TINGKAT KONSUMSI KAYU BAKAR MASYARAKAT DESA SEKITAR HUTAN (Kasus Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TINGKAT KONSUMSI KAYU BAKAR MASYARAKAT DESA SEKITAR HUTAN (Kasus Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat)"

Transkripsi

1 TINGKAT KONSUMSI KAYU BAKAR MASYARAKAT DESA SEKITAR HUTAN (Kasus Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) BUDIYANTO DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 TINGKAT KONSUMSI KAYU BAKAR MASYARAKAT DESA SEKITAR HUTAN (Kasus Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) BUDIYANTO Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan Pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

3 RINGKASAN Budiyanto (E ). Tingkat Konsumsi Kayu Bakar Masyarakat Desa Sekitar Hutan (Studi Kasus Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat). Di bawah bimbingan Ir. Sudaryanto dan Soni Trison S, Hut. M,Si. Kayu bakar merupakan sumber energi yang telah lama digunakan untuk keperluan manusia. Produksi kayu bakar cenderung menurun seiring dengan berkurangnya areal penghasil kayu bakar seperti kebun dan hutan. Kebutuhan akan kayu bakar semakin meningkat khususnya didaerah pedesaan hal ini karena pertumbuhan penduduk, perkembangan industri dan adanya kelangkaan bahan bakar minyak. Untuk mengetahui penggunaan kayu bakar di pedesaan dan faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi kayu bakar maka penelitian ini perlu dilakukan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat konsumsi kayu bakar masyarakat desa sekitar hutan yang meliputi volume, jenis, sumber, potensi cara pengambilan dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi kayu bakar. Penelitian ini diharapkan memberikan informasi kepada pemegang kebijakan sebagai bahan pertimbangan untuk mengurangi tekanan masyarakat terhadap hutan khususnya pengambilan kayu bakar. Penelitian ini dilakukan pada lima dusun di Desa Hegarmanah yang berbatasan langsung dengan Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW). Metode pengambilan contoh dilakukan dengan stratifikasi random sampling dengan alokasi berimbang. Penelitian dilaksanakan pada tanggal 20 Desember januari 2009 dan tanggal 15 Maret 5 Mei Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam penelitian meliputi orientasi lapang, pengumpulan, pengolahan dan analisis data. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Data primer adalah hasil wawancara dengan responden terhadap aktivitas penggunaan kayu bakar, sedangkan data sekunder meliputi kondisi umum lokasi. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan walaupun konversi gas sudah ada tetapi masyarakat masih tetap menggunakan kayu bakar sebagai sumber energi utama keluarga. Konsumsi kayu bakar per kapita per tahun sebesar 0,99 m 3. Sortimen kayu yang digunakan berbentuk rencek dan belahan yang diperoleh dari HPGW dan lahan milik. Kayu bakar yang digunakan dari HPGW sebesar 49,15% terdiri dari jenis Puspa (Schima walichii), Damar (Agathis loranthifolia), Akasia (Acacia auriculiformis), Pinus (Pinus merkusii), Afrika (Meisopsis eminii), Harendong raja (Bellucia axinanthera), Sempur (Dillenia exelsa), dan Cente (Lantana camara) kombianasi antara HPGW dan lahan milik sebesar 28,81% dan dari lahan milik sebesar 22,03% terdiri dari jenis Sengon (Paraserianthes falcataria), Afrika (Meisopsis eminii), Mahoni (Swietenia macrophylla), Duku (Lansium domesticum), Durian (Durio zibethinus), Rambutan (Nephelium lappaceum), Nangka (Arthocarpus integra), Jengkol (Pithecolobium jiringa) Bacang (Mangifera foetida), Jambu biji (Psidium guajava), Kopi (Coffea sp) dan Teh ( Camellia sinensis). Potensi kayu bakar yang ada di lahan milik sebesar 89,94 Sm/ha tidak

4 mencukupi kebutuhan total kayu bakar per kapita pertahun sebesar 663 Sm. Hal ini mengakibatkan masyarakat mengantungkan kebutuhan kayu bakar dari hutan. Cara pengambilan tidak hanya memungut tetapi merencek dan melakukan penjarahan pohon. Berdasarkan analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi kayu bakar (Y) dipengaruhi oleh jumlah anggota kelauarga (X1), pendapatan keluarga (X2), potensi lahan milik (X3) harga barang substitusi (X4) dan jarak dari hutan (X5) didapat persamaan Y = X X X X X5

5 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Tingkat Konsumsi Kayu Bakar Masyarakat Desa Sekitar Hutan (Kasus Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, September 2009 Budiyanto NRP E

6 Judul Penelitian : Tingkat Konsumsi Kayu Bakar Masyarakat Desa Sekitar Hutan. (Kasus Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) Nama Mahasiswa : Budiyanto NRP : E Menyetujui, Komisi Pembimbing Ketua, Anggota, Ir. Sudaryanto Soni Trison S. Hut, M.Si NIP NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Kehutanan IPB Dr. Ir. Hendrayanto, M. Agr NIP Tanggal Lulus:

7 i KATA PENGANTAR Penulis memanjatkan Puji dan Syukur kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat-nya selama ini, maka penulis tetap dalam lindungan-nya sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini secara baik dan lancar. Judul yang dipilih pada penelitian ini yaitu Tingkat Konsumsi Kayu Bakar Masyarakat Desa Sekitar Hutan (Kasus Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. Penulis menyadari dalam menyelesaikan skripsi ini banyak pihak yang telah membantu memberikan bimbingan, bantuan, dukungan dan doa sehingga penulisan skripsi dapat diselesaikan dengan baik. Sebagai bentuk rasa syukur penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Ir. Sudaryanto dan Bapak Soni Trison S.Hut, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak membantu mengarahkan dan membimbing penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. 2. Dosen-dosen Fakultas kehutanan yang telah memberikan bimbingan ilmu yang sangat beharga kepada penulis. 3. Bapak, Ibu, Adik Keluarga besar dan teman-teman penulis yang banyak memberikan doa serta semangat selama ini. 4. Keluarga besar Asrama Sylvasari selaku teman seperjuangan dan satu atap yang telah memberikan bantuan serta nasehatnya selama ini. 5. Direktur HPGW serta Staf yang telah membantu dan mengarahkan di lapangan. 6. Kepala Desa Hegarmanah yang telah meluangkan waktunya dan memberikan informasi kepada penulis dalam menyelesaikan penelitian ini. Bogor, September 2009 Budiyanto NRP E

8 ii RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tegal, Propinsi Jawa Tengah pada tanggal 24 September 1985, sebagai putra ketiga dari empat bersaudara pasangan Bapak Khumaedi dan Ibu Umiyati. Pendidikan formal penulis dimulai pada tahun 1992 di SD Muhammadiyah dan selesai pada tahun Jenjang pendidikan menengah pertama dilaksanakan di SLTP Negeri 10 Tegal hingga selesai tahun 2001 kemudian penulis melanjutkan ke SMU Negeri 1 Tegal hingga tamat pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan ditetapkan sebagai mahasiswa Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan penulis mengikuti Praktek Pengenalan dan Pengelolaan Hutan pada bulan Juli sampai Agustus 2007 di kampus praktek umum Universitas Gajah Mada KPH Getas, BKPH Banyumas Barat dan BKPH Banyumas Timur. Pada tahun 2008 penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) selama dua bulan di PT. Inhutani II, Pulau Laut, Kalimantan Selatan. Penulis pernah menjadi asisten Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) selama dua periode yaitu pada tahun 2008 dan Selama kuliah penulis aktif dalam berbagai organisasi kemahasiswaan diantaranya adalah sebagai, Anggota PSDM LDK Al Hurriyyah, Staf Kewirausahaan Asrama Sylvasari, dan Sekretaris Umum Asrama Sylvasari, Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan IPB penulis melakukan penelitian dan menyusun karya ilmiah dengan judul Tingkat Konsumsi Kayu Bakar Masyarakat Desa Sekitar Hutan (Kasus Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) dibawah bimbingan Ir. Sudaryanto dan Soni Trison S.Hut, M.Si.

9 iii DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... vii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.3 Kayu Bakar Sumber Kayu Bakar Pemanfaatan Kayu Bakar Konsumsi Kayu Bakar Jenis-jenis Kayu Bakar Masyarakat Desa Sekitar Hutan Rumah Tangga BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Batasan Penelitian Metode Pengumpulan Data Metode Penentuan Dusun dan Responden Jenis Data Metode Pengolahan Data BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Desa Hegarmanah Letak dan Batas Kondisi Fisik Wilayah Tata Guna Lahan Dan Struktur Pemilikan Lahan Kependudukan Mata Pencaharian Pendidikan Keadaan Umum HPGW BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristrik responden... 29

10 iv Kelompok Umur Mata Pencaharian Tingkat Pendidikan Jumlah Anggota Keluarga Keadaan Tempat Tinggal Kepemilikan Lahan Kepemilikan Ternak Kondisi Perekonomian Responden Pendapatan Rumah Tangga Pengeluaran Rumah Tangga Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Pola Konsumsi Kayu Bakar Konsumsi Kayu Bakar Bentuk Kayu Bakar Waktu Pengambilan Kayu Bakar Alat Pengambilan Kayu Bakar Sumber dan Jenis Kayu Bakar Cara Pengambilan dan Pengangkutan Kayu Bakar Cara Penyimpanan Kayu Bakar Dampak Kenaikan Harga BBM Terhadap Konsumsi Kayu Bakar Pengamanan HPGW Perdagangan Kayu Bakar Nilai Manfaat Kayu Bakar Potensi Kayu Bakar Potensi Tegakan Potensi Hasil Jatuhan Beberapa Masalah Yang di Hadapi dalam Pemanfaatan Kayu Bakar Faktor Internal Faktor Eksternal Hubungan Variabel yang Berpengaruh Terhadap Konsumsi Kayu Bakar BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA... 67

11 v DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Distribusi dan Persentase Responden Berdasarkan Asal Dusun Tabel 2. Tata Guna Lahan di Desa Hegarmanah Tabel 3. Struktur Kepemilikan Lahan Pertanian di Desa Hegarmanah Tabel 4. Distribusi Penduduk Desa Hegarmanah Menurut Umur Tabal 5. Distribusi matapencaharian penduduk Desa Hegarmanah Tabel 6. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Hegarmanah Tabel 7. Sarana Pendidikan di Desa Hegarmanah Tabel 8. Distribusi Responden Berdasarkan Pekerjaan Utama Tabel 9. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tabel 10. Jumlah Anggota Keluarga Responden Tabel 11. Keadaan Rumah Responden Tabel 12. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Luas lahan Tabal 13. Rata-rata Luas Pengunaan Lahan Responden Tabel 14. Jenis Tanaman dan Fungsi Tanaman di Lahan Milik Tabal 15. Jumlah Responden Berdasarkan Banyaknya Kepemilikan Ternak Tabel 16. Pendapatan rata-rata Rumah Tangga per Tahun Tabel 17. Pengeluaran Rata-rata Rumah Tangga per Tahun Tabel 18. Tingkat Kesejahteraan Responden Tabel 19. Keseimbangan Pendapatan dan Pengeluaran Responden Tabel 20. Konsumsi Kayu Bakar Rumah Tangga Tabel 21 Komparasi Jenis, Cara dan Persentase Kayu Bakar dari HPGW Tabel 22. Jenis dan Sumber Kayu Bakar Tabel 23. Gambaran Pengambilan kayu Bakar di HPGW Selama Kenaikan BBM Tabel 24. Jenis dan Harga Jual Kayu Pertukangan dan Kayu Bakar... 54

12 vi Tabel 25. Nilai Manfaat Kayu Bakar Tabel 26. Volume Aktual Standing Stok Kebun Tabel 27. Potensi Kayu Bakar Pada Beberapa Jenis Pohon di HPGW Tabel 28. Hasil Analisis Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Kayu Bakar... 63

13 vii DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Kerangka Pemikiran Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Gambar 3. Stratifikasi Responden Berdasarkan Jarak Gambar 4. Distribusi Responden Berdasarkan Umur Gambar 5. Kondisi Dusun dan Rumah Responden Gambar 6. Sumber Kayu Bakar Gambar 7. Peta Tekanan pengambilan Kayu Bakar Gambar 8. Pengangkutan kayu Bakar dengan Pikulan Terbaring (a) dan Dengan Cara disunggi (b) Gambar 9. Penyimpanan Kayu Bakar Belakang Rumah (a) dan Diatas Tungku (b) Gambar 10. Pemotongan Kayu Yang Telah Roboh (a) dan Perempasan Cabang, Ranting Pohon Berdiri (b) Gambar 11. Pola Perdagangan kayu Bakar Gambar 12. Potensi Kayu Bakar Jenis Puspa di HPGW (a) dan Potensi Kayu Bakar Jenis Agathis di HPGW

14 viii DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Karakteristrik Responden Lampiran 2. Struktur dan Pola Penggunaan Lahan Responden Lampiran 3. Pendapatan Usaha Tani Responden Lampiran 4. Pendapatan Non Usaha Tani Responden Lampiran 5. Pendapatan Per Kapita Responden Lampiran 6. Pengeluaran Rumah Tangga Responden Lampiran 7. Pengeluaran Per Kapita Responden Lampiran 8. Kriteria Kemiskinan Sayogyo Lampiran 9. Sumber, Pelaku dan Bentuk Kayu Bakar Lampiran 10. Konsumsi Kayu Bakar Lampiran 11. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Kayu Bakar Lampiran 12. Analisis Regresi Persamaan Konsumsi Kayu Bakar Lampiran 13. Jenis-jenis Vegetasi yang ada di HPGW Lampiran 14. Potensi Lahan Milik Lampiran 15. Data Curah Hujan dan jumlah hari hujan per bulan Tahun di HPGW

15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Diantara berbagai jenis energi, kayu bakar diperkirakan merupakan sumber energi yang paling tua yang digunakan manusia. Kayu bakar dikonsumsi oleh masyarakat pedesaan yang jauh dari kota karena bahan bakar ini lebih mudah didapatkan daripada minyak tanah dan gas. Kayu bakar termasuk energi yang sifatnya dapat diperbaharui melalui cara permudaan dan teknik budidaya. Berbeda dengan minyak bumi dan gas keduanya dapat habis tereksploitasi. Karakteristrik energi kayu bakar ini dapat menjamin kesinambungan produksi dan konsumsi apabila antara konsumsi dan produksi seimbang. Hutan dan kebun merupakan tumpuan dan harapan bagi pengguna kayu bakar masa sekarang dan yang akan datang. Permasalahan penggunaan kayu bakar adalah produksinya yang tidak mencukupi kebutuhan karena konsumsinya yang tinggi. Berdasarkan hasil survei konsumsi kayu bakar pada rumah tangga di enam propinsi adalah 2,55 kg/kapita/hari (P3HH dan Sosek Kehutanan, 1999). Dibandingkan dengan tahun sebelum krisis ekonomi tahun 1997 yang melanda Indonesia, jumlah konsumsi ini meningkat pada kisaran 3,6% - 68,63%. Diperkirakan konsumsi kayu bakar akan meningkat lagi sebanyak dua kali pada tahun 2025 dibandingkan dengan tahun Beberapa survei konsumsi kayu bakar yang telah dilakukan bertujuan untuk mengatasi permasalahan kekurangan kayu bakar, pada umumnya ditujukan pada responden pemakai kayu bakar di rumah tangga seperti halnya yang dilakukan pada tahun 1998/1999. Produksi kayu bakar cenderung menurun seiring dengan semakin berkurangnya areal penghasil kayu bakar seperti kebun, pekarangan dan hutan, karena areal-areal ini telah banyak berubah fungsi menjadi areal pemukiman dan lainnya. Sementara itu kebutuhan kayu bakar akan semakin meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, kenaikan orang yang menganggur, perkembangan industri pedesaan (industri kapur, batu-bata dan genteng) dan adanya kenaikan bahan bakar minyak.

16 2 Kayu bakar mempunyai peranan penting bagi sumber energi masyarakat pedesaan. Konsumen kayu bakar umumnya adalah masyarakat dengan tingkat pendapatan rendah. Berdasarkan data desa 46% masyarakat Desa Hegarmanah yang berbatasan dengan Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) IPB tergolong miskin. Sempitnya kepemilikan lahan dan sedikitnya potensi kayu bakar di lahan milik mengakibatkan masyarakat menggantungkan kebutuhan energi dari hutan. Berdasarkan penelitian Roslinda (2002), sebesar 68,67% sumber kayu bakar yang digunakan masyarakat Desa Hegarmanah berasal dari hutan. Oleh karena itu masalah penyediaan kayu bakar harus segera ditanggulangi untuk mencegah terjadinya eksploitasi sumber-sumber kayu bakar secara berlebihan yang dapat menyebabkan semakin luasnya lahan kritis. Pengetahuan konsumsi kayu bakar akan sangat membantu dalam penentuan arah kebijakan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Kebijakan jangka panjang karena masyarakat desa sekitar hutan akan selalu menggunakan kayu bakar sebagai sumber energi. Permasalahan yang muncul adalah bagaimana dapat diperoleh keseimbangan antara produksi dan konsumsi kayu bakar di pedesaan untuk merumuskan kebijakan. Salah satu caranya adalah dengan mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan kayu bakar rumah tangga sehingga dapat dianalisis ketersediaan dan konsumsi agar terjadi keseimbangan. Untuk itu diperlukan penelitian untuk mengetahui tingkat konsumsi kayu bakar masyarakat desa yang tinggal sekitar hutan. 1.2 Tujuan 1. Mengetahui volume, sumber, jenis, potensi dan cara pengambilan kayu bakar yang dikonsumsi oleh masyarakat Desa Hegarmanah. 2. Mengetahui faktor faktor yang mempengaruhi konsumsi kayu bakar masyarakat Desa Hegarmanah.

17 3 1.3 Manfaat Penelitian 1. Memberikan masukan/sumbangan pikiran sebagai bahan pertimbangan untuk pemenuhan kebutuhan kayu energi dan mengurangi tekanan masyarakat terhadap hutan. 2. Memberikan informasi bagi para pemegang kebijakan, penyuluh maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dalam membantu pemenuhan kebutuhan kayu bakar.

18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kayu Bakar Sumber Kayu Bakar Kayu merupakan sumber energi yang pertama kali dikenal dan digunakan manusia secara universal. Di samping untuk memasak kayu juga digunakan untuk pemanasan di daerah beriklim dingin. Sampai saat ini di banyak negara yang sedang berkembang kayu bakar masih merupakan bahan energi untuk memasak bagi penduduk pedesaan. Di Indonesia diperkirakan peranan kayu bakar yang dibantu oleh limbah pertanian sebagai energi untuk memasak sangat besar, terutama untuk daerah pedesaan (Coto, 1979). Masyarakat desa dalam memenuhi kebutuhan kayu bakar dibagi menjadi dua macam yaitu kayu yang berasal dari lahan milik dan hutan sebagai sumber kayu bakar. Menurut Singer (1977) dalam Soemarwoto et al. (1979), sebesar 45% dari seluruh kayu bakar diperoleh dari hutan dan sisanya berasal dari pekarangan, kebun, talun serta areal pertanian yang lainmasyarakat desa dalam memenuhi kebutuhan kayu bakar dibagi menjadi dua macam yaitu kayu yang berasal dari lahan milik dan hutan sebagai sumber kayu bakar. Menurut (Nasendi 1985), masyarakat desa berdasarkan luas kepemilikan tanahnya dibagi menjadi 3 kelompok yaitu : 1. Kelompok yang mempunyai tanah diatas 1 ha. 2. Kelompok yang mempunyai tanah 0-1 ha 3. Kelompok yang tidak mempunyai tanah garapan Masyarakat yang memiliki lahan cenderung untuk memanfaatkan lahan yang dimilikinya selain sebagai sumber pendapatan keluarga juga dimanfaatkan sebagai sumber energi. Sedangkan kelompok masyarakat di sekitar hutan yang mempunyai lahan dibawah 1,0 ha atau yang tidak memiliki lahan garapan, hidupnya tergantung dari energi kayu bakar di hutan. Menurut Soekmadi (1986), cara-cara pengambilan kayu bakar secara garis

19 5 besar adalah : 1. Merencek ranting-ranting yang mati bekas tanaman sela (lamtoro), tanaman pinus, mahoni, jati dan lainya. 2. Memangkas ranting-ranting yang masih hidup dari tanaman pokok dan tanaman pagar. 3. Mencuri dengan menebang tanaman pokok Perum Perhutani dengan lambatlambat secara sporadis Sementara itu menurut Nasendi (1985), cara masyarakat dalam mendapatkan kayu bakar secara garis besar dapat dinyatakan sebagai berikut: 1. Merencek ranting-ranting yang mati bekas tanaman pokok dan lainnya 2. Merencek ranting-ranting tanaman yang masih hidup dari tanaman pokok 3. Mencuri dengan menebang secara berangsur-angsur terhadap tanaman pokok 4. Mendapatkan kayu bakar dari kebun/pekarangan lainya. Mashar (1979), dalam studinya tentang pembinaan kebun kayu bakar untuk memenuhi kebutuhan energi di Jawa Barat, menyatakan bahwa kebanyakan cara yang dilakukan dalam mengambil kayu bakar adalah melalui pemangkasan dan perencekan, karena bagian pohon yang diambil sebagian besar berupa cabang, ranting dan hal ini dilakukan pada pohon bertunas. Perilaku masyarakat dalam memanfaatkan hasil hutan dapat menimbulkan kerusakan pada ekosistemnya. Menurut Soekmadi (1986), pengambilan kayu secara illegal selain memberikan manfaat, juga mengakibatkan terjadinya kerusakankerusakan. Kerusakan ini dapat berupa rusak/punahnya vegetasi dan satwa tertentu atau terdesaknya habitatnya sehingga akan mengganggu keseimbangan ekosistem yang dilindungi. Kerusakan dapat digolongkan menjadi tiga kriteria berdasarkan derajat kerusakan yang dialami oleh vegetasi, yaitu: 1. Rusak berat, yaitu kerusakan yang dapat menimbulkan kematian pada jumlah jenis vegetasi, antara lain berupa: penebangan pohon, pemotongan vegetasi pada tingkat anakan, pancang ataupun tiang, pengambilan umbi-umbian dan peneresan pohon.

20 6 2. Rusak sedang, adalah rusak yang dapat menimbulkan terganggunya pertumbuhan pada jenis vegetasi, yaitu berupa penorehan pada tingkat tiang dan pancang serta pemangkasan pada tingkat pohon (cabang dan ranting). 3. Rusak ringan, ialah rusak yang tidak menyebabkan kematian pada pohonpohon dan lama kelamaan dapat terpulihkan oleh cara alami, yaitu pengecetan pada tingkat tiang dan pancang Pemanfaatan Kayu Bakar Kayu bakar di daerah pedesaan merupakan istilah yang umum untuk seluruh bentuk bahan non komersial, seperti potongan-potongan dahan, ranting dan semaksemak kayu. Kecuali itu sulit pula untuk membedakan antara kayu bakar yang sebenarnya dengan limbah pertanian, seperti batang ketela pohon, sabut dan tempurung kelapa, atau bahkan pelepah daun yang kering (Wiersum 1979 dalam Soemarwoto at al. 1979). Umumnya kayu yang baik untuk kayu bakar adalah kayu-kayu yang mempunyai berat jenis besar. Balai Penelitian Kehutanan Bogor telah menetapkan kelas kayu bakar yang didasarkan pada berat jenis (b.j) kayu sebagai berikut: 1. Kelas 1(luar biasa) b.j 0,90 keatas 2. Kelas II (baik sekali) b.j 0,75-0,90 3. Kelas III (baik) b.j 0,60-0,75 4. Kelas IV (sederhana) b.j 0,45-0,60 5. Kelas V (buruk) b.j kurang dari 0,45 Dari angka b.j di atas kelihatan semakin besar b.j kayu semakin baik digunakan untuk kayu bakar. Kayu bakar yang mempunyai b.j tinggi umumnya keras dan berat. Nilai kalori dan baik tidaknya kayu bakar juga di pengaruhi oleh kandungan getah dan tanin. Menurut Wolff Von Wulfing (1921) dalam Hamzah (1979), macam kayu bakar yaitu: 1. Kayu bakar 1A : kayu bakar ranting dan cabang dengan diameter 3-7 cm 2. Kayu bakar 1B : kayu bakar tebal dengan diameter 7-15 cm

21 7 3. Kayu tatal adalah limbah industri berupa potongan-potongan kecil kayu tanpa bentuk tertentu. 4. Kayu brongkol (Wortolbrandhout), potongan dari tunggak dan akar tanpa bentuk tertentu Menurut Nasendi (1985), Pemanfaatan dari kayu bakar/sumber energi hutan mempunyai dampak lingkungan dan sosial ekonomi yang menguntungkan diantaranya: 1. Abu dari sisa pembakaran kayu dapat langsung dimanfaatkan kembali dalam tanah sebagai sumber unsur-unsur esensial bagi pertumbuhan tanaman. 2. Pemakaian kayu sebagai bahan bakar tidak akan mengganggu keseimbangan karbon bumi karena tanaman termasuk yang menghasilkan oksigen. 3. Hutan energi merupakan sumber energi yang dapat diperbaharui. 4. Pengadaan energi asal biomassa melalui pembangunan hutan energi menunjang usaha konservasi hutan, tanah dan air. Keuntungan dibidang sosial-ekonomi diantaranya ialah: 1. Melalui usaha-usaha pemanfaataan dan pengadaan hutan untuk energi secara tertib dan teratur/lestari dapat meningkatkan lapangan kerja untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. 2. Menunjang usaha diversifikasi dibidang energi dan konservasi dibidang energi yang tidak terbaharukan 3. Menunjang pembangunan wilayah pedesaan Konsumsi Kayu Bakar Menurut Irawan (1990), perkembangan jumlah industri pengguna kayu bakar terus meningkat dari tahun ke tahun. Meskipun jumlah konsumsi per unit industri pada kelompok industri kecil mengalami penurunan namun kebutuhan kayu bakar untuk keperluan industri secara total meningkat. Hal yang sama terjadi pada kebutuhan kayu bakar untuk keperluan rumah tangga akibat meningkatnya jumlah penduduk (terutama di pedesaan) maupun faktor lain seperti kenaikan harga minyak tanah.

22 8 Menurut Hamzah (1979), kebutuhan kayu bakar akan cenderung meningkat berhubungan dengan: 1. Kenaikan harga bahan bakar minyak 2. Bertambahnya jumlah penduduk 3. Kenaikan jumlah orang yang menganggur 4. Kenaikan kebutuhan masyarakat yang tinggal di dekat hutan, 5. Kenaikan kebutuhan kapur, bata dan genteng sebagai peningkatan kemakmuran penduduk kota. Kenaikan harga bahan bakar minyak merupakan faktor yang sangat mempengaruhi tingkat konsumsi kayu bakar di masyarakat. Menurut Sumardjani (2007), kebutuhan kayu bakar untuk substitusi minyak tanah keperluan domestik (memasak) setiap kapita akan memerlukan kayu bakar sebesar 2,54 m 3 per tahun. Jumlah pemakai kayu bakar di Indonesia dapat didekati dari dua pendekatan yaitu (1) jumlah penduduk miskin, menurut BPS pada tahun 2006 mencapai 36,99 juta jiwa, maka jumlah kayu bakar yang diperlukan masyarakat mencapai 94,02 juta m 3 per tahun. (2) Sementara itu jika menghitung jumlah persentase penduduk yang menggunakan kayu bakar yaitu sebesar 116,274 juta jiwa maka diperoleh konsumsi kayu bakar nasional sebesar 295,502 juta m 3 per tahun. Berdasarkan dua pendekatan tersebut secara sederhana akan diperoleh ratarata konsumsi kayu bakar nasional sebesar 194,760 m 3 per tahun. Kebutuhan kayu bakar yang besar ini dapat memberikan dampak terhadap hutan yaitu pengambilan kayu bakar yang meningkat. Kebutuhan kayu bakar yang meningkat saat ini menyebabkan terjadinya pemanfaatan kayu bakar diluar daya dukung hutan yang mengakibatkan kerusakan hutan. Faktor tingkat pendapatan di daerah pedesaan merupakan suatu faktor yang di perhitungkan, seperti yang dinyatakan oleh Haeruman (1979), bahwa penduduk yang mempunyai tingkat pendapatan rendah mempunyai kenaikan pendapatan yang rendah dan mereka yang mempunyai tingkat pendapatan tinggi mempunyai kenaikan pendapatan yang tinggi. Penduduk yang mempunyai tingkat pendapatan di bawah Rp ,00/keluarga/tahun, kenaikan pendapatannya hanya 3,5%. Jadi dapat

23 9 digambarkan kecenderungan kemampuan mereka untuk membeli energi seandainya energi itu disediakan. Hal yang ekstrim adalah mereka yang mempunyai kenaikan pendapatan sebesar 13,7% dan 10,5%. Jumlah penduduk yang mempunyai kenaikan pendapatan kurang dari 10,5% hampir 75% dari penduduk desa. Jadi disini kita melihat adanya kecenderungan disposible income. Bagi golongan bawah ini kalau tingkat harga kebutuhan pokok naik maka bagian yang dapat disediakan untuk kayu bakar makin lama makin rendah. Mereka tidak dapat membeli kayu bakar kalau kayu bakar itu dijadikan sebagai barang ekonomi. Selanjutnya mengenai tingkat kepadatan penduduk, dinyatakan bahwa daearah-daerah yang mempunyai kepadatan penduduk 45 orang/ha kebawah, kayu bakar tidak mempunyai nilai ekonomi, sedang daerah yang mempunyai kepadatan penduduk diatas 70 orang/ha tanah kering, kelihatan adanya penghargaan kayu bakar. Menurut Mashar (1979), pada daerah yang tinggi kepadatan penduduknya, tanah pekarangan dan kebun yang dimiliki rakyat dalam memenuhi kebutuhan kayu bakar semakin sempit sehingga tidak mampu memberikan suplai kayu bakar, yang akhirnya beralih ke penggunaan minyak yang mudah di dapat walaupun harus membeli. Berdasarkan hasil studi di Daerah Istimewa Aceh, diperoleh bahwa kayu bakar yang didapat dari hutan di kabupaten sebesar 13,7% masih relatif tinggi dibandingkan kotamadya sebesar 2,6%. Keadaan ini disebabkan karena sumber hutan masih dapat dijangkau dari tempat pemukiman penduduk meskipun jarak tersebut semakin jauh. Faktor-faktor lain seperti tingkat pendidikan, jumlah anggota keluarga dan harga kayu bakar memberikan pengaruh yang nyata terhadap konsumsi kayu Kotamadya Aceh sedangkan di kabupaten tingkat pendidikan tidak berpengaruh nyata (Dwiprabowo et al. 1980) Jenis-Jenis Kayu Bakar Menurut Rostiwati et al. (2006), silvikultur jenis-jenis pohon potensial penghasil kayu bakar adalah : 1. Akasia (Acacia auriculiformis)

24 10 Akasia tumbuh pada ketinggian m dpl, rata-rata curah hujan minimum mm/tahun dengan musim kering 4-5 bulan, suhu C. Jenis ini dapat tumbuh pada berbagai kondisi kesuburan tanah dan akarnya dapat mengikat nitrogen, ph asam-netral (5-7). Jenis ini sangat butuh cahaya penuh. Perbanyakan tanaman dapat dilakukan dengan generatif. Jenis ini dapat tumbuh cepat dengan kemampuan trubus rendah. Jenis ini memiliki berat jenis 0,65 dengan nilai kalori kkal/kg 2. Kaliandra (Calliandra calothyrsus) Kaliandra tumbuh baik pada daerah tropik basah dengan ketinggian tempat m dpl dengan curah hujan mm/tahun. Tanaman ini dapat bertahan hidup pada musim kering 3-6 bulan tanpa menggugurkan daunnya. Jenis ini dapat di perbanyak secara generatif dan vegetatif dengan stump. Jenis ini memiliki sifat tumbuh cepat dan kemampuan trubus juga cepat. Jenis ini memiliki berat jenis 0,645 dengan nilai kalori kkal/kg. Kayu jenis ini digunakan untuk memasak, industri kecil keramik dan batu bata. 3. Gamal (Gliricidae maculata) Gamal dapat tumbuh pada berbagai keadaan curah hujan dan tinggi tempat serta pada beberapa jenis tanah pada derajat kemasaman yang berlainan. Jenis ini mudah dibiakan secara vegetatif dengan stek yang berasal dari cabang yang lurus dan sehat. Jenis ini memiliki sifat tumbuh cepat dan kemampuan trubus tinggi. Jenis ini memiliki berat jenis 0,461 dengan nilai kalori kkal/kg. 4. Jati putih (Gmelina arborea) Jati putih tumbuh secara alami pada ketinggian m dpl dengan curah hujan mm/tahun. Jati putih tumbuh subur pada tanah berdrainase baik, dapat tumbuh pada tanah masam, asalkan tidak pada tanah berdrainase jelek. Jati putih dapat dibiakan secara generatif maupun vegetatif dengan stek batang dan stek pucuk. Jenis ini memiliki sifat tumbuh cepat dan kemampuan trubus sedang. Jenis ini pada kondisi optimum dapat mencapai tinggi 30 m dan diameter 60 cm dengan rotasi tebang 5-8 tahun. Jenis ini memiliki berat

25 11 jenis berkisar antara 0,42-0,64 dan nilai kalorinya kkal/kg. Kayu jenis ini selain digunakan sebagai kayu bakar juga dapat digunakan untuk produksi papan partikel, plywood, furniture dan untuk packing 5. Lamtoro (Leucaena leucocephala) Lamtoro tumbuh secara alami pada ketinggian mdpl dengan curah hujan mm/tahun, dengan musim kering 2-6 bulan. Jenis ini tumbuh pada tanah ber ph netral-basa pada tanah bereaksi masam tumbuh kurang baik. Jenis ini membutuhkan cahaya penuh, tetapi waktu tingkat semai membutuhkan naungan ringan untuk menghasilkan tanaman yang baik. Perbanyakan tanaman dapat dilakukan secara generatif. Jenis ini memiliki sifat tumbuh cepat dan kemampuan trubus tinggi. Jenis ini pada kondisi optimum dapat mencapai tinggi 20 m dan bercabang pada ketinggian kurang dari 5 m dari permukaan tanah. Jenis ini memiliki berat jenis 0,50 dengan nilai kalori kkal/kg. Kayu jenis ini sangat baik untuk kayu bakar, dibuat arang, bahan baku pulp dan kertas serta untuk kayu kontruksi. 6. Bakau (Rhizophora sp) Bakau tumbuh secara alami pada ketinggian 0-50 m dpl, tipe iklim A,B,C dengan suhu o C. Jenis ini tumbuh pada tanah ph asam-basa, dan berdrainase sangat terhambat. Jenis ini bersifat intoleran pada tapak yang berlumpur dalam atau tanah yang agak berpasir, sekurang-kurangnya 1/3 dari lokasi terbuka pada waktu air surut. Jenis ini lebih tahan terhadap arus dan ombak dengan frekuensi penggenangan sebanyak 40-50/bulan. Tanaman ini dapat diperbanyak secara generatif, sifat tumbuh tanaman cepat. Jenis kayu mangrove sangat baik untuk kayu bakar dan arang, Kayu bakau memiliki berat jenis 0,70-1,00 dengan nilai kalori kkal/kg. 7. Turi (Sesbania grandiflora) Turi dapat tumbuh pada berbagai variasi curah hujan, tinggi tempat m dpl dengan jenis tanah pada derajat kemasaman yang berbeda. Jenis ini perlu cahaya kuat untuk pertumbuhannya. Jenis ini dapat mencapai tinggi 10 m dengan diameter 30 cm. Jenis ini memiliki berat jenis 0,42 dengan nilai kalori

26 kkal/kg. 8. Sengon (Paraserianthes falcataria) Sengon dapat tumbuh mulai pantai sampai m dpl, optimum m dpl, dengan curah hujan mm/tahun dengan bulan kering sampai 4 bulan. Jenis ini dapat ditanam pada daerah yang tidak subur tanpa dipupuk, tidak tumbuh subur pada tanah yang berdrainase jelek. Termasuk jenis yang memerlukan cahaya. Jenis ini merupakan salah satu jenis spesies yang cepat tumbuh, mampu tumbuh 8 m/tahun dalam tahun pertama penanaman, kemampuan trubus sedang. Jenis ini dapat diperbanyak dengan cara generatif maupun vegetatif dengan cara cangkok dan stump. Jenis ini memiliki berat jenis 0,24 dengan nilai kalor kkal/kg 2.2 Masyarakat Desa Sekitar Hutan Berdasarkan petunjuk pelaksanaan Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) tahun 2004, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur yang dimaksud desa hutan adalah wilayah desa yang secara geografis dan administratif berbatasan dengan kawasan hutan atau sekitar kawasan hutan. Adapun yang dimaksud dengan masyarakat desa hutan adalah orang-orang yang bertempat tinggal di desa hutan dan melakukan kegiatan yang berinteraksi dengan sumberdaya hutan untuk mendukung kehidupanya. Dalam kehidupanya masyarakat desa sekitar hutan selalu berinteraksi dengan hutan mereka memanfaatkan segala bentuk sumberdaya yang ada di dalam kawasan hutan untuk kepentingan ekonominya. Interaksi merupakan sebuah keterkaitan antara komponen dalam sistem yang dapat bersifat saling meniadakan, saling mendukung dan saling ketergantungan satu sama yang lainya. Mangandar (2000), menjelaskan bahwa keterkaitan/interaksi masyarakat dengan hutan telah berlangsung lama karena keberadaan hutan telah memberikan banyak manfaat bararti untuk keberlangsungan hidupnya, mereka tergantung pada sumberdaya-sumberdaya yang ada di hutan seperti kayu bakar, bahan makanan, bahan bangunan dan hasil hutan lainya yang akan memberikan nilai tambah bagi kehidupanya. Interaksi sosial masyarakat desa dengan

27 13 hutan, dapat terlihat dari ketergantungan masyarakat desa sekitar hutan akan sumbersumber kehidupan seperti air, sumber energi (kayu bakar dan bahan-bahan makanan yang dihasilkan dari hutan), bahan bangunan, dan sumberdaya lainya. 2.3 Rumah Tangga Rumah tangga adalah sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik dan biasanya tinggal bersama serta makan dari satu dapur atau seseorang yang mendiami sebagian seluruh bangunanan serta mengurus keperluan sendiri. Orang yang tinggal di rumah tangga ini disebut anggota keluarga, sedangkan yang bertanggungjawab atau dianggap bertanggungjawab terhadap rumah tangga adalah kepala keluarga (BPS, 2003 ). Ciri-ciri umum rumah tangga di daerah pedesaan menurut White (1976) dalam Kartasubrata (1986), adalah sebagai berikut : 1. Rumah tangga memiliki fungsi rangkap yaitu unit produksi, konsumsi, reproduksi (dalam arti luas), interaksi sosial, ekonomi, dan politik. 2. Tujuan rumah tangga di pedesaan adalah untuk mecukupi kebutuhan-kebutuhan para anggotanya. 3. Implikasi penting bagi pola penggunaan waktu antara lain : a. Rumah tangga petani miskin akan selalu bekerja keras untuk mendapatkan produk meskipun kecil. b. Mereka sering kali terpaksa harus menambah kegiatan bertani dengan pekerjaan-pekerjaan lain walaupun hasilnya lebih kecil dibandingkan dengan hasil bertani. c. Rumah tangga petani menunjukan ciri-ciri self eksploitation

28 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Kayu bakar merupakan sumber energi sangat esensial bagi masyarakat pedesaan digunakan bagi keperluan sehari-hari terutama memasak. Hal ini karena kayu bakar mudah didapat dibandingkan sumber energi lain seperti minyak tanah dan gas. Keberadaan desa yang jauh dari kota akan sulit dijangkau oleh saluran distribusi minyak tanah dan gas menyebabkan harga bahan bakar ini lebih mahal. Sebagian masyarakat ada yang mengkombinasikan gas dan kayu bakar sebagai sumber energi dan sebagian besar menggunakan kayu bakar. Penggunaan minyak tanah sekarang sudah langka di masyarakat. Hal ini karena harga minyak tanah yang mahal. Kecenderungan memilih sumber energi dipengaruhi oleh pendapatan, biaya hidup, jumlah anggota keluarga dan selera. Untuk itu perlu diketahui masyarakat yang menggunakan kayu bakar saja dan masyarakat yang menggunakan kayu bakar serta gas. Setelah diketahui rumah tangga yang menggunakan kayu bakar saja dan kombinasi kayu bakar serta gas sebagai sumber energi maka perlu diketahui dan dikumpulkan data-data yang mempengaruhi pola konsumsi kayu bakar sebagai energi. Pekerjaan penduduk Desa Hegarmanah umumnya adalah buruh tani dan petani yang memiliki sawah dan kebun tetapi lahan yang ada sempit serta kepemilikan lahan tidak merata. Areal tersebut biasanya merupakan salah satu sumber kayu bakar bagi mereka. Selain itu mereka juga mempunyai pekarangan yang ditanamai berbagai jenis tanaman penghasil kayu bakar serta buah buahan. Sempitnya kepemilikan lahan, semakin berkurangnya areal sumber kayu bakar di masyarakat, bertambahnya jumlah penduduk dan adanya kelangkaan bahan bakar minyak menyebabkan kebutuhan kayu bakar semakin meningkat. Desa Hegarmanah yang berbatasan langsung dengan HPGW akan mengantungkan kebutuhan kayu bakar pada HPGW sebagai sumber kayu bakar hal ini akan menyebabkan tekanan terhadap HPGW.

29 15 Dari kegiatan penggunaan kayu bakar oleh masyarakat akan dilihat sumber, potensi, jenis, volume, cara pengambilan dan faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi kayu bakar. Sumberdaya Energi (biomassa) m 3 Sm Lahan Milik Kayu Bakar HPGW Survei Potensi Faktor- faktor yang mempengaruhi : 1. Jumlah anggota keluarga 2. Pendapatan keluarga 3. Potensi lahan milik 4. Substitusi (gas) 5. Jarak dari hutan Survei Potensi Analisis regresi Konsumsi Kayu Bakar Rekomendasi Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

30 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada tanggal 20 Desember Januari 2009 dan tanggal 15 Maret - 5 Mei Gambar 2 Peta lokasi penelitian 3.3 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu bakar yang dikonsumsi masyarakat sebagai sumber energi rumah tangga. Penelitian dilakukan terhadap rumah tangga yang memanfaatkan kayu bakar. Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : a. Kuisioner (panduan pertanyaan) b. Alat tulis c. Kamera d. Alat hitung e. Meteran

31 17 f. Hagameter g. Tali 3.4 Batasan Penelitian 1. Kayu bakar adalah kayu yang dapat dijadikan bahan sebagai pembangkit energi untuk keperluan memasak, pengolahan makanan, bahan bukan makanan dan untuk keperluan lain. Konsumsi kayu bakar dalam penelitian ini dibatasi hanya untuk keperluan memasak sehari-hari saja. 2. Obyek penelitian adalah rumah tangga Desa Hegarmanah yang memanfaatkan kayu bakar. 3. Rumah tangga adalah sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan fisik dan biasanya tinggal bersama dan makan dari satu dapur atau seseorang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan serta mengurus keperluan sendiri. 4. Anggota rumah tangga adalah seluruh orang yang berada dalam satu rumah dan merupakan tanggung jawab kepala keluarga. 5. Faktor-faktor yang dianggap berpengaruh terhadap konsumsi kayu bakar adalah jumlah anggota keluarga, pendapatan, harga barang substitusi, potensi lahan milik dan jarak dari hutan. 3.5 Metode Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara: 1. Teknik Observasi Data yang dikumpulkan diperoleh dengan melihat langsung kehidupan masyarakat desa pada umumnya dan responden pada khususnya dalam kegiatankegiatan yang berkaitan dengan konsumsi kayu bakar secara langsung. 2. Teknik Wawancara. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara langsung dengan responden, Responden adalah penduduk yang menggunakan kayu bakar sebagai sumber energi. Wawancara dilakukan dengan dua teknik yaitu wawancara secara

32 18 terstruktur dilakukan dengan menggunakan daftar kuisioner yang ada, sedangkan wawancara bebas dilakukan tanpa kuisioner mengenai hal-hal yang masih berhubungan dengan penelitian. 3. Studi Pustaka Studi pustaka dilakukan dengan mengumpulkan data-data pendukung yang didapat dari pemerintahan setempat atau dari publikasi-publikasi lain. 3.6 Metode Penentuan Dusun dan Responden Dalam penelitian ini pemilihan dusun didasarkan pada jarak terdekat dengan HPGW. Responden yang dipilih dalam penelitian ini adalah 60 KK (kepala keluarga) dari total 554 KK yang tersebar di enam dusun. Sebanyak 30% (18 responden) berasal dari Dusun Cipeureu, 16,6% berasal dari Dusun Bojongwaru dan Dusun Sampay masing-masing 5 responden, 10% (6 responden) dari Dusun Sindang, 15% (9 responden) berasal dari Dusun Citalahab dan 28,3% (17 responden) berasal dari Dusun Nanggerang. Penentuan responden dilakukan dengan stratifikasi random sampling berdasarkan jarak dengan alokasi berimbang berdasarkan banyaknya kepala keluarga di setiap dusun. Gambar 3 Stratifikasi responden berdasarkan jarak

33 19 Setiap dusun memiliki karakteristrik wilayah dan kondisi sosial ekonomi yang tidak berbeda jauh antara satu dusun dengan dusun yang lain. Hal ini karena dusun yang menjadi obyek penelitian masih berada dalam satu desa. Rata-rata disetiap dusun terdiri dari 94 KK. Batas antar dusun dipisahkan oleh kebun atau sawah yang luas. Distribusi responden berdasarkan dusun dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Distribusi dan persentase responden berdasarkan asal dusun Dusun Populasi (KK) Sampel (KK) Persentase (%) Cipeureu ,00 Bojongwaru ,33 Sindang ,00 Citalahab ,00 Sampay ,33 Nanggerang ,33 Total , Jenis Data Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh langsung dari sumber data, dalam hal ini adalah rumah tangga yang memanfaatkan kayu bakar. Data primer yang diperlukan antara lain: 1. Karakteristik pengguna kayu bakar (umur, jumlah keluarga, tingkat pendidikan, mata pencaharian, kepemilikan lahan, perekonomian keluarga) 2. Jenis, volume, sumber, potensi, metode pengambilan, pengangkutan dan penyimpanan kayu bakar yang di konsumsi. 3. Biaya pengadaan kayu bakar dihitung berdasarkan harga pasar dan biaya berdasarkan konversi upah buruh harian yang berlaku di lokasi penelitian. Data sekunder adalah data yang menyangkut keadaan lingkungan baik fisik, sosial ekonomi masyarakat dan data lain yang berhubungan dengan obyek penelitian yang tersedia baik di tingkat desa, kecamatan maupun instansi lain. Data sekunder diperoleh melalui literatur, terdiri dari : a. Keadaan umum lokasi penelitian meliputi : letak, keadaan fisik lingkungan.

34 20 b. Keadaan umum pendududuk, meliputi : pendididikan, kebudayaan, jumlah pendududuk, tingkat kesejahteraan petani. c. Dinas atau instansi terkait seperti : pemerintah desa dan pengelola Hutan Pendidikan Gunung Walat. 3.8 Metode Pengolahan Data Analisis data dilakukan secara desktriptif yaitu untuk mengetahui pola konsumsi kayu bakar, sumber pemenuhan kayu bakar oleh rumah tangga dan hubungan kondisi sosial ekonomi rumah tangga dengan konsumsi kayu bakar. 1. Volume kayu bakar yang digunakan Penetapan jumlah konsumsi dan jenis yang dipakai untuk bahan bakar di tetapkan dengan pengamatan langsung. Penetapan angka volume dilakukan dengan mengukur dimensi kayu yang siap dijadikan bahan bakar dalam bentuk ikatan. Satu ikat setara dengan 0,097 Sm. 2. Pengukuran potensi kayu bakar di kebun Pengukuran ini dilakukan dengan membuat plot dengan luas 0,02 ha (r = 7,98 m). Pengukuran dilakukan terhadap pohon yang berdimeter diatas 10 cm keatas. Berdasarkan Gulbrandsen (1977) dalam Hamzah (1979), penyebaran biomassa kayu terdiri dari kayu pucuk (10-15%), kayu dahan dan ranting (25-30%), kayu tunggak atau akar (10-15%) dan kayu batang (50-55%). Melihat penyebaran biomassa dapat ditentukan potensi kayu bakar adalah 50% dari potensi setiap pohon yang ada. Rumus yang digunakan V = lbds x t x f Keterangan : V = Volume pohon lbds = Luas bidang dasar pohon pada ketinggian 1,3 m t = Tinggi pohon dari pangkal sampai ujung f = Angka bentuk disini dipakai 0,6 untuk jenis buah dan 0,7 untuk kayu pertukangan

35 21 3. Model Hubungan Antara Tingkat Konsumsi Kayu Bakar Rumah Tangga dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap konsumsi kayu bakar rumah tangga dianalisis menggunakan regresi liner (liniear regresion model). Analisis ini digunakan untuk meramalkan suatu variabel (variabel dependent) berdasarkan suatu variabel lain (variabel independent) dalam persamaan linier. Model umum persamaan sebagai berikut : y=a+b 1 x 1 +b 2 x 2 +b 3 x 3 +b 4 x 4 +e Keterangan : y = Peubah tak bebas yaitu dugaan jumlah konsumsi kayu bakar per waktu (Sm/bulan) a = Intercept b = Koefisien regresi variabel ke i e = Pengaruh acak (disturbance term) x = Peubah bebas (faktor-faktor yang berpengaruh terhadap jumlah konsumsi kayu bakar Peubah-peubah bebas (x i ) yang dianggap berpengaruh terhadap peubah tak bebas (jumlah konsumsi kayu bakar per satuan waktu) adalah sebagai berikut : y = Konsumsi kayu bakar (sm/bulan) x1 = Jumlah anggota keluarga (jiwa) x2 = Pendapatan keluarga (Rp/bulan) x3 = Potensi lahan milik (m 3 /ha) x4 = Substititusi bahan bakar (gas) (Rp/bulan) x5 = Jarak dari hutan (m) Pengujian hipotesis dilakukan dengan varian (ANOVA). Cara pengujian menggunakan statistik (Minitab 14) pada taraf kepercayaan 95% (α = 0,05). Jika F- hitung lebih besar dari pada F tabel maka Ho ditolak, jika F hitung lebih kecil dari F tabel maka Ho diterima dengan hipotesis sebagai berikut : Ho = XI=X2=X3=X4=X5=0 HI = Xi 0, Untuk i tertentu atau setidaknya ada satu Xi 0

36 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4. 1 Keadaan Umum Desa Hegarmanah Letak Dan Batas Desa Hegarmanah memiliki luas 1.488,33 ha yang terletak dibagian Selatan HPGW termasuk dalam wilayah Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, yang mengalami pemekaran wilayah. Adapun batas-batas Desa Hegarmanah adalah sebagai berikut: a. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Batununggal, Kecamatan Cibadak b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Bojongkembar, Kecamatan Cikembar c. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Cicantayan dan Sukadamai, Kecamatan Cicantayan d. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Sukamulya dan Desa Sekarwangi, Kecamatan Cikembar Kondisi Fisik Wilayah Topografi Desa Hegarmanah memiliki bentang lahan yang bervariasi mulai dari datar sampai pegunungan, dengan persentase masing-masing yaitu dataran rendah 29,96%, berbukit 1,88% dan dataran tinggi atau pegunungan 68,16%. Sebagian lahan desa berupa perbukitan dan pegunungan dengan luas 1.042,33 ha dan sisanya berupa dataran seluas 446 ha. Ketinggian tempat terletak pada mdpl. Desa Hegarmanah mempunyai iklim B (basah) dengan nilai Q = 14,3%-33% dan banyaknya curah hujan tahunan berkisar antara mm. Suhu mínimum pada malam hari adalah 22 o C, sedangkan suhu maksimum pada siang hari adalah 30 o C. Adapun jenis tanah dilokasi penelitian adalah podsolik merah kuning, latosol dan litosol dengan tekstur pasiran.

37 Tata Guna Lahan Dan Struktur Pemilikan Lahan Fungsi utama lahan yang ada di Desa Hegarmanah adalah sebagai lahan pertanian, perkebunan dan kehutanan yang meliputi sawah tadah hujan, perkebunan rakyat, perkebunan swasta, perikanan darat dan hutan lindung. Penggunaan lahan secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Tata guna lahan di Desa Hegarmanah Pola penggunaan lahan Luas (ha) Persentase (%) Perkampungan 23 1,55 Hutan lindung ,12 Ladang dan kebun rakyat 828,46 55,66 Perkebunan swasta 130 8,73 Sawah 121 8,13 Sarana umum 26 1,75 Perikanan darat 0,87 0,06 Total 1488,33 100,00 Sumber : Potensi Desa Hegarmanah Tahun 2008 Kehidupan agraris melekat pada masyarakat Desa Hegarmanah, oleh sebab itu kepemilikan lahan pertanian menjadi penentu pendapatan keluarga dan juga menjadi ukuran kekayaan. Kepemilikan lahan pertanian di masyarakat relatif sempit bahkan ada yang tuna kisma (tidak memiliki lahan pertanian) sebesar 31,07%, pemilik lahan pertanian <1 ha sebesar 66,73% dan pemilik lahan pertanian 1-5 ha sebesar 2,2%. Struktur kepemilikan lahan pertanian bisa dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Struktur kepemilikan lahan pertanian di Desa Hegarmanah Pemilikan lahan Jumlah (KK) Persentase (%) Tidak memiliki lahan ,07 < 1 ha , ha 53 2, ha - - > 10 ha - - Total rumahtangga petani ,00 Sumber : Potensi Desa Hegarmanah Tahun 2008

38 Kependudukan Jumlah penduduk Desa Hegarmanah pada tahun 2008 adalah jiwa terdiri dari (49,89%) jiwa laki-laki dan (50,1%) jiwa perempuan dengan jumlah kepala keluarga (KK) dan mempunyai kepadatan penduduk 480 jiwa/km 2. Menurut BPS (2009), umur produktif adalah usia antara tahun. Bila diklasifikasikan kedalam usia sebesar 24,27% termasuk usia belum produktif (0-14 tahun), 64,88% termasuk dalam kategori usia produktif (15-64 tahun), dan 10,85% termasuk dalam kategori tidak produktif (> 64 tahun). Banyaknya penduduk usia produktif dapat berimplikasi pada kesempatan kerja yang tersedia, dimana peningkatan atau pertumbuhan penduduk ternyata tidak diimbangi dengan ketersediaan kesempatan kerja (lapangan pekerjaan) di desa. Adapun distribusi jumlah penduduk Desa Hegarmanah menurut umur dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Distribusi penduduk Desa Hegarmanah menurut umur Umur (tahun) Jumlah (jiwa) Persentase (%) , ,88 > ,85 Total ,00 Sumber : Potensi Desa Hegarmanah Tahun 2008 Rasio ketergantungan total adalah 56,7% artinya setiap 100 orang yang berusia kerja mempunyai tangggungan sebesar 56,7 orang belum produktif dan tidak produktif lagi. Rasio sebesar 56,7% disumbangkan oleh 38,03% rasio ketergantungan penduduk muda dan 18,66% rasio kertergantungan penduduk tua Mata Pencaharian Sebagian penduduk bermatapencaharian dibidang pertanian baik sebagai petani maupun sebagai buruh tani sebesar 18,44%. Ada juga yang bekerja sebagai guru swasta, pedagang, wiraswasta, karyawan swasta, pegawai negeri, peternak, pensiunan, jasa pengobatan, perajin sebesar 24,62%. Gambaran penduduk Desa Hegarmanah berdasarkan jenis pekerjaan dapat dilihat pada Tabel 5.

39 25 Usia produktif Desa Hegarmanah sangat tinggi sebesar 64,88% tetapi tidak diimbangi adanya lapangan kerja di desa. Hal ini menimbulkan masalah berupa pengangguran sebesar 40,44%. Penduduk yang menganggur merupakan angkatan kerja dengan jumlah laki-laki jiwa dan perempuan. Sementara itu untuk mengatasi sempitnya lapangan kerja yang ada, banyak dari penduduk yang melakukan transmigrasi, bekerja diluar desa disektor pertanian maupun non pertanian, bahkan ada beberapa penduduk yang ikut sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dengan tujuan negara-negara timur tengah. Bagi penduduk yang menetap di desa mereka dapat tetap bekerja disektor pertanian maupun non pertanian seperti: buruh tani, guru, pedagang, perajin. Jumlah penduduk yang tidak mendapatkan kesempatan kerja dan tidak merantau ketempat lain cukup banyak sehingga menimbulkan berbagai masalah sosial, seperti banyaknya pengangguran. Tabel 5 Distribusi matapencaharian penduduk Desa Hegarmanah Jenis matapencaharian Jumlah (jiwa) Persentase (%) Petani 599 8,04 Buruh tani ,40 Buruh non tani 46 0,62 Pegawai negeri 20 0,27 Guru swasta 115 1,54 Jasa pengobatan 62 0,83 Pedagang 190 2,55 Peternak 430 5,77 Perajin 125 1,68 Pensiunan 16 0,21 Wiraswasta 500 6,71 Karyawan swasta 330 4,43 Pengangguran ,44 Pelajar dan mahasiswa ,50 Total ,00 Sumber : Potensi Desa Hegarmanah Tahun Pendidikan Sebagian besar penduduk Desa Hegarmanah memiliki tingkat pendidikan yang masih rendah, hal ini dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan Tabel tersebut

40 26 persentase penduduk berpendidikan SD sebesar 32,17%, tamatan SLTP dan SLTA atau sederajatnya sebesar 46%, sedangkan tamatan akademi dan perguruan tinggi sebesar 0,74%, bahkan ada penduduk yang tidak pernah sekolah sebesar 4,13% Tabel 6 Tingkat pendidikan penduduk Desa Hegarmanah Jenis pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%) Belum sekolah 552 7,56 Tidak pernah sekolah 302 4,13 Tidak tamat SD 646 8,84 Tamat SD ,17 Tamat SLTP/sederajat ,33 Tamat SLTA/sederajat ,22 Tamat akademi/sederajat 27 0,37 Tamat perguruan tinggi/sederajat 27 0,37 Total ,00 Sumber : Potensi Desa Hegarmanah Tahun 2008 Sarana pendidikan yang ada di desa cukup memadai namun ada beberapa sekolah yang kondisinya cukup memprihatinkan (bangunanya rusak). Jumlah sarana pendidikan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Sarana pendidikan di Desa Hegarmanah Jenis Jumlah (unit) Persentase (%) TK 1 4,76 SD/MI 5 23,81 SLTP/MTS 2 9,52 SLTA/MA 1 4,76 Diniyah 12 57,14 Total Sumber : Potensi Desa Hegarmanah Keadaan Umum HPGW Secara administratif wilayah HPGW termasuk dalam Kecamatan Cicanyatan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat. Tepatnya secara astronomis terletak LS dan BT. Berdasarkan wilayah kehutanan termasuk dalam wilayah BKPH Gede Barat, KPH Sukabumi, Perum Perhutani Unit III Jawa Barat. Desa-desa yang terletak dan berdekatan dengan

41 27 HPGW adalah Desa Batununggal dan Sekarwangi (di bagian utara), Desa Cicantayan (di bagian timur), Desa Hegarmanah (di bagian selatan) dan Desa Hegarmanah (di bagian barat). Luas wilayah HPGW adalah 359 ha yang terdiri dari tiga blok, yaitu blok Cikatomas (areal sebelah timur) dengan luas 120 ha, blok Cimenyan (areal sebelah barat) dengan luas 125 ha, dan blok Tanggalak/Seusupan (areal bagian tengah) dengan luas 114 ha. Topografi areal HPGW berbukit dimana bagian utara memiliki kelerengan yang cukup curam dan agak melandai ke sebelah barat dan selatan. Berdasarkan peta tanah HPGW skala 1: tahun 1981, jenis tanah Gunung Walat adalah keluarga Tropophumult Tipik (Lotosol merah kekuningan), Tropodult (Latosol coklat), Dystropept Tipik (Podsolik merah kekuningan) dan Troporpent Lipik (Latosol). Keadaan ini menunjukkan bahwa tanah di HPGW bersifat heterogen. Tanah Latosol merah kekuningan adalah jenis tanah yang terbanyak sedangkan di daerah berbatu hanya terdapat tanah Latosol dan di daerah lembah terdapat tanah Podsolik. Daerah HPGW mempunyai tipe Iklim B (basa) dengan nilai Q = 14,3%-33% dan banyaknya curah hujan tahunan berkisar antara mm (Lampiran 15). Suhu minimum 22 0 C untuk malam hari, sedangkan suhu maksimum pada siang hari 30 0 C. HPGW memiliki beberapa aliran sungai yang umumnya mengalir ke arah Selatan dan berair sepanjang tahun yaitu anak sungai Cipeureu, Citangkalak, Cikabayan, Cikatomas dan Legok Pusar. Sebagai kawasan hutan yang memiliki tujuan khusus sebagai hutan pendidikan dan sarana praktek mahasiswa. HPGW ditunjang dengan potensi tegakan yang terdiri dari berbagai jenis pohon diantaranya puspa (Schima walichii), pinus (Pinus merkusii), (Pinus caribaea) (Pinus oocarpa), mahoni (Swietenia macrophylla), damar (Agathis loranthifolia), sonokeling (Dalberigia latifolia), rasamala (Altingia exselsa), akasia (Acacia auriculiformis) dan jenis yang lainya (Lampiran 13) serta beberapa jenis tumbuhan asli. HPGW terbagi kedalam tiga sub populasi, yaitu berupa tegakan pinus murni, tegakan agathis murni dan tegakan campuran. Pengertian tegakan murni dalam hal ini

42 28 apabila dalam tegakan tersebut volumenya 75% didominasi oleh salah satu jenis pohon. Potensi tegakan dengan menggunakan metode systematic line sampling untuk tegakan pinus adalah 344,15 m 3 /ha, tegakan agathis 369,18 m 3 /ha dan tegakan campuran sebesar 313,2 m 3 /ha (Arini, 2003). Selain pepohonan terdapat juga jenis paku-pakuan, epifit dan berbagai jenis rerumputan. Berbagai jenis paku-pakuan dapat dikonsumsi sebagai bahan pangan dan beberapa spesies merupakan tanaman hias. Begitu pula jenis epifit beberapa merupakan tanaman hias. Sementara itu beberapa rerumputan selain dimanfaatkan sebagai pakan ternak juga ada yang berfungsi sebagai tanaman hias. HPGW merupakan habitat dari berbagai jenis satwa liar diantaranya musang (Paradoxurus hermaphroditus), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), bajing (Callosiurus sp.), babi hutan (Sus scropa) dan beberapa jenis burung seperti kutilang (Pycononotus avrigaster), perkutut (Geopelia striata), burung madu (Rectania jugularis peceolaris) (Sugiarto 1993 dalam Roslinda 2002)

43 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristrik Responden Kelompok Umur Umur responden dalam penelitian ini berkisar antara tahun. Jika dilihat dari sebaran responden terlihat bahwa responden yang berusia antara tahun menempati urutan tertinggi dengan persentase sebesar 38,33% (23 responden). Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar responden berada pada usia produktif. Menurut BPS (2009), umur produktif adalah usia antara tahun, jadi dapat disimpulkan bahwa sebagian besar umur responden adalah usia produktif. Gambar 4 Distribusi responden berdasarkan umur Umur responden akan berpengaruh terhadap kemampuan fisik untuk bekerja baik di sektor pertanian maupun non pertanian. Responden yang berusia tahun dapat meningkatkan hasil pendapatan rumah tangga dengan usaha sampingan. Seorang dengan umur tahun masih memiliki tenaga untuk berusaha pada bidang lainnya. Responden dengan umur > 60 tahun dapat meningkatkan pendapatan

44 30 dengan usaha sampingan walaupun usaha yang dilakukan tidak semaksimal usia tahun Mata Pencaharian Mata pencaharian responden sangat beragam. Responden ternyata tidak mengandalkan penghasilannya pada satu sumber melainkan mereka memiliki pekerjaan sampingan. Mata pencaharian utama yang paling banyak digeluti oleh responden adalah 56,67% (34 responden) sebagai buruh (buruh tani, penebang, bangunan, dan perkebunan). Mata pencaharian sampingan yang paling banyak digeluti adalah perajin bilik dan pedagang. Kerajinan bilik sudah turun temurun merupakan pekerjaan warisan. Sementara itu hasil yang diperdagangkan adalah hasil kebun berupa buah-buahan. Tabel 8 Distribusi responden berdasarkan pekerjaan utama. Pekerjaan Utama Jumlah (KK) Persentase (%) Buruh 34 56,67 Ojek 2 3,33 Pedagang 6 10,00 Petani 12 20,00 Perajin 6 10,00 Total ,00 Banyaknya responden yang bekerja sebagai buruh menunjukan sempitnya kepemilikan sumberdaya lahan. Kepemilikan lahan banyak dikuasai oleh keluarga di luar dusun yang menjadi obyek penelitian. Berdasarkan Gambar 4, diketahui bahwa umur responden berada pada usia produktif. Tetapi usia yang produktif tidak ditunjang dengan adanya lapangan kerja yang memadai sehingga banyak kaum muda lebih memilih merantau ke tempat lain. Mereka dapat bekerja sebagai buruh bangunan karena rendahnya kualitas sumberdaya mereka Tingkat Pendidikan Pendidikan merupakan salah satu faktor pembentuk pola pikir seseorang dalam menyikapi perubahan. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang akan

45 31 memiliki daya adaptasi yang cepat terhadap perubahan yang ada. Tingkat pendidikan juga menentukan kelas sosial dalam masyarakat. Semakin tinggi pendidikan maka status sosialnya akan tinggi. Kemudahan dan peluang untuk mendapatkan pekerjaan yang layak pun terbuka lebar. Hasil wawancara dengan responden menunjukan bahwa tingkat pendidikan responden masih rendah yaitu sebesar 72% (43 responden) tidak tamat SD, 28% (17 responden) tamat SD dan tidak ada responden yang tamat SLTP atau sederajatnya dan yang lebih dari itu. Perincian tingkat pendidikan responden disajikan pada Tabel 9. Tabel 9 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat Pendidikan Jumlah (KK) Persentase (%) Tidak tamat SD 43 72,00 SD 17 28,00 Total ,00 Keadaan sosial ekonomi keluarga sangat mempengaruhi tingkat pendidikan. Biaya sekolah dan kondisi yang serba kekurangan menuntut mereka untuk bekerja membantu perekonomian keluarga. Rendahnya tingkat pendidikan juga dipengaruhi oleh rendahnya kesadaran masyarakat dan kurangnya sarana prasarana pendidikan yang ada Jumlah Anggota Keluarga Responden memiliki jumlah anggota keluarga antara 2-8 orang. Rumah tangga yang memiliki jumlah anggota keluarga antara 3-6 orang sebesar 90% (54 responden). Rumah tangga yang memiliki jumlah anggota keluarga < 3 dan > 8 masing-masing 5% (3 responden). Distribusi selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Jumlah anggota keluarga responden Jumlah anggota keluarga (jiwa) Jumlah (KK) Persentase (%) < 3 3 5, ,00 > 6 3 5,00 Total ,00

46 32 Besar kecilnya jumlah anggota keluarga sangat berpengaruh terhadap volume kayu bakar yang digunakan. Hal ini karena semakin banyak anggota keluarga konsumsi akan makanan semakin meningkat dalam hal kapasitas bahan makanan Keadaan Tempat Tinggal Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap rumah tangga di Desa Hegarmanah diketahui bahwa responden mempunyai luas bangunan rata-rata sebesar 41 m 2. Rumah sebagian besar bahan bangunannya terbuat dari kayu dan bambu (rumah pangggung) sebesar 63,33%, sedangkan sisanya terbuat dari tembok dan beton sebesar 36,67%. Perbedaan bentuk rumah ternyata tidak memberikan perbedaan pendapatan ataupun perbedaan tingkat sosial, karena jika dilihat dari pekerjaan dan pendapatan tidak jauh berbeda. Hal ini karena rumah responden yang permanen adalah hasil yang didapat dari bekerja sebagai TKI. (a) (b) Gambar 5 Kondisi dusun (a) dan Rumah responden (b)

47 33 Tabel 11 Keadaan rumah responden Keadaan rumah responden Jumlah (KK) Persentase (%) 1. Bangunan a. permanen 22 36,67 b. tidak permanen Dinding rumah a. tembok 16 26,67 b. bilik 38 63,33 c. setengah tembok 6 10,00 3. Lantai a. plester 12 20,00 b. bilik 38 63,33 c. keramik 10 16,67 4. Asal perolehan a. warisan - - b. beli - - c. membangun sendiri ,00 5. Penerangan a. listrik 57 95,00 b. minyak tanah 3 5,00 Sumber penerangan rumah responden berupa listrik sebesar 95% dan 5% menggunakan lampu minyak tanah. Rumah tangga responden yang menggunakan listrik sebesar 95% dan 5% menggunakan minyak tanah sebagai penerangan rumah. Sumber air yang digunakan oleh responden adalah sumber mata air berupa sumur 31% dan mata air 69% yang langsung diperoleh dari mata air HPGW yang dialirkan ke tempat umum seperti masjid atau mushola untuk dipakai bersama-sama. Sementara itu untuk sarana Mandi Cuci Kakus (MCK) 100% responden menggunakan sarana kelompok yang dikelola bersama seperti empang atau masjid yang dilengkapi sarana MCK. Bahan bakar yang digunakan sebagai energi rumah tangga adalah kayu bakar dan gas. Jumlah rumah tangga yang hanya menggunakan minyak tanah tidak ada, kombinasi kayu bakar dan gas 53,33% dan hanya kayu bakar 46,67%. Sebagai sarana mobilitas dari satu tempat ketempat lain mereka menggunakan sepeda motor (ojek), sisanya jalan kaki. Hal ini karena topografi yang bervariasi mulai dari datar sampai gunung, dengan persentase masing-masing sebagai berikut dataran rendah 29,98%,

48 34 berbukit 1,88% dan dataran tinggi atau pegunungan 68,16% Kepemilikan Lahan Rata-rata responden memiliki lahan dengan luas 0,187 ha. Sebagian besar responden mendapatkan lahan dari warisan orang tua mereka. Berdasarkan Tabel 12, terlihat bahwa sebagian besar responden memiliki lahan dengan luas kurang dari 0,25 sebanyak 36 KK (60%). Responden yang memiliki lahan 0,25 0,5 ha sebanyak 17 KK (26,67%), 2 KK atau (3,33%) responden memiliki lahan > 0,5 ha dan 6 KK tidak memiliki lahan (Lampiran 2). Tabel 12 Jumlah dan persentase responden berdasarkan luas lahan Luas lahan (ha) Jumlah (KK) Persentase (%) Tidak memiliki 6 10,00 < 0, ,25-0, > 0,5 2 3,33 Total ,00 Pemilikan lahan merupakan indikator kondisi sosial ekonomi masyarakat. Semakin besar kepemilikan aset maka semakin sejahtera suatu rumah tangga. Kepemilikan aset yang paling menentukan di Desa Hegarmanah adalah kepemilikan lahan. Struktur kepemilikan lahan responden terdiri dari sawah, pekarangan, kebun campuran dan empang. Penggunaan lahan responden terbesar dalam bentuk pekarangan 81,67%, kebun campuran 66,67%, dan hanya sebagian berupa sawah 38,33% serta empang 5% ( Tabel 13 ) Tabel 13. Rata-rata luas pengunaan lahan responden Tipe Penggunaan Lahan Jumlah KK (%) Luas rataan (ha) Sawah 23 38,33 0,034 Pekarangan 49 81,67 0,025 Kebun 40 66,67 0,196 Empang 3 5,00 0,010

49 35 Komposisi tanaman yang ada di lahan milik sangat mendukung perekonomian keluarga. Masyarakat tidak menanam satu jenis tanaman tertentu di lahan milik tetapi mereka mengkombinasikan tanaman perkayuan, buah-buahan dengan tanaman pangan. Jenis dan fungsi tanaman di lahan milik bisa dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Jenis tanaman dan fungsi tanaman di lahan milik Tipe lahan Lokasi Jenis tanaman Fungsi Pekarangan depan, Rambutan (Nephelium lappaceum) Buah-buahan samping Durian (Durio zibethinus) Buah-buahan dan Alpukat (Avocado sp) Buah-buahan belakang Nangka (Arthocarpus integra) Buah-buahan rumah Pisang (Musa sp) Buah-buahan Nanas (Ananas sp) Buah-buahan Kopi (Coffea sp) Perkebunan Hanjuang (Dracanea fragrans) Hiasan Singkong (Manihot esculenta) Pangan Kapol (Ammomum sp) Rempah- rempah Jengkol (Pithecolobium jiringa) Sayuran Suji (Ploemente sp) Hiasan Kebun lahan Kelapa (Coconus nucifera) Buah-buahan Campuran milik Rambutan (Nephelium lappaceum) Buah-buahan sekitar Manggis (Garcinia manggostana) Buah-buahan HPGW Bambu (Bambusa sp) Buah-buahan Nanas (Ananas sp) Buah-buahan Pala (Myristica fragrans) Rempah- rempah Kapol (Ammomum sp) Rempah- rempah Sengon (Paraserianthes falcataria) Kayu Manii (Meisopsis eminii) Kayu Mahoni (Swietenia macrophylla) Kayu Bacang (Mangifera foetida) Buah-buahan Aren (Arenga pinnata) Non kayu Kopi (Coffea sp) Perkebunan Singkong (Manihot esculenta) Pangan Talas (Colocasia esculentum) Pangan Sumber : Data Primer, 2009 dan Data Sekunder (Rohilah, 2003) Berdasarkan penelitian Hutomo (2002), profil kebun campuran yang ada di Desa Hegarmanah terbagi dalam tiga strata. Pada strata terbawah (dibawah 3 meter) di dominasi oleh tanaman singkong (Manihot esculenta), nanas (Ananas sp), teh

50 36 (Camelia sinensia). Staratum kedua (4-15 m) di dominasi oleh tanaman pisang (Musa sp), pala (Myristica fragrans), manggis (Garcinia manggostana), duku (Lansium domesticum), kapulaga (Ammomum sp), jeruk (Citrus sp), jengkol (Pithecolobium jiringa), kedongdong (Spondias dulcis) dan pepaya (Carica papaya). Stratum tertinggi dapat mencapai (16-30 m), didominasi oleh tanaman keras seperti sengon (Paraserianthes falcataria), kelapa (Cocos nucifera), aren (Arenga pinnata) dan afrika (Meisopsis eminii). Kehidupan masyarakat Hegarmanah sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkunganya. Kondisi fisik dan potensi sumberdaya lingkungan yang ada membuat masyarakat menggantungkan hidupnya pada pengelolaan agroforestri baik di lahan milik maupun di hutan. Selain sebagai salah satu sumber nafkah keluarga agroforestri juga berperan dalam penyediaan bahan bakar, rumput, dan sumber air bagi masyarakat setempat Kepemilikan Ternak Kehidupan masyarakat Desa Hegarmanah mengandalkan pada sektor pertanian. Selain sawah, kebun campuran, pekarangan, dan empang terdapat peternakan. Peternakan memberikan kontribusi yang besar terhadap pendapatan keluarga. Masyarakat memelihara ternak sebagian besar sebagai tabungan keluarga walaupun ada yang bertujuan untuk konsumsi keluarga. Sebagai tabungan artinya mereka akan menjual sewaktu-waktu apabila mereka membutuhkan uang dalam jumlah besar. Sistem pemeliharaan ternak dalam masyarakat setempat berlaku sistem maro/bagi hasil. Sistem ini memberikan tanggungjawab sepenuhnya kepada petani pemelihara. Setelah beranak atau dijual, hasilnya dibagi dua antara pemilik dengan pemelihara. Tabel 15 Jumlah kepemilikan ternak responden Jenis Ternak Jumlah (KK) Banyaknya Ternak Milik Sendiri Bagi hasil Kambing Kelinci Unggas Total

51 Kondisi Perekonomian Keluarga Pendapatan Rumah Tangga Pendapatan rata-rata usaha tani memberikan kontribusi sebesar Rp per tahun (46,4%) dari total pendapatan rumah tangga (Lampiran 3). Kontribusi pendapatan usaha tani terhadap pendapatan total rumah tangga mulai dari yang terbesar hingga yang terkecil adalah sawah 18,63%, ternak 14,12%, pekarangan dan kebun 12,35%, serta empang sebesar 1,30%. Hasil dari sawah berupa padi memberikan kontribusi terbesar tetapi hasil yang ada tidak diperjualbelikan karena hanya untuk konsumsi keluarga. Pendapatan dari pekarangan dan kebun terdiri dari hasil buah-buahan dan hasil kayu. Sementara itu untuk pendapatan ternak yang memberikan kontribusi besar adalah jenis ternak kambing tetapi usaha ini masih berskala kecil. Pendapatan lainnya adalah empang yang diperoleh sepanjang tahun tetapi ketika musim kemarau debit air dari HPGW kecil sehingga usaha ini hanya dapat dilakukan masyarakat yang berdekatan dengan sumber mata air. Pendapatan dari usaha pertanian selain sebagai konsumsi keluarga juga sebagai tabungan keluarga. Pendapatan usaha non pertanian memberikan kontribusi sebesar 53,60% dari total pendapatan rumah tangga pertahun (Lampiran 4). Hal ini disebabkan jenis usaha yang dikerjakan oleh responden cukup variatif sehingga setiap responden tidak terpaku pada satu kegiatan. Disamping itu ada usaha tertentu yang bersifat borongan dan melibatkan kelompok. Jenis usaha non tani yang diusahakan responden antara lain: buruh, ojek, pedagang, pengrajin bilik, penjahit dan pembuat arang. Tabel 16 Pendapatan rata-rata rumah tangga per tahun Sumber pendapatan Pendapatan (Rp) Persentase (%) Sawah ,63 Pekarangan ,29 Kebun ,06 Ternak ,12 Empang ,30 Non usaha tani ,60 Total ,00

52 38 Besarnya pendapatan perkapita per tahun dipengaruhi besarnya total pendapatan dan jumlah anggota keluarga dalam rumah tangga. Semakin banyak anggota keluarga, maka pendapatan perkapita semakin kecil. Rata-rata jumlah anggota keluarga responden adalah 4,25 orang. Besarnya pendapatan perkapita terbesar adalah Rp per tahun dan pendapatan per kapita terkecil adalah Rp per tahun. Rata-rata pendapatan per kapita adalah Rp per tahun (Lampiran 5) Pengeluaran Rumah Tangga Pengeluaran rumah tangga responden dibedakan menjadi dua yaitu pengeluaran rumah tangga pangan dan pengeluaran non pangan (Lampiran 6). Pengeluaran rumah tangga pangan digunakan untuk membeli bahan kebutuhan pokok seperti beras, lauk-pauk dan sayuran. Sementara itu pengeluaran non pangan digunakan untuk keperluan sandang, pendidikan, transportasi, kesehatan, penerangan, dan pajak. Tabel. 17 Pengeluaran rata-rata rumah tangga per tahun Jenis Pengeluaran Pengeluaran (Rp) Persentase (%) Pangan ,95 Sandang ,89 Pendidikan ,93 Kesehatan ,73 Transportasi ,81 Penerangan ,35 Usaha tani ,92 Pajak ,41 Total ,00 Berdasarkan tabel diatas pengeluaran rumah tangga terbesar adalah pangan yaitu sebesar 62,95%. Pangan merupakan kebutuhan pokok yang harus dipenuhi setiap hari maka responden selalu mengalokasikan pengeluaran pangan sebagai prioritas utama.

53 39 Adanya anggota keluarga yang masih sekolah dan sering tidaknya anggota rumah tangga sakit mempengaruhi pengeluaran non pangan. Pengeluaran kesehatan sangat kecil yaitu 0,73%, karena sebagian besar responden memiliki bantuan kesehatan yang diberikan pemerintah berupa (Jaminan Kesehatan Masyarakat) Jamkesmas. Pengeluaran transportasi sebesar 15,81% digunakan anak-anak sekolah dan suami, istri ataupun anak yang bekerja di industri garmen. Hal ini karena jarak antara dusun responden dengan sekolah dan industri sangat jauh. Pengeluaran perkapita per tahun adalah hasil bagi antara total pengeluaran selama satu tahun dengan jumlah anggota keluarga. Rata-rata jumlah anggota keluarga responden adalah 4,25 orang. Besarnya pengeluaran perkapita terbesar adalah Rp per tahun dan pengeluaran per kapita terkecil adalah Rp per tahun. Rata-rata pengeluaran per kapita adalah Rp (Lampiran 7) Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Salah satu cara untuk merefleksikan status pembangunan manusia adalah (Human Developmen index) atau disebut juga Index Pembangunan Manusia (IPM). IPM mencakup suatu index komposit yang mencakup tiga bidang pembangunan manusia yang dianggap sangat mendasar yaitu usia hidup (logetivity), pengetahuan (knowledge), dan standar hidup layak (decent living) (Pemda Sukabumi, 2009). IPM kabupaten Sukabumi tahun 2007 mencapai angka 69,42 yang berarti bahwa IPM Kabupaten Sukabuni termasuk dalam kategori menengah keatas. Pembangunan serta program yang dilakukan pemerintah telah menaikan IPM dari 69,20 pada tahun 2006 menjadi 69,42 pada tahun Peningkatan IPM tersebut berkaitan erat dengan terjadinya peningkatan beberapa indikator komponen IPM diantaranya: rata-rata lama sekolah mencapai 6,67 tahun, angka harapan hidup mencapai 65,94 tahun, angka melek huruf mencapai 96,96% serta daya beli mencapai Rp (Pemda Sukabumi, 2009). Dengan mengetahui nilai IPM kabupaten mengambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat Kabupaten Sukabumi termasuk menengah keatas. Tetapi

54 40 masyarakat Desa Hegarmanah yang berbatasan dengan HPGW menunjukan tingkat kesejahteraan yang kurang, hal ini terlihat dari pemenuhan kebutuhan pangan yang seadanya dan pendidikan anggota keluarga yang rendah. Berdasarkan data potensi desa menunjukkan sebesar 46% atau kepala keluarga tergolong miskin menurut Departemen Komunikasi dan Informasi (Depkominfo), hal ini terlihat dari kepala keluarga mendapatkan kompensasi Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan bantuan beras miskin dari pemerintah. Apabila melihat kriteria penerima BLT salah satunya adalah penghasilan kepala keluarga kurang dari Rp per bulan. Kriteria garis kemiskinan menurut Sayogyo (1977), yaitu : 1. Sangat miskin, yaitu apabila pendapatan per kapita per tahun lebih rendah dari nilai tukar 240 kg beras untuk penduduk pedesaan. 2. Miskin, yaitu apabila pendapatan per kapita per tahun setara dengan nilai tukar kg beras untuk penduduk pedesaan. 3. Hampir cukup, yaitu apabila pendapatan per kapita per tahun setara dengan nilai tukar kg untuk penduduk pedesaan. 4. Cukup, yaitu apabila pendapatan per kapita per tahun lebih rendah dari nilai tukar 480 kg beras untuk penduduk pedesaan. Berdasarkan kriteria garis kemiskinan menurut Sayogyo (1977), menunjukkan responden pada umumnya termasuk dalam kategori miskin. Pengukuran untuk mengetahui tingkat kesejahteraan dengan menggunakan kriteria Sayogyo dipandang masih relevan. Hal ini karena Sayogyo menggunakan beras sebagai parameter dengan mengkonversi kedalam nilai yang berlaku di lokasi penelitian. Beras merupakan kebutuhan pokok dan nilainya tidak tergantung pada nilai kurs mata uang sehingga pengukuran ini memiliki bias yang relatif kecil. Batas minimum ditentukan berdasarkan besarnya pendapatan per kapita per tahun setara dengan konsumsi beras. Harga beras yang berlaku di lokasi penelitian adalah Rp per kilogram. Harga beras dikalikan dengan jumlah beras yang dikonsumsi masyarakat pada konsep garis kemiskinan Sayogyo memberikan gambaran hubungan antara tingkat pendapatan dengan tingkat kemiskinan yaitu semakin tinggi tingkat pendapatan maka semakin rendah kemiskinanya, begitu juga

55 41 sebaliknya dengan semakin rendah pendapatan, semakin tinggi tingkat kemiskinanya Dari hasil penelitian terlihat bahwa rumah tangga yang tergolong sangat miskin sebesar 17 responden (28,33%), dan 14 responden (23,33) tergolong miskin. Hampir seperempat dari responden berdasarkan kriteria ini tergolong cukup 14 responden (23,33%) (Lampiran 8). Tabel 18 Tingkat kesejahteraan responden Kriteria Jumlah (KK) Persentase (%) Sangat miskin 17 28,33 Miskin 14 23,33 Hampir miskin 15 25,00 Cukup 14 23,33 Total ,00 Pengukuran tingkat kesejahteraan dengan hanya menggunakan satu sisi sebagai pendekatan tentunya memiliki kelemahan. Oleh karena itu, sebagai pembanding dalam penelitian ini akan dilihat struktur pendapatan dan pengeluaran responden. Keseimbangan pendapatan dan pengeluaran diperoleh dari selisih antara pendapatan dan pengeluaran responden selama satu tahun. Tabel 19 memberikan gambaran meskipun selisih pendapatan dan pengeluaran responden sebesar 73,33% keluarga surplus tetapi ada 26,67% responden yang tingkat pengeluaranya lebih tinggi dari pada pendapatanya. Tabel 19 Keseimbangan pendapatan dan pengeluaran responden Keseimbangan Jumlah (KK) Persentase (%) Surplus 44 73,33 Seimbang 0 0,00 Defisit 16 26,67 Total , Pola Komsumsi Kayu Bakar

56 Konsumsi Kayu Bakar Masyarakat Desa Hegarmanah sebagian besar adalah petani dan buruh tani, hasilnya dikonsumsi secara pribadi (subsisten). Konsumsi energi utama rumah tangga adalah kayu bakar dan gas. Kayu bakar dan gas terutama digunakan untuk keperluan memasak nasi, sayur, lauk pauk dan air. Waktu yang diperlukan untuk memasak mulai dari menyalakan api sampai selesai dalam sekali masak sekitar satu sampai satu setengah jam. Hal ini karena masyarakat desa hanya mengkonsumsi lauk-pauk seadanya berupa ikan asin dan sayuran dari kebun. Pola masak yang dilakukan masyarakat dalam sehari rata-rata sebanyak dua kali, yaitu pada pagi pukul WIB dan sore hari pada pukul WIB sedangkan pola makan sebanyak dua sampai tiga kali yaitu pagi, siang dan malam hari. Proses menyalakan kayu menjadi bara api, biasanya dibantu menggunakan minyak tanah. Mahalnya minyak tanah menyebabkan masyarakat hanya menggunakan daun kelapa atau pelepah bambu untuk menyalakan kayu menjadi api. Proses menyalakan api tidak membutuhkan waktu lama sekitar tiga menit karena kayu yang digunakan umumnya memiliki kadar air yang rendah. Konsumsi kayu bakar tidak hanya dikonsumsi oleh rumah tangga, tetapi industri rumah tangga (gula aren, tape, arang dan batu bata di Desa Cicantayan). Konsumsi kayu bakar yang digunakan rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20 Konsumsi kayu bakar rumah tangga Sumber energi keluarga Konsumsi/kapita/tahun Dusun Kombinasi kayu bakar (kayu bakar dan gas) Sm m 3 Cipeurue ,65 1,01 Bojongwaru 3 2 2,87 1,09 Sindang 3 3 2,33 0,89 Citalahab 1 8 2,07 0,79 Sampay 1 4 2,85 1,08 Nanggerang ,82 1,07 Total ,59 5,92 Rata-rata 2,60 0,99 Keterangan : 1 Sm setara dengan 0,38 m 3 Kayu bakar : hanya menggunakan kayu bakar untuk energi rumah tangga

57 43 Kombinasi : kombinasi antara kayu bakar dan gas dengan perbandingan 1: Bentuk Kayu Bakar Bentuk kayu bakar yang dikonsumsi rumah tangga dan industri rumah tangga adalah rencek berupa ranting dan cabang dengan diameter 2-8 cm, serta kayu belahan. Kayu bakar ini diperoleh dari hutan dan kebun milik dengan cara memanfaatkan pohon yang tumbang atau mati. Masyarakat tidak membeli kayu dari industri penggergajian karena mahal harganya. Industri penggergajian lebih sering menjual limbah gergajian pada industri batu bata yang berada di Desa Cicantayan dan industri gula merah di Desa Salagombong, Kecamatan Cicantayan Waktu Pengambilan Kayu Bakar Pengambilan kayu bakar di hutan umumnya dilakukan pada pagi hari setelah mereka menyelesaikan pekerjaan rumah, yaitu sekitar pukul WIB. Diperlukan waktu dua sampai tiga jam untuk mendapatkan satu pikul kayu bakar. Volume yang diperoleh bila pengambilan dilakukan kaum ibu sebanyak satu ikat sedangkan kaum bapak sebanyak dua ikat. Bagi masyarakat penggarap lahan di HPGW mereka akan mencari kayu bakar setelah aktifitas di lahan garapan selesai yaitu sekitar pukul WIB. Pengambilan kayu bakar akan mencapai jumlah terbesar pada musim kemarau karena pada musim ini masyarakat tidak memiliki banyak kegiatan seperti bersawah. Pada musim kemarau kayu yang dibawa adalah kayu kering sehingga lebih mudah dan ringan. Masyarakat melakukan pengambilan selama satu minggu penuh apabila mereka akan mengadakan hajatan seperti pernikahan anak atau acara lainnya. Pengambilan kayu bakar di kebun atau di pekarangan tidak ditentukan waktunya karena produksi kayu bakar di lantai kebun sangat jarang hanya rantingranting kecil saja yang jatuh kelantai. Penebangan kayu untuk kebutuhan kayu bakar jarang terjadi karena komposisi kebun sebagian besar adalah jenis buah-buahan yang setiap musim menghasilkan dan dapat menambah pendapatan keluarga. Penebangan hanya pada pohon yang mati atau yang tidak pernah berbuah setiap musim.

58 44 Pengambilan kayu bakar di lahan milik biasanya dilakukan oleh ibu-ibu. Walaupun demikian pengambilan kayu bakar bisa dilakukan siapa saja dalam keluarga baik bapak, ibu maupun anak Alat Pengambilan Kayu Bakar Dalam pengambilan kayu bakar di hutan masyarakat biasanya berkelompok. Satu kelompok terdiri dari tiga sampai delapan orang. Anggota dalam kelompok adalah keluarga atau tetangga. Mereka berkelompok karena pengambilan kayu di hutan beresiko karena adanya binatang pengganggu seperti ular, babi, dan monyet. Hal ini membuktikan bahwa pengambilan kayu bakar tidak lagi dilakukan di lokasi yang dekat pemukiman tetapi telah memasuki daerah di tengah hutan. Alat yang digunakan dalam pengambilan kayu bakar adalah golok dan gergaji. Mereka menggunakan golok untuk merapikan kayu yang didapat dan mencari kayu yang dapat dimanfaatkan dalam hal ini kayu yang masih hidup. Gergaji digunakan untuk memotong cabang dan batang pohon yang tumbang maupun memangkas cabang pohon yang masih hidup. Pada pohon tumbang masyarakat memotongnya menjadi sortimen dengan panjang satu sampai dua meter untuk dibawa pulang kemudian membelah sortimen menjadi kayu bakar. Mereka menggunakan bambu tali atau jenis liana (akar-akaran) yang tubuh liar di dalam hutan sebagai alat ikat Sumber dan Jenis Kayu Bakar Kayu bakar yang digunakan masyarakat berasal dari dua sumber yaitu HPGW dan lahan milik. Status milik diartikan sebagai kebun milik masyarakat dan tidak selalu milik pribadi petani tetapi milik orang lain. Masyarakat yang menggunakan kayu bakar dari HPGW sebesar 49,15% sedangkan yang menggunakan kombinasi antara lahan milik dan hutan 28,81%. Pengambilan kayu bakar dikebun sebesar 22,03%, dilakukan dengan memanfaatkan limbah penebangan dan menebang kayu yang mati atau yang tidak pernah berbuah, hanya ada 1,62% yang memperoleh dari pembelian. Faktor daya beli barang substitusi dan sedikitnya sumber kayu bakar di

59 45 kebun mendorong mereka untuk mengambil kayu bakar di HPGW. Bagi mereka yang memiliki banyak uang akan melakukan pembelian dengan harga Rp /pikul satu pikul setara dengan 0,194 Sm. Gambar 6 Sumber kayu bakar Tempat pengambilan jenis-jenis kayu bakar yang berasal dari HPGW hampir dilakukan diseluruh wilayah HPGW yang meliputi 3 blok yaitu blok Cikatomas (120 ha), blok Cimenyan (125 ha) dan di blok Tanggalak (114 ha). Jika dilihat dari aktifitas pengambilan terbesar oleh masyarakat Hegarmanah, terdapat dua blok utama yaitu blok Cimenyan dan blok Tanggalak karena jaraknya lebih dekat dengan pemukiman. Sementara itu untuk aktifitas pengambilan kayu bakar di blok Cikatomas dilakukan oleh masyarakat dari Dusun Keradenan, Dusun Cijati dari Desa Cicantayan yang jaraknya kurang lebih 1,5 km serta Dusun Genteng dari Desa Batununggal yang berjarak kurang lebih1 km dari batas hutan.

60 46 Gambar 7 Peta tekanan pengambilan kayu bakar. Berdasarkan hasil penelitian-penelitian terdahulu yang pernah di lakukan di tempat yang sama dapat dilihat perbandingan bakardari HPGW sebagai berikut : jenis, cara dan persentase kayu Tabel 21 Komparasi jenis,cara dan persentase kayu bakar dari HPGW. Tahun Jenis kayu bakar dari hutan damar, pinus,puspa,sonokeling, puspa, damar, mahoni, akasia, pinus, afrika, sempur, cente dan harendong Tahun 2002 : Penelitian Emi Roslinda Tahun 2009 : Data primer penelitian Cara pengambilan Persentase (%) memungut ranting, memotong bagian pohon yang mati, memakai galah Memungut ranting, menebang anakan, memangkas ranting dan cabang pohon mati maupun hidup penjarahan pohon rebah, 68,67% dari HPGW; 16,33% kombinasi dan 15% dari luar HPGW 49,15 % dari HPGW; 28,81 % kombinasi dan 22,03 dari luar HPGW

61 47 Jenis yang digunakan bedasarkan data komparasi menunjukan terjadi peningkatan jenis dan cara mendapatkan kayu bakar. Jenis yang paling banyak dimanfaatkan adalah jenis puspa dan damar karena sebagian besar jenis ini keberadaanya dekat dengan pemukiman, sehingga mudah didapat. Kayu puspa juga memiliki berat jenis yang besar 0,69 hal ini berkorelasi dengan kadar kalori yang tinggi 4773 kcal/kg dan tidak menimbulkan asap yang banyak seperti kayu pinus karena mengandung resin. Sementara itu untuk jenis kebun yang dimanfaatkan adalah jenis kayu buah-buahan dan kayu pertukangan. Kayu pertukangan yang paling banyak dimanfaatkan adalah afrika, dan sengon. Sementara itu untuk jenis buahbuahan yang paling banyak dimanfaatkan adalah rambutan. Tabel 22 Jenis dan sumber kayu bakar Jenis Pohon Jumlah Persentase (KK) (%) Sumber Industri Puspa (Schima walichii) 32 53,33 H Mahoni (Swietenia macrophylla) 3 5,00 M Damar (Agathis loranthifolia) 9 15,00 H Akasia (Acacia auriculiformis) 3 5,00 H Pinus (Pinus merkusii) 1 1,67 H Afrika (Meisopsis eminii) 19 31,67 H,M Sengon (Paraserianthes falcataria) 12 20,00 M Harendong raja (Bellucia axinanthera) 6 10,00 H Sempur (Dillenia exelsa) 1 1,67 H Rambutan (Nephelium lappaceum) 11 18,33 M Nangka (Arthocarpus integra) 4 6,67 M Durian (Durio zibethinus) 3 5,00 M Duku (Lansium domesticum) 2 3,33 M Jengkol (Pithecolobium jiringa) 5 8,33 M Bacang (Mangifera foetida) 2 3,33 M Jambu biji (Psidium guajava) 1 1,67 M Cente (Lantana camara) 4 6,67 H Kopi (Coffea sp) 1 1,67 M Teh (Camellia sinensis) 1 1,67 M Keterangan : H (Hutan), M ( Lahan Milik)

62 Cara Pengambilan dan Pengangkutan Kayu Bakar Berdasarkan cara pengambilan kayu bakar dari kebun dan hutan yang dilakukan masyarakat secara garis besar dibedakan menjadi empat macam yaitu : 1. Memungut ranting maupun cabang yang jatuh di lantai hutan. 2. Merencek dengan cara menebang anakan yang tumbuh secara alami dan memangkas cabang serta ranting pohon baik yang sudah kering maupun yang masih hidup. 3. Melakukan penjarahan pada pohon yang roboh. Sebelum ada pengamanan, dalam waktu 5 jam apabila ada pohon roboh dengan diameter sekitar 50 cm akan habis dijadikan kayu bakar. Setelah ada pengamanan mereka memotong dan membawanya pulang untuk dibelah dirumah secara sembunyi-sembunyi. Pengangkutan kayu bakar dari kebun dan hutan dilakukan dengan lima cara yaitu: 1. Dipikul yaitu dua ikat kayu bakar dipikul seimbang dengan menggunakan kayu atau bambu yang diperoleh dengan cara menebang pancang berdiameter sekitar 6 cm. Metode ini dilakukan bapak-bapak, terdiri dari dua cara pikulan yaitu dengan pikulan berdiri dan dengan pikulan terbaring. 2. Digendong yaitu seikat kayu bakar di letakan di punggung dengan alat ikat berupa selendang dilakukan ibu-ibu. 3. Memakai keranjang yaitu kayu disusun rapi dan berdiri dalam keranjang biasanya oleh bapak-bapak setelah berjualan memasarkan hasil kebun 4. Menyunggi, yaitu meletakan seikat kayu bakar diatas kepala, dilakukan oleh bapak-bapak. 5. Memakai sundung yaitu alat pencari rumput yang terbuat dari bambu, masyarakat bisanya mengisinya separuh dengan rumput dan separuh lagi dengan kayu bakar atau mengisi dengan kayu bakar dua-duanya.

63 49 (a) (b) Gambar 8 Pengangkutan kayu bakar dengan pikulan terbaring (a) dan pengangkutan dengan cara disunggi (b) Cara Penyimpanan Kayu Bakar. Ada tiga sistem penyimpanan kayu bakar yang dilakukan masyarakat sebelum digunakan yaitu : 1. Kayu bakar disimpan disamping kanan, kiri maupun belakang rumah dengan membuat patok dengan panjang setengah sampai satu meter, dan tinggi dua meter. Metode penyimpanan ini banyak dilakukan masyarakat yang memiliki lantai rumah berupa plesteran atau bentuk rumah permanen. 2. Kayu bakar disimpan di bawah rumah panggung, masyarakat menyusunnya dengan rapi dísela rumah panggung mereka. Penyimpanan ini lebih baik karena jika hujan turun maka kemungkinan kayu terkena air sangat kecil, berbeda bila kayu diletakan di samping rumah. 3. Penyimpanan kayu di dalam rumah yaitu dengan membuat para-para. Diatas tungku dibuat para-para biasanya berbentuk persegi panjang dengan tinggi dua meter, lebar setengah meter dan jarak satu meter dari tungku atau disesuaikan dengan keadaan dapur. Sebelum kayu digunakan maka selalu melewati penyimpanan ini, karena dengan metode ini masyarakat mengeringkan kayu. Masyarakat menempatkan kayu diatas tungku untuk dua sampai empat hari stok. Dalam penempatannya kayu belahan diletakan paling bawah karena untuk mengeringkannya perlu panas yang cukup.

64 50 (a ) (b) Gambar 9 Penyimpanan kayu bakar di belakang rumah (a) dan penyimpanan diatas tungku (b) 5.4 Dampak Kenaikan Harga BBM Terhadap Konsumsi Kayu Bakar Dampak naiknya BBM tahun menimbulkan masalah bagi pemenuhan kayu bakar sebagai sumber energi. Masyarakat yang dulunya menggunakan kombinasi antara minyak tanah dan kayu bakar beralih menggunakan kayu bakar. Walaupun penambahanya tidak terlalu besar tetapi berpengaruh terhadap volume kayu yang dikonsumsi. Berdasarkan informasi dari pihak HPGW diketahui bahwa tekanan yang sangat terasa dimulai sejak tahun 2008 ketika harga minyak naik dari 2000/liter menjadi 5000/liter.

65 51 Tabel 23 Gambaran pengambilan kayu bakar di HPGW selama kenaikan Harga BBM No Parameter Sebelum krisis energi Setelah kenaikan BBM Setelah adanya Polhut 1 Jumlah orang orang /hari 100 orang/ hari 5-10 orang/hari 2 Klasifikasi pelaku 3 Volume kayu bakar ibu-ibu, anak anak, bapak-bapak ibu-ibu, anak anak didominasi oleh bapak-bapak Bapak-bapak tetapi Didominasi oleh ibu-ibu dan anakanak. 35 ikat/ hari 100 ikat/hari ikat/hari 4 Konsumsi kayu bakar kayu bakar, dijual kayu bakar, dijual 5 Kualitas yang diambil ranting dan pohon tumbang 6 Desa asal Hegarmanah, Batununggal, Cicantayan Memungut ranting, menebang anakan, memangkas ranting dan cabang pohon mati maupun hidup penjarahan pohon rebah, Hegarmanah, Batununggal, Cicantayan Memungut ranting, menebang anakan, memangkas ranting dan cabang pohon mati maupun hidup penjarahan pohon rebah, Hegarmanah, Batununggal Cicantayan 5.5 Pengamanan HPGW Pengamanan merupakan salah satu dari bagian perlindungan hutan. Pengamanan HPGW sebetulnya sudah ada sejak dulu tetapi anggota pengamanan adalah para mandor yang dibantu oleh staf lainnya. Peranan pengamanan sangat penting bagi kelestarian HPGW, karena HPGW merupakan kawasan terbuka yang sangat mudah di akses oleh masyarakat baik dari sarana jalan maupun lokasi yang dekat dengan pemukiman. Kondisi sosial ekonomi masyarakat desa hutan dalam hal ini adalah Desa Hegarmanah yang miskin (berdasarkan data desa 46% termasuk kategori miskin) sempitnya lapangan pekerjaan dan pemenuhan kebutuhan ekonomi mendorong masyarakat melakukan pemanfaatan untuk tujuan ekonomi yang melangar aturan. Berbagai macam kasus pelanggaran yang terjadi di wilayah HPGW telah

66 52 banyak terjadi seperti pencurian kayu, perburuan satwa dan tindakan asusila, Penanganan kasus yang terjadi dalam hal ini adalah tindakan pengurus HPGW kurang maksimal, karena tidak ada staf khusus yang menanganinya. Pengamanan HPGW mulai diberlakukan sejak bulan Juli 2008 dimana direktur HPGW membentuk Polisi Hutan (Polhut) terdiri dari empat personil yang bertanggung jawab mengamankan kawasan HPGW. Pengamanan dimaksudkan untuk mengamankan seluruh aset HPGW seperti sarana prasarana, tegakan, keutuhan kawasan dan tindakan lainya yang mengganggu keamanan HPGW. Adanya pengamanan menjadikan kondisi HPGW lebih aman dan tidak ada lagi pencurian yang mengakibatkan kerugian yang besar. Areal HPGW dengan luas 359 ha dirasakan kurang maksimal untuk bisa mengamankannya, tetapi dengan adanya kerjasama baik dengan pihak desa maupun pihak kepolisian menjadikan pengamanan lebih mudah. Pengaruh pengamanan terhadap aktifitas pemanfaatan kayu bakar yang dilakukan masyarakat sekitar berdasarkan penelitian masih dilakukan tetapi sekarang yang mengambil adalah ibu-ibu dan anak-anak. Pengambilan kayu bakar yang merugikan masih terus berlangsung tetapi jumlah kerusakan semakin terkendali. (a) Gambar 10 Pemotongan kayu yang telah roboh (a), pemangkasan cabang dan ranting pohon berdiri (b) 5.6 Perdagangan Kayu Bakar (b)

67 53 Penjualan dan sumber kayu bakar yang diperdagangkan di masyarakat, terdapat dua sumber yaitu berasal dari HPGW dan lahan milik (Gambar 12) Pola 1 (Sumber HPGW) Pola HPGW 2 Barter beras uang Rumah tangga Pola 1,2,3 (Sumber Lahan Milik) Kebun Pengumpul Penebangan Limbah penebangan Rumah Tangga Sawmill Limbah Industri Gambar 11 Pola perdagangan kayu bakar Berdasarkan penelitian ada empat orang yang memperjualbelikan kayu bakar dari hutan. Satu orang menjual untuk ditukar dengan kebutuhan pokok sedangkan tiga orang menjual untuk mendapatkan uang sebagai penghasilan tambahan. Rata rata mereka menjual kayu bakar dengan harga Rp /pikul atau Rp /ikat (harga diluar desa). Satu pikul setara dengan dua ikat kayu bakar atau setara dengan 0,194 Sm. Harga kayu bakar ditentukan berdasarkan tawar-menawar antara penjual dan pembeli. Di Desa Hegarmanah jual beli kayu bakar jarang terjadi. Untuk membeli kayu bakar pembeli harus memesan terlebih dahulu. Keadaan ekonomi desa seperti kemiskinan, minimnya lapangan pekerjaan dan sempitnya kepemilikan lahan mendorong masyarakat memanfaatkan kayu bakar sebagai penghasilan tambahan. Pada pola yang pertama masyarakat mencari kayu bakar dari HPGW kemudian menjualnya ke tetangga ditukar dengan beras. Satu ikat

68 54 kayu dihargai dengan satu liter beras atau setara Rp Rp Mereka menjual kepada masyarakat yang tidak memiliki kemampuan mencari kayu bakar di lahan milik atau di hutan karena faktor pekerjaan maupun faktor usia. Permintaan kayu bakar tidak datang dari Desa Hegarmanah saja, Desa Batununggal juga memiliki permintaan terhadap kayu bakar. Terdapat tiga penjual kayu bakar yang menjual ke Desa Batununggal. Mereka dapat menjual kayu tiga kali dalam seminggu. Desa Batununggal merupakan pasar potensial kerena desa ini belum mendapatkan konversi gas. Minyak tanah sebagai barang substitusi mahal dan sulit mendapatkannya. Kondisi ini telah memaksa masyarakat menggunakan kayu bakar untuk keperluan memasak. Mereka biasanya menawarkan kerumah warga. Apabila ada keperluan hajatan masyarakat Batununggal akan meminta penjual untuk menyediakan kayu bakar. Pola yang kedua masyarakat yang memiliki pohon di kebun menjualnya kepada pengumpul. Limbah hasil pemanenan di jual kepada masyarakat atau indistri.hasil penjualan kayu digunakan untuk sekolah anak, biaya berobat, atau hanya sebatas membeli kebutuhan pokok. Harga pohon berdiri ditentukan berdasarkan bentuk batang dan kubikasi menurut penaksiran penggumpul. Harga kayu pertukangan dan kayu bakar bisa dilihat di bawah ini. Tabel 24 Jenis dan harga jual kayu pertukangan dan kayu bakar Jenis Kayu Harga 1 m 3 Kayu Pertukangan Harga Kayu Bakar (1 Sm) Puspa Mahoni Nangka Sengon Duku Berdasarkan informasi dari pengumpul yang telah melakukan pekerjaan ini selama 12 tahun, sebelum harga BBM naik apabila menebang kayu, limbah penebangan jarang untuk dibawa pulang (ranting dan cabang). Tetapi sekarang semua yang bisa dijadikan kayu bakar dibawa pulang atau dijual. Sulitnya mendapatkan minyak tanah dan mahalnya gas menjadikan kayu bakar memiliki nilai ekonomi.

69 Nilai Manfaat Kayu Bakar Nilai manfaat kayu bakar dihitung melalui pendekatan nilai pasar dan nilai waktu yang dikorbankan untuk mendapatkan kayu tersebut dengan mengkonversi lamanya waktu dengan upah buruh dilokasi penelitian. Upah buruh dilokasi penelitian sebesar Rp. 3000/jam. Tabel 25 Nilai manfaat kayu bakar Total konsumsi kapita/tahun Nilai (Rp) Total/tahun Harga pasar Upah buruh Harga pasar : Sm seharga Rp Harga Upah Buruh : Sm seharga dengan Rp , lamanya waktu pengambilan 2,5 jam Berdasarkan Tabel 24, terlihat bahwa kayu bakar memiliki nilai yang cukup besar bagi masyarakat sekitar, nilai total konsumsi kapita/tahun kayu bakar dengan pendekatan harga pasar sebesar Rp /tahun. Sementara itu apabila kayu bakar dihitung berdasarkan waktu yang diperlukan untuk mengambil kayu sebesar Rp /tahun nilai ini lebih tinggi dari pendekatan harga pasar. Akan tetapi, pengambilan kayu bakar masih terus dilakukan karena merupakan kebutuhan pokok. Sesunggguhnya waktu yang dicurahkan oleh masyarakat lebih rendah karena pengambilan kayu bakar merupakan pekerjaan sambilan. Pengambilan kayu bakar pun kebanyakan hanya untuk konsumsi sendiri. 5.8 Potensi Lahan Milik Potensi Tegakan Potensi lahan milik adalah isi atau volume kayu yang ada pada saat dirisalah atau biasa disebut volume standing stok. Volume ini didasarkan pada volume kayu dimana yang diukur hanyalah yang memiliki diameter 10 cm keatas. Pemilihan diameter didasarkan karena pada diameter 10 cm sudah dapat dipanen untuk kayu pertukangan dan menghasilkan limbah berupa kayu bakar.

70 56 Tabel 26 Volume aktual standing stok kebun Dusun Luas rata-rata kebun N Pohon/Ha Volume /Ha Volume ratarata/dusun Konsumsi /Rumah tangga/tahun (m 3 ) Cipeureu 0, ,43 3,07 93,93 Bojongwaru 0, ,34 8,08 23,98 Sindang 0, ,12 2,78 21,36 Citalahab 0, ,65 3,10 27,65 Sampay 0, ,12 8,49 19,44 Nanggerang 0, ,70 8,64 67,41 Total 0, ,35 34,18 253,77 Rata-rata 0, ,50 38,22 5,70 42,30 Dari Tabel 25 terlihat bahwa jumlah pohon per hektar di lahan milik paling tinggi di Dusun Sampay dan Bojongwaru yaitu 225 pohon/ha, sedangkan jumlah pohon terkecil di Dusun Sindang yaitu 133 pohon/ha. Perbedaan jumlah pohon dan potensi yang ada karena adanya perbedaan komposisi tanaman. Potensi kebun milik rata-rata per dusun sebesar 38,22 m 3 /ha (Lampiran 14). Hasil kayu bakar yang dimaksud disini adalah hasil kayu bakar yang diturunkan dari volume kayu pertukangan yang akan diperoleh bila pohon ditebang dalam hal ini adalah limbah penebang. Berdasarkan (Gulbrandsen 1977 dalam Hamzah 1979) angka kayu bakar yang digunakan adalah 50% artinya apabila suatu pohon ditebang maka akan diperoleh kayu pertukangan dan kayu bakar masingmasing sebesar 50% dari volume yang ada. Potensi kayu bakar total yang ada di lahan milik responden sebesar 34,18 m 3 /ha atau 89,94 Sm/ha ternyata tidak mencukupi kebutuhan kayu bakar total responden sebesar 253,77 m 3 /tahun atau 663 Sm/tahun. Masyarakat masih kekurangan kayu bakar sebesar 219,59 m 3 atau 573,06 Sm. Hasil limbah penebangan yang ada di lahan milik ternyata digunakan untuk pembuatan arang atau dijual ke industri. Hal ini menunjukan sangat sedikit sekali kayu yang ada di kebun yang dimanfaatkan sebagi sumber energi rumah tangga. Kondisi ini menyebabkan masyarakat menggantungkan kebutuhan kayu bakar di HPGW. Berdasarkan penelitian ternyata potensi kayu bakar yang ada di lahan milik

71 57 yang mereka ambil dan dimanfaatkan sehari hari adalah kayu hasil pruning atau bekas rambahan hijauan pakan ternak yang mereka ambil dengan memotong ranting yang ada. Masyarakat sangat jarang sekali menggunakan kayu bakar dari limbah penebangan. Mereka ternyata lebih sering menggunakan kayu bakar dari jenis puspa, agathis, pinus yang diperoleh dari hutan. Mereka menggunakan limbah pertanian hanya untuk menyalakan diawal saja Potensi Hasil Jatuhan Hasil jatuhan yang terdapat pada lahan milik sangat sedikit dengan membuat plot dengan luas 0,02 ha diperoleh hasil jatuhan di lantai kebun dengan rata-rata sebesar 0,0136 Sm/ha. Rencek ini adalah ranting kecil yang tidak diambil untuk kayu bakar sehingga potensi lantai kebun dapat dikatakan tidak ada. Hal ini karena ratarata umur pohon yang ada di kebun kurang dari 10 tahun dengan diameter rata-rata cm, sehingga produksi rencek sangat jarang. Hasil rencek di lantai hutan berdasarkan petak yang dibuat 0,25 ha dapat dilihat pada tebel dibawah ini. Tabel 27 Potensi kayu bakar pada beberapa jenis pohon di HPGW Jenis Kayu Diameter Panjang N Bakar (m) (m) pohon Sm Keterangan Puspa Cabang 0,25 0,99 0,05 diambil KB 69 Ranting 0,29 0,70 0,05 tidak diambil Agathis Cabang 0,23 0,78 0,03 diambil KB 54 Ranting 0,14 0,54 0,01 tidak diambil Pinus Cabang 0,18 0,78 0,02 diambil KB 56 Ranting 0,16 0,58 0,01 tidak diambil KB ; Kayu bakar

72 58 (a) (b) Gambar 11 Potensi kayu bakar di HPGW jenis puspa (a), kayu bakar jenis agathis (b) Cabang digunakan sebagai kayu bakar sedangkan ranting tidak digunakan kayu bakar karena sulit dibawa dan cepat habis kalau digunakan. Jadi potensi ratarata sebenarnya yang bisa dimanfaatkan adalah 0,132 Sm/ha dan potensi ranting 0,089 Sm/ha. Jenis puspa mendominasi karena sebagian besar jenis ini dekat dengan pemukiman sehingga pemakaian jenis ini lebih banyak. Jenis pinus jarang digunakan karena jauh dari pemukiman dan memiliki kualitas api yang menimbulkan asap serta jarang produksinya 5.8. Beberapa Masalah yang Dihadapi Dalam Pemanfaatan Kayu Bakar Faktor Internal a. Pertumbuhan penduduk Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat berarti pemenuhan kebutuhan akan energi juga meningkat. Berdasarkan data monografi Desa Hegarmanah pertambahan penduduk dari tahun 2001 (7101 jiwa) sampai tahun 2008 (8413 jiwa) adalah sebesar jiwa dengan jumlah penambahan rata-rata tiap tahun sebesar 164 jiwa. Hal ini berkaitan dengan kondisi sosial yang ada dimasyarakat bahwa rata-rata jumlah anggota keluarga responden adalah 4,25 orang. Pertumbuhan penduduk yang cepat jika dibiarkan terus-

TINGKAT KONSUMSI KAYU BAKAR MASYARAKAT DESA SEKITAR HUTAN (Kasus Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat)

TINGKAT KONSUMSI KAYU BAKAR MASYARAKAT DESA SEKITAR HUTAN (Kasus Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) TINGKAT KONSUMSI KAYU BAKAR MASYARAKAT DESA SEKITAR HUTAN (Kasus Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) BUDIYANTO DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

TINGKAT KONSUMSI KAYU BAKAR MASYARAKAT DESA SEKITAR HUTAN (Kasus Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat)

TINGKAT KONSUMSI KAYU BAKAR MASYARAKAT DESA SEKITAR HUTAN (Kasus Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) TINGKAT KONSUMSI KAYU BAKAR MASYARAKAT DESA SEKITAR HUTAN (Kasus Desa Hegarmanah, Kecamatan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi Jawa Barat) BUDIYANTO DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kecamatan Conggeang 4.1.1 Letak geografis dan administrasi pemerintahan Secara geografis, Kecamatan Conggeang terletak di sebelah utara Kabupaten Sumedang. Kecamatan

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Luas HPGW secara geografis terletak diantara 6 54'23'' LS sampai -6 55'35'' LS dan 106 48'27'' BT sampai 106 50'29'' BT. Secara administrasi pemerintahan HPGW

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5. Kecamatan Leuwiliang Penelitian dilakukan di Desa Pasir Honje Kecamatan Leuwiliang dan Desa Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan pertanian

Lebih terperinci

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015 TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015 SIDIK CEPAT PEMILIHAN JENIS POHON HUTAN RAKYAT BAGI PETANI PRODUKTIFITAS TANAMAN SANGAT DIPENGARUHI OLEH FAKTOR KESESUAIAN JENIS DENGAN TEMPAT TUMBUHNYA, BANYAK PETANI YANG

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Gunung Walat Pembangunan Hutan Pendidikan Kehutanan berawal pada tahun 1959, ketika Fakultas Kehutanan IPB masih merupakan Jurusan Kehutanan, Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehidupan di dunia tidak terlepas dari perubahan-perubahan suatu lingkungan.

I. PENDAHULUAN. Kehidupan di dunia tidak terlepas dari perubahan-perubahan suatu lingkungan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan di dunia tidak terlepas dari perubahan-perubahan suatu lingkungan. Lingkungan fisik, lingkungan biologis serta lingkungan sosial manusia akan selalu berubah

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh MENDUT NURNINGSIH E01400022 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 32 BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas Wilayah Desa Sumberejo terletak di Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Propinsi Jawa Tengah. Secara astronomis, terletak pada 7 32 8 15

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii) DENGAN METODE KOAKAN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT YUDHA ASMARA ADHI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk ALFARED FERNANDO SIAHAAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

III. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

III. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 15 III. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI 3.1 Lokasi dan Sejarah Pengelolaan Kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) terletak 2,4 km dari poros jalan Sukabumi - Bogor (desa Segog). Dari simpang Ciawi berjarak

Lebih terperinci

KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI

KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI KOMPOSISI DAN STRUKTUR VEGETASI HUTAN LOA BEKAS KEBAKARAN 1997/1998 SERTA PERTUMBUHAN ANAKAN MERANTI (Shorea spp.) PADA AREAL PMUMHM DI IUPHHK PT. ITCI Kartika Utama KALIMANTAN TIMUR YULI AKHIARNI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

SIDIK CEPAT PEMILIHAN JENIS HUTAN RAKYAT UNTUK PETANI

SIDIK CEPAT PEMILIHAN JENIS HUTAN RAKYAT UNTUK PETANI LEMPUNG 20/05/2013 SIDIK CEPAT PEMILIHAN JENIS HUTAN RAKYAT UNTUK PETANI JOGYAKARTA SIDIK CEPAT PEMILIHAN JENIS POHON HUTAN RAKYAT BAGI PETANI Produktifitas tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor kesesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH JUMLAH SADAPAN TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii) DENGAN METODE KOAKAN DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT YUDHA ASMARA ADHI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati Ringkasan Penelitian ini dilakukan terhadap anggota Kelompok Tani

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii Jung et de Vriese) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT NURKHAIRANI DEPARTEMEN HASIL

Lebih terperinci

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi penelitian ini meliputi wilayah Kota Palangkaraya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Seruyan, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Katingan, Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor andalan perekonomian di Propinsi Lampung adalah pertanian. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Lampung

Lebih terperinci

PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA

PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA PENGARUH POHON INDUK, NAUNGAN DAN PUPUK TERHADAP PERTUMBUHAN BIBIT SUREN (Toona sinensis Roem.) RIKA RUSTIKA DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERNYATAAN Dengan ini

Lebih terperinci

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM

HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM PENDUGAAN POTENSI TEGAKAN HUTAN PINUS (Pinus merkusii) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, DENGAN METODA STRATIFIED SYSTEMATIC SAMPLING WITH RANDOM START MENGGUNAKAN UNIT CONTOH LINGKARAN KONVENSIONAL

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Hutan Pendidikan Gunung Walat Data Badan Pengelola HPGW tahun 2012 menunjukkan bahwa kawasan HPGW sudah mulai ditanami pohon damar (Agathis loranthifolia)

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI

ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO

PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO 1 PENYEBARAN, REGENERASI DAN KARAKTERISTIK HABITAT JAMUJU (Dacrycarpus imbricatus Blume) DI TAMAN NASIONAL GEDE PANGARANGO RESTU GUSTI ATMANDHINI B E 14203057 DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY

POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY POTENSI KEBAKARAN HUTAN DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO BERDASARKAN CURAH HUJAN DAN SUMBER API SELVI CHELYA SUSANTY DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 POTENSI

Lebih terperinci

EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT

EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT EVALUASI PERTUMBUHAN TANAMAN MERANTI PADA SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (KASUS DI KONSESI HUTAN PT. SARI BUMI KUSUMA UNIT SERUYAN, KALIMANTAN TENGAH) IRVAN DALI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Desa Banyuroto adalah 623,23 ha, dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Desa Banyuroto adalah 623,23 ha, dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Kondisi Topografi Desa Banyuroto terletak di Kecamatan Sawangan, Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa Tengah. Luas wilayah Desa Banyuroto adalah 623,23 ha, dengan batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. memiliki potensi sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan dapat berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM DAN KONDISI WILAYAH. Kecamatan Leuwiliang memiliki empat unit usaha pengolahan limbah

V. KEADAAN UMUM DAN KONDISI WILAYAH. Kecamatan Leuwiliang memiliki empat unit usaha pengolahan limbah V. KEADAAN UMUM DAN KONDISI WILAYAH 5.1 Kecamatan Leuwiliang Kecamatan Leuwiliang memiliki empat unit usaha pengolahan limbah serbuk gergaji. Kecamatan Leuwiliang dan Leuwisadeng memiliki empat unit usaha

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT. SARMIENTO PARAKANTJA TIMBER KALIMANTAN TENGAH Oleh : SUTJIE DWI UTAMI E 14102057 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.

IV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota 66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Kota Bandarlampung 1. Letak Geografis Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kemiling, Kota Bandarlampung. Kota Bandarlampung memiliki luas wilayah

Lebih terperinci

BAB IV KONTEKS LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONTEKS LOKASI PENELITIAN 27 BAB IV KONTEKS LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Kabupaten Kuningan 4.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kuningan terletak di ujung Timur Laut Provinsi Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Provinsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Pinus 2.1.1. Habitat dan Penyebaran Pinus di Indonesia Menurut Martawijaya et al. (2005), pinus dapat tumbuh pada tanah jelek dan kurang subur, pada tanah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat 1. Pengertian Hutan Rakyat Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN Tasikmalaya dan Ciamis merupakan dua kabupaten yang terletak bersebelahan di bagian timur Provinsi Jawa Barat dan merupakan bagian dari wilayah Priangan Timur. Karakteristik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan bagi masyarakat bukanlah hal yang baru, terutama bagi masyarakat yang masih memiliki nilai-nilai dan kultur tradisional. Sejak jaman dahulu, mereka tidak hanya

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Citapen Lokasi penelitian tepatnya berada di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Pulosari Hasil analisis yang dilakukan terhadap citra Landsat 7 liputan tahun, kondisi tutupan lahan Gunung Pulosari terdiri dari

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian Kecamatan Legonkulon berada di sebelah utara kota Subang dengan jarak ± 50 km, secara geografis terletak pada 107 o 44 BT sampai 107 o 51 BT

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 43 IV. KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografis 1. Letak dan Batas Wilayah Kabupaten Kudus secara geografis terletak antara 110º 36 dan 110 o 50 BT serta 6 o 51 dan 7 o 16 LS. Kabupaten Kudus

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang 43 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian 1. Keadaan Umum Kecamatan Sragi a. Letak Geografis Kecamatan Sragi merupakan salah satu kecamatan dari 17 Kecamatan yang ada di

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA

KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA PUTRI KOMALASARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE

IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE IV. KONDISI UMUM KABUPATEN SIMEULUE 4.1 Kondisi Wilayah Pulau Simeulue merupakan salah satu pulau terluar dari propinsi Nanggroe Aceh Darussalam Ο Ο Ο Ο berada pada posisi 0 0 03-03 0 04 lintang Utara

Lebih terperinci

Batas-batas Desa Pasir Jambu adalah sebagai berikut:

Batas-batas Desa Pasir Jambu adalah sebagai berikut: KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Biofisik 4.1.1 Letak dan Aksesibilitas Berdasarkan buku Dinas Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Purwakarta (21) Dinas Kehutanan Purwakarta merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi

BAB I PENDAHULUAN. membentang dari Sabang sampai Merauke yang kesemuanya itu memiliki potensi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara kepulauan yang memiliki garis pantai yang terpanjang di dunia, lebih dari 81.000 KM garis pantai dan 17.508 pulau yang membentang

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI

PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI

III. KEADAAN UMUM LOKASI III. KEADAAN UMUM LOKASI Penelitian dilakukan di wilayah Jawa Timur dan berdasarkan jenis datanya terbagi menjadi 2 yaitu: data habitat dan morfometri. Data karakteristik habitat diambil di Kabupaten Nganjuk,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat disediakan dari hutan alam semakin berkurang. Saat ini kebutuhan kayu

BAB I PENDAHULUAN. dapat disediakan dari hutan alam semakin berkurang. Saat ini kebutuhan kayu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan kayu meningkat setiap tahun, sedangkan pasokan yang dapat disediakan dari hutan alam semakin berkurang. Saat ini kebutuhan kayu dunia diperkirakan sekitar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT. Perhutani KPH Surakarta, dimulai dari pelaksanaan pada periode tahun

BAB I PENDAHULUAN. PT. Perhutani KPH Surakarta, dimulai dari pelaksanaan pada periode tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah umum mengenai penanaman hutan pinus, yang dikelola oleh PT. Perhutani KPH Surakarta, dimulai dari pelaksanaan pada periode tahun 1967 1974. Menyadari

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa

V. GAMBARAN UMUM. 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang. Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa V. GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Wilayah Kabupaten Karawang Kabupaten Karawang merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Secara geografis, wilayah Kabupaten Karawang terletak antara 107

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang agraris artinya pertanian memegang peranan

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang agraris artinya pertanian memegang peranan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang agraris artinya pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dikarenakan sebagian besar penduduk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Biomassa Biomassa merupakan bahan organik dalam vegetasi yang masih hidup maupun yang sudah mati, misalnya pada pohon (daun, ranting, cabang, dan batang utama) dan biomassa

Lebih terperinci

PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI

PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI ( Tectona grandis Linn. f) PADA PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA AHSAN MAULANA DEPARTEMEN HASIL HUTAN

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. pemerintahan Propinsi Lampung di Bandar Lampung adalah 77 km.

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. pemerintahan Propinsi Lampung di Bandar Lampung adalah 77 km. IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Kecamatan Sendang Agung merupakan salah satu bagian wilayah Kabupaten Lampung Tengah Propinsi Lampung, terletak pada 104 0 4905 0 104 0 56 0 BT dan 05 0 08 0 15 0 LS,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN dengan pusat pemerintahan di Gedong Tataan. Berdasarkan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN dengan pusat pemerintahan di Gedong Tataan. Berdasarkan 66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Pesawaran 1. Keadaan Geografis Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undangundang Nomor 33 Tahun 2007 dan diresmikan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 18 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Desa Gorowong Desa Gorowong merupakan salah satu desa yang termasuk dalam Kecamatan Parung Panjang, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Keadaan Umum Wilayah Penelitian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai ratio jumlah rumahtangga petani

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM INDUSTRI KAYU DI KECAMATAN CIGUDEG

V. KEADAAN UMUM INDUSTRI KAYU DI KECAMATAN CIGUDEG V. KEADAAN UMUM INDUSTRI KAYU DI KECAMATAN CIGUDEG 5.1. Kondisi Geografis dan Potensi Alam Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor Provinsi Jawa barat. Daerah ini memiliki potensi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Profil Desa Desa Jambenenggang secara admistratif terletak di kecamatan Kebon Pedes, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Wilayah Kabupaten Sukabumi yang terletak

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 16. Tabel 4. Luas Wilayah Desa Sedari Menurut Penggunaannya Tahun 2009

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 16. Tabel 4. Luas Wilayah Desa Sedari Menurut Penggunaannya Tahun 2009 33 BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 16 4.1 Keadaan Wilayah Desa Sedari merupakan salah satu desa di Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang. Luas wilayah Desa Sedari adalah 3.899,5 hektar (Ha). Batas

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI OLEH SUCI NOLA ASHARI A14302009 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Persentase responden berdasarkan kelompok umur

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Persentase responden berdasarkan kelompok umur V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Masyarakat Desa Hutan Gambaran mengenai karakteristik masyarakat sekitar hutan di Desa Buniwangi dilakukan dengan metode wawancara terhadap responden. Jumlah responden

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Situasi Wilayah Letak Geografi Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2 o 11 40 LS 3 o 11 50 LS dan 114 o 4 27 BT 115 o 3 20 BT. Dengan tinggi dari permukaan laut

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI Administrasi Secara administrasi pemerintahan Kabupaten Sukabumi dibagi ke dalam 45 kecamatan, 345 desa dan tiga kelurahan. Ibukota Kabupaten terletak di Kecamatan

Lebih terperinci

PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH

PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak dan Luas Desa Curug Desa Curug merupakan sebuah desa dengan luas 1.265 Ha yang termasuk kedalam wilayah Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (hardwood). Pohon jati memiliki batang yang bulat lurus dengan tinggi mencapai

II. TINJAUAN PUSTAKA. (hardwood). Pohon jati memiliki batang yang bulat lurus dengan tinggi mencapai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pohon Jati Pohon jati merupakan pohon yang memiliki kayu golongan kayu keras (hardwood). Pohon jati memiliki batang yang bulat lurus dengan tinggi mencapai 40 meter. Tinggi batang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel).

BAB I PENDAHULUAN. yang sangat besar dalam menyerap tenaga kerja di Indonesia. masak, minyak industri, maupun bahan bakar (biodiesel). BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Indonesia sebagai Negara agraris memiliki potensi pertanian yang cukup besar dan berkontribusi terhadap pembangunan dan ekonomi nasional. Penduduk di Indonesia

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengelolaan Hutan Rakyat di Kabupaten Sumedang Kabupaten Sumedang memiliki luas wilayah sebesar 155.871,98 ha yang terdiri dari 26 kecamatan dengan 272 desa dan 7 kelurahan.

Lebih terperinci

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN

BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN BAB VI PROFIL TUTUPAN LAHAN A. Kondisi Kekinian dan Status Kawasan Gunung Aseupan Hasil analisis yang dilakukan terhadap citra Landsat 7 liputan tahun 2014, kondisi tutupan lahan Gunung Aseupan terdiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memanfaatkan lahan untuk melakukan aktivitas mulai dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memanfaatkan lahan untuk melakukan aktivitas mulai dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan unsur dari geosfer yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Kehidupan manusia sangat tergantung pada lahan. Manusia memanfaatkan lahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sebaran rayap tanah di berbagai vegetasi Hutan Pendidikan Gunung Walat memiliki luas wilayah 359 ha, dari penelitian ini diperoleh dua puluh enam contoh rayap dari lima

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN digilib.uns.ac.id 66 BAB IV GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Geografis Kabupaten Grobogan terletak pada posisi 68 ºLU dan & 7 ºLS dengan ketinggian rata-rata 41 meter dpl dan terletak antara

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

A. LATAR BELAKANG PENELITIAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Indonesia adalah negara agraris dimana mayoritas penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Berbagai hasil pertanian diunggulkan sebagai penguat

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Karakteristik Wilayah Kabupaten Brebes merupakan salah satu dari tiga puluh lima daerah otonom di Propinsi Jawa Tengah yang terletak di sepanjang pantai utara Pulau Jawa.

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada BT dan 77 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak Geografis Kabupaten Tulang Bawang Barat terletak pada 104 552-105 102 BT dan 4 102-4 422 LS. Batas-batas wilayah Kabupaten Tulang Bawang Barat secara geografis

Lebih terperinci

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN

BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN BAB IV KARAKTERISTIK RESPONDEN DAN SISTEM PERTANIAN 23 Gambaran penelitian yang dimuat dalam bab ini merupakan karakteristik dari sistem pertanian yang ada di Desa Cipeuteuy. Informasi mengenai pemerintahan

Lebih terperinci

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL

BUKU DATA STATUS LINGKUNGAN HIDUP KOTA SURABAYA 2012 DAFTAR TABEL DAFTAR TABEL Tabel SD-1. Luas Wilayah Menurut Penggunaan Lahan Utama... 1 Tabel SD-1A. Perubahan Luas Wilayah Menurut Penggunaan lahan Utama Tahun 2009 2011... 2 Tabel SD-1B. Topografi Kota Surabaya...

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. kesempatan untuk tumbuhan mangrove beradaptasi (Noor dkk, 2006). Hutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kondisi lingkungan yang ekstrim seperti tanah yang tergenang akibat pasang surut laut, kadar garam yang tinggi, dan tanah yang kurang stabil memberikan kesempatan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian. Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o

PEMBAHASAN. I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian. Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o PEMBAHASAN I. Keadaan Umum Wilayah Penelitian A. Kondisi Fisik Alami Secara Geografis Kabupaten Soppeng terletak antara 4 o 06 o LS dan 4 o 32 o LS serta 119 o 42 o 18 o BT 120 o 06 o 18 o BT yang terdiri

Lebih terperinci