DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR"

Transkripsi

1 ANALISIS KOMPETENSI PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) BAGI PEKERJA KEHUTANAN BIDANG PEMANENAN KAYU DI KPH BOGOR PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN MUHAMAD AMAR SYAKIR DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

2 ANALISIS KOMPETENSI PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) BAGI PEKERJA KEHUTANAN BIDANG PEMANENAN KAYU DI KPH BOGOR PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN MUHAMAD AMAR SYAKIR Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

3 RINGKASAN MUHAMAD AMAR SYAKIR. E Analisis Kompetensi Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bagi Pekerja Kehutanan Bidang Pemanenan Kayu di KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Dibimbing oleh EFI YULIATI YOVI Pekerjaan di bidang kehutanan, khususnya dalam kegiatan pemanenan kayu (penebangan, penyaradan, dan pengangkutan) merupakan salah satu pekerjaan lapangan yang memiliki resiko pekerjaan tinggi terhadap kondisi keselamatan dan kesehatan kerja berdasarkan tingginya angka kecelakaan yang terjadi. Kurangnya pemahaman pihak perusahaan dan pekerja terhadap pentingnya K3 berdampak pada rendahnya kompetensi penerapan K3 yang meliputi aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap sehingga terjadi kesenjangan antara berbagai peraturan yang telah dibuat oleh pemerintah dengan keadaan sebenarnya di lapangan. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis tingkat kompetensi pekerja pada kegiatan penebangan, penyaradan, dan pengangkutan dengan menguji persepsi pekerja (self assessment) terhadap penilaian objektif yang dilakukan (control based assessment) dan menguji hubungan antar aspek kompetensi pekerja (knowledge, skill, attitude) untuk menentukan aspek kompetensi yang perlu ditingkatkan yang berhubungan erat dalam penyusunan kebijakan K3. Metode penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data yaitu wawancara terstruktur terhadap responden menggunakan kuisioner yang telah ditentukan pilihan jawaban pertanyaan berdasarkan skala Likert dan observasi untuk mengetahui kondisi riil penerapan K3 pada kegiatan pemanenan kayu. Berdasarkan analisis data menggunakan analisis deskriptif terdapat selisih yang bernilai negatif antara persepsi responden dengan penilaian berdasarkan standar yang menunjukkan bahwa persepsi responden overestimate dengan penilaian sesuai standar yang dilakukan. Besarnya selisih yang terdapat pada tiap aspek kompetensi setelah dilakukan uji Wilcoxon menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi responden dengan penilaian sesuai standar. Dari hasil penelitian pada uji korelasi Spearman terdapat hubungan yang signifikan antara aspek kompetensi sehingga perlu peningkatan kompetensi pada aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja untuk masing-masing pekerja pada kegiatan pemanenan kayu. Kata kunci: kegiatan pemanenan kayu, pekerja kehutanan, keselamatan dan ikesehatan kerja, aspek kompetensi

4 SUMMARY MUHAMAD AMAR SYAKIR. E Competency Analyze of Application Occupational Safety and Health for Forestry Workers on Timber Harvesting Sector in KPH Bogor Perum Perhutani Unit III West Java and Banten. Under supervised by EFI YULIATI YOVI Forestry work, especially in timber harvesting activities (felling, skidding, and transportation) known as one of the field work that has a high risk condition to occupational safety and health (OSH) based on the high level of accidents that occurred. Poor understanding by employers and workers on OSH protection regulations have a direct impact on the weak application on OSH standards which includes aspect of knowledge, skill, and attitudes resulted a gap between the rules applicable to the real application on the field. Therefore, this study was conducted to analyze the worker s competency in felling, skidding, and transportation with examined the perception of workers (self assessment) based on objective assessment (control based assessment), and examined the relationships between aspects of the competency to determined aspects that need to be improved which expected to be used as input for the company in making decisions for the establishment OSH polices. The method used to collect data that was a structured interview of respondents using the questionnaire that has been predetermined answers based on Likert scale and observation to determined the condition of the real OSH implementation on timber harvesting activities. The research showed that analyses of data using descriptive formulas was found a negative difference between the perceptions of respondents and objective assessment which showed that the perception of respondents overestimate from control based assessment. The difference was found in all aspect of competency after the Wilcoxon test showed there were significant differences between the perceptions of respondents to the assessment standard. In this research based on the Spearman correlation test was found a significant relationship between aspects of competency. This shows that the knowledge, skills and attitude of each workers on timber harvesting sector needs to be improved to enhance the overall competency. Keywords: timber harvesting activities, forestry workers, occupational safety and iihealth, aspects of competency

5 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kompetensi Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bagi Pekerja Kehutanan Bidang Pemanenan Kayu di KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Oktober 2011 Penulis

6 Judul Penelitian : Analisis Kompetensi Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bagi Pekerja Kehutanan Bidang Pemanenan Kayu di KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten Nama NRP : Muhamad Amar Syakir : E Menyetujui Dosen Pembimbing Dr. Efi Yuliati Yovi, S.Hut, M.Life.Env.Sc. NIP : Mengetahui Ketua Departemen Manajemen Hutan Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP : Tanggal Lulus:

7 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Kompetensi Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bagi Pekerja Kehutanan Bidang Pemanenan Kayu di KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini disusun untuk memberikan suatu informasi bagi penyusunan dan penerapan kebijakan K3 di KPH Bogor khususnya dalam kegiatan pemanenan kayu di kelas perusahaan Acacia mangium agar pengelolaan hutan yang dilakukan sesuai dengan prinsip dasar FSC (Forest Stewardship Council) dalam pemenuhan hak dan jaminan K3 pekerja melalui suatu sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3) yang terpadu untuk memberikan perlindungan bagi pekerja sehingga mengurangi angka kecelakaan kerja yang terjadi. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat, khususnya bagi pihak KPH Bogor yang akan melaksanakan sertifikasi pengelolaan hutan produksi lestari pada tahun 2014 dan umumnya bagi civitas akademika Institut Pertanian Bogor serta berbagai pihak yang memerlukan referensi. Bogor, Desember 2011 Penulis

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tegal pada tanggal 27 November 1989 dari pasangan Bapak Ir. Agus Sofyan dan Ibu Iim Mardiyati, sebagai anak pertama dari tiga bersaudara. Pada tahun 2001 penulis lulus pendidikan dasar di SD Hikmah 1 Yayasan Pendidikan Islam Jayapura, pada tahun 2004 lulus pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 4 Bogor, dan pada tahun 2007 lulus pendidikan menengah atas di SMA Negeri 1 Bogor. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2007 pada program studi Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama masa perkuliahan, penulis aktif di beberapa lembaga kemahasiswaan yaitu sebagai anggota International Forestry Students Association Local Comitte Bogor Agricultural University (IFSA LC IPB) division of Village Concept Project (VCP) periode dan staf Departemen Informasi dan Komunikasi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Kehutanan (BEM Fahutan) periode Penulis telah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) pada tahun 2009 di Cagar Alam Pangandaran dan Suaka Margasatwa Gunung Sawal, Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) pada tahun 2010 di Hutan Pendidikan Gunung Walat-Sukabumi, Industri Pengolahan Hasil Hutan (Pabrik Gondorukem dan Terpentin Sindangwangi serta Industri Papan Partikel di CV Galih Prima Luthan-Cikembar, Sukabumi), KPH Cianjur Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten, dan Taman Nasional Gunung Halimun- Salak. Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang (PKL) pada tahun 2011 di perusahaan swasta nasional pemilik Izin Usaha Pengelolaan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT. Sarmiento Parakantja Timber-Kayu Lapis Indonesia Grup (PT.Sarpatim). Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Analisis Kompetensi Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) bagi Pekerja Kehutanan Bidang Pemanenan Kayu di KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten dibimbing oleh Dr. Efi Yuliati Yovi, S.Hut, M.Life.Env.Sc.

9 UCAPAN TERIMA KASIH Dalam penyusunan skripsi ini penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah membantu baik secara moral maupun materiil. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Ir. Agus Sofyan dan Ibu Iim Mardiyati, selaku orang tua yang selalu memberikan doa dan dukungan penuh agar terselesaikannya studi tepat waktu. 2. Ibu Dr. Efi Yuliati Yovi, S.Hut, M.Life.Env.Sc. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingan, nasehat, saran, dan ilmu sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsinya dengan baik. 3. Bapak Ir. Asep Rusnandar, MM. selaku Administratur KPH Bogor, Bapak Slamet Maryantho selaku Asper BKPH Parung Panjang, dan Bapak Asep Sobandi selaku KRPH Tenjo yang telah berkenan memberikan izin kepada penulis dalam melaksanaan praktek khusus (penelitian). 4. Bapak Abeg Husein selaku mandor tanam beserta keluarga, yang telah memberikan kelancaran akomodasi penulis selama berada di lokasi penelitian. 5. Bapak Sidik Setiawan, S.Hut yang telah membantu dalam pengolahan data. 6. Rama Aditya Kusuma, Januar Satya Nugraha, Ade Haerudin, Saif Haris Alhaq, Frensi Firma, Ari Nuh Ardianto, Heru Defrianto, Heryana, I Putu Arimbawa P, Andhi Reza A, Bayu Ardianto, Novan Indra P, M. Yudi, Arnaldo Hendrix S, Ika Nugraha D, Ria Melini, Deniamantari, Nenden Meitasari, Dwi Ratna Purnamasari, Finny Noviantiny, Puti Fitria, Yanti Febrina, Putri Puspitasari yang telah memberikan berbagai bantuan, motivasi, kepedulian, saran, doa, dan perhatian selama penulis melaksanakan kegiatan perkuliahan di Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB. 7. Teman-teman mahasiswa MNH IPB angkatan 44 atas kerja sama, kepedulian, dan kebersamaannya selama ini. 8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis ucapkan terima kasih.

10 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i RIWAYAT HIDUP...ii UCAPAN TERIMAKASIH... iii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vi DAFTAR GAMBAR...vii DAFTAR LAMPIRAN... viii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian... 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Keselamatan _ Kesehatan Kerja (K3) dan Kecelakaan Kerja Pengetahuan (knowledge), Keterampilan (skill), dan Sikap (attitude) Kegiatan Operasi Pemanenan Hutan Skala Likert BAB III METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian Pengumpulan Data Pengolahan Data dan Analisis Data Uji Validitas Uji Reliabilitas Analisis Deskriptif Uji Wilcoxon Uji Korelasi Spearman Rank BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Letak dan Luas Kondisi Fisik... 23

11 4.2.1 Iklim v Topografi Geologi Daerah Aliran Sungai (DAS) Kondisi Sumberdaya Hutan Kondisi Sosial Pengembangan Wilayah Kabupaten Bogor Pembinaan Masyarakat Desa Hutan Kegiatan Pemanenan Kayu BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Responden Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuisioner Hasil Uji Validitas Kuisioner Hasil Uji Reliabilitas Kuisioner Kompetensi Penerapan K Analisis Kompetensi Penerapan K3 Mandor Lapangan Analisis Kompetensi Penerapan K3 Pekerja Penebangan Analisis Kompetensi Penerapan K3 Pekerja Penyaradan Analisis Kompetensi Penerapan K3 Pekerja Pengangkutan BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 63

12 No. DAFTAR TABEL Halaman 1. Tetapan nilai terhadap pilihan jawaban responden Tingkatan kompetensi responden berdasarkan rataan nilai skala Likert Tingkat keeratan hubungan antar peubah iSebaran jenis tanah dan batuan pembentuk tanah kawasan hutan KP Acacia aiimangium Pembagian wilayah KP Acacia mangium berdasarkan aliran DAS iRekapitulasi luas kawasan hutan Perum Perhutani KPH Bogor berdasarkan asiwilayah administratif pemerintahan Tahun iLuas fungsi kawasan hutan KPH Bogor berdasarkan wilayah administratif asipemerintahan Tahun Wilayah administratif kelas perusahaan Acacia mangium Karakteristik responden berdasarkan umur, pengalaman kerja, dan pendidikan Jumlah pertanyaan yang valid dan tidak valid pada aspek kompetensi iPerbedaan nilai aspek kompetensi penerapan K3 antara penilaian mandor aaailapangan dengan penilaian berdasarkan standar iHasil uji Wilcoxon antara persepsi mandor lapangan dengan penilaian aasiberdasarkan standar Hasil uji korelasi Spearman antar aspek kompetensi mandor lapangan iPerbedaan nilai aspek kompetensi penerapan K3 antara penilaian pekerja aasipenebangan dengan penilaian berdasarkan standar iHasil uji Wilcoxon antara persepsi pekerja penebangan dengan penilaian aasiberdasarkan standar Hasil uji korelasi Spearman antar aspek kompetensi penebang iPerbedaan nilai aspek kompetensi penerapan K3 antara penilaian pekerja aasipenyaradan dengan penilaian berdasarkan standar iHasil uji Wilcoxon antara persepsi pekerja penyaradan dengan penilaian aasiberdasarkan standar Hasil uji korelasi Spearman antar aspek kompetensi penyarad iPerbedaan nilai aspek kompetensi penerapan K3 antara penilaian pekerja aasipengangkutan dengan penilaian berdasarkan standar iHasil uji Wilcoxon antara persepsi pekerja pengangkutan dengan penilaian aasiberdasarkan standar Hasil uji korelasi Spearman antar aspek kompetensi supir truk... 54

13 No. DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Alur pengolahan data dan analisis data Alur analisis uji Wilcoxon Alur analisis uji korelasi peringkat Spearman Peta wilayah administrasi Kabupaten Bogor Kegiatan penebangan pohon (kiri) dan pembagian batang (kanan) Kegiatan penyaradan kayu Kegiatan pemuatan kayu (kiri) dan pengangkutan kayu (kanan) iPemberian ukuran diameter dan panjang pada bontos (kiri) dan pengawasan aiipenebangan (kanan) Hasil kegiatan penebangan pohon akibat unsur unsafe action Pengumpul kayu bakar Tanda peringatan untuk tidak memasuki areal tebangan Chainsaw tipe STHIL MS 381 yang digunakan dalam penebangan Kondisi jalan utama angkutan kayu di areal tebangan... 57

14 No. DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Hasil uji validitas kuisioner Hasil uji reliabilitas kuisioner iPertanyaan yang valid setelah dilakukan uji validasi (dilampirkan beserta nilai asiyang diperoleh dari penilaian berdasarkan standar) Pertanyaan yang tidak valid Kuisioner K3 untuk pekerja bidang pemanenan kayu iPoint-point jawaban untuk penilaian berdasarkan standar (controlibased assessment)... 87

15 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pekerjaan di bidang kehutanan khususnya dalam kegiatan pemanenan kayu merupakan salah satu pekerjaan lapangan dengan resiko pekerjaan yang tinggi. Hal ini disebabkan karakteristik kerja bidang pemanenan kayu memiliki tingkat bahaya pekerjaan berupa adanya penggunaan gergaji rantai (chainsaw) sebagai alat operasi penebangan dan banyaknya sortimen log yang diproduksi yang dapat menyebabkan terjadinya resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang berpengaruh pada kondisi fisik pekerja dalam jangka panjang (timbulnya cacat/kelainan). Yovi (2007) menyebutkan bahwa pekerjaan di bidang kehutanan merupakan jenis pekerjaan berbahaya yang memiliki berbagai kendala seperti lingkungan kerja yang sulit, pekerjaan fisik yang berat (yang sering melebihi batas kapasitas kerja pekerja hutan), dan resiko kecelakaan kerja yang tinggi. Berbahayanya kerja hutan dapat terlihat dari tingginya persentasi kecelakaan pada kegiatan pemanenan yang mencapai 70% dari seluruh kecelakaan yang terjadi, 15% pada kegiatan pembinaan hutan, 5% pada pembuatan jalan, dan 10% karena sebab lainnya (Gani 1992). Berdasarkan data Depnaker (1999) dalam ILO (2002) menunjukkan bahwa angka kecelakaan kerja di sektor kehutanan (khususnya kegiatan penebangan kayu) menduduki peringkat keempat setelah sektor pertanian, peternakan, tekstil, dan garmen. Kecelakaan kerja yang terjadi tidak terlepas dari adanya kelalaian pekerja dalam melaksanakan tugasnya, namun faktor keselamatan dan kesehatan pekerja terkadang merupakan aspek yang masih sering terabaikan karena pihak perusahaan cenderung lebih mementingkan pencapaian target produksi dan terselesaikannya pekerjaan tepat waktu tanpa memperhatikan kondisi keselamatan dan kesehatan pekerja. Para pekerja kehutanan, khususnya di bidang pemanenan kayu berhak mendapatkan jaminan keselamatan dan kesehatan kerja dalam melaksanakan tugasnya. Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), setiap

16 2 perusahaan yang mempekerjakan tenaga kerja sebanyak seratus orang atau lebih serta mengandung potensi bahaya yang ditimbulkan oleh karakteristik proses yang berbahaya karena menyebabkan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja diwajibkan menerapkan sistem manajemen K3. Kecelakaan kerja dapat menimbulkan berbagai kerugian, baik kerugian ekonomi, waktu kerja yang terbuang, kerusakan alat, kelainan atau cacat, bahkan kematian. Menurut Birds (1967) dalam Suardi (2005) menyatakan bahwa setiap satu kecelakaan berat disertai oleh sepuluh kejadian ringan, 30 kejadian yang menimbulkan kerusakan harta benda, dan 600 kejadian-kejadian hampir celaka. Bila dilihat dari segi ekonomi, biaya yang dikeluarkan perusahaan akibat kecelakaan kerja dengan membandingkan biaya langsung dan tak langsung adalah 1:5 50. Suma mur (1977) menjelaskan bahwa biaya langsung meliputi kompensasi dan biaya perawatan bagi orang yang terkena kecelakaan, sedangkan biaya tak langsung meliputi biaya kerusakan peralatan dan biaya atas menurunnya produksi akibat ketidakhadiran pekerja yang mengalami kecelakaan. Kerugian besar yang ditimbulkan akibat dampak kecelakaan kerja pada perusahaan menunjukkan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja menjadi hal yang perlu diperhatikan. Peran pemerintah dalam usaha meningkatkan keselamatan dan kesehatan kerja pada perusahaan tercantum dengan adanya peraturan perundangan mengenai K3, antara lain: Undang-Undang Keselamatan Kerja Nomor 1 Tahun 1970, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa setiap pekerja berhak mendapatkan perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 1 Tahun 1978 mengenai Keselamatan Kerja dalam Penebangan dan Pengangkutan, serta Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 8 Tahun 2010 yang menyatakan bahwa pengusaha wajib menyediakan alat pelindung diri (APD) bagi pekerja/buruh di tempat kerja. Kurangnya pemahaman pekerja dan pihak perusahaan terhadap pentingnya K3 akan berdampak langsung pada rendahnya kompetensi penerapan K3 yang meliputi aspek pengetahuan (knowledge), keterampilan (skill), dan sikap (attitude)

17 3 akibatnya terjadi kesenjangan antara peraturan yang telah dibuat pemerintah dengan keadaan sebenarnya di lapangan. Analisis kompetensi penerapan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bagi pekerja kehutanan bidang pemanenan kayu di BKPH Parung Panjang KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten, diharapkan dapat dapat membantu pelaksanaan penyusunan dan pengimplementasian kebijakan K3 yang dilakukan oleh pihak manajemen KPH Bogor melalui Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3). 1.2 Perumusan Masalah Upaya penerapan dan pemahaman terhadap pentingnya K3 bagi pihak perusahaan dan pekerja di bidang pemanenan kayu, khususnya dalam kegiatan penebangan, penyaradan, dan pengangkutan perlu dilakukan untuk mencegah terjadinya gangguan kesehatan, penyakit akibat kerja, dan kecelakaan kerja. Terdapatnya unsur unsafe action dan unsafe condition pada kegiatan penebangan, penyaradan, dan pengangkutan menjadikan pentingnya tingkat kesadaran pihak perusahaan dan pekerja dalam mengutamakan keselamatan dan kesehatan kerja. Unsafe action merupakan berbagai macam tindakan yang tidak aman dan berbahaya bagi pekerja antara lain bekerja dengan tidak sesuai standar operasional prosedur yang dapat menimbulkan terjadinya resiko kecelakaan, sedangkan unsafe condition merupakan berbagai macam kondisi yang tidak aman dan berbahaya bagi pekerja, antara lain tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) yang sesuai dengan standar untuk mencegah terjadinya resiko kecelakaan kerja. Rawannya tingkat keselamatan dan kesehatan kerja pada pekerja di bidang penebangan, penyaradan, dan pengangkutan akibat terdapatnya unsur unsafe action dan unsafe condition menjadikan analisis untuk mengukur kompetensi penerapan K3 di suatu perusahaan pemanenan kayu perlu dilakukan, dengan mengidentifikasi persepsi pekerja yang mencakup tiga aspek kompetensi (knowledge, skill, attitude), sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003 yang menyatakan bahwa kompetensi kerja adalah kemampuan kerja setiap individu yang mencakup aspek pengetahuan, keterampilan, dan sikap kerja sesuai dengan standar yang ditetapkan.

18 4 Berdasarkan uraian di atas, maka dirumuskan suatu permasalahan yang akan diteliti, yaitu: 1. Apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi pekerja terhadap kompetensi penerapan K3 sesuai penilaian berdasarkan standar (control based assessment)? 2. Apakah terdapat hubungan yang signifikan antar aspek kompetensi pekerja sebagai dasar untuk menentukan strategi peningkatan aspek kompetensi yang berhubungan erat dengan penyusunan kebijakan K3? 3. Unsur unsafe action dan unsafe condition apa saja yang mempengaruhi keselamatan dan kesahatan pekerja di tempat kerja? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisis tingkat aspek kompetensi (knowledge, skill, dan attitude) pekerja terhadap penerapan K3 di lokasi pemanenan kayu yang meliputi kegiatan penebangan, penyaradan, dan pengangkutan dengan membandingkan dan menguji tingkat perbedaan persepsi antara persepsi pekerja (self assessment) terhadap penilaian objektif yang dilakukan (control based assessment) dan menguji hubungan antar aspek kompetensi pekerja (knowledge, skill, attitude) untuk menentukan aspek kompetensi yang perlu ditingkatkan yang berhubungan erat dalam penyusunan kebijakan K3. 2. Menyempurnakan metode penelitian analisis kompetensi penerapan K3 yang telah dilakukan pada penelitian sebelumnya di Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten dengan lokasi KPH yang berbeda. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian berupa analisis kompetensi penerapan K3 pada pekerja kehutanan bidang pemanenan kayu dapat digunakan sebagai pedoman dalam menyusun dan mengimplementasikan kebijakan K3 di KPH Bogor agar pelaksanaan pengelolaan hutan dapat sesuai dengan standar yang berlaku. Berdasarkan salah satu prinsip pengelolaan hutan lestari menurut FSC (Forest Stewardship Council) pemenuhan hak-hak pekerja wajib dilaksanakan, salah

19 satunya berupa pengadaan alat pelindung diri (APD) untuk mencegah terjadinya 5 resiko kecelakaan dan penyakit akibat kerja. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian 1. Pekerjaan di bidang kehutanan yang memiliki tingkat resiko kecelakaan tinggi (pemanenan kayu) meliputi kegiatan penebangan, penyaradan, dan pengangkutan. 2. Pekerja yang bergerak di bidang kegiatan pemanenan kayu (mandor lapangan, operator chainsaw, penyarad, dan supir truk). 3. Aspek kompetensi pekerja (knowledge, skill, attitude) terhadap penerapan K3 dalam kegiatan pemanenan kayu.

20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keselamatan _ Kesehatan Kerja (K3) dan Kecelakaan Kerja Dalam peningkatan produktivitas, faktor kesehatan dan keselamatan kerja memiliki peran penting terhadap bertambahnya produksi akibat terjaminnya kesejahteraan sumberdaya manusia. Dalam jangka panjang, pengeluaran biaya untuk pencegahan dan pemeliharaan keselamatan dan kesehatan kerja lebih menguntungkan daripada mengeluarkan biaya akibat terjadinya kecelakaan kerja (Gani 1992). Keselamatan kerja atau occupational safety, secara filosofi diartikan sebagai suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja dalam usaha mencegah kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Definisi sehat senantiasa digambarkan sebagai suatu kondisi fisik, mental, dan sosial seseorang yang tidak saja bebas dari penyakit atau gangguan kesehatan melainkan juga menunjukan kemampuan untuk berinteraksi dengan lingkungan dan pekerjaannya (Direktorat Sarana Prasarana ITB 2009). Keselamatan dan kesehatan kerja menunjuk kepada kondisi-kondisi fisiologis-fisikal dan psikologis tenaga kerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja perusahaan. Sebuah perusahaan yang melaksanakan tindakan-tindakan keselamatan dan kesehatan yang efektif, berdampak pada lebih sedikit pekerja yang mengalami cedera atau penyakit jangka pendek maupun jangka panjang sebagai akibat dari pekerjaan (Rivai & Sagala 2009). Gani (1992) menjelaskan bahwa kesehatan dan keselamatan kerja tidak dapat terpisahkan satu dengan lainnya, dimana kesehatan kerja tidak akan terlaksana dengan baik bila tindakan dan kegiatan-kegiatan keselamatan kerja tidak terlaksana. Sebaliknya kegiatan keselamatan kerja tidak berjalan dengan baik, bila sumberdaya manusia tidak sehat baik jasmani maupun rohani, misalnya terjangkitnya stress dan ketidakpuasan kerja, dan gangguan kesehatan menahun atau insidental.

21 7 Kecelakaan Kerja (accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses. Pengertian hampir celaka, dalam istilah safety disebut dengan insiden (incident), near-miss atau near-accident adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan dimana dengan keadaan yang sedikit berbeda akan mengakibatkan bahaya terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses (Direktorat Sarana Prasarana ITB 2009). Menurut Suma mur (1977) istilah kecelakaan akibat kerja meliputi seluruh kecelakaan yang dikarenakan oleh pekerjaan dan semua penyakit-penyakit akibat kerja. Suatu kecelakaan disebabkan oleh suatu peristiwa luar yang tiba-tiba dan tak terduga, sedangkan suatu penyakit akibat kerja adalah akibat pengaruh buruk yang lama seperti oleh getaran atau kebisingan. Berdasarkan ILO (2002) kecelakaan kerja yang timbul akibat atau selama pekerjaan dapat mengakibatkan kecelakaan kerja yang fatal dan kecelakaan kerja yang tidak fatal. Menurut Rahardjo dan Sunarsiah (2008), kecelakaan kerja dapat dikategorikan berupa: (1) Kecelakaan di tempat kerja, dimana tenaga kerja melakukan pekerjaannya sehari-hari sesuai tugasnya. (2) Kecelakaan di luar tempat kerja, yang terjadi dalam perjalanan pergi atau pulang dari rumah menuju tempat kerja. (3) Penyakit akibat kerja, yang timbul karena hubungan kerja dan dipandang sebagai kecelakaan kerja. Kecelakaan kerja harus dibuat klasifikasinya sebagai berikut: (a) Kematian, yaitu kecelakaan-kecelakaan yang berakibat kematian/tidak pandang mengenai saat yang telah berlalu diantara tanggal terjadinya kecelakaan dan tanggal kematian. (b) Cacat menetap, yaitu kecelakaan-kecelakaan yang menyebabkan kerusakan fisik/mental yang menetap. (c) Cacat sementara, yaitu kecelakaan yang berakibat cacat untuk bekerja sekurang-kurangnya satu hari penuh diluar hari terjadinya kecelakaan. (d) Kasus-kasus lain, yaitu kecelakaankecelakaan yang berakibat cacat untuk bekerja kurang daripada keadaan (c) dan tidak mengalami cacat menetap (Suma mur 1977). Menurut Safitri (1998) kecelakaan kerja terjadi karena adanya faktor teknologi, manajemen, dan manusiawi. Faktor teknologi adalah teknologi dan manajemen yang digunakan untuk melakukan kegiatan produksi dalam

22 8 perusahaan. Faktor manusiawi yaitu perilaku atau kebiasaan kerja yang buruk, dan faktor manajemen berupa prosedur yang berkaitan dengan K3 serta pengawasan yang kurang baik, termasuk membiarkan keadaan yang kurang aman. Sudradjad (1998) menyebutkan bahwa definisi kasus kecelakaan kerja yang recordable adalah setiap jenis kecelakaan kerja atau luka (ilness) yang menyebabkan: (1) Kematian/fatality tanpa memperhatikan tenggang waktu antara kecelakaan dan kematian, atau lamanya korban dirawat. (2) Hilangnya hari kerja, selain dari kematian yang menyebabkan hilangnya hari kerja. Kehilangan hari kerja (lost work days) adalah jumlah hari kerja (yang berurutan atau tidak) setelah kecelakaan, dimana pekerja seharusnya bekerja tetapi tidak dapat melakukan pekerjaannya. (3) Kasus non fatal tanpa kehilangan hari kerja tetapi menyebabkan korban dipindahkan ke jenis pekerjaan lain atau harus diputuskan hubungan kerja, memerlukan perawatan dokter bukan hanya sebatas P3K (first aid), dan menyebabkan hilangnya kesadaran yang menghambat untuk bekerja. 2.2 Pengetahuan (knowledge), Keterampilan (skill), dan Sikap (attitude) Pengetahuan merupakan perpaduan yang cair dari pengalaman, nilai, informasi kontekstual, dan kepakaran yang memberikan kerangka berfikir untuk menilai dan memadukan pengalaman serta informasi baru. Pengetahuan dapat dibagi menjadi empat jenis, yaitu: pengetahuan tentang sesuatu, pengetahuan tentang mengerjakan sesuatu, pengetahuan menjadi diri sendiri, dan pengetahuan tentang cara bekerja dengan orang lain. Sedangkan tingkatan pengetahuan dapat dibagi menjadi tiga, yaitu: mengetahui bagaimana melaksanakan, mengetahui bagaimana memperbaiki, dan mengetahui bagaimana mengintegrasikan (Suharsaputra 2007). Pengetahuan dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi ilmu apabila memenuhi tiga kriteria yaitu: objek kajian, metode pendekatan, dan bersifat universal (Mulyo 2008). Pengetahuan adakalanya dikategorikan sebagai terstruktur, tidak terstruktur, eksplisit, atau implisit (Kim 2000, dalam Siregar 2005). Jika pengetahuan diorganisasikan dan mudah didiseminasikan disebut pengetahuan terstruktur. Pengetahuan yang tidak terstruktur dan dipahami, tetapi tidak dengan jelas dinyatakan adalah pengetahuan implisit. Pengetahuan implisit juga disebut

23 9 keahlian dan pengalaman pekerja yang belum didokumentasikan secara formal (Laudon and Laudon 2002, dalam Siregar 2005). Secara sederhana definisi keterampilan adalah kemampuan mengubah sesuatu yang ada menjadi apa yang dikehendaki sesuai dengan rencana. Keterampilan menyangkut pengenalan bahan, input, atau apa yang dapat diolah. Keterampilan juga terkait dengan tahap-tahap pelaksanaan pengolahan serta bobot atau jumlah energi yang dibutuhkan, bahkan kemungkinan-kemungkinan penyimpangan dan perkecualian (Chandra 2003). Sikap adalah suatu gagasan berupa aspek emosional yang memberikan kecenderungan berperilaku dalam kehidupan sosial. Definisi ini menunjukkan bahwa sikap memiliki tiga komponen: (1) Komponen kognitif, yaitu representasi pandangan (gagasan) yang umumnya berisi kategori (kepercayaan stereotipe) yang digunakan dalam menanggapi masalah isu yang berbeda. (2) Komponen afektif, yaitu perasaan yang menyangkut aspek emosional. (3) Komponen perilaku, yaitu kecenderungan untuk berperilaku (Triandis 1971). Menurut McClelland dalam Rivai dan Sagala (2009) mendefinisikan kompetensi terdiri dari: aspek keterampilan, pengetahuan, peran sosial, sifat, dan motif. Keterampilan dan pengetahuan lebih mudah untuk dikenali dan dikembangkan melalui proses belajar dan pelatihan yang relatif singkat dibandingkan aspek peran sosial, citra diri, dan motif yang lebih sulit untuk diidentifikasi serta membutuhkan waktu lebih lama untuk memperbaiki dan mengembangkannya. 2.3 Kegiatan Operasi Pemanenan Hutan Menurut Conway (1978) pemanenan kayu merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mengurangi luas kawasan hutan dalam rangka memindahkan kayu (memisahkan pohon dari tunggak menjadi sortimen kayu/log) dari dalam hutan ke tempat pengolahan kayu dengan biaya serendah mungkin. Komponen utama pemanenan hutan pada umumnya terdiri dari lima kegiatan, yaitu: penebangan, pembagian batang, penyaradan, pemuatan dan pembongkaran, serta pengangkutan.

24 10 1. Penebangan (Felling) Tahapan pertama pemanenan kayu adalah pemisahan pohon berdiri dari tunggak. Kegiatan penebangan sebagian besar dilakukan dengan menggunakan alat tebang mekanis, mulai dari gergaji rantai (chainsaw) sampai alat modern yang disebut harvester. 2. Pembagian Batang (Bucking) Proses memotong batang pohon yang telah rebah menjadi sortimensortimen kayu bulat (log) yang dikehendaki sebagai persiapan untuk kegiatan penyaradan. Panjang sortimen yang diinginkan berbeda-beda tergantung peruntukannya. Pembagian batang bertujuan memudahkan dalam mengolah kayu bulat agar menjadi produk-produk yang dapat dipasarkan dan bernilai jual tinggi, antara lain: veneer, kayu gergajian, dan pulp. 3. Penyaradan (Skidding/Yarding) Penyaradan merupakan kegiatan pemindahan log yang berawal dari tunggak dan berakhir pada tempat pengumpulan (TPn) dengan berbagai teknik penyaradan dan alat sarad yang digunakan. Kegiatan penyaradan disebut juga sebagai minor transportation. 4. Pemuatan dan Pembongkaran (Loading dan Unloading) Pemuatan dan pembongkaran kayu adalah kegiatan memindahkan kayu dari tanah/lapangan ke atas alat angkut jarak jauh, yang dilakukan di TPn, TPK, petak tebangan, atau sepanjang tepi jalan angkutan. 5. Pengangkutan (Log Transportation) Tahap terakhir dari rangkaian kegiatan pemanenan kayu berupa kegiatan pemindahan kayu dari tempat pengumpulan (TPn) ke tempat tujuan akhir (TPK, industri, pasar kayu) dengan metode tertentu. Kegiatan pengangkutan disebut juga sebagai major transportation. 2.4 Skala Likert Skala Likert adalah suatu skala psikometrik yang umum digunakan dalam kuesioner dan merupakan skala yang paling banyak digunakan dalam riset berupa survei (Wikipedia 2011). Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang tentang fenomena sosial. Dalam penyusunan skala Likert terdapat

25 11 beberapa langkah yang harus dilakukan, yaitu: menetapkan peubah yang akan diteliti, menentukan indikator-indikator yang dapat mengukur variabel yang diteliti, dan menurunkan indikator tersebut menjadi daftar pertanyaan (kuisioner). Jawaban setiap instrumen yang menggunakan skala Likert mempunyai gradasi dari sangat positif sampai dengan sangat negatif. Apabila item positif, maka angka terbesar diletakkan pada sangat setuju, sedangkan jika item negatif, maka angka terbesar diletakkan pada sangat tidak setuju, dimana setiap item diberi pilihan respons yang sifatnya tertutup (Suliyanto 2005). Menurut Suliyanto (2005) banyaknya pilihan respons biasanya berjumlah 3, 5, 7, 9, dan 11. Namun yang paling banyak digunakan adalah lima pilihan respons saja (misalnya sangat setuju, setuju, tidak ada pendapat, tidak setuju, sangat tidak setuju). Hal ini dikarenakan apabila jumlah pilihan respons terlalu sedikit maka hasilnya terlalu kasar, sedangkan apabila pilihan respons terlalu banyak maka responden akan sulit membedakan antara pilihan respons yang satu dengan pilihan respons yang lain. Tingkat pengukuran data yang berskala Likert adalah ordinal.

26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di RPH Tenjo Kelas Perusahaan Acacia mangium BKPH Parung Panjang KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten pada tanggal 13 Juni 2011 sampai dengan 27 Juni Pengumpulan Data Metode yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu: wawancara dan observasi. Proses wawancara dilakukan melalui tanya jawab menggunakan kuisioner yang digunakan untuk mengumpulkan data tentang persepsi responden terhadap kompetensi penerapan K3. Adapun kuisioner yang digunakan adalah kuisioner yang berasal dari penelitian K3 sebelumnya dengan menggunakan peubah pertanyaan yang telah valid dan menyempurnakan peubah pertanyaan yang tidak valid agar dapat digunakan dalam penelitian. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara terstruktur dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan pilihan jawaban dan dilakukan juga wawancara tak terstruktur untuk melengkapi informasi-informasi terkait penerapan K3 di perusahaan. Kegiatan wawancara dilakukan secara sensus terhadap 51 responden, yang terdiri dari: 6 responden mandor lapangan serta pekerja di bidang pemanenan kayu (11 responden operator chainsaw, 23 responden penyarad, dan 11 responden supir truk). Pilihan jawaban dalam kuisioner untuk masing-masing responden ditentukan berdasarkan skala Likert yang telah diberi bobot tertentu sesuai dengan jawaban pertanyaan. Skala Likert merupakan skala pengukuran ordinal yang memberikan hasil berupa peringkat dan berfungsi untuk menunjukkan tanggapan responden (self assessment) terhadap pertanyaan yang diberikan. Penilaian responden dengan menggunakan skala Likert yang telah ditentukan bobotnya dapat dilihat pada Tabel 1. Kegiatan observasi merupakan metode pengumpulan data yang diperoleh melalui pengamatan langsung terhadap kondisi riil di lingkungan kerja yang berkaitan dengan kompetensi penerapan K3 pada bidang pekerjaan penebangan, penyaradan, dan pengangkutan.

27 13 Tabel 1 Tetapan nilai terhadap pilihan jawaban responden Nilai Jawaban Responden Knowledge Skill Attitude 5 Sangat mengetahui Sangat bisa Selalu 4 Mengetahui Bisa Sering 3 Cukup mengetahui Kurang bisa Kadang-kadang 2 Tidak mengetahui Tidak bisa Pernah 1 Sangat tidak tahu Sangat tidak bisa Tidak pernah Penjelasan dari pilihan jawaban menurut KBBI online dalam Setiawan (2010) adalah sebagai berikut: a) Pengetahuan (Knowledge) 1. Sangat tahu : memahami betul dan menguasai ilmunya 2. Tahu :imemaklumi, menyaksikan, dan mengerti akan maksud : dari suatu hal 3. Cukup tahu : cukup bisa memaklumi, menyaksikan, dan mengerti 4. Tidak tahu : tidak bisa memaklumi, menyaksikan, dan mengerti 5. Sangat tidak tahu :isama sekali tidak mengetahui dan belum pernah b) Keterampilan (Skill) : mendengar 1. Sangat bisa : mampu, kuasa, dan mahir melakukan sesuatu 2. Bisa : mampu melakukan sesuatu namun belum mahir 3. Kurang bisa : cukup mampu melakukan sesuatu namun belum bisa 4. Tidak bisa : telah mencoba namun gagal 5. Sangat tidak bisa : sama sekali belum mampu melakukan c) Sikap (Attitude) 1. Selalu : senantiasa dilakukan secara terus menerus atau :idilakukan sesuai jadwal yang ditetapkan 2. Sering : kerap kali dilakukan (namun tidak 100% dilakukan) 3. Kadang-kadang :idilakukan sesekali (bila ada kesempatan bagi pelaku) iiatau dilakukan minimal sebanyak dua kali dengan jeda iiulangan yang tidak teratur 4. Pernah : sudah menjalani, mengalami (minimal satu kali) 5. Tidak pernah : sama sekali belum pernah melakukan

28 Pengolahan Data dan Analisis Data Data penelitian yang diolah dan dianalisis merupakan data primer yang didapatkan melalui proses observasi dan wawancara dengan menggunakan kuisioner terhadap mandor lapangan, penebang (chainsawman), penyarad, dan pengangkut (supir truk). Jawaban pertanyaan responden pada kuisioner yang terdiri dari tiga aspek kompetensi (knowledge, skill, dan attitude) yang berupa skala Likert dengan interval nilai 1 5 diolah dan dianalisis menggunakan seperangkat komputer dengan aplikasi SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) versi 19 dan Microsoft Excel. Analisis hasil pengolahan data tidak mempertimbangkan perbedaan lokasi kerja (petak tebang) responden karena lokasi kerja memiliki kondisi yang sama (tidak berbeda signifikan). Pengumpulan Data Uji Validitas Uji Reliabilitas Analisis Deskriptif Uji Peringkat Bertanda Wilcoxon Untuk mengetahui tingkat aspek kompetensi (knowledge, skill, attitude) yang dimiliki setiap responden dilakukan pengelompokan nilai rataan terhadap jawaban dari pertanyaan kuisioner berdasarkan penilaian responden (self assessment) dan penilaian dengan standar (control based assessment). i Rataan (X) n Uji Korelasi Peringkat Spearman Gambar 1 Alur pengolahan data dan analisis data Keterangan: i nilai masing-masing pertanyaan dalam skala Likert (1 5) Keterangan: n = jumlah pertanyaan

