STUDI DAYA HANTAR LISTRIK DAN HUBUNGANNYA DENGAN MUTU FISIOLOGIS BENIH CABAI (Capsicum annuum L.) Oleh Ida Puspita Brillianti A

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI DAYA HANTAR LISTRIK DAN HUBUNGANNYA DENGAN MUTU FISIOLOGIS BENIH CABAI (Capsicum annuum L.) Oleh Ida Puspita Brillianti A"

Transkripsi

1 STUDI DAYA HANTAR LISTRIK DAN HUBUNGANNYA DENGAN MUTU FISIOLOGIS BENIH CABAI (Capsicum annuum L.) Oleh Ida Puspita Brillianti A PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 STUDI DAYA HANTAR LISTRIK DAN HUBUNGANNYA DENGAN MUTU FISIOLOGIS BENIH CABAI (Capsicum annuum L.) Oleh Ida Puspita Brillianti A PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

3 RINGKASAN IDA PUSPITA BRILLIANTI. Studi Daya Hantar Listik dan Hubungannya dengan Mutu Fisiologis Benih Cabai (Capsicum annuum L.) (di bawah bimbingan SATRIYAS ILYAS dan DINA DARYONO) Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisika dan Laboratorium Biologi, Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura, Departemen Pertanian, Cimanggis, Depok; dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan: (1) mempelajari beberapa faktor (suhu ruang pengujian, lama perendaman dan kadar air benih) yang diduga berpengaruh terhadap hasil pengujian daya hantar listrik benih cabai (Capsicum annuum L.) serta kaitannya dengan vigor benih; dan (2) mengevaluasi kemungkinan penggunaan uji daya hantar listrik untuk mendeteksi tingkat vigor benih cabai berdasarkan korelasinya dengan beberapa tolok ukur vigor lain. Penelitian terdiri atas dua percobaan. Percobaan 1 bertujuan mengetahui pengaruh suhu ruang pengujian dan lama perendaman terhadap daya hantar listrik dan hubungannya dengan mutu fisiologis benih cabai. Rancangan yang digunakan pada percobaan 1 adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua faktor. Faktor yang pertama adalah lama perendaman dengan empat taraf yaitu 2, 4, 6, dan 8 jam. Faktor kedua adalah suhu ruang pengujian dengan dua taraf yaitu 20 o C dan 25 o C. Percobaan 2 bertujuan untuk mengetahui pengaruh kadar air benih terhadap daya hantar listrik pada dua tingkat vigor benih dan kaitannya dengan mutu fisiologis benih cabai. Rancangan yang digunakan pada percobaan 2 adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dua faktor. Faktor yang pertama adalah tingkat vigor benih dengan dua taraf, yaitu vigor tinggi dan vigor sedang. Faktor kedua adalah tingkat kadar air benih dengan tiga taraf, yaitu 8%, 10%, dan 12%. Tolok ukur yang diamati adalah daya hantar listrik (DHL), daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (K CT ), bobot kering kecambah normal (BKKN) dan laju pertumbuhan kecambah (LPK). Hasil percobaan 1 menunjukkan bahwa nilai DHL pada lama perendaman 4 jam berkorelasi negatif sangat erat dan sangat nyata terhadap tolok ukur DB dan

4 BKKN, berkorelasi negatif erat dan nyata terhadap tolok ukur K CT. Nilai DHL pada perendaman 6 jam berkorelasi negatif sangat erat dan sangat nyata terhadap tolok ukur BKKN. Pengujian DHL pada suhu ruang 25 o C berkorelasi negatif tetapi tidak erat dan tidak nyata terhadap tolok ukur BKKN dan LPK, sedangkan pengujian DHL pada suhu 20 o C tidak berkorelasi negatif terhadap semua tolok ukur yang diamati. Pendekatan sidik ragam menunjukkan bahwa lama perendaman 4 jam pada suhu 25 o C memberikan nilai DHL yang paling tinggi dibandingkan kombinasi lain. Berdasarkan pendekatan regresi pengujian DHL pada lama perendaman 4 jam mampu menjelaskan nilai DB sebesar 86.8 %, K CT 58.5%/etmal, dan BKKN 82.2 mg. Berdasarkan ketiga pendekatan dicabai dapatkan bahwa perendaman benih selama 4 jam pada suhu ruang 25 o C merupakan kombinasi terbaik untuk pengujian DHL benih cabai. Hasil percobaan 2 menunjukkan bahwa DHL mampu mendeteksi perbedaan vigor benih pada kadar air 8% dan 12%. Daya hantar listrik pada benih bervigor tinggi nyata lebih rendah dibandingkan benih bervigor sedang. Nilai DHL pada kadar air benih 8% nyata lebih tinggi dibandingkan kadar air benih 10% dan 12%. Nilai DHL pada kadar air benih 8% berkorelasi negatif cukup erat dan sangat nyata terhadap tolok ukur DB, K CT, dan BKKN. Pendekatan regresi menunjukkan bahwa keragaman nilai DHL yang didapatkan mampu menjelaskan keragaman nilai DB sebesar 53 %, K CT 49.4%, BKKN 50.3%, dan LPK 28.6%. Oleh karena itu kadar air benih yang optimum untuk digunakan pada pengujian daya hantar listrik benih cabai adalah 8%. Hasil percobaan 1 dan 2 pada penelitian ini menunjukkan bahwa nilai DHL, dengan menggunakan 25 butir benih cabai berkadar air 8% yang direndam dalam 25 ml aquades selama 4 jam pada suhu 25 o C, berkorelasi negatif cukup erat (r > 0.5) dan sangat nyata terhadap tolok ukur DB, K CT, dan BKKN. Pendekatan regresi menunjukkan bahwa keragaman nilai DHL yang didapatkan mampu menjelaskan keragaman nilai DB sebesar 53 %, K CT 49.4%, BKKN 50.3%, dan LPK 28.6%. Oleh karena itu, metode pengujian DHL yang terbaik adalah dengan menggunakan 25 butir benih cabai berkadar air 8% yang direndam dalam 25 ml aquades selama 4 jam pada suhu 25 o C.

5 STUDI DAYA HANTAR LISTRIK DAN HUBUNGANNYA DENGAN MUTU FISIOLOGIS BENIH CABAI (Capsicum annuum L.) Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh: Ida Puspita Brillianti A PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

6 LEMBAR PENGESAHAN Judul Nama NRP : STUDI DAYA HANTAR LISTRIK DAN HUBUNGANNYA DENGAN MUTU FISIOLOGIS BENIH CABAI (Capsicum annuum L.) : Ida Puspita Brillianti : A Pembimbing I Menyetujui, Pembimbing II Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS Dina Daryono, S.TP, M.Si NIP NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr NIP Tanggal lulus:

7 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jember pada tanggal 28 Mei Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan Ir. Agus Haryono (Bapak) dan I Gusti Agung Wiratni (Ibu). Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN 02 Rambipuji, Jember pada tahun Kemudian menyelesaikan pendidikan di SLTPN 01 Rambipuji pada tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMUN 01 Rambipuji dan lulus pada tahun Penulis mengikuti Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru pada tahun yang sama dan diterima di Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih. Selama menjadi mahasiswa penulis merupakan penerima beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik) selama 2 tahun ajaran terakhir. Penulis juga aktif di organisasi Youth of Nations Ministry, Yehuda Ministry dan Youth sekota, yang merupakan organisasi di luar kampus.

8 KATA PENGANTAR Segala puji syukur hanya bagi Allah. Syukur untuk kekuatan yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis bisa menyelesaikan satu fase kehidupan. Syukur untuk setiap anugerah, penyertaan yang tidak pernah berhenti di dalam hidup penulis. Allah yang membawa penulis ke IPB, Allah yang menyertai selama perkuliahan hingga akhir. Allah yang mengawali, Allah yang menyertai dan Allah yang menyelesaikan. Segala puji, segala hormat dan segala kemuliaan hanya bagi Dia. Penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Satriyas Ilyas, MS sebagai pembimbing I yang selalu memberikan masukan dan arahan serta bimbingan selama penelitian dan pelaksanaan tugas akhir. 2. Dina Daryono, S.TP, M.Si sebagai pembimbing II yang senantiasa membimbing dan memberi masukan serta arahan selama penelitian dan pelaksanaan tugas akhir. 3. Dr. Ir. Faiza Chairani Suwarno, MS sebagai dosen penguji yang telah memberikan banyak wawasan serta masukan selama perbaikan skripsi ini. 4. Ir. Abdul Qodir, M.St yang telah memberikan banyak masukan mengenai rancangan percobaan dan pengolahan data skripsi ini. 5. Pimpinan dan staf Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (Balai Besar PPMBTPH), Departemen Pertanian, Cimanggis, Depok yang telah memberi kesempatan pada penulis untuk melakukan penelitian. 6. Ir. Agus Haryono (Bapak) dan I Gusti Agung Wiratni (Ibu) untuk setiap doa, air mata, keringat, kesabaran dan dukungan yang tidak pernah berhenti sejak penulis mengawali hidup. Semoga ini bisa menjadi jawaban di tengah padang gurun kehidupan. 7. Christina Swastika Putri untuk setiap keceriaan, pengertian, semangat, dukungan serta kepercayaan. Semoga ini bisa menjadi sedikit lentera di tengah kebimbangan.

9 8. Agustinus Suryanto untuk kasih, dukungan, kesabaran, keceriaan, harapan dan impian. Segala sesuatu akan lenyap, hanya kasih yang akan tinggal tetap. 9. Pakdhe Arief sekeluarga yang sudah menjadi orang tua selama penulis di Bogor. Terima kasih untuk dukungan dan penerimaan selama ini. 10. Rekan-rekan pelayanan di Youth of Nations Ministry, para pemimpin Gereja Kristen Kemah Daud Bogor. Terima kasih untuk kesempatan dan kepercayaan melayani selama ini. 11. Rismawita Sinaga dan Gani Jawak terima kasih untuk persahabatan selama perkuliahan. Semoga kita sukses dimanapun kita akan ditempatkan. 12. Ariska Yulinda Rahmawaty dan Desi Astuti, terima kasih untuk informasi dan dukungan selama pelaksanaan tugas akhir. 13. Titis Partisiwi terima kasih untuk persaudaraan selama ini. Semoga tetap terjaga sampai habis waktu kita di bumi. 14. Rekan-rekan di VILGA, terima kasih untuk kebersamaan, keceriaan dan persaudaraan serta dukungan yang tidak akan pernah terlupakan. 15. Teman-teman PMTTB 41 (Mb Ami, Manti, Mastil, Uroh, Sinta, Lela, RahmaS, Warid, dll), terima kasih karena sudah menjadi rekan dalam suka dan duka yang senantiasa mendukung selama perkuliahan sampai penyelesaian skripsi ini. Akhirnya semoga hasil penelitian ini bermanfaat. Bogor, Januari 2009 Penulis

10 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL...ii DAFTAR GAMBAR... v PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 Hipotesis... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Kemunduran Benih dan Hubungannya dengan Kebocoran Membran Sel... 3 Uji Daya Hantar Listrik... 5 BAHAN DAN METODE... 7 Waktu dan Tempat Penelitian... 7 Bahan dan Alat... 7 Metode Penelitian... 7 Metode Pengamatan HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan Percobaan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 34

11 DAFTAR TABEL Nomor Teks Halaman 1. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh suhu ruang pengujian (A) dan lama perendaman (B) terhadap daya hantar listrik dan tolok ukur mutu fisiologis benih cabai Pengaruh interaksi suhu ruang pengujian dan lama perendaman terhadap daya hantar listrik (μs/cm g) Pengaruh lama perendaman dan suhu ruang pengujian terhadap daya berkecambah (%) Pengaruh lama perendaman dan suhu ruang pengujian terhadap laju pertumbuhan kecambah (mg) Koefisien korelasi (r) antara daya hantar listrik dan tolok ukur mutu fisiologis lainnya pada suhu ruang pengujian berbeda Koefisien korelasi (r) antara daya hantar listrik dan tolok ukur mutu fisiologis lainnya pada berbagai lama perendaman Koefisien korelasi (r) antara daya hantar listrik dan tolok ukur mutu fisiologis benih kontrol pada suhu ruang pengujian berbeda Koefisien korelasi (r) antara daya hantar listrik dan tolok ukur Mutu fisiologis benih kontrol pada berbagai lama perendaman Koefisien determinasi (R 2 ) antara daya hantar listrik dan tolok ukur mutu fisiologis lain pada suhu ruang pengujian berbeda Koefisien determinasi (R 2 ) antara daya hantar listrik dan tolok ukur mutu fisiologis lain pada berbagai lama perendaman Rekapitulasi sidik ragam pengaruh tingkat vigor (C) dan tingkat kadar air (D) terhadap daya hantar listrik dan tolok ukur mutu fisiologis benih cabai Pengaruh interaksi antara tingkat kadar air benih dan tingkat vigor terhadap daya hantar listrik (μs/cm g) Pengaruh tingkat kadar air benih dan tingkat vigor terhadap daya berkecambah (%)... 24

12 14. Pengaruh tingkat kadar air benih dan tingkat vigor terhadap kecepatan tumbuh (%/etmal) Pengaruh tingkat kadar air benih dan tingkat vigor terhadap bobot kering kecambah normal (mg) Pengaruh kadar air benih dan tingkat vigor terhadap laju pertumbuhan kecambah (mg) Koefisien korelasi (r) antara daya hantar listrik dan tolok ukur mutu fisiologis benih cabai Koefisien korelasi (r) antara daya hantar listrik dan tolok ukur mutu fisiologis benih cabai pada benih kontrol Koefisien determinasi (R 2 ) antara daya hantar listrik dan tolok ukur mutu fisiologis benih cabai pada berbagai tingkat kadar air benih Persamaan regresi antara daya hantar listrik (sumbu x) dan tolok ukur mutu fisiologis benih cabai (sumbu y) pada kadar air 8% dengan nilai R 2 > Lampiran 1. Sidik ragam pengaruh suhu ruang pengujian dan lama perendaman terhadap daya berkecambah Sidik ragam pengaruh suhu ruang dan lama perendaman terhadap kecepatan tumbuh Sidik ragam pengaruh suhu ruang dan lama perendaman terhadap bobot kering kecambah normal Sidik ragam pengaruh suhu ruang dan lama perendaman terhadap laju pertumbuhan kecambah Sidik ragam pengaruh suhu ruang dan lama perendaman terhadap daya hantar listrik Sidik ragam pengaruh tingkat vigor dan kadar air benih terhadap daya berkecambah Sidik ragam pengaruh tingkat vigor dan kadar air benih terhadap kecepatan tumbuh... 36

13 1 8. Sidik ragam pengaruh tingkat vigor dan kadar air benih terhadap bobot kering kecambah normal Sidik ragam pengaruh tingkat vigor dan kadar air benih terhadap laju pertumbuhan kecambah Sidik ragam pengaruh tingkat vigor dan kadar air benih terhadap daya hantar listrik Koefisien determinasi (R 2 ) antara daya hantar listrik dan tolok ukur mutu fisiologis benih lainnya pada suhu ruang pengujian berbeda Koefisien determinasi (R 2 ) antara daya hantar listrik dan tolok ukur mutu fisiologis benih lainnya pada berbagai lama perendaman Koefisien determinasi (R 2 ) antara daya hantar listrik dan tolok ukur mutu fisiologis benih lainnya pada berbagai tingkat kadar air benih... 38

14 2 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman Lampiran 1. Regresi antara daya hantar listrik dan daya berkecambah pada perlakuan suhu ruang pengujian Regresi antara daya hantar listrik dan kecepatan tumbuh pada perlakuan suhu ruang pengujian Regresi antara daya hantar listrik dan bobot kering kecambah normal pada perlakuan suhu ruang pengujian Regresi antara daya hantar listrik dan laju pertumbuhan kecambah pada perlakuan suhu ruang pengujian Regresi antara daya hantar listrik dan daya berkecambah pada perlakuan lama perendaman Regresi antara daya hantar listrik dan kecepatan tumbuh pada perlakuan lama perendaman Regresi antara daya hantar listrik dan bobot kering kecambah normal pada perlakuan lama perendaman Regresi antara daya hantar listrik dan laju pertumbuhan kecambah pada perlakuan lama perendaman Regresi antara daya hantar listrik dan daya berkecambah pada tiga tingkat kadar air benih Regresi antara daya hantar listrik dan kecepatan tumbuh pada tiga tingkat kadar air benih Regresi antara daya hantar listrik dan bobot kering kecambah normal pada tiga tingkat kadar air benih Regresi antara daya hantar listrik dan laju pertumbuhan kecambah pada tiga tingkat kadar air benih Regresi antara daya hantar listrik dan daya berkecambah benih kontrol pada perlakuan suhu ruang pengujian Regresi antara daya hantar listrik dan kecepatan tumbuh benih kontrol pada perlakuan suhu ruang pengujian... 45

