TINGKAH LAKU BERANAK DOMBA MERINO DAN SUMATERA YANG DIKANDANGKAN
|
|
- Yandi Sanjaya
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 TINGKAH LAKU BERANAK DOMBA MERINO DAN SUMATERA YANG DIKANDANGKAN (Lambing Behaviour of Sumatera and Merino Ewes in Confinement) BESS TIESNAMURTI dan SUBANDRIYO Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor ABSTRACT A study was conducted to find out lambing behaviour of Merino and Sumaetra ewes. The parameters observed were included prelambing behaviour, at lambing behaviour (lambing position, duration of lambing and lambing time) and after lambing behaviour (success time to stand and to suckle). Data were analysed using t test and regression analysis was conducted between duration of lambing and ewe s body weight as well as time to suckle and ambient temperature. The study showed that prelambing behaviour of both sheep were consisted of laying down, walking around the barn, flechmen, vocalization, urination and floor scratching. Lambing position was mostly laying down (75,56%) for the Merino and standing up (50%) for the Sumatera. The average lambing duration for both sheep was not significantly differed, 23,61 ± 17,95 and 31,5 ± 13,34 menit. Whereas lambing time for Merino was occurred in the evening (65,84%) and for Sumatera sheep was at day time (75%). Duration to stand up for Merino and Sumatera lambs was significantly differed (P<0,05) which is 38,2 ± 21,5 and 23,5 ± 16,4 minutes. Meanwhile time for suckling for Merino and Sumatera lambs was not significantly differed, 67,0 ± 31,5 and 56,1 ± 35,1 minutes, respectively. The regression coefficient between lambing duration and ewe weight was significantly differed (P<0,05) of the ewe s weight, whereas regression coefficient between time to suckle and the ambient temperature showed significantly (P<0,05) effect of the ambient temperature. The study showed that Sumatera and Merino sheep are not significantly differed for the lambing behaviour and considered to have good mothering ability. Key Words: Sheep, Lambing Behaviour ABSTRAK Suatu penelitian dilakukan untuk mengetahui pola tingkah laku beranak induk domba Merino dan Sumatera. Peubah diamati meliputi tingkah laku sebelum beranak (berdiri,berbaring,vokalisasi, urinasi, flechmen dan mengkais lantai), saat beranak (lama beranak, posisi dan waktu beranak) dan setelah beranak (sukses berdiri dan menyusu pada induk). Analisis data dilakukan dengan uji t serta analisis regresi terhadap lama waktu beranak dan waktu sukses menyusu terhadap bobot induk dan suhu kandang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan nyata antara tingkah laku sebelum beranak pada domba Merino dan Sumatera, dengan tingkah laku utama adalah flechmen. Posisi beranak domba Merino kebanyakan berbaring (75,56%) sedang pada domba Sumatera adalah berdiri (50%). Rataan lama beranak domba Merino dan Sumatera tidak berbeda yaitu 23,61 ± 17,95 dan 31,5 ± 13,34 menit sedangkan waktu beranak domba Merino adalah malam hari (65,84%) dan domba Sumatera adalah siang hari (75%). Waktu sukses berdiri untuk anak domba Merino dan Sumatera nyata berbeda (P<0,05) yaitu 38,2 ± 21,5 dan 23,5 ± 16,4 menit, sementara waktu sukses menyusu tidak berbeda nyata, yaitu 67,0 ± 31,5 dan 56,1 ± 35,1 menit. Regresi lama beranak dengan bobot induk menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05) dari bobot induk, sementara regresi antara waktu sukses menyusu anak domba dengan suhu ruang menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05) suhu ruang. Penelitian ini menyimpulkan bahwa domba Sumatera dan Merino mempunyai tingkah laku beranak tidak jauh berbeda dan tergolong kepada tingkah laku keindukan yang baik. Kata Kunci: Domba, Tingkah Laku Beranak 505
2 PENDAHULUAN Tingkah laku merupakan satu potensi genetis yang dapat dieksploitasi lebih lanjut dengan tujuan untuk mendapatkan manfaat maksimal dari setiap bangsa ternak. Tingkah laku ternak merupakan potensi genetis bersifat herediter, tetapi dapat dimanipulir dengan cara memberikan pelatihan khusus. WHATELEY et al. (1974) melaporkan bahwa dari beberapa bangsa domba diamati, domba Romney mempunyai tingkah laku jelek,dalam arti malas mencari tempat berlindung apabila digembalakan sedangkan domba Merino cenderung selalu meninggalkan anak yang disusui. Tetapi domba persilangan RomneyxBorder Leicester mempunyai tingkah laku keindukan terbaik. FORGARTY et al. (1982) melaporkan bahwa nilai duga ripitabilitas dan daya pewarisan tingkah laku keindukan berkisar antara 0,1 0,15 dan 0,1. Sebagai gambaran, domba dari daerah bermusim empat cenderung lebih jinak dibanding dengan domba dari daerah tropis. Sifat keindukan merupakan salah satu sifat yang menentukan produktivitas ternak secara umum, karena tingkah laku keindukan erat terkait dengan kemampuan membesarkan anak yang secara langsung menyumbang keragaman kemampuan menyapih anak. Kemampuan membesarkan anak akan menentukan jumlah anak dan bobot anak sapih yang secara tidak langsung mempengaruhi produktivitas induk (HINCH, 1997). GATENBY (1994) melaporkan bahwa tingkah laku beranak pada domba Sumatera dan persilangannya dengan pejantan St Croix maupun Barbados Balckbelly dikategorikan dalam sifat keindukan bagus, dilihat dari kemampuan untuk memelihara anak setelah melahirkan. Berbeda dengan laporan AWATWI et al. (2000) pada kambing West African, yang menyatakan bahwa pengenalan anak terhadap induk sesaat (18 jam) setelah dilahirkan ternyata rendah (35%) dibandingkan pada 48 jam kemudian (75%). Domba Sumatera adalah jenis domba yang banyak dijumpai di provinsi Sumatera Utara, merupakan domba berkuran kecil dan dimanfaatkan sebagai penghasil daging, dengan bobot dewasa tidak lebih dari 25 kg. Tanda khas dari domba Sumatera adalah terdapat sepasang gelambir (wattles) di bagian leher. Mempunyai pola warna tubuh dominan coklat dan kombinasi antara putih dan coklat dengan sedikit persentase warna hitam. Tampilan produksi induk memperlihatkan sifat prolifikasi tinggi (rataan julah anak sekelahiran 1,54 ± 0,65 ekor), rataan bobot lahir anak 1,8 kg/ekor dan rataan bobot sapih 9,2 kg (INIGUEZ et al, 1991). Salah satu sifat keunggulan domba Sumatera adalah mempunyai ketahanan genetis terhadap serangan parasit internal (Haemonchus), terutama kalau domba akan dipelihara dengan sistem penggembalaan. Sejarah mencatat bahwa domba Sumatera ini kemungkinan berasal dari pulau Jawa, dibawa transmigrasi pekerja kebun ke daerah tersebut pada masa penjajahan Belanda. Domba Merino merupakan jenis penghasil wool, banyak dipelihara di daerah bermusim empat, warna tubuh dominan adalah