3. METODOLOGI PENELITIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "3. METODOLOGI PENELITIAN"

Transkripsi

1 3. METODOLOGI PENELITIAN 3. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Dullah - Kota Tual - Provinsi Maluku dimana pada awalnya lokasi penelitian ini berada dalam wilayah administratif Kabupaten Maluku Tenggara, namun dengan diberlakukannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kota Tual di Provinsi Maluku maka sejak tanggal 0 Agustus 2007 status Pulau Dullah dan beberapa pulau lainnya telah dialihkan ke dalam wilayah administratif Kota Tual. Pemekaran wilayah ini kemudian diikuti dengan pengalihan perangkat daerah dan ase-aset daerah yang dilakukan secara bertahap sampai dengan tahun Walaupun telah beralih status wilayah administratifnya namun pengambilan sebagian data sekunder masih tetap dilakukan pada instansi terkait di Kabupaten Maluku Tenggara sebagai kabupaten induk. Pemekaran wilayah tersebut diatas tidak menjadi kendala dalam penelitian ini karena pendekatan yang dilakukan adalah berbasis ekologi, bukan berbasis wilayah administratif. Waktu penelitian dimulai sejak bulan Oktober Oktober 2009 dengan melakukan survei awal dan sosialisasi rencana penelitian sekaligus mengumpulkan data sekunder di berbagai instansi terkait pada Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara dan Pemerintah Provinsi Maluku, kemudian dilanjutkan dengan pengambilan data lapangan dalam bentuk ground-check, melakukan wawancara dan focus group discussion (FGD) dengan stakeholders lainnya. Peta lokasi penelitian seperti ditunjukan pada Gambar Tahapan Penelitian Tahapan penelitian ini meliputi kegiatan pengumpulan data, analisis, dan sintesis, yang masing-masing dapat diuraikan sebagai berikut: a) Pengumpulan data bertujuan untuk memperoleh data yang dibutuhkan baik data primer maupun data sekunder di lokasi penelitian dan juga dari berbagai instansi terkait lainnya, data yang dikumpulkan meliputi aspek ekologi, ekonomi, sosial dan budaya masyarakat, serta kelembagaan.

2 42 Gambar 4 Peta lokasi penelitian.

3 43 b) Analisis dilakukan terhadap data potensi dan sumberdaya Pulau Dullah serta peluang pengembangannya disesuaikan dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan. Analisis dilakukan dengan menggunakan berbagai pendekatan, diantaranya: analisis kesesuaian lahan; analisis prioritas pemanfaatan ruang; analisis daya dukung lingkungan; analisis ekonomi; analisis sosial; dan analisis kelembagaan; untuk selanjutnya menuju ke sintesis. c) Sintesis bertujuan untuk menghasilkan konsep keterpaduan pengelolaan minawisata bahari pulau kecil berbasis konservasi yang pada akhirnya diarahkan sebagai acuan dalam penyusunan kebijakan dan strategi pengelolaan Pulau Dullah secara terpadu. 3.3 Jenis dan Sumber Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer dikumpulkan melalui pengamatan dan pengukuran langsung di lapangan terhadap objek penelitian (ground check) serta melakukan wawancara dan focus group discussion (FGD) dengan stakeholders yang terkait dengan materi penelitian. Data sekunder dikumpulkan dengan cara penelusuran berbagai literatur dan pustaka pada berbagai instansi terkait sesuai materi yang dikaji. Tabel 2 menunjukan uraian dari data yang dibutuhkan dan Gambar 5 menunjukan peta stasiun pengamatan pada saat melakukan ground check di perairan Teluk Un dan Teluk Vid Bangir. 3.4 Analisis Data Rancang bangun pengelolaan minawisata bahari pulau kecil berbasis konservasi dimulai dengan menganalisis data biogeofisik Pulau Dullah khususnya di lokasi studi yaitu di Teluk Un dan Teluk Vid Bangir. Secara umum analisis data dalam penelitian ini dilakukan secara bertahap. Pada tahap I, keluarannya adalah peta kesesuaian lahan untuk berbagai kategori aktivitas minawisata bahari berbasis konservasi. Pada tahap II, keluarannya adalah alokasi ruang pada kawasan tersebut untuk semua aktivitas minawisata bahari. Sedangkan pada tahap III, keluarannya adalah model pengelolaan optimal dan implikasi kebijakan pengelolaan minawisata bahari pulau kecil berbasis konservasi.

4 44 Tabel 2 Kebutuhan data penelitian NO KATEGORI JENIS DATA SUMBER KET. Data Biofisik a Fisika, kimia, oseangografi Kedalaman perairan, kecerahan, kecepatan arus, suhu perairan, salinitas, ph, DO, phosphat, nitrat, tembaga, ammonia, sulfida, pasut, gelombang, dan material dasar perairan. Ground check (insitu di lokasi penelitian) Data Primer hasil sampling pada 7 stasiun pengamatan b Ekosistem dan sumberdaya Mangrove, terumbu karang, lamun, ikan, kerang, dan biota laut lainnya Ground check (insitu di lokasi penelitian) Data Primer dan Data Sekunder 2. Data Pemanfaatan Lahan a Pemanfaatan lahan darat pemukiman, pemerintahan, industri, dan pariwisata Instansi terkait Data Sekunder b Pemanfaatan lahan perairan pelabuhan umum, pelabuhan perikanan, perikanan tangkap, perikanan budidaya, industri perikanan, dan pariwisata Instansi terkait Data Sekunder 3. Data Demografi, Infrastruktur, Budaya, dan Kelembagaan a Demografi jumlah penduduk, kepadatan penduduk, pertumbuhan penduduk, dan mata pencarian b Infrastruktur sarana dan prasarana umum, pemukiman, pemerintahan, perekonomian, dan transportasi c Sosial Budaya budaya lokal, pranata sosial, dan kearifan lokal masyarakat. 4. Data Pendukung a Citra Satelit Citra Landsat 7 ETM+ P.06/R.064 (liputan terakhir) b Peta Peta Rupa Bumi (RBI), Peta Lingkungan Pantai (LPI), Peta Wilayah Administratif. c Buku Laporan RTRW, RPJMD, Renstra, Administrasi dan Pemerintahan, Kebijakan Pembangunan Sektoral dan data lainnya yang terkait BPS Kab. Malra / Kota Tual Bappeda Kab. Malra / Kota Tual Instansi terkait, lembaga adat BTIC / LAPAN Bakosurtanal, Dishidros TNI- AL, Bappeda Kota Tual Bappeda, BPS, Instansi Terkait di Kab. Malra / Kota Tual Data Sekunder Data Sekunder Data Sekunder Data Sekunder Data Sekunder Data Sekunder

5 Gambar 5 Peta stasiun pengamatan 45

6 46 Pemodelan dinamik dilakukan dengan cara simulasi terhadap beberapa skenario pengelolaan dengan menggunakan perangkat lunak STELLA Version sebagai alat bantu analisis. Dari hasil simulasi skenario pengelolaan ini kemudian dibuat implikasi kebijakan dari skenario pengelolaan yang dianggap paling optimal untuk diterapkan. Diagram alir tahapan analisis data seperti ditunjukan pada Gambar Analisis Kesesuaian Lahan Dalam dimensi ekologis, penempatan setiap kegiatan pembangunan haruslah bersesuaian dengan ciri biologi-fisik-kimianya sehingga terbentuk suatu kesatuan yang harmonis dalam arti saling mendukung satu sama lainnya. Untuk mencapai hal tersebut maka dibutuhkan analisis kesesuaian lahan. Analisis kesesuaian lahan yang dilakukan adalah untuk minawisata bahari pulau kecil berbasis konservasi dengan kategori aktivitas sebagai berikut: (a) minawisata bahari pancing; (b) minawisata bahari pengumpulan kerang (moluska); (c) minawisata bahari karamba pembesaran ikan; (d) minawisata bahari selam; dan (e) minawisata bahari mangrove. Semua kategori minawisata bahari ini memanfaatkan ekosistem dan sumberdaya pesisir dan laut yang terkait sebagai objek. Secara umum terdapat empat tahapan analisis yang akan dilakukan yaitu () penyusunan peta kawasan; (2) penyusunan matriks kesesuaian setiap kegiatan yang akan dilakukan; (3) pembobotan dan pengharkatan; dan (4) melakukan analisis spasial untuk mengetahui kesesuaian dari setiap kegiatan yang akan dilakukan.. Penyusunan Peta Kawasan Penggunaan kawasan mengacu pada kenyataan bagaimana kawasan tersebut digunakan. Penentuan kategori penggunaan kawasan didasarkan pada jenis penggunaan yang dominan pada kawasan tersebut. Jenis-jenis kegiatan yang memiliki kesamaan karakteristik digolongkan kedalam satu kategori dan dapat diperhitungkan sebagai satu jenis dalam dominasinya. Penyusunan peta kawasan Pulau Dullah dilakukan dengan cara tumpang susun berbagai peta yang didapat dari berbagai sumber.

7 47 MULAI INPUT PROSES OUTPUT Sistem Pulau-Pulau Kecil ( Pulau Dullah ) Analisis Kesesuaian Lahan ( Geographic Information System ) Peta Kesesuaian Lahan T A H A P I INPUT PROSES OUTPUT Kesesuaian Lahan untuk Minawisata Bahari Analisis Skala Prioritas Pemanfaatan Ruang dan Daya Dukung Lingkungan Alokasi Ruang T A H A P II INPUT PROSES OUTPUT Kesesuaian Lahan Daya Dukung Lingkungan Valuasi Ekonomi Manfaat-Biaya Skenario Pengelolaan dan Simulasi Skenario ( Dynamic Model ) Model Pengelolaan Optimal dan Implikasi Kebijakan T A H A P III SELESAI Gambar 6 Diagram alir tahapan analisis data.

8 48 Penyusunan peta kawasan dilakukan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG), yaitu melakukan query terhadap data SIG dengan menggunakan prinsipprinsip pemanfaatan kawasan sehingga informasi spasialnya dapat diketahui: a) Kawasan mana saja yang tersedia bagi kegiatan pembangunan dan kawasan mana saja yang dijadikan sebagai kawasan lindung. b) Kegiatan penggunaan kawasan apa saja yang diperbolehkan dan apa saja yang tidak diperbolehkan. c) Konflik pemanfaatan ruang yang terjadi antara lain kesesuaian kawasan dengan peruntukannya dan penggunaan lahan dengan peruntukannya. d) Hasil penyusunan peta kawasan yang telah sesuai dengan peruntukannya dapat saja berbeda dengan penggunaan kawasan pada saat sekarang. 2. Penyusunan Matriks Kesesuaian Kesesuaian lahan untuk minawisata bahari dengan berbagai kategori aktivitas seperti tersebut diatas, didasarkan pada kriteria kesesuaian lahan untuk setiap aktivitas. Kriteria ini dibuat berdasarkan parameter biofisik yang cocok untuk masing-masing aktivitas. Matriks kesesuaian lahan dibuat berdasarkan justifikasi ilmiah (hasil studi pustaka) dan informasi dari pakar yang ahli dalam bidangnya. Matriks ini sangat penting karena dari matriks tersebut akan dapat diketahui parameter yang digunakan dan kisaran yang diperbolehkan. Dalam penelitian ini kesesuaian lahan dibagi kedalam 3 kelas: ) Kelas S (sesuai), yaitu lahan yang tidak mempunyai pembatas yang berat untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari, atau hanya mempunyai pembatas yang kurang berarti dan tidak berpengaruh secara nyata terhadap produktivitas lahan serta tidak akan menambah masukan (input) dari pengusahaan lahan tersebut. 2) Kelas SB (sesuai bersyarat), yaitu lahan yang mempunyai pembatas yang cukup berat untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari akan tetapi masih memungkinkan untuk diatasi/diperbaiki, artinya masih dapat ditingkatkan menjadi sesuai jika dilakukan perbaikan dengan tingkat introduksi teknologi yang lebih tinggi atau dapat dilakukan dengan perlakuan tambahan dengan biaya rasional.

9 49 3) Kelas TS (tidak sesuai), yaitu lahan yang mempunyai pembatas yang sangat berat secara permanen untuk suatu penggunaan tertentu secara lestari, pembatas tersebut akan menghambat produktivitas lahan serta dapat meningkatkan masukan (input) dari pengusahaan lahan tersebut, sehingga lahan tersebut tidak layak untuk diusahakan. Matriks kesesuaian lahan yang digunakan adalah sebagaimana yang ditunjukan pada Tabel 3 sampai Pembobotan (Weighting), dan Pengharkatan (Scoring) Pembobotan (weighting) pada setiap parameter (faktor pembatas) ditentukan berdasarkan pada dominannya parameter tersebut terhadap suatu peruntukan, besarnya pembobotan ditunjukkan pada suatu parameter untuk seluruh evaluasi lahan. Pemberian nilai (scoring) ditujukan untuk menilai beberapa parameter (faktor pembatas) terhadap satu evaluasi kesesuaian. 4. Analisis Spasial Analisis spasial dilakukan terhadap 5 jenis kesesuaian lahan untuk minawisata bahari dengan kategori aktivitas sebagai berikut: () minawisata bahari pancing, (2) minawisata bahari karamba pembesaran ikan, (3) minawisata bahari pengumpulan kerang, (4) minawisata bahari selam, dan (5) minawisata bahari mangrove. Basis data dibentuk dari data spasial dan data atribut, kemudian dibuat dalam bentuk layers atau coverage dimana menghasilkan peta-peta tematik dalam format digital sesuai parameter untuk masing-masing jenis kesesuaian lahan. Setelah basis data terbentuk, analisis spasial dilakukan dengan metode tumpang susun (overlay) terhadap parameter yang berbentuk poligon. Proses overlay dilakukan dengan cara menggabungkan (union) masing-masing layers untuk tiap jenis kesesuaian lahan. Penilaian terhadap kelas kesesuaian dilakukan dengan melihat nilai indeks kesesuaian (overlay indeks) dari masingmasing jenis kesesuaian lahan tersebut. Pengolahan data Sistem Informasi Geografis ini dilakukan dengan menggunakan Arch-Info GIS Version dan Arch-View GIS Version 3.3.

10 50 Tabel 3 Matriks kesesuaian lahan untuk minawisata bahari pancing KELAS KESESUAIAN DAN SKOR NO PARAMETER SUMBER BOBOT S SKOR SB SKOR TS SKOR. Kelompok jenis ikan Madduppa, Ikan Target, Ikan Indikator, Ikan Mayor 3 Ikan Target, Ikan Indikator, 2 Ikan Mayor 2. Kecepatan arus (cm/det) 3. Tinggi gelombang (cm) 4. Kecerahan perairan (m) Polanunu, < > 00 Sugiarti, < > 00 Sugiarti, < > 0 5. Suhu perairan Nybakken, 988. ( o C) Mulyanto, > < 25 > Salinitas ( o / oo ) Nontji, > < 20 Romimohtarto > 36 dan Juwana, Kedalaman perairan (m) 8. Jarak dari alur pelayaran dan kawasan lainnya (m) Sugiarti, < > 5 Bengen, > < 300 Nilai maksimum ( Bobot X Skor ) = 78 Nilai minimum ( Bobot X Skor ) = 26 Selang Kelas = 3 Rumus untuk menghitung Indeks Kesesuaian : IKMB = ( N maks - N min ) / SK IKMB = Indeks Kesesuaian Minawisata Bahari Nmaks = Nilai maksimum dari suatu kategori aktivitas minawisata bahari Nmin = Nilai minimum dari suatu kategori aktivitas minawisata bahari SK = Selang Kelas IK MB = 7.33 Evaluasi Kelayakan : : Sesuai : Sesuai Bersyarat : Tidak Sesuai

11 5 Tabel 4 Matriks kesesuaian lahan untuk minawisata bahari pengumpulan kerang (moluska) KELAS KESESUAIAN DAN SKOR NO PARAMETER SUMBER BOBOT S SKOR SB SKOR TS SKOR Jenis moluska Peneliti, *) 3 **) 2 ***) 2 Kelimpahan Peneliti, (ind/m 2 ) 5 > < 3 Lebar dataran pasut (m) Renjaan (2006) dalam DPK (2006a). Bengen, > < 0 4 Tipe substrat pantai Latale, Natan, Pasir berlumpur, Pasir halus 3 Pasir sedang, Pasir kasar, Karang berpasir 2 Batu, Karang 5 Kemiringan pantai Peneliti 3 Landai 3 Curam 2 Terjal 6 Suhu perairan Razak, ( o C) > < 25 > 30 7 Salinitas ( o / oo ) Setiobudiandi, > < > 36 *) Anadara sp, Tridacna sp, Hippopus sp, Haliotis sp, Tripneustes sp, Littorina sp, Cerithium sp, Chlamys sp, Lioconcha sp **) Phenacovolva sp, Strombus sp, Lambis sp, Guilfordia sp, Clanculus sp, Tectus sp, Cypraea sp, Donax sp, Euspira sp, Siliquaria, sp ***) Spesies moluska lainnya. Nilai maksimum ( Bobot X Skor ) = 69 Nilai minimum ( Bobot X Skor ) = 23 Selang Kelas = 3 Rumus untuk menghitung Indeks Kesesuaian : IKMB = ( N maks - N min ) / SK IKMB = Indeks Kesesuaian Minawisata Bahari Nmaks = Nilai maksimum dari suatu kategori aktivitas minawisata bahari Nmin = Nilai minimum dari suatu kategori aktivitas minawisata bahari SK = Selang Kelas IK MB = 5.33 Evaluasi Kelayakan : : Sesuai : Sesuai Bersyarat : Tidak Sesuai

12 52 Tabel 5 Matriks kesesuaian lahan untuk minawisata bahari karamba pembesaran ikan KELAS KESESUAIAN DAN SKOR NO PARAMETER SUMBER BOBOT S SKOR SB SKOR TS SKOR Kecepatan arus (m/det) 2 Tinggi gelombang (m) DKP-RI, < 0,75 3 0,76 -,0 2 >,0 DKP-RI, < 0,5 3 > 0,5,0 2 >,0 3 Kedalaman air dari dasar jaring (m) DKP-RI, ,0 7,0 3 7, 0,0 2 < 4,0 > 0,0 4 Suhu perairan Nybakken, 988. ( o C) Mulyanto, 992. LP Undana, < 29 2 < 26 > 30 5 Salinitas ( o / oo ) Nontji, Romimohtarto dan Juwana, 999. LP Undana, > < 25 > 33 6 Oksigen terlarut (mg/l) LP Undana, > < 6 2 < 3 7 ph perairan LP Undana, ,6 8,0 3 6,0 6,5 2 < 6,0 > 8,0 8 Nitrat (mg/l) Tiensongrusmee et al, Phospat (mg/l) Tiensongrusmee et al, 986. < 0, 3 0, 0,9 2 > 0,9 < 0, 3 0, 0,9 2 > 0,9 0 Jarak dari alur - pelayaran dan kawasan lainnya (m) Bengen, > < 300 Nilai maksimum ( Bobot X Skor ) = 90 Nilai minimum ( Bobot X Skor ) = 30 Selang Kelas = 3 Rumus untuk menghitung Indeks Kesesuaian : IKMB = ( N maks - N min ) / SK IKMB = Indeks Kesesuaian Minawisata Bahari Nmaks = Nilai maksimum dari suatu kategori aktivitas minawisata bahari Nmin SK = Nilai minimum dari suatu kategori aktivitas minawisata bahari = Selang Kelas IK MB = 20 Evaluasi Kelayakan : 7 90 : Sesuai 5 70 : Sesuai Bersyarat : Tidak Sesuai

13 53 Tabel 6 Matriks kesesuaian lahan untuk minawisata bahari selam KELAS KESESUAIAN DAN SKOR NO PARAMETER SUMBER BOBOT S SKOR SB SKOR TS SKOR Jenis ikan karang (sp) Yulianda, > < 20 2 Kecerahan perairan (%) Yulianda, Suharsono dan Yosephine, > < 20 3 Tutupan komunitas karang (%) Yulianda, Gomes dan Yap, > < 25 Atau tdk ada karang 4 Jenis life-form (sp) Yulianda, > < 4 Atau tdk ada karang 5 Suhu perairan Nybakken, 988. ( o C) Mulyanto, 992. Hubbard, 990. Tamrin, < 23 > 36 6 Salinitas ( o / oo ) Nontji, < 28 Kinsman, > 36 7 Kedalaman ter. karang (m) Yulianda, Nybakken, < 3 > 30 8 Kecepatan arus (cm/det) Yulianda, Jokiel dan Morrissey, > 50 Nilai maksimum ( Bobot X Skor ) = 78 Nilai minimum ( Bobot X Skor ) = 26 Selang Kelas = 3 Rumus untuk menghitung Indeks Kesesuaian : IK IK N N SK MB MB maks min = ( N maks - N min ) / SK = Indeks Kesesuaian Minawisata Bahari = Nilai maksimum dari suatu kategori aktivitas minawisata bahari = Nilai minimum dari suatu kategori aktivitas minawisata bahari = Selang Kelas IK MB = 7.33 Evaluasi Kelayakan : : Sesuai : Sesuai Bersyarat : Tidak Sesuai

14 54 Tabel 7 Matriks kesesuaian lahan untuk minawisata bahari mangrove KELAS KESESUAIAN DAN SKOR NO PARAMETER SUMBER BOBOT S SKOR SB SKOR TS SKOR Ketebalan mangrove (m) Yulianda, > < 50 2 Kerapatan mangrove (ind/00 m 2 ) Yulianda, > > 25 2 < 5 3 Jenis mangrove (sp) Yulianda, MERDI dalam DPK 2006a. 3 > Jenis biota Yulianda, MERDI dalam DPK 2006a. 3 Ikan, Udang, Kepiting, Moluska, Reptil, Burung. 3 Ikan, Moluska 2 Salah satu biota air 5 Tinggi Pasut (m) Yulianda, < > 5 6 Jarak dari kawasan lainnya (m) Bengen, > < 300 Nilai maksimum ( Bobot X Skor ) = 54 Nilai minimum ( Bobot X Skor ) = 8 Selang Kelas = 3 Rumus untuk menghitung Indeks Kesesuaian : IKMB = ( N maks - N min ) / SK IKMB = Indeks Kesesuaian Minawisata Bahari Nmaks = Nilai maksimum dari suatu kategori aktivitas minawisata bahari Nmin SK = Nilai minimum dari suatu kategori aktivitas minawisata bahari = Selang Kelas IK MB = 2 Evaluasi Kelayakan : : Sesuai 3 42 : Sesuai Bersyarat 8 30 : Tidak Sesuai 5. Analisis Spasial Analisis spasial dilakukan terhadap 5 jenis kesesuaian lahan untuk minawisata bahari dengan kategori aktivitas seperti tersebut diatas. Basis data dibentuk dari data spasial dan data atribut, kemudian dibuat dalam bentuk layers atau coverage dimana menghasilkan peta-peta tematik dalam format digital sesuai parameter untuk masing-masing jenis kesesuaian lahan.

15 55 Setelah basis data terbentuk, analisis spasial dilakukan dengan metode tumpang susun (overlay) terhadap parameter yang berbentuk poligon. Proses overlay dilakukan dengan cara menggabungkan (union) masing-masing layers untuk tiap jenis kesesuaian lahan. Penilaian terhadap kelas kesesuaian dilakukan dengan melihat nilai indeks kesesuaian (overlay indeks) dari masingmasing jenis kesesuaian lahan tersebut. Pengolahan data Sistem Informasi Geografis ini dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Arch-Info GIS Version dan Arch-View GIS Version Analisis Skala Prioritas Pemanfaatan Ruang Analisis skala prioritas pemanfaatan ruang ini menggunakan metode multi criteria decision making (MCDM) dan diarahkan pada relevansi keputusan jenis pemanfaatan ruang di pulau kecil yang akan lebih tepat, cocok, dan representatif sebagai skala prioritas bagi pengembangan melalui urutan rangking. Pada analisis pemilihan prioritas dengan MCDM, pembobotan suatu kriteria dan alternatif yang diambil, disusun berdasarkan matriks pembobotan kriteria dalam penentuan prioritas pemanfaatan ruang, sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah teknik simple multi atribute rating technique (SMART). Teknik SMART merupakan keseluruhan proses dari peratingan alternatifalternatif dan pembobotan atribut-atribut. Proses ini terdiri dari 2 tahap yaitu: () mengurutkan tingkat kepentingan perubahan-perubahan dalam atribut mulai dari atribut terburuk (peringkat terendah) sampai atribut terbaik (peringkat tertinggi); dan (2) melakukan estimasi rasio kepentingan relatif dan ranking setiap atribut terhadap atribut yang paling rendah tingkat kepentingannya. Analisis selanjutnya adalah penggabungan kedua hasil analisis data di atas menjadi satu dengan menggunakan persamaan agregasi sebagai berikut: γ = π Si /n () dimana : γ = rata-rata geometrik Si = nilai skor akhir hasil analisis prioritas berdasarkan kelompok kriteria analisis n = 2

16 56 Sehingga persamaan menjadi: γ = S x S 2 (2) Berdasarkan hasil analisis di atas maka diperoleh hasil akhir untuk peringkat dalam menentukan prioritas pemanfaatan lahan yang perlu dikembangkan. Matriks pembobotan kriteria dalam penentuan prioritas pemanfaatan ruang seperti yang ditunjukan pada Tabel 8. Tabel 8 Matriks pembobotan kriteria dalam penentuan prioritas pemanfaatan ruang Kriteria C C... 2 C n Alternatif W W2... W n A A A2... An A2 A2 A22... A2n Am Am Am2... A mn Sumber : Subandar (999). dimana : A, (i =,2,3,,m) = menunjukkan pilihan alternatif yang ada i Cj, (j =,2,3,,n) = merujuk pada kriteria dengan bobot Wj Aij, (i =,...,m, j =,...,n) = adalah pengukuran keragaan dari suatu alternatif Ai berdasarkan kriteria C j. Untuk menyusun peringkat jenis pemanfaatan lahan yang dikembangkan, maka dilakukan penentuan kriteria/subkriteria yang telah disesuaikan dengan kondisi lokasi penelitian. Hal ini dilakukan dengan menggunakan teknik SMART dengan bantuan perangkat lunak criterium decision plus (Cdplus) version 3.0. sehingga pengukuran terhadap kriteria ekologi; ekonomi; sosial budaya; dan kelembagaan dapat dilakukan. Masing-masing kriteria dapat dikembangkan lagi menjadi subkriteria. Subkriteria diperoleh dari pengamatan langsung di lapangan dan juga bersumber dari data sekunder. Kriteria ekologi; ekonomi; sosial budaya, dan kelembagaan dapat diuraikan seperti berikut:

17 57 a. Kriteria ekologi, antara lain kesesuaian lahan, dan daya dukung lingkungan. b. Kriteria ekonomi, antara lain manfaat ekonomi, dan tingkat pendapatan masyarakat. c. Kriteria sosial budaya, antara lain kebiasaan masyarakat, dan penyerapan tenaga kerja. d. Kriteria kelembagaan, antara lain bentuk kelembagaan, dan aturan pengelolaan Analisis Daya Dukung Lingkungan Untuk menentukan daya dukung lingkungan bagi model pengelolaan minawisata bahari berbasis konservasi ini digunakan 2 pendekatan yaitu: ) Pendekatan yang mengacu pada daya dukung fisik, yaitu jumlah maksimum penggunaan atau kegiatan yang dapat diakomodasikan dalam suatu kawasan tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas kawasan tersebut secara fisik. Metoda yang digunakan adalah daya dukung lahan dan daya dukung kawasan. 2) Pendekatan yang mangacu pada daya dukung ekologis, yaitu tingkat maksimum penggunaan suatu kawasan atau suatu ekosistem, baik berupa jumlah maupun kegiatan yang diakomodasikan di dalamnya sebelum terjadi penurunan dalam kualitas ekologis kawasan atau ekosistem tersebut. Metoda yang digunakan adalah pendugaan kapasitas asimilasi lingkungan perairan. Pendekatan : Berkaitan dengan semakin meningkatnya pertambahan jumlah penduduk, maka kebutuhan lahan juga semakin bertambah yang akhirnya berdampak kepada semakin terbatasnya lahan, baik untuk tempat tinggal maupun untuk kegiatan pemanfaatan yang lain. Oleh karena itu diperlukan suatu analisis untuk menentukan seberapa besar daya dukung suatu lahan untuk menampung kegiatan pemanfaatan pada suatu wilayah tanpa merusak kelestarian lingkungan yang ada. Daya dukung lahan (DDL) menunjukkan kemampuan maksimum lahan untuk mendukung suatu aktivitas tertentu secara terus menerus tanpa menimbulkan penurunan kualitas baik lingkungan biofisik maupun sosial. DDL yang dianalisis dalam penelitian ini dibatasi pada kemampuan lahan dalam menampung suatu aktivitas tertentu ditinjau dari aspek kesesuaian fisik, hasil dari analisis ini akan memberikan informasi mengenai berapa besar luas lahan yang

18 58 dapat dimanfaatkan. Kapasitas Lahan (KL) diartikan sebagai luasan lahan yang dapat dimanfaatkan untuk suatu aktivitas tertentu secara terus menerus tanpa mengalami gangguan dan merusak ekosistem yang ada. Besarnya kapasitas lahan yang digunakan dalam model pengelolaan minawisata bahari berbasis konservasi di Pulau Dullah ini adalah 30% dari luas lahan yang sesuai. Kapasitas lahan ditetapkan sebesar 30% karena berdasarkan morfogenesis pulau, Pulau Dullah termasuk kelompok pulau oseanik dengan kategori pulau karang (koral) dimana sebagian besar dari pulau-pulau ini tergolong pulau kecil (Bengen dan Retraubun 2006). Disamping itu berdasarkan ukurannya Pulau Dullah termasuk kategori pulau kecil dimana sangat peka dan rentan terhadap pengaruh eksternal baik alami maupun akibat kegiatan manusia sehingga dalam pengelolaannya harus memperhatikan prinsip dan kriteria pemanfaatan sumberdaya pulau-pulau kecil. Berdasarkan pendekatan tersebut di atas maka daya dukung lahan dapat dihitung dengan rumus atau formula yang dikemukakan dalam KMNLH dan FPIK IPB (2002) sebagai berikut: DDL = LLS X KL (3) dimana: DDL = Daya Dukung Lahan LLS = Luas Lahan yang Sesuai KL = Kapasitas Lahan Sedangkan untuk menghitung jumlah unit (sarana pemancingan ikan dan karamba pembesaran ikan) maka digunakan rumus yang dimodifikasi dari formula yang dikemukakan dalam KMNLH dan FPIK IPB (2002) sebagai berikut: JU = DDL / LOG (4) dimana: JU = Jumlah Unit DDL = Daya Dukung Lahan LO = Luas Olah Gerak Luasan optimal sarana pemancingan ikan adalah besaran yang menunjukkan luasan dari unit perahu bercadik dengan ukuran panjang perahu 4 meter dan

19 59 lebar perahu termasuk cadiknya adalah 3 meter, sementara luas olah gerak (LOG) untuk unit sarana pemancingan ikan agar dapat bergerak dengan leluasa tanpa menggangu atau terganggu oleh sarana pemancingan lainnya adalah 900 m 2 (30 m X 30 m). Sedangkan luasan optimal karamba pembesaran ikan adalah besaran yang menunjukkan luasan dari unit rakit dengan 4 buah karamba berukuran 3m X 3m X 3m, luasan optimal untuk unit rakit agar ikan-ikan yang dipelihara dapat bertumbuh dengan baik adalah 44 m 2 (2 m X 2 m), luasan ini merupakan ukuran optimal yang digunakan secara umum di perairan Indonesia (Sunyoto 993), sementara luas olah gerak untuk unit rakit karamba agar perahu yang menuju dan kembali dari rakit karamba tersebut dapat bergerak dengan leluasa tanpa menggangu atau terganggu oleh perahu lainnya adalah 3600 m 2 (60 m X 60 m). Selanjutnya untuk menghitung berapa jumlah orang yang dapat ditampung di kawasan tersebut maka digunakan metoda daya dukung kawasan (DDK). DDK adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung dikawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. DDK untuk minawisata bahari pancing dan minawisata bahari karamba pembesaran ikan dihitung dengan menggunakan rumus yang dimodifikasi dari formula yang dikemukakan dalam KMNLH dan FPIK IPB (2002) sebagai berikut: DDK = JU X JP (5) dimana: DDK = Daya Dukung Kawasan JU = Jumlah Unit JP = Jumlah Pengunjung Sedangkan DDK untuk minawisata bahari pengumpulan kerang (moluska), minawisata bahari selam, dan minawisata bahari mangrove dihitung dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Yulianda (2007) sebagai berikut: DDK = K x Lp Lt x Wt Wp (6)

20 60 dimana: DDK = Daya dukung kawasan K = Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area Lp = Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan Lt = Unit area untuk kategori tertentu Wt = Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari Wp = Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu Potensi ekologis pengunjung (K) dan unit area (Lt) ditentukan oleh kondisi sumberdaya dan jenis kegiatan yang akan dikembangkan seperti ditunjukan pada Tabel 9. Tabel 9 Potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt) Jenis Kegiatan K Unit Area ( Pengunjung) (Lt) Keterangan Minawisata bahari pengumpulan kerang 2500 Setiap orang dalam 50 m x 50 m Minawisata bahari selam m 2 Setiap 2 orang dalam 200 m x 0 m Minawisata bahari mangrove 50 m Dihitung panjang track, setiap orang sepanjang 50 m Sumber : Yulianda (2007). Waktu kegiatan pengunjung (Wp) dihitung berdasarkan lamanya waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk melakukan kegiatan wisata. Waktu pengunjung diperhitungkan dengan waktu yang disediakan oleh kawasan (Wt) seperti yang disajikan pada Tabel 0. Pendekatan 2 : Pendekatan yang mangacu pada daya dukung ekologis untuk pengembangan minawisata bahari pulau kecil berbasis konservasi adalah kapasitas asimilasi lingkungan perairan. Penentuan daya dukung lingkungan berdasarkan kapasitas asimilasi lingkungan perairan seperti yang dikemukakan oleh Quano (993)

21 6 Tabel 0 Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata Jenis Kegiatan Waktu yang dibutuhkan / Wp ( jam ) Total waktu hari / Wt ( jam ) Minawisata bahari pengumpulan kerang 4 8 Minawisata bahari selam 2 8 Minawisata bahari mangrove 2 8 Sumber : Yulianda (2007). adalah metode hubungan antara konsentrasi limbah dengan beban limbahnya. Variabel yang diamati adalah debit air yang masuk ke teluk oleh pasut dan konsentrasi limbah di lingkungan perairan. Metode ini cukup dapat menggambarkan atau menunjukan kapasitas asimilasi dari lingkungan perairan dimaksud. Nilai kapasitas asimilasi didapatkan dengan cara membuat grafik hubungan antara konsentrasi masing-masing parameter limbah di lingkungan perairan dengan total beban limbah parameter tersebut di muara sungai, dan selanjutnya dianalisis dengan cara memotongkan dengan garis baku mutu air laut yang diperuntukan bagi biota laut dan kegiatan wisata bahari berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun Pola hubungan antara konsentrasi limbah dengan beban pencemaran yang dimaksud disajikan pada Gambar 7. Jika pola hubungan tersebut direpresentasikan terhadap nilai baku mutu air laut maka akan dapat diketahui kapasitas asimilasi lingkungan perairan tersebut terhadap suatu parameter limbah tertentu. Nilai kapasitas asimilasi didapat dari titik potong beban pencemaran dengan nilai baku mutu yang berlaku untuk setiap parameter, dan selanjutnya dianalisis seberapa besar peran masing-masing parameter terhadap beban pencemarannya. Beberapa asumsi dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah : ) Nilai kapasitas asimilasi hanya berlaku di lingkungan perairan pada batas yang telah ditetapkan dalam lokasi penelitian.

22 62 2) Nilai hasil pengamatan, baik di muara sungai maupun di lingkungan perairan diasumsikan telah mencerminkan dinamika yang ada di perairan tersebut. 3) Perhitungan beban pencemaran dibatasi hanya yang berasal dari land based, sedangkan apabila ada pencemaran dari kegiatan lainnya di lingkungan perairan dan laut sekitarnya, maka itu tidak dihitung. Kualitas Air (Konsentrasi Limbah) Baku Mutu Beban Pencemaran Gambar 7 Grafik hubungan antara beban pencemaran dan kualitas air. Data yang diamati merupakan data pencemaran yang mempengaruhi kualitas air dilokasi penelitian. Hubungan yang ingin dilihat adalah pengaruh nilai parameter yang ada di muara sungai terhadap nilai parameter tersebut di lingkungan perairan. Alat analisis yang digunakan untuk melihat hubungan tersebut adalah regresi linier dimana sebagai peubah bebas (independent) adalah nilai parameter di muara sungai, dan sebagai peubah tak bebas (dependent) adalah nilai parameter di lingkungan perairan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peubah pencemaran di lingkungan perairan dapat dijelaskan oleh peubah pencemaran di muara sungai atau dapat dituliskan dalam bentuk hubungan matematik yaitu : Y = f(x) sehingga menurut Quano (993) bentuk hubungan tersebut dalam regresi linier dapat dituliskan sebagai berikut:

23 63 Y = a + b(x) (7) dimana: Y = nilai parameter di lingkungan perairan a = nilai tengah atau rataan umum b = koefisien regresi untuk parameter di muara sungai x = nilai parameter di muara sungai x dan y adalah jenis dari parameter yang sama, yang diukur di muara sungai dan di lingkungan perairan. Peubah x merupakan jumlah nilai dari semua muara yang diamati untuk parameter tertentu, dan peubah y merupakan nilai parameter lingkungan perairan yang dianggap tepat untuk mewakili seluruh nilai parameter yang ada di lingkungan perairan, sehingga dengan demikian dapat dikatakan bahwa y merupakan penduga terbaik untuk nilai parameter di lingkungan perairan tersebut Analisis Ekonomi Barbier et al. (997) in Adrianto (2006b) menyediakan sebuah kerangka pendekatan penilaian ekonomi, dimana terdapat 3 tahapan utama dalam melakukan valuasi ekonomi sumberdaya pesisir dan laut, yaitu : ) Tahap pertama, adalah mendefinisikan problem dan memilih pendekatan yang tepat untuk melakukan penilaian ekonomi. 2) Tahap kedua, adalah mendefinisikan ruang lingkup dan batasan dari analisis yang dilakukan serta informasi yang diperlukan untuk melakukan pendekatan terpilih. 3) Tahap ketiga, adalah mendefinisikan metoda pengumpulan data dan teknik valuasi termasuk analisis dan distribusi dampak yang mungkin dari pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut. Ketiga tahapan tersebut diatas dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan penilaian ekonomi secara utuh yang menggambarkan willingness to pay yang benar dari masyarakat terhadap manfaat yang dihasilkan dari ekosistem pesisir dan laut. Berdasarkan kerangka pendekatan tersebut diatas, maka analisis nilai ekonomi minawisata bahari yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

24 64 pendekatan extended cost-benefit analysis (ECBA) yang diawali dengan metoda Valuasi Ekonomi. Barton (994) in Adrianto (2006b) mengemukakan bahwa Total Economic Value (TEV) dalam valuasi ekonomi dikategorikan kedalam 2 (dua) komponen yaitu Use Value (UV) dan Non Use Value (NUV) sehingga dapat diformulasikan sebagai berikut: TEV = UV + NUV (8) dimana: TEV = Total Economic Value (nilai ekonomi total) UV = Use Value (nilai guna) NUV = Non Use Value (bukan nilai guna) Pada dasarnya nilai guna (use value) diartikan sebagai nilai yang diperoleh seorang individu atas pemanfaatan langsung dari sumberdaya alam dimana individu tersebut berhubungan langsung dengan sumberdaya alam dan lingkungan, yang didalamnya termasuk pemanfaatan secara komersial atas barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam misalnya ikan, kayu, dan lain-lain yang bisa dikonsumsi langsung atau dijual. Nilai guna ini secara lebih rinci menurut Barton (994) in Adrianto (2006b) adalah sebagai berikut : UV = DUV + IUV + OV (9) dimana: UV = Use Value (nilai guna) DUV = Direct Use Value (nilai guna langsung) IUV = Indirect Use Value (nilai guna tidak langsung) OV = Option Value (nilai pilihan) Nilai guna langsung (direct use value) merujuk langsung pada konsesi sumberdaya alam seperti kayu sebagai bahan bakar, sedangkan nilai guna tidak langsung (indirect use value) merujuk pada nilai yang dirasakan secara tidak langsung dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan seperti pencegahan banjir dan nursery ground dari ekosistem mangrove, sedangkan nilai pilihan (option value) merupakan suatu nilai yang

25 65 menunjukan pilihan seorang individu untuk membayar dalam melestarikan sumberdaya alam bagi pengguna lainnya dimasa mendatang. Komponen bukan nilai guna (non use value) adalah nilai yang diberikan kepada sumberdaya alam atas keberadaannya meskipun tidak digunakan secara langsung, yang lebih bersifat sulit diukur karena lebih didasarkan pada preferensi terhadap lingkungan ketimbang pengamatan langsung. Bukan nilai guna ini secara lebih rinci menurut Barton (994) in Adrianto (2006b) adalah sebagai berikut : NUV = BV + EV + QOV (0) dimana: NUV BV EV QOV = Non Use Value (bukan nilai guna) = Bequest Value (nilai pewarisan) = Existence Value (nilai keberadaan) = Quasi Option Value (nilai pilihan untuk menghindari kerusakan yang irreversible) Pada dasarnya nilai keberadaan adalah penilaian yang didasarkan kepada penilaian yang diberikan dengan terpeliharanya sumberdaya alam dan lingkungan, nilai pewarisan diartikan sebagai nilai yang diberikan oleh generasi kini dengan menyediakan atau mewariskan sumberdaya alam dan lingkungan kepada generasi mendatang, nilai pilihan untuk menghindari kerusakan yang irreversible (quasi option value) mengandung makna ketidak-pastian dimana nilai ini merujuk pada nilai barang dan jasa dari sumberdaya alam yang mungkin timbul sehubungan dengan ketidak-pastian permintaan dimasa mendatang. Dari persamaan (9) dan (0) tersebut, maka nilai ekonomi total (total economic value) menurut Barton (994) in Adrianto (2006b) dapat dirumuskan sebagai berikut: TEV = UV + NUV = ( DUV+IUV+OV ) + ( BV+EV+QOV )... () dengan demikian yang dimaksud dengan nilai ekonomi sumberdaya menyeluruh adalah nilai ekonomi total yang merupakan penjumlahan dari nilai guna (use value) dan bukan nilai guna (non use value) beserta komponen-komponennya.

26 66 Dalam kondisi ketiadaan data dilapangan karena belum ada pemanfaatan sumberdaya secara intensif oleh masyarakat maka untuk melakukan valuasi ekonomi terhadap sumberdaya dimaksud dapat digunakan metoda benefit transfer. Menurut Boyle and Bergstrom (992) in Atkinson (2006) benefit transfer (BT) adalah pendugaan nilai guna sumberdaya dengan cara menggunakan nilai yang sudah ada dari yang bukan nilai pasar untuk mendapatkan perkiraan nilai baru yang lain dari nilai yang mula-mula diduga. Nilai dugaan ini diperoleh dengan pendekatan nilai pasar (NP) dan indeks harga konsumen (IHK) dengan formula sebagai berikut: ND = NP X IHK lokasi studi IHK lokasi asal transfer (2) dimana: ND = Nilai Dugaan NP = Nilai Pasar IHK = Indeks Harga Konsumen Selanjutnya, agar nilai dugaan tersebut mendekati nilai pasar dilokasi studi maka dihitung dengan cara merata-ratakan nilai guna sumberdaya tersebut yang didapat dari beberapa lokasi lain yang kondisinya tidak jauh berbeda dengan lokasi studi dengan formula sebagai berikut: x = x i n (3) dimana: x = Nilai hasil benefit transfer X i (,2,3, n) = Nilai pasar lokasi asal transfer ke-i n = Jumlah lokasi asal benefit transfer Dari hasil Valuasi Ekonomi tersebut maka nilai bersih sekarang (net present value) dari manfaat dan biaya suatu proyek/usaha dapat diperoleh melalui pendekatan Extended Cost Benefit Analysis (ECBA). Pada prinsipnya Extended Cost Benefit Analysis adalah lanjutan dari Cost Benefit Analysis (CBA), disebut Extended karena dalam perhitungan Cost Benefit kita tambahkan biaya lingkungan sebagai salah satu komponennya.

27 67 Barton (994) menjelaskan bahwa salah satu kriteria yang digunakan dalam evaluasi kebijakan adalah menghitung Net Present Value (NPV) dimana keuntungan bersih suatu proyek/usaha adalah pendapatan kotor dikurangi jumlah biaya. Dengan demikian maka NPV suatu proyek/usaha adalah selisih PV arus benefit dengan PV arus cost. Suatu proyek/usaha dapat dikatakan bermanfaat atau layak untuk dilaksanakan bila NPV proyek/usaha tersebut lebih besar dari atau sama dengan nol (NPV > 0) dan sebaliknya bila NPV proyek/usaha tersebut lebih kecil dari nol (NPV < 0) maka proyek/usaha tersebut merugikan atau tidak layak untuk dilaksanakan. Selain itu, dapat juga dengan melihat B/C Rasio, bila B/C Rasio > maka usaha layak untuk dilaksanakan, bila B/C Rasio = maka usaha perlu ditinjau kembali karena tidak memberikan keuntungan, sedangkan bila B/C Rasio < maka usaha tidak layak untuk dilaksanakan. Selanjutnya, dengan mengadopsi pendekatan extended cost-benefit analysis (ECBA), maka menurut Barton (994) net present value (NPV) dapat dihitung dengan persamaan sebagai berikut: NPV = B d + B e C d C e C p. (4) dimana : NPV = Net Present Value (nilai bersih sekarang) B d = direct benefit (manfaat langsung) Be = external and/or environmental benefit (manfaat eksternal dan/atau lingkungan) C d = direct cost (biaya langsung) C = external and/or environmental cost (biaya eksternal dan/atau lingkungan) C e p = environmental protection cost / mitigation cost (biaya proteksi lingkungan/ biaya mitigasi) Analisis Sosial Analisis sosial yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metoda analisis deskriptif, data yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan analisis ini didapat dengan melakukan wawancara langsung dengan stakeholders dan dengan menggunakan kuesioner. Informasi yang akan digali dari stakeholders antara lain:

28 68 bagaimana keinginan masyarakat terhadap rencana pengembangan Pulau Dullah ke depan, bentuk partisipasi dari masyarakat terhadap model pengelolaan minawisata bahari yang akan dikembangkan, identifikasi konflik pemanfaatan, sistem pengelolaan yang diinginkan, serta kemungkinan dampaknya bagi masyarakat Analisis Kelembagaan Analisis kelembagaan yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metoda analisis deskriptif, data yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan analisis ini didapat dengan melakukan wawancara langsung dengan stakeholders dan dengan menggunakan kuesioner. Informasi yang akan digali dari stakeholders antara lain: bagaimana bentuk kelembagaan baik formal maupun non formal yang diinginkan oleh masyarakat terkait dengan model pengelolaan minawisata bahari yang akan dibangun di Pulau Dullah, identifikasi semua aturan-aturan (regulasi) yang terkait yang dapat menunjang model pengelolaan yang akan dibangun, mengkaji peranan berbagai institusi dan kelembagaan yang terkait dengan model pengelolaan yang akan dibangun. 3.5 Sintesis Model dinamik yang digunakan untuk melakukan sintesis terhadap rancang bangun pengelolaan minawisata bahari dalam penelitian ini adalah model gabungan dari dimensi ekologi dan dimensi ekonomi. a) Dimensi ekologi, memiliki atribut: luas ekosistem terumbu karang, laju pertumbuhan karang, laju degradasi karang, upaya penambahan luasan terumbu karang, luas ekosistem mangrove, laju pertumbuhan mangrove, laju degradasi mangrove, upaya penambahan luasan mangrove, luas lahan yang sesuai untuk masing-masing aktivitas minawisata bahari, daya dukung lingkungan, dan jumlah unit usaha masing-masing aktivitas minawisata bahari. b) Dimensi ekonomi, memiliki atribut: manfaat langsung, manfaat lingkungan, biaya langsung, biaya lingkungan, biaya mitigasi, NPV tahunan dan NPV kumulatif dari masing-masing aktivitas minawisata bahari, serta NPV tahunan total minawisata bahari berbasis konservasi.

29 69 Model tersebut diatas selanjutnya dibangun dalam bentuk causal loop sehingga membentuk suatu sistem dinamik yang kemudian akan disimulasikan dengan menggunakan perangkat lunak STELLA Version Simulasi dari model dinamik ini akan menggunakan 3 skenario pengelolaan, dimana dari ketiga skenario tersebut akan dipilih salah satu yang paling optimal untuk dijadikan model pengelolaan terpadu. Terpenuhinya syarat kecukupan struktur dari suatu model sistem dinamik adalah dengan melakukan validasi atas perilaku yang dihasilkan oleh suatu struktur model. Validasi perilaku model dilakukan dengan membandingkan antara perilaku yang dihasilkan oleh model dan perilaku pada sistem nyata.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian berlokasi di Gili Air, Gili Meno dan Gili Trawangan yang berada di kawasan Taman Wisata Perairan Gili Matra, Desa Gili Indah,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tual adalah salah satu kota kepulauan yang ada di Provinsi Maluku dengan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang cukup melimpah serta potensi pariwisata yang

Lebih terperinci

JADWAL KEGIATAN PENELITIAN DAN RENCANA PENYELESAIAN STUDI

JADWAL KEGIATAN PENELITIAN DAN RENCANA PENYELESAIAN STUDI 200 Lampiran 1 : JADWAL KEGIATAN PENELITIAN DAN RENCANA PENYELESAIAN STUDI No KEGIATAN TAHUN 2008 TAHUN 2009 BULAN BULAN OKT NOP DES JAN PEB MAR 1. Persiapan penelitian 2. Survey awal ke lokasi penelitian

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Rancang bangun pengelolaan minawisata bahari pulau kecil berbasis konservasi ini bertujuan untuk mendesain aspek pengelolaan ekosistem dan sumberdaya alam serta jasa-jasa lingkungan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 17 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Hari Kecamatan Laonti Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara. Lokasi penelitian ditentukan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian METODOLOGI. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini terdiri dari tahapan, yakni dilaksanakan pada bulan Agustus 0 untuk survey data awal dan pada bulan FebruariMaret 0 pengambilan data lapangan dan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 22 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian selama 6 (enam) bulan yaitu pada bulan Mei sampai Oktober 2009. Lokasi penelitian dan pengamatan dilakukan di Pulau

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 14 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan Pantai Lampuuk Kabupaten Aceh Besar, Provinsi NAD. Secara geografis Kabupaten Aceh Besar terletak pada 5,2º-5,8º

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Lombok Barat-Propinsi Nusa Tenggara Barat, yaitu di kawasan pesisir Kecamatan Sekotong bagian utara, tepatnya di Desa Sekotong

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 13 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan Pantai Santolo, Kabupaten Garut. Pantai Santolo yang menjadi objek penelitian secara administratif berada di dua

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di kawasan pesisir Nuhuroa yaitu kawasan pesisir Kecamatan Kei Kecil dan Kecamatan Dullah Utara (Tabel 1). Tabel 1 Lokasi Penelitian di

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai, 19 III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian telah dilaksanakan di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur pada bulan April Mei 2013. Peta lokasi penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU Urip Rahmani 1), Riena F Telussa 2), Amirullah 3) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan USNI Email: urip_rahmani@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 49 3 METODOLOGI PENELITIAN 3. 1 Metode Penelitian Metode Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dan eksperimen laboratorium. Menurut Nazir (1999), metode survei adalah penelitian

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan pulau pulau kecil merupakan arah kebijakan baru nasional dibidang kelautan. Berawal dari munculnya Peraturan Presiden No. 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM 69 4. DESKRIPSI SISTEM SOSIAL EKOLOGI KAWASAN PENELITIAN 4.1 Kondisi Ekologi Lokasi studi dilakukan pada pesisir Ratatotok terletak di pantai selatan Sulawesi Utara yang termasuk dalam wilayah administrasi

Lebih terperinci

DATA, INFORMASI, KRITERIA, PERTIMBANGAN, PENENTUAN DAN DELIENASI ALOKASI RUANG UNTUK ZONA PERIKANAN TANGKAP DEMERSAL

DATA, INFORMASI, KRITERIA, PERTIMBANGAN, PENENTUAN DAN DELIENASI ALOKASI RUANG UNTUK ZONA PERIKANAN TANGKAP DEMERSAL DATA, INFORMASI, KRITERIA, PERTIMBANGAN, PENENTUAN DAN DELIENASI ALOKASI RUANG UNTUK ZONA PERIKANAN TANGKAP DEMERSAL S. Diposaptono*, Ramses* dan I.K Sudiarta** * Kementerian Kelautan dan Perikanan **

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang...

DAFTAR ISI. Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN Latar Belakang... DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... x xiii xv xvi I. PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1 1.2. Rumusan Masalah... 5 1.3.Tujuan dan Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran 15 METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil memiliki kompleksitas yang sangat tinggi, baik karakteristik, dinamika dan potensi. Pembangunan yang semakin meningkat di wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah

Lebih terperinci

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan KERANGKA PEMIKIRAN Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu konsep pengelolaan dan konservasi berbasis sumberdaya alam serta orientasi perubahan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI

BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI BAB IV GAMBARAN WILAYAH STUDI IV.1 Gambaran Umum Kepulauan Seribu terletak di sebelah utara Jakarta dan secara administrasi Pulau Pramuka termasuk ke dalam Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Provinsi

Lebih terperinci

VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA RUMPUT LAUT DI KOTA PALOPO

VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA RUMPUT LAUT DI KOTA PALOPO Prosiding Seminar Nasional Volume 03, Nomor 1 ISSN 2443-1109 VALUASI EKONOMI SUMBERDAYA RUMPUT LAUT DI KOTA PALOPO Muhammad Arhan Rajab 1, Sumantri 2 Universitas Cokroaminoto Palopo 1,2 arhanrajab@gmail.com

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 186 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Secara umum suhu air perairan Teluk Youtefa berkisar antara 28.5 30.0, dengan rata-rata keseluruhan 26,18 0 C. Nilai total padatan tersuspensi air di

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang diperkirakan memiliki kurang lebih 17 504 pulau (DKP 2007), dan sebagian besar diantaranya adalah pulau-pulau kecil

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laut Indonesia sudah sejak lama didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia terutama pemanfaatan sumberdaya hayati seperti ikan maupun sumberdaya non hayati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Desa Dabong merupakan salah satu desa di Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat yang memiliki hamparan hutan mangrove yang cukup luas. Berdasarkan Surat

Lebih terperinci

Jenis data Indikator Pengamatan Unit Sumber Kegunaan

Jenis data Indikator Pengamatan Unit Sumber Kegunaan 31 BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di lanskap wisata TNB, Sulawesi Utara tepatnya di Pulau Bunaken, yang terletak di utara Pulau Sulawesi, Indonesia. Pulau

Lebih terperinci

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan Bab 4 Hasil Dan Pembahasan 4.1. Potensi Sumberdaya Lahan Pesisir Potensi sumberdaya lahan pesisir di Kepulauan Padaido dibedakan atas 3 tipe. Pertama adalah lahan daratan (pulau). Pada pulau-pulau berpenduduk,

Lebih terperinci

V. KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

V. KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT V. KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT 5.1 Kesesuaian Kawasan Budidaya Rumput Laut Keberhasilan suatu kegiatan budidaya rumput laut sangat ditentukan oleh faktor lahan perairan, oleh

Lebih terperinci

STUDI KESESUAIAN PANTAI LAGUNA DESA MERPAS KECAMATAN NASAL KABUPATEN KAUR SEBAGAI DAERAH PENGEMBANGAN PARIWISATA DAN KONSERVASI

STUDI KESESUAIAN PANTAI LAGUNA DESA MERPAS KECAMATAN NASAL KABUPATEN KAUR SEBAGAI DAERAH PENGEMBANGAN PARIWISATA DAN KONSERVASI STUDI KESESUAIAN PANTAI LAGUNA DESA MERPAS KECAMATAN NASAL KABUPATEN KAUR SEBAGAI DAERAH PENGEMBANGAN PARIWISATA DAN KONSERVASI Oleh Gesten Hazeri 1, Dede Hartono 1* dan Indra Cahyadinata 2 1 Program Studi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove

TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. pada iklim tropis dan sub tropis saja. Menurut Bengen (2002) hutan mangrove II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Mangrove 1. Pengertian Hutan Mangrove Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis dan sub tropis, yang didominasi oleh beberapa jenis pohon mangrove mampu tumbuh

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 23 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Waktu penelitian ini dilaksanakan selama 6 (enam) bulan yaitu Bulan Januari 2011 sampai dengan Juni 2011. Pengambilan data primer yaitu pada

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1/PERMEN-KP/2016 TENTANG PENGELOLAAN DATA DAN INFORMASI DALAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan selama 3 bulan terhitung sejak

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan selama 3 bulan terhitung sejak 21 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Waktu pelaksanaan penelitian ini dilakukan selama 3 bulan terhitung sejak bulan eptember sampai Desember 2013. Penelitian ini bertempat

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 36 36 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Budidaya pembesaran ikan kerapu bebek (Chromileptes altivelis) dengan sistem KJA dan budidaya rumput laut (Eucheuma cottonii) dengan sistem Long

Lebih terperinci

Gambar 3 Lokasi penelitian.

Gambar 3 Lokasi penelitian. . METODOLOGI PENELITIAN.. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai Desember 8 yang berlokasi di Pulau Menjangan dan Teluk Terima dalam area Taman Nasional Bali Barat,

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Tahapan Penelitian 3.3 Pengumpulan Data

3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Tahapan Penelitian 3.3 Pengumpulan Data 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur yaitu di kawasan pesisir Kecamatan Pringkuku. Kawasan Pesisir Kecamatan Pringkuku terdiri

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2005 - Agustus 2006 dengan lokasi penelitian di Pelabuhan Sunda Kelapa, DKI Jakarta. Pengambilan contoh air dan

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI Bahan dan Alat yang Digunakan Data Data Relevan

BAB IV METODOLOGI Bahan dan Alat yang Digunakan Data Data Relevan 4.1. Bahan dan Alat yang Digunakan Bahan yang digunakan sebagai referensi: 1. Citra Landsat 7 ETM dan untuk wilayah Kabupaten Tanah laut. 2. Peta RTRW Kabupaten Tanah Laut. Data lokasi Potensi Sumberdaya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA Umroh 1, Aries Dwi Siswanto 2, Ary Giri Dwi Kartika 2 1 Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,Perikanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE Berdasarkan tinjauan pustaka yang bersumber dari CIFOR dan LEI, maka yang termasuk dalam indikator-indikator ekosistem hutan mangrove berkelanjutan dilihat

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisa kesesuaian lahan perairan Abalon ini

METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisa kesesuaian lahan perairan Abalon ini III METODE PENELITIAN.. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Lokasi dan objek penelitian analisa kesesuaian lahan perairan Abalon ini berada di Teluk Cikunyinyi, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laju pertambahan penduduk yang tinggi banyak terjadi di negara berkembang seperti Indonesia, telah menghabiskan surplus sumberdaya alam yang diperuntukkan bagi pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selat Lembeh merupakan suatu kawasan khas yang terletak di wilayah Indonesia bagian timur tepatnya di Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara dengan berbagai potensi sumberdaya

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA Tito Latif Indra, SSi, MSi Departemen Geografi FMIPA UI

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN ' UJUNGTANAH P. Samalona P. Lae-lae Caddi. P. Lae-lae MARISO '

3. METODE PENELITIAN ' UJUNGTANAH P. Samalona P. Lae-lae Caddi. P. Lae-lae MARISO ' 3. METODE PENELITIAN 3.1. Daerah Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah pantai Kota Makassar, Propinsi Sulawesi Selatan mulai bulan Juni sampai Oktober 2010. Lokasi dipilih secara purposive

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kawasan pesisir Teluk Bone yang terajut oleh 15 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara dan membentang sepanjang kurang lebih 1.128 km garis pantai

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN

BAB III METODA PENELITIAN BAB III METODA PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian Studi Distribusi dan Ekploitasi Siput Gonggong akan dilakukan di desa-desa yang dijadikan Lokasi Coremap II Kabupaten Lingga. Adapun lokasi sampling ditetapkan

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan 29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Hutan mangrove merupakan hutan yang tumbuh pada daerah yang berair payau dan dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hutan mangrove memiliki ekosistem khas karena

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas 49 307,19 km 2 memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang tinggi. Luas laut 29 159,04 Km 2, sedangkan luas daratan meliputi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia kaya dan beranekaragam sumberdaya alam. Satu diantara sumberdaya alam di wilayah pesisir adalah ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove merupakan ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki peranan penting sebagai wilayah tropik perairan Iaut pesisir, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan sumberdaya

Lebih terperinci

Pemanfaatan jenis sumberdaya hayati pesisir dan laut seperti rumput laut dan lain-lain telah lama dilakukan oleh masyarakat nelayan Kecamatan Kupang

Pemanfaatan jenis sumberdaya hayati pesisir dan laut seperti rumput laut dan lain-lain telah lama dilakukan oleh masyarakat nelayan Kecamatan Kupang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Kupang adalah salah satu kabupaten dengan ekosistem kepulauan. Wilayah ini terdiri dari 27 pulau dimana diantaranya masih terdapat 8 pulau yang belum memiliki

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Bab III. III. III. IV. DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi Masalah... 5 1.3 Tujuan Penelitian... 5 1.4 Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI 55 VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI 6.1 Analisis DPSIR Analisis DPSIR dilakukan dalam rangka memberikan informasi yang jelas dan spesifik mengenai faktor pemicu (Driving force), tekanan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL

IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL IDENTIFIKASI POTENSI DAN PEMETAAN SUMBERDAYA PULAU-PULAU KECIL Nam dapibus, nisi sit amet pharetra consequat, enim leo tincidunt nisi, eget sagittis mi tortor quis ipsum. PENYUSUNAN BASELINE PULAU-PULAU

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS dan 105º10-105º22 BT, mempunyai berbagai permasalahan yang berkaitan dengan karakteristik wilayah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilakukan di kawasan perairan Pulau Biawak, Kabupaten Indramayu. Penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan, dimulai dari bulan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. hutan mangrove non-kawasan hutan. Selain itu, adanya rehabilitasi hutan

METODE PENELITIAN. hutan mangrove non-kawasan hutan. Selain itu, adanya rehabilitasi hutan IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini berada di Kawasan Pesisir Pantai Tlanakan, Kecamatan Tlanakan, Kabupaten Pamekasan, Jawa Timur. Pemilihan lokasi dilakukan secara

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK

KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI. Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK KARAKTERISTIK PANTAI GUGUSAN PULAU PARI Hadiwijaya L. Salim dan Ahmad *) ABSTRAK Penelitian tentang karakter morfologi pantai pulau-pulau kecil dalam suatu unit gugusan Pulau Pari telah dilakukan pada

Lebih terperinci

KESESUAIAN EKOWISATA SELAM DI PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG

KESESUAIAN EKOWISATA SELAM DI PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG KESESUAIAN EKOWISATA SELAM DI PULAU MANDANGIN KABUPATEN SAMPANG Firman Farid Muhsoni, S.Pi., M.Sc 1 Dr. HM. Mahfud Efendy, S.Pi, M.Si 1 1) Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Pertanian, Universitas Trunojoyo

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pulau-Pulau Kecil 2.1.1 Karakteristik Pulau-Pulau Kecil Definisi pulau menurut UNCLOS (1982) dalam Jaelani dkk (2012) adalah daratan yang terbentuk secara alami, dikelilingi

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kawasan Kepulauan Tanakeke (Gambar 5), yang terdiri dari lima gugusan pulau-pulau sangat kecil, yaitu P. Tanakeke (32,80 km

Lebih terperinci

ANALISI DAYA DUKUNG PEMANFAATAN PULAU GILI LABAK DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

ANALISI DAYA DUKUNG PEMANFAATAN PULAU GILI LABAK DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS ANALISI DAYA DUKUNG PEMANFAATAN PULAU GILI LABAK DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Firman Farid Muhsoni 1, Mahfud Efendy 2 1 Program Studi Ilmu Kelautan /Universitas Trunojoyo Madura, PO BoX

Lebih terperinci

Gambar 6. Peta Lokasi Kabupaten Majalengka (Sumber : PKSKL IPB 2012)

Gambar 6. Peta Lokasi Kabupaten Majalengka (Sumber : PKSKL IPB 2012) 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada tanggal 3 Juni 5 Juli 2013, meliputi pengumpulan data, pengolahan data, analisis data dan pengamatan lapangan (ground

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Metode Penelitian Metode Pengambilan Sampel

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Metode Penelitian Metode Pengambilan Sampel METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Pulau Ternate, Provinsi Maluku Utara pada bulan September 2005 sampai Desember 2005. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut

TINJAUAN PUSTAKA. lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut TINJAUAN PUSTAKA Hutan Manggrove Hutan mangrove oleh masyarakat Indonesia dan negara Asia Tenggara lainnya yang berbahasa Melayu sering disebut dengan hutan bakau. Menurut Kusmana dkk (2003) Hutan mangrove

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir bukan merupakan pemisah antara perairan lautan dengan daratan, melainkan tempat bertemunya daratan dan perairan lautan, dimana didarat masih dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

Oleh: HAZMI C SKRlPSl Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Perikanan Dan llmu Kelautan

Oleh: HAZMI C SKRlPSl Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Perikanan Dan llmu Kelautan or4 APLlKASl SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DAN PENGINDERAAN JAUH DALAM PENENTUAN WILAYAH POTENSIAL WISATA BAHARI TERUMBU KARANG Dl PULAU SATONDA, DOMPU, NUSA TENGGARA BARAT HAZMI C06498017 PROGRAM STUD1

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITAN

3. METODOLOGI PENELITAN 3. METODOLOGI PENELITAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pantai Sanur Desa Sanur, Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Provinsi Bali (Lampiran 1). Cakupan objek penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan

BAB I PENDAHULUAN. yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan mangrove merupakan salah satu sumberdaya alam daerah pantai payau yang mempunyai fungsi produksi, perlindungan dan pelestarian alam. Luas hutan mangrove di

Lebih terperinci

Gambar 5. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 5. Peta Lokasi Penelitian BAB III BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di daerah Teluk Hurun, Lampung. Teluk Hurun merupakan bagian dari Teluk Lampung yang terletak di Desa Hanura Kec. Padang Cermin Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wilayah pesisir dan pengembangan pariwisata pesisir 2.1.1 Wilayah pesisir Pada umumnya wilayah pesisir merupakan suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan. Berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dari pada daratan, oleh karena itu Indonesia di kenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan berbagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir pulau kecil pada umumnya memiliki panorama yang indah untuk dapat dijadikan sebagai obyek wisata yang menarik dan menguntungkan, seperti pantai pasir putih, ekosistem

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam pesisir merupakan suatu himpunan integral dari komponen hayati (biotik) dan komponen nir-hayati (abiotik) yang dibutuhkan oleh manusia untuk hidup dan

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lokasi dan Data Spasial Budidaya Laut berdasarkan Parameter Kualitas Perairan di Teluk Lasongko Kabupaten Buton Tengah

Analisis Kesesuaian Lokasi dan Data Spasial Budidaya Laut berdasarkan Parameter Kualitas Perairan di Teluk Lasongko Kabupaten Buton Tengah TEKNOLOGI DI INDUSTRI (SENIATI) 206 ISSN : 208-428 Analisis Kesesuaian Lokasi dan Data Spasial Budidaya Laut berdasarkan Parameter Kualitas Perairan di Teluk Lasongko Kabupaten Buton Tengah La Ode Muhammad

Lebih terperinci

KESESUAIAN EKOWISATA SNORKLING DI PERAIRAN PULAU PANJANG JEPARA JAWA TENGAH. Agus Indarjo

KESESUAIAN EKOWISATA SNORKLING DI PERAIRAN PULAU PANJANG JEPARA JAWA TENGAH. Agus Indarjo Jurnal Harpodon Borneo Vol.8. No.. April. 05 ISSN : 087-X KESESUAIAN EKOWISATA SNORKLING DI PERAIRAN PULAU PANJANG JEPARA JAWA TENGAH Agus Indarjo Universitas Diponegoro Jl. Prof.Soedarto,SH. Tembalang.Semarang.Tel/Fax:

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kerangka Pendekatan Studi

METODE PENELITIAN. Kerangka Pendekatan Studi 62 METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di wilayah pesisir Kabupaten Kutai Timur, dengan garis pantai sepanjang ± 152 km, yang meliputi 5 kecamatan pantai yaitu Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian 20 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam rentang waktu 4 bulan, pada bulan Februari sampai dengan bulan Mei 2012. Persiapan dilakukan sejak bulan Maret 2011

Lebih terperinci

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL SUKANDAR, IR, MP, IPM (081334773989/cak.kdr@gmail.com) Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sebagai DaerahPeralihan antara Daratan dan Laut 12 mil laut

Lebih terperinci

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON OLEH : CAROLUS NIRAHUA NRP : 000 PROGRAM PASCASARJANA BIDANG KEAHLIAN TEKNIK MANAJEMEN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kajian populasi Kondisi populasi keong bakau lebih baik di lahan terlantar bekas tambak dibandingkan di daerah bermangrove. Hal ini ditunjukkan oleh nilai kepadatan

Lebih terperinci