BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pernikahan Definisi pernikahan. Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, didalam bab 1 pasal 1 dinyatakan definisi perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Olson dan DeFrain (2006) mendefinisikan pernikahan adalah komitmen yang terkait dengan emosi dan hukum dari dua orang untuk berbagi keintiman emosional dan fisik, bermacammacam tugas, dan sumber ekonomi. Strong, DeVault, dan Cohen (2008) mendefinisikan pernikahan sebagai pengakuan secara hukum penyatuan antara dua orang, umumnya laki-laki dan perempuan, yang mana mereka bersatsu secara seksual, bergabung dalam keuangan, dan mungkin melahirkan, mengadopsi, atau membesarkan anak. Keluarga menurut Winch (dalam DeGenova, 2008) adalah sekumpulan orang yang terkait satu sama lain melalui hubungan darah, pernikahan, atau adopsi yang tinggal bersama dan merupakan penganti fungsi dasar bermasyarakat. 12

2 13 Dari definisi pernikahan dan keluarga di atas, dapat digambarkan bahwa pernikahan jika dikaitkan dengan keluarga berarti sebuah proses yang mengikat dua orang yang lazimnya adalah pria dan wanita secara hukum dan agama sehingga ikatan tersebut membuat mereka disebut sekumpulan yang tinggal bersama dan yang berguna untuk memerankan fungsi dasar bermasyarakat dengan cara melebur secara emosional, fisik, keuangan, seksual dan pengasuhan Tipe tipe Pembagian peran dalam Perkawinan Kephart dan jedlicka ( 1991 ) membagi beberapa tipe pembagian peran didalam perkawinan, yaitu : 1. Traditional Role Arragements, dikarakteristikan dengan peran wanita sebagai pengasuuh, memiliki sikap yang patuh, dan terbatas untuk menjaga rumah, suami dan anak. sedangkan, laki-laki sebagai pencari nafkah dan bekerja serta memiliki peran yang dominan. 2. Role Sharing in Marriage, dimana pasangan akan membagi tanggung jawab untuk melakukan berbagai macam rumah tangga. Melengkapi penghasilan keluarga, melakukan pekerjaan rumah tangga, menjaga anak anak, memelihara hubungan dengan keluarga, dan bersama sama dalam pengambilan keputusan. 3. Random Role Assignment, dimana tidak ada perbedaan antara laki laki yang bekerja dan wanita yang bekerja. Lebih melihat pada kemampuan, manfaat dan ketertarikan, sehingga peran ditetapkan secara acak atau random.

3 Tahap awal pernikahan. Ted Huston dan Heidi Melz (dalam Strong, DeVault, & Cohen, 2008) menyatakan bahwa awal pernikahan diisi dengan kasih sayang, sehingga sedikit menimbulkan konflik. Pada satu tahun pertama, pasangan sudah dapat menunjukkan kasih sayangnya lebih dalam yaitu terutama terkait dengan seksual. Frekuensi dan intensitas terjadinya konflik juga berkurang, karena ketika pertengkaran terjadi maka pasangan diawal pernikahan ini akan menunjukkan kasih sayangnya, sehingga muncul adanya rasa bersalah. a. Menetapkan peranan dan tugas sebagai suami-istri. Penetapan peran ini biasanya diharapkan berdasarkan peran gender dan pengalaman. Weitzman (dalam Strong, DeVault, & Cohen, 2008) mengungkap ada empat asumsi tradisional mengenai tanggung jawab suami-istri: suami adalah kepala rumah tangga, suami bertanggung jawab mendukung keluarga, istri bertanggung jawab untuk pekerjaan rumah tangga, dan istri bertanggung jawab untuk mengurus anak. Namun, asumsi tradisional ini tidak selalu digambarkan dalam realitas pernikahan. Pasangan awal memulai dengan sejumlah tugas untuk suami-istri agar pernikahannya terbangun dan sukses. Tugas untuk penyesuaian yang terutama termasuk: 1) Menetapkan peranan suami-istri dalam pernikahan dan keluarga. 2) Menyediakan dukungan emosional bagi pasangan. 3) Menyesuaikan kebiasaan pribadi.

4 15 4) Negosiasi peran gender. 5) Menetapkan prioritas keluarga dan pekerjaan. 6) Mengembangkan kemampuan berkomunikasi. 7) Mengelolah anggaran belanja dan financial. 8) Menetapkan hubungan dengan sanak-saudara. 9) Berpartisipasi dalam komunitas besar Whitebourne dan Ebmeyer (dalam Strong, DeVault, & Cohen, 2008) memaparkan bahwa pernikahan memiliki bentuk yang berbeda dalam membagi, menyelesaikan, dan memisahkan tugas. Oleh karena itu pasangan dalam pernikahan akan merasakan kesulitan lebih dari yang mereka pikirkan sebelumnya. Namun, ketika tugas-tugas ini dikerjakan dengan cinta dan kebersamaan, maka akan mengembangkan, memperkaya dan makin mengikat pernikahan tersebut. Dalam melakukan tugas tersebut, pasangan suami-istri memulainya dengan perundingan akan identitas yang akan dibawa dalam kehidupan rumah tangga. Menurut Blumstein (dalam Strong, DeVault, & Cohen, 2008) perundingan tentang identitas adalah proses interaksi untuk penyesuaian peran. Cara melakukan perundingan identitas dibagi menjadi tiga tahap (Strong, DeVault, & Cohen, 2008), yaitu: masing-masing pasangan mengidentifikasi peranan yang dilakukannya, masing-masing pasangan harus memperlakukan yang lain sesuai dengan peranannya, dan pasangan harus saling membicarakan untuk perubahan peranan.

5 16 b. Keadaan dan tekanan sosial. Bradbury dan Karney (dalam Strong, DeVault, & Cohen, 2008) menyatakan bahwa kesuksesan pernikahan secara garis besar dipengaruhi oleh hal-hal yang dari luar dan yang ada di sekeliling pasangan menikah tersebut. Keadaan-keadaan yang berpengaruh seperti pekerjaan, pengasuhan, kesehatan, teman, keuangan, sanak-saudara, dan pengalaman pekerjaan dapat mempengaruhi kualitas hubungan pernikahan. Oleh karena itu, meningkatkan kualitas pernikahan membutuhkan juga untuk memperbaiki dan mengurus keadaan yang ada. c. Perubahan Individu. Strong, DeVault, & Cohen (2008) memaparkan bahwa dalam usai 30an maka situasi dalam pernikahan akan berubah. Anak sudah mulai sekolah sehingga orang tua bisa sedikit lebih fokus pada karirnya. Wanita biasanya kembali bekerja dan mendapatkan kembali kekuasaannya dalam pernikahan. Laki-laki sudah mendapatkan posisi yang mapan dalam pekerjaannya. Mungkin pengalamannya tentang pekerjaan yang terdahulu terkadang membuatnya tertekan, namun kekecewaan tersebut dapat diatasi dengan kepuasan dan pemenuhan emosi dari keluarga. Seperti yang dijelaskan pada pasangan muda dengan usai tahun yang umumnya berada pada tahapan awal pernikahan, maka banyak hal yang tidak diduga akan terjadi sebelumnya oleh pasangan. Pembagian tugas dan tanggung jawab, identitas, perubahan dan tekanan sosial, dan perubahan individu

