DAFTAR PUSTAKA 1. KELOMPOK BUKU DAN MAKALAH REFERENSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAFTAR PUSTAKA 1. KELOMPOK BUKU DAN MAKALAH REFERENSI"

Transkripsi

1 DAFTAR PUSTAKA 1. KELOMPOK BUKU DAN MAKALAH REFERENSI Djojodipuro, Marsudi. Teori Lokasi. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta Kartasapoetra, G. Pembentukan Perusahaan Industri. PT. Bina Aksara. Jakarta Kuntowijoyo. Perubahan Sosial dalam Masyarakat Agraris Madura. Mata Bangsa. Yogyakarta Rusli, Said. Pengantar Ilmu Kependudukan. PT. Pustaka LP3ES Indonesia. Jakarta Sutriah, Siti. Teori Lokasi. Bahan Perkuliahan. Teknik Planologi ITB. Bandung Profil Daerah Kabupaten dan Kota. Penerbit Buku Kompas. Jakarta KELOMPOK TUGAS KHIR / PROYEK AKHIR / TESIS / DISERTASI Barus, Lita Sari. Penentuan Industri Prioritas di Sub Wilayah Pengembangan Kabil dalam Rangka Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam. Tugas Akhir. Planologi ITB Edward. Penentuan Jenis-jenis Industri yang Diprioritaskan untuk Dikembangkan (Kasus Studi : Kawasan Industri Bekasi). Tugas Akhir. Planologi ITB Ghalib, Rusli. Dampak Pembangunan Sistem Transportasi Bagi Pembangunan Regional di Aceh Timur. Tesis. Planologi ITB Kusumaningsih, Kartika. Identifikasi Potensi Pengembangan Wilayah Kabupaten Lebak Berbasis pada Keterkaitan Hulu dan Hilir dari Industri Pengolahan Besar Sedang Kabupaten Serang. Tugas Akhir. Planologi ITB Mulyaningsih, Sri. Studi Wilayah Pengembangan Kabupaten Gresik Melalui Identifikasi Kesempatan Kerja di Sektor Pertanian dan Sektor Industri. Tesis. Perencanaan Wilayah dan Kota ITB

2 Permana, Tuti. Penilaian Kemungkinan Cilacap untuk Dapat Dikembangkan Menjadi Daerah Industri. Tugas Akhir. Departemen Tata Pembangunan Daerah dan Kota ITB Savitry, Reny. Analisis Lokasi Industri di Kotif Tangerang. Tugas Akhir. Planologi ITB Suherman, dkk. Studi Analisis Dampak Fiskal Akibat Rencana Pembangunan Jembatan Surabaya-Madura terhadap Perubahan Penggunaan Lahan dan Transportasi. Tugas Akhir. Planologi ITB Tavio, Hariandry. Identifikasi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Motivasi Pemilihan Lokasi Industri di Kawasan Industri Pulogadung. Tugas Akhir. Planologi ITB Wilmar Salim, dkk. Identifikasi Fenomena Wilayah Mega Urban Gerbangkertasusila dan Koridor Surabaya Malang. Proyek Akhir. Planologi ITB KELOMPOK TERBITAN INSTANSI DAN LAPORAN Buku Panduan Pengelolaan Lingkungan Hidup Industri Kimia, Agro, dan Hasil Hutan. Departemen Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Daftar Investasi Kabupaten Bangkalan. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bangkalan Dasar Pemikiran dalam Penyusunan Kriteria bagi Mengarahkan Penetapan Lokasi Kawasan Industri. Departemen Perindustrian Indikator Industri Besar dan Sedang. Biro Pusat Statistik Kabupaten Gresik Dalam Angka. Biro Pusat Statistik Kabupaten Bangkalan Dalam Angka. Biro Pusat Statistik Kota Surabaya Dalam Angka. Biro Pusat Statistik Kriteria Lokasi Industri dan Standar Teknis Industri. Departemen Perindustrian Republik Indonesia Laporan Akhir East Java Integrated Industrial Zone Ekonomi Kawasan Khusus Kabupaten Bangkalan. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah kabupaten Bangkalan

3 Laporan Akhir Penyusunan Masterplan East Java Integrated Industrial Zone Tahap I Propinsi Jawa Timur. Kamar Dagang dan Industri Propinsi Jawa Timur Laporan Akhir Rencana Pengembangan Wilayah Kepulauan Madura Studio Wilayah S2 Teknik Planologi Institut Teknologi Bandung Laporan Feasibility Study Jembatan Surabaya Madura Dinas Pekerjaan Umum Propinsi Jawa Timur Laporan Pendahuluan East Java Integrated Industrial Zone Masterplan Pembangunan Ekonomi Daerah Kabupaten Bangkalan. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah kabupaten Bangkalan Laporan Pendahuluan Penataan Ruang Wilayah Pengembangan Jembatan Jawa Madura. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Laporan Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Kaki Jembatan Suramadu Sisi Bangkalan. Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah Kabupaten Bangkalan Laporan Rencana Struktur Tata Ruang Gerbangkertosusila. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsi Jawa Timur Laporan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bangkalan. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bangkalan Laporan Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Jawa Timur. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsi Jawa Timur Laporan Rencana Umum Tata Ruang Wilayah Kawasan Industri dan Permukiman Bangkalan Selatan. Dinas Permukiman dan Prasarana Wilayah Kabupaten Bangkalan Perkembangan Indeks Produksi Industri Besar dan Sedang Biro Pusat Statistik Propinsi Jawa Timur Dalam Angka. Biro Pusat Statistik Rancangan Peraturan Presiden tentang Badan Pengembangan Wilayah Surabaya Madura. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsi Jawa Timur Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten Bangkalan Tahun Bappeda Kabupaten Bangkalan dan Universitas Airlangga Surabaya Studi Kelayakan Kawasan Industri Padang. PT. Djambacon. Departemen Perindustrian Republik Indonesia

4 Tabel Input Output Indonesia Updating Biro Pusat Statistik Tataran Transportasi Propinsi Jawa Timur Dinas Perhubungan Propinsi Jawa Timur KELOMPOK PERATURAN DAN UNDANG-UNDANG Keputusan Menteri Perindustrian No 148 Tahun 1995 tentang Penetapan Jenis dan Komoditi Industri yang Tidak Merusak ataupun Membahayakan Lingkungan serta Tidak Menggunakan SDA Secara Berlebihan. Keputusan Presiden Nomor 4 Tahun 1996 tentang Kawasan Industri. Keputusan Presiden Tahun 2001 tentang Rencana Pembangunan Jembatan Suramadu. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional. 5. KELOMPOK MAJALAH DAN SURAT KABAR ANTARA News. Pembangunan Jembatan Suramadu Mencapai 60,12 Persen. 25 Oktober Kompas. Membangun Madura Harus Bikin "Wong Cilik" Tertawa. 28 Agustus Kompas. Jembatan Suramadu Dipastikan Selesai November Kompas. Jembatan Suramadu Diusulkan Jadi Jalan Tol. 9 Juli Media Indonesia. Pemerintah akan Bentuk Badan Otorita Madura. 8 November Metro TV Online. Gubernur Jatim Diminta Membentuk Badan Otorita Pulau Madura. 17 November Radar Madura. BOM Hanya Jadi Beban. 16 November Suara Surabaya. Bentang Tengah Jembatan Suramadu Selesai Akhir Juli 2006.

5 Surabaya Post. Pos Keamanan Laut Sapeken dan Kangean Bergantung pada Bupati Sumenep. 22 November Surabaya Post. Rencana Daerah Otorita Madura Belum Semua Politisi dan Rakyat Setuju. 14 November TEMPO Interaktif. Produksi Listrik PLTU Gresik Menurun. 9 September TEMPO Interaktif. Konsorsium Cina-Indonesia Selesaikan Jembatan Suramadu. 21 Agustus Pengembangan Surabaya Metropolitan Area di Masa Depan Gerbangkertasusila Lebih Pas. 26 Oktober Berkah Gas Belum Menetes. PLTN di Madura. 25 Februari Bentuk Otorita, SBY Minta Kebut Suramadu. 11 November Manfaat Jembatan Suramadu. 16 Juli Selesaikan Suramadu, Badan Otorita Madura Dibentuk. 8 November 2006.

6 LAMPIRAN FOTO Lahan di Kabupaten Bangkalan yang karakteristiknya kering Kondisi jalan pada umumnya di Kabupaten Bangkalan, sempit dan tidak terlalu lebar Industri-industri di Kabupaten Gresik dan Kota Surabaya yang tampak dari Pelabuhan Kamal, Kabupaten Bangkalan

7 Pelabuhan Tanjung Priuk, Surabaya, Jawa Timur Jembatan Suramadu dilihat dari daratan Kabupaten Bangkalan Aksesibilitas ruas jalan menuju Jembatan Suramadu

8 Proyek pembangunan Jembatan Suramadu yang masih dalam tahap pengerjaan

9

10 ANALISIS KETERKAITAN HULU-HILIR INDUSTRI Terkait dengan konsep aglomerasi, kriteria yang digunakan untuk mengukur kelayakan sebagai lokasi industri adalah keberadaan industri yang merangsang munculnya industry baru (inter industry linkages). Keberadaan jenis industri seperti ini diukur dari besarnya nilai keterkaitan hulu dan hilir yang dimilikinya. Besarnya nilai keterkaitan hulu-hilir dapat dihitung dari besarnya indeks daya penyebaran dan derajat kepekaan tiap-tiap jenis industri yang dihitung dari Matriks Kebalikan Atas Dasar Harga Produsen. Besaran yang menunjukkan daya penyebaran adalah α. Nilai α > 1 menunjukkan bahwa tingkat pengaruh keterkaitan hulunya kuat. Sedangkan besaran yang menunjukkan derajat kepekaan adalah β. Nilai β > 1 menunjukkan bahwa tingkat pengaruh keterkaitan hilirnya kuat. Berikut ini rumus yang menyatakan besarnya indeks daya penyebaran dan derajat kepekaan. α 1 = ( b i1 ) / ((1/n) x b ij ) β 1 = ( b 1j ) / ((1/n) x b ij ) Dari Matriks Kebalikan Atas Dasar Harga Produsen (terlampir) seperti dalam bentuk di bawah ini, digunakan rumus tersebut untuk memperoleh nilai α dan β. GAMBAR CONTOH MATRIKS KEBALIKAN ATAS DASAR HARGA PRODUSEN (I A ) -1 Sektor 1 b 11 b 12 b 1j b 1n b 1j Sektor 2 b 21 b 22 b 2j b 2n b 2j Sektor i b i1 b i2 b ij b in b ij Sektor n b n1 b n2 b nj b nn b nj b ij b i1 b i2 b ij b in b ij

11 Berikut di bawah ini dilampirkan data besarnya indeks daya penyebaran dan derajat kepekaan tiap-tiap jenis industri, yang dihitung dengan menggunakan rumus yang telah dipaparkan sebelumnya, yang diaplikasikan pada Matriks Kebalikan Atas Dasar Harga Produsen (terlampir). TABEL NILAI INDEKS DAYA PENYEBARAN DAN DERAJAT KEPEKAAN TIAP-TIAP JENIS INDUSTRI sektor b xj b ix α β

12 b ij Keterangan : sektor adalah sektor industri

13

14 Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2007 WAWANCARA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN/KOTAMADYA GRESIK Kabupaten Bangkalan menjadi salah satu alternatif daerah lokasi kegiatan sektor industri di Propinsi Jawa Timur, terkait dengan rencana pembangunan Jembatan Suramadu. Akan tetapi kelayakan Kabupaten Bangkalan untuk dijadikan sebagai daerah lokasi kegiatan industri masih dalam tahap penelitian. Wawancara ini bertujuan untuk melihat kriteria dan indikator kelayakan faktor-faktor lokasi yang mempengaruhi pemilihan lokasi kegiatan industri, yang terdiri dari aspek transportasi, pertanahan, tenaga kerja, aglomerasi/deglomerasi, serta economic of scale dan luas pasaran. Survey ini dilakukan dalam rangka penulisan Tugas Akhir Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, ITB, sehingga penulis mengucapkan terimakasih atas kesediaan waktu yang diberikan dalam menjawab wawancara ini. Pertanyaan Wawancara : Penulis : Paramita NIM : Apakah dinas perindustrian membuat kebijakan mengenai kriteria dan indikator kelayakan faktor-faktor lokasi yang mempengaruhi pemilihan lokasi kegiatan industri, yang terdiri dari aspek transportasi, pertanahan, tenaga kerja, aglomerasi/deglomerasi, dan economic of scale/luas pasaran? 1 Transportasi 2 Pertanahan 3 Tenaga kerja 4 Aglomerasi/deglomerasi 5 Luas pasaran

15 2. Terkait dengan aspek transportasi, apakah ada kriteria khusus untuk menjadikan suatu daerah layak dijadikan alternatif lokasi kegiatan industri? (misalnya, kriterianya adalah minimal panjang jalan harus... meter, dsb). a. Kapasitas jalan? ton/hari b. Panjang jalan? km c. Kondisi jalan? d. Aksesibilitas ke setiap tempat? menit/jam e. Dll 3. Apa saja indikator dari kriteria kelayakan tersebut? 1 Transportasi Kapasitas jalan ton/hari Panjang jalan km Kondisi jalan Aksesibilitas ke setiap tempat Menit/km Dll.. 4. Terkait dengan aspek pertanahan, apakah ada kriteria khusus untuk menjadikan suatu daerah layak dijadikan alternatif lokasi kegiatan industri? (misalnya, kriterianya adalah kemiringan lereng harus... %, dsb). a. Harga tanah? sampai seberapa murah? b. Kriteria fisik tanah? (kondisi topografi/kemiringan, geologi, hidrologi) c. Kebutuhan lahan peruntukan industri harus seberapa luas untuk bisa dikatakan layak? d. Dll 5. Apa saja indikator dari kriteria kelayakan tersebut? 1 Pertanahan Harga tanah rupiah Kriteria fisik tanah - topografi - geologi - hidrologi Kebutuhan lahan peruntukan industri Ha dll.. 6. Terkait dengan aspek tenaga kerja, apakah ada kriteria khusus untuk menjadikan suatu daerah layak dijadikan alternatif lokasi kegiatan industri? (misalnya, kriterianya adalah kualitas tenaga kerja minimal harus berpendidikan..., dsb). a. Jumlah tenaga kerja? b. Kualitas tenaga kerja? pendidikan? Usia? Jenis kelamin? c. Standar upah tenaga kerja? d. Dll

16 7. Apa saja indikator dari kriteria kelayakan tersebut? 1 Tenaga kerja Jumlah tenaga kerja Kualitas tenaga kerja - pendidikan - Usia - Jenis kelamin Standar upah tenaga kerja dll.. 8. Terkait dengan aspek aglomerasi/deglomerasi, apakah ada kriteria khusus untuk menjadikan suatu daerah layak dijadikan alternatif lokasi kegiatan industri? (misalnya, kriterianya adalah minimal harus ada... perusahaan dalam suatu wilayah agar konsep aglomerasi bisa diterapkan, dsb). a. Agar konsep aglomerasi bisa diterapkan, minimal harus berapa perusahaan yang ada di suatu wilayah? b. Apa saja fasilitas yang disediakan untuk mengundang investor/perusahaan tersebut? c. Keuntungan seperti apa yang menjadi indikator keberhasilan konsep aglomerasi? d. Faktor apa yang mempengaruhi perusahaan berdeglomerasi? e. Keuntungan seperti apa yang menjadi indikator keberhasilan konsep deglomerasi? f. Dll 9. Apa saja indikator dari kriteria kelayakan tersebut? 1 Aglomerasi/deglomerasi minimal jumlah perusahaan fasilitas tersedia untuk mengundang investor/perusahaan Keuntungan yang menjadi indikator keberhasilan konsep aglomerasi Faktor yang mempengaruhi perusahaan berdeglomerasi Keuntungan yang menjadi indikator keberhasilan konsep deglomerasi dll Terkait dengan aspek economic of scale/luas pasaran, apakah ada kriteria khusus untuk menjadikan suatu daerah layak dijadikan alternatif lokasi kegiatan industri? (misalnya, kriterianya adalah luas pasaran harus mencapai wilayah yang jaraknya... km dari wilayah produksi, dsb). a. Jangkauan luas pasaran? b. Dll

17 11. Apa saja indikator dari kriteria kelayakan tersebut? 1 Economic of scale / Jangkauan luas pasaran luas pasaran dll Jenis industri apa saja yang ada di Gresik? (mulai dari industri berat sampai industri rumah tangga) 13. Menurut Dinas Perindustrian, jenis industri seperti apa yang memiliki prospek bagus dan diminati investor yang berlokasi di Jawa Timur? 14. Dari jenis industri yang memiliki prospek bagus dan diminati investor tersebut di atas, jenis industri apa yang diperkirakan bisa berlokasi di Kabupaten Bangkalan? 15. Apa prasyarat jenis industri tersebut dalam menarik investor? 16. Menurut Dinas Perindustrian (sesuai dengan kriteria dan indikator kelayakan faktor lokasi industri), jenis industri seperti apa yang cocok dikembangkan di Kabupaten Bangkalan? 17. Adakah jenis industri yang dimaksud tersebut yang terdapat di Gresik? 18. Apa perusahaan yang bergerak dalam jenis industri tersebut? Terima Kasih

18 Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2007 WAWANCARA PERUSAHAAN INDUSTRI KABUPATEN/KOTAMADYA GRESIK Kabupaten Bangkalan menjadi salah satu alternatif daerah lokasi kegiatan sektor industri di Propinsi Jawa Timur, terkait dengan rencana pembangunan Jembatan Suramadu. Akan tetapi kelayakan Kabupaten Bangkalan untuk dijadikan sebagai daerah lokasi kegiatan industri masih dalam tahap penelitian. Wawancara ini bertujuan untuk melihat kriteria dan indikator kelayakan faktor-faktor lokasi yang mempengaruhi pemilihan lokasi kegiatan industri, yang terdiri dari aspek transportasi, pertanahan, tenaga kerja, aglomerasi/deglomerasi, serta economic of scale dan luas pasaran. Survey ini dilakukan dalam rangka penulisan Tugas Akhir Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, ITB, sehingga penulis mengucapkan terimakasih atas kesediaan waktu yang diberikan dalam menjawab wawancara ini. Pertanyaan Wawancara : Penulis : Paramita NIM : Apakah perusahaan ini mempunyai kriteria dan indikator kelayakan faktor-faktor lokasi yang mempengaruhi pemilihan lokasi kegiatan industri, yang terdiri dari aspek transportasi, pertanahan, tenaga kerja, aglomerasi/deglomerasi, dan economic of scale/luas pasaran? 1 Transportasi 2 Pertanahan 3 Tenaga kerja 4 Aglomerasi/deglomerasi 5 Luas pasaran

19 2. Terkait dengan aspek transportasi, apakah ada kriteria khusus untuk menjadikan suatu daerah layak dijadikan alternatif lokasi kegiatan industri? (misalnya, kriterianya adalah minimal panjang jalan harus... meter, dsb). a. Kapasitas jalan? ton/hari b. Panjang jalan? km c. Kondisi jalan? d. Aksesibilitas ke setiap tempat? menit/jam e. Dll 3. Apa saja indikator dari kriteria kelayakan tersebut? 1 Transportasi Kapasitas jalan ton/hari Panjang jalan km Kondisi jalan Aksesibilitas ke setiap tempat Menit/km Dll.. 4. Terkait dengan aspek pertanahan, apakah ada kriteria khusus untuk menjadikan suatu daerah layak dijadikan alternatif lokasi kegiatan industri? (misalnya, kriterianya adalah kemiringan lereng harus... %, dsb). a. Harga tanah? sampai seberapa murah? b. Kriteria fisik tanah? (kondisi topografi/kemiringan, geologi, hidrologi) c. Kebutuhan lahan peruntukan industri harus seberapa luas untuk bisa dikatakan layak? d. Dll 5. Apa saja indikator dari kriteria kelayakan tersebut? 1 Pertanahan Harga tanah rupiah Kriteria fisik tanah - topografi - geologi - hidrologi Kebutuhan lahan peruntukan industri Ha dll.. 6. Terkait dengan aspek tenaga kerja, apakah ada kriteria khusus untuk menjadikan suatu daerah layak dijadikan alternatif lokasi kegiatan industri? (misalnya, kriterianya adalah kualitas tenaga kerja minimal harus berpendidikan..., dsb). a. Jumlah tenaga kerja? b. Kualitas tenaga kerja? pendidikan? Usia? Jenis kelamin? c. Standar upah tenaga kerja? d. Dll

20 7. Apa saja indikator dari kriteria kelayakan tersebut? 1 Tenaga kerja Jumlah tenaga kerja Kualitas tenaga kerja - pendidikan - Usia - Jenis kelamin Standar upah tenaga kerja dll.. 8. Terkait dengan aspek aglomerasi/deglomerasi, apakah ada kriteria khusus untuk menjadikan suatu daerah layak dijadikan alternatif lokasi kegiatan industri? (misalnya, kriterianya adalah minimal harus ada... perusahaan dalam suatu wilayah agar konsep aglomerasi bisa diterapkan, dsb). a. Agar konsep aglomerasi bisa diterapkan, minimal harus berapa perusahaan yang ada di suatu wilayah? b. Apa saja fasilitas yang disediakan untuk mengundang investor/perusahaan tersebut? c. Keuntungan seperti apa yang menjadi indikator keberhasilan konsep aglomerasi? d. Faktor apa yang mempengaruhi perusahaan berdeglomerasi? e. Keuntungan seperti apa yang menjadi indikator keberhasilan konsep deglomerasi? f. Dll 9. Apa saja indikator dari kriteria kelayakan tersebut? 1 Aglomerasi/deglomerasi minimal jumlah perusahaan fasilitas tersedia untuk mengundang investor/perusahaan Keuntungan yang menjadi indikator keberhasilan konsep aglomerasi Faktor yang mempengaruhi perusahaan berdeglomerasi Keuntungan yang menjadi indikator keberhasilan konsep deglomerasi dll Terkait dengan aspek economic of scale/luas pasaran, apakah ada kriteria khusus untuk menjadikan suatu daerah layak dijadikan alternatif lokasi kegiatan industri? (misalnya, kriterianya adalah luas pasaran harus mencapai wilayah yang jaraknya... km dari wilayah produksi, dsb). a. Jangkauan luas pasaran? b. Dll

21 11. Apa saja indikator dari kriteria kelayakan tersebut? 1 Economic of scale / Jangkauan luas pasaran luas pasaran dll Bergerak dalam bidang apa perusahaan industri ini? 13. Berapa luas lahan perusahaan industri ini? 14. Berapa harga lahan perusahaan industri ini? 15. Berapa ongkos transportasi yang dibutuhkan perusahaan industri ini? (dalam memperoleh bahan baku dan memasarkan hasil komoditi) 16. Berapa jumlah tenaga kerja perusahaan industri ini? 17. Bagaimana kualitas tenaga kerja perusahaan industri ini? 18. Berapa upah/gaji buruh/tenaga kerja di perusahaan industri ini? 19. Komoditi apa yang dihasilkan dari perusahaan industri ini? 20. Darimana perusahaan industri ini mendapatkan bahan baku? 21. Kemana komoditi yang dihasilkan dari perusahaan industri ini dipasarkan? 22. Apakah perusahaan industri ini beraglomerasi/deglomerasi dengan perusahaan industri lain yang sejenis? Mengapa? Faktor-faktor yang mempengaruhinya? 23. Hal-hal menguntungkan apa saja yang sudah dirasakan setelah beraglomerasi/deglomerasi? 24. Apakah perusahaan industri ini berkeinginan untuk mengembangkan jenis industri ini di wilayah lain? Di mana? 25. Mengapa perusahaan industri ini berkeinginan untuk mengembangkan jenis industri ini di wilayah tersebut? 26. Apakah perusahaan industri ini berkeinginan untuk mengembangkan jenis industri ini di Kabupaten Bangkalan? 27. Faktor apa yang menyebabkan perusahaan industri ini tidak berkeinginan untuk mengembangkan jenis industri ini di Kabupaten Bangkalan? 28. Faktor apa saja yang harus ditingkatkan agar perusahaan industri ini berkeinginan untuk mengembangkan jenis industri ini di Kabupaten Bangkalan? a. Transportasi? b. Luas lahan dan harga lahan? c. Jumlah dan kualitas tenaga kerja? d. dll 29. Bila pada akhirnya perusahaan industri ini berkeinginan untuk mengembangkan jenis industri ini di Kabupaten Bangkalan, apakah bersedia menggunakan jasa tenaga kerja yang berasal dari daerah setempat? 30. Bersediakah bila ada kebijakan yang mengatur bahwa perusahaan industri yang ada di Kabupaten Bangkalan harus menggunakan jasa tenaga kerja yang berasal dari daerah setempat? Terima Kasih

22 Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2007 WAWANCARA BAPPEDA BIDANG PERENCANAAN PROPINSI JAWA TIMUR Kabupaten Bangkalan menjadi salah satu alternatif daerah lokasi kegiatan sektor industri di Propinsi Jawa Timur, terkait dengan rencana pembangunan Jembatan Suramadu. Akan tetapi kelayakan Kabupaten Bangkalan untuk dijadikan sebagai daerah lokasi kegiatan industri masih dalam tahap penelitian. Wawancara ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan pengembangan Kabupaten Bangkalan dalam ruang lingkup perencanaan Propinsi Jawa Timur. Survey ini dilakukan dalam rangka penulisan Tugas Akhir Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, ITB, sehingga penulis mengucapkan terimakasih atas kesediaan waktu yang diberikan dalam menjawab wawancara ini. Pertanyaan Wawancara : Penulis : Paramita NIM : Bagaimana kebijakan pengembangan Kabupaten Bangkalan dalam ruang lingkup perencanaan Propinsi Jawa Timur? 2. Apakah Bappeda Propinsi Jawa Timur mempunyai kebijakan khusus mengenai pengembangan Kabupaten Bangkalan untuk dijadikan sebagai alternatif daerah lokasi kegiatan sektor industri di Propinsi Jawa Timur? 3. Apa yang mendasari hal tersebut di atas? 4. Menurut Bappeda Propinsi Jawa Timur, apa saja yang menjadi kelebihan dan kekurangan Kabupaten Bangkalan sebagai alternatif daerah lokasi kegiatan sektor industri di Propinsi Jawa Timur? 5. Bagaimana kebijakan pengembangan Kabupaten Bangkalan terkait dengan rencana pembangunan Jembatan Suramadu? Terima Kasih

23 Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2007 WAWANCARA BAPPEDA BIDANG PERENCANAAN KABUPATEN BANGKALAN Kabupaten Bangkalan menjadi salah satu alternatif daerah lokasi kegiatan sektor industri di Propinsi Jawa Timur, terkait dengan rencana pembangunan Jembatan Suramadu. Akan tetapi kelayakan Kabupaten Bangkalan untuk dijadikan sebagai daerah lokasi kegiatan industri masih dalam tahap penelitian. Wawancara ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan pengembangan Kabupaten Bangkalan dalam ruang lingkup perencanaan Propinsi Jawa Timur. Survey ini dilakukan dalam rangka penulisan Tugas Akhir Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, ITB, sehingga penulis mengucapkan terimakasih atas kesediaan waktu yang diberikan dalam menjawab wawancara ini. Penulis : Paramita NIM : Pertanyaan Wawancara : 1. Apakah Bappeda Kabupaten Bangkalan mempunyai kebijakan khusus mengenai pengembangan Kabupaten Bangkalan untuk dijadikan sebagai alternatif daerah lokasi kegiatan sektor industri di Propinsi Jawa Timur? 2. Apa yang mendasari hal tersebut di atas? 3. Menurut Bappeda Kabupaten Bangkalan, apa saja yang menjadi kelebihan dan kekurangan Kabupaten Bangkalan sebagai alternatif daerah lokasi kegiatan sektor industri di Propinsi Jawa Timur? 4. Bagaimana kebijakan pengembangan Kabupaten Bangkalan terkait dengan rencana pembangunan Jembatan Suramadu? 5. Sejauh mana rencana pembangunan Jembatan Suramadu mempengaruhi kebijakan tersebut? Terima Kasih

24 Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2007 WAWANCARA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN/KOTAMADYA SURABAYA Kabupaten Bangkalan menjadi salah satu alternatif daerah lokasi kegiatan sektor industri di Propinsi Jawa Timur, terkait dengan rencana pembangunan Jembatan Suramadu. Akan tetapi kelayakan Kabupaten Bangkalan untuk dijadikan sebagai daerah lokasi kegiatan industri masih dalam tahap penelitian. Wawancara ini bertujuan untuk melihat kriteria dan indikator kelayakan faktor-faktor lokasi yang mempengaruhi pemilihan lokasi kegiatan industri, yang terdiri dari aspek transportasi, pertanahan, tenaga kerja, aglomerasi/deglomerasi, serta economic of scale dan luas pasaran. Survey ini dilakukan dalam rangka penulisan Tugas Akhir Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, ITB, sehingga penulis mengucapkan terimakasih atas kesediaan waktu yang diberikan dalam menjawab wawancara ini. Penulis : Paramita NIM : Pertanyaan Wawancara : 1. Apakah dinas perindustrian membuat kebijakan mengenai kriteria dan indikator kelayakan faktor-faktor lokasi yang mempengaruhi pemilihan lokasi kegiatan industri, yang terdiri dari aspek transportasi, pertanahan, tenaga kerja, aglomerasi/deglomerasi, dan economic of scale/luas pasaran? 1 Transportasi 2 Pertanahan 3 Tenaga kerja 4 Aglomerasi/deglomerasi 5 Luas pasaran 2. Terkait dengan aspek transportasi, apakah ada kriteria khusus untuk menjadikan suatu daerah layak dijadikan alternatif lokasi kegiatan industri? (misalnya, kriterianya adalah minimal panjang jalan harus... meter, dsb). a. Kapasitas jalan? ton/hari b. Panjang jalan? km c. Kondisi jalan? d. Aksesibilitas ke setiap tempat? menit/jam e. Dll

25 3. Apa saja indikator dari kriteria kelayakan tersebut? 1 Transportasi Kapasitas jalan ton/hari Panjang jalan km Kondisi jalan Aksesibilitas ke setiap tempat Menit/km Dll.. 4. Terkait dengan aspek pertanahan, apakah ada kriteria khusus untuk menjadikan suatu daerah layak dijadikan alternatif lokasi kegiatan industri? (misalnya, kriterianya adalah kemiringan lereng harus... %, dsb). a. Harga tanah? sampai seberapa murah? b. Kriteria fisik tanah? (kondisi topografi/kemiringan, geologi, hidrologi) c. Kebutuhan lahan peruntukan industri harus seberapa luas untuk bisa dikatakan layak? d. Dll 5. Apa saja indikator dari kriteria kelayakan tersebut? 1 Pertanahan Harga tanah rupiah Kriteria fisik tanah - topografi - geologi - hidrologi Kebutuhan lahan peruntukan industri Ha dll.. 6. Terkait dengan aspek tenaga kerja, apakah ada kriteria khusus untuk menjadikan suatu daerah layak dijadikan alternatif lokasi kegiatan industri? (misalnya, kriterianya adalah kualitas tenaga kerja minimal harus berpendidikan..., dsb). a. Jumlah tenaga kerja? b. Kualitas tenaga kerja? pendidikan? Usia? Jenis kelamin? c. Standar upah tenaga kerja? d. Dll 7. Apa saja indikator dari kriteria kelayakan tersebut? 1 Tenaga kerja Jumlah tenaga kerja Kualitas tenaga kerja - pendidikan - Usia - Jenis kelamin Standar upah tenaga kerja dll.. 8. Terkait dengan aspek aglomerasi/deglomerasi, apakah ada kriteria khusus untuk menjadikan suatu daerah layak dijadikan alternatif lokasi kegiatan industri? (misalnya, kriterianya adalah minimal harus ada... perusahaan dalam suatu wilayah agar konsep aglomerasi bisa diterapkan, dsb).

26 a. Agar konsep aglomerasi bisa diterapkan, minimal harus berapa perusahaan yang ada di suatu wilayah? b. Apa saja fasilitas yang disediakan untuk mengundang investor/perusahaan tersebut? c. Keuntungan seperti apa yang menjadi indikator keberhasilan konsep aglomerasi? d. Faktor apa yang mempengaruhi perusahaan berdeglomerasi? e. Keuntungan seperti apa yang menjadi indikator keberhasilan konsep deglomerasi? f. Dll 9. Apa saja indikator dari kriteria kelayakan tersebut? 1 Aglomerasi/ deglomerasi minimal jumlah perusahaan fasilitas tersedia untuk mengundang investor/perusahaan Keuntungan yang menjadi indikator keberhasilan konsep aglomerasi Faktor yang mempengaruhi perusahaan berdeglomerasi Keuntungan yang menjadi indikator keberhasilan konsep deglomerasi dll Terkait dengan aspek economic of scale/luas pasaran, apakah ada kriteria khusus untuk menjadikan suatu daerah layak dijadikan alternatif lokasi kegiatan industri? (misalnya, kriterianya adalah luas pasaran harus mencapai wilayah yang jaraknya... km dari wilayah produksi, dsb). a. Jangkauan luas pasaran? b. Dll 11. Apa saja indikator dari kriteria kelayakan tersebut? 1 Economic of scale / Jangkauan luas pasaran luas pasaran dll Jenis industri apa saja yang ada di Gresik? (mulai dari industri berat sampai industri rumah tangga) 13. Menurut Dinas Perindustrian, jenis industri seperti apa yang memiliki prospek bagus dan diminati investor yang berlokasi di Jawa Timur? 14. Dari jenis industri yang memiliki prospek bagus dan diminati investor tersebut di atas, jenis industri apa yang diperkirakan bisa berlokasi di Kabupaten Bangkalan? 15. Apa prasyarat jenis industri tersebut dalam menarik investor? 16. Menurut Dinas Perindustrian (sesuai dengan kriteria dan indikator kelayakan faktor lokasi industri), jenis industri seperti apa yang cocok dikembangkan di Kabupaten Bangkalan? 17. Adakah jenis industri yang dimaksud tersebut yang terdapat di Gresik? 18. Apa perusahaan yang bergerak dalam jenis industri tersebut? Terima Kasih

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kawasan Gerbangkertosusila (Gresik-Bangkalan-Mojokerto-Surabaya- Sidoarjo-Lamongan) merupakan salah satu Kawasan Tertentu di Indonesia, yang ditetapkan dalam PP No.

Lebih terperinci

BAB V PENGEMBANGAN KABUPATEN BANGKALAN SEBAGAI DAERAH LOKASI KEGIATAN INDUSTRI DI PROPINSI JAWA TIMUR TERKAIT RENCANA PEMBANGUNAN JEMBATAN SURAMADU

BAB V PENGEMBANGAN KABUPATEN BANGKALAN SEBAGAI DAERAH LOKASI KEGIATAN INDUSTRI DI PROPINSI JAWA TIMUR TERKAIT RENCANA PEMBANGUNAN JEMBATAN SURAMADU 107 BAB V PENGEMBANGAN KABUPATEN BANGKALAN SEBAGAI DAERAH LOKASI KEGIATAN INDUSTRI DI PROPINSI JAWA TIMUR TERKAIT RENCANA PEMBANGUNAN JEMBATAN SURAMADU Pada bab ini akan dipaparkan mengenai peningkatan

Lebih terperinci

KAJIAN PENINGKATAN DUKUNGAN KABUPATEN BANGKALAN SEBAGAI DAERAH LOKASI KEGIATAN SEKTOR INDUSTRI DI PROPINSI JAWA TIMUR

KAJIAN PENINGKATAN DUKUNGAN KABUPATEN BANGKALAN SEBAGAI DAERAH LOKASI KEGIATAN SEKTOR INDUSTRI DI PROPINSI JAWA TIMUR KAJIAN PENINGKATAN DUKUNGAN KABUPATEN BANGKALAN SEBAGAI DAERAH LOKASI KEGIATAN SEKTOR INDUSTRI DI PROPINSI JAWA TIMUR TERKAIT RENCANA PEMBANGUNAN JEMBATAN SURAMADU DRAFT TUGAS AKHIR OLEH : NAMA : PARAMITA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. repository.unisba.ac.id. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. repository.unisba.ac.id. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini Indonesia sedang melakukan pembangunan wilayah yang bertujuan menyejahterakan rakyat atau menjadi lebih baik dari sebelumnya. Indonesia terdiri dari pulau-pulau

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2003 TENTANG PEMBANGUNAN JEMBATAN SURABAYA-MADURA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2003 TENTANG PEMBANGUNAN JEMBATAN SURABAYA-MADURA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, www.legalitas.org KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2003 TENTANG PEMBANGUNAN JEMBATAN SURABAYA-MADURA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat Menetapkan : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

Gambaran Umum Kondisi Daerah

Gambaran Umum Kondisi Daerah Gambaran Umum Kondisi Daerah Daya Saing Kabupaten Bangkalan Daya Saing Kabupaten Bangkalan merupakan kemampuan perekonomian Kabupaten Bangkalan dalam mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2002 KAWASAN INDUSTRI PERIKANAN TERPADU DI TELUK KELABAT B U P A T I B A N G K A,

SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2002 KAWASAN INDUSTRI PERIKANAN TERPADU DI TELUK KELABAT B U P A T I B A N G K A, SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA NOMOR 11 TAHUN 2002 T E N T A N G KAWASAN INDUSTRI PERIKANAN TERPADU DI TELUK KELABAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA B U P A T I B A N G K A, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Desentralisasi sebagai suatu fenomena yang bertujuan untuk membawa kepada penguatan komunitas pada satuan-satuan pembangunan terkecil kini sudah dicanangkan sebagai

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam

1. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia memiliki sektor pertanian yang terus dituntut berperan dalam perekonomian nasional melalui pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB), perolehan devisa,

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

: Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar)

: Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar) Kota Kekerabatan Maja dan Masa Depan Oleh : Ir. Mirna Amin. MT (Asisten Deputi Pengembangan Kawasan Skala Besar) Persoalan perumahan masih menjadi salah satu issue penting dalam pembangunan ekonomi mengingat

Lebih terperinci

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah)

No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) E. PAGU ANGGARAN BERDASARKAN PROGRAM No. Program Sasaran Program Instansi Penanggung Jawab Pagu (Juta Rupiah) Sub Bidang Sumber Daya Air 1. Pengembangan, Pengelolaan, dan Konservasi Sungai, Danau, dan

Lebih terperinci

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan

Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH. 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Bab V POTENSI, MASALAH, DAN PROSPEK PENGEMBANGAN WILAYAH 5.1 Potensi dan Kendala Wilayah Perencanaan Dalam memahami karakter sebuah wilayah, pemahaman akan potensi dan masalah yang ada merupakan hal yang

Lebih terperinci

MLI j = W n+1,j = L i X i

MLI j = W n+1,j = L i X i Tahapan-tahapan dalam menghitung nilai employment multiplier suatu sektor adalah : a) menghitung koefisien tenaga kerja, yang merupakan perbandingan antara jumlah tenaga kerja sektor i dengan total input

Lebih terperinci

Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor, Dinas Pertanian Kota Bogor,

Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Bogor, Dinas Pertanian Kota Bogor, IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan dengan memilih lokasi di Kota Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa sektor tanaman bahan makanan merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG

PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PERATURAN MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16/PERMEN/M/2006 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENYELENGGARAAN PENGEMBANGAN PERUMAHAN KAWASAN INDUSTRI MENTERI NEGARA PERUMAHAN RAKYAT,

Lebih terperinci

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH

PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH J. Agroland 17 (1) : 63 69, Maret 2010 ISSN : 0854 641X PENGARUH INVESTASI SEKTOR PERTANIAN DAN INDUSTRI PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN DI PROVINSI SULAWESI TENGAH The Effect of Investment of Agricultural

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur

BAB I PENDAHULUAN. Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi Lintang Selatan dan Bujur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah Provinsi DKI Jakarta terletak pada posisi 6 0 12 Lintang Selatan dan 106 0 48 Bujur Timur. Sebelah Utara Propinsi DKI Jakarta terbentang pantai dari Barat

Lebih terperinci

Menunggu Jalur Lintas Selatan Pulau Jawa Menjadi Kenyataan

Menunggu Jalur Lintas Selatan Pulau Jawa Menjadi Kenyataan Menunggu Jalur Lintas Selatan Pulau Jawa Menjadi Kenyataan Pulau Jawa yang termasuk dalam kelompok Kawasan Telah Berkembang di Indonesia, merupakan wilayah dengan perkembangan perekonomian yang sangat

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kami berharap klipping ini bermanfaat untuk monitoring media BPIW.

KATA PENGANTAR. Kami berharap klipping ini bermanfaat untuk monitoring media BPIW. Jumat, 3 KATA PENGANTAR Klipping Media Massa adalah kumpulan guntingan berita yang kami sajikan secara rutin. Guntingan berita ini kami seleksi dari berita yang muncul di media cetak. Adapun tema berita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kondisi ekonomi, sosial dan pertumbuhan penduduk

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan kondisi ekonomi, sosial dan pertumbuhan penduduk BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Peningkatan kondisi ekonomi, sosial dan pertumbuhan penduduk menyebabkan meningkatnya tuntutan manusia terhadap sarana transportasi. Untuk menunjang kelancaran pergerakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar

BAB I PENDAHULUAN. individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan papan merupakan salah satu kebutuhan pokok bagi individu manusia setelah pangan dan sandang. Pemenuhan kebutuhan dasar bagi setiap individu manusia pasti

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR,

GUBERNUR JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 61 TAHUN 2006 TENTANG PEMANFAATAN RUANG PADA KAWASAN PENGENDALIAN KETAT SKALA REGIONAL DI PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

KRITERIA TIPOLOGI PENINJAUAN KEMBALI

KRITERIA TIPOLOGI PENINJAUAN KEMBALI BAB III KRITERIA TIPOLOGI PENINJAUAN KEMBALI Peninjauan kembali RTRWK lebih mudah ditindaklanjuti dengan membuat dan mengikuti suatu tipologi peninjauan kembali. Adapun kriteriakriteria yang yang membentuk

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan bencana alam yang paling sering terjadi di dunia. Hal ini juga terjadi di Indonesia, dimana banjir sudah menjadi bencana rutin yang terjadi setiap

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR LAPORAN AKHIR

KATA PENGANTAR LAPORAN AKHIR KATA PENGANTAR Puji syukur kita panjatkan bahwa dalam rangka pelaksanaan pekerjaan Penyusunan Rencana Pengembangan Kawasan Industri Tembakau di Kabupaten Bandung tahun anggaran 2012 berdasarkan kontrak

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir sudah menjadi masalah umum yang dihadapi oleh negaranegara di dunia, seperti di negara tetangga Myanmar, Thailand, Filipina, Malaysia, Singapore, Pakistan serta

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR 4. 1 Kondisi Geografis Provinsi Jawa Timur membentang antara 111 0 BT - 114 4 BT dan 7 12 LS - 8 48 LS, dengan ibukota yang terletak di Kota Surabaya. Bagian utara

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PROVINSI JAWA TIMUR

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PROVINSI JAWA TIMUR Page1 KEBIJAKAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR PROVINSI JAWA TIMUR Email : kamila@ce.its.ac.id, kamila_its@yahoo.com, machsus@ce.its.ac.id I. PENDAHULUAN a. Peranan Jawa Timur Pulau Jawa sebagai pulau utama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu hal yang cukup penting dalam mewujudkan keadilan dan kemakmuran masyarakat serta pencapaian taraf hidup masyarakat ke arah yang lebih baik.

Lebih terperinci

BAB 2 KAJIAN LITERATUR

BAB 2 KAJIAN LITERATUR BAB 2 KAJIAN LITERATUR Bab ini berisikan tentang teori yang terkait dengan pembahasan studi yakni teori mengenai perencanaan pengembangan wilayah, teori keterkaitan antar industri, dan teori pemilihan

Lebih terperinci

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal

Pangkalanbalai, Oktober 2011 Pemerintah Kabupaten Banyuasin Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan Penanaman Modal Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Banyuasin Tahun 2012 2032merupakan suatu rencana yang disusun sebagai arahan pemanfaatan ruang di wilayah Kabupaten Banyuasin untuk periode jangka panjang 20

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perencanaan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Perencanaan 1.1 Latar Belakang Perencanaan BAB I PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, hal ini dilihat dari banyaknya pulau yang tersebar di seluruh wilayahnya yaitu 17.504

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Menerapkan ilmu geologi yang telah diberikan di perkuliahan.

BAB I PENDAHULUAN. 1. Menerapkan ilmu geologi yang telah diberikan di perkuliahan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Geomorfologi adalah salah satu hal yang menjadi dasar dalam ilmu geologi, karena geomorfologi dapat dijadikan panduan dalam pemetaan geologi, selain itu pengamatan

Lebih terperinci

KONDISI FISIK BAB I 1.1. LUAS WILAYAH DAN BATAS WILAYAH

KONDISI FISIK BAB I 1.1. LUAS WILAYAH DAN BATAS WILAYAH BAB I KONDISI FISIK 1.1. LUAS WILAYAH DAN BATAS WILAYAH Sebelum dilakukan pemekaran wilayah, Kabupaten Kampar merupakan salah satu Kabupaten yang memiliki wilayah terluas di Provinsi Riau dengan luas mencapai

Lebih terperinci

EVALUASI DAMPAK PASCA PEMBANGUNAN JEMBATAN SURAMADU

EVALUASI DAMPAK PASCA PEMBANGUNAN JEMBATAN SURAMADU Pasca Pembangunan Jembatan Nasional Suramadu Jembatan Nasional Suramadu adalah jembatan yang melintasi Selat Madura, menghubungkan Pulau Jawa (di Surabaya) dan Pulau Madura (di Bangkalan, tepatnya timur

Lebih terperinci

ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA

ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA Perwitasari, H. dkk., Analisis Input-Output... ANALISIS INPUT-OUTPUT KOMODITAS KELAPA SAWIT DI INDONESIA Hani Perwitasari dan Pinjung Nawang Sari Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Universitas Gadjah Mada

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Demikian, semoga bermanfaat. Bandung, Nopember PT. Metro Network Solutions

KATA PENGANTAR. Demikian, semoga bermanfaat. Bandung, Nopember PT. Metro Network Solutions KATA PENGANTAR Mencapai tahap kemapanan ekonomi kreatif memerlukan visi dan strategi yang diikuti oleh langkah-langkah nyata oleh semua pihak yang terkait. Percepatan pencapaian tahap kemapanan ekonomi

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 183 TAHUN 1982 TENTANG KELOMPOK PENYUSUN KERJASAMA JAWA TIMUR OSAKA BIDANG PEMBANGUNAN PROPINSI DAERAH

Lebih terperinci

REDESAIN KAWASAN AGRO TARUBUDAYA Dengan Penekanan Desain Arsitektur Organik

REDESAIN KAWASAN AGRO TARUBUDAYA Dengan Penekanan Desain Arsitektur Organik LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR REDESAIN KAWASAN AGRO TARUBUDAYA Dengan Penekanan Desain Arsitektur Organik Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kami berharap klipping ini bermanfaat untuk monitoring media BPIW. Hormat kami. Tim penyusun

KATA PENGANTAR. Kami berharap klipping ini bermanfaat untuk monitoring media BPIW. Hormat kami. Tim penyusun KATA PENGANTAR Klipping Media Massa adalah kumpulan guntingan berita yang kami sajikan secara rutin. Guntingan berita ini kami seleksi dari berita yang muncul di media cetak. Adapun tema berita yang kami

Lebih terperinci

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT.

AMDAL. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. AMDAL Analisis Mengenai Dampak Lingkungan By Salmani, ST, MS, MT. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN UULH = Undang-Undang Lingkungan Hidup no 23 Tahun 1997, yang paling baru adalah UU no 3 tahun 2009 tentang

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN INDUSTRI BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN SUBSEKTOR PERKEBUNAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI PROVINSI ACEH

PENGEMBANGAN INDUSTRI BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN SUBSEKTOR PERKEBUNAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI PROVINSI ACEH PENGEMBANGAN INDUSTRI BERBASIS KOMODITAS UNGGULAN SUBSEKTOR PERKEBUNAN DALAM PENGEMBANGAN WILAYAH DI PROVINSI ACEH ADINDA PUTRI SIAGIAN / NRP. 3609100701 Dosen Pembimbing Dr. Ir. Eko Budi Santoso, Lic.

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN PENGEMBANGAN WILAYAH SURAMADU. maduranews.blogspot.com

PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN PENGEMBANGAN WILAYAH SURAMADU. maduranews.blogspot.com PEMBENTUKAN DAN PENGELOLAAN BADAN PENGEMBANGAN WILAYAH SURAMADU I. Pendahuluan maduranews.blogspot.com Semenjak 10 Juni 2010, Pulau Madura tersambung dengan Pulau Jawa. Tepatnya disambungkan oleh jembatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah

BAB I PENDAHULUAN. pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di dalam pengembangan suatu wilayah, terdapat beberapa konsep pengembangan, yaitu : konsep pengembangan wilayah berdasarkan Daerah Aliran Sungai (DAS), konsep pengembangan

Lebih terperinci

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 58 TAHUN 1997 TENTANG

GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN NOMOR 58 TAHUN 1997 TENTANG GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR KEPUTUSAN GUBERNUR KEPALA DAERAH TINGKAT I JAWA TIMUR NOMOR 58 TAHUN 1997 TENTANG BADAN KERJASAMA PEMBANGUNAN GERBANGKERTOSUSILA PROPINSI DAERAH TINGKAT I JAWA

Lebih terperinci

Daftar Kerjasama Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Tahun Agustus 2012

Daftar Kerjasama Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Tahun Agustus 2012 Daftar Kerjasama Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Tahun 2008 - Agustus 2012 Mou dengan No Instansi 1 Pemerintah kota Madiun dengan 2 Gubernur Jawa

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PERANCANGAN. metode perancangan yang digunakan adalah metode deskriptif analisis. Metode

BAB 3 METODE PERANCANGAN. metode perancangan yang digunakan adalah metode deskriptif analisis. Metode BAB 3 METODE PERANCANGAN Dalam proses perancangan Pusat Olahraga Aeromodelling di Malang ini, metode perancangan yang digunakan adalah metode deskriptif analisis. Metode ini berisi tentang paparan atau

Lebih terperinci

OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN KESEIMBANGAN SUMBERDAYA AIR

OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN BERDASARKAN KESEIMBANGAN SUMBERDAYA AIR Sidang Ujian OPTIMASI PENGGUNAAN LAHAN KABUPATEN BANGKALAN BERDASARKAN KESEIMBANGAN SUMBERDAYA AIR Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut Teknologi Sepuluh

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN

GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN GAMBARAN UMUM KOTA TANGERANG SELATAN Letak Geografis dan Luas Wilayah Kota Tangerang Selatan terletak di timur propinsi Banten dengan titik kordinat 106 38-106 47 Bujur Timur dan 06 13 30 06 22 30 Lintang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Pengantar..

DAFTAR ISI. Kata Pengantar.. DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar.. Daftar Isi. Daftat Tabel. Daftar Gambar i-ii iii iv-vi vii-vii BAB I PENDAHULUAN 1 I.1. Latar Belakang. 1 I.2. Dasar Hukum...... 4 I.3. Tujuan..... 5 I.4. Manfaat......

Lebih terperinci

BAB 2 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 2.1 Geografi dan Demografi Kabupaten Sidoarjo

BAB 2 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. 2.1 Geografi dan Demografi Kabupaten Sidoarjo BAB 2 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Semburan lumpur Lapindo terjadi di area pengeboran sumur Banjar Panji 1 yang dioperasikan oleh Lapindo Brantas Incorporation (LBI), yang berlokasi di desa Renokenongo,

Lebih terperinci

Tugas Akhir 2015 BAB I PENDAHULUAN. Apartemen di Palembang Latar Belakang

Tugas Akhir 2015 BAB I PENDAHULUAN. Apartemen di Palembang Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Palembang merupakan ibukota dari provinsi Sumatera Selatan dan merupakan kota terbesar kedua di Pulau Sumatera setelah Medan. Sebagai ibukota provinsi, Palembang merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN TEKNIS DAN NON TEKNIS PENGEMBANGAN PELABUHAN TANJUNG BULUPANDAN MADURA

TINJAUAN TEKNIS DAN NON TEKNIS PENGEMBANGAN PELABUHAN TANJUNG BULUPANDAN MADURA 49 Dinamika Teknik Juli TINJAUAN TEKNIS DAN NON TEKNIS PENGEMBANGAN PELABUHAN TANJUNG BULUPANDAN MADURA Antono Adhi 1, Bambang Suko Priyono 2 1 Dosen Fakultas Teknik Universitas Stikubank Semarang 2 Dosen

Lebih terperinci

BAB V RENCANA PROGRAM DAN PRIORITAS DAERAH

BAB V RENCANA PROGRAM DAN PRIORITAS DAERAH BAB V RENCANA PROGRAM DAN PRIORITAS DAERAH 5.1. Prioritasdan Arah Kebijakan RKPD Tahun 2013 5.1.1. Prioritas dan Arah Kebijakan Spasial Arah kebijakan spasial akan berintegrasi dengan kebijakan sektoral

Lebih terperinci

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN

RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN LAMONGAN Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa sehingga Naskah Akademis untuk kegiatan Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Lamongan dapat terselesaikan dengan baik

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. industrialisasi. Tahap yang sering disebut sebagai era tinggal landas, yaitu suatu

BAB I. PENDAHULUAN. industrialisasi. Tahap yang sering disebut sebagai era tinggal landas, yaitu suatu BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat ini Indonesia sedang berada pada suatu tahap yang penting dalam era industrialisasi. Tahap yang sering disebut sebagai era tinggal landas, yaitu suatu keadaan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Luas dan Letak Wilayah Kota Sintang memiliki luas 4.587 Ha yang terdiri dari 3 Bagian Wilayah Kota (BWK) sesuai dengan pembagian aliran Sungai Kapuas dan Sungai Melawi. Pertama,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1990 TENTANG PEMBANGUNAN JEMBATAN SURABAYA MADURA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1990 TENTANG PEMBANGUNAN JEMBATAN SURABAYA MADURA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 55 TAHUN 1990 TENTANG PEMBANGUNAN JEMBATAN SURABAYA MADURA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka meningkatkan pembangunan di Pulau Madura

Lebih terperinci

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH

BAB 3 TINJAUAN WILAYAH P erpustakaan Anak di Yogyakarta BAB 3 TINJAUAN WILAYAH 3.1. Tinjauan Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 3.1.1. Kondisi Geografis Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No.2, (2015) ISSN: ( Print) C-133

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No.2, (2015) ISSN: ( Print) C-133 JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No.2, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) C-133 Kriteria Zona Industri Pendukung Pengembangan Kawasan Agropolitan di Kabupaten Tuban Naya Cinantya Drestalita dan Dian Rahmawati

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. diproses lagi menjadi produk-produk baru yang lebih menguntungkan. industri yang dikaitkan dengan sektor ekonomi lain.

1. PENDAHULUAN. diproses lagi menjadi produk-produk baru yang lebih menguntungkan. industri yang dikaitkan dengan sektor ekonomi lain. 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendirian Pabrik Indonesia merupakan salah satu negara yang berpotensi di sektor minyak dan gas bumi, sehingga minyak dan gas bumi dapat dijadikan komoditi penting untuk

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN IV. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Bengkalis merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Riau. Wilayahnya mencakup daratan bagian pesisir timur Pulau Sumatera dan wilayah kepulauan,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1. Posisi Makro terhadap DKI Jakarta. Jakarta, Ibukota Indonesia, berada di daerah dataran rendah, bahkan di bawah permukaan laut yang terletak antara 6 12 LS and 106 48 BT.

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 1997 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa ruang wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat ke arah yang lebih baik sesuai dalam UUD 1945 (Ramelan, 1997). Peran pemerintah

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM

Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Bab I Pendahuluan I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 TINJAUAN UMUM Jaringan jalan merupakan salah satu prasarana untuk meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian suatu daerah. Berlangsungnya kegiatan perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Perwilayahan adalah usaha untuk membagi bagi permukaan bumi atau bagian permukaan bumi tertentu untuk tujuan yang tertentu pula (Hadi Sabari Yunus, 1977).

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan hasil analisis tingkat perkembangan desa 20 desa tergolong kategori

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Infrastruktur Infrastruktur merujuk pada system phisik yang menyediakan transportasi, pengairan, drainase, bangunan-bangunan gedung dan fasilitas publik yang lain yang dibutuhkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006 KATA PENGANTAR Untuk mencapai pembangunan yang lebih terarah dan terpadu guna meningkatkan pembangunan melalui pemanfaatan sumberdaya secara maksimal, efektif dan efisien perlu dilakukan perencanaan, pelaksanaan

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Adanya desentralisasi diikuti dengan pelimpahan kewenangan sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. Adanya desentralisasi diikuti dengan pelimpahan kewenangan sebagaimana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Adanya desentralisasi diikuti dengan pelimpahan kewenangan sebagaimana tercermin dalam Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah membagi kewenangan antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kabupaten Sikka dengan ibu kotanya bernama Maumere merupakan salah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kabupaten Sikka dengan ibu kotanya bernama Maumere merupakan salah BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Kabupaten Sikka dengan ibu kotanya bernama Maumere merupakan salah satu kabupaten yang merupakan bagian dari wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur yang terletak di

Lebih terperinci

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d).

penyediaan prasarana dan sarana pengelolaan sampah (pasal 6 huruf d). TPL 106 GEOLOGI PEMUKIMAN PERTEMUAN 14 Informasi Geologi Untuk Penentuan Lokasi TPA UU No.18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah 1. Melaksanakan k pengelolaan l sampah dan memfasilitasi i penyediaan

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB 3 PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Semakin meningkatnya kebutuhan energi, maka seiring dengan itu semakin menipis juga cadangan sumber energy, karena sebagian besar sumber energi yang digunakan adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Lampung Barat yang didiikan berdasarkan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1991 memiliki luas wilayah 4.550,4 ~m'. Sebagian besar wilayah Kabupaten Lampung Barat memiliki

Lebih terperinci

cukup besar bagi struktur perekonomian di Kabupaten Magelang. Data pada tahun

cukup besar bagi struktur perekonomian di Kabupaten Magelang. Data pada tahun 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri pengolahan merupakan sektor yang mempunyai konstribusi cukup besar bagi struktur perekonomian di Kabupaten Magelang. Data pada tahun 2012 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar, dimana kondisi pusat kota yang demikian padat menyebabkan terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. besar, dimana kondisi pusat kota yang demikian padat menyebabkan terjadinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan perkotaan sekarang ini terasa begitu cepat yang ditandai dengan kepadatan penduduk yang semakin tinggi. Hal ini terutama terjadi di kotakota besar, dimana

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

Kata Kunci: investasi, sektor pertanian, input-output.

Kata Kunci: investasi, sektor pertanian, input-output. DAMPAK INVESTASI SEKTOR PERTANIAN TERHADAP PEREKONOMIAN KABUPATEN JOMBANG Junaedi Fakultas Ekonomi Universitas Darul Ulum Jombang Email : Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran

Lebih terperinci

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP,

BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, BUPATI CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG JALAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CILACAP, Menimbang : a. bahwa jalan sebagai bagian sistem transportasi mempunyai

Lebih terperinci

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PERCEPATAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PERIKANAN NASIONAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Dalam rangka percepatan pembangunan industri perikanan nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan transportasi sangat diperlukan dalam pembangunan suatu negara ataupun daerah. Dikatakan bahwa transportasi sebagai urat nadi pembangunan kehidupan politik,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA)

REPUBLIK INDONESIA 47 TAHUN 1997 (47/1997) 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Menimbang : PP 47/1997, RENCANA TATA RUANG WILAYAH NASIONAL Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 47 TAHUN 1997 (47/1997) Tanggal: 30 DESEMBER 1997 (JAKARTA) Sumber:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, di mana sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kawasan konservasi tanah dan air bagi kawasan Bopunjur (Bogor,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan kawasan konservasi tanah dan air bagi kawasan Bopunjur (Bogor, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecamatan Cipanas berdasarkan Rencana Umum Tata Ruang merupakan kawasan konservasi tanah dan air bagi kawasan Bopunjur (Bogor, Puncak, Cianjur). Berdasarkan

Lebih terperinci

penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi.

penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi. penduduk yang paling rendah adalah Kabupaten Gunung Kidul, yaitu sebanyak 454 jiwa per kilo meter persegi. III.1.3. Kondisi Ekonomi Berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik, perhitungan PDRB atas harga

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Relokasi Stasiun Merak 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Relokasi Stasiun Merak 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sarana transportasi dari tahun ke tahun mengalami kenaikan dalam jumlah pelayanan kepada masyarakat, terutama tranportasi darat. Kereta api merupakan transportasi darat

Lebih terperinci