BAB II TINJAUAN PUSTAKA. raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga."

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap satu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Tindakan seseorang biasanya muncul dan sesuai dengan pola ataupun model yang ada pada masyarakat. Ada enam tingkatan pengetahuan, yakni 1. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini merupakan tingkat pengetahun yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain menyebutkan, menguraikan, mendefenisikan, meyatakan dan sebagainya. 2. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

2 menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari. 3. Aplikasi (aplication) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. 4. Analisis (analisys) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabaran materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam satu struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemanpuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya. 5. Sintesis (synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam satu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang sudah ada. Misalnya, dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada. 6. Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemapuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu didasarkan pada

3 suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang sudah ada (Notoadmodjo, 2003) 2.2 Sikap Sikap dapat dianggap sebagai suatu predisposisi umum untuk berespons atau bertindak secara positif atau negatif terhadap suatu objek atau orang disertai emosi positif atau negatif. Dengan kata lain sikap perlu penilaian. Ada penilaian positif, negatif dan netral tanpa reaksi afektif apapun, umpama tertarik kepada seseorang, benci terhadap suatu iklan, suka makanan tertentu. Ini semua adalah contoh sikap. Sikap dipengaruhi oleh kepribadian, pengalaman, pendapat umum, dan latar belakang. Sikap mewarnai pandangan terhadap seseorang terhadap suatu objek, memengaruhi perilaku dan relasi dengan orang lain. Untuk bersikap harus ada penilaian sebelumnya. Sikap bisa baik atau tidak baik. Perasaan sering berakar dalam sikap dan sikap dapat diubah. Sikap biasanya sedikit atau banyak berhubungan dengan kepercayaan. Dalam beberapa hal sikap merupakan akibat dari suatu kumpulan kepercayaan (Maramis, 2006) Menurut Notoatmodjo (2003), sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Dari batasanbatasan tentang sikap oleh Campbell (1950), Allport (1954), Cardno (1955), Notoatmodjo menyimpulkan bahwa manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus

4 tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup, bukan merepakan reaksi terbuka atau tingkah laku yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2003) Pembentukan Sikap Manusia mempunyai dua sumber dasar informasi tentang dunia, yaitu pengalaman kita sendiri dan apa yang dikatakan orang lain. Penelitian menunjukkan bahwa pengalaman memang mempengaruhi sikap, namun kadang-kadang tidak begitu jelas pengaruhnya. Misalnya, kebiasaan melakukan sesuatu karena sikap positif terhadap hal itu. Karena sikap positif, maka hal itu kemudian lebih sering dilakukan sehingga stimulus yang didapatkan menjadi lebih sering juga. Lalu dikatakan bahwa hal itu lebih disenangi dibandingkan hal lain. Karena sikap kita mengenai banyak aspek lingkungan tidak berdasarkan pada pengalaman langsung, maka banyak informasi yang diberikan oleh orang lain mengenai hal itu mungkin merupakan penentu paling penting dalam sikap kita. Sikap kita terhadap hal-hal yang belum pernah kita temui atau alami dipengaruhi oleh informasi dari orang lain, mungkin orang-orang yang dekat dengan kita, orang tua, saudara, atau mungkin

5 sumber berita yang lebih jauh, seperti surat kabar, majalah maupun internet (Maramis, 2006) Ciri-ciri dan Fungsi Sikap Sikap menentukan jenis atau tabiat tingkah laku dalam hubungannya dengan perangsang yang relevan, orang-orang atau kejadian-kejadian. Dapat dikatakan bahwa sikap merupakan faktor internal, tetapi tidak semua faktor internal adalah sikap. Adapun ciri-ciri sikap menurut Ahmadi dalam Gultom (2006) adalah sebagai berikut: a. Sikap itu dipelajari (learnability) Sikap merupakan hasil belajar. Ini perlu perlu dibedakan dari motif-motif psikologi lainnya, misalnya : lapar, haus adalah motif psikologis yang tidak dipelajari, sedangkan pilihan kepada salah satu jenis makanan adalah sikap. Beberapa sikap dipelajari tidak sengaja dan tanpa kesadaran kepada sebagian individu. Barangkali yang terjadi adalah mempelajari sikap dengan sengaja bila individu mengerti bahwa hal itu akan membawa lebih baik (untuk dirinya sendiri), membantu tujuan kelompok, atau memperoleh sesuatu nilai yang sifatnya perseorangan. b. Memilik kestabilan (stability) Sikap bermula dari dipelajari, kemudian menjadi lebih kuat, tetap stabil, melalui pengalaman, misalnya; perasaan suka dan tidak suka terhadap warna tertentu (spesifik) yang sifatnya berulang-ulang atau memiliki frekuensi yang tinggi.

6 c. Personal-sociaetalsignificance Sikap melibatkan hubungan antara seseorang dan orang lain dan juga antara orang dengan barang atau situasi. Jika seseorang merasa bahwa orang lain menyenangkan, terbuka serta hangat, maka ini sangat berarti bagi dirinya. d. Berisi kognisi dan afeksi Komponen kognisi daripada sikap berisi informasi yang faktual, misalnya objek itu dirasakan menyenangkan dan tidak menyenangkan. e. Approach-avoidance directionality Bila seseorang memiliki sikap yang favorable terhadap suatu objek, mereka akan mendekati dan membantunya. Sebaliknya bila seseorang memiliki sikap yang unfavorable, maka akan menghindarinya. Pendekatan fungsional terhadap sikap berusaha menerangkan mengapa kita mempertahankan sikap-sikap tertentu. Hal ini dilakukan dengan meneliti dasar motivasi, yaitu kebutuhan apa yang terpenuhi bila sikap itu dipertahankan. Katz (1960) dalam Maramis (2006) mengemukakan empat fungsi dasar sikap yaitu sebagai berikut: Fungsi penyesuaian Suatu sikap dapat dipertahankan karena mempunyai nilai menolong yang berguna, memungkinkan individu untuk mengurangi hukuman dan menambah ganjaran bila berhadapan dengan orang-orang di sekitarnya. Fungsi ini berhubungan dengan teori proses belajar. Fungsi pembelaan ego

7 Fungsi ini berhubungan dengan teori Freud. Di sini sikap itu membela individu terhadap informasi yang tidak menyenangkan atau yang mengancam. Lain daripada sikap dengan fungsi penyesuaian, sikap dengan fungsi pembelaan ego keluar dari konflik internal individu dan bukan dari pengalaman dengan objek sikap yang sebenarnya. Fungsi ekspresi nilai Beberapa sikap dipegang seseorang karena mewujudkan nilai-nilai pokok dan konsep dirinya. Kita semua menganggap diri kita sebagai orang yang seperti ini dan itu (apakah sesungguhnya demikian atau tidak adalah soal lain); dengan mempunyai sikap tertentu anggapan itu ditunjang. Ganjaran yang diterima dari itu bukan datang dari lingkungan atau respon dari orang-orang lain, tetapi dari dalam diri kita sendiri. Fungsi pengetahuan Kita harus dapat memahami dan mengatur dunia sekitar kita. Suatu sikap yang dapat membantu fungsi ini memungkinkan individu untuk mengatur dan membentuk beberapa aspek pengalamannya. Sikap yang sama dapat mempunyai berbagai fungsi bagi orang yang berbeda. Sikap prasangka rasial dapat membantu fungsi pembelaan ego bagi beberapa orang. Untuk orang lain sikap itu dapat membantu fungsi penyesuaian, yaitu sikap prasangka dipertahankan karena dipuji oleh orang-orang lain. Selanjutnya, sikap yang sama dapat mempunyai lebih dari satu fungsi bagi satu orang.

8 2.2.3 Perubahan Sikap Fishbein dan Ajzen ( 1975 ) dalam Maramis ( 2006 ) menyusun suatu Model Perubahan Perilaku. Untuk mengubah perilaku X perlu ada niat ( intensi ) untuk mengubahnya. Niat itu dikuatkan oleh sikap positif terhadap perilaku X. Sikap itu dikuatkan oleh kepercayaan dan penilaian positif tentang akibat perilaku X. Intensi itu juga dikuatkan oleh norma subjektif yang baik mengenai perilaku X. Norma subjektif ini dikuatkan oleh kepercayaan normatif dan motivasi untuk menuruti (Smet 1994) Kepercayaan, Sikap, Niat, dan Perilaku ( Belief,Attitute, Intention, and Behavior ) Informasi Dasar : Kepercayaan dan penilaian tentang akibat perilaku X Sikap terhadap perilaku X Niat untuk melakukan perilaku X Perilaku X Informasi Dasar : Kepercayaan normative Motivasi untuk menuruti Norma subjektif mengenai Perilaku X Model Perubahan Perilaku (Fishbein dan Ajzen, 1975) 2.3 Teori tentang Penggunaan Pelayanan Kesehatan Menurut Levey dan Loombo yang dijabarkan oleh Azrul Azwar (1996), menyatakan bahwa pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan

9 secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat. Dalam mencapai kesejahteraan dan pemeliharaan penyembuhan penyakit sangat diperlukan pelayanan kesehatan yang bermutu dimana tanpa adanya pelayanan kesehatan yang bermutu dan menyeluruh di wilayah Indonesia ini tidak akan tercapai derajat kesehatan yang optimal (Azwar, 1996). Dari beberapa hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan polapola penggunaan pelayanan kesehatan pada beberapa daerah. Hal ini tidak dapat dijelaskan hanya karena adanya perbedaan morbidity rate atau karakteristik demografi penduduk, tetapi faktor-faktor sosial budaya atau faktor-faktor penting yang menyebabkan tidak digunakannya fasilitas kesehatan. Penggunaan pelayanan kesehatan tidak perlu diukur hanya dalam hubungannya dengan individu tetapi dapat diukur berdasarkan unit keluarga (Sarwono, 1997). Banyak teori yang berkaitan dengan alasan seseorang ketika memilih dan menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan, diantaranya : Teori Andersen/ Health System Model Menurut teori Anderson dalam Muzaham (1995), ada tiga faktor yang mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan yaitu : 1. Mudahnya menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan (karakteristik predisposisi) 2. Adanya faktor-faktor yang menjamin terhadap pelayanan kesehatan yang ada (karakteristik pendukung)

10 3. Adanya kebutuhan pelayanan kesehatan (karakteristik kebutuhan) Predisposing Enabling Need Health Service Use Ilustrasi Model Anderson Model Kepercayaan Kesehatan / Health Belief Model HBM telah berkembang di tahun 1950 oleh para ahli psikologi sosial. Berkembangnya pelayanan kesehatan masyarakat akibat kegagalan dari orang atau masyarakat untuk menerima usaha-usaha pencegahan dan penyembuhan penyakit yang diselenggarakan oleh provider (Glanz, 2002). Ada 5 variabel yang menyebabkan seseorang mengobati penyakitnya : 1. Kerentanan yang dirasakan (perceived susceptibility) Persepsi seseorang terhadap resiko dari suatu penyakit. Agar seseorang bertindak untuk mengobati atau mencegah penyakitnya, ia harus merasakan bahwa ia rentan terhadap penyakit tersebut. 2. Keparahan yang dirasakan (perceived seriousness) Tindakan seseorang dalam pencarian pengobatan dan pencegahan penyakit dapat disebabkan karena keseriusan dari suatu penyakit yang dirasakan misalnya dapat menimbulkan kecacatan, kematian, atau kelumpuhan, dan juga dampak sosial seperti dampak terhadap pekerjaan, kehidupan keluarga, dan hubungan sosial. 3. Keuntungan yang dirasakan (perceived benefits) Penerimaan seseorang terhadap pengobatan penyakit dapat disebabkan karena keefektifan dari tindakan yang dilakukan untuk mengurangi penyakit. Faktor

11 lainnya termasuk yang tidak berhubungan dengan perawatan seperti, berhenti merokok dapat menghemat uang. 4. Hambatan yang dirasakan (perceived barriers) Dampak negatif yang ditimbulkan oleh tindakan pencegahan penyakit akan mempengaruhi seseorang untuk bertindak. Pada umumnya manfaat tindakan lebih menentukan daripada rintangan atau hambatan yang mungkin ditemukan dalam melakukan tindakan tersebut. 5. Isyarat atau tanda-tanda untuk bertindak (cues to action) Kesiapan seseorang akibat kerentanan dan manfaat yang dirasakan dapat menjadi faktor yang potensial untuk melakukan tindakan pengobatan. Selain faktor lainnya seperti faktor lingkungan, media massa, atau anjuran dari keluarga, teman-teman dan sebagainya. 6. Keyakinan akan diri sendiri (self efficacy) Kepercayaan seseorang terhadap kemampuannya dalam pengambilan tindakan (Glanz, 2002) Theory of Reasoned Action TRA pertama kali diperkenalkan pada tahun 1967 untuk melihat hubungan keyakinan, sikap, niat dan perilaku. Fishbein, 1967 mengembangkan TRA ini dengan sebuah usaha untuk melihat hubungan sikap dan perilaku (Glanz, 2002). Faktor yang paling penting dalam seseorang berperilaku adalah adanya niat. Niat akan ditentukan oleh sikap seseorang. Dan sikap ditentukan oleh keyakinan seseorang akibat dari tindakan yang akan dilakukan. Diukur dengan evaluasi terhadap masing-masing akibat. Jadi, seseorang yang memiliki keyakinan yang kuat

12 akan akibat dari tindakan yang dilakukan secara positif akan menghasilkan sikap yang positif pula. Sebaliknya jika seseorang tidak yakin akan akibat dari perilaku yang dilakukan dengan positif akan menghasilkan sikap yang negatif (Glanz, 2002). Niat seseorang untuk berperilaku juga dapat dipengaruhi oleh norma individu dan motivasi untuk mengikuti. Norma individu dapat dipengaruhi oleh norma-norma atau kepercayaan di masyarakat. 2.4 Aspek Sosial Budaya dalam Pencarian Pelayanan Kesehatan Walaupun jaminan kesehatan dapat membantu banyak orang yang berpenghasilan rendah dalam memperoleh perawatan yang mereka butuhkan, tetapi ada alasan lain disamping biaya perawatan kesehatan, yaitu adanya celah diantara kelas sosial dan budaya dalam penggunaan pelayanan kesehatan (Sarafino, 2002). Seseorang yang berasal dari kelas sosial menengah ke bawah merasa diri mereka lebih rentan untuk terkena penyakit dibandingkan dengan mereka yang berasal dari kelas atas. Sebagai hasilnya mereka yang berpenghasilan rendah lebih tidak mungkin untuk mencari pencegahan penyakit (Sarafino, 2002) Faktor Sosial dalam Penggunaan Pelayanan Kesehatan a. Cenderung lebih tinggi pada kelompok orang muda dan orang tua b. Cenderung lebih tinggi pada orang yang berpenghasilan tinggi dan berpendidikan tinggi c. Cenderung lebih tinggi pada kelompok Yahudi dibandingkan dengan penganut agama lain. d. Persepsi sangat erat hubungannya dengan penggunaan pelayanan kesehatan.

13 2.4.2 Faktor Budaya dalam Penggunaan Pelayanan Kesehatan Faktor kebudayaan yang mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan diantaranya adalah : a. Rendah penggunaan pelayanan kesehatan pada suku bangsa terpencil. b. Ikatan keluarga yang kuat lebih banyak menggunakan fasilitas pelayanan kesehatan. c. Meminta nasehat dari keluarga dan teman-teman. d. Pengetahuan tentang sakit dan penyakit. Dengan asumsi jika pengetahuan tentang sakit meningkat maka penggunaan pelayanan kesehatan juga meningkat. e. Sikap dan kepercayaan masyarakat terhadap provider sebagai pemberi pelayanan kesehatan Reaksi dalam Proses Mencari Pengobatan Masyarakat atau anggota masyarakat yang mendapat penyakit, dan tidak merasakan sakit (disease but no illness) sudah barang tentu tidak akan bertindak apaapa terhadap penyakitnya tersebut. Tetapi bila mereka diserang penyakit dan juga merasakan sakit, maka baru timbul berbagai macam perilaku dan usaha. Penyelidikan E.A. Suchman (1965) tentang perilaku kesehatan dalam konteks sosial budaya cukup memberi harapan, dan menyangkut hubungan yang bersifat hipotesis antara orientasi kesehatan atau perilaku dengan hubungan sosial atau struktur kelompok. Model Suchman yang terpenting adalah menyangkut pola sosial dan perilaku sakit yang tampak pada cara orang mencari, menemukan, dan melakukan perawatan.

14 Pendekatan yang digunakan berkisar pada adanya 4 unsur yang merupakan faktor utama dalam perilaku sakit, yaitu: 1. Perilaku itu sendiri; 2. Sekuensinya; 3. Tempat atau ruang lingkup dan 4. Variasi perilaku selama tahap-tahap perwatan. Suchman sangat memperhatikan perilaku sakit. Ia mendefenisikan sebagai cara bilamana gejala dirasakan, dinilai dan kemudian bertindak untuk mengenalinya sebagai rasa sakit, disconfort atau mengatasi rasa sakit tersebut. Analisis ini untuk mengidentifikasikan pola pencarian, penemuan dan penyelenggaraan perawatan. Oleh karena itu pengembangan teori yang mengikuti individu mulai dari cara pandang dan mengenal penyakit sehingga kembali sehat di tangan petugas kesehatan. Unsur pertama, perilaku sakit menyangkut serangkaian konsep-konsep yang menggambarkan alternatif perilaku, berikut akibatnya yaitu: 1. Shopping, adalah proses mencari alternatif sumber pengobatan guna menemukan seseorang yang dapat memberikan diagnosa dan pengobatan sesuai dengan harapan si sakit. 2. Fragmentation adalah proses pengobatan oleh beberapa fasilitas kesehatan pada lokasi yang sama. Contoh : berobat ke dokter sekaligus ke sinse dan dukun. 3. Procastination ialah proses penundaan, menangguhkan atau mengundurkan upaya pencarian pengobatan meskipun gejala penyakitnya sudah dirasakan.

15 4. Self medication adalah proses pengobatan sendiri dengan menggunakan berbagai ramuan atau obat-obatan yang dinilainya tepat baginya. 5. Discontinuity adalah melakukan proses membatalkan atau penghentian pengobatan (Muzaham, 1995). Menurut paradigma Suchman, urutan peristiwa medis dibagi atas 5 tingkat, yaitu: pengalaman dengan gejala penyakit, penilaian terhadap peran sakit, kontak dengan perawatan medis, jadi pasien, sembuh atau masa rehabilitasi. Pada setiap tingkat setiap orang harus mengambil keputusan-keputusan dan melakukan perilakuperilaku tertentu yang berkaitan dengan kesehatan. Pada tingkat permulaan terdapat tiga dimensi gejala yang menjadi pertanda adanya ketidakberesan dalam diri seseorang, yaitu: 1. Adanya rasa sakit, kurang enak badan atau sesuatu yang tidak biasa dialami. 2. Pengetahuan seseorang tentang gejala tersebut mendorongnya membuat penafsiran-penafsiran yang berkaitan dengan akibat penyakit serta gangguan terhadap fungsi sosialnya. 3. Perasaan terhadap gejala penyakit tersebut berupa rasa takut atau cemas. Perlu diketahui bahwa kesimpulan yang diperoleh seseorang pada tahap pengenalan gejala penyakit (seperti juga pada tahap-tahap lainnya), berbeda satu sama lain. Secara teoritis, setelah tahap pengalaman gejala hingga tahap mengira bahwa dirinya sakit, terbuka beberapa alternatif yang dapat dipilih seseorang, misalnya menolak anggapan bahwa dirinya sakit atau mengulur waktu mencari pertolongan medis.

16 Pada saat orang mengira bahwa dirinya sakit, maka orang akan mencoba mengurangi atau mengontrol atau mengurangi gejala tersebut melalui pengobatan sendiri. Sementara itu pihak keluarga dan teman-teman dimintai nasehat, sistem rujukan awam (lay-referral system) dapat mempengaruhi seseorang untuk berperan untuk berperan sakit, sedangkan upaya mendiskusikan gejala itu dengan orang-orang terdekat atau orang penting lainnya betujuan untuk memperoleh pengakuan yang diperlukan agar ia mendapat kebebasan dari tuntutan dan tanggung jawab sosial tertentu. Selanjutnya, pada saat berhubungan dengan pihak pelayanan kesehatan, pelaksana tenaga kesehatan dapat membantu kebutuhan fisik dan psikologis pasien, dengan jalan memberikan diagnosis dan pengobatan terhadap gejala, atau memberikan pengesahan (legitimacy) agar pasien dibebaskan dari tuntutan-tuntutan, tanggung jawab dan kegiatan tertentu. Seperti juga pada tahap-tahap sebelumnya, seseorang bisa dipercaya dan menerima tindakan atau saran untuk pengobatan, dan bisa juga menolaknya. Boleh jadi juga ia akan mencari informasi serta pendapatpendapat dari sumber pelayanan kesehatan lainnya. Suchman (1965) memformulasikan suatu pernyataan teoritis mengenai hubungan antara struktur sosial dan orientasi kesehatan dengan variasi respon individu terhadap penyakit dan perawatan kesehatan. Dalam pengembangan model ini, Suchman membahas fungsi dari berbagai faktor lain (faktor tempat, variasi respon terhadap penyakit, perawatan kesehatan) sesuai dengan kelima tahap penyakit dan proses perawatan kesehatan tersebut. Struktur sosial kelompok ditentukan oleh keadaan sosial dari tiga tingkat kelompok, yaitu tingkat komunitas, persahabatan, dan keluarga. Pada tingkat

17 komunitas, derajat hubungan sosial diukur dengan kuat tidaknya rasa kesukuan, pada tingkat sosial diukur dengan solidaritas persahabatan, dan pada tingkat keluarga ditandai dengan kuat tidaknya orientasi terhadap tradisi dan otoritas. Ketiga dimensi hubungan sosial tersebut dikombinasikan kedalam suatu indeks kosmopolitan parokial struktur sosial. Parokialisme diartikan sebagai suatu keadaan sosial dimana terdapat rasa kesukuan yang kuat, solidaritas persahatan tinggi, dan sangat berorientasi pada tradisi dan otoritas dalam keluarga. Orientasi kesehatan seseorang dilihat sebagai suatu kontinum yang dibedakan atas orientasi ilmiah ( bersifat objektif, profesional, dan impersonal ) dan orientasi populer ( bersifat subjektif, awam dan personal ), yang disesuaikan menurut tingkat pengetahuan pasien mengenai penyakit, skeptisisme terhadap perawatan kesehatan, dan ketergantungan seseorang akibat penyakit. Orientasi pada kesehatan populer ditandai oleh rendahnya tingkat pengetahuan tentang penyakit (dimensi kognitif), tingginya tingkat skeptisisme terhadap perawatan medis ( dimensi afektif ), dan tingginya tingkat ketergantungan seseorang akibat penyakit ( dimensi perilaku ). Suchman mengemukakan hipotesis bahwa, perilaku kesehatan yang terjadi pada setiap tahap penyakit seperti dikemukakan di atas mencerminkan orientasi kesehatan serta afiliasi masing-masing kelompok sosial. Variasi perilaku ini mempengaruhi kemajuan setiap tahap penyakit tersebut. Misalnya, seseorang yang berorientasi kepada kesehatan polpuler dan cenderung pada afiliasi kelompok parokial akan berperilaku : kurang cepat tanggap dan kurang serius terhadap bahaya yang mungkin terjadi selama masa permulaan gejala yang dirasakan; meminta persetujuan orang lain secara berulang-ulang untuk menyakinkan bahwa ia boleh

18 meninggalkan tanggung jawab tertentu ; berusaha melakukan pengobatan sendiri dengan obat paten atau ramuan-ramuan dan ragu bertindak pada saat ia mengetahaui dirinya sakit; lalai dalam mencari pertolongan medis, bertukar-tukar dokter serta sanksi terhadap diagnosis pelayanan kesehatan, selama masa kontak dengan pelayanan medis; sulit mengatasi berbagai masalah yang timbul pada saat sakit dan tidak sanggup menjalankan aturan perawatan medis; dan cepat meninggalkan uperan sakit ( atau, bila ia menderita penyakit kronis ia menolak sakit berkepanjangan atau mengabaikan rehabilitasi kesehatannya ). 2.5 Masyarakat Pak-pak Banyak kalangan dan ahli mengelompokkan Pak-pak sebagai bagian dari sub etnis Batak. Pendapat ini bisa saja bila ditinjau dari aspek kesamaan atau kemiripan dari berbagai unsur kebudayaan yang dimiliki, seperti adanya kesamaan struktur sosial, bahasa dan sistem kekerabatan. Dalam hal sistem kekerabatan misalnya, sama seperti orang Karo, Toba, Simalungun dan Mandailing, orang Pak-pak juga menganut sistem patrilineal. Dengan demikian klen (marga) diperhitungkan berdasarkan garis keturunan lak-laki. bentuk perkawinan adalah eksogami marga, artinya seseorang harus kawin diluar marganya dan kalau kawin dengan orang semarga dianggap melanggar adat karena dikategorikan sebagai sumbang (incest) (wahyudi, dkk, 2002). Secara geografis pun sub etnis Pak-pak berbatasan langsung dengan sub etnis Batak lainnya. Malah beberapa nama marga dari masing-masing sub etnis hampir sama sebutannya dan bahkan diakui berasal dari nenek moyang yang sama. Contohnya marga : Manik Siketang (Sihotang), Lembeng (Limbong), Solin (Selian),

19 Kabeaken (Habeahan) dan marga-marga lainnya. Secara teoritis kesamaan bisa terjadi karena faktor intensitas dari proses difusi, akulturasi dan asimilasi, disamping didukung oleh faktor geografi. Demikian juga dari segi komunitas, etnis-etnis tersebut hidup berdampingan di wilayah Sumatera Utara (Berutu, 1998). Namun bila mengacu kepada ciri-ciri etnis yang dikategorikan oleh Koentjaraningrat (1990), bahwa suatu suku bangsa ditandai dengan adanya kebudayaan tersendiri, wilayah komunitas daerah asal, adanya rasa identitias bersama dan adanya bahasa, maka masing-masing sub etnis Batak tersebut dapat juga dikategorikan sebagai etnis atau suku bangsa tersendiri termasuk Pak-pak Gambaran Umum Kondisi Sosial Budaya Masyarakat Pak-pak Berdasarkan dialek dan wilayah persebarannya, Pak-pak dapat diklasifikasikan menjadi lima bagian (Suak) besar, yakni Pak-pak Sim-sim, Pak-pak Keppas, Pak-pak pegagan, Pak-pak Boang dan Pak-pak Kelasen (Berutu, 2002), dan masing-masing daerah persebarannya adalah: 1. Pak-pak Sim-sim, yakni orang Pak-pak yang menetap dan memiliki hak ulayat di wilayah Sim-sim. Misalnya marga Berutu, Sinamo, Padang, Solin, Banurea, Tinendung, Sitakar, dan lain-lain. Dalam administrasi pemerintahan Republik Indonesia berada pada Kabupaten Pak-pak Bharat. 2. Pak-pak Keppas, yakni orang Pak-pak yang menetap dan berdialek Keppas. Misalnya marga Ujung, Angkat, Bintang, Bako, Maha, dan lain-lain. Dalam administrasi pemerintahan Republik Indonesia berada pada Kabupaten Dairi, mencakup wilayah Kecamatan Silima Pungga-Pungga, Kecamatan Tanah Pinem, Kecamatan Sidikalang.

20 3. Pak-pak Pegagan, yakni Pak-pak yang berdialek Pegagan. Misalnya marga Lingga, Mataniari, Maibang, Manik Siketang, dan lain-lain. Dalam administrasi pemerintahan Republik Indonesia berada pada Kabupaten Dairi Kecamatan Sumbul, Pegagan Hilir dan Tiga Lingga. 4. Pak-pak Kelasen, yakni Pak-pak yang berdialek Kelasen. Misalnya marga Tumangger, Tinambunan, Anak Ampun, Kesogihen, Maharaja, Meka, dan lainlain. Dalam administrasi pemerintahan Republik Indonesia berada pada Kabupaten Tapanuli Utara Kecamatan Parlilitan dan kecamatan Pakkat, Kabupaten Tengah Kecamatan Barus. 5. Pak-pak Boang, yakni Pak-pak yang berdialek Boang. Misalnya marga Sambo, Penarik, Sasraan dan lain-lain. Dalam administrasi pemerintahan Republik Indonesia berada pada Kabupaten Aceh Selatan, Kecamatan Simpang Kiri dan kecamatan Simpang Kanan (Berutu, 1998) Pengakuan atas dasar identitas dan permasalahan yang nyata dihadapi, serta menyatukan langkah untuk maju kedepan merupakan salah satu masalah besar masyarakat ini. Friksi antar suak maupun antar agama pada dasarnya ada dalam masyarakat. Ditambah dengan penguasaan tanah antar marga. Maka Pak-pak dikatakan cukup sulit untuk bersatu. Hal ini juga dibarengi dengan gap atau kesenjangan komunikasi antar rakyat dan penguasa (pemerintah, orang kaya atau tokoh-tokoh masyarakat). Bahkan ketidak sepakatan antara pandangan mengenai sifat-sifat antropologis dan psikologis (perilaku) Pak-pak diantara mereka cukup tajam. Begitu pula dengan pandangan diantara mereka atas pemerintah yang selama ini telah lebih berkuasa dibanding dengan tokoh-tokoh masyarakat adat. Situasi ini

21 diperburuk oleh stereotype dan prasangka suku lain, bahkan oleh orang Pak-pak sendiri. Keengganan memakai marga asli Pak-pak sangat umum terjadi, mengganti marga asli dengan marga lain seperti Karo dan Toba sering dijumpai. Marga Tumangger, Tinambunen, Anak Ampun, Maharaja, Bancin mengaku Simbolon, marga Berutu jadi Sinaga (Toba), Maha menjadi Sembiring, Lingga menjadi Sinulingga (Karo), atau Manik, mengaku manik dari Simalungun, bahkan Solin mengaku Solihin bagi yang merantau kearah Aceh. Kalau tidak mengganti marga, minimal menyesuaikan dengan lafal bahasa etnis lain seperti bahasa Toba (wahyudi, dkk, 2002). Kebiasaan ini bisa saja, juga terpengaruh dengan hal-hal yang lain seperti konsep akan sehat dan sakit serta pola pencarian pengobatannya Budaya Pak-pak dalam hal Sehat Sakit Menurut Kustander dalam Swasono (1996) menjelaskan bahwa kesehatan dan penyakit merupakan kontruksi budaya, yang berkaitan dengan pengertian normal dan abnormal menurut pandangan berbagai kategori individu dalam suatu kelompok budaya. Walaupun defenisi tentang normal dan abnormal itu mengandung aspek persamaan pada berbagai kebudayaan, misalnya mengenai batasan-batasan tentang kemampuan normal dari tubuh dalam menjalankan fungsinya, namun kelompok masyarakat dengan kebudayaan yang berbeda mempunyai klasifikasi dan defenisi yang berbeda pula mengenai sehat, keadaan sakit, penyakit, maupun ukuranukurannya. Karena itu sulit untuk memperoleh penerapan yang universal terhadap ukuran kualitas dari skala kehidupan. Menurut Sudarti dalam Sarwono (1997) Umumnya masyarakat tradisional memandang sakit jika orang itu kehilangan nafsu makannya atau gairah kerjanya,

