BAB VII PEMBAHASAN. guna membiayai pembangunan pada suatu negara. Pajak merupakan salah satu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VII PEMBAHASAN. guna membiayai pembangunan pada suatu negara. Pajak merupakan salah satu"

Transkripsi

1 BAB VII PEMBAHASAN 7.1 Pajak Tanah Kewajiban pembayaran pajak merupakan perwujudan partisipasi masyarakat guna membiayai pembangunan pada suatu negara. Pajak merupakan salah satu sumber terbesar dari pemasukan pemerintah dan tak ada satu negara pun yang dapat berdiri dengan stabil tanpa mengenakan pajak pada warganya. Sumber penerimaan pajak pendapatan di Negara Indonesia salah satunya adalah Pajak Bumi dan Bangunan serta dari Bea Perolehan Hak atas Lahan dan bangunan (BPHTB). Penerimaan dari PBB dan BPHTB merupakan pajak pusat, tetapi sebenarnya penerimaan pajak dari sumber ini lebih banyak dinikmati oleh Pemerintah Daerah. Berdasarkan UU No. 12 Tahun 1985 yang kemudian diperbaharui dengan UU No. 12 Tahun 1994 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, disebutkan bahwa penetapan tarif PBB yang dikenakan atas objek pajak sebesar 0,5 persen (lima per sepuluh persen). Namun PBB ini untuk kasus Indonesia belum mencerminkan terhadap pengendaliannya. Hal ini dapat dilihat dari besarnya pajak yang didasarkan atas tarif pajak (0,5 persen) dari nilai jual kena pajak (NJKP) yaitu sebesar 20 persen dari nilai jual objek pajak (NJOP) (0,5 persen x 20 persen NJOP). Sementara untuk nilai jual objek pajak dibawah Rp 8 juta tidak dikenai PBB. Pajak Bumi dan Bangunan sangat tergantung pada potensi fiskalnya, yang ditentukan oleh dua determinan, yaitu luas dan Nilai Jual Objek Pajak. Potensi fiskal tersebut adalah semua Bumi dan Bangunan yang taxable menurut undang-undang dan 82

2 Nilai Jual Objek Pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan tahun yang bersangkutan. Dalam hal Surat Pemberitahuan Pajak Terutang dimaksud belum terbit, adalah Nilai Jual Objek Pajak menurut Surat Pemberitahuan pajak Terutang tahun pajak sebelumnya. Apabila tanah dan bangunan belum terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, maka Nilai Jual Objek Pajak menurut surat keterangan yang diterbitkan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang wilayah wewenangnya meliputi tanah dan bangunan yang bersangkutan. Tabel berikut menunjukkan rencana penerimaan pajak bumi dan bangunan (PBB) kota Jakarta dan Jawa Barat sebagai contoh perbandingan. Tabel 15. Rencana Penerimaan PBB/BPHTB Jakarta Tahun 2000 KABUPATEN/KOTA KPPBB RENCANA PENERIMAAN PBB/BPHTB PBB APBN BPHTB TOTAL PEDESAAN PERKOTAAN PBB (7+8) Kt. Jakarta Pusat KPPBB JAKARTA PUSAT Kt. Jakarta Barat KPPBB JAKARTA BARAT Kt. Jakarta Utara KPPBB JAKARTA UTARA Kt. Jakarta Timur KPPBB JAKARTA TIMUR Kt. Jakarta Selatan KPPBB JAKARTA SELATAN Sumber : Data Sekunder KPP Jakarta 83

3 Tabel 16. Rencana Penerimaan PBB/BPHTB Jawa Barat Tahun

4 KABUPATEN/KOTA RENCANA PENERIMAAN PBB/BPHTB KPPBB PBB APBN BPHTB TOTAL PEDESAAN PERKOTAAN PBB (7+8) Kt. Bandung KPPBB BANDUNG SATU Kb. Bandung KPPBB BANDUNG DUA Kt. Bogor Kb. Bogor Kt. Depok KPPBB BOGOR Kt. Sukabumi Kb. Sukabumi Kb. Cianjur KPPBB SUKABUMI Kb. Serang Kt. Cilegon KPPBB SERANG Kb. Pandeglang Kb. Lebak KPPBB PANDEGLANG Kt. Tangerang Kb. Tangerang KPPBB TANGERANG Kt. Bekasi Kb. Bekasi Kb. Karawang KPPBB BEKASI Kb. Purwakarta Kb. Subang KPPBB PURWAKARTA Kb. Garut Kb. Sumedang KPPBB GARUT Kb. Tasikmalaya Kb. Ciamis KPPBB TASIKMALAYA Kt. Cirebon Kb. Cirebon Kb. Indramayu KPPBB CIREBON Kb. Kuningan Kb. Majalengka KPPBB KUNINGAN Sumber : Data Sekunder KPP Jawa Barat 7.2 Persepsi Masyarakat terhadap Masalah Pertanahan; Sebagai 85

5 Perbandingan Kota Bekasi Profil Wilayah Perbandingan :Studi Kasus Kota Bekasi Berdasarkan data dari BPS Bekasi, rata-rata laju pertumbuhan penduduk pada kurun waktu tercatat sebesar 3,57%, kurun waktu meningkat hampir dua kali lipat menjadi 6,29%, sementara kurun waktu 1990 sampai 2000 laju pertumbuhan penduduk Kota Bekasi mengalami penurunan menjadi 4,31 %. Tahun 1992 penggunaan lahan di Kota Bekasi masih didominasi oleh sawah, kebun campuran, dan urban/suburban. Sisanya merupakan belukar, hutan, lahan terbuka, laut, mangrove, perkebunan, rumput/semak, sungai/rawa/situ dan tambak. Sementara pada tahun 2002 luasan daerah urban/suburban mendominasi penggunaan lahan yang diikuti oleh sawah, dan kebun campuran. Dari hasil korelasi variable penggunaan lahan, PDRB, penduduk, dan sektor tenaga kerja, menunjukkan bahwa tingkat pertumbuhan penduduk yang bekerja di sektor industri (X 8 ) berkorelasi positif dengan tingkat pertumbuhan lahan tidur (X 3 ). Hal ini berarti jika jumlah penduduk Kota Bekasi yang bekerja di sektor industri meningkat maka lahan tidur yang ada di Kota Bekasi akan semakin meningkat, dikarenakan masyarakat petani menjual atau meninggalkan lahannya sedangkan mereka memilih bekerja di sektor informal. Peningkatan lahan untuk bangunan memberikan hasil korelasi yang nyata dan positif dengan peningkatan lahan tidur, konversi lahan pertanian dan tingkat pertumbuhan penduduk yang bekerja pada sektor industri, namun berkorelasi negatif dengan pertumbuhan penduduk yang bekerja pada sektor pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa di wilayah Kota Bekasi 86

6 guna keperluan pertumbuhan sektor perkotaan membutuhkan lahan yang dikonversi dari pertanian, yang sekaligus menyebabkan terjadi peralihan tenaga kerja dari sektor pertanian ke sektor industri. PDRB Informal X15 PDRB Formal X ( - ) PDRB Industri X13 Lahan Tidur X3 + ( - ) + + Lahan non sawah X4 ( - ) Lahan Bangunan X2 + Penduduk X5 + ( - ) Penduduk Pertanian X6 PDRB Pertanian X11 penduduk Industri X8 Gambar 13 : Keterkaitan Parsial antara Beberapa Komponen Luas Lahan, Penduduk dan PDRB. ( - ) PBB Sektor Perkotaan di Kota Bekasi Pajak Bumi dan Bangunan sangat tergantung pada potensi fiskalnya, yang ditentukan oleh dua determinan, yaitu luas dan Nilai Jual Objek Pajak. Potensi fiskal tersebut adalah semua Bumi dan Bangunan yang taxable menurut undangundang dan Nilai Jual Objek Pajak adalah Nilai Jual Objek Pajak menurut Surat Pemberitahuan Pajak Terutang Pajak Bumi dan Bangunan tahun yang bersangkutan. Dalam hal Surat Pemberitahuan Pajak Terutang dimaksud belum terbit, adalah Nilai Jual Objek Pajak menurut Surat Pemberitahuan pajak Terutang tahun pajak sebelumnya. Apabila tanah dan bangunan belum terdaftar pada Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, maka Nilai Jual Objek Pajak menurut surat keterangan 87

7 yang diterbitkan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang wilayah wewenangnya meliputi tanah dan bangunan yang bersangkutan. Cakupan jumlah objek dan subjek pajak idealnya mendekati jumlah yang ada di lapangan. Peningkatannya dapat dilakukan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi pendataan dan penilaian objek dan subjek PBB pada semua jenis objek. Peningkatan NJOP dapat didekati dengan penetapan PBB yang mengacu pada nilai pasar dengan mempertimbangkan faktor improvement dan future benefit dari objek pajak yang mempunyai nilai tinggi untuk setiap jenis objek. Rasio penetapan PBB peningkatannya dapat dihampiri dengan menaikkan dasar perhitungan penetapan pajak terutang yang layak diefektifkan sesuai dengan potensi fiskal di lapangan pada setiap jenis objek. Adapun Luas Bumi dan Bangunan serta Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan di Kota Bekasi Tahun 2004 dijelaskan dalam Tabel 16 Tabel 16. Luas Bumi dan Bangunan, Penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan dan Objek Pajak di Kota Bekasi Tahun 2004 PAJAK BUMI PAJAK BANGUNAN Luas Bumi Luas Kecamatan (m 2 ) NJOP (000) Bangunan(m 2 ) NJOP (000) OP (000) Pondokgede 18,524,103 5,126,616,099 3,675,723 1,705,634,869 59,342 Jatisampurna 19,272,229 2,627,760, , ,135,465 30,847 Jatiasih 20,633,271 2,976,607,705 1,378, ,527,563 48,477 Bantargebang 36,802,915 2,678,000,874 1,549, ,990,768 50,327 Bekasi Timur 10,073,603 2,968,111,507 2,892,675 1,257,319,130 48,226 Rawalumbu 12,107,826 2,833,088,134 1,792, ,853,586 37,787 Bekasi Selatan 11,008,749 3,617,247,601 2,657,111 1,369,425,176 40,052 Bekasi Barat 11,020,887 2,867,925,153 2,834,924 1,272,198,605 48,163 Medan Satria 10,583,925 3,083,769,293 2,377,251 1,191,640,318 33,489 Bekasi Utara 15,437,381 3,093,447,715 3,058,871 1,334,204,484 61,124 Jumlah 165,464,889 31,872,574,774 22,853,220 10,528,929, ,834 Sumber: Statistik Kota Bekasi dalam angka BPS, dan kantor PBB Kota Bekasi

8 Pada tahun 2004, luas Bumi dan Bangunan di Kota Bekasi sebesar 188, 32 juta m 2 sedangkan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) di Kota Bekasi adalah sebesar Rp 42,4 milyar terdiri dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dari Bumi sebesar Rp 31,9 milyar dan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dari bangunan sebesar Rp 10,5 milyar dan jumlah Objek Pajaknya (OP) sebesar Rp 457,8 ribu. Penerimaan NJOP di Kota Bekasi yang terbesar adalah dari Kecamatan Pondokgede dengan NJOP dari lahan (Bumi) sebesar Rp 5,13 milyar dan luas lahan (Bumi) sebesar 18,52 juta M 2, serta NJOP Bangunan sebesar Rp 1,7 milyar dengan luas bangunan sebesar 3,68 juta m 2. NJOP terkecil dari Kecamatan Jatisampurna sebesar Rp 2,6 milyar, dengan luas lahan (Bumi) sebesar 19,27 juta m 2 dan NJOP bangunan sebesar Rp 0,3 milyar, dengan luas bangunan sebesar m 2. Tabel 17. Nilai Jual Objek Pajak Bumi dan Bangunan (NJOP) dan Kenaikan NJOP di Kota Bekasi Tahun (000 Rp) Tahun 2003 Tahun 2004 Kenaikan NJOP Bumi (Rp/m 2 ) Kenaikan NJOP Bangunan (Rp/m 2 ) Bumi Bangunan Bumi Bangunan Kecamatan (RP/m 2 ) (Rp/m 2 ) (RP/m 2 ) (Rp/m 2 ) Pondokgede Jatisampurna Jatiasih Bantargebang Bekasi Timur Rawalumbu Bekasi Selatan Bekasi Barat Medan Satria Bekasi Utara Sumber: Kantor PBB Kota Bekasi,

9 Harga lahan (Bumi) dan bangunan di Kota Bekasi pada tahun 2003 dan 2004 mengalami perubahan. Harga lahan (Bumi) di beberapa kecamatan di Kota Bekasi mengalami kenaikan, meskipun kenaikannya berbeda-beda setiap kecamatan. Kenaikan harga lahan (Bumi) yang terbesar adalah di Kecamatan Bekasi Selatan sebesar Rp 35,79 ribu per m 2, yaitu pada tahun 2003 sebesar Rp 292,79 ribu per m 2 meningkat menjadi Rp 328,58 ribu per m 2 pada tahun Sedangkan di Kecamatan Medan Satria hanya mengalami kenaikan sebesar Rp 2,75 ribu per m 2, yang berarti di Kecamatan Medan Satria merupakan kenaikan yang paling rendah dibandingkan dengan di kecamatan lainnya. Pada tahun 2003 harga lahan per m 2 di Kecamatan Medan Satria sebesar Rp 288,61 ribu,- meningkat menjadi Rp 291,36 ribu per m 2 pada tahun Harga Bangunan dari sepuluh kecamatan di Kota Bekasi pada tahun 2003 dan 2004 sebagian besar mengalami penurunan, meskipun ada tiga kecamatan yang mengalami kenaikan yaitu Kecamatan Jatisampurna dengan kenaikan sebesar Rp10,46 ribu per m 2, Kecamatan Bekasi Selatan kenaikannya sebesar Rp 7,13 ribu per m 2. Adapun penurunan yang paling besar yaitu dari Kecamatan Bekasi Timur dengan penurunannya sebesar Rp 9,21 ribu per m 2 yang pada tahun 2003 harga bangunan per m 2 sebesar Rp 443,86 ribu,- menurun menjadi Rp 434,66,- di tahun Persepsi Masyarakat terhadap Masalah Pertanahan di Perkotaan. Masalah pertanahan di perkotaan dapat muncul akibat perilaku 90

10 masyarakatnya terhadap lahan. Perilaku yang cenderung menilai fungsi lahan dari sisi ekonomi semata, akan mengakibatkan timbulnya masalah pertanahan, seperti: spekulasi lahan, lahan terlantar, lahan kosong, konversi lahan pertanian, serta penggunaan maupun distribusi kepemilikan yang tidak seimbang Persepsi Responden terhadap Batas Maksimum Luas Kepemilkan Lahan untuk Rumah Tabel 20. Batas maximal kepemilikan lahan untuk rumah Level of Estimate Standard Wald Stat. p Effect Column Error odds ratio Interc Pendapatan 3-5 Juta > 5 Juta < 1 Juta Dari hasil analisis di atas menunjukkan bahwa responden dengan pendapatan 3 5 juta dan di atas 5 juta memberikan hasil estimate yang signifikan dan posisitif. Sementara untuk responden dengan pendapatan dibawah satu juta memberikan hasil estimate yang signifikan dan negative. Hal ini menunjukkan bahwa untuk Responden dengan penghasilan di atas 3 juta berpersepsi bahwa batas maksimum luas kepemilikan lahan untuk rumah adalah di atas 500 m 2 atau sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan mereka. Namun bagi bagi Responden dengan penghasilan kecil berpersepsi bahwa batas maksimum kepemilkan luas lahan untuk rumah adalah maksimal 500 m 2 91

11 7.3.2 Pengetahuan Tentang Tata Ruang Tabel 21. Peluang Responden Mengetahui Tata ruang Level of Column Estimate Standard Wald p odds ratio Effect Effect Error Stat Pendidikan Sarjana SMP Pendapatan 3-5 Juta > 5 Juta < 1 Juta Dari hasil analisis statistik yang dilakukan untuk mengetahui pengetahuan responden mengenai Tata Ruang disekitar kediaman mereka, didapat bahwa variabel responden dengan tingkat pendapatan dibawah 1 juta memberikan hasil yang signifikan, dan negatif dan tingkat pendidikan sarjana memberikan hasil yang signifikan dan positif dan untuk tingkat pendidikan SMP memberikan hasil signifikan dan negative. Kondisi ini menunjukkan bahwa semakin kecil income seseorang semakin tidak peduli mereka terhadap perencanaan peruntukan ruang 92

12 7.3.3 Persepsi Responden terhadap Tarif Pajak Sebagai Pengendalian Permasalahan Lahan Perkotaan Tabel 21. Persepsi Responden terhadap PBB Progresif bagi Spekulan Level of Column Estimate Standard Wald p odds ratio Effect Error Stat. Interc Pendidikan Sarjana SMP Pekerjaan Pegawai Informal Pendapatan 3-5 Juta > 5 Juta < 1 Juta Dari hasil analisis dengan menggunakan model logit didapatkan estimasi dengan hasil yang signifikan dan negatif bagi responden dengan latar belakang pendidikan sarjana 0,71 jenis pekerjaan pegawai dan responden dengan penghasilan diatas 5 juta 1,56 dan diantara 3 5 juta 1,06. Dari hasil analisis diatas menunjukkan bahwa pelaku spekulasi dengan latar belakang pendidikan yang tinggi, income yang tinggi, serta bekerja sebagai pegawai dalam hal ini baik pegawai swasta maupun pegawai negeri, justru merupakan pihak yang paling tidak setuju dengan pengenaan tarif PBB progresif bagi pelaku spekulasi. Ketidak setujuan mereka apabila kita hubungakan dengan latar belakang pelaku spekulasi, 93

13 ternyata adalah mereka yang mempunyai income dan pendidikan tinggi serta mempunyai pekerjaan sebagai pegawai Persepsi Responden terhadap Tarif Pajak Progresif bagi Spekulan Tabel 22. Persepsi Responden terhadap PBB Lahan Pertanian Level of Colu mn Estimate I. Standard Wald Stat. p odds Effect Effect Error ratio Intercept Pendidikan Sarjana SMP Pendapatan 3-5 Juta > 5 Juta < 1 Juta Lama tinggal th < 10 Th Dari hasil di atas menunjukkan responden dengan latar belakang pendidikan SMP, lama tinggal sampai 20 tahun di Kota Bekasi masing-masing memberikan hasil estimasi yang signifikan dan negatif, sementara untuk responden dengan tingkat penghasilan di atas 5 juta memberikan hasil estimate yang signifikan dan positif. Hal ini berarti bahwa untuk tingkat pendidikan SMP dan lama tinggal di Kota Bekasi sampai 20 tahun, berpeluang untuk setuju terhadap pengurangan tarif pajak PBB untuk lahan pertanian. Sementara responden dengan tingkat pendapatan di atas 5 juta berpeluang untuk berpersepsi bahwa tarif PBB adalah sama dengan yang diberlakukan sekarang. 94

14 7.3.5 Persepsi Responden terhadap Sanksi bagi Pelaku Penelantar Lahan Dari hasil di atas menunjukkan responden dengan latar belakang tingkat pendapatan antara Rp 3-5 juta memberikan hasil yang signifikan dan negatif sebesar 1,53. Hasil estimasi yang signifikan dan positif terdapat pada responden dengan tingkat pendapatan dibawah Rp 1 juta (0,73) dan lama tinggal di Kota Bekasi tahun 0,87. Hal ini berarti bahwa untuk tingkat pendapatan dibawah Rp 1 juta dan lama tinggal di Kota Bekasi antara 10 sampai 20 tahun, berpeluang untuk berpersepsi sebaiknya sanksi yang diberlakukan untuk lahan terlantar adalah dikenakan pajak (PBB) yang tinggi. Sedangkan responden dengan tingkat pendapatan di atas 5 juta berpeluang untuk berpersepsi bahwa bagi pelaku yang menelantarkan lahannya cukup diberi peringatan. Tabel 23. Persepsi Responden Terhadap Tindakan bagi Pemilik yang Menelantarkan Lahan Level of Column Estimate Standard Wald Stat. p odds ratio Effect Error Interc Pendapatan 3-5 Juta > 5 Juta < 1 Juta lama tinggal th < 10 Th Scale

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT 5.1. PDRB Antar Kabupaten/ Kota eranan ekonomi wilayah kabupaten/kota terhadap perekonomian Jawa Barat setiap tahunnya dapat tergambarkan dari salah

Lebih terperinci

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT

BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT BAB V KINERJA PEREKONOMIAN KABUPATEN/KOTA DI JAWA BARAT 5.1. PDRB Antar Kabupaten/ Kota oda perekonomian yang bergulir di Jawa Barat, selama tahun 2007 merupakan tolak ukur keberhasilan pembangunan Jabar.

Lebih terperinci

DIPA BADAN URUSAN ADMINISTRASI TAHUN ANGGARAN 2014

DIPA BADAN URUSAN ADMINISTRASI TAHUN ANGGARAN 2014 TOTAL BAES01 JAWA BARAT 129,401,372,000.00 BELANJA PEGAWAI 100,974,521,000.00 BELANJA BARANG OPERASIONAL 8,203,990,000.00 BELANJA BARANG NON OPERASIONAL 2,838,361,000.00 BELANJA MODAL 17,384,500,000.00

Lebih terperinci

Jumlah penduduk Jawa Barat berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 43 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 1,91 persen per tahun

Jumlah penduduk Jawa Barat berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 43 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 1,91 persen per tahun Jumlah penduduk Jawa Barat berdasarkan hasil SP2010 sebanyak 43 juta orang dengan laju pertumbuhan sebesar 1,91 persen per tahun Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat Undang-undang Nomor 16 Tahun 1997

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah 5.1. Kondisi Geografis BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 o 50 ' - 7 o 50 ' Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan

Lebih terperinci

MODAL DASAR PD.BPR/PD.PK HASIL KONSOLIDISASI ATAU MERGER

MODAL DASAR PD.BPR/PD.PK HASIL KONSOLIDISASI ATAU MERGER LAMPIRAN I : PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 30 Tahun 2010 TANGGAL : 31 Desember 2010 TENTANG : PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah, karenanya pembangunan lebih diarahkan ke daerah-daerah, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. daerah, karenanya pembangunan lebih diarahkan ke daerah-daerah, sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan merupakan pemanfaatan segala potensi yang ada di masingmasing daerah, karenanya pembangunan lebih diarahkan ke daerah-daerah, sehingga pelaksanaannya

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang

BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN. Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara Lintang 56 BAB IV GAMBARAN UMUM DAN OBJEK PENELITIAN A. Letak Wilayah dan Luas Wilayah Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 Lintang selatan dan 104 48-108 48 Bujur Timur, dengan luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan

Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan 122 Bab IV Alih Fungsi Lahan Pertanian dan Pengaruhnya Terhadap Ketahanan Pangan IV.1 Kondisi/Status Luas Lahan Sawah dan Perubahannya Lahan pertanian secara umum terdiri atas lahan kering (non sawah)

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 BPS PROVINSI JAWA BARAT INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No. 38/07/32/Th. XVIII, 1 Juli 2016 Pembangunan manusia di Jawa Barat pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai dengan terus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang umum digunakan dalam menetukan keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi digunakan sebagai ukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Jawa Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia dengan ibu kotanya di Kota Bandung. Berdasarkan sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan

Lebih terperinci

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 08 /PMK.07/2011 TENTANG

SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 08 /PMK.07/2011 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA SALINAN PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 08 /PMK.07/2011 TENTANG ALOKASI KURANG BAYAR DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA ALAM PERTAMBANGAN PANAS BUMI TAHUN ANGGARAN 2006, TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental dan lembaga termasuk pula percepatan/akselerasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001 merupakan awal pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Otonomi daerah

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

DATA PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMA DAN PMDN SE JAWA BARAT PERIODE LAPORAN JANUARI - MARET TAHUN 2017

DATA PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMA DAN PMDN SE JAWA BARAT PERIODE LAPORAN JANUARI - MARET TAHUN 2017 DATA PERKEMBANGAN REALISASI INVESTASI PMA DAN PMDN SE JAWA BARAT PERIODE LAPORAN JANUARI - MARET TAHUN 2017 I. REALISASI INVESTASI PMA & PMDN 1. Total Realisasi Investasi PMA dan PMDN berdasarkan Laporan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Untuk

BAB I PENDAHULUAN. untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat baik material maupun spiritual. Untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional merupakan salah satu kegiatan pemerintah Indonesia yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 No. 64/11/32/Th. XIX, 6 November 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT Keadaan Ketenagakerjaan Agustus 2017 Agustus 2017 : Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2014

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2014 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 46/08/32/Th. XVII, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI JAWA BARAT TAHUN 2014 TAHUN 2014, PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 253.296 TON, CABAI

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak jatuhnya rezim orde baru pada tahun 1998 terjadi perubahan di

BAB I PENDAHULUAN. Sejak jatuhnya rezim orde baru pada tahun 1998 terjadi perubahan di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejak jatuhnya rezim orde baru pada tahun 1998 terjadi perubahan di indonesia, perubahaan ini terjadi di berbagai bidang termasuk sistem pemerintahan.

Lebih terperinci

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DI JAWA BARAT 5.1 Analisis Model Regresi Data Panel Persamaan regresi data panel digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

diterangkan oleh variabel lain di luar model. Adjusted R-squared yang bernilai 79,8%

diterangkan oleh variabel lain di luar model. Adjusted R-squared yang bernilai 79,8% VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis di Provinsi Jawa Barat Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh pada Tabel 16 menunjukkan bahwa model yang

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER KOTA BEKASI TAHUN 2013

INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER KOTA BEKASI TAHUN 2013 No. 02/11/Th. XIV, 12 November 2014 INDEKS PEMBANGUNAN GENDER DAN INDEKS PEMBERDAYAAN GENDER KOTA BEKASI TAHUN 2013 1. Indeks Pembangunan Gender (IPG) Kota Bekasi Tahun 2013 A. Penjelasan Umum IPG merupakan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2012 KEMENTERIAN KEUANGAN. Alokasi. Dana. SDA. Pertambangan. Panas Bumi. TA 2012. PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 01/PMK.07/2012 TENTANG PERKIRAAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2010 Kementerian Keuangan. Dana Bagi Hasil. Pertambangan. Panas Bumi.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2010 Kementerian Keuangan. Dana Bagi Hasil. Pertambangan. Panas Bumi. BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.11, 2010 Kementerian Keuangan. Dana Bagi Hasil. Pertambangan. Panas Bumi. PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 06/PMK.07/2010 TENTANG ALOKASI DANA BAGI HASIL SUMBER DAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001 diharapkan pembangunan di daerah berjalan seiring dengan pembangunan di pusat. Hal tersebut

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 21/4/32/Th XIX, 17 April 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM Jawa Barat Tahun 2016 Pembangunan manusia di Jawa Barat pada tahun 2016 terus mengalami kemajuan

Lebih terperinci

PROFIL PROVINSI JAWA BARAT

PROFIL PROVINSI JAWA BARAT IV. PROFIL PROVINSI JAWA BARAT Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dinyatakan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 No. 30/05/Th. XIX, 24 Mei 2017 BERITA RESMI STATISTIK PROVINSI JAWA BARAT Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Tingkat Kesenjangan Pendapatan dan Trend Ketimpangan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. 5.1 Analisis Tingkat Kesenjangan Pendapatan dan Trend Ketimpangan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Tingkat Kesenjangan Pendapatan dan Trend Ketimpangan Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Penghitungan kesenjangan pendapatan regional antar kabupaten/kota di Provinsi

Lebih terperinci

Daftar Populasi dan Sampel Penelitian

Daftar Populasi dan Sampel Penelitian Lampiran 1 Daftar Populasi dan Sampel Penelitian No Kabupaten/Kota Kriteria Sampel 1 2 1 Bogor Sampel 1 2 Sukabumi Sampel 2 3 Cianjur Sampel 3 4 Bandung Sampel 4 5 Garut Sampel 5 6 Tasikmalaya Sampel 6

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai perusahaan penyedia listrik milik pemerintah di tanah air, PT.

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai perusahaan penyedia listrik milik pemerintah di tanah air, PT. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Sebagai perusahaan penyedia listrik milik pemerintah di tanah air, PT. (Persero) Perusahaan Listrik Negara (PLN) berusaha untuk terus meningkatkan kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No.

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukannya UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah dan UU No. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penerapan otonomi daerah di Indonesia hingga saat ini merupakan wujud dari diberlakukannya desentralisasi. Otonomi daerah ini selaras dengan diberlakukannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah. Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. diberlakukan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan daerah. Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reformasi yang bergulir tahun 1998 telah membuat perubahan politik dan administrasi, salah satu bentuk reformasi tersebut adalah perubahan bentuk pemerintahan yang

Lebih terperinci

Desentralisasi Fiskal Dalam Perspektif Daerah Jawa Barat * Armida S. Alisjahbana

Desentralisasi Fiskal Dalam Perspektif Daerah Jawa Barat * Armida S. Alisjahbana Desentralisasi Fiskal Dalam Perspektif Daerah Jawa Barat * Armida S. Alisjahbana Fakultas Ekonomi Universitas Padjadjaran 29 Juni, 2000 * Makalah disampaikan pada Seminar dan Lokakarya: Desentralisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1969 TENTANG PEMBENTUKAN PENGADILAN TINGGI DI BANDUNG DAN PERUBAHAN DAERAH HUKUM PENGADILAN TINGGI DI JAKARTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 69 mengamanatkan Kepala Daerah untuk menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Provinsi Jawa Barat Kabupaten dan kota provinsi Jawa Barat berjumlah 26 kabupaten/kota yang terdiri dari 17 kabupaten dan 9 kota dengan 625 kecamatan dan 5.877 desa/kelurahan. Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pembangunan dan pelayanan atas dasar keuangan sendiri (Anzar, tangan dari pemerintah pusat (Fitriyanti & Pratolo, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. membiayai pembangunan dan pelayanan atas dasar keuangan sendiri (Anzar, tangan dari pemerintah pusat (Fitriyanti & Pratolo, 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang terjadi pada awal tahun 1996 dan puncaknya pada tahun 1997 mendorong pemerintah pusat mendelegasikan sebagian wewenang dalam hal pengelolaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Obyek Penelitian. Jawa Barat adalah salah satu provinsi terbesar di Indonesia dengan ibu

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Gambaran Obyek Penelitian. Jawa Barat adalah salah satu provinsi terbesar di Indonesia dengan ibu 57 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Gambaran Obyek Penelitian Jawa Barat adalah salah satu provinsi terbesar di Indonesia dengan ibu kota Bandung. Perkembangan Sejarah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk merupakan suatu hal yang penting karena merupakan modal dasar dalam pembangunan suatu wilayah. Sukirno (2006) mengatakan penduduk dapat menjadi faktor pendorong

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan mengambil data Laporan Realisasi Anggaran Penerimaan dan Pengeluaran pada Kabupaten Kota Jawa Barat dari tahun

Lebih terperinci

SATU DATA PEMBANGUNAN JAWA BARAT PUSAT DATA DAN ANALISA PEMBANGUNAN (PUSDALISBANG) DAFTAR ISI DAFTAR ISI

SATU DATA PEMBANGUNAN JAWA BARAT PUSAT DATA DAN ANALISA PEMBANGUNAN (PUSDALISBANG) DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR ISI...... i 1. GEOGRAFI Tabel : 1.01 Luas Wilayah Provinsi Jawa Barat Dan Kabupaten/Kota... 1 Tabel : 1.02 Jumlah Kecamatan Dan Desa Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2011... 2 2. KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah

BAB I PENDAHULUAN. Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sejak kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001 diharapkan pembangunan di daerah berjalan seiring dengan

Lebih terperinci

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH Penetapan indikator kinerja daerah bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai ukuran keberhasilan pencapaian visi dan misi Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 41 BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penghitungan Indeks Williamson Untuk melihat ketimpangan PDRB per kapita antar kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat digunakan alat analisis Indeks Williamson.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan di daerah setempat. Penyediaan lapangan kerja berhubungan erat dengan

BAB I PENDAHULUAN. pendapatan di daerah setempat. Penyediaan lapangan kerja berhubungan erat dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daya beli masyarakat berkaitan erat dengan pendapatan perkapita, Sedangkan pendapatan perkapita dipengaruhi oleh penyediaan lapangan kerja dan distribusi pendapatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat

BAB I PENDAHULUAN. Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2004

Lebih terperinci

Seuntai Kata. Bandung, Mei 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. Gema Purwana

Seuntai Kata. Bandung, Mei 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat. Gema Purwana Seuntai Kata ensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik S(BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Kabupaten yang berada di wilayah Jawa dan Bali. Proses pembentukan klaster dari

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN. Kabupaten yang berada di wilayah Jawa dan Bali. Proses pembentukan klaster dari BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Penelitian ini mengembangkan model pengklasteran Pemerintah Daerah di Indonesia dengan mengambil sampel pada 30 Pemerintah Kota dan 91 Pemerintah Kabupaten

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

EVALUASI PELAKSANAAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) PROVINSI JAWA BARAT

EVALUASI PELAKSANAAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) PROVINSI JAWA BARAT EVALUASI PELAKSANAAN DANA ALOKASI KHUSUS (DAK) PROVINSI JAWA BARAT Disampaikan oleh : Prof. DR. Ir. Deny Juanda Puradimaja, DEA Kepala Bappeda Provinsi Jawa Barat Disampaikan pada : Rapat Koordinasi Pemantauan

Lebih terperinci

Sumber: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia (2012)

Sumber: Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia (2012) 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pariwisata adalah salah satu sektor penting yang bisa menunjang pembangunan daerah, penciptaan lapangan kerja, mendorong pemerataan pembangunan nasional dan mempercepat

Lebih terperinci

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014

TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014 BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 15/02/32/Th.XVII, 16 Februari 2014 TIPOLOGI WILAYAH HASIL PENDATAAN POTENSI DESA (PODES) 2014 Pendataan Potensi Desa (Podes) dilaksanakan 3 kali dalam 10 tahun. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 16 BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1.Gambaran Umum Daerah Penelitian 4.1.1. Lokasi Wilayah Kabupaten Subang secara geografis terletak pada batas koordinat 107 o 31-107 o 54 BT dan di antara 6 o

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. keterampilan para petani dan petugas melalui sekolah lapangan serta pelatihan pemandu (PL I, PL II, PL III).

KATA PENGANTAR. keterampilan para petani dan petugas melalui sekolah lapangan serta pelatihan pemandu (PL I, PL II, PL III). KATA PENGANTAR Kegiatan SL-PTT merupakan fokus utama program yang dilaksanakan dalam upaya mendorong terjadinya peningkatan produktivitas padi. Kegiatan ini dilaksanakan secara serempak secara nasional

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 12 Tahun 2010 TENTANG PENGELOLAAN PENGGUNAAN DAN PENGALOKASIAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU TAHUN 2010

PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 12 Tahun 2010 TENTANG PENGELOLAAN PENGGUNAAN DAN PENGALOKASIAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU TAHUN 2010 PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : 12 Tahun 2010 TENTANG PENGELOLAAN PENGGUNAAN DAN PENGALOKASIAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU TAHUN 2010 GUBERNUR JAWA BARAT, Menimbang Mengingat : a. bahwa

Lebih terperinci

Sekapur Sirih. Serang, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Banten. Ir. Nanan Sunandi, MSc.

Sekapur Sirih. Serang, Agustus 2010 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Banten. Ir. Nanan Sunandi, MSc. Sekapur Sirih Sebagai pengemban amanat Undang undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik dan sejalan dengan rekomendasi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mengenai Sensus Penduduk dan Perumahan Tahun 2010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian. Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Peran pemerintah daerah semakin meningkat dengan adanya kebijakan otonomi daerah. Menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintahan daerah,

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS HASIL ESTIMASI Angka Kematian Bayi 25 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat

BAB 4 ANALISIS HASIL ESTIMASI Angka Kematian Bayi 25 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat BAB 4 ANALISIS HASIL ESTIMASI 4.1 Analisis Deskriptif Data 4.1.1 Angka Kematian Bayi 25 Kabupaten/Kota di Provinsi Jawa Barat Angka kematian bayi (AKB) Provinsi Jawa Barat selama kurun waktu tahun 2005

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Jawa Barat adalah salah satu Provinsi di Indonesia. Provinsi Jawa Barat memiliki luas wilayah daratan 3.710.061,32 hektar, dan Jawa Barat menduduki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. UU RI No.20 pasal 51 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

BAB I PENDAHULUAN. UU RI No.20 pasal 51 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian UU RI No.20 pasal 51 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pengelolaan satuan pendidikan tinggi dilaksanakan berdasarkan prinsip

Lebih terperinci

MENGENAL SEKILAS TENTANG KEBIJAKAN PEDAERAHAN PAJAK PUSAT

MENGENAL SEKILAS TENTANG KEBIJAKAN PEDAERAHAN PAJAK PUSAT MENGENAL SEKILAS TENTANG KEBIJAKAN PEDAERAHAN PAJAK PUSAT Budi Lazarusli* ABSTRAK Pada tanggal 15 September 29 diundangkan undang-undang baru yakni UU No. 28 Tahun 29 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waluyo (2011) menyatakan bahwa Pembangunan nasional adalah kegiatan yang berlangsung secara terus-menerus dan berkesinambungan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pembangunan di Indonesia diarahkan untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pembangunan di Indonesia diarahkan untuk mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perencanaan pembangunan di Indonesia diarahkan untuk mewujudkan masyarakat yang semakin sejahtera, makmur dan berkeadilan. Kebijaksanaan pembangunan dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terus dilakukan, antara lain, melalui pengajaran secara formal di sekolahsekolah.

BAB I PENDAHULUAN. terus dilakukan, antara lain, melalui pengajaran secara formal di sekolahsekolah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya pembinaan dan pengembangan bahasa daerah di Jawa Barat terus dilakukan, antara lain, melalui pengajaran secara formal di sekolahsekolah. Cara seperti ini termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang dilaksanakan secara berkesinambungan dengan tujuan mencapai kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya. Tujuan utama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan dalam negeri telah mengalami pergeseran, semula didominasi

BAB I PENDAHULUAN. Penerimaan dalam negeri telah mengalami pergeseran, semula didominasi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerimaan dalam negeri telah mengalami pergeseran, semula didominasi oleh penerimaan minyak (migas) kemudian didominasi oleh penerimaan non migas yaitu dari perpajakan.

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan April 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan April 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan Juni, Juli dan Agustus 2012 disusun berdasarkan hasil pengamatan dari 60 stasiun dan pos hujan di wilayah Jawa

Lebih terperinci

PENGUKURAN PRODUKTIVITAS RELATIF DAN ANALISIS TINGKAT UPAH TERHADAP PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI JAWA BARAT

PENGUKURAN PRODUKTIVITAS RELATIF DAN ANALISIS TINGKAT UPAH TERHADAP PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI JAWA BARAT PENGUKURAN PRODUKTIVITAS RELATIF DAN ANALISIS TINGKAT UPAH TERHADAP PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA SEKTOR INDUSTRI DI JAWA BARAT Dewi Shofi Mulyati, Iyan Bachtiar, dan Yanti Sri Rezeki * Abstrak Pentingnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Bandung merupakan salah satu kota yang memiliki potensi besar untuk melakukan kegiatan ekonomi di dalamnya. Kota Bandung juga memiliki jumlah penduduk yang banyak,

Lebih terperinci

1.1. UMUM. Statistik BPKH Wilayah XI Jawa-Madura Tahun

1.1. UMUM. Statistik BPKH Wilayah XI Jawa-Madura Tahun 1.1. UMUM 1.1.1. DASAR Balai Pemantapan Kawasan Hutan adalah Unit Pelaksana Teknis Badan Planologi Kehutanan yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 6188/Kpts-II/2002, Tanggal 10

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. RPJPN) tercantum delapan misi pembangunan nasional Indonesia mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. RPJPN) tercantum delapan misi pembangunan nasional Indonesia mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional 2005-2025 (UU No. 17 Tahun 2007 tentang RPJPN) tercantum delapan misi pembangunan nasional Indonesia mewujudkan masyarakat berahlak mulia,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Investasi infrastruktur transportasi dalam pembangunan ekonomi penting sebagai sarana untuk memperlancar mobilisasi barang dan jasa serta sebagai sarana untuk

Lebih terperinci

INDEKS KESENJANGAN EKONOMI ANTAR KECAMATAN

INDEKS KESENJANGAN EKONOMI ANTAR KECAMATAN No. 02/11/Th. XIV, 5 November 2014 INDEKS KESENJANGAN EKONOMI ANTAR KECAMATAN DI KOTA BEKASI TAHUN 2013 (INDEKS WILLIAMSON) TAHUN 2013 INDEKS WILLIAMSON 0,56 PERSEN Pertumbuhan Ekonomi di Kota Bekasi pada

Lebih terperinci

Draft 18/02/2014 GUBERNUR JAWA BARAT,

Draft 18/02/2014 GUBERNUR JAWA BARAT, Draft 18/02/2014 Gubernur Jawa Barat PERATURAN GUBERNUR JAWA BARAT NOMOR : TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN BANTUAN KEUANGAN KEPADA KABUPATEN UNTUK KEGIATAN FASILITASI DAN IMPLEMENTASI GREEN PROVINCE

Lebih terperinci

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BELANJA (TRANSAKSI KAS) BELANJA WILAYAH MELALUI KPPN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2014 (dalam rupiah)

LAPORAN REALISASI ANGGARAN BELANJA (TRANSAKSI KAS) BELANJA WILAYAH MELALUI KPPN UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 2014 (dalam rupiah) UNTUK BULAN YANG BERAKHIR 31 DESEMBER 214 KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA : 5 MAHKAMAH AGUNG : 2 JAWA BARAT SEMULA SETELAH 1 I. IKHTISAR MENURUT SUMBER DANA 1 RUPIAH MURNI 3 KETERTIBAN DAN KEAMANAN 4 PERADILAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN A. Dasar Hukum Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Gubernur Jawa Barat Akhir Tahun Anggaran 2011 disusun berdasarkan ketentuan sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. dalam perekonomian Indonesia. Masalah kemiskinan, pengangguran, pendapatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. dalam perekonomian Indonesia. Masalah kemiskinan, pengangguran, pendapatan Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kelemahan strategi pembangunan ekonomi di masa lalu dan krisis ekonomi yang berkepanjangan, telah menimbulkan berbagai persoalan yang

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan Bulan Januari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan Bulan Januari 2013 dan Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Januari 2013 serta Prakiraan Hujan Bulan Maret, April dan Mei 2013 disusun berdasarkan hasil pengamatan data hujan dari 60 stasiun dan pos hujan di

Lebih terperinci

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 KATA PENGANTAR

Buletin Analisis Hujan dan Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 dan Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Analisis Hujan, Indeks Kekeringan Bulan Juli 2012 serta Prakiraan Hujan Bulan September, Oktober dan November 2012 disusun berdasarkan hasil pengamatan dari 60 stasiun dan pos hujan di wilayah

Lebih terperinci

Perkembangan Ekonomi Makro

Perkembangan Ekonomi Makro Boks 1.2. Pemetaan Sektor Pertanian di Jawa Barat* Kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB (harga berlaku) tahun 2006 sebesar sekitar 11,5%, sementara pada tahun 2000 sebesar 14,7% atau dalam kurun waktu

Lebih terperinci

Analisis Klaster untuk Pengelompokan Kemiskinan di Jawa Barat Berdasarkan Indeks Kemiskinan 2016

Analisis Klaster untuk Pengelompokan Kemiskinan di Jawa Barat Berdasarkan Indeks Kemiskinan 2016 Analisis Klaster untuk Pengelompokan Kemiskinan di Jawa Barat Berdasarkan Indeks Kemiskinan 2016 Rana Amani Desenaldo 1 Universitas Padjadjaran 1 rana.desenaldo@gmail.com ABSTRAK Kesejahteraan sosial adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam struktur pembangunan perekonomian nasional khususnya daerah-daerah.

BAB I PENDAHULUAN. dalam struktur pembangunan perekonomian nasional khususnya daerah-daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional khususnya daerah-daerah. Sektor pertanian sampai

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PBB DAN TINJAUAN PERANAN PBB SEBAGAI PAJAK DAERAH

BAB 4 ANALISIS EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PBB DAN TINJAUAN PERANAN PBB SEBAGAI PAJAK DAERAH BAB 4 ANALISIS EFEKTIFITAS PEMUNGUTAN PBB DAN TINJAUAN PERANAN PBB SEBAGAI PAJAK DAERAH Bab ini merupakan inti dari penulisan tesis yang digunakan untuk menjawab tujuan penelitian. Keseluruhan pembahasan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan,

I PENDAHULUAN. Laju 2008 % 2009 % 2010* % (%) Pertanian, Peternakan, I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan permasalahan yang banyak dihadapi oleh setiap negara di dunia. Sektor pertanian salah satu sektor lapangan usaha yang selalu diindentikan dengan kemiskinan

Lebih terperinci

No Kawasan Andalan Sektor Unggulan

No Kawasan Andalan Sektor Unggulan LAMPIRAN I PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 22 TAHUN 2010 TANGGAL : 30 NOVEMBER 2010 TENTANG : RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI JAWA BARAT ARAHAN PEMBAGIAN WILAYAH PENGEMBANGAN I. KAWASAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Drs. Helmizar Kepala Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI

KATA PENGANTAR Drs. Helmizar Kepala Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI KATA PENGANTAR Drs. Helmizar Kepala Pusat Kajian Akuntabilitas Keuangan Negara Sekretariat Jenderal dan Badan Keahlian DPR RI Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Objek Penelitian Untuk mengkordinasikan pelaksanaan tugas di daerah, dibentuk beberapa kantor Inspektorat Daerah Pajak (ITDA) yaitu di Jakarta dan beberapa daerah seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat yang pelaksanaannya

BAB I PENDAHULUAN. wewenang pemungutannya ada pada pemerintah pusat yang pelaksanaannya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia termasuk negara berkembang yang memiliki penerimaan dari berbagai sumber. Salah satu sumber penerimaan negara yang terbesar yaitu dari penerimaan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Salah satu komponen dari penelitian adalah menggunakan metode yang

BAB III METODE PENELITIAN. Salah satu komponen dari penelitian adalah menggunakan metode yang BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Salah satu komponen dari penelitian adalah menggunakan metode yang ilmiah, agar metode yang ilmiah ini dapat dilaksanakan dengan relatif lebih mudah dan

Lebih terperinci