29 15 Interval = Nilai rataan digunakan untuk menentukan perbandingan antara penilaian responden dengan penilaian berdasarkan standar serta untuk menentukan besar dan arah perbedaan. Pengelompokan nilai rataan berdasarkan skala Likert ditentukan intervalnya terlebih dahulu dengan rumus: Bobot nilai tertinggi - Bobot nilai terendah = 5-1 = 0,8 Banyaknya kelas 5 Berdasarkan interval ditetapkan nilai kompetensi responden terhadap penerapan K3 sebagai berikut: Tabel 2 Tingkatan kompetensi responden berdasarkan rataan nilai skala Likert Interval Nilai Tingkat Kompetensi 4,20 5,00 Sangat baik 3,40 4,20 Baik 2,60 3,40 Cukup 1,80 2,60 Buruk 1,00 1,80 Sangat Buruk (Sumber: Setiawan 2010) Adapun penilaian berdasarkan standar (control based assessment) yang digunakan dalam penelitian mengacu pada berbagai aturan keselamatan dan kesehatan kerja sebagai berikut: 1. Kode Praktis ILO Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Pekerjaan Kehutanan Tahun Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja 3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan 4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 1 Tahun 1978 tentang Keselamatan dan Kesehatan kerja dalam Penebangan dan Pengangkutan Kayu 5. Peraturan Menteri Tenaga dan Transmigrasi Nomor 2 Tahun 1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja 6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 1 Tahun 1981 tentang Kewajiban Melapor Penyakit Akibat Kerja 7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja 8. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 15 Tahun 2008 tentang Pertolongan Pertama pada Kecelakaan di Tempat Kerja

30 16 9. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 8 Tahun 2010 tentang Alat Pelindung Diri Uji Validitas Setelah metode pengumpulan data dengan kuisioner selesai, langkah pertama yang dilakukan adalah menguji validitas kuisioner. Pengujian validitas dimaksudkan untuk menentukan keabsahan dari pertanyaan yang digunakan dalam penelitian, sehingga hanya pertanyaan yang valid saja yang dapat dilanjutkan untuk pengujian selanjutnya. Validasi menunjukkan sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Suliyanto 2005). Uji validitas dilakukan dengan mengukur korelasi antara peubah atau item dengan skor total peubah. Uji validitas ini menggunakan rumus teknik korelasi product moment dengan kriteria uji pertanyaan dinyatakan valid jika r hitung (corrected item-total correlation) > r tabel. Pengujian validitas diolah dengan menggunakan software SPSS versi Uji Reliabilitas Jika alat ukur dinyatakan valid (sahih), selanjutnya reliabilitas alat ukur tersebut diuji. Agusyana dan Islandscript (2011) menjelaskan bahwa reliabilitas adalah suatu nilai yang menunjukkan konsistensi suatu instrumen (alat ukur) didalam mengukur gejala yang sama/lebih dari satu kali. Berdasarkan Suliyanto (2005) jika hasil pengukuran yang dilakukan berulang menghasilkan hasil yang relatif sama maka pengukuran tersebut dianggap memiliki tingkat reliabilitas yang baik. Dalam uji reliabilitas nilai korelasi yang dihitung dinyatakan sahih apabila mempunyai nilai cronbach alpha > 0,6. Pengujian reliabilitas diolah dengan menggunakan software SPSS versi Analisis Deskriptif Analisis ini bertujuan untuk mengubah kumpulan data mentah menjadi bentuk yang mudah dipahami dan bentuk yang lebih ringkas. Analisis deskriptif nilai dapat diwakili oleh mean, median, modus, tabel frekuensi, persentasi, dan berbagai diagram (Santoso 2011). Untuk mengetahui tingkat aspek kompetensi (knowledge, skill, dan attitude) yang dimiliki responden dilakukan

31 17 pengelompokan nilai rataan terhadap jawaban dari pertanyaan kuisioner melalui self assessment dan control based assessment Uji Wilcoxon Dalam pengolahan data menggunakan uji statistik nonparametrik, Agusyana dan Islandscript (2011) menyebutkan terdapat tiga jenis uji statistik yang dapat digunakan untuk menguji hipotesis penelitian terhadap dua sampel berhubungan (two dependent sample), yaitu: uji tanda (sign test), uji peringkat bertanda Wilcoxon (Wilcoxon sign-rank), dan uji Mc Nemar (Mc Nemar change test). Suharyadi dan Purwanto (2009) menyatakan bahwa uji peringkat bertanda Wilcoxon bertujuan untuk melihat besarnya perbedaan dari sepasang data dan selanjutnya memerhatikan arah atau tandanya, hal ini berbeda dengan uji tanda yang dimaksudkan untuk melihat adanya perbedaan dan bukan besarnya perbedaan. Menurut Santoso (2011) uji peringkat bertanda Wilcoxon dilakukan dengan menggunakan dua sampel yang saling berhubungan dan menguji hubungan diantara keduanya (menguji perbedaan yang signifikan antar dua sampel yang berhubungan berdasarkan taraf nyata α yang digunakan). Untuk uji Mc Nemar berdasarkan Sugiyono (2009) digunakan untuk data yang berbentuk nominal/diskrit dan hipotesis penelitian yang digunakan merupakan perbandingan antara nilai sebelum dan sesudah perlakuan/treatment (membuktikan ada tidaknya perubahan). Berdasarkan karakteristik dari tiga uji statistik nonparametrik untuk dua sampel berhubungan yang telah diuraikan, maka uji Wilcoxon merupakan uji statistik yang digunakan dalam penelitian karena data yang digunakan adalah data ordinal (berperingkat berdasarkan nilai skala Likert) dan hipotesis penelitian yang digunakan untuk menguji perbedaan signifikan antar dua sampel berhubungan dengan memerhatikan besar dan arah perbedaan. Dalam penelitian uji Wilcoxon digunakan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan yang signifikan antara persepsi pekerja dengan control based assessment terhadap kompetensi penerapan K3 dengan melihat perbedaan persepsi pekerja terhadap penilaian objektif yang

32 18 dilakukan (overestimate atau underestimate) berdasarkan perbedaan selisih yang dihasilkan (positif atau negatif). Pengolahan data menggunakan uji Wilcoxon dilakukan dengan software SPSS versi 19. Taraf nyata yang digunakan sebesar 0,05 dan data yang digunakan adalah data yang telah lulus uji validitas dan uji reliabilitas. Alur analisis uji Wilcoxon dapat dilihat pada Gambar 2. Bidang Pekerjaan (Mandor lapangan, Pekerja Penebangan- Penyaradan-Pengangkutan) Uji Wilcoxon Persepsi Responden Terhadap Kompetensi Penerapan K3 Penilaian Berdasarkan Standar (Control Based Assessment) Knowledge Skill Attitude Keterangan : Knowledge Skill Attitude besarnya nilai angka probabilitas (jika < 0,05 maka terdapat perbedaan signifikan/terjadi kesenjangan antara persepsi responden dengan penilaian berdasarkan standar) Gambar 2 Alur analisis uji Wilcoxon Adapun langkah-langkah yang diperlukan dalam uji peringkat bertanda Wilcoxon (Supranto 2001): 1. Menentukan formulasi hipotesis. H 0 : tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi responden dengan assiipenilaian berdasarkan standar. H 1 : terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi responden dengan penilaian berdasarkan standar.

33 19 2. Menentukan taraf nyata (α), dalam penelitian ini taraf nyata yang digunakan sebesar 0, Menyusun pasangan data dan menentukan besar tanda perbedaan (positif, negatif, dan nol jika tidak ada perbedaan) untuk setiap pasangan. 4. Menyusun peringkat menurut besarnya perbedaan tanpa memperhatikan tanda. Peringkat 1 diberikan untuk perbedaan terkecil, peringkat 2 untuk perbedaan terkecil berikutnya, dan seterusnya dengan mengabaikan perbedaan yang menghasilkan nilai nol. 5. Memberikan tanda (positif atau negatif) bagi setiap peringkat yang ditetapkan. 6. Menjumlahkan semua peringkat positif dan kemudian menjumlahkan semua peringkat negatif. Nilai terkecil dari kedua hasil penjumlahan ditetapkan sebagai nilai hitung T. 7. Menetapkan nilai tabel T dan menentukan nilai tabel yang tepat sesuai dengan jumlah peringkat (mengabaikan yang bertanda nol) dan taraf nyata yang digunakan (α). 8. Menarik kesimpulan statistik tentang hipotesis nol. H 0 diterima apabila nilai T hitung > T tabel H 0 ditolak apabila nilai T hitung T tabel Uji Korelasi Spearman Rank Pengujian hipotesis penelitian yang termasuk dalam bentuk hipotesis asosiatif untuk menguji signifikasi hubungan antara dua peubah atau lebih dapat menggunakan berbagai teknik korelasi berdasarkan bentuk data yang dianalisis. Sugiyono (2009) menyebutkan teknik statistik nonparametrik untuk menguji hipotesis asosiatif terdiri dari tiga jenis, yaitu: uji koefisien kontingensi, uji korelasi peringkat Spearman, dan uji korelasi Kendall tau. Menurut Suharyadi dan Purwanto (2009), korelasi peringkat Spearman adalah korelasi yang digunakan untuk mengetahui hubungan dua peubah yang berskala ordinal atau berperingkat. Sugiyono (2009) menjelaskan bahwa uji koefisien kontingensi digunakan untuk hubungan antara peubah apabila data yang digunakan berbentuk nominal dan berdasarkan Santoso (2011) uji korelasi Kendall tau lebih mendekati pada data yang berdistribusi normal.

34 20 Uji korelasi Spearman merupakan uji statistik nonparametrik untuk menguji hubungan asosiatif antar peubah yang digunakan dalam penelitian karena data yang digunakan ordinal dan memiliki berdistribusi tidak normal. Nilai koefisien korelasi Spearman berkisar dari -1 sampai dengan 1. Apabila koefisien korelasi mendekati 1 dan -1 menunjukkan hubungan yang semakin kuat. Sebaliknya apabila mendekati nilai nol, maka hubungannya semakin lemah. Tanda positif (+) dan negatif (-) menunjukkan arah hubungan dua peubah apakah positif atau negatif. Besar kecilnya angka korelasi menentukan kuat atau lemahnya hubungan kedua peubah. Sarwono (2006) menentukan tingkat keeratan hubungan antar peubah sebagai berikut: Tabel 3 Tingkat keeratan hubungan antar peubah Interval Koefisien Tingkat Hubungan Antar Variabel 0 0,25 Korelasi sangat lemah (dianggap tidak ada) > 0,25 0,5 Korelasi cukup > 0,5 0,75 Korelasi kuat > 0,75 1 Korelasi sangat kuat Korelasi peringkat Spearman digunakan untuk mengukur eratnya hubungan antara dua peubah aspek kompetensi yaitu: knowledge dengan skill, knowledge dengan attitude, dan skill dengan attitude. Pengolahan data menggunakan korelasi peringkat Spearman dilakukan dengan software SPSS versi 19. Taraf nyata yang digunakan sebesar 0,05 dan data yang digunakan adalah data yang telah lulus uji validitas dan uji reliabilitas. Alur analisis korelasi peringkat Spearman dapat dilihat pada Gambar 3. Bidang Pekerjaan (Mandor lapangan, Pekerja Penebangan-Penyaradan- Pengangkutan) Uji Spearman Rank Knowledge Skill Attitude Keterangan : nilai koefisien korelasi antar aspek kompetensi Gambar 3 Alur analisis uji korelasi peringkat Spearman

35 21 Adapun langkah-langkah yang diperlukan dalam korelasi peringkat Spearman (Supranto 2001): 1. Menentukan formulasi hipotesis. H 0 : tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aspek yang diuji. H 1 : terdapat hubungan yang signifikan antara aspek yang diuji. Kriteria uji yang digunakan yaitu: H 0 diterima jika angka probabilitas (Assymp Sig.) > nilai α (Alpha) dan H 0 ditolak jika angka probabilitas (Assymp Sig.) < nilai α (Alpha). 2. Menentukan taraf nyata (α), dalam penelitian ini taraf nyata yang digunakan sebesar 0, Menyusun peringkat data, yaitu menyusun data menjadi urutan dari terkecil sampai terbesar. 4. Menghitung selisih peringkat antara satu peubah dengan peubah lainnya (menghitung perbedaan peringkat antara pasangan peringkat). Selisih ini biasanya dilambangkan dengan D i. 5. Menghitung koefisien korelasi Spearman dengan rumus: r s = 2 6 d n( n 1) 1 2 Keterangan: r s = Koefisien korelasi Spearman D i = Selisih peringkat untuk setiap data n = Jumlah sampel atau data

36 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas Kawasan Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Bogor berada pada wilayah administrasi pemerintahan Kabupaten Bogor, Bekasi dan Tangerang dengan batas-batas geografis sebagai berikut: a. Bagian Utara berbatasan dengan Laut Jawa dan DKI Jakarta b. Bagian Timur berbatasan dengan KPH Purwakarta dan KPH Cianjur c. Bagian Selatan berbatasan dengan KPH Sukabumi dan KPH Banten d. Bagian Barat berbatasan dengan KPH Banten Secara astronomis (berdasarkan garis lintang dan garis bujur), wilayah KPH Bogor terletak pada 106º20'28 BT 107º17'09 BT dan 05º55'24 LS 06º48'00 LS. Luas kawasan hutan KPH Bogor berdasarkan sejarah berita acara tata batas (BATB) adalah ,45 ha dan yang telah dikukuhkan seluas ,40 ha tersebar di tiga kelas perusahaan yaitu: KP Acacia mangium, KP Meranti, dan KP Pinus. Dikarenakan adanya kawasan hutan yang masuk dalam perluasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak dan Gunung Gede Pangrango, maka luasan kawasan KPH Bogor sampai tahun 2010 adalah ,59 ha. Kawasan KP Acacia mangium termasuk dalam wilayah Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (BKPH) Parung Panjang yang terdiri dari tiga wilayah Resort Pemangkuan Hutan yaitu: RPH Tenjo, RPH Maribaya, dan RPH Jagabaya. Berdasarkan letak administrasi pemerintahan, kawasan BKPH Parung Panjang termasuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Bogor. Adapun batas-batas geografis wilayah pengelolaan BKPH Parung Panjang sebagai berikut: a. Bagian Utara berbatasan dengan Kabupaten Tangerang b. Bagian Timur berbatasan dengan wilayah BKPH Jasinga-Leuwiliang c. Bagian Selatan berbatasan dengan wilayah BKPH Jasinga-Leuwiliang d. Bagian Barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak Secara astronomis (berdasarkan garis lintang dan garis bujur), wilayah KP Acacia Mangium terletak pada: 106º26'03 BT 106º35'16 BT dan 06º20'59 LS 06º27'01 LS. Luas KP Acacia mangium KPH Bogor berdasarkan Rencana

37 23 Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) jangka perusahaan 1 Januari 2011 sampai dengan 31 Desember 2015 adalah 5.365,24 ha. PETA WILAYAH ADMINISTRASI KAB.BOGOR Sumber: geospasial.bnp.go.id Gambar 4 Peta wilayah administrasi Kabupaten Bogor 4.2 Kondisi Fisik Iklim Wilayah KPH Bogor memiliki iklim tropis dengan curah hujan rata-rata per tahun 3000 mm/tahun atau rata-rata curah hujan per bulan mencapai 250 mm/bulan. Suhu udara berfluktuasi antara 18 0 C 26 0 C. Berdasarkan klasifikasi iklim menurut Schmidt dan Ferguson (1951), wilayah KPH Bogor memiliki kriteria bulan basah dengan rata-rata curah hujan per bulan > 100 mm/bulan. Kawasan hutan KP Acacia mangium memiliki nilai perbandingan antara jumlah bulan basah (curah hujan > 100 mm/bulan) dan bulan kering (curah hujan < 60 mm/bulan) sebesar 0 14,30 % sehingga termasuk kategori tipe iklim A dengan curah hujan mm/tahun Topografi Kawasan hutan KPH Bogor terdiri dari hutan dataran rendah (KP Acacia mangium dan KP Payau) serta hutan pegunungan (KP Pinus dan KP Meranti) dengan bentuk lapangan landai, bergelombang, dan berbukit (kemiringan 0% sampai lebih dari 45%). KP Acacia mangium memiliki kelerengan yang relatif datar (0 8%) hingga agak curam (15 25%). Berdasarkan ketinggian tempat dari

38 24 permukaan laut, kawasan KP Acacia mangium berada pada ketinggian m dari permukaan laut yang terdiri dari: kelompok hutan Cikadu I&II (38 75 m dari permukaan laut), kelompok hutan Yanlava (38 88 m dari permukaan laut), dan kelompok hutan Parung Panjang I III ( m dari permukaan laut) Geologi Berdasarkan peta tinjau tanah Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten, jenis tanah pada kawasan hutan KP Acacia mangium KPH Bogor adalah podsolik merah kekuningan dan podsolik kuning dengan jenis batuan sebagian besar adalah oliocene dan sedimentary facies (Tabel 4). Tabel 4 Sebaran jenis tanah dan batuan pembentuk tanah kawasan hutan KP Acacia mangium No RPH Petak. Jenis Tanah Batuan Tanah 1 3 Podsolik kuning oliocene, sedimentary 1 Tenjo facies Podsolik merah oliocene, 4 10, 12 14, kekuningan sedimentary facies 2 Maribaya 11, oliocene, Podsolik merah sedimentary kekuningan facies oliocene, 38 54, Podsolik merah sedimentary 3 Jagabaya kekuningan facies oliocene, 55 Podsolik kuning sedimentary facies Sumber: RPKH Kelas Perusahaan Acacia mangium KPH Bogor Jangka Perusahaan Daerah Aliran Sungai (DAS) Kawasan hutan KPH Bogor termasuk dalam DAS Ciliwung, Cisadane, Citarum, Cidurian, Cimanceuri, dan Kali Bekasi. Untuk kawasan hutan KP Acacia mangium termasuk dalam wilayah DAS Cidurian dengan Sub DAS Cimatuk dan DAS Cimanceuri dengan Sub DAS Cipangaur (Tabel 5).

39 25 Tabel 5 Pembagian wilayah KP Acacia mangium berdasarkan aliran DAS DAS RPH Luas (ha) Cidurian Tenjo 1.536,15 Cidurian Maribaya 1.212,40 Cimanceuri Maribaya 914,99 Cimanceuri Jagabaya 1.733,70 Sumber: RPKH Kelas Perusahaan Acacia mangium KPH Bogor Jangka Perusahaan Kondisi Sumberdaya Hutan Dalam pembagian wilayah kerja, luas kawasan hutan KPH Bogor yang termasuk dalam wilayah administratif pemerintahan Kabupaten Bogor, Bekasi, dan Tangerang sebesar ,59 ha (Tabel 6). Tabel 6 Rekapitulasi luas kawasan hutan Perum Perhutani KPH Bogor aaaaaaaaasberdasarkan wilayah administratif pemerintahan Tahun 2010 No. Kabupaten BKPH RPH Luas (ha) Babakan Madang 3.022,80 1 Bogor Bogor Cipayung 2.568,60 Cipamingkis 3.665,82 Jumlah 9257,22 Leuwiliang 973,00 2 Bogor Leuwiliang Gobang 2.164,22 Nanggung 83,65 Jumlah 3.220,87 Cariu 3.504,60 3 Bogor Jonggol Tinggarjaya 6.224,92 Gunung Karang 4.603,84 Jumlah ,36 Tenjo 1.536,15 4 Bogor Parung Panjang Jagabaya 1.733,70 Maribaya 2.095,39 Jumlah 5.365,24 5 Bogor Jasinga Cirangsad 3.338,31 Cigudeg 1.994,89 Jumlah 5.333,20 Muara Gembong 2.443,75 6 Bekasi Ujung Karawang Singkil 3.318,50 Pondok Tengah 4.718,90 Jumlah ,15 7 Tangerang Parung Panjang Tangerang 1.351,55 Total (ha) ,59 Sumber: RPKH Kelas Perusahaan Acacia mangium KPH Bogor Jangka Perusahaan Pembagian wilayah berdasarkan tujuan pengelolaan hutan, berdasarkan SK Menteri Kehutanan No.195/Kpts-II/2003 tanggal 4 Juli 2003 tentang

40 26 penunjukkan kawasan hutan (hutan lindung, hutan produksi tetap, dan hutan produksi terbatas), wilayah KPH Bogor terbagi menjadi seperti dalam Tabel 7. Tabel 7 Luas fungsi kawasan hutan KPH Bogor berdasarkan wilayah administratif aaaaaaaipemerintahan Tahun 2010 No Fungsi Hutan Kabupaten Bogor Bekasi Tangerang Total (ha) 1 Hutan Lindung (ha) , , ,70 2 Hutan Produksi Tetap (ha) , , ,38 3 Hutan Produksi Terbatas (ha) , ,51 Jumlah , , , ,59 Sumber: RPKH Kelas Perusahaan Acacia mangium KPH Bogor Jangka Perusahaan Kondisi Sosial Pengembangan Wilayah Kabupaten Bogor Kabupaten Bogor dengan luas ha (2.301,95 Km 2 ) terdiri dari 40 kecamatan dan 428 desa/kelurahan. KPH Bogor dengan luas wilayah ,59 ha dikelilingi oleh 25 kecamatan dengan 89 desa yang terdiri dari: 68 desa di wilayah kabupaten Bogor, 14 desa di wilayah kabupaten Tangerang, dan 7 desa di kabupaten Bekasi. Secara administrasi pemerintahan, KP Acacia mangium berada di wilayah kabupaten Bogor dengan 2 kecamatan dan 14 desa (Tabel 8) Pembinaan Masyarakat Desa Hutan Bagian Hutan Parung Panjang yang sebagian besar wilayahnya berupa dataran dengan sebaran kawasan hutan yang dikelilingi enclave mengakibatkan terciptanya interaksi sosial yang sangat kompleks, terutama dalam hal penggarapan lahan di kawasan hutan. Hampir seluruh lokasi enclave berupa sawah yang berbentuk menjari mengelilingi hutan sehingga tuntutan masyarakat untuk ikut menggarap kawasan hutan sulit untuk dikendalikan. Kegiatan PHBM yang sifatnya berada dalam kawasan di wilayah KP Acacia mangium meliputi kegiatan penanaman, penjarangan, dan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (komoditi padi). Berdasarkan laporan statistik pemanfaatan HHBK di KP Acacia mangium pada tahun 2008 dan 2009, realisasi pemanfaatan HHBK dengan jenis padi menghasilkan ton dengan luas areal

41 ha pada tahun 2008 dan ton dengan luas areal ha pada tahun Tabel 8 Wilayah administratif kelas perusahaan Acacia mangium No. RPH Wilayah Administratif Luas (ha) Kabupaten Kecamatan Desa 1 Jagabaya Bogor Parungpanjang Tenjo Cikuda Dago Gorowong Jagabaya Pingku Gintung Cilejit Ciomas 100,44 144,72 424,75 160,76 67,72 261,25 574,06 Jumlah 1.733,70 2 Maribaya Bogor Tenjo Jasinga Batok Jagabaya Ciomas Tapos Barengkok Pangeur 381,23 1,76 97,72 402,28 836,42 375,98 Jumlah 2.095,39 3 Tenjo Bogor Tenjo Babakan Bojong Singabraja Batok Pangaur 580,55 202,76 232,30 71,65 448,89 Jumlah 1536,15 KP Acacia mangium 5.365,24 Sumber: RPKH Kelas Perusahaan Acacia mangium KPH Bogor Jangka Perusahaan Kegiatan Pemanenan Kayu Kegiatan pemanenan kayu di KPH Bogor menggunakan sistem silvikultur Tebang Habis Permudaan Buatan (THPB) dengan menanam kembali lokasi-lokasi tebangan setelah dilakukan tebang habis. Kegiatan tebang habis khusus dilakukan hanya pada areal hutan produksi. Berdasarkan SK Direktur Jendral Kehutanan No.143/KPTS/DJ/I/74 Tahun 1974, Surat Kepala Biro Perencanaan dan Pengembangan Perusahaan No.534/052.4/Renbang/III tahun 2003, serta Surat Kepala Biro Perencanaan dan Pengembangan Perusahaan Unit III Jawa Barat dan Banten No.364/053.4/ Renbang/III Tahun 2003 perihal istilah tebangan, tebangan Acacia mangium dibedakan menjadi:

42 28 1) Tebangan A/Tebangan Hutan Produktif Sesuai Etat Tebangan A atau Tebangan Hutan Produktif Sesuai Etat adalah penebangan hutan produksi dari kelas perusahaan tebang habis yang pada umumnya digunakan sebagai dasar untuk perhitungan etat tebangan. Tebangan habis biasa pada kawasan hutan tetap dibagi menjadi: a) A.1 = Lelesan bidang tebang habis jangka lampau yaitu lapangan yang telah ditebang habis dalam jangka perusahaan yang lalu. b) A.2 = Tebang habis biasa pada jangka yang berjalan yaitu penebangan habis biasa yang dilaksanakan dalam jangka berjalan. c) A.3 = Tebang habis biasa pada jangka berikut yaitu lapangan-lapangan yang akan ditebang dalam jangka perusahaan yang akan datang. 2) Tebangan B/Persiapan Rehabilitasi Tebangan B atau Persiapan Rehabilitasi pada kawasan hutan tetap adalah tebangan habis untuk hutan yang produktif dari lapangan yang baik untuk tebang habis dan dari lapangan yang tidak baik untuk tebang habis. Tebangan B dibagi menjadi: a) B.1 = tebang habis bidang-bidang yang tidak produktif tetapi baik untuk perusahaan tebang habis yaitu penebangan habis pada lapangan tak produktif tetapi disediakan untuk penghasilan kayu Acacia mangium, meliputi tanah kosong (TK) dan tanaman Acacia mangium bertumbuhan kurang (TABK). Istilah yang sama untuk tebangan B.1 dari kelas hutan tidak produktif (TK) dan tanaman Acacia mangium bertumbuhan kurang (TABK) adalah persiapan rehabilitasi, sedangkan istilah yang sama untuk tebangan B.1 dari kelas hutan tanaman kayu lain (TKL) adalah persiapan rehabilitasi ke jenis kelas perusahaan. b) B.2 = tebang habis hutan-hutan yang buruk untuk perusahaan tebang habis, yaitu penebangan habis pada lapangan yang tidak baik untuk tebang habis. 3) Tebangan C/Konversi untuk Pembangunan Non Kehutanan Tebangan C (tebangan habis hutan yang dihapuskan), yaitu penebangan habis pada lapangan-lapangan yang pada permulaan jangka perusahaan telah dihapuskan. Bentuk tebangan ini meliputi bidang-bidang yang setelah ditebang

43 29 ditanam kembali. Istilah yang sama untuk jenis tebangan C adalah Konversi untuk Pembangunan Non Kehutanan. 4) Tebangan D/Persiapan Rehabilitasi yang Tidak Direncanakan a) D.1 = Tebangan pembersihan atau tebangan limbah adalah penebangan pohonpohon yang tertekan. b) D.2 = Tebangan tak tersangka adalah penebangan yang berasal dari lapanganlapangan yang mengalami kerusakan akibat angin atau akan dibuat jalan dan sebagainya. 5) Tebangan E/Penjarangan atau Pemeliharaan Hutan Tebangan E merupakan tindakan silvilkultur, dilaksanakan secara periodik untuk memberikan tempat dan ruang tumbuh yang optimal sehingga diperoleh kayu konstruksi dan kayu industri yang berukuran besar dengan kualitas tinggi sesuai dengan kemampuan tempat tumbuh dengan penekanan pada tegakan tinggal di akhir daur. Selain itu penjarangan dapat meningkatkan fungsi hidrologis dari kawasan hutan tersebut. Berdasarkan laporan rencana dan realisasi tebangan tahun , jenis tebangan yang dilakukan di BKPH Parung Panjang adalah tebangan A, B, dan E. Sumber: koleksi pribadi Gambar 5 Kegiatan penebangan pohon (kiri) dan pembagian batang (kanan) Kegiatan penebangan di KPH Bogor kelas perusahaan (KP) Acacia mangium dilakukan dengan menggunakan chainsaw. Pekerja untuk kegiatan penebangan umumnya berasal dari masyarakat di sekitar hutan. Sebelum memulai pekerjaan sebagai penebang, operator chainsaw diberikan pelatihan (jobtraining) terlebih dahulu mengenai cara-cara menebang yang baik dan benar mulai dari penentuan arah rebah, pembuatan takik rebah dan takik balas hingga pembagian batang. Kegiatan pembagian batang dilakukan dengan memperhatikan kualitas kayu (termasuk menghindarkan cacat fisik yang ada) dari pangkal hingga ujung

44 30 kayu dan dilakukan seefisien mungkin agar tidak menghasilkan limbah kayu yang dapat merugikan perusahaan dikarenakan sortimen log yang dihasilkan akan digunakan untuk keperluan kayu perkakas. Pembagian batang pada KP Acacia mangium terdiri dari tiga jenis sortimen yaitu: 1. Sortimen kayu bundar kecil Acacia mangium (AI) dengan panjang (120 cm, 160 cm, 200 cm) dan diameter 10 cm 19 cm. 2. Sortimen kayu bundar sedang Acacia mangium (AII) dengan panjang (120 cm, 160 cm, 200 cm) dan diameter 20 cm 29 cm. 3. Sortimen kayu bundar besar Acacia mangium (AIII) dengan panjang (120 cm, 160 cm, 200 cm) dan diameter 30 cm up. Penyaradan dilakukan setelah kegiatan pembagian batang selesai dilakukan, sesuai dengan jalan sarad yang telah dibuat terlebih dahulu (mengikuti pola/alur jalan sarad) untuk meminimalkan dampak kerusakan pada tanah dan tumbuhan bawah. Sumber: koleksi pribadi Gambar 6 Kegiatan penyaradan kayu Sistem penyaradan yang diterapkan di KP Acacia mangium KPH Bogor merupakan sistem penyaradan secara manual dengan menggunakan tenaga manusia. Dalam pelaksanaannya, penyarad yang merupakan mitra kerja perum perhutani menyarad sortimen log dari lokasi tebangan langsung ke alat angkutan (truk) dengan cara dipikul (diletakkan di atas bahu) secara perorangan untuk sortimen AI dan sebagian AII (dengan panjang dan diameter yang masih dapat dijangkau untuk dipikul perorangan). Untuk jenis sortimen log ukuran besar (AIII) dan AII (dengan panjang dan diameter yang sulit dijangkau untuk dipikul perorangan), penyaradan dilakukan secara beregu 4 orang dengan cara mengikat

45 31 sortimen dengan tali dan dipikul dengan dengan menggunakan bantuan tongkat/kayu pemikul. Kegiatan pemuatan dilakukan secara manual oleh penyarad yang sama bersamaan dengan dilakukannya penyaradan. Hal ini disebabkan kayu yang disarad dengan cara dipikul langsung dimasukkan ke dalam alat angkut (truk). Sumber: koleksi pribadi Gambar 7 Kegiatan pemuatan kayu (kiri) dan pengangkutan kayu (kanan) Pengangkutan merupakan kegiatan pemindahan kayu (log) dari tempat pengumpulan ke tujuan akhir. Terdapat 8 tempat tujuan akhir pengangkutan kayu untuk diolah menjadi kayu perkakas yang terdiri dari: 3 pabrik pengolahan kayu mitra kerja perhutani, 4 tempat pengumpulan khusus (TPKh), dan 1 TPn. Supir truk yang digunakan sebagai pengangkut sortimen log di Kelas Perusahaan Acacia mangium KPH Bogor merupakan mitra kerja perhutani yang disewa dengan sistem pembayaran upahnya adalah per 1 rit (1 kali angkutan). Dalam 1 rit kapasitas kayu (volume) yang diangkut berkisar antara 4 m 3 5m 3.

46 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden Responden merupakan pekerja (karyawan) maupun mitra kerja perhutani di bidang pemanenan kayu, yang terdiri dari 6 mandor lapangan, 11 pekerja penebangan (operator chainsaw), 23 pekerja penyaradan, dan 11 pekerja pengangkutan (supir truk). Tabel 9 Karakteristik responden berdasarkan umur, pengalaman kerja, dan I pendidikan No. Mandor Karakteristik Penebang Penyarad Pengangkut Kategori lapangan Responden % % % % 1 Umur (tahun) ,45 2 8,7 1 9, , , , , , , , ,18 2 Pengalaman kerja (tahun) 3 Pendidikan Keterangan : (jumlah); % (persentasi) ,09 1 4, , , , , , , , , ,33 1 9, ,74 1 9,09 > ,35 1 9,09 SD/ Sederajat , ,73 SMP/ Sederajat 1 16,16-2 8,69 1 9,09 SMA/ Sederajat 5 83,33-1 4, ,18 Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat bahwa pekerja berada dalam usia tahun dengan usia termuda 18 tahun yang terdapat pada responden penebangan dan tertua 56 tahun yang terdapat pada responden pengangkutan. Sebagian besar pekerja berada dalam usia produktif dengan pengalaman kerja yang bervariasi. Pengalaman kerja responden menunjukkan lamanya masa kerja responden sebagai karyawan maupun mitra kerja perum perhutani KPH Bogor hingga penelitian dilaksanakan. Mandor lapangan merupakan karyawan perum perhutani yang terikat secara langsung pada perusahaan sedangkan operator chainsaw, penyarad, dan supir truk merupakan mitra kerja perhutani yang menjalin hubungan kerja sama dalam kegiatan pemanenan kayu pada kelas perusahaan Acacia mangium dengan jenis produk utama kayu perkakas. Pekerja dengan pengalaman kerja

47 33 terendah berada pada penyarad dengan lama kerja 1 bulan dan pekerja dengan pengalaman kerja tertinggi berada pada pengangkutan (supir truk) dengan lama kerja 33 tahun. Adapun pengalaman kerja mandor lapangan berkisar antara 10 hingga 14 tahun sudah menunjukkan bahwa mandor lapangan memiliki pengalaman kerja yang tergolong baik. Untuk tingkat pendidikan, sebagian besar mandor lapangan adalah lulusan sekolah menengah atas dengan persentasi sebesar 83,33% sedangkan keseluruhan pekerja penebangan berpendidikan tingkat sekolah dasar (100%) dan sebagian besar termasuk tidak menyelesaikan pendidikannya. Pada pekerja penyaradan dan pengangkutan (supir truk), sebagian besar tingkat pendidikannya adalah sekolah dasar dengan persentasi masing-masing sebesar 86,96 % dan 72,73%. 5.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Kuisioner Hasil Uji Validitas Kuisioner Dari hasil pengolahan dan analisis data menggunakan software SPSS (Statistical Package for the Social Sciences) versi 19, terdapat peubah pertanyaan yang tidak valid sehingga tidak dapat digunakan untuk pengolahan data selanjutnya. Jumlah pertanyaan yang valid dan tidak valid tertera pada Tabel 10. Tabel 10 Jumlah pertanyaan yang valid dan tidak valid pada aspek kompetensi No. Pekerja Aspek Kompetensi Jumlah Pertanyaan Valid Tidak Valid 1 Mandor Lapangan Pengetahuan (knowledge) 10 1 Keterampilan (skill) 11 - Sikap (attitude) 11 - Jumlah Penebangan Pengetahuan (knowledge) 10 2 Keterampilan (skill) 9 3 Sikap (attitude) 10 2 Jumlah Penyaradan Pengetahuan (knowledge) 7 2 Keterampilan (skill) 9 - Sikap (attitude) 9 - Jumlah Pengangkutan Pengetahuan (knowledge) 5 1 Keterampilan (skill) 5 1 Sikap (attitude) 5 1 Jumlah 15 3

48 34 Uji validitas kuisioner dimaksudkan untuk menentukan keabsahan (sah atau tidaknya) pertanyaan yang digunakan dalam penelitian, sehingga hanya pertanyaan yang valid saja yang dapat dilanjutkan untuk pengujian selanjutnya. Berdasarkan Tabel 10 uji validitas dilakukan terhadap peubah pertanyaan pada setiap responden. Untuk responden mandor lapangan mendapatkan 33 pertanyaan dengan 1 pertanyaan dinyatakan tidak valid. Responden penebang (operator chainsaw) mendapatkan 36 pertanyaan dengan 7 pertanyaan dinyatakan tidak valid dan responden penyarad mendapatkan 27 pertanyaan dengan 2 pertanyaan dinyatakan tidak valid. Untuk responden pada pengangkutan (supir truk) mendapatkan 18 pertanyaan dengan 3 pertanyaan dinyatakan tidak valid. Pertanyaan yang valid pada tiap aspek kompetensi (knowledge, skill, attitude) pada empat jenis pekerjaan yang diamati untuk selanjutnya dapat digunakan untuk menganalisis tingkat kompetensi penerapan K3 pada pekerja. Adapun peubah pertanyaan yang digunakan merupakan peubah pertanyaan penelitian K3 yang telah dilakukan dalam penelitian sebelumnya (KP Jati KPH Cianjur Tahun 2009) yang sudah valid dan termasuk menyempurnakan pertanyaan yang tidak valid agar menjadi valid. Untuk mandor lapangan terdapat 11 pertanyaan yang berhasil disempurnakan (menjadi valid) dari 12 pertanyaan yang tidak valid. Pada responden penebang terdapat 10 pertanyaan yang berhasil disempurnakan (menjadi valid) dari 17 pertanyaan yang tidak valid dan untuk responden penyarad terdapat 4 pertanyaan yang berhasil disempurnakan (menjadi valid) dari 6 pertanyaan yang tidak valid. Pada responden pengangkutan (supir truk) terdapat 4 pertanyaan yang berhasil disempurnakan (menjadi valid) dari 7 pertanyaan yang tidak valid. Pertanyaan-pertanyaan yang tidak valid walaupun telah diperbaiki tetap menghasilkan hasil yang sama dengan jumlah tertinggi pada responden penebang sebanyak 7 peubah pertanyaan. Menurut Setiawan (2010), faktor yang menyebabkan pertanyaan menjadi tidak valid antara lain persepsi yang sama antara responden terhadap suatu variabel pertanyaan sehingga menghasilkan nilai validitas sebesar nol (0) Hasil Uji Reliabilitas Kuisioner Peubah pertanyaan pada aspek kompetensi dinyatakan reliabel apabila mempunyai nilai cronbach s alpha > 0,6. Berdasarkan hasil uji reliabilitas dengan

49 35 SPSS versi 19, nilai uji reliabilitas responden mandor lapangan pada aspek knowledge, skill, dan attitude masing-masing sebesar 0,948; 0,972; 0,962. Uji reliabilitas responden penebang pada aspek knowledge, skill, dan attitude memiliki nilai masing-masing sebesar 0,922; 0,884; 0,903. Uji reliabilitas responden penyarad aspek knowledge, skill, dan attitude memiliki nilai masingmasing sebesar 0,713; 0,868; 0,869. Untuk responden pengangkutan (supir truk), peubah pertanyaan pada tiap aspek kompetensi bernilai reliabel dengan nilai masing-masing sebesar 0,838; 0,838; 0,837 pada aspek knowledge, skill, dan attitude. 5.3 Kompetensi Penerapan K Analisis Kompetensi Penerapan K3 Mandor Lapangan a. Uji statistik Wilcoxon antara persepsi mandor lapangan dengan penilaian berdasarkan standar Untuk menentukan besar dan arah hubungan antara penilaian berdasarkan standar dengan penilaian menurut responden dilakukan analisis deskriptif terhadap nilai rata-rata dari jawaban responden berdasarkan pertanyaan yang valid dan reliabel. Besarnya selisih nilai antar aspek kompetensi dapat dilihat pada Tabel 11 berdasarkan selisih nilai rata-rata. Tabel 11 Perbedaan nilai aspek kompetensi penerapan K3 antara penilaian mandor lapangan dengan penilaian berdasarkan standar Knowledge Skill Attitude SA CBA Selisih SA CBA Selisih SA CBA Selisih Nilai Total 18,40 15,90-2,50 18,36 15,36-3,00 15,00 13,00-2,00 Ratarata 3,06 2,65-0,41 3,06 2,56-0,5 2,50 2,16-0,34 Keterangan: SA = self assessment (penilaian subjektif /persepsi responden mandor lapangan) iiiiiiicba = control based assessment (penilaian objektif berdasarkan standar) Pada Tabel 11 terlihat bahwa aspek knowledge mandor lapangan memiliki selisih sebesar -0,41. Berdasarkan uji Wilcoxon menggunakan SPSS versi 19 selisih tersebut merupakan perbedaan yang signifikan, demikian halnya untuk aspek skill dan attitude terdapat perbedaan selisih sebesar -0,50 dan -0,34. Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi yang dimiliki mandor lapangan berbeda dengan penilian yang dilakukan berdasarkan standar. Tanda negatif (-) menunjukkan bahwa penilaian yang dilakukan responden bersifat overestimate terhadap

50 36 penilaian objektif yang dilakukan sesuai standar. Untuk mengetahui terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi responden dengan penilaian berdasarkan standar, dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12 Hasil uji Wilcoxon antara persepsi mandor lapangan dengan penilaian berdasarkan standar Nilai Knowledge Skill Attitude Z -2,032-2,023-2,023 Asymp. Sig. (2-tailed) 0,042 0,043 0,043 α 0,05 0,05 0,05 Keterangan: H 0 diterima jika angka probabilitas (asymp.sig) > nilai α Keterangan: H 0 ditolak jika angka probabilitas (asymp.sig) < nilai α Berdasarkan Tabel 12 dapat dilihat bahwa aspek kompetensi (knowledge, skill, attitude) memiliki nilai probabilitas masing-masing sebesar (0,042; 0,043; 0,043) yang kurang dari nilai α sebesar 0,05 sehingga hipotesis H 1 diterima atau tolak H 0 (H 0 : tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi responden dengan penilaian berdasarkan standar). b. Hubungan antar aspek kompetensi pada pekerja mandor lapangan Untuk melihat keeratan hubungan antar aspek kompetensi pada pekerja mandor lapangan sebagai strategi untuk meningkatkan aspek kompetensi, dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13 Hasil uji korelasi Spearman antar aspek kompetensi mandor lapangan Knowledge Skill Attitude Spearman's rho Knowledge Correlation Coefficient 1,000 0,971 * 0,529 Sig. (2-tailed). 0,001 0,280 N Skill Correlation Coefficient 0,971 * 1,000 0,588 Sig. (2-tailed) 0,001. 0,219 N Attitude Correlation Coefficient 0,529 0,588 1,000 Sig. (2-tailed) 0,280 0,219. N Keterangan: * = korelasi signifikan pada taraf nyata 0,05 (2-tailed) H 0 diterima jika angka probabilitas (asymp.sig) > nilai α H 0 ditolak jika angka probabilitas (asymp.sig) < nilai α Berdasarkan hasil perhitungan korelasi peringkat Spearman pada Tabel 13, terdapat korelasi yang signifikan antara aspek knowledge dengan skill dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,971 dan nilai probabilitas (Sig.2-tailed) < nilai α pada selang kepercayaan 95%, atau dapat dikatakan bahwa hipotesis H 0 ditolak (H 0 : tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aspek yang diuji).

51 37 Untuk hubungan antara aspek knowledge dengan attitude dan skill dengan attitude (koefisien korelasi sebesar 0,529; 0,588) tidak terdapat hubungan yang signifikan (nilai probabilitas (Sig.2-tailed) > nilai α). Hal ini dapat dikatakan bahwa walaupun terdapat korelasi sebesar 0,529 dan 0,588 tetapi korelasi tidak cukup signifikan untuk menggambarkan hubungan antara knowledge dengan attitude dan skill dengan attitude. Berdasarkan penilaian objektif menggunakan standar terhadap aspek kompetensi responden mandor lapangan, aspek skill merupakan prioritas utama yang harus ditingkatkan. Adanya hubungan yang signifikan pada aspek skill dengan knowledge pada korelasi peringkat Spearman dan terjadi korelasi yang bernilai positif antara kedua peubah maka korelasi bersifat searah, sehingga dengan meningkatkan aspek skill dapat meningkatkan aspek knowledge. Sarwono (2006) menyebutkan bahwa korelasi positif menyebabkan dengan meningkatkan salah satu peubah maka peubah yang lainnya akan meningkat searah peningkatan yang dilakukan pada peubah sebelumnya. Dari hasil analisis pada aspek skill diketahui bahwa responden mandor lapangan memiliki nilai rata-rata sebesar 2,56 yang apabila dilihat berdasarkan rataan skala Likert aspek keterampilan tentang pemahaman K3 mandor lapangan berada pada tingkatan kurang baik (buruk). Data hasil kuisioner menunjukkan bahwa perlunya peningkatan aspek keterampilan mandor lapangan tentang pembuatan data statistik kecelakaan dan penyakit akibat kerja berdasarkan data laporan kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Menurut Depnakertrans (2008) perusahaan yang mempekerjakan 11 orang atau lebih karyawan harus membuat laporan tentang cedera dan sakit yang diakibatkan oleh kerja. Termasuk dalam kategori sakit kerja berupa kondisi abnormal atau kesalahan fungsi tubuh (disorder) yang diakibatkan oleh kecelakaan. Pelaporan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai dasar penyusunan statistik kecelakaan kerja yang berhubungan pada kegiatan pemanenan kayu. Suma mur (1977) menyatakan bahwa angka kecelakaan kerja merupakan tujuan utama penyusunan statistik kecelakaan dengan angka kecelakaan yang sangat terperinci biasanya memadai jika data dikumpulkan setiap lima tahun, sedangkan statistik tahunan yang dilakukan bertujuan memberikan

52 38 informasi mengenai banyaknya kecelakaan yang digolongkan menurut akibat dan angka peristiwa yang terjadi (frekuensi, hilangnya waktu kerja, biaya). Dengan adanya penyusunan statistik kecelakaan secara tepat maka dapat dilakukan upaya penanggulangan resiko (pendekatan pencegahan) untuk mengatasi persoalan kecelakaan kerja. Mandor lapangan sebagai pengawas langsung kegiatan pemanenan kayu (penebangan, penyaradan, dan pengangkutan) di lokasi petak tebang tidak dapat melaksanakan kegiatan penerapan K3 tanpa adanya dukungan manajemen puncak. Secara umum dalam menangani permasalahan K3, Perum Perhutani KPH Bogor telah membentuk Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) berdasarkan keputusan administratur perum perhutani No.76/KPTS/BGR/ III/2011 namun penerapan K3 pada kegiatan pemanenan kayu belum diimplementasikan sepenuhnya berdasarkan penilaian objektif yang dilakukan sesuai standar terhadap kompetensi pekerja. Dalam pelaksanaan kegiatan wawancara dengan pihak responden mandor lapangan dapat disimpulkan bahwa pimpinan perusahaan belum mendukung secara penuh dalam pelaksanaan K3 di lokasi kerja, antara lain dengan belum tersedianya alat pelindung diri (APD) bagi pekerja bidang pemanenan kayu. Hal ini bertolak belakang dengan standar pengelolaan hutan menurut LEI (2004), bahwa prinsip-prinsip FSC terkait pengelolaan hutan produksi lestari menyaratkan perlu dilakukannya perlindungan terhadap kepentingan para pekerja industri hutan. Sumber: koleksi pribadi Gambar 8 Pemberian ukuran diameter dan panjang pada bontos (kiri) dan pengawasan penebangan (kanan) Flippo (1984) menyebutkan bahwa manajemen puncak harus memberikan dukungan aktif pada program keselamatan dan memberikan lebih banyak perhatian dimana terdapat suatu hubungan yang kuat antara dukungan manajemen puncak terhadap berkurangnya jumlah pekerja yang cedera. Tanpa adanya

53 39 komitmen penuh dari keseluruhan manajemen tingkat atas suatu perusahaan terhadap keselamatan dan kesehatan kerja maka setiap upaya untuk melakukan tindakan pencegahan kecelakaan akan kurang mendapatkan hasil yang signifikan. Berdasarkan data hasil kuisioner pada keseluruhan aspek kompetensi, menunjukkan bahwa keseriusan pihak manajemen puncak perusahaan terhadap pengadaan alat pelindung diri (APD), pelayanan kesehatan, penyediaan bantuan medis, penyusunan peraturan K3, dan pembinaan K3 bagi pekerja bidang penebangan, penyaradan, dan pengangkutan masih tergolong perlu untuk dilakukan peningkatan. Suma mur (1977) menyatakan bahwa pemeriksaan kesehatan bagi pekerja yang menetap sangat dianjurkan untuk mengetahui apakah terdapat penyakit seperti kardio-vaskuler (paru-paru berat), persendian, hernia inguinal, kelainan tulang belakang, tuli, dan pengelihatan yang buruk dimana pekerja yang mendapatkan penyakit akibat kerja tersebut tidak dibenarkan untuk melakukan pekerjaannya. Berdasarkan kondisi di lingkungan kerja dengan karakteristik cuaca yang panas dan timbulnya kebisingan maupun getaran mekanis akibat peralatan kerja seperti chainsaw maka pihak Perhutani KPH Bogor setidaknya melaksanakan pemeriksaan kesehatan berkala bagi tenaga kerja sekurang kurangnya satu tahun sekali sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.2 Tahun 1980 dan menurut Suma mur (1977) yang menyebutkan bahwa pekerja yang memungkinkan menderita akibat dari pekerjaan yang berat, kebisingan, dan getaran mekanis perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala dengan jangka waktu satu tahun termasuk cukup memadai. Untuk upaya pertolongan terhadap kecelakaan kerja, fasilitas P3K (Pertolongan Pertama pada Kecelakaan) sudah seharusnya disediakan perusahaan. Berdasarkan wawancara terhadap mandor lapangan, pihak perhutani termasuk tidak serius terhadap penyediaan perlengkapan kotak P3K minimum dalam mengatasi kecelakaan kerja yang terjadi. Berbahayanya tingkat pekerjaan pemanenan kayu di kelas perusahaan Acacia mangium akibat terdapatnya unsur unsafe action dan unsafe condition seharusnya menjadikan pihak manajemen puncak Perhutani KPH Bogor untuk mementingkan kondisi K3 para pekerja sebagai prioritas utama yang disejajarkan dengan kondisi pencapaian target produksi, kualitas log, dan biaya produksi.

54 40 Unsafe action merupakan segala macam tindakan tidak aman dan berbahaya bagi pekerja, antara lain tidak melakukan prosedur kerja dengan baik dimana sedang berhadapan dengan peralatan yang dapat mengancam keselamatan. Dalam pelaksanaan kegiatan penebangan masih terdapatnya beberapa pohon yang gagal direbahkan dan menimpa pohon lainnya kemudian tidak langsung direbahkan kembali menyebabkan kondisi tidak aman terhadap keselamatan pekerja. Sumber: koleksi pribadi Gambar 9 Hasil kegiatan penebangan pohon akibat unsur unsafe action Adapun unsafe condition merupakan segala macam kondisi yang tidak aman dan berbahaya bagi pekerja. Dalam hal ini keseluruhan pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri (APD) yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan, adanya pekerja pengumpul kayu bakar di sekitar lokasi penebangan yang berasal dari masyarakat desa sekitar kawasan hutan perhutani KP Acacia mangium, kondisi areal tebangan yang memiliki cuaca panas, dan bahaya ular tanah yang dapat menyebabkan luka serius pada jaringan tubuh. Sumber: koleksi pribadi Gambar 10 Pengumpul kayu bakar Mandor lapangan sebagai pihak pengawas dalam kegiatan pemanenan kayu termasuk tidak menggunakan APD sesuai standar (tanpa pelindung kaki dan pelindung kepala yang sesuai standar). Menurut Suma mur (1988) untuk melindungi kepala dari benda sedang tidak terlalu berat dan dapat berterbangan

55 41 digunakan topi berbahan aluminium atau topi plastik (helm keselamatan kerja yang biasa digunakan pada jenis pekerjaan beresiko tinggi seperti pertambangan dan industri berat/pekerjaan konstruksi). Selain pelindung tubuh dan kepala, pelindung kaki yang tepat juga diperlukan dalam menghadapi bahaya ular tanah. Suma mur (1988) menyatakan bahwa racun-racun dari hewan berbisa seperti ular dapat digolongkan menjadi hemotoksik yang meracuni darah dengan menghancurkan butir pembuluh darah dan neurotoksik yang merusak saraf. Pakaian pelindung yang berguna untuk pencegahan gigitan ular tanah berupa sepatu boot (Suma mur 1988). Selain itu sepatu boot karet juga berfungsi sebagai anti slip dan baik untuk digunakan dalam kondisi lembab dan basah. Adapun untuk meningkatkan aspek keterampilan mandor lapangan dalam penerapan K3 hal-hal yang perlu diperhatikan adalah: a. Pemberian pelatihan berupa pembuatan statistik kecelakaan sesuai angka kecelakaan yang terjadi berdasarkan data laporan kecelakaan dan penyakit akibat kerja pada perusahaan. b. Pemberian penyuluhan terkait unsur unsafe action dan unsafe condition yang berpengaruh terhadap terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja agar kegiatan pemanenan kayu dilakukan sesuai prosedur yang aman. Untuk meningkatkan kinerja Perum Perhutani KPH Bogor dalam menerapkan kebijakan K3 maka perlu dibentuk Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dibawah komitmen penuh Panitia Pembina K3 yang pelaksanaannya dilaksanakan oleh mandor lapangan sebagai pimpinan di lokasi pemanenan kayu, meliputi identifikasi bahaya dan pengendalian resiko terhadap kegiatan yang dapat menimbulkan kecelekaan dan penyakit akibat kerja. Identifikasi bahaya di tempat kerja yang berpeluang mengalami kecelakaan perlu untuk dilakukan karena bahaya akibat pekerjaan tidak saja terjadi pada saat kejadian tetapi dapat menimbulkan dampak di waktu yang akan datang, seperti adanya kebisingan akibat pengaruh peralatan penebangan dan cara menyarad tanpa menggunakan alat bantu. Berdasarkan Suardi (2005) sumber data yang digunakan dalam identifikasi bahaya dan resiko dapat berasal dari rekaman insiden (laporan kecelakaan kerja), informasi dari tinjauan aktivitas K3 pekerja, dan informasi dari perusahaan sejenis berupa insiden yang terjadi.

56 42 Pengendalian resiko dapat dilakukan dengan pengendalian secara administrasi dan penggunaan alat pelindung diri (APD). Menurut Suardi (2005) pengendalian secara administrasi antara lain berupa pembuatan prosedur/instruksi kerja pengamanan, pembatasan waktu untuk memasuki area kerja, dan pembuatan tanda bahaya. Pengendalian secara administrasi bermanfaat bagi pekerja pengumpul kayu bakar dimana resiko akibat tertimpa pohon yang ditebang cukup tinggi. Pekerja pengumpul kayu bakar terlihat tidak begitu khawatir akan resiko kecelakaan yang terjadi akibat terlalu dekat dengan operator chainsaw yang sedang dalam kondisi menebang pohon. Dalam pelaksanaannya, mandor lapangan dapat memberikan instruksi pengamanan bahwa kegiatan pengumpulan kayu bakar harus berada cukup jauh dari pohon yang ditebang. Pembuatan tanda larangan untuk memasuki areal penebangan selain petugas tidak diterapkan oleh pekerja pengumpul kayu bakar. Hal ini dikarenakan para pekerja sudah terbiasa untuk melakukan pekerjaan dalam keadaan bahaya. Sumber: koleksi pribadi Gambar 11 Tanda peringatan untuk tidak memasuki areal tebangan Pada tahap akhir, kebijakan K3 yang dibentuk oleh pimpinan manajemen puncak (P2K3) untuk selanjutnya harus dikomunikasikan pada semua tingkatan bidang produksi (khususnya pada pekerja lapangan) karena kebijakan K3 yang telah ditetapkan harus dapat dipahami oleh semua tingkatan pekerja. Suardi (2005) menjelaskan bahwa kesuksesan sistem manajemen K3 sangat dipengaruhi dari keterlibatan dan komitmen personilnya serta peran aspek bahasa perlu untuk diperhatikan. Mandor lapangan berfungsi dalam menyampaikan kebijakan K3 dengan bahasa yang ringkas dan mudah dimengerti terhadap pekerja penebangan, penyaradan, dan pengangkutan. Untuk pengumpul kayu bakar, harus dilakukan oleh seseorang yang memiliki pengaruh kuat untuk dipatuhi, yaitu peran ketua lembaga masyarakat desa hutan (LMDH) untuk menanganinya. Ketua LMDH

57 43 dapat berperan untuk menangani hal ini karena salah satu kegiatan LMDH adalah turut membantu terlaksananya kegiatan pemanenan kayu, biasanya berupa pembuatan jalan di petak tebang agar kendaraan angkutan (truk) mudah untuk masuk ke areal lokasi penebangan. Selain itu, ketua LMDH termasuk turut aktif dalam pengawasan kegiatan pemanenan bersama mandor lapangan. Untuk aspek attitude mandor lapangan berdasarkan analisis uji korelasi peringkat Spearman, aspek attitude tidak menunjukkan hubungan yang signifikan terhadap aspek skill dan knowledge sehingga untuk meningkatkan aspek attitude dapat melalui pendekatan disiplin kerja dalam hal penggunaan APD pada kegiatan pengawasan pemanenan kayu (penebangan, penyaradan, dan pengangkutan) dan mengawasi kegiatan penebangan agar tidak menimbulkan kondisi yang berbahaya akibat terdapat pohon yang tidak berhasil direbahkan (menimpa pohon lainnya). Untuk tingkatan mandor lapangan, perspektif displin yang sesuai adalah berupa disiplin retributif yang bertujuan memberikan hukuman bagi yang melanggar. Rivai dan Sagala (2009) menyatakan bahwa pendekatan untuk mengatasi tindakan disipliner berupa memberi peringatan dan memberikan sanksi terhadap pelanggaran kerja berupa teguran lisan maupun teguran tertulis. Sikap mandor lapangan dalam menggunakan APD sebagai bagian dari kerja dan menyusun suatu laporan kecelakaan kerja perlu untuk ditingkatkan. Berjalannya aturan untuk meningkatan aspek attitude mandor lapangan tidak terlepas dari peran manajemen puncak dalam memberikan komitmen dan dukungan penuh terhadap pembuatan dan penerapan kebijakan K Analisis Kompetensi Penerapan K3 Pekerja Penebangan a. Uji statistik Wilcoxon antara persepsi penebang dengan penilaian berdasarkan standar Untuk menentukan besar dan arah hubungan antara penilaian berdasarkan standar dengan penilaian menurut responden dilakukan analisis deskriptif terhadap nilai rata-rata dari jawaban responden berdasarkan pertanyaan yang valid dan reliabel. Besarnya selisih nilai antar aspek kompetensi dapat dilihat pada Tabel 14 berdasarkan selisih nilai rata-rata. Pada Tabel 14 terlihat bahwa aspek knowledge penebang (operator chainsaw) memiliki selisih sebesar -0,28. Berdasarkan uji Wilcoxon menggunakan SPSS versi 19 selisih tersebut merupakan

58 44 perbedaan yang signifikan, demikian halnya untuk aspek skill dan attitude terdapat perbedaan selisih sebesar -0,16 dan -0,21. Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi yang dimiliki penebang berbeda dengan penilian yang dilakukan berdasarkan standar. Tabel 14 Perbedaan nilai aspek kompetensi penerapan K3 antara penilaian pekerja penebangan dengan penilaian berdasarkan standar Knowledge Skill Attitude SA CBA Selisih SA CBA Selisih SA CBA Selisih Nilai Total 38,20 35,10-3,10 37,56 35,78-1,78 34,60 32,30-2,30 Ratarata 3,47 3,19-0,28 3,41 3,25-0,16 3,15 2,94-0,21 Keterangan: SA = self assessment (penilaian subjektif /persepsi responden operator chainsaw) iiiiiiicba = control based assessment (penilaian objektif berdasarkan standar) Tanda negatif (-) menunjukkan bahwa penilaian yang dilakukan responden bersifat overestimate terhadap penilaian objektif yang dilakukan sesuai standar. Untuk mengetahui terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi responden dengan penilaian berdasarkan standar, dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15 Hasil uji Wilcoxon antara persepsi pekerja penebangan dengan penilaian aberdasarkan standar Nilai Knowledge Skill Attitude Z -2,316-2,565-2,534 Asymp. Sig. (2-tailed) 0,021 0,010 0,011 α 0,05 0,05 0,05 Keterangan: H 0 diterima jika angka probabilitas (asymp.sig) > nilai α Keterangan: H 0 ditolak jika angka probabilitas (asymp.sig) < nilai α Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat bahwa aspek kompetensi (knowledge, skill, attitude) memiliki nilai probabilitas sebesar (0,021; 0,010; 0,011) yang kurang dari nilai α sebesar 0,05 sehingga hipotesis H 1 diterima atau tolak H 0 (H 0 : tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi responden dengan penilaian berdasarkan standar). b. Hubungan antar aspek kompetensi pada pekerja penebangan Untuk melihat keeratan hubungan antar aspek kompetensi pada pekerja mandor lapangan sebagai strategi untuk meningkatkan aspek kompetensi, dapat dilihat pada Tabel 16. Berdasarkan hasil perhitungan korelasi peringkat Spearman pada Tabel 16, terdapat korelasi yang signifikan antara aspek knowledge dengan skill dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,667 dan nilai probabilitas (Sig.2-

59 45 tailed) < nilai α pada selang kepercayaan 95%, atau dapat dikatakan bahwa hipotesis H 0 ditolak (H 0 : tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aspek yang diuji). Tabel 16 Hasil uji korelasi Spearman antar aspek kompetensi penebang Knowledge Skill Attitude Spearman's rho Knowledge Correlation Coefficient 1,000 0,667 * 0,695 * Sig. (2-tailed). 0,025 0,018 N Skill Correlation Coefficient 0,667 * 1,000 0,694 * Sig. (2-tailed) 0,025. 0,018 N Attitude Correlation Coefficient 0,695 * 0,694 * 1,000 Sig. (2-tailed) 0,018 0,018. N Keterangan: * = korelasi signifikan pada taraf nyata 0,05 (2-tailed) H 0 diterima jika angka probabilitas (asymp.sig) > nilai α H 0 ditolak jika angka probabilitas (asymp.sig) < nilai α Untuk hubungan antara aspek knowledge dengan attitude (koefisien korelasi sebesar 0,695) dan skill dengan attitude (koefisien korelasi sebesar 0,694) juga terdapat hubungan yang signifikan (nilai probabilitas (Sig.2-tailed) < nilai α). Hal ini dapat dikatakan bahwa terdapat hubungan signifikan untuk menggambarkan hubungan antara knowledge dengan attitude dan skill dengan attitude. Dari hasil analisis pada aspek knowledge diketahui bahwa responden penebang memiliki nilai rata-rata sebesar 3,19 yang apabila dilihat berdasarkan rataan skala Likert pengetahuan tentang pemahaman K3 penebang berada pada tingkatan cukup. Data hasil kuisioner menunjukkan bahwa perlu peningkatan pengetahuan penebang tentang penggunaan alat pelindung diri (APD) lengkap yang harus digunakan pada kegiatan penebangan dan batas waktu yang diperbolehkan untuk melakukan kegiatan penebangan. Nilai rata-rata aspek attitude pada responden penebang sebesar 2,94 yang berada pada tingkat cukup. Berdasarkan data hasil kuisioner perlu peningkatan sikap dalam menggunakan berbagai peralatan pendukung (alat bantu) untuk melakukan kegiatan penebangan. Aspek pengetahuan dan sikap saling berhubungan karena memiliki korelasi yang signifikan. Untuk aspek keterampilan (skill) termasuk memiliki hubungan dengan aspek pengetahuan dan sikap sehingga dengan meningkatkan aspek pengetahuan dan sikap juga akan meningkatkan aspek keterampilan (skill).

60 46 Penggunaan chainsaw (gergaji rantai) sebagai alat penebangan memiliki resiko kecelakaan kerja yang tinggi. Berdasarkan ILO (2002) alat pelindung diri yang wajib digunakan dalam operasi penebangan pohon yaitu: a) Pelindung kepala (topi pengaman/helm keselamatan) b) Pelindung mata (kacamata pengaman atau googles) c) Pelindung pernapasan (masker) dan pelindung telinga (earmuff) d) Pelindung tangan (sarung tangan) dan pelindung kaki (sepatu boot) e) Pelindung tubuh (pakaian kerja yang terpasang tertutup menyelimuti tubuh dan kaki) Berdasarkan hasil observasi di lokasi petak tebang para pekerja penebangan (operator chainsaw) belum menggunakan APD lengkap dalam melaksanakan tugasnya. Untuk pelindung kepala, kaki, dan tubuh jenis APD yang digunakan sama dengan kebutuhan APD pada mandor lapangan yaitu: helm keselamatan yang terbuat dari bahan aluminium/plastik, sepatu boot untuk melindungi dari bahaya ular tanah dan sebagai anti slip, serta pakaian penutup tubuh, tangan, dan kaki. Alat pelindung telinga sangat dianjurkan bagi operator chainsaw yang terpapar kebisingan dalam melaksanakan pekerjaannya, namun berdasarkan kondisi riil di lapangan tidak ada penebang yang menggunakan pelindung telinga. Berdasarkan Santosa (1992) dalam Suryaningsih (2011) kehilangan pendengaran merupakan pengaruh utama dari kebisingan, hal ini tidak dirasakan langsung oleh pekerja melainkan secara bertahap dan memakan waktu yang lama sedangkan pada saat pekerja pertama kali mengalami gangguan pendengaran pekerja tidak akan merasakan gangguan tersebut. Untuk mencegah terjadinya gangguan pendengaran alat pelindung yang sebaiknya digunakan adalah earmuff (penutup telinga). Suma mur (1988) menyatakan bahwa tutup telinga lebih efektif daripada penyumbat telinga (earplug) karena dapat mengurangi intensitas kebisingan sekitar db. Penggunaan earmuff berdasarkan ILO (2002) diperlukan bagi penggunaan gergaji rantai dengan tingkat kebisingan lebih dari 85 db. Yovi et al. (2006) menyebutkan bahwa chainsaw dengan ukuran panjang 73 cm dapat menghasilkan kebisingan sebesar 97,3 db. Jenis chainsaw yang digunakan dalam kegiatan penebangan di KP Acacia mangium KPH Bogor

61 47 merupakan chainsaw tipe STHIL MS 381 dengan ukuran panjang bilah gergaji 60 cm. Kacamata pengaman dan masker penting digunakan untuk melindungi penebang terhadap serbuk kayu yang bertebaran pada saat menebang pohon. Berdasarkan hasil wawancara penebang kesulitan dalam bekerja apabila serbuk kayu mengenai indera pengelihatan yang dapat mengganggu konsentrasi kerja. Sumber: koleksi pribadi Gambar 12 Chainsaw tipe STHIL MS 381 yang digunakan dalam penebangan Menurut ILO (2002) operator chainsaw sebaiknya tidak bekerja dengan beban lebih dari 5 jam per hari. Hal ini bertolak belakang dengan keadaan di lokasi penebangan dimana keseluruhan penebang bekerja antara 5 7 jam per hari dikarenakan untuk menyelesaikan pencapaian target produksi dan terselesaikannya pekerjaan tepat waktu sesuai yang direncanakan oleh pihak perhutani. Sikap penebang dalam menebang pohon seringkali tidak memperhatikan kondisi sekitar pohon yang sedang ditebang bahwa terdapat pekerja pengumpul kayu bakar yang sedang beraktivitas. Walaupun tidak terjadi hal yang membahayakan karena para penebang sudah memperkirakan rebahnya pohon agar tidak berada cukup dekat dari jangkauan pengumpul kayu bakar, tetapi operator chainsaw beserta mandor lapangan sebagai pengawas penebangan termasuk jarang untuk memberikan peringatan terlebih dahulu ketika akan menyelesaikan takik balas. Suma mur (1977) menjelaskan bahwa sebelum memulai atau menyelesaikan takik balas, penebang harus mematikan mesin dan memberi peringatan kepada orang-orang yang berada di sekitar ke arah mana kayu akan ditumbangkan. Dalam melakukan kegiatan delimbing pekerja penebangan termasuk sering menggunakan chainsaw untuk membersihkan cabang dan ranting ketika membagi batang. Hal ini menyebabkan penebang semakin terpapar kebisingan yang dapat melebihi ambang batas yang diperbolehkan. Yovi et al. (2005) dalam Suryaningsih (2011) menyatakan bahwa setiap hari operator chainsaw terpapar

62 48 kebisingan pada kondisi racing yaitu pada kegiatan felling, bucking, dan delimbing selama 3 jam yang berarti bahwa operator chainsaw terpapar kebisingan melebihi batas waktu yang diizinkan baik menurut ISO (International Standard Organization), OSHA (Occupational Safety and Health Association), maupun standar Indonesia. Berdasarkan hasil observasi, penebang tidak pernah menggunakan alat bantu berupa kapak untuk membersihkan cabang dan ranting setelah melakukan penebangan dengan alasan lebih cepat. Walaupun adanya resiko kick back yang dapat membahayakan karena operator chainsaw sering menggunakan ujung bilah gergaji untuk memotong cabang dan ranting namun dengan menggunakan alat bantu (kapak) dalam melakukan kegiatan pemotongan cabang dan ranting dari pohon yang sudah ditebang setidaknya dapat mengurangi tingkat kebisingan yang berkelanjutan setelah melakukan penebangan dan menghilangkan resiko terjadinya kick back (pembalikan). Peningkatan aspek knowledge dan attitude penebang dapat dilakukan dengan pelatihan (training) dan penyuluhan. Training dilakukan dengan pemberian materi untuk kemudian dilakukan praktek. Adapun upaya yang perlu dilakukan pihak perhutani KPH Bogor untuk meningkatkan aspek pengetahuan dan sikap penebang adalah: a. Pemberian pelatihan pengenalan dan penggunaan jenis alat pelindung diri lengkap yang harus digunakan dalam penebangan. Sebagian besar penebang hanya mengetahui APD sebatas pelindung tubuh, kaki (sepatu boot), dan topi pengaman. b. Pemberian penyuluhan terkait dampak penggunaan chainsaw dalam jangka panjang dapat menyebabkan terjadinya gangguan pendengaran jika selalu menghabiskan waktu lebih dari 5 jam per hari untuk menebang. c. Pemberian penyuluhan bahwa dengan selalu memberikan peringatan terlebih dahulu sebelum menyelesaikan penebangan akan membantu terciptanya kondisi yang aman bagi pekerja yang berada di sekitarnya. Pemberian pelatihan dan penyuluhan tidak akan berjalan tanpa adanya dukungan dari pimpinan atas perusahaan, dalam hal ini P2K3 yang telah dibentuk. Pihak perusahaan seharusnya mempertimbangkan kondisi K3 operator chainsaw dengan tidak membebankan penggunaan chainsaw lebih dari 5 jam per hari.

63 49 Suryaningsih (2011) menyebutkan bahwa salah satu cara guna mengendalikan kebisingan yaitu dengan pengendalian secara administratif untuk mengurangi waktu pemaparan terhadap intensitas kebisingan dengan mengatur jam kerja, sehingga dapat mencegah terjadinya dampak terburuk (ketulian). Pengadaan APD bagi operator chainsaw dapat dapat ditentukan berdasarkan penilaian resiko dari resiko terendah hingga resiko ekstrim apabila pihak perusahaan tidak dapat menyediakan secara lengkap. Hal ini berupa APD earmuff (penutup telinga) dan sepatu boot cukup memadai untuk melindungi pendengaran penebang dan bahaya gigitan ular tanah dikarenakan resiko yang didapatkan lebih mendekat pada cacat menetap (akibat kebisingan, luka serius akibat gigitan ular, dan patah tulang akibat terjatuh yang disebabkan pijakan kaki tidak baik) Analisis Kompetensi Penerapan K3 Pekerja Penyaradan a. Uji statistik Wilcoxon antara persepsi penyarad dengan penilaian berdasarkan standar Untuk menentukan besar dan arah hubungan antara penilaian berdasarkan standar dengan penilaian menurut responden dilakukan analisis deskriptif terhadap nilai rata-rata dari jawaban responden berdasarkan pertanyaan yang valid dan reliabel. Besarnya selisih nilai antar aspek kompetensi dapat dilihat pada Tabel 17 pada selisih nilai rata-rata. Tabel 17 Perbedaan nilai aspek kompetensi penerapan K3 antara penilaian pekerja penyaradan dengan penilaian berdasarkan standar Knowledge Skill Attitude SA CBA Selisih SA CBA Selisih SA CBA Selisih Nilai Total 77,57 72,71-4,86 79,33 74,22-5,11 73,22 62,67-10,55 Rata-rata 3,37 3,16-0,21 3,45 3,23-0,22 3,18 2,73-0,45 Keterangan: SA = self assessment (penilaian subjektif /persepsi responden penyarad) iiiiiiicba = control based assessment (penilaian objektif berdasarkan standar) Pada Tabel 17 terlihat bahwa aspek knowledge penebang memiliki selisih sebesar -0,21. Berdasarkan uji Wilcoxon menggunakan SPSS versi 19 selisih tersebut merupakan perbedaan yang signifikan, demikian halnya untuk aspek skill dan attitude terdapat perbedaan selisih sebesar -0,22 dan -0,45. Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi yang dimiliki penyarad berbeda dengan penilian yang dilakukan berdasarkan standar. Tanda negatif (-) menunjukkan bahwa

64 50 penilaian yang dilakukan responden bersifat overestimate terhadap penilaian objektif yang dilakukan sesuai standar. Untuk mengetahui terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi responden dengan penilaian berdasarkan standar, dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18 Hasil uji Wilcoxon antara persepsi pekerja penyaradan dengan penilaian berdasarkan standar Nilai Knowledge Skill Attitude Z -3,084-3,257-3,294 Asymp. Sig. (2-tailed) 0,002 0,001 0,001 α 0,05 0,05 0,05 Keterangan: H 0 diterima jika angka probabilitas (asymp.sig) > nilai α IiiiiiH 0 ditolak jika angka probabilitas (asymp.sig) < nilai α Berdasarkan Tabel 18 dapat dilihat bahwa aspek kompetensi (knowledge, skill, attitude) memiliki nilai probabilitas sebesar (0,002; 0,001; 0,001) yang kurang dari nilai α sehingga hipotesis H 1 diterima atau tolak H 0 (H 0 : tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi responden dengan penilaian berdasarkan standar). b. Hubungan antar aspek kompetensi pada pekerja penyaradan Untuk melihat keeratan hubungan antar aspek kompetensi pada pekerja mandor lapangan sebagai strategi untuk meningkatkan aspek kompetensi, dapat dilihat pada Tabel 19. Berdasarkan hasil perhitungan korelasi peringkat Spearman pada Tabel 19, terdapat korelasi yang signifikan antara aspek knowledge dengan skill dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,426 dan nilai probabilitas (Sig.2-tailed) < nilai α pada selang kepercayaan 95%, atau dapat dikatakan bahwa hipotesis H 0 ditolak (H 0 : tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aspek yang diuji). Sarwono (2006) menyatakan bahwa nilai koefisien korelasi sebesar 0,426 termasuk cukup untuk mendeskripsikan terdapat hubungan yang signifikan antar peubah yang diuji. Untuk hubungan antara aspek knowledge dengan attitude dan skill dengan attitude (koefisien korelasi sebesar 0,340; -0,071) tidak terdapat hubungan yang signifikan (nilai probabilitas (Sig.2-tailed) > nilai α).

65 51 Tabel 19 Hasil uji korelasi Spearman antar aspek kompetensi penyarad Knowledge Skill Attitude Spearman's rho Knowledge Correlation Coefficient 1,000 0,426 * 0,340 Sig. (2-tailed). 0,043 0,112 N Knowledge Skill Attitude Skill Correlation Coefficient 0,426 * 1,000-0,071 Sig. (2-tailed) 0,043. 0,748 N Attitude Correlation Coefficient 0,340-0,071 1,000 Sig. (2-tailed) 0,112 0,748. N Keterangan: * = korelasi signifikan pada taraf nyata 0,05 (2-tailed) H 0 diterima jika angka probabilitas (asymp.sig) > nilai α H 0 ditolak jika angka probabilitas (asymp.sig) < nilai α Dari hasil analisis pada aspek knowledge diketahui bahwa penyarad memiliki nilai rata-rata sebesar 3,16 yang apabila dilihat berdasarkan rataan skala Likert pengetahuan tentang pemahaman K3 penyarad berada pada tingkatan cukup. Data hasil kuisioner menunjukkan bahwa perlu peningkatan pengetahuan penyarad tentang penggunaan alat pelindung diri (APD) lengkap yang harus digunakan pada kegiatan penyaradan dan penggunaan alat bantu dalam penyaradan. Nilai rata-rata aspek attitude pada penyarad sebesar 2,73 yang berada pada tingkat cukup. Berdasarkan data hasil kuisioner, perlu peningkatan sikap dalam menggunakan berbagai peralatan pendukung (alat bantu) untuk melakukan kegiatan penyaradan. Kegiatan penyaradan dilakukan secara manual dan sortimen log langsung dimuat pada alat angkutan (truk). Berdasarkan ILO (2002) APD yang harus digunakan dalam kegiatan penyaradan adalah: a. Pelindung kepala (topi pengaman) b. Pelindung tangan (sarung tangan) c. Pelindung kaki (sepatu boot) Berdasarkan hasil observasi di lokasi petak tebang para penyarad tidak menggunakan APD sesuai standar. Pelindung kaki yang digunakan hanya berupa sepatu yang melindungi sebatas sampai mata kaki ataupun sandal berbahan karet seadanya, bahkan terdapat beberapa penyarad yang tidak menggunakan alas kaki dengan alasan sudah terbiasa. Sebagian besar penyarad menggunakan topi untuk melindungi dari cuaca panas dan tidak ada seorangpun penyarad yang

66 52 menggunakan sarung tangan untuk menyarad. Sebagai mitra kerja perhutani, perusahaan sebaiknya memberikan penyuluhan bagi para penyarad agar menggunakan APD sesuai standar khususnya sepatu boot yang berfungsi melindungi dari gigitan ular tanah dan sebagai alas kaki dengan pijakan yang kuat. Dalam pelaksanaannya pekerja menyarad sortimen log dari lokasi tebangan langsung ke alat angkutan (truk) dengan cara dipikul (diletakkan di atas bahu) secara perorangan untuk keseluruhan sortimen AI dan sebagian sortimen AII (dengan panjang dan diameter yang masih dapat dijangkau untuk dipikul perorangan). Untuk jenis sortimen log ukuran besar (AIII) dan sortimen AII (dengan panjang dan diameter yang sulit dijangkau untuk dipikul perorangan), penyaradan dilakukan secara beregu oleh empat orang dengan cara mengikat sortimen dan dipikul dengan dengan menggunakan bantuan tongkat/kayu pemikul. Dalam pelaksanaan kegiatan penyaradan di petak tebang, penyarad sudah terbiasa untuk memikul kayu dengan kekuatan di bagian pundak dan dilakukan seorang diri tanpa adanya alat bantu berupa pemikul khusus sehingga terdapat beberapa penyarad yang mengangkut kayu hingga dimuat ke alat angkutan dengan posisi punggung tidak tegak. Hal ini bertolak belakang dengan aturan K3 dalam pekerjaan kehutanan menurut Suma mur (1977) bahwa pekerja yang menyarad secara manual harus berada dalam posisi punggung yang lurus (tegak). Untuk meningkatkan aspek kompetensi knowledge responden penyarad perlu dilakukan penyuluhan tentang manfaat penggunaan APD bagi keselamatan kerja dan bahaya menyarad tanpa alat bantu berdampak pada kelainan tulang belakang. Aspek attitude tidak memiliki hubungan signifikan dengan aspek knowledge dan skill sehingga upaya yang perlu dilakukan untuk meningkatkannya adalah: a. Menerapkan peraturan yang tegas bagi pekerja bahwa dalam kegiatan penyaradan harus menggunakan APD sesuai standar, terutama sepatu boot. Aturan yang ditetapkan bersifat memaksa dan merupakan syarat utama pekerja untuk melakukan pelaksanaan kegiatan penyaradan. b. Menerapkan peraturan bahwa kegiatan penyaradan harus menggunakan alat bantu berupa sapi-sapi (skidding tong) ataupun alat pemikul lainnya dengan menggunakan pengait dan kegiatan penyaradan dilakukan minimal oleh dua orang untuk semua jenis sortimen AI, AII, dan AIII.

67 53 Untuk alat bantu penyaradan sapi-sapi (skidding tong) merupakan tanggung jawab pihak KPH Bogor dalam menyediakannya. Mandor lapangan sebagai perwakilan pimpinan puncak perusahaan di lapangan memiliki peran penting bagi penerapan aturan yang bersifat tegas dan berfungsi untuk mengawas kegiatan penyaradan agar dilaksanakan sesuai dengan kebijakan yang telah ditentukan Analisis Kompetensi Penerapan K3 Pekerja Pengangkutan a. Uji statistik Wilcoxon antara persepsi supir truk dengan penilaian berdasarkan standar Untuk menentukan besar dan arah hubungan antara penilaian berdasarkan standar dengan penilaian menurut responden dilakukan analisis deskriptif terhadap nilai rata-rata dari jawaban responden berdasarkan pertanyaan yang valid dan reliabel. Besarnya selisih nilai antar aspek kompetensi dapat dilihat pada Tabel 20 pada selisih nilai rata-rata. Tabel 20 Perbedaan nilai aspek kompetensi penerapan K3 antara penilaian pekerja ipengangkutan dengan penilaian berdasarkan standar Knowledge Skill Attitude SA CBA Selisih SA CBA Selisih SA CBA Selisih Nilai Total 41,40 34,80-6,60 41,40 36,20-5,20 38,20 32,80-5,40 Ratarata 3,76 3,16-0,60 3,76 3,29-0,47 3,47 2,98-0,49 Keterangan: SA = self assessment (penilaian subjektif /persepsi responden supir truk) iiiiiiicba = control based assessment (penilaian objektif berdasarkan standar) Pada Tabel 20 dapat dilihat bahwa aspek knowledge pekerja pengangkutan (supir truk) memiliki selisih sebesar -0,60. Berdasarkan uji Wilcoxon menggunakan SPSS versi 19 selisih tersebut merupakan perbedaan yang signifikan, demikian halnya untuk aspek skill dan attitude terdapat perbedaan selisih sebesar -0,47 dan -0,49. Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi yang dimiliki supir truk berbeda dengan penilian yang dilakukan berdasarkan standar. Tanda negatif (-) menunjukkan bahwa penilaian yang dilakukan responden bersifat overestimate terhadap penilaian objektif yang dilakukan sesuai standar. Untuk mengetahui terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi responden dengan penilaian berdasarkan standar, dapat dilihat pada Tabel 21.

68 54 Tabel 21 Hasil uji Wilcoxon antara persepsi pekerja pengangkutan dengan apenilaian berdasarkan standar Nilai Knowledge Skill Attitude Z -2,866-2,044-2,654 Asymp. Sig. (2-tailed) 0,004 0,041 0,008 α 0,05 0,05 0,05 Keterangan: H 0 diterima jika angka probabilitas (asymp.sig) > nilai α Keterangan: H 0 ditolak jika angka probabilitas (asymp.sig) < nilai α Berdasarkan Tabel 21 dapat dilihat bahwa aspek kompetensi (knowledge, skill, attitude) supir truk memiliki nilai probabilitas sebesar (0,004; 0,041; 0,008) yang kurang dari nilai α sehingga hipotesis H 1 diterima atau tolak H 0 (H 0 : tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara persepsi responden dengan penilaian berdasarkan standar). b. Hubungan antar aspek kompetensi pada pekerja pengangkutan Untuk melihat keeratan hubungan antar aspek kompetensi pada pekerja mandor lapangan sebagai strategi untuk meningkatkan aspek kompetensi, dapat dilihat pada Tabel 22. Tabel 22 Hasil uji korelasi Spearman antar aspek kompetensi supir truk Knowledge Skill Attitude Spearman's rho Knowledge Correlation Coefficient 1,000 0,733 * -0,796 * Sig. (2-tailed). 0,010 0,003 N Skill Correlation Coefficient 0,733 * 1,000-0,522 Sig. (2-tailed) 0,010. 0,099 N Attitude Correlation Coefficient -0,796 * -0,522 1,000 Sig. (2-tailed) 0,003 0,099. N Keterangan: * = korelasi signifikan pada taraf nyata 0,05 (2-tailed) H 0 diterima jika angka probabilitas (asymp.sig) > nilai α H 0 ditolak jika angka probabilitas (asymp.sig) < nilai α Berdasarkan hasil perhitungan korelasi peringkat Spearman pada Tabel 22, terdapat korelasi yang signifikan antara aspek knowledge dengan skill dengan nilai koefisien korelasi sebesar 0,733 dan nilai probabilitas (Sig.2-tailed) < nilai α pada selang kepercayaan 95%, atau dapat dikatakan bahwa hipotesis H 0 ditolak (H 0 : tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aspek yang diuji). Untuk hubungan antara aspek knowledge dengan attitude (koefisien korelasi sebesar -0,796) terdapat hubungan yang signifikan (nilai probabilitas (Sig.2-tailed) < nilai α). Namun walaupun terdapat korelasi yang signifikan sebesar 0,796, berdasarkan hasil korelasi yang bernilai negatif maka hubungan

69 55 korelasi bersifat tidak searah. Sarwono (2006) menjelaskan bahwa pada korelasi yang tidak searah, dengan semakin meningkatkan salah satu peubah maka nilai dari peubah lainnya akan semakin rendah sehingga korelasi yang bernilai negatif tidak dapat digunakan sebagai strategi untuk meningkatkan aspek kompetensi pekerja pengangkutan. Untuk hubungan antara aspek skill dengan attitude (koefisien korelasi sebesar -0,522) tidak terdapat hubungan yang signifikan (nilai probabilitas (Sig.2-tailed) > nilai α). Dari hasil analisis pada aspek knowledge diketahui bahwa responden supir truk memiliki nilai rata-rata sebesar 3,16 yang apabila dilihat berdasarkan rataan skala Likert pengetahuan tentang pemahaman K3 responden supir truk berada pada tingkatan cukup. Data hasil kuisioner menunjukkan bahwa perlunya peningkatan pengetahuan supir truk tentang penggunaan APD berupa sepatu boot dan penerapan aturan ketika dilakukan pemuatan. Alat pelindung kaki bagi supir truk tetap menjadi prioritas utama ketika masuk ke dalam lokasi petak tebang. Berdasarkan hasil observasi tidak ada pekerja pengangkutan yang menggunakan sepatu boot dan terdapat beberapa diantaranya termasuk tidak menggunakan pelindung tubuh berupa pekaian tertutup dari tubuh hingga kaki. Supir truk bertugas mencatat panjang, diameter, total volume, dan jumlah sortimen log ketika dilakukan pemuatan oleh penyarad yang disesuaikan dengan jenis kelas sortimen (AI, AII, dan AIII). Dalam pelaksanaannya keseluruhan supir truk melakukan pencatatan dengan tidak safety (sesuai aturan). Supir truk terbiasa melakukan pencatatan sortimen di dalam tempat penampungan kayu (di atas truk) ataupun di dalam kabin. Berdasarkan Permenaker No.1/1978 pasal 7 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam Penebangan dan Pengangkutan Kayu, pekerja dilarang untuk berada dalam kabin dan berada di depan truk sewaktu pemuatan dilakukan. Dalam melaksanakan tugasnya, para supir truk merupakan satu mitra kerja dengan penyarad, sehingga penyarad akan mengikuti kegiatan pengangkutan sampai ke tempat tujuan untuk melakukan kegiatan pembongkaran (unloading). Setelah pemuatan selesai dilaksanakan biasanya para penyarad berada di atas tumpukan kayu ataupun di atas bagian kepala truk. Para penyarad melakukan hal demikian karena bertugas untuk menjaga tumpukan kayu agar selalu termonitor

70 56 hingga ke tempat pembongkaran. Walaupun sudah terbiasa melakukannya, tindakan tersebut dapat dikatakan tidak sesuai dengan aturan keselamatan. Berdasarkan ILO (2002) disebutkan bahwa selain di kabin pekerja dilarang keras naik kendaraan di bagian lain truk pengangkut kayu. Nilai rata-rata aspek attitude responden supir truk sebesar 2,98 yang berada pada tingkat cukup. Berdasarkan hasil wawancara dan data hasil kuisioner, supir truk memahami bahwa dalam kegiatan pengangkutan sebaiknya menggunakan pelindung kaki berupa sepatu boot pada saat berada di areal tebangan dan menggunakan sabuk keselamatan ketika mengemudikan truk. Namun hubungan korelasi yang bernilai negatif (tidak searah) antara aspek knowledge dengan attitude menjelaskan bahwa supir truk telah menyalahgunakan pengetahuan tentang aturan keselamatan kerja yang telah dipahami sehingga dalam pelaksanaan kegiatan pengangkutan tidak menggunakan pelindung kaki dan sabuk keselamatan dengan alasan sudah terbiasa dan lebih nyaman. Hal ini mengakibatkan terdapat kesenjangan antara peraturan sesuai standar yang telah dibuat untuk melindungi kondisi keselamatan dalam kegiatan pengangkutan kayu dengan keadaan sebenarnya di lapangan. Untuk itu perlu dilakukan peningkatan sikap supir truk dalam menggunakan safety belt (sabuk keselamatan) dan pelindung kaki (sepatu boot) ketika melakukan pengangkutan kayu menggunakan truk. Berdasarkan ILO (2002) ketentuan supir truk dalam melaksanakan kegiatan pengangkutan kayu yaitu: a. Memegang lisensi legal yang diharuskan sesuai dengan jenis truk yang dioperasikan b. Mematuhi peraturan lalulintas secara terus menerus c. Mempunyai pengetahuan menyeluruh mengenai instruksi dan peraturan untuk beroperasi khususnya jenis truk yang digunakan d. Dapat melakukan pemeliharaan rutin dan perawatan kecil pada alat angkutan (truk) e. Mempunyai tanggung jawab bahwa truk dimuati dengan benar dan aman (tidak melebihi kapasitas angkut). Secara keseluruhan aspek kompetensi (pengetahuan, keterampilan, dan sikap) responden supir truk tergolong baik dalam melaksanakan pengangkutan

71 57 dengan tidak melebihi kapasitas, melakukan pemeriksaan truk sebelum melakukan kegiatan pengangkutan setiap harinya, dan memegang lisensi legal ketika mengoperasikan alat angkut. Para supir truk sangat mengetahui mengenai kapasitas muat truk harus disesuaikan dengan keadaan kendaraan dan kondisi jalan angkutan, sehingga kapasitas kayu yang diangkut berkisar antara 4m 3 5 m 3. Hal ini berbeda dengan jika kondisi jalan baik (memiliki badan jalan yang rata dan tidak tergenang air pada waktu hujan) maka kapasitas kayu yang diangkut dapat mencapai 7 m 3. Sumber : koleksi pribadi Gambar 13 Kondisi jalan utama angkutan kayu di areal tebangan Kondisi jalan angkutan pada areal tebangan dapat dikatakan tidak baik, hal ini dikarenakan memiliki ukuran lebar sekitar 3 m dengan badan jalan yang tidak rata dan apabila terjadi hujan maka akan terbentuk genangan air yang menyebabkan truk pengangkut tidak dapat masuk ke lokasi tebangan. Adapun untuk meningkatkan aspek knowledge dapat berupa pemberian penyuluhan tentang penggunaan APD (topi pengaman, pakaian tertutup dari tubuh hingga kaki, dan sepatu boot) untuk keselamatan kerja. Untuk meningkatkan aspek attitude dalam kegiatan pengangkutan kayu, hal-hal yang dapat dilakukan pihak KPH Bogor adalah: a. Menetapkan aturan yang bersifat tegas dan memaksa untuk menggunakan APD sebagai salah satu syarat utama melaksanakan kegiatan pengangkutan. b. Memberikan sanksi pengurangan upah kerja apabila diketahui tidak menggunakan sabuk keselamatan (safety belt) dalam melakukan kegiatan pengangkutan kayu.

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di RPH Tenjo Kelas Perusahaan Acacia mangium BKPH Parung Panjang KPH Bogor Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pekerjaan di bidang kehutanan khususnya dalam kegiatan pemanenan kayu merupakan salah satu pekerjaan lapangan dengan resiko pekerjaan yang tinggi. Hal ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden Responden merupakan pekerja (karyawan) maupun mitra kerja perhutani di bidang pemanenan kayu, yang terdiri dari 6 mandor lapangan, 11 pekerja penebangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 14 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni ~ Juli 2012. Berlokasi di RPH Maribaya dan RPH Tenjo, BKPH Parung Panjang, KPH Bogor, Perum

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir Pekerja merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan suatu perusahaan, karena pekerja adalah yang menggerakan faktor-faktor produksi lainnya untuk menghasilkan

Lebih terperinci

ANALISIS ASPEK KOMPETENSI PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DALAM KEGIATAN PEMANENAN KAYU DI KPH NGANJUK PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR

ANALISIS ASPEK KOMPETENSI PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DALAM KEGIATAN PEMANENAN KAYU DI KPH NGANJUK PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR ANALISIS ASPEK KOMPETENSI PENERAPAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DALAM KEGIATAN PEMANENAN KAYU DI KPH NGANJUK PERUM PERHUTANI UNIT II JAWA TIMUR NIAM WAHIDI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH)

IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) IDENTIFIKASI DAN PENGUKURAN POTENSI LIMBAH PEMANENAN KAYU (STUDI KASUS DI PT. AUSTRAL BYNA, PROPINSI KALIMANTAN TENGAH) RIKA MUSTIKA SARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah)

KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah) KETERBUKAAN AREAL DAN KERUSAKAN TEGAKAN TINGGAL AKIBAT KEGIATAN PENEBANGAN DAN PENYARADAN (Studi Kasus di PT. Austral Byna, Kalimantan Tengah) ARIEF KURNIAWAN NASUTION DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

PENINGKATAN PENGETAHUAN DALAM KEGIATAN PENEBANGAN KAYU MELALUI SAFETY GAME PADA SUPERVISOR LAPANG (MANDOR) DI KPH MADIUN RISTY NURTYARTI

PENINGKATAN PENGETAHUAN DALAM KEGIATAN PENEBANGAN KAYU MELALUI SAFETY GAME PADA SUPERVISOR LAPANG (MANDOR) DI KPH MADIUN RISTY NURTYARTI PENINGKATAN PENGETAHUAN DALAM KEGIATAN PENEBANGAN KAYU MELALUI SAFETY GAME PADA SUPERVISOR LAPANG (MANDOR) DI KPH MADIUN RISTY NURTYARTI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Setelah merumuskan hipotesis yang diturunkan secara deduktif dari landasan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Setelah merumuskan hipotesis yang diturunkan secara deduktif dari landasan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Setelah merumuskan hipotesis yang diturunkan secara deduktif dari landasan teoritis pada Bab II, maka langkah berikutnya pada Bab III ini adalah menguji

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT. SARMIENTO PARAKANTJA TIMBER KALIMANTAN TENGAH Oleh : SUTJIE DWI UTAMI E 14102057 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

HUBUNGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN. Oleh TRISNA LESTARI H

HUBUNGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN. Oleh TRISNA LESTARI H HUBUNGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN (Studi Kasus : Bagian Pengolahan PTPN VIII Gunung Mas, Bogor) Oleh TRISNA LESTARI H24103083 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENINGKATAN ASPEK PENGETAHUAN DALAM PERLINDUNGAN K3 PEMANENAN KAYU: APLIKASI SAFETY GAME JANUAR SATYA NUGRAHA

PENINGKATAN ASPEK PENGETAHUAN DALAM PERLINDUNGAN K3 PEMANENAN KAYU: APLIKASI SAFETY GAME JANUAR SATYA NUGRAHA PENINGKATAN ASPEK PENGETAHUAN DALAM PERLINDUNGAN K3 PEMANENAN KAYU: APLIKASI SAFETY GAME JANUAR SATYA NUGRAHA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 PERNYATAAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Upaya perusahaan untuk meningkatkan kemajuannya lebih banyak diorientasikan kepada manusia sebagai salah satu sumber daya yang penting bagi perusahaan.

Lebih terperinci

KINERJA SAFETY GAME UNTUK PENINGKATAN ASPEK PENGETAHUAN K3 SUPERVISOR LAPANGAN DALAM KEGIATAN PENEBANGAN DI KPH BOGOR IKA LESTARI HUTASUHUT

KINERJA SAFETY GAME UNTUK PENINGKATAN ASPEK PENGETAHUAN K3 SUPERVISOR LAPANGAN DALAM KEGIATAN PENEBANGAN DI KPH BOGOR IKA LESTARI HUTASUHUT KINERJA SAFETY GAME UNTUK PENINGKATAN ASPEK PENGETAHUAN K3 SUPERVISOR LAPANGAN DALAM KEGIATAN PENEBANGAN DI KPH BOGOR IKA LESTARI HUTASUHUT DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENINGKATAN PENGETAHUAN PEKERJA PADA ASPEK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) MELALUI INSTRUMEN SAFETY GAME DI KPH KEDIRI SERRLY MARIA INDRAWATI

PENINGKATAN PENGETAHUAN PEKERJA PADA ASPEK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) MELALUI INSTRUMEN SAFETY GAME DI KPH KEDIRI SERRLY MARIA INDRAWATI i PENINGKATAN PENGETAHUAN PEKERJA PADA ASPEK KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) MELALUI INSTRUMEN SAFETY GAME DI KPH KEDIRI SERRLY MARIA INDRAWATI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Lokasi Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian komparatif yaitu penelitian untuk mengetahui apakah antara dua atau lebih dari dua kelompok terdapat perbedaan

Lebih terperinci

Bab 3 METODE PENELITIAN

Bab 3 METODE PENELITIAN Bab 3 METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan dan Metodologi Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kuantitatif. Dengan metode kuantitatif ini diharapkan dapat memberikan penjelasan mengenai perilaku

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian asosiatif. Menurut Sugiyono (2008:11), penelitian asosiatif/ hubungan adalah penelitian yang bertujuan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI TINGKAT PENGETAHUAN K3 DENGAN INSTRUMEN SAFETY GAME DI TPK TRADISONAL RINI KURNIAWATI

IDENTIFIKASI TINGKAT PENGETAHUAN K3 DENGAN INSTRUMEN SAFETY GAME DI TPK TRADISONAL RINI KURNIAWATI IDENTIFIKASI TINGKAT PENGETAHUAN K3 DENGAN INSTRUMEN SAFETY GAME DI TPK TRADISONAL RINI KURNIAWATI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

Lebih terperinci

KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA

KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA KUANTIFIKASI KAYU SISA PENEBANGAN JATI PADA AREAL PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA PUTRI KOMALASARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

ANALISIS BIAYA DAN PRODUKTIVITAS PRODUKSI KAYU PADA HUTAN TANAMAN INDUSTRI (Studi Kasus : PT. Sumatera Riang Lestari-Blok I, Sei Kebaro, Kab.

ANALISIS BIAYA DAN PRODUKTIVITAS PRODUKSI KAYU PADA HUTAN TANAMAN INDUSTRI (Studi Kasus : PT. Sumatera Riang Lestari-Blok I, Sei Kebaro, Kab. ANALISIS BIAYA DAN PRODUKTIVITAS PRODUKSI KAYU PADA HUTAN TANAMAN INDUSTRI (Studi Kasus : PT. Sumatera Riang Lestari-Blok I, Sei Kebaro, Kab. Labuhanbatu Selatan dan Kab. Padang Lawas Utara) SKRIPSI Warsein

Lebih terperinci

KINERJA SAFETY GAME DALAM PENINGKATAN ASPEK PENGETAHUAN K3 PADA LEVEL SUPERVISOR LAPANGAN DI KPH KEDIRI LERFI MARISIANA

KINERJA SAFETY GAME DALAM PENINGKATAN ASPEK PENGETAHUAN K3 PADA LEVEL SUPERVISOR LAPANGAN DI KPH KEDIRI LERFI MARISIANA KINERJA SAFETY GAME DALAM PENINGKATAN ASPEK PENGETAHUAN K3 PADA LEVEL SUPERVISOR LAPANGAN DI KPH KEDIRI LERFI MARISIANA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2013:2).

BAB III METODE PENELITIAN. mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2013:2). BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilimiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono, 2013:2). Tujuan adanya metode

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 30 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian mengandung makna yang lebih luas menyangkut prosedur dan cara melakukan verifikasi data yang diperlukan untuk memecahkan atau menjawab

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. apa yang akan dipakai pakai, karena dengan hal itu akan mepermudah penelitian,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. apa yang akan dipakai pakai, karena dengan hal itu akan mepermudah penelitian, 31 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Dalam penyusunan penelitian seorang peneliti harus menentukan metode apa yang akan dipakai pakai, karena dengan hal itu akan mepermudah penelitian,

Lebih terperinci

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DALAM KEGIATAN PEMANENAN KAYU HASIL PENELITIAN. Oleh :

KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DALAM KEGIATAN PEMANENAN KAYU HASIL PENELITIAN. Oleh : KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA DALAM KEGIATAN PEMANENAN KAYU (Studi Kasus di Areal HTI PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. Sektor Tele, Desa Hutagalung, Kecamatan Harian Boho, Kabupaten Samosir, Propinsi Sumatera

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Penelitian Kerangka penelitian ini adalah langkah demi langkah dalam penyusunan Tugas Akhir mulai dari tahap persiapan penelitian hingga pembuatan dokumentasi

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PEKERJA TENTANG APD TERHADAP PENGGUNAANNYA DI CV. UNGGUL FARM NGUTER

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PEKERJA TENTANG APD TERHADAP PENGGUNAANNYA DI CV. UNGGUL FARM NGUTER HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN PEKERJA TENTANG APD TERHADAP PENGGUNAANNYA DI CV. UNGGUL FARM NGUTER SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan Tati Sri Wahyuni R. 0209054 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Dalam penelitian ini, jenis penelitian

BAB 3 METODE PENELITIAN. dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Dalam penelitian ini, jenis penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk memperoleh data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah

Lebih terperinci

PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI

PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI PENGUJIAN KUALITAS KAYU BUNDAR JATI ( Tectona grandis Linn. f) PADA PENGELOLAAN HUTAN BERBASIS MASYARAKAT TERSERTIFIKASI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, SULAWESI TENGGARA AHSAN MAULANA DEPARTEMEN HASIL HUTAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Tenaga kerja merupakan salah satu asset perusahaan yang paling utama oleh karena itu perlu dibina secara baik. Pada setiap unit IUPHHK-HA PT. Ratah Timber

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN 26 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Usaha restoran saat ini dinilai sebagai bisnis yang berprospek tinggi. Perkembangan usaha restoran di Kota Bogor telah menimbulkan persaingan dalam

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 35 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian menurut metode, penulis menggunakan penelitian survey. Menurut Siregar (2013 : 10), Penelitian survey adalah penelitian yang tidak melakukan

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN PENEBANGAN RATA TANAH UNTUK POHON JATI (Tectona grandis Linn f ) di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur RIZQIYAH

ANALISIS KEBIJAKAN PENEBANGAN RATA TANAH UNTUK POHON JATI (Tectona grandis Linn f ) di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur RIZQIYAH ANALISIS KEBIJAKAN PENEBANGAN RATA TANAH UNTUK POHON JATI (Tectona grandis Linn f ) di KPH Nganjuk Perum Perhutani Unit II Jawa Timur RIZQIYAH DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan mutlak harus disertakan. Metode atau metodologi penelitian ini akan

BAB III METODE PENELITIAN. digunakan mutlak harus disertakan. Metode atau metodologi penelitian ini akan BAB III METODE PENELITIAN. 3.1 Metode Penelitian Dalam menyusun penelitian skripsi, metode atau metodologi penelitian yang digunakan mutlak harus disertakan. Metode atau metodologi penelitian ini akan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Menurut Sugiyono (2008 : 2), Metode Penelitian pada dasarnya

BAB III METODE PENELITIAN. Menurut Sugiyono (2008 : 2), Metode Penelitian pada dasarnya BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Desain Penelitian Menurut Sugiyono (008 : ), Metode Penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Metode penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian Lokasi Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian Lokasi Penelitian 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Subjek Populasi/Sampel Penelitian 3.1.1. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian adalah di SMK Negeri 9 Garut, Jl. Raya Bayongbong Km.7 Desa Panembong Kecamatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif merupakan metode penelitian yang menekankan pada fenomenefenomena

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif merupakan metode penelitian yang menekankan pada fenomenefenomena BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Pendekatan dan Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kuantitatif. Penelitian kuantitatif merupakan metode penelitian yang menekankan pada fenomenefenomena

Lebih terperinci

PENINGKATAN PERLINDUNGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA PEKERJAAN KEHUTANAN ( STUDI KASUS : IUPHHK-HA PT

PENINGKATAN PERLINDUNGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA PEKERJAAN KEHUTANAN ( STUDI KASUS : IUPHHK-HA PT PENINGKATAN PERLINDUNGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA PEKERJAAN KEHUTANAN ( STUDI KASUS : IUPHHK-HA PT. SARMIENTO PARAKANTJA TIMBER, KALIMANTAN TENGAH) ACHMAD ARMANUSAH SALMAN DEPARTEMEN HASIL

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA : STUDI KASUS DI BAGIAN PRODUKSI PT. PUTRA SUMBER UTAMA TIMBER (PT.

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA : STUDI KASUS DI BAGIAN PRODUKSI PT. PUTRA SUMBER UTAMA TIMBER (PT. ANALISIS TINGKAT KEPUASAN TERHADAP PRODUKTIVITAS KERJA : STUDI KASUS DI BAGIAN PRODUKSI PT. PUTRA SUMBER UTAMA TIMBER (PT. PSUT) JAMBI WELLY DWI WAHYUNI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif dengan metode eksperimen semu (quasi eksperimen). Penelitian

BAB III METODE PENELITIAN. kuantitatif dengan metode eksperimen semu (quasi eksperimen). Penelitian BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Pendekatan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian dengan menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode eksperimen semu (quasi eksperimen). Penelitian eksperimen

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi kasus di kawasan usaha agroindustri terpadu

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan studi kasus di kawasan usaha agroindustri terpadu III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini merupakan studi kasus di kawasan usaha agroindustri terpadu Kecamatan Pesisir Selatan Kabupaten Pesisir Barat. Pengumpulan data dalam penelitian

Lebih terperinci

PENINGKATAN PERLINDUNGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA PEKERJAAN KEHUTANAN ( STUDI KASUS : IUPHHK-HA PT

PENINGKATAN PERLINDUNGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA PEKERJAAN KEHUTANAN ( STUDI KASUS : IUPHHK-HA PT PENINGKATAN PERLINDUNGAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) PADA PEKERJAAN KEHUTANAN ( STUDI KASUS : IUPHHK-HA PT. SARMIENTO PARAKANTJA TIMBER, KALIMANTAN TENGAH) ACHMAD ARMANUSAH SALMAN DEPARTEMEN HASIL

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Pegawai merupakan asset utama perusahaan yang menjadi perencana dan pelaku aktif dari setiap aktivitas organisasi. Mereka mempunyai pikiran, perasaan,

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. diperoleh dari kuesioner dimana data diolah dalam bentuk kata-kata yang memiliki

BAB III METODA PENELITIAN. diperoleh dari kuesioner dimana data diolah dalam bentuk kata-kata yang memiliki BAB III METODA PENELITIAN III.1 Jenis dan Sumber Data III.1.1 Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif, yaitu data berupa angka-angka secara tertulis yang meliputi

Lebih terperinci

PENERAPAN SAFETY GAME UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN K3 LEVELPEKERJA DALAM KEGIATAN PENEBANGAN DI KPH MADIUN CHIKA ANNISA YONANDA KUSUMADEWI

PENERAPAN SAFETY GAME UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN K3 LEVELPEKERJA DALAM KEGIATAN PENEBANGAN DI KPH MADIUN CHIKA ANNISA YONANDA KUSUMADEWI PENERAPAN SAFETY GAME UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN K3 LEVELPEKERJA DALAM KEGIATAN PENEBANGAN DI KPH MADIUN CHIKA ANNISA YONANDA KUSUMADEWI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian diperlukan untuk mencapai tujuan penelitian. Metode

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian diperlukan untuk mencapai tujuan penelitian. Metode BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian diperlukan untuk mencapai tujuan penelitian. Metode merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu (Sugiyono,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat (2) menetapkan bahwa Setiap

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat (2) menetapkan bahwa Setiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar 1945 pasal 27 ayat (2) menetapkan bahwa Setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Yang dimaksud dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Bab ini berisikan pernyataan penelitian, hipotesis penelitian, variabel penelitian, responden penelitian, alat ukur penelitian, prosedur penelitian, dan metode analisis data.

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN SIKAP KARYAWAN DALAM USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH

HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN SIKAP KARYAWAN DALAM USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH HUBUNGAN KARAKTERISTIK INDIVIDU DENGAN SIKAP KARYAWAN DALAM USAHA PETERNAKAN SAPI PERAH (Kasus Perusahaan Peternakan Rian Puspita Jaya Jakarta Selatan) SKRIPSI EVA SUSANTI PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. yang disesuaikan dengan tujuan penelitian sehingga dapat melakukan analisis. Berikut. Jenis dan Metode. pelanggan.

BAB 3 METODE PENELITIAN. yang disesuaikan dengan tujuan penelitian sehingga dapat melakukan analisis. Berikut. Jenis dan Metode. pelanggan. BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Untuk mengetahui jenis penelitian yang dilakukan, digunakan desain penelitian yang disesuaikan dengan tujuan penelitian sehingga dapat melakukan analisis.

Lebih terperinci

Nilai Brand Equity Sour Sally

Nilai Brand Equity Sour Sally BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Brand Equity Brand Brand Perceived Brand Awareness Loyalty Quality Association Penyebaran Kuesioner Nilai Brand Equity Sour Sally 46 47 3.2 Metode Pengumpulan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan

III. METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, penulis menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif karena penelitian ini mendeskripsikan variabel tunjangan kinerja

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. tujuan, gambaran hubungan antar variabel, perumusan hipotesis sampai dengan

BAB III METODE PENELITIAN. tujuan, gambaran hubungan antar variabel, perumusan hipotesis sampai dengan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian merupakan rangkaian sistematis dari penjelasan secara rinci tentang keseluruhan rencana penelitian mulai dari perumusan masalah, tujuan,

Lebih terperinci

ANALISIS HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN (Studi Kasus di PT. Arnott s Indonesia) BADAI F

ANALISIS HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN (Studi Kasus di PT. Arnott s Indonesia) BADAI F ANALISIS HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN PRODUKTIVITAS KERJA KARYAWAN (Studi Kasus di PT. Arnott s Indonesia) Oleh : BADAI F34103062 2008 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PERNYATAAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Obyek Penelitian Lokasi penelitian ini adalah Butik Kharisma Indonesia yang berlokasi di Jalan Gajahmada No. 134, Semarang. Obyek penelitian ini adalah karyawan

Lebih terperinci

LIMBAH PEMANENAN DAN FAKTOR EKSPLOITASI PADA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan)

LIMBAH PEMANENAN DAN FAKTOR EKSPLOITASI PADA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan) LIMBAH PEMANENAN DAN FAKTOR EKSPLOITASI PADA PENGUSAHAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI (Studi Kasus di HPHTI PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan) DWI PUSPITASARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Kebutuhan konsumen akan selalu mengalami perubahan dalam hidupnya sejalan dengan perubahan keadaan sosial ekonomi dan budaya yang terjadi pada

Lebih terperinci

PERILAKU KONSUMSI SUSU PADA KONSUMEN KELUARGA DI WILAYAH BABAKAN KECAMATAN DRAMAGA BOGOR SKRIPSI ABDIK DESTRIANA

PERILAKU KONSUMSI SUSU PADA KONSUMEN KELUARGA DI WILAYAH BABAKAN KECAMATAN DRAMAGA BOGOR SKRIPSI ABDIK DESTRIANA PERILAKU KONSUMSI SUSU PADA KONSUMEN KELUARGA DI WILAYAH BABAKAN KECAMATAN DRAMAGA BOGOR SKRIPSI ABDIK DESTRIANA PROGRAM STUDI SOSIAL EKONOMI INDUSTRI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode korelasional. Metode korelasional yaitu suatu cara untuk menemukan hubungan antara variabel-variabel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Jurusan Psikologi

BAB III METODE PENELITIAN. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Jurusan Psikologi BAB III METODE PENELITIAN A. Populasi, Sampel, dan Teknik Sampling 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah level of explanation yaitu penelitian deskriptif dan asosiatif dengan pendekatan kuantitatif. Menurut Siregar (2013, p.15)

Lebih terperinci

ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI

ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI ANGKA BENTUK DAN MODEL VOLUME KAYU AFRIKA (Maesopsis eminii Engl) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DIANTAMA PUSPITASARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Pendahuluan Bagian ini membahas jenis dan sumber data, kerangka sampel, teknik pengumpulan data, definisi operasional, teknik pengujian dan pengukuran instrument penelitian,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 36 BAB III METODE PENELITIAN Bab III membahas mengenai lokasi, populasi, sampel, desain penelitian, metode penelitian, variabel penelitian, definisi operasional, instrumen penelitian, proses pengembangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kuantitatif. Penelitian deskriptif merupakan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif yaitu tentang data

III. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif yaitu tentang data III. METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu suatu metode dalam meneliti status kelompok manusia, suatu objek, suatu kondisi, suatu sistem pemikiran

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ditujukan untuk meneliti objek-objek yang terlibat dalam

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ditujukan untuk meneliti objek-objek yang terlibat dalam BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian ditujukan untuk meneliti objek-objek yang terlibat dalam penelitian, adapun pengertian objek penelitian menurut Sugiyono (2006:13)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi, Populasi, Sampel, dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan pada siswa Program Keahlian Kontrol Proses SMK Negeri 1 Kota Cimahi yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hasil kayu merupakan kegiatan yang paling berat. Kegiatan pemanenan hasil

BAB I PENDAHULUAN. hasil kayu merupakan kegiatan yang paling berat. Kegiatan pemanenan hasil BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pekerjaan di bidang kehutanan termasuk pekerjaan yang berat dan berbahaya. Sessions (2007) juga menjelaskan bahwa pekerjaan di bidang kehutanan merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN III.1 Alur Penelitian Mulai Studi Pustaka Idenifikasi Masalah Pengumpulan Data Data Primer (Data Kuesioner) Data Responden Persepsi Pelanggan Harapan Pelanggan Data Skunder:

Lebih terperinci

Bab II SISTEM PEMANENAN HASIL HUTAN

Bab II SISTEM PEMANENAN HASIL HUTAN Bab II SISTEM PEMANENAN HASIL HUTAN Pengertian sistem Suatu sistem menyangkut seperangkat komponen yang saling berkaitan atau berhubungan satu sama lainnya dan bekerja bersama-sama untuk dapat mewujudkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Utara. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai dengan Juli 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Utara. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai dengan Juli 2012. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah 21 SKPD pada pemerintah Kabupaten Gorontalo Utara. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai dengan Juli 2012.

Lebih terperinci

Bab 3 Desain Penelitian

Bab 3 Desain Penelitian Bab 3 Desain Penelitian Bab ini akan menjabarkan variabel penelitian (definisi operasional dan hipotesis), responden penelitian, desain penelitian, alat ukur penelitian, dan prosedur penelitian. 3.1 Variabel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Dalam penelitian ini yang menjadi objek penelitian adalah kesulitan belajar yang dihadapi siswa dalam mata pelajaran ekonomi pada siswa kelas XI jurusan IPS

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Konseptual English First Bogor adalah lembaga kursus bahasa Inggris yang menggunakan tenaga pengajar penutur asli bahasa Inggris, memiliki jadwal kursus

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. kuantitatif. Menurut Prof. Dr. Sugiyono (2009), metode penelitian

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. kuantitatif. Menurut Prof. Dr. Sugiyono (2009), metode penelitian 35 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan menggunakan metodologi penelitian kuantitatif. Menurut Prof. Dr. Sugiyono (2009), metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan jenis penelitian verifikatif. Penelitian deskriptif merupakan metode penelitian yang

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Persaingan yang semakin ketat, membuat setiap perusahaan harus memiliki suatu keunggulan bersaing agar dapat bertahan dan memenangkan persaingan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. para karyawan, namun pencapaian tujuan belum tentu benar-benar efektif. Jadi pada

BAB I PENDAHULUAN. para karyawan, namun pencapaian tujuan belum tentu benar-benar efektif. Jadi pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Proses manajemen menghendaki adanya keteraturan dalam setiap aktivitas yang dilakukan. Tanpa adanya keteraturan pencapaian tujuan dapat saja diselesaikan oleh

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Dalam melaksanakan penelitian terlebih dahulu ditentukan objek

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Dalam melaksanakan penelitian terlebih dahulu ditentukan objek BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Dalam melaksanakan penelitian terlebih dahulu ditentukan objek penelitian. Objek penelitian merupakan suatu permasalahan yang dijadikan sumber topik

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 48 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian dan Tempat penelitian Metode penelitian ini merupakan penelitian korelasional. Suharsini Arikunto (1998) menyatakan bahwa penelitian korelasional merupakan

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA KERUGIAN AKIBAT KECELAKAAN KERJA DALAM OPERASI PEMANENAN HASIL KAYU

MODEL PENDUGA KERUGIAN AKIBAT KECELAKAAN KERJA DALAM OPERASI PEMANENAN HASIL KAYU 1 MODEL PENDUGA KERUGIAN AKIBAT KECELAKAAN KERJA DALAM OPERASI PEMANENAN HASIL KAYU Ika Lestari Hutasuhut E151160111 Departemen Ilmu Pengelolaan Hutan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor Jalan

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Desain penelitian merupakan desain atau suatu proses yang memberikan arahan atau petunjuk secara sistematis kepada peneliti dalam melakukan proses penelitian.

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Untuk mendapatkan data dalam penelitian ada dua jenis penelitian yang

III. METODELOGI PENELITIAN. Untuk mendapatkan data dalam penelitian ada dua jenis penelitian yang 30 III. METODELOGI PENELITIAN 3.1.1 Jenis Penelitian Untuk mendapatkan data dalam penelitian ada dua jenis penelitian yang digunakan, yaitu: a. Riset Kepustakaan (Library Research) Penelitian kepustakaan

Lebih terperinci

BAB III OBYEK DAN METODE PENELITIAN. Obyek penelitian merupakan variabel-variabel yang menjadi perhatian

BAB III OBYEK DAN METODE PENELITIAN. Obyek penelitian merupakan variabel-variabel yang menjadi perhatian BAB III OBYEK DAN METODE PENELITIAN 1.1. Obyek Penelitian Obyek penelitian merupakan variabel-variabel yang menjadi perhatian peneliti. Objek penelitian merupakan sesuatu yang kita ukur tetapi apa yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN STRES BELAJAR DENGAN GANGGUAN MENSTRUASI PADA MAHASISWI PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN

HUBUNGAN STRES BELAJAR DENGAN GANGGUAN MENSTRUASI PADA MAHASISWI PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN HUBUNGAN STRES BELAJAR DENGAN GANGGUAN MENSTRUASI PADA MAHASISWI PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN Sri Ratna Ningsih & Hikmah Sobri STIKES Aisyiyah Yogyakarta E-mail: myratna_cute@yahoo.co.id Abstract: The

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) DENGAN KEJADIAN KECELAKAAN KERJA PADA PEKERJA DI PT ANEKA ADHILOGAM KARYA CEPER KLATEN

HUBUNGAN ANTARA PERILAKU KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) DENGAN KEJADIAN KECELAKAAN KERJA PADA PEKERJA DI PT ANEKA ADHILOGAM KARYA CEPER KLATEN HUBUNGAN ANTARA PERILAKU KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3) DENGAN KEJADIAN KECELAKAAN KERJA PADA PEKERJA DI PT ANEKA ADHILOGAM KARYA CEPER KLATEN Skripsi ini Disusun Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional. analitik dengan pendekatan cross sectional untuk mempelajari

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional. analitik dengan pendekatan cross sectional untuk mempelajari BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross sectional untuk mempelajari hubungan antara tingkat pengetahuan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini didesain secara non-eksperimental dengan pendekatan kajian

BAB III METODE PENELITIAN Desain Penelitian Penelitian ini didesain secara non-eksperimental dengan pendekatan kajian BAB III METODE PENELITIAN 1.1. Desain Penelitian Penelitian ini didesain secara non-eksperimental dengan pendekatan kajian lapangan (field study), sebab peneliti tidak mengontrol secara langsung variabelvariabelnya,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian ini merupakan penelitian eksplanatori yang bersifat eksplanatory

BAB III METODE PENELITIAN. Tipe penelitian ini merupakan penelitian eksplanatori yang bersifat eksplanatory 28 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Tipe penelitian ini merupakan penelitian eksplanatori yang bersifat eksplanatory research. Penelitian eksplanatory merupakan tipe penelitian yang digunakan

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL INSPEKTORAT JENDERAL DIKLAT METODOLOGI PENELITIAN SOSIAL PARUNG BOGOR, 25 27 MEI 2005 PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA Oleh: NUGRAHA SETIAWAN UNIVERSITAS PADJADJARAN PENGOLAHAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian (research methods) adalah cara-cara yang digunakan oleh peneliti dalam merancang, melaksanakan, pengolah data, dan menarik kesimpulan

Lebih terperinci

*Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sam Ratulangi Manado

*Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Sam Ratulangi Manado HUBUNGAN ANTARA KEBISINGAN DENGAN STRES KERJA PADA ANAK BUAH KAPAL YANG BEKERJA DI KAMAR MESIN KAPAL MANADO-SANGIHE PELABUHAN MANADO TAHUN 2015 Handre Sumareangin* Odi Pinontoan* Budi T. Ratag* *Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian adalah KPP Pratama Gorontalo. Penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian adalah KPP Pratama Gorontalo. Penelitian ini 25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah KPP Pratama Gorontalo. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei 2012 sampai dengan Bulan Desember 2012. 3.2 Desain

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 18 III. METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Pemikiran Persaingan bisnis di sektor pertambangan semakin berkembang. Hal ini menyebabkan PT. Aneka Tambang Tbk membutuhkan karyawan yang berkompetensi untuk mencapai

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN TAMAN MARGASATWA MEDAN SEBAGAI HUTAN KOTA DAN SARANA REKREASI SKRIPSI. Oleh : HIRAS ANDREW A LUMBANTORUAN /MANAJEMEN HUTAN

STUDI PENGEMBANGAN TAMAN MARGASATWA MEDAN SEBAGAI HUTAN KOTA DAN SARANA REKREASI SKRIPSI. Oleh : HIRAS ANDREW A LUMBANTORUAN /MANAJEMEN HUTAN STUDI PENGEMBANGAN TAMAN MARGASATWA MEDAN SEBAGAI HUTAN KOTA DAN SARANA REKREASI SKRIPSI Oleh : HIRAS ANDREW A LUMBANTORUAN 031201002/MANAJEMEN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci