UJI TARIK DAN KETAHANAN TALI ALAT PENAMPUNG TANDAN BUAH SEGAR (TBS) SAWIT TIPE JARING QONIURROCHMATULLOH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UJI TARIK DAN KETAHANAN TALI ALAT PENAMPUNG TANDAN BUAH SEGAR (TBS) SAWIT TIPE JARING QONIURROCHMATULLOH"

Transkripsi

1 UJI TARIK DAN KETAHANAN TALI ALAT PENAMPUNG TANDAN BUAH SEGAR (TBS) SAWIT TIPE JARING QONIURROCHMATULLOH DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Uji Tarik dan Ketahanan Tali Alat Penampung Tandan Buah Segar (TBS) Sawit Tipe Jaring adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Februari 2015 Qoniurrochmatulloh NIM F

4 ABSTRAK QONIURROCHMATULLOH. Uji Tarik dan Ketahanan Tali Alat Penampung Tandan Buah Segar (TBS) Sawit Tipe Jaring. Dibimbing Oleh MAD YAMIN dan SAM HERODIAN. Pengujian beberapa macam tali dilakukan untuk mengetahui karakter fisik dan kemampuan mekanis tali sebagai informasi utama pembuatan jaring pada alat penampung TBS (tandan buah segar) tipe jaring. Tali yang digunakan adalah tali nilon, prusik, dan PE dengan diameter 2 mm, 3 mm, dan 4 mm. Perlakuan khusus diberikan kepada tiap tali yaitu dengan perendaman air tidak kurang dari 12 jam, dengan suhu air 20 ± 2 C. Beberapa pengujian yang dilakukan meliputi uji gaya putus, regangan longitudinal, energi yang mampu diserap tali, dan uji impact tali. Dari hasil pengujian tarik, diperolehlah gaya putus dan regangan longitudinal, dan energi yang mampu diserap tali. Sedangkan untuk pengujian impact tali, digunakan alat uji impact untuk mengukur seberapa kuat tali menahan beban tibatiba. Hasil menunjukkan bahwa tali PE memiliki nilai gaya putus terbesar dengan nilai rata-rata kgf dan kgf (perlakuan kering dan basah pada diameter 4 mm), dan juga tidak terpengaruh perlakuan perendaman air. Tali prusik memiliki nilai regangan longitudinal paling tinggi dengan nilai rata-rata 0.96 m/m dan 0.90 m/m (perlakuan kering dan basah pada diameter 4 mm), dan nilai penyerapan energi terbesardengan nilai rata-rata J/m dan J/m (perlakuan kering dan basah diameter 4 mm). Tali nilon menyerap air sehingga adanya perlakuan perendaman mempengaruhi nilai hasil pengujian. Tali yang paling kuat pada uji impact adalah tali PE, membutuhkan rata-rata kali dan kali tumbukan hingga putus (perlakuan kering dan basah diameter 4 mm). Sedikit berbeda dengan nilai uji impact tali prusik yang membutuhkan rata-rata kali dan 9.60 kali tumbukan hingga putus (perlakuan kering dan basah diameter 4 mm). Pemilihan tali terbaik menggunakan metode nilai indeks sifat berbobot. Tali yang paling cocok sebagai bahan jaring adalah tali nilon dengan nilai indeks Kata kunci : regangan longitudinal, energi, gaya putus, tali, uji impact.

5 ABSTRACT QONIURROCHMATULLOH. Rope Tensile and Endurance Test for Oil Palm Fresh Fruit Bunches (FFB) Catcher Equipment Net Type. Supervised by MAD YAMIN dan SAM HERODIAN. Testing on physical character and mechanical ability for some types of rope in order to give main information on designing oil palm fresh fruit bunches (FFB) catcher equipment net type. Some types of rope is used for test, they are nylon, prusik, and PE rope with 2 mm, 3 mm, and 4 mm diameter in each. Specific treatment applied on the rope sample is immersing in tap water not less than 12 hours under 20 ± 2 C water temperature. Those several testing parameter are breaking strength, elongation, energy absorbed by rope, and rope impact endurance. From tensile test result, can be obtain breaking force, elongation, and energy absorbed value of each rope. While for the impact testing, the rope measured for how strong they resist the sudden load. Result showing that PE rope has the highest average value of breaking strength with kgf and kgf (dry and wet treatment, 4 mm rope diameter), and it is not influenced by wet treatment. Prusik rope has the highest average value of elongation with 0.96 m/m and 0.90 m/m (dry and wet treatment, 4 mm rope diameter), and highest average value of energy absorbed with J/m and J/m (dry and wet treatment, 4 mm rope diameter). Nylon rope is water absorbant, so that the testing value is influenced by wet treatment. The strongest rope on impact testing result is PE, need cycle and cycle under the sudden load until it is broken (dry and wet treatment, 4 mm rope diameter). Little higher than impact testing result of prusik rope with cycle and 9.60 cycle under the sudden load until it is broken (dry and wet treatment, 4 mm rope diameter). Selection of the best rope is using weighted - properties index value. Then the most suitable rope for net material is nylon rope with index value Keywords: elongation, energy, breaking strength, rope, impact testing.

6

7 UJI TARIK DAN KETAHANAN TALI ALAT PENAMPUNG TANDAN BUAH SEGAR (TBS) SAWIT TIPE JARING QONIURROCHMATULLOH Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

8

9 Judul Skripsi : Uji Tarik dan Ketahanan Tali Alat Penampung Tandan Buah Segar (TBS) Sawit Tipe Jaring Nama : Qoniurrochmatulloh NIM : F Disetujui oleh Ir Mad Yamin, MT Pembimbing I Dr Ir Sam Herodian, MS Pembimbing II Diketahui oleh Dr Ir Desrial, MEng Ketua Departemen Tanggal Lulus:

10 PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan ridho Nya sehingga penelitian dan skripsi dengan judul Uji Tarik dan Ketahanan Tali Alat Penampung Tandan Buah Segar (TBS) Sawit Tipe Jaring dapat diselesaikan. Skripsi yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik ini penulis persembahkan untuk ayah, ibu dan semua orang yang telah mendukung saya selama ini dengan cinta, kasih sayang, bimbingan, pengorbanan, dan doa yang senantiasa menyertai perjalanan penulis. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan penghargaan dan terima kasih kepada: 1. Ir Mad Yamin MT dan Dr Ir Sam Herodian MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan dorongan, arahan dan bimbingan yang sangat bermanfaat. 2. Dr Ir Gatot Pramuhadi MSi selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan kritik dan saran selama pelaksanaan tugas akhir. 3. Orang tua, Puri, adik-adik, dan seluruh keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan, doa, semangat dan perhatian. 4. Aswin, Weni, Sigit, Reza, rekan kontrakan Safari Balebak dan seluruh teman - teman Antares 47 yang selalu memberikan semangat dan dukungan serta senantiasa membantu saya selama pengerjaan penelitian ini. 5. Teknisi dan laboran di laboratorium RDBK dan lapangan Siswadhi Soepardjo yang senantiasa membantu, mengarahkan dan mendukung penelitian saya. 6. Semua pihak yang telah membantu dan mendorong terselesaikannya kegiatan penelitian, serta kerjasamanya dalam penyusunan laporan penelitian ini. Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat berharap kritik dan saran sebagai masukan berharga untuk perbaikan di masa mendatang. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Bogor, 23 Februari 2015 Qoniurrochmatulloh

11 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vii PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 Ruang Lingkup Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 3 Tandan Buah Kelapa Sawit 3 Pemanenan Kelapa Sawit 3 Alat Penampung Tandan Buah Segar (TBS) Tipe Jaring 4 Tali 5 METODE PENELITIAN 9 Waktu dan Tempat 9 Alat dan Bahan 9 Tahapan Penelitian 9 Prosedur Analisis Data 12 HASIL DAN PEMBAHASAN 14 SIMPULAN DAN SARAN 22 Simpulan 22 Saran 22 DAFTAR PUSTAKA 23 LAMPIRAN 25 RIWAYAT HIDUP 45

12 DAFTAR TABEL 1 Ranking pembobotan terhadap masing-masing sifat 21 2 Nilai indeks sifat berbobot (γ) 21 3 Nilai gaya putus pada tali dengan diameter 2 mm 25 4 Nilai gaya putus pada tali dengan diameter 3 mm 25 5 Nilai gaya putus pada tali dengan diameter 4 mm 26 6 Regangan longitudinal pada tali dengan diameter 2 mm 27 7 Regangan longitudinal pada tali dengan diameter 3 mm 27 8 Regangan longitudinal pada tali dengan diameter 4 mm 28 9 Energi yang diserap pada tali dengan diameter 2 mm Energi yang diserap pada tali dengan diameter 3 mm Energi yang diserap pada tali dengan diameter 4 mm Jumlah tumbukan pada tali dengan diameter 2 mm Jumlah tumbukan pada tali dengan diameter 3 mm Jumlah tumbukan pada tali dengan diameter 4 mm Nilai numerik sifat untuk tali diameter 2 mm perlakuan kering Pemberian faktor pembobot (w) untuk tali diameter 2 mm perlakuan kering Nilai sifat berskala (β) untuk tali diameter 2 mm perlakuan kering Hasil perhitungan nilai indeks sifat berbobot (γ ) untuk tali diameter 2 mm perlakuan kering 42 DAFTAR GAMBAR 1 Elemen kerja yang membutuhkan waktu paling lama dalam pemanenan kelapa sawit 1 2 Elemen kerja yang paling melelahkan dalam pemanenan kelapa sawit 2 3 (a) Penempatan alat penampung TBS tipe jaring tampak samping (b) Tampak atas 4 4 Hubungan energi yang diserap pada tali dengan beban - regangan longitudinal 6 5 (a) Gulungan tali nilon (b) Konstruksi tali nilon 7 6 (a) Gulungan tali PE (b) Konstruksi tali PE 8 7 (a) Gulungan tali prusik (b) Konstruksi tali prusik 8 8 Diagram alir penelitian 10 9 Alat uji tarik yang berada di lab RDBK Alat uji impact hasil desain Luasan trapesoidal Perbandingan gaya putus tali pada pengujian tarik perlakuan kering Perbandingan gaya putus tali pada pengujian tarik perlakuan basah Perbandingan regangan longitudinal tiga macam tali pada diameter berbeda dengan perlakuan kering 16

13 15 Perbandingan regangan longitudinal tiga macam tali pada diameter berbeda dengan perlakuan basah Perbandingan energi yang diserap tiga macam tali pada diameter berbeda dengan perlakuan kering Perbandingan energi yang diserap tiga macam tali pada diameter berbeda dengan perlakuan kering Perbandingan banyak tumbukan yang diberikan pada tiga macam tali pada dimater berbeda dengan perlakuan kering Perbandingan banyak tumbukan yang diberikan pada tiga macam tali pada dimater berbeda dengan perlakuan basah Grafik perbandingan gaya putus tali nilon antara perlakuan basah dan kering Grafik perbandingan gaya putus tali PE antara perlakuan basah dan kering Grafik perbandingan gaya putus tali prusik antara perlakuan basah dan kering Grafik perbandingan regangan longitudinal tali nilon antara perlakuan basah dan kering Grafik perbandingan regangan longitudinal tali PE antara perlakuan basah dan kering Grafik perbandingan regangan longitudinal tali prusik antara perlakuan basah dan kering Grafik perbandingan kemampuan menyerap energi tali nilon antara perlakuan basah dan kering Grafik perbandingan kemampuan menyerap energi tali PE antara perlakuan basah dan kering Grafik perbandingan kemampuan menyerap energi tali prusik antara perlakuan basah dan kering Grafik perbandingan ketahanan impact tali nilon antara perlakuan basah dan kering Grafik perbandingan ketahanan impact tali PE antara perlakuan basah dan kering Grafik perbandingan ketahanan impact tali prusik antara perlakuan basah dan kering 35 DAFTAR LAMPIRAN 1 Data nilai gaya putus pada tali nilon, PE, dan prusik 25 2 Data nilai regangan longitudinal pada tali nilon, PE dan prusik 27 3 Data energi yang diserap pada tali nilon, PE dan prusik selama penarikan 29 4 Data jumlah tumbukan pada tali nilon, PE dan prusik hingga putus 31 5 Perbandingan gaya putus masing-masing tali antara perlakuan kering dan basah 32 6 Perbandingan regangan longitudinal masing-masing tali antara perlakuan kering dan basah 33

14 7 Perbandingan energi yang diserap masing-masing tali antara perlakuan kering dan basah 34 8 Perbandingan banyak tumbukan masing-masing tali antara perlakuan kering dan basah 35 9 Waktu jatuh bebas yang pada penumbukan tali Kriteria nilai kerusakan pada uji impact Perhitungan uji impact tali Contoh perhitungan nilai indeks sifat berbobot (γ) Gambar teknik alat uji impact hasil desain 43

15 PENDAHULUAN Latar Belakang Pemanenan TBS (tandan buah segar) kelapa sawit merupakan salah satu kegiatan paling intensif dilakukan di perkebunan kelapa sawit. Pemanenan TBS secara manual menggunakan alat dodos untuk memisahkan TBS dari pohon dan langsung jatuh ke tanah. Pemanenan dengan sistem menjatuhkan langsung tandan kelapa sawit, akan menyebabkan banyak buah yang membrondol atau terpisah dari tandannya. Hal ini menyebabkan loses (kerugian) bagi perkebunan kelapa sawit yang bersangkutan. Menurut Pahan (2006), selama kegiatan panen dan pengangkutan tandan, asam lemak bebas (ALB) dapat naik dengan cepat. Apabila buah dibiarkan begitu saja tanpa perlakuan khusus, dalam waktu 24 jam kandungan ALB dapat mencapai 67% (Ponten 1994). Peningkatan ALB akan memperbesar loses rendemen. Sedangkan untuk mengurangi loses tersebut, para pekerja harus memungut brondolan secara manual. Pemungutan brondolan ini, tentunya memerlukan waktu yang cukup lama sehingga tidak efektif untuk dilakukan pada seluruh areal perkebunan.putranti (2013) menjelaskan dari hasil wawancara untuk memilih manakah elemen pekerjaan yang paling melelahkan dan membutuhkan waktu paling lama dalam pemanenan kelapa sawit dengan pemanen sebagai responden. Data mengenai hal tersebut disajikan pada Gambar 1 dan Gambar 2. Alat pemanen TBS sawit tipe jaring mampu menampung brondolan kelapa sawit agar pemanen tidak perlu lagi memungut secara manual brondolan sawit. Alat ini diharapkan dapat mengurangi loses serta mempercepat waktu pemanenan pada tiap areal pemanenan. Untuk membuat alat pemanen TBS sawit yang baik diperlukan adanya pengetahuan akan karakteristik dari bahan yang pembuatan. Salah satu bahan yang paling penting adalah tali untuk jaring itu sendiri. Pemanen (responden) Memungut berondolan Mengangkong Memotong buah kejepit Memotong pelepah Gambar 1 Elemen kerja yang membutuhkan waktu paling lama dalam pemanenan kelapa sawit (Putranti 2013)

16 2 50 Pemanen (responden) Memungut berondolan 16 Mengangkong Memotong tandan Memikul buah Memotong pelepah Memuat tandan ke angkong Gambar 2 Elemen kerja yang paling melelahkan dalam pemanenan kelapa sawit (Putranti 2013) Pemilihan tali merupakan hal yang penting dilakukan agar jaring dapat berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Macam-macam tali memiliki sifat fisik dan mekanis yang berbeda. Oleh karena itu perlu dilakukan pengujian khusus seperti pengujian tarik dan ketahanan terhadap tumbukan untuk menentukan kemampuan beberapa macam tali yang dianggap mampu dijadikan bahan pembuatan jaring dalam pembuatan alat penampung TBS. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menentukan dan menganalisis karakteristik fisik dan mekanik tali berupa gaya tarik, regangan longitudinal, besar energi yang mampu diserap dan ketahanan impact untuk alat penampung TBS sawit tipe jaring. 2. Menentukan bahan tali untuk jaring yang terbaik. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa pedoman pemilihan tali untuk jaring dalam proses rancang bangun alat penampung TBS sawit tipe jaring. Ruang Lingkup Penelitian Agar perhatian dalam pemecahan masalah dapat terpusat maka perlu dilakukan pembatasan masalah, beberapa batasan-batasan terhadap masalah yang akan dibahas yaitu : 1. Pengukuran karakteristik fisik dan mekanik pada tiga macam tali (nilon, PE, dan prusik). 2. Tali yang akan dilakukan pengukuran merupakan bahan jaring untuk alat penampung tandan buah segar (TBS) sawit tipe jaring.

17 3 TINJAUAN PUSTAKA Tandan Buah Kelapa Sawit Buah kelapa sawit termasuk jenis buah keras (drupe), menempel dan bergerombol pada tandan buah. Jumlah buah per tandan dapat mencapai buah, berbentuk lonjong sampai membulat. Panjang buah berkisar 2-5 cm dan beratnya sampai 30 gram. Bagian-bagian buah terdiri atas eksokarp (kulit buah), mesokarp (sabut), dan biji. Eksokarp dan mesokarp disebut perikarp sedangkan biji terdiri atas endokarp (cangkang) dan inti (kernel). Inti terdiri atas endosperm (putih lembaga) dan embrio. Bagian-bagian buah yang menghasilkan minyak adalah mesokarp dan inti. Buah kelapa sawit mencapai kematangan (siap untuk panen) sekitar 5-6 bulan setelah terjadinya penyerbukan. Warna buah bergantung pada varietas dan umurnya (Mangoensoekarjo dan Semangun 2008). Kelapa sawit berkulit tebal misalnya varietas dura yang persentase kulitnya % atau bahkan lebih tinggi. Ketebalan kulitnya adalah 2 8 mm. Proporsi kernelnya cukup besar yaitu 7 20 % sedangkan presentase mesocarp-nya relatif rendah. Kelapa sawit berkulit tipis misalnya varietas tenera yang proporsi kulitnya kira-kira 5 20 % dan ketebalan kulitnya tipis (0,5-3,0 mm). Kernel atau inti sawitnya lebih kecil daripada varietas dura yaitu 3-12% dari berat buah (Hadi, 2004). Pohon kelapa sawit produktif sampai umur 25 tahun, ketinggian 9-12 m diukur dari permukaan tanah. Dan diameter tandan cm. Berat satu buah tandan buah segar panen bisa mencapai 30 kg. Tandan buah sawit memiliki duriduri yang berukuran besar di antara buahnya yang bergerombol (Tomimura 1992). Kusuma (2010) menyatakan bahwa bobot TBS di Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan berkisar antara kg. Di Kabupaten Kampar, Riau bobot TBS berkisar kg (Enny R et al. 2008). Dalam vandamecum bidang tanaman PTP X Lampung (1993) dalam Zulfahrizal (2005), bobot rata-rata TBS berkisar antara 4-25 kg tergantung umur tanaman. Zulfahrizal (2005), menyatakan bobot rata-rata TBS di PTPN V Pekanbaru, Riau berkisar antara 3-42 kg. Nazzamudin (2013) dalam Rusnadi (2013) menyatakan bahwa energi potensial dari jatuhnya TBS berkisar antara kj dengan bobot berkisar antara kg di Medan. Pemanenan Kelapa Sawit Proses pemanenan tandan buah segar (TBS) terdiri dari beberapa tahapan pekerjaan yaitu: (1) Tahap pemanenan, yang terdiri dari pemotongan pelepah dan TBS, memasukkan TBS ke dalam angkong, dan membawa TBS dengan angkong ke TPH dan (2) Pemuatan TBS ke dalam truk pengangkut (Hendra dan Rahardjo 2009). Pemotongan pelepah dan TBS biasanya menggunakan egrek. Saat pemanenan inilah banyak buah sawit yang bengkak dan mengeluarkan enzim lipase yang berujung terbentuknya asam lemak bebas (Hadi 2004). Brondolan buah sawit seringkali rontok saat tandan buah segar (TBS) dipanen. Pengumpulan berondolan buah sawit membutuhkan banyak waktu dan tenaga dari pekerja. Lubis (1992) menyatakan bahwa keberhasilan panen dan produksi sangat bergantung pada bahan tanaman yang dipergunakan, manusia (pemanen) dengan

18 4 kapasitas kerjanya, peralatan yang dipergunakan untuk panen, kelancaran transportasi serta faktor pendukung lainnya seperti organisasi panen yang baik, keadaan areal, insentif yang disediakan, dan lain-lain. Alat Penampung Tandan Buah Segar (TBS) Tipe Jaring Alat penampung TBS tipe jaring merupakan alat yang digunakan untuk menangkap berondolan buah sawit yang tercecer dari tandannya. Semakin banyak buah yang membrondol berarti buah semakin matang. Kondisi seperti inilah yang menjadi salah satu kriteria dalam penentuan buah yang akan dipanen. Buah sawit brondolan ini harus dikutip dan dikumpulkan untuk diproses di pabrik kelapa sawit. Penempatan alat penampung TBS tipe jaring dapat dilihat pada Gambar 3. Pohon kelapa sawit (a) Alat penampung TBS (b) Gambar 3 (a) Penempatan alat penampung TBS tipe jaring tampak samping (b) Tampak atas Alat ini merupakan salah satu modifikasi dari alat-alat yang telah dibuat untuk menampung tandan buah sawit. Salah satunya adalah platform penangkapan buah (fruit catchment platform) yang dirancang oleh D. Adetan pada tahun Platform ini berupa jaring yang yang terdiri dari beberapa lapis bahan plastik dan pada bagian ujungnya diikatkan pada batang pohon sawit. Dari penelitian ini ditemukan bahwa rata-rata jarak TBS yang jatuh dari pohon sawit adalah 1.06 m dan bentuk platform untuk menampung TBS adalah persegi dengan ukuran 2 m 2 m. Pada alat yang dikembangkan ini ditemukan kelemahan seperti alat sulit untuk untuk dipindahkan dari suatu pohon ke pohon lainnya dalam waktu yang singkat, lapisan plastik yang tebal membuat alat ini berat dan sulit untuk dilipat sehingga masih menyulitkan pemanen dilahan. Kondisi diatas memerlukan pengembangan alat yang berupa jaring yang mudah dioperasikan dikebun sawit dan terbuat dari tali yang kuat dan ringan.

19 5 Tali Tali merupakan bahan yang digunakan untuk membuat jaring. Menurut Kamus Bahasa Inggris Oxford dalam McKenna et al. (2004), tali merupakan sebuah garis atau jalinan yang kuat dan kokoh, biasanya terbuat dari benang rami yang dipilin, lanen, atau bahan berserat lainnya, tetapi juga dari potongan kulit, ranting lentur, kawat logam, dll. Karakteristik tali dalam McKenna et al. (2004): 1. Densitas tali (Rope density) Densitas tali atau kepadatan tali diketahui dari densitas linear tali sesuai dengan rumus pada persamaan 1 berikut :.(1) Keterangan : D L = Densitas tali, kg/m 3 D LT = Densitas linear tali, kg/m L T = Luas penampang tali, m 2 2. Kekuatan dan berat (Strength and weight) Untuk tali yang digunakan, perhitungan mekanis yang penting adalah kekuatan putus (breaking strength), umumnya dinyatakan dalam bentuk gaya putus (breaking force) kgf, kn, atau lbf. Kebanyakan juga nilai kekuatan putus dinyatakan dalam satuan Pa atau pound/inci Regangan longitudinal (Elongation) Semua tali akan memanjang saat diberi beban. Regangan longitudinal merupakan sifat mekanik yang menyatakan sejauh mana tali akan meregang saat diberi beban. Satuan yang biasa digunakan untuk menyatakan regangan longitudinal adalah m/m. 4. Penyerapan energi (Energy absorption) Tali membentang dapat menyerap energi. Ini dapat menjadi sifat yang berguna untuk beberapa kegiatan seperti jaring penangkapan pendaki gunung. Energi yang diserap tali dapat diukur dengan luas area di bawah kurva hubungan beban regangan longitudinal. Wong (1981) menjelaskan hubungan tersebut (dalam Gambar 4) dengan nilai energi yang mampu diserap tali adalah bagian yang diarsir. Besar beban ditampilkan pada sumbu y, regangan longitudinal ditampilkan pada sumbu x. Satuan energi yang dinyatakan dalam bentuk kg.m/m atau J/m. Ditampilkan pada Gambar 4 grafik hubungan beban regangan longitudinal tali double-braid (anyam ganda) dan 8-strand (kepang 8).

20 % % Beban (ton) Energi 10.4 ton m/m Energi 9.22 ton m/m Regangan longitudinal(m/m) Gambar 4 Hubungan energi yang diserap pada tali dengan beban - regangan longitudinal (McKenna et al. 2004) 5. Kelelahan (Fatigue) Kemampuan untuk melawan kerusakan progresif dari yang berulang atau pembebanan jangka panjang secara statis. Sifat ini penting untuk banyak aplikasi. 6. Ketahanan gores (External abrasion resistance) Ketahanan gores merupakan suatu pengujian terhadap ketahanan dari suatu material atau contoh uji sampai rusak keseluruhan, bila bergesekan pada suatu permukaan benda. Untuk percobaan dapat didefinisikan sebagai sifat (kemampuan) dari suatu material untuk menahan goresan (abrasion) di bawah kondisi percobaan yang ditentukan, seyogyanya semirip mungkin dengan keadaan atau kegunaan praktisnya (Klust 1983). Ketahanan tali (External abrasion resistance) sulit untuk diukur dan tidak ada alat ukur standar industrinya. 7. Friksi (Friction) Koefisien gesek antara tali dan permukaan lainnya merupakan pertimbangan penting. Pada satu sisi dibutuhkan koefisien gesek tinggi agar tidak ada slip ikatan, di sisi lain akan menyebabkan mudahnya terjadi panas gesekan. Panas akan membuat banyak kemampuan mekanis tali berkurang.

