LAPORAN TEKNIS KEGIATAN KAJIAN SOSIAL EKONOMI PENGEMBANGAN DAN PEMANFAATAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN TEKNIS KEGIATAN KAJIAN SOSIAL EKONOMI PENGEMBANGAN DAN PEMANFAATAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN"

Transkripsi

1 LAPORAN TEKNIS KEGIATAN KAJIAN SOSIAL EKONOMI PENGEMBANGAN DAN PEMANFAATAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan 2013

2 LAPORAN AKHIR TAHUN PENELITIAN TA KAJIAN SOSIAL EKONOMI PENGEMBANGAN DAN PEMANFAATAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN DI SEKTOR KELAUTAN DAN PERIKANAN Dr. Siti Hajar Suryawati Rizky Muhartono, M.Si. Mira, M.Si. Estu Sri Luhur, S.E. Novianti Trisaka Bualangi, S.Kom. BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2013 Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP i

3 LEMBAR PENGESAHAN Lembaga Riset : Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Judul Proposal : Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor Kelautan dan Perikanan Judul Kegiatan : Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor Kelautan dan Perikanan Status : Lanjutan Pagu Anggaran (Rp) : Rp , (tiga ratus enam puluh tujuh juta enam ratus ribu rupiah) Tahun Anggaran : 2013 Penanggungjawab Proposal/Kegiatan : Dr. Siti Hajar Suryawati NIP Wakil Penanggungjawab : Rizky Muhartono, M.Si NIP Jakarta, Desember 2013 Penanggung Jawab Kegiatan Wakil Penanggung Jawab Dr. Siti Hajar Suryawati NIP Rizky Muhartono, M.Si NIP Mengetahui, Kepala Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Indra Sakti, S.E., M.M. NIP Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP ii

4 RENCANA OPERASIONAL KEGIATAN PENELITIAN BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN 1. JUDUL KEGIATAN : Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor Kelautan dan Perikanan 2. SUMBER ANGGARAN : APBN STATUS PENELITIAN : Baru Lanjutan Ringkasan hasil penelitian sebelumnya: Potensi berbagai jenis energi laut yang meliputi gelombang laut, pasang surut, arus laut, perbedaan temperatur laut (OTEC), dan energi kimia bio etanol, tersedia melimpah di Indonesia namun belum dimanfaatkan secara maksimal. Perkembangan teknologi energi laut Indonesia dan aspek ekonomisnya berbeda antara jenis satu dengan yang lainnya. Dari sisi perkembangan teknologi, energi pasang surut adalah yang paling terbelakang, disusul OTEC, biofuel, arus dan gelombang. Dari aspek ekonomisnya, energi OTEC adalah yang diduga sejauh ini paling mahal, disusul arus laut, pasang surut dan gelombang. Biaya investasi untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga arus adalah $ dengan harga energi Rp 2.127/kwh, investasi tenaga gelombang $ dengan harga energi Rp 1.176/kwh, investasi tenaga pasang surut $ dengan harga energi per Rp 1.211/kwh dan investasi OTEC $ dengan harga energi per Rp /kwh. Peta potensi pasokan dan permintaan energi laut serta tingkat pengembangannya di wilayah pesisir / sentrasentra perikanan telah dilakukan pada kegiatan penelitian Tahun 2012, tetapi perlu diperdalam sehingga dapat mendukung pengembangan industri KP dengan lebih baik. Karena keterbatasan informasi detail tentang aspek operasionalisasi berbagai jenis energi laut, terutama untuk penerapannya pada sektor KP, pada saat ini pengembangan energi alternatif untuk menopang usahausaha perikanan hanya diprioritaskan pada tiga jenis energi yaitu baru dapat dilaksanakan untuk energi tenaga surya, angin dan air. 4. PROGRAM : a. Komoditas : Energi b. Bidang/Masalah : Menurut RPJM : Daerah tertinggal, terdepan, terluar dan pasca konflik (kebijakan, kerja sama internasional, keutuhan wilayah, dan daerah tertinggal) Menurut Kebijakan KKP : Peningkatan Produksi dan Produktivitas Menurut 7 Fokus : Pengembangan Energi Laut Litbang c. Penelitian : Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Pengembangan d. Manajemen Penelitian : Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan e. Mendukung IKU KKP (beri tanda yang dipilih sesuai matriks) o Pertumbuhan Produk Domestik Bruto o Jumlah kasus penolakan ekspor hasil (PDB) Perikanan (%/thn) perikanan per negara mitra (kasus) Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP iii

5 Produksi Kelautan dan Perikanan (juta ton), Perikanan tangkap, Perikanan budidaya, Garam rakyat o Nilai Tukar Nelayan/ Pembudidaya Ikan o Tingkat Konsumsi Ikan Dalam Negeri (kg/kapita/thn) o Nilai Ekspor Komoditas Perikanan (US$ miliar) 5 OUTPUT KEGIATAN PENELITIAN : o Luas Kawasan Konservasi Perairan (KKP) yang dikelola secara berkelanjutan (juta ha) o Jumlah pulaupulau kecil, termasuk pulaupulau terluar yang dikelola (pulau) o Wilayah Perairan bebas IUU Fishing dan kegiatan yang merusak SDKP (%) a. Target Rekomendasi yang dihasilkan : 3 (tiga) buah paket rekomendasi (jumlah) b. Data dan Informasi (jumlah Paket) : 1 (satu) paket data dan informasi c. Jumlah Karya Tulis Ilmiah (KTI) : 2 (dua) buah karya tulis ilmiah 6 PERKIRAAN TEMA REKOMENDASI YANG DIHASILKAN : 1. Prioritas wilayah pengembangan dan penerapan teknologi energi laut pada sektor kelautan dan perikanan. 2. Intervensi kebijakan optimalisasi program pengembangan masingmasing jenis energi laut. 3. Intervensi kebijakan untuk mengoptimalkan dampak ekonomi pengembangan dan penerapan energi laut. 7 LOKASI KEGIATAN : 1) Kabupaten Gresik (Jawa Timur) 2) Kabupaten Flores Timur (Nusa Tenggara Timur) 3) Kabupaten Raja Ampat (Papua Barat) 4) Kabupaten Klungkung (Bali) 5) Kabupaten Bangka (Bangka Belitung) 8 PENELITI YANG TERLIBAT : No. N a m a Pendidikan/ Jabatan Fungsional Disiplin Ilmu T u g a s (Institusi) Alokasi Waktu (OB) 1. Dr. Siti Hajar S3/ Peneliti Muda Lingkungan Penanggung Jawab 4 Suryawati 2. Rizky Muhartono, S2/ Peneliti Pertama Sosiologi Wakil P. Jawab 6 M.Si. 3. Dr. Agus Heri S3/ Peneliti Utama Ekonomi Anggota 1 Purnomo Sumberdaya 4. MIra, M.Sc. S2/ Peneliti Muda Ekonomi Wilayah & Anggota 6 Lingkungan 5 Estu Sri Luhur, S1/ Peneliti Pertama Ekonomi Anggota 6 S.E. 6 Novianti Trisaka Bualangi, S.Kom. S1/ Non Kelas Komputer PUMK 4 : Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP iv

6 9. TUJUAN 1. Melakukan karakterisasi sosial ekonomi masyarakat di wilayahwilayah yang berpotensi sebagai pengguna energi laut. 2. Melakukan analisis kelembagaan pengembangan energi laut untuk masyarakat kelautan dan perikanan di lokasi penelitian. 3. Melakukan prioritasi wilayah berdasarkan parameter penentu pengembangan energi laut dan analisis keberlanjutan terhadap implementasi teknologi energi laut. 10. LATAR BELAKANG : Pertumbuhan kebutuhan akan energi listrik terkait dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk. Hal ini akan menambah jumlah pelanggan listrik dan menambah perkembangan berbagai sektor industri yang juga memerlukan energi listrik. Peningkatan kebutuhan listrik diprediksi tumbuh ratarata 8,46% per tahun (Wahyudi, 2012). Akan tetapi, tingginya permintaan ini tidak dapat dipenuhi oleh penyedia pasokan listrik yang disebabkan oleh adanya permasalahan dari sisi penyedia pasokan sendiri dan masyarakat. Permasalahan dari sisi penyedia pasokan adalah adanya keterbatasan di antaranya: kapasitas pembangkit listrik pada waktu beban puncak (WBP), investasi pembangkit dan jaringan baru, energi primer dan tingginya biaya BBM yang pada tahun 2011 ratarata naik 41% dibandingkan tahun sebelumnya (PLN, 2012). Selain itu, permasalahan yang ada di masyarakat antara lain tingginya pertumbuhan permintaan listrik, pola konsumsi yang tidak efisien dan masih rendahnya tingkat elektrifikasi nasional, yaitu sebesar 71,23% (PLN, 2012). Permasalahanpermasalahan tersebut makin terasa oleh masyarakat, terutama masyarakat yang hidup di daerah terpencil seperti pesisir dan pulaupulau kecil karena sulit dijangkau oleh penyedia pasokan. Hal ini menyebabkan banyaknya wilayah pulaupulau kecil yang belum teraliri listrik. Dengan meningkatnya kebutuhan akan listrik, sarana pembangkit perlu mendapat perhatian khusus agar tidak terjadi krisis listrik terutama di wilayah pulaupulau kecil terdepan yang memiliki nilai strategis secara politik dan ekonomi. Listrik yang disuplai oleh PLN masih didominasi dan bergantung pada bahan bakar minyak, sedangkan pasokan minyak bumi makin menipis. Akibatnya, produksi listrik PLN makin terbatas sehingga tidak jarang terjadi pemadaman bergilir sebagai upaya untuk memeratakan distribusi listrik ke seluruh masyarakat. Fenomena ini menunjukkan bahwa suplai listrik dari penyedi pasokan makin terbatas, sementara permintaan listrik justru makin bertambah. Oleh karena itu harus dicari alternatif pemanfaatan energi terbarukan. Excess demand ini perlu dijawab dengan dukungan pemerintah melalui kebijakan perencanaan energi terkait pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan. Berdasarkan Perpres No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), pemerintah harus memfokuskan kebijakan pada pencapaian sasaran kebijakan energi nasional yang mensyaratkan bahwa pemanfaatan minyak bumi menjadi kurang dari 20%, gas bumi menjadi lebih dari 30%, batubara menjadi lebih dari 33%, bahan bakar nabati (biofuel) menjadi lebih dari 5%, panas bumi menjadi lebih dari 5%, energi baru dan terbarukan lainnya, khususnya biomassa, nuklir, tenaga air, tenaga surya dan tenaga angin menjadi lebih dari 5%, batubara yang dicairkan (liquefied coal) menjadi lebih dari 2%. Implementasi dari Perpres tersebut pemerintah harus mulai membangun pembangkitpembangkit tenaga listrik yang berasal dari non minyak bumi. Untuk itu, pemerintah telah menentukan arah kebijakan pengembangan energi terbarukan, termasuk energi terbarukan untuk pembangkit listrik tenaga laut. Berdasarkan arah kebijakan tersebut, pemerintah mendorong upaya eksplorasi sumberdaya energi berbasis arus, gelombang dan perbedaan temperatur air laut. Selanjutnya, pemerintah juga mengarahkan untuk meningkatkan pemanfaatan energi tersebut, baik skala industri maupun domestik di seluruh kawasan laut Indonesia yang potensial. Dalam mengimplementasikan suatu teknologi baru perlu didahului dengan dilakukannya analisis teknososek yang secara sistematis dan mendalam menelaah setiap faktor yang mempunyai pengaruh terhadap kesuksesan pelaksanaan kegiatan. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP v

7 melakukan pemetaan potensi energi laut dan pemanfaatannya untuk masyarakat kelautan dan perikanan; mengkaji kelayakan teknis, sosial dan ekonomi (teknososek) serta kelembagaan dari pengembangan energi laut untuk masyarakat kelautan dan perikanan; dan menganalisis potensi dampak dan keberlanjutan terhadap implementasi teknologi energi laut. Penelitian ini sebagai bentuk dukungan BBPSEKP bagi rencana pengembangan dan pamanfaatan energi laut tersebut karena hasil penelitian akan menghasilkan tingkat kelayakan pembangunan pembangkit listrik yang bersumber dari energi laut. 11. KELUARAN 1. Karakteristik sosial ekonomi wilayahwilayah potensial pengguna energi laut. 2. Analisis kelembagaan pengembangan energi laut untuk masyarakat kelautan dan perikanan di lokasi penelitian. 3. Wilayah prioritas pengembangan energi laut dan keberlanjutan dari implementasi pengembangan energi laut. 12. METODOLOGI PELAKSANAAN KEGIATAN Kerangka Pemikiran Penelitian ini dilatarbelakangi oleh potensi energi baru dan terbarukan di bidang kelautan dan perikanan yang dimiliki oleh Indonesia, seperti energi gelombang, arus laut, dan pasang surut yang belum dimanfaatkan. Pemanfaatan energi baru dan terbarukan merupakan prioritas nasional sebagai strategi pemerintah untuk mampu memenuhi kebutuhan energi dan merupakan salah satu kebijakan pemerintah yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Keberadaan energi baru dan terbarukan dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek permintaan dengan meningkatnya kebutuhan energi listrik karena adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi, bertambahnya penduduk, dan masih tingginya ketergantungan masyarakat pada energi berbahan fosil serta aspek penawaran dengan melihat potensi energi terbarukan di sektor kelautan dan perikanan, cadangan minyak bumi makin menipis dan terus meningkatnya harga minyak dunia. Di sisi lain, banyak kendala yang ditemui dalam implementasi pemanfaatan energi terbarukan di bidang kelautan dan perikanan ini, diantaranya adalah tingginya biaya investasi dalam membangun pembangkit listriknya, aspek penguasaan teknologi, dan aspek sumber daya manusia yang belum siap memanfaatkan energi terbarukan ini. Diharapkan melalui pemanfaatan energi kelautan dan perikanan dapat memberikan kontribusi berupa: tersedianya pasokan listrik yang terjangkau bagi masyarakat, meningkatnya produktivitas usaha perikanan, terbukanya peluang pengembangan industri yang terkait sektor kelautan dan perikanan, terbukanya kesempatan dan lapangan kerja, meningkatnya pendapatan atau berkurangnya biaya produksi dan terwujudnya kesejahteraan masyarakat perikanan. Berdasarkan potensi dan permasalahan tersebut maka penelitian mengenai Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor Kelautan dan Perikanan dilanjutkan pada tahun 2013 ini. Hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 2012 baru sebatas identifikasi kebutuhan energi terbarukan di bidang kelautan dan perikanan dan belum mencakup aspek kelayakan teknis, sosial, ekonomi, dan kelembagaan. Untuk itu pada tahun 2013 ini, tujuan penelitian difokuskan untuk menjawab pertanyaan kelayakan sosial dan ekonomi yang dikaji dari aspek parameter penentu pengembangan energi, kelembagaan, dan keberlanjutan dari energi terbarukan di bidang kelautan dan perikanan. Pertama, aspek parameter penentu pengembangan energi akan menganalisis prioritas wilayah pengembangan energi di setiap lokasi penelitian. Kedua, aspek kelembagaan akan menganalisis manajemen dan organisasi dan aspek hukum dari energi terbarukan di bidang kelautan dan perikanan. Ketiga, aspek keberlanjutan akan menganalisis atributatribut keberlanjutan sebagai indikator dari kondisi dimensi masingmasing aspek, kemudian diterjemahkan dan disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP vi

8 Potensi energi berbasis sumberdaya laut belum dimanfaatkan Potensi Pemanfaatan Energi Terbarukan di Sektor KP Prioritas Nasional, Kebijakan Pemerintah dalam RPJMN Permasalahan Perikanan Pemanfaatan Terbarukan di Sektor Sektor KP Sisi pasokan Sisi permintaan Finansial Teknis Peningkatan Kebutuhan energi Masyarakat masih bertumpu pada energi berbahan fosil Potensi energi terbarukan di sektor Kelautan dan Perikanan Cadangan Minyak Bumi semakin menipis Harga minyak dunia terus naik Investasi mahal Rendahnya penguasaan teknologi Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor Kelautan dan Perikanan Kelembagaan pengembangan energi laut Prioritasi wilayah pengembangan energi laut Keberlanjutan implementasi teknologi energi laut Analisis kelembagaan Analisis prioritas Analisis keberlanjutan Pendekatan kualitatif Pendekatan kualitatif, kuantitatif deskriptif Pendekatan kualitatif, kuantitatif deskriptif Rekomendasi Kebijakan Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor Kelautan dan Perikanan Gambar 1. Kerangka Pemikiran Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor Kelautan dan Perikanan Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP vii

9 Model Pendekatan Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas 2 (dua) pendekatan, yaitu pendekatan survei dan studi eksperimental. 1. Pendekatan Survei Pendekatan survei dilakukan untuk mendapatkan pemetaan sosial ekonomi terkait pemanfaatan energi laut dari wilayahwilayah sumber dan wilayah pengguna energi. 2. Studi Eksperimental Studi eksperimental dilaksanakan di lokasilokasi uji coba pemanfaatan energi laut oleh institusi teknis, meliputi: 1) analisis kelayakan pada berbagai aspek, seperti sosialekonomi dan kelembagaan; 2) analisis prioritasi wilayah pemanfaatan energi laut; dan 3) analisis keberlanjutan implementasi teknologi energi laut. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Januari Desember Lokasi penelitian yang dipilih adalah Pulau Bawean, Kabupaten Gresik (Jawa Timur), Teluk Klabat, Kabupaten Bangka (Bangka Belitung), Kabupaten Raja Ampat (Papua Barat), Nusa Penida, Kabupaten Klungkung (Bali), dan Teluk Larantuka, Kabupaten Flores Timur (Nusa Tenggara Timur). Lokasilokasi tersebut dipilih berdasarkan rencana institusi teknis, baik di lingkup KKP maupun di luar KKP, yang akan membangun dan memasang peralatan energi laut, khususnya energi arus laut dan gelombang pada tahun berjalan. Untuk itu, kelima lokasi tersebut dibagi untuk 2 (dua) pendekatan penelitian yang digunakan, yaitu survei dan studi eksperimental (Neuman, 1997) seperti yang ditampilkan pada Tabel 1 berikut. Tabel 1. Lokasilokasi Penelitian Berdasarkan Pendekatan Penelitian yang Dilakukan Pendekatan Jenis teknologi/ No. Lokasi Institusi kegiatan Survei 1. Pulau Bawean, Kabupaten Gresik, Jawa Timur 2. Teluk Klabat, Kabupaten Bangka, Bangka Beltung 3. Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat 4. Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali 5. Selat Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur Pembangkit listrik tenaga gelombang laut dengan teknologi bandulan Pembangkit listrik tenaga arus laut dengan teknologi kobold Pemetaan potensi energi arus laut Pembangkit listrik tenaga arus laut dengan optimasi turbin Pembangkit listrik tenaga arus laut dengan optimasi turbin Konsorsium Puslitbang PLN dan ITS P3TKP P3GL P3TKP P3TKP Studi Eksperimental Data yang Dikumpulkan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan responden dan informan kunci di lokasi penelitian. Teknik wawancara dilakukan secara terstruktur dengan pendekatan teknik openended yang diarahkan pada upaya pengungkapan informasi mengenai: analisis aspek ekonomi, teknis dan sosial. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP viii

10 Sementara itu, data sekunder diperoleh dari studi literatur melalui penggalian dokumen, bukubuku, publikasi, statistik atau halhal yang terkait dengan topik penelitian. Data sekunder tersebut selain diperoleh dari institusi pemerintah (Dinas setempat dan Badan Pusat Statistik), data juga dapat berasal dari media publikasi online. Metode Analisis Data Analisis data bertujuan untuk menyederhanakan data dalam bentuk yang lebih mudah dipahami (Nazir, 2003). Data yang telah terkumpul dalam penelitian ini dikelompokkan, kemudian disusun dan dilakukan analisis secara deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk menghitung analisis ekonomi dan teknis penggunaan teknologi energi laut pada lokasi penelitian. Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk menjelaskan hasil analisis sosial serta potensi pengembangan dan rekomendasi penggunaan teknologi tersebut. Selanjutnya, pengolahan data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak (software) komputer. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Adapun analisis yang digunakan adalah sebagai berikut. 1. Analisis Kelembagaan Analisa kelembagaan pengelola energi akan dilakukan (diadopsi) menggunakan pendekatan institusionalisasi baru, yaitu regulasi, norma, dan kognitif. Aspek regulasi dekati dengan melihat ketersediaan aturan formal ditingat stakeholder dan masyarakat terkait pengelolaan energi. Bagaimana stakeholder dan masyarakat berpegang dengan aturan yang telah disepakati, sejauhmana aturan tersebut ditegakkan, bagaimana aturan tersebut ditegakkan, dan kemampuan untuk menegakkan aturan. Selain itu melihat sejauh mana masyarakat melakukan implementasi terhadap pengelolaan energi yang dilakukan di wilayah masingmasing. Pada aspek normatif terhadap Implementasi Energi Baru Terbarukan, akan dikaitkan dengan aturanaturan lokal ditingkat masyarakat yang memiliki kaitan langsung dengan pengelolaan energi, sejauhmana aturan tersebut mendukung pelaksanaan Implementasi pengembangan energi laut oleh pengambil kebijakan dan masyarakat setempat. Selain itu melihat leasson learn pelaksanaan pengelolaan energi yang selama ini sudah dilakukan pada masyarakat setempat baik pada energi tak terbarukan dan terbarukan. Aspek kognitif dikaitkan pada aspek pada makna (meaning) dan pengetahuan. Fokusnya adalah melihat sejauhmana pemangku kepentingan (stakeholder) dan masyarakat menyadari serta mengetahui (tingkat pengetahuan) tentang keberadaan energi baru dan terbarukan, peluang penerapannya, khususnya potensi pengembangan energi arus laut dan gelombang laut di lokasi masingmasing. Tabel 2. Aspek, Objek dan Analisa Kelembagaan Aspek Objek Analisis kelembagaan Regulatif PERDA/aturan terkait energi Bagaimana perhatian PEMDA pada pengelolaan energi terbarukan Sejauhmana aturan tersebut efektif berlaku Kognitif Pengetahuan pengambil kebijakan dan Masyarakat terkait energi baru terbarukan? Pengetahuan umum pengambil kebijakan dan masyarakat bagaimana laut bisa menghasilkan energi? Bagaimana tingkat pengetahuan pengambil kebijakan dan masyarakat tentang energi terbarukan? Bagaimana tingkat pengetahuan pengambil kebijakan dan masyarakat, Sejauhmana mengetahui potensi energi di daerah (arus laut, gelombang)? Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP ix

11 Aspek Objek Analisis kelembagaan Dukungan normatif dan Implementasi pengembangan energi laut Aspek Normatif dan dukungan terhadap Implementasi Energi Baru Terbarukan Sumber: diadopsi dari Syahyuti (2011) Apakah pengembangan energi kelautan bertentangan dengan norma dan istiadat setempat Apakah pengambil kebijakan dan masyarakat mendukung keberadaan energi arus laut? Bentuk dukungan yang diberikan 2. Analisis Prioritas Prioritasi wilayah pengembangan energi terbarukan dari arus dan gelombang laut dilakukan dengan kuantitatif deskriptif untuk sejumlah faktor yang merupakan komponen faktor penentu dalam pengembangan energi terbarukan. Adapun komponen faktor penentu tersebut langkahnya bobot dan skoring, dengan tahapan sebagai berikut:: Objek yang akan diukur/dinilai sifatnya adalah kualitatif sehingga elemen pengukur harus mampu mewakili setiap inspirasi individu yang mengukur/menilainya. Komponen/unsur pengukuran elemenelemen pengukuran yang berasal dari derivatif (turunan) suatu objek yang secara operasional harus sudah mengandung skala (kategori) pengukuran/penilaian. Jika skala (kategori) pengukuran komponen turunan objek tersebut belum dapat dioperasionalkan, maka skala tersebut harus diturunkan kembali menjadi subkomponen. Perlukan penurunan mulai dari objek ke komponen (yang selanjutnya dapat disebut sebagai indikator) kemudian dari komponen ke subkomponen (yang selanjutnya dapat disebut indikator) kemudian dari komponen ke subkomponen (yang selannjutnya dapat disebut sebagai subindikator). Metodologi pengambilan sampel adalah pemangku kepentingan (stakeholder) terkait pengembangan energi terbarukan dari arus dan gelombang yang merupakan wilayah dari rasio elektrifikasinya yang masih rendah. 3. Analisis Keberlanjutan Analisis dilakukan secara statistik multivariate dengan pendekatan Multidimensional Scaling (MDS). Analisis multidimensi menurut Bengen (2000) merupakan analisis data yang menggambarkan karakterkarakter kuantitatif dan kualitatif suatu/sekumpulan individu yang disusun berdasarkan suatu orde dan tidak dapat dilakukan operasi aljabar sehingga cenderung lebih dekat pada statistik deskriptif dari pada statistik inferensial. Analisis keberlanjutan pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan di lokasi penelitian ini ditujukan untuk mengetahui kemungkinan keberlanjutan pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan. Keberlanjutan pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan ini dilakukan dengan menggunakan metode RAPFISH (Rapid Assessment Techniques for Fisheries) yang dikembangkan oleh Fisheries Center, University of British Columbia, Kanada, yang dimodifikasi untuk menilai status keberlanjutan pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan di lokasi penelitian. Hasil analisis ini dinyatakan dalam bentuk Indeks Keberlanjutan pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan di lokasi penelitian. Analisis keberlanjutan dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu: (1) Penentuan atribut pengelolaan berkelanjutan pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan yang meliputi enam dimensi, yaitu dimensi ekologi, dimensi politik, dimensi ekonomi, dimensi sosial, dimensi teknologi dan dimensi hukumkelembagaan, (2) Penilaian (skoring) setiap atribut dalam skala ordinal berdasarkan kriteria keberlanjutan setiap dimensi. Mengacu pada teknik RAPFISH, maka skor yang diberikan berupa nilai buruk (bad) yang mencerminkan kondisi pengelolaan yang paling tidak menguntungkan, dan juga berupa Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP x

12 nilai baik (good) yang mencerminkan kondisi pengelolaan yang paling menguntungkan. Diantara dua nilai yang ekstrim ini terdapat satu atau lebih nilai antara. Mengacu pada pendekatan yang digunakan oleh Good et al, dan Heershman et al, dalam Laapo (2010), maka jumlah peringkat yang diberikan secara konsisten pada setiap atribut yang dievaluasi sebanyak 3 (tiga) yakni nilai buruk diberi skor 0 (nol), nilai antara diberi skor 1 (satu) dan nilai baik diberi skor 2 (dua). (3) Penyusunan indeks dan status keberlanjutan pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan. Penilaian status keberlanjutan berdasarkan indeks setiap dimensi dikategorikan menurut Kavanagh (1999) sebagai berikut: nilai indeks 024,99 % (kategori tidak berkelanjutan) nilai indeks 2549,99 % (kategori kurang berkelanjutan) nilai indeks 5074,99 % (kategori cukup berkelanjutan) dan nilai indeks % (kategori berkelanjutan). Melalui metode MDS, maka posisi titik keberlanjutan dapat divisualisasikan melalui sumbu horisontal dan sumbu vertikal dengan proses rotasi. Posisi titik dapat divisualisasikan pada sumbu horisontal dengan nilai indeks keberlanjutan diberi nilai skor 0% (buruk) dan 100% (baik). Jika sistem yang dikaji mempunyai nilai indeks keberlanjutan lebih besar atau sama dengan 50%, maka sistem dikatakan berkelanjutan (sustainable), Sistem tidak akan berkelanjutan jika nilai indeks kurang dari 50%. (4) Analisis sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat atribut apa yang paling sensitif memberikan kontribusi terhadap indeks keberlanjutan pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan di setiap lokasi penelitian. Peran masingmasing atribut terhadap nilai indeks dianalisis dengan attribute leveraging, sehingga terlihat perubahan ordinasi apabila atribut tertentu dihilangkan dari analisis. Peran (pengaruh) setiap atribut dilihat dalam bentuk perubahan Root Mean Square (RMS) ordinasi khususnya pada sumbux. Atributatribut yang memiliki tingkat kepentingan (sensitivitas) tinggi dari hasil analisis ini, dianggap sebagai faktor pengungkit, yang apabila dilakukan perbaikan pada atribut tersebut maka akan berpengaruh besar dalam mengungkit nilai indeks keberlanjutan menjadi lebih baik. Perbaikan terhadap atribut sensitif, yang merupakan faktor pengungkit tersebut, akan menjadi salah satu pertimbangan dalam menyusun rekomendasi dalam pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan yang mempertimbangkan usahausaha perikanan potensial secara bersinergi. Secara skamatis, tahapan analisis Rapfish untuk pengembangan energi baru dan terbarukan menggunakan metode MDS dengan aplikasi Rapfish yang dimodifikasi disajikan pada Gambar 3.2. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP xi

13 Mulai Kondisi Pengembangan EBT saat ini Penentuan Atribut Sebagai Kriteria Penilaian MDS (Ordinasi Setiap Atribut) Penilaian (skor) Setiap Atribut Analisis Monte Carlo Analisis sensitivitas Analisis Keberlanjutan Gambar 2. Tahapan analisis RAPFISH untuk pengembangan energi baru dan terbarukan menggunakan metode MDS dengan aplikasi Rapfish yang dimodifikasi Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP xii

14 Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data Tabel 2. Data yang Diperlukan, Sumber, Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Sesuai Tujuan Penelitian Metode Data yang diperlukan Sumber Pengumpulan Data Tujuan 1. Melakukan karakterisasi sosial ekonomi masyarakat di wilayahwilayah yang berpotensi sebagai pengguna energi laut. 1. Potensi sumberdaya lokasi (alam, manusia, 1. Kementerian ESDM, BPPT, Ristek, Desk study infrastruktur) KP3K, PLN, Pusdatin KKP, Bappeda, Survey +wawancara 2. Sumber energi yang digunakan BPS Observasi 3. Data kebutuhan listrik/energi di lokasi penelitian 2. Wawancara dengan key informan dan 4. Data pengguna listrik :Jumlah Usaha, Rumah tangga responden 5. Rasio elektrifikasi 6. Lembaga pengelola energi setempat 7. Data sosial dan ekonomi masyarakat perikanan 8. Data energi yang sudah ada di daerah setempat Tujuan 2. Melakukan analisis kelembagaan pengembangan energi laut untuk masyarakat kelautan dan perikanan di lokasi penelitian. 1. Peraturan yang mengatur pengelolaan energi 1. Kementerian ESDM, BPPT, Ristek, Desk study 2. Normanorma yang berlaku di masyarakat KP3K, PLN, Pusdatin KKP, Bappeda, Survei +wawancara 3. Keterlibatan dan dukungan pemerintah daerah terkait BPS Observasi energi 2. Wawancara dengan key informan dan 4. Kelembagaan terkait pengelolaan energi yang sudah responden ada di lokasi penelitian 5. Aturan main dan aspek legalitas terkait pengembangan energi laut 6. Kinerja kelembagaan pemanfaatan energi 7. Pihakpihak yang terlibat dalam pengelolaan energi di lokasi penelitian Metode Analisis Data Analisis kelayakan teknis Deskriptive Kuantitatif Analisis kelayakan teknososek dan kelembagaan Deskriptive kuantitatif Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP xiii

15 Metode Metode Data yang diperlukan Sumber Pengumpulan Data Analisis Data Tujuan 3. Melakukan prioritasi wilayah berdasarkan parameter penentu pengembangan energi laut dan analisis keberlanjutan terhadap implementasi teknologi energi laut. 1. Jenisjenis usaha (sektor perikanan dan non perikanan) 1. Dinas DKP, Dinas Perindustrian, Dinas Survei + wawancara Analisis prospektif yang telah berkembang di lokasilokasi penelitian. Perdagangan, Dinas Pertambangan dan Observasi Analisis keberlanjutan 2. Prediksi usaha yang dapat berkembang dari Energi, BPS Deskriptif kuantitatif dan pengembangan dan pemanfaatan energi laut 2. Wawancara dengan key informan dan kualitatif 3. Ketersediaan suku cadang dari alat atau teknologi yang responden digunakan. 4. Potensi konflik dari implementasi teknologi energi berbasis laut 5. Potensi keberlanjutan implementasi teknologi energi berbasis laut Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP xiv

16 13. ANGGARAN MA Rincian Komposisi Pembiayaan Jumlah (Rp) Jumlah (%) Belanja Bahan , Honor terkait ouput keg , Belanja Sewa , Belanja Jasa Profesi , Belanja Perjalanan Lainnya , Belanja Jasa lainnya ,00 Jumlah , RENCANA OPERASIONAL KEGIATAN (TARGET FISIK KEGIATAN) No KEGIATAN Persiapan 1 Studi Literatur dan Konsultasi 2 Persiapan Rencana Kegiatan 3 Penyiapan instrumen pengumpulan data Tahun Operasional 1 Prapengumpulan data/ Penentuan Kelompok Sasaran dan Karakteristiknya Pengumpulan data primer dan sekunder Pengolahan/ analisis data Seminar hasil kegiatan Pelaporan: Bulanan Triwulan Semester Akhir tahun Sosialisasi hasil kegiatan/pameran 100 Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP xv

17 15. TAHAPAN PEMBIAYAAN Rincian Jumlah TRIWULAN MA Komposisi (Rp) Pembiayaan I II III IV Belanja Bahan Honor Terkait Ouput Kegiatan Belanja Sewa Belanja Jasa Profesi Belanja Jasa lainnya Belanja Perjalanan Lainnya Jumlah DAFTAR PUSTAKA Erwandi Pengembangan Regulasi, Standarisasi dan Sertifikasi Penetapan Teknologi Energi Laut, bahan presentasi dalam Workshop Arus Laut Gasperz Teknik Analisis dalam Penelitian Percobaan, Edisi ke2. Tarsito. Bandung. Giatman, M Ekonomi Teknik. Jakarta: RajaGrafindo Persada. Marhaeni, A.P Analisis Breakeven Point Sebagai Alat Perencanaa Laba pada Industri Kecil Tegel di Kecamatan Pedurungan Periode (Studi Kasus Usaha Manufaktur), diunduh dari MARHAENI_C2A007007%28r%29.pdf pada tanggal 8 Februari Nazir, M Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia. Neuman, W.L Social Research Methods: Qualitative and quantitative Approaches, 3 rd Edition. Boston: Allyn and Bacon. p.560. Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional Pitcher, T.J. and D. Preikshot RAPFISH: P. Rapid A.ppraisal Technique to Evaluate the Suistainabili of Status of Fisheries. Flshelies Researcn 49(3): Fisheries Center University of British Columbia. Vancouver. PLN Statistik PLN Jakarta: Sekretariat Perusahaan PT PLN (Persero) Priyambodo, S B/C Ratio untuk Mengukur Kelayakan, diunduh dari blogspot.com/2012/03/bcratiountukmengukurkelayakan.html pada tanggal 8 Februari Randall, A Resource Economics: An Economic Approach to Natural Resource and Environmental Policy. Grid Publishing, Inc. Ohio. 415 p. Riyanto, B Dasardasar Pembelanjaan Perusahaan. Yogyakarta: Yayasan Badan Penerbit Gadjah Mada. Sudjono, E.H. dan M. Yosi Konversi Potensi Energi Arus Laut Menjadi Listrik (Kajian Pustaka). Bandung: Puslitbang Geologi Kelautan, Badan Litbang Energi dan Sumber Daya Mineral. p Suryawati, S.H., R. Muhartono, E.S. Luhur dan A.H. Purnomo Laporan Teknis Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan Dan Efisiensi Penggunaan Energi Dalam UsahaUsaha Perikanan. Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan BalitbangKP. Jakarta. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP xvi

18 Syahyuti Kelembagaan dan Lembaga dalam Pengembangan Agribisnis Pedesaan, diunduh dari pada tanggal 7 Februari Wahyudi, A Pertumbuhan Tenaga Listrik Diproyeksi 8,46% per Tahun, diunduh dari pada tanggal 8 Februari Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP xvii

19 RINGKASAN Indonesia merupakan negara kepulauan dengan laut sangat luas, yang mengandung potensi sumber daya kelautan dan perikanan yang besar untuk dijadikan tumpuan (prime mover) pembangunan ekonomi berbasis sumber daya alam (resource based economy). Sumberdaya tersebut adalah misalnya perikanan, pertambangan dan energi. Namun demikian, fakta empiris menyatakan bahwa pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya ini masih belum optimal sehingga manfaat, yang berupa pendapatan nasional maupun kesejahteraan rakyat,tidak maksimal. Di antara sumberdaya laut lainnya, energi laut merupakan salah satu yang redah pemanfaatannya. Pertumbuhan kebutuhan akan energi listrik terkait dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk. Hal ini akan menambah jumlah pelanggan listrik dan menambah perkembangan berbagai sektor industri yang juga memerlukan energi listrik. Akan tetapi, tingginya permintaan ini tidak dapat dipenuhi oleh penyedia pasokan listrik terutama masyarakat yang hidup di daerah terpencil seperti pesisir dan pulaupulau kecil karena sulit dijangkau oleh penyedia pasokan. Hal ini menyebabkan banyaknya wilayah pulaupulau kecil yang belum teraliri listrik. Dengan meningkatnya kebutuhan akan listrik, sarana pembangkit perlu mendapat perhatian khusus agar tidak terjadi krisis listrik terutama di wilayah pulaupulau kecil terdepan yang memiliki nilai strategis secara politik dan ekonomi. Listrik yang disuplai oleh PLN masih didominasi dan bergantung pada bahan bakar minyak, sedangkan pasokan minyak bumi makin menipis. Akibatnya, produksi listrik PLN makin terbatas sehingga tidak jarang terjadi pemadaman bergilir sebagai upaya untuk memeratakan distribusi listrik ke seluruh masyarakat. Fenomena ini menunjukkan bahwa suplai listrik dari penyedi pasokan makin terbatas, sementara permintaan listrik justru makin bertambah. Oleh karena itu harus dicari alternatif pemanfaatan energi terbarukan. Excess demand ini perlu dijawab dengan dukungan pemerintah melalui kebijakan perencanaan energi terkait pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan. Sektor kelautan dan perikanan sangat berkepentingan terhadap isu energi. Hal ini dikarenakan kelimpahan energi terbarukan yang bersumber dari laut. Energi laut dapat ditambang dalam berbagai bentuk di antaranya tenaga angin, tenaga surya, tenaga arus, tenaga gelombang, tenaga pasang surut, dan perbedaan suhu air laut. Namun demikian, sampai saat ini potensi energi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal dan ketergantungan pada energi fosil tetap berlanjut. Fakta menunjukkan bahwa kemajuan optimalisasi sumberdaya laut sangat lambat. Kajian ini bertujuan untuk: 1) Melakukan karakterisasi sosial ekonomi masyarakat di wilayahwilayah yang berpotensi sebagai pengguna energi laut; 2) Melakukan kajian kelembagaan pengembangan energi laut untuk masyarakat kelautan dan perikanan di lokasi uji coba pembangkit listrik berbasis laut oleh institusi teknis; dan 3) Melakukan analisis prioritasi wilayah dan keberlanjutan terhadap implementasi teknologi energi laut. Kajian dilakukan di 5 lokasi yaitu Pulau Bawean, Kabupaten Gresik (Jawa Timur), Selat Larantuka, Kabupaten Flores Timur (Nusa Tenggara Timur), Selat Mansuar, Kabupaten Raja Ampat (Papua Barat), dan Nusa Penida, Kabupaten Klungkung (Bali). Hasil penelitian ini diharapkan dapat membawa implikasi positif berupa dorongan atau motivasi besar bagi pengambil kebijakan tingkat nasional untuk mengembangkan kebijakan implementatif yang berpihak pada energi alternatif, khususnya energi laut. Terlepas dari adanya berbagai tantangan yang harus dihadapi, potensi besar dan kebutuhan besar untuk Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP xviii

20 memanfaatkannya merupakan alasan mendasar yang mendorong dan motivasi tersebut. Tiga jenis produk dari penelitian ini dapat diharapkan untuk memberikan arah yang lebih baik tentang sejumlah hal penting di antaranya prioritasi pengembangan (berdasarkan analisis prioritasi), strategi pemecahan masalah (berdasarkan hasil analisis keberlanjutan), dan penanganan aspekaspek sosekbud (berdasarkan hasil pemetaan sosekbud). Perkembangan ekonomi di wilayahwilayah yang ratarata terbelakang tersebut dapat diharapkan akan memperbaiki kondisi kesejahteraan dan aspekaspek kehidupan laainnya di dalam masyarakat. Kemudian, kinerja ekonomi yang lebih baik pada masyarakat akan memotivasi dan memberikan kesempatan bagi mereka tersebut untuk menghindari caracara pemanfaatan alam yang menyebabkan terganggunya fungsi layanan alam. Selanjutnya, penumbuhan kegiatankegiatan ekonomi masyarakat pada gilirannya berimbas pada kehidupan sosial. Pangamatan lapang dalam proses pelaksanaan penelitian ini mengilustrasikan keterkaitan ini dengan mengungkapkan sebuah ilustrasi yang mengacu pada hasil penelitian tentang projek kelistrikan Pandansimo, yang menampilkan fakta bahwa bahwa konflik sosial yang sebelumnya sering terjadi di antara anggota masyarakat terkait distribusi air menjadi sangat berkurang beberapa tahun setelah berjalannya projek tersebut. Ketersediaan listrik berlebih di lokasi projek sebagian dimanfaatkan untuk menggerakkan pompa air sehingga ketersediaan air pun menjadi lebih mencukupi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, baik untuk kebutuhan primer rumah tangga maupun untuk kegiatan ekonomi produktif termasuk kegiatankegiatan pertanian, perikanan maupun layanan jasa wisata bahari yang juga ikut berkembang. Hasil analisis kelembagaan pengelolaan dan pengembangan energi baru dan terbarukan dalam hal ini energi laut dilakukan menggunakan pendekatan institusionalisasi baru, yaitu regulatif, normatif, dan kognitif. Aspek regulatif dalam penelitian ini adalah adanya aturan formal yang terdapat ditingkat kabupaten yang mengatur secara langsung pengelolaan energi (PERDA). Berdasarkan penelusuran data, dari kelima kabupaten yang dijadikan lokasi penelitian, terdapat tiga kabupaten yang memiliki SKPD khusus untuk menangani energi (Dinas ESDM), yaitu: Kabupaten Gresik, Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten Bangka. Pada aspek normatif untuk pengembangan energi laut dikaitkan dengan aturanaturan lokal ditingkat masyarakat yang memiliki kaitan dalam pengelolaan energi. Berdasarkan hasil penelitian di lokasi, tidak ditemukan aturan lokal/adat yang menangani laut secara khusus dan memiliki kaitan langsung dengan pengelolaan energi. Namun demikian, hampir di semua lokasi terdapat pengelolaan energi yang dilakukan oleh masyarakat yang merupakan strategi pemenuhan energi, terutama energi listrik. Aspek kognitif terkait pengembangan energi laut dilihat dari dukungan pemda dan masyarakat terhadap keberadaan potensi energi baru terbarukan yang berasal laut (arus dan gelombang). Di lapangan, bentuk dukungan tersebut disesuaikan dengan pengetahuan dan kebijakan pemerintah di setiap lokasi penelitian. Aspek kognitif teramati paling tinggi di Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Flores Timur. Prioritas wilayah pengembangan energi laut secara berurutan adalah Raja Ampat, Flores Timur, Gresik, Klungkung, dan Bangka. Dasar penentuan prioritas ini adalah potensi energi lautnya sendiri, komitmen Pemda, potensi konsumen dan subisidi yang diberikan pemerintah untuk mendukung implementasi pengembangan energi terbarukan. Untuk Raja Ampat, subisidi yang diberikan pemerintah untuk mendukung implemntasi pengembangan energi terbarukan cukup besar. Pemerintah Raja Ampat juga sudah memasukan pengembangan energi terbarukan ke dalam program BUMD untuk dikelola secara komersial. Ketika program pemerintah diberikan kepada masyarakat dalam bentuk hibah bantuan energi terbarukan maka partisipasi masyarakat dibutuhkan Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP xix

21 untuk menentukan keberlanjutan dari program pengembangan energi terbarukan. Dari pengalaman di lapang (Raja Ampat dan Bali), banyak hibah energi terbarukan terbengkalai karena kurangnya partisipasi masyarakat. Belajar dari pengalaman pengembangan energi terbarukan lainnya seperti energi surya, keberlanjutan program terkendala karena kemauan masyarakat untuk merawat alat yang diberikan cukup rendah, termasuk juga faktor ketergantungan masyarakat terhadap dana pemerintah dalam hal program pembangunan termasuk pemarataan energi. Kemauan masyarakat yang rendah untuk pengembangan energi terbarukan masih rendah karena perawatan peralatan yang cukup rumit dan ketergantungan mereka terhadap bantuan pemerintah yang cukup tinggi karena status otonomi daerah dan status ekonomi mereka yang masuk kategori desa swadaya. Status keberlanjutan pengembangan energi laut di Raja Ampat, Gresik dan Bangka saat ini secara multidimensi (ekologi, ekonomi, politik, sosial, hukum kelembagaan dan teknologi) adalah kurang berkelanjutan, sedangkan di Nusa Penida dan Flores Timur adalah cukup berkelanjutan. Strategi pengembangan energi laut di setiap lokasi penelitian ditentukan oleh peran atribut sensitif yang memberikan peningkatan nilai indeks keberlanjutan. Implikasi yang terjadi pada komunitas litbang dan masyarakat dunia usaha akan merupakan awal yang sangat baik untuk terjadinya efek bola salju positif dalam konteks pembangunan ekonomi pada sektor kelautan dan perikanan. Sejumlah contoh kasus yang teramati di lapangan selama proses pelaksanaan penelitian ini mendemonstrasikan bagaimana bola salju tersebut dapat terbentuk melalui berkembangnya kelistrikan di wilayah potensial yang tersebar di pesisir dan pulaupulau kecil. Apabila kelistrikan di wilayahwilayah pesisir dan pulaupulau kecil tersebut dapat direalisasikan, kemungkinan besar perkembangan energi laut dan andilnya terhadap pembangunan kelautan dan perikanan dapat signifikan, bahkan melampaui target yang dipatok dalam perencanaan di kementerian yang menangani sektor tersebut. Guna mengoptimalkan potensi energi terbarukan seperti gelombang dan arus laut maka disusun beberapa rekomendasi kebijakan seperti yang dibawah ini : 1. Pemerintah harus mengurangi subsidi terhadap bahan bakar minyak dan memperbesar subsidi untuk energi terbarukan seperti energi arus dan gelombang laut, karena selama harga BBM lebih rendah dari harga energi terbarukan maka pengembangan energi terbarukan tidak kompetitif. 2. Perlunya partisipasi masyarakat dalam hal pengembangan energi terbarukan (arus dan gelombang laut), hal ini penting terutama untuk status keberlanjutan pengembangan energi terbarukan. 3. Pengembangan energi terbarukan (arus dan gelombang laut) diharapkan secara teknis mudah dilaksanakan oleh masyarakat (kalau bisa teknologi yang digunakan harus disederhanakan), hal ini berkaitan dengan perawatan pasca pengembangan energi terbarukan terutama di pulaupulau kecil. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP xx

22 KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat Nya, kami dapat menyelesaikan Laporan Akhir Tahun untuk kegiatan Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor Kelautan dan Perikanan. Secara umum, kajian ini bertujuan untuk: 1) melakukan karakterisasi sosial ekonomi masyarakat di wilayahwilayah yang berpotensi sebagai pengguna energi laut; 2) melakukan analisis kelembagaan pengembangan energi laut untuk masyarakat kelautan dan perikanan di lokasi penelitian; 3) melakukan prioritasi wilayah berdasarkan parameter penentu pengembangan energi laut dan analisis keberlanjutan terhadap implementasi teknologi energi laut. Sistematika laporan akhir ini adalah Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Metodologi, Hasil dan Pembahasan, serta Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan. Pada bagian akhir disertakan lampiran yang mendukung laporan akhir ini. Kami menyadari bahwa laporan ini belum sempurna sehingga kami mengharapkan saran dan masukan yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi penyempurnaan ke depan. Harapan kami semoga laporan ini dapat menjadi rujukan atau referensi bagi stakeholders yang terkait baik sebagai penentu kebijakan maupun pihakpihak lain yang terkait lainnya. Jakarta, Desember 2013 Tim Peneliti Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP xxi

23 DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN... ii RENCANA OPERASIONAL KEGIATAN PENELITIAN (ROKP)... iii RINGKASAN... xviii KATA PENGANTAR... xxi DAFTAR ISI... xxii DAFTAR TABEL... xxiii DAFTAR GAMBAR... xxv I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA Energi Kelembagaan Keberlanjutan III. METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Metode Pendekatan Waktu dan Lokasi Penelitian Jenis, Sumber dan Teknik Pengumpulan Data Metode Analisis Data IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi Sosial Ekonomi Masyarakat A. Kabupaten Bangka, Bangka Belitung B. Kabupaten Gresik, Jawa Timur C. Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat D. Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali E. Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur Analisis Kelembagaan A. Aspek Regulatif Pengelolaan Energi B. Aspek Normatif Pengelolaan Energi C. Aspek Kognitif Pengelolaan Energi Prioritasi Wilayah Pengembangan Energi Laut Analisis Keberlanjutan V. IMPLIKASI HASIL PENELITIAN DALAM MENDUKUNG KEBIJAKAN 123 PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN... VI. SIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN VII. DAFTAR PUSTAKA Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP xxii

24 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 3.1. Lokasilokasi Penelitian Berdasarkan Pendekatan Penelitian yang 14 Dilakukan Tabel 3.2. Data yang Diperlukan, Sumber, Teknik Pengumpulan dan Analisis Data 16 Sesuai Tujuan Penelitian Tabel 3.3. Aspek, Objek dan Analisis Kelembagaan 19 Tabel 4.1. Jumlah Penduduk dan Nelayan Per Kecamatan di Kabupaten Bangka 24 Tahun Tabel 4.2. Potensi Perikanan Kabupaten Bangka 26 Tabel 4.3. Perkembangan Jumlah Nelayan dan Armada Tangkap Per Kecamatan 26 di Kabupaten Bangka Tabel 4.4. Produksi Penangkapan Berdasarikan Komoditas Dominan di Kabupaten 27 Bangka Tahun 2012 Tabel 4.5. Produksi dan Nilai Perikanan Budidaya Menurut Jenis di Kabupaten 28 Bangka Tahun 2012 Tabel 4.6. Jumlah Pengolah Per Kecamatan di Kabupaten Bangka Tahun Tabel 4.7. Lokasi Pembangkit Listrik di Bangka 31 Tabel 4.8. Jumlah Pelanggan Listrik di Bangka Tabel 4.9. Perkembangan Produksi Perikanan Tahun Tabel Jumlah Armada Penangkapan Ikan 33 Tabel Jumlah Nelayan di Kabupaten Gresik Tahun Tabel Jenis Ikan, Volume dan Nilai Harga Ikan Hasil Penangkapan di Laut 34 Tabel Jenis, Volume dan nilai harga ikan hasil penangkapan di perairan umum 35 Tabel Produksi Tambak Air Payau dan Tambak Air Tawar Tahun Tabel Volume produksi olahan menurut jenisnya 37 Tabel Sejarah Perkembangan Listrik di Pulau Bawean, GresikJatim 38 Tabel Data Kelistrikan Rayon Bawean bulan Januari Tabel Jumlah Sarana Pendidikan, Murud dan Guru di Kabupaten Raja Ampat, 41 Tahun 2011 Tabel Proporsi Penggunaan Listrik di Pulau Waisai Tahun Tabel Lokasi PLTD dan PLTS di Raja Ampat 44 Tabel Distribusi Pelanggan dan Penjualan Listrik Menurut Kelompok 45 Pelanggan 2011 Tabel Jumlah Alat Penangkapan Ikan (Unit) di Kabupaten Klungkung Tahun Tabel Produksi Ikan Laut Berdasarkan Jenis Ikan di Kabupaten Klungkung 46 Tahun Tabel Luas Usaha Budidaya (Ha) di Kabupaten Klungkung Tahun Tabel Data Kelistrikan Nusa Penida tahun 2013 (Juni) 50 Tabel Jumlah Sarana Sekolah, Murid dan Guru di Kabupaten Flores Timur 51 Tahun 2011 Tabel Sarana Penangkapan di Flores Timur 51 Tabel Jenis Alat Tangkap Nelayan Kabupaten Flores Timur Tabel Perusahaan Pengolahan 52 Tabel Banyaknya Pelanggan, Produksi, Daya Terjual danterpasang Listrik 55 PLN Menurut Ranting dan Sub Ranting Tahun 2011 Tabel Aspek Regulatif dan Dukungan Pengelolaan Energi 56 Tabel Aspek Normatif Pengelolaan Energi 61 Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP xxiii

25 Halaman Tabel Aspek Kognitif Pengelolaan Energi 69 Tabel Tingkat Kepentingan Optimasi Pengembangan Energi Terbarukan di 74 Raja Ampat Tabel Tingkat Kepentingan Optimasi Pengembangan Energi Terbarukan di 76 Bali Tabel Tingkat Kepentingan Optimasi Pengembangan Energi Terbarukan di 77 Bangka Tabel Tingkat Kepentingan Optimasi Pengembangan Energi Terbarukan di 81 Bawean Tabel Status Kemandirian Ekonomi Desa Terkait Subsidi Pemerintah di 84 Kecamatan Waigio Selatan Tabel Tingkat Kepentingan Optimasi Pengembangan Energi Terbarukan di 84 NTT Tabel Status Kemandirian Ekonomi Desa Terkait Subsidi Ekonomi di 85 Kecamatan Meosmansar Tabel Nilai Indeks Keberlanjutan untuk Enam Dimensi di Lokasi Penelitian 90 Tabel Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi Ekologi Pengembangan Energi Baru 91 dan Terbarukan di Lokasi Penelitian Tabel Atribut Sensitif Pada Dimensi Ekologi Keberlanjutan Pengembangan 92 Energi Baru dan Terbarukan di Lokasi Penelitian Tabel Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi Politik Pengembangan Energi Baru 96 dan Terbarukan di Lokasi Penelitian Tabel Atribut Sensitif Pada Dimensi Politik Keberlanjutan Pengembangan 97 Energi Baru dan Terbarukan di Lokasi Penelitian Tabel Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi Politik Pengembangan Energi Baru 100 dan Terbarukan di Lokasi Penelitian Tabel Atribut Sensitif Pada Dimensi Ekonomi Keberlanjutan Pengembangan 101 Energi Baru dan Terbarukan di Lokasi Penelitian Tabel Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi Sosial Pengembangan Energi Baru 105 dan Terbarukan di Lokasi Penelitian Tabel Atribut Sensitif Pada Dimensi Sosial Keberlanjutan Pengembangan 106 Energi Baru dan Terbarukan di Lokasi Penelitian Tabel Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi Teknologi Pengembangan Energi 110 Baru dan Terbarukan di Lokasi Penelitian Tabel Atribut Sensitif Pada Dimensi Teknologi Keberlanjutan Pengembangan 111 Energi Baru dan Terbarukan di Lokasi Penelitian Tabel Nilai Indeks Keberlanjutan Dimensi HukumKelembagaan 114 Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan di Lokasi Penelitian Tabel Atribut Sensitif Pada Dimensi HukumKelembagaan Keberlanjutan 115 Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan di Lokasi Penelitian Tabel Perbedaan Nilai Indeks Keberlanjutan Analisis Rapfish Dengan Analisis 120 Monte Carlo Tabel Nilai Stress dan Koefisien Deteminasi Analisis Rapfish Dengan Analisis Monte Carlo 121 Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP xxiv

26 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 3.1. Kerangka Pemikiran Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan 13 Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor Kelautan dan Perikanan Gambar 3.2. Tahapan analisis Rapfish untuk pengembangan energi baru dan terbarukan 22 menggunakan metode MDS dengan aplikasi Rapfish yang dimodifikasi Gambar 4.1. Peta Kabupaten Bangka 23 Gambar 4.2. Pengelolaan listrik di Kabupaten Bangka 30 Gambar 4.3. Peta Kabupaten Gresik 31 Gambar 4.4. Pengelolaan Listrik di Bawean 39 Gambar 4.5. Peta Wilayah Kabupaten Raja Ampat 40 Gambar 4.6. Pengelolaan Energi Listrik di Raja Ampat 43 Gambar 4.7. Pengelolaan Energi Listrik di Bawean 48 Gambar 4.8. Pengelolaan Energi Listrik di Flores Timur 53 Gambar 4.9. Pengusahaan Sumber Energi 58 Gambar Grafik Nilai Ratarata Aspek Regulatif dan Dukungan 61 Gambar Nilai Ratarata Aspek Kognitif 71 Gambar Wilayah Prioritas Pengembangan Energi Terbarukan 72 Gambar Faktor Penentu Wilayah Pengembangan Energi Terbarukan 73 Gambar Faktor Penentu Wilayah Pengembangan Energi Terbarukan di Raja Ampat 74 Gambar Nilai Prioritas Pengembangan Energi di Kabupaten Raja Ampat 75 Gambar Prioritas Wilayah Pengembangan Energi di Nusa Penida 76 Gambar Nilai Prioritas Wilayah Pengembangan Energi Terbarukan di Bali 77 Gambar Arus Laut Indonesia (Arlindo) Yang Berpotensi Untuk Pengembangan Energi 78 Arus Gambar Prioritas Wilayah Pengembangan Energi di Kabupaten Bangka 79 Gambar Nilai Prioritas Wilayah Pengembangan Energi di Kabupaten Bangka 80 Gambar Prioritas Wilayah Pengembangan Energi di Kabupaten Gresik 82 Gambar Nilai Prioritas Wilayah Pengembangan Energi di Kabupaten Gresik 83 Gambar Subsidi Pemerintah Untuk Pembangunan Infratsruktur di Kecamatan Waigio Selatan 85 Gambar Subsidi Pemerintah Untuk Pembangunan Infrastruktur di Kecamatan 86 Meosmansar Gambar Prioritas Wilayah Pengembangan Energi Kabupaten Flores Timur 87 Gambar Prioritas Wilayah Pengembangan Energi Kabupaten Flores Timur 88 Gambar Diagram Layang Nilai Indeks Keberlanjutan pengembangan dan pemanfaatan 91 energi baru dan terbarukan di lokasi penelitian, 2013 Gambar Nilai indeks dan status keberlanjutan dimensi ekologi pada pengembangan 92 dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan Gambar Peran masingmasing atribut dalam dimensi ekologi pada pengembangan dan 93 pemanfaatan energi baru dan terbarukan di Kabupaten Raja Ampat Gambar Peran masingmasing atribut dalam dimensi ekologi pada pengembangan dan 94 pemanfaatan energi baru dan terbarukan di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung Gambar Peran masingmasing atribut dalam dimensi ekologi pada pengembangan dan 94 pemanfaatan energi baru dan terbarukan di Bawean, Kabupaten Gresik Gambar Peran masingmasing atribut dalam dimensi ekologi pada pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan di Teluk Klabat, Kabupaten Bangka 95 Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP xxv

27 Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Peran masingmasing atribut dalam dimensi ekologi pada pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan di Selat Larantuka, Kabupaten Flores Timur Nilai Indeks dan Status Keberlanjutan Dimensi Politik Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan Peran Masingmasing Atribut Dalam Dimensi Politik Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Kabupaten Raja Ampat Peran Masingmasing Atribut Dalam Dimensi Politik Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung Peran Masingmasing Atribut Dalam Dimensi Politik Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Bawean, Kabupaten Gresik Peran Masingmasing Atribut Dalam Dimensi Politik Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Teluk Klabat, Kabupaten Bangka Peran Masingmasing Atribut Dalam Dimensi Politik Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Selat Larantuka, Kabupaten Flores Timur Nilai Indeks dan Status Keberlanjutan Dimensi Ekonomi Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan Peran Masingmasing Atribut Dalam Dimensi Ekonomi Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Kabupaten Raja Ampat Peran Masingmasing Atribut Dalam Dimensi Ekonomi Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung Peran Masingmasing Atribut Dalam Dimensi Ekonomi Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Bawean, Kabupaten Gresik Peran Masingmasing Atribut Dalam Dimensi Ekonomi Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Teluk Klabat, Kabupaten Bangka Peran Masingmasing Atribut Dalam Dimensi Ekonomi Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Selat Larantuka, Kabupaten Flores Timur Nilai Indeks dan Status Keberlanjutan Dimensi Sosial Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan Peran Masingmasing Atribut Dalam Dimensi Sosial Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Kabupaten Raja Ampat Peran Masingmasing Atribut Dalam Dimensi Sosial Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung Halaman 95 Peran Masingmasing Atribut Dalam Dimensi Sosial Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Bawean, Kabupaten Gresik 108 Peran Masingmasing Atribut Dalam Dimensi Sosial Pada Pengembangan 109 dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Teluk Klabat, Kabupaten Bangka Peran Masingmasing Atribut Dalam Dimensi Sosial Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Selat Larantuka, Kabupaten Flores Timur Gambar Nilai Indeks dan Status Keberlanjutan Dimensi Teknologi Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP xxvi

28 Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Gamabr Gambar Gambar Gambar Gambar Gambar Peran Masingmasing Atribut Dalam Dimensi Teknologi Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Kabupaten Raja Ampat Peran Masingmasing Atribut Dalam Dimensi Teknologi Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung Peran Masingmasing Atribut Dalam Dimensi Teknologi Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Bawean, Kabupaten Gresik Peran Masingmasing Atribut Dalam Dimensi Teknologi Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Teluk Klabat, Kabupaten Bangka Peran Masingmasing Atribut Dalam Dimensi Teknologi Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Selat Larantuka, Kabupaten Flores Timur Nilai Indeks dan Status Keberlanjutan Dimensi Hukum Kelembagaan Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan Peran Masingmasing Atribut Dalam Dimensi Hukum Kelembagaan Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Kabupaten Raja Ampat Peran Masingmasing Atribut Dalam Dimensi Hukum Kelembagaan Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Nusa Penida, Kabupaten Klungkung Peran Masingmasing Atribut Dalam Dimensi Hukum Kelembagaan Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Bawean, Kabupaten Gresik Peran Masingmasing Atribut Dalam Dimensi Hukum Kelembagaan Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Teluk Klabat, Kabupaten Bangka Peran Masingmasing Atribut Dalam Dimensi Hukum Kelembagaan Pada Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Selat Larantuka, Kabupaten Flores Timur Halaman Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP xxvii

29 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan kebutuhan akan energi listrik terkait dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk. Hal ini akan menambah jumlah pelanggan listrik dan menambah perkembangan berbagai sektor industri yang juga memerlukan energi listrik. Peningkatan kebutuhan listrik diprediksi tumbuh ratarata 8,46% per tahun (Wahyudi, 2012). Akan tetapi, tingginya permintaan ini tidak dapat dipenuhi oleh penyedia pasokan listrik yang disebabkan oleh adanya permasalahan dari sisi penyedia pasokan sendiri dan masyarakat. Permasalahan dari sisi penyedia pasokan adalah adanya keterbatasan di antaranya: kapasitas pembangkit listrik pada waktu beban puncak (WBP), investasi pembangkit dan jaringan baru, energi primer dan tingginya biaya BBM yang pada tahun 2011 ratarata naik 41% dibandingkan tahun sebelumnya (PLN, 2012). Selain itu, permasalahan yang ada di masyarakat antara lain tingginya pertumbuhan permintaan listrik, pola konsumsi yang tidak efisien dan masih rendahnya tingkat elektrifikasi nasional, yaitu sebesar 71,23% (PLN, 2012). Permasalahanpermasalahan tersebut makin terasa oleh masyarakat, terutama masyarakat yang hidup di daerah terpencil seperti pesisir dan pulaupulau kecil karena sulit dijangkau oleh penyedia pasokan. Hal ini menyebabkan banyaknya wilayah pulaupulau kecil yang belum teraliri listrik. Dengan meningkatnya kebutuhan akan listrik, sarana pembangkit perlu mendapat perhatian khusus agar tidak terjadi krisis listrik terutama di wilayah pulaupulau kecil terdepan yang memiliki nilai strategis secara politik dan ekonomi. Listrik yang disuplai oleh PLN masih didominasi dan bergantung pada bahan bakar minyak, sedangkan pasokan minyak bumi makin menipis. Akibatnya, produksi listrik PLN makin terbatas sehingga tidak jarang terjadi pemadaman bergilir sebagai upaya untuk memeratakan distribusi listrik ke seluruh masyarakat. Fenomena ini menunjukkan bahwa suplai listrik dari penyedi pasokan makin terbatas, sementara permintaan listrik justru makin bertambah. Oleh karena itu harus dicari alternatif pemanfaatan energi terbarukan. Excess demand ini perlu dijawab dengan dukungan pemerintah melalui kebijakan perencanaan energi terkait pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan. Berdasarkan Perpres No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN), pemerintah harus memfokuskan kebijakan pada pencapaian sasaran kebijakan energi nasional yang mensyaratkan bahwa pemanfaatan minyak bumi menjadi kurang dari 20%, gas bumi menjadi lebih dari 30%, batubara menjadi lebih dari 33%, bahan bakar nabati (biofuel) menjadi lebih dari 5%, panas bumi menjadi lebih dari 5%, energi baru dan terbarukan lainnya, khususnya biomassa, nuklir, tenaga air, tenaga surya dan tenaga angin menjadi lebih dari 5%, batubara yang dicairkan (liquefied Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 1

30 coal) menjadi lebih dari 2%. Implementasi dari Perpres tersebut pemerintah harus mulai membangun pembangkitpembangkit tenaga listrik yang berasal dari non minyak bumi. Untuk itu, pemerintah telah menentukan arah kebijakan pengembangan energi terbarukan, termasuk energi terbarukan untuk pembangkit listrik tenaga laut. Berdasarkan arah kebijakan tersebut, pemerintah mendorong upaya eksplorasi sumberdaya energi berbasis arus, gelombang dan perbedaan temperatur air laut. Selanjutnya, pemerintah juga mengarahkan untuk meningkatkan pemanfaatan energi tersebut, baik skala industri maupun domestik di seluruh kawasan laut Indonesia yang potensial. Dalam mengimplementasikan suatu teknologi baru perlu didahului dengan dilakukannya analisis sosial ekonomi yang secara sistematis dan mendalam menelaah setiap faktor yang mempunyai pengaruh terhadap kesuksesan pelaksanaan kegiatan. Untuk itu, penelitian ini bertujuan untuk: (1) melakukan karakterisasi sosial ekonomi masyarakat di wilayahwilayah yang berpotensi sebagai pengguna energi laut; (2) melakukan analisis kelembagaan pengembangan energi laut untuk masyarakat kelautan dan perikanan di lokasi penelitian; (3) melakukan prioritasi wilayah berdasarkan parameter penentu pengembangan energi laut dan analisis keberlanjutan terhadap implementasi teknologi energi laut. Penelitian ini sebagai bentuk dukungan BBPSEKP bagi rencana pengembangan dan pamanfaatan energi laut tersebut karena hasil penelitian akan menghasilkan karakterisasi sosial ekonomi dan prioritas wilayah pengembangan energi baru dan terbarukan yang bersumber dari energi laut Tujuan Penelitian Penelitian ini mempunyai 3 (tiga) tujuan, yaitu sebagai berikut: 1. Melakukan karakterisasi sosial ekonomi masyarakat di wilayahwilayah yang berpotensi sebagai pengguna energi laut. 2. Melakukan analisis kelembagaan pengembangan energi laut untuk masyarakat kelautan dan perikanan di lokasi penelitian. 3. Melakukan prioritasi wilayah berdasarkan parameter penentu pengembangan energi laut dan analisis keberlanjutan terhadap implementasi teknologi energi laut. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 2

31 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Energi Energi laut adalah energi yang berasal dari laut.laut dapat memproduksi dua tipe energi, yaitu energi thermal (dari panas matahari), dan energi mekanis (dari pasang surut dan gelombang air laut) ( Wave Energy Center, 2007; Federal Energy Management Program, 2009). Energi laut terdiri atas energi arus laut, pasang surut, gelombang dan energi perbedaan suhu air laut. Sebagai negara kepulauan yang dikelilingi oleh lautan luas, Indonesia memiliki potensi yang besar untuk pengembangan energi laut. Potensi energi laut, berdasarkan jenis kandungan energinya, dapat digolongkan menjadi dua golongan yaitu kandungan mekanis dan kandungan termis (ASELI, 2010). Energi pasang surut dan energi arus laut termasuk dalam golongan energi dengan potensi mekanis; sementara itu, OTEC (Ocean Thermal Energy Convertion) termasuk dalam kelompok energi berpotensi termal. Potensi energi pasang surut di Indonesia terdapat di Bagan Siapiapi, Teluk Palu, Teluk Bima, Kalimantan Barat, Irian Jaya dan Pantai Selatan Pulau Jawa (Soepardjo, 2005). Energi arus laut adalah energi yang dikonversi dari arus laut, yaitu pergerakan horisontal dari air laut, yang mengalami percepatan akibat interaksi gaya tarik menarik antara bumi, bulan dan matahari (Wave Energy Center, 2007; Federal Energy Management Program, 2009). Pergerakan seperti itu banyak terjadi di selatselat yang menghubungkan pulaupulau, yang tersebar di seluruh bagian wilayah Indonesia. Perlu dicatat pula bahwa wilayah negara ini merupakan juga merupakan tempat pertemuan antara dua arus berkekuatan tinggi yang berasal dari Samudra Hindia dan Samudra Pasifik. Potensi penggunaan energi pun bisa diterapkan di banyak negara terutama yang memiliki kawasan pantai (Hardianto dan Almaadin, 2010). Arus pasangsurut terkuat yang tercatat di Indonesia adalah di Selat antara Pulau Taliabu dan Pulau Mangole di Kepulauan Sula, Propinsi Maluku Utara, mencapai kecepatan 5,0 m/detik, namun durasinya hanya mencapai 23 jam per hari (Lubis dan Yuningsih, 2010). Energi pasang surut dikonversi dari pergerakan air laut akibat perbedaan tinggi permukaaan air laut atau pasang dan surut (Wave Energy Center, 2007;Federal Energy Management Program, 2009). Dalam proses konversi tersebut, pergerakan air pasang surut (Surinati, 2007) tersebut diarahkan untuk memutar turbin dengan fasilitas waduk yang sengaja dibangun dengan maksud untuk menampung air pasang dan melepas ketika surut. Pengisian waduk dilakukan dengan jalan mengalirkan air laut melalui turbin air sehingga posisinya sama dengan permukaan air lautnya. Pada waktu laut surut, terjadi hal sebaliknya dimana air laut dari waduk dialirkan melalui turbin. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 3

32 Energi gelombang dikonversi dari pergerakan vertikal air laut yang diakibatkan oleh dorongan angin (gelombang laut) menuju daratan dan sebaliknya (Wave Energy Center, 2007). Di Indonesia, sebagian wilayah mempunyai perairan dengan gelombang berkekuatan sangat tinggi (Nuarsa, 2008), sedangkan wilayah lain memiliki gelombang laut dengan kekuatan kecil hingga sedang, bergantung pada kekuatan angin di lokasi tertentu. Energi termal memanfaatkan perbedaan suhu permukaan dan suhu air kedalaman pada laut dalam ( Wave Energy Center, 2007). Dalam prosesnya, perbedaan panas antara permukaan dan dasar laut diarahkan untuk menggerakkan fluida (misal amoniak), yang selanjutnya dimanfaatkan untuk memutar turbin. Air laut pada permukaan (yang temperaturnya lebih hangat) disedot; air permukaan yang panas dialirkan melalui evaporator sehingga menyebabkan amoniak menguap dan mempunyai tekanan yang tinggi. Tekanan tinggi ini dimanfaatkan untuk memutar turbin yang ada. Setelah digunakan untuk memutar turbin, tekanan amoniak menjadi kecil kembali dan kemudian dilewatkan melalui kondensor untuk didinginkan. Air dingin dipermukaan laut yang bawah dilewatkan melalui kondensor bertujuan untuk mendinginkan uap amoniak sehingga menjadi cairan kembali. Terkait dengan pengembangan dan pemanfaatan energi laut, pemerintah telah menerbitkan berbagai peraturan yang dijadikan sebagai payung hukum pelaksanaannya. Peraturan perundangan terkait energi adalah sebagai berikut. 1. UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi Dalam pasal 1 dari undangundang ini, disebutkan bahwa sumber energi terbarukan yang harus dikembangkan di Indonesia adalah sumber energi yang dihasilkan dari sumber daya energi yang berkelanjutan jika dikelola dengan baik, antara lain panas bumi, angin, bioenergi, sinar matahari, aliran dan terjunan air, serta gerakan dan perbedaan suhu lapisan laut. 2. UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Dalam undangundang ini, disebutkan bahwa dalam melaksanakan pembangunan dalam rangka mewujudkan Indonesia yang maju, mandiri dan adil, sumber daya alam dan lingkungan hidup harus dikelola secara seimbang untuk menjamin keberlanjutan pembangunan nasional dengan menerapkan prinsipprinsip pembangunan yang berkelanjutan di seluruh sektor dan wilayah, yaitu: a. Mendayagunakan sumberdaya alam terbarukan b. Mengelola sumberdaya alam tak terbarukan c. Menjaga keamanan ketersediaan energi d. Mengelola dan melestarikan sumberdaya air Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 4

33 e. Mengembangkan potensi sumberdaya kelautan f. Meningkatkan nilai tambah atas pemanfaatan sumberdaya alam tropis yang unik dan khas. g. Memperhatikan dan mengelola keragaman sumberdaya di setiap wilayah. h. Mitigasi bencana alam sesuai dengan kondisi geologi Indonesia. i. Mengendalikan pencemaran dan kerusakan lingkungan. j. Meningkatkan kapasitas pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan hidup. k. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mencintai lingkungan hidup. 3. Peraturan Pemerintah No. 70 Tahun 2009 tentang Konservasi Energi Peraturan ini mengamanatkan konservasi energi, yang adalah upaya sistematis, terencana, dan terpadu guna melestarikan sumberdaya energi dalam negeri serta meningkatkan efisiensi pemanfaatannya.adapun yang dimaksud sumber daya energi adalah sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan, baik sebagai sumber energi maupun sebagai energi, termasuk energi laut. 4. Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional Kebijakan Energi Nasional (KEN) menurut Perpres No. 05/2006 bertujuan untuk mengarahkan upayaupaya dalam mewujudkan keamanan pasokan energi dalam negeri. Sasaran Kebijakan Energi Nasional adalah: a. Tercapainya elastisitas energi lebih kecil dari 1 (satu) pada tahun 2025 b. Terwujudnya energy mix yang optimal pada tahun 2025, yaitu peranan masingmasing jenis energi terhadap konsumsi energi nasional: minyak bumi menjadi kurang dari 20% (dua puluh persen). Gas bumi menjadi lebih dari 30% (tiga puluh persen). Batubara menjadi lebih dari 33% (tiga puluh tiga persen). Bahan bakar nabati (biofuel) menjadi lebih dari 5% (lima persen). Panas bumi menjadi lebih dari 5% (lima persen). Energi baru dan energi terbarukan lainnya, khususnya biomassa, nuklir, tenaga air, tenaga surya, dan tenaga angin menjadi lebih dari 5% (lima persen). Batubara yang dicairkan (liquefied coal) menjadi lebih dari 2% (dua persen). 5. Draft Kebijakan Energi Nasional (KEN) 2013 Penyiapan dokumen Kebijakan Energi Nasional (KEN) versi perbaikan (DEN, 2013) telah sampai pada tahap penyampaian draft akhir dari Dewan Energi Nasional (DEN) kepada Komisi VII DPR RI, yang selanjutnya akan menugaskan Panitia Kerja (Panja) KEN Komisi VII Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 5

34 DPR untuk melakukan pembahasan draht tersebut dengan Panja KEN DEN. Rancangan KEN tersebut akan diproses untuk mendapat persetujuan DPR RI setelah disepakati oleh kedua Panja. Proses ini mengacu pada UndangUndang Nomor 30 tahun 2007 tentang Energi, yang menyebutkan amanat kepada DEN, yaitu merumuskan dan merancang Kebijakan Energi Nasional untuk ditetapkan oleh Pemerintah dengan persetujuan DPR. Sejalan dengan KEN yang telah ditetapkan pada beberapa tahun sebelumnya, Rancangan KEN versi perbaikan juga memuat arah pengelolaan Energi Nasional kedepan, tujuan pengelolaan 1 energi dan sasaran penyediaan energi termasuk target bauran energi dalam penyediaan energi nasional sampai Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2, kebijakan pengelolaan energi kita mengedepankan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian energi dan ketahanan energi nasional. Kebijakan energi nasional ini terbagi menjadi kebijakan utama dan kebijakan pendukung. Kebijakan utama meliputi: 1) ketersediaan energi untuk kebutuhan nasional; 2) prioritas pengembangan energi; 3) pemanfaatan sumberdaya energi nasional; dan 4) cadangan energi nasional. Adapun kebijakan pendukungnya meliputi: 1) konservasi dan diversifikasi energi; 2) lingkungan dan keselamatan; 3) harga, subsidi dan insettif energi; 4) infrastruktur, akses masyarakat dan industry energi; 5) penelitian dan pengembangan energi; dan 6) kelembagaan dan pendanaan. 6. Peraturan Menteri ESDM No. 07 Tahun 2010 tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara Poinpoin penting dari Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 07 Tahun 2010 tanggal 30 Juni 2010 tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh Perusahaan Perseroan (Persero) PT Perusahaan Listrik Negara (Berita Negara RI Tahun 2010 Nomor 314) adalah: a. Struktur maupun penggolongan tarifnya tidak mengalami perubahan, terdiri dari: 1) Golongan Tarif Sosial (S); 2) Golongan Tarif Rumah Tangga (R); 3) Golongan Tarif Bisnis (B); 4) Golongan Tarif Industri (I); 5) Golongan Tarif Pemerintah (P); 1 Pengelolaan energi adalah penyelenggaraan kegiatan penyediaan, pengusahaan dan pemanfaatan energi, serta penyediaan cadangan strategis dan konservasi sumberdaya energi. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 6

35 6) Golongan Tarif Traksi (T); 7) Golongan Tarif Curah (C); 8) Golongan Tarif Layanan Khusus (L). b. Melalui penetapan tarif dasar listrik ini, pemerintah bermaksud mendorong konsumen mengendalikan pemakaian listrik dengan cara menawarkan listrik prabayar, di mana besar tarifnya sama dengan tarif listrik reguler. Dengan demikian tarif dasar listrik terdiri dari tarif reguler dan tarif prabayar. c. Permen ini juga menetapkan biaya yang terkait dengan Tarif Dasar Listrik, antara lain: 1) Biaya kelebihan pemakaian daya reaktif (kvarh); 2) Biaya Penyambungan Tenaga Listrik; 3) Uang Jaminan Langganan; 4) Biaya Keterlambatan Pembayaran; 5) Tagihan Susulan atas penertiban pemakaian listrik tidak sah. d. Kewajiban PT PLN (Persero) untuk meningkatkan dan mengumumkan tingkat mutu pelayanan untuk masingmasing unit pelayanan dan kewajiban PT PLN (Persero) untuk memberikan pengurangan tagihan apabila tingkat mutu pelayanan tidak terpenuhi. Berkaitan dengan penyesuaian TDL tersebut, Pemerintah meminta PT PLN (Persero) melakukan peningkatan efisiensi dan pelayanan sebagai upaya peningkatan pelayanan kepada konsumen, melalui berbagai kegiatan, antara lain: a) Memperbaiki energy mix dengan mengganti pembangkit BBM dengan pembangkit gas, batubara, tenaga air dan panas bumi; b) Menurunkan susut jaringan (losses); c) Penanggulangan daerah krisis dengan peningkatan kemampuan pembangkit; dan d) Peningkatan penyambungan baru untuk rumah tangga dan rumah sederhana sehat. 7. Permen ESDM No. 14 Tahun 2012 tentang Manajemen Energi Peraturan ini mengamanatkan adanya manajemen energi, yang diartikan sebagai kegiatan terpadu untuk mengendalikan konsumsi energi agar tercapai pemanfaatan energi yang efektif dan efisien untuk menghasilkan keluaran yang maksimal melalui tindakan teknis secara terstruktur dan ekonomis untuk meminimalisasi pemanfaatan energi termasuk energi untuk proses produksi dan meminimalisasi konsumsi bahan baku dari bahan pendukung. Pijakan formal utama untuk pengembangan keenergian nasional di Indonesia hingga adalah Dokumen Kebijakan Energi Nasional (KEN) sesuai dengan Perpres Nomor 05 Tahun 2006.Dokumen tersebut disusun sebagai pedoman untuk mewujudkan ketahanan dan kemandirian Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 7

36 energi guna mendukung pembangunan nasional berkelanjutan. Melalui kebijakankebijakan sebagaimana tertuang dalam KEN, sejumlah sasaran telah ditetapkan yaitu: 1. Pewujudan sumberdaya energi sebagai modal pembangunan nasional; 2. Pewujudan kemandirian pengelolaan energi; 3. Penjaminan ketersediaan energi di dalam negeri; 4. Pengelolaan sumberdaya energi secara optimal, terpadu, dan berkelanjutan; 5. Pemanfaatan energi secara efisien di semua sektor; 6. Penjaminan akses masyarakat terhadap energi secara adil dan merata; 7. Pengembangan kemampuan dan kemandirian teknologi, industri dan jasa energi dalam negeri dan meningkatkan kapasitas sumberdaya manusia; 8. Penciptaan lapangan kerja; dan 9. Pelestarian fungsi lingkungan hidup. Salah satu bentuk kekurangan yang terdapat pada KEN menurut Perpres 05/2006 adalah tidak tercantumnya energi laut secara eksplisit di dalam dokumen tersebut.kenyataan bahwa potensi energi laut sedemikian besarnya, Perbaikan Kebijakan Energi Nasional. Komponen penting yang diakomodasikan dalam naskah perbaikan tersebut adalah penyebutan targettarget terkait pengembangan energi laut, yang pada dokumen KEN versi sebelumnya tidak disebutkan secara eksplisit. Dalam laporan yang disampaikan oleh Mukhtasor (2011) secara umum menekankan belum cukupnya pengakomodasian aspek energi laut di dalam kebijakan keenergian nasional. Disebutkan, misalnya, bahwa meskipun undangundang keenergian yang ada, aspek energi laut belum terwadahi secara proporsional. Dikatakan pula bahwa meski pijakan pengembangan energi laut telah tersedia dalam UU No. 30/2007 tentang Energi maupun UU No. 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) ke3 tahun , kenyataanya menunjukkan bahwa peta jalan pengembangan energi laut dan Rencana Umum Kelistrikan Nasional tidak mencakup pemanfaatan energi laut. Keadaan ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya belum tersedianya informasi potensi energi laut yang secara ekonomis dapat dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik. Hal inilah yang mendorong ASELI mengusulkan ke Kementerian ESDM agar pemerintah menyusun Blue Print Pengelolaan Energi Nasional yang memuat pengelolaan sumber daya energi dan pemanfaatannya. Aspek utama dari kegiatan yang telah dilakukan dan oleh ASELI di antaranya adalah pemetaan potensi energi laut, baik dalam takaran maupun praktis. Peta potensi dalam takaran praktis tersebut dibuat dengan melakukan koreksi yag mempertimbangkan sejumlah aspek praktis, terhadap angkaangka potensi teoritis. Aspek praktis tersebut misalnya adalah kepentingan Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 8

37 pengguna lain dari wilayah perairan dimana potensi teoritis ditemukan (pelayaran, perikanan, pariwisata dsb) dan kondisi dasar laut maupun lingkungan sekitarnya. Aspek ketersedian teknologi yang telah ada secara komersial tersedia di pasar internasional juga menjadi bagian informasi yang teruat dalam didalam penentuan potensi energi tersebut. Laporan ASELI (2011)menyebutkan bahwa secara teoritis, total sumberdaya energi laut nasional yang meliputi energi dari jenis panas laut, gelombang laut dan arus laut, yaitu mencapai MW.Dengan mempertimbangkan ketersediaan teknologi yang tersedia di pasar pada saat ini dan aspek praktikal lainnya, diperkirakan bahwa potensi energi laut yang tersedia untuk ditambang kurang lebih adalah MW, suatu angka yang sangat besar.di antara potensi sedemikian besar tersebut, industri energi laut yang paling siap sejauh ini adalah industri berbasis teknologi gelombang dan teknologi arus pasang surut, dengan potensi praktis sebesar MW. Di bagian yang lain, laporan ASELI juga mengungkapkan bahwa teknologi energi laut di dunia Internasional telah berkembang pesat. Penelitian dan pengkajian berbagai jenis teknologi untuk kemungkinan penerapannya di Indonesia telah dilakukan.hasilhasil penelitian tentang hal in, yang pada umumnya termasuk dalam kategori penelitan laboratorium hingga penelitian lapang berskala kecil tersedia di berbagai lembaga penelitian maupun perguruan tinggi nasional termasuk BPPT, ITS, ITB dan Badan Litbang Kelautan dan Perikanan. Dilaporkan pula bahwa berbagai langkah kolaborasi antar pihak telah dilakukan dalam kerangka jejaring ASELI. Beberapa contoh kegiatan kerjasama di antara berbagai pihak yang telah difasilitasi oleh ASELI adalah di antaranya kegiatan pemetaan potensi, ujicoba teknoeknomis dan penyiapan berbagai masukan untuk pembuatan berbagai dolumen legal. Dari penelitian2 terdahulu tersebut, diperoleh kesimpulankesimpulan bahwa: (1) tersedia potensi energi laut yang besar, (2) telah ada sejumlah langkah awal oleh berbagai pihak untuk memulai langkah bersama, (3) telah ada sejumlah payung hukum dan grand design sebagai dasar pijakan pengembangan energi laut di Indonesia. Secara umum, hasil studi literatur tersebut di atas menunjukkan bahwa terlepas dari banyaknya langkahlagkah pada aspek kebijakan, penelitian dan pengembangan serta koordinasi, masih terdapat beberapa hal krusial yang perlu dilakukan. Di antara hal yang belum banyak terbahas melalui kajiankajian yang ada tersebut (grey area) adalah bagaimana perkembangan yang ada sebagaimana diamanatkan dalam KEN dapat dipercepat sehingga dapat mengejar waktu sehingga energi laut bisa berperan untuk mencegah krisis energi. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 9

38 2.2. Kelembagaan Victor Nee mengartikan Institusi sebagai sistem sosial yang meliputi aktoraktornya baik individu maupun organisasi. Dengan kata lain institusi dipahami sebagai sistem dominan yang memiliki keterkaitan antara elemen formal dan informal di dalamnya adat, keyakinan, norma, aturan yang mana menjadi orientasi aktornya dalam mengejar kepentingannya. Kelembagaan adalah sekumpulan jaringan dari relasi sosial yang melibatkan orangorang tertentu, memiliki tujuan tertentu, memiliki aturan dan norma, serta memiliki struktur. Kelembagaan dapat berbentuk sebuah relasi sosial yang melembaga (non formal institution), atau dapat berupa lembaga dengan struktur dan badan hukum (formal institution). Menurut Nee dan Ingram (1998) dalam Syahyuti (2011); Risetriset dalam konteks kelembagaan baru berkaitan dengan pengaruh lembaga terhadap perilaku manusia melalui aturanaturan (rules), norma (norms), dan kulturalkognitif (culturalcognitive) yang dibangun dan dipersepsikan oleh aktor. Sumbangan utama dari kelembagaan baru adalah penambahan pengaruh dari pengetahuan, dimana individu bertindak karena persepsinya terhadap dunia sosial. Norma akan menghasilkan preskripsi, bersifat evaluatif, dan melahirkan tanggung jawab dalam kehidupan aktor di masayarkat. Norma memberi pengetahuan apa tujuan kita, dan bagaimana cara mencapainya. Norma bersifat membatasi (constraint) sekaligus mendorong (empower) aktor. Kedua, aspek regulatif. Syahyuti (2013) menjelaskan bahwa aspek ini terutama datang dari kalangan sosiolog yang banyak memperhatikan perilaku ekonomi. Nee (2005) dalam konteks analisa kelembagaan juga menyebut hubungan antara proses formal dan informal pada lingkungan kelembagaan. Portes (2006) juga menyebut lembaga sebagai sekumpulan aturan baik formal maupun non formal yang membentuk kesalinghubungan antar peran dalam organisasi sosial. Dalam objek ini terkait perihal latar aturan (rule setting), monitoring, dan sanksisanksi. Lembaga diukur dari kapasitasnya untuk menegakkan aturan, misalnya melalui mekanisme hadiah dan sanksi. Aturan ditegakkan melalui mekanisme informal dan formal. Sebagai norma, aturan juga bersifat represif dan membatasi namun juga memberi kesempatan terhadap aktor. Menghadapi kompleks aturan ini, maka aktor berupaya memaksimalkan keuntungan. Ketiga, aspek kulturalkognitif. Inti dari objek kulturalkognitif ini adalah pada makna (meaning). Fokus dalam kulturalkognitif adalah pada bagaimana kehidupan sosial menggunakan kerangka makna dan bagaimana maknamakna diproduksi dan direproduksi. Berdasarkan tiga objek ini, maka lembaga dapat dirumuskan sebagai hal yang berisi norma, regulasi, dan kulturalkognitif yang menyediakan pedoman, sumber daya, dan sekaligus hambatan untuk bertindak bagi aktor. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 10

39 Fungsi lembaga adalah menyediakan stabilitas dan keteraturan dalam masyarakat, meskipun ia pun dapat berubah Keberlanjutan Dalam analisis ini menguraikan upaya pengembangan metode RAPFISH yang dikembangkan oleh Fisheries Center, University of Columbia di tahun Metode ini merupakan suatu metode yang dapat menggambarkan secara cepat dan dengan hasil cukup akurat status keberlanjutan pemanfaatan energy terbarukan di bidang kelautan dan perikanan. Terkait keberlanjutan pemanfaatan energi terbarukan di bidang kelautan dan perikanan hasil pengembangan adalah dimensi dan atribut yang diperlukan dalam kajian menggunakan metode RAPFISH yang sesuai dengan struktur pemanfaatan energy terbarukan. Dasar pengkajian yang digunakan dalam studi ini adalah dimensi dan atribut. Dimensi dan atribut yang dimaksud merupakan penterjemahan secara harfiah dari metode RAPFISH yang digunakan secara umum di berbagai negara (Pitcher and Preikshot, 2001). Atribut tersebut sebagai indikator dari kondisi dimensi setiap aspek, kemudian diterjemahkan dan disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Acuan tambahan adalah memperhatikan kata "kinerja", yang didalamnya mengandung pengertian adanya input, proses dan outpuuhasil. Oleh karena itu, didalam setiap dimensi yang dianalisis harus terdiri atas atributatribut yang mewakili kondisi input, berjalannya proses dan sesuatu yeng dihasilkan (output). Kesemuanya menggambarkan kondisi kinerja pembangunan berkelanjutan perikanan tangkap dari setiap dimensi yang dianalisis. Acuan berikutnya adalah konsep pembangunan berkelanjutan. Menurut WeED (1987) dalam Garcia et al (2000), pembangunan berkelanjutan secara sederhana memiliki definisi "pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya". Sehingga tampak bahwa didalam pembangunan berkelanjutan kegiatan yang dilakukan oleh manusia pada akhirnya dapat mewujudkan atau meningkatkan taraf hidup manusia itu sendiri (human well being) dan sekaligus memelihara dalam Jangka panjang fungsi lingkungan perairan dan keberadaan sumberdaya alam di dalamnya. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 11

40 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian ini dilatarbelakangi oleh potensi energi baru dan terbarukan di bidang kelautan dan perikanan yang dimiliki oleh Indonesia, seperti energi gelombang, arus laut, dan pasang surut yang belum dimanfaatkan. Pemanfaatan energi baru dan terbarukan merupakan prioritas nasional sebagai strategi pemerintah untuk mampu memenuhi kebutuhan energi dan merupakan salah satu kebijakan pemerintah yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Keberadaan energi baru dan terbarukan dapat dilihat dari dua aspek, yaitu aspek permintaan dengan meningkatnya kebutuhan energi listrik karena adanya peningkatan pertumbuhan ekonomi, bertambahnya penduduk, dan masih tingginya ketergantungan masyarakat pada energi berbahan fosil serta aspek penawaran dengan melihat potensi energi terbarukan di sektor kelautan dan perikanan, cadangan minyak bumi makin menipis dan terus meningkatnya harga minyak dunia. Di sisi lain, banyak kendala yang ditemui dalam implementasi pemanfaatan energi terbarukan di bidang kelautan dan perikanan ini, diantaranya adalah tingginya biaya investasi dalam membangun pembangkit listriknya, aspek penguasaan teknologi, dan aspek sumber daya manusia yang belum siap memanfaatkan energi terbarukan ini. Diharapkan melalui pemanfaatan energi kelautan dan perikanan dapat memberikan kontribusi berupa: tersedianya pasokan listrik yang terjangkau bagi masyarakat, meningkatnya produktivitas usaha perikanan, terbukanya peluang pengembangan industri yang terkait sektor kelautan dan perikanan, terbukanya kesempatan dan lapangan kerja, meningkatnya pendapatan atau berkurangnya biaya produksi dan terwujudnya kesejahteraan masyarakat perikanan. Berdasarkan potensi dan permasalahan tersebut maka penelitian terkait energi baru dan terbarukan di sektor kelautan dan perikanan dilanjutkan pada tahun 2013 ini. Hasil penelitian yang dilakukan pada tahun 2012 baru sebatas identifikasi kebutuhan energi terbarukan di bidang kelautan dan perikanan dan belum mencakup aspek kelayakan teknis, sosial, ekonomi, dan kelembagaan. Untuk itu pada tahun 2013 ini, tujuan penelitian difokuskan untuk menjawab pertanyaan kelayakan sosial dan ekonomi yang dikaji dari aspek parameter penentu pengembangan energi, kelembagaan, dan keberlanjutan dari energi terbarukan di bidang kelautan dan perikanan. Pertama, aspek parameter penentu pengembangan energi akan menganalisis prioritas wilayah pengembangan energi di setiap lokasi penelitian. Kedua, aspek kelembagaan akan menganalisis manajemen dan organisasi dan aspek hukum dari energi terbarukan di bidang kelautan dan perikanan. Ketiga, aspek keberlanjutan akan menganalisis atributatribut keberlanjutan sebagai indikator dari kondisi dimensi masingmasing aspek, kemudian diterjemahkan dan disesuaikan dengan kondisi di Indonesia. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 12

41 Potensi energi berbasis sumberdaya laut belum dimanfaatkan Potensi Pemanfaatan Energi Terbarukan di Sektor KP Prioritas Nasional, Kebijakan Pemerintah dalam RPJMN Permasalahan Perikanan Pemanfaatan Terbarukan di Sektor Sektor KP Sisi pasokan Sisi permintaan Finansial Teknis Peningkatan Kebutuhan energi Masyarakat masih bertumpu pada energi berbahan fosil Potensi energi terbarukan di sektor Kelautan dan Perikanan Cadangan Minyak Bumi semakin menipis Harga minyak dunia terus naik Investasi mahal Rendahnya penguasaan teknologi Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor Kelautan dan Perikanan Kelembagaan pengembangan energi laut Prioritasi wilayah pengembangan energi laut Keberlanjutan implementasi teknologi energi laut Analisis kelembagaan Analisis prioritas Analisis keberlanjutan Pendekatan kualitatif Pendekatan kualitatif, kuantitatif deskriptif Pendekatan kualitatif, kuantitatif deskriptif Rekomendasi Kebijakan Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor Kelautan dan Perikanan Gambar 3.1. Kerangka Pemikiran Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor Kelautan dan Perikanan Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 13

42 3.2. Model Pendekatan Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas 2 (dua) pendekatan, yaitu pendekatan survei dan studi eksperimental. 1. Pendekatan Survei Pendekatan survei dilakukan untuk mendapatkan pemetaan sosial ekonomi terkait pemanfaatan energi laut dari wilayahwilayah sumber dan wilayah pengguna energi. 2. Studi Eksperimental Studi eksperimental dilaksanakan di lokasilokasi uji coba pemanfaatan energi laut oleh institusi teknis, meliputi: 1) analisis kelayakan pada berbagai aspek, seperti sosialekonomi dan kelembagaan; 2) analisis prioritasi wilayah pemanfaatan energi laut; dan 3) analisis keberlanjutan implementasi teknologi energi laut Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Januari Desember Lokasi penelitian yang dipilih adalah Pulau Bawean, Kabupaten Gresik (Jawa Timur), Teluk Klabat, Kabupaten Bangka (Bangka Belitung), Kabupaten Raja Ampat (Papua Barat), Nusa Penida, Kabupaten Klungkung (Bali), dan Teluk Larantuka, Kabupaten Flores Timur (Nusa Tenggara Timur). Lokasilokasi tersebut dipilih berdasarkan rencana institusi teknis, baik di lingkup KKP maupun di luar KKP, yang akan membangun dan memasang peralatan energi laut, khususnya energi arus laut dan gelombang pada tahun berjalan. Untuk itu, kelima lokasi tersebut dibagi untuk 2 (dua) pendekatan penelitian yang digunakan, yaitu survei dan studi eksperimental (Neuman, 1997) seperti yang ditampilkan pada Tabel 3.1 berikut. Tabel 3.1. Lokasilokasi Penelitian Berdasarkan Pendekatan Penelitian yang Dilakukan No. Lokasi Pendekatan Jenis teknologi/ Institusi Studi kegiatan Survei Eksperimental 1. Pulau Bawean, Pembangkit listrik Konsorsium Kabupaten Gresik, tenaga gelombang Puslitbang PLN Jawa Timur laut dengan teknologi bandulan dan ITS 2. Teluk Klabat, Kabupaten Bangka, Bangka Beltung Pembangkit listrik tenaga arus laut dengan teknologi kobold P3TKP 3. Kabupaten Raja Pemetaan potensi P3GL Ampat, Papua Barat 4. Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali energi arus laut Pembangkit listrik tenaga arus laut dengan optimasi turbin P3TKP Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 14

43 No. Lokasi 5. Selat Larantuka, Flores Timur, Nusa Tenggara Timur Jenis teknologi/ kegiatan Pembangkit listrik tenaga arus laut dengan optimasi turbin P3TKP Institusi Pendekatan Studi Survei Eksperimental 3.4. Jenis, Sumber, dan Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan responden dan informan kunci di lokasi penelitian. Teknik wawancara dilakukan secara terstruktur dengan pendekatan teknik openended yang diarahkan pada upaya pengungkapan informasi mengenai: analisis aspek ekonomi, teknis dan sosial. Sementara itu, data sekunder diperoleh dari studi literatur melalui penggalian dokumen, bukubuku, publikasi, statistik atau halhal yang terkait dengan topik penelitian. Data sekunder tersebut selain diperoleh dari institusi pemerintah (Dinas setempat dan Badan Pusat Statistik), data juga dapat berasal dari media publikasi online. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 15

44 Tabel 3.2. Data yang Diperlukan, Sumber, Teknik Pengumpulan dan Analisis Data Sesuai Tujuan Penelitian Metode Data yang diperlukan Sumber Pengumpulan Data Tujuan 1. Melakukan karakterisasi sosial ekonomi masyarakat di wilayahwilayah yang berpotensi sebagai pengguna energi laut. Metode Analisis Data 1. Potensi sumberdaya lokasi (alam, manusia, infrastruktur) 2. Sumber energi yang digunakan 3. Data kebutuhan listrik/energi di lokasi penelitian 4. Data pengguna listrik :Jumlah Usaha, Rumah tangga 5. Rasio elektrifikasi 6. Lembaga pengelola energi setempat 7. Data sosial dan ekonomi masyarakat perikanan 8. Data energi yang sudah ada di daerah setempat 1. Kementerian ESDM, BPPT, Ristek, KP3K, PLN, Pusdatin KKP, Bappeda, BPS 2. Wawancara dengan key informan dan responden Desk study Survey +wawancara Observasi Analisis kelayakan teknis Deskriptive Kuantitatif Tujuan 2. Melakukan analisis kelembagaan pengembangan energi laut untuk masyarakat kelautan dan perikanan di lokasi penelitian. 1. Peraturan yang mengatur pengelolaan energi 2. Normanorma yang berlaku di masyarakat 3. Keterlibatan dan dukungan pemerintah daerah terkait energi 4. Kelembagaan terkait pengelolaan energi yang sudah ada di lokasi penelitian 5. Aturan main dan aspek legalitas terkait pengembangan energi laut 6. Kinerja kelembagaan pemanfaatan energi 7. Pihakpihak yang terlibat dalam pengelolaan energi di lokasi penelitian 1. Kementerian ESDM, BPPT, Ristek, KP3K, PLN, Pusdatin KKP, Bappeda, BPS 2. Wawancara dengan key informan dan responden Desk study Survei +wawancara Observasi Analisis kelayakan teknososek dan kelembagaan Deskriptive kuantitatif Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 16

45 Metode Metode Data yang diperlukan Sumber Pengumpulan Data Analisis Data Tujuan 3. Melakukan prioritasi wilayah berdasarkan parameter penentu pengembangan energi laut dan analisis keberlanjutan terhadap implementasi teknologi energi laut. 1. Jenisjenis usaha (sektor perikanan dan non perikanan) yang telah berkembang di lokasilokasi penelitian. 2. Prediksi usaha yang dapat berkembang dari pengembangan dan pemanfaatan energi laut 3. Ketersediaan suku cadang dari alat atau teknologi yang digunakan. 4. Potensi konflik dari implementasi teknologi energi berbasis laut 5. Potensi keberlanjutan implementasi teknologi energi berbasis laut 1. Dinas DKP, Dinas Perindustrian, Dinas Perdagangan, Dinas Pertambangan dan Energi, BPS 2. Wawancara dengan key informan dan responden Survei + wawancara Observasi Analisis prospektif Analisis keberlanjutan Deskriptif kuantitatif dan kualitatif Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 17

46 3.5. Metode Analisis Data Analisis data bertujuan untuk menyederhanakan data dalam bentuk yang lebih mudah dipahami (Nazir, 2003). Data yang telah terkumpul dalam penelitian ini dikelompokkan, kemudian disusun dan dilakukan analisis secara deskriptif kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk menghitung analisis ekonomi dan teknis penggunaan teknologi energi laut pada lokasi penelitian. Analisis deskriptif kualitatif digunakan untuk menjelaskan hasil analisis sosial serta potensi pengembangan dan rekomendasi penggunaan teknologi tersebut. Selanjutnya, pengolahan data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak (software) komputer. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Adapun analisis yang digunakan adalah sebagai berikut. 1. Analisis Kelembagaan Analisa kelembagaan pengelola energi akan dilakukan (diadopsi) menggunakan pendekatan institusionalisasi baru, yaitu regulasi, norma, dan kognitif. Aspek regulasi dekati dengan melihat ketersediaan aturan formal ditingat stakeholder dan masyarakat terkait pengelolaan energi. Bagaimana stakeholder dan masyarakat berpegang dengan aturan yang telah disepakati, sejauhmana aturan tersebut ditegakkan, bagaimana aturan tersebut ditegakkan, dan kemampuan untuk menegakkan aturan. Selain itu melihat sejauh mana masyarakat melakukan implementasi terhadap pengelolaan energi yang dilakukan di wilayah masingmasing. Pada aspek normatif terhadap Implementasi Energi Baru Terbarukan, akan dikaitkan dengan aturanaturan lokal ditingkat masyarakat yang memiliki kaitan langsung dengan pengelolaan energi, sejauhmana aturan tersebut mendukung pelaksanaan Implementasi pengembangan energi laut oleh pengambil kebijakan dan masyarakat setempat. Selain itu melihat leasson learn pelaksanaan pengelolaan energi yang selama ini sudah dilakukan pada masyarakat setempat baik pada energi tak terbarukan dan terbarukan. Aspek kognitif dikaitkan pada aspek pada makna (meaning) dan pengetahuan. Fokusnya adalah melihat sejauhmana pemangku kepentingan (stakeholder) dan masyarakat menyadari serta mengetahui (tingkat pengetahuan) tentang keberadaan energi baru dan terbarukan, peluang penerapannya, khususnya potensi pengembangan energi arus laut dan gelombang laut dilokasi masingmasing. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 18

47 Tabel 3.3. Aspek, Objek dan Analisis Kelembagaan Aspek Objek Analisis kelembagaan Regulatif PERDA/aturan terkait energi Bagaimana perhatian PEMDA pada pengelolaan energi terbarukan Sejauhmana aturan tersebut efektif berlaku Kognitif Pengetahuan pengambil kebijakan dan Masyarakat terkait energi baru terbarukan? Pengetahuan umum pengambil kebijakan dan masyarakat bagaimana laut bisa menghasilkan energi? Bagaimana tingkat pengetahuan pengambil kebijakan dan masyarakat tentang energi terbarukan? Bagaimana tingkat pengetahuan pengambil kebijakan dan masyarakat, Sejauhmana mengetahui potensi energi di daerah (arus laut, gelombang)? Aspek Normatif dan dukungan terhadap Implementasi Energi Baru Terbarukan Dukungan normatif dan Implementasi pengembangan energi laut Sumber: diadopsi dari Syahyuti (2011) Apakah pengembangan energi kelautan bertentangan dengan norma dan istiadat setempat Apakah pengambil kebijakan dan masyarakat mendukung keberadaan energi arus laut? Bentuk dukungan yang diberikan 2. Analisis Prioritas Prioritasi wilayah pengembangan energi terbarukan dari arus dan gelombang laut dilakukan dengan kuantitatif deskriptif untuk sejumlah faktor yang merupakan komponen faktor penentu dalam pengembangan energi terbarukan. Adapun komponen faktor penentu tersebut langkahnya bobot dan skoring, dengan tahapan sebagai berikut:: Objek yang akan diukur/dinilai sifatnya adalah kualitatif sehingga elemen pengukur harus mampu mewakili setiap inspirasi individu yang mengukur/menilainya. Komponen/unsur pengukuran elemenelemen pengukuran yang berasal dari derivatif (turunan) suatu objek yang secara operasional harus sudah mengandung skala (kategori) pengukuran/penilaian. Jika skala (kategori) pengukuran komponen turunan objek tersebut belum dapat dioperasionalkan, maka skala tersebut harus diturunkan kembali menjadi subkomponen. Perlukan penurunan mulai dari objek ke komponen (yang selanjutnya dapat disebut sebagai indikator) kemudian dari komponen ke subkomponen (yang selanjutnya dapat disebut indikator) kemudian dari komponen ke subkomponen (yang selannjutnya dapat disebut sebagai subindikator). Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 19

48 Metodologi pengambilan sampel adalah pemangku kepentingan (stakeholder) terkait pengembangan energi terbarukan dari arus dan gelombang yang merupakan wilayah dari rasio elektrifikasinya yang masih rendah. 3. Analisis Keberlanjutan Analisis dilakukan secara statistik multivariate dengan pendekatan Multidimensional Scaling (MDS). Analisis multidimensi menurut Bengen (2000) merupakan analisis data yang menggambarkan karakterkarakter kuantitatif dan kualitatif suatu/sekumpulan individu yang disusun berdasarkan suatu orde dan tidak dapat dilakukan operasi aljabar sehingga cenderung lebih dekat pada statistik deskriptif dari pada statistik inferensial. Analisis keberlanjutan pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan di lokasi penelitian ini ditujukan untuk mengetahui kemungkinan keberlanjutan pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan. Keberlanjutan pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan ini dilakukan dengan menggunakan metode RAPFISH (Rapid Assessment Techniques for Fisheries) yang dikembangkan oleh Fisheries Center, University of British Columbia, Kanada, yang dimodifikasi untuk menilai status keberlanjutan pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan di lokasi penelitian. Hasil analisis ini dinyatakan dalam bentuk Indeks Keberlanjutan pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan di lokasi penelitian. Analisis keberlanjutan dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu: (1) Penentuan atribut pengelolaan berkelanjutan pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan yang meliputi enam dimensi, yaitu dimensi ekologi, dimensi politik, dimensi ekonomi, dimensi sosial, dimensi teknologi dan dimensi hukumkelembagaan, (2) Penilaian (skoring) setiap atribut dalam skala ordinal berdasarkan kriteria keberlanjutan setiap dimensi. Mengacu pada teknik RAPFISH, maka skor yang diberikan berupa nilai buruk (bad) yang mencerminkan kondisi pengelolaan yang paling tidak menguntungkan, dan juga berupa nilai baik (good) yang mencerminkan kondisi pengelolaan yang paling menguntungkan. Diantara dua nilai yang ekstrim ini terdapat satu atau lebih nilai antara. Mengacu pada pendekatan yang digunakan oleh Good et al, dan Heershman et al, dalam Laapo (2010), maka jumlah peringkat yang diberikan secara konsisten pada setiap atribut yang dievaluasi sebanyak 3 (tiga) yakni nilai buruk diberi skor 0 (nol), nilai antara diberi skor 1 (satu) dan nilai baik diberi skor 2 (dua). (3) Penyusunan indeks dan status keberlanjutan pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan. Penilaian status keberlanjutan berdasarkan indeks setiap dimensi dikategorikan menurut Kavanagh (1999) sebagai berikut: Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 20

49 nilai indeks 024,99 % (kategori tidak berkelanjutan) nilai indeks 2549,99 % (kategori kurang berkelanjutan) nilai indeks 5074,99 % (kategori cukup berkelanjutan) dan nilai indeks % (kategori berkelanjutan). Melalui metode MDS, maka posisi titik keberlanjutan dapat divisualisasikan melalui sumbu horisontal dan sumbu vertikal dengan proses rotasi. Posisi titik dapat divisualisasikan pada sumbu horisontal dengan nilai indeks keberlanjutan diberi nilai skor 0% (buruk) dan 100% (baik). Jika sistem yang dikaji mempunyai nilai indeks keberlanjutan lebih besar atau sama dengan 50%, maka sistem dikatakan berkelanjutan (sustainable), Sistem tidak akan berkelanjutan jika nilai indeks kurang dari 50%. (4) Analisis sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat atribut apa yang paling sensitif memberikan kontribusi terhadap indeks keberlanjutan pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan di setiap lokasi penelitian. Peran masingmasing atribut terhadap nilai indeks dianalisis dengan attribute leveraging, sehingga terlihat perubahan ordinasi apabila atribut tertentu dihilangkan dari analisis. Peran (pengaruh) setiap atribut dilihat dalam bentuk perubahan Root Mean Square (RMS) ordinasi khususnya pada sumbux. Atributatribut yang memiliki tingkat kepentingan (sensitivitas) tinggi dari hasil analisis ini, dianggap sebagai faktor pengungkit, yang apabila dilakukan perbaikan pada atribut tersebut maka akan berpengaruh besar dalam mengungkit nilai indeks keberlanjutan menjadi lebih baik. Perbaikan terhadap atribut sensitif, yang merupakan faktor pengungkit tersebut, akan menjadi salah satu pertimbangan dalam menyusun rekomendasi dalam pengembangan dan pemanfaatan energi baru dan terbarukan yang mempertimbangkan usahausaha perikanan potensial secara bersinergi. Secara skamatis, tahapan analisis Rapfish untuk pengembangan energi baru dan terbarukan menggunakan metode MDS dengan aplikasi Rapfish yang dimodifikasi disajikan pada Gambar 3.2. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 21

50 Mulai Kondisi Pengembangan EBT saat ini Penentuan Atribut Sebagai Kriteria Penilaian MDS (Ordinasi Setiap Atribut) Penilaian (skor) Setiap Atribut Analisis Monte Carlo Analisis sensitivitas Analisis Keberlanjutan Gambar 3.2. Tahapan analisis Rapfish untuk pengembangan energi baru dan terbarukan menggunakan metode MDS dengan aplikasi Rapfish yang dimodifikasi Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 22

51 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Karakterisasi Sosial Dan Ekonomi Masyarakat A. Kabupaten Bangka, Bangka Belitung Wilayah Kabupaten Bangka terletak di Pulau Bangka dengan luas ± ,4 Ha atau 3.028,794 km2. Secara geografis, Kabupaten Bangka secara geografis terletak di antara Lintang Selatan dan di antara Bujur Timur. Secara administratif wilayah Kabupaten Bangka berbatasan langsung dengan daratan wilayah kabupaten/kota Belitung, yaitu wilayah Kota Pangkalpinang, Kabupaten Bangka Tengah dan Kabupaten Bangka Barat. (BPS Kabupaten Bangka, 2012) Bentuk Pulau Bangka memanjang dari Barat Laut ke Tenggara sepanjang kurang lebih 186 Km dengan luas wilayah darat 2.950,68 Km. Dibatasi oleh selat dan Laut, yaitu : Sebelah Utara : Laut Natuna Sebelah Timur: Laut Natuna dan Selat Gaspar Sebelah Selatan: Selat Bangka Sebelah Barat: Laut Natuna dan Selat Sumber: Bangka Gambar 4.1. Peta Kabupaten Bangka Kabupaten Bangka merupakan daerah kepulauan yang memiliki wilayah pesisir yang panjang dan dikelilingi pulaupulau kecil disekitarnya. Kabupaten Bangka memiliki perairan laut yang cukup luas sesuai dengan kewenangan daerah, memiliki luas 4 mil laut dan juga memiliki perairan air payau, perairan umum, dan perairan kolong (eks galian timah). Semuanya memiliki sejumlah potensi perikanan yang cukup besar dan prospektif apabila telah dimanfaatkan secara optimal. Jumlah penduduk Kabupaten Bangka pada tahun 2011 sejumlah jiwa atau meningkat 6,7% dibandingkan tahun Dengan demikian, kepadatan penduduknya adalah 101 orang/km2. Kepadatan penduduk pada tahun 2010 adalah 94 orang/km2. Jumlah penduduk lakilaki lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan, yaitu atau 51,7% dari total penduduk, sedangkan penduduk perempuan berjumlah atau 48,3% dari seluruh penduduk Kabupaten Bangka. Pada tahun 2011, penduduk lakilaki lebih banyak dibandingkan dengan penduduk perempuan. Penduduk lakilaki tercatat sebanyak 51,5% dari total penduduk, sedangkan penduduk perempuan sebanyak 48,3% (BPS Kabupaten Bangka, 2012). Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 23

52 Pada tahun 2012, jumlah penduduk Kabupaten Bangka tercatat sebanyak jiwa atau meningkat 12,35% dibandingkan tahun sebelumnya. Dari keseluruhan penduduk tersebut yang bermata pencaharian sebagai nelayan/petani ikan berjumlah jiwa atau 1.68% dari jumlah penduduk yang tersebar di 8 Kecamatan. Tabel 4.1. Jumlah Penduduk dan Nelayan Per Kecamatan di Kabupaten Bangka Tahun Tahun 2011 Tahun 2012 No. Kecamatan Jumlah Penduduk (orang) Jumlah Nelayan (orang) Jumlah Penduduk (orang) Jumlah Nelayan (orang) 1. Sungailiat Belinyu Merawang Mendo Barat Riau Silip Pemali Puding Besar Bakam J U M L A H Sumber: BPS Kabupaten Bangka, 2012 Penduduk dan tenaga kerja merupakan sumberdaya yang sangat berharga bagi suatu wilayah karena menjadi salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi suatu kecamatan. Dengan jumlah penduduk dan tenaga kerja yang lebih besar, maka suatu wilayah memiliki pasar yang lebih besar pula, apalagi jika ditunjang oleh kualitas SDM yang memadai. Dengan kemampuan dan sumberdaya penduduk dan tenaga kerja yang baik, maka kemungkinan suatu wilayah kecamatan berkembang akan lebih baik jika dibandingkan dengan wilayah kecamatan yang berpenduduk lebih kecil dan sumberdaya manusia yang lebih rendah. Dari aspek lain, makin besar jumlah penduduk dan tenaga kerja di suatu wilayah dapat dinyatakan bahwa wilayah tersebut memiliki faktor penarik yang lebih besar. Jumlah penduduk usia kerja Kabupaten Bangka pada tahun 2011 berjumlah orang dengan tingkat partisipasi angkatan kerja sebesar 68,30% dan tingkat pengangguran terbuka sebesar 3,15%. Artinya, angkatan kerja yang tidak terserap oleh kesempatan kerja yang adalah sebanyak 3% atau sejumlah orang, sedangkan sebagian besarnya yaitu sebanyak 97% atau orang telah mengisi kesempatan kerja yang tersedia di Kabupaten Bangka. Di Kabupaten Bangka, sektor pendidikan makin penting dengan ditetapkannya titik berat pembangunan pada bidang ekonomi yang diiringi dengan peningkatan sumber daya manusia. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 24

53 Melalui pendidikan diharapkan lahir manusia yang berkualitas seperti yang dibutuhkan dalam membangun daerah. Pada tahun 2013, jumlah SD sebanyak 175 unit (164 unit SD negeri dan 11 unit SD swasta); MI berjumlah 3 unit; SDLB berjumlah 1 unit; SLTP berjumlah 37 unit (27 unit SLTP negeri dan 10 unit swasta); MTs berjumlah 4 unit; SMU berjumlah 15 Unit (Negeri 8 dan Swasta 7); SMK (STM) berjumlah 2 Swasta, SMK (SMEA) nerkumlah 7 unit (Negeri 4 dan Swasta 3 unit); MA berjumlah 1 unit; Perguruan Tinggi/Akademi berjumlah 6 unit (Negeri 3 dan Swasta 3 unit). Selain itu hasil kegiatan Pendidikan Luar Sekolah (PLS) yang diselenggarakan Sanggar Kegiatan Belajar Kabupaten Bangka menunjukkan jumlah peserta pada tahun 2011 sebanyak 226 orang yang jumlahnya menurun sebesar 77,77% jika dibandingkan dengan jumlah tahun lalu. Untuk penyediaan sarana dan prasarana, penyelenggaraan sistem transportasi di Kabupaten Bangka mencakup transportasi udara, air (laut) dan darat. Sistem transportasi ini dikembangkan secara terpadu untuk mewujudkan sistem distribusi yang mantap dan mampu memberikan pelayanan dan manfaat yang sebesarbesarnya bagi kepentingan masyarakat. Infrastruktur lain yang tidak kalah penting adalah ketersediaan listrik dan air minum. Di Kabupaten Bangka pengadaan listrik dikelola oleh PT. PLN (Persero) Cabang Bangka dan perusahaan/usaha listrik milik masyarakat (swasta). Sedangkan air minum dikelola oleh Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Bangka. Tahun 2011, banyaknya pelanggan listrik PLN berjumlah pelanggan yang terdiri dari: rumah tangga sebanyak pelanggan, industri 17 pelanggan, Pemerintahan sebanyak 197 pelanggan, Badan Sosial sebanyak 525 pelanggan, Bisnis sebanyak pelanggan, penerangan jalan sebanyak 76, dan untuk multiguna sebanyak nihil. Angka tersebut menunjukkan meningkatnya jumlah pengguna listrik PLN. Jumlah air minum yang telah disalurkan PDAM Tirta Bangka selama tahun 2011 adalah sebanyak m 3 dengan jumlah pelanggan sebanyak pelanggan yang meningkat sebanyak 12,5% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pelanggan ini terbagi menjadi beberapa kategori, yaitu sosial umum sebanyak 19 pelanggan dengan banyaknya air m 3, sosial khusus sebanyak 42 pelanggan dengan banyaknya air m 3, rumah tangga A sebanyak pelanggan dengan banyaknya air m 3, instansi pemerintah sebanyak 111 pelanggan dengan banyaknya air m 3, niaga kecil 37 pelanggan dengan banyaknya air m 3, dan niaga besar 5 pelanggan dengan banyaknya air m 3. Potensi lestari sumber daya perikanan laut (MSY) tercatat sebesar ton/tahun. Selain itu, ada juga potensi sumberdaya perikanan non ikan yang cukup potensial yaitu Wisata Bahari, benda berharga asal muatan Kapal yang tenggelam dan Penambangan Lepas Pantai. Potensi lahan Budidaya Air Payau (Tambak) yang tersedia dan dapat dikembangkan sampai seluas ,64 Ha, sedangkan Potensi Budidaya Air Tawar (kolam dan kolong) diperkirakan seluas Ha. Dari Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 25

54 potensi budidaya ikan air tawar tersebut terdapat potensi perikanan berupa kolongkolong bekas galian timah yang jumlahnya mencapai 241 buah dengan luas total 380,23 Ha atau ratarata 1,13 Ha per kolong. Tabel 4.2. Potensi Perikanan Kabupaten Bangka Jenis Potensi Potensi (Ton/ Ha) Realisasi Tahun 2012 Persentase Ton Ha/Th (%) Sumberdaya Perikanan Laut Ton/Th ,07 11, (MSY) Lahan Budidaya Air Payau ,64 Ha ,06 Lahan Budidaya Air Laut Ha Lahan Budidaya Air Tawar ( Kolam, Kolong) Kolong 241 Ha Buah 198,37 13,6400 0,3150 Keterangan : Data produksi perikanan laut realisasi dari ikan yang didaratkan di Kabupaten Bangka. Tidak termasuk Ikan yang ditangkap dan dijual ditengah laut, dibawa keluar; ikan yang ditangkap nelayan luar (tetangga) dan dibawa ke daerah asalnya; Ikan yang dicuri (illegal fishing). Produksi perikanan Kabupaten Bangka pada tahun 2012 didominasi oleh penangkapan khususnya penangkapan di laut,yaitu sebesar ton dengan nilai Rp Usaha penangkapan ini didukung oleh sarana dan alat tangkap dengan jumlah keseluruhan buah terdiri dari : Kapal Motor (< 5 GT) 901 buah, (5 10 GT) 153 buah, ( > 10 GT) 4 buah, ( > 20 GT) 1 buah Motor Tempel buah dan perahu tanpa motor 100 buah. Tabel 4.3. Perkembangan Jumlah Nelayan dan Armada Tangkap Per Kecamatan di Kabupaten Bangka No. Kecamatan Tahun 2011 Tahun 2012 Armada Nelayan Armada Nelayan A. Sungailiat > 20 GT > 10 GT GT < 5 GT Perahu Mesin Tempel Perahu Tanpa Mesin (PTM) B. Belinyu > 10 GT GT < 5 GT Perahu Mesin Tempel Perahu Tanpa Mesin (PTM) C. Riau Silip > 10 GT GT 3. < 5 GT 4. Perahu Mesin Tempel Perahu Tanpa Mesin (PTM) Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 26

55 No. Kecamatan Tahun 2011 Tahun 2012 Armada Nelayan Armada Nelayan D. Merawang > 10 GT GT 3. < 5 GT Perahu Mesin Tempel Perahu Tanpa Mesin (PTM) E. Puding Besar > 10 GT GT 3. < 5 GT Perahu Mesin Tempel Perahu Tanpa Mesin (PTM) F. Mendo Barat > 10 GT GT 3. < 5 GT Perahu Mesin Tempel Perahu Tanpa Mesin (PTM) JUMLAH Sumber: BPS Kabupaten Bangka, 2012 Jumlah alat tangkap pada tahun 2012 adalah unit dengan jenis dominan pancing sebesar 55%, bubu (12%), jaring insang tetap (10%) dan sisanya adalah pukat cincin, payang, bagan dan jermal. Ikan tangkapan yang dihasilkan sesuai dengan jenis alat tangkap yaitu Tongkol, Kembung, Tenggiri, Manyung, Selar, Sarden, bawal, pari, bambangan dan lainnya (BPS Kabupaten Bangka, 2012). Produksi perikanan Kabupaten Bangka tahun 2012 sebanyak ton diusahakan melalui penangkapan di laut dan perairan umum sebanyak Total produksi tersebut belum termasuk asumsi jumlah ikan yang dikonsumsi nelayan/masyarakat secara langsung tanpa di jual ke pasar, jumlah ikan yang dijual langsung oleh nelayan/pengusaha ke luar daerah tanpa melalui lelang dahulu, termasuk penjualan ke penampungan di tengah laut. Sedangkan volume produksi ikan yang dilelang di TPI kurang dari 10% dari total produksi. Tabel 4.4. Produksi Penangkapan Berdasarikan Komoditas Dominan di Kabupaten Bangka Tahun 2012 No. Jenis Ikan Volume (Kg) Nilai Jual (Rp. 000) 1. Pari Kembang 4.628, Bawal Hitam 1.037, Selar Kuning 1.837, Tetengkek 1.494, Tembang 1.716, Lemuru 1.634, Kembung 802, Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 27

56 No. Jenis Ikan Volume (Kg) Nilai Jual (Rp. 000) 8. Kerapu Karang 985, Kurisi 1.373, Dellah 977, LainLain 9.476, JUMLAH , Budidaya di Kabupaten Bangka terdiri dari budidaya air laut, payau dan air tawar. Produksi budidaya pada tahun 2012 sebanyak 90,4419 ton didominasi oleh budidaya air tawar (kolam/ keramba apung) dengan jumlah pembudidaya sebanyak 331 orang. Pemanfaatan lahan dari potensi air tawar sebesar Ha, saat ini mencapai 13,6400 Ha atau 0,32%, dengan total produksi 90,4419 ton dan terdapat diantaranya di lokasi tersebar pada 8 kecamatan di Kabupaten Bangka berupa kolam, kerambah jaring apung di kolong ex galian timah. Meskipun potensinya besar tetapi pemanfaatannya belum maksimal. Pemanfatan kolong bekas penambangan timah yang berjumlah sebanyak 241 buah dengan potensi seluas 380,23 Ha, hingga saat ini pemanfaatannya kurang lebih tercatat 11,90 Ha atau sekitar 0,04%. Adapun jenis yang umum dibudidayakan adalah Ikan Nila, Bawal, Patin, Lele, Gurami. Budidaya air payau potensi sebanyak ,64 Ha, pemanfaatannya sebanyak 18 Ha (0,06%). Potensi Budidaya air laut seluas 4 mil laut (sesuai dengan kewenangan daerah) guna menumbuhkan minat para petani ikan untuk mengabungkan budidaya perikanan baik air tawar, payau dan laut, Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bangka terus berupaya semaksimal mungkin. Tabel 4.5. Produksi dan Nilai Perikanan Budidaya Menurut Jenis di Kabupaten Bangka Tahun 2012 No. Jenis Budidaya Luas areal (Ha) Produksi/ tahun (Ton) Nilai/ Tahun (Rp. 000) Keterangan 1. Sungailiat 2, , ,106 Nila, Lele, Bawal, Patin, Gurami 2. Riau Silip 0,5691 3, ,573 Nila, Lele, Bawal, Patin, Gurami 3. Belinyu 2, , ,033 Nila, Lele, Gurami, Bawal, Patin 4. Merawang 1, , ,621 Nila, Lele, Gurami, Bawal, Patin 5. Puding Besar 0,6640 4, ,622 Nila, Lele, Gurami, Bawal, Patin 6. Bakam 0,3867 2, ,334 Nila, Lele, Gurami, Bawal, Patin Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 28

57 No. Jenis Budidaya Luas areal (Ha) Produksi/ tahun (Ton) Nilai/ Tahun (Rp. 000) Keterangan 7. Mendo Barat 2, , ,385 Nila, Lele, Gurami, Bawal, Patin 8. Pemali 3, , ,780 Nila, Lele, Gurami, Bawal, Patin Jumlah 13, ,454 Sumber: BPS Kabupaten Bangka, 2012 Pengusaha pengumpul ikan di Kabupaten Bangka saat ini mencapai 135 orang dengan total volume pemasaran satu tahun sebesar 1.898,30 ton dengan jenis produksi yang dipasarkan berupa ikan, rajungan, udang, kepiting. Pemasaran hasil perikanan tersebut sebagian besar adalah untuk konsumsi lokal dengan konsentrasi pengusaha/ pengumpul di antaranya Sungailiat, Belinyu dan melalui TPI Sungailiat dan daerah lainnya namun di tahun 2011 tidak ada dan ekspor antar pulau juga tidak ada, Pengusaha pengolahan saat ini baru mencapai 180 orang tersebar di 6 Kecamatan dengan total produksi 1, ton selama tahun Produksi yang dihasilkan meliputi produk khas olahan Kabupaten Bangka yaitu Kerupuk, Kemplang, Abon Ikan, Surimi, Daging Rajungan, Pengolahan Produk Segar, Otakotak dan lainlain. Produk tersebut merupakan produk jadi dengan pengemasan bisa dilakukan oleh pengolah sendiri atau dikirim ke Jakarta, Lampung. Pemasarannya selain untuk konsumsi lokal juga antar pulau dan ada yang diekspor dan lain sebagainya. Tabel 4.6. Jumlah Pengolah Per Kecamatan di Kabupaten Bangka Tahun 2012 No. Kecamatan Jumlah Pengolah Volume/ Tahun (Ton) Pemasaran (Ton) Keterangan 1. Sungailiat ,53 Sungailiat, Pangkalpinang, Kelapa 2. Belinyu ,15 Belinyu, Sungailiat, Pangkalpinang, Jebus, Mentok, Kelapa Kemplang, Kerupuk, Otakotak Kemplang, Kerupuk, Abon Ikan, Surimi, Pengolahan Produk segar, otakotak, siput gonggong Kemplang, Kerupuk, Surimi Kemplang, Kerupuk, Daging Rajungan 3. Merawang 14 33,87 Pangkalpinang, Merawang 4. Mendo Barat ,81 Pangkalpinang, Medo Barat, Jakarta, Medan 5. Riau Silip Pemali 87 96,94 Sungailiat, Pemali Kerupuk/ Kemplang, Surimi, Fermentasi Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 29

58 No. Kecamatan Jumlah Pengolah Volume/ Tahun (Ton) Pemasaran (Ton) Keterangan 7. Puding Besar Pangkalpinang, Puding Kerupuk, Kemplang Besar 8. Bakam JUMLAH ,30 Sumber: BPS Kabupaten Bangka, 2012 Lembaga Pengelola Energi Lembaga yang bertanggung jawab menangani energi di Kabupaten Bangka adalah PT.PLN (persero) Rayon Sungai Liat dengan cakupan wilayah kerja adalah Kabupaten Bangka (induk) dan sekitarnya. Sumber energi yang digunakan PLN adalah Solar (PLTD). Pada lokasi Kecamatan Belinyu masih ditemukan wilayah yang belum teraliri listrik. Masyarakatnya masih mengandalkan penggunaan genset dengan bahan bakar solar Bangka PLN Mandiri Masyarakat Diesel PLTU&G Diesel Masyarakat Gambar 4.2. Pengelolaan listrik di Kabupaten Bangka Penggunaan solarcell sebagian sudah mulaidikenalkan dan digunakan oleh masyarakat sebagai penerangan rumah pribadi. Program ini dilakukan antara propinsi dengan pusat. Hingga tahun 2010, sudah kenalkan penggunaan solarcell. Kendala yang didapati adalah listrik yang dihasilkan masih terbatas sekedar penerangan rumah, dan belum bisa menghasilkan listrik yang besar. Selain itu, tempat penyimpan listrik (aki) dirasakan menjadi masalah bagi masyarakat penerima bantuan, terutama pada saat aki megalami kerusakan. Rasio elektrifikasi untuk desa sudah menjangkau 100%, namun untuk cakupan wilayah sudah mencapai 74%. PLN menggunakan berbagai sumber energi untuk menghasilkan listrik. Pembangkit Listrik Tenaga Diesel berada di desa Merawang, PLTU berada di kecamatan Merawang dan solarcell di bagian bangka selatan diberikan kepada individu. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 30

59 Tabel 4.7. Lokasi Pembangkit Listrik di Bangka Pembangkit Listrik Tenaga Wilayah Daya Pembangkit Diesel Merawang Kabupaten Bangka kw Mentok Kabuapeten Bangka Barat 9600 kw Jebus Kabuapeten Bangka Barat 4500 kw Koba Kabuapeten Bangka Tengah 8000 kw Toboali Kabuapeten Bangka Selatan 8800 kw PLTU Air Anyir Bangka 2 x 30 Mega PLTU Tempilang Bangka Tengah swasta Sumber: Data primer (diolah), 2013 Pada Tabel 4.8 dapat dilihat bahwa pelanggan listrik tebesar adalah dari kalangan rumah tangga sebanyak pelanggan (92,61%), diikuti bisnis pelanggan (4,62%), badan sosial 525 pelanggan (1,78%), pemerintah sebanyak 197 pelanggan (0,67%) dan penerangan jalan sebanyak 76 unit (0,25%). Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan jika wilayah bangka bukanlah merupakan wilayah industri, namun merupakan wilayah rumah tangga. Tabel 4.8. Jumlah Pelanggan Listrik di Bangka 2011 Klasifiaksi Badan Rumah Bisnis Industri Pemerintahan Penerangan Multiguna Sosial tangga jalan Jumlah Pelanggan Sumber: BPS Kabupaten Bangka, 2012 B. Kabupaten Gresik, Jawa Timur Kabupaten Gresik terletak pada posisi wilayah Bujur Timur dan 7 8 Lintang Selatan. Keseluruhan Wilayah Kabupaten Gresik mencapai 1.191,5 Km² terdiri dari 996,14 Km² luasan daratan yang terbagi atas Pulau Jawa dan 196,11 Km² Pulau Bawean, sedangkan luas perairan adalah 5.773,80 Km² yang sangat potensial untuk perikanan laut. Secara administrasi pemerintahan, wilayah Kabupaten Gresik terdiri dari 18 kecamatan, 330 Desa dan 26 Kelurahan. batasbatas wilayah Kabupaten Gresik adalah: Sebelah Utara : Laut Jawa Sebelah Timur : Selat Madura Sumber: BPS Kabupaten Gresik, 2012 Gambar 4.3. Peta Kabupaten Gresik Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 31

60 Sebelah Selatan : Kab. Sidoarjo, Kab.Mojokerto, Kota Surabaya Sebelah Barat : Kab. Lamongan Jumlah penduduk sebanyak jiwa yang terdiri atas jiwa adalah lakilaki dan jiwa adalah perempuan. Hampir sepertiga bagian dari wilayah Kabupaten Gresik merupakan daerah pesisir pantai, yaitu sepanjang Kecamatan Kebomas, sebagian Kecamatan Gresik, Kecamatan Manyar, Kecamatan Bungah dan Kecamatan Ujungpangkah. Sedangkan Kecamatan Sangkapura dan Kecamatan Tambak berada di Pulau Bawean. Jumlah lembaga sekolah dasar tahun 2011 ialah 442 buah, sedangkan jumlah murid seluruhnya sebanyak siswa, dengan jumlah terbanyak pada kelompok umur 7 12 tahun yaitu siswa atau sebesar 90,50 persen. Jumlah lembaga sekolah menengah, yaitu 98 buah untuk SMP dan 48 untuk SMA. Lembaga SMP memiliki jumlah murid sebanyak siswa, sedangkan untuk lembaga SMA muridnya sejumlah siswa. Untuk SMK jumlah lembaga sekolah sebanyak 38 buah dengan jumlah murid siswa. Perkembangan produksi perikanan dalam Tahun 2011 secara menyeluruh mengalami kenaikan produksi ikan sebesar 7.706,53 ton, yaitu dari ,68 ton pada tahun 2010 menjadi sebesar ,21 ton pada tahun 2011 atau naik 13,08%. Perkembangan Produksi tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.9. Tabel 4.9. Perkembangan Produksi Perikanan Tahun 2011 No. Cabang Usaha Jumlah Produksi Prosentase naik/turun (%) Penangkapan di Laut Penangkapan di perairan umum Sungai Waduk Budidaya Tambak Payau Budidaya Tambak Tawar Budidaya Kolam ,68 115,70 294, , ,30 45, ,84 105,60 244, , ,26 56,65 16,92 (8,73) (16,88) 12,13 11,45 25,75 JUMLAH , ,21 13,08 Sumber: Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Gresik, 2012 Dengan memperhitungkan hasil produksi perikanan di Kabupaten Gresik, pemasukan ikan dari luar Kabupaten Gresik kemudian dibandingkan dengan jumlah penduduk pada tahun 2010, maka tingkat konsumsi ikan masyarakat Kabupaten Gresik tahun 2010 mengalami kenaikan sebesar 0,06 kg atau 0,24% menjadi 24,87 kg/kapita/tahun. Perkembangan konsumsi ikan ratarata per kepala setiap tahun dalam enam tahun terakhir menunjukkan bahwa peningkatan konsumsi cenderung rendah karena pertumbuhannya hanya 0,12% per tahun. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 32

61 Usaha penangkapan Ikan di laut banyak dilakukan oleh nelayan kecil dengan menggunakan perahu tanpa motor dan perahu bermotor sedang kapal motor banyak dilakukan oleh nelayan pendatang dari luar daerah. Fishing Ground para nelayan sebagian besar berada di laut Jawa dan ada juga sebagian yang andon ke luar daerah antara lain ke Jawa Tengah dan Jawa Barat. Jumlah armada penangkapan ikan secara secara rinci dapat dilihat pada Tabel Tabel Jumlah Armada Penangkapan Ikan No. Kecamatan Perahu Tanpa Motor <1 GT Perahu Bermotor Luar/Tempel 13 GT 35 GT 5 7 GT 7 10 GT GT Kapal Motor GT >30 GT Jml Cerme Manyar Kebomas Gresik Ddk.Sampeyan Bungah Sidayu Panceng Dukun Uj.Pangkah Benjeng Sangkapura Tambak JUMLAH Sumber: Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Gresik, 2012 Nelayan penangkap ikan di laut terdiri dari nelayan pemilik yaitu nelayan yang memiliki perahu mesin dan alat penangkap ikan dan juga dibantu oleh nelayan buruh atau pandega dengan sistem bagi hasil. Jumlah nelayan di Kabupaten Gresik dapat dilihat pada Tabel Dalam upaya mencari ikan di laut berbagai macam alat penangkapan ikan yang digunakan antara lain Purse Seine, Payang, Gill Net dan lain sebagainya. Dilihat dari jumlahnya, alat tangkap yang paling banyak digunakan adalah gillnet (26%), pancing tonda (21%), trammel net (17%), pancing rawai (10%), dan payang (7%). Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 33

62 Tabel Jumlah Nelayan di Kabupaten Gresik Tahun 2011 No Kecamatan Cerme Manyar Kebomas Gresik Ddk.Sampeyan Bungah Sidayu Panceng Dukun Uj.Pangkah Benjeng Sangkapura Tambak Nelayan di Laut Pemilik Pandega Andon Nelayan Perairan Umum Jumlah JUMLAH Sumber: Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Gresik, 2012 Usaha Penangkapan ikan yang dilakukan oleh para nelayan di Perairan umum ini banyak dilaksanakan di sungaisungai dengan menggunakan alat tangkap seperti jala, susuk, tadongan, seser dan lain sebagainya. Di samping itu penangkapan ikan di perairan umum juga dilakukan di wadukwaduk yang memang sengaja ditebari benih ikan dan pada saat air waduk semakin habis dilakukan pemanenan. Sungai Bengawan Solo dan Kali Lamong merupakan tempat untuk menangkap ikan oleh para nelayan perairan umum di samping itu juga mencari ikan pada saluransaluran tambak. Produksi yang berasal dari cabang usaha penangkapan ikan di laut pada Tahun 2011 mengalami kenaikan sebesar 2.821,16 ton bila dibandingkan dengan Tahun 2010 atau mengalami kenaikan sebesar 16,92%. Pada tahun 2011 sektor penangkapan mengalami kenaikan, hal ini disebabkan karena pengaruh musim kondusif dimana gelombang laut tidak terlalu tinggi seperti pada tahun sebelumnya sehingga jumlah trip para nelayan meningkat. Tabel Jenis Ikan, Volume dan Nilai Harga Ikan Hasil Penangkapan di Laut No. Jenis Ikan Volume (Ton) Nilai (Rp.000) Manyung Bambangan Kerapu Kakap Kurisi Cucut Pari 2411,27 685,22 372,36 212,17 204,72 486,12 463, , , , , , , ,00 Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 34

63 No. Jenis Ikan Volume (Ton) Nilai (Rp.000) Bawal Layang Belanak Teri Tembang Kembung Tenggiri Layur Tongkol Udang Udang lainnya Cumicumi Rajungan Kepiting Lainlain (Juwi,Bello,Sumbal, 298, , , , ,19 930,40 980, , , , ,04 742,49 17,39 43,95 863, , , , , , , , , , , , , , , ,00 Laosan,rajungan,kepiting, Golok, kerang, dll) JUMLAH , ,00 Sumber: Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Gresik, 2012 Produksi hasil tangkapan dari perairan umum sungai tercatat sebesar 93,03 ton di mana ikan tertangkap dengan menggunakan jala, bubu, jaring nylon, tadongan dan lain sebagainya. Perairan umum waduk yang ada di Kabupaten Gresik hampir semuanya dibudidayakan dengan ditebari jenis ikan tawes, tombro dan bandeng dengan jumlah produksi sebesar 257,40 ton. Ikan dipanen apabila volume air di waduk telah berkurang dan penangkapan dilakukan dengan menggunakan waring. Tabel Jenis, Volume dan nilai harga ikan hasil penangkapan di perairan umum No. Jenis Ikan Volume (Kg) Nilai (Rp.) Mujair Nila Lele Mas Tawes Patin Jambal Udang Grago Udang Galah Udang Tawar Siput Kodok Lainlain , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,00 JUMLAH , ,00 Sumber: Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Gresik, 2012 Kegiatan usaha budidaya perikanan yang dilaksanakan antara lain budidaya di tambak air payau dengan komoditi ikan bandeng, udang windu, kepiting bakau, udang vanamae dan ada Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 35

64 sebagian udang putih. Budidaya tambak di air tawar atau tambak sawah dengan komoditi ikan bandeng, ikan tawes, ikan tombro,dan sebagian udang windu dan udang vanname dan juga dibudidayakan oleh petani jenis ikan nila. Budidaya kolam dengan komoditi ikan tawes, ikan tombro dan ikan lele. Budidaya pantai dengan komoditi ikan kerapu. Disamping budidaya yang dilakukan di tambak juga dilakukan budidaya di laut dengan komoditi kerang hijau yang ada di perairan laut Kecamatan Ujungpangkah dan Panceng. Dalam kegiatan usaha budidaya tambak dilaksanakan dengan cara dikerjakan sendiri dan ada juga yang dikerjakan pengelolaannya oleh pandega dengan cara bagi hasil. Jumlah pembudidaya ikan/udang selaku pemilik berjumlah orang dan pandega berjumlah orang. Hasil produksi tambak secara keseluruhan yang meliputi tambak air payau maupun tambak air tawar dapat di lihat pada Tabel 4.14 berikut. Tabel Produksi Tambak Air Payau dan Tambak Air Tawar Tahun 2011 Produksi Volume (Ton) Nilai (Rp.000) Tambak Payau , ,00 Tambak Tawar , ,50 JUMLAH , ,50 Sumber: Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Gresik, 2012 Usaha Pengolahan ikan merupakan usaha lanjutan dari usaha budidaya dan usaha penangkapan ikan. Hal ini perlu dilakukan mengingat karakteristik produksi sumberdaya dan penangkapan ikan yang mudah rusak. Untuk meningkatkan nilai tambah sebelum terjadi penurunan mutu dan nilai jual, usaha pengolahan perlu dilakukan oleh pembudidaya ikan/udang ataupun nelayan. Beberapa perlakuan pengolahan hasil produksi perikanan antara lain dengan cara pengeringan/penggaraman, pindang, esesan, pembekuan serta dalam bentuk lain seperti petis, terasi, kerupuk ikan, kecap ikan dan sebagainya. Dari jumlah produksi ikan tahun 2011 sebagian besar dipasarkan dalam bentuk segar sejumlah ,46 ton dan sebagian kecil diolah sebanyak 4.083,75 ton. Kegiatan pengolahan hasil perikanan yang dilakukan di Kabupaten Gresik sebagian besar masih bersifat tradisional baik caranya maupun peralatannya. Produksi dan nilai produksi menurut jenis olahan adalah sebagaimana pada Tabel Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 36

65 Tabel Volume produksi olahan menurut jenisnya No Jenis Olahan Volume (Ton) Nilai Harga (Rp) Pengeringan/Pengasinan Pemindangan Esesan Trasi Petis Kerupuk Ikan Pengasapan Tepung ikan Lainlain 149,82 19,92 56,35 67, , ,00 68,23 934,43 31, JUMLAH 4.115, Sumber: Dinas Kelautan, Perikanan dan Peternakan Kabupaten Gresik, 2012 Lembaga Pengelola Energi Lembaga yang bertanggung jawab menangani energi di Pulau Bawean adalah PT.PLN (persero) Distribusi Jawa Timur Area Gresik. Wilayah cakupan kerja adalah Kabupaten Gresik dan Kecamatan Bawean (Pulau Bawean). Jika diambil garis lurus, jarak antara Kabupaten Gresik di daratan hingga ke Pulau Bawean mencapai 80 mil laut (120 km). Jauhnya jarak yang dimiliki menjadikan solar sebagai sumber listrik yang digunakan oleh PLN untuk menggerakkan mesin diesel (PLTD). Penggunaan solar untuk mengaliri listrik di Pulau Bawean mencapai 400 KL pada tahun 2011, dan pada tahun 2012 meningkat menjadi 500 KL. Tren kebutuhan pasokan solar terlihat meningkat seiring dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat. Dalam hal ini pengiriman solar menggunakan kapal pengangkut yang secara rutin berlayar memasok solar langsug dari pangkalan di Surabaya menuju Bawean. Penggunaan mesin diesel dan solar sebagai sumber energi listrik dipilih PLN karena merupakan salah satu alternatif yang memungkinkan (feasible) untuk dilakukan. Walaupun demikian, penggunaan solar dapat berdampak terhadap pengeluaran yang tinggi bagi PLN. Hal ini dikarenakan harga solar yang diterima oleh PLN adalah harga industri, sedangkan harga jual yang diterapkan untuk masyarakat di kepulauan (Bawean)adalah harga subsidi. Sebagai contoh, jika menggunakan pembangkit listrik tenaga surya, harga listrik yang didapatkan adalah Rp 3000/kwh, sedangkan jika menggunakan solar (diesel) biaya yang dibutuhkan 2900/ kwh, sedangkan harga jual kepada masyarakat sebesar Rp 700/kWh. Sehingga untuk mencapai titik biaya impas pada kegiatan listrik oleh PLN di Bawean akan sangat sulit untuk diterapkan. Jika penggunaan solar diubah dengan menggunakan kabel bawah laut, PLN (Pemerintah) terkendala dengan jauhnya jarak tempuh lokasi. Hal ini akan berdampak terhadap tingginya biaya Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 37

66 investasi. Selain itu akan menimbulkan resiko permasalahan yang lebih besar terkait aspek keamanan pelayaran mengingat GresikBawean adalah rute perjalanan laut lepas. Mesin diesel berada di Pulau Bawean dan sudah dioperasikan selama 24 jam, untuk wilayah tersebut. Pada Tabel 4.16 terlihat bahwa Pulau Bawean sudah mulai teraliri sejak tahun 1980, walaupun wilayah cakupan masih terbatas di Kecamatan Sangkapura. Pada tahun 1986, listrik sudah mampu menyala selama 12 jam dan mencapai dua kecamatan, yaitu Sangkapura dan Tambak, walaupun belum 100% wilayah yang teraliri listrik. Pada tahun 2010, listrik mulai menyala selama 24 jam. Pada tahun 2014, Pemerintah pusat berencana mengalihkan penggunaan solar sebagai bahan bakar penghasil listrik (mesin diesel) dan akan digantikan dengan Gas (pembangkit listrik tenaga gas mesin). Pemakaian gas untuk diubah menjadi salah satu sumber energi listrik masyarakat merupakan kebijakan pemerintah pusat guna menekan biaya produksi akibat penggunaan BBM (solar). Tabel Sejarah Perkembangan Listrik di Pulau Bawean, GresikJatim Tahun Jam Operasi Jumlah Pelanggan Keterangan jam operasi pada ± Listrik hanya di Kecamatan malam hari Sangkapura jam operasi pada menjadi 1000 Kegiatan Pengembangan. malam hari jam operasi pada Listrik sudah mencakup malam hari Kecamatan Sangkapura dan Kecamatan Tambak ± 2000 Listrik di Kecamatan Sangkapura dan Kecamatan Tambak s/d jam operasi pada malam hari jam beroperasi Listrik di Kecamatan Sangkapura dan Kecamatan Tambak jam beroperasi ± Listrik di Kecamatan Sangkapura dan Kecamatan Tambak jam operasi ± Karena tingginya biaya BBM ± jam operasi Pra bayar 8000, Paska bayar 8000 Listrik di Kecamatan Sangkapura dan Kecamatan Tambak jam operasi Listrik di Kecamatan Sangkapura dan Kecamatan Tambak Sumber : Data primer (diolah), 2013 Pemadaman listrik juga kerap ditemui di Pulau Bawean. Hal ini dikarenakan beberapa kendala yaitu kerusakan mesin diesel sehingga mengganggu terganggunya pasokan listrik yang dihasilkan. Selain itu dikarenakan kerusakan jaringan yang diakibatkan faktor alam, seperti tersambar petir, tersangkut kelelawar yang biasanya muncul pada musim buahbuahan. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 38

67 Pengelolaan energi Listrik di Bawean dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu: pengelolaan oleh PLN dan pengelolaan oleh masyarakat yang dilakukan secara mandiri. Pengelolaan oleh PLN terdapat di Pulau Bawean, yaitu di Kecamatan Sangkapura dan Tambak. Sedangkan di Pulau Gili, pengelolaan listrik dilakukan oleh masyarakat secara mandiri (Gambar 4.4). Bawean, Gresik PLN Mandiri /Masyarakat Diesel Diesel Masyarakat Gambar 4.4. Pengelolaan Listrik di Bawean Pengelolaan listrik oleh PLN kepada pelanggan di Pulau Bawean sama seperti yang dilakukan kepada pelanggan (masyarakat) di daratan. Pelanggan listrik masyarakat dibedakan menurut kelas pemakaian, yaitu 450 VA, 900VA, 1300VA hingga P.3 TR dan pola pembayaran listrik oleh PLN dibedakan menjadi pelanggan pra bayar dan paska bayar. Pada Tabel w terlihat bahwa mayoritas pelanggan listrik di Bawean adalah pada kategori 450 VA (72,55%), 1300 VA (13,99%) dan 900 VA(12,28%). Hal ini menunjukkan bahwa lokasi Bawean bukanlah pusat kegiatan industri melainkan wilayah perumahan penduduk. Tabel Data Kelistrikan Rayon Bawean bulan Januari 2013 Daya (VA) Jumlah Pelanggan % , , , s.d , s.d 200 kva 62 0,39 TM > 200 kva 2 0,01 P.3 TR 4 0,03 Sumber: PLN Rayon Bawean, 2013 Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 39

68 C. Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Kabupaten Raja Ampat merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Sorong dan termasuk salah satu dari 14 kabupaten baru di Tanah Papua. Saat ini, Kabupaten Raja Ampat merupakan bagian dari Provinsi Irian Jaya Barat yang terdiri dari 4 pulau besar yaitu Pulau Waigeo, Batanta, Salawati dan Misool, dan lebih dari 600 pulaupulau kecil. Pusat pemerintahan berada di Waisai, Distrik Waigeo Selatan, sekitar 36 mil dari Kota Sorong. Kepemerintahan di kabupaten ini baru berlangsung efektif pada tanggal 16 September Sumber: Gambar 4.5. Peta Wilayah Kabupaten Raja Ampat Secara geografis, Raja Ampat berada pada koordinat 2 25 LU4 25 LS & BT dengan Luas wilayah Kepulauan Raja Ampat adalah km2, terbagi menjadi 10 distrik, 86 kampung, dan empat dusun. Secara geoekonomis dan geopolitis, Kepulauan Raja Ampat memiliki peranan penting sebagai wilayah yang berbatasan langsung dengan wilayah luar negeri. Pulau Fani yang terletak di ujung paling utara dari rangkaian Kepulauan Raja Ampat, berbatasan langsung dengan Republik Palau. Secara administratif batas wilayah Kabupaten Raja Ampat adalah sebagai berikut: Sebelah selatan berbatasan langsung dengan Kabupaten Seram Utara, Provinsi Maluku. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara. Sebelah timur berbatasan dengan Kota Sorong dan Kabupaten Sorong, Provinsi Irian Jaya Barat. Sebelah Utara berbatasan langsung dengan Republik Federal Palau. Sampai dengan tahun 2011, jumlah penduduk Kabupaten Raja Ampat sebanyak orang dengan komposisi penduduk lakilaki lebih banyak dibandingkan penduduk perempuan. Penduduk lakilaki berjumlah orang atau 53% dari total penduduk, sedangkan penduduk perempuan berjumlah orang atau 47% dari jumlah penduduk keseluruhan. Berdasarkan kelompok umur, komposisi penduduk didominasi oleh penduduk usia muda karena penduduk lebih terdistribusi ke dalam kelompok umur muda atau terjadi pelebaran pada alas piramida penduduk. Penduduk pada kelompok umur 04 tahun jumlahnya lebih besar dari pada penduduk usia yang lebih tua yaitu 59, 1014 tahun dan seterusnya. Hal ini mengakibatkan nilai dependency ratio (rasio ketergantungan) yang cukup besar. Komposisi penduduk ini menyebabkan jumlah angkatan kerja Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 40

69 berfluktuasi dimana pada tahun 2010 terjadi penurunan, tetapi naik kembali di tahun 2011 yang berjumlah orang. Keberhasilan pendidikan sangat ditentukan oleh ketersediaan sarana dan prasarana. Sarana dan prasarana pendidikan yang ada di Kabupaten Raja Ampat dapat dilihat pada Tabel Sarana fisik bangunan sekolah tersedia hampir di semua distrik mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), sedangkan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) hanya terdapat di Waisai (Waigeo Selatan), Waigama (Misool), dan Fafanlap (Misool Timur Selatan). Karena kondisi ini maka banyak anak usia sekolah SMP dan SMA yang bersekolah ke Sorong. Tabel 4.18 Jumlah Sarana Pendidikan, Murud dan Guru di Kabupaten Raja Ampat, Tahun 2011 Tingkat Pendidikan Jumlah Sekolah Jumlah Murid Jumlah Guru TK SD SMP SMU SMK Jumlah Sumber: BPS Kabupaten Raja Ampat, 2012 Jumlah fasilitas kesehatan berupa rumah sakit di Raja Ampat sampai tahun 2011 hanya berjumlah 2 unit. Rumah sakit ini semuanya berada di Distrik Kota waisai. Sedangkan untuk fasilitas kesehatan lain seperti Puskesmas dan puskesmas pembantu ada hampir di seluruh distrik di wilayah Raja Ampat. Dari total 24 distrik di Raja Ampat, jumlah puskesmas mencapai 18 unit. Idealnya jumlah puskesmas dalam satu kecamatan minimal harus ada satu unit puskesmas, namun ternyata kondisi ini belum sepenuhnya terpenuhi. Begitu juga dengan fasilitas puskesmas pembantu yang jumlahnya belum setara dengan jumlah kelurahan/desa di Raja Ampat, dimana jumlah kelurahan/desa mencapai 121, jumlah pustu hanya 47 unit. Terkait dengan infrastruktur penerangan, penduduk Kabupaten Raja Ampat dapat dikatakan hampir separohnya belum merasakan penerangan listrik, baik itu listrik dari PLN maupun dari PLTD Waisai yang merupakan salah satu BUMMD di Kabupaten Raja Ampat. Sampai pada tahun 2011 hanya 59,14 persen penduduk yang menggunakan penerangan listrik, yang terdiri dari 49,91 persen diantaranya menggunakan listrik dari PLTD Waisai dan sisanya sebesar 9,23 persen penerangan listrik PLN. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya persentase rumah tangga yang menggunakan listrik mengalami penurunan, hal ini diduga karena gardu listrik PLN yang berada di Desa Kabare, Distrik Waigeo Utara tidak beroperasi lagi. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 41

70 Akses terhadap air bersih merupakan salah satu kebutuhan mendasar untuk meningkatkan kualitas hidup penduduk di suatu wilayah. Persentase Rumah tangga dengan sumber air minum dari sumur pada tahun 2011 adalah sebesar 60,72 persen, dari angka tersebut sekitar 41,63 persen bersumber dari sumur yang tidak terlindungi. Pada tahun 2011 ini juga terdapat sekitar 18,24 persen rumah tangga dengan sumber air minum berasal dari air hujan, kemudian 11,90 persen rumah tangga dengan sumber air minum yang berasal dari sungai, 5,08 berasal dari air hujan serta sisanya 4,06 persen dari sumber air isi ulang. Rumah tangga yang sumber air minumnya berasal dari isi ulang semuanya berada di Ibu kota Kabupaten, Distrik Kota Waisai. Sektor perikanan merupakan sektor unggulan di Kabupaten Raja Ampat. Hal ini karena 86% wilayah Kabupaten Raja Ampat terdiri dari laut oleh sebab itu mata pencaharian masyarakat sebagian besar adalah sebagai nelayan disamping bercocok tanam, bahkan di banyak pulau kecil, nelayan sebagai mata pencaharian satusatunya yang dapat dilakukan oleh penduduk di Kabupaten Raja Ampat. Nelayan di Kabupaten Raja Ampat merupakan nelayan tradisional dengan armada dan alat tangkap yang masih tergolong tradisional sehingga hasil yang diperoleh pun hanya cukup untuk dikonsumsi sendiri dan dijual dalam jumlah kecil untuk memenuhi kebutuhan seharihari. Sampan dayung tanpa mesin masih mendominasi armada penangkapan nelayan, meskipun sudah cukup banyak yang menggunakan kapal ketinting dan longboat. Alat tangkap yang digunakan nelayan yaitu pancing tradisional serta ada di beberapa kampung khususnya di Kawasan Teluk Mayalibit menggunakan serok untuk menangkap Ikan Kembung (Rastrilliger spp) atau biasa disebut oleh masyarakat lokal dengan nama Ikan Lema. Kegiatan pemanfaatan hasil laut oleh masyarakat Kampung Sawinggrai dilakukan dalam dua bentuk, pertama sebagai pengolah atau penangkap biota laut (ikan, cumicumi/sotong/gurita dan jenis moluska) dan sebagai pengumpul hasil tangkapan (penampung). Selain itu ada pula yang mengumpulkan produk olahan berupa ikan kering. Kegiatan kios atau warung lebih dominan dikelola oleh kaum perempuan. Isi kios/warung adalah barangbarang kelontongan atau keperluan rumah tangga. Lembaga Pengelola Energi Lembaga yang bertanggung jawab menangani energi di Kabupaten Raja Ampat adalah PLN, BUMD. Wilayah cakupan kerja adalah Kabupaten Raja Ampat (Gambar 4.6). Wilayah kerja BUMD baru melingkupi ibukota kabupaten, yaitu Waisai, sedangkan PLTS yang dikelola PLN Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 42

71 secara komunal baru terdapat di Pulau Saonek. Pada level masyarakat, penggunaan PLTS hanya digunakan untuk perorangan. Raja Ampat, Papua Barat BUMD PLN Mandiri Masyarakat Diesel Diesel Solarcell Diesel Masyarakat Gambar 4.6. Pengelolaan listrik di Raja Ampat PLTD berada di pulau Waisai (ibukota kabupaten). Listrik yang dihasilkan dari PLTD digunakan untuk kegiatan pemerintah, masyarakat, dan pariwisata. Sumber listrik PLTD berasal dari solar yang mendapatkan subsidi BUMD (badan usaha milik daerah). Tahun , PLTD dikelola dinas pertambangan kabupaten Raja Ampat, sedangkan pada tahun 2012 (Januari) dikelola oleh BUMD. Jumlah pelanggan PLTD yang mampu terlayani saat ini adalah 1642 KK, sedangkan pada tahun 2011, jumlah pelanggan kurang dari < 1000 KK. Harga investasi pembangkit PLTD 2,2 M (5 unit) dan mampu menghasilkan watt dan tidak memiliki cadangan. Strategi perawatan yang dilakukan untuk mencegah kerusakan adalah melakukan 1 service dan 4 beroperasi. Keberadaan mesin PLTD masih belum mencukupi kebutuhan pelanggan. Oleh sebab itu, pada tahun 2014 ditargetkan penambahan mesin diesel sebanyak 1 unit. Pada tahun 2011 sudah mencapai 800 pelanggan, khusus di kota Waisai. Tahun 2013, priode bulan JanuariApril, sudah ada 400 pengajuan penambahan baru. Pada tabel 4.19 dapat dilihat proporsi penggunaan listrik. Sebagian besar masyarakat menggunakan listrik 1300 sebanyak 50%, peringkat kedua sebanyak 30%.Sedang pada tipe 2200, mencapai 10% dan 3500 dan 4400, masingmasing sebanyak 5%. Tabel Proporsi Penggunaan Listrik di Pulau Waisai Tahun 2011 Kapasitas (watt) Persentase (%) Sumber: Data primer (diolah), 2013 Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 43

72 Kebutuhan solar di Kabupaten Raja Ampat untuk menyalakan mesin diesel sebesar 180 ton solar/bln dengan harga industri. Pola pengiriman dilakukan tiap bulan dengan jumlah pengiriman 12 kali. Kendala pengelolan listrik di antaranya adalah kendala yang terkait masalah teknis (pohon tumbang), suplai BBM terhalang cuaca, dan mesin overhaul. Strategi yang dilakukan adalah dengan melakukan pemadaman bergilir selama 6 jam. Masyarakat juga memiliki sumber energi sendiri berupa solarcell, namun energi listrik yang dihasilkan terlampau sedikit sehingga hanya mampu digunakan untuk lampu/penerangan. Kendala yang didapat adalah daya listrik yang tidak kontinyu, sehingga tidak bisa menghidupkan mesin/ barang dengan listrik tinggi. Tabel Lokasi PLTD dan PLTS di Raja Ampat Lokasi Jumlah Unit Daya Terpasang (KW) Kemampuan Mampu (KW) Beban Puncak (KW) PLTD 1. Kalobo (78,75%) 2. Saonek (75%) 3. Waigama (65%) 4. Samate (40%) 5. Kabare (60%) PLTS 1. Saonek PLTD 1. Waisai (72%) Sumber : PLN Wilayah X Cabang Sorong, BPS 2012 Pada Tabel 4.20, dapat dilihat bahwa penggunaan solar (PLTD) sebagai sumber penghasil energi tersebar merata dan penggunaan PLTS hanya terdapat di Saonek. Daya terpasang terbesar (PLTD) terdapat di Waisai sebesar 2500 kw, sedangkan di Kalobo sebanyak 100 kw. Sedangkan PLT diesel dan solarcell berkisar antara 4042 KW. Jika dilihat berdasarkan capaian beban puncak, PLTD Kalobo meraih capaian tertinggi (78,75%). Jika melihat beban yang tersisa, maka PLTD Samate yang memiliki nilai terbesar (60%) yang berarti kapasitas listrik yang dihasilkan dapat ditingkatkan seiring dengan kebutuhan masyarakat sekitar. Pada Tabel 4.21 dapat dilihat bahwa proporsi pelanggan terbesar adalah kalangan rumah tangga sebanyak 91,59% dengan konsumsi listrik terbesar mencapai 88,05%, dan kelompok pelanggan sosial 5,07% dengan proporsi pemakaian mencapai 5,84%. Pada tabel tersebut dapat dilihat proporsi kelompok pelanggan usaha hanya terdapat 1,15%. Hal ini dapat diartikan bahwa wilayah Raja Ampat masih merupakan wilayah perumahan dan perkantoran dan belum menjadi tujuan usaha. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 44

73 Tabel Distribusi Pelanggan dan Penjualan Listrik Menurut Kelompok Pelanggan 2011 Kelompok Pelanggan Jumlah Pelanggan Persentase Penjualan Listrik (KWH) Persentase (%) 1. Sosial 44 5, ,84 2. Rumahtangga , ,05 3. Usaha 10 1, ,42 4. Industri 5. Kantor Pemerintah 19 2, ,69 6. Penerangan Jalan, dll Jumlah / Total Sumber : PLN Wilayah X Cabang Sorong D. Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Bali Secara geografis, Kabupaten Klungkung terletak di antara Bujur Timur dan Lintang Selatan dengan luas Ha. Wliayah Kabupaten Klungkung sepertiganya ( Ha) terletak di Pulau Bali dan dua pertiganya ( Ha) terletak di Kepulauan Nusa Penida. Kabupaten Klungkung berbatasan dengan: Sebelah Utara: Kabupaten Bangli Sebelah Timur: Kabupaten Karangasem Sebelah Selatan: Samudra India Sebelah Barat: Kabupaten Gianyar Kapubaten Klungkung memiliki panjang pantai sekitar 97,6 km yang terdapat di Klungkung daratan sepanjang 14,10 km dan di Kepulauan Nusa Penida sepanjang 83,50 km. Kondisi ini menyebabkan Kabupaten Klungkung memiliki potensi perekonomian laut dengan kegiatan penangkapan ikan dan kegiatan budidaya rumput laut. Penduduk Kabupaten Klungkung pada tahun 2011 tercatat sebanyak jiwa yang tersebar tidak merata di empat kecamatan dimana sebagian besar (74%) penduduk berada di daratan Klungkung, sedangkan sebagian kecilnya (26%) berada di Kepulauan Nusa Penida (Nusa Penida, Nusa Lembongan dan Nusa Ceningan). Berbeda dengan lokasi penelitian lainnya, jumlah penduduk lakilaki di Kabupaten Klungkung sedikit lebih rendah dibandingkan penduduk perempuan dengan rasio 97% di tahun Komposisi penduduk lakilaki adalah 49% terhadap jumlah penduduk Kabupaten Klungkung seluruhnya, sedangkan sisanya adalah penduduk perempuan. Berdasarkan lapangan pekerjaan, porsi angkatan kerja yang bekerja di sektor pertanian sebesar 29%, di sektor perdagangan, hotel dan rumah makan sebesar 23%, sektor industri 16%, sektor jasa 14% dan sektor lainnya yang masingmasing tidak lebih dari 10%. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 45

74 Kegiatan usaha perikanan yang terdapat di Kabupaten Klungkung adalah penangkapan di laut, budidaya laut dan budidaya kolam air tenang. Jumlah rumah tangga perikanan untuk perikanan tangkap laut pada tahun 2011 sebanyak unit, budidaya laut sebanyak unit, budidaya kolam air tenang sejumlah 206 unit serta UPR dan BBI masingmasing 1 unit. Kegiatan usaha perikanan tangkap laut sebagian besar dilakukan dengan menggunakan perahu motor tempel sebanyak unit pada tahun 2007 dan sedikit meningkat menjadi unit tahun , kemudian meningkat lagi menjadi unit di tahun Alat tangkap yang dominan adalah jaring insang dan pancing sebanyak pada tahun 2007, tetapi menurun jumlahnya menjadi unit di tahun dan kembali bertambah di tahun 2011 sejumlah unit. Tabel menampilkan jumlah alat tangkap di Kabupaten Klungkung tahun Tabel Jumlah Alat Penangkapan Ikan (Unit) di Kabupaten Klungkung Tahun 2012 Kecamatan No Sarana Nusa Penida Banjarangkan Klungkung Dawan Jumlah 1 Jaring Insang Hanyut ,086 3 Pancing tonda Pancing Ulur ,069 Jumlah 1, ,986 Sumber: BPS Kabupaten Klungkung, 2012 Produksi ikan pada tahun 2011 tercatat sebanyak 1.731,6 ton yang didominasi oleh ikan tongkol, tembang, ikan karang, cakalang, cucut dan ikan lainnya (Tabel 4.23) Tabel Produksi Ikan Laut Berdasarkan Jenis Ikan di Kabupaten Klungkung Tahun Jenis ikan 2007 (ton) 2008 (ton) 2009 (ton) 2010 (ton) 2011 (ton) Tongkol Tembang Ikan Karang Cakalang Cucut Ikan lainnya Sumber: BPS Kabupaten Klungkung, 2012 Kegiatan budidaya yang berjalan adalah usaha pembesaran dan pembenihan yang tersebar di empat kecamatan, seperti budidaya laut berpusat di Kecamatan Nusa Penida karena wilayahnya sangat cocok untuk usaha budidaya rumput laut. Sebaliknya, budidaya kolam air tanah tersebar di tiga kecamatan, kecuali Nusa Penida. Untuk kegiatan pembenihan dilakukan oleh UPR dan BBI yang berlokasi di Kecamatan Dawan dan Kecamatan Banjarangkan. Luas lahan budidaya yang dimanfaatkan terlihat pada Tabel Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 46

75 Tabel Luas Usaha Budidaya (Ha) di Kabupaten Klungkung Tahun 2012 No. Jenis Kegiatan Kecamatan Nusa Penida Banjarangkan Klungkung Dawan Jumlah 1. Perikanan Laut 1.1 Budidaya Perikanan Darat 2.1 Budidaya Kolam Air Tenang Pembenihan UPR BBI JUMLAH Sumber: BPS Kabupaten Klungkung, 2012 Jumlah produksi perikanan darat hanya disumbang oleh kegiatan perikanan budidaya kolam sebesar 7,9 ton pada tahun 2008 dan meningkat pada tahun 2009 menjadi 9,6 ton. Peningkatan produksi yang cukup tajam terjadi pada tahun 2010 menjadi 20,7 ton atau meningkat hampir dua kali lipat dan terus meningkat lagi menjadi 21,9 ton pada tahun Sementara itu, produksi rumput laut pada tahun 2007 mencapai 91,32 ton dan terus meningkat menjadi 101,21 ton dan 103,204 ton masingmasing untuk tahun 2008 dan Tingkat produksi sempat mengalami penurunan pada tahun 2010, tetapi meningkatk kembali menjadi 106,952 ton pada tahun Lembaga Pengelola Energi Lembaga yang bertanggung jawab menangani energi di Nusa Penida adalah PT.PLN (persero) Rayon Klungkung, Sub Rayon Nusa Penida. Wilayah cakupan kerja adalah Pulau Nusa Besar, Nusa Ceningan dan Nusa Lembongan. Jika diambil garis lurus, jarak antara Kota Kabupaten Klungkung (semarapura) hingga ke Pulau Nusa penida mencapai 25 km. Akses menuju Nusa penida menggunakan sarana transportasi laut. Pengelolaan energi listrik di Nusa Penida dapat dibedakan menjadi dua kategori, yaitu pengelolaan oleh PLN dan pengelolaan oleh masyarakat yang dilakukan secara mandiri. Sumber listrik PLN berasal dari diesel dengan bahan bakar solar (Gambar 4.7). Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 47

76 Nusa Penida, Bali PLN Mandiri Masyarakat Diesel Solarcell Angin Masyarakat Gambar 4.7. Pengelolaan Listrik di Bawean Rasio elektrifikasi di Nusa Penida berbasis dusun. Pada saat ini, semua desa sudah semua teraliri, namun masih ada beberapa dusun di dalam desa yang belum teraliri. Dusun yang belum teraliri adalah dusun yang merupakan daerah proses perluasan jaringan (dalam hal ini belum semua dusun di desa yang teraliri listrik. Di antaranya di dusun Anta (desa Tanglad), dusun Bucang (Desa Sakti), dusun Subyan (desa Sakti). Saat ini rasio elektrifikasi 75% dusun terlistriki. Hambatan pengembangan listrik di Nusa Penida adalah letak geografis (jaringan listrik) dan pemukiman penduduk yang menyebar. Sejak Tahun 1993, pasokan listrik nusa penida mengunakan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel. Pada tahun 2009, PLN sudah bisa mengaliri listrik selama 24 jam dengan kebutuhan mencapai 2 Mega untuk ketiga pulau. Kebutuhan solar untuk mampu mengaliri listrik di Nusapenida mencapai 350KL per bulan. Selain itu, di Nusa Penida juga terdapat pembangkit listrik tenaga angin (PLTB) dan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS). Kedua jenis pembangkit ini merupakan pembangkit energi terbarukan. Pada bulan April 2013, Nusa Penida sudah dialiri listrik kabel bawah laut (base power) dalam hal ini pasokan listrik sudah tidak menjadi permasalahan karena tidak hanya mengandalkan penggunaan PLTD yang berbahan bakar solar. Beban puncak saat ini untuk 3 pulau berkisar 2,5 Mega Watt (2,22,4 MW). Dengan jam puncak pada malam hari 710 (4jam). Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) berada di puncak Mundi (Nusa besar). Tiap unit PLTB mampu menghasilkan listrik sebesar 50 kw. Kelemahan dalam oprasionalisasinya adalah faktor kelembaban/humidity sehingga sering mengalami kerusakan karena berkarat. Solusinya adalah dengan melakukan Schedule Maintenance. Saat ini terdapat 11 unit PLTB dengan rincian 3 unit berasal dari PLN dan 8 unit berasal dari pemerintah pusat (esdm) dan sudah diserahkan kepada Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 48

77 kabupaten Klungkung. Oleh Kabupaten, pengelolaannya diserahkan kepada koperasi. Kegiatan pengkajian pada saat akan membangun PLTSurya dan Bayu diakukan oleh pemerintah pusat. Asetnya di serahkan kepada PEMDA. Pemda mencari pengelola yang cocok (koperasi), kemudian hasil listrik yang didapat dijual kembali ke PLN. Pada akhirnya, PLN menjual kepada masyarakat. Sebagian pelanggan di wilayah Jungud Batu, Desa Lembongan merupakan pelanggan listrik kategori bisnis. Hal ini dikarenakan pada wilayah tersebut merupakan wilayah pariwisata dengan fasilitas resort yang dimiliki. Pada awalnya PLN hanya mengandalkan penggunaan PLTD untuk memasok listrik. Namun karena sering padam, dan berdampak buruk terhadap pariwisata maka timbul keinginan dari PLN untuk membuat kabel bawah laut. Keberadaan PLTD dianggap tidak efisien karena menimbulkan suara bising dan asap. Selain itu biaya BBM yang besar karena menggunakan BBM non subsidi (300 KL), kelebihannya adalah proses pembangunan instalasi dapat dilakukan dengan cepat. Proses inisiasi awal untuk memutuskan penggunaan kabel memakan waktu 2 tahun. Dasar pembangunan Kabel bawah laut adalah karena faktor keandalan, diantaranya listrik tidak mudah mati yang diakibatkan pembangkit sedang down, tidak memiliki kendala akibat mesin rusak atau kendala dalam penyaluran solar (suplay BBM), Sejak di bangun, belum ada gangguan yang signifikan. Untuk rencana kedepan, ada rencana membangun kabel bawah laut lagi, untuk jagajaga jika kabel 1 mengalami kerusakan. Tarif listrik untuk masyarakat (PLTD dan kabel bawah laut) sama sesuai dengan tarif nasional. Rekening yang mendapatkan subsidi adalah pelanggan dengan 450 dan 900 watt. Pada wilayah Jungud Batu, sebagian pelanggan melakukan pembayaran listrik dengan sistem pra bayar. Sedangkan pada wilayah Nusa Besar, pelanggan listrik pra bayar baru mencapai 40%. Saat ini masyarakat melakukan pembayran rekening tagihan listrik melalui bank. Desa wilayah pesisir Nusa Penida, sebelah barat: Toyopakeh, sakti (dusun penida), Ped (dusun sental, dusun tanah bias, dusun bodong), Kutampi (dusun telage, dusun buyuk, dusun mentigi). Sebelah Utara: Desa Sampalan (dusun Kutapang), Desa Batu Mulapan, sebelah Timur: Desa Suane (dusun karang sari, Semaye, Karang, Pejakutan). Terdapat rumah dalam dusun yang menempel listrik dengan desa lain, karena letaknya yang berdekatan. Pada Tabel 4.25 dapat dilihat sebaran pelanggan di desadesa yang terdapat di Nusa Penida. Pelanggan terbesar adalah golongan R1450 sebesar 44,13% (3.808 pelanggan), R1900 sebesar 43,84% (3.783 pelanggan), R sebesar 9,44% (815 pelanggan), R sebesar 2,6% (224 pelanggan). Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 49

78 Tabel Data Kelistrikan Nusa Penida tahun 2013 (Juni) Tipe R1 450 R1 900 R R Tipe Sakti Kutampi Kaler Toya Pakeh Desa (jumlah pelanggan) Pejukutan Ped Suana Batumadeg Tanglad Sekartaji Klumpu Bunga mekar Desa (jumlah pelanggan) Batu Kutampi Batu nunggul kandik Jungut batu Lembongan R R R R Sumber: PLN Rayon Nusa Penida, 2013 E. Larantuka, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur Kabupaten Flores timur memiliki batas dengan Laut Flores di sebelah Utara; Laut Sawu di sebelah selatan, Kabupaten Sikka di sebelah Barat; dan Kabupaten Lembata disebelah Timur. Kabupaten Flores Timur terletak antara LS dan BT. Luas wilayah daratan 1.812,85 km 2 tersebar di 17 pulau (3 pulau yang dihuni dan 14 pulau yang tidak dihuni). Secara administrasi, Flores Timur terdiri dari Kecamatan 19, Kelurahan: 21, Desa: 232. Wilayah ini memilki 4 gunung berapi, yaitu Gunung Lewotobi Lakilaki, Gunung Lewotobi Perempuan, Gunung Leraboleng serta Gunung Boleng. Jumlah penduduk Flores Timur dari hasil Sensus Penduduk 2010 tercatat sebanyak jiwa dengan kepadatan 128,31 jiwa per Km2. Jika ditinjau dari penyebarannya, dari total penduduk Flores Timur paling banyak berada di Kecamatan Larantuka (16,06%) disusul Kecamatan Adonara Timur (11,25%) sedangkan yang paling sedikit adalah Kecamatan Demon Pagong (1,84%). Angkatan kerja penduduk berkisar Usia 15 Tahun Ke Atas, 71,12% di antaranya merupakan Angkatan Kerja. Dari angkatan kerja tersebut 69,32% di antaranya bekerja dan sisanya 1,79% aktif mencari pekerjaan. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 50

79 Sarana pendidikan yang terdapat di Larantuka dari tingkat sekolah dasar hingga SMU/SMK. Jika dibandingkan antara guru dan sekolah, pada tingkat SD mendapat nilai 11. Hal ini berarti 1 sekolah SD terdapat 11 orang guru. Rasio perbandingan pada tingkat SMP adalah 14, artinya 14 guru untuk satu sekolah. Rasio SMU adalah 24, satu sekolah dengan 24 guru dan Rasio perbandingan SMK 21, satu sekolah dengan 21 guru. Tabel Jumlah Sarana Sekolah, Murid dan Guru di Kabupaten Flores Timur Tahun 2011 Tingkat Pendidikan Jumlah Sekolah Jumlah Murid Jumlah Guru SD SMP SMU SMK Jumlah Sumber: BPS Kabupaten Flores Timur, 2012 Pada Tabel terlihat bahwa mayoritas sarana penangkapan berupa sampan/jukung. Tahun 2009 sampan mendominasi sarana penangkapan sebanyak 31,22% disusul dengan kapal motor 12,07%. Pada tahun 2010, sampan/jukung mencapai 29,36% dan kapal motor 15,03% demikian halnya pada tahun 2011, sampan/perahu (32,38%)dan kapal motor (15,50%). Jika dilihat jumlah tanpa perahu sejak tahun 2009 hingga 2011 mengalami penurunan, disisi lain jumlah sampan/jukung mengalami peningkatan sejak tahun 2009 hingga tahun Tabel Sarana Penangkapan di Flores Timur Jenis Sarana Penangkapan Tahun ( Unit ) 2009 % 2010 % 2011 % Tanpa Perahu 657 9, , ,81 Sampan/Jukung , , ,38 Perahu Papan 657 9, , ,81 Motor Tempel 492 7, , ,21 Kapal Motor , , ,50 Jumlah Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Flores Timur, 2012 Pada tahun 2009, alat tangkap yang mendominasi adalah pancing ulur (27%), Gill Net multifilament (17,17%), dan Gill net monofilament (11,88%). Pada tahun 2010, alat tangkap yang mendominasi adalah pancing ulur (32,80%), Gill Net multifilament (14,43%), dan Gill net monofilament (11,88%). Pada tahun 2011, alat tangkap yang mendominasi adalah pancing ulur (29,60%), Gill Net multifilament (12,66%), dan Gill net monofilament (12,11%). Alat tangkap Gillnet monofilament, dan pancing tonda memiliki kenaikan jumlah di tiap tahun. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 51

80 Tabel Jenis Alat Tangkap Nelayan Kabupaten Flores Timur 2012 Jenis Alat Tangkap Tahun ( Unit ) 2009 % 2010 % 2011 % Purse Seine 102 1, , ,92 Pukat Tarik 84 1, , ,74 Bagan 1 Perahu 98 1, , ,62 Gill Net Multifilament , , ,66 Gill Net Monofilament , , ,11 Pole and Line 57 0, , ,55 Long Line 202 2, , ,30 Rawai Dasar 138 1, , ,31 Pancing Tonda 424 5, , ,27 Pancing Ulur , , ,60 Bubu 127 1, , ,49 Rumpon 81 1, , ,37 Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Flores Timur, 2012 Usaha budidaya yang dilakukan di Kabupaten Flores Timur adalah budidaya kerang mutiara. Usaha budidaya kerang mutiara tersebar diperairan antar Pulau Adonara dan P.Solor. Kegiatan budidaya mutiara berkembang cukup pesat mengingat masih baiknya kondisi perairan di lokasi. Setidaknya terdapat lima usaha budidaya kerang mutiara, yaitu di Pulau Adonara (1 unit), Pulau Konga (1 unit), Tanjung bunga (2 unit), Kawalelo (1 unit). Usahausaha tersebut sebagian besar dimiliki oleh perusahaan asing (PMA). Selain potensi budidaya, di Flores Timur juga memiliki potensi rumput laut. Kegiatan usaha pengolahan ikan di Larantuka sebagian besar berupa olahan tuna dan cakalang. Ikan tuna diolah menjadi loyin, berupa daging yang dipotong dan dikemas beku. Ikan ini dipasarkan dengan tujuan ekspor ke USA. Sedangkan ikan cakalang dipasarkan dalam bentuk utuh. Pada Tabel terlihat bahwa sebagian besar perusahaan olahan menggunakan tuna dan cakalang sebagai bahan baku dikarenakan lokasi penangkapan memiliki stok sumberdaya ikan tuna yang masih besar. Tabel Perusahaan Pengolahan Nama Perusahaan Jenis Olahan Alamat PT. Jasa Putra Abadi Tuna Loyin dan Cakalang Kl.Weri UD. Sang Surya Tepung Ikan Kl.PT Wangin Bao PT.Okishin Flores Tuna Loyin dan Cakalang Waibalun PT.Primo Indo Ikan Tuna Loyin dan Cakalang Ds. Waimana II Sumber: Data primer (diolah), 2013 Proses pengiriman yang dilakukan menggunakan akses darat dan laut. Proses pengiriman dilakukan berulang kali dari larantuka menuju Maumere, mengingat fasilitas pengantar ikan beku Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 52

81 terbatas. Ikan yang sudah diantar untuk sementara dikumpulkan di kontainer pendingin.ikan yang sudah diolah dibekukan dan dikirim menggunakan mobil berpendingin ke Pelabuhan Maumere yang berjarak tiga jam perjalanan. Setelah itu, proses pengiriman ikan dilakukan menggunakan kapal melalui surabaya. Pabrik pengolahan dan pabrik es sudah tersedia di lokasi, namun terkadang terkendala dengan pasokan listrik yang sering mengalami gangguan. Pabrik sudah mengantisipasi kendala listrik dengan cara menggunakan genset pribadi, namun pasokan solar untuk industri hanya tersedia di Maumere. Lembaga Pengelola Energi Listrik Lembaga yang bertanggung jawab menangani energi di Kabupaten Flores Timur adalah PLN. Wilayah cakupan kerja berada di Pulau Solor, Pulau Adonara dan Pulau Flores. Saat ini sebagian besar sumber energi PLN berasal dari PLTDSolar. Pada wilayah Kecamatan Tanjung Bunga, masyarakat (perikanan) masih belum mendapatkan pasokan listrik. Pada Gambar 4.8. dapat dilihat bahwa di Flores Timur sumber energi dapat dibedakan menjadi dua, PLN dan masyarakat. Sumber listrik PLN berasal dari diesel, dengan bahan bakar solar dan penggunaan solarcell di pulau Solor. Mekanisme pembayaran listrik bagi masyarakat mengikuti pola pembayaran pada umumnya, dengan harga yang sama. Sedangkan energi yang digunakan oleh masyarakat berasal dari energi diesel pribadi dan solarcell. Penggunaan diesel secara pribadi dilakukan guna memenuhi kebutuhan akan listrik karena dibeberapa lokasi jaringan PLN belum ada. Demikian halnya dengan penggunaan solarcell untuk membantu masyarakat memenuhi kebutuhan akan listrik, walaupun listrik yang dihasilkan hanya sebatas manyalakan lampu. Flores Timur PLN Mandiri / Masyarakat Solar cell Diesel Diesel Solar cell Masyarakat Gambar 4.8. Pengelolaan Energi Listrik di Flores Timur Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 53

82 Saat ini pemerintah sedang meminimalisir penggunaan solar untuk digunakan sebagai bahan bakar. Hal ini menyebabkan kebijakan pengadaan mesin genset untuk memenuhi kebutuhan listrik tidak menjadi hal yang menarik. Sebagai gantinya, pemerintah mulai mengenalkan penggunaan batu bara sebagai bahan bakar pengganti solar, berupa PLTGb (Pembangkit Listrik Tenaga GasBatubara). PLN Kabupaten Flores Timur, berencana membangun PLTGb untuk membantu menyuplai pasokan listrik dari diesel yang selama ini digunakan. Namun, karena kebijakan pembangunan PLTG tidak mendapatkan respon positif oleh pemerintah setempat dan masyarakat, maka rencana pembangunannya dialihkan ke wilayah Maumere. Namun demikian, listrik yang dihasilkan tetap dapat dialirkan ke Larantuka. Kebutuhan listrik pada saat malam hari di Larantuka mencapai 4 MW. Penggunaan solar sebagai bahan bakar sebanyak 530 KL/bulan. PLTS di Pulau Solor sudah mulai beroperasi pada tanggal 27 Oktober 2013 dan mampu beroperasi selama 24 jam. Sedangkan pada pulau Adonara, listrik mampu beroperasi selama 24 jam sejak tahun Pada kedua pulau tersebut juga mengandalkan penggunaan solar sebagai bahan bakar. Kebutuhan solar untuk diesel di Pulau Adonara sebanyak 400 KL menghasilkan 3100 kw, Pulau Solor sebanyak 120 KL menghasilkan 800 kw. PLTS di Pulau Solor memiliki kapasitas 60 kw dan mampu menghasilkan listrik penerangan untuk tiga desa. Pulau Solor mulai mendapatkan pasokan listrik dari PLN pada tahun 90an dengan target sasaran tiga desa. Pada tahun 2012 telah dilakukan jaringan interkoneksi antara wilayah solor di bagian timur dan barat. Pada tahun 2013 bulan oktober, pasokan listrik mulai beroperasi selama 24 jam. Listrik di Pulau Adonara mulai beroperasi pada tahun 1985an dengan sasaran 1 kecamatan. Pada tahun 2011, pasokan listrik sudah mencakup seluruh kecamatan dengan waktu operasi selama 12 jam. Sejak tahun 2013, listrik mulai beroperasi selama 24 jam. Di lokasi daratan, PLTD mulai beroperasi pada tahun 1970an dengan mencakup beberapa bagian di 7 kecamatan. Pada tahun 1980an, listrik sudah beroperasi selama 24 jam. Saat ini masih terdapat 1 kecamatan di Timur (tanjung Bunga) dan 1 kecamatan di wilayah barat (Titihena) yang belum mendapatkan pasokan listrik. Pembangkit listrik (Diesel) di Larantuka memiliki kapasitas daya kw dengan beban puncak kw, sedangkan di wilayah Wolonggita di wilayah perbatasan kabupaten mencapai 360 kw dengan beban puncak mencapai 350 kw. Pembangkit di Pulau Adonara memiliki kapasitas kw dengan beban puncak mencapai kw. Pembangkit di Pulau Solor memiliki kapasitas kw dengan beban puncak mencapai 800 kw. Pembangkit dari PLTS mulai beroperasi pada tahun 2013 dengan kapasitas 2x30 kw dengan beban mencapai 25 kw. Hasil listrik dari PLTS dimanfaatkan untuk tiga desa di Kecamatan Adonara Barat, yaitu Titihena, Lamawalang, Kalelu dan Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 54

83 mampu menerangi 200 rumah. PLTS di lokasi dikelola oleh PLN sehingga masyarakat yang mendapatkan listrik membayar iuran kepada PLN. Tabel Banyaknya Pelanggan, Produksi, Daya Terjual danterpasang Listrik PLN Menurut Ranting dan Sub Ranting Tahun 2011 Ranting PLN Jumlah Pelanggan Produksi kwh Terjual Dipakai sendiri Boru Lewolaga ,511 Waiklibang Larantuka Ritaebang Menanga Adonara barat Adonara Timur Sumber: PT PLN (persero) Unit Bisnis Cab. Merauke Ranting Larantuka 4.2. Analisis Kelembagaan A. Aspek Regulatif Pengelolaan Energi Berdasarkan penelusuran data, dari kelima kabupaten yang dijadikan lokasi riset, terdapat tiga kabupaten yang memiliki SKPD khusus untuk menangani energi (Dinas ESDM), yaitu Kabupaten Gresik, Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten Bangka. Sedangkan pada kabupaten lainnya, SKPD yang menangani energi digabungkan dengan SKPD lain, sebagai contoh di Kabupaten Klungkung, bagian yang menangani energi berada didalam BAPPEDA. Pada Kabupaten Flores Timur, pengelolaan energi terdapat dalam SKPD PUTAMBEN (Pekerjaan Umum dan Pertambangan dan Energi). Kabupaten Raja Ampat merupakan kabupaten yang cenderung baru berdiri dan merupakan pecahan dari Kabupaten Sorong. Pada Kabupaten Raja Ampat terdapat BUMD yang menangani secara langsung pemenuhan listrik masyarakat melalui pembangkit listrik tenaga diesel, namun jangkauannya baru terbatas pada Kota Waisai (ibukota) kabupaten dan belum mampu melayani seluruh wilayah di kepulauan. Aspek regulatif dalam konteks ini adalah adanya aturan formal yang terdapat ditingkat kabupaten yang mengatur secara langsung pengelolaan energi (PERDA). Pada Tabel 4.31 dapat dilihat bahwa aspek regulatif dari sisi pemerintah terkait pengelolaan energi yang tertinggi terdapat pada Kabupaten Gresik dengan tingkat capaian sebesar 40%. Sedangkan Kabupaten lainnya memiliki persentasi tingkat capaian yang merata, yaitu sebesar 20 %. Capaian 40% menunjukkan bahwa di Kabupaten Gresik sudah memiliki aturan daerah (PERDA) tentang pengelolaan energi Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 55

84 yang dapat dijadikan landasan membuat kebijakan pengelolaan energi, termasuk didalamnya pengelolaan energi baru dan terbarukan. Tabel Aspek Regulatif dan Dukungan Pengelolaan Energi Lokasi Nilai capaian Maksimal Aspek Regulatif dan Dukungan PEMDA dalam Pengelolaan Energi Regulatif Dukungan Nilai yang dicapai Persen (%) tingkat capaian Nilai yang dicapai Persen (%) tingkat capaian Nilai Rata Rata yang dicapai Persen (%) Nilai RataRata tingkat Capaian Raja Ampat (Selat Manswar) ,5 30 1,25 25 Nusa Penida , ,88 37,5 Bangka (Teluk Klabat) , ,38 27,5 Gresik (Bawean) ,5 30 1,75 35 Flores Timur (Larantuka) Sumber: Data Diolah ,5 50 1,75 35 Capaian 20% dapat diartikan bahwa belum ditemukan aturan khusus di tingkat Kabupaten yang mengatur secara spesifik pengelolaan energi, termasuk pengelolaan energi terbarukan. Belum adanya PERDA khusus terkait pengelolaan energi dapat diartikan bahwa sumber energi di lokasi belum dijadikan prioritas dalam kegiatan pembangunan atau daerah tidak memiliki potensi energi yang besar dan membutuhkan peraturan khusus. Salah satu bentuk dukungan pemerintah lainnya terkait energi terbarukan adalah memiliki kewajiban membeli listrik yang dihasilkan dari sumber energi tersebut. Dalam hal ini, energi listrik yang dihasilkan dijual kepada PLN, kemudian PLN menjual kembali kepada masyarakat. Berdasarkan aspek implementasi dukungan, capaian terbesar (55%) terdapat pada Kabupaten Nusa Penida, Flores Timur (50%), Bangka (35%), Raja Ampat (30%) dan Gresik (30%). Pada kabupaten Nusa Penida sudah memiliki bentuk pengelolaan energi terbarukan berupa pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) dan PLTS di Puncak Mundi Nusa Penida. Kabupaten Bangka akan sedang membangun PLTU dari gas bumi. Pada Kabupaten Flores Timur, memberikan dukungan perhatian yang besar pada saat sedang etrjadi ujicoba pemasangan teknologi arus laut di Selat Larantuka. Pemerintah setempat memberikan dukungan berupa keterlibatan sebagai tim teknis pada saat kegiatan pengukuran arus. Sedangkan pada Kabupaten Gresik dan Raja Ampat, Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 56

85 pemda setempat sudah memfasilitasi kegiatan pembangkit listrik tenaga surya PLTS untuk sebagian masyarakat. Walaupun demikian, jika dilihat dari aspek jumlah, bantuan PLTS belum mencukupi dan jika dilihat dari aspek keberlangsungan teknologi, tidak seluruhnya berhasil untuk dipertahankan. Peraturan derah yang mengatur tentang penggunaan laut sebagai sumber energi belum ada. Namun demikian, terdapat peluang dilakukannya pengembangan energi laut dapat diadopsi berdasarkan aturan daerah diatasnya (tingkat propinsi) yang memiliki kaitan dengan isu energi. Pada pemerintah daerah Gresik sudah memberikan dukungan berupa pengembangan energi baru. Dukungan ini diantaranya terdapat pada Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 14 Tahun 2002 Tentang Pengelolaan Sumber Energi Dan Ketenagalistrikan dan Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor 8 TAHUN 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gresik Tahun Kedua peraturan daerah ini menyentuh keberadaan energi terbarukan dan sektor pengembangan sumberdaya penghasil energi. Pada Bab II pasal kedua tentang wewenang dan tanggung jawab (PERDA No 14 tahun 2002), disebutkan bahwa Bupati memiliki wewenang dan tanggung jawab pengelolaan sumber energi dan ketenaga listrikan daerah, diantaranya adalah melakukan inventarisasi potensi sumber energi dan ketenagalistrikan. Pada pasal ketiga disebutkan bahwa Inventarisasi meliputi kegiatan pemetaan, penyelidikan, penelitian, eksploritasi pengumpulan dan pengolahan data sumber energi dan ketenagalistrikan. Hasil inventarisasi dijadikan sebagai dasar untuk menyusun perencanaan sumber energi dan ketenagalistrikan atau rencana umum sumber energi dan ketenagalistrikan. Pada lampiran XIII Peraturan Daerah Kabupaten Gresik Nomor: 8 Tahun 2011 (Tanggal: 15 Juli 2011) disebutkan program utama pemenuhan sumber energi baru di Kecamatan Sangkapura dan Kecamatan Tambak pada rentang tahun Adapun instansi yang tercantum untuk terlibat pada kegiatan tersebut adalah ESDM, PLN dan Swasta. Keberadaan laut sebagai sumber energi (gelombang laut) belum tercantum di dalam peraturan daerah tersebut, namun peluang untuk melakukan pengembangan masih terbuka. Pada Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur Nomor 5 Tahun 2012 Tentang Rencana tata Ruang Wilayah Provinsi Tahun , dimana Kabupaten Gresik termasuk di dalamnya, tercantum adanya pengembangan sistem jaringan. Pada Pasal 11 ayat 3 disebutkan pengembangan diversifikasi sumber energi baru dan terbarukan, antara lain: energi mikrohidro, energi angin, energi surya, energi air, energi panas bumi, energi gelombang laut, energi biogas, dan energi biomassa. Sayangnya pada pasal 39 ayat 2 point (f), Kabupaten Gresik tidak disebutkan sebagai salah satu wilayah penghasil energi gelombang melainkan Kabupaten Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Blitar, Malang, Lumajang, Jember, Banyuwangi, Tuban, Bangkalan, Sampang, Pamekasan, dan Sumenep. Kondisi ini menunjukkan potensi adanya gelombang laut di Kabupaten Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 57

86 Gresik (Pulau Bawean) belum muncul dan masuk ke dalam prioritas kegiatan di Pemerintahan Jawa Timur. Di lokasi penelitian (Pulau Bawean), Kecamatan Sangkapura dan Tambak, belum di dapati informasi terkait adanya aturan pengembangan energi, terutama energi terbarukan yang berasal dari gelombang laut. Pengusahaan Sumber Daya Energi a Perorangan atau kelompok usaha yang berkewarganegaraan Indonesia dan bertempat tinggal di Indonesia dengan mengutamakan masyarakat setempat b c d e Badan Usaha yang berbadan Hukum Badan Usaha Milik Daerah Badan Usaha Milik Negara Badan Usaha Swasta yang didirikan sesuai dengan Perundangundangan RI berkedudukan di Indonesia h Perusahaan modal asing sesuai dengan Peraturan yang berlaku g Perusahaan dengan modal bersama antara Negara/Badan Usaha Milik Negara dan atau Propinsi/Kabupaten/Kota/Badan Usaha Milik Daerah disatu pihak dengan perorangan, atau Badan Usaha Swasta dipihak lain f Perusahaan dengan modal bersama antara Negara/Badan Usaha Milik Negara disatu pihak dengan Kabupaten/Kota atau perusahaan Daerah pihak lain Sumber: PERDA Kab Gresik No.14 Gambar 4.9. Pengusahaan Sumber Energi PEMDA Kabupaten Gresik sudah mengeluarkan regulasi terkait pengusahaan sumber daya energi. Pada Gambar 4.9 terlihat bahwa pemda memprioritaskan pengusahaan energi pada usaha masyarakat setempat yang berkewarganegaraan Indonesia, usaha perorangan atau kelompok usaha. Dalam hal ini, pengelolaan sumber energi gelombang dimungkinkan untuk dikelola oleh kelompok masyarakat atau bisa juga dikelolaa dalam bentuk koperasi. Namun demikian, jika kelompok masyarakat belum memungkinkan untuk mengelola dikarena keterbatasan SDM ataupun finansial, pengusahaan sumber daya energi dapat dilakukan oleh badan usaha milik Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 58

87 daerah (BUMD), BUMN ataupun Swasta. Pada regulasi yang dibuat oleh pemda juga membuka peluang pengusahaan energi dilakukan dengan modal patungan antara BUMN, BUMD, Propinsi, Kabupaten/Kota, Swasta. Bahkan dibuka peluang pengusahaan sumberdaya energi dilakukan oleh perusahaan asing. Namun demikian, pelaksanaannya menggunakan syarat dan ketentuan yang berlaku. Pada Pulau Bawean, pelaksanaan pengusahaan sumberdaya listrik dengan mesin diesel dilakukan oleh PLN yang bekerjasama dengan badan usaha yang berbadan hukum serta koperasi. Pada (draft) Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Klungkung Tahun , keberadaan energi baru dan terbarukan sudah tercantum pada Kecamatan Nusa Penida berupa Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTb) dan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Sedangkan peluang pengembangan energi yang berasal dari gelombang laut terdapat dalam draft tersebut pada paragraf pertama sistem jaringan energi Pasal 25. Namun, bahasan terkait potensi pengembangan energi laut masih terbatas. Pada Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun , keberadaan energi yang berasal dari laut belum disinggung, tetapi didalamnya memberikan peluang pengembangan keberadaan energi terbarukan. Selain itu, pada Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 6 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provinsi Bali Tahun telah disebutkan kebijakan diversifikasi energi untuk pembangkit listrik, seperti panas bumi, mikrohidro, gas, dan batu bara, juga dapat diterapkannya pembangkit listrik tenaga surya, angin dan gelombang. Pada laporan rencana tata ruang Kabupaten Flores, Bab II Kebijakan dan Potensi Permasalahan, pengembangan energi yang berasal dari arus laut belum disinggung. Sedangkan pengembangan energi yang diprioritaskan adalah Energi Panas Bumi, Energi Angin, Energi Surya dan Energi Mikro Hidro. Namun pada Bab III Skenario pengembangan wilayah, penggunaan energi terbarukan sudah disebutkan secara spesifik, termasuk di dalamnya pemanfaatan energi gelombang. Pada bahasan strategi pengembangan energi, pengembangan energi yang berasal dari arus laut dimungkinkan karena merupakan salah satu sumber pengembangan prasarana listrik dengan sumber alternatif. Dalam hal ini, pengembangan energi arus laut harus mampu mempertimbangkan pengembangkan sumberdaya energi secara optimal dan efisien, memanfaatkan sumber energi domestik, energi yang bersih, ramah lingkungan dan teknologi yang efisien. Sehingga hadirnya sumber energi yang berasal dari arus laut diharapkan mampu menghasilkan nilai tambah untuk pembangkitan tenaga listrik yang sudah ada sehingga terjamin ketersediaan tenaga listrik yang diperlukan. Pada RTRW Flores Timur di bagian Sasaran Pembangunan infrastruktur untuk lima tahun ke depan yakni tahun , PEMDA Flores Timur sudah memberikan dukungan pengembangan energi terbarukan, yaitu peningkatan pembangunan prasarana dan sarana Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 59

88 kelistrikan dan mengembangkan sumber energi yang berkelanjutan, walaupun tidak disebutkan secara spesifik energi yang berasal dari laut. Pada RPJMD , PEMDA Flores Timur sudah menginventarisir permasalahan pasokan energi. Permasalahan pada aspek infrastruktur listrik dan energi adalah (1) sebagian besar desa di Flores Timur belum mendapatkan aliran listrik yang bersumber dari PLN. (2) Penyediaan sumbersumber energi alternatif seperti Pembangkit Listrik Tenaga (PLT) Surya masih sangat terbatas, sedangkan potensi energi alternatif lainnya seperti PLT Arus Laut masih dalam taraf uji coba, dan Panas Bumi di Kecamatan Demon Pagong masih dalam taraf penelitian. Pada RTRW Kabupaten Bangka, bahasan yang terkait dengan energi terdapat pada Paragraf 2Sistem Jaringan Energi Wilayah Kabupaten (Pasal 19), disebutkan bahwa (1) Sistem jaringan energi wilayah Kabupaten terdiri dari : a. pembangkit listrik tenaga diesel di Belinyu, Sungailiat, Puding Besar dan Merawang; b. pembangkit listrik tenaga uap di Merawang dan Riau Silip; c. pembangkit listrik sumber energi lainnya dikembangkan di seluruh kecamatan; d. jaringan transmisi dan distribusi tenaga listrik yang tersebar di seluruh kecamatan. Pada pasal 55 (b) disebutkan perwujudan pengembangan sistem prasarana energi. Perwujudan pengembangan sistem prasarana energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 huruf b dilakukan melalui: a. optimalisasi pembangkit listrik; b. peningkatan pasokan daya listrik yang bersumber dari energi terbarukan; c. pemanfaatan batubara sebagai sumber energi dengan pengelolaan yang ramah lingkungan; d. pembangunan jaringan transmisi dan distribusi listrik sampai tingkat desa; e. Pembangunan gardu Induk. Dalam hal ini potensi pengembangan energi yang berasal dari laut tidak disebutkan secara spesifik, namun demikian sudah dibuka peluang pengembangannya. Pada Gambar 4.10 dapat dilihat capaian ratarata aspek regulatif dan dukungan pada pengembangan energi terbarukan. Kabupaten Nusa Penida mencapai nilai 37,5%. Kabupaten Gresik dan Flores Timur masingmasing mencapai 35%, Kabupaten Bangka mencapai 27,5% dan Kabupaten Raja Ampat mencapai 25%. Nilai ini di dapat dari menggabungkan capaian nilai aspek regulasi dengan bentuk dukungan pemerintah daerah. Semakin tinggi nilai yang dicapai menunjukkan semakin besar perhatian dan dukungan pemerintah terkait dengan peluang pengembangan energi terbarukan (energi laut) Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 60

89 Nilai (%) Ratarata capaian Aspek Regulatif dan Dukungan 25 1,25 1,875 1,375 1,75 1,75 Raja Ampat (Selat Manswar) 37,5 Nusa Penida 27,5 Bangka (Teluk Kalabat) Gresik (Bawean) Flores Timur (Larantuka) Nilai RataRata yang di capai Persen (%) Nilai RataRata tingkat Capaian Sumber: data diolah 2013 Gambar Grafik Nilai Ratarata Aspek Regulatif dan Dukungan B. Aspek Normatif Pengelolaan Energi Pada aspek normatifimplementasi Energi Baru Terbarukan akan dikaitkan dengan aturanaturan lokal ditingkat masyarakat yang memiliki kaitan dalam pengelolaan energi. Berdasarkan hasil penelitian di lokasi, tidak ditemukan aturan lokal/adat yang menangani laut secara khusus dan memiliki kaitan langsung dengan pengelolaan energi. Namun demikian, hampir di semua lokasi terdapat pengelolaan energi yang dilakukan oleh masyarakat. Pada Tabel 4.32 dapat dilihat capaian aspek normatif di setiap lokasi penelitian. Capaian terbesar terdapat di kabupaten Nusa Penida dan Flores Timur, masingmasing memiliki nilai capaian 45%, Kabupaten Raja Ampat 40%, Gresik 34% dan Bangka 20%. Makin tinggi nilai capaian mengindikasikan aspek normatif pengelolaan energi makin baik. Tabel Aspek Normatif Pengelolaan Energi Lokasi Nilai Capaian Maksimal Aspek Normatif Pengelolaan Energi Nilai yang di capai Persen (%) tingkat Capaian Raja Ampat (Selat Meosmansar) Nusa Penida 5 2,25 45 Bangka (Teluk Kalabat) Gresik (Pulau Bawean) 5 1,75 35 Flores Timut (Larantuka) 5 2,25 45 Sumber: Data Primer Diolah 2013 Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 61

90 Pada lokasi penelitian, terdapat pola pengelolaan energi oleh masyarakat setempat. Pengelolaan tersebut dilakukan oleh masyarakat sebagai strategi pemenuhan energi, terutama energi listrik. Hampir di seluruh wilayah kabupaten memiliki pengelolaan listrik yang dilakukan oleh masyarakat, sedangkan pada Kabupaten Bangka, di wilayah pesisir yang belum teraliri listrik (Tanjung Penyusup) pemenuhan kebutuhan listrik dilakukan secara pribadi oleh masyarakat dan tidak dilakukan secara komunal. Hal ini dilakukan karena hampir sebagian besar masyarakat memiliki diesel di rumah masingmasing yang digunakan untuk menghasilkan listrik. Adapun genset yang digunakan berasal dari membeli ataupun merupakan bantuan yang diberikan oleh PT Timah. Pada siang hari, genset dirumahrumah penduduk tidak diaktifkan. Sehingga aktivitas yang menggunakan listrik, praktis hanya menyala pada malam hari. Genset mulai diaktifkan untuk mengaliri listrik pada pukul 5 sore hingga 12 malam, selebihnya genset dimatikan untuk meminimalisir pengeluaran. Adapun kebutuhan bensin yang dibutuhkan untuk satu rumah sebanyak 3 liter dengan kisaran harga ditingkat eceran mencapai Rp /liter. Kapasitas genset yang digunakan mampu menyalakan TV, dan beberapa lampu pada malam hari. Sedangkan warga yang menggunakan mesin air, hanya melakukan proses pengisian air sebanyak dua kali, dipagi hari dan sore hari. Pada tahun 2010, di Pulau Bawean, terutama Pulau Gili, sudah diimplementasikan energi baru terbarukan berupa penggunaan energi solar panel. Keberadaan sumber energi ini sangat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat yang belum memiliki sumber energi listrik. Energi listrik yang dihasilkan dari solar panel individu hanya mampu mencapai 30 watt/rumah dan digunakan untuk kegiatan penerangan di malam hari dengan jangka waktu yang terbatas. Kegiatan ini menemukan banyak kendala dan tidak bisa berjalan lama. Kendalakendala tersebut di antaranya adalah adanya keterbatasan teknologi dan masyarakat belum sepenuhnya menguasai transfer teknologi. Sebagai contoh, aki yang digunakan untuk menyimpan energi listrik tidak mampu bertahan lama, memiliki sifat mudah terkena korosif karena terkena udara yang kering dan lembab (air laut) dan membutuhkan perawatan secara rutin. Disisi lain, Wilayah Pulau Bawean merupakan wilayah kepulauan yang memiliki keterbatasan akses, terutama pada musim ombak tinggi yang menyebabkan kegiatan penyeberangan transportasi menjadi terhambat. Selain itu belum adanya fasilitas (bengkel) yang bisa memperbaiki aki yang rusak dan sulitnya membeli peralatan cadangan pada saat terjadi kerusakan. Jika ingin membeli di Gresik daratan, seringkali masyarakat terkendala dengan angkutan penyeberangan/biaya. Halhal seperti ini mengkondisikan masyarakat penerima bantuan kesulitan untuk melakukan perbaikan secara mandiri karena tidak memiliki kemampuan untuk memperbaiki peralatan yang rusak dan sulitnya membeli komponen pengganti, hal ini membuat masyarakat berfikir secara praktis, yaitu Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 62

91 beralih kepada penggunaan energi lain (solar) dan adapula yang memanfaatkan keberadaan alat tersebut sebagai sumber modal dengan cara menjualnya pada saat membutuhkan. Pada kasus Pulau GiliBawean di Kabupaten Gresik, pernah dilakukan pengelolaan energi listrik berbasis kelompok atau masyarakat setempat. Pada awalnya (tahun 2006), pemerintah setempat memberikan bantuan berupa mesin genset yang digunakan sebagai penghasil energi listrik bagi masyarakat pulau Gili dan untuk dikelola secara bersamasama. Pengelolaan bantuan ini dilakukan oleh masyarakat dengan membentuk pengurus yaitu ketua, sekretaris dan bendahara yang ditugaskan untuk menangani pengelolaan diesel tersebut. Keberadaan diesel tersebut dirasakan sangat membantu bagi masyarakat, karena permasalahan kebutuhan energi listrik sedikitnya sudah mampu teratasi. Pada tahap awal, pengelolaan listrik oleh kelompok masyarakat mengalami keuntungan, salah satu penyebab keuntungan adalah kebutuhan masyarakat akan energi listrik tergolong tinggi dengan tingkat kesadaran dan kepatuhan masyarakat untuk mau membayar iuran yang telah ditetapkan secara bersama, selain itu alat mesin genset merupakan bantuan sehingga tidak ada biaya investasi yang dikeluarkan untuk membelinya. Setidaknya masyarakat dan pengelola bisa merasa bangga karena mereka bisa memiliki uang kas dari keuntungan yang didapat dari pengelolaan listrik. Seiring dengan waktu, terjadi kesalahan dalam manajemen pengelolaan listrik oleh pengurus. Kesalahan ini cukup berdampak besar sehingga menyebabkan pengelolaan energi tersebut tidak berjalan karena masyarakat melakukan kesepakan bersama (pembiokotan) tidak mau untuk membayar iuran listrik. Hal ini berdampak terhadap cadangan uang kas yang terpakai untuk membeli kebutuhan solar. Puncak dari kegiatan ini adalah masyarakat di Pulau Gili tidak mendapatkan pasokan listrik selama 7 bulan karena kekurangan biaya operasional. Kondisi ini tentu saja memberikan dampak yang besar bagi masyarakat, sehingga bagi beberapa orang yang mampu, membeli genset untuk dioperasikan secara pribadi menjadi salah satu solusinya. Genset yang tidak beroperasi lama membutuhkan poerawatan yang tidak sedikit dan biaya operasional yang cukup besar dalam pengelolaannya. Untuk memutus kebuntuan tersebut, saat ini pengelolaan genset di Pulau Gili tidak dkelola oleh kelompok, melainkan dikelola secara pribadi oleh mantan pengurus dengan komitmen biaya operasional dan perawatan menjadi tanggung jawabnya. Hal ini berdampak bahwa segala pengeluaran biaya ditanggung secara pribadi, demikian halnya dengan keuntungan yang didapat menjadi milik pribadi. Untuk mendapatkan aliran listrik di Pulau Gili, pada tahap awal pemasangan masyarakat dikenakan dengan membayar iuran sebanyak Rp yang akan digunakan untuk membeli kabel dan sekring ditiap rumah. Listrik hidup hanya selama 4 jam dari jam 6 seore hingga jam 10 malam. Iuran yang dikenakan kepada masyarakat yang mendapatkan listrik adalah sebesar Rp Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 63

92 untuk rumah dengan TV dan 1 lampu (20 watt). Untuk rumah yang memiliki TV dan 3 unit lampu diknakan biaya Rp /bulan dan jika memiliki mesin air, iuran yang ditetapkan sebanyak Rp /KK. Kebuatuhan BBM per hari diprediksi sebanyak 20 liter dengan jangka waktu menyala selama 4 jam. Namun ada pula masyarakat yang membeli dan mengelola genset secara pribadi. Kebutuhan BBM untuk mengalisi listrik sebanyak 4 rumah adalah 35 liter dengan waktu hidup dari jam 6 sore hingga pukul 12 malam. Adapun masyarakat yang tinggal di Pulau Bawean sudah mendapatkan pasokan listrik secara rutin 24 jam dari PLN yang menggunakan Pembangkit Litsrik Tenaga Diesel. Dalam hal ini masyarakat membayar listrik dengan cara paska bayar ataupun menggunakan pulsa. Pada Kabupaten Flores Timur, masih terdapat wilayah pesisir yang belum teraliri listrik. Wilayah tersebut berada di sebelah timur Selat Larantuka, tepatnya berada di Desa Kolaka Kecamatan Tanjung Bunga. Pada kedua desa tersebut terdapat dua wilayah yang berbeda dalam melakukan pengelolaan energi (menghasilkan listrik), yaitu dusun koledata (lingkungan 12) dan dusun laka (lingkungan 34). Dusun yang warganya dominan sebagai nelayan adalah dusun laka sedangkan pada susun koledata, dominan matapencaharian warganya adalah petani dan berkebun, sedangkan menjadi nelayan hanya dilakukan sebagain warganya. Pada desa ini, jaringan listrik oleh PLN belum ada, namun menurut penuturan warga, saat ini proses penyambungan listrik dari PLN sudah mulai dilakukan. Untuk mendukung proses tersebut, sudah dibentuk kepanitian tingkat lokal untuk membantu menyelkesaikan proses administratif pengurusan listrik secara kolektif. Informasi yang didapat, litrik akan beroperasi pada tahun Sumber listrik pada kedua dusun berasal dari penggunaan solarcell dan diesel. Solar cell hanya digunakan oleh sebagian warga dan merupakan bantuan dari pemerintah. Dari 20 unit bantuan PLTS pada dusun koledata, hanya 5 unit yang masih berfungsi. Sedangkan pada dusun laka, dari 10 unit bantuan, PLTS yang masih berfungsi hanya 50%. Kendala terbesar yang dikeluhkan adalah biaya perawatan aki. Dalam hal ini aki hanya mampu bertahan 23 tahun dengan perawatan harus mengisi air aki, jika aki tidak dirawat maka akan berdampak terhadap tidak berfungsinya PLTS. Listrik yang dihasilkan oleh PLTS hanya mampu menerangi lampu 3 unit dengan daya masingmasing 10 watt dan digunakan pada malam hari. Sedangkan pada siang hari digunakan untuk mengisi akki. Uniknya, terdapat warga yang juga menggunakan PLTS dengan cara membeli menggunakan modal sendiri. Warga yang membeli tersebut terlihat lebih memiliki perhatian lebih dalam merawat PLTS yang dimiliki dan tingkat keawetan/masih berfungsinya alat dengan lebih lama. Pengelolaan listrik menggunakan mesin diesel di dusun kolaka dilakukan secara komersil dan kepemilikan pribadi. Genset yang dikomersilkan sebanyak 2 unit dengan masingmasing Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 64

93 kapasitas 10 Kilowatt dengan menggunakan bahan bakar solar (harga per liter Rp 5500). Satu unit genset dioperasikan oleh satu rumah dan mampu mengaliri rumah disekitarnya sebanyak 20 unit. Sehingga jika terdapat 2 genset maka jumlah yang mendapat pasokan listrik sebanyak 40 rumah. Biaya yang dikenakan untuk emndapatkan listrik sebesar Rp /bulan dengan hanya menggunakan lampu. Sedangkan jika warga memiliki TV, Lampu dan tape maka dikenakan iuran sebesar Rp /bln. Adapun jangka waktu listrik menyala mulai pukul , selebihnya warga menggunakan pelita sebagai sumber penerangan. Kebutuhan minyak tanah untuk menyalakan pelita sebanyak 1 liter untuk 2 malam dengan harga Rp5500/liter. Selain penggunaan genset secara komersil, ada juga warga yang menggunakan genset secara pribadi sebanyak 9 orang. Selain solar, ada juga genset yang menggunakan bensin, dengan harga eceran /liter. Pada dusun Laka, pengelolaan energi dilakukan secara komunal atau bersama. Beberapa waktu silam (56 tahun yang lalu), di dusun pernah melakukan pengelolaan listrik secara kolektif untuk satu desa. Pola pengelolaannya adalah setiap rumah secara bergiliran menyumbangkan bahan bakar. Penyaluran listrik yang dihasilkan menggunakan kabel permanen yang dipasang ketiap rumah. Kendala yang didapatkan adalah tidak adanya biaya yang disiapkan untuk operasional kegiatan berupa upah penjaga sekaligus operator diesel dan biaya perbaikan. Ketika sering terjadi kerusakan mesin, yang tersedia adalah solar hasil iuran warga. Namun terdapat kendala waktu dan biaya dalam proses konversi solar untuk dijadikan uang untuk membiayai perawatan, sehingga menyebabkan listrik sering padam. Pada titik tertentu, masyarakat yang merasakan kebutuhan listrik yang tinggi untuk keperluan seharihari berinisiatif membeli mesin pembangkit sendiri. Walaupun demikian, pola pengelolaan energi masih dilakukan secara gotong royong. Pada dusun Laka, terdapat 4 unit genset dengan kapasitas mesin 15 PK yang difungsikan sebagai pembangkit listrik. Satu unit genset dapat menyalakan listrik untuk 310 unit rumah. Untuk pasokan listrik tersebut, dapat digunakan untuk menyalakan TV, dan lampu sebanyak 3 unit dengan kapasitas 10 watt/unit. Adapun kebutuhan solar berkisar 2 liter untuk mampu menyalakan 3 rumah. Waktu menyalakan listrik dimulai pada saat magrib hingga pukul 10 malam. Sedangkan waktu selebihnya, warga yang membutuhkan penerangan menggunakan pelita yang berbahan bakar minyak tanah. Suasana pada malam hari sudah terlihat terang benderang karena sumber listrik yang ada, namun terdapat suara yang khas berupa mesin diesel yang saling sautmenyaut diantara rumah. Pola pembayaran listrik cukup unit dan terlihat unsur kebersamaannya, sebagai contoh jika satu mesin diesel membutuhkan pasokan listrik sebanyak 3 liter setiap malam, maka rumah yang ikut mendapatkan listrik membayar secara bergilir sebanyak solar yang digunakan di tiap malam. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 65

94 Dalam hal ini, warga yang mendapatkan pasokan listrik tidak dikenakan biaya penyambungan atau sewa genset dari pemilik rumah. Mereka berpendapat tetangga sudah dianggap seperti saudara sehingga tidak ingin mengambil keuntungan dari peluang yang ada. Pada Kabupaten Klungkung, Nusa Penida terdapat pembangkit listrik yang berasal dari energi terbarukan berupa PLTS ((pembangkit listrik tenaga Surya/Solarcell) dan PLTB (pembangkit listrik tenaga bayu/angin). PLTB mulai diinisiasi pada tahun Kegiatan ini merupakan program listrik pedesaan hasil kerjasama antara kementrian ESDM (energi sumberdaya mineral), PLN (perusahaan listrik negara) Rayon Bali dan PEMDA sebagai penyedia lahan. Setelah tahap kegiatan selesai dilakukan, pihak Kementrian ESDM menyerahkan teknologi yang telah diintroduksikan kepada PEMDA Klungkung. Berbekal pengalaman yang ada, sekaligus inghin melibatkan masyarakat dalam pengelolaan energi baru dan terbarukan, PEMDA mencari pihak yang pas untuk mengelola keberadaan sumber energi tersebut. Berdasarkan berbagai pertimbangan, maka dipilih koperasi yang memiliki performa terbaik di lokasi. Koperasi mengelola pembangkit tersebut pada tahun Pada tahun 2007, juga terdapat penambahan 4 unit PLTB & 2 unit PLTS (dari UNCC dan ESDM) dan diserahkan untuk dikelola oleh koperasi pada pertengahan tahun Kapasitas yang dihasilkan dari PLTB mencapai 80 kw/unit. Listrik yang dihasilkan dari pembangkit memiliki sistem interconeksitaslistrik, yaitu listrik yang dihasilkan langsung disambungkan pada jaringan yang dimiliki (dijual) ke PLN. Listrik yang dihasilkan tidak hanya dikonsumsi oleh konsumen di dekat sumber energi, tetapi diserahkan kepada PLN untuk didistribusikan kepada jaringan konsumen yang ada. Kendala yang dialami oleh koperasi adalah gangguan teknis berupa rawan akan sambaran petir, tingginya biaya pemeliharaan dan perawatan, sukucadang peralatan banyak yang dibeli melalui import sehingga dapat menyebabkan kesulitan dalam perbaikan. Saat ini sudah ada beberapa unit PLTB yang dimatikan untuk sementara karena menunggu proses perbaikan dengan sparepart yang berasal dari Inggris. Kondisi ini berdampak terhadap biaya penyediaan sparepart yang tinggi ataupun perawatan yang tinggi. Menurut penuturan manajer koperasi, keberadaan pembangit listrik tersebut bagi keuangan koperasi tidaklah terlalu menguntungkan. Manajer tersebut mengatakan bahwa biaya yang dikeluarkan dengan listrik yang didapatkan bisa dibilang impas jika tidak mau dikatakan rugi. Keberadaan PLTB masih berjalan dan dikelola oleh koperasi dikarenakan andanya tanggung jawab moral manajer koperasi untuk mempertahankan kelangsungan sumber energi tersebut. Dalam hal ini, nusa penida (puncak mundi) merupakan simbol PLTB yang masih berjalan di Indonesia. Selain itu, PLTB juga dijadikan tempat magang dan penelitian bagi mahasiswa atau peneliti. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 66

95 Pada Kabupaten Raja Ampat, wilayah yang melakukan pengelolaan listrik secara komunal berada di wilayah Kapisawar di dekat Selat Manswar. Pada desa tersebut terdapat diesel yang dioperasikan untuk memenuhi kebutuhan listrik desa. Diesel yang dimiliki sebanyak dua unit, yaitu diesel dengan kapasitas 7 Kw (bantuan APBD I) dan diesel dengan kapasitas 15 kw (Program PNPM), adapun informasi harga diesel dengan kapasitas 15 kw mencapai 50 juta/unit. Kedua diesel tersebut dioperasikan secara bergiliran. Warga mendirikan bangunan yang agak jauh dari perumahan warga dengan tujuan mengurangi kebisingan akibat suara yang ditimbulkan. Jam operasi mesin diberlakukan mulai pukul 18 sore hingga pukul 20 malam, dan terkadang hingga pukul 01 dini hari jika ada ada kegiatan khusus. Pada jangka waktu tersebut dibutuhkan solar sebanyak 45 liter/malam dengan harga solar Rp10.000/lt dibeli didesa sebelah, Sawingray. Adapun listrik yang dihasilkan mampu dialirkan kepada 22 rumah dan dapat digunakan untuk menyalakan TV, lampu penerangan rumah dan parabola. Jika ada upacara kematian atau pernikahan, listrik bisa beroperasi sampai pagi. Dalam hal ini, pihak yang memiliki kepentinganlah yang menyumbang solar untuk menyalakan genset. Pola pembayaran dilakukan melalui sistem iuaran. Besarnya jumlah iuran ditetapkan berdasarkan musyawarah pengelola listrik. Besaran iuran yang ditetapkan kepada warga sebesar Rp /hari/ rumah tergantung dengan banyaknya solar yang digunakan dan dibagi sejumlah warga. Untuk memudahkan kegiatan operasional, dana iuran listrik dikumpulkan dan dikoordinir melalui sekertaris desa. Dalam hal ini, kantor desa tidak dibebankan dalam pembayaran listrik. Di lokasi, tidak ada aturan untuk membuat tabungan energi, masyarakat hanya dibebankan iuran BBM. Terkadang, masyarakat meminta bantuan BBM kepada rombongan wisatawan yang menggunakan kapal pesiar (cruise) yang melakukan penyelaman di sekitar lokasi mereka. Jika terjadi kerusakan mesin, masyarakat mengandalkan penggunaan dana yang berasal dari pemerintah seperti dana Otonomi Khusus (OTSUS), APBN/D, ataupun PNPM. Dana OTSUS digunakan masyarakat untuk kegiatan yang terkait dengan kampung/desa seperti pembangunan jalan, pembelian motor tempel membuat tembok pantai, rumah tinggal layak huni/rehab, mengadakan kabel dan tiang listrik. Sedangkan dana APBD dan PNPM terkait dengan kegiatan masyarakat. C. Aspek Kognitif Pengelolaan Energi Keberadaan potensi energi baru terbarukan yang berasal laut (arus dan gelombang), secara umum mendapat dukungan dari PEMDA dan masyarakat, namun bentuk dukungan tersebut disesuaikan dengan pengetahuan dan kebijakan pemerintah di masingmasing lokasi. Pengetahuan PEMDA dan Masyarakat akan pengembangan energi kelautan masih terbatas karena belum Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 67

96 mendapatkan gambaran utuh, menyeluruh dan konkret terkait sumber energi terbarukan yang berasal dari laut (arus dan gelombang). Seberapa besar potensi yang dimiliki, apakah potensi pasokan energi tersebut dapat menyuplai listrik di lokasi, seberapa besar biaya yang dibutuhkan, apakah rumit pemeliharaan alatnya, ataupun seberapa besar dampaknya pada kegiatan pelayaran ataupun penangkapan ikan. Nilai aspek kognitif tentang pengelolaan energi terbesar dari pandangan pemerintah terdapat di Kabupaten Nusa Penida (60%), Flores Timur (55%), Gresik (50%), Bangka (45%) dan Raja Ampat 40%. Sedangkan aspek kognitif tertinggi dari pandangan masyarakat/pandangan adalah Flores timur (45%) dan Nusa Penida (45%). Sedangkan Raja Ampat dan Gresik mendapatkan (35%) (Tabel 4.28). Sedangkan dari pandangan masyarakat, persepsi masyarakat di Kabupaten Klungkung dan Flores Timur mencapai 45%, tertinggi jika dibandingkan dengan daerah lain. Hal ini berarti persepsi tingkat pengetahuan masyarakat akan energi baru terbarukan sudah cukup baik. Untuk Kabupaten Klungkung, pengetahuan PEMDA terkait dengan energi terbarukan sudah lebih baik. Hal ini dapat dilihat dari adanya pembangkit tenaga listrik dengan sumber energi terbarukan PLTS dan PLTB di Nusa Penida. Kedua pembangkit listrik tersebut belum mampu menyuplasi semua kebutuhan masyarakat akan listrik, namun keberadaannya dapat dijadikan leasson learn bagi pihak lain yang ingin melakukan pengembangan energi terbarukan. Masyarakat di lokasi sudah mengetahui akan manfaat energi terbarukan, salah satu indikasinya adalah dilibatkannya masyarakat dalam mengelola pembangkit listrik tersebut melalui koperasi. Sedangkan pada Kabupaten Flores Timur, Pemerintah setempat dan masyarakat sudah memiliki pengetahuan lebih tentang pengembangan energi arus laut. Hal ini dikarena pada lokasi tersebut, sudah pernah dilakukan ujicoba alat pembangkit listrik dari tenaga arus dan masyarakat sudah melihat bahwa arus mampu menyalakan instalasi percobaan yang ada. Pada saat itu, PEMDA setempat sangat antusias merespon ujicoba yang dilakukan mengingat pasokan listrik untuk masyarakat di Larantuka masih terbatas sehingga harapannya adalah pembangkit tersebut dapat mengatasi pasokan listrik bagi masyarakat. Kegiatan ujicoba alat dilakukan oleh BBPT Surabaya pada tahun Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 68

97 Tabel Aspek Kognitif Pengelolaan Energi Lokasi Nilai Capaian Maksimal Nilai yang dicapai Aspek Kognitif Energi Terbarukan Pemerintah Persen (%) tingkat capaian Nilai yang dicapai Masyarakat Persen (%) tingkat capaian Raja Ampat (Selat Meosmansar) ,75 35 Klungkung (Nusa Penida) ,25 45 Bangka (Teluk Kalabat) 5 2, ,5 30 Gresik (Bawean) 5 2,5 50 1,75 35 Flores Timut (Larantuka) 5 2, ,25 45 Sumber: Data Primer Diolah, 2013 Pada Kabupaten Gresik, persepsi pengetahuan pemerintah daerah terkait energi terbarukan sudah cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari adanya perda khusus yang menangani energi dan adanya program penggunaan energi terbarukan (PLTS) di Pulau Gili Bawean. Jika keberadaan potensi energi gelombang dapat diimplementasikan, maka listrik yang dihasilkan akan sangat mambantu pasokan listrik kepada masyarakat, terutama di Pulau Gili. Pulau Gili adalah salah satu pulau berpenduduk di dekat Pulau Bawean yang sampai saat ini belum teraliri listrik oleh PLN. Pemenuhan listrik di Pulau Gili dilakukan oleh masyarakat secara kolektif menggunakan mesin diesel dan hanya dinyalakan dalam jangka waktu tertentu. Sedangkan pasokan listrik di Pulau Bawean sepenuhnya mengandalkan pasokan listrik yang berasal dari PLN dengan teknologi mesin diesel berbahan bakar solar. Adapun solar dipasok secara rutin untuk dapat menggerakkan mesin diesel. Saat ini, pasokan listrik kepada masyarakat di Pulau Bawean sudah mencapai 24 jam. Pengetahuan masyarakat dan pemerintah terkait energi laut, terutama energi gelombang laut masih rendah. Unsur pemerintah daerah dan PLN sudah sedikit memiliki informasi terkait potensi yang dapat dihasilkan dari energi laut, namun untuk implemntasi di Kabupaten Gresik informasi yang didapat belum sempurna. Ketidaksempurnaan informasi tersebut seperti ketidaktahuan seberapa besar potesi energi listrik yang dapat dihasilkan, terutama dari gelombang laut dan lokasi ideal penempatan teknologi tersebut. Selain itu juga belum diketahui jenis teknologi yang akan ditempatkan di Kabupaten Gresik (Pulau Bawean). Sejalan dengan informasi tersebut, unsur masyarakat setempat juga belum mengatahui potensi yang dihasilkan dari energi laut, terlebih dengan energi gelombang. Masyarakat baru mengetahui bahwa energi yang digunakan di Pulau Bawean sebagai sumber energi berasal dari solar dan dikelola oleh PLN. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 69

98 Belum optimalnya pengetahuan di tingkat pemerintah dan masyarakat terkait potensi energi gelombang di Kabupaten Gresik (Pulau Bawean) terbilang wajar. Hal ini dikarenakan belum adanya sosialisasi yang dilakukan secara menyeluruh oleh pihak terkait sebagai penyedia teknologi listrik yang berasal dari energi gelombang dengan sistem bandulan. Informasi yang didapatkan adalah teknlogi tersebut baru akan diuji cobakan di wiayah ini. Pemilihan sumber teknologi gelombang di Pulau Bawean salah satunya adalah gelombang memiliki potensi menghasilkan energi listrik, Pulau Bawean terkenal dengan pulau yang memiliki akses gelombang yang tinggi untuk sampai kesana. Kondisi ini dapat dilihat dari seringnya kegiatan kapal penyeberangan (GresikBawean) yang tertunda tidak bisa menyebrang dikarenakan faktor cuaca, yaitu gelombang yang tinggi. Gelobang yang tinggi di perairan menuju Pulau Bawean dijadikan alasan pihak penyebrangan untuk mengijinkan kapal penyeberangan untuk berlayar. Jika ketinggian gelombang masih dibawah 2 Meter, kapal masih diijinkan untuk berlayar. Pada Kabupaten Bangka, pengetahuan ditingkat pemda terkait energi baru terbarukan sudah ada. Hal ini dapat dilihat dari rencanan pemerintah setempat untuk membuat pembangkit listrik tenaga uap yang berasal dari panas bumi. Namun, jika dikaitkan dengan potensi arus laut untuk dijadikan energi listrik, pengetahuan yang dimiliki masih terbatas. Demikian halnya pada level masyarakat, masyarakat di wilayah pesisir belum memahami bahwa arus laut yang terdapat di lokasi dapat dimanfaatkan menjadi energi listrik. Pada prinsipnya masyarakat mendukung keberadaan teknologi tersebut untuk diimplementasikan, namun persyaratan yang diminta adalah keberadaan teknologi tersebut tidak berbenturan dengan kepentingan nelayan dalam menangkap ikan. Pada kabupaten Raja Ampat, Pemda setempat sudah memiliki perhatian terhadap pengembangan energi terbarukan. Salah satu dasarnya adalah lokasi Kabupaten Raja Ampat terdiri dari kepulauan dengan jumlah penduduk yang tersebar di beberapa lokasi. Bentuk perhatian yang diberikan berupa introduksi PLTS di beberapa wilayah sehingga masyarakat setempat mampu mendapatkan listrik bersumber dari energi yang tersedia di lokasi, dalam hal ini sumber energi surya. Di Pulau Saonek, yang memiliki jarak tidak terlalu jauh dengan ibukota kabupaten, pemerintah daerah (PLN) sudah membuat PLTS secara komunal yang mampu menghasilkan listrik untuk satu pulau yang diimbangi dengan PLTD. Masyarakat dilokasi sudah mampu mendapatkan listrik sepanjang hari. Bagi masyarakat di Pulau Saonek, masyarakat tidak mengelola PLTS, namun hanya sebagai konsumen dari energi yang dihasilkan. Namun, bagi masyarakat yang tinggal di lokasi Sawingray, Kapisawar, PLTS yang ada merupakan bantuan yang diberikan oleh pemerintah dan dikelola secara langsung ditiap rumah. Kendala yang dialami oleh masyarakat yang memiliki PLTS adalah minimnya kemampuan untuk merawat alat tersebut dan jauhnya jarak jangkauan ke ibukota kabupaten, sehingga jika terjadi kerusakan, masyarakat tidak terlalu aktif untuk Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 70

99 memfungsikan teknologi tersebut. Pada lokasi sawingray, pada awal tahun 2013 telah dilakukan pengukuran arus dan potensi pembangkit listrik tenaga arus oleh P3GLBandung. Kegiatan pengukuran yang dilakukan melibatkan masyarakat setempat, sehingga secara tidak langsung menjadi media sosialisasi akan potensi pengembangan energi arus ,5 52,5 37,5 42,5 1,875 2,625 1,875 2,125 2,5 Raja Ampat (Selat Manswar) Nilai ratarata Capaian Aspek Kognitif Klungkung (Nusa Penida) Bangka(Teluk Kalabat) Gresik (Bawean) 50 Flores Timut (Larantuka) Nilai RataRata yang di capai Persen (%) Nilai RataRata tingkat Capaian Sumber: Data Primer Diolah, 2013 Gambar Nilai Ratarata Aspek Kognitif Jika aspek kognitif antara pemerintah dan masyarakat digabungkan (Gambar 4.11), maka dapat dilihat bahwa nilai tertinggi (52,5%) terdapat pada Kabupaten Klungkung, dan Kabupaten Flores Timur (50%). Kedua lokasi ini memiliki tingkat pengetahuan yang cenderung lebih tinggi jika dibandingkan dengan kabupeten lainnya, Gresik, Raja Ampat dan Bangka Prioritasi Wilayah Pengembangan Energi Laut A. Wilayah Prioritas Pengembangan Energi Laut Parameter untuk pengembangan energi terbarukan yang perlu dilihat adalah potensi energi gelombang dan arus, potensi konsumen, komitmen Pemda, subsidi/hibah, dan parameter lainnya. Pada awalnya banyak parameter yang dimasukan, tapi ada beberapa parameter yang tidak bisa dijawab oleh responden, sehingga ada beberapa parameter yang tidak dimasukan dalam model prioritas wilayah pengembangan energy terbarukan. Hasil analisis mengindikasikan dari 5 wilayah yang disurvei, wilayah yang menjadi prioritas pengembangan energy gelombang dan arus laut dari prioritas tertinggi sampai terendah adalah Raja Ampat, Larantuka, Bawean, Nusa Penida, dan Kabupaten Bangka. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 71

100 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 Raja Ampat Bali Bangka Bawean Larantuka Gambar Wilayah Prioritas Pengembangan Energi Terbarukan Secara potensi, Larantuka memiliki potensi arus yang cukup besar dimana kecepatan arus mencapai (4 m/detik) menurut Irwandi (2010). Tapi Raja Ampat (0,11 m/det) menjadi prioritas karena meskipun secara potensi lebih kecil ketimbang Larantuka, komitmen Pemda, potensi konsumen dan Subisidi yang diberikan pemerintah untuk mendukung aplikasi pengembangan energi laut cukup besar. Pemerintah Raja Ampat sudah memasukkan pengembangan energy terbarukan dalam program BUMD, dimana salah satu BUMD ada yang mengelola energi terbarukan secara komersial. Kesiapan Raja Ampat secara kelembagaan dan kesiapan pemerintah untuk mengembangkan energi terbarukan dalam bentuk subsidi membuat Raja Ampat menjadi wilayah prioritas. Larantuka selain didukung oleh potensi arus, juga didukung oleh tingkat pengetahuan/kesiapan masyarakat dalam aplikasi energy terbarukan dari kelautan. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 72

101 0,2 0,18 0,16 0,14 0,12 0,1 0,08 0,06 0,04 0,02 0 Potensi energi Komitmen pemda Partisipasi masyarakat Potensi konsumen Subsidi Raja Ampat Bali Bangka Bawean Larantuka Gambar Faktor Penentu Wilayah Pengembangan Energi Terbarukan Sedangkan wilayah yang menjadi kurang prioritas dalam pengembangan energi terbarukan adalah Kabupaten Bangka, di Kecamatan Belinyu. Hal ini disebabkan dari sisi potensi arus tidak masuk dalam Arus Laut Indonesia (Arlindo) yang berpotensi untuk pengembangan energi arus, dari sisi komitmen pemda dan kesediaan pemerintah untuk melakukan subsidi sangat kecil sekali dibanding 4 wilayah lain. Nusa Penida didukung oleh faktor kelembagaan atau komitmen pemerintah dalam pengembangan energy terbarukan, dimana wilayah tersebut sudah ada kelembagaan koperasi yang sudah berpengalaman dalam implementasi energi terbarukan. Pengalaman ini didukung oleh banyaknya implementasi energi terbarukan di wilayah ini, seperti energi angin. Bawean menjadi pengembangan energi terbarukan, karena memiliki gelombang yang cukup besar, tapi juga didukung oleh faktor aksesibilitas pulau tersebut yang terpencil dibanding wilayah lain. Hal ini menyebabkan keengganan PLN untuk membangun kabel bawah laut. Selama ini PLN mengandalkan sumber energi dari diesel. B. Potensi Arus dan Gelombang Untuk Pengembangan Energi Terbarukan Lokasi yang dikunjungi (Raja Ampat) memiliki potensi energi terbarukan yang bersumber dari arus, dimana dua lokasi penelitian memiliki potensi arus. Berdasarkan hasil penelitian dari Badan Pusat Pengembangan Teknologi dan Pusat Penelitian PLN potensi arus antara Nusa Penida dan Lembongan mampu menghasilkan listrik sebesar 20 KW (kilo watt). Potensi arus tersebut jika dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan untuk investasi pengembangan energy terbarukan adalah tidak sebanding. Hal ini dikarenakan daya yang dihasilkan hanya 20 KW, dimana menurut Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 73

102 wawancara dengan pihak PLN di lokasi penelitian, daya tersebut hanya mampu mengaliri listrik untuk 30 KK (Kepala Keluarga) dengan spesifikasi untuk kategori konsumen R1 (kategori pemakaian daya paling kecil yang masih diberikan subsidi oleh pemerintah). Berdasarkan kesimpulan dari wawancara, pengembangan energy terbarukan dari arus laut di Nusa Penida cukup berat, karena antara kebutuhan investasi dan arus yang dihasilkan tidak sepadan. Tabel Tingkat Kepentingan Optimasi Pengembangan Energi Terbarukan di Raja Ampat Keterangan Saonek Kapisawar Sawingray Sapokren Yenwaobner Potensi Energi Kecil Sedang Besar Sedang Sedang Komitmen Pemda Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Partisipasi Rendah Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Masyarakat Potensi Konsumen Kecil Besar Besar Besar Besar subsidi/hibah ada ada ada ada ada Sumber: Data Primer Diolah, 2013 Berdasarkan uji lapang yang dilakukan oleh tim PPGLESDM DAN ITB pada tahun 2009 di Nusa Lembongan (Nusa Penida), arus yang dihasilkan dari turbin yang dikembangkan oleh tim tersebut adalah masuk dalam kategori skala kecil karena hanya menghasilkan energy watt. Dengan asumsi efisiensi turbin sebesar 0,593 dan menggunakan kecepatan arus ratarata selama satu periode pasang surut (residual current) untuk tidal constant M2, potensi daya listrik di beberapa tempat di selat Bali pada kedalaman 12 meter, kondisi pasang perbani, dapat mencapai 300 kw bila menggunakan daun turbin dengan diameter 10 meter (Setiawan, F, et al, 2011). 0,1400 0,1200 0,1000 0,0800 0,0600 0,0400 Saonek Kapisawar Sawinggray Sapokren Yenwapnor 0,0200 Potensi energi Komitmen pemda Partisipasi masyarakat Potensi konsumen Subsidi Gambar Faktor Penentu Wilayah Pengembangan Energi Terbarukan di Raja Ampat Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 74

103 Berdasarkan laporan penelitian tim PPGLESDM DAN ITB yang diunduh oleh Humas Ristek, maka hasil uji lapangan disampaikan bahwa lokasi penempatan turbin arus pada lokasi perairan sisi timur Nusa Lembongan dengan jarak dari lokasi ke perumahan penduduk tidak terlalu jauh mempunyai morfologi relatif landai dengan kedalaman ±20 meter, dan masih dilalui arus cukup kuat. Berdasarkan harga kecepatan arus yang ada, durasi kecepatan arus yang lebih dari 1,5 m/detik dan distribusi kecepatan arus terhadap kedalaman kolom air, maka lokasi ini cukup representatif untuk rencana pemasangan pembangkit listrik tenaga arus. Namun, secara skala ekonomi, pengembangan energi arus laut ini masih cukup berat. Apalagi untuk bagian tengah Selat Toyapakeh yang kondisi karakteristik pantai dan morfologi dasar lautnya mempunyai kemiringan lereng yang terjal dengan kemiringan hingga 700 dan kedalaman mencapai lebih dari 200 meter sehingga kurang sesuai untuk pemasangan turbin, meskipun secara distribusi kecepatan arus memenuhi syarat untuk pengembangan energi terbarukan dari arus laut. 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 Saonek Kapisawar Sawinggrai Sapokren Yenwapnor Gambar Nilai Prioritas Pengembangan Energi di Kabupaten Raja Ampat Potensi energi arus di Raja Ampat berdasarkan pengamatan yang dilakukan oleh Kajian Litbang ESDM, cukup besar, dimana terpusat di sekitar pulau Sawiray dan pulau Kapisawar. Berdasarkan laporan yang dibuat oleh Coremap II (2008), kecepatan ratarata arus di Perairan Raja Ampat sekitar 0,11 m/det. Arus diperkirakan kencang pada saat duduk tengah pasang atau duduk tengah surut. Daerahdaerah yang diperkirakan mempunyai arus pasang surut yang deras antara lain Selat Mansuar, Selat Kabui, dan Selat Sagawin. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 75

104 Tabel Tingkat Kepentingan Optimasi Pengembangan Energi Terbarukan di Bali Keterangan Nusa Besar Nusa Lembongan Potensi Energi Besar Besar Komitmen Pemda Cukup Cukup Partisipasi Masyarakat Tinggi Tinggi Potensi Konsumen Sedang Rendah Subsidi/hibah Ada Ada Sumber: Data Primer Diolah, 2013 Rencananya, Puslitbang ESDM akan membangun proyek energi arus di selat Mansuar yang terletak antara Pulau Sawiray dan dan Pulau Kapisawar. Artinya, Puslitbang ESDM menggunakan arus laut yang dipengaruhi oleh pasang Surut. Berdasarkan laporan dari Mambrisaw, et al (2006), didapatkan bahwa arus di Perairan Raja Ampat didominasi oleh pengaruh angin, namun untuk wilayah teluk dan pulaupulau kecil yang berdekatan pola arusnya lebih dipengaruhi oleh pasang surut. Nilai kecepatan arus permukaan lemah pada saat air laut duduk surut atau duduk pasang, sedangkan arus diperkirakan kencang. pada saat duduk tengah pasang atau duduk tengah surut. Berdasarkan laporan Coremap II, kisaran tinggi pasang surut (tidal range) atau perbedaan antara tinggi air pada saat pasang maksimum dan tinggi air pada saat surut minimum berkisar antara 1,15 1,80 meter. 0,200 0,180 0,160 0,140 0,120 0,100 0,080 0,060 0,040 0,020 Nusa Besar Nusa Lembongan Gambar Prioritas Wilayah Pengembangan Energi di Nusa Penida Berdasarkan laporan dari Coremap II, sesuai dengan letaknya, pola arus di perairan Raja Ampat dipengaruhi oleh massa air dari Samudera Pasifik yang bergerak dari arah timur menuju barat laut (North West) dan sejajar dengan daratan Papua bagian utara. Ketika arus tiba di Laut Halmahera Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 76

105 atau bagian utara Kepulauan Raja Ampat arus tersebut sebagian bergerak ke selatan dan sebagian berbalik menuju Samudera Pasifik. Arus yang dikenal sebagai Halmahera Eddie ini, kemudian sebagian memasuki perairan Kepulauan Raja Ampat. Hal ini berarti bahwa, arus laut di Raja Ampat termasuk pada Arus Lintas Indonesia (Arlindo) yang diprediksi mampu menghasilkan daya listrik yang cukup kuat. 0,9 0,8 0,7 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 Nusa Besar Nusa Lembongan Gambar Nilai Prioritas Wilayah Pengembangan Energi Terbarukan di Bali Menurut (Setiawan, F, et al, 2011) Arlindo adalah suatu sistem di perairan Indonesia di mana terjadi lintasan arus yang membawa massa air dari Lautan Pasifik ke Lautan Hindia. Massa air Pasifik tersebut terdiri atas massa air Pasifik Utara dan Pasifik Selatan. Terjadinya arlindo terutama disebabkan oleh bertiupnya angin pasat tenggara di bagian selatan Pasifik dari wilayah Indonesia. Angin tersebut mengakibatkan permukaan bagian tropik Lautan Pasifik Barat lebih tinggi dari pada Lautan Hindia bagian timur. Hasilnya terjadinya gradien tekanan yang mengakibatkan mengalirnya arus yang kuat dari Lautan Pasifik ke Lautan Hindia. Arus lintas Indonesia selama Muson Tenggara umumnya lebih kuat dari pada di Muson Barat Laut. Tabel Tingkat Kepentingan Optimasi Pengembangan Energi Terbarukan di Bangka Keterangan Berok Batudinding (Tanjung Gudang) Tanjung Penyusuk Potensi Energi Kecil Sedang Kecil Komitmen Pemda Kurang Kurang Kurang Partisipasi Masyarakat Rendah Sedang Tinggi Potensi Konsumen Sedikit Sedikit Besar Subsidi Kurang Kurang Kurang Sumber: Data Primer Diolah, 2013 Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 77

106 Diprediksi nilainilai kecepatan arus di Arus Lintas Indonesia (Arlindo) ini adalah mempunyai nilai minimal kecepatan arus ~5 an maksimal ~24 dengan ratarata ~15. Bahkan di sekitar Laut Seram dan Laut Banda arus Arlindo melimpah dari 1250 m (Setiawan, F, et al, 2011). Diperkirakan potensi arus disepanjang Arlindo adalah 5,69 terrawatt berdasarkan hasil proyek Arus Lintas Indonesia (Arlindo). Apabila dikonversikan menjadi listrik, arus laut Indonesia bisa mencapai hingga kali lipat dari kapasitas PLTA Jatiluhur 187 MW. Selain itu pola arus di Perairan Raja Ampat dipengaruhi oleh Arus Khatulistiwa Utara dan Arus Khatulistiwa Selatan. Arus Khatulistiwa Utara, merupakan arus panas yang mengalir menuju ke arah barat sejajar dengan garis khatulistiwa dan ditimbulkan serta didorong oleh angin pasat timur laut, sedangkan Arus Khatulistiwa Selatan, merupakan arus panas yang mengalir menuju ke barat sejajar dengan garis khatulistiwa. Arus ini ditimbulkan atau didorong oleh angin pasat tenggara. Artinya, energy arus di Raja Ampat selain didukung dari arus Fasifik juga didukung oleh arus Katulistiwa Utara dan Selatan. Sumber: Setiawan, F, et al, 2011 Gambar Arus Laut Indonesia (Arlindo) Yang Berpotensi Untuk Pengembangan Energi Arus C. Potensi Konsumen Pengembangan Energi Terbarukan (Gelombang dan Arus) Salah satu hal yang menjadi kendala dalam pengembangan energi arus ini, adalah masih adanya subsidi listrik dari pemerintah, sehingga pengembangan energi arus dalam hal ini energi terbarukan tidak layak secara ekonomis, selama energi listrik masih disubsidi pemerintah. Hal ini Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 78

107 dikarenakan untuk pengembangan energi dari arus laut membutuhkan investasi yang cukup besar. Padahal jika dilihat dari potensi konsumen baik dari RTP dan maupun konsumen untuk usaha skala kecil (homestay) maka pengembangan energi terbarukan layak dilakukan, misalnya didua lokasi Penelitian, terutama untuk Raja Ampat sangat memiliki potensi yang cukup besar. Karena rasio elektrifikasi di Raja Ampat masih rendah yaitu baru 70%. Potensi konsumen baik dari RTP dan maupun konsumen untuk usaha skala kecil (homestay) maka pengembangan energi terbarukan layak dilakukan didua lokasi Penelitian, terutama untuk Raja Ampat sangat memiliki potensi yang cukup besar. Karena rasio elektrifikasi di Raja Ampat masih rendah yaitu baru 70%. Sedangkan rasio elektrifikasi di Nusa Penida sudah 90%, apalagi tahun ini di Nusa Penida sudah dibangun kabel bawah laut. Potensi konsumen dari skala UKM hanya terbatas pada kebutuhan Homestay, karena usaha yang berkembang adalah usaha wisata. 0,200 0,150 0,100 0,050 Berok Tanjung Gudang Tanjung Penyusuk Gambar Prioritas Wilayah Pengembangan Energi di Kabupaten Bangka Di Raja Ampat pemenuhan kebutuhan listrik homestay diperoleh dengan menggunakan diesel terutama pulaupulau kecil, energi terbarukan seperti energi surya hanya mampu mengaliri listrik untuk lampu kamar. Tapi ada juga homestay yang menggunakan energi surya. Namun sesuai dengan potensi yang dimiliki, maka pulau wisata yang mampu memiliki potensi arus hanya di Pulau Kapisawar dan Pulau Sawiray. Salah satu yang menjadi kendala dalam hal potensi konsumen adalah masalah keberlanjutan pemeliharaan hasil bantuan alat dari energi terbarukan. Meski, secara konsumen ada potensinya, namun jika masyarakat tidak merawat alat tersebut, karena menganggap program tersebut hanya hibah, maka pengembangan energi terbarukan tidak optimal, artinya sangat diperlukan partisipasi masyarakat dari sejak awal proyek ini diberikan. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 79

108 D. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengembangan Energi Terbarukan Salah satu hal yang menjadi kendala dalam pengembangan energi terbarukan di Raja Ampat termasuk energi arus adalah partisipasi masyarakat. Dalam hal ini partisipasi masyarakat terhadap program pembangunan sangat rendah, karena ketergantungan mereka terhadap Status Otda yang menyebabkan mereka terbuai dengan dana pemerintah untuk pemenuhan dan pengembangan energi terbarukan. Bahkan banyak panel surya yang sudah diberikan Pemda tidak berfungsi karena keenggan masyarakat untuk merawat alat tersebut. Faktor inilah yang menjadi kendala dalam keberlanjutan program pengembangan energi terbarukan, termasuk salah satunya energi arus. 0,60 0,50 0,40 0,30 0,20 0,10 Berok Tanjung Gudang Tanjung Penyusuk Gambar Nilai Prioritas Wilayah Pengembangan Energi di Kabupaten Bangka Belajar dari pengalaman pengembangan energi terbarukan lainnya seperti energi surya, keberlanjutan program terkendala karena kemauan masyarakat untuk merawat alat yang diberikan cukup rendah, termasuk juga faktor ketergantungan masyarakat terhadap dana pemerintah dalam hal program pembangunan termasuk pemarataan energi. Kemauan masyarakat yang rendah untuk pengembangan energi terbarukan masih rendah karena perawatan peralatan yang cukup rumit dan ketergantungan mereka terhadap bantuan pemerintah yang cukup tinggi karena status Otda dan status ekonomi mereka yang masuk kategori desa swadaya. Teknologi yang dikembangan harus disederhanakan untuk memudahkan perawatan mesin bantuan untuk keberlanjutan program. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 80

109 Dalam mengimplementasikan energi terbarukan hendaknya masyarakat diikutkan keterlibatannya. Untuk Kabupaten Raja Ampat, memiliki anggaran yang cukup besar untuk pemerataan wilayah. Tidak hanya mengembangkan energi surya, tapi juga memberikan bantuan diesel untuk kebutuhan listrik setiap pulau. Bahkan di Kapisawar untuk kebutuhan solar dari diesel tersebut diambilkan dari dana adat yang diperoleh dari retribusi kapal pesiar yang masuk ke wilayah tersebut, dimana masingmasing kapal pesiar wajib menyediakan 100 liter solar setiap masuk ke wilayah Raja Ampat. Namun untuk pengembangan energi arus pihak Pemda belum mengetahui potensi yang dimiliki Raja Ampat, meskipun untuk Raja Ampat sudah ada BUMD yang mengurus masalah penyedian kebutuhan energi dan pengembangan energi terbarukan. PLN misalnya, sudah menjadikan energi surya sebagai sumber energi terbarukan mereka dengan membangun banyak panel surya di Pulau Saonek. E. Komitmen Pemerintah Daerah (Subsidi/Hibah/Program) Untuk Pengembangan Energi Terbarukan Komitmen/subsidi/hibah untuk pemenuhan kebutuhan energy dan pengembangan energi terbarukan tergantung kebijakan masingmasing wilayah dan potensi energi terbarukan yang dimiliki oleh wilayah tersebut. Di Nusa Penida misalnya, karena memiliki potensi arus energi yang cukup besar, maka pada tahun 2009 sudah diberi insentif terhadap pengembangan energi arus dalam bentuk penyedian turbin untuk energi arus. Selain itu, dari beberapa lembaga penelitian dan pengembangan sudah mulai melakukan identifikasi untuk pengembangan energi arus di Nusa Penida. Adapun lembaga penelitian tersebut adalah dari BPPT, Litbang ESDM, dan Litbang Teknologi Kelautan KKP. Namun insentif tersebut baru pada tahap identifikasi pengembangan energi arus, memang sudah ada bentuk penyediaan turbin, tapi saat ini sudah tidak bisa digunakan lagi. Tabel Tingkat Kepentingan Optimasi Pengembangan Energi Terbarukan di Bawean Keterangan Sidogedungbatu X Potensi Energi Besar Sedang Komitmen Pemda Cukup Kurang Partisipasi Masyarakat Sedang Rendah Potensi Konsumen Besar Sedikit Subsidi Ada Ada Sumber: Data Primer Diolah, 2013 Komitmen pemerintah pusat dalam hal pengembangan energi arus baru sebatas pada tahap penelitian di Nusa Penida, namun komitmen Pemda untuk pengembangan energi arus tidak ada. Komitmen Pemda baru sebatas pemenuhan kebutuhan listrik dari PLN di Nusa Lembongan Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 81

110 untuk kebutuhan wisata. Pada tahun 2013 sudah dipasang kabel bawah laut untuk pemerataan distribusi pada pulaupulau kecil dan pengembangan wisata. Hal ini berarti, selama masih ada komponen subsidi pada PLN maka pengembangan energi terbarukan khususnya energi arus masih sulit dilakukan. Sedangkan komitmen Pemda untuk pemenuhan kebutuhan listrik di Raja Ampat cukup besar baik itu pengembangan energy solar atau energy terbarukan lainnya (Surya) jika dibandingkan dengan Nusa Penida. Misalnya untuk pengembangan energi surya, Pemda sudah mengembangkan energi surya dengan memberikan bantuan panel surya pada masingmasing pulau yang menjadi lokasi Penelitian. 0,200 0,180 0,160 0,140 0,120 0,100 0,080 0,060 0,040 0,020 Sidogedong Batu Sungai Teluk Gambar Prioritas Wilayah Pengembangan Energi di Kabupaten Gresik Besarnya komitmen pemerintah terhadap pemenuhan kebutuhan energi dan pengembangan energi terbarukan tidak terlepas dari status Otonomi Daerah yang disandang Raja Ampat, dimana mereka memiliki anggaran yang cukup besar untuk pemerataan wilayah. Tidak hanya mengembangkan energi surya, tapi juga memberikan bantuan diesel untuk kebutuhan listrik setiap pulau. Bahkan di Kapisawar untuk kebutuhan solar dari diesel tersebut diambilkan dari dana adat yang diperoleh dari retribusi kapal pesiar yang masuk ke wilayah tersebut, dimana masingmasing kapal pesiar wajib menyediakan 100 liter solar setiap masuk ke wilayah Raja Ampat. Namun untuk pengembangan energy arus pihak Pemda belum mengetahui potensi yang dimiliki Raja Ampat, meskipun untuk Raja Ampat sudah ada BUMD yang mengurus masalah penyedian Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 82

111 kebutuhan energy dan pengembangan energy terbarukan. PLN misalnya, sudah menjadikan energy surya sebagai sumber energy terbarukan mereka dengan membangun banyak panel surya di Pulau Saonek. 1,00 0,90 0,80 0,70 0,60 0,50 0,40 0,30 0,20 0,10 Sidogedong Batu Sungai Teluk Gambar Nilai Prioritas Wilayah Pengembangan Energi di Kabupaten Gresik Tingginya kepedulian Pemda Raja Ampat terhadap pemenuhan kebutuhan energy masyarakat dan pengembangan energy terbarukan juga disebabkan status sosial ekonomi masyarakat di masingmasing lokasi penelitian di Raja Ampat masih berstatus desa swadaya. Secara ekonomi masyarakat di desa yang dikunjungi untuk Kecamatan Waigieo Selatan masih masuk kategori desa kategori 1 yaitu masih termasuk desa swadaya. Ada pun desa yang dikunjungi adalah desa Saonek, Yenbeser, dan Saporkren. Desa swadaya berbeda statusnya dengan desa swasembada atau desa swakarya, dimana program pembangunan masih tergantung dengan dana pemerintah. Berdasarkan definisi dari Badan Pusat Statistik Raja Ampat (2012), Desa Swadaya adalah Desa yang memiliki potensi tertentu tetapi dikelola dengan sebaikbaiknya, dengan ciri daerahnya terisolir dengan daerah lainya, penduduknya jarang, mata pencaharian bersifat homogen, masyarakat memegang teguh adat, sarana dan prasarana sangat kurang. Ada pun status desa tersebut terlihat pada tabel di bawah ini. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 83

112 Tabel Status Kemandirian Ekonomi Desa Terkait Subsidi Pemerintah di Kecamatan Waigio Selatan No. Desa Swadaya Swakarya Swasembada 1. Saonek 2. Friwen 3. Yenbesar 4. Saprokren 5. Wawiyai JUMLAH 5 Sumber : BPS Kabupaten Raja Ampat, 2012 Ketergantungan ekonomi masyarakat pada bantuan bisa terlihat jumlah bantuan yang diberikan pemerintah daerah dan pemerintah pusat, dimana ini menguatkan definisi kalau desa yang dikunjungi di Waigeo Selatan adalah baru masuk pada kategori swadaya dimana secara ekonomi untuk membangun infrastrukturnya masih tergantung penuh pada dana Pemda, termasuk salah satunya pemenuhan kebutuhan energy dan pengembangan energy terbarukan. Untuk memenuhi kebutuhan pembangunan pada tingkat Desa di Kecamatan Waigeo Selatan termasuk salah satunya adalah pemerataan energy dan pengembangan energy terbarukan, setiap tahun diturunkan bantuan dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Papua Barat, dan Pemerintah Kabupaten Raja Ampat. Hal inilah yang menyebabkan perhatian Pemda Papua terhadap pemenuhan kebutuhan energy dan pengembangan energy terbarukan lebih besar ketimbang di Nusa Penida. Tabel Tingkat Kepentingan Optimasi Pengembangan Energi Terbarukan di NTT Keterangan Lamahala Kolaka Potensi Energi Sedang Tinggi Komitmen Pemda Cukup Cukup Partisipasi Masyarakat Sedang tinggi Potensi Konsumen Rendah Tinggi Subsidi Ada Ada Sumber: Data Primer Diolah, 2013 Hal ini untuk meyakinkan kepada masyarakat bahwa betapa besarnya perhatian pemerintah atas pembangunan yang ada di Desa (BPS Raja Ampat, 2012). Nilai bantuan yang diterima pada tahun 2011 disajikan seperti pada Grafik diatas. Dimana penggunaan bantuan tersebut salah satunya digunakan untuk pemenuhan kebutuhan listrik dan pengembangan energi terbarukan dengan menyediakan diesel dan panel surya di masingmasing pulau. Namun untuk pengembangan energi arus Pemda belum mengetahui potensi arus, bukan berarti tidak ada komitmen dari Pemda untuk pengembangan energi arus. Jika dilihat dari komitmen Pemda terhadap pengembangan energi terbarukan, maka komitmen Pemda terhadap pengembangan energi arus cukup besar. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 84

113 , Sumber: BPS Kabupaten Raja Ampat, 2012 Gambar Subsidi Pemerintah Untuk Pembangunan Infratsruktur di Kecamatan Waigio Selatan Begitu pun desa lokasi penelitian yang ada di Kecamatan Meosmansar, secara ekonomi masyarakat di desa yang dikunjungi untuk Kecamatan ini masih masuk kategori desa kategori 1 yaitu masih termasuk desa swadaya. Ada pun desa yang dikunjungi adalah desa Kapisawar dan dan desa Sawingray. Artinya, program pembangunan termasuk program pemerataan energy dan pengembangan energy terbarukan masih tergantung dengan dana pemerintah di desa Kapisawar dan Sawingray, ada pun status desa tersebut terlihat pada Tabel Tabel Status Kemandirian Ekonomi Desa Terkait Subsidi Ekonomi di Kecamatan Meosmansar No. Desa Swadaya Swakarya Swasembada 1. Saonek 2. Friwen 3. Yenbesar 4. Saprokren 5. Wawiyai JUMLAH 5 Sumber : BPS Kabupaten Raja Ampat, 2012 Sama halnya dengan Kecamatan Waigio Selatan, lokasi penelitian di Kecematan Meosmansar masih ketergantungan ekonomi pada bantuan bisa terlihat jumlah bantuan yang diberikan pemerintah daerah dan pemerintah pusat, dimana ini menguatkan definisi kalau desa yang dikunjungi di Meosmansar adalah baru masuk pada kategori swadaya. Untuk memenuhi kebutuhan pembangunan salah satunya pemenuhan kebutuhan energi dan pengembangan energi terbarukan Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 85

114 pada tingkat Desa di Meosmansar, setiap tahun terjadi peningkatan jumlah bantuan dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi Papua Barat, dan Pemerintah Kabupaten Raja Ampat. Artinya, komitmen pemerintah dalam memberikan insentif dan hibah untuk pengembangan energi terbarukan cukup besar, tapi untuk pengembangan energi arus belum ada, hal ini disebabkan ketidaktahuan Pemda terhadap potensi arus di Raja Ampat Sumber : BPS Kabupaten Raja Ampat, 2012 Gambar 4.24.Subsidi Pemerintah Untuk Pembangunan Infrastruktur di Kecamatan Meosmansar Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pemerataan infrastruktut termasuk pemenuhan infrastruktur listrik sesuai dengan status Otonomi Khusus yang diberikan kepada Propinsi Papua Barat. Hal ini juga untuk meyakinkan kepada masyarakat bahwa betapa besarnya perhatian pemerintah atas pembangunan yang ada di Desa (BPS Raja Ampat, 2012) termasuk salah satunya pengembangan energi terbarukan. Nilai bantuan yang diterima pada tahun 2011 disajikan pada Grafik diatas. Banyak penelitian yang mengungkapkan potensi energi terbarukan namun banyak yang lupa untuk menyiapkan kebijakan untuk optimalisasi pengembangan energi terbarukan arus dan gelombang laut. Padahal potensi energi terbarukan tidak cukup sebagai dasar untuk pengembangan energi terbarukan jika tidak ada komitmen daerah untuk keberlanjutan pengembangan tersebut. Guna mengoptimalkan potensi energi terbarukan seperti gelombang dan arus laut maka pemerintah harus mengambil tindakan. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 86

115 0,200 0,180 0,160 0,140 0,120 0,100 Lamahala 0,080 Kolaka 0,060 0,040 0,020 Potensi energi Komitmen pemda Partisipasi masyarakat Potensi konsumen Subsidi Gambar Prioritas Wilayah Pengembangan Energi Kabupaten Flores Timur Pemerintah harus mengurangi subsidi terhadap bahan bakar minyak dan memperbesar subsidi untuk energi terbarukan seperti energi arus dan gelombang laut, karena selama harga BBM lebih rendah dari harga energi terbarukan maka pengembangan energi terbarukan tidak kompetitif. Selain itu perlunya partisipasi masyarakat dalam hal pengembangan energi terbarukan (arus dan gelombang laut), hal ini penting terutama untuk status keberlanjutan pengembangan energi terbarukan (belajar dari pengalaman pengembangan energi solar di Raja Ampat). Selama partisipasi masyarakat rendah, maka pengembangan energi terbarukan hanya betrsifat hibah. Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 87

116 0,80 0,70 0,60 0,50 0,40 0,30 0,20 0,10 Lamahala Kolaka Gambar Prioritas Wilayah Pengembangan Energi Kabupaten Flores Timur Tingginya kepedulian Pemda Raja Ampat terhadap pemenuhan kebutuhan energi masyarakat dan pengembangan energi terbarukan juga disebabkan status sosial ekonomi masyarakat di masingmasing lokasi penelitian di Raja Ampat masih berstatus desa swadaya, dimana semua kegiatan pembangunan masyarakat semua dananya berasal dari dana pemerintah. Hal ini juga yang menjadi salah satu kelemahan dari program pengembangan energi terbarukan di pulaupulau kecil seperti Raja Ampak dan Nusa Penida. Kelemahan tersebut adalah secara teknis dan potensi masingmasing wilayah memiliki potensi, namun secara kebijakan yang mempertibangkan aspek keberlanjutan program tersebut terutama dari aspek perawatannya pasca hibah dari alat yang diberikan tidak dipikirkan. Hal yang tidak boleh dilupakan dalam pengembangan energi terbarukan adalah pengembangan energi terbarukan (arus dan gelombang laut) diharapkan secara teknis mudah dilaksanakan oleh masyarakat (kalau bisa teknologi yang digunakan harus disederhanakan), hal ini berkaitan dengan perawatan pasca pengembangan energi terbarukan terutama di pulaupulau kecil. Kelebihan dari masingmasing wilayah adalah dari segi potensi, misalnya di Raja Ampat dan Nusa Lembongan. Namun jika potensi tersebut dibandingkan biaya investasi dan biaya perawatan tidak sebanding, apalagi mengingat kebijakan pemerintah yang masih memberikan subsidi terhadap BBM. Selama kebijakan subsidi terhadap BBM masih ada pengembangan energi terbarukan tidak kompetitif. Berdasarkan hasil penelitian dari Badan Pusat Pengembangan Kajian Sosial Ekonomi Pengembangan dan Pemanfaatan Energi Baru dan Terbarukan di Sektor KP 88

DRAFT REKOMENDASI KEBIJAKAN

DRAFT REKOMENDASI KEBIJAKAN DRAFT REKOMENDASI KEBIJAKAN JUDUL REKOMENDASI Strategi Penguatan Aspek Kelembagaan dalam Pengelolaan Energi Laut di Lokasi Prioritas Penggembangan SASARAN REKOMENDASI Kebijakan Terkait dengan Prioritas

Lebih terperinci

DRAFT REKOMENDASI KEBIJAKAN

DRAFT REKOMENDASI KEBIJAKAN DRAFT REKOMENDASI KEBIJAKAN JUDUL REKOMENDASI Strategi Peningkatan Aspek Keberlanjutan Pengembangan Energi Laut SASARAN REKOMENDASI Kebijakan yang Terkait dengan Prioritas Nasional LATAR BELAKANGM Dalam

Lebih terperinci

DRAFT REKOMENDASI KEBIJAKAN

DRAFT REKOMENDASI KEBIJAKAN DRAFT REKOMENDASI KEBIJAKAN JUDUL REKOMENDASI Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan Arus dan Gelombang Laut SASARAN REKOMENDASI Kebijakan Terkait dengan Prioritas Nasional LATAR BELAKANG Pertumbuhan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI KAJIAN

III. METODOLOGI KAJIAN 39 III. METODOLOGI KAJIAN 3. Kerangka Pemikiran Pengembangan ekonomi lokal merupakan usaha untuk mengoptimalkan sumberdaya lokal yang melibatkan pemerintah, dunia usaha, masyarakat lokal, dan organisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi.

I. PENDAHULUAN. optimal. Salah satu sumberdaya yang ada di Indonesia yaitu sumberdaya energi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumberdaya alam. Akan tetapi, sumberdaya alam yang melimpah ini belum termanfaatkan secara optimal. Salah satu sumberdaya

Lebih terperinci

III METODE PENELITIAN

III METODE PENELITIAN 31 III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kawasan Minapolitan Kampung Lele Kabupaten Boyolali, tepatnya di Desa Tegalrejo, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa

BAB I PENDAHULUAN. wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta adalah salah satu provinsi dari 33 provinsi di wilayah Indonesia dan terletak di pulau Jawa bagian tengah. Daerah Istimewa Yogyakarta di

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009

Ringkasan Eksekutif INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 INDONESIA ENERGY OUTLOOK 2009 Pusat Data dan Informasi Energi dan Sumber Daya Mineral KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL 2009 Indonesia Energy Outlook (IEO) 2009 adalah salah satu publikasi tahunan

Lebih terperinci

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan

Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada Seminar Nasional Optimalisasi Pengembangan Energi Baru dan Terbarukan Menuju Ketahanan Energi yang Berkelanjutan Direktorat

Lebih terperinci

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015

BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA ACARA MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN (MUSRENBANG) REGIONAL KALIMANTAN TAHUN 2015 BALAI SIDANG JAKARTA, 24 FEBRUARI 2015 1 I. PENDAHULUAN Perekonomian Wilayah Pulau Kalimantan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN Penelitian pendahuluan telah dilakukan sejak tahun 2007 di pabrik gula baik yang konvensional maupun yang rafinasi serta tempat lain yang ada kaitannya dengan bidang penelitian.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat.

BAB 1 PENDAHULUAN. Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Besarnya konsumsi listrik di Indonesia semakin lama semakin meningkat. Kenaikan konsumsi tersebut terjadi karena salah satu faktornya yaitu semakin meningkatnya jumlah

Lebih terperinci

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI

INSTRUMEN KELEMBAGAAN KONDISI SAAT INI POTENSI DAN PEMANFAATAN SUMBER DAYA ENERGI INDIKASI PENYEBAB BELUM OPTIMALNYA PENGELOLAAN ENERGI MENUJU KEDAULATAN ENERGI DR. A. SONNY KERAF KOMISI VII DPR RI SEMINAR RENEWABLE ENERGY & SUSTAINABLE DEVELOPMENT IN INDONESIA : PAST EXPERIENCE FUTURE CHALLENGES JAKARTA, 19-20 JANUARI 2009 OUTLINE PRESENTASI

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 43 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilaksanakan di Kabupaten Gowa, Provinsi Sulawesi Selatan tepatnya di Kawasan Minapolitan Bontonompo yang mencakup 5 (lima) kecamatan

Lebih terperinci

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL

STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL STRATEGI KEN DALAM MEWUJUDKAN KETAHANAN ENERGI NASIONAL SEMINAR OPTIMALISASI PENGEMBANGAN ENERGI BARU DAN TERBARUKAN MENUJU KETAHANAN ENERGI YANG BERKELANJUTAN Oleh: DR. Sonny Keraf BANDUNG, MEI 2016 KETAHANAN

Lebih terperinci

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG

V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA DAN PELUANG V. PENGEMBANGAN ENERGI INDONESIA 2015-2019 DAN PELUANG MEMANFAATKAN FORUM G20 Siwi Nugraheni Abstrak Sektor energi Indonesia mengahadapi beberapa tantangan utama, yaitu kebutuhan yang lebih besar daripada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Tahunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang- Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah

Lebih terperinci

PERSIAPAN SUMATERA UTARA DALAM MENYUSUN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED)

PERSIAPAN SUMATERA UTARA DALAM MENYUSUN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) PERSIAPAN SUMATERA UTARA DALAM MENYUSUN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH (RUED) Oleh Ir. EDDY SAPUTRA SALIM, M.Si Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Sumatera Utara PADA ACARA SOSIALISASI RENCANA UMUM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya energi adalah kekayaan alam yang bernilai strategis dan

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya energi adalah kekayaan alam yang bernilai strategis dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya energi adalah kekayaan alam yang bernilai strategis dan sangat penting dalam mendukung keberlanjutan kegiatan pembangunan daerah khususnya sektor ekonomi.

Lebih terperinci

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia

Mendukung terciptanya kesempatan berusaha dan kesempatan kerja. Meningkatnya jumlah minat investor untuk melakukan investasi di Indonesia E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Pengembangan Kelembagaan Ekonomi dan Iklim Usaha Kondusif 1. Peningkatan Iklim Investasi dan Realisasi Investasi Mendukung terciptanya kesempatan

Lebih terperinci

Daya Mineral yang telah diupayakan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah pada periode sebelumnya.

Daya Mineral yang telah diupayakan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Tengah pada periode sebelumnya. BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi Dan Misi Dinas Energi Dan Sumber Daya Mineral VISI Memasuki era pembangunan lima tahun ketiga, Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini secara nasional ketergantungan terhadap energi fosil (minyak bumi, gas bumi dan batubara) sebagai sumber energi utama masih cukup besar dari tahun ke tahun,

Lebih terperinci

Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional

Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional Policy Brief TR 2016 02 Kebijakan Percepatan Pembangunan Industri Perikanan Nasional Nazla Mariza, M.A.; Bambang Wicaksono, M.Si.; Joanna Octavia, M.Sc. Ringkasan Industri perikanan nasional Indonesia

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN ENERGI BARU TERBARUKAN

PENGEMBANGAN ENERGI BARU TERBARUKAN RENCANA DAN STRATEGI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KEBERLANJUTANNYA DI NTT Oleh : Ir. Wayan Darmawa,MT Kepala Bappeda NTT 1 KONDISI UMUM PEMBANGUNAN NTT GAMBARAN UMUM Letak Geografis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Otonomi daerah yang disahkan melalui Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah

Lebih terperinci

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi

2 Di samping itu, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi sektor Energi antara lain : 1. penggunaan Energi belum efisien; 2. subsidi Energi TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI SUMBER DAYA ENERGI. Nasional. Energi. Kebijakan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 300) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN

PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN PEMBANGUNAN SEKTOR UNGGULAN Pembangunan nasional tahun 2015-2017 menekankan kepada penguatan sektor domestik yang menjadi keunggulan komparatif Indonesia, yaitu ketahanan pangan

Lebih terperinci

[ BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI ] 2012

[ BADAN PENGKAJIAN DAN PENERAPAN TEKNOLOGI ] 2012 logo lembaga [ PKPP F.1 ] [ Optimalisasi Sistem Energi untuk Mendukung Ketahanan Energi dan Pembangunan Ekonomi Koridor 6 ] [ Adhi Dharma Permana, M. Sidik Boedyo, Agus Sugiyono ] [ BADAN PENGKAJIAN DAN

Lebih terperinci

Versi 27 Februari 2017

Versi 27 Februari 2017 TARGET INDIKATOR KETERANGAN 7.1 Pada tahun 2030, menjamin akses universal 7.1.1* Rasio elektrifikasi Indikator nasional yang sesuai dengan indikator layanan energi yang global (Ada di dalam terjangkau,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Analisis Ekonomi dan Kebijakan Bisnis Pemanfaatan Gas Bumi di Indonesia dilatarbelakangi oleh rencana Pemerintah merealokasi pemanfaatan produksi gas bumi yang lebih

Lebih terperinci

EFISIENSI OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DEMI PENINGKATAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAERAH

EFISIENSI OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DEMI PENINGKATAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAERAH EFISIENSI OPERASIONAL PEMBANGKIT LISTRIK DEMI PENINGKATAN RASIO ELEKTRIFIKASI DAERAH Abstrak Dalam meningkatkan rasio elektrifikasi nasional, PLN telah melakukan banyak upaya untuk mencapai target yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkiraan kapasitas pembangkit tenaga listrik.(dikutip dalam jurnal Kelistrikan. Indonesia pada Era Millinium oleh Muchlis, 2008:1)

BAB I PENDAHULUAN. perkiraan kapasitas pembangkit tenaga listrik.(dikutip dalam jurnal Kelistrikan. Indonesia pada Era Millinium oleh Muchlis, 2008:1) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Listrik merupakan salah satu kebutuhan masyarakat yang sangat penting dan sebagai sumber daya ekonomis yang paling utama yang dibutuhkan dalam suatu kegiatan usaha.

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL

KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENGELOLAAN ENERGI NASIONAL VISI: Terwujudnya pengelolaan energi yang berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan, dan berwawasan lingkungan guna terciptanya kemandirian energi dan ketahanan energi nasional untuk mendukung pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan

BAB I PENDAHULUAN. masih ditopang oleh impor energi, khususnya impor minyak mentah dan bahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia masih belum dapat mencapai target pembangunan di bidang energi hingga pada tahun 2015, pemenuhan kebutuhan konsumsi dalam negeri masih ditopang oleh impor

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia pun kena dampaknya. Cadangan bahan tambang yang ada di Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini dunia sedang dilanda krisis Energi terutama energi fosil seperti minyak, batubara dan lainnya yang sudah semakin habis tidak terkecuali Indonesia pun kena

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI

KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI KEBIJAKAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI J. PURWONO Direktorat Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Disampaikan pada: Pertemuan Nasional Forum

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN, PROGRAM, DAN KEGIATAN BIDANG PENINGKATAN DI DAERAH TERTINGGAL

ARAH KEBIJAKAN, PROGRAM, DAN KEGIATAN BIDANG PENINGKATAN DI DAERAH TERTINGGAL Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal ARAH KEBIJAKAN, PROGRAM, DAN KEGIATAN BIDANG PENINGKATAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR DI DAERAH TERTINGGAL WORKSHOP PERAN PV DALAM PENYEDIAAN ENERGI LISTRIK

Lebih terperinci

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040

KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040 KONSERVASI DAN DIVERSIFIKASI ENERGI DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN ENERGI INDONESIA TAHUN 2040 Ana Rossika (15413034) Nayaka Angger (15413085) Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Institut Teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat

I. PENDAHULUAN. Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Telah menjadi kesepakatan nasional dalam pembangunan ekonomi di daerah baik tingkat Provinsi/Kabupaten/Kota pada seluruh pemerintahan daerah bahwa pelaksanaan pembangunan

Lebih terperinci

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan

Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi & Ketenagalistrikan DIREKTORAT JENDERAL LISTRIK DAN PEMANFAATAN ENERGI DEPARTEMEN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL Kebijakan Pemerintah Di Sektor Energi dan Pembangkitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. dengan kebutuhan energi yang semakin meningkat. Pemenuhan kebutuhan energi

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Permasalahan. dengan kebutuhan energi yang semakin meningkat. Pemenuhan kebutuhan energi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan peradaban manusia, tidak hanya berkaitan dengan masalahmasalah sosial ekonomi, politik, regulasi dan lingkungan, namun juga terkait dengan

Lebih terperinci

BAB I. bergantung pada energi listrik. Sebagaimana telah diketahui untuk memperoleh energi listrik

BAB I. bergantung pada energi listrik. Sebagaimana telah diketahui untuk memperoleh energi listrik BAB I 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu kebutuhan energi yang hampir tidak dapat dipisahkan lagi dalam kehidupan manusia pada saat ini adalah kebutuhan energi listrik. Banyak masyarakat aktifitasnya

Lebih terperinci

KAJIAN KELAYAKAN PENGEMBANGAN ENERGI BERBASIS SUMBERDAYA KELAUTAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI DALAM USAHA-USAHA PERIKANAN LAPORAN AKHIR TAHUN

KAJIAN KELAYAKAN PENGEMBANGAN ENERGI BERBASIS SUMBERDAYA KELAUTAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI DALAM USAHA-USAHA PERIKANAN LAPORAN AKHIR TAHUN KAJIAN KELAYAKAN PENGEMBANGAN ENERGI BERBASIS SUMBERDAYA KELAUTAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI DALAM USAHA-USAHA PERIKANAN LAPORAN AKHIR TAHUN BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL PERCEPATAN PENGEMBANGAN EBTKE DALAM RANGKA MENOPANG KEDAULATAN ENERGI NASIONAL Diskusi Panel National Integration of the Centre of Excellence Jakarta, 8 Oktober 2015 1 Daftar Isi 1. Membangun Kedaulatan

Lebih terperinci

DEWAN ENERGI NASIONAL RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL

DEWAN ENERGI NASIONAL RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL RANCANGAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL Dasar Hukum RUEN UU No. 30/2007 Energi UU No.22/2001 Minyak dan Gas Bumi UU No.30/2009 Ketenagalistrikan PP No. 79/2014 Kebijakan Energi Nasional Perbaikan bauran

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM

PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM REPUBLIK INDONESIA PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR SEKTOR ESDM Bahan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Pada Acara Mandiri Investment Forum (MIF) 2015- Infrastructure: Executing The Plan KEMENTERIAN ENERGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. listrik yang semakin meningkat sehingga diperlukan energy alternatif untuk energi

BAB I PENDAHULUAN. listrik yang semakin meningkat sehingga diperlukan energy alternatif untuk energi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tenaga listrik merupakan sumber energy yang sangat penting bagi kehidupan manusia baik untuk kegiatan industry, kegiatan komersial, maupun dalam kehidupan sehari hari

Lebih terperinci

MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011

MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011 MATRIKS BUKU I RKP TAHUN PRIORITAS 8 Tema Prioritas Penanggungjawab Bekerjasama Dengan PROGRAM AKSI DI BIDANG ENERGI Pencapaian ketahanan energi nasional yang menjamin kelangsungan pertumbuhan nasional

Lebih terperinci

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA 9 LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH

Lebih terperinci

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT

KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT KAJIAN POTENSI SUMBER DAYA ALAM BERBASIS EKSPORT I. Perumusan Masalah Pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang optimal membutuhkan sebuah pemahaman yang luas dimana pengelolaan SDA harus memperhatikan aspek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business)

BAB I PENDAHULUAN. Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 tahun 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi, industri migas terdiri dari usaha inti (core business) minyak dan gas serta

Lebih terperinci

Oleh: Maritje Hutapea Direktur Bioenergi. Disampaikan pada : Dialog Kebijakan Mengungkapkan Fakta Kemiskinan Energi di Indonesia

Oleh: Maritje Hutapea Direktur Bioenergi. Disampaikan pada : Dialog Kebijakan Mengungkapkan Fakta Kemiskinan Energi di Indonesia Direktorat t Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral STRATEGI DAN PROGRAM KERJA UNTUK MENINGKATKAN AKSES ENERGI DI PERDESAAN DAN PERKOTAAN Oleh:

Lebih terperinci

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA

SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA UMUM ENERGI DAERAH KABUPATEN/KOTA LAMPI RAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL SISTEMATIKA PENYUSUNAN RENCANA UMUM ENERGI NASIONAL, RENCANA UMUM ENERGI DAERAH PROVINSI, DAN RENCANA

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sub-sektor perikanan tangkap merupakan bagian integral dari pembangunan kelautan dan perikanan yang bertujuan untuk : (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Dengan semakin meningkatnya penggunaan energi sejalan dengan berkembangnya perekonomian dan industri, maka disadari pula pentingnya penghematan energi

Lebih terperinci

2015, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi

2015, No d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Energi No.1812, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-ESDM. Penyediaan Tenaga Listrik Skala Kecil. Percepatan. PERATURAN MENTERI ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2016 TENTANG

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Jumlah konsumsi minyak bumi Indonesia sekitar 1,4 juta BOPD (Barrel Oil Per Day), sedangkan produksinya hanya sekitar 810 ribu BOPD (Barrel Oil Per Day). Kesenjangan konsumsi

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah menggambarkan kondisi dan analisis statistik Perekonomian Daerah, sebagai gambaran umum untuk situasi perekonomian Kota

Lebih terperinci

KETERSEDIAAN ENERGI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI NTT

KETERSEDIAAN ENERGI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI NTT KETERSEDIAAN ENERGI DAN PEMBANGUNAN EKONOMI NTT Oleh: Fred Benu I. Pengantar Panitia Pelaksana Seminar dan Workshop Internasional Energi Baru Terbarukan meminta saya untuk membawakan makalah tentang Ketersediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Batubara Nasional

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Batubara Nasional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tim Batubara Nasional Kelompok Kajian Kebijakan Mineral dan Batubara, Pusat Litbang Teknologi Mineral dan Batubara,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lautan yang lebih luas dari daratan, tiga per empat wilayah Indonesia (5,8 juta km 2 ) berupa laut. Indonesia memiliki lebih dari 17.500 pulau dengan

Lebih terperinci

MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL

MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA MEMASUKI ERA ENERGI BARU TERBARUKAN UNTUK KEDAULATAN ENERGI NASIONAL Oleh: Kardaya Warnika Direktorat Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan nasional Negara Indonesia adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat, diantaranya melalui pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. Pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

Analisis Stakeholder dan Evaluasi Kelembagaan Pengelolaan SDAL

Analisis Stakeholder dan Evaluasi Kelembagaan Pengelolaan SDAL EKONOMI KELEMBAGAAN UNTUK SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN Analisis Stakeholder dan Evaluasi Kelembagaan Pengelolaan SDAL Oleh: Kastana Sapanli, S.Pi,M.Si Kriteria dan Indikator Manajemen SDAL 1. Efisiensi (Produktivitas)

Lebih terperinci

11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE

11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE 257 11 KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN PELAGIS KEBERLANJUTAN KOTA TERNATE 11.1 Pendahuluan Perikanan tangkap merupakan salah satu aktivitas ekonomi yang sangat kompleks, sehingga tantangan untuk memelihara

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

Pulau Ikonis Energi Terbarukan sebagai Pulau Percontohan Mandiri Energi Terbarukan di Indonesia

Pulau Ikonis Energi Terbarukan sebagai Pulau Percontohan Mandiri Energi Terbarukan di Indonesia TEKNOLOI DI INDUSTRI (SENIATI) 2016 Pulau Ikonis Energi Terbarukan sebagai Pulau Percontohan Mandiri Energi Terbarukan di Indonesia Abraham Lomi Jurusan Teknik Elektro Institut Teknologi Nasional Malang

Lebih terperinci

DRAFT REKOMENDASI KEBIJAKAN

DRAFT REKOMENDASI KEBIJAKAN DRAFT REKOMENDASI KEBIJAKAN JUDUL REKOMENDASI Strategi Optimalisasi Unsur Unsur Positif Lokal untuk Mendukung Penerapan Prinsip Prinsip Blue Economy di Wilayah Coral Triangle SASARAN REKOMENDASI Kebijakan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2011-2015 Diperbanyak oleh: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2010 TENTANG KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF TERTENTU DI JAWA TIMUR

GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2010 TENTANG KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF TERTENTU DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 74 TAHUN 2010 TENTANG KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SUMBER ENERGI ALTERNATIF TERTENTU DI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2006 sampai bulan Oktober 2006. Penelitian dilakukan di Kabupaten Gunungkidul dan Bantul

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN ENERGI TERBARUKAN PADA PULAU-PULAU KECIL Development Renewable Energi for Small Islands

PENGEMBANGAN ENERGI TERBARUKAN PADA PULAU-PULAU KECIL Development Renewable Energi for Small Islands PENGEMBANGAN ENERGI TERBARUKAN PADA PULAU-PULAU KECIL Development Renewable Energi for Small Islands *Mira, Rizki Muhartono dan Siti Hajar Suryawati Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN

TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 08 Teknik Analisis Aspek Fisik & Lingkungan, Ekonomi serta Sosial Budaya dalam Penyusunan Tata Ruang Tujuan Sosialisasi Pedoman Teknik Analisis Aspek Fisik ik & Lingkungan,

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. 1. Pangkep 4 33' ' ' ' 2, Takalar , Bulukumba

3 METODE PENELITIAN. 1. Pangkep 4 33' ' ' ' 2, Takalar , Bulukumba 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Sulawesi Selatan mulai bulan Februari 2011 hingga Oktober 2011. Lokasi penelitian dilakukan di 3 kabupaten yaitu Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari pulau

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari pulau 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan yang terdiri dari 17.504 pulau (Wikipedia, 2010). Sebagai Negara kepulauan, Indonesia mengalami banyak hambatan dalam pengembangan

Lebih terperinci

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014

DEWAN ENERGI NASIONAL OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 OUTLOOK ENERGI INDONESIA 2014 23 DESEMBER 2014 METODOLOGI 1 ASUMSI DASAR Periode proyeksi 2013 2050 dimana tahun 2013 digunakan sebagai tahun dasar. Target pertumbuhan ekonomi Indonesia rata-rata sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perhatian utama saat ini adalah terus meningkatnya konsumsi energi di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perhatian utama saat ini adalah terus meningkatnya konsumsi energi di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, energi listrik merupakan kebutuhan penting dalam kelangsungan hidup manusia. Masalah di bidang tersebut yang sedang menjadi perhatian utama saat

Lebih terperinci

KEMANDIRIAN MASYARAKAT DESA BATANG URU MERUBAH AIR MENJADI LISTRIK. Ir. Linggi. Penerima Penghargaan Energi Prakarsa Perorangan S A R I

KEMANDIRIAN MASYARAKAT DESA BATANG URU MERUBAH AIR MENJADI LISTRIK. Ir. Linggi. Penerima Penghargaan Energi Prakarsa Perorangan S A R I KEMANDIRIAN MASYARAKAT DESA BATANG URU MERUBAH AIR MENJADI LISTRIK Ir. Linggi Penerima Penghargaan Energi Prakarsa 2011 - Perorangan S A R I Linggi adalah salah seorang Penerima Penghargaan Energi Prakarsa

Lebih terperinci

RENCANA KERJA (RENJA) TAHUN ANGGARAN 2018

RENCANA KERJA (RENJA) TAHUN ANGGARAN 2018 RENCANA KERJA (RENJA) TAHUN ANGGARAN 2018 BIRO PENGEMBANGAN PRODUKSI DAERAH SEKRETARIAT DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATAN 2017 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas segala limpahan

Lebih terperinci

PERAN GEOLOGI DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL

PERAN GEOLOGI DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL 1 PERAN GEOLOGI DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL Deputi Bidang Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup Kementerian Negara PPN/Bappenas Workshop Sinkronisasi Program Pembangunan Bidang Geologi: Optimalisasi Peran

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi mempunyai peranan yang sangat penting bagi sebuah bangsa. Beberapa peranan strategis energi antara lain sumber penerimaan negara, bahan bakar dan bahan baku

Lebih terperinci

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS

BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS BAB 3 PEMODELAN, ASUMSI DAN KASUS 3.1 Kerangka Pemodelan Kajian Outlook Energi Indonesia meliputi proyeksi kebutuhan energi dan penyediaan energi. Proyeksi kebutuhan energi jangka panjang dalam kajian

Lebih terperinci

Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia

Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia Pemanfaatan Dukungan Pemerintah terhadap PLN dalam Penyediaan Pasokan Listrik Indonesia Abstrak Dalam menjamin tersedianya pasokan listrik bagi masyarakat, pemerintah telah melakukan berbagai upaya mendukung

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2015 dapat

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG KEBIJAKAN ENERGI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk menjamin keamanan pasokan

Lebih terperinci

PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN, DAN PENETAPAN HARGA LPG TABUNG 3 KILOGRAM

PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN, DAN PENETAPAN HARGA LPG TABUNG 3 KILOGRAM PENYEDIAAN, PENDISTRIBUSIAN, DAN PENETAPAN HARGA LPG TABUNG 3 KILOGRAM sumber gambar: republika.co.id I. PENDAHULUAN Energi mempunyai peran penting dan strategis untuk pencapaian tujuan sosial, ekonomi,

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

Kekuatan Asing Masih Kuasai Ekonomi Perikanan Nasional

Kekuatan Asing Masih Kuasai Ekonomi Perikanan Nasional PUSAT KAJIAN PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERADABAN MARITIM Kekuatan Asing Masih Kuasai Ekonomi Perikanan Nasional Laporan Ekonomi Perikanan Triwulan I Tahun 2011 Suhana 5/11/2011 Alamat Kontak : Blog : Http://pk2pm.wordpress.com,

Lebih terperinci

OPSI NUKLIR DALAM BAURAN ENERGI NASIONAL

OPSI NUKLIR DALAM BAURAN ENERGI NASIONAL KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL REPUBLIK INDONESIA OPSI NUKLIR DALAM BAURAN ENERGI NASIONAL Konferensi Informasi Pengawasan Oleh : Direktur Aneka Energi Baru dan Energi Terbarukan Jakarta, 12

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT 1 BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG TATA CARA PERIZINAN USAHA DI BIDANG ENERGI BARU TERBARUKAN DAN KETENAGALISTRIKAN

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya energi adalah segala sesuatu yang berguna dalam. membangun nilai di dalam kondisi dimana kita menemukannya.

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya energi adalah segala sesuatu yang berguna dalam. membangun nilai di dalam kondisi dimana kita menemukannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumber daya energi adalah segala sesuatu yang berguna dalam membangun nilai di dalam kondisi dimana kita menemukannya. Untuk itu sumber daya energi adalah aset untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

RENSTRA BALAI BESAR TEKNOLOGI ENERGI

RENSTRA BALAI BESAR TEKNOLOGI ENERGI RENSTRA BALAI BESAR TEKNOLOGI ENERGI 2010-2014 KATA PENGANTAR Balai Besar Teknologi Energi (B2TE) merupakan lembaga pemerintah yang mempunyai peran dan tugas melaksanakan pengkajian, pengujian, pengembangan,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG Draft 10 vember 2008 Draft 19 April 2009 PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.9/Menhut-II/2011P. /Menhut-II/2009 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN (DEKONSENTRASI) BIDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi telah mencakup pada prinsip pengembangan usaha kepada

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi telah mencakup pada prinsip pengembangan usaha kepada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah yang dimanfaatkan untuk perkembangan perekonomian. Salah satu sumber daya alam terpenting ialah sumber daya

Lebih terperinci

1 BAB I PENDAHULUAN. Selama ini sumber energi utama yang dikonversi menjadi energi listrik

1 BAB I PENDAHULUAN. Selama ini sumber energi utama yang dikonversi menjadi energi listrik 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini Indonesia berada di ambang krisis energi. Lebih dari 37 juta penduduk Indonesia, atau setara sekitar 15% dari total jumlah penduduk, saat ini tidak memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini

BAB I PENDAHULUAN. manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Untuk mencapai pola pengelolaan energi diperlukan perubahan manajemen baik dari sisi demand maupun sisi supply energi. Pada kondisi saat ini telah diketahui bahwa permintaan

Lebih terperinci

STATUS KEBERLANJUTAN USAHA GARAM RAKYAT DI KECAMATAN LABAKKANG KABUPATEN PANGKEP

STATUS KEBERLANJUTAN USAHA GARAM RAKYAT DI KECAMATAN LABAKKANG KABUPATEN PANGKEP STATUS KEBERLANJUTAN USAHA GARAM RAKYAT DI KECAMATAN LABAKKANG KABUPATEN PANGKEP Abdul Rauf Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Muslim Indonesia, Makassar, Sulawesi

Lebih terperinci