3. METODE PENELITIAN ' UJUNGTANAH P. Samalona P. Lae-lae Caddi. P. Lae-lae MARISO '

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "3. METODE PENELITIAN ' UJUNGTANAH P. Samalona P. Lae-lae Caddi. P. Lae-lae MARISO '"

Transkripsi

1 3. METODE PENELITIAN 3.1. Daerah Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah pantai Kota Makassar, Propinsi Sulawesi Selatan mulai bulan Juni sampai Oktober Lokasi dipilih secara purposive (sengaja) dengan pertimbangan bahwa: a). Pantai kota Makassar memiliki tingkat pemanfaatan yang telatif tinggi dan bersifat multi dimensi untuk berbagai tujuan pembangunan seperti kegiatan reklamasi untuk pemukiman dan bisnis, perikanan, pelayaran, wisata dan lainnya. b). Terdapat dinamika pencemaran perairan pantai kota akibat dari aliran limbah dan kanal yang berasal dari berbagai kegiatan yang ada di sepanjang pantai kota dan sumbangan limbah yang berasal dari berbagai aktivitas daratan ' ' ' ' ' P. Bonetambung Kesesuaian Permukiman P. Barrang Lompo P. Barrang Caddi 5 8' 5 4' 5 4' P. Kodingareng Lompo P. Kodingareng Keke UJUNGTANAH P. Samalona P. Lae-lae Caddi TALLO WAIO P. Lae-lae UJUNGPANDANG MARISO TAMALANREA BIRINGKANAYA B U S Km T 5 8' 5 12' TAMALATE Pantai Sungai Jalan Batas Kecamatan Batas 4 nm Batas 12 nm Sangat Sesuai Sesuai Sesuai Bersyarat Tidak Sesuai Laut 5 12' ' ' ' ' ' *Ket : 1. S Jenneberang 2. Muara Sungai Jenneberang 3.Kawasan Tanjung Bunga 4.Pantai Losasi/laguna 5. Kawasan pelabuhan 6. Potere 7. Sungai Tallo 8. Muara Sungai Tallo Gambar 2 Peta lokasi penelitian model pengelolaan pencemaran untuk keberlanjutan Perikanan dan Wisata Pantai Makassar

2 Batasan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian terletak antara bujur timur dan lintang selatan yang berbatasan Kabupaten Pangkep di sebelah utara, Kabupaten Maros disebelah timur, Kabupaten Gowa di sebelah selatan dan Selat Makassar di sebelah barat. Batas wilayah penelitian meliputi DAS Jeneberang dan DAS Tallo utamanya daerah yang berada dihulu yang terkait dengan laut Batas studi ini ditentukan 4 mil dari garis pantai hal ini terkait dengan ruang penyebaran limbah diperairan pantai Kota Makassar yang dibawa oleh aliran Sungai Jenneberang dan Sungai Tallo serta kanal-kanal kota yang kesemuanya bermuara di pantai Kota Makassar, adapun batas wilayah darat berkaitan pada wilayah pesisir yang masih dipengaruhi oleh aktivitas laut 3.2 Metodologi Pengumpulan Data Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dan pertimbangan kondisi wilayah penelitian, maka penelitian ini dilakukan dengan studi literatur dan metode survei. Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi data kerat lintang (cross section) dan data deret waktu (time series). Dasar pertimbangan penggunaan kedua jenis data adalah beberapa variabel dengan tingkat keragaman tinggi hanya terdapat pada satu jenis data, sehingga kedua jenis data dikumpulkan dan digunakan secara bersamaan saling melengkapi dan berdasarkan pencapaian tujuan dan target penelitian Data Primer Pengumpulan data primer dilakukan dengan melakukan pengukuran terhadap kualitas perairan. Tahap pertama dilakukan dengan menentukan stasiun pengamatan dan pengukuran. Stasiun pengukuran direncanakan terdiri dari 8 statasiun pada gambar 2, yakni 1) Sungai Jenneberang 2)Muara sungai Jenneberang 3) daerah wisata Tanjung Bunga 4) Daerah losari/ laguna 5) kawasan pelabuhan 6) kawasan Potere 7) Sungai Tallo 8) muara Sungai Tallo Penentuan stasiun dan penetapan parameter yang diukur didasarkan terutama pada : - Jenis limbah yang terbawa oleh aliran sungai atau kanal (effluent) yang menjadi bahan pencemar

3 41 - Keterwakilan wilayah dan aktivitas yang menjadi sumber pencemar seperti rumah tangga, industry dan wisata serta perikanan - Ketentuan jenis-jenis parameter yang ditetapkan berdasarkan dalam standar baku mutu air laut untuk wisata dan perikanan Sementara itu untuk pengukuran faktor sosial dan ekonomi dilakukan dengan interview dengan metode deep interview secara terstruktur terhadap kelompok sampel yang telah ditentukan dari berbagai macam aktivitas yang ada di daerah pesisir dan lautan Kota Makassar. Wawancara terhadap responden menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) yang ditunjang dengan observasi langsung terhadap kegiatan pemanfaatan sumberdaya. Pemilihan responden dilakukan dengan cara purposive sampling atau pemilihan secara sengaja dengan pertimbangan responden adalah aktor atau pengguna lahan (stakeholders) terdiri dari pemerintah, swasta, masyarakat, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Responden yang dimaksud adalah responden yang terlibat langsung atau responden yang dianggap mempunyai kemampuan dan mengerti permasalahan terkait dengan pencemaran dan aktivitas wisata pantai dan perikanan - Data Kualitas fisik dan Kimia Perairan Data tentang kualitas biofisik meliputi data fisik seperti suhu, kekeruhan, salinitas, kedalaman, dan data kimia seperti, Suhu,, ph, Salinitas, oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen biokimia (BOD), NO 3 -N,. Beberapa parameter kualitas air serta metode pengukurannya didasarkan pada peruntukkan untuk kegiatan perikanan dan wisata dan mengacu pada Kepmen LH No 51 tahun Metode analisis dan metode pengukurannya disajikan pada tabel Tabel 5 Parameter kualitas air yang diukur dan metode analisisnya Parameter Satuan Metode /alat Lokasi I. Fisika Suhu o C Tetrimetri In situ Salinitas o % Refraktometer In situ II. Kimia ph - ph meter In situ DO mg/l Tetrimetri In situ BOD mg/l Titrimetri Winkler Lab. COD mg/l Titrimetri dengan pemanasan Lab. Nitrat mg/l Spektrometrik/spektrometer Lab. Fosfat mg/l Spektrometrik/spektrometer Lab.

4 42 - Data pencemaran Pencemaran perairan pantai kota terdiri dari limbah organik dan anorganik. Data beban limbah diperoleh melalui pengukuran debit sungai dan kanal serta konsentrasi parameter beban limbah di muara tiap stasiun pengukuran. Data kapasitas asimilasi perairan pantai diperoleh melalui pengukuran parameter beban limbah di perairan pantai yang kemudian dibandingkan dengan baku mutu - Tata Guna lahan Data berupa peta tataguna lahan dan pemanfaatan sumberdaya yang saat ini dan perkembangan pengguanaan lahan beberapa tahun sebelumnya (temporal). Untuk diperlukan beberapa jenis data diantaranya Peta Rupa Bumi, peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI), peta bathimetri, peta administrasi,dan Citra Landsat - Data Sosial dan Ekonomi Data Jumlah unit usaha, jumlah pengunjung wisata, kelembagaan perikanan dan wisata, dan sebaran penduduk di kawasan pantai Data Sekunder Metode Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui pengumpulan berbagai laporan dari berbagai lembaga dan instansi yang terkait serta penelusuran berbagai pustaka yang ada. Jenis-jenis data yang dikumpulkan berasal dari berbagai sumber berkaitan dengan berbagai hal yang dikaji dalam penelitian ini Berbagai komponen data serta peramater yang diukur dalam penelitian dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6 Komponen data dan Parameter yang diukur No. Komponen Data Data Primer 1. Kualitas Biofisik dan kimia Perairan 2. Laju pencemaran Pantai Parameter Total suspended Solid (TSS), Suhu, oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen biokimia(bod), kebutuhan oksigen kima (COD) NO 3 -N, PO 4, ph, salinitas, kecepatan arus, suhu dan kecerahan Bahan-bahan pencemar (polutan), kecepatan arus sungai dan kanal, luas penampang sungai dan kanal, debit air

5 43 3 Data Peta Peta Rupa Bumi, peta Lingkungan Pantai Indonesia (LPI), peta batimetri, peta administrasi,dan Citra Landsat 4. Kebijakan pembangunan dan pemanfaatan pantai kota makassar 5 Data Sosial dan Ekonomi Data Sekunder 1. Kondisi ekologi daerah pantai Kota Makassar Rencana Tata uang Wilayah pantai Kota Makassar serta Berbagai kebijakan pemerintah, (dinas perikanan dan kelautan, pariwisata, dan lainnya Jumlah unit usaha Perikanan dan wisata, jumlah pengunjung wisata, kelembagaan perikanan dan wisata Data perubahan kondisi lahan, kualitas Air dan perubahan pemanfatan lahan pesisir 2 Perikanan dan Wisata Lokasi budidaya laut, Tempat Pelelangan Ikan, Pelabuhan Pendaratan Ikan, Jumlah pengunjung di tempat wisata, retribusi dan pendapatan daerah wisata 3 Data Sosial dan Ekonomi Tingkat keuntungan usaha budidaya dan wisata pantai Data sekunder yang dikumpulkan berkaitan dengan data kualitas air, kondisi geografi, perubahan tataguna lahan, Rencana Tata ruang dan administrasi wilayah, iklim, pemanfaatan wilayah pesisir dan laut, kondisi penduduk, keadaan sarana dan prasarana penunjang perikanan dan perikanan, serta tentang kondisi perikanan secara umum. Komponen data tersebut diperoleh dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Makassar, Kantor Pemerintahan Daerah, Pariwisata dan Biro Pusat Statistik (BPS) serta intansi terkait lainnya 3.3. Analisis Data Analisis Pencemaran Analisis Beban Limbah Beban limbah yang berasal dari darat melalui sungai dan kanal yang menuju perairan pantai Makassar diukur melalui perkalian debit sungai dan kanal (m 3 /det) dengan konsentrasi limbah (mg/l). Debit sungai (Q) diukur dengan persamaan (Gordon et al., 1992) yaitu : Q = V.A Keterangan: V = Kecepatan aliran sungai/kanal (m/det) A = Luas penampang sungai atau kanal (m 2 )

6 44 Beban limbah dihitung berdasarkan rumus berikut (Mitsch dan Gosselink,1993): BL = Q x C Keterangan: BL = Beban limbah yang berasal dari satu sungai/ kanal (gram/det) Q = Debit sungai/kanal (m 3 /det) C = Konsentrasi limbah (mg/l) Konversi beban limbah ke ton/bulan dikali dengan 10-6 x 3600 x 24 x Analisis Kapasitas Asimilasi Pendugaan nilai kapasitas asimilasi ditentukan dengan cara memplotkan nilai-nilai kualitas air suatu perairan pada kurun waktu tertentu dengan beban limbah yang dikandungnya ke dalam suatu grafik, yang selanjutnya direferensikan dengan nilai baku mutu air yang diperuntukkan bagi biota dan budidaya berdasarkan Kep.Men KLH No. 51/Men-KLH/2004 dari titik potong yang diperoleh melalui grafik ini kemudian diketahui waktu (tahun) terjadinya dan selanjutnya dilihat nilai beban limbahnya. Nilai beban limbah inilah yang dimaksud dengan nilai kapasitas asimilasi (Dahuri, 1999). Metode ini adalah yang paling sederhana dan mudah dilakukan. Kelemahan dari metode ini adalah hanya berdasarkan pada hubungan kualitas air dan beban limbahnya, tanpa memperhatikan berbagai dinamika perairan yang ada. Konsentrasi pencemar Baku mutu Kapasitas asimilasi Beban limbah Gambar 3. Grafik hubungan antara beban limbah dan kualitas air (Dahuri, 1999)

7 45 Pencemaran pantai Kota Makassar secara matematis ditulis sebagai berikut : y = f (x) Secara maematis persamaan regresi linear dapat ditulis sebagai berikut : y = a bx Keterangan : x = Nilai parameter di sungai/kanal y = Nilai parameter di muara/pantai a = nilai tengah/rataan umum b = keofisien regresi untuk parameter di sungai dan kanal Gambar 3. Grafik hubungan antara beban limbah dan kualitas air (Dahuri, 1999) Asumsi : 1. Nilai Kapasitas asimilasi hanya berlaku di wilayah perairan yang ditetapkan dalam penelitian 2. Nilai hasil pengamatan baik di perairan pantai dan di muara sungai atau kanal diasumsikan telah mencerminkan dinamika yang ada diperairan tersebut. 3. Perhitungan beban limbah hanya berasal dari land based, Kegiatan di perairan atau di laut tidak diperhitungkan. Beban Limbah Konsentrasi Pencemar Baku mutu Kapasitas asimilasi Analisis Tingkat Pencemaran (Indeks pencemaran) Tingkat pencemaran ditentukan menggunakan metode Indeks Pencemaran (IP) berdasar Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 115 Tahun 2003 Lampiran II. Pada penelitian ini yang digunakan hanya beberapa parameter lingkungan utama yaitu BOD, COD, DO, ph. Adapun persamaan yang digunakan: IP j = f (C i /L ij ) Keterangan: IP j = Indeks polusi bagi peruntukan air L C i ij = konsentrasi parameter untuk baku mutu peruntukan = Konsentrasi parameter kualitas air Karena pengukuran dalam metode ini menggunakan berbagai parameter kualitas air, maka pada penggunaannya dibutuhkan nilai rata-rata dari keseluruhan C i /L ij