15 3 15. Regresi antara daya hantar listrik dan bobot kering kecambah normal benih kontrol pada perlakuan suhu ruang pengujian Regresi antara daya hantar listrik dan laju pertumbuhan kecambah benih kontrol pada perlakuan suhu ruang pengujian Regresi antara daya hantar listrik dan daya berkecambah benih kontrol pada perlakuan lama perendaman Regresi antara daya hantar listrik dan kecepatan tumbuh benih kontrol pada perlakuan lama perendaman Regresi antara daya hantar listrik dan bobot kering kecambah normal benih kontrol pada perlakuan lama perendaman Regresi antara daya hantar listrik dan laju pertumbuhan kecambah benih kontrol pada perlakuan lama perendaman Regresi antara daya hantar listrik dan daya berkecambah benih kontrol pada tiga tingkat kadar air benih Regresi antara daya hantar listrik dan kecepatan tumbuh benih kontrol pada tiga tingkat kadar air benih Regresi antara daya hantar listrik dan bobot kering kecambah normal benih kontrol pada tiga tingkat kadar air benih Regresi antara daya hantar listrik dan benih kontrol pada tiga tingkat kadar air benih Alat pengukur daya hantar listrik (Conductivitymeter) tipe Cond 330i Pengecambah benih tipe APB IPB 73-2A/B Neraca analitik Alur pelaksanaan uji daya hantar listrik benih cabai... 52

16 4 PENDAHULUAN Latar Belakang Vigor benih adalah jumlah komponen benih yang menunjukkan potensi aktivitas dan keragaan lot benih yang ditunjukkan dari perkecambahan benih pada lingkungan dalam skala luas (ISTA, 2008). Definisi vigor menurut AOSA dalam Copeland dan McDonald (2001) adalah komponen-komponen benih yang menentukan potensi kecepatan tumbuh, keserempakan tumbuh, dan perkembangan benih menjadi tanaman sempurna pada berbagai kondisi lingkungan. Sadjad et al. (1999) menyatakan bahwa benih yang baik adalah benih yang memiliki vigor tinggi, yaitu benih yang mampu tumbuh dan berproduksi normal pada kondisi sub optimum. Uji vigor benih dapat dilakukan melalui metode langsung atau metode tidak langsung (ISTA, 2008). Metode langsung dilakukan dengan memberikan simulasi lingkungan tumbuh benih di laboratorium, juga melalui persentase dan/atau rata-rata pertumbuhan bibit. Metode tak langsung dilakukan dengan mengukur karakteristik benih yang berasosiasi dengan keragaan bibit. Metode uji vigor yang telah ditetapkan oleh International Seed Testing Association (ISTA) adalah accelerated ageing untuk benih kedelai (Glycine max) dan conductivity test untuk benih kapri (Pisum sativum). Uji daya hantar listrik (conductivity test) memiliki beberapa keunggulan, diantaranya adalah waktu yang dibutuhkan relatif singkat (± 24 jam), biaya yang relatif murah, prosedur pelaksanaan cukup sederhana, sehingga tidak membutuhkan tenaga ahli untuk melakukannya (Matthew dan Powell, 2006). Uji ini telah terbukti pada benih kapri. Penelitian terhadap benih komoditas lain seperti lobak, kubis, paprika, kedelai, buncis, kapas, tomat, dan jagung terbukti berkorelasi negatif terhadap tolok ukur vigor. Semakin tinggi hasil uji daya hantar listrik, semakin rendah vigor benih tersebut. Hal ini dikarenakan meningkatnya daya hantar listrik disebabkan kebocoran elektrolit karena permeabilitas membran benih yang meningkat (Matthew dan Powell, 2006). Meningkatnya permeabilitas membran sel benih bisa dikarenakan kerusakan pada saat pemanenan, pengolahan,

17 5 hama penyakit dan penyimpanan. Pengujian DHL pada benih kapri dilakukan dengan menggunakan 50 benih dengan kadar air 10-14% direndam dalam 250 ± 5 ml air bebas ion selama 24 jam pada suhu 20 ± 2 o C (ISTA, 2008). Prinsip pengujian yang sederhana memungkinkan penggunaan metode daya hantar listrik dapat digunakan pada seluruh komoditas, termasuk cabai (Capsicum annuum L). Oleh karena itu dibutuhkan penelitian untuk mengetahui kemungkinan penggunaan uji daya hantar listrik (konduktivitas) pada benih cabai. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk : 1. Mempelajari beberapa faktor (suhu ruang, kadar air benih, dan lama perendaman) yang diduga berpengaruh terhadap hasil pengujian daya hantar listrik benih cabai serta kaitannya dengan vigor benih. 2. Mengetahui kemungkinan penggunaan uji daya hantar listrik untuk mendeteksi tingkat vigor benih cabai berdasarkan korelasinya dengan beberapa tolok ukur vigor lain. Hipotesis Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah : 1. Faktor lama perendaman, suhu ruang pengujian, dan kadar air benih berpengaruh terhadap hasil pengujian daya hantar listrik. 2. Hasil uji daya hantar listrik berkorelasi negatif dengan beberapa tolok ukur vigor benih cabai yang diamati.

18 6 TINJAUAN PUSTAKA Kemunduran Benih dan Hubungannya dengan Kebocoran Membran Sel Benih mencapai vigor maksimum pada saat masak fisiologis dan akan terus mengalami kemunduran sampai ditanam. Kemunduran benih adalah mundurnya mutu fisiologi benih secara fisik, fisiologi, dan kimia yang menyebabkan menurunnya viabilitas benih (Sadjad, 1974). Kemunduran benih alami terjadi secara kronologis, yang berkaitan dengan waktu, dan kemunduran fisiologis yang disebabkan oleh faktor lingkungan (Sadjad, 1993). Proses proses yang terlibat dalam kemunduran benih antara lain, kerusakan kromosom, penurunan aktivitas enzim metabolisme, penurunan produksi adenin triphosphat (ATP), dan peningkatan permeabilitas membran sel (Priestley, 1986). Proses kemunduran benih diikuti oleh penurunan vigor. Peroksida lemak dianggap sebagai salah satu penyebab utama kemunduran benih (Priestley, 1986; Copeland dan McDonald, 2001). Oksidasi protein berkorelasi dengan viabilitas benih red cedar (Thuja plicata Donn ex D. Don), kadar oksidasi benih yang tinggi didapat pada benih bermutu rendah (Terskikh et al., 2008). Penurunan viabilitas benih berhubungan dengan peroksida fosfolipid yang kemudian menyebabkan kerusakan membran sel. Hilangnya integritas membran terbukti ketika terdapat kebocoran elektrolit yang berlebihan pada saat imbibisi benih (Bewley dalam Terskikh et al., 2008). Benih yang mengalami kemunduran juga membentuk radikal bebas berupa radikal superoksida bebas (O - 2 ) yang bersifat racun dan bereaksi dengan H 2 O 2 menghasilkan radikal hidroksil (OH - ) dan monoksida (Bewley dan Black, 1985). Kedua oksidan tersebut dapat menyebabkan kerusakan pada membrane lipids. Produksi radikal bebas tersebut menyebabkan enzim-enzim pertumbuhan tidak aktif, denaturasi protein dan gangguan integritas RNA dan DNA (Bewley dan Black, 1985; Terskikh et al., 2008). Membran sel akan menjadi lebih permeabel, sintesis enzim terganggu, pembesaran sel terganggu, akibatnya pertumbuhan kecambah akan terganggu bahkan benih tidak dapat berkecambah. Bewley dan Black (1985) juga menyebutkan bahwa pada beberapa spesies benih tanaman yang mengalami

19 7 kemunduran berkorelasi dengan penurunan aktivitas pertukaran gas dan aktivitas enzim, yang diketahui dari kandungan adenin triphosphat (ATP) pada benih vigor rendah lebih sedikit dari benih bervigor tinggi. Kekurangan ATP diduga akan mengganggu proses metabolisme penting untuk perkecambahan dan mengakibatkan benih kehilangan daya berkecambah. Oleh karena itu, benih yang mengalami kemunduran dapat diindikasikan dengan meningkatnya permeabilitas membran sel benih. Permeabilitas membran adalah tingkat kemudahan suatu membran untuk dilalui gas, cairan dan zat-zat padat yang berdifusi. Semakin meningkat permeabilitas membran sel semakin bocor sel tersebut. Hal ini dikarenakan membran kehilangan kemampuan untuk menyeleksi zat-zat yang keluar dan masuk sel. Membran sel benih yang semakin permeabel menyebabkan benih mengalami kebocoran yang mengakibatkan substrat respirasi, antara lain glukosa, asam lemak, asam amino, potasium, dan ion dalam jumlah yang bervariasi keluar dari sel (Bewley dan Black, 1985). Kebocoran ini mengakibatkan pertumbuhan kecambah akan terganggu bahkan benih tidak mampu berkecambah. Substrat-substrat respirasi yang keluar pada saat benih mengalami kebocoran adalah bagian penting sel yang berfungsi untuk memperbaiki komponen membran sel pada saat imbibisi (Simon dalam Shereena dan Salim, 2006). Miguel dan Filho (2002) melaporkan bahwa nilai kebocoran potasium pada air rendaman benih jagung berkorelasi negatif dengan daya berkecambah, indeks vigor, accelerated ageing, cold test, dan perkecambahan tanaman di lapang. Jain et al. (2006) menyatakan bahwa peningkatan nilai kebocoran benih menggunakan uji DHL pada benih lobak (Raphanus sativus L.) yang diusangkan berkorelasi negatif dengan nilai indeks vigor. Kebocoran protein juga berhubungan erat dengan peningkatan permeabilitas membran benih jagung manis (Wann, 1986). Peningkatan nilai daya hantar listrik, kandungan asam lemak bebas, dan kandungan peroksidase meningkat seiring dengan bertambahnya waktu pengusangan benih kapas (Maqsood et al., 2000). Benih dengan tingkat vigor tinggi akan mempunyai tingkat kebocoran benih yang rendah, sebaliknya benih bervigor rendah akan menunjukkan tingkat kebocoran membran yang tinggi.

20 8 Uji Daya Hantar Listrik Uji daya hantar listrik (conductivity test) adalah peubah viabilitas benih melalui pendekatan fisik yang menggambarkan tingkat kebocoran membran sel (AOSA dalam Qadir, 1994). Sadjad (1993) menyebutkan bahwa daya hantar listrik (DHL) lebih bisa menjabarkan vigor awal benih dan vigor benih yang dipengaruhi lingkungan. Saenong (1986) menyatakan bahwa pengukuran DHL dapat dijadikan indikasi vigor benih jagung dan kedelai. Daya hantar listrik meningkat dengan semakin meningkatnya kemunduran benih. Woodstock dalam Saenong (1986) menyatakan bahwa pendekatan secara fisik dapat digunakan untuk mengukur tingkat vigor benih, misalnya berat jenis benih (density) dan DHL. Saenong (1986) juga menyebutkan bahwa tolok ukur DHL merupakan pengujian yang paling peka dan paling dini untuk menentukan perbedaan viabilitas benih jagung dan kedelai akibat periode simpan. Saat ini uji DHL telah digunakan secara meluas di Eropa, Australia, New Zealand dan Amerika Utara sebagai salah satu uji tingkat vigor benih kapri (Pisum sativum). Uji DHL juga digunakan pada benih tanaman lain, terutama pada benih legum yang besar (ISTA, 1995). Prinsip yang digunakan dalam uji DHL adalah perubahan organisasi membran sel yang terjadi selama perkembangan benih sebelum benih masak fisiologis, pengeringan benih sebelum panen, dan selama imbibisi sebelum perkecambahan (Baki dalam ISTA, 1995). Integritas membran sel ditentukan oleh kemunduran benih karena perubahan secara biokimia atau kerusakan fisik, hal ini dapat dipertimbangkan sebagai penyebab dasar perbedaan viabilitas yang secara tidak langsung menentukan kebocoran benih selama uji DHL (Matthew dan Powell, 2006). Hampton et al. (1992; 1994) menyebutkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran DHL pada benih buncis dan kedelai, meliputi kandungan ion pada air rendaman, suhu ruang saat perendaman, lama perendaman, suhu saat pengukuran, jumlah benih yang diukur, kadar air dan ukuran benih. Standar yang ditetapkan ISTA (2008) untuk benih kapri adalah lima puluh butir benih, volume air bebas ion 250 ml, dan perendaman selama 24 jam ± 15 menit pada suhu 20 ± 2 0 C. Fitriningtyas (2008) menyebutkan bahwa

21 9 kadar air benih yang paling tepat digunakan pada pengujian DHL benih kedelai adalah kadar air benih 12%. Artola dan Carrillo (2005) merekomendasikan 100 benih yang direndam dalam 250 ml air bebas ion selama 24 jam pada suhu 20 o C untuk pengujian DHL benih Lotus corniculatus L. Wang et al. (1996) menyatakan bahwa perendaman benih selama 4-20 jam pada benih lucerne (Medicago sativa) berkorelasi sangat erat (r = ) dengan perendaman 24 jam. Pengujian DHL pada benih kubis (Brassica oleracea L.) menggunakan 50 benih direndam dalam 75 ml air bebas ion selama 4 jam mampu membedakan tingkat vigor benih (Kikuti dan Filho, 2008). Tcmicsagclie dan Takano (1990) menggunakan 100 benih yang direndam dalam 50 ml air bebas ion selama 40 jam pada suhu 25 o C untuk uji DHL benih jagung manis. Pengujian DHL pada benih paprika menggunakan 25 benih yang direndam dalam 25 ml air bebas ion selama 2, 3, 5, atau 6 jam pada suhu 30 0 C (Oliveira dan Novembre, 2005). Pengujian DHL pada benih tomat menggunakan 50 benih dalam 25 ml air bebas ion, direndam selama 2 dan 8 jam pada suhu 25 0 C (Seneme et al., 2004). Masih diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan standar baku pengujian vigor benih cabai menggunakan DHL.

22 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei Oktober 2008 di Laboratorium Fisika dan Laboratorium Biologi, Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura, Departemen Pertanian, Cimanggis, Depok; dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian adalah benih cabai varietas Andalas, aquades, kertas filter, aluminium foil dan label. Peralatan yang digunakan adalah gelas ukur, gelas piala, cawan petri, oven, timbangan analitik, pengukur DHL (conductivitymeter) tipe Cond 330i, dan pengecambah benih tipe APB IPB 73-2A/B. Metode Penelitian Pengujian pendahuluan dilakukan sebelum memasuki penelitian utama. Pengujian pendahuluan meliputi penentuan tingkat kadar air awal benih dan daya berkecambah awal benih. Penentuan kadar air benih dilakukan pada 10 gram benih dengan menggunakan metode suhu rendah konstan 103 ± 2 o C selama 17 jam. Penentuan daya berkecambah dilakukan dengan menggunakan metode top of paper (metode di atas kertas) dengan menggunakan 100 butir benih setiap ulangan dan diulang empat kali. Penelitian utama terdiri atas dua percobaan, yaitu: Percobaan 1: Pengaruh lama perendaman dan suhu ruang pengujian terhadap daya hantar listrik dan hubungannya dengan mutu fisiologis benih cabai Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara lama perendaman dan suhu ruang pengujian terhadap daya hantar listrik dan mutu fisiologis benih. Benih cabai varietas Andalas yang dipakai pada penelitian ini dibeli dari CV.

23 11 Agro Mandiri dengan tanggal kadaluarsa Desember Percobaan 1 dilakukan pada bulan Juni Penelitian ini menggunakan rancangan lingkungan acak lengkap (RAL) dua faktor, yaitu lama perendaman (R) sebagai faktor pertama dengan empat taraf yaitu 2 jam (R1), 4 jam (R2), 6 jam (R3) dan 8 jam (R4). Faktor kedua adalah suhu ruang pengujian (T) dengan dua taraf yaitu 20 o C (T1) dan 25 o C (T2). Model rancangan tersebut adalah Y ij = µ + α i + β j + (αβ)ij + ij Keterangan: Y ij : nilai pengamatan pada perlakuan faktor α ke-i dan faktor β ke-j µ :nilai tengah yang sebenarnya αi :pengaruh lama perendaman (α) ke-i β j (αβ)ij : pengaruh suhu ruang pengujian (β) ke-j :pengaruh interaksi lama perendaman benih (α) ke-i dan suhu ruang pengujian (β) ke-j ij : galat percobaan pada perlakuan faktor α ke-i dan faktor β ke-j Aquades sebanyak 25 ml diletakkan dalam gelas piala 100 ml, kemudian diukur nilai daya hantar listriknya, apabila memenuhi syarat pengujian DHL (kurang dari 5 µs cm -1 ), gelas piala yang berisi aquades tersebut ditutup menggunakan aluminium foil dan dibiarkan jam (ISTA, 2008) masingmasing pada suhu 20 o C dan 25 o C. Benih cabai sebanyak 25 butir (mengacu pada penelitian Oliveira dan Novembre tahun 2005 pada benih paprika), dengan kadar air 10% (standar ISTA untuk uji DHL pada Pisum sativum yaitu kisaran kadar air 10-14%), yang sudah ditimbang, dimasukkan ke dalam gelas piala yang telah berisi 25 ml aquades tersebut, kemudian gelas piala ditutup kembali menggunakan aluminium foil dan dibiarkan masing masing selama 2, 4, 6, dan 8 jam untuk setiap suhu ruang pengujian. Kemudian benih disaring, dan aquades hasil perendaman benih diukur daya hantar listriknya menggunakan conductivitymeter. Setiap perlakuan diulang empat kali. Benih yang telah direndam kemudian ditanam menggunakan metode top of paper (uji di atas kertas/ UDK) (ISTA, 2008) untuk mengukur daya berkecambah (DB), kecepatan tumbuh (K CT ), bobot kering kecambah normal (BKKN), dan laju pertumbuhan kecambah (LPK). Pengukuran DB, K CT, BKKN, dan LPK juga

24 12 dilakukan dengan menggunakan benih yang berasal dari lot yang sama tanpa perendaman. Pengolahan data secara statistik dilakukan dengan menggunakan analisis ragam uji F pada selang kepercayaan 95%. Apabila perlakuan berpengaruh nyata terhadap variabel yang diamati dilakukan uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf α = 5%. Selain itu dilakukan analisis korelasi dan regresi untuk mengetahui hubungan antara DHL dengan tolok ukur mutu fisiologis lainnya, baik dari benih yang telah direndam untuk uji DHL maupun benih dari lot yang sama yang tidak direndam. Penentuan lama perendaman optimum dilakukan dengan tiga pendekatan, yaitu pendekatan sidik ragam, pendekatan korelasi, dan pendekatan regresi. Keeratan hubungan antara dua peubah atau lebih dapat dilihat dari nilai koefisien korelasi (r). Nilai r berkisar antara -1 dan 1 (Mattjik dan Sumertajaya, 2002). Nilai koefisien korelasi yang mendekati 1 atau -1 menunjukkan hubungan yang sangat erat antara dua atau lebih peubah yang diamati. Nilai DHL berkorelasi negatif dengan tingkat vigor benih (Matthew dan Powell, 2006). Semakin tinggi nilai DHL suatu lot benih menunjukkan tingkat vigor yang rendah. Penentuan lama perendaman optimum selain ditentukan oleh koefisien korelasi juga ditentukan oleh koefisien determinasi (R 2 ). Koefisien determinasi menyatakan kemampuan model, yang didapat dari pendekatan regresi, untuk menjelaskan keragaman total Y yang dipengaruhi keragaman X (Mattjik dan Sumertajaya, 2002). Semakin tinggi nilai R 2 menunjukkan pengaruh peubah X yang semakin besar terhadap keragaman total Y. Percobaan 2: Pengaruh tingkat kadar air benih terhadap daya hantar listrik pada dua tingkat vigor benih dan hubungannya dengan mutu fisiologis benih cabai Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara tingkat kadar air benih pada lama perendaman terbaik (hasil percobaan 1) terhadap nilai daya hantar listrik benih yang terukur pada dua tingkat vigor benih serta kaitannya dengan mutu fisiologis benih. Benih cabai varietas Andalas dengan tingkat vigor tinggi menggunakan lot benih dengan tanggal kadaluarsa Desember 2009, dan

25 13 vigor sedang menggunakan lot benih dengan tanggal kadaluarsa Desember Percobaan 2 dilakukan pada bulan Oktober Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan lingkungan acak lengkap (RAL) dua faktor. Faktor pertama adalah tingkat vigor benih dengan dua taraf, yaitu vigor tinggi (V1) dan vigor sedang (V2). Faktor kedua adalah tingkat kadar air benih dengan tiga taraf, yaitu 8% (K1), 10% (KA2), dan 12% (KA3). Model rancangan tersebut adalah Y ij = µ + α i + β j + (αβ)ij + ij Keterangan: Y ij : nilai pengamatan pada perlakuan faktor α ke-i dan faktor β ke-j µ :nilai tengah yang sebenarnya αi :pengaruh tingkat vigor benih (α) ke-i β j (αβ)ij : pengaruh tingkat kadar air benih (β) ke-j :pengaruh interaksi tingkat vigor benih (α) ke-i dan tingkat kadar air benih (β) ke-j ij : galat percobaan pada perlakuan faktor α ke-i dan faktor β ke-j Sejumlah benih dikondisikan untuk mendapatkan kadar air benih yang diinginkan (8%, 10%, dan 12%). Penyesuaian kadar air benih untuk mendapatkan kadar air benih yang lebih tinggi dilakukan dengan meletakkan benih diantara kain atau tisu yang sudah dilembabkan pada suhu 25 o C (± menit) sampai mencapai bobot benih yang ekivalen dengan kadar air benih (ISTA, 2008). Kisaran bobot benih yang ekivalen dengan kadar air benih yang diinginkan dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: Setelah didapatkan sejumlah benih dengan kadar air yang diinginkan, kemudian pengujian DHL dilakukan dengan metode yang sama seperti pada percobaan 1.

26 14 Benih yang telah direndam kemudian ditanam menggunakan metode top of paper (ISTA, 2008) untuk mengukur DB, K CT, BKKN, dan LPK. Pengukuran DB, K CT, BKKN, dan LPK juga dilakukan dengan menggunakan benih dari lot yang sama tanpa perendaman. Pengolahan data dilakukan sama seperti pada percobaan 1. Penentuan tingkat kadar air yang optimum dilakukan dengan menggunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan sidik ragam, pendekatan korelasi, dan pendekatan regresi. Metode Pengamatan 1. Daya Berkecambah (DB) Penghitungan daya berkecambah berdasarkan persentase kecambah normal (KN) pada hitungan pertama (hari ke-7) dan kedua (hari ke-14) (ISTA, 2008). Jumlah KN hitungan I + Jumlah KN hitungan II DB (%) = X 100% Jumlah benih yang ditanam 2. Kecepatan Tumbuh (K CT ) Pengamatan terhadap kecambah normal yang tumbuh dilakukan setiap hari. Kecepatan tumbuh dihitung berdasarkan perbandingan persentase kecambah normal setiap hari pengamatan. Nilai K CT dinyatakan dalam satuan %/etmal. Rumus perhitungannya adalah K (%/ etmal) = CT tn 0 Nn-N(n-1) t Keterangan : t : waktu pengamatan Nn : jumlah kecambah normal pada hari ke-n N(n-1) : jumlah kecambah normal pada hari ke n-1 t : waktu pengamatan (hari ke-i) tn : waktu akhir pengamatan (hari ke-n) 3. Bobot Kering Kecambah Normal (BKKN) Pengujian dilakukan pada akhir pengamatan uji daya berkecambah. Seluruh kecambah normal dicabut dari kertas merang dipisahkan dari kulit benih yang masih tersisa, dibungkus dalam aluminium foil dan dimasukkan ke dalam oven 80 0 C selama 24 jam (Copeland dan McDonald, 2001), setelah

27 15 itu dimasukkan ke dalam desikator kurang lebih 30 menit kemudian ditimbang. Nilai BKKN dinyatakan dalam miligram (mg). 4. Laju Pertumbuhan Kecambah (LPK) Laju pertumbuhan kecambah merupakan rasio antara total berat kering kecambah normal (BKKN) dan jumlah kecambah normal (KN) dengan rumus: 5. Daya Hantar Listrik (DHL) X - Blanko DHL ( μ S/cm g) = Bobot benih X adalah nilai daya hantar listrik air rendaman benih yang terbaca pada conductivitymeter (ISTA, 2008). Benih sebelum direndam, ditimbang pada neraca analitik dengan empat digit angka desimal di belakang koma.

28 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1: Pengaruh suhu ruang pengujian dan lama perendaman terhadap daya hantar listrik dan hubungannya dengan mutu fisiologis benih cabai Benih yang digunakan pada penelitian ini adalah varietas Andalas, merupakan jenis cabai keriting, yang diproduksi oleh CV. Agro Mandiri. Lot benih yang digunakan memiliki kondisi awal sebagai berikut: kadar air (KA) benih sebesar 6.6%, DB 83%, K CT 7.3 %/ etmal, BKKN mg, LPK 0.22 mg. Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suhu ruang pengujian dan lama perendaman dan interaksi keduanya terhadap pengukuran daya hantar listrik (DHL) benih cabai serta hubungannya dengan mutu fisiologis benih. Pengaruh faktor tunggal suhu ruang pengujian (A) dan lama perendaman (B), serta interaksinya terhadap DHL dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh suhu ruang pengujian (A) dan lama perendaman (B) terhadap daya hantar listrik dan tolok ukur mutu fisiologis benih cabai Tolok ukur A B A x B 1. DHL ** tn ** 2. DB * tn tn 3. K CT tn tn tn 4. BKKN tn tn tn 5. LPK * tn tn Keterangan : benih yang digunakan pada penelitian ini adalah benih yang sudah direndam untuk uji DHL; ** : berpengaruh sangat nyata pada α = 1%, * : berpengaruh nyata pada α = 5%, tn : tidak berpengaruh nyata Rekapitulasi sidik ragam pada Tabel 1 menunjukkan bahwa faktor tunggal suhu ruang pengujian berpengaruh sangat nyata pada tolok ukur DHL, berpengaruh nyata pada tolok ukur DB dan LPK, dan tidak berpengaruh nyata

29 17 pada tolok ukur K CT dan BKKN. Faktor tunggal lama perendaman tidak berpengaruh nyata pada semua tolok ukur mutu fisiologis yang diamati. Interaksi antara kedua faktor tunggal berpengaruh sangat nyata pada tolok ukur DHL, tetapi tidak berpengaruh nyata pada tolok ukur DB, K CT, BKKN dan LPK. Pengaruh interaksi antara suhu ruang pengujian dan lama perendaman terhadap DHL dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Pengaruh interaksi suhu ruang pengujian dan lama perendaman terhadap daya hantar listrik (μ S/cm g) Suhu perendaman Lama perendaman 20 o C 25 o C 2 jam Bb Ba 4 jam Bb Aa 6 jam Aa Ba 8 jam Ba Ba Keterangan : benih yang digunakan adalah benih yang sudah direndam untuk uji DHL; angka yang diikuti huruf kapital yang sama pada kolom yang sama atau huruf kecil yang sama pada baris yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada α = 5%. Tabel 2 menunjukkan bahwa data yang didapat pada percobaan ini sangat fluktuatif. Pada suhu 25 o C nilai DHL tertinggi didapatkan pada perendaman 4 jam, pada suhu 20 o C nilai DHL tertinggi didapatkan pada perendaman 6 jam. Pengujian pada suhu 25 o C memberikan nilai DHL yang mulai stabil. Bewley dan Black (1985) melaporkan bahwa pertambahan kebocoran potassium, glukosa dan protein pada benih buncis semakin menurun seiring dengan semakin lamanya perendaman benih. Kebocoran tertinggi didapatkan pada perendaman 3 jam, terus menurun secara fluktuatif sampai pada perendaman 12 jam kemudian menjadi stabil. Perlakuan yang paling peka untuk pengujian DHL benih cabai pada percobaan ini adalah pada suhu ruang pengujian (sekaligus suhu imbibisi) 25 o C dengan perendaman 4 jam. Kepekaan ini dilihat dari nilai DHL yang terukur, semakin tinggi nilai DHL yang terukur maka kombinasi yang digunakan semakin peka untuk pengujian DHL. Oliveira dan Novembre (2005) mendapatkan kombinasi terbaik untuk pengujian DHL

30 18 benih paprika adalah pada suhu 30 o C dengan lama perendaman 2, 3, 5, dan 8 jam. Kikuti dan Filho (2008) merekomendasikan perendaman terbaik untuk benih kubis adalah 4 jam. Secara umum pengujian DHL yang dilakukan pada suhu 25 o C nyata lebih tinggi dibandingkan dengan pengujian yang dilakukan pada suhu 20 o C. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Vanzolini dan Nakagawa (2005) bahwa suhu imbibisi 25 o C pada kacang tanah memberikan nilai DHL yang terukur lebih tinggi daripada suhu 20 o C. Hal ini diduga karena suhu 25 o C, yang merupakan suhu perkecambahan beberapa tanaman budidaya termasuk cabai, adalah suhu terjadinya respirasi yang optimal, sehingga memungkinkan suhu ruang pengujian 25 o C lebih mampu mencerminkan kondisi fisiologis benih yang sesungguhnya. Benih yang digunakan untuk masing-masing satuan percobaan adalah benih yang berbeda. Copeland dan McDonald (2001) menyatakan bahwa uji DHL lebih tepat untuk menggambarkan kondisi fisiologis per satuan benih tetapi kurang tepat untuk mendeteksi kondisi fisiologis lot benih. Beberapa penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pengukuran DHL ternyata mampu menggambarkan kondisi fisiologis lot benih kedelai (Fitriningtyas (2008); Taliroso (2008)), kapas (Perl dan Feder, 1983), jagung (Saenong, 1986), jagung manis (Tcmicsagcli and Takano, 1990), gmelina (Siskasari, 2000), paprika (Oliveira dan Novembre, 2005), Lotus corniculatus L.(Artola dan Carillo, 2005), Medicago sativa (Wang et al., 1996), kubis (Kikuti dan Filho, 2008), dan tomat (Seneme et al., 2004). Pengaruh lama perendaman dan suhu ruang pengujian terhadap DB dan LPK dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4. Suhu ruang pengujian DHL 20 o C memberikan nilai DB nyata lebih rendah dibandingkan pada suhu 25 o C, dan lama perendaman tidak berpengaruh nyata terhadap pengujian DB (Tabel 3). Pengujian DHL pada suhu 20 o C memberikan nilai LPK nyata lebih tinggi dibandingkan benih yang diuji pada suhu 25 o C (Tabel 4).

31 19 Tabel 3. Pengaruh lama perendaman dan suhu ruang pengujian terhadap daya berkecambah (%) Lama perendaman Suhu ( C) 2 jam 4 jam 6 jam 8 jam Rata-rata B A Rata-rata 80.5 a 83 a 86 a 87 a Keterangan : benih yang digunakan adalah benih yang sudah direndam untuk uji DHL; angka yang diikuti huruf kapital yang sama pada kolom yang sama atau huruf kecil yang sama pada baris yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada α = 5%. Tabel 4. Pengaruh lama perendaman dan suhu ruang pengujian terhadap laju pertumbuhan kecambah (mg) Lama perendaman Suhu ( C) 2 jam 4 jam 6 jam 8 jam Rata-rata A B Rata-rata a a a a Keterangan : benih yang digunakan adalah benih yang sudah direndam untuk uji DHL; angka yang diikuti huruf kapital yang sama pada kolom yang sama atau huruf kecil yang sama pada baris yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada α = 5%. Berdasarkan pendekatan sidik ragam, diketahui bahwa kombinasi perlakuan yang paling optimum untuk pengujian DHL benih cabai pada percobaan ini adalah pengujian DHL pada suhu ruang pengujian 25 o C dengan lama perendaman 4 jam (Tabel 2). Pendekatan korelasi dan regresi antara daya hantar listrik dan tolok ukur mutu fisiologis yang lain pada percobaan 1 Hubungan antara nilai DHL dengan berbagai tolok ukur mutu fisiologis yang diamati pada penelitian ini dapat digambarkan melalui pendekatan korelasi yang dapat dilihat pada Tabel 5 dan 6.

