KELAYAKAN USAHA AGROFORESTRI SENGON

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KELAYAKAN USAHA AGROFORESTRI SENGON"

Transkripsi

1 KELAYAKAN USAHA AGROFORESTRI SENGON (Paraserianthes falcataria, (L.) Nielsen), KOPI (Coffea spp) DAN TANAMAN PALAWIJA DI BKPH CANDIROTO, KPH KEDU UTARA PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH MITA DITYA ANGGRAINI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2 KELAYAKAN USAHA AGROFORESTRI SENGON (Paraserianthes falcataria, (L.) Nielsen), KOPI (Coffea spp) DAN TANAMAN PALAWIJA DI BKPH CANDIROTO, KPH KEDU UTARA PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Oleh: MITA DITYA ANGGRAINI E DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

3 RINGKASAN MITA DITYA ANGGRAINI. E Kelayakan Usaha Agroforestri Sengon (Paraserianthes falcataria, (L.) Nielsen), Kopi (Coffea spp) dan Tanaman Palawija di BKPH Candiroto, KPH Kedu Utara, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah Dibimbing oleh: Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA Rusaknya kawasan hutan berdampak pada penurunan potensi lahan hutan. Untuk itu diperlukan suatu sistem pengolahan dan pemanfaatan lahan yang tepat, ditunjang dengan adanya peran serta masyarakat dalam mendukung pemanfaatan potensi sumberdaya hutan yang lestari. Salah satu alternatifnya adalah penerapan sistem agroforestri. Di BKPH Candiroto KPH Kedu Utara tengah dilakukan pengembangan tanaman kayu cepat tumbuh (Fast Growing Species) jenis Sengon (Paraserianthes falcataria, (L.) Nielsen). Dalam rangka mengoptimalkan fungsi lahan di sana maka dilakukan pengembangan fungsi lahan di bawah tegakan oleh masyarakat dengan ditanami kopi dan jenis tanaman palawija, khususnya jagung. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pola agroforestri sengon, kopi dan tanaman palawija di BKPH Candiroto, mengetahui kelayakan usaha agroforestri bagi Perhutani dan pesanggem serta mengetahui pengaruh kenaikan suku bunga bagi kelayakan usaha agroforestri melalui analisis sensitivitas. Metode pengolahan data yang digunakan adalah analisis finansial dengan tiga kriteria yang dinilai, yaitu 1) Benefit Cost Ratio (BCR); 2) Net Present Value (NPV); 3) Internal Rate of Returns (IRR) dimana periode analisis kelayakan dihitung dalam jangka waktu 7 tahun. Biaya dihitung menggunakan tiga alternatif, yaitu : belum dikenakan biaya manajemen, dikenakan biaya manajemen 10% dan dikenakan biaya manajemen 20%. Pendapatan dari penjualan kayu sengon dibedakan pada dua alternatif harga, yaitu penjualan berdasarkan Harga Jual Dasar Perhutani dan penjualan berdasarkan Harga Pasar. Biaya dan pendapatan dihitung terhadap tiga pelaku usaha, yaitu : Perhutani, pesanggem dan gabungan Perhutani dengan pesanggem. Hasil dari pengolahan data menunjukkan bahwa perhitungan kegiatan pengusahaan hutan di BKPH Candiroto dengan bunga investasi 12% secara keseluruhan adalah sangat layak. Untuk nilai BCR terbesar, yaitu bagi Perhutani sebesar 4,32. Nilai NPV terbesar, yaitu bagi gabungan Perhutani dengan pesanggem sebesar Rp Nilai IRR terbesar, yaitu bagi pesanggem sebesar 359,98%. Adanya kenaikan suku bunga memberikan pengaruh pada kriteria yang diamati, yaitu nilai BCR, NPV dan IRR yang dihasilkan akan semakin kecil. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai terbesar dari masing-masing kriteria diperoleh ketika penjualan kayu sengon berdasarkan pada harga pasar dengan pengeluaran yang belum dikenakan biaya manajemen. Oleh karena itu, sistem akan lebih produktif jika hasil penjualan kayu tidak tergantung pada Perhutani atau hasil kayu bisa dijual ke pihak luar. Kata kunci : Perhutani, agroforestri, sengon

4 ABSTRACT MITA DITYA ANGGRAINI. E The Business Feasibility of Sengon (Paraserianthes falcataria, (L.) Nielsen) Agroforestry, Coffee (Coffea spp) and Crops in BKPH Candiroto, KPH North Kedu, Perum Perhutani Unit I Central Java Supervised by : Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA Damages to forest is causing decline to the forest lands potential. This requires a system of management and proper land use, supported by the community participation in supporting the potential use of forest resources sustainably. One alternative is the application of agroforestry systems. In BKPH Candiroto KPH North Kedu is developing fast-growing timber trees (Fast Growing Species) of the Sengon species (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen). In order to optimize land use the communities there plants coffee and various type of crops, particularly corn, in between trees. This study aims to determine patterns of sengon agroforestry, coffee and crops in BKPH Candiroto, understanding the business feasibility of agroforestry for Perhutani and pesanggem and understanding the effect of higher interest rates for the feasibility of agroforestry businesses through sensitivity analysis. Data processing method used is a financial analysis using three criteria as considerations, which are 1) Benefit Cost Ratio (BCR); 2) Net Present Value (NPV); 3) Internal Rate of Returns (IRR), where the period of feasibility analysis is calculated in 7 years period. The cost is calculated using three alternatives, they are : not subject to management fees, subject of 10% management fee and subject to 20% management fee. Revenues from sengon timber sales are distinguishable on two alternative prices, namely the sale based on the Perhutani Basic Sale Price and sales based on market prices. Cost and revenue is calculated based on three business actors, namely: Perhutani, pesanggem and the combination of pesanggem and Perhutani. Results from data processing shows that the calculation of forest activities in BKPH Candiroto with 12% investment rate as a whole is very feasible. Highest BCR values of 4.32, is for Perhutani. Highest NPV value of Rp 98,577,592 is for the joint pesanggem Perhutani. Highest IRR value of % is for pesanggem. The increase in interest rates has an impact on the observed criteria and will result in smaller value of BCR, NPV and IRR. The calculations show that the highest value of each criterion is obtained when sengon timber sales are based on market prices with expenditure that has not been subject to management fees. Therefore, the system will be more productive if the sale does not depend on Perhutani or timber products could be sold to outside parties. Keywords: Perhutani, agroforestry, sengon

5 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kelayakan Usaha Agroforestri Sengon (Paraserianthes falcataria, (L.) Nielsen), Kopi (Coffea spp) dan Tanaman Palawija di BKPH Candiroto, KPH Kedu Utara, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Januari 2010 Mita Ditya Anggraini NRP E

6 6 LEMBAR PENGESAHAN Judul Proposal Nama Mahasiswa NRP : Kelayakan Usaha Agroforestri Sengon (Paraserianthes falcataria, (L.) Nielsen), Kopi (Coffea spp) dan Tanaman Palawija di BKPH Candiroto, KPH Kedu Utara, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah : Mita Ditya Anggraini : E Menyetujui : Dosen Pembimbing, Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA. NIP Mengetahui : Ketua Departemen Manajemen Hutan, Dr. Ir. Didik Suharjito, MS. NIP Tanggal Lulus :

7 i KATA PENGANTAR Penulis memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala curahan rahmat dan kasih sayang-nya, sehingga penyusunan skripsi sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan ini dapat diselesaikan. Dalam kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA. selaku dosen pemimbing yang dengan sabar telah memberikan arahan dan bimbingan terkait penyusunan skripsi sebagai tugas akhir ini. 2. Ayah, ibu, Prihadi Adi Kusuma Setiawan serta seluruh keluarga atas segala do a, dukungan dan kasih sayangnya. 3. Segenap petugas lingkup Perum Perhutani KPH Kedu Utara : Adm/KKPH, Wakil Adm, Kepala Seksi PSDH, segenap Asper BKPH, segenap KRPH dan seluruh staf kantor KPH Kedu Utara. 4. Keluarga Bapak Deden Faozi, BScF di Sukabumi, Jawa Barat dan keluarga Bapak Suratman di Dusun Winong, Candiroto, Jawa Tengah. 5. Mba Nayu Nuringdati serta teman- teman satu bimbingan, Imara Nindya, Rifnanda Fitria dan Lalis Yuliana atas kerjasamanya selama ini. 6. Ika Novi, Eka Naeni, Indah Kusumawanti, Doris Deborah, Galih Radityo, Khairul Umam Gunawan, Irvan Fajar, Faris Salman, Afwan Afwandi, Eka Herdiana, Fitria Darmawinsah, Asri Fitriani, Deni Subhan, Oktora Trianggana, Sjofran Harun, M. Rizki Pramayudha, Amir Suprihantoro, Andito Bagus Prakoso, teman-teman Wisma Wina dan Manajemen Hutan khususnya angkatan Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu terselesaikannya penyusunan skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga hasil skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pihak yang membutuhkan. Bogor, Desember 2009 Penulis

8 ii RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 5 Februari 1987 sebagai anak pertama pasangan Bapak Dikdik Kuswoyo dan Ibu Besani Pripeni. Tahun 2005 penulis lulus dari SMA Negeri 34 Jakarta Selatan dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis menempuh kuliah pada Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Selama menuntut ilmu di IPB, penulis aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai staf Departemen Media, Informasi, Komunikasi dan Hubungan Luar Forest Management Student Club (FMSC) tahun 2006/2007, Pimpinan Redaksi Buletin RIAP Forest Management Student Club (FMSC) tahun 2006/2007, staf Departemen Informasi dan Komunikasi International Forestry Student Association (IFSA) tahun 2006/2007, panitia Temu Manajer (TM) Jurusan Manajemen Hutan tahun 2007, panitia AMT IFSA ( ). Selain itu penulis pernah melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di Magelang yaitu di KPH Kedu Utara Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul Kelayakan Usaha Agroforestri Sengon (Paraserianthes falcataria, (L.) Nielsen), Kopi (Coffea spp) dan Tanaman Palawija di BKPH Candiroto, KPH Kedu Utara, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah dengan pengarahan dan bimbingan dari Bapak Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, MA.

9 iii DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... i RIWAYAT HIDUP... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rumusan Masalah Penelitian Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Agroforestri Budidaya Sengon Budidaya Tanaman Kopi Budidaya Tanaman Palawija Metode Analisis Finansial BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Sasaran dan Alat Sumber Data Jenis Data Metode Pengambilan Contoh Metode Pengumpulan Data Metode Pengolahan Data Asumsi Dasar yang Digunakan dalam Tugas Akhir... 16

10 iv BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Kondisi Umum BKPH Candiroto Kondisi Umum Petak Penelitian Karakteristik Responden BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pola Budidaya Kelayakan Usaha Agroforestri Analisis Sensitivitas BAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 41

11 v DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Distribusi Responden Berdasarkan Asal Dusun Distribusi Responden Berdasarkan Luas Lahan Garapan Distribusi Responden Berdasarkan Umur Distribusi Responden Berdasarkan Mata Pencaharian Kegiatan Pengelolaan Kayu Sengon Perhutani, Tanaman Jagung, dan Tanaman Kopi Pesanggem Aliran Kas Gabungan Perhutani dan Pesanggem Aliran Kas Perhutani Aliran Kas Pesanggem Perbandingan Nilai BCR, NPV, dan IRR Perhutani, pesanggem, dan Gabungan Perhutani-pesanggem Analisis sensitivitas Nilai BCR, NPV, dan IRR Perhutani, Pesanggem, dan Gabungan Perhutani-pesanggem... 35

12 vi DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Foto Petak 24g Dusun Paponan Foto Petak 24j Dusun Tambak Foto Petak 19a Dusun Kalipan... 21

13 vii DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Kuesioner Penelitian Karakteristik Responden Uraian Kegiatan Perhutani (Harga Kayu HJD Perhutani) Uraian Kegiatan Perhutani (Kayu Harga Pasar) Uraian Kegiatan Pesanggem (Harga Kayu HJD Perhutani) Uraian Kegiatan Pesanggem (Kayu Harga Pasar) Cash Flow Gabungan (Belum Dikenakan Biaya Manajemen) Cash Flow Gabungan (Biaya Manajemen 10%) Cash Flow Gabungan (Biaya Manajemen 20%) Cash Flow Perhutani (Belum Dikenakan Biaya Manajemen) Cash Flow Perhutani (Biaya Manajemen 10%) Cash Flow Perhutani (Biaya Manajemen 20%) Cash Flow Pesanggem Analisis Finansial Gabungan (Belum Dikenakan Biaya Manajemen) Analisis Finansial Gabungan (Biaya Manajemen 10%) Analisis Finansial Gabungan (Biaya Manajemen 20%) Analisis Finansial Perhutani (Belum Dikenakan Biaya Manajemen) Analisis Finansial Perhutani (Biaya Manajemen 10%) Analisis Finansial Perhutani (Biaya Manajemen 20%) Analisis Finansial Pesanggem Peta Lokasi Petak 24g dan 24j Peta Lokasi Petak 19a... 71

14 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu penyebab rusaknya kawasan hutan akibat perambahan dan pencurian adalah krisis ekonomi yang melanda Indonesia, terutama krisis ekonomi yang terjadi pada tahun Rusaknya kawasan hutan berdampak pada penurunan potensi lahan hutan dalam menyokong kehidupan berbagai pihak yang bergantung kepada hutan. Guna memulihkan fungsi dan manfaat lahan yang tidak produktif sekaligus meningkatkan produktivitasnya, maka dilakukan pembangunan hutan tanaman oleh para pelaku kehutanan, terutama dari jenis yang cepat tumbuh atau disebut Fast Growing Species (FGS). Salah satu jenis yang dipilih karena berbagai keunggulannya adalah sengon (Paraserianthes falcataria, (L.) Nielsen). Kayu Sengon memiliki prospek pasar untuk industri kayu vinir, industri kayu pertukangan maupun industri kayu panel dan pulp. Jenis ini sudah dikembangkan cukup lama oleh Perhutani sehingga teknis penanganannya tidak menyulitkan pelaksana di lapangan serta pasarnya sudah tersedia. Dengan daur 6 10 tahun pengembangan budidaya tanaman sengon diharapkan mampu memberi kontribusi pendapatan baik bagi Perhutani maupun masyarakat dalam jangka waktu lebih cepat. Menurut Darusman (2002), pada tahun 1995 telah dibahas dalam Seminar Nasional Hutan Rakyat di Jakarta mengenai pentingnya pengembangan hutan rakyat. Pengembangan hutan rakyat dalam arti luas merupakan langkah strategis bagi pembangunan kehutanan sendiri dan juga bagi ketahanan ekonomi nasional. Bagi kehutanan, hutan rakyat diharapkan memberi kontribusi supply kayu yang cukup besar, yakni 8,7 juta m 3 per tahun selama Pelita VI. Bagi masyarakat, karena hutan rakyat pada umumnya berskala kecil maka berarti pemerataan pendapatan dan kesejahteraan yang lebih baik, sehingga semakin tercipta ketahanan ekonomi nasional. Hutan dapat memberikan banyak jenis hasil (sekalipun masing-masing dalam jumlah sedikit) hanya dengan sedikit campur tangan pengelolaan dan teknologi sederhana saja. Dalam perkembangan teknologi

15 2 dan peradaban yang mutakhir, berbagai jenis hasil dari hutan semakin banyak dibutuhkan umat manusia. Hal ini berarti pasarnya semakin terbuka dan nilai ekonominya semakin tinggi. Permintaan pasar terhadap produk-produk yang bernilai tinggi itu umumnya tidak berjumlah banyak untuk setiap jenisnya sehingga secara ekonomi paling tepat diusahakan oleh pelaku-pelaku ekonomi tradisional berskala kecil. Hutan yang hanya terdiri dari satu jenis tegakan pohon memerlukan waktu lama dalam memberikan hasil karena pohon merupakan tanaman tahunan dengan daur hidup yang relatif panjang. Pada kenyataannya dibutuhkan penghasilan yang tidak hanya untuk tabungan di masa mendatang, tapi juga untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Jika dicermati, diantara tegakan pohon yang ditanam di hutan masih terdapat ruang kosong yang sebenarnya dapat dimanfaatkan untuk ditanami dengan tanaman lain yang sifatnya musiman sehingga fungsi lahan yang ada dapat lebih optimal. Untuk itu diperlukan suatu sistem pengolahan dan pemanfaatan lahan yang tepat, ditunjang dengan adanya peran serta masyarakat dalam mendukung pemanfaatan potensi sumberdaya hutan yang lestari. Salah satu alternatifnya adalah penerapan sistem agroforestri, yakni dengan mengkombinasikan sengon sebagai tanaman tahunan dengan beberapa jenis tanaman musiman di suatu lahan garapan yang sama. Pola agroforestri dapat memberikan penghasilan yang lebih besar dan berkesinambungan baik dalam jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Selain itu, pola agroforestri dapat menciptakan ekosistem yang lebih stabil. Sebagai suatu bentuk usaha, agroforestri ini memerlukan biaya dalam pelaksanaannya. Biaya-biaya yang dikeluarkan dimulai dari proses persiapan lapang, pengadaan bibit, penanaman, pemeliharaan dan pemanenan. Pendapatan yang diterima berasal dari penjualan hasil antara dan hasil akhir. Peneliti tertarik untuk melihat sejauh mana pola agroforestri dapat memberikan keuntungan dalam kegiatan pengusahaannya, karena di lokasi penelitian pola agroforestri tanaman sengon sebagai tanaman tahunan merupakan jenis yang baru ditanam. Penelitian ini dilakukan terhadap berbagai jenis biaya dan pendapatan pengusahaan agroforestri di lokasi terpilih untuk dianalisis sehingga diketahui kelayakan usahanya.

