TINJAUAN PUSTAKA. Penanganan panen dan pasca panen (segar) buah salak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINJAUAN PUSTAKA. Penanganan panen dan pasca panen (segar) buah salak"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Penanganan panen dan pasca panen (segar) buah salak Panen Buah salak dipanen dengan cara memotong tangkai tandan dengan menggunakan sabit, pisau yang tajam atau gergaji. Buah salak termasuk buah non klimaterik sehingga hanya dapat dipanen jika benar-benar telah matang di pohon, yang ditandai dengan sisik yang telah jarang, warna kulit buah merah kehitaman atau kuning tua, bulu-bulu di kulit telah hilang, bila dipetik mudah terlepas dari tangkai dan beraroma salak. Panen dilakukan dalam keadaan cuaca kering (tidak hujan) pada pagi hari (pukul 9 10 pagi) saat buah sudah tidak berembun. Jika panen dilakukan pada saat terlalu pagi dan buah masih berembun maka buah akan mudah kotor dan bila luka sangat rentan terserang penyakit. Bila panen dilakukan pada siang hari, buah akan mengalami penguapan sehingga susut lebih banyak, sedangkan bila pada sore hari dapat berakibat lamanya waktu menunggu, kecuali harus bekerja pada malam hari (Sabari, 1983, diacu dalam Mohamad, 1990). Salak dipanen saat berumur 5 6 bulan umur bunga. Untuk salak pondoh, panen raya terjadi pada periode November Januari, masa panen sedang terjadi pada Mei Juli, masa panen kecil pada periode Februari April, dan masa istirahat (kosong) terjadi pada periode Agustus Oktober. Buah yang masih dapat dipanen pada masa istirahat disebut buah slandren (Arief, 2003). Buah salak pondoh sebenarnya dapat dipanen sebelum berumur 5 bulan (umur bunga) karena rasanya sudah manis dan tidak sepat meski masih muda, namun akan diperoleh buah berukuran kecil dan beraroma lemah karena komponen penyusun aroma buah salak belum terbentuk optimal (Suhardjo et al., 1995). Pada salak bali panen raya berlangsung dari bulan Desember hingga Maret, masa panen kecil yang disebut Gadu terjadi pada periode Juli Agustus (Damayanti, 1999). Salak bali disarankan untuk dipanen pada umur 5 bulan (umur bunga) karena bila dipanen melebihi umur tersebut terdapat bercak kebirubiruan pada daging buah salak bali (Suhardjo et al., 1995).

2 Salak sidimpuan biasanya dipanen pada umur bunga 5.5 bulan. Salak diangkut menggunakan kereta sorong (beko) maupun kuda menuju tempat pengumpulan (Napitupulu et al., 2001). Salak condet dipanen mulai umur bunga 5 bulan karena pada umur tersebut salak condet memiliki kadar gula tertinggi. Kadar gula ini akan menurun pada umur 6 bulan dan disertai dengan penurunan kadar asam dan kadar tanin (Suhardjo et al., 1995). Pengumpulan dan pembersihan Buah salak yang dipanen dimasukkan ke dalam keranjang bambu atau peti kayu yang diberi alas daun-daunan. Beberapa petani maju menggunakan peti plastik jenis HDPE (high density polyethylene) untuk membawa salak dari kebun ke kios atau toko yang sekaligus sebagai tempat pengumpulan dan pengemasan. Buah salak diletakkan di tempat yang teduh, seperti di bawah pohon atau naungan, untuk melindungi dari sengatan matahari yang dapat meningkatkan suhu buah salak sehingga mempercepat kerusakan (Suhardjo et al., 1995). Kebersihan salak berpengaruh terhadap masa simpan buah salak. Tandan salak sering diletakkan dekat dengan permukaan tanah sehingga kotoran dapat menempel pada buah salak dan menyebabkan binatang-binatang kecil yang menyukai tempat lembab sering bersembunyi di antara buah dalam tandan. Pembersihan buah salak dilakukan dengan menyikat buah menggunakan sikat ijuk atau plastik dengan gerakan searah susunan sisik (Suhardjo et al., 1995) sehingga buah salak bersih dari kotoran dan sisa-sisa duri. Bersamaan dengan pembersihan dapat dilakukan sortasi dan penggolongan (grading). Sortasi dan Penggolongan Sortasi bertujuan memilih buah yang baik, tidak cacat, dan dipisahkan dari buah yang busuk, pecah, tergores atau tertusuk. Juga berguna untuk membersihkan buah salak dari kotoran, sisa sisa duri, tangkai dan ranting. Khusus pada salak bali dengan tujuan pasar lokal tidak dilakukan sortasi (Damayanti, 1999). Penggolongan bertujuan menyeragamkan ukuran dan mutu buah sehingga mendapatkan harga jual yang lebih tinggi. Sebelum dikemas dalam karung 4

3 anyaman pandan, buah salak sidimpuan digolongkan secara manual ke dalam 2 (dua) kelas yaitu kelas ukuran besar dan kelas ukuran sedang yang dicampur dengan ukuran kecil (Napitupulu et al., 2001). Penggolongan buah salak bali didasarkan kepada besar, bentuk, penampilan, warna, corak, bebas penyakit dan tidak cacat atau luka (Tabel 1) Tabel 1. Penggolongan buah salak bali (Suhardjo et al., 1995) Kelas Mutu AA (super) AB (sedang) C (kecil) BS (tidak diperdagangkan) Ciri ciri 12 buah/ kg, sehat, warna kulit kekuningan buah/ kg, sehat buah/ kg, bahan baku manisan Busuk, pecah Untuk pasar ekspor, persyaratan mutu lebih tinggi dengan mengikuti persyaratan yang ditetapkan pembeli luar negeri. Pasar Eropa menetapkan persyaratan keutuhan buah, kesegaran, kehalusan permukaan kulit buah, bebas dari kerusakan fisik, mikrobiologis ataupun bau asing, derajat ketuaan yang tepat dan keadaan yang baik sampai tujuan (Suhardjo et al., 1995). Penyimpanan Penyimpanan yang dilakukan petani atau pedagang hanya bersifat sementara dan dilakukan di lapangan. Petani/ pedagang belum melakukan kegiatan penyimpanan yang bertujuan untuk memperpanjang masa simpan buah salak sebelum dipasarkan. Buah yang telah disortasi dan digolongkan dikemas ke dalam karung anyaman pandan atau keranjang menunggu dimuat ke sarana pengangkutan. Pengangkutan (transportasi) dan pengemasan Biasanya buah salak dikemas dalam keranjang bambu (besek) berkapasitas 5, 10, dan 20 kilogram. Pada kemasan salak pondoh, buah salak yang masih utuh pada tandan diletakkan di tengah dan di sekelilingnya diletakkan butiran salak yang sudah lepas dari tandan. Salak bali biasanya dikemas dalam peti kayu yang dialasi tikar pandan untuk bantalan. Salak sidimpuan biasanya 5