22 tidak dapat lagi menjalankan tugasnya sehari-hari secara optimal atau kehilangan kekuatan sehingga harus tinggal di tempat tidur. Baik itu karena sakit akibat penyakit yang biasa diderita masyarakat ataupun penyakit yang dianggap luar biasa dan jarang. Selama seseorang masih mampu melaksanakan fungsinya seperti biasa maka orang itu masih dikatakan sehat. Cara pandang masyarakat tentang hal seperti ini juga masih banyak diyakini oleh masyarakat suku Pak-pak. Untuk penyakit-penyakit yang tidak lazim misalnya penyakit yang datang tiba-tiba, atau penyakit yang muncul kebetulan setelah mengunjungi suatu tempat, maka dianggap sebagai penyakit karena gangguan makhlus halus (begu) atau karena ula-ula (sihir) yang dilakukan oleh orang lain. Atau penyakit yang lama sembuhnya, maka dianggap karena kekuatan roh. Karena kalau penyakit biasa pastilah akan cepat sembuh. Pengobatan yang dilakukan, sesuai dengan penyakit yang di derita. Ada dengan pengobatan ramuan tradisional yang disebut grama, seperti sinangger yang merupakan ramuan beras yang digongseng sampai hitam ditambah dengan jahe dan kunyit, untuk sakit kepala. Gambir yang dicampur air dan diminum untuk obat sakit perut dan lain-lain (Gajah, 1999). Selain ramuan tradisional ada juga dengan pengobatan kebatinan yang mana proses penyembuhannya dilakukan dengan doa dan mantra (tabas) yang dilakukan oleh orang pintar (sipande-pande). Ada juga pengobatan dari penggabungan kedua jenis tersebut, yaitu ramuan tradisional yang dibacakan mantra (tabas), misalnya Ramuan pinang dan sirih yang telah di bacakan mantra (tabas) untuk obat tetanus. Etiologi penyakit yang berasal dari hal-hal yang bersifat gaib atau akibat kesalahan tidak hanya berkenaan dengan penyakit fisik melainkan juga mengenai

23 penyakit jiwa. Misalnya, menurut suku Pak-pak gila (gangguan kejiwaan) terjadi akibat guna-guna (i bahan kalak) yang masuk kedalam tubuh seseorang sebagai hukuman atas kesalahannya terhadap orang lain. Mirip dengan suku Jawa, penyakit semacam itu hanya bisa diobatai oleh dukun. Selain itu ada pula anggapan bahwa gila terjadi karena masuknya roh jahat (jin) kedalam tubuh seseorang, yang juga hanya bisa dikeluarkan oleh dukun (Swasono, 1996). 2.6 Kerangka Pikir - Jenis kelamin - Penghasilan - Agama - Dukungan Budaya - Dukungan Keluarga dan Masyarakat Parokial Struktur Sosial Respon Individu Terhadap Penyakit - Umur - Pendidikan - Pengalaman - Kepercayaan Orientasi Kesehatan - Orientasi ilmiah - Orientasi populer Pola Pencarian Pengobatan Skema kerangka pikir diatas menggambarkan bahwa jenis kelamin, penghasilan, agama, dukungan budaya, dukungan keluarga dan masyarakat akan mempengaruhi parokial struktur sosial. Umur, pendidikan, pengalaman dan kepercayaan seseorang akan mempengaruhi orientasinya terhadap kesehatan, baik itu

24 orientasi ilmiah maupun orientasi populer. Kombinasi dari parokial struktur sosial dan orientasi kesehatan akan mempengaruhi respon individu terhadap penyakit yang akhirnya membentuk pola pencarian pengobatan masyarakat apabila terkena penyakit.

interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan

interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku 2.1.1 Konsep Perilaku Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam suku, ras, agama dan adat istiadat. Wilayah negara kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. macam suku, ras, agama dan adat istiadat. Wilayah negara kesatuan Republik BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia adalah bangsa yang majemuk, bangsa yang terdiri dari berbagai macam suku, ras, agama dan adat istiadat. Wilayah negara kesatuan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I. diperhitungkan berdasarkan garis keturunan laki-laki, artinya laki-lakilah yang. menjadi patokan dalam penghitungan garis keturunan.

BAB I. diperhitungkan berdasarkan garis keturunan laki-laki, artinya laki-lakilah yang. menjadi patokan dalam penghitungan garis keturunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ditinjau dari aspek-aspek kesamaan atau kemiripan dari berbagai kebudayaan yang dimiliki etnis Pakpak merupakan sub etnis Batak, seperti adanya kesamaan struktur sosial,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. respons sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku 2.1.1. Definisi Perilaku Menurut Kwick dalam Azwar (2007), perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari. Skiner

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diuntungkan oleh ilmu-ilmu sosial, dan sebaliknya. Salah satu ilmu sosial sebagai

BAB I PENDAHULUAN. diuntungkan oleh ilmu-ilmu sosial, dan sebaliknya. Salah satu ilmu sosial sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah adalah cara untuk mengetahui masa lampau. Bangsa yang belum mengenal tulisan mengandalkan mitos, dan yang sudah mengenal tulisan pada umumnya mengandalkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Pengetahuan Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan kehidupannya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku 2.1.1 Konsep Perilaku Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar terdiri dari dataran tinggi dan bukit-bukit yang terletak antara

BAB I PENDAHULUAN. besar terdiri dari dataran tinggi dan bukit-bukit yang terletak antara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daerah Kabupaten Dairi mempunyai luas 191.625 hektar yaitu sekitar 2,68% dari luas propinsi Sumatera Utara (7.160.000 H). Dimana Kabupaten Dairi terletak disebelah barat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku 2.1.1 Defenisi Perilaku Dipandang dari aspek biologis perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bisa dilihat, sedangkan perilaku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Persepsi Mengenai PHBS 2.1.1. Pengertian Persepsi Individu satu dengan yang lainnya, tentu memiliki perbedaan dalam melihat serta memaknai sesuatu yang dilihatnya. Perbedaan

Lebih terperinci

Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi

Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi Berbagai Teori Tentang Sikap dan Perilaku Menurut Beberapa Referensi Pengertian perilaku Menurut Green dan Kreuter (2000), perilaku merupakan hasil dari seluruh pengalaman serta interaksi manusia dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perilaku Kesehatan 2.1.1. Batasan Perilaku Menurut Notoatmodjo (2005) perilaku dapat ditafsirkan sebagai kegiatan atau aktivitas organisme atau makhluk hidup yang bersangkutan.

Lebih terperinci

Prilaku Kesehatan Ada Dua Aspek utama; 1. Aspek Fisik 2. Aspek Non Fisik Aspek Fisik misalnya sarana kesehatan dan pengobat penyakit. Aspek non Fisik

Prilaku Kesehatan Ada Dua Aspek utama; 1. Aspek Fisik 2. Aspek Non Fisik Aspek Fisik misalnya sarana kesehatan dan pengobat penyakit. Aspek non Fisik PRILAKU SEHAT & SAKIT DI MASYARAKAT IRMA NURIYANTI, SKM, M.Kes Prilaku Kesehatan Ada Dua Aspek utama; 1. Aspek Fisik 2. Aspek Non Fisik Aspek Fisik misalnya sarana kesehatan dan pengobat penyakit. Aspek

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Pengetahuan Komunikasi Notoatmodjo (2012) mengemukakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap

Lebih terperinci

Perilaku kesehatan pada garis besarnya dikelompokkan menjadi 2 yakni (Notoatmodjo, 2003):

Perilaku kesehatan pada garis besarnya dikelompokkan menjadi 2 yakni (Notoatmodjo, 2003): 2.3 macam-macam perilaku kesehatan Perilaku dapat diberi batasan sebagai suatu tanggapan individu terhadap rangsangan yang berasal dari dalam maupun luar diri individu tersebut. Secara garis besar bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangungunan kesehatan ini

BAB I PENDAHULUAN. produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangungunan kesehatan ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan (Knowledge) Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional. Sedangkan yang menjadi faktor eksternal adalah sosialisasi JKN pada masyarakat.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional. Sedangkan yang menjadi faktor eksternal adalah sosialisasi JKN pada masyarakat. 11 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional. Kepesertaan masyarakat dalam program JKN sebagai bentuk adanya perubahan perilaku dalam pelayanan kesehatan. Perubahan tersebut merupakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perilaku Dilihat dari aspek biologisnya, perilaku merupakan sesuatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Pada hakikatnya kegiatan

Lebih terperinci

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) :

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat dibedakan menjadi dua (Notoatmodjo, 2003) : KONSEP PERILAKU A. Pengertian Perilaku Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara, menangis, tertawa, bekerja,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. satu hal dan pengetahuan umum yang berlaku bagi keseluruhan hal

BAB II KAJIAN PUSTAKA. satu hal dan pengetahuan umum yang berlaku bagi keseluruhan hal BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1 Defenisi Pengetahuan Pengetahuan adalah pengakuan terhadap sesuatu yang menghasilkan keputusan. Keputusan ini mengutarakan pengetahuan, sehingga untuk berlakunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang

BAB I PENDAHULUAN. pihak laki-laki. Ideologi Patriakat tumbuh subur dalam masyarakat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sistem kekerabatan yang dianut masyarakat Indonesia umumnya adalah masyarakat patrilineal. Patrilineal adalah kekuasaan berada di tangan ayah atau pihak laki-laki.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang menyebabkan terjadinya

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang menyebabkan terjadinya BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. KEHAMILAN RISIKO TINGGI 2.1.1 Defenisi Kehamilan risiko tinggi adalah kehamilan yang menyebabkan terjadinya bahaya dan komplikasi yang lebih besar terhadap ibu maupun janin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ANC (Antenatal Care) 1. Pengertian ANC Antenatal care adalah perawatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), Antenatal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan 2.1.1. Definisi. Pengetahuan adalah hasil tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intensi Merokok

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intensi Merokok 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensi Merokok 1. Intensi Merokok Intensi diartikan sebagai niat seseorang untuk melakukan perilaku didasari oleh sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan persepsi terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sibling Rivalry 1. Definisi Sibling Rivalry Sibling adalah perasaan tidak nyaman yang ada pada anak berkaitan dengan kehadiran orang asing yang semula tidak ada (dalam hal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat kompleks, bila dilihat secara

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat kompleks, bila dilihat secara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan sesuatu yang sangat kompleks, bila dilihat secara keseluruhan akan menyebabkan terjadinya perbedaan-perbedaan persepsi tentang kesehatan tersebut.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan 2.1.1. Definisi Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan hal ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek. Penginderaan ini terjadi melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kardiovaskuler (PKV) (Kemenkes RI, 2012). World Health Organization. yang berpenghasilan menengah ke bawah (WHO, 2003).

BAB I PENDAHULUAN. Kardiovaskuler (PKV) (Kemenkes RI, 2012). World Health Organization. yang berpenghasilan menengah ke bawah (WHO, 2003). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transisi epidemiologi yang terjadi di dunia saat ini telah mengakibatkan berbagai perubahan pola penyakit, yaitu dari penyakit menular ke penyakit tidak menular. Peningkatan

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Tindakan Beralasan (Theory of Reasoned Action) Icek Ajzen dan Martin Fishbein bergabung untuk mengeksplorasi cara untuk memprediksi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde Munin

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde Munin BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. POSYANDU 2.1.1. Defenisi Posyandu Posyandu merupakan strategi jangka panjang pemerintah untuk menurunkan angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sikap (Attitude) 2.1.1 Definisi Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Berdasarkan batasan tersebut,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prakti prientasi pasien baru 1. Pengertian Orientasi Orientasi adalah melihat atau meninjau supaya kenal atau tahu (Purwadarminta, 1999). Dalam konteks keperawatan orientasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang dalam kesibukan dan aktivitas yang terus dijalani, tidak

BAB I PENDAHULUAN. Setiap orang dalam kesibukan dan aktivitas yang terus dijalani, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang dalam kesibukan dan aktivitas yang terus dijalani, tidak menyadari bahwa tubuhnya terus berinteraksi dengan sesama lingkungan, hewan, dan tumbuh-tumbuhan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua makhluk hidup mulai dari tumbuh-tumbuhan, binatang, sampai dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku Kesehatan Dari segi biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme (makhluk hidup) yang bersangkutan. Oleh sebab itu, dari sudut pandang biologis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Obat generik sering diasumsikan sebagai obat dengan kualitas yang rendah. Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai obat generik menjadi faktor utama yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. penyembuhan. Sumber pengobatan di dunia mencakup tiga sektor yang saling terkait

BAB 1 PENDAHULUAN. penyembuhan. Sumber pengobatan di dunia mencakup tiga sektor yang saling terkait BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap orang. Masalah kesehatan difokuskan pada penyakit yang diderita manusia untuk dilakukannya pengobatan dan penyembuhan.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari Persepsi (perception), Respon terpimpin (Guided Respons),

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terdiri dari Persepsi (perception), Respon terpimpin (Guided Respons), BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku 1. Pengertian perilaku Semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik dapat diamati secara langsung maupun tidak dapat diamati oleh pihak luar. Dimana perilaku terdiri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ke bagian otak sehingga mengakibatkan hilangnya fungsi otak (Smeltzer &

BAB 1 PENDAHULUAN. ke bagian otak sehingga mengakibatkan hilangnya fungsi otak (Smeltzer & BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Stroke atau cedera serebrovaskular (CVA) adalah berhentinya suplai darah ke bagian otak sehingga mengakibatkan hilangnya fungsi otak (Smeltzer & Suzane, 2001). Hal ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Suku Batak merupakan salah satu suku bangsa terbesar di Indonesia. Suku ini banyak mendiami wilayah Provinsi Sumatera Utara, khususnya daerah di sekitar Danau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kepatuhan Kerja 1. Kepatuhan Kepatuhan adalah suatu sikap sejauh mana seseorang sesuai dengan ketentuan yang telah diberikan secara profesional. 13 Sikap sendiri merupakan respon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan kesehatan di Indonesia saat ini dihadapkan pada dua masalah, di satu pihak penyakit menular masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang belum

Lebih terperinci

PANDUAN MENGATASI HAMBATAN DALAM POPULASI PASIEN

PANDUAN MENGATASI HAMBATAN DALAM POPULASI PASIEN PANDUAN MENGATASI HAMBATAN DALAM POPULASI PASIEN I Pendahuluan Rumah sakit sering kali harus melayani komunitas dengan berbagai keragaman. Ada pasien-pasien yang mungkin telah berumur, atau menderita cacat,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dikeluarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dikeluarkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. UU Nomor 29 Tahun 2004 UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dikeluarkan pemerintah Tanggal 6 Oktober Tahun 2004. Undang-undang ini menyebutkan bahwa penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. memperkirakan perilaku dari pengukuran sikap. Teori ini dinamakan reason action karena

BAB II LANDASAN TEORI. memperkirakan perilaku dari pengukuran sikap. Teori ini dinamakan reason action karena BAB II LANDASAN TEORI A. Intensi Berwirausaha 1. Pengertian Intensi Berwirausaha Fishbein dan Ajzein (Sarwono, 2002) mengembangkan suatu teori dan metode untuk memperkirakan perilaku dari pengukuran sikap.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TELAAH PUSTAKA 1. MINAT a. Pengertian minat Menurut Purwanto (2001) minat adalah suatu fungsi jiwa untuk dapat mencapai sesuatu. Minat merupakan kekuatan dari dalam dan tampak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. HIPERTENSI 1. Pengertian Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang tetap di atas batas normal. Seseorang dianggap terkena darah tinggi bila angka tekanan darahnya menunjukkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pengetahuan adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan dan Sikap 2.1.1. Defenisi Pengetahuan Pengetahuan adalah suatu istilah yang dipergunakan untuk menuturkan apabila seseorang mengenal tentang sesuatu. Suatu hal yang

Lebih terperinci

PERILAKU MENCARI BANTUAN

PERILAKU MENCARI BANTUAN PERILAKU MENCARI BANTUAN Kasl dan Cobb (1966) membuat 3 tipe berbeda dari Perilaku Kesehatan Perilaku Kesehatan Perilaku Sakit Perilaku peran-sakit Perilaku Kesehatan Suatu aktivitas dilakukan oleh individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam BAB I PENDAHULUAN 1. 1. LATAR BELAKANG MASALAH Perguruan Tinggi merupakan salah satu jenjang yang penting dalam pendidikan. Perguruan Tinggi diadakan dengan tujuan untuk mempersiapkan peserta didik menjadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Theory of Planned Behavior Fishbein dan Ajzen Theory of planned behaviour merupakan pengembangan lebih lanjut dari Theory of Reasoned Action (Fishbein dan Ajzen, 1980; Fishbein

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Imunisasi Dasar Tubuh manusia pada dasarnya mampu melawan zat asing (Bakteri, Virus, Racun dan sebagainya) dengan mengaktifkan sistim kekebalan yang ada

Lebih terperinci

10/30/2017. Dita Rachmayani., S.Psi., M.A dita.lecture.ub.ac.id. Menanggapi isu legalitas LGBT di Indonesia, Bagaimana sikap anda?

10/30/2017. Dita Rachmayani., S.Psi., M.A dita.lecture.ub.ac.id. Menanggapi isu legalitas LGBT di Indonesia, Bagaimana sikap anda? Dita Rachmayani., S.Psi., M.A dita.lecture.ub.ac.id Menanggapi isu legalitas LGBT di Indonesia, Bagaimana sikap anda? Lalu, apa itu SIKAP? Lalu, apa yang anda lakukan terkait dengan isu tsb? Sehingga,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara ringkas pengertian intensi adalah ubahan yang paling dekat dengan perilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara ringkas pengertian intensi adalah ubahan yang paling dekat dengan perilaku BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Intensi Secara ringkas pengertian intensi adalah ubahan yang paling dekat dengan perilaku yang dilakukan oleh individu, dan merupakan ubahan yang menjembatani antara sikap dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. individu yang sering dimulai saat remaja dan berlanjut hingga dewasa yang

I. PENDAHULUAN. individu yang sering dimulai saat remaja dan berlanjut hingga dewasa yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perilaku merokok merupakan suatu kegiatan menghisap tembakau oleh individu yang sering dimulai saat remaja dan berlanjut hingga dewasa yang ditandai dengan meningkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki wilayah pemakaiannya sendiri. Demikian halnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap bahasa memiliki wilayah pemakaiannya sendiri. Demikian halnya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap bahasa memiliki wilayah pemakaiannya sendiri. Demikian halnya dengan bahasa Pakpak yang digunakan oleh masyarakat suku Pakpak. Masyarakat suku Pakpak merupakan

Lebih terperinci

PERILAKU SAKIT. DR. Rawuh Edy Priyono

PERILAKU SAKIT. DR. Rawuh Edy Priyono PERILAKU SAKIT DR. Rawuh Edy Priyono HASIL SKRT 21,13 % === Mengalami masalah kesehatan 13,44 % === Menyatakan Sakit 12,17 % === Berobat Pada realitasnya, amat mungkin seseorang secara objektif mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada era globalisasi seperti sekarang ini, manusia dan pekerjaan merupakan dua sisi yang saling berkaitan dan tidak bisa dilepaskan; keduanya saling mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. ke dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadapnya.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. ke dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadapnya. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Menurut Notoatmodjo (2003) pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu.

Lebih terperinci

Sikap. Oleh : Dra. Rahayu. G, M. Si

Sikap. Oleh : Dra. Rahayu. G, M. Si Sikap Oleh : Dra. Rahayu. G, M. Si Sikap Sikap adalah keadaan mental dan taraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respons individu pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Kesehatan nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan,

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Kesehatan nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Kesehatan nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, menyatakan bahwa kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan teknologi yang pesat dewasa ini telah membuat kehidupan banyak masyarakat menjadi lebih mudah. Dalam beberapa tahun belakangan ini, internet merupakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI

BAB II TINJAUAN TEORI BAB II TINJAUAN TEORI 2.1 Kolostrum 2.1.1 Pengertian Kolostrum merupakan air susu yang keluar pada hari pertama sampai hari ketiga setelah bayi lahir, berwarna agak kekuningan lebih kuning dari ASI biasa,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Anak Usia Sekolah 2.1.1 Definisi Anak Usia Sekolah Anak diartikan sebagai seseorang yang usianya kurang dari delapan belas tahun dan sedang berada dalam masa tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan adalah sesuatu yang berharga bagi seluruh makhluk hidup di dunia karena tanpa kesehatan, manusia tidak akan dapat menjalani kegiatan hidupnya dengan optimal.

Lebih terperinci

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN INTENSI BERHENTI MEROKOK PADA MAHASISWA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Disusun Oleh: WISNU TRI LAKSONO

Lebih terperinci

Sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang. objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut

Sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang. objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut 1. Pengertian Sikap Sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut dengan cara tertentu (Calhoun & Acocella,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan yang setinggi tingginya. Dalam mencapai kualitas hidup

BAB I PENDAHULUAN. derajat kesehatan yang setinggi tingginya. Dalam mencapai kualitas hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan pembangunan manusia dan seluruh masyarakat Indonesia. Berbagai program pembangunan yang diselengarakan oleh pemerintah selama ini, pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era perkembangan seperti ini setiap Negara perlu menggali dan mengenal serta

BAB I PENDAHULUAN. Pada era perkembangan seperti ini setiap Negara perlu menggali dan mengenal serta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat sudah seumur dengan peradaban manusia. Tumbuhan adalah gudang yang memiliki sejuta manfaat termasuk untuk obat berbagai penyakit.

Lebih terperinci

memang terdapat bentuk-bentuk perilaku instinktif (species-specific behavior) yang didasari

memang terdapat bentuk-bentuk perilaku instinktif (species-specific behavior) yang didasari TUGAS PILIH SATU PERTANYAAN DIBAWAH INI DAN JAWAB SECARA RINCI JAWABAN HARUS 2 SPASI SEBANYAK 2000 KATA 1. Langkah awal dalam melakukan perubahan peri laku terkait gizi adalah membangkitkan motivasi. Bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berfikir. Perilaku konsumen memiliki berbagai macam pengertian. Salah

BAB I PENDAHULUAN. dan berfikir. Perilaku konsumen memiliki berbagai macam pengertian. Salah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perilaku konsumen merupakan suatu hal yang umum kita dapati di kehidupan kita sehari-hari. Perilaku konsumen dapat dikatakan sebagai pelengkap kegiatan ekonomi. Untuk

Lebih terperinci

Bab 2. Landasan Teori

Bab 2. Landasan Teori Bab 2 Landasan Teori 2.1. Teori Perilaku Rencanaan (Theory Of Planned Behavior) Melanjutkan sekolah dan menyelesaikan pendidikan merupakan sebuah tujuan yang semestinya dicapai oleh setiap siswa. Untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju dewasa yang merupakan salah satu faktor yang memiliki peran besar dalam menentukan tingkat pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

5. Gerungan Sikap terhadap objek tertentu, yang dapat merupakan sikap, pandangan, atau sikap perasaan, tetapi sikap mana disertai oleh kecenderungan

5. Gerungan Sikap terhadap objek tertentu, yang dapat merupakan sikap, pandangan, atau sikap perasaan, tetapi sikap mana disertai oleh kecenderungan 1 Sikap Sikap adalah keadaan mental dan taraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respons individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 1. Pengetahuan 1.1 Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Begel, desa merupakan tempat pemukiman para petani, sebenarnya, faktor

BAB I PENDAHULUAN. Begel, desa merupakan tempat pemukiman para petani, sebenarnya, faktor BAB I PENDAHULUAN I. A. LATAR BELAKANG MASALAH Desa secara umum lebih sering dikaitkan dengan pertanian. Menurut Egon.E. Begel, desa merupakan tempat pemukiman para petani, sebenarnya, faktor pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai suku yang tersebar dari sabang sampai

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki berbagai suku yang tersebar dari sabang sampai BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia memiliki berbagai suku yang tersebar dari sabang sampai merauke, masing-masing suku kaya akan adat istiadat, budaya yang berbeda-beda, tergantung pada letak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. BADAN PENYELENGGARA JAMINAN KESEHATAN. secara nasional berdasarkan prinsip asuransi social dan prinsip ekuitas, dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. BADAN PENYELENGGARA JAMINAN KESEHATAN. secara nasional berdasarkan prinsip asuransi social dan prinsip ekuitas, dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. BADAN PENYELENGGARA JAMINAN KESEHATAN 1) BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan) Jaminan Ksehatan menurut Undang-Undang SJSN diselenggarakan secara nasional berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki banyak suku, etnis dan budaya. Salah satunya adalah suku X di Kabupaten Papua yang menganut tradisi potong jari ketika salah seorang anggota

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek. tertentu.penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek. tertentu.penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yakni BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Pengetahuan (Knowledge) a. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.penginderaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kesehatan yang memberi pelayanan antenatal untuk mendapatkan pemeriksaan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kesehatan yang memberi pelayanan antenatal untuk mendapatkan pemeriksaan 31 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kunjungan K4 Kunjungan ibu hamil adalah kontak antara ibu hamil dengan petugas kesehatan yang memberi pelayanan antenatal untuk mendapatkan pemeriksaan kehamilan.istilah kunjungan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kawasan Tanpa Rokok 2.1.1 Pengertian Kawasan Tanpa Rokok Kawasan Tanpa Rokok merupakan ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk melakukan kegiatan merokok atau kegiatan

Lebih terperinci

Edukasi Kesehatan Mental Intensif 15. Lampiran A. Informed consent (Persetujuan dalam keadaan sadar) yang digunakan dalam studi ini

Edukasi Kesehatan Mental Intensif 15. Lampiran A. Informed consent (Persetujuan dalam keadaan sadar) yang digunakan dalam studi ini Edukasi Kesehatan Mental Intensif 15 Lampiran A. Informed consent (Persetujuan dalam keadaan sadar) yang digunakan dalam studi ini PERSETUJUAN DALAM KEADAAN SADAR UNTUK BERPARTISIPASI SEBAGAI SUBJEK RISET

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai

I. PENDAHULUAN. Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Wilayah tanah air Indonesia terdiri dari ribuan pulau dan dihuni oleh berbagai suku bangsa, golongan, dan lapisan sosial. Sudah tentu dalam kondisi yang demikian

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud, Rumah Sakit mempunyai. dengan standart pelayanan Rumah Sakit.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud, Rumah Sakit mempunyai. dengan standart pelayanan Rumah Sakit. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumah Sakit Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tingkah laku manusia dalam menghadapi masalah kesehatan. bukanlah tingakah laku yang acak, tetapi tingkah laku yang selektif,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tingkah laku manusia dalam menghadapi masalah kesehatan. bukanlah tingakah laku yang acak, tetapi tingkah laku yang selektif, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pencarian Bantuan 1. Pencarian Pelayanan Kesehatan Tingkah laku manusia dalam menghadapi masalah kesehatan bukanlah tingakah laku yang acak, tetapi tingkah laku yang selektif,

Lebih terperinci

Health Belief Penderita Hipertensi Primer Non Compliance Di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung

Health Belief Penderita Hipertensi Primer Non Compliance Di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Health Belief Penderita Hipertensi Primer Non Compliance Di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Resna Nurfitriyana & Farida Coralia Fakultas Psikologi Universitas Islam Bandung Email: coralia_04@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku sehat. untuk meningkatkan atau mempertahankan kondisi kesehatan mereka (Taylor,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Perilaku sehat. untuk meningkatkan atau mempertahankan kondisi kesehatan mereka (Taylor, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku sehat 1. Pengertian Perilaku sehat Perilaku sehat sebagai usaha atau tindakan yang dilakukan individu untuk meningkatkan atau mempertahankan kondisi kesehatan mereka

Lebih terperinci

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan.

BAB 1 PENGANTAR. A. Latar Belakang Masalah. Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. 1 BAB 1 PENGANTAR A. Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup manusia mengalami beberapa tahap pertumbuhan. Dimulai dari masa bayi, anak-anak, remaja, dewasa dan masa tua. Pada setiap masa pertumbuhan manusia

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan (Knowledge) 2.1.1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Lebih terperinci

Culture and Treatment of Abnormal Behavior

Culture and Treatment of Abnormal Behavior Culture and Treatment of Abnormal Behavior OLEH: DR. ASIH MENANTI, MS Introduction: - Kebudayaan berperan penting dalam mendefinisikan abnormalitas. - Faktor budaya tersebut mempengaruhi kemampuan psikolog

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat luas dan memiliki beranekaragam suku bangsa, tentu memiliki puluhan bahkan ratusan adat budaya. Salah satunya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Pengetahuan a. Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan

Lebih terperinci

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas

/BAB I PENDAHULUAN. yang dapat mengganggu kelompok dan masyarakat serta dapat. Kondisi kritis ini membawa dampak terhadap peningkatan kualitas 1 /BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan jiwa merupakan salah satu dari empat masalah kesehatan utama di negara - negara maju. Meskipun masalah kesehatan jiwa tidak dianggap sebagai gangguan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan hidup manusia. Disamping kebutuhan-kebutuhan lainnya seperti

BAB I PENDAHULUAN. keberlangsungan hidup manusia. Disamping kebutuhan-kebutuhan lainnya seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan yang mendasar bagi keberlangsungan hidup manusia. Disamping kebutuhan-kebutuhan lainnya seperti pangan, tempat tinggal dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya dilahirkan dalam keadaan lemah dan tidak berdaya, ia membutuhkan bantuan orang lain untuk memenuhi kebutuhannya. Pada masa bayi ketika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber

BAB I PENDAHULUAN. kualitas yang melayani, sehingga masalah-masalah yang terkait dengan sumber 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Fungsi utama Rumah Sakit yakni melayani masyarakat yang membutuhkan pelayanan kesehatan. Seiring dengan berjalannya waktu dan semakin majunya teknologi kedokteran,

Lebih terperinci