semengtara itu peningkatan produksi batubara disatu sisi menguntungkan karena dapat meningkatkan PDRB pertambangan non migas yang akan berpengaruh terhadap peningkatan PAD, tetapi di sisi lain mengakibatkan peningkatan area penambangan batubara dan kerusakan lingkungan antara lain 1) pengaruh air asam tambang yang berasal dari limbah batuan sedimen, 2) kerusakan infrastruktur jalan, 3) kebisingan aktifitas penambangan, 4) kualitas udara, 5) limbah BBM dari kendaraan angkut tambang,6) tidak melakukan reklamasi pasca penambangan atau kwalitas reklamasi sangat jelek, 7) banyak terjadi genangan air pada area bekas penambangan, 8) meningkatnya sedimentasi dan pencemaran air sungai. LP2KD Prov. Kaltara, 2015/ 187

4 4. Rendahnya aksesibilitas, konektivitas antarwilayah dan keterbatasan ketersediaan infrastruktur mengakibatkan ketertinggalan Berbagai isu terkait dengan ketersediaan jaringan transportasi ini tentunya dapat mengakibatkan kesenjangan antar wilayah maupun kesenjangan sosial di Provinsi Kaltara. Dukungan jaringan transportasi berupa jalan, jembatan, terminal (terminal angkutan darat, stasiun, bandara dan pelabuhan) dan layanan transportasi akan memberikan kemudahan aksesibilitas dan mobilitas masyarakat dan mendukung pergerakan barang. Permasalahan transportasi di Provinsi Kaltara secara mendasar belum tercapainya kondisi infrastruktur yang memadai dan berkualitas dan masih rendahnya konektivitas antar wilayah yang berdampak pada keterbatasan aksesibilitas berbagai sektor. Masih terbatasnya dukungan infrastruktur yang memadai dan berkualitas serta masih lemahnya konektivitas antar wilayah mengakibatkan beberapa wilayah masih tertinggal. Masih buruk dan kurangnya aksesibilitas masyarakat perbatasan terhadap pusat kegiatan ekonomi dalam negeri yang terdekat, mengakibatkan wilayah perbatasan menjadi wilayah tertinggal. Akses menuju dan/atau dari kawasan perbatasan secara umum menggunakan transportasi udara, laut, dan darat. Namun pelayanannya hingga saat ini masih sangat terbatas, baik dari segi kapasitas moda transportasi, ongkos atau biaya, maupun kualitas infrastruktur pendukung layanan transportasi. Selain itu jangkauan jaringan komunikasi dan internet sebagai media komunikasi dan informasi yang ada di Provinsi Kaltara belum mampu menjangkau seluruh wilayah. Kondisi ini kurang mendukung berbagai upaya pembangunan yang dilakukan pemerintah.sebagai wilayah yang memiliki desa-desayang berbatasan langsung dengan wilayah negara tetangga, komunikasi dan informasi menjadi sangat penting bagi masyarakat Provinsi Kaltara, khususnya yang tinggal di perbatasan. Keterhubungan dengan sanak, saudara dan handai taulan di wilayah lain Indonesia di luar perbatasan akan mampu mengurangi perasaan terisolasi, meningkatkan kesatuan dan persatuan bangsa. Ketersediaan informasi akan memberikan kemudahan masyarakat mengembangkan potensi sosial dan ekonomi yang dimiliki serta meningkatkan kemampuan yang ada. 5. Kesenjangan wilayah dan ketidakmerataan ruang kegiatan ekonomi berpotensi mengakibatkan kemiskinan dan pengangguran Wilayah pesisir bagian timur memiliki keterbukaan dan akses yang lebih baik dibandingkan wilayah pedalaman bagian barat. Hal ini diantaranya dicirikan oleh LP2KD Prov. Kaltara, 2015/ 188

5 distribusi kota-kota besar yang berada di wilayah bagian timur dan begitupun dengan nilai PDRB kabupaten/kota yang juga lebih besar di wilayah bagian timur. Dalam hal ini, perencanaan pembangunan terkesan diarahkan pada wilayah-wilayah yang memang siap dan cenderung memiliki tingkat perekonomian yang tinggi, sementara wilayah yang belum berkembang sesuai arahan tata ruang adalah wilayah yang berfungsi secara ekologis sehingga perkembangannya memerlukan pembatasan. Masih rendahnya pemerataan kesejahteraan akibat kemiskinan di Provinsi Kaltara dapat disebabkan oleh banyak faktor baik faktor dari dalam maupun luar. Salah satu akar permasalahan kemiskinan adalah tidak meratanya distribusi kegiatan ekonomi. Dengan kata lain pusat pertumbuhan ekonomi masih terpusat pada kabupaten/kota tertentu. Kegiatan ekonomi cenderung terkonsentrasi di daerah yang memiliki keunggulan sumberdaya alam dan infrastruktur dasar yang relatif sudah baik. Belum optimalnya pengendalian harga barang kebutuhan pokok masyarakat menjadi salah satu penyebab kemiskinan. Hal ini dapat dilihat dari tingginya inflasi di Provinsi Kaltara, yakni 11,91% pada tahun Angka ini jauh melebihi tingkat inflasi nasional yang hanya 8,36% pada tahun yang sama. Tingginya inflasi dapat mengindikasikan tingginya harga barang dan jasa di masyarakat, besarnya jumlah uang yang beredar dan tingginya tingkat daya beli yang harus dimiliki masyarakat. Hal ini menyebabkan standar hidup yang semakin tinggi sehingga sebagian masyarakat tidak mampu memenuhi kebutuhan minimal. Belum optimalnya pengembangan usaha di sektor produktif bagi masyarakat juga menjadi alasan tidak terjangkaunya kebutuhan minimal atau dengan kata lain rendahnya pendapatan masyarakat dan menjadikan sebagian penduduk tergolong penduduk miskin. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) rata-rata Provinsi Kaltara berada di posisi angka 5,79% pada tahun Hal ini menunjukkan bahwa adanya keterbatasan kesempatan kerja atau belum optimalnya perluasan kesempatan kerja. Rendahnya kesempatan kerja dapat dilihat dari masih rendahnya rasio penyerapan tenaga kerja oleh PMDN/PMA yaitu hanya 17,40. Rendahnya daya serap tenaga kerja dapat disebabkan oleh kondisi kualitas tenaga kerja yang tidak sesuai dengan permintaan serta terbatasnya lapangan kerja yang tersedia. Penyebab lain tingginya jumlah pengangguran adalah belum memenuhinya kualitas tenaga kerja tersedia dengan permintaan tenaga kerja sehingga menyulitkan penyalurannya kepada penyedia lapangan pekerjaan. Tingkat pendidikan terakhir tenaga kerja di Provinsi Kaltara paling besar adalah tamat Sekolah Dasar, yaitu LP2KD Prov. Kaltara, 2015/ 189

6 27,92%. Tingkat pendidikan yang relatif rendah ini tentu mempengaruhi kualitas tenaga kerja dan keterbatasan kemampuan dalam bekerja di sektor-sektor tertentu. 6. Terdapatnya kegiatan perdagangan ilegal lintas batas yang mengakibatkan potensi kebocoran ekonomi dan permasalahan sosial Provinsi Kaltara merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang berbatasan langsung dengan Negara Malaysia, tepatnya di Kabupaten Nunukan dan Kabupaten Malinau. Namun kondisi pertahanan, keamanan, dan penegakan hukum di wilayah perbatasan di Provinsi Kalimantan Timur masih sangat lemah. Oleh sebab itu masih sering dan banyak terjadi kegiatan ilegal seperti perdagangan ilegal, human traffikcing, TKI ilegal hingga penyelundupan narkoba dan obat-obatan terlarang. Kegiatan ilegal khususnya perdagangan barang lintas batas disebabkan antara lain oleh faktor harga dan tingkat aksesibilitas. Harga barang terutama barang produk dalam negeri di wilayah perbatasan tergolong sangat mahal apabila dibandingkan dengan harga di wilayah lainnya. Tingginya harga barang disebabkan oleh kurangnya ketersediaan sarana ekonomi berupa pasar dan mahalnya biaya transportasi barang dari tempat produksi menuju ke wilayah perbatasan. Saat ini kondisi sarana ekonomi di wilayah perbatasan tidak hanya jumlahnya saja yang sedikit tetapi juga konstruksi bangunannya yang tidak permanen (tidak memiliki atap, lantai, dan dinding). Hal tersebut di atas menyebabkan kurangnya jumlah pasokan barang kebutuhan pokok sehingga sulit didapat dan harganya yang kemudian menjadi tinggi. Mahalnya harga produk dalam negeri mendorong masyarakat yang tinggal di wilayah perbatasan untuk lebih memilih membeli barang kebutuhan pokok dari Negara Malaysia yang relatif lebih murah. Perdagangan barang lintas batas yang dilakukan masyarakat perbatasan tergolong perdagangan ilegal karena seringkali menggunakan jalur setapak, tanpa izin jual, dan tidak dikenakan pajak karena tidak melewati imigrasi resmi. Kawasan perbatasan darat dan perairan Indonesia-Malaysia yang memiliki perkembangan dari sisi ekonomi yang lebih dipengaruhi oleh wilayah Malaysia daripada wilayah Indonesia, yang berpotensi terjadinya kebocoran ekonomi, yang tidak mendukung prinsip kedaulatan negara. Hal ini karena kondisi permukiman yang cenderung mengelompok pada wilayah yang secara geografis datar serta memiliki karakteristik perkotaan yang ditunjang dengan jalur transportasi darat dan air. Sedangkan transaksi perdagangan dengan menggunakan transportasi udara akan berdampak pada harga produk olahan dan non olahan yang cenderung lebih mahal jika LP2KD Prov. Kaltara, 2015/ 190

7 didatangkan dari luar wilayah. Hal ini sangat dirasakan daerah perdesaan dan perbatasan. Selain itu, kenyataan yang ditemui adalah masyarakat dihadapkan pada produk impor dari Malaysia yang lebih murah karena keadaan akses transportasi yang lebih baik. Akibatnya, banyak masyarakat yang akhirnya memilih membeli produkproduk dari Malaysia. Faktor lainnya adalah masih buruk dan kurangnya aksesibilitas masyarakat perbatasan terhadap pusat kegiatan ekonomi dalam negeri yang terdekat. Tingkat aksesbilitas yang dimaksud erat kaitannya dengan ketersediaan sarana transportasi. Akses menuju dan/atau dari kawasan perbatasan secara umum menggunakan transportasi udara, laut, dan darat. Namun pelayanannya hingga saat ini masih sangat terbatas, baik dari segi kapasitas moda transportasi, ongkos atau biaya, maupun kualitas infrastruktur pendukung layanan transportasi. Ketertinggalan wilayah perbatasan mengakibatkan banyak terjadi kegiatan ilegal seperti perdagangan ilegal, human traffikcing, TKI ilegal hingga penyelundupan narkoba dan obat-obatan terlarang. Kegiatan ilegal khususnya perdagangan barang lintas batas disebabkan antara lain oleh faktor harga dan tingkat aksesibilitas, selain karena kondisi pertahanan, keamanan dan penegakan hukum di wilayah perbatasan masih sangat lemah. Sulitnya distribusi barang di wilayah perbatasan tersebut berdampak pada mahalnya harga bahan kebutuhan pokok. Pasokan barang sering terhambat karena kerusakan jalan yang dialui. Bahkan bagi masyarakat Kecamatan Simanggaris, Kabupaten Nunukan, sebagian barang kebutuhan terpaksa didatangkan dari Tawau, Malaysia karena harga yang murah serta mudah diperoleh dibandingkan lewat Pulau Nunukan. Dikhawatirkan masyarakat Indonesia di perbatasan akan semakin tergantung kepada fasilitas dan layanan umum yang ada di Malaysia. Tanpa perhatian yang memadai dari pemerintah, masyarakat Indonesia akan semakin terpinggirkan secara fisik dan kejiwaan dari bumi pertiwi. Nasionalisme mereka akan tergerus dalam jangka panjang dan dikhawatirkan akan terjadi perpindahan kewarganegaraan mereka menjadi warga negara Malaysia. Kondisi tersebut tidak dapat dibiarkan, pemerintah harus mencukupi semua kebutuhan masyarakat Indonesia di perbatasan dan menjaga kedaulatan negara sebagai negara besar yang bermartabat. Selain itu, kegiatan pencurian ikan (illegal fishing) yang semakin meningkat di wilayah perairan Indonesia oleh kapal asing, termasuk di wilayah perairan provinsi ini yang sangat merugikan para nelayan lokal. Kondisi ini mengakibatkan wilayah perbatasan jauh tertinggal jika dibandingkan dengan wilayah lain di provinsi ini, terlihat dari rendahnya kualitas sumber daya LP2KD Prov. Kaltara, 2015/ 191

8 manusia, harga bahan kebutuhan pokok yang cukup mahal, dan terbatasnya peluang pasar bagi kegiatan produksi untuk memanfaatkan sumber daya alam. Kondisi ini perlu mendapat perhatian lebih agar ke depan persoalan kesejahteraan masyarakat wilayah perbatasan segera teratasi. Kondisi kesenjangan pembangunan di wilayah perbatasan, ancaman potensi konflik karena masalah penguasaan sumber daya alam, serta tantangan ke depan dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN tahun 2015 merupakan permasalahan penting terkait dengan permasalahan di wilayah perbatasan. Langkah ini dilakukan sebagai wujud pemberian kepastian pemerintah daerah dalam menjamin nilai kemakmuran wilayah perbatasan juga dalam rangka menjaga nilai keutuhan NKRI sesuai dengan amanat Undang-Undang. 7. Masih terbatasnya ketersediaan dan distribusi energi Selama ini pasokan listrik dan kebutuhan listrik di Provinsi Kaltara tidak seimbang, dimana pasokan listrik lebih kecil dibandingkan dengan kebutuhan listrik. Selama ini listrik hanya mengandalkan dari pembangkit listrik tenaga diesel yang menggunakan BBM jenis solar. Oleh karena itu Provinsi Kalimantan Utara dikategorikan krisis listrik selama ini dan menjadi permasalahan yang serius. Di Provinsi Kaltara persentase rumah tangga pengguna listrik baru mencapai sekitar 55%. Target rasio elektrifikasi secara nasional sebesar 100% masih jauh dari kondisi riil saat ini. Meskipun produksi listrik serta jumlah listrik yang terjual mengalami peningkatan, namun masih belum mampu memenuhi kebutuhan yang ada. Demikian juga dengan bahan bakar mesin yang sangat dibutuhkan masyarakat dalam melakukan kegiatan ekonomi maupun industri masih sangat terbatas.lambannya pasokan BBM dan besarnya kuota BBM di Kalimantan Utara menjadi permasalahan utama yang menyebabkan kelangkaan BBM. Pada hal BBM sangat diperlukan untuk kegiatan tranportasi darat, sungai, laut maupun industri dan pembangkit listrik. Oleh karena itu pemerintah Provinsi Kaltara berusaha untuk memperbesar kuota pasokan BBM ke Pertamina dengan membangun infrastruktur tempat penampungan BBM di sejumlah wilayah Kabupaten yang ada di Kaltara Potensi sumber daya alam yang belum dimanfaatkan secara optimal menjadi peluang untuk pemenuhan kebutuhan akan energi dan air di masa depan. Batu bara merupakan salah satu sumber daya alam yang jika dimanfaatkan secara optimal dapat memenuhi kebutuhan energi alternatif. Batubara dapat dimanfaatkan dalam bentuk energi listrik. Sebagai energi listrik, batubara merupakan sumber yang dapat diandalkan dan relatif terjangkau untuk membangkitkan tenaga listrik. Salah satu strategi untuk LP2KD Prov. Kaltara, 2015/ 192

9 pengembangan kawasan perbatasan dalam RPJMN adalah kedaulatan energi di perbatasan Kalimantan. 8. Belum terpenuhinya pengelolaan sistem kelembagaan dan manajemen pemerintah dalam mendukung pencapaian good governance dan clean governance Adanya ancaman dari aspek kependudukan yakni heterogenitas masyarakat yang kompleks memerlukan perhatian yang lebih. Permasalahan SARA perlu diperhatikan secara serius. Masalah keamanan dan ketertiban merupakan kerjasama terpadu antar pihak, khususnya pemerintah dan masyarakat. Secara umum pemerintah telah memiliki program dari tahun ke tahun, sedangkan masyarakat memiliki aktivitas rutin dalam mengendalikan keamanan dan ketertiban. Namun hal ini belum terintegrasi secara optimal, sehingga hasil yang diperoleh juga belum dapat sepenuhnya untuk menurunkan K3 bahkan mencegahnya. Penanganan kebencanaan yang komprehensif dan multidimensi diperlukan peran banyak aktor maupun kelembagaan, baik pemerintah, swata maupun masyarakat. Pencapaian untuk kepentingan lebih luas dalam penanganan kebencanaan secara umum belum tersedia sebuah sistem yang terintegrasi dan terpadu antara pemerintah, masyarakat dan swasta, baik dalam penyediaan sarana dan prasarana, manajemen, maupun kegiatan operasional. Perancangan sistem terpadu antara pemerintah, swasta dan masyarakat sangat diperlukan. Korupsi sebagai kejahatan kemanusiaan yang dapat merugikan keuangan daerah serta merupakan pelanggaran ekonomi, sosial dan budaya, harus dihadapi dengan cara yang luar biasa. Tingginya komitmen dari stakeholder sangat diperlukan dalam pemberantasan korupsi demi pembangunan di Provinsi Kaltara yang lebih baik. Di Indonesia, kejahatan korupsi sepanjang sejarah telah dijadikan musuh bersama dan bahkan perang terhadap praktik korupsi semakin intens dikalangan politisi, pejabat publik, LSM, dan juga partai politik. Bila dicermati, hampir tidak ada pemimpin yang tidak secara terbuka menyatakan unitnya untuk memberantas korupsi dan tidak ada parpol satupun pro terhadap korupsi. Komitmen seluruh stakeholder terhadap setiap upaya pemberantasan korupsi oleh penegak hukum menjadi mutlak diperlukan dalam kesuksesan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Sebagai provinsi yang dikenal memiliki kekayaan alam melimpah, penyelenggaraan pemerintahan banyak disorot karena memiliki peluang untuk melakukan penyimpangan pengelolaan keuangan daerah. Pemerintahan daerah harus mengantisipasinya adanya penyimpangan dengan memperkuat sikap politik dalam penegakan hukum yang baik. LP2KD Prov. Kaltara, 2015/ 193

10 Di sisi lain UU ASN memberikan keuntungan kepada Pemerintah Provinsi Kalimantan Utara yang masih dibatasi oleh kebijakan moratorium pegawai, yaitu tidak diperkenankan melakukan pengangkatan pegawai hingga penyerapan anggaran rutin dapat proporsional dibandingkan dengan anggaran pembangunan. Namun demikian keterbatasan jumlah pegawai masih dirasakan sebagai masalah yang sangat penting untuk dipecahkan. Kondisi ini yang perlu ditinjau ulang dalam kebijakan khususnya moratorium di Provinsi Kalimantan Utara. Hal lain dalam UU ASN telah banyak menuntut peningkatan kualitas manajemen SDM pegawai, baik penyusunan sasaran kinerja pegawai (SKP), pemenuhan kompetensi, profesionalitas, sistem seleksi terbuka, pemenuhan standar kinerja, manajemen karir. Semua ini dapat dilakukan jika telah terkondisi sistem manajemen kepegawaian yang berorientasi pada sistem merit secara penuh. Untuk kebutuhan merit sistem diperlukan analisis jabatan, analisis beban kerja, analisis kompetensi, evaluasi kompetensi pegawai, pendidikan dan pengembangan secara berkelanjutan. Dengan demikian kebutuhan pegawai, kebutuhan jabatan dan kompetensi semua dapat dipersiapkan. Di sisi lain keterbatasan jumlah pegawai tersebut dihadapkan pada permasalahan masih banyaknya jumlah desa tertinggal dan sangat tertinggal yakni 92% dari seluruh desa yang ada. Kondisi tersebut menjadi perhatian penting bagi Pemerintah Provinsi Kaltara mengingat tujuan pemekaran Provinsi Kaltara adalah optimalisasi pelayanan publik dalam rangka memperpendek rentang kendali pemerintahan agar tercipta efisien dan efektif sesuai dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, yang pada akhirnya diharapkan dapat mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat, memperkuat daya saing daerah, dan memperkokoh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) di wilayah perbatasan dengan negara lain/tetangga. Terdapat beberapa permasalahan dan hambatan dalam pelaksanaan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik apabila kondisi wilayah administratif yang terlalu luas, topografis yang sulit dijangkau, dan jauhnya jarak dengan pusat pemerintahan. Permasalahan jarak dan topografi dapat menjadi hambatan manajemen pemerintahan. Pemekaran wilayah diperlukan sebagai salah satu usaha untuk meningkatkan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik. Letak geografis yang berada di perbatasan antar negara menjadi permasalahan dalam manajemen pemerintahan, khususnya dalam menghadapi kerawanan disintegrasi. Khususnya Kawasan Sebatik, Kawasan Lumbis Ogong dan Kawasan Kayan Hulu yang LP2KD Prov. Kaltara, 2015/ 194

11 berada di wilayah perbatasan dengan Malaysia perlu mendapatkan porsi dalam politik pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik. Keberadaan pos lintas batas di Kayan Hulu yaitu Long Nawang hendaknya diikuti dengan kebijakan pembangunan yang proporsional, untuk mengatasi ketimpangan. Secara fisik tampak nyata ketimpangan fasilitas kota antara ketiga kawasan ini dengan kota terdekat di Malaysia. Kota terdekat di Malaysia memiliki fasilitas yang sangat baik dengan kondisi pembangunan yang jauh lebih maju. Sedangkan kondisi di tiga kawasan ini memiliki fasilitas sangat terbatas, bahkan di Long Nawang sebagai pos lintas batas merupakan wilayah terisolir. Disparitas sosial ekonomi dan minimalnya fasilitas kawasan dapat mendorong terjadinya semangat disintegrasi, sehingga kawasan ini dapat memisahkan diri dari Indonesia dan sebaliknya bergabung dengan Malaysia, sehingga membahayakan bagi keutuhan NKRI dan kedaulatan Negara. Kawasan yang terisolasi karena terbatasnya akses ke pusat pelayanan lokal mengakibatkan kebutuhan dasar sangat mahal dan tidak terpenuhi secara proporsional. oleh karena itu banyak masyarakat mengakses pelayanan dasar di Malaysia. Fenomena ini dapat menimbulkan masyarakat perbatasan memiliki ikatan emosional dengan Malaysia, selain karena masyarakat perbatasan memiliki ikatan kekeluargaan dan kekerabatan yang cukup erat sejak jaman dulu. Daya simpati dan empati akan tumbuh dan memungkinkan masyarakat perbatasan memungkinkan mengubah kewarganegaraan. Kondisi ini perlu menjadi pertimbangan politik pemerintahan, untuk memberikan kewenangan kepada tiga kawasan ini untuk mengelola wilayah administratif sebagai daerah otonom baru. Jika dipertahankan dengan status kecamatan dan desa maka kewenangan menjadi sangat terbatas, dan tidak memiliki anggaran yang memadai untuk melakukan pembangunan. 9. Degradasi dan risiko lingkungan akibat perubahan tata guna lahan untuk kegiatan ekonomi yang tidak ramah lingkungan Kawasan hutan di Provinsi Kalimantan Utara adalah seluas 6,9 juta hektar atau lebih dari 90% luas wilayahnya. Hutan Produksi (HP) dan Hutan Produksi Terbatas (HPT) memiliki luas total sekitar 3,3 juta hektar. Selain itu terdapat Hutan Lindung (HL) seluas ,86 ha dan Kawasan Konservasi Taman Nasional Kayan Mentarang ( ,61 ha) yang pengelolaannya merupakan wewenang pemerintah pusat. Pemanfaatan sumber daya hutan, terutama kawasan Hutan Produksi, dilaksanakan oleh perusahaan pemegang izin pemanfaatan kayu pada hutan alam (IUPHHK-HA) ataupun hutan tanaman (IUPHHK-HT), dari pengusaha swasta dan dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Pemegang izin pemanfaatan kayu di Kalimantan Utara adalah 33 LP2KD Prov. Kaltara, 2015/ 195

