PENGEMBANSAN INFRASTRUKTUR DI WILAYAH SELATAN PROPINSI SULAWESI SELATAN ( Kabupaten Takalar, Jeneponto dan Bantaeng)

Transkripsi

1 PENGEMBANSAN INFRASTRUKTUR DI WILAYAH SELATAN PROPINSI SULAWESI SELATAN ( Kabupaten Takalar, Jeneponto dan Bantaeng)

2 T SUK PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR DI WILAYAH SELATAN PROPINSI SULAWESI SELATAN ( Kabupaten Takalar, Jeneponto dan Bantaeng )

3

4 Sari Berdasarkan Tiga Kelompok Urutan Tingkat Kemakmuran Penduduk Perdesaan (1996), Propinsi Sulawesi Selatan berada pada kelompok yang mempunyai tingkat kemakmuran penduduknya relatif rendah, berimplikasi pada masih banyaknya desa-desa miskin atau 30% dari jumlah desa yang ada (BPS,1993). Wilayah Selatan (Kabupaten Takalar, Jeneponto dan Bantaeng) sebagai wilayah penelitian didasari pada pertimbangan tingkat pendapatan perkapita yang relatif rendah. Ketiga kabupaten tersebut berada pada range kabupaten yang mempunyai tingkat pendapatan terendah dari 23 kabupaten yang ada dan terdapat 30% dari sejumlah desa adalah desa IDT. Kedua hal tersebut mendasari topik Pengembangan Infrastruktur di Wilayah Selatan Propinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini berupaya menindaklanjuti basil inventarisasi desa miskin (BPS, 1993) pada aspek karakteristik Wilayah, aspirasi masyarakat dan kaitan program pembangunan. Karakteristik dan aspirasi dua hal yang saling berhubungan (sebab akibat), idelnya sejalan dengan program pembangunan. Harapan kegunaan yaitu " penajaman" efektifitas program pembangunan dalam pengembangan infrastruktur, sebagai objek dari karakteristik, aspirasi dan program pembagunan. Hasil temuan, aspirasi masyarakat menginginkan air bersih, jalan dan listrik cukup tinggi serta menyebar secara merata antar desa, kecamatan dan kabupaten (IDT maupun non-idt), menunjukkan karakteristik infrastruktur yang rendah. Dengan demikian persoalan pengentasan kemiskinan perdesaan bukan persoalan bagaimana meningkatkan scor desa IDT (sektoral), tapi bagaimana meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan. Hal lain, keberadaan desa-desa IDT bagaikan mosaik dalam kecamatan dan kabupaten sehingga aspek pengentasan kemiskinan bagian dari pengembangan wilayah. Aspirasi masyarakat belum terakomodasi dalam program (sektoral, regional dan khusus). Diperlukan " penajaman" program kegiatan dalam pengembangan infrastruktur. Khususnya program PKT hendaknya mengurangi kegiatan dan mengfokuskan kepada urgensi kebutuhan daerah yang mencermati karakteristik dan aspirasi masyarakat sebagai bagian dari kendala pembangunan daerah. Program PKT sebagai program yang terpadu "tidak mesti memadukan semua sektor yang mengakibatkan intensitas program semakin rendah. Diperlukan Profil Kabupaten yang memuat sasaran yang telah dicapai oleh daerah sebagai acuan pembangunan yang diperoleh dari informasi objektif wilayah (karakteristik dan aspirasi). Informasi tersebut melahirkan issu pokok dan bila diuraikan melahirkan issu program sebagai pegangan dan kendali dalam penyusunan program, yang lebih konsisten dan lebih rasional. Semakin rendah tingkat pemerintahan semakin operasional suatu kegiatan dan semakin memungkinkan karakteristik dan aspirasi dapat terakomodasi dalam program. Penelitian ini memerlukan kajian lanjutan, yaitu Matriks Implementasi Program, dari kegiatan program, karakteristik dan aspirasi masyarakat. Kajian terse-but akan memudahkan penyusunan program yang berjangka panjang/menengah atau berjangka pendek, beserta sumberdaya pendukungnya (rancangan anggaran pembiayaan program). Untuk jangka panjang, pengembangan infrastruktur bukan hanya sebagai kebutuhan dasar tapi sebagai wadah pengembangan potensi social ekonomi masyarakat perdesaan. v

5 Abstract Based on The Theree category of Prosperity Degree of Vilagers (1996), South Sulawesi Province in included in the group having relatively low prosperity-degree. It is implied that quite numerous villages (30% of existing villages) are categorized as poor village (BPS, 1993). South part of the province (Takalar, Jeneponto and Bantaeng Districts), is chosed as the location of this research is becouse of the fact that those districts have percapita income. In addtion to that thirty percent of their villages (23 regions) are categorized as poor-village ( Desa IDT). These two aspects are used as the criteria for developing infrastructure of South Part in South Province. This research strives to follow up the result of inventory of poor village done by BPS in 1993 which was on criteria such as characteristic region, community's aspiration, and their link with development programs. This research, hopefully, can improve the effectiveness of the programs in infrastructure development. The findings show that needs of community for infrastructure such as water, road's and electicity has high score and evenly distributed either at all villages, sub district (IDT villages and non-idt), implies that the inftastructure characteristic of the villages is low. Therefore, the efforts of overcoming poverty problems should not only be seen as a way to increase the IDT villages-score (sectoral) but also as a way to improve the overall prosperity of community. Since the IDT villages, either in sub-district or or district, as a part of regional development, has important role. It is necessarily integrated comprehensively. Aspiration of community has not been accomodated in program (sektoral, regional or special programs). Having a more specific programs in infratructure is needed. Logically Integrated Area Development Program (Pengembangan Kawasan Terpadu)/PKT) should particularly focus on the most urgent regional needs. It means that scrutinizing characteristic and aspiration of community, as one of the constraints in regional development, should be done. In other words the Programs of PKT does not necessarily integrate all sectors if it may have negative effects towards the intensity of the PKT program itself. District Profil concerning the characteristic and community aspiration of its area should be compiled in such a way that it can funtion more or less like a data base. This district profile especially main issues and program issues that can be used as a guidance and control in establishing consistent and rational programs. The lower the goverment level is involved constructing the Distritc Profil, the more possible characteristic and aspiration can be accommodated in a program. Thus making the development activities more feasible to be done. This research needs a follow-up research, for instance research in Program Implementation Matrix of (program, characteristic, aspiration). The result of such a researt will presumably help the interested party in setting both short term and long term programs as well as its supportive resource (the proposal for funding program). In the long term, the infrastructure development should not only be seen as baseic needs, but it should also be seen as a potential of economic-social of rural community. vii

6

7

8

9

10

11