JADWAL KEGIATAN PENELITIAN DAN RENCANA PENYELESAIAN STUDI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "JADWAL KEGIATAN PENELITIAN DAN RENCANA PENYELESAIAN STUDI"

Transkripsi

1 200 Lampiran 1 : JADWAL KEGIATAN PENELITIAN DAN RENCANA PENYELESAIAN STUDI No KEGIATAN TAHUN 2008 TAHUN 2009 BULAN BULAN OKT NOP DES JAN PEB MAR 1. Persiapan penelitian 2. Survey awal ke lokasi penelitian 1. Sosialisasi rencana penelitian 2. Pengumpulan data awal Pelaksanaan penelitian 1. Pengumpulan data 2. Kuesioner dan wawancara Pengolahan data. 5. Analisis data Penyusunan draft Disertasi, Seminar, Sidang Tertutup, dan Sidang Terbuka. Mulai dari bulan April Agustus 2009

2 Lampiran 1 Data hasil penelitian a. Data umum lokasi penelitian Kota Tual : 2 Luas wilayah administratif Kota Tual ,84 km ( ha ) 2 Luas perairan Kota Tual ,55 km ( ha ) 2 Luas daratan Kota Tual 352,29 km ( ha ) Pulau Dullah : 2 Luas Pulau Dullah 98,38 km ( ha ) Panjang garis pantai Pulau Dullah ,37 m ( 77,26 km ) Lokasi Studi ( Teluk Un dan Teluk Vid Bangir ) : 2 Luas perairan di lokasi studi ,47 m ( 289,17 ha ) Panjang garis pantai di lokasi studi ,88 m ( 13,97 km ) 2 Luas ekosistem terumbu karang di lokasi studi ,14 m ( 62,78 ha ) Panjang garis pantai untuk terumbu karang di lokasi studi ,31 m ( 11,02 km ) 2 Luas ekosistem mangrove di lokasi studi ,75 m ( 153,58 ha ) Panjang garis pantai untuk mangrove di lokasi studi 6.837,60 m ( 6,84 km ) 2 Luas ekosistem lamun di lokasi studi ,51 m ( 49,96 ha )

3 b. Data parameter fisika kimia perairan Teluk Un dan Teluk Vid Bangir Stasiun Pengamatan Ke Posisi Stasiun Pengamatan Waktu Pengukuran O 38,271 LS 05 38,672 LS 05 39,110 LS 05 39,517 LS 05 39,890 LS 05 39,959 LS 05 39,541 LS 132 O 45,685 BT 132 O 45, 667 BT 132 O 45,833 BT 132 O 45,656 BT 132 O 45,485 BT 132 O 44,973 BT 132 O 45,209 BT WIT WIT WIT WIT WIT WIT WIT No PARAMETER HASIL PENGUKURAN 1 Kedalaman perairan (m) 0,5 1,0 8,0 2,5 1,5 2,5 16,0 2 Kecepatan arus (m/det) 0,08 0,19 0,76 2,21 0,19 0,33 0,91 3 Salinitas ( ) Suhu ( O C ) , ph 8,2 6,5 7,0 7,0 6,5 6,5 7,0 6 DO 8,1 7,2 6,5 6,8 7,3 7,0 6,6 7 Nitrat / NO 3 N (mg/l) Phosphat / PO 4 (mg/l) Tembaga / Cu (mg/l) Ammon/NH 3 N (mg/l) Sulfida / H 2 S (mg/l) Sumber : data ground check

4 Lampiran 2 Kriteria umum untuk penentuan pemanfaatan pulau-pulau kecil No Kriteria Uraian 1. Sosial 1. Diterimanya secara sosial, berarti: didukung oleh masyarakat lokal, adanya nilai-nilai lokal untuk melakukan konservasi SDA, adanya kebijakan pemerintah setempat untuk menetapkan Daerah Perlindungan Laut (DPL). 2. Kesehatan masyarakat, berarti: mengurangi pencemaran dan berbagai penyakit, mencegah terjadinya area kontaminasi. 3. Rekreasi, berarti: dapat digunakan untuk kegiatan rekreasi, masyarakat lokal dapat merasakan manfaat dengan berkembangnya kegiatan rekreasi. 4. Budaya, berarti: adanya nilai-nilai agama, sejarah dan budaya lainnya yang mendukung adanya DPL. 5. Estetika, berarti: adanya bentang laut dan bentang alam yang indah, keindahan ekosistem dan keanekaragaman jenis memberikan nilai tambah untuk rekreasi. 6. Konflik kepentingan, berarti: pengembangan DPL harus membawa efek positif pada masyarakat lokal. 7. Keamanan, berarti: dapat melindungi masyarakat dari berbagai kemungkinan bahaya badai, ombak, arus, dan bencana lainnya. 8. Aksesibilitas, berarti: memiliki akses dari daratan dan lautan. 9. Penelitian dan pendidikan, berarti: memiliki berbagai ekosistem yang dapat dijadikan objek penelitian dan pendidikan. 10. Kepedulian masyarakat, berarti: masyarakat ikut berperan aktif dalam melakukan kegiatan konservasi. 2. Ekonomi 1. Memiliki spesies penting, berarti: area yang dilindungi memiliki spesies yang bernilai ekonomi, misalnya terumbu karang, mangrove, dan esturia. 2. Memiliki nilai penting untuk kegiatan perikanan, berarti: area perlindungan dapat dijadikan untuk menggantungkan hidup para nelayan, area pemanfaatan merupakan daerah tangkapan.

5 Lanjutan lampiran 2 : 3. Ancaman terhadap alam, berarti: adanya ancaman dari aktifitas manusia, adanya ancaman dari kegiatan merusak seperti pengeboman, penggunaan alat tangkap tidak ramah lingkungan, daerah tersebut perlu dikelola untuk menjaga kelestariannya. 4. Keuntungan ekonomi, berarti: adanya dampak positif bagi ekonomi masyarakat setempat. 5. Pariwisata, berarti: merupakan area yang potensial dikembangkan untuk pariwisata. 3. Ekologi 1. Keanekaragaman hayati, berarti: memiliki kekayaan keanekaragaman ekosistem dan spesies. 2. Kealamiahan, berarti: tidak mengalami kerusakan, masih dalam keadaan alami. 3. Ketergantungan, berarti: berbagai spesies sangat tergantung pada area ini, proses-proses ekologi sangat bergantung pada daerah ini. 4. Keterwakilan, berarti: area yang akan ditentukan mewakili berbagai tipe habitat, ekosistem, geologikal, dan berbagai karakteristik alam lainnya. 5. Keunikan, berarti: memiliki spesies yang unik, memiliki spesies yang endemik, memiliki spesies yang hampir punah. 6. Produktivitas, berarti: produktivitas area akan memberikan kontribusi untuk berbagai spesies dan juga untuk manusia. 7. Vulnerabilitas, berarti: area ini memiliki fungsi perlindungan dari berbagai ancaman bencana. 4. Regional 1. Tingkat kepentingan regional, berarti: mewakili karakteristik regional setempat, baik itu alamnya, proses ekologi, maupun budayanya, merupakan daerah migrasi beberapa spesies, memberikan kontribusi untuk pemeliharaan berbagai spesies. 2. Tingkat kepentingan sub-regional, berarti: memiliki dampak positif terhadap sub-regional, dapat dijadikan perbandingan dengan sub-regional yang tidak dijadikan DPL. Sumber: Bengen (2002b).

6 Lampiran 3 Hasil analisis skala prioritas pemanfaatan ruang a. Hasil analisis SMART untuk ke-empat kriteria KRITERIA SUBKRITERIA BOBOT Ekologi Kesesuaian Lahan Daya Dukung Lahan Daya Dukung Kawasan Ekonomi Kemudahan Berinvestasi Manfaat Ekonomi Tingkat Pendapatan Masyarakat Sosial Budaya Kebiasaan Masyarakat Penyerapan Tenaga Kerja Kelembagaan Aturan Pengelolaan Tingkat Keamanan TOTAL 1.000

7 b. Hasil analisis Smart untuk alternatif kategori aktivitas minawisata bahari Minawisata Bahari Pancing Minawisata Bahari Pengumpulan Kerang Minawisata Bahari Karamba Pemb. Ikan Minawisata Bahari Selam Kriteria Subkriteria Nilai Bobot Nilai Bobot Nilai Bobot Nilai Bobot Ekologi Kesesuaian Lahan Daya Dukung Lahan Daya Dukung Kawasan Ekonomi Kemudahan Berinvestasi Manfaat Ekonomi Tingkat Pendapatan Masyarakat Sosial Budaya Kebiasaan Masyarakat Penyerapan Tenaga Kerja Kelembagaan Aturan Pengelolaan Tingkat Keamanan

8 Lampiran 4 Perhitungan Daya Dukung Lahan (DDL) dan Daya Dukung Kawasan (DDK) a. DDL dan DDK untuk Minawisata Bahari Pancing Luas Lahan yang Sesuai (LLS) 1,131,200 m2 Kapasitas Lahan (KL) 30 % Luasan Optimal Sarana Pemancingan Ikan (LOSPI) 12 m2 Luas Olah Gerak (LOG) 900 m2 Jumlah Pengunjung (JP) 3 Orang Daya Dukung Lahan (DDL) = LLS X KL 339,360 m2 Jumlah Unit Sarana Pemancingan Ikan (JUSPI) = DDL : LOG 377 Unit Daya Dukung Kawasan (DDK) = JUSPI X JP 1,131 Orang Keterangan : LOSPI = 12 m2 (1 unit sarana pemancingan ikan, berada dalam luasan 4 m X 3 m) LOG = 900 m2 (1 unit sarana pemancingan ikan, mempunyai luas olah gerak 30 m X 30 m) JP = 3 orang ( 1 unit sarana pemancingan ikan, memuat 2 orang wisatawan dan 1 orang pendayung perahu)

9 b. DDL dan DDK untuk Minawisata Bahari Pengumpulan Kerang (Moluska) Luas Lahan yang Sesuai (LLS) 810,000 m2 Kapasitas Lahan (KL) 30 % Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area (K) 1 Orang Luas area yang dapat dimanfaatkan untuk melakukan pengumpulan kerang (Lp) = LLS X KL 243,000 m2 Unit area untuk melakukan pengumpulan kerang (Lt) 2,500 m2 Waktu yang disediakan oleh kawasan dalam 1 hari untuk melakukan pengumpulan kerang (Wt) 8 Jam Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk melakukan pengumpulan kerang (Wp) 4 Jam Daya Dukung Kawasan (DDK) = K X Lp/Lt X Wt/Wp 194 Orang Keterangan : Lt = 2,500 m2 (1 orang setiap luasan 50 m X 50 m)

10 c. DDL dan DDK untuk Minawisata Bahari Karamba Pembesaran Ikan Luas Lahan yang Sesuai (LLS) 449,700 m2 Kapasitas Lahan (KL) 30 % Luasan Optimal Karamba Pembesaran Ikan (LOKPI) 144 m2 Luas Olah Gerak (LOG) 3,600 m2 Jumlah Pengunjung (JP) 5 Orang Daya Dukung Lahan (DDL) = LLS X KL 134,910 m2 Jumlah Karamba Pembesaran Ikan (JKPI) = DDL : LOG 37 Unit Daya Dukung Kawasan (DDK) = JKPI X JP 185 Orang Keterangan : LOKPI = 144 m2 (1 unit rakit karamba pembesaran ikan, berada dalam luasan 12 m X 12 m) LOG = 3,600 m2 (1 unit rakit karamba pembesaran ikan, mempunyai luas olah gerak 60 m X 60 m) JP = 5 orang (1 unit karamba pembesaran ikan, memuat 4 orang wisatawan dan 1 orang penjaga karamba)

11 d. DDL dan DDK untuk Minawisata Bahari Selam Luas Lahan yang Sesuai (LLS) 122,200 m2 Kapasitas Lahan (KL) 30 % Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area (K) 2 Orang Luas area yang dapat dimanfaatkan untuk melakukan aktivitas penyelaman (Lp) = LLS X KL 36,660 m2 Unit area untuk melakukan aktivitas penyelaman (Lt) 2,000 m2 Waktu yang disediakan oleh kawasan dalam 1 hari untuk melakukan aktivitas penyelaman (Wt) 8 Jam Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk melakukan aktivitas penyelaman (Wp) 2 Jam Daya Dukung Kawasan (DDK) = K X Lp/Lt X Wt/Wp 146 Orang Keterangan : Lt = 2,000 m2 (2 orang setiap luasan 200 m X 10 m)

12 e. DDL dan DDK untuk Minawisata Bahari Mangrove Luas Lahan yang Sesuai / Sesuai bersyarat (LLS) 292,900 m2 Kapasitas Lahan (KL) 30 % Areal untuk membuat rute tracking 10 % Daya Dukung Lahan (DDL) = LLS X KL 87,870 m2 Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area (K) 1 Orang Luas area yang dapat dimanfaatkan untuk melakukan tracking (Lp) 8,787 m2 Unit area untuk melakukan tracking (Lt) 50 m Waktu yang disediakan oleh kawasan dalam 1 hari untuk melakukan tracking (Wt) 8 Jam Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk melakukan tracking (Wp) 2 Jam Daya Dukung Kawasan (DDK) = K X Lp/Lt X Wt/Wp 702 Orang Keterangan : Lt = 50 m (1 orang setiap 50 meter panjang track) Lebar area tracking 2 m Panjang area tracking 4,394 m

13 Lampiran 5 Data untuk perhitungan kapasitas asimilasi lingkungan perairan a. Nilai baku mutu yang dipersyaratkan dan konsentrasi bahan pencemar Parameter Nilai baku mutu untuk biota laut Nilai baku mutu untuk wisata bahari Stasiun pengamatan ke Nitrat / NO 3 N (mg/l) Phosphat / PO 4 (mg/l) Tembaga / Cu (mg/l) Ammonia / NH 3 N (mg/l) 0.3 Nihil Sulfida / H 2 S (mg/l) 0.01 Nihil

14 b. Data debit air yang masuk melalui arus pasut, konsentrasi bahan pencemar (K), dan beban pencemar (BP) No Parameter Debit Stasiun 1 Stasiun 2 Stasiun 3 Stasiun 4 K BP K BP K BP K BP 1 NO3-N PO Cu NH 3 -N H 2 S No Parameter Debit Stasiun 5 Stasiun 6 Stasiun 7 K BP K BP K BP 1 NO3-N PO Cu NH 3 -N H 2 S

15 Lampiran 6 Dasar perhitungan valuasi ekonomi sumberdaya a. Indeks Harga Konsumen (IHK) Tahun 2010 beberapa daerah di Indonesia Bulan P. Dullah P. Nusalaut P. Seram BB Bontang B. Lompo Malili Barru Wakatobi Buton Selat Nasik Jepara Ambon Samarinda Makassar Kendari Pekanbaru Semarang Januari 121,68 122,33 118,94 123,55 116,11 117,12 Pebruari 120,89 123,26 119,06 122,59 116,34 117,67 Maret 121,22 124,12 118,59 122,60 115,95 117,43 April 120,60 124,34 118,01 122,98 116,11 117,86 Mei 120,52 124,50 118,78 123,54 116,45 117,88 Juni 121,54 125,04 119,33 123,46 117,95 118,87 Juli 123,09 127,52 121,85 126,16 119,83 120,93 Agustus 126,05 128,06 123,71 128,66 120,37 121,57 September 127,25 129,14 124,21 128,12 120,11 122,83 Oktober 126,88 128,49 123,65 127,45 120,08 122,86 Nopember 126,57 129,51 123,99 127,26 121,47 123,64 Desember 128,22 130,11 125,42 127,61 123,09 124,51 Rata-rata 123,71 126,37 121,30 125,33 118,66 120,26

16 b. Hasil benefit transfer untuk valuasi ekonomi ekosistem mangrove BUTON BONTANG SBB BARRU JEPARA MALILI MANFAAT EKONOMI FITRAWATI, 2001 ASTUTI, SUPRIYADI, SOBARI, PARIYONO, SRIBIYANTI, RATA RATA PEMBULATAN Harga Harga Pasar Harga Pasar Harga Pasar Pasar Harga Pasar Harga Pasar Rasio IHK Lokasi Studi 123,71 123,71 123,71 123,71 123,71 123,71 Rasio IHK Lokasi Asal 125,33 126,37 123,71 121,30 120,26 121,30 MANFAAT LANGSUNG Potensi kayu (Rp/m3) Ranting / kayu bakar (per ikat) Ikan (per kg) Kepiting bakau (per kg) NILAI KEBERADAAN Nilai keberadaan dengan CVM (per ha per tahun)

17 c. Hasil benefit transfer untuk valuasi ekonomi ekosistem terumbu karang MALUKU BONTANG BARRANG LOMPO WAKATOBI SELAT NASIK MANFAAT EKONOMI WAWO, ASTUTI, HAMZAH, COREMAP II, DHEWANI, RATA Harga Pasar Harga Pasar Harga Pasar Harga Pasar Harga Pasar RATA PEMBULATAN Rasio IHK Lokasi Studi 123,71 123,71 123,71 123,71 123,71 Rasio IHK Lokasi Asal 123,71 126,37 121,30 125,33 118,66 MANFAAT LANGSUNG Perikanan terumbu (per kg) Selam (per orang) Penelitian (per orang) Penambangan karang (per m3) Lola (per kg) Teripang (per kg) Habitat ikan (per ha) NILAI KEBERADAAN Nilai keberadaan dengan CVM (per ha per tahun)

18 Lampiran 7 Analisis manfaat-biaya minawisata bahari berbasis konservasi a. Analisis Manfaat-Biaya untuk Minawisata Bahari Pancing di Teluk Un dan Vid Bangir (per unit usaha per tahun) KOMPONEN TAHUN MANFAAT a. Manfaat Langsung - Penyewaan Perahu dan Alat Pancing 5,100,000 5,100,000 5,100,000 5,100,000 5,100,000 - Jasa pengolahan ikan hasil tangkapan 1,700,000 1,700,000 1,700,000 1,700,000 1,700,000 b. Manfaat Eksternal/Lingkungan - Perikanan Terumbu, Lola, - 76,440 76,440 76,440 76,440 76,440 Teripang, Penelitian Total Manfaat 0 6,876,440 6,876,440 6,876,440 6,876,440 6,876,440 Discount Rate (DR) = 10% Present Value 0 6,257,560 5,707,445 5,157,330 4,675,979 4,263,393 BIAYA a. Biaya Langsung - Investasi 3,200,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000 1,200,000 - Penyusutan 640, , , , ,000 - Pemeliharaan 320, , , , ,000 - Upah buruh (pendayung perahu) 850, , , , ,000 b. Biaya Eksternal/Lingkungan - Konversi luas terumbu karang 397, , , , ,500 c. Biaya Proteksi Lingkungan

19 - Pembuatan artificial reef 102, , , , ,000 - Pungutan adat (pengganti sasi) 25,000 25,000 25,000 25,000 25,000 Total Biaya 3,200,000 3,534,500 3,534,500 3,534,500 3,534,500 3,534,500 Discount Rate (DR) = 10% Present Value 3,200,000 3,216,395 2,933,635 2,650,875 2,403,460 2,191,390 Net Benefit -3,200,000 3,041,165 2,773,810 2,506,455 2,272,519 2,072,003 Net Present Value (NPV) 9,465,953 B/C 3.96

20 b. Analisis Manfaat-Biaya untuk Minawisata Bahari Pengumpulan Kerang di Teluk Un dan Vid Bangir (per unit usaha per tahun) KOMPONEN TAHUN MANFAAT a. Manfaat Langsung - Penyewaan Alat Pengumpul Kerang 600, , , , ,000 - Jasa pengolahan kerang hasil - pengumpulan 200, , , , ,000 b. Manfaat Eksternal/Lingkungan - Perikanan Terumbu, Lola, - Teripang, Penelitian 1,400 1,400 1,400 1,400 1,400 Total Manfaat 0 801, , , , ,400 Discount Rate (DR) = 10% Present Value 0 729, , , , ,868 BIAYA a. Biaya Langsung - Investasi 500, , , , , ,000 - Penyusutan 100, , , , ,000 - Pemeliharaan 50,000 50,000 50,000 50,000 50,000 - Upah buruh (pengawas) 100, , , , ,000 b. Biaya Eksternal/Lingkungan - Konversi luas terumbu karang 7,300 7,300 7,300 7,300 7,300 c. Biaya Proteksi Lingkungan - Pungutan adat (pengganti sasi) 25,000 25,000 25,000 25,000 25,000

21 - Pembuatan artificial reef 12,000 12,000 12,000 12,000 12,000 Total Biaya 500, , , , , ,300 Discount Rate (DR) = 10% Present Value 500, , , , , ,466 Net Benefit -500, , , , , ,402 Net Present Value (NPV) 663,909 B/C 2.33

22 c. Analisis Manfaat-Biaya untuk Minawisata Bahari Karamba Pembesaran Ikan di Teluk Un dan Vid Bangir (per unit usaha per tahun) KOMPONEN TAHUN MANFAAT a. Manfaat Langsung - Penyewaan rakit karamba (4 orang) 3,400,000 3,400,000 3,400,000 3,400,000 3,400,000 - Penjualan ikan hasil pembesaran 40,800,000 40,800,000 40,800,000 40,800,000 40,800,000 dalam karamba - Jasa pengolahan ikan hsl pembesaran 34,000,000 34,000,000 34,000,000 34,000,000 34,000,000 b. Manfaat Eksternal/Lingkungan - Perikanan Terumbu, Lola, - Teripang, Penelitian 327, , , , ,600 Total Manfaat 0 78,527,600 78,527,600 78,527,600 78,527,600 78,527,600 Discount Rate (DR) = 10% Present Value 0 71,460,116 65,177,908 58,895,700 53,398,768 48,687,112 BIAYA a. Biaya Langsung - Investasi 32,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000,000 - Penyusutan 6,400,000 6,400,000 6,400,000 6,400,000 6,400,000 - Pemeliharaan 3,200,000 3,200,000 3,200,000 3,200,000 3,200,000 - Anakan ikan dan pakan 10,000,000 10,000,000 10,000,000 10,000,000 10,000,000 - Upah buruh (penjaga karamba) 18,250,000 18,250,000 18,250,000 18,250,000 18,250,000 - Upah buruh (pelayanan pengunjung)

23 850, , , , ,000 b. Biaya Eksternal/Lingkungan - Konversi luas terumbu karang 1,703,500 1,703,500 1,703,500 1,703,500 1,703,500 c. Biaya Proteksi Lingkungan - Pungutan adat (pengganti sasi) 25,000 25,000 25,000 25,000 25,000 - Pembuatan artificial reef 884, , , , ,000 Total Biaya 32,000,000 42,312,500 42,312,500 42,312,500 42,312,500 42,312,500 Discount Rate (DR) = 10% Present Value 32,000,000 38,504,375 35,119,375 31,734,375 28,772,500 26,233,750 Net Benefit -32,000,000 32,955,741 30,058,533 27,161,325 24,626,268 22,453,362 Net Present Value (NPV) 105,255,229 B/C 4.29

24 d. Analisis Manfaat-Biaya untuk Minawisata Bahari Selam di Teluk Un dan Vid Bangir (per unit usaha per tahun) KOMPONEN TAHUN MANFAAT a. Manfaat Langsung - Penyewaan Peralatan Selam 17,000,000 17,000,000 17,000,000 17,000,000 17,000,000 - Jasa pengolahan ikan hasil tangkapan 1,700,000 1,700,000 1,700,000 1,700,000 1,700,000 b. Manfaat Eksternal/Lingkungan 21,800 21,800 21,800 21,800 21,800 Total Manfaat 0 18,721,800 18,721,800 18,721,800 18,721,800 18,721,800 Discount Rate (DR) = 10% Present Value 0 17,036,838 15,539,094 14,041,350 12,730,824 11,607,516 BIAYA a. Biaya Langsung - Investasi 15,000,000 2,700,000 2,700,000 2,700,000 2,700,000 2,700,000 - Penyusutan 3,000,000 3,000,000 3,000,000 3,000,000 3,000,000 - Pemeliharaan 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500,000 - Upah pemandu selam (buddy) 3,400,000 3,400,000 3,400,000 3,400,000 3,400,000 b. Biaya Eksternal/Lingkungan - Konversi luas terumbu karang 113, , , , ,600 c. Biaya Proteksi Lingkungan - Pungutan adat (pengganti sasi) 25,000 25,000 25,000 25,000 25,000 - Pembuatan artificial reef 340, , , , ,000

25 Total Biaya 15,000,000 11,078,600 11,078,600 11,078,600 11,078,600 11,078,600 Discount Rate (DR) = 10% Present Value 15,000,000 10,081,526 9,195,238 8,308,950 7,533,448 6,868,732 Net Benefit -15,000,000 6,955,312 6,343,856 5,732,400 5,197,376 4,738,784 Net Present Value (NPV) 13,967,728 B/C 1.93

26 e. Analisis Manfaat-Biaya untuk Minawisata Bahari Mangrove di Teluk Un dan Vid Bangir (per unit usaha per tahun) KOMPONEN TAHUN MANFAAT a. Manfaat Langsung - Retribusi masuk areal MB Mangrove 119,000, ,000, ,000, ,000, ,000,000 b. Manfaat Eksternal/Lingkungan - Bahan Bangunan, Kayu Bakar, - Ikan, Kepiting Bakau 22,189,700 22,189,701 22,189,702 22,189,703 22,189,704 Total Manfaat 0 141,189, ,189, ,189, ,189, ,189,704 Discount Rate (DR) = 10% Present Value 0 128,482, ,187, ,892,277 96,008,998 87,537,616 BIAYA a. Biaya Langsung - Investasi 45,000,000 15,000,000 15,000,000 15,000,000 15,000,000 15,000,000 - Penyusutan 9,000,000 9,000,000 9,000,000 9,000,000 9,000,000 - Pemeliharaan 4,500,000 4,500,000 4,500,000 4,500,000 4,500,000 - Upah buruh (pengawas) 18,250,000 18,250,000 18,250,000 18,250,000 18,250,000 - Upah pemandu MB Mangrove 3,400,000 3,400,000 3,400,000 3,400,000 3,400,000 b. Biaya Eksternal/Lingkungan - Konversi luas ekosistem mangrove 25,173,000 25,173,000 25,173,000 25,173,000 25,173,000 c. Biaya Proteksi Lingkungan - Pungutan adat (pengganti sasi)

27 850, , , , ,000 - Penanaman anakan mangrove 2,380,000 2,380,000 2,380,000 2,380,000 2,380,000 Total Biaya 45,000,000 78,553,000 78,553,000 78,553,000 78,553,000 78,553,000 Discount Rate (DR) = 10% Present Value 45,000,000 71,483,230 65,198,990 58,914,750 53,416,040 48,702,860 Net Benefit -45,000,000 56,999,397 51,988,462 46,977,527 42,592,958 38,834,756 Net Present Value (NPV) 192,393,100 B/C 5.28

28 Lampiran 8 Equation untuk model dinamik minawisata bahari berbasis konservasi a. Basis Model LUASAN_MANGROVE(t) = LUASAN_MANGROVE(t - dt) + (Pertambahan_Luasan_Mangrove - Pengurangan_Luasan_Mangrove) * dtinit LUASAN_MANGROVE = Pertambahan_Luasan_Mangrove = (Laju_Pertumbuhan_Mangrove*LUASAN_MANGROVE)+Upaya_Konservasi_ Mangrove Pengurangan_Luasan_Mangrove = (Laju_Degradasi_Mangrove*LUASAN_MANGROVE)+Luas_Mangrove_yang_ dikonversi LUASAN_TERUMBU_KARANG(t) = LUASAN_TERUMBU_KARANG(t - dt) + (Pertambahan_Luasan_TK - Pengurangan_Luasan_TK) * dtinit LUASAN_TERUMBU_KARANG = Pertambahan_Luasan_TK = (Laju_Pertumbuhan_TK*LUASAN_TERUMBU_KARANG)+Upaya_Konservasi _TK Pengurangan_Luasan_TK = (Laju_Degradasi_TK*LUASAN_TERUMBU_KARANG)+Pencemaran NPV_KUMULATIF_MB_KARAMBA(t) = NPV_KUMULATIF_MB_KARAMBA(t - dt) + (Manfaat_3 - Biaya_3) * dtinit NPV_KUMULATIF_MB_KARAMBA = 0 Manfaat_3 = (Bd_3+Be_3)*DR Biaya_3 = IF(DR>=1)THEN( )ELSE((Cd_3+Ce_3+Cp_3)*DR) NPV_KUMULATIF_MB_KERANG(t) = NPV_KUMULATIF_MB_KERANG(t - dt) + (Manfaat_2 - Biaya_2) * dtinit NPV_KUMULATIF_MB_KERANG = 0 Manfaat_2 = (Bd_2+Be_2)*DR Biaya_2 = IF(DR>=1)THEN( )ELSE((Cd_2+Ce_2+Cp_2)*DR) NPV_KUMULATIF_MB_MANGROVE(t) = NPV_KUMULATIF_MB_MANGROVE(t - dt) + (Manfaat_5 - Biaya_5) * dtinit NPV_KUMULATIF_MB_MANGROVE = 0 Manfaat_5 = (Bd_5+Be_5)*DR Biaya_5 = IF(DR>=1)THEN( )ELSE((Cd_5+Ce_5+Cp_5)*DR)

29 Lanjutan lampiran 8.a : NPV_KUMULATIF_MB_PANCING(t) = NPV_KUMULATIF_MB_PANCING(t - dt) + (Manfaat_1 - Biaya_1) * dtinit NPV_KUMULATIF_MB_PANCING = 0 Manfaat_1 = (Bd_1+Be_1)*DR Biaya_1 = IF(DR>=1)THEN( )ELSE((Cd_1+Ce_1+Cp_1)*DR) NPV_KUMULATIF_MB_SELAM(t) = NPV_KUMULATIF_MB_SELAM(t - dt) + (Manfaat_4 - Biaya_4) * dtinit NPV_KUMULATIF_MB_SELAM = 0 Manfaat_4 = (Bd_4+Be_4)*DR Biaya_4 = IF(DR>=1)THEN( )ELSE((Cd_4+Ce_4+Cp_4)*DR) Alokasi_Dana_Untuk_Konservasi_Mangrove = 0.3*Biaya_Proteksi_Lingkungan_Pemanfaatan_Mangrove Alokasi_Dana_Untuk_Pembangunan_Desa = (0.7*Biaya_Proteksi_Lingkungan_Pemanfaatan_TK)+(0.7*Biaya_Proteksi_Lingk ungan_pemanfaatan_mangrove) Alokasi_Dana_Untuk Konservasi_TK = 0.3*Biaya_Proteksi_Lingkungan_Pemanfaatan_TK Bd_1 = IF(DR>=1)THEN(0)ELSE( ) Bd_2 = IF(DR>=1)THEN(0)ELSE( ) Bd_3 = IF(DR>=1)THEN(0)ELSE( ) Bd_4 = IF(DR>=1)THEN(0)ELSE( ) Bd_5 = IF(DR>=1)THEN(0)ELSE( ) Be_1 = IF(DR>=1)THEN(0)ELSE( ) Be_2 = IF(DR>=1)THEN(0)ELSE(271600) Be_3 = IF(DR>=1)THEN(0)ELSE( ) Be_4 = IF(DR>=1)THEN(0)ELSE( ) Be_5 = IF(DR>=1)THEN(0)ELSE( ) Biaya_Proteksi_Lingkungan_Pemanfaatan_Mangrove = Cp_5 Biaya_Proteksi_Lingkungan_Pemanfaatan_TK = Cp_1+Cp_2+Cp_3+Cp_4 Cd_1 = Cd_2 = Cd_3 = Cd_4 = Cd_5 = Ce_1 = Ce_2 = Ce_3 = Ce_4 = Ce_5 = Cp_1 = *DR Cp_2 = *DR Cp_3 = *DR Cp_4 = *DR

30 Lanjutan lampiran 8.a : Cp_5 = *DR Fraksi_Fee_Konservasi_Mangrove = Fraksi_Fee_Konservasi_TK = Fraksi_Kesadaran_Lingkungan = 0.7 Fraksi_Pencemaran = Laju_Degradasi_Mangrove = Laju_Degradasi_TK = Laju_Pertumbuhan_Mangrove = Laju_Pertumbuhan_TK = Luas_Mangrove_yang_dikonversi = 8.7 NPV_TAHUNAN_MB_KARAMBA = Manfaat_3-Biaya_3 NPV_TAHUNAN_MB_KERANG = Manfaat_2-Biaya_2 NPV_TAHUNAN_MB_MANGROVE = Manfaat_5-Biaya_5 NPV_TAHUNAN_MB_PANCING = Manfaat_1-Biaya_1 NPV_TAHUNAN_MB_SELAM = Manfaat_4-Biaya_4 NPV_TAHUNAN_TOTAL = NPV_TAHUNAN_MB_PANCING+NPV_TAHUNAN_MB_KERANG+NPV_T AHUNAN_MB_KARAMBA+NPV_TAHUNAN_MB_SELAM+NPV_TAHUN AN_MB_MANGROVE Pencemaran = (Fraksi_Kesadaran_Lingkungan*Penduduk)*Fraksi_Pencemaran Penduduk = 2412 Upaya_Konservasi_Mangrove = (Alokasi_Dana_Untuk_Konservasi_Mangrove/1500)*Fraksi_Fee_Konservasi_Ma ngrove Upaya_Konservasi_TK = (Alokasi_Dana_Untuk Konservasi_TK/ )*Fraksi_Fee_Konservasi_TK WAKTU = TIME DR = GRAPH(WAKTU) (0.00, 1.00), (1.00, 0.91), (2.00, 0.83), (3.00, 0.75), (4.00, 0.68), (5.00, 0.62) b. Skenario Pesimistik LUASAN_MANGROVE(t) = LUASAN_MANGROVE(t - dt) + (Pertambahan_Luasan_Mangrove - Pengurangan_Luasan_Mangrove) * dtinit LUASAN_MANGROVE = Pertambahan_Luasan_Mangrove = (Laju_Pertumbuhan_Mangrove*LUASAN_MANGROVE)+Upaya_Konservasi_ Mangrove Pengurangan_Luasan_Mangrove = (Laju_Degradasi_Mangrove*LUASAN_MANGROVE)+Luas_Mangrove_yang_ dikonversi

31 Lanjutan lampiran 8.b : LUASAN_TERUMBU_KARANG(t) = LUASAN_TERUMBU_KARANG(t - dt) + (Pertambahan_Luasan_TK - Pengurangan_Luasan_TK) * dtinit LUASAN_TERUMBU_KARANG = Pertambahan_Luasan_TK = (Laju_Pertumbuhan_TK*LUASAN_TERUMBU_KARANG)+Upaya_Konservasi _TK Pengurangan_Luasan_TK = (Laju_Degradasi_TK*LUASAN_TERUMBU_KARANG)+Pencemaran NPV_KUMULATIF_MB_KARAMBA(t) = NPV_KUMULATIF_MB_KARAMBA(t - dt) + (Manfaat_3 - Biaya_3) * dtinit NPV_KUMULATIF_MB_KARAMBA = 0 Manfaat_3 = (Bd_3+Be_3)*DR Biaya_3 = IF(DR>=1)THEN( )ELSE((Cd_3+Ce_3+Cp_3)*DR) NPV_KUMULATIF_MB_KERANG(t) = NPV_KUMULATIF_MB_KERANG(t - dt) + (Manfaat_2 - Biaya_2) * dtinit NPV_KUMULATIF_MB_KERANG = 0 Manfaat_2 = (Bd_2+Be_2)*DR Biaya_2 = IF(DR>=1)THEN( )ELSE((Cd_2+Ce_2+Cp_2)*DR) NPV_KUMULATIF_MB_MANGROVE(t) = NPV_KUMULATIF_MB_MANGROVE(t - dt) + (Manfaat_5 - Biaya_5) * dtinit NPV_KUMULATIF_MB_MANGROVE = 0 Manfaat_5 = (Bd_5+Be_5)*DR Biaya_5 = IF(DR>=1)THEN( )ELSE((Cd_5+Ce_5+Cp_5)*DR) NPV_KUMULATIF_MB_PANCING(t) = NPV_KUMULATIF_MB_PANCING(t - dt) + (Manfaat_1 - Biaya_1) * dtinit NPV_KUMULATIF_MB_PANCING = 0 Manfaat_1 = (Bd_1+Be_1)*DR Biaya_1 = IF(DR>=1)THEN( )ELSE((Cd_1+Ce_1+Cp_1)*DR) NPV_KUMULATIF_MB_SELAM(t) = NPV_KUMULATIF_MB_SELAM(t - dt) + (Manfaat_4 - Biaya_4) * dtinit NPV_KUMULATIF_MB_SELAM = 0 Manfaat_4 = (Bd_4+Be_4)*DR Biaya_4 = IF(DR>=1)THEN( )ELSE((Cd_4+Ce_4+Cp_4)*DR)

32 Lanjutan lampiran 8.b : Alokasi_Dana_Untuk_Konservasi_Mangrove = 0.1*Biaya_Proteksi_Lingkungan_Pemanfaatan_Mangrove Alokasi_Dana_Untuk_Pembangunan_Desa = (0.9*Biaya_Proteksi_Lingkungan_Pemanfaatan_TK)+(0.7*Biaya_Proteksi_Lingk ungan_pemanfaatan_mangrove) Alokasi_Dana_Untuk Konservasi_TK = 0.1*Biaya_Proteksi_Lingkungan_Pemanfaatan_TK Bd_1 = IF(DR>=1)THEN(0)ELSE( ) Bd_2 = IF(DR>=1)THEN(0)ELSE( ) Bd_3 = IF(DR>=1)THEN(0)ELSE( ) Bd_4 = IF(DR>=1)THEN(0)ELSE( ) Bd_5 = IF(DR>=1)THEN(0)ELSE( ) Be_1 = IF(DR>=1)THEN(0)ELSE( ) Be_2 = IF(DR>=1)THEN(0)ELSE(271600) Be_3 = IF(DR>=1)THEN(0)ELSE( ) Be_4 = IF(DR>=1)THEN(0)ELSE( ) Be_5 = IF(DR>=1)THEN(0)ELSE( ) Biaya_Proteksi_Lingkungan_Pemanfaatan_Mangrove = Cp_5 Biaya_Proteksi_Lingkungan_Pemanfaatan_TK = Cp_1+Cp_2+Cp_3+Cp_4 Cd_1 = Cd_2 = Cd_3 = Cd_4 = Cd_5 = Ce_1 = Ce_2 = Ce_3 = Ce_4 = Ce_5 = Cp_1 = *DR Cp_2 = *DR Cp_3 = *DR Cp_4 = *DR Cp_5 = *DR Fraksi_Fee_Konservasi_Mangrove = Fraksi_Fee_Konservasi_TK = Fraksi_Kesadaran_Lingkungan = 0.7 Fraksi_Pencemaran = Laju_Degradasi_Mangrove = Laju_Degradasi_TK = Laju_Pertumbuhan_Mangrove = Laju_Pertumbuhan_TK = Luas_Mangrove_yang_dikonversi = 8.7 NPV_TAHUNAN_MB_KARAMBA = Manfaat_3-Biaya_3 NPV_TAHUNAN_MB_KERANG = Manfaat_2-Biaya_2 NPV_TAHUNAN_MB_MANGROVE = Manfaat_5-Biaya_5

33 Lanjutan lampiran 8.b : NPV_TAHUNAN_MB_PANCING = Manfaat_1-Biaya_1 NPV_TAHUNAN_MB_SELAM = Manfaat_4-Biaya_4 NPV_TAHUNAN_TOTAL = NPV_TAHUNAN_MB_PANCING+NPV_TAHUNAN_MB_KERANG+NPV_T AHUNAN_MB_KARAMBA+NPV_TAHUNAN_MB_SELAM+NPV_TAHUN AN_MB_MANGROVE Pencemaran = (Fraksi_Kesadaran_Lingkungan*Penduduk)*Fraksi_Pencemaran Penduduk = 2412 Upaya_Konservasi_Mangrove = (Alokasi_Dana_Untuk_Konservasi_Mangrove/1500)*Fraksi_Fee_Konservasi_Ma ngrove Upaya_Konservasi_TK = (Alokasi_Dana_Untuk Konservasi_TK/ )*Fraksi_Fee_Konservasi_TK WAKTU = TIME DR = GRAPH(WAKTU) (0.00, 1.00), (1.00, 0.87), (2.00, 0.76), (3.00, 0.66), (4.00, 0.57), (5.00, 0.5) c. Skenario Konservatif LUASAN_MANGROVE(t) = LUASAN_MANGROVE(t - dt) + (Pertambahan_Luasan_Mangrove - Pengurangan_Luasan_Mangrove) * dtinit LUASAN_MANGROVE = Pertambahan_Luasan_Mangrove = (Laju_Pertumbuhan_Mangrove*LUASAN_MANGROVE)+Upaya_Konservasi_ Mangrove Pengurangan_Luasan_Mangrove = (Laju_Degradasi_Mangrove*LUASAN_MANGROVE)+Luas_Mangrove_yang_d ikonversi LUASAN_TERUMBU_KARANG(t) = LUASAN_TERUMBU_KARANG(t - dt) + (Pertambahan_Luasan_TK - Pengurangan_Luasan_TK) * dtinit LUASAN_TERUMBU_KARANG = Pertambahan_Luasan_TK = (Laju_Pertumbuhan_TK*LUASAN_TERUMBU_KARANG)+Upaya_Konservasi _TK Pengurangan_Luasan_TK = (Laju_Degradasi_TK*LUASAN_TERUMBU_KARANG)+Pencemaran NPV_KUMULATIF_MB_KARAMBA(t) = NPV_KUMULATIF_MB_KARAMBA(t - dt) + (Manfaat_3 - Biaya_3) * dtinit NPV_KUMULATIF_MB_KARAMBA = 0 Manfaat_3 = (Bd_3+Be_3)*DR

34 Lanjutan lampiran 8.c : Biaya_3 = IF(DR>=1)THEN( )ELSE((Cd_3+Ce_3+Cp_3)*DR) NPV_KUMULATIF_MB_KERANG(t) = NPV_KUMULATIF_MB_KERANG(t - dt) + (Manfaat_2 - Biaya_2) * dtinit NPV_KUMULATIF_MB_KERANG = 0 Manfaat_2 = (Bd_2+Be_2)*DR Biaya_2 = IF(DR>=1)THEN( )ELSE((Cd_2+Ce_2+Cp_2)*DR) NPV_KUMULATIF_MB_MANGROVE(t) = NPV_KUMULATIF_MB_MANGROVE(t - dt) + (Manfaat_5 - Biaya_5) * dtinit NPV_KUMULATIF_MB_MANGROVE = 0 Manfaat_5 = (Bd_5+Be_5)*DR Biaya_5 = IF(DR>=1)THEN( )ELSE((Cd_5+Ce_5+Cp_5)*DR) NPV_KUMULATIF_MB_PANCING(t) = NPV_KUMULATIF_MB_PANCING(t - dt) + (Manfaat_1 - Biaya_1) * dtinit NPV_KUMULATIF_MB_PANCING = 0 Manfaat_1 = (Bd_1+Be_1)*DR Biaya_1 = IF(DR>=1)THEN( )ELSE((Cd_1+Ce_1+Cp_1)*DR) NPV_KUMULATIF_MB_SELAM(t) = NPV_KUMULATIF_MB_SELAM(t - dt) + (Manfaat_4 - Biaya_4) * dtinit NPV_KUMULATIF_MB_SELAM = 0 Manfaat_4 = (Bd_4+Be_4)*DR Biaya_4 = IF(DR>=1)THEN( )ELSE((Cd_4+Ce_4+Cp_4)*DR) Alokasi_Dana_Untuk_Konservasi_Mangrove = 0.5*Biaya_Proteksi_Lingkungan_Pemanfaatan_Mangrove Alokasi_Dana_Untuk_Pembangunan_Desa = (0.5*Biaya_Proteksi_Lingkungan_Pemanfaatan_TK)+(0.7*Biaya_Proteksi_Lingk ungan_pemanfaatan_mangrove) Alokasi_Dana_Untuk Konservasi_TK = 0.5*Biaya_Proteksi_Lingkungan_Pemanfaatan_TK Bd_1 = IF(DR>=1)THEN(0)ELSE( ) Bd_2 = IF(DR>=1)THEN(0)ELSE( ) Bd_3 = IF(DR>=1)THEN(0)ELSE( ) Bd_4 = IF(DR>=1)THEN(0)ELSE( ) Bd_5 = IF(DR>=1)THEN(0)ELSE( ) Be_1 = IF(DR>=1)THEN(0)ELSE( ) Be_2 = IF(DR>=1)THEN(0)ELSE(271600) Be_3 = IF(DR>=1)THEN(0)ELSE( ) Be_4 = IF(DR>=1)THEN(0)ELSE( ) Be_5 = IF(DR>=1)THEN(0)ELSE( )

35 Lanjutan lampiran 8.c : Biaya_Proteksi_Lingkungan_Pemanfaatan_Mangrove = Cp_5 Biaya_Proteksi_Lingkungan_Pemanfaatan_TK = Cp_1+Cp_2+Cp_3+Cp_4 Cd_1 = Cd_2 = Cd_3 = Cd_4 = Cd_5 = Ce_1 = Ce_2 = Ce_3 = Ce_4 = Ce_5 = Cp_1 = *DR Cp_2 = *DR Cp_3 = *DR Cp_4 = *DR Cp_5 = *DR Fraksi_Fee_Konservasi_Mangrove = Fraksi_Fee_Konservasi_TK = Fraksi_Kesadaran_Lingkungan = 0.7 Fraksi_Pencemaran = Laju_Degradasi_Mangrove = Laju_Degradasi_TK = Laju_Pertumbuhan_Mangrove = Laju_Pertumbuhan_TK = Luas_Mangrove_yang_dikonversi = 8.7 NPV_TAHUNAN_MB_KARAMBA = Manfaat_3-Biaya_3 NPV_TAHUNAN_MB_KERANG = Manfaat_2-Biaya_2 NPV_TAHUNAN_MB_MANGROVE = Manfaat_5-Biaya_5 NPV_TAHUNAN_MB_PANCING = Manfaat_1-Biaya_1 NPV_TAHUNAN_MB_SELAM = Manfaat_4-Biaya_4 NPV_TAHUNAN_TOTAL = NPV_TAHUNAN_MB_PANCING+NPV_TAHUNAN_MB_KERANG+NPV_T AHUNAN_MB_KARAMBA+NPV_TAHUNAN_MB_SELAM+NPV_TAHUN AN_MB_MANGROVE Pencemaran = (Fraksi_Kesadaran_Lingkungan*Penduduk)*Fraksi_Pencemaran Penduduk = 2412 Upaya_Konservasi_Mangrove = (Alokasi_Dana_Untuk_Konservasi_Mangrove/1500)*Fraksi_Fee_Konservasi_Ma ngrove Upaya_Konservasi_TK = (Alokasi_Dana_Untuk Konservasi_TK/ )*Fraksi_Fee_Konservasi_TK WAKTU = TIME DR = GRAPH(WAKTU) (0.00, 1.00), (1.00, 0.93), (2.00, 0.86), (3.00, 0.79), (4.00, 0.74), (5.00, 0.68)

36 Lampiran 9 Matriks strategi dan kebijakan untuk keberlanjutan pengelolaan minawisata bahari pulau kecil berbasis konservasi di Teluk Un dan Teluk Vid Bangir No Dimensi / Aspek Strategi Kebijakan / Kegiatan Institusi / Lembaga Pelaksana 1. Ekosistem terumbu karang. Peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya ekosistem terumbu karang. Melakukan sosialisasi kepada berbagai lapisan masyarakat tentang fungsi dan peranan ekosistem terumbu karang. Memasang seruan kesadaran berlingkungan di sekitar kawasan objek minawisata bahari. Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Pariwisata. LSM. Lembaga Pengawas, Pemerintah Desa. 2. Upaya konservasi ekosistem terumbu karang Menambah populasi dan memulihkan kondisi ekosistem terumbu karang. Membuat terumbu karang buatan (artificial reef) di sekitar kawasan objek minawisata bahari. Menetapkan area rehabilitasi karang. Melakukan penanaman (transplantasi karang) pada area rehabilitasi karang. LIPI, Perguruan Tinggi. Pemerintah Desa. LIPI, Perguruan Tinggi. Melarang aktivitas yang dapat merusak terumbu karang. Memasang papan pengumuman tentang pelarangan pengrusakan karang sekitar kawasan objek minawisata bahari.. Lembaga Pengelola. Menetapkan sanksi bagi perusak karang. Lembaga Pengawas. 3. Ekosistem mangrove. Peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya hutan mangrove Melakukan sosialisasi kepada berbagai lapisan masyarakat tentang fungsi dan peranan hutan mangrove. Menetapkan jalur hijau bagi batas permukiman di sekitar kawasan objek minawisata bahari. Dinas Kehutanan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Pariwisata, LSM. Pemerintah Desa. Melarang aktifitas pembangunan pada areal hutan mangrove. Lembaga Pengawas, Pemerintah Desa.

37 Lanjutan Lampiran 9 : 4. Upaya konservasi ekosistem mangrove Menambah populasi dan memulihkan kondisi hutan mangrove. Menetapkan area rehabilitasi mangrove di sekitar kawasan objek minawisata bahari. Melakukan penanaman anakan mangrove pada area rehabilitasi mangrove. Pemerintah Desa, Dishut, DKP, masyarakat, LSM. Melarang aktivitas yang dapat merusak hutan mangrove. Memasang papan pengumuman tentang pelarangan pengrusakan mangrove di sekitar kawasan objek minawisata bahari. Lembaga Pengelola. Menetapkan sanksi bagi perusak mangrove. Lembaga Pengawas. 5. Lingkungan perairan. Meminimasi pembuangan sampah/limbah ke lingkungan perairan. Melakukan sosialisasi kepada berbagai lapisan masyarakat tentang dampak negatif dari sampah/limbah terhadap sanitasi dan estetika lingkungan perairan. Bapedalda, LSM. Menetapkan aturan pembuangan sampah di sekitar kawasan objek minawisata bahari. Lembaga Pengelola. Menetapkan sanksi bagi pelanggaran terhadap aturan pembuangan sampah. Lembaga Pengawas. 6. Sumberdaya ikan dan kerang. Menambah ketersediaan jumlah ikan dan kerang di dalam kawasan objek minawisata bahari. Meminta instansi yang berkompeten (Loka Budidaya Laut) untuk menyediakan bibit ikan. Melakukan penebaran bibit ikan ke dalam perairan (restocking) di sekitar kawasan objek minawisata bahari. Loka Budidaya Laut. Loka Budidaya Laut, Dinas Kelautan dan Perikanan, masyarakat

38 Lanjutan Lampiran 9 : 7. Perekonomian masyarakat dan daerah. Pengembangan berbagai peluang usaha mandiri di sekitar kawasan objek minawisata bahari. Mendorong masyarakat untuk terlibat langsung menyediakan unit usaha minawisata bahari. Mondorong masyarakat untuk mengembangkan usaha mandiri di sekitar kawasan objek minawisata bahari. Melakukan pelatihan pemandu wisata bagi masyarakat. Perbankan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Pariwisata. Perbankan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan. Dinas Pariwisata, LSM. 8. Sosial Budaya Pengembangan kapasitas masyarakat. 9. Kelembagaan Peningkatan fasilitas penunjang objek minawisata bahari. Mendorong masyarakat untuk terlibat langsung sebagai tenaga kerja aktif disemua objek minawisata bahari. Mondorong masyarakat untuk mempromosikan budaya setempat. Mendorong masyarakat untuk menciptakan situasi yang kondusif. Menyediakan fasilitas dan menjaga semua fasilitas penunjang objek minawisata bahari. Menjalin hubungan baik dan kerjasama dengan semua pemangku kepentingan (stakeholder) objek minawisata bahari. Dinas Tenaga Kerja, LSM. Dinas Pariwisata, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan. Lembaga Pengawas, Aparat Keamanan. Lembaga Pengawas. Lembaga Pengawas, Pemerintah Desa.

39 Lampiran 10 Foto Dokumentasi Penelitian a. Foto bagian selatan Pulau Dullah dengan latar belakang Teluk Un. b. Foto lokasi wisata di bagian utara Pulau Dullah (Pantai Diffur).

40 Lanjutan lampiran 10 : c. Foto saat wawancara dengan nelayan Pulau Dullah d. Foto salah satu sisi dari Teluk Un saat air laut mulai surut

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Tual adalah salah satu kota kepulauan yang ada di Provinsi Maluku dengan potensi sumberdaya kelautan dan perikanan yang cukup melimpah serta potensi pariwisata yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove

VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove VIII. KEBIJAKAN PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE BERKELANJUTAN 8.1. Analisis Kebijakan Pengelolaan Hutan Mangrove Pendekatan AHP adalah suatu proses yang dititikberatkan pada pertimbangan terhadap faktor-faktor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang diperkirakan memiliki kurang lebih 17 504 pulau (DKP 2007), dan sebagian besar diantaranya adalah pulau-pulau kecil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari lebih 17.000 buah pulau besar dan kecil, dengan panjang garis pantai mencapai hampir

Lebih terperinci

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010

KRITERIA KAWASAN KONSERVASI. Fredinan Yulianda, 2010 KRITERIA KAWASAN KONSERVASI Fredinan Yulianda, 2010 PENETAPAN FUNGSI KAWASAN Tiga kriteria konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas: Kekhasan Perlindungan, Pengawetan & Pemanfaatan Keterancaman

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian METODOLOGI. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini terdiri dari tahapan, yakni dilaksanakan pada bulan Agustus 0 untuk survey data awal dan pada bulan FebruariMaret 0 pengambilan data lapangan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang

BAB I PENDAHULUAN. maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut seperti pasang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut. Menurut Suprihayono (2007) wilayah pesisir merupakan wilayah pertemuan antara daratan dan laut,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian berlokasi di Gili Air, Gili Meno dan Gili Trawangan yang berada di kawasan Taman Wisata Perairan Gili Matra, Desa Gili Indah,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai mencapai

PENDAHULUAN. karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai mencapai PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, karena Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai mencapai sepanjang 81.000 km. Selain menempati

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pulau-Pulau Kecil 2.1.1 Karakteristik Pulau-Pulau Kecil Definisi pulau menurut UNCLOS (1982) dalam Jaelani dkk (2012) adalah daratan yang terbentuk secara alami, dikelilingi

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan 29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Dullah - Kota Tual - Provinsi Maluku dimana pada awalnya lokasi penelitian ini berada dalam wilayah administratif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan, yang memiliki potensi besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian besar bertempat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan pulau pulau kecil merupakan arah kebijakan baru nasional dibidang kelautan. Berawal dari munculnya Peraturan Presiden No. 78 tahun 2005 tentang Pengelolaan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pesisir dan laut Indonesia merupakan wilayah dengan potensi keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Sumberdaya pesisir berperan penting dalam mendukung pembangunan

Lebih terperinci

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI

VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI 55 VI ANALISIS DPSIR DAN KAITANNYA DENGAN NILAI EKONOMI 6.1 Analisis DPSIR Analisis DPSIR dilakukan dalam rangka memberikan informasi yang jelas dan spesifik mengenai faktor pemicu (Driving force), tekanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting dan memiliki peran strategis bagi pembangunan Indonesia saat ini dan dimasa mendatang. Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan dengan panjang garis pantai mencapai 95.181 km (Rompas 2009, dalam Mukhtar 2009). Dengan angka tersebut menjadikan Indonesia sebagai

Lebih terperinci

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL SUKANDAR, IR, MP, IPM (081334773989/cak.kdr@gmail.com) Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sebagai DaerahPeralihan antara Daratan dan Laut 12 mil laut

Lebih terperinci

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON OLEH : CAROLUS NIRAHUA NRP : 000 PROGRAM PASCASARJANA BIDANG KEAHLIAN TEKNIK MANAJEMEN

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan

BAB I PENDAHULUAN. dari buah pulau (28 pulau besar dan pulau kecil) dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan di daerah tropika yang terdiri dari 17.504 buah pulau (28 pulau besar dan 17.476 pulau kecil) dengan panjang garis pantai sekitar

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberadaan pulau-pulau kecil yang walaupun cukup potensial namun notabene memiliki banyak keterbatasan, sudah mulai dilirik untuk dimanfaatkan seoptimal mungkin. Kondisi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kawasan pesisir Teluk Bone yang terajut oleh 15 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara dan membentang sepanjang kurang lebih 1.128 km garis pantai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung

PENDAHULUAN. dan juga nursery ground. Mangrove juga berfungsi sebagai tempat penampung PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia kaya dan beranekaragam sumberdaya alam. Satu diantara sumberdaya alam di wilayah pesisir adalah ekosistem mangrove. Ekosistem mangrove merupakan ekosistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al,

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Ekosistem mangrove di dunia saat ini diperkirakan tersisa 17 juta ha. Indonesia memiliki mangrove terluas di dunia (Silvus et al, 1987; Primack et al, 1998), yaitu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir bukan merupakan pemisah antara perairan lautan dengan daratan, melainkan tempat bertemunya daratan dan perairan lautan, dimana didarat masih dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki peranan penting sebagai wilayah tropik perairan Iaut pesisir, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan sumberdaya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Sibolga terletak di kawasan pantai Barat Sumatera Utara, yaitu di Teluk Tapian Nauli. Secara geografis, Kota Sibolga terletak di antara 01 0 42 01 0 46 LU dan

Lebih terperinci

V. KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT

V. KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT V. KESESUAIAN DAN DAYA DUKUNG KAWASAN BUDIDAYA RUMPUT LAUT 5.1 Kesesuaian Kawasan Budidaya Rumput Laut Keberhasilan suatu kegiatan budidaya rumput laut sangat ditentukan oleh faktor lahan perairan, oleh

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan menggunakan jenis data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh dari sumber data secara langsung.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.30/MEN/2010 TENTANG RENCANA PENGELOLAAN DAN ZONASI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN

Lebih terperinci

RANCANG PENGELOLAAN MINAWISATA DI KAWASAN WISATA BAHARI TERPADU MANDEH SUMATERA BARAT

RANCANG PENGELOLAAN MINAWISATA DI KAWASAN WISATA BAHARI TERPADU MANDEH SUMATERA BARAT TESIS MO142528 RANCANG PENGELOLAAN MINAWISATA DI KAWASAN WISATA BAHARI TERPADU MANDEH SUMATERA BARAT AFDHALUL ZIKRI MUKHTI 4114205001 DOSEN PEMBIMBING Prof. Ir. Daniel M. Rosyid, Ph.D Haryo Dwito Armono,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas 49 307,19 km 2 memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang tinggi. Luas laut 29 159,04 Km 2, sedangkan luas daratan meliputi

Lebih terperinci

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R

KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R KAJIAN DAMPAK PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR KOTA TEGAL TERHADAP ADANYA KERUSAKAN LINGKUNGAN (Studi Kasus Kecamatan Tegal Barat) T U G A S A K H I R Oleh : Andreas Untung Diananto L 2D 099 399 JURUSAN PERENCANAAN

Lebih terperinci

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA

VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA 73 VIII PENGELOLAAN EKOSISTEM LAMUN PULAU WAIDOBA Pengelolaan ekosistem wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil di Kecamatan Kayoa saat ini baru merupakan isu-isu pengelolaan oleh pemerintah daerah, baik

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU Urip Rahmani 1), Riena F Telussa 2), Amirullah 3) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan USNI Email: urip_rahmani@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

PENDAMPINGAN DESA ALO ALO MELALUI KEGIATAN REHABILITASI MANGROVE DAN PENYUSUNAN PERATURAN DESA

PENDAMPINGAN DESA ALO ALO MELALUI KEGIATAN REHABILITASI MANGROVE DAN PENYUSUNAN PERATURAN DESA PENDAMPINGAN DESA ALO ALO MELALUI KEGIATAN REHABILITASI MANGROVE DAN PENYUSUNAN PERATURAN DESA Eddy Hamka 1, Fajriah 2, Laode Mansyur 3 1 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Muhammadiyah Kendari,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan kabupaten administratif yang terletak di sebelah utara Provinsi DKI Jakarta, memiliki luas daratan mencapai 897,71 Ha dan luas perairan mencapai

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 13 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan Pantai Santolo, Kabupaten Garut. Pantai Santolo yang menjadi objek penelitian secara administratif berada di dua

Lebih terperinci

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan KERANGKA PEMIKIRAN Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu konsep pengelolaan dan konservasi berbasis sumberdaya alam serta orientasi perubahan

Lebih terperinci

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI SITUBONDO PERATURAN BUPATI SITUBONDO NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG PENCADANGAN KAWASAN TERUMBU KARANG PASIR PUTIH SEBAGAI KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN SITUBONDO BUPATI SITUBONDO, Menimbang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang . 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan mangrove adalah hutan yang terdapat di wilayah pesisir yang selalu atau secara teratur tergenang air laut dan terpengaruh oleh pasang surut air laut tetapi tidak

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di Dunia, yang terdiri dari 17.508 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 km (terpanjang ke empat di Dunia setelah Canada,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 101111111111105 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, memiliki sumberdaya alam hayati laut yang potensial seperti sumberdaya terumbu karang. Berdasarkan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN Latar Belakang

I PENDAHULUAN Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sumberdaya alam pesisir merupakan suatu himpunan integral dari komponen hayati (biotik) dan komponen nir-hayati (abiotik) yang dibutuhkan oleh manusia untuk hidup dan

Lebih terperinci

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 186 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Secara umum suhu air perairan Teluk Youtefa berkisar antara 28.5 30.0, dengan rata-rata keseluruhan 26,18 0 C. Nilai total padatan tersuspensi air di

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di sub-sektor perikanan tangkap telah memberikan kontribusi yang nyata dalam pembangunan sektor kelautan dan perikanan. Hal ini ditunjukkan dengan naiknya produksi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepulauan Wakatobi merupakan salah satu ekosistem pulau-pulau kecil di Indonesia, yang terdiri atas 48 pulau, 3 gosong, dan 5 atol. Terletak antara 5 o 12 Lintang Selatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan kawasan Pesisir dan Laut Kabupaten Maluku Tenggara sebagai satu kesatuan wilayah akan memberikan peluang dalam keterpaduan perencanaan serta pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang terpanjang di dunia, lebih dari 81.000 KM garis pantai dan 17.508 pulau yang membentang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 04 TAHUN 2001 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN TERUMBU KARANG MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP,

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 04 TAHUN 2001 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN TERUMBU KARANG MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, S A L I N A N KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 04 TAHUN 2001 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN TERUMBU KARANG MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP, Menimbang : a. bahwa terumbu karang merupakan

Lebih terperinci

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir

Kimparswil Propinsi Bengkulu,1998). Penyebab terjadinya abrasi pantai selain disebabkan faktor alamiah, dikarenakan adanya kegiatan penambangan pasir I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir merupakan wilayah yang memberikan kontribusi produksi perikanan yang sangat besar dan tempat aktivitas manusia paling banyak dilakukan; bahkan menurut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Kekayaan hayati tersebut bukan hanya I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, wilayah daratan Indonesia ( 1,9 juta km 2 ) tersebar pada sekitar 17.500 pulau yang disatukan oleh laut yang sangat luas sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut.

BAB I PENDAHULUAN. fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas flora dan fauna yang hidup di habitat darat dan air laut, antara batas air pasang dan surut. Ekosistem mangrove

Lebih terperinci

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa)

INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa) INTENSITAS DAMPAK LINGKUNGAN DALAM PENGEMBANGAN EKOWISATA (Studi Kasus Pulau Karimunjawa, Taman Nasional Karimunjawa) TUGAS AKHIR Oleh: LISA AGNESARI L2D000434 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE

V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE V. INDIKATOR-INDIKATOR EKOSISTEM HUTAN MANGROVE Berdasarkan tinjauan pustaka yang bersumber dari CIFOR dan LEI, maka yang termasuk dalam indikator-indikator ekosistem hutan mangrove berkelanjutan dilihat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS dan 105º10-105º22 BT, mempunyai berbagai permasalahan yang berkaitan dengan karakteristik wilayah

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2014 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2014 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24/KEPMEN-KP/2014 TENTANG KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN NUSA PENIDA KABUPATEN KLUNGKUNG DI PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dari pada daratan, oleh karena itu Indonesia di kenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan berbagai

Lebih terperinci

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL Oleh : Nurul Dhewani dan Suharsono Lokakarya Muatan Lokal, Seaworld, Jakarta, 30 Juni 2002 EKOSISTEM LAUT DANGKAL Hutan Bakau Padang Lamun Terumbu Karang 1 Hutan Mangrove/Bakau Kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Sibolga yang terletak di pantai barat Pulau Sumatera, membujur sepanjang pantai dari utara ke selatan dan berada pada kawasan teluk yang bernama Teluk Tapian Nauli,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti

BAB I PENDAHULUAN. mangrove di Indonesia mencapai 75% dari total mangrove di Asia Tenggara, seperti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu bagian terpenting dari kondisi geografis Indonesia sebagai wilayah kepulauan adalah wilayah pantai dan pesisir dengan garis pantai sepanjang 81.000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi geografis yang dimiliki Indonesia berpengaruh terhadap pembangunan bangsa dan negara. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2011 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selat Lembeh merupakan suatu kawasan khas yang terletak di wilayah Indonesia bagian timur tepatnya di Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara dengan berbagai potensi sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hutan mangrove merupakan ekosistem yang penting bagi kehidupan di wilayah pesisir. Hutan mangrove menyebar luas dibagian yang cukup panas di dunia, terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat terdiri dari dua pulau besar, yaitu Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa serta dikelilingi oleh ratusan pulau-pulau kecil yang disebut Gili (dalam

Lebih terperinci

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR

BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR BAB V. KEBIJAKAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH KABUPATEN ALOR 5.1. Visi dan Misi Pengelolaan Kawasan Konservasi Mengacu pada kecenderungan perubahan global dan kebijakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir dan laut merupakan daerah dengan karateristik khas dan bersifat dinamis dimana terjadi interaksi baik secara fisik, ekologi, sosial dan ekonomi, sehingga

Lebih terperinci

KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH (KKLD) KABUPATEN WAKATOBI MILAWATI ODE, S.KEL

KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH (KKLD) KABUPATEN WAKATOBI MILAWATI ODE, S.KEL KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH (KKLD) KABUPATEN WAKATOBI MILAWATI ODE, S.KEL KAWASAN KONSERVASI LAUT DAERAH (KKLD) KABUPATEN WAKATOBI PROVINSI SULAWESI TENGGARA Coral Triangle Wilayah Sasaran = Pulau Wangiwangi,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA Tito Latif Indra, SSi, MSi Departemen Geografi FMIPA UI

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove bagi kelestarian sumberdaya perikanan dan lingkungan hidup memiliki fungsi yang sangat besar, yang meliputi fungsi fisik dan biologi. Secara fisik ekosistem

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di kawasan pesisir Nuhuroa yaitu kawasan pesisir Kecamatan Kei Kecil dan Kecamatan Dullah Utara (Tabel 1). Tabel 1 Lokasi Penelitian di

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN CILACAP PERATURAN DAERAH KABUPATEN CILACAP NOMOR : 17 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN HUTAN MANGROVE DI KAWASAN SEGARA ANAKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHAESA BUPATI CILACAP,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 22 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian selama 6 (enam) bulan yaitu pada bulan Mei sampai Oktober 2009. Lokasi penelitian dan pengamatan dilakukan di Pulau

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Natuna memiliki potensi sumberdaya perairan yang cukup tinggi karena memiliki berbagai ekosistem laut dangkal yang merupakan tempat hidup dan memijah ikan-ikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan laut di berbagai bagian dunia sudah menunjukan adanya kecenderungan menipis (data FAO, 2000) terutama produksi perikanan tangkap dunia diperkirakan hanya

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 14 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan Pantai Lampuuk Kabupaten Aceh Besar, Provinsi NAD. Secara geografis Kabupaten Aceh Besar terletak pada 5,2º-5,8º

Lebih terperinci

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM

92 pulau terluar. overfishing. 12 bioekoregion 11 WPP. Ancaman kerusakan sumberdaya ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM ISU PERMASALAHAN SECARA UMUM Indonesia diposisi silang samudera dan benua 92 pulau terluar overfishing PENCEMARAN KEMISKINAN Ancaman kerusakan sumberdaya 12 bioekoregion 11 WPP PETA TINGKAT EKSPLORASI

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Ekosistem mangrove tergolong ekosistem yang unik. Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem dengan keanekaragaman hayati tertinggi di daerah tropis. Selain itu, mangrove

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis

PENDAHULUAN. pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis PENDAHULUAN Latar Belakang Mangrove merupakan ekosistem yang memiliki peranan penting dalam pengelolaan kawasan pesisir dan lautan. Namun semakin hari semakin kritis kondisi dan keberadaannya. Beberapa

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Desa Dabong merupakan salah satu desa di Kecamatan Kubu, Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat yang memiliki hamparan hutan mangrove yang cukup luas. Berdasarkan Surat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al

BAB I PENDAHULUAN km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih km 2 (Moosa et al BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai sepanjang 81.000 km dan ekosistem terumbu karang seluas kurang lebih 50.000 km 2 (Moosa et al dalam

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Bab III. III. III. IV. DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi Masalah... 5 1.3 Tujuan Penelitian... 5 1.4 Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan

TINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan TINJAUAN PUSTAKA Pariwisata dan Ekowisata Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah memilikikontribusi ekonomi yang cukup penting bagi kegiatan pembangunan. Olehkarenanya, sektor ini

Lebih terperinci

JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN JURNAL MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN Volume 9, Nomor 2, Oktober 2013 ANALISIS EKONOMI KELEMBAGAAN PENGEMBANGAN USAHA MINA PEDESAAN PERIKANAN BUDIDAYA DI KECAMATAN KEI KECIL KABUPATEN MALUKU TENGGARA KONSENTRASI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang dan asosiasi biota penghuninya secara biologi, sosial ekonomi, keilmuan dan keindahan, nilainya telah diakui secara luas (Smith 1978; Salm & Kenchington

Lebih terperinci

Pariwisata Kabupaten Lombok Barat, 2000). 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Pariwisata Kabupaten Lombok Barat, 2000). 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan Gili Indah yang terletak di wilayah perairan laut bagian barat pulau Lombok Nusa Tenggara Barat, merupakan salah satu kawasan pesisir di Indonesia yang mengalami

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN EKOSISTEM GAMBUT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Industri pariwisata di Indonesia merupakan salah satu penggerak perekonomian nasional yang potensial untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian nasional di masa kini dan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta Lokasi Peneliti. Peta Teluk Levun Kabupaten Maluku Tenggara

Lampiran 1. Peta Lokasi Peneliti. Peta Teluk Levun Kabupaten Maluku Tenggara 123 123 Lampiran 1. Peta Lokasi Peneliti Peta Teluk Levun Kabupaten Maluku Tenggara 124 124 125 125 Lampiran.2. Sarana Input Produksi Budidaya Ikan Kerapu dan Rumput Laut di Kawasan Teluk Levun Unit Budidaya

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 04 TAHUN 2001 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN TERUMBU KARANG

KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 04 TAHUN 2001 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN TERUMBU KARANG KEPUTUSAN MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP NOMOR : 04 TAHUN 2001 TENTANG KRITERIA BAKU KERUSAKAN TERUMBU KARANG MENTERI NEGARA LINGKUNGAN HIDUP Menimbang : a. bahwa terumbu karang merupakan sumber daya

Lebih terperinci