4 dikemas dalam karung anyaman pandan yang disebut sumpit dengan kapasitas yang bervariasi sekitar 35 sampai 50 kg/ karung menggunakan kemasan pengisi (bantalan) berupa serat pelepah kering tanaman salak (Gambar 2). Gambar 2. Karung anyaman pandan (sumpit). Pengangkutan salak sidimpuan dari kebun ke tempat pengumpulan berjarak sekitar 1 km. Untuk penjualan ke pasar lokal setempat, buah salak diangkut menggunakan sarana angkutan mobil pick up dan biaya transportasi ditanggung oleh petani. Untuk pemasaran di luar daerah Padang Sidimpuan, digunakan truk Fuso dan Colt Diesel yang dilengkapi dengan penutup terpal. Kapasitas Truk Fuso sekitar 7 ton (± 300 karung anyaman pandan). Untuk pasar ekspor, buah salak dikemas dengan karton bergelombang yang berkapasitas kg. Dalam kemasan ini, digunakan daun pisang kering maupun potongan kertas koran sebagai kemasan pengisi. Pengemasan buah-buahan Tujuan dan fungsi pengemasan Pengemasan dilakukan untuk meningkatkan keamanan produk selama transportasi, dan melindungi produk dari pencemaran, susut mutu dan susut bobot, serta memudahkan dalam penggunaan produk yang dikemas. Secara umum, pengemasan berfungsi untuk pemuatan produk pada suatu wadah (containment), 6

5 perlindungan produk, kegunaan (utility), dan informasi. Untuk keperluan transportasi, fungsi pengemasan lebih diutamakan untuk pemuatan dan perlindungan. Sedangkan pengemasan eceran (retail) lebih dititik beratkan pada fungsi kegunaan dan informasi produk (Peleg, 1985). Buah yang akan diangkut dapat dikemas menggunakan berbagai jenis kemasan, seperti karung goni, kardus, keranjang plastik atau bambu, tray dari stirofoam dan plastik film, dan peti kayu. Disamping itu, terdapat juga jenis kemasan yang khas sentra produksi buah, misalnya kemasan karung anyaman bambu (sumpit) pada transportasi buah salak sidimpuan. Kerusakan buah dan kemasan selama transportasi Selama transportasi, buah-buahan yang dikemas mengalami kerusakan, dapat berupa kerusakan kimiawi, fisik dan mikrobiologis. Kerusakan kimiawi ditandai dengan adanya perubahan warna buah (discoloration) dan busuk (karat) pada buah akibat terinfeksi mikroorganisme. Kerusakan fisik ditandai dengan adanya pecah (kulit terkelupas), memar dan luka pada buah (Waluyo, 1991). Kerusakan ini diakibatkan oleh benturan (shock) dan getaran (vibration) selama transportasi (Maezawa, 1990), beban tekanan yang dialami buah (stress), varietas, tingkat kematangan, bobot dan ukuran buah, karakteristik kulit buah serta kondisi lingkungan di sekitar buah (Kays, 1991). Kerusakan fisik dapat juga disebabkan oleh isi kemasan terlalu penuh (over packing) ataupun terlalu kurang (under packing) dan penumpukan kemasan yang terlalu tinggi. Isi kemasan yang terlalu penuh mengakibatkan bertambahnya tekanan (compression) pada buah, sedangkan isi kemasan yang terlalu kurang akan menyebabkan buah yang terletak pada bagian atas saling berbenturan dan terlempar karena getaran maupun benturan yang berlangsung selama transportasi. Penumpukan kemasan yang terlalu tinggi menyebabkan buah pada lapisan dasar dalam kemasan yang paling bawah dari tumpukan akan mengalami kerusakan tekan akibat penambahan tekanan dari tumpukan kemasan (Darmawati, 1994). Pada pengemasan buah salak, kerusakan yang terjadi umumnya adalah kerusakan fisik (pememaran, goresan, retak/ pecah dan luka) dan kerusakan mikrobiologis. Mikroorganisme yang terbawa dari kebun, suasana yang lembab 7

6 dan hangat dalam kemasan selama pengangkutan mendorong pembusukan berlangsung lebih cepat. Buah yang mengalami luka fisik juga lebih cepat busuk, sehingga memberikan tampilan yang buruk untuk dijual. Hasil hasil penelitian terdahulu Hasil penelitian Singh dan Xu (1993) menunjukkan bahwa kerusakan fisik pada buah apel Mc-Intosh dipengaruhi oleh jenis kemasan dan vibrasi kendaraan transportasi (truk). Dalam penelitian ini tingkat kerusakan fisik diuji dengan simulasi transportasi menggunakan meja getar elektrohidraulik. Uji mengacu pada Metode A, ASTM D dan merefleksikan transportasi pada 2 (dua) jenis suspensi truk yaitu suspensi pegas daun (leaf spring suspension) dan suspensi bantalan udara (air-ride suspension) yang mensimulasikan perjalanan sejauh 88 km/jam (55 mph) pada jalan tol antar daerah selama 180 menit menggunakan truk bermuatan kg (18,000 lb). Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa kemasan FTHS (full telescopic half slotted) berkapasitas 96 buah apel dan menggunakan tray polistiren adalah kemasan yang terbaik dalam mengurangi kerusakan fisik dengan persentase kememaran sebesar 5.2% jika diangkut menggunakan truk dengan suspensi pegas daun dan sebesar 1.0% dengan suspensi bantalan udara. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa penggunaan suspensi bantalan udara untuk truk (kendaraan transportasi) lebih optimal dalam mengurangi kerusakan fisik daripada penggunaan suspensi pegas daun. Hasil dari penelitian Ögừt et al. (1999) menunjukkan jenis kemasan bantalan berpengaruh nyata terhadap modulus elastisitas (P < 0.01) setelah transportasi pada buah peach (Golden Elberta cling). Tingkat perubahan terkecil (modulus elastisitas sebelum dan sesudah simulasi transportasi) terjadi pada bantalan papan kertas (paperboard) sedangkan tingkat perubahan modulus elastisitas terbesar terjadi pada bantalan kayu. Studman (1999) meneliti pengaruh kemasan terhadap tingkat kerusakan fisik (memar) akibat transportasi dengan menggunakan metode finite element pada buah apel di Selandia Baru. Hasil percobaan menunjukkan bahwa persentase memar buah apel yang disusun dalam kardus berkapasitas 100 buah apel lebih 8

7 rendah daripada buah apel yang disusun dalam kardus berkapasitas 88 buah apel, masing masing berkisar 15 73% dan 53-94%. Hasil penelitian Waluyo (1990) menunjukkan bahwa kerusakan fisik buahbuahan selama proses transportasi dipengaruhi oleh varietas buah, jenis kemasan, pola susunan buah dalam kemasan dan lama transportasi. Penelitian dilakukan terhadap 3 (tiga) varietas buah jeruk (Citrus sinensis, C. nobilis, dan C. reticulata). Semakin lama transportasi maka kerusakan fisik yang terjadi juga makin besar, kerusakan fisik buah jeruk yang mengalami simulasi transportasi selama 8 (delapan) jam mencapai 4.40% sedangkan pada simulasi selama 4 (empat) jam mencapai 1.99%. Simulasi pengangkutan truk selama 4 (empat) dan 8 (delapan) jam masing masing setara dengan perjalanan sepanjang 653 kilometer dan 1,307 km dengan amplitudo getaran 1.74 cm pada jalan luar kota. CGS Noer (1998) memaparkan bahwa pada transportasi jarak dekat, jenis kemasan tidak berpengaruh nyata dalam mereduksi kerusakan fisik pada komoditi tomat segar. Dari hasil uji transportasi menggunakan truk selama 6 (enam) jam sejauh 230 kilometer (Brastagi Tanjung Balai), dibuktikan bahwa perlakuan jenis kemasan dan cara penyusunan buah dalam kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap kerusakan fisik, ph, total padatan terlarut dan derajat kematangan tomat segar. Namun cara penyusunan buah dalam kemasan berpengaruh nyata terhadap susut bobot dan kekerasan tomat segar. Suatu program komputer perancangan kemasan karton gelombang untuk transportasi buah-buahan telah disusun Darmawati (1994). Buah yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah jeruk siam pontianak. Kemasan hasil rancangan diuji dengan simulasi transportasi meja getar selama 8 (delapan) jam setara dengan pengangkutan dengan truk dalam jarak tempuh 2,490 km panjang jalan beraspal baik atau 905 km panjang jalan buruk berbatu. Hasil percobaan menunjukkan tingkat kerusakan buah dalam kemasan yang dinyatakan sebagai persentase penurunan nilai kekerasan dan IKS (Indeks Kememaran Setara) dipengaruhi oleh tipe flute dan ketebalan karton gelombang. Shahabasi et. all (1995) telah meneliti pendugaan ketinggian tumpukan buah apel varietas Jonathan yang disimpan secara curah (bulk). Hasil pendugaan menunjukkan bahwa apel Jonathan dapat ditumpuk secara curah setinggi 8 meter 9

8 pada umur petik 1 hari dan hanya dapat ditumpuk setinggi 3 meter pada umur simapn 45 hari dalam penyimpanan dingin. Chen dan Yazdani (1991) meneliti pengaruh ketinggian benturan dan jenis bantalan terhadap tingkat kememaran apel varietas Golden Delicious. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa apel Golden Delicious sangat rentan terhadap memar, karena itu sebaiknya apel tersebut tidak mendapat perlakuan jatuhan (dropping) bahkan dari ketinggian jatuh yang rendah. Untuk menghindari memar, yang terbaik adalah menggunakan bantalan setebal 6.35 mm, karena volume memar yang terjadi hanya berkisar cm 3 pada ketinggian jatuh 0 40 cm. Abrar (2000) meneliti tentang pengukuran tingkat kememaran buah Salak Pondoh menggunakan pengolahan citra. Dari penelitian ini didapatkan persamaan laju kerusakan memar buah salak pada suhu 26 o C dan suhu penyimpanan 10 o C, masing masing adalah M 26 = 100e t dan M 10 = 100e t. Kadar gula buah salak yang memar mengalami peningkatan dengan bertambahnya waktu, dengan koefisien determinasi hubungan kadar gula dan luas memar untuk suhu 26 o C adalah dan untuk suhu penyimpanan 10 o C. Kekerasan buah salak yang memar menurun dengan bertambahnya umur simpan dengan koefisien determinasi hubungan kekerasan dan luas memar untuk suhu 26 o C adalah dan untuk suhu penyimpanan 10 o C. Suhardjo et al. (1995) memaparkan beberapa informasi mengenai kerusakan fisik buah salak akibat transportasi di Indonesia yang berkaitan dengan kondisi transportasi dan jenis kemasan. Pada salak manonjaya, buah salak dikemas dengan keranjang bambu (besek) yang berkapasitas kg dan disusun secara acak. Salak pondoh juga dikemas dalam keranjang bambu berbobot 5, 10 dan 20 kg dan disusun dengan meletakkan buah salak yang masih melekat pada tandannya di tengah-tengah kemasan dan di sekelilingnya diletakkan buah salak yang berbentuk butiran. Buah salak bali disusun sama dengan cara susun salak pondoh, namun kemasan yang digunakan adalah peti kayu dengan berat kotor 10 kg (50 x 30 x 30 cm). Kerusakan fisik pada cara susun tersebut lebih kecil daripada cara susun butiran. Pada salak bali yang disusun dalam peti kayu dalam bentuk tandan kerusakan fisik yang terjadi sebesar 9.6% sedangkan pada bentuk butiran mencapai 11.8% setelah transportasi dari Bali ke Malang. 10

9 Pada salak bali, kerusakan fisik dalam bentuk tandan sebesar 6.3% dan dalam bentuk butiran 6.5% setelah transportasi dari Yogyakarta ke Malang. Alternatif pengemasan buah salak menggunakan kemasan atmosfir termodifikasi (MAP) untuk transportasi dengan kereta api telah diteliti oleh Mohamad (1990). Hasil penelitian menunjukkan kombinasi konsentrasi gas CO 2 dan O 2 yang optimal adalah 10% O 2 dan 2.0% CO 2. Setelah simulasi transportasi, secara organoleptik buah salak pondoh masih disukai konsumen sampai penyimpanan hari ke 20 dan mengandung total padatan terlarut 17.8%. Hasil penelitian Dalimunthe (2002) menunjukkan bahwa kemasan transportasi buah salak dapat dibuat dari pelepah-pelepah salak segar, namun di dalam laporan penelitiannya tidak terdapat informasi tentang dimensi dan kekuatan (mekanis) kemasan. Kemasan yang dirancang Dalimunthe (2002) adalah kemasan berbentuk kotak dengan bingkai (kerangka) kemasan dari kayu dan dinding kemasan dari pelepah-pelepah salak segar. Dari hasil uji transportasi menggunakan truk selama 10 jam (Padang Sidimpuan Medan) ditunjukkan bahwa kerusakan fisik buah salak yang paling rendah yaitu sebesar % didapatkan pada kemasan berbobot 10 kg dengan masa penyimpanan 2 (dua) hari dibandingkan dengan kemasan berbobot 15 kg dan 20 kg dan masa simpan 4 (empat) dan 6 (enam) hari setelah transportasi. Perancangan kemasan transportasi buah buahan Syarat-syarat perancangan Kemasan transportasi untuk komoditi hortikultura, khususnya buah, lebih ditujukan untuk melindungi buah dari kerusakan yang dapat menurunkan mutu buah, maka aspek teknis menjadi pertimbangan utama dalam perancangan kemasan tersebut. Aspek teknis perancangan mencakup pemilihan bahan kemasan, bentuk dan dimensi kemasan, serta uji-uji sifat fisik dan reologi yang berkaitan dengan aspek tersebut dan tetap mempertimbangkan sifat-sifat kritis komoditi hortikultura yang mempengaruhi perubahan mutu komoditi tersebut selama transportasi. Menurut Maezawa (1990), pengemasan dirancang untuk mengatasi faktor getaran dan benturan selama transportasi. Pemilihan bahan kemasan juga 11

10 mengutamakan bahan yang dapat melindungi produk dari kerusakan fisik selama transportasi. Kemasan harus mampu menahan beban tumpukan, dampak pemuatan dan pembongkaran buah dari sarana transportasi, serta getaran dan benturan selama perjalanan (Waluyo, 1990). Dengan kata lain, kemasan harus mampu menahan beban dan bersifat kaku (rigid) sehingga tidak mentransfer beban apapun kepada buah (Hilton, 1993). Dalam merancang kemasan transportasi untuk komoditi hortikultura perlu diperhatikan persyaratan persyaratan berikut (Soedibjo, 1972, diacu dalam Waluyo, 1990) : 1. Kemasan harus benar benar berfungsi sebagai wadah yang dapat diisi produk. 2. Kemasan harus tahan dan tidak berubah bentuk selama pengangkutan. 3. Permukaan bagian dalam kemasan harus halus sehingga produk tidak rusak selama pengangkutan. 4. Ventilasi kemasan harus cukup, sehingga dapat mengeluarkan gas hasil metabolisme produk dan menurunkan panas yang timbul. Selain itu, juga dapat menahan laju transpirasi dan respirasi dari produk. 5. Bahan untuk kemasan harus cukup kering sehingga beratnya tetap (konstan), dan tidak mengabsorpsi air dan perisa (flavour) produk. 6. Kemasan harus bersih dan tidak memindahkan infeksi penyakit ke produk, bahan kemasan juga harus tahan serangan jamur, gigitan serangga dan tikus. 7. Kemasan harus mudah diangkat dan dapat disusun pada bak bak alat angkut dengan sistem pallet (khusus untuk ekspor). 8. Kemasan harus ekonomis dan bahan kemasan terdapat di sentra produksi. Persyaratan perancangan serupa juga dipaparkan oleh Roswita dan Erma (1999) untuk kemasan transportasi buah markisa, yaitu : 1. Kemasan cukup kuat sehingga dapat melindungi buah dari memar, getaran dan tekanan dari tumpukan kemasan. 2. Mempunyai sirkulasi udara yang baik. 3. Mempunyai permukaan yang halus agar buah tidak luka 4. Mudah dipakai dan dapat diangkut (tidak mempersulit penanganan). 5. Tidak beracun dan bereaksi dengan buah yang dikemas. 12

11 Fungsi proteksi terhadap buah dapat dipenuhi dengan baik dalam penggunaan kemasan peti kayu, stirofoam, dan keranjang plastik yang keras (crates), sedangkan pada kardus (kotak karton gelombang) hanya mampu bila ditumpuk setinggi 6 7 tumpukan saja. Selain itu jika isi kardus terlalu padat atau RH lingkungan tinggi, maka kardus tidak mampu lagi menahan beban dan mentransfer beban tersebut kepada buah. Compressive strength kardus menurun sekitar 35% jika kadar air meningkat dari 10% ke 15% (Hilton, 1993). Hal tersebut sejalan dengan Marcondes (1992) yang menyatakan bahwa RH yang tinggi akan menurunkan compressive strength bahan-bahan dari papan serat korugasi (corrugated fibreboard). Penurunan kemampuan kardus dalam menahan beban akibat RH yang tinggi dapat diatasi dengan pemberian lapisan lilin (waxing) pada bagian dalam dan luar kemasan kardus, atau cukup pada bagian dalam kemasan agar lebih ekonomis (Hilton, 1993). Penggunaan keranjang bambu kurang efektif sebagai kemasan transportasi, karena penampang kemasan yang berbentuk lingkaran, daripada kemasan lain yang berpenampang segi empat seperti kayu dan kardus. Bentuk penampang lingkaran pada keranjang bambu menyebabkan keranjang bambu bersifat fleksibel saat dikenai beban tumpukan terutama bila diisi penuh (padat) sehingga buah juga akan menerima beban tumpukan tersebut (Gambar 3). Gambar 3. Keranjang bambu. Agar keranjang bambu dapat lebih baik melindungi buah, maka pada bagian atas keranjang ditambahkan penahan sehingga bentuk penampang keranjang tidak mengalami perubahan (deformasi) saat dikenai beban tekanan 13

12 (Gambar 4). Selain itu pengisian buah diatur sedemikian rupa sehingga keranjang tidak terlalu padat (overfilled) (Hilton, 1993). Gambar 4. Keranjang bambu yang diberi penahan pada bagian atas. Kapasitas kemasan ditentukan berdasarkan sistem penanganan yang akan digunakan pada transportasi. Menurut Peleg (1985), kapasitas kemasan untuk penanganan sesuai kemampuan manusia (suitable for carrying man) adalah kilogram dan sekitar kilogram untuk sistem penanganan mesin (suitable for forklift handling). Menurut Hilton (1993) vibrasi dan benturan selama transportasi dapat diredam dengan penggunaan kemasan bantalan. Pada jenis kemasan yang terbuat dari kayu atau plastik (hard plastic), kemasan bantalan harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat meredam vibrasi dan benturan sekaligus dapat menjaga posisi buah tidak berubah di dalam wadah kemasan bantalan selama proses transportasi dan tidak menyentuh dasar kemasan primer (Gambar 5). Komoditi hortikultura bersifat mudah rusak (perishable) dan masih melakukan metabolisme sebagai aktivitas hidup maka pemuatan produk dalam kemasan harus dilakukan secara efisien untuk menghindari kerusakan produk selama transportasi. Penggunaan 60 65% volume kemasan adalah penggunaan volume kemasan yang baik untuk mengurangi kerusakan produk karena masih tersedianya ruang dalam kemasan untuk pertukaran gas gas yang dihasilkan dari proses metabolisme produk selama dikemas (Peleg, 1985). 14

13 Waluyo (1990) memaparkan produk (buah) yang dikemas akan semakin rusak bila frekuensi alat angkut (kendaraan transportasi) sesuai dengan natural frequency buah karena timbul resonansi sehingga buah akan berbenturan dengan lebih kuat dan sering. Natural frequency adalah getaran yang dialami suatu sistem massa pegas (spring mass system) pada frekuensi tertentu yang bersifat tetap setelah sistem massa pegas tersebut (dalam hal ini buah-buahan) diberi beban tekanan (Maezawa, 1990). Agar natural frequency buah yang dikemas tidak sama dengan frekuensi gaya yang diberikan (forced frequency), maka dapat digunakan kendaraan yang frekuensi suspensinya berbeda dengan natural frequency buah yang diangkut (Hilton, 1993) atau dengan cara menambah massa buah yang dikemas sehingga memperkecil damping ratio. Penambahan massa buah harus tetap memperhatikan beban tumpukan yang diterima buah pada lapisan paling bawah kemasan tidak melebihi beban maksimum (bioyield) yang dapat diterima buah (Waluyo, 1990). Nilai natural frequency buah dapat ditentukan dengan menggunakan kurva relaksasi buah yang menunjukkan sifat viskoelastis buah sebagai salah satu sifat reologi buah. Apabila sifat tersebut telah diketahui, maka dapat digunakan untuk mencari nilai tetapan model Maxwell Kelvin yang disederhanakan (Simplified Maxwell Kelvin Model) untuk memperkirakan perilaku buah dalam kemasan. kurang tepat tepat berlebihan Kemasan bantalan Kemasan primer Gambar 5. Pengaturan posisi buah di dalam kemasan bantalan. Pada perancangan kemasan transportasi komoditi hortikultura juga dilakukan serangkaian pengujian untuk menilai kemasan hasil rancangan tersebut. Secara garis besar, pengujian-pengujian ini dapat digolongkan pada 2 (dua) jenis 15

14 uji yaitu pengujian terhadap kemasan hasil rancangan dan pengujian terhadap komoditi hortikultura. Pengujian terhadap kemasan hasil rancangan berupa uji beban tekan (compression testing) dan uji ketinggian jatuh (dropping testing) dengan sampel uji tiap kemasan hasil rancangan. Untuk pengujian kemasan hasil rancangan secara tumpukan, dilakukan uji transportasi baik berupa simulasi di laboratorium maupun uji langsung di lapangan sesuai jalur transportasi yang ditentukan (Peleg, 1985). Adapun pengujian terhadap komoditi yang diangkut bertujuan untuk menganalisis kerusakan yang timbul sebelum dan sesudah proses transportasi, biasanya berupa pengukuran sifat-sifat kritis komoditi yang mempengaruhi mutu komoditi, seperti sifat fisik, reologi, kimia, fisiologik dan organoleptik. Contoh dari sifat fisik dan reologi yang diuji adalah persentase kememaran, firmness, modulus elastisitas dan susut bobot. Sifat kimia misalnya total padatan terlarut, ph, dan kadar vitamin C, dan sifat fisiologik misalnya laju respirasi (Purwanto, 1986; Waluyo, 1990; Mohamad, 1990; Ögừt et al., 1997; CGS Noer, 1998; Darmawati, 1994; Dalimunthe, 2002; Anwar, 2005). Pola penyusunan buah dalam kemasan Secara garis besar, pola penyusunan buah dalam kemasan dapat digolongkan dalam 2 cara, yaitu pola penyusunan buah secara acak (jumble pack), dan pola penyusunan secara teratur (pattern pack). Pola penyusunan buah secara acak adalah pola yang paling umum digunakan, terutama untuk buah buahan yang berharga murah. Pola ini adalah pola yang paling tua, paling sederhana dan berbiaya rendah daripada semua pola penyusunan secara teratur. Namun pola ini menyebabkan kerusakan buah yang tinggi, kepadatan buah dalam kemasan yang lebih rendah dan penampilan yang kurang menarik. Menurut Syaifullah dan Soedibyo (1976), diacu dalam Waluyo (1990), penyusunan buah dalam kemasan dapat dilakukan dengan beberapa cara (pola), yaitu pola 2-2, 3-2, 3-3, dan 4-3 (Gambar 6). 16

15 Gambar 6. Pola penyusunan buah jeruk dalam kemasan. Penelitian Waluyo (1990) terhadap buah jeruk yang dikemas dalam peti kayu menunjukkan bahwa pola susunan 3-2 lebih unggul daripada pola 3-3. Setelah simulasi transportasi selama 8 (delapan) jam, kekerasan buah jeruk yang disusun dengan pola 3-2 sebesar kg/cm 2 sedangkan kekerasan buah jeruk dengan pola 3-3 sebesar kg/cm 2. Peleg (1985) mengembangkan pola penyusunan buah secara teratur berdasarkan jarak (selang) antara buah dalam 3 (tiga) dimensi atau sesuai dengan sumbu cartesius (x, y, z) dan disebut sebagai Pola Region I, Pola Region II dan Pola fcc (face-centered cubic). Di antara ketiga pola tersebut, pola fcc merupakan pola susun yang optimal. Pola susun fcc adalah suatu cara penyusunan dalam kemasan dengan bentuk susunan yang mirip kubus. Bentuk kubus ini ditunjukkan dengan 5 (lima) buah sebagai contoh susunan, dimana 1 (satu) buah sebagai pusat yang diletakkan di tengah tengah (titik pusat) kubus dan 4 (empat) buah masing masing diletakkan di sudut sudut kubus (Gambar 7). Pola susunan fcc hanya berlaku untuk buah yang berbentuk spheroid dan ellipsoid. Mayoritas buah buahan memang berbentuk spheroid. 17

16 Gambar 7. Ilustrasi pola penyusunan fcc. Pola susun fcc diawali dengan menentukan jumlah buah dalam kemasan (N). Selanjutnya jumlah buah dalam kemasan menjadi acuan dalam menentukan jumlah buah pada tiap baris/ lajur kemasan (K A, K B, K C ). Adapun kombinasi nilai K A, K B, K C didasarkan pada jenis pola baris buah, yaitu pola baris simetris atau non simetris. Rumusan pola baris non simetris: N = (K A K B K C ) / 2...(1) Disebabkan N harus suatu bilangan bulat, setidaknya salah satu dari K A, K B dan K C harus suatu bilangan genap agar didapatkan pola baris non simetris tersebut. Rumusan pola baris simetris: N = (K A K B K C + 1) / 2...(2) Sedangkan pola baris simetris, K A, K B, dan K C harus termasuk bilangan ganjil agar N tetap suatu bilangan bulat. Setelah pola baris K A, K B, dan K C ditentukan, selanjutnya dapat dihitung ukuran dimensi kemasan dengan rumusan: A = (1.41 K A )a...(3) B = (1.41 K B )b....(4) C = (1.41 K C )b...(5) Dan volume kemasan ditentukan dengan rumus: V = ABC...(6) Sedangkan volume total buah dalam kemasan adalah: 2 Vk = π 2 ab K AKBKc...(7) 3 18

17 Sehingga kepadatan (densitas) kemasan didapatkan: S = Vk/ V...(8) Adapun jarak antar buah dalam pola fcc diatur dalam 3 (tiga) dimensi sesuai 3 (tiga) sumbu cartesius (sumbu x, y, z) ditentukan dengan rumusan: x = 0.82a...(9) y = 0.82b...(10) z = 0.82b...(11) Salah satu keuntungan dari pola susun fcc ini dibandingkan pola susun konvensional adalah penggunaan volume kemasan yang lebih baik sehingga dapat menghemat biaya transportasi, penyimpanan dan bahan kemasan dengan tetap mempertahankan mutu buah-buahan yang dikemas. Standar Mutu Salak Standar mutu salak Indonesia tercantum pada SNI Salak dibagi atas 2 (dua) kelas mutu, yaitu mutu I dan mutu II (Tabel 2). Ukuran berat dibagi atas ukuran besar untuk salak yang berbobot 61 gram atau lebih per buah, ukuran sedang berbobot gram/ buah, dan ukuran kecil berbobot 32 gram atau kurang per buah. Tabel 2. Kelas mutu salak berdasarkan SNI Tingkat Mutu I Mutu II Ketuaan Seragam tua Kurang seragam Kekerasan Keras Keras Kerusakan kulit buah Utuh Kurang utuh Ukuran Seragam Seragam Busuk (bobot/bobot) 1% 1% Kotoran Bebas Bebas 19

PERANCANGAN KEMASAN TRANSPORTASI BUAH SALAK (Salacca edulis) BERBAHAN BAKU PELEPAH SALAK WIYANA LEVI SANTI SIREGAR

PERANCANGAN KEMASAN TRANSPORTASI BUAH SALAK (Salacca edulis) BERBAHAN BAKU PELEPAH SALAK WIYANA LEVI SANTI SIREGAR PERANCANGAN KEMASAN TRANSPORTASI BUAH SALAK (Salacca edulis) BERBAHAN BAKU PELEPAH SALAK WIYANA LEVI SANTI SIREGAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

Lebih terperinci

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Penanganan pascapanen sangat berperan dalam mempertahankan kualitas dan daya simpan buah-buahan. Penanganan pascapanen yang kurang hati-hati dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Tempat dan Waktu Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Tempat dan Waktu Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Bahan bahan penelitian ini terdiri atas pelepah salak, kawat, paku dan buah salak. Dalam penelitian tahap I digunakan 3 (tiga) varietas buah salak, yaitu manonjaya, pondoh,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Potensinya terbuka, baik pasar bebas maupun industri. Kebutuhan cabai perkapita (2013) adalah 5 Kg/ tahun. Dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa, maka

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian dengan topik Pengaruh Perlakuan Pengemasan Belimbing (Averrhoa carambola L) dengan Penggunaan Bahan Pengisi terhadap Mutu Fisik Belimbing selama Transportasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Dimensi buah salak Pengukuran dimensi buah salak dilakukan pada 3 (tiga) varietas buah salak yaitu salak pondoh, salak manonjaya dan salak sidimpuan. Sampel pengukuran pada ketiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika dan kini telah menyebar di kawasan benua Asia termasuk di Indonesia. Tomat biasa ditanam di dataran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Buah Mentimun Mentimun, timun, atau ketimun (Cucumis sativus L.; suku labu-labuan atau Cucurbitaceae) merupakan tumbuhan yang menghasilkan buah yang dapat dimakan secara langsung

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan terhitung mulai bulan Januari hingga April 2012 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN III. A. Lokasi dan Waktu. B. Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN III. A. Lokasi dan Waktu. B. Bahan dan Alat III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Pertanian IPB selama 3 bulan yaitu bulan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN

PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN (Changes in the quality of mangosteen fruits (Garcinia mangosiana L.) after transportation and

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian Pengaruh Perlakuan Bahan Pengisi Kemasan terhadap Mutu Fisik Buah Pepaya Varietas IPB 9 (Callina) Selama Transportasi dilakukan pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 33 V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Tahap I Pengukuran Sifat Fisik Buah Manggis Pengukuran sifat fisik buah yang dilakukan meliputi berat buah, diameter mayor, diameter minor buah, tinggi tangkai dan tinggi

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

II. PENANGANAN PASCA PANEN BUAH SALAK

II. PENANGANAN PASCA PANEN BUAH SALAK I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Buah salak (sallaka edulis) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang banyak sekali khasiatnya bagi kesehatan. Penelitian mengungkapkan bahwa buah salak dapat meningkatkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling

Lebih terperinci

Kajian Ventilasi Dan Perubahan Suhu Dalam Kemasan Karton Dengan Komoditas Tomat

Kajian Ventilasi Dan Perubahan Suhu Dalam Kemasan Karton Dengan Komoditas Tomat Kajian Ventilasi Dan Perubahan Suhu Dalam Kemasan Karton Dengan Komoditas Tomat Emmy Darmawati 1), Gita Adhya Wibawa Sakti 1) 1) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN

PENANGANAN PASCA PANEN PENANGANAN PASCA PANEN Pasca Panen Sayuran yang telah dipanen memerlukan penanganan pasca panen yang tepat agar tetap baik mutunya atau tetap segar seperti saat panen. Selain itu kegiatan pasca panen dapat

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017

PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017 7 PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS Nafi Ananda Utama Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017 Pengantar Manggis merupakan salah satu komoditas buah tropika eksotik yang mempunyai

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN

PENANGANAN PASCA PANEN PENANGANAN PASCA PANEN KENAPA PERLU PENANGANAN PASCA PANEN??? Buah-buahan, setelah dipanen masih tetap merupakan jaringan hidup, untuk itu butuh penanganan pasca panen yang tepat supaya susut kuantitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI Oleh : Ir. Nur Asni, MS Peneliti Madya Kelompok Peneliti dan Pengkaji Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PELEPAH SALAK UNTUK KEMASAN TRANSPORTASI BUAH SALAK (SALACCA EDULIS) 1

PEMANFAATAN PELEPAH SALAK UNTUK KEMASAN TRANSPORTASI BUAH SALAK (SALACCA EDULIS) 1 PEMANFAATAN PELEPAH SALAK UNTUK KEMASAN TRANSPORTASI BUAH SALAK (SALACCA EDULIS) 1 Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr 2, Dr.Ir. Emmy Darmawati, Msi 2 dan Ir. Wiyana L. S. Siregar, Msi 3 ABSTRACT The objective of

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCAPANEN

PENANGANAN PASCAPANEN 43 PENANGANAN PASCAPANEN Pascapanen Penanganan pascapanen bertujuan untuk mempertahankan kualitas buah yang didapat. Oleh karena itu pelaksanaannya harus dilakukan dengan mempertimbangkan kualitas buah

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG Balai Besar Pelatihan Pertanian Ketindan Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian (2017) TUJUAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perancangan dan Pembuatan Kemasan Hasil Rancangan Perancangan kemasan bertujuan untuk menentukan kekuatan yang dibutuhkan kemasan untuk meredam gaya dari luar serta untuk mengurangi

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN HORTIKULTURA

PENANGANAN PASCA PANEN HORTIKULTURA Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama I. PENDAHULUAN PENANGANAN PASCA PANEN HORTIKULTURA Kebanyakan pasca panen produk hortikultura segar sangat ringkih dan mengalami penurunan mutu sangat cepat.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pisang

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pisang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pisang Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan

Lebih terperinci

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN

PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN PENANGANAN PANEN DAN PASCA PANEN Perbaikan mutu benih (fisik, fisiologis, dan mutu genetik) untuk menghasilkan benih bermutu tinggi tetap dilakukan selama penanganan pasca panen. Menjaga mutu fisik dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Kardus tipe RSC yang digunakan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Kardus tipe RSC yang digunakan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengemasan Pisang Ambon Kuning Pada simulasi transportasi pisang ambon, kemasan yang digunakan adalah kardus/karton dengan tipe Regular Slotted Container (RSC) double flute

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Belimbing Manis (Averrhoa carambola L) Tanaman belimbing berasal dari Sri Lanka dan banyak terdapat di daerah Asia Tenggara, Brazil, Ghana dan Guyana. Belimbing bukan buah musiman.

Lebih terperinci

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia,

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia, I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. IDENTIFIKASI KERUSAKAN BUAH APEL FUJI SUN MOON. IDENTIFIKASI KERUSAKAN MERUPAKAN TAHAPAN AWAL PENANGANAN SORTASI BUAH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. IDENTIFIKASI KERUSAKAN BUAH APEL FUJI SUN MOON. IDENTIFIKASI KERUSAKAN MERUPAKAN TAHAPAN AWAL PENANGANAN SORTASI BUAH BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. IDENTIFIKASI KERUSAKAN BUAH APEL FUJI SUN MOON. IDENTIFIKASI KERUSAKAN MERUPAKAN TAHAPAN AWAL PENANGANAN SORTASI BUAH BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Kerusakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Parameter Fisik dan Organoleptik Pada Perlakuan Blansir 1. Susut Bobot Hasil pengukuran menunjukkan bahwa selama penyimpanan 8 hari, bobot rajangan selada mengalami

Lebih terperinci

TEKNOLOGI DAN SARANA PASCA PANEN MANGGIS

TEKNOLOGI DAN SARANA PASCA PANEN MANGGIS TEKNOLOGI DAN SARANA PASCA PANEN MANGGIS Dr.Y. Aris Purwanto Pusat Kajian Hortikultura Tropika Institut Pertanian Bogor arispurwanto@gmail.com 08128818258 ... lanjutan Proses penanganan buah yang baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia adalah buah-buahan yaitu buah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identifikasi Kerusakan Buah Apel Fuji Sun Moon. Identifikasi kerusakan merupakan tahapan awal penanganan sortasi buah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identifikasi Kerusakan Buah Apel Fuji Sun Moon. Identifikasi kerusakan merupakan tahapan awal penanganan sortasi buah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Kerusakan Buah Apel Fuji Sun Moon Identifikasi kerusakan merupakan tahapan awal penanganan sortasi buah apel fuji sun moon di Hypermart Gorontalo. Tahapan sortasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cokelat berasal dari hutan di Amerika Serikat. Jenis tanaman kakao ada berbagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. cokelat berasal dari hutan di Amerika Serikat. Jenis tanaman kakao ada berbagai BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jenis-Jenis Kakao Tanaman kakao (Theobroma cacao, L) atau lebih dikenal dengan nama cokelat berasal dari hutan di Amerika Serikat. Jenis tanaman kakao ada berbagai macam tetapi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA

TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA AgroinovasI TEKNOLOGI PRODUKSI BENIH PASCA Dalam menghasilkan benih bermutu tinggi, perbaikan mutu fisik, fisiologis maupun mutu genetik juga dilakukan selama penanganan pascapanen. Menjaga mutu fisik

Lebih terperinci

TEKNIK PENANGANAN PASCA PANEN R i n i Y u l i a n i n g s i h

TEKNIK PENANGANAN PASCA PANEN R i n i Y u l i a n i n g s i h TEKNIK PENANGANAN PASCA PANEN R i n i Y u l i a n i n g s i h Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa memahami hal-hal yang menyebabkan kerusakan dan kehilangan serta memahami teknologi penanganan pasca panen

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN Dari penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan yang terbaik untuk mempertahankan mutu buah markisa adalah 1.5%. Pada pengamatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

PASCAPANEN MANGGA GEDONG GINCU

PASCAPANEN MANGGA GEDONG GINCU PASCAPANEN MANGGA GEDONG GINCU Mangga merupakan salah satu komoditas yang banyak dibudidayakan dan diusahakan Varietas mangga yang banyak dibudidayaka adalah Mangga Arum Manis, Dermayu dan G Komoditas

Lebih terperinci

PANEN DAN PASCA PANEN DURIAN

PANEN DAN PASCA PANEN DURIAN PANEN DAN PASCA PANEN DURIAN Oleh : drh. Linda Hadju Widyaiswara Madya BALAI PELATIHAN PERTANIAN JAMBI 2012 PANEN DAN PASCA PANEN DURIAN Oleh : drh. Linda Hadju Widyaiswara Madya BALAI PELATIHAN PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Panen

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Panen 4 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Kentang (Solanum tuberosum L.) berasal dari wilayah pegunungan Andes di Peru dan Bolivia. Tanaman kentang liar dan yang dibudidayakan mampu bertahan di habitat tumbuhnya

Lebih terperinci

KEMASAN TRANSPOR 31 October

KEMASAN TRANSPOR 31 October KEMASAN TRANSPOR 1 Outline 1. Pendahuluan 2. Karton Gelombang (KG) & Kotak Karton Gelombang (KKG) 3. Tipe Kotak Karton Gelombang (KKG) 4. Sifat Kotak Karton Gelombang (KKG) 5. Jenis Kerusakan Kotak Karton

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN CABAI Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si.

PENANGANAN PASCA PANEN CABAI Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si. PENANGANAN PASCA PANEN CABAI Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai segar mempunyai daya simpan yang sangat singkat. Oleh karena itu, diperlukan penanganan pasca panen mulai

Lebih terperinci

INSTRUKSI KERJA PENANGANAN PASCAPANEN MANGGA GEDONG GINCU

INSTRUKSI KERJA PENANGANAN PASCAPANEN MANGGA GEDONG GINCU PENANGANAN PENDAHULUAN Instruksi kerja merupakan dokumen pengendali yang menyediakan perintah-perintah untuk pekerjaan atau tugas tertentu dalam penanganan pascapanen mangga Gedong Gincu. 1. Struktur kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah buah pisang. Tahun 2014, buah pisang menjadi buah dengan produksi terbesar dari nilai produksi

Lebih terperinci

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI 1. PENGERINGAN Pengeringan adalah suatu proses pengawetan pangan yang sudah lama dilakukan oleh manusia. Metode pengeringan ada dua,

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan mutu yang diamati selama penyimpanan buah manggis meliputi penampakan sepal, susut bobot, tekstur atau kekerasan dan warna. 1. Penampakan Sepal Visual Sepal atau biasa

Lebih terperinci

[Pemanenan Ternak Unggas]

[Pemanenan Ternak Unggas] SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN [AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS] [Pemanenan Ternak Unggas] [Endang Sujana, S.Pt., MP.] KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

PASCA PANEN BAWANG MERAH

PASCA PANEN BAWANG MERAH PASCA PANEN BAWANG MERAH Oleh : Juwariyah BP3K Garum Indikator Keberhasilan : Setelah selesai mempelajari modul ini peserta diharapkan mampu : a. Menjelaskan kembali pelayuan dan pengeringan bawang merah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SUSUT BOBOT Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu tomat. Perubahan terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin lama tomat disimpan

Lebih terperinci

Penentuan Tingkat Kerusakan Buah Alpukat pada Posisi Pengangkutan Dengan Simulasi Getaran yang Berbeda

Penentuan Tingkat Kerusakan Buah Alpukat pada Posisi Pengangkutan Dengan Simulasi Getaran yang Berbeda Penentuan Tingkat Kerusakan Buah Alpukat pada Posisi Pengangkutan Dengan Simulasi Getaran yang Berbeda Khusna Fauzia*, Musthofa Lutfi, La Choviya Hawa Jurusan Keteknikan Pertanian - Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Pendahuluan

BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Penelitian Pendahuluan BAHAN DAN METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada bulan

Lebih terperinci

PASCA PANEN BUNGA POTONG (KRISAN)

PASCA PANEN BUNGA POTONG (KRISAN) PASCA PANEN BUNGA POTONG (KRISAN) Post 04 Desember 2014, By Ir. Elvina Herdiani, MP. bbpplbungapotperkembangan bisnis bunga potong meningkat dengan cukup pesat dari waktu ke waktu, hal ini menunjukkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura.

BAB I PENDAHULUAN. ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu produk pertanian yang memiliki potensi cukup tinggi untuk ditingkatkan nilai tambah, daya saing dan ekspornya adalah produk hortikultura. Komoditas hortikultura

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Sistem dan Pola Saluran Pemasaran Bawang Merah Pola saluran pemasaran bawang merah di Kelurahan Brebes terbentuk dari beberapa komponen lembaga pemasaran, yaitu pedagang pengumpul,

Lebih terperinci

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI)

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) Cara-cara penyimpanan meliputi : 1. penyimpanan pada suhu rendah 2. penyimpanan dengan

Lebih terperinci

JERUK SIAM PONTIANAK DAN KEPROK TERIGAS UNTUK MENINGKATKAN. E.M.Rachmat S., Titik Purbiati, John David H, Tomy Purba dan Melia Puspitasari

JERUK SIAM PONTIANAK DAN KEPROK TERIGAS UNTUK MENINGKATKAN. E.M.Rachmat S., Titik Purbiati, John David H, Tomy Purba dan Melia Puspitasari TEKNOLOGI PEMETIKAN, PENYIMPANAN DAN PENGEMASAN JERUK SIAM PONTIANAK DAN KEPROK TERIGAS UNTUK MENINGKATKAN UMUR DAYA SIMPAN >15 HARI O l e h : E.M.Rachmat S., Titik Purbiati, John David H, Tomy Purba dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kemasan Alpukat Hasil Rancangan Kemasan distribusi dirancang dan dipilih terutama untuk mengatasi faktor getaran (vibrasi) dan kejutan (shock) karena faktor ini sangat berpengaruh

Lebih terperinci

PANEN DAN PENGELOLAAN PASCAPANEN PADI

PANEN DAN PENGELOLAAN PASCAPANEN PADI PELATIHAN TEKNIS BUDIDAYA PADI BAGI PENYULUH PERTANIAN DAN BABINSA PANEN DAN PENGELOLAAN PASCAPANEN PADI BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN PUSAT PELATIHAN PERTANIAN 2015 Sesi 11: PANEN DAN

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Mei 2012 di Laboratorium Rekayasa

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April Mei 2012 di Laboratorium Rekayasa 20 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April Mei 2012 di Laboratorium Rekayasa Bioproses Jurusan Teknik Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Konsentrasi O dan CO dalam Kemasan mempunyai densitas antara.915 hingga.939 g/cm 3 dan sebesar,9 g/cm 3, dimana densitas berpengaruh terhadap laju pertukaran udara

Lebih terperinci

PENYIMPANAN BUAH MANGGA MELALUI PELILINAN Oleh: Masnun, BPP JAmbi BAB. I. PENDAHULUAN

PENYIMPANAN BUAH MANGGA MELALUI PELILINAN Oleh: Masnun, BPP JAmbi BAB. I. PENDAHULUAN PENYIMPANAN BUAH MANGGA MELALUI PELILINAN Oleh: Masnun, BPP JAmbi BAB. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mangga ( Mangifera indica L. ) adalah salah satu komoditas hortikultura yang mudah rusak dan tidak

Lebih terperinci

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Oleh : YOLIVIA ASTRIANIEZ SEESAR F14053159 2009 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung mampu memproduksi pisang sebanyak 319.081 ton pada tahun 2003 dan meningkat hingga

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan pada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian

III. METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Januari 2016 di kebun salak Tapansari, Candibinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta. Luas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Jumlah produksi (ton) Jawa Barat Lampung Sumatera

TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Jumlah produksi (ton) Jawa Barat Lampung Sumatera II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Nanas Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus (L.) Merr.). Memiliki nama daerah danas (Sunda) dan neneh (Sumatera). Dalam bahasa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini berlangsung di kebun manggis daerah Cicantayan Kabupaten Sukabumi dengan ketinggian 500 700 meter di atas permukaan laut (m dpl). Area penanaman manggis

Lebih terperinci

Pendahuluan. Setelah diketahui bahwa buah sudah cukup tua untuk dipanen, panen dapat segera dilakukan dan buah harus

Pendahuluan. Setelah diketahui bahwa buah sudah cukup tua untuk dipanen, panen dapat segera dilakukan dan buah harus CARA PANEN BUAH Pendahuluan Setelah diketahui bahwa buah sudah cukup tua untuk dipanen, panen dapat segera dilakukan dan buah harus dikumpulkan di lahan secepat mungkin. Panen harus dilakukan secepat mungkin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan hortikultura meningkat setiap tahunnya, tetapi hal tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan hortikultura meningkat setiap tahunnya, tetapi hal tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan hortikultura meningkat setiap tahunnya, tetapi hal tersebut tidak diimbangi dengan jumlah produksi yang memadai. Hal ini menunjukkan bahwa peluang untuk pengembangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. A. Tempat dan Waktu. B. Alat dan bahan. C. Posedur Penelitian. 1. Perancangan Kemasan

III. METODOLOGI. A. Tempat dan Waktu. B. Alat dan bahan. C. Posedur Penelitian. 1. Perancangan Kemasan III. METODOLOGI A. Tempat dan Waktu Tempat pelaksanaan penelitian adalah di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (bagian TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

Ir. Khalid. ToT Budidaya Kopi Arabika Gayo Secara Berkelanjutan, Pondok Gajah, 06 s/d 08 Maret Page 1 PENDAHULUAN

Ir. Khalid. ToT Budidaya Kopi Arabika Gayo Secara Berkelanjutan, Pondok Gajah, 06 s/d 08 Maret Page 1 PENDAHULUAN PENDAHULUAN Bagi Indonesia kopi (Coffea sp) merupakan salah satu komoditas yang sangat diharapkan peranannya sebagai sumber penghasil devisa di luar sektor minyak dan gas bumi. Disamping sebagai sumber

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP

MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP KERUSAKAN FISIK/MEKANIS KERUSAKAN KIMIAWI KERUSAKAN MIKROBIOLOGIS KEAMANAN PANGAN, CEGAH : o CEMARAN FISIK o CEMARAN KIMIAWI o CEMARAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Percobaan dalam penelitian ini dilaksanakan pada bulan November sampai dengan Desember 2010 di Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Pada umumnya

I. PENDAHULUAN. terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Pada umumnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tomat (Lycopersicon esculentum Mill) merupakan sayuran berbentuk buah yang banyak dihasilkan di daerah tropis dan subtropis. Budidaya tanaman tomat terus meningkat seiring

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) Tomat merupakan tanaman asli di Benua Amerika yang tersebar dari Amerika Tengah hingga Amerika Selatan. Tanaman tomat pertama kali dibudidayakan

Lebih terperinci

Kulit masohi SNI 7941:2013

Kulit masohi SNI 7941:2013 Standar Nasional Indonesia ICS 65.020.99 Kulit masohi Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penyimpanan Pellet Suhu dan kelembaban ruang penyimpanan sangat berpengaruh terhadap sifat fisik dan pertumbuhan serangga pada pellet yang disimpan. Ruang penyimpanan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN BUAH LADA

PENGOLAHAN BUAH LADA PENGOLAHAN BUAH LADA Oleh: Puji Lestari, S.TP Widyaiswara Pertama I. PENDAHULUAN Lada memiliki nama latin Piper nigrum dan merupakan family Piperaceae. Lada disebut juga sebagai raja dalam kelompok rempah

Lebih terperinci

Bunga. Sayuran. Cold Storage. Hortikultura

Bunga. Sayuran. Cold Storage. Hortikultura Cold Storage Hortikultura Panen C 6 H 12 O 6 + O 2 Respirasi 6 CO 2 + 6 H 2 O + 673 Kal Umur simpan produk Tergantung dari laju evolusi panas Kondisi lingkungan daun buah Sayuran : kailan, brokoli, horenzo,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009

Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009 LAMPIRAN Lampiran 1. Perhitungan Premium Nilai Tukar dan Nilai Tukar Bayangan Tahun 2009 Uraian Jumlah (Rp) Total Ekspor (Xt) 1,211,049,484,895,820.00 Total Impor (Mt) 1,006,479,967,445,610.00 Penerimaan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1:

4 KEADAAN UMUM UKM. Pulau Pasaran SKALA 1: 29 4 KEADAAN UMUM UKM 4.1 Lokasi dan Keadaan Umum Pengolah Unit Pengolahan ikan teri nasi setengah kering berlokasi di Pulau Pasaran, Lingkungan 2, Kelurahan Kota Karang, Kecamatan Teluk Betung Barat,

Lebih terperinci

PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN PRODUK INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP)

PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN PRODUK INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP) PENGEMASAN DAN PENYIMPANAN PRODUK INDUSTRI RUMAH TANGGA PANGAN (IRTP) BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Aspek Perlindungan dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Pelet Daun Indigofera sp. Pelet daun Indigofera sp. yang dihasilkan pada penelitian tahap pertama memiliki ukuran pelet 3, 5 dan 8 mm. Berdasarkan hasil pengamatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Melon Tanaman melon berasal dari daerah Mediterania yang merupakan perbatasan antara Asia Barat dengan Eropa dan Afrika, secara khusus berasal dari lembah Persia (Syria). Tanaman

Lebih terperinci

PENGERINGAN PADI Oleh : M Mundir BP3K Nglegok

PENGERINGAN PADI Oleh : M Mundir BP3K Nglegok PENGERINGAN PADI Oleh : M Mundir BP3K Nglegok I. LATAR BELAKANG Kegiatan pengeringan merupakan salah satu kegiatan yang penting dalam usaha mempertahankan mutu gabah. Kadar air gabah yang baru dipanen

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci