Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 16424, Indonesia. Abstrak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 16424, Indonesia. Abstrak"

Transkripsi

1 TANGGUNG JAWAB DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP INDEPENDENSI KURATOR TERKAIT ANCAMAN PIDANA MEMASUKAN KETERANGAN PALSU DALAM PEMBERESAN HARTA PAILIT (STUDI KASUS PT. KYMCO LIPPO MOTOR INDONESIA) Aditya Pratama, Parulian Paidi Aritonang Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 16424, Indonesia Abstrak Skripsi ini membahas mengenai tanggung jawab dari kurator dalam melakukan pemberesan harta pailit PT. Kymco Lippo Motor Indonesia dalam menjalankan tugasnya. Kurator merupakan salah satu peran yang sangat penting dalam pengurusan dan pemberesan harta pailit dalam suatu kepailitan. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa pada saat kurator melakukan tugasnya diketahui banyak sekali rintangan yang dilakukan oleh PT. Kymco Lippo Motor Indonesia (Debitor Pailit) dan PT. Metropolitan Tirta Perdana (Kreditor Pailit). Perlindungan terhadap profesi kurator tidak diberikan secara spesifik, sehingga hal ini sering di manfaatkan para pihak yang berkepentingan untuk menghalangi tugas kurator. Tidak ada peraturan yang spesifik memberikan perlindungan kepada kurator dapat mempengaruhi independensi kurator. Kata kunci : Kepailitan; Kurator; Independensi The Responsibility and Law Protection of Curator s Independency Regarding Criminal Charge Related To Inserting False Information In Bankruptcy Estate Settlement (Case Study Concerning PT. Kymco Lippo Motor Indonesia) Abstract This paper discusses about The Responsibility of Curators on Handling Bankruptcy Estate for PT Kymco Lippo Motor Indonesia. Curators play an important part on handling bankruptcy estate. This study uses normative juridical research method. The results of this research explains when the curator is doing the job, there are a lot of problem from PT Kymco Lippo Motor Indonesia as the debtor and PT Metropolitan Tirta Perdana as the creditor. There is no protection spesifically given for curators, this circusmtance is often used by several parties who intend to prevent curators from doing their job. No regulations spesifically given for protection of curators can affect their independency. Keywords : Bankruptcy; Curator; Independency

2 Pendahuluan Krisis ekonomi merupakan suatu peristiwa yang menyebabkan seluruh ekonomi pasar dunia mengalami keruntuhan dan mempengaruhi sektor lainnya di seluruh dunia. Dalam menangani keadaan krisis ekonomi tersebut, para pengusaha melakukan upaya yang berkaitan dengan rekstrukturasi utang yang tujuan utamanya adalah mempertahankan perseroan selaku debitur untuk dapat mejalankan usahanya sebagai suatu going concern dengan memberikan kesempatan kepada perusahaan yang memiliki utang kepada kreditor-kreditor yang telah dapat ditagih dan belum dapat membayar tetapi usahanya memiliki prospek yang baik, untuk memperoleh kelonggaran waktu yang wajar dari kreditor-kreditornya guna dapat melunasi utang-utangnya, baik dengan atau tanpa memperbarui syarat-syarat perjanjian kredit yang merupakan upaya alternatif dari penyelesaian utang melalui kepailitan. Agar hal tersebut dapat berjalan butuh penunjang yaitu sarana hukum yang memadai. Lahirlah hukum kepailitan yang ditujukan untuk menangani banyaknya kasus perusahaan yang tidak mampu membayar utangnya yang telah jatuh tempo. Kurator merupakan salah satu pihak yang terlibat dalam proses kepailitan, begitu banyak tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepada kurator. Ketika menjalankan tugasnya sering kali kurator mendapat hambatan-hambatan baik yang berupa tindakan nonkooperatif maupun tindakan yang bersifat psikologis yang dilakukan oleh debitor pailit maupun kreditor pailit. Sebagai salah satu contohnya banyak kasus seorang kurator di jadikan tersangka dengan dugaan melakukan tindak pidana. Hal tersebut juga menimpa Tim Kurator dari PT. Kymco Lippo Motor Indonesia (yang selanjutnya disebut dengan PT.KLMI ) dilaporkan oleh salah satu kreditor konkurennya yaitu PT. Mitra Tirta Perdana (yang selanjutnya disebut dengan PT.MTP ) dengan dugaan melakukan tindak pidana memasukan keterangan palsu kedalam akta otentik yaitu akta jual beli harta pailit. Kurator juga di tuntut untuk memiliki integritas, indepedensi, dan profesionalitas dalam menjalankan profesinya. 1 Perlindungan Hukum bagi kurator dalam menjalankan pekerjaanya tidak diatur dengan tegas dalam undang-undang, hal tersebut membuat keadaan kurator semakin sulit karena kurator dapat menjadi resah dan takut ketika menjalankan tugasnya yang terdapat kemungkinan adanya ancaman pidana kepadanya. Dimana tanpa adanya perlindungan hukum yang pasti bagi kurator dapat mempengaruhi independesi dari seorang kurator. Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1 Kode Etik Profesi Asosiasi Kurator

3 1. Bagaimanakah batasan kewenangan dan tanggung jawab kurator dalam menjalankan tugas pemberesan harta pailit PT.KLMI? 2. Bagaimanakah status hukum harta pailit yang sedang di tuntut pada Pengadilan Tata Usaha Negara? 3. Bagaimanakah perlindungan hukum terhadap kurator dalam menjalankan tugasnya dari ancaman pidana memasukan keterangan palsu ke dalam akta otentik (surat AJB harta pailit)? Tujuan dari penelitian ini ialah untuk memberikan informasi mengenai fenomena banyaknya kurator yang tidak mendapatkan perlindungan hukum dalam menjalankan tugasnya yang dapat mempengaruhi indepedensi dari seorang kurator. Tinjauan Teoritis A. Hukum Kepailitan Hukum Kepailitan merupakan hukum yang mengatur hubungan hukum antara debitor pailit dengan kreditor, dalam suatu keadaan debitor pailit tidak mampu membayar utangnya yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih kepada para kreditor dan terdapat sita umum kepada harta debitor pailit yang pada akhirnya akan dibagikan kepada para kreditor. Pailit merupakan suatu keadaan dimana debitor tidak mampu untuk melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari pada kreditornya, adapun keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi keuangan (financial distress) dari usaha debitor yang telah mengalami kemunduran. 2 Sedangkan kepailitan merupakan putusan pengadilan yang mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan debitor pailit baik yang telah ada maupun yang akan ada dikemudian hari. 3 Pengertian Kepailitan pada UUK-PKPU yaitu sita umum atas semua kekayaan debitor pailit yang pengurusannya dan pemberesannya dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas sebagaimana diatur dalam undang-undang. 4 2 M. Hadi Subhan, Hukum Kepailitan Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan, cet. 2, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), hlm Ibid. 4 Indonesia, Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, UU No. 37 Tahun 2004, LN No.131 Tahun 2004, Ps. 1 butir 1.

4 Tujuan dari kepailitan melakukan pembagian harta milik debitor pailit yang dimasukan ke beodel pailit kepada para kreditor secara proposional antara mereka, kecuali diantara para kreditor itu ada yang menurut undang-undang harus didahulukan dalam menerima pembayaran tagihannya. 5 Sebagaimana dikutip oleh Jordan dari buku The Early History of Bankruptcy law, yang ditulis oleh Louis E. Levinthal, tujuan utama dari hukum kepailitan sebagai berikut: All bankruptcy law, however, no matter when or where devised and enacted, has at least two general objects in view. It aims first, to secure and equitable division of the insolvent debtor s property among all his creditors, and in the seconds place, to prevent on the part of insolvent debtor conduct detrimental to the interest of his creditors. In other words, bankruptcy law seeks to protect the creditor, first, from one another and, secondly, from their debtor. A third object, the protection of the honest debtor from his creditors, by means of the discharge, is ought to be attained in some of the systems of the systems of bankruptcy, but this is by no means a fundamental feature of the law Oleh karena Itu, beberapa tujuannya ialah sebagai berikut: 6 1. Menjamin pembagian yang sama terhadap harta kekayaan debitor di antara para kreditornya. 2. Mencegah agar debitor tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat merugikan para kreditor. 3. Memberikan perlindungan kepada debitor yang beritikad baik dari para kreditornya, dengan cara memperoleh pembebasan utang. Syarat-syarat untuk mengajukan permohonan kepailitan dapat diajukan apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: 7 a) Debitor terhadap siapa permohonan itu diajukan harus paling sedikit mempunyai dua kreditor, atau dengan kata lain harus memiliki lebih dari satu kreditor. b) Debitor tidak membayar lunas sedikitnya satu utang kepada salah satu kreditornya. c) Utang yang tidak dibayar itu harus telah jatuh waktu dan telah dapat ditagih. Akibat dari suatu penyataan kepailitan yaitu debitor demi hukum kehilangan haknya terhadap harta kekayaannya semenjak pernyataan pailit bahkan putusan pailit berlaku mundur kebelakang sejak pukul 00.00, keputusan pailit yang serta-merta (dapat dijalankan lebih 5 Kartini Muljadi, Actio Pauliana dan Pokok-Pokok Tentang Pengadilan Niaga dalam Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, (Bandung: alumni bandung), hlm Adrian Sutedi, Hukum Kepailitan, cet.1, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2009), hlm Sutan Remy Sjahdeini, Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan, (Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2010), hlm. 52.

5 dahulu meskipun ada upaya hukum terhadap putusan tersebut). 8 Adapun kehilangan hak terhadap harta kekayaannya pada harta yang masuk ke dalam boedel pailit. Kehilangan hak bebasnya tersebut hanya terbatas pada harta kekayaannya dan tidak terhadap status diri pribadinya. B. Kurator Setelah adanya putusan pailit maka pengurusan dan pemberesan dilakukan oleh kurator di bawah pengawasan hakim pengawas. 9 Hal tersebut juga dipertegas bahwa dalam putusan pailit harus diangkat kurator dan Hakim Pengawas yang ditunjuk oleh hakim pengadilan. 10 Sehingga dalam putusan pernyataan kepailitan ditetapkan pula siapa yang menjadi kurator. kurator bisa diusulkan oleh debitor atau kreditor. Selanjutnya pengadilan niaga memutuskan siapa yang akan diangkat menjadi kurator dan berapa jumlah kurator. 11 Jika debitor maupun kreditor tidak mengusulkan pengangkatan kurator maka Balai Harta Peninggalan diangkat menjadi kurator. 12 Kurator melaksanakan tugas dan wewenangnya utamanya yaitu melaksanakan tugas pengurusan dan / atau pemberesan atas harta pailit sejak tanggal putusan pailit diucapkan, walaupun dalam putusan tersebut masih diajukan kasasi dan / atau peninjauan kembali. Tugas yang pertama harus dilakukan oleh kurator sejak mulai pengangkatannya, menurut Pasal 98 UUK-PKPU adalah melaksanakan semua upaya untuk mengamankan harta pailit dan menyimpan semua surat, dokumen, uang, perhiasan, efek, dan surat berharga lainnya dengan memberikan tanda terima. 13 Dari berbagai jenis tugas bagi kurator dalam melakukan pengurusan dan pemberesan, maka dapat disarikan bahwa kurator memiliki beberapa tugas utama, yaitu: 14 a. Tugas kurator dalam Administratif Dalam administratif kurator bertugas untuk mengadministrasikan proses-proses yang terjadi dalam kepailitan, misalnya melakukan pengunguman (Pasal 15 Ayat 8 Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, o.p cit., Ps. 24 Ayat (2). 9 Ibid., Ps. 1 butir Ibid., Ps. 15 Ayat (1). 11 Sutedi, o.p cit., hlm Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, o.p cit., Ps. 15 Ayat (2). 13 Sjahdeini, o.p cit., hlm Ibid., hlm. 61.

6 (4)), 15 mengundang rapat-rapat kreditor, mengamankan harta kekayaan debitor pailit, melakukan pencatatan/inventarisasi harta pailit (Pasal 100,101,102,103), 16 serta membuat laporan rutin kepada hakim pengawas setiap 3 bulan (Pasal 74). 17 b. Tugas mengurus/mengelola harta pailit Selama proses kepailitan belum sampai keadaan insolvensi (pailit), maka kurator dapat melanjutkan pengelolaan usaha-usaha debitor pailit sebagaimana layaknya organ perusahaan (direksi) atas izin rapat kreditor (Pasal 104 Ayat(1)) 18, pengelolaan hanya dapat dilakukan apabila debitor pailit masih memiliki suatu usaha yang masih berjalan. Sejak adanya putusan pailit oleh pengadilan niaga maka debitor kehilangan haknya untuk mengelola dan mengurus harta boedel pailit. Maka selanjutnya pemberesan dan pengurusan harta debitor pailit diambil alih oleh kurator. Secara garis besar tugas seorang kurator dalam kepailitan terdapat tiga tahap yaitu pengurusan, pemberesan, dan pengakhiran. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif (legal research), karena yang menjadi permasalahan utama dalam penelitian ini adalah masalah hukum. Dalam hal ini peneliti memperhatikan Undang-undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaraan Utang, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Kode Etik Profesi Asosiasi Kurator. Bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan badan hukum tersier. Bahan hukum primer yang digunakan adalah peraturan perundang-undangan Indonesia yang berkaitan dengan penelitian dan penulisan skripsi ini. Bahan hukum sekunder ialah bahan hukum yang menunjang informasi yang berhubungan dengan bahan hukum primer dan implementasinya, serta dapat membantu proses analisis, pemahaman, dan penjelasan dari bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder yang digunakan adalah buku, jurnal, artikel ilmiah, skripsi, makalah, dan sebagainya. Bahan hukum tersier yang digunakan adalah ensiklopedia hukum. 15 Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, o.p cit., Ps. 15 Ayat (4). 16 Ibid., Ps 100, 101, 102, dan Ibid., Ps Ibid., Ps 104 Ayat (1).

7 Penulis menggunakan alat pengumpulan data yang berupa studi dokumen. Data dikumpulkan dengan studi dokumen baik melalui riset atau penelitian literatur maupun datadata elektronik. Hasil Penelitian Hasil penelitian dari skripsi ini adalah didapatkannya pemahaman mengenai batasan kewenangan kurator dan tanggung jawab dalam menjalankan tugas, mengenai status hukum harta pailit yang di tuntut pada Pengadilan Tata Usaha Negara, serta perlindungan hukum terhadap kurator dalam menjalankan tugasnya dikaitkan dengan ancaman pidana pemalsuan surat. Pembahasan A. Batasan Kewenangan dan Tanggung Jawab Kurator Dalam Menjalankan Tugas Pemberesan Harta Pailit PT. KLMI Membahas mengenai tanggung jawab kurator dalam menjalankan tugasnya tidak dapat terlepas dari batas kewenangan yang dimiliki seorang kurator. Batasan kewenangan kurator dapat dilihat dari kewajiban hukumnya. Kurator mempunyai dua kewajiban hukum dalam melaksanakan tugasnya yaitu: 19 a. Kewajiban yang pertama adalah statutory duties yaitu kewajiban yang ditentukan oleh undang-undang. b. Kewajiban yang kedua berupa fiduciary duties atau fiduciary obligations. Kurator mengemban fiduciary duties (kepercayaan) terhadap pengadilan yang diwakili oleh hakim pengawas, debitur, kreditor, dan para pemegang saham. Hal seperti ini juga diterapkan dalam Standar Profesi Kurator. Dimana statutory duties terdapat pada Standar Profesi Kurator , sedangkan fiduciary duties terdapat pada Standar Profesi Kurator Berdasarkan keterangan yang terdapat pada putusan dan laporan, bahwa Tim kurator dalam menjalankan tugasnya jika dilihat dari statutory duties telah berdasarkan undang- 19 Sjahdeini, o.p cit., hlm Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia Ibid., 210.

8 undang yang terkait serta peraturan pelaksana yang terkait. Hal tersebut diperlihatkan ketika melakukan penjualan harta pailit PT.KLMI, tim kurator melakukannya dengan cara lelang sesuai dengan ketentuan di Pasal 185 Ayat (1) UUK-PKPU. 22 Saat melakukan penjualan secara lelang juga mematuhi peaturan mengenai lelang yaitu peraturan menteri Keuangan Nomor: 93/PMK.06/2010 Jo. peraturan Direktur Jendral Kekayaan Negara Nomor: PER- 03/KN/2010. Karena penjualan harta pailit PT.KLMI tidak tercapai melalui lelang, tim kurator menjual secara di bawah tangan sesuai dengan ketentuan di Pasal 185 Ayat (2) UUK- PKPU. 23 Mengenai daftar piutang juga telah dibuat oleh kurator, dimana memasukan piutang yang disetujui dari hasil rapat kreditor kedalam daftar piutang sesuai dengan ketentuan di Pasal 117 UUK-PKPU. 24 Berdasarkan keterangan yang terdapat pada putusan dan laporan, Dalam hal fiduciary duties tim kurator dalam menjalankan tugasnya menjaga kepercayaan yang dimilikinya kepada hakim pengawas, para kreditor, dan debitor pailit. Hal tersebut diperlihatkan dalam setiap langkah yang diambil oleh kurator dalam rangka pengurusan dan pemberesan harta pailit bersikap transparansi kepada Hakim Pengawas yaitu selalu dengan mendapatkan izin dari Hakim Pengawas. Dalam penjualan lelang telah mendapatkan izin dari Hakim Pengawas berdasarkan penetapan No.25/PAILIT/2010/PN.NIAGA/JKT.PST tanggal 6 oktober 2010, serta berkaitan dengan penjualan harta pailit di bawah tangan kurator mendapat izin dari Hakim Pengawas berdasarkan penetapan No.25/PAILIT/2010/PN.NIAGA/JKT.PST tanggal 30 maret Selanjunya menjaga kepercayaan kedapa para kreditor dengan berhasil menjual harta pailit dan telah dibagikan kepada para kreditor. Kepada debitor pailit, tim kurator juga menjaga kepercayaan yang telah diberikan kepadanya dengan mengembalikan sisa dari hasil penjualan harta pailit PT. KLMI, yang sebelumnya telah dibagi-bagikan kepada para kreditor. Tanggung jawab kurator di atur dalam UUK-PKPU dan KUHPerdata. Dalam Pasal 72 UUK-PKPU 25 mengatur mengenai tanggung jawab kurator dalam melaksanakan tugasnya, dimana kurator bertanggung jawab atas kesalahan dan kelalaiannya yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit. Artinya baik perbuatan yang disengaja dan tidak disengaja 22 Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, o.p cit., Ps. 185 Ayat (1). 23 Ibid., Ps. 185 Ayat (2). 24 Ibid., Ps. 117 Ayat (2). 25 Ibid., Ps. 72.

9 oleh kurator mengakibatkan kerugian harta pailit, maka kurator bertanggung jawab atas hal tersebut. Kurator dapat digugat dan wajib membayar ganti kerugian apabila karena kelalaiannya, lebih-lebih lagi karena kesalahannya (dilakukan dengan sengaja) telah menyebabkan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap harta pailit terutama yaitu para kreditor konkruen, dirugikan. 26 Pasal 78 UUK-PKPU 27 juga mengatur tanggung jawab kurator terhadap perbuatan kepada pihak ketiga, dimana kurator memerlukan izin dari hakim pengawas, namun jika izin tidak diperoleh dan perbuatan tetap dilaksanakan serta dalam perbuatan tersebut kurator tidak mengindahkan Pasal 83 dan 84 UUK-PKPU maka kurator bertanggung jawab sendiri secara pribadi terhadap debitor dan kreditor. Mencermati Pasal 1365 KUHPerdata 28, kurator dapat digugat untuk bertanggung jawab secara pribadi oleh pihak-pihak yang dirugikan atas perbuatan kurator, serta bertanggung jawab secara pidana atas perbuatannya. 29 Kurator bertanggung jawab jika perbuatannya merugikan harta pailit. Berdasarkan keterangan yang terdapat pada berita elektronik, bahwa Tim kurator PT. KLMI dalam menjalankan tugasnya tidak menimbulkan kerugian kepada harta pailit dimana dibuktikan dengan berhasil menjual harta pailit sebesar Rp 107 miliyar diatas harga penaksir barang yaitu sebesar Rp 100 miliyar. Hubungan dari batasan kewenangan dengan tanggung jawab adalah kurator bertanggung jawab apabila tindakan kurator yang dilakukan tidak sesuai dengan kewenangan yang diberikan kepadanya oleh undang-undang, tanpa itikad baik, serta merugikan harta pailit. Namun jika dilakukan sesuai dengan kewenangannya berdasarkan undang-undang dan itikad baik, apabila merugikan harta pailit maka kurator tidak dapat dimintai pertanggung jawabannya secara pribadi. B. Status Hukum Harta Pailit yang Sedang di Tuntut Pada Pengadilan Tata Usaha Negara Mengenai objek sengketa dalam Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung merupakan surat keputusan yang dikeluarkan oleh kepala KPKNL mengenai penetepan jadwal lelang 26 Sutedi, o.p cit., hlm Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, o.p cit., Ps Indonesia, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Ps Sutedi, loc.cit.

10 harta pailit dari PT. KLMI yaitu No. S.PEN 274/2010. Selanjutnya bahwa objek dalam SK tersebut merupakan sebidang tanah yang merupakan harta pailit PT.KLMI, sebelumnya telah diletakan sita jaminan oleh Pengadilan Negeri Bekasi dan juga telah ada pemblokiran SGHB oleh kantor pertanahan bekasi, yang merupakan tindak lanjut dari pemeriksaan gugatan PMH yang diajukan penggugat dimana pada waktu itu putusan perkara No.266/Pdt.G/2007/PN.BKS. Penggugat dalam gugatan PTUN yaitu PT.MTP, sedangkan tergugat yaitu Kepala KPNKL (tergugat I) dan tim kurator PT.KLMI (tergugat II Intervensi). Perlu dipahami dulu kedudukan PT.MTP karena kedudukan sebagai kreditor tertentu dapat menentukan cara mendapatkan pelunasan haknya dari harta pailit. Berdasarkan penjelasan dari Pasal 2 Ayat (1) UUK-PKPU, macam-macam kreditor yaitu kreditor separatis, kreditor preferen, dan kreditor konkuren. Kartini Muljadi membagi beberapa jenis kreditur yaitu: Kreditor konkuren 2. Kreditor dengan hak istimewa menurut Pasal 1139 dan Pasal 1149 KUHPerdata (tanpa kehilangan hak yang diberikan kepada mereka untuk menahan kebendaan milik debitor yang diberikan oleh undang-undang) 3. Kreditur dengan jaminan kebendaan, berupa gadai, hipotek, hak atas panenan, hak tanggungan, dan jaminan fidusia (tanpa kehilangan hak untuk menjual dan memperoleh pelunasan terlebih dahulu dari harta kebendaan debitor, yang dijaminkan secara kebendaan dan dijual tersebut. Kedudukan PT.MTP berdasarkan salah satu bukti pada putusan pengadilan niaga No.25/PAILIT/2010/PN.JKT.PST yaitu anggaran dasar PT.KLMI menyebutkan bahwa: 1. KYM suatu perusahaan yang didirikan berdasarkan hukum Negara Taiwan, memiliki dan menguasai 75% (tujuh puluh lima persen) saham dari PT.KLMI 2. PT.MTP memiliki dan menguasai 25% (dua puluh lima persen) saham dari PT.KLMI Pembagian-pembagian kreditor dalam kepailitan ini untuk menuntukan siapa yang terlebih dahulu mendapatkan pembagian dari harta pailit / penjualan harta pailit secara proporsional. Hal ini merupakan penerapan dari Pasal 1132 KUHPerdata yang memuat ketentuan bahwa kebendaan yang dimiliki oleh debitor menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang mengutangkan padanya dan pendapatan pejualan benda-benda itu dibagi- 30 Kartini Muljadi, Kreditur Preferen dan Kreditur Separatis Dalam Kepailitan dalam Undang-Undang Kepailitan dan Perkembangannya karangan Emmy Yuhassarie, (Jakarta: Pusat pengkajian Hukum Jakarta, 2004), hlm

11 bagi sesuai proporsi masing-masing, kecuali diantara para berpiutang ada alasan yang sah untuk didahulukan. Dalam pasal tersebut terdapat prinsip Pari Passu Prororata Parte. Kedudukan PT.MTP sebagai pemegang saham minortitas dari PT.KLMI sebagai kreditor konkuren. Dalam jurnal yang dibuat oleh Jamin Ginting menyatakan bahwa para pemegang saham merupakan kreditor yang termasuk dalam kreditor bersaing (konkuren), merupakan kreditor yang mendapat bagian terakhir terhadap harta pailit seandainya ada deviden dari saham tersebut yang belum di bayar atau menunggu sisa dari harta pailit yang masih ada. 31 Hal tersebut juga dipertegas ketika dalam keadaan pailit maka pemilik saham akan mendapatkan pelunasan terhadap hak-haknya setelah hak-hak lain telah dilunasi atau dengan kata lain hanya mendapatkan sisanya. 32 Maka dengan kedudukan PT.MTP sebagai kreditor konkuren menentukan bagaimana PT.MTP mendapatkan pelunasaan hak-haknya dari harta pailit yaitu PT.MTP mendapatkan pelunasan terhadap hak-haknya setelah harta pailit dibagi-bagikan kepada kreditor separatis dan kreditor preferen. Hubungan antara kedudukan PT.MTP sebagai kreditor konkuren dengan status hukum harta pailit adalah bahwa PT.MTP sebagai kreditor konkuren tidak mempunyai hak tanggungan terhadap harta pailit yang merupakan objek lelang dari SK yang digugat oleh PT.MTP dalam gugatan PTUN. Berdasarkan Pasal 26 Ayat (1) dan Pasal 27 UUK-PKPU, saham yang dimiliki oleh penggugat merupakan tagihan terhadap kurator apabila hendak ditagih dengan mendaftarkannya untuk di cocokan. Seharusnya PT.MTP jika hendak ingin mendapatkan pelunasan haknya berdasarkan kedudukannya sebagai kreditor konkuren maka harus diajukan kepada kurator bukan melalui peradilan tata usaha negara, serta dilakukan dengan cara verifikasi utang. Berdasarkan Pasal 29 UUK-PKPU tuntutan yang dilakukan oleh PT.MTP gugur demi hukum, sehingga seharusnya tuntutan yang dilakukan oleh PT.MTP dalam Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung seharusnya gugur demi hukum. Melihat ketentuan yang ada pada Pasal 31 Ayat (2) UUK-PKPU adanya pernyataan kepailitan maka segala putusan penetapan pelaksanaan pengadilan terhadap harta kekayaan debitor telah dimulai sebelum kepailitan dan juga segala putusan mengenai penyitaan baik yang sudah maupun belum dilaksanakan menjadi hapus dan jika diperlukan hakim pengawas harus memerintahkan pencoretannya. Sehingga pasal ini menegaskan bahwa putusan 31 Jamin Ginting, Kedudukan Pemegang Saham (Investor) Dalam Kepailitan Perusahaan Go Public Law review Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. IV, No.3 (2005), hlm Hendy M Fakhruddin, Go Public: Strategi Pendanaan dan Peningkatan Nilai Perusahaan (PT.Elex Media Komputindo: Jakarta, 2008), hlm. 11.

12 pernyataan pailit akan membawa akibat segala putusan hakim yang menyangkut setiap bagian harta kekayaan debitor yang telah diadakan sebelum diputuskan pernyataan pailit harus segera dihentikan sejak waktu yang sama maka tidak satu putusan pun mengenai hukuman paksa badan yang dapat dilaksanakan. 33 Karena itu maka status hukum dari harta pailit yaitu sebidang tanah dengan SGHB No.351 yang telah di letakan sita jaminan oleh pengadilan negeri bekasi dalam perkara No.266/Pdt.G/2007/PN.BKS dengan adanya putusan pailit, sita yang sebelumnya telah diletakan kepada SGHB No.351 Sukaresmi tersebut menjadi hapus. Hal tersebut juga diperkuat dengan terdapat keterangan dalam putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung Nomor: 103/G/PTUN-BDG, bahwa pada tanggal 7 Oktober 2010 hakim pengawas PT.KLMI mengeluarkan Penetapan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No.25/Pailit/2010/PN.NIAGA.JKT.PST yang menetapkan agar Kantor Pertanahan Kabupaten Bekasi mencabut pemblokiran tanah harta pailit dengan SGHB No.351. Hal tersebut juga ditanggapi dengan penetapan No.01/CB/2008/PDT.G/2007/PN.BKS tanggal 18 November 2010 oleh Ketua Pengadilan Negeri Bekasi, memerintahkan kepada panitera pengadilan negeri Bekasi untuk melakukan pengangkatan sita jaminan terhadap tanah dengan SGHB No.351 dan dilanjutkan dengan telah dilaksanakan pengangkatan sita jaminan oleh juru sita pada berita acara pengangkatan sita jaminan No.01/CB/2008/PDT.G/2007/PN.BKS tanggal 22 november Berdasarkan penjelesan diatas maka objek lelang yaitu sebidang tanah dan bangunan diatasnya dalam SGHB No.351 Sukaresmi berstatus hukum tidak ada sita yang diletakan kepadanya, walaupun pernah ada sita jaminan No.01/CB/2008/PDT.G/2007/PN.BKS dengan adanya putusan pailit menghapuskan status sita yang sebelumnya terdapat pada harta pailit. Hal tersebut juga dipertegas dengan penetapan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No.25/Pailit/2010/PN.NIAGA.JKT.PST tanggal 7 oktober 2010 yang memerintahkan untuk mencabut pemblokiran tanah harta pailit. C. Perlindungan Hukum Terhadap Kurator Dalam Menjalankan Tugasnya dari Ancaman Pidana Memasukan Keterangan Palsu ke dalam Akta Otentik Kurator dalam menjalankan tugasnya mempuyai tugas yang banyak, hal tersebut bisa menjadi rumit karena tidak jarang kurator menghadapi hambatan-hambatan yang dilakukan oleh para pihak yang tidak suka terhadap kepailitan yang terjadi. Hambatan tersebut dapat 33 Racmadi Usman, Dimensi Hukum kepailitan di Indonesia, (Jakarta: gramedia pustaka, 2004), hlm. 53.

13 berbentuk secara fisik dengan menghalang-halangi kurator masuk ke perkarangan debitor pailit dan juga kekerasan, bisa juga secara mental dengan menggunakan ancaman kekerasan atau dengan ancaman pidana. Seperti kasus yang menimpa tim kurator PT.KLMI, banyak kasus lain seorang kurator dilaporkan ke kepolisian karena diduga melakukan tindak pidana, padahal seorang kurator telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku. Akibat dari tindakan tersebut dapat mempengaruhi indepedensi dari seorang kurator, dimana para kurator dalam melaksanakan tugasnya menjadi berat ke salah satu pihak atau pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan oleh kurator dipengaruhi oleh salah satu pihak yang memberikan ancaman. Seharusnya berdasarkan kode etik profesi kurator, standar profesi kurator, dan UUK-PKPU kurator harus bersikap independen dalam menjalankan tugas profesinya, dimana mereka bebas dalam melakukan tugasnya namun tetap patuh kepada peraturan-peraturan yang berlaku, tidak berpihak kepada siapapun, dan tidak dipengaruhi oleh siapapun. Peraturan yang memberikan perlindungan hukum kepada kurator terdapat pada Pasal 50 KUHP 34. Dalam pasal tersebut kurator dilindungi dari segala macam ancaman pidana karena melaksanakan tugasnya. Kedudukan kurator dan pengurus adalah mewakili kepentingan pengadilan, dalam hal ini pengadilan niaga yang mengangkatnya berdasarkan putusan. Bahkan kewenangan-kewenangan yang diberikan kepada Kurator dalam beberapa hal menunjukkan bahwa Kurator dalam tingkatan tertentu pekerjaannya harus dianggap sebagai wakil pengadilan. 35 Karena kedudukannya sebagai wakil pengadilan, maka melekat sifatsifat kekuasaan kehakiman yang tidak boleh di intervensi, digugat, bahkan sampai mendapatkan perlakuan kriminalisasi. 36 Kasus pidana yang dialami oleh para kurator memperlihatkan bahwa Pasal 50 KUHP tidak dapat memberikan kepastian perlindungan hukum kepada profesi kurator. Hal tersebut diperkuat dengan keterangan yang diberikan oleh salah satu saksi ahli dalam laporan dugaan 34 Pasal 50 KUHP: Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang-undang, tidak dipidana. 35 Rio T Simanjuntak, Kriminalisasi Kurator Langkah Mundur Hukum Kepailitan di Indoneisa, di unduh 17 Mei Alfin Sulaiman, Hak Imunitas Profesi Kurator dan Pengurus, alfin-sulaiman--sh--mh-, di unduh 17 Mei 2014.

14 tindak pidana memasukan keterangan palsu kedalam akta otentik yang dilakukan oleh tim kurator, pada intinya bahwa Pasal 50 KUHP tidak dapat dijadikan alasan sebagai perlindungan hukum bagi tim kurator PT.KLMI. Di ancamnya tim kurator dengan tuntutan pidana, tidak mempengaruhi sikap independensi tim kurator PT.KLMI dalam menjalankan pemberesan harta pailit PT.KLMI. Diperlihatkan ketika melakukan tugasnya dan kewajibannya, dilakukan tanpa dipengaruhi oleh pihak tertentu dan tanpa berpihak kepada pihak manapun. Berdasarkan keterangan yang terdapat pada berita elektronik bahwa tim kurator pernah di tawari oleh salah satu perusahaan Group Lippo untuk menjual seluruh harta pailit sebesar Rp 40 miliyar, dengan janji apabila tawarannya diterima maka Group Lippo akan menghentikan laporan-laporanya. Tetapi tim kurator tidak terpengaruh dan berhasil menjual harta pailit ke pihak lain sebesar Rp 107 miliyar, hasil penjualannya diatas perkiraan dari penaksir harga. Kesimpulan 1. Tim kurator PT.KLMI telah melakukan pekerjaanya dengan penuh tanggung jawab. Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh tim kurator dalam rangka pemberesan harta pailit sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku dan mendapat izin dari hakim pengawas.kurator bertanggung jawab apabila tindakan kurator yang dilakukan tidak sesuai dengan kewenangan yang diberikan kepadanya oleh undang-undang, tanpa itikad baik, serta merugikan harta pailit. Dibuktikan oleh tim kurator Kurator berhasil menjual asset PT.KLMI yang hasilnya sudah dibagikan kepada masing-masing kreditor serta kelebihan atas uang penjualan dikembalikan kepada PT.KLMI, hal tersebut memperlihatkan bahwa tim kurator menjaga kepercayaan kepada para pihak yang terkait dalam kepailitan serta tidak merugikan harta pailit. Untuk mengetahui apakah seorang kurator melampaui kewenangannya dapat dilihat dari kewajibannya. Kurator mempunyai dua kewajiban yaitu kewajiban statutory duties dan fiduciary duties. 2. Status hukum harta pailit yang merupakan objek lelang No. S.PEN 274/2010 yaitu sebidang tanah dan bangunan diatasnya yang terdapat dalam SGHB No.351 Sukaresmi yang dimana keputusan KPKNL tersebut dituntut dalam persidangan Peradilan Tata Usaha Negara Bandung, tidak terdapat sita apapun yang diletakkan kepada SGHB No.351 Sukaresmi. Berdasarkan penetapan No.01/CB/2008/266/Pdt.G/2007/PN.BKS sebelum diajukan lelang memang terdapat sita jaminan, namun dengan adanya putusan

15 pailit dari pengadilan niaga No.25/PAILIT/2010/PN.JKT.PST pada Tanggal 12 mei 2010 menghapuskan sita jaminan yang terdapat pada SGHB No.351 Sukaresmi secara otomatis, ini merupakan keberlakuan Pasal 31 Ayat (2) Undang-Undang No.37 Tahun Pengangkatan sita jaminan pada SGHB No.351 diperkuat dengan Penetapan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No.25/Pailit/2010/PN.NIAGA.JKT.PST Tanggal 7 oktober 2010 oleh Hakim Pengawas, penetapan No.01/CB/2008/PDT.G/2007/PN.BKS Tanggal 18 nopember 2010 oleh Ketua Pengadilan Negeri Bekasi, dan dilaksanakan pengangkatan sita jaminan oleh juru sita pada Berita Acara Pengangkatan Sita Jaminan No.01/CB/2008/PDT.G/2007/PN.BKS tanggal 22 nopember Perlindungan hukum terhadap Profesi Kurator dalam realisasinya tidak efektif, hal ini dikarenakan tidak adanya peraturan yang secara spesifik memberikan perlindungan hukum kepada kurator yang dapat mempengaruhi independensi seorang kurator. Pasal 50 KUHP sebagai satu-satunya perlindungan profesi kurator tidak memberikan kepastian terhadap perlindungan profesi kurator dalam menjalankan tugasnya. Hal tersebut juga ditegaskan oleh saksi ahli yang memberikan keterangan terkait kasus pidana yang menimpa tim kurator PT.KLMI, bahwa Pasal 50 KUHP tidak dapat dijadikan sebagai perlindungan hukum terhadap kurator. Terdapat fakta-fakta bahwa tim kurator telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan kode etik profesi, kewenangannya, dan peraturan-peraturan yang berlaku, seharusnya kurator juga diperlakukan sebagai wakil dari pengadilan yang pada dirinya melekat sifat-sifat kekuasaan kehakiman yang tidak boleh di intervensi, digugat, bahkan sampai mendapatkan perlakuan kriminalisasi. Saran Dibutuhkannya peran dari aparat kepolisian dan pemerintah. Bagi aparat kepolisian sangatlah penting untuk mempunyai pengetahuan mengenai kepailitan dan kode etik profesi kurator agar polisi dapat memahami kewajiban dan kewenangan seorang kurator dalam melaksanakan tugasnya, sehingga polisi tidak dengan mudahnya menerima laporan dan menjadikan kurator sebagai tersangka tanpa memeriksa lebih lanjut terhadap kewenangan yang dimiliki oleh seorang kurator. Peran pemerintah bersama-sama dengan DPR juga diperlukan agar perlindungan hukum terhadap profesi kurator dapat terlaksana yaitu dalam rangka membuat rancangan Undang-

16 undang khusus Profesi Kurator dan Pengurus guna menegaskan perlindungan hukum bagi Kurator dan Pengurus. Karena perlindungan hukum terhadap profesi kurator yang ada sekarang tidak mengatur secara spesifik mengenai perlindungan profesi kurator dalam menjalankan tugasnya, sehingga tidak memberikan kepastian perlindungan kepada profesi kurator. Daftar Referensi Buku Fakhruddin, Hendy M. Go Public: Strategi Pendanaan dan Peningkatan Nilai Perusahaan. PT.Elex Media Komputindo: Jakarta, Muljadi, Kartini. Actio Pauliana dan Pokok-Pokok Tentang Pengadilan Niaga Dalam Penyelesaian Utang Piutang Melalui Pailit atau Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Bandung: alumni bandung. Kreditur Preferen dan Kreditur Separatis Dalam Kepailitan Dalam Undang-Undang Kepailitan dan Perkembangannya karangan Emmy Yuhassarie. Jakarta: Pusat pengkajian Hukum Jakarta, Sjahdeini, Sutan Remy. Hukum Kepailitan Memahami Undang-Undang nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, Subhan, M. Hadi. Hukum Kepailitan Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan. cet. 2. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, Sutedi, Adrian. Hukum Kepailitan. cet. 1. Bogor: Ghalia Indonesia, Usman, Racmadi. Dimensi Hukum kepailitan di Indonesia. Jakarta: gramedia pustaka, Artikel Ginting, Jamin. Kedudukan Pemegang Saham (Investor) Dalam Kepailitan Perusahaan Go Public Law review Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Vol. IV, No.3 (2005), hlm Peraturan Perundang-Undangan Indonesia, Undang-undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, UU No. 37 Tahun 2004, LN No.131 Tahun Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia

17 Kode Etik Profesi Asosiasi Kurator Standar Profesi Kurator dan Pengurus Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek]. Diterjemahkan oleh R. Subekti dan R. Tjitrosudibio. Jakarta: PT. Pradnya Paramita Kitab Undang-undang Hukum Pidana [Wetboek van strafrecht]. Diterjemahkan oleh R. Soesilo. Bogor: Politeia Internet Simanjuntak, Rio T Kriminalisasi Kurator Langkah Mundur Hukum Kepailitan di Indoneisa. Di unduh 17 Mei Sulaiman, Alfin Hak Imunitas Profesi Kurator dan Pengurus. Di unduh 17 Mei 2014.

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK KETIGA (NATUURLIJKE PERSOON) DALAM HUKUM KEPAILITAN TERKAIT ADANYA ACTIO PAULIANA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK KETIGA (NATUURLIJKE PERSOON) DALAM HUKUM KEPAILITAN TERKAIT ADANYA ACTIO PAULIANA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PIHAK KETIGA (NATUURLIJKE PERSOON) DALAM HUKUM KEPAILITAN TERKAIT ADANYA ACTIO PAULIANA Oleh I Komang Indra Kurniawan Ngakan Ketut Dunia Ketut Sukranatha Hukum Perdata, Fakultas

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KEPENTINGAN PARA KREDITOR AKIBAT ACTIO PAULIANA DALAM HUKUM KEPAILITAN

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KEPENTINGAN PARA KREDITOR AKIBAT ACTIO PAULIANA DALAM HUKUM KEPAILITAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KEPENTINGAN PARA KREDITOR AKIBAT ACTIO PAULIANA DALAM HUKUM KEPAILITAN Oleh Ida Ayu Kade Winda Swari A.A. Gede Ngurah Dirksen A.A. Sagung Wiratni Darmadi Hukum Bisnis Fakultas

Lebih terperinci

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN

B. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 3 B. Saran... 81 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN BAB I PENDAHULUAN 4 A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada dasarnya tidak dapat dipisahkan dari pertumbuhan dan perkembangan pelaku-pelaku ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan Negara yang berkembang, baik dari sumber alam, sumber manusia termasuk juga perkembangan di sektor ekonomi dan bisnis. Perkembangan perekonomian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG. mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar sedikitnya satu utang yang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG 2.1. Pengertian Utang Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, Pasal 2 ayat (1) menentukan

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB KURATOR DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT DI KABUPATEN BADUNG

TANGGUNG JAWAB KURATOR DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT DI KABUPATEN BADUNG TANGGUNG JAWAB KURATOR DALAM PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT DI KABUPATEN BADUNG Oleh : Made Bagoes Wiranegara Wesna Ngakan Ketut Dunia Ida Ayu Sukihana Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS

PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS PENAGIHAN SEKETIKA SEKALIGUS DASAR HUKUM tindakan Penagihan Pajak yang dilaksanakan oleh Jurusita Pajak kepada Penanggung Pajak tanpa menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran yang meliputi seluruh utang

Lebih terperinci

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang TUJUAN KEPAILITAN TUJUAN KEPAILITAN. 22-Nov-17 Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Ranitya Ganindha, SH. MH. Dosen Hukum Dagang Fakultas Hukum Univ Brawijaya Dalam suatu kegiatan usaha / bisnis berutang merupakan hal yang lazim. Permasalahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan

I. PENDAHULUAN. perusahaan harus dijalankan dan dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Perusahaan adalah badan usaha yang dibentuk untuk menjalankan kegiatan usaha di bidang ekonomi. Sebagai badan yang dibentuk untuk menjalankan usaha maka perusahaan harus

Lebih terperinci

PENGATURAN DAN PENERAPAN PRINSIP PARITAS CREDITORIUM DALAM HUKUM KEPAILITAN DI INDONESIA

PENGATURAN DAN PENERAPAN PRINSIP PARITAS CREDITORIUM DALAM HUKUM KEPAILITAN DI INDONESIA PENGATURAN DAN PENERAPAN PRINSIP PARITAS CREDITORIUM DALAM HUKUM KEPAILITAN DI INDONESIA oleh Raden Rizki Agung Firmansyah I Dewa Nyoman Sekar Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT Principle

Lebih terperinci

PENGURUSAN HARTA PAILIT PEMBERESAN HARTA PAILIT TUGAS KURATOR. Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)

PENGURUSAN HARTA PAILIT PEMBERESAN HARTA PAILIT TUGAS KURATOR. Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS) PENGURUSAN HARTA PAILIT PEMBERESAN HARTA PAILIT TUGAS KURATOR 1 Menyimpan: Surat,dokumen, uang, perhiasan, efek, surat berharga lainnya dengan memberikan tanda terima (Ps.98 UUK) MENGAMANKAN HARTA PAILIT

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KURATOR DALAM MENJALANKAN TUGAS PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KURATOR DALAM MENJALANKAN TUGAS PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT 1 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KURATOR DALAM MENJALANKAN TUGAS PENGURUSAN DAN PEMBERESAN HARTA PAILIT Oleh: I Made Darma Adi Putra Marwanto Ida Ayu Sukihana Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pinjam meminjam uang. Akibat dari perjanjian pinjam meminjam uang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepailitan biasanya pada umumnya dikaitkan dengan utang piutang antara debitor dengan kreditor yang didasarkan pada perjanjian utang piutang atau perjanjian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU;

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: a. Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan PKPU; 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Kepailitan 1. Dasar Hukum dan Pengertian Kepailitan Dasar hukum bagi suatu kepailitan (Munir Fuady, 2004: 10) adalah sebagai berikut: a. Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN

KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN KEDUDUKAN KREDITUR SEPARATIS DALAM HUKUM KEPAILITAN Oleh: Adem Panggabean A. PENDAHULUAN Pada dunia bisnis dapat terjadi salah satu pihak tidak dapat melakukan kewajibannya membayar hutang-hutangnya kepada

Lebih terperinci

PELAKSANAAN TUGAS KURATOR DALAM MENGURUS HARTA PAILIT BERDASARKAN PASAL 72 UNDANG UNDANG NO

PELAKSANAAN TUGAS KURATOR DALAM MENGURUS HARTA PAILIT BERDASARKAN PASAL 72 UNDANG UNDANG NO PELAKSANAAN TUGAS KURATOR DALAM MENGURUS HARTA PAILIT BERDASARKAN PASAL 72 UNDANG UNDANG NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG Oleh Arkisman ABSTRAK Setelah dijatuhkannya

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG TERHADAP STATUS SITA DAN EKSEKUSI JAMINAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004

AKIBAT HUKUM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG TERHADAP STATUS SITA DAN EKSEKUSI JAMINAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 AKIBAT HUKUM PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG TERHADAP STATUS SITA DAN EKSEKUSI JAMINAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 Oleh : Wulan Wiryanthari Dewi I Made Tjatrayasa Bagian Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan sejumlah uang misalnya, dapat meminjam dari orang

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan hidupnya dengan sejumlah uang misalnya, dapat meminjam dari orang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan hidup financial setiap orang dapat diperoleh dengan berbagai cara. Orang (orang perseorangan dan badan hukum) yang hendak memenuhi kebutuhan hidupnya dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu:

BAB I PENDAHULUAN. utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Restrukturisasi utang perusahaan debitor dalam rangka membayar utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu: 1. dengan pendekatan antara

Lebih terperinci

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014

Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Istilah Kepailitan 9/4/2014 Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Ranitya Ganindha, SH. MH. Dosen Hukum Dagang Fakultas Hukum Univ Brawijaya Dalam suatu kegiatan usaha / bisnis berutang merupakan hal yang lazim. Permasalahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan

BAB I PENDAHULUAN. Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan Suatu perusahaan dalam rangka pengembangan usahanya dimungkinkan mempunyai utang. Perusahaan yang mempunyai utang bukanlah merupakan suatu hal yang buruk, asalkan perusahaan

Lebih terperinci

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak

1905:217 juncto Staatsblad 1906:348) sebagian besar materinya tidak UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. PRESIDEN, bahwa pembangunan hukum nasional dalam rangka mewujudkan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN

TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN TINJAUAN YURIDIS EKSEKUSI DALAM PERJANJIAN KREDIT DENGAN JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN Oleh : Dewa Made Sukma Diputra Gede Marhaendra Wija Atmadja Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 29 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Proses Penyelesaian Kepailitan Melalui Upaya Perdamaian Berdasarkan UU No. 37 Tahun 2004 Pasal 144 UU No. 37 Tahun 2004 menentukan, debitor pailit berhak untuk

Lebih terperinci

Karyawan Sebagai Pemohon Dalam Mempailitkan Perusahaan (Studi Kasus: Kasus PT. Kymco Lippo Motor Indonesia)

Karyawan Sebagai Pemohon Dalam Mempailitkan Perusahaan (Studi Kasus: Kasus PT. Kymco Lippo Motor Indonesia) Karyawan Sebagai Pemohon Dalam Mempailitkan Perusahaan (Studi Kasus: Kasus PT. Kymco Lippo Motor Indonesia) MAKALAH Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah LBHK semester I Angkatan V Oleh: Prasaja Pricillia

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN. Abstrak

IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN. Abstrak IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN DI KEJAKSAAN NEGERI BANJARMASIN Riska Wijayanti 1, Siti Malikhatun Bariyah 2 Abstrak Penelitian ini bertujuan mengkaji

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian dan Dasar Hukum Kepailitan Kepailitan secara etimologis berasal dari kata pailit. 6 Istilah pailit berasal dari bahasa Belanda yaitu Faiyit yang mempunyai arti ganda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Krisis ekonomi yang telah berlangsung mulai dari tahun 1997, cukup memberikan dampak yang negatif terhadap keadaan ekonomi di Indonesia. Krisis ekonomi tersebut,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari

BAB I PENDAHULUAN. permodalan bagi suatu perusahaan dapat dilakukan dengan menarik dana dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sudah menjadi rahasia umum bahwa setiap perusahaan membutuhkan dana investasi sebagai modal untuk membangun dan mengembangkan bisnis perusahaan itu sendiri. Hal tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meminjam maupun utang piutang. Salah satu kewajiban dari debitur adalah

BAB I PENDAHULUAN. meminjam maupun utang piutang. Salah satu kewajiban dari debitur adalah vii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepailitan bukan hal yang baru dalam suatu kegiatan ekonomi khususnya dalam bidang usaha. Dalam mengadakan suatu transaksi bisnis antara debitur dan kreditur kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi

BAB I PENDAHULUAN. kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara. elemen tidak dapat hidup sendiri-sendiri, tetapi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadilan akan terpenuhi apabila berbagai elemen yang berbeda kepentingannya dalam masyarakat dapat hidup dan berkembang secara harmonis, termasuk kepentingan pemilik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya.

BAB I PENDAHULUAN. luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar utangutangnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Krisis moneter pada tahun 1997 di Indonesia membuat utang menjadi membengkak luar biasa sehingga mengakibatkan banyak sekali debitor tidak mampu membayar

Lebih terperinci

DAFTAR REFERENSI. Asikin, Zainal. Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001.

DAFTAR REFERENSI. Asikin, Zainal. Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001. DAFTAR REFERENSI 1. Buku Asikin, Zainal. Hukum Kepailitan dan Penundaan Pembayaran di Indonesia. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2001. Epstein, David G., Steve H. Nickles., James J. White, Bankruptcy, ST.

Lebih terperinci

TANGGUNG JAWAB KURATOR PADA TENAGA KERJA YANG DI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) AKIBAT DARI PERSEROAN TERBATAS YANG DINYATAKAN PAILIT

TANGGUNG JAWAB KURATOR PADA TENAGA KERJA YANG DI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) AKIBAT DARI PERSEROAN TERBATAS YANG DINYATAKAN PAILIT TANGGUNG JAWAB KURATOR PADA TENAGA KERJA YANG DI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA (PHK) AKIBAT DARI PERSEROAN TERBATAS YANG DINYATAKAN PAILIT Oleh Ayu Putu Eltarini Suksmananda I Ketut Markeling Ida Ayu Sukihana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Proses perniagaan, apabila debitor tidak mampu ataupun tidak mau

BAB I PENDAHULUAN. Proses perniagaan, apabila debitor tidak mampu ataupun tidak mau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses perniagaan, apabila debitor tidak mampu ataupun tidak mau membayar utangnya kepada kreditor, maka telah disiapkan suatu pintu darurat untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan

I. PENDAHULUAN. kebutuhannya begitu juga dengan perusahaan, untuk menjalankan suatu perusahaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan perekonomian dunia yang semakin kompleks mengakibatkan semakin meningkatnya pula kebutuhan ekonomi masyarakat terutama para pelaku usaha. Dalam menjalani kehidupan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. A. Kedudukan Hukum Karyawan Pada Perusahaan Pailit. perusahaan. Hal ini dikarenakan peran dan fungsi karyawan dalam menghasilkan

BAB IV PEMBAHASAN. A. Kedudukan Hukum Karyawan Pada Perusahaan Pailit. perusahaan. Hal ini dikarenakan peran dan fungsi karyawan dalam menghasilkan BAB IV PEMBAHASAN A. Kedudukan Hukum Karyawan Pada Perusahaan Pailit Karyawan merupakan salah satu unsur yang sangat penting dalam suatu perusahaan. Hal ini dikarenakan peran dan fungsi karyawan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia

BAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang berarti bahwa manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa manusia lain. Hanya dalam kehidupan bersamalah manusia dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban debitor untuk membayar kembali utang sesuai jangka waktu yang telah

BAB I PENDAHULUAN. kewajiban debitor untuk membayar kembali utang sesuai jangka waktu yang telah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam perjanjian utang piutang, para pihak yang terkait adalah debitor dan kreditor. Gatot Supramono menjelaskan bahwa pihak yang berpiutang atau memberi pinjaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pelaku untuk mencapai tujuan pembangunan itu. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. salah satu komponen pelaku untuk mencapai tujuan pembangunan itu. Dengan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tenaga kerja merupakan salah satu instrumen dalam pembangunan nasional. Tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai salah satu

Lebih terperinci

Universitas Kristen Maranatha

Universitas Kristen Maranatha ANALISIS YURIDIS PELAKSANAAN EKSEKUSI DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KREDITUR PEMEGANG JAMINAN DALAM KEPAILITAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DALAM HAL TERJADI KEPAILITAN SUATU PERUSAHAAN ASURANSI

PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DALAM HAL TERJADI KEPAILITAN SUATU PERUSAHAAN ASURANSI PERLINDUNGAN HUKUM BAGI TERTANGGUNG DALAM HAL TERJADI KEPAILITAN SUATU PERUSAHAAN ASURANSI Oleh : Anak Agung Cynthia Tungga Dewi Ni Made Ari Yuliartini Griadhi Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA. apabila proses On Going Concern ini gagal ataupun berhasil dalam

BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA. apabila proses On Going Concern ini gagal ataupun berhasil dalam 43 BAB III AKIBAT HUKUM YANG TIMBUL APABILA ON GOING CONCERN GAGAL DALAM PELAKSANAANNYA 3.1 Batasan Pelaksanaan On Going Concern Dalam berbagai literatur ataupun dalam UU KPKPU-2004 sekalipun tidak ada

Lebih terperinci

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut

disatu pihak dan Penerima utang (Debitur) di lain pihak. Setelah perjanjian tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya pemberian kredit dapat diberikan oleh siapa saja yang memiliki kemampuan, untuk itu melalui perjanjian utang piutang antara Pemberi utang (kreditur)

Lebih terperinci

BAB II AKIBAT HUKUM PUTUSAN PERNYATAAN PAILIT MENURUT UU NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG

BAB II AKIBAT HUKUM PUTUSAN PERNYATAAN PAILIT MENURUT UU NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG BAB II AKIBAT HUKUM PUTUSAN PERNYATAAN PAILIT MENURUT UU NO. 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG A. Syarat Permohonan Pernyataan Pailit Dalam UUK dan PKPU disebutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dan kecanggihan teknologi dan sumber informasi semakin menunjang

BAB I PENDAHULUAN. Kemajuan dan kecanggihan teknologi dan sumber informasi semakin menunjang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan dan kecanggihan teknologi dan sumber informasi semakin menunjang perkembangan dan perekonomian, dalam perekonomian banyak faktor yang mempengaruhi perekonomian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan. meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional.

BAB I PENDAHULUAN. Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan. meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Koperasi menjadi salah satu pilar penting dalam mendorong dan meningkatkan pembangunan serta perekonomian nasional. Pada awal kemerdekaan Indonesia, koperasi diatur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah

BAB I PENDAHULUAN. Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum Kepailitan di Indonesia pada saat ini menggunakan Undang- Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Kepailitan

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.II/No. 2/April/2014

Lex Privatum, Vol.II/No. 2/April/2014 AKIBAT HUKUM PUTUSAN PENGADILAN NIAGA TERHADAP DEBITOR YANG DINYATAKAN PAILIT BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 1 Oleh : Evie Sompie 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1998 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG TENTANG KEPAILITAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa gejolak moneter yang terjadi di

Lebih terperinci

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah

BAB VIII KEPAILITAN. Latar Belakang Masalah Latar Belakang Masalah BAB VIII KEPAILITAN Dalam undang-undang kepailitan tidak dijelaskan apa yang dimaksud dengan kepailitan tetapi hanya menyebutkan bahwa debitur yang mempunyai dua atau lebih kreditur

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB II PENGANGKATAN PENGURUS DALAM PKPU. Ada dua cara yang disediakan oleh UU Kepailitan dan PKPU agar debitur

BAB II PENGANGKATAN PENGURUS DALAM PKPU. Ada dua cara yang disediakan oleh UU Kepailitan dan PKPU agar debitur BAB II PENGANGKATAN PENGURUS DALAM PKPU A. Prosedur Permohonan PKPU Ada dua cara yang disediakan oleh UU Kepailitan dan PKPU agar debitur dapat terhindar dari ancaman harta kekayaannya dilikuidasi ketika

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di

DIPONEGORO LAW REVIEW Volume 1, Nomor 2, Tahun 2013Online di Mekanisme Perdamaian dalam Kepailitan Sebagai Salah Satu Cara Penyelesaian Utang Menurut Undang-Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (Studi Kasus PT. Pelita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak

BAB I PENDAHULUAN. globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Perkembangan perekonomian dan perdagangan serta pengaruh globalisasi yang melanda dunia usaha dewasa ini telah menimbulkan banyak masalah. Modal

Lebih terperinci

KEPAILITAN PERUSAHAAN INDUK TERHADAP PERUSAHAAN ANAK DALAM GRUP

KEPAILITAN PERUSAHAAN INDUK TERHADAP PERUSAHAAN ANAK DALAM GRUP KEPAILITAN PERUSAHAAN INDUK TERHADAP PERUSAHAAN ANAK DALAM GRUP Oleh : Anton Dinata I Ketut Westra Marwanto Bagian Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRACT A holding company which is incorporated

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KREDITUR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI

KEDUDUKAN KREDITUR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI KEDUDUKAN KREDITUR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN DALAM HAL DEBITUR WANPRESTASI Oleh: Mitia Intansari I Made Walesa Putra Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Tulisan ini berjudul Kedudukan

Lebih terperinci

Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Benda Tetap Berupa Hipotik Atas Kapal Laut dan Hak Tanggungan Atas Tanah Dalam Hal Terjadi Kepailitan

Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Benda Tetap Berupa Hipotik Atas Kapal Laut dan Hak Tanggungan Atas Tanah Dalam Hal Terjadi Kepailitan Tinjauan Yuridis Pelaksanaan Eksekusi Jaminan Benda Tetap Berupa Hipotik Atas Kapal Laut dan Hak Tanggungan Atas Tanah Dalam Hal Terjadi Kepailitan Fellicia Rahma Fitri Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara para BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Putusan hakim ialah suatu pernyataan yang oleh hakim, sebagai pejabat negara yang diberi wewenang untuk itu, diucapkan dipersidangan dan bertujuan untuk mengakhiri

Lebih terperinci

PENANGGUHAN EKSEKUSI OBJEK HAK JAMINAN KREDIT DI BANK DARI PERUSAHAAN YANG PAILIT 1 Oleh : Timothy Jano Sajow 2

PENANGGUHAN EKSEKUSI OBJEK HAK JAMINAN KREDIT DI BANK DARI PERUSAHAAN YANG PAILIT 1 Oleh : Timothy Jano Sajow 2 120 PENANGGUHAN EKSEKUSI OBJEK HAK JAMINAN KREDIT DI BANK DARI PERUSAHAAN YANG PAILIT 1 Oleh : Timothy Jano Sajow 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana kedudukan

Lebih terperinci

BAB II KEWENANGAN KURATOR DALAM PROSES KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS. Kurator diangkat dan ditunjuk oleh Hakim Pengadilan Niaga (Pasal 15 ayat

BAB II KEWENANGAN KURATOR DALAM PROSES KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS. Kurator diangkat dan ditunjuk oleh Hakim Pengadilan Niaga (Pasal 15 ayat 27 BAB II KEWENANGAN KURATOR DALAM PROSES KEPAILITAN PERSEROAN TERBATAS A. Kurator Dalam Proses Kepailitan Kurator diangkat dan ditunjuk oleh Hakim Pengadilan Niaga (Pasal 15 ayat (1) UU Kepailitan dan

Lebih terperinci

BAB II AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP HARTA KEKAYAAN DEBITUR. 1. Akibat kepailitan terhadap harta kekayaan debitur pailit

BAB II AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP HARTA KEKAYAAN DEBITUR. 1. Akibat kepailitan terhadap harta kekayaan debitur pailit BAB II AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP HARTA KEKAYAAN DEBITUR A. Akibat Kepailitan Secara Umum 1. Akibat kepailitan terhadap harta kekayaan debitur pailit Dengan dijatuhkannya putusan pailit oleh

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk.

BAB IV ANALISIS Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk. BAB IV ANALISIS C. Putusan Majelis Hakim Pengadilan Niaga dalam kasus PT. Indo Plus dengan PT. Argo Pantes Tbk. Salah satu upaya penyelamatan kebangkrutan perusahaan dapat dilakukan dengan cara yuridis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian Krisis ekonomi yang telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir ini memberi pengaruh yang tidak menguntungkan terbadap kehidupan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan

BAB I PENDAHULUAN. pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia demi mewujudkan masyarakat yang adil, makmur, sejahtera, yang merata secara materiil maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepailitan merupakan suatu sitaan umum atas harta kekayaan debitor yang

BAB I PENDAHULUAN. Kepailitan merupakan suatu sitaan umum atas harta kekayaan debitor yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepailitan merupakan suatu sitaan umum atas harta kekayaan debitor yang kadangkala tidak bisa dihindari oleh seseorang atau pun oleh suatu perusahaan yang

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Penerapan Pengajuan Kepailitan Perusahaan Sekuritas dalam Putusan Nomor: 08/Pdt.Sus.PAILIT/2015/PN.Niaga.Jkt.Pst Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang

BAB I PENDAHULUAN. pelunasan dari debitor sebagai pihak yang meminjam uang. Definisi utang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Keterbatasan finansial atau kesulitan keuangan merupakan hal yang dapat dialami oleh siapa saja, baik orang perorangan maupun badan hukum. Permasalahan

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP HARTA KEKAYAAN DEBITOR

AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP HARTA KEKAYAAN DEBITOR AKIBAT HUKUM PUTUSAN PAILIT TERHADAP HARTA KEKAYAAN DEBITOR (Studi Terhadap Putusan Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Medan Nomor 2/Pdt.Sus-PAILIT/2016.PN.NiagaMdn.) Oleh: I Gede Andi Iswarayana

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004

BAB II PENGATURAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 BAB II PENGATURAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 A. Syarat Peraturan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang Dalam ilmu hukum dagang, penundaan kewajiban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang maupun jasa agar menghasilkan keuntungan.

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang maupun jasa agar menghasilkan keuntungan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman modern ini, persaingan ekonomi di dunia sangatlah ketat. Hal ini dapat dibuktikan dengan berkembang pesatnya makro dan mikro seiring dengan pertumbuhan unit-unit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berarti adanya interaksi berlandaskan kebutuhan demi pemenuhan finansial.

BAB I PENDAHULUAN. berarti adanya interaksi berlandaskan kebutuhan demi pemenuhan finansial. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan sehari-hari, manusia selalu dihadapkan dengan berbagai kebutuhan demi menunjang kehidupannya. Berbagai cara dilakukan oleh manusia demi menjamin kebutuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. restrukturisasi dengan musyawarah dan mufakat, atau

BAB I PENDAHULUAN. restrukturisasi dengan musyawarah dan mufakat, atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Restrukturisasi utang perusahaan debitor dalam rangka membayar utang-utangnya pada umumnya dapat dilakukan dengan cara dua hal, yaitu: 1. dengan pendekatan antara

Lebih terperinci

AKIBAT KEPAILITAN TERHADAP ADANYA PERJANJIAN HIBAH

AKIBAT KEPAILITAN TERHADAP ADANYA PERJANJIAN HIBAH AKIBAT KEPAILITAN TERHADAP ADANYA PERJANJIAN HIBAH Oleh Gede Adi Nugraha I Ketut Keneng Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar Abstract : The paper is titled as a result of the bankruptcy

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dalam rangka. merata di segala bidang, salah satunya adalah bidang ekonomi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional merupakan rangkaian upaya pembangunan yang berkesinambungan, meliputi seluruh kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara untuk melaksanakan tugas

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN

IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN IMPLEMENTASI PENGATURAN JAKSA PENGACARA NEGARA DALAM PENANGANAN PERKARA KEPAILITAN Riska Wijayanti Fakultas Hukum Universitas Wahid Hasyim ABSTRAK Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 memberikan kewenangan

Lebih terperinci

BAB III JUDICIAL REVIEW TERHADAP KEWENANGAN KURATOR DALAM MENGURUS DAN MEMBERESKAN HARTA PAILIT

BAB III JUDICIAL REVIEW TERHADAP KEWENANGAN KURATOR DALAM MENGURUS DAN MEMBERESKAN HARTA PAILIT BAB III JUDICIAL REVIEW TERHADAP KEWENANGAN KURATOR DALAM MENGURUS DAN MEMBERESKAN HARTA PAILIT A. Pembatasan Tugas dan Wewenang Kurator dalam Mengurus dan Membereskan Harta Pailit 1. Tugas dan Wewenang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. sebagai kata sifat. Istilah failliet sendiri berasal dari Perancis yaitu faillite yang

TINJAUAN PUSTAKA. sebagai kata sifat. Istilah failliet sendiri berasal dari Perancis yaitu faillite yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Kepailitan 1. Pengertian Pailit dan Kepailitan Kepailitan secara etimologi berasal dari kata pailit. Istilah pailit berasal dari kata Belanda yaitu failliet yang mempunyai

Lebih terperinci

KEPAILITAN DEBITUR YANG TERIKAT PERKAWINAN YANG SAH DAN TIDAK MEMBUAT PERJANJIAN PERKAWINAN ABSTRACT

KEPAILITAN DEBITUR YANG TERIKAT PERKAWINAN YANG SAH DAN TIDAK MEMBUAT PERJANJIAN PERKAWINAN ABSTRACT KEPAILITAN DEBITUR YANG TERIKAT PERKAWINAN YANG SAH DAN TIDAK MEMBUAT PERJANJIAN PERKAWINAN Oleh A.A Ngr Bagus Surya Arditha I Made Udiana Marwanto Program Kekhususan Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang timbul hanya dari adanya perjanjian utang-piutang sedangkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. yang timbul hanya dari adanya perjanjian utang-piutang sedangkan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Utang-piutang 1. Pengertian utang Pengertian utang pada dasarnya dapat diartikan secara luas maupun secara sempit. Pengertian utang dalam arti sempit adalah suatu kewajiban yang

Lebih terperinci

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia

Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Kedudukan Hukum Pemegang Hak Tanggungan Dalam Hal Terjadinya Kepailitan Suatu Perseroan Terbatas Menurut Perundang-Undangan Di Indonesia Oleh : Lili Naili Hidayah 1 Abstrak Pada Undang undang Kepailitan,

Lebih terperinci

BAB II PENGAJUAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG KEPADA PENGADILAN NIAGA

BAB II PENGAJUAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG KEPADA PENGADILAN NIAGA 20 BAB II PENGAJUAN PERMOHONAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG KEPADA PENGADILAN NIAGA A. Pengertian PKPU Istilah PKPU (suspension of payment) sangat akrab dalam hukum kepailitan. Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

Apakah Pailit = Insolvensi? Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS)

Apakah Pailit = Insolvensi? Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS) 1 Apakah Pailit = Insolvensi? Heri Hartanto, Hukum Acara Peradilan Niaga (FH-UNS) Debitor Pailit menjadi Insolvensi, 2 Jika : Pada rapat pencocokan piutang, Debitor tdk mengajukan rencana Perdamaian Rencana

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga JOURNAL SKRIPSI KEDUDUKAN HUKUM KURATOR PERUSAHAAN DEBITOR PAILIT YANG DILANJUTKAN KEGIATAN USAHANYA Oleh : NIM. 031011202 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA 2015 JURNAL SKRIPSI ABSTRAKSI Didalam dinamika

Lebih terperinci

BAB II KEADAAN DIAM (STANDSTILL) DALAM HUKUM KEPAILITAN INDONESIA. Konsep keadaan diam atau standstill merupakan hal yang baru dalam

BAB II KEADAAN DIAM (STANDSTILL) DALAM HUKUM KEPAILITAN INDONESIA. Konsep keadaan diam atau standstill merupakan hal yang baru dalam BAB II KEADAAN DIAM (STANDSTILL) DALAM HUKUM KEPAILITAN INDONESIA A. Pengertian Keadaan Diam (Standstill) Konsep keadaan diam atau standstill merupakan hal yang baru dalam Undang-Undang Kepaillitan Indonesia.

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan.

BAB III PEMBAHASAN. A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan. BAB III PEMBAHASAN A. Akibat Hukum terhadap Jabatan Notaris yang Dinyatakan Pailit Menurut UUJN DAN UU Kepailitan. Semua harta benda dari si pailit untuk kepentingan kreditur secara bersama-sama. Kedudukan

Lebih terperinci

Oleh : A.A. Nandhi Larasati Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

Oleh : A.A. Nandhi Larasati Ni Gusti Ayu Dyah Satyawati Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana TINJAUAN YURIDIS PADA SURAT EDARAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 3 TAHUN 2000 TENTANG PUTUSAN SERTA MERTA (UIT VOERBAAR BIJ VOORAAD) DAN PROVISIONIL TERHADAP PUTUSAN PAILIT YANG BERSIFAT SERTA MERTA Oleh : A.A.

Lebih terperinci

ANALISA MENGENAI PUTUSAN PENGADILAN NIAGA NO.22/PAILIT/2003/PN

ANALISA MENGENAI PUTUSAN PENGADILAN NIAGA NO.22/PAILIT/2003/PN ANALISA MENGENAI PUTUSAN PENGADILAN NIAGA NO.22/PAILIT/2003/PN.NIAGA/JKAT-PST DALAM PERKARA PT HANIF DINAMIKA YANG DITINJAU DARI UNDANG- UNDANG NO 4 TAHUN 1998 TENTANG KEPAILITAN Oleh : Dendi Tjahjadi

Lebih terperinci

kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada

kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam suatu perjanjian kredit, pihak kreditor perlu untuk mengantisipasi kemungkinan pihak debitor tidak dapat melunasi utang-utangnya sehingga ada kepastian

Lebih terperinci

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016 Website :

DIPONEGORO LAW JOURNAL Volume 5, Nomor 4, Tahun 2016 Website : KAJIAN YURIDIS KEDUDUKAN PEMEGANG POLIS DALAM KEPAILITAN PERUSAHAAN ASURANSI Cloudiya Marcella*, Etty Susilowati, Siti Mahmudah Program Studi S1 Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Diponegoro E-mail

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan ekonomi tersebut. Modal yang dimiliki oleh para pengusaha

BAB I PENDAHULUAN. permasalahan ekonomi tersebut. Modal yang dimiliki oleh para pengusaha BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Krisis moneter yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997 membuat perekonomian Indonesia belum seutuhnya stabil bahkan sampai saat ini. Banyak dunia usaha yang

Lebih terperinci

WEWENANG KURATOR DALAM PELAKSANAAN PUTUSAN PAILIT OLEH PENGADILAN

WEWENANG KURATOR DALAM PELAKSANAAN PUTUSAN PAILIT OLEH PENGADILAN 0 WEWENANG KURATOR DALAM PELAKSANAAN PUTUSAN PAILIT OLEH PENGADILAN Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna Memperoleh Derajat Sarjana Hukum Dalam Ilmu Hukum pada Fakultas

Lebih terperinci

Imma Indra Dewi Windajani

Imma Indra Dewi Windajani HAMBATAN EKSEKUSI HAK TANGGUNGAN DI KANTOR PELAYANAN KEKAYAAN NEGARA DAN LELANG YOGYAKARTA Imma Indra Dewi Windajani Abstract Many obstacles to execute mortgages by auctions on the Office of State Property

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Perbankan) Pasal 1 angka 11, menyebutkan : uang agar pengembalian kredit kepada debitur dapat dilunasi salah satunya 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ekonomi menyebabkan meningkatnya usaha dalam sektor Perbankan. Fungsi perbankan yang paling utama adalah sebagai lembaga intermediary, yakni menghimpun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam Undang-

BAB I PENDAHULUAN. penundaan kewajiban pembayaran utang yang semula diatur dalam Undang- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Salah satu sarana hukum yang diperlukan dalam menunjang pembangunan nasional adalah peraturan tentang kepailitan termasuk peraturan tentang penundaan kewajiban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran.

BAB I PENDAHULUAN. dapat memenuhi kebutuhannya sebagaimana tersebut di atas, harus. mempertimbangkan antara penghasilan dan pengeluaran. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya, setiap manusia hingga perusahaan pada setiap harinya selalu berhadapan dengan segala macam kebutuhan. Dalam menghadapi kebutuhan ini, sifat manusia pada

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 4443 (Penjelasan Atas Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 131) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

BAB II KEPAILITAN PADA PERUSAHAAN PT. TELKOMSEL. TBK

BAB II KEPAILITAN PADA PERUSAHAAN PT. TELKOMSEL. TBK BAB II KEPAILITAN PADA PERUSAHAAN PT. TELKOMSEL. TBK A. Syarat Kepailitan PT. Telkomsel. Tbk Seorang debitor dapat dinyatakan pailit atau dalam keadaan pailit apabila telah dinyatakan oleh hakim atau pengadilan

Lebih terperinci