8 46 acuan polusi. Merangkum indeks polusi beberapa parameter digunakan rumus Numerow (1991) Keterangan: (C i /L ij ) R : nilai rata-rata C i /L (C /L ) : nilai maksimum C /L i ij M i ij ij Metoda ini dapat langsung menghubungkan tingkat ketercemaran dengan dapat atau tidaknya dipakai untuk penggunaan tertentu dan dengan nilai parameter-parameter tertentu. Untuk menentukan tingkat pencemaran digunakan indeks sebagai berikut: 0 P ij 1,0 memenuhi baku mutu 1,0 P 5,0 P P ij ij ij 5,0 tercemar ringan 10 tercemar sedang > 10 tercemar berat Analisis Daya Dukung Lingkungan Menurut Ortolano (1994) bahwa dalam menganalisis daya dukung, terdapat dua faktor yang penting untuk dipertimbangkan yaitu yang terkait dengan: a) Peubah pertumbuhan (growth variable), yaitu peubah pertumbuhan dapat direpresentasikan sebagai populasi atau ukuran kegiatan manusia b) Faktor pembatas (limiting factor), yaitu sumberdaya alam, infrastruktur fisik dan elemen elemen lain ketersediannya tidak berada dalam jumah yang terbatas sehingga faktor ini dapat menjadi kendala untuk faktor peubah pertumbuhan. Widigdo (2004) mengemukakan bahwa penentu daya dukung suatu wilayah adalah : (1) Kondisi biogeofisik wilayah, dan (2) permintaan manusia akan sumberdaya alam dan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Berdasarkan paradigma ini maka metode penghitungan daya dukung kawasan pesisir tersebut dilakukan dengan menganalisis:

9 47 (1) Kondisi (variables) biogeofisik yang menyusun kemampuan wilayah pesisir dalam memproduksi/menyediakan sumberdaya alam dan jasa lingkungan, dan (2) Variables sosekbud yang menentukan kebutuhan manusia yang tinggal di wilayah pesisir tersebut atau yang tinggal di luar wilayah pesisir, tetapi berpengaruh terhadap wilayah pesisir, akan Sumberdaya alam dan jasa lingkungan yang terdapat di wilayah pesisir Analisis Daya Dukung Budidaya KJA dan Rumput Laut - Daya Dukung KJA. Penentuan daya dukung lingkungan untuk kegiatan perikanan di Pantai Kota Makassar mengacu pada berbagai paramater yang digunakan dalam analisis kesesuaian. Berdasarkan pengukuran berbagai parameter yang menjadi acuan maka ditentukan luasan areal budidaya perikanan Karamba Jaring Apung (KJA) yang dimungkinkan. Parameter tersebut antara lain: a. Luas lahan budidaya ikan dengan KJA yang sesuai. Luas lahan (areal perairan) budidaya ikan dengan KJA yang sesuai dapat diperoleh dari hasil analisis kesesuaian lahan. b. Kapasitas lahan perairan. Besarnya kapasitas lahan yang digunakan untuk kegiatan budidaya dengan KJA dianalisis seperti formula yang digunakan pada budidaya rumput laut. Yang berbeda adalah luas unit budidaya yang digunakan secara umum di perairan Indonesia (Sunyoto, 2000), yaitu dengan luas (12 x 12) m 2 = 144 m 2 = 0,00014 km 2. c. Luasan unit rakit KJA. Luasan unit rakit KJA adalah besaran yang menunjukkan luasan dari satu unit rakit dengan empat keramba berukuran (3x3x3) 3 m. d. Daya Dukung Lahan. Daya dukung lahan menunjukkan kemampuan maksimum lahan yang mendukung aktivitas budidaya secara terus menerus tanpa menimbulkan terjadinya penurunan kualitas, baik lingkungan biofisik maupun sosial. Berdasarkan dengan pendekatan tersebut di atas maka daya dukung lahan untuk budidaya KJA dapat dianalisis dengan formula sebagai berikut : DDL KJA = LLS x KL

10 48 dimana : DDL KJA LLS KL = Daya dukung lahan budidaya dengan KJA (ha) = Luas lahan sesuai (ha) = Kapasitas lahan (ha) Sedangkan untuk menghitung berapa jumlah unit budidaya yang dapat didukung oleh lahan berdasarkan daya dukung yang diperoleh, dapat dianalisis dengan persamaan sebagai berikut : DDL JUB KJA = LUB Dimana : JUB KJA = Jumlah unit budidaya dengan KJA (unit) DDL = Daya dukung lahan (ha) LUB = Luas unit budidaya (unit/ha) - Daya Dukung Budidaya Rumput Laut : Daya dukung lahan budidaya rumput laut dapat dianalisis dengan menggunakan pendekatan luas areal budidaya yang sesuai (katagori sangat sesuai dan sesuai), kapasitas lahan dan metode budidaya yang diterapkan. Parameter yang menjadi acuan dalam penentuan daya dukung lahan tersebut, antara lain; a. Luas lahan budidaya rumput laut yang sesuai Luas lahan (areal perairan) budidaya rumput laut yang sesuai dapat di peroleh dari hasil analisis kesesuaian lahan dengan menggunakan GIS. b. Kapasitas lahan perairan Kapasitas lahan diartikan sebagai luasan lahan perairan yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan budidaya rumput laut secara terus menerus dan secara sosial tidak menimbulkan konflik serta secara ekologi tidak mengganggu ekosistem pesisir. Besarnya kapasitas lahan yang ditetapkan dalam studi ini dianalisis dengan formula sebagai berikut L L KL = x 100% = L 2 L L2 p l p l = x 100% p l Dimana : KL = Kapasitas Lahan L = L 2 L1 L = Luas unit budidaya x 100%

11 49 L 2 = Luas yang sesuai untuk satu unit budidaya l1 = lebar unit budidaya l2 = lebar yang sesuai untuk satu unit budidaya p1 = panjang unit budidaya p2 = panjang yang sesuai untuk satu unit budidaya c. Luasan Unit Budidaya Luasan unit budidaya adalah besaran yang menunjukkan luasan dari satu unit budidaya rumput laut, dimana setiap luasan unit budidaya berbeda-beda tergantung dari metode budidaya yang digunakan. d. Daya Dukung Lahan Daya dukung lahan menunjukkan kemampuan maksimum lahan yang mendukung aktivitas budidaya secara terus menerus tanpa menimbulkan terjadinya penurunan kualitas, baik lingkungan biofisik maupun sosial. Berdasarkan dengan pendekatan tersebut di atas maka daya dukung lahan untuk budidaya rumput laut dapat dihitung dengan formula sebagai berikut : DDL RL = LLS x KL dimana : DDLRL = Daya dukung lahan budidaya rumput laut (ha) LLS = Luas lahan sesuai (ha) KL = Kapasitas lahan (ha) Untuk menghitung berapa jumlah unit budidaya yang dapat didukung oleh lahan berdasarkan daya dukung yang diperoleh, dapat dianalisis dengan persamaan sebagai berikut : DDL JUB RL = LUB dimana : JUB RL = Jumlah unit budidaya rumput laut (unit) DDL = Daya dukung lahan (ha) LUB = Luas unit budidaya (unit/ha) Analisis Daya Dukung Wisata Analisis daya dukung pada pengembangan wisata mengacu kepada konsep ekowisata bahari yang dikelompokkan kedalam wisata pantai dan wisata bahari. Wisata pantai merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumberdaya pantai dan budaya masyarakat pantai seperti rekreasi, olah raga dan menikmati pemandangan. Metode yang digunakan untuk menghitung daya dukung pengembangan wisata pantai yaitu dengan pendekatan konsep Daya Dukung

12 50 Kawasan (DDK). DDK adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung dikawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. DDK dapat dihitung dengan formula: Dimana : DDK = K x Lp Lt x Wt Wp DDK = Daya dukung kawasan K = Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area Lp = Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan Lt = Unit area untuk kategori tertentu Wt = Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari Wp = Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu. Luas suatu area yang dapat digunakan oleh pengunjung mempertimbangkan kemampuan alam mentolerir pengunjung sehingga keaslian alam tetap terjaga. Tabel 7 Potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt) Jenis Kegiatan K ( Pengunjung) Unit Area (Lt) Keterangan Selam 2 Setiap 2 orang dalam 100 m x m 10 m 2 Snorkling m Setiap 1 orang dalam 50 x 5 m Wisata 2 Dihitung panjang track, setiap 1 50 m Mangrove 1 orang sepanjang 50 m 2 Rekreasi Pantai 1 50 m 1 orang setiap panjang pantai Wisata Olah 2 1 orang setiap 50 m panjang 1 50 m Raga pantai Sumber : Yulianda (2007) Daya dukung kawasan disesuaikan karakteristik sumberdaya dan peruntukan. Misalnya, daya dukung wisata selam ditentukan sebaran dan kondisi terumbu karang, daya dukung wisata pantai ditentukan panjang/luas dan kondisi pantai. Kebutuhan manusia akan ruang diasumsikan dengan keperluan ruang horisontal untuk dapat bergerak bebas dan tidak merasa terganggu oleh keberadaan manusia (pengunjung) lainnya.

13 51 Tabel 8. Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata No. Kegiatan Waktu yang dibutuhkan Total waktu 1 hari Wp (jam) Wt (jam) 1 Selam Snorkling Berenang Berperahu Berjemur Rekreasi pantai Olah raga air Memancing Wisata mangrove Wisata lamun dan ekosistem lainnya Wisata satwa 2 4 Sumber: Yulianda (2007) Khusus untuk wisata selam luas terumbu karang mempertimbangkan kondisi komunitas karang. Persen tutupan karang menggambarkan kondisi dan daya dukung karang. Jika kondisi komunitas karang disuatu kawasan baik dengan tutupan 76%, maka luas area selam di terumbu karang yang dapat dimanfaatkan adalah 76% dari luas hamparan karang (Yulianda, 2007) Analisis Sistem dan Pemodelan Metode pendekatan sistem merupakan salah satu cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan, sehingga dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif (Eriyatno,1999). Dalam pendekatan sistem umumnya ditandai oleh dua hal, yaitu: (1) mencari semua faktor penting yang ada dalam mendapatkan solusi yang baik untuk menyelesaikan masalah; dan (2) dibuat suatu model kuantitatif untuk membantu keputusan rasional. Pengkajian dalam pendekatan sistem seyogyanya memenuhi tiga karakteristik, yaitu: (1) kompleks, dimana interaksi antar elemen cukup rumit; (2) dinamis, dalam arti faktor yang terlibat ada yang berubah menurut waktu dan ada pendugaan ke masa depan; dan (3) probabilistik, yaitu diperlukannya fungsi peluang dalam inferensi kesimpulan maupun rekomendasi (Eriyatno, 1999).

14 52 Prosedur analisis sistem meliputi tahapan-tahapan sebagai berikut : analisis kebutuhan, formulasi permasalahan, identifikasi sistem, pemodelan sistem, verifikasi model dan implementasi (Eriyatno, 1999). Identifikasi sistem diagram lingkar sebab-akibat kemudian diinterpretasikan untuk membangun konsep kotak gelap (black box) diagram input-output. Diagram input-output merepresentasikan input lingkungan, input terkendali dan tak terkendali, output dikehendaki dan tak dikehendaki, serta manajemen pengendalian.. Pemodelan merupakan suatu gugus aktivitas pembuatan model. Secara umum pemodelan didefinisikan sebagai suatu abstraksi dari sebuah obyek atau situasi actual. Tujuannya adalah untuk menemukan peubah-peubah apa yang penting dan tepat, sehingga dapat dibangun struktur modelnya. Teknik kuantitatif dan simulasi digunakan untuk mengkaji keterkaitan antar peubah dalam sebuah model (Eriyatno, 1999). Industri Limbah Pencemaran - penduduk Peningkatan Kualitas lingkungan - Kerusakan lingkungan - Aktivitas Perikanan Pajak dan retribusi pendapatan treatment Daya dukung PDB Sektor Income perkapita Gambar 4. Diagram lingkar sebab akibat (causal loop) Model Pengelolaan Wisata dan Perikanan Berkelanjutan di Pantai Kota Makassar Aktivitas Wisata pantai Jumlah pengunjung Daya beli Kesejahteraan meningkat

15 53 Dalam simulasi model pemanfaatan wilayah pantai Makassar untuk kegiatan Wisata pantai dan perikanan, optimasi ini akan dilakukan tiga skenario, yaitu : 1. Skenario laju pencemaran pantai kota (ekologi), perkembangan berbagai faktor ekonomi dan sosial serta kegiatan pemanfataan untuk wisata dan perikanan seperti kondisi sekarang. 2. Skenario pesimis, meningkatkatkan laju pencemaran (tekanan ekologi), dan tekanan sosial ekonomi terhadap kegiatan wisata pantai dan perikanan terpadu. 3. Skenario optimis, laju pencemaran dikendalikan dan faktor sosial dan ekonomi yang kondusif untuk mendukung wisata pantai dan perikanan. Analisis model optimalisasi ini akan menggunakan alat bantu perangkat lunak stella versi (High Performance System, Inc., 2007). Tabel 9 Tujuan dan metode analisis model pengelolaan wisata pantai dan perikanan NO Tujuan Metode analisis 1 Mengukur kondisi fisika dan kimia perairan pantai Kota Makassar 2 Mengetahui Daya dukung untuk Wisata dan Perikanan 3 Mengetahui tingkat laju pencemaran Mengetahui pengaruh 4 berbagai faktor sosial pada kegiatan wisata dan perikanan 5 Merancang model dinamik pengelolaan pencemaran untuk keberlanjutan wisata dan perikanan - Pengukuran data lapangan dan analisis laboratorium untuk parameter : Kecepatan arus, ph, Suhu,, salinitas, Disolved Oxygen (DO), Biochemical Oxygen Demand (BOD), COD, NO 3,PO 4 - Pengukuran daya dukung lahan untuk kegiatan wisata pantai dan perikanan budidaya KJA serta rumput laut - Mengukur beban limbah, indeks pencemaran kapasitas asimilasi - Menghitung tingkat pendapatan, kelayakan usaha, PDB subsektor wisata dan perikanan, daya serap tenaga kerja - Analisis sistem dan pemodelan dengan berbagai faktor yang mempengaruhi yakni ekologi, sosial dan ekonomi dengan software stella versi Tahapan analisis rancangan model pengelolaan wisata pantai dan perikanan di pantai Kota Makassar dapat dilihat pada skema gambar 5 :

16 54 Pengelolaan Pantai Kota Makassar Pertumbuhan penduduk Tata ruang pantai Kota Makassar Tata ruang daratan (Up Pemukiman Penduduk Wisata Pantai Perikanan Terpadu Industri dan dan Perdagangan Bisnis Perubahan Habitat Pencemaran Pencemaran dari sungai dan Kanal Analisis daya dukung Analisis Kelayakan Ekonomi Perikanan Lingkungan Pantai Wisata Wisata Daya Dukung (Kelayakan ekologis) Analisis pencemaran, beban Limbah, Kapasitas Asimilasi Analisis Sistem dan Pemodelan Desain Model Perikanan & Wisata Pengelolaan Wisata pantai dan Perikanan Berkelanjutan Gambar 5. Model pengelolaan pencemaran untuk keberlanjutan perikanan dan wisata di pantai Kota Makassar Sulawesi Selatan

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN

BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 186 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan 1. Secara umum suhu air perairan Teluk Youtefa berkisar antara 28.5 30.0, dengan rata-rata keseluruhan 26,18 0 C. Nilai total padatan tersuspensi air di

Lebih terperinci

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya

Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya 1 Analisis Kesesuaian Lahan Wilayah Pesisir Kota Makassar Untuk Keperluan Budidaya PENDAHULUAN Wilayah pesisir merupakan ruang pertemuan antara daratan dan lautan, karenanya wilayah ini merupakan suatu

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian METODOLOGI. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini terdiri dari tahapan, yakni dilaksanakan pada bulan Agustus 0 untuk survey data awal dan pada bulan FebruariMaret 0 pengambilan data lapangan dan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan kota pantai merupakan tempat konsentrasi penduduk yang paling padat. Sekitar 75% dari total penduduk dunia bermukim di kawasan pantai. Dua pertiga dari kota-kota

Lebih terperinci

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON

ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON ANALISA PENCEMARAN LIMBAH ORGANIK TERHADAP PENENTUAN TATA RUANG BUDIDAYA IKAN KERAMBA JARING APUNG DI PERAIRAN TELUK AMBON OLEH : CAROLUS NIRAHUA NRP : 000 PROGRAM PASCASARJANA BIDANG KEAHLIAN TEKNIK MANAJEMEN

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 14 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan Pantai Lampuuk Kabupaten Aceh Besar, Provinsi NAD. Secara geografis Kabupaten Aceh Besar terletak pada 5,2º-5,8º

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan

3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 13 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di kawasan Pantai Santolo, Kabupaten Garut. Pantai Santolo yang menjadi objek penelitian secara administratif berada di dua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri atas 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 81.791 km (Supriharyono, 2007) mempunyai keragaman

Lebih terperinci

Jenis data Indikator Pengamatan Unit Sumber Kegunaan

Jenis data Indikator Pengamatan Unit Sumber Kegunaan 31 BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di lanskap wisata TNB, Sulawesi Utara tepatnya di Pulau Bunaken, yang terletak di utara Pulau Sulawesi, Indonesia. Pulau

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 17 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Hari Kecamatan Laonti Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara. Lokasi penelitian ditentukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian berlokasi di Gili Air, Gili Meno dan Gili Trawangan yang berada di kawasan Taman Wisata Perairan Gili Matra, Desa Gili Indah,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2005 - Agustus 2006 dengan lokasi penelitian di Pelabuhan Sunda Kelapa, DKI Jakarta. Pengambilan contoh air dan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laju pertambahan penduduk yang tinggi banyak terjadi di negara berkembang seperti Indonesia, telah menghabiskan surplus sumberdaya alam yang diperuntukkan bagi pembangunan

Lebih terperinci

Gambar 12 Peta Teluk Youtefa

Gambar 12 Peta Teluk Youtefa 65 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan tempat penelitian Penelitian dilaksanakan di Teluk Youtefa yang menerima beban limbah domestik, pertanian, dan peternakan melalui 4 sungai yang bermuara ke Teluk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan, yang

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan, yang III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Daerah Aliran Sungai (DAS) Way Keteguhan, yang merupakan salah satu DAS pada DAS di Kota Bandar Lampung. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian

BAB I PENDAHULUAN. besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu Negara kepulauan, yang memiliki potensi besar sumberdaya pesisir dan pulau-pulau kecil, disisi lain masyarakat yang sebagian besar bertempat

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di sepanjang jalur ekowisata hutan mangrove di Pantai

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di sepanjang jalur ekowisata hutan mangrove di Pantai III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di sepanjang jalur ekowisata hutan mangrove di Pantai Sari Ringgung, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung, pada bulan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi geografis yang dimiliki Indonesia berpengaruh terhadap pembangunan bangsa dan negara. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan tahun 2011 menunjukkan bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan, memiliki 18 306 pulau dengan garis pantai sepanjang 106 000 km (Sulistiyo 2002). Ini merupakan kawasan pesisir terpanjang kedua

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laut Indonesia sudah sejak lama didayagunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia terutama pemanfaatan sumberdaya hayati seperti ikan maupun sumberdaya non hayati

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau-pulau kecil memiliki potensi pembangunan yang besar karena didukung oleh letaknya yang strategis dari aspek ekonomi, pertahanan dan keamanan serta adanya ekosistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar di dunia dengan kurang lebih 17.508 buah pulau dan mempunyai panjang garis pantai 81.791 km (Supriharyono, 2002).

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti

PENDAHULUAN. didarat masih dipengaruhi oleh proses-proses yang terjadi dilaut seperti 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir bukan merupakan pemisah antara perairan lautan dengan daratan, melainkan tempat bertemunya daratan dan perairan lautan, dimana didarat masih dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Metode Pengambilan Contoh Penentuan lokasi

3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Metode Pengambilan Contoh Penentuan lokasi 17 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Pengambilan contoh air dilakukan pada bulan April sampai dengan Mei 2012. Lokasi penelitian di Way Perigi, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 22 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Waktu pelaksanaan penelitian selama 6 (enam) bulan yaitu pada bulan Mei sampai Oktober 2009. Lokasi penelitian dan pengamatan dilakukan di Pulau

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 75 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini direncanakan berlangsung selama 1 tahun 6 bulan (April 2007 September 2008) dengan lokasi penelitian Danau Sentani di Kabupaten

Lebih terperinci

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Kondisi Geografis Kota Makassar secara geografi terletak pada koordinat 119 o 24 17,38 BT dan 5 o 8 6,19 LS dengan ketinggian yang bervariasi antara 1-25 meter dari

Lebih terperinci

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan

Bab 4 Hasil Dan Pembahasan Bab 4 Hasil Dan Pembahasan 4.1. Potensi Sumberdaya Lahan Pesisir Potensi sumberdaya lahan pesisir di Kepulauan Padaido dibedakan atas 3 tipe. Pertama adalah lahan daratan (pulau). Pada pulau-pulau berpenduduk,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu wilayah pesisir yang paling rawan mendapatkan beban pencemar yang bersumber dari daratan adalah daerah estuaria. Estuaria merupakan badan air tempat terjadinya

Lebih terperinci

KAJIAN BIOFISIK LAHAN HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN ACEH TIMUR ISWAHYUDI

KAJIAN BIOFISIK LAHAN HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN ACEH TIMUR ISWAHYUDI KAJIAN BIOFISIK LAHAN HUTAN MANGROVE DI KABUPATEN ACEH TIMUR ISWAHYUDI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN xi xv

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang merupakan suatu proses perubahan untuk meningkatkan taraf hidup manusia tidak terlepas dari aktifitas pemanfaatan sumberdaya alam (Bengen 2004). Peluang

Lebih terperinci

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan KERANGKA PEMIKIRAN Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu konsep pengelolaan dan konservasi berbasis sumberdaya alam serta orientasi perubahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam 10 tahun terakhir, jumlah kebutuhan ikan di pasar dunia semakin meningkat, untuk konsumsi dibutuhkan 119,6 juta ton/tahun. Jumlah tersebut hanya sekitar 40 %

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan pesisir dikenal sebagai ekosistem perairan yang memiliki potensi sumberdaya yang sangat besar. Wilayah tersebut telah banyak dimanfaatkan dan memberikan sumbangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 16 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni 2009 sampai dengan bulan Agustus 2009. Lokasi penelitian berada di wilayah DAS Cisadane segmen Hulu, meliputi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS

I. PENDAHULUAN. Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bandar Lampung sebagai kota pesisir, terletak pada posisi 5º20-5º31 LS dan 105º10-105º22 BT, mempunyai berbagai permasalahan yang berkaitan dengan karakteristik wilayah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu bentuk pemanfaatan sumberdaya pesisir dan lautan adalah melalui pengembangan kegiatan wisata bahari. Berbicara wisata bahari, berarti kita berbicara tentang

Lebih terperinci

Gambar 7. Lokasi penelitian

Gambar 7. Lokasi penelitian 3. METODA PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di muara Sungai Angke dan perairan Muara Angke, Jakarta Utara (Gambar 7). Lokasi tersebut dipilih atas dasar pertimbangan,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Juli 2014 untuk

III. METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Juli 2014 untuk III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Juli 2014 untuk mengetahui kondisi awal daerah penelitian dan mempersiapkan perlengkapan untuk pengambilan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 47 IV. METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di bagian hulu daerah aliran sungai (DAS) Jeneberang yang terletak di Kabupaten Gowa (Gambar 3). Penelitian dilaksanakan pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara 88 I. PENDAHULUAN Kawasan pesisir memerlukan perlindungan dan pengelolaan yang tepat dan terarah. Keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan hidup menjadi tujuan akhir yang berkelanjutan. Telah

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA

TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA TINJAUAN ASPEK GEOGRAFIS TERHADAP KEBERADAAN PULAU JEMUR KABUPATEN ROKAN HILIR PROPINSI RIAU PADA WILAYAH PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA - MALAYSIA Tito Latif Indra, SSi, MSi Departemen Geografi FMIPA UI

Lebih terperinci

Amonia (N-NH3) Nitrat (N-NO2) Orthophosphat (PO4) mg/l 3 Ekosistem

Amonia (N-NH3) Nitrat (N-NO2) Orthophosphat (PO4) mg/l 3 Ekosistem Tabel Parameter Klasifikasi Basis Data SIG Untuk Pemanfaatan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Kelautan No Parameter Satuan 1 Parameter Fisika Suhu ºC Kecerahan M Kedalaman M Kecepatan Arus m/det Tekstur

Lebih terperinci

Lokasi penelitian di UPPPP Muncar dan PPN Pengambengan Selat Bali (Bakosurtanal, 2010)

Lokasi penelitian di UPPPP Muncar dan PPN Pengambengan Selat Bali (Bakosurtanal, 2010) 37 3 METODOLOGI UMUM Penjelasan dalam metodologi umum, menggambarkan secara umum tentang waktu, tempat penelitian, metode yang digunakan. Secara spesifik sesuai dengan masing-masing kriteria yang akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pantai adalah wilayah perbatasan antara daratan dan perairan laut. Batas pantai ini dapat ditemukan pengertiannya dalam UU No. 27 Tahun 2007, yang dimaksud dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kawasan pesisir Teluk Bone yang terajut oleh 15 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara dan membentang sepanjang kurang lebih 1.128 km garis pantai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, karena Indonesia merupakan Negara kepulauan dengangaris pantai mencapai sepanjang 81.000 km. Selain

Lebih terperinci

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU ANALISIS DAYA DUKUNG MINAWISATA DI KELURAHAN PULAU TIDUNG, KEPULAUAN SERIBU Urip Rahmani 1), Riena F Telussa 2), Amirullah 3) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan USNI Email: urip_rahmani@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar yang diperkirakan memiliki kurang lebih 17 504 pulau (DKP 2007), dan sebagian besar diantaranya adalah pulau-pulau kecil

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Data yang Dikumpulkan

METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3. Data yang Dikumpulkan 25 METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Situ Sawangan-Bojongsari, Kecamatan Sawangan dan Kecamatan Bojongsari, Kota Depok, Jawa Barat. Waktu penelitian adalah 5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Sibolga yang terletak di pantai barat Pulau Sumatera, membujur sepanjang pantai dari utara ke selatan dan berada pada kawasan teluk yang bernama Teluk Tapian Nauli,

Lebih terperinci

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM

PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. SUKANDAR, IR, MP, IPM PENGANTAR SUMBERDAYA PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL SUKANDAR, IR, MP, IPM (081334773989/cak.kdr@gmail.com) Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Sebagai DaerahPeralihan antara Daratan dan Laut 12 mil laut

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan jumlah pulau sebanyak 13.466 dan garis pantai sepanjang 95.18 km, memiliki potensi sumberdaya alam dan jasa

Lebih terperinci

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA Umroh 1, Aries Dwi Siswanto 2, Ary Giri Dwi Kartika 2 1 Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,Perikanan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Pulau Panggang Kepulauan Seribu DKI Jakarta pada bulan Maret 2013. Identifikasi makrozoobentos dan pengukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULU 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia terdiri atas 13.667 pulau tetapi baru sekitar 6.000 pulau yang telah mempunyai nama, sedangkan yang berpenghuni sekitar 1000 pulau. Jumlah panjang garis

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kabupaten Lombok Barat-Propinsi Nusa Tenggara Barat, yaitu di kawasan pesisir Kecamatan Sekotong bagian utara, tepatnya di Desa Sekotong

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan

BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN. Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan 29 BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN KONSEP PENELITIAN 3.1. Kerangka Berpikir Mangrove merupakan ekosistem peralihan, antara ekosistem darat dengan ekosistem laut. Mangrove diketahui mempunyai fungsi ganda

Lebih terperinci

DAMPAK PEMBANGUNAN PINGGIR PANTAI

DAMPAK PEMBANGUNAN PINGGIR PANTAI DAMPAK PEMBANGUNAN PINGGIR PANTAI Disusun Oleh : Arini Qurrata A yun (H2114307) Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin Makassar 2014 Dampak Pembangunan Pinggir

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tata Ruang dan Konflik Pemanfaatan Ruang di Wilayah Pesisir dan Laut Menurut UU No. 26 tahun 2007, ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di sepanjang aliran Sungai Cihideung dari hulu Gunung Salak Dua dimulai dari Desa Situ Daun hingga di sekitar Kampus IPB Darmaga.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove

BAB I PENDAHULUAN. Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah pesisir Indonesia memiliki luas dan potensi ekosistem mangrove yang cukup besar. Dari sekitar 15.900 juta ha hutan mangrove yang terdapat di dunia, sekitar

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di kawasan pesisir Nuhuroa yaitu kawasan pesisir Kecamatan Kei Kecil dan Kecamatan Dullah Utara (Tabel 1). Tabel 1 Lokasi Penelitian di

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan dengan lokasi meliputi kawasan DKI Jakarta dan Perairan Teluk Jakarta yang dilaksanakan pada bulan Agustus 005-April 006. Teluk Jakarta,

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan

TINJAUAN PUSTAKA. Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah. Olehkarenanya, sektor ini menjadi sangat potensial untuk dikembangkan TINJAUAN PUSTAKA Pariwisata dan Ekowisata Data menunjukkan bahwa sektor pariwisata di Indonesia telah memilikikontribusi ekonomi yang cukup penting bagi kegiatan pembangunan. Olehkarenanya, sektor ini

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis Data dan Informasi 3.3 Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Jenis Data dan Informasi 3.3 Metode Pengumpulan Data 49 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Secara administratif, lokasi penelitian termasuk ke dalam kawasan Kota Makassar, Propinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini telah dilaksanakan dari

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2007

Lebih terperinci

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir

5.1. Analisis mengenai Komponen-komponen Utama dalam Pembangunan Wilayah Pesisir BAB V ANALISIS Bab ini berisi analisis terhadap bahasan-bahasan pada bab-bab sebelumnya, yaitu analisis mengenai komponen-komponen utama dalam pembangunan wilayah pesisir, analisis mengenai pemetaan entitas-entitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang terletak di daerah beriklim tropis dan merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya perairan. Laut tropis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sungai Bedagai merupakan sumberdaya alam yang dimiliki oleh Pemerintah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sungai Bedagai merupakan sumberdaya alam yang dimiliki oleh Pemerintah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sungai Bedagai merupakan sumberdaya alam yang dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Serdang Bedagai, mengalir dari hulu di Kabupaten Simalungun dan terus mengalir ke

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Tapanuli Tengah merupakan salah satu wilayah yang berada di Pantai Barat Sumatera. Wilayahnya berada 0 1.266 m di atas permukaan laut serta terletak pada

Lebih terperinci

ANALISIS PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN MUARA SUNGAI SALO TELLUE UNTUK KEPENTINGAN BUDIDAYA PERIKANAN ABSTRAK

ANALISIS PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN MUARA SUNGAI SALO TELLUE UNTUK KEPENTINGAN BUDIDAYA PERIKANAN ABSTRAK ANALISIS PARAMETER FISIKA KIMIA PERAIRAN MUARA SUNGAI SALO TELLUE UNTUK KEPENTINGAN BUDIDAYA PERIKANAN Jalil 1, Jurniati 2 1 FMIPA Universitas Terbuka, Makassar 2 Fakultas Perikanan Universitas Andi Djemma,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kawasan Kepulauan Tanakeke (Gambar 5), yang terdiri dari lima gugusan pulau-pulau sangat kecil, yaitu P. Tanakeke (32,80 km

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian dan Waktu Daerah penelitian secara administrasi berada di kota Makassar pada posisi 5 o 6 15-5 o 6 36 LS dan 119 o 25 21-119 o 25 37 BT. Secara khusus lokasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 45 III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini adalah perairan laut Selat Rupat yang merupakan salah satu selat kecil di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Kelautan - FTK

Jurusan Teknik Kelautan - FTK Oleh : Gita Angraeni (4310100048) Pembimbing : Suntoyo, ST., M.Eng., Ph.D Dr. Eng. Muhammad Zikra, ST., M.Sc 6 Juli 2014 Jurusan Teknik Kelautan - FTK Latar Belakang Pembuangan lumpur Perubahan kualitas

Lebih terperinci

Optimasi Limpasan Air Limbah Ke Kali Surabaya (Segmen Sepanjang Jagir) Dengan Programma Dinamis

Optimasi Limpasan Air Limbah Ke Kali Surabaya (Segmen Sepanjang Jagir) Dengan Programma Dinamis Optimasi Limpasan Air Limbah Ke Kali Surabaya (Segmen Sepanjang Jagir) Dengan Programma Dinamis Thesis Oleh: Alfan Purnomo (3307201003) Pembimbing: Dr. Ir. Nieke Karnaningroem, MSc. Latar Belakang Kali

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komponen penting bagi semua bentuk kehidupan di bumi. Pengaturan air yang

BAB I PENDAHULUAN. komponen penting bagi semua bentuk kehidupan di bumi. Pengaturan air yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air sebagai kebutuhan primer setiap manusia dan merupakan suatu komponen penting bagi semua bentuk kehidupan di bumi. Pengaturan air yang kurang baik dapat menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Selat Lembeh merupakan suatu kawasan khas yang terletak di wilayah Indonesia bagian timur tepatnya di Kota Bitung, Provinsi Sulawesi Utara dengan berbagai potensi sumberdaya

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

JADWAL KEGIATAN PENELITIAN DAN RENCANA PENYELESAIAN STUDI

JADWAL KEGIATAN PENELITIAN DAN RENCANA PENYELESAIAN STUDI 200 Lampiran 1 : JADWAL KEGIATAN PENELITIAN DAN RENCANA PENYELESAIAN STUDI No KEGIATAN TAHUN 2008 TAHUN 2009 BULAN BULAN OKT NOP DES JAN PEB MAR 1. Persiapan penelitian 2. Survey awal ke lokasi penelitian

Lebih terperinci

NILAI KOMPENSASI EKONOMI TERHADAP PENCEMARAN PERAIRAN DI PANTAI KOTA MAKASSAR

NILAI KOMPENSASI EKONOMI TERHADAP PENCEMARAN PERAIRAN DI PANTAI KOTA MAKASSAR NILAI KOMPENSASI EKONOMI TERHADAP PENCEMARAN PERAIRAN DI PANTAI KOTA MAKASSAR Values of Economic Compensation to Pollution on City Beach of Makassar Hamzah 1*, Achmad Fahrudin 2, Heffni Efendi 2 dan Ismudi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisa kesesuaian lahan perairan Abalon ini

METODE PENELITIAN. Lokasi dan objek penelitian analisa kesesuaian lahan perairan Abalon ini III METODE PENELITIAN.. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Lokasi dan objek penelitian analisa kesesuaian lahan perairan Abalon ini berada di Teluk Cikunyinyi, Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Taman Nasional Way Kambas (TNWK) dengan luas ,30 ha. Tujuan penetapan kawasan ini untuk melindungi dan melestarikan

BAB I PENDAHULUAN. sebagai Taman Nasional Way Kambas (TNWK) dengan luas ,30 ha. Tujuan penetapan kawasan ini untuk melindungi dan melestarikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan Nomor 670/Kpts-II/1999 telah mengukuhkan kawasan register 9 dan sekitarnya sebagai Taman Nasional Way Kambas

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara

LAMPIRAN. Universitas Sumatera Utara 54 LAMPIRAN 55 Lampiran 1. Kuisioner penelitian untuk wisatawan daerah tujuan wisata Ajibata Kabupaten Toba Samosir Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Pertanian No. : Waktu : Hari/Tanggal

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI KAWASAN WISATA DANAU LIMBOTO PROVINSI GORONTALO

EVALUASI POTENSI KAWASAN WISATA DANAU LIMBOTO PROVINSI GORONTALO LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL JURNAL EVALUASI POTENSI KAWASAN WISATA DANAU LIMBOTO PROVINSI GORONTALO OLEH : VEGGY ARMAN NIM. 633410011 EVALUASI POTENSI KAWASAN WISATA DANAU LIMBOTO PROVINSI GORONTALO Veggy

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 21 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari tanggal 31 Oktober 2011 sampai 18 Desember 2011 selama 42 hari masa pemeliharaan di Tambak Balai Layanan Usaha Produksi

Lebih terperinci

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA

BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA DAFTAR ISI Kata Pengantar... i Daftar Isi... iii Daftar Tabel... vi Daftar Gambar... ix Daftar Grafik... xi BAB I KONDISI LINGKUNGAN HIDUP DAN KECENDERUNGANNYA A. LAHAN DAN HUTAN... Bab I 1 A.1. SUMBER

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir.

BAB I PENDAHULUAN. tumbuhan yang hidup di lingkungan yang khas seperti daerah pesisir. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan mangrove adalah tipe hutan yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelompok Umur Pertumbuhan populasi tiram dapat dilihat berdasarkan sebaran kelompok umur. Analisis sebaran kelompok umur dilakukan dengan menggunakan FISAT II metode NORMSEP.

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan luas 49 307,19 km 2 memiliki potensi sumberdaya hayati laut yang tinggi. Luas laut 29 159,04 Km 2, sedangkan luas daratan meliputi

Lebih terperinci

Penentuan Daya Tampung Beban Pencemaran Kali Madiun (Segmen Wilayah Kota Madiun) Menggunakan Program QUAL2Kw

Penentuan Daya Tampung Beban Pencemaran Kali Madiun (Segmen Wilayah Kota Madiun) Menggunakan Program QUAL2Kw Penentuan Daya Tampung Beban Pencemaran Kali Madiun (Segmen Wilayah Kota Madiun) Adam Rusnugroho 33 08 100 006 Ujian Akhir Skripsi Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Institut

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN BAB III. METODOLOGI PENELITIAN A. KERANGKA PEMIKIRAN Peningkatan luas lahan perkebunan kelapa sawit telah mampu meningkatkan kuantitas produksi minyak sawit mentah dan minyak inti sawit dan menempatkan

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 20 3. METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian Pengembangan agroindustri udang merupakan hal yang sangat penting dalam siklus rantai komoditas udang. Pentingnya keberadaan agroindustri udang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Teluk Bungus yang luasnya ± 17 km 2 atau 1383,86 Ha berada di Kecamatan Bungus Teluk Kabung. Kecamatan ini merupakan kecamatan pesisir di wilayah selatan Kota Padang

Lebih terperinci

Pemanfaatan jenis sumberdaya hayati pesisir dan laut seperti rumput laut dan lain-lain telah lama dilakukan oleh masyarakat nelayan Kecamatan Kupang

Pemanfaatan jenis sumberdaya hayati pesisir dan laut seperti rumput laut dan lain-lain telah lama dilakukan oleh masyarakat nelayan Kecamatan Kupang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Kupang adalah salah satu kabupaten dengan ekosistem kepulauan. Wilayah ini terdiri dari 27 pulau dimana diantaranya masih terdapat 8 pulau yang belum memiliki

Lebih terperinci

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3 TUJUAN PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 UMUM Usaha untuk mengatasi pencemaran dilakukan dengan membuat peraturan yang mewajibkan industri mengolah limbahnya terlebih dahulu dan memenuhi baku mutu sebelum dibuang ke sungai.

Lebih terperinci