6 17 membuat banyak perubahan kehidupan awal pernikahan (Strong, DeVault, & Cohen, 2008). Hal utama yang mempengaruhi hubungan pernikahan dan juga merupakan hasil dari faktor-faktor tersebut adalah tuntutan bagi wanita untuk bekerja Bentuk Pernikahan Unger dan Crawford (1992 ) menyebutkan bahwa ada tiga jenis bentuk pernikahan yaitu bentuk bentuk pernikahan tradisional, modern dan egalitarian. Ketiga bentuk pernikahan tersebut dapat dibedakan satu sama lain berdasarkan pada tiga dimensi yang penting di dalam pernikahan yaitu : a) Dimensi Role Differentiation yaitu menentukan bagaimana pasangan suami istri mendefinisikan peran masing masing dalam pernikahan tersebut ( Marital Roles). b) Dimensi Authorty yaitu menentukan bagaimana pembagian kekuasaan dalam pengambilan keputusan yang terpenting dalam keluarga berkaitan erat dengan marital power distribution. c) Dimensi Companionship yaitu dimana pasangan suami istri merasakan kebersamaan dalam menjalankan aktivitas- aktivitas pasangan mereka ( Peplau & Gordon; Scanzoni & Scanzoni dalam Unger & Crawford, 1992 ). Dengan demikian ketiga bentuk pernikahan dapat dijelaskan sebagai berikut ;

7 18 1) Pernikahan Tradisional yaitu suami harus mempunyai otoritas yang lebih besar daripada istri. Pembagian yang sangat jelas dibuat untuk membedakan tanggung jawab istri maupun suami. Suami berperan sebagai pencari nafkah dan ia adalah kepala keluarga, dimana istri adalah ibu rumah tangga yang bertanggung jawab mengurus rumah dan anak anak. Istri pada pernikahan tradisional adalah ibu rumah tangga yang sepenuhnya tidak bekerja untuk mendapat bayaran sehingga istri tergantung pada suami secara financial. Pasangan di dalam pernikahan ini tidak dapat dilihat sebagai sahabat karena masing masing mempunyai teman yang berbeda. dimana istrinya membina hubungan dengan tetangga, saudara perempuan atau kerabat kerabatnya. sedangkan, lingkungan suami adalah teman kerjanya dan kerabat. Pola pernikahan tradisional banyak pada kelas sosial ekonomi rendah. pola pernikahan ini sudah berubah dalam berkembangnya zaman. tetapi, tetap masih banyak pasangan yang menjalani pernikahan tersebut. 2) Pernikahan Modern Yaitu istri sudah mulai bekerja di luar rumah dan mempunyai penghasilan. Penghasilan istri dianggap sebagai penambah penghsilan keluarga atau komplementer. pekerjaan istri diharapkan tidak mengganggu tanggung jawabnya di dalam mengurus rumah tangga dan anak anak. Pasangan modern akan mendiskusikan tentang peran peran mereka sebagai suami istri daripada hanya pasrah menerima seperti pada pasangan tradisional.tetapi, pada saat pelaksanaan peran tetap dipengaruhi oleh gender role

8 19 yang relatif tradisional. pasangan suami istri pada pernikahan tersebut adalah menekankan pentingnya companionship dan berharap dapat menghabiskan waktu luang bersama keluarga. 3) Pernikahan Egalitarian yaitu dimana menekankan pada kesetaraan dimana istri maupun suami mempunyai power yang sama. pasangan suami istri juga berusaha membagi peran dan tanggung jawab secara setara tanpa memperhitungkan gender role. tugas rumah tangga sehari- hari dibagi berdasarkan minat dan kemampuan, bukan karena pekerjaan itu pekerjaan laki-laki atau pekerjaan perempuan.pasangan pada pernikahan ini cenderung untuk menjadi sahabat karib dimana aktivitas dan segala aspek kehidupan dijalani bersama-sama secara setara. mereka juga berusaha untuk mengatasi perbedaan gender dalam mengekspresikan perasaan sehingga mereka saling terbuka secara afektif satu sama lain maupun terhadap anak- anak. 4) Pernikahan Dual-earner Pada pernikahan dual-earner, baik istri ataupun suami memiliki pekerjaan yang menjanjikan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga. Dalam kebanyakan pernikahan dual-earner, pekerjaan rumah tangga bukanlah merupakan tanggungjawab yang setara dan saling menguntungkan. Dari penelitian ditemukan bahwa suami dari jenis pernikahan ini tidak menghabiskan waktu lebih lama dalam mengerjakan tugas rumah tangga daripada pria lain.

9 Kepuasan Pernikahan Definisi kepuasan pernikahan. Kepuasan pernikahan menurut Bradbury, Fincham, dan Beach (dalam Laura,2013) merupakan pusat kesejahteraan bagi individu dan keluarga, serta dapat mempengaruhi tingkat perceraian. Schoen, Astone, Rothert, Standish, dan Kim (2002) mendefiniskan kepuasan pernikahan sebagai penilaian keseluruhan pada keadaan pernikahan dan refleksi untuk kebahagiaan dan fungsi perkawinan. Sedangkan dari prespektif revolusioner, Shackelford dan Buse (dalam Zainah, Nasir, Hashim, & Yusof, 2012) menyatakan bahwa kepuasan pernikahan dapat dilihat dari sisi keadaan pengaturan mekanisme psikologis yang membantu melihat manfaat atau kerugian pernikahan pada orang tertentu. Dari beberapa definisi diatas, maka peneliti merumuskan bahwa kepuasan pernikahan yaitu pusat kesejahteraan bagi individu pada keadaan pernikahan dan merefleksikan mekanisme psikologis yang membantu melihat manfaat atau kerugian pernikahan dan fungsi dari pernikahan Faktor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan. Menurut Hendrick dan Hendrick ( 1992 ) terdapat dua factor yang mempengaruhi kepuasan pernikahan ; A. Premarital factors. 1. Latar belakang ekonomi, dimana status ekonomi yang dirasakan tidak sesuai dengan harapan.

10 21 2. Pendidikan, dimana pasangan yang memiliki pendidikan yang rendah akan merasakan kepuasan yang rendah karena lebih banyak mendapatkan stressor seperti penggangguran atau tingkat penghasilan yang rendah. 3. Hubungan dengan orang tua yang akan mempengaruhi sikap pasangan terhadap romantisme, pernikahan dan perceraian. B. Postmarital factors. 1. Kehadiran anak sangat berpengaruh terhadap menurunnya kepuasan pernikahan terutama pada wanita ( Bee & Mitchel,1984 ). Penelitian menunjukkan bahwa dengan bertambahnya anak dapat menambah stress pasangan dan mengurangi waktu bersama pasangan ( Hendrick & Hendrick, 1992 ). Kehadiran anak dapat berpengaruh terhadap kepuasan pernikahan suami istri dengan keberadaan anak. 2. Lama pernikahan, dimana yang dikemukakan Duval & Miller ( 1985 ) bahwa tingkat kepuasan tertinggi di awal pernikahan, kemudian menurun setelah kehadiran anak dan meningkat kembali setelah anak mandiri. C. Other factors. 1. Jenis kelamin, dimana seperti yang dikemukakan oleh Holahan & Levenson ( dalam Lemme, 1995) bahwa pria lebih puas dengan pernikahannya daripada wanita karena wanita pada umumnya lebih sensitif daripada pria yang menghadapi masalah dalam hubungan pernikahannya.