putih dengan bobot dewasa sekitar kg (betina) dan kg (jantan) dengan rataan jumlah anak sekelahiran 1,23, tampilan bobot lahir dan bobot sapih berturut-turut adalah 3,2 ± 0,54 kg dan 18,7 ± 1,1 kg. Walaupun tidak sesuai dipelihara di daerah tropis, ternyata importasi domba Merino ke Indonesia sudah berlangsung sejak awal abad ke-19, dan dilanjutkan pada masa pemerintahan orde baru. Pengamatan ini ditujukan untuk mengetahui tingkah laku beranak induk domba Merino yang baru beradaptasi dengan lingkungan tropis Indonesia dan domba Sumatera yang memang sudah teradaptasi di lingkungan ini. Pengamatan ini bertujuan pula untuk mengetahui seberapa jauh tingkah laku beranak dapat berperan dalam manajemen pemeliharaan dan pembesaran anak. MATERI DAN METODE Penelitian dilakukan di lapangan percobaan domba Balai Penelitian Ternak, Bogor menggunakan 41 dan 21 ekor domba Merino dan Sumatera yang sedang bunting. Pakan diberikan adalah rumput raja sebanyak 4 kg ekor/hari dan konsentrat komersial dengan kandungan protein kasar 16% dan TDN 68% sebanyak 500 g/ekor/hari. Pengamatan dilakukan secara visual dengan mengamati langsung induk dalam proses beranak. Induk ditempatkan dalam kandang kelompok, berukuran 3 x 3 m2 berisi 7 ekor. Pengamatan dimulai setelah melihat adanya 506
3 tanda tingkah laku induk akan beranak terdiri dari: 1. Tingkah laku sebelum beranak. 2. Tingkah laku induk saat beranak, terdiri dari waktu beranak, lama beranak (menit) maupun posisi beranak (berdiri atau berbaring). 3. Tingkah laku induk setelah beranak meliputi lama waktu menjilat anak (detik) yang baru dilahirkan dan bagian tubuh pertama dijilat (menit). Tingkah laku anak setelah dilahirkan terdiri atas waktu sukse berdiri (menit) dan waktu sukses menyusu (menit). 4. Peubah lain yang dicatat adalah bobot induk (sesaat setelah melahirkan), bobot lahir anak (kg), suhu kandang, suhu rektal ( C) setelah anak dilahirkan. Analisis data Data dianalisa dengan uji t (STEEL dan TORIE, 1987) guna mengetahui pengaruh bangsa digunakan. Sementara itu analisa regresi digunakan untuk melihat hubungan antara tingkah laku saat beranak (lama beranak), sesudah beranak (lama menjilati dan waktu sukses menyusu) sebagai peubah independen dengan suhu kandang, bobot lahir dan bobot induk saat beranak sebagai peubah independen. HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkah laku sebelum beranak Apabila diurutkan tingkah laku induk sebelum beranak, maka tingkah laku tertinggi adalah vokalisasi, diikuti oleh flechmen dan mengais lantai kandang dengan rataan frekuensi. Secara umum tidak terdapat perbedaan nyata antara gerakan dalam tingkah laku sebelum beranak, menunjukkan bahwa ekspresi tingkah laku tersebut umum terjadi pada ternak domba. Diantara semua ekspresi ditunjukkan induk pada waktu mendekati kelahiran yang dilakukan oleh semua induk domba Merino adalah kegelisahan dalam bentuk berjalan mengelilingi kandang (100%), vokalisasi (100%) dan flechmen (100%). Sementara domba Sumatera tidak semuanya menunjukkan bentuk kegelisahan seperti itu. Berbeda dengan yang terjadi pada sapi FH yang justru banyak berteriak setelah proses beranak (EDWARDS dan BROOM, 1982). Tingkah laku flechmen boleh jadi merupakan salah satu ekspresi perilaku menunjukkan ketidaknyamanan yang lebih sering diperlihatkan domba Sumatera (25,63 ± 14,5 kali) yang nyata (P<0,05) berbeda dibanding domba Merino (11,25 ± 6,75 kali). Tingginya frekuensi flechmen pada domba Sumatera dapat pula disebabkan karena timbulnya rasa sakit yang lebih sering pada domba Sumatera, karena bobot induk lebih kecil (29,64 ± 8,44 kg vs 51,94 ± 4,42 kg). Apalagi kalau dibandingkan bahwa total bobot lahir anak domba relatif tidak jauh berbeda yaitu 3,5 ± 0,87 vs 3,3 ± 1,65 kg untuk anak domba Merino vs Sumatera. Tingkah laku saat beranak Pengamatan menunjukkan ada beberapa tingkah laku induk saat beranak yang patut dicatat yaitu mengasingkan diri dari teman satu kelompok dan biasa terlihat di pojok ruang kandang. Tetapi ada juga induk beranak di tengah-tengah kelompok dengan tidak memilih tempat. Sebagian besar induk yang menyendiri pada waktu beranak dimungkinkan karena rataan luas kandang per individu realtif kecil (0,71 0,83 m2), jauh dari saran dianjurkan KILGOUR dan DALTON (1984) sebesar 1,5 dan 2,5 m2/ekor untuk domba berukuran kecil dan besar. Mengasingkan diri sebagai upaya memilih tempat beranak yang tenang dijumpai pula pada domba bangsa Romney, yang sudah tampak 15 hari sampai 4 jam sebelum induk beranak. Tidak saja untuk induk dikandangkan tetapi juga untuk domba gunung yang masih liar. Tampaknya tingkah laku ini dipandang umum terjadi pada domba karena ALEXANDER (1990) melaporkan bahwa induk cenderung untuk beranak terpisah dari yang lain, dimana ARNOLD dan MORGAN (1975) menyatakan bahwa 45% induk domba akan memisahkan diri untuk beranak walaupun masih dekat dengan kelompoknya. Ternyata tingkah laku ini juga dijumpai pada sapi perah FH (EDWARDS dan BROOM, 1982) yang mendapatkan bahwa walau banyak induk sengaja dipindahkan ke kandang beranak (dari pangonan), tetapi sebagian menyukai beranak ditengah kelompoknya. 507
4 Tabel 1. Tingkah laku induk domba sebelum beranak Merino Sumatera Tingkah laku Frekuensi Persentase Induk Frekuensi Persentase (kali/30 menit) (kali/30 menit) Induk Berdiri 3,00 + 1,6 100,00 7,75 + 0,74 87,50 Berbaring 2,87 + 1,5 90,24 7,63 + 7,48 75,00 Vokalisasi 22, ,18 100,00 29, ,0 87,50 Urinasi 0,90 + 0,1 51,22 0,63 + 0,74 50,00 Flechmen 11,25 + 6,75 a 100,00 25, ,50 b 87,50 Mengais-ngais 8,25 + 6,23 95,12 16, ,59 87,50 Superskrip berbeda dalam satu baris menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) Ada kecenderungan bahwa domba Sumatera lebih dapat berinteraksi dengan petugas kandang sehingga akan merasa nyaman beranak apabila ada orang disekelilingnya. Distribusi waktu beranak untuk domba dalam pengamatan ini memperlihatkan domba Merino kebanyakan (65,8%) beranak malam hari (18:00 06:00 WIB) sedang domba Sumatera (70%) beranak siang hari ( WIB). Walaupun dalam pengamatan ini waktu beranak domba Merino berbeda dengan domba Sumatera, sebetulnya domba Merino dapat beranak dengan tidak mengenal waktu (ARNOLD dan MORGAN, 1975) selama 24 jam. Sehingga pemilihan waktu beranak yang cenderung malam hari dapat disebabkan karena ternak memilih waktu tenang dan relatif nyaman. SUTAMA dan BUDIARSANA (1995) melaporkan bahwa 57% domba ekor gemuk dan 54,3% domba ekor tipis (SUTAMA dan INOUNU, 1993) beranak siang hari. Tidak diketahui apakah ada hubungan antara waktu kawin dengan waktu beranak, yang kemungkinan dapat menerangkan kejadian ini. Tabel 2. Distribusi waktu beranak domba Merino dan Sumatera Waktu Persentase induk Merino Sumatera WIB 12,19 40, WIB 21,95 36, WIB 36,58 16, WIB 29,26 8,00 Boleh jadi hal ini disebabkan induk Merino belum beradaptasi dengan baik pada kondisi setempa mengingat bahwa perbedaan waktu antara Sidney dimana ternak berasal dan Bogor adalah sekitar 5 6 jam. Sebetulnya, baik untuk pemeliharaan di lapangan percobaan maupun pada peternakan rakyat atau komersial lainnya, saat beranak yang tepat adalah pada waktu siang hari, dimana pengawas kandang/pemilik tersedia, sehingga dapat membantu apabila ada kesulitan kelahiran Tidak terdapat perbedaan nyata lama waktu beranak domba Merino (23,61 ± 17,95 menit) dan domba Sumatera (31,5 ± 13,34 menit), menunjukkan tidak terdapat pengaruh bangsa domba. Tidak terdapat perbedaan nyata pada lama beranak dalam pengamatan ini sejalan dengan laporan beberapa penelitian terdahulu (GATENBY et al., 1994) yaitu kurang dari 40 menit. SUTAMA dan INOUNU (1993) melaporkan lama beranak domba lokal ekor tipis berkisar antara menit, sedang pada domba ekor gemuk adalah 39-42,2 menit (SUTAMA dan BUDIARSANA, 1995). Tipe lahir tampaknya memberi sumbangan terhadap lama beranak domba. Hasil analisa regresi lama beranak domba Merino dan Sumatera berturutturut adalah: dan Y = 125,8 1,9373X Y= 66,903 1,1945X dengan pengaruh nyata bobot induk. 508
5 Tabel 3. Tingkah laku induk saat beranak dan setelah beranak Tingkah laku Domba Merino Domba Sumatera Tingkah laku saat beranak Lama waktu beranak (menit) 23,61 ± 17,95 a 31,5 ± 13,34 a Posisi beranak Berbaring Berdiri Tingkah laku setelah beranak Sukses berdiri (menit) 38,24 ± 21,5 a 23,5 ± 16,4 b Sukses menyusu (menit) 67,0 ± 31,5 a 56,1 ± 35,1 a Superskrip berbeda dalam satu baris menunjukkan perbedaan nyata P<0,05) Apabila dilihat dari persamaan regresi lama beranak, dengan koefisien regresi yang negatif untuk kedua persamaan tersebut, memberi arti bahwa semakin tinggi bobot badan, maka semakin cepat waktu beranak. Hal ini dapat dijelaskan bahwa induk dengan bobot lebih berat akan mempunyai cukup cadangan tenaga sehingga proses kelahiran anak berlangsung relatif lebih cepat. Apabila dilihat lebih banyak induk Merino beranak dengan posisi berbaring (75,56%) tetapi tidak untuk domba Sumatera, dimana posisi berbaring (50%) sama banyak dengan posisi berdiri (50%). Perbedaan nyata (P<0,05) pada posisi beranak domba Merino dan Sumatera tampaknya sependapat dengan laporan KESZTHELEYI et al. (1987) untuk domba Krak dan Merino di Hungaria yang beranak sambil berdiri. Lebih banyak induk dengan posisi berbaring dilaporkan oleh SUTAMA dan INOUNU (1993) pada domba ekor tipis maupun domba ekor gemuk (SUTAMA dan BUDIARSANA, 1995). Apakah posisi berbaring lebih menguntungkan dibandingkan dengan posisi berdiri? Posisi berbaring dapat dikatakan lebih menguntungkan, karena memberikan kesempatan kepada induk untuk segera menjilati lender ditubuh anak, sehingga induk relatif lebih cepat dapat mengenali anak. Tampaknya posisi beranak yang berbaring merupakan sifat umum induk domba, karena hanya 28% domba Merino yang beranak dalam posisi berdiri (ARNOLD dan MORGAN, 1975). Akan tetapi penulis menyaksikan kejadian beranak, dimana induk dalam posisi berdiri. Sesaat setelah beranak (terlempar kelantai) segera anak bergerak-gerak dan berusaha untuk melepaskan diri dari selubung kelahiran dan diikuti dengan gerakan induk untuk menjilati dan mengenali anak. Tingkah laku setelah beranak Tidak terdapat perbedaan nyata interval waktu menjilati anak oleh induk Merino (28,59 ± 80,76 detik) dan Sumatera (9,62 ± 17,22 detik). Bagian tubuh anak yang pertama dijilati adalah bagian kepala (dilakukan oleh 60,98% induk Merino dan 62,5% induk Sumatera) sedangkan sisanya adalah bagian tubuh lainnya. Analisis regressi lama menjilati anak oleh induk domba Merino dan Sumatera berturut-turut adalah: Y=-132,07 + 3,12 x (r=0,17) dan Y=2, ,2508 x (r=0,83) dengan pengaruh nyata (P<0,05) dari bobot induk. GATENBY et al, (1994) melaporkan bahwa usaha induk untuk menjilati tubuh anak, dimulai dari bagian kepala. Dimulainya penjilatan induk terhadap bagian kepala anak domba dapat terjadi karena kepala merupakan bagian yang menarik perhatian karena bergerak. Selain itu secara instingtif induk berusaha untuk membersihkan saluran pernafasan anak dan berusaha memulai hubungan antara anak dan induk (TOMASZEWKA et al., 1991). Gagalnya bentuk ikatan ini akan mengakibatkan anak terlantar, lemah dan tidak bertahan sampai saat disapih. Sifat keindukan yang baik, juga sudah mulai tampak dari gerakan ini, sehingga induk yang tidak segera mengenali dan menjilati anak dikategorikan sebagai sifat keindukan yang kurang baik. 509
6 Tabel 4. Tampilan induk dan anak setelah kelahiran Peubah Domba Merino Domba Sumatera Total bobot lahir (kg) 3,8 ± 0,87 3,3 ± 1,65 Rataan bobot induk (kg) 51,48 ± 4,40 a 29,6 ± 8,44 b Rataan suhu rektal anak ( C) 39,0 ± 0,72 38,94 ± 0,19 Superskrip berbeda dalam satu baris menunjukkan perbedaan nyata P<0,05) Terdapat perbedaan nyata (P<0,05) waktu sukses berdiri antara domba Merino dan Sumatera, dimana anak domba Sumatera lebih cepat berdiri (23,5 ± 16,4 menit) dibandingkan dengan anak domba Merino (23,5 ± 16,4 menit). Kisaran waktu diperlukan untuk berdiri pada domba Sumatera dan Merino berturutturut adalah menit dan menit. OWEN (1975) menyatakan bahwa semakin besar bobot lahir anak, maka peluang untuk cepat berdiri semakin besar. Walaupun dalam penelitian ini total bobot lahir anak domba Merino ternyata tidak berbeda nyata dengan domba Sumatera. Tetapi tidak terjadi seperti yang diharapkan, hal ini dapat disebabkan lantai kandang yang licin akibat cairan amniotik, sehingga menyulitkan anak untuk berdiri. Sementara itu SLEE dan SPRINGBELT (1997) melaporkan waktu sukses berdiri berkisar antara 17,5 menit untuk domba Scottish Blackface sampai 54,0 menit untuk domba Finnish Landrace. Kisaran waktu dibutuhkan untuk sukses menyusu domba Merino adalah menit sedangkan untuk anak domba Sumatera adalah menit. Lamanya waktu sukses menyusu domba Merino (69,0 ± 31,5 menit) tidak berbeda nyata dengan domba Sumatera (56,1 ± 35,1 menit). Kisaran waktu tersebut masih dalam kisaran normal waktu anak mencapai ambing pada domba dari daerah bermusim empat, dengan rataan 24,9 menit dan 94,6 menit untuk domba Welsh Mountain dan Finnish Landrace (SLEE dan SPRINGBELT, 1997), sementara domba Scottish Blackface mempunyai rataan waktu 30,9 menit. Hasil analisa regressi sukses menyusu pada anak domba Merino dan domba Sumatera berturutturut adalah: Y=133,95 1,3008 x (r=-0,182) dan Y= 168,74 3,7996 (r=-0,914) dengan pengaruh nyata (P<0,05) bobot induk dan suhu kandang. Keberhasilan anak untuk menyusu pada induk merupakan kerjasama antara induk dan anak. Agresvitas anak untuk segera menyusu hendaknya dibarengi dengan sifat keindukan yang baik. Pada beberapa kejadian, ada induk yang tidak mau menyusui anaknya dan selalu menolak kehadiran anak dikarenakan sifat keindukan yang tidak bagus. Apabila hal itu berlangsung terus, perlu dicermati untuk memberikan susu tambahan pada anak domba yang tertolak, karena dapat dipastikan bahwa anak tertolak akan mempunyai pertumbuhan yang kurang bagus. Koefisien regresi negatif untuk pengaruh bobot induk menandakan semakin berat bobot induk maka akan semakin cepat anak menyusu. Walaupun pada domba Merino, bentuk ikatan tersebut tidak terlalu kuat dibanding pada domba Sumatera. Hal ini menerangkan bahwa bobot induk Merino yang relatif lebih besar tidak selalu membuat anak segera menyusu, tetapi juga sifat keindukan. Koefesien regressi negatif untuk suhu kandang terhadap interval sukses menyusu menjelaskan bahwa waktu sukses menyusu dapat dipercepat apabila suhu kandang yang cukup panas (SUTAMA dan INOUNU, 1995). Domba Merino yang kebanyakan beranak pada malam hari mempunyai nilai regresi yang kurang kuat (r = 0,0209) dibandingkan dengan domba Sumatera (r = 0,854). KESIMPULAN Secara umum tingkah laku sebelum beranak pada domba Merino dan Sumatera tidak berbeda nyata, kecuali untuk tingkah laku flechmen. Lama beranak domba Merino tidak berbeda dengan domba Sumatera, sementara 510
7 waktu beranak domba Merino malam dan domba Sumatera siang hari. Posisi berbaring dijumpai untuk domba Merino dan berdiri untuk domba Sumatera. Tingkah laku setelah beranak kedua bangsa domba dikategorikan baik, karena induk langsung menolong dan memberi kesempatan anak untuk menyusu. DAFTAR PUSTAKA ALEXANDER, G., D. STEVENS, L.R. BRADLEY and S.A. BARWICK Maternal behaviour in Border Leicester, Glen Vale and Merino sheep. Aust. J. Exp. Agric. 30: AWOTWI, E.K., K. OPPONG-ANANE, P.C. ADDAE and E.O.K. ODDOYE Behavioural interaction between West African dwarf nanny goats and their twin-borb kids during the first 48 h post-partum. Appl. Anim. Behav.Sci. 68(4): EDWARDS, S.A. and D.M. BROOM Behavioural interactions of dairy cows with their newborn calves and the effects of parity. Anim. Behav. 30: FORGARTY, H.M., G.E. DICKERSON and L.D. YOUNG Genetics parameters for reproduction in sheep. Proc. of Australian Society of Animal Prod. 14: GATENBY, R.M The behaviour of sheep at lambing. SR-CRSP, Sub Balitnak North Sumatera, Indonesia. HINCH, G.N Genetics of Behaviour. in: The genetics of sheep. L. PIPER and A. RUVINSKY (Eds). CAB International. pp: INIGUEZ,L.C., M. SANCHEZ and S.P. GINTING, Productivity of Sumatera sheep in a system integrated with rubber plantation. Small Rumin. Res. 12: SLEE, J. and A. SPRINGBELT, Early post-natal behaviour in lambs of ten breeds. Applied Animal Behaviiour 15: STEEL, R.G.D. and R.J. TORRIE, Principles and procedure of statistics. Mc Graw-Hill Book. Co., New York. SUTAMA, I. K. dan I. INOUNU, Tingkah laku beranak pada domba Jawa dengan galur prolifikasi yang berbeda. Ilmu dan Peternakan 6(2): SUTAMA, I. K. dan I.G.M. BUDIARSANA, Tingkah laku induk domba ekor gemuk sekitar waktu beranak. Ilmu dan Peternakan 8(2): WHATELEY, J.R. KILGOUR and D.C. DALTON, Behaviour of hill country sheep breeds during farming routines. Proc. of the New Zealand Soc. of Animal Production. 34: WODZICKA-TOMASZEWKA,M., I-K. SUTAMA, I-G. PUTU and T.D. CHANIAGO Reproduksi, Tingkah Laku dan Produksi Ternak di Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. DISKUSI Pertanyaan: 1. Mohon dijelaskan metoda pengukuran tingkah laku ternak yang diamati, demikian pula arti dari sukses menyusui dan flechmen? 2. Apakah yang dimaksud dengan perbedaan bangsa dalam menentukan lama waktu sukses berdiri? Jawaban: 1. Metoda pengukurannya (dalam menit) dimulai saat induk mulai menunjukkan tanda-tanda kelahiran, seterusnya sampai anak lahir, anak dapat berdiri, bahkan anak dapat menyusu pada induknya. Suksek menyusu artinya lama waktu yang dibutuhkan oleh anak dari saat lahir sampai meraih ambing/putting dan dapat menyusu. Flechmen artinya adalah tingkah laku nyengir. 2. Perbedaan bangsa yang dimaksud disini adalah karena ukuran-ukuran tubuh yang berbeda dan bobot lahir. 511
Tingkah Laku Beranak Domba Garut dan Persilangannya dengan St. Croix dan Moulton Charollais
Tingkah Laku Beranak Domba Garut dan Persilangannya dengan St. Croix dan Moulton Charollais ISMETH INOUNU 1, W. KURNIAWAN 2 dan R. NOOR 2 1 Balai Penelitian Ternak, PO Box 221 Bogor 16002 2 Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciPRODUKTIVITAS TERNAK DOMBA GARUT PADA STASIUN PERCOBAAN CILEBUT BOGOR
PRODUKTIVITAS TERNAK DOMBA GARUT PADA STASIUN PERCOBAAN CILEBUT BOGOR (The Productivity of Garut Sheep at Cilebut Research Station Bogor) UMI ADIATI dan SUBANDRIYO Balai Penelitian Ternak, PO Box 221,
Lebih terperinciREPRODUKSI AWAL KAMBING KACANG DAN BOERKA-1 DI LOKA PENELITIAN KAMBING POTONG
REPRODUKSI AWAL KAMBING KACANG DAN BOERKA-1 DI LOKA PENELITIAN KAMBING POTONG (First Reproduction Kacang and Boerka-1 goats at Research Institute for Goat Production Sei Putih) FERA MAHMILIA, M. DOLOKSARIBU,
Lebih terperinciPRODUKTIVITAS KAMBING KACANG PADA KONDISI DI KANDANGKAN: 1. BOBOT LAHIR, BOBOT SAPIH, JUMLAH ANAK SEKELAHIRAN DAN DAYA HIDUP ANAK PRASAPIH
PRODUKTIVITAS KAMBING KACANG PADA KONDISI DI KANDANGKAN: 1. BOBOT LAHIR, BOBOT SAPIH, JUMLAH ANAK SEKELAHIRAN DAN DAYA HIDUP ANAK PRASAPIH (Productivity of Kacang Goat at Condition Penned. 1. Birth Weight,
Lebih terperinciPENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP
PENGARUH UMUR TERHADAP PERFORMA REPRODUKSI INDUK DOMBA LOKAL YANG DIGEMBALAKAN DI UP3 JONGGOL SKRIPSI AHMAD SALEH HARAHAP PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciFLUKTUASI BOBOT HIDUP KAMBING KACANG INDUK YANG DIKAWINKAN DENGAN PEJANTAN BOER DARI KAWIN SAMPAI ANAK LEPAS SAPIH
FLUKTUASI BOBOT HIDUP KAMBING KACANG INDUK YANG DIKAWINKAN DENGAN PEJANTAN BOER DARI KAWIN SAMPAI ANAK LEPAS SAPIH (Live Weight Fluctuation of Doe Crossed with Boer from Mating until Weaning Period) FITRA
Lebih terperinciLAMA BUNTING, BOBOT LAHIR DAN DAYA HIDUP PRASAPIH KAMBING BOERKA-1 (50B;50K) BERDASARKAN: JENIS KELAMIN, TIPE LAHIR DAN PARITAS
LAMA BUNTING, BOBOT LAHIR DAN DAYA HIDUP PRASAPIH KAMBING BOERKA-1 (50B;50K) BERDASARKAN: JENIS KELAMIN, TIPE LAHIR DAN PARITAS (Pregnancy Length, Birth Weight and Pre-Weaning Survival Ability of Boerka-1
Lebih terperinciDASAR-DASAR PROGRAM PENINGKATAN MUTU GENETIK DOMBA EKOR TIPIS
DASAR-DASAR PROGRAM PENINGKATAN MUTU GENETIK DOMBA EKOR TIPIS Subandriyo dan Luis C. Iniguez (Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan/Small Ruminant-CRSP) PENDAHULUAN Sekitar 50% dari populasi domba
Lebih terperinciSeminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005
TINGKAT PRODUKTIVITAS INDUK KAMBING PERSILANGAN (KAMBING KACANG DAN KAMBING BOER) BERDASARKAN TOTAL BOBOT LAHIR, TOTAL BOBOT SAPIH, LITTER SIZE DAN DAYA HIDUP (Productivity of Goat Crosbred (Kacang X Boer)
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Pra Sapih Konsumsi pakan dihitung berdasarkan banyaknya pakan yang dikonsumsi setiap harinya. Pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan ternak tersebut. Pakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Lokasi Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian Faktor manajemen lingkungan juga berpengaruh terhadap pertumbuhan ternak. Suhu dan kelembaban yang sesuai dengan kondisi fisiologis ternak akan membuat
Lebih terperinciPENAMPILAN REPRODUKSI INDUK KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) YANG DIBERI PAKAN JERAMI PADI FERMENTASI: PERKEMBANGAN BOBOT HIDUP ANAK SAMPAI PRASAPIH
PENAMPILAN REPRODUKSI INDUK KAMBING PERANAKAN ETAWAH (PE) YANG DIBERI PAKAN JERAMI PADI FERMENTASI: PERKEMBANGAN BOBOT HIDUP ANAK SAMPAI PRASAPIH (Reproductive Performance of Etawah Grade Goat (PE) Dam
Lebih terperinciPERTUMBUHAN ANAK KAMBING KOSTA SELAMA PERIODE PRASAPIH PADA INDUK YANG BERUMUR LEBIH DARI 4 TAHUN
Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2008 PERTUMBUHAN ANAK KAMBING KOSTA SELAMA PERIODE PRASAPIH PADA INDUK YANG BERUMUR LEBIH DARI 4 TAHUN (The Growth Performance of Kosta Kids During Preweaning
Lebih terperinciKORELASI BOBOT BADAN INDUK DENGAN LAMA BUNTING, LITTER SIZE, DAN BOBOT LAHIR ANAK KAMBING PERANAKAN ETAWAH
KORELASI BOBOT BADAN INDUK DENGAN LAMA BUNTING, LITTER SIZE, DAN BOBOT LAHIR ANAK KAMBING PERANAKAN ETAWAH (Correlation of Body Weight of Does with Length of Pregnancy, Litter Size, and Birth Weight of
Lebih terperinciGambar 2. Domba didalam Kandang Individu
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja (kandang B) pada bulan Mei sampai dengan bulan November 2010. Analisis sampel dilakukan
Lebih terperinciTINGKAH LAKU MENYUSU ANAK DOMBA GARUT DAN PERSILANGAN DENGAN ST. CROIX DAN MOULTON CHAROLLAIS
TINGKAH LAKU MENYUSU ANAK DOMBA GARUT DAN PERSILANGAN DENGAN ST. CROIX DAN MOULTON CHAROLLAIS (Suckling Behaviour of Garut Lambs and Its Crosses with St. Croix and Moulton Charollais) BESS TIESNAMURTI,
Lebih terperinciPRODUKTIVITAS KAMBING HASIL PERSILANGAN KACANG DENGAN PEJANTAN BOER (BOBOT LAHIR,BOBOT SAPIH DAN MORTALITAS)
PRODUKTIVITAS KAMBING HASIL PERSILANGAN KACANG DENGAN PEJANTAN BOER (BOBOT LAHIR,BOBOT SAPIH DAN MORTALITAS) Productivity of Cross Breed Goat Kacang X Boer (Birth Weight, Weaning Weight and Mortality Rate)
Lebih terperinciBIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES ABSTRACT
BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND LINEAR BODY MEASUREMENT OF ONGOLE CROSSED CATTLE AT TWO GROUP PARITIES Nico ferdianto, Bambang Soejosopoetro and Sucik Maylinda Faculty of Animal Husbandry, University
Lebih terperinciProduktivitas Domba Komposit Sumatera dan Barbados Cross pada Kondisi Lapang
Produktivitas Domba Komposit Sumatera dan Barbados Cross pada Kondisi Lapang BAMBANG SETIADI dan SUBANDRIYO Balai Penelitian Ternak, PO. Box 221, Bogor 16002, Indonesia (Diterima dewan redaksi 19 September
Lebih terperinciPEMBERIAN KONSENTRAT DENGAN LEVEL PROTEIN YANG BERBEDA PADA INDUK KAMBING PE SELAMA BUNTING TUA DAN LAKTASI
PEMBERIAN KONSENTRAT DENGAN LEVEL PROTEIN YANG BERBEDA PADA INDUK KAMBING PE SELAMA BUNTING TUA DAN LAKTASI (Different Level of Protein Content in Concentrate Offered to Etawah Cross Breed Does During
Lebih terperinciLAJU PERTUMBUHAN PRASAPIH DAN SAPIH KAMBING BOER, KACANG DAN BOERKA-1
LAJU PERTUMBUHAN PRASAPIH DAN SAPIH KAMBING BOER, KACANG DAN BOERKA-1 (Growth Rate of Boer, Kacang and Boerka-1 Goats as Preweaning and Weaning Periods) FERA MAHMILIA, FITRA AJI PAMUNGKAS dan M. DOLOKSARIBU
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum BBPTU-HPT Baturraden Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul dan Hijauan Pakan Ternak (BBPTU-HPT) Baturraden merupakan pusat pembibitan sapi perah nasional yang ada
Lebih terperinciKESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan. Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi saudara tiri dan regresi anak-induk berturut turut 0,60±0,54 dan 0,28±0,52. Nilai estimasi heritabilitas
Lebih terperinciEFISIENSI REPRODUKSI INDUK KAMBING PERANAKAN ETAWAH YANG DIPELIHARA DI PEDESAAN
EFISIENSI REPRODUKSI INDUK KAMBING PERANAKAN ETAWAH YANG DIPELIHARA DI PEDESAAN (Reproduction Efficiency of Etawah Grade Ewes in Village Conditions) UMI ADIATI dan D. PRIYANTO Balai Penelitian Ternak,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) galur lainnya dan merupakan sumber daya genetik lokal Jawa Tengah yang perlu
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Persebaran Kambing Peranakan Ettawah (PE) Kambing PE pada awalnya dibudidayakan di wilayah pegunungan Menoreh seperti Girimulyo, Samigaluh, Kokap dan sebagian Pengasih (Rasminati,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan bangsa kambing hasil persilangan kambing Kacang dengan kambing Ettawa. Kambing Jawarandu merupakan hasil persilangan pejantan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Kambing Peranakan Etawah Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo Ruminansia, Famili Bovidae, dan Genus Capra atau Hemitragus (Devendra dan Burns,
Lebih terperinciINJAUAN PUSTAKA Domba Komposit Sumatera
INJAUAN PUSTAKA Domba Komposit Sumatera Domba Sumatera merupakan domba asli yang terdapat di daerah Sumetera Utara. Domba ini termasuk jenis domba ekor tipis dan merupakan jenis penghasil daging walaupun
Lebih terperinciKapasitas Produksi Susu Domba Priangan Peridi : II. Kurva Laktasi
Kapasitas Produksi Susu Domba Priangan Peridi : II. Kurva Laktasi B. TIESNAMURTI 1, I. INOUNU 1, SUBANDRIYO 1, H. MARTOJO 2 1 Balai Penelitian Ternak, PO BOX 221, Bogor 16002 2 Fakultas Peternakan, Institut
Lebih terperinciTINGKAH LAKU MAKAN KAMBING KACANG YANG DIBERI PAKAN DENGAN LEVEL PROTEIN-ENERGI BERBEDA
On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj TINGKAH LAKU MAKAN KAMBING KACANG YANG DIBERI PAKAN DENGAN LEVEL PROTEIN-ENERGI BERBEDA (Eating Behaviour of Kacang Goat Fed Diets with Different
Lebih terperinciPEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.
PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah
Lebih terperinciPERTUMBUHAN PRA-SAPIH KAMBING PERANAKAN ETAWAH ANAK YANG DIBERI SUSU PENGGANTI
PERTUMBUHAN PRA-SAPIH KAMBING PERANAKAN ETAWAH ANAK YANG DIBERI SUSU PENGGANTI (Pre-Weaning Growth of Etawah Crossed Kid Fed with Replacement Milk) THAMRIN. D. CHANIAGO dan HASTONO Balai Penelitian Ternak,PO
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang cukup banyak dan tersebar luas di wilayah pedesaan. Menurut Murtidjo (1993), kambing Kacang memiliki
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa
16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Peranakan Etawah (PE) Kambing Peranakan Ettawa (PE) merupakan hasil persilangan antara Kambing Ettawa (asal india) dengan Kambing Kacang yang telah terjadi beberapa
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba Ekor Tipis
TINJAUAN PUSTAKA Domba Lokal Domba lokal dapat didefinisikan sebagai domba hasil perkawinan murni atau silangan yang mampu beradaptasi dengan baik pada kondisi iklim tropis dan diketahui sangat produktif
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciUPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK
UPAYA PENINGKATAN EFISIENSI REPRODUKSI TERNAK DOMBA DI TINGKAT PETAN TERNAK HASTONO Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 ABSTRAK Salah satu upaya peningkatan sefisensi reproduksi ternak domba
Lebih terperinciE. Kurnianto, I. Sumeidiana, dan R. Yuniara Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang ABSTRAK
PERBANDINGAN DUA METODE PENDUGAAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH BERDASARKAN CATATAN SEBULAN SEKALI (Comparison of Two Methods for Estimating Milk Yield in Dairy Cattle Based on Monthly Record) E. Kurnianto,
Lebih terperinciPENGARUH JUMLAH ANAK SEKELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KINERJA ANAK DOMBA SAMPAI SAPIH. U. SURYADI Jurusan Peternakan, Politeknik Negeri Jember
PENGARUH JUMLAH ANAK SEKELAHIRAN DAN JENIS KELAMIN TERHADAP KINERJA ANAK DOMBA SAMPAI SAPIH U. SURYADI Jurusan Peternakan, Politeknik Negeri Jember RINGKASAN Induk domba yang subur mampu menghasilkan anak
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. kebutuhan konsumsi bagi manusia. Sapi Friesien Holstein (FH) berasal dari
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi perah Sapi perah (Bos sp.) merupakan ternak penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi
Lebih terperinciKARAKTERISTIK PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETAWAH
KARAKTERISTIK PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETAWAH IGM. BUDIARSANA dan I-KETUT SUTAMA Balai Penelitian Ternak Jl. Veteran III PO Box 221, Ciawi Bogor 16002 ABSTRAK Kambing PE merupakan salah satu plasma
Lebih terperinciPenampilan Produksi Anak Ayam Buras yang Dipelihara pada Kandang Lantai Bambu dan Litter
Penampilan Produksi Anak Ayam Buras yang Dipelihara pada Kandang Lantai Abdul Azis, Anie Insulistyowati, Pudji Rahaju dan Afriani 1 Intisari Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penampilan produksi
Lebih terperinciPENAMPILAN REPRODUKSI KAMBING INDUK: BOER, KACANG DAN KACANG YANG DISILANGKAN DENGAN PEJANTAN BOER
PENAMPILAN REPRODUKSI KAMBING INDUK: BOER, KACANG DAN KACANG YANG DISILANGKAN DENGAN PEJANTAN BOER (Reproductive Performance of Doe: Boer x Boer, Kacang x Kacang and Boer x Kacang) FERA MAHMILIA Loka Penelitian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan zaman dengan kemajuan teknologi membawa pengaruh pada peningkatan pendapatan, taraf hidup, dan tingkat pendidikan masyarakat yang pada akhirnya
Lebih terperinciPEMANFAATAN EFISIENSI REPRODUKSI MELALUI PROGRAM PEMULIAAN DOMBA : STRATEGI PADA PUSAT PEMBIBITAN DAN PEMANFAATANNYA PADA KELOMPOK PETANI PETERNAK
PEMANFAATAN EFISIENSI REPRODUKSI MELALUI PROGRAM PEMULIAAN DOMBA : STRATEGI PADA PUSAT PEMBIBITAN DAN PEMANFAATANNYA PADA KELOMPOK PETANI PETERNAK Subandriyo (Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan,
Lebih terperinciPENGARUH LINGKAR SCROTUM DAN VOLUME TESTIS TERHADAP VOLUME SEMEN DAN KONSENTRASI SPERMA PEJANTAN SIMMENTAL, LIMOUSINE DAN BRAHMAN
PENGARUH LINGKAR SCROTUM DAN VOLUME TESTIS TERHADAP VOLUME SEMEN DAN KONSENTRASI SPERMA PEJANTAN SIMMENTAL, LIMOUSINE DAN BRAHMAN (The Effects of Scrotal Diameter and Testical Volume in Semen Volume and
Lebih terperinciRespon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT
RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT Erwin Jatnika Priyadi*, Sri Bandiati Komar Prajoga, dan Deni Andrian Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja untuk tahap pemeliharaaan serta analisis sampel di Laboratorium Ilmu dan Teknologi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih
Bobot Lahir HASIL DAN PEMBAHASAN Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih Rataan dan standar deviasi bobot lahir kambing PE berdasarkan tipe kelahiran dan jenis kelamin disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan
Lebih terperinciPERBANDINGAN DUA METODE PENDUGAAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH BERDASARKAN CATATAN SEBULAN SEKALI
PERBANDINGAN DUA METODE PENDUGAAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH BERDASARKAN CATATAN SEBULAN SEKALI (Comparison of Two Methods for Estimating Milk Yield in Dairy Cattle Based on Monthly Record) E. Kurnianto
Lebih terperinciHubungan Antara Umur dan Bobot Badan...Firdha Cryptana Morga
HUBUNGAN ANTARA UMUR DAN BOBOT BADAN KAWIN PERTAMA SAPI PERAH FRIES HOLLAND DENGAN PRODUKSI SUSU HARIAN LAKTASI PERTAMA DAN LAKTASI KEDUA DI PT. ULTRA PETERNAKAN BANDUNG SELATAN (UPBS) PANGALENGAN JAWA
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. (Purbowati, 2009). Domba lokal jantan mempunyai tanduk yang kecil, sedangkan
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Ekor Tipis Domba Ekor Tipis (DET) merupakan domba asli Indonesia dan dikenal sebagai domba lokal atau domba kampung karena ukuran tubuhnya yang kecil, warnanya bermacam-macam,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Kambing Kambing merupakan salah satu jenis ternak ruminansia kecil yang telah dikenal secara luas di Indonesia. Ternak kambing memiliki potensi produktivitas yang cukup
Lebih terperinciPERFORMA TURUNAN DOMBA EKOR GEMUK PALU PRASAPIH DALAM UPAYA KONSERVASI PLASMA NUTFAH SULAWESI TENGAH. Yohan Rusiyantono, Awaludin dan Rusdin ABSTRAK
PERFORMA TURUNAN DOMBA EKOR GEMUK PALU PRASAPIH DALAM UPAYA KONSERVASI PLASMA NUTFAH SULAWESI TENGAH Yohan Rusiyantono, Awaludin dan Rusdin Program Studi Peterenakan Fakultas Peternakan Dan Perikanan Universitas
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Gambar 1. Ternak Domba yang Digunakan
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciSISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA
SISTEM BREEDING DAN PERFORMANS HASIL PERSILANGAN SAPI MADURA DI MADURA Nurgiartiningsih, V. M. A Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Universitas Brawijaya Malang ABSTRAK Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi
Lebih terperinciAGRIPLUS, Volume 22 Nomor : 02 Mei 2012, ISSN
96 PERTUMBUHAN CEMPE PERANAKAN ETAWAH PASCA SAPIH PADA POLA PEMELIHARAAN SISTEM KANDANG KELOMPOK DAN KANDANG INDIVIDU Oleh: Rahim Aka 1) ABSTRACT The research was conducted to investigate growth of Etawah
Lebih terperinciEVALUASI POTENSI GENETIK GALUR MURNI BOER
EVALUASI POTENSI GENETIK GALUR MURNI BOER NURGIARTININGSIH, V. M. A. Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya ABSTRAK Penelitian tentang potensi genetik galur murni Boer dilaksanakan di Laboratorium Lapang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Tempat Penelitian 4.1.1. Sejarah UPTD BPPTD Margawati Garut Unit Pelaksana Teknis Dinas Balai Pengembangan Perbibitan Ternak Domba atau disingkat UPTD BPPTD yaitu
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Bangsa Domba di Indonesia
TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul dan Klasifikasi Domba Domestikasi domba diperkirakan terjadi di daerah pegunungan Asia Barat sekitar 9.000 11.000 tahun lalu. Sebanyak tujuh jenis domba liar yang dikenal terbagi
Lebih terperinciPENERAPAN SINKRONISASI BIRAHI KAMBING BOERKA DENGAN LOKAL DI AREAL PERKEBUNAN BERBASIS TANAMAN JERUK PADA LAHAN KERING
PENERAPAN SINKRONISASI BIRAHI KAMBING BOERKA DENGAN LOKAL DI AREAL PERKEBUNAN BERBASIS TANAMAN JERUK PADA LAHAN KERING (Application of Oestrus Synchronization for Boerka Goat on Dry Land of Orange Crop
Lebih terperinciPENGARUH NAUNGAN TERHADAP RESPONS TERMOREGULASI DAN PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETTAWA
PENGARUH NAUNGAN TERHADAP RESPONS TERMOREGULASI DAN PRODUKTIVITAS KAMBING PERANAKAN ETTAWA Arif Qisthon dan Sri Suharyati Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung Jl. Prof. Sumantri
Lebih terperinciPENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan bagian penting dari sektor pertanian dalam sistem pangan nasional. Industri peternakan memiliki peran sebagai penyedia komoditas pangan hewani. Sapi
Lebih terperinciKARAKTERISTIK REPRODUKSI KELINCI REX, SATIN DAN REZA
KARAKTERISTIK REPRODUKSI KELINCI REX, SATIN DAN REZA (Reproduction Characteristics of Rex, Satin and Reza Rabbit) B. BRAHMANTIYO 1, Y.C. RAHARJO 1, N.D. SAVITRI 2 dan M. DULDJAMAN 2 1 Balai Penelitian
Lebih terperinciBOBOT LAHIR DAN PERTUMBUHAN ANAK KAMBING PERANAKAN ETAWAH SAMPAI LEPAS SAPIH BERDASARKAN LITTER ZISE DAN JENIS KELAMIN
Volume 16, Nomor 2, Hal. 51-58 Juli Desember 2014 ISSN:0852-8349 BOBOT LAHIR DAN PERTUMBUHAN ANAK KAMBING PERANAKAN ETAWAH SAMPAI LEPAS SAPIH BERDASARKAN LITTER ZISE DAN JENIS KELAMIN Adriani Fakultas
Lebih terperinciEvaluasi Indeks Kumulatif Salako Pada Domba Lokal Betina Dewasa Di Desa Neglasari Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta
Evaluasi Indeks Kumulatif Salako Pada Domba Lokal Betina Dewasa Di Desa Neglasari Kecamatan Darangdan Kabupaten Purwakarta Evaluation Of Salako Cumulative Index On Local Ewes In Neglasari Darangdan District
Lebih terperinciProduksi Susu Induk Terhadap Pengaruh Pertambahan Bobot Badan, Bobot Sapih Dan Daya Hidup Anak Domba Ekor Tipis Jawa Periode Prasapih.
Produksi Susu Induk Terhadap Pengaruh Pertambahan Bobot Badan, Bobot Sapih Dan Daya Hidup Anak Domba Ekor Tipis Jawa Periode Prasapih The Effects of Milk Production of The Javanese Thin Tail on Average
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian
Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi Perah Sapi perah termasuk kedalam famili Bovidae dan ruminansia yang mempunyai tanduk berongga. Sapi perah Fries Holland atau juga disebut Friesian Holstein
Lebih terperinciPengaruh Musim Kawin Terhadap Produktifitas Induk Kambing PE Pada Kondisi Pedesaan
Pengaruh Musim Kawin Terhadap Produktifitas Induk Kambing PE Pada Kondisi Pedesaan R.A. Muthalib Fakultas Peternakan Universitas jambi, Kampus Mandalo Darat KM 15 jambi 36129 Intisari Penelitian ini bertujuan
Lebih terperinciKEJADIAN DAN POLA BERANAK KAMBING KACANG DAN BOER PADA STASIUN PERCOBAAN LOKA PENELITIAN KAMBING POTONG
KEJADIAN DAN POLA BERANAK KAMBING KACANG DAN BOER PADA STASIUN PERCOBAAN LOKA PENELITIAN KAMBING POTONG (The lambing season and lambing pattern of Kacang and Boer goat at Research Station for Goat Production,
Lebih terperinciLaju Pertumbuhan Kambing Anak Hasil Persilangan antara Kambing Boer dengan Peranakan Etawah pada Periode Pra-sapih
Laju Pertumbuhan Kambing Anak Hasil Persilangan antara Kambing Boer dengan Peranakan Etawah pada Periode Pra-sapih T. KOSTAMAN dan I-K. SUTAMA Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002 (Diterima
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Pendataan dan Identifikasi Domba Penelitian
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol Institut Pertanian Bogor (UP3J-IPB) Desa Singasari Kecamatan Jonggol Kabupaten Bogor
Lebih terperinciHubungan antara ukuran-ukuran tubuh dengan bobot badan kambing Peranakan Etawah jantan di Kabupaten Klaten
Jurnal Ilmu-Ilmu Peternakan 26 (1): 23-28 ISSN : 0852-3681 E-ISSN : 2443-0765 Fakultas Peternakan UB, http://jiip.ub.ac.id/ Hubungan antara ukuran-ukuran tubuh dengan bobot badan kambing Peranakan Etawah
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk
PENDAHULUAN Latar Belakang Dalam usaha meningkatkan penyediaan protein hewani dan untuk mencapai swasembada protein asal ternak khususnya swasembada daging pada tahun 2005, maka produkksi ternak kambing
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. penting di berbagai agri-ekosistem. Hal ini dikarenakan kambing memiliki
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kambing adalah salah satu jenis ternak penghasil daging dan susu yang sudah lama dikenal petani dan memiliki potensi sebagai komponen usaha tani yang penting
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1. Hasil Analisis Ukuran Tubuh Domba. Ukuran Tubuh Minimal Maksimal Rata-rata Standar Koefisien
19 4.1 Ukuran Tubuh Domba Lokal IV HASIL DAN PEMBAHASAN Indeks morfologi tubuh sangat diperlukan dalam mengevaluasi konformasi tubuh sebagai ternak pedaging. Hasil pengukuran ukuran tubuh domba lokal betina
Lebih terperinciPertumbuhan Anak Kambing Peranakan Etawah (PE) Sampai Umur 6 Bulan di Pedesaan
Pertumbuhan Anak Kambing Peranakan Etawah (PE) Sampai Umur 6 Bulan di Pedesaan Indra Sulaksana 1 Intisari Penelitian ini dilakukan di Desa Petaling Jaya Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupoten Muaro Jambi pada
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Sapi Friesian Holstein (FH) Produktivitas Sapi Perah
TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Pemeliharaan sapi perah bertujuan utama untuk memperoleh produksi susu yang tinggi dan efisien pakan yang baik serta mendapatkan hasil samping berupa anak. Peningkatan produksi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Usaha Peternakan Sapi Perah Menurut Yusdja (2005), usaha sapi perah sudah berkembang sejak tahun 1960 ditandai dengan pembangunan usaha-usaha swasta dalam peternakan sapi perah
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Sapi Perah Fries Holland (FH) Menurut Blakely dan Bade (1992), bangsa sapi perah mempunyai klasifikasi taksonomi sebagai berikut : Phylum Subphylum Class Sub class Infra class
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Kondisi Lingkungan Kelinci dipelihara dalam kandang individu ini ditempatkan dalam kandang besar dengan model atap kandang monitor yang atapnya terbuat dari
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. sama seperti sapi Bali betina. Kaki bagian bawah lutut berwarna putih atau
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Bangsa sapi Madura merupakan hasil persilangan antara sapi Zebu dan Banteng. Tubuh dan tanduknya relatif kecil, warna bulu pada jantan dan betina sama seperti
Lebih terperinci(PRODUCTIVITY OF Two LOCAL DUCK BREEDS: ALABIO AND MOJOSARI RAISED ON CAGE AND LITTER HOUSING SYSTEM) ABSTRACT ABSTAAK PENDAHULUAN
PRODUKTIVITAS DUA BANGSA ITIK LOKAL: ALABIO DAN MOJOSARI PADA SISTEM KANDANG BATTERY DAN LITTER (PRODUCTIVITY OF Two LOCAL DUCK BREEDS: ALABIO AND MOJOSARI RAISED ON CAGE AND LITTER HOUSING SYSTEM) Maijon
Lebih terperinciPengaruh Imbangan Hijauan-Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan
Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 12 (2): 69-74 ISSN 1410-5020 Pengaruh Imbangan Hijauan-Konsentrat dan Waktu Pemberian Ransum terhadap Produktivitas Kelinci Lokal Jantan The Effect of Ration with
Lebih terperinciPRODUKSI ANAK PADA DOMBA PROLIFIK
PRODUKSI ANAK PADA DOMBA PROLIFIK ISMETH INOUNU 1, BESS TIESNAMURTI 1, SUBANDRIYO 1, dan HARIMURTI MARTOJO 2 1 Balai Penelitian Ternak, P.O. Box 221, Bogor 16002, Indonesia 2 Program Pascasarjana, Institut
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Tabel 7 Karakteristik sapi dara No Kode ternak Umur (bulan) Lingkar dada (cm) Bobot Badan (kg) 1.
21 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2009 sampai Januari 2010. Pemeliharaan ternak di Laboratorium Lapang, kandang blok B sapi perah bagian IPT Perah Departemen
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering (BK) Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok, produksi, dan reproduksi. Ratarata konsumsi
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Ketersediaan susu sebagai salah satu bahan pangan untuk manusia menjadi hal
Lebih terperinciLampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......
LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak
Lebih terperinciPENAMPILAN DOMBA LOKAL YANG DIKANDANGKAN DENGAN PAKAN KOMBINASI TIGA MACAM RUMPUT (BRACHARIA HUMIDICOLA, BRACHARIA DECUMBENS DAN RUMPUT ALAM)
PENAMPILAN DOMBA LOKAL YANG DIKANDANGKAN DENGAN PAKAN KOMBINASI TIGA MACAM RUMPUT (BRACHARIA HUMIDICOLA, BRACHARIA DECUMBENS DAN RUMPUT ALAM) M. BAIHAQI, M. DULDJAMAN dan HERMAN R Bagian Ilmu Ternak Ruminasia
Lebih terperinciRESPONS KOMPOSISI TUBUH DOMBA LOKALTERHADAP TATA WAKTU PEMBERIAN HIJAUAN DAN PAKAN TAMBAHAN YANG BERBEDA
RESPONS KOMPOSISI TUBUH DOMBA LOKALTERHADAP TATA WAKTU PEMBERIAN HIJAUAN DAN PAKAN TAMBAHAN YANG BERBEDA (Effect of Different Timing Periods of Roughage and Feed Supplement on Body Composition of Local
Lebih terperinciBOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H
BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN NON KARKAS DOMBA LOKAL YANG DIGEMUKKAN DENGAN PEMBERIAN RANSUM KOMPLIT DAN HIJAUAN SKRIPSI AZIZ MEIARO H PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk di Indonesia selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Jumlah penduduk di Indonesia selalu menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun, pada tahun 2010 mencapai 237,64 juta jiwa atau naik dibanding jumlah penduduk
Lebih terperinciDUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL
DUKUNGAN TEKNOLOGI PENYEDIAAN PRODUK PANGAN PETERNAKAN BERMUTU, AMAN DAN HALAL Prof. Dr. Ir. Achmad Suryana MS Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian I. PENDAHULUAN Populasi penduduk
Lebih terperinciPENGARUH KUALITAS PAKAN TERHADAP KEEMPUKAN DAGING PADA KAMBING KACANG JANTAN. (The Effect of Diet Quality on Meat Tenderness in Kacang Goats)
On Line at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj PENGARUH KUALITAS PAKAN TERHADAP KEEMPUKAN DAGING PADA KAMBING KACANG JANTAN (The Effect of Diet Quality on Meat Tenderness in Kacang Goats) R.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Domba Wonosobo merupakan domba hasil persilangan antara domba Texel yang didatangkan pada tahun 1957 dengan Domba Ekor Tipis dan atau Domba Ekor Gemuk yang secara
Lebih terperinciII TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Domba di Indonesia
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perkembangan Domba di Indonesia Daging domba merupakan salah satu sumber protein hewani yang cukup digemari oleh masyarakat Indonesia, disamping produk daging yang berasal dari
Lebih terperinciKAJIAN EKONOMI PADA USAHA TERNAK KAMBING PERAH
KAJIAN EKONOMI PADA USAHA TERNAK KAMBING PERAH (The Economics Assessment on Dairy Goat Farm Bussiness) I G.M. BUDIARSANA, TATAN KOSTAMAN dan I-KETUT SUTAMA Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor 16002
Lebih terperinci