32 20 Tabel 5. Koefisien korelasi (r) antara daya hantar listrik dan tolok ukur mutu fisiologis lainnya pada suhu ruang pengujian berbeda Suhu ruang pengujian Tolok ukur 20 o C P 25 o C P DB 0.132tn tn K CT 0.123tn tn BKKN 0.220tn (-)0.264tn LPK 0.043tn (-)0.358tn Keterangan : benih yang digunakan adalah benih yang sudah direndam untuk uji DHL; P: peluang kesalahan; tn : tidak berpengaruh nyata Tabel 6. Koefisien korelasi (r) antara daya hantar listrik dan tolok ukur mutu fisiologis lainnya pada berbagai lama perendaman Lama perendaman Tolok ukur 2 jam 4 jam 6 jam 8 jam DB (-)0.097tn (-)0.932** 0.028tn 0.114tn P=0.820 P=0.001 P=0.947 P=0.789 K CT (-)0.502tn (-) 0.765* (-) 0.649tn (-) 0.180tn P=0.205 P=0.027 P=0.082 P=0.670 BKKN (-)0.100tn (-)0.907** (-)0.875** 0.066tn P=0.813 P=0.002 P=0.004 P=0.876 LPK (-)0.662tn (-) 0.051tn (-) 0.406tn 0.002tn P=0.074 P= P=0.997 Keterangan : benih yang digunakan adalah benih yang sudah direndam untuk uji DHL; ** : berpengaruh sangat nyata pada α = 1%, *: berpengaruh nyata pada α = 5%, tn : tidak berpengaruh nyata Nilai koefisien korelasi (r) berada pada kisaran (-)1 < r < 1. Dua peubah dikatakan memiliki keeratan hubungan yang sangat tinggi bila memiliki nilai r mendekati 1 atau (-)1 (Mattjik dan Sumertajaya, 2002). Dua peubah dikatakan mempunyai hubungan yang cukup erat jika mempunyai nilai koefisien korelasi (r) 0.5 < r < 0.8 dan dikatakan mempunyai korelasi sangat erat jika memiliki nilai 0.8 < r < 1. Penentuan nyata atau tidaknya korelasi antara dua peubah dilakukan berdasarkan nilai P. Nilai r antara dua peubah dikatakan memiliki hubungan yang

33 21 nyata jika memiliki nilai P < 0.05, sementara nilai r dikatakan sangat nyata antara dua peubah jika memiliki nilai P < Selain kedua persyaratan di atas maka nilai r antara dua peubah yang diamati dikatakan tidak nyata. Nilai koefisien korelasi (r) pada percobaan 1 menunjukkan nilai r yang beragam. Beberapa kombinasi perlakuan lama perendaman memberikan nilai r yang positif pada semua tolok ukur mutu fisiologis benih kontrol maupun pada benih yang dipakai pada pengujian DHL. Matthew dan Powell (2006) menyatakan bahwa DHL berkorelasi negatif dengan tolok ukur vigor lain. Halder dan Power dalam Priestley (1986) melaporkan bahwa nilai konduktivitas benih bunga matahari berkorelasi positif dengan viabilitas benih yang disimpan pada suhu 28 o C pada berbagai tingkat kadar air benih. Sadjad (1993) menyatakan bahwa DHL merupakan tolok ukur vigor daya simpan, selain vigor benih setelah didera etanol (Valk). Berdasarkan pendekatan korelasi pada Tabel 5, pengujian DHL pada suhu 25 o C menunjukkan nilai r negatif pada tolok ukur BKKN dan LPK meskipun hubungannya tidak erat dan tidak nyata. Hubungan ini mempunyai kecenderungan nilai r yang lebih baik dibandingkan dengan pengujian pada suhu 20 o C. Pada Tabel 6, lama perendaman 4 jam memberikan nilai r yang sangat erat dan sangat nyata pada tolok ukur DB dan BKKN, dan nilai r yang erat dan nyata pada tolok ukur K CT. Hsu et al. (2000) menyatakan bahwa persentase perkecambahan memiliki keeratan hubungan dengan daya hantar listrik pada benih sudan grass. Pada Tabel 7 dan 8 dapat dilihat korelasi antara nilai DHL dengan tolok ukur mutu fisiologis lain yang didapat dari pengamatan terhadap benih cabai dari lot yang sama tetapi yang tidak digunakan dalam uji DHL. Korelasi antara nilai DHL dengan tolok ukur mutu fisiologis benih kontrol tidak nyata baik pada perlakuan suhu ruang pengujian (Tabel 7) maupun lama perendaman (Tabel 8). Hal ini diduga karena benih yang digunakan pada uji fisiologis adalah individu benih yang berbeda. Copeland dan McDonald (2001) menyatakan bahwa uji DHL lebih tepat untuk menggambarkan kondisi fisiologis per satuan benih tetapi kurang tepat untuk mendeteksi kondisi fisiologis lot benih.

34 22 Tabel 7. Koefisien korelasi (r) antara daya hantar listrik dan tolok ukur mutu fisiologis benih kontrol pada suhu ruang pengujian berbeda Suhu ruang pengujian Tolok ukur 20 o C P 25 o C P DB (-)0.075tn (-)0.136tn K CT (-)0.198tn (-)0.017tn BKKN (-)0.103tn (-)0.128tn LPK (-)0.135tn (-)0.115tn Keterangan : benih yang digunakan adalah benih yang tidak direndam untuk uji DHL; P: peluang kesalahan; tn : tidak berpengaruh nyata Tabel 8. Koefisien korelasi (r) antara daya hantar listrik dan tolok ukur mutu fisiologis benih kontrol pada berbagai lama perendaman Lama perendaman Tolok ukur 2 Jam 4 Jam 6 Jam 8 Jam DB (-)0.178tn 0.053tn (-)0.487tn 0.290tn P=0.553 P=0.900 P=0.221 P=0.485 K CT (-)0.178tn (-)0.132tn (-)0.191tn 0.271tn P=0.673 P=0.755 P=0.651 P=517 BKKN (-)0.268tn 0.028tn (-)0.480tn 0.324tn P=0.521 P=0.948 P=0.229 P=0.433 LPK (-)0.289tn (-)0.003tn (-)0.459tn 0.362tn P=0.487 P=0.994 P=0.253 P=0.379 Keterangan : benih yang digunakan adalah benih yang tidak direndam untuk uji DHL; P:peluang kesalahan; ** : berpengaruh sangat nyata pada α = 1%, * : berpengaruh nyata pada α = 5%; tn : tidak berpengaruh nyata Pendekatan regresi antara DHL dan tolok ukur mutu fisiologis lain pada berbagai suhu ruang pengujian dapat dilihat pada Tabel 9.

35 23 Tabel 9. Koefisien determinasi (R 2 ) antara daya hantar listrik dan tolok ukur mutu fisiologis lain pada berbagai suhu ruang pengujian Suhu ruang pengujian Tolok Ukur 20 o C 25 o C DB K CT BKKN (-)0.069 LPK (-)0.128 Keterangan : benih yang digunakan adalah benih yang sudah direndam untuk uji DHL Tabel 10. Koefisien determinasi (R 2 ) antara daya hantar listrik dan tolok ukur mutu fisiologis lain pada berbagai lama perendaman Lama perendaman Tolok ukur 2 jam 4 jam 6 jam 8 jam DB (-)0.009 (-) K CT (-)0.251 (-)0.585 (-)0.420 (-)0.032 BKKN (-)0.01 (-)0.822 (-) LPK (-)0.436 (-)0.002 (-) Keterangan : benih yang digunakan adalah benih yang sudah direndam untuk uji DHL Tabel 9 dan 10 dapat dijelaskan dengan grafik pada Gambar Lampiran 1-8. Gambar Lampiran 1-4 menjelaskan hubungan antara DHL dengan tolok ukur mutu fisiologis yang bernilai negatif adalah BKKN dan LPK pada suhu 25 0 C dengan nilai R 2 sangat rendah. Gambar Lampiran 5-8 menjelaskan bahwa hubungan regresi antara DHL dengan tolok ukur mutu fisiologis yang bernilai negatif adalah DB-2 jam, DB-4 jam, K CT -2 jam, K CT -4 jam, K CT -6 jam, K CT -8 jam, BKKN-2 jam, BKKN-4 jam, BKKN-6 jam, LPK-2 jam, LPK-4 jam, dan LPK-6 jam. Meningkatnya nilai DHL menandakan menurunnya mutu fisiologis yang ditunjukkan dengan arah hubungan yang negatif antara beberapa tolok ukur mutu fisiologis dengan nilai DHL.

36 24 Koefisien determinasi (R 2 ) menunjukkan kemampuan sebuah model, yang didapatkan dari pendekatan regresi antar dua peubah, untuk menjelaskan keragaman nilai tolok ukur mutu fisiologis benih (sumbu Y) oleh keragaman nilai DHL (sumbu X). Tabel 10 menunjukkan bahwa perendaman 4 jam memiliki arah hubungan regresi negatif dengan nilai R 2 yang cukup besar pada tolok ukur DB, yaitu sebesar (86.8%) artinya keragaman nilai DB dapat dijelaskan dengan nilai DHL sebesar 86.8%, K CT (58.5%), dan BKKN (82.2%). Perendaman 6 jam memiliki hubungan negatif dengan nilai R (76.6%) pada tolok ukur BKKN, artinya keragaman nilai BKKN dapat dijelaskan dengan nilai DHL sebesar 76.6%. Pendekatan regresi yang dilakukan pada tolok ukur mutu benih kontrol, yang tidak direndam, tolok ukur K CT pada suhu 25 o C memiliki nilai R 2 =0 (Tabel Lampiran 11). Tolok ukur DB, BKKN, dan LPK memiliki nilai R 2 negatif pada suhu 25 o C, begitu juga pada semua tolok ukur pada suhu 20 o C memiliki nilai R 2 negatif meskipun nilainya tidak cukup besar (<0.5). Pendekatan regresi pada tolok ukur mutu benih kontrol pada perlakuan lama perendaman memiliki nilai R 2 =0 pada perendaman 4 jam dengan tolok ukur BKKN dan LPK (Tabel Lampiran 12). Perendaman 2 jam dan 6 jam memberikan nilai R 2 negatif pada semua tolok ukur mutu fisiologis benih yang diamati tetapi tidak cukup besar (<0.5). Hal ini diduga karena benih yang digunakan berbeda. Copeland dan McDonald (2001) menyatakan bahwa uji DHL lebih tepat untuk menggambarkan kondisi fisiologis per satuan benih tetapi kurang tepat untuk mendeteksi kondisi fisiologis lot benih. Oleh karena itu, pendekatan regresi yang dianggap tepat untuk menarik kesimpulan pada percobaan ini adalah pendekatan menggunakan benih yang sudah direndam untuk uji DHL. Penentuan kombinasi perlakuan terbaik berdasarkan pendekatan sidik ragam adalah perendaman benih cabai selama 4 jam pada suhu ruang pengujian 25 o C (Tabel 2). Pendekatan korelasi pada faktor suhu ruang pengujian menunjukkan bahwa pengujian DHL pada suhu 25 o C menunjukkan nilai r negatif pada tolok ukur BKKN dan LPK meskipun hubungannya tidak erat dan tidak nyata (Tabel 5). Hal ini memberikan kecenderungan nilai r yang lebih baik dibandingkan pengujian pada suhu 20 o C. Pendekatan korelasi pada faktor lama perendaman menunjukkan bahwa lama perendaman 4 jam memberikan nilai r yang sangat erat dan sangat nyata pada tolok ukur DB dan BKKN, cukup erat dan nyata pada

37 25 tolok ukur K CT, nilai r yang sangat erat dan sangat nyata pada perendaman 6 jam pada tolok ukur BKKN (Tabel 6). Berdasarkan ketiga pendekatan didapatkan bahwa perendaman benih selama 4 jam pada suhu ruang 25 o C merupakan kombinasi terbaik untuk pengujian DHL pada benih cabai. Percobaan 2. Pengaruh tingkat kadar air benih terhadap daya hantar listrik pada dua tingkat vigor benih dan hubungannya dengan mutu fisiologis benih cabai Benih yang digunakan pada percobaan ini adalah varietas Andalas dengan dua tingkat vigor, yaitu vigor tinggi dan vigor sedang. Lot benih vigor tinggi memiliki tingkat kadar air benih (KA) 6.3%, DB 91.3%, K CT 12.6%/ etmal, BKKN mg dan LPK 0.24 mg. Lot benih vigor sedang memiliki KA sebesar 6.6%, DB 71.3%, K CT 7.7 %/ etmal, BKKN 7.26 mg dan LPK 0.20 mg. Pengujian DHL dilakukan dengan menggunakan 25 benih direndam dalam 25 ml aquades selama 4 jam pada suhu 25 o C (hasil percobaan 1) dengan menggunakan tiga tingkat kadar air benih, yaitu 8%, 10%, dan 12%. Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui tingkat KA benih yang paling tepat digunakan untuk pengujian DHL pada benih cabai dan hubungannya dengan mutu fisiologis benih cabai. Penggunaan dua tingkat vigor pada percobaan ini bertujuan untuk membuktikan bahwa pengujian DHL dapat membedakan status vigor lot benih cabai. Tabel 11. Rekapitulasi sidik ragam pengaruh tingkat vigor (C) dan tingkat kadar air (D) terhadap daya hantar listrik dan tolok ukur mutu fisiologis benih cabai Tolok ukur C D CXD DHL ** ** ** DB ** tn tn K CT ** ** tn BKKN ** ** tn LPK ** ** tn Keterangan : benih yang digunakan adalah benih yang sudah direndam selama 4 jam pada suhu 25 o C; ** : berpengaruh sangat nyata pada α = 1%, * : berpengaruh nyata pada α = 5%, tn : tidak berpengaruh nyata

38 26 Rekapitulasi sidik ragam pada Tabel 11 menunjukkan bahwa tingkat vigor berpengaruh sangat nyata pada semua tolok ukur yang diamati, sedangkan faktor tunggal tingkat KA benih berpengaruh sangat nyata pada tolok ukur DHL, K CT, BKKN dan LPK, tetapi tidak berpengaruh nyata tolok ukur DB. Interaksi antara tingkat vigor dan tingkat KA berpengaruh sangat nyata pada tolok ukur DHL, tetapi tidak berpengaruh nyata pada tolok ukur DB, K CT, BKKN dan LPK. Tabel 12. Pengaruh interaksi antara tingkat kadar air benih dan tingkat vigor terhadap daya hantar listrik (µs/ cm g) Kadar air benih Tingkat vigor 8% 10% 12% Vigor tinggi Ba Ab Bc Vigor sedang Aa Ab Ac Keterangan : angka yang diikuti huruf kapital yang sama pada kolom yang sama atau huruf kecil yang sama pada baris yang sam a menunjukkan nilai tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada α = 5%. Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa DHL yang terukur pada benih bervigor tinggi nyata lebih rendah dibanding benih yang bervigor sedang (pada kadar air benih 8% dan 12%). Hal ini sejalan dengan pernyataan Matthew dan Powell (2006) bahwa semakin tinggi nilai DHL yang terukur dari sebuah lot benih berarti semakin rendah vigor benih tersebut. Pengujian DHL pada kadar air 8% nyata lebih tinggi dibandingkan pengujian DHL dengan KA benih 10% dan 12%. Pengujian DHL pada kadar air 8% dan 12% terbukti mampu membedakan tingkat vigor benih. Viera et al. (2002) menyebutkan bahwa pengukuran DHL pada benih kedelai dipengaruhi oleh kadar air benih. Penelitian Viera et al. (2002) menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar air benih kedelai yang digunakan dalam pengukuran DHL, semakin rendah nilai DHL yang terukur. Penelitian Suzanna (1999) menunjukkan penurunan kadar air pada benih rekalsitran karet (Hevea brasiliensis) menurunkan DB, K CT, LPK, dan meningkatkan nilai DHL yang mengindikasikan kebocoran membran sel. Semakin rendah kadar air benih umumnya tingkat kebocoran akan semakin besar. Penelitian Hasid (1999) pada benih kakao menunjukkan semakin lama waktu penurunan kadar air pada suhu kamar, semakin rendah kadar air benih, menyebabkan nilai DHL yang terukur

39 27 semakin tinggi. Benih kakao berkadar air 35.10%, 24.28% dan 13.99% memiliki nilai DHL berturut-turut sebesar 2.42, dan 24 µs cm -1 g -1. Tingkat kadar air benih cabai optimum untuk uji DHL yang diperoleh pada penelitian ini berbeda dengan standar pengujian DHL pada Pisum sativum yang telah ditetapkan oleh ISTA (2008) yaitu kadar air 10 14%. Tingkat kadar air benih optimum untuk uji DHL diduga spesifik untuk setiap jenis benih. Fitriningtyas (2008) menyatakan bahwa kadar air 12% merupakan kadar air yang paling tepat untuk pengujian DHL pada benih kedelai. Pengaruh interaksi antara tingkat kadar air benih dengan tingkat vigor pada tolok ukur DB, K CT, BKKN, dan LPK dapat dilihat pada Tabel Tabel 13. Pengaruh tingkat kadar air benih dan tingkat vigor terhadap daya berkecambah (%) Kadar air benih Tingkat vigor 8% 10% 12% Rata-rata Tinggi A Sedang B Rata-rata 83.5a 80.7a 79.8a Keterangan : benih yang digunakan adalah benih yang sudah direndam selama 4 jam pada suhu 25 o C untuk uji DHL; angka yang diikuti huruf kapital yang sama pada kolom yang sama atau huruf kecil yang sama pada baris yang sam a menunjukkan nilai tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada α = 5%. Tabel 14. Pengaruh tingkat kadar air benih dan tingkat vigor terhadap kecepatan tumbuh (%/ etmal) Kadar air benih Tingkat vigor 8% 10% 12% Rata-rata Tinggi A Sedang B Rata-rata a b b Keterangan : benih yang digunakan adalah benih yang sudah direndam selama 4 jam pada suhu 25 o C untuk uji DHL; angka yang diikuti huruf kapital yang sama pada kolom yang sama atau huruf kecil yang sama pada baris yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada α = 5%

40 28 Tabel 15. Pengaruh tingkat kadar air benih dan tingkat vigor terhadap bobot kering kecambah normal (mg) Kadar air benih Tingkat vigor 8% 10% 12% Rata-rata Tinggi A Sedang B Rata-rata 4.81a 4.48b 4.37b Keterangan : benih yang digunakan adalah benih yang sudah direndam selama 4 jam pada suhu 25 o C untuk uji DHL; angka yang diikuti huruf kapital yang sama pada kolom yang sama atau huruf kecil yang sama pada baris yang sam a menunjukkan nilai tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada α = 5%. Tabel 16. Pengaruh kadar air benih dan tingkat vigor terhadap laju pertumbuhan kecambah (mg) Kadar air benih Tingkat vigor 8% 10% 12% Rata-rata Tinggi A Sedang B Rata-rata 0.228a 0.222ab 0.217b Keterangan : benih yang digunakan adalah benih yang sudah direndam selama 4 jam pada suhu 25 o C untuk uji DHL; angka yang diikuti huruf kapital yang sama pada kolom yang sama atau huruf kecil yang sama pada baris yang sama menunjukkan nilai tidak berbeda nyata dengan uji DMRT pada α = 5%. Pengujian pada kadar air benih 8%, 10% dan 12 % tidak memberikan pengaruh nyata pada nilai DB (Tabel 13). Kadar air 8% memberikan nilai K CT nyata lebih tinggi dibandingkan kadar air 10% dan 12% (Tabel 14). Kadar air 8% juga memberikan nilai BKKN yang nyata lebih tinggi dibandingkan kadar air 10% dan 12% (Tabel 15). Kadar air 8% memberikan nilai LPK nyata lebih tinggi dibandingkan kadar air 12% (Tabel 16). Perbedaan kedua tingkat vigor benih yang digunakan nyata ditunjukkan pada semua tolok ukur mutu fisiologis yang diamati (Tabel 13-16). Berdasarkan pendekatan sidik ragam data pengaruh interaksi antara tingkat kadar air benih dan tingkat vigor diketahui bahwa pengujian DHL dengan kadar air benih 8% dan 12% mampu membedakan tingkat vigor benih (Tabel 12).

41 29 Pendekatan korelasi dan regresi antara daya hantar listrik dan tolok ukur mutu fisiologis yang lain pada percobaan 2 Hubungan antara nilai DHL dengan tolok ukur mutu fisiologis benih cabai pada percobaan 2 dapat dilihat pada Tabel 17 dan 18. Tabel 17. Koefisien korelasi (r) antara daya hantar listrik dan tolok ukur mutu fisiologis benih cabai Kadar air benih Tolok ukur 8% P 10% P 12% P DB (-)0.728** (-)0.185tn (-)0.189tn K CT (-)0.703** (-)0.074tn (-)0.319tn BKKN (-)0.709** (-)0.090tn (-)0.368tn LPK (-)0.535** tn (-)0.485* Keterangan : benih yang digunakan adalah benih yang sudah direndam untuk uji DHL; ** : berpengaruh sangat nyata pada α = 1%, * : berpengaruh nyata pada α = 5%, tn : tidak berpengaruh nyata Tabel 18. Koefisien korelasi (r) antara daya hantar listrik dan tolok ukur mutu fisiologis benih cabai pada benih kontrol. Kadar air benih Tolok ukur 8% P 10% P 12% P DB (-)0.653** tn (-)0.212 tn K CT (-)0.725** tn (-)0.302 tn BKKN (-)0.645** tn (-)0.280 tn LPK (-)0.365 tn (-)0.095 tn (-) tn Keterangan : benih yang digunakan adalah benih yang tidak direndam; ** : berpengaruh sangat nyata pada α = 1%,* : berpengaruh nyata pada α = 5%; tn : tidak berpengaruh nyata Pada Tabel 17 dapat dilihat bahwa pengujian DHL yang dilakukan pada tingkat kadar air 8% mempunyai korelasi cukup erat dengan semua tolok ukur mutu fisiologis benih yang diamati. Hal ini dapat dilihat dari nilai r yang berada pada kisaran pada tolok ukur DB, K CT, dan BKKN. Sementara pengujian DHL pada kadar air 10% mempunyai korelasi yang tidak erat dan tidak nyata pada tolok ukur DB, K CT, dan BKKN. Pengujian DHL pada kadar air 12% memberikan korelasi negatif dan tidak nyata pada tolok ukur DB, KCT, dan

42 30 BKKN. Tolok ukur LPK memberikan korelasi negatif dan nyata dengan nilai r < 0.5. Pada Tabel 18, korelasi antara nilai DHL pada kadar air benih 8% dengan tolok ukur mutu fisiologis benih kontrol (tanpa perendaman) memberikan nilai korelasi yang cukup erat dan sangat nyata pada tolok ukur DB, K CT, dan BKKN. Pengujian pada kadar air 10% dan 12% tidak memberikan korelasi yang nyata pada semua tolok ukur mutu fisiologis yang diamati. Copeland dan McDonald (2001) menyatakan bahwa kemunduran benih diawali dengan degradasi membran sel, yang dapat diukur dengan DHL. Nilai DHL berbanding terbalik dengan tingkat vigor benih. Semakin mundur suatu benih, semakin rendah vigornya, nilai DHL yang terukur semakin tinggi. Kemunduran benih adalah menurunnya mutu fisiologis benih yang akan mengakibatkan perubahan fisik, fisiologis maupun kimia dalam benih yang dapat menurunkan viabilitas benih (Sadjad et al., 1974). Benih yang sudah kehilangan viabilitasnya tidak dapat memperbaiki kerusakan pada membran sehingga integritas membran terganggu. Hilangnya integritas membran menyebabkan substrat respirasi keluar dari dalam sel. Bewley dan Black (1985) menyebutkan bahwa pada beberapa jenis benih yang mengalami kemunduran ditemukan korelasi antara penurunan aktivitas pertukaran gas dan penurunan aktivitas enzim. Hal ini diketahui dari kandungan adenin triphosphat (ATP) pada benih non viabel lebih rendah daripada benih viabel. Kekurangan ATP akan mengganggu proses metabolisme penting untuk perkecambahan. Proses perkecambahan yang terganggu akan mengakibatkan benih kehilangan daya berkecambah. Tolok ukur K CT pada Tabel 18 memiliki hubungan yang paling erat dengan DHL dibandingkan dengan tolok ukur DB, BKKN dan LPK. Sadjad (1993) menyatakan bahwa K CT mengindikasikan vigor kekuatan tumbuh (V KT ) karena benih yang cepat tumbuh dianggap lebih mampu menghadapi kondisi lapang yang sub optimum. Nilai koefisien determinasi (R 2 ) antara nilai DHL dengan tolok ukur mutu fisiologis benih yang lain dapat dilihat pada Tabel 19.

43 31 Tabel 19. Koefisien determinasi (R 2 ) antara daya hantar listrik dan tolok ukur mutu fisiologis benih cabai pada berbagai tingkat kadar air benih Kadar air benih Tolok ukur 8% 10% 12% DB (-) (-)0.034 (-)0.036 K CT (-) (-)0.005 (-)0.101 BKKN (-) (-)0.008 (-)0.135 LPK (-) (-)0.235 Keterangan: benih yang digunakan adalah benih yang sudah direndam untuk uji DHL Tabel 19 dapat dijelaskan juga dengan grafik pada Gambar Lampiran 9-12, sumbu y merupakan nilai masing-masing tolok ukur mutu fisiologis yang diamati dan sumbu x adalah nilai DHL. Koefisien determinasi (R 2 ) mengukur kemampuan model yang didapatkan dari pendekatan regresi untuk menjelaskan besarnya kontribusi variasi x terhadap variasi y. Semakin besar nilai R 2 berarti semakin tepat suatu garis regresi linier digunakan sebagai suatu pendekatan (Supranto, 2001). Pada percobaan ini dapat dilihat bahwa KA benih 8% mempunyai nilai R 2 yang paling tinggi pada semua tolok ukur mutu fisiologis benih dibanding KA benih 10% dan 12%. Pengukuran DHL pada kadar air 8% mampu menjelaskan kondisi fisiologis benih sebesar 53% pada DB, 49.4% pada K CT, 50.3% pada BKKN, dan 28.6% pada LPK, lebih besar dibanding pada kadar air benih 10% dan 12%. Nilai R 2 yang sama juga ditunjukkan pada persamaan regresi yang didapatkan dari tolok ukur mutu fisiologis benih kontrol (Tabel Lampiran 13), nilai R 2 pada KA 8% lebih tinggi dibandingkan 10% dan 12%. Persamaan regresi antara DHL dan tolok ukur mutu fisiologis benih cabai pada kadar air 8% dapat dilihat pada Tabel 20. Nilai DB dapat diduga dengan persamaan y = x Pendugaan K CT dengan menggunakan persamaan y = x , BKKN dengan menggunakan persamaan y = x , dan LPK dengan persamaan y = 0.000x Nilai x adalah nilai DHL dan nilai y adalah nilai masing masing tolok ukur yang diamati (DB, K CT, BKKN, dan LPK). Masing masing persamaan berlaku spesifik hanya untuk tolok ukur yang disebutkan.

44 32 Tabel 20. Persamaan regresi antara daya hantar listrik (sumbu x) dan tolok ukur mutu fisiologis benih cabai (sumbu y) pada kadar air 8% dengan nilai R 2 > 0.5 Tolok ukur Persamaan regresi DB y = x K CT y = x BKKN y = x LPK y = x Penentuan kadar air terbaik untuk pengujian DHL pada benih cabai dilakukan dengan menggunakan tiga pendekatan. Berdasarkan pendekatan sidik ragam pada pengaruh interaksi tingkat vigor dan tingkat KA terhadap DHL diketahui bahwa KA 8% dan 12% mampu membedakan tingkat vigor lot benih cabai (Tabel 12). Berdasarkan pendekatan korelasi antara DHL dengan tolok ukur mutu fisiologis lain, baik pada benih yang digunakan langsung untuk uji DHL maupun benih kontrol, didapatkan bahwa kadar air 8% memberikan korelasi yang cukup erat dan sangat nyata pada semua tolok ukur mutu fisiologis, kecuali pada tolok ukur LPK pada benih kontrol yang memberikan korelasi tidak nyata (Tabel 17 dan 18). Berdasarkan pendekatan regresi pada benih yang sudah direndam untuk uji DHL, didapatkan bahwa pengujian DHL pada kadar air 8% mampu menjelaskan tingkat DB sebesar 53%, K CT sebesar 49.4%, BKKN sebesar 50.3% dan LPK sebesar 28.6%, lebih tinggi dibandingkan pada kadar air 10% dan 12% (Tabel 19). Oleh karena itu, berdasarkan tiga pendekatan yang dilakukan didapatkan bahwa pengujian DHL pada benih cabai tepat dilakukan dengan menggunakan KA benih 8%.

45 33 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pendekatan sidik ragam pada percobaan 1 menunjukkan bahwa perendaman benih selama 4 jam pada suhu ruang pengujian 25 o C memberikan nilai DHL tertinggi. Pendekatan korelasi pada perlakuan suhu ruang pengujian 25 o C antara nilai DHL dengan tolok ukur mutu fisiologis benih cabai memberikan korelasi negatif tetapi tidak erat dan tidak nyata pada tolok ukur LPK dan BKKN, ini lebih baik dibandingkan pengujian pada suhu 20 o C yang tidak memberikan korelasi negatif pada semua tolok ukur mutu fisiologis benih yang diamati. Pendekatan korelasi pada perlakuan lama perendaman menunjukkan bahwa korelasi antara nilai DHL dan tolok ukur mutu fisiologis benih cabai pada perendaman 4 jam berkorelasi negatif sangat erat dan sangat nyata pada tolok ukur DB dan BKKN, berkorelasi negatif cukup erat dan nyata pada tolok ukur K CT. Korelasi antara nilai DHL dan tolok ukur mutu fisiologis benih cabai pada perendaman 6 jam bernilai negatif sangat erat dan sangat nyata pada tolok ukur BKKN. Pendekatan regresi pada perlakuan suhu ruang pengujian menunjukkan bahwa pengujian DHL pada suhu ruang 25 o C mampu menjelaskan mutu fisiologis benih cabai (BKKN dan LPK) lebih baik daripada suhu ruang pengujian 20 o C. Pendekatan regresi pada perlakuan lama perendaman menunjukkan bahwa uji DHL pada perendaman 4 jam mampu menjelaskan keragaman tolok ukur mutu fisiologis benih cabai (DB sebesar 86.8%, K CT 58.5%, dan BKKN 82.2%) nyata lebih baik dibandingkan perendaman 2, 6, dan 8 jam. Berdasarkan pendekatan sidik ragam, pendekatan korelasi, dan pendekatan regresi didapatkan kombinasi terbaik untuk uji DHL benih cabai adalah perendaman benih selama 4 jam pada suhu 25 o C. Pendekatan sidik ragam pada percobaan 2 menunjukkan bahwa uji DHL pada kadar air benih 8% dan 12 % mampu membedakan vigor lot benih cabai. Nilai DHL yang terukur pada kadar air benih 8% nyata lebih tinggi dibandingkan kadar air 10% dan 12%. Pendekatan korelasi antara nilai DHL pada kadar air

46 34 benih 8% dengan tolok ukur ukur mutu fisiologis benih bernilai negatif cukup erat dan sangat nyata pada semua tolok ukur mutu fisiologis benih yang diamati. Tolok ukur K CT memiliki hubungan yang paling erat dengan DHL dibandingkan tolok ukur DB, BKKN, dan LPK. Korelasi antara nilai DHL pada kadar air benih 12% bernilai negatif cukup erat dan nyata pada tolok ukur LPK. Pendekatan regresi menunjukkan bahwa uji DHL pada kadar air benih 8% mempunyai nilai R 2 yang paling tinggi pada semua tolok ukur mutu fisiologis benih yang diamati dibandingkan kadar air benih 10% dan 12%. Berdasarkan pendekatan sidik ragam, pendekatan korelasi, dan pendekatan regresi didapatkan bahwa pengujian DHL pada benih cabai tepat dilakukan pada KA 8%. Berdasarkan percobaan 1 dan 2 pada penelitian ini didapatkan bahwa uji DHL benih cabai, dengan menggunakan 25 butir benih dengan kadar air benih 8% yang direndam dalam 25 ml aquades selama 4 jam pada suhu 25 o C, mampu membedakan vigor lot benih. Uji DHL benih cabai pada penelitian ini berkorelasi negatif cukup erat (r > 0.5) dan sangat nyata terhadap tolok ukur DB, K CT, dan BKKN. Pendekatan regresi menunjukkan bahwa keragaman nilai DHL yang didapatkan mampu menjelaskan keragaman nilai DB sebesar 53 %, K CT 49.4%, BKKN 50.3%, dan LPK 28.6%. Oleh karena itu, metode pengujian DHL benih cabai yang terbaik adalah dengan menggunakan 25 butir benih berkadar air 8% yang direndam dalam 25 ml aquades selama 4 jam pada suhu 25 o C. Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui faktor-faktor lain yang mempengaruhi hasil pengukuran DHL benih cabai, seperti varietas, jumlah benih, dan volume aquabides/aquades.

47 35 DAFTAR PUSTAKA Artola, A. and C. G. Carrillo The bulk conductivity test for birdsfoot trefoilseed. Seed Science and Technology 33 (1): Bewley, J. D and M. Black Seed: Physiology of Development. 2 nd Edition. Plenum Press. New York and London. 445p. Copeland, L.O. and M. B. McDonald Principles of Seed Science and Technology. 4 th ed. Kluwer Academic Publisher. London. 467 p. Fitriningtyas, N Studi Daya Hantar Listrik dan Hubungannya dengan Mutu Fisiologis Benih Kedelai (Glycine max L.(Merr)). Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 41 hal. Hampton, J.G, K.A Johnstone and V.E. Umpon Bulk conductivity test variables for mungbean, soybean and french bean seed lots. Seed Science and Technology 20: Hampton, J. G, A. L. Lungwangwa and K.A. Hill The bulk conductivity test variables for lotus seed lots. Seed Science and Technology 22: Hasid, R Pengaruh Penurunan Kadar Air Terhadap Perubahan Fisiologi dan Biokimiawi Benih Kakao (Theobroma cacao L). Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 84 hal. Hsu, F.H, J.B Lin and S.R. Chang Effects of waterlogging on seed germination, electric conductivity of seed leakage and development of hypocotil and radicle in sudangrass (Shorgum sudanense Stapf). Botanical Bulletin Academic Sin. 41: ISTA International Rules for Seed Testing. Zurich. Switzerland. 333p. ISTA Handbook of Vigour Test Method. Third edition. Hampton, J. G and D. M. Tekrony (Eds). International Seed Testing Association. Switzerland. 116p. Jain, N, R. Koopar, and S. Saxena Effect of accelerated ageing on seeds of radish (Raphanus sativus L.). Asian Journal of Plant Sciences 5 (3): Kikuti, A.L.P and J.M. Filho Physiological potential of cauliflower seeds. Scientia Agricola 65 (4):

48 36 Maqsood, S, A. Basra, K. H. Ur-Rehman, and S. Iqbal Cotton seed deterioration: assesment of some physiological and biochemical aspects. International Journal of Agriculture and Biology 2 (3): Matthews, S and A. Powell Electrical conductivity vigour test: physiological basis and use. Seed Testing International (ISTA) 131: Mattjik, A.A dan M. Sumertajaya Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab Jilid I. FMIPA IPB. Bogor. 287 hal. Miguel, M. V. de C. and J. M. Filho Potassium leakage and maize seed physiological potential. Scientia Agricola 59 (2): Oliviera, S. R. S. de and Novembre, A. D. da L. C The bulk conductivity test as an indicator of bell pepper seed quality. Revista Brasileira de Sementes 27 (1): Perl, M and Z. Feder Cotton seed quality prediction with the Automatic Seed Analyzer. Seed Science and Technology 11: Priestley, D.A Seed Aging: Implications for Seed Storage and Persistance in the Soil. Camstock Publishing Associates. New York. 340p. Qadir, A Studi Penentuan Nilai Viabilitas Benih Kedelai dengan Menggunakan Peubah yang Layak. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 68 hal. Sadjad, S, H. Suseno, S.S. Hariadi, J. Sutakaria, Suginarso dan Sudarsono Dasar-Dasar Teknologi Benih: Capita Selecta. Biro Penataran. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 215 hal. Sadjad, S Dari Benih kepada Benih. PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. 145 hal. Sadjad, S, E. Murniati, dan S. Ilyas Parameter Pengujian Vigor Benih dari Komparatif ke Simulatif. PT Grasindo. Jakarta. 185 hal. Saenong, S Kontribusi vigor awal terhadap daya simpan benih jagung (Zea mays L.) dan kedelai (Glycine max L. (Merr)). Disertasi. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 210 hal. Seneme, M, A. Martins, C. C. Castro, and J. Nakagawa Vigor evaluation of encapsulated tomato seed. Revista Brasileira de Sementes 26 (2): 1-2. Shereena, J and N. Salim Influence of seed moisture content and leakage on germination and viability in Pisum sativum L. seed. International Journal of Botany 2 (4):

49 37 Siskasari, E Studi Pendugaan Viabilitas Benih Gmelina (Gmelina arborea Linn.) Berdasarkan Uji Daya Hantar Listrik. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 32 hal. Supranto, J Statistik: Teori dan Aplikasi. Edisi Keenam. Penerbit Erlangga. Jakarta. 330 hal. Suzanna, E Pengaruh Penurunan Kadar Air dan Penyimpanan Terhadap Perubahan Fisiologis dan Biokimiawi Benih Karet (Hevea Brasiliensis). Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 75 hal. Taliroso, D Deteksi Status Vigor Benih Kedelai (Glycine max L.(Merr) Melalui Metode Uji Daya Hantar Listrik. Tesis. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 84 hal. Tcmicsagclie, P and T.Takano Seed vigour test of sweet corn (Zea mays L. var sacharata L.). Kasetsart Journal (Nat. Sci. Suppl.) 24: Terskikh, V. V, Y. Zeng, J. A. Feurtado, M. Giblin, S. R. Abrams, and A. R. Kermode Deterioration of western red cedar (Thuja plicata Donn ex D. Don) seeds: protein oxidation and in vivo NMR monitoring of storage oil. Journal of Experimental Botany 59 (4): Vanzolini, S and J. Nakagawa Teste de conductividade electrica em sementes de amendoim (Electrical conductivity test in peanut seeds). Revista Brasileira de Sementes Vol 2 (2). Vieira, RD, AL. Penario, D. Perecin and M. Panobianco Conductividade electrica e teor de agua inicial das sementes de soja (Electrical conductivity and initial water content of soybean seeds). Pesquisa Agropecuária Brasileira Brasília 37 (9): Wann, E. V Leaching of metabolites during imbibition of sweet corn seed of different endosperm genotypes. Crop Science 26: Wang, Y.R., L. Yu, and Z.B. Nan Use of seed vigour test to predict field emergence of lucerne (Medicago sativa). New Zealand Journal of Agricultural Research 39:

50 LAMPIRAN 38

51 39 Tabel Lampiran 1. Sidik ragam pengaruh suhu ruang pengujian dan lama perendaman terhadap daya berkecambah SK DB JK KT Fhit Suhu * Perendaman tn Suhu * Perendaman tn Galat Koreksi Total KK: 9.88% Tabel Lampiran 2. Sidik ragam pengaruh suhu ruang dan lama perendaman terhadap kecepatan tumbuh SK DB JK KT Fhit Suhu tn Perendaman tn Suhu*Perendaman tn Galat Koreksi Total KK: 14.24% Tabel Lampiran 3. Sidik ragam pengaruh suhu ruang dan lama perendaman terhadap bobot kering kecamabah normal SK DB JK KT Fhit Suhu tn Perendaman tn Suhu*Perendaman tn Galat Koreksi Total KK: 11.54%

52 40 Tabel Lampiran 4. Sidik ragam pengaruh suhu ruang dan lama perendaman terhadap laju pertumbuhan kecambah SK DB JK KT Fhit Suhu * Perendaman tn Suhu*Perendaman tn Galat Koreksi Total KK: 7.47% Tabel Lampiran 5. Sidik ragam pengaruh suhu ruang dan lama perendaman terhadap daya hantar listrik SK DB JK KT Fhit Suhu ** Perendaman ** Suhu*Perendaman ** Galat Koreksi Total KK: 13.12% Tabel Lampiran 6. Sidik ragam pengaruh tingkat vigor dan kadar air benih terhadap daya berkecambah SK Db JK KT Fhit Tingkat vigor ( C ) ** Kadar air (D) tn Interaksi (C x D) tn Galat Koreksi Total KK: 9.03% Tabel Lampiran 7. Sidik ragam pengaruh tingkat vigor dan kadar air benih terhadap kecepatan tumbuh SK Db JK KT Fhit Tingkat vigor (C) ** Kadar air (D) tn Interaksi (C x D) tn Galat Koreksi Total KK: 10.02%

53 41 Tabel Lampiran 8. Sidik ragam pengaruh tingkat vigor kadar air benih terhadap bobot kering kecambah normal SK Db JK KT Fhit Tingkat vigor (C) ** Kadar air (D) tn Interaksi (C x D) tn Galat Koreksi Total KK: 9.95% Tabel Lampiran 9. Sidik ragam pengaruh tingkat vigor kadar air benih terhadap laju pertumbuhan kecambah SK Db JK KT Fhit Tingkat vigor (C) ** Kadar air (D) tn Interaksi (C x D) tn Galat Koreksi Total KK: 5.67% Tabel Lampiran 10. Sidik ragam pengaruh tingkat vigor kadar air benih terhadap daya hantar listrik SK Db JK KT Fhit Tingkat vigor (C) ** Kadar air (D) ** Interaksi (C x D) ** Galat Koreksi Total KK: 9.68%

54 42 Tabel Lampiran 11. Koefisien determinasi (R 2 ) antara daya hantar listrik dan tolok ukur mutu fisiologis lainnya pada suhu ruang pengujian berbeda Suhu Tolok ukur 20 o C 25 o C DB (-)0.005 (-)0.002 K CT (-) BKKN (-)0.010 (-)0.016 LPK (-)0.018 (-)0.013 Keterangan: benih yang digunakan adalah benih yang tidak direndam Tabel Lampiran 12. Koefisien determinasi (R 2 ) antara daya hantar listrik dan tolok ukur mutu fisiologis benih lainnya pada berbagai lama perendaman Lama perendaman Tolok ukur 2 jam 4 jam 6 jam 8 jam DB (-) (-) K CT (-)0.031 (-)0.017 (-) BKKN (-) (-) LPK (-) (-) Keterangan: benih yang digunakan adalah benih yang tidak direndam Tabel Lampiran 13. Koefisien determinasi (R 2 ) antara daya hantar listrik dan tolok ukur mutu fisiologis benih cabai pada berbagai tingkat kadar air benih Koefisien determinasi DHL pada kadar air Tolok ukur 8% 10% 12% DB (-) (-)0.069 K CT (-) (-)0.095 BKKN (-) (-)0.081 LPK (-) (-)0.047 Keterangan: benih yang digunakan adalah benih yang tidak direndam

55 43 Keterangan: T1: suhu 20 o C; T2 : suhu 25 o C Gambar Lampiran 1. Regresi antara daya hantar listrik dan daya berkecambah pada perlakuan suhu ruang pengujian Keterangan: T1: suhu 20 o C; T2 : suhu 25 o C Gambar Lampiran 2. Regresi antara daya hantar listrik dan kecepatan tumbuh pada perlakuan suhu ruang pengujian

56 44 Keterangan: T1: suhu 20 o C; T2 : suhu 25 o C Gambar Lampiran 3. Regresi antara daya hantar listrik dan bobot kering kecambah normal pada perlakuan suhu ruang pengujian Keterangan: T1: suhu 20 o C; T2 : suhu 25 o C Gambar Lampiran 4. Regresi antara daya hantar listrik dan laju pertumbuhan kecambah pada perlakuan suhu ruang pengujian

57 45 Keterangan: R1:perendaman 2 jam; R2: perendaman 4 jam; R3: perendaman 6 jam; R4:perendaman 8 jam Gambar Lampiran 5. Regresi antara daya hantar listrik dan daya berkecambah pada perlakuan lama perendaman Keterangan: R1: perendaman 2 jam; R2: perendaman 4 jam; R3: perendaman 6 jam; R4: perendaman 8 jam Gambar Lampiran 6. Regresi antara daya hantar listrik dan kecepatan tumbuh pada perlakuan lama perendaman

58 46 Keterangan: R1:perendaman 2 jam; R2: perendaman 4 jam; R3: perendaman 6 jam; R4: perendaman 8 jam Gambar Lampiran 7. Regresi antara daya hantar listrik dan bobot kering kecambah normal pada perlakuan lama perendaman Keterangan: R1:perendaman 2 jam; R2: perendaman 4 jam; R3: perendaman 6 jam; R4: perendaman 8 jam Gambar Lampiran 8 Regresi antara daya hantar listrik dan laju pertumbuhan kecambah pada perlakuan lama perendaman

59 47 Keterangan: benih yang digunakan adalah benih yang tidak direndam; KA1: 8%, KA2:10% dan KA3:12% Gambar Lampiran 9. Regresi antara daya hantar listrik dan kecepatan tumbuh pada tiga tingkat kadar air benih Keterangan: benih yang digunakan adalah benih yang tidak direndam; KA1: 8%, KA2:10% dan KA3:12% Gambar Lampiran 10. Regresi antara daya hantar listrik dan daya berkecambah pada tiga tingkat kadar air benih

60 48 Keterangan: benih yang digunakan adalah benih yang tidak direndam; KA1: 8%, KA2:10% dan KA3:12% Gambar Lampiran 11. Regresi antara daya hantar listrik dan bobot kering kecambah normal pada tiga tingkat kadar air benih Keterangan: benih yang digunakan adalah benih yang tidak direndam; KA1: 8%, KA2:10% dan KA3:12% Gambar Lampiran 12. Regresi antara daya hantar listrik dan laju pertumbuhan kecambah pada tiga tingkat kadar air benih

61 49 Keterangan: benih yang digunakan adalah benih yang tidak direndam ;T1:suhu 20 o C; T2: suhu 25 o C Gambar Lampiran 13. Regresi antara daya hantar listrik dan daya berkecambah benih kontrol pada perlakuan suhu ruang pengujian Keterangan: benih yang digunakan adalah benih yang tidak direndam ;T1:suhu 20 o C; T2: suhu 25 o C Gambar Lampiran 14. Regresi antara daya hantar listrik dan kecepatan tumbuh benih kontrol pada perlakuan suhu ruang pengujian

62 50 Keterangan: benih yang digunakan adalah benih yang tidak direndam ; T1:suhu 20 o C; T2: suhu 25 o C Gambar Lampiran 15. Regresi antara daya hantar listrik dan bobot kering kecambah normal benih kontrol pada perlakuan suhu ruang pengujian Keterangan: benih yang digunakan adalah benih yang tidak direndam ;T1:suhu 20 o C; T2: suhu 25 o C Gambar Lampiran 16. Regresi antara daya hantar listrik dan laju pertumbuhan kecambah benih kontrol pada perlakuan suhu ruang pengujian

63 51 Keterangan : benih yang digunakan adalah benih yang tidak direndam ; R1: perendaman 2 jam; R2: perendaman 4 jam; R3: perendaman 6 jam; R4:perendaman 8 jam Gambar Lampiran 17. Regresi antara daya hantar listrik dan daya berkecambah benih kontrol pada perlakuan lama perendaman Keterangan : benih yang digunakan adalah benih yang tidak direndam ; R1: perendaman 2 jam; R2: perendaman 4 jam; R3: perendaman 6 jam; R4:perendaman 8 jam Gambar Lampiran 18. Regresi antara daya hantar listrik dan kecepatan tumbuh benih kontrol pada perlakuan lama perendaman

64 52 Keterangan : benih yang digunakan adalah benih yang tidak direndam ; R1: perendaman 2 jam; R2: perendaman 4 jam; R3: perendaman 6 jam; R4:perendaman 8 jam Gambar Lampiran 19. Regresi antara daya hantar listrik dan bobot kering kecambah normal benih kontrol pada perlakuan lama perendaman Keterangan : benih yang digunakan adalah benih yang tidak direndam; R1: perendaman 2 jam; R2: perendaman 4 jam; R3: perendaman 6 jam; R4:perendaman 8 jam Gambar Lampiran 20. Regresi antara daya hantar listrik dan laju pertumbuhan kecambah benih kontrol pada perlakuan lama perendaman

65 53 Keterangan : benih yang digunakan adalah benih yang tidak direndam; KA1: kadar air 8%; KA2: kadar air 10%; KA3: kadar air 12% Gambar Lampiran 21. Regresi antara daya hantar listrik dan daya berkecambah benih kontrol pada tiga tingkat kadar air benih Keterangan : benih yang digunakan adalah benih yang tidak direndam; KA1: kadar air 8%; KA2: kadar air 10%; KA3: kadar air 12% Gambar Lampiran 22. Regresi antara daya hantar listrik dan kecepatan tumbuh benih kontrol pada tiga tingkat kadar air benih

66 54 Keterangan : benih yang digunakan adalah benih yang tidak direndam; KA1: kadar air 8%; KA2: kadar air 10%; KA3: kadar air 12% Gambar Lampiran 23. Regresi antara daya hantar listrik dan bobot kering kecambah normal benih kontrol pada tiga tingkat kadar air benih Keterangan : benih yang digunakan adalah benih yang tidak direndam; KA1: kadar air 8%; KA2: kadar air 10%; KA3: kadar air 12% Gambar Lampiran 24. Regresi antara daya hantar listrik dan laju pertumbuhan kecambah benih kontrol pada tiga tingkat kadar air benih

67 55 Gambar Lampiran 25. Alat pengukur daya hantar listrik (Conductivitymeter) tipe Cond 330i Gambar Lampiran 26. Pengecambah benih tipe APB IPB 73-2A/B Gambar Lampiran 27. Neraca analitik

68 Gambar Lampiran 28. Alur pelaksanaan uji daya hantar listrik benih cabai Keterangan: 1. Pengkondisian kadar air benih; 2. Aquades sebanyak 25 ml diletakkan dalam gelas piala ukuran 100 ml pada suhu ruang pengujian 20oC atau 25oC selama jam; 3. Benih cabai sebanyak 25 direndam di dalam aquades yang sudah disiapkan sesuai dengan perlakuan; 4. Air rendaman benih diukur menggunakan conductivitymeter tipe Cond 330i; 5. Benih yang digunakan untuk pengujian dimasukkan ke dalam kertas tisu; 6. Benih yang digunakan untuk pengujian selanjutnya ditanam menggunakan kertas saring dengan metode uji di atas kertas; 7. Benih dikecambahkan di dalam alat pengecambah benih tipe APB-IPB 73-2A/B.

STUDI KONDUKTIVITAS KEBOCORAN BENIH CABAI

STUDI KONDUKTIVITAS KEBOCORAN BENIH CABAI Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor STUDI KONDUKTIVITAS KEBOCORAN BENIH CABAI (Capsicum annuum L.) DAN HUBUNGANNYA DENGAN MUTU FISIOLOGIS BENIH

Lebih terperinci

STUDI UJI DAYA HANTAR LISTRIK PADA BENIH KEDELAI (Glycine max L. (Merr.)) DAN HUBUNGANNYA DENGAN MUTU FISIOLOGIS BENIH

STUDI UJI DAYA HANTAR LISTRIK PADA BENIH KEDELAI (Glycine max L. (Merr.)) DAN HUBUNGANNYA DENGAN MUTU FISIOLOGIS BENIH STUDI UJI DAYA HANTAR LISTRIK PADA BENIH KEDELAI (Glycine max L. (Merr.)) DAN HUBUNGANNYA DENGAN MUTU FISIOLOGIS BENIH Oleh: NURUL FITRININGTYAS A10400019 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS

Lebih terperinci

METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 13 METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor pada bulan Desember 2011 sampai Agustus

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Pengaruh Lot Benih dan Kondisi Tingkat Kadar Air Benih serta Lama Penderaan pada PCT terhadap Viabilitas

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian Pengaruh Lot Benih dan Kondisi Tingkat Kadar Air Benih serta Lama Penderaan pada PCT terhadap Viabilitas 16 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Laboratorium Hortikultura dan rumah kaca Kebun Percobaan Cikabayan, IPB Darmaga. Penelitian ini

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat. Tabel 1. Keterangan mutu label pada setiap lot benih cabai merah

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat. Bahan dan Alat. Tabel 1. Keterangan mutu label pada setiap lot benih cabai merah 11 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari - Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan Oktober 2011 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Institut Pertanian Bogor, Dramaga, Bogor dan di Balai

Lebih terperinci

STUDI UJI DAYA HANTAR LISTRIK PADA BENIH KEDELAI (Glycine max L. (Merr.)) DAN HUBUNGANNYA DENGAN MUTU FISIOLOGIS BENIH

STUDI UJI DAYA HANTAR LISTRIK PADA BENIH KEDELAI (Glycine max L. (Merr.)) DAN HUBUNGANNYA DENGAN MUTU FISIOLOGIS BENIH STUDI UJI DAYA HANTAR LISTRIK PADA BENIH KEDELAI (Glycine max L. (Merr.)) DAN HUBUNGANNYA DENGAN MUTU FISIOLOGIS BENIH Oleh: NURUL FITRININGTYAS A10400019 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari Oktober 2013 sampai dengan Januari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 HASIL DAN PEMBAHASAN Penentuan Metode Pengusangan Cepat Benih Kedelai dengan MPC IPB 77-1 MM Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menentukan metode pengusangan cepat benih kedelai menggunakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Bahan dan Alat Metode Pelaksanaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Bahan dan Alat Metode Pelaksanaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB, Darmaga, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Februari 2011 sampai dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode 23 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret Agustus 2012. Perbanyakan benih dilakukan pada bulan Maret-Juni 2012 di KP Leuwikopo. Pengujian benih dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Lot Benih

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pembuatan Lot Benih HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Lot Benih Pembuatan lot benih dilakukan untuk memperoleh beragam tingkat vigor yang berbeda. Lot benih didapat dengan perlakuan penderaan terhadap benih jagung melalui Metode

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Benih Bermutu Viabilitas dan Vigor benih

TINJAUAN PUSTAKA Benih Bermutu Viabilitas dan Vigor benih 4 TINJAUAN PUSTAKA Benih Bermutu Mutu benih merupakan sebuah konsep yang kompleks yang mencakup sejumlah faktor yang masing-masing mewakili prinsip-prinsip fisiologi, misalnya daya berkecambah, viabilitas,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Vigor Benih

TINJAUAN PUSTAKA. Vigor Benih TINJAUAN PUSTAKA Vigor Benih Vigor adalah sekumpulan sifat yang dimiliki benih yang menentukan tingkat potensi aktivitas dan kinerja benih atau lot benih selama perkecambahan dan munculnya kecambah (ISTA,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih serta Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Benih kedelai dipanen pada dua tingkat kemasakan yang berbeda yaitu tingkat kemasakan 2 dipanen berdasarkan standar masak panen pada deskripsi masing-masing varietas yang berkisar

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 10 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai dari bulan Februari 2012 sampai Mei 2012. Penderaan fisik benih, penyimpanan benih, dan pengujian mutu benih dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. Metode Penelitian 17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Benih, Laboratorium Pemuliaan Tanaman Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Dramaga

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 13 METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 hingga Januari 2011 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-Oktober 2011 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Laboratorium Kromatografi dan Analisis Tumbuhan, Departemen

Lebih terperinci

BOCORAN KALIUM SEBAGAI INDIKATOR VIGOR BENIH JAGUNG. Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia

BOCORAN KALIUM SEBAGAI INDIKATOR VIGOR BENIH JAGUNG. Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia BOCORAN KALIUM SEBAGAI INDIKATOR VIGOR BENIH JAGUNG Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Vigor benih menunjukkan potensi benih untuk tumbuh dan berkembang dari kecambah normal pada berbagai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dalam penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura Faperta IPB. Pelaksanaan percobaan dimulai dari

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. = nilai peubah yang diamati µ = nilai rataan umum

BAHAN DAN METODE. = nilai peubah yang diamati µ = nilai rataan umum 9 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih Leuwikopo, Institut Pertanian Bogor, Dramaga-Bogor. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Kegiatan penelitian terdiri dari tiga percobaan. Percobaan pertama yaitu

BAHAN DAN METODE. Kegiatan penelitian terdiri dari tiga percobaan. Percobaan pertama yaitu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB Darmaga pada bulan Februari April 2012. Bahan dan Alat Bahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan Oktober 2013 sampai bulan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Rancangan Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Rancangan Percobaan 14 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Leuwikopo dan Laboratorium Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengembangan Metode Pengusangan APC IPB 77-1 MM Alat Pengusangan Cepat (APC) IPB 77-1 MM ini dirancang untuk dapat melakukan pengusangan cepat secara fisik maupun kimia. Prosedur

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Darmaga pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi

II. TINJAUAN PUSTAKA. Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Viabilitas benih Viabilitas benih diartikan sebagai kemampuan benih untuk tumbuh menjadi kecambah. Istilah lain untuk viabilitas benih adalah daya kecambah benih, persentase kecambah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Penelitian ini dilakukan di Bagian Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Darmaga dan Balai Besar

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI ETANOL DAN LAMA PENDERAAN PADA VIABILITAS BENIH TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill.) VARIETAS OVAL

PENGARUH KONSENTRASI ETANOL DAN LAMA PENDERAAN PADA VIABILITAS BENIH TOMAT (Lycopersicon esculentum Mill.) VARIETAS OVAL J. Agrotek Tropika. ISSN 27-4 24 Jurnal Agrotek Tropika 1():24-251, 21 Vol. 1, No. : 24 251, September 21 PENGARUH KONSENTRASI ETANOL DAN LAMA PENDERAAN PADA VIABILITAS BENIH TOMAT (Lycopersicon esculentum

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengaruh Pemupukan NPK Majemuk pada Kualitas Benih. Benih bermutu yang dihasilkan dari suatu produksi benih ditunjukkan oleh

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengaruh Pemupukan NPK Majemuk pada Kualitas Benih. Benih bermutu yang dihasilkan dari suatu produksi benih ditunjukkan oleh II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengaruh Pemupukan NPK Majemuk pada Kualitas Benih Benih bermutu yang dihasilkan dari suatu produksi benih ditunjukkan oleh tingginya vigor awal yang merupakan hasil dari faktor

Lebih terperinci

MUTU FISIOLOGIS BENIH JAGUNG DARI BEBERAPA UJI PENGECAMBAHAN

MUTU FISIOLOGIS BENIH JAGUNG DARI BEBERAPA UJI PENGECAMBAHAN MUTU FISIOLOGIS BENIH JAGUNG DARI BEBERAPA UJI PENGECAMBAHAN Oom Komalasari dan Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia ABSTRAK Mutu fisiologis jagung berpengaruh terhadap vigor awal tanaman dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat

I. PENDAHULUAN. Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih merupakan salah satu masukan usaha tani yang mempengaruhi tingkat hasil. Penggunaan benih bermutu tinggi dalam budidaya akan menghasilkan panen tanaman yang tinggi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Viabilitas Benih

TINJAUAN PUSTAKA Viabilitas Benih TINJAUAN PUSTAKA Viabilitas Benih Kualitas benih dapat dilihat dari viabilitas dan vigornya. Menurut Copeland dan McDonald (1995), sebagian besar ahli teknologi benih dan kalangan perdagangan mengartikan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman

I PENDAHULUAN. Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman 2 I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris L.) merupakan salah satu tanaman sayuran yang penting karena memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi. Setiap 100 gram kacang

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada Desember 2016 April 2017 di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan pada Desember 2016 April 2017 di 15 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Materi Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada Desember 2016 April 2017 di Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan Tanaman, Universitas Diponegoro, Semarang. Bahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat 11 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Desember 2011 di Laboratorium Agromikrobiologi, Balai Pengkajian Bioteknologi, BPPT PUSPIPTEK Serpong, Tangerang Selatan;

Lebih terperinci

MUTU FISIOLOGI BENIH JAGUNG (Zea mayzs L.) PADA BEBERAPA PERIODE SIMPAN

MUTU FISIOLOGI BENIH JAGUNG (Zea mayzs L.) PADA BEBERAPA PERIODE SIMPAN Seminar Nasional Serealia, 2013 MUTU FISIOLOGI BENIH JAGUNG (Zea mayzs L.) PADA BEBERAPA PERIODE SIMPAN Oom Komalasari dan Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan 14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro pada tanggal 27 Maret 2017-23 Mei

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri,

I. PENDAHULUAN. karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kedelai merupakan salah satu palawija yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat karena nilai gizinya yang tinggi. Untuk memenuhi konsumsi dalam negeri, produksi perlu ditingkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam jenis tanaman sayuran,

I. PENDAHULUAN. Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam jenis tanaman sayuran, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam jenis tanaman sayuran, buah tomat sering digunakan sebagai bahan pangan dan industri, sehingga nilai ekonomi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan Laboratorium Teknologi Benih dan Pemuliaan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan Laboratorium Teknologi Benih dan Pemuliaan 30 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan Laboratorium Teknologi Benih dan Pemuliaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai bulan Agustus sampai Oktober

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Penyimpanan Suhu Rendah Pepaya Varietas Sukma Rekapitulasi sidik ragam pada pepaya Varietas Sukma baik pada faktor tunggal maupun interaksinya dilihat pada Tabel 1. Faktor

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Viabilitas yang tinggi ditunjukkan dengan tolok ukur persentase daya berkecambah yang tinggi mengindikasikan bahwa benih yang digunakan masih berkualitas baik. Benih kedelai

Lebih terperinci

PENYIMPANAN BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merr) PADA BERBAGAI KADAR AIR BENIH DAN JENIS KEMASAN NICKY LINTANG AGENG PURNAMA SARI

PENYIMPANAN BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merr) PADA BERBAGAI KADAR AIR BENIH DAN JENIS KEMASAN NICKY LINTANG AGENG PURNAMA SARI i PENYIMPANAN BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merr) PADA BERBAGAI KADAR AIR BENIH DAN JENIS KEMASAN NICKY LINTANG AGENG PURNAMA SARI DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Benih Fakultas Pertanian,, Medan. Percobaan ini dilakukan mulai dari bulan April 2016 hingga Mei

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai TINJAUAN PUSTAKA Botani Kedelai Kedelai termasuk tanaman kacang-kacangan dengan klasifikasi lengkap tanaman kedelai adalah sebagai berikut, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih dan Pemuliaan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih dan Pemuliaan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Benih dan Pemuliaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Juni tahun 2009. 3.2 Bahan

Lebih terperinci

PENGUJIAN MUTU BENIH JAGUNG DENGAN BEBERAPA METODE

PENGUJIAN MUTU BENIH JAGUNG DENGAN BEBERAPA METODE PENGUJIAN MUTU BENIH JAGUNG DENGAN BEBERAPA METODE Rahmawati 1) dan Syamsuddin 2) 1) Balai Penelitian Tanaman Serealia dan 2) Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Barat ABSTRAK Kemunduran mutu

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB, Dramaga, Bogor untuk pengujian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Wijen secara Umum

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Wijen secara Umum 11 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Wijen secara Umum Wijen (Sesamum indicum L.) merupakan tanaman setahun yang tumbuh tegak dan bisa mencapai ketinggian 1.5 m 2.0 m. Tanaman wijen berbentuk semak yang berumur

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS JAGUNG KUNING DAN JAGUNG PUTIH

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS JAGUNG KUNING DAN JAGUNG PUTIH Fauziah Koes dan Ramlah Arief: Pengaruh Lama Penyimpanan PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KUALITAS JAGUNG KUNING DAN JAGUNG PUTIH Fauziah Koes dan Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia Maros

Lebih terperinci

DAYA SIMPAN BENIH MENTIMUN (Cucumis sativus L.) YANG TELAH DIUSANGKAN DENGAN PERLAKUAN ETANOL ASTRYANI ROSYAD

DAYA SIMPAN BENIH MENTIMUN (Cucumis sativus L.) YANG TELAH DIUSANGKAN DENGAN PERLAKUAN ETANOL ASTRYANI ROSYAD DAYA SIMPAN BENIH MENTIMUN (Cucumis sativus L.) YANG TELAH DIUSANGKAN DENGAN PERLAKUAN ETANOL ASTRYANI ROSYAD DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 22 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih memiliki rata-rata daya berkecambah awal sebesar 94%. Kadar air awal benih sebelum mendapatkan perlakuan adalah 5-5.6%. Keterangan lebih lengkap mengenai kondisi

Lebih terperinci

Bul. Agrohorti 6 (2) : (2018)

Bul. Agrohorti 6 (2) : (2018) Uji Tetrazolium pada Benih Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus (L.) DC.) sebagai Tolok Ukur Viabilitas Tetrazolium Test on Winged Bean Seed (Psophocarpus tetragonolobus (L.) DC.) As Standard Measuring

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Informasi umum mengenai kondisi awal benih sebelum digunakan dalam penelitian ini penting diketahui agar tidak terjadi kekeliruan dalam penarikan kesimpulan (misleading

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di dua tempat yaitu, di Laboratorium PKHT IPB, Baranangsiang untuk pengujian kadar air dan penyimpanan dengan perlakuan suhu kamar dan suhu rendah.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Biji Buru Hotong Gambar biji buru hotong yang diperoleh dengan menggunakan Mikroskop Sterio tipe Carton pada perbesaran 2 x 10 diatas kertas millimeter blok menunjukkan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboraturium Benih dan Pemuliaan Tanaman

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboraturium Benih dan Pemuliaan Tanaman 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboraturium Benih dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan September 2013 sampai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai. Vigor Benih, Kemunduran dan Daya Simpan Benih

TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai. Vigor Benih, Kemunduran dan Daya Simpan Benih TINJAUAN PUSTAKA Kedelai Kedelai merupakan tanaman semusim dengan beragam morfologi. Tinggi tanaman berkisar antara 10-200 cm dapat bercabang sedikit atau banyak tergantung kultivar dan lingkungan hidup.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Kacang tanah termasuk kelompok benih ortodoks yaitu benih yang memerlukan kadar air (KA) rendah agar viabilitas benih dapat dipertahankan selama di penyimpanan. Benih kacang tanah

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN SUHU RUANG SIMPAN DAN BAHAN PENGEMAS TERHADAP KEMUNDURAN MUTU BENIH KEDELAI

PENGARUH PERBEDAAN SUHU RUANG SIMPAN DAN BAHAN PENGEMAS TERHADAP KEMUNDURAN MUTU BENIH KEDELAI SKRIPSI BERJUDUL PENGARUH PERBEDAAN SUHU RUANG SIMPAN DAN BAHAN PENGEMAS TERHADAP KEMUNDURAN MUTU BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merrill) BERDASARKAN KANDUNGAN ASAM LEMAK BEBAS DAN DAYA HANTAR LISTRIK

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1. Pengaruh Perendaman Benih dengan Isolat spp. terhadap Viabilitas Benih Kedelai. Aplikasi isolat TD-J7 dan TD-TPB3 pada benih kedelai diharapkan dapat meningkatkan perkecambahan

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang HASIL DA PEMBAHASA 21 Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang Tabel 1 menunjukkan hasil rekapitulasi sidik ragam pengaruh

Lebih terperinci

PENENTUAN KRITERIA KECAMBAH NORMAL YANG BERKORELASI DENGAN VIGOR BIBIT JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) Oleh Arifani Wulandari A

PENENTUAN KRITERIA KECAMBAH NORMAL YANG BERKORELASI DENGAN VIGOR BIBIT JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) Oleh Arifani Wulandari A PENENTUAN KRITERIA KECAMBAH NORMAL YANG BERKORELASI DENGAN VIGOR BIBIT JARAK PAGAR (Jatropha curcas Linn.) Oleh Arifani Wulandari A34403040 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Pertanian Universitas Lampung dari Bulan Agustus 2011 sampai dengan Bulan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Pertanian Universitas Lampung dari Bulan Agustus 2011 sampai dengan Bulan 16 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari Bulan Agustus 2011 sampai

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN UJI CEPAT VIGOR BENIH JAGUNG ( Zea mays L. ) DENGAN ALAT PENGUKUR LAJU RESPIRASI KOSMOTEKTOR MELI NURFARIDA A

PENGEMBANGAN UJI CEPAT VIGOR BENIH JAGUNG ( Zea mays L. ) DENGAN ALAT PENGUKUR LAJU RESPIRASI KOSMOTEKTOR MELI NURFARIDA A PENGEMBANGAN UJI CEPAT VIGOR BENIH JAGUNG ( Zea mays L. ) DENGAN ALAT PENGUKUR LAJU RESPIRASI KOSMOTEKTOR MELI NURFARIDA A24070042 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedelai Vigor Benih dan Uji Vigor Benih

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedelai Vigor Benih dan Uji Vigor Benih TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) merupakan tanaman semusim yang termasuk ke dalam tanaman kelas Dicotyledoneae, famili Leguminoceae, genus Glycine dan species Glycine

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PERENDAMAN DAN PEMANASAN TERHADAP VIABILITAS BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jaqc.) Oleh Semuel D Arruan Silomba A

PENGARUH LAMA PERENDAMAN DAN PEMANASAN TERHADAP VIABILITAS BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jaqc.) Oleh Semuel D Arruan Silomba A PENGARUH LAMA PERENDAMAN DAN PEMANASAN TERHADAP VIABILITAS BENIH KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jaqc.) Oleh Semuel D Arruan Silomba A34401004 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian produksi benih dilaksanakan di Kebun Percobaan Politeknik Negeri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian produksi benih dilaksanakan di Kebun Percobaan Politeknik Negeri III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian produksi benih dilaksanakan di Kebun Percobaan Politeknik Negeri Lampung mulai dari bulan Maret sampai Juni 2009. Pengujian viabilitas benih

Lebih terperinci

Deteksi Dini Mutu dan Ketahanan Simpan Benih Jagung Hibrida F1 Bima 5 Melalui Uji Pengusangan Cepat (AAT)

Deteksi Dini Mutu dan Ketahanan Simpan Benih Jagung Hibrida F1 Bima 5 Melalui Uji Pengusangan Cepat (AAT) Deteksi Dini Mutu dan Ketahanan Simpan Benih Jagung Hibrida F1 Bima 5 Melalui Uji Pengusangan Cepat (AAT) Fauziah Koes dan Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia Jl. Dr. Ratulangi No. 274 Maros

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat 8 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2008 hingga Maret 2009 di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala pertumbuhan atau gejala

II. TINJAUAN PUSTAKA. daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala pertumbuhan atau gejala viabilitas 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Viabilitas dan Vigor Benih Viabilitas benih mencakup vigor dan daya kecambah benih. Viabilitas adalah daya hidup benih yang ditunjukan dengan gejala pertumbuhan atau

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISTIK BENIH BELIMBING (Averrhoa carambola L.) DAN DAYA SIMPANNYA. Oleh Eko Purwanto A

STUDI KARAKTERISTIK BENIH BELIMBING (Averrhoa carambola L.) DAN DAYA SIMPANNYA. Oleh Eko Purwanto A STUDI KARAKTERISTIK BENIH BELIMBING (Averrhoa carambola L.) DAN DAYA SIMPANNYA Oleh Eko Purwanto A34404039 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENYIMPANAN BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merr) KUNING DAN HITAM PADA BEBERAPA TINGKAT KADAR AIR BENIH RICKY SIDIK PERMANA

PENYIMPANAN BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merr) KUNING DAN HITAM PADA BEBERAPA TINGKAT KADAR AIR BENIH RICKY SIDIK PERMANA PENYIMPANAN BENIH KEDELAI (Glycine max (L.) Merr) KUNING DAN HITAM PADA BEBERAPA TINGKAT KADAR AIR BENIH RICKY SIDIK PERMANA DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Pendahuluan Pengujian pendahuluan dengan tujuan mencari metode yang dapat membedakan antara genotipe toleran dan peka yang diamati secara visual menunjukkan bahwa dari 65

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE 10 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor dan Rumah Kaca Instalasi

Lebih terperinci

PENGGUNAAN UJI KONDUKTIVITAS SEBAGAI UJI VIGOR PADA BENIH GANDUM (Triticum aestivum L.) TESIS OLEH : ENDANG MURWANTINI

PENGGUNAAN UJI KONDUKTIVITAS SEBAGAI UJI VIGOR PADA BENIH GANDUM (Triticum aestivum L.) TESIS OLEH : ENDANG MURWANTINI PENGGUNAAN UJI KONDUKTIVITAS SEBAGAI UJI VIGOR PADA BENIH GANDUM (Triticum aestivum L.) TESIS OLEH : ENDANG MURWANTINI 11 212 01 011 PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2013 DAFTAR ISI KATA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim 15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Buncis Buncis berasal dari Amerika Tengah, kemudian dibudidayakan di seluruh dunia di wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan

Lebih terperinci

KEMAMPUAN BENIH KEDELAI (Glycine max L.) UNTUK MEMPERTAHANKAN VIABILITASNYA SETELAH DIDERA DENGAN ETANOL NITASARI DWI ANGGRAENI

KEMAMPUAN BENIH KEDELAI (Glycine max L.) UNTUK MEMPERTAHANKAN VIABILITASNYA SETELAH DIDERA DENGAN ETANOL NITASARI DWI ANGGRAENI KEMAMPUAN BENIH KEDELAI (Glycine max L.) UNTUK MEMPERTAHANKAN VIABILITASNYA SETELAH DIDERA DENGAN ETANOL NITASARI DWI ANGGRAENI DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Justice dan Bass (2002), penyimpanan benih adalah. agar bisa mempertahankan mutunya. Tujuan dari penyimpanan benih

II. TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Justice dan Bass (2002), penyimpanan benih adalah. agar bisa mempertahankan mutunya. Tujuan dari penyimpanan benih II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyimpanan Benih Menurut Justice dan Bass (2002), penyimpanan benih adalah mengkondisikan benih pada suhu dan kelembaban optimum untuk benih agar bisa mempertahankan mutunya.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. dengan Januari Pengujian viabilitas dilakukan di Laboratorium Pemuliaan

III. BAHAN DAN METODE. dengan Januari Pengujian viabilitas dilakukan di Laboratorium Pemuliaan 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di lahan tegalan Perumahaan Puri Sejahtera, Desa Haji Mena, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan pada Oktober 2013

Lebih terperinci

PENGARUH MEDIA TANAM DAN SUHU TERHADAP PENGUJIAN DAYA BERKECAMBAH BENIH KEDELAI (Glycine max ) DI LABORATORIUM BPSBTPH KALIMANTAN SELATAN

PENGARUH MEDIA TANAM DAN SUHU TERHADAP PENGUJIAN DAYA BERKECAMBAH BENIH KEDELAI (Glycine max ) DI LABORATORIUM BPSBTPH KALIMANTAN SELATAN PENGARUH MEDIA TANAM DAN SUHU TERHADAP PENGUJIAN DAYA BERKECAMBAH BENIH KEDELAI (Glycine max ) DI LABORATORIUM BPSBTPH KALIMANTAN SELATAN Siti Saniah dan Muharyono Balai Pengujian dan Sertifikasi Benih

Lebih terperinci

Suhu udara pengeringan ( C) Sumber: Otten et al. (1984)

Suhu udara pengeringan ( C) Sumber: Otten et al. (1984) 12 Tabel 2. Persentase biji retak setelah biji kacang-kacangan dikeringkan pada beberapa taraf kelembaban udara dan suhu udara pengeringan Kelembaban udara (%) Suhu udara pengeringan ( C) 40 50 60 10 17.2

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Tomat Tanaman tomat termasuk tanaman semusim Ordo Solanales, family solanaceae, genus Lycopersicon, spesies Lycopersicon esculentum Mill. Tomat sangat bermanfaat

Lebih terperinci

MUTU BENIH JAGUNG PADA BERBAGAI CARA PENGERINGAN. Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia

MUTU BENIH JAGUNG PADA BERBAGAI CARA PENGERINGAN. Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia MUTU BENIH JAGUNG PADA BERBAGAI CARA PENGERINGAN Ramlah Arief Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Cara pengeringan berpengaruh terhadap mutu benih dan daya simpannya. Penelitian untuk menentukan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Teknologi Benih

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Teknologi Benih III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Teknologi Benih Universitas Lampung pada bulan April 2012 sampai dengan Mei 2012. 3.2 Bahan dan Alat Bahan

Lebih terperinci

PENGUJIAN TOLERANSI KEKERINGAN PADI GOGO (Oryza sativa L.) PADA STADIA AWAL PERTUMBUHAN. Oleh Ana Satria A

PENGUJIAN TOLERANSI KEKERINGAN PADI GOGO (Oryza sativa L.) PADA STADIA AWAL PERTUMBUHAN. Oleh Ana Satria A PENGUJIAN TOLERANSI KEKERINGAN PADI GOGO (Oryza sativa L.) PADA STADIA AWAL PERTUMBUHAN Oleh Ana Satria A34404006 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Kemunduran Benih Kedelai Akibat Pengusangan Cepat Menggunakan Alat IPB 77-1 MM dan Penyimpanan Alami

Kemunduran Benih Kedelai Akibat Pengusangan Cepat Menggunakan Alat IPB 77-1 MM dan Penyimpanan Alami Kemunduran Benih Kedelai Akibat Pengusangan Cepat Menggunakan Alat IPB 77-1 MM dan Penyimpanan Alami Soybean Seed Deterioration Using Accelerated Aging Machine IPB 77-1 MM Compared to Natural Storage Syarifa

Lebih terperinci

MUTU BENIH JAGUNG DI TINGKAT PETANI DAN PENANGKAR DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

MUTU BENIH JAGUNG DI TINGKAT PETANI DAN PENANGKAR DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Rahmawati et al.: Mutu Benih Jagung di Tingkat Petani dan. MUTU BENIH JAGUNG DI TINGKAT PETANI DAN PENANGKAR DI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Rahmawati, Ramlah Arief dan Herman Subagio Balai Penelitian

Lebih terperinci

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter penelitian di. normal di akhir pengamatan (Fridayanti, 2015).

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter penelitian di. normal di akhir pengamatan (Fridayanti, 2015). IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Invigorasi Terhadap Viabilitas dan Vigor Penelitian dilakukan di Laboratorium Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dalam suhu ruang. Parameter

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. dengan Januari Pengujian viabilitas dilakukan di Laboratorium Pemuliaan

III. BAHAN DAN METODE. dengan Januari Pengujian viabilitas dilakukan di Laboratorium Pemuliaan 1 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di lahan tegalan Perumahaan Puri Sejahtera, Desa Haji Mena Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan pada Oktober 2013

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi larutan PEG (Polyethylene

BAB III METODE PENELITIAN. dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi larutan PEG (Polyethylene BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi larutan PEG (Polyethylene Glycol)

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN UJI CEPAT VIABILITAS DAN VIGOR BENIH KACANG TANAH

PENGEMBANGAN UJI CEPAT VIABILITAS DAN VIGOR BENIH KACANG TANAH PENGEMBANGAN UJI CEPAT VIABILITAS DAN VIGOR BENIH KACANG TANAH (Arachis hypogea L.) MENGGUNAKAN PENGUKURAN RESPIRASI DENGANN ALAT KOSMOTEKTOR JAHARI BAHARIZKII A24080135 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA

Lebih terperinci

OPTIMALISASI MEDIA PERKECAMBAHAN DALAM UJI VIABILITAS BENIH SELADA DAN BAWANG MERAH

OPTIMALISASI MEDIA PERKECAMBAHAN DALAM UJI VIABILITAS BENIH SELADA DAN BAWANG MERAH OPTIMALISASI MEDIA PERKECAMBAHAN DALAM UJI VIABILITAS BENIH SELADA DAN BAWANG MERAH Medium Optimization in Germination Test of Lettuce and Onion Seeds Heny Agustin* dan Dessy Indah Lestari Program Studi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAK A. 2.1 Karakteristik dan Komposisi Kimia Benih Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAK A. 2.1 Karakteristik dan Komposisi Kimia Benih Kedelai II. TINJAUAN PUSTAK A 2.1 Karakteristik dan Komposisi Kimia Benih Kedelai Ukuran benih kacang kedelai berbeda-beda antarvarietas, ada yang kecil, sedang, dan besar. Warna bijinya kebanyakan kuning kecoklatan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu pada bulan November 2016

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu pada bulan November 2016 17 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu pada bulan November 2016 Januari 2017 di Food Technology Laboratory, Laboratorium Terpadu, Laboratorium Fisiologi dan Pemuliaan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini merupakan tahap lanjutan dari penelitian yang dilakukan di lahan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini merupakan tahap lanjutan dari penelitian yang dilakukan di lahan III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan tahap lanjutan dari penelitian yang dilakukan di lahan sawah Desa Pujoharjo, Kecamatan Gading Rejo, Kabupaten Pesawaran, Propinsi

Lebih terperinci