11 22 2. Agama, dimana menurut Abdullah ( 2003 ) menyatakan bahwa jika seseorang mengawali segalanya dengan motivasi iman dan ibadah pada tuhan akan merasakan kepuasan di dalam hidupnya. 3. Pekerjaan, dimana pekerjaan yang memakan waktu cukup lama menyebabkan berkurangnya waktu yang dimiliki suami dan istri untuk anak-anak dan untuk mengurus rumah pekerjaan rumah tangga seperti ; membersihkan rumah, menyediakan makanan dan lain-lain. 2.3 Aspek-aspek kepuasan pernikahan. Dalam pengukuran PREPARE/ENRICH customized version digambarkan aspek-aspek yang terkait dengan kepuasan perkawinan (Olson, Larson, & Olson, 2009): 1. Komunikasi adalah kepercayaan, perasaan, dan sikap tentang hubungan komunikasi dengan pasangannya. Fokusnya pada perasaan nyaman satu dengan yang lain untuk mampu membagikan emosi dan pendapat penting, persepsinya pada kemampuan pasangan mendengarkan dan merbicara dan persepsi pada kemampuan sendiri untuk berkomunikasi dengan pasangan. 2. Penyelesaian konflik adalah kepercayaan, perasaan, dan sikap tentang keadaan dan pemecahan masalah dalam hubungan. Fokusnya pada keterbukaan pasangan dalam mengakui dan menyelesaikan isu-isu, strategi dan proses untuk mengakhiri perdebatan, dan tingkat kepuasan terhadap cara penyelesaian masalah.

12 23 3. Gaya dan kebiasaan pasangan adalah persepsi dan kepuasan dengan kebiasaan pribadi dan sifat perilaku pasangan. Fokus pada sifat, suasana hati, dan sikap keras kepala, serta bagi melihat secara keseluruhan/umum, keteguhan, dan kecenderungan diharapkan untuk dikendalikan. 4. Keluarga dan teman adalah perasaan dan perhatian tentang hubungan dengan rekan, sanak-saudara, dan teman. Fokus pada sikap keluarga dan teman terhadap pernikahan, harapan terkait jumlah waktu yang dihabiskan bersama keluarga dan teman, perasaan nyaman dengan keberadaan teman dan keluarga pasangan, dan persepsi untuk situasi yang dihasilkan karena konflik atau kepuasan. 5. Pengelolahan finansial adalah sikap dan perhatian mengenai cara mengelolah isu-isu ekonomi dalam hubungan dengan pasangan. Fokus pada apakah individu cenderung menyimpan atau menghabiskan uang, kesadaran dan perhatian tentang isu-isu kredit dan hutang, pehatian dengan bagaimana keputusan finansial untuk pembelian dibuat, perjanjian terkait berbagai hal finansial, pengelolahan keuangan, dan kepuasan dengan status ekonomi. 6. Aktifitas waktu luang adalah mengevaluasi pilihan pribadi dalam pengunaan waktu luang. Fokus pada aktifitas sosial dibandingkan dengan pribadi, aktifitas aktif dibandingkan dengan pasif, pilihan atau harapan yang saling berbagi dibandingkan dengan pribadi, serta apakah waktu luang harus dihabiskan bersama atau seimbang antara aktifitas bersama dan terpisah.

13 24 7. Harapan berhubungan seksual adalah perasaan dan perhatian mengenai kasih sayang dan hubungan seksual dengan pasangan. Fokus pada kepuasan mengekspresikan kasih sayang, tingkat kenyamanan mendiskusikan isu-isu seksual, sikap terhadap perilaku seksual, keputusan pengendalian angka kelahiran/rencana keluarga, dan perasaan tentang kesetiaan berhubungan seksual. 8. Kepercayaan spiritual adalah sikap, perasaan, dan perhatian tentang arti dari kepercayaan religius dan praktek dalam keadaan hubungan dengan pasangan. Fokus pada arti dan pentingnya agama, termasuk aktifitas di tempat ibadah, dan peranan kepercayaan religius yang diharapkan dimiliki dalam pernikahan. 9. Harapan pada pernikahan adalah harapan individual mengenai cinta, komitmen, dan konflik dalam hubungan. Fokus pada tingkatan harapan tentang pernikahan adalah realistis dan didasarkan pada gagasan objektif. 10. Peran dan tanggung jawab adalah kepercayaan, sikap, dan perasaan individu tentang peran dan tanggung jawab pernikahan dan keluarga. Fokus pada kepuasan dengan bagaimana tugas rumah tangga dan pengambilan keputusan dibagi. 11. Memaafkan adalah persepsi pasangan untuk kemampuannya memaafkan yang lain setelah konflik, penghianatan, atau dilukai. Melihat bagaimana pasangan meminta dan memberi maaf dalam hubungan. Bertanggung jawab, meminta maaf, membangun kembali kepercayaan, dan bergerak maju adalah hal yang paling penting.

14 25 Aspek-aspek yang digunakan dalam menentukan gambaran kepuasan pernikahan juga menurut Rumondor, Paramita, Geni, dan Francis (2012) dalam membangun Alat Ukur Kepuasan Pernikahan Masyarakat Urban menjelaskan ada sembilan aspek kepuasan pernikahan : 1. Komunikasi Komunikasi yang khas dan memuaskan karena, satu dengan yang lain saling memahami maksud masing-masing pasangannya. Baik dalam hal pekerjaan atau pendidikan yang dijalani oleh pasangannya. 2. Keseimbangan pembagian peran Peranan yang seimbang diantara pasangan. 3. Kesepakatan Diskusi yang setara diantara pasangan dan diantarannya yang lebih mamahami situasi dapat mengambil keputusan sehingga mencapai kesepakatan bersama. 4. Keterbukaan Bersedia mengungkapkan informasi tentang diri, pikiran, dan perasaan secara terbuka terhadap pasangan, termasuk didalamnya perencanaan keuangan dan gaji. 5. Keintiman. Waktu dihabiskan dengan pasangan untuk melakukan aktifitas bersama-sama, tanpa ada kehadiaran dari pihak yang lain. 6. Keintiman sosial dalam relasi. Perasaan nyaman sebagai pasangan untuk secara bersama-sama melakukan kegiatan yang terkait dengan lingkup sosial, seperti: menghadiri acara keluarga atau membantu kerabat/teman yang perlu bantuan.

15 26 7. Seksualitas. Secara bebas pasangan menentukan aktifitas seksualnya, baik dari tempat dan waktu, untuk memenuhi kebutuhan seksual dan timbul juga kesetiaan dalam berhubungan seksual dengan pasangan. 8. Finansial Pemenuhan kebutuhan finansial keluarga baik dari jumlah dan pembagian akan tanggung jawab finansial dengan pasangan. 9. Spriritualitas. Pemenuhan kebutuhan spiritualitas tercukupi selama ada dalam ikatan pernikahan dengan pasangan. Dari berbagai teori aspek kepuasan pernikahan. Maka, peneliti menyimpulkan dan menggunakan aspek kepuasan pernikahan menurut Rumondor, Paramita, Geni dan Francis ( 2012 ) yaitu komunikasi, keseimbangan pembagian peran, kesepakatan, keterbukaan, keintiman, keintiman sosial dalam relasi, seksualitas, Finansial, dan spiritualitas Keluarga Definisi Keluarga Keluarga merupakan suatu lembaga sosial dasar dimana semua lembaga atau pranata sosial lainnya berkembang. Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Yang didalamnya terdapat interaksi hubungan sosial antar

16 27 keluarga (suami, istri dan anak-anak) dan yang saling membutuhkan maupun mempengaruhi antara yang satu dengan yang lain, didalam keluarga lah karakteristik diri itu akan terbentuk menjadi sebuah kpribadian. Keluarga merupakan tempat dimana semua anggota (suami, istri, anak-anak) berkumpul untuk berbagi cerita suka maupun duka, suatu wadah tumpuhan untuk melepas lelah dari semua aktifitas yang telah dikerjakan diluar rumah dan sebagai tempat peristirahatan untuk melepas kepenatan dari kesibukan kerja baik dikantor maupun dipabrik yang telah dilakukan seharian diluar rumah. Setiap anggota keluarga memiliki tanggung jawab masing-masing dan saling memperkuat hubungan satu sama lain didalam keluarga tersebut demi keutuhan dan keharmonisan keluarga. Karena keluarga dianggap sangat penting dan menjadi pusat perhatian kehidupan individu, maka dalam kenyataannya fungsi keluarga pada semua masyarakat adalah sama Fungsi dari Keluarga Fungsi keluarga adalah : a. Fungsi pengaturan keturunan Sebagian masyarakat tidak membatasi kehidupan seks pada situasi perkawinan, tetapi semua masyarakat setuju bahwa keluarga akan menjamin reproduksi. Karena fungsi reproduksi ini merupakan hakikat untuk kelangsungan hidup manusia dan sebagai dasar kehidupan sosial manusia dan bukan hanya sekadar kebutuhan biologis saja. Fungsi ini didasarkan atas pertimbanganpertimbangan sosial, misalnya dapat melanjutkan keturunan, dapat mewariskan harta kekayaan, serta pemeliharaan pada hari tuanya.

17 28 b. Fungsi sosialisasi dan pendidikan Fungsi ini adalah untuk mendidik anak mulai dari awal sampai pertumbuhan anak hingga terbentuk personalitynya.anakanak itu lahir tanpa bekal sosial, agar anak dapat berpartisipasi maka harus disosialisasi oleh orang tuanya tentang nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Oleh karena itulah keluarga merupakan perantara diantara masyarakat luas dan individu.perlu diketahui bahwa kepribadian seseorang itu diletakkan pada waktu yang sangat muda dan yang berpengaruh sangat besar sekali terhadap kepribadian seseorang adalah keluarga, khususnya seorang ibu. c. Fungsi ekonomi dan unit produks Dengan adanya fungsi ekonomi maka hubungan diantara anggota keluarga bukan hanya sekedar hubungan yang dilandasi kepentingan untuk melanjutkan keturunan, akan tetapi juga memandang keluarga sebagai sistem hubungan kerja. Dengan kata lain, suami tidak hanya sebagai kepala rumah tangga, tetapi juga sebagai kepala dalam bekerja. Jadi, hubungan suami istri-istri dan naka-anak dapat dipandang sebagai teman sekerja yang sedikit banyak juga dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan dalam kerja sama. d. Fungsi pelindung Fungsi ini adalah melindungi seluruh anggota keluarga dari berbagai bahaya yang dialami oleh suatu keluarga. Dengan adanya negara, maka fungsi ini banyak diambil alih oleh instansi negara. e. Fungsi penentuan status Jika dalam masyarakat terdapat perbedaan status yang besar, maka keluarga akan mewariskan statusnya pada tiap-tiap anggota atau individu sehingga tiap-tiap anggota keluarga mempunyai hakhak

18 29 istimewa. Perubahan status ini biasanya melalui perkawinan.hak-hak istimewa keluarga, misalnya menggunakan hak milik tertentu, dan lain sebagainya. f. Fungsi pemeliharaan Keluarga pada dasarnya berkewajiban untuk memelihara anggota-anggota yang sakit, menderita dan tua. Fungsi pemeliharaan ini pad setiap masyarakat berbeda-beda, akan tetapi sebagian masyarakat membebani keluarga dengan pertanggung jawaban khusus terhadap anggotanya bila mereka tergantung pada masyarakat. g. Fungsi afeksi Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan akan kasih sayang atau rasa dicintai. Sejumlah studi telah menunjukkan bahwa kenakalan yang serius adalah salah satu ciri khas dari anak yang sama sekali tidak pernah mendapatkan perhatian atau merasakan kasih sayang Bentuk keluarga. Terkait dengan tempat tinggal maka ada tiga cara keluarga membangun tempat tinggalnya (Williams, Sawyer, & Wahlstrom, 2006): 1. Neolocal-tinggal dirumah sendiri. Neolocal menjelaskan situasi dimana pasangan baru menikah membangun tempat tinggalnya sendiri. 2. Patrilocal-tinggal dengan keluarga suami. Pola ini yang paling sering digunakan diseluruh dunia. Jenis ini mengartikan situasi dimana pasangan baru menikah tinggal dirumah keluarga suami. 3. Matrilocal-tinggal dengan keluarga istri. Pola ini yang jarang digunakan. Jenis ini mengartikan situasi dimana pasangan baru menikah tinggal dirumah keluarga istri.

19 Tahapan keluarga. Carter dan McGoldrick (dalam Santrock, 2008) mengambarkan siklus kehidupan bagi keluarga, yaitu: 1) Meninggalkan rumah dan menjadi dewasa muda yang lajang Tahap awal ini termasuk meluncurkan seorang remaja yang baru saja menjadi dewasa muda keluar dari keluarga asalnya. Perpisahan ini tidak mengartikan memutusakan ikatan dan emosional. Pelepasan dewasa muda ini juga merupakan waktu dimana memikirkan tujuan hidup, mengembangkan identitas, dan menjadi lebih mandiri sebelum menerima orang lain masuk dalam kehidupannya dan memiliki keluarga sendiri. 2) Bergabung dalam keluarga yang baru Pernikahan merupakan penyatuan dua sistem keluarga, sehingga muncul sistem keluarga ketiga berikutnya. Tahapan ini termasuk mengatur ulang teman dan kerabat. Penyatuan berbagai hal (peran gender, perbedaan budaya, dan jarak antar pasangan) yang dibawa atau yang diperoleh saat menikah oleh masingmasing pasangan terkadang bisa menjadi beban bagi pasangan untuk mengartikan hubungan tersebut bagi diri mereka sendiri. 3) Menjadi orang tua dan keluarga dengan kehadiran anak Tahapan ini menjadikan seseorang berpindah generasi menjadi pengasuh anak yang paling awal. Masuk tahap yang paling panjang ini membutuhkan komitmen sebagai orang tua, pemahaman tentang peran orang tua, dan bersedia menyesuaikan dengan perkembangan anak. Dalam tahap ini

20 31 pasangan akan mengalami banyak permasalahan tentang tanggung jawab sebagai orang tua. 4) Keluarga dengan anak remaja Remaja adalah masa dimana seseorang ingin menjadi mandiri dan mencari pengembangan jati diri. Proses ini berlangsung lama setidaknya 10 sampai 15 tahun. Pendekatan paling baik dalam mengatasi masa remaja ini adalah fleksibel dengan cara menyesuaikan dengan keadaan anak. Terkadang anak butuh untuk ditekan dan disisi lain dibebaskan. 5) Keluarga di masa pertengahan Pada tahap ini maka pasangan harus melepas anaknya, untuk masuk dalam generasi baru, dan menyesuaikan dengan perubahan. Dengan melepaskan anak yang sudah dewasa dapat membuat kehidupan masa pertengahan lebih bebas untuk melakukan berbagai aktifitas lainnya. 6) Keluarga di masa terakhir Pensiun mengubah gaya hidup keluarga, sehingga pada tahap ini diperlukan adaptasi. Ciri dari tahapan ini salah satunya adalah pasangan akan masuk ketahapan menjadi kakek-nenek. 2.5 Peran Gender. Peran gender didalam keluarga menurut Crosby, Jasker, Hood dan Thompson ( Santrock,2002 ) mengatakan bahwa terdapat perbedaan peran gender didalam rumah tangga. Wanita yang dalam hal ini seorang istri biasanya

21 32 melakukan pekerjaan rumah tangga lebih banyak daripada suami. Adapun peran gender utama antara suami istri dalam rumah tangga sebagai berikut ( Puadi, 2008 ) : Peran Suami Sebagai kepala keluarga yang secara hierarkis memiliki kewenangan paling tinggi dalam keputusan keputusan keluarga. Peran Istri Seorang istri harus mengatur urusan rumah tangga dan mempersiapkan kebutuhan hidup seharihari baik kebutuhan suami maupun anakanaknya. Pencarian nafkah, penjagaan hubungan rumah tangga dengan masyarakat masyarakat, dan urusan urusan lain yang melibatkan rumah Taat dan patuh kepada suami dalam hal kebaikan berumah tangga. tangga dengan kehidupan sosial. Bertanggung jawab atas anak dan istrinya. Sebagai pengatur keuangan keluarga.

22 Pasangan Bekerja Wanita bekerja. Glass (dalam DeGenova, 2008) menyatakan dari penelitiannya menghasilkan ada perbedaan antara wanita yang bekerja di luar rumah dengan yang tidak. Wanita yang tidak bekerja di luar rumah akan fokus pada pekerjaan rumah tangga dan kehidupan seksualnya. Wanita yang bekerja separoh waktu maka memiliki anak lebih banyak dan tinggal dalam rumah tangga yang pemasukannya rendah. Wanita yang bekerja waktu penuh akan memiliki pendidikan yang lebih tinggi, memiliki sedikit anak, dan pemasukannya paling besar diantara yang lainnya. DeGenova (2008) menyatakan alasan ibu untuk bekerja bisa disebabkan karena masalah ekonomi maupun tidak. Alasan utama adalah kebutuhan finansial sehingga menyebabkan kedua pasangan harus bekerja. Faktor-faktor yang berpengaruh adalah inflansi, tingginya biaya hidup, dan keinginan untuk hidup lebih baik. Alasan yang bersifat non-ekonomi adalah pemenuhan pribadi, sehingga alasan ini muncul sebagai motif utama dari dalam diri. Kecenderungan wanita bekerja membuat mereka merasa terbebani, karena diharuskan bekerja dan mengurusi pekerjaan rumah tangga. Bagi pasangannya yaitu suami, hal ini bukan hal yang berpengaruh pada pekerjaan rumah suami. Namun, menurut Scanzoni (dalam DeGenova, 2008) wanita akan mencapai kepuasannya ketika suami mau berbagi pekerjaan rumah tangga dengannya secara

23 34 adil. Terdapat pula beberapa hambatan yang dialami oleh wanita dalam perkembangan pekerjaanya (Williams, Sawyer, & Wahlstrom, 2006): 1) The Glass Celling. Kendala yang tidak terlihat terkait dengan prasangka, sehingga kesulitan pihak minoritas dan perempuan untuk naik tingkat dalam pekerjaannya. 2) The mommy track. Hochschild (dalam Williams, Sawyer, & Wahlstrom, 2006) menyatakan bahwa hal ini dapat membuat wanita menjadi fleksibel namun membuat mereka terpaksa melepaskan ambisi dan cita-citanya. Tantangan ini mengharuskan wanita membagi pekerjaanya dalam dua wilayah yaitu pekerjaan dan keluarga Dampak wanita dalam berkarir. 1. Dampak Positif Menjadi Wanita Karir. Dalam setiap pilihan tentunya mengalami keuntungan dan kerugian, Pilihan menjadi seorang ibu atau menjadi seorang wanita karir. Berikut adalah keuntungan menjadi seorang wanita karir : 1) Bertambahnya sumber financial. 2) Meluasnya network jaringan hubungan. 3) Tersedianya kesempatan untuk mennyalurkan bakat serta hobi, 4) Secara status sosial lebih dipandang. 5) Terbukanya kesempatan untuk mewujudkan citra diri yang positif. Dampak positif lain yang dialami seorang wanita karir yaitu ketika istri ikut bekerja mencari nafkah, beban suami akan berkurang ( Juanaidi, 2009 ).

24 35 2. Dampak Negatif menjadi Wanita Karir. Kerugian kerugian yang harus dihadapi seorang wanita karir adalah menerima cibiran atau pandangan sinis dari pihak lain bahwa dirinya melalaikan keluarga, suami dan anak (Etiawati, 2009 ). Kemampuan seorang istri sebagai manusia terbatas akan, maka akan membawa dampak negatif yang tidak bisa dihindarkan. Berikut adalah beberapa dampak yang ditimbulkan ( Junaidi, 2009 ): 1) Dampak terhadap wanita karir. Pekerjaan yang terus menerus dan bersifat resmi akan menimbulkan kesulitan bagi istri. Umumnya adalah letih atau lelah akibat terlalu banyak kerja,perasaan terluka akibat benturan yang dialaminya di tempat kerja, jauh dari rumah yang merupakan tempat dirinya berprofesisebagai wanita sejati, semakin berkurangnya sifat atau hubungan keibuan dengan sang anak, serta berpisah dengan anaknya yang merupakan belahan jiwanya. 2) Dampak terhadap rumah tangga Sebuah rumah yang tidak terdapat sosok ibu, bukanlah sebuah rumah. Didalamnya akan terjadi malapetaka dan kehancuran akan senantiasa mengintai. Kebahagiaan dan kehangatan suasana rumah tangga amat tergantung pada seorang ibu. Seorang ibuyang sibuk bekerja diluar rumah akan menjadi orang yang gampang tersinggung atau mmudah marah dikarenakan tubuh kecapean dan menyebabkan rumah tidak memiliki daya tarik, dan yang paling mengkhawatirkan adalah terabaikannya urusan dalam rumah tangga,terutama terhadap anak.

25 36 3) Dampak terhadap anak. Bagi sang anak, ketiadaan seorang ibu disampingnyakarena sibuk bekerja akan memicu terjadinya pedangkalan rasa cinta, kasih saying dan pedangkalan rasa cinta, kasih sayang dan belaian ibunya. Selain itu, ketiadaan seorang ibu dirumah atau disamping anak bisa menyebabkan anak manja dan suku menuntut. Hal Itu disebabkan anak dititipkan pada Orang lain, keluarga atau pembantu, dibelikan berbagai mainan,makanan, dan pakaian sebagai pengganti ibu yang tidak ada disisinya. Ada juga dampak lain yang berbahaya bagi seorang ibu tidak bisa mendampingi anaknya, yaitu dapat menjadikan sang anak berperilaku buruk, suka membantah, menentang dan gampang marah Peran ganda istri dalam keluarga Arti peran disni sudah jelas bahwasannya seorang yang memiliki tugas yang sudah menjadi kewajibannya untuk dijalankan yang sesuai dengan perannya, namun ada pula seorang yang menjalankan dua peran sekaligus walaupun itu sebenarnya bukan kewajibannya. Peran ganda yang seperti ini juga dijalankan oleh seorang wanita yang sudah menikah dan memiliki suami, didalam keluarganya dia memiliki peran ganda sebagai seorang istri atau ibu untuk suami sekaligus anak-anaknya(ibu rumah tangga) dan juga sebagai seorang pekerja mencari nafkah tambahan (wanita karir) berbagai macam pekerjaan dijalankannya untuk membantu suaminya mencari nafkah tambahan untuk memenuhi kebutuhan domestik keluarga maupun kebutuhan material yang dibutuhkan dalam keluarga.

Bab 2. Tinjauan Pustaka. Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974

Bab 2. Tinjauan Pustaka. Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Pernikahan dan Keluarga 2.1.1 Definisi pernikahan dan keluarga. Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan, didalam bab 1 pasal 1 dinyatakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia akan mencari pasangan hidupnya dan menjalin suatu hubungan serta melanjutkannya ke jenjang yang lebih serius yaitu pernikahan yang sah dan membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia di dunia yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kualitas Perkawinan. Definisi lain menurut Wahyuningsih (2013) berdasarkan teori Fowers dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kualitas Perkawinan 1. Pengertian Kualitas Perkawinan Menurut Gullota (Aqmalia, 2009) kepuasan pernikahan merupakan perasaan pasangan terhadap pasangannya mengenai hubungan pernikahannya.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Definisi Kepuasan Pernikahan Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami dan istri terhadap hubungan pernikahan yang cenderung berubah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kepuasan Pernikahan Clayton (1975) dan Snyder (1979) menjelaskan bahwa kepuasan perkawinan merupakan evaluasi secara keseluruhan tentang segala hal yang berhubungan dengan kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Seiring dengan berkembangnya zaman manusia untuk mempertahankan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Seiring dengan berkembangnya zaman manusia untuk mempertahankan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Seiring dengan berkembangnya zaman manusia untuk mempertahankan hidup adalah dengan peningkatan ekonomi. Didalam orang yang sudah berkeluarga tentunya mempunyai berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu

BAB I PENDAHULUAN. istri adalah salah satu tugas perkembangan pada tahap dewasa madya, yaitu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membangun sebuah hubungan senantiasa menjadi kebutuhan bagi individu untuk mencapai kebahagiaan. Meskipun terkadang hubungan menjadi semakin kompleks saat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pernikahan adalah salah satu proses penting dalam kehidupan sosial manusia. Pernikahan merupakan kunci bagi individu untuk memasuki dunia keluarga, yang di dalamnya terdapat

Lebih terperinci

Bab 4. Hasil dan Pembahasan Gambaran umum responden penelitian. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini memiliki karakteristik, yaitu:

Bab 4. Hasil dan Pembahasan Gambaran umum responden penelitian. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini memiliki karakteristik, yaitu: Bab 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Hasil Pengolahan Data 4.1.1 Gambaran umum responden penelitian. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini memiliki karakteristik, yaitu: suami atau istri usia 20-40 tahun,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah merupakan saat yang penting dalam siklus kehidupan manusia. Pernikahan pada dasarnya menyatukan dua pribadi yang berbeda untuk mencapai tujuan bersama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam membangun hidup berumah tangga perjalanannya pasti akan menjumpai berbagai permasalahan kecil ataupun besar sedikit ataupun banyak. Permasalahan yang

Lebih terperinci

LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah

LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah LAMPIRAN I GUIDANCE INTERVIEW Pertanyaan-pertanyaan : I. Latar Belakang Subjek a. Latar Belakang Keluarga 1. Bagaimana anda menggambarkan sosok ayah bagi diri anda sendiri? 2. Bagaimana anda menggambarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk hidup yang lebih sempurna dari makhluk hidup lainnya. Mereka memiliki akal budi untuk berpikir dengan baik dan memiliki kata hati.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu tugas seorang individu yang berada pada tahap dewasa awal menurut Erikson (Desmita, 2005) adalah adanya keinginan untuk melakukan pembentukan hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. (UU No. 1 tahun 1974 tentang perkawinan dalam Libertus, 2008). Keputusan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan dapat diartikan sebagai sebuah ikatan lahir batin seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008).

BAB I PENDAHULUAN. pembagian tugas kerja di dalam rumah tangga. tua tunggal atau tinggal tanpa anak (Papalia, Olds, & Feldman, 2008). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan peristiwa penting dalam siklus kehidupan manusia. Setiap orang berkeinginan untuk membangun sebuah rumah tangga yang bahagia bersama orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Alasan Pemilihan Teori Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori subjective well-being menurut Diener (2005). Teori yang dipilih akan digunakan untuk meneliti gambaran

Lebih terperinci

(Elisabeth Riahta Santhany) ( )

(Elisabeth Riahta Santhany) ( ) 292 LAMPIRAN 1 LEMBAR PEMBERITAHUAN AWAL FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS INDONUSA ESA UNGGUL JAKARTA Saya mengucapkan terima kasih atas waktu yang telah saudara luangkan untuk berpartisipasi dalam penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan mencari pasangan hidup untuk melanjutkan keturunan akan menjadi prioritas dalam hidup jika seseorang sudah berada di usia yang cukup matang dan mempunyai

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pernikahan 2.1.1 Pengertian Pernikahan Secara umum, pernikahan merupakan upacara pengikatan janji nikah yang dilaksanakan dengan menggunakan adat atau aturan tertentu. Sedangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah;

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Perkawinan Menurut Ensiklopedia indonesia, perkataan perkawinan adalah nikah; sedangkan menurut Purwadarminta (1979), kawin adalah perjodohan laki-laki dan perempuan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian Perkawinan 1. Pengertian Penyesuaian Perkawinan Konsep penyesuaian perkawinan menuntut kesediaan dua individu untuk mengakomodasikan berbagai kebutuhan, keinginan,

Lebih terperinci

Bab 5. Simpulan, Diskusi, dan Saran. Berdasarkan uji hipotesa dengan analisa regresi berganda dihasilkan bahwa

Bab 5. Simpulan, Diskusi, dan Saran. Berdasarkan uji hipotesa dengan analisa regresi berganda dihasilkan bahwa Bab 5 Simpulan, Diskusi, dan Saran 5.1 Simpulan Berdasarkan uji hipotesa dengan analisa regresi berganda dihasilkan bahwa H 01 ditolak, berarti ada pengaruh waktu luang bersama pasangan dan inisiasi berhubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah bersatunya dua orang manusia yang bersama-sama sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat keterikatan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

Bab 2 Tinjauan Pustaka

Bab 2 Tinjauan Pustaka Bab 2 Tinjauan Pustaka 2.1. Pernikahan dan Keluarga Dalam Kamus Besar Bahasa Indonsia, pernikahan merupakan suatu tindakan untuk membentuk sebuah ikatan sebagai suami istri yang dilakukan sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pernikahan menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 adalah ikatan lahir

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Pernikahan menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 adalah ikatan lahir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1974 adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami-istri dengan tujuan untuk membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.

Lebih terperinci

POLA HUBUNGAN DALAM KELUARGA (Suatu Kajian Manajemen Keluarga) Oleh : Dr. Ravik Karsidi, M.S.

POLA HUBUNGAN DALAM KELUARGA (Suatu Kajian Manajemen Keluarga) Oleh : Dr. Ravik Karsidi, M.S. POLA HUBUNGAN DALAM KELUARGA (Suatu Kajian Manajemen Keluarga) Oleh : Dr. Ravik Karsidi, M.S. Hubungan Suami Istri Dalam perkembangan sejarah, hubungan antar suami-istri pada kelas menengah berubah dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri juga memiliki tugas

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri juga memiliki tugas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era modern ini peran wanita sangat dibutuhkan dalam membangun perkembangan ekonomi maupun sektor lain dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. (Papalia, 2009). Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 1 pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah salah satu tahap penting dalam siklus kehidupan individu di samping siklus kehidupan lainnya seperti kelahiran, perceraian, atau kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan

BAB I PENDAHULUAN. dapat hidup sendiri tanpa berhubungan dengan lingkungannya atau dengan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Individu adalah makhluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk menjalin hubungan dengan individu lain sepanjang kehidupannya. Individu tidak pernah dapat hidup

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang senantiasa memerlukan interaksi dengan orang lain. Saat berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia memiliki fitrah untuk saling tertarik antara laki-laki dan perempuan. Kemudian ketertarikan tersebut, diwujudkan dalam bentuk perkawinan atau pernikahan.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL

PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL PSIKOLOGI PERKEMBANGAN DEWASA DAN LANSIA PERKEMBANGAN SOSIO-EMOSIONAL PADA MASA DEWASA AWAL Oleh: Dr. Rita Eka Izzaty, M.Si Yulia Ayriza, Ph.D STABILITAS DAN PERUBAHAN ANAK-DEWASA TEMPERAMEN Stabilitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Pada usia dewasa awal tugas perkembangan yang harus diselesaikan adalah intimancy versus isolation. Pada tahap ini, dewasa muda siap untuk menjalani suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari

BAB I PENDAHULUAN. Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak pernah terlepas dari hubungannya dengan orang lain. Keberadaan orang lain dibutuhkan manusia untuk melakukan suatu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Keluarga adalah institusi pertama yang dibangun, ditetapkan dan diberkati Allah. Di dalam institusi keluarga itulah ada suatu persekutuan yang hidup yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan 7 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. PENYESUAN SOSIAL 1. Pengertian Penyesuaian sosial merupakan suatu istilah yang banyak merujuk pada proses penyesuaian diri seseorang dalam konteks interaksi dengan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock

BAB I PENDAHULUAN. matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masa dewasa merupakan masa dimana setiap individu sudah mulai matang dari segi fisik, kognitif, sosial, dan juga psikologis. Menurut Hurlock (dalam Jahja, 2011), rentang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Pernikahan

BAB II TINJAUAN TEORITIS. A. Kepuasan Pernikahan BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan didefinisikan sebagai hubungan yang diakui secara sosial antara pria dan wanita yang didalamnya terdapat hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang tentu ingin hidup dengan pasangannya selama mungkin, bahkan kalau bisa untuk selama-lamanya dan bertahan dalam menjalin suatu hubungan. Ketika

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. adalah mengentaskan anak (the launching of a child) menuju kehidupan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Empty Nest 1. Definisi Empty Nest Salah satu fase perkembangan yang akan terlewati sejalan dengan proses pertambahan usia adalah middle age atau biasa disebut dewasa madya, terentang

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN SEKSUAL DENGAN KEPUASAN PERNIKAHAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam mencapai Derajat S-1, Sarjana Psikologi Disusu Oleh: NUR ZULAIKAH F 100 030 010 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia dalam perkembangan hidupnya akan mengalami banyak perubahan dimana ia harus menyelesaikan tugas-tugas perkembangan, dari lahir, masa kanak-kanak,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa dewasa adalah masa awal individu dalam menyesuaikan diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Pada masa ini, individu dituntut

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. PERNIKAHAN 2.1.1. Definisi Pernikahan Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada kehidupan masyarakat tersebut merupakan fenomena sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. pada kehidupan masyarakat tersebut merupakan fenomena sosial yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap kehidupan manusia senantiasa mengalami perubahan, perubahanperubahan pada kehidupan masyarakat tersebut merupakan fenomena sosial yang wajar, oleh karena setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan

BAB I PENDAHULUAN. 104).Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan yang merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keluarga merupakan suatu kelompok primer yang sangat erat. Yang dibentuk karena kebutuhan akan kasih sayang antara suami dan istri. (Khairuddin, 1985: 104).Secara historis

Lebih terperinci

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan

PEDOMAN WAWANCARA. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyesuaian dengan PEDOMAN WAWANCARA I. Judul Faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian dengan pihak keluarga pasangan pada pria WNA yang menikahi wanita WNI. II. Tujuan Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN

BAB V HASIL PENELITIAN BAB V HASIL PENELITIAN A. Rangkuman Hasil Penelitian Ketiga subjek merupakan pasangan yang menikah remaja. Subjek 1 menikah pada usia 19 tahun dan 18 tahun. Subjek 2 dan 3 menikah di usia 21 tahun dan

Lebih terperinci

MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA)

MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA) GUIDENA, Vol.1, No.1, September 2011 MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA) Nurul Atieka Universitas Muhammadiyah Metro PENDAHULUAN Semua orang dalam membina keluarga, menginginkan keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan sumber-sumber ekonomi (Olson and defrain, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. tugas dan sumber-sumber ekonomi (Olson and defrain, 2006). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia akan mengalami peristiwa penting dalam hidupnya, salah satunya adalah momen perkawinan dimana setiap orang akan mengalaminya. Manusia diciptakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Para individu lanjut usia atau lansia telah pensiun dari pekerjaan yang

BAB I PENDAHULUAN. Para individu lanjut usia atau lansia telah pensiun dari pekerjaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pernikahan adalah sebuah hubungan yang menjadi penting bagi individu lanjut usia yang telah kehilangan banyak peran (Indriana, 2013). Para individu lanjut usia atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kasus perceraian bisa terjadi pada siapa saja, menurut Kepala

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kasus perceraian bisa terjadi pada siapa saja, menurut Kepala BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kasus perceraian bisa terjadi pada siapa saja, menurut Kepala Puslitbang Kehidupan Keagamaan Kemenag Muharam Marzuki Angka perceraian di Indonesia lima tahun terakhir

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesiapan Menikah Pada latar belakang, penulis telah menjelaskan seberapa penting kesiapan menikah untuk individu memasuki jenjang pernikahan. Hal ini dijelaskan oleh Olson dan

Lebih terperinci

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI

KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI KEPUASAN PERNIKAHAN DITINJAU DARI KEMATANGAN PRIBADI DAN KUALITAS KOMUNIKASI SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Diajukan Oleh : Dewi Sumpani F 100 010

Lebih terperinci

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN

PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN PENERIMAAN DIRI PADA WANITA BEKERJA USIA DEWASA DINI DITINJAU DARI STATUS PERNIKAHAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS A. Komitmen Perkawinan 1. Pengertian Komitmen Perkawinan Dalam menjalani suatu hubungan, individu tidak lepas dari rasa ketergantungan satu dengan yang lainnya, sehingga akan muncul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. Pernikahan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pernikahan merupakan salah satu peristiwa penting dalam kehidupan sepasang pria dan wanita, karena pada saat ini merupakan babak baru dalam kehidupan mereka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu fase penting dalam. seseorang. Menurut Olson & DeFrain yang dikutip oleh Rini (2009) perkawinan

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan salah satu fase penting dalam. seseorang. Menurut Olson & DeFrain yang dikutip oleh Rini (2009) perkawinan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkawinan merupakan salah satu fase penting dalam kehidupan seseorang. Menurut Olson & DeFrain yang dikutip oleh Rini (2009) perkawinan adalah komitmen yang bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat, hampir semua manusia hidup terikat dalam sebuah jaringan dimana seorang manusia membutuhkan manusia lainnya untuk dapat hidup

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui proses pengambilan keputusan untuk mempertahankan pernikahan setelah perselingkuhan suami. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pernikahan merupakan langkah awal untuk membentuk suatu keluarga. Sangat penting bagi calon pasangan baru untuk memahami bahwa pernikahan merupakan suatu keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013

BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Ilma Kapindan Muji,2013 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Pernikahan merupakan perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk bersuami istri dengan resmi (Kamus Umum Bahasa Indonesia, 1984). Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kesiapan Menikah 2.1.1 Definisi Kesiapan Menikah Kesiapan menikah merupakan suatu kemampuan yang dipersepsi oleh individu untuk menjalankan peran dalam pernikahan dan merupakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era modern ini kedudukan wanita dan pria bukanlah sesuatu yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Pada era modern ini kedudukan wanita dan pria bukanlah sesuatu yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada era modern ini kedudukan wanita dan pria bukanlah sesuatu yang layak diperdebatkan lagi, sekat pemisah antara pria dan wanita dalam bekerja semakin menipis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Aji Samba Pranata Citra, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia melewati beberapa fase dalam siklus kehidupannya. Fase kedua dari siklus kehidupan manusia adalah terbentuknya pasangan baru (new couple), di mana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki biaya menikah, baik mahar, nafkah maupun kesiapan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menikah adalah bagian dari ibadah, karena itu tidak ada sifat memperberat kepada orang yang akan melaksanakannya. Perkawinan atau pernikahan menurut Reiss (dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua

BAB I PENDAHULUAN. saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana dua BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pacaran merupakan sebuah konsep "membina" hubungan dengan orang lain dengan saling mengasihi, saling mengenal, dan juga merupakan sebuah aktifitas sosial dimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tercipta sebagai mahkluk sosial. Sebagai mahkluk sosial manusia harus saling berinteraksi, bertukar pikiran, serta berbagi pengalaman. Setiap manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan. Berdasarkan Undang Undang Perkawinan no.1 tahun 1974,

BAB I PENDAHULUAN. pernikahan. Berdasarkan Undang Undang Perkawinan no.1 tahun 1974, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada umumnya, setiap individu pada tahap perkembangan dewasa awal menjalin suatu hubungan dengan lawan jenis yang berujung pada jenjang pernikahan. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. terhadap hubungan pernikahan yang cenderung berubah sepanjang perjalanan

BAB II LANDASAN TEORI. terhadap hubungan pernikahan yang cenderung berubah sepanjang perjalanan BAB II LANDASAN TEORI A. KEPUASAN PERNIKAHAN 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Menurut Lemme (1995) kepuasan pernikahan adalah evaluasi suami istri terhadap hubungan pernikahan yang cenderung berubah sepanjang

Lebih terperinci

Kesiapan menikah hasil identifikasi dari jawaban contoh mampu mengidentifikasi tujuh dari delapan faktor kesiapan menikah, yaitu kesiapan emosi,

Kesiapan menikah hasil identifikasi dari jawaban contoh mampu mengidentifikasi tujuh dari delapan faktor kesiapan menikah, yaitu kesiapan emosi, 61 PEMBAHASAN Hampir seluruh dewasa muda dalam penelitian ini belum siap untuk menikah, alasannya adalah karena usia yang dirasa masih terlalu muda. Padahal ketentuan dalam UU No.1 tahun 1974, seharusnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Manusia merupakan makhluk individu dan sosial. Makhluk individu yang berkembang untuk memenuhi kebutuhan pribadi, sedangkan manusia sebagai makhluk sosial yang saling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1

BAB I PENDAHULUAN. tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. (UU RI Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Undang-Undang Republik Indonesia (UU RI) Nomor 1 tahin 1974 pasal 1 tentang pernikahan menyatakan bahwa pernikahan adalah: Ikatan lahir dan batin antara seorang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap manusia tidak ada yang sempurna, begitu pula dengan pernikahan, tidak ada pernikahan yang sempurna. Setiap individu yang memiliki pasangan untuk berbagi waktu,

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI SUAMI ISTRI DENGAN KECENDERUNGAN BERSELINGKUH PADA ISTRI

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI SUAMI ISTRI DENGAN KECENDERUNGAN BERSELINGKUH PADA ISTRI HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS KOMUNIKASI SUAMI ISTRI DENGAN KECENDERUNGAN BERSELINGKUH PADA ISTRI SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana-S1 Bidang Psikologi dan Fakultas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga merupakan unit pelayanan kesehatan yang terdepan dalam

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keluarga merupakan unit pelayanan kesehatan yang terdepan dalam BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan unit pelayanan kesehatan yang terdepan dalam meningkatkan derajat kesehatan komunitas. Keluarga sebagai sistem yang berinteraksi dan merupakan unit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mereka kelak. Salah satu bentuk hubungan yang paling kuat tingkat. cinta, kasih sayang, dan saling menghormati (Kertamuda, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. mereka kelak. Salah satu bentuk hubungan yang paling kuat tingkat. cinta, kasih sayang, dan saling menghormati (Kertamuda, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang memiliki dorongan untuk selalu menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan dengan orang lain menimbulkan sikap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi

BAB I PENDAHULUAN. Manusia memerlukan mitra untuk mengembangkan kehidupan yang layak bagi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Manusia sejak awal kelahirannya adalah sebagai mahluk sosial (ditengah keluarganya). Mahluk yang tidak dapat berdiri sendiri tanpa bantuan orang lain.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORI. memiliki arti innermost, deepest yang artinya paling dalam. Intimacy

BAB II TINJAUAN TEORI. memiliki arti innermost, deepest yang artinya paling dalam. Intimacy 12 BAB II TINJAUAN TEORI A. Intimacy 1. Pengertian Intimacy Kata intimacy berasal dari bahasa Latin, yaitu intimus, yang memiliki arti innermost, deepest yang artinya paling dalam. Intimacy dapat diartikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan keluarga yang sejahtera, pastilah menjadi impian setiap orang.

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan keluarga yang sejahtera, pastilah menjadi impian setiap orang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan keluarga yang sejahtera, pastilah menjadi impian setiap orang. Merasa nyaman, diterima, dipercaya dalam keluarga dan yang terpenting, keluarga bisa menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta pembagian peran suami dan istri. Seiring dengan berjalannya waktu ada

BAB I PENDAHULUAN. serta pembagian peran suami dan istri. Seiring dengan berjalannya waktu ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu hubungan antara pria dan wanita yang diakui secara sosial, yang didalamnya mencakup hubungan seksual, pengasuhan anak, serta pembagian

Lebih terperinci

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR

KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR KONFLIK INTERPERSONAL ANTAR ANGGOTA KELUARGA BESAR Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan oleh: SITI SOLIKAH F100040107 Kepada FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial ditakdirkan untuk berpasangan yang lazimnya dilakukan melalui sebuah pernikahan. Hurlock (2009) menyatakan bahwa pernikahan adalah salah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tahap perkembangan psikososial Erikson, intimacy versus isolation, merupakan isu utama bagi individu yang ada pada masa perkembangan dewasa awal. Menurut Erikson,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latarbelakang Masalah Manusia dalam proses perkembangan untuk meneruskan jenisnya membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya.

Lebih terperinci

BAB I A. Latar Belakang Masalah dewasa muda Tugas tugas pergembangannya Wanita Kebutuhan intimacy workaholic

BAB I A. Latar Belakang Masalah dewasa muda Tugas tugas pergembangannya Wanita Kebutuhan intimacy workaholic http://www.gunadarma.ac.id/ A. Latar Belakang Masalah dewasa muda BAB I Tugas tugas pergembangannya Wanita Menikah Bekerja (lajang) workaholic Kebutuhan intimacy B. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimanakah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar lawan

BAB I PENDAHULUAN. sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar lawan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berpacaran merupakan hal yang lazim dilakukan oleh manusia di dalam kehidupan sosialnya. Pengertian dari pacaran itu sendiri adalah hubungan pertemanan antar

Lebih terperinci

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan Oleh : FAJAR TRI UTAMI F 100 040 114 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci