LAPORAN TEKNIS TA 2014

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN TEKNIS TA 2014"

Transkripsi

1 LAPORAN TEKNIS TA 2014 Penelitian Panel Kelautan dan Perikanan Nasional (Panelkanas) Oleh: Andrian Ramadhan, MT Tenny Apriliani, M.Si Dr. Sonny Koeshendrajana Maulana Firdaus, S.Pi Cornelia Mirwantini Witomo, S.St.Pi Lindawati,S.Pi Dr. Achmad Zamroni Istiana, M.Si Subhechanis Saptanto, M.Si Rikrik Rahadian, ME Rizki Aprilian Wijaya, S.Pi Freshty Yulia Arthatiani, S.Pi Nurlaili, S.Sos Riesti Riyanti, S.Si Nurhendra, S.Kom Arifa Desfamita S.Kom Ari Suswandi, A.md Santi Astuti A.Md BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2014

2 LEMBAR PENGESAHAN I LEMBAR PENGESAHAN Satuan Kerja (Satker) : Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Judul Kegiatan Riset : Panelkanas dan Dinamika Nilai Tukar Perikanan Dalam Mendukung Ketahanan Pangan dan Pengentasan Kemiskinan Status : Lanjutan Pagu Anggaran : Rp Tahun Anggaran : 2014 Sumber Anggaran : APBN, DIPA Satker Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Tahun Penanggung jawab kegiatan : Andrian Ramadhan, S.Pi. MT NIP Penanggung jawab Jakarta, Desember 2014 Andrian Ramadhan, S.Pi, MT NIP Mengetahui/Menyetujui: Kepala Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Ir. Tukul Rameyo Adi, MT NIP

3 COPY PROPOSAL TEKNIS II COPY PROPOSAL TEKNIS RENCANA OPERASIONAL KEGIATAN PENELITIAN BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN 1. JUDUL KEGIATAN : Panelkanas dan Dinamika Nilai Tukar Perikanan Dalam Mendukung Ketahanan Pangan dan Pengentasan Kemiskinan 2. SUMBER DAN TAHUN ANGGARAN : APBN STATUS PENELITIAN : Baru Lanjutan *) Hasil penelitian yang diperoleh pada tahun 2013 meliputi hal-hal berikut: (1) Dinamika sosial ekonomi di pedesaan pada empat tipologi kelautan dan perikanan ; (2) nilai tukar yang terkait dengan penerimaan dan pengeluaran rumah tangga; (3) strategi peningkatan produksi perikanan skala rumah tangga; (4) strategi peningkatan pendapatan rumah tangga KP; (5) strategi terkait dengan ketahanan pangan rumah tangga KP. 4. PROGRAM : a. Komoditas : Ikan, Udang, Rumput Laut, Garam b. Bidang/Masalah : - Menurut RPJM : Penanggulangan Kemiskinan - Menurut Kebijakan KKP : Peningkatan Produksi dan Produktivitas - Menurut 7 Fokus Litbang : Prioritas Nasional diluar 7 Fokus Balitbang) c. Penelitian Pengembangan : Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan d. Manajemen Penelitian : Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan e. IKU KKP yang direspon (beri tanda yang dipilih sesuai Tabel 2) Pertumbuhan PDB Perikanan Produksi KP Nilai Tukar Tingkat Konsumsi Jumlah kawasan Konservasi Jumlah Pulau kecil IUU Fishing 5. OUTPUT KEGIATAN PENELITIAN a) TARGET REKOMENDASI YANG DIHASILKAN (JUMLAH) b) DATA DAN INFORMASI (JUMLAH PAKET) c) JUMLAH KARYA TULIS : 5 5 5

4 COPY PROPOSAL TEKNIS III ILMIAH (KTI) 6 PERKIRAAN TEMA REKOMENDASI YANG DIHASILKAN : - 7. LOKASI KEGIATAN : Kota. Sibolga, Kab. Ogan Komering Ilir, Kota. Bitung, Kab. Sambas, Kab. Sampang, Kota Malang, Kota Padang, Kab. Gresik, Kab. Sumenep, Kab. Subang, Kab. Cianjur, Kab. Purwakarta, Kab. Cirebon, Kab. Klungkung, Kab. Jeneponto, Kab. Pangkep, 8. PENELITI YANG TERLIBAT : No N a m a Pendidikan/ Jabatan Fungsional 1 Andrian Ramadhan, S2/ Peneliti MSc Muda 2 Tenny Apriliani, MSi. S2/ Peneliti Muda 3 Maulana Firdaus, SPi. S1/Peneliti Muda 4 Lindawati, SPi. S1/Peneliti Muda 5 Cornelia M. Witomo, SPi. S1/Peneliti Muda Disiplin Ilmu Ekonomi Sumberdaya Pengelolaan Pesisir Sosial Ekonomi Perikanan Sosial Ekonomi Perikanan Manajemen Sumberdaya 6 Dr Achmad Zamroni S3/Pendya Pengelolaan Pesisir 7 Rizki A. Wijaya, SPi. S1/Non Klas Sosial Ekonomi Perikanan 8 Fresthy Y. Arthatiani, S1/Non Klas Sosial SPi. Ekonomi Perikanan 9 Rikrik Rahadian, ME S2/ Peneliti pertama T u g a s (Institusi) Penanggung Jawab Kegiatan Penanggung Jawab SubKegiatan Penanggung Jawab SubKegiatan Penanggung Jawab SubKegiatan Penanggung Jawab SubKegiatan Alokasi Waktu (OB) Anggota 3 Anggota 4 Anggota 3 Ekonomi Anggota 4 10 Istiana, MSi. S2/Pen Muda Sosiologi Anggota 4 11 Nurlaili, Ssi. S1/Peneliti Anthropologi Anggota 3 Pertama 12 Dr Sonny S3/Pen Utama Ekonomi Anggota 1 Koeshendrajana Sumberdaya 9. TUJUAN : Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan kajiankajian generik sosial ekonomi kelautan dan perikanan, yang lebih lanjut akan digunakan untuk mendasari Penelitian yang bersifat problem solving dan prediksi perkembangan sosial ekonomi kelautan dan

5 COPY PROPOSAL TEKNIS IV perikanan serta pengkajian-pengkajian opsi-opsi kebijakan dalam rangka pengentasan kemiskinan dan ketahanan pangan. Untuk itu kegiatan penelitian ini akan bersifat multi-years dengan menggunakan contoh wilayah pedesaan atau bahkan responden yang sama (tetap). Pada tahun 2014 tujuan didasarkan pada acuan penelitian 2014 sebagai berikut: (1) Mengkaji dinamika usaha kelautan dan perikanan pada rumah tangga pada empat tipologi kelautan dan perikanan; (2) Mengkaji dinamika pendapatan rumah tangga kelautan dan perikanan pada empat tipologi kelautan dan perikanan; (3) Mengkaji dinamika pengeluaran rumah tangga kelautan dan perikanan pada empat tipologi kelautan dan perikanan; (4) Mengkaji dinamika indeks nilai tukar perikanan pada pelaku usaha sektor kelautan dan perikanan pada empat tipologi kelautan dan perikanan; 10. LATAR BELAKANG Visi pembangunan kelautan dan perikanan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan sampai dengan tahun 2014 adalah pembangunan kelautan dan perikanan yang berdaya saing dan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Untuk mewujudkan visi tersebut maka misi yang diemban antara lain adalah : (1). Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan ; (2). Meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk kelautan dan perikanan ; dan (3). Memelihara daya dukung dan kualitas lingkungan sumber daya kelautan dan perikanan. Misi tersebut tercermin pada program Kementerian Kelautan dan Perikanan berupa kebijakan yang disusun oleh direktorat jenderal lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang antara lain berupa kebijakan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil terutama kelompok masyarakat yang mata pencahariannya berhubungan langsung dengan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan. Pada sisi lain, sampai saat ini pengukuran secara mikro (pada tingkat rumah tangga) pengungkapan dampak pembangunan masih terbatas dan bersifat sporadis; lebih lanjut, belum dijumpai data dasar di tingkat mikro pada pelaku usaha di pedesaan kelautan dan perikanan yang dapat dijadikan basis bagi perumusan kebijakan bersifat responsif maupun antisipatif. Oleh karena itu, kegiatan penelitian yang mampu menyajikan data dasar secara periodik dalam bentuk penelitian Panel Kelautan dan Perikanan Nasional (PANELKANAS) sangat diperlukan sesuai dengan pertimbangan yang secara diagramatik disajikan pada Gambar 1.

6 COPY PROPOSAL TEKNIS V Kebijakan t -1 Perencanaan Kebijakan t 0 Perencanaan Kebijakan t 1 Perencanaan Kebijakan t 2 Perencanaan Indikator Mikro Indikator Mikro Indikator Mikro Pengolahan data/ Komputasi Data Base Pengolahan data/ Komputasi Data Base Pengolahan data/ Komputasi Data Base Identifikasi Masalah Survai Desain Survai t 0 Pengembangan Survai Desain Survai t 1 Pengembangan Survai Desain Survai t 2 Populasi RT Kelautan dan Perikanan di Indonesia Sampling Desain Populasi contoh t 0 Sistim Monitoring Populasi contoh t 1 Sistim Monitoring Populasi contoh t 2 Gambar 1. Skema Kaitan Penelitian Panelkanas dengan Program Pembangunan Kelautan dan Perikanan Menurut Dimensi Waktu (Sumber: Modifikasi Budiman, 1985). Aspek penting yang dapat diungkapkan melalui kegiatan penelitian PANELKANAS adalah data dan informasi perkembangan usaha, pendapatan dan konsumsi rumah tangga dan kelembagaan usaha sektor kelautan dan perikanan. Disamping itu, hasil yang diperoleh dapat diolah lebih lanjut menjadi salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menilai dampak dari kebijakan pemerintah dalam bentuk pengukuran daya beli (purchasing power) dari rumah tangga kelautan dan perikanan. Pada intinya penelitian PANELKANAS dirancang untuk memantau dan memahami berbagai perubahan jangka panjang profil rumahtangga di daerah pedesaan dengan tipologi perikanan yang berbeda dan mencakup berbagai aspek ekonomi dan sosial, terutama yang berkaitan dengan isu-isu strategis pembangunan kelautan dan perikanan yang berkembang. Beberapa isu terkait diantaranya Kemiskinan, Ketahanan Pangan, Pembangunan Desa Tertinggal, Millenium Development Goals (MDG s), Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), GENDER, Program Pemberdayaan (PUMP/PUGAR), Program Cluster 4 dan Rumput Laut di 7 Provinsi. Program pembangunan kelautan dan perikanan yang telah dilakukan secara menyeluruh selama ini membawa perubahan pada struktur ekonomi pedesaan. Perubahan yang terjadi di pedesaan menyangkut berbagai aspek, antara lain perubahan pada penguasaan aset produktif perikanan, struktur kesempatan kerja, pendapatan, pola konsumsi, penggunaan teknologi dan perubahan kelembagaan pedesaan. Perubahan tersebut membawa dampak positif maupun negatif bagi tatanan kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat pedesaan. Dampak positif diantaranya peningkatan perkapita, peningkatan produksi hasil perikanan, perkembangan di bidang industri perikanan serta menurunnya insiden kemiskinan. Dampak negatif memunculkan berbagai permasalahan antara lain meningkatnya ketimpangan penyebaran pendapatan dan penguasaan aset serta marginalisasi penguasaan usaha perikanan, serta masalah pengangguran dan degradasi kualitas tenaga kerja pedesaan, masalah pada aspek konsumsi, dewasa ini bukan lagi hanya sekedar mengetahui tingkat

7 COPY PROPOSAL TEKNIS VI konsumsi dan pengeluaran masyarakat sebagai refleksi tingkat kesejahteraan rumah tangga. Namun isu kerawanan pangan, kecukupan pangan dan gizi buruk akhir-akhir ini menjadi topik yang mencuat ke permukaan. Masalah kemiskinan sampai saat ini masih tetap menjadi isu strategis, bukan hanya menyangkut insiden kemiskinan namun juga bagaimana strategi masyarakat mengatasi kemiskinan. Penelitian PANELKANAS dirancang untuk mengetahui dinamika atau perubahan ekonomi pedesaan sebagai dampak pembangunan sektor kelautan dan perikanan. 11. PERKIRAAN KELUARAN : Hasil yang diharapkan pada kegiatan penelitian tahun 2014 meliputi jumlah paket data dan informasi, jumlah paket rekomendasi kebijakan, jumlah karya tulis ilmiah dan jumlah laporan hasil riset dengan rincian sebagai berikut : (1) Data dan Informasi : 4 (empat) paket (2) Rekomendasi Kebijakan : 1 (satu) paket (3) Karya Tulis Ilmiah : 5 (lima) paket (4) Laporan Hasil Penelitian : 1 (satu) buah 12. METODOLOGI PENELITIAN : Kerangka Pemikiran Bidang kajian pada penelitian Panelkanas dapat dibagi menurut kelompok sebagai berikut : 1). Perikanan tangkap laut (PTL); 2). Perikanan tangkap perairan umum (PTPU); 3). Perikanan budidaya (PB) dan 4). Produk kelautan (tambak garam). Bidang kajian perikanan tangkap laut merupakan salah satu kajian yang cukup mendapat porsi penting dalam kajian, karena begitu banyak isu isu yang terkait dengan sektor ini pada saat sekarang, diantaranya adalah : kemiskinan nelayan, kenaikan harga BBM, illegal fishing, pengrusakan sumberdaya laut, dan masalah retribusi. Menurut Fauzi (2005) sektor perikanan di Indonesia merupakan suatu sistem yang kompleks karena banyak melibatkan stake holder dimana salah satu bagian dalam sistem itu adalah nelayan yang banyak mendiami wilayah pesisir. Akses yang terbatas di wilayah pesisir menyebabkan para nelayan cenderung hidup dalam kemiskinan sehingga kiranya memang sangat perlu untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru yang dapat mendukung kegiatan perikanan di wilayah pesisir. Dalam rangka pengembangan kawasan pesisir peran serta pemerintah daerah dibutuhkan. Ada dugaan, dari di tingkat pusat, propinsi, kabupaten, kecamatan hingga tingkat desa, komitmen pemerintah masih rendah, dan menjadi salah satu penyebab belum terlaksananya secara maksimal pengembangan kawasan pesisir yang terpadu. Kebijakan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sejak dahulu bertujuan untuk membangun masyarakat pesisir, namun kurang dapat berjalan dengan semestinya, hal itu disebabkan oleh berbagai macam kendala. Oleh karena itu perlu suatu pendekatan yang komprehensif didalam membangun sektor perikanan di Indonesia. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah sustainable livelihood. Pendekatan ini pada dasarnya didesain untuk melihat keberlanjutan mata pencaharian masyarakat perikanan dengan memperhatikan hubungan antar berbagai aspek yang berpengaruh mulai dari kondisi sumber daya, kelembagaan, relasi sosial, kebijakan sampai dengan shock (gejolak)yang seringkali berpengaruh signifikan terhadap usaha. Keseluruhan aspek ini dilihat sebagai faktor-faktor yang akan menentukan strategi mata pencaharian masyarakat. Sementara strategi yang dipilih akan memberikan pengaruh terhadap perkembangan kesejahteraan masyarakat, keberlanjutan mata

8 COPY PROPOSAL TEKNIS VII pencaharian serta keberlanjutan lingkungan. Secara skematis pendekatan sustainable livelihood tersaji pada Gambar 2 berikut : Aset : a. Sumberdaya Alam b. Sumberdaya Fisik c. Sumberdaya Manusia d. Sumberdaya Finansial e. Modal Sosial Kelembagaa n a. Aturan main b. Penguasaan dan Kepemilikan Lahan Pesisir c. Organisasi (formal & Non formal): Relasi Sosial a. Gender b. Kelas Sosial c. Usia d. Pendidikan e. Kesukuan Kebijakan a. Makro Ekonomi b. Sektoral Perkembangan a. Kependudukan b. Kondisi Ekonomi Nasional c. Kondisi Ekonomi Global d. Teknologi e. Harga f. Pasar Gejolak a. Cuaca Buruk/Badai b. Bencana c. Penyebaran Penyakit d. Kontaminasi Limbah e. Perubahan Iklim Strategi Mata Pencaharian/Pen ghidupan Masyarakat - Perikanan Tangkap a. Perikanan Tangkap Laut b. Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan - Perikanan Budidaya a. Budidaya Laut b. Budidaya Air Payau c. Budidaya Air Tawar - Produk Kelautan a. Tambak Garam b. Pariwisata Bahari - Mata Pencaharian Keberlanjutan Mata Pencaharian a. Tingkat Pendapatan b. Stabilitas Pendapatan c. Variasi Pendapatan d. Tingkat Resiko dan Kerawanan Keberlanjutan Lingkungan a. Pesisir dan Laut b. Perairan Umum Daratan Kesejahteraan dan Kualitas Hidup a. Nilai Tukar Perikanan b. Ketahanan Pangan Sumber Dasar Penghidupan Kelembagaan dan Relasi Sosial Kebijakan, Perkembangan dan Gejolak Respon Penghidupan/ Mata pencaharianmasyar Dampak dan Keberlanjutan Penghidupan Gambar 2. Framework Penelitian Panelkanas Menurut Prinsip sustainable livelihood approach Sumber : Modifikasi dari Allison et al (2001) dan Allison et al (2006) Menurut Gambar 2 diatas sumber dasar penghidupan atau mata pencaharian masyarakat pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh kondisi sumberdaya alam, sumberdaya fisik, sumberdaya manusia, sumberdaya finansial dan modal sosial. Sumberdaya alam merupakan modal utama dimana manusia melakukan ekstrasi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ekstrasi ini sangat dipengaruhi oleh kapasitas sumberdaya manusia. Kapasitas ini akan berdampak pada tingkat pemanfaatan dan kerberlanjutan sumberdaya. Oleh karena itu manusia dan aktivitasnya seringkali dilihat sebagai driving force yang akan memberi tekanan terhadap sumberdaya (OECD,2003), begitupun dengan sumberdaya alam yang kemudian akan memberi reaksi balik sehingga terbentuk hubungan yang resiprokal. Pada negara-negara yang telah maju hubungan ini intens didalami karena terkait dengan isu keberlanjutan. Oleh karena itu seringkali respon manusia terhadap perubahan sumberdaya yang semakin menipis dihgambarkan dengan memperbaiki kualitas lingkungan salah satunya mengurangi laku ekstraksi atau memperbaiki kondisi lingkungan agar manfaat sumberdaya tidak terkuras habis dimasa ini.

9 COPY PROPOSAL TEKNIS VIII Namun demikian hal diatas terkadang menjadi polemik pada negara-negara berkembang dimana sering disibukkan oleh isu kemiskinan. Salah satunya di Indonesia dimana respon untuk menyelamatkan keberlanjutan sumberdaya akibat tekanan sumberdaya yang tinggi dihadapkan pada realitas kebutuhan hidup manusia yang semakin meningkat. Oleh karena itu pilihan peningkatan produksi masih menjadi pilihan meski hal ini beresiko terhadap keberlanjutan penghidupan masyarakat sendiri pada masa yang akan datang. Hal ini sejalan dengan Kusnadi (2006) dimana membagi persoalan pembangunan masyarakat pesisir menjadi tiga yakni : (1) masalah sosial yang mencakup isu kemiskinan, kesenjangan sosial, dan konflik sosial nelayan; (2) masalah lingkungan yang mencakup isu kerusakan ekosistem pesisir laut, pulau pulau kecil, dan kelangkaan sumber daya perikanan; serta (3) masalah modal pembangunan yang mencakup isu pengelolaan potensi sumber daya yang belum optimal dan masalah kepunahan desa nelayan atau surutnya peranan ekonomi desa nelayan beserta tradisi maritimnya Keragaman karakteristik penduduk pesisir dapat juga digolongkan sebagai modal pembangunan yang ditentukan oleh kondisi struktur sumber daya ekonomi lokal. Hal ini dikarenakan perbedaan dalam mata pencaharian, dimana nelayan memiliki kecenderungan untuk memiliki sumberdaya secara bersama sama (open access) sedangkan masyarakat petani menghadapi sumber daya yang terkontrol (Satria et al., 2002). Dengan sumber daya yang bersifat open access ini telah menyebabkan nelayan bergerak secara dinamis untuk memperoleh hasil tangkapan yang maksimal. Salah satu modal pembangunan adalah tenaga kerja seperti nelayan potensial yang dapat memberikan kontribusi positif di sektor kelautan dan perikanan. Berdasarkan kerangka konseptual penelitian diatas maka dibuat kerangka kerja penelitian secara operasional berdasarkan tahun pelaksanaan kegiatan. Pada tahun 2014 kegiatan PANELKANAS akan melakukan monitoring terhadap kondisi usaha, pendapatan, konsumsi, dan kelembagaan. Kondisi usaha setidaknya dilihat dari beberapa faktor yaitu investasi, input produksi, tenaga kerja dan kondisi sumberdaya yang dapat dilihat dari dinamika produksi dari tahun ke tahun. Kondisi usaha mempengaruhi pendapatan dan konsumsi rumah tangga yang lebih jauh akan menjadi ukuran kesejahteraan atau kemiskinan masyarakat kelautan dan perikanan. Lebih lanjut indikator kesejahteraan juga diukur dari ketahanan pangan rumah tangga dan nilai tukar perikanan. Secara skematis kerangka penelitian pada tahun 2014 tersaji pada Gambar 3. Berikut Kebijakan Kelembagaan Investasi Input Produksi Tenaga Kerja Sumberd aya Produksi Harga Kemiskinan Pendapatan Nilai Tukar Perikanan Konsumsi Ketahanan Pangan Rekomendasi Kebijakan

10 COPY PROPOSAL TEKNIS IX Keterangan : : Ruang Lingkup Penelitian Panelkanas : Faktor Produksi : Indikator Utama Kemisinan/Kesejahteraan Rumah Tangga Gambar 3. Bagan Alir Keterkaitan Aspek Usaha, Pendapatan dan Konsumsi Rumah Tangga dan Kelembagaan Usaha Kelautan dan Perikanan. Dalam pelaksanaan kegiatan penelitian dibuat tahapan pelaksanaan kegiatan seperti dijabarkan pada Gambar 4 berikut : Pemilihan Lokasi Sampel : 1. Potensi Desa 2. Verifikasi Lapangan 3. Expert Judgement 4. Sentra Produksi Menurut Tipologi Desa Terpilih Penyusunan Profil Desa Identifikasi Pelaku Usaha KP : (Sensus, Wawancara Responden Kunci, Dokumentasi) Survei Monitoring : 1. Usaha 2. Pendapatan 3. Konsumsi 4. Kelembagaan Monitoring Harga Studi Kasus Responden Terpilih Survei Data Dasar : 1. Usaha 2. Pendapatan 3. Konsumsi 4. Kelembagaan Ruang Lingkup Kegiatan Gambar 4. Tahapan Pelaksanaan Penelitian Panelkanas Konsep penelitian PANELKANAS dirancang untuk memonitor dinamika sosial ekonomi desa perikanan sebagai dampak kegiatan pembangunan nasional. Oleh karena itu, menurut Irawan dkk (2006), kegiatan monitoring dan survey serta studi lainnya di dalam kegiatan Penelitian Panelkanas memerlukan beberapa kondisi dalam pelaksanaannya yaitu : 1) konsistensi desa contoh dan rumah tangga contoh; 2) konsistensi metode pengukuran variabel yang diamati; 3) konsistensi kedalaman informasi yang dikumpulkan melalui kuesioner, dan

11 COPY PROPOSAL TEKNIS X 4) konsistensi interval waktu yang digunakan dalam mengkaji perubahan variabel-variabel yang diamati. Ruang lingkup kegiatan penelitian mencakup tipologi perikanan tangkap di laut dan perairan umum daratan, perikanan budidaya dan produk kelautan. Sedangkan aspek yang dimonitor adalah berkaitan dengan perkembangan usaha, pendapatan dan konsumsi rumah tangga. Metoda Analisis Data Analisis data yang akan dilakukan pada penelitian Panelkanas tahun 2014 adalah sebagai berikut : Analisis Deskriptif Analisis ini digunakan dalam rangka menginterpretasikan perkembangan sosial ekonomi masyarakat pedesaan di sektor kelautan dan perikanan mencakup gambaran umum daerah penelitian, dinamika usaha perikanan dan kelautan, struktur dan distribusi pendapatan rumah tangga, dinamika pengeluaran dan konsumsi rumah tangga, dan kondisi kelembagaan ekonomi rumah tangga perikanan dan kelautan. Analisis Finansial Usaha Mengetahui perkembangan usaha di sektor kelautan dan perikanan memerlukan gambaran tentang analisis finansial dari usaha yang dijalankan. Tujuannya untuk memahami kelayakan usaha yang berguna bagi pemerintah, swasta maupun lembaga keuangan dalam pengambilan kebijakan terkait perkembangan usaha di sektor kelautan dan perikanan seperti penyediaan kredit untuk menumbuhkan kembangkan usaha dimasyarakat. Analisis finansial dapat memberikan gambaran sekaligus estimasi dari penerimaan dan pengeluaran bruto pada masa yang akan datang setiap tahun, termasuk biaya-biaya yang berhubungan dengan produksi dan pembayaran kredit yang harus dikeluarkan oleh rumah tangga kelautan dan perikanan (Gittinger, 1986). Pada analisis finansial terdapat beberapa indikator yang umum digunakan sebagaimana berikut : Net Present Value (NPV) NPV memberi gambaran nilai sekarang dari akumulasi penerimaan dan pengeluaran proyek dengan memprediksikan keseluruhan pengeluaran pada masa sekarang dan mendatang. Nilai NPV harus dibobotkan dengan suatu timbangan tingkat suku bunga tertentu sebagai acuan. Suatu proyek dikatakan feasible jika NPV >0. Rumus yang digunakan untuk menghitung NPV adalah: Internal Rate of Return (IRR) n NPV = i=1 Net Cash Flow (1 + rate) i IRR adalah suatu indikator yang menjelaskan pada tingkat suku bunga berapa suatu proyek memberikan nilai NPV = 0. Dengan kata lain suatu proyek dikatakan layak/feasible jika nilai IRR-nya lebih tinggi dibandingkan dengan suku bunga yang berlaku di pasar. Rumus yang digunakan untuk menghitung IRR adalah: n 0 = i=1 Net Cash Flow (1 + IRR) i

12 COPY PROPOSAL TEKNIS XI Payback Period (PP) PB adalah suatu periode yang menjelaskan tingkat pengembalian dari nilai investasi yang ditanamkan. Semakin cepat PB tercapai, makin bagus pula analisa atas suatu proyek. Rumus yang digunakan untuk menghitung PP adalah: n Net Cash Flow 0 = (1 + rate) pay back period i=1 Nilai Tukar Perikanan (NTP) Nilai Tukar Perikanan (NTP) merupakan salah satu indikator kinerja utama (IKU) kementerian kelautan dan perikanan yang dinilai mampu menggambarkan perkembangan penerimaan dan pengeluaran masyarakat secara bersamaan dalam suatu nilai indeks. Pada tahun 2014 analisis nilai tukar perikanan ditujukan untuk melihat dinamika pada indeks nilai yang diterima dan nilai yang diterima oleh pelaku usaha perikanan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perkembangan nilai tukar perikanan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Analisis ini diperlukan dalam pengambilan kebijakan terkait peningkatan kesejahteraan rumah tangga di sektor kelautan dan perikanan. Pada dasarnya konsep NTP merupakan adopsi konsep Nilai Tukar Petani (NTP) yang telah lama digunakan oleh Kementerian Pertanian untuk mengukur perkembangan kesejahteraan petani karena berhubungan erat dengan pendapatan dan pengeluaran yang menjadi tolak ukur kesejahteraan. Nilai tukar petani lahir sebagai jawaban akan kebutuhan data yang bersifat makro agar dapat menjadi landasan pengambilan kebijakan di sektor pertanian. Konsep ini dimulai pertama kali pada tahun 1981 yang dilakukan oleh tim UNDIP dimana memasukkan data-data sekunder pada tingkat kecamatan dan tingkat kabupaten. Meski hasil temuan telah menunjukkan bahwa turunnya nilai tukar tidak selalu mengindikasikan turunnya ekonomi produksi dan data di tingkat kabupaten tidak mencerminkan nilai tukar yang nyata ditingkat desa, konsep ini terus dikembangkan pada level provinsi pada tahun 1983 (Rakhmat, 2000). BPS kemudian menjadikan tahun tersebut sebagai tahun dasar dan memulai perhitungan Nilai Tukar Petani dengan menggunakan indeks Laspeyres. Awalnya perhitungan dilakukan di 4 provinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, dan Jawa Timur. Perkembangan selanjutnya dilakukan pada 10 provinsi lainnya di luar P. Jawa pada tahun Perhitungan NTP selama ini dilakukan dengan mengacu pada naik turunnya harga dengan mengadopsi model Laspeyres. Model tersebut secara umum digunakan untuk mengukur perubahan indeks harga (price index) yang kemudian dijustifikasi untuk menghitung indeks harga yang diterima dan harga yang dibayar oleh masyarakat. Menurut Hutabarat (1995), nilai tukar produk primer dapat digunakan sebagai indikator kesejahteraan rumah tangga di pedesaan. Indikator ini sangat ditentukan oleh perilaku harga barang dan jasa di pedesaan. Harga produk primer pedesaan umumnya cenderung berfluktuasi dan nilai riilnya menurun. Hipotesis nilai tukar Prebisch-Singer (Prebisch, 1964; Singer, 1984) menunjukkan penurunan nilai tukar dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti: (1) rendahnya elastisitas pendapatan dari produk primer; dan (2) perubahan teknologi pada pengembangan produk primer. Beberapa penelitian telah menguatkan hipotesis Prebisch-Singer tersebut, seperti Spraos (1980), Grilli dan Yang (1988), dan Cuddington dan Urzua (1989).

13 COPY PROPOSAL TEKNIS XII Merujuk pada konsep nilai tukar pertanian, maka mulai dikembangkan konsep nilai tukar perikanan. Awalnya nilai tukar perikanan merupakan bagian dari sub sektor pertanian. Seiring dengan berdirinya kementerian kelautan dan perikanan, maka pada tahun 2008 BPS bekerjasama dengan pusat data dan informasi kementerian kelautan dan perikanan (KKP) menghitung secara terpisah nilai tukar perikanan (NTP). Nilai tukar perikanan tersebut meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya dengan tahun dasar adalah Awalnya perhitungan NTP masih menggabungkan kedua sektor tersebut. Namun karena struktur biaya antara perikanan tangkap dan budidaya berbeda, maka NTP model ini tidak dapat mencerminkan NTP menurut sektor perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Merujuk pada kelemahan pelaksanaan NTP diatas, maka BPS dan KKP mulai melakukan pemisahan melalui program kerjasama penyusunan diagram timbang untuk kedua bidang yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Dalam rangka tersebut, secara bertahap BPS melakukan survey penyusunan diagram timbang dimulai dari dua provinsi pada tahun 2008 yaitu Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah. Selanjutnya tahun 2009 lokasi pengambil sampel menjadi 5 propinsi yaitu Sumatra Utara, Banten, DI. Yogyakarta, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Tahun 2010 lokasi pengambilan sampe untuk penghitungan diagram timbang dilaksanakan di delapan propinsi yaitu Provinsi Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan. Pada tahun 2011 ini kegiatan serupa dilakukan pada 18 provinsi yaitu Provinsi Aceh, Riau, Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua. Sampai dengan saat ini, data hasil penyusunan ini masih belum dipublikasikan secara resmi. Namun demikian telah dihasilkan diagram timbang untuk perikanan tangkap dan perikanan budidaya menurut provinsi. Sementara NTP yang dipublikasikan oleh BPS sampai dengan saat ini masih mengadopsi metode lama yaitu menggabung antara perikanan tangkap dan pembudidaya ikan. Secara umum perhitungan NTP menggunakan indeks Laspeyres yang dimodifikasi baik pada komponen indeks yang diterima maupun yang dibayar. Namun sebelum nilai indeks dihitung, dibuat terlebih dahulu diagram timbang menurut provinsi. Diagram timbang adalah bobot/nilai masing-masing jenis komoditas hasil produksi perikanan dan barang/jasa yang termasuk dalam paket komoditas. Sementara paket komoditas adalah sekelompok komoditas perikanan yang dihasilkan oleh nelayan/pembudidaya ikan dan barang/jasa yang digunakan baik untuk proses produksi perikanan maupun untuk keperluan rumah tangga nelayan/pembudidaya ikan di daerah pedesaan untuk suatu periode tertentu (BPS,2011). Tujuan penyusunan diagram timbang adalah untuk mendapatkan ukuran yang proporsional dari komoditas yang masuk dalam pengukuran. Ukuran atau bobot tersebut kemudian menjadi penentu besarnya pengaruh dalam pembentukan nilai indeks. Penyusunan diagram timbang pada sisi yang diterima memerlukan data produksi yang dihasilkan, jumlah produksi yang dijual dan harga jual produsen. Langkah selanjutnya membagi produksi yang dijual dengan produksi yang dihasilkan untuk mencari persentase marketed surplus. Marketed surplus digunakan karena nelayan/pembudidaya ikan tidaklah menjual seluruh produksi yang dihasilkan. Dalam penghitungan nilai Marketed Surplus digunakan rumus: NMSi 0 0 MSi Pi Qi Keterangan: NMSi : Nilai produksi yang dijual tahun dasar untuk jenis komoditas i % MSi : Persentase Marketed Surplus untuk jenis komoditas i : Rata-rata harga produsen tahun dasar untuk jenis komoditas i Pi

14 COPY PROPOSAL TEKNIS XIII Qi : Kuantitas produksi tahun dasar untuk jenis komoditas i Pada pelaksanaannya, perhitungan NMSi menggunakan data sekunder pada tingkat provinsi. Data sekunder yang digunakan adalah data produksi perikanan menurut jenis ikan. Data primer hanya menghasilkan % MSi yang merupakan rata-rata % MSi dari seluruh responden pada provinsi yang akan diukur. Oleh karena itu nilai % NMSi merupakan perpaduan antara data primer dan sekunder. Hal tersebut secara tersirat mengasumsikan bahwa seluruh data produksi perikanan baik tangkap/budidaya pada tingkat provinsi adalah data produksi dari seluruh hasil tangkapan dan bukan hasil yang djual saja. Nilai NMSi disebut juga sebagai penimbang komoditas (W) dalam perhitungan indeks harga yang diterima (It) dan indeks harga yang dibayar (Ib) dengan menggunakan indeks laspeyres yang dimodifikasi seperti dibawah ini (KKP dan BPS, 2011) : k P( n) i P( n 1) iqoi i 1 P( n 1) i I n 100 k P Q atau I n k i 1 i 1 RH k i 1 ( n) i W oi W oi oi ( n 1) i 100 Keterangan: In : Indeks bulan berjalan (n) P(n)i : Harga rata-rata jenis barang i pada bulan n P(n-1)i : Harga rata-rata jenis barang i pada bulan n-1 P(n)i P(n - 1)i : Relatif harga jenis barang I (RHni) P(n-1)i Qoi : Nilai produksi/konsumsi/biaya (penimbang) jenis barang i pada bulan n-1atau W(n-1)i Poi Qoi : Nilai produksi/konsumsi/biaya (penimbang) jenis barang i pada tahun dasar atau Woi k : Jumlah jenis barang yang tercakup dalam paket komoditas Metode pengukuran dengan menggunakan metode diatas menurut Ramadhan et., al. (2012) ternyata memiliki sejumlah kelemahan dan tidak dapat digunakan sebagai indikator kesejahteraan masyarakat. Hal ini didasari oleh metode penghitungan yang mengabaikan perubahan kuantitas produksi yang pada kenyataannya produksi memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap penerimaan pelaku usaha. Sebaliknya dinamika harga yang menjadi faktor penentu justru seringkali berbanding terbalik dengan kesejahteraan masyarakat. Naiknya hargaharga pada komponen yang diterima mengindikasikan terjadinya kelangkaan hasil perikanan akibat musim paceklik atau gagal panen secara masal. Oleh karena itu pada penelitian ini metode penghitungan NTP dimodifikasi dengan mengadopsi model indeks nilai yang merupakan perbandingan dari nilai yang terbentuk dari harga dan kuantitas (Lind et al, 2007). Indeks ini mengukur perubahan nilai antar waktu sehingga menggambarkan rasio dari nilai yang terbentuk. Menurut Nazar (2012) indeks nilai menunjukkan perubahan nilai uang dari satu periode ke periode lainnya. Secara matematis indeks nilai dapat ditulis secara sederhana sebagai berikut : VI = n P i 1 1 i=1 Q i n P 0 0 i Q i i=1

15 COPY PROPOSAL TEKNIS XIV Keterangan : VI Pi 1 Pi 0 Qi 1 Qi 0 = Value Index (indeks nilai) = Harga barang ke i pada saat ini = Harga barang ke i pada awal pengamatan = Kuantitas barang ke i pada saat ini = Kuantitas barang ke i pada saat awal pengamatan Dinamika Usaha (produksi), Pendapatan dan Konsumsi Rumah Tangga Sektor Kelautan dan Perikanan Dinamika produksi perikanan yang dihasilkan oleh rumah tangga perikanan terkait dengan usaha pada bidang perikanan tangkap laut, perikanan budidaya, perikanan perairan umum daratan dan produk kelautan (garam). Dinamika produksi ini diperoleh dari data series data panel sejak tahun 2006, perkembangan produksi dapat menjadi acuan untuk menyusun strategi peningkatan produksi dari perikanan rakyat (budidaya/produk kelautan). Dinamika perubahan pendapatan rumah tangga perikanan terkait bidang perikanan tangkap laut, perikanan budidaya, perikanan perairan umum daratan dan produk kelautan (garam). Dinamika perubahan pendapatan ini dapat menjadi acuan untuk mengembangkan bentuk-bentuk kelembagaan perikanan atau mata pencahariaan alternatif untuk meningkatkan pendapatan rumah tangga perikanan. Dinamika konsumsi merupakan bagian penting dalam penelitian ini untuk menyerap hasil produksi yang dihasilkan oleh rumah tangga perikanan. Pada tahun 2014 ini, konsumsi rumah tangga perikanan yang dipelajari mencakup dua hal : 1) terkait dengan pengeluaran rumah tangga perikanan dikeluarkan untuk konsumsi dan (2) investasi. Untuk konsumsi terdiri dari konsumsi pangan maupun non pangan sedangkan untuk investasi terdiri dari investasi usaha dan pendidikan. Analisis Data Panel Analisis data panel digunakan untuk mengetahui perkembangan data dari beberapa tipologi dalam suatu model yang utuh. Model data panel pada dasarnya merupakan gabungan antara data cross section dan data time series. Suliyanto (2011) mendefinisikan data panel sebagai data yang dikumpulkan dari beberapa objek dengan beberapa waktu. Analisis data panel dapat diklasifikasikan menurut kesimbangan datanya yakni menjadi 1. Panel data seimbang yaitu kondisi data dimana unit cross section-nya memiliki jumlah observasi time series yang sama (balanced panel) 2. Panel data tidak seimbang yaitu kondisi data dimana unit cross section-nya memiliki jumlah observasi time series yang tidak sama (unbalanced panel) Model regresi data panel dilakukan berdasarkan asumsi yang dibuat. Asumsi tersebut dapat dilakukan terhadap beberapa kemungkinan berikut (Hsiao, 2004) : 1. Intersep dan slope adalah tetap (konstan) sepanjang waktu dan antar individu, sedangkan sisaan berbeda antar waktu dan antar individu. Perbedaan intersep dan slope dijelaskan oleh peubah gangguan. 2. Slope adalah tetap, tetapi intersep berbeda antar individu. 3. Slope adalah tetap, tetapi intersep berbeda baik antar waktu maupun antar individu. 4. Intersep dan slope berbeda antar individu. 5. Intersep dan slope berbeda antar waktu dan antar individu Berdasarkan asumsi diatas maka beberapa kemungkinan persamaan regresi untuk analisis data panel dapat ditulis sebagai berikut

16 COPY PROPOSAL TEKNIS XV 1. Regresi data panel dengan asumsi intercept dan koefisien slope konstan sepanjang waktu Yit = β0 + β1 X1it +β2x2it 2. Regresi data panel dengan asumsi slope konstan, tetapi intercept bervariasi untuk setiap individu a. Berbeda antar individu Yit =α0+ α1d(ptl)+ α1d(ptpud)+ α1d(pb)+ α1d(pk) + β1 X1it +β2x2it + µit b. Berbeda antar waktu dan antar individu Yit =λ0 + λ1dum1t + λ2dum2t λn-1dumnt-1 + β1 X1it +β2x2it + µit 3. Regresi data panel dengan asumsi slope konstan, tetapi intercept bervariasi untuk setiap individu dan waktu Yit = α0+ α1d(ptl)+ α1d(ptpud)+ α1d(pb)+ α1d(pk) + λ0 + λ1dum1t + λ2dum2t λn-1dumnt-1 + β1 X1it +β2x2it + µit 4. Regresi data panel dengan asumsi semua koefisien bervariasi untuk setiap individu Yit =α0+ α1d(ptl)+ α1d(ptpud)+ α1d(pb)+ α1d(pk) + β1 X1it +β2x2it + 1(DPTL.X1it) + 2(DPTL.X2it) + 3(DPTPUD.X1it) + 4(DPTPUD.X2it) + 5(DPB.X1it) + 6(DPB.X2it) + 7(DPK.X1it) + 7(DPK.X2it) + µit Keterangan : i = unit waktu t = periode waktu PTL = Perikanan Tangkap Laut PTPUD = Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan PB = Perikanan Budidaya PK = Produk Kelautan Analisis Ketimpangan Pendapatan Analisis ketimpangan pendapatan diukur untuk mengetahui tingkat ketimpangan pendapatan dari pelaku usaha kelautan dan perikanan. Alat analisis yang digunakan untuk mengukur ketimpangan didekati dengan Indeks Gini (Gini Indeks Ratio) yang dikembangkan oleh Szal dan Robinson (1977). Secara umum perhitungan indeks Gini dirumuskan sebagai berikut: G = (1 n 2 ) i j (y i y j ) / Y Dimana: n = total individu atau grup y = pendapatan individu Y = pendapatan rata rata grup i = 1,..., n j = 1,..., n Penghitungan Indeks Gini dilakukan untuk pendapatan total rumah tangga, pendapatan yang bersumber dari sektor perikanan dan pendapatan dari sektor non perikanan. Besaran masing masing pendapatan tersebut diukur dalam Rp / Kapita / Tahun dan dihitung untuk kelompok rumah tangga secara total. Hasil perhitungan nilai Indeks Gini dapat diklasifikasikan menjadi tiga bagian yaitu ringan jika nilai G < 0.4, sedang jika 0.4 < G < 0.5, dan berat jika nilai G > 0.5 (Oshima, 1976 dalam Syukur et.al, 1988).

17 COPY PROPOSAL TEKNIS XVI Tabel 1. Matriks Metode Analisis Data Penelitian PANELKANAS T.A 2014 Tujuan Metode Analisis Data Mengkaji Dinamika Usaha Kelautan - Statistik Deskriptif; Dan Perikanan Pada Rumah Tangga - Kajian Pustaka/Desk Study; Pada Empat Tipologi Kelautan Dan - Analisis mendalam tdp dinamika usaha yang Perikanan; dihasilkan oleh rumah tangga perikanan dan kelautan. Mengkaji Dinamika pendapatan pada Empat Tipologi Kelautan Dan Perikanan;; Mengkaji Dinamika Pengeluaran Rumah Tangga Kelautan Dan Perikanan Pada Empat Tipologi Kelautan Dan Perikanan Mengkaji dinamika nilai tukar perikanan tentang intervensi harga yang diterima dan harga yang dikeluarkan oleh rumah tangga perikanan; - Analisis Data Panel - Statistik Deskriptif; - Kajian Pustaka/Desk Study; - Analisis mendalam tdp dinamika perubahan pendapatan rumah tangga perikanan dan kelautan; - Analisis Data Panel - Statistik Deskriptif; - Kajian Pustaka/Desk Study; - Analisis mendalam tdp dinamika pengeluaran oleh rumah tangga perikanan dan kelautan. - Analisis Data Panel - Indeks Nilai Tukar Perikanan dengan Indeks Nilai; - Dekomposisi Nilai Tukar; - Kajian Pustaka/Desk Study. - Analisis Data Panel Waktu dan lokasi Lokasi Penelitian ini mengikuti lokasi yang telah diidentifikasi sejak tahun 2006 dengan pertimbangan mewakili seluruh tipologi desa kelautan dan perikanan. Lokasi tersebut meliputi Jawa dan Luar Jawa Lokasi penelitian di tahun 2014 mengikuti lokasi yang telah teridentifikasi sejak tahun Hal ini dilakukan dengan pertimbangan penelitian yang bersifat panel sehingga harus menjaga konsistensi lokasi. Pada tahun ini keseluruhan lokasi akan dikaji berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya serta penelusuran data sekunder. Sementara lokasi pengambilan data primer kegiatan hanya dilakukan pada 8 lokasi (Tabel 2).

18 COPY PROPOSAL TEKNIS XVII Tabel 2. Ringkasan Lokasi Pelaksanaan Kegiatan Penelitian Panelkanas Tahun 2014 Sub Bidang Provinsi Kabupaten// Kota Desa Sampel Tipologi Perikanan Pelagis Kecil dan Sumatera Utara Sibolga Aek Habil Demersal Kalimantan Barat* Sambas Penjajab Demersal dan Demersal Sulawesi Utara* Bitung Batu Lubang Pelagis Besar PTL Pelagis Kecil dan Jawa Barat* Cirebon Gebang Mekar Demersal Pelagis Kecil dan Jawa Timur Sampang Ketapang Barat Demersal JawaTimur* Malang Tambak Rejo Pelagis Besar Sumatera Barat Padang Batang Arau Pelagis Besar PTPUD Sumatera Selatan OKI Berkat Rawa Banjiran Jawa Barat* Purwakarta Panyindangan Waduk Jawa Barat* Cianjur Cikidang Bayabang Budidaya Ikan KJA Jawa Timur Gresik Pangkah Wetan Budidaya Tambak PB Sulawesi Selatan Pangkep Talaka Budidaya Tambak Bali* Klungkung Batu Nunggul Budidaya Laut Jawa Barat Subang Sumur Gintung Bdudidaya Kolam Jawa Timur* Sumenep Pinggir Papas Garam PK (Garam) Sulawesi Selatan Jeneponto Pallengu Garam Keterangan: PTL : Perikanan Tangkap Laut; PTPUD : Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan; PB : Perikanan Budidaya; PK : Produk Kelautan. * : Lokasi Pengambilan Data Primer Tahun 2014 Data Yang Dikumpulkan Data yang dikumpulkan mencakup kelompok data pendukung analisis usaha, pendapatan dan konsumsi (terlampir) rumah tangga responden terpilih. Teknik pengumpulan data Pengumpulan data sekunder dimaksudkan untuk menyusun data-data pendukung dalam penentuan lokasi kegiatan. Pada tahap awal data primer didapat dari diskusi pakar dan workshop. Diskusi pakar merupakan sarana yang digunakan untuk mendapatkan expert judgement setelah melihat data-data sekunder yang telah didapat. Diskusi pakar dilakukan dalam rangka verifikasi data-data sekunder dengan kondisi dilapangan, untuk menentukan lokasi desa contoh pada masing-masing kabupaten. Workshop atau semiloka dilakukan untuk koordinasi dan mendapatkan masukan dari berbagai lembaga-lembaga terkait dan tokoh-tokoh masyarakat setempat.

19 COPY PROPOSAL TEKNIS XVIII Panel data panel merupakan data berkala yang dikumpulkan dari responden (baik individu maupun keluarga) yang sama. Panel data panel dikumpulkan melalui survei penampang lintang terhadap sejumlah responden yang dilakukan secara berkala. Desa contoh di setiap propinsi dipilih secara sengaja (sesuai dengan tujuan) dengan mempergunakan beberapa pertimbangan keberadaan sistem usaha perikanan (perikanan tangkap dan perikanan budidaya) serta jenis perairan (perairan laut, pantai dan air tawar). Pada tahun 2014, pengumpulan data primer dilakukan melalui mekanisme survei monitoring pada masing-masing lokasi terpilih sesuai dengan aspek atau tema yang ditentukan seperti tertera pada Tabel 2. Pengambilan data primer tersebut dilakukan dengan bantuan instrumen (kuesioner) terstruktur terhadap 40 responden rumah tangga mewakili tipologi yang telah ditentukan terdahulu. Hasil Penelitian Sebelumnya Pembangunan sektor kelautan dan perikanan merupakan suatu proses yang dinamis, yang dalam jangka panjang akan merubah kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di sektor kelautan dan perikanan terutama nelayan dan pembudidaya ikan. Untuk mengetahui perkembangan dan perubahan sosial ekonomi yang mendasar di tingkat pedesaan, yang bersumber dari rumah tangga nelayan dan pembudidaya ikan diperlukan antara lain adalah data dasar (base line) mengenai kondisi rumah tangga perikanan dari 4 tipologi utama yaitu Perikanan Tangkap Laut (PTL), Perikanan Tangkap Umum Daratan (PTPUD), Perikanan Budidaya (PB) dan Produk Kelautan-Garam (PK-GARAM). Salah satu ukuran kelayakan usaha adalah R/C ratio. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tipologi perikanan tangkap laut secara umum masih layak karena nilai R/C ratio masih diatas satu. Data tahun 2009 menunjukkan nilai R/C ratio yang masih cukup tinggi untuk beberapa lokasi. Pada Desa ketapang Barat rasio tertinggi dimiliki oleh jaring Lampara yakni rata-rata sebesar 1,55. Di Desa Gebang Mekar rasio tertinggi dimiliki oleh jaring Lampara yakni rata-rata sebesar 2,89. Di Desa Penjajap, Sambas rasio tertinggi dimiliki oleh jaring Lampara Dasar yakni rata-rata sebesar 1,89. Di Desa Batu Lubang, Bitung rasio tertinggi dimiliki oleh Pancing Tuna sebesar 3,17. Di Kelurahan Aek Habil, Sibolga rasio terbesar untuk alat tangkap purse seine yaitu sebesar 0,99. Untuk usaha perikanan tangkap laut di Desa Batu Lubang, Bitung, terjadi penurunan rasio terbesar pada kelompok alat tangkap Tuna Longline yang mencapai 16,75 %. Di Desa Gebang Mekar, peningkatan rasio terbesar terjadi pada kelompok alat tangkap Cantrang yang mencapai 3,316 %. Di Desa Penjajap, Sambas, peningkatan rasio terbesar terjadi pada kelompok alat tangkap Rawai yang mencapai 66,77 %. Di Desa Ketapang Barat, Sampang peningkatan rasio terbesar terjadi pada kelompok alat tangkap Jaring Loang yang mencapai 2,04 %. Untuk Kelurahan Aek Habil, peningkatan rasio terbesar terjadi pada kelompok alat tangkap purse seine yaitu sebesa 0,22 %. Bila dibandingkan dengan perkembangan yang terjadi data pada tahun 2009 mengalami penurunan bila dibandingkan dengan tahun Meski belum sampai ke taraf yang merugikan khususnya pada lokasi Desa Ketapang Barat dan Kelurahan Batu Lubang. Gejala penurunan usaha perikanan tangkap juga terus terekam pada tahun penurunan tersebut disebabkan oleh produktivitas usaha yang semakin menurun. Hal ini diukur dari semakin rendahnya rasio penerimaan biaya yang diperoleh. Pada periode 2009 dan 2013 nilai R/C ratio juga tercatat mengalami penurunan sebesar 44,4% dari 3,3 menjadi 1,8. Faktor penyebab dari penurunan produktivitas adalah penurunan produksi dan penurunan harga jual. Penurunan produksi terjadi pada beberapa lokasi yaitu Cirebon, Sibolga, dan Sambas. Kondisi sumberdaya yang menurun membuat usaha penangkapan ikan semakin menurun. Pada lokasi Bitung terjadi penurunan harga yang cukup signifikan (30%). Harga Tuna yang menjadi komoditas utama nelayan di Bitung ditentukan oleh pasar luar negeri sehingga penurunan harga

20 COPY PROPOSAL TEKNIS XIX tersebut disebabkan oleh faktor-faktor yang berasal dari luar. Satu-satunya lokasi perikanan tangkap yang mengalami peningkatan adalah Sampang yang mengalami musim ikan teri cukup panjang pada tahun Salah satu faktor penting didalam usaha perikanan tangkap laut adalah membengkaknya biaya-biaya operasional akibat kenaikan harga BBM. Kondisi ini membuat usaha penangkapan ikan secara umum semakin sulit dibandingkan dengan sebelumnya. Pada perikanan tangkap perairan umum daratan kondisi yang terjadi relatif terjadi peningkatan. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya rata-rata harga jual ikan di semua lokasi. Pada perikanan Budidaya terindikasi mengalami penurunan keuntungan usaha. Pada tahun usaha budidaya di KJA mengalami penurunan sebesar 69.60% dari Rp menjadi Rp Kondisi tersebut memberikan pengaruh pada konsumsi RTP KJA tahun 2009 menurun sebesar 66% dari tahun 2007 menjadi Rp Faktor penyebab penurunan keuntungan RTP KJA adalah kenaikan harga pakan dan benih pada komponen biaya. Sedangkan keuntungan usaha dari RTP pembudidaya tambak mengalami kenaikan sebesar Rp yaitu dari Rp tahun 2008 menjadi Rp pada tahun Peningkatan keuntungan usaha budidaya tambak belum memberikan pengaruh pada pengeluaran RTP karena sebagian besar hasil usaha digunakan untuk pemenuhan kebutuhan primer. Keuntungan usaha pembudidaya rumput laut dipengaruhi oleh luas lahan budidaya. Pembudidaya yang mempunyai lahan lebih dari 2 are, keuntungan per tahunnya relatif konstan atau meningkat, sedangkan pembudidaya yang lahannya kurang dari 2 are keuntungannya mengalami penurunan. Penghasilan usaha budidaya rumput laut sebagian besar digunakan untuk pemenuhan kebutuhan hidup terutama untuk konsumsi dan pengeluaran rutin bulanan. Dinamika perikanan budidaya sampai dengan tahun 2013 menunjukkan gejala terjadinya penurunan usaha. Beberapa lokasi yang mengalami penurunan diantaranya adalah Subang, Klungkung, Cianjur dan Gresik. Faktor penyebab menurunnya usaha bervariasi pada masingmasing lokasi. Pada lokasi Subang penurunan terjadi karena pembudidaya kesulitan mendapatkan induk. Pada Klungkung penurunan terjadi karena gagal panen akibat cuaca buruk. Sedangkan pada budidaya ikan di Cianjur penurunan usaha terjadi karena kenaikan biaya usaha yang lebih besar bila dibandingkan dengan kenaikan penerimaan yang diperoleh pembudidaya. Kondisi yang sama juga ditunjukkan pada usaha tambak garam yang cenderung mengalami penurunan akibat panjangnya musim hujan pada lokasi penelitian. Usaha tambak garam baik di Jeneponto maupun di Sumenep menguntungkan, hal ini terlihat dari nilai ratio penerimaan dan biaya > 1. Sumber pendapatan rumah tangga selain dari pergaraman diperoleh dari usaha lain seperti nelayan, tani, buruh, atau pegawai kelurahan. Pengeluaran konsumsi pangan rumah tangga petambak didominasi oleh bahan pokok beras, lauk pauk ikan segar dan pengeluaran untuk rokok. Keragaan konsumsi non pangan didominasi oleh pendidikan, rekening pulsa dan perayaan keagamaan. Pengeluaran konsumsi rumah tangga masih dominan untuk konsumsi pangan dibandingkan non pangan, hal ini mengindikasikan bahwa tingkat kesejahteraan rumah tangga masih rendah. Kelembagaan input, pemasaran dan tenaga kerja di Jeneponto dan Sumenep tersedia dengan baik, untuk kelembagaan modal dipenuhi dari pinjaman yang berasal pedagang pengiumpul atau keluarganya. Untuk mengakses permodalan dari lembaga resmi masih terasa sulit terpenuh

21 COPY PROPOSAL TEKNIS XX 13. ANGGARAN : MA Rincian Komponen Pembiayaan Jumlah Jumlah (%) Belanja Bahan 74,400, Honor Terkait Output Kegiatan 28,000, Belanja Sewa 29,900, Belanja Jasa Profesi 25,400, Belanja Perjalanan Biasa 229,400, Belanja Perjalanan dinas paket meeting dalam kota 84,800, Belanja Perjalanan dinas paket meeting luar kota 101,400, Jumlah 573,300, RENCANA OPERASIONAL KEGIATAN : Tahun 2014 RENCANA KERJA Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sept Okt Nop Des A Persiapan Identifikasi data hasil penelitian Tabulasi data hasil penelitian konsultasi dan perumusan teknik analisis data penelitian pembuatan ROKP penyusunan kuesioner (penyempurnaan kuesioner tahun sebelumnya) B Pengumpulan data primer C Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan data Analisis data D Pelaporan - Laporan bulanan - Pembuatan Draft Lap Tengah Tahun (dan tabulasi data sementara th 2014) - perbaikan lap tengah tahun - Pembuatan Draft Lap Akhir Tahun - Perbaikan Lap Akhir Tahun E Sosialisasi - Workshop - Semiloka

22 XXI 15. TAHAPAN PEMBIAYAAN : MA Rincian Komposisi TRIWULAN Jumlah Pembiayaan I II III IV (Rp) Belanja Bahan 9,520,000 31,080,000 28,000,000 5,800,000 74,400, Honor terkait ouput keg. 14,000,000 14,000,000 28,000, Belanja Sewa 14,950,000 14,950,000 29,900, Belanja Jasa Profesi 3,000,000 9,000,000 6,000,000 7,400,000 25,400, Belanja Perjalanan Biasa 12,800, ,300,000 87,500,000 20,800, ,400, Belanja Perjalanan Dinas 31,800,000 53,000,000 84,800,000 Dalam Kota Belanja Perjalanan Dinas 16,900,000 33,800,000 16,900,000 33,800, ,400,000 Luar Kota Jumlah 42,220, ,930, ,350, ,800, ,300,000

23 KATA PENGANTAR XXII KATA PENGANTAR Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa, bahwa atas petunjuk dan karunia-nya, sehingga laporan teknis kegiatan Penelitian Panel Kelautan dan Perikanan Nasional (Panelkanas) dan Dinamika Nilai Tukar Perikanan Dalam Mendukung Ketahanan Pangan dan Pengentasan Kemiskinan dapat diselesaikan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Kegiatan Penelitian panelkanas dilakukan pada tahun 2014 dibiayai dari APBN tahun Pada laporan akhir tahun, ini dikemukakan hasil yang dicapai dalam pelaksanaan kegiatan riset, termasuk hasil studi pustaka dan temuan di lapangan yang terkait dengan dinamika usaha dan pendapatan rumah tangga di empat tipologi yaitu Perikanan Tangkap Laut (PTL), Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan (PTPUD), Perikanan Budidaya dan Produk Kelautan (Garam). Selain itu, pada laporan akhir tahun 2014 ini dilakukan juga berbagai analisis data data panelkanas di tahun tahun sebelumnya yaitu tahun yang meliputi analisis perkembangan usaha , analisis pertumbuhan dan indeks ketidakstabilan, analisis indeks nilai tukar, dan analisis indeks ketimpangan pendapatan. Pada bagian akhir laporan ini dikemukakan saran tindak lanjut berupa rekomendasi kebijakan yang diperlukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan perikanan tangkap laut maupun perikanan tangkap perairan umum, pembudidaya dan petambak garam. Terima kasih yang sebesar-besarnya kami sampaikan kepada Kepala Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan (BBPSEKP), yang telah memberikan kesempatan untuk dapat melaksanakan penelitian ini. Terima kasih yang sama, kami sampaikan pula kepada berbagai pihak yang turut membantu sehingga terlaksananya kegiatan penelitian ini, terutama sesama tim peneliti dan laboratorium data, hingga selesainya laporan akhir ini. Laporan teknis ini merupakan hasil optimal yang dapat dilakukan oleh tim berdasarkan ketersediaan sumber daya yang ada. Meskipun demikian, disadari bahwa hasil yang dilaporkan tersebut masih terdapat kelemahan dan kekurangan. Semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak, terutama Direktorat Teknis terkait di Departemen Kelautan dan Perikanan, antara lain Ditjen Perikanan Tangkap, Ditjen Budidaya, Ditjen KP3K, serta pemerintah daerah setempat. Saran perbaikan yang bersifat positif konstruktif sangat diharapkan guna perbaikan laporan ini dan pelaksanaan kegiatan penelitian panelkanas ke depan. Jakarta, Desember 2014 Tim Peneliti Panelkanas 2014

24 RINGKASAN XXIII RINGKASAN Penelitian Panel Perikanan Nasional (PANELKANAS) merupakan sebuah Penelitian yang dirancang untuk memonitor dinamika sosial ekonomi desa perikanan sebagai dampak kegiatan pembangunan nasional. Kegiatan ini merupakan studi yang bersifat panel mikro yang memiliki kelebihan untuk menjelaskan perkembangan yang terjadi pada tipologi usaha kelautan dan perikanan serta perbedaan-perbedaannya menurut waktu. Dengan dasar keberadaan manfaat panel tersebut maka Panelkanas menjadi penting untuk dilaksanakan Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan kajian-kajian generik sosial ekonomi kelautan dan perikanan, yang lebih lanjut akan digunakan untuk mendasari Penelitian yang bersifat problem solving dan prediksi perkembangan sosial ekonomi kelautan dan perikanan serta pengkajianpengkajian opsi-opsi kebijakan dalam rangka pengentasan kemiskinan dan ketahanan pangan. Untuk itu kegiatan penelitian ini akan bersifat multi-years dengan menggunakan contoh wilayah pedesaan atau bahkan responden yang sama (tetap). Secara spesifik tujuan penelitian pada tahun 2014 adalah : (1) Mengkaji dinamika usaha kelautan dan perikanan pada rumah tangga pada empat tipologi kelautan dan perikanan; (2) Mengkaji dinamika pendapatan rumah tangga kelautan dan perikanan pada empat tipologi kelautan dan perikanan; (3) Mengkaji dinamika pengeluaran rumah tangga kelautan dan perikanan pada empat tipologi kelautan dan perikanan; dan (4)Mengkaji dinamika indeks nilai tukar perikanan pada pelaku usaha sektor kelautan dan perikanan pada empat tipologi kelautan dan perikanan. Lokasi penelitian ini mengikuti lokasi yang telah diidentifikasi sejak tahun 2006 dengan pertimbangan mewakili seluruh tipologi desa kelautan dan perikanan. Lokasi tersebut meliputi Jawa dan Luar Jawa Lokasi penelitian di tahun 2014 mengikuti lokasi yang telah teridentifikasi sejak tahun Hal ini dilakukan dengan pertimbangan penelitian yang bersifat panel sehingga harus menjaga konsistensi lokasi. Pada tahun ini keseluruhan lokasi akan dikaji berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya serta penelusuran data sekunder. Sementara lokasi pengambilan data primer kegiatan hanya dilakukan pada 8 lokasi meliputi Bidang Perikanan Tangkap Laut (Bitung, Malang, Cirebon dan Sambas), Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan (Purwakarta), Perikanan Budidaya (Klungkung dan Cianjur) dan Produk Kelautan (Sumenep). Data yang dikumpulkan mencakup kelompok data pendukung analisis usaha, pendapatan dan konsumsi (terlampir) rumah tangga responden terpilih. Pada tahun 2014, pengumpulan data primer dilakukan melalui mekanisme survei monitoring pada masing-masing lokasi terpilih sesuai dengan aspek atau tema yang ditentukan. Pengambilan data primer tersebut dilakukan dengan bantuan

25 RINGKASAN XXIV instrumen (kuesioner) terstruktur terhadap 40 responden rumah tangga mewakili tipologi yang telah ditentukan terdahulu. Data yang dikumpulkan kemudian dianalisis untuk menjawab empat tujuan penelitian. Tujuan pertama hingga ketiga dijawab melalui metode analysis deskriptif, deskstudy, Analisis mendalam tdp dinamika usaha, pendapatan dan pengeluaran rumah tangga perikanan dan kelautan serta Analisis Data Panel. Sedangkan tujuan ke empat dijawab melalui metode analisis Indeks Nilai Tukar Perikanan dengan Indeks Nilai, Dekomposisi Nilai Tukar, Kajian Pustaka/Desk Study dan Analisis Data Panel Kondisi dinamika sosial ekonomi rumah tangga kelautan dan perikanan menunjukkan berfluktuasi antar tahunnya. Fluktuasi produksi dan harga masih berimbas positif pada penerimaan dan keuntungan usaha. Hal ini terlihat dari perkembangannya yang selalu positif dalam kurun waktu dengan ratarata peningkatan sebesar 11,8% dan 32,3%. Kondisi ini menunjukkan bahwa kondisi usaha pelagis besar masih cukup menguntungkan secara nominal sehingga berpotensi untuk terus dikembangkanuksi yang positif sebesar 21% per tahun. Produksi pada tahun 2010 tercatat sebesar 3,5 ton per kapal pertahun dan pada tahun 2013 tercatat sebesar 4,9 ton per kapal pertahun. Penurunan produksi yang cukup tajam terjadi pada tahun 2012 dimana menurun sebesar 33% dari tahun sebelumnya. Dari sisi harga tercatat kecenderungan kenaikan sebesar 7% pertahun meski variasi antar tahun cukup tinggi. Fluktuasi produksi dan harga masih berimbas positif pada penerimaan dan keuntungan usaha. Hal ini terlihat dari perkembangannya yang selalu positif dalam kurun waktu dengan rata-rata peningkatan sebesar 11,8% dan 32,3%. Kondisi ini menunjukkan bahwa kondisi usaha pelagis besar masih cukup menguntungkan secara nominal sehingga berpotensi untuk terus dikembangkan. Berdasarkan data monitoring produksi dan harga Data Perikanan Tangkap Pelagis Kecil-Demersal yang dilakukan semenjak tahun 2010 diketahui bahwa produksi terus mengalami penurunan sementara harga yang diterima oleh nelayan secara keseluruhan mengalami peningkatan. Rata-rata persentase penurunan produksi -18,5% pertahun. Sebaliknya, harga rata-rata yang diperoleh nelayan per kg ikan naik sebesar 13,2% per tahunnya. Secara ringkas situasi ini menunjukkan gejala over fishing yang kuat. Perkembangan penerimaan dan keuntungan usaha terekam semakin menurun begitu pula dengan pendapatan usaha yang diperoleh sebesar -6.5% pertahun. Penurunan ini bisa lebih besar dimasa yang akan datang bila melihat gejala penurunan yang terjadi. Pada umumnya budidaya perikanan mengalami pertumbuhan yang positif dilihat dari sisi penerimaan dan pendapatan usaha. Peningkatan penerimaan terbesar terjadi pada rumput laut (18.38%) yang diikuti dengan KJA (17.6%), tambak (10.4%), dan kolam (7.4%). Peningkatan penerimaan memberi peningkatan yang cukup berarti pada pendapatan usaha yaitu sebesar 19.36%

26 RINGKASAN XXV pada budidaya rumput laut, 26.5% pada KJA, 15.3% pada tambak dan 26,1% pada kolam. Berdasarkan hasil monitoring diketahui bahwa peningkatan penerimaan budidaya disebabkan oleh meningkatnya produksi dan harga hampir pada seluruh jenis budidaya. Produksi perikanan tangkap perairan umum daratan semenjak tahun 2010 terpantau terus mengalami penurunan. Rata-rata penurunan produksi per unit kapal sebesar -11,8%. Penurunan kondisi sumberdaya diduga menjadi penyebab turunnya produksi hasil tangkapan masyarakat. Selain itu harga jual ikan hasil tangkapan yang terus menurun juga membuat minat melakukan penangkapan ikan semakin turun. Penurunan upaya penangkapan yang berdampak pada penurunan produksi akhirnya berdampak langsung pada pendapatan nelayan perairan umum daratan. Terlihat semenjak tahun 2010 penerimaan dan pendapatan usaha terus mengalami penurunan yang cukup berarti yaitu -17,8% per tahun. Faktor utama yang mempengaruhi penerimaan dan keuntungan usaha petambak garam adalah banyaknya produksi dan harga yang diterima. Berdasarkan hasil yang diperoleh diketahui bahwa produksi garam mengalami penurunan pada tahun 2012 dan tahun Hal ini disebabkan oleh jumlah hari panas yang berkurang sehingga panen tidak optimal. Pada saat yang bersamaan terjadi perbaikan harga jual garam. Penurunan produksi pada tahun 2012 sebesar 36% dari tahun sebelumnya. Secara rata-rata laju penurunan produksi adalah - 12,7% pertahun. Kenaikan harga garam yang cukup tinggi semenjak tahun 2012 menjadi berkah tersendiri bagi para petambak garam. Meskipun produksi menurun pada tahun 2012 ternyata tidak membuat penerimaan dan pendapatan usaha menurun dan bahkan sebaliknya. Penurunan pendapatan terjadi pada tahun 2013 seiring dengan penurunan tipis harga jual garam yang diterima petambak garam. Bila dihitung secara rata-rata, pertumbuhan penerimaan dan pendapatan petambak garam adalah 2,8% dan 2,3% pertahun. Rata-rata pendapatan rumah tangga nelayan pada tipologi pelagis kecil dan demersal periode tahun adalah sebesar Rp /thn. Rata-rata laju kenaikan pendapatan rumah tangga yaitu sebesar 2% per tahun. Besarnya pendapatan rumah tangga perikanan sangat tergantung pada sumber pendapatan dari sektor perikanan, hal ini dapat dilihat dari besarnya distribusi pendapatan dari sektor perikanan mencapai 88% dari total pendapatan rumah tangga dan untuk distribusi pendapatan dari sektor non perikanan sebesar 12%. Besarnya pendapatan rumah tangga yang bersumber dari sektor perikanan (usaha penangkapan ikan) mengindikasikan bahwa rumah tangga nelayan pada tipologi pelagis kecil dan demersal sangat tergantung pada sektor perikanan (sumberdaya perikanan). Fluktuasi pendapatan terbesar terjadi pada tahun , yaitu terjadi peningkatan pendapatan sebesar 82%, namun pada tahun terjadi penurunan pendapatan sebesar 62%. Fluktuasi pendapatan antar tahun

27 RINGKASAN XXVI pada rumah tangga dominan dipengaruhi oleh besar kecilnya penerimaan usaha dari sektor penangkapan ikan. Hal ini tidak terlepas dari karakteristik usaha penangkapan ikan yang bersifat musiman. Untuk Rata-rata pendapatan rumah tangga nelayan pada tipologi pelagis kecil dan demersal periode tahun adalah sebesar Rp ,-/thn. Rata-rata laju kenaikan pendapatan rumah tangga yaitu sebesar 9% per tahun. Besarnya pendapatan rumah tangga perikanan sangat tergantung pada sumber pendapatan dari sektor perikanan, hal ini dapat terlihat dari besarnya distribusi pendapatan dari sektor perikanan mencapai 84% dari total pendapatan rumah tangga dan untuk distribusi pendapatan dari sektor non perikanan sebesar 16%. Sama halnya dengan rumah tangga nelayan pada tipologi pelagis kecil dan demersal, fluktuasi pendapatan rumah tangga antar tahun sangat dipengaruhi oleh besarnya penerimaan pendapatan dari sektor perikanan, Karakteristik usaha penangkapan tuna yang bersifat musiman sangat mempengaruhi pendapatan rumah tangga. Untuk pendapatan rumah tangga dari sektor non perikanan relatif stabil nilainya antar tahun. Rata-rata pendapatan rumah tangga dari sektor non perikanan yaitu sebesar Rp ,-/tahun, Hal ini dikarenakan sifat pekerjaan pada sektor non perikanan yang tetap, seperti penyedia jasa bahari dan pertanian (siklus panen yang tetap). Tingkat pendapatan rumah tangga nelayan peraitan umum daratan masih relatif rendah yaitu sebesar Rp per tahun atau sekitar 2 juta rupiah perbulan. Rata-rata pendapatan nelayan perairan umum daratan tersebut mengalami peningkatan sebesar 24% pertahun. Namun demikian pendapatan yang diterima oleh nelayan perairan umum daratan dari hasil penangkapan mengalami tren yang negatif semenjak tahun 2010 sebesar 15.4% per tahun. Hal ini disebabkan oleh kondisi usaha penangkapan yang dirasa semakin sulit dan kurang memberikan daya tarik bagi nelayan. Sebaliknya pendapatan dari non nelayan meningkat cukup tajam baik yang berasal dari usaha perikanan lainnya seperti budidaya maupun usaha non perikanan seperti dibidang pertanian, buruh dan jasa lainnya. Pendapatan dari perikanan budidaya misalnya meningkat 133.8% per tahunnya. Sementara pendapatan dari non perikanan tercatat meningkat sebesar 33,3% tahunnya. Proporsi pendapatan dari usaha perikanan tangkap perairan umum daratan saat ini hanya tercatat sebesar 23,4% dibandingkan sumber lainnya. Perbandingan sumber pendapatan perikanan dan non perikanan adalah 53% berbanding 47%. Pendapatan rumah tangga pembudidaya ikan secara umum mengalami peningkatan sebesar 2.6% pertahun. Rata-rata pendapatan rumah tangga pembudidaya ikan dari seluruh sumber pendapatan adalah Rp perbulan. Meski mengalami pertumbuhan positif ternyata pendapatan yang bersumber dari usaha perikanan budidaya justru mengalami penurunan sebesar -

28 RINGKASAN XXVII 2.4% pertahun. Sebaliknya, pendapatan rumah tangga dari sektor non budidaya perikanan menunjukkan kecenderungan yang positif yang kuat yaitu sebesar 21,7% pertahun. Kondisi ini membuat proporsi pendapatan rumah tangga dari perikanan dan non perikanan semakin bergeser. Awal pengamatan di tahun 2007 menunjukkan proporsi pendapatan perikanan yang mencapai 84%. Pada akhir pengamatan proporsi pendapatan perikanan melorot menjadi hanya sebesar 56% saja. Situasi ini menunjukkan bahwa daya tarik pendapatan dari luar usaha budidaya ikan yang semakin kuat sehingga mulai mengimbangi sumber pendapatan rumah tangga. Rata-rata pendapatan rumah tangga petambak garam diketahui sebesar Rp atau Rp perbulan dengan proporsi pendapatan adalah 68% dari usaha tambak garam dan 32% dari non tambak garam. Laju peningkatan pendapatan sebesar 17% per tahun dimana cukup tinggi bila dibandingkan dengan rata-rata inflasi yang hanya berkisar 5-6% saja pertahun. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan pendapatan secara riil. Secara lebih detil, peningkatan pendapatan yang bersumber dari usaha tambak garam rata-rata sebesar 12% per tahun dan dari sumber non garam 49%. Besarnya peningkatan dari non garam menunjukkan adanya diversifikasi sumber pendapatan rumah tangga untuk mengurangi ketergantungan terhadap usaha tambak garam. Rata-rata pengeluaran pangan dan non pangan rumah tangga nelayan pada tipologi pelagis kecil dan demersal periode tahun yaitu sebesar Rp ,-/tahun. Distribusi pengeluaran pangan lebih besar dari pada pengeluran non pangan. Untuk distibusi pengeluaran pangan yaitu sebesar 65% dan untuk non pangan sebesar 35%. Rata-rata kenaikan pengeluaran rumah tangga yaitu sebesar 4% per tahun. Besar kecilnya nilai pengeluaran rumah tangga dominan dipengaruhi oleh jumlah anggota rumah tangga dan perubahan harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga. Rata-rata kenaikan pengeluaran konsumsi pangan sebesar 4% dan untuk pengeluaran non pangan sebesar 7%. Rata-rata pengeluaran pangan dan non pangan rumah tangga nelayan pada tipologi pelagis besar periode tahun yaitu sebesar Rp ,- /tahun. Distribusi pengeluaran pangan lebih besar dari pada pengeluran non pangan. Untuk distibusi pengeluaran pangan yaitu sebesar 57% dan untuk non pangan sebesar 43%. Rata-rata kenaikan pengeluaran rumah tangga yaitu sebesar 6% per tahun. Besar kecilnya nilai pengeluaran rumah tangga dominan dipengaruhi oleh jumlah anggota rumah tangga dan perubahan harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga. Rata-rata kenaikan pengeluaran konsumsi pangan sebesar 4% dan untuk pengeluaran non pangan sebesar 12%. Rata-rata pengeluaran total rumah tangga perikanan budidaya mengalami kenaikan 6,1% dari tahun yaitu sebesar Rp /tahun.

29 XXVIII Komposisi pengeluaran total rumah tangga lebih dari 70% berasal dari pengeluaran non pangan. Rata-rata kenaikan pengeluaran non pangan sebesar 4% dan untuk pengeluaran non pangan sebesar 6%. Besaran pengeluaran total rumah tangga sangat dipengaruhi oleh jumlah anggota rumah tangga serta perubahan harga barang yang dikonsumsi oleh anggota rumah tangga. Indeks nilai tukar perikanan bidang perikanan tangkap laut (tipologi pelagis kecil dan demersal) sangat fluktuatif antar bulan pengamatan. Disaat terjadi musim paceklik kecenderungan indeks nilai tukar nelayan akan berada dibawah 100 dan pada saat musim panen/penangkapan ikan maka indeks nilai tukar nelayan akan berada diatas 100. Secara keseluruhan rata-rata indeks nilai tukar nelayan pada tipologi pelgis kecil dan demersal berkisar antara 90 sampai dengan 97 dengan perkembangan positif rata-rata mencapai 24%. Indeks nilai tukar perikanan pada bidang perikanan tangkap laut cenderung dipengaruhi secara dominan oleh pengeluaran rumah tangga untuk usaha dan penerimaan usahanya. Untuk pengeluaran rumah tangga untuk konsumsi pangan lebih kecil pengaruhnya terhadap perubahan indeks nilai tukar nelayan. Distribusi pengeluaran rumah tangga untuk usaha terbesar yaitu bersumber dari bahan bakar minyak (BBM) yang mencapai 60% terhadap total nilai yang dibayarkan. Nilai tukar pembudidaya berfluktuatif pada bulan pengamatan. Pada umumnya dari bulan Januari 2012 hingga Oktober 2014 semua jenis komoditas yang dipanen, mengalami peningkatan harga. Secara keseluruhan dari tahun rata-rata indeks nilai tukar pembudidaya bergerak naik hampir 10% dari 100 pada tahun 2012 sebagai tahun dasar penghitungan menjadi rata-rata 109,8 pada tahun Peningkatan indeks nilai tukar pembudidaya memberi arti bahwa kenaikan dari sisi yang dibayar oleh rumah tangga pembudidaya lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan yang terjadi pada sisi penerimaan. Indeks nilai yang diterima secara rata-rata mengalami peningkatan sebesar 17.5% pertahun sedangkan indeks yang dibayar mengalami peningkatan rata-rata sebesar 11,6% Rekomendasi kebijakan yang dapat dirumuskan berdasarkan hasil penelitian tahun 2014 sesuai dengan output yang diharapkan adalah sebanyak 5 (lima) paket rekomendasi. Topik yang diangkat pada tahun ini adalah (1) Memperkuat Sistem Jaminan Sosial Nelayan (2) Penanggulangan Kemiskinan Rumah Tangga Nelayan Tradisional, (3) Stabilisasi Harga Ikan Untuk Menjaga Keberlanjutan Usaha Nelayan Perikanan Tangkap, (4) Penetapan Harga Dasar Rumput Laut Nasional, (5) Pengendalian Harga Garam Nasional.

30 DAFTAR ISI XXIX DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN... I COPY PROPOSAL TEKNIS... II KATA PENGANTAR... XXII RINGKASAN... XXIII DAFTAR ISI... XXIX DAFTAR TABEL... XXXII DAFTAR GAMBAR... XXXVIII DAFTAR LAMPIRAN... XLII BAB I. PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 3 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA... 4 Dinamika Sosial Ekonomi Rumah Tangga Perikanan... 4 Struktur Dan Disribusi Penguasaan Asset Rumah Tangga Perikanan... 5 Struktur Dan Disribusi Pendapatan Rumah Tangga Perikanan... 5 Struktur Pengeluaran Dan Konsumsi Rumah Tangga Perikanan... 6 Nilai Tukar Rumah Tangga Perikanan... 7 BAB III. METODOLOGI... 9 Kerangka Pemikiran... 9 Waktu dan Lokasi Penelitian Metode Pengumpulan Data Metode Analisis Data Analisis Deskriptif Analisis Finansial Usaha Pertumbuhan dan Indeks Ketidakstabilan (Growth and Instability Index) Indeks Ketimpangan Pendapatan (Gini ratio) BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA Struktur Usaha Perikanan Perikanan Tangkap Laut Perikanan Perairan Umum Daratan Perikanan Budidaya Produk Kelautan Perkembangan Usaha Perikanan Perikanan Tangkap Laut... 67

31 DAFTAR ISI XXX Perikanan Perairan Umum Daratan Perikanan Budidaya Produk Kelautan BAB V. STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN Perikanan Tangkap Laut Pelagis Besar (Kota Bitung) Pelagis Besar (Kabupaten Malang) Pelagis Kecil Demersal (Kabupaten Sambas) Perikanan Perairan Umum Daratan Perairan Waduk (Kabupaten Purwakarta) Perikanan Budidaya Perikanan Budidaya Rumput Laut (Kabupaten Klungkung) Perikanan Budidaya KJA (Kabupaten Cianjur) Produk Kelautan Komoditas Garam (Kabupaten Sumenep) BAB VI. STRUKTUR PENGELUARAN DAN DINAMIKA KONSUMSI Perikanan Tangkap Laut Pelagis Besar (Kota Bitung) Pelagis Besar (Kabupaten Malang) Perikanan Perairan Umum Daratan Perairan Waduk (Kabupaten Purwakarta) Perikanan Budidaya Budidaya Rumput Laut (Kabupaten Klungkung) Budidaya KJA (Kabupaten Cianjur) Produk Kelautan Garam BAB VII. PERTUMBUHAN DAN INDEKS KETIDAKSTABILAN Aktivitas Usaha Kelautan dan Perikanan Pendapatan Usaha Kelautan dan Perikanan BAB VIII. INDEKS NILAI TUKAR Perikanan Tangkap Laut Pelagis Besar (Kota Bitung) Pelagis Besar (Kabupaten Malang) Perikanan Perairan Umum Daratan Perairan Waduk (Kabupaten Purwakarta) Perikanan Budidaya Budidaya Rumput Laut (Kabupaten Klungkung) Budidaya Keramba Jaring Apung (Kabupaten Cianjur) Produk Kelautan Garam

32 XXXI BAB IX. INDEKS KETIMPANGAN PENDAPATAN Rumah Tangga Perikanan Tangkap Laut Rumah Tangga Perikanan Tangkap Perairan Umum Rumah Tangga Perikanan Budidaya Rumah Tangga Produk Kelautan Garam Rumah Tangga Masyarakat Perikanan BAB X. IMPLIKASI HASIL PENELITIAN DALAM MENDUKUNG KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN Perikanan Tangkap Laut Perikanan Budidaya Produk Kelautan Garam Skenario Kebijakan Kebijakan/Program Prioritas BAB XI. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN Kesimpulan Dinamika Usaha Kelautan dan Perikanan Dinamika Pendapatan Rumah Tangga Kelautan dan Perikanan Dinamika Pengeluaran Rumah Tangga Kelautan dan Perikanan Dinamika Indeks Nilai Tukar Rekomendasi Kebijakan Rekomendasi 1. Memperkuat Sistem Jaminan Sosial Nelayan Rekomendasi 2. Penanggulangan Kemiskinan Rumah Tangga Nelayan Tradisional Rekomendasi 3. Stabilisasi Harga Ikan Untuk Menjaga Keberlanjutan Usaha Nelayan Rekomendasi 4. Penetapan Harga Dasar Rumput Laut Nasional Rekomendasi 5. Pengendalian Harga Garam Nasional DAFTAR PUSTAKA DAFTAR LAMPIRAN

33 DAFTAR TABEL XXXII DAFTAR TABEL Halaman Tabel 3.1. Ringkasan Lokasi Pelaksanaan Kegiatan Penelitian Panelkanas Tahun Tabel 3.2. Jumlah Responden Untuk Analisis Ketimpangan Pendapatan (gini ratio) tahun Tabel 4.1. Perkembangan Biaya Investasi Usaha Perikanan Tangkap Pelagis Besar Tuna Ukuran Kapal < 5 GT di Kota Bitung, 2013 dan Tabel 4.2. Perkembangan Biaya Investasi Usaha Perikanan Tangkap Pelagis Besar Tuna Ukuran Kapal 5 10 GT di Kota Bitung, 2013 dan Tabel 4.3. Perkembangan Biaya Tidak Tetap (Variable) per trip Usaha Perikanan Tangkap Pelagis Besar Tuna Ukuran Kapal < 5 GT di Kota Bitung, 2013 dan Tabel 4.4. Perkembangan Biaya Tidak Tetap (Variable) per trip Usaha Perikanan Tangkap Pelagis Besar Tuna Ukuran Kapal 5 10 GT di Kota Bitung, 2013 dan Tabel 4.5. Perkembangan Biaya Tetap (Fixed) per Bulan Usaha Perikanan Tangkap Pelagis Besar Tuna Berdasarkan Ukuran Kapal di Kota Bitung, 2013 dan Tabel 4.6. Perkembangan Biaya Operasional Bulanan Usaha Perikanan Tangkap Pelagis Besar Tuna Ukuran Kapal < 5 GT di Kota Bitung, 2013 dan Tabel 4.7. Perkembangan Biaya Operasional Bulanan Usaha Perikanan Tangkap Pelagis Besar Tuna Ukuran Kapal 5 10 GT di Kota Bitung, 2013 dan Tabel 4.8. Perkembangan Produksi Bulanan Usaha Perikanan Tangkap Pelagis Besar Tuna Berdasarkan Ukuran Kapal di Kota Bitung, 2013 dan Tabel 4.9. Perkembangan Penerimaan Bulanan Usaha Perikanan Tangkap Pelagis Besar Tuna Berdasarkan Ukuran Kapal di Kota Bitung, 2013 dan Tabel Struktur Biaya Investasi Usaha Perikanan Tangkap Pelagis Besar di Kabupaten Malang, Tabel Rata-Rata Biaya Variabel Per Trip Usaha Perikanan Tangkap Pelagis Besar di Kabupaten Malang, Tabel Biaya Tetap per Bulan Perikanan Tangkap Laut Pelagis Besar di Kabupaten Malang, Tabel Biaya Operasional per Bulan Perikanan Tangkap Laut Pelagis Besar di Kabupaten Malang, Tabel Rata-Rata Penerimaan Usaha Perikanan Tangkap Laut Pelagis Besar di Kabupaten Malang,

34 DAFTAR TABEL XXXIII Tabel Rata-Rata Keuntungan Usaha Perikanan Tangkap Laut Pelagis Besar di Kabupaten Malang, Tabel Biaya Investasi Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Sambas, Tabel Biaya Tetap per Trip Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Sambas, Tabel Biaya Tidak Tetap per Trip Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Sambas, Tabel Biaya Operasional per Bulan Perikanan Tangkap Laut di Kabupaten Sambas, Tabel Rata-Rata Produksi Per Trip Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Sambas, Tabel Penerimaan Per Bulan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Sambas, Tabel Perkembangan Biaya Investasi Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Cirebon, Tabel Perkembangan Biaya Tidak Tetap Per Trip Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Cirebon, Tabel Perkembangan Biaya Tetap Per Bulan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Cirebon, Tabel Perkembangan Total Biaya Per Bulan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Cirebon, Tabel Perkembangan Produksi Per Bulan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Cirebon, Tabel Perkembangan Penerimaan Per Bulan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Cirebon, Tabel Struktur Biaya Investasi Usaha Penangkapan Perairan Umum Daratan di Desa Panyindangan, Kab Purwakarta, Tabel Biaya Tidak Tetap per Trip Usaha Penangkapan Ikan Perairan Umum Daratan di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta Tahun Tabel Biaya Tetap per Bulan Usaha Penangkapan Ikan Perairan Umum Daratan di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta Tahun Tabel Biaya Operasional per Bulan Usaha Penangkapan Ikan Perairan Umum Daratan di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta untuk Perahu Motor Tempel, Tahun Tabel Biaya Operasional per Bulan Usaha Penangkapan Ikan Perairan Umum Daratan di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta untuk Perahu Tanpa Motor, Tahun Tabel Produksi per Bulan Usaha Penangkapan Ikan Perairan Umum Daratan di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta Untuk Perahu Motor Tempel, Tahun

35 DAFTAR TABEL XXXIV Tabel Produksi per Bulan Usaha Penangkapan Ikan Perairan Umum Daratan di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta Untuk Perahu Tanpa Motor, Tahun Tabel Penerimaan Usaha Per Bulan Penangkapan Ikan Perairan Umum Daratan di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta Untuk Perahu Motor Tempel, Tahun Tabel Penerimaan Usaha Per Bulan Penangkapan Ikan Perairan Umum Daratan di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta Untuk Perahu Tanpa Motor, Tahun Tabel Investasi Usaha Budidaya Rumput Laut di Kec. Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Tahun Tabel Rataan Biaya Operasional Usaha Budidaya Rumput Laut Kabupaten Klungkung, Tabel Rataan Produksi dan Penerimaan Usaha Perikanan Budidaya Rumput Laut Permusim dalam satu tahun di Kabupaten Klungkung, Tabel Investasi Usaha Budidaya di Karamba Jaring Apung (KJA) per unit/siklus di Kabupaten Cianjur, Tahun Tabel Biaya Tidak Tetap dan Tetap pada Usaha Budidaya KJA di Kabupaten Cianjur, Tahun Tabel Biaya Tidak Tetap dan Tetap pada Usaha Budidaya KJA di Kabupaten Cianjur, Tahun Tabel Produksi dan Penerimaan Usaha Perikanan Budidaya KJA di Kabupaten Cianjur, Tahun Tabel Perkembangan Biaya Investasi Usaha Tambak Garam Per 1 Hektar di Kabupaten Sumenep, 2013 dan Tabel Perkembangan Biaya Tetap dan Tidak TetapUsaha Tambak Garam Per 1 Ha Berdasarkan Status Penguasaan Lahan di Kabupaten Sumenep, 2013 dan Tabel Perkembangan Produksi dan Penerimaan Usaha Tambak Garam Per 1 Ha di Kabupaten Sumenep, 2013 dan Tabel 5.1. Perkembangan Pendapatan Rata rata Rumah Tangga Per Bulan Tipologi Pelagis Besar di Kota Bitung Pada Pemilik Kapal, 2013 dan Tabel 5.2. Perkembangan Pendapatan Rata rata Rumah Tangga Per Bulan Tipologi Pelagis Besar di Kota Bitung Pada Nahkoda dan Anak Buah Kapal, 2013 dan Tabel 5.3. Perkembangan Pendapatan Rata rata Rumah Tangga Perikanan pada Tipologi Perikanan Tangkap Pelagis Besar di Kota Bitung Berdasarkan Jenis Pekerjaan, 2013 dan Tabel 5.4. Perkembangan Pendapatan Rumah Tangga Perikanan Tipologi Pelagis Besar di Kota Bitung Pada Status Pemilik Kapal, 2013 dan

36 DAFTAR TABEL XXXV Tabel 5.5. Perkembangan Pendapatan Rata rata Rumah Tangga Perikanan Tipologi Pelagis Besar di Kota Bitung Pada Status Nahkoda/ABK, 2013 dan Tabel 5.6. Perkembangan Pendapatan Rata rata Rumah Tangga Per Bulan Tipologi Pelagis Besar di Kabupaten Malang, Tabel 5.7. Pendapatan Rata rata Jenis Pekerjaan Rumah Tangga Nelayan di Kabupaten Sambas, Tabel 5.8. Kontribusi Pendapatan Anggota Rumah Tangga Nelayan di Kabupaten Sambas, Tabel 5.9. Struktur Pendapatan Rata-Rata Rumah Tangga Nelayan Perairan Umum Daratan di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta, Tahun Tabel Sumber dan Distribusi Pendapatan Anggota Rumah Tangga Nelayan Perairan Umum Daratan di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta, Tahun Tabel Pendapatan Rata-Rata Bulanan Rumah Tangga Nelayan Perahu Motor Tempel Perairan Umum Daratan di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta, Tahun Tabel Pendapatan Rata-Rata Bulanan Rumah Tangga Nelayan Perahu Motor Tempel Perairan Umum Daratan di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta, Tahun Tabel Pendapatan Rata-Rata Bulanan Rumah Tangga Nelayan Perahu Tanpa Motor Tempel Perairan Umum Daratan di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta, Tahun Tabel Pendapatan Rata-Rata Bulanan Rumah Tangga Nelayan Perahu Tanpa Motor Tempel Perairan Umum Daratan di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta, Tahun Tabel Pendapatan Per Bulan Rumah Tangga Perikanan Tipologi Budidaya laut di Kabupaten Klungkung, Tabel Pendapatan Rumah Tangga Perikanan Tipologi Budidaya laut di Kabupaten Klungkung Berdasarkan Jenis Pekerjaan, Tabel Dinamika Pendapatan Rumah Tangga Perikanan Tipologi Budidaya laut di Kabupaten Klungkung Berdasarkan Status Dalam Keluarga, Tabel Pendapatan Pembudidaya di Desa Cikidangbayabang Menurut Jenis Pekerjaan Tahun 2014 (Rp/Tahun) Tabel Persentase Pendapatan dari Perikanan dan Non Perikanan Menurut Status Dalam Keluarga di Desa Cikidangbayabang, Kab. Cianjur, Tahun Tabel Pendapatan Responden dari Sektor Perikanan dan Non Perikanan di Desa Cikidangbayabang, Kab. Cianjur Menurut Bulan Tahun Tabel Perkembangan Pendapatan Rumah Tangga Per Bulan Usaha Tambak Garam di Kabupaten Sumenep Pada Status Pemilik Lahan, 2013 dan

37 DAFTAR TABEL XXXVI Tabel Perkembangan Pendapatan Rumah Tangga Per Bulan Usaha Tambak Garam di Kabupaten Sumenep Pada Status Penyewa Lahan, 2013 dan Tabel Perkembangan Pendapatan Rumah Tangga Petambak Garam di Kabupaten Sumenep Berdasarkan Kepemilikan Lahan, 2013 dan Tabel Perkembangan Pendapatan Rumah Tangga Petambak Garam di Kabupaten Sumenep Berdasarkan Status Dalam Keluarga Pada Status Pemilik Lahan Tambak, 2013 dan Tabel Perkembangan Pendapatan Rumah Tangga Petambak Garam di Kabupaten Sumenep Berdasarkan Status Dalam Keluarga Pada Status Penyewa Lahan Tambak, 2013 dan Tabel 6.1. Perkembangan Pengeluaran Rata rata Per Kapita Sebulan Rumah Tangga Nelayan Kelurahan Batu Lubang, Kota Bitung Berdasarkan Status Usaha, 2013 dan Tabel 6.2. Pengeluaran Rata rata Per Kapita Sebulan Rumah Tangga Nelayan Perikanan Tangkap Pelagis Besardi Kab. Malang, Tabel 6.3. Pengeluaran Rata - Rata Per Kapita Sebulan Rumah Tangga Perikanan Pada Tipologi Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan Menurut Kelompok Barang, Tahun Tabel 6.4. Pengeluaran Rata rata Per Kapita perhari Rumah Tangga Perikanan Budidaya Air Laut, Tabel 6.5. Pengeluaran Rata rata Per Kapita perhari Rumah Tangga Perikanan Budidaya Air Laut, Tabel 6.6. Dinamika Pengeluaran Konsumsi Menurut Kelompok Barang di Desa Cikidangbayabang, Kab. Cianjur, Tahun 2013 dan 2014(Rp/Kap/Bulan) Tabel 6.7. Perkembangan Pengeluaran Rata rata Per Kapita Sebulan Rumah Tangga Petambak Garam di Kabupaten Sumenep Berdasarkan Status Usaha, 2013 dan Tabel 7.1. Growth Dan Instability Index Pada Usaha Kelautan dan Perikanan 127 Tabel 7.2. Growth Dan Instability Index Untuk Pendapatan Rumah Tangga Kelautan dan Perikanan Tabel 9.1. Ketimpangan Pendapatan Responden Rumah Tangga Perikanan Tangkap Laut, Tabel 9.2. Ketimpangan Pendapatan Responden Rumah Tangga Perikanan Tangkap Perairan Umum daratan, Tabel 9.3. Ketimpangan Pendapatan Responden Rumah Tangga Perikanan Budidaya, Tabel 9.4. Ketimpangan Pendapatan Responden Rumah Tangga Petambak Garam, Tabel 9.5. Ketimpangan Pendapatan Responden Rumah Tangga Responden Penelitian Panelkanas,

38 XXXVII Tabel Tabel Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan Pendekatan Full Costing untuk Rumput Laut Kering Jenis E.spinosum dan E.cottoni (studi kasus Nusa Penida usia panen 30 hari kadar air 39%) Skenario Kebijakan, Penjelasan, Program Prioritas dan Langkah Eksekusi dalam Penetapan Harga Dasar Rumput Laut Nasional

39 DAFTAR GAMBAR XXXVIII DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.1. Skema Kaitan Penelitian Panelkanas dengan Program Pembangunan Kelautan dan Perikanan Menurut Dimensi Waktu... 1 Gambar 3.1. Framework Penelitian Panelkanas Menurut Prinsip sustainable livelihood approach Gambar 4.1. Perkembangan Biaya Investasi Perikanan Tangkap Pelagis Besar Gambar 4.2. Perkembangan Biaya Tetap Perikanan Tangkap Pelagis Besar Gambar 4.3. Perkembangan Biaya Operasional Perikanan Tangkap Pelagis Besar69 Gambar 4.4. Perkembangan Penggunaan Bahan Bakar per Trip dan Jumlah Trip per tahun Gambar 4.5. Perkembangan Produksi dan Harga Ikan Pada Perikanan Tangkap Pelagis Besar Gambar 4.6. Perkembangan Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Gambar 4.7. Perkembangan Biaya Investasi Perikanan Tangkap Pelagis Kecil- Demersal Gambar 4.8. Perkembangan Biaya Tetap Perikanan Tangkap Pelagis Kecil- Demersal Gambar 4.9. Perkembangan Biaya Operasional Usaha Perikanan Tangkap Pelagis Kecil-Demersal Gambar Perkembangan Penggunaan Bahan Bakar per Trip dan Jumlah Trip per tahun Usaha Perikanan Tangkap Pelagis Kecil-Demersal Gambar Perkembangan Produksi dan Harga Hasil Penangkapan Usaha Perikanan Tangkap Pelagis Kecil-Demersal Gambar Perkembangan Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Usaha Perikanan Tangkap Pelagis Kecil-Demersal Gambar Perkembangan Biaya Investasi Perikanan Tangkap Perairan Waduk75 Gambar Perkembangan Biaya Tetap Perikanan Tangkap Perairan Waduk, Gambar Perkembangan Biaya Tidak Tetap Usaha Perikanan Tangkap Perairan Waduk, Gambar Perkembangan Produksi Usaha Perikanan Tangkap Perairan Waduk, Gambar Perkembangan Total Biaya, Penerimaan dan Keuntungan Usaha Perikanan Tangkap Perairan Waduk, Gambar Perkembangan Investasi Budidaya Rumput Laut, Gambar Perkembangan Investasi Usaha Budidaya Keramba Jaring Apung, Gambar Perkembangan Investasi Usaha Budidaya Tambak, Gambar Perkembangan Investasi Usaha Budidaya Kolam,

40 DAFTAR GAMBAR XXXIX Gambar Perkembangan Biaya Tetap Usaha Budidaya Rumput Laut, Gambar Perkembangan Biaya Tetap Usaha Budidaya Keramba Jaring Apung, Gambar Perkembangan Biaya Tetap Usaha Budidaya Tambak, Gambar Perkembangan Biaya Tetap Usaha Budidaya Kolam, Gambar Perkembangan Biaya Tidak Tetap Usaha Budidaya Rumput Laut, Gambar Perkembangan Biaya Tidak Tetap Usaha Budidaya Keramba Jaring Apung, Gambar Perkembangan Biaya Tidak Tetap Usaha Budidaya Tambak, Gambar Perkembangan Biaya Tidak Tetap Usaha Budidaya Kolam, Gambar Perkembangan Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Per Unit Pada Usaha Budidaya Rumput Laut, Gambar Perkembangan Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Per Unit Pada Usaha Budidaya Keramba Jaring Apung, Gambar Perkembangan Biaya, Penerimaan, dan Pendapatan Per Unit Pada Usaha Budidaya Tambak, Gambar Perkembangan Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Per Unit Pada Usaha Budidaya Kolam, Gambar Perkembangan Harga dan Produksi Budidaya Ikan di KJA per unit, Gambar Perkembangan Harga dan Produksi Rumput Laut Per Unit (100m²), Gambar Perkembangan Biaya Investasi Usaha Tambak Garam, Gambar Perkembangan Biaya Tetap Usaha Tambak Garam, Gambar Perkembangan Biaya Tidak Tetap Usaha Tambak Garam, Gambar Perkembangan Produksi dan Harga Garam Usaha Tambak Garam, Gambar Perkembangan Penerimaan, Biaya usaha dan Keuntungan pada Usaha Tambak Garam, Gambar 5.1. Proporsi Sumber Pendapatan Rumah Tangga Petambak Garam di Desa Pinggir Papas, Kabupaten Sumenep Tahun Gambar 7.1. Growth dan Instability Index Pada Penerimaan Usaha Kelautan dan Perikanan Gambar 7.2. Growth dan Instability Index Pada Biaya Operasional Usaha Kelautan dan Perikanan Gambar 7.3. Growth dan Instability Index Pada Biaya Keuntungan Usaha Kelautan dan Perikanan

41 DAFTAR GAMBAR XL Gambar 7.4. Growth dan Instability Index Pada Pendapatan Rumah Tangga Kelautan dan Perikanan Gambar 7.5. Growth dan Instability Index Pada Pendapatan Perikanan Rumah Tangga Kelautan dan Perikanan Gambar 7.6. Growth dan Instability Index Pada Pendapatan Non Perikanan Rumah Tangga Kelautan dan Perikanan Gambar 8.1. Perkembangan Harga Ikan Tuna di Kelurahan Batu Lubang, Kota Bitung, 2013 dan Gambar 8.2. Perkembangan Rata rata Produksi Ikan Tuna Hasil Tangkapan Nelayan di Kelurahan Batu Lubang, Kota Bitung, 2013 dan Gambar 8.3. Perkembangan Proporsi Pengeluaran yang Dibayarkan Nelayan Pelagis Besar Tuna di Kelurahan Batu Lubang, Kota Bitung, 2013 dan Gambar 8.4. Proporsi Pengeluaran Biaya Tidak Tetap Penangkapan Ikan Tuna di Kelurahan Batu Lubang, Kota Bitung, 2013 dan Gambar 8.5. Indeks yang diterima (IT), Indeks yang dibayar (IB) dan Indeks Tukar Perikanan (ITP) Nelayan Pelagis Besar Tuna di Kelurahan Batu Lubang, Kota Bitung, 2013 dan Gambar 8.6. Perkembangan Harga Rata-Rata Ikan Tuna di Sendang Biru Kabupaten Malang, Gambar 8.7. Perkembangan Produksi Bulanan Ikan Tuna i Sendang Biru Kabupaten Malang, Gambar 8.8. Proporsi Pengeluaran Usaha dan Rumah Tangga Nelayan Pelagis Besar di Sendang Biru Kabupaten Malang, Gambar 8.9. Indeks yang diterima (IT), Indeks yang dibayar (IB) dan Indeks Nilai Tukar Nelayan (NTN) Nelayan Pelagis Besar di Sendang Biru Kabupaten Malang, Gambar Fluktuasi Harga Ikan Hasil Tangkapan Nelayan Perairan Umum Daratan (Waduk) di Kabupaten Purwakarta, Bulan Januari April Gambar Fluktuasi Jumlah Produksi Ikan Hasil Tangkapan Nelayan Perairan Umum Daratan (Waduk) di Kabupaten Purwakarta, Bulan Januari 2013-April Gambar Pangsa pengeluaran Nelayan Perairan Umum Daratan (Waduk) di Kabupaten Purwakarta, Bulan Januari April Gambar Indeks yang diterima (IT), Indeks yang dibayar (IB) dan Indeks Nilai Tukar Perikanan (NTPi) pada Nelayan di Waduk Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Bulan Januari 2013-April Gambar Fluktuasi Harga produsen Rumput Laut Kering Menurut Jenis di Desa Batununggul Tahun Gambar Fluktuasi Jumlah Produksi Rumput Laut Kering Menurut Jenis di Desa Batununggul Tahun

42 XLI Gambar Indeks yang diterima (IT), Indeks yang dibayar (IB) dan Indeks Tukar Perikanan (ITP) pembudidaya rumput laut di Desa Batununggul Nusa Penida Klungkung Tahun Gambar Pangsa pengeluaran pembudidaya rumput laut Desa Batununggul Tahun Gambar Pergerakan Indeks Nilai Tukar Yang DiTerima (IT) Pada Pembudidaya KJA Cianjur selama bulan Januari 2012 Agustus Gambar Pergerakan Indeks Nilai Tukar Yang DiBayarkan (IB) Pada Pembudidaya KJA Cianjur selama bulan Januari 2012 Agustus Gambar Pergerakan Indeks Nilai Tukar Pembudidaya (NTP) KJA Cianjur selama bulan Januari 2012 Agustus Gambar Perkembangan Harga Garam yang Diterima oleh Petambak Garam di Desa Pinggir Papas, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, Gambar Perkembangan Produksi Garam oleh Petambak Garam di Desa Pinggir Papas, Kabupaten Sumenep, Jawa Timur, Gambar Perkembangan Indeks yang diterima (IT), Indeks yang dibayar (IB) dan Indeks Tukar Perikanan (ITP) pada Petambak Garam di Kabupaten Sumenep, Gambar 9.1. Kurva Lorenz Ketimpangan Pendapatan Rumah Tangga Nelayan Perikanan Tangkap Laut, Gambar 9.2. Kurva Lorenz Ketimpangan Pendapatan Rumah Tangga Nelayan Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan, Gambar 9.3. Kurva Lorenz Ketimpangan Pendapatan Rumah Tangga Perikanan Budidaya, Gambar 9.4. Kurva Lorenz Ketimpangan Pendapatan Rumah Tangga Petambak Garam, Gambar 9.5. Kurva Lorenz Ketimpangan Pendapatan Rumah Tangga Responden Penelitian Panelkanas,

43 DAFTAR LAMPIRAN XLII DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Kuesioner Usaha Penelitian Panelkanas Lampiran 2. Kuesioner Usaha Produk Kelautan Garam Lampiran 3. Kuesioner Pendapatan Penelitian Panelkanas

44 BAB I. PENDAHULUAN 1 BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Visi pembangunan kelautan dan perikanan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan sampai dengan tahun 2014 adalah pembangunan kelautan dan perikanan yang berdaya saing dan berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat. Untuk mewujudkan visi tersebut maka misi yang diemban antara lain adalah : (1). Mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan ; (2). Meningkatkan nilai tambah dan daya saing produk kelautan dan perikanan ; dan (3). Memelihara daya dukung dan kualitas lingkungan sumber daya kelautan dan perikanan. Misi tersebut tercermin pada program Kementerian Kelautan dan Perikanan berupa kebijakan yang disusun oleh direktorat jenderal lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang antara lain berupa kebijakan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat pesisir dan pulau-pulau kecil terutama kelompok masyarakat yang mata pencahariannya berhubungan langsung dengan pemanfaatan sumberdaya kelautan dan perikanan. Pada sisi lain, sampai saat ini pengukuran secara mikro (pada tingkat rumah tangga) pengungkapan dampak pembangunan masih terbatas dan bersifat sporadis; lebih lanjut, belum dijumpai data dasar di tingkat mikro pada pelaku usaha di pedesaan kelautan dan perikanan yang dapat dijadikan basis bagi perumusan kebijakan bersifat responsif maupun antisipatif. Oleh karena itu, kegiatan penelitian yang mampu menyajikan data dasar secara periodik dalam bentuk penelitian Panel Kelautan dan Perikanan Nasional (PANELKANAS) sangat diperlukan sesuai dengan pertimbangan yang secara diagramatik disajikan pada Gambar 1.1. Kebijakan t -1 Perencanaan Kebijakan t 0 Perencanaan Kebijakan t 1 Perencanaan Kebijakan t 2 Perencanaan Indikator Mikro Indikator Mikro Indikator Mikro Pengolahan data/ Komputasi Data Base Pengolahan data/ Komputasi Data Base Pengolahan data/ Komputasi Data Base Identifikasi Masalah Survai Desain Survai t 0 Pengembangan Survai Desain Survai t 1 Pengembangan Survai Desain Survai t 2 Populasi RT Kelautan dan Perikanan di Indonesia Sampling Desain Populasi contoh t 0 Sistim Monitoring Populasi contoh t 1 Sistim Monitoring Populasi contoh t 2 Gambar 1.1. Skema Kaitan Penelitian Panelkanas dengan Program Pembangunan Kelautan dan Perikanan Menurut Dimensi Waktu Sumber: Modifikasi Budiman, 1985

45 BAB I. PENDAHULUAN 2 Aspek penting yang dapat diungkapkan melalui kegiatan penelitian PANELKANAS adalah data dan informasi perkembangan usaha, pendapatan dan konsumsi rumah tangga dan kelembagaan usaha sektor kelautan dan perikanan. Disamping itu, hasil yang diperoleh dapat diolah lebih lanjut menjadi salah satu indikator yang dapat digunakan untuk menilai dampak dari kebijakan pemerintah dalam bentuk pengukuran daya beli (purchasing power) dari rumah tangga kelautan dan perikanan. Pada intinya penelitian PANELKANAS dirancang untuk memantau dan memahami berbagai perubahan jangka panjang profil rumahtangga di daerah pedesaan dengan tipe agro-ekosisitem tipologi perikanan yang berbeda dan mencakup berbagai aspek ekonomi dan sosial, terutama yang berkaitan dengan isu-isu strategis pembangunan kelautan dan perikanan yang berkembang. Beberapa isu terkait diantaranya Pembangunan Desa Tertinggal, Millenium Development Goals (MDG s), Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), GENDER, Program Pemberdayaan (PUMP/PUGAR), Program Cluster 4 dan Rumput Laut di 7 Provinsi. Program pembangunan kelautan dan perikanan yang telah dilakukan secara menyeluruh selama ini membawa perubahan pada struktur ekonomi pedesaan. Perubahan yang terjadi di pedesaan menyangkut berbagai aspek, antara lain perubahan pada penguasaan aset produktif perikanan, struktur kesempatan kerja, pendapatan, pola konsumsi, penggunaan teknologi dan perubahan kelembagaan pedesaan. Perubahan tersebut membawa dampak positif maupun negatif bagi tatanan kehidupan ekonomi dan sosial masyarakat pedesaan. Dampak positif diantaranya peningkatan perkapita, peningkatan produksi hasil perikanan, perkembangan di bidang industri perikanan serta menurunnya insiden kemiskinan. Dampak negatif memunculkan berbagai permasalahan antara lain meningkatnya ketimpangan penyebaran pendapatan dan penguasaan aset serta marginalisasi penguasaan usaha perikanan, serta masalah pengangguran dan degradasi kualitas tenaga kerja pedesaan, masalah pada aspek konsumsi, dewasa ini bukan lagi hanya sekedar mengetahui tingkat konsumsi dan pengeluaran masyarakat sebagai refleksi tingkat kesejahteraan rumah tangga. Namun isu kerawanan pangan, kecukupan pangan dan gizi buruk akhir-akhir ini menjadi topik yang mencuat ke permukaan. Masalah kemiskinan sampai saat ini masih tetap menjadi isu strategis, bukan hanya menyangkut insiden kemiskinan namun juga bagaimana strategi masyarakat mengatasi kemiskinan. Penelitian PANELKANAS dirancang untuk mengetahui dinamika atau perubahan ekonomi pedesaan sebagai dampak pembangunan sektor kelautan dan perikanan.

46 BAB I. PENDAHULUAN 3 Tujuan Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan kajian-kajian generik sosial ekonomi kelautan dan perikanan, yang lebih lanjut akan digunakan untuk mendasari Penelitian yang bersifat problem solving dan prediksi perkembangan sosial ekonomi kelautan dan perikanan serta pengkajianpengkajian opsi-opsi kebijakan. Untuk itu kegiatan penelitian ini akan bersifat multi-years dengan menggunakan contoh wilayah pedesaan atau bahkan responden yang sama (tetap). Pada tahun 2014 tujuan didasarkan pada acuan penelitian 2014 sebagai berikut: (1) Mengkaji dinamika usaha kelautan dan perikanan pada rumah tangga pada empat tipologi kelautan dan perikanan; (2) Mengkaji dinamika pendapatan rumah tangga kelautan dan perikanan pada empat tipologi kelautan dan perikanan; (3) Mengkaji dinamika pengeluaran rumah tangga kelautan dan perikanan pada empat tipologi kelautan dan perikanan; (4) Mengkaji dinamika indeks nilai tukar perikanan pada pelaku usaha sektor kelautan dan perikanan pada empat tipologi kelautan dan perikanan;

47 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Dinamika Sosial Ekonomi Rumah Tangga Perikanan Pengertian sosial ekonomi jarang dibahas secara bersamaan. Pengertian sosial dan pengertian ekonomi sering dibahas secara terpisah. Pengertian sosial dalam ilmu sosial menunjuk pada objeknya yaitu masyarakat. Sedangkan pada departemen sosial menunjukkan pada kegiatan yang ditunjukkan untuk mengatasi persoalan yang dihadapi oleh masyarakat dalam bidang kesejahteraan yang ruang lingkup pekerjaan dan kesejahteraan sosial. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata sosial berarti segala sesuatu yang berkenaan dengan masyarakat (KBBI, 1996). Sedangkan dalam konsep sosiologi, manusia sering disebut sebagai makhluk sosial yang artinya manusia tidak dapat hidup wajar tanpa adanya bantuan orang laindisekitarnya. Sehingga kata sosial sering diartikan sebagai hal-hal yang berkenaan dengan masyarakat. Sementara istilah ekonomi sendiri berasal dari kata Yunani yaitu oikos yang berarti keluarga atau rumah tangga dan nomos yaitu peraturan, aturan, hukum. Maka secara garis besar ekonomi diartikan sebagai aturan rumah tangga atau manajemen rumah tangga. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ekonomi berarti ilmu yang mengenai asas-asas produksi, distribusi dan pemakaian barangbarang serta kekayaan (seperti keuangan, perindustrian dan perdagangan) (KBBI, 1996). Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sosial ekonomi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan masyarakat, antara lain sandang, pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain. Pemenuhan kebutuhan tersebut berkaitan dengan penghasilan. Hal ini disesuaikan dengan penelitian yang akan dilakukan. Untuk melihat kedudukan sosial ekonomi Melly G. Tan mengatakan adalah pekerjaan, penghasilan, dan pendidikan. Berdasarkan ini masyarakat tersebut dapat digolongkan kedalam kedudukan sosial ekonomi rendah, sedang, dan tinggi (Koentjaraningrat, 1981). Rumah tangga yaitu seluruh urusan keluarga untuk hidup bersama, dikerjakan bersama di bawah pimpinan seseorang yang ditetapkan, menurut tradisi. Konstruksi sosial yang menggunakan ideologi gender menetapkan bahwa pimpinan di dalam rumah tangga adalah ayah. Namun, pada beberapa daerah pedesaan di Jawa, keputusan-keputusan yang menyangkut hidup anggotanya, ayah selalu mengajak bermusyawarah ibu, serta anak-anak yang dianggap sudah mampu (Murniati, 2004). Dinamika sosial ekonomi rumah tangga perikanan yang menjadi kajian dalam penelitian meliputi aspek usaha, pendapatan dan konsumsi pada tingkat rumah tangga perikanan.

48 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 5 Struktur Dan Disribusi Penguasaan Asset Rumah Tangga Perikanan Aset terdiri dari modal investasi yang pada gilirannya akan menghasilkan laju pemasukan dimasa depan. Keuntungan aset ini sangat bergantung pada investasi yang sukses. Pendapatan dan aset merupakan dua ide yang saling membangun. Pendapatan dapat disimpan untuk mengakumulasikan aset, sebagai gudang (storehouse) unutk konsumsi dimasa depan. Pada gilirannya, banyak aset justru membangkitkan lajunya pendapatan (Sherraden, 2005). Kepemilikan aset dapat dicerminkan sebagai kepemilikan faktor produksi maupun kekayaan oleh suatu rumah tangga yang pada akhirnya dapat mempengaruhi tingkat pendapatan dan konsumsi rumah tangga. Semakin besar kepemilikan aset oleh suatu rumah tangga akan memperbesar kesempatan rumah tangga tersebut untuk memperoleh tingkat pendapatan yang semakin besar dan rumah tangga tersebut akan mencapai tingkat kesejahteraan. Sedangkan semakin rendah kepemilikan aset suatu rumah tangga akan memperkecil kesempatan rumah tangga untuk dapat mengakses pasar dan akan berakibat pada rendahnya tingkat pendapatan rumah tangga. Struktur Dan Disribusi Pendapatan Rumah Tangga Perikanan Upah dan gaji yang biasa disebut dalam istilah asing wages and salaries merupakan pendapatan yang diperoleh rumah tangga keluarga sebagai imbalan terhadap penggunaan jasa sumber tenaga kerja yang mereka gunakan dalam pembentukan produk nasional (Soediyono, 1984).Pendapatan adalah sama dengan pengeluaran. Pendapatan yang dicapai oleh jangka waktu tertentu senantiasa sama dengan pengeluaran jangka waktu tersebut. Pendapatan senantiasa harus sama dengan pengeluaran karena kedua istilah ini menunjukan hal yang sama hanya dipandang dari sudut pandang lain (Winardi, 1975). Makin tinggi pendapatan perseorangan akan makin sedikit anggota masyarakat yang memilikinya, yang terbanyak menempati ruangan pendapatan yang rendah. Besarnya pendapatan perseorangan akan tergantung pada besarnya bantuan produktif dari orang atau faktor yang bersangkutan dalam proses produksi (Kaslan, 1962). Perbedaan dalam tingkat pendapatan adalah disebabkan oleh adanya perbedaan dalam bakat, kepribadian, pendidikan, latihan dan pengalaman. Ketidaksamaan dalam tingkat pendapatan yang disebabkan oleh perbedaan hal-hal ini biasanya dikurangi melalui tindakan-tindakan pemerintah yaitu melalui bantuan pendidikan seperti beasiswa dan pemberian bantuan kesehatan. Tindakan-tindakan pemerintah ini cenderung menyamakan pendapatan riil. Pendapatan uang adalah upah yang diterima dalam bentuk rupiah dan sen. Pendapatan riil adalah upah yang diterima dalam bentuk barang/jasa, yaitu dalam bentuk apa dan berapa banyak yang dapat dibeli dengan pendapatan uang itu. Yang termasuk pendapatan riil adalah keuntungan-keuntungan tertentu seperti jaminan pekerjaan, harapan untuk memperoleh pendapatan tambahan, bantuan pengangkutan, makan siang, harga diri yang dikaitkan dengan pekerjaan, perumahan, pengobatan dan fasilitas lainnya (Sofyan, 1986). Besarnya pendapatan

49 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 6 perseorangan akan tergantung pada besarnya bantuan produktif dari orang atau faktor yang bersangkutan dalam proses produksi (Kaslan, 1962). Aspek yang terkait dengan tingkat pendapatan adalah tingat pengeluaran masyarakat. Secara umum diketahui bahwa tingkat pendapatan mempengaruhi pola dan tingkat pengeluaran (Nurmanaf dkk, 2000). Penelitian Sudaryanto dkk (1999) membuktikan bahwa tingkat pendapatan mempunyai hubungan negatif dengan porsi pengeluaran pangan. Semakin tinggi tingkat pendapatan rumah tangga semakin rendah porsi pengeluaran pangan. Dalam Pakpahan dkk (1993) disebutkan bahwa ada hubungan antara porsi atau pangsa pengeluaran pangan dengan ketahanan pangan rumah tangga. Pangsa pengeluaran pangan berhubungan terbalik dengan ketahanan pangan, semakin besar pangsa pengeluaran pangan maka semakin rendah ketahanan rumah tangga yang bersangkutan. Struktur Pengeluaran Dan Konsumsi Rumah Tangga Perikanan Konsumsi atau permintaan terhadap suatu barang dipengaruhi oleh harga komoditas itu sendiri, harga komoditas lain yang bersifat substitusi atau komplementer, tingkat pendapatan (riil), jumlah dan komposisi umur penduduk serta selera konsumen terhadap barang yang diminta. Setiap rumahtangga atau kelompok rumahtangga memiliki pola atau struktur konsumsi dan pengeluaran yang berbeda. Pola konsumsi dan pengeluaran umumnya berbeda antar agroekosistem, antar kelompok pendapatan, antar etnis atau suku dan antar waktu (Rachman dan Wahida, 1998; Arifin dan Simatupang, 1988; Suryana dkk, 1988). Struktur pengeluaran rumahtangga dapat pula dijadikan salah satu indikator untuk melihat tingkat kesejahteraan rumahtangga. Dalam hal ini rumahtangga dengan pangsa pengeluaran pangan yang tinggi tergolong rumahtangga dengan tingkat kesejahteraan rendah relatif dibanding rumahtangga dengan proporsi pengeluaran untuk pangan yang rendah (BPS, 1996; Rachman, HPS, 2001). Konsumsi (yaitu pengeluaran untuk konsumsi) tergantung dari pendapatan tetapi kita juga harus mengetahui bahwa pendapatan sebaliknya juga tergantung pada pengeluaran. Seakan-akan kita melihat sebuah lingkaran yang tidak berujung pangkal. Maka akan timbul pertanyaan : apakah kita perlu mengetahui besarnya konsumsi agar dapat menghitung besarnya pendapatan (Sudarsono, 1991). Pengeluaran konsumsi pertama-tama ditentukan oleh tingkat pendapatan, tetapi banyak lagi faktor lain yang mempangaruhi tingkat konsumsi yaitu jumlah anggota keluarga, tingkat usia mereka dan faktor-faktor lainnya seperti harga-harga nisbi berbagai jenis barang konsumsi juga berarti penting sebagai penentu (Sicat dan Arndt, 1991). Pengeluaran konsumsi rumah tangga merupakan komponen tunggal terbesar dari pengeluaran keseluruhan aktual, tetapi ada yang menentukan jumlah yang ingin dibelanjakan oleh rumah tangga untuk membeli barang dan jasa untuk konsumsinya dan berapa banyak yang ingin mereka tabung, salah satu faktor yang paling menentukan adalah pendapatan sisa rumah tangga. Dengan meningkatnya pendapatan sisa, rumah tangga mempunyai lebih banyak uang untuk dibelanjakan sebagai konsumsi. Penelitian empiris tentang perubahan pendapatan sisa dari tahun ke tahun dan konsumsi untuk suatu periode selama sepuluh tahun telah

50 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 7 menemukan hubungan yang erat antara keduanya. Umumnya, tahun dengan tingkat pendapatan yang lebih tinggi biasanya juga merupakan tahun-tahun dengan tingkat konsumsi yang lebih tinggi daripada rata-rata (Lipsey dan Steiner, 1991). Pengeluaran konsumsi atau private consumption expenditure meliputi semua pengeluaran rumah tangga keluarga dan perseorangan serta lembagalembaga swasta bukan perusahaan untuk membeli barang-barang dan jasa-jasa yang langsung dapat dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Pembelian barang-barang tahan lama yang baru seperti mobil, pesawat televisi dan sebagainya selain bangunan rumah termasuk variable ekonomi pengeluaran konsumsi (Soediyono, 1984). Nilai Tukar Rumah Tangga Perikanan Nilai tukar merupakan suatu pendekatan untuk mengetahui perubahan yang terjadi terhadap nilai suatu komoditas tertentu. Konsep ini telah digunakan dan berkembang untuk berbagai kebutuhan. Sekurangnya terdapat lima konsep nilai tukar yaitu yang berkembang khususnya di Indonesia yaitu : (a) Nilai tukar Barter (Barter Terms of Trade), (b) Nilai Tukar Faktorial (Factorial Term of Trade), (c) Nilai Tukar Pendapatan (IncomeTerms of Trade) dan (d) Konsep Subsiten dan (e) Nilai Tukar Regional yang menjadi cikal bakal perhitungan Nilai Tukar Petani (Farmers Term of Trade) (Rakhmat, 2000). Nilai tukar petani lahir sebagai jawaban akan kebutuhan data yang bersifat makro agar dapat menjadi landasan pengambilan kebijakan di sektor pertanian. Konsep ini dimulai pertama kali pada tahun 1981 yang dilakukan oleh tim UNDIP dimana memasukkan data-data sekunder pada tingkat kecamatan dan tingkat kabupaten. Meski hasil temuan telah menunjukkan bahwa turunnya nilai tukar tidak selalu mengindikasikan turunnya ekonomi produksi dan data di tingkat kabupaten tidak mencerminkan nilai tukar yang nyata ditingkat desa, konsep ini terus dikembangkan pada level provinsi pada tahun 1983 (Rakhmat, 2000). BPS kemudian menjadikan tahun tersebut sebagai tahun dasar dan memulai perhitungan Nilai Tukar Petani dengan menggunakan indeks Laspeyres. Awalnya perhitungan dilakukan di 4 provinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, dan Jawa Timur. Perkembangan selanjutnya dilakukan pada 10 provinsi lainnya di luar P. Jawa pada tahun Merujuk pada konsep nilai tukar pertanian, maka mulai dikembangkan konsep nilai tukar perikanan. Awalnya nilai tukar perikanan merupakan bagian dari sub sektor pertanian. Seiring dengan berdirinya kementerian kelautan dan perikanan, maka pada tahun 2008 BPS bekerjasama dengan pusat data dan informasi kementerian kelautan dan perikanan (KKP) menghitung secara terpisah nilai tukar perikanan (NTP). Nilai tukar perikanan tersebut meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya dengan tahun dasar adalah Awalnya perhitungan NTP masih menggabungkan kedua sektor tersebut. Namun karena struktur biaya antara perikanan tangkap dan budidaya berbeda, maka NTP model ini tidak dapat mencerminkan NTP menurut sektor perikanan tangkap dan perikanan budidaya.

51 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 8 Perhitungan Nilai Tukar Perikanan yang kemudian digunakan dalam penelitian PANELKANAS adalah Indeks Nilai yang merupakan perbandingan dari nilai yang terbentuk dari harga dan kuantitas (Lind et al, 2007). Indeks ini mengukur perubahan nilai antar waktu sehingga menggambarkan rasio dari nilai yang terbentuk. Menurut Nazar (2012) indeks nilai menunjukkan perubahan nilai uang dari satu periode ke periode lainnya. Berbeda dengan indeks harga yang tidak dapat menggambarkan secara utuh besaran nilai yang diterima/dibayar, indeks nilai ini sebaliknya mampu memberikan perubahan nilai yang diterima/dibayar dalam bentuk rasio yang dapat diperbandingkan antar waktu. Penggunaan indeks ini dalam jangka pendek mampu merekam fluktuasi hasil tangkapan baik dari jenis, kuantitas maupun harga. Hal ini dikarenakan perhitungan indeks nilai sejalan dengan perhitungan penerimaan/pengeluaran dimana merupakan total perkalian dari harga dan barang.

52 BAB III. METODOLOGI 9 BAB III. METODOLOGI Kerangka Pemikiran Bidang kajian pada penelitian Panelkanas dapat dibagi menurut kelompok sebagai berikut : 1). Perikanan tangkap laut (PTL); 2). Perikanan tangkap perairan umum (PTPU); 3). Perikanan budidaya (PB) dan 4). Produk kelautan (tambak garam). Bidang kajian perikanan tangkap laut merupakan salah satu kajian yang cukup mendapat porsi penting dalam kajian, karena begitu banyak isu isu yang terkait dengan sektor ini pada saat sekarang, diantaranya adalah : kemiskinan nelayan, kenaikan harga BBM, illegal fishing, pengrusakan sumberdaya laut, dan masalah retribusi. Menurut Fauzi (2005) sektor perikanan di Indonesia merupakan suatu sistem yang kompleks karena banyak melibatkan stake holder dimana salah satu bagian dalam sistem itu adalah nelayan yang banyak mendiami wilayah pesisir. Akses yang terbatas di wilayah pesisir menyebabkan para nelayan cenderung hidup dalam kemiskinan sehingga kiranya memang sangat perlu untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru yang dapat mendukung kegiatan perikanan di wilayah pesisir. Dalam rangka pengembangan kawasan pesisir peran serta pemerintah daerah dibutuhkan. Ada dugaan, dari di tingkat pusat, propinsi, kabupaten, kecamatan hingga tingkat desa, komitmen pemerintah masih rendah, dan menjadi salah satu penyebab belum terlaksananya secara maksimal pengembangan kawasan pesisir yang terpadu. Kebijakan kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sejak dahulu bertujuan untuk membangun masyarakat pesisir, namun kurang dapat berjalan dengan semestinya, hal itu disebabkan oleh berbagai macam kendala. Oleh karena itu perlu suatu pendekatan yang komprehensif didalam membangun sektor perikanan di Indonesia. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan adalah sustainable livelihood. Pendekatan ini pada dasarnya didesain untuk melihat keberlanjutan mata pencaharian masyarakat perikanan dengan memperhatikan hubungan antar berbagai aspek yang berpengaruh mulai dari kondisi sumber daya, kelembagaan, relasi sosial, kebijakan sampai dengan shock (gejolak)yang seringkali berpengaruh signifikan terhadap usaha. Keseluruhan aspek ini dilihat sebagai faktor-faktor yang akan menentukan strategi mata pencaharian masyarakat. Sementara strategi yang dipilih akan memberikan pengaruh terhadap perkembangan kesejahteraan masyarakat, keberlanjutan mata pencaharian serta keberlanjutan lingkungan. Secara skematis pendekatan sustainable livelihood terlihat pada Gambar berikut:

53 BAB III. METODOLOGI 10 Aset : f. Sumberdaya Alam g. Sumberdaya Fisik h. Sumberdaya Manusia i. Sumberdaya Finansial j. Modal Sosial Kelembagaan d. Aturan main e. Penguasaan dan Kepemilikan Lahan Pesisir f. Organisasi (formal & Non formal): Asosiasi, LSM, Pemerintah Relasi Sosial f. Gender g. Kelas Sosial h. Usia i. Pendidikan j. Kesukuan Kebijakan c. Makro Ekonomi d. Sektoral Perkembangan g. Kependudukan h. Kondisi Ekonomi Nasional i. Kondisi Ekonomi Global j. Teknologi k. Harga l. Pasar Gejolak g. Cuaca Buruk/Badai h. Bencana i. Penyebaran Penyakit j. Kontaminasi Limbah k. Perubahan Iklim l. Konflik Strategi Mata Pencaharian/Penghid upan Masyarakat - Perikanan Tangkap c. Perikanan Tangkap Laut d.perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan - Perikanan Budidaya a. Budidaya Air Laut b.budidaya Air Payau c. Budidaya Air Tawar - Produk Kelautan a. Tambak Garam b.pariwisata Bahari - Mata Pencaharian Alternatif Keberlanjutan Mata Pencaharian e. Tingkat Pendapatan f. Stabilitas Pendapatan g. Variasi Pendapatan Musiman h. Tingkat Resiko dan Kerawanan Keberlanjutan Lingkungan c. Pesisir dan Laut d. Perairan Umum Daratan Kesejahteraan dan Kualitas Hidup e. Nilai Tukar Perikanan f. Ketahanan Pangan g. Kemiskinan h. Inklusi Sosial Sumber Dasar Penghidupan Kelembagaan dan Relasi Sosial Kebijakan, Perkembangan dan Gejolak Respon Penghidupan/ Mata Dampak dan Keberlanjutan Penghidupan Gambar 3.1. Framework Penelitian Panelkanas Menurut Prinsip sustainable livelihood approach Sumber : Modifikasi dari Allison et al (2001) dan Allison et al (2006) Menurut Gambar 3.1 diatas sumber dasar penghidupan atau mata pencaharian masyarakat pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh kondisi sumberdaya alam, sumberdaya fisik, sumberdaya manusia, sumberdaya finansial dan modal sosial. Sumberdaya alam merupakan modal utama dimana manusia melakukan ekstrasi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ekstrasi ini sangat dipengaruhi oleh kapasitas sumberdaya manusia. Kapasitas ini akan berdampak pada tingkat pemanfaatan dan kerberlanjutan sumberdaya. Oleh karena itu manusia dan aktivitasnya seringkali dilihat sebagai driving force yang akan memberi tekanan terhadap sumberdaya (OECD,2003), begitupun dengan sumberdaya alam yang kemudian akan memberi reaksi balik sehingga terbentuk

54 BAB III. METODOLOGI 11 hubungan yang resiprokal. Pada negara-negara yang telah maju hubungan ini intens didalami karena terkait dengan isu keberlanjutan. Oleh karena itu seringkali respon manusia terhadap perubahan sumberdaya yang semakin menipis dihgambarkan dengan memperbaiki kualitas lingkungan salah satunya mengurangi laku ekstraksi atau memperbaiki kondisi lingkungan agar manfaat sumberdaya tidak terkuras habis dimasa ini. Namun demikian hal diatas terkadang menjadi polemik pada negara-negara berkembang dimana sering disibukkan oleh isu kemiskinan. Salah satunya di Indonesia dimana respon untuk menyelamatkan keberlanjutan sumberdaya akibat tekanan sumberdaya yang tinggi dihadapkan pada realitas kebutuhan hidup manusia yang semakin meningkat. Oleh karena itu pilihan peningkatan produksi masih menjadi pilihan meski hal ini beresiko terhadap keberlanjutan penghidupan masyarakat sendiri pada masa yang akan datang. Hal ini sejalan dengan Kusnadi (2006) dimana membagi persoalan pembangunan masyarakat pesisir menjadi tiga yakni : (1) masalah sosial yang mencakup isu kemiskinan, kesenjangan sosial, dan konflik sosial nelayan; (2) masalah lingkungan yang mencakup isu kerusakan ekosistem pesisir laut, pulau pulau kecil, dan kelangkaan sumber daya perikanan; serta (3) masalah modal pembangunan yang mencakup isu pengelolaan potensi sumber daya yang belum optimal dan masalah kepunahan desa nelayan atau surutnya peranan ekonomi desa nelayan beserta tradisi maritimnya Keragaman karakteristik penduduk pesisir dapat juga digolongkan sebagai modal pembangunan yang ditentukan oleh kondisi struktur sumber daya ekonomi lokal. Hal ini dikarenakan perbedaan dalam mata pencaharian, dimana nelayan memiliki kecenderungan untuk memiliki sumberdaya secara bersama sama (open access) sedangkan masyarakat petani menghadapi sumber daya yang terkontrol (Satria et al., 2002). Dengan sumber daya yang bersifat open access ini telah menyebabkan nelayan bergerak secara dinamis untuk memperoleh hasil tangkapan yang maksimal. Salah satu modal pembangunan adalah tenaga kerja seperti nelayan potensial yang dapat memberikan kontribusi positif di sektor kelautan dan perikanan.

55 BAB III. METODOLOGI 12 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi Penelitian ini mengikuti lokasi yang telah diidentifikasi sejak tahun 2006 dengan pertimbangan mewakili seluruh tipologi desa kelautan dan perikanan. Lokasi tersebut meliputi Jawa dan Luar Jawa Lokasi penelitian di tahun 2014 mengikuti lokasi yang telah teridentifikasi sejak tahun Hal ini dilakukan dengan pertimbangan penelitian yang bersifat panel sehingga harus menjaga konsistensi lokasi. Pada tahun ini keseluruhan lokasi akan dikaji berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya serta penelusuran data sekunder. Sementara lokasi pengambilan data primer kegiatan hanya dilakukan pada 8 lokasi. Tabel 3.1. Sub Bidang PTL PTPUD PB Ringkasan Lokasi Pelaksanaan Kegiatan Penelitian Panelkanas Tahun 2014 Provinsi Kabupaten / Kota Desa Sampel Sumatera Utara Sibolga Aek Habil Tipologi Perikanan Pelagis Kecil dan Demersal Kalimantan Barat* Sambas Penjajab Demersal dan Demersal Sulawesi Utara* Bitung Batu Lubang Pelagis Besar Pelagis Kecil dan Jawa Barat* Cirebon Gebang Mekar Demersal Pelagis Kecil dan Jawa Timur Sampang Ketapang Barat Demersal JawaTimur* Malang Tambak Rejo Pelagis Besar Sumatera Barat Padang Batang Arau Pelagis Besar Sumatera Selatan OKI Berkat Rawa Banjiran Jawa Barat* Purwakarta Panyindangan Waduk Jawa Barat* Cianjur Cikidang Bayabang Budidaya Ikan KJA Jawa Timur Gresik Pangkah Wetan Budidaya Tambak Sulawesi Selatan Pangkep Talaka Budidaya Tambak Bali* Klungkung Batu Nunggul Budidaya Laut Jawa Barat Subang Sumur Gintung Bdudidaya Kolam PK Jawa Timur* Sumenep Pinggir Papas Garam (Garam) Sulawesi Selatan Jeneponto Pallengu Garam Keterangan: PTL : Perikanan Tangkap Laut; PTPUD : Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan; PB : Perikanan Budidaya; PK : Produk Kelautan. * : Lokasi Pengambilan Data Primer Tahun 2014

56 BAB III. METODOLOGI 13 Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan mencakup kelompok data pendukung analisis usaha, pendapatan dan konsumsi (terlampir) rumah tangga responden terpilih. Pengumpulan data sekunder dimaksudkan untuk menyusun data-data pendukung dalam penentuan lokasi kegiatan. Pada tahap awal data primer didapat dari diskusi pakar dan workshop. Diskusi pakar merupakan sarana yang digunakan untuk mendapatkan expert judgement setelah melihat data-data sekunder yang telah didapat. Diskusi pakar dilakukan dalam rangka verifikasi data-data sekunder dengan kondisi dilapangan, untuk menentukan lokasi desa contoh pada masingmasing kabupaten. Workshop atau semiloka dilakukan untuk koordinasi dan mendapatkan masukan dari berbagai lembaga-lembaga terkait dan tokoh-tokoh masyarakat setempat. Panel data panel merupakan data berkala yang dikumpulkan dari responden (baik individu maupun keluarga) yang sama. Panel data panel dikumpulkan melalui survei penampang lintang terhadap sejumlah responden yang dilakukan secara berkala. Desa contoh di setiap propinsi dipilih secara sengaja (sesuai dengan tujuan) dengan mempergunakan beberapa pertimbangan keberadaan sistem usaha perikanan (perikanan tangkap dan perikanan budidaya) serta jenis perairan (perairan laut, pantai dan air tawar). Pada tahun 2014, pengumpulan data primer dilakukan melalui mekanisme survei monitoring pada masing-masing lokasi terpilih sesuai dengan aspek atau tema yang ditentukan. Pengambilan data primer tersebut dilakukan dengan bantuan instrumen (kuesioner) terstruktur terhadap 40 responden rumah tangga mewakili tipologi yang telah ditentukan terdahulu.

57 BAB III. METODOLOGI 14 Metode Analisis Data Analisis data yang akan dilakukan pada tahun 2014 adalah sebagai berikut : Analisis Deskriptif Analisis ini digunakan dalam rangka menginterpretasikan perkembangan sosial ekonomi masyarakat pedesaan di sektor kelautan dan perikanan mencakup gambaran umum daerah penelitian, dinamika usaha perikanan dan kelautan, struktur dan distribusi pendapatan rumah tangga, dinamika pengeluaran dan konsumsi rumah tangga, dan kondisi kelembagaan ekonomi rumah tangga perikanan dan kelautan. Analisis Finansial Usaha Mengetahui perkembangan usaha di sektor kelautan dan perikanan memerlukan gambaran tentang analisis finansial dari usaha yang dijalankan. Tujuannya untuk memahami kelayakan usaha yang berguna bagi pemerintah, swasta maupun lembaga keuangan dalam pengambilan kebijakan terkait perkembangan usaha di sektor kelautan dan perikanan seperti penyediaan kredit untuk menumbuhkan kembangkan usaha dimasyarakat. Analisis finansial dapat memberikan gambaran sekaligus estimasi dari penerimaan dan pengeluaran bruto pada masa yang akan datang setiap tahun, termasuk biaya-biaya yang berhubungan dengan produksi dan pembayaran kredit yang harus dikeluarkan oleh rumah tangga kelautan dan perikanan (Gittinger, 1986). Pada analisis finansial terdapat beberapa indikator yang umum digunakan sebagai berikut : Net Present Value (NPV) NPV memberi gambaran nilai sekarang dari akumulasi penerimaan dan pengeluaran proyek dengan memprediksikan keseluruhan pengeluaran pada masa sekarang dan mendatang. Nilai NPV harus dibobotkan dengan suatu timbangan tingkat suku bunga tertentu sebagai acuan. Suatu proyek dikatakan feasible jika NPV >0. Rumus yang digunakan untuk menghitung NPV adalah: n NPV = i=1 Net Cash Flow (1 + rate) i Internal Rate of Return (IRR) IRR adalah suatu indikator yang menjelaskan pada tingkat suku bunga berapa suatu proyek memberikan nilai NPV = 0. Dengan kata lain suatu proyek dikatakan layak/feasible jika nilai IRR-nya lebih tinggi dibandingkan dengan suku bunga yang berlaku di pasar. Rumus yang digunakan untuk menghitung IRR adalah: n 0 = i=1 Net Cash Flow (1 + IRR) i

58 BAB III. METODOLOGI 15 Payback Period (PP) PB adalah suatu periode yang menjelaskan tingkat pengembalian dari nilai investasi yang ditanamkan. Semakin cepat PB tercapai, makin bagus pula analisa atas suatu proyek. Rumus yang digunakan untuk menghitung PP adalah: Nilai Tukar Perikanan (NTP) n Net Cash Flow 0 = (1 + rate) pay back period i=1 Nilai Tukar Perikanan (NTP) merupakan salah satu indikator kinerja utama (IKU) kementerian kelautan dan perikanan yang dinilai mampu menggambarkan perkembangan penerimaan dan pengeluaran masyarakat secara bersamaan dalam suatu nilai indeks. Pada tahun 2014 analisis nilai tukar perikanan ditujukan untuk melihat dinamika pada indeks nilai yang diterima dan nilai yang diterima oleh pelaku usaha perikanan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui perkembangan nilai tukar perikanan dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Analisis ini diperlukan dalam pengambilan kebijakan terkait peningkatan kesejahteraan rumah tangga di sektor kelautan dan perikanan. Pada dasarnya konsep NTP merupakan adopsi konsep Nilai Tukar Petani (NTP) yang telah lama digunakan oleh Kementerian Pertanian untuk mengukur perkembangan kesejahteraan petani karena berhubungan erat dengan pendapatan dan pengeluaran yang menjadi tolak ukur kesejahteraan. Nilai tukar petani lahir sebagai jawaban akan kebutuhan data yang bersifat makro agar dapat menjadi landasan pengambilan kebijakan di sektor pertanian. Konsep ini dimulai pertama kali pada tahun 1981 yang dilakukan oleh tim UNDIP dimana memasukkan datadata sekunder pada tingkat kecamatan dan tingkat kabupaten. Meski hasil temuan telah menunjukkan bahwa turunnya nilai tukar tidak selalu mengindikasikan turunnya ekonomi produksi dan data di tingkat kabupaten tidak mencerminkan nilai tukar yang nyata ditingkat desa, konsep ini terus dikembangkan pada level provinsi pada tahun 1983 (Rakhmat, 2000). BPS kemudian menjadikan tahun tersebut sebagai tahun dasar dan memulai perhitungan Nilai Tukar Petani dengan menggunakan indeks Laspeyres. Awalnya perhitungan dilakukan di 4 provinsi yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta, dan Jawa Timur. Perkembangan selanjutnya dilakukan pada 10 provinsi lainnya di luar P. Jawa pada tahun Perhitungan NTP selama ini dilakukan dengan mengacu pada naik turunnya harga dengan mengadopsi model Laspeyres. Model tersebut secara umum digunakan untuk mengukur perubahan indeks harga (price index) yang kemudian dijustifikasi untuk menghitung indeks harga yang diterima dan harga yang dibayar oleh masyarakat. Menurut Hutabarat (1995), nilai tukar produk primer dapat digunakan sebagai indikator kesejahteraan rumah tangga di pedesaan. Indikator ini sangat ditentukan oleh perilaku harga barang dan jasa di pedesaan. Harga produk primer pedesaan umumnya cenderung berfluktuasi dan nilai riilnya menurun. Hipotesis nilai tukar Prebisch-Singer (Prebisch, 1964; Singer, 1984) menunjukkan penurunan nilai tukar dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti: (1) rendahnya elastisitas pendapatan dari produk primer; dan (2) perubahan

59 BAB III. METODOLOGI 16 teknologi pada pengembangan produk primer. Beberapa penelitian telah menguatkan hipotesis Prebisch-Singer tersebut, seperti Spraos (1980), Grilli dan Yang (1988), dan Cuddington dan Urzua (1989). Merujuk pada konsep nilai tukar pertanian, maka mulai dikembangkan konsep nilai tukar perikanan. Awalnya nilai tukar perikanan merupakan bagian dari sub sektor pertanian. Seiring dengan berdirinya kementerian kelautan dan perikanan, maka pada tahun 2008 BPS bekerjasama dengan pusat data dan informasi kementerian kelautan dan perikanan (KKP) menghitung secara terpisah nilai tukar perikanan (NTP). Nilai tukar perikanan tersebut meliputi perikanan tangkap dan perikanan budidaya dengan tahun dasar adalah Awalnya perhitungan NTP masih menggabungkan kedua sektor tersebut. Namun karena struktur biaya antara perikanan tangkap dan budidaya berbeda, maka NTP model ini tidak dapat mencerminkan NTP menurut sektor perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Merujuk pada kelemahan pelaksanaan NTP diatas, maka BPS dan KKP mulai melakukan pemisahan melalui program kerjasama penyusunan diagram timbang untuk kedua bidang yaitu perikanan tangkap dan perikanan budidaya. Dalam rangka tersebut, secara bertahap BPS melakukan survey penyusunan diagram timbang dimulai dari dua provinsi pada tahun 2008 yaitu Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah. Selanjutnya tahun 2009 lokasi pengambil sampel menjadi 5 propinsi yaitu Sumatra Utara, Banten, DI. Yogyakarta, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. Tahun 2010 lokasi pengambilan sampe untuk penghitungan diagram timbang dilaksanakan di delapan propinsi yaitu Provinsi Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Bali, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan. Pada tahun 2011 ini kegiatan serupa dilakukan pada 18 provinsi yaitu Provinsi Aceh, Riau, Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua. Sampai dengan saat ini, data hasil penyusunan ini masih belum dipublikasikan secara resmi. Namun demikian telah dihasilkan diagram timbang untuk perikanan tangkap dan perikanan budidaya menurut provinsi. Sementara NTP yang dipublikasikan oleh BPS sampai dengan saat ini masih mengadopsi metode lama yaitu menggabung antara perikanan tangkap dan pembudidaya ikan. Secara umum perhitungan NTP menggunakan indeks Laspeyres yang dimodifikasi baik pada komponen indeks yang diterima maupun yang dibayar. Namun sebelum nilai indeks dihitung, dibuat terlebih dahulu diagram timbang menurut provinsi. Diagram timbang adalah bobot/nilai masing-masing jenis komoditas hasil produksi perikanan dan barang/jasa yang termasuk dalam paket komoditas. Sementara paket komoditas adalah sekelompok komoditas perikanan yang dihasilkan oleh nelayan/pembudidaya ikan dan barang/jasa yang digunakan baik untuk proses produksi perikanan maupun untuk keperluan rumah tangga nelayan/pembudidaya ikan di daerah pedesaan untuk suatu periode tertentu (BPS,2011). Tujuan penyusunan diagram timbang adalah untuk mendapatkan ukuran yang proporsional dari komoditas yang masuk dalam pengukuran. Ukuran

60 BAB III. METODOLOGI 17 atau bobot tersebut kemudian menjadi penentu besarnya pengaruh dalam pembentukan nilai indeks. Penyusunan diagram timbang pada sisi yang diterima memerlukan data produksi yang dihasilkan, jumlah produksi yang dijual dan harga jual produsen. Langkah selanjutnya membagi produksi yang dijual dengan produksi yang dihasilkan untuk mencari persentase marketed surplus. Marketed surplus digunakan karena nelayan/pembudidaya ikan tidaklah menjual seluruh produksi yang dihasilkan. Dalam penghitungan nilai Marketed Surplus digunakan rumus: NMSi 0 0 MS i Pi Qi Keterangan: NMSi : Nilai produksi yang dijual tahun dasar untuk jenis komoditas i % MSi : Persentase Marketed Surplus untuk jenis komoditas i Pi : Rata-rata harga produsen tahun dasar untuk jenis komoditas i Qi : Kuantitas produksi tahun dasar untuk jenis komoditas i Pada pelaksanaannya, perhitungan NMSi menggunakan data sekunder pada tingkat provinsi. Data sekunder yang digunakan adalah data produksi perikanan menurut jenis ikan. Data primer hanya menghasilkan % MSi yang merupakan ratarata % MSi dari seluruh responden pada provinsi yang akan diukur. Oleh karena itu nilai % NMSi merupakan perpaduan antara data primer dan sekunder. Hal tersebut secara tersirat mengasumsikan bahwa seluruh data produksi perikanan baik tangkap/budidaya pada tingkat provinsi adalah data produksi dari seluruh hasil tangkapan dan bukan hasil yang djual saja. Nilai NMSi disebut juga sebagai penimbang komoditas (W) dalam perhitungan indeks harga yang diterima (It) dan indeks harga yang dibayar (Ib) dengan menggunakan indeks laspeyres yang dimodifikasi seperti dibawah ini (KKP dan BPS, 2011) : I n k i 1 P P ( n) i ( n 1) i k i 1 P P Q oi ( n 1) i oi Q oi 100 atau I n k i 1 RH k i 1 ( n) i W W oi ( n 1) i 100

61 BAB III. METODOLOGI 18 Keterangan: In P(n)i : Indeks bulan berjalan (n) : Harga rata-rata jenis barang i pada bulan n P(n-1)i : Harga rata-rata jenis barang i pada bulan n-1 P P(n (n)i - 1)i P(n-1)i Qoi bulan n-1atau W(n-1)i Poi Qoi tahun dasar atau Woi k : Relatif harga jenis barang I (RHni) : Nilai produksi/konsumsi/biaya (penimbang) jenis barang i pada : Nilai produksi/konsumsi/biaya (penimbang) jenis barang i pada : Jumlah jenis barang yang tercakup dalam paket komoditas Metode pengukuran dengan menggunakan metode diatas menurut Apriliani dkk (2012) ternyata memiliki sejumlah kelemahan dan tidak dapat digunakan sebagai indikator kesejahteraan masyarakat. Hal ini didasari oleh metode penghitungan yang mengabaikan perubahan kuantitas produksi yang pada kenyataannya produksi memiliki pengaruh yang sangat kuat terhadap penerimaan pelaku usaha. Sebaliknya dinamika harga yang menjadi faktor penentu justru seringkali berbanding terbalik dengan kesejahteraan masyarakat. Naiknya hargaharga pada komponen yang diterima mengindikasikan terjadinya kelangkaan hasil perikanan akibat musim paceklik atau gagal panen secara masal. Oleh karena itu pada penelitian ini metode penghitungan NTP dimodifikasi dengan mengadopsi model indeks nilai yang merupakan perbandingan dari nilai yang terbentuk dari harga dan kuantitas (Lind et al, 2007). Indeks ini mengukur perubahan nilai antar waktu sehingga menggambarkan rasio dari nilai yang terbentuk. Menurut Nazar (2012) indeks nilai menunjukkan perubahan nilai uang dari satu periode ke periode lainnya. Secara matematis indeks nilai dapat ditulis sebagai berikut : VI = n P i 1 1 i=1 Q i n P 0 0 i Q i Keterangan : VI = Value Index (indeks nilai) Pi 1 = Harga barang ke i pada saat ini Pi 0 = Harga barang ke i pada awal pengamatan Qi 1 = Kuantitas barang ke i pada saat ini Qi 0 = Kuantitas barang ke i pada saat awal pengamatan i=1

62 BAB III. METODOLOGI 19 Pertumbuhan dan Indeks Ketidakstabilan (Growth and Instability Index) Menurut Fauzi (2010) instrumen deskriptif yang paling umum digunakan untuk menganalisis kondisi perikanan adalah dengan analisis pertumbuhan. Salah satu metode yang digunakan untuk mengukur pertumbuhan adalah dengan menggunakan metode Compounding Growth Rate (CGR). Kebanyakan produksi sumber daya seperti ikan yang dipengaruhi oleh fluktuasi musim dan faktor produksi lainnya, sehingga metode CGR sering lebih tepat menggambarkan pertumbuhan perikanan. Perhitungan pertumbuhan ini didasarkan pada formula sebagai berikut : yt = Aβ t Dimana A adalah konstanta dan β adalah koefisien. Besaran koefisien dapat diduga melalui teknik regresi dengan terlebih dahulu melakukan transformasi linier yakni dengan membuat logaritma kedua sisi, atau: Dimana ut adalah error term. Log yt = log A + t log + ut Laju pertumbuhan atau r-cgr atau rc dapat dihitung koefisien β yakni: rc = (anti log β 1)*100 Data Perikanan (produksi misalnya) sering tidak bersifat linier karena banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor eksternal seperti musim, fluktuasi permintaan dan berbagai faktor lainnya. Kondisi ini sering menimbulkan ketidakstabilan dalam struktur ekonomi perikanan itu sendiri. Untuk mengukur tingkat kestabilan dan ketidakstabilan dari sistem perikanan, maka pengukuran melalui penggunaan indeks ketidakstabilan merupakan salah satu alternative untuk memahami dinamika perikanan tersebut. Ada beberaoa indeks yang bisa digunakan untuk mengukur ketidakstabilan (instability index) seperti indeks Macbean, indeks Massel maupun indeks Kingston. Namun yang paling umum digunakan pada kasus perikanan dan produk-produk primer adalah melalui indeks ketidakstabilan Coppock (Coppock Instability index atau CII) (Fauzi, 2010). Jika digunakan dengan indikator pertumbuhan CGR, indeks Coppock ini dapat menjadi instrumen yang cukup kuat untuk membaca perkembangan perikanan selama kurun waktu yang cukup panjang. Indeks Coppock dapat ditulis sebagai berikut : CII = abs (anti log v log 1)*100 Dimana v log didefinisikan sebagai: Hasil indeks CII yang tinggi menunjukkan tingginya ketidakstabilan variabel ekonomi yang diukur yang dapat disimpulkan merupakan interaksi berbagai faktor

63 BAB III. METODOLOGI 20 Indeks Ketimpangan Pendapatan (Gini ratio) Koefisien gini adalah ukuran ketidakmerataan atau ketimpangan pendapatan secara agregat (secara keseluruhan) yang angkanya berkisar antara nol (pemerataan sempurna) hingga satu (ketimpangan/pemerataa yang tidak sempurna). Koefisien gini ratio berasal dari nama seorang ahli statistik italia C.Gini, orang pertama yang memformulasikannya pada tahun Angka ketimpangan untuk negara-negara yang sedang berkembang berkisar antara 0,50 hingga 0,70. Untuk negara-negara yang distribusi pendapatannya dikenal relatif paling baik (paling merata), berkisar antara 0,20 sampai 0,35 Distribusi pendapatan makin merata jika nilai Koefisien gini mendekati nol (0). Sebaliknya, suatu distribusi pendapatan dikatakan makin tidak merata jika nilai koefisien gininya makin mendekati satu (Kadariah, 2004). Rumus untuk mencari gini ratio adalah : dimana : GR : gini ratio GR = 1 fi (Y i + Y i 1 ), 0 < GR < 1 fi : persentase kumulatif jumlah rumah tangga Yi : persentase kumulatif jumlah pendapatan Kriteria uji ketimpangan pendapatan sebagai berikut : Bila GR = 0 ketimpangan sempurna (perfect quality) Bila GR = 1 ketimpangan tidak sempurna (perfect inequality) Kriteria uji gini ratio : 1. Bila GR < 0,3 : ketimpangan rendah 2. Bila 0.3 < GR < 0,4 : ketimpangan sedang 3. Bila GR > 0,4 : ketimpangan tinggi (Mahyudi, 2004). Namun, perlu dicatat bahwa jenis analisis ketimpangan pendapatan pada penelitian panelkanas 2014 merupakan analisis ketimpangan pendapatan mikro. Sehingga ketimpangan pendapatan yang dimaksud, merupakan ketimpangan pendapatan yang berasal dari seluruh responden penelitian yang pernah didata dari tahun 2010 hingga Analisis ketimpangan pendapatan kemudian dibagi menjadi 5 ketimpangan pendapatan berdasarkan tipologinya, yaitu ketimpangan pendapatan responden masyarakat perikanan tangkap laut, masyarakat perikanan tangkap perairan umum daratan, masyarakat perikanan budidaya, masyarakat produk kelautan garam dan gabungan dari seluruh responden panelkanas. Jumlah responden yang dijadikan bahan analisis ketimpangan pendapatan, dapat dilihat pada Tabel berikut.

64 BAB III. METODOLOGI 21 Tabel 3.2. Jumlah Responden Untuk Analisis Ketimpangan Pendapatan (gini ratio) tahun Tipologi / Lokasi Tahun Perikanan Tangkap Laut Kota Bitung Kota Sibolga Kab Cirebon Kab Sampang Kab Sambas Kota Padang n/a n/a n/a 30 Kota Malang n/a n/a n/a 20 Total Perikanan Budidaya Kab Gresik Kab Cianjur Kab Klungkung Kab Pangkep Kab Subang Total Perikanan Tangkap Perairan Umum Kab Purwakarta Kab OKI Total Produk Kelautan Garam Kab Sumenep Kab Jeneponto Total

65 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 22 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA Struktur Usaha Perikanan Perikanan Tangkap Laut Pelagis Besar (Kota Bitung) Biaya Investasi Biaya investasi dalam usaha penangkapan ikan tuna di Kota Bitung meliputi armada kapal, sarana tenaga penggerak mesin, peralatan tangkap dan peralatan pendukung lainnya. Biaya investasi dapat dibedakan berdasarkan ukuran armada kapal. Jenis kapal yang digunakan merupakan kapal kayu berukuran 1 10 GT dengan tenaga penggerak mesin dalam dan tempel berukuran PK. Pada dek kapal, terdapat 1 2 buah palkah dengan volume yang berbeda berkisar antara 1 10 ton. Palkah tersebut digunakan untuk menyimpan umpan, es balok dan hasil tangkapan tuna. Konstruksi kapal yang digunakan oleh nelayan di Kota Bitung diadopsi dari jenis kapal yang biasa digunakan oleh nelayan nelayan Filiphina yang biasa disebut dengan Pamo dan Pamboat. Kapal ini pada mulanya dibuat dan digunakan di negara asal sebagai alat transportasi dan sebagai kapal penangkap ikan. Dalam perkembangannya, kapal ini tersebar ke berbagai daerah di Indonesia khususnya di Kota Bitung dimana jumlahnya bertambah sedemikian cepat dan digunakan sebagai kapal penangkapan ikan tuna. Kapal ini memiliki beberapa keunikan dibandingkan kapal pada umumnya, pertama, kapal ini memiliki tiang di tengah tengah geladak yang berfungsi untuk menahan keseimbangan (outrigger system). Kedua, kapal ini memiliki haluan dan buritan yang berbeda dengan kapal kapal lainnya (Siadadi et.,al, 2012). Teknik pembuatan kapal di Kota Bitung masing dilakukan secara tradisional berdasarkan pengalaman pengalaman pembuat perahu maupun turun temurun dari orang tua. Berdasarkan prosesnya pembangunan kapal perikanan tuna di Kota Bitung memiliki beberapa tahapan diantaranya adalah pemilihan kayu, peletakan lunas, pembentukan lambung, pemasangan kerangka dan peluncuran perahu. Besaran nilai investasi kapal tuna di Kota Bitung dapat dibagi menjadi dua ukuran kapal yaitu ukuran kapal < 5 GT dan 5 10 GT. Pada ukuran kapal < 5 GT, besaran nilai investasi total satu armada penangkapan pada tahun 2013 mencapai Rp. 96 juta, sedangkan pada tahun 2014 nilainya mencapai Rp.107 juta. Pada ukuran kapal 5 10 GT nilai investasi total pada tahun 2013 mencapai Rp. 277 juta, sedangkan pada tahun 2014 meningkat sebeesar Rp. 299 juta. Peningkatan kedua biaya investasi armada tuna tersebut disebabkan karena karena langkanya bahan kayu yang dibutuhkan untuk membuat kapal. Selain itu, saat ini juga sulit untuk mendapatkan tenaga kerja untuk membuat kapal perikanan, sehingga nelayan yang ingin memiliki kapal harus menunggu giliran untuk dibuatkan kapalnya oleh tukang pembuat kapal.

66 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 23 Tabel 4.1. Perkembangan Biaya Investasi Usaha Perikanan Tangkap Pelagis Besar Tuna Ukuran Kapal < 5 GT di Kota Bitung, 2013 dan 2014 Rincian Satuan Volume Harga Satuan (Rp.) Nilai Investasi (Rp.) Kenaikan Umur (%) Teknis Kapal Unit 1 60,000,000 70,000,000 60,000,000 70,000, Mesin PK Unit 2 15,000,000 15,000,000 30,000,000 30,000, Alat Tangkap Pancing Ulur Unit 6 200, ,000 1,200,000 1,800, Perlengkapan Pendukung : a. Generator Unit 1 1,000,000 1,000,000 1,000,000 1,000, b. Aki Unit 1 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500, c. Alat Penerangan Unit 1 250, , , , d. Peralatan Memasak Unit 1 300, , , , e. Peralatan Navigasi Unit 1 2,500,000 2,750,000 2,500,000 2,750, Total 96,750, ,700,000 Sumber: Data Primer Diolah, 2013 dan 2014

67 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 24 Tabel 4.2. Perkembangan Biaya Investasi Usaha Perikanan Tangkap Pelagis Besar Tuna Ukuran Kapal 5 10 GT di Kota Bitung, 2013 dan 2014 Rincian Satuan Volume Harga Satuan (Rp.) Nilai Investasi (Rp.) Kenaikan Umur (%) Teknis 1. Kapal Unit 1 150,000, ,000, ,000, ,000, Mesin PK Unit 2 60,000,000 60,000, ,000, ,000, Alat Tangkap Pancing Ulur Unit 6 200,000 3,000,000 1,200,000 18,000, Perlengkapan Pendukung : a. Generator Unit 1 1,100,000 1,100,000 1,100,000 1,100, b. Aki Unit 1 1,500,000 1,500,000 1,500,000 1,500, c. Alat Penerangan Unit 1 300, , , , d. Peralatan Memasak Unit 1 300, , , , e. Peralatan Navigasi Unit 1 3,000,000 3,000,000 3,000,000 3,000, Total 277,400, ,300,000 Sumber: Data Primer Diolah, 2013 dan 2014

68 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 25 Biaya Operasional Usaha Komponen biaya variabel yang dibutuhkan dalam melakukan satu kali penangkapan diantaranya adalah bahan bakar, ransum / perbekalan, es balok dan umpan. Bahan bakar solar digunakan untuk mesin kapal sedangkan bensin digunakan untuk generator kapal. Ransum / perbekalan yang digunakan adalah berupa makanan dan minuman. Operasi penangkapan ikan tuna di Kota Bitung dilakukan satu orang nahkoda kapal dan empat hingga tujuh orang anak buah kapal. Secara umum, jumlah biaya variabel mengikuti besarnya kapal yang digunakan, semakin besar kapal maka semakin tinggi biaya operasional yang dibutuhkan. Berdasarkan perhitungan biaya operasional terlihat bahwa bahan bakar merupakan komponen terbesar yang menyedot kebutuhan biaya variabel. Hal tersebut dapat dimaklumi karena jarak ke lokasi penangkapan ikan (fishing ground) yang jauh yaitu sekitar mil laut. Biaya operasional pada tahun 2014 relatif lebih tinggi dibandingkan dengan tahun 2014 baik pada armada berukuran < 5 GT dan 5 10 GT. Peningkatan biaya operasional tersebut, lebih disebabkan karena adanya peningkatan volume maupun harga berupa solar, bensin dan ransum. Tabel 4.3. Rincian Perkembangan Biaya Tidak Tetap (Variable) per trip Usaha Perikanan Tangkap Pelagis Besar Tuna Ukuran Kapal < 5 GT di Kota Bitung, 2013 dan 2014 Volume (unit) Satuan Harga Satuan (Rp.) Nilai (Rp.) Kenaikan (%) 1. Solar Liter ,000 7,500 2,380,000 2,700, Bensin Liter ,000 8, , , Ransum Paket 1 1 1,400,000 1,500,000 1,400,000 1,500, Es Balok Batang ,000 14,000 1,050,000 1,120, Umpan Kg ,000 10, , ,000 0 Total 5,450,000 5,717,500 5 Sumber: Data Primer Diolah, 2013 dan 2014 Tabel 4.4. Rincian Satuan Perkembangan Biaya Tidak Tetap (Variable) per trip Usaha Perikanan Tangkap Pelagis Besar Tuna Ukuran Kapal 5 10 GT di Kota Bitung, 2013 dan 2014 Volume (unit) Harga Satuan (Rp.) Nilai (Rp.) Kenaikan (%) Solar Liter ,000 7,500 3,920,000 4,200,000 7 Bensin Liter ,000 8,500 1,280,000 1,360,000 6 Ransum Paket 1 1 2,200,000 2,400,000 2,200,000 2,400,000 8 Es Batang ,000 14,000 1,540,000 1,680,000 8 Umpan Kg ,000 10, , ,000 0 Total 9,140,000 9,840,000 7 Sumber: Data Primer Diolah, 2013 dan 2014

69 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 26 Struktur biaya tetap yang dikeluarkan dalam usaha penangkapan ikan tuna di Kota Bitung diantaranya adalah perbaikan kapal, perbaikan mesin, perbaikan alat tangkap dan biaya perijinan. Nilai biaya tetap umumnya tidak terlalu banyak perubahan antara tahun 2013 dan Nilai biaya tetap usaha perikanan tangkap, dasarnya merupakan pengeluaran dalam satu tahun. Untuk memudahkan analisa data, maka biaya tetap yang dikeluarkan dalam satu tahun tersebut didistribusikan secara merata setiap bulannya. Pada ukuran kapal < 5 GT, tahun 2013, nilai biaya tetap yang dikeluarkan perbulannya adalah mencapai Rp Pada tahun 2014, nilainya meningkat menjadi Rp per bulan. Kondisi yang tidak jauh berbeda juga dialami pada ukuran kapal 5 10 GT yaitu pada tahun 2013 nilainya sebesar Rp dan pada tahun 2014 nilainya sebesar Rp Peningkatan biaya tetap pada masing masing ukuran kapal tersebut lebih disebabkan karena semakin tingginya biaya bahan baku kayu untuk perbaikan kapal, bahan cat kapal dan jasa tenaga kerja docking kapal. Struktur biaya tidak tetap yang dikeluarkan oleh pelaku usaha perikanan tangkap tuna diantaranya adalah untuk pengeluaran bahan bakar (solar dan bensin), es, oli, dan ransum.

70 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 27 Tabel 4.5. Perkembangan Biaya Tetap (Fixed) per Bulan Usaha Perikanan Tangkap Pelagis Besar Tuna Berdasarkan Ukuran Kapal di Kota Bitung, 2013 dan Kapal < 5 GT Kapal 5-10 GT Rincian Satuan Volume (unit) Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp/unit) Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp/unit) Perbaikan Kapal Paket 1 130, , , , , , , , Perbaikan Mesin Paket 1 120, , , , , , , , Perbaikan Alat Tangkap Paket 1 60,000 65,000 60,000 65,000 60,000 60,000 60,000 60, Biaya Perijinan, Pajak, Paket 55,000 55,000 55,000 55,000 62,500 62,500 62,500 62,500 1 Retribusi, dsb Total 365, , , ,500 Sumber: Data Primer Diolah, 2013 dan 2014

71 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 28 Tabel 4.6. Perkembangan Biaya Operasional Bulanan Usaha Perikanan Tangkap Pelagis Besar Tuna Ukuran Kapal < 5 GT di Kota Bitung, 2013 dan 2014 No Bulan Jumlah Trip Biaya Variabel (Rp / Bulan) Biaya Tetap (Rp / Bulan) Total Biaya (Rp / Bulan) Januari 1 1 4,290,000 5,717, , ,000 4,655,000 4,655, Februari 1 1 4,290,000 5,717, , ,000 4,655,000 4,655, Maret 1 1 4,290,000 5,717, , ,000 4,655,000 4,655, April 1 1 4,290,000 5,717, , ,000 4,655,000 4,655, Mei 1 1 4,290,000 5,717, , ,000 4,655,000 4,655, Juni 0 N/A Tidak Melaut N/A 365, ,000 Tidak Melaut N/A 7. Juli 0 N/A Tidak Melaut N/A 365, ,000 Tidak Melaut N/A 8. Agustus 0 N/A Tidak Melaut N/A 365, ,000 Tidak Melaut N/A 9. September 1 N/A 5,450,000 N/A 365, ,000 5,815,000 N/A 10. Oktober 1 N/A 5,450,000 N/A 365, ,000 5,815,000 N/A 11. November 1 N/A 5,450,000 N/A 365, ,000 5,815,000 N/A 12. Desember 1 N/A 5,450,000 N/A 365, ,000 5,815,000 N/A Total ,250,000 28,587,500 4,380,000 4,380,000 46,535,000 23,275,000 Rata - rata 1 1 4,805,556 5,717, , ,000 5,170,556 4,655,000 Ket: Pada tahun 2014, pengambilan data dilakukan pada bulan juni, sehingga data dari bulan Juni Desember tahun 2014 belum dilakukan pengambilan data. Bulan Juni Agustus 2013, tidak dilakukan aktivitas penangkapan, karena cuaca yang tidak mendukung. Sumber: Data Primer Diolah, 2013 dan 2014

72 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 29 Tabel 4.7. Perkembangan Biaya Operasional Bulanan Usaha Perikanan Tangkap Pelagis Besar Tuna Ukuran Kapal 5 10 GT di Kota Bitung, 2013 dan 2014 Jumlah Trip Biaya Variabel (Rp / Bulan) Biaya Tetap (Rp / Bulan) Total Biaya (Rp / Bulan) No Bulan Januari 1 1 7,280,000 9,840, , ,500 7,752,500 7,752, Februari 1 1 7,280,000 9,840, , ,500 7,752,500 7,752, Maret 1 1 7,280,000 9,840, , ,500 7,752,500 7,752, April 1 1 7,280,000 9,840, , ,500 7,752,500 7,752, Mei 2 1 7,280,000 9,840, , ,500 15,032,500 7,752, Juni 0 N/A Tidak Melaut N/A 472,500 N/A Tidak Melaut N/A 7. Juli 0 N/A Tidak Melaut N/A 472,500 N/A Tidak Melaut N/A 8. Agustus 0 N/A Tidak Melaut N/A 472,500 N/A Tidak Melaut N/A 9. September 1 N/A 9,140,000 N/A 472,500 N/A 9,612,500 N/A 10. Oktober 1 N/A 9,140,000 N/A 472,500 N/A 9,612,500 N/A 11. November 1 N/A 9,140,000 N/A 472,500 N/A 9,612,500 N/A 12. Desember 1 N/A 9,140,000 N/A 472,500 N/A 9,612,500 N/A Total ,960,000 49,200,000 5,670,000 2,437,500 84,492,500 38,762,500 Rata - rata 1 1 8,106,667 9,840, , ,500 9,388,056 7,752,500 Sumber: Data Primer Diolah, 2013 dan 2014 Ket: Pada tahun 2014, pengambilan data dilakukan pada bulan juni, sehingga data dari bulan Juni Desember tahun 2014 belum dilakukan pengambilan data. Bulan Juni Agustus 2013, tidak dilakukan aktivitas penangkapan, karena cuaca yang tidak mendukung.

73 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 30 Produksi dan Penerimaan Usaha Perkembangan rata rata produksi ikan hasil tangkapan nelayan di Kota Bitung mengalami penurunan di tahun 2014 dibandingkan dengan tahun 2013 baik pada ukuran kapal < 5 GT maupun 5 10 GT. Faktor yang mempengaruhi hasil tangkapan ikan tuna dibedakan menjadi dua yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal diantarnya adalah faktor cuaca dan musim ikan. Faktor internal diantaranya adalah keahlian anak buah kapal menangkap ikan dan kepemilikan rumpon sebagai tempat berkumpulnya ikan. Pola produksi perikanan tuna secara bulanan pada tahun 2013 cukup bervariasi. Pada bulan Januari Mei, nelayan baik pada ukuran kapal < 5 GT maupun 5 10 GT dapat memproduksi ikan rata rata dalam sebulan sebanyak lebih dari 200 kg. Kalau diasumsikan bahwa 1 ekor ikan tuna yang tertangkap mencapai 30 Kg, maka nelayan dapat menangkap ikan sebanyak ± 7 ekor dalam satu kali trip penangkapan. Jumlah tersebut menurut nelayan merupakan jumlah minimal agar biaya operasi penangkapan dapat tertutupi. Pada bulan juni agustus, pola musim berubah, dimana sebagian besar nelayan tidak dapat melaut. Hal ini terlihat jelas pada tabel 4.9 yaitu produksi nelayan merosot. Dengan kata lain kondisi ini dapat dikatakan tidak adanya aktivitas penangkapan atau nelayan melakukan trip penangkapan seperti biasanya namun tidak mendapatkan ikan. Pada bulan September, nelayan sudah bisa melakukan aktivitas penangkapan baik pada nelayan yang menggunakan kapal < 5 GT maupun 5 10 GT. Namun pada bulan tersebut, nelayan tidak mendapatkan hasil yang banyak (biaya operasional tidak tertutupi). Baru kemudian pada bulan Oktober hingga Desember, nelayan tuna dapat dikatakan panen raya. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan salah satu nelayan berstatus sebagai pemilik kapal yaitu bulan Oktober Desember skarang merupakan bulannya balik modal (mendapatkan keuntungan lebih untuk modal selanjutnya). Lebih lanjut, dapat dikatakan bahwa usaha perikanan tuna seperti usaha gali lubang, yaitu pada saat tertentu, hasil tangkapan merosot yang ditandai dengan biaya operasional tidak tertutupi dan anak buah kapal berhutang pada pemilik kapal, dan disaat lain, hasil tangkapan melimpah sehingga dapat menutupi biaya biaya operasional yang sebelumnya tidak tertutupi. Pada tahun 2014, hasil tangkapan pada tiga bulan pertama mengalami penurunan yang cukup tajam jika dibandingkan dengan perionde yang sama di tahun Belum ada penjelasan secara ilmiah, mengapa terjadi penurunan hasil tangkapan. Namun, indikasi yang ditemukan, menurut nelayan pada tiga bulan tersebut, sebenarnya ikan tuna cukup tersedia, namun ikan tidak mau memakan umpan. Terkait dengan penerimaan usaha (Tabel 4.9), pada tahun 2013 penerimaan usaha pada ukuran kapal 5 10 GT relatif lebih besar dibandingkan dengan ukuran kapal < 5 GT. Hal tersebut terkait dengan kemampuan menampung ikan tuna dan lebih lamanya melaut pada ukuran kapal 5 10 GT dibandingkan dengan ukuran < 5 GT. Harga ikan tuna pada tahun 2013 relatif cukup stabil, namun pada tahun 2014 mengalami perubahan perubahan setiap bulannya.

74 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 31 Tabel 4.8. Perkembangan Produksi Bulanan Usaha Perikanan Tangkap Pelagis Besar Tuna Berdasarkan Ukuran Kapal di Kota Bitung, 2013 dan 2014 Kapal < 5 GT Kapal 5-10 GT No Bulan Produksi Produksi Produksi Produksi Jumlah trip Jumlah trip (Kg/trip) (Kg/bulan) (Kg/trip) (Kg/bulan) Januari Februari Maret April Mei Juni N/A 0 N/A 0 N/A 0 N/A 0 N/A 7. Juli N/A 0 N/A 0 N/A 0 N/A 0 N/A 8. Agustus N/A 0 N/A 0 N/A 0 N/A 0 N/A 9. September N/A 108 N/A 143 N/A 1 N/A 143 N/A 10. Oktober N/A 284 N/A 519 N/A 1 N/A 519 N/A 11. November N/A 448 N/A 759 N/A 1 N/A 759 N/A 12. Desember N/A 297 N/A 518 N/A 1 N/A 518 N/A Total Rata - rata Sumber: Data Primer Diolah, 2013 dan 2014 Ket: Pada tahun 2014, pengambilan data dilakukan pada bulan juni, sehingga data dari bulan Juni Desember tahun 2014 belum dilakukan pengambilan data. Bulan Juni Agustus 2013, tidak dilakukan aktivitas penangkapan, karena cuaca yang tidak mendukung.

75 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 32 Tabel 4.9. No Bulan Perkembangan Penerimaan Bulanan Usaha Perikanan Tangkap Pelagis Besar Tuna Berdasarkan Ukuran Kapal di Kota Bitung, 2013 dan 2014 Kapal < 5 GT Kapal 5-10 GT Produksi (Kg / bulan) Harga (Rp) Total Penerimaan (Rp / bulan) Produksi (Kg / bulan) Harga (Rp) Total Penerimaan (Rp / bulan) Januari ,000 26,167 9,975, , ,000 26,167 6,125,000 5,730, Februari ,000 26,833 9,650, , ,000 26,833 12,675,000 1,086, Maret ,000 26,833 11,000, ,000 26,833 7,325,000 6,909, April ,000 28,167 8,750,000 8,778, ,000 28,167 7,425,000 7,316, Mei ,000 30,000 5,150,000 19,450, ,000 30,000 9,850,000 8,437, Juni 0 N/A 25,000 30,000 0 N/A 0 N/A 25,000 30,000 0 N/A 7. Juli 0 N/A 25,000 31,333 0 N/A 0 N/A 25,000 31,333 0 N/A 8. Agustus 0 N/A 25,000 31,333 0 N/A 0 N/A 25,000 31,333 0 N/A 9. September 108 N/A 25,000 32,833 2,691,667 N/A 143 N/A 25,000 32,833 3,568,750 N/A 10. Oktober 284 N/A 25,000 32,833 7,100,000 N/A 519 N/A 25,000 32,833 12,975,000 N/A 11. November 448 N/A 25,000 32,833 11,208,333 N/A 759 N/A 25,000 32,833 18,962,500 N/A 12. Desember 297 N/A 25,000 33,500 7,422,222 N/A 518 N/A 25,000 33,500 12,937,500 N/A Total ,947,222 29,417, ,843,750 29,480,625 Rataan ,078,935 5,883, ,653,646 5,896,125 Sumber: Data Primer Diolah, 2013 dan 2014 Ket: Pada tahun 2014, pengambilan data dilakukan pada bulan juni, sehingga data dari bulan Juni Desember tahun 2014 belum dilakukan pengambilan data. Bulan Juni Agustus 2013, tidak dilakukan aktivitas penangkapan, karena cuaca yang tidak mendukung.

76 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 33 Pelagis Besar (Kabupaten Malang) Biaya Investasi Biaya investasi dalam usaha penangkapan ikan di Kabupaten Malang meliputi armada, sarana tenaga penggerak mesin, peralatan tangkap dan peralatan pendukung lainnya. Jenis kapal yang digunakan dalam usaha ini yaitu pada umumnya berukuran > 10 GT Peralatan tambahan pendukung penangkapan ikan antara lain terdiri dari keranjang (wadah) ikan, alat bantu navigasi, lampu penerangan, dan lainnya. Nilai investasi yang dibutuhkan dalam usaha penangkapan ikan dengan armada penangkapan ikan tuna atau perahu sekoci di Kabupaten Malang untuk tahun 2014 mencapai sekitar 120 juta rupiah. Dimana komponen untuk pembelian aset perahu dan mesin adalah yang terbesar. Untuk pembuatan satu unit kapal berukuran > 10 GT senilai ± Rp ,- mesin ± Rp ,-. Tabel Struktur Biaya Investasi Usaha Perikanan Tangkap Pelagis Besar di Kabupaten Malang, 2014 Rincian Satuan Vol Harga Satuan Nilai Investasi Umur Ekonomis Kapal (> 10 GT) Unit Mesin Unit Pancing Ulur Unit Perlengkapan Pendukung a. Generator Unit b.peralatan Navigasi Unit c. Alat Pendukung Lainnya Unit Jumlah Sumber: Data Primer Diolah, 2013 Biaya Operasional Usaha Komponen biaya operasional yang dibutuhkan dalam melakukan satu kali penangkapan diantaranya adalah bahan bakar, ransum / perbekalan dan es balok. Jenis bahan bakar yang digunakan adalah solar. Ransum/ perbekalan berupa rokok, beras, mie instant, air minum dan makanan jadi, seperti kue (makanan ringan). Operasi penangkapan ikan pelagis besar di Kabupaten Malang terdiri dari 5-6 orang dalam 1 unit penangkapan. Secara umum, biaya operasional terbesar yang dikeluarkan yaitu untuk bahan bakar (solar). Berdasarkan perhitungan biaya operasional, biaya total operasional per trip rata-rata berkisar antara 4 juta sampai dengan 11 juta rupiah per tripmya. Bahan bakar merupakan komponen terbesar yang menyedot kebutuhan biaya variabel yang dapat mencapai lebih dari 40%. Volume kebutuhan bahan bakar solar dan bensin pada ukuran armada > 10 GT rata rata sebanyak 300 liter sampai dengan 900 liter solar per tripnya. Dalam satu kali penangkapan lamanya trip penangkapan bervariasi yaitu berkisar 5-15 hari. Selain tergantung dengan ketersediaan solar, lama pendeknya hari per trip ditentukan juga oleh ketersediaan es balok dalam palka perahu.

77 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 34 Struktur biaya tetap yang dikeluarkan dalam usaha penangkapan ikan di Kabupaten Malang diantaranya adalah perbaikan kapal, perbaikan mesin, perbaikan alat tangkap dan biaya perijinan/pajak/retribusi. Perhitungan biaya tetap pada dasarnya dikeluarkan dalam satu tahun, namun dalam perhitungan dibuat secara bulanan untuk memperbandingkan dengan biaya tidak tetap bulanan. Biaya tetap bulanan yang dikeluarkan per bulannya hampir mencapai 2 juta rupiah. Struktur biaya operasional bulanan nelayan menunjukan nilai rata rata jumlah trip yang dilakukan oleh nelayan dalam satu bulannya sangat bervariasi mulai dari 1 trip/bulan sampai dengan 2 trip/bulan. Banyaknya jumlah trip dipengaruhi oleh musim penangkapan dan kondisi cuaca. Untuk biaya operasional per trip sebelum terjadinya kenaikan harga BBM atau solar yaitu sebesar Rp ,-/trip sedangkan setelah kenaikan harga BBM yaitu mencapai Rp ,-/trip. Kenaikan harga BBM menyebabkan terjadinya kenaikan biaya operasional sekitar 7%. Ketika terjadi kenaikan harga BBM, untuk di lokasi penelitian tidak serta merta menyebabkan harga kebutuhan operasional lainnya ikut meningkat, sebagai contoh untuk ransum (makanan dan minuman) relatif sama dan juga untuk es balok tidak adanya kenaikan harga. Pada tabel berikut dapat dilihat secara rinci komponen biaya operasional per trip usaha penangkapan ikan pelagis besar di Kabupaten Malang. Tabel Rata-Rata Biaya Variabel Per Trip Usaha Perikanan Tangkap Pelagis Besar di Kabupaten Malang, No Rincian Satuan Volume Harga Satuan Nilai 1. Bahan Bakar Liter Ransum Paket Es Balok Batang Oli Mesin Liter Air Galon Buah Umpan Paket Bongkar Muat Kapal Trip Bagi Hasil Pemilik Trip Jumlah Sumber: Data Primer Diolah, 2014 Dalam usaha penangkapan ikan pelagis besar di Kabupaten Malang terdapat biaya yang sifatnya tetap untuk dikeluarkan atau anggaran yang sengaja dialokasikan setiap per satuan waktu, misalkan biaya perijinan yang dikeluarkan setiap tahun sekali, perbaikan kapal dan mesin yang dilakukan secara rutin dan juga penyusutan dari aset usaha. Untuk perbaikan kapal yang dilakukan yaitu berupa pengecekan pada bagian lambung kapal (bocor atau tidak) dan juga pengecetan kapal agar kapal yang berbahan kayu ini lebih panjang umur teknisnya. Perbaikan mesin yang dilakukan berupa penggantian oli mesin dan perawatan lainnya. Untuk jumlah keseluruhan biaya tetap yang dikeluarkan per bulannya dalam usaha penangkapan ikan pelagis besar di Kabupaten Malang yaitu

78 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 35 sebesar Rp ,-/bln. Secara rinci pengeluaran biaya tetap per bulan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel Biaya Tetap per Bulan Perikanan Tangkap Laut Pelagis Besar di Kabupaten Malang, No Rincian Satuan Volume Harga Satuan Nilai 1. Perbaikan Kapal Paket Perbaikan Mesin Paket Perbaikan Alat Tangkap Paket Biaya Perijinan, Pajak, dll Paket Jumlah Sumber: Data Primer Diolah, 2014 Untuk setiap bulannya jumlah biaya operasional yang dikeluarkan dapat berbeda, hal ini sangat tergantung dengan banyaknya jumlah trip dalam satu bulannya. Besarnya total biaya per bulan dalam usaha penangkapan ikan pelagis besar di Kabupaten Malang dapat dilihat pada Tabel berikut. Tabel Biaya Operasional per Bulan Perikanan Tangkap Laut Pelagis Besar di Kabupaten Malang, 2014 Bulan Biaya Operasional Biaya Variabel (Rp) Biaya Tetap (Rp) Total (Rp) Keterangan (Trip) Januari trip Februari trip Maret trip April trip Mei trip Juni trip Juli trip Agustus trip Total trip Rata - rata Keterangan : Pengumpulan data tahun 2014, periode Januari - Agustus Sumber: Data Primer Diolah, 2014 Produksi dan Penerimaan Usaha Salah satu karakteristik usaha perikanan tangkap adalah subsisten. Subsisten tersebut disebabkan oleh beberapa faktor seperti musim dan cuaca. Hal inilah yang membuat produksi tangkapan membentuk pola musim tangkapan. Berdasarkan hasil kunjungan lapangan diketahui bahwa musim penangkapan ikan tuna di Kabupaten Malang pada tahun 2014 terjadi pada bulan Mei, Juni, Juli dan Agustus. Hal ini dapat dilihat dari besarnya nilai produksi yang lebih besar dari bulan lainnya. Besarnya nilai penerimaan untuk setiap bulan berbeda, hal ini disebabkan oleh perbedaan musim ikan di wilayah penangkapan.

79 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 36 Untuk harga rata-rata ikan pelagis besar (tuna) di Kabupaten Malang yaitu menggunakan harga rata-rata dari berbagai grade ikan Tuna (ikan tuna grade A,B,C). Rata-rata harga ikan tuna pada tahun 2014 yaitu berkisar antara Rp ,-/kg sampai dengan Rp ,-/Kg.. Penerimaan terbesar yaitu pada bulan april, mei, juni, juli, agustus. Bulan tersebut merupakan musim ikan tuna. Pada tabel berikut dapat dilihat secara rinci produksi dan penerimaan rata-rata usaha penangkapan ikan pelagis besar di Kabupaten Malang per bulannya selama tahun Tabel Rata-Rata Penerimaan Usaha Perikanan Tangkap Laut Pelagis Besar di Kabupaten Malang, 2014 Bulan Penerimaan (Rp) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Total Rata - rata Keterangan : Pengumpulan data tahun 2014, periode Januari - Agustus Sumber: Data Primer Diolah, 2014 Berdasarkan penerimaan tersebut, maka diketahui keuntungan usaha ratarata perbulan pada usaha penangkapan ikan tuna di Kabupaten Malang yaitu sebesar Rp ,-. Pada awal tahun (januari-februari) rata-rata usaha penangkapan mengalami kerugian akibat sedikitnya hasil tangkapan yang tidak seimbang dengan biaya operasional yang dikeluarkan. Pada musim ini jarang sekali nelayan yang melakukan penangkapan karena memang merupakan musim paceklik. Namun begitu, masih ada beberapa nelayan yang coba peruntungan untuk tetap melaut walaupun setelah dianalisis memberikan kerugian terhadap usaha. Kerugian usaha tersebut akan menjadi beban hutang kepada pemiliknahkoda-abk yang dibebankan sesuai dengan persentase bagi hasil masing-masing. Pada tabel berikut dapat dilihat rata-rata keuntungan usaha yang diterima setiap bulannya.

80 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 37 Tabel Rata-Rata Keuntungan Usaha Perikanan Tangkap Laut Pelagis Besar di Kabupaten Malang, 2014 Bulan Penerimaan (Rp) Total Biaya (Rp) Keuntungan(Rp) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus Total Rata - rata Keterangan : Pengumpulan data tahun 2014, periode Januari - Agustus Sumber: Data Primer Diolah, 2014.

81 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 38 Pelagis Kecil Demersal (Kabupaten Sambas) Biaya Investasi Sepanjang tahun 2014 ini, berdasarkan hasil monitoring di lokasi penelitian, besaran nilai rata-rata investasi yang harus dikeluarkan oleh seorang nelayan jika hendak berusaha di usaha penangkapan ikan adalah sebesar kurang lebih Rp. 12,3 juta. Dari angka investasi tersebut, pengeluaran terbesar akan dilakukan untuk pembelian satu unit alat tangkap senilai Rp. 6,5 juta. Sisa dari nilai investasi seperti tersebut akan dialokasikan sebesar Rp. 2,4 juta untuk pembelian satu unit kapal, Rp. 2 juta untuk pembelian satu unit mesin, dan sisanya untuk pembelian accu, Fiber/Palka dan peralatan lainnya. Tabel Biaya Investasi Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Sambas, 2014 Rincian Satuan Volume Harga Umur Nilai Investasi Satuan Ekonomis Kapal Unit Mesin Unit Alat Tangkap Unit Alat Pendukung : Accu Unit Fiber/Palkah Unit Lainnya Unit Total Sumber: Data Primer Diolah, 2014 Biaya Operasional Usaha Selain berinvestasi, seorang nelayan yang beroperasi di kabupaten sambas, akan terbebani oleh biaya tetap tahunan dengan nilai rata-rata sebesar Rp. 5,8 juta. Biaya tetap tersebut harus dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan perbaikan alat tangkap, perbaikan kapal, perbaikan mesin dan biaya perijinan serta pajak dan retribusi. Dari keempat item pengeluaran tersebut, perbaikan kapal merupakan pengeluaran paling tinggi dengan nilai rata-rata sebesar Rp. 2,5 juta pertahun. Sisanya akan dialokasikan untuk perbaikan mesin dengan rata-rata senilai Rp. 1,8 juta pertahun, perbaikan alat tangkap dengan rata-rata senilai Rp. 1,4 juta pertahun, dan senilai Rp. 115 ribu untuk membayar kewajiban perijinan, pajak dan retribusi. Apabila perhitungan depresiasi diikut sertakan kedalam biaya tetap tersebut, maka total biaya tetap yang dikeluarkan oleh nelayan akan menjadi sebesar Rp. 9,5 juta.

82 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 39 Tabel Biaya Tetap per Trip Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Sambas, 2014 Rincian Satuan Volume Harga Satuan Nilai (Rp) 1. Perbaikan Alat Tangkap Paket Perbaikan Kapal Paket Perbaikan Mesin Paket Biaya Perijinan, Pajak, Retribusi, dsb Paket Total Sumber: Data Primer Diolah, 2014 Pola kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh responden PANELKANAS di kabupaten Sambas ini umumnya dilakukan secara harian dalam jangka waktu yang singkat, berkisar antara tujuh hingga delapan jam pertrip saja. Hal tersebut menyebabkan biaya tidak tetap (variabel) pertrip yang dikeluarkan oleh seorang nelayan menjadi cukup rendah, yaitu hanya Rp. 316 ribu pertrip. Dari nilai tersebut komposisi biaya variabel terbesar akan dikeluarkan untuk pemenuhan kebutuhan bahan bakar solar senilai Rp. 144 ribu pertrip, dengan rata-rata volume penggunaan sebanyak 21 liter dan harga rata-rata solar Rp /liter. Pengeluaran terbesar berikutnya adalah untuk biaya umpan sebesar Rp. 112 ribu pertrip, dengan rata-rata volume penggunaan sebanyak empat kg dan harga ratarata Rp. 26,5 ribu/kg. Sisanya dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan ransum, yang umumnya berupa makanan jadi, dan juga untuk menyediakan es balok. Tabel Biaya Tidak Tetap per Trip Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Sambas, 2014 Rincian Satuan Volume Harga Satuan Nilai (Rp) 1. Bahan Bakar Liter 21, Ransum Paket Es Balok/ Curah Batang 0, Umpan Kg Biaya Bongkar Muat Keranjang Total Sumber: Data Primer Diolah, 2014 Tabel dibawah menunjukkan besarnya biaya total yang harus dikeluarkan untuk melakukan usaha penangkapan di kabupatan sambas sepanjang Dengan struktur dan besaran biaya tetap serta variabel seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya, dengan tingkat rata-rata trip seperti tertera pada Tabel tersebut, maka setiap tahunnya seorang nelayan di kabupaten sambas harus memenuhi total pengeluaran usaha sebesar Rp. 53,8 juta. Nilai tersebut akan dikeluarkan guna memenuhi kebutuhan operasional penangkapan sebesar Rp. 48 juta, dan pemenuhan biaya tetap sebesar Rp. 5,8 juta.

83 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 40 Tabel Biaya Operasional per Bulan Perikanan Tangkap Laut di Kabupaten Sambas, 2014 Jumlah Biaya Operasional Bulan Trip Biaya Variabel Biaya Tetap Total Januari Februari Maret April* Mei** Juni** Juli** Agustus** September** Oktober** November** Desember** Total Rata-Rata/Bln *Monitoring dilakukan pada minggu ke dua bulan april **Diperkirakan berdasarkan rata-rata Januari-April Sumber: Data Primer Diolah, 2014 Produksi dan Penerimaan Usaha Secara rata-rata, usaha penangkapan di kabupaten Sambas ini akan berproduksi sebanyak 502 Kg perbulan dengan rata-rata trip yang dilakukan sebanyak 13 kali setiap bulannya. Dengan demikian dalam kurun waktu satu tahun beroperasi, seorang nelayan responden PANELKANAS di kabupaten sambas akan menghasilkan tangkapan dengan rata-rata sebanyak Kg. Dengan rata-rata produksi perbulan seperti yang telah digambarkan di atas, dan disertai dengan tambahan data rata-rata harga perkilogram produk perikanan Kabupaten sambas pada tahun 2013 yang lalu (PANELKANAS, 2013), maka dapat dilakukan perhitungan perkiraan rata-rata penerimaan usaha penangkapan di Kabupaten Sambas 2014, seperti ditampilkan pada tabel di bawah berikut. Dari tabel penerimaan usaha tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata penerimaan perbulan usaha penangkapan di Kabupaten Sambas adalah sebesar Rp. 10,6 juta, sehingga rata-rata penerimaan pertahun seorang nelayan adalah Rp. 127,6 juta.

84 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 41 Tabel Rata-Rata Produksi Per Trip Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Sambas, 2014 Bulan Rata-rata produksi/ Rata-rata Produksi/bulan trip (Kg) Jumlah Trip (Kg) Januari Februari Maret April* Mei** Juni** Juli** Agustus** September** Oktober** November** Desember** Total Rata-Rata/Bln *Monitoring dilakukan pada minggu ke dua bulan april **Diperkirakan berdasarkan rata-rata Januari-April Sumber: Data Primer Diolah, 2014 Tabel Penerimaan Per Bulan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Sambas, 2014 Bulan Produksi (Kg) Rata-rata Harga Rp) Total Penerimaan Januari Februari Maret April* Mei** Juni** Juli** Agustus** September** Oktober** November** Desember** Total Rata-Rata/Bln *Monitoring dilakukan pada minggu ke dua bulan april **Diperkirakan berdasarkan rata-rata Januari-April Sumber: Data Primer Diolah, 2014

85 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 42 Pelagis Kecil Demersal (Kabupaten Cirebon) Biaya Investasi Modal usaha untuk melakukan aktivitas penangkapan ikan di Kabupaten Cirebon terbagi menjadi 4 yaitu kapal, mesin, peralatan tangkap dan peralatan pendukung. Kapal yang digunakan berukuran kurang dari 5 GT. Harga kapal setiap tahunnya mengalami kenaikan, pada tahun 2012 harga kapal baru berkisar yaitu Rp. 25 juta dan pada tahun 2014 mengalami kenaikan dengan harga sebesar Rp. 35 juta. Kenaikan ini lebih disebabkan karena kelangkaan kayu sebagai bahan baku utama pembuatan kapal. Selain itu, disebabkan juga karena naiknya ongkos tukang pembuatan kapal. Naiknya ongkos pembuatan kapal, disebabkan karena adanya kenaikan harga BBM yang terjadi pada akhir tahun Terkait dengan mesin kapal, tidak terdapat kenaikan yang cukup tinggi. Pada tahun 2014, harga satu unit mesin temple berukuran 24 PK sebesar Rp. 5.5 juta. Terkait dengan peralatan tangkap, umumnya nelayan di Kab. Cirebon menggunakan alat tangkap jaring kopet dan jaring kejer. Jenis alat tangkap jaring kopet pada tahun 2014 mengalami kenaikan harga dibandingkan dengan tahun 2013 sedangkan harga jaring kejer tidak mengalami kenaikan. Tabel Perkembangan Biaya Investasi Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Cirebon, Rincian Sat Vol Harga (Rp.000) Nilai Investasi (Rp.000) Umur Teknis 1. Kapal Unit 1 25,000 30,000 35,000 25,000 30,000 35, Mesin 24 PK Unit 1 4,200 5,500 5,800 4,200 5,500 5, Alat Tangkap a. Jaring Kopet/Tembang Unit ,000 13,000 14, b. Jaring Kejer/Rajungan Unit ,100 8,100 8, Peralatan Pendukung a. Perlengkapan masak Paket b. Keranjang Unit c. Terpal (3x4 m) Unit d. Jangkar Unit e. Tali Tambang Kg f. Aki Unit Total Investasi 51,502 57,915 64,215 Sumber: Data Primer Diolah,

86 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 43 Biaya Operasional Usaha Perkembangan biaya variabel usaha antara tahun mengalami peningkatan, terutama pada bahan bakar melaut. Pada tahun 2012, harga bahan bakar minyak hanya sebesar Rp per liter dan meningkat pada tahun 2014 sebesar Rp per liter. Tabel Perkembangan Biaya Tidak Tetap Per Trip Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Cirebon, Rincian Satuan Volume Harga Satuan Nilai Bahan Bakar Liter ,000 7,000 8,500 80, , , Ransum Paket ,500 70,000 75,000 61,500 70,000 75, Es Balok/ Batang Curah 4. Umpan Kg Biaya Bongkar Muat Keranjang ,000 5,000 5,000 9,000 15,000 15,000 Total 150, , ,000 Sumber: Data Primer Diolah, 2014 Pada biaya tetap per bulan, pada tahun 2014 mengalami penurunan dibandingkan dengan tahun 2012 dan Pada tahun 2012, biaya tetap total per bulan adalah sekitar Rp. 585 ribu, sementara pada tahun 2013 sebesar Rp. 611 ribu, sedangkan pada tahun 2014 menurun sebesar Rp. 308 ribu per bulan. Penurunan tersebut lebih disebabkan karena frekuensi perbaikan alat tangkap, perbaikan kapal dan perbaikan mesin yang lebih sedikit dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kalau dilihat dari total biaya usaha perbulan, maka pada tahun 2014 jika dibandingkan dengan tahun 2012 dan 2013 mengalami kenaikan. Hal ini lebih disebabkan karena jumlah trip pada tahun 2014 relatif lebih banyak dibandingkan dengan tahun 2012 dan 2013.

87 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 44 Tabel Perkembangan Biaya Tetap Per Bulan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Cirebon, Rincian Satuan Vol Harga Satuan Perbaikan Alat Tangkap Paket 1 365, , , , , , Perbaikan Kapal Paket 1 124, , , , , , Perbaikan Mesin Paket 1 94,000 94,000 51,000 94,000 94,000 51, Biaya Perijinan, Pajak, Retribusi, dsb Paket 1 2,500 3,300 4,000 2,500 3,300 4,000 Total 585, , ,000 Sumber: Data Primer Diolah, Nilai Tabel Perkembangan Total Biaya Per Bulan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Cirebon, Bulan Jumlah Trip Biaya Variabel Biaya Tetap Total Januari ,854,913 1,959,983 2,568, , , ,000 2,440,613 2,571,283 2,876,182 Februari ,212,350 2,350,644 3,213, , , ,000 2,798,050 2,961,944 3,521,309 Maret ,885,838 2,053,475 4,425, , , ,000 3,471,538 2,664,775 4,733,491 April ,466,319 3,402,424 5,958, , , ,000 3,052,019 4,013,724 6,266,182 Mei ,355,325 2,467, , ,300-2,941,025 3,079,173 - Juni ,855,738 2,478, , ,300-3,441,438 3,089,918 - Juli ,434,338 3,972, , ,300-3,020,038 4,583,536 - Agustus ,415,525 2,779, , ,300-3,001,225 3,390,791 - September ,693,564 2,643, , ,300-3,279,264 3,254,682 - Oktober ,531,487 2,543, , ,300-3,117,187 3,154,391 - November ,527,628 3,481, , ,300-3,113,328 4,092,827 - Desember ,771,269 1,640, , ,300-2,356,969 2,251,773 - Total ,004,294 31,773,217 16,165,164 7,028,400 7,335,600 1,232,000 36,032,694 39,108,817 17,397,164 Rata-Rata ,417,025 2,647,768 1,347, , , ,667 3,002,725 3,259,068 1,449,764 Sumber: Data Primer Diolah,

88 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 45 Produksi dan Penerimaan Usaha Kegiatan usaha penangkapan ikan nelayan mengalami peningkatan produktivitas bila dibandingkan dengan tahun 2013 dan Peningkatan produktivitas tersebut, lebih disebabkan karena nelayan sekarang lebih banyak mendapatkan ikan petek maupun tembang yang memang merupakan kategori ikan yang bergerombol. Sehingga dalam satu kali trip penangkapan mendapatkan ikan sebanyak 100 Kg 1 ton. Namun, harga ikan tersebut relatif lebih rendah dibandingkan dengan harga ikan lainnya. Namun, walaupun harga ikan yang tertangkap relatif lebih rendah, penerimaan nelayan cenderung lebih tinggi pada tahun 2014 dibandingkan tahun 2012 dan Tabel Perkembangan Produksi Per Bulan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Cirebon, Bulan Rata produksi/ trip (Kg) Rata-rata Jumlah Trip Produksi/bulan (Kg) Januari Februari , ,106 Maret , April , Mei Juni Juli Agustus September , Oktober November Desember Total ,798 6,035 3,733 Rata-Rata , Sumber: Data Primer Diolah, Tabel Perkembangan Penerimaan Per Bulan Usaha Perikanan Tangkap di Kabupaten Cirebon, Bulan Produksi (Kg) Rata-rata Harga Rp) Total Penerimaan Januari ,418 9,600 10,159 3,817,152 3,552,000 7,040,479 Februari 1, ,106 3,954 10,986 10,159 5,515,830 3,954,960 11,236,320 Maret 2, ,134 10,857 10,159 6,728,698 4,342,800 8,493,276 April 1, ,327 9,277 10,159 4,569,312 7,096,905 8,046,262 Mei ,065 10,180-5,511,520 4,605,204 - Juni ,464 10,325-5,881,032 6,418,863 - Juli ,155 10,160-6,103,920 10,112,690 - Agustus ,811 9,985-5,708,208 4,323,588 - September 1, ,541 10,163-8,280,018 3,652,210 - Oktober ,931 10,158-7,550,669 3,966,565 - November ,429 10,116-6,447,838 5,402,367 - Desember ,090 10,106-3,708,869 3,573,888 - Total 10,798 6,035 3,427 93, ,913 40,638 69,823,066 61,002,039 34,816,338 Rata-Rata 1, ,357 18,756 6,252 10,742,010 9,384,929 5,356,360

89 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 46 Perikanan Perairan Umum Daratan Perikanan Perairan Waduk (Kabupaten Purwakarta) Biaya Investasi Investasi yang diperlukan dalam melakukan kegiatan penangkapan di waduk Jatiluhur yaitu perahu, mesin dan alat tangkap. Alat tangkap yang digunakan adalah jaring dan jala dengan umur teknis selama 1-2 tahun, sedangkan untuk perahu dan mesin memerlukan investasi yang cukup besar dengan umur teknis selama 5-7 tahun. Umur teknis untuk alat tangkap relatif lebih pendek dibandingkan dengan perahu dan mesin, sehingga perlu ada pergantian atau perbaikan setiap tahunnya. Untuk alat tangkap jaring rata-rata ukuran panjangnya antara meter dan mesh size 3,5 inch. Penggunaan ukuran mesh size atau mata jaring ini berdasarkan kesepakatan bersama, karena penggunaan mata jaring yang kurang dari 3,5 inchi dilarang, hal tersebut ditujukan agar ikan-ikan ukuran kecil tidak ditangkap dan dapat berkembang biak terlebih dahulu, sehingga kelestariannya dapat terjaga. Untuk perahu atau armada yang digunakan oleh nelayan adalah kurang dari 5 GT, sedangkan merk mesin yang digunakan adalah merk Honda (bahan bakar bensin, dengan daya 5,5 PK). Struktur biaya investasi usaha penangkapan ikan perairan umum daratan pada tahun 2013 dan 2014 menunjukkan bahwa nilai investasi rata-rata untuk perahu motor tempel dan tanpa motor mengalami kenaikan untuk tahun 2014, meskipun kenaikannya tidak terlalu tinggi. Pada tahun 2013 rata-rata biaya investasi perahu motor tempel sebesar Rp 7,1 juta, sedangkan pada tahun 2014 rata-rata biaya investasi menjadi Rp. 7,3 juta, dimana persentase yang paling besar digunakan untuk pembelian perahu dan mesin. Begitu juga dengan investasi perahu tanpa motor yang mengalami kenaikan, pada tahun 2013 hanya sebesar Rp. 3 juta meningkat menjadi Rp. 3, 1 juta. Pada perahu tanpa motor investasi yang digunakan hanya perahu dan alat tangkap. Masing-masing aset mempunyai umur teknis, nilai penyusutan dan nilai sisa investasi. Pada tahun 2014, utuk perahu (motor tempel) nilai investasinya sebesar Rp. 2,6 juta dengan umur teknis selama 7 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa dalam rentang waktu selama 7 tahun, investasi untuk perahu mengalami penurunan sebesar Rp. 371 ribu per tahun, sehingga menyebabkan nilai sisa investasi perahu menjadi sebesar Rp. 2,2 juta. Sedangkan pada tahun 2013, investasi untuk perahu mengalami penyusutan sebesar Rp. 357 ribu. Begitu juga dengan aset lainnya, seperti mesin dan alat tangkap seperti yang terlihat pada Tabel berikut.

90 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 47 Tabel Struktur Biaya Investasi Usaha Penangkapan Perairan Umum Daratan di Desa Panyindangan, Kab Purwakarta, No Rincian Satuan Vol A. Perahu Motor Tempel Harga Satuan Nilai Investasi Umur Teknis (th) 1. Perahu unit Mesin unit Alat Tangkap : - Jaring unit Jala unit Total (Rp) B. Perahu Tanpa motor No Rincian Satuan Vol Harga Satuan Nilai Investasi Perahu unit Alat Tangkap : - Jaring unit Jala unit Total (Rp) Sumber: Data Primer Diolah, Biaya Operasional Usaha Biaya yang dikeluarkan untuk operasional usaha terdiri dari biaya tetap dan biaya tidak tetap (variabel). Biaya tidak tetap yang dikeluarkan meliputi perbekalan (ransum) dan bahan bakar minyak/bbm (untuk perahu motor tempel). Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan di Waduk Jatiluhur dilakukan sepanjang tahun, dengan jumlah rata-rata hari penangkapan (trip) hari setiap bulannya. Kegiatan penangkapan dilakukan setiap hari (one day fishing) sehingga biaya variabel yang dikeluarkan tidak terlalu besar, kecuali biaya untuk pembelian BBM bagi nelayan perahu motor tempel. Pada Tabel berikut menunjukkan biaya tidak tetap (variabel) per trip usaha pengkapan ikan pda tahun Pada tahun 2013, rata-rata biaya variabel per trip yang dikeluarkan responden sebesar Rp. 21 ribu (perahu motor tempel) dan Rp. 10 ribu (tanpa motor tempel). Sedangkan pada tahun 2014 masing-masing mengalami peningkatan menjadi Rp. 28 ribu (perahu motor tempel) dan Rp. 20 ribu (perahu tanpa motor). Kenaikan biaya variabel ini diduga karena kenaikan bahan bakar minyak (bensin), hal ini menyebabkan biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bensin menjadi bertambah. Selain itu dapat kita lihat bahwa biaya variabel per trip untuk perahu motor lebih besar dibandingkan tanpa motor, hal ini dikarenakan untuk perahu motor ada pengeluaran untuk bensin setiap tripnya. Unsur-unsur biaya tetap yang dikeluarkan meliputi perbaikan perahu, alat tangkap, mesin dan biaya ijin penangkapan. Akan tetapi biaya tetap untuk ijin

91 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 48 penangkapan sejak tahun 2013 sudah dihapus berdasarkan kebijakan dari Dinas Perikanan Purwakarta. Biaya tetap untuk perahu motor tempel lebih besar dibandingkan dengan tanpa motor, hal ini dikarenakan pengeluaran perbaikan atau perbaikan perahu yang lebih besar. Total biaya operasional pada tahun 2013 yang dikeluarkan untuk perahu motor tempel sebesar Rp. 3,5 juta, sedangkan pada tahun 2014 biaya operasional yang dikeluarkan meningkat menjadi Rp. 4,4 juta. Peningkatan ini diduga karena adanya kenaikan dari bahan bakar bensin yang digunakan untuk kegiatan menangkap ikan, meskipun peningkatan biaya tersebut tidak terlalu besar. Adapun total biaya operasional untuk perahu tanpa motor pada tahun 2013 sebesar Rp. 1,3 juta dan pada tahun 2014 meningkat menjadi Rp. 3,6 juta. Biaya operasional untuk perahu motor tempel lebih besar daripada perahu tanpa motor, besarnya biaya operasional yang dikeluarkan oleh nelayan perahu motor tempel disebabkan adanya tambahan pengeluaran pembelian bensin yang digunakan untuk melakukan penangkapan sedangkan perahu tanpa motor tidak mengeluarkan biaya untuk pembelian bensin.

92 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 49 Tabel Biaya Tidak Tetap per Trip Usaha Penangkapan Ikan Perairan Umum Daratan di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta Tahun No Rincian Satuan Vol Perahu Motor Tempel Perahu Tanpa Motor Harga Satuan Nilai Harga Satuan Nilai Vol Bahan Bakar Liter Ransum Paket Total Sumber: Data Primer Diolah, 2014 Tabel Biaya Tetap per Bulan Usaha Penangkapan Ikan Perairan Umum Daratan di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta Tahun No Rincian Satuan Vol Perahu Motor Tempel Perahu Tanpa Motor Harga Satuan Nilai Harga Satuan Nilai Perbaikan Perahu Paket Perbaikan Alat Tangkap Paket Perbaikan Mesin Paket Biaya Ijin Penangkapan (SIUP) Paket Total Sumber: Data Primer Diolah, 2014

93 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 50 Tabel Biaya Operasional per Bulan Usaha Penangkapan Ikan Perairan Umum Daratan di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta untuk Perahu Motor Tempel, Tahun No Bulan Jumlah Trip Tahun 2013 Tahun 2014 Biaya Operasional Biaya Operasional Jumlah Trip Biaya Variabel Biaya Tetap Total Biaya Biaya Variabel Biaya Tetap Total Biaya 1. Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total Rata Sumber: Data Primer Diolah, 2014 Keterangan : Bulan November-Desember 2013 merupakan rata-rata dari penjumlahan Bulan Januari-Oktober 2013 Bulan Mei-Desember 2014 merupakan rata-rata dari penjumlahan Bulan Januari-April 2014

94 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 51 Tabel Biaya Operasional per Bulan Usaha Penangkapan Ikan Perairan Umum Daratan di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta untuk Perahu Tanpa Motor, Tahun No Bulan Jumlah Trip Tahun 2013 Tahun 2014 Biaya Operasional Biaya Operasional Jumlah Trip Biaya Variabel Biaya Tetap Total Biaya Biaya Variabel Biaya Tetap Total Biaya 1. Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Total Rata Sumber: Data Primer Diolah, 2014 Keterangan : Bulan November-Desember 2013 merupakan rata-rata dari penjumlahan Bulan Januari-Oktober 2013 Bulan Mei-Desember 2014 merupakan rata-rata dari penjumlahan Bulan Januari-April 2014

95 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 52 Produksi dan Penerimaan Usaha Jenis ikan yang dominan tertangkap oleh nelayan di Jatiluhur pada umumnya adalah ikan nila dan oscar, sedangkan jenis ikan lainnya seperti patin(jambal) dan bandeng jumlah hasil tangkapannya lebih sedikit. Bahkan pada tahun 2014 berdasarkan hasil survey jenis ikan bandeng sudah tidak tertangkap lagi oleh nelayan. Hal ini menunjukkan bahwa sumber daya perikanan/ketersediaan stok ikan yang ada di Waduk Jatiluhur semakin berkurang, yang dicirikan oleh semakin sulitnya ikan tertangkap, ukuran ikan yang tertangkap lebih kecil dari tahun-tahun sebelumnya serta hilangnya beberapa jenis ikan dari perairan Waduk Jatiluhur, sehingga akan berpengaruh terhadap jumlah hasil tangkapan/produksi yang diperoleh. Produksi per bulan usaha penangkapan ikan di Waduk Jatiluhur untuk perahu motor tempel dan tanpa mototr tahun menunjukan bahwa rata-rata produksi per bulan usaha penangkapan untuk perahu motor tempel dan tanpa motor masing-masing sebesar 64 kg dan 33,8 kg, dengan rata-rata produksi per trip masing-masing sebesar 6 kg dan 4,5 kg, dan rata-rata jumlah trip sebulan masing-masing sebesar 11 trip dan 8 trip. Sedangkan pada tahun 2014 rata-rata produksi per bulan untuk perahu motor tempel dan tanpa motor mengalami peningkatan yaitu masing-masing sebesar 197 kg dan 97,5 kg, dengan rata-rata produksi per trip masing-masing sebesar 18 kg dan 7,4 kg, dan rata-rata jumlah trip sebulan masing-masing sebesar 11 trip dan 13 trip. Pada tahun 2013 terlihat bahwa nilai produksi untuk perahu motor tempel lebih besar dibandingkan dengan perahu tanpa motor dan jumlah trip nelayan motor tempel lebih banyak dari nelayan tanpa motor. Secara teori, semakin banyak jumlah hari penangkapan (trip) yang dilakukan, semakin banyak jumlah produksi (hasil tangkapan) yang diperoleh. Begitu juga dengan tahun 2014 dimana nilai produksi dan jumlah trip untuk perahu motor tempel lebih besar dari pada tanpa motor. Berdasarkan hasil dilapang, kenaikan jumlah produksi ini disebabkan pada tahun 2014 terjadi upwelling yang menyebabkan ikan-ikan di KJA banyak yang mati sedangkan ikan yang diluar KJA banyak yang mabok (terkena dampak dari upwelling) sehingga memudahkan nelayan untuk menangkap ikan tersebut. Tabel Produksi per Bulan Usaha Penangkapan Ikan Perairan Umum Daratan di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta Untuk Perahu Motor Tempel, Tahun No. Bulan produksi/ trip (Kg) Motor Tempel Tahun 2013 Tahun 2014 Produksi/ Jumlah produksi/ Jumlah bulan Trip trip (Kg) Trip (Kg) Produksi/ bulan (Kg) 1. Januari 5, ,2 19, Februari 5, ,7 18, Maret 5, ,7 15, April 5, ,3 18,

96 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 53 No. Bulan produksi/ trip (Kg) Motor Tempel Tahun 2013 Tahun 2014 Produksi/ Jumlah produksi/ Jumlah bulan Trip trip (Kg) Trip (Kg) Produksi/ bulan (Kg) 5. Mei 6, ,5 18, Juni 5, ,1 18, Juli 6, ,5 18, Agustus 6, ,5 18, September 6, ,2 18, Oktober 6,4 5 35,1 18, November 6, ,4 18, Desember 6, ,4 18, Total 71, , Rata2 6, Sumber: Data Primer Diolah, Keterangan : - Bulan November-Desember 2013 merupakan rata-rata dari penjumlahan Bulan Januari-Oktober Bulan Mei-Desember 2014 merupakan rata-rata dari penjumlahan Bulan Januari-April 2014 Tabel Produksi per Bulan Usaha Penangkapan Ikan Perairan Umum Daratan di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta Untuk Perahu Tanpa Motor, Tahun No. Bulan Rata-rata produksi/ trip (Kg) Tanpa Motor Tahun 2013 Tahun 2014 Ratarata Jumlah Trip Produksi/ bulan (Kg) Rata-rata produksi/ trip (Kg) Ratarata Jumlah Trip Produksi/ bulan (Kg) 1. Januari 4,0 8 33,6 5, ,9 2. Februari 4,7 9 40,3 7, ,9 3. Maret 4,6 9 41,1 6, ,3 4. April 4,3 9 39,7 10, ,0 5. Mei 4, ,4 7, ,5 6. Juni 4,4 9 38,0 7, ,5 7. Juli 5,9 6 36,0 7, ,5 8. Agustus 5,3 6 30,0 7, ,5 9. September 3,9 6 22,7 7, ,5 10. Oktober 3,5 4 15,1 7, ,5 11. November 4,5 8 33,8 7, ,5 12. Desember 4,5 8 33,8 7, ,5 Total 53, ,5 89, ,0 Rata2 4,5 8 33,8 7, ,5 Sumber: Data Primer Diolah,

97 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 54 Keterangan : - Bulan November-Desember 2013 merupakan rata-rata dari penjumlahan Bulan Januari-Oktober Bulan Mei-Desember 2014 merupakan rata-rata dari penjumlahan Bulan Januari-April 2014 Penerimaan usaha nelayan pada tahun 2013 dan 2014 untuk perahu motor tempel dan tanpa motor. Untuk nelayan yang menggunakan perahu motor tempel, pada tahun 2013 rata-rata penerimaan yang diperoleh sebesar Rp. 624 ribu sedangkan pada tahun 2014 meningkat menjadi Rp. 1,3 juta. Untuk nelayan tanpa motor rata-rata penerimaan yang diperoleh mengalami peningkatan dari Rp. 229 ribu menjadi Rp. 661 ribu. Meskipun dilihat dari sisi harga, pada tahun 2014 lebih rendah dari tahun 2013, akan tetapi karena rata-rata nilai produksi dan jumlah tripnya lebih besar dari tahun 2013 menyebabkan penerimaan yang diperoleh nelayan meningkat. Tabel Penerimaan Usaha Per Bulan Penangkapan Ikan Perairan Umum Daratan di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta Untuk Perahu Motor Tempel, Tahun Perahu Motor Tempel Tahun 2013 Tahun 2014 No. Bulan Produksi Ratarata Harga Total Penerimaan Produksi Ratarata Harga Total Penerimaan 1. Januari 69, , Februari 66, , Maret 60, , April 61, , Mei 67, , Juni 62, , Juli 63, , Agustus 77, , September 80, , Oktober 35, , November 64, , Desember 64, , Total 772, Rata , Sumber: Data Primer Diolah, Keterangan : - Bulan November-Desember 2013 merupakan rata-rata dari penjumlahan Bulan Januari-Oktober Bulan Mei-Desember 2014 merupakan rata-rata dari penjumlahan Bulan Januari-April 2014

98 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 55 Tabel Penerimaan Usaha Per Bulan Penangkapan Ikan Perairan Umum Daratan di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta Untuk Perahu Tanpa Motor, Tahun Perahu Tanpa Motor Tahun 2013 Tahun 2014 No. Bulan Produksi Ratarata Harga Total Penerimaan Produksi Ratarata Harga Total Penerimaan 1. Januari 33, , Februari 40, , Maret 41, , April 39, Mei 41, , Juni , Juli , Agustus , September 22, , Oktober 15, , November 33, , Desember 33, , Total 405, Rata Sumber: Data Primer Diolah, Keterangan : - Bulan November-Desember 2013 merupakan rata-rata dari penjumlahan Bulan Januari-Oktober Bulan Mei-Desember 2014 merupakan rata-rata dari penjumlahan Bulan Januari-April 2014

99 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 56 Perikanan Budidaya Perikanan Budidaya Rumput Laut (Kab. Klungkung) Biaya Investasi Usaha budidaya rumput laut di Kabupaten Klungkung menggunakan metode patok, yaitu sebagian investasi menggunakan bahan tali dan patok. Status lahan budidaya rumput laut adalah tanah tanpa sertifikat tanah, kepemilikan lahan tersebut mulai ada semenjak budidaya rumput laut marak dilakukan di Kabupaten Klungkung khususnnya di Kecamatan Nusa Penida. Sifat kepemilikan tersebut berdasarkan siapa saja yang terlebih dahulu mengusahakannya dan selalu diwariskan kepada keturunnannya. Jenis komoditas yang diusahakan adalah Euchema spinosum dan Euchema cottoni. Struktur investasi usaha budidaya rumput laut terdiri dari bahan tali dengan berbagai ukuran dan patok dengan berbagai ukuran dan terpal sebagai tempat untuk menjemur rumput laut yang sudah dipanen. Total biaya investasi yang diperlukan untuk 100 m 2 lahan budidaya sebesar Rp Tabel Investasi Usaha Budidaya Rumput Laut di Kec. Nusa Penida, Kabupaten Klungkung, Tahun 2014 Unit : Lahan 100 m 2 Jenis Investasi Volume Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp) Umur (Tahun) - Patok Ris (Unit) Patok Jaring (Unit) Tali Ris (Kg) 3, Tali Utama (Kg) Tali Jaring (Kg) Jaring (Unit) Terpal (Unit) Biaya Operasional 1 Siklus Total Sumber : Data Primer Diolah (2014) Biaya Operasional Struktur biaya operasional usaha budidaya rumput laut terdiri dari biaya tidak tetap (variable cost) dan biaya tetap (fixed cost). Biaya tidak tetap (variable cost) pada usaha budidaya rumput laut di Kecamatan Nusa Penida Kabupaten Klungkung terdiri dari biaya pembelian bibit rumput laut, tenaga kerja buruh, plastik pengikat, dan plastik pembungkus. Biaya variabel terbesar yang dikeluarkan untuk usaha budidaya rumput laut adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian bibit rumput laut baik Euchema spinosum dan Euchema cottoni. Budidaya rumput laut sangat dipengaruhi oleh musim. Hal ini terkait dengan sifat hidup rumput laut yang sangat bergantung terhadap perubahan lingkungan.

100 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 57 Prosentase terbesar hampir 97% dari dari struktur biaya operasional adalah pembelian bibit, namun sebenarnya bibit ini diperoleh dari hasil panen dengan seleksi.. Ketersedian bibit dari kebun bibit belum ada di Kecamatan Nusa Penida. Selama ini para pembudidaya memperoleh bibit rumput laut dari sesama pembudidaya belum ada khusus pemasok bibit dari dalam Kecamatan atau luar Kecamatan. Tabel Rataan Biaya Operasional Usaha Budidaya Rumput Laut Kabupaten Klungkung, 2014 Unit : Luas Lahan 100 m 2 Biaya Tidak Tetap Jenis Biaya Satuan Volume Harga Satuan Nilai -Bibit Cottoni tali ris Bibit Spinosum tali ris Tenaga Kerja tali ris Plastik Pengikat unit Plastik Pembungkus unit Total Biaya Tidak Tetap Biaya Tetap -Biaya Perawatan unit , Total Biaya Tahun 2014* Sumber: Data Primer Diolah, 2013 Keterangan: * Data sampai dengan bulan Oktober 2014 Produksi dan Penerimaan Usaha Produksi budidaya rumput laut sepanjang tahun tidak selalu optimal bahkan bisa gagal panen atau tidak menghasilkan apa-apa. Berdasarkan hasil wawancara banyak faktor eksternal yang sangat mempengaruhi produksi rumput laut di perairan Nusa Penida. Faktor eksternal tersebut adalah musim, hama penyakit serta kualitas bibit. Hama penyakit yang menyerang budidaya rumput laut hingga saat ini belum ditemukan solusinya adalah serangan ice-ice. Serangan ini ditandai pada thalus rumput laut terdapat bercak-bercak putih sehingga menyebabkan thalus-thalus tersebut putus. Kualitas bibit sangat mempengaruhi produksi rumput laut. Selama ini pasokan bibit untuk budidaya di Nusa Penida hanya antar pembudidaya, tidak ada berasal dari luar Pulau. Hal ini disatu pihak membawa keuntungan yaitu tidak menyebarkan hama penyakit yang dari luar Pulau, namun disisi lain bibit rumput laut berasal dari kualitas yang sama yang belum tentu kualitas terbaik. Rata-rata penerimaan usaha budidaya rumput laut Euchema spinosum dan Euchema cottoni 100 m 2 per tahun, jumlah penerimaan Euchema spinosum sebesar 362 kilogram kering dengan harga rataan Rp 6200 dan Euchema cottoni sebesar 117 kilogram dengan harga Rp

101 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 58 Tabel Rataan Produksi dan Penerimaan Usaha Perikanan Budidaya Rumput Laut Permusim dalam satu tahun di Kabupaten Klungkung, 2013 Unit : Luas Lahan 100 m 2 Penerimaan Satuan Volume Harga Satuan Nilai Spinosum Kering Kg Cottoni Kering Kg Bibit Spinosum Tali Ris Bibit Cottoni Tali Ris Total Penerimaan Sumber: Data Primer Diolah, 2013 Perikanan Budidaya KJA (Kabupaten Cianjur) Usaha budidaya KJA di Desa Cikidangbayabang dari tahun 2013 hingga 2014 mengalami penurunan penerimaan usaha sebesar 12,41% dan keuntungan usaha menurun sebesar 27,14% dari tahun sebelumnya. Hal ini dipengaruhi oleh faktor ekternal dan internal. Faktor eksternal meliputi kondisi lingkungan perairan yang makin menurun kualitasnya sedangkan faktor internal adalah faktor ketersediaan modal yang naik 17,03% dan kenaikan biaya tetap sebesar 21,07%. Kenaikan biaya tetap, dipengaruhi oleh pengambilan data pada tahun 2014 lebih spesifik dibanding tahun lalu yang merupakan perbaikan data. Biaya operasional mengalami penurunan, hal tersebut disebabkan oleh menurunnya padat tebar dan penggunaan pakan. Biaya Investasi Karamba Jaring Apung (KJA) di Desa Cikidangbayabang, Kec. Mande, Kab. Cianjur berukuran 14 m x 14 m x 6 m tiap unitnya. Satu unit KJA terdiri dari empat petak dan tiap petak mempunyai satu jaring utama. Bahan kerangka biasanya terbuat dari besi atau bambu. Rata-rata kebutuhan investasi kerangka KJA yang terbuat dari besi pada tahun 2014 Rp ,- sedangkan kerangka KJA bambu sebesar Rp ,-. Nilai tersebut merupakan nilai yang diterima pembudidaya saat memulai usahanya, bukan nilai sekarang. Jaring utama atau jaring atas berukuran 6 m x 6 m x 4 m dengan ukuran mata jaring jaring 0,75 inci dan 3 jaring ukuran sama dengan ukuran mata jaring 1 inci. Jaring yang berada pada bagian terluar biasa disebut dengan jaring kolor yang melingkupi satu unit keramba dan berukuran 14 m x 14 m x 6 m. Selain itu juga terdsapat jaring dolos yang mirip dengan jaring utama tetapi melingkupi dua petak atau mempunyai ukuran 6 m x 12 m x 3 m. Harga jaring utama, dolos dan kolor masing-masing sebesar Rp ,- ; Rp ,- dan Rp ,-. Nilai jaring tersebut merupakan nilai sekarang karena para pembudidaya sudah memperbaiki KJAnya. Selain KJA dan jaring dibutuhkan pula rumah jaga sebagai tempat tinggal pemilik baik bersifat sementara maupun permanen, rata-rata nilai investasi rumah jaga yang dikeluarkan pembudidaya saat memulai usahanya sebesar Rp

102 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA ,-. Rata-rata nilai investasi gudang pakan/saung supa yang berfungsi untuk menyimpan pakan pelet sebesar Rp ,-. Rata-rata nilai investasi perahu yang digunakan sebagai alat transportasi pembudidaya sebesar Rp ,-. Tiap satu unit kerangka keramba biasanya terdiri dari pelampung sejumlah 36 buah terbuat dari stereofoam atau drum. Namun saat ini yang lebih banyak digunakan oleh pembudidaya adalah pelampung yang terbuat dari bahan stereofoam dimana harganya sekitar Rp ,-. Rata-rata besarnya investasi usaha yang dibutuhkan untuk melakukan usaha budidaya KJA pada tahun 2014 yakni sebesar Rp ,- per unit seperti yang ditampilkan pada Tabel berikut. Tabel Investasi Usaha Budidaya di Karamba Jaring Apung (KJA) per unit/siklus di Kabupaten Cianjur, Tahun 2014 No Jenis Investasi Jumlah Harga Satuan (Rp) Umur Teknis (Tahun) Nilai (Rp) 1. KJA Besi KJA Bambu Rumah Jaga Gudang Pakan Perahu Peralatan Budidaya a. Serokan b. Blong/Tempat Ikan c. Jaring Utama d. Jaring Dolos e. Jaring Kolor f. Jangkar g. Tali Jangkar h.pelampung i. Lampu neon j. Timbangan h. Lainnya Sumber: Data Primer Diolah, 2014 Jumlah Total

103 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 60 Biaya Operasional Sistem budidaya KJA adalah multikultur dengan jenis ikan seperti ikan mas (Cyprinus carpio), nila (Oreochromis niloticus) dan bawal air tawar (Colossoma macropomum). Teknik budidaya dengan sistem tumpang mina yaitu ikan yang dipelihara pada jaring utama adalah ikan mas atau bawal sedangkan ikan nila berada di jaring kolor atau di bawah jaring utama. Ukuran benih untuk pembesaran ikan mas adalah gram (ukuran 7-9 cm) dan kisaran harganya sekitar Rp ,- Rp ,- per kg. Ukuran benih untuk pembesaran nila adalah 8-10 gram (ukuran 7-9 cm) dan kisaran harganya Rp ,- - Rp ,- per kg sedangkan kisaran harga benih bawal Rp 120 Rp 150,- per ekor. Benih ikan biasanya disuplai dari Bandung, Cianjur, Sukabumi dan Subang. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya maka terlihat kenaikan harga benih ikan mas tetapi harga benih ikan nila menurun. Pemberian pakan biasanya tiga kali sehari, tetapi pembudidaya ada yang memberi pakan sampai lima kali dalam sehari. Jenis pakan yang digunakan adalah pellet dengan berbagai macam merk diantaranya adalah Pilar, Cargil, dan Jatra. Struktur biaya operasional usaha budidaya pada KJA masih didominasi oleh kebutuhan pakan pelet, rata-rata pengeluaran pakan sebesar Rp ,-. Jika dilihat dari harga, terdapat perbedaan dari tahun sebelumnya karena terlihat ratarata harga pakan. Hal tersebut disebabkan karena pembudidaya banyak yang mengubah kualitas pakan yang digunakan yaitu menggunakan pakan berkualitas lebih rendah dari yang sebelumnya. Jumlah pakan yang diberikan selama masa pemeliharaan ikan mempengaruhi jumlah ikan yang berhasil dipanen. Semakin besar jumlah pakan yang diberikan maka semakin besar pula berat ikan yang bisa dipanen. Pada tahun 2014, terjadi penurunan intensitas usaha budidaya yang disebabkan oleh besarnya biaya operasional usaha sedangkan responden memiliki keterbatasan modal yang dimiliki. Harga pakan yang tinggi dan rendahnya produktivitas menjadi alasan beberapa pembudidaya untuk mengurangi intensitas usahanya. Kolam KJA tidak diisi optimal atau banyak petak KJA yang dibiarkan kosong, begitu juga dengan pemberian pakan yang hanya sedikit. Selama tahun 2014, terjadi tiga kali kenaikan harga paka yaitu pada bulan januari, bulan mei dan bulan agustus, diduga setelah kebijakan kenaikan BBM bulan oktober juga berdampak pada harga pakan. Lama pemeliharaan untuk ikan mas selama 3-4 bulan sedangkan ikan nila selama 8-10 bulan dan ikan bawal membutuhkan waktu selama 4-6 bulan untuk dipanen. Selain biaya tidak tetap, pembudidaya juga mengeluarkan biaya tetap biasanya dikeluarkan untuk listrik, tenaga kerja, bbm untuk menjangkau KJA, biaya retribusi dan biaya perawatan. Perhitungan biaya tidak tetap dan tetap pada usaha budidaya KJA di Kabupaten Cianjur tahun 2013 dan 2014 dapat dilihat pada Tabel berikut.

104 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 61 Tabel Biaya Tidak Tetap dan Tetap pada Usaha Budidaya KJA di Kabupaten Cianjur, Tahun unit KJA berukuran 14 x 6 m No Jenis Biaya Satuan 1. Biaya Tidak Tetap: 2. Biaya Tetap: Sumber: Data Primer Diolah, 2013 Jumlah (unit) Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp/Tahun) Benih mas Kg Benih nila Kg Benih bawal Ekor Pakan Pellet Kg Jumlah Listrik Tenaga Kerja Jumlah Tabel Biaya Tidak Tetap dan Tetap pada Usaha Budidaya KJA di Kabupaten Cianjur, Tahun unit KJA berukuran 14 x 6 m No Jenis Biaya Satuan 1 Biaya Tidak Tetap: Jumlah (unit) Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp/Tahun) Benih mas Kg Benih nila Kg Benih bawal Ekor Benih Ikan Lainnya Pakan Pellet Kg Biaya Tetap: Jumlah Listrik Tenaga Kerja Solar Liter 7, Biaya pajak retribusi Biaya perbaikan KJA (besi n bambu) Biaya perbaikan/perawatan jaring Biaya perbaikan/perawatan aset lainnya Biaya lain-lain Sumber: Data Primer Diolah, 2014 Jumlah

105 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 62 Produksi dan Peneriman Usaha Produksi ikan mas dalam waktu 10 bulan rata-rata sebesar kg dengan kisaran harga sebesar Rp ,- s/d Rp ,- per kg. Rata-rata produksi ikan nila sebanyak 402 kg dengan kisaran harga sebesar Rp ,- hingga Rp ,- per kg. Rata-rata produksi ikan bawal sebanyak 209 kg dengan kisaran harga sebesar Rp ,- hingga Rp ,- per kg. Rata-rata produksi ikan lele sebanyak 28 kg dengan kisaran harga sebesar Rp ,- hingga Rp ,- per kg. Besarnya rata-rata produksi dan penerimaan usaha budidaya KJA dapat dilihat pada Tabel berikut Pada tahun 2014, produksi ikan mengalami penurunan yang mempengaruhi penerimaan usaha. Menurut pembudidaya, turunnya produksi ikan mas disebabkan oleh virus herpes yang mewabah pada awal bulan sekitar bulan januari. Hal tersebut menyebabkan pembudidaya mengurangi padat tebar karena tidak mau resiko gagal panen. Disamping itu, terdapat perubahan pada cuaca, yang menurut pembudidaya, cuaca panas/hujan terjadi secara berlebihan sehingga mempengaruhi kondisi perairan. Pada musim panas, kedalaman perairan menurun sedangkan pada musim hujan menyebabkan kondisi perairan menjadi asam. Kondisi tersebut menyebabkan ikan tidak bisa tumbuh secara optimal, pemberian pakan banyak sering tidak menambah berat ikan. Harga pakan pun juga mengalami kenaikan, pada bulan januari september terjadi kenaikan harga pakan sebanyak 3 kali. Oleh karena itu, banyak pembudidaya yang tidak mengoptimalkan seluruh KJA untuk budidaya, hanya sebagian saja untuk menghindari resiko kerugian yang lebih besar. Tabel Produksi dan Penerimaan Usaha Perikanan Budidaya KJA di Kabupaten Cianjur, Tahun 2014 Jenis Komoditas Produksi (Kg) Harga Satuan (Rp) Nilai Produksi (Rp/tahun) Ikan Mas Ikan Nila Ikan Bawal Ikan Lele Sumber: Data Primer Diolah, 2014 Jumlah

106 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 63 Produk Kelautan Komoditas Garam (Kabupaten Sumenep) Biaya Investasi Komponen investasi tambak garam meliputi lahan tambak garam, gudang penyimpanan garam, kincir angin, pemadat tanah (guluk), pengkais (kaot kaot), garuk (racak), pengukur kadar garam (timbangan), sepeda, penumbuk tanah, sekop garam, keranjang dan perata garam. Lahan tambak garam merupakan komponen terbesar dari investasi yang mencapai hingga 95% dari total biaya investasi. Lahan tambak merupakan modal utama yang dibutuhkan dalam proses pembuatan garam, produksi garam berbanding lurus dengan luas lahan garam yang dimiliki. Usaha tambak garam ini hanya bisa dilakukan pada sebuah lahan yang membutuhkan sinar matahari langsung (Amaliya, 2007). Biaya investasi tahun tidak mengalami perubahan. Beberapa barang investasi meliputi gudang penyimpanan, kincir angin, pengkais, penggaruk dan sepeda. Sedangkan barang investasi lainnya harganya masih tetap. Sehingga belum terdapat perubahan pada komponen biaya investasi. Biaya investasi yang dimaksud merupakan biaya investasi rata-rata per hektar dari seluruh pelaku usaha garam yang menjadi responden di Kabupaten Sumenep, komponen biaya tersebut dijelaskan dalam Tabel berikut: Tabel Perkembangan Biaya Investasi Usaha Tambak Garam Per 1 Hektar di Kabupaten Sumenep, 2013 dan 2014 Rincian Satuan Vol Harga Satuan (Rp) Nilai (Rp) Umur Teknis 1. Gudang Penyimpanan unit Kincir Angin unit Pemadat tanah ( Guluk ) unit Pengkais ( Kaot-kaot ) unit Penggaruk ( Racak ) unit Alat kadar garam unit Sepeda unit Penumbuk tanah unit Sekop garam unit Keranjang unit Perata Garam unit Total Sumber: Data Primer Diolah, 2013 dan 2014

107 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 64 Biaya Operasional Usaha Biaya operasional usaha pada tambak garam diartikan sebagai biaya yang diperlukan bagi petambak dalam melakukan usahanya. Usaha tambak garam tidak memerlukan barang input dalam jumlah banyak seperti pupuk atau pakan seperti pada usaha budidaya maupun biaya bahan bakar minyak pada bidang perikanan tangkap. Sebagian besar input dalam usaha tambak garam merupakan tenaga manusia. Operasional usaha mulai dari persiapan lahan yaitu perbaikan konstruksi tanah, pemadatan tanah sampai dengan panen mengandalkan tenaga manusia. Biaya ini dibagi menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Biaya tetap merupakan biaya yang rutin dikeluarkan dan tidak tergantung pada total produksi yang dihasilkan. Komponen biaya tetap diantaranya adalah pembayaran pajak dan sewa lahan bagi responden yang tidak memiliki lahan sendiri. Sedangkan biaya tidak tetap besaranya disesuaikan dengan usaha yang dijalankan oleh petambak dan dipengaruhi besarnya output dari usaha yang dilakukan. Biaya sewa pompa air jika tenaga kincir angin kurang dan perbaikan kincir angin, dan berbagai biaya perbaikan lahan termasuk dalam kategori biaya tidak tetap. Selain itu yang termasuk dalam biaya tidak tetap lainya adalah biaya pemanenan. Biaya pemanenan merupakan biaya untuk memindahkan garam dari tambak ke gudang sementara atau langsung ke gudang tetap. Selain itu juga terdapat biaya pengarungan, pengangkutan dan konsumsi tenaga kerja pemanenan yang perlu untuk dikeluarkan oleh pelaku usaha disesuaikan dengan besarnya produksi yang dihasilkan, Berdasarkan data yang diolah maka dapat diketahui bahwa untuk komponen biaya tidak tetap sewa pompa air pada tahun 2014 mengalami penurunan dari biaya sewa pompa air pada tahun Hal ini berlaku baik pada pemilik maupun penyewa lahan. Hal tersebut disebabkan pada tahun 2013 cuaca kurang mendukung bagi usaha pegaraman, dengan kondisi cuaca yang kering membutuhkan tenaga pompa air lebih sering untuk dapat mengalirkan air tua yang menjadi input utama pada usaha pegaraman dan berakibat meningkatnya biaya sewa pompa air. Hal lain yang bisa menjadi perhatian adalah biaya pemanenan pada pemilik yang meningkat cukup tajam dari tahun 2013 ke tahun 2014, hal ini dikaitkan dengan total volume produksi yang meningkat pada tahun Secara keseluruhan biaya yang signifikan menjadi pembeda antara responden pemilik dan penyewa adalah biaya sewa lahan. Data tahun 2013 dan 2014 masih belum terdapat peningkatan biaya sewa lahan. Data lebih lengkap ditampilkan dalam tabel berikut yang menjelaskan komponen Biaya Tetap (Fixed) dan Tidak Tetap (Variable)Usaha Tambak Garam Per 1 Ha Berdasarkan Status Penguasaan Lahan di Kabupaten Sumenep, 2013 dan 2014.

108 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 65 Tabel Perkembangan Biaya Tetap dan Tidak TetapUsaha Tambak Garam Per 1 Ha Berdasarkan Status Penguasaan Lahan di Kabupaten Sumenep, 2013 dan 2014 Rincian Satuan Status Penguasaan Lahan Pemilik Penyewa Biaya Tetap a. Sewa lahan (Rp/musim) - - 4,000,000 4,000,000 b. Pajak (Rp/musim) 15,000 15, Biaya Tidak Tetap a. Bagi hasil b. Sewa Pompa Air (Rp/musim) 178,476 55, ,231 95,097 c. Sewa Kincir Angin (Rp/musim) - 38, d. Bensin (Rp/musim) 50,978-8,333 29,960 e. Perbaikan Saluran Tambak (Rp/musim) 2,214,338 2,405, , ,333 f. Perbaikan Meja Tambak (Rp/musim) 365, , ,000 90,133 g. Perbaikan Kincir Angin (Rp/musim) 435, , , ,374 h. Perbaikan Gudang (Rp/musim) 177, , ,167 38,667 I. Pemanenan (Rp/musim) 570, ,112 1,202,060 1,269,964 j. Pengarungan (Rp/musim) 257, , , ,618 k. Pengangkutan (Rp/musim) 2,489,871 1,794,203 1,704,000 2,017,593 l. Bahan Karung (Rp/musim) 4,200 2, m. Konsumsi Tenaga Kerja Panen (Rp/musim) 222, , , , Total Biaya 6,981,735 6,693,835 9,650,194 9,041,013 Sumber: Data Primer Diolah, 2013 dan 2014 Produksi dan Penerimaan Usaha Tahun 2014 produksi garam di Kabupaten Sumenep meningkat tajam dibandingkan tahun Cuaca yang lebih mendukung, ditandai dengan awal musim garam dimulai pada bulan Juni 2014, dibandingkan dengan kondisi pada tahun 2013 yang baru bisa panen pada bulan Agustus Hal ini membuktikan bahwa produksi garam sangat bergantung faktor cuaca (musim kemarau), semakin panjang musim kemarau maka produksi garam akan semakin meningkat. Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pada tahun 2014 harga garam relatif stabil, tidak dapat perbedaan signiikan sepanjang tahun, meskipun dijual pada saat musim atau diluar musim garam. Perkembangan produksi dan penerimaam usaha tambak garam di Kabupaten Sumenep digambarkan sebagai berikut:

109 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 66 Tabel Perkembangan Produksi dan Penerimaan Usaha Tambak Garam Per 1 Ha di Kabupaten Sumenep, 2013 dan Status Penguasaan Aset 1. Pemilik Lahan Dijual Saat Musim Garam 24,49 30,54 Produksi (ton) Harga (Rp/ton) Nilai Produksi (Rp) a. Garam KW ,000 4,684,596 5,789,052 b. Garam KW ,000 7,988,047 7,429,708 c. Garam KW , ,806 Dijual Diluar Musim Garam 9,51 21,58 a. Garam KW ,000 3,352,862 4,369,897 b. Garam KW ,000 3,021,105 5,545,517 c. Garam KW ,000-70, Penyewa Lahan Dijual Saat Musim Garam 34,92 34,40 a. Garam KW ,000 3,355,120 3,208,061 b. Garam KW ,000 13,355,120 11,288,362 c. Garam KW , ,980 1,062,092 Dijual Diluar Musim Garam 12,72 24,83 - a. Garam KW ,000 5,000,000 3,352,941 b. Garam KW ,000 3,633,987 7,790,512 c. Garam KW , , Pendapatan Usaha a. Pemilik Lahan 19,046,611 23,963,566 b. Penyewa Lahan 26,295,207 26,701,967 Sumber: Data Primer Diolah, 2013 dan 2014

110 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 67 Perkembangan Usaha Perikanan Perikanan Tangkap Laut Analisis Perkembangan Usaha Perikanan Tangkap Pelagis Besar Biaya Investasi Pada usaha perikanan tangkap pelagis besar, investasi usaha terus menunjukkan tren yang positif. Hal ini disebabkan oleh semakin mahalnya barangbarang investasi khususnya kapal yang menjadi pengeluaran dominan bagi investasi di usaha perikanan tangkap pelagis besar (79%). Rata-rata peningkatan biaya investasi pertahun adalah 9%. Secara khusus kenaikan harga kapal rata-rata pertahun adalah 11%. Barang investasi utama lainnya adalah mesin yang juga banyak mengalami kenaikan yaitu sebesar 16%. Alat penangkapan yang menjadi kunci didalam usaha penangkapan tercatat cenderung menurun rata-rata -11% pertahun. Namun penurunan alat tangkap tidak berpengaruh banyak mengingat persentase alat tangkap sangat kecil terhadap total biaya investasi (< 1%). Mencermati perkembangan biaya investasi yang dibutuhkan dapat dikatakan bahwa perkembangan tersebut cukup tinggi bila dibandingkan dengan inflasi umum yang berkisar antara 5-6% pertahun. Hal ini menunjukkan terjadinya peningkatan biaya investasi secara relatif terhadap barang-barang yang dikonsumsi baik pangan maupun non pangan oleh masyarakat. Kondisi ini berpotensi menurunkan minat masyarakat untuk berinvestasi dalam usaha perikanan tangkap pelagis besar INVESTASI (Per Unit Kapal) Kapal (Rp/Unit) Mesin (Rp/Unit) Alat Tangkap (Rp/Unit) Lainnya(Rp/Unit) Gambar 4.1. Perkembangan Biaya Investasi Perikanan Tangkap Pelagis Besar Sumber: Data Primer Diolah,

111 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 68 Biaya Usaha Struktur biaya tetap pada perikanan tangkap pelagis besar mengalami kecenderungan yang positif. Hal ini disebabkan oleh komponen biaya tetap yang memiliki keterkaitan langsung dengan biaya investasi seperti penyusutan dan perawatan terhadap barang investasi khususnya kapal dan alat tangkap. Biaya tetap secara general mengalami sedikit peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan 16% per tahun. Peningkatan terbesar disumbang oleh biaya perawatan yang naik sebesar 40% pertahun. Tingginya kenaikan biaya perawatan disebabkan oleh semakin mahalnya bahan baku untuk perbaikan kapal dan suku cadang mesin. Belum lagi ditambah dengan upah tenaga kerja yang juga semakin mengalami peningkatan Gambar Biaya Tetap Nilai Perijinan, Pajak Retribusi (Rp/Unit/Tahun) Perawatan (mesin, alat tangkap, armada) (Rp/Unit/Thn) Penyusutan (mesin, alat tangkap. Armada, aset lainnya) (Rp/Unit/Thn) Perkembangan Biaya Tetap Perikanan Tangkap Pelagis Besar Sumber: Data Primer Diolah, Perkembangan biaya operasional terlihat mengalami peningkatan yang cukup tinggi yaitu sebesar 8.8% per tahun dengan kenaikan utama pada kenaikan biaya bahan bakar sebesar 13.6% per tahun. Tingginya kenaikan biaya bahan bakar disebabkan oleh dua hal yaitu meningkatnya kebutuhan bahan bakar per trip sebesar 16 % pertahun dan meningkatnya harga bahan bakar solar dan bensin pada juni 2013 dari Rp menjadi Rp per liter solar dan Rp menjadi Rp per liter bensin. Pada tahun 2010 tercatat kebutuhan BBM hanya berkisar 341 liter per trip dan pada tahun 2013 tercatat menjadi 521 liter. Kondisi ini menunjukkan wilayah operasi penangkapan ikan yang semakin jauh. Peningkatan ini berimplikasi pada jumlah trip yang tercatat semakin menurun dimana pada tahun 2010 sebanyak 16 trip per tahun menjadi 14 trip per tahun.

112 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA Gambar Biaya Variabel Bahan Bakar Minyak (BBM) (Rp/Thn) Es Balok (Rp/Thn) Ransum (Rp/Thn) Lainnya (Rp/Thn) Perkembangan Biaya Operasional Perikanan Tangkap Pelagis Besar Sumber: Data Primer Diolah, Selain BBM peningkatan juga tercatat pada biaya ransum. Meskipun jumlah trip mengalami penurunan pertahunnya, namun jumlah yang dibawa pada setiap tripnya mengalami peningkatan. Selin itu, peningkatan harga-harga barang konsumsi juga turut mempengaruhi kenaikan biaya ransum seperti beras yang mengalami peningkatan sebesar 5% PENGGUNAAN BBM (liter/kapal) RATA2 TRIP/tahun Gambar 4.4. Perkembangan Penggunaan Bahan Bakar per Trip dan Jumlah Trip per tahun Sumber: Data Primer Diolah,

113 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 70 Penerimaan dan Keuntungan Usaha Fluktuasi penerimaan dan keuntungan usaha selama periode dipengaruhi oleh dua hal yaitu produksi dan harga ikan. Secara rata-rata terjadi pertumbuhan produksi yang positif sebesar 21% per tahun. Produksi pada tahun 2010 tercatat sebesar 3,5 ton per kapal pertahun dan pada tahun 2013 tercatat sebesar 4,9 ton per kapal pertahun. Penurunan produksi yang cukup tajam terjadi pada tahun 2012 dimana menurun sebesar 33% dari tahun sebelumnya. Dari sisi harga tercatat kecenderungan kenaikan sebesar 7% pertahun meski variasi antar tahun cukup tinggi. Misalnya pada tahun 2012 dimana harga ikan mengalami kenaikan dari rata-rata Rp menjadi Rp atau sekitar 60% Produksi (ton/kapal/tahun) Harga (Rp 000/Kg) Gambar 4.5. Perkembangan Produksi dan Harga Ikan Pada Perikanan Tangkap Pelagis Besar Sumber: Data Primer Diolah, Fluktuasi produksi dan harga masih berimbas positif pada penerimaan dan keuntungan usaha. Hal ini terlihat dari perkembangannya yang selalu positif dalam kurun waktu dengan rata-rata peningkatan sebesar 11,8% dan 32,3%. Kondisi ini menunjukkan bahwa kondisi usaha pelagis besar masih cukup menguntungkan secara nominal sehingga berpotensi untuk terus dikembangkan.

114 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA BIAYA TOTAL PENDAPATAN USAHA (Rp/Thn/ Armada) PENERIMAAN (Rp/Thn/Armada) Gambar 4.6. Perkembangan Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Sumber: Data Primer Diolah, Analisis Perkembangan Usaha Perikanan Tangkap Pelagis Kecil-Demersal Biaya Investasi Biaya investasi untuk usaha perikanan tagkap pelagis kecil-demersal mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Besarnya kenaikan biaya investasi pertahun adalah 16,9% dengan proporsi biaya investasi terbesar untuk kapal dan alat tangkap. Antara tahun 2007 sampai dengan tahun 2013 tercatat perbedaan yang cukup mencolok yaitu 130% dari hanya sekitar 19 juta rupiah sampai lebih dari 44 juta rupiah. Kondisi ini membuat investasi baru di usaha perikanan tangkap pelagis kecil-demersal semakin berat mengingat peningkatan yang terjadi jauh diatas rata-rata inflasi umum yang pada kurun waktu yang sama hanya berkisar diangka 6% saja INVESTASI (Per Unit Kapal) Kapal (Rp/Unit) Mesin (Rp/Unit) Alat Tangkap (Rp/Unit) Lainnya(Rp/Unit) Gambar 4.7. Perkembangan Biaya Investasi Perikanan Tangkap Pelagis Kecil-Demersal Sumber: Data Primer Diolah,

115 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 72 Biaya Usaha Selama tahun 2007 sampai dengan tahun 2013 pertumbuhan biaya tetap adalah 12,3% per tahun. Dua variable utama yang paling mempengaruhi berkaitan dengan penyusutan dan pemilharaan asset investasi. Tingginya peningkatan biaya tetap usaha tidak lepas dari bahan baku kayu yang digunakan untuk memperbaiki kapal-kapal yang rusak. Dalam satu tahun pemeliharaan kapal dilakukan antara 2-3 kali sementara perawatan untuk mesin cukup sering dengan frekuensi mencapai 4-5 kali pertahun mengingat banyaknya nelayan yang masih memakai mesinmesin kapal berusia tua. Penggunaan oli bekas sebagai strategi adaptasi untuk menghemat biaya operasional juga membuat daya tahan mesin berkurang Biaya Tetap Nilai Perijinan, Pajak Retribusi (Rp/Unit/Tahun) Perawatan (mesin, alat tangkap, armada) (Rp/Unit/Thn) Penyusutan (mesin, alat tangkap. Armada, aset lainnya) (Rp/Unit/Thn) Gambar 4.8. Perkembangan Biaya Tetap Perikanan Tangkap Pelagis Kecil- Demersal Sumber: Data Primer Diolah, Perkembangan biaya variabel dapat dibagi dua priode yaitu periode pertumbuhan positif (18,4%) antara tahun 2007 sampai dengan tahun 2010 dan periode pertumbuhan negatif (-15,7%) yaitu dari tahun Pada periode pertama peningkatan biaya variable disebabkan oleh meningkatnya jumlah trip (15%) dan meningkatnya jumlah pemakaian BBM dari rata-rata 8 liter menjadi 10 liter pada setiap trip nya. Situasi ini mengindikasikan peningkatan intensitas usaha yang dilakukan oleh nelayan. Pada periode selanjutnya penurunan biaya variable disebabkan oleh penurunan jumlah trip yang dilakukan oleh nelayan. Penurunan jumlah trip disebabkan oleh kondisi penangkapan yang dirasa semakin sulit sementara biaya untuk melaut per tripnya terus meningkat seiring dengan semakin jauhnya wilayah penangkapan.

116 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA Gambar 4.9. Biaya Variabel Es Balok (Rp/Thn) Lainnya (Rp/Thn) Bahan Bakar Minyak (BBM) (Rp/Thn) Ransum (Rp/Thn) Perkembangan Biaya Operasional Usaha Perikanan Tangkap Pelagis Kecil-Demersal Sumber: Data Primer Diolah, BBM/Trip Jumlah Trip/Tahun Gambar Perkembangan Penggunaan Bahan Bakar per Trip dan Jumlah Trip per tahun Usaha Perikanan Tangkap Pelagis Kecil- Demersal Sumber: Data Primer Diolah, Penerimaan dan Keuntungan Usaha Berdasarkan data monitoring produksi dan harga yang dilakukan semenjak tahun 2010 diketahui bahwa produksi terus mengalami penurunan sementara harga yang diterima oleh nelayan secara keseluruhan mengalami peningkatan. Rata-rata persentase penurunan produksi -18,5% pertahun. Sebaliknya, harga rata-rata yang diperoleh nelayan per kg ikan naik sebesar 13,2% per tahunnya. Secara ringkas situasi ini menunjukkan gejala over fishing yang kuat.

117 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA , , , , , , ,00 0, , , , , , , ,00 0,00 harga rata-rata Produksi (kg/kapal/tahun) Gambar Perkembangan Produksi dan Harga Hasil Penangkapan Usaha Perikanan Tangkap Pelagis Kecil-Demersal Sumber: Data Primer Diolah, Perkembangan penerimaan dan keuntungan usaha sangat dipengaruhi oleh hasil tangkapan yang diperoleh dan harga yang diterima oleh nelayan. Oleh karena itu penerimaan terekam semakin menurun begitu pula dengan pendapatan usaha yang diperoleh sebesar -6.5% pertahun. Penurunan ini bisa lebih besar dimasa yang akan datang bila melihat gejala penurunan yang terjadi. Sementara penurunan dari biaya total merupakan implikasi dari semakin berkurangnya effort yang dilakukan nelayan. Hal ini dilakukan untuk mencegah kerugian yang lebih besar khususnya pada saat-saat bukan musim ikan PENERIMAAN (Rp/Thn/Armada) PENDAPATAN USAHA (Rp/Thn/ Armada) Biaya TOTAL Gambar Perkembangan Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Usaha Perikanan Tangkap Pelagis Kecil-Demersal Sumber: Data Primer Diolah,

118 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 75 Perikanan Perairan Umum Daratan Analisis Perkembangan Usaha Perikanan Tangkap Perairan Waduk Biaya Investasi Biaya investasi usaha perikanan tangkap di perairan umum terekam semakin meningkat tajam. Hal ini disebabkan oleh naiknya harga-harga kayu yang menjadi dasar pembuatan perahu. Sementara pengeluaran investasi untuk perahu merupakan yang paling dominan yaitu sebesar 57% yang diikuti kemudian oleh mesin (36%) dan alat tangkap (7%) Gambar Perkembangan Biaya Investasi Perikanan Tangkap Perairan Waduk Sumber: Data Primer Diolah, Biaya Usaha - Mesin (Rp/unit) - Perahu (Rp/unit) - Alat Tangkap (Rp/unit) Total Investasi Struktur biaya tetap pada perikanan tangkap perairan umum daratan mengalami kecenderungan yang positif. Hal ini disebabkan oleh komponen biaya tetap yang memiliki keterkaitan langsung dengan biaya investasi seperti perawatan terhadap barang investasi khususnya kapal dan alat tangkap. Biaya tetap secara general mengalami sedikit peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan 16,7% per tahun. Peningkatan biaya tetap mengikuti perkembangan biaya perawatan yang semakin mahal perbaikan kapal dan suku cadang mesin. Belum lagi ditambah dengan upah tenaga kerja yang juga semakin mengalami peningkatan.

119 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA Biaya Tetap - Retribusi, Perijinan, Pajak (Rp/unit/tahun) - Perawatan (Rp/unit/tahun) Gambar Perkembangan Biaya Tetap Perikanan Tangkap Perairan Waduk, Sumber: Data Primer Diolah, Biaya operasional usaha terlihat relatif stabil dengan kecenderungan mengalami penurunan semenjak tahun Faktor utama yang mempengaruhi penurunan biaya operasional adalah menurunnya jumlah trip yang dilakukan oleh nelayan sebesar -18% pertahunnya. Sebagai perbandingan, tahun 2010 jumlah trip dalam satu tahun mencapai 258 trip sedangkan pada tahun 2013 hanya sebesar 139 trip atau hampir setengahnya saja. Situasi ini menunjukkan intensitas usaha yang semakin menurun Biaya Variabel - BBM (Rp/tahun) - Ransum (Rp/tahun) - Es Balok (Rp/tahun) Gambar Perkembangan Biaya Tidak Tetap Usaha Perikanan Tangkap Perairan Waduk, Sumber: Data Primer Diolah,

120 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 77 Penerimaan dan Keuntungan Usaha Produksi perikanan tangkap perairan umum daratan semenjak tahun 2010 terpantau terus mengalami penurunan. Rata-rata penurunan produksi per unit kapal sebesar -11,8%. Penurunan kondisi sumberdaya diduga menjadi penyebab turunnya produksi hasil tangkapan masyarakat. Selain itu harga jual ikan hasil tangkapan yang terus menurun juga membuat minat melakukan penangkapan ikan semakin turun Produktivitas (Kg/RTP/Tahun) Harga Nila Harga Patin Harga Mas Harga Oscar 0 Gambar Perkembangan Produksi Usaha Perikanan Tangkap Perairan Waduk, Sumber: Data Primer Diolah, Penurunan upaya penangkapan yang berdampak pada penurunan produksi akhirnya berdampak langsung pada pendapatan nelayan perairan umum daratan. Terlihat semenjak tahun 2010 penerimaan dan pendapatan usaha terus mengalami penurunan yang cukup berarti yaitu -17,8% per tahun Total Biaya (Biaya Tetap dan Variabel) Penerimaan (Rp/tahun) Keuntungan (Rp/tahun) Gambar Perkembangan Total Biaya, Penerimaan dan Keuntungan Usaha Perikanan Tangkap Perairan Waduk, Sumber: Data Primer Diolah,

121 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 78 Perikanan Budidaya Analisis Perkembangan Usaha Perikanan Budidaya Biaya Investasi Biaya investasi usaha perikanan budidaya mengalami peningkatan di semua jenis. Budidaya di KJA tercatat mengalami kenaikan biaya investasi yang paling kecil yaitu rata-rata 5% pertahun yang diikuti secara berurutan dengan tambak (6,6%), kolam (9.2%) dan rumput laut (13.37%). Kenaikan biaya investasi secara umum berada diatas laju inflasi nasional yang berarti bahwa investasi di kegiatan budidaya semakin lama semakin mahal khususnya untuk budidaya di kolam dan rumput laut. Jenis barang investasi utama pada usaha budidaya sangat tergantung dari jenis usaha budidaya yang dilakukan. Pada budidaya rumput laut investasi utama tanpa memperhitungkan lahan adalah patok dan tali. Patok yang sebagian besar terbuat dari kayu semakin lama semakin mahal karena sulit dicari. Pada budidaya di KJA terlihat bahwa jaring dan petakan unit KJA merupakan barang investasi utama dengan rata-rata kenaikan tertinggi terjadi pada jaring. Sementara pada budidaya di kolam dan di tambak, kenaikan investasi terutama disebabkan oleh naiknya harga lahan Gambar Perkembangan Investasi Budidaya Rumput Laut, Sumber: Data Primer Diolah, INVESTASI - Tali - Patok - Lainnya INVESTASI - KJA Bambu/Besi - Jaring - Lainnya Gambar Perkembangan Investasi Usaha Budidaya Keramba Jaring Apung, Sumber: Data Primer Diolah,

122 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA Gambar Perkembangan Investasi Usaha Budidaya Tambak, Sumber: Data Primer Diolah, Gambar Perkembangan Investasi Usaha Budidaya Kolam, Sumber: Data Primer Diolah, Biaya Usaha INVESTASI - Lahan - Rumah Jaga - Lainnya Biaya tetap yang tetap pada usaha perikanan budidaya lebih dipengaruhi oleh biaya untuk perawatan. Pajak, retribusi atau berbagai jenis pungutan lainnya terlihat tidak terlalu berpengaruh terhadap keseluruhan biaya tetap. Kenaikan rata-rata biaya tetap pertahun hampir seluruhnya rendah dimana budidaya rumput laut sebesar 1,76%, tambak 3,5%, dan kolam 2,3%. Hanya KJA yang tercatat pertumbuhan biaya tetapnya cukup tinggi khususnya untuk perawatan yaitu 11,7% Biaya Tetap Pajak dan Retribusi Perawatan Gambar Perkembangan Biaya Tetap Usaha Budidaya Rumput Laut, Sumber: Data Primer Diolah,

123 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA Gambar Perkembangan Biaya Tetap Usaha Budidaya Keramba Jaring Apung, Sumber: Data Primer Diolah, Biaya Tetap - Pajak - Retribusi - Perawatan Gambar Perkembangan Biaya Tetap Usaha Budidaya Tambak, Sumber: Data Primer Diolah, Biaya Tetap - Pajak - Retribusi - Perawatan Biaya Tetap - Pajak dan Retribusi - Perawatan - Lainnya Gambar Perkembangan Biaya Tetap Usaha Budidaya Kolam, Sumber: Data Primer Diolah, Secara umum, biaya operasional mengalami pertumbuhan yang positif kecuali budidaya rumput laut yang negatif -1.5%. Biaya operasional untuk masingmasing jenis budidaya tumbuh sebesar 10,9% untuk KJA, 5.7% untuk tambak dan 13.5% untuk kolam. Bibit atau benih pada semua jenis budidaya merupakan salah satu variabel kunci yang mempengaruhi biaya operasional. Pada budidaya rumput laut proporsi biaya untuk bibit mencapai 96%. Pada budidaya di KJA proporsi biaya benih adalah 23%, budidaya di tambak 32% dan budidaya di kolam 52%.

124 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 81 Penggunaan pakan pada budidaya ikan skala tradisional tidak terlihat cukup menonjol terhadap biaya operasional kecuali pada budidaya ikan di KJA yang proporsinya mencapai 74%. Pada budidaya ikan di kolam penggunaan pakan tidak terlalu besar yaitu hanya sebesar 14% sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap biaya operasional. Penggunaan pakan bahkan hampir tidak digunakan dalam sistem budidaya ikan tradisional di tambak Gambar Perkembangan Biaya Tidak Tetap Usaha Budidaya Rumput Laut, Sumber: Data Primer Diolah, Biaya Tidak Tetap - Bibit Spinosum - Bibit Cottoni - Plastik Pengikat/Tali Rafia - Plastik Pembungkus - Tenaga Kerja Gambar Perkembangan Biaya Tidak Tetap Usaha Budidaya Keramba Jaring Apung, Sumber: Data Primer Diolah, Biaya Tdk Tetap Benih - Pakan - BBM dan Listrik - Tenaga Kerja Biaya Tdk Tetap Benih Pakan BBM dan Listrik Tenaga Kerja Obat-obatan Pupuk Gambar Perkembangan Biaya Tidak Tetap Usaha Budidaya Tambak, Sumber: Data Primer Diolah,

125 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA Gambar Perkembangan Biaya Tidak Tetap Usaha Budidaya Kolam, Sumber: Data Primer Diolah, Penerimaan dan Keuntungan Usaha Pada umumnya budidaya rumput laut mengalami pertumbuhan yang positif dilihat dari sisi penerimaan dan pendapatan usaha. Peningkatan penerimaan terbesar terjadi pada KJA (17.6%) yang diikuti dengan tambak (10.4%) dan kolam (7.4%). Peningkatan penerimaan memberi peningkatan yang cukup berarti pada pendapatan usaha yaitu sebesar 26.5% pada KJA, 15.3% pada tambak dan 26,1% pada kolam. Namun penurunan penerimaan terjadi pada budidaya rumput laut yang turun sebesar -9,35% dan pendapatan yang turun sebesar -23.6% Biaya Tidak Tetap - Induk - Benih - Pakan - BBM/Listrik - Tenaga Kerja - Obat-obatan - Pupuk BIAYA USAHA PENERIMAAN Keuntungan Usaha Gambar Perkembangan Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Per Unit Pada Usaha Budidaya Rumput Laut, Sumber: Data Primer Diolah,

126 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA Gambar Perkembangan Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Per Unit Pada Usaha Budidaya Keramba Jaring Apung, Sumber: Data Primer Diolah, BIAYA USAHA PENERIMAAN KEUNTUNGAN USAHA BIAYA USAHA PENERIMAAN KEUNTUNGAN USAHA Gambar Perkembangan Biaya, Penerimaan, dan Pendapatan Per Unit Pada Usaha Budidaya Tambak, Sumber: Data Primer Diolah, BIAYA OPERASIONAL PENERIMAAN KEUNTUNGAN USAHA Gambar Perkembangan Biaya, Penerimaan dan Pendapatan Per Unit Pada Usaha Budidaya Kolam, Sumber: Data Primer Diolah, Berdasarkan hasil monitoring diketahui bahwa peningkatan penerimaan budidaya di KJA disebabkan oleh adanya peningkatan produksi khususnya ikan dan kenaikan harga dari beberapa komoditas yang dihasilkan seperti nila dan bawal. Sementara penurunan penerimaan pada budidaya rumput laut disebabkan oleh turunnya produksi budidaya khususnya untuk jenis spinosum. Meskipun harga rumput laut pada saat yang sama mengalami kenaikan tetapi tidak cukup

127 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 84 untuk menutupi besarnya turunnya produksi sehingga nilai produksi yang diterima oleh pembudidaya juga mengalami penurunan. 2500, , , ,00 500,00 0, Prod Mas Prod Nila Prod Bawal Harga Ikan Mas Harga Ikan Nila Harga Ikan Bawal Gambar Perkembangan Harga dan Produksi Budidaya Ikan di KJA per unit, Sumber: Data Primer Diolah, Produksi Spinosum Harga Spinosum Produksi Cottoni Harga Cottoni Gambar Perkembangan Harga dan Produksi Rumput Laut Per Unit (100m²), Sumber: Data Primer Diolah,

128 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 85 Produk Kelautan Analisis Perkembangan Usaha Komoditas Garam Biaya Investasi Perkembangan biaya investasi tanpa memperhitungkan lahan menunjukkan kecenderungan yang terus meningkat. Beberapa komponen barang investasi utama dalam usaha ini adalah gudang, kincir angin dan berbagai alat pendukung usaha. Secara nilai tidak ada yang sangat menonjol sebagai nilai penentu investasi. Rata-rata peningkatan nilai investasi pertahun sebesar 24% Gambar Perkembangan Biaya Investasi Usaha Tambak Garam, Sumber: Data Primer Diolah, Biaya Usaha Biaya Investasi - Gudang - Kincir angin - Alat pendukung usaha lainnya Komponen utama penyusun biaya tetap adalah sewa lahan sehingga perkembangan biaya tetap mengikuti besaran sewa lahan. besaran sewa lahan diketahui terus mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Pada tahun 2010 sewa lahan yang berlaku berkisar 2.4 juta per hektar. Nilai tersebut kemudian meningkat menjadi 3,2 juta atau 33%. Laju kenaikan biaya sewa rata-rata sebesar 10,1% per tahun Biaya Tetap -Sewa lahan - Pajak, Retribusi, Pungutan Gambar Perkembangan Biaya Tetap Usaha Tambak Garam, Sumber: Data Primer Diolah,

129 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 86 Biaya variabel pada usaha tambak garam sangat tergantung dengan kondisi usaha. Meski persiapan lahan merupakan komponen yang utama namun yang menjadi penyebab naik turunnya biaya variabel. Persiapan lahan relatif stabil karena hampir tidak terjadi kenaikan biaya tenaga kerja upahan. Variabel yang cukup menentukan ditunjukkan oleh biaya pengangkutan dan pemanenan. Perkembangan biaya variabel relatif stagnan dengan pertumbuhan tipis 1% Biaya variabel Persiapan lahan Pemanenan Pengangkutan Ransum Gambar Perkembangan Biaya Tidak Tetap Usaha Tambak Garam, Sumber: Data Primer Diolah, Penerimaan dan Keuntungan Usaha Faktor utama yang mempengaruhi penerimaan dan keuntungan usaha petambak garam adalah banyaknya produksi dan harga yang diterima. Berdasarkan hasil yang diperoleh diketahui bahwa produksi garam mengalami penurunan pada tahun 2012 dan tahun Hal ini disebabkan oleh jumlah hari panas yang berkurang sehingga panen tidak optimal. Pada saat yang bersamaan terjadi perbaikan harga jual garam. Penurunan produksi pada tahun 2012 sebesar 36% dari tahun sebelumnya. Secara rata-rata laju penurunan produksi adalah - 12,7% pertahun. 100,0 80,0 60,0 40,0 20,0 0, Produksi (Ton/Ha/thn) Harga Garam K1 (Rp. 000) Harga Garam K2 (Rp. 000) Gambar Perkembangan Produksi dan Harga Garam Usaha Tambak Garam, Sumber: Data Primer Diolah,

130 BAB IV. STRUKTUR DAN PERKEMBANGAN USAHA 87 Kenaikan harga garam yang cukup tinggi semenjak tahun 2012 menjadi berkah tersendiri bagi para petambak garam. Meskipun produksi menurun pada tahun 2012 ternyata tidak membuat penerimaan dan pendapatan usaha menurun dan bahkan sebaliknya. Penurunan pendapatan terjadi pada tahun 2013 seiring dengan penurunan tipis harga jual garam yang diterima petambak garam. Bila dihitung secara rata-rata, pertumbuhan penerimaan dan pendapatan petambak garam adalah 2,8% dan 2,3% pertahun Penerimaan (Rp./thn/Ha) Biaya Usaha Keuntungan (Rp./Thn/Ha) Gambar Perkembangan Penerimaan, Biaya usaha dan Keuntungan pada Usaha Tambak Garam, Sumber: Data Primer Diolah,

131 BAB V. STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN 88 BAB V. STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN Perikanan Tangkap Laut Pelagis Besar (Kota Bitung) Pada rumah tangga perikanan tipologi pelagis besar dibedakan berdasarkan status usahanya, yaitu pemilik dan nahkoda/abk. Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa pendapatan rata rata bulanan rumah tangga perikanan tangkap pelagis besar di Kota Bitung tidak selalu sama dalam setiap bulannya. Hal yang mempengaruhi besar maupun kecilnya pendapatan rumah tangga perikanan tuna di Kota Bitung diantaranya adalah sangat dipengaruhi oleh musim penangkapan ikan maupun pekerjaan lain diluar penangkapan ikan yang terkait dengan sektor perikanan dan non perikanan. Pada status pemilik kapal, pendapatan rumah tangga pada tahun 2013 lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan di tahun Kondisi yang sama juga terjadi pada rumah tangga perikanan tuna berstatus nahkoda dan ABK. Tabel 5.1. Bul Perkembangan Pendapatan Rata rata Rumah Tangga Per Bulan Tipologi Pelagis Besar di Kota Bitung Pada Pemilik Kapal, 2013 dan 2014 Perikanan (Rp/bulan) Non Perikanan (Rp/bulan) Total (Rp/Bulan) Perubahan (%) Jan 4,807,154 2,369, ,000 1,060,714 5,707,154 3,429,857 (66) Feb 6,674,154 3,849,643 1,007,692 1,346,429 7,681,846 5,196,071 (48) Maret 6,256,923 3,405, , ,286 6,999,231 4,395,071 (59) April 5,785,122 6,099, ,923 1,417,857 6,762,045 7,516, Mei 10,706,308 11,211, ,154 1,650,000 11,452,462 12,861, Juni 9,082,462 3,845, , ,000 9,828,615 4,220,857 (133) Juli 8,040,308 5,130,154* 715,385 1,139,881* 8,755,692 6,270,035 (40) Agus 3,272,615 5,590,323* 4,369,231 1,153,075* 7,641,846 6,743,398 (13) Sept 632,143** 5,880,436* 3,601,643** 1,120,850* 4,233,786 7,001, Okt 632,143** 6,292,878* 8,099,000** 1,142,777* 8,731,143 7,435,655 (17) Nov 1,017,857** 6,325,173* 11,087,464** 1,096,931* 12,105,321 7,422,104 (63) Des 917,857** 5,510,804* 4,521,602** 1,004,752* 5,439,459 6,515, Total 57,825,045 65,510,693 37,513,556 13,497,552 95,338,600 79,008, Keterangan : * merupakan nilai rata rata tahunan dari bulan Januari Juni. ** = data tahun 2013 yang diupdate tahun 2014 (mulai dari bulan September Desember 2014) Sumber: Data Primer Diolah, 2013 dan 2014

132 BAB V. STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN 89 Tabel 5.2. Bul Perkembangan Pendapatan Rata rata Rumah Tangga Per Bulan Tipologi Pelagis Besar di Kota Bitung Pada Nahkoda dan Anak Buah Kapal, 2013 dan 2014 Perikanan (Rp/bulan) Non Perikanan (Rp/bulan) Total (Rp/Bulan) Perubahan (%) Jan 678, , , , , ,000 (52) Feb 801, , , ,000 1,004, ,667 (51) Maret 651, , , , , ,667 (2) April 520, , , , , ,667 (6) Mei 683, , , , , ,000 (13) Juni 782, , , Juli 801, , , , , ,000 (70) Agus 823, , , , , ,833 (75) Sept 283,333** 260,648* 200,000** 294,213* 483, , Okt 283,333** 242,978* 366,667** 268,248* 650, ,227 (27) Nov 481,667** 227,919* 366,667** 257,401* 848, ,320 (75) Des 431,667** 204,795* 516,667** 244,746* 948, ,540 (111) Total 7,224,124 2,933,563 2,821,304 3,663,219 10,045,429 6,596, Keterangan : * merupakan nilai rata rata tahunan dari bulan Januari Juni. ** = data tahun 2013 yang diupdate tahun 2014 (mulai dari bulan September Desember 2014) Sumber: Data Primer Diolah, 2013 dan 2014 Berdasarkan jenis pekerjannya, rumah tangga pemilik kapal memiliki keragaman/variasi, jenis pekerjaannya lebih banyak jika dibandingkan dengan rumah tangga nahkoda/abk. Banyaknya variasi jenis pekerjaan dalam rumah tangga dapat menunjukkan bahwa pada rumah tangga tersebut banyak angota rumah tangga yang bekerja atau kepala keluarga memiliki waktu kerja yang lebih lenggang dibandingkan kepala keluarga pada rumah tangga nahkoda/abk, sehingga dapat melaksanakan aktifitas pekerjaan pada bidang lainnya. Besarnya waktu lenggang yang dimiliki oleh kepala keluarga (pemilik) dikarenakan pemilik tersebut tidak ikut melaut. Hal tersebut berbeda dengan kepala rumah tangga nahkoda/abk yang tidak memiliki waktu luang. Jenis pekerjaan yang termasuk ke dalam kategori nelayan diantaranya adalah sebagai pemilik kapal, nahkoda, ABK, pemilik rumpon/ponton ikan, memancing ikan dasar dan ikan tenggiri. Jenis pekerjaan yang termasuk ke dalam buruh jasa perikanan adalah bekerja di galangan (docking) kapal. Jenis pekerjaan yang termasuk ke dalam pedagang perikanan adalah berdagang lobster untuk dijual ke luar daerah Kota Bitung, menjual ikan di sekitar lokasi pemukiman, maupun bekerja di kapal penampung ikan. Jenis pekerjaan yang termasuk ke dalam penyedia jasa bahari adalah mengelola taxi air atau alat angkut warga antar pulau yaitu dari Kota Bitung menuju Pulau Lembeh dan sebaliknya. Jenis pekerjaan non perikanan diantaranya adalah pedagang, petani, PNS/Swastai, Buruh dan lainnya. Jenis pekerjaan yang temasuk ke dalam kategori pedagang adalah berjualan es, membuka warung sembako dan menjual pakaian. Jenis pekerjaan yang termasuk ke dalam kategori petani adalah pemilik lahan cengkeh, buruh petik cengkeh dan berkebung tanaman pangan lainnya. Jenis pekerjaan yang termasuk ke dalam kategori PNS adalah bekerja sebagai Guru SD. Jenis pekerjaan yang termasuk ke

133 BAB V. STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN 90 dalam kategori buruh adalah bekerja memotong kayu di hutan (sensor kayu) dan tukang bangunan. Tabel 5.3. Perkembangan Pendapatan Rata rata Rumah Tangga Perikanan pada Tipologi Perikanan Tangkap Pelagis Besar di Kota Bitung Berdasarkan Jenis Pekerjaan, 2013 dan 2014 Jenis Pekerjaan 1. Perikanan Pemilik Kapal Perubahan Nahkoda / ABK * (%) * Perubahan (%) - Nelayan 47,368,279 19,282,500 (146) 6,266,645 1,500,000 (318) - Pembudidaya Ikan Buruh Jasa Perikanan , Penyedia Jasa Bahari 5,254,535 2,714,286 (94) Pengolah perikanan Pedagang perikanan 8,512,861 10,855, Petambak Garam Lainnya 0 857, Non Perikanan 0 - Pedagang 1,409, ,143 (295) 504,175 1,166, PNS/POLRI/TNI Guru 3,818,890 1,607,143 (138) Petani 3,867,134 1,946,429 (99) 148, , Buruh Tani Buruh Bangunan ,349, ,000 (170) - Lainnya , Total 70,231,298 37,620,211 9,091,936 3,450,000 Sumber: Data Primer Diolah, 2013 dan 2014 Keterangan (*): Data pendapatan tahun 2014 merupakan data sementara. Karena pengambilan data hanya sampai bulan juni Kontribusi pendapatan kepala keluarga terhadap total pendapatan rumah tangga mencapai 86% pada rumah tangga pemilik dan 90% pada rumah tangga nahkoda/abk. Pendapatan terbesar yaitu berasal dari sektor perikanan. Hal tersebut menunjukkan bahwa sektor perikanan merupakan sektor utama yang mempengaruhi pendapatan rumah tangga perikanan pelagis besar di Kota Bitung. Kesejahteraan rumah tangga sangat tergantung pada kondisi sumber daya perikanan yang ada.

134 BAB V. STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN 91 Tabel 5.4. Status Dalam Keluarga 1. Kepala Keluarga 2. Istri Perkembangan Pendapatan Rumah Tangga Perikanan Tipologi Pelagis Besar di Kota Bitung Pada Status Pemilik Kapal, 2013 dan 2014 Perikanan Non Perikanan Total (Rp/Tahun) Perubahan (%) 68,111,8 25,823,7 8,431,25 4,682,1 76,543,1 30,505, (150.91) 5,611,25 4,850,00 3,850,00 2,157,1 9,461,25 7,007, (35.02) 3. Anak ART Lainnya - 107, , ,723,1 30,780,9 12,281,2 6,839,2 86,004,3 37,620,2 Total (128.61) Keterangan: Data pendapatan tahun 2014 merupakan data sementara. Karena pengambilan data hanya sampai bulan juni Sumber: Data Primer Diolah, 2013 dan 2014 Tabel 5.5. Perkembangan Pendapatan Rata rata Rumah Tangga Perikanan Tipologi Pelagis Besar di Kota Bitung Pada Status Nahkoda/ABK, 2013 dan 2014 Total Status Dalam Perikanan Non Perikanan (Rp/Tahun) Perubahan Keluarga (%) ,428,0 833,33 1,386,6 783,33 7,814,6 1,616,6 1. Kepala Keluarga (383.38) ,00 1,166,6 425,00 1,166,6 2. Istri ,66 666,66 3. Anak ART Lainnya ,428,0 1,500,0 1,811,6 1,950,0 8,239,6 3,450,0 Total (138.83) Keterangan: Data pendapatan tahun 2014 merupakan data sementara. Karena pengambilan data hanya sampai bulan juni Sumber: Data Primer Diolah, 2013 dan 2014

135 BAB V. STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN 92 Pelagis Besar (Kabupaten Malang) Pada rumah tangga perikanan tipologi pelagis besar di Kabupaten Malang, sumber pendapatan rumah tangga berasal dari sektor perikanan dan non perikanan. Jenis pekerjaan yang dilakukan pada sektor perikanan yaitu nelayan (pemilik atau nahkoda), pengambak (pemberi pinjaman modal), pengolah produk perikanan dan pedagang ikan. Untuk jenis pekerjaan yang dilakukan oleh rumah tangga perikanan pada sektor non perikanan yaitu pedagang dan penyedia jasa (laundry dan servis mesin). Pada tabel berikut dapat dilihat besarnya nilai pendapatan rumah tangga pada sektor perikanan dan non perikanan setiap bulannya selama tahun Secara keseluruhan sumber pendapatan rumah tangga paling besar berasal dari sektor perikanan yang mencapai 76,72% sedangkan untuk pendaptan dari sektor non perikanan yaitu sebesar 23,28%. Besarnya nilai pendapatan rumah tangga dari sektor perikanan disebabkan mayoritas anggota keluarga dalam rumah tangga bekerja pada sektor perikanan. Untuk kepala keluarga yang bekerja pada sektor perikanan yaitu sebagai nahkoda atau pemilik perahu, sedangkan untuk istri yang bekerja pada sektor perikanan yaitu sebagai pengambak. Sebagian besar pengambak di Kabupaten Malang dilakukan oleh istri nelayan (perempuan). Besarnya kontribusi pendapatan dari sektor perikanan terhadap total pendapatan rumah tangga yaitu sebesar 71,63% atau Rp ,-/tahun, sedangkan untuk pendapatan dari sektor non perikanan yaitu sebesar 28,37% atau Rp ,-/tahun. Tabel 5.6. Perkembangan Pendapatan Rata rata Rumah Tangga Per Bulan Tipologi Pelagis Besar di Kabupaten Malang, Non Perikanan Perikanan Total Pendapatan Bulan Nilai (Rp) (%) Nilai (Rp) (%) Nilai (Rp) Januari , , Februari , , Maret , , April , , Mei , , Juni , , Juli , , Agustus , , Total , , Rata-Rata Keterangan : Pengumpulan data tahun 2014, periode Januari - Agustus Sumber: Data Primer Diolah, 2014.

136 BAB V. STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN 93 Pelagis Kecil Demersal (Kabupaten Sambas) Dari hasil monitoring, diperoleh informasi bahwa rumahtangga responden PANELKANAS menggantungkan pendapatannya baik dari kegiatan di sektor Perikanan maupun sektor Non Perikanan. Meskipun demikian, dapat dilihat pada tabel di atas, betapa masih dominannya porsi pendapatan dari kegiatan perikanan (80%) jika dibandingkan dengan porsi pendapatan dari kegiatan Non Perikanan (20%). Hal ini mengindikasikan terdapat ketergantungan yang sangat tinggi dari rumahtangga responden PANELKANAS terhadap kegiatan di sektor Perikanan di kabupaten Sambas. Jika dilihat lebih mendalam, maka hasil monitoring juga menunjukkan bahwa ragam pekerjaan sektor Kelautan dan Perikanan (KP) yang dilakukan oleh anggota rumahtangga responden PANELKANAS terbagi menjadi empat macam profesi: Nelayan, Nakhoda/ABK, Buruh Jasa Perikanan dan Pengolah perikanan. Dari keempat profesi tersebut, pendapatan rata-rata tertinggi diperoleh dari kegiatan penangkapan sebesar Rp. 40 juta, selanjutnya dari profesi sebagai Nakhoda/ABK sebesar Rp. 28 juta, profesi Buruh Jasa Perikanan sebesar Rp. 18 juta, dan usaha pengolah perikanan sebesar Rp. 4 juta. Sedangkan ragam pekerjaan sektor Non KP yang dilakukan oleh anggota rumahtangga responden PANELKANAS terdiri dari tiga profesi: Wiraswastawan (umumnya pedagang), Buruh Industri, dan lainnya. Pendapatan rata-rata Kegiatan Non Perikanan tertinggi diperoleh dari kegiatan Wiraswasta sebesar Rp. 13 juta, dan kegiatan lainnya sebesar Rp. 10,5 juta. Tabel 5.7. Pendapatan Rata rata Jenis Pekerjaan Rumah Tangga Nelayan di Kabupaten Sambas, 2014 No Jenis Pekerjaan Nilai (Rp/tahun) % Perikanan dan Kelautan % 1. - Nelayan % 2. - Nakhoda/ABK % 3. - Buruh Jasa Perikanan % 4. - Pengolah perikanan % Non Perikanan % 1. - Wiraswasta % 2. - Buruh Industri - 0% 3. - Lainnya % Sumber: Data Primer Diolah, 2014 Dari hasil olahan data monitoring seperti pada tabel dibawah, dapat kita amati terdapat kondisi tingginya kontribusi kepala keluarga dan rendahnya kontribusi istri terhadap pendapatan rumahtangga nelayan di kabupaten Sambas. Besarnya beban yang dipikul seorang kepala keluarga tersebut tercermin dari besaran angka kontribusi dengan nilai sebesar 62%. Anggota keluarga lain yang dianggap cukup meringankan beban dari kepala keluarga di kabupaten sambas adalah anak, dengan rata-rata kontribusi sebesar 32%. Seorang istri keluarga

137 BAB V. STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN 94 nelayan di kabupaten Sambas hanya berkontribusi sebesar 7% saja, dan menghabiskan waktunya untuk melakukan kegiatan rumahtangga. Tabel 5.8. Kontribusi Pendapatan Anggota Rumah Tangga Nelayan di Kabupaten Sambas, 2014 No Sumber Nilai Persentase 1 Perikanan % a Kepala Keluarga % b Istri % c Anak % 2 Non Perikanan % a Kepala Keluarga - 0% b Istri % c Anak % 3 Total Pendapatan % Sumber: Olahan Data Monitoring PANELKANAS, Sambas 2014

138 BAB V. STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN 95 Perikanan Perairan Umum Daratan Perairan Waduk (Kabupaten Purwakarta) Struktur pendapatan rata-rata rumah tangga nelayan di Kabupaten Purwakarta menunjukkan jenis-jenis pekerjaan dari usaha perikanan dan non perikanan yang dilakukan oleh seluruh anggota rumah tangga. Jenis pekerjaan usaha perikanan yang dilakukan oleh rumah tangga pembudidaya diantaranya diantaranya nelayan, pembudidaya ikan, buruh jasa perikanan, jasa usaha perikanan, penyedia jasa bahari, pengolah perikanan, pedagang perikanan, petambak garam dan pekerjaan perikanan lainnya. Jenis pekerjaan usaha non perikanan diantaranya adalah pedagang, pegawai negeri sipil, petani, buruh tani, buruh bangunan dan pekerjaan non perikanan lainnya. Bergantungnya rumah tangga perikanan dan kelautan terhadap sumberdaya, membuat rentan stabilitas pendapatan rumah tangga, oleh karena itu banyak rumah tangga perikanan dan kelautan melakukan diversifikasi pendapatan berupa penambahan mata pencaharian alternatif serta penambahan modal kerja. Diversifikasi pendapatan melalui mata pencaharian alternatif dominan cenderung dilakukan oleh kepala keluarga.

139 BAB V. STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN 96 Tabel 5.9. No. Struktur Pendapatan Rata-Rata Rumah Tangga Nelayan Perairan Umum Daratan di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta, Tahun Jenis Pekerjaan Tahun 2013 Tahun 2014 Motor Tempel Tanpa Motor Motor Tempel Tanpa Motor Nilai (Rp) % Nilai (Rp) % Nilai (Rp) % Nilai (Rp) % I. Perikanan dan Kelautan 1. Nelayan , ,1 2. Pembudidaya Ikan , , , ,2 3. Buruh Jasa Perikanan , , , Buruh Usaha Perikanan , , , ,0 5. Jasa Usaha Perikanan , ,7 6. Penyedia Jasa Bahari , Pengolah perikanan Pedagang perikanan , , Petambak Garam Lainnya , II. Non Perikanan 1. Pedagang , , , PNS/POLRI/TNI Guru Petani , , , Buruh Tani , , Buruh Bangunan , , ,5 7. Buruh Industri , , Lainnya , ,5 Total Sumber : Data Primer Diolah, 2014 Keterangan : - Total Pendapatan Rumah Tangga Berdasarkan Hasil Penangkapan Bulan Januari-Oktober Total Pendapatan Rumah Tangga Berdasarkan Hasil Penangkapan Bulan Januari-April 2014

140 BAB V. STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN 97 Struktur rata-rata pendapatan rumah tangga nelayan baik nelayan motor tempel maupun tanpa motor. Pada tahun 2013 pendapatan rata-rata nelayan motor tempel sebesar Rp. 14 juta, sedangkan nelayan tanpa motor sebesar Rp. 11 juta. Sedangkan pada tahun 2014, rata-rata jumlah pendapatan nelayan motor tempel sebesar Rp. 8,4 juta dan nelayan tanpa motor sebesar Rp. 10,9 juta. Jika dilihat nilai pendapatan dari pekerjaan sebagai nelayan, pada tahun 2014 terjadi penurunan pendapatan yaitu sebesar 54% untuk nelayan motor tempel dan 38% untuk nelayan tanpa motor. Hal ini dikarenakan data pendapatan yang terambil pada tahun 2014 baru 4 (empat) bulan yaitu bulan Januari-April 2014, sedangkan pada tahun 2013 pendapatan dari pekerjaan sebagai nelayan merupakan pendapatan yang diperoleh dari Bulan Januari-Oktober. Selain itu, berdasarkan informasi yang diperoleh dari lapang, penurunan ini juga disebabkan harga ikan yang diterima oleh nelayan rendah yaitu sekitar Rp. 3 ribu - Rp. 5 ribu, sehingga menyebabkan pendapatan yang diterima dari pekerjaan sebagai nelayan menurun. Selain dari hasil pekerjaan sebagai nelayan, pendapatan sektor perikanan juga diperoleh dari hasil budidaya ikan dalam KJA. Berdasarkan hasil survey, pada tahun 2014 jumlah nelayan yang melakukan usaha budidaya KJA lebih banyak dari tahun sebelumnya. Jika dilihat pada tahun 2014, pendapatan dari hasil budidaya untuk nelayan motor tempel mengalami penurunan sebesar 49%, sedangkan nelayan tanpa motor pendapatan dari hasil budidaya mengalami peningkatan sebesar 31%. Berdasarkan hasil di lapang, penurunan ini terjadi karena pada akhir Bulan Januari terjadi upwelling yang menyebabkan banyak ikan mati dalam budidaya KJA yang belum sempat dipanen oleh responden yang berprofesi sebagai nelayan yang menggunakan motor tempel, sedangkan pada nelayan tanpa motor tempel sebelum peristiwa upwelling terjadi sebagian besar sudah melakukan panen. Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rumah tangga perikanan dan kelautan, salah satu yang dilakukan adalah keterlibatan rumah tangga dalam menghasilkan tambahan pendapatan. Berdasarkan Tabel terlihat bahwa keluarga memiliki peran penting dalam peningkatan kesejahteraan rumah tangga, hal ini terlihat dari peran istri dalam kegiatan non perikanan. Untuk nelayan motor tempel, total pendapatan kepala keluarga mengalami penurunan sebesar 39% dari Rp. 12,8 juta (tahun 2013) menjadi Rp. 7,8 juta (tahun 2014). Sedangkan total pendapatan dari istri mengalami penurunan sebesar 55%. Penurunan ini terjadi karena pengumpulan data pendapatan pada tahun 2014 baru 4 (empat) bulan yaitu Bulan Januari-April 2014, sedangkan pengumpulan data pendapatan pada tahun 2013 dari Bulan Januari-Oktober. Selain itu, penurunan ini disebabkan menurunya pendapatan yang diterima baik dari sektor perikanan dan non perikanan, khususnya dari kegiatan menangkap ikan (nelayan) dan budidaya ikan dalam KJA dikarenakan ada peristiwa upwelling. Sedangkan untuk nelayan tanpa motor, total pendapatan kepala keluarga dari sektor perikanan mengalami peningkatan sebesar 63% dari Rp. 6,7 juta (tahun 2013) menjadi Rp. 10,9 juta (tahun 2014). Berdasarkan hasil survey di lapang, peningkatan ini diduga karena pada tahun 2014 rumah tangga nelayan sudah banyak yang melakukan usaha budidaya dalam KJA, yang hasil usahanya sangat membantu perekonomian keluarga mereka. Meskipun sempat terjadi

141 BAB V. STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN 98 peristiwa upwelling, rumah tangga nelayan tanpa motor sebagian besar sudah melakukan panen. Tabel Sumber dan Distribusi Pendapatan Anggota Rumah Tangga Nelayan Perairan Umum Daratan di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta, Tahun Distribusi Pendapatan Motor Tempel: Kepala Keluarga Tahun 2013 Tahun 2014 Istri Anak Status Dalam Keluarga ART Lainnya Kepala Keluarga Istri Anak Perikanan Non Perikanan Total Pendapatan Tanpa Motor Tempel : ART Lainnya Perikanan Non Perikanan Total Pendapatan Sumber : Data Primer Diolah, 2014 Total pendapatan rata-rata bulanan rumah tangga nelayan perahu motor tempel mengalami penurunan sebesar 0,2% sedangkan nelayan perahu tanpa motor tempel mengalami peningkatan sebesar 40%. Jika dilihat dari sumber pendapatannya (sektor perikanan), untuk nelayan motor tempel mengalami penurunan sebesar 10%, dari Rp. 13,7 juta (tahun 2013) menjadi Rp. 12,4 juta (tahun 2014), sedangkan untuk sektor non perikanan mengalami peningkatan sebesar 43%, dari Rp. 3,1 juta (tahun 2013) menjadi Rp. 4,4 juta (tahun 2014). Penurunan dari sektor perikanan ini diduga karena harga ikan hasil tangkapan rendah, khususnya pada Bulan Januari Selain itu, pendapatan dari hasil budidaya KJA juga menurun. Sedangkan untuk total pendapatan rata-rata bulanan dari sektor perikanan pada rumah tangga nelayan tanpa motor mengalami peningkatan sebesar 46%, dari Rp. 10,9 juta (tahun 2013) menjadi Rp. 16 juta (tahun 2014). Sedangkan total pendapatan rata-rata bulanan dari sektor non perikanan juga mengalami peningkatan sebesar 18%, dari Rp. 2,8 juta (tahun 2013) menjadi Rp. 3,3 juta (tahun 2014). Terjadinya peningkatan ini diduga karena pada tahun 2014 rumah tangga nelayan tanpa motor sudah banyak yang mempunyai usaha budidaya dalam KJA

142 BAB V. STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN 99 Tabel Pendapatan Rata-Rata Bulanan Rumah Tangga Nelayan Perahu Motor Tempel Perairan Umum Daratan di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta, Tahun 2013 No. Bulan Kepala Keluarga Perikanan Istri Anak ART Total % Motor Tempel Kepala Keluarga Non Perikanan Istri Anak ART Total % 1. Januari , , Februari , , Maret , , April , , Mei , , Juni , , Juli , , Agustus , , September , , Oktober , , November* , , Desember* , , Total Sumber : Data Primer Diolah, 2013 Keterangan : Pendapatan Rata-Rata Bulanan Berasal dari Bulan Januari-Oktober 2013 Total

143 BAB V. STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN 100 Tabel Pendapatan Rata-Rata Bulanan Rumah Tangga Nelayan Perahu Motor Tempel Perairan Umum Daratan di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta, Tahun 2014 No. Bulan Kepala Keluarga Perikanan Istri Anak ART Total % Motor Tempel Kepala Keluarga Non Perikanan Istri Anak ART Total % 1. Januari , , Februari , , Maret , , April , , Mei* , , Juni* , , Juli* , , Agustus* , , September* , , Oktober* , , November* , , Desember* , , Total Sumber : Data Primer Diolah, 2014 Keterangan : Pendapatan Rata-Rata Bulanan Berasal dari Bulan Januari-April 2014 Total

144 BAB V. STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN 101 Tabel Pendapatan Rata-Rata Bulanan Rumah Tangga Nelayan Perahu Tanpa Motor Tempel Perairan Umum Daratan di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta, Tahun 2013 No. Bulan Kepala Keluarga Perikanan Istri Anak ART Total % Tanpa Motor Kepala Keluarga Non Perikanan Istri Anak ART Total % 1. Januari , , Februari , , Maret , , April , , Mei , , Juni , , Juli , , Agustus , , September , , Oktober , , November* , , Desember* , , Total Sumber : Data Primer Diolah, 2013 Keterangan : Pendapatan Rata-Rata Bulanan Berasal dari Bulan Januari-Oktober 2013 Total

145 BAB V. STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN 102 Tabel Pendapatan Rata-Rata Bulanan Rumah Tangga Nelayan Perahu Tanpa Motor Tempel Perairan Umum Daratan di Desa Panyindangan, Kabupaten Purwakarta, Tahun 2014 No. Bulan No. Kepala Keluarga Perikanan Istri Anak ART Total % Tanpa Motor Kepala Keluarga Non Perikanan Istri Anak ART Total % 1. Januari , , Februari , , Maret , , April , , Mei* , , Juni* , , Juli* , , Agustus* , , September* , , Oktober* , , November* , , Desember* , , Total Total Sumber : Data Primer Diolah, 2014 Keterangan : Pendapatan Rata-Rata Bulanan Berasal dari Bulan Januari-April 2014 Total

146 BAB V. STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN 103 Perikanan Budidaya Perikanan Budidaya Rumput Laut (Kabupaten Klungkung) Besarnya pendapatan rumah tangga perikanan dari sektor perikanan di Kabupaten Klungkung memiliki nilai yang lebih kecil jika dibandingkan nilai pendapatan dari sektor non perikanan. Untuk pendapatan dari sektor non perikanan mencapai 78% dan pendapatan sektor perikanan 22%. Pendapatan sektor perikanan dalam rumah tangga didominasi dari usaha budidaya rumput laut dan sebagian kecil diperoleh dari kegiatan penangkapan ikan. Pendapatan dari sektor non perikanan paling besar diperoleh dari hasil pertanian (kebun sawit). Sebagian besar pembudidaya rumput laut memiliki kebun sawit di wilayah Sumatera, dimana hasilnya akan mereka terima setiap bulannya melalui cara transfer yang dilakukan oleh anggota keluarga mereka di Sumatera tersebut. Tabel Pendapatan Per Bulan Rumah Tangga Perikanan Tipologi Budidaya laut di Kabupaten Klungkung, 2014 Bulan Perikanan Non Perikanan Perikanan Non Perikanan Rp/Bln % Rp/Bln % Rp/Bln % Rp/Bln % Januari , , , ,1 Februari , , , ,3 Maret , , , ,3 April , , , ,0 Mei , , , ,1 Juni , , , ,9 Juli , , , ,3 Agustus , , , ,5 September , , , ,0 Oktober , , , ,0 November* , , , ,3 Desember* , , , ,3 Total Sumber : BBPSEKP (2013) dan Data primer Diolah (2014) Keterangan : * : diolah kembali **: Data sementara Sumber pendapatan utama dari sektor perikanan yaitu dari jenis pekerjaan pembudidaya rumput laut, namun secara keseluruhan pendapatan utama rumah tangga adalah bersumber dari kegiatan sektor non perikanan, yaitu sebagai petani, pns dan guru. Namun ada perbedaan yang signifikan karena pendapatan sebagai petani (investor kebun sawit dan singkong di wilayah transmigrasi) mengalami penurunan sebesar 50% dari tahun sebelumnya. Hal ini dikarenakan berdasarkan hasil wawancara bagi hasil dari investasi diterima pada akhir tahun 2014

147 BAB V. STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN 104 Tabel Pendapatan Rumah Tangga Perikanan Tipologi Budidaya laut di Kabupaten Klungkung Berdasarkan Jenis Pekerjaan, Uraian Tahun 2013 Tahun 2014** Nilai (Rp/Thn) Persentase Nilai (Rp/Thn) Persentase Perikanan Nelayan , ,0 - Pembudidaya Rumput Laut , ,5 - Buruh Jasa Perikanan , ,8 - Penyedia Jasa Bahari , ,4 - Pengolah perikanan ,1 - - Pedagang perikanan - Petambak Garam - Lainnya, Non Perikanan ,3 - Pedagang , ,3 -PNS/POLRI/TNI/Guru , ,3 - Karyawan , ,3 - Petani , ,3 - Buruh Tani ,0 - - Buruh Bangunan , ,2 - Lainnya ,3 - Total Sumber : Data Primer Diolah (2014) Keterangan : ** : Data sementara Dinamika pendapatan rumah tangga terjadi pada tahun 2013 terjadi kenaikan 5% dari tahun Untuk sektor perikanan, harga jual rumput laut cenderung naik. Naiknya harga jual disebabkan tingginya permintaan akibat jumlah stok rumput laut Indonesia berkurang. Untuk sektor non perikanan, khususnya sebagai petani (investor) mengalami peningkatan pendapatan. Hal ini disebabkan harga komoditas lahan transmigrasi seperti kelapa sawit dan karet mengalami kenaikan harga menjelang tahun 2013 hingga pada bulan Oktober 2013 namun mengalami penurunan harga ketika rupiah anjlok pada akhir bulan Agustus dan awal bulan September.

148 BAB V. STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN 105 Tabel Dinamika Pendapatan Rumah Tangga Perikanan Tipologi Budidaya laut di Kabupaten Klungkung Berdasarkan Status Dalam Keluarga, ** Status Dalam Keluarga Perikanan Non Perikanan Total Nilai (Rp/Thn) % Nilai (Rp/Thn) % Nilai (Rp/Thn) % Perikana n Nilai (Rp/Thn) % Non Perikanan Nilai (Rp/Thn) % Total Nilai (Rp/Thn) % la Keluarga , , , , , ,2 Istri , , , , , ,6 Anak , , , , , 1 Anggota Rumah Tangga Lainnya , , , 1 Total Pendapatan RT , , Sumber: Data primer diolah (2014) Keterangan: ** data sementara Kepala kelurga masih tetap sebagai penghasil utama pendapatan rumah tangga, istri dan anak sebagai penopang untuk membantu perekonomian keluarga. Namun pada tahun 2014 anak dan anggota rumah tangga lainnya mengalami penurunan kontribusi sebesar 81% untuk perekonomian keluarga. Hal ini disebabkan banyak anak dari pembudidaya yang melanjutkan pendidikan di luar Nusa Penida. Perikanan Budidaya KJA (Kabupaten Cianjur) Struktur dan distribusi pendapatan rumah tangga pembudidaya di Desa Cikidangbayabang, Kab. Cianjur dibedakan menjadi dua sektor yaitu perikanan dan non perikanan. Berdasarkan hasil penelitian menjelaskan bahwa terdapat pembudidaya juga memperoleh pendapatan berasal dari usaha lain seperti nelayan, buruh jasa perikanan dan pedagang ikan. Terdapat juga pembudidaya yang memiliki pendapatan dari usaha non perikanan seperti usaha dagang, sebagai karyawan swasta, wiraswasta, sebagai guru dan usaha sawah. Hal tersebut menunjukkan bahwa kegiatan usaha budidaya KJA dijadikan sumber pendapatan utama dan pendapatan sampingan. Struktur dan distribusi pendapatan rumah tangga pembudidaya menunjukkan bahwa pada tahun 2014 terjadi penurunan pendapatan pada sektor perikanan daripada tahun Pendapatan dari kegiatan KJA pada tahun 2014 terjadi penurunan sebesar Rp ,- per tahun, namun sumbangan untuk pendapatan perikanan adalah terbesar yaitu 74,73% sedangkan di tahun 2013 hanya sebesar 20,61%. Hal tersebut disebabkan oleh menurunnya kegiatan budidaya KJA seperti para pembudidaya tidak mengoperasikan seluruh unit KJA (hanya sebagian) dan

149 BAB V. STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN 106 menurunnya kepemilikan KJA karena rusak. Menurut pembudidaya tidak mengoperasikan seluruh KJA karena banyaknya penyakit yang menyerang ikan, berkurangnya modal (biaya usaha) yang dimiliki, naiknya harga pakan dan harga ikan stagnan. Tahun 2014 pembudidaya yang melakukan kegiatan penangkapan (nelayan) telah menurun. Menurut pembudidaya, hal tersebut disebabkan oleh berkurangnya hasil tangkapan sehingga mereka menangkap ikan tidak sesering tahun sebelumnya. Begitupun dengan pembudidaya yang juga sebagai pedagang ikan mengalami penurunan. Alasannya yang dikemukakan karena menurunnya aktivitas usaha KJA yang mempengaruhi turunnya hasil panen sehingga langganan berkurang bagi pedagang ikan. Pendapatan pembudidaya yang bersumber dari non perikanan juga mengalami penurunan. Pendapatan pembudidaya dari non perikanan berasal dari usaha dagang, pertanian, PNS/TNI, wiraswasta dan karyawan. Untuk usaha dagang seperti warung, pedagang nasi dan penjual es, mengalami penurunan penerimaan sehingga pendapatannya juga turun. Pendapatan dari jasa guru juga mengalami penurunan karena responden telah pensiun. Pendapatan pembudidaya dari sektor non perikanan mengalami penurunan sebesar 24,2 %. Tabel Pendapatan Pembudidaya di Desa Cikidangbayabang Menurut Jenis Pekerjaan Tahun 2014 (Rp/Tahun) Uraian Nilai Nilai (%) (Rp/Thn) (Rp/Thn) (%) Perikanan , ,42 - Nelayan , ,53 - Pembudidaya Ikan , ,61 - Buruh Jasa Perikanan , ,18 - Pedagang perikanan , ,11 Non Perikanan , ,58 - Pedagang , ,87 - PNS/POLRI/TNI , ,70 - Petani , ,75 - Karyawan - 0, ,18 - Wiraswasta , ,99 - Lainnya , ,09 Total Sumber : Data Primer diolah, 2014

150 BAB V. STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN 107 Berdasarkan pendapatan rumah tangga pembudidaya menunjukkan bahwa terjadi penurunan, pada tahun 2013 sebesar Rp ,- turun menjadi Rp ,- pada tahun Tahun 2014 sumber pendapatan keluarga berasal dari kepala keluarga dan istri sedangkan pada tahun 2013 terdapat pendapatan dari anak dengan komposisi terbesar (48,57%). Sumbangan pendapatan kepala keluarga pada pendapatan keluarga di tahun 2014 sebesar 96,59% sedangkan pada tahun 2013 hanya sebesar 37,36%. Hal tersebut disebabkan karena anak telah membentuk keluarga sendiri sehingga sumbangan untuk keluarga menurun bahkan tidak sama sekali. Sumbangan pendapatan istri untuk pendapatan keluarga di tahun 2014 mengalami penurunan, yang sebelumnya berkonstribusi sebesar 14,07% (tahun 2013) menjadi sebesar 3,14% (tahun 2014). Hal tersebut karena sifat usaha istri adalah tidak tetap sehingga konstribusi yang diberikan juga tidak tetap dan kontinyu. Rata-rata pendapatan pembudidaya per bulan usaha KJA menunjukkan kenaikan dari tahun 2013 sebesar Rp ,- naik sebesar Rp ,- pada tahun Hal tersebut didebabkan karena harga jual ikan yang naik, pada tahun 2013 harga jual ikan mas berkisar antara Rp ,- hingga Rp ,- sedangkan tahun 2014 harga jual ikan berkisar Rp ,- hingga Rp ,-. Pendapatan pembudidaya terbesar adalah pada bulan Juli dan Agustus, hal tersebut disebabkan adanya pendapatan dari usaha budidaya ikan nila yang pemanenannya selama 8 bulan hingga setahun sekali. Rata-rata pendapatan pembudidaya pada tahun yang berasal dari non perikanan sebesar Rp ,-/tahun sedangkan pada tahun 2013 sebesar Rp ,-/tahun. Terlihat penurunan yang signifikan, hal tersebut disebabkan oleh berkurangnya kegiatan non perikanan atau tidak melakukan kegiatan non perikanan sama sekali. Pendapatan non perikanan terbesar terlihat pada bulan februari, mei dan juni yang diperoleh dari sektor pertanian (panen padi).

151 BAB V. STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN 108 Tabel Persentase Pendapatan dari Perikanan dan Non Perikanan Menurut Status Dalam Keluarga di Desa Cikidangbayabang, Kab. Cianjur, Tahun 2014 Distribusi Pendapatan Kabupaten Cianjur Status Keluarga Kepala Keluarga Perikanan % Perikanan % 7, ,52 Non perikanan % Non perikanan 8, ,84 % Total % Total % , ,36 Istri , , , , ,07 Anak , ,80 ART Lainnya ,57 0 Total , , % , Sumber : Data Primer diolah, 2014

152 BAB V. STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN 109 Tabel Pendapatan Responden dari Sektor Perikanan dan Non Perikanan di Desa Cikidangbayabang, Kab. Cianjur Menurut Bulan Tahun 2014 Nilai Pendapatan Rata - Rata Usaha KJA di Cianjur No. Bulan Perikanan % Perikanan % Non Perikanan % Non Perikanan % 1. Januari , ,41% , ,09 2. Februari , ,51% , ,09 3. Maret , ,43% , ,09 4. April , ,69% , ,09 5. Mei , ,66% , ,09 6. Juni , ,65% , ,09 7. Juli , ,35% , ,09 8. Agustus , ,28% , ,09 9. September ,28% , , Oktober , ,80% , November* ,30 0 0,00% , Desember* ,30 0 0,00% , Total Sumber : Data Primer diolah, 2014

153 BAB V. STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN 110 Produk Kelautan Komoditas Garam (Kabupaten Sumenep) Struktur pendapatan rumah tangga petambak garam dibedakan berdasarkan statusnya, yaitu pemilik lahan dan penyewa lahan. Jenis pekerjaan usaha perikanan yang dilakukan oleh rumah tangga petambak garam diantaranya adalah nelayan, pembudidaya ikan, buruh jasa perikanan, penyedia jasa bahari, pengolah perikanan, pedagang perikanan, petambak garam dan pekerjaan perikanan lainnya. Jenis pekerjaan usaha non perikanan diantaranya adalah pedagang, pegawai negeri sipil, petani, buruh tani, buruh bangunan dan pekerjaan non perikanan lainnya. Pada rumah tangga petambak garam di Kabupaten Sumenep diketahui bahwa sumber pendapatan utama berasal dari sektor perikanan yaitu usaha garam. Proporsi sumber pendapatan petambak garam dari bulan Januari- Desember masih didominasi dari sektor perikanan (garam). Pendapatan dari garam diperoleh dari hasil penjualan garam yang disimpan digudang, petambak menjual garam menunggu harga tinggi yang biasanya adalah pada saat musim hujan perikanan 2013 perikanan 2014 Non perikanan 2013 Non perikanan 2014 Gambar 5.1. Proporsi Sumber Pendapatan Rumah Tangga Petambak Garam di Desa Pinggir Papas, Kabupaten Sumenep Tahun Sumber: Data Primer Diolah,

154 BAB V. STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN 111 Tabel Perkembangan Pendapatan Rumah Tangga Per Bulan Usaha Tambak Garam di Kabupaten Sumenep Pada Status Pemilik Lahan, 2013 dan 2014 Bulan Perikanan (Rp/bulan) Non Perikanan (Rp/bulan) Total (Rp/Bulan) Perubahan (%) * Januari 1,173,000 2,901, , ,000 1,708,000 3,631, Februari 5,085,833 3,255, , ,667 5,620,833 3,947, Maret 2,873,571 4,311, , ,667 3,408,571 5,003, April 1,920,000 3,049, ,000 2,218,750 2,455,000 5,267, Mei 6,102,500 2,111, , ,500 6,637,500 3,074, Juni 300,000 1,425, ,000 1,066, ,000 2,492, Juli 400,000 2,586, ,167 1,000, ,167 3,586, Agustus 4,599,601 3,815, ,167 2,848,750 5,198,767 6,663, September 6,038,192 5,001,979 2,573,750 6,130,000 8,611,942 11,131, Oktober 2,791,801 3,030,319 4,994,650 6,381,500 7,786,451 9,411, November 560, ,000 1,000,000-1,560, , Desember 560, ,667 1,500,000 1,526,667 1,500, Total 32,406,511 31,990,446 13,945,413 24,223,514 46,349,911 56,211,946 Keterangan: Sumber: Data Primer Diolah, 2013 dan 2014

155 BAB V. STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN 112 Tabel Perkembangan Pendapatan Rumah Tangga Per Bulan Usaha Tambak Garam di Kabupaten Sumenep Pada Status Penyewa Lahan, 2013 dan 2014 Bulan Perikanan (Rp/bulan) Non Perikanan (Rp/bulan) Total (Rp/Bulan) Perubahan (%) * Januari 485,000 1,540, ,714 1,043,750 1,209,714 2,584, Februari 453,333 2,612, ,000 1,127,778 1,167,333 3,740, Maret 485,000 2,826,118 2,523,067 1,043,750 3,008,067 3,869, April 485,000 4,707,067 3,617,929 1,973,000 4,102,929 6,680, Mei 485,000 2,128, , ,000 1,418,444 3,083, Juni 485,000 4,563, , ,417 1,301,778 5,513, Juli 490,000 3,026,965 1,485,100 1,281,571 1,975,100 4,308, Agustus 1,128,833 3,792,021 2,616,258 1,501,200 3,745,091 5,293, September 1,242,833 3,870,526 3,710,003 1,641,310 4,952,836 5,511, Oktober 892,857 4,947,643 3,849,910 1,737,750 4,742,767 6,685, November 978, , ,417 1,500,000 1,443,988 2,400, Desember 971, ,429-1,732, Total 8,582,857 34,915,743 22,218,048 14,755,525 30,800,905 49,671,268 Keterangan: Sumber: Data Primer Diolah, 2013 dan 2014

156 BAB V. STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN 113 Tabel Perkembangan Pendapatan Rumah Tangga Petambak Garam di Kabupaten Sumenep Berdasarkan Kepemilikan Lahan, 2013 dan Pemilik Lahan Penyewa Lahan Jenis Pekerjaan Nilai (Rp/tahun) Perubahan Nilai (Rp/tahun) Perubahan (%) (%) 1. Perikanan - Nelayan 188,000 2,457, ,960 1,401, Pembudidaya Ikan 281,667 1,056, , , Buruh Jasa Perikanan 10, , , Pedagang perikanan 589, , , ,000 (52.00) - Petambak Garam 13,362,235 14,876, ,800,904 15,532, Lainnya 2. Non Perikanan - Pedagang 688, , ,126,400 1,424, PNS/POLRI/TNI 546,667 1,200, Petani - 720, , , Lainnya 257, , , , Total 15,923,568 21,805, ,540,424 21,666, Sumber: Data Primer Diolah, 2013 dan 2014

157 BAB V. STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN 114 Tabel diatas menunjukkan bahwa terdapat peningkatan pendapatan baik pada pemilik maupun penyewa lahan tambak garam. Peningkatan pendapatan diperoleh dari peningkatan pendapatan dari usaha garam sebesar 11.33% untuk pemilik lahan dan 31.62% untuk penyewa lahan, secara keseluruhan pendapatan meningkat baik dari sektor perikanan maupun non perikanan. Selain itu pendapatan rumah tangga petambak garam tidak hanya erasal dari kepala keluarga juga berasal dari anggota rumah tangga yaitu isteri, anak maupun anggota rumah tangga lain yang tinggal dalam satu rumah yang bekerja. Sumber mata pencaharian anggota rumah tangga yang sudah bekerja. Sumber pendapatan anggota rumah tangga petambak garam sebagian besar berasal dari non perikanan. Tabel Perkembangan Pendapatan Rumah Tangga Petambak Garam di Kabupaten Sumenep Berdasarkan Status Dalam Keluarga Pada Status Pemilik Lahan Tambak, 2013 dan 2014 Status Dalam Keluarga Non Perikanan perikanan * Total (Rp/Tahun) Perubaha n (%) * * Kepala Keluarga 14,180,7 14,613,2 3,862,9 6,486,6 18,043,6 21,099,7 17 Istri 189,3 2,738,7 945,7 706,7 1,135 3,445,3 204 Anak ART Lainnya 101,2 816,7 101,2 816,7 707 Total 14,471,2 17,351,8 4,808,6 8,009,9 19,279,9 25,361,7 32 Sumber: Data Primer Diolah, 2013 dan 2014 Tabel Perkembangan Pendapatan Rumah Tangga Petambak Garam di Kabupaten Sumenep Berdasarkan Status Dalam Keluarga Pada Status Penyewa Lahan Tambak, 2013 dan 2014 Status Dalam Keluarga Perikanan Non perikanan Total (Rp/Tahun) * * * Perubaha n (%) Kepala Keluarga 13, , , , , Istri , , , , Anak ART Lain Total 14, , , , , , Sumber: Data Primer Diolah, 2013 dan 2014

158 BAB V. STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN 115 Berdasarkan tabel tersebut diatas menunjukkan bahwa perkembangan pendapatan rumah tangga petambak garam pada status pemilik lahan mengalami peningkatan pendapatan sebesar 32% yang diperoleh dari peningkatan pendapatan perikanan dan non perikanan kepala keluarga sebagai pencari nafkah utama. Selain itu peningkatan pendapatan juga diperoleh dari peningkatan pendapatan istri dari sektor perikanan. Hal tersebut kemungkinan disebabkan kondisi cuaca tahun 2014 yang lebih baik dibandingkan kondisi tahun 2013 untuk melakukan produksi garam. Sedangkan untuk status penyewa lahan juga mengalami kondisi yang sama dengan peningkatan signifikan pada pendapatan kepala keluarga dari sektor perikanan. Secara kesuluruhan pendapatan rumah tangga penyewa lahan meningkat sebesar 43% pada tahun 2014 dibandingkan pendapatan tahun sebelumnya.

159 BAB VI. STRUKTUR PENGELUARAN DAN DINAMIKA KONSUMSI 116 BAB VI. STRUKTUR PENGELUARAN DAN DINAMIKA KONSUMSI Perikanan Tangkap Laut Pelagis Besar (Kota Bitung) Pada rumah tangga pemilik kapal pengeluaran rata rata konsumsi per kapita lebih kecil pada tahun 2014 jika dibandingkan dengan tahun 2013, begitu pula pada rumah tangga nahkoda dan ABK. Pengeluaran pangan dan non pangan rata rata lebih tinggi pada pemilik kapal jika dibandingkan dengan rumah tangga nahkoda/abk. Perbedaan tersebut disebabkan karena jumlah anggota keluarga rumah tangga pemilik kapal lebih banyak dibandingkan dengan jumlah anggota keluarga rumah tangga anak buah kapal. Diantara berbagai jenis konsumsi pangan, alokasi pengeluaran untuk pangan sumber karbohidrat masih dominan dalam struktur pengeluaran rumah tangga nelayan pelagis besar tuna. Alokasi sumber protein terbesar didominasi untuk pengeluaran ikan dalam struktur pengeluaran rumah tangga perikanan tangkap pelagis besar tuna. Hal tersebut dikarenakan ikan konsumsi seperti ikan tongkol masih banyak tersedia dan harganya relatif murah. Diantara berbagai jenis konsumsi non pangan, alokasi pengeluaran untuk perumahan dan aneka barang jasa masih dominan dalam struktur pengeluaran rumah tangga perikanan tangkap pelagis besar. Penjelasan tentang penurunan pengeluaran rumah tangga baik pada nelayan berstatus pemilik kapal maupun nahkoda dan ABK, dapat terlihat dari perubahan harga pada masing masing komoditas yang disurvei. Harga ikan tongkol pada tahun 2013 mencapai Rp / kg, namun pada tahun2 2014, harga ikan tongkol turun menjadi Rp /kg. Sementara itu, harga ikan cakalang, relatif stabil pada tahun 2013 maupun 2014 yaitu sebesar Rp /kg. Telur ayam kampung mengalami peningkatan harga dari sebelumnya tahun 2013 sebesar Rp /kg, kini pada tahun 2014 mencapai Rp /kg. Susu kental manis, mengalami kenaikan Rp , dari sebelumnya RP /kaleng (tahun 2013) menjadi Rp /kaleng (tahun 2014). Harga sayur kangkung mengalami penurunan, pada tahun 2013, harganya sebesar Rp /ikat, pada tahun 2014 mencapai Rp /ikat. Kacang panjang mengalami kenaikan sebesar Rp /ikat. Bawang merah mengalami penurunan sebesar Rp. 8000, dari sebelumnya sebesar Rp menjadi Rp Bawang putih juga mengalami penuruna sebesar Rp /ons, dari sebelumnya sebesar Rp /ons, menjadi Rp /ons. Cabe merah mengalami penurunan sebesar Rp.600/ons, dari sebelumnya Rp /ons, menjadi Rp /ons. Hal yang berbeda terjadi pada Cabe rawit yang mengalami kenaikan sebesar Rp /ons, yaitu dari Rp /ons, menjadi Rp /ons. Buah-buahan pisang mengalami kenaikan sebesar Rp /sisir, dari sebelumnya sebesar Rp /sisir, menjadi Rp /sisir. Buah pepaya juga mengalami kenaikan sebesar Rp /buah, yaitu sebelumnya Rp /buah, menjadi Rp /buah. Minyak goreng, mengalami peningkatan sebesar Rp /liter, dimana sebelumnya sebesar Rp /liter, menjadi Rp /liter. Gula pasir mengalami peningkatan sebesar Rp /kg, dimana sebelumnya sebesar Rp /kg, menjadi Rp /kg.

160 BAB VI. STRUKTUR PENGELUARAN DAN DINAMIKA KONSUMSI 117 Tabel 6.1. Perkembangan Pengeluaran Rata rata Per Kapita Sebulan Rumah Tangga Nelayan Kelurahan Batu Lubang, Kota Bitung Berdasarkan Status Usaha, 2013 dan 2014 No Kelompok Makanan Pemilik Kapal Kenaikan Anak Buah Kapal (%) Kenaikan (%) 1. Padi-padian 106,868 98,363 (9) 74,176 68,273 (9) 2. Umbi-umbian 3,297 3,297-6,712 6, Ikan 148,121 92,018 (61) 87,896 58,674 (50) 4. Daging 3,964 4, Telur dan susu 55,533 68, ,680 36, Sayur-sayuran 48,236 39,126 (23) 35,795 27,540 (30) 7. Kacang-kacangan 2,819 3, ,648 1, Buah-buahan 28,757 35, ,915 2, Minyak dan lemak 27,346 30, ,425 22, Bahan Minuman 28,287 29, ,835 19, Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya 33,745 33,745-6,802 6, Makanan & minuman jadi 9,286 9, Tembakau dan Sirih 6,779 7, ,432 4,737 6 Jumlah Makanan 503, ,276 (11) 288, ,562 (12) 15. Perumahan dan Fasilitas Rumah Tangga 111, ,436-43,379 43, Aneka Barang dan Jasa 172, ,454-61,633 61, Pakaian 32,450 32,450-9,770 9, Pajak dan asuransi 4,750 4, Keperluan Pesta 28,440 28, Jumlah Bukan Makanan 349, , , ,268 - Jumlah 853, , , ,830 Sumber: Data Primer Diolah, 2013 dan 2014

161 BAB VI. STRUKTUR PENGELUARAN DAN DINAMIKA KONSUMSI 118 Pelagis Besar (Kabupaten Malang) Konsumsi pangan responden terdiri dari konsumsi makanan dan konsumsi bahan lainnya. Konsumsi makanan yang dimaksudkan adalah nilai konsumsi makanan yang dikonsumsi keluarga, yang terdiri dari karbohidrat/bahan pokok, protein hewani, protein nabati dan bahan lain yang sehari-hari dikonsumsi. Nilai konsumsi makanan ini dihitung untuk jangka waktu satu tahun. Karbohidrat yang dikonsumsi oleh responden adalah beras dan untuk protein hewani seperti daging, ikan dan telur. Sedangkan protein nabati terdiri dari tempe dan tahu, serta bahan lain terdiri dari sayur-sayuran, rokok, susu, minyak goreng, buah-buahan, gula, kopi, teh, bumbu, makanan jadi dan minuman. Total konsumsi pangan responden sebesar Rp ,-/Kap/Bulan atau sekitar 51,12% dai total pengeluaran konsumsi. Di lain pihak konsumsi non pangan responden adalah konsumsi rutin dan konsumsi tahunan. Konsumsi rutin adalah konsumsi berupa rekening listrik, rekening telepon/pulsa, pendidikan, bensin/solar, elpiji/minyak tanah, perlengkapan mandi dan cuci serta lainnya dengan total pengeluaran sejumlah Rp ,-/Kap/Bulan atau sebesar 48,88%. Pengeluaran pangan dan non pengeluaran untuk rumah tangga perikanan pada tipologi pelagis besar di Kabupaten Malang hampir berimbang besarnya, yaitu hanya berbeda sekisar 2,24% dengan proporsi pengeluaran untuk pangan yang lebih besar. Untuk pengeluaran kelompok pangan terbesar yaitu untuk membeli lauk pauk (ikan), tembakau dan sirih (rokok) dan makanan jadi. Besarnya nilai pengeluaran untuk ikan menunjukkan bahwa ikan merupakan bahan konsumsi utama pada rumah tangga. Preferensi konsumsi ikan lebih tinggi dibandingkan untuk membeli bahan makanan pokok (beras) dimana hal ini berbeda untuk beberapa lokasi penelitian lainnya, seperti di Kota Bitung dan Padang. Besarnya nilai konsumsi untuk ikan juga dipengaruhi oleh harga dan jenis ikan yang dikonsumsi. Mayoritas rumah tangga mengkonsumsi jenis ikan tuna, kembung, layang, udang dan kerapu. Secara rinci pengeluaran rumah tangga untuk nelayan di Kabupaten Malang dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 6.2. Pengeluaran Rata rata Per Kapita Sebulan Rumah Tangga Nelayan Perikanan Tangkap Pelagis Besardi Kab. Malang, Kelompok Makanan (Food Group) Nilai (Rp/Bulan/kapita) Persentase Padi-padian ,67 Umbi-umbian ,14 Ikan ,88 Daging ,07 Telur dan susu ,24 Sayur-sayuran ,51 Kacang-kacangan ,78 Buah-buahan ,95 Minyak dan lemak ,38 Bahan Minuman ,84

162 BAB VI. STRUKTUR PENGELUARAN DAN DINAMIKA KONSUMSI 119 Bumbu-bumbuan ,08 Konsumsi lainnya ,75 Makanan dan minuman jadi ,40 Tembakau dan Sirih ,43 Jumlah Makanan / Total Food ,12 Perumahan dan Fasilitas Rumah Tangga ,90 Aneka Barang dan Jasa ,14 Pakaian, Alas Kaki dan Tutup Kepala ,50 Pajak dan asuransi ,32 Keperluan Pesta dan Upacara ,02 Jumlah Bukan Makanan ,88 JUMLAH - TOTAL Sumber : Data Primer, diolah Untuk pengeluaran non pangan terbesar yaitu untuk pengeluaran kelompok aneka barang dan jasa yang mencapai 26,14%. Adapun berbagai jenis barang dan jasa yang dikonsumsi yaitu berupa bahan bakar untuk transportasi, bahan bakar untuk memasak, biaya untuk listrik dan telepon (pulsa handphone). Adapun biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pesta dan upacara yaitu berupa acara syukuran dalam lingkup keluarga maupun petik laut dalam lingkup desa.

163 BAB VI. STRUKTUR PENGELUARAN DAN DINAMIKA KONSUMSI 120 Perikanan Perairan Umum Daratan Perairan Waduk (Kabupaten Purwakarta) Pangsa pengeluaran pangan dan non pangan per kapita pada tipologi perikanan tangkap perairan umum daratan pada tahun Diketahui bahwa pangsa pengeluaran rumah tangga perikanan pada tipologi ini terdistribusi lebih banyak untuk pengeluaran non pangan, yaitu sebesar Rp /Kapita/Bulan (81,34%), sedangkan untuk pengeluaran pangan sebesar Rp /Kapita/Bulan atau 18,57% (pada tahun 2013). Sedangkan pada tahun 2014 terjadi penurunan untuk pengeluaran pangan menjadi Rp /Kapita/Bulan (17,8%). Tabel 6.3. Pengeluaran Rata - Rata Per Kapita Sebulan Rumah Tangga Perikanan Pada Tipologi Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan Menurut Kelompok Barang, Tahun Tahun 2013 Tahun 2014 Kelompok Barang Nilai Nilai (%) (Rp/Kap/Bln) (Rp/Kap/Bln) (%) Padi-padian , ,57 Umbi-umbian 147 0, ,02 Ikan , ,19 Daging , ,32 Telur dan susu , ,73 Sayur-sayuran , ,88 Kacang-kacangan , ,20 Buah-buahan , ,17 Minyak dan lemak Bahan Minuman Bumbu-bumbuan Konsumsi lainnya Makanan & minuman jadi 895 0, ,15 Tembakau dan Sirih , ,02 Jumlah Pangan , ,25 Fasilitas Rumah Tangga , ,6 Aneka Barang Jasa , ,9 Pakaian , ,6 Pajak dan asuransi , ,8 Keperluan Pesta , ,9 Jumlah Non Pangan , ,8 JUMLAH Sumber: Data Primer Diolah, 2013 dan 2014

164 BAB VI. STRUKTUR PENGELUARAN DAN DINAMIKA KONSUMSI 121 Data BPS pada tahun 2011 menunjukkan bahwa rata-rata pangsa pengeluaran pangan rumah tangga untuk perkotaan dan perdesaan di Provinsi Provinsi Jawa Barat adalah sebesar Rp /Kapita/Bulan dan pangsa pengeluaran non pangan sebesar Rp /Kapita/Bulan. Berdasarkan hal ini diketahui bahwa pangsa pengeluaran rumah tangga perikanan waduk di Kabupaten Purwakarta memiliki tingkat kesejahteraan yang lebih rendah jika dibandingkan rumah tangga disektor pekerjaan lainnya di Provinsi Jawa Barat. Secara agregat dapat diketahui bahwa pengeluaran pangan dominan di Kabupaten Purwakarta adalah untuk kelompok makanan sayur-sayuran, sumber protein hewani (ikan) dan sumber karbohidrat atau padi-padian. Jika dilihat dari tahun 2014 terjadi peningkatan pada ketiga kelompok makanan tersebut, hal ini diduga karena harga pada ketiga kelompok makanan tersebut mengalami kenaikan. Kenaikan ini arena adanya pengaruh dari kenaikan BBM sehingga menyebabkan harga-harga barang yang lain meningkat.

165 BAB VI. STRUKTUR PENGELUARAN DAN DINAMIKA KONSUMSI 122 Perikanan Budidaya Budidaya Rumput Laut (Kabupaten Klungkung) Pada lokasi Kabupaten Klungkung pengeluaran untuk beras merupakan pengeluaran yang paling besar dikeluarkan oleh rumah tangga yakni sebesar 8,54%. Secara umum, pengeluaran pangan lebih kecil bila dibandingkan dengan pengeluaran non pangan sehingga menunjukkan bahwa rumah tangga perikanan budidaya air laut sudah cukup sejahtera. Dari sisi non pangan, pengeluaran untuk keperluan pesta dan upacara adalah yang terbesar pengeluarannya. Tabel 6.4. Pengeluaran Rata rata Per Kapita perhari Rumah Tangga Perikanan Budidaya Air Laut, No Kelompok Makanan (Food Group) Nilai (Rp/hari/kapita) % 1. Padi-padian / Cereals ,0 2. Umbi-umbian / Tubers 113 1,0 3. Ikan / fish 633 5,8 4. Daging / meat 90 0,8 5. Telur dan susu / Eggs and Milk 649 6,0 6. Sayur-sayuran / vegetables ,3 7. Kacang-kacangan / Legumes 163 1,5 8. Buah-buahan / fruits 196 1,8 9. Minyak dan lemak / oil and fats 699 6,4 10. Bahan Minuman /Beverages stuffs ,2 11. Bumbu-bumbuan / spices 84 0,8 12. Konsumsi lainnya 403 3,7 13. Makanan dan minuman jadi 385 3,5 14. Tembakau dan Sirih / Tobacco and betel ,7 Jumlah Makanan / Total Food Perumahan dan Fasilitas Rumah Tangga ,7 16. Aneka Barang dan Jasa / Goods and Service ,2 17. Pakaian, Alas Kaki dan Tutup Kepala ,0 19. Pajak dan asuransi / Taxes and insurance 916 3,0 20. Keperluan Pesta dan Upacara ,2 Jumlah Bukan Makanan / Total Non Food JUMLAH - TOTAL Sumber : Data primer diolah (2014) Terjadi dinamika konsumsi rumah tangga. Pada tahun 2014 mengalami penurunan 6%. Hal ini sebabkan terjadinya kenaikan harga pangan dan harga non pangan. Salah satu penyebabnya karena tinggi permintaan sehingga pada beberapa harga bahan pangan mengalami peningkatan seperti cabe merah, cabe rawit dan bawang merah yang pada beberapa waktu mengalami peningkatan yang signifikan.

166 BAB VI. STRUKTUR PENGELUARAN DAN DINAMIKA KONSUMSI 123 Tabel 6.5. Pengeluaran Rata rata Per Kapita perhari Rumah Tangga Perikanan Budidaya Air Laut, No Kelompok Makanan (Food Group) Nilai Nilai (Rp/hari/ % (Rp/hari/ % kapita) kapita) 1. Padi-padian / Cereals , ,0 2. Umbi-umbian / Tubers 113 0, ,0 3. Ikan / fish 633 5, ,8 4. Daging / meat 83 0,7 90 0,8 5. Telur dan susu / Eggs and Milk 637 5, ,0 6. Sayur-sayuran / vegetables , ,3 7. Kacang-kacangan / Legumes 163 1, ,5 8. Buah-buahan / fruits 196 1, ,8 9. Minyak dan lemak 699 5, ,4 10. Bahan Minuman , ,2 11. Bumbu-bumbuan 84 0,7 84 0,8 12. Konsumsi lainnya 403 3, ,7 13. Makanan dan minuman jadi 385 3, ,5 14. Tembakau dan Sirih , ,7 Jumlah Makanan / Total Food Perumahan dan Fasilitas Rumah Tangga , ,7 16. Aneka Barang dan Jasa , ,2 17. Pakaian, Alas Kaki dan Tutup Kepala , ,0 19. Pajak dan asuransi 916 3, ,0 20. Keperluan Pesta dan Upacara , ,2 Jumlah Bukan Makanan / Total Non Food JUMLAH - TOTAL Sumber : BBPSEKP (2013) Data primer diolah (2014)

167 BAB VI. STRUKTUR PENGELUARAN DAN DINAMIKA KONSUMSI 124 Budidaya KJA (Kabupaten Cianjur) Pada Tabel 6.6 menyajikan dinamika pengeluaran konsumsi rumah tangga per kapita per bulan pada pembudidaya ikan di Desa Cikidangbayabang, Kab. Cianjur tahun 2013 dan Dinamika konsumsi pada umumnya mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena penurunan konsumsi pangan seperti ikan, daging, telur dll sedangkan konsumsi makanan/minuman jadi, rokok dan konsumsi lainnya mengalami kenaikan. Kenaikan tersebut lebih disebabkan oleh kenaikan harga barang, begitu pada konsumsi beras yang mengalami kenaikan, yang lebih disebabkan oleh kenaikan harga produk. Secara umum, pengeluaran pangan lebih besar bila dibandingkan dengan pengeluaran non pangan sehingga menunjukkan bahwa responden masih kurang sejahtera. Dari sisi non pangan, pengeluaran untuk aneka barang dan jasa adalah yang terbesar pengeluarannya. Tabel 6.6. No Dinamika Pengeluaran Konsumsi Menurut Kelompok Barang di Desa Cikidangbayabang, Kab. Cianjur, Tahun 2013 dan 2014(Rp/Kap/Bulan) Kelompok Makanan (Food Group) Rp/Kap/Bln Rp/Kap/Bln 1. Padi-padian / Cereals Umbi-umbian / Tubers Ikan / fish Daging / meat Telur dan susu / Eggs and Milk Sayur-sayuran / vegetables Kacang-kacangan / Legumes Buah-buahan / fruits Minyak dan lemak / oil and fats Bahan Minuman /Beverages stuffs Bumbu-bumbuan / spices Konsumsi lainnya / Miscellaneous food items Makanan dan minuman jadi / prepared food and beverages Tembakau dan Sirih / Tobacco and betel Jumlah Makanan / Total Food Perumahan dan Fasilitas Rumah Tangga / Housing, and household facility , Aneka Barang dan Jasa / Goods and Service , Pakaian, Alas Kaki dan Tutup Kepala / Clothing, footwear and headgear Pajak dan asuransi / Taxes and insurance Keperluan Pesta dan Upacara / Parties and ceremonies Jumlah Bukan Makanan / Total Non Food ,681 JUMLAH - TOTAL Sumber : Data Primer diolah, 2013 dan 2014

168 BAB VI. STRUKTUR PENGELUARAN DAN DINAMIKA KONSUMSI 125 Produk Kelautan Garam Pada rumah tangga penyewa lahan di Kabupaten Sumenep pengeluaran rata rata konsumsi per kapita lebih besar dibandingkan dengan pemilik lahan, dan terjadi peningkatan pada tahun 2013 dibandingan tahun sebelumnya. Perbedaan pengeluaran rumah tangga petambak garam dikarenakan jumlah anggota keluarga rumah tangga penyewa lahan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah anggota keluarga rumah tangga pemilik lahan. Diantara berbagai jenis konsumsi pangan, alokasi pengeluaran untuk pangan sumber karbohidrat masih dominan dalam struktur pengeluaran rumah tangga petambak garam baik sebagai pemilik lahan maupun penyewa lahan. Diantara pangan sumber karbohidrat, pangsa pengeluaran untuk beras masih mendominasi struktur pengeluaran rumah tangga petambak garam. Selain beras, masyarakat petambak garam seringkali mengkonsumi jagung yang merupakan bahan campuran beras. Berdasarkan hasil wawancara, petambak garam seringkali mengkonsumsi beras yang dicampur jagung apabila akan bekerja ke tambak dikarenakan tidak akan cepat lapar. Alokasi sumber protein terbesar didominasi untuk pengeluaran telur dalam struktur pengeluaran rumah tangga petambak garam. Harga beras mengalami peningkatan sebesar Rp. 500/liter, dimana pada tahun 2013 harga beras sebesar Rp /liter, menjadi Rp /liter di tahun Harga ikan tongkol/cakalang mengalami peningkatan sebesar Rp.8.000/kg, yaitu dari sebelumnya sebesar Rp /kg menjadi Rp /kg di tahun Harga ikan bandeng mengalami kenaikan sebesar Rp.9.000/kg, dari sebelumnya sebesar Rp /kg, menjadi Rp /kg. Harga ikan mujair juga mengalami kenaikan sebesar Rp /kg, yaitu dari harga sebesar Rp /kg di tahun 2013, menjadi Rp /kg di tahun Harga daging sapi mengalami kenaikan yang cukup besar yaitu Rp /kg, yaitu pada tahun 2013, harganya sebesar Rp /kg, menjadi Rp /kg di tahun Sementara itu, harga daging ayam, mengalami penurunan yang sangat kecil yaitu sebesar Rp. 500/kg, dari sebelumnya Rp /kg, menjadi Rp /kg. Hal serupa terjadi pada telur ayam ras yang mengalami penurunan sebesar Rp.7.000/kg, dari harga sebelumnya Rp /kg, menjadi Rp /kg. Begitu pula pada telur ayam kampung yang menurun cukup jauh sebesar Rp /kg, dari sebelumnya sebesar Rp /kg, menjadi Rp /kg. Harga susu kaleng meningkat sebesar Rp. 700/kaleng, dari sebelumnya sebesar Rp /kaleng, menjadi Rp /kaleng.

169 BAB VI. STRUKTUR PENGELUARAN DAN DINAMIKA KONSUMSI 126 Tabel 6.7. Perkembangan Pengeluaran Rata rata Per Kapita Sebulan Rumah Tangga Petambak Garam di Kabupaten Sumenep Berdasarkan Status Usaha, 2013 dan 2014 Kelompok Pemilik Lahan Penyewa Lahan Kenaikan Kenaikan (%) Makanan (%) Padi-padian 63,504 67, ,730 89,279 5 Umbiumbian Ikan 52,857 67, , , Daging 10,738 11, ,043 10,285 - Telur dan susu 17,648 14,577 (21) 21,952 16,207 (35) Sayursayuran 22,870 21,439 (7) 28,048 27,002 (4) Kacangkacangan 11,558 11,558-15,816 15,816 - Buahbuahan 7,392 12, ,896 18, Minyak dan lemak 14,579 14,579-19,592 19,592 - Bahan Minuman 13,457 10,933 (23) 14,331 12,122 (18) Bumbubumbuan 1,530 1,530-2,831 2,831 - Konsumsi lainnya 4,127 4,127-8,970 8,970 - Makanan minuman 7,588 7,588-6,511 6,511 - jadi Tembakau dan Sirih 25,928 25,928-24,090 24,090 - Jumlah Makanan 204, , , , Perumahan, Fasilitas RT 57,215 57,215-61,643 61,643 - Aneka Barang dan 64,158 64,158-99,292 99,292 - Jasa Pakaian, Alas Kaki 17,060 17,060-22,528 22,528 - Pajak dan asuransi 2,351 2,351-3,540 3,540 - Keperluan Pesta 22,024 22,024-34,877 34,877 - Jumlah Bukan Makanan 162, , , ,880 - Jumlah 604, , , ,204 Sumber: Data Primer Diolah, 2013 dan 2014

170 BAB VII. PERTUMBUHAN DAN INDEKS KETIDAKSTABILAN 127 BAB VII. PERTUMBUHAN DAN INDEKS KETIDAKSTABILAN Aktivitas Usaha Kelautan dan Perikanan Tabel 7.1. menunjukkan tingkat pertumbuhan dan indeks instabilitas (growth rate and instability index) pada usaha kelautan dan perikanan yang dikelompokkan kedalam empat bidang usaha yaitu Perikanan Tangkap Laut (PTL), Perikanan Tangkap Perairan Umum Daratan (PTPUD), Perikanan Budidaya (PB) dan Produk Kelautan-Garam (PK). PTL meliputi dua tipologi utama yaitu pelagis besar (Bitung), pelagis kecil-demersal (Sampang, Sibolga, Cirebon dan Sambas). PB mencakup tipologi budidaya laut (Klungkung), budidaya air tawar (Subang dan Cianjur) dan budidaya payau (Gresik dan Pangkep). PTPUD meliputi dua tipologi utama yaitu waduk (Purwakarta) dan rawa banjiran (OKI). PK-Garam dilakukan pada dua lokasi yaitu Sumenep dan Jeneponto. Data yang digunakan merupakan data hasil survey tahun 2007 sampai dengan 2013 pada 14 lokasi PANELKANAS. Keuntungan usaha KP tahun cenderung mengalami pertumbuhan yang negatif pada seluruh bidang. Pada bidang perikanan tangkap pertumbuhan negatif khususnya pada tipologi pelagis kecil, sedangkan untuk pelagis besar pertumbuhan usaha masih positif. Demikian halnya untuk bidang budidaya, pertumbuhan positif penerimaan usaha yang tidak sebanding dengan pertumbuhan biaya operasional usaha menyebabkan keuntungan usaha pada hampir seluruh tipologi pada budidaya pertumbuhannya negatif. Hal yang sama juga terjadi pada bidang PTPUD dan PK Garam. Tabel 7.1. Growth Dan Instability Index Pada Usaha Kelautan dan Perikanan Bidang Lokasi Penerimaan Usaha Biaya Operasional Keuntungan Usaha CGR-PU CII-PU CGR-BO CII-BO CGR-KU CII-KU Sampang Sibolga PTL Bitung Cirebon Sambas Cianjur Gresik BDDY Pangkep Klungkung Subang PTPUD Purwakarta OKI Sumenep PK-GRM Jeneponto Keterangan : CGR-PU=Growth Penerimaan Usaha; CII-PU=Instability Index Penerimaan Usaha; CGR-BO=Growth Biaya Operasional; CII-BO=Instability Index Biaya Operasional; CGR-KU=Growth Keuntungan Usaha; CII-KU=Instability Index Keuntungan Usaha

171 BAB VII. PERTUMBUHAN DAN INDEKS KETIDAKSTABILAN 128 Hubungan antara pertumbuhan dan ketidakstabilan dari usaha kelautan dan perikanan dapat dikategorikan kedalam empat tipe yaitu pertumbuhan tinggi/resiko rendah (instability Index rendah), pertumbuhan tinggi/resiko tinggi, pertumbuhan rendah/resiko rendah dan pertumbuhan rendah/resiko tinggi seperti yang terlihat pada Gambar 7.1. dari empat klaster pertumbuhan dan indeks ketidakstabilan, untuk usaha kelautan dan perikanan terdapat dua klaster; klaster pertama adalah klaster pertumbuhan tinggi/resiko menengah hingga tinggi. Gambar 7.1 menunjukkan bahwa penerimaan usaha pada kegiatan penangkapan ikan pada dua lokasi yaitu Bitung dan Sibolga masih memiliki prespektif untuk dikembangkan dengan resiko yang relatif rendah,. Pengelolaan terhadap sumber daya ikan perlu menjadi perhatian karena pada lokasi lain yaitu Cirebon, Sambas dan Sampang menunjukkan pertumbuhan yang cenderung negatif dengan indeks ketidakstabilan yang relatif tinggi seperti yang telihat pada bagian kiri atas pada Gambar 7.1. Klaster yang kedua adalah pada bagian kanan bawah, pertumbuhan penerimaan usaha baik pada PTL, PTPUD dam Budidaya terlihat pertumbuhan dengan kecenderungan negatif dengan indeks ketidakstabilan yang tinggi. Pada lokasi Jeneponto terlihat pertumbuhan yang negatif dengan indeks ketidakstabilan rendah, hal ini menunjukkan bahwa penerimaan dari usaha garam di Jeneponto relatif lebih stabil dibandingkan Sumenep namun dari sisi pertumbuhan justru negatif. Gambar 7.1. Growth dan Instability Index Pada Penerimaan Usaha Kelautan dan Perikanan Sumber: Data Primer Diolah, 2014 Pertumbuhan dan indeks ketidakstabilan pada biaya operasional usaha untuk ke empat tipologi berada dalam dua klaster kuadran yaitu (1) pertumbuhan positif dan ketidakstabilan sedang dan (2) pertumbuhan relatif tidak tumbuh dengan ketidak stabilan yang lebih tinggi seperti yang ditampilkan pada Gambar 7.2. Tipologi KP yang termasuk dalam kuadara satu (kiri atas) meliputi tipologi pelagis besar dengan lokasi Sibolga dan Bitung. Untuk tipologi lainnya pada perikanan tangkap laut (pelagis kecil dan demersal), perairan umum daratan, budidaya perikanan dan produk kelautan berada pada kuadra dua (kanan). Kondisi pada kuadran satu menunjukkan bahwa biaya operasional pada tipologi pelagis besar mengalami pertumbuhan yang positif artinya bahwa input produksi (terutama bahan bakar kapal) mengalami kenaikan setiap tahun yang akhirnya mempengaruhi biaya operasional per tahun. Bidang perikanan tangkap laut

172 BAB VII. PERTUMBUHAN DAN INDEKS KETIDAKSTABILAN 129 dengan tipologi demersal dan pelagis kecil justru mengalami pertumbuhan yang negatif, hal ini dikarenakan mulai tahun 2010 nelayan justru mengurangi trip penangkapan ikan bahkan pada tahun 2014 nelayan tidak bisa melaut yang dikarenakan pengaruh cuaca dan hasil tangkapan ikan yang sedikit. Biaya operasional pada bidang perikanan budidaya mengalami pertumbuhan yang mendekati nol (tidak tunbuh) hingga negatif dengan indeks ketidakstabilan yang menengah hingga tinggi. Untuk kegiatan budidaya dengan menggunakan pakan ikan, pertumbuhan biaya operasional cenderung tumbuh artinya bahwa kenaikan harga pakan ikan mengalami kenaikan setiap tahunnya. Untuk tipologi budidaya lain seperti tambak dan rumput laut pertumbuhannya mendekati nol artinya tidak terjadi perubahan harga input produksi yang signifikan.demikian hal nya dengan PTPUD dan Produk kelautan garam, dari sisi biaya operasional tidak mengalami pertumbuhan yang signifikan. Indeks ketidakstabilan pada biaya operasional usaha budidaya, PTPUD dan garam menengah hingga tinggi, artinya bahwa resiko dalam usaha ini relatif tinggi sehingga mempengaruhi fluktuasi dari sisi harga input produksi. Gambar 7.2. Growth dan Instability Index Pada Biaya Operasional Usaha Kelautan dan Perikanan Sumber: Data Primer Diolah, 2014 Keuntungan usaha pada sektor kelautan dan perikanan seperti yang terlihat pada Gambar 7.3 berbanding lurus dengan kondisi pertumbuhan penerimaan usaha. Pada bidang perikanan tangkap laut khususnya tipologi perikanan pelagis besar, keuntungan usaha masih menunjukkan pertumbuhan yang positif dengan indeks ketidakstabilan yang relatif rendah hingga menengah. Kondisi ini menunjukkan usaha perikanan tangkap pelagis besar masih memiliki potensi untuk dikembangkan dan dimanfaatkan seoptimal mungkin tentunya harus disertai dengan pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan. Sedangkan untuk tipologi demersal dan pelagis kecil pada perikanan tangkap laut keuntungan usaha menunjukkan pertumbuhan yang negatif dengan indeks ketidakstabilan yang menengah sehingga pemerintah harus mengeluarkan kebijakan tertentu untuk perlindungan terhadap nelayan dan sumber daya. Keuntungan usaha budidaya pada seluruh tipologi menunjukkan pertumbuhan yang rendah bahkan mendekati nol dan negatif dengan indeks

173 BAB VII. PERTUMBUHAN DAN INDEKS KETIDAKSTABILAN 130 ketidakstabilan yang menengah seperti yang terlihat pada Gambar 7.3. Kondisi ini menunjukkan bahwa perlu adanya kebijakan pemerintah untuk mendorong perkembangan susaha budidaya, misalnya jika dikaitkan dengan subsidi input produksi pada budidaya air tawar (kolam dan KJA). Pakan merupakan input terbesar dalam usaha budidaya yang mencapai hingga 80% biaya produksi, sehingga perlu peran pemerintah dalam perlindungan terhadap usaha budidaya ikan. Bidang PTPUD pertumbuhan keuntungan usaha juga mendekati nol dan negatif dengan indeks instability yang menengah. Kondisi ini PTPUD dipengaruhi oleh sumber daya perikanan yang mulai menurun khususnya pada perairan waduk dan rawa banjiran yang memang tidak bisa produksi sepanjang tahun. Untuk perairan waduk, peran pemerintah adalah melalui re-stocking sumber daya pada waduk dengan memperhatikan jenis ikan yang memang sudah ada di perairan. Untuk bidang produk kelautan-garam, kegiatan usah garam dalam satu tahun maksimal hanya lima bulan produksi, sehingga peran pemerintah dalam peningkatan usaha garam adalah melalui pengenalan teknologi untuk peningkatan produktivitas usaha garam kepada petambak garam yang saat ini masih sangat tradisional. Gambar 7.3. Growth dan Instability Index Pada Biaya Keuntungan Usaha Kelautan dan Perikanan Sumber: Data Primer Diolah, 2014 Pendapatan Usaha Kelautan dan Perikanan Pendapatan RTP KP berasal dari dua sumber utama yaitu perikanan dan non perikanan. Pertumbuhan pendapatan RTP KP menunjukkan pertumbuhan yang negatif khususnya pada bidang PTL dan PK-Garam. Pertumbuhan pendapatan RTP positif terlihat pada bidang budidaya dan PTPUD, pertumbuhan ini disumbang dari pendapatan RTP yang berasal dari non perikanan. Kondisi menunjukkan bahwa pendapatan dari usaha perikanan sudah tidak lagi mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari sehingga baik nelayan, pembudidaya maupun petambak garam harus memiliki mata pencaharian lainnya diluar perikanan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kondisi ini seperti terlihat pada Tabel dibawah.

174 BAB VII. PERTUMBUHAN DAN INDEKS KETIDAKSTABILAN 131 Tabel 7.2. Growth Dan Instability Index Untuk Pendapatan Rumah Tangga Kelautan dan Perikanan Bidang Lokasi Pendapatan Non Pendapatan RTP Pendapatan Perikanan Perikanan CGR- CII-PRTP CGR-PP CII-PP CGR-PNP CII-PNP PRTP Sampang Sibolga PTL Bitung Cirebon Sambas Cianjur Gresik BDDY Pangkep Klungkung Subang Purwakarta PTPUD OKI PK- Sumenep GRM Jeneponto Keterangan : CGR-PRTP=Growth Pendapatan RTP; CII-PRTP=Instability Index Pendapatan RTP; CGR-PP=Growth Biaya Pendapatan Perikanan; CII-PP=Instability Index Pendapatan Perikanan; CGR-PNP=Growth Pendapatan Non Perikanan; CII-PNP=Instability Index Pendapatan Non Perikanan Sumber : Data Diolah, 2014 Pendapatan rumah tangga kelautan dan perikana pada empat bidang KP berada pada 3 kuadran. Kuadran pertama pada sisi kiri atas merupakan kondisi dimana terjadi pertumbuhan yang positif dengan indeks ketidakstabilan yang rendah hingga menengah, kuadran ini diisi oleh mayoritas pada tipologi PB (budidaya laut-klungkung, tambak-pangkep dan gresik, KJA-Cianjur) dan garam (Sumenep). Kuandran dua berada pada posisi kanan tengah dimana kondisi pertumbuhan mendekati nol bahkan negatif dengan indeks ketidakstabilan yang menengah hingga tinggi. Posisi kuadran dua diisi oleh seluruh tipologi pada bidang PTL (pelagis besar-bitung dan Sibolga, demersal dan pelagis kecil-cirebon, Sambas, Sampang) serta PTPUD (Oki dan Purwakarta) serta PB untuk tipologi kolam. Kuadran tiga pada sisi kiri bawah yang menunjukkan kondisi pertumbuhan negatif dengan indeks ketidakstabilan yang menengah yaitu garam (Jeneponto).

175 BAB VII. PERTUMBUHAN DAN INDEKS KETIDAKSTABILAN 132 Gambar 7.4. Growth dan Instability Index Pada Pendapatan Rumah Tangga Kelautan dan Perikanan Sumber: Data Primer Diolah, 2014 Pendapatan perikanan adalah seluruh pendapatan yang memanfaatkan sumberdaya kelautan dan perikanan baik yang berasal dari kegiatan penangkapan maupun budidaya maupun garam, sedangkan pendapatan non perikanan berasal dari usaha diluar perikanan baik PNS, pedagang, petani dan sebagainya. Pendapatan yang berasal dari perikanan untuk bidang PTL,pertumbuhan pendapatan RTP baik yang bersumber dari perikanan maupun non perikanan berada pada posisi kanan tengah dimana pertumbuhan mendekati nol bahkan negatif dengan indeks ketidakstabilan menengah hingga tinggi. Kondisi menujukkan bahwa pendapatan nelayan tidak mengalami pertumbuhan yang signifikan artinya dari sisi jenis mata pencaharian maupun besaran pendapatannya tidak mengalami perubahan. Untuk bidang PB, pendapatan baik dari perikanan maupun perikanan mengalami pertumbuhan yang positif dengan indeks ketidakstabilan yang rendah hingga menengah kecuali untuk tipologi kolam. Gambar 7.5. Growth dan Instability Index Pada Pendapatan Perikanan Rumah Tangga Kelautan dan Perikanan

176 BAB VII. PERTUMBUHAN DAN INDEKS KETIDAKSTABILAN 133 Pertumbuhan pendapatan yang positif berasal dari pendapatan non perikanan, seperti misalnya di Gresik, kegiatan budidaya mengalami pertumbuhan yang tidak signifikan bahkan negatif hal ini disebabkan karena responden juga memiliki alternatif mata pencaharian lain seperti menjadi nelayan dan pedagang ikan, kondisi ini juga terjadi pada lokasi Pangkep, Klungkung dan Cianjur. Sedangkan pada kuadran dua posisi kanan tengah, pertumbuhan pendapatan yang berasal dari perikanan mendekati nol bahkan negatif, hal ini menunjukkan bahwa pendapatan RTP pada kuadran ini tidak banyak perubahan besaran pendapatan yang diterima responden. Berbeda hal nya dengan PTPUD (purwakarta) dan PK- Garam (Sumenep), pendapatan non perikanan mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan bila dibandingkan dengan pertumbuhan pendapatan dari perikanan. Kondisi ini menunjukkan bahwa responden mulai bergantung pada pendapatan yang berasal dari non perikanan karena pendapatan perikanan sudah tidak lagi mempu mencukupi kebutuhan hidup responden. Indeks ketidakstabilan dengan tingkat menengah hingga tinggi pada posisi kanan tengah menunjukkan bahwa pendapatan RT KP mengalami resiko yang tinggi. Peran pemerintah sangat penting khususnya dalam penyediaan alternatif mata pencaharian yang lebih stabil untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Gambar 7.6. Growth dan Instability Index Pada Pendapatan Non Perikanan Rumah Tangga Kelautan dan Perikanan

177 BAB VIII. INDEKS NILAI TUKAR 134 Perikanan Tangkap Laut Pelagis Besar (Kota Bitung) BAB VIII. INDEKS NILAI TUKAR Indeks nilai yang diterima nelayan perikanan pelagis besar tuna di Kota Bitung dipengaruhi oleh harga dan jumlah produksi bulanan. Hasil tangkapan ikan tuna oleh nelayan di Kota Bitung sebagian besar adalah jenis ikan tuna ekor kuning/madidihang (Yellow fins). Ikan tuna hasil tangkapan disalurkan ke pabrik pabrik pengolahan dengan berbagai macam kategori yaitu ikan tuna jenis A, B, C, lokal dan rusak berdasarkan keadaan ikan pada saat dijual. Ikan Tuna jenis A merupakan ikan tuna kualitas terbaik dengan harga yang tertinggi sementara ikan tuna rusak merupakan ikan tuna terjelek dengan harga terendah. Berdasarkan wawancara kepada nelayan penangkap ikan tuna di Kota Bitung, kualitas ikan tuna ditentukan secara sepihak oleh perusahaan dalam hal ini dilakukan oleh pekerja checker ikan. Namun, nelayan juga mengatakan kualitas ikan tuna dipengaruhi oleh teknik penangkapan, cara penanganan ikan tuna diatas kapal, kondisi dalamnya laut pada saat tertangkapnya ikan tuna dan jenis ikan yang dimakan ikan tuna. Pada tahun 2014 Indeks Nilai yang Diterima oleh Nelayan di Kota Bitung lebih rendah jika dibandingkan dengan tahun Faktor yang sangat mempengaruhi penurunan tersebut adalah produksi pada tahun 2014 yang cukup merosot dibandingkan tahun Padahal harga ikan yang diterima oleh nelayan jika dibandingkan dengan tahun 2013 relatif lebih tinggi. Selain karena dipengaruhi oleh produksi, penurunan juga disebabkan karena kenaikan harga barang barang pokok untuk konsumsi maupun barang non konsumsi

178 Harga (Rp.) BAB VIII. INDEKS NILAI TUKAR Tuna A Tuna B Tuna C Lokal Reject Bulan Gambar 8.1. Perkembangan Harga Ikan Tuna di Kelurahan Batu Lubang, Kota Bitung, 2013 dan 2014 Sumber: Data Primer Diolah, 2013 dan 2014

179 Jumlah (Ton) BAB VIII. INDEKS NILAI TUKAR Tuna A Tuna B Tuna C Lokal Reject Total Bulan Gambar 8.2. Perkembangan Rata rata Produksi Ikan Tuna Hasil Tangkapan Nelayan di Kelurahan Batu Lubang, Kota Bitung, 2013 dan 2014 Sumber: Data Primer Diolah, 2013 dan 2014 Ket: Data Bulan Juni Des 2014 merupakan rata rata dari bulan sept 2013 Mei 2014

180 Biaya Tidak Tetap Jenis Pengeluaran BAB VIII. INDEKS NILAI TUKAR 137 Indeks nilai yang dibayar nelayan dipengaruhi oleh biaya produksi penangkapan ikan (Biaya Tidak Tetap dan Tetap) dan biaya pengeluaran rumah tangga (konsumsi pangan dan non pangan). Gambar 8.3 menunjukan perkembangan proporsi pengeluaran yang dibayarkan oleh nelayan pelagis besar ikan tuna di Kota Bitung. Berdasarkan hal tersebut, pola proporsi pengeluaran pada tahun 2013 dan 2014 mengalami perubahan, baik pada pengeluaran non pangan, pangan, biaya tetap maupun biaya tidak tetap. Proporsi Non Pangan, Pangan dan Biaya Tetap Usaha mengalami peningkatan, namun sebaliknya proporsi biaya tidak tetap mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun Non Pangan Pangan Tetap 9 14 Tidak Tetap Persentase Pengeluaran (%) Gambar 8.3. Perkembangan Proporsi Pengeluaran yang Dibayarkan Nelayan Pelagis Besar Tuna di Kelurahan Batu Lubang, Kota Bitung, 2013 dan 2014 Sumber: Data Primer Diolah, 2013 dan 2014 Ransum Es Balok M. Tanah 5 9 Bensin 9 11 Solar Persentase Pengeluaran (%) Gambar 8.4. Proporsi Pengeluaran Biaya Tidak Tetap Penangkapan Ikan Tuna di Kelurahan Batu Lubang, Kota Bitung, 2013 dan 2014 Sumber: Data Primer Diolah, 2013 dan 2014

181 Indeks Nilai Tukar Perikanan BAB VIII. INDEKS NILAI TUKAR 138 Berdasarkan Indeks Nilai Yang Diterima dan Dibayarkan oleh nelayan tuna di Kota Bitung, maka didapatkan Indeks Nilai Tukar Perikanan (NTP) nelayan tuna di Kota Bitung. Secara umum, Indeks NTP nelayan tuna di Kota Bitung nilainya berada dibawah 100. Hal tersebut memberikan informasi bahwa kesejahteran nelayan relatif lebih rendah dibandingkan dengan tahun dasar IT IB NTN Bulan Gambar 8.5. Indeks yang diterima (IT), Indeks yang dibayar (IB) dan Indeks Tukar Perikanan (ITP) Nelayan Pelagis Besar Tuna di Kelurahan Batu Lubang, Kota Bitung, 2013 dan 2014 Keterangan : Rataan Tahun 2013 = 100 Sumber: Data Primer Diolah, 2013 dan 2014

182 Produksi (Kg) Rp/Kg BAB VIII. INDEKS NILAI TUKAR 139 Pelagis Besar (Kabupaten Malang) Indeks nilai yang diterima nelayan perikanan pelagis besar di Kabupaten Malang dipengaruhi oleh harga dan jumlah produksi bulanan. Hasil tangkapan ikan pelagis besar oleh nelayan sebagian besar adalah jenis ikan tuna ekor kuning/madidihang (Yellow fins). Ikan tuna hasil tangkapan disalurkan ke pabrik pabrik pengolahan melalui sistem lelang di TPI. Berikut ini dapat dilihat fluktuasi harga dan jumlah produksi bulanan. Harga yang digunakan adalah harga rata-rata dari kualitas ikan tuna. Untuk ikan tuna yang telah mengalami kerusakan, seperti ada luka pada bagian tubuh pada saat penangkapan maka harganya akan lebih rendah dibandingkan ikan tuna yang utuh atau mulus tubuhnya. Misalkan untuk ikan tuna yang dalam kondisi baik harganya mencapai Rp /Kg dan yang rusak hanya Rp /Kg. Untuk ukuran tuna yang lebih kecil (kurang dari 20 Kg per Ekor) di sebut dengan istilah baby tuna maka harganya pun akan lebih rendah Gambar Gambar 8.7. Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Perkembangan Harga Rata-Rata Ikan Tuna di Sendang Biru Kabupaten Malang, 2014 Sumber: Data Primer Diolah, 2014 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Perkembangan Produksi Bulanan Ikan Tuna i Sendang Biru Kabupaten Malang, 2014 Sumber: Data Primer Diolah, 2014

183 Rp/Bln BAB VIII. INDEKS NILAI TUKAR 140 Untuk indeks nilai yang dibayar nelayan dipengaruhi oleh pengeluaran usaha (biaya tetap dan tidak tetap) dan pengeluaran rumah tangga (konsumsi pangan dan non pangan). Proporsi jenis pengeluaran yang dibayarkan oleh nelayan dimana untuk pengeluaran rumah tangga lebih terlihat stabil untuks setiap bulannya namun untuk pengeluaran kebutuhan usaha terlihat lebih fluktuatif. Pengeluaran untuk usaha dipengaruhi oleh banyak sedikitnya jumlah trip penangkapan. Indeks nilai yang dibayarkan nelayan dipengaruhi oleh harga barang-barang kebutuhan operasional usaha dan rumah tangga Jan 14 Feb 14 Maret 14 April 14 Meri 14 Jun 14 Juli 14 Agst 14 Pengeluaran Usaha Pengeluaran Rumah Tangga Gambar 8.8. Proporsi Pengeluaran Usaha dan Rumah Tangga Nelayan Pelagis Besar di Sendang Biru Kabupaten Malang, Sumber: Data Primer Diolah, 2014 Berdasarkan Indeks Nilai Yang Diterima dan Dibayarkan oleh nelayan pelagis besar di Kabupaten Malang, maka didapatkan Indeks Nilai Tukar Nelayan (NTN) nelayan pelagis besar di Kabupaten Malang. Nilai NTN tahun 2014 tertinggi pada saat bulan Mei dengan nilai 168 sedangkan terendah pada saat bulan Januari dan Februari dengan nilai 26 dan 40. (Rataan 2013 = 100). NTN mengalami perkembangan positif rata-rata sebesar 24,49% per bulan dengan rata-rata nilai NTN sebesar 97. Fluktuasi nilai IT, IB dan NTN nelayan pelagis besar di Kabupaten Malang. Secara umum, Indeks NTP nelayan tuna di Kabupaten Malang nilainya sangat berfluktuasi, dimana pada saat musim ikan yaitu bulan Januari dan Februari berada dibawah 100. Hal tersebut disebabkan penerimaan atau produksi tangkap yang diterima oleh para nelayan rendah. Namun pada bulan Maret sampai dengan Agustus, Indeks Nilai Tukar Perikanan berada diatas nilai 100. Indeks Nilai Tukar Nelayan yang fluktuatif menandakan bahwa usaha penangkapan rumah tangga nelayan pelagis besar di Kabupaten Malang memiliki pendapatan yang tidak stabil. Nilai NTN kurang dari 100 menunjukkan bahwa penerimaan pendapatan dari usaha penangkapan tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk usaha dan rumah tangga. Penelitian yang dilakukan oleh Ustriyana (2007), menunjukkan hal yang sama bahwa untuk nilai tukar nelayan berfluktuasi selama dalam satu tahun pengamatan. Hal tersebut dikarenakan adanya perubahan produksi, harga, musim dan jenis ikan yang tertangkap, sehingga dapat diketahui bahwa ada saat-saat tertentu nelayan tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk usaha dan rumah tangganya yaitu berdasarkan kajian ini dan penelitian Ustriyana (2007) yaitu pada

184 BAB VIII. INDEKS NILAI TUKAR 141 saat musim paceklik akibat dari tidak adanya ikan (musim ikan) dan akibat cuaca buruk (gelombang besar dan angin kencang) Jan 14 Feb 14 Maret 14 April 14 Mei 14 Jun 14 Juli 14 Agst 14 IT IB NTN Gambar 8.9. Indeks yang diterima (IT), Indeks yang dibayar (IB) dan Indeks Nilai Tukar Nelayan (NTN) Nelayan Pelagis Besar di Sendang Biru Kabupaten Malang, 2014 Keterangan: T0 = Rataan Tahun 2013 ( 100) Sumber: Data Primer Diolah, 2014.

185 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Harga (Rp/kg) BAB VIII. INDEKS NILAI TUKAR 142 Perikanan Perairan Umum Daratan Perairan Waduk (Kabupaten Purwakarta) Indeks Nilai Tukar Yang Diterima (IT) Indeks Nilai Tukar Perikanan (NTPi) merupakan indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan nelayan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi rumah tangga. Kriteria besaran NTPi dapat lebih rendah, sama atau lebih tinggi dari 100. NTPi nelayan yang berkisar kurang dari 100 menunjukan bahwa keluarga nelayan memiliki daya beli yang lebih rendah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan berpotensi untuk mengalami defisit anggaran rumah tangga. NTPi nelayan berkisar diatas 100 menunjukan bahwa keluarga nelayan memiliki kesejahteraan yang cukup baik untuk memenuhi kebutuhan hidupnya dan memiliki potensi surplus pendapatan yang dapat digunakan untuk konsumsi kebutuhan sekunder, tersier maupun peningkatan aset usaha dalam menangkap ikan. Indeks nilai yang diterima (IT) oleh nelayan sangat dipengaruhi oleh faktor harga dan produksi. Indeks yang diterima (IT) nelayan pada perairan umum daratan waduk pada bulan Januari-Desember 2013 serta Januari-April 2014 cukup fluktuatif. IT tertinggi terdapat pada Bulan Mei 2013 dengan nilai 135,27 sedangkan IT terendah berada Bulan April 2014 dengan nilai 71,72. Fluktuasi indeks nilai yang diterima oleh nelayan PTPUD sangat dipengaruhi oleh harga ditingkat produsen dan jumlah produksi ikan yang ditangkap oleh nelayan. Dari sisi harga diketahui bahwa harga ikan patin lebih tinggi dibandingkan dengan ikan nila, mas dan oscar, meskipun dilihat dari harga rata-rata selama Januari April 2014 harga ikan patin, nila dan mas tidak terlalu jauh berbeda yaitu masih berkisar Rp /kg-Rp /kg. Pada Bulan Januari 2013-April 2014 terjadi kenaikan harga untuk ikan nila, oscar dan mas yaitu masing-masing sebesar 1,1%; 0,1% dan 1,8%. Sedangkan untuk ikan patin fluktuasi harga selama Bulan Januari 2013-April 2014 terjadi penurunan yaitu sebesar 1,1% Nila Oscar Patin Mas Gambar Fluktuasi Harga Ikan Hasil Tangkapan Nelayan Perairan Umum Daratan (Waduk) di Kabupaten Purwakarta, Bulan Januari 2013-April 2014 Sumber: Data Primer Diolah, 2014

186 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April Produksi (kg) BAB VIII. INDEKS NILAI TUKAR 143 Selain faktor harga, indeks yang diterima oleh nelayan juga dipengaruhi oleh jumlah produksi ikan hasil tangkapan. Produksi ikan yang paling besar adalah ikan nila dan oscar dengan rata-rata produksi selama Bulan Januari April 2014 masing-masing sebesar kg dan kg. Sedangkan untuk ikan patin dan mas jumlah produksinya tidak terlalu besar hal ini dikarenakan sumberdaya ikan tersebut di waduk Jatiluhur sudah mengalami penurunan. Pada periode Bulan Januari 2013-April 2014 terjadi penurunan produksi untuk ikan nilai yaitu sebesar 1,9%, sedangkan untuk ikan oscar, patin dan mas mengalami peningkatan masing-masing sebesar 0,8%; 148% dan 62%. Produksi ikan nila terbesar pada Bulan Agustus 2013 yaitu sebesar kg, sedangkan produksi ikan oscar terbesar pada Bulan Agustus 2013 yaitu sebesar kg. Untuk ikan patin produksi terbesar pada Bulan Januari 2014 yaitu sebesar 242 kg dan ikan mas pada Bulan Februari 2013 yaitu sebesar 30 kg Nila Oscar Patin Mas Gambar Fluktuasi Jumlah Produksi Ikan Hasil Tangkapan Nelayan Perairan Umum Daratan (Waduk) di Kabupaten Purwakarta, Bulan Januari 2013-April 2014 Sumber: Data Primer Diolah, 2013 dan 2014 Indeks Nilai Yang Dibayar (IB) Selain IT, hal lain yang mempengaruhi indeks nilai tukar perikanan adalah indeks yang dibayar (IB). IB ditentukan oleh empat hal yaitu biaya tetap, biaya variabel, konsumsi pangan dan non pangan. Berdasarkan Gambar 8.12 diketahui bahwa pengeluaran responden pada nelayan di Waduk Jatiluhur Purwakarta sebagian besar digunakan untuk konsumsi pangan yaitu sebesar 62,5%, konsumsi non pangan sebesar 19,4%, biaya tidak tetap sebesar 12,4% dan biaya tetap sebesar 5,7%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pengeluaran digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. IB mengalami penurunan rata-rata sebesar 0,2% dengan nilai IB tertinggi pada saat Bulan Juli 2013 dengan nilai 113, sedangkan IB terendah terjadi pada saat Bulan Maret 2014 dengan nilai 93 (Rataan 2013 = 100).

187 Rataan 2013 Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Januari Februari Maret April BAB VIII. INDEKS NILAI TUKAR 144 Konsumsi Non Pangan 19,4 Konsumsi Pangan 62,5 Biaya Tidak Tetap 12,4 Biaya Tetap 5,7-10,0 20,0 30,0 40,0 50,0 60,0 70,0 Gambar Pangsa pengeluaran Nelayan Perairan Umum Daratan (Waduk) di Kabupaten Purwakarta, Bulan Januari April 2014 Sumber: Data Primer Diolah, 2013 dan 2014 Indeks Nilai Tukar Perikanan (NTPi) Secara rata-rata pada periode Januari 2013 sampai April 2014 NTPi nelayan di Waduk Jatiluhur mengalami penurunan sebesar 0,2%, hal ini juga terlihat dari rata-rata nilai IT dan IB yang mengalami penurunan masing-masing sebesar 1,3% dan 0,2%. NTPi tertinggi terjadi pada Bulan Mei 2013 dengan nilai 142 sedangkan terendah pada saat Bulan Januari 2014 dengan nilai 73 dengan nilai rata-rata NTPi sebesar 99,95 (Rataan 2013 = 100). 160,0 140,0 120,0 100,0 80,0 60,0 40,0 20,0 0,0 IT IB ITP Gambar Indeks yang diterima (IT), Indeks yang dibayar (IB) dan Indeks Nilai Tukar Perikanan (NTPi) pada Nelayan di Waduk Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Bulan Januari 2013-April 2014 Sumber: Data Primer Diolah, 2013 dan 2014

188 Januari Maret Mei Juli September November Januari Maret Mei Juli September November Januari Maret Mei Juli September BAB VIII. INDEKS NILAI TUKAR 145 Perikanan Budidaya Budidaya Rumput Laut (Kabupaten Klungkung) Indeks nilai tukar yang diterima (IT) pembudidaya rumput laut dari bulan Januari 2012 hingga Oktober 2014 cukup fluktuatif. IT tertinggi terdapat pada bulan Maret 2014 dengan nilai 141 sedangkan berada pada posisi terendah berada pada bulan Agustus 2012 dengan nilai 35. Fluktuasi indeks yang diterima oleh pembudidaya rumput laut sangat dipengaruhi oleh harga di tingkat produsen dan jumlah produksi rumput laut kering. Dari sisi harga diketahui bahwa harga rumput laut jenis spinosum dan cotoni berbeda cukup signifikan, biasanya harga cottoni lebih tinggi dari harga spinosum. Perbedaan harga tersebut bisa mencapai Rp 5000 Rp lebih. Harga terendah spinosum terjadi pada awal tahun 2012 yakni sekitar Rp 3200,-/kg sedangkan harga tertinggi terjadi pada saat bulan Oktober 2014 yang mencapai harga Rp 7.600,-/kg. Pada umumnya dari bulan Januari 2012 hingga Oktober 2014 spinosum kering cenderung mengalami kenaikan harga rata-rata sebesar 4%. Harga cottoni berada pada titik terendah yakni pada bulan Juni s.d November 2012 yakni Rp 6.000,-/kg dan mencapai harga tertinggi pada bulan Oktober 2014 pada harga Rp ,-/kg.. Fluktuasi harga spinosum dan cottoni kering di tingkat produsen dapat dilihat pada Gambar sebagai berikut. 160,0 140,0 120,0 100,0 80,0 60,0 40,0 20, Gambar Fluktuasi Harga produsen Rumput Laut Kering Menurut Jenis di Desa Batununggul Tahun Sumber: Data Primer Diolah, 2012 dan 2014 Selain faktor harga, indeks yang diterima oleh pembudidaya rumput laut juga dipengaruhi oleh jumlah produksi rumput laut kering. Dalam periode bulan Januari 2012 hingga Oktober 2014 terjadi peningkatan produksi spinosum kering dan cottoni kering masing-masing sebesar 4% dan 9%. Produksi tertinggi spinosum kering terjadi pada saat bulan Februari 2012 yakni sebesar 6 ton sedangkan produksi terendah pada saat bulan Agustus 2012 yaitu sebesar 2 ton. Produksi cottoni kering tertinggi berada pada saat bulan Maret 2012 yakni sebesar 3 ton dan terendah pada saat bulan Juli 2012 sebesar 0,3 ton. Produksi cottoni kering yang tidak sebanyak spinosum kering ini disebabkan karena banyaknya pembudidaya beralih jenis rumput laut dibudidayakan karena susah tumbuh di

189 Rataan 2012 Februari April Juni Agustus Oktober Desember Februari April Juni Agustus Oktober Desember Februari April Juni Agustus Oktober Harga Rp/Kg Januari Maret Mei Juli September November Januari Maret Mei Juli September November Januari Maret Mei Juli September BAB VIII. INDEKS NILAI TUKAR 146 perairan Nusa Penida. Hal lainnya dikarenakan harga dari cottoni semakin menurun dan harga spinosum kering yang berangsur-angsur naik. Fluktuasi produksi spinosum dan cottoni kering di Desa Batununggul dapat dilihat pada Gambar sebagai berikut Spinosum Cottoni Gambar Fluktuasi Jumlah Produksi Rumput Laut Kering Menurut Jenis di Desa Batununggul Tahun Sumber: Data Primer Diolah, 2012 dan 2014 IT berada pada titik terendah pada bulan Agustus 2012 yang disebabkan oleh anjloknya produksi spinosum dan cottoni walaupun harga yang diterima untuk spinosum kering masih diatas Rp 5000 tidak mampu mendorong kenaikan indeks IT seperti yang ditunjukkan pada Gambar sebagai berikut IT IB ITP Gambar Indeks yang diterima (IT), Indeks yang dibayar (IB) dan Indeks Tukar Perikanan (ITP) pembudidaya rumput laut di Desa Batununggul Nusa Penida Klungkung Tahun Sumber: Data Primer Diolah, 2012 dan 2014

190 BAB VIII. INDEKS NILAI TUKAR 147 Secara umum terjadi fenomena penurunan harga produsen diikuti dengan nilai IT mengalami penurunan rata-rata sebesar 1%. Harga spinosum kering yang terjadi pada awal tahun disebabkan karena mutu spinosum kering yang rendah, sehingga tidak laku dijual. Oleh karena banyaknya stok spinosum kering ditingkat pembudidaya menyebabkan harga spinosum kering dipasaran menjadi jatuh, sehingga merugikan pembudidaya dan pedagang pengumpul tingkat desa. Penurunan harga ini menjadi salah satu masalah yang dihadapi oleh pembudidaya karena rendahnya wawasan dan kesadaran dalam menjaga mutu dari rumput laut ditambah dengan rendahnya kesadaran pedagang pengumpul dalam menetapkan standar mutu hasil panen yang akan dijual ke pabrik pengolah. Semenjak adanya standar mutu rumput laut kering yang diterima oleh pedagang pengumpul menyebabkan perubahan perilaku pembudidaya dalam memperlakukan hasil panen. Sebagai contoh kadar air yang ditetapkan oleh pedagang pengumpul sebesar 37 38% membawa perubahan perlakuan pembudidaya untuk mengolah hasil panen dengan cara penjemuran selama 3 4 hari atau kadar air mencapai 37 38%. Selain IT, hal lainnya yang mempengaruhi indeks tukar perikanan adalah Indeks yang dibayar (IB). IB ditentukan oleh empat hal yaitu biaya tetap, biaya variabel, konsumsi pangan dan non pangan. Pada Gambar berikut ditampilkan mengenai pangsa pengeluaran pembudidaya rumput laut tahun IB Konsumsi Non Pangan 26,4 IB Konsumsi Pangan 33,3 IB Biaya Tetap 2,1 IB Biaya Tidak Tetap 38,2-5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0 35,0 40,0 Gambar Pangsa pengeluaran pembudidaya rumput laut Desa Batununggul Tahun Sumber: Data Primer Diolah, 2012 dan 2014 Menurut hasil analisis diketahui bahwa pangsa pengeluaran responden pembudidaya rumput laut Desa Batununggul terbesar digunakan untuk biaya konsumsi pangan sebesar 33,3%, konsumsi non pangan 26,4% dan biaya tidak tetap 38,2%. Sedangkan hanya sebagian kecil hanya untuk biaya tetap sebesar 2,1%. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar pengeluaran lebih banyak digunakan untuk rumah tangga. Hal ini disebabkan biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan budidaya rumput laut tidak terlalu besar dan waktu untuk siklus produksi yang tidak terlalu lama (45 hari). Berbeda halnya dengan usaha budidaya KJA ataupun tambak, biaya yang dikeluarkan untuk produksi atau biaya tidak tetapnya besar, karena masih menggunakan input pakan yang harganya cukup

Seri Data dan Informasi Sosek KP No.04

Seri Data dan Informasi Sosek KP No.04 Seri Data dan Informasi Sosek KP No.04 Penelitian Panel Kelautan Dan Perikanan Nasional (Panelkanas) Dan Analisis Dinamika Nilai Tukar Perikanan Dalam Mendukung Sistem Ketahanan Pangan Untuk Pengentasan

Lebih terperinci

Laporan Teknis LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2010 RISET PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) Tim Peneliti:

Laporan Teknis LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2010 RISET PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) Tim Peneliti: Laporan Teknis LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2010 RISET PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) Tim Peneliti: - Sonny Koeshendrajana - Zahri Nasution - Manadiyanto - Sastrawidjaja - Sapto Adi

Lebih terperinci

LAPORAN TEKNIS PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) : PENGEMBANGAN JARINGAN DAN INDIKATOR MIKRO PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

LAPORAN TEKNIS PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) : PENGEMBANGAN JARINGAN DAN INDIKATOR MIKRO PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN LAPORAN TEKNIS PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) : PENGEMBANGAN JARINGAN DAN INDIKATOR MIKRO PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN Oleh : Prof. Dr. Sonny Koeshendrajana Tenny Apriliani, M.Si

Lebih terperinci

REKOMENDASI KEBIJAKAN PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS)

REKOMENDASI KEBIJAKAN PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) REKOMENDASI KEBIJAKAN PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) BALAI BESAR PENELITIAN BADAN LITBANG KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2014 RINGKASAN PENGENDALIAN HARGA

Lebih terperinci

4. PENINGKATAN PENDAPATAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN EKONOMI RUMAH TANGGA NELAYAN SKALA KECIL

4. PENINGKATAN PENDAPATAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN EKONOMI RUMAH TANGGA NELAYAN SKALA KECIL 4. PENINGKATAN PENDAPATAN DALAM RANGKA MENINGKATKAN EKONOMI RUMAH TANGGA NELAYAN SKALA KECIL Sasaran Rekomendasi : Kebijakan perikanan tangkap LATAR BELAKANG Tingkat kesejahteraan pelaku usaha kelautan

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 MOR SP DIPA-18.11-/216 DS13-4386-848-854 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN MALANG TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN

RANCANGAN RENCANA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN MALANG TAHUN 2016 BAB I PENDAHULUAN 1 LAMPIRAN KEPUTUSAN KEPALA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN MALANG NOMOR : 180/1918/KEP/421.115/2015 TENTANG PENGESAHAN RENCANA KERJA DINAS KELAUTAN DAN PERIKANAN KABUPATEN MALANG TAHUN 2016 RANCANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. yang penting dilakukan suatu Negara untuk tujuan menghasilkan sumber daya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan manusia merupakan salah satu syarat mutlak bagi kelangsungan hidup bangsa dalam rangka menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Menciptakan pembangunan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/9/13/Th. XIX, 1 ember 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,331 Pada 2016, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 75/09/64/Th.XX, 4 September 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) KALIMANTAN TIMUR*) MENURUT SUB SEKTOR BULAN AGUSTUS 2017 NTP Provinsi Kalimantan Timur Agustus

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 55/07/64/Th.XX, 3 Juli 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) KALIMANTAN TIMUR*) MENURUT SUB SEKTOR BULAN JUNI 2017 NTP Provinsi Kalimantan Timur Juni 2017 sebesar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH DAN BERAS

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH DAN BERAS BADAN PUSAT STATISTIK No. 109/12/Th. XVIII, 1 Desember 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH DAN BERAS A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) NOVEMBER 2015

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No.53/09/16 Th. XVIII, 01 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA SELATAN MARET 2016 GINI RATIO SUMSEL PADA MARET 2016 SEBESAR

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 No. 11/02/82/Th. XVI, 1 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 GINI RATIO DI MALUKU UTARA KEADAAN SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,309 Pada September 2016, tingkat ketimpangan

Lebih terperinci

Nilai Tukar Petani Kabupaten Ponorogo Tahun 2013

Nilai Tukar Petani Kabupaten Ponorogo Tahun 2013 iv Nilai Tukar Petani Kabupaten Ponorogo Tahun 2013 Nilai Tukar Petani Kabupaten Ponorogo Tahun 2013 KATA PENGANTAR Penghitungan dan Penyusunan Publikasi Nilai Tukar Petani Kabupaten Ponorogo Tahun 2013

Lebih terperinci

Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan Oktober 2017

Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan Oktober 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan Oktober 2017 NTP Oktober 2017 sebesar 96,75 atau naik 0,61 persen dibanding

Lebih terperinci

Mengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data

Mengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data Mengurangi Kemiskinan Melalui Keterbukaan dan Kerjasama Penyediaan Data Disampaikan oleh: DeputiMenteri PPN/Kepala Bappenas Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan pada Peluncuran Peta Kemiskinan dan Penghidupan

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 13/02/12/Th. XX, 06 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,312 Pada ember

Lebih terperinci

Dr. Ali Rosidi Direktur Statistik Keuangan & Harga Badan Pusat Statistik

Dr. Ali Rosidi Direktur Statistik Keuangan & Harga Badan Pusat Statistik NILAI TUKAR PETANI (NTP) SEBAGAI INDIKATOR TINGKAT KESEJAHTERAAN PETANI Dr. Ali Rosidi Direktur Statistik Keuangan & Harga Badan Pusat Statistik Disajikan Pada: Pertemuan Dan Diskusi Terbatas Mengenai

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 21 MOR SP DIPA-32.6-/21 DS264-891-4155-6432 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 1 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK

BADAN PUSAT STATISTIK Katalog BPS: 7102019 BADAN PUSAT STATISTIK Jl. Dr. Sutomo No. 6-8 Jakarta 10710, Kotak Pos 1003 Jakarta 10010 Telp. : (021) 3841195, 3842508, 3810291-4, Fax. : (021) 3857046 Homepage : http//www.bps.go.id

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 217 MOR SP DIPA-32.7-/217 DS6553-7197-642-6176 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 217 MOR SP DIPA-32.4-/217 DS21-98-8-666 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 45/07/21/Th. VII, 2 Juli 2012 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI KEPULAUAN RIAU JUNI 2012 Pada bulan Juni 2012 NTP di Provinsi Kepulauan Riau tercatat

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2016

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2016 BPS PROVINSI ACEH No.06/02/Th.XIX, 1 Februari 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2016 Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga pedesaan di beberapa

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2016

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2016 BPS PROVINSI ACEH No.26/06/Th.XIX, 1 Juni 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JUNI 2016 Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga pedesaan di beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu meningkatkan taraf hidup atau mensejahterakan seluruh rakyat melalui pembangunan ekonomi. Dengan kata

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 17 /04/63/Th.XV, 1 April 2011 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI KALIMANTAN SELATAN *) Pada Maret 2011, Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Selatan tercatat 107,64 atau

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KEPULAUAN RIAU No. 20/03/21/Th. VIII, 1 Maret 2013 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PROVINSI KEPULAUAN RIAU FEBRUARI 2013 Pada bulan Februari 2013 NTP di Provinsi Kepulauan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus

I. PENDAHULUAN. masalah kompleks yang telah membuat pemerintah memberikan perhatian khusus 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemiskinan merupakan isu sentral yang dihadapi oleh semua negara di dunia termasuk negara sedang berkembang, seperti Indonesia. Kemiskinan menjadi masalah kompleks yang

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2013

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN FEBRUARI 2013 Pada Februari, Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Aceh tercatat sebesar 103,36 turun sebesar 0,08 persen dibandingkan bulan Januari. Hal ini disebabkan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) mengalami peningkatan

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 21 MOR SP DIPA-32.1-/21 DS553-54-8921-629 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 1 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun

Lebih terperinci

BAHAN BAKU: URAT NADI INDUSTRI PENGOLAHAN PERIKANAN MIKRO KECIL DAN MENENGAH

BAHAN BAKU: URAT NADI INDUSTRI PENGOLAHAN PERIKANAN MIKRO KECIL DAN MENENGAH Risalah Kebijakan Pertanian dan Lingkungan Vol. 1 No. 3, Desember 2014: 187-191 ISSN : 2355-6226 BAHAN BAKU: URAT NADI INDUSTRI PENGOLAHAN PERIKANAN MIKRO KECIL DAN MENENGAH Yonvitner Departemen Manajemen

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 34/05/64/Th.XIX, 2 Mei 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) KALIMANTAN TIMUR*) MENURUT SUB SEKTOR BULAN APRIL 2016 Nilai Tukar Petani Provinsi Kalimantan Timur

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014

NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN TEGAL TAHUN 2014 Katalog : 332804.15.01 NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN TEGAL TAHUN KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN TEGAL DAN BPS KABUPATEN TEGAL NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN TEGAL TAHUN Nomor Publikasi : 332804.15.01 Ukuran

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN OKTOBER 2015

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN OKTOBER 2015 BPS PROVINSI ACEH No.52/11/Th.XVIII, 2 November 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN OKTOBER 2015 Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga pedesaan di

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH PERIODE APRIL 2017

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH PERIODE APRIL 2017 BPS PROVINSI ACEH No.19/5/Th.XX, 2 Mei 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH PERIODE APRIL 2017 Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga perdesaan di beberapa

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011 BADAN PUSAT STATISTIK No. 06/01/Th. XV, 2 Januari 2012 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2011 MENCAPAI 29,89 JUTA ORANG Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2015

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2015 BPS PROVINSI ACEH No.44/09/Th.XVIII, 1 September 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN SEPTEMBER 2015 Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga pedesaan

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tengang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negar

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tengang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negar KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP. /MEN/SJ/2016 TENTANG PEDOMAN TEKNIS MONITORING DAN EVALUASI TERPADU PROGRAM/KEGIATAN PEMBANGUNAN KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 MOR SP DIPA-33.-/216 DS334-938-12-823 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 1 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN NOVEMBER 2015

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN NOVEMBER 2015 BPS PROVINSI ACEH No.52/12/Th.XVIII, 1 Desember 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN NOVEMBER 2015 Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga pedesaan di

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH PERIODE AGUSTUS 2017

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH PERIODE AGUSTUS 2017 BPS PROVINSI ACEH No.40/8/Th.XX, 4 September 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH PERIODE AGUSTUS 2017 Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga perdesaan di

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2016

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2016 BPS PROVINSI ACEH No.02/01/Th.XX, 3 Januari 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2016 Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga pedesaan di beberapa

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2013

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2013 BPS PROVINSI ACEH No.2/1/Th.XVII, 2 Januari 2014 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2013 Untuk pertama kalinya pada bulan Desember 2013, data NTP

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN BADAN PUSAT STATISTIK No.06/02/81/Th.2017, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO MALUKU PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,344 Pada September 2016,

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2013

PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2013 No., 05/01/81/Th. XV, 2 Januari 2014 Agustus 2007 PROFIL KEMISKINAN DI MALUKU TAHUN 2013 RINGKASAN Jumlah penduduk miskin (penduduk yang pengeluaran per bulannya berada di bawah Garis Kemiskinan) di Maluku

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 217 NOMOR SP DIPA-32.5-/217 DS6-9464-235-812 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH PERIODE MEI 2017

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH PERIODE MEI 2017 BPS PROVINSI ACEH No.27/6/Th.XX, 2 Juni 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH PERIODE MEI 2017 Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga perdesaan di beberapa

Lebih terperinci

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN IV. DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Bertambahnya jumlah penduduk berarti pula bertambahnya kebutuhan konsumsi secara agregat. Peningkatan pendapatan diperlukan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2013

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN JANUARI 2013 Pada Januari 2013, Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Aceh tercatat sebesar 103,44 turun sebesar 0,36 persen dibandingkan bulan Desember 2012. Hal ini disebabkan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) mengalami

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2015 NOMOR : SP DIPA /2015 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 215 MOR SP DIPA-18.1-/215 DS8665-5462-5865-5297 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU

Lebih terperinci

Refleksi Capaian Kegiatan T.A 2017 dan Outlook Rencana Kerja T.A 2018 Ditjen. Perikanan Budidaya

Refleksi Capaian Kegiatan T.A 2017 dan Outlook Rencana Kerja T.A 2018 Ditjen. Perikanan Budidaya Refleksi Capaian Kegiatan T.A 2017 dan Outlook Rencana Kerja T.A 2018 Ditjen. Perikanan Budidaya 1 Refleksi Capaian Kegiatan DJPB T.A 2017 2 CAPAIAN IKU DJPB TAHUN 2017 Realisasi Produksi Tahun 2017 :

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 49/06/64/Th.XX, 2 Juni 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) KALIMANTAN TIMUR*) MENURUT SUB SEKTOR BULAN MEI 2017 NTP Provinsi Kalimantan Timur Mei 2017 sebesar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI *)

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI *) No. 40 / VI / 1 Agustus 2003 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI *)! Pada bulan 2003, Nilai Tukar Petani (NTP) secara nasional naik 0,05 persen dibanding bulan April 2003, yaitu dari 119,12 menjadi 119,18.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR ECERAN RUPIAH APRIL 2015

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR ECERAN RUPIAH APRIL 2015 BADAN PUSAT STATISTIK No. 50/05/Th. XVIII, 15 Mei 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR ECERAN RUPIAH APRIL 2015 APRIL 2015 RUPIAH TERAPRESIASI 0,23 PERSEN TERHADAP DOLAR AMERIKA Rupiah mencatat apresiasi 0,23

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH BADAN PUSAT STATISTIK No. 57/09/Th. XIII, 1 September 2010 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, HARGA PRODUSEN GABAH DAN UPAH BURUH A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) AGUSTUS 2010

Lebih terperinci

CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP Grafik 1. Tingkat Kemiskinan,

CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP Grafik 1. Tingkat Kemiskinan, CATATAN ATAS PRIORITAS PENANGGULANGAN KEMISKINAN DALAM RKP 2013 A. Perkembangan Tingkat Kemiskinan Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan September 2011 sebesar 29,89 juta orang (12,36 persen).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN Satuan Kerja (Satker) : Pusat Penelitian Sosial Perikanan Judul Kegiatan : Panel Kelautan (PANELKANAS) Status : Baru/ Lanjutan *) Pa

LEMBAR PENGESAHAN Satuan Kerja (Satker) : Pusat Penelitian Sosial Perikanan Judul Kegiatan : Panel Kelautan (PANELKANAS) Status : Baru/ Lanjutan *) Pa LAPORAN AKHIR TAHUN TA. 6 PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan Kementerian

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 13/02/64/Th.XX, 1 Februari 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) KALIMANTAN TIMUR *) MENURUT SUB SEKTOR BULAN JANUARI 2017 Nilai Tukar Petani Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

Laporan Keuangan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Semester 1 Tahun 2013

Laporan Keuangan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Semester 1 Tahun 2013 RINGKASAN Berdasarkan Pasal 55 ayat (2) Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 sebagaimana telah diubah dengan 233/PMK.05/2011

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN

Lebih terperinci

C E =... 8 FPI =... 9 P

C E =... 8 FPI =... 9 P 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 6 (enam) bulan yang meliputi studi literatur, pembuatan proposal, pengumpulan data dan penyusunan laporan. Penelitian

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 217 NOMOR SP DIPA-32.11-/217 DS3194-532-4847-285 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU

Lebih terperinci

BPS PROVINSI LAMPUNG A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

BPS PROVINSI LAMPUNG A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI LAMPUNG No. 04/10/18/Th. X, 3 Oktober 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NTP Provinsi Lampung September 2016 untuk masing-masing subsektor tercatat sebesar

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN FEBRUARI 2014 SEBESAR 102,63

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN FEBRUARI 2014 SEBESAR 102,63 No. 14/03/34/TH.XVI, 3 Maret 2014 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN FEBRUARI 2014 SEBESAR 102,63 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Mulai Desember 2013, penghitungan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2015

BPS PROVINSI ACEH PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2015 BPS PROVINSI ACEH No.02/01/Th.XIX, 4 Januari 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI, INFLASI PEDESAAN, DAN HARGA PRODUSEN GABAH BULAN DESEMBER 2015 Berdasarkan hasil pemantauan harga-harga pedesaan di beberapa

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 37/05/64/Th.XX, 2 Mei 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) KALIMANTAN TIMUR*) MENURUT SUB SEKTOR BULAN APRIL 2017 Nilai Tukar Petani Provinsi Kalimantan Timur

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 130/Permentan/SR.130/11/2014 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 33/06/12/Th. XIX, 01 Juni 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 002/02/63/Th.XIV, 1 Pebruari 2010 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI KALIMANTAN SELATAN *) Pada Desember 2009, Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Selatan tercatat 104,76

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Jumlah penduduk adalah salah satu input pembangunan ekonomi. Data jumlah penduduk Indonesia tahun 2010 sampai 2015 menunjukkan kenaikan setiap tahun. Jumlah penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tanaman hortikultura merupakan salah satu tanaman yang menunjang pemenuhan gizi masyarakat sebagai sumber vitamin, mineral, protein, dan karbohidrat (Sugiarti, 2003).

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 217 MOR SP DIPA-115.1-/217 DS887-83-754-948 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 48/08/12/Th. XVIII, 03 Agustus 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI SUMATERA

Lebih terperinci

2.5. Nilai Tukar Nelayan dan Nilai Tukar Pembudidaya Ikan

2.5. Nilai Tukar Nelayan dan Nilai Tukar Pembudidaya Ikan 2.5. Nilai Tukar Nelayan dan Nilai Tukar Pembudidaya Ikan 2.5.1. Nilai Tukar Nelayan Nilai Tukar Nelayan (NTN) merupakan salah satu proxy indikator untuk melihat tingkat kesejahteraan nelayan di pedesaan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009 BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No. 43/07/Th. XII, 1 Juli 2009 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan di Indonesia

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 21/04/12/Th. XIX, 01 April 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DAN HARGA PRODUSEN GABAH A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI (NTP) PROVINSI SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

BPS PROVINSI LAMPUNG A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

BPS PROVINSI LAMPUNG A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI LAMPUNG No. 04/05/18/Th. VIII, 2 Mei 2014 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NTP Provinsi Lampung April 2014 untuk masing-masing sub sektor tercatat sebesar

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha kecil dan menengah (UKM) merupakan kategori bisnis berskala kecil menengah yang dipercaya mampu memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian Indonesia,

Lebih terperinci

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 66/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG

CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 66/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG CUPLIKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 66/Permentan/OT.140/12/2006 TENTANG KEBUTUHAN DAN HARGA ECERAN TERTINGGI (HET) PUPUK BERSUBSIDI UNTUK SEKTOR PERTANIAN TAHUN ANGGARAN 2007 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN OKTOBER 2014 SEBESAR 103,40

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN OKTOBER 2014 SEBESAR 103,40 No. 59/11/34/Th.XVI, 3 November 2014 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN OKTOBER 2014 SEBESAR 103,40 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Oktober 2014, NTP

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu masalah dalam proses pembangunan ekonomi. Permasalahan kemiskinan dialami oleh setiap negara, baik negara maju maupun negara berkembang.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah :

III. KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Kadariah (2001), tujuan dari analisis proyek adalah : III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Analisis Kelayakan Investasi Pengertian Proyek pertanian menurut Gittinger (1986) adalah kegiatan usaha yang rumit karena penggunaan sumberdaya

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 12/02/64/Th.XIX, 1 Februari 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) KALIMANTAN TIMUR*) MENURUT SUB SEKTOR BULAN JANUARI 2016 Nilai Tukar Petani Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 217 MOR SP DIPA-32.3-/217 DS4538-239-5974-97 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ujang Muhaemin A, 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai Negara yang memiliki penduduk yang padat, setidaknya mampu mendorong perekonomian Indonesia secara cepat, ditambah lagi dengan sumber daya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 45/07/51/Th. XI, 3 Juli 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI JUNI 2017, NTP BALI TURUN 0,08 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Bali bulan Juni 2017 tercatat mengalami penurunan sebesar 0,08 persen,

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN INDUK SURAT PENGESAHAN NOMOR SP DIPA-.03-0/AG/2014 DS 9057-0470-5019-2220 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. UU No. 23 Tahun

Lebih terperinci

BPS PROVINSI LAMPUNG A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

BPS PROVINSI LAMPUNG A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI LAMPUNG No. 04/04/18/Th. XI, 3 April 2017 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NTP Provinsi Lampung Maret 2017 untuk masing-masing subsektor tercatat sebesar

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 74/11/64/Th.XVIII, 2 November 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) KALIMANTAN TIMUR*) MENURUT SUB SEKTOR BULAN OKTOBER 2015 Nilai Tukar Petani Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR ahk BPS PROVINSI KALIMANTAN TIMUR No. 102/12/64/Th.XIX, 1 Desember 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI (NTP) KALIMANTAN TIMUR*) MENURUT SUB SEKTOR BULAN NOVEMBER 2016 Nilai Tukar Petani Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN DESEMBER 2014 SEBESAR 99,65

NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN DESEMBER 2014 SEBESAR 99,65 No. 04/01/34/Th.XVII, 2 Januari 2015 NILAI TUKAR PETANI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BULAN DESEMBER 2014 SEBESAR 99,65 A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI 1. Nilai Tukar Petani (NTP) Pada Desember 2014, NTP

Lebih terperinci

Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan September 2017

Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan September 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Perkembangan Nilai Tukar Petani (NTP) Kalimantan Timur* Menurut Sub Sektor Bulan September 2017 NTP September 2017 sebesar 96,17 atau turun 0,46 persen dibanding

Lebih terperinci