BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perlakuan Pajak Berdasarkan PMK No.38/PMK.011/2013 pada

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Perlakuan Pajak Berdasarkan PMK No.38/PMK.011/2013 pada"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Perlakuan Pajak Berdasarkan PMK No.38/PMK.011/2013 pada Transaksi Jasa Pengiriman Barang (cargo/paket) pada PT Dakota Buana Semesta Pajak Pertambaha Nilai secara umum di atur dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Lalu mengenai tarifnya dijelaskan pada pasal 7 yang terdir idari 3 ayat, sebaga iberikut: Pada ayat (1), dijelaskan bahwa: Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10% (sepuluh persen). Selanjutnya pada ayat (2) berbunyi: Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 0% (nol persen) di terapkan atas: a. ekspor Barang Kena Pajak Berwujud; b. ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud; dan c. ekspor Jasa Kena Pajak. Terakhir pada ayat (3) menerangkan bahwa: Tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat di ubah menjadi paling rendah 5% (lima persen) dan paling tinggi 15% (lima belas persen) yang perubahan tarifnya diatur dengan Peraturan Pemerintah. 66

2 67 Sementara itu ada perlakuan lain mengenai Pajak Pertambahan Nilai seperti yang di atur dalam PMK No.38/PMK.011/2013. Pada PMK ini Pajak Pertambahan Nilai menggunakan mekanisme perhitungan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajaknya. Mekanisme ini digunakan untuk memberikan kemudahan dan kepastian hukum bagi pengusaha di bidang usaha tertentu. Misalnya bidang usaha tertentu tersebut adalah perusahaan jasa pengiriman barang (paket/cargo) seperti yang dijalankan oleh PT Dakot Buana Semesta. Dapat dilihat dari berbagai pertimbangan yang digunakan untuk membuat peraturan mengenai pedoman mekanisme Nilai Lain. Seperti yang sebelumnya dicantumkan pada Bab II, peneliti ingin menuangkan Historis Peraturan tentang Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak dalam bentuk tabel (lihat tabel 5.1). Tabel 2 Historis Peraturan tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak Peraturan mengenai mekanisme Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak Keputusan Menteri Keuangan Nomor 642/KMK.04/1994 tentang Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak Keputusan Menteri Keuangan Nomor 292/KMK.04/1996 Pertimbangan Dibuatnya Peeraturan tersebut Bahwa dalam rangka mewujudkan keadilan dan kemudahan dalam pelaksanaan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai, dipandang perlu untuk menetapkan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak; Bahwa dalam rangka mewujudkan keadilan dan kemudahan dalam pelaksanaan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai, dipandang perlu untuk mengubah Pasal 2 dan Pasal 3

3 68 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 567/KMK.04/2000 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 251/KMK.03/2002 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.03/2010 Peraturan Meteri Keuangan Nomor 102/PMK.011/2011 Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 642/KMK.04/1994 tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak; Bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 1 angka 17 Undangundang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak; Bahwa untuk lebih memberikan kepastian hukum mengenai perlakuan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atau Jasa Kena Pajak dari Pusat kepada Cabang dan sebaliknya, serta penyerahan Barang Kena Pajak kepada Pedagang Perantara atau Juru Lelang, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nornor 567/KMK.04/2000 tentang Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak; Bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 8A ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak. Bahwa untuk lebih memberikan kepastian hukum dan kemudahan dalam pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas film cerita impor, perlu menetapkan Nilai Lain sabagai Dasar

4 69 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 38/PMK.011/2013 Sumber: di olah oleh penliti dari ortax.org Pengenaan Pajak atas pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujuda daru luar daerah pabean di dalam daerah pabean dan atas penyerahan film cerita impor; Bahwa dalam rangka lebih memberikan kepastian hukum dan kemudahan dalam pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan emas perhiasan oleh pabrikan emas perhiasan dan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas penyerahan jasa pengurusan transportasi (freight forwarding), perlu melakukan penyesuaian terhadap ketentuan mengenai Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.03/2010 tentang Nilai Lain Sebagai Dasar Pengenaan Pajak; Dari sisi historis dapat dilihat bahwa mekanisme pedoman perhitungan yang didasarkan pada jenis usaha PKP adalah perlakuan perpajakan yang tidak umum dan jarang diktehui untuk diterapkan. Pada penelitian ini PT Dakota Buana Semesta adalah industri yang bergerak di bidang jasa pengiriman barang (pakte/cargo) sebagai tempat peneliti melakukan studi kasus, merupakan salah satu jasa yang di atur dalam PMK No.38/PMK.011/2013 untuk menggunakan Nilai Lain dalam pengenaan Pajak Pertambahan Nilai nya yang dibebankan kepada konsumen. Di dalam PMK No.38/PMK.011/2013 perusahaan jasa pengiriman barang atau paket/cargo di atur pada Pasal 2 huruf j yaitu berbunyi:

5 70 untuk penyerahan jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah yang di tagih atau jumlah yang seharusnya di tagih. Bapak Ahmad Syaipul, selaku Kepala Divisi Akuntansi dan Pajak pada PT Dakota Buana Semesta menjelaskan mengenai historis bagaimana PPN Nilai Lain menjadi kewajiban pajak yang harus dijalankan oleh perusahaan jasa pengiriman barang cargo/paket. jadi begini, saya coba untuk menceritakan sedikit bagaimana historis perusahaan cargo bisa dikenakan PPN 1%... singkatnya kalau tidak menggunakan Nilai Lain, berarti yang dikenakan tarif normal PPN yaitu sebesar 10%. Berdasarkan serikat perusahaan jasa pengiriman barang cargo/paket, dalam hal ini PT Dakota Buana Semesta merupakan salah satu anggota dari ASPERINDO (Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos, dan Logistik Indonesia), margin keuntungan perusahaan cargo itu dapat dirata-ratakan sebesar 10% s.d 15%. Jadi kalau tidak menggunakan Nilai Lain untuk PPN yang seperti di atur dalam PMK No.38 tersebut, maka perusahaan cargo/paket tidak akan mendapat keuntungan, dan tidak akan berjalan. Dari situlah ASPERINDO bersepakat dengan pemerintah dalam hal ini Dirjen Pajak untuk mengenakan PPN pada cargo/paket hanya dengan tarif 1% atau 10% x 10% dari Dasar Pengenaan Pajak (DPP), agar perusahaan

6 71 jasa pengiriman barang paket/cargo dapat terus berjalan. Seperti itu historisnya. (Wawancara dengan Ahmad Syaipul, tanggal 13 Mei 2015). ASPERINDO pada awalnya merupakan merupakan singkatan dari Asosiasi Perusahaan Nasional Pengiriman dan Pengantaran Barang Indonesia, wadah dari Perusahaan-perusahaan Nasional yang bergerak di bidang jasa pengiriman barang maupun dokumen. Diresmikan melalui MUNAS (I) tanggal 26 Maret ASPERINDO adalah merupakan kelanjutan dari organisasi himpunan sebelumnya yang bernama HIPPARI, singkatan dari Himpunan Perusahaan dan Pengantaran Barang Lewat Udara Dalam Negeri. HIPPARI yang dideklarasikan pada tanggal 17 Juni 1982 adalah merupakan wadah/himpunan dari perusahaan-perusahaan nasional yang bergerak di bidang jasa pengiriman barang dan dokumen, baik yang bergerak di sektor KURIR maupun CARGO. Berubah menjadi ASPERINDO pada tanggal 26 Maret 1986 berhubung adanya 2 (dua) alasan mendasar, yaitu: 1. Keinginan untuk secara khusus menghimpun perusahaan-perusahaan yang hanya bergerak di bidang jasa perkuriran. 2. Memenuhi persyaratan untuk masuk bergabung kedalam organisasi KADIN (Kamar Dagang dan Industri) yang mempersyaratkan bentuk organisasi adalah Asosiasi dan bukan Himpunan.

7 72 Dalam perkembangannya kepanjangan dari ASPERINDO mengalami beberapa kali perubahan, yakni: 1986 : Asosiasi Perusahaan Nasional Pengiriman dan Pengantaran Barang Indonesia : Asosiasi Perusahaan Pengiriman dan Pengantaran Barang Indonesia : Asosiasi Perposan Indonesia : Asosiasi Perusahaan Jasa Ekspres Indonesia : Melalui MUNAS V dilengkapi menjadi Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres Indonesia : Pada MUNAS VIII ASPERINDO tanggal 27 Maret 2012 dirubah dan dilengkapi menjadi Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres, Pos dan Logistik Indonesia. Kemudian dari visi misi dari Asosiasi ASPERINDO, yaitu: Sebagai wadah komunikasi, konsultasi, dan sumber informasi, ASPERINDO memiliki tujuan: 1. Membina rasa persatuan dan kebersamaan antara sesama anggota, 2. Mewujudkan aspirasi anggota di dalam mengembangkan dan meningkatkan usaha, 3. Menjadi mitra Pemerintah didalam menciptakan iklim usaha yang sehat dan kondusif. (sumber: di olah oleh peneliti dari asperindo.org)

8 73 Melihat dari historis dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang mekanismenya menggunakan Dasar Pengenaan Pajak Nilai Lain berdasarkan pada Peraturan Pemerintah dalam hal ini PMK No.38/PMK.011/2013, dan juga pendapat dari pelaku bisnis dalam hal ini PT Dakota Buana Semesta, lalu profil ASPERINDO sebagai himpunan dari perusahaan jasa pengiriman barang (paket/cargo) di Indonesia, bahwa sebenarnya aturan ini sudah ada atau berlaku dari tahun 1994 yakni pada KMK No.642/KMK.04/1994, terdapat pada Pasal 1 huruf h.: untuk jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih. Namun yang terjadi dilapangan, seperti yang dilakukan PT Dakota Buana Semesta sebagai Wajib Pajak yang bergerak jasa pengiriman barang (paket/cargo) dengan konsumennya, tidak semua sesuai dengan yang sudah dijelaskan pada peraturan yang ada. Terutama pada pihak konsumen sebagai lawan dari pihak penjual jasa, dalam hal ini adalah PT Dakota Buana Semesta, karena ada hal-hal yang tidak diketahui konsumen, mengenai kewajiban perpajakan seperti apa yang dikenakan pada perusahaan jasa pengiriman barang (cargo/paket), dan juga apa akibatnya dari perlakuan pajak tersebut kepada konsumen dari Wajib Pajak yang menggunakan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Nilai Lain.

9 74 Seperti isi pada PMK No.38/PMK.011/2013 pada Pasal 3 huruf a.: Pajak Masukan yang berhubungan dengan, penyerahan jasa pengiriman paket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf j yang dilakukan oleh pengusaha jasa pengiriman paket, tidak dapat dikreditkan. Dalam hal ini, karena perusahaan jasa pengiriman barang (cargo/paket) merupakan subjek pajak yang objek pajak PPN nya menggunakan DPP Nilai sesuai dengan PMK No.38/PMK.011/2013 yaitu sebesar 10% dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya di tagih atau tarif efektifnya yaitu 1%, maka untuk PPN pajak masukan atas segala transaksi yang dijalankan oleh perusahaan pengiriman barang (cargo/paket) tidak dapat dikreditkan. Karena perlakuan perpajakan ini tidak umum diterapkan, maka dari itu ada beberapa konsumen atau pelanggan dari PT Dakota Buana Semesta pada saat diberikan Faktur Pajak atas transaksi yang terjadi, menanyakan kenapa Pajak Pertambahan Nilai yang diberikan tidak sesuai dengan tarif normal yaitu sebesar 10%. Kembali Bapak Ahmad Syaipul menambahkan penjelasan mengenai PPN Nilai Lain yang dijalankan oleh perusahaan jasa pengiriman barang (cargo/paket), apa tujuan pemerintah memberlakukan suatu ketentuan berupa Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak dalam transaksi ini.

10 75 Jadi begini, sebetulnya ini adalah solusi. Karena margin keuntungan dari jasa pengiriman paket atau cargo itu di semua perusahaan yang ada di bawah naungan ASPERINDO itu adalah rata-rata 10%, oleh karena itu dicarilah solusi pengenaan pajak dengan tarif efektif 1%, salah satunya berasal dari situlah timbul PMK No.38.PMK.11/2013 yang menjelaskan objekobjek pajak yang dikenakan Nilai Lain. Jadi kalau pada perusahaan cargo atau paket PPN menggunakan tarif normal PPN yaitu 10%, maka perusahaan cargo seperti yg dijalankan oleh Dakota akan tergerus atau tidak dapat beroperasional lagi karena merugi. Sedikit penjelasan, jadi begini kalau pajak terlalu besar kan sebenarnya yang dirugikan juga bukan perusahaan kan, melaikan konsumen nanti kan kekuatan pasar atau kekuatan konsumen, kalau pajaknya tinggi apakah mampu konsumen untuk membayar? Kalau tidak secara otomatis perusahaan pun kan tidak mendapat penghasilan kalau tidak dapat penghasilan lama-kelamaan perusahaan pun akan gulung tikar kan, seperti itu. Nah itu, dasar ditetapkannya peraturan PMK No.38.PMK.11/2013 mengenai jasa pengiriman barang cargo/paket sebesar 1% tarif PPN efektifnya. (Wawancara dengan Bapak Ahmad Syaipul, tanggal 13 Mei 2015). Penetapan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak untuk PPN perusahaan jasa pengiriman barang (paket/cargo) ini ditetapkan melalui

11 76 Peraturan Menteri Keuangan No.38 tahun 2013 (sampai dengan perubahan terakhir: PMK No.38/PMK.011/2013). Pada peraturan ini pemerintah menggunakan Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) PPN atas transaksi jasa pengiriman barang (paket/cargo). Pengenaan PPN pada jasa pengiriman barang (paket/cargo) merupakan suatu pengenaan PPN untuk JKP (Jasa Kena Pajak). Pajak Pertambahan Nilai (PPN) lebih dikenal juga dengan istilah pajak atas konsumsi (tax of consumption) (Gunadi, 2001, ). Jika kita melihat dari pengertian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sendiri, adalah pajak yang dikenakan atas pengeluaran yang ditujukan untuk konsumsi (Untung Sukardji, 2009, 5). Pajak atas konsumsi adalah PPN di Indonesia dikenakan atas konsumsi pemakainan suatu barang. Pengertian PPN dalam bahasa Indonesia di ambil dari istilah value added tax (pajak nilai tambah). PPN mengenakan pengeluaran atas pemakaian atau konsumsi suatu barang. Dalam transaksi jasa pengiriman barang (cargo/paket) yang kita lihat adalah konsumsi atas jasa yang dijual oleh PT Dakota Buana semesta sebagai perusahaan jasa pengiriman barang (cargo/paket) yang di dalam PMK No.38/PMK.011/2013 pada jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya di tagih sebesar 10%. Melalui wawancara dengan Bapak Ahmad Syaipul, selaku kepala divisi akuntansi dan pajak PT Dakota Buana Semesta, menjelaskan bagaimana penerapan PPN Nilai Lain pada PT Dakota Buana Semesta.

12 77 perlakuan pajak berdasarkan PMK No.38 itu pada transaksi jasa pengiriman paket di Dakota, intinya sih perusahaan mengikuti atau taat pada aturan pemerintah, dalam hal ini kan sesuai dengan PMK No.38 yang mengaturnya. Dengan adanya PMK itu di dalam transaksi pengiriman barang/paket yang jalankan atau kita terapkan, eeee dalam arti pada saat meneriman transaksi penyerahan jasa dan pembayaran dari konsumen kepada kita, di dalam bukti tanda terima (BTT), didalamnya sudah termasuk tarif efektif PPN dengan Nilai Lain sebesar 1%, yaitu 10% dari jumlah tagihan yang seharusnya ditagihkan, 10% dikalikan 10% yang menjadi 1%. Jadi kita melakukan sesuai dengan ketentuan, kita pungut PPN dari konsumen, lalu kita setor, dan terakhir kita laporkan dalam SPT masa yang setiap bulannya kita lakukan. Intinya kita sebagai Wajib Pajak perusahaan yang bergerak di bidang jasa pengiriman barang (paket/cargo) tidak keluar dari koridor peraturan yang telah di buat oleh pemerintah dalam hal ini PMK No.38 tahun 2013 tersebut. (Wawancara dengan Bapak Ahmad Syaipul, tanggal 13 Mei 2015). Dari kutipan wawancara tersebut menjelaskan bahwa, PT Dakota Buana Semesta sudah menjalankan kewajibannya dengan baik sesuai dengan peraturan pemerintah yang mengatur mengenai perpajakan pada perusahaan jasa pengiriman barang (paket/cargo). Namun kembali, karena pajak dengan menggunakan Nilai Lain bukanlah pajak secara umum seperti biasa yang

13 78 diterapkan, maka banyak dari beberapa konsumen pelaku bisnis ini yang tidak mengetahui perlakuan pajak yang dikenakan pada perusahaan jasa pengiriman barang (paket/cargo) dan juga yang penting perlakuan pajak yang akan timbul bagi pihak konsumen. 4.2 Perhitungan (Pengenaan) Pajak Berdasarkan PMK No.38/PMK.011/2013 pada Transaksi Jasa Pengiriman Barang (cargo/paket) pada PT Dakota Buana Semesta Mekanisme perhitungan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) atas penyerahan JKP (Jasa Kena Pajak) adalah dengan cara mengalikan tarif dengan DPP (Dasar Pengenaan Pajak). Ada beberapa macam Dasar Pengenaan Pajak yang digunakan, sepert Harga Jual, Penggantian,Nilai Impor, Nilai Ekspor, dan Nilai Lain. Pernyatan ini disebutkan pada Pasal 1 angka 17 UU PPN tahun 2009, yang berbunyi: Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. Pada transaksi jasa pengiriman barang (cargo/paket) yang berlaku yaitu tetap menggunakan Nilai Lain sebagai DPP (Dasar Pengenaan Pajak) untuk menghitung besarnya PPN jasa pengiriman barang (cargo/paket) yang terutang.

14 79 Penggunaan Nilai Lain ini ditetapkan oleh Pemerintah pada PMK No.38/PMK.011/2013. Peneliti akan meninjau mengenai pengenaan perhitungan pajak yang terjadi pada PPN atas jasa pengiriman barang (cargo/paket) atas legal character dari PPN Nilai Lain itu sendiri. Mekanisme pengenaan PPN atas transaksi jasa pengiriman barang (cargo/paket) ini dapat dikatakan mempunyau suatu keunikan, karena pengenaan PPN nya sebesar 10% dari dari jumlah yang seharusnya di tagih, atau memiliki tarif efektif PPN sebesar 1%. Pengenaan PPN dengan menggunakan DPP Nilai Lain seperti yang dikenakan perusahaan jasa pengiriman barang (cargo/paket) ini kadang menjadi pertanyaan bagi para konsumen, karena tarif efektifnya hanya sebesar 1%. Berikut peneliti ingin memberikan ilustrasi dari transaksi yang terjadi pada PT Dakota Buana Semesta dengan mengambil dua sampel transaksi antara pihak PT Dakota Buana Semesta dengan pihak konsumennya, yang pertama yaitu dengan Bapak Pritono T. Sebagai berikut: 1. Konsumen / Pengirim : Bapak Priyono T Alamat Pengirim : Niten Trirenggo, Bantul. Jogjakatra Telp : Datang pada PT Dakota Buana Semesta selaku perusahaan jasa pengiriman barang (paket/cargo) dengan membawa barang yang betujuan untuk dikirimkan kepada tujuan penerima yang dituju, dalam hal ini yaitu:

15 80 Penerima Alamat Penerima : Bapak Edwind P : Rumah Zakat Cab Bogor, Jl. Pandawa Raya Blok 1B Komp Perum Indraprasta, Bantarjati, Bogor Utara. Telp Penerima : Kemudian atas tujuan tersebut, Bapak Priyono datang kepada kasir PT Dakota Buana Semesta, dengan membawa barang yang ingin dikirimkan dengan kelengkapan data pengirim dan penerima. 3. Selanjutnya kasir PT Dakota Buana Semesta menerima barang tersebut dengan dibantu bagian bongkar muat barang, untuk menentukan jenis berang dan menimbang berat barang yang akan dikirimkan. 4. Atas transaksi tersebut selanjutnya kasir membuat Bukti Tanda Terima (BTT) yang akan diberikan kepada konsumen sebagai bukti pengiriman barang dan juga berfungsi sebagai faktur pajak sederhana. Bukti Tanda Terima (BTT) GAMBAR 1 BUKTI TANDA TERIMA (BTT)

16 81 Di dalam Bukti Tanda Terima (BTT) tersebut diberikan perincian harga jasa pengiriman barang (paket/cargo) yang dikenakan kepada Bapak Priyono T (konsumen) oleh PT Dakota Buana Semesta (perusahaan jasa pengiriman barang paket/cargo), dengan rincian perhitungan sebagai berikut: - Biaya/Harga Jual Jasa (Include PPN) : Rp ,- PPN Nilai Lain yang dikenakan atas transaksi tersebut adalah: Rp ,- x 101/100 = Rp ,- (harga sebelum dikenakan PPN / Exclude PPN) - Perhitungan PPN dengan menggunakan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Nilai Lain sesuai dengan PMK No.38/PMK.011/2013, sebagai berikut: Rp ,- x 10% = Rp 3.960,- (DPP Nilai Lain) Rp 3.960,- x 10% = Rp 396,- (PPN DPP Nilai Lain) - Jadi, Harga Jual Jasa/Biaya yang dikenakan sebenarnya kepada Bapak Priyono T (konsumen) adalah Rp ,- dan untuk PPN DPP Nilai Lain yang dikenakan yaitu sebesar Rp 396,- = Rp ,- Ilustrasi selanjutnya yaitu dengan PT Anugerah Pharmindo Lestari (APL). Ilustrasinya sebagai berikut: 1. PT Anugerah Pharmindo Lestari adalah pelanggan PT Dakota Buana Semesta. Karena sebagai pelanggan untuk pengiriman barang yang yang dilakukan berbeda dengan contoh ilustrasi yang sebelumnya. Pada contoh

17 82 kasus ini, PT Anuegerah Pharmindo Lestari meminta kepada PT Dakota Semesta untuk menjemput dan mengambil barang yang diminta untuk dikirimkan kepada penerima barang sesuai permintaan dari PT Anugerah Pharmindo Lestari. Setelah itu, barang kiriman tersebut sebelumnya di bawa ke kantor PT DakotaBuana Semesta terlebih dahulu, dengan tujuan untuk melakukan pengecekan barang untuk jenis dan juga penimbangan berat barang yang akan dikirimkan, untuk menentukan harga jual jasa yang akan dikenakan pada PT Anugerah Pharmindo Lestari. Sehingga untuk itu sistem pembayarannya bersifat kredit kepada PT Dakota buana Semesta. Dari jenis transaksi yang terjadi, diterbitkanlah Invoice tagihan oleh PT Dakota buana Semesta kepada PT Anugerah Pharmindo Lestari, sebagai tagihan dari penggunaan jasa pengiriman barang yang dilakukan PT Dakota Buana Semesta. Berikut salah satu sampel Invoice atas transaksi tersebut: GAMBAR 2 INVOICE TAGIHAN

18 83 2. Atas Invoice tersebut lalu bagi pihak PT Dakota Buana Semesta melakukan penagihan yang dilakukan oleh bagian penagihan (collector) kepada PT Anugerah Pharmindo Lestari. Dengan cara memberikan invoice tersebut, pada ilustrasi ini nomor invoice yang tercantum yaitu 0905/DBS/BKS/05/14, dengan nominal tagihan sebesar Rp ,-. Dari nominal tagihan tersebut sudah termasuk PPN didalam nya (include PPN). Berikut perhitungannya: - Biaya/Harga Jual Jasa (Include PPN) : Rp ,- PPN Nilai Lain yang dikenakan atas transaksi tersebut adalah: Rp ,- x 101/100 = Rp ,- (harga sebelum dikenakan PPN / Exclude PPN) - Perhitungan PPN dengan menggunakan Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Nilai Lain sesuai dengan PMK No.38/PMK.011/2013, sebagai berikut: Rp ,- x 10% = Rp ,- (DPP Nilai Lain) Rp ,- x 10% = Rp ,- (PPN DPP Nilai Lain) - Jadi, Harga Jual Jasa/Biaya yang dikenakan sebenarnya kepada PT Anugerah Pharmindo Lestari (konsumen/pelanggan) adalah Rp ,- dan untuk PPN DPP Nilai Lain yang dikenakan yaitu sebesar Rp ,- = Rp ,- 3. Dari transaksi tersebut terbitlah Faktur Pajak Keluaran yang dikeluarkan oleh PT Dakota Buana Semesta untuk PT Anugerah Pharmindo Lestari. Berikut terlampir Faktur Pajak Keluaran tersebut:

19 84 GAMBAR 3 FAKTUR PAJAK KELUARAN 4. Selanjutnya atas transaksi tersebut, PT Dakota Buana Semesta berkewajiban untuk menyetorkan dan melaporkan atas PPN Keluaran yang timbul dari transaksi tersebut kepada Negara (Dirjen Pajak Kantor Pelayanan Pajak) melalui Kantor Pos atau Bank Persepsi yang ditunjuk

20 85 oleh Dirjen Pajak sebagai penerima pembayaran pajak.selain itu juga berdasarkan PMK No.38/PMK.011/2013 atas transaksi jasa pengiriman barang (cargo/paket) yang tarif PPN nya menggunakan DPP Nilai Lain berpengaruh juga kepada Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan oleh PT Dakota Buana Semesta. Untuk bukti pelaporan pajak tersebut dapat dilihat pada lampiran. 5. Kendala yang terjadi pada transaksi ini adalah PT Dakota Buana Semesta tidak menerima pembayaran atas invoice 0905/DBS/BKS/05/14, dengan nominal tagihan sebesar Rp ,- sesauai dengan tagihan yang tercantum. Karena menurut pihak PT Anuegarh Pharmindo Lestari, perusahaan jasa, termasuk jasa pengiriman barang (paket/cargo) yang dijalankan oleh PT Dakota Buana Semesta merupakan objek pajak PPh pasal 23 berdasarkan Undang-Undang PPh No.36 Tahun 2008, yang berkewajiban untuk di potong PPh 23 atas jasa yang dilakukan. Sehingga, pada saat PT Anugerah Pharmindo Lestari membayarkan tagihannya kepada PT Dakota Buana Semesta dilampirkan juga bukti potong PPh pasal 23 atas invoice tagihan tersebut. Sehingga mempengaruhi penerimaan yang seharusnya PT Dakota Buana Semesta terima. Berikut perhitungan pemotongan PPh pasal 23 atas jasa yang dibuat oleh PT Anutgerah Pharmindo Lestari: - Biaya/Harga Jual Jasa (Include PPN) : Rp ,- PPN Nilai Lain yang dikenakan atas transaksi tersebut adalah:

21 86 Rp ,- x 101/100 = Rp ,- (harga sebelum dikenakan PPN / Exclude PPN). Rp ,- x 2% (Tarif PPh 23 UU PPh No.36 Tahun 2008) = Rp ,- (Bukti Potong PPh pasal 23 terlampir) Sehingga untuk pembayaran yang dibayarkan oleh PT Anugerah Pharmindo Lestari kepada PT Dakota Buana Semesta tidak sesuai dengan invoice yang diterbitkan oleh PT Dakota Buana Semesta. Sebagai berikut: - Rp Rp = Rp ,- Sesuai dengan PMK No.244/PMK.03/2008, yang menjelaskan lebih khusus mengenai isi dari dari PPh Pasal 23 menurut UU PPh No.36 Tahun 2008, bahwa jasa pengiriman barang (paket/cargo) bukan merupakan objek PPh Pasal 23. Berdasarkan contoh perhitungan pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dengan menggunakan Dasar Pengenaan Pajak Nilai Lain pada perusahaan jasa pengiriman barang (cargo/paket) pada PT Dakota Buana Semesta di atas dapat dikatakan teori mengenai pemakaian Nilai Lain sebagai DPP dimaksudkan untuk menghindari kredit pajak. Menurut Schenk dan Oldman (2007), salah satu alternatif untuk DPP adalah dengan menghindari penggunaan mekanisme kredit pajak, Pajak Keluaran (PK) dikurangi Pajak Masukan (PM). Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak (DPP) ditetapkan pemerintah berupa sejumlah

22 87 besaran tertentu yang akan dikalikan dengan angka atau jumlah transaksinya yang akan menghasilkan jumlah pajak yang terhutang. Penggunaan Nilai Lain ini juga dapat dikatakan berupa pajak yang bersifat final, karena langsung mengenakaannya atau mengalikannya pada jumlah tertentu yang telah ditetapkan. Pada transaksi jasa pengiriman barang (cargo/paket), pengenaan pajaknya dikenakan langsung pada pengusa penjualan jasa pengiriman barang (cargo/paket) pada saat transaksi itu dilakukan. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Nilai Lain ini, peneliti ulangi kembali bahwa dapat dikatakan sebagai pengenaan pajak yang unik dalam PPN. Hal ini dikarenakan tanpa harus melalui mekanisme pengkreditan pajak yang biasanya digunakan dalam perhitungan PPN. Pernyataan serupa juga diungkapkan oleh Bapak Ahmad Syaipul, selaku Kepala Divisi Akuntansi dan Pajak pada PT Dakota Buana Semesta: kalau secara umum, DPP Nilai Lain itu dikarenakan transaksi pengenaan PPN yang kalau kita bayangkan kan tidak sama seperti transaksi PPN pada umunya kan, bersifat unik gitu kan. Karena secara pemakaian JKP pada jasa yang di jual oleh kita (PT Dakota Buana Semesta) kan lebih mengarah ke Nilai Penggantian, sesuai yang kita cantumkan pada Faktur Pajak Keluaran yang kita berikan kepada konsumen. Tapi secara prakteknya itu tidak bisa menjadi dasar PPN. Jadi, karena pada prakteknya. Tapi secara umum pemakaian DPP Nilai Lain itu digunakan untuk transaksi yang

23 88 unik-unik. Seperti yang sudah di atur pada PMK No. 38 tahun 2013 itu (wawancara dengan Bapak Ahmad Syaipul, 13 Mei 2015) 4.3 Pengaruh Pajak Berdasarkan PMK No.38/PMK.011/2013 pada Transaksi Jasa Pengiriman Barang (cargo/paket) pada PT Dakota Buana Semesta Mengenai mekanisme perhitungan PPN dengan menggunakan DPP Nilai Lain seperti yang dilakukan oleh PT Dakota Buana Semesta sebagai perusahaan yang bergerak di bidang jasa pengiriman barang (paket/cargo), memiliki pengaruh pada perlakukan perpajakan yang akan selalu terikat, yaitu PPh pasal 23 atas jasa yang dijalankan oleh PT Dakota Buana Semesta. Pengaruh tersebut, berdasarkan yaitu setiap konsumen mengira bahwa transaksi jasa yang dilakukan oleh pihak pemberi jasa dalam hal ini PT Dakota Buana Semesta, wajib untuk di potong PPh 23, sesuai dengan Undang-undang PPh No.36 Tahun 2008 Pasal 23 ayat 1 huruf c. nomor 2, yang tertulis sebagai berikut: sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto atas: imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah di potong Pajak Penghasilan sebagaimana di maksud dalam Pasal 21.

24 89 Dari kutipan di atas mengindikasikan bahwa jasa pengiriman barang (cargo/paket) dapat dikategorikan secara umum sebagai jasa yang wajib di potong PPh 23 sesuai dengan Undang-undang PPh No.36 Tahun Melalui wawancara dengan Kepala Divisi Akuntansi dan Pajak PT Dakota Buana Semesta, yaitu dengan Bapak Syaipul, bahwa ada perlakukan perpajakan yang akan selalu terikat pada PPN yang menggunakan Dasar Pengenaan Pajak Nilai Lain pada perusahaan jasa pengiriman barang (cargo/paket), yaitu adalah PPh pasal 23 atas jasa yang dijalankan oleh PT Dakota Buana Semesta. Jadi begini ya coba lihat ke sebelumnya atau yang terdahulu, dari timbulnya PMK No.38.PMK.11/2013. Ini banyak kegundahan dikalangan pelaku usaha mengenai jenis jasa lainnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 UU No. 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan, di dalam UU tersebut kan hanya disebutkan mengenai jasa lainnya, tidak dijelaskan apa saja yang termasuk jasa lainya itu apa saja, oleh karena itu kan perlu penjelaans lebih mengenai jasa lainya tersebut, yang kemudian dituangkan dalam PMK jasa lainnya yaitu PMK No. 244/PMK.03/2008, di dalam PMK ini di jabarkan apa saja yang termasuk jasa-jasa laiinya yang sebelumnya disebutkan secara umum pada UU PPh No.38 Tahun 2008 pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2. Nah dari sini timbulah penafsiran-penafsiran yang berbeda mengenai jasa lain ini pada perusahaan cargo atau paket. Ada yang

25 90 menafsirkan seharusnya perusahaan cargo atau paket dikenakan pph 23 dan ada juga yang menafsirkan kalau tidak dikenakan/dipotong untuk pph 23 nya, jadi ada 2 persepsi. Contohnya kan seperti yang dialami Dakota kan. Seperti PT APL, sudah kita coba jelaskan mengenai perundang-undangan dan peraturan-peraturan perpajakan mengenai Nilai Lain dan Jasa Lain yang terjadi pada transaksi perusahaan cargo atau paket, tetapi konsumen ini tetap pada pendiriannya bahwa seluruh usaha yang bergerak dibidang jasa wajib di potong PPh 23, tanpa memperhatikan peraturan-peraturan yang mendukung atau menjelaskan lebih lengkap menganai isi dari UU yang ada di atasnya, mungkin juga salah satu contoh konsumen seperti ini ingin mencari aman dalam persoalaan pajak, agar tidak terjadi sanksi dikemudian hari. Padahal kan tidak semua jasa di potong PPh 23, seperti jasa cargo atau paket kan tidak tercantum di dalam PMK No. 244/PMK.03/2008 sebagai jasa lain, jadi seharusnya tidak dipotong PPh 23 untuk setiap usaha jasanya yang dijalankan. (wawancara dengan Bapak Ahmad Syaipul, 13 Mei 2015) Pada kutipan wawancara tersebut dapat dikatakan bahwa pengenaan DPP Nilai Lain pada perusahaan jasa pengiriman barang (cargo/paket) juga berpengaruh pada objek perpajakan PPh pasal 23 atas jasa yang pada umumnya dikenakan atas jasa yang berikan/dilakukan oleh Wajib Pajak. Seperti yang sudah diungkapkan oleh Bapak Syaipul selaku kepala divisi akuntansi dan pajak PT Dakota Buana Semesta, sebelumnya atau yang

26 91 terdahulu dari timbulnya PMK No.38/PMK.011/2013 itu karena ada kegundahan dikalangan pelaku usaha mengenai jasa lainnya yang tercantum pada Undang-Undang PPh No.36 Tahun 2008 pada pasal 23 ayat (1) huruf c. Dijelaskan lebih lanjut pada PMK No.244/PMK.03/2008 pada Pasal (1) ayat 1: (1) Imbalan sehubungan dengan jasa lain selain jasa yang telah dipotong Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf c angka 2 Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, dipotong Pajak Penghasilan sebesar 2% (dua persen) dari jumlah bruto tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai. Kemudian juga dijelaskan lebih lengkap pada Pasal (1) ayat 2 yang berisi jenis-jenis jasa lainnya seperti yang di maksud dalam Undang-Undang PPh No.38 Tahun 2008: (2) Jenis jasa lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari: a. Jasa penilai (appraisal); b. Jasa aktuaris; c. Jasa akuntansi, pembukuan, dan atestasi laporan keuangan; d. Jasa perancang (design);

27 92 e. Jasa pengeboran (drilling) di bidang penambangan minyak dan gas bumi (migas), kecuali yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap (BUT); f. Jasa penunjang di bidang penambangan migas; g. Jasa penambangan dan jasa penunjang di bidang penambangan selain migas; h. Jasa penunjang di bidang penerbangan dan bandar udara; i. Jasa penebangan hutan; j. Jasa pengolahan limbah; k. Jasa penyedia tenaga kerja (outsourcing services) l. Jasa perantara dan/atau keagenan; m. Jasa di bidang perdagangan surat-surat berharga, kecuali yang dilakukan oleh Bursa Efek, KSEI dan KPEI; n. Jasa custodian/penyimpanan /penitipan, kecuali yang dilakukan oleh KSEI; o. Jasa pengisian suara (dubbing) dan/atau sulih suara; p. Jasa mixing film; q. Jasa sehubungan dengan software computer, termasuk perawatan, pemeliharaan dan perbaikan; r. Jasa instalasi/pemasangan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, dan/atau TV kabel, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi;

28 93 s. Jasa perawatan/perbaikan/pemeliharaan mesin, peralatan, listrik, telepon, air, gas, AC, TV kabel, alat transportasi/kendaraan dan/atau bangunan, selain yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang ruang lingkupnya di bidang konstruksi dan mempunyai izin dan/atau sertifikasi sebagai pengusaha konstruksi; t. Jasa maklon; u. Jasa penyelidikan dan keamanan; v. Jasa penyelenggara kegiatan atau event organizer; w. Jasa pengepakan; x. Jasa penyediaan tempat dan/atau waktu dalam media masa, media luar ruang atau media lain untuk penyampaian informasi; y. Jasa pembasmian hama; z. Jasa kebersihan atau cleaning service; aa. Jasa catering atau tata boga. Di dalam PMK No.244/PMK.03/2008 pada Pasal 1 ayat (1) dan (2) menjelaskan tentang jasa lain apa saja yang wajib dikenakan PPh Pasal 23 ayat (1) huruf c. Undang-undang PPh No.36 Tahun Pada poin-poin PMK No.244/PMK.03/2008 pada Pasal 1 ayat (2) telah dijabarkan bahwa perusahaan jasa pengiriman barang (cargo/paket) tidak tergolong pada jenis jasa lainnya yang wajib di potong PPh Pasal 23 atas jasanya atau bukan merupakan objek pajak PPh Pasal 23.

29 94 Namun dalam pelaksanaannya, pihak penjual jasa yaitu dalam hal ini PT Dakota Buana Semesta sebagai penyedia jasa pengiriman barang (cargo/paket) merasakan sudah tepatnya ketentuan yang berlaku berdasarkan PMK No 38?PMK.011/2013 dan juga pengaruhnya pada PMK No.244/PMK.03/2008. Tetapi pihak konsumen merasa belum terbuka atau belum transparan atas kebijakan atau peraturan yang berlaku, sehingga menyebabkan konsumen memiliki persepsi atau pemikiran masing-masing mengenai pengertian dari Undang-undang PPh No 36 Tahun 2008 pasal 23 ayat (2) huruf c. dan juga PMK No.244/PMK.03/2008 pada Pasal 1 ayat (1) dan (2). Bapak Ahmad Syaipul, selaku kepala divisi akuntansi dan pajak PT Dakota Buana Semesta menjelaskan mengenai hal ini sebagai berikut: selama ini pada PT Dakota di dalam penerapannya pada dunia bisnis, karena kan intinya di PMK NO.38/PMK.11/2013 itu adalah tarifnya, tarif efektifnya 1% kendala itu ada karena ada beberapa customer/konsumen yang belum familiar terhadap penggunaan Nilai Lain sebagai dasar pengenaan pajak kepada jasa pengiriman cargo atau paket, nah efeknya dari konsumen dalam menafsirkan PPh pasal 23 yang menerangkan jenis jasa lainnya, jadi karena sifatnya jasa pengiriman jadi konsumen memiliki pemikiran bahwa ini kan perusahaan jasa, jadi seharusnya dikenakan PPh pasal 23 seperti itu. (wawancara dengan Bapak Ahmad Syaipul, 13 Mei 2015).

30 95 Selain itu juga, Bapak Ahmad Syaipul, selaku kepala divisi akuntansi dan pajak PT Dakota Buana Semesta mengatakan bahwa ada kesulitan yang terjadi pada saat dilapangan atas pelaksanaan dari PMK No 38/PMK.011/2013 dan PMK No.244/PMK.03/2008 ini. Hal ini mengenai PT Dakota Buana Semesta tergolong sebagai bukan Jasa atau Jasa Lainnya yang tercantum pada Undang- Undang PPh Pasal 23 ayat (2) huruhf c, dan PMK No.244/PMK.03/2008. Berikut kutipan wawancara langsung dengan beliau: Kendalanya adanya persepsi atau menafsirkan jasa pengiriman barang cargo atau paket ini termasuk kedalam list objek pajak PPh Pasal 23. itu ada yang mempersepsikan bahwa jasa pengiriman paket atau cargo ini sebagai jasa lainnya yang ada di dalam PPh Pasal 23 ayat (1) huruf c. nomor 2 itu lah kendala yang kita hadapi, ada sebagian customer kita yang seperti itu contohnya seperti PT APL itu karena salah menafsirkan jasa pengiriman barang paket atau cargo ini yang dihubungkan secara umum dengan objek pajak secara umum PPh 23 (wawancara dengan Bapak Ahmad Syaipul, 13 Mei 2015). Lebih lanjut Bapak Ahmad Syaipul, menambahkan lagi mengenai pengaruh DPP Nilai Lain berdasarkan PMK No.38/PMK.011/2013:

31 96 pengaruh adanya PMK ini kita di satu sisi diuntungkan dengan PPN 1% karena lebih kecil dibandingkan dengan tarif normal, tapi di sisi lain ada implikasinya pada PPN masukan dari pembelian barang dan jasa yang kita peroleh tidak bisa kita kreditkan, karena tidak bisa dikreditkan secara otomatis akan menambah cost, baik itu pembelian misalkan barang dan jasa itu kan meninggikan harga pokok, itu pun akibat dikapitalisasi ke dalam barang dan jasa yang di beli dan PPN yang tidak bisa dikreditkan otomatis cost menjadi besar atau meningkat, implikasinya nanti mempengaruhi tingkat laba yang di capai, jadi pengaruhnya kesitu.. misalkan beli aset, angka pembelian tersebut akan dikapitalisasi ke dalam harga perolehan aset, atau misalkan membeli barang atau jasa, contohnya jasa keamana, otomatis cost untuk biaya keamanan jadi makin besar. Jadi kalau perusahaan margin pendapatan/laba nya kecil, biaya nya lebih besar dari pendapatan, bagi pihak intern dalam hal ini management menilai kinerja kita buruk dan juga bagi pihak perbankan sebagai kreditur apabila kita memiliki pinjaman, pasti akan menilai dari situ apakah perusahaan kita ini mampu untuk membayar pokok atau bunga kredit pinjaman kita.. (wawancara dengan Bapak Ahmad Syaipul, 13 Mei 2015). Pengenaan PPN dengan menggunakan DPP Nilai lain pada perusahaan jasa pengiriman barang (cargo/paket) berdasarkan dengan dikeluarkannya KMK 642/KMK.04/1994 sampai dengan perubahan terakhir yaitu PMK No

32 97 38/PMK.011/2013, merupakan sebuah solusi yang terbaik baik perusahaan jasa yang bergerak di bidang pengiriman barang (cargo/paket) dan juga bagi pemerintah dalam hal ini DJP. Besarnya PPN yang akan diperhitungan, dipungut, dan disetorkan atas jasa pengiriman barang (cargo/paket), adalah terhutang sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih, yaitu berarti PPN yang dikeluarkan dengan bukti berupa Faktur Pajak Keluaran yang diberikan kepada konsumen sebesar 1% dari Dasar Pengenaan Pajaknya. Kemudian untuk pelaporannya, pihak penjual jasa dalam penetilian ini PT Dakota Buana Semesta harus melaporkan PPN yang telah di pungut ke dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN bulan terutangnya pajak dan dapat dilaporkan pada masa pajak berikutnya, paling lama akhir bulan setelah berakhirnya masa pajak yang bersangkutan atau akhir bulan berikutnya. Pernyataan ini dicantumkan dalam Undang-undang PPN No 42 Tahun 200, dan juga tentang penjelasan atas PMK Nomor 40/PMK.03/2010 yaitu bentu, isi, dan tata cara pengisian serta penyampaian SPT Masa PPN.

Subjek Pajak PPh Pasal 23

Subjek Pajak PPh Pasal 23 DASAR HUKUM PPh 23 PP 94 tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan PPh Dalam tahun Berjalan PMK 244/PMK.03/2008 tentang Jenis Jasa lain SE-35/PJ./2010 tentang Pengertian Sewa

Lebih terperinci

Catatan: - Untuk Point 1, 3, 4 dan 5 dalam hal Wajib Pajak tidak mempunyai NPWP, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 20% (Dua puluh persen).

Catatan: - Untuk Point 1, 3, 4 dan 5 dalam hal Wajib Pajak tidak mempunyai NPWP, besarnya tarif pemotongan adalah lebih tinggi 20% (Dua puluh persen). DAFTAR TARIF WAJIB POTONG PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 21 BAGI BENDAHARA PENGELUARAN 1 Keterangan SSP untuk Pemotong PPh Pasal 21 - Diisi Identitas dan NPWP Bendahara NO. URAIAN Golongan PPh MAP Kode

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Pengertian Pajak Penghasilan. 2) Subjek Pajak Penghasilan. Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu.

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Pengertian Pajak Penghasilan. 2) Subjek Pajak Penghasilan. Undang Pajak Penghasilan Nomor 36 tahun 2008, yaitu. BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pajak Penghasilan 1) Pengertian Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak orang pribadi, badan, Bentuk Usaha

Lebih terperinci

Landasan Hukum: Pasal 23 UU PPh PMK No. 244/ PMK.03/ 2008

Landasan Hukum: Pasal 23 UU PPh PMK No. 244/ PMK.03/ 2008 Landasan Hukum: Pasal 23 UU PPh PMK No. 244/ PMK.03/ 2008 AGENDA Pengantar Definisi Obyek PPh 23 Pemugut PPh 23 Perhitungan PPh 23 atas jasa, sewa, bunga. SPT PPh 23 Jurnal pembayaran jasa, penerimaan

Lebih terperinci

MINGGU KE LIMA PPH PASAL 23, 26, DAN 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

MINGGU KE LIMA PPH PASAL 23, 26, DAN 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 MINGGU KE LIMA PPH PASAL 23, 26, DAN 25 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 A. Pengertian PPh Pasal 23 Pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari deviden, bunga, royalty, sewa dan penghasilan lain atas

Lebih terperinci

Pertemuan 5 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23, 25, & 26

Pertemuan 5 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23, 25, & 26 Pertemuan 5 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23, 25, & 26 Pertemuan 5 41 P5.1 Teori Pajak Penghasilan 23, 25, 26 & Pasal 4 ayat 2 A. Pengertian PPh Pasal 23 Pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pengertian Pajak Menurut Para Ahli

BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pengertian Pajak Menurut Para Ahli BAB III PEMBAHASAN 3.1 Pengertian Pajak Menurut Para Ahli Dibawah ini adalah beberapa pengertian pajak menurut para ahli, diantaranya: 1. Menurut P.J.A Adriani (2005), Pajak adalah Iuran kepada Negara

Lebih terperinci

LAMPIRAN II PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-70/ PJ. / 2007 TANGGAL : 9 April 2007

LAMPIRAN II PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-70/ PJ. / 2007 TANGGAL : 9 April 2007 LAMPIRAN II PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : PER-70/ PJ. / 2007 TANGGAL : 9 April 2007 PERKIRAAN PENGHASILAN NETO ATAS IMBALAN JASA TEKNIK, JASA MANAJEMEN, JASA KONSTRUKSI, JASA KONSULTASI DAN

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II.1 Rerangka Teori dan Literatur II.1.1 II.1.1.1 Bank Pengertian Bank Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, bank adalah badan usaha yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum ada beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh para

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara umum ada beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh para BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pajak 1. Definisi Pajak Secara umum ada beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh para ahli antara lain : a. Menurut Rochmat Soemitro (Suandy,2008:2) : Pajak

Lebih terperinci

Modul Perpajakan PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI

Modul Perpajakan PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah

Lebih terperinci

244/PMK.03/2008 JENIS JASA LAIN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 23 AYAT (1) HURUF C ANGKA 2 UNDANG-

244/PMK.03/2008 JENIS JASA LAIN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 23 AYAT (1) HURUF C ANGKA 2 UNDANG- 244/PMK.03/2008 JENIS JASA LAIN SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 23 AYAT (1) HURUF C ANGKA 2 UNDANG- Contributed by Administrator Wednesday, 31 December 2008 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

BUKTI PEMOTONGAN PPh PASAL 23. Jenis Penghasilan. Jumlah Penghasilan Bruto

BUKTI PEMOTONGAN PPh PASAL 23. Jenis Penghasilan. Jumlah Penghasilan Bruto Lampiran I Perturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-42/PJ/2008 Tanggal : 20 Oktober 2008 Lembar ke-1 untuk : Wajib Pajak Lembar ke-2 untuk : Kantor Pelayanan Pajak Lembar ke-3 untuk : Pemotong Pajak

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN. Pajak merupakan kewajiban rakyat untuk memberikan sebagian harta

BAB II BAHAN RUJUKAN. Pajak merupakan kewajiban rakyat untuk memberikan sebagian harta BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Secara Umum Pajak mempunyai peran sangat penting bagi negara, baik sebagai sumber penerimaan dalam negeri maupun sebagai penyelaras kegiatan ekonomi pada masa yang akan datang,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Menurut Mardiasmo (2013: 1), pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 DEFINISI Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan, selain yang telah

Lebih terperinci

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB IV PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 23

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah. BAB IV PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 23 81 BAB IV PAJAK PENGHASILAN (PPh) PASAL 23 PENGERTIAN Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 adalah pajak yang dipotong atas penghasilan yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan,

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN PENETAPAN TARIF EFEKTIF DALAM PEMUNGUTAN PPh PASAL 23 ATAS JASA LAIN

BAB III KEBIJAKAN PENETAPAN TARIF EFEKTIF DALAM PEMUNGUTAN PPh PASAL 23 ATAS JASA LAIN BAB III KEBIJAKAN PENETAPAN TARIF EFEKTIF DALAM PEMUNGUTAN PPh PASAL 23 ATAS JASA LAIN Α. KETENTUAN UMUM Di Indonesia, pajak dipungut berdasarkan pasal 23 ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa semua

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Prof.Dr.Rochmat Soemitro,S.H. (Waluyo, 2000 : 2), pajak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Prof.Dr.Rochmat Soemitro,S.H. (Waluyo, 2000 : 2), pajak 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pajak Penghasilan 1. Defenisi Pajak Menurut Prof.Dr.Rochmat Soemitro,S.H. (Waluyo, 2000 : 2), pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang undang (yang dapat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 1.1 Pengertian Pajak Pajak merupakan salah satu sumber penerimaan Negara yang berasal dari penghasilan masyarakat, dalam proses pemungutan perlu diatur dalam undang-undang agar dapat

Lebih terperinci

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23

PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 Pajak Penghasilan pasal 23 merupakan pajak penghasilan yang dipotong pihak lain atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap

Lebih terperinci

Panduan Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Panduan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Panduan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) A. Pengertian umum PPN PPN adalah pajak atas konsumsi barang atau jasa di dalam daerah pabean oleh orang pribadi atau badan. Daerah Pabean yaitu wilayah RI yang meliputi

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pajak Pajak merupakan kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh pribadi atau badan, sebagai salah satu sumber dana yang berasal dari dalam Negara untuk membiayai kegiatan

Lebih terperinci

DAFTAR OBYEK DAN TARIF PAJAK PENGHASILAN TARIF PKP = (PB BP) PTKP. 2. Uang Pensiun Bulanan yang Diterima Pensiunan Pasal 17 UU PPh.

DAFTAR OBYEK DAN TARIF PAJAK PENGHASILAN TARIF PKP = (PB BP) PTKP. 2. Uang Pensiun Bulanan yang Diterima Pensiunan Pasal 17 UU PPh. I. PPh Pasal 21 1. Penghasilan yang Diterima oleh Pegawai Tetap PKP = PB (BJ + IP) PTKP 2. Uang Pensiun Bulanan yang Diterima Pensiunan PKP = (PB BP) PTKP 3. Pegawai Tidak Tetap yang Penghasilannya Dibayar

Lebih terperinci

IBNU KHAYATH FARISANU 1 / 9 STIE

IBNU KHAYATH FARISANU 1 / 9 STIE PASAL 04 AYAT 02 1. Bunga Deposito dan Tabungan Lainnya a. Obyek PPh Final adalah bunga deposito, bunga tabungan lainnya dan diskonto Sertifikat Bank Indonesia (SBI). b. Besar tarif pemotongan adalah 20%

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, L 1 KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 466/KMK.04/2000 TENTANG PENYEDIAAN MAKANAN DAN MINUMAN BAGI SELURUH PEGAWAI DAN PENGGANTIAN ATAU IMBALAN SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN ATAU JASA YANG

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 4 AYAT (2) PADA PT BHANDA GHARA REKSA (PERSERO)

ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 4 AYAT (2) PADA PT BHANDA GHARA REKSA (PERSERO) ANALISIS PENERAPAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 4 AYAT (2) PADA PT BHANDA GHARA REKSA (PERSERO) Nikhen Hendra Damayanti, Hery Gunawan Universitas Bina Nusantara Jl. K. H. Syahdan No. 9, Kemanggisan,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Pajak Secara Umum

BAB II LANDASAN TEORI Pengertian Pajak Secara Umum BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Perpajakan 2.1.1 Pengertian Pajak Secara Umum Pajak merupakan salah satu sumber pembiayaan bagi negara dalam menjalankan pemerintahan. Pemungutan pajak sudah sejak lama ada, dari

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh wajib

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh wajib BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah kontribusi wajib kepada Negara yang terutang oleh wajib pajak orang pribadi maupun badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. PPN. Ekspor. Kegiatan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. PPN. Ekspor. Kegiatan. No.153, 2010 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. PPN. Ekspor. Kegiatan. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/PMK.03/2010 TENTANG BATASAN KEGIATAN DAN JENIS JASA KENA

Lebih terperinci

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH Objek Pemungutan PPN dan PPn BM 1. Penyerahan BKP dan atau JKP oleh PKP Rekanan 2. Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah Pabean di

Lebih terperinci

Jurnal Akuntansi Indonesia Vol. 12, No. 1, Februari 2016, Hal

Jurnal Akuntansi Indonesia Vol. 12, No. 1, Februari 2016, Hal ANALISIS EFEKTIVITAS PENERIMAAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 JASA LAINNYA PADA KPP PRATAMA PROBOLINGGO Ahmad Dahlan Ali Irfan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Gajayana Malang Abstrak Penelitian ini

Lebih terperinci

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH PPN dan PPnBM

PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH PPN dan PPnBM PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN BARANG MEWAH PPN dan PPnBM UU No.18 Tahun 2000 => 42 Th 2009 Tentang Pengenaan PPN dan PPnBM atas BKP dan JKP yang dikonsumsi di dalam negeri Definisi Pajak

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 75/PMK.03/2010 TENTANG NILAI LAIN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 75/PMK.03/2010 TENTANG NILAI LAIN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 75/PMK.03/2010 TENTANG NILAI LAIN SEBAGAI DASAR PENGENAAN PAJAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN, Menimbang

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 27/PJ.

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SURAT EDARAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR SE - 27/PJ. L1 BIAYA "ENTERTAINMENT" DAN SEJENISNYA (SERI PPh UMUM 18) Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE - 27/PJ.22/1986, Tgl. 14-06-1986 Lampiran: 86PJ22_SE27.htm DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT

Lebih terperinci

PERTEMUAN 12 By Ely Suhayati SE MSi Ak. PPN DAN PPnBM

PERTEMUAN 12 By Ely Suhayati SE MSi Ak. PPN DAN PPnBM PERTEMUAN 12 By Ely Suhayati SE MSi Ak PPN DAN PPnBM PAJAK ATAS NILAI TAMBAH PPN yang ditetapkan dengan UU no.18 tahun 2000 merupakan pajak yang dikenakan terhadap pertambahan nilai (Value Added) yang

Lebih terperinci

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 BAB IV

BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 BAB IV BAB IV BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 BAB IV BAB IV BENDAHARA SEBAGAI PEMOTONG PAJAK PENGHASILAN PASAL 23/26 1. DASAR HUKUM a. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pengertian Umum Tentang Pajak II.1.1 Definisi Pajak dan Ciri Ciri Pajak Menurut Undang Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP) No. 6 Tahun 1983 sebagaimana telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) kehidupan masyarakat khususnya ilmu pengetahuan dan teknologi.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) kehidupan masyarakat khususnya ilmu pengetahuan dan teknologi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) Globalisasi telah menjalar dan berkembang ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Globalisasi juga memberikan dampak yang sangat besar

Lebih terperinci

LAMPIRAN I KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : KEP-170/PJ/2002 TANGGAL : 28 Maret 2002

LAMPIRAN I KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR : KEP-170/PJ/2002 TANGGAL : 28 Maret 2002 LAMPIRAN I ATAS BERUPA SEWA DAN LAIN SEHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN HARTA KECUALI SEWA DAN LAIN SEHUBUNGAN DENGAN PERSEWAAN TANAH DAN ATAU BANGUNAN YANG TELAH DIKENAKAN PAJAK YANG BERSIFAT FINAL BERDASARKAN

Lebih terperinci

2.1 Definisi Pajak. Landasan Teori. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang

2.1 Definisi Pajak. Landasan Teori. Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang BAB II Landasan Teori 2.1 Definisi Pajak Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas jasa secara langsung. Pajak dipungut

Lebih terperinci

Regulasi Pemotongan dan Pemungutan PPh Pasal 23. dan Risiko Apabila Lupa Memotong PPh Ps 23. Atas Pembayaran Jasa Yang Anda Gunakan

Regulasi Pemotongan dan Pemungutan PPh Pasal 23. dan Risiko Apabila Lupa Memotong PPh Ps 23. Atas Pembayaran Jasa Yang Anda Gunakan Regulasi Pemotongan dan Pemungutan PPh Pasal 23 dan Risiko Apabila Lupa Memotong PPh Ps 23 Atas Pembayaran Jasa Yang Anda Gunakan Oleh Subur Harahap, SE, Ak, MM, CFP Partner SUHA Planner Financial Consulting

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Menurut Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada kas

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1) Menurut Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada kas BAB II KAJIAN PUSTAKA 1.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Adapun pengertian pajak menurut para ahli dalam Siti Resmi (2009:1) diantaranya: 1) Menurut Rochmat Soemitro pajak adalah iuran rakyat kepada

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil identifikasi dan evaluasi atas pemotongan, penyetoran, dan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil identifikasi dan evaluasi atas pemotongan, penyetoran, dan BAB V SIMPULAN DAN SARAN V.1 SIMPULAN Berdasarkan hasil identifikasi dan evaluasi atas pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 23 pada PT Bank CNT tbk dan peraturan perpajakan yang mendasarinya,

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-178/PJ./2006 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-178/PJ./2006 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-178/PJ./2006 TENTANG JENIS JASA LAIN DAN PERKIRAAN PENGHASILAN NETO SEBAGAIMANA DIMAKSUD DALAM PASAL 23 AYAT (1) HURUF C UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1983 TENTANG

Lebih terperinci

BAB IV KETENTUAN LAINNYA

BAB IV KETENTUAN LAINNYA BAB IV KETENTUAN LAINNYA A. PENYUSUTAN 1. Penyusutan atas pengeluaran untuk pembelian, pendirian, penambahan, perbaikan, atau perubahan harta berwujud, kecuali tanah yang berstatus hak milik, hak guna

Lebih terperinci

70/PMK.03/2010 BATASAN KEGIATAN DAN JENIS JASA KENA PAJAK YANG ATAS EKSPORNYA DIKENAI PAJAK PERTAMBA

70/PMK.03/2010 BATASAN KEGIATAN DAN JENIS JASA KENA PAJAK YANG ATAS EKSPORNYA DIKENAI PAJAK PERTAMBA 70/PMK.03/2010 BATASAN KEGIATAN DAN JENIS JASA KENA PAJAK YANG ATAS EKSPORNYA DIKENAI PAJAK PERTAMBA Contributed by Administrator Wednesday, 31 March 2010 Pusat Peraturan Pajak Online PERATURAN MENTERI

Lebih terperinci

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian

BAB 4. Pembahasan Hasil Penelitian BAB 4 Pembahasan Hasil Penelitian 4.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai Sebagai pajak atas konsumsi dalam negeri maka PPN hanya dikenakan atas barang atau jasa yang dikomsumsi di dalam daerah

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG

DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DIREKTORAT JENDERAL PAJAK PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15 /PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 15/PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN PERTAMA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR 29/PJ/2008 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN MASA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 187/PMK.03/2015 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teoritis 2.1.1 Definisi Pajak Ada bermacam-macam definisi Pajak yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Menurut Prof. Dr. P.J.A. Adriani, Pajak adalah iuran rakyat kepada

Lebih terperinci

PERKIRAAN PENGHASILAN NETO ATAS SEWA DAN PENGHASILAN LAIN SEHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN HARTA

PERKIRAAN PENGHASILAN NETO ATAS SEWA DAN PENGHASILAN LAIN SEHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN HARTA Lampiran I PERKIRAAN PENGHASILAN NETO ATAS SEWA DAN PENGHASILAN LAIN SEHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN HARTA No JENIS PENGHASILAN PERKIRAAN PENGHASILAN NETO (1) (2) (3) 1. Sewa dan penghasilan lain sehubungan

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN PEMOTONGAN DAN PENYETORAN SERTA PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 26 TAHUN (STUDI KASUS: PERUM PERURI)

ANALISIS PENERAPAN PEMOTONGAN DAN PENYETORAN SERTA PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 26 TAHUN (STUDI KASUS: PERUM PERURI) ANALISIS PENERAPAN PEMOTONGAN DAN PENYETORAN SERTA PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 23 DAN PASAL 26 TAHUN 2010-2012 (STUDI KASUS: PERUM PERURI) Anggraini Larasati, Hanggoro Pamungkas Universitas Bina

Lebih terperinci

Tinjauan Atas Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 Pada PT. Indonesia Power UBP Saguling

Tinjauan Atas Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran, Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 Pada PT. Indonesia Power UBP Saguling Repositori STIE Ekuitas STIE Ekuitas Repository Final Assignment - Diploma 3 (D3) http://repository.ekuitas.ac.id Final Assignment of Accounting 2017-01-07 Tinjauan Atas Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran,

Lebih terperinci

Perpajakan 2 PPN & PPnBM

Perpajakan 2 PPN & PPnBM Perpajakan 2 PPN & PPnBM 18 Februari 2017 Benny Januar Tannawi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia 1 Karakteristik PPN 1. Pajak tidak langsung Beban pajak dipikul oleh konsumen akhir. Pengusaha akan

Lebih terperinci

KEWAJIBAN PERPAJAKAN ATAS PENGGUNAAN DANA HIBAH PENELITIAN KOPERTIS WILAYAH III JAKARTA TAHUN 2018

KEWAJIBAN PERPAJAKAN ATAS PENGGUNAAN DANA HIBAH PENELITIAN KOPERTIS WILAYAH III JAKARTA TAHUN 2018 KEWAJIBAN PERPAJAKAN ATAS PENGGUNAAN DANA HIBAH PENELITIAN KOPERTIS WILAYAH III JAKARTA TAHUN 2018 KEWAJIBAN PAJAK ATAS DANA HIBAH PENELITIAN Walau telah berbasis keluaran, namun kewajiban perpajakan atas

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. Pengusaha Kena Pajak, maka PT. PP (Persero) Tbk mempunyai hak dan BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. PP (Persero) Tbk merupakan perusahaan yang bergerak di bidang jasa konstruksi. PT. PP (Persero) Tbk menyediakan berbagai jasa dan solusi

Lebih terperinci

PPh pasal 23 dan Contoh Soalnya (1)

PPh pasal 23 dan Contoh Soalnya (1) 1. Pengertian PPh pasal 23 Pajak Penghasilan Pasal 23, selanjutnya disingkat PPh Pasal 23, merupakan pajak yang dipotong atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri (orang pribadi

Lebih terperinci

Perpajakan Bagi Koperasi

Perpajakan Bagi Koperasi Perpajakan Bagi Koperasi Pendahuluan Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Tentang Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan ditegaskan bahwa Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak Dalam membahas definisi mengenai pajak, banyak para ahli memberikan batasan tentang pajak, diantaranya pengertian pajak yang dikemukakan oleh Adriani di kutip

Lebih terperinci

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN

C. PKP Rekanan PKP Rekanan adalah PKP yang melakukan penyerahan BKP dan atau JKP kepada Bendaharawan Pemerintah atau KPKN Lampiran I Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-382/PJ/2002 Tanggal : 13 Agustus 2002 A. Singkatan 1. APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2. APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Lebih terperinci

BAB III DASAR PENGENAAN PPh PASAL 23 DAN DASAR PENGENAAN PPN ATAS EPC PROJECT. Jasa konstruksi merupakan salah satu jasa yang cukup berkembang di

BAB III DASAR PENGENAAN PPh PASAL 23 DAN DASAR PENGENAAN PPN ATAS EPC PROJECT. Jasa konstruksi merupakan salah satu jasa yang cukup berkembang di BAB III DASAR PENGENAAN PPh PASAL 23 DAN DASAR PENGENAAN PPN ATAS EPC PROJECT A. Pengertian dan Ruang Lingkup Jasa Konstruksi A. 1 Pengertian Jasa Konstruksi Jasa konstruksi merupakan salah satu jasa yang

Lebih terperinci

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB VI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

Buku Panduan Perpajakan Bendahara Pemerintah BAB VI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) 139 BAB VI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN) PENGERTIAN Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai atau PPN merupakan pelunasan pajak yang dikenakan atas setiap transaksi pembelian barang atau perolehan jasa dari

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 14/PJ/2010 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 14/PJ/2010 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR - 14/PJ/2010 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK NOMOR PER-146/PJ./2006 TENTANG BENTUK, ISI, DAN TATA CARA PENYAMPAIAN SURAT PEMBERITAHUAN

Lebih terperinci

I Daftar dan Tarif Pajak Penghasilan PPh Pasal 4 ayat (2) 1. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto SBI Dasar Hukum : PP No. 131 Tahun 2000 Pengecualian: a. Bunga deposito dan tabungan serta diskonto

Lebih terperinci

BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN 16 BAB II ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Pajak Pajak menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 yang berbunyi : "Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara

Lebih terperinci

2012, No.4 2 telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pel

2012, No.4 2 telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 143 Tahun 2000 tentang Pel No.4, 2012 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERPAJAKAN. PAJAK. PPN. Barang dan Jasa. Pajak Penjualan. Barang Mewah. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5271) PERATURAN

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN A. Analisis Perlakuan Pajak Penghasilan dalam Transaksi Jasa Lelang oleh Balai Lelang Swasta Sebagaimana telah disebutkan dalam pembahasan sebelumnya bahwa transaksi

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS

BAB IV PEMBAHASAN. IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS BAB IV PEMBAHASAN IV. 1 Analisis Mekanisme Pajak Penghasilan Pasal 22 di PT. KAS Semua badan merupakan Wajib Pajak tanpa terkecuali, mulai saat didirikan atau saat melakukan kegiatan usaha atau memperoleh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut:

BAB II LANDASAN TEORI. pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang. Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut: BAB II LANDASAN TEORI II.1 Pemahaman Pajak II.1.1 Definisi Pajak Definisi pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut: Pajak

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/PMK.03/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/PMK.03/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 70/PMK.03/2010 TENTANG BATASAN KEGIATAN DAN JENIS JASA KENA PAJAK YANG ATAS EKSPORNYA DIKENAI PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB IV. EVALUASI PROSES PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPh PASAL 23/26 PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE

BAB IV. EVALUASI PROSES PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPh PASAL 23/26 PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE BAB IV EVALUASI PROSES PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN PPh PASAL 23/26 PADA PT. FEDERAL INTERNATIONAL FINANCE IV.1. Evaluasi Jenis-jenis Biaya yang Terdapat dalam Laporan Keuangan Perusahaan Penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri ( PKLM ). Pada era gliobalisasi seperti sekarang, persaingan antar negara semakin ketat. Oleh karena itu, Negara Indonesia dengan gencar

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.13, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KEUANGAN. Pajak. Kelebihan Pembayaran. Pengembalian. Tata Cara. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG TATA

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Pajak Pajak adalah konstribusi wajib kepada negara yang terhutang oleh wajib pajak badan maupun wajib pajak pribadi yang bersifat memaksa berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Pajak Definisi pajak berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut: Pajak adalah kontribusi wajib

Lebih terperinci

PPh Pasal 22 dan 23. Dwi Martani Slide by: Jayu Pramudya dan Nia Paramita Departemen Akuntansi FEUI

PPh Pasal 22 dan 23. Dwi Martani Slide by: Jayu Pramudya dan Nia Paramita Departemen Akuntansi FEUI PPh Pasal 22 dan 23 Dwi Martani Slide by: Jayu Pramudya dan Nia Paramita Departemen Akuntansi FEUI Sistematika 1. PPh 22 2. PPh 23 2 Landasan Hukum: Pasal 22 UU PPh PMK No. 154/ PMK.03/ 2010 PMK No. 253/

Lebih terperinci

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG

MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/PMK.03/2013 TENTANG TATA CARA PENGEMBALIAN ATAS KELEBIHAN PEMBAYARAN PAJAK YANG SEHARUSNYA TIDAK TERUTANG

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. 1.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. menyediakan pembuatan alat untuk pembangunan beton di jalan tol.

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN. 1.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. menyediakan pembuatan alat untuk pembangunan beton di jalan tol. BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 1.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT.DDT merupakan perusahaan yang bergerak dibidang alat berat yang menyediakan pembuatan alat untuk pembangunan beton di jalan

Lebih terperinci

PPN TRANSAKSI LINTAS BATAS MENURUT UU PPN Oleh: Winarto Suhendro (Staf Pengadilan Pajak)

PPN TRANSAKSI LINTAS BATAS MENURUT UU PPN Oleh: Winarto Suhendro (Staf Pengadilan Pajak) PPN TRANSAKSI LINTAS BATAS MENURUT UU PPN Oleh: Winarto Suhendro (Staf Pengadilan Pajak) PENDAHULUAN Sebagaimana diketahui terdapat 2 (dua) prinsip dasar pemungutan PPN atas transaksi lintas batas (cross

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 Menimbang : a. TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS

Lebih terperinci

PROSEDUR DAN MEKANISME PELAPORAN KEUANGAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PKH KEPEMUDAAN

PROSEDUR DAN MEKANISME PELAPORAN KEUANGAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PKH KEPEMUDAAN PROSEDUR DAN MEKANISME PELAPORAN KEUANGAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PKH KEPEMUDAAN Oleh: Eko Budi Hartono, SE.MM Hotel Mega Anggrek - Jakarta, 17 19 Oktober 2009 1 LATAR BELAKANG 1. JUMLAH PENGANGGURAN AKHIR

Lebih terperinci

PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23. Disampaikan oleh : Amanda Oktariyani,SE.,M.Si,Ak

PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23. Disampaikan oleh : Amanda Oktariyani,SE.,M.Si,Ak PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23 Disampaikan oleh : Amanda Oktariyani,SE.,M.Si,Ak PPh Pasal 22 Pengertian PPh Pasal 22 Pajak yg dipungut oleh Bendaharawan Pemerintah sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. Biotek Indonesia adalah perusahaan yang bergerak di bidang farmasi (obatobatan hewan) yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha

Lebih terperinci

Pengertian. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Kelebihan PPN 30/04/2011

Pengertian. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Kelebihan PPN 30/04/2011 Pajak Pertambahan Nilai (PPn) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam

Lebih terperinci

BAB II TEORI PERPAJAKAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, PENGADILAN PAJAK DAN BANDING PAJAK

BAB II TEORI PERPAJAKAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, PENGADILAN PAJAK DAN BANDING PAJAK BAB II TEORI PERPAJAKAN, PAJAK PERTAMBAHAN NILAI, PENGADILAN PAJAK DAN BANDING PAJAK 2.1 Perpajakan 2.1.1. Pengertian Pajak Tentang pengertian pajak, ada beberapa pendapat dari para ahli, antara lain:

Lebih terperinci

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Subject 3 Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Presented By : Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic 2012 http://elearning.pnb.ac.id www.nyomandarmayasa.com Subjects

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 76 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Pajak Penghasilan Pasal 21 Sesuai dengan Undang-undang Perpajakan yang berlaku, PT APP sebagai pemberi kerja wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Pajak Definisi Pajak berdasarkan Undang-undang No. 28 Tahun 2007 tentang ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, yaitu sebagai berikut : Pajak adalah kontribusi wajib

Lebih terperinci

AKUNTANSI PPN & PPnBM

AKUNTANSI PPN & PPnBM AKUNTANSI PPN & PPnBM Catatan PPN Sistem Kredit PPN Pasal 9 Ayat (2), (3), (4), (4a) UU PPN PPN Keluaran Merupakan PPN yang dipungut PKP Penjual atas penyerahan kepada PKP Pembeli. PPN Masukan Merupakan

Lebih terperinci

Penjelasan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.03/2010

Penjelasan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 40/PMK.03/2010 Peraturan pelaksanaan Pasal 3A ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan Nomor, tanggal 40/PMK.03/2010 22 Februari 2010 Mulai berlaku : 1 April 2010 Tentang Tata Cara Penghitungan, Pemungutan, Penyetoran, dan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 549/KMK.04/2000 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 549/KMK.04/2000 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 549/KMK.04/2000 TENTANG TATA CARA PEMUNGUTAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK PERTAMBAHAN NILAI DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH OLEH BADAN-BADAN

Lebih terperinci

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

Subject 3. Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah. Subject 3 Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa & Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Presented By : Nyoman Darmayasa Bali State Polytechnic 2012 http://elearning.pnb.ac.id www.nyomandarmayasa.com Subjects

Lebih terperinci

PERLAKUAN PERPAJAKAN UNTUK USAHA BIDANG JASA KONSTRUKSI

PERLAKUAN PERPAJAKAN UNTUK USAHA BIDANG JASA KONSTRUKSI PERLAKUAN PERPAJAKAN UNTUK USAHA BIDANG JASA KONSTRUKSI Muhammad Rasul NIM: 1211060317 Fakultas Ekonomi dan Bisnis Perbanas Institu E-mail: Muhammad.rasul10@yahoo.com ABSTRAK Karya ilmiah ini berisi tentang

Lebih terperinci

4Dra.Riiyati UNIVERSITAS INDONESIA. , ip YerItas, Pro itas, 9ustItia. Prof. Dr. Heri Hermansyah, S.T., M.Eng.

4Dra.Riiyati UNIVERSITAS INDONESIA. , ip YerItas, Pro itas, 9ustItia. Prof. Dr. Heri Hermansyah, S.T., M.Eng. lja t, t UNIVERSITAS INDONESIA, ip YerItas, Pro itas, 9ustItia Kampus Salemba JI. Salemba Raya No. 4, Jakarta 10430 Kampus Depok Gedung Pusat Administrasi Universitas Kampus Universitas Indonesia Depok

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang

BAB IV PEMBAHASAN. Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai. PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Terhadap Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai PT. HAJ adalah perusahaan yang bergerak dalam bidang perusahaan dagang yakni barang IT yang telah dikukuhkan menjadi Pengusaha

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. bergerak di bidang teknologi Access Management yang dapat memudahkan konsumen

BAB IV PEMBAHASAN. bergerak di bidang teknologi Access Management yang dapat memudahkan konsumen BAB IV PEMBAHASAN IV.1 Analisis Mekanisme Pajak Pertambahan Nilai merupakan salah satu perusahaan di Jakarta yang bergerak di bidang teknologi Access Management yang dapat memudahkan konsumen dalam melakukan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG PELAKSANAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1983 TENTANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI BARANG DAN JASA DAN PAJAK PENJUALAN ATAS BARANG MEWAH SEBAGAIMANA

Lebih terperinci

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP

Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP Kewajiban yang harus dipenuhi oleh wajib pajak badan setelah memperoleh NPWP adalah sebagai berikut : 1. Menyampaikan Surat

Lebih terperinci