BAB II TINJAUAN PUSTAKA. psikologi sosial. Sikap juga merupakan proses evaluasi yang sifatnya internal / subjektif

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. psikologi sosial. Sikap juga merupakan proses evaluasi yang sifatnya internal / subjektif"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sikap Definisi Sikap Sikap merupakan salah satu konsep yang menjadi perhatian utama dalam ilmu psikologi sosial. Sikap juga merupakan proses evaluasi yang sifatnya internal / subjektif yang berlangsung dalam diri seseorang dan tidak dapat diamati secara langsung, namun bisa dilihat apabila sikap tersebut sudah direalisasikan menjadi perilaku. Oleh karena itu sikap bisa dilihat sebagai positif dan negatif. Apabila seseorang suka terhadap suatu hal, sikapnya positif dan cenderung mendekatinya, namun apabila seseorang tidak suka pada suatu hal sikapnya cenderung negatif dan menjauh. Selain melalui perilaku, sikap juga dapat diketahui melalui pengetahuan, keyakinan, dan perasaan terhadap suatu objek tertentu. Jadi, sikap bisa diukur karena kita dapat melihat sikap seseorang dari yang sudah disebutkan sebelumnya. Sikap berasal dari kata aptus yang berarti dalam keadaan sehat dan siap melakukan aksi / tindakan atau dapat dianalogikan dengan keadaan seorang gladiator dalam arena laga yang siap menghadapi singa sebagai lawannya dalam pertarungan. Secara harfiah, sikap dipandang sebagai kesiapan raga yang dapat diamati (Sarwono, 2009). Berikut adalah beberapa definisi sikap dari para ahli: a) Menurut Allport, sikap merupakan kesiapan mental, yaitu suatu proses yang berlangsung dalam diri seseorang, bersama dengan pengalaman individual masing-masing,

2 mengarahkan dan menentukan respon terhadap berbagai objek dan situasi (Sarwono, 2009). b) Sikap merupakan reaksi evaluatif yang disukai atau tidak disukai terhadap sesuatu atau seseorang, menunjukkan kepercayaan, perasaan, atau kecenderungan perilaku seseorang Zanna & Rempel, 1988 (dalam Sarwono, 2009) c) Sikap merupakan kecenderungan psikologis yang diekspresikan dengan mengevaluasi entitas tertentu dengan beberapa derajat kesukaan atau ketidaksukaan (Eagly & Chaiken, 1993, dalam Sarwono, 2009) d) Sikap merupakan evaluasi terhadap beberapa aspek perkataan sosial Baron & Byrne, 2006 (dalam Sarwono, 2009) e) Menurut Thurstone, Likert, dan Osgood sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada objek tersebut (Azwar, 2012). f) LaPierre (1934) mendefinisikan sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimulus sosial yang telah terkondisikan (Azwar, 2012). g) Secord & Backman (1964) mendefinisikan sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek di lingkungan sekitarnya (Azwar, 2012). Dari definisi-definisi mengenai sikap diatas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah suatu kecenderungan dan keyakinan seseorang terhadap suatu hal yang bersifat mendekati

3 (positif) atau menjauhi (negatif) ditinjau dari aspek afektif & kognitif dan mengarahkan pada pola perilaku tertentu. Sedangkan definisi sikap terhadap operasi peneliti simpulkan sebagai kecenderungan dan keyakinan individu mengenai operasi yang bersifat mendekati (positif) dan menjauhi (negatif) ditinjau dari aspek afektif dan kognitif dan mengarahkan pada pola perilaku tertentu Komponen Sikap Thurstone berpendapat tentang adanya komponen afektif pada sikap, Rokeach berpendapat pada sikap adanya komponen kognitif dan konatif (Walgito, 2011). Sedangkan komponen sikap menurut Mar at 1984 (dalam Rahayuningsih, S. U., 2008) mencakup tiga hal yaitu: 1. Komponen kognitif berhubungan dengan belief (kepercayaan dan keyakinan), ide, konsep. Bagian dari kognitif yaitu: persepsi, stereotype, opini yang dimiliki individu mengenai sesuatu. 2. Komponen afeksi berhubungan dengan kehidupan emosional seseorang, menyangkut perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Afeksi merupakan komponen rasa senang atau tidak senang pada suatu objek. 3. Komponen perilaku / konatif merupakan komponen yang berhubungan dengan kecenderungan seseorang untuk berperilaku terhadap objek sikap Fungsi Sikap Menurut Baron, Byrne, dan Branscombe (dalam Walgito, 2011), terdapat lima fungsi sikap sebagai berikut.

4 1. Fungsi pengetahuan Sikap membantu kita untuk menginterpretasi stimulus baru dan menampilkan respon yang sesuai. Contohnya, karyawan baru harus diberi informasi sebelum masuk kerja, agar selalu ramah dan santun terhadap setiap klien, agar kerja sama bisa lebih maksimal dan terjaga. 2. Fungsi identitas Sikap terhadap kebangsaan Indonesia (nasionalis) yang kita nilai tinggi, mengekspresikan nilai dan keyakinan serta mengkomunikasikan siapa kita. Dalam pertemuan resmi antar masyarakat Indonesia dengan luar negeri, orang Indonesia memakai kebaya atau batik untuk mencerminkan budaya dan identitas kita sebagai rakyat Indonesia. 3. Fungsi harga diri Sikap yang kita miliki mampu menjaga atau menigkatkan harga diri. Misalnya, ketika ada perkumpulan yang mengharuskan kita berhadapan dengan banyak orang, sikap kita harus tetap terjaga untuk menjaga harga diri. 4. Fungsi pertahanan diri (ego defensive) Sikap berfungsi melindungi diri dari penilaian negatif tentang diri kita. Misalnya, sikap kita harus tetap ramah terhadap atasan sekalipun kita tidak suka padanya, agar kita tetap terus bekerja di perusahaannya. 5. Fungsi memotivasi kesan (impression motivation) Sikap berfungsi mengarahkan orang lain untuk memberikan penilaian atau kesan yang positif tentang diri kita. Contohnya, menjaga sikap seperti bahasa tubuh ketika pertama kali masuk ke lingkungan baru agar memberi kesan baik dan positif.

