BAB II KAJIAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan Sastra sering kali dihubungkan sebagai suatu kata atau kalimat yang mengandung berbagai makna atau banyak makna yang sangat sulit untuk dipahami. Menurut Teeuw (1988: 23) kata sastra dalam bahasa Indonesia berasal dari bahasa Sansekerta; akar kata sas-, dalam kata kerja turunan berarti mengarahkan, mengajar, memberi petunjuk atau instruksi. Akhiran tra biasanya menunjukkan alat, sarana. Maka dari itu sastra dapat berarti alat untuk mengajar. Adapun pendapat lain tentang sastra, menurut Insan (2011) sastra itu bermakna tulisan / karangan yang bagus. Itu adalah arti harfiah, atau boleh juga kita sebut arti etimologisnya. Dalam karya sastra diperlukannya unsur estetika, menurut Amal (2010) secara umum, aspek-aspek keindahan dalam sastra lebih banyak ditentukan oleh gaya bahasa, meskipun begitu, aspek keindahan yang lain juga tetap memberikan peranan penting dalam membentuk kesatuan unsur estetika dalam sastra,... karena bahasa merupakan media utama karya sastra.... Karena itu, di kalangan masyarakat sekarang masih belum mengerti arti sebenarnya dari sastra tersebut dengan jelas, dan seringkali salah dalam mengartikan sastra, yang dapat mengakibatkan perubahan maksud atau unsur yang terkandung dalam sastra. 1. Unsur-unsur Sastra Sastra adalah sebuah cawan atau wadah alat sebagai pengajaran untuk membuat sebuah atau sejumlah karya sastra yang akan ditulis dan memiliki berbagai unsur, di antaranya adalah unsur intrinsik dan ekstrinsik. a. Unsur Intrinsik. Menurut Jaelani (2012) unsur intrinsik ialah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari dalam yang mewujudkan struktur suatu karya sastra, seperti; tema, tokoh dan penokohan, alur dan pengaluran, latar dan pelataran, dan pusat pengisahan. 5

2 6 1) Tema adalah topik permasalahan yang dibahas dalam cerita. 2) Amanat, saran atau sebuah pesan singkat, yang bersifat mendidik. 3) Perwatakan adalah penokohan. 4) Konflik masalah yang diceritakan. 5) Setting adalah latar dari cerita berupa, latar tempat, suasana, dan waktu. 6) Alur, jalan cerita. 7) Simbol, kata istilah pengganti. 8) Sudut pandang, cara pandang yang digunakan penulis dalam karyanya. Berdasarkan unsur intrinsik dari sastra, ada yang menyebutkan unsur intrinsik sastra juga memiliki cara penggunaan bahasa, menurut Serenade (2011) teknik penggunaan bahasa dalam menuangkan idenya, penulis biasa memilih kata-kata yang dipakainya sedemikian rupa sehingga segala pesannya sampai kepada pembaca. Di dalam penggunaan bahasa penulis biasa memiliki khasnya masingmasing menurut Rosyid (2009). Gaya bahasa merupakan cara pengungkapan yang khas bagi setiap pengarang. Gaya seorang pengarang tidak akan sama apabila dibandingkan dengan gaya pengarang lainnya, karena pengarang tertentu selalu menyajikan hal-hal yang berhubungan erat dengan selera pribadinya dan kepekaannya terhadap segala sesuatu yang ada di sekitarnya. b. Unsur Ekstrinsik. Menurut Serenade (2011) Unsur ekstrinsik adalah unsur pembentuk karya sastra di luar karya sastra, meliputi: latar belakang kehidupan penulis, keyakinan dan pandangan hidup penulis, adat istiadat yang berlaku pada saat itu, situasi politik (persoalan sejarah), ekonomi, dsb. Ada yang mengatakan bahwa unsur ekstrinsik membangun organisme karya sastra, menurut Jaelani (2012) Tidak ada sebuah karya sastra yang tumbuh otonom, tetapi selalu pasti berhubungan secara ekstrinsik dengan luar sastra, dengan sejumlah faktor kemasyarakatan seperti tradisi sastra, kebudayaan lingkungan, pembaca sastra, serta kejiwaan mereka. Dari berbagai macam uraian unsur ekstrinsik, ada beberapa contoh unsur tersebut, berdasarkan contoh (Supeksa, 2010) (1) Agama pengarang. (2) Pendidikan

3 7 pengarang. (3) Ekonomi pengarang. (4). Lingkungan tempat tingal pengarang. (5). Kejadian yang terjadi di lingkungan pengarang. 2. Novel Novel merupakan bentuk karya sastra yang sekaligus disebut fiksi. Bahkan dalam perkembangannya novel dianggap bersinonim dengan fiksi. Dengan demikian, pengertian fiksi juga berlaku untuk novel. Dalam bahasa Itali novella (yang dalam bahasa Jerman: novelle). Secara harfiah novella sebuah barang baru yang kecil. Sedangkan dalam bahasa Inggris: novel, sebutan itulah yang kemudian masuk ke Indonesia. Dewasa ini istilah novella dan novelle mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novelet (Inggris: novelette), yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukup, tidak terlalu panjang, namun juga tidak terlalu pendek. Karya sastra yang disebut novelet adalah karya yang lebih pendek daripada novel, tetapi lebih panjang daripada cerpen, katakanlah pertengahan di antara keduanya. a. Pengertian Novel Nurgiyantoro (2007:18) mengungkapkan novel adalah suatu cerita fiksi yang tidak selesai dibaca sekali duduk dan terdiri dari tema, alur, plot, dan penokohan. Novel merupakan bagian dari karya sastra yang berbentuk fiksi atau cerita rekaan, namun ada pula yang merupakan kisah nyata. b. Jenis Novel Novel terdiri dari 2 jenis yaitu: 1) Novel Populer Novel populer adalah novel yang populer pada masanya dan banyak penggemarnya khususnya pembaca dikalangan remaja. Ia menampilkan masalah-masalah yang aktual dan selalu menzaman, namun hanya sampai pada tingkat permukaan. Novel populer pada umumnya bersifat artificial, hanya sementara, cepat ketinggalan zaman dan tidak memaksa orang membacanya sekali lagi (Nurgiyantoro, 2007:18).

4 8 2) Novel Serius Novel serius adalah novel yang membutuhkan ketenangan dan konsentrasi tinggi dalam membacanya serta disertai kemauan untuk melakukannya. Novel serius disamping memberikan hiburan dan memberikan pengalaman yang berharga kepada pembaca, atau paling tidak mengajaknya untuk meresapi dan merenungkan secara lebih sungguh-sungguh tentang permasalahan yang dikemukakan (Nurgiyantoro, 2007: 18). B. Hakikat Stilistika 1. Aspek Kajian Stilistika dalam Karya Sastra Sutejo (2010: 2) berpendapat, stilistika atau stylistics (bahasa Inggris) adalah tentang style. Keraf (2010: 112) mengemukakan, istilah gaya diangkat dari istilah style yang berasal dari bahasa Latin stilus dan mengandung arti semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin. Ratna (2009: 3) berpendapat, stilistika (stylistics) adalah ilmu tentang gaya, sedangkan stil (style) secara umum adalah cara-cara yang khas, bagaimana segala sesuatu diungkapkan dengan cara tertentu, sehingga tujuan yang dimaksudkan dapat dicapai secara maksimal. Lebih lanjut Ratna (2009: 10) mendefinisikan stilistika sebagai: (1) ilmu tentang gaya bahasa; (2) ilmu interdisipliner antara linguistik dengan sastra; (3) ilmu tentang penerapan kaidah-kaidah linguistik dalam penelitian gaya bahasa; (4) ilmu yang menyelidiki pemakaian bahasa dalam karya sastra; dan (5) ilmu yang menyelidiki pemakaian bahasa dalam karya sastra, dengan mempertimbangkan aspek-aspek keindahan sekaligus latar belakang sosialnya. Al-Ma ruf (2009a: 47) menegaskan, aspek stilistika berupa bentukbentuk dan satuan kebahasaan yang ditelaah dalam kajian stilistika karya sastra yang meliputi: gaya bunyi, gaya kata (diksi), gaya kalimat, gaya wacana, bahasa figuratif dan citraan. Dalam penelitian ini penulis akan mengkaji aspek stilistika, meliputi: pilihan kata (diksi), gaya bahasa dan juga citraan yang terdapat dalam novel Maryamah Karpov karya Andrea Hirata.

5 9 2. Pilihan Kata (Diksi) Diksi (pilihan kata) merupakan faktor terpenting dalam komunikasi manusia. Jika membicarakan bahasa tidaklah mungkin terlepas dari kata. Keraf (2010: 21) menjelaskan, kata merupakan suatu unit dalam bahasa yang memiliki stabilitas intern dan mobilitas posisional, yang berarti ia memiliki komposisi tertentu (entah fonologis maupun morfologis) dan secara relatif memiliki distribusi yang bebas. Dalam kegiatan berkomunikasi, kata merupakan suatu jaringan untuk memahami orang lain sebagai mitra tutur dan sebaliknya, supaya penutur dapat memahami apa yang mitra tuturnya katakan. Dengan demikian akan terjalin suatu komunikasi dua arah yang baik dan harmonis. Setiap kata yang terucap dari seseorang pasti mengandung makna bahwa setiap perkataan yang ia ucapkan tersebut merupakan ungkapan sebuah gagasan atau ide yang muncul dari dalam dirinya. Sejalan dengan hal tersebut Keraf (2010: 21) mengatakan, semakin banyak kata yang dikuasai seseorang, semakin banyak pula ide atau gagasan yang dikuasainya dan yang sanggup diungkapkannya. Darmono (dalam Sayuti, 1985: 62) mengatakan, kata-kata tidak sekadar berperan sebagai alat yang menghubungkan pembaca dengan ide penyair, seperti peran kata dalam bahasa sehari-hari dan prosa umumnya. Tetapi sekaligus sebagai pendukung imaji dan penghubung pembaca dan dunia intuisi penyair. Dari apa yang dipaparkan oleh para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa penempatan kata-kata sangat penting artinya untuk menumbuhkan kesan estetik yang membawa pembaca kepada kenikmatan dan pemahaman yang menyeluruh dalam karya sastra yang dihasilkan oleh seorang penulis. Macam-macam diksi yaitu: 1) Kata Konkret Al-Ma ruf (2009b: 103) mengatakan, kata konkret merupakan katakata yang dapat melukiskan dengan plastis, membayangkan dengan jitu

6 10 akan gagasan yang hendak dikemukakan oleh pengarang. Lebih lanjut Al- Ma ruf (2009b: 103) menyimpulkan: Dalam karya sastra, pengarang dituntut untuk memperjelas ungkapan agar pembaca seolah-olah melihat, mendengar, atau merasakan apa yang dilukiskan oleh pengarang. Jika imaji yang ditangkap oleh pembaca merupakan efek dari pengimajian kata-kata yang diciptakan oleh pengarang, maka kata-kata konkret memiliki makna lugas dan jelas itu merupakan syarat atau sebabnya terjadi pengimajinasian tersebut. Dengan kata-kata yang lugas maknanya, pembaca dapat membayangkan secara jelas peristiwa, keadaan atau situasi yang dilukiskan oleh pengarang. Mendasar pada simpulan Al-Ma ruf, bahwa kata konkret sama artinya dengan kata denotatif. Keraf (2010: 28) membuat pengertian tentang kata denotatif, yaitu makna ini (dalam hal ini denotatif) disebut juga makna proposisional karena ia bertalian dengan informasi-informasi atau pernyataan-pernyataan bersifat faktual. Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan dihadirkannya kata konkret dalam karya sastra adalah memperjelas pembaca dalam mengimajinasikan suatu karya sastra, peristiwa, suasana dan keadaan akan jelas terbayangkan dalam pikiran ketika membaca karya sastra sehingga akan muncul imajinasi yang nyata dalam merangkaikan cerita yang dibaca. Makna konotatif dan denotatif saling melengkapi dalam lahirnya karya sastra sehingga karya sastra yang lahir akan menjadi indah dan memiliki nilai estetis yang khas. 2) Kata Sapaan Khas Nama Diri Menurut Saussure (dalam Al-Ma ruf, 2009a: 54) ditinjau dari sudut linguistik, nama diri atau sapaan merupakan satuan lingual yang dapat disebut sebagai tanda. Tanda merupakan kombinasi dari konsep (petanda) dan bentuk yang tertulis atau diucapkan atau penanda. Jadi, dapat disimpulkan bahwa nama diri atau sapaan berfungsi sebagai identitas atau penanda maupun simbol untuk menunjukkan orang atau sesuatu yang dimaksud.

7 11 3) Kata Serapan Al-Ma ruf (2009a: 56) mengatakan, kata serapan adalah kata yang diambil atau dipungut dari bahasa lain, baik bahasa asing maupun bahasa daerah, baik mengalami adaptasi struktur, tulisan dan lafal, maupun tidak dan sudah dikategorikan sebagai kosakata bahasa indonesia. Artinya, dari segi cara penyerapannya, ada kata serapan yang mengalami adaptasi (penyesuaian) dan ada yang mengalami adopsi (dipungut tanpa perubahan). Kata serapan ada yang berasal dari bahasa daerah misalnya Jawa, Batak, dan Sunda dan ada pula yang berasal dari bahasa asing seperti bahasa Arab, Inggris, Belanda dan Spanyol. 4) Kosakata Bahasa Jawa Al-Ma ruf (2009a: 57) mengatakan, kosakata bahasa Jawa adalah kata dari bahasa Jawa yang digunakan pengarang untuk mengekspresikan gagasan atau melukiskan sesuatu dalam karya sastra. Kosakata bahasa Jawa itu dirasa lebih tepat dalam mengungkapkan gagasan dengan segala nilai rasa dan muatan maknanya. 5) Kata Vulgar Kata vulgar adalah kata-kata yang carut dan kasar atau kampungan. Al-Ma ruf (2009a: 57) mengatakan, kata vulgar merupakan kata-kata yang tidak intelek, kurang beradab, dipandang tidak etis, dan melanggar sopan santun atau etika sosial yang berlaku dalam masyarakat intelek dipandang tabu atau diucapkan atau digunakan dalam berkomunikasi antar warga masyarakat. 6) Kata dan Objek Realitas Alam Al-Ma ruf (2009a: 57) mengatakan, kata dengan objek realitas alam adalah kata yang memanfaatkan realitas alam sebagai bentukan kata tertentu yang memiliki arti. Dapat disimpulkan bahwa kata dengan objek realitas alam adalah kata atau frasa atau bahkan klausa yang memanfaatkan objek atau penggambaran objek suasana alam. Maknanya tentu dapat dipahami dengan melihat konteks kalimat atau antar kata yang dijelaskan pengarang.

8 12 3. Gaya Bahasa a. Pengertian Gaya Bahasa Keraf (2010: 23) berpendapat, gaya bahasa sebagai bagian dari diksi bertalian dengan ungkapan-ungkapan yang individual atau karakteristik, atau yang memiliki nilai artistik yang tinggi. Sementara Aminuddin (1995: 1) mengatakan, gaya merupakan perwujudan penggunaan bahasa oleh seorang penulis untuk mengemukakan gambaran, gagasan, pendapat dan membuahkan efek tertentu bagi penanggapnya sebagaimana cara yang digunakannya. Lebih lanjut Aminuddin (1995: 1) menegaskan, sesuai dengan pengertian stilistika sebagai studi tentang cara pengarang dalam menggunakan sistem tanda sejalan dengan gagasan yang ingin disampaikan, dari kompleksitas dan kekayaan unsur pembentuk karya sastra itu yang dijadikan sasaran kajinan hanya pada wujud penggunaan sistem tandanya. Gaya bahasa sebagai gejala penggunaan sistem tanda, dapat dipahami bahwa gaya bahasa pada dasarnya memiliki sejumlah matra hubungan. Aminuddin (1995: 54) mengatakan, matra hubungan tersebut dapat dikaitkan dengan dunia proses kreatif pengarang, dunia luar yang dijadikan objek dan bahan penciptaan, fakta yang terkait dengan aspek internal kebahasaan itu sendiri dan dunia penafsiran penanggapnya. Gaya pada dasarnya adalah bersifat pribadi. Dengan mempelajari gaya bahasa dari seorang penulis, maka kita akan mengetahui dan menilai watak serta kemampuan penulis tersebut. Keraf (2010: 112) menjelaskan, persoalan gaya bahasa meliputi semua hirarki kebahasaan: pilihan kata secara individu, frasa, klausa dan kalimat, bahkan mencakup pula sebuah wacana secara keseluruhan. Secara umum dapat dikatakan gaya adalah cara mengungkapkan diri sendiri, hal ini Keraf (2010: 113) menegaskan, gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa).

9 13 Pradopo (dalam Nuroh, 2011: 25) menyatakan, gaya bahasa itu bertujuan untuk menghidupkan kalimat dan memberi gerak pada kalimat serta menimbulkan reaksi tertentu dan atau tanggapan pikiran kepada pembaca. Disamping itu, gaya bahasa merupakan ekspresi ideologi pengarang. Gaya bahasa memiliki fungsi terhadap penyampaian ide pengarang dalam bentuk informasi terutama dalam karya sastra. Oleh karena itu, dalam telaah gaya bahasa (karya sastra), analisis dapat diarahkan pada pilihan kata (diksi), susunan kalimat dan sintaksisnya, kepadatan dan tipetipe bahasa kisahannya, pola ritmenya, komponen bunyi dan ciri-ciri formal lainnya. Sukada (dalam Ratna, 2009: 12) mendefinisikan istilah gaya bahasa dalam sejumlah butir pertanyaan, yaitu: a) gaya bahasa adalah bahasa itu sendiri, b) yang dipilih berdasarkan struktur tertentu, c) digunakan dengan cara yang wajar, d) tetapi tetap memiliki ciri personal, e) sehingga tetap memiliki ciri personal, f) sebab lahir dari diri pribadi penulisnya yang diungkapkan dengan penuh kejujuran, g) disusun secara sengaja agar menimbulkan efek tertentu dalam diri pembaca dan h) isinya adalah persatuan antara unsur keindahan dan kebenaran. b. Jenis-jenis Gaya Bahasa Karya sastra yang terbentuk puisi banyak memiliki bahasa yang cukup indah saat dibaca. Tak jarang pula untuk menambah nilai keindahan yang terdapat di dalam karyanya, penyair memasukkan atau menuliskan kata-kata yang memiliki makna yang tidak sebenarnya. Ratna (2009: 416) mengungkapkan, unsur karya sastra sebagai akibat cara penyusunan bahasa sehingga menimbulkan efek estetis. Secara tradisional gaya bahasa disamakan dengan majas. Ratna (2009: 164) menjelaskan, majas (figure of speech) adalah pilihan kata tertentu sesuai dengan maksud penulis atau pembicara dalam rangka memperoleh aspek keindahan. Lebih lanjut Ratna (2009: 164)

10 14 membedakan jenis-jenis majas ke dalam empat kelompok, yaitu: a) majas penegasan, b) perbandingan, c) pertentangan, dan d) majas sindiran. Penggunaan gaya bahasa yang berwujud majas dapat memengaruhi gaya dan keindahan bahasa sebuah karya sastra. Keraf (2010: ) mengkategorikan gaya bahasa berdasarkan struktur kalimat, yaitu: (1) gaya bahasa klimaks; (2) gaya bahasa antiklimaks; (3) gaya bahasa paralelisme; (4) gaya bahasa antitesis; (5) gaya bahasa repetisi yang meliputi epizeuksis, epanalepsi, mesodiplosis, simploke, epistrofa, tautoses, anafora dan anadiplosis. Lebih lanjut Keraf (2010: ) juga mengkategorikan gaya bahasa berdasarkan langsung tidaknya makna, yang termasuk gaya bahasa tersebut antara lain: (1) gaya bahasa retoris (aliterasi, asonansi, anastrof, apofasis, apostrof, asidenton, polisidenton,kiasmus, elipsis, eufimisme, litotes, histeron proteron, pleonasme, tautologi, perifrasis, prolepsi, erotesis, silepsi, zeugma, koreksio, hiperbola, paradoks, dan oksimoron); (2) gaya bahasa kiasan (simile, metafora, alegori, parabel, fabel, personifikasi, alusi, eponim, epitet, ironi, sinisme, sarkasme, satire, inuendo, antifrasis dan paronomasia). Berdasarkan beberapa pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa dapat dibedakan menjadi empat kelompok yaitu: (a) gaya bahasa perbandingan, (b) gaya bahasa pertentangan, (c) gaya bahasa pertautan dan (d) gaya bahasa perulangan. Macam-macam gaya bahasa tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Gaya Bahasa Perbandingan Pradopo (1993: 62) berpendapat bahwa gaya bahasa perbandingan adalah bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan yang lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding seperti; bagai,

11 15 sebagai, bak, seperti, semisal, seumpama, laksana dan kata-kata pembanding lain. (a) Simile Keraf (2010: 138) berpendapat, simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit atau langsung menyatakan sesuatu sama dengan hal yang lain. Sementara itu Agni (2009: 106) mengartikan, gaya bahasa simile adalah pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan dan penghubung, seperti layaknya, bagaikan dan lain-lain. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa simile atau perumpamaan merupakan suatu majas yang membandingkan dua hal atau benda dengan menggunakan kata penghubung, contoh: Bibirnya seperti delima merekah. (b) Metafora Agni (2009: 107) mengartikan metafora adalah pengungkapan berupa perbandingan analogis dengan menghilangkan kata layaknya, bagaikan, dan lain-lain. Lebih lanjut, Keraf (2010: 139) berpendapat, metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal yang secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat: bunga bangsa, buaya darat, buah hati, cindera mata dan sebagainya. Dapat disimpulkan metafora adalah majas yang membandingkan secara implisit yang tersusun singkat, padat dan rapi, contoh: Lelaki itu buaya darat. (c) Personifikasi Agni (2009: 109) mengartikan gaya bahasa personifikasi adalah pengungkapan dengan menyampaikan benda mati atau tidak bernyawa sebagai manusia. Keraf (2010: 140) berpendapat, personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda-benda mati atau barang-barang yang tidak bernyawa seolah-olah memiliki sifat kemanusiaan. Pendapat di atas disimpulkan bahwa personifiksi merupakan majas yang

12 16 mengibaratkan benda-benda mati seolah hidup atau bernyawa layaknya manusia. Sebagai contoh majas personifikasi yakni: Tanyalah pada rumput yang bergoyang. (d) Alegori Agni (2009: 106) mengartikan gaya bahasa alegori adalah menyatakan dengan cara lain melalui kiasan atau penggambaran. Keraf (2010: 140) berpendapat, alegori adalah suatu cerita singkat yang mengandung kiasan. Dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa alegori merupakan bahasa kiasan yang digunakan sebagai sarana pendidikan serta mempunyai kesatuan yang utuh, contoh: Hatihatilah kamu dalam mengarungi bahtera rumah tangga, melewati lautan kehidupan yang penuh dengan badai dan gelombang. Apabila suami istri, antara nahkoda dan juru mudinya haruslah seia sekata dalam melayarkan bahteranya, niscaya ia akan sampai ke pulau tujuan. (e) Antitesis Keraf (2010: 126) berpendapat, antitesis adalah sebuah gaya bahasa yang mengandung gagasan-gagasan yang bertentangan dengan mempergunakan kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan. Dapat disimpulkan bahwa antitesis merupakan gaya bahasa yang menggunakan kata-kata untuk dua hal yang bertentangan, contoh: Kaya-miskin, tua-muda, besar-kecil, semua mempunyai kewajiban untuk menjaga keamanan bangsa dan negara. (f) Sinestesia Agni (2009: 107) mengartikan, gaya bahasa sinestesia adalah metafora berupa ungkapan yang berhubungan dengan indera untuk dikenakan pada indera lain. Contoh: Sedap benar melihat gadis cantik yang selesai dandan.

13 17 (g) Pleonasme dan Tautologi Keraf (2010: 133) mengungkapkan:pada dasarnya plenonasme dan tautologi adalah acuan yang mempergunakan katakata lebih banyak daripada yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan. Walaupun secara praktis kedua istilah itu disamakan saja, namun ada yang ingin membedakan keduanya. Suatu acuan disebut pleonasme bila kata yang berlebihan itu dihilangkan, artinya tetap utuh. Sebaliknya, acuan itu disebut tautologi kalau kata yang berlebihan itu sebenarnya mengandung perulangan dari sebuah kata yang lain. Dari pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa pleonasme adalah gaya bahasa dengan menggunakan kata yang lebih banyak dari yang diperlukan, namun apabila dihilangkan kata tersebut tidak merubah arti. Sedangkan tautologi menggunakan kata yang lebih namun kata tersebut sebenarnya merupakan perulangan dari kata yang lain, contoh: Saya melihat kecelakaan itu dengan mata kepala saya sendiri (pleonasme), Bapak pulang ke rumah jam malam tadi (tautologi) (h) Perifrasis Keraf (2010: 139) menjelaskan, perifrasis adalah gaya bahasa yang mirip dengan pleonasme, yaitu mempergunakan kata lebih banyak dari yang diperlukan. Kata-kata yang berlebihan tersebut sebenarnya dapat digantikan dengan satu kata saja, contoh: Ia telah menghembuskan nafas terakhir (= mati, atau meninggal). (i) Prolepsis Keraf (2010: 134) berpendapat prolepsis adalah semacam gaya bahasa dimana seseorang mempergunakan lebih dahulu katakata atau sebuah kata sebelum peristiwa atau gagasan yang sebenarnya terjadi. (j) Koreksio

14 18 Keraf (2010: 135) menyatakan, koreksio adalah gaya bahasa yang berwujud menegaskan sesuatu kemudian memperbaikinya. Dilakukan dengan sengaja sebagai ekspresi untuk menarik perhatian dan untuk membangkitkan sikap kritis dari pada pembaca atau pendengar. (2) Gaya Bahasa Pertentangan (a) Hiperbola Agni (2009: 108) mengartikan, gaya bahasa hiperbola adalah pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan, tetapi kenyataan tersebut tidak masuk akal. Keraf (2010: 135) berpendapat, hiperbola adalah semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan dengan membesarbesarkan suatu hal. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa hiperbola merupakan suatu gaya bahasa yang mengandung pernyataan yang berlebihan dari kenyataan yang ada. Contoh: Jika teringat kejadian itu, hatiku hancur berkeping-keping hingga tak tersisa lagi. (b) Litotes Keraf (2010: 132) berpendapat, litotes adalah semacam gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan merendahkan diri. Dapat disimpulkan bahwa litotes adalah gaya bahasa yang mengandung pernyataan lebih kecil dari apa yang sebenarnya ada, contoh: Kapan-kapan mampirlah ke gubukku yang seadanya itu. (c) Paranomasia Keraf (2010: 145) menyatakan, paranomasia merupakan kiasan dengan mempergunakan kemiripan bunyi. Ia merupakan permainan kata yang didasarkan pada kemiripan bunyi, tetapi terdapat perbedaan besar dalam maknanya. Dari pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa paranomasia merupakan gaya bahasa yang mempunyai commit to kata user dengan kemiripan bunyi namun

15 19 berbeda maknanya., contoh: Tanggal dua kemarin itu gigi saya tanggal dua. (d) Oksimoron Keraf (2010: 136) menegaskan, oksimoron adalah suatu acuan yang berusaha menggabungkan kata-kata untuk mencapai efek yang bertentangan. Dengan demikian oksimoron dapat diartikan sebagai gaya bahasa pertentangan yang mempergunakan kata-kata yang bertentangan dalam satu frasa yang sama artinya. Contoh: Dengan diam seribu bahasa, sebenarnya para pendemo itu berteriak untuk suatu keadilan. (e) Silepsis dan Zeugma Keraf (2010: 135) menerangkan, gaya bahasa silepsis dan zeugma adalah gaya di mana orang mempergunakan dua konstruksi rapatan dengan menghubungkan sebuah kata dengan dua kata lain yang sebenarnya hanya salah satunya mempunyai hubungan dengan kata pertama. Lebih lanjut lagi Keraf (2010: 135) memberi penjelasan, dalam silepsis, konstruksi yang dipergunakan itu secara gramatikal benar, tetapi secara semantik tidak benar. Contoh silepsis, yakni: Ia sudah kehilangan arah dan tujuannya. Dalam pembahasan yang sama, Keraf (2010: 135) juga memberi penjelasan lebih lanjut, dalam zeugma kata yang dipakai untuk membawahi kedua kata berikutnya, sebenarnya hanya cocok untuk salah satu daripadanya. Contoh zeugma, yakni: Orang itu menundukkan kepala dan badannya untuk memberi penghormatan kepada pimpinan mereka. (f) Satire Keraf (2010: 144) mengatakan, satire adalah uraian yang harus ditafsirkan lain dari makna permukaannya atau dengan kata lain dapat disimpulkan bahwa satire merupakan gaya bahasa yang mengharuskan seseorang commit untuk to user menafsirkan kembali uraian yang

16 20 diucapkan dan tidak semata-mata mengartikan hal tersebut dari arti harfiahnya. (g) Inuendo Keraf (2010: 144) menjelaskan, inuendo adalah semacam sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Inuende dapat disimpulkan pula sebagai gaya bahasa yang memberikan sindiran halus yang bahkan tidak menyakitkan hati apabila dilihat sambil lalu. Contoh: Setiap kali mendatangi pesta, ia pasti akan sedikit mabuk karena kebanyakan minum. (h) Antifrasis Keraf (2010: 144) mengatakan, antifrasis merupakan semacam ironi yang berwujud penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya, yang bisa saja dianggap sebagai ironi sendiri, atau kata-kata yang dipakai untuk menangkal kejahatan, roh jahat, dan sebagainya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa antifrasis merupakan sebuah ungkapan yang mempunyai makna berbanding terbalik dengan kenyataan. Contoh: Itu dia, si rajin baru datang (makna dari ungkapan tersebut adalah sebagai sindiran untuk pemalas). (i) Paradoks Keraf (2010: 136) mengatakan, paradoks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada. Dapat disimpulkan bahwa paradoks merupakan suatu gaya bahasa yang mengandung ungkapan pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada pada kenyataannya. Contoh: Ia mati kelaparan di tengah-tengah kekayaan ayahnya yang melimpah. (j) Klimaks

17 21 Keraf (2010: 124) menjelaskan, klimaks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung urutan-urutan pikiran yang setiap kali semakin meningkat kepentingannya dari gagasan-gagasan sebelumnya. Dapat disimpulkan bahwa klimaks merupakan pemaparan pikiran atau suatu hal secara berturut-turut dari yang sederhana dan kurang penting, meningkat kepada hal atau gagasan yang penting dan kompleks. Contoh: Sastrawan mempunyai banyak waktu untuk memilih, merenungkan bahkan menciptakan suasana baru dalam penyampaian maksud karyanya tersebut kepada pembaca. (k) Antiklimaks Keraf (2010: 125) menjelaskan, antiklimaks sebagai gaya bahasa merupakan suatu acuan yang gagasan-gagasannya diurutkan dari yang terpenting berturut-turut ke gagasan yang kurang penting. Dapat disimpulkan bahwa antiklimaks merupakan kebalikan dari klimaks, dalam antiklimaks gagasan-gagasan yang diungkapkan merupakan urutan dari hal yang penting menuju kepada hal yang semakin tidak penting. Contoh: Ketua pengadilan itu adalah seorang yang kaya, pendiam, dan tidak terkenal namanya. (l) Anastrof Keraf (2010: 130) mengatakan, anastrof adalah semacam gaya retoris yang diperoleh dengan pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat. Suatu hal yang biasa apabila kita membaca susunan kalimat yang berpola subjek-predikat-objek, namun anastrof dapat disimpulkan bahwa ia membalikkan susunan kata yang biasa dalam kalimat. Contoh: Bersorak-sorak orang di tepi jalan memukul bermacam-macam bunyi-bunyian melalui gerbang dihiasi bunga dan panji berkibar. (m) Apofasis

18 22 Keraf (2010: 130) menjelaskan, apofasis merupakan sebuah gaya bahasa di mana penulis atau pengarang menegaskan sesuatu, tetapi tampaknya menyangkal. Berpura-pura membiarkan sesuatu berlalu, tetapi sebenarnya ia menekankan hal itu. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan pula bahwa gaya bahasa apofasis merupakan semacam gaya di mana penulis berpura-pura menyembunyikan sesuatu, namun sebenarnya justru ia memamerkan sesuatu tersebut. Contoh: Saya tidak mau mengungkapkan dalam forum ini bahwa sebenarnya saudara merupakan penipu yang berkedok sebagai pengacara. (n) Hipalase Keraf (2010: 142) menjelaskan, hipalase merupakan semacam gaya bahasa di mana sebuah kata tertentu dipergunakan untuk menerangkan sebuah kata, yang seharusnya dikenakan pada sebuah kata yang lain. Hal tersebut berarti hipalase merupakan suatu kebalikan dari suatu relasi alamiah antara dua komponen gagasan. Misal: Ia berbaring di atas sebuah bantal yang gelisah. (o) Ironi Keraf (2010: 143) mengatakan, ironi atau sindiran adalah suatu acuan yang ingin mengatakan sesuatu dengan makna atau maksud berlainan dari apa yang terkandung dalam rangkaian katakatanya. Lebih lanjut Ratna (2009: 447) berpendapat, ironi adalah gaya bahasa ayng berupa sindiran halus. Dari bahasan di atas dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa ironi merupakan gaya di mana penulis sebenarnya tidak mengatakan hal yang sebenarnya, melainkan hanya sebuah sindiran. Misal: Tidak diragukan lagi bahwa Andalah pemimpin yang paling bijaksana, sehingga semua kebijaksanaan terdahulu harus dibatalkan semua! (p) Sinisme

19 23 Keraf (2010: 143) menjelaskan, sinisme merupakan suatu sindiran yang berbentuk kesangsian yang mengandung ejekan terhadap keikhlasan dan ketulusan hati. Lebih lanjut Ratna (2009: 447) menyatakan, sinisme merupakan sindiran yang agak kasar. Dapat disimpulkan bahwa terdapat sedikit perbedaan antara ironi dan sinisme yakni di dalam penyampaian gaya bahasa tersebut. Ironi memiliki bahasa yang cenderung lebih halus, sedangkan sinisme mempunyai bahasa yang cenderung lebih kasar. Contoh: Memang kami itu wanita paling canik di seantero jagad ini, sehingga kamu pun mampu menghancurkan seluruh isi jagad ini. (q) Sarkasme Keraf (2010: 143) mengatakan, sarkasme merupakan suatu acuan yang lebih kasar dari ironi dan sinisme. Ia adalah suatu acuan yang mengandung kepahitan dan celaan yang getir. Agni (2009: 111) menyatakan, sarkasme adalah gaya bahasa sindiran langsung dan kasar. Dapat disimpulkan bahwa sarkasme merupakan gaya bahasa bersifat menyindir yang paling kasar dari gaya bahasa lainnya. Contoh: Mulutmu Harimaumu. (r) Histeron Proteton Keraf (2010: 133) mengatakan, histeron proteton adalah semacam gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari sesuatu yang logis atau kebalikan dari sesuatu yang wajar. Kesimpulannya bahwa gaya bahasa tersebut menyatakan makna yang terbalik dari apa yang biasa dianggap logis. Contoh: Kereta melaju dengan cepat melebihi kecepatan kuda yang menariknya. (3) Gaya Bahasa Pertautan (a) Metonimia Keraf (2010: 142) menyatakan, metonimia adalah suatu gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu

20 24 hal lain, karena mempunyai pertalian yang sangat dekat. Sementara itu Agni (2009: 108) mengartikan, gaya bahasa metonimia adalah pengungkapan berupa penggunaan nama untuk benda lain yang menjadi merek, ciri khas, atau atribut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa metonimia merupakan suatu bahasa kiasan yang menggunakan bahasa dari suatu benda atau ciri khas yang sudah dikenal masyarakat umum. Contoh: Pak Bejo ke pasar naik Honda. (b) Sinekdoke Keraf (2010: 142) mengatakan, sinekdoke merupakan semacam bahasa figuratif yang mempergunakan sebagian dari sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan (pars pro toto) atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian (totum pro toto). Sementara Altenbernd (dalam Pradopo, 1993: 78) mengatakan, sinekdok merupakan bahasa kiasan yang menyebutkan suatu bagian yang penting suatu benda (hal) untuk benda atau hal itu sendiri. Dapat disimpulkan bahwa sinekdok ada dua macam yaitu pars pro toto (sebagian untuk keseluruhan) dan tutom pro toto (keseluruhan untuk sebagian). Contoh: Mana batang hidungmu belum tampak di bumi ini. (c) Alusi Keraf (2010: 141) mengatakan, alusi adalah semacam acuan yang berusaha menyugestikan kesamaan antara orang, tempat, atau peristiwa. Dari pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa alusi merupakan gaya bahasa yang menunjuk suatu acuan yang secara tidak langsung menyamakan hal tersebut antara orang, tempat, atau peristiwa. Contoh: Diponegoro kecil itu tak pernah lelah memperjuangkan haknya. (d) Eufemisme

21 25 Keraf (2010: 132) mengatakan, eufemisme adalah semacam acuan berupa acuan ungkapan-ungkapan yang tidak menyinggung perasaan orang, atau ungkapan-ungkapan yang halus. Agni (2009: 110) mengartikan, gaya bahasa eufemisme adalah pengungkapan kata-kata yang dipandang tabu atau dirasa kasar dengan kata-kata lain yang lebih pantas atau dianggap halus. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa eufemisme merupakan suatu gaya bahsa yang mengganti sebuah perkataan yang kasar dengan kata-kata yang lebih halus. Contoh: Ibunya sudah tidak lagi berada di tengah-tengah mereka. (e) Eponim Keraf (2010: 141) mengatakan, eponim merupakan suatu gaya di mana seseorang yang namanya begitu sering dihubungkan dengan nama tertentu, sehingga nama itu dipakai untuk menyatakan sifat itu. Dapat disimpulkan bahwa eponim adalah suatu gaya bahasa di mana seseorang dikaitkan dengan hal tertentu yang itu menggambarkan sifatnya. Contoh: Toni memang seperti Hercules. (f) Epitet Keraf (2010: 141) mengatakan, epitet adalah semacam acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang atau suatu hal. agni (2009: 111) mengartikan, epitet adalah melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan maksud. Dapat disimpulkan bahwa epitet merupakan semacam acuan yang menggantikan atau menjelaskan nama orang atau nama barang. Contoh: Puteri malam telah kembali memancarkan sinarnya. (g) Antonomasia

22 26 Keraf (2010: 142) mengatakan, antonomasia merupakan sebuah epiteta untuk menggantikan nama diri, atau gelar resmi, atau jabatan untuk menggantikan nama diri. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa antonomasia adalah suatu kata-kata untuk menggantikan nama asli orang yang sudah terkenal. Contoh: Semua harus datang ke acara pernikahan putri raja, begitulah perintah Yang Mulia. (h) Erotesis Keraf (2010: 134) menjelaskan, erotesis atau disebut juga pertanyaan retoris adalah semacam pertanyaan yang sudah terdapat asumsi bahwa hanya ada satu jawaban saja. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa erotesis atau pertanyaan retoris adalah suatu pertanyaan yang sebenarnya tidak menghendaki suatu jawaban atau sudah pasti jawabannya. Contoh: Hujan ya? (i) Paralelisme Keraf (2010: 126) mengatakan, paralelisme adalah semacam gaya bahasa yang berusaha mencapai kesejajaran dalam pemakaian kata-kata atau frasa-frasa yang menduduki fungsi yang sama dalam bentuk gramatikal yang sama. Ratna (2009: 441) berpendapat, paralelisme adalah kesejajaran kata-kata atau frasa dengan fungsi yang sama. Dari pemaparan di atas dapat diartikan bahwa paralelisme adalah kata-kata atau frasa yang memiliki fungsi yang sama. Contoh: Bukan saja gembong narkoba itu harus dikutuk, tetapi juga diberantas. (j) Asindenton Keraf (2010: 131) mengatakan, asidenton merupakan suatu gaya yang berupa acuan, yang bersifat padat. Beberapa kata,

23 27 frasa, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan menggunakan kata sambung, melainkan hanya dengan menggunakan tanda koma. Contoh: Veni, vidi, vici Saya datang, saya lihat, saya menang. (k) Polisindenton Keraf (2010: 131) mengatakan, polisidenton merupakan beberapa kata, frasa, atau klausa yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan kata-kata sambung. Dari pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa polisidenton merupakan kebalikan dari asindenton. Contoh: Dan kemanakah orang-orang yang gelisah dan tak berumah dan tak menyerah pada gelap yang bakal membingungkannya? (4) Gaya Bahasa Perulangan (a) Asonansi Keraf (2010: 130) mengatakan, asonansi adalah semacam gaya bahasa yang terwujud perulangan bunyi vokal yang sama. Biasanya hal tersebut dipergunakan dalam puisi dan kadangkadang dalam prosa. Dari pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa asonansi merupakan gaya bahasa yang mempunyai perulangan kata dengan bunyi vokal yang sama. Contoh: Ini luka penuh luka siapa punya. (b) Repetisi Keraf (2010: 127) mengatakan, repetisi adalah perulangan bunyi, suku kata, kata atau bagian kalimat yang dianggap penting untuk memberi tekanan dalam sebuah konteks yang sesuai. Lebih lanjut dari pernyataan tersebut, Agni (2009: 113) mengatakan, repetisi adalah pengulangan kata, frasa, dan klausa yang sama dalam suatu kalimat. commit Dapat to disimpulkan user bahwa repetisi merupakan

24 28 perulangan bunyi, suku kata, kata, farasa, dan klausa dalam satu kalimat yang saling berhubungan. Contoh: Sudikah engkau pergi bersama dinginnya angin malam, bersama sinar rembulan, dan bersama hujan yang rintik-rintik. (c) Tautotes Keraf (2010: 127) berpendapat, tautotes merupakan semacam acuan kata berulang-ulang dalam sebuah konstruksi. Perlu diketahui bahwa tautotes termasuk ke dalam macam-macam repitisi. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa tautotes merupakan repetisi atas sebuah kata perulangan dalam sebuah konstruksi. Contoh: Kau dan aku saling mencintai. (d) Anafora Macam repetisi selanjutnya yakni anafora. Keraf (2010: 127) mengatakan, anafora adalah repetisi yang berwujud perulangan kata pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya. Sedangkan Ratna (2009: 442) berpendapat, anafora adalah kata atau kelompok kata diulang pada baris berikutnya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa anafora merupakan sebuah perulangan yang berada pada tiap baris pertama pada tiap baris berikutnya. Contoh: Apa yang kau perbuat membuatku terluka. Apa yang kau perbuat juga membuatku patah hati. (e) Epistrofa Keraf (2010: 128) berpendapat, epistrofa merupakan perulangan kata atau frasa pada akhir baris atau kalimat berurutan. Dapat disimpulkan bahwa epistrofa merupakan repetis yang menitikberatkan perulangan pada akhir baris atau kalimat. Contoh: Yang menghidupi adalah aku. Yang memanjakanmu adalah aku. Yang mencukupimu commit adalah to aku. user

25 29 (f) Epanalepsis Macam repetisi berikutnya yakni epanalepsis. Keraf (2010: 128) mengatakan, epanalepsis merupakan pengulangan yang berwujud kata terakhir dari baris, klausa atau kalimat, mengulang kata pertama. Contoh: Kita gunakan hak pilih kita. Kami perjuangkan hak kami. (g) Mesodiplosis Keraf (2010: 128) mengatakan, mesodiplosis merupakan repetisi di tengah baris-baris atau beberapa kalimat berurutan. Dapat disimpulkan bahwa mesodiplosis merupakan pengulangan yang berada di tengah baris atau beberapa kalimat berurutan. Contoh: Jangan lupa berdoa kepada Tuhan. Karena dengan berdoa Tuhan akan mengabulkan permintaan. (h) Anadiplosis Keraf (2010: 128) mengatakan, anadiplosis merupakan kata atau frasa terakhir dari suatu klausa atau kalimat menjadi kata atau frasa pertama dari klausa atau kalimat berikutnya. Dapat disimpulkan bahwa anadiplosis adalah gaya bahasa yang mengulang kata atau kalimat terakhir menjadi kata atau kalimat pertama berikutnya. Contoh: Dalam hati ada kamu. Dalam kamu ada cinta. Dalam cinta ada kita. 4. Citraan Dalam membicarakan karya seni atau karya sastra untuk menimbulkan suasana yang khas, untuk membuat gambaran yang dituliskan menjadi nyata, dan untuk tersampaikannya karya tersebut kepada pembaca, untuk menarik pikiran, maka haruslah karya tersebut hidup dalam pikiran dan penginderaan penikmatnya. Pradopo (1993: 79) mengatakan, gambaran-gambaran angan dalam sajak itu disebut citraan commit (imagery). to user Untuk menggambarkan tulisan yang

26 30 ditulis oleh penulis maka perlulah suatu citraan di dalamnya. Citraan tesebut harus tersampaikan supaya pembaca mampu memahami dan tersampaikan apa yang dimaksudkan oleh penulis dalam karyanya yakni melalui gambarangambaran (citraan). Pradopo (1993: 80) menegaskan, gambaran pikiran adalah sebuah efek dalam pikiran yang sangat menyerupai (gambaran) yang dihasilkan oleh penangkapan kita terhadap suatu objek yang dapat dilihat oleh mata, saraf penglihatan, dan daerah-daerah otak yang berhubungan. Citraan atau imaji pada dasarnya terwujud dari adanya bahasa kias di dalam sebuah karya. Terciptanya citraan pada karya sastra sebenarnya dilatarbelakangi oleh realita yang ada di dalam masyarakat, sehingga penulis mampu mengangkat gagasan-gagasan yang ingin diungkapkan ke dalam karyanya. Gagasan-gagasan tersebut dikemas sedemikian rupa dengan berbagai bahasa kias supaya citraan yang muncul dalam karyanya mampu menarik minat pembaca untuk tersampaikannya gagasan-gagasan yang diungkapkan. Coombes (dalam Al-Ma ruf, 2009a: 78) menyatakan bahwa di tangan sastrawan yang baik imaji itu segar dan hidup, berada pada puncak keindahannya untuk mengintensifkan, menjernihkan, merasakan pengalaman pengarang terhadap objek dan situasi yang dialaminya, memberi gambaran yang setepatnya, hidup kuat, ekonomis, dan segera dapat dirasakan dan dekat dengan kehidupan pembaca. Dalam tulisannya, Pradopo (1993: 81) menjelaskan, gambarangambaran angan itu ada bermacam-macam, dihasilkan oleh indera penglihatan, pendengaran, perabaan, pencecapan, dan penciuman. Bahkan juga diciptakan oleh pemikiran dan gerakan. Dari pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa citraan sebenarnya muncul dari gambaran-gambaran angan yang dapat dihasilkan dari bermacam-macam indera, seperti: penglihatan, pendengaran, perabaan, pencecapan, dan penciuman. Dapat pula gambaran-gambaran angan tersebut muncul melalui pikiran dan gerakan.

27 31 Setiap penulis mempunyai ciri khas dan juga keunikan yang membuat gagasannya dapat tersampaikan dengan baik kepada pembaca. Salah satu cara untuk menyampaikan gagasan yang dituliskan kepada pembaca yakni melalui citraan. Berdasarkan hal tersebut, Nurgiyantoro (2005: 307) membagi citraan kata menjadi tujuh jenis, yaitu: (a) citraan penglihatan, (b) citraan pendengaran, (c) citraan penciuman, (d) citraan pengecapan, (e) citraan gerak, (f) citraan intelektual, dan (g) citraan perabaan. Jenis citraan tersebut di atas akan dijelaskan sebagai berikut: 1) Citraan Penglihatan Menurut Hartutik (2010), citraan penglihatan dapat diartikan sebagai reproduksi mental, suatu ingatan masa lalu yang bersifat inderawi yang diformulasikan ke dalam rangkaian kata yang bersifat simbolis. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa citraan penglihatan merupakan suatu rangsangan yang mampu diterima oleh indera penglihatan. Citraan penglihatan juga bisa merangsang hal-hal yang tidak bisa dilihat oleh kasat mata menjadi seolah-olah terlihat, hal ini terjadi apabila citraan penglihatan mampu merangsang segi mental dan pikiran masa lalu seseorang. Dalam karya sastra khususnya puisi, citraan penglihatan sering digunakan penulis untuk merangsang indera penglihatan untuk melukiskan keadaan, tempat, suasana, dan pemandangan. Citraan penglihatan atau visual ini mampu merangsang indera penglihatan pembaca untuk dapat menikmati gagasan atau ide yang penulis ingin sampaikan. 2) Citraan Pendengaran Citraan pendengaran merupakan citraan yang berkaitan dengan indera pendengaran. Citraan pendengaran tersebut biasanya berupa penyebutan atau penguraian bunyi dan suara. Pradopo (2007: 82) menegaskan, tak jarang citraan jenis ini berupa tiruan bunyi (onomatope). Citraan pendengaran adalah citraan yang timbul oleh pendengaran. Menurut Hartutik (2010) citraan commit pendengaran to user merupakan pelukisan bahasa

28 32 yang merupakan perwujudan dari pengalaman indera pendengaran. Dapat disimpulkan bahwa citraan pendengaran akan dengan mudah merangsang imajinasi pembaca yang mempunyai pengalaman dan peristiwa yang akan dibangkitkan kembali melalui rangsangan dengan adanya citraan pendengaran. 3) Citraan Penciuman Citraan penciuman jarang sekali dijumpai dalam penulisan karya sastra. Namun citraan penciuman merupakan sesuatu yang memiliki fungsi untuk merangsang imajinasi pembaca yang sering digunakan oleh penulis. Menurut Hartutik (2010) citraan jenis ini dapat membangkitkan emosi penciuman pembaca untuk memperoleh gambaran yang lebih utuh atas pengalaman indera yang lain. 4) Citraan Pengecapan Al-Ma ruf (2009a: 85) mengatakan, citraan pencicipan disebut juga citraan gustatory, yakni citraan yang muncul dari puisi sehingga seakanakan mencicipi suatu benda yang menimbulkan rasa asin, pahit, asam, manis, atau pedas. Citraan pengecapan akan mampu merangsang imajinasi pembaca melalui indera pengecap. Citraan pengecap dalam karya sastra digunakan oleh penulis untuk menghidupkan kembali pengalaman yang pernah dialami pembaca dalam hal yang berkaitan dengan indera pengecapan atau lidah. 5) Citraan Gerak Pradopo (2007: 87) berpendapat, citraan gerak dapat membuat sesuatu menjadi terasa hidup dan terasa menjadi dinamis. Dapat disimpulkan bahwa citraan gerak dalam penulisan karya sastra mampu melukiskan bahwa sesuatu yang sebenarnya tidak dapat bergerak namun mampu bergerak atau digambarkan sebagai sesuatu yang dapat bergerak pada umumnya. 6) Citraan Perabaan

29 33 Al-Ma ruf (2009a: 83) berpendapat, citraan perabaan atau citraan tactual adalah citraan yang dapat dirasakan oleh indera peraba (kulit). Pada saat membaca sebuah karya sastra, dapat ditemukan diksi yang menyebabkan seolah-olah merasakan rasa nyeri, dingin, atau panas karena perubahan suhu udara. Pradopo (dalam Hartutik, 2010) mengartikan, citraan perabaan adalah penggambaran dalam cerita yang diperoleh melalui pengalaman indera perabaan. Citraan perabaan sering menggambarkan sesuatu secara erotik dan sensual sehingga dapat memancing imajinasi pembaca. Dapat disimpulkan bahwa citraan perabaan adalah suatu bentuk citraan dalam karya sastra yang mampu merangsang seorang pembaca yang menikmati karya sastra tersebut dan mampu terbawa oleh citraan yang dihasilkan karya sastra tersebut melalui indra peraba manusia. 3) Hakikat Pendidikan 1. Pengertian Nilai Pendidikan Dalam KBBI (Suharso dan Ana, 2009: 690) kata nilai mempunyai arti harga, banyak sedikitnya isi, kadar mutu, sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi kemanusiaan. Sementara itu juga dalam KBBI (Suharso dan Ana, 2009: 127) kata edukatif mempunyai arti bersifat mendidik atau berkenaan dengan pendidikan. Menurut Waluyo (2002: 27) makna nilai yang diacu dalam sastra adalah kebaikan yang ada dalam makna karya sastra bagi kehidupan seseorang. Hal ini berarti bahwa dengan adanya berbagai wawasan yang dikandung dalam karya sastra khususnya novel akan mengandung berbagai macam nilai kehidupan yang akan sangat bermanfaat bagi pembaca. Menurut Mustakim (2011: 2) pengertian nilai itu adalah harga dimana sesuatu mempunyai nilai karena dia mempunyai harga atau sesuatu itumempunyai harga karena ia mempunyai nilai. Dan oleh karena itu nilai sesuatu yangsama belum tentu mempunyai harga yang sama pula karena penilaian seseorangterhadap sesuatu yang sama commit itu biasanya to user berlainan.

30 34 Beberapa definisi dan uraian mengenai nilai di atas dapat dikatakan bahwa nilai itu merupakan sesuatu yang tidak mudah dirumuskan, sesuatu yang abstrak danmemiliki kriteria yang berbeda. Nilai berhubungan dengan perasaan dan bersifatrelative sehingga tingkat kepuasan nilai masing-masing orang berbeda. Ada beberapa nilai yang harus dimiliki sebuah karya sastra yang baik. Nilainilai tersebut antara lain: nilai estetika, nilai moral, nilai konsepsional, nilai sosial budaya, dan nilai-nilai lainnya. Sebuah karya sastra yang baik pada dasarnyamengandung nilai-nilai yang perlu ditanamkan pada anak atau generasi muda. MudjiSutrisno dkk (2003: 63) menyatakan bahwa nilai-nilai dari sebuah karya sastra dapattergambar melalui tema-tema besar mengenai siapa manusia, keberadaannya di duniadan dalam masyarakat, apa itu kebudayaannya dan proses pendidikannya, semua itu dipigurakan dalam refleksi konkret fenomental, berdasar fenomena eksistensimanusia, dan direfleksi sebagai rentangan perjalanan bereksistensi, berada dimasyarakat sampai kepulangannya ke yang menciptakannya. Nilai sastra berarti kebaikan yang ada dalam makna karya sastra bagi kehidupan. Nilai sastra dapat berupa nilai medial (menjadi sarana), nilai final (yangdikejar seseorang), nilai kultural, nilai kesusilaan, dan nilai agama. Nilai pendidikansangat erat nilainya dengan karya sastra. Setiap karya sastra yang baik (termasuk novel) selalu mengungkapkan nilai-nilai luhur yang bermanfaat bagi pembacanya. Nilai-nilai tersebut bersifat mendidik dan menggugah hati pembacanya. Nilai pendidikan yang dimaksud dapat mencakup nilai pendidikan moral, nilai adat,nilai agama (religi), nilai sejarah. (Waluyo, 2002: 27) Dalam novel dapat ditemukan sejumlah nilai edukatif yang dapat dipetik melalui peristiwa-peristiwa yang ada, karakter tokoh, hubunganantartokoh dalam cerita, dan lain-lain. Hal-hal positip maupun negatif akan diketahuisetelah membaca cerita tersebut. Nilai edukatif dalam novel dapat menambahkekayaan batin para penikmatnya.

31 35 Nilai edukatif yang terkandung dalam novel cukup banyak. Keteladanan dan petuah-petuah bijak melalui tokoh atau peristiwa. Seseorang dapatmenemukan nilai-nilai edukatif (pendidikan) dari sebuah novel manakala iamau berusaha memahami isinya. Jika perlu, untuk benar-benar memahami isi novel,pembacaan novel dapat dilakukan berulang kali.dari novel yang dibaca tersebut akandiperoleh nilai-nilai edukatif 2. Macam-macam Nilai Pendidikan melalui peristiwa-peristiwa yang ada, karakter tokoh dalam novel, hubungan antar tokoh dalam novel, dan lain-lain. Hal-hal positip maupunnegatif akan diketahui setelah membaca novel tersebut. Jadi nilai-nilai edukatif dalam novel akan dapat menambah kekayaan batin para penikmatnya. Pendidikan merupakan pengalaman yang dilalui atau dimiliki oleh seseorang dalam segala situasi kehidupan. Pendidikan merupakan sesuatu yang dapat diperoleh di mana saja dan kapan saja, atau dalam pengertian lainnya pendidikan tidak tergantung oleh tempat dan waktu. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Mudyahardjo (2001: 3) mengatakan, pendidikan adalah segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan sepanjang hidup. Mudyahardjo (2001: 11) menambahkan pengertian bahwa : Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan/atau latihan, yang berlangsung di sekolah atau di luar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat dimasa yang akan datang. Pendidikan adalah pengalaman-pengalaman belajar terprogram dalam bentuk pendidikan formal, non-formal, dan informal di sekolah, dan luar sekolah, yang berlangsung seumur hidup yang bertujuan optimalisasi pertimbangan kemampuankemampuan individu, agar dikemudian hari dapat memainkan peranan hidup secara tepat. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai pendidikan merupakan sesuatu yang baik ataupun buruk yang diterima oleh manusia melalui pengalaman-pengalaman belajar dari pendidikan formal, nonformal, dan informal yang mampu membawa seseorang menjadi lebih dewasa dan mampu mempersiapkan seseorang untuk kehidupannya di masa yang akan datang.

I. PENDAHULUAN. Dalam pembahasan bab ini, peneliti akan memaparkan sekaligus memberikan

I. PENDAHULUAN. Dalam pembahasan bab ini, peneliti akan memaparkan sekaligus memberikan 1 I. PENDAHULUAN Dalam pembahasan bab ini, peneliti akan memaparkan sekaligus memberikan mengenai latar belakang penelitian mengenai gaya bahasa dalam kumpulan puisi Doa Untuk Anak Cucu karya W.S. Rendra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seorang pengarang karya sastra tentu mempunyai berbagai ciri khas dalam

BAB I PENDAHULUAN. Seorang pengarang karya sastra tentu mempunyai berbagai ciri khas dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mengetahui dan mengerti maksud sebuah tulisan merupakan tujuan utama dalam membaca karya sastra. Karya sastra dibuat oleh pengarang karena adanya maksud atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengidentifikasi diri (Chaer, 2007:33). Oleh karena itu, bahasa merupakan hal

BAB I PENDAHULUAN. mengidentifikasi diri (Chaer, 2007:33). Oleh karena itu, bahasa merupakan hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri (Chaer,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif karena data pada penelitian ini merupakan fenomena sosial. Penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU EBIT G. ADE SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1

ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU EBIT G. ADE SKRIPSI. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU EBIT G. ADE SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah Diajukan oleh : EMA WIDIYAS

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Setelah terkumpul landasan teoretis dan kerangka berpikir pada bab sebelumnya, maka langkah selanjutnya adalah metode. Metode digunakan untuk menyederhanakan

Lebih terperinci

ANALISIS DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA NOVEL 5 CM KARYA DONNY DHIRGANTORO. Jurnal Publikasi Skripsi

ANALISIS DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA NOVEL 5 CM KARYA DONNY DHIRGANTORO. Jurnal Publikasi Skripsi ANALISIS DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA NOVEL 5 CM KARYA DONNY DHIRGANTORO Jurnal Publikasi Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat S-1 Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. metaforis, lokalitas merupakan sebuah wilayah tempat masyarakatnya secara

BAB I PENDAHULUAN. metaforis, lokalitas merupakan sebuah wilayah tempat masyarakatnya secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Lokalitas dalam bahasa menunjukan identitas budaya yang dipakai dalam konteks sebuah komunitas bahasa dalam hal ini masyakat Minangkabau. Lokalitas dalam konteks

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keinginan, memberikan saran atau pendapat, dan lain sebagainya. Semakin tinggi

BAB I PENDAHULUAN. keinginan, memberikan saran atau pendapat, dan lain sebagainya. Semakin tinggi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa memiliki peranan yang sangat signifikan dalam kehidupan sehari-hari. Tanpa adanya bahasa, manusia tidak dapat mengungkapkan perasaan, menyampaikan keinginan,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Pendekatan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilakan penelitian data dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Unsur utama karya sastra adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun tulisan.

BAB I PENDAHULUAN. Unsur utama karya sastra adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun tulisan. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Unsur utama karya sastra adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun tulisan. Hubungan bahasa dan sastra dikatakan seperti dua sisi mata uang, keduanya tidak

Lebih terperinci

untuk dibicarakan. Hal ini dikarenakan bahasa telah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Bahasa adalah alat komunikasi manusia untuk

untuk dibicarakan. Hal ini dikarenakan bahasa telah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Bahasa adalah alat komunikasi manusia untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kajian mengenai bahasa menjadi suatu kajian yang tidak pernah habis untuk dibicarakan. Hal ini dikarenakan bahasa telah menjadi bagian dari kehidupan manusia. Bahasa

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Analisis Gaya Bahasa pada Lirik Lagu Grup Band Noah dalam Album Seperti Seharusnya (Edi Yulianto, 2015)

BAB II LANDASAN TEORI. 1. Analisis Gaya Bahasa pada Lirik Lagu Grup Band Noah dalam Album Seperti Seharusnya (Edi Yulianto, 2015) 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Penelitian yang relevan memberikan pemaparan mengenai penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian sejenis yang peneliti temukan dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan penelitian kualitatif sering disebut penelitian naturalistik

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan untuk memahami hal-hal yang lain (KBBI, 2003: 588).

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA. bahasa yang digunakan untuk memahami hal-hal yang lain (KBBI, 2003: 588). BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Landasan Teori 2.1.1 Konsep Konsep adalah pemikiran rancangan suatu karya dasar yang ada di luar bahasa yang digunakan untuk memahami hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjelaskan bahwa puisi berasal dari bahasa Yunani poeima membuat atau

BAB I PENDAHULUAN. menjelaskan bahwa puisi berasal dari bahasa Yunani poeima membuat atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puisi merupakan bentuk karya sastra yang sangat populer di kalangan masyarakat sampai saat ini. Puisi digemari oleh semua lapisan masyarakat, karena kemajuan masyarakat

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. A. Simpulan. asing, kata sapaan khas atau nama diri, dan kata vulgar. Kata konotatif digunakan

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN. A. Simpulan. asing, kata sapaan khas atau nama diri, dan kata vulgar. Kata konotatif digunakan BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis data yang telah dilakukan hingga pembahasan, dapat diambil simpulan sebagai berikut. 1. Gaya Kata (Diksi) Pada naskah film Kembang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Unsur utama karya sastra adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun tulisan. Hubungan bahasa

BAB 1 PENDAHULUAN. Unsur utama karya sastra adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun tulisan. Hubungan bahasa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Unsur utama karya sastra adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun tulisan. Hubungan bahasa dan sastra dikatakan seperti dua sisi mata uang, keduanya tidak biasa dipisahkan

Lebih terperinci

ANALISIS MAJAS DALAM NOVEL AYAH KARYA ANDREA HIRATA DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA

ANALISIS MAJAS DALAM NOVEL AYAH KARYA ANDREA HIRATA DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA ANALISIS MAJAS DALAM NOVEL AYAH KARYA ANDREA HIRATA DAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARANNYA DI KELAS XI SMA Oleh: Mei Arisman Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN Pada bagian ini akan diuraikan secara berturut-turut: simpulan, implikasi, dan saran A. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, dapat

Lebih terperinci

MACAM-MACAM MAJAS (GAYA BAHASA)

MACAM-MACAM MAJAS (GAYA BAHASA) gaya bahasa (majas) - 1 - MACAM-MACAM MAJAS (GAYA BAHASA) 1. Klimaks Adalah semacam gaya bahasa yang menyatakan beberapa hal yang dituntut semakin lama semakin meningkat. Contoh : Kesengsaraan membuahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting bagi anggota

BAB I PENDAHULUAN. Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting bagi anggota BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi yang sangat penting bagi anggota masyarakat. Bahasa berfungsi sebagai alat untuk menyampaikan pesan dari dalam diri manusia yang berupa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan pelbagai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan novel Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer. Pertama,

BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan novel Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer. Pertama, 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Novel Perawan Remaja dalam Cengkeraman Militer Karya Pramoedya Ananta Toer sudah pernah dikaji oleh beberapa mahasiswa. Berikut ini kajian yang berkaitan

Lebih terperinci

Novel Selamat Tinggal Jeanette merupakan novel yang mempunyai latar belakang adatistiadat

Novel Selamat Tinggal Jeanette merupakan novel yang mempunyai latar belakang adatistiadat Novel Selamat Tinggal Jeanette merupakan novel yang mempunyai latar belakang adatistiadat Jawa dan perpaduan antara Jawa dan Prancis. Perpaduan budaya tersebut berdampak memperkaya bahasa yang digunakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. curahan perasaan pribadi, (2) susunan sebuah nyanyian (Moeliono (Peny.), 2003:

BAB II LANDASAN TEORI. curahan perasaan pribadi, (2) susunan sebuah nyanyian (Moeliono (Peny.), 2003: 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Lirik Lagu Sebagai Genre Sastra Lirik mempunyai dua pengertian yaitu (1) karya sastra (puisi) yang berisi curahan perasaan pribadi, (2) susunan sebuah nyanyian (Moeliono

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PEMAKAIAN GAYA BAHASA DALAM WACANA STIKER KENDARAAN BERMOTOR (TINJAUAN SOSIOLINGUISTIK)

KARAKTERISTIK PEMAKAIAN GAYA BAHASA DALAM WACANA STIKER KENDARAAN BERMOTOR (TINJAUAN SOSIOLINGUISTIK) KARAKTERISTIK PEMAKAIAN GAYA BAHASA DALAM WACANA STIKER KENDARAAN BERMOTOR (TINJAUAN SOSIOLINGUISTIK) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mendapatkan Gelar S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia,

Lebih terperinci

Kajian Stilistika dalam Karya Sastra

Kajian Stilistika dalam Karya Sastra Kajian Stilistika dalam Karya Sastra Gaya diartikan sesuai dengan tujuan dan efek yang ingin dicapainya. Dalam kreasi penulisan sastra, efek tersebut terkait dengan upaya pemerkayaan makna, baik penggambaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian Analisis Gaya Bahasa pada Album Musik Lethologica Karya Band Letto dan

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian Analisis Gaya Bahasa pada Album Musik Lethologica Karya Band Letto dan BAB II LANDASAN TEORI Penelitian Analisis Gaya Bahasa pada Album Musik Lethologica Karya Band Letto dan Alternatif Penerapannya dalam Pembelajaran Gaya Bahasa Puisi di SMA Kelas X Semester I berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa dan sastra memiliki hubungan yang erat. Kekuatan sastra berada pada kekuatan dan cara pengarang menggunakan bahasa. Melalui bahasa, seorang pengarang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI. 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Dewi Lestari adalah salah seorang sastrawan Indonesia yang cukup diperhitungkan karya-karyanya dan dianggap sebagai pengarang produktif

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA BERPIKIR. A. Tinjauan Pustaka

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA BERPIKIR. A. Tinjauan Pustaka 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA BERPIKIR A. Tinjauan Pustaka Hasil penelitian sebelumnya yang relevan dan dapat dijadikan acuan serta masukan untuk penelitian ini sebagai berikut.

Lebih terperinci

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang

intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh, latar, sudut pandang, dan lain-lain yang semuanya bersifat imajinatif. Novel adalah karya fiksi yang 1 PENDAHULUAN Karya sastra adalah salah satu bentuk karya seni yang pada dasarnya merupakan sarana menuangkan ide atau gagasan seorang pengarang. Kehidupan manusia dan berbagai masalah yang dihadapinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti

BAB I PENDAHULUAN. Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara etimologis kata kesusastraan berasal dari kata su dan sastra. Su berarti baik dan sastra (dari bahasa Sansekerta) berarti tulisan atau karangan. Dari pengertian

Lebih terperinci

PEMANFAATAN GAYA BAHASA DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL REMBULAN TENGGELAM DI WAJAHMU KARYA TERE LIYE. SKRIPSI Oleh :

PEMANFAATAN GAYA BAHASA DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL REMBULAN TENGGELAM DI WAJAHMU KARYA TERE LIYE. SKRIPSI Oleh : 1 PEMANFAATAN GAYA BAHASA DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN PADA NOVEL REMBULAN TENGGELAM DI WAJAHMU KARYA TERE LIYE SKRIPSI Oleh : VINA ESTI SURYANI X1206062 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut berjudul Gaya Bahasa Sindiran pada Rubrik Kartun Terbitan Kompas Edisi

BAB II LANDASAN TEORI. tersebut berjudul Gaya Bahasa Sindiran pada Rubrik Kartun Terbitan Kompas Edisi 9 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Penelitian tentang gaya bahasa pernah dilakukan oleh Hendra Bharata. Penelitian tersebutu tentang gaya bahasa sindiran pada rubrik komik. Penelitian tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran karakter menjadi orientasi pengajaran di sekolah saat ini. Sebagai aspek kepribadian, karakter merupakan cerminan dari kepribadian secara utuh

Lebih terperinci

ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU GRUP MUSIK WALI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN APRESIASI PUISI DI SMA

ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU GRUP MUSIK WALI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN APRESIASI PUISI DI SMA ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU GRUP MUSIK WALI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN APRESIASI PUISI DI SMA Oleh: Ulin Niswah Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Adi_Jaddati@yahoo.co.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Dalam bab pendahuluan ini akan diberikan gambaran mengenai latar belakang penelitian. Ruang lingkup penelitian dibatasi pada unsur intrinsik novel, khususnya latar dan objek penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari

BAB I PENDAHULUAN. Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sastra sebagai cabang dari seni, yang keduanya unsur integral dari kebudayaan. Usianya sudah cukup tua. Kehadiran hampir bersamaan dengan adanya manusia. Karena ia diciptakan

Lebih terperinci

TEMA DAN GAYA BAHASA KARYA HAJI ABDUL MALIK

TEMA DAN GAYA BAHASA KARYA HAJI ABDUL MALIK TEMA DAN GAYA BAHASA MENJEMPUT TUAH MENJUNJUNG MARWAH KARYA HAJI ABDUL MALIK ARTIKEL E-JOURNAL Oleh Fatih Muftih NIM 090388201097 JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU

Lebih terperinci

ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU GRUP MUSIK WALI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN APRESIASI PUISI DI SMA

ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU GRUP MUSIK WALI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN APRESIASI PUISI DI SMA ANALISIS GAYA BAHASA PADA LIRIK LAGU GRUP MUSIK WALI DAN PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN PEMBELAJARAN APRESIASI PUISI DI SMA Oleh: Supriyadi Wibowo Progam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahasa siswa, karena siswa tidak hanya belajar menulis, membaca,

BAB I PENDAHULUAN. bahasa siswa, karena siswa tidak hanya belajar menulis, membaca, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar (SD) menjadi sebuah proses belajar bahasa yang berada pada fase paling penting bagi penguasaan bahasa siswa, karena siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tulisan yang menggunakan bahasa sebagai media pengantar dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. tulisan yang menggunakan bahasa sebagai media pengantar dan memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil karya manusia, baik lisan maupun tulisan yang menggunakan bahasa sebagai media pengantar dan memiliki nilai estetika yang dominan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di

BAB I PENDAHULUAN. pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial yang terdapat di sekitarnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan hasil cipta, rasa dan karsa manusia, selain memberikan hiburan juga sarat dengan nilai, baik nilai keindahan maupun nilai- nilai ajaran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian sejenis yang peneliti temukan dalam bentuk skripsi di

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian sejenis yang peneliti temukan dalam bentuk skripsi di 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Sejenis yang Relevan Penelitian sejenis yang peneliti temukan dalam bentuk skripsi di perpustakaan Universitas Muhammadiyah Purwokerto ada dua yaitu skripsi Muput

Lebih terperinci

GAYA BAHASA DALAM CERITA MADRE KARYA DEWI LESTARI

GAYA BAHASA DALAM CERITA MADRE KARYA DEWI LESTARI 1 GAYA BAHASA DALAM CERITA MADRE KARYA DEWI LESTARI Akmaliatus Saida 1 Wahyudi Siswanto 2 Heri Suwignyo 2 E-mail: misscute_71p@yahoo.com Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang No. 5 Malang 65145 ABSTRACT

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. singkat penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan

BAB 1 PENDAHULUAN. singkat penggunaan gaya bahasa tertentu dapat mengubah serta menimbulkan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gaya bahasa adalah gaya bahasa indah yang digunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu

BAB I PENDAHULUAN. dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan dikaruniai berbagai kelebihan dibandingkan dengan ciptaan lainnya. Karunia itu berupa akal, cipta, rasa,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penulisan karya ilmiah tentunya tidak terlepas dari buku-buku pendukung

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Penulisan karya ilmiah tentunya tidak terlepas dari buku-buku pendukung BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepustakaan yang Relevan Penulisan karya ilmiah tentunya tidak terlepas dari buku-buku pendukung yang relevan. Ada beberapa buku yang dipakai dalam memahami dan mendukung penelitian

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. atau penyucian jiwa pada pembacanya, yaitu setiap orang yang intens membaca

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. atau penyucian jiwa pada pembacanya, yaitu setiap orang yang intens membaca 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aristoteles menyatakan bahwa karya sastra itu bisa memberikan katarsis atau penyucian jiwa pada pembacanya, yaitu setiap orang yang intens membaca karya sastra

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Lirik itu mempunyai dua pengertian yaitu (1) karya sastra (puisi) yang berisi curahan

BAB II LANDASAN TEORI. Lirik itu mempunyai dua pengertian yaitu (1) karya sastra (puisi) yang berisi curahan BAB II LANDASAN TEORI A. Lirik Lagu Sebagai Genre Sastra Lirik itu mempunyai dua pengertian yaitu (1) karya sastra (puisi) yang berisi curahan perasaan pribadi, (2) adalah susunan sebuah nyanyian (Moeliono

Lebih terperinci

PENGGUNAAN GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN KATA KHUSUS PADA KUMPULAN PUISI KETIKA CINTA BICARA KARYA KAHLIL GIBRAN

PENGGUNAAN GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN KATA KHUSUS PADA KUMPULAN PUISI KETIKA CINTA BICARA KARYA KAHLIL GIBRAN PENGGUNAAN GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN KATA KHUSUS PADA KUMPULAN PUISI KETIKA CINTA BICARA KARYA KAHLIL GIBRAN Usulan Penelitian Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sistem tanda yang mempunyai makna yang mempergunakan medium bahasa. Bahasa sebagai medium karya sastra. Bahasa sudah menjadi sistem

Lebih terperinci

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom

RAGAM TULISAN KREATIF. Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom RAGAM TULISAN KREATIF C Muhamad Husni Mubarok, S.Pd., M.IKom HAKIKAT MENULIS Menulis merupakan salah satu dari empat aspek keterampilan berbahasa. Menulis merupakan kemampuan menggunakan pola-pola bahasa

Lebih terperinci

BAB 2 GAYA BAHASA IKLAN

BAB 2 GAYA BAHASA IKLAN BAB 2 GAYA BAHASA IKLAN 2.1 Gaya Bahasa 2.1.1 Pengertian Gaya Bahasa Gaya bahasa adalah pemanfaatan atas kekayaan bahasa seseorang dalam bertutur atau menulis, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa merupakan induk dari seluruh disiplin ilmu. Pengetahuan sebagai hasil proses belajar manusia baru tampak nyata apabila dikatakan, artinya diungkapkan

Lebih terperinci

GAYA BAHASA PUISI TANPA SYARAT PADA AKUN SEBAGAI MEDIA AJAR PEMAKNAAN PUISI DI SEKOLAH MENENGAH ATAS

GAYA BAHASA PUISI TANPA SYARAT PADA AKUN SEBAGAI MEDIA AJAR PEMAKNAAN PUISI DI SEKOLAH MENENGAH ATAS GAYA BAHASA PUISI TANPA SYARAT PADA AKUN INSTAGRAM @PuisiLangit SEBAGAI MEDIA AJAR PEMAKNAAN PUISI DI SEKOLAH MENENGAH ATAS Theresia Pinaka Ratna Ning Hapsari, Veronica Melinda Nurhidayati Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan sebuah cerita fiksi atau rekaan yang dihasilkan lewat proses kreatif dan imajinasi pengarang. Tetapi, dalam proses kreatif penciptaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karya puisi pasti tidak akan terlepas dari peran sebuah bahasa. Bahasa

BAB I PENDAHULUAN. karya puisi pasti tidak akan terlepas dari peran sebuah bahasa. Bahasa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia memiliki berbagai macam potensi dan kreativitas dalam berimajinasi. Dalam menuangkan kemampuannya, manusia memiliki cara yang bervariasi dan beragam jenisnnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memperhitungkan efek yang ditimbulkan oleh perkataan tersebut, karena nilai

BAB I PENDAHULUAN. memperhitungkan efek yang ditimbulkan oleh perkataan tersebut, karena nilai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dasar penggunaan bahasa dalam sastra bukan sekedar paham, tetapi yang penting adalah keberdayaan kata untuk meninggalkan kesan kepada pembaca atau pendengarnya. Dalam

Lebih terperinci

ANALISIS GAYA BAHASA IKLAN ELEKTRONIK PRODUK KOSMETIK. Fadlun Al fitri

ANALISIS GAYA BAHASA IKLAN ELEKTRONIK PRODUK KOSMETIK. Fadlun Al fitri Telangkai Bahasa dan Sastra, April 2014, 108-116 Copyright 2014, Program Studi Linguistik FIB USU, ISSN 1978-8266 Tahun ke-8, No 1 ANALISIS GAYA BAHASA IKLAN ELEKTRONIK PRODUK KOSMETIK Fadlun Al fitri

Lebih terperinci

ANALISIS GAYA BAHASA HIPERBOLA DAN PERSONIFIKASI PADA NOVEL NEGERI 5 MENARA KARYA AHMAD FUADI NASKAH PUBLIKASI

ANALISIS GAYA BAHASA HIPERBOLA DAN PERSONIFIKASI PADA NOVEL NEGERI 5 MENARA KARYA AHMAD FUADI NASKAH PUBLIKASI ANALISIS GAYA BAHASA HIPERBOLA DAN PERSONIFIKASI PADA NOVEL NEGERI 5 MENARA KARYA AHMAD FUADI NASKAH PUBLIKASI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Mencapai Derajat S-1 Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berkaitan dengan menulis puisi telah

BAB II LANDASAN TEORI. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berkaitan dengan menulis puisi telah 8 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian yang Relevan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang berkaitan dengan menulis puisi telah banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Untuk mengetahui penelitian tersebut,

Lebih terperinci

ARTIKEL PENELITIAN. Diksi dan Gaya Bahasa Novel Moga Bunda Disayang Allah Karya Tere Liye. Oleh: ROSA MAULIDYA

ARTIKEL PENELITIAN. Diksi dan Gaya Bahasa Novel Moga Bunda Disayang Allah Karya Tere Liye. Oleh: ROSA MAULIDYA ARTIKEL PENELITIAN Diksi dan Gaya Bahasa Novel Moga Bunda Disayang Allah Karya Tere Liye Oleh: ROSA MAULIDYA 0910013111201 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi yang diciptakan oleh sastrawan melalui kontemplasi dan suatu refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi

BAB 1 PENDAHULUAN. penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi 1 BAB 1 PENDAHULUAN Pada bab 1, peneliti akan memaparkan hal-hal yang melatarbelakangi penelitian ini, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan, manfaat dan definisi operasional. 1.1 Latar Belakang Masalah

Lebih terperinci

MAJAS Materi Kelas X. 1. Majas perbandingan 2. Majas penegasan 3. Majas sindiran 4. Majas pertentangan

MAJAS Materi Kelas X. 1. Majas perbandingan 2. Majas penegasan 3. Majas sindiran 4. Majas pertentangan MAJAS Materi Kelas X Majas adalah susunan perkataan yang terjadi karena perasaan yang timbul dalam hati penulis, sehingga menimbulkan suatu hal yang mengesankan bagi pembaca. Majas terbagi menjadi 4, yaitu:

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 289 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Setelah melakukan penelitian sebagaimana perumusan masalah yang telah diajukan di bagian pendahuluan, maka peneliti menyimpulkan berikut ini. 1. Aspek-aspek

Lebih terperinci

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Dalam menyusun sebuah karya ilmiah, diperlukan sebuah konsep guna

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA. Dalam menyusun sebuah karya ilmiah, diperlukan sebuah konsep guna BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dalam menyusun sebuah karya ilmiah, diperlukan sebuah konsep guna mempermudah penelitian danmemberikan gambaran yang jelas tentang hal-hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sastra bersumber dari kenyataan yang berupa fakta sosial bagi masyarakat sekaligus sebagai pembaca dapat memberikan tanggapannya dalam membangun karya sastra.

Lebih terperinci

I. KAJIAN PUSTAKA. yakni bentuk novel lebih pendek dibanding dengan roman, tetapi ukuran

I. KAJIAN PUSTAKA. yakni bentuk novel lebih pendek dibanding dengan roman, tetapi ukuran I. KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Novel Istilah novel sama dengan istilah roman, kata novel berasal dari bahasa Italia dan berkembang di Inggris dan Amerika Serikat. Roman dan novel mempunyai perbedaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Bahasa Karya Sastra

BAB I PENDAHULUAN  A. Bahasa Karya Sastra BAB I PENDAHULUAN Karya sastra merupakan hasil kreasi sastrawan melalui kontemplasi dan refleksi setelah menyaksikan berbagai fenomena kehidupan dalam lingkungan sosialnya. Fenomena kehidupan itu beraneka

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sosiologi dan Sastra Secara institusional objek sosiologi dan sastra adalah manusia dalam masyarakat, sedangkan objek ilmu-ilmu kealaman adalah gejala alam. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu bahasa. Puisi juga merupakan cara penyampaian tidak langsung seseorang

BAB I PENDAHULUAN. suatu bahasa. Puisi juga merupakan cara penyampaian tidak langsung seseorang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Puisi merupakan ungkapan perasaan yang dihayati oleh penyairnya ke dalam suatu bahasa. Puisi juga merupakan cara penyampaian tidak langsung seseorang terhadap

Lebih terperinci

ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN HIPERBOLA LAGU-LAGU JIKUSTIK DALAM ALBUM KUMPULAN TERBAIK

ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN HIPERBOLA LAGU-LAGU JIKUSTIK DALAM ALBUM KUMPULAN TERBAIK ANALISIS GAYA BAHASA PERSONIFIKASI DAN HIPERBOLA LAGU-LAGU JIKUSTIK DALAM ALBUM KUMPULAN TERBAIK SKRIPSI Usulan Penelitian untuk Skripsi S-1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah Diajukan Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut

BAB I PENDAHULUAN. ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sastra merupakan ekspresi kreatif untuk menuangkan ide, gagasan, ataupun perasaan seseorang dari apa yang dialaminya. Ekspresi kreatif tersebut akan senantiasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Desa Karangsari memiliki beberapa upacara adat Jawa, salah satu di

BAB I PENDAHULUAN. Desa Karangsari memiliki beberapa upacara adat Jawa, salah satu di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Desa Karangsari memiliki beberapa upacara adat Jawa, salah satu di antaranya yaitu upacara perkawinan adat Jawa. Perkawinan adat Jawa memiliki berbagai bentuk upacara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum adalah program kegiatan yang terencana disusun guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Salah satu kurikulum yang pernah berjalan di

Lebih terperinci

ANALISIS GAYA BAHASA PADA PUISI AKU KARYA CHAIRIL ANWAR

ANALISIS GAYA BAHASA PADA PUISI AKU KARYA CHAIRIL ANWAR P ISSN 2614-624X E ISSN 2614-6231 DOI: http://dx.doi.org/10.22460/p.v1i2p%25p.193 ANALISIS GAYA BAHASA PADA PUISI AKU KARYA CHAIRIL ANWAR Risma Despryanti 1, Riska Desyana 2, Amalia Siddiqa Rahayu 3, Yeni

Lebih terperinci

BABII LANDASAN TEORI. secara indah (Keraf, 2002: 112). Secara singkat (Tarigan, 2009:4) mengemukakan bahwa

BABII LANDASAN TEORI. secara indah (Keraf, 2002: 112). Secara singkat (Tarigan, 2009:4) mengemukakan bahwa BABII LANDASAN TEORI 2.1 Gaya Bahasa Gaya bahasa dalam retorika dikenal dengam istilah style. Kata style diturunkan dari bahasa latin stylus, yaitu semacam alat untuk menulis pada lempengan lilin. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kata merupakan bentuk atau unit yang paling kecil dalam bahasa yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kata merupakan bentuk atau unit yang paling kecil dalam bahasa yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kata merupakan bentuk atau unit yang paling kecil dalam bahasa yang mengandung konsep atau gagasan tertentu. Dalam kegiatan komunikasi, katakata dijalin satukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan

BAB I PENDAHULUAN. penikmatnya. Karya sastra ditulis pada kurun waktu tertentu langsung berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra terbentuk atas dasar gambaran kehidupan masyarakat, karena dalam menciptakan karya sastra pengarang memadukan apa yang dialami dengan apa yang diketahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi yang lebih besar berdasarkan kaidah-kaidah sintaksis atau kalimat yang

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi yang lebih besar berdasarkan kaidah-kaidah sintaksis atau kalimat yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kata merupakan alat penyalur gagasan atau ide yang akan disampaikan kepada orang lain. Kata-kata dijalin-satukan melalui penggabungan dalam suatu konstruksi yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan

BAB I PENDAHULUAN. maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, mengolah, dan mengekspresikan gagasan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN GAYA BAHASA DALAM IKLAN DI RCTI. E- mail : ABSTRAK

PENGGUNAAN GAYA BAHASA DALAM IKLAN DI RCTI. E- mail : ABSTRAK PENGGUNAAN GAYA BAHASA DALAM IKLAN DI RCTI Sri Rahayu 1, Yetty Morelent 2, Gusnetti 2 1) Mahasiswa Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. 2) Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui cipta, rasa, dan karsa manusia. Al-Ma ruf (2009: 1) menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. melalui cipta, rasa, dan karsa manusia. Al-Ma ruf (2009: 1) menjelaskan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan salah satu bentuk seni yang diciptakan melalui cipta, rasa, dan karsa manusia. Al-Ma ruf (2009: 1) menjelaskan karya sastra merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari sastra. Pemakaian bahasa dalam karya sastra mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilepaskan dari sastra. Pemakaian bahasa dalam karya sastra mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sastra adalah karya dan kegiatan seni yang berhubungan dengan ekspresi dan penciptaan. Media utama dalam karya sastra adalah bahasa, sehingga tidak dapat dilepaskan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. penelitian dengan menggunakan kajian stilistika yaitu:

BAB II LANDASAN TEORI. penelitian dengan menggunakan kajian stilistika yaitu: 14 BAB II LANDASAN TEORI A. Penelitian Terdahulu Penelitian tentang gaya bahasa telah dilakukan oleh beberapa peneliti lain dengan objek penelitian yang berbeda. Berikut ini merupakan beberapa contoh penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali,

BAB I PENDAHULUAN. tentang kisah maupun kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat menggali, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah hasil imajinasi manusia yang dapat menimbulkan kesan pada jiwa pembaca. Karya sastra merupakan ungkapan pikiran dan perasaan, baik tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah karya fiksi yang berisi imajinasi seorang pengarang dalam memaparkan berbagai permasalahan-permasalahan dan kejadian-kejadian dalam kehidupan

Lebih terperinci

ANALISIS DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA LAGU ANAK-ANAK CIPTAAN PAK KASUR

ANALISIS DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA LAGU ANAK-ANAK CIPTAAN PAK KASUR ANALISIS DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA LAGU ANAK-ANAK CIPTAAN PAK KASUR NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif peran sastrawan dan faktor-faktor yang melingkupi seorang sastrawan

BAB I PENDAHULUAN. imajinatif peran sastrawan dan faktor-faktor yang melingkupi seorang sastrawan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karya sastra adalah karya kreatif dan imajinatif dengan fenomena hidup dan kehidupan manusia sebagai bahan bakunya. Sebagai karya yang kreatif dan imajinatif

Lebih terperinci

DIKSI DALAM NOVEL SAAT LANGIT DAN BUMI BERCUMBU KARYA WIWID PRASETYO OLEH INDRAWATI SULEMAN

DIKSI DALAM NOVEL SAAT LANGIT DAN BUMI BERCUMBU KARYA WIWID PRASETYO OLEH INDRAWATI SULEMAN 1 DIKSI DALAM NOVEL SAAT LANGIT DAN BUMI BERCUMBU KARYA WIWID PRASETYO OLEH INDRAWATI SULEMAN UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO FAKULTAS SASTRA DAN BUDAYA JURUSAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

K ATA - K ATA K I A S A N D A L A M K H O T B A H Y E S U S & A L K I TA B

K ATA - K ATA K I A S A N D A L A M K H O T B A H Y E S U S & A L K I TA B K ATA - K ATA K I A S A N D A L A M K H O T B A H Y E S U S & A L K I TA B KATA-KATA KIASAN 1. Pengertian kata kiasan adalah bahasa indah yang digunakan dalam mempercantik susunan kalimat agar memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan karya sastra dari zaman dahulu hingga sekarang tentunya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perkembangan karya sastra dari zaman dahulu hingga sekarang tentunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan karya sastra dari zaman dahulu hingga sekarang tentunya mengalami perubahan baik dari segi isi maupun bahasanya. Salah satu perubahan di dalam

Lebih terperinci

P U I S I PENGERTIAN PUISI Pengertian Puisi Menurut Para Ahli

P U I S I PENGERTIAN PUISI Pengertian Puisi Menurut Para Ahli P U I S I A. PENGERTIAN PUISI Pengertian Puisi Menurut Para Ahli Menurut Kamus Istilah Sastra (Sudjiman, 1984) Pengertian Puisi merupakan ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, rima, matra serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan ciri-ciri khas, meskipun puisi telah mengalami perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. menunjukkan ciri-ciri khas, meskipun puisi telah mengalami perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu bentuk karya sastra yang memiliki keindahan dalam bahasanya yaitu puisi. Waluyo (1991:3) mengatakan bahwa puisi adalah bentuk karya sastra yang paling tua.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Karya sastra merupakan hasil kreasi manusia yang indah, di dalamnya terdapat daya kreatif dan daya imajinasi. Kedua kemampuan tersebut sudah melekat pada jiwa

Lebih terperinci