12 buah IUPHHK-HA dan 3 buah IUPHHK-HT (2012). Jumlah ini, khususnya hutan tanaman, masih akan bertambah lagi di masa depan dikarenakan beberapa perusahaan baru masih dalam taraf persiapan dokumen AMDAL. Hal ini masih ditambah dengan adanya IUP perkebunan sawit mencapai hektar dan IUP pertambangan batubara sekitar hektar atau total sekitar 4,85 juta hektar, atau sekitar separuh dari wilayah sudah tertanam investasi skala besar hanya tiga komoditas saja yaitu kayu, sawit dan batubara.selama tahun luas lahan perkebunan kelapa sawit meningkat sebesar 119,44% dari ,50 Ha (tahun 2008) menjadi ,00 Ha (tahun 2012). Peningkatan yang cukup tinggi terjadi di Kabupaten Bulungan dari 9.022,50 Ha menjadi ,00 Ha, demikian juga di Kabupaten Nunukan dari ,00 Ha menjadi ,00 Ha. Peningkatan produksi batubara disatu sisi menguntungkan karena dapat meningkatkan PDRB pertambangan non migas yang akan berpengaruh terhadap peningkatan PAD, tetapi di sisi lain mengakibatkan peningkatan area penambangan batubara dan kerusakan lingkungan antara lain: 1) pengaruh air asam tambang yang berasal dari limbah batuan sedimen, 2) kerusakan infrastruktur jalan, 3) kebisingan aktifitas penambangan, 4) kualitas udara, 5) limbah BBM dari kendaraan angkut tambang,6) tidak melakukan reklamasi pasca penambangan atau kwalitas reklamasi sangat jelek, 7) banyak terjadi genangan air pada area bekas penambangan, 8) meningkatnya sedimentasi dan pencemaran air sungai. Untuk menekan terjadinya kerusakan lingkungan pemerintah telah mengeluarkan peraturan baru yang melarang ekspor batubara sebagai bahan mentah, tetapi harus meningkatkan nilai tambah antara lain: 1) meningkatkan nilai kalori batubara, 2) mengurangi kadar debu, kadar sulfur, dan kadar air, 3) memanfaatkan untuk energi listrik (PLTU), 4) membuat industri briket batubara. Dengan demikian akan dapat menekan laju produksi batubara mentah dan mengkonsevasi atau memperpanjang umur penambangan batubara dan menekan laju kerusakan lingkungan. Selain itu diperkirakan jumlah penduduk di Provinsi Kaltara akan terus bertambah sementara itu luasan wilayah relatif tetap. Khususnya bagi Kota Tarakan, Pulau Nunukan dan Pulau Sebatik di Kabupaten Nunukan, tersedianya kebutuhan akan energi dan air di masa depan perlu mendapat perhatian utama yang segera diantisipasi, seiring dengan peningkatan jumlah penduduk sebagai akibat terciptanya kegiatankegiatan ekonomi. Kondisi demikian membawa konsekuensi terhadap kemampuan akses penduduk terhadap ketersediaan energi dan air. Berkaitan dengan hal tersebut maka diperlukan identifikasi lokasi-lokasi baru yang dapat digunakan sebagai daerah LP2KD Prov. Kaltara, 2015/ 196

13 pemasok energi baru atau alternatif dan air sehingga dapat mendukung bertambahnya jumlah penduduk. Demikian pula dengan kebutuhan air di masa depan dapat memanfaatkan sumber daya air berupa air permukaan, mengingat di provinsi terdapat sungai besar yang bersumber di hulu. Akan tetapi pemanfaatan sumber daya air berasal dari sungai hanya dapat terjamin keberlangsungannya jika wilayah hulu, sebagai daerah cadangan air, terjaga kelestarian lingkungannya. Dalam arti hutan di wilayah hulu masih tetap terjaga dan tidak terjadi penggundulan atau pengrusakan hutan yang mengakibatkan rusaknya cadangan air tanah di wilayah tersebut. LP2KD Prov. Kaltara, 2015/ 197

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BALAI SIDANG JAKARTA, 24 FEBRUARI 2015 1 I. PENDAHULUAN Perekonomian Wilayah Pulau Kalimantan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi

Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah Provinsi Jambi BAB III ANALISIS ISU ISU STRATEGIS 3.1 Permasalahan Pembangunan 3.1.1 Permasalahan Kebutuhan Dasar Pemenuhan kebutuhan dasar khususnya pendidikan dan kesehatan masih diharapkan pada permasalahan. Adapun

Lebih terperinci

BAB III PROFIL KEMISKINAN DAERAH

BAB III PROFIL KEMISKINAN DAERAH 3.1. Kondisi Umum Kemiskinan Daerah BAB III PROFIL KEMISKINAN DAERAH Berhubung data pilih antara Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) dan Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) belum dilakukan secara nasional

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang

GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR. 119º00 Bujur Timur serta diantara 4º24 Lintang Utara dan 2º25 Lintang IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI KALIMANTAN TIMUR Propinsi Kalimantan Timur dengan luas wilayah daratan 198.441,17 km 2 dan luas pengelolaan laut 10.216,57 km 2 terletak antara 113º44 Bujur Timur dan 119º00

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS

BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS BAB III ANALISIS ISU STRATEGIS 3.1 Identifikasi Faktor Lingkungan Berdasarkan Kondisi Saat Ini sebagaimana tercantum dalam BAB II maka dapat diidentifikasi faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang banyak memiliki wilayah perbatasan dengan negara lain yang berada di kawasan laut dan darat. Perbatasan laut Indonesia berbatasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang desentralisasi membuka peluang bagi daerah untuk dapat secara lebih baik dan bijaksana memanfaatkan potensi yang ada bagi peningkatan kesejahteraan dan kualitas

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU - ISU STRATEGIS Perencanaan pembangunan antara lain dimaksudkan agar Pemerintah Daerah senantiasa mampu menyelaraskan diri dengan lingkungan. Oleh karena itu, perhatian kepada mandat

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MAHAKAM ULU TEMA RKPD PROV KALTIM 2018 PENGUATAN EKONOMI MASYRAKAT MENUJU KESEJAHTERAAN YANG ADIL DAN MERATA

PEMERINTAH KABUPATEN MAHAKAM ULU TEMA RKPD PROV KALTIM 2018 PENGUATAN EKONOMI MASYRAKAT MENUJU KESEJAHTERAAN YANG ADIL DAN MERATA PEMERINTAH KABUPATEN MAHAKAM ULU TEMA RKPD PROV KALTIM 2018 PENGUATAN EKONOMI MASYRAKAT MENUJU KESEJAHTERAAN YANG ADIL DAN MERATA Strategi dan Program Prioritas Penguatan Ekonomi Masyarakat Kabupaten Mahulu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS Tahun 2010 Kabupaten Sintang sudah berusia lebih dari setengah abad. Pada usia ini, jika merujuk pada indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM), pertumbuhan ekonomi,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI 4.1 Keadaan Umum Provinsi Jambi secara resmi dibentuk pada tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang No. 61 tahun 1958. Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah

2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah 2.4. Permasalahan Pembangunan Daerah Permasalahan pembangunan daerah merupakan gap expectation antara kinerja pembangunan yang dicapai saat inidengan yang direncanakan serta antara apa yang ingin dicapai

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA 2014

PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA 2014 PERKEMBANGAN PEMBANGUNAN PROVINSI KALIMANTAN UTARA 2014 OUTLINE ANALISIS PROVINSI 1. Perkembangan Indikator Utama 1.1 Pertumbuhan Ekonomi 1.2 Tingkat Pengangguran 1.3 Tingkat Kemiskinan 2. Kinerja Pembangunan

Lebih terperinci

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN 10.1. Program Transisii P roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, berlangsung secara terus menerus. RPJMD Kabupaten Kotabaru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat bertambah sehingga akan meningkatkan kemakmuran masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan perkembangan kegiatan dalam perekonomian yang menyebabkan barang dan jasa yang diproduksi dalam masyarakat bertambah sehingga akan

Lebih terperinci

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017

RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 RANCANGAN: PENDEKATAN SINERGI PERENCANAAN BERBASIS PRIORITAS PEMBANGUNAN PROVINSI LAMPUNG TAHUN 2017 PRIORITAS PEMBANGUNAN 2017 Meningkatkan kualitas infrastruktur untuk mendukung pengembangan wilayah

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN

BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN BAB II TUJUAN, KEBIJAKAN, DAN STRATEGI PENATAAN RUANG WILAYAH PROVINSI BANTEN 2.1 Tujuan Penataan Ruang Dengan mengacu kepada Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, khususnya Pasal 3,

Lebih terperinci

BAPPEDA Planning for a better Babel

BAPPEDA Planning for a better Babel DISAMPAIKAN PADA RAPAT PENYUSUNAN RANCANGAN AWAL RKPD PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG TAHUN 2018 PANGKALPINANG, 19 JANUARI 2017 BAPPEDA RKPD 2008 RKPD 2009 RKPD 2010 RKPD 2011 RKPD 2012 RKPD 2013 RKPD

Lebih terperinci

BAB VII ISU-ISU STRATEGIS

BAB VII ISU-ISU STRATEGIS 7.1. Sumber Daya Manusia (SDM) 1. Bonus Demografi BAB VII ISU-ISU STRATEGIS Mulai tahun 2020 diperkirakan Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara) akan memiliki jumlah penduduk yang tergolong ke dalam kelompok

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banyuasin 2.1 Tujuan Penataan Ruang Tujuan penataan ruang wilayah kabupaten merupakan arahan perwujudan ruang wilayah kabupaten yang ingin dicapai pada masa yang akan datang (20 tahun). Dengan mempertimbangkan visi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkebunan merupakan salah satu subsektor strategis yang secara ekonomis, ekologis dan sosial budaya memainkan peranan penting dalam pembangunan nasional. Sesuai Undang-Undang

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah aliran sungai (DAS) merupakan sistem yang kompleks dan terdiri dari komponen utama seperti vegetasi (hutan), tanah, air, manusia dan biota lainnya. Hutan sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan masih belum berkembang secara mantap, kritis dan rawan dalam ketertiban

BAB I PENDAHULUAN. dan masih belum berkembang secara mantap, kritis dan rawan dalam ketertiban BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Wilayah perbatasan adalah kawasan khusus yang berbatasan dengan wilayah negara lain, sehingga penanganan pembangunannya memerlukan kekhususan pula. Pada umumnya daerah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH MALUKU PRIORITAS NASIONAL MATRIKS ARAH KEBIJAKAN BUKU III RKP 2012 WILAYAH MALUKU 1 Reformasi Birokrasi dan Tata Kelola Peningkatan kapasitas pemerintah Meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk besar dan laju pertumbuhan tinggi. Pada SENSUS Penduduk tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia adalah 237,6

Lebih terperinci

Daya Mineral yang telah diupayakan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah pada periode sebelumnya.

Daya Mineral yang telah diupayakan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah pada periode sebelumnya. BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi Dan Misi Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral VISI Memasuki era pembangunan lima tahun ketiga, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) Sub Bidang Sumber Daya Air 1. Pengembangan, Pengelolaan, dan Konservasi Sungai, Danau, dan

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES

ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN DI INDONESIA. Oleh: Dr. Sunoto, MES ARAH KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KONSEP MINAPOLITAN Potensi dan Tantangan DI INDONESIA Oleh: Dr. Sunoto, MES Potensi kelautan dan perikanan Indonesia begitu besar, apalagi saat ini potensi tersebut telah ditopang

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Batu bara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sumber daya alam atau biasa disingkat SDA adalah sesuatu yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan dan kebutuhan hidup manusia agar hidup lebih sejahtera yang

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Pembangunan di Kabupaten Murung Raya pada tahap ketiga RPJP Daerah atau RPJM Daerah tahun 2013-2018 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011

BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011 BAB VII PENGEMBANGAN WILAYAH MALUKU TAHUN 2011 7.1. Kondisi Wilayah Maluku Saat Ini Perkembangan terakhir pertumbuhan ekonomi di wilayah Maluku menunjukkan tren meningkat dan berada di atas pertumbuhan

Lebih terperinci

REVISI PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015

REVISI PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 REVISI PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2015 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintah yang efektif, transparan, akuntabel dan berorientasi pada hasil, yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Jabatan : Tgk.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan kekayaan hayati yang melimpah, hal ini memberikan keuntungan bagi Indonesia terhadap pembangunan perekonomian melalui

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa ruang wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2008 MENURUT FUNGSI, SUBFUNGSI, PROGRAM DAN JENIS BELANJA ( DALAM RIBUAN RUPIAH )

RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2008 MENURUT FUNGSI, SUBFUNGSI, PROGRAM DAN JENIS BELANJA ( DALAM RIBUAN RUPIAH ) Halaman : 1 01 PELAYANAN UMUM 65.095.787.348 29.550.471.790 13.569.606.845 2.844.103.829 111.059.969.812 01.01 LEMBAGA EKSEKUTIF DAN LEGISLATIF, MASALAH KEUANGAN DAN FISKAL, SERTA URUSAN LUAR NEGERI 64.772.302.460

Lebih terperinci

RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2009 MENURUT FUNGSI, SUBFUNGSI, PROGRAM DAN JENIS BELANJA ( DALAM RIBUAN RUPIAH ) Halaman : 1

RINCIAN ANGGARAN BELANJA PEMERINTAH PUSAT TAHUN 2009 MENURUT FUNGSI, SUBFUNGSI, PROGRAM DAN JENIS BELANJA ( DALAM RIBUAN RUPIAH ) Halaman : 1 Halaman : 1 01 PELAYANAN UMUM 66.583.925.475 29.611.683.617 8.624.554.612 766.706.038 105.586.869.742 01.01 LEMBAGA EKSEKUTIF DAN LEGISLATIF, MASALAH KEUANGAN DAN FISKAL, SERTA URUSAN LUAR NEGERI 66.571.946.166

Lebih terperinci

VISI DAN MISI H. ARSYADJULIANDI RACHMAN H. SUYATNO

VISI DAN MISI H. ARSYADJULIANDI RACHMAN H. SUYATNO 1 VISI DAN MISI H. ARSYADJULIANDI RACHMAN H. SUYATNO V I S I Riau Yang Lebih Maju, Berdaya Saing, Berbudaya Melayu, Berintegritas dan Berwawasan Lingkungan Untuk Masyarakat yang Sejahtera serta Berkeadilan

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

PENTINGNYA PENINGKATAN INVESTASI TERHADAP PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI SUMATERA UTARA

PENTINGNYA PENINGKATAN INVESTASI TERHADAP PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI SUMATERA UTARA Karya Tulis PENTINGNYA PENINGKATAN INVESTASI TERHADAP PERCEPATAN PEMBANGUNAN EKONOMI SUMATERA UTARA Murbanto Sinaga DEPARTEMEN EKONOMI PEMBANGUNAN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2003 DAFTAR

Lebih terperinci

P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU

P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU P E N J E L A S A N A T A S PERATURAN DAERAH PROVINSI MALUKU NOMOR 16 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI MALUKU I. UMUM Sesuai dengan amanat Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN I. VISI Pembangunan di Kabupaten Flores Timur pada tahap kedua RPJPD atau RPJMD tahun 2005-2010 menuntut perhatian lebih, tidak hanya untuk menghadapi permasalahan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis Location Quetiont (LQ), analisis MRP serta Indeks Komposit. Kemudian untuk

Lebih terperinci

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN

V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN V BAB V PENYAJIAN VISI, MISI, TUJUAN, DAN SASARAN Visi dan misi merupakan gambaran apa yang ingin dicapai Kota Surabaya pada akhir periode kepemimpinan walikota dan wakil walikota terpilih, yaitu: V.1

Lebih terperinci

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 Pada Kamis dan Jumat, Tanggal Lima dan Enam Bulan Maret Tahun Dua Ribu Lima Belas bertempat di Samarinda, telah diselenggarakan Rapat Koordinasi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring 1 BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia saat ini tengah menghadapi sebuah kondisi krisis pangan seiring dengan laju pertambahan penduduk yang terus meningkat. Pertambahan penduduk ini menjadi ancaman

Lebih terperinci

WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL. Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi

WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL. Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi WILAYAH PERTAMBANGAN DALAM TATA RUANG NASIONAL Oleh : Bambang Pardiarto Kelompok Program Penelitian Mineral, Pusat Sumberdaya Geologi, Badan Geologi PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar 1945 pada Pasal 33 telah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan yang luas, yaitu sekitar 3,1 juta km 2 wilayah perairan territorial dan 2,7 juta km 2 wilayah perairan zona ekonomi eksklusif (ZEE)

Lebih terperinci

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah

4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah 4.2 Strategi dan Kebijakan Pembangunan Daerah Mencermati isu-isu strategis diatas maka strategi dan kebijakan pembangunan Tahun 2014 per masing-masing isu strategis adalah sebagaimana tersebut pada Tabel

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 Oleh : Menteri PPN/Kepala Bappenas Disampaikan dalam acara Musyawarah

Lebih terperinci

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA

MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA MATRIKS ARAH KEBIJAKAN WILAYAH PAPUA Provinsi Papua PRIORITAS NASIONAL MATRIKS ARAH KEBIJAKAN BUKU III RKP 2012 WILAYAH PAPUA 1 Pendidikan Peningkatan akses pendidikan dan keterampilan kerja serta pengembangan

Lebih terperinci

BAGIAN ORGANISASI DAN KEPEGAWAIAN SETDA KOTA LANGSA

BAGIAN ORGANISASI DAN KEPEGAWAIAN SETDA KOTA LANGSA BAGIAN ORGANISASI DAN KEPEGAWAIAN SETDA KOTA LANGSA PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintah yang efektif, transparan, akuntabel dan berorientasi pada hasil, yang bertanda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik sesuai dalam UUD 1945 (Ramelan, 1997). Peran pemerintah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP

BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP BAB X PEMBANGUNAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP A. UMUM Berbagai kebijakan dan program yang diuraikan di dalam bab ini adalah dalam rangka mendukung pelaksanaan prioritas pembangunan nasional yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii

DAFTAR ISI. PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii DAFTAR ISI PERATURAN BUPATI MURUNG RAYA KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... vii BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... 2 1.3. Hubungan Antar Dokumen...

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016

RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 RANCANGAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGALIHAN SAHAM DAN BATASAN LUASAN LAHAN DALAM PEMANFAATAN PULAU-PULAU KECIL DAN PEMANFAATAN PERAIRAN DI SEKITARNYA DALAM RANGKA

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS A. Permasalahan Pembangunan Dari kondisi umum daerah sebagaimana diuraikan pada Bab II, dapat diidentifikasi permasalahan daerah sebagai berikut : 1. Masih tingginya angka

Lebih terperinci

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI

BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI BAB II KEBIJAKAN DAN STRATEGI Jawa Barat Bagian Utara memiliki banyak potensi baik dari aspek spasial maupun non-spasialnya. Beberapa potensi wilayah Jawa Barat bagian utara yang berhasil diidentifikasi

Lebih terperinci

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 4.1. Dinamika Disparitas Wilayah Pembangunan wilayah merupakan sub sistem dari pembangunan koridor ekonomi dan provinsi dan merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Tahun 2016 Perkembangan Indikator Ekonomi Makro tahun 2016 sebagaimana yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik Kaltim, sebelumnya

Lebih terperinci

KABUPATEN ACEH TENGAH PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

KABUPATEN ACEH TENGAH PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 KABUPATEN ACEH TENGAH PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 SEKRETARIAT DAERAH KABUPATEN ACEH TENGAH TAHUN 2016 LAMPIRAN PERJANJIAN KINERJA KABUPATEN ACEH TENGAH TAHUN 2016 No Sasaran Strategis Indikator Kinerja

Lebih terperinci

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia

Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Mata Pencaharian Penduduk Indonesia Pertanian Perikanan Kehutanan dan Pertambangan Perindustrian, Pariwisata dan Perindustrian Jasa Pertanian merupakan proses untuk menghasilkan bahan pangan, ternak serta

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 63 TAHUN 2013 TENTANG PELAKSANAAN UPAYA PENANGANAN FAKIR MISKIN MELALUI PENDEKATAN WILAYAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

TUJUAN 1. TERWUJUDNYA KOTA BOGOR SEBAGAI KOTA YANG CERDAS, BERDAYA SAING DAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI MELALUI SMART GOVERMENT DAN SMART PEOPLE

TUJUAN 1. TERWUJUDNYA KOTA BOGOR SEBAGAI KOTA YANG CERDAS, BERDAYA SAING DAN BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI MELALUI SMART GOVERMENT DAN SMART PEOPLE C. STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN PENCAPAIAN SASARAN PEMBANGUNAN DAERAH TAHUN 2015-2019 MISI 1. MEWUJUDKAN BOGOR KOTA YANG CERDAS DAN BERWAWASAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KOMUNIKASI TUJUAN 1. TERWUJUDNYA KOTA

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakekatnya tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi ketimpangan kesejahteraan antar kelompok masyarakat dan wilayah. Namun

Lebih terperinci

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2)

MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) MAKALAH PEMBAHASAN EVALUASI KEBIJAKAN NASIONAL PENGELOLAAN SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN HIDUP DI DAERAH ALIRAN SUNGAI 1) WIDIATMAKA 2) 1) Disampaikan pada Lokakarya Nasional Rencana Pembangunan Jangka

Lebih terperinci

VISI TERWUJUDNYA KABUPATEN MANOKWARI SELATAN YANG AMAN, DAMAI, MAJU DAN SEJAHTERA SERTA MAMPU BERDAYA SAING

VISI TERWUJUDNYA KABUPATEN MANOKWARI SELATAN YANG AMAN, DAMAI, MAJU DAN SEJAHTERA SERTA MAMPU BERDAYA SAING VISI DAN MISI MARKUS WARAN, ST DAN WEMPI WELLY RENGKUNG, SE CALON BUPATI DAN WAKIL BUPATI KABUPATEN MANOKWARI SELATAN PILKADA 2015 ------------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. VISI PEMBANGUNAN Berdasarkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 8 Tahun 2008 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Total permintaan umat manusia sejagat raya terhadap sumberdaya alam dan jasajasa

BAB I PENDAHULUAN. Total permintaan umat manusia sejagat raya terhadap sumberdaya alam dan jasajasa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Total permintaan umat manusia sejagat raya terhadap sumberdaya alam dan jasajasa lingkungan di dunia khususnya di Indonesia telah melampaui daya dukung bumi dalam

Lebih terperinci

RPJMD KABUPATEN LINGGA BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

RPJMD KABUPATEN LINGGA BAB 5 VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN I BAB 5 I VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1. Visi Pengertian visi secara umum adalah gambaran masa depan atau proyeksi terhadap seluruh hasil yang anda nanti akan lakukan selama waktu yang ditentukan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa

BAB 1 PENDAHULUAN. pusat (sentralistik) telah menimbulkan kesenjangan antara Jawa dan luar Jawa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah untuk mensejahterakan masyarakat yaitu melalui pembangunan yang dilaksanakan secara merata. Pembangunan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB VIII INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS YANG DISERTAI KEBUTUHAN PENDANAAN

BAB VIII INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS YANG DISERTAI KEBUTUHAN PENDANAAN BAB VIII INDIKASI RENCANA PROGRAM PRIORITAS YANG DISERTAI KEBUTUHAN PENDANAAN 8.1 Program Prioritas Pada bab Indikasi rencana program prioritas dalam RPJMD Provinsi Kepulauan Riau ini akan disampaikan

Lebih terperinci

Disampaikan oleh: MENTERI DALAM NEGERI TJAHJO KUMOLO KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Yogyakarta, 7 Maret 2016

Disampaikan oleh: MENTERI DALAM NEGERI TJAHJO KUMOLO KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Yogyakarta, 7 Maret 2016 Disampaikan oleh: MENTERI DALAM NEGERI TJAHJO KUMOLO KEMENTERIAN DALAM NEGERI Yogyakarta, 7 Maret 2016 ARTI PENTING FORUM MUSRENBANG RKPD TAHUN 2017 Partisipasi seluruh pemangku kepentingan Kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batas-batas tertentu sebagai tempat kegiatan Pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang

Lebih terperinci

BAB II PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA TAHUN 2011

BAB II PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA TAHUN 2011 BAB II PENGEMBANGAN WILAYAH SUMATERA TAHUN 2011 2.1. Kondisi Wilayah Sumatera Saat Ini Pertumbuhan ekonomi provinsi di Wilayah Sumatera tahun 2009 rata-rata memiliki laju pertumbuhan positif dan menurun

Lebih terperinci

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI

BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI BAB III ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS DAN FUNGSI 3.1. Identifikasi Permasalahan Berdasarkan Tugas dan Fungsi Pelayanan Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika A. Permasalahan Adapun Permasalahan

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG

PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN JOMBANG NOMOR 21 TAHUN 2009 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN JOMBANG Sesuai dengan amanat Pasal 20 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayaran antar pulau di Indonesia merupakan salah satu sarana transportasi dan komunikasi yang sangat diandalkan dalam mewujudkan pembangunan nasional yang berwawasan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

Oleh Deddy Permana / Yayasan Wahana Bumi Hijau Sumatera selatan

Oleh Deddy Permana / Yayasan Wahana Bumi Hijau Sumatera selatan Oleh Deddy Permana / Yayasan Wahana Bumi Hijau Sumatera selatan www.wbh.or.id Penjaringan Aspirasi Masyarakat Sebagai Masukan Rancangan Teknokratik RPJMN 2015-2019 di Gedung Serbaguna Pasca Sarjana Universitas

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA BAB II PERENCANAAN KINERJA A. RPJMD PROVINSI JAWA TENGAH Sebagai upaya mewujudkan suatu dokumen perencanaan pembangunan sebagai satu kesatuan yang utuh dengan sistem perencanaan pembangunan nasional, maka

Lebih terperinci