5 2.2 Persepsi Ketidakpastian Definisi Persepsi Teori Bem (1975) mengenai persepsi diri dapat dipandang sebagai teori yang sangat terbatas, yang berkaitan dengan keadaan khusus mengenai atribusi. Teori persepsi diri adalah teori yang berkaitan dengan pengertian individu mengenai atribusi dirinya sendiri dan merupakan laporan atau catatan semacam pengetahuan diri. Konsep model utama yang dibangun Bem adalah proses persepsi diri, yang merupakan analisis fungsional tentang kejadian dari teori penguatan Skinner. Hal utama dari analisis Bem yang orisinil adalah fenomena pada atribusi diri, dibutuhkan pengetahuan diri yang baru, tidak diperlukan motivasi atau aspek kognitif dari pengetahuan diri yang lain. Ia mengemukakan bahwa individu menjadi tahu tentang sikap, kepercayaan, dan atribusi melalui observasi perilaku di lapangan dalam hubungannya dengan tuntutan lapangan. Secara singkat, dalam analisis fungsi perilakunya, karena dipersepsikan secara bebas, tidak terkekang oleh tekanan lingkungan atau hambatan, perilaku dilihat sebagai refleksi dalam kaitannya dengan atribusi diri. Sebaliknya, apabila dihambat oleh lingkungan, perilaku tidak akan dilihat oleh actor sebagai refleksi keadaan internal, sifat, ataupun sikap (Walgito, 2011) Persepsi Ketidakpastian

6 Ketidakpastian menurut Mishel (dalam Kang, 2002) dapat didefinisikan sebagai situasi yang melibatkan kognisi dimana subjek tidak dapat menetapkan nilai nilai pada suatu kejadian atau objek dan tidak dapat memprediksikan hasil secara akurat karena kurangnya sinyal, dan informasi yang tidak jelas dan tidak tepat. Mishel mengemukakan teori Uncertainty in Illness yaitu ketidakpastian pada penyakit yang diderita. Menurut Mishel, meskipun ketidakpastian berawal dari hanya satu aspek diri, namun dapat menyebar menyebar ke aspek lain. Ketidakpastian semakin besar dengan meningkatnya gangguan gangguan ke aspek identitas diri dan kehidupan seseorang (Mishel, dalam Davis, 2011). Menurut teori Mishel (dalam Ko, 2005) ada tiga antecedent (hal yang mendahului) utama pada ketidakpastian yaitu 1. Stimulus frame. Tiga variable yang digunakan untuk mengukur stimulus pada model ini adalah karakteristik penyakit, sejarah penyakit, dan pengobatan-pengobatan selama perawatan. Tiga komponen dari stimulus frame adalah: - Informasi pada gejala-gejala yang berkaitan dengan sensasi fisik - Peristiwa / kejadian yang familiar berkaitan dengan lingkungan perawatan kesehatan - Kecocokan kejadian dimana stimulus nya terprediksi dan stabil 2. Structure providers. Komponen stimulus frame secara positif dipengaruhi oleh structure providers yang menurut Mishel didefinisikan sebagai antecedents / pendahulu dari ketidakpastian yang mencakup: - Autoritas yang dapat dipercaya - Dukungan social

7 - Edukasi 3. Kapasitas kognisi. Antecedent ketiga secara positif mempengaruhi evaluasi pada stimulus frame. Kurangnya informasi yang didapatkan dan ketidakpahaman informasi mempersulit individu untuk mengkategorikan atau menyusun elemen pada penyakit dan operasinya. Gambar 2.1 Mishel s Theoritical Model Sumber: Nai-Ying Ko, 2005 Stimulus frame adalah karakteristik stimulus yang dipersepsikan oleh individu. Kapasitas kognitif adalah kemampuan pasien untuk memproses informasi. Structure providers adalah penyedia perawatan kesehatan atau suatu kelompok yang mendukung yang mempengaruhi pasien secara positif dan negative. Stimuli frame, cognitive capacities, dan structure providers adalah antecedents ketidakpastian. Ketidakpastian bisa menjadi positif atau negatif (suatu keuntungan / kesempatan atau bahaya). Inference adalah bagaimana pasien melihat diri mereka sebagai bagian dari lingkungan dan ilusi, salah satunya bisa menyebabkan bahaya yang membuat ketidakpastian menjadi negative

8 atau kesempatan sebagai hal yang positif. Penggunaan mekanisme coping terhadap adaptasi ketidakpastian operasi. Menurut teori, ketidakpastian berkembang dari beberapa variabel antecedents (penyedia struktur, kerangka stimulus, dan kapasitas kognitif), yang ditengahi dengan karakteristik kepribadian dan penilaian utama. Penengah antara ketidakpastian dan hasil dari ketidakpastian mencakup: keoptimisan (Christman, 1990); harapan (Hilton, 1994); penguasaan (Mishel, 1991); dan mencari informasi (Rosenbaum, dalam Albertsen, 2009). Mishel (2006) memaparkan dalam teori Uncertainty in Illness menarik dari model proses informasi dan penelitian kepribadian dari disiplin psikologi, yang mengkarakteristikkan ketidakpastian sebagai keadaan kognitif akibat dari sinyal atau tanda-tanda yang tidak mencukupi untuk membentuk skema, atau representasi internal pada peristiwa atau situasi tertentu. Menurut Mishel, proses penilaian tiap individu pada ketidakpastian adalah apa saja yang membahayakan dan apa saja kesempatan yang dapat terjadi, atau apa saja hasil negatif dan positif yang terjadi. Menurut Mishel, teori ketidakpastian adalah peristiwa di persepsikan tidak pasti karena individu tidak dapat menentukan hal-hal yang berkaitan dengan penyakit tersebut. Ketidakpastian terjadi ketika individu tidak dapat menetapkan nilai-nilai yang pasti pada objek / peristiwa tersebut karena kurangnya tanda dan informasi. Mishel mengkategorisasikan ketidakpastian sebagai sesuatu yang baru, kompleksitas, ambiguitas, dan ketidakterdugaan dan kurangnya informasi. Menurut Mishel (1983), pasien dengan edukasi yang tinggi lebih memiliki kemampuan dalam mengakses informasi mengenai operasi dan penyakitnya sehingga mengecilkan keadaan ketidakpastian dalam diri (Mishel, 1988 dalam Madeo, dkk 2012).

9 Dari penjelesan di atas mengenai persepsi ketidakpastian dapat disimpulkan bahwa persepsi ketidakpastian adalah situasi dimana individu tidak dapat menetapkan nilai pada objek atau kejadian tertentu dan tidak dapat memprediksi hasil hasil yang akan terjadi secara akurat karena ketidakjelasan, kerumitan, ketidakterdugaan dan kurangnya informasi Faktor-Faktor Persepsi Ketidakpastian Faktor-faktor persepsi ketidakpastian, digunakan untuk skala MUIS (Mishel s Uncertianty in Illness Scale) untuk membuat item item pernyataan. Seperti dijelaskan oleh Mishel, (dalam Albertsen, 2009) faktor tersebut adalah sebagai berikut: 1. Ambiguity: ketidakjelasan mengenai operasi bagi dirinya, ketidakjelasan mengenai kondisi penyakit yang tidak jelas dan sering berubah ubah 2. Complexity: kompleksitas dan kerumitan mengenai operasi, prosedur dan perawatan operasi bagi dirinya. 3. Lack of Information: informasi yang sedikit dan kurangnya informasi mengenai operasi bagi dirinya 4. Unpredictability: kemampuan pasien untuk memprediksikan mengenai hasil operasi dan memprediksikan gejala penyakit. 2.3 Identitas Ego Definisi Identitas Ego

10 Teori identitas ego dari Erik Erikson berangkat dari psikoanalisa, tetapi mencakup pengaruh lingkungan social lebih luas dan aspek perkembangan social perluasan dari teori Freud psikoseksual. Menurut Freud, ego adalah suatu aspek kepribadian yang berhubungan dengan realita. ego dikembangkan oleh pikiran sebagai barisan utama dalam berinteraksi pada dunia luar. Identitas ego menurut tahapan perkembangan psikososial Erikson, menjadi isu remaja yang paling besar, dimana konflik dan krisis tersebut baru dialami oleh remaja dan berkembang hingga dewasa. Tiap tahapan perkembangan psikososial menurut Erikson, saling berhubungan dan tumbuh pada diri individu secara berkaitan satu sama lain. Semua tahapan perkembangan psikososial adalah proses yang berlangsung secara terus menerus dan saling berhubungan (Erikson, 1994). Identitas ego adalah salah satu bagian dari perkembangan manusia yang dimulai dari anak-anak hingga dewasa. Pembentukan identitas ego mencakup perpaduan antara kemampuan, kepercayaan, dan identifikasi menjadi suatu keterkaitan, sesuatu yang unik dan utuh yang menciptakan rasa kontinuitas pada masa lalu dan arahan untuk masa depan. Identitas ego juga biasa disebut perasaan, sikap, resolusi dan lain-lain. Cara lain dalam menafsirkan identitas adalah sebagai self-structure yaitu sekumpulan dorongan internal, kemampuan, kepercayaan, dan sejarah individu. Semakin baik individu membangun struktur, semakin individu menyadari keunikan dan persamaan dengan orang lain, kelemahan dan kekuatan dirinya. Struktur identitas ego bersifat dinamis, unsur-unsur terus menerus ditambahkan dan dikesampingkan (Kroger dan Marcia, 2011).

11 Identitas ego dapat juga disebut sebagai self growth atau pertumbuhan diri. Individu membentuk identitas ego dari berbagai aspek seperti fisiologis, psikologis, biologis, dan social. Aspek-aspek tersebut di integrasi secara penuh oleh kesadaran dan ego yang matang. Pertumbuhan diri juga berasal dari pengalaman-pengalaman subjektif yang mencakup perilaku, pikiran, dan perasaan. Pengalaman-pengalaman subjektif tersebut membentuk identitas ego terutama komitmen yang semakin matang. Perkembangan identitas ego berkaitan dengan kejadian-kejadian dalam kehidupan (Geise, 2008). Identitas bisa dilihat dalam dua bentuk, pertama identitas sosial dan kedua identitas pribadi. Identitas soial adalah dimana individu mengkategorikan dan membedakan diri mereka ke dalam suatu kelompok sosial tertentu dengan menjadi anggota di dalamnya dan menyamakan nilai-nilai kelompok pada dirinya. Identitas pribadi yaitu jika individu membedakan dirinya dengan individu lain dimana tiap individu memiliki keunikan masing-masing dan tidak dapat diubah sekalipun dalam kelompok (Fearon, 1999). Berikut ini adalah beberapa definisi identitas ego (Fearon, 1999). 1. Identitas ego adalah konsepsi-konsepsi seseorang mengenai siapa mereka, orang seperti apakah mereka, bagaimana mereka berhubungan dengan orang lain (Hogg & Abrams, 1988) 2. Identitas ego dideskribsikan sebagai cara individu dan grup mendefinisikan diri mereka dan didefinisikan orang lainberdasarkan ras, etnik, agama, bahasa, dan budaya (Deng, 1995).

12 3. Identitas ego didefinisikan sebagai pemahaman dan harapan diri yang cenderung stabil dan spesifik (Wendt, 1992). 4. Identitas ego adalah komitmen dan identifikasi dalam diri yang dibentuk dari berbagai pengalaman apa yang terbaik dan bernilai, apa yang harus dilakukan, apa yang saya setujui dan ditentang (Taylor, 1989). 5. Identitas ego sebagai struktur diri internal yang mencakup self-constructed, suatu dorongan, kemampuan, kepercayaan yang dinamis, dan sejarah individu. (Marcia, 1980). 6. Identitas ego adalah rasa sadar pada diri yang berkembang dan dibentuk dari interaksi social sehingga individu menyadari keunikan dirinya yang berbeda dari orang lain (Erikson, 1994). Dari definsi-definisi diatas dapat disimpulkan bahwa identitas ego adalah pengenalan diri dan pemahaman diri secara utuh agar dapat mengetahui keunikan kita yang membedakan diri kita dengan orang lain dan dapat mengkategorikan diri kita dalam kelompok social tertentu. Menurut Erikson, sebagai sebuah potret diri, identitas ego terdiri dari berbagai potongan (Santrock, 2007): a) Identitas pekerjaan / karir:jalur karir dan pekerjaan yang ingin diikuti b) Identitas politik: Apakah seseorang itu memiliki aliran politik yang konservatif, liberal, atau berada di antara keduanya c) Identitas religious: Keyakinan spiritual seseorang d) Identitas relasi: apakah seseorang itu hidup melajang, menikah, bercerai, atau hidup bersama.

13 e) Identitas prestasi / intelektual: sejauh mana seseorang termotivasi untuk berprestasi dan menjadi seorang yang intelek. f) Identitas seksual: apakah seseorang itu heteroseksual, homoseksual, atau biseksual. g) Identitas budaya / etnis: bagian dari dunia atau Negara manakah seseorang itu berasal dan seberapa intensifkah orang itu beridentifikasi dengan warisan budayanya h) Minat: hal hal yang gemar dilakukan seseorang, termasuk olahraga, music, da hobi i) Kepribadian: karakteristik keoribadian individu (introvert, ekstrovert, cemas atau santai, bersahabat atau bermusuhan, dan seterusnya). j) Identitas fisik: gambaran tubuh seseorang Karakteristik Identitas Ego Menurut Erikson 1968 (dalam Kumru dan Thompson, 2003) untuk menentukan status identitas ego pada diri seseorang, ada 2 kriteria variable yang terdiri dari krisis dan komitmen, yang diaplikasikan ke pilihan pekerjaan, agama, dan ideology politik. Menurut Erikson, (dalam Bartoszuk dan Pittman, 2009) inti dari pembentukan identitas adalah individu melakukan eksplorasi pada berbagai alternatif pada suatu daerah tertentu dan membuat keputusan dan komitmen yang berarti bagi kehidupannya. Ada dua definisi berbeda mengenai eksplorasi pada identitas. Pertama, eksplorasi menurut Marcia (dalam Dumas, Ellis, dan Wolfe, 2012) mengidentifikasi dua proses

14 yang mendasari perkembangan identitas ego hasil pengembangan dari Erikson, pertama adalah self-exploration (yang biasa disebut Erikson krisis) atau eksplorasi diri yang berarti individu telah mempertimbangkan pilihan-pilihan yang berbagai alternatif yang bermakna dalam dirinya. Menurut Erikson (1968) eksplorasi disebut juga krisis yang terjadi pada individu, yaitu memilah-milah pilihan di kehidupannya sebelum berkomitmen atau menjatuhkan pilihan. Eksplorasi ini disebut exploration in-breadth. Definisi eksplorasi kedua seperti yang dikemukakan oleh Meeus, Iedema, et al, 2002 (dalam Crocetti, Rubini, Meeus, 2008) bahwa eksplorasi adalah suatu penggalian dan pencarian informasi mengenai salah satu pilihan atau komitmen yang sudah ditentukan. Meeus meyakini bahwa individu yang sudah berkomitmen akan melanjutkan eksplorasi pada daerah pilihannya. Individu yang sudah berkomitmen pada suatu hal di dalam kehidupannya, secara aktif ia akan mengeksplor komitmen yang sudah ditetapkan dengan merefleksi pilihannya, menggali informasi mengenai pilihan tersebut, dan membicarakan pilihan tersebut dengan orang lain. Ketika individu sudah menentukan pilihan atau berkomitmen pada daerah dalam hidupnya, mereka akan melakukan in-depth exploration, penggalian dan eksplorasi pada pilihan yang sudah ia tentukan. Individu cenderung akan menjaga komitmen mereka dengan mencari tahu informasi-informasi pilihan tersebut. Ketika individu sudah tidak ingin berkomitmen dengan pilihan sebelumnya, maka ia melakukan reconsideration of commitment, yaitu pencarian alternatif pilihan lain dan menentukan pilihan baru. Pada fase inilah individu mengeksplorasi alternatif lain dan tidak mengeksplorasi pilihan yang sudah mereka tentukan sebelumnya (Meeus dkk, 2010).

15 Karakteristik identitas ego berikutnya adalah komitmen. Komitmen pada identitas menurut Marcia (dalam Dumas, Ellis, dan Wolfe, 2012) yaitu individu sudah memilih suatu pilihan dari berbagai alternatif dan menentukan jalan hidup untuk dirinya. Komitmen terjadi apabila individu sudah mempertimbangkan pilihan-pilihan berbeda atau mengeksplorasi alternatif. Identitas terus berubah dan akan mengalami revisi di sepanjang kehidupan. Manusia akan mempertimbangkan ulang dan megubah komitmen pada daerah-daerah di kehidupannya karena berbagai hal. Berubahnya komitmen mendorong individu untuk mencari alternatif lain. Konseptualisasi pertimbangan ulang komitmen, sama seperti definisi eskplorasi dari Marcia (1966), mencakup investigasi berbagai komitmen baru (Crocetti, Rubini, Meeus, 2008). Identity achievement dan identity diffusion adalah dua status yang berlawanan menurut teori Erikson. Identity achievement bisa dicapai oleh individu apabila ia sudah mengalami periode krisis dan sudah berkomitmen pada bidang pekerjaan dan segala bidang dalam hidupnya. Sedangkan orang yang masih dalam fase identity diffusion belum mengalami periode krisis, dan masih kurang berkomitmen dengan bidang-bidang yang ada. Dia belum mempertimbangkan berbagai pilihan dari bidang pekerjaan dan minat yang ada. Individu bisa mencapai tingkat kedawasaan identitas (mature adult identity) apabila dia sudah mengeksplorasi berbagai pilihan dan sudah berkomitmen pada suatu hal dalam hidupnya. Sedangkan individu yang tingkat eskplorasi dan komitmen pada dirinya rendah, maka ia tergolong identity diffused, yaitu sering dilemma dan berubah-

16 ubah pilihan dan nilai kehidupannya (Marcia, 1966 dalam dalam Dumas, Ellis, dan Wolfe, 2012) Identitas Ego Dewasa Menurut Erikson (1968), pembentukan identitas ego adalah tugas perkembangan utama pada remaja, namun identitas ego sendiri dimulai dari masa anak-anak, remaja, dan dewasa. Identitas ego terus berkembang dan dapat berubah disepanjang rentang kehidupan. Pengalaman-pengalaman yang terjadi ketika remaja membentuk suatu rencana untuk masa depan, dan identitas ego yang dibentuk ketika remaja dan dewasa muda, mengakibatkan arah dan tujuan hidup yang jelas di masa yang akan datang. Perkembangan identitas ego dibangun oleh kejadian masa lampau, masa kini dan masa depan yang di integrasi menjadi suatu keseluruhan (Fadjukoff, 2007). Identitas ego bukan hanya krisis yang dialami oleh remaja saja, namun identitas ego adalah krisis di seluruh kehidupan individu. Krisis yang dimaksud Erikson adalah krisis sejarah di kehidupan manusia, dimana krisis tersebut saling berkaitan. Kualitas identitas ego di usia-usia dewasa, bergantung dengan kualitas identitas ego yang dibentuk di masa remaja. Elemen-elemen diri pada masa anak-anak hingga dewasa adalah elemen yang tak terpisahkan. Elemen tersebut saling berhubungan dan bersatu menjadi suatu pertumbuhan diri yang sehat dan matang, apabila pertumbuhan diri sudah matang, maka semakin besar kesempatan untuk terbentuk achievement identity (Erikson, 1994). Erikson (1968) mengkonseptualisasikan perkembangan identitas ego sebagai tahapan psikososial dan tugas utama bagi remaja yang bias berdampak pada konflik tahapan-tahapan di usia selanjutnya seperti intimasi, generativitas dan integritas. Sebagai

17 struktur internal, identitas ego mencakup pengalaman-pengalaman yang dianggap penting disepanjang kehidupan. Identitas ego di masa remaja memainkan peran determinan yang sangat penting bagi identitas di usia dewasa. Dalam usia dewasa madya menurut Erikson, isu generativitas sedang berlangsung. Ekslplorasi dan komitmen pada usia juga berhubungan dengan generativitas. Generativitas berarti memberikan tanggung jawab, ilmu, dan perlakuan yang baik bagi generasi selanjutnya. Eksplorasi yang terjadi di usia dewasa madya juga berhubungan dengan mortalitas, mengingat banyak munculnya penyakit degenerative pada usia tersebut. Komitmen agar dapat mencapai krisis generativitas bagi generasi berikutnya menandakan bahwa individu pada dewasa madya harus sehat agar dapat mengerahkan seluruh kemampuan dan tanggung jawabnya untuk generasi selanjutnya. Komitmen dan eksplorasi mengenai kesehatan pun harus tetap terjaga untuk menyeimbangkan konflik di usia tersebut (Fadjukoff, 2007). 2.4 Perkembangan Dewasa Madya Masa dewasa merupakan salah satu fase dalam rentang kehidupan individu setelah masa remaja. Pada penelitian ini, difokuskan perkembangan masa dewasa madya Dewasa Madya Menurut Hurlock (2008), rentang usia dewasa madya pada umumnya berkisar antara usia tahun, dimana pada usia ini ditandai dengan berbagai perubahan fisik

18 maupun mental. Fisik sudah mulai agak melemah, termasuk fungsi-fungsi alat indra. Cirri-ciri masa dewasa madya menurut Hurlock yaitu: 1. Perubahan fisik yang demikian pesat. Pada masa dewasa madya, terjadi perubahan kondisi fisik yang cukup pesat, namun bukan perubahan yang menuju kesempurnaan / kemajuan, namun perubahan yang mengarah kepada penurunan dan kemunduran, yang juga akan mempengaruhi kondisi psikologisnya. 2. Masa yang ditakuti. Umumnya pada usia dewasa madya, mereka tidak lagi merasa menarik secara seksual dan memunculkan kekhawatiran akan kehilangan daya tarik bagi pasangan mereka. Perasaan takut dan kekhawatiran ini dapat mengganggu psikologisnya. 3. Usia berbahaya Di usia dewasa madya, fisik mereka mulai rentan terhadap penyakit, juga kondisi psikologis yang cenderung menjadi lebih peka, yang berarti mudah tersinggung, tertekan, stress, hingga depresi. 2.5 Kerangka Berpikir Identitas ego menurut Erikson (1950) berangkat dari teori psikoanalisa yang berfokus pada perkembangan psikososial. Ego adalah pusat pada diri manusia karena ego adalah struktur diri yang dihadapkan pada dunia nyata dan dihadapkan pada pengalaman hidup. Ego manusia terbentuk dan semakin matang seiring bertambahnya usia. Menurut Erikson, 1968 (dalam Kumru dan Thompson, 2003) ada dua kriteria yang hadir dalam pembentukan identitas ego: eksplorasi (biasa disebut krisis) dan komitmen. Eksplorasi adalah proses dimana manusia memikirkan banyak hal dan mengkaji nya satu persatu, memilah-

19 milah serta mencoba hal tersebut, dan mencoba berbagai peran di rentang kehidupan. Komitmen adalah sejauh mana manusia menanamkan dan menentukan nilai / tujuan dalam hidupnya dan mengekspresikannya dengan tindakan atau suatu kepercayaan. Orang yang sudah melakukan eksplorasi pada segala hal di kehidupannya, dan sudah berkomitmen, ialah yang identitas egonya tinggi atau sudah mencapai status achieved identity (pencapaian identitas). Menurut Erikson, orang yang sudah berkomitmen pasti sudah melakukan trial-and-error. Bagi individu yang sudah melewati masa krisis, mereka telah mencoba segala hal dengan berbagai konsekuensi yang ada. Beda hal dengan mereka yang tidak berani eksplorisasi, mereka tidak biasa mencari berbagai alternatif bagi dirinya, mungkin juga tidak berani dalam mengambil risiko dan hidup dalam ketidaktahuan atau ketidakpastian karena belum mencoba. Peneliti akan mencari tahu apakah hal tersebut memprediksikan persepsi terhadap ketidakpastian, karena orang yang belum pernah bereksplorasi berbagai alternatif di hidupnya dan berkomitmen mengenai suatu hal, mereka tidak tahu apa yang terjadi dan mengalami ketidakpastian karena tidak pernah mencoba. Pasien yang tinggi pada komitmennya, berarti mereka sudah mennetukan nilai dan tujuan pada hidupnya. Ketidakpastian terjadi ketika adanya berbagai konsekuensi yang terjadi dan kita tidak dapat memastikan dan memprediksi apa yang akan terjadi. Kurangnya pemahaman mengenai sesuatu juga menimbulkan ketidakpastian dalam diri. Setiap orang memiliki persepsi ketidakpastian yang berbeda, tergantung dari struktur dirinya dan dukungan eksternal. Persepsi adalah salah satu bagian dari komponen kognitif seseorang. Persepsi ketidakpastian ini menyebabkan individu menyikapi suatu hal. Dalam penelitian ini, ingin mengetahui apakah persepsi ketidakpastian mampu memprediksikan sikap pasien terhadap operasi medis, lalu bagaimana korelasi prediksinya.

20 Penelitian ini juga ingin mengetahui apakah identitas ego dan persepsi ketidakpastian secara bersama mampu memprediksikan sikap pasien terhadap operasi medis atau tidak. Mishel (2006) mengemukakan jika persepsi ketidakpastian didukung oleh pengetahuan masing-masing individu menghasilkan sikap pasien terhadap bidang kesehatan. Pada BAB 1 diuraikan bahwa identitas ego dibentuk oleh kognisi seseorang. Secara tidak langsung dapat dikatakan bahwa identitas ego mendukung persepsi ketidakpastian seseorang dalam menyikapi hal tertentu.

BAB III METODE PENELITIAN. medis. Sikap merupakan suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan seseorang terhadap

BAB III METODE PENELITIAN. medis. Sikap merupakan suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan seseorang terhadap BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian & Hipotesis 3.1.1 Variabel Dependen Variabel dependen dalam penelitian ini adalah sikap pasien terhadap operasi medis. Sikap merupakan suatu bentuk evaluasi

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan:

BAB V SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan: BAB V SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 1.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan: 1. Regresi pertama adalah regresi linear berganda yang dimana Ha (hipotesis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Identitas Ego 2.1.1 Definisi Identitas Ego Untuk dapat memenuhi semua tugas perkembangan remaja harus dapat mencapai kejelasan identitas (sense of identity) yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Identitas Ego 2.1.1. Definisi Identitas Menurut Erikson (dalam Corsini, 2002), identitas adalah suatu perasaan tentang menjadi seseorang yang sama, perasaan tersebut melibatkan

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat MODUL PERKULIAHAN Perkembangan Sepanjang Hayat Adolescence: Perkembangan Psikososial Fakultas Program Studi TatapMuka Kode MK DisusunOleh Psikologi Psikologi 03 61095 Abstract Kompetensi Masa remaja merupakan

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Identity Achievement. (Kartono dan Gulo, 2003). Panuju dan Umami (2005) menjelaskan bahwa BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Identity Achievement 1. Definisi Identity Achievement Identitas merupakan prinsip kesatuan yang membedakan diri seseorang dengan orang lain. Individu harus memutuskan siapakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu.

BAB I PENDAHULUAN. sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi. dengan pedang panjang dan juga melempar batu. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tawuran terjadi dikalangan pelajar sudah menjadi suatu hal yang biasa, sebagai contoh kasus tawuran (metro.sindonews.com, 25/11/2016) yang terjadi di tangerang,

Lebih terperinci

Bab II. Kajian Pustaka. Teori identitas sosial dipelopori oleh Henri Tajfel pada tahun 1957 dalam

Bab II. Kajian Pustaka. Teori identitas sosial dipelopori oleh Henri Tajfel pada tahun 1957 dalam Bab II Kajian Pustaka 2.1. Identitas Sosial Teori identitas sosial dipelopori oleh Henri Tajfel pada tahun 1957 dalam upaya menjelaskan prasangka, diskriminasi, perubahan sosial dan konflik antar kelompok.

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Madya dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Setiap fase

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Sikap Keberagamaan 1. Pengertian Sikap Keberagamaan Sikap keberagamaan adalah suatu keadaan diri seseorang dimana setiap melakukan atas aktivitasnya selalu bertautan dengan agamanya.

Lebih terperinci

BAB 1 SIKAP (ATTITUDE)

BAB 1 SIKAP (ATTITUDE) Psikologi Umum 2 Bab 1: Sikap (Attitude) 1 BAB 1 SIKAP (ATTITUDE) Bagaimana kita suka / tidak suka terhadap sesuatu dan pada akhirnya menentukan perilaku kita. Sikap: - suka mendekat, mencari tahu, bergabung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

Proses Keperawatan pada Remaja dan Dewasa. mira asmirajanti

Proses Keperawatan pada Remaja dan Dewasa. mira asmirajanti Proses Keperawatan pada Remaja dan Dewasa Faktor-faktor yang mempengaruhi Tumbuh Kembang 1. Faktor Genetik. 2. Faktor Eksternal a. Keluarga b. Kelompok teman sebaya c. Pengalaman hidup d. Kesehatan e.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sikap (Attitude) 2.1.1 Definisi Sikap Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Berdasarkan batasan tersebut,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intensi Merokok

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Intensi Merokok 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Intensi Merokok 1. Intensi Merokok Intensi diartikan sebagai niat seseorang untuk melakukan perilaku didasari oleh sikap terhadap perilaku, norma subjektif, dan persepsi terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja.

BAB I PENDAHULUAN. namun akan lebih nyata ketika individu memasuki usia remaja. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang permasalahan Setiap manusia tidak dapat hidup sendiri, manusia pasti membutuhkan orang lain disekitarnya mulai dari hal yang sederhana maupun untuk hal-hal besar didalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Diet 2.1.1 Pengertian Perilaku Diet Perilaku adalah suatu respon atau reaksi organisme terhadap stimulus dari lingkungan sekitar. Lewin (dalam Azwar, 1995) menyatakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara ringkas pengertian intensi adalah ubahan yang paling dekat dengan perilaku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Secara ringkas pengertian intensi adalah ubahan yang paling dekat dengan perilaku BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Intensi Secara ringkas pengertian intensi adalah ubahan yang paling dekat dengan perilaku yang dilakukan oleh individu, dan merupakan ubahan yang menjembatani antara sikap dan

Lebih terperinci

Sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang. objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut

Sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang. objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut 1. Pengertian Sikap Sikap adalah sekelompok keyakinan dan perasaan yang melekat tentang objek tertentu dan kecenderungan untuk bertindak terhadap objek tersebut dengan cara tertentu (Calhoun & Acocella,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar pelitian. Berikut adalah beberapa teori yang terkait sesuai dengan penelitian ini. 2.1 Anxiety (Kecemasan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu

BAB I PENDAHULUAN. lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak terlepas dari manusia lainnya khususnya di lingkungannya sendiri. Manusia dalam beraktivitas selalu melibatkan orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Frekuensi Merokok 1. Definisi frekuensi Frekuensi berasal dari bahasa Inggris frequency berarti kekerapan, keseimbangan, keseringan, atau jarangkerap. Smet (1994) mengatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara majemuk yang terdiri atas berbagai macam suku, ras dan agama, hal ini yang memungkinkan terjadinya perkawinan antar suku, ras

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi kesehatan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat berarti dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi kesehatan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat berarti dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi kesehatan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat berarti dalam beberapa dekade terakhir. Perkembangan ini memperlihatkan dampak dari ekspansi penyediaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhi oleh kematangan emosi baik dari suami maupun istri. dengan tanggungjawab dan pemenuhan peran masing-masing pihak yang

BAB 1 PENDAHULUAN. pengaruhi oleh kematangan emosi baik dari suami maupun istri. dengan tanggungjawab dan pemenuhan peran masing-masing pihak yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan bagi manusia merupakan hal yang penting, karena dengan menikah seseorang akan memperoleh keseimbangan hidup baik secara biologis, psikologis maupun secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Theory of Planned Behavior Theory Reasoned Action (TRA) pertama kali dicetuskan oleh Ajzen pada tahun 1980 (Jogiyanto, 2007). Teori ini disusun menggunakan asumsi dasar bahwa

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui gambaran status identity di bidang akademik dalam pemilihan jurusan pada mahasiswa fakultas psikologi angkatan 2007 di Universitas X, Bandung. Metode yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penjelasan Konsep Teoritis. identitas ( identity vs identity confusion). Menurut Kroger (dalam Papalia, 2004)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Penjelasan Konsep Teoritis. identitas ( identity vs identity confusion). Menurut Kroger (dalam Papalia, 2004) 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penjelasan Konsep Teoritis 1. Aspek Psikososial Remaja Masa remaja merupakaan masa dimana remaja mencari identitas, dan dalam proses pencarian identitas tersebut tugas utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh tantangan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh tantangan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan salah satu tahap perkembangan sepanjang rentang kehidupan manusia yang paling unik, penuh dinamika, sekaligus penuh tantangan dan harapan.

Lebih terperinci

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA

KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA KESEJAHTERAAN SUBJEKTIF PADA PENYANDANG KANKER PAYUDARA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh : Yustina Permanawati F 100 050 056 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Pengertian Self Efficacy Konsep mengenai self efficacy ini pada dasarnya melibatkan banyak kemampuan yang terdiri dari aspek kegiatan sosial dan kemampuan untuk bertingkah laku.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS. Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Stres Kerja 2.1.1 Pengertian Stres Kerja Menurut Hariandja dalam Tunjungsari (2011) stres adalah ketegangan atau tekanan emosional yang dialami

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Keintiman berasal dari bahasa latin intimus yang artinya terdalam. Erikson

BAB II LANDASAN TEORI. Keintiman berasal dari bahasa latin intimus yang artinya terdalam. Erikson BAB II LANDASAN TEORI A. Keintiman 1. Pengertian Keintiman Keintiman berasal dari bahasa latin intimus yang artinya terdalam. Erikson (dalam Kroger, 2001) mendefinisikan keintiman mengacu pada perasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut

BAB I PENDAHULUAN. memiliki keinginan untuk mencintai dan dicintai oleh lawan jenis. menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupan manusia terdapat berbagai bentuk hubungan sosial. Salah satunya adalah hubungan intim lawan jenis atau hubungan romantis. Hubungan ini dapat

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG. Rheza Yustar Afif ABSTRAK HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN ASERTIVITAS PADA REMAJA DI SMA ISLAM SULTAN AGUNG 1 SEMARANG Rheza Yustar Afif Fakultas Psikologi, Universitas Diponegoro Jl. Prof. Soeadarto, SH, Kampus Undip Tembalang,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat seseorang memasuki usia dewasa awal, ia mengalami perubahan dalam hidupnya. Pada usia ini merupakan transisi terpenting dalam hidup manusia, dimana remaja mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki perbedaan antara siswa satu dengan lain, memiliki potensi untuk tumbuh

BAB I PENDAHULUAN. memiliki perbedaan antara siswa satu dengan lain, memiliki potensi untuk tumbuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bimbingan dan konseling merupakan salah satu komponen penting dalam dunia pendidikan. Diadakannya layanan bimbingan dan konseling di sekolah bukan karena adanya

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605). BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Kontrol Diri 1. Pengertian Kontrol Diri Kontrol diri adalah kemampuan untuk menekan atau untuk mencegah tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. SIKAP 1. Definisi Sikap Kata attitude berasal dari bahasa Latin yaitu aptus. Kata ini memiliki arti fit dan siap untuk aksi. Jika mengacu pada definisi ini, maka sikap merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap individu mengalami masa peralihan atau masa transisi. Yang dimaksud dengan transisi adalah perubahan yang terjadi pada rentang kehidupan (Papalia & Olds, 2001).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa kehidupan yang penting dalam rentang hidup manusia, ditandai dengan perubahan-perubahan biologis, kognitif dan sosial-emosional (Santrock,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian tersebut maka digunakan metodologi penelitian sebagai berikut:

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian tersebut maka digunakan metodologi penelitian sebagai berikut: BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran secara mendalam mengenai pengalaman psikologis pada remaja yang mengalami perceraian orangtua. Untuk mengetahui hasil dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketersediaan sumber dukungan yang berperan sebagai penahan gejala dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketersediaan sumber dukungan yang berperan sebagai penahan gejala dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Dukungan Sosial 2.1.1 Definisi Persepsi dukungan sosial adalah cara individu menafsirkan ketersediaan sumber dukungan yang berperan sebagai penahan gejala dan peristiwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Anak Usia Sekolah 2.1.1 Definisi Anak Usia Sekolah Anak diartikan sebagai seseorang yang usianya kurang dari delapan belas tahun dan sedang berada dalam masa tumbuh

Lebih terperinci

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan

BAB I. Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan. terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Kekerasan Dalam Rumah Tangga atau KDRT diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Karyawan PT. INALUM. capital, yang artinya karyawan adalah modal terpenting untuk menghasilkan nilai 1 BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Karyawan PT. INALUM 1. Pengertian Karyawan Karyawan adalah sumber daya yang sangat penting dan sangat menentukan suksesnya perusahaan. Karyawan juga selalu disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha

BAB I PENDAHULUAN. penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Seorang individu akan selalu berusaha 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial yang selalu hidup berdampingan dengan orang lain tentunya sering dihadapkan pada berbagai permasalahan yang melibatkan dirinya

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 109 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran harapan dan konsep Tuhan pada anak yang mengalami kanker, serta bagaimana mereka mengaplikasikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Respon Penerimaan Anak 1. Pengertian Respon atau umpan balik adalah reaksi komunikan sebagai dampak atau pengaruh dari pesan yang disampaikan, baik secara langsung maupun tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi, terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. Emosi remaja sering

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi

LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA. Skripsi LAPORAN PENELITIAN HUBUNGAN ANTARA EGOSENTRISME DAN KECENDERUNGAN MENCARI SENSASI DENGAN PERILAKU AGRESI PADA REMAJA Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai derajat Sarjana S-1 Diajukan

Lebih terperinci

Modul ke: PSIKOLOGI SOSIAL 1. Sikap. Fakultas PSIKOLOGI. Filino Firmansyah M. Psi. Program Studi Psikologi

Modul ke: PSIKOLOGI SOSIAL 1. Sikap. Fakultas PSIKOLOGI. Filino Firmansyah M. Psi. Program Studi Psikologi Modul ke: PSIKOLOGI SOSIAL 1 Sikap Fakultas PSIKOLOGI Filino Firmansyah M. Psi Program Studi Psikologi Bahasan Pengertian Sikap Komponen Sikap Pembentukan Sikap Fungsi Sikap Pilih Apa? Mau berkenalan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal,

BAB I PENDAHULUAN. masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia akan mengalami perkembangan sepanjang hidupnya, mulai dari masa kanak-kanak, masa remaja, masa dewasa yang terdiri dari dewasa awal, dewasa menengah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Efikasi Diri. Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian Efikasi Diri A. Efikasi Diri Menurut Bandura (1997) Efikasi diri merupakan bagian penting dalam teori sosial kognitif atau efikasi diri sebagai kepercayaan terhadap

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mengenai sikap, dan terakhir akan dibahas teori-teori mengenai lingkungan

BAB II LANDASAN TEORI. mengenai sikap, dan terakhir akan dibahas teori-teori mengenai lingkungan BAB II LANDASAN TEORI Bab ini berisi uraian dari beberapa teori tentang persepsi, sikap, dan lingkungan belajar yang menjadi dasar dalam penelitian ini. Pertama-tama akan dibahas teori-teori tentang persepsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian No.Daftar : 056/S/PPB/2012 Desi nur hidayati,2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian No.Daftar : 056/S/PPB/2012 Desi nur hidayati,2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi yang semakin berkembang, perlu dipersiapkan sumber daya manusia yang semakin kompeten dan berkualitas yang mampu menghadapi tantangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ela Nurlaela Sari, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Ela Nurlaela Sari, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa remaja merupakan masa dimana setiap individu mengalami perubahan yang drastis baik secara fisik, psikologis, maupun lingkup sosialnya dari anak usia

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI SIKAP REMAJA TERHADAP PENYALAHGUNAAN OBAT DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI

NASKAH PUBLIKASI SIKAP REMAJA TERHADAP PENYALAHGUNAAN OBAT DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI NASKAH PUBLIKASI SIKAP REMAJA TERHADAP PENYALAHGUNAAN OBAT DITINJAU DARI KEPERCAYAAN DIRI Oleh : SYAIFUL ANWAR PRASETYO YULIANTI DWI ASTUTI FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja berasal dari kata adolescence yang memiliki arti tumbuh untuk mencapai kematangan, baik mental, emosional, sosial, dan fisik. Masa remaja ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia adalah mahkluk biologis, psikologis, sosial, kultural, dan spiritual yang utuh dan unik, artinya yang merupakan satu kesatuan yang utuh dari aspek

Lebih terperinci

Modul ke: Psikologi Sosial I SIKAP. Fakultas Psikologi. Intan Savitri,S.P., M.Si. Program Studi Psikologi

Modul ke: Psikologi Sosial I SIKAP. Fakultas Psikologi. Intan Savitri,S.P., M.Si. Program Studi Psikologi Modul ke: 08 Setiawati Fakultas Psikologi Psikologi Sosial I SIKAP Intan Savitri,S.P., M.Si. Program Studi Psikologi Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pengertian, pembentukan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PENELITIAN

BAB 2 TINJAUAN PENELITIAN BAB 2 TINJAUAN PENELITIAN 2.1. Ego Development Definisi identitas menurut Erikson (dalam Subrahmanyam & Smahel, 2011) adalah perasaan subjektif terhadap diri sendiri yang konsisten dan berkembang dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih

BAB I PENDAHULUAN. awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Mahasiswa mengalami masa peralihan dari remaja akhir ke masa dewasa awal, dimana memiliki tuntutan yang berbeda. Pada masa dewasa awal lebih dituntut suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang

BAB I PENDAHULUAN. membangun bangsa ke arah yang lebih baik. Mahasiswa, adalah seseorang 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mahasiswa, pada dasarnya sebagai generasi penerus. Mereka diharapkan sebagai subyek atau pelaku didalam pergerakan pembaharuan. Sebagai bagian dari masyarakat,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara

BAB II LANDASAN TEORI. Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara BAB II LANDASAN TEORI A. Harga Diri 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri baik secara positif atau negatif (Santrock, 1998). Hal senada diungkapkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial setiap manusia mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan orang lain, atau dengan kata lain manusia mempunyai dorongan untuk bersosialisasi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. ini, akan dijelaskan mengenai parasosial, dan penjelasan mengenai remaja

BAB II TINJAUAN TEORI. ini, akan dijelaskan mengenai parasosial, dan penjelasan mengenai remaja BAB II TINJAUAN TEORI Bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang digunakan didalam penelitian ini, akan dijelaskan mengenai parasosial, dan penjelasan mengenai remaja 2.1. Parasosial 2.2.1. Pengertian

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

Karakteristik manusia komunikan. Rahmawati Z

Karakteristik manusia komunikan. Rahmawati Z Karakteristik manusia komunikan Rahmawati Z Kenalilah Dirimu. Pemeran utama dalam proses komunikasi adalah manusia. Sebagai psikolog, kita memandang komunikasi justru pada perilaku manusia komunikasi.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Normative Social Influence 2.1.1 Definisi Normative Social Influence Pada awalnya, Solomon Asch (1952, dalam Hogg & Vaughan, 2005) meyakini bahwa konformitas merefleksikan sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa belajar bagi remaja untuk mengenal dirinya, mengenal lingkungannya, dan mengenal masyarakat di sekitarnya. Remaja mulai memahami

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. keberadaan objek, hubungan, dan kejadian yang diperoleh atas kepemilikkanindera,

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. keberadaan objek, hubungan, dan kejadian yang diperoleh atas kepemilikkanindera, BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Persepsi 2.1.1. Definisi Persepsi Menurut Chaplin (2008) persepsi adalah proses atau hasil menjadi paham atas keberadaan objek, hubungan, dan kejadian yang diperoleh atas kepemilikkanindera,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seksual umumnya dibahas seolah-olah hanya merupakan karakteristik individu,

BAB I PENDAHULUAN. seksual umumnya dibahas seolah-olah hanya merupakan karakteristik individu, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Orientasi seksual mengacu pada pola abadi emosional, atraksi romantis, dan seksual dengan laki-laki, perempuan, atau kedua jenis kelamin. Orientasi seksual

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. memperkirakan perilaku dari pengukuran sikap. Teori ini dinamakan reason action karena

BAB II LANDASAN TEORI. memperkirakan perilaku dari pengukuran sikap. Teori ini dinamakan reason action karena BAB II LANDASAN TEORI A. Intensi Berwirausaha 1. Pengertian Intensi Berwirausaha Fishbein dan Ajzein (Sarwono, 2002) mengembangkan suatu teori dan metode untuk memperkirakan perilaku dari pengukuran sikap.

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang

BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Masa remaja, menurut Stanley Hall, seorang bapak pelopor psikologi perkembangan remaja, dianggap sebagai masa topan-badai dan stres (storm and stress), karena mereka

Lebih terperinci

PSIKOLOGI SEPANJANG HAYAT

PSIKOLOGI SEPANJANG HAYAT Modul ke: PSIKOLOGI SEPANJANG HAYAT Perkembangan Remaja Fakultas Psikologi Tenny Septiani Rachman, M. Psi, Psi Program Studi Psikologi http://www.mercubuana.ac.id Preface Masa remaja sering disebut sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki masa pensiun merupakan salah satu peristiwa di kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki masa pensiun merupakan salah satu peristiwa di kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Memasuki masa pensiun merupakan salah satu peristiwa di kehidupan yang membutuhkan adaptasi bagi siapa saja yang akan menjalankannya. Setiap individu yang akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

Pertemuan PEMBENTUKAN SIKAP. Mei 2013-YDI

Pertemuan PEMBENTUKAN SIKAP. Mei 2013-YDI Pertemuan 13-14 PEMBENTUKAN SIKAP Mei 2013-YDI Sikap = aptus (bahasa latin) keadaan sehat dan siap melakukan aksi/tindakan Sikap kesiapan fisik yang dapat diamati (arti harafiah) Kesiapan mental & syaraf

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam

BAB I PENDAHULUAN. segala bidang, baik di bidang ekonomi, politik, hukum dan tata kehidupan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Indonesia menjadi bangsa yang kian berkembang adalah harapan seluruh rakyat Indonesia. Masyarakat Indonesia mengharapkan adanya pembaharuan di segala bidang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Rentang kehidupan manusia terbagi menjadi sepuluh tahapan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan. Rentang kehidupan manusia terbagi menjadi sepuluh tahapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam rentang kehidupannya, manusia akan selalu mengalami perkembangan. Rentang kehidupan manusia terbagi menjadi sepuluh tahapan periode, dimana setiap periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa ini menimbulkan perubahan-perubahan baik itu secara fisik maupun

BAB I PENDAHULUAN. Masa ini menimbulkan perubahan-perubahan baik itu secara fisik maupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan transisi dari masa kanak-kanak dan masa dewasa. Masa ini menimbulkan perubahan-perubahan baik itu secara fisik maupun psikologis menuju

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis. Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Gaya Hidup Hedonis. Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Gaya Hidup Hedonis 1. Pengertian Gaya Hidup Hedonis Gaya hidup adalah pola tingkah laku sehari-hari segolongan manusia dalam masyarakat (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan BAB II TINJAUAN TEORITIS 2.1. Pengetahuan Pengetahuan adalah keseluruhan pemikiran, gagasan, ide, konsep, dan pemahaman yang dimiliki manusia tentang dunia dan segala isinya, termasuk manusia dan kehidupannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bijaksana. Seiring dengan bergulirnya waktu, kini bermilyar-milyar manusia

BAB I PENDAHULUAN. bijaksana. Seiring dengan bergulirnya waktu, kini bermilyar-milyar manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuhan menciptakan bumi dengan segala isinya, termasuk manusia yang dipercaya Tuhan untuk hidup di dunia dan memanfaatkan segala yang ada dengan bijaksana. Seiring

Lebih terperinci

PERBEDAAN TOLERANSI TERHADAP STRES PADA REMAJA BERTIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT DI KELAS XI SMA ASSALAAM SUKOHARJO

PERBEDAAN TOLERANSI TERHADAP STRES PADA REMAJA BERTIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT DI KELAS XI SMA ASSALAAM SUKOHARJO PERBEDAAN TOLERANSI TERHADAP STRES PADA REMAJA BERTIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DAN INTROVERT DI KELAS XI SMA ASSALAAM SUKOHARJO SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Mencapai derajat Sarjana Kedokteran

Lebih terperinci

golongan ekonomi menengah. Pendapatan keluarga rata-rata berada pada kisaran lima jutaan rupiah perbulan dengan sebagian besar ayah bekerja sebagai

golongan ekonomi menengah. Pendapatan keluarga rata-rata berada pada kisaran lima jutaan rupiah perbulan dengan sebagian besar ayah bekerja sebagai PEMBAHASAN Penelitian ini didasarkan pada pentingnya bagi remaja mempersiapkan diri untuk memasuki masa dewasa sehingga dapat mengelola tanggung jawab pekerjaan dan mampu mengembangkan potensi diri dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya. 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga masa awal dewasa, dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual.

BAB I PENDAHULUAN. hingga masa awal dewasa, dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan suatu periode transisi dari masa anak-anak hingga masa awal dewasa, dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual. Remaja tidak mempunyai tempat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Social Identity 1. Definisi Teori social identity (identitas sosial) dipelopori oleh Henri Tajfel pada tahun 1957 dalam upaya menjelaskan prasangka, diskriminasi, perubahan sosial

Lebih terperinci

Pengantar Psikologi Abnormal

Pengantar Psikologi Abnormal Pengantar Psikologi Abnormal NORMAL (SEHAT) sesuai atau tidak menyimpang dengan kategori umum ABNORMAL (TIDAK SEHAT) tidak sesuai dengan kategori umum. PATOLOGIS (SAKIT) sudut pandang medis; melihat keadaan

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan

BAB 2 LANDASAN TEORI. Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan BAB 2 LANDASAN TEORI Teori yang akan dibahas dalam bab ini adalah teori mengenai self-efficacy dan prestasi belajar. 2.1 Self-Efficacy 2.1.1 Definisi self-efficacy Bandura (1997) mendefinisikan self-efficacy

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia

B A B I PENDAHULUAN. di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia 1 B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia akan mengalami serangkaian tahap perkembangan di sepanjang rentang hidup. Salah satu tahap perkembangan manusia adalah tahap remaja. Tahap

Lebih terperinci