nasional maupun internasional (Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2006).

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "nasional maupun internasional (Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2006)."

Transkripsi

1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Luas Areal Kelapa Sawit Komoditas kelapa sawit yang sangat potensial ini sangat didukung oleh pemerintah yang ditandai dengan dikeluarkannya SK Menteri Pertanian No.469/Kpts/KB/510/6/1985 mengenai upaya pengembangan luas lahan. Prospek industri kelapa sawit yang semakin cerah baik di pasar domestik maupun internasional memberikan peluang bagi industri untuk dapat lebih berkembang. Luas areal merupakan salah satu faktor yang diduga dapat mempengaruhi produksi CPO. Peningkatan luas areal kelapa sawit di Indonesia merupakan akibat dari meningkatnya perkembangan permintaan akan kelapa sawit. Luas lahan yang potensial untuk pengembangan kelapa sawit Indonesia secara umum berada pada pulau Sumatera, Sulawesi, Kalimantan dan Papua (Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2006). Perkembangan luas areal perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Peningkatan luas areal dan produksi kelapa sawit adalah akibat dari pesatnya perkembangan industri hilir kelapa sawit baik dari dalam maupun luar negeri. Industri ini sangat berperan dalam menyediakan kesempatan kerja, menghasilkan devisa, pendapatan daerah, dan pendapatan negara, serta menyediakan bahan baku bagi industri pangan, seperti minyak goreng. Peran industri CPO dan produk turunannya akan terus berkembang, terutama dengan adanya program energi alternatif, biodiesel, baik nasional maupun internasional (Pusat Penelitian Kelapa Sawit, 2006).

2 Menurut Direktorat Jenderal Perkebunan (2006), permintaan domestik terhadap komoditas minyak sawit terus meningkat dari tahun ke tahun. Tingginya permintaan CPO baik lokal maupun internasional sebagai input industri minyak goreng, biodiesel dan potensi kelapa sawit lainnya yang besar dalam perekonomian mendorong pengembangan perkebunan kelapa sawit. Sementara itu, kebutuhan minyak sawit mentah dan turunannya di Indonesia dan pasar dunia juga semakin meningkat, menggeser kedudukan minyak nabati lain, seperti: minyak kedelai, minyak kelapa, dan minyak bunga matahari dan lain-lain. 2.2 Produksi CPO Kebijakan pemerintah khususnya dalam perluasan areal kelapa sawit merupakan respon positif yang dapat mempengaruhi produksi CPO yang semakin meningkat. Pada sisi produksi, Arifin (2001) menyatakan bahwa teknologi dapat berupa suatu proses produksi atau bagaimana faktor-faktor produksi (input) dikombinasikan untuk menghasilkan suatu produk (output). Perubahan teknologi yang demikian merupakan cara mengkombinasikan faktor produksi. Sementara itu, produktivitas dimaksudkan sebagai suatu ukuran efisiensi yang berupa rasio produk dengan faktor produksi tertentu. Inovasi dan perubahan teknologi biasanya mampu meningkatkan tingkat produksi sekaligus produktivitasnya (meningkatnya faktor produksi mengakibatkan terjadinya peningkatan produktivitas). 2.3 Produktivitas CPO Peningkatan produktivitas sektor pertanian merupakan kemajuan dan perubahan teknologi. Adopsi teknologi pertanian yang padat karya (penggunaan benih unggul, pupuk, dan pestisida) serta teknologi mekanis yang padat modal

3 (penggunaan traktor sederhana dan pembangunan sarana irigasi teknis, dan sebagainya) secara langsung ataupun tidak langsung telah mewarnai peningkatan produktivitas itu sendiri (Arifin, 2001). Hal ini secara langsung akan mempengaruhi harga suatu komoditi (CPO) sebagai hasil produk pertanian. Harga CPO yang tinggi di pasar internasional mengakibatkan para pengusaha lebih memilih untuk mengekspor CPO dari pada menjual CPO di dalam negeri. 2.4 Ekspor CPO Secara teori suatu negara akan mengekspor suatu komoditi (misalnya CPO), jika di negara asalnya mengalami kelebihan produksi. Kenyataannya, pengusaha akan tetap mengekspor jika harga minyak sawit di pasar dunia jauh lebih tinggi harganya dibandingkan dengan harga di pasar domestik. Kecenderungan harga yang selalu meningkat ini dipengaruhi oleh keadaan perekonomian Indonesia yang belum stabil. Secara luas, Kindleberger dan Lindert (1995) mendefinisikan bahwa penawaran ekspor suatu negara merupakan kelebihan penawaran domestik produksi barang dan jasa yang tidak dikonsumsi oleh konsumen dari negara yang bersangkutan atau tidak disimpan dalam bentuk persediaan. Berdasarkan teori tersebut, maka fungsi ekspor suatu negara dapat dituliskan sebagai berikut: X = Q C + S t t t t Dimana: X = Jumlah ekspor komoditas suatu negara pada tahun ke-t t Q = Jumlah produksi komoditas suatu negara pada tahun ke-t t C = Jumlah konsumsi komoditas suatu negara pada tahun ke-t t

4 S = Jumlah persediaan komoditas suatu negara pada tahun ke-t t Untuk membatasi ekspor CPO maka pemerintah mengenakan pajak ekspor terhadap eksportir. Tujuannya, untuk menjamin kebutuhan dalam negeri, melindungi kelestarian sumberdaya alam, mengantisipasi kenaikan harga di pasar internasional, hingga menjaga stabilitas harga dalam negeri. Kebijakan tarif ekspor CPO dimulai pada tahun 1978 dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama (SKB) Mendagkop (No.275/KPB/X1/78), Mentan (No.764/Kpts/UM/12/1978) dan Menperindag (No.252/M/SK/12/1978). Nilai tukar diduga menjadi bahan pertimbangan oleh pengusaha dalam mengekspor CPO. 2.5 Konsep Pajak Ekspor Secara Umum Berkembangnya dunia perdagangan sekarang ini membuat batas-batas alur dagang semakin kecil dan terasa perlunya adanya kerja sama dalam hal perdagangan dengan dunia internasional. Suatu negara untuk dapat mencukupi kebutuhan dimana tidak bisa diproduksi sendiri harus mengimpor, sebaliknya ketika dunia luar mengharap produk dari negara lain maka negara yang memiliki produk dalam kapasitas tertentu akan melakukan ekspor (Salvatore, 1997). Namun, dalam kegiatan ekspor, pemerintah perlu mengawasi dan membuat peraturan-peraturan yang bersifat mengatur agar ekspor terkendali, termasuk peraturan dalam hal perpajakan bagi kegiatan ekspor. Di bagian ini akan dibahas mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pajak ekspor.

5 Pajak Ekspor adalah pungutan resmi dari pemerintah untuk kegiatan ekspor. Sedangkan Ekspor adalah kegiatan menjual barang ke luar negri. Pengenaan Pajak Ekspor (PE) untuk barang-barang tertentu adalah dalam rangka : 1. Menjaga kesinambungan persediaan bahan baku sehingga terjaminnya pemenuhan kebutuhan dalam negeri. 2. Terlindunginya kelestarian sumber daya alam. 3. Terjaminnya stabilitas harga barang tertentu di dalam negeri. 4. Meningkatkan daya saing ekspor tertentu. Adapun Dasar Hukum dalam pengenaan pajak ekpsor untuk barang-barang tertentu adalah diatur dalam : 1. Peraturan Pemerintah RI Nomor 35 Tahun 2005 tanggal 10 September 2005 tentang Pungutan Ekspor Atas Barang Ekspor Tertentu. 2. Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor 92/PMK.02/2005 tanggal 10 Oktober 2005 tentang Penetapan Jenis Barang Ekspor Tertentu dan Besaran Tarif Pungutan Ekspor. 3. Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 95/PMK.02/2005 tanggal 11 Oktober 2005 tentang Penetapan Tarif Pungutan Ekspor Batu Bara. 4. Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 24/M-DAG/PER/11/2005 tanggal 25 Nopember 2005 tentang Penetapan Harga Patokan Ekspor (HPE) Atas Barang Ekspor Tertentu. 5. Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor 25/M-DAG/PER/12/2005 tanggal 2 Desember 2005 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Ekspor (HPE) atas Barang Ekspor Tertentu.

6 Perhitungan pungutan ekspor didasarkan pada Harga Patokan Ekspor (HPE) yang diterapkan setiap bulan oleh Menteri Perdagangan berdasarkan harga rata-rata Internasional. Pungutan Ekspor (PE) dihitung berdasarkan rumus : Tarif Pajak Ekspor (PE) x Harga Patokan Ekspor (HPE) x Jumlah Satuan Barang x Nilai Kurs. Tarif adalah pajak ekspor atau impor yang dikenakan oleh suatu negara terhadap produk ekspor atau impor dari negara lain yang dibawa ke dalam atau ke luar daerah pabean. Jenis-jenis tarif pajak, yaitu : 1. Ad Valorum atau bea Harga adalah besarnya pajak yang dipungut ditentukan berdasarkan persentase tertentu dari nilai produk atau harga tarif tertinggi. 2. Tarif Spesifik adalah besarnya pajak diterapkan untuk tiap unit produk atau harga satuan atas suatu barang, dipakai untuk barang-barang tertentu, misalnya kemeja (dihitung per satuan kemeja dengan tarif dalam nominal Rupiah yang sudah pasti). Digunakan untuk melindungi industri dalam negeri sebagai bentuk proteksi. 3. Compound Tarif merupakan kombinasi dari tarif Ad Valorum dan Tarif Spesifik. Tarif ini biasanya diterapkan di bidang cukai (dari 10% hingga 250%) juga berdasarkan spesifik menurut jumlah produk yang dihasilkan sehingga dapat diketahui, misalnya harga per batang hasil tembakau. 4. Tarif Antidumping, merupakan penambahan besar tarif daripada yang berlaku untuk perhitungan bea masuk. Hal ini diterapkan sebagai suatu

7 hukuman atau sanksi atas produk tertentu suatu negara yang diekspor ke negara yang menggunakan tarif tersebut. 5. Tarif Pembalasan atau tarif Restorsi, merupakan penerapan tarif yang bersifat resiprokal, berkaitan dengan pengenaan tarif yang sama. 6. Tarif Diferensial, merupakan tarif maximum dan tarif minimum atas produk-produk tertentu antara negara-negara yang mempunyai hubungan baik atau memiliki kemitraan misalnya antara 2 anggota Asean, seperti Indonesia-Malaysia. 7. Tarif Preferensi adalah tarif yang berlaku untuk negara-negara yang tergabung dalam uni atau asosiasi dan berbeda dengan tarif bea masuk untuk negara lainnya. Dengan adanya Udang-Undang Nomor 7 tahun 1994, tentang pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization dan dilanjutkan dengan World Customs Organization, besaran tarif pajak maximum yang ditetapkan sebagai dasar perhitungan bea masuk adalah 0% paling tinggi 40%. Dimana penerapan besaran tarif, yaitu: 1. Pembebasan bea masuk atau keringanan bea masuk antara 0% hingga 5% dikenakan untuk bahan kebutuhan pokok seperti gula, beras, mesin-mesin dan alat-alat pertahanan. 2. Tarif sedang antara 5% sampai 20%, dikenakan untuk bahan setengah jadi dan barang-barang lain di mana produksi dalam negri sudah mencukupi. Tarif tinggi di atas 20% dikenakan untuk barang mewah dan barang-

8 barang lainnya yang sudah diproduksi di dalam negri dan bukan barang kebutuhan pokok. Ekspor Jasa Kena Pajak adalah setiap kegiatan penyerahan Jasa kena pajak ke luar daerah pabean. Jenis jasa Kena pajak yang atas ekspornya dikenai PPN adalah : 1. Jasa Maklon Jasa maklon adalah jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan. Batasan Jasa maklon yang termasuk Ekspor JKP : a. Pemesan atau penerima JKP berada di luar daerah pabean dan merupakan Wajib Pajak Luar Negeri serta tidak mempunyai Bentuk Usaha Tetap. b. Spesifikasi dan bahan disediakan oleh pemesan atau penerima JKP. c. Bahan adalah bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau bahan penolong/pembantu yang akan diproses menjadi Barang Kena Pajak yang dihasilkan. d. Kepemilikan atas barang jadi berada pada pemesan atau penerima Jasa Kena Pajak. e. Pengusaha Jasa maklon mengirim barang hasil pekerjaannya berdasarkan permintaan pemesan atau penerima JKP ke luar Daerah Pabean. Atas kegiatan ekspor barang yang dihasilkan dari kegiatan ekspor Jasa Maklon, tidak dilaporkan sebagai ekspor BKP dalam SPT Masa PPN. 2. Jasa perbaikan dan perawatan

9 a. Jasa yang melekat pada atau jasa untuk barang bergerak yang dimanfaatkan di luar Daerah Pabean. b. Jasa yang melekat pada atau jasa untuk barang tidak bergerak yang terletak di luar Daerah Pabean. c. Jasa Konstruksi, yaitu layanan jasa konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi. a) Jasa yang melekat pada atau jasa untuk barang bergerak yang dimanfaatkan di luar Daerah Pabean. b) Jasa yang melekat pada atau jasa untuk barang tidak bergerak yang terletak di luar Daerah Pabean. 2.6 Kebijakan Pemerintah Indonesia Dari Sisi Ekspor CPO Ekspor adalah kegiatan menjual barang atau jasa ke luar negeri. Orang atau pihak yang melakukan kegiatan ekspor disebut eksportir. Kegiatan ekspor yang meningkat akan memberikan keuntungan bagi negara, yaitu negara memperoleh peningkatan pendapatan yaitu dari pajak barang yang dikespor. Selain itu ada pula pihak-pihak dalam negeri yang juga mendapat keuntungan, seperti perusahaan transportasi, perusahaan asuransi, perusahaan penghasil barang yang diekspor. Oleh sebab itu, pemerintah Indonesia terus menggiatkan usahausaha yang dapat mendorong kegiatan ekspor. Menurut Salvatore (1997), Ekspor suatu negara harus lebih besar daripada impor agar tidak terjadi defisit dalam neraca pembayaran. Oleh sebab itu

10 pemerintah selalu berusaha mendorong ekspor melalui kebijakan ekspor dengan cara berikut. 1. Diversifikasi Ekspor/Menambah Keragaman Barang Ekspor Diversifikasi ekspor merupakan penganekaragaman barang ekspor dengan memperbanyak macam dan jenis barang yang diekspor. Misalnya Indonesia awalnya hanya mengekspor tektil dan karet, kemudian menambah komoditas ekspor seperti kayu lapis, gas LNG, rumput laut dan sebagainya. Diversifikasi ekspor dengan menambah macam barang yang diekspor ini dinamakan diversifikasi horizontal. Sedangkan divesisifikasi ekspor dengan menambah variasi barang yang diekspor seperti karet diolah dahulu menjadi berbagai macam ban mobil dan motor atau kapas diolah dulu menjadi kain lalu diproses menjadi pakaian. Diversifikasi yang demikian ini disebut diversifikasi vertikal. 2. Subsidi Ekspor Subsidi ekspor diberikan dengan cara memberikan subsidi/bantuan kepada eksportir dalam bentuk keringanan pajak, tarif angkutan yang murah, kemudahan dalam mengurus ekspor, dan kemudahan dalam memperoleh kredit dengan bunga yang rendah. 3. Premi Ekspor Untuk lebih menggiatkan dan mendorong para produsen dan eksportir, pemerintah dapat memberikan premi atau insentif, misalnya penghargaan atas kualitas barang yang diekspor. Pemberian bantuan keuangan dari pemerintah kepada pengusaha kecil dan menengah yang orientasi usahanya ekspor. 4. Devaluasi

11 Devaluasi merupakan kebijakan pemerintah untuk menurunkan nilai mata uang dalam negeri (rupiah) terhadap mata uang asing. Dengan kebijakan devaluasi akan mengakibatkan harga barang ekspor di luar negeri lebih murah bila diukur dengan mata uang asing (dollar), sehingga dapat meningkatkan ekspor dan bisa bersaing di pasar internasional. 5. Meningkatkan Promosi Dagang ke Luar Negeri Pemasaran suatu produk dapat ditingkatkan dengan mempromosikan produk yang akan dijual. Untuk meningkatkan ekposr ke luar negeri maka pemerintah dapat berusaha dengan melakukan promosi dagang ke luar negeri, misalnya dengan dengan mengadakan pameran dagang di luar negeri agar produk dalam negeri lebih dapat dikenal. 6. Menjaga Kestabilan Nilai Kurs Rupiah terhadap Mata Uang Asing Kestabilan nilai kurs rupiah terhadap mata uang asing sangat dibutuhkan oleh para importir dan pengusaha yang menggunakan peroduk luar negeri untuk kelangsungan usaha dan kepastian usahanya. Bila nilai kurs mata uang asing terlalu tinggi membuat para pengusaha yang bahan baku produksinya dari luar negeri akan mengalami kesulitan karena harus menyediakan dana yang lebih besar untuk membiayai pembelian barang dari luar negeri. Akibatnya harga barang yang diproduksi oleh pengusaha tersebut menjadi mahal. Hal ini dapat menurunkan omzet penjualan dan menurunkan laba usaha, yang akhirnya akan mengganggu kelangsungan hidup usahanya. 7. Mengadakan Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Internasional

12 Melakukan perjanjian kerja sama ekonomi baik bilateral, regional maupun multilateral akan dapat membuka dan memperluas pasar bagi produk dalam negeri di luar negeri. serta dapat menghasilkan kontrak pembelian produk dalam negeri oleh negara lain. Misalnya perjanjian kontrak pembelin LNG (Liquid Natural Gas) Indonesia yang dilakukan oleh Jepang dan Korea Selatan. Untuk mengatasi persoalan ekspor didalam negeri, pemerintah mengeluarkan kebijakan strategis berupa national interest account yang diemban oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia atau Indonesian Eximbank. Menurut Menteri Keuangan M Chatib Basri, Salah satu masalah yang dihadapi perekonomian global adalah turunnya harga komoditas. Eksportir membutuhkan kepastian dalam mengekspor. Karena itu, ekspor memerlukan suatu proses national interest untuk masuk ke pasar nontradisional dan mengurangi risiko. Menurut dia, NIA yang diemban Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) menjadi tahap awal untuk mendorong ekspor. Isu yang terjadi dalam negara berkembang adalah adanya permintaan, tetapi tidak dapat meresponsnya. Chatib juga menyampaikan, diversifikasi ekspor penting, Jangan terpaku mengekspor ke negara tertentu, kita perlu membuka pasar baru. Kepala Pusat Pengelolaan Risiko Fiskal Freddy R Saragih mengatakan, NIA adalah proses pembiayaan, penjaminan, dan asuransi yang dananya disiapkan pemerintah dan dilaksanakan LPEI jika kapasitas keuangan LPEI belum mencukupi dan kegiatan ekspor itu berisiko tinggi. Penyediaan dana disiapkan pemerintah dan akan masuk dalam APBN. Melalui program NIA, pemerintah menetapkan suatu proyek atau transaksi khusus untuk mendorong peningkatan ekspor. Freddy menuturkan, LPEI

13 atau Indonesian Eximbank adalah institusi yang dibentuk dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2009 untuk mendorong peningkatan ekspor dari aspek pembiayaan, penjaminan, dan asuransi ekspor. Penugasan umum yang diamanatkan pemerintah dalam LPEI adalah fungsi fiskal. Perbankan, lembaga keuangan bukan bank, dan asuransi tidak dapat menjalankan fungsi ini karena pertimbangan komersial. Pembiayaan perdagangan berupa pembiayaan, penjaminan, dan asuransi ekspor adalah aspek dalam perdagangan internasional yang perlu mendapatkan perhatian. LPEI ingin aktif dalam pembiayaan atau pemberian kredit ekspor dan menjamin eksportir dari risiko politik di luar negeri. Pemerintah akan menampung harapan para eksportir terhadap perubahan atau dukungan regulasi dari pemerintah. Setidaknya dalam jangka dekat sebelum dapat mengatasi turbulensi dan masalah ekonomi secara global. Indonesia sebagai salah satu yang terkena imbasnya harus segera mengatasi. Melalui interaksi itu para pengusaha dapat mengajukan usulan yang positif dan konstruktif. Pemerintah berkepentingan agar dalam dua tiga bulan Indonesia dapat mengatasi kemelut imbas ekonomi global ini. 2.7 Kebijakan Pemerintah Dari Sisi Pembangunan Industri Kelapa Sawit di Indonesia dan Sumatera Utara Industri kelapa sawit sangat pantas dikembangkan karena menciptakan kesempatan kerja, serta mendukung pembangunan derah dan pengentasan kemiskinan, terutama di daerah pedesaan luar jawa. Selain itu, mayoritas perkebunan kelapa sawit ditanam di hutan, serta nilai ekspor CPO dan produk CPO berkontribusi cukup signifikan terhadap pendapatan ekspor, yaitu sekitas

14 USD 20 milliar ( sekitar 10 % dari pendapatan ekspor total), terbesar kedua setelah minyak dan gas (Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian, 2014). Industri kelapa sawit memiliki prospek yang baik karena memiliki daya saing sebagai incustri minyak nabati. Sawit adalah salah satu sumber yang paling kompetitif di dunia untuk biofuels, dan aplikasi teknis dan yang paling penting adalah sebagai sumber makanan. Kebijakan utama pemerintah Indonesia dalam mengmbangkan kelapa sawit adalah mengembangkan industry hilir. Kebijakan ini dilakukan dengan mengembangkan cluster industry di Zona Ekonomi Khusus (ZEK) yang diatur dengan UU No. 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) yang saat ini di fokuskan di KEK Sei Mangkei untuk Sumatera Utara, Maloy Untuk Kalimantan Timur, dan Dumai untuk Riau. Kebijakan tersebut mengatur pengenaan tariff yang lebih rendah pada produk hasil olahan dari kelapa sawit, CPO dan turunannya. Hal itu bbertujuan untuk meningkatkan nilai tambah serta daya saing industry sawit di dalam negri. Berdasarkan hal tersebut, penerimaan bea keluar atas CPO diperkirakan akan mengalami penurunan. Strategi pengembangan agribisnis kelapa sawit diantaranya adalah integrasi vertical dan horizontal perkebunan kelapa sawit dalam rangka peningkatan ketahanan pangan masyarakat, pengembangan usaha pengolahan kelapa sawit di pedesaan, menerapkan inovasi teknologi dan kelembagaan dalam rangka pemanfaatan sumber daya perkebunan, dan pengembangan pasar. Dalam implementasinya, pengembangan agribisnis kelapa sawit baik melalui perluasan maupun peremajaan menerapkan pola pengembangan inti-plasma dengan

15 penguatan kelembagaan dengan melalui pemberian kesempatan kepada petani plasma sebagai pemilik saham perusahaan. Pemilikan saham ini dilakukan dengan pembelian saham dari hasil potongan penjualan hasil atau dari hasil outsourching dana oleh organisasi petani. Untuk menunjang pertumbuhan industri kelapa sawit pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan antara lain menghapus pengenaan PPN 10 % dalam pengelolahan CPO dan masuk dalam industri yang mendapat fasilitas insetif PPh berdasarkan revisi Perarutan Pemerintah No Kebijakan tersebut diharapkan akan dapat lebih memacu pertumbuhan sektor ini sehingga peran dan kontribusinya dalam perekonomian nasional terus meningkat. 2.8 Teori Produksi Menurut Lipsey (1995), bahwa produksi adalah tindakan dalam membuat komoditas, baik barang maupun jasa. Fungsi produksi adalah hubungan fungsi yang memperlihatkan output maksimum yang dapat diproduksi oleh setiap input dan oleh kombinasi berbagai input. Fungsi produksi memperlihatkan jumlah output maksimum yang bisa diperoleh dengan menggunakan berbagai alternatif kombinasi kapital (K) dan tenaga kerja (T). Sebuah fungsi produksi dapat digambarkan dalam bentuk persamaan aljabar. Secara sistematis fungsi produksi sebagai berikut: Q = f (K, T,...) Dimana: Q = output yang dihasilkan selama suatu periode tertentu K = kapital

16 T = tenaga kerja f = menggambarkan bentuk hubungan dari perubahan input menjadi output 2.9 Teori Nilai Tukar Nilai tukar adalah harga mata uang suatu negara yang dinyatakan dalam mata uang lain yang dapat dibeli dan dijual (Lipsey, 1995). Menurut Mankiw (2003), kurs (exchange rate) antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. Kurs dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kurs nominal dan kurs riil. Kurs nominal adalah harga relatif dari mata uang dua negara, sedangkan kurs riil adalah harga relatif dari barang-barang diantara dua negara. Kurs riil menyatakan tingkat dimana suatu negara bisa memperdagangkan barang-barangnya dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Kurs riil mempengaruhi kebijakan perdagangan antara masing-masing negara pengekspor dan pengimpor. Jika kurs riil rendah, harga barang-barang luar negeri lebih mahal dan harga barang-barang domestik akan relatif lebih murah. Apabila kurs riil tinggi maka barang-barang luar negeri relatif lebih murah dan barang-barang domestik relatif lebih mahal, sebagai akibatnya penduduk domestik lebih berkeinginan untuk mengkonsumsi barang-barang impor dan orang asing akan sedikit membeli barang kita Teori Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang lanjut jika dibandingkan dengan teori perdagangan internasional pada mulanya,

17 yaitu yang sering disebut sebagai Merkantilisme. Pada bagian di bawah ini disampaikan perkembangan teori perdagangan internasional tersebut Merkantilisme Teori perdagangan ini menyatakan bahwa negara-negara harus mengumpulkan kekayaan finansial, biasanya dalam bentuk emas dengan mendorong ekspor dan menghambat impor. Negara-negara yang menganut paham ini adalah Inggris, Perancis, Belanda, Portugal dan Spanyol. Penganjur merkantilisme antara lain Sir Josiah Child, Thomas Mun, Jean Bodin, Von Hornich. Kebijakan merkantilisme berpusat pada dua ide pokok dalam bidang perdagangan luar negeri: 1. Penumpukan logam mulia 2. Surplus perdagangan, hasrat yang besar untuk mencapai dan mempertahankan kekuasaan nilai ekspor atas nilai impor. Perkembangan ide tersebut tidak dapat dilepaskan dari perkembangan usaha-usaha untuk mendirikan negara-negara nasional yang kuat di Eropa pada waktu itu. Tujuan utama kebijakan merkantilisme adalah pembentukan negara nasional yang kuat dan pemupukan kemakmuran nasional untuk mempertahankan dan mengembangkan kekuatan negara itu. Perdagangan luar negeri adalah alat utama untuk mencapai tujuan tersebut. Sebagaimana yang dikatakan Josiah Child, seorang pendukung merkantilisme ( ) bahwa perdagangan luar negeri menghasilkan kekayaan, kekayaan menghasilkan kekuasaan, kekuasaan melindungi atau mempertahankan perdagangan.

18 Negara mengimplementasikan merkantilisme dengan cara: pertama, negara meningkatkan kesejahteraannya dengan memelihara surplus perdagangan, yaitu suatu kondisi dimana nilai ekspor suatu negara lebih besar dari nilai impornya. Kedua, pemerintah suatu negara mengintervensi perdagangan internasional, dengan memelihara surplus perdagangan. Menurut merkantilisme surplus perdagangan, timbunan kekayaan tergantung atas kenaikan surplus perdagangan suatu bangsa, bukan dengan memaksa menambah nilai atau volume perdagangan. Pemerintah merkantilis melakukan surplus perdagangan dengan melarang impor secara resmi atau menciptakan berbagai macam pembatasanpembatasan impor seperti tarif atau kuota. Pada saat yang sama mereka mensubsidi industri-industri di negaranya untuk memperluas ekspor. Ketiga, negara-negara merkantilis akan melakukan kolonialisasi ke seluruh dunia dengan mengeksploitasi bahan baku dan perluasan pasar sehingga harga produk akhirnya menjadi lebih tinggi. Masalah utama dengan merkantilisme adalah bahwa aliran ini memandang perdagangan internasional sebagai zero sum game, dimana memandang sebuah negara hanya mendapatkan keuntungan bila mengorbankan negara lain. Namun, bila semua negara membentengi pasarnya dari impor dan memaksakan ekspornya kepada negara lain, maka perdagangan internasional akan sangat terbatas. Juga kebijakan kolonial membuat pasar-pasar potensial tetap miskin karena pasar-pasar tersebut hanya menerima sedikit uang bagi bahan baku/mentah, namun dikenakan harga yang tinggi untuk barang jadi.

19 Keunggulan Absolut Ekonom Skotlandia Adam Smith, menempatkan keunggulan absolut pada urutan pertama dari empat teori perdagangan di tahun Kemampuan suatu negara untuk memproduksi dengan baik dan efisien dibanding negara lainnya disebut keunggulan absolut. Dengan kata lain, negara yang mempunyai keunggulan absolut dapat menghasilkan keluaran yang lebih baik dengan menggunakan sumberdaya yang lebih sedikit atau sama dibanding negara lain. Alasan Smith diantaranya adalah bahwa perdagangan internasional akan sangat terbatas dengan tarif dan kuota tetapi diperbolehkan agar ada aliran perdagangan. Suatu negara dapat berkonsentrasi pada pembuatan suatu barang yang punya keunggulan dari negara lain yang membutuhkannya tapi tidak memproduksinya. Teori ini tidak menilai suatu negara dengan berapa banyak emas dan perak yang dimiliki tetapi dinilai dari kehidupan standar (kesejahteraan warganya) Keunggulan Komparatif Ekonom Inggris bernama David Ricardo membangun teori keunggulan komparatif pada tahun Suatu negara mempunyai keunggulan komparatif ketika negara tersebut tidak bisa memproduksi barang secara lebih efisien dari negara lain, tetapi dapat memproduksinya secara lebih efisien dibanding barang lain. Dengan kata lain, perdagangan tetap menguntungkan jika suatu negara tidak efisien dalam memproduksi dua barang, selama dapat memproduksi salah satu barang secara lebih efisien dari barang lain.

20 Teori Faktor Proporsi/Teori Heckscher-Ohlin Di awal tahun 1900, teori perdagangan lebih terfokus pada proporsi (supply) sumber daya suatu negara. Biaya-biaya sumberdaya sederhana untuk permintaan dan penyediaan. Faktor supply permintaan akan relatif lebih mahal dari faktor-faktor supply permintaan relatif. Teori faktor proporsi menyatakan suatu negara akan memproduksi dan mengekspor barang-barang yang memerlukan sumberdaya yang tersedia banyak dan mengimpor barang-barang yang memerlukan sumberdaya yang lebih sedikit ketersediaannya di suatu negara. Teori ini muncul dari penelitian dua ekonom Heckscher-Ohlin. Teori faktor proporsi berbeda dengan teori keunggulan komparatif menyatakan suatu negara akan berspesialisasi menghasilkan barang jika dapat memproduksinya secara lebih efisien dari barang lainnya. Selanjutnya fokus dari teori keunggulan absolut adalah pada produktifitas dari proses produksi beberapa barang. Sangat kontras, teori faktor proporsi menyatakan suatu negara akan berspesialisasi dalam memproduksi dan mengekspor barang yang memerlukan faktor produksi yang banyak tersedia dan murah bukan barang-barang yang paling produktif. Teori faktor proporsi membagi sumberdaya suatu negara menjadi dua kategori, yaitu tenaga kerja dan lahan serta peralatan modal. Prediksinya suatu negara akan berspesialisasi dalam memproduksi suatu barang yang memerlukan tenaga kerja jika biaya tenaga kerja relatif lebih murah dari biaya lahan dan peralatan modal. Alternatif lain suatu negara akan berspesialisasi dalam

21 memproduksi suatu barang yang memerlukan lahan dan peralatan modal jika biayanya lebih murah dari biaya tenaga kerja Teori Ekspor Impor Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Menurut Salvatore (1997) perdagangan internasional dalam arti sempit merupakan suatu masalah yang timbul akibat adanya pertukaran komoditas suatu negara. Suatu negara akan mengekspor komoditas yang produksinya lebih banyak menyerap faktor produksi yang relatif melimpah dan murah di negara itu dan dalam waktu yang bersamaan negara tersebut akan mengimpor komoditas yang produksinya memerlukan sumberdaya yang relatif langka dan mahal di negara tersebut (Salvatore, 1997). Secara teoritis, negara A akan mengekspor komoditas X kepada negara B apabila harga domestik komoditas tersebut (sebelum terjadinya perdagangan) relatif lebih rendah dibandingkan dengan harga domestik di negara B. Hal ini terjadi karena adanya kelebihan penawaran (excess supply) di negara A, yaitu produksi domestik lebih tinggi daripada konsumsi domestik. Hal ini menggambarkan bahwa negara A memiliki faktor produksi yang relatif melimpah. Kondisi ini menciptakan peluang bagi negara A untuk menjual kelebihan produksinya kepada negara lain. Di lain pihak, negara B mengalami kekurangan penawaran karena konsumsi domestiknya melebihi produksi domestiknya (excess demand) sehingga tingkat harga domestik menjadi tinggi. Keadaan ini menimbulkan negara B berkeinginan untuk membeli komoditas X

22 dari negara lain yang harganya lebih murah. Jika terjadi komunikasi antara kedua negara tersebut maka akan menyebabkan adanya perdagangan, dalam hal ini negara A mengekspor komoditasnya ke negara B. Panel A Panel B Panel C Pasar di Negara 1 Hubungan Perdagangan Pasar di Negara 2 Untuk komoditi X Internasional Komoditi X Untuk komoditi X Px/Py Px/Py Px/Py Sx Sx P3 A S P3 A P2 B E B* E* B E P1 A* D Impor A Dx 0 Dx x 0 x 0 x Sumber: Salvatore, 1997 Gambar 2.11 Proses Perdagangan Internasional (Keseimbangan Parsial) Keterangan: P x /P y : Harga relatif komoditi X P 1 : Harga domestik komoditi X di Negara 1 tanpa perdagangan internasional P 2 (E*) : Harga komoditi X setelah terjadi perdagangan internasional P 3 : Harga domestik komoditi X di negara 2 tanpa perdagangan internasional A : Keseimbangan di Negara 1

23 A : Keseimbangan di Negara 2 B-E : Jumlah yang diekspor oleh Negara 1 B E : Jumlah yang diimpor oleh Negara 2 Secara spesifik, panel A (Gambar 2.8) memperlihatkan bahwa dengan adanya perdagangan internasional, negara 1 akan mengadakan produksi dan konsumsi di titik A berdasarkan harga relatif komoditi X sebesar P, sedangkan 1 negara 2 akan berproduksi dan mengkonsumsi di titik A berdasarkan harga relatif P. Setelah hubungan perdagangan berlangsung diantara keduanya, harga relatif 3 komoditi X akan berkisar antara P dan P seandainya kedua negara tersebut cukup 1 3 besar (kekuatan ekonominya). Jika harga yang berlaku di atas P, maka negara 1 1 akan memasok atau memproduksi komoditi X lebih banyak daripada tingkat permintaan domestik. Kelebihan produksi tersebut selanjutnya akan diekspor (panel A) ke negara 2. Jika harga yang berlaku lebih kecil dari P, maka negara 1 akan mengalami 3 peningkatan permintaan sehingga tingkatnya lebih tinggi daripada produk domestik. Hal tersebut akan mendorong negara 2 untuk mengimpor kekurangan kebutuhan atas komoditi X itu dari negara 1 (panel C). Panel A memperlihatkan bahwa berdasarkan harga relatif P, kuantitas 1 komoditi X yang ditawarkan (QS ) akan sama dengan kuantitas yang diminta x (QD ) oleh konsumen di negara 1, dan demikian pula halnya dengan negara 1 x (jadi negara ini tidak akan mengekspor komoditi X sama sekali). Hal tersebut memunculkan titik A* pada kurva S pada panel B (yang merupakan kurva

24 penawaran ekspor negara 1). Panel A juga memperlihatkan bahwa berdasarkan harga relatif P, maka akan terjadi kelebihan penawaran (QS ) apabila 2 x dibandingkan dengan tingkat permintaan untuk komoditi X (QD ), dan kelebihan x itu sebesar BE. Kuantitas BE itu merupakan kuantitas komoditi X yang akan diekspor oleh negara 1 pada harga relatif P. BE sama dengan B*E* dalam panel 2 B, dan disitulah terletak titik E* yang berpotongan dengan kurva penawaran ekspor komoditi X dari negara 1 atau S. Sementara itu, panel C memperlihatkan bahwa berdasarkan harga relatif P 3 maka penawaran dan permintaan untuk komoditi X akan sama besarnya atau QD x = QS (titik A ), sehingga negara 2 tidak akan mengimpor komoditi X sama x sekali. Hal tersebut dilambangkan dengan oleh titik A yang terletak pada kurva permintaan impor komoditi X negara 2 (D) yang berada di panel B. Panel C itu juga menunjukkan bahwa berdasarkan harga relatif P akan terjadi kelebihan 2 permintaan (QD lebih besar dari QS ) sebesar B E. Kelebihan itu sama artinya x x dengan kuantitas komoditi X yang akan diimpor oleh negara 2 berdasarkan harga relatif P. Lebih lanjut, jumlah itu sama dengan B*E* pada panel B yang menjadi 2 kedudukan E*. Titik ini sendiri melambangkan jumlah atau tingkat permintaan impor komoditi X dari penduduk di negara 2 (D). Berdasarkan harga relatif P, kuantitas impor komoditi X yang diminta 2 oleh negara 2 (yakni B E dalam panel C) sama dengan kuantitas ekspor komoditi X yang ditawarkan oleh negara 1 (yaitu BE dalam panel A). Hal tersebut diperlihatkan oleh perpotongan antara kurva D dan S setelah komoditi X

25 diperdagangkan diantara kedua negara tersebut (panel B). Dengan demikian P 2 merupakan harga relatif ekuilibrium untuk komoditi X setelah perdagangan internasional berlangsung. Dari panel B tersebut kita juga dapat melihat bahwa apabila P /P lebih besar P, maka kuantitas ekspor komoditi X yang ditawarkan x y 2 akan melebihi tingkat impor sehingga lambat laun harga relatif komoditi X itu (P /P ) akan mengalami penurunan sehingga pada akhirnya akan sama dengan P. x y 2 Dilain pihak apabila P /P lebih kecil dari P, maka kuantitas impor komoditi X x y 2 yang diminta akan melebihi kuantitas ekspor komoditi X yang ditawarkan sehingga P /P pun akan meningkat dan pada akhirnya akan sama dengan P. x y Konsep Perdagangan Internasional Perdagangan internasional diartikan sebagai pertukaran barang dan jasa yang terjadi melampaui batas-batas antar negara. Perdagangan internasional diperlukan untuk mendapatkan manfaat yang dimungkinkan oleh spesialisasi. Masing-masing negara akan memproduksi barang dan jasa yang dapat dilakukan secara efisien sementara negara tersebut akan berdagang dengan negara lain untuk memperoleh barang dan jasa yang tidak diproduksinya (Lipsey, 1997). Adapun faktor yang mendorong suatu negara melakukan perdagangan internasional, di antaranya sebagai berikut: 1. Untuk memenuhi kebutuhan barang dan jasa dalam negeri. 2. Keinginan memperoleh keuntungan dan meningkatkan pendapatan Negara. 3. Adanya perbedaan kemampuan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam mengolah sumber daya ekonomi.

26 4. Adanya kelebihan produk dalam negeri sehingga perlu pasar baru untuk menjual produk tersebut. 5. Adanya perbedaan keadaan seperti sumber daya alam, iklim, tenaga kerja, budaya, dan jumlah penduduk yang menyebabkan adanya perbedaan hasil produksi dan adanya keterbatasan produksi. 6. Adanya kesamaan selera terhadap suatu barang. 7. Keinginan membuka kerja sama, hubungan politik dan dukungan dari negara lain dan terjadinya era globalisasi sehingga tidak satu negara pun di dunia dapat hidup sendiri. Selanjutnya Salvatore (1997) mengemukakan bahwa pada dasarnya model perdagangan internasional harus berlandaskan empat hubungan utama sebagai berikut. 1. Hubungan antar batas-batas kemungkinan produksi dengan kurva penawaran relatif. 2. Hubungan antara harga-harga relative. 3. Penentuan keseimbangan dunia dengan penawaran relatif dunia dan permintaan relatif dunia. 4. Dampak-dampak atau pengaruh nilai tukar perdagangan (terms of trade) yakni harga ekspor dari suatu negara dibagi dengan harga impornya terhadap kesejahteraan suatu negara Dampak Kebijakan Perdagangan Kebijakan adalah suatu keputusan atau ketetapan yang diambil oleh pemerintah yang berfungsi untuk melindungi petani dalam negeri. Kebijakan

27 tersebut meliputi pengenaan pajak masuk kepada barang yang akan masuk ke dalam suatu negara dengan harapan akan mengurangi persaingan yang akan terjadi apabila produk tersebut juga dihasilkan oleh petani dalam negeri. Kebijakan yang sering diambil oleh pemerintah adalah kebijakan terhadap barang ekspor dan kebijakan terhadap barang impor. Kebijakan ekspor diberlakukan pada barang yang akan diekspor oleh produsen ke negara lain dengan harapan agar barang tersebut tetap berada dalam negara sehingga harganya relatif stabil. Kebijakan impor adalah kebijakan yang diberlakukan pemerintah untuk melindungi produsen dalam negeri dari harga internasional yang lebih murah dan bersaing (Mankiw, 2003). Menurut Mankiw (2003), kebijakan perdagangan yang didefinisikan secara luas merupakan kebijakan yang dirancang untuk mempengaruhi secara langsung jumlah barang dan jasa yang diekspor atau diimpor. Biasanya kebijakan perdagangan berbentuk melindungi industri domestik dari pesaing asing, baik dengan menerapkan pajak impor (tarif) atau membatasi jumlah barang dan jasa yang diimpor (kuota). Kenaikan harga barang-barang domestik relatif terhadap barang-barang luar negeri cenderung mengurangi ekspor karena akan mendorong impor dan menekan ekspor. Jadi, apresiasi menghapus kenaikan ekspor yang langsung bisa dikaitkan dengan hambatan perdagangan. Kebijakan perdagangan proteksionis mempengaruhi jumlah perdagangan. Karena kurs riil terapresiasi, maka barang dan jasa yang diproduksi menjadi relatif lebih mahal terhadap barang dan jasa luar negeri.

28 Penurunan jumlah perdagangan total merupakan alasan yang selalu digunakan para ekonom untuk menentang kebijakan proteksionis. Perdagangan internasional menguntungkan semua negara dengan memberikan kebebasan pada setiap negara untuk melakukan spesialisasi dan memberikan setiap negara variasi barang dan jasa yang lebih beragam. Kebijakan proteksionis mengurangi manfaat perdagangan internasioal. Meskipun kebijakan ini menguntungkan kelompokkelompok tertentu dalam masyarakat. Kebijakan menaikkan PE untuk mendorong pertumbuhan industri hilir dilandasai pemikiran bahwa kenaikan PE akan lebih menjamin ketersediaan bahan baku dengan harga yang lebih rendah. Kenaikan PE akan menghambat ekspor sehingga ketersediaan bahan baku di dalam negeri akan meningkat dengan harga yang lebih murah Penelitian Terdahulu Menurut Prahastuti (2000), dalam penelitiannya yang mengambil judul Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perdagangan minyak sawit (CPO); serta keterkaitan pasar CPO dan minyak goreng sawit di Indonesia, telah meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan luas areal kelapa sawit, produksi CPO, ekspor CPO, produksi minyak goreng sawit, konsumsi CPO oleh industri minyak goreng sawit, harga CPO domestik, harga ekspor CPO dan harga minyak goreng sawit. Selain itu, penelitiannya juga bertujuan untuk mengetahui tingkat ketekaitan antara pasar CPO dan minyak goreng sawit di Indonesia. Penelitian ini membuktikan bahwa luas areal kelapa sawit di Indonesia dipengaruhi oleh harga CPO domestik, harga pupuk, harga ekspor CPO, dan

29 tingkat suku bunga. Produksi CPO di Indonesia dipengaruhi harga CPO domestik dan luas areal perkebunan kelapa sawit. Sedangkan ekspor CPO dipengaruhi oleh harga CPO domestik, produksi CPO, dan nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Konsumsi CPO oleh industri minyak goreng sawit dipengaruhi oleh ekspor CPO, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika, harga CPO domestik dan penewaran CPO domestik. Produksi minyak goreng sawit di Indonesia dipengaruhi penawaran CPO domestik. Pembentukan harga CPO domestik dipengaruhi fluktuasi nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika. Harga ekspor CPO dipengaruhi oleh fluktuasi harga dunia CPO dan produksi CPO Indonesia. Harga minyak goreng sawit dipengaruhi fluktuasi harga CPO domestik. Menurut Maria Irene Hutabarat (2008), dalam penelitiannya yang mengambil judul Analisis Pengaruh Pajak Ekspor Terhadap Kinerja Industri Kelapa Sawit, telah meneliti tentang permasalahan yang ada pada aspek produksi dan ekspor CPO Indonesia, menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi luas areal, produktivitas, ekspor CPO dan harga CPO domestik serta mengevaluasi pengaruh pajak ekspor terhadap kinerja industri kelapa sawit. Pengolahan data dilakukan melalui metode deskriptif dan kuantitatif. Metode deskriptif digunakan untuk melihat perkembangan luas areal kelapa sawit, produksi CPO, produktivitas CPO, pajak ekspor CPO dan harga CPO domestik. Model kuantitatif menggunakan model ekonometrika dengan metode Two Stages Least Square (2SLS) untuk menganalisis pengaruh pajak ekspor terhadap kinerja industri kelapa sawit. Pengolahan data yang diperoleh dilakukan secara bertahap dimulai dengan pengelompokan data dan perhitungan model analisa dengan bantuan komputer.

30 Proses pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program E-views 4.1 dan Microsoft Excel Penelitian ini membuktikan bahwa Luas areal kelapa sawit Indonesia secara signifikan dipengaruhi oleh harga CPO (HCPO) pada tingkat kepercayaan 80 persen. Harga CPO berpengaruh nyata terhadap luas areal kelapa sawit, menunjukkan bahwa harga CPO mempengaruhi pertumbuhan luas areal kelapa sawit. Dimana, harga CPO domestik lebih baik dibandingkan dengan harga ekspor CPO yang secara langsung dapat menarik minat para pengusaha kelapa sawit untuk memperluas areal perkebunannya. Dan untuk Produktivitas CPO berhubungan positif dengan harga pupuk dan produktivitas tahun sebelumnya. Ini membuktikan bahwa pengusaha perkebunan kelapa sawit akan tetap meningkatkan produktivitas CPO walaupun harga pupuk yang digunakan cenderung mengalami peningkatan. Sebaliknya harga ekspor CPO, dan harga CPO domestik, berhubungan negatif dengan produktivitas CPO. Sementara Pajak ekspor dan harga CPO tahun sebelumnya berpengaruh nyata terhadap harga CPO domestik pada tingkat kepercayaan 90 persen (pajak ekspor) dan 95 persen (harga CPO tahun sebelumnya). Pajak ekspor yang meningkat akan diikuti dengan meningkatnya harga CPO domestik. Sedangkan ekspor CPO tidak berpengaruh nyata baik pada tingkat kepercayaan 90 persen maupun 95 persen. Jika ekspor CPO menurun, maka harga CPO domestik akan meningkat. Ini menggambarkan bahwa harga CPO di pasar internasional tidak lebih baik dibandingkan dengan harga di pasar domestik. Produksi CPO berpengaruh nyata terhadap ekspor CPO pada tingkat kepercayaan 90 persen. Hal ini menunjukkan bahwa dengan meningkatnya produksi CPO maka akan meningkatkan volume CPO yang akan

31 diekspor. Ekspor CPO tahun sebelumnya berpengaruh nyata terhadap ekspor CPO pada tingkat kepercayaan 95 persen. Sedangkan harga ekspor CPO, nilai tukar, pajak ekspor, dan harga BBM dunia tidak berpengaruh nyata. Dan kebijakan pajak ekspor CPO diharapkan mampu memposisikan urutan prioritas secara tepat untuk mencari solusi terhadap masalah ekonomi yang mendesak. Rencana pemerintah untuk menaikkan tarif PE hanya akan menambah mata rantai pungutan disamping biaya yang tak terduga dan yang selama ini telah meningkatkan ongkos produksi dan menghambat pertumbuhan sektor industri, khususnya dalam industri CPO. Menurut Joseph Obado, Yusman Syaukat, dan Hermanto Siregar (2009), dalam penelitiannya yang berjudul The Impacts Of Export Tax Policy On The Indonesian Crude Oil Palm Industry, telah meneliti tentang dampak kebijakan pajak ekspor terhadap industri CPO Indonesia dengan menggunakan model ekonometrik dengan metode 2SLS. Penelitian ini membuktikan bahwa pajak ekspor berhubungan negatif dengan luas area perkebunan kelapa sawit, produksi, ekspor CPO, dan harga domestik CPO. Sementara pada konsumsi CPO domestik dan tingkat persediaan, pajak ekpsor mempunyai hubungan yang positif. Dalam penelitian ini, para peneliti menganggap bahwa kebijakan pajak ekspor yang diterapka pemerintah hanya akan menguntungkan para konsumen CPO domestik. Menurut para peneliti kebijakan pajak ekspor hanya akan mengurangi daya saing Industri kelapa sawit Indonesia karena memberatkan produsen CPO dalam negeri. Menurut Amzul Rifin (2010), dalam penelitiannya yang mengambil judul The Effect of Export Tax On Indonesia s Crude Oil Palm (CPO) Export Competitiveness, telah meneliti tentang daya saing ekspor CPO Indonesia

32 dibandingkan dengan Malaysia yang merupakan pesaing utama Indonesia akibat adanya kebijakan pungutan ekspor yang diberlakukan pemerintah Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menggambarkan kebijakan pajak ekspor yang diberlakukan oleh pemerintah Indonesia dan untuk menganalisis pengaruh dari pajak ekspor terhadap daya saing ekspor CPO Indonesia dibandingkan dengan Malaysia. Sebuah persamaan rasio ekspor antara Indonesia dan Malaysia dibangun menggunakan data bulanan. Variabel dependen adalah ekspor CPO dari kedua negara, sedangkan variabel independen yaitu rasio harga, perbedaan pajak ekspor, rasio ekspor minyak sawit, dan rasio nilai tukar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan pajak ekspor Indonesia akan menyebabkan berkurangnya daya saing ekspor CPO Indonesia. Menurut Peersis, Syafrial, dan Nuhfil (2013), dalam penelitiannya yang mengambil judul Dampak kebijakan pajak ekspor terhadap kinerja ekspor CPO (Crude Oil Palm), Produksi, dan Konsumsi minyak goreng di pasar domestik, telah meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja ekpor CPO Indonesia, dan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan konsumsi minyak goreng Indonesia, serta telah meneliti tentang dampak kebijakan pajak ekspor terhadap perilaku ekspor komoditi CPO, produksi, serta konsumsi minyak goreng Indonesia. Seluruh persamaan menunjukan hasil yang semuanya adalah overidentified. Maka dari itu analisis dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model ekonometrika dengan sistem persamaan simultan (2SLS) yang meliputi analisis perilaku penawaran dan permintaan dan validasi model. Hasil analisis menunjukan bahwa ekspor CPO Indonesia dipengaruhi secara nyata

33 oleh harga dunia CPO, kebijakan pajak ekspor CPO, dan ekspor CPO Indonesia pada tahun sebelumnya. Sedangkan, ekspor CPO Malaysia dan nilai tukar tidak berpengaruh secara nyata terhadap ekspor CPO Indonesia. Produksi domestik minyak goreng dipengaruhi secara nyata oleh ekspor CPO Indonesia, lahan perkebunan kelapa sawit, dan produksi minyak goreng pada tahun sebelumnya. Sedangkan, harga domestik minyak goreng dan upah riil tenaga kerja tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi domestik minyak goreng. Sedangkan, konsumsi domestik minyak goreng dipengaruhi secara nyata oleh harga domestik minyak goreng, produksi domestik minyak goreng dan konsumsi domestik minyak goreng pada tahun sebelumnya. Sedangkan, harga domestik minyak kelapa dan pendapatan nasional tidak berpengaruh secara nyata terhadap konsumsi domestik minyak goreng. Dan berdasarkan hasil hasil simulasi dampak peningkatan kebijakan pajak ekspor CPO mengakibatkan penurunan ekspor CPO impor minyak goreng. Selain itu, meningkatkan produksi domestik minyak goreng, konsumsi domestik minyak goreng dan harga minyak goreng sawit Kerangka Konseptual Sebagai produk berbasis pertanian, maka fluktuasi harga tampaknya tidak akan dapat dihindarkan dan akan menjadi masalah rutin/kronis, baik ketika harga CPO menurun drastis ataupun meningkat tajam seperti saat ini. Kebijakan yang kini dianut oleh pemerintah umumnya belum merupakan kebijakan jangka panjang dalam pengertian kebijakan belum mantap sehingga sering direvisi. Revisi dilakukan karena alasan ekonomi, sosial, bahkan tekanan dari kelompok berkepentingan (interest group) yang memiliki lobi kuat ke pemerintah.

34 Pemerintah telah merumuskan kebijakan baru untuk minyak sawit di tahun 2008 secara menyeluruh, baik dari sisi tarif maupun kebijakan pengembangan industri hilir, menjaga daya saing ekspor, penerapan sustainable palm oil, dan perumusan kebijakan jangka panjang. Pemerintah melakukan evaluasi pada kebijakan yang masih berlaku. Saat ini pemerintah menerapkan pengenaan pajak ekspor secara progresif dengan berpatokan pada harga minyak sawit mentah di Rotterdam. Besaran harga patokan ekspor dan PE-nya akan ditentukan secara periodik setiap bulan. Sedangkan kebijakan lainnya saat ini ialah pemberian subsidi bagi PPN minyak goreng. Harga CPO dalam negeri sangat ditentukan oleh harga CPO internasional. Harga CPO dunia yang tinggi merupakan daya tarik yang besar bagi pengusaha dalam negeri untuk mengekspor CPO dan menghindarkan diri dari kewajibannya memenuhi kebutuhan dalam negeri. Hal ini akan mengakibatkan berkurangnya pasokan CPO bagi industri minyak goreng sehingga stabilitas harga minyak goreng juga akan terganggu. Menurut Menteri Perdagangan (2007), kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri disebabkan oleh kenaikan harga minyak sawit mentah di pasar internasional. Artinya, pasar CPO dunia diduga mempengaruhi pasar CPO dan minyak goreng domestik. Jika pemerintah bermaksud mengatasi masalah tersebut secara jangka panjang, pemerintah harus mengambil kebijakan yang bersifat fundamental (mendasar). Kebijakan tersebut akan memerlukan biaya yang cukup besar, namun diyakini mampu menyelesaikan masalah secara lebih mendasar dan jangka panjang. Investasi biaya yang mahal tersebut akan terbayarkan jika masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN

BAB III KERANGKA PEMIKIRAN BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pada penelitian tentang penawaran ekspor karet alam, ada beberapa teori yang dijadikan kerangka berpikir. Teori-teori tersebut adalah : teori

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A14105570 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMENAGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sugiarto (2007), produksi adalah suatu kegiatan yang mengubah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sugiarto (2007), produksi adalah suatu kegiatan yang mengubah BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Produksi Menurut Sugiarto (2007), produksi adalah suatu kegiatan yang mengubah input menjadi output. Kegiatan tersebut dalam ekonomi biasa dinyatakan dalam fungsi produksi.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010.

I. PENDAHULUAN. mencapai US$ per ton dan mendekati US$ per ton pada tahun 2010. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum dan sesudah krisis ekonomi tahun 1998, harga minyak sawit (Crude Palm Oil=CPO) dunia rata-rata berkisar US$ 341 hingga US$ 358 per ton. Namun sejak tahun 2007

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Permintaan Permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela dan mampu dibeli oleh konsumen selama periode tertentu (Pappas & Hirschey

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari peran sektor pertanian tersebut dalam perekonomian nasional sebagaimana

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penelitian Terdahulu Terdapat penelitian terdahulu yang memiliki kesamaan topik dan perbedaan objek dalam penelitian. Ini membantu penulis

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Perdagangan Internasional Teori tentang perdagangan internasional telah mengalami perkembangan yang sangat maju, yaitu dimulai dengan teori klasik tentang keunggulan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A

ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A ANALISIS PENGARUH PAJAK EKSPOR TERHADAP KINERJA INDUSTRI KELAPA SAWIT OLEH: MARIA IRENE HUTABARAT A14105570 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMENAGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Perdagangan Internasional Perdagangan internasional dalam arti sempit adalah merupakan suatu gugus masalah yang timbul sehubungan dengan

Lebih terperinci

ekonomi KTSP & K-13 PERDAGANGAN INTERNASIONAL K e l a s A. Konsep Dasar Tujuan Pembelajaran

ekonomi KTSP & K-13 PERDAGANGAN INTERNASIONAL K e l a s A. Konsep Dasar Tujuan Pembelajaran KTSP & K-13 ekonomi K e l a s XI PERDAGANGAN INTERNASIONAL Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mempunyai kemampuan sebagai berikut. 1. Memahami tentang teori perdagangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan

I. PENDAHULUAN. hambatan lain, yang di masa lalu membatasi perdagangan internasional, akan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini, di mana perekonomian dunia semakin terintegrasi. Kebijakan proteksi, seperi tarif, subsidi, kuota dan bentuk-bentuk hambatan lain, yang

Lebih terperinci

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian

AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan

BAB I PENDAHULUAN. pertukaran barang dan jasa antara penduduk dari negara yang berbeda dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan pesat globalisasi dalam beberapa dasawarsa terakhir mendorong terjadinya perdagangan internasional yang semakin aktif dan kompetitif. Perdagangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori-teori 2.1.1 Perdagangan Internasional Perdagangan internasional merupakan kegiatan pertukaran barang dan jasa yang dilakukan penduduk suatu negara dengan penduduk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu.

BAB I PENDAHULUAN. banyak kebutuhan lainnya yang menghabiskan biaya tidak sedikit. Guna. sendiri sesuai dengan keahlian masing-masing individu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Pemenuhan kebutuhan pokok dalam hidup adalah salah satu alasan agar setiap individu maupun kelompok melakukan aktivitas bekerja dan mendapatkan hasil sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dunia modern sekarang suatu negara sulit untuk dapat memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri tanpa kerjasama dengan negara lain. Dengan kemajuan teknologi yang sangat

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL INDONESIA

KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL INDONESIA TUGAS MAKALAH KEBIJAKAN PERDAGANGAN INTERNASIONAL INDONESIA Oleh : IRFAN NUR DIANSYAH (121116014) PROGRAM STUDI ADMINISTRASI NIAGA FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA 2011 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya

BAB I PENDAHULUAN. Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Permintaan dan penawaran pada dasarnya merupakan penyebab terjadinya perdagangan antar negara. Sobri (2001) menyatakan bahwa perdagangan internasional adalah

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara atau lintas negara yang mencakup ekspor dan impor. Tambunan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. negara atau lintas negara yang mencakup ekspor dan impor. Tambunan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Perdagangan Internasional Perdagangan Internasional dapat didefinisikan sebagai perdagangan antar negara atau lintas negara yang mencakup ekspor dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan.

BAB I PENDAHULUAN. sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati yang berasal dari buah kelapa sawit, serta banyak digunakan untuk konsumsi makanan maupun non-makanan. Minyak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dengan kekuatan permintaan dan penawaran (Waluya, 2003)

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI. dengan kekuatan permintaan dan penawaran (Waluya, 2003) TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI Tinjauan Pustaka Harga suatu barang ekspor dan impor merupakan variabel penting dalam merncanakan suatu perdagangan internasional. Harga barang ekspor berhadapan dengan

Lebih terperinci

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA 81 BAB VI DAMPAK ASEAN PLUS THREE FREE TRADE AREA TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA Negara-negara yang tergabung dalam ASEAN bersama dengan Cina, Jepang dan Rep. Korea telah sepakat akan membentuk suatu

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

MAKALAH DEVISA DAN DAMPAK PERDAGANGAN INTERNASIONAL LENGKAP

MAKALAH DEVISA DAN DAMPAK PERDAGANGAN INTERNASIONAL LENGKAP MAKALAH DEVISA DAN DAMPAK PERDAGANGAN INTERNASIONAL LENGKAP BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam konteks perekonomian suatu negara, salah satu wacana yang menonjol adalah mengenai pertumbuhan ekonomi.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Dasar Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional adalah teori yang menganalisis dasardasar terjadinya perdagangan internasional

Lebih terperinci

Universitas Bina Darma

Universitas Bina Darma Mata Kuliah Kelas Hari/Tanggal Dosen Universitas Bina Darma Petunjuk mengerjakan soal: Tulislah Nama, NIM dan Kelas. ( Berdoa dahulu sebelum mengerjakan soal ) Kerjakan di KERTAS A. PILIHAN GANDA 1. Perdagangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Penelitian Suherwin (2012), tentang harga Crude Palm Oil dengan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga CPO dunia. Tujuan umum penelitian adalah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen dan pengekspor terbesar minyak kelapa sawit di dunia. Kelapa sawit merupakan komoditas perkebunan yang memiliki peran penting bagi perekonomian

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Dayasaing Dayasaing merupakan kemampuan usaha suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan kompetitif. Dayasaing dapat diartikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan

II. TINJAUAN PUSTAKA. penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Teori Makroekonomi Makroekonomi adalah teori dasar kedua dalam ilmu ekonomi, setelah mikroekonomi. Teori mikroekonomi menganalisis mengenai kegiatan di dalam perekonomian dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Globalisasi yang terjadi beberapa dasawarsa terakhir, mendorong perekonomian berbagai negara di dunia semakin menyatu. Keterbukaan perdagangan luar negeri dan keterbukaan

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Crude palm oil (CPO) merupakan produk olahan dari kelapa sawit dengan cara perebusan dan pemerasan daging buah dari kelapa sawit. Minyak kelapa sawit (CPO)

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT

V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT V. GAMBARAN UMUM PRODUK KELAPA SAWIT DAN BAHAN BAKAR BIODIESEL DARI KELAPA SAWIT 5.1 Produk Kelapa Sawit 5.1.1 Minyak Kelapa Sawit Minyak kelapa sawit sekarang ini sudah menjadi komoditas pertanian unggulan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Perkembangan Jagung Jagung merupakan salah satu komoditas utama tanaman pangan yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. dalam realita ekonomi dan sosial masyarakat di banyak wilayah di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak masa kolonial sampai sekarang Indonesia tidak dapat lepas dari sektor perkebunan. Bahkan sektor ini memiliki arti penting dan menentukan dalam realita ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan suatu Negara yang mempunyai kekayaan yang berlimpah, dimana banyak Negara yang melakukan perdagangan internasional, Sumberdaya yang melimpah tidak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan. Karena adanya kebutuhan ini, maka

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. bahwa setiap manusia memiliki kebutuhan. Karena adanya kebutuhan ini, maka BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Teori Permintaan Menurut Sugiarto (2002), pengertian permintaan dapat diartikan sebagai jumlah barang atau jasa yang diminta

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Minyak nabati merupakan salah satu komoditas penting dalam perdagangan minyak pangan dunia. Tahun 2008 minyak nabati menguasai pangsa 84.8% dari konsumsi minyak pangan

Lebih terperinci

IV. KERANGKA PEMIKIRAN

IV. KERANGKA PEMIKIRAN 52 IV. KERANGKA PEMIKIRAN 4.1. Kerangka Pemikiran Teoritis Sesuai dengan tujuan penelitian, kerangka teori yang mendasari penelitian ini disajikan pada Gambar 10. P P w e P d Se t Se P Sd P NPM=D CP O

Lebih terperinci

oleh nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan besarnya inflansi.

oleh nilai tukar rupiah terhadap US dollar dan besarnya inflansi. HMGRIN Harga Margarin (rupiah/kg) 12393.5 13346.3 7.688 VII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Dari hasil pendugaan model pengembangan biodiesel terhadap produk turunan kelapa sawit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk 114 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian dan perkebunan merupakan sektor utama yang membentuk perekonomian bagi masyarakat Indonesia. Salah satu sektor agroindustri yang cendrung berkembang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ekspor dan impor suatu negara terjadi karena adanya manfaat yang diperoleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ekspor dan impor suatu negara terjadi karena adanya manfaat yang diperoleh 126 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1. Kajian Ekspor Ekspor dan impor suatu negara terjadi karena adanya manfaat yang diperoleh akibat transaksi perdagangan luar negeri. Perdagangan dapat

Lebih terperinci

ekonomi Sesi PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. KONSEP DASAR a. Faktor Pendorong Perdagangan Internasional

ekonomi Sesi PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. KONSEP DASAR a. Faktor Pendorong Perdagangan Internasional ekonomi KELAS XII IPS - KURIKULUM 2013 01 Sesi PERDAGANGAN INTERNASIONAL A. KONSEP DASAR Perdagangan internasional merupakan kegiatan ekonomi yang dilakukan antara negara satu dengan negara lainnya dengan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIAN TERHADAP PRODUKSI, PERDAGANGAN, DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIAN TERHADAP PRODUKSI, PERDAGANGAN, DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 DAMPAK KEBIJAKAN PAJAK PERTANIAN TERHADAP PRODUKSI, PERDAGANGAN, DAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI Oleh : Sri Nuryanti Delima H. Azahari Erna M. Lokollo Andi Faisal

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Daya Saing Perdagangan Internasional pada dasarnya merupakan perdagangan yang terjadi antara suatu negara tertentu dengan negara yang

Lebih terperinci

2. Teori Perdagangan Internasional Saat ini perdagangan internasional bukan hanya bermanfaat untuk bidang ekonomi saja melainkan bermanfaat pula di

2. Teori Perdagangan Internasional Saat ini perdagangan internasional bukan hanya bermanfaat untuk bidang ekonomi saja melainkan bermanfaat pula di 2. Teori Perdagangan Internasional Saat ini perdagangan internasional bukan hanya bermanfaat untuk bidang ekonomi saja melainkan bermanfaat pula di bidang lain seperti sosial, politik, dan pertahanan keamanan.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan liberalisasi perdagangan barang dan jasa semakin tinggi intensitasnya sehingga

BAB 1 PENDAHULUAN. dan liberalisasi perdagangan barang dan jasa semakin tinggi intensitasnya sehingga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan perekonomian dalam perdagangan internasional tidak lepas dari negara yang menganut sistem perekonomian terbuka. Apalagi adanya keterbukaan dan liberalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara,

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan luar negeri yang mempunyai peranan penting bagi suatu negara, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam perjalanan waktu yang penuh dengan persaingan, negara tidaklah dapat memenuhi sendiri seluruh kebutuhan penduduknya tanpa melakukan kerja sama dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis

BAB I PENDAHULUAN. pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Industri kelapa sawit merupakan salah satu industri strategis sektor pertanian (agro-based industry) yang banyak berkembang di negara-negara tropis seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam mendorong pembangunan ekonomi nasional, salah satu alat dan sumber pembiayaan yang sangat penting adalah devisa. Devisa diperlukan untuk membiayai impor dan membayar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan melakukan pembangunan baik dalam jangka pendek dan jangka

BAB I PENDAHULUAN. adalah dengan melakukan pembangunan baik dalam jangka pendek dan jangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara negara di dunia bertujuan mensejahterakan penduduknya, begitu juga di Indonesia pemerintah telah berusaha maksimal agar dapat mensejahterakan penduduk.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gambar 1. Luasan lahan perkebunan kakao dan jumlah yang menghasilkan (TM) tahun 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha perkebunan merupakan usaha yang berperan penting bagi perekonomian nasional, antara lain sebagai penyedia lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi petani, sumber

Lebih terperinci

VIII. SIMPULAN DAN SARAN

VIII. SIMPULAN DAN SARAN VIII. SIMPULAN DAN SARAN 8.1. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut : 1. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Luas Areal Tanaman Perkebunan Perkembangan luas areal perkebunan perkebunan dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Pengembangan luas areal

Lebih terperinci

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang

VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM. hanya merujuk pada ketidakmampuan individu dalam menghasilkan setiap barang VIII. DAYA SAING EKSPOR KARET ALAM Dalam rangka memenuhi kebutuhan ekonomi, penting artinya pembahasan mengenai perdagangan, mengingat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, manusia memerlukan orang lain untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik Bruto

Lebih terperinci

III KERANGKA PEMIKIRAN

III KERANGKA PEMIKIRAN III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Teori Perdagangan Internasional Perdagangan internasional dalam arti yang sederhana adalah suatu proses yang timbul sehubungan dengan pertukaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia sangat tidak terbatas sedangkan alat pemenuh kebutuhan tersebut sangat terbatas. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut setiap manusia tidak dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics

IV. GAMBARAN UMUM. Sumber : WTRG Economics IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Perkembangan Harga Minyak Bumi Minyak bumi merupakan salah satu sumber energi dunia. Oleh karenanya harga minyak bumi merupakan salah satu faktor penentu kinerja ekonomi global.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor keuangan memegang peranan yang sangat signifikan dalam memacu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Sektor keuangan menjadi lokomotif pertumbuhan sektor riil melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris karena memiliki kekayaan alam yang berlimpah, terutama di bidang sumber daya pertanian seperti lahan, varietas serta iklim yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Produk tanaman perkebunan pada umumnya berorientasi ekspor dan diperdagangkan pada pasar internasional, sebagai sumber devisa. Disamping sebagai sumber devisa, beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki potensi alamiah yang berperan positif dalam pengembangan sektor pertanian sehingga sektor pertanian memiliki fungsi strategis dalam penyediaan pangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Perdagangan Internasional Komposisi dan arah pandangan antara beberapa negara serta bagaimana pengaruhnya terhadap perekonomian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian saat ini telah mengalami perubahan orientasi yaitu dari orientasi peningkatan produksi ke orientasi peningkatan pendapatan dan kesejahteraan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cara yang tepat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat suatu negara

BAB I PENDAHULUAN. cara yang tepat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat suatu negara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perekonomian Indonesia diestimasikan akan mengalami tantangan baru di masa yang akan datang. Di tengah liberalisasi ekonomi seperti sekarang suatu negara akan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan.

I. PENDAHULUAN. (BPS 2012), dari pertanian yang terdiri dari subsektor tanaman. bahan makanan, perkebunan, perternakan, kehutanan dan perikanan. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk Domestik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perdagangan Antarnegara Tingkat perekonomian yang paling maju ialah perekonomian terbuka, di mana dalam perekonomian terbuka ini selain sektor rumah tangga, sektor perusahaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha.

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai perkebunan kelapa sawit terluas disusul Provinsi Sumatera. dan Sumatera Selatan dengan luas 1,11 juta Ha. BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perdagangan antar negara akan menciptakan pasar yang lebih kompetitif dan mendorong pertumbuhan ekonomi ke tingkat yang lebih tinggi. Kondisi sumber daya alam Indonesia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle

I. PENDAHULUAN. sembilan persen pertahun hingga disebut sebagai salah satu the Asian miracle I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini peranan minyak bumi dalam kegiatan ekonomi sangat besar. Bahan bakar minyak digunakan baik sebagai input produksi di tingkat perusahaan juga digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dikatakan berhasil dalam strategi pengembangan pembangunan jika laju

BAB I PENDAHULUAN. dikatakan berhasil dalam strategi pengembangan pembangunan jika laju BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan ekonomi suatu negara dewasa ini tidak dapat dipisahkan dari keadaan ekonomi luar negeri. Apalagi bila negara tersebut semakin terbuka, keterbukaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sarnowo dan Sunyoto (2013:1) permintaan adalah jumlah barang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Sarnowo dan Sunyoto (2013:1) permintaan adalah jumlah barang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Permintaan Menurut Sarnowo dan Sunyoto (2013:1) permintaan adalah jumlah barang yang diminta pada suatu pasar tertentu dengan tingkat harga tertentu. Rasul et al (2012:23)

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. ketentuan yang berlaku (Rinaldy, 2000: 77). Dalam aktivitas ekspor ada beberapa tahapan - tahapan yang

BAB II LANDASAN TEORI. ketentuan yang berlaku (Rinaldy, 2000: 77). Dalam aktivitas ekspor ada beberapa tahapan - tahapan yang BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Ekspor Ekspor adalah perdagangan dengan cara mengeluarkan barang dari dalam keluar wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku (Rinaldy, 2000: 77). Dalam aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang didukung oleh sektor pertanian. Salah satu sektor pertanian tersebut adalah perkebunan. Perkebunan memiliki peranan yang besar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel

Tabel 14 Kebutuhan aktor dalam agroindustri biodiesel 54 ANALISIS SISTEM Sistem pengembangan agroindustri biodiesel berbasis kelapa seperti halnya agroindustri lainnya memiliki hubungan antar elemen yang relatif kompleks dan saling ketergantungan dalam pengelolaannya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh.

I. PENDAHULUAN. diarahkan pada berkembangnya pertanian yang maju, efisien dan tangguh. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam GBHN 1993, disebutkan bahwa pembangunan pertanian yang mencakup tanaman pangan, tanaman perkebunan dan tanaman lainnya diarahkan pada berkembangnya pertanian yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tekstil merupakan industri penting sebagai penyedia kebutuhan sandang manusia. Kebutuhan sandang di dunia akan terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan

BAB I PENDAHULUAN. Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri, demikian halnya dengan negara karena setiap negara membutuhkan negara lain untuk memenuhi kebutuhan rakyatnya

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2015 TENTANG PENGHIMPUNAN DANA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Perkebunan menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2004 tentang Perkebunan, adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/atau

Lebih terperinci

III. TINJAUAN PUSTAKA

III. TINJAUAN PUSTAKA 36 III. TINJAUAN PUSTAKA Penelitian terdahulu menunjukkan perkembangan yang sistematis dalam penelitian kelapa sawit Indonesia. Pada awal tahun 1980-an, penelitian kelapa sawit berfokus pada bagian hulu,

Lebih terperinci

Dari hasil penelitian mengenai perilaku makroekonomi lndonesia. dikaitkan dengan liberalisasi perdagangan, maka dapat ditarik beberapa

Dari hasil penelitian mengenai perilaku makroekonomi lndonesia. dikaitkan dengan liberalisasi perdagangan, maka dapat ditarik beberapa VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Dari hasil penelitian mengenai perilaku makroekonomi lndonesia dikaitkan dengan liberalisasi perdagangan, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan : 1. Dari pembahasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia

I. PENDAHULUAN. (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok dari 98 persen penduduk Indonesia (Riyadi, 2002). Dalam komponen pengeluaran konsumsi masyarakat Indonesia beras mempunyai bobot yang paling

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik dari dimensi ekonomi, sosial, maupun politik. Indonesia memiliki keunggulan komparatif sebagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka, hal ini ditunjukkan dengan hubungan multilateral dengan beberapa negara lain di dunia. Realisasi dari

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Bab ini merupaka ekplorasi teori dan konsep dari variabel variable yang akan di teliti, yaitu teori perdagangan internasional, valuta asing, teori tingkat produksi dan teori harga

Lebih terperinci

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik

BAB V. Kesimpulan dan Saran. 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik BAB V Kesimpulan dan Saran 5. 1 Kesimpulan 1. Guncangan harga minyak berpengaruh positif terhadap produk domestik bruto. Indonesia merupakan negara pengekspor energi seperti batu bara dan gas alam. Seiring

Lebih terperinci

Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Minyak Bumi Di Indonesia Tahun Nama : Made Ayu Julia Kusuma Dewi NIM :

Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Minyak Bumi Di Indonesia Tahun Nama : Made Ayu Julia Kusuma Dewi NIM : Judul : Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Impor Minyak Bumi Di Indonesia Tahun 1996-2015 Nama : Made Ayu Julia Kusuma Dewi NIM : 1306105133 ABSTRAK Kebutuhan sehari-hari masyarakat di era globalisasi

Lebih terperinci

meningkatkan pembangunan ekonomi dan menyejahterakan masyarakat. dicerminkan dari adanya pertumbuhan ekonomi negara bersangkutan.

meningkatkan pembangunan ekonomi dan menyejahterakan masyarakat. dicerminkan dari adanya pertumbuhan ekonomi negara bersangkutan. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai salah satu negara sedang berkembang yang menganut perekonomian terbuka, Indonesia berperan serta dalam perdaganagan internasional. Indonesia kian giat

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Konsep Perdagangan Internasional Perdagangan internasional adalah kegiatan perdagangan barang-barang dan jasa, yang dilakukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai penghasil produk-produk hulu pertanian yang mencakup sektor perkebunan, hortikultura dan perikanan. Potensi alam di Indonesia memungkinkan pengembangan

Lebih terperinci