21 7 8. Penyusutan (Shrinkage) Beberapa tali dapat menyusut akibat terkena uap. Pembengkakan serat memperluas diameter, tali menjadi lebih pendek. 9. Kemampuan mempertahankan ikatan (Knot retention) Kemampuan mempertahankan ikatan pada tali dapat menjadi keperluan penting bagi beberapa orang karena tidak diinginkan terjadi slip seperti kru penyelamat dan pemanjat gunung. 10. Kemampuan disambung (Spliceability) Ini berkaitan dengan kemampuan tali untuk disambung dan membentuk mata di ujung tali. Bahan jaring dipilih berdasarkan karakteristik masing-masing tali di atas. Beberapa tali tersebut antara lain : Tali Nilon Nilon (Gambar 5) adalah senyawa polimer yang memiliki gugus amida pada setiap unit ulangnya, sehingga nilon disebut juga senyawa poliamida (Grupta 1989). Nilon bersifat kristalin, kuat, dan tahan terhadap suhu tinggi. Oleh karena itu, nilon sangat memungkinkan untuk dipakai sebagai bahan termoplastik pada mesin yang memiliki kemampuan setara atau lebih baik daripada logam (Suhedi 2007). Selain itu, nilon juga dapat dijadikan membrane yang memiliki sifat fisik, kimia, dan mekanik yang sangat baik, antara lain memiliki ketahanan terhadap ph ekstrim dan suhu tinggi (Moerniati et al.1998). (a) (b) Gambar 5 (a) Gulungan tali nilon (b) Konstruksi tali nilon Bentuk ikatan molekul nilon menyebabkan memiliki titik leleh di atas 260 C (McKenna et al. 2004). Disebutkan dalam USDA Forest Service (2005) bahwa nilon 6.6 memiliki titik leleh sebesar 500 F (260 C), lebih besar dari nilon 6 sebesar 419 F (215 C). Tali nilon memiliki kekuatan tarik yang besar tergantung ukurannya dan ketahanan abrasi yang tinggi ketika kering. Ketika basah, kekuatan tariknya berkurang hingga 10 persen. Tali PE (Polyethylene) Tali PE (Gambar 6) atau sering disebut tali tampar banyak digunakan untuk keperluan ringan seperti mengikat barang. Menurut McKenna (2004), tali ini

22 8 terbuat dari polimer sintetis polyolefin. Tali PE yang biasa dipakai untuk keperluan umum adalah tali HDPE. Interaksi antar molekul sangat lemah, sehingga titik lelehnya rendah. PE meleleh pada 310 F (154.4 C), namun mulai lunak dan lembek pada 100 F (37.8 C). Temperatur tersebut akan mudah tercapai saat tali terkena gesekan dan goresan. Beberapa sifat tali PE antara lain, kekuatan tinggi, fleksibilitas tinggi, ringan dan mengambang di permukaan air, mampu meredam getaran, tahan abrasi, tahan bahan kimia, mudah disambungkan, mudah disimpulkan, dan cengkraman kuat. (a) (b) Gambar 6 (a) Gulungan tali PE (b) Konstruksi tali PE Tali Prusik atau Cord Merupakan salah satu jenis tali kernmantle (Gambar 7), yaitu tali yang umumnya digunakan untuk keperluan pemanjatan gunung dan penyelamatan. Tali ini memiliki selubung serat yang dianyam (mantle) menyelubungi inti paralel (kern). Konstruksi kernmantle sangat cocok untuk aplikasi di mana tingkat keamanan yang tinggi dibutuhkan. Bagian inti menyediakan sebagian besar kekuatan, sementara serat selubung melindungi inti dari abrasi atau goresan bagian tali. Mantle Kern (a) (b) Gambar 7 (a) Gulungan tali prusik (b) Konstruksi tali prusik McKenna et al. (2004) menyebutkan tali kernmantle dibagi menjadi dua macam, static dan dynamic. Dynamic lebih elastis daripada static yang memiliki regangan longitudinal lebih rendah. Kernmantle dynamic dibuat dari nilon dan bagian core biasanya menyusut dan distabilkan oleh uap untuk menambah perpanjangan karena beban dan untuk menghilangkan perubahan setelah menjadi basah. Kernmantle aksesoris untuk digunakan pada kegiatan penyelamatan dan

23 pendakian gunung juga dibuat dalam konstruksi kernmantle dan berbagai ukuran mulai dari 4 hingga 8 mm. 9 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret 2014 hingga Desember Penelitian dilaksanakan di Laboratorium RDBK (Rancangan Desain Bangunan Kayu), Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB dan Laboratorium Lapangan Siswadhi Soepardjo, Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian. Alat dan Bahan Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: 1. Program pengolah data 2. Kamera digital 3. Meteran 4. Stopwatch 5. Timbangan Adapun bahan-bahan yang diperlukan antara lain: 1. Tali prusik Merk dagang : Hade Ukuran : Ø 2 mm, Ø 3 mm, dan Ø 4 mm Informasi tambahan: Tipe dynamic 2. Tali nilon Merk dagang : Marlin Ukuran : Ø 2 mm, Ø 3 mm, dan Ø 4 mm Informasi tambahan: 210D / 4 3. Tali PE Merk dagang : Arida Ukuran : Ø 2 mm, Ø 3 mm, dan Ø 4 mm Informasi tambahan: - 6. Alat tulis 7. Instron Universal Testing Machine (UTM) 8. Alat uji impact Tahapan Penelitian Penelitian yang dilakukan dibagi ke dalam beberapa kegiatan besar. Kegiatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah meliputi identifikasi masalah, studi literatur untuk memilih tali yang sesuai, persiapan bahan uji, pengujian, dan analisis data. Berikut diagram alir tahap penelitian dijelaskan dalam Gambar 8.

24 10 Persiapan bahan uji Persiapan sepesimen termasuk memotong tali sepanjang 50 cm sebagai spesimen pengujian tarik. Sedangkan untuk persiapan spesimen uji impact, tiap tali dipotong sepanjang 15 cm. Tali yang dipersiapkan adalah tali prusik, tali nilon, dan tali PE (Polyethylene) dengan diameter 2 mm, 3 mm, dan 4 mm. Sebelum pengujian, menurut BSN (2010) dilakukan dua macam perlakuan yakni dengan perlakuan basah dan kering. Kriteria perlakuan basah adalah perendaman tali dilakukan tidak kurang dari 12 jam, dengan suhu air 20 ± 2 o C. Kelebihan kandungan air harus dibuang. Perlakuan ini diaplikaskan untuk kedua macam pengujian. Mulai Pemilihan tali Persiapan bahan Pengujian Uji tarik Uji impact Analisis data Rekomendasi tali Selesai Gambar 8 Diagram alir penelitian Pengujian Tali a. Uji Tarik Pengujian tali dilakukan dengan menggunakan Instron Universal Testing Machine (Gambar 9). Pengujian dilakukan dengan meletakkan masing-masing ujung tali pada genggaman atas dan bawah, kemudian ditarik hingga putus. Tali

25 dikaitkan dengan genggaman menggunakan simpul yang kuat. Besar beban dan perpanjangan pada tiap pembebanan sampai putus akan tercatat pada komputer yang terhubung dengan mesin tersebut. Data yang dicatat berupa satuan kgf dan perpanjangan dalam mm. Menurut BSN (2010), dalam pengujian tarik setidaknya sepuluh uji tunggal yang sah pada masing-masing contoh uji harus dilakukan. 11 Gambar 9 Alat uji tarik yang berada di lab RDBK b. Uji Impact Pengujian pemberian tumbukan impact horizontal secara tiba-tiba dengan ketinggian 25 cm dan beban sebesar 7.5 kg. Tali dibentangkan di bagian bawah dan beban dijatuhkan bebas. Setiap satu kali ulangan akan dicatat sebagai data. Masing-masing sampel bahan tali akan diuji sebanyak 5 kali. Tali akan diuji dengan menggunakan alat uji impact (Gambar 10). Gambar 10 Alat uji impact hasil desain

26 12 Prosedur Analisis Data a. Gaya putus dan regangan longitudinal tali Besarnya gaya putus dan regangan longitudinal tali diperoleh dari hasil pengujian tarik tali menggunakan instron universal testing machine berupa data pembebanan dan perpanjangan tali. Dari data-data ini dapat diperoleh nilai gaya putus, dan regangan longitudinal tali. Gaya putus diperoleh dari nilai pembebanan maksimal oleh alat sebelum akhirnya tali putus. Putusnya tali dapat dilihat dari pola grafik yaitu memuncaknya pembebanan hingga akhirnnya turun lagi. Di titik puncak itulah diketahui sebagai gaya putus dan regangan longitudinal tali. Semakin besar nilai gaya putus dan regangan longitudinal, semakin baik tali tersebut. b. Energi yang mampu diserap tali Untuk mengetahui energi yang dapat diserap tali searah serat tali, dapat diperoleh dari luasan bidang di bawah grafik beban -regangan longitudinal. Untuk mencari luasan bidang di bawah grafik menggunakan metode trapesoidal. Dengan menggunakan data beban-regangan longitudinal yang mewakili sumbu y dan x (Gambar 11), dapat dihitung luasan seluruh wilayah dibawah grafik dari kondisi awal sampai putus. Gambar 11 Luasan trapesoidal Pengukuran luasan di bawah kurva dengan menggunakan hukum trapesoidal: n n 1 - n y n 1 2 y n.(2) Keterangan : A n x n y n = Luas daerah ke-n = Axis ke-n = Ordinat ke-n Sumbu y berupa data beban (kgf) dan x berupa regangan longitudinal (mm/mm), sehingga luasan di bawah kurva (besar energi yang mampu diserap) bersatuan kgf.mm/mm, dan bisa diubah menjadi kgf.m/m. Nilai ini kemudian

27 dikalikan dengan percepatan gravitasi (9.81 m/s 2 ) menjadi satuan J/m. Nilai satuan J/m ini menyatakan bahwa tali mampu menyerap atau menahan energi sebesar sekian satuan Joule per meter panjang tali. c. Uji impact tali Tali yang diberi beban impact akan mengalami kerusakan. Banyaknya perulangan penumbukan beban impact sampai tali rusak dihitung sebagai bahan utama analisa kemampuannya menahan kerusakan akibat beban impact tali. Semakin banyak perulangan tumbukan sampai rusak total, semakin bagus tali tersebut. Tiap beberapa kali pengulangan penumbukan tali akan dilakukan pengambilan gambar untuk dinilai tingkat kerusakannya. Hal ini juga dilakukan sebagai pembanding untuk masing-masing kerusakan tali. Tingkat kerusakan tali dibagi menjadi beberapa kriteria kerusakan. d. Pemilihan tali Pemilihan tali menggunakan metode indeks sifat berbobot. Metode ini digunakan untuk pemilihan benda berdasarkan beberapa sifat yang dimilikinya. Sifat-sifat yang menjadi acuan akan diberikan faktor pembobotan (w) menurut seberapa besar pengaruhnya dalam pemilihan benda tersebut. Kemudian nilai sifat berskala dihitung menggunakan persamaan: 13 β N s.(3) β N s...(4) Keterangan : β N s B K = Nilai sifat berskala = Nilai numeric sifat = Nilai terbesar yang dipertimbangkan = Nilai terkecil yang dipertimbangkan Persamaan 3 digunakan untuk sifat yang diharapkan besar seperti gaya tarik, regangan longitudinal, kemampuan menyerap energi, banyak tumbukan impact, dan titik leleh. Persamaan 4 digunakan untuk sifat yang diharapkan rendah seperti densitas tali dan kemampuan menyerap air. Nilai indeks sifat berbobot dihitung menggunakan persamaan : γ β i i...(5) Keterangan : γ β i w i = Nilai indeks sifat berbobot = Nilai sifat berskala sifat ke-i = Faktor pembobot sifat ke-i

28 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Gaya putus tali Hasil dari uji tarik yang berupa nilai gaya putus tali pada masing masing tali digunakan untuk pemilihan bahan yang sesuai untuk jaring alat penampung TBS, di mana hasil tersebut disajikan pada Gambar 12 dan Gambar 13. Nilai gaya putus tali dengan diameter 2 mm terbesar dimiliki oleh tali nilon baik perlakuan kering maupun basah yaitu kgf (perlakuan kering) dan 40,55 kgf (perlakuan basah). Setelah nilon, nilai gaya putus terbesar kedua dimiliki oleh tali PE dengan kgf (perlakuan kering) dan kgf (perlakuan basah). Nilai gaya putus terkecil dimiliki tali prusik dengan kgf (perlakuan kering) dan kgf (perlakuan basah). Tali berdiameter 3 mm, nilai gaya putus paling besar dimiliki oleh tali prusik baik perlakuan kering maupun basah. Besar nilai gaya putus tali prusik sebesar kgf (perlakuan kering) dan kgf (perlakuan basah). Gaya putus tali kedua terbesar dimiliki oleh nilon dengan kgf (perlakuan kering) dan kgf (perlakuan basah). Gaya putus paling lemah ukuran 3 mm dimiliki oleh tali prusik sebesar kgf (perlakuan kering) dan kgf (perlakuan basah). Untuk ukuran 4 mm, tali PE memiliki nilai gaya putus tali terbesar yakni kgf (perlakuan kering) dan kgf (perlakuan basah). Gaya putus tali terbesar kedua dimiliki oleh tali prusik dengan 94,64 kgf (perlakuan kering) dan kgf (perlakuan basah). Tali nilon memiliki gaya putus yang paling lemah yakni kgf (perlakuan kering) dan kgf (perlakuan basah). 120 Gaya putus (kgf) mm 3 mm 4 mm Ukuran tali Nilon PE Prusik Linear (Nilon) Linear (PE) Linear (Prusik) Gambar 12 Perbandingan gaya putus tali pada pengujian tarik perlakuan kering

29 Gaya putus (kgf) mm 3 mm 4 mm Ukuran tali Nilon PE Prusik Linear (Nilon) Linear (PE) Linear (Prusik) Gambar 13 Perbandingan gaya putus tali pada pengujian tarik perlakuan basah Secara keseluruhan, dapat dilihat pada Gambar 12 dan Gambar 13, perbedaan dari nilai gaya putus tali perlakuan kering dan basah. Tali nilon mengalami penurunan nilai gaya putus dari perlakuan kering ke basah. Nilai gaya putus tali nilon kering untuk semua ukuran, lebih besar dari nilai yang basah. Berbeda dengan tali nilon, tali prusik hasilnya berbeda. Tali prusik mengalami kenaikan nilai gaya putus dari perlakuan kering ke basah untuk semua diameter, kecuali pada diameter 2 mm. Menurut R.K. Evans (1983) nilon merupakan serat yang paling umum digunakan sistem tali kapal yang membutuhkan penyerapan energi yang besar dan nilon juga memiliki satu kelemahan yaitu menyerap air, dimana akan mengurangi gayanya. McKenna et al. (2004) menjelaskan bahwa nilai gaya putus basahnya akan berkurang paling tidak 10% dari yang kering, serta akan kembali pulih saat telah kering. Adanya perlakuan basah dan kering membuat nilai gaya putus tali berbeda, di mana pada diameter 2 mm tali prusik, PE dan juga nilon nilai gaya putus perlakuan basah lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan kering. Pada perlakuan diameter 3 mm, tali nilon dan PE memiliki nilai gaya putus di mana perlakuan kering lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan basah. Sedangkan pada tali prusik perlakuan basah lebih kuat dibandingkan dengan perlakuan kering. Tali dengan diameter 4 mm tali prusik dan PE pada perlakuan basah lebih tinggi dari pada perlakuan kering, sedangkan untuk tali nilon nilai gaya putus nya lebih tinggi pada perlakuan kering. Perbedaan nilai gaya putus tali PE pada seluruh ukuran, pada perlakuan kering dan basah tidak lebih dari 1 kgf sehingga perlakuan kering dan basah tidak berpengaruh pada gaya putus tali PE. Rentang nilai bobot TBS terbesar berdasarkan literatur adalah 42 kg (Zulfahrizal 2005). Tali harus mampu untuk menahan bobot TBS tersebut. Dibandingkan dengan hasil gaya putus (kgf) yang diperoleh, seluruh tali tunggal ukuran 2 mm tidak mampu menahan bobot tersebut. Namun, akan berbeda jika tali tersebut dibuat menjadi sebuah jaring. Sedangkan untuk ukuran 3 mm, hanya

30 16 tali prusik yang memiliki nilai gaya putus lebih rendah dari 42 kg. Semua tali dengan ukuran 4 mm memiliki nilai gaya putus lebih besar dari 42 kg. Berdasarkan hasil pengujian, semakin besar diameter tali maka semakin besar gaya putus yang dimilikinya. Hal ini terjadi karena semakin besar diameter tali, maka semakin banyak juga serat talinya. Serat-serat inilah yang menyusun gaya tali. Regangan longitudinal Berdasarkan pengujian tarik, didapatkan bahwa hampir semua tali mengalami penurunan regangan longitudinal pada perlakuan kering dan basah dimana perlakuan kering lebih tinggi regangan longitudinalnya dari pada perlakuan basah, kecuali pada tali nilon dengan diameter 3 mm dan 4 mm. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan basah dan kering berpengaruh pada regangan longitudinal tali. Tali dengan diameter ukuran 2 mm, regangan longitudinal tali paling besar dimiliki oleh tali prusik baik perlakuan basah maupun kering dengan nilai 0.96 m/m dan 0.90 m/m untuk masing-masing. Begitu pula diameter 3 mm dan 4 mm, regangan longitudinal prusik paling besar di antara semua tali. Besar regangan longitudinal untuk tali diameter 3 mm sebesar 1.12 m/m dan 0.93 m/m berturut-turut untuk perlakuan kering dan basah. Tali dengan diameter 4 mm, regangan longitudinal tali sebesar 0.91 m/m dan 0.81 m/m berturut-turut untuk perlakuan kering dan basah. Dilihat dari Gambar 14 dan Gambar 15, dapat disimpulkan bahwa secara umum prusik merupakan tali yang memiliki regangan longitudinal paling besar dari pada tali lain. Tali dengan diameter 2 mm dan 3 mm memiliki regangan longitudinal perlakuan kering terkecil adalah tali nilon, sedangkan perlakuan basah terkecil dimiliki tali PE. Tali dengan diameter 4 mm regangan longitudinal terkecil terjadi pada tali PE. Regangan longitudinal (m/m) 1,2 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0, mm 3 mm 4 mm Ukuran tali Nilon PE Prusik Linear (Nilon) Linear (PE) Linear (Prusik) Gambar 14 Perbandingan regangan longitudinal tiga macam tali pada diameter berbeda dengan perlakuan kering

31 17 Regangan longitudinal (m/m) 1,2 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0, mm 3 mm 4 mm Ukuran tali Nilon PE Prusik Linear (Nilon) Linear (PE) Linear (Prusik) Gambar 15 Perbandingan regangan longitudinal tiga macam tali pada diameter berbeda dengan perlakuan basah Perubahan regangan longitudinal karena perubahan diameter secara signifikan dapat terlihat. Regangan longitudinal tali nilon bertambah seiring bertambah besarnya diameter tali. Sedangkan regangan longitudinal tali PE berubah semakin kecil seiring bertambahnya diameter. Berbeda dengan tali prusik, regangan longitudinal yang paling besar sampai terkecil dimiliki tali yang berdiameter 3 mm, kemudian 2 mm, dan terakhir 4 mm. Dijelaskan oleh McKenna et al. (2004), dalam sebuah uji serat tunggal, titik akhir pada saat putus adalah jelas. Pada sebuah benang, titik putusnya akan bervariasi terkait bentuk uji specimen. Begitu juga regangan longitudinal, nilai yang diperoleh sangat bervariasi karena tali merupakan kumpulan benang-benang yang dililit sedemikian rupa menjadi satu. Tali yang baik sebagai bahan pembuat jaring alat penampung tandan buah segar adalah yang mimiliki regangan longitudinal yang besar. Karena regangan longitudinal yang besar nantinya dibutuhkan agar jaring lebih fleksibel saat tertimpa beban oleh tandan sawit. Karena fleksibilitas ini, tandan tidak sampai membuat tali putus karena kurangnya regangan longitudinal. Energi yang diserap Energi yang diserap merupakan salah satu karakter tali yang penting. Karena dengan mengetahui kemampuan serap energi pada tali, dapat diperhitungkan secara matematis suatu tali cukup kuat atau tidak untuk menerima beban benda berenergi. Jika dalam perhitungan diperoleh bahwa kemampuan serap energi oleh tali lebih kecil dari energi yang diterima karena suatu benda, maka tali tersebut tidak layak digunakan untuk keperluan menahan beban benda tersebut. Begitu pula sebaliknya, jika diperoleh bahwa kemampuan tali menyerap energi lebih besar dari pada energi dari benda, tali layak digunakan. Energi yang diserap oleh tali saat penarikan searah serat tali memiliki nilai yang berbeda-beda pada masing-masing tali. Gambar 16 dan Gambar 17

32 18 menunjukkan energi yang diserap oleh tali selama pengujian. Penurunan nilai energi yang diserap tali karena adanya perlakuan basah terjadi pada perlakuan tali PE dan prusik, sedangkan pada tali nilon besarnya energi yang diserap mengalami peningkatan. Nilai terbesar energi yang mampu diserap dimiliki oleh tali prusik baik perlakuan basah maupun kering dengan nilai masing-masing J/m dan J/m. Sedangkan nilai terkecil energi yang diserap dimiliki tali prusik baik perlakuan basah maupun kering dengan nilai masing-masing 67,49 J/m dan J/m. Adanya perbedaan diameter seperti yang disajikan pada Gambar 15 dan Gambar 16, juga berpengaruh pada besarnya energi yang mampu diserap oleh tali. Setiap jenis tali mengalami pertambahan nilai yang signifikan seiring bertambahnya diameter tali. Hal tersebut terjadi karena tali yang lebih besar memiliki serat tali yang lebih banyak dari padi tali yang lebih kecil. Energi yang diserap (J/m) mm 3 mm 4 mm Ukuran tali Nilon PE Prusik Linear (Nilon) Linear (PE) Linear (Prusik) Gambar 16 Perbandingan energi yang diserap tiga macam tali pada diameter berbeda dengan perlakuan kering Energi yang diserap (J/m) mm 3 mm 4 mm Ukuran tali Nilon PE Prusik Linear (Nilon) Linear (PE) Linear (Prusik) Gambar 17 Perbandingan energi yang diserap tiga macam tali pada diameter berbeda dengan perlakuan kering

33 19 Rentang besar energi potensial jatuhnya TBS berkisar kj menurut Nazamudin (2013) dalam Rusnadi (2013). Nilai terbesar energi potensial jatuhnya TBS sebesar 4.44 kj atau sebesar J. Tidak ada jenis tali tunggal sepanjang satu meter yang mampu menahan energi tersebut. Bahkan nilai terkecil energi potensial sebesar 0.44 kj atau 440 J, tidak ada jenis tali tunggal sepanjang satu meter yang mampu menahannya. Akan berbeda jika panjang tali lebih dari satu meter atau tali dijadikan sebuah jaring, sangat dimungkinkan energi potensial dari TBS ditahan. Misalnya sebuah tali prusik yang memiliki nilai kemampuan menahan energi sebesar J/m sepanjang 3 meter akan memiliki nilai kemampuan menahan energi sebesar = J/m x 3 m = J. Dengan begitu, tali tersebut akan mampu menahan energi jatuhnya TBS. Besarnya nilai energi yang diserap berkaitan dengan regangan longitudinal dan gaya putus. Besarnya nilai energi yang diserap merupakan luasan di bawah grafik regangan longitudinal-gaya putus. Semakin besar regangan longitudinal dan gaya putus semakin besar energi yang mampu diserap tali tersebut. Semakin besar nilai energi yang mampu diserap tali, semakin cocok tali tersebut digunakan dalam bahan pembuat jaring penampung tandan buah segar. Uji Impact Tali Pengujian impact tali berguna untuk mengetahui seberapa kuat tali menahan beban tertentu yang diberikan secara tiba-tiba. Beban yang dijatuhkan secara tibatiba menyebabkan kerusakan baik berupa akibat gesekan dan lepasnya untaian tali. Kuatnya tali diketahui dari seberapa banyak tumbukan yang mampu diterima tali hingga putus atau hancur. Semakin kuat tali menahan beban ini, semakin cocok dia digunakan sebagai bahan pembuat jaring. Pengujian menggunakan alat uji impact dengan pemberian beban pada mata penumbuk sebesar 7.5 kg dan ketinggian 25 cm. Besar energi potensial yang dimiliki mata penumbuk sebesar J. Permukaan mata penumbuk berupa besi baut, sedangkan tatakan bawah berupa baja. Mata penumbuk yang digunakan untuk menumbuk semua macam tali tetap sama. Besar tekanan diberikan oleh mata penumbuk berbeda pada tali yang berbeda ukuran, karena tekanan yang diberikan oleh beban terhadap tiap jenis tali berbeda tergantung luasan kontak tali dengan mata penumbuk. Luas kontak diukur dari diameter tali dikali panjang penampang yang bersentuhan saat tumbukan. Sebagai contoh untuk tali dengan diameter 2 mm harus menerima tekanan sebesar Pa di saat tali sejenis yang berdiameter 3 mm dan 4 mm hanya menerima tekanan sebesar Pa dan Pa (contoh perhitungan dapat dilihat pada lampiran 11). Tentu tali sejenis dengan diameter 2 mm akan lebih cepat putus dari pada yang berdiameter 3 mm dan 4 mm. Perbedaan tekanan yang terjadi ini membuat adanya perbedaan banyaknya tumbukan tali hingga putus meskipun menggunakan mata penumbuk yang sama.

34 20 Banyak tumbukan mm 3 mm 2 4 mm 3 Ukuran tali Nilon PE Prusik Linear (Nilon) Linear (PE) Linear (Prusik) Gambar 18 Perbandingan banyak tumbukan yang diberikan pada tiga macam tali pada diamater berbeda dengan perlakuan kering Banyak tumbukan mm 3 mm mm Ukuran tali Nilon PE Prusik Linear (Nilon) Linear (PE) Linear (Prusik) Gambar 19 Perbandingan banyak tumbukan yang diberikan pada tiga macam tali pada diamater berbeda dengan perlakuan basah Pengujian impact di sini, merupakan pengujian yang paling sesuai dilakukan dalam memilih tali yang paling cocok sebagai bahan jaring karena mirip dengan kegunaan sesungguhnya yakni jaring (tali yang dianyam) dibentangkan pada tanah yang akan menangkap jatuhnya tandan buah segar di tanah. Jatuhnya tandan buah segar dari atas pohon sawit dapat membuat tali putus baik karena gesekan maupun tekanan. Sehingga harus dipilih tali yang paling tahan dengan beban tiba-tiba tersebut. Gambar 18 dan Gambar 19 menunjukkan secara umum bahwa terdapat perbedaan nilai hasil rataan data banyaknya tumbukan antara perlakuan basah dan kering. Hampir keseluruhan tali mengalami penurunan banyaknya tumbukan karena adanya perlakuan basah kecuali tali PE diameter 2 mm. Data yang diperoleh dari hasil pengujian impact cukup bervariasi. Dapat dilihat pada Lampiran 4, dimana varian data sangat beragam antara 0.00 sampai 4.00.

35 Terlihat pula untuk semua jenis tali, semakin besar diameter tali, semakin kuat pula tali menahan beban impact dari alat uji. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 18 dan Gambar 19, semakin besar diameter, semakin banyak pula tumbukan yang harus dilakukan untuk membuat tali yang sejenis menjadi putus atau hancur. Hasil pengujian pada lampiran 4 menunjukkan bahwa tali paling kuat pada uji impact karena beban tiba-tiba adalah tali PE berdiameter 4 mm yang membutuhkan kali tumbukan hingga putus. Sedikit berbeda dengan nilai uji impact tali prusik yang membutuhkan rata-rata kali dan 9.60 kali tumbukan hingga putus (perlakuan kering dan basah diameter 4 mm). 21 Pemilihan Tali Tali terbaik dipilih menggunakan metode nilai indeks sifat berbobot. Kriteria atau sifat yang digunakan antara lain gaya putus, regangan longitudinal, kemampuan menyerap energi, ketahanan beban impact, suhu leleh, kemampuan penyerapan air dan densitas tali. Suhu leleh ditambahkan dalam penilaian karena dalam rencana kegunaannya di lapang, tali akan banyak mengalami goresan yang akan membuat temperatur meningkat sehingga akan cepat merusak tali. Penyerapan air dipilih karena saat tali terkena air, dalam jumlah besar akan sulit untuk memindahkan tali akibat banyak air yang diserap karena bertambahnya bobot tali. Berikut adalah ranking pembobotan terhadap masing-masing sifat (Tabel 1): Gaya putus (kgf) Tabel 1 Ranking pembobotan terhadap masing-masing sifat Energi Ketahanan Regangan yang Suhu Penyerapan Densitas impact longitudinal mampu leleh air (skala Tali (ulangan (m/m) diserap ( C) 1-10) (gr/m3) tumbukan) (J/m) Penilaian indeks sifat berbobot dihitung dalam kelompok-kelompok (kelompok kering 2 mm, basah 2 mm, kering 3 mm, basah 3 mm, kering 4 mm, dan basah 4 mm) kemudian dijadikan hasil rata-rata. Jenis tali yang memiliki nilai indeks sifat berbobot terbesar merupakan yang paling baik secara umum dari ketiga jenis tali dan tiga ukuran berbeda. Hasil perhitungan dari pemilihan tali menggunakan metode nilai indeks berbobot (contoh perhitungan dapat dilihat pada lampiran 12) disajikan dalam Tabel 2 : Tabel 2 Nilai indeks sifat berbobot (γ) Diameter 2 mm Diameter 3 mm Diameter 4 mm Ratarata Jenis Rataratratrata total Rata- Rata- tali Kering Basah Kering Basah Kering Basah Nilon PE Prusik

36 22 Untuk diameter 2 mm dan 3 mm, tali nilon memperoleh nilai rata-rata nilai indeks terbesar dengan nilai indeks masing-masing 0.88 dan Sedangkan untuk diameter 4 mm, tali prusik memperoleh nilai rata-rata terbesar yaitu Nilai rata-rata total keseluruhan ukuran diameter dari indeks sifat berbobot terbesar dimiliki oleh tali nilon dengan angka 0.86, diikuti oleh tali PE dengan 0.77, kemudian tali prusik dengan Sehingga dapat dipastikan bahwa tali nilon merupakan tali yang paling baik menjadi bahan tali alat penampung TBS tipe jaring secara umum. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Nilai gaya putus terbesar tali diameter 2 mm, 3 mm, dan 4 mm berurutan dimiliki tali nilon dengan kgf, tali PE dengan kgf, dan tali PE dengan kgf. Sedangkan regangan longitudinal terbesar tali diameter 2 mm, 3 mm, dan 4 mm berurutan dimiliki tali prusik dengan 0.96 m/m, tali prusik dengan 1.13 m/m, dan tali prusik dengan 0.92 m/m. Untuk tali dengan nilai energi yang diserap terbesar ukuran 2 mm, 3 mm, dan 4 mm, berurutan dimiliki oleh tali PE dengan J/m, tali PE dengan J/m, dan tali prusik dengan J/m. Tali yang paling tahan pengulangan tumbukan dengan beban impact untuk ukuran diameter 2 mm, 3 mm, dan 4 mm berurutan adalah tali nilon dengan rata-rata 4.20 kali, tali nilon dengan 7.40 kali, dan tali PE dengan kali. Tali PE tidak mengalami perubahan sifat fisik tali meskipun adanya perendaman dengan air. Tali nilon memiliki nilai terkecil dari semua hasil pengujian, dan juga menyerap air sehingga terpengaruh adanya perlakuan perendaman. Tali yang paling kuat pada uji impact adalah tali PE, membutuhkan rata-rata kali dan kali tumbukan hingga putus (perlakuan kering dan basah diameter 4 mm). 2. Tali terbaik secara umum sebagai bahan jaring alat penampung tandan kelapa sawit (TBS) tipe jaring adalah tali nilon dengan nilai indeks Untuk tali berdiameter 2 mm dan 3 mm, tali nilon memiliki nilai indeks sifat berbobot terbesar, masing-masing dengan nilai 0.88 dan Untuk tali berdiameter 4 mm, tali prusik memiliki nilai indeks sifat berbobot terbesar dengan nilai Saran Perlu dilakukan studi lebih lanjut mengenai penggunaan tali dalam bentuk jaring pada alat penampung tandan buah segar (TBS) pada lahan sesungguhnya. Dalam melakukan pengujian tali, harus menggunakan banyak ulangan, karena data yang diperoleh sangat bervariasi.

37 23 DAFTAR PUSTAKA [BSN] Badan Standardisasi Nasional Alat Penangkap Ikan Berbahan Jaring Penentuan Gaya Putus dan Gaya Putus Simpul Benang Jaring. Jakarta (ID): BSN. [USDA Forest Service] United States Department of Agriculture Forest Service National Tree Climbing Guide 2005 Edition. Missoula (US) : USDA Forest Service. Adetan DA, Adekoya LO, Oladejo KA An improved pole-and-knife method of harvesting oil palms. Agricultural Engineering International: The CIGR E J. Dublin (IRE). hlm.60. Enny R, Pauliz BH, dan Jusuf B. Kajian Produktivitas Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) pada Lahan Yang Diaplikasi Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Di PT. SAM. 1 Kabupaten Kampar Riau. Buletin Ilmiah Institut Pertanian Instiper Yogyakarta Vol. 15 No Hlm Evans RK. Selecting and Testing Heavy-duty Synthetic Ropes. MATERIALS & DESIGN, VoI. 4 OCTOBER/NOVEMBER Hlm Gupta SK Nylon Polymerization. Didalam: Cheremisinoff NP, editor. Handbook of Polymer Science and Technology. New York (US): Marcel Dekker. Hlm Hadi M M Teknik Berkebun Kelapa Sawit. Yogyakarta (ID): Adicita Karya Nusa. Hendra RS Risiko Ergonomi dan Keluhan Musculoskeletal Disorders (MSDs) Pada Pekerja Panen Kelapa Sawit. Depok (ID) : Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja FKM-UI. Klust G Bahan Jaring untuk Alat Penangkapan Ikan.Edisi ke- 2.(Penerjemah Team BPPI Semarang).Terjemahan dari Netting Materials for Fishing Gear. Semarang (ID): BPPI Semarang. Hlm 187. Kusuma IP Studi Pemanfaatan Biomassa Limbah Kelapa Sawit sebagai Bahan Bakar Pembangkit Listrik Tenaga Uap di Kalimantan Selatan (Studi Kasus Kabupaten Tanah Laut).[Skripsi]. Surabaya (ID) : Institut Teknologi Sepuluh Nopember. Lubis AU Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) di Indonesia. Pematang Siantar (ID): Pusat Penelitian Perkebunan Marihat. McKenna HA, Hearle JWS, dan O Hear N Handbook of Fibre Rope Technology. Cambridge (GB): Woodhead Publishing Ltd. 408 hlm. Moerniati S, Aspiyanto, Aiman S, Wahab YB, Nurhasanah Preparasi Membran Poliamida dengan Menggunakan Proses Phase Inversion [Laporan Penelitian]. Serpong (ID): Puslitbang Kimia Terapan LIPI. Pahan I Panduan Lengkap Kelapa Sawit : Manajemen Agribisnis dari Hulu Hingga Hilir. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya. Ponten M Studi Karakteristik Minyak Sawit dan Minyak Inti Sawit. (ID): PDII-umu. Putranti KA Studi Waktu (Time Study) pada Aktivitas Pemanenan Kelapa Sawit di Perkebunan Sari Lembah Subur, Riau.[Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

38 24 Rusnadi Desain Konseptual Mesin Penangkap dan Pengangkut Tandan Buah Sawit di Dalam Kebun.[Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Suhendi Akbar Pencirian membran mikrofiltrasi nilon-6. [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Tomimura Chemical Characreistics of Palm Trunk, J. Japan Agric. 2. Wong R Strength, Elongation, and Energy Absorption of Synthetic Fiber Ropes. Boston, Massachusetts (US) : Samson Ocean Systems. hlm Zulfahrizal. (2005). Konsep Desain Lengan Mesin Pemanen Tandan Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) dan Simulasi Cara Kerjanya.[Tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.

39 25 Lampiran 1 Data nilai gaya putus pada tali nilon, PE, dan prusik Tabel 3 Nilai gaya putus pada tali dengan diameter 2 mm Jenis Tali Perlakuan Gaya Putus (kgf) U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 Rata-rata Nilon PE Kering Prusik Nilon PE Basah Prusik Tabel 4 Nilai gaya putus pada tali dengan diameter 3 mm Jenis Tali Perlakuan Gaya Putus (kgf) U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 Rata-rata Nilon PE Kering Prusik Nilon PE Basah Prusik

40 26 26 Tabel 5 Nilai gaya putus pada tali dengan diameter 4 mm Jenis Tali Perlakuan Gaya Putus (kgf) U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 Rata-rata Nilon PE Kering Prusik Nilon PE Basah Prusik

41 27 Lampiran 2 Data nilai regangan longitudinal pada tali nilon, PE dan prusik Tabel 6 Regangan longitudinal pada tali dengan diameter 2 mm Jenis Regangan longitudinal (m/m) Perlakuan Tali U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 Rata-rata Nilon PE Kering Prusik Nilon PE Basah Prusik Tabel 7 Regangan longitudinal pada tali dengan diameter 3 mm Jenis Regangan longitudinal (m/m) Perlakuan Tali U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 Rata-rata Nilon PE Kering Prusik Nilon PE Basah Prusik

42 28 28 Tabel 8 Regangan longitudinal pada tali dengan diameter 4 mm Jenis Regangan longitudinal (m/m) Perlakuan Tali U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 Rata-rata Nilon PE Kering Prusik Nilon PE Basah Prusik

43 29 Lampiran 3 Data energi yang diserap pada tali nilon, PE dan prusik selama penarikan. Tabel 9 Energi yang diserap pada tali dengan diameter 2 mm Jenis Energi yang diserap (J/m) Perlakuan Tali U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 Rata-rata Nilon PE Kering Prusik Nilon PE Basah Prusik Tabel 10 Energi yang diserap pada tali dengan diameter 3 mm Jenis Energi yang diserap (J/m) Perlakuan Tali U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 Rata-rata Nilon PE Kering Prusik Nilon PE Basah Prusik

44 30 30 Tabel 11 Energi yang diserap pada tali dengan diameter 4 mm Jenis Energi yang diserap (J/m) Perlakuan Tali U1 U2 U3 U4 U5 U6 U7 U8 U9 U10 Rata-rata Nilon PE Kering Prusik Nilon PE Basah Prusik

45 31 Lampiran 4 Data jumlah tumbukan pada tali nilon, PE dan prusik hingga putus Tabel 12 Jumlah tumbukan pada tali dengan diameter 2 mm Jenis Jumlah tumbukan (kali) Perlakuan Tali U1 U2 U3 U4 U5 Rata-rata Varian Nilon PE Kering Prusik Nilon PE Basah Prusik Tabel 13 Jumlah tumbukan pada tali dengan diameter 3 mm Jenis Jumlah tumbukan (kali) Perlakuan Tali U1 U2 U3 U4 U5 Rata-rata Varian Nilon PE Kering Prusik Nilon PE Basah Prusik Tabel 14 Jumlah tumbukan pada tali dengan diameter 4 mm Jenis Jumlah tumbukan (kali) Perlakuan Tali U1 U2 U3 U4 U5 Rata-rata Varian Nilon PE Kering Prusik Nilon PE Basah Prusik

46 32 Lampiran 5 Perbandingan gaya putus masing-masing tali antara perlakuan kering dan basah Gaya putus (kgf) mm 3 mm 4 mm Ukuran tali Kering Basah Linear (Kering) Linear (Basah) Gambar 20 Grafik perbandingan gaya putus tali nilon antara perlakuan basah dan kering Gaya putus (kgf) mm 3 mm 4 mm Ukuran tali Kering Basah Linear (Kering) Linear (Basah) Gambar 21 Grafik perbandingan gaya putus tali PE antara perlakuan basah dan kering Gaya putus (kgf) mm 3 mm 4 mm Ukuran tali Kering Basah Linear (Kering) Linear (Basah) Gambar 22 Grafik perbandingan gaya putus tali prusik antara perlakuan basah dan kering

47 33 Lampiran 6 Perbandingan regangan longitudinal masing-masing tali antara perlakuan kering dan basah Regangan longitudinal (m/m) 1,2 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 0 2 mm 1 3 mm 2 4 mm 3 Ukuran tali Kering Basah Linear (Kering) Linear (Basah) Gambar 29 Grafik perbandingan regangan longitudinal tali nilon antara perlakuan basah dan kering Regangan longitudinal (m/m) 1,2 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 2 mm 3 mm 4 mm Ukuran tali Kering Basah Linear (Kering) Linear (Basah) Gambar 24 Grafik perbandingan regangan longitudinal tali PE antara perlakuan basah dan kering Regangan longitudinal (m/m) 1,2 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0 2 mm 3 mm 4 mm Ukuran tali Kering Basah Linear (Kering) Linear (Basah) Gambar 25 Grafik perbandingan regangan longitudinal tali prusik antara perlakuan basah dan kering

48 34 Lampiran 7 Perbandingan energi yang diserap masing-masing tali antara perlakuan kering dan basah Energi yang diserap (J/m) mm 3 mm 4 mm Ukuran tali Kering Basah Linear (Kering) Linear (Basah) Gambar 26 Grafik perbandingan kemampuan menyerap energi tali nilon antara perlakuan basah dan kering Energi yang diserap (J/m) mm 3 mm 4 mm Ukuran tali Kering Basah Linear (Kering) Linear (Basah) Gambar 27 Grafik perbandingan kemampuan menyerap energi tali PE antara perlakuan basah dan kering Energi yang diserap (J/m) mm 3 mm 4 mm Ukuran tali Kering Basah Linear (Kering) Linear (Basah) Gambar 28 Grafik perbandingan kemampuan menyerap energi tali prusik antara perlakuan basah dan kering

49 35 Lampiran 8 Perbandingan banyak tumbukan masing-masing tali antara perlakuan kering dan basah Banyak tumbukan mm 1 3 mm 2 4 mm 3 Ukuran tali Kering Basah Linear (Kering) Linear (Basah) Gambar 29 Grafik perbandingan ketahanan impact tali nilon antara perlakuan basah dan kering mm 1 3 mm 2 4 mm 3 Banyak tumbukan Ukuran tali Kering Basah Linear (Kering) Linear (Basah) Gambar 30 Grafik perbandingan ketahanan impact tali PE antara perlakuan basah dan kering mm 1 3 mm 2 4 mm 3 Ukuran tali Banyak tumbukan Kering Basah Linear (Kering) Linear (Basah) Gambar 31 Grafik perbandingan ketahanan impact tali prusik antara perlakuan basah dan kering

50 36 Lampiran 9 Waktu jatuh bebas pada penumbukan tali Hasil akhir Ulangan (detik) Rata-rata 0.300

51 37 Lampiran 10 Kriteria nilai kerusakan pada uji impact No. Kondisi Kerusakan (%) Gambar Keterangan 1 0 Tali pada kondisi awal tanpa ada kerusakan 2 10 Terdapat goresan pada permukaan atas dan sedikit gepeng 3 20 Tali terlihat semakin gepeng dan mulai terlihat banyak goresan Hampir 30% bagian tali tersobek dan semakin banyak goresan Tali semakin gepeng, dengan 40 % tali putus dan semakin banyak goresan 6 50 Tali putus setengah bagian dari luasan penampang tali 7 60 Tali semakin gepeng dan jumlah kerusakan/sobek bertambah 8 70 Hanya terlihat satu bagian penyusun tali yang tidak putus.

52 38 No. Kondisi Kerusakan (%) Gambar Keterangan Kerusakan terjadi membuat tali akan putus namun satu ulir tali hanya terkoyak di permukaannya saja Tali hampir putus 100% dengan bagian satu ulir semakin gepeng dan hanya tertinggal beberapa benang yang belum putus Tali putus

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Afrika dan termasuk famili Aracaceae (dahulu: Palmaceae). Tanaman kelapa sawit adalah tanaman monokotil

Lebih terperinci

STUDI PERUBAHAN PANJANG BENANG JARING Polyamide (PA) YANG DIRENDAM DIDALAM AIR TAWAR DAN AIR LAUT OLEH TRI RAHMADHANI

STUDI PERUBAHAN PANJANG BENANG JARING Polyamide (PA) YANG DIRENDAM DIDALAM AIR TAWAR DAN AIR LAUT OLEH TRI RAHMADHANI STUDI PERUBAHAN PANJANG BENANG JARING Polyamide (PA) YANG DIRENDAM DIDALAM AIR TAWAR DAN AIR LAUT OLEH TRI RAHMADHANI FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS RIAU PEKANBARU 217 STUDI PERUBAHAN PANJANG

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Tempat dan Waktu Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Tempat dan Waktu Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan bahan penelitian ini terdiri atas pelepah salak, kawat, paku dan buah salak. Dalam penelitian tahap I digunakan 3 (tiga) varietas buah salak, yaitu manonjaya, pondoh,

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR MESTIKA Y. D. OPPUSUNGGU

TUGAS AKHIR MESTIKA Y. D. OPPUSUNGGU PENENTUAN KADAR MINYAK BRONDOLAN BUAH SAWIT PADA KEADAAN MENTAH, AGAK MATANG, MATANG, DAN LEWAT MATANG DI PTP. NUSANTARA III PKS ( PABRIK KELAPA SAWIT ) SEI MANGKEI TUGAS AKHIR MESTIKA Y. D. OPPUSUNGGU

Lebih terperinci

SIMULASI HUBUNGAN ANTARA FRAKSI KEMATANGAN BUAH DAN TINGGI POHON TERHADAP JUMLAH BUAH MEMBRONDOL TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq)

SIMULASI HUBUNGAN ANTARA FRAKSI KEMATANGAN BUAH DAN TINGGI POHON TERHADAP JUMLAH BUAH MEMBRONDOL TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) Jurnal Penelitian STIPAP, 2013, 4 (1) : 1-11 SIMULASI HUBUNGAN ANTARA FRAKSI KEMATANGAN BUAH DAN TINGGI POHON TERHADAP JUMLAH BUAH MEMBRONDOL TANAMAN KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq) 1 2 Mardiana

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR WINDA WAHYUNI SILITONGA

TUGAS AKHIR WINDA WAHYUNI SILITONGA PENENTUAN KADAR MINYAK DAN ASAM LEMAK BEBAS (ALB) TANDAN BUAH SEGAR (TBS) BERDASARKAN DERAJAT KEMATANGAN BUAH DI PTP.NUSANTARA III PKS (PABRIK KELAPA SAWIT) SEI MANGKEI TUGAS AKHIR WINDA WAHYUNI SILITONGA

Lebih terperinci

SIFAT MEKANIK TALI SERABUT BUAH LONTAR

SIFAT MEKANIK TALI SERABUT BUAH LONTAR Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 21 November 2015 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor SIFAT MEKANIK TALI SERABUT BUAH LONTAR ISTI IKMAH *, MUSA DIMYATI, DWI SUKOWATI,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit Syarat Tumbuh Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit Syarat Tumbuh Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Agribisnis Kelapa Sawit Agribisnis kelapa sawit membutuhkan organisasi dan manajemen yang baik mulai dari proses perencanaan bisnis hingga penjualan crude palm oil (CPO) ke

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Taksonomi kelapa sawit yang dikutip dari Pahan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermeae Ordo : Monocotyledonae

Lebih terperinci

Uji Kompetensi Semester 1

Uji Kompetensi Semester 1 A. Pilihlah jawaban yang paling tepat! Uji Kompetensi Semester 1 1. Sebuah benda bergerak lurus sepanjang sumbu x dengan persamaan posisi r = (2t 2 + 6t + 8)i m. Kecepatan benda tersebut adalah. a. (-4t

Lebih terperinci

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT

Pembebanan Batang Secara Aksial. Bahan Ajar Mekanika Bahan Mulyati, MT Pembebanan Batang Secara Aksial Suatu batang dengan luas penampang konstan, dibebani melalui kedua ujungnya dengan sepasang gaya linier i dengan arah saling berlawanan yang berimpit i pada sumbu longitudinal

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN

METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN METODE PENGUJIAN HUBUNGAN ANTARA KADAR AIR DAN KEPADATAN PADA CAMPURAN TANAH SEMEN 1. Ruang Lingkup a. Metode ini meliputi pengujian untuk mendapatkan hubungan antara kadar air dan kepadatan pada campuran

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN V-34 BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Perusahaan PT.PN III (PT. Perkebunan Nusantara III) Kebun Rambutan merupakan salah satu unit PT. PN III yang memiliki 8 wilayah kerja yang dibagi berdasarkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan

Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan Standar Nasional Indonesia Cara uji CBR (California Bearing Ratio) lapangan ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Kelapa sawit termasuk tanaman keras (tahunan) yang mulai menghasilkan pada umur 3 tahun dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyebaran Kelapa Sawit Kelapa sawit (Elais guineensis Jacq) diusahakan secara komersial di Afrika, Amerika Selatan, Asia Tenggara, Pasifik selatan, serta beberapa daerah lain

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Hasil yang diperoleh selama periode Maret 2011 adalah data operasional PMS Gunung Meliau, distribusi penerimaan TBS di PMS Gunung Meliau, distribusi penerimaan fraksi

Lebih terperinci

CORRECTIVE MAINTENANCE BANTALAN LUNCUR LORI PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS ANGKUT 2,5 TON TBS MENGGUNAKAN ANALISA KEGAGALAN

CORRECTIVE MAINTENANCE BANTALAN LUNCUR LORI PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS ANGKUT 2,5 TON TBS MENGGUNAKAN ANALISA KEGAGALAN CORRECTIVE MAINTENANCE BANTALAN LUNCUR LORI PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS ANGKUT 2,5 TON TBS MENGGUNAKAN ANALISA KEGAGALAN SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU

VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU VII. FAKTOR-FAKTOR DOMINAN BERPENGARUH TERHADAP MUTU Faktor-faktor dominan yang mempengaruhi mutu komoditas dan produk sawit ditentukan berdasarkan urutan rantai pasok dan produk yang dihasilkan. Faktor-faktor

Lebih terperinci

Materi Tali Temali. Pendahuluan

Materi Tali Temali. Pendahuluan Materi Tali Temali Pendahuluan Salah satu peralatan vital yang digunakan dalam kegiatan Manjat Tebing dan penelusuran gua adalah Tali. Ada ungkapan yang sering kita dengar dari penggiat Rock Climbing &

Lebih terperinci

TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM

TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM TATA CARA PEMBUATAN DAN PERAWATAN BENDA UJI KUAT TEKAN DAN LENTUR TANAH SEMEN DI LABORATORIUM SNI 03-6798-2002 BAB I DESKRIPSI 1.1 Ruang Lingkup Tata cara ini meliputi prosedur pembuatan dan perawatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buah kabin operator yang tempat dan fungsinya adalah masing-masing. 1) Kabin operator Truck Crane

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buah kabin operator yang tempat dan fungsinya adalah masing-masing. 1) Kabin operator Truck Crane BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bagian-bagian Utama Pada Truck Crane a) Kabin Operator Seperti yang telah kita ketahui pada crane jenis ini memiliki dua buah kabin operator yang tempat dan fungsinya adalah

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI CAMPURAN DAN TEMPERATUR POLYPROPYLENE, POLYETHYLENE, DAN POLYSTYRENE PADA PROSES PLASTIC MOLDING

PENGARUH VARIASI CAMPURAN DAN TEMPERATUR POLYPROPYLENE, POLYETHYLENE, DAN POLYSTYRENE PADA PROSES PLASTIC MOLDING PENGARUH VARIASI CAMPURAN DAN TEMPERATUR POLYPROPYLENE, POLYETHYLENE, DAN POLYSTYRENE PADA PROSES PLASTIC MOLDING SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik ]

Lebih terperinci

Benda B menumbuk benda A yang sedang diam seperti gambar. Jika setelah tumbukan A dan B menyatu, maka kecepatan benda A dan B

Benda B menumbuk benda A yang sedang diam seperti gambar. Jika setelah tumbukan A dan B menyatu, maka kecepatan benda A dan B 1. Gaya Gravitasi antara dua benda bermassa 4 kg dan 10 kg yang terpisah sejauh 4 meter A. 2,072 x N B. 1,668 x N C. 1,675 x N D. 1,679 x N E. 2,072 x N 2. Kuat medan gravitasi pada permukaan bumi setara

Lebih terperinci

Desain Konseptual Penangkap Tandan Buah Sawit dan Pemanfaatan Energi Potensialnya

Desain Konseptual Penangkap Tandan Buah Sawit dan Pemanfaatan Energi Potensialnya Technical Paper Desain Konseptual Penangkap Tandan Buah Sawit dan Pemanfaatan Energi Potensialnya Conceptual Design of Oil Palm Fresh Fruit Bunches Catchment and Its Potential Energy Utilization Wawan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman yang berasal dari Afrika. Tanaman yang merupakan subkelas dari monokotil ini mempunyai habitus yang paling besar. Klasifikasi

Lebih terperinci

VI. PENINGKATAN MUTU PRODUK KOMODITAS BERBASIS KELAPA SAWIT

VI. PENINGKATAN MUTU PRODUK KOMODITAS BERBASIS KELAPA SAWIT VI. PENINGKATAN MUTU PRODUK KOMODITAS BERBASIS KELAPA SAWIT QFD (Quality Function Deployment) adalah suatu alat untuk membuat pelaksanaan TQM (Total Quality Management) menjadi efektif untuk mentranslasikan

Lebih terperinci

ANALISA KEBUTUHAN UAP PADA STERILIZER PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN LAMA PEREBUSAN 90 MENIT

ANALISA KEBUTUHAN UAP PADA STERILIZER PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN LAMA PEREBUSAN 90 MENIT ANALISA KEBUTUHAN UAP PADA STERILIZER PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN LAMA PEREBUSAN 90 MENIT Tekad Sitepu Staf Pengajar Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara Abstrak Sterilizer

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Syarat Tumbuh 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermae Ordo : Monocotyledonae Famili : Arecaceae Sub Famili

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah logam. Seiring dengan jaman yang semakin maju, kebutuhan akan logam menjadi semakin tinggi.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel CLT, dan pengujian

Lebih terperinci

PENGUJIAN LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN MENGGUNAKAN MODIFIKASI ALAT UJI TEKAN

PENGUJIAN LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN MENGGUNAKAN MODIFIKASI ALAT UJI TEKAN PENGUJIAN LENTUR BALOK BETON BERTULANG DENGAN MENGGUNAKAN MODIFIKASI ALAT UJI TEKAN Oleh : Riza Aryanti ) & Zulfira Mirani ) ) Jurusan Teknik Sipil Universitas Andalas ) Jurusan Teknik Sipil Politeknik

Lebih terperinci

Oleh: NUGROHO E RAHARJO L2E

Oleh: NUGROHO E RAHARJO L2E TUGAS SARJANA KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK KOMPOSIT MATRIK LOGAM Al/SiC PADA BAHAN REM KERETA API Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Kesarjanaan Strata Satu (S-1) di Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA IV.1 UJI BANDING Uji banding dilakukan di laboratorium PERTAMINA dan laboratorium Polimer Departemen Teknik Metalurgi dan Material FTUI. Sampel yang digunakan dalam uji banding ini

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan/industri berupa pohon batang lurus dari famili Arecaceae. Tanaman tropis ini dikenal sebagai penghasil minyak sayur yang berasal

Lebih terperinci

ABSTRACT ANALYSIS OF THE POTENTIAL OF PALM SHELL WASTE WHEN USED AS ACTIVED CHARCOAL IN RIAU PROVINCE BY : EDWARD SITINDAON

ABSTRACT ANALYSIS OF THE POTENTIAL OF PALM SHELL WASTE WHEN USED AS ACTIVED CHARCOAL IN RIAU PROVINCE BY : EDWARD SITINDAON ABSTRACT ANALYSIS OF THE POTENTIAL OF PALM SHELL WASTE WHEN USED AS ACTIVED CHARCOAL IN RIAU PROVINCE BY : EDWARD SITINDAON Under Guidance : Drs. Hainim Kadir, M.Si and Dra. Hj. Ritayani Iyan, MS This

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN MATERI. digunakan untuk memindahkan muatan di lokasi atau area pabrik, lokasi

BAB II PEMBAHASAN MATERI. digunakan untuk memindahkan muatan di lokasi atau area pabrik, lokasi 5 BAB II PEMBAHASAN MATERI 2.1 Mesin Pemindah Bahan Mesin pemindah bahan merupakan satu diantara peralatan mesin yang digunakan untuk memindahkan muatan di lokasi atau area pabrik, lokasi konstruksi, tempat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengolahan tandan buah segar (TBS) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dimaksudkan untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengolahan tandan buah segar (TBS) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dimaksudkan untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengolahan tandan buah segar (TBS) di Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dimaksudkan untuk memperoleh minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil) dari daging buah dan inti sawit (kernel)

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH DARWIS SYARIFUDDIN HUTAPEA

KARYA ILMIAH DARWIS SYARIFUDDIN HUTAPEA PENENTUAN KADAR MINYAK YANG TERDAPAT PADA TANDAN BUAH KOSONG SESUDAH PROSES PEMIPILAN SECARA SOKLETASI DI PTP. NUSANTARA III PABRIK KELAPA SAWIT SEI MANGKEI - PERDAGANGAN KARYA ILMIAH DARWIS SYARIFUDDIN

Lebih terperinci

PERILAKU BALOK KOMPOSIT KAYU PANGGOH BETON DENGAN DIISI KAYU PANGGOH DI DALAM BALOK BETON

PERILAKU BALOK KOMPOSIT KAYU PANGGOH BETON DENGAN DIISI KAYU PANGGOH DI DALAM BALOK BETON PERILAKU BALOK KOMPOSIT KAYU PANGGOH BETON DENGAN DIISI KAYU PANGGOH DI DALAM BALOK BETON Vivi Angraini 1 dan Besman Surbakti 2 1 Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl.Perpustakaan No.1

Lebih terperinci

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA

MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA MODEL ALOMETRIK BIOMASSA PUSPA (Schima wallichii Korth.) BERDIAMETER KECIL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI RENDY EKA SAPUTRA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI BATAKO RINGAN MENGGUNAKAN ABU VULKANIK SINABUNG DAN SERAT BATANG PISANG DENGAN PEREKAT POLYESTER SKRIPSI

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI BATAKO RINGAN MENGGUNAKAN ABU VULKANIK SINABUNG DAN SERAT BATANG PISANG DENGAN PEREKAT POLYESTER SKRIPSI PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI BATAKO RINGAN MENGGUNAKAN ABU VULKANIK SINABUNG DAN SERAT BATANG PISANG DENGAN PEREKAT POLYESTER SKRIPSI Diajukan Oleh : NASRUL 100801009 DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

Pelatihan Ulangan Semester Gasal

Pelatihan Ulangan Semester Gasal Pelatihan Ulangan Semester Gasal A. Pilihlah jawaban yang benar dengan menuliskan huruf a, b, c, d, atau e di dalam buku tugas Anda!. Perhatikan gambar di samping! Jarak yang ditempuh benda setelah bergerak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Panen Kelapa sawit Panen merupakan suatu kegiatan memotong tandan buah yang sudah matang, kemudian mengutip tandan dan memungut brondolan, dan mengangkutnya dari pohon ke tempat

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Penetapan Target

PEMBAHASAN Penetapan Target 54 PEMBAHASAN Penetapan Target Tanaman kelapa sawit siap dipanen ketika berumur 30 bulan. Apabila memasuki tahap menghasilkan, tanaman akan terus berproduksi hingga umur 25 tahun. Pada periode tanaman

Lebih terperinci

PENGUJIAN BAJA-TULANGAN

PENGUJIAN BAJA-TULANGAN PENGUJIAN BAJA-TULANGAN 5.1. Umum Besi baja atau sering disebut dengan baja saja merupakan paduan antara abesi dan karbon, dengan kandungan karbon yang lebih sedikit dibandingkan pada besi tuang, tetapi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kelapa Sawit 2.1.1 Sejarah Perkelapa Sawitan Mengenai daerah asal kelapa sawit terdapat beberapa pendapat. Pendapat pertama menyatakan bahwa kalapa sawit berasal dari

Lebih terperinci

Fungsi Utama Rem: Menghentikan putaran poros Mengatur Putaran Poros Mencegah Putaran yang tak dikehendaki. Fungsi rem selanjutnya?

Fungsi Utama Rem: Menghentikan putaran poros Mengatur Putaran Poros Mencegah Putaran yang tak dikehendaki. Fungsi rem selanjutnya? Fungsi Utama Rem: Menghentikan putaran poros Mengatur Putaran Poros Mencegah Putaran yang tak dikehendaki Fungsi rem selanjutnya? Cara Kerja Rem Rem:: 1. Secara Mekanis : dengan gesekan 2. Secara Listrik

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN KEPADATAN RINGAN UNTUK TANAH

METODE PENGUJIAN KEPADATAN RINGAN UNTUK TANAH METODE PENGUJIAN KEPADATAN RINGAN UNTUK TANAH SNI 03-1742-1989 BAB I DESKRIPSI 1.1 Maksud Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan hubungan antara kadar air dan berat isi tanah dengan memadatkan di dalam

Lebih terperinci

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR

BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR BAB III PERENCANAAN DAN GAMBAR 3.1 Flowchart Perencanaan Pembuatan Mesin Pemotong Umbi Proses Perancangan mesin pemotong umbi seperti yang terlihat pada gambar 3.1 berikut ini: Mulai mm Studi Literatur

Lebih terperinci

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN :

Jurnal Flywheel, Volume 1, Nomor 2, Desember 2008 ISSN : ANALISIS SIMULASI PENGARUH SUDUT CETAKAN TERHADAP GAYA DAN TEGANGAN PADA PROSES PENARIKAN KAWAT TEMBAGA MENGGUNAKAN PROGRAM ANSYS 8.0 I Komang Astana Widi Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknologi Industri,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2009 sampai dengan Mei 2010, bertempat di Laboratorium Pengeringan Kayu, Laboratorium Peningkatan Mutu Hasil Hutan dan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN NASKAH SOAL TUGAS AKHIR HALAMAN PERSEMBAHAN INTISARI KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN NASKAH SOAL TUGAS AKHIR HALAMAN PERSEMBAHAN INTISARI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN HALAMAN PERNYATAAN NASKAH SOAL TUGAS AKHIR HALAMAN PERSEMBAHAN INTISARI KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR NOTASI DAN SINGKATAN i

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM

BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM BAB 4 PENGUJIAN LABORATORIUM Uji laboratorium dilakukan untuk mengetahui kekuatan dan perilaku struktur bambu akibat beban rencana. Pengujian menjadi penting karena bambu merupakan material yang tergolong

Lebih terperinci

PENGARUH KAWAT AYAM DALAM PENINGKATAN KEKUATAN PADA BALOK BETON. Abstrak

PENGARUH KAWAT AYAM DALAM PENINGKATAN KEKUATAN PADA BALOK BETON. Abstrak PENGARUH KAWAT AYAM DALAM PENINGKATAN KEKUATAN PADA BALOK BETON oleh : Gita Novitasari 1, Titik Penta Artiningsih 2, Wiratna Tri Nugraha 3 Abstrak Balok adalah elemen beton yang dominan menerima beban

Lebih terperinci

PERENCANAAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI PADA PABRIK PELEBURAN BAJA DENGAN KAPASITAS ANGKAT CAIRAN 10 TON

PERENCANAAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI PADA PABRIK PELEBURAN BAJA DENGAN KAPASITAS ANGKAT CAIRAN 10 TON UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK MESIN MEDAN TUGAS SARJANA MESIN PEMINDAH BAHAN PERENCANAAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI PADA PABRIK PELEBURAN BAJA DENGAN KAPASITAS

Lebih terperinci

IV. PENDEKATAN DESAIN

IV. PENDEKATAN DESAIN IV. PENDEKATAN DESAIN A. Kriteria Desain Alat pengupas kulit ari kacang tanah ini dirancang untuk memudahkan pengupasan kulit ari kacang tanah. Seperti yang telah diketahui sebelumnya bahwa proses pengupasan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK TEKNIK PEMANENAN BUAH SAWIT DAN ANALISIS ENERGI POTENSIAL TANDAN BUAH SAWIT MUHAMMAD IQBAL NAZAMUDDIN

KARAKTERISTIK TEKNIK PEMANENAN BUAH SAWIT DAN ANALISIS ENERGI POTENSIAL TANDAN BUAH SAWIT MUHAMMAD IQBAL NAZAMUDDIN KARAKTERISTIK TEKNIK PEMANENAN BUAH SAWIT DAN ANALISIS ENERGI POTENSIAL TANDAN BUAH SAWIT MUHAMMAD IQBAL NAZAMUDDIN DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Cara uji kelarutan aspal modifikasi dalam toluen dengan alat sentrifus

Cara uji kelarutan aspal modifikasi dalam toluen dengan alat sentrifus Standar Nasional Indonesia Cara uji kelarutan aspal modifikasi dalam toluen dengan alat sentrifus ICS 91.100 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang

Lebih terperinci

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah Standar Nasional Indonesia Cara uji kepadatan ringan untuk tanah ICS 93.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii Pendahuluan... iii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kekuatan sambungan tarik double shear balok kayu pelat baja menurut diameter dan jumlah paku pada sesaran tertentu ini dilakukan selama kurang lebih

Lebih terperinci

KEKUATAN SAMBUNGAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN SIKADUR -31 CF NORMAL

KEKUATAN SAMBUNGAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN SIKADUR -31 CF NORMAL KEKUATAN SAMBUNGAN BALOK BETON BERTULANG DENGAN SIKADUR -31 CF NORMAL TUGAS AKHIR Oleh : Christian Gede Sapta Saputra NIM : 1119151037 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2016 ABSTRAK

Lebih terperinci

ANALISA KEKUATAN BAHAN STEEL 304 TERHADAP KEKUATAN IMPAK BENDA JATUH BEBAS ABSTRAK

ANALISA KEKUATAN BAHAN STEEL 304 TERHADAP KEKUATAN IMPAK BENDA JATUH BEBAS ABSTRAK ANALISA KEKUATAN BAHAN STEEL 304 TERHADAP KEKUATAN IMPAK BENDA JATUH BEBAS M Bima Syah Alam 1, Din Aswan Amran Ritonga, ST, MT 2 1,2 Jurusan Teknik Mesin Sekolah Tinggi Teknik Harapan Medan 2016 E-mail

Lebih terperinci

METODE PENGUJIAN UJI BASAH DAN KERING CAMPURAN TANAH SEMEN DIPADATKAN

METODE PENGUJIAN UJI BASAH DAN KERING CAMPURAN TANAH SEMEN DIPADATKAN METODE PENGUJIAN UJI BASAH DAN KERING CAMPURAN TANAH SEMEN DIPADATKAN SNI 13-6427-2000 1. Ruang Lingkup 1.1 Metode pengujian ini meliputi prosedur penentuan kehilangan campuran tanah semen, perubahan kadar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL EKSPERIMEN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL EKSPERIMEN DAN ANALISIS IV-1 BAB IV HASIL EKSPERIMEN DAN ANALISIS Data hasil eksperimen yang di dapat akan dilakukan analisis terutama kemampuan daktilitas beton yang menggunakan 2 (dua) macam serat yaitu serat baja dan serat

Lebih terperinci

4.3.10. Pokok Bahasan 10: Pengamatan Panen. Tujuan Intruksional Khusus:

4.3.10. Pokok Bahasan 10: Pengamatan Panen. Tujuan Intruksional Khusus: 108 4.3.10. Pokok Bahasan 10: Pengamatan Panen Tujuan Intruksional Khusus: Setelah mengikuti course content ini mahasiswa dapat menjelaskan kriteria, komponen dan cara panen tanaman semusim dan tahunan

Lebih terperinci

STUDI TEMPERATUR OPTIMAL TERHADAP CAMPURAN BAHAN POLYPROPYLENE DAN POLYETHYLENE PADA PROSES MIXING UNTUK PEMAKAIAN PLASTIC INJECTION MOLDING SKRIPSI

STUDI TEMPERATUR OPTIMAL TERHADAP CAMPURAN BAHAN POLYPROPYLENE DAN POLYETHYLENE PADA PROSES MIXING UNTUK PEMAKAIAN PLASTIC INJECTION MOLDING SKRIPSI STUDI TEMPERATUR OPTIMAL TERHADAP CAMPURAN BAHAN POLYPROPYLENE DAN POLYETHYLENE PADA PROSES MIXING UNTUK PEMAKAIAN PLASTIC INJECTION MOLDING SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan terhitung mulai bulan Januari hingga April 2012 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian

Lebih terperinci

PENGARUH CAMPURAN 50% POLYPROPYLENE, 30% POLYETHYLENE, 20% POLYSTYRENE TERHADAP VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES INJECTION MOLDING TIPE TEFORMA RN 350

PENGARUH CAMPURAN 50% POLYPROPYLENE, 30% POLYETHYLENE, 20% POLYSTYRENE TERHADAP VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES INJECTION MOLDING TIPE TEFORMA RN 350 PENGARUH CAMPURAN 50% POLYPROPYLENE, 30% POLYETHYLENE, 20% POLYSTYRENE TERHADAP VARIASI TEMPERATUR PADA PROSES INJECTION MOLDING TIPE TEFORMA RN 350 SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. 2. Air yang berasal dari Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik

III. METODE PENELITIAN. 2. Air yang berasal dari Laboratorium Mekanika Tanah Fakultas Teknik 26 III. METODE PENELITIAN A. Bahan Bahan Penetilian 1. Sampel tanah yang digunakan pada penelitian ini yaitu berupa tanah lempung yang berasal dari Kecamatan Yosomulyo, Kota Metro, Provinsi Lampung. 2.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Penelitian Dalam suatu penelitian dibutuhkan alat dan bahan, demikian juga pada penelitian ini. Berikut adalah peralatan dan bahan-bahan yang digunakan dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biomassa BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Biomassa meliputi semua bahan yang bersifat organik ( semua makhluk yang hidup atau mengalami pertumbuhan dan juga residunya ) (Elbassan dan Megard, 2004). Biomassa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu untuk proses persiapan bahan baku, pembuatan panel, dan pengujian

Lebih terperinci

KAJIAN BEBERAPA SIFAT DASAR BATANG PINANG (Areca catechu L.)

KAJIAN BEBERAPA SIFAT DASAR BATANG PINANG (Areca catechu L.) KAJIAN BEBERAPA SIFAT DASAR BATANG PINANG (Areca catechu L.) HASIL PENELITIAN Oleh : TRISNAWATI 051203021 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik DANNY PUTRA PRATAMA NIM

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik DANNY PUTRA PRATAMA NIM STUDI EKSPERIMENTAL DAN SIMULASI ANSYS 12 PEMBUATAN ASPAL POLIMER DENGAN PERBANDINGAN CAMPURAN POLISTIRENA PADA ASPAL 0:50, 5:45, 15:35, 25:25 DENGAN AGREGAT 300 gr PASIR SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR KONSTRUKSI BAJA GEDUNG DENGAN PERBESARAN KOLOM

TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR KONSTRUKSI BAJA GEDUNG DENGAN PERBESARAN KOLOM TUGAS AKHIR PERENCANAAN STRUKTUR KONSTRUKSI BAJA GEDUNG DENGAN PERBESARAN KOLOM Diajukan sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Teknik Setrata I (S-1) Disusun oleh : NAMA : WAHYUDIN NIM : 41111110031

Lebih terperinci

MESIN PEMINDAH BAHAN PERANCANGAN HOISTING CRANE DENGAN KAPASITAS ANGKAT 5 TON PADA PABRIK PENGECORAN LOGAM

MESIN PEMINDAH BAHAN PERANCANGAN HOISTING CRANE DENGAN KAPASITAS ANGKAT 5 TON PADA PABRIK PENGECORAN LOGAM MESIN PEMINDAH BAHAN PERANCANGAN HOISTING CRANE DENGAN KAPASITAS ANGKAT 5 TON PADA PABRIK PENGECORAN LOGAM SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik KURNIAWAN

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1.

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Hasil Pengujian Agregat. Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1. BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Pengujian Agregat Hasil pengujian agregat ditunjukkan dalam Tabel 5.1. Tabel 5.1 Hasil pengujian agregat kasar dan halus No Jenis Pengujian Satuan Hasil Spesifikasi

Lebih terperinci

E(Pa) E(Pa) HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengujian Tarik Material Kayu. Spesimen uji tarik pada kayu dilakukan pada dua spesimen uji.

E(Pa) E(Pa) HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengujian Tarik Material Kayu. Spesimen uji tarik pada kayu dilakukan pada dua spesimen uji. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. Pengujian Tarik Material Kayu Spesimen uji tarik pada kayu dilakukan pada dua spesimen uji. Dengan mengacu pada ASTM (American Standart for Testing Material) Wood D07 Tensile

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam membangun suatu jalan, tanah dasar merupakan bagian yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Dalam membangun suatu jalan, tanah dasar merupakan bagian yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Dalam membangun suatu jalan, tanah dasar merupakan bagian yang sangat penting, karena tanah dasar akan mendukung seluruh beban lalulintas atau beban konstruksi diatasnya. Jika

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI KUAT ARUS LAS LISTRIK PADA SUDUT KAMPUH V GANDA TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KETANGGUHAN IMPACT DARI MATERIAL ST 37

PENGARUH VARIASI KUAT ARUS LAS LISTRIK PADA SUDUT KAMPUH V GANDA TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KETANGGUHAN IMPACT DARI MATERIAL ST 37 PENGARUH VARIASI KUAT ARUS LAS LISTRIK PADA SUDUT KAMPUH V GANDA TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KETANGGUHAN IMPACT DARI MATERIAL ST 37 SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar

Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar Standar Nasional Indonesia Cara uji berat jenis dan penyerapan air agregat kasar ICS 91.100.15; 91.010.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii Pendahuluan... iii 1 Ruang

Lebih terperinci

Absorption and sinking speed of the strand from bark of Terap (Artocarpus elasticus)

Absorption and sinking speed of the strand from bark of Terap (Artocarpus elasticus) Absorption and sinking speed of the strand from bark of Terap (Artocarpus elasticus) By Fatmasari Isra 1), Nofrizal 2) dan Irwandy Syofyan 2) ABSTRAK ayiiqpurple9@gmail.com An experiment to test of absorption

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MORTAR PADA LIMBAH ABU KELAPA SAWIT. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Kampus Binawidya Km 12,5 Pekanbaru, 28293, Indonesia

KARAKTERISTIK MORTAR PADA LIMBAH ABU KELAPA SAWIT. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Kampus Binawidya Km 12,5 Pekanbaru, 28293, Indonesia KARAKTERISTIK MORTAR PADA LIMBAH ABU KELAPA SAWIT Riski Febriani 1, Usman Malik 2, Antonius Surbakti 2 1 Mahasiswa Program Studi S1Fisika 2 Dosen Jurusan Fisika 2 Dosen Jurusan Fisika Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Studi Awal Pembuatan Komposit Papan Serat Berbahan Dasar Ampas Sagu

Studi Awal Pembuatan Komposit Papan Serat Berbahan Dasar Ampas Sagu Studi Awal Pembuatan Komposit Papan Serat Berbahan Dasar Ampas Sagu Mitra Rahayu1,a), Widayani1,b) 1 Laboratorium Biofisika, Kelompok Keilmuan Fisika Nuklir dan Biofisika, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

PENGARUH MODIFIKASI TULANGAN BAMBU GOMBONG TERHADAP KUAT CABUT BAMBU PADA BETON (198S)

PENGARUH MODIFIKASI TULANGAN BAMBU GOMBONG TERHADAP KUAT CABUT BAMBU PADA BETON (198S) PENGARUH MODIFIKASI TULANGAN BAMBU GOMBONG TERHADAP KUAT CABUT BAMBU PADA BETON (198S) Herry Suryadi 1, Matius Tri Agung 2, dan Eigya Bassita Bangun 2 1 Dosen, Program Studi Teknik Sipil, Universitas Katolik

Lebih terperinci

PERANCANGAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI DI WORKSHOP PEMBUATAN PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS ANGKAT 10 TON

PERANCANGAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI DI WORKSHOP PEMBUATAN PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS ANGKAT 10 TON TUGAS SARJANA MESIN PEMINDAH BAHAN PERANCANGAN OVERHEAD TRAVELLING CRANE YANG DIPAKAI DI WORKSHOP PEMBUATAN PABRIK KELAPA SAWIT DENGAN KAPASITAS ANGKAT 10 TON OLEH : RAMCES SITORUS NIM : 070421006 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 13 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 - April 2012 di Laboratorium Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu dan Laboratorium Teknologi dan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SERAT PINANG (Areca catechu L. Fiber) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN SIFAT FISIS BAHAN CAMPURAN SEMEN GIPSUM

PENGARUH PENAMBAHAN SERAT PINANG (Areca catechu L. Fiber) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN SIFAT FISIS BAHAN CAMPURAN SEMEN GIPSUM PENGARUH PENAMBAHAN SERAT PINANG (Areca catechu L. Fiber) TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN SIFAT FISIS BAHAN CAMPURAN SEMEN GIPSUM Suci Olanda, Alimin Mahyudin Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas Kampus

Lebih terperinci

ANALISA TEKNIK DAN EKONOMIS VARIASI JENIS BAMBU SEBAGAI BAHAN LAMINASI UNTUK PEMBUATAN KAPAL IKAN

ANALISA TEKNIK DAN EKONOMIS VARIASI JENIS BAMBU SEBAGAI BAHAN LAMINASI UNTUK PEMBUATAN KAPAL IKAN ANALISA TEKNIK DAN EKONOMIS VARIASI JENIS BAMBU SEBAGAI BAHAN LAMINASI UNTUK PEMBUATAN KAPAL IKAN Disusun oleh : Yohanes Edo Wicaksono (4108.100.048) Dosen Pembimbing : Ir. Heri Supomo, M.Sc Sri Rejeki

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan mulai Juli 2011 Januari 2012 dan dilaksanakan di Bagian Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Bagian Kimia Hasil Hutan, Bagian Biokomposit

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

LATIHAN SOAL MENJELANG UJIAN TENGAH SEMESTER STAF PENGAJAR FISIKA TPB

LATIHAN SOAL MENJELANG UJIAN TENGAH SEMESTER STAF PENGAJAR FISIKA TPB LATIHAN SOAL MENJELANG UJIAN TENGAH SEMESTER STAF PENGAJAR FISIKA TPB Soal No. 1 Seorang berjalan santai dengan kelajuan 2,5 km/jam, berapakah waktu yang dibutuhkan agar ia sampai ke suatu tempat yang

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Energi Biomassa, Program Studi S-1 Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Oleh : YOLIVIA ASTRIANIEZ SEESAR F14053159 2009 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

ANALISA KEKUATAN IMPAK CONCRETE FOAM DENGAN VARIASI KOMPOSISI POLIURETAN YANG DIPERKUAT SERAT TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT AKIBAT IMPAK JATUH BEBAS

ANALISA KEKUATAN IMPAK CONCRETE FOAM DENGAN VARIASI KOMPOSISI POLIURETAN YANG DIPERKUAT SERAT TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT AKIBAT IMPAK JATUH BEBAS ANALISA KEKUATAN IMPAK CONCRETE FOAM DENGAN VARIASI KOMPOSISI POLIURETAN YANG DIPERKUAT SERAT TANDAN KOSONG KELAPA SAWIT AKIBAT IMPAK JATUH BEBAS SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh

Lebih terperinci

KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA

KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA PUTRI KOMALASARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci