ANALISIS PENGGUNAAN LAHAN, KUNJUNGAN WISATA DAN FAKTOR-FAKTOR PENUNJANG PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus: Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PENGGUNAAN LAHAN, KUNJUNGAN WISATA DAN FAKTOR-FAKTOR PENUNJANG PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus: Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat)"

Transkripsi

1 ANALISIS PENGGUNAAN LAHAN, KUNJUNGAN WISATA DAN FAKTOR-FAKTOR PENUNJANG PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus: Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat) Oleh: Rina Sutantie A PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

2 ANALISIS PENGGUNAAN LAHAN, KUNJUNGAN WISATA DAN FAKTOR-FAKTOR PENUNJANG PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus: Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat) Oleh: Rina Sutantie A Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

3 Judul : ANALISIS PENGGUNAAN LAHAN, KUNJUNGAN WISATA DAN FAKTOR-FAKTOR PENUNJANG PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi kasus: Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat) Nama : Rina Sutantie NRP : A Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Dr.Ir.H.R.Sunsun Saefulhakim, M.Agr. Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, MSc. NIP NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr. NIP

4 SUMMARY RINA SUTANTIE Analyses of Land Use, Tourist Visits and Factors Supporting Regional Development. (Case Study of Ciamis Regency, West Java Province). Under Supervisory of H. R. SUNSUN SAEFULHAKIM and KOMARSA GANDASASMITA. Land use pattern of a region represents structure of natural resources, culture, biodiversity and development level of economic activities in the region. Ciamis Regency has natural beauty, culture and biodiversity that can be utilize as capital to attract tourists to come. Other important factors which determine tourist attractiveness are accessibility, infrastucture, public facilities, and unique objects of tourism. An increase of tourist coming directly can raise regional income, job and business opportunities, and indirectly can promote regional growth. Objectives of this research are to (1) analyze pattern of land use/cover and it s changes (2) analyze activity centers, (3) analyze pattern of tourist visits, (4) analyze factors determining attractiveness for tourist visits, and (5) analyze relationship between tourist visits and regional development. Analytical techniques used in the research are (1) Descriptive analysis, (2) Location Quotien (LQ) analysis, (3) Entropy analysis, (4) Principal Components Analysis (PCA), (5) Spatial Auto Regression analysis, (6) Quantification Analysis of Hayashi I. Data used for these analyses are land use, Gross Domestic Regional Products (PDRB), facilities, socio-economic condition, hectarage and production of crop commodities, number of tourist visits, growth of regional income, and administrative map of Ciamis Regency. During , Ciamis Regency experienced with an areal increase of rice field at 1.3% (2134 ha) per annum; people owned forest at 9.5% (4241 ha) per annum; manufacturing, commerce, and service at 1.9% (101 ha) per annum; and housing at 1.7% (1234 ha) per annum; and an areal decrease of dry land field, at 0.9% (2333 ha) per annum and plantation at 3.1% (3319 ha) per annum. Whiles hectarage of tourism land didn t change. Centers of agriculture activities located at several sub districts, i.e.: Cijulang, Langkaplancar, Parigi, Padaherang, Lakbok, Pamarican, Cidolog,

5 Cimaragas, Cisaga, Tambaksari, Rajadesa, Cihaurbeuti, Sadananya, Cikoneng, Cipaku and Panawangan. Centers of activities for manufacturing, trading, restaurants and hotels located at several sub districts, i.e.: Parigi, Sidamulih, Pangandaran, Kalipucang, Padaherang, Banjarsari, Rajadesa, Cikoneng, Ciamis, Jatinagara, Cipaku, Panawangan, and Kawali. Centers of tourism activities located at Pangandaran, Kalipucang and Cijeungjing. During , Ciamis Regency experienced a decrease of tourist visits at 9.2% from tourists in 2000 into tourists in 2003, but with increasing regional income from tourism sectors at 11% from Rp in 2000 into Rp in Average regional income per tourist visits increased at 28.5% from Rp per tourist visits in 2000 into Rp per tourist visits in Factors significantly determined attractiveness for tourist visits are (1) tourism objects with significant level p < 0.05, specially natural objects; (2) tourism attraction with significant level p < 0.1, specially natural conservation; and (3) distance of tourism objects from capital city with significant level p < 0.1, that is not too far from the capital city. Coefficient of determination of the model (R 2 ) is 99%. Regional development rate (IPK) is significantly influenced by tourism objects (K_Wis), human resource capacity index (KSDM), and governance capacity index (KPD) with coefficient of determination (R 2 ) 89% and significant level p < 0.1. The largerst regression coefficient is for tourism objects (0.65), then followed by regression coefficient for human resource capacity (0.49), and regression coefficient for governance capacity (0.33). Based on research findings explained above, in order to promote development of Ciamis Regency, attention to the following actions should be paid i.e.: (1) to increase tourist visits, (2) to develop human resource, and (3) to develop governance capacity. In order to increase tourist visits, attention should be paid to developing natural tourism objects, specially those that have natural conservation attraction and located not too far from the capital city.

6 RINGKASAN RINA SUTANTIE. Analisis Penggunaan Lahan, Kunjungan Wisata dan Faktorfaktor Penunjang Perkembangan Wilayah (Studi Kasus: Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat). Dibawah bimbingan H. R. SUNSUN SAEFULHAKIM dan KOMARSA GANDASASMITA. Pola penggunaan lahan suatu wilayah merupakan representasi dari struktur sumberdaya alam, budaya, keanekaragaman hayati dan perkembangan aktifitas ekonomi wilayah tersebut. Kabupaten Ciamis memiliki keindahan alam, budaya dan keanekaragaman hayati yang dapat dijadikan modal untuk menarik wisatawan. Faktor penting lain penentu daya tarik wisata adalah: aksesibilitas, prasarana, fasilitas pelayanan publik, dan objek wisata yang unik. Meningkatnya jumlah wisatawan yang datang, secara langsung dapat menambah pendapatan daerah, kesempatan kerja dan berusaha, serta secara tidak langsung dapat mendorong perkembangan wilayah. Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan: (1) analisis pola penggunaan lahan dan perubahannya, (2) analisis pusat-pusat aktifitas, (3) analisis pola kunjungan wisata, (4) analisis faktor penentu daya tarik wisata, dan (5) analisis keterkaitan perkembangan wilayah dengan kunjungan wisata. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: (1) Analisis Deskriptif, (2) Analisis Pemusatan (Location Quotien/LQ), (3) Analisis Entropi, (4) Analisis Komponen Utama (Principal Components Analysis), (5) Analisis Auto Regresi Spasial, dan (6) Analisis Kuantifikasi Hayashi I. Data yang digunakan adalah : penggunaan lahan, PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), sarana-prasarana, kondisi sosial ekonomi, luas dan produksi komoditas tanaman, jumlah kunjungan wisata, perkembangan penerimaan PAD (Pendapatan Asli Daerah), serta peta batas administrasi wilayah Kabupaten Ciamis. Selama periode di Kabupaten Ciamis terjadi penambahan luas areal sawah 1.3% (2134 ha); hutan rakyat 9.5% (4241 ha); lahan industri, perdagangan, dan jasa 1.9% (101 ha); dan perumahan 1.7% (1234 ha), serta terjadi pengurangan luas areal ladang, huma, dan tegalan 0.9% (2333 ha) dan perkebunan 3.1% (3319 ha). Adapun luas lahan pariwisata tidak mengalami perubahan.

7 Pusat aktifitas pertanian berlokasi di kecamatan-kecamatan: Cijulang, Langkaplancar, Parigi, Padaherang, Lakbok, Pamarican, Cidolog, Cimaragas, Cisaga, Tambaksari, Rajadesa, Cihaurbeuti, Sadananya, Cikoneng, Cipaku dan Panawangan. Pusat aktifitas industri, perdagangan, hotel dan restoran berlokasi di kecamatan-kecamatan: Parigi, Sidamulih, Pangandaran, Kalipucang, Padaherang, Banjarsari, Rajadesa, Cikoneng, Ciamis, Jatinagara, Cipaku, Panawangan, dan Kawali. Pusat aktifitas pariwisata berlokasi di kecamatan-kecamatan Pangandaran, Kalipucang, dan Cijeungjing. Dalam periode di Kabupaten Ciamis terjadi penurunan jumlah kunjungan wisata sebesar 9.2% dari jiwa pada tahun 2000 menjadi jiwa pada tahun 2003, tetapi dengan peningkatan pendapatan sektor pariwisata sebesar 11% dari Rp pada tahun 2000 menjadi Rp pada tahun Dengan demikian rataan pendapatan daerah per kunjungan wisata meningkat sebesar 28.5% dari Rp per pengunjung wisata pada tahun 2000 menjadi Rp per pengunjung wisata pada tahun Faktor-faktor penentu daya tarik wisata yang paling berpengaruh nyata terhadap kunjungan wisata adalah: (1) Jenis objek wisata dengan taraf nyata p < 0.05, khususnya wisata alam; (2) Atraksi wisata dengan taraf nyata p < 0.1, khususnya konservasi alam; dan (3) jarak lokasi objek wisata ke pusat kota dengan taraf nyata p < 0.1, yakni tidak terlalu jauh dengan pusat kota. Koefisien determinasi model (R 2 ) sebesar 99%. Tingkat perkembangan wilayah (IPK) paling signifikan dipengaruhi oleh kunjungan wisata (K_Wis), indeks kapasitas sumberdaya manusia (KSDM), dan indeks kapasitas pemerintahan daerah (KPD), dengan koefisien determinasi R 2 sebesar 89% dan taraf nyata p < 0.1. Koefisien regresi kunjungan wisata adalah paling besar yaitu 0.65, kemudian diikuti oleh koefisien regresi kapasitas sumberdaya manusia sebesar 0.49, dan koefisien regresi kapasitas pemerintah daerah sebesar Berdasarkan temuan-temuan di atas disimpulkan bahwa untuk mendorong perkembangan wilayah kecamatan-kecamatan di Kabupaten Ciamis, dapat dilakukan antara lain melalui: (1) peningkatan kunjungan wisata, (2)pengembangan sumberdaya manusia, dan (3) pengembangan kapasitas

8 pemerintahan daerah. Untuk meningkatkan kunjungan wisata dapat dilakukan antara lain melalui pengembangan objek wisata alam, khususnya yang memiliki atraksi konservasi alam yang berlokasi tidak terlalu jauh dengan pusat kota.

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Ciamis pada hari sabtu tanggal 11 Maret 1982, dari Ayahanda bernama H. Endang Sutarman dan Ibunda H. Rusih Ruswati sebagai anak keempat dari empat bersaudara: Endah Sumiarti, Ela Sulistiawati, dan Diki Rustaman. Riwayat pendidikan penulis dimulai saat penulis masuk SD Negeri IV Banjar di Kabupaten Ciamis pada Tahun Penulis menyelesaikan pendidikan di SMP Negeri 3 Banjar di Kabupaten Ciamis pada tahun 1998 dan SMU Negeri 1 Banjar di Kabupaten Ciamis pada Tahun Pada tahun yang sama, penulis lulus seleksi menjadi mahasiswa Ilmu Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Ujian Seleksi Masuk IPB). Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Dasar-dasar Perencanaan Pengembangan Wilayah di tahun 2004 dan 2005, dan menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Permodelan Perencanaan Pengembangan Sumberdaya Lahan tahun 2005.

10 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Wr. Wb. Alhamdulillahirobbil aalamin, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala karunia-nya sehingga penulis diberikan kekuatan dan kesabaran untuk menyelesaikan karya ilmiah ini. Sholawat dan salam semoga dilimpahkan atas Nabi Muhammad SAW, keluarganya, dan para sahabatnya yang senantiasa setia terhadap ajaran-ajaran Islam yang mulia. Skripsi ini merupakan hasil penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei sampai dengan Januari 2006 dengan judul Analisis Penggunaan Lahan, Kunjungan Wisata dan Faktor-faktor Penunjang Perkembangan Wilayah (Studi Kasus: Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat). Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. H. R. Sunsun Saefulhakim, M.Agr dan Bapak Dr. Ir. Komarsa Gandasasmita, MSc selaku Pembimbing Skripsi yang telah membimbing penulis dengan kesabaran dan pengertiannya selama penulisan skripsi ini. Kepada Bapak Dr. Ir. Budi Tjahyono, MSc penulis ucapkan terima kasih atas kesediaannya menjadi moderator dalam seminar penulis. Dan kepada Bapak Dr. Ir. Atang Sutandi, MSc penulis ucapkan terima kasih yang bersedia menjadi dosen penguji. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak dan Mamah tercinta atas doa, cinta, kasih sayang, bimbingan, kesabaran, kepercayaan, pengorbanan dan perjuangan yang tulus dan tiada henti, sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan hingga jenjang S1 ini. Keluarga tercinta, M een, T ela, A kikok, A Deni, en M Kris atas segala

11 perhatian, dorongan semangat, kasih sayang yang diberikan kepada penulis. Hany, Nta, Ai yang lucu-lucu. 2. The Mia, Mba Dian serta seluruh Staf Pengajar di Laboratorium Perencanaan dan Pengembangan Sumberdaya Lahan atas segala fasilitas yang telah diberikan selama ini. 3. Temen-temen soil 38 yang imoet-imoet atas segala kebersamaannya. Tetep NYATU teruez yach. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik membangun dan saran dari semua pihak. Akhir kata penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Wassalamu alaikum Wr. Wb. Bogor, April 2006 Rina Sutantie

12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... iv v I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan Penelitian... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan dan Penggunaan Lahan Wilayah dan Perkembangan Wilayah Pariwisata, Wisatawan, Objek dan Daya Tarik Wisata... 8 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Jenis Data, Sumber Data, dan Alat Penelitian Tahapan Penelitian Teknik Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis Pemusatan (Location Quotien) Analisis Entropy Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis) Analisis Auto Regresi Spasial Analisis Kuantifikasi Hayashi I... 18

13 IV. KARAKTERISTIK UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1. Letak Geografis dan Komponen Fisik Lainnya Letak Geografis Komponen Fisik Lainnya Kependudukan dan Ketenagakerjaan Wilayah Administratif Kondisi dan Potensi Pariwisata Sarana dan Prasarana V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Penggunaan Lahan dan Perubahannya Penggunaan Lahan Perubahan Penggunaan Lahan Tahun Pusat-pusat Aktifitas Ekonomi Wilayah Pola kunjungan wisata Faktor-faktor Penentu Daya Tarik Wisata Keterkaitan Perkembangan Wilayah dengan Kunjungan Wisata Pembahasan Umum VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 65

14 DAFTAR TABEL Nomor Teks Halaman 1. Format Umum Tabulasi Data Analisis Kuantifikasi Hayashi I Jenis Tanah di Kabupaten Ciamis Jumlah Tenaga Kerja di Kabupaten Ciamis Jenis dan Nama Objek Wisata di Kabupaten Ciamis Panjang Jalan Menurut Status dan Kondisi Jalan Pusat-pusat Aktifitas Pertanian Pusat Aktifitas Industri, Perdagangan, Hotel dan Restoran Rata-rata Pengeluaran Wisatawan Selama Oktober-Desember Jumlah Pendapatan dan Kunjungan Wisatawan ke Kabupaten Ciamis Pendapatan Daerah per Sektor Tahun Hasil Analisis Faktor-faktor Penentu Daya Tarik wisata Jarak dan Waktu Tempuh ke Lokasi Objek Wisata Tahun Nilai Factor Loading Variabel-variabel Perkembangan Wilayah Ringkasan Hasil Analisis Regresi Faktor Penunjang Tingkat Perkembangan Wilayah Ringkasan Hasil Analisis Regresi Faktor Penunjang Kapasitas Pemerintahan Daerah Ringkasan Hasil Analisis Regresi Faktor Penunjang Kapasitas Sumberdaya Manusia Ringkasan Hasil Analisis Regresi Faktor Penunjang Kunjungan Wisata... 57

15 DAFTAR GAMBAR Nomor Teks Halaman 1. Peta Lokasi Penelitian Bagan Alir Penelitian Grafik Penggunaan Lahan Tahun 2000 & Grafik Perubahan Penggunaan Lahan Tahun Peta Pola Spasial Pusat-pusat Aktifitas Pertanian Tahun Peta Pola Spasial Pusat-pusat Aktifitas Industri, Perdagangan, Hotel dan Restoran Tahun Peta Pola Spasial Pengembangan Pariwisata Tahun Grafik Kunjungan Wisata ke Objek Wisata Tahun Grafik Pendapatan Sektor Pariwisata Tahun Grafik Kunjungan Wisata per Bulan Tahun Peta Pola Spasial Kunjungan Wisata Tahun Peta Lokasi Objek Wisata Kabupaten Ciamis... 45

16 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Teks Halaman 1. Variabel-variabel Tingkat Perkembangan Kecamatan Variabel-variabel Penentu Tingkat Perkembangan Kecamatan Luas Penggunaan Lahan di Kabupaten Ciamis Tahun 2000 & a PDRB per Sektor di Kabupaten Ciamis Tahun 2000 & b PDRB per Kapita Tahun 2000 & a LQ Penggunaan Lahan b Pusat-pusat Aktifitas Berdasarkan Penggunaan Lahan Tahun 2000& a LQ PDRB per Sektor b Pusat- pusat Aktifitas Berdasarkan PDRB Tahun 2000 & a Jumlah Kunjungan Wisatawan per Objek Wisata Tahun b Jumlah Kunjungan Wisatawan per Kecamatan Tahun a Jumlah Pendapatan Tidak Langsung Tahun b Jumlah Pendapatan Langsung Tahun c Jumlah Pendapatan Langsung Per Bulan Variabel-variabel Penentu daya Tarik Kunjungan Wisata a Nilai Indeks Diversifikasi Entropy Tahun b Nilai Indeks Diversifikasi Entropy Tahun Nilai Factor Score Variabel-variabel tingkat Perkembangan Nilai Factor Loading Variabel Penentu tingkat Perkembangan Variabel-variabel untuk Analisis Auto Regresi Spasial Foto Atraksi Wisata di Kabupaten Ciamis... 79

17 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya lahan (SDL) merupakan sumberdaya alam yang sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia karena SDL diperlukan dalam setiap kegiatan manusia. Dengan peningkatan penduduk mengakibatkan kebutuhan akan lahan meningkat untuk berbagai aktifitas. Adanya keterbatasan sumberdaya lahan dan kebutuhan manusia akan lahan terus meningkat, memerlukan suatu strategi pemanfaatan sumberdaya alam yang efisien agar lahan dapat digunakan seoptimal mungkin dan tidak merusak lingkungan hidup manusia. Secara konseptual, pembangunan merupakan proses perbaikan yang berkesinambungan atas suatu masyarakat atau suatu sistem sosial secara keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik atau lebih manusiawi. Cara pandang pembangunan yang berorientasi pada laju pertumbuhan ekonomi dengan basis peningkatan investasi dan teknologi luar semata (perspektif materialistik), telah bergeser ke arah pemikiran pembangunan yang menekankan pada kemampuan masyarakat untuk mengontrol keadaan dan lingkungannya. Oleh karena itu, pendekatan wilayah dalam pelaksanaan pembangunan sangat diperlukan mengingat kondisi sosial ekonomi, budaya dan geografis antar wilayah berbeda satu sama lain. Melalui pendekatan wilayah upaya pembangunan dapat dilaksanakan untuk mengarahkan pembangunan wilayah kepada terjadinya pemerataan (equity) yang mendukung pertumbuhan ekonomi (efficiency), dan keberlanjutan (sustainability) dalam pembangunan ekonomi sesuai dengan karakteristik dan kondisi wilayah yang bersangkutan. Pembangunan ekonomi

18 dapat diartikan sebagai kegiatan-kegiatan yang dilakukan suatu wilayah untuk mengembangkan kegiatan ekonomi dan kualitas hidup masyarakatnya. Dengan adanya UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah berimplikasi luas dalam sistem perencanaan pembangunan di wilayah-wilayah. Otonomi daerah mengisyaratkan pentingnya pendekatan pembangunan berbasis pengembangan wilayah dibanding pendekatan sektoral. Pembangunan berbasis pengembangan wilayah dan lokal memandang penting keterpaduan antar sektoral, antar spasial (keruangan) serta antar pelaku pembangunan di dalam dan antar daerah. Sehingga setiap program-program pembangunan sektoral dilaksanakan dalam kerangka pembangunan wilayah. Salah satu program intensif yang dilakukan pemerintah adalah pembangunan di bidang pariwisata. Pariwisata mempunyai peranan penting dalam pembangunan baik sebagai sumber devisa negara maupun dalam memperluas kesempatan kerja dan berusaha. Dalam dimensi nasional peningkatan peran sektor pariwisata makin membuka peluang dalam pembangunan baik ekonomi maupun sosial budaya. Secara ekonomi, pesatnya perkembangan pariwisata tersebut memberi dampak yang menguntungkan karena terkait dengan penyediaan lapangan pekerjaan di sektor non pertanian yang akhirnya mendorong peningkatan sumbangan sektor terhadap PDRB. Tingkat perkembangan wilayah dengan kondisi sosial ekonomi yang maju dari berbagai aspeknya seperti: aksesibilitas, prasarana, fasilitas pelayanan publik, dan objek wisata yang unik merupakan faktor daya tarik tersendiri yang memicu jumlah wisatawan yang akan datang.

19 Kabupaten Ciamis mempunyai banyak potensi dan sumber daya alam yang dapat dikembangkan menjadi objek wisata yang menarik. Daya tarik keindahan alam, budaya dan keanekaragaman hayati merupakan modal dasar yang perlu dikelola sebaik mungkin untuk mencapai keberhasilan pembangunan dibidang pariwisata. Sektor pariwisata di Kabupaten Ciamis dibentuk berdasarkan peraturan daerah No. 5 tahun 1996 tentang organisasi dan tata kerja dinas pariwisata Kabupaten Ciamis. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan: 1. Analisis pola penggunaan lahan dan perubahannya di Kabupaten Ciamis; 2. Analisis pusat-pusat aktifitas ekonomi wilayah di Kabupaten Ciamis; 3. Analisis pola kunjungan wisata di Kabupaten Ciamis; 4. Analisis faktor penentu daya tarik wisata di Kabupaten Ciamis; dan 5. Analisis keterkaitan perkembangan wilayah dengan kunjungan wisata di Kabupaten Ciamis.

20 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi pembangunan. Lahan adalah matriks dasar kehidupan manusia dan pembangunan karena semua aspek kehidupan dan pembangunan baik langsung maupun tidak langsung berkaitan dengan permasalahan lahan (Saefulhakim, 1997). Lahan digunakan untuk berbagai kegiatan manusia di dalam memenuhi kebutuhannya. Fungsi utama lahan secara umum dapat dibagi dua yaitu lahan yang berfungsi untuk kegiatan budidaya dan lahan yang berfungsi untuk hutan lindung. Fungsi budidaya adalah suatu kawasan yang dapat dimanfaatkan untuk berbagai penggunaan seperti pemukiman, baik sebagai kawasan perkotaan maupun kawasan pedesaan, perkebunan, hutan produksi. Lahan fungsi lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utamanya untuk melindungi kelestarian lingkungan hidup yang ada yang mencakup sumberdaya alam, sumberdaya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa yang bisa menunjang pemanfaatan kawasan budidaya (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2000). Sumberdaya lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada diatasnya sepanjang ada pengaruhnya terhadap penggunaan lahan. Dalam hal ini lahan mengandung pengertian ruang atau tempat (Sitorus, 2004). Penggunaan lahan (land use) diartikan sebagai setiap bentuk intervensi (campur tangan) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya baik materiil maupun spiritual. Penggunaan lahan dapat dikelompokkan ke dalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian dan non pertanian.

21 Pengunaan lahan pertanian dibedakan dalam macam pengunaan lahan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditi yang diusahakan, dimanfaatkan atau yang terdapat diatas lahan tersebut, seperti sawah, tegalan, kebun, padang rumput, hutan, dan sebagainya. Kemudian penggunaan lahan non pertanian dapat dibedakan ke dalam penggunaan kota atau desa (pemukiman), industri, rekreasi, pertambangan dan sebagainya (Arsyad, 1989). Klasifikasi penggunaan lahan menurut Barlowe (1978) terdiri dari : 1). Lahan pemukiman, 2). Lahan perdagangan dan industri, 3). Lahan tanaman budidaya, 4). Lahan peternakan dan penggembalaan, 5). Lahan hutan, 6). Lahan mineral, 7). Lahan rekreasi, 8). Lahan transportasi, 9). Lahan jasa/pelayanan, dan 10). Lahan tandus dan kosong. 2.2 Wilayah dan Perkembangan Wilayah Wilayah (region) dalam pengertian geografis merupakan kesatuan alam yaitu alam yang serbasama atau homogen atau seragam (uniform) dan kesatuan manusia yaitu masyarakat serta kebudayaannya yang serbasama yang mempunyai ciri (kekhususan) yang khas, sehingga wilayah tersebut dapat dibedakan dari wilayah yang lain (Jayadinata, 1992). Wilayah dibedakan antara konsep wilayah homogen (homogeneous region), konsep wilayah nodal (nodal region), dan konsep wilayah perencanaan (planning region). Wilayah homogen (Rustiadi et all, 2003) adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan pada kenyataan bahwa faktor-faktor dominan pada wilayah tersebut bersifat homogen, sedangkan faktor-faktor yang tidak dominan bisa saja beragam (heterogen). Dengan demikian wilayah homogen tidak lain adalah wilayahwilayah yang diidentifikasi berdasarkan faktor pencirinya yang menonjol.

22 Pada umumnya wilayah homogen sangat dipengaruhi oleh potensi sumberdaya alam dan permasalahan spesifik yang seragam. Konsep wilayah homogen sangat bermanfaat dalam : 1. Penentuan sektor basis perekonomian wilayah sesuai dengan daya dukung utama yang ada (comparative advantage). 2. Pengembangan pola kebijakan yang tepat sesuai dengan permasalahan masing-masing wilayah. Wilayah nodal didasarkan atas pengertian bahwa tidak ada homogenitas antara wilayah dalam suatu perekonomian, wilayah nodal ini justru menekankan adanya perbedaaan dua komponen-komponen wilayah yang terpisah berdasarkan fungsinya. Konsep wilayah nodal didasarkan atas asumsi bahwa suatu wilayah diumpamakan sebagai suatu sel hidup yang mempunyai inti dan plasma. Inti (pusat simpul) adalah pusat-pusat pelayanan sedangkan plasma adalah daerah terbelakang (hinterland), yang punya sifat-sifat tertentu dan mempunyai hubungan fungsional. Secara historik, pertumbuhan pusat-pusat atau kota ditunjang oleh hinterland yang baik. Secara operasional, pusat-pusat wilayah mempunyai hirarki yang spesifik yang hirarkinya ditentukan oleh kapasitas pelayanannya. Kapasitas pelayanan (regional services capacity) yang dimaksud adalah kapasitas sumberdaya suatu wilayah (regional resources), sumberdaya manusia (human resources), sumberdaya sosial (social capital) dan sumberdaya buatan (man-made resources/infrastructure). Sumberdaya alam merupakan unsur-unsur lingkungan alam yang diperlukan manusia untuk memenuhi kebutuhan serta meningkatkan kesejahteraan hidupnya,

23 misalnya sumberdaya lahan atau tanah. Sumberdaya manusia merupakan input dari proses produksi yang dijadikan sebagai suatu sarana bukan tujuan. Kualitas manusia sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan derajat kesehatan yang baik. Sumberdaya infrastruktur meliputi transportasi, sarana pendidikan, kesehatan, peribadatan, dan perdagangan. Kapasitas pelayanan suatu wilayah dicerminkan pula oleh magnitude (besaran) aktifitas sosial-ekonomi masyarakat yang ada di suatu wilayah, misalnya dapat diukur oleh jumlah penduduk, perputaran uang, PDRB, dan lembaga formal maupun non formal. Konsep wilayah perencanaan (regional planning) adalah wilayah yang dibatasi berdasarkan kenyataan terdapatnya sifat-sifat tertentu pada wilayah baik akibat sifat alamiah maupun non alamiah sehingga perlu perencanaan secara integral. Sebagai contoh cara alamiah suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan suatu yang terbentuk dengan matriks dasar kesatuan hidrologis, sehingga DAS sebagai suatu wilayah berdasarkan konsep ekosistem perlu dikelola dan direncanakan secara seksama. Salah satu pengembangan wilayah yang erat kaitannya dengan aspek tata ruang adalah konsep pusat-pusat pertumbuhan. Konsep ini didasarkan pada dua hipotesis dasar, yaitu : 1. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi dimulai dan mencapai puncaknya pada sejumlah pusat-pusat tertentu. 2. Pertumbuhan dan perkembangan ekonomi disebarkan di pusat-pusat pertumbuhan ini, secara nasional melalui hirarki kota-kota dan secara regional dari pusat-pusat perkotaan (urban center) ke daerah belakang (hinterland) masing-masing.

24 Konsep ini pertama kali dikemukakan oleh Walter Christaller yang kemudian dikenal sebagai teori tempat sentral (Central Place Theory) yang selanjutnya dikembangkan oleh Losch, Berry, dan Garrisson (Hanafiah, 1985 dalam Irwansyah, 2003). Studi yang telah dilakukan Hanafiah (1985), bahwa sistem pusat-pusat pertumbuhan sebagai salah satu implementasi pembangunan wilayah akan menciptakan perubahan-perubahan sosial ekonomi dalam masyarakat, yaitu menurut suatu hirarki yang akan menciptakan suatu struktur dan organisasi tata ruang baru bagi kegiatan manusia. Berkembangnya suatu wilayah akan memberikan dampak terhadap wilayah-wilayah lain yang secara spasial memiliki kedekatan wilayah. Kemudian terjadinya perkembangan dapat menyebabkan perubahan pola tata ruang (pola penggunaan lahan) serta aktivitas perekonomian masyarakat. Pariwisata, Wisatawan, Objek dan Daya Tarik Wisata Pariwisata adalah suatu kegiatan dimana orang bepergian di dalam negerinya sendiri (pariwisata domestik) atau ke negara lain (pariwisata mancanegara) untuk berkunjung ke tempat-tempat tertentu yang menarik dengan tujuan untuk bersantai atau tujuan lain (Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2001). Pariwisata berbeda dengan kegiatan jalan-jalan, karena pariwisata berkaitan dengan waktu bepergian yang lebih lama, penggunaan fasilitas wisata, adanya objek-objek wisata sesuai dengan maksud bepergian, serta faktor kenikmatan dan perasaan santai berekreasi. Faktor kenikmatan dan santai bukanlah faktor mutlak dalam pariwisata karena orang-orang yang bepergian untuk kegiatan konvensi (seminar, kongres) atau mengunjungi objek-objek budaya untuk meningkatkan pengetahuan akan tetap dianggap sebagai wisatawan.

25 Wisatawan (tourism) adalah setiap orang yang berwisata atau seseorang yang bepergian dari tempat tinggalnya untuk berkunjung ke tempat lain dan berdiam di tempat itu lebih dari 24 jam dengan tujuan menggunakan waktu senggang untuk rekreasi, berlibur, olahraga, kunjungan keluarga, menghadiri konferensi (Swarsi, et al 1996). Berdasarkan tempat asalnya wisatawan dibagi menjadi dua golongan yaitu wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara. Objek dan daya tarik wisata adalah suatu bentukan atau aktivitas dan fasilitas yang berhubungan yang dapat menarik minat wisatawan atau pengunjung untuk datang ke suatu daerah tertentu (Marpaung, 2002). Objek dan Daya Tarik Wisata merupakan modal dasar bagi kepariwisataan. Tanpa adanya daya tarik di suatu daerah tertentu maka kepariwisataan sulit untuk dikembangkan. Menurut Swarsi, et al (1996), Objek dan daya Tarik pariwisata adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah tujuan wisata yang merupakan daya tarik agar orang-orang mau datang berkunjung ke suatu daerah tujuan wisata. Produk pariwisata merupakan produk komposit dari rangkaian berbagai jasa transportasi, akomodasi, usaha makan dan minum, toko, hiburan, fasilitas kegiatan dan pelayanan lainnya kepada individu atau kelompok yang melakukan perjalanan jauh dari lingkungan tempat tinggalnya. Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001), perkembangan pariwisata dipengaruhi oleh dua hal utama, yaitu : 1. Potensi Wisata yang Ditawarkan Objek-objek wisata yang ditawarkan terbagi menjadi dua yaitu : objek wisata yang alami dan objek wisata buatan manusia. Objek wisata alami seperti iklim, pemandangan, wisata rimba, flora dan fauna, sumber air kesehatan,

26 sedangkan objek wisata buatan manusia seperti sejarah budaya, agama, prasarana, tempat rekreasi dan olahraga, sarana transportasi, pola hidup masyarakat (tradisi). 2. Besarnya Permintaan Wisata Besarnya permintaan wisata merupakan permintaan akan jenis-jenis objek wisata serta fasilitas-fasilitas penunjangnya yang diinginkan oleh wisatawan. Pengembangan wilayah pariwisata di Indonesia disesuaikan dengan intruksi Presiden No. 9 Tahun 1969 (pasal 2) yaitu : 1. Meningkatkan pendapatan devisa pada khususnya dan pendapatan negara dan masyarakat pada umumnya, perluasan kesempatan lapangan kerja dan mendorong kegiatan-kegiatan industri sampingan lainnya. 2. Memperkenalkan dan mendayagunakan keindahan alam dan kebudayaan Indonesia. 3. Meningkatkan persaudaraan dan persahabatan nasional dan internasional. Hakekat kepariwisataan adalah terdapat suatu tatanan jaringan proses penelaah sumberdaya alam, sumber daya manusia, budaya dan teknologi serta kegiatan yang saling mempengaruhi untuk menarik dan melayani wisatawan. Potensi tersebut berupa keunikan dan kekhasan ekosistem fenomena atau gejala alam serta termasuk juga flora dan fauna.

27 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Perencanaan dan Pengembangan Sumberdaya Lahan, Departemen Tanah, Fakultas pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan mulai bulan Mei sampai dengan Januari Wilayah studi yang dikaji adalah 30 kecamatan yang berada di Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar Jenis, Sumber Data, dan Alat Penelitian Data yang digunakan merupakan data sekunder yang didapat dari Badan Pusat Statistik (BPS) berupa penggunaan lahan, PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), kependudukan, sarana-prasarana, sosial ekonomi, luas dan produksi komoditas tanaman. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disparbud) berupa jumlah kunjungan wisata. Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) berupa perkembangan penerimaan PAD (Pendapatan Asli Daerah), serta peta batas administrasi wilayah Kabupaten Ciamis yang di dapat dari Bakosurtanal. Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat komputer, alat tulis, dan perangkat lunak (software). Perangkat lunak yang digunakan terdiri dari Arc. View GIS 3.2, Microsoft Excel XP, Statistisa versi 5.5, dan QB45 (Quick Basic). 3.3 Tahapan Penelitian Secara umum penelitian dilakukan berdasarkan tahapan-tahapan berikut ini : 1. Studi literatur. Studi literatur dilaksanakan dengan mengumpulkan tulisan ilmiah yang berkaitan dengan penelitian. 2. Pengumpulan data. Pengumpulan data dimulai dari identifikasi peubah

28 Gambar 1. Lokasi Penelitian di Kabupaten Ciamis Sumber : Bakosurtanal (Peta Rupa Bumi Kabupaten Ciamis 2003)

29 penduga untuk menjawab tujuan yang ditetapkan. 3. Pemasukan dan analisis data. Pemasukan dan analisis data dilakukan setelah semua data yang diperlukan dalam penelitian telah terkumpul kemudian dilakukan analisis data dengan teknis analisis data yang sesuai untuk mencapai tujuan dalam penelitian ini. 4. Perumusan hasil analisis sebagai bahan menyusun laporan. 5. Penulisan laporan merupakan hasil kegiatan selama penelitian. 3.4 Teknik Analisis Data Analisis data dilakukan dengan menggunakan beberapa teknik analisis antara lain: Analisis Deskriptif, Analisis Pemusatan (Location Quotien/LQ), Analisis Entropi, Analisis Komponen Utama (Principal Components Analysis), Analisis Auto Regresi Spasial, dan Analisis Kuantifikasi Hayashi I. Bagan alir metodologi penelitian dapat dilihat pada Gambar 2. Aksesibilitas Jumlah Penduduk Prasarana/fasilitas Pelayanan Publik Luas & Produksi Komoditas Tanaman Pengeluaran Penggunaan Lahan Analisis LQ PDRB Analisis Analisis Hayashi I Jumlah Kunjungan Wisata Deskriptif Kuantifikasi Pendapatan Daerah (PAD) Indikator Sosial Ekonomi PCA Penggunaan Lahan & Perubahannya Pusat-Pusat Aktifitas ekonomi wilayah Tabel & Grafik Peta Pola Kunjungan Wisata Faktor Penentu Daya Tarik wisata In Komp Aksesibilitas In Komp Fasilitas Pendidikan Tingkat Tinggi In Komp Fasilitas Pendidikan Tingkat Rendah In Komp Fasilitas Kesehatan In Komp Fasilitas Tempat Hiburan & Objek Wisata In Komp Tempat Ibadah In Komp Fasilitas Ekonomi In Komp Areal Perkebunan In Komp Areal Persawahan In Komp Areal Industri, Perdagangan In Komp Areal Perumahan&Pariwisata In Komp Areal Tanaman Pangan & Hortikultur In Komp Areal Budidaya Ikan In Komp Produksi Tanaman Perkebunan & Hortikultur In Komp Produksi Tanaman Budidaya Ikan In Komp Pendapatan PCA IKSDM (Indeks Kapasitas Sumberdaya Manusia) IKPD (Indeks Kapasitas Pemerintahan Daerah) IKW (Indeks Kapasitas Wilayah) IK_Wis (Indeks Kapsitas Kunjungan Wisata) Analisis Auto Regresi Spasial (Forward Stepwise) Gambar 2. Bagan Alir Penelitian Model Matematis Perkembangan Wilayah

30 3.4.1 Analisis Deskriptif Perkembangan arus kunjungan wisata dilakukan dengan analisis deskriptif, data yang digunakan yaitu kunjungan wisatawan nusantara dan wisatawan mancanegara yang datang ke wilayah penelitian secara time series dari tahun dan Penerimaan PAD tahun Pengolahan data dapat dilakukan pada software Microsoft Excel XP. Data disusun dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik, kemudian diplotkan pada peta dasar Analisis Pemusatan (Location Quotien) Penggunaan lahan dan perubahannya menggunakan data penggunaan lahan tahun 2000 & 2003 dilakukan dengan metode Location Quotien (LQ). Pusat-pusat aktifitas menggunakan data PDRB tahun 2000 & 2003 dilakukan dengan metode Location Quotien (LQ). Analisis ini dapat dilakukan pada software Microsoft Excel XP. Dari hasil LQ ini diperoleh persentase luas areal penggunaan lahan dan perubahannya serta lokasi pemusatan aktifitas di setiap wilayah kecamatan. Asumsi yang digunakan dalam metode ini adalah bahwa (1). Kondisi geografis relatif seragam, (2). Pola-pola aktifitas bersifat seragam, dan (3). Setiap aktifitas menghasilkan produk yang sama (Rustiadi et all, 2003). Persamaan LQ adalah : LQ = X X ij. j / X / X i... Dimana : X ij = nilai aktifitas ke-j di sub wilayah ke-i X i. = nilai aktifitas total di sub wilayah ke-i X. j = nilai aktifitas ke-j di seluruh wilayah X.. = nilai aktifitas total di seluruh wilayah 1. Jika nilai LQ i > 1 maka terjadi konsentrasi suatu aktifitas di sub wilayah ke-i secara relatif dibandingkan dengan total wilayah atau terjadi pemusatan aktifitas di sub wilayah ke-i.

31 2. Jika nilai LQ i = 1 maka wilayah ke-i tersebut mempunyai pangsa aktifitas setara dengan pangsa total. 3. Jika nilai LQ i < 1 maka wilayah ke-i tersebut mempunyai pangsa aktifitas relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktifitas yang secara umum ditemukan di seluruh wilayah Analisis Entropy Perkembangan suatu wilayah dapat dipahami dari semakin meningkatnya kuantitas komponen wilayah serta penyebaran (jangkauan spasial) komponen di dalam wilayah maupun di luar wilayah. Artinya suatu wilayah dikatakan berkembang jika jumlah dari komponen aktifitas wilayah tersebut bertambah atau tersebar luas. Perluasan jumlah komponen aktifitas dapat dianalisis dengan menghitung indeks diversifikasi dengan konsep entropi. Semakin tinggi entropi wilayah maka wilayah semakin berkembang (Rustiadi et all, 2003). Data yang digunakan yaitu data PDRB tahun 2000 & Pengolahan data dilakukan di software Microsoft Excel XP. Persamaan umum entropy sebagai berikut : S = n n i= 1 j = 1 P ij ln P ij Dimana : Pij = X ij / X ij Analisis Komponen Utama (Principal Component Analysis) Analisis PCA merupakan salah satu teknik yang mentransformasikan secara linier satu set peubah ke dalam peubah yang baru yang lebih sederhana dengan ukuran lebih kecil namun representatif dan orthogonal (tidak saling berkorelasi) (Saefulhakim, 2000). Pada dasarnya PCA dapat digunakan sebagai analisis antara maupun analisis akhir. Sebagai antara, PCA dapat menghilangkan multikollinearitas atau dapat menyederhanakan data yang berpeubah banyak menjadi data yang berpeubah sedikit. Sebagai analisis akhir, PCA dapat

32 digunakan untuk mengelompokkan peubah-peubah penting dari satu bundel peubah dasar penduga suatu fenomena, sekaligus memahami struktur dan melihat hubungan antar peubah tersebut. Analisis ini dilakukan menggunakan software Statistica versi 5.5. Variabel-variabel untuk Analisis Komponen Utama (PCA) dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. Format data untuk analisis PCA dapat disusun membentuk suatu matriks yang berukuran n x p, dimana n : unit sample dan p : jumlah peubah (jumlah kolom). Persamaan umum PCA yang dihasilkan adalah sebagai berikut : Yk = ak 1 X 1 + ak 2 X ak p X p Format data untuk PCA dapat digambarkan sebagai berikut : X 11 X 12 X X 1p X 21 X 22 X X 2p X n1 X n2 X n3... X np Hasil analisis PCA antara lain : Akar ciri (eigen value) merupakan suatu nilai yang menunjukkan keragaman dari peubah komponen utama dihasilkan dari analisis, semakin besar nilai eigenvalue maka semakin besar pula keragaman data awal yang mampu dijelaskan oleh data baru. Proporsi dan kumulatif akar ciri, nilai pembobot (eigen vector) merupakan parameter yang menggambarkan hubungan setiap peubah dengan komponen utama ke-i. PC loading menggambarkan besarnya korelasi antar variabel pertama dengan komponen ke-i.

33 Component score adalah nilai yang menggambarkan besarnya titik-titik data baru dari hasil komponen utama dan digunakan setelah PCA. PC scores inilah yang digunakan jika terdapat analisis lanjutan setelah PCA Analisis Auto Regresi Spasial Analisis auto regresi spasial digunakan untuk membuat model pendugaan terhadap nilai dari parameter-parameter (variabel penjelas) lain yang diamati. Persamaan model adalah : Y = A + W y + W y + A X A X o Dimana : Y : Fungsi tujuan/peubah yang diduga (dependent variable) A o : Nilai konstanta/koefisien fungsi regresi (intercept) 1 : Nilai konstanta/koefisien matriks kontiguitas antar wilayah kecamatan berdasarkan kebalikan fungsi jarak W 1 :Matriks kontiguitas antar wilayah kecamatan berdasarkan kebalikan fungsi jarak. 2 : Nilai konstanta/koefisien matriks kontiguitas antar wilayah kecamatan berdasarkan ketetanggaan batas wilayah administratif W 2 : Matriks kontiguitas antar wilayah kecamatan berdasarkan ketetanggaan batas wilayah administratif n Elemen matriks 1, jika dua wilayah kecamatan berbatasan langsung Elemen matriks 0, jika dua wilayah kecamatan tidak berbatasan langsung atau berbatasan dengan wilayah sendirinya X : Variabel penjelas/ variabel yang diduga (independent variable) A n : Nilai konstanta/koefisien variabel penjelas fungsi regresi n

34 Format matriks W = L M O M M L L j j j j d d d d d d W in i i d d d M 2 1 = L M O M M L L j j j j wd wd wd wd wd wd in i i IPK IPK IPK M 2 1 = L M O M M L L j j j j w w w w w w Pada penelitian ini digunakan metode Forward Stepwise, yang mana prinsip dasarnya adalah mengurangi banyaknya peubah di dalam fungsi tujuan dengan cara menyisipkan peubah penjelas satu per satu hingga diperoleh persamaan regresi yang paling baik. Pengolahan data dapat dilakukan dengan menggunakan software Statistica versi Analisis Kuantifikasi Hayashi I Analisis faktor penentu daya tarik wisata dilakukan dengan analisis kuantifikasi hayashi I. Pengolahan data menggunakan software QuickBasic (QB45). Analisis kuantifikasi Hayashi I ini menganalisis keterkaitan antara variabel terikat kuantitatif (objective variable/ external standard) dengan variabel bebas kualitatif (qualitative factor/predictor item) (Saefulhakim, 2000). Format data yang berkaitan dengan permasalahan Kuantifikasi Hayashi I dapat ditabulasikan seperti pada Tabel 1.

35 Tabel 1. Format Umum Tabulasi Data Analisis Kuantifikasi Hayashi I Individu(sample) External Standard Predictor item 1 2 j R Categories C 11 C 12 C 1k C 21 C 22 C 2k C ij C jk C R1 C R2 C Rk 1 Y 1 2 Y 2 I Y i δ i( jk) n Y n Dimana : n R k j C jk i ( jk) Yi δ i : : Banyaknya sampel : Banyaknya predictor item : Banyaknya kategori untuk item ke-j : Kategori ke-k untuk item ke-j : Sampel ke-i : Objective variable untuk sampel ke-i 1, kalau sampel ke-i punya respon untuk item ke-j kategori ke-k 0, kalau contoh ke-i tidak punya respon untuk item ke-j kategori ke-k Model matematisnya dapat dinyatakan sebagai berikut : Y = Dimana : a Y : Vektor data objective variable ukuran ( n 1) : Matriks ukuran ( n R) yang elemennya δ i( jk) a : Vektor ukuran ( 1) item ke-j kategori ke-k. j k yang elemennya adalah a jk regresi untuk j

36 IV. KARAKTERISTIK UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Komponen Fisik Lainnya Letak Geografis Kabupaten Ciamis merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Barat yang berjarak kurang lebih 121 km dari Ibukota Propinsi. Secara geografis wilayah Kabupaten Ciamis berada pada BT dan LS. Dengan batas wilayah Kabupaten Ciamis adalah : Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Majalengka dan Kabupaten Kuningan Sebelah barat dengan Kabupaten Tasikmalaya Sebelah timur dengan Kota Banjar dan Propinsi Jawa Tengah Sebelah selatan berbatasan dengan Samudra Indonesia Kabupaten Ciamis mempunyai luas wilayah 2.279,93 km 2 atau hektar. Kecamatan yang paling luas adalah Kecamatan Cimerak yang meliputi 7,8% dari total luas Kabupaten Ciamis, sedangkan kecamatan yang luasnya terkecil adalah Kecamatan Sadananya yang meliputi 1,1% dari total luas Kabupaten Ciamis Komponen Fisik Lainnya Suhu udara di Kabupaten Ciamis berkisar antara 20 0 c sampai 32 0 c dan curah hujan rata-rata sebesar 114 ml (0-597 ml/bulan). Jenis tanah di Kabupaten Ciamis meliputi tanah-tanah latosol, podsolik, alluvial, komplek renzina, dan Grumusol. Secara rinci informasi mengenai jenis tanah tercantum pada Tabel 2.

37 Tabel 2. Jenis Tanah di Kabupaten Ciamis Jenis tanah Kecamatan Latosol Panawangan, Kawali, Cipaku, Panumbangan, Panjalu, Cihaurbeuti, Ciamis, Cijeungjing, Rajadesa dan Rancah Podsolik Langkaplancar, Cijulang, Parigi bagian Utara, Pangandaran bagian utara, Padaherang bagian Utara, kalipucang bagian Utara, Banjarsari bagian Utara, dan Cimaragas bagian selatan Aluvial Parigi bagian Selatan, Pangandaran bagian Selatan, Padaherang bagian Selatan, kalipucang bagian Selatan, Banjar, Lakbok, sebagian Banjarsari, sebagian Pamarican dan Cisaga Kompleks Cisaga, Cimerak, Cigugur, dan Sebagian Pangandaran rezina Grumusol Banjarsari, Pamarican, sebagian Padaherang Sumber : BPS Kabupaten Ciamis (Ciamis dalam Angka 2000) 4.2 Kependudukan dan Ketenagakerjaan Penduduk Kabupaten Ciamis pada tahun 2000 mencapai jiwa, dengan kepadatan penduduk sebesar 627,1 jiwa per km 2 dan pada tahun 2003 meningkat menjadi jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 634,9 jiwa per km 2 (BPS Kabupaten Ciamis, 2003). kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terbesar adalah Kecamatan Ciamis mencapai jiwa dengan kepadatan penduduk 1577,3 jiwa per km 2, sedangkan kecamatan yang memiliki jumlah penduduk terkecil adalah Kecamatan Cimaragas mencapai jiwa dengan kepadatan penduduk 566,7 jiwa per km 2. Tabel 3. Jumlah Tenaga Kerja di Kabupaten Ciamis (Jiwa/tahun) Sektor No Tahun Pertanian Pertamban gan Industri Listrik,Gas,Air Bersih Bangunan Perdaganga n, Hotel, Restoran Angkutan Keuangan Jasa lainnya Sumber : Dinas tenaga kerja dan transmigrasi Kabupaten Ciamis Jumlah tenaga kerja di Kabupaten Ciamis untuk sektor pertanian, industri, angkutan, dan jasa lainnya setiap tahun mengalami penurunan, sedangkan untuk sektor pertambangan, listrik/gas/air, bangunan, perdagangan/hotel/restoran, dan keuangan mengalami peningkatan (Tabel 3).

38 4.3 Wilayah Administratif Secara administratif wilayah Kabupaten Ciamis terdiri dari 30 kecamatan dan 340 desa. Mulai tahun 2003 wilayah administratif Banjar terpisah dari wilayah Kabupaten Ciamis dan berubah statusnya menjadi Kota Banjar. Dengan terpisahnya Kota Banjar tersebut luas wilayah Kabupaten Ciamis berkurang dibandingkan dengan tahun 2002 yaitu dari hektar menjadi hektar. Wilayah selatan Kabupaten Ciamis berbatasan dengan garis pantai Samudra Indonesia yang membentang di enam kecamatan dengan panjang garis pantai mencapai 91 km. Dengan adanya garis pantai tersebut maka Kabupaten Ciamis memiliki wilayah laut seluas hektar yang berada di 6 kecamatan yaitu Cimerak, Cijulang, Parigi, Sidamulih, Pangandaran, dan Kalipucang. 4.4 Kondisi dan Potensi Pariwisata Pengembangan objek daya tarik wisata di Kabupaten Ciamis diarahkan sesuai dengan arah pengembangan SKW pada masing-masing objek dan daya tarik wisata. Potensi kepariwisatan di Kabupaten Ciamis berdasarkan objek wisata yang tersebar dapat dikategorikan dalam tiga jenis yaitu : objek wisata budaya, objek wisata alam, dan objek wisata minat khusus (Tabel 4). Tabel 4. Jenis dan Nama Objek Wisata di Kabupaten Ciamis Jenis Objek Wisata Nama Objek Wisata Objek Wisata Alam Objek Wisata Budaya Objek Wisata Minat Khusus Pantai Pangandaran, Cagar Alam Pananjung, Lembah Putri, Karapyak, Palatar Agung, Majingklak, Karang Tirtawinaya, Batu Hiu, Batu Karas, Madasari, Keusik Luhur. Sumber : Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kabupaten Ciamis, Situ Lengkong Panjalu, Astana Gede Kawali, Karangkamulyan, Kampung Kuta, Situs Gunung Susuru, Museum Fosil. Curug Tujuh, Citumang, Karang Nini, Goa Donan, Cukang Taneuh.

39 Rencana pengembangan peningkatan kualitas objek dan daya tarik wisata di Kabupaten Ciamis dibagi dalam beberapa wilayah pengembangan, salah satunya Ciamis Selatan (Rencana Tata Ruang Kabupaten Ciamis, 2002). 1. Pengembangan Pariwisata Ciamis Selatan Penataan Pangandaran dan sekitarnya sebagai pusat pengembangan pariwisata Ciamis Selatan dengan prioritas untuk kegiatan untuk kegiatan wisata alam dan pantai meliputi : Agro dan Eko wisata yaitu : Eko Wisata Pangandaran Pembangunan tiga lokasi Taman Pantai Percontohan seluas 3 x 1000 m 2 (di ujung Toll Gate utama di depan hotel Percontohan dan Hotel Pananjung Sari) Agro wisata Pangandaran Penghijauan pantai dengan penanaman pohon kelapa, sepanjang 3km x 20m = m 2 atau 6 hektar (mulai dari ujung Toll Gate utama sampai Pamugaran). Penanaman pohon di sepanjang pembatas pantai dengan pohon Cendrawasih. Agro Wisata Batu Karas Penghijauan pantai dengan penanaman pohon kelapa dan Barington di objek wisata Batu Karas Cijulang dengan luas m 2 (3 hektar). 2. Pengembangan Pariwisata Jangka Menengah Untuk pencapaian program, pengembangan pariwisata sebagaimana tercantum dalam SKW maka pemerintah Kabupaten Ciamis menyusun Program Kerja dalam 5 tahun yang meliputi : Penyusunan pedoman teknik tentang usaha pariwisata Peningkatan kualitas dan pelayanan objek dan daya tarik wisata

40 Peningkatan kualitas usaha pariwisata Pengembangan atraksi wisata 4.5 Sarana dan Prasarana Di Kabupaten Ciamis jumlah prasarana fisik yang diperuntukkan bagi kegiatan sosial tersedia dari prasarana pendidikan, ibadah, dan pelayanan kesehatan. Sebagian besar prasarana sosial ini diperuntukkan untuk bidang pendidikan. Sedangkan prasarana fisik yang digunakan untuk umum adalah jalan sebagai prasarana transportasi, penyediaan air bersih, listrik dan telekomunikasi, serta prasarana pendukung lain seperti terminal angkutan darat, pelabuhan laut. Transportasi Prasarana transportasi di Kabupaten Ciamis sebagian besar menggunakan prasarana transportasi darat berupa jalan dan rel kereta api. Panjang jalan Kabupaten Ciamis 970 km. Informasi selengkapnya mengenai panjang jalan menurut status dan kondisi jalan disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Panjang Jalan Menurut Satus dan Kondisi Jalan (km 2 ) Status Pengawasan Panjang Jalan Menurut Kondisi Jalan Baik Sedang Rusak Rusak Berat Jalan Nasional 18,50 27, Jalan Kabupaten 75,10 528,70 367,20 0 Sumber : BPS Kabupaten Ciamis (Ciamis dalam Angka 2003) a. Transportasi Darat 1. Jaringan Jalan Berdasarkan hirarki fungsi jalan RTRW Propinsi Jawa Barat dan usulan pengembangan tata ruang alternatif II, pengembangan sistem jaringan jalan yang ada di wilayah Kabupaten Ciamis dibagi menjadi:

41 Arteri utama Sistem jaringan jalan utama adalah jalan yang berfungsi melayani perhubungan antar kota dalam propinsi dan antar propinsi. Pengelolaan jalan ini adalah negara. Pola jaringan ini melayani pergerakan Barat-Timur, yaitu ruas jalan Cikoneng Ciamis Cijeungjing Cisaga Banjar-Propinsi Jawa Tengah. Kolektor Utama Fungsi jalan ini melayani perhubungan antar kota dalam propinsi, pengelolaannya merupakan jalan propinsi, yang melayani pergerakan utaraselatan, yaitu ruas jalan Ciamis Cipaku Kawali-Panawangan-Kabupaten Kuningan, dan ruas jalan Banjar Pataruman Banjarsari Padaherang Kalipucang Pangandaran Parigi Cijulang Cimerak Kabupaten Tasikmalaya. Lokal utama Fungsi jalan ini melayani daerah kutub pertumbuhan dengan pusat pertumbuhan, dan pengelolaan jalan ini merupakan jalan kabupaten. 2. Jalan Kereta Api Pelayanan transportasi menggunakan kereta api di wilayah Kabupaten Ciamis merupakan pelayanan transit bagi pergerakan regional antar propinsi. Sedangkan rute angkutan lokal dilayani Banjar-Cijulang, namun pada saat ini tidak difungsikan lagi. Stasiun sebagai terminal atau tempat menaikkan dan menurunkan penumpang dan barang melalui jasa angkutan kereta api yang ada di Kabupaten Ciamis terdiri dari: stasiun cabang besar di Kota Ciamis, stasiun cabang kecil di Kota Kecamatan Cijeungjing (stasiun Bojong), Banjarsari, Langensari, Padaherang, Pangandaran, Parigi dan Cijulang. Jaringan jalan kereta api yang ada di Wilayah Kabupaten Ciamis terdiri dari jaringan lintas raya

42 dan lintas cabang. Jaringan lintas raya jalur menghubungkan kota-kota pusat kegiatan ekonomi di Wilayah Kabupaten Ciamis dengan kota-kota besar di di Jawa Barat dan Jawa Tengah seperti kota Bandung Tasikmalaya Purwokerto Yogyakarta-Surabaya. b. Transportasi Air Pada saat ini di Wilayah Kabupaten Ciamis memiliki dua pelabuhan, yaitu pelabuhan Santolo di Kecamatan Kalipucang, yang berfungsi sebagai angkutan penumpang dan barang yang menghubungkan Kalipucang dengan Kota Cilacap Jawa Tengah. Dan pelabuhan Majingklak di Desa Pamotan, Kecamatan Kalipucang, untuk pelayanan komersial dan rute angkutan pariwisata. c. Transportasi Udara Kabupaten Ciamis mempunyai satu bandar udara, yaitu pelabuhan udara Nusawiru yang berlokasi di Desa Nusawiru, Kecamatan Cijulang, yang berjarak 15 km dari objek wisata Batu Karas. Panjang landasan pacu sekitar meter dan lebar 30 meter. Taxiway untuk landasan keluar masuk (parkir) selebar 20 meter dan diperkirakan jenis pesawat yang dapat mendarat di pelabuhan ini adalah CN-235. Dibangunnya bandara ini dimaksudkan untuk mempermudah dan mempersingkat waktu perjalanan ke obyek wisata di Kawasan Selatan Kabupaten Ciamis seperti di Kecamatan Pangandaran, Kecamatan Cijulang dan Kecamatan Cimerak. Pos dan Jaringan Telekomunikasi Untuk memperlancar arus informasi dan memperluas jangkauan jasa telekomunikasi ke seluruh pelosok wilayah Kabupaten Ciamis, pemerintah melalui PT. Telekomunikasi Indonesia telah membangun jaringan telekomunikasi

43 sampai ke kecamatan-kecamatan. Disamping itu untuk meningkatkan kemampuan, efisiensi, dan keandalan dalam melayani jasa telekomunikasi dan informasi kepada masyarakat, bersama mitra kerja swastanya PT. TELKOM telah membangun pula Wartel-Wartel (warung telepon) di daerah pusat-pusat pertumbuhan ekonomi termasuk daerah wisata. Selain melalui telepon, informasi dapat juga disampaikan melalui jasa pos. Di Wilayah Kabupaten Ciamis juga tersedia kantor pelayanan jasa pos dan giro di setiap kecamatan. Penyediaan Air Sebagian besar sumber air bersih yang ada berasal dari air sungai ( m 3 ), mata air ( m 3 ), artesis ( m 3 ) dan danau ( m 3 ). Penyediaan air untuk konsumsi masyarakat pada umumnya disediakan oleh pemerintah. Jumlah perusahaan air minum yang dikelola pemerintah ada 50, dengan jumlah produksi m 3. Listrik Kebutuhan akan energi listrik dewasa ini semakin meningkat dengan semakin berkembangnya pembangunan sektor industri pengolahan. Sebagian besar dari kebutuhan listrik baik untuk industri maupun rumah tangga di Kabupaten Ciamis dilayani oleh PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan sebagian lainnya diluar PLN. Sumber tenaga listrik PLN berasal dari PLTA dan PLTD. Jumlah pelanggan listrik tahun 2003 sebesar keluarga.

44 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penggunaan Lahan dan Perubahannya Penggunaan Lahan Luas Penggunaan lahan pada tahun 2000 di Kabupaten Ciamis terdiri dari sawah 23.9%; ladang, huma, dan tegalan 34.7%; perkebunan 15.8%; hutan rakyat 6.5%; pemukiman dan perumahan 10.4%; industri, perdagangan, dan jasa 0.8%; penggunaan lahan lainnya 6.1%; lahan sementara tidak diusahakan 1.7%; dan lahan pariwisata 0.3%. Luas penggunaan lahan di Kabupaten Ciamis pada tahun 2003 yaitu sawah 24.8%; ladang, huma, dan tegalan 33.7%; perkebunan 14.3%; hutan rakyat 8.4%; pemukiman dan perumahan 10.9%; industri, perdagangan, dan jasa 0.8%; penggunaan lahan lainnya 5.8%; lahan sementara tidak diusahakan 1.1%; dan lahan pariwisata 0.3% (Gambar 3). Luas Penggunaan Lahan (ha) Tahun L_Swh Ldg_Hm_Tgl Kbn Htn Rmh Ind_Dgg_Js Lain Smtr_Td Par Gambar 3. Grafik Penggunaan Lahan Tahun 2000 & 2003 Sumber : Hasil Olah Luas Penggunaan Lahan (Lampiran 3) L_Swh : Lahan Sawah Htn : Lahan Kehutanan Ldg_Hm_Tgl : Lahan Ladang, huma, dan tegal Kbn : Lahan Perkebunan Ind_Dgg_Js : Lahan Industri, perdagangan, dan jasa Smtr_Td : Lahan sementara yang tidak Rmh : Lahan perumahan dan pemukiman diusahakan Lain : Penggunaan lahan lainnya tidak termasuk Par : Lahan pariwisata hutan negara

45 Penggunaan lahan paling dominan di Kabupaten Ciamis adalah lahan pertanian. Komoditas utama yang diusahakan di Kabupaten Ciamis adalah padi, palawija, dan perkebunan Perubahan Penggunaan Lahan Tahun Gambar 4 menunjukkan perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Ciamis selama periode Pertambahan luas areal adalah sawah 2134 ha (1.3%); hutan rakyat 4241 ha (9.5%); perumahan dan pemukiman 1234 ha (1.7%); Industri, perdagangan, dan jasa 101 ha (1.9%); dan pengurangan luas areal adalah ladang, huma, dan tegalan 2333 ha (0.9%); perkebunan 3319 ha (3.1%); Penggunaan lainnya 606 ha (1.5%); dan lahan sementara tidak diusahakan 1452 ha (12.7%). Adapun luas lahan Pariwisata tercatat tidak mengalami perubahan. Perubahan penggunaan lahan terjadi hampir di seluruh kecamatan kecuali di Kecamatan Cijulang dan Kecamatan Sidamulih Luas (ha) Penggunaan Lahan L_Swh Ldg_Hm_Tgl Kbn Htn Rmh Ind_Dgg_Js Lain Smtr_Td Par Gambar 4. Grafik Perubahan Penggunaan Lahan Tahun Sumber : Hasil Olah Luas Penggunaan Lahan (Lampiran 3) L_Swh : Lahan Sawah Htn : Lahan Kehutanan Ldg_Hm_Tgl : Lahan Ladang, huma, dan tegal Kbn : Lahan Perkebunan Ind_Dgg_Js : Lahan Industri manufaktur, perdagangan, dan jasa Smtr_Td : Lahan sementara yang tidak Rmh : Lahan perumahan dan pemukiman diusahakan Lain : Penggunaan lahan lainnya tidak termasuk Par : Lahan pariwisata hutan negara

46 Pertambahan paling besar terjadi pada lahan hutan, hal ini disebabkan oleh masyarakat Kabupaten Ciamis yang menanam tanaman hutan pada lahan kering. Hal ini terjadi terutama di Kecamatan Panjalu dan Kecamatan Rajadesa. 5.2 Pusat-pusat Aktifitas Ekonomi Wilayah Pemusatan aktifitas ditentukan berdasarkan informasi luas penggunaan lahan (Lampiran 3) dan PDRB (Lampiran 4) dengan menggunakan metode LQ. Dalam analisis ini digunakan indikator dari 9 jenis pengunaan lahan meliputi : 1). Lahan Sawah, 2). Ladang, huma, dan tegalan, 3). Perkebunan, 4). Hutan rakyat, 5). Perumahan dan pemukiman, 6). Lahan industri, perdagangan dan jasa, 7). Penggunaan lainnya tidak termasuk hutan negara, 8). Lahan sementara yang tidak diusahakan, dan 9). Lahan pariwisata. Kemudian PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) digolongkan menjadi 9 sektor yaitu 1). Pertanian, 2). Pertambangan dan penggalian, 3). Industri pengolahan, 4). Listrik, gas, dan air bersih, 5). Bangunan, 6). Perdagangan, hotel dan restoran, 7). Pengangkutan dan komunikasi, 8). Keuangan, persewaan dan Jasa perusahaan, 9). Jasa-jasa Lainnya. Sektor pariwisata didapatkan dari pengeluaran wisatawan yang dikeluarkan selama berada di objek wisata, yaitu berasal dari sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor jasa. Pada Tabel 6 dapat dilihat ringkasan hasil dari analisis LQ untuk aktifitas ekonomi pertanian. Aktifitas ekonomi pertanian memusat di kecamatankecamatan: Cimerak, Cijulang, Cigugur, Langkaplancar, Parigi, Sidamulih, Padaherang, Lakbok, Pamarican, Cidolog, Cimaragas, Cisaga, Tambaksari, Rajadesa, Sukadana, Cihaurbeuti, dan Cipaku. Aktifitas sawah pada tahun 2000

47 terpusat di Kecamatan Cijulang, Parigi, Padaherang, Banjarsari, Lakbok, Pamarican, Tambaksari, Cikoneng, Cihaurbeuti, Sadananya, Panawangan, dan Kawali. Sedangkan pada tahun 2003, pusat aktifitas sawah terjadi penambahan yaitu di Kecamatan Cisaga dan Kecamatan Panjalu. Tabel 6. Pusat-pusat Aktifitas Pertanian PDRB Cimerak Cijulang Cigugur Langkaplancar Parigi Sidamulih Padaherang Lakbok Pamarican Cidolog Cimaragas Cisaga Tambaksari Rajadesa Sukadana Cihaurbeuti Cipaku Tahun 2000 Tahun 2003 Pertanian Pertanian Non Pertanian PDRB Sawah Sawah Sawah Cijulang Langkaplancar Cimerak Cijulang Parigi Padaherang Cijulang Parigi Padaherang Pamarican Cigugur Padaherang Banjarsari Cimaragas Langkaplancar Banjarsari Lakbok Cijeungjing Parigi Lakbok Pamarican Cisaga Sidamulih Pamarican Tambaksari Rancah Padaherang Cisaga Cikoneng Rajadesa Lakbok Tambaksari Cihaurbeuti Ciamis Pamarican Cikoneng Sadananya Cikoneng Cidolog Cihaurbeuti Panawangan Cihaurbeuti Cimaragas Sadananya Kawali Sadananya Cisaga Panawangan Cipaku Tambaksari Kawali Jatinagara Rajadesa Panjalu Panawangan Sukadana Kawali Cihaurbeuti Panumbangan Cipaku Panawangan Sumber : Hasil Analisis LQ (Lampiran 5 dan 6) Pertanian Non Sawah Langkaplancar Padaherang Pamarican Cidolog Cimaragas Cijeungjing Cisaga Rancah Rajadesa Ciamis Cikoneng Cihaurbeuti Sadananya Cipaku Jatinagara Panawangan Aktifitas lahan kering pada tahun 2000 terpusat di kecamatan-kecamatan: Langkaplancar, Padaherang, Pamarican, Cimaragas, Cijeungjing, Cisaga, Rancah, Rajadesa, Ciamis, Cikoneng, Cihaurbeuti, Sadananya, Cipaku, Jatinagara, Panawangan, Kawali, dan Panumbangan. Sedangkan pada tahun 2003, terjadi penambahan pusat aktifitas lahan kering yaitu di Kecamatan Cidolog dan terjadi pengurangan pusat aktifitas lahan kering di Kecamatan Kawali dan Kecamatan Panumbangan. Secara kuantitatif pemusatan aktifitas ekonomi pertanian dan penggunaan lahan pertanian sawah cenderung meningkat dari tahun 2000 ke tahun Pada Gambar 5 terlihat bahwa aktifitas pertanian cenderung memusat di 16 kecamatan yaitu: Cijulang, Langkaplancar, Parigi, Padaherang, Lakbok, Pamarican, Cidolog, Cimaragas, Cisaga, Tambaksari, Rajadesa, Cihaurbeuti, Sadananya, Cikoneng, Cipaku dan Panawangan.

48 Gambar 5. Peta Pola Spasial Pusat-pusat Aktifitas Pertanian Tahun 2003 Sumber: Hasil Analisis LQ (Tabel 6)

49 Fenomena ini menunjukkan bahwa dalam perekonomian Kabupaten Ciamis aktifitas pertanian merupakan lapangan usaha yang paling besar, karena selain merupakan matapencaharian sebagian besar penduduknya, penggunaan lahan pertanian juga memberikan kontribusi yang paling besar terhadap PDRB Kabupaten Ciamis yaitu sebesar 30.4% pada tahun Untuk aktifitas industri, perdagangan, hotel dan restoran dapat dilihat pada Tabel 7. Dari data tersebut konsentrasi aktifitas ekonomi industri pada tahun 2000 terpusat di kecamatan-kecamatan: Sidamulih, Pangandaran, Banjarsari, Pamarican, Cijeungjing, Rancah, Rajadesa, Cikoneng, Cihaurbeuti, Jatinagara, Panawangan, dan Panumbangan. Sedangkan pada tahun 2003 aktifitas ekonomi industri mengalami perubahan hanya di Kecamatan Panumbangan. Konsentrasi aktifitas ekonomi perdagangan, hotel dan restoran tahun 2000 terpusat di kecamatan-kecamatan: Parigi, Sidamulih, Pangandaran, Kalipucang, Padaherang, Banjarsari, Cisaga, Sukadana, Sadananya, Kawali, dan Panjalu. Sedangkan tahun 2003 tidak terjadi pusat aktifitas di Kecamatan Sukadana dan Kecamatan Sadananya. Tabel 7. Pusat Aktifitas Industri, Perdagangan, Hotel dan Restoran PDRB Industri Olah Sidamulih Pangandaran Banjarsari Pamarican Cijeungjing Rancah Rajadesa Cikoneng Cihaurbeuti Jatinagara Panawangan Panumbangan PDRB Perdagangan, Hotel & Restoran Parigi Sidamulih Pangandaran Kalipucang Padaherang Banjarsari Cisaga Sukadana Sadananya Kawali Panjalu Lahan Industri/Perdaga ngan/jasa Langkaplancar Parigi Sidamulih Pangandaran Cijeungjing Rancah Sukadana Sadananya Cipaku Panawangan Panjalu PDRB Industri Olah Sidamulih Pangandaran Banjarsari Pamarican Cijeungjing Rancah Rajadesa Cikoneng Cihaurbeuti Jatinagara Panawangan PDRB Perdagangan, Hotel & Restoran Parigi Sidamulih Pangandaran Kalipucang Padaherang Banjarsari Cisaga Cipaku Kawali Panjalu Lahan Industri/Perdaga ngan/jasa Cigugur Parigi Sidamulih Pangandaran Cimaragas Rajadesa Sadananya Cipaku Jatinagara Panawangan Kawali Sumber : Hasil Analisis LQ (Lampiran 5 dan 6)

50 Gambar 6. Peta Pola Spasial Pusat-pusat Aktifitas Industri, Perdagangan, Hotel dan Restoran Tahun 2003 Sumber: Hasil Analisis LQ (Tabel 7)

51 Sementara konsentrasi lahan-lahan bangunan untuk industri, perdagangan, hotel, dan restoran pada tahun 2000 terpusat di kecamatan-kecamatan: Langkaplancar, Parigi, Sidamulih, Pangandaran, Cijeungjing, Rancah, Sukadana, Sadananya, Cipaku, Panawangan, dan Panjalu. Sedangkan tahun 2003 terpusat di kecamatan-kecamatan: Cigugur, Parigi, Sidamulih, Pangandaran, Cimaragas, Rajadesa, Sadananya, Cipaku, Jatinagara, Panawangan, dan Kawali. Aktifitas ekonomi industri, perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor unggulan kedua setelah sektor pertanian, karena sektor ini memberikan kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ciamis yaitu sebesar 23.0%. Terlihat pada Gambar 6 aktifitas industri perdagangan, hotel dan restoran cenderung memusat di kecamatan-kecamatan : Parigi, Sidamulih, Pangandaran, Kalipucang, Padaherang, Banjarsari, Rajadesa, Cikoneng, Ciamis, Jatinagara, Cipaku, Panawangan, dan Kawali. Kabupaten Ciamis menempatkan 9 kecamatan sebagai DTW (Daerah Tujuan Wisata) yaitu Cimerak, Cijulang, Parigi, Pangandaran, Kalipucang, Cijeungjing, Tambaksari, Kawali, dan Panjalu. Berdasarkan penggunaan lahan untuk pariwisata di Kabupaten Ciamis selama tahun tidak mengalami perubahan pusat pengembangan pariwisata, akan tetapi Kecamatan Pangandaran masih menjadi pusat pengembangan pariwisata. Kecamatan Pangandaran lebih berkembang pesat dibandingkan kecamatan-kecamatan lain karena mempunyai keunggulan kompetitif tinggi yaitu pantai Pangandaran dan cagar alam Pananjung. Penyebaran pusat-pusat aktifitas pengembangan pariwisata dapat dilihat pada Gambar 7. Secara rinci nilai LQ untuk penggunaan lahan dan PDRB disajikan pada Lampiran 5 dan 6.

52 Gambar 7. Peta Pola Spasial Pengembangan Pariwisata Tahun 2003 Sumber : Hasil Analisis LQ (Lampiran 5)

53 Aktifitas pariwisata dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi pertanian dan industri, perdagangan, hotel dan restoran. Tingginya ekonomi pertanian Kabupaten Ciamis salah satunya dapat disebabkan oleh banyaknya wisatawan ke objek Kabupaten Ciamis. Peningkatan jumlah kunjungan wisata dapat menyebabkan peluang besar bagi berkembangnya sektor pertanian, mengingat 18.1% pengeluaran wisatawan dialokasikan untuk makanan dan minuman, serta 23.6% untuk handicraft (Tabel 8). Kerajinan tangan (anyaman) tersebut seperti tas, dompet, sandal. Kemudian ekonomi industri, perdagangan, hotel dan restoran pun akan meningkat karena sebagian pengeluaran wisatawan digunakan untuk akomodasi sebesar 6.4%. Tabel 8. Rata-rata Pengeluaran Wisatawan Selama Oktober-Desember 2001 Jenis Pengeuaran Pengeluaran (Rp) % Akomodasi ,4 Makanan & Minuman ,1 Angkutan ,2 Paket Perjalanan ,5 Pramuwisata 150 0,1 Pertunjukan & seni 296 0,1 Museum & Jasa Kebudayaan 498 0,2 Olahraga 89 0,0 Jasa Hiburan rekreasi ,7 Jasa Pariwisata Lainnya ,5 Cinderamata ,9 Belanja ,6 Lainnya ,8 Total Sumber: BPS Jakarta (Pariwisata Indonesia) Terlihat pada Tabel 8 pengeluaran wisatawan yang paling besar adalah digunakan untuk angkutan sebesar 41.8%. Tingginya pengeluaran wisatawan untuk angkutan ini dapat disebabkan oleh adanya kenaikan harga BBM. Fenomena ini menunjukkan bahwa pengeluaran wisatawan akan memberikan kontribusi yang besar terhadap sektor angkutan dan komunikasi.

54 5.3 Pola Kunjungan Wisata Perkembangan pariwisata yang ditandai oleh jumlah wisatawan yang berkunjung ke objek wisata di Kabupaten ciamis selama periode mengalami penurunan sebesar 9.2% dari jiwa pada tahun 2000 menjadi jiwa pada tahun 2003 (Gambar 8). Hal ini disebabkan oleh kondisi perekonomian Indonesia yang tidak menentu semenjak krisis moneter, banyaknya peristiwa yang terjadi di Indonesia seperti kasus bom Bali, kerusuhan, demo sehingga menyebabkan wisatawan sedikit takut untuk berkunjung ke objek wisata terutama wisatawan mancanegara Jumlah Kunjungan Wisata (jiwa) Tahun Wisatawan mancanegara (jiwa) Wisatawan nusantara (jiwa) Gambar 8. Grafik Kunjungan Wisata ke Objek Wisata Sumber : Hasil Analisis Kunjungan Wisata (Lampiran 7) Pariwisata dapat dikatakan berpotensi besar bagi Kabupaten Ciamis, dimana sebesar 99.6% rata-rata tiap tahunnya adalah wisatawan nusantara, sisanya 0.4% adalah wisatawan mancanegara. Dengan dominannya wisatawan nusantara ini mengisyaratkan bahwa keberadaan objek wisata di Kabupaten Ciamis ini tidak diabaikan. Dari sudut pertumbuhan ekonomi, wisatawan ini berperan dalam

55 meningkatkan pendapatan daerah lewat distribusi pendapatan melalui pengeluaran wisatawan yang dibelanjakan selama wisata di objek wisata. Tabel 9. Jumlah Pendapatan dan Kunjungan Wisata ke Kabupaten Ciamis Tahun Tah un Total Pendapatan Pariwisata Tahun Pendapatan Langsung (Rp) Pendapatan Tidak Langsung (Rp) Total Pendapatan (Rp) Laju Peru baha n (%) Jumlah Pengunjung Objek Wisata Wisata wan manca negara (jiwa) % Wisataw an nusantara (jiwa) % Jumlah Wisatawa n (jiwa) Laj u Per uba han (%) Rataa n penda patan daerah per kunju nganw isata (Rp/ji wa) % Laju Peningkatan Sumber : Hasil Analis is Kunjungan Wisata dan Pendapatan (Lampiran 7 dan 8) Pada Tabel 9, terlihat bahwa total pendapatan dari pendapatan tidak langsung yang berupa jenis pungutan pajak dan retribusi serta pendapatan langsung yang berupa pendapatan dari penjualan karcis setiap tahunnya mengalami peningkatan. Dalam periode peningkatan pendapatan sektor pariwisata sebesar 11% dari Rp pada tahun 2000 menjadi Rp pada tahun Dengan rataan pendapatan meningkat sebesar 28.5% dari Rp per jiwa menjadi Rp per jiwa. Berdasarkan informasi dari Dinas Kebudayaan dan pariwisata di Kabupaten Ciamis, peningkatan pendapatan disebabkan oleh kenaikan harga karcis di beberapa objek wisata dan kenaikan pajak serta retribusi yang ditetapkan pemerintah. Pendapatan tidak langsung yang paling besar berasal dari retribusi tempat rekreasi dan olahraga sebesar Rp dan pajak hotel dan restoran sebesar Rp (pada tahun 2003). Pendapatan langsung terbesar diperoleh dari objek wisata Pantai Pangandaran sebesar Rp

56 Pendapatan (Rp) Pendapatan Langsung Pendapatan Tidak Langsung Gambar 9. Grafik Pendapatan sektor Pariwisata Tahun Sumber : Hasil Analisis Pendapatan (Lampiran 8) Pada Gambar 9 menunjukkan bahwa pendapatan tidak langsung lebih dominan daripada pendapatan langsung, hal ini disebabkan bahwa pendapatan langsung sangat dipengaruhi oleh kunjungan wisata yang datang ke objek wisata sedangkan pendapatan tidak langsung merupakan ketetapan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Kunjungan wisata yang paling banyak terjadi pada hari-hari libur, akhir dan awal tahun yaitu pada bulan Januari, Juli, dan Desember (Gambar 10) Pendapatan(Rp) Jumlah Kunjungan(jiwa) 0 0 Januari Februari Maret April Mei Juni Bulan Juli Agustus September Oktober November Desember Pendapatan (Rp) Pengunjung (Jiwa) Gambar 10. Grafik Kunjungan Wisata per bulan Tahun 2000 Sumber : Hasil Analisis Kunjungan Wisata dan pendapatan (Lampiran 7 dan 8)

57 Gambar 11. Peta Pola Spasial Kunjungan Wisatawan Tahun 2000 Sumber: Hasil Analisis Kunjungan Wisata (Lampiran 7)

58 Untuk memudahkan melihat penyebaran jumlah kunjungan wisata yang datang ke Kabupaten Ciamis dapat dilihat pada Gambar 11. Kunjungan wisata yang paling banyak yaitu terdapat di Kecamatan Pangandaran yaitu sebesar jiwa. Secara rinci jumlah kunjungan wisata dan pendapatan dapat dilihat pada Lampiran 7 dan 8. Sektor pariwisata dapat memberikan dampak positif bagi sektor lainnya. Menurut Marpaung (2002), secara langsung dengan berkembangnya pariwisata sebagai suatu industri dengan sendirinya usaha-usaha dalam bidang perhotelan, restoran, angkutan wisata, biro perjalanan akan berkembang dengan baik sedangkan secara tidak langsung kegiatan kepariwisataan dapat meningkatkan sektor pertanian. Tabel 10. Pendapatan Daerah per Sektor Kabupaten Ciamis Tahun (Rp) Tahun Sektor 2000 % 2001 % 2002 % 2003 % Pariwisata Pertanian Angkutan dan Komunikasi Industri dan perdagangan Sektor Pertambangan Sumber : BPS Kabupaten Ciamis (Ciamis dalam angka, 2003) Berdasarkan informasi Tabel 10 diatas, dapat dilihat bahwa sektor pariwisata memberikan kontribusi yang paling besar terhadap pendapatan daerah. Peningkatan sektor pariwisata ini mendorong peningkatan sektor pertanian, sektor industri dan perdagangan, serta sektor angkutan dan komunikasi. Peningkatann tersebut disebabkan oleh banyaknya wisatawan dan lamanya wisatawan tinggal di lokasi objek wisata. Untuk memenuhi kebutuhan wisatawan maka sektor pertanian harus mampu berkembang baik sebagai penyedia bahan pangan maupun

59 sebagai alternatif objek wisata yang bernuansa alam dan sosial budaya yang unik, karena hal ini dapat membuat wisatawan untuk tinggal lebih lama. Hal ini dapat diartikan bahwa sektor pariwisata merupakan sektor yang paling penting karena berpengaruh terhadap sektor lain dan keberadaannya harus dipertahankan. Akan tetapi adanya kecenderungan pemanfaatan sumberdaya alam dengan berorientasi peningkatan PAD tanpa memperhatikan daya dukung lingkungan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan alam. Oleh sebab itu, diperlukan adanya kebijakan dan kerangka aturan yang jelas dari pemerintah pusat untuk meningkatkan kualitas dan efisiensi dari industri pariwisata secara nasional untuk melindungi sumberdaya yang ada, sehingga pengembangan pariwisata akan berjalan secara optimal dan berkelanjutan. 5.4 Faktor-faktor Penentu Daya Tarik Wisata Variabel-variabel yang diduga untuk mengetahui faktor-faktor yang mempunyai pengaruh terhadap kunjungan wisata adalah Jenis objek wisata, fasilitas, atraksi wisata, transportasi, jarak, satus pengelola, dan jenis wisatawan (Lampiran 9). Untuk melihat pengaruh variabel-variabel tersebut terhadap kunjungan wisata digunakan analisis kuantifikasi hayashi I. Secara rinci hasil analisis kuantifikasi hayashi I dapat dilihat pada Tabel 11. Dari tabel tersebut, bahwa faktor yang paling berpengaruh nyata terhadap kunjungan wisata : (1) Jenis objek wisata nyata pada taraf 0.05, khususnya wisata alam; (2) Atraksi wisata nyata pada taraf 0.1, khususnya konservasi alam; dan (3) jarak lokasi objek wisata ke pusat kota nyata pada taraf 0.1, yakni tidak terlalu jauh dengan pusat kota. Koefisien determinasi model (R 2 ) sebesar Hal ini

60 menunjukkan bahwa model tersebut dapat menjelaskan keragaman data sebesar 99%. Tabel 11. Hasil Analisis Kuantifikasi Hayashi I : Faktor-faktor Penentu Daya Tarik Wisata Variabel Kategori Frekuensi.Kategori skor Nilai Kisaran Korelasi parsial X1 : Jenis Objek Wisata Alam * Budaya Minat Khusus X2 : Fasilitas Restoran Restoran & Hotel X3 : Atraksi Wisata Pantai ** konservasi alam peninggalan sejarah X4 : Transportasi Khusus Umum X5 : Jarak Dekat ** Sedang Jauh X6 : Status Pengelola Pemda Desa Perhutani X7 : Jenis Wisatawan Nusantara Nusantara & Mancanegara Koefisien Korelasi R = R-Square = Taraf nyata 0.01 : *) Taraf nyata 0.05 : **) Sumber : Hasil Analisis Kuantifikasi Hayashi I Pada umumnya jenis objek wisata akan berpengaruh nyata terhadap kunjungan wisata, dimana objek wisata alam mempunyai nilai kategori skor yang paling tinggi. Jenis objek wisata ini dapat dijadikan pilihan berwisata bagi para wisatawan. Semakin banyak pilihan objek wisata maka akan menyebabkan semakin banyaknya wisatawan yang akan datang. Variabel atraksi wisata memiliki nilai kisaran yang tertinggi ( ) dari variabel lainnya. Hal ini dapat diartikan bahwa atraksi wisata alam memiliki tingkat elastisitas yang tinggi. Tingkat elastisitas ini menggambarkan bahwa dengan sedikit saja faktor ini berubah akan mempengaruhi tingkat kunjungan wisata. Kualitas atraksi wisata merupakan faktor yang menentukan dalam menarik

61 minat wisatawan. Semakin baik kondisi lingkungan wisata maka wisatawan akan lebih lama tinggal dan tertarik kembali untuk datang ke lokasi wisata tersebut. Akses menuju objek wisata merupakan salah satu dimensi yang menjadi perhatian wisatawan. Kualitas jalan umum maupun khusus serta transportasi adalah bagian daripada produk wisata. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa jarak yang tidak terlalu jauh atau dekat (sedang) dari pusat kota mempunyai nilai kategori skor paling tinggi. Fenomena ini menunjukkan bahwa kebanyakan wisatawan yang berkunjung ke objek wisata di Kabupaten Ciamis memilih lokasi yang relatif mudah dijangkau dengan waktu tempuh yang tidak terlalu lama (Tabel 12). Tabel 12. Jarak dan Waktu Tempuh dari Pusat Kota ke Lokasi Objek Wisata Kabupaten Ciamis Tahun 2003 Objek Wisata Jumlah Jumlah Jarak Waktu Jarak Waktu Wisatawan Objek Wisata Wisatawan (km) (jam) (km) (jam) (jiwa) (jiwa) Pangandaran Cagar Alam Pananjung tidak ada data Batuhiu Astana Gede tidak ada data tidak ada Batukaras Kampung Kuta Situs Gunung Karangkamulyan Susuru Green Canyon Museum Fosil Karang Tirtawinaya Lembah Putri 85 2 tidak ada Goa Donan data Karapyak 87 2 Situ Lengkong Palatar Agung 85 2 Karang Nini Majingklak tidak ada Curug Tujuh data Madasari tidak ada Citumang data Keusik Luhur Sumber : Disparbud Kabupaten Ciamis (Pesona Wisata) data tidak ada data tidak ada data tidak ada data tidak ada data tidak ada data tidak ada data tidak ada data tidak ada data Untuk memudahkan mengetahui lokasi-lokasi objek wisata yang terdapat di Kabupaten Ciamis dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar dibawah ini menunjukkan jarak lokasi objek wisata dari pusat kota.

62 Gambar 12. Peta lokasi Objek Wisata di kabupaten Ciamis Sumber : Disparbud Kabupaten Ciamis (Pesona Wisata) Keterangan : 1. Tanda panah Putih menunjukkan lokasi menuju objek wisata alam dari pusat kota. 2. Tanda panah Kuning menunjukkan lokasi menuju objek wisata budaya dari pusat kota. 3. Tanda panah Hijau menunjukkan lokasi menuju objek wisata minat khusus dari pusat kota.

63 5.5 Keterkaitan Perkembangan Wilayah dengan Kunjungan Wisata Tingkat perkembangan wilayah ditentukan berdasarkan informasi kondisi sosial ekonomi, PDRB, dan pendapatan (PAD) masyarakat dari setiap kecamatan serta jumlah kunjungan wisata. Sedangkan untuk faktor penentu perkembangan wilayah ditentukan berdasarkan informasi aksesibilitas, fasilitas pelayanan publik, penggunaan lahan, luas tanam dan produksi tanaman pertanian. Dalam menguji tingkat perkembangan wilayah dilakukan 2 teknik analisis yaitu analisis entropi dan analisis komponen utama. Hasil analisis entropi digunakan untuk analisis komponen utama (Lampiran 10). Variabel-variabel tingkat perkembangan wilayah yang telah dirasionalisasi kemudian distandarisasi secara berulang sehingga menghasilkan nilai skor terkecil 0 dan nilai skor terbesar 1, setelah distandarisasi dilakukan 4 kali PCA yaitu dari 27 variabel asal yang terdiri dari 13 kapasitas wilayah, 4 kapasitas pemerintahan daerah, 7 kapasitas sumberdaya manusia, dan 3 kapasitas kunjungan wisata menjadi 4 variabel utama yang terdiri dari indeks komposit kapasitas wilayah, indeks komposit kapasitas pemerintahan daerah, indeks komposit kapasitas sumberdaya manusia, dan indeks komposit kapasitas kunjungan wisata. Factor loading hasil PCA dapat dilihat pada Tabel 13. Kemudian factor score hasil PCA variabel-variabel perkembangan wilayah dikonsistenkan arahnya, untuk factor score indeks kapasitas wilayah dan indeks kapasitas sumberdaya manusia digabungkan dengan menggunakan rumus di bawah ini : IKW i = Dimana : IKW i α ( F _ KW )( λ ) ( F _ KSDM )( λ ) α λ α i α IKSDM : Indeks (komposit) Kapasitas wilayah i = α α λ α i α

64 IKSDM i : Indeks (komposit) Sumberdaya Manusia F KW : Score kecamatan ke-i untuk faktor ke-α hasil PCA variabel-variabel _ i,α kapasitas wilayah setelah arahnya dikonsistenkan IKSDM : Score kecamatan ke-i untuk faktor ke-α hasil PCA variabel-variabel λ α i,α kapasitas sumberdaya manusia setelah arahnya dikonsistenkan : Eigenvalue faktor ke-α hasil PCA. Tabel 13. Nilai Factor Loading Variabel-variabel Perkembangan Wilayah (IPK) Factor Loading Variabel-variabel Perkembangan Wilayah (IPK) Variabel Asal Factor Factor Factor Factor 2 Factor PDRB_Kap IDE LPE LPE_ a. factor LPE_ loading LPE_ Variabelvariabel LPE_ LPE_ kapasitas wilayah LPE_ LPE_ LPE_ LPE_ LPE_IDE Expl.Var Prp.Totl b. factor loading variabelvariabel kapasitas pemerintahan Daerah d. Factor Loading variabelvariabel kunjungan wisata Variabel Asal Factor Variabel Factor Factor 1 Asal 1 2 TERIMA_KAP K_PLN PAD_KAP c. Factor K_TV Loading TERIMA_HA R_PER variabelvariabel PAD_HA K_PRAS Expl.Var UNEMP kapasitas Prp.Totl sumberdaya Srt_Mskn Factor Variabel Asal manusia 1 Krt_SHT WISMAN Expl.Var WISNUS Prp.Totl LPW Expl.Var Prp.Totl Sumber : Hasil Analisis PCA PDRB_kap : PDRB per Kapita Tahun 2003 IDE : Indeks Diversifikasi Entropy Tahun 2003 LPE : Laju pertumbuhan ekonomi tahun LPE_1 LPE_2 LPE_3 LPE_4 LPE_5 LPE_6 LPE_7 LPE_8 LPE_9 LPE_IDE : Laju Pertumbuhan ekonomi entropy PAD_Ha : PAD per hektar tahun 2003 : Laju pertumbuhan ekonomi sektor pertanian : Laju pertumbuhan ekonomi sektor pertambangan & galian : Laju pertumbuhan ekonomi sektor industri olah : Laju pertumbuhan ekonomi sektor listrik, gas, & air : Laju pertumbuhan ekonomi sektor bangunan : Laju pertumbuhan ekonomi sektor perdagangan, hotel, & restoran : Laju pertumbuhan ekonomi sektor angkutan & komunikasi : Laju pertumbuhan ekonomi sektor sewa, jasa perusahaan : Laju pertumbuhan ekonomi sektor jasa lainnya

65 PAD_kap : Pendapatan asli daerah per kapita tahun 2003 Terima_Ha : Penerimaan per hektar tahun 2003 Terima_kap : Penerimaan per kapita tahun 2003 Wisnus : Wisatawan nusantara Wisman : Wisatawan mancanegara LPW : Laju pertumbuhan wisatawan K_PLN : Banyaknya keluarga pengguna listrik PLN Unemp : Jumlah penggangguran K_TV : Banyaknya keluarga yang mempunyai TV R_Per : Banyaknya rumah permanen K_Pras : Jumlah keluarga prasejahtera & sejahtera 1 Srt_mskn : Surat miskin Krt_Sht : Kartu sehat Indeks komposit perkembangan kecamatan (IPK) merupakan variabel gabungan ukuran kapasitas wilayah, kapasitas pemerintahan daerah, kapasitas sumberdaya manusia, dan kapasitas kunjungan wisata. Secara rinci factor score hasil PCA dapat dilihat pada lampiran 11. Untuk melihat faktor-faktor penentu tingkat perkembangan dilakukan 8 kali PCA yaitu dari 45 variabel asal yang terdiri dari 3 aksesibilitas, 4 fasilitas pendidikan, 3 fasilitas kesehatan, 6 fasilitas ibadah, rekreasi dan hiburan, 4 fasilitas ekonomi, 9 areal penggunaan lahan, 7 luas tanam tanaman pertanian, dan 7 produksi tanaman pertanian. Sedangkan untuk jumlah penduduk dan pengeluaran tidak dilakukan PCA. Dari 45 variabel asal yang telah dirasionalisasi kemudian distandarisasi secara berulang sehingga menghasilkan nilai skor terkecil 0 dan nilai skor terbesar 1 menjadi 18 variabel baru yang akan digunakan untuk analisis auto regresi spasial yaitu indeks komposit aksesibilitas, indeks komposit pendidikan tingkat rendah, indeks komposit pendidikan tingkat tinggi, indeks komposit fasilitas kesehatan, indeks komposit fasilitas tempat hiburan dan jenis objek wisata, indeks komposit fasilitas tempat ibadah, indeks komposit fasilitas ekonomi, indeks komposit areal perkebunan, indeks komposit areal persawahan, indeks komposit areal industri, perdagangan, dan jasa, indeks komposit areal perumahan dan pariwisata, indeks komposit areal tanaman pangan dan hortikultur,

66 indeks komposit areal budidaya ikan, indeks komposit produksi tanaman perkebunan dan hortikultur, indeks komposit produksi tanaman hutan, indeks komposit produksi budidaya ikan, indeks komposit kepadatan penduduk dan indeks komposit pendapatan. Nilai factor loading hasil PCA dapat dilihat pada Lampiran 12. Selanjutnya hasil analisis komponen utama (Lampiran 13) tersebut dianalisis menggunakan analisis auto regresi spasial metode forward stepwise. Factor score hasil PCA yang akan digunakan untuk analisis auto regresi spasial terlebih dahulu dilakukan standarisasi secara berulang sehingga menghasilkan nilai skor terkecil 0 dan nilai skor terbesar 1. Dari hasil analisis diperoleh 6 model matematis, tetapi hanya 4 model matematis yang memiliki hubungan paling baik. Model matematis ke 1 dilakukan antara indeks perkembangan kecamatan terhadap indeks kapasitas wilayah, indeks kapasitas sumberdaya manusia, indeks kapasitas pemerintahan daerah, matriks kontiguitas antar wilayah kecamatan berdasarkan ketetanggaan batas wilayah administratif, dan matriks kontiguitas antar wilayah kecamatan berdasarkan kebalikan fungsi jarak. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 14. Model matematis ke 1 menunjukkan nilai determinasi 0.89 yang berarti 89% dari tingkat perkembangan kecamatan (IPK) khususnya aspek kapasitas kunjungan wisata, kapasitas sumberdaya manusia, dan kapasitas pemerintahan daerah. Tabel 14. Ringkasan Hasil Analisis Regresi Faktor Penunjang Perkembangan Wilayah Model : IPK = A 0 + A 1 K_Wis + A 2 KSDM + A 3 KPD Dimana : IPK : Indeks Perkembangan Kecamatan K_Wis : Kapasitas Kunjungan Wisata KSDM : Kapasitas Sumberdaya Manusia

67 Simbol KPD : Kapasitas Pemerintahan Daerah A 0, A 1, A 2, A 3 : parameter yang nilainya diduga dari regresi Parameter Koefisien Regresi Nilai t- Keterangan Nilai Dugaan Galat Baku student derajat bebas = 26 Taraf Nyata (p-level) A o Intercept A 1 Koefisien Kapasitas Kunjungan Wisata A 2 Koefisien Kapasitas Sumberdaya Manusia A 3 Koefisien Kapasitas Pemerintahan Daerah Koefisien determinasi (R 2 ) = Sumber : Hasil Analisis Regresi Indeks kapasitas kunjungan wisata berpengaruh positif terhadap tingkat perkembangan di suatu wilayah. Dengan koefisien regresi sebesar 0.65, maka setiap peningkatan kunjungan wisata sebanyak satu satuan akan me ningkatkan perkembangan wilayah sebesar 0.65 satuan. Fenomena ini menunjukkan bahwa semakin banyak wisatawan yang berwisata ke Kabupaten Ciamis dapat meningkatkan perkembangan wilayah yang ditandai oleh peningkatan pendapatan daerah yang diperoleh dari sektor pariwisata. Hal ini terbukti bahwa wilayah yang memiliki indeks tingkat perkembangan kecamatan yang tinggi seperti Kecamatan Cijeungjing, Pangandaran, Panjalu, dan Kalipucang banyak dikunjungi wisatawan. Koefisien regresi kapasitas sumberdaya manusia sebesar 0.49 artinya semakin tinggi kapasitas sumberdaya manusia maka tingkat perkembangan wilayah akan meningkat sebesar 0.49 satuan. Kapasitas sumberdaya manusia (human capacity) ini mencakup segenap kapasitas yang ada dalam diri manusia termasuk kemampuannya untuk berpartisiasi dalam berbagai aspek kehidupan. Kapasitas sumberdaya manusia dapat dicerminkan oleh kualitas manusia, kualitas fisik manusia dicerminkan oleh pendidikan, kesehatan dan ketahanan jasmani yang memungkinkan seseorang untuk dapat hidup sehat, aktif dan produktif serta

68 berumur panjang. Semakin baik kualitas sumberdaya manusia di suatu wilayah maka akan berpengaruh terhadap peningkatan pembangunan ekonomi. Koefisien regresi kapasitas pemerintahan daerah sebesar 0.33 artinya peningkatan kapasitas pemerintahan sebesar satu satuan maka tingkat perkembangan wilayah akan meningkat sebesar 0.33 satuan. Dilihat dari variabel-variabel yang mempengaruhinya yaitu kapasitas kunjungan wisata, kapasitas sumberdaya manusia, dan kapasitas pemerintah daerah maka model 1 ini dapat digunakan untuk menduga tingkat perkembangan di suatu wilayah karena ketiga variabel tersebut berpengaruh positif terhadap tingkat perkembangan wilayah. Model matematis ke 2 dilakukan antara indeks kapasitas pemerintahan daerah dengan matriks kontiguitas antar wilayah kecamatan berdasarkan ketetanggaan batas wilayah administratif, matriks kontiguitas antar wilayah kecamatan berdasarkan kebalikan fungsi jarak., dan 18 faktor penentu tingkat perkembangan. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 15. Model matematis ke 2 menunjukkan nilai determinasi 0.74 yang berarti 74% dari Kapasitas Pemerintahan Daerah (KPD) khususnya aspek wilayah tetangganya, jarak, kawasan industri, perdagangan, jasa, fasilitas tempat hiburan dan jenis objek wisata, kawasan tanaman pangan dan hortikultur, produksi tanaman hutan, dan pendapatan. Tabel 15. Ringkasan Hasil Analisis Regresi Faktor Penunjang Kapasitas Pemerintahan Daerah Model : IKPD = A 0 A 1 W 1 - A 2 Jrk + A 3 Hib_OW + A 4 IPJ + A 5 Pgn_Horti A 6 PTH + A 7 Rev Dimana : IKPD : Indeks Kapasitas Pemerintahan Daerah W 1 : Matriks kontiguitas antar wilayah kecamatan berdasarkan kebalikan fungsi jarak.

69 Simbol Jrk : Jarak Hib_OW : Fasilitas tempat hiburan dan jenis objek wisata IPJ : Kawasan industri, perdagangan, dan jasa Pgn_Horti : Kawasan tanaman pangan dan hortikultur PTH : Produksi tanaman hutan Rev : Pendapatan A 0, A 1, A 2, A 3, A 4, A 5, A 6, A 7 : parameter yang nilainya diduga dari regresi Parameter Koefisien Regresi Nilai t- Keterangan Nilai Dugaan Galat Baku student derajat bebas = 26 Taraf Nyata (plevel) A o Intercpt Koefisien matriks kontiguitas antar wilayah A 1 kecamatan berdasarkan kebalikan fungsi jarak A 2 Koefisien jarak/aksesibilitas Koefisien fasilitas tempat hiburan dan jenis objek A 3 wisata A 4 Koefisien kawasan industri, perdagangan dan jasa A 5 Koefisien kawasan tanaman pangan dan hortikultur A 6 Koefisien produksi tanaman hutan A 7 Faktor Pendapatan Koefisien determinasi (R 2 ) = Sumber : Hasil Analisis Regresi Perkembangan suatu wilayah dipengaruhi oleh wilayah tetangganya atau lebih dekat dibandingkan wilayah yang jauh. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan nilai negatif, artinya bahwa terjadi kompetisi antar wilayah. Interaksi wilayah yang bersebelahan akan cenderung lebih tingi dibanding dengan wilayah lebih jauh dan tidak bersebelahan, karena interaksi wilayah yang dekat hubungan mutualisme akan lebih menguntungkan dibandingkan yang lebih jauh. Hal ini karena jaraknya lebih pendek dan biaya transportasi lebih murah. Jayadinata (1992) dalam studinya mengindentifikasi bahwa dalam meningkatkan perkembangan kegiatan sosial dan ekonomi, infrastruktur merupakan hal yang penting. Pembangunan tidak berjalan lancar jika infrastruktur tidak baik. Jarak dapat mempengaruhi terhadap biaya yang dikeluarkan untuk mendapatkan pelayanan. Semakin jauh jarak maka biaya yang dikeluarkan akan semakin besar dan waktu yang diperlukan akan semakin lama. Hal tersebut akan mempengaruhi kapasitas pemerintah sehingga dapat menghambat pembangunan

70 ekonomi. Kabupaten Ciamis mempunyai potensi dalam sektor pariwisata, semakin baik fasilitas hiburan dan objek wisata maka akan dapat menarik wisatawan lebih banyak sehingga kapasitas pemerintah akan berjalan baik pula. Kemudian peningkatan luas areal industri, perdagangan, dan jasa dapat meningkatkan kapasitas pemerintah, karena dapat menambah lapangan pekerjaan sehingga jumlah pengangguran akan berkurang. Kawasan tanaman pangan dan hortikultur berpengaruh positif terhadap kapasitas pemerintahan daerah, artinya kawasan tanaman pangan dan hortikultur memberikan kontribusi bagi pendapatan daerah sehingga dapat mendorong perkembangan wilayah. Sedangkan produksi tanaman hutan berpengaruh negatif terhadap kapasitas pemerintahan daerah, artinya terjadi kompetisi antar wilayah sehingga dapat menghambat pembangunan wilayah. Model matematis ke 3 dilakukan antara indeks kapasitas sumberdaya manusia dengan matriks kontiguitas antar wilayah kecamatan berdasarkan ketetanggaan batas wilayah administratif, matriks kontiguitas antar wilayah kecamatan berdasarkan kebalikan fungsi jarak., dan 18 faktor penentu tingkat perkembangan. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Ringkasan Hasil Analisis Regresi Faktor Penunjang Kapasitas Sumberdaya Manusia Model : IKSDM = A 0 A 1 W 1 + A 2 Rev + A 3 Jrk + A 4 PTR + A 5 Eko + A 6 IPJ Dimana : IKSDM : Indeks Kapasitas Sumberdaya Manusia W 1 : Matriks kontiguitas antar wilayah kecamatan berdasarkan kebalikan fungsi jarak. Rev : Pendapatan Jrk : Jarak PTR : Pendidikan Tingkat Rendah Eko : Fasilitas Ekonomi IPJ : Kawasan industri, perdagangan dan jasa A 0, A 1, A 2, A 3, A 4, A 5, A 6 : parameter yang nilainya diduga dari regresi

71 Simbol Parameter Koefisien Regresi Nilai t- student Galat derajat Keterangan Nilai Baku bebas = Dugaan 26 Taraf Nyata (plevel) A o Intercpt A 1 Koefisien matriks kontiguitas antar wilayah kecamatan berdasarkan kebalikan fungsi jarak A 2 Koefisien pendapatan A 3 Koefisien jarak/aksesibilitas A 4 Koefisien Pendidikan Tingkat Rendah A 5 Koefisien Fasilitas Ekonomi A 6 Koefisien kawasan Industri, Perdagangan, Jasa Koefisien determinasi (R 2 ) = Sumber : Hasil Analisis Regresi Model di atas menunjukkan nilai determinasi 0.71 yang berarti 71% dari Kapasitas Sumberdaya Manusia (KSDM) khususnya aspek wilayah tetangganya, pendapatan, jarak, pendidikan tingkat rendah, fasilitas ekonomi, dan kawasan industri, perdagangan, dan jasa. Kapasitas sumberdaya manusia dipengaruhi oleh wilayah tetangganya sehingga terjadi interaksi pusat-pusat aktifitas antar wilayah. Interaksi tersebut dapat membentuk suatu jaringan aktifitas wilayah dan terjalinnya hubungan yang saling menguntungkan antar wilayah. Tingkat pendidikan sangat mempengaruhi kualitas sumberdaya manusia. Pendidikan rendah akan mengakibatkan rendahnya kemampuan untuk menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, dan produktivitas kerja yang akan berdampak pada lemahnya ketahanan daya saing wilayah. Pada umumnya pendidikan rendah ini berasal dari keluarga miskin, karena berbagai keterbatasannya masyarakat miskin tidak mempunyai pilihan, kesempatan, dan peluang untuk memperbaiki taraf hidup dan kualitas kehidupannya. Hal tersebut disebabkan oleh daya belinya yang rendah sehingga tidak mampu menyediakan pangan secara memadai untuk memenuhi kebutuhan gizi keluarga.

72 Dalam kondisi serba terbatas itu sangat sulit bagi keluarga miskin untuk menempuh jenjang pendidikan. Jika keadaan tersebut berlanjut maka kemiskinan menjadi semacam turunan. Dengan demikian dalam upaya membangun SDM yang berkualitas, pemberdayaan keluarga miskin menjadi keharusan dan tuntutan moral. Oleh sebab itu pendidikan tinggi sangat penting dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia sehingga masyarakat dapat mempunyai kehidupan yang layak dengan pendapatan yang layak pula. Kesehatan merupakan faktor utama dalam meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. Informasi kesehatan dan gizi diperlukan oleh masyarakat agar masyarakat mengetahui kondisi fisiknya. Oleh karena itu, fasilitas kesehatan yang baik dapat membantu dalam pengembangan sumberdaya manusia yang baik pula seperti: Rumah sakit, Puskesmas, Poliklinik. Fasilitas hiburan dan objek wisata merupakan salah satu alternatif untuk mengembangkan kualitas sumberdaya manusia karena dapat mengurangi jumlah pengangguran. Model matematis ke 4 dilakukan antara indeks kapasitas kunjungan wisata dengan matriks kontiguitas antar wilayah kecamatan berdasarkan ketetanggaan batas wilayah administratif, matriks kontiguitas antar wilayah kecamatan berdasarkan kebalikan fungsi jarak., dan 18 faktor penentu tingkat perkembangan. Hasil analisis dapat dilihat pada Tabel 17. Model matematis ke 4 menunjukkan nilai determinasi 0.94 yang berarti 94% dari kapasitas kunjungan Wisata (K_Wis) khususnya aspek wilayah tetangganya, aksesibilitas, kepadatan penduduk, pendidikan tingkat tinggi, fasilitas kesehatan, fasilitas tempat hiburan dan jenis objek wisata, fasilitas ekonomi, kawasan persawahan, dan produksi budidaya ikan.

73 Tabel 17. Ringkasan Hasil Analisis Regresi Faktor Penunjang Kapasitas Kunjungan Wisata Model : IKWis = A 0 A 1 W 2 + A 2 Jrk A 3 Kep_Pdk + A 4 PTT + A 5 Kes + A 6 Hib_OW + A 7 Eko A 8 Swh + A 9 PBI Dimana : IKWis : Indeks kapasitas kunjungan wisata W 2 : Matriks kontiguitas antar wilayah kecamatan berdasarkan ketetanggaan batas wilayah administratif Jrk : Jarak Kep_pdk : Kepadatan penduduk PTT : Pendidikan tingkat tinggi Kes : Fasilitas kesehatan Hib_OW : Fasilitas tempat hiburan dan jenis objek wisata Eko : Fasilitas ekonomi Swh : Kawasan persawahan PBI : Produksi budidaya ikan A 0, A 1, A 2, A 3, A 4, A 5, A 6 : parameter yang nilainya diduga dari regresi Parameter Koefisien Regresi Nilai t- student derajat bebas = 26 Taraf Nyata (plevel) Simbol Galat p-level Keterangan Nilai Baku t(20) (taraf Dugaan nyata) A o Intercpt A 1 Koefisien matriks kontiguitas antar wilayah kecamatan berdasarkan ketetanggaan batas wilayah administratif A 2 Koefisien Jarak/aksesibilitas A 3 Koefisien Kepadatan Penduduk A 4 Koefisien Pendidikan Tingkat Tinggi A 5 Koefisien Fasilitas Tempat Hiburan dan Jenis Objek Wisata A 6 Koefisien Fasilitas Kesehatan A 7 Koefisien Fasilitas Ekonomi A 8 Koefisien kawasan Persawahan A 9 Koefisien Produksi Budidaya Ikan Koefisien determinasi (R 2 ) = Sumber : Hasil Analisis Regresi Keunggulan komparatif suatu daerah akan menjadi daya tarik bagi wisatawan, selain itu daya dukung sarana prasarana pariwisata seperti jaminan ketersediaan fasilitas ekonomi, fasilitas kesehatan, fasilitas hiburan dan objek wisata, dan aksesibilitas dapat mendorong jumlah wisatawan. Fasilitas ekonomi dibutuhkan oleh wisatawan seperti akomodasi, pasar, toko, dan bank. Sebagian besar wisatawan yang melakukan wisata memilih akomodasi yang lengkap dan

74 nyaman agar wisatawan tinggal lebih lama. Kemudian pasar dan toko yang menyediakan handicraft yang menarik dan lengkap akan lebih diminati oleh wisatawan. Fasilitas kesehatan sangat penting bagi kenyamanan wisatawan agar wisatawan terjamin jasmaninya sehingga wisatawan lebih lama tinggal di lokasi objek wisata. Fasilitas hiburan dan objek wisata merupakan faktor utama dalam menarik kunjungan wisata agar wisatawan tinggal lebih lama. fasilitas tersebut seperti: bar, bioskop, tempat olahraga. Fasilitas-fasilitas tersebut diatas merupakan faktor penentu dalam menarik kunjungan wisata agar wisatawan lebih lama tinggal sehingga pengeluaran wisatawan pun lebih besar. Hal ini dapat meningkatkan pendapatan daerah sehingga perkembangan pariwisata lebih berkembang. Industri pariwisata tidak terlepas dari bisnis perhotelan, restoran, rekreasi dan hiburan, karena walaupun dalam keadaan kondisi krisis pun pendapatan yang diperoleh sub sektor ini ternyata tidak mengalami penurunan bahkan menunjukkan peningkatan yang signifikan. Semakin baiknya kondisi aksesibilitas dan sarana prasarana dapat menyebabkan wisatawan menetap lebih lama. Nilai koefisien aksesibilitas positif artinya semakin mudah lokasi objek wisata dapat dijangkau maka semakin banyak orang yang akan berkunjung ke lokasi tersebut. Demikian pula dengan fasilitasfasilitas, semakin lengkap fasilitas maka semakin banyak orang berkunjung ke lokasi objek wisata. Kawasan persawahan berpengaruh negatif terhadap perkembangan pariwisata. Dengan koefisien sebesar berarti setiap peningkatan luas areal sawah sebesar 0.42 satu satuan akan menurunkan perkembangan pariwisata

75 sebesar 0.42 satuan. Fenomena ini menunjukkan bahwa lahan persawahan belum mempunyai nilai ekonomi bagi pariwisata. Oleh sebab itu perlu dikembangkan suatu paket agrowisata agar konversi lahan dapat terkendali, contohnya penataan lahan sawah yang baik. Selain itu, diperlukan suatu paket promosi dan informasi menarik agar wisatawan tertarik menikmati pemandangan sawah. Produksi budidaya ikan berpengaruh positif terhadap perkembangan pariwisata. Fenomena ini menunjukkan bahwa perikanan lebih diminati karena sebagian besar wisatawan mengunjungi objek wisata alam. 5.6 Pembahasan Umum Secara umum penelitian ini dapat disimpulkan bahwa akktifitas penduduk di Kabupaten Ciamis sebagian besar adalah pertanian, pariwisata, dan perdagangan serta hotel. Perkembangan sektor-sektor tersebut salah satunya didorong oleh banyaknya kunjungan wisatawan yang datang ke lokasi objek wisata. Semakin banyaknya kunjungan wisata dapat menambah pendapatan daerah untuk sektor tersebut sehingga dapat menyebabkan pemerataan pembangunan antar daerah. Besarnya kunjungan wisata ini ditentukan oleh potensi objek wisata, fasilitas pelayanan publik, aksesibilitas (transportasi, jalan), kualitas sumberdaya manusia, ketersediaan kebutuhan bagi wisatawan, dan wilayah tetangga yang berdekatan. Pengembangan sarana dan prasarana, aksesibilitas, kualitas sumberdaya manusia perlu diperhatikan guna menarik minat wisatawan dari berbagai segmen serta menghadapi persaingan antar objek wisata. Pariwisata berkelanjutan merupakan bagian dari model pembangunan ekonomi yang didesain untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat, khususnya masyarakat lokal, menyediakan pengalaman berkualitas bagi pengunjung dan

76 pemeliharaan kualitas lingkungan. Dalam era otonomi daerah sekarang ini, sektor pariwisata belum menjadi andalan devisa negara, akan tetapi ada beberapa wilayah yang menjadikan sektor pariwisata menjadi unggulan pendapatan asli daerahnya. Oleh karena itu, setiap wilayah perlu mengenali dan mengindentifikasi potensi maupun kendala untuk pengembangan industri kepariwisataan agar setiap wilayah dapat merencanakan dan melaksanakan pembangunan sektor pariwisata yang potensial. Namun tidak setiap wilayah mempunyai kekayaan sumberdaya alam yang dapat dijadikan andalan sumber pendapatan daerah untuk membangun sektor pariwisata. Bagi wilayah yang miskin akan sumberdaya alam maka pendapatan wilayah juga akan terbatas. Oleh karena itu untuk mengurangi ketegangan sosial akibat berkembangnya pariwisata maka wilayah yang miskin dapat menjadi mitra dalam pengembangan pariwisata sehingga pemerataan pendapatan akan merata.

77 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat disimpulkan sebagai berikut : Selama periode terjadi perubahan luas areal penggunaan lahan. Terjadi peningkatan untuk lahan sawah, hutan rakyat, pemukiman, Industri, perdagangan, dan Jasa. Sedangkan untuk lahan ladang, huma, tegal, dan perkebunan berkurang. Adapun luas lahan Pariwisata tercatat tidak mengalami perubahan. Pemusatan aktifitas ekonomi pertanian dan penggunaan lahan pertanian sawah cenderung meningkat dari tahun 2000 ke tahun Hal ini menunjukkan bahwa pertanian di Kabupaten Ciamis masih menjadi basis utama dalam perekonomian. Kabupaten Ciamis mengalami peningkatan aktifitas industri, perdagangan, hotel dan restoran, hal ini salah satunya dikarenakan oleh semakin banyaknya wisatawan yang melakukan perjalanan ke daerah wisatawan. Selama periode kunjungan wisata mengalami penurunan meskipun pendapatan daerah mengalami peningkatan. Jenis objek wisata alam, atraksi konservasi alam, dan jarak lokasi yang tidak terlalu jauh dengan pusat kota merupakan faktor pendorong pengembangan sektor pariwisata. Tingkat perkembangan kecamatan sangat dipengaruhi oleh kapasitas sumberdaya manusia dan kapasitas pemerintahan. Kapasitas Sumberdaya Manusia dipengaruhi oleh wilayah tetangganya, pendapatan, aksesibilitas,

78 pendidikan tingkat rendah, fasilitas ekonomi, dan kawasan industri, perdagangan, jasa Kapasitas Pemerintahan dipengaruhi oleh wilayah tetangganya, aksesibilitas, kawasan industri, perdagangan, jasa, fasilitas tempat hiburan dan jenis objek wisata, kawasan tanaman pangan dan hortikultur, produksi tanaman hutan, dan pendapatan. Secara umum penelitian ini dapat disimpulkan bahwa semakin banyaknya kunjungan wisata dapat menambah pendapatan daerah untuk sektor pariwisata sehingga dapat menyebabkan pemerataan pembangunan antar daerah. Besarnya kunjungan wisata ini ditentukan oleh potensi objek wisata, fasilitas pelayanan publik, aksesibilitas (transportasi, jalan), kualitas sumberdaya manusia ketersediaan kebutuhan bagi wisatawan, dan wilayah tetangga yang berdekatan. 6.2 Saran Adapun saran yang dapat diberikan dari penelitian ini antara lain : Pengembangan sarana dan prasarana, aksesibilitas, kualitas SDM/aparat pariwisata dan kebudayaan serta pelaku jasa pariwisata untuk meningkatkan pelayanan guna menarik minat wisatawan. Untuk mengendalikan konversi lahan sawah sangat disarankan pengembangan paket Agrowisata yang menyertakan areal persawahan agar kawasan persawahan mempunyai nilai ekonomi bagi perkembangan pariwisata. Penelitian ini dengan menggunakan data-data tabel dan statistik, sangat disarankan untuk menggunakan data spasial agar hasil yang diperoleh lebih spesifik dan akurat.

79 DAFTAR PUSTAKA Arsyad, S Konservasi Tanah dan Air. IPB Press. Bogor. Badan Pusat Statistik Ciamis Dalam Angka. BPS. Ciamis Ciamis Dalam Angka. BPS. Ciamis. Badan Perencanaan Daerah Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Ciamis. Bappeda. Ciamis. Barlowe, R Land Resources Economic (Third Edition). Prentice Hall inc, Englewood Cliffts. New Jersey. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata. Pesona Wisata Kabupaten Ciamis. Ciamis. Hardjowigeno, S dan Widiatmaka Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Irwansyah, R Analisis Keterkaitan Perkembangan Desa dengan Kecenderungan Melaju (Commuting) di Kawasan Selatan Jakarta. Skripsi. Departemen Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. Jayadinata, J. T Tata Guna Tanah Dalam Perencanaan Pedesaan Perkotaan dan Wilayah. ITB. Bandung. Marpaung, H Pengetahuan Kepariwisataan. Cetakan kedua. Alfabeta. Bandung. Rustiadi, E., Saefulhakim, S., dan Panuju, D. R Perencanaan Pengembangan Wilayah, Konsep Dasar dan Teori. Jurusan Tanah. IPB. Bogor.

80 Saefulhakim, R. S Konsep Dasar Penataan Ruang dan Pengembangan Kawasan Pedesaan, Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota. Bogor Permodelan Perencanaan Pengembangan Sumberdaya Lahan. Jurusan Tanah. Fakultas pertanian. IPB. Bogor Bahan Kuliah Metodologi Penelitian Ekonomi Wilayah dan Pedesaan. Program Pascasarjana. IPB. Bogor. Sitorus, S. R. P Pengembangan Sumberdaya Lahan Berkelanjutan. Jurusan Tanah. IPB. Bogor. Swarsi, S., Triguna, I. B. Y., Sugiharta, I. G. M., Namiartha, I. W., Putri, T. I. 1995/1996. Dampak Pengembangan Pariwisata Terhadap Kehidupan Sosial Budaya Daerah Bali.. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Syarief, H Membangun Sumberdaya Manusia Berkualitas Suatu Telaahan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Ilmu Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga. Fakultas pertanian. IPB. Bogor

81 Lampiran 1. Variabel-Variabel Tingkat Perkembangan Kecamatan No Variabel Kode Variabel Variabel yang digunakan 1 Kapasitas wilayah PDRB/kapita PDRB tahun 2003 terhadap jumlah penduduk 2 IDE Indeks Diversifikasi Entropy Tahun LPE Laju Pertumbuhan Ekonomi Tahun 2003 (%/tahun) 4 LPE 1 (Pert) 5 LPE 2 (Tmbg_O) Laju Pertumbuhan Ekonomi Sektor Pertanian Tahun (%/tahun) Laju Pertumbuhan Ekonomi Sektor Pertambangan dan Galian (%/tahun) 6 LPE 3 (Indstr_O) Laju Pertumbuhan Ekonomi Sektor Industri Pengolahan (%/tahun) 7 LPE 4 (Lstr_G_A) Laju Pertumbuhan Ekonomi Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih (%/tahun) 8 LPE 5 (Bgn) Laju Pertumbuhan Ekonomi Sektor Bangunan (%/tahun) 9 LPE 6 (Dgg_H_R) 10 LPE 7 (Agk_Kom) Laju Pertu mbuhan Ekonomi Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran(%/tahun) Laju Pertumbuhan Ekonomi Sektor Angkutan dan Komunikasi (%/tahun) 11 LPE 8 (Sw_Js_P) Laju Pertumbuhan Ekonomi Sektor Sewa, Jasa Perusahaan (%/tahun) 12 LPE 9 (Jasa) Laju Pertumbuhan Ekonomi Sektor Jasa Lainnya (%/tahun) 13 LPE_IDE 14 Kapasitas Pemerintah Daerah Terima/kapita Laju Pertumbuhan Ekonomi Indeks Diversifikasi Entropy Tahun Penerimaan terhadap seratus penduduk (rasio) 15 PAD/kapita Pendapatan Asli Daerah terhadap seratus penduduk (rasio) 16 Terima/ha Penerimaan terhadap luas wilayah (rasio) 17 PAD/ha Pendapatan Asli Daerah terhadap luas wilayah (rasio) 18 Kapasitas Sumberdaya Manusia K_PLN 19 K_TV Banyaknya keluarga yang menggunakan listrik PLN terhadap jumlah keluarga (rasio) Banyaknya keluarga yang mempunyai pesawat TV terhadap jumlah keluarga (rasio) 20 R_Per Banyaknya rumah permanen terhadap jumlah keluarga (rasio) 21 I_Pras Invers jumlah keluarga prasejahtera dan sejahtera I (1/kk) 22 I_Unemp Invers banyaknya penduduk desa/kelurahan yang tidak mempunyai pekerjaan (1/jiwa) 23 I_Srt_Mskn Invers jumlah surat miskin yang dikeluarkan (1/kk) 24 I_Krt_Sht Invers jumlah keluarga yang menerima kartu sehat (1/unit) 25 Kapasitas Kunjungan Wisata Wisman 26 Wisnus Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara terhadap total kunjungan wisata (rasio) Jumlah kunjungan wisatawan nusantara terhadap total kunjungan wisata (rasio) 27 LPK_Wis Laju Pertumbuhan kunjungan wisata (%/th) Lampiran 2. Variabel-Variabel Penentu Tingkat Perkembangan Kecamatan No. Variabel Kode Variabel yang digunakan 1 IJ_KKab Invers jarak dari kantor desa/kelurahan ke kantor kabupaten/kota yang membawahi (1/Km) 2 Aksesibilitas IJ_IBK Invers jarak dari kantor desa/kelurahan ke ibukota kabupaten/kota lain yang terdekat (1/Km) 3 Wrtl Jumlah fasilitas telekomunikasi terhadap seratus penduduk (rasio) 4 Kepadatan Penduduk K_Pddk Kepadatan penduduk (jiwa/km 2 ) 5 SD Jumlah SD Negeri dan Swasta terhadap seratus penduduk (rasio) 6 Fasilitas SLTP Jumlah SLTP Negeri dan Swasta terhadap seratus penduduk (rasio) 7 Pendidikan SMU Jumlah SMU Negeri dan Swasta serta SMK terhadap seratus penduduk (rasio) 8 PT Banyaknya Akademi/Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta terhadap seratus penduduk (rasio) 9 T_Ibdh Banyaknya tempat peribadatan terhadap seratus penduduk (rasio) 10 Fasilitas T4_Hib Jumlah tempat hiburan terhadap seratus penduduk (rasio) 11 Ibadah, TB Tempat Bermain/lapangan terbuka/alun-alun terhadap seratus penduduk (rasio) 12 Hiburan, dan WA Tempat Wisata Alam terhadap seratus penduduk (rasio) 13 Objek Wisata WB Tempat Wisata Budaya terhadap seratus penduduk (rasio) 14 WM Tempat Wisata Minta Khusus terhadap seratus penduduk (rasio) 15 L_Swh Luas Sawah terhadap luas desa (rasio) 16 L_Kbn Luas Perkebunan terhadap luas desa (rasio) 17 L_Ldg luas ladang/huma/tegal/kebun terhadap luas desa (rasio) 18 L_Htn luas hutan rakyat terhadap luas desa (rasio) Penggunaan 19 L_Rmh luas perumahan dan pemukiman terhadap luas desa (rasio) Lahan 20 L_Ind_Dgg luas lahan untuk bangunan industri terhadap luas desa (rasio) 21 L_Lain luas lahan lainnya (tidak termasuk hutan negara) terhadap luas desa (rasio) 22 L_TD luas lahan bukan sawah yang sementara tidak diusahakan terhadap luas desa (rasio) 23 L_Par Luas Pariwisata terhadap luas desa (rasio) 24 RS Banyaknya fasilitas pengobatan terhadap seratus penduduk (rasio) Fasilitas 25 T_Obat Banyaknya fasilitas penyedia obat-obatan terhadap seratus penduduk (rasio) Kesehatan 26 Dok Banyaknya tenaga medis terhadap seratus penduduk (rasio) 27 Wrg_Psr Jumlah toko/warung/kios/pasar terhadap seratus penduduk (rasio) 28 Fasilitas RM_Htl Jumlah restoran/rumah makan/kedai makanan minuman & hotel/ penginapan terhadap seratus penduduk (rasio) 29 Ekonomi Bank Jumlah BANK dan BPR terhadap seratus penduduk (rasio) 30 Ind_Ker Banyaknya industri kerajinan terhadap seratus penduduk (rasio) 31 T_Pgn luas tanam tanaman pangan terhadap luas desa (rasio) 32 T_Syr Luas tanam tanaman Sayur-sayuran terhadap luas desa (rasio) 33 Luas Tanam T_Buah luas tanam tanaman buah-buahan terhadap luas desa (rasio) 34 Tanaman T_Obat Luas tanam tanaman obat terhadap luas desa (rasio) 35 Pertanian T_Kbn luas tanam tanaman perkebunan terhadap luas desa (rasio) 36 T_Htn Luas tanam tanaman hutan terhadap luas desa (rasio) 37 B_Ikan luas budidaya ikan (Ha) tehadap luas desa (rasio) 38 P_Pgn Produksi Tanaman Pangan terhadap luas tanam tanaman pangan (rasio) 39 P_Syr Produksi Tanaman Sayur-sayuran terhadap luas tanam tanaman sayuran (rasio) 40 Produksi P_Buah Produksi Tanaman buah terhadap luas tanam tanaman buah-buahan (rasio) 41 Tanaman P_Obat Produksi Tanaman obat terhadap luas tanam tanaman obat-obatan (rasio) 42 Pertanian P_Kbn Produksi Tanaman perkebunan terhadap luas tanam tanaman perkebunan (rasio) 43 P_Htn Produksi Tanaman hutan terhadap luas tanam tanaman hutan(rasio) 44 P_Ikan Produksi Ikan terhadap luas budidaya ikan (rasio) 45 Pengeluaran Keluar jumlah pengeluaran desa terhadap jumlah penduduk (rasio)

82 Lampiran 3. Luas Penggunaan Lahan di Kabupaten Ciamis Luas Penggunaan Lahan Tahun 2000 (hektar) Luas Penggunaan Lahan Tahun 2003 (hektar) Kecamatan L_NonSwh Total Kecamatan Lahan L_NonSwh L_Swh Ldg_Hm_Tgl Kbn Htn Rmh Ind_Pdg_Js Lain Smtr_Td Par Sawah Ldg_Hm_Tgl Kbn Htn Rmh Ind_Pdg_Js Lain Smtr_Td Par Total Cimerak Cimerak Cijulang Cijulang Cigugur Cigugur Langkaplancar Langkaplancar Parigi Parigi Sidamulih Sidamulih Pangandaran Pangandaran Kalipucang Kalipucang Padaherang Padaherang Banjarsari Banjarsari Lakbok Lakbok Pamarican Pamarican Cidolog Cidolog Cimaragas Cimaragas Cijeungjing Cijeungjing Cisaga Cisaga Tambaksari Tambaksari Rancah Rancah Rajadesa Rajawilayah Sukadana Sukadana Ciamis Ciamis Cikoneng Cikoneng Cihaurbeuti Cihaurbeuti Sadananya Sadananya Cipaku Cipaku Jatinagara Jatinagara Panawangan Panawangan Kawali Kawali Panjalu Panjalu Panumbangan Panumbangan Total , Total % 23,9 34,6 15,8 6,5 10,4 0,8 6,1 1,7 0,3 100 % 24,8 33,6 14,3 8,4 10,9 0,8 5,8 1,0 0,3 100 Perubahan ( ) 1,3-0,9-3,1 9,5 1,7 1,9-1,5-12, L_Swh : Lahan Sawah Htn : Hutan Rakyat Lain : Prnggunaan Lainnya (tidak termasuk hutan negara) Ldg_Hm_Tgl : Ladang/Huma/Tegal Rmh : Perumahan dan Pemukiman Smtr_Td : Lahan sementara yang Tidak Diusahaka Kbn : Perkebunan Ind_Pdg_Js : Lahan Industri, Perdagangan, dan Jasa Par : Lahan pariwisata

83 Lampiran 4a. PDRB per Sektor di Kabupaten Ciamis Kecamatan PDRB Tahun 2000 Atas Dasar harga Konstan Tahun 1993 (Juta Rp) PDRB Tahun 2003 Atas Dasar harga Konstan Tahun 1993 (Juta Rp) Total Kecamatan Pert Tmbg_G Indstr_O Lstr_G_A Bgn Dgg_H_R Agk_Kom Sw_Js_P Jasa Pert Tmbg_G Indstr_O Lstr_G_A Bgn Dgg_H_R Agk_Kom Sw_Js_P Jasa Total Cimerak Cimerak Cijulang Cijulang Cigugur Cigugur Langkaplancar Langkaplancar Parigi Parigi Sidamulih Sidamulih Pangandaran Pangandaran Kalipucang Kalipucang Padaherang Padaherang Banjarsari Banjarsari Lakbok Lakbok Pamarican Pamarican Cidolog Cidolog Cimaragas Cimaragas Cijeungjing Cijeungjing Cisaga Cisaga Tambaksari Tambaksari Rancah Rancah Rajawilayah Rajawilayah Sukadana Sukadana Ciamis Ciamis Cikoneng Cikoneng ,20 Cihaurbeuti Cihaurbeuti ,78 Sadananya Sadananya ,38 Cipaku Cipaku ,62 Jatinagara Jatinagara ,43 Panawangan Panawangan ,67 Kawali Kawali ,74 Panjalu Panjalu ,09 Panumbangan Panumbangan ,62 Total Total ,53 % 34,7 0,5 7,2 1,0 7,1 21,6 8,7 5,7 13,4 100 % 30,4 0,7 7,1 1,0 7,0 23,0 10,1 5,9 14,8 100 Pert : Pertanian Lstr_G_A : Listrik, Ga s, dan Air bersih Sw_Js_P : Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Indstr_O : Industri Pengolahan Jasa : Jasa-jasa Lainnya Tmbg_G : Pertambangan dan Penggalian Bgn : Bangunan Agk_Kom : Angkutan dan Komunikasi Dgg_H_R : Perdagangann, Hotel dan restoran

84 Lampiran 4b. PDRB/kapita per Sektor di Kabupaten Ciamis Kecamatan Pert PDRB/kapita Tahun 2000 Atas Dasar harga Konstan Tahun 1993 (Juta Rp/jiwa) Tmbg_ Dgg_ Agk_ Sw_J Indstr_O Lstr_G_A Bgn G H_R Kom s_p Jasa Kecamatan Pert PDRB/kapita Tahun 2003 Atas Dasar harga Konstan Tahun 1993 (Juta Rp/jiwa) Tmbg Indstr Lstr_ Dgg_ Agk_ Sw_J Bgn _G _O G_A H_R Kom s_p Cimerak Cimerak Cijulang Cijulang Cigugur Cigugur Langkaplanc Langkaplanca ar r Parigi Parigi Sidamulih Sidamulih Pangandara n Pangandaran Kalipucang Kalipucang Padaherang Padaherang Banjarsari Banjarsari Lakbok Lakbok Pamarican Pamarican Cidolog Cidolog Cimaragas Cimaragas Cijeungjing Cijeungjing Cisaga Cisaga Tambaksari Tambaksari Rancah Rancah Rajadesa Rajadesa Sukadana Sukadana Ciamis Ciamis Cikoneng Cikoneng Cihaurbeuti Cihaurbeuti Sadananya Sadananya Cipaku Cipaku Jatinagara Jatinagara Panawangan Panawangan Kawali Kawali Panjalu Panjalu Panumbang Panumbanga an n Jasa Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Kabupaten Ciamis Tahun 2000 & 2003 Jumlah Penduduk Tahun 2000 (jiwa) Jumlah Penduduk Tahun 2003 (jiwa) Kepadatan Penduduk Tahun 2003 (jiwa/km2) Kepadatan Penduduk Tahun 2000 (jiwa/km2) , , , , , , ,

85 Lampiran 5a. LQ Penggunaan Lahan camatanke L_Swh Ldg_H m_tgl LQ Penggunaan Lahan Tahun 2000 L_NonSwh Ind_Pd Kbn Htn Rmh g_js Lain Smtr_ Td Par Kecamatan L_Swh Ldg_H m_tgl LQ Penggunaan Lahan Tahun 2003 L_NonSwh Ind_Pd Kbn Htn Rmh g_js Cimerak 0,36 0,35 3,23 1,41 1,57 0,16 0,18 0,99 0,03 Cimerak 0,37 0,65 2,19 2,49 1,44 0,19 0,12 0,17 0,03 Cijulang 1,06 0,10 3,30 0,46 0,77 0,74 0,10 4,07 0,13 Cijulang 1,02 0,10 3,64 0,36 0,73 0,70 0,11 6,57 0,13 Cigugur 0,39 0,63 0,70 1,06 0,88 0,05 6,50 1,42 0,00 Cigugur 0,34 0,56 0,92 1,20 0,84 3,19 6,11 2,31 0,00 Langkaplancar 0,76 1,39 0,62 0,73 0,37 1,19 1,79 2,07 0,00 Langkaplancar 0,78 1,35 0,97 0,90 0,42 0,84 1,35 0,47 0,00 Parigi 1,11 0,53 1,49 1,47 0,74 6,05 1,45 0,49 0,07 Parigi 1,07 0,58 1,64 1,14 0,84 3,74 1,51 0,00 0,07 Sidamulih 0,90 0,72 1,53 0,63 1,46 3,04 0,55 2,65 0,00 Sidamulih 0,87 0,74 1,69 0,49 1,39 2,87 0,57 4,27 0,00 Pangandaran 0,90 0,15 2,22 0,23 1,98 1,54 0,57 0,00 45,58 Pangandaran 0,86 0,16 2,44 0,47 1,66 1,80 0,55 0,00 45,58 Kalipucang 0,44 0,62 2,25 1,65 0,55 0,00 1,91 2,34 1,39 Kalipucang 0,43 0,67 2,36 1,29 0,53 0,00 2,14 3,77 1,39 Padaherang 1,68 1,05 0,16 0,16 1,15 0,44 1,26 0,00 0,00 Padaherang 1,67 1,11 0,22 0,24 0,93 0,46 0,95 0,11 0,00 Banjarsari 1,13 0,81 0,84 0,73 2,10 0,52 0,73 0,03 0,00 Banjarsari 1,09 0,84 0,93 0,57 1,99 0,59 0,75 0,04 0,00 Lakbok 2,58 0,43 0,40 0,00 1,38 0,48 0,37 0,18 0,00 Lakbok 2,43 0,44 0,43 0,00 1,49 0,52 0,35 0,05 0,00 Pamarican 1,07 1,16 0,18 3,44 0,71 0,46 0,17 0,00 0,00 Pamarican 1,03 1,21 0,19 2,64 0,68 0,44 0,18 0,00 0,00 Cidolog 0,89 0,94 2,35 0,26 0,50 0,28 0,32 0,00 0,00 Cidolog 0,85 1,31 0,35 2,01 0,99 0,15 0,35 0,00 0,00 Cimaragas 0,57 1,12 2,25 0,28 0,84 0,82 0,14 0,00 0,00 Cimaragas 0,55 1,09 0,00 4,39 0,80 1,53 0,49 0,00 0,00 Cijeungjing 0,81 1,69 0,00 1,12 1,11 1,16 0,36 0,00 0,48 Cijeungjing 0,69 2,03 0,00 0,06 0,97 0,93 0,43 0,00 0,48 Cisaga 0,89 1,75 0,22 0,46 0,69 0,81 0,66 0,00 0,00 Cisaga 1,10 1,63 0,17 0,61 0,65 0,46 0,45 0,00 0,00 Tambaksari 1,22 0,92 0,95 1,31 1,00 0,63 0,77 0,00 0,08 Tambaksari 1,17 0,94 1,04 1,02 0,96 0,63 0,80 0,00 0,08 Rancah 0,89 1,65 0,53 0,77 0,52 1,17 0,30 0,03 0,00 Rancah 0,98 1,54 0,50 0,60 0,76 0,49 0,34 0,81 0,00 Rajawilayah 0,93 1,62 0,07 0,21 1,14 0,61 0,68 1,64 0,00 Rajawilayah 0,90 1,48 0,16 0,49 1,15 1,44 0,70 3,62 0,00 Sukadana 0,67 0,54 2,66 1,72 0,59 2,01 0,71 0,00 0,00 Sukadana 0,64 0,55 2,95 1,37 0,72 0,41 0,59 0,00 0,00 Ciamis 0,92 1,64 0,07 0,53 1,24 0,81 0,50 0,00 0,00 Ciamis 0,88 1,68 0,08 0,00 1,50 0,77 0,51 0,35 0,00 Cikoneng 1,14 1,61 0,00 0,00 1,29 0,62 0,52 0,00 0,00 Cikoneng 1,12 1,63 0,00 0,00 1,23 0,35 0,64 0,00 0,00 Cihaurbeuti 1,50 1,14 0,09 0,00 0,94 0,42 2,18 0,00 0,00 Cihaurbeuti 1,44 1,16 0,10 0,00 0,94 0,80 2,25 0,00 0,00 Sadananya 1,22 1,47 0,00 0,00 1,50 2,03 0,47 0,00 0,00 Sadananya 1,17 1,50 0,00 0,00 1,45 2,20 0,49 0,00 0,00 Cipaku 0,78 1,60 0,43 1,00 0,67 1,13 0,77 0,00 0,00 Cipaku 0,75 1,47 0,85 0,42 1,15 1,01 0,47 0,05 0,00 Jatinagara 0,53 1,99 0,36 0,35 0,39 0,31 1,00 0,00 0,00 Jatinagara 0,51 2,03 0,30 0,68 0,55 2,46 0,16 0,00 0,00 Lain Smtr_ Td Par Lampiran 5b. Pusat-pusat aktifitas Berdasarkan Penggunaan Lahan Pengunaan Lahan Tahun 2000 Lahan Sawah Ladang/Tegal/ Huma Perkebunan Hutan Rakyat Perumahan dan Pemukiman Industri/Perdag angan/jasa Lainnya Smtr_Td Nama Kecamatan Cijulang, Parigi, Padaherang, Banjarsari, Lakbok, Pamarican, Tambaksari, Cikoneng, Cihaurbeuti, Sadananya, Panawangan, Kawali. Langkaplancar, Padaherang, Pamarican, Cimaragas, Cijeungjing, Cisaga, Rancah, Rajawilayah, Ciamis, Cikoneng, Cihaurbeuti, Sadananya, Cipaku, Jatinagara, Panawangan, Kawali, Panumbangan Cimerak, Cijulang, Parigi, Sidamulih, Pangandaran, Kalipucang, Cidolog, Cimaragas, Sukadana Cimerak, Cigugur, Parigi, Kalipucang, Pamarican, Cijeungjing, Tambaksari, Sukadana, Panjalu, Panumbangan Cimerak, Sidamulih, Pangandaran, Padaherang, Banjarsari, Lakbok, Cijeungjing, Rajawilayah, Ciamis, Cikoneng, Sadananya, Panawangan Langkaplancar, Parigi, Sidamulih, Pangandaran, Cijeungjing, Rancah, Sukadana, Sadananya, Cipaku, Panawangan, Panjalu Cigugur, Langkaplancar, Parigi, Kalipucang, Padaherang Cijulang, Cigugur, Langkaplancar, Sidamulih, Kalipucang, Rajawilayah, Panawangan, Panjalu Pangandaran, Kalipucang, Cijeungjing Pariwisata Cetak Tebal : Terjadi Pengurangan Pada Tahun 2003 Pengunaan Lahan Tahun 2003 Lahan Sawah Ladang/Tegal/ Huma Perkebunan Hutan Rakyat Perumahan & Pemukiman Industri/Perdag angan/jasa Lainnya Smtr_Td Nama Kecamatan Cijulang, Parigi, Padaherang, Banjarsari, Lakbok, Pamarican, Cisaga, Tambaksari, Cikoneng, Cihaurbeuti, Sadananya, Panawangan, Kawali, Panjalu. Langkaplancar, Padaherang, Pamarican, Cidolog, Cimaragas, Cijeungjing, Cisaga, Rancah, Rajawilayah, Ciamis, Cikoneng, Cihaurbeuti, Sadananya, Cipaku, Jatinagara, Panawangan. Cimerak, Cijulang, Parigi, Sidamulih, Pangandaran, Kalipucang, Tambaksari, Sukadana, Kawali. Cimerak, Cigugur, Parigi, Kalipucang, Pamarican, Cidolog, Cimaragas, Tambaksari, Sukadana, Kawali, Panumbangan Cimerak, Sidamulih, Pangandaran, Banjarsari, Lakbok, Rajawilayah, Ciamis, Cikoneng, Sadananya, Cipaku, Panawangan Cigugur, Parigi, Sidamulih, Pangandaran, Cimaragas, Rajawilayah, Sadananya, Cipaku, Jatinagara, Panawangan, Kawali. Cigugur, Langkaplancar, Parigi, Kalipucang, Cihaurbeuti, Panjalu. Cijulang, Cigugur, Sidamulih, Kalipucang, Rajawilayah, Panawangan, Panjalu Pangandaran, Kalipucang, Cijeungjing Pariwisata Cetak tebal : Terjadi Penambahan Pada Tahun 2003 Panawangan 1,34 1,30 0,11 0,35 1,11 1,49 0,47 1,91 0,00 Panawangan 1,28 1,15 0,20 0,90 1,13 1,04 0,42 3,33 0,00 Kawali 1,21 1,71 0,02 0,12 0,66 0,44 0,56 0,06 0,06 Kawali 1,24 0,45 2,17 1,20 0,81 1,15 0,50 0,39 0,06 Panjalu 0,90 0,78 0,60 2,77 0,63 1,61 0,77 6,85 0,08 Panjalu 1,42 0,92 0,34 0,85 0,35 0,93 2,59 1,88 0,08 Panumbangan 0,94 1,08 0,24 3,85 0,75 0,34 0,33 0,67 0,00 Panumbangan 0,90 0,93 0,66 3,05 0,75 0,61 0,39 0,33 0,00 Cetak Tebal = LQ > 1 (memusat)

86 Lampiran 6a. LQ PDRB Tahun 2000 dan 2003 Kecamatan Pert Tmbg_ G Indstr _O LQ PDRB Tahun 2000 Lstr_ Bgn Dgg_ G_A H_R Agk_ Kom Sw_Js _P Jasa Kecamatan Pert Tmbg _G Indstr _O LQ PDRB Tahun 2003 Lstr_ Bgn Dgg_ G_A H_R Cimerak 1,35 0,00 0,00 0,81 1,16 0,79 0,10 1,14 1,48 Cimerak 1,43 0,00 0,00 0,96 1,17 0,82 0,10 1,16 1,40 Cijulang 1,74 0,33 0,01 0,54 0,49 0,76 0,21 0,67 1,00 Cijulang 1,81 0,39 0,01 0,41 0,55 0,81 0,22 0,78 1,01 Cigugur 1,83 0,27 0,24 0,62 0,43 0,60 0,09 0,84 0,91 Cigugur 1,93 0,33 0,27 0,35 0,46 0,66 0,10 0,95 0,92 Langkaplanca Langkaplanca r 1,41 0,00 0,83 0,39 1,09 0,79 0,29 0,88 0,92 r 1,42 0,00 0,88 0,40 1,13 0,85 0,32 0,90 0,97 Parigi 1,22 0,16 0,09 0,78 1,16 1,08 0,18 0,95 1,32 Parigi 1,34 0,16 0,09 0,97 1,11 1,02 0,18 1,10 1,21 Sidamulih 1,18 2,05 1,12 0,66 0,52 1,25 0,15 0,80 0,94 Sidamulih 1,15 2,17 1,18 0,44 0,56 1,27 0,16 0,90 0,99 Pangandaran 0,61 1,07 1,52 0,71 0,55 1,96 0,52 0,80 0,84 Pangandaran 0,55 1,01 1,50 0,67 0,53 1,96 0,51 0,84 0,83 Kalipucang 0,98 1,06 0,08 0,66 0,78 1,50 0,20 0,90 1,46 Kalipucang 0,95 0,92 0,08 0,66 0,77 1,49 0,21 0,94 1,48 Padaherang 1,10 1,18 0,91 0,94 1,31 1,33 0,16 0,73 0,74 Padaherang 1,14 1,20 0,90 0,94 1,31 1,34 0,16 0,81 0,74 Banjarsari 0,85 2,09 1,18 1,02 1,42 1,31 0,56 0,97 0,82 Banjarsari 0,86 2,07 1,14 1,01 1,39 1,29 0,55 1,08 0,79 Lakbok 1,29 0,38 0,04 1,24 1,75 0,94 0,32 0,99 0,90 Lakbok 1,38 0,37 0,04 1,24 1,68 0,96 0,33 1,03 0,89 Pamarican 1,34 0,94 1,22 1,15 0,98 0,73 0,22 0,96 0,95 Pamarican 1,39 1,06 1,28 1,15 0,98 0,74 0,24 1,04 0,97 Cidolog 2,00 0,82 0,13 0,74 0,27 0,56 0,50 0,57 0,52 Cidolog 2,10 0,95 0,14 0,77 0,27 0,60 0,58 0,63 0,56 Cimaragas 1,79 3,72 0,29 0,97 0,26 0,62 0,24 0,73 0,84 Cimaragas 1,92 0,80 0,29 1,00 0,27 0,69 0,26 0,83 0,87 Cijeungjing 0,70 0,18 2,18 0,97 0,54 0,90 1,48 0,99 1,25 Cijeungjing 0,66 0,17 2,08 0,97 0,56 0,88 1,48 1,04 1,28 Cisaga 1,31 0,00 0,17 1,27 0,78 1,04 0,70 0,88 0,97 Cisaga 1,37 0,00 0,18 1,29 0,79 1,01 0,65 0,97 0,99 Tambaksari 1,64 0,00 0,19 0,85 0,45 0,96 0,30 0,72 0,77 Tambaksari 1,77 0,00 0,19 0,85 0,47 0,92 0,30 0,77 0,80 Rancah 0,88 0,00 2,28 1,03 1,23 0,85 0,53 0,92 1,09 Rancah 0,79 0,00 2,40 1,03 1,27 0,88 0,58 0,99 1,14 Rajawilayah 1,06 0,00 4,43 0,87 0,63 0,50 0,22 0,82 0,63 Rajawilayah 1,11 0,00 4,48 0,88 0,66 0,51 0,24 0,86 0,64 Sukadana 1,18 0,00 0,09 0,43 0,53 1,20 0,58 1,02 1,30 Sukadana 1,43 0,00 0,10 1,35 0,61 0,63 0,65 1,21 1,49 Ciamis 0,47 0,00 0,67 1,25 1,22 0,95 2,87 1,14 1,26 Ciamis 0,38 0,00 0,64 1,16 1,18 0,91 2,82 1,29 1,18 Cikoneng 0,42 2,76 1,52 0,92 1,04 0,71 3,75 0,90 0,86 Cikoneng 0,35 3,21 1,47 0,91 1,05 0,71 3,74 0,29 0,86 Cihaurbeuti 1,06 10,17 1,08 1,04 0,63 0,51 1,43 2,12 0,68 Cihaurbeuti 1,22 11,64 1,24 1,22 0,76 0,61 0,77 1,12 0,75 Sadananya 0,82 0,00 0,04 1,19 0,51 1,03 1,77 1,24 1,63 Sadananya 0,93 0,00 0,04 1,19 0,52 0,96 1,53 1,20 1,48 Cipaku 1,16 0,06 0,16 1,44 1,30 1,00 0,31 1,38 1,17 Cipaku 1,12 0,06 0,16 1,44 1,33 1,05 0,33 1,47 1,20 Jatinagara 0,76 0,00 4,37 1,03 0,38 0,86 0,33 1,00 0,83 Jatinagara 0,82 0,00 4,43 1,05 0,14 0,83 0,34 1,09 0,85 Agk_ Kom Sw_Js _P Jasa Lampiran 6b. Pusat-pusat aktifitas Berdasarkan PDRB PDRB Tahun 2000 Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Asir Bersih Bangunan Nama Kecamatan Cimerak, Cijulang, Cigugur, Langkaplancar, Parigi, Sidamulih, Padaherang, Lakbok, Pamarican, Cidolog, Cimaragas, Cisaga, Tambaksari, Rajawilayah, Sukadana, Cihaurbeuti, Cipaku. Sidamulih, Pangandaran, Kalipucang, Padaherang, Banjarsari, Cikoneng, Cihaurbeuti. Sidamulih, Pangandaran, Banjarsari, Pamarican, Cijeungjing, Rancah, Rajawilayah, Cikoneng, Cihaurbeuti, Jatinagara, Panawangan, Panumbangan. Banjarsari, Lakbok, Pamarican, Cisaga, Rancah, Ciamis, Cihaurbeuti, Sadananya, Cipaku, Jatinagara, Panawangan, Kawali, Panjalu, Panumbangan Cimerak, Langkaplancar, Parigi, Padaherang, Banjarsari, Lakbok, Rancah, Ciamis, Cikoneng, Cipaku, Panawangan, Kawali, Panjalu. Parigi, Sidamulih, Pangandaran, Kalipucang, Padaherang, Banjarsari, Cisaga, Sukadana, Sadananya, Kawali, Panjalu. Cimerak, Sukadana, Ciamis, Cihaurbeuti, Sadananya, Cipaku, Panawangan, Kawali, Panjalu, Panumbangan. Cijeungjing, Ciamis, Cikoneng, Cihaurbeuti, Sadananya, Kawali, Panjalu, Panumbangan. Cimerak, Parigi, Kalipucang, Cijeungjing, Rancah, Sukadana, Ciamis, Sadananya, Cipaku, Panawangan, Kawali. Perdagangan, Hotel,Restoran Keuangan, Persewaan,Js Angkutan dan Komunikasi Jasa-jasa Lainnya Cetak Tebal : Terjadi Pengurangan Pada Tahun 2003 PDRB Tahun 2003 Sektor Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Asir Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel,Restoran Keuangan, Persewaan,Js Nama Kecamatan Cimerak, Cijulang, Cigugur, Langkaplancar, Parigi, Sidamulih, Padaherang, Lakbok, Pamarican, Cidolog, Cimaragas, Cisaga, Tambaksari, Rajawilayah, Sukadana, Cihaurbeuti, Cipaku, Panawangan. Sidamulih, Pangandaran, Padaherang, Banjarsari, Pamarican, Cikoneng, Cihaurbeuti. Sidamulih, Pangandaran, Banjarsari, Pamarican, Cijeungjing, Rancah, Rajawilayah, Cikoneng, Cihaurbeuti, Jatinagara, Panawangan. Banjarsari, Lakbok, Pamarican, Cisaga, Rancah, Sukadana, Ciamis, Cihaurbeuti, Sadananya, Cipaku, Jatinagara, Panawangan, Kawali, Panjalu, Panumbangan Cimerak, Langkaplancar, Parigi, Padaherang, Banjarsari, Lakbok, Rancah, Ciamis, Cikoneng, Cipaku, Panawangan, Kawali, Panjalu. Parigi, Sidamulih, Pangandaran, Kalipucang, Padaherang, Banjarsari, Cisaga, Cipaku, Kawali, Panjalu. Cimerak, Parigi, Banjarsari, Lakbok, Pamarican, Cijeungjing, Sukadana, Ciamis, Cihaurbeuti, Sadananya, Cipaku, Jatinagara, Panawangan, Kawali, Panjalu, Panumbangan. Cijeungjing, Ciamis, Cikoneng, Sadananya, Kawali, Panjalu, Panumbangan. Cimerak, Cijulang, Parigi, Kalipucang, Cijeungjing, Rancah, Sukadana, Ciamis, Sadananya, Cipaku, Panawangan, Kawali. Angkutan dan Komunikasi Jasa-jasa Lainnya Cetak tebal : Terjadi Penambahan Pada Tahun 2003 Panawangan 0,98 0,19 2,11 1,11 1,03 0,84 0,46 1,07 1,04 Panawangan 1,03 0,18 2,02 1,09 1,04 0,82 0,46 1,11 1,05 Kawali 0,76 0,01 0,38 1,34 1,15 1,14 1,27 1,16 1,40 Kawali 0,68 0,01 0,37 1,30 1,15 1,16 1,28 1,17 1,42 Panjalu 0,95 0,00 0,02 1,32 1,15 1,15 1,37 1,29 0,98 Panjalu 0,86 0,00 0,02 1,28 1,15 1,17 1,48 1,36 0,98 Panumbangan 0,80 0,82 1,03 1,23 0,97 1,00 1,79 1,09 0,93 Panumbangan 0,72 0,83 1,00 1,19 0,97 0,98 1,90 1,15 0,94 Cetak tebal = LQ > 1 (memusat)

87 Lampiran 7a. Jumlah Kunjungan Wisatawan per Objek Wisata di Kabupaten Ciamis tahun Nama Objek Wisata Jumlah Wisatawan (jiwa) Wisman Wisnus Jumlah Wisman Wisnus Jumlah Wisman Wisnus Jumlah Wisman Wisnus Jumlah Pangandaran Batuhiu Batukaras Karangkamulyan Green Canyon Karang Tirtawinaya Goa Donan Situ Lengkong Karang Nini Curug Tujuh Citumang Cagar Alam Pananjung Astana Gede Kampung Kuta Situs Gunung Susuru Museum Fosil Lembah Putri Karapyak Palatar Agung Majingklak Madasari Keusik Luhur Total Wisman : Wisatawan Mancanegara Wisnus : Wisatawan Nusantara Lampiran 7b. Jumlah Wisatawan per Kecamatan Kecamatan Jumlah Wisatawan ke Objek Wisata Tahun 2000 (jiwa) Wisman Wisnus Total Jumlah Wisatawan ke Objek Wisata Tahun 2003 (jiwa) Wisman Wisnus Total Cimerak Cijulang Cigugur Langkaplancar Parigi Sidamulih Pangandaran Kalipucang Padaherang Banjarsari Lakbok Pamarican Cidolog Cimaragas Cijeungjing Cisaga Tambaksari Rancah Rajawilayah Sukadana Ciamis Cikoneng Cihaurbeuti Sadananya Cipaku Jatinagara Panawangan Kawali Panjalu Panumbangan

88 Tabel 8a. Jumlah Pendapatan Tidak Langsung Jenis Pendapatan Jumlah Pendapatan Tidak Langsung yang Berasal Jenis Pungutan Tahun (Rp) Pajak Hotel dan Restoran Pajak Hiburan Pertunjukan Film Permainan Bilyard Pertandingan Olahraga Penyewaan Kaset Video dan sejenisnya Pertunjukan Umum dan Keramaina Umum Lainnya Usaha yang Menikmati Keindahan Alam (Perhutani) Usaha yang Menikmati Keindahan Alam (BKSDA) Sewa Gedung dan Lapangan OR Sewa Lapang Tenis Bumi Peerkemahan Batu Karas Sewa Kios Karangkamulyan Retribusi Tempat Khusus Parkir Tempat Penginapan/Pesang grahan Retribusi Penyedotan Kakus Tempat Rekreasi dan OR Pangandaran Batu Hiu Batu Karas Karangkamulyan Cukang Taneuh Tempat Pemandian Tirtawinaya Gua Donan Situ Lengkong Astana Gede Retribusi Izin Usaha Kepariwisataan dan Budaya MCK Karangkamulyan Retribusi Izin dan Bongkar Reklame Retribusi Izin Mendirikan Bangunan Retribusi Izin Gangguan , Pajak Reklame Retribusi Pelayanan Sampah/Kebersihan Jumlah , Tabel 8b. Jumlah Pendapatan Langsung/tahun Nama Objek Wisata Jumlah Pendapatan Langsung per Objek Wisata di Kabupaten Ciamis Tahun (Rp) Pangandaran Batuhiu Batukaras Karangkamulyan Green Canyon Karang Tirtawinaya Goa Donan Situ Lengkong Karang Nini Curug Tujuh Citumang Cagar Alam Pananjung Astana Gede Kampung Kuta Situs Gunung Susuru Museum Fosil Lembah Putri Karapyak Palatar Agung Majingklak Madasari Keusik Luhur Total Tabel 8c. Pendapatan Langsung per Bulan Hasil Penjualan Karcis dan Banyaknya Pengunjung Tempat Rekreasi di Kabupaten Ciamis 2000 Bulan Pendapatan (Rp) Pengunju ng (jiwa) Hasil Penjualan Karcis dan Banyaknya Pengunjung Tempat Rekreasi di Kabupaten Ciamis 2001 Bulan Pendapatan (Rp) Pengunju ng (jiwa) Januari Januari Februari Februari Maret Maret April April Mei Mei Juni Juni Juli Juli Agustus Agustus September September Oktober Oktober November November Desember Desember Jumlah Jumlah Hasil Penjualan Karcis dan Banyaknya Pengunjung Tempat Rekreasi di Kabupaten Ciamis 2002 Hasil Penjualan Karcis dan Banyaknya Pengunjung Tempat Rekreasi di Kabupaten Ciamis 2003 Bulan Pendapatan (Rp) Pengunju ng (jiwa) Bulan Pendapatan (Rp) Pengunju ng (jiwa Januari Januari Februari Februari Maret Maret April April Mei Mei Juni Juni Juli Juli Agustus Agustus September September Oktober Oktober November November Desember Desember Jumlah Jumlah

89 Lampiran 9. Variabel-variabel Penentu Daya Tarik Kunjungan Wisatawan ke Objek Wisata Nama Objek Wisata X1 : Jenis Objek Wisata (1=alam, 2=buday a, 3=minat khusus) X2 : Fasilitas (1=resto ran, 2=restor and & hotel) X3 : Atraksi Wisata (1=pant ai, 2=konse rvasi alam, 3=penin ggalan sejarah) X4 : Transpo rtasi (1=khus us, 2=umu m) X5 : Jarak (1=deka t, 2=sedan g, 3=jauh) X6 : Status Pengelol a (1=pem da, 2=desa, 3=perhu tani) X7 : Jenis Wisataw an (1=Nusa ntara, 2= Nusanta ra & Mancan egara) Jumlah Pengunjung Tahun 2003 (Orang) Wisman Wisnus Total Pangandaran Pangandaran Batuhiu Batuhiu Batukaras Batukaras Karangkamulyan Karangkamulyan Keterangan : Objek wisata alam : objek wisata yang daya tariknya bersumber pada keindahan alam dan tata lingkungan. Objek wisata budaya : objek wisata yang sumbernya memanfaatkan kebudayaan. Objek wisata minat khusus : objek wisata yang mempunyai keunikan tertentu. Atraksi wisata : potensi yang dimiliki oleh suatu kawasan/daerah yang dijadikan objek wisata. Transportasi khusus : objek wisata yang tidak dilalui oleh kendaraan umum sehingga harus berjalan kaki jauh atau melalui air. Transpotasi umum : objek wisata yang dekat dengan jaln raya, dilalui oleh kendaran umum. Jarak dekat : daerah yang mempunyai jarak < 57 km dari pusat kota. Jarak sedang : daerah yang mempunyai jarak km dari pusat kota. Jarak jauh : daerah yang mempunyai jarak > 96 km dari pusat kota Green Canyon Green Canyon Karang Tirtawinaya Karang Tirtawinaya Situ Lengkong Situ Lengkong Karang Nini Karang Nini

90 Lampiran 10a. Nilai Indeks Diversifikasi Entropy 2000 Kecamatan Pir ln Pir Pir ln Pir Jumlah IDEr Sr Tmbg_ Indstr_ Lstr_G Agk_K Sw_Js_ Indstr_ Lstr_G_ Dgg_H_ Pir lnpir (2000) Pert Bgn Dgg_H_R Jasa Pert Tmbg_G Indstr_O Lstr_G_A Bgn Dgg_H_R Agk_Kom Sw_Js_P Jasa Pert Tmbg_G Bgn Agk_Kom Sw_Js_P Jasa G O _A om P O A R Cimerak Cijulang Cigugur Langkaplancar Parigi Sidamulih Pangandaran Kalipucang Padaherang Banjarsari Lakbok Pamarican Cidolog Cimaragas Cijeungjing Cisaga Tambaksari Rancah Rajadesa Sukadana Ciamis Cikoneng Cihaurbeuti Sadananya Cipaku Jatinagara Panawangan Kawali Panjalu Panumbangan Lampiran 10b. Nilai Indeks Diversifikasi Entropy 2003 Kecamatan Pir ln Pir Pir ln Pir Tmbg_ Agk_Ko Tmbg_ Pert Indstr_O Lstr_G_A Bgn Dgg_H_R Sw_Js_P Jasa Pert Tmbg_G Indstr_O Lstr_G_A Bgn Dgg_H_R Agk_Kom Sw_Js_P Jasa Pert Indstr_O Lstr_G_A Bgn Dgg_H_R Agk_Kom Sw_Js_P Jasa G m G Cimerak Cijulang Cigugur Langkaplancar Parigi Sidamulih Pangandaran Kalipucang Padaherang Banjarsari Lakbok Pamarican Cidolog Cimaragas Cijeungjing Cisaga Tambaksari Rancah Rajadesa Sukadana Ciamis Cikoneng Cihaurbeuti Sadananya Cipaku Jatinagara Panawangan Kawali Panjalu Panumbangan Jumlah Pir lnpir Sr IDEr (2003)

91 Lampiran 11. Nilai Factor Score Variabel-variabel Tingkat Perkembangan Factor Scores Tingkat Perkembangan Wilayah (IPK) Awal Factor Scores Kapasitas Wilayah (KW) Awal Factor Scores Kapasitas Pemerintah an Daerah (KPD) Awal F_KW 1 F_KW 2 F_KW 3 F_KW 4 F_KW 5 F_KPD Factor Scores Kapasitas Sumberdaya Manusia (KSDM) Awal F_KSDM 1 F_KSDM 2 Factor Scores Kapasitas Kunjungan Wisata (K_Wis) Awal F_KWis Kecamatan Factor Scores Tingkat Perkembangan Wilayah (IPK) setelah Dikonsistenkan Arahnya Factor Scores Kapasitas Wilayah (KW) Konsisten Factor Scores Kapasitas Pemerintaha n Daerah (KPD) Konsisten F_KW 1 F_KW 2 F_KW 3 F_KW 4 F_KW 5 F_KPD Factor Scores Kapasitas Sumberdaya Manusia (KSDM) Awal Konsisten Cimerak Cimerak Cijulang Cijulang Cigugur Cigugur Langkaplan Langkaplan Parigi Parigi Sidamulih Sidamulih Pangandara Pangandara Kalipucang Kalipucang Padaherang Padaherang Banjarsari Banjarsari Lakbok Lakbok Pamarican Pamarican Cidolog Cidolog Cimaragas Cimaragas Cijeungjin Cijeungjin Cisaga Cisaga Tambaksari Tambaksari Rancah Rancah Rajadesa Rajadesa Sukadana Sukadana Ciamis Ciamis Cikoneng Cikoneng Cihaurbeut Cihaurbeut Sadananya Sadananya Cipaku Cipaku Jatinagara Jatinagara Panawangan Panawangan Kawali Kawali Panjalu Panjalu Panumbanga Panumbanga Eigenvalue Eigenvalue F_KSDM 1 F_KSDM 2 Factor Scores Kapasitas Kunjungan Wisata (K_Wis) Awal Konsisten F_KWis

92 Lampiran 11. Nilai Factor Score Variabel-variabel Tingkat Perkembangan (lanjutan) Factor Scores Tingkat Perkembangan Wilayah (IPK) Factor Scores Tingkat Perkembangan Wilayah (IPK) setelah distandarisasi Kecamatan F_KW F_KPD F_KSDM F_Kwis Kecamatan F_KW F_KPD F_KSDM F_Kwis IPK Cimerak Cimerak Cijulang Cijulang Cigugur Cigugur Langkaplan Langkaplan Parigi Parigi Sidamulih Sidamulih Pangandara Pangandara Kalipucang Kalipucang Padaherang Padaherang Banjarsari Banjarsari Lakbok Lakbok Pamarican Pamarican Cidolog Cidolog Cimaragas Cimaragas Cijeungjin Cijeungjin Cisaga Cisaga Tambaksari Tambaksari Rancah Rancah Rajadesa Rajadesa Sukadana Sukadana Ciamis Ciamis Cikoneng Cikoneng Cihaurbeut Cihaurbeut Sadananya Sadananya Cipaku Cipaku Jatinagara Jatinagara Panawangan Panawangan Kawali Kawali Panjalu Panjalu Panumbanga Panumbanga

93 Lampiran 12. Nilai Faktor Loading (Variabelvariabel Pentu tingkat perkembangan) Factor Loadings (Unrotated) (akses.sta) Extraction: Principal components (Marked loadings are > ) Factor 1 J_KKAB J_IBK WARTL Expl.Var Prp.Totl Factor Loadings (Varimax normalized) (education.sta) Extraction: Principal components (Marked loadings are > ) Factor 1 Factor 2 SD SLTP SMU PT Expl.Var Prp.Totl Factor Loadings (Unrotated) (keshtn.sta) Extraction: Principal components (Marked loadings are > ) Factor 1 RS T_OBT DOK Expl.Var Prp.Totl Factor Loadings (Varimax normalized) (wisata.sta) Extraction: Principal components (Marked loadings are > ) Factor 1 Factor 2 T_IBDH T_HIB TB WA WB WM Expl.Var Prp.Totl Factor Loadings (Unrotated) (ekonom.sta) Extraction: Principal components (Marked loadings are > ) Factor 1 WRG_PSR RM_HTL BANK IND_KER Expl.Var Prp.Totl Factor Loadings (Varimax normalized) (lt.sta) Extraction: Principal components (Marked loadings are > ) Factor 1 Factor 2 T_PGN T_SYR T_BUAH T_OBAT T_KBN T_HTN B_IKAN Expl.Var Prp.Totl Factor Loadings (Varimax normalized) (lu.sta) Extraction: Principal components (Marked loadings are > ) Factor 1 Factor 2 Factor 3 Factor 4 L_SWH L_LDG L_KBN L_HTN L_RMH L_IND_DG L_LAIN L_TD L_PAR Expl.Var Prp.Totl Factor Loadings (Varimax normalized) (m prodpca.sta) Extraction: Principal components (Marked loadings are > ) Factor 1 Factor 2 Factor 3 P_PGN P_SYR P_BUAH P_OBAT P_KBN P_HTN P_IKAN Expl.Var Prp.Totl

94 Lampiran 13. Variabel-variabel untuk Analisis Auto Regresi Spasial Kecamatan IPK F_IPW F_IPG F_IPM Turis IPKi (Wd) IPWi (Wd) IPGi (Wd) IPMi (Wd) Tur (wd) IPKi (W) IPWi (W) IPGi (W) IPMi (W) Tur (w) F_akses K_Pddk Cimerak Cijulang Cigugur Langkaplan Parigi Sidamulih Pangandara Kalipucang Padaherang Banjarsari Lakbok Pamarican Cidolog Cimaragas Cijeungjin Cisaga Tambaksari Rancah Rajadesa Sukadana Ciamis Cikoneng Cihaurbeut Sadananya Cipaku Jatinagara Panawangan Kawali Panjalu Panumbanga Kecamatan F_Edu 1 F_Edu 2 F_Kes F_Wis 1 F_Wis 2 F_Eko F_lu 1 F_lu 2 F_lu 3 F_lu 4 F_LT 1 F_LT 2 F_Prod 1 F_Prod 2 F_Prod 3 Pengeluaran Cimerak Cijulang Cigugur Langkaplan Parigi Sidamulih Pangandara Kalipucang Padaherang Banjarsari Lakbok Pamarican Cidolog Cimaragas Cijeungjin Cisaga Tambaksari Rancah Rajadesa Sukadana Ciamis Cikoneng Cihaurbeut Sadananya Cipaku Jatinagara Panawangan Kawali Panjalu Panumbanga

95 Lampiran 14. Foto Lokasi Objek Wisata Kabupaten Ciamis Objek Wisata Pangandaran Karang Tirta Palatar Agung Cagar Alam Pananjung Karapyak Batu Hiu Astana Gede Kawali

96 Lampiran 14. (lanjutan) Foto Lokasi Objek Wisata Kabupaten Ciamis Kampung Kuta Museum Fosil Situ Lengkong Panjalu Cukang Taneuh Karangkamulyan Situs Gunung Susuru

ANALISIS PENGGUNAAN LAHAN, KUNJUNGAN WISATA DAN FAKTOR-FAKTOR PENUNJANG PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus: Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat)

ANALISIS PENGGUNAAN LAHAN, KUNJUNGAN WISATA DAN FAKTOR-FAKTOR PENUNJANG PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus: Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat) ANALISIS PENGGUNAAN LAHAN, KUNJUNGAN WISATA DAN FAKTOR-FAKTOR PENUNJANG PERKEMBANGAN WILAYAH (Studi Kasus: Kabupaten Ciamis, Propinsi Jawa Barat) Oleh: Rina Sutantie A24101042 PROGRAM STUDI ILMU TANAH

Lebih terperinci

DINAMIKA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI DAERAH PINGGIRAN DKI JAKARTA (Studi Kasus Kecamatan Ciracas, Kota Jakarta Timur) Oleh: Okta Marliza A

DINAMIKA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI DAERAH PINGGIRAN DKI JAKARTA (Studi Kasus Kecamatan Ciracas, Kota Jakarta Timur) Oleh: Okta Marliza A DINAMIKA PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN DI DAERAH PINGGIRAN DKI JAKARTA (Studi Kasus Kecamatan Ciracas, Kota Jakarta Timur) Oleh: Okta Marliza A24104069 PROGRAM STUDI ILMU TANAH FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 19 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian di lapangan dilaksanakan pada pertengahan bulan Februari hingga April 2010. Lokasi penelitian adalah areal perkebunan inti dan

Lebih terperinci

Sekapur Sirih. Ciamis, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Ciamis. Ir. Gandjar Rachman

Sekapur Sirih. Ciamis, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Ciamis. Ir. Gandjar Rachman Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik dan sejalan dengan rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai Sensus Penduduk dan Perumahan Tahun 2010

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN ii iii iv PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Perumusan Masalah... 4 Tujuan Penelitian... 9 Pengertian dan Ruang Lingkup Penelitian... 9 Manfaat

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY

ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY ANALISIS POTENSI LAHAN SAWAH UNTUK PENCADANGAN KAWASAN PRODUKSI BERAS DI KABUPATEN AGAM - SUMATERA BARAT NOFARIANTY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 YANG SELALU DI HATI Yang mulia:

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN BONE PERIODE KUSNADI ZAINUDDIN JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

SKRIPSI ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN BONE PERIODE KUSNADI ZAINUDDIN JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS i SKRIPSI ANALISIS POTENSI PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN BONE PERIODE 2006-2010 KUSNADI ZAINUDDIN JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2012 ii SKRIPSI ANALISIS

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN. Lokasi dan Waktu Penelitian. Metode Pengumpulan Data METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Solok Provinsi Sumatera Barat. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Juni hingga September 2011.

Lebih terperinci

SUB SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN KABUPATEN TASIKMALAYA SELAMA TAHUN

SUB SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN KABUPATEN TASIKMALAYA SELAMA TAHUN SUB SEKTOR PERTANIAN UNGGULAN KABUPATEN TASIKMALAYA SELAMA TAHUN 2005-2014 Sri Hidayah 1) Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Uniersitas Siliwangi SriHidayah93@yahoo.com Unang 2) Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim

KATA PENGANTAR Bismillahirrohmanirrohim ABSTRAK Pembangunan Wilayah (regional) merupakan fungsi dari potensi sumberdaya alam, tenaga kerja dan sumberdaya manusia, investasi modal, prasarana dan sarana pembangunan, transportasi dan komunikasi,

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 3 TAHUN 2007 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH KABUPATEN CIAMIS TAHUN 2005 SAMPAI DENGAN TAHUN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang :

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Diresmikannya Kota Tasikmalaya sebagai daerah otonom pada tanggal 17 Oktober 2001 mengandung konsekuensi adanya tuntutan peningkatan pelayanan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dan pengembangan wilayah merupakan dinamika daerah menuju kemajuan yang diinginkan masyarakat. Hal tersebut merupakan konsekuensi logis dalam memajukan kondisi sosial,

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUNJUNGAN WISATAWAN KE KAWASAN WISATA PANTAI CARITA KABUPATEN PANDEGLANG

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUNJUNGAN WISATAWAN KE KAWASAN WISATA PANTAI CARITA KABUPATEN PANDEGLANG ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUNJUNGAN WISATAWAN KE KAWASAN WISATA PANTAI CARITA KABUPATEN PANDEGLANG Oleh: RINA MULYANI A14301039 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk memotivasi berkembangnya pembangunan daerah. Pemerintah daerah harus berupaya

I. PENDAHULUAN. untuk memotivasi berkembangnya pembangunan daerah. Pemerintah daerah harus berupaya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pariwisata merupakan bentuk industri pariwisata yang belakangan ini menjadi tujuan dari sebagian kecil masyarakat. Pengembangan industri pariwisata mempunyai peranan penting

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dan terletak di garis khatulistiwa dengan luas daratan 1.910.931,32 km 2 dan memiliki 17.504 pulau (Badan Pusat Statistik 2012). Hal

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK Oleh : Dina Dwi Wahyuni A 34201030 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan sektor penunjang pertumbuhan ekonomi sebagai sumber penerimaan devisa, membuka lapangan kerja sekaligus kesempatan berusaha. Hal ini didukung dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang saat ini sedang digalakkan oleh pemerintah Indonesia. Berdasarkan Intruksi Presiden nomor 16 tahun 2005 tentang Kebijakan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS KINERJA EKONOMI DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA PROVINSI SUMATERA BARAT SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN OLEH VARADILA OKAYANDA

SKRIPSI ANALISIS KINERJA EKONOMI DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA PROVINSI SUMATERA BARAT SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN OLEH VARADILA OKAYANDA SKRIPSI ANALISIS KINERJA EKONOMI DAERAH KABUPATEN DHARMASRAYA PROVINSI SUMATERA BARAT SEBELUM DAN SESUDAH PEMEKARAN OLEH VARADILA OKAYANDA 120501075 PROGRAM STUDI EKONOMI PEMBANGUNAN DEPARTEMEN EKONOMI

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Matrik Kebutuhan Data, Metode, Jenis dan Sumber Data

LAMPIRAN. Lampiran 1. Matrik Kebutuhan Data, Metode, Jenis dan Sumber Data LAMPIRAN Lampiran 1. Matrik Kebutuhan Data, Metode, Jenis dan Sumber Data No Kebutuhan Data Metode Jenis Data Sumber Data 1 Konteks Umum Lokasi Studi Dokumen, Interview, Pengamatan Lapang Primer, Sekunder

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH SEKTOR PARIWISATA TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA BOGOR OLEH: FITRI RAHAYU H

ANALISIS PENGARUH SEKTOR PARIWISATA TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA BOGOR OLEH: FITRI RAHAYU H ANALISIS PENGARUH SEKTOR PARIWISATA TERHADAP PEREKONOMIAN KOTA BOGOR OLEH: FITRI RAHAYU H14102072 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN FITRI RAHAYU.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan gaya hidup dan tatanan dalam masyarakat saat kini ditandai dengan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi yang memacu perkembangan

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERIKANAN DAN PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT

PERANAN SEKTOR PERIKANAN DAN PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT PERANAN SEKTOR PERIKANAN DAN PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN DALAM PEMBANGUNAN WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI, PROVINSI JAWA BARAT SKRIPSI ARIZAL LUTFIEN PRASSLINA PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS DAN EKONOMI PERIKANAN-KELAUTAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya,

I. PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pariwisata merupakan salah satu fenomena sosial, ekonomi, politik, budaya, dan teknologi, sehingga keadaan ini menjadi sebuah perhatian yang besar dari para

Lebih terperinci

PENGGUNAAN METODA STEPWISE FORWARD UNTUK MENENTUKAN PERSAMAAN REGRESI LINIER BERGANDA (Studi Kasus : Jumlah Pendapatan di Kabupaten Tapanuli Utara)

PENGGUNAAN METODA STEPWISE FORWARD UNTUK MENENTUKAN PERSAMAAN REGRESI LINIER BERGANDA (Studi Kasus : Jumlah Pendapatan di Kabupaten Tapanuli Utara) PENGGUNAAN METODA STEPWISE FORWARD UNTUK MENENTUKAN PERSAMAAN REGRESI LINIER BERGANDA (Studi Kasus : Jumlah Pendapatan di Kabupaten Tapanuli Utara) SKRIPSI LAMSIHAR D. F. PAKPAHAN 110823019 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYERAPAN TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI PROVINSI JAWA TENGAH TAHUN 2010-2014 TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister Program Studi Magister Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata merupakan salah satu sektor pembangunan yang tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan program kerja pemerintah tentang pembangunan berkelanjutan sesuai dengan

Lebih terperinci

PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO. Oleh DIDIK YULIANTO A

PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO. Oleh DIDIK YULIANTO A PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO Oleh DIDIK YULIANTO A34202008 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTIT UT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE Penerapan Analisis Shift-Share. Oleh MAHILA H

PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE Penerapan Analisis Shift-Share. Oleh MAHILA H PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH KABUPATEN KARAWANG PERIODE 1993-2005 Penerapan Analisis Shift-Share Oleh MAHILA H14101003 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN

ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN ANALISIS PERMINTAAN DAN SURPLUS KONSUMEN TAMAN WISATA ALAM SITU GUNUNG DENGAN METODE BIAYA PERJALANAN RANI APRILIAN DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya yang berbeda seperti yang dimiliki oleh bangsa lain. Dengan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya yang berbeda seperti yang dimiliki oleh bangsa lain. Dengan melakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Melakukan perjalanan wisata sudah banyak sekali dilakukan oleh masyarakat modern saat ini, karena mereka tertarik dengan hasil kemajuan pembangunan suatu negara, hasil

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN

STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN STUDI PENGEMBANGAN WILAYAH KAWASAN PENGEMBANGAN EKONOMI TERPADU (KAPET) BIMA DI PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT ENIRAWAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR TAHUN 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN PENGEMBANGAN POTENSI EKONOMI LOKAL KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN

ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN PENGEMBANGAN POTENSI EKONOMI LOKAL KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN ANALISIS STRUKTUR EKONOMI DAN PENGEMBANGAN POTENSI EKONOMI LOKAL KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2008-2013 SKRIPSI Diajukan untuk melengkapi Syarat syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi

Lebih terperinci

KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA SELATAN ERNIES

KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA SELATAN ERNIES KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA SELATAN ERNIES DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 KONTRIBUSI INDUSTRI PENGOLAHAN KAYU DI PROPINSI SUMATERA

Lebih terperinci

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO

RINGKASAN ISVENTINA. DJONI HARTONO RINGKASAN ISVENTINA. H14102124. Analisis Dampak Peningkatan Ekspor Karet Alam Terhadap Perekonomian Indonesia: Suatu Pendekatan Analisis Input-Output. Di bawah bimbingan DJONI HARTONO. Indonesia merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DI TAMAN NASIONAL KERINCI SEBLAT KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMBAR HANDY RUSYDI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Taman Nasional Undang-undang No. 5 Tahun 1990 menyatakan bahwa taman nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Kesesuaian Lahan Analisis kesesuaian lahan dilakukan pada dua kawasan yakni kawasan lindung dan kawasan budidaya. Setiap jenis penggunaan lahan dianalisis kesesuaiannya berdasarkan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN 33 IV. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Berdasarkan perumusan masalah, tujuan dan manfaat, penelitian ini dibangun atas dasar kerangka pemikiran bahwa kemiskinan merupakan masalah multidimensi

Lebih terperinci

serta menumbuhkan inspirasi dan cinta terhadap alam (Soemarno, 2009).

serta menumbuhkan inspirasi dan cinta terhadap alam (Soemarno, 2009). II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Alam Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam, pasal

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun

I PENDAHULUAN. Tabel 1. Statistik Kunjungan Wisatawan ke Indonesia Tahun Tahun I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. Hal ini berdasarkan pada pengakuan berbagai organisasi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH ELEMEN LANSKAP TERHADAP KUALITAS ESTETIKA LANSKAP KOTA DEPOK. Oleh: Medyuni Ruswan A

ANALISIS PENGARUH ELEMEN LANSKAP TERHADAP KUALITAS ESTETIKA LANSKAP KOTA DEPOK. Oleh: Medyuni Ruswan A ANALISIS PENGARUH ELEMEN LANSKAP TERHADAP KUALITAS ESTETIKA LANSKAP KOTA DEPOK Oleh: Medyuni Ruswan A34201045 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN

Lebih terperinci

ANALISIS SPASIAL KONVERSI LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (Studi Kasus Kawasan Hulu Daerah Aliran Sungai Cimanuk ) 1) ABSTRAK

ANALISIS SPASIAL KONVERSI LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (Studi Kasus Kawasan Hulu Daerah Aliran Sungai Cimanuk ) 1) ABSTRAK ANALISIS SPASIAL KONVERSI LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI (Studi Kasus Kawasan Hulu Daerah Aliran Sungai Cimanuk ) 1) La Ode S. Iman dan Didit Okta Pribadi 2) Eksplorasi Nusantara Kompleks BBIHP No.25 Cikaret,

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis Berdasarkan data yang diperoleh dari BPS Kabupaten Ciamis, secara geografis wilayah Kabupaten Ciamis berada pada 108 0 20 sampai dengan 108 0

Lebih terperinci

BAB I PERDAHULUAB. dilihat dari jumlah.wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia tiap tahunnya tidak kurang

BAB I PERDAHULUAB. dilihat dari jumlah.wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia tiap tahunnya tidak kurang -------------- BAB I PERDAHULUAB A. LATAR BELAKARG Negar~ Indonesia sebagai salah satu negara tropis dan negara kepulauan dengan jumlah pulau mencapai 13.667 buah. Dengan penduduk yang terdiri dari berbagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan

berbagai macam sumberdaya yang ada di wilayah pesisir tersebut. Dengan melakukan pengelompokan (zonasi) tipologi pesisir dari aspek fisik lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia adalah negara bahari dan negara kepulauan terbesar di dunia dengan keanekaragaman hayati laut terbesar (mega marine biodiversity) (Polunin, 1983).

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah

2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah 7 2 TINJAUAN PUSTAKA Konsep Pengembangan Wilayah Dalam Undang-Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur yang terkait

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penelitian Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang melibatkan pembentukan institusi baru, pembangunan industri alternatif, perbaikan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY

ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY ANALISIS PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN AGROPOLITAN BATUMARTA KABUPATEN OGAN KOMERING ULU ROSITADEVY SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI Administrasi Secara administrasi pemerintahan Kabupaten Sukabumi dibagi ke dalam 45 kecamatan, 345 desa dan tiga kelurahan. Ibukota Kabupaten terletak di Kecamatan

Lebih terperinci

BUPATI MALANG SAMBUTAN BUPATI MALANG PADA ACARA PENERIMAAN KUNJUNGAN KERJA DPR RI KOMISI X TANGGAL : 23 SEPTEMBER 2016

BUPATI MALANG SAMBUTAN BUPATI MALANG PADA ACARA PENERIMAAN KUNJUNGAN KERJA DPR RI KOMISI X TANGGAL : 23 SEPTEMBER 2016 BUPATI MALANG SAMBUTAN BUPATI MALANG PADA ACARA PENERIMAAN KUNJUNGAN KERJA DPR RI KOMISI X TANGGAL : 23 SEPTEMBER 2016 Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Salam sejahtera bagi kita semua. YTH

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H

IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H IDENTIFIKASI DAN PERAN SEKTOR UNGGULAN TERHADAP PENYERAPAN TENAGA KERJA DI PROVINSI DKI JAKARTA OLEH GITA IRINA ARIEF H14050032 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

Pengembangan Wisata Terpadu Berdasarkan Daya Tarik Kawasan Konservasi di Kecamatan Cimenyan

Pengembangan Wisata Terpadu Berdasarkan Daya Tarik Kawasan Konservasi di Kecamatan Cimenyan Pengembangan Wisata Terpadu Berdasarkan Daya Tarik Kawasan Konservasi di Kecamatan Cimenyan Oleh: Wanjat Kastolani Abstrak Wisata yang berada pada kawasan konservasi merupakan sumberdaya yang potensial.

Lebih terperinci

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN DOMESTIK DAGING SAPI INDONESIA SKRIPSI ADITYA HADIWIJOYO

ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN DOMESTIK DAGING SAPI INDONESIA SKRIPSI ADITYA HADIWIJOYO ANALISIS PERMINTAAN DAN PENAWARAN DOMESTIK DAGING SAPI INDONESIA SKRIPSI ADITYA HADIWIJOYO PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN ADITYA HADIWIJOYO.

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A34201023 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YULIANANTO

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN Oleh : Mutiara Ayuputri A34201043 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman

BAB I PENDAHULUAN. Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya yang berupa keanekaragaman flora, fauna dan gejala alam dengan keindahan pemandangan alamnya merupakan anugrah Tuhan Yang Maha

Lebih terperinci

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA

ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA ANALISIS EKOLOGI-EKONOMI UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERIKANAN BUDIDAYA BERKELANJUTAN DI WILAYAH PESISIR PROVINSI BANTEN YOGA CANDRA DITYA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ABSTRACT

Lebih terperinci

TESIS. Oleh SIMAMORA DANIEL REINHARD AGUSTINO /PWD L A H PA S C A S A R JA N A

TESIS. Oleh SIMAMORA DANIEL REINHARD AGUSTINO /PWD L A H PA S C A S A R JA N A PENGARUH KUNJUNGAN WISATAWAN TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT DI KECAMATAN PANDAN DALAM RANGKA PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN TAPANULI TENGAH TESIS Oleh SIMAMORA DANIEL REINHARD AGUSTINO 107003045/PWD

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau.

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan. terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang pulau. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang mempunyai lebih kurang 18.110 pulau. Sebaran sumberdaya manusia yang tidak merata

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sektor kelautan memiliki peluang yang sangat besar untuk dijadikan sumber pertumbuhan baru bagi bangsa Indonesia untuk keluar dari cengkeraman krisis ekonomi.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sektor pariwisata merupakan salah satu sumber penghasil devisa potensial selain sektor migas. Indonesia sebagai suatu negara kepulauan memiliki potensi alam dan budaya

Lebih terperinci

STUDI DAYA DUKUNG BIOFISIK KAWASAN REKREASI KEBUN RAYA BOGOR

STUDI DAYA DUKUNG BIOFISIK KAWASAN REKREASI KEBUN RAYA BOGOR STUDI DAYA DUKUNG BIOFISIK KAWASAN REKREASI KEBUN RAYA BOGOR Oleh : YAYAT RUHIYAT A34201018 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YAYAT RUHIYAT. Studi

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Perubahan penutupan/penggunaan lahan merupakan sesuatu yang tidak dapat dielakkan dalam proses pembangunan, dimana kebutuhan akan lahan selalu meningkat setiap tahunnya

Lebih terperinci

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI CIAMIS PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 53 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN BUPATI CIAMIS NOMOR 36 TAHUN 2014 TENTANG UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS DAN UNIT PELAKSANA TEKNIS

Lebih terperinci

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN

IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 92 IV. ANALISIS SITUASIONAL DAERAH PENELITIAN 4.1. Kota Bekasi dalam Kebijakan Tata Makro Analisis situasional daerah penelitian diperlukan untuk mengkaji perkembangan kebijakan tata ruang kota yang terjadi

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN POLA PENGANGGARAN, SEKTOR UNGGULAN, DAN SUMBERDAYA DASAR UNTUK OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH

ANALISIS KETERKAITAN POLA PENGANGGARAN, SEKTOR UNGGULAN, DAN SUMBERDAYA DASAR UNTUK OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH ANALISIS KETERKAITAN POLA PENGANGGARAN, SEKTOR UNGGULAN, DAN SUMBERDAYA DASAR UNTUK OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN DAERAH (Studi Kasus Kota Batu Provinsi Jawa Timur) FATCHURRAHMAN ASSIDIQQI SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H

PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H PERANAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PERTUMBUHAN EKONOMI DAN MENGURANGI KETIMPANGAN PENDAPATAN DI PEMERINTAH ACEH OLEH AGUS NAUFAL H14052333 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006

KATA PENGANTAR. Atas dukungan dari semua pihak, khususnya Bappeda Kabupaten Serdang Bedagai kami sampaikan terima kasih. Sei Rampah, Desember 2006 KATA PENGANTAR Untuk mencapai pembangunan yang lebih terarah dan terpadu guna meningkatkan pembangunan melalui pemanfaatan sumberdaya secara maksimal, efektif dan efisien perlu dilakukan perencanaan, pelaksanaan

Lebih terperinci

ANALISIS SWOT PENGEMBANGAN PETERNAKAN RUMINANSIA BERDASARKAN POTENSI HIJAUAN PAKAN MENGGUNAKAN BAHASA PEMPROGRAMAN VISUAL BASIC 6.

ANALISIS SWOT PENGEMBANGAN PETERNAKAN RUMINANSIA BERDASARKAN POTENSI HIJAUAN PAKAN MENGGUNAKAN BAHASA PEMPROGRAMAN VISUAL BASIC 6. ANALISIS SWOT PENGEMBANGAN PETERNAKAN RUMINANSIA BERDASARKAN POTENSI HIJAUAN PAKAN MENGGUNAKAN BAHASA PEMPROGRAMAN VISUAL BASIC 6.0 SKRIPSI NENENG LASMANAWATI PROGRAM STUDI NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta)

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta) BAB III METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai lanskap kawasan ekowisata karst ini dilakukan di Lembah Mulo, Desa Mulo, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi. Jurusan Ekonomi Pembangunan.

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan. Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi. Jurusan Ekonomi Pembangunan. ANALISI EKONOMI REGIONAL PADA SATUAN WILAYAH PEMBANGUNAN IV PROVINSI JAWA TIMUR ( KABUPATEN JEMBER, KABUPATEN BONDOWOSO, KABUPATEN SITUBONDO) (DENGAN MENGGUNAKAN ANALISIS LOCATION QUOTION) SKRIPSI Diajukan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FISIK YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FISIK YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS ANALISIS FAKTOR-FAKTOR FISIK YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PADI SAWAH DENGAN APLIKASI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (Studi Kasus di Kabupaten Bogor, Jawa Barat) RANI YUDARWATI PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN

ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN ANALISIS PEWILAYAHAN, HIRARKI, KOMODITAS UNGGULAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT PADA KAWASAN AGROPOLITAN (Studi Kasus di Bungakondang Kabupaten Purbalingga) BUDI BASKORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN MENGGUNAKAN DATA PDRB

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN MENGGUNAKAN DATA PDRB ANALISIS SEKTOR UNGGULAN MENGGUNAKAN DATA PDRB (STUDI KASUS BPS KABUPATEN KENDAL TAHUN 2006-2010) SKRIPSI Disusun oleh : ROSITA WAHYUNINGTYAS J2E 008 051 JURUSAN STATISTIKA FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan ekonomi lokal wilayah tersebut. Pembangunan wilayah dapat

BAB I PENDAHULUAN. mengembangkan ekonomi lokal wilayah tersebut. Pembangunan wilayah dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan wilayah tidak dapat dilepaskan dari upaya mengembangkan ekonomi lokal wilayah tersebut. Pembangunan wilayah dapat diartikan sebagai serangkaian upaya untuk

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH DALAM KAITANNYA DENGAN DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI KABUPATEN PURWAKARTA AI MAHBUBAH

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH DALAM KAITANNYA DENGAN DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI KABUPATEN PURWAKARTA AI MAHBUBAH STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH DALAM KAITANNYA DENGAN DISPARITAS PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI KABUPATEN PURWAKARTA AI MAHBUBAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA SURAKARTA DAN KABUPATEN KLATEN TAHUN

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA SURAKARTA DAN KABUPATEN KLATEN TAHUN ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DAN PERTUMBUHAN EKONOMI KOTA SURAKARTA DAN KABUPATEN KLATEN TAHUN 2008-2012 Skripsi Diajukan Untuk Melengkapi Syarat-Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEUBEL KAYU INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEUBEL KAYU INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT 1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI EKSPOR MEUBEL KAYU INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT OLEH ERIKA H14104023 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 2 RINGKASAN

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN POTENSI PENGEMBANGAN WISATA KULINER: STUDI KASUS DI SOLO. Oleh: Edy Purwo Saputro, SE, MSi Fatchan Achyani, SE, MSi

LAPORAN PENELITIAN POTENSI PENGEMBANGAN WISATA KULINER: STUDI KASUS DI SOLO. Oleh: Edy Purwo Saputro, SE, MSi Fatchan Achyani, SE, MSi LAPORAN PENELITIAN POTENSI PENGEMBANGAN WISATA KULINER: STUDI KASUS DI SOLO Oleh: Edy Purwo Saputro, SE, MSi Fatchan Achyani, SE, MSi DIBIAYAI PROYEK PENGKAJIAN DAN PENELITIAN ILMU PENGETAHUAN TERAPAN

Lebih terperinci