16 3 1.2 Rumusan Masalah Penelitian BKPH Candiroto merupakan kelas perusahaan mahoni yang saat ini didominasi oleh kelas umur muda, sehingga harapan produksi kayu relatif masih lama. Alternatif untuk mempercepat pendapatan dapat diusahakan melalui pengembangan tanaman kayu cepat tumbuh (Fast Growing Species). Salah satu tanaman FGS yang dikembangkan adalah sengon (Paraserianthes falcataria, (L.) Nielsen). Sementara itu, kawasan hutan tidak produktif di KPH Kedu Utara (tanah kosong dan hutan dengan produktif kayu rendah) saat ini masih tinggi. Oleh karena itu, diperlukan upaya perbaikan potensinya dalam jangka pendek, guna mengoptimalkan manfaat hutan dalam mendukung pendapatan perusahaan. Masalah yang timbul di BKPH Candiroto adalah bagaimana sistem agroforestri yang diterapkan dapat memberikan nilai ekonomis yang tinggi karena sampai saat ini masih terbentur pada minimnya modal yang dimiliki oleh KPH Kedu Utara, sehingga adanya kontribusi modal pihak ketiga melalui kerjasama tanaman sengon akan mengurangi beban biaya modal tersebut. Hal ini akan dapat memperbaiki neraca laba-rugi KPH Kedu Utara. Untuk mengatasi minimnya modal, pemanfaatan lahan dengan penerapan sistem agroforestri ini dilaksanakan dengan mengadakan kerjasama antara Perhutani dengan PT. Albasia Bhumiphala Persada (ABP) dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) setempat. Sejak dulu, masyarakat desa di BKPH Candiroto telah memiliki tradisi menanam tanaman kopi. Dalam rangka mengoptimalkan fungsi lahan tersebut maka dilakukan pengembangan fungsi lahan di bawah tegakan dengan ditanami kopi oleh masyarakat. Selain dengan tanaman kopi, juga ditanam jenis tanaman palawija, khususnya jagung. Adanya peran serta masyarakat dalam kegiatan ini diharapkan dapat mendukung keberlanjutan potensi sumber daya hutan yang ada, sehingga dapat memberikan kontribusi bagi kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan perkembangan tersebut, untuk mengukur keberhasilan sistem agroforestri yang dikerjasamakan ini diperlukan suatu analisis kelayakan finansial, sehingga dapat diketahui sejauh mana pola agroforestri layak diterapkan dan dapat memberikan keuntungan bagi pelaku usahanya.

17 4 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dalam penyusunan tugas akhir ini adalah sebagai berikut : 1. Mengetahui pola agroforestri sengon, kopi dan tanaman palawija di BKPH Candiroto KPH Kedu Utara Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. 2. Mengetahui kelayakan usaha agroforestri sengon, kopi dan tanaman palawija bagi Perhutani dan pesanggem dalam dua alternatif harga yang berlaku yaitu Harga Jual Dasar (HJD) Perhutani dan Harga Pasar. 3. Mengetahui pengaruh kenaikan suku bunga bagi kelayakan usaha agroforestri melalui analisis sensitivitas. 1.4 Manfaat Penelitian 1. Memberikan informasi bagi masyarakat luas mengenai pola agroforestri sengon, kopi dan tanaman palawija di BKPH Candiroto KPH Kedu Utara Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. 2. Memberikan informasi kepada Perhutani dan pihak yang terkait mengenai kelayakan usaha agroforestri sengon, kopi dan tanaman palawija dalam dua alternatif harga yang berlaku yaitu Harga Jual Dasar (HJD) Perhutani dan Harga Pasar. 3. Sebagai bahan pertimbangan dalam penentuan kebijakan pemerintah terkait pelaksanaan kegiatan agroforestri dilihat dari analisis sensitivitasnya.

18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Agroforestri Menurut Lundgren dan Raintree (1982) dalam Hairiah et al. (2003), agroforestri adalah istilah kolektif untuk sistem-sistem dan teknologi-teknologi penggunaan lahan, yang secara terencana dilaksanakan pada satu unit lahan dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu (pohon, perdu, palem, bambu dan lain-lain) dengan tanaman pertanian dan/atau hewan (ternak) dan/atau ikan, yang dilakukan pada waktu yang bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk interaksi ekologis antar berbagai komponen yang ada. Usaha wanatani (agroforestry) merupakan sistem pengusahaan hutan yang merupakan pengusahaan ganda antara komoditas hasil hutan dan komoditas pangan, perkebunan atau peternakan. Disamping keuntungan secara teknis, bentuk usahatani dengan pola agroforestry memiliki kelebihan dalam aspek ekonomis karena produktivitas lahan untuk setiap satuan luas meningkat dan pendapatan petani juga meningkat (Wulandari 2003). Menurut Huxley (1999) dalam Hairiah et al. (2003), agroforestri adalah suatu sistem pengelolaan sumberdaya alam yang dinamis secara ekologi dengan penanaman pepohonan di lahan pertanian atau padang penggembalaan untuk memperoleh berbagai produk secara berkelanjutan sehingga dapat meningkatkan keuntungan sosial, ekonomi dan lingkungan bagi semua pengguna lahan. Agroforestri adalah suatu sistem penggunaan lahan yang bertujuan untuk mempertahankan atau meningkatkan hasil secara produktif, ekonomis dan berkelanjutan dengan menggunakan praktek pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang sesuai dengan kondisi ekologi, ekonomi dan budaya setempat pada sebidang lahan yang sama atau dengan kata lain bahwa prinsip agroforestri adalah suatu penggabungan dari pengembangan sistem pertanian dan kehutanan pada satu lahan. Keuntungan pengelolaan dan pemanfaatan lahan dengan pola agroforestri perlu diperkenalkan mengingat beberapa keuntungannya, antara lain : 1. Pengelolaan lahan yang memenuhi syarat sebagai usaha produktif, lestari dan ekonomis.

19 6 2. Usaha yang bersifat konservasi, mampu mengembalikan fungsi kesuburan tanah, mengurangi terjadinya erosi dan menjaga tata iklim mikro setempat (kesegaran udara, mengurangi tekanan potensi kebakaran, panas, tata air dan lain-lain). 3. Mengoptimalkan pemanfaatan lahan, dalam hal ini lahan yang digunakan relatif kecil dengan hasil produksi yang mencukupi jenis tanaman beragam. 4. Secara teknis mengadopsi tradisi pertanian masyarakat yang sudah dikenal secara turun temurun. 5. Menyerap tenaga kerja dengan pengembangan komoditas yang sudah dikenal masyarakat. 6. Secara ekonomis mampu memberikan tambahan pendapatan masyarakat secara berkelanjutan, jangka pendek (musiman), jangka menengah (tahunan) maupun jangka panjang (diatas lima tahunan) (Ruswita et al. 2003). Untuk lebih mengetahui, merencanakan, mengembangkan dan mengevaluasi sistem agroforestri diperlukan adanya pengklasifikasian yang didasarkan pada struktur, fungsi, sosial ekonomi dan ekologi. Berdasarkan struktur; komposisi dari komponen-komponen, termasuk susunan spasial dari komponen pohon, stratifikasi vertikal dari seluruh komponen dan dari pengaturan temporal komponen-komponen yang ada. Berdasarkan fungsi; peranan dan output dari berbagai komponen. Berdasarkan sosial ekonomi; mengacu pada tingkat input dari manajemen dan tujuan komersialnya, dan berdasarkan ekologi; didasarkan pada asumsi bahwa tipe-tipe tertentu dari sistem dapat lebih tepat untuk kondisi ekologi tertentu (Nair 1989). Menurut Satjapradja (1981) manfaat sistem agroforestri adalah : Pertama, dalam bentuk agroforestri didapat tanaman yang tidak homogen dan tidak seumur yang terdiri dari dua strata atau lebih. Dengan bentuk pola tanam demikian, tajuk tegakan dapat menutup tanah, terhindar dari erosi dan produktivitas tanah dapat dipertahankan. Kedua, para petani yang bermukim di sekitar hutan dapat mengolah lahan dengan tanaman palawija dan hijauan makanan ternak disamping menanam komoditi utama (pohon) kehutanan. Dengan demikian sistem

20 7 agroforestri dapat memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar hutan. Ketiga, dengan melaksanakan sistem agroforestri, akan didapat bentuk hutan serbaguna atau usahatani terpadu di luar kawasan hutan yang dapat memenuhi kebutuhan majemuk seperti kayu pertukangan; bahan pangan; madu, obat-obatan, hijauan makanan ternak dan lingkungan hidup yang sehat serta kebutuhan lain yang mendesak dari penduduk. Dengan demikian dapat meningkatkan produktivitas lahan. Menurut Foresta et al. (2000), sistem agroforestri sederhana adalah perpaduan yang terdiri atas sejumlah kecil unsur. Biasanya perhatian terhadap perpaduan tanaman itu menyempit menjadi satu unsur pohon yang memiliki peran ekonomi penting (seperti kelapa, karet, cengkeh, jati dan lain-lain) atau yang memiliki peran ekologi (seperti dadap dan petai cina), dan sebuah unsur tanaman musiman (misalnya padi, jagung, sayur-mayur, rerumputan), atau jenis tanaman lain seperti pisang, kopi, coklat dan sebagainya yang juga memiliki nilai ekonomi. Sedangkan sistem agroforestri kompleks atau singkatnya agroforest, adalah sistem-sistem yang terdiri dari sejumlah besar unsur pepohonan, perdu, tanaman musiman, atau rumput. 2.2 Budidaya Sengon Sengon yang dalam bahasa latin disebut (Paraserianthes falcataria, (L.) Nielsen), termasuk family Leguminosae, keluarga petai-petaian. Kadang-kadang sengon disebut pula albisia. Di Indonesia sengon memiliki beberapa nama daerah sebagai berikut : Jawa : Jeunjing, jeunjing laut (Sunda), klabi, sengon landi, sengon laut atau sengon sabrang. Maluku : Seia (Ambon), sikat (Banda), tawa (Ternate), dan gosui (Tidore). Bagian terpenting yang mempunyai nilai ekonomis pada tanaman sengon adalah kayunya. Kayu sengon digunakan untuk tiang bangunan rumah, papan, peti kas, perabot rumah tangga, tangkai dan korek api, pulp, kertas dan lain-lain. Batang sengon tumbuh tegak lurus. Kayu sengon mempunyai serat membujur dan berwarna putih. Tajuk tanaman sengon berbentuk menyerupai payung yang tidak rimbun daunnya. Daun sengon tersusun majemuk menyirip ganda, sedangkan

21 8 anak daunnya kecil-kecil dan mudah rontok. Daunnya yang mudah rontok itu justru cepat meningkatkan kesuburan tanah. Akar sengon alternatif menguntungkan dibandingkan akar pohon lainnya. Akar tunggangnya cukup kuat menembus ke dalam tanah. Semakin besar pohonnya semakin dalam akar tunggangnya menembus tanah. Sementara itu, akar rambutnya tidak terlalu besar, tidak rimbun atau semrawut dan tidak menonjol ke permukaan tanah. Akar rambut tersebut justru dimanfaatkan oleh pohon induknya untuk menyimpan zat nitrogen, oleh karena itu di sekitar pohon sengon akan menjadi subur (Santoso 1993). Sengon termasuk jenis pohon yang cepat tumbuh dan dapat mencapai tinggi 45 m dengan diameter 100 cm. batang tidak berbanir, kulit berwarna kelabu muda, licin, batang lurus dengan batang bebas cabang mencapai 20 m. Tajuk berbentuk perisai, agak jarang dan selalu hijau (Griffoen 1954 dalam Alrasjid 1973). Perakaran berbentuk melebar, dan disamping susunan akarnya agak dangkal, terdapat pula susunan akar yang berkembang masuk agak dalam (Alrasjid 1973). Pohon ini berbunga sepanjang tahun, berbuah dalam bulan Juni- November (Griffoen 1954 dalam Alrasjid 1973), dan umumnya terutama pada akhir musim kemarau. Sengon termasuk jenis yang cepat tumbuh tanpa memerlukan tindakan silvikultur yang rumit dan berkembang dengan baik pada tanah yang relatif kering, agak lembab, bahkan di daerah tandus. Di daerah tropis seperti Indonesia dapat tumbuh dengan baik pada tanah-tanah yang lembab dengan tipe iklim A, B, dan C menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson (Griffoen 1954 dalam Alrasjid 1973). Kecepatan pertumbuhan jenis ini ditunjukkan dengan produksi kayunya yang dapat mencapai 156 m3 per hektar pada saat berumur 6 tahun (Alrasjid, 1973). Pohon sengon sering diserang oleh hama boktor (Xystrocera festiva) yang dapat mematikan tanaman. Beberapa jamur kadang-kadang menyerang, seperti : jamur merah (Ganoderma pseudoferrum), Ustulina sp., Diplodia sp. dan Roselia sp., tetapi tidak membahayakan sengon (Alrasjid 1973).

22 9 2.3 Budidaya Tanaman Kopi Kopi (Coffea spp) adalah spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam famili Rubiaceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang, dan bila dibiarkan tumbuh dapat mencapai tinggi 12 m. Daunnya bulat telur dengan ujung agak meruncing. Daun tumbuh berhadapan pada batang, cabang dan ranting-rantingnya. Tanaman kopi umumnya akan mulai berbunga setelah berumur ±2 tahun. Secara alami tanaman kopi memiliki akar tunggang sehingga tidak mudah rebah. Tetapi akar tunggang tersebut hanya dimiliki oleh tanaman kopi yang bibitnya berupa bibit semaian atau bibit sambungan (okulasi) yang batang bawahnya merupakan semaian. Tanaman kopi yang bibitnya berasal dari bibit stek, cangkokan, atau bibit okulasi yang batang bawahnya merupakan bibit stek tidak memiliki akar tunggang sehingga relatif mudah rebah. Kopi robusta (Coffea robusta) berasal dari Kongo dan masuk ke Indonesia pada tahun Karena mempunyai sifat lebih unggul, kopi ini sangat cepat berkembang. Bahkan kopi ini merupakan jenis yang mendominasi perkebunan kopi di Indonesia hingga saat ini. Beberapa sifat penting kopi robusta antara lain : a. Resisten terhadap penyakit HV (Hemelia vastatrix) b. Tumbuh sangat baik pada ketinggian m dpl, tetapi masih toleran pada ketinggian kurang dari 400 m dpl, dengan temperatur 21-24º C c. Menghendaki daerah yang mempunyai bulan kering 3-4 bulan secara berturut-turut, dengan 3-4 kali hujan kiriman d. Kualitas buah lebih rendah daripada kopi arabika, tetapi lebih tinggi daripada kopi liberika. Tanaman kopi menghendaki intensitas sinar matahari yang tidak penuh dengan penyinaran yang teratur. Adanya penyinaran yang tidak teratur akan mengakibatkan pertumbuhan tanaman dan pola pembungaan menjadi tidak teratur, tanaman terlalu cepat berbuah tetapi hanya sedikit, dan hasilnya terlalu cepat menurun. Oleh sebab itu tanaman kopi memerlukan pohon pelindung yang dapat mengatur intensitas sinar matahari sesuai dengan yang dikehendakinya (Najiyati & Danarti 2001).

23 Budidaya Tanaman Palawija Jagung merupakan komoditas palawija utama di Indonesia ditinjau dari aspek pengusahaan dan penggunaan hasilnya, yaitu sebagai bahan baku pangan dan pakan (Sarasutha 2002). Menurut Adisarwanto dan Widyastuti (2002), di Indonesia jenis palawija berupa jagung merupakan bahan pangan penting sumber karbohidrat kedua setelah beras. Untuk memenuhi kebutuhan jagung dalam negeri dan meningkatkan ekspor maka upaya peningkatan produksi jagung harus dilakukan. Upaya ini akan lebih berhasil jika ada kerjasama terpadu antara pemerintah dan petani. Beberapa upaya yang dapat diterapkan untuk meningkatkan produksi jagung diantaranya memperluas areal panen, meningkatkan produktivitas, menekan senjang hasil, mempertahankan stabilitas produksi, dan menurunkan kehilangan hasil. Dalam upaya peningkatan produksi jagung menghadapi beberapa kendala. Kendala teknis yang secara umum sering terjadi di kalangan petani jagung sebagai berikut : a. Penggunaan varietas unggul, terutama hibrida, belum banyak dilakukan petani b. Jarak tanam yang diterapkan umumnya lebih rapat dibanding anjuran dan jumlah benih per lubang tanam pun lebih banyak c. Pemberian pupuk belum berimbang dan sering terlambat dari waktu yang dianjurkan d. Penyiangan dan pembumbunan sering terlambat e. Pengaturan jarak tanam pada pola tumpang sari belum tepat f. Pemotongan bunga jantan terlalu panjang (dekat dengan tongkol) dan sering dilakukan saat penyerbukan belum selesai. Mutu benih sangat menentukan tingkat produktivitas jagung yang dicapai. Selain itu, penggunaan benih yang bermutu tinggi bersifat lebih respon terhadap teknologi produksi yang diterapkan dan menentukan kepastian populasi tanaman yang tumbuh. Secara umum, mutu benih jagung yang baik ditandai oleh hal-hal seperti bebas hama dan penyakit; daya tumbuh di atas 80%; sehat, bernas, tidak keriput, dan mengkilat; hasil panen baru (belum lama disimpan); murni secara fisik (tidak tercampur kotoran); murni secara genetik (tidak tercampur varietas lain); serta tumbuh serentak dan cepat (Adisarwanto & Widyastuti 2002).

24 11 Anjuran pola tanam jagung didasarkan pada kondisi iklim lokasi penanaman. Untuk lahan kering beriklim basah dianjurkan menggunakan pola tanam tumpang sari dengan padi gogo genjah dan ubi kayu-kacang tanah/kedelaikacang hijau. Sementara untuk lahan kering beriklim kering dapat diterapkan pola tanam jagung tumpang sari dengan kacang tanah/kedelai-kacang hijau atau kacang tunggak-bera (Adisarwanto & Widyastuti 2002). Umumnya usaha budidaya jagung di lahan kering maksimum hanya dilakukan dua kali penanaman. Hal ini terutama berkaitan dengan kebutuhan air pada awal pertumbuhan tanaman. Waktu tanam yang umum dilakukan adalah awal musim hujan (labuhan) antara September-November dan awal musim kemarau (marengan) antara Februari-April (Adisarwanto & Widyastuti 2002). 2.5 Metode Analisis Finansial Sistem agroforestri menghasilkan bermacam-macam produk yang jangka waktu pemanenannya berbeda, dimana paling sedikit satu jenis produknya membutuhkan waktu pertumbuhan yang lebih dari satu tahun. Untuk melihat sejauh mana suatu usaha agroforestri memberikan keuntungan, maka analisis yang paling sesuai untuk dipakai adalah analisis proyek yang berbasis finansial (Suharjito et al. 2003). Menurut Umar (2001), studi kelayakan proyek merupakan penelitian tentang layak atau tidaknya suatu proyek dibangun untuk jangka waktu tertentu. Menurut Gittinger (1986), analisis finansial adalah metode untuk menentukan berapa banyak keluarga petani yang menggantungkan hidupnya kepada usaha tersebut. Menurut Suharjito et al. (2003), analisis finansial pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui seberapa besar manfaat yang diperoleh, biaya yang dikeluarkan, berapa keuntungannya, kapan pengembalian investasi terjadi dan pada tingkat suku bunga berapa investasi itu memberikan manfaat. Untuk itu maka harus ada ukuran-ukuran terhadap kinerjanya. Melalui cara berpikir seperti itu maka harus ada ukuran-ukuran terhadap kinerjanya. Ukuran-ukuran yang digunakan umumnya adalah :

25 12 a. Net Present Value (NPV) atau Nilai Kiwari Bersih Yaitu nilai saat ini yang mencerminkan nilai keuntungan yang diperoleh selama jangka waktu pengusahaan dengan memperhitungkan nilai waktu dari uang atau time value of money. Untuk menghitung nilai uang di masa yang akan datang dihitung pada saat ini, maka baik biaya maupun pendapatan di masa yang akan datang harus dikalikan dengan faktor diskonto yang besarnya tergantung pada tingkat suku bunga bank yang berlaku di pasaran. Suatu usaha agroforestri akan dikatakan menguntungkan dan sebagai implikasinya akan diadopsi oleh masyarakat atau dapat berkembang, apabila memiliki nilai NPV positif. Besaran NPV yang negatif menunjukkan kerugian dari usaha yang dilakukan sehingga tidak layak untuk diusahakan. Makin besar angka NPV maka makin baik ukuran kelayakan usaha. b. Benefit Cost Ratio (BCR) atau Rasio Keuntungan Biaya Yaitu perbandingan antara pendapatan dan pengeluaran selama jangka waktu pengusahaan (dengan memperhitungkan nilai dari uang atau time value of money). c. Internal Rate of Returns (IRR) Menunjukkan tingkat suku bunga maksimum yang dapat dibayar oleh suatu usaha atau dengan kata lain merupakan kemampuan memperoleh pendapatan dari uang yang diinvestasikan. Dalam perhitungan, IRR adalah tingkat suku bunga apabila BCR yang terdiskonto sama dengan nol. Usaha agroforestri akan dikatakan layak apabila IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku di pasar pada saat tersebut.

26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di BKPH Candiroto KPH Kedu Utara Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Waktu penelitian dimulai pada bulan Juni sampai bulan Juli Sasaran dan Alat Sasaran dalam melakukan tugas akhir ini adalah petani penggarap lahan agroforestri sengon yang melakukan kerjasama dengan Perhutani. Alat yang digunakan adalah alat tulis, alat hitung, kamera, daftar pertanyaan (kuesioner) dan komputer. 3.3 Sumber Data Data yang dikumpulkan diperoleh dari berbagai sumber, yaitu : 1. Petani penggarap lahan agroforestri sengon kerjasama (responden) 2. Instansi-instansi terkait yang berhubungan dengan perolehan data penelitian 3. Literatur lainnya. 3.4 Jenis Data Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan berupa data primer dan sekunder. Data primer meliputi keadaan umum responden yang diambil melalui wawancara, sedangkan data sekunder meliputi keadaan umum lokasi penelitian dan data lain yang terkait dengan penelitian. 3.5 Metode Pengambilan Contoh Responden yang dipilih adalah petani penggarap lahan agroforestri sengon kerjasama di wilayah BKPH Candiroto. Responden dipilih secara sengaja (purposive) dengan sampel berjumlah 30 orang responden yang diambil dari 3 petak lahan agroforestri sengon yang dikerjasamakan dengan rincian sebagai

27 14 berikut : petak 24g yang terletak di Dusun Paponan (10 responden dengan luas garapan masing-masing 0,15 ha), petak 24j yang terletak di Dusun Tambak (10 responden dengan luas garapan masing-masing 0,25 ha) dan petak 19a yang terletak di Dusun Kalipan (10 responden dengan luas garapan masing-masing 0,25 ha). Gambar lokasi petak 24g, 24j dan 19a dapat dilihat pada lampiran 21 dan Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan diperoleh melalui cara : 1. Teknik observasi, yaitu melakukan pengamatan langsung di lapangan. 2. Teknik pencatatan, yaitu pengumpulan data berdasarkan pada data sekunder yang tersedia. 3. Teknik survei, yaitu pengumpulan data dengan melakukan wawancara menggunakan kuesioner. 4. Studi pustaka, yaitu pengumpulan data dengan cara mempelajari literatur, laporan, karya ilmiah dan hasil penelitian yang terkait dengan penelitian. 3.7 Metode Pengolahan Data Metode yang digunakan adalah analisis finansial, yaitu untuk mengetahui layak atau tidaknya suatu investasi yang dilakukan. Data yang telah diperoleh disusun dan diolah dalam bentuk tabulasi untuk mendapatkan informasi mengenai perbedaan antara biaya yang dikeluarkan Perhutani, pesanggem, maupun gabungan Perhutani dengan pesanggem dengan harga jual kayu berdasarkan Harga Jual Dasar (HJD) Perhutani dan Harga Pasar. Indikator-indikator yang dinilai yaitu : a. Net Present Value (NPV) / Nilai Bersih Sekarang NPV merupakan selisih present value dari keuntungan (benefit) dan biaya nilai saat ini. Suatu usaha dipilih jika NPV > 0 yang berarti usaha tersebut memberikan pengembalian yang sama dengan tingkat pengembalian yang diisyaratkan dan harus diterima (social opportunity cost of capital). Nilai NPV yang semakin besar menunjukkan ukuran kelayakan usaha yang makin baik. Namun jika NPV < 0 maka usaha tidak layak untuk dijalankan.

28 15 Rumus (Gittinger, 1986) : NPV di mana : t n Bt t 1 1 Ct i NPV = Nilai Bersih Sekarang Bt = Manfaat yang diperoleh tiap tahun Ct = Biaya yang dikeluarkan tiap tahun i = Tingkat bunga (diskonto) t = Periode waktu (tahun) n = Jumlah tahun t b. Benefit Cost Ratio (BCR) / Rasio Keuntungan BCR merupakan perbandingan antara keuntungan (benefit) bersih dari tahun yang bersangkutan yang telah di present value-kan dengan biaya bersih dalam tahun yang sama. Suatu usaha akan dipilih bila BCR > 1 dan suatu usaha dikatakan gagal jika BCR < 1. Rumus (Gittinger, 1986) : BCR t n t 1 t n t 1 1 i Ct Bt 1 i di mana : BCR = Nilai rasio keuntungan / biaya Bt = Manfaat yang diperoleh tiap tahun Ct = Biaya yang dikeluarkan tiap tahun i = Tingkat bunga (diskonto) t = Periode waktu (tahun) n = Jumlah tahun t t c. Internal Rate of Return (IRR) / Tingkat Pengembalian Internal IRR merupakan tingkat yang menggambarkan keuntungan (benefit) yang telah dipresent value-kan dan biaya yang telah mengalami present value sama dengan nol. IRR menunjukkan kemampuan suatu proyek untuk

29 16 menghasilkan tingkat keuntungan. Suatu usaha agroforestri akan dikatakan layak apabila nilai IRR lebih besar dari tingkat suku bunga yang berlaku di pasar pada saat tersebut (NPV > 0) dan jika NPV < social discount rate maka proyek tidak dilaksanakan. Rumus (Gittinger, 1986) : i IRR i i NPV i NPV NPV ii i i i ii di mana : IRR i i i ii NPV i NPV ii = Tingkat pengembalian internal = Nilai suku bunga pada percobaan pertama = Nilai suku bunga pada percobaan kedua = Nilai NPV pada percobaan pertama = Nilai NPV pada percobaan kedua 3.8 Asumsi Dasar yang Digunakan dalam Tugas Akhir Asumsi-asumsi dasar yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Semua harga output dan input yang digunakan dalam analisis ini adalah berdasarkan harga yang berlaku selama tugas akhir dilaksanakan dengan asumsi bahwa harga konstan sampai selesainya analisis 2. Perekonomian negara selama jangka waktu analisis dalam keadaan stabil 3. Periode analisis kelayakan dihitung dalam jangka waktu 7 tahun 4. Satuan yang digunakan yaitu Rp/ha/tahun 5. Analisis terhadap pesanggem dilakukan sesuai dengan praktek dan kebiasaan pesanggem 6. Tenaga keluarga termasuk tenaga kerja yang di upah 7. Upah tenaga kerja sebesar Rp per hari 8. Besarnya panen tanaman kopi di bawah umur 5 tahun yaitu 1 kg per pohon dan di atas umur 5 tahun yaitu 2 kg per pohon 9. Jasa penggilingan sebesar Rp 50 per kg kopi basah 10. Harga jual jagung sebesar Rp per kg dan biji kopi kering sebesar Rp per kg.

30 BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1 Kondisi Umum BKPH Candiroto Letak Geografis dan Luas Menurut data Perhutani (2007), secara georafis bagian hutan Candiroto berada pada BT dan LS. Secara administratif, BKPH Candiroto masuk ke dalam wilayah Kabupaten Semarang, Kendal dan Temanggung. BKPH Candiroto memiliki luas kawasan hutan ,70 ha, alur 67,69 ha dan terbagi menjadi 5 RPH yaitu RPH Kenjuran dengan luasan 2.349,60 ha, RPH Candiroto dengan luasan 2.679,20 ha, RPH Petung dengan luasan 2.219,00 ha, RPH Jumo dengan luasan 2.368,90 ha, dan RPH Tlogopucang dengan luasan 1.590,00 ha. Untuk batas-batas kawasan hutan Candiroto sebagai berikut : a. Sebelah Utara : Karesidenan Pekalongan b. Sebelah Timur : Kawedanan Ambarawa c. Sebelah Selatan : Temanggung dan Wonosobo d. Sebelah Barat : Semarang Iklim dan Curah Hujan Penentuan iklim yang digunakan yaitu iklim menurut sistem klasifikasi Schmidt-Ferguson. Pengklasifikasian iklim ini didasarkan pada perbandingan bulan kering dan bulan basah. Wilayah BKPH Candiroto termasuk ke dalam iklim zona B (basah) dengan ciri-ciri jenis vegetasinya adalah hutan hujan tropis dengan perbandingan bulan basah dan bulan kering 14,43-33,3% (Perhutani 2007). Hal ini berarti bahwa bulan basah di BKPH Candiroto lebih lama dari bulan keringnya Topografi Wilayah Candiroto terletak pada ketinggian mdpl terdiri dari dataran rendah (Kabupaten Kendal) sampai dataran tinggi (Kabupaten Temanggung). Topografi bervariasi mulai dari datar bergelombang, lereng, jurang

31 18 sampai puncak gunung. Bentuk lapangan berupa deretan Pegunungan Prahu bersambung hingga Pegunungan Sapu Angin kemudian berlanjut ke Pegunungan Ungaran di Kabupaten Semarang. Sungai-sungai yang ada di Candiroto umumnya mengalir ke arah utara dan bermuara di laut utara. Daerah yang berada di sekitar aliran sungai masuk dalam kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Bodri dan satuan pengelolaan DAS Pemali Comal. Jenis tanah di Candiroto bervariasi seperti litosol, grumosol, dan regusol (Perhutani 2007) Jumlah Penduduk Jumlah penduduk di Candiroto sebanyak orang dengan rincian jumlah laki-laki orang (49%) dan perempuan orang (51%). Luas tanah wilayah Candiroto sebagai pusat kegiatan menopang kebutuhan penduduknya seluas 757,73 km 2 dan mempunyai keterbatasan daya dukung lahan dibanding dengan semakin cepatnya pertambahan penduduk. Kepadatan penduduk rata-rata mencapai 51 orang per m 2 (Perhutani 2007) Mata Pencaharian Penduduk Mata pencaharian penduduk Candiroto adalah sebagai petani dan pedagang hal ini membuktikan bahwa masyarakat masih sangat tergantung pada lahan untuk menopang kehidupannya. Kawasan hutan yang dekat dengan pemukiman menjadi sasaran masyarakat sekitar hutan untuk memenuhi kebutuhan akan lahan. Kegiatan Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Candiroto yang berkembang adalah pengembangan Pemanfaatan Lahan Di bawah Tegakan (PLDT) untuk tanaman kopi. 4.2 Kondisi Umum Petak Penelitian di BKPH Candiroto Petak 24g Dusun Paponan Desa Bejen Kecamatan Bejen Desa Bejen memiliki luas 290,775 ha. Desa ini terdiri dari 6 dusun yaitu Dusun Bejen, Dusun Ngloji, Dusun Demangan, Dusun Kampungan, Dusun Saren dan Dusun Paponan. Wilayah Desa Bejen memiliki ketinggian tempat 575,625 mdpl serta memiliki topografi yang berbukit (Monografi Desa Bejen 2008). Petak

32 19 24g terletak di Dusun Paponan. Dusun ini terdiri dari 94 KK. Pesanggem pada petak ini berjumlah 20 orang yang berasal dari Dusun Paponan. Petak 24g yang masuk ke dalam wilayah RPH Petung memiliki luas 3,1 ha. Awalnya petak ini merupakan kelas hutan Tanah Kosong (TK), dimana terdapat sisa murbei tahun 1990, tumbuhan bawahnya lebat dengan jenis kirinyu dan alang-alang, sehingga tindakan yang dilakukan yaitu perlu ditanami kembali. Jenis tanah pada petak ini yaitu tanah Latosol (Perhutani 2008). Saat ini petak 24g didominasi oleh tanaman sengon muda tahun tanam 2008 dengan tinggi rata-rata mencapai 1,6 m. Jarak tanam sengon pada petak ini yaitu 3x3 m. Di bawah tegakan sengon didominasi oleh tanaman palawija jenis jagung. Gambar 1 Petak 24g Dusun Paponan Petak 24j Dusun Tambak Desa Selosabrang Kecamatan Bejen Desa Selosabrang memiliki luas 840 ha. Desa ini terdiri dari 4 dusun yaitu Dusun Selosabrang I, Dusun Selosabrang II, Dusun Tambak, dan Dusun Sapen. Wilayah Desa Selosabrang memiliki curah hujan 1000 mm/tahun dengan suhu rata- rata harian 25ºC. Desa ini berada pada ketinggian tempat 600 mdpl serta memiliki topografi yang berbukit (Monografi Desa Selosabrang 2008). Petak 24j terletak di Dusun Tambak. Dusun ini terdiri dari 112 KK. Pesanggem pada petak ini berjumlah 12 orang yang berasal dari Dusun Tambak. Petak 24j yang masuk ke dalam wilayah RPH Petung memiliki luas 8 ha. Awalnya petak ini merupakan kelas hutan Tanah Kosong (TK) bekas tanaman jati tahun 1958 (tebangan tahun 2007), tumbuhan bawahnya lebat dengan jenis

33 20 rumput-rumputan, sehingga tindakan yang dilakukan yaitu perlu ditanami kembali. Jenis tanah pada petak ini yaitu tanah Latosol (Perhutani 2008). Saat ini petak 24j sudah ditanami dengan jenis tanaman sengon dan suren tahun tanam Lahan yang ditanami sengon kerjasama Perhutani, PT.ABP, dan LMDH seluas 3 ha dengan jarak tanam 3x3 m, sisanya seluas 5 ha ditanami dengan jenis tanaman Suren. Di bawah tegakan sengon didominasi oleh tanaman palawija jenis jagung dan tanaman kopi. Gambar 2 Petak 24j Dusun Tambak Petak 19a Dusun Kalipan Desa Banjarsari Kecamatan Bejen Desa Banjarsari memiliki luas 111 ha. Desa ini terdiri dari 4 dusun yaitu Dusun Banjarsari, Dusun Sumber, Dusun Kalirejo, dan Dusun Kalipan. Wilayah Desa Banjarsari memiliki suhu rata- rata harian 27ºC. Desa ini berada pada ketinggian tempat 600 mdpl serta memiliki topografi yang berbukit (Monografi Desa Banjarsari 2008). Petak 19a terletak di Dusun Kalipan. Dusun Kalipan terdiri dari 91 KK. Pesanggem pada petak ini berjumlah 16 orang, dimana 12 orang berasal dari Dusun Kalipan dan 4 orang berasal dari Dusun Balekerso Desa Congkrang. Petak 19a yang masuk ke dalam wilayah RPH Candiroto memiliki luas 4 ha. Awalnya petak ini merupakan kelas hutan Tanah Kosong (TK) berupa semaksemak, tumbuhan bawahnya lebat dengan jenis kirinyu dan semak-semak, sehingga tindakan yang dilakukan yaitu perlu ditanami kembali. Jenis tanah pada petak ini yaitu tanah Latosol (Perhutani 2008). Saat ini petak 19a didominasi oleh tanaman sengon muda tahun tanam 2008 dengan tinggi rata-rata 1,3 m. Jarak

34 21 tanam sengon pada petak ini yaitu 3x3 m. Di bawah tegakan sengon didominasi oleh tanaman kopi. Gambar 3 Petak 19a Dusun Kalipan. 4.3 Karakteristik Responden Karakteristik responden yang diamati meliputi asal dusun, luas lahan garapan, usia dan mata pencaharian. Berikut keterangan mengenai karakteristik responden yang diamati : Tabel 1 Distribusi responden berdasarkan asal dusun Asal Dusun Jumlah Responden Persentase Dusun Paponan 10 33,33 Dusun Tambak 10 33,33 Dusun Kalipan 10 33,33 Total Pengambilan responden berasal dari satu kecamatan yang sama, yaitu Kecamatan Bejen dengan asal desa yang berbeda, yakni Dusun Paponan terletak di Desa Bejen, Dusun Tambak terletak di Desa Selosabrang dan Dusun Kalipan terletak di Desa Banjarsari. Ketiganya masih dalam satu lingkup wilayah BKPH Candiroto. Tabel 2 Distribusi responden berdasarkan luas lahan garapan Luas Lahan (ha) Lahan Garapan Agroforestri N % 0, ,33 0, ,67 Total

35 22 Pesanggem di Dusun Paponan berjumlah 20 orang, di Dusun Tambak berjumlah 12 orang dan di Dusun Kalipan berjumlah 16 orang. Total responden yang berasal dari tiga dusun berbeda berjumlah 30 orang dengan sampel 10 responden dari masing-masing dusun. Penentuan banyaknya responden dari masing-masing dusun berdasarkan pada pesanggem yang mudah untuk dijumpai. Untuk luas lahan garapan agroforestri sengon kerjasama ini, masingmasing pesanggem mendapat luasan yang sama. Dari 30 responden yang diamati, mayoritas pesanggem masing-masing orang mendapat bagian lahan seluas 0,25 ha dengan persentase 66,67%, sisanya mendapat bagian lahan seluas 0,15 ha dengan persentase 33,33%. Tabel 3 Distribusi responden berdasarkan umur Umur (tahun) Responden % , , , ,00 >59 1 3,33 Total Jika dilihat dari umur responden, maka mayoritas pesanggem berusia antara tahun dan tahun dengan persentase 30%. Untuk batasan kelas umur responden ditetapkan berdasarkan sebaran umur populasi petani di lokasi penelitian. Tabel 4 Distribusi responden berdasarkan mata pencaharian Mata Utama Sampingan Pencaharian N % N % Petani Buruh Pedagang Pertukangan kayu ,33 Karyawan 2 6, Supir 1 3, Tidak ada ,67 Total

36 23 Berdasarkan tabel di atas, dari 30 responden, 27 orang memiliki mata pencaharian utama sebagai petani dengan persentase mencapai 90%. Jika dilihat dari mata pencaharian sampingan, 20 responden tidak memiliki mata pencaharian sampingan selain petani dengan persentase sebanyak 66,67%. Seluruh responden yang diwawancarai merupakan para penggarap di lahan milik Perhutani.

37 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pola Budidaya Pola budidaya yang dikembangkan di BKPH Candiroto salah satunya adalah agroforestri yang mengkombinasikan tanaman sengon dengan kopi dan tanaman palawija. Masing-masing tanaman tersebut memiliki kegiatan pengelolaan yang berbeda. Kegiatan pengelolaan yang dilakukan dalam pengusahaan hutan tersebut diuraikan dalam tabel berikut : Tabel 5 Kegiatan pengelolaan kayu sengon Perhutani, tanaman jagung dan tanaman kopi pesanggem Tahun Kegiatan Pengelolaan Kegiatan Pengelolaan Kegiatan Pengelolaan Kayu Sengon Tanaman Jagung Tanaman Kopi 0 Persemaian Pengadaan alat pertanian Tidak ada 1 Persiapan lapang Pembaharuan alat pertanian Persiapan lapang tanaman kopi Pengadaan bibit Persiapan lapang tanaman Tanam kopi jagung Pengadaan sarana dan Pengadaan bibit jagung Pemupukan tanaman kopi prasarana Penanaman bibit Tanam jagung Administrasi tanaman Pemupukan tanaman jagung Perlindungan hutan Pendangiran Panen tanaman jagung 2 Penyulaman Pembaharuan alat pertanian Pemupukan tanaman kopi Pemeliharaan tahun I Persiapan lapang tanaman jagung Pemeliharaan (babat, rempel) Perlindungan hutan Pengadaan bibit jagung Panen tanaman kopi Tanam jagung Pemupukan tanaman jagung Pendangiran Panen tanaman jagung 3 Pemeliharaan tahun II Sama dengan tahun ke-2 Sama dengan tahun ke-2 Persiapan penjarangan T-1 Administrasi tanaman Perlindungan hutan 4 Pemeliharaan tahun III Tidak ada Pembaharuan alat pertanian Penjarangan Perlindungan hutan Pemupukan tanaman kopi Pemeliharaan (babat, rempel) Panen tanaman kopi 5,6 Perlindungan hutan Tidak ada Sama dengan tahun ke-4 7 Perlindungan hutan Tidak ada Tidak ada Persiapan eksploitasi Eksploitasi

38 25 Sebagian besar sengon di BKPH Candiroto merupakan tanaman tahun Dalam usaha pengembangannya, pihak Perhutani KPH Kedu Utara menggandeng pihak investor sebagai mitra usaha dan melibatkan masyarakat desa hutan di dalam pengelolaan usaha kayu sengon. Persemaian untuk bibit sengon penanaman tahun 2008 ini dikerjakan oleh mitra usaha, yakni PT. Albasia Bhumipala Persada (ABP). Selain persemaian untuk tanaman pokok sengon, PT. ABP juga mengerjakan persemaian untuk tanaman pengisi dan tanaman tepi. Penanaman sengon dilakukan dengan jarak tanam 3x3 m. Selain tanaman pokok jenis Sengon juga terdapat tanaman pengisi dari jenis Suren yang ditanam pada larikan ke-5 atau perbandingannya dengan tanaman pokok yaitu 20% dari kebutuhan tanaman dalam 1 ha tergantung pada jarak tanamnya. Dengan jarak tanam 3x3 m, maka untuk luasan 1 ha membutuhkan bibit dengan pembagian tanaman pengisi sebanyak 222 bibit dan tanaman pokok sebanyak 888 bibit. Selain itu juga terdapat tanaman tepi dengan jenis Mimbo dengan ketentuan 200 pohon per ha dan tanaman pagar dengan jenis Kaliandra. Tanaman kaliandra ini nantinya bisa dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar hutan untuk dijadikan kayu bakar. Persiapan lapang untuk penanaman sengon dilaksanakan di tahun ke-1 yang terdiri dari pemasangan patok batas sejumlah 4 buah per ha serta pembuatan jalan pemeriksaan dengan lebar 2 m. Pengadaan bibit sampai ke lokasi penanaman dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu muat (pikul dari persemaian hingga ke lokasi yang terjangkau oleh truk pengangkut) dengan tarif Rp 490 per plances, angkut dari truk hingga ke lokasi penanaman kemudian dibongkar di tempat penyimpanan sementara dengan tarif Rp 10 per plances, setelah itu dilangsir atau pikul dari tempat penyimpanan sementara ke lubang tanam dengan tarif Rp 7/hm. Kegiatan pemeliharaan berupa dangir dilakukan mulai di tahun ke-2 dengan frekuensi setahun dua kali sampai dengan pemeliharaan tahun III. Penyulaman sebesar 10% dilakukan pada tahun ke-2 untuk mengganti bibit yang rusak atau mati. Kegiatan pemupukan dilakukan setahun satu kali sampai dengan pemeliharaan tahun III dengan menggunakan pupuk organik (pupuk kandang) dan pupuk anorganik (NPK tablet). Waktu pemberian pupuk dilakukan dua kali yaitu di awal tahun memakai pupuk kandang sebanyak 3 kg per lubang. Kemudian di

39 26 awal musim penghujan memakai NPK tablet sebanyak 30 g per pohon. Selain itu, dilakukan juga perlindungan hutan berupa pengamanan hutan dan pemberantasan hama penyakit satu kali setahun. Keterangan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 3 dan 4. Kegiatan penjarangan dilaksanakan pada tahun ke-4 sebesar 50% dari jumlah pohon yang ditanam. Sebelum penjarangan, pada tahun ke-3 dilakukan persiapan penjarangan (T-1). Penjarangan dilakukan dengan tujuan mendapatkan nilai kayu yang optimal pada akhir daur. Untuk menentukan berapa jumlah pohon yang akan dijarangi, dilakukan perhitungan berdasarkan pada tabel penjarangan kayu sengon. Kemudian untuk mengetahui berapa besarnya volume pohon yang dijarangi, dilakukan perhitungan dengan mengalikan banyaknya pohon yang dijarangi dengan volume per pohon. Dalam penelitian ini, perkiraan volume per pohon diperoleh dari tebangan sengon di hutan rakyat. Hal ini dilakukan oleh peneliti karena di lokasi penelitian belum pernah ada tebangan sengon milik Perhutani, sehingga peneliti tidak memiliki acuan untuk menentukan berapa besarnya volume pohon pada saat penjarangan maupun pemanenan. Untuk kegiatan pemanenan pada akhir daur dilakukan pada tahun ke-7. Kesepakatan besarnya bagi hasil saat penjarangan maupun pemanenan yaitu 40% untuk Perhutani, 40% untuk PT.ABP, dan 20% untuk masyarakat desa hutan. Guna mendukung keberhasilan program tersebut, Perhutani juga turut melibatkan masyarakat desa hutan agar ikut memelihara tanaman sengon dan diizinkan untuk melakukan penanaman di bawah tegakan sengon tersebut. Penanaman lahan di bawah tegakan sengon dimanfaatkan oleh pesanggem untuk menambah pemasukan bagi mereka. Di bawah tegakan sengon, pesanggem menanam beberapa jenis tanaman, namun yang paling dominan adalah tanaman kopi dan tanaman palawija jenis jagung. Hasil dari keseluruhan tanaman ini murni untuk pesanggem tanpa ada sharing dengan Perhutani. Pengadaan bibit kopi dari tiap pesanggem merupakan bibit kopi cabutan. Sedangkan untuk jagung, pesanggem membeli bibit jagung Tongkol 2 di toko pertanian dengan harga bibit Rp per kg. Kebutuhan bibit jagung 1 ha sekitar 8 kg bibit. Dari 8 kg bibit yang ditanam, pesanggem sudah memperkirakan jika ada bibit yang mati.

40 27 Biasanya dari 8 kg bibit yang ditanam, yang berhasil tumbuh dengan baik sekitar 6 kg bibit. Keterangan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 5 dan 6. Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan oleh pesanggem untuk tanaman jagung yaitu pemupukan setiap kali tanam dan pendangiran setelah jagung berumur 1 tahun. Sedangkan pemeliharaan untuk tanaman kopi yaitu pemupukan pada saat awal penanaman, babat, rempel rutin di awal tahun, dan rempel habis setelah kopi dipanen. Rempel rutin yaitu pemangkasan ketika tumbuh tunas pada batang sedangkan rempel habis yaitu pemangkasan pada dahan-dahan yang tidak sehat dan pemangkasan ranting-ranting yang sudah berbuah setelah kopi dipanen. Pemupukan untuk tanaman jagung dilakukan sebanyak 3 tahap setiap kali tanam, yaitu ketika awal tanam di lubang 20 cm didasari dengan TSP dan pupuk kandang. Pemupukan tahap kedua ketika tanaman telah berumur hari dengan memakai urea. Pemupukan tahap ketiga setelah tanaman berumur 50 hari dengan memakai KCl. Sedangkan pemupukan untuk tanaman kopi dilakukan setahun satu kali dengan menggunakan pupuk kandang, urea dan Phonska. Pupuk jenis Phonska ini merupakan pupuk majemuk NPK dimana mengandung unsur hara N, P, K dan S sekaligus. Tanaman jagung dipanen dua kali dalam setahun yaitu panen pertama pada pertengahan tahun sekitar bulan Mei-Juni dan panen kedua pada akhir tahun sekitar bulan Desember-Januari. Sedangkan untuk tanaman kopi dipanen setahun satu kali pada pertengahan tahun. Besarnya panen tanaman kopi dari tahun ke-2 sampai tahun ke-5 yaitu 1 kg per pohon. Hasil ini belum maksimal karena tanaman kopi belum masuk umur produktif. Setelah tahun ke-5 tanaman kopi telah memasuki umur produktif sehingga besarnya panen per pohon mencapai 2 kg. 5.2 Kelayakan Usaha Agroforestri Usaha agroforestri dapat dikatakan layak apabila pemasukan yang diperoleh lebih besar dibanding pengeluaran atau dengan kata lain, total pendapatan bersih pada akhir daur menunjukkan nilai yang positif. Pada bagian ini akan dijelaskan mengenai aliran kas berupa biaya, pendapatan, dan pendapatan bersih baik bagi gabungan antara Perhutani dengan pesanggem, Perhutani,

41 28 maupun pesanggem. Selain itu, akan dijelaskan pula mengenai kriteria analisis finansial yang meliputi BCR, NPV, dan IRR. Untuk pengeluaran bagi gabungan antara Perhutani dengan pesanggem dan Perhutani saja berasal dari biaya yang dihitung dengan menggunakan tiga alternatif, yaitu : biaya belum dikenakan biaya manajemen, dikenakan biaya manajemen 10% dan dikenakan biaya manajemen 20%. Sedangkan untuk pengeluaran bagi pesanggem saja tidak dikenakan biaya manajemen karena pesanggem merupakan usaha individu yang tidak memerlukan biaya manajemen selain biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan produksi. Untuk perhitungan penjualan hasil kayu sengon dari tiga macam pelaku usaha dibedakan pada dua macam alternatif harga yang berlaku, yaitu penjualan berdasarkan Harga Jual Dasar Perhutani dan penjualan berdasarkan Harga Pasar Pendapatan dan Pengeluaran Perhutani dan Pesanggem Ketika kegiatan Perhutani digabungkan dengan kegiatan pesanggem maka pendapatan bagi Perhutani dan pesanggem diperoleh dari hasil penjualan kayu sengon ketika penjarangan dan ketika tebangan akhir daur dengan kesepakatan besarnya bagi hasil yaitu 40% Perhutani ditambah 20% pesanggem dari hasil penjualan kayu sengon hasil tebangan yang terjual setelah dikurangi biaya eksploitasi dan biaya lainnya sesuai aturan yang berlaku. Selain pendapatan dari tegakan sengon, pendapatan diperoleh juga dari tanaman di bawah tegakan sengon berupa hasil panen tanaman kopi dan tanaman jagung. Pendapatan bersih terbesar diperoleh ketika biaya yang dikeluarkan belum dikenakan biaya manajemen dengan penjualan kayu berdasarkan pada harga pasar yaitu Rp per ha. Semakin tinggi biaya manajemen maka pendapatan bersih yang diperoleh akan semakin kecil. Untuk pengeluarannya, maka seluruh biaya sepenuhnya ditanggung oleh satu pihak pengelola lahan. Biaya yang dikeluarkan untuk pengelolaan baik dari tegakan sengon sampai lahan garapan di bawah tegakan sengon seluruhnya dihitung dengan tiga alternatif yaitu tanpa biaya manajemen, dikenakan biaya manajemen 10% dan dikenakan biaya manajemen 20%. Baik sebelum dikenakan biaya manajemen, maupun setelah dikenakan biaya manajemen, pendapatan

42 29 bersih yang diperoleh masih bernilai positif. Keterangan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 7, 8 dan Pendapatan dan Pengeluaran Perhutani Sebagian besar tanaman sengon tahun tanam 2008 di BKPH Candiroto merupakan tanaman yang dikerjasamakan antara Perum Perhutani KPH Kedu Utara dengan PT. Albasia Bhumiphala Persada (ABP) dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) setempat. Pendapatan bagi Perhutani diperoleh dari hasil penjualan kayu sengon ketika penjarangan dan ketika tebangan akhir daur dengan kesepakatan besarnya bagi hasil bagi Perhutani yaitu 40% dari hasil penjualan kayu sengon hasil tebangan yang terjual setelah dikurangi biaya eksploitasi dan biaya lainnya sesuai aturan yang berlaku. Pendapatan bersih terbesar diperoleh ketika biaya yang dikeluarkan belum dikenakan biaya manajemen dengan penjualan kayu berdasarkan pada harga pasar yaitu Rp per ha. Semakin tinggi biaya manajemen maka pendapatan bersih yang diperoleh akan semakin kecil. Pengeluaran Perhutani terdiri dari biaya persiapan lapang, pengadaan benih dan bibit, pengadaan sarana dan prasarana, pelaksanaan tanaman, administrasi tanaman, penyulaman tanaman, pemupukan, persiapan penjarangan, biaya penjarangan, persiapan eksploitasi, biaya eksploitasi akhir serta biaya lainnya. Pengeluaran Perhutani seluruhnya dihitung dengan tiga alternatif yaitu tanpa biaya manajemen, dikenakan biaya manajemen 10% dan dikenakan biaya manajemen 20%. Baik sebelum dikenakan biaya manajemen, maupun setelah dikenakan biaya manajemen, pendapatan bersih yang diperoleh masih bernilai positif. Keterangan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 10, 11 dan Pendapatan dan Pengeluaran Pesanggem Pendapatan bagi pesanggem diperoleh dari hasil penjualan kayu sengon ketika penjarangan dan ketika tebangan akhir daur dengan kesepakatan besarnya bagi hasil yaitu 20% dari hasil penjualan kayu sengon hasil tebangan yang terjual setelah dikurangi biaya eksploitasi dan biaya lainnya sesuai aturan yang berlaku.

43 30 Selain itu petani juga mendapat pemasukan dari hasil panen lahan garapan di bawah tegakan sengon kerjasama dimana mayoritas petani menanam tanaman kopi dan tanaman palawija jenis jagung. Selain kedua jenis ini terdapat pula jenis tanaman lain seperti kacang tanah, pisang, ketela pohon, cabai dan kemukus. Namun jenis tanaman lain ini jumlahnya tidak banyak dan seluruh hasilnya sebagian besar hanya digunakan untuk konsumsi rumah tangga petani. Oleh karena itu, jenis yang dimasukkan dalam tabel uraian kegiatan pesanggem di bawah tegakan sengon hanya dua jenis saja, yaitu tanaman kopi dan jagung. Pendapatan dari tanaman jagung hanya sampai umur sengon 3 tahun karena semakin besar umur sengon, semakin lebat naungannya. Hal ini berakibat kurang baik untuk pertumbuhan tanaman palawija jenis jagung yang membutuhkan sinar matahari yang cukup. Untuk itu setelah umur sengon lebih dari 3 tahun, hanya tanaman kopi yang berproduksi dengan masa panen satu tahun sekali. Pendapatan bersih terbesar diperoleh ketika penjualan kayu berdasarkan pada harga pasar yaitu Rp per ha. Untuk pengeluaran pesanggem hanya menanggung beban biaya untuk lahan garapan di bawah tegakan sengon kerjasama mulai dari persiapan lapang, penanaman, pemeliharaan, sampai panen. Biaya yang dikeluarkan ini tidak termasuk dengan biaya rumah tangga pesanggem sehari-hari. Selain itu biaya ini tidak terpengaruh oleh biaya manajemen, biaya penjarangan dan biaya eksploitasi akhir penebangan tegakan sengon karena petani tidak menanggung biaya tersebut. Biaya yang dikeluarkan pesanggem, nilainya lebih besar dibanding biaya yang dikeluarkan Perhutani ketika belum dikenakan biaya manajemen dikarenakan peneliti memperhitungkan penyerapan tenaga kerja yang ada. Keterangan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 13. Berikut ini akan dijelaskan aliran kas dari setiap pelaku usaha :

44 Tabel 6 Aliran kas gabungan Perhutani dan pesanggem Th Biaya Pendapatan Pendapatan Bersih C C+10% C+20% HJD H.Psr HJD¹ H.Psr¹ HJD² H.Psr² HJD³ H.Psr³ ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) Tabel 7 Aliran kas Perhutani Th Biaya Pendapatan Pendapatan Bersih C C+10% C+20% HJD H.Psr HJD¹ H.Psr¹ HJD² H.Psr² HJD³ H.Psr³ ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) Tabel 8 Aliran kas pesanggem Th Biaya Pendapatan Pendapatan Bersih C HJD H.Psr HJD H.Psr ( ) ( ) ( ) ( ) Keterangan : C = Biaya sebelum dikenakan biaya manajemen C+10% = Biaya setelah dikenakan biaya manajemen sebesar 10% C+20% = Biaya setelah dikenakan biaya manajemen sebesar 20% HJD¹ = Harga Jual Dasar Perhutani dengan biaya sebesar C HJD² = Harga Jual Dasar Perhutani dengan biaya sebesar C+10% HJD³ = Harga Jual Dasar Perhutani dengan biaya sebesar C+20% H.Psr¹ = Harga Pasar dengan biaya sebesar C H.Psr² = Harga Pasar dengan biaya sebesar C+10% H.Psr³ = Harga Pasar dengan biaya sebesar C+20%

45 Kriteria Analisis Finansial Menurut Suharjito et al. (2003), analisis finansial pada dasarnya dilakukan untuk mengetahui seberapa besar manfaat yang diperoleh, biaya yang dikeluarkan, berapa keuntungannya, kapan pengembalian investasi terjadi dan pada tingkat suku bunga berapa investasi itu memberikan manfaat. Untuk itu maka harus ada ukuran-ukuran terhadap kinerjanya. Untuk kriteria analisis finansial yang diamati yaitu terdiri dari indikatorindikator BCR, NPV, dan IRR dengan suku bunga investasi yang berlaku yaitu 12%. Selain perhitungan dengan suku bunga yang berlaku, dilakukan juga perhitungan dengan menggunakan suku bunga 9% sebagai perbandingan. Hal tersebut akan dijelaskan pada Tabel 9 : Tabel 9 Perbandingan nilai BCR, NPV dan IRR gabungan Perhutani-pesanggem, Perhutani dan pesanggem No. Pelaku Usaha BCR NPV (Rp) IRR (%) 9% 12% 9% 12% 9% 12% 1 Gabungan : - Gabungan A 2,93 2, ,45 119,38 - Gabungan B 2,66 2, ,67 99,63 - Gabungan C 2,44 2, ,37 89,28 - Gabungan D 3,73 3, ,98 129,98 - Gabungan E 3,40 3, ,59 119,53 - Gabungan F 3,12 2, ,31 109,21 2 Perhutani : - Perhutani A 3,35 3, ,95 77,94 - Perhutani B 3,05 2, ,85 72,83 - Perhutani C 2,79 2, ,84 67,81 - Perhutani D 4,53 4, ,94 94,93 - Perhutani E 4,11 3, ,94 88,93 - Perhutani F 3,77 3, ,91 83,89 3 Pesanggem : - (HJD Perhutani) 2,56 2, ,96 349,95 - (Harga Pasar) 3,06 2, ,99 359,98 Keterangan : A = Menggunakan HJD Perhutani-Tanpa Biaya Manajemen B = Menggunakan HJD Perhutani-Biaya Manajemen 10% C = Menggunakan HJD Perhutani-Biaya Manajemen 20% D = Menggunakan Harga Pasar-Tanpa Biaya Manajemen E = Menggunakan Harga Pasar-Biaya Manajemen 10% F = Menggunakan Harga Pasar-Biaya Manajemen 20% Indikator indikator penilaian : 1. BCR Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa dengan suku bunga investasi yang berlaku yakni 12%, seluruh nilai BCR yang diperoleh lebih besar dari 1 berarti

46 33 layak untuk diusahakan. Nilai BCR terbesar dicapai jika Perhutani melakukan penjualan hasil kayu sengon berdasarkan pada harga pasar ketika biaya belum dikenakan biaya manajemen. Nilai BCR terbesar dari masing-masing pelaku usaha, yaitu bagi gabungan Perhutani dengan pesanggem sebesar 3,54, bagi Perhutani saja sebesar 4,32 dan bagi pesanggem saja sebesar 2,90. Dari ketiga BCR tersebut, BCR yang paling besar yaitu BCR bagi Perhutani saja sebesar 4,32. Nilai BCR tersebut berarti bahwa setiap nilai sekarang, setiap pengeluaran sebesar Rp 1 akan menambah nilai pendapatan bersih masing-masing sebesar Rp 4,32 dan seterusnya. Nilai BCR ini diperoleh dari hasil pembagian jumlah dari penerimaan bersih setelah didiskonto yakni sebesar Rp dengan jumlah biaya setelah didiskonto sebesar Rp Pengaruh adanya penurunan suku bunga menjadi 9% yaitu nilai BCR yang diperoleh menjadi lebih besar dibanding nilai BCR ketika suku bunga 12%. Nilai BCR terbesar tetap dicapai ketika penjualan hasil kayu sengon berdasarkan pada harga pasar dengan biaya yang belum mempertimbangkan biaya manajemen. Nilai BCR bagi masing-masing pelaku usaha, yaitu bagi gabungan Perhutani dengan pesanggem sebesar 3,73 atau naik sebesar 0,19, bagi Perhutani saja sebesar 4,53 atau naik sebesar 0,21 dan bagi pesanggem saja sebesar 3,06 atau naik sebesar 0, NPV Nilai NPV terbesar dicapai jika Perhutani melakukan penjualan hasil kayu sengon berdasarkan pada harga pasar jika dibandingkan dengan penjualan hasil kayu sengon berdasarkan pada HJD Perhutani. Nilai NPV terbesar dari masingmasing pelaku usaha, yaitu bagi gabungan Perhutani dengan pesanggem sebesar Rp per ha, bagi Perhutani saja sebesar Rp per ha dan bagi pesanggem saja sebesar Rp per ha. Dari ketiga NPV tersebut, NPV yang paling besar yaitu NPV bagi gabungan Perhutani dengan pesanggem ketika pengeluaran belum dikenakan biaya manajemen yaitu sebesar Rp per ha. Hal ini menunjukkan bahwa usaha penanaman sengon akan memberikan keuntungan sebesar Rp per ha selama daur sengon 7 tahun menurut nilai sekarang. Dengan

47 34 kata lain, pendapatan yang dapat diterima bagi gabungan Perhutani dengan pesanggem rata-rata Rp per ha per bulan. Pengaruh adanya penurunan suku bunga menjadi 9% terhadap nilai NPV yaitu nilai NPV yang diperoleh menjadi lebih besar dibanding nilai NPV ketika suku bunga 12%. Nilai NPV terbesar dicapai ketika penjualan hasil kayu sengon berdasarkan pada harga pasar dengan biaya yang belum mempertimbangkan biaya manajemen. Nilai NPV bagi masing-masing pelaku usaha, yaitu bagi gabungan Perhutani dengan pesanggem sebesar Rp per ha atau naik sebesar Rp per ha, bagi Perhutani saja sebesar Rp per ha atau naik sebesar Rp per ha dan bagi pesanggem saja sebesar Rp per ha atau naik sebesar Rp per ha. 3. IRR Dari Tabel 9 terlihat bahwa seluruh nilai IRR yang diperoleh lebih besar dari tingkat suku bunga yang dipakai yakni 12%. Hal ini berarti kemampuan usaha agroforestri untuk mengembalikan modal yang digunakan lebih besar dari tingkat suku bunga yang harus dibayar. Nilai IRR terbesar dicapai jika Perhutani melakukan penjualan hasil kayu sengon berdasarkan pada harga pasar jika dibandingkan dengan penjualan hasil kayu sengon berdasarkan pada HJD Perhutani. Nilai IRR terbesar bagi masingmasing pelaku usaha, yaitu bagi gabungan Perhutani dengan pesanggem sebesar 129,98%, bagi Perhutani saja sebesar 94,93% dan bagi pesanggem saja sebesar 359,98%. Dari ketiga IRR tersebut, IRR yang paling besar yaitu IRR bagi pesanggem saja sebesar 359,98%. Hal ini berarti bahwa pada tingkat suku bunga 359,98%, proyek masih dapat diusahakan atau dengan kata lain tingkat pengembalian modal sampai pada tingkat suku bunga tersebut. Sedangkan adanya penurunan suku bunga menjadi 9% menunjukkan bahwa seluruh nilai IRR yang diperoleh tetap lebih besar dari tingkat suku bunga yang dipakai yakni 9%. Nilai IRR terbesar dicapai ketika penjualan hasil kayu sengon berdasarkan pada harga pasar dengan biaya yang belum mempertimbangkan biaya manajemen. Nilai IRR terbesar masing-masing, yaitu

48 35 bagi Perhutani-pesanggem sebesar 129,98%, bagi Perhutani saja sebesar 94,94% dan bagi pesanggem saja sebesar 359,99%. Biasanya di tahun awal, nilai pendapatan dikurangi pengeluaran pada suatu proyek bernilai negatif. Hal ini disebabkan perlu adanya investasi di awal sebelum munculnya penerimaan selanjutnya selama sisa umur suatu proyek dimana penerimaan biasanya melebihi biaya. 5.3 Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dimaksudkan untuk melihat sejauh mana hasil analisis yang telah dilakukan peka terhadap perubahan faktor-faktor yang berpengaruh. Sebagai contoh pada penelitian ini yaitu pada suku bunga yang digunakan. Untuk analisis sensitivitas yang diamati yaitu bagaimana pengaruh kenaikan suku bunga bila ada perubahan kebijakan keuangan pada indikator-indikator BCR, NPV dan IRR jika suku bunga dinaikkan menjadi 18% dari tingkat suku bunga investasi yang berlaku yaitu 12%. Berikut indikator-indikator penilaiannya akan dijelaskan dalam Tabel 10 : Tabel 10 Analisis sensitivitas pada nilai BCR, NPV dan IRR gabungan Perhutani -pesanggem, Perhutani dan pesanggem No. Pelaku Usaha 18% BCR NPV (Rp) IRR (%) 1 Gabungan : - Gabungan A 2, ,20 - Gabungan B 2, ,52 - Gabungan C 2, ,08 - Gabungan D 3, ,97 - Gabungan E 2, ,39 - Gabungan F 2, ,98 2 Perhutani : - Perhutani A 2, ,92 - Perhutani B 2, ,79 - Perhutani C 2, ,76 - Perhutani D 3, ,91 - Perhutani E 3, ,92 - Perhutani F 3, ,86 3 Pesanggem : - (HJD Perhutani) 2, ,94 - (Harga Pasar) 2, ,98 Keterangan : A = Menggunakan HJD Perhutani-Tanpa Biaya Manajemen B = Menggunakan HJD Perhutani-Biaya Manajemen 10% C = Menggunakan HJD Perhutani-Biaya Manajemen 20% D = Menggunakan Harga Pasar-Tanpa Biaya Manajemen E = Menggunakan Harga Pasar-Biaya Manajemen 10% F = Menggunakan Harga Pasar-Biaya Manajemen 20%

49 36 Berikut indikator indikator penilaiannya : 1. BCR Dari Tabel 10 terlihat bahwa seluruh nilai BCR yang diperoleh lebih besar dari 1 berarti layak untuk diusahakan. Pengaruh adanya kenaikan suku bunga menjadi 18% yaitu nilai BCR yang diperoleh menjadi lebih kecil dibanding nilai BCR ketika suku bunga 12%. Namun nilai BCR terbesar tetap dicapai jika Perhutani melakukan penjualan hasil kayu sengon berdasarkan pada harga pasar ketika pengeluaran belum dikenakan biaya manajemen. Nilai BCR bagi masingmasing pelaku usaha, yaitu bagi gabungan Perhutani dengan pesanggem sebesar 3,19 atau turun 0,35, bagi Perhutani saja sebesar 3,90 atau turun 0,42 dan bagi pesanggem saja sebesar 2,64 atau turun 0, NPV Pengaruh adanya kenaikan suku bunga menjadi 18% terhadap nilai NPV yaitu nilai NPV yang diperoleh menjadi lebih kecil dibanding nilai NPV ketika suku bunga 12%. Nilai NPV terbesar dicapai ketika penjualan hasil kayu sengon berdasarkan pada harga pasar dengan biaya yang belum mempertimbangkan biaya manajemen. Nilai NPV bagi masing-masing pelaku usaha, yaitu bagi gabungan Perhutani dengan pesanggem sebesar Rp per ha atau turun sebesar Rp per ha, bagi Perhutani saja sebesar Rp per ha atau turun sebesar Rp per ha dan bagi pesanggem saja sebesar Rp per ha atau turun sebesar Rp per ha. 3. IRR Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa dengan adanya kenaikan suku bunga menjadi 18% menunjukkan bahwa seluruh nilai IRR yang diperoleh lebih besar dari tingkat suku bunga yang dipakai yakni 18%. Nilai IRR terbesar dicapai ketika penjualan hasil kayu sengon berdasarkan pada harga pasar dengan biaya yang belum mempertimbangkan biaya manajemen. Nilai IRR terbesar bagi masingmasing pelaku usaha, yaitu bagi gabungan Perhutani dengan pesanggem sebesar 129,97%, bagi Perhutani saja sebesar 94,91% dan bagi pesanggem saja sebesar 359,98%. Jika dibandingkan dengan suku bunga investasi 12%, pengaruh kenaikan suku bunga menjadi 18% menunjukkan nilai IRR yang lebih kecil.

50 37 BAB VI KESIMPULAN 6.1 Kesimpulan 1. Pola budidaya tanaman yang dikembangkan di BKPH Candiroto salah satunya merupakan kombinasi antara tanaman kayu cepat tumbuh (Fast Growing Species) jenis sengon, tanaman jagung dan kopi. Sengon memiliki daur 7 tahun, jagung diizinkan ditanam sampai tahun ke-3 dan kopi dapat diusahakan hingga masa panen sengon. Sengon tahun tanam 2008 ditanam dengan jarak tanam 3x3 m, penjarangan pada tahun ke-4 dan pemanenan akhir daur pada tahun ke-7. Tanaman jagung dipanen dua kali setahun sedangkan kopi dipanen satu kali setahun. 2. Perhitungan kegiatan pengusahaan hutan dengan tanaman kayu sengon, tanaman jagung dan kopi dengan suku bunga investasi 12% secara keseluruhan adalah sangat layak untuk diusahakan karena nilai BCR jauh di atas 1, NPV yang besar dan bernilai positif dan IRR yang jauh di atas suku bunga investasi. Agroforestri yang dikerjasamakan ini baik untuk produksi kayu Perhutani maupun untuk kesejahteraan pesanggem. Dari sisi Perhutani kegiatan pengusahaan dengan pola tersebut adalah layak sekalipun dibebankan dengan biaya manajemen 10% dan 20%. Terlebih bagi pesanggem yang mengeluarkan biaya yang lebih sedikit, ternyata hasilnya sangat layak dan menguntungkan pesanggem sehingga nilai IRR yang didapat sampai melebihi 100%. Pendapatan yang diperoleh dengan penjualan kayu berdasarkan harga pasar memperoleh hasil yang lebih tinggi karena harga jual pasar cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan HJD Perhutani. Harga jual pasar lebih tinggi 29% untuk kayu sengon penjarangan dan lebih tinggi 39% untuk kayu sengon panen akhir. Nilai BCR terbesar, yaitu BCR bagi Perhutani sebesar 4,32. Nilai NPV terbesar, yaitu NPV bagi gabungan Perhutani dengan pesanggem sebesar Rp per ha. Nilai IRR terbesar, yaitu IRR bagi pesanggem sebesar 359,98%. Analisis kelayakan dengan memasukkan biaya manajemen yang lebih tinggi jelas menurunkan kelayakan yang lebih besar. Hal ini

51 38 menunjukkan bahwa efisiensi pengelolaan dari suatu perusahaan berbanding lurus dengan kelayakan usahanya. Salah satu indikator efisiensi pengelolaan terlihat dari biaya manajemen yang tidak terlalu tinggi. 3. Apabila terjadi perubahan kebijakan keuangan bila suku bunga dinaikkan menjadi 18% ternyata pengusahaan hutan masih tetap layak baik bagi gabungan Perhutani dengan pesanggem, Perhutani, maupun pesanggem. Dengan adanya kenaikan suku bunga memberikan pengaruh pada indikator BCR, NPV dan IRR yaitu nilai yang dihasilkan akan semakin kecil jika dibandingkan dengan suku bunga investasi 12%. Jadi, peningkatan suku bunga sebesar 6% ini tidak berpengaruh secara nyata terhadap kelayakan bagi usaha agroforestri ini untuk diterapkan. 6.2 Saran 1. Berdasarkan lebih tingginya tingkat kelayakan usaha agroforestri jika hasil panen kayu sengon dijual berdasarkan harga pasar, maka akan lebih produktif jika hasil penjualan kayu tidak tergantung pada Perhutani atau dengan kata lain hasil kayu bisa dijual ke pihak luar. 2. Tanaman jagung dan tanaman kopi merupakan tanaman yang baik dan memberikan hasil nyata bila dikombinasikan di bawah naungan tegakan sengon, sehingga metode agroforestri ini layak untuk diterapkan pada BKPH lain di Perum Perhutani dengan kondisi lahan dan iklim yang sama dengan lokasi penelitian ini. 3. Perlu dilakukan upaya peningkatan produktivitas tegakan dan tanaman di bawah tegakan melalui intensifikasi pemeliharaan. 4. Perlu dilakukan penelitian di lokasi yang sama untuk menilai optimalisasi daur dan jarak tanam yang digunakan.

52 39 DAFTAR PUSTAKA Adisarwanto T, Widyastuti YE Meningkatkan Produksi Jagung di Lahan Kering, Sawah, dan Pasang Surut. Jakarta : Penebar Swadaya. Alrasjid H Beberapa Keterangan Tentang Albizia falcataria (L) Fosberg. Bogor : Lembaga Penelitian Hutan. Darusman D Pembenahan Kehutanan Indonesia. Laboratorium Politik Ekonomi Sosial Kehutanan. Bogor : Fakultas Kehutanan IPB. Foresta H de, Kusworo A, Michon G, Djatmiko WA Ketika Kebun Berupa Hutan Agroforest Khas Indonesia Sumbangan Masyarakat Bagi Pembangunan Berkelanjutan. Bogor : International Centre for Research in Agroforestry. Gittinger JP Analisis Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Jakarta : Universitas Indonesia Press. Hairiah K, Sadjono MA, Sabarnurdin S Pengantar Agroforestri : Bahan Ajaran 1. Bogor : ICRAF. Lundgren BO, Raintree JB Sustained Agroforestry. In Nestel B (Ed.) Agricultural Research for Development. Potentials and Challenges in Asia. Netherlands : ISNAR. Nair An Introduction to Agroforestry. Bogor : Kluwer Academic Publishers, ICRAF. Najiyati S, Danarti Kopi : Budidaya dan Penanganan Lepas Panen. Jakarta : Penebar Swadaya. [Perum Perhutani] Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) Kelas Perusahaan Mahoni KPH Kedu Utara Jangka Perusahaan 1 Januari 2008 s/d 31 Desember 2017 Lembar Satu. Yogyakarta : SPH II. [Perum Perhutani] Buku Obor RPH Candiroto BKPH Candiroto KPH Kedu Utara. Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Yogyakarta : SPH II. Ruswita T, Djoka CW, Ramli S, Merapi L, Ansori, Marbyanto E Agroforestri/Pertanian Berkelanjutan Dengan Input Luar Rendah (Low External Input for Sustainable Agriculture). Proyek FORMACS (Forest Resources Management for Carbon Sequestration) - CARE International Indonesia. CIDA (Canadian International Development Agency) - Canada. Jakarta : CARE International Indonesia. Santoso BH Budidaya Sengon. Jakarta : Suara Karya.

53 40 Sarasutha IGP Kinerja usaha tani dan pemasaran jagung di sentra produksi. Jurnal Litbang Pertanian 21(2). [14 Januari 2010]. Satjapradja O Agroforestry di Indonesia. Prosiding Seminar Agroforestry dan Pengendalian Perladangan. Jakarta : Direktorat Jenderal Kehutanan dan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Suharjito D, Sundawati L, Suyanto, Utami SR Aspek Sosial Ekonomi dan Budaya Agroforestry : Bahan Ajaran 5. Bogor : ICRAF. Umar H Studi Kelayakan Bisnis. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Wulandari A Analisis Usaha Wanatani (Agroforestry) Pola Sengon, Kopi dan Pisang di Kabupaten Lumajang. [tesis]. Yogyakarta : Program Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada. [21 Desember 2009].

54 LAMPIRAN 41

55 41 Lampiran 1. Kuesioner Penelitian KUESIONER PENELITIAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN, INSTITUT PERTANIAN BOGOR A. Identitas Responden KELAYAKAN USAHA AGROFORESTRI SENGON (Paraserianthes falcataria,(l.) Nielsen), KOPI (Coffea spp), DAN TANAMAN PALAWIJA DI BKPH CANDIROTO KPH KEDU UTARA PERUM PERHUTANI UNIT I JAWA TENGAH 1. Nam a : Umur :... tahun 3. Jenis Kelamin*) : Laki-laki / Perempuan 4. Dusun/RT/RW :.../.../ Pekerjaan Utama : Pekerjaan Sampingan : Status Perkawinan : Kawin / Belum Kawin 8. Jumlah anggota keluarga :... orang B. Informasi Lahan Garapan Sengon 1. Pengadaan Pupuk No. Jenis Pupuk Harga (Rp) Kebutuhan(kg) Waktu Pemakaian C. Informasi Tanaman di Bawah Tegakan Sengon 1. Pengadaan Bibit Tanaman No. Jenis Tanaman Jumlah Bibit/Benih (kg) Sumber Bibit (1) Harga Bibit/Benih (Rp/kg) Keterangan : (1) a.beli b.menyemai Sendiri c.anakan/permudaan alami d.cabutan e. Bantuan

56 42 2. Pengadaan Pupuk No. Jenis Tanaman Jenis Pupuk Harga (Rp) Kebutuhan (kg) Waktu Pemakaian 3. Pemilikan Alat-alat Usaha Tani No. Jenis Alat Jumlah (1) Beli 1. Cangkul 2. Golok 3. Kapak 4. Chainsaw 5. atau (2) Sewa Umur Pemakaian (th) atau Lamanya Sewa (hari) Harga Beli atau Sewa Keterangan : Alat tersebut dipakai untuk apa saja : (a) Menyiapkan lahan (b) Menanam (c) Memanen (d) Pemangkasan (e) Menyulam (f) Penjarangan (g) Lainnya 4. Penyerapan Tenaga Kerja Tujuan Pemakaian (1) No. Jenis Tenaga Kerja HOK Upah Tenaga Biaya yang Pekerjaan yang Tersedia Kerja per HOK Diperlukan per Tahun 1. Persiapan lapang 2. Penanaman 3. Pemupukan 4. Pemanenan Penerimaan dari Tanaman Hasil Pertanian No. Jenis Produksi per Berapa Kali Panen Mulai dan Harga Produk Tanaman Panen Panen per Berhenti di Tahun Diterima Petani Tahun Berapa (Rp)

57 Lampiran 2. Karakteristik Responden Pekerjaan Usia Jumlah Lahan Garapan Sengon Tanaman di Bawah Tegakan Sengon No. Nama (thn) Anggota Jenis Pemupukan Bibit Pemupukan Panen Pendapatan Utama Sampingan Jenis Keluarga Pupuk Jumlah (per tanam) Kebutuhan (kg) Asal Kebutuhan (kg) Harga (Rp/kg) Jenis Jumlah (per tanam) Kebutuhan (kg) Jumlah (per Thn) Hasil (Kg/panen) Penjualan Harga (Rp/kg) 1 Untung Petani Urea 2 50 Jagung Beli 0, Pupuk kandang ke tengkulak 2000 Ponska 2 50 Kacang tanah Beli Pupuk kandang konsumsi RT - Pupuk kandang Sodikin Petani Urea 2 50 Jagung Beli 0, Pupuk kandang ke tengkulak 2000 Ponska 2 50 Kacang tanah Beli Pupuk kandang konsumsi RT - Pupuk kandang Buyamin Petani Urea 2 50 Jagung Beli 0, Pupuk kandang ke tengkulak 2000 Ponska 2 50 Kacang tanah Beli Pupuk kandang konsumsi RT - Pupuk kandang Zainal Petani Urea 2 50 Jagung Beli Pupuk kandang ke tengkulak 2000 Abidin NPK 2 50 Pisang (5 phn) Alam tandan ke tengkulak 4000/tandan Pupuk kandang Kopi (100 phn) Alam - - Pupuk kandang blm panen Tugiyo Petani Urea 2 20 Jagung Beli Pupuk kandang untuk pakan be - TSP 2 20 Kacang tanah Beli Pupuk kandang konsumsi RT - KCl Isgiyanto Petani Buruh 30 3 Urea 2 60 Jagung Beli 1, Pupuk kandang ke tengkulak 2000 bangunan NPK Miswan Petani Urea 2 60 Jagung Beli 1, Pupuk kandang ke tengkulak 2000 NPK Niswanto Petani Buruh 45 5 TSP 2 20 Jagung Beli 1, TSP ke tengkulak 2000 Urea 2 20 Urea 2 20 Ponska 2 20 Ponska 2 20 Pupuk kandang Pupuk kandang Waljono Petani Urea 2 50 Jagung Beli Ponska ke tengkulak 2000 Ponska 2 50 Pupuk kandang 2 50 Pupuk kandang Sahroni Petani Pertukanga 37 4 Urea 2 50 Jagung Beli Urea ke tengkulak 2000 kayu Ponska 2 50 Ponska

58 Lanjutan Tabel Lampiran 2 Pekerjaan Usia Jumlah Lahan Garapan Sengon Tanaman di Bawah Tegakan Sengon No. Nama (thn) Anggota Jenis Pemupukan Bibit Pemupukan Panen Pendapatan Utama Sampingan Jenis Keluarga Pupuk Jumlah (per tanam) Kebutuhan (kg) Asal Kebutuhan (kg) Harga (Rp/kg) Jenis Jumlah (per tanam) Kebutuhan (kg) Jumlah (per Thn) Hasil (Kg/panen) Penjualan Harga (Rp/kg) 11 Trubus Petani Urea 2 50 Ketela Alam ke tengkulak /0.25 ha Ponska 2 50 Jagung Beli Ponska ke tengkulak 2000 Kopi (8 bln) Alam - - Ponska blm panen Sugito Petani Urea 2 50 Ketela Alam ke tengkulak /0.25 ha Ponska 2 50 Jagung Beli Ponska ke tengkulak 2000 Kopi (8 bln) Alam - - Ponska blm panen Miswan Karyawan Petani 51 6 Urea 2 50 Ketela Alam ke tengkulak /0.25 ha PTP Ponska 2 50 Jagung Beli Ponska ke tengkulak 2000 Kopi (8 bln) Alam - - Ponska blm panen Senen Petani Urea 2 50 Ketela Alam ke tengkulak /0.25 ha Ponska 2 50 Jagung Beli Ponska ke tengkulak 2000 Kopi (8 bln) Alam - - Ponska blm panen Mulyono Petani Pedagang 32 5 Urea 2 50 Ketela Alam ke tengkulak /0.25 ha Ponska 2 50 Jagung Beli Ponska ke tengkulak 2000 Kopi (8 bln) Alam - - Ponska blm panen Wasto Petani Urea 2 50 Ketela Alam ke tengkulak /0.25 ha Ponska 2 50 Jagung Beli Ponska ke tengkulak 2000 Kopi (8 bln) Alam - - Ponska blm panen Djuari Petani Urea 2 50 Ketela Alam ke tengkulak /0.25 ha Ponska 2 50 Jagung Beli Ponska ke tengkulak 2000 Kopi (8 bln) Alam - - Ponska blm panen Bariman Petani Urea 2 50 Ketela Alam ke tengkulak /0.25 ha Ponska 2 50 Jagung Beli Ponska ke tengkulak 2000 Kopi (8 bln) Alam - - Ponska blm panen Parmin Petani Urea 2 50 Ketela Alam ke tengkulak /0.25 ha Ponska 2 50 Jagung Beli Ponska ke tengkulak 2000 Kopi (8 bln) Alam - - Ponska blm panen Paiman Karyawan Petani 54 3 Urea 2 50 Ketela Alam ke tengkulak /0.25 ha Perhutani Ponska 2 50 Jagung Beli Ponska ke tengkulak 2000 Kopi (8 bln) Alam - - Ponska blm panen - -

59 Lanjutan Tabel Lampiran 2 Pekerjaan Usia Jumlah Lahan Garapan Sengon Tanaman di Bawah Tegakan Sengon No. Nama (thn) Anggota Jenis Pemupukan Bibit Pemupukan Panen Pendapatan Utama Sampingan Jenis Keluarga Pupuk Jumlah (per tanam) Kebutuhan (kg) Asal Kebutuhan (kg) Harga (Rp/kg) Jenis Jumlah (per tanam) Kebutuhan (kg) Jumlah (per Thn) Hasil (Kg/panen) Penjualan Harga (Rp/kg) 21 Warsidi Petani Urea 2 50 Kopi (200 phn) Beli 200 biji 100/biji Urea ke tengkulak TSP 2 10 KCl 2 10 Pisang (10 phn) Alam blm panen konsumsi RT - Cabe Beli 5 ikat 4000/1 ikat Urea blm panen konsumsi RT - 22 Pawit Petani Urea 2 50 Kopi (100 phn) Beli 200 biji 100/biji Urea ke tengkulak Kirdi Petani Urea 2 50 Kopi (200 phn) Alam - - Urea ke tengkulak Cabe (40 phn) Beli 1 ikat 1000/ikat Urea konsumsi pribad - Pisang (20 phn) Alam tandan ke tengkulak 5000/tandan 24 Sari Petani Urea 2 50 Kopi (20 phn) Alam - - Urea (basah) ke tengkulak Pupuk kandang (kering) Pisang (10 phn) Alam tandan ke tengkulak 7000/tandan Kemukus (5 phn) Alam - - Urea ke tengkulak Pupuk kandang Widodo Petani Urea 2 50 Kopi (20 phn) Alam - - Urea (basah) ke tengkulak Pupuk kandang (kering) Pisang (10 phn) Alam tandan ke tengkulak 7000/tandan Kemukus (5 phn) Alam - - Urea ke tengkulak Pupuk kandang Supardi Supir Petani 30 4 Urea 2 50 Kopi (100 phn) Alam - - Urea konsumsi RT - Pupuk kandang 1 50 (sambungan baru) 27 Yadi Petani Urea 2 50 Kopi (150 phn) Alam - - Urea ke tengkulak Pupuk kandang 1 50 Pisang (10 phn) Alam blm panen Sugeng Petani Dagang 53 5 Urea 2 50 Kopi Beli 10 ikat 5000/ikat Urea (basah) ke tengkulak bakso KCl 2 20 (kering) TSP 2 20 Pisang(3 phn) Alam blm panen - - Cabe Beli 1 ikat 1000/ikat Urea konsumsi RT - 29 Retno Ibu rumah Swasta 23 3 Urea 2 50 Ketela pohon (10phn) Alam blm panen - - tangga Pisang (5 phn) Alam tandan konsumsi RT - 30 Ruslan Petani Buruh 42 4 Urea 2 50 Kopi Beli 10 ikat 5000/ikat Urea (basah) ke tengkulak bangunan KCl 2 20 (kering) TSP 2 20 Pisang(3 phn) Alam blm panen - - Cabe Beli 1 ikat 1000/ikat Urea konsumsi RT -

60 Lampiran 3. Uraian Kegiatan Perhutani per Ha (Harga Kayu Berdasarkan HJD Perhutani) Tahun Jenis Kegiatan Satuan Tarif (Rp) Fisik/ Ha Pendapatan (Rp) Biaya (Rp) 0 Pengadaan bibit (persemaian oleh PT.ABP) 1. Pokok,pengisi,tepi (1310) + penyulaman 10% (131) plc Total biaya TUMPANG SARI TH I Persiapan lapang 1. Bahan, bikin&pasang patok batas bh Pembuatan jalan pemeriksaan lebar 2 m (1 Hm=1 Ha) hm Pegadaan bibit 1. Biaya muat/bongkar (polybag kecil) plc Pikul/langsir dr TP ke lokasi (polybag kecil) btg/hm Pengadaan sarana&prasarana 1. Pembuatan gubug tanaman 1 unit Rp ( sample petak 24g luas 3.1 ha) unit Tenaga pembuatan gubug tanaman (2 org/unit xrp 94000=Rp ) unit Pengadaan tampar/tambang (25 m/petak = Rp 50000/petak) m Buat&pasang plang tanaman (1.2x0.8 m), 1 unit/petak unit Pembuatan&pasang acir uk 0.5m (pokok,pengisi,tepi) bh Tanaman pagar : Kaliandra (2 acir/10 m), 1 ha/10 m=1000 m (200 acir) bh Buat/pasang patok andil (pokok,pengisi,tepi) bh Pelaksanaan tanaman 1. Pembuatan lubang complong btg Penanaman plances (polybag kecil) plc Pengadaan pupuk dan pemupukan 1. Awal tahun memakai pupuk kandang (3 kg/lubang) sak Ada 1310 lubangx 3 kg = 3930 kg, 1 sak = 50 kg, 3930 kg/50 kg = 78.6 = 79 sak 2. Awal musim penghujan memakai pupuk anorganik (NPK tablet = 30 gr/phn) kg Ada 1310 pohon x 30 gr = gr = 39.3 kg Administrasi tanaman 1. Biaya kontrak tanaman - Uang kontrak tanaman tahap I ha Jamuan makan org Materai (1 petak = 2 buah) bh Biaya saksi (1 petak = 1 org) org Biaya Lainnya 1. Perlindungan hutan - Pengamanan hutan thn Pemberantasan hama penyakit kali/ha Total biaya TUMPANG SARI TH II/PEMELIHARAAN TH I Persiapan Lapang 1. Dangir/gebrus piringan tanaman pokok,pengisi,tepi (1thn 2 kali) plc Pengadaan sarana&prasarana 1. Pembuatan&pasang acir uk 0.5m (penyulaman bibit tnmn pokok,pengisi,tepi) bh Pelaksanaan tanaman 1. Pembuatan lubang complong btg Penyulaman tanaman 1. Penyulaman 10% tanaman pokok, pengisi, tepi (polybag kecil) plc Sulaman tanaman pagar hm Pengadaan pupuk dan pemupukan 1. Awal tahun memakai pupuk kandang (3 kg/lubang) sak Ada 1310 lubangx 3 kg = 3930 kg, 1 sak = 50 kg, 3930 kg/50 kg = 78.6 = 79 sak 2. Awal musim penghujan memakai pupuk anorganik (NPK tablet = 30 gr/phn) kg Ada 1310 pohon x 30 gr = gr = 39.3 kg Biaya Lainnya 1. Perlindungan hutan - Pengamanan hutan thn Pemberantasan hama penyakit kali/ha Total biaya

61 47 Lanjutan Lampiran 3 Tahun Jenis Kegiatan Satuan Tarif (Rp) Fisik/ Ha Pendapatan (Rp) Biaya (Rp) 3 TUMPANG SARI TH III/PEMELIHARAAN TH II Persiapan Lapang 1. Dangir/gebrus piringan tanaman pokok,pengisi,tepi (1thn 2 kali) plc Pengadaan pupuk dan pemupukan 1. Awal tahun memakai pupuk kandang (3 kg/lubang) sak Awal musim penghujan memakai pupuk anorganik (NPK tablet = 30 gr/phn) kg Biaya penyelesaian administrasi tanaman 1. Plang tutup kontrak tanaman bh Biaya kontrak tanaman (Uang kontrak tanaman tahap II) ha Biaya persiapan penjarangan 1. Penjarangan (T-1) ha PCP untuk RTT (T-1) ha Tunjuk tolet penjarangan (T-1), KU I ha Biaya alat-alat & sarana : - Cat kg Kuas kecil bh Biaya Lainnya 1. Perlindungan hutan - Pengamanan hutan thn Pemberantasan hama penyakit kali/ha Total biaya PEMELIHARAAN TH III Persiapan Lapang 1. Dangir/gebrus piringan plc Pengadaan pupuk dan pemupukan 1. Awal tahun memakai pupuk kandang (3 kg/lubang) sak Awal musim penghujan memakai pupuk anorganik (NPK tablet = 30 gr/phn) kg Penjarangan 1. Biaya penjarangan m³ Teg.penjarangan (50% dr jmlh phn yg ditanam), Sharing Perhutani : 40% m³ Teg.penjarangan (N/Ha) : 360/800 = x/888, x = = 400 phn Vol.per phn = 0.6 m³, Vol.phn yg dijarangi = 0.6 m³ x 400 phn = 240 m³ Biaya Lainnya 1. Perlindungan hutan - Pengamanan hutan thn Pemberantasan hama penyakit kali/ha Total biaya PEMELIHARAAN TH IV Biaya Lainnya 1. Perlindungan hutan - Pengamanan hutan thn Pemberantasan hama penyakit kali/ha Total biaya PEMELIHARAAN TH V Biaya Lainnya 1. Perlindungan hutan - Pengamanan hutan thn Pemberantasan hama penyakit kali/ha Total biaya PEMANENAN Pembagian blok ha Biaya klem ha Biaya prasarana tebangan ha Biaya sarana tebangan ha Biaya persiapan eksploitasi lainnya ha Biaya eksploitasi m³ Biaya Lainnya 1. Perlindungan hutan - Pengamanan hutan thn Pemberantasan hama penyakit kali/ha Total biaya Pemanenan 1. Tegakan tinggal sisa penjarangan (Tebangan A), 888 phn phn = 488 phn m³ Vol.per phn = 0.6 m³, Vol.phn tebangan akhir = 0.6 m³ x 488 phn = m³ TOTAL

62 48 Lampiran 4. Uraian Kegiatan Perhutani per Ha (Harga Kayu Berdasarkan Harga Pasar) Tahun Jenis Kegiatan Satuan Tarif (Rp) Fisik/ Ha Pendapatan (Rp) Biaya (Rp) 0 Pengadaan bibit (persemaian oleh PT.ABP) 1. Pokok,pengisi,tepi (1310) + penyulaman 10% (131) plc Total biaya TUMPANG SARI TH I Persiapan lapang 1. Bahan, bikin&pasang patok batas bh Pembuatan jalan pemeriksaan lebar 2 m (1 Hm=1 Ha) hm Pegadaan bibit 1. Biaya muat/bongkar (polybag kecil) plc Pikul/langsir dr TP ke lokasi (polybag kecil) btg/hm Pengadaan sarana&prasarana 1. Pembuatan gubug tanaman 1 unit Rp ( sample petak 24g luas 3.1 ha) unit Tenaga pembuatan gubug tanaman (2 org/unit xrp 94000=Rp ) unit Pengadaan tampar/tambang (25 m/petak = Rp 50000/petak) m Buat&pasang plang tanaman (1.2x0.8 m), 1 unit/petak unit Pembuatan&pasang acir uk 0.5m (pokok,pengisi,tepi) bh Tanaman pagar : Kaliandra (2 acir/10 m), 1 ha/10 m=1000 m (200 acir) bh Buat/pasang patok andil (pokok,pengisi,tepi) bh Pelaksanaan tanaman 1. Pembuatan lubang complong btg Penanaman plances (polybag kecil) plc Pengadaan pupuk dan pemupukan 1. Awal tahun memakai pupuk kandang (3 kg/lubang) sak Ada 1310 lubangx 3 kg = 3930 kg, 1 sak = 50 kg, 3930 kg/50 kg = 78.6 = 79 sak 2. Awal musim penghujan memakai pupuk anorganik (NPK tablet = 30 gr/phn) kg Ada 1310 pohon x 30 gr = gr = 39.3 kg Administrasi tanaman 1. Biaya kontrak tanaman - Uang kontrak tanaman tahap I ha Jamuan makan org Materai (1 petak = 2 buah) bh Biaya saksi (1 petak = 1 org) org Biaya Lainnya 1. Perlindungan hutan - Pengamanan hutan thn Pemberantasan hama penyakit kali/ha Total biaya TUMPANG SARI TH II/PEMELIHARAAN TH I Persiapan Lapang 1. Dangir/gebrus piringan tanaman pokok,pengisi,tepi (1thn 2 kali) plc Pengadaan sarana&prasarana 1. Pembuatan&pasang acir uk 0.5m (penyulaman bibit tnmn pokok,pengisi,tepi) bh Pelaksanaan tanaman 1. Pembuatan lubang complong btg Penyulaman tanaman 1. Penyulaman 10% tanaman pokok, pengisi, tepi (polybag kecil) plc Sulaman tanaman pagar hm Pengadaan pupuk dan pemupukan 1. Awal tahun memakai pupuk kandang (3 kg/lubang) sak Ada 1310 lubangx 3 kg = 3930 kg, 1 sak = 50 kg, 3930 kg/50 kg = 78.6 = 79 sak 2. Awal musim penghujan memakai pupuk anorganik (NPK tablet = 30 gr/phn) kg Ada 1310 pohon x 30 gr = gr = 39.3 kg Biaya Lainnya 1. Perlindungan hutan - Pengamanan hutan thn Pemberantasan hama penyakit kali/ha Total biaya

63 49 Lanjutan Lampiran 4 Tahun Jenis Kegiatan Satuan Tarif (Rp) Fisik/ Ha Pendapatan (Rp) Biaya (Rp) 3 TUMPANG SARI TH III/PEMELIHARAAN TH II Persiapan Lapang 1. Dangir/gebrus piringan tanaman pokok,pengisi,tepi (1thn 2 kali) plc Pengadaan pupuk dan pemupukan 1. Awal tahun memakai pupuk kandang (3 kg/lubang) sak Awal musim penghujan memakai pupuk anorganik (NPK tablet = 30 gr/phn) kg Biaya penyelesaian administrasi tanaman 1. Plang tutup kontrak tanaman bh Biaya kontrak tanaman (Uang kontrak tanaman tahap II) ha Biaya persiapan penjarangan 1. Penjarangan (T-1) ha PCP untuk RTT (T-1) ha Tunjuk tolet penjarangan (T-1), KU I ha Biaya alat-alat & sarana : - Cat kg Kuas kecil bh Biaya Lainnya 1. Perlindungan hutan - Pengamanan hutan thn Pemberantasan hama penyakit kali/ha Total biaya PEMELIHARAAN TH III Persiapan Lapang 1. Dangir/gebrus piringan plc Pengadaan pupuk dan pemupukan 1. Awal tahun memakai pupuk kandang (3 kg/lubang) sak Awal musim penghujan memakai pupuk anorganik (NPK tablet = 30 gr/phn) kg Penjarangan 1. Biaya penjarangan m³ Teg.penjarangan (50% dr jmlh phn yg ditanam), Sharing Perhutani : 40% m³ Teg.penjarangan (N/Ha) : 360/800 = x/888, x = = 400 phn Vol.per phn = 0.6 m³, Vol.phn yg dijarangi = 0.6 m³ x 400 phn = 240 m³ Biaya Lainnya 1. Perlindungan hutan - Pengamanan hutan thn Pemberantasan hama penyakit kali/ha Total biaya PEMELIHARAAN TH IV Biaya Lainnya 1. Perlindungan hutan - Pengamanan hutan thn Pemberantasan hama penyakit kali/ha Total biaya PEMELIHARAAN TH V Biaya Lainnya 1. Perlindungan hutan - Pengamanan hutan thn Pemberantasan hama penyakit kali/ha Total biaya PEMANENAN Pembagian blok ha Biaya klem ha Biaya prasarana tebangan ha Biaya sarana tebangan ha Biaya persiapan eksploitasi lainnya ha Biaya eksploitasi m³ Biaya Lainnya 1. Perlindungan hutan - Pengamanan hutan thn Pemberantasan hama penyakit kali/ha Total biaya Pemanenan 1. Tegakan tinggal sisa penjarangan (Tebangan A), 888 phn phn = 488 phn m³ Vol.per phn = 0.6 m³, Vol.phn tebangan akhir = 0.6 m³ x 488 phn = m³ TOTAL

64 50 Lampiran 5. Uraian Kegiatan Pesanggem per Ha (Harga Kayu Berdasarkan HJD Perhutani) Tahun Bulan Uraian Kegiatan Pesanggem Satuan Tarif (Rp) Fisik/Ha Biaya (Rp) Pendapatan (Rp) 0 Pengadaan alat pertanian 1. Cangkul bh Sabit bh Parang bh Kampak bh Gunting rempel bh Total Pembaharuan alat pertanian : 1 Sabit bh Parang bh Februari Persiapan lapang tanaman jagung Pekerja 2 org selama 10 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp Maret Pegadaan bibit jagung Tongkol 2 (Kebutuhan 0.25 ha = 2 kg bibit, 1 ha = 8 kg bibit) kg Maret Tanam jagung Pekerja 2 org selama 2 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp Maret Pemupukan tanaman jagung 1. Di lubang 20 cm didasari pupuk dasar : - TSP (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 10 kg, 1 ha = 40 kg = 0.8 sak) sak Pupuk kandang (1 sak = 35 kg, 0.25 ha = 280 kg = 8 sak, 1 ha = 1120 kg = 22 sak) sak Pemupukan kedua umur hari : Urea (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 25 kg, 1 ha = 100 kg = 2 sak April 3. Pemupukan ketiga umur 50 hari : Kcl (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 10 kg, 1 ha = 40 kg = 0.8 sak) sak April Pendangiran (umur 1 bulan) Pekerja 2 org selama 4 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp Juni Panen I jagung (1 kg = hasil panen ± 300 kg) 1. Pekerja 2 orang selama 1 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp kg Angkut hasil panen (sewa kendaraan) pd luasan lahan 0.25 ha muatan SeptemberPersiapan lapang tanaman jagung Pekerja 2 org selama 10 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp Oktober Pegadaan bibit jagung Tongkol 2 (Kebutuhan 0.25 ha = 2 kg bibit, 1 ha = 8 kg bibit) kg Oktober Tanam jagung Pekerja 2 org selama 2 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp Oktober Pemupukan tanaman jagung 1. Di lubang 20 cm didasari pupuk dasar : - TSP (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 10 kg, 1 ha = 40 kg = 0.8 sak) sak Pupuk kandang (1 sak = 35 kg, 0.25 ha = 280 kg = 8 sak, 1 ha = 1120 kg = 22 sak) sak Pemupukan kedua umur hari : Urea (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 25 kg, 1 ha = 100 kg = 2 sak November 3. Pemupukan ketiga umur 50 hari : Kcl (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 10 kg, 1 ha = 40 kg = 0.8 sak) sak November Pendangiran (umur 1 bulan) Pekerja 2 org selama 4 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp November Persiapan lapang tanaman kopi Pekerja 2 org selama 10 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp Desember Pengadaan bibit kopi 0 1. Bibit kopi (cabutan) Desember Pemupukan tanaman kopi 1. Pupuk kandang (200 phn di luasan 0.25 ha = 25 sak) sak Urea (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 25 kg, 1 ha = 100 kg = 2 sak) sak Ponska (takaran sama dg urea) sak Desember Tanam kopi Pekerja 2 org selama 1 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp Januari Panen II jagung (1 kg = hasil panen ± 300 kg) 1. Pekerja 2 orang selama 1 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp kg Angkut hasil panen (sewa kendaraan) pd luasan lahan 0.25 ha muatan Total Pembaharuan alat pertanian : 1 Sabit bh Parang bh Februari Rempel rutin tanaman kopi Pekerja 2 org selama 3 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp Februari Persiapan lapang tanaman jagung Maret Pegadaan bibit jagung Tongkol 2 (Kebutuhan 0.25 ha = 2 kg bibit, 1 ha = 8 kg bibit) kg Maret Tanam jagung Maret Pemupukan tanaman jagung 1. Di lubang 20 cm didasari pupuk dasar : - TSP (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 10 kg, 1 ha = 40 kg = 0.8 sak) sak Pupuk kandang (1 sak = 35 kg, 0.25 ha = 280 kg = 8 sak, 1 ha = 1120 kg = 22 sak) sak Pemupukan kedua umur hari : Urea (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 25 kg, 1 ha = 100 kg = 2 sak April 3. Pemupukan ketiga umur 50 hari : Kcl (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 10 kg, 1 ha = 40 kg = 0.8 sak) sak April Pendangiran (umur 1 bulan) Mei Pemeliharaan kopi (babat) Pekerja 2 org selama 5 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp Juni Panen I jagung (1 kg = hasil panen ± 300 kg) 1. Pekerja 2 orang selama 1 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp kg Angkut hasil panen (sewa kendaraan) pd luasan lahan 0.25 ha muatan

65 51 Lanjutan Lampiran 5 Tahun Bulan Uraian Kegiatan Pesanggem Satuan Tarif (Rp) Fisik/Ha Biaya (Rp) Pendapatan (Rp) Juli Panen Kopi (luas 0.25 ha = 200 phn, 1 ha = 800 phn, 1 phn = 1 kg, 1 ha = 800 kg bsh = 160 kg kering) 1. Pekerja 2 orang selama 1 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp kg Angkut hasil panen (sewa kendaraan) pd luasan lahan 0.25 ha muatan Jasa penggilingan (5 kg kopi basah = 1 kg kopi oce) kg September Rempel habis tanaman kopi Pekerja 2 org selama 3 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp September Persiapan lapang tanaman jagung Oktober Pegadaan bibit jagung Tongkol 2 (Kebutuhan 0.25 ha = 2 kg bibit, 1 ha = 8 kg bibit) kg Oktober Tanam jagung Oktober Pemupukan tanaman jagung 1. Di lubang 20 cm didasari pupuk dasar : - TSP (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 10 kg, 1 ha = 40 kg = 0.8 sak) sak Pupuk kandang (1 sak = 35 kg, 0.25 ha = 280 kg = 8 sak, 1 ha = 1120 kg = 22 sak) sak Pemupukan kedua umur hari : Urea (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 25 kg, 1 ha = 100 kg = 2 sak November 3. Pemupukan ketiga umur 50 hari : Kcl (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 10 kg, 1 ha = 40 kg = 0.8 sak sak November Pendangiran (umur 1 bulan) Desember Pemupukan tanaman kopi 1. Pupuk kandang (200 phn di luasan 0.25 ha = 25 sak) sak Urea (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 25 kg, 1 ha = 100 kg = 2 sak) sak Ponska (takaran sama dg urea) sak Januari Panen II jagung (1 kg = hasil panen ± 300 kg) 1. Pekerja 2 orang selama 1 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp kg Angkut hasil panen (sewa kendaraan) pd luasan lahan 0.25 ha muatan Total Pembaharuan alat pertanian : 1 Sabit bh Parang bh Februari Rempel rutin tanaman kopi Februari Persiapan lapang tanaman jagung Maret Pegadaan bibit jagung Tongkol 2 (Kebutuhan 0.25 ha = 2 kg bibit, 1 ha = 8 kg bibit) kg Maret Tanam jagung Maret Pemupukan tanaman jagung 1. Di lubang 20 cm didasari pupuk dasar : - TSP (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 10 kg, 1 ha = 40 kg = 0.8 sak) sak Pupuk kandang (1 sak = 35 kg, 0.25 ha = 280 kg = 8 sak, 1 ha = 1120 kg = 22 sak) sak Pemupukan kedua umur hari : Urea (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 25 kg, 1 ha = 100 kg = 2 sak April 3. Pemupukan ketiga umur 50 hari : Kcl (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 10 kg, 1 ha = 40 kg = 0.8 sak sak April Pendangiran (umur 1 bulan) Mei Pemeliharaan kopi (babat) Juni Juli Panen I jagung (1 kg = hasil panen ± 300 kg) 1. Pekerja 2 orang selama 1 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp kg Angkut hasil panen (sewa kendaraan) pd luasan lahan 0.25 ha muatan Panen Kopi (luas 0.25 ha = 200 phn, 1 ha = 800 phn, 1 phn = 1 kg, 1 ha = 800 kg bsh = 160 kg kering) 1. Pekerja 2 orang selama 1 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp kg Angkut hasil panen (sewa kendaraan) pd luasan lahan 0.25 ha muatan Jasa penggilingan (5 kg kopi basah = 1 kg kopi oce) kg September Rempel habis tanaman kopi September Persiapan lapang tanaman jagung Oktober Pegadaan bibit jagung Tongkol 2 (Kebutuhan 0.25 ha = 2 kg bibit, 1 ha = 8 kg bibit) kg Oktober Tanam jagung Oktober Pemupukan tanaman jagung 1. Di lubang 20 cm didasari pupuk dasar : - TSP (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 10 kg, 1 ha = 40 kg = 0.8 sak) sak Pupuk kandang (1 sak = 35 kg, 0.25 ha = 280 kg = 8 sak, 1 ha = 1120 kg = 22 sak) sak Pemupukan kedua umur hari : Urea (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 25 kg, 1 ha = 100 kg = 2 sak November 3. Pemupukan ketiga umur 50 hari : Kcl (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 10 kg, 1 ha = 40 kg = 0.8 sak sak November Pendangiran (umur 1 bulan) Desember Pemupukan tanaman kopi 1. Pupuk kandang (200 phn di luasan 0.25 ha = 25 sak) sak Urea (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 25 kg, 1 ha = 100 kg = 2 sak) sak Ponska (takaran sama dg urea) sak Januari Panen II jagung (1 kg = hasil panen ± 300 kg) 1. Pekerja 2 orang selama 1 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp kg Angkut hasil panen (sewa kendaraan) pd luasan lahan 0.25 ha muatan Total

66 52 Lanjutan Lampiran 5 Tahun Bulan Uraian Kegiatan Pesanggem Satuan Tarif (Rp) Fisik/Ha Biaya (Rp) Pendapatan (Rp) 4 Pembaharuan alat pertanian : 1 Sabit bh Parang bh Februari Rempel rutin tanaman kopi Mei Pemeliharaan kopi (babat) Juli Panen Kopi (luas 0.25 ha = 200 phn, 1 ha = 800 phn, 1 phn = 1 kg, 1 ha = 800 kg bsh = 160 kg kering) 1. Pekerja 2 orang selama 1 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp kg Angkut hasil panen (sewa kendaraan) pd luasan lahan 0.25 ha muatan Jasa penggilingan (5 kg kopi basah = 1 kg kopi oce) kg Penjarangan tegakan sengon 1. Hasil dr teg.penjarangan (50% dr jmlh phn yg ditanam), Sharing pesanggem : 20% m³ Teg.penjarangan (N/Ha) : 360/800 = x/888, x = = 400 phn Vol.per phn = 0.6 m³, Vol.phn yg dijarangi = 0.6 m³ x 400 phn = 240 m³ September Rempel habis tanaman kopi Desember Pemupukan tanaman kopi 1. Pupuk kandang (200 phn di luasan 0.25 ha = 25 sak) sak Urea (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 25 kg, 1 ha = 100 kg = 2 sak) sak Ponska (takaran sama dg urea) sak Total Pembaharuan alat pertanian : 1 Sabit bh Parang bh Februari Rempel rutin tanaman kopi Mei Pemeliharaan kopi (babat) Juli Panen Kopi (luas 0.25 ha = 200 phn, 1 ha = 800 phn, 1 phn = 1 kg, 1 ha = 800 kg bsh = 160 kg kering) 1. Pekerja 2 orang selama 1 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp kg Angkut hasil panen (sewa kendaraan) pd luasan lahan 0.25 ha muatan Jasa penggilingan (5 kg kopi basah = 1 kg kopi oce) kg September Rempel habis tanaman kopi Desember Pemupukan tanaman kopi 1. Pupuk kandang (200 phn di luasan 0.25 ha = 25 sak) sak Urea (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 25 kg, 1 ha = 100 kg = 2 sak) sak Ponska (takaran sama dg urea) sak Total Pembaharuan alat pertanian : 1 Sabit bh Parang bh Februari Rempel rutin tanaman kopi Mei Pemeliharaan kopi (babat) Juli Panen Kopi (luas 0.25 ha = 200 phn, 1 ha = 800 phn, 1 phn = 2 kg, 1 ha = 1600 kg bsh = 320 kg kering) 1. Pekerja 2 orang selama 1 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp kg Angkut hasil panen (sewa kendaraan) pd luasan lahan 0.25 ha muatan Jasa penggilingan (5 kg kopi basah = 1 kg kopi oce) kg September Rempel habis tanaman kopi Desember Pemupukan tanaman kopi 1. Pupuk kandang (200 phn di luasan 0.25 ha = 25 sak) sak Urea (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 25 kg, 1 ha = 100 kg = 2 sak) sak Ponska (takaran sama dg urea) sak Total Pemanenan tegakan sengon 1. Hasil dr tegakan tinggal sisa penjarangan (Tebangan A), 888 phn phn = 488 phn m³ Vol.per phn = 0.6 m³, Vol.phn tebangan akhir = 0.6 m³ x 488 phn = m³ Total TOTAL

67 53 Lampiran 6. Uraian Kegiatan Pesanggem per Ha (Harga Kayu Berdasarkan Harga Pasar) Tahun Bulan Uraian Kegiatan Pesanggem Satuan Tarif (Rp) Fisik/Ha Biaya (Rp) Pendapatan (Rp) 0 Pengadaan alat pertanian 1. Cangkul bh Sabit bh Parang bh Kampak bh Gunting rempel bh Total Pembaharuan alat pertanian : 1 Sabit bh Parang bh Februari Persiapan lapang tanaman jagung Pekerja 2 org selama 10 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp Maret Pegadaan bibit jagung Tongkol 2 (Kebutuhan 0.25 ha = 2 kg bibit, 1 ha = 8 kg bibit) kg Maret Tanam jagung Pekerja 2 org selama 2 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp Maret Pemupukan tanaman jagung 1. Di lubang 20 cm didasari pupuk dasar : - TSP (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 10 kg, 1 ha = 40 kg = 0.8 sak) sak Pupuk kandang (1 sak = 35 kg, 0.25 ha = 280 kg = 8 sak, 1 ha = 1120 kg = 22 sak) sak Pemupukan kedua umur hari : Urea (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 25 kg, 1 ha = 100 kg = 2 sak April 3. Pemupukan ketiga umur 50 hari : Kcl (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 10 kg, 1 ha = 40 kg = 0.8 sak) sak April Pendangiran (umur 1 bulan) Pekerja 2 org selama 4 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp Juni Panen I jagung (1 kg = hasil panen ± 300 kg) 1. Pekerja 2 orang selama 1 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp kg Angkut hasil panen (sewa kendaraan) pd luasan lahan 0.25 ha muatan SeptemberPersiapan lapang tanaman jagung Pekerja 2 org selama 10 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp Oktober Pegadaan bibit jagung Tongkol 2 (Kebutuhan 0.25 ha = 2 kg bibit, 1 ha = 8 kg bibit) kg Oktober Tanam jagung Pekerja 2 org selama 2 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp Oktober Pemupukan tanaman jagung 1. Di lubang 20 cm didasari pupuk dasar : - TSP (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 10 kg, 1 ha = 40 kg = 0.8 sak) sak Pupuk kandang (1 sak = 35 kg, 0.25 ha = 280 kg = 8 sak, 1 ha = 1120 kg = 22 sak) sak Pemupukan kedua umur hari : Urea (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 25 kg, 1 ha = 100 kg = 2 sak November3. Pemupukan ketiga umur 50 hari : Kcl (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 10 kg, 1 ha = 40 kg = 0.8 sak) sak NovemberPendangiran (umur 1 bulan) Pekerja 2 org selama 4 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp NovemberPersiapan lapang tanaman kopi Pekerja 2 org selama 10 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp DesemberPengadaan bibit kopi 0 1. Bibit kopi (cabutan) DesemberPemupukan tanaman kopi 1. Pupuk kandang (200 phn di luasan 0.25 ha = 25 sak) sak Urea (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 25 kg, 1 ha = 100 kg = 2 sak) sak Ponska (takaran sama dg urea) sak DesemberTanam kopi Pekerja 2 org selama 1 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp Januari Panen II jagung (1 kg = hasil panen ± 300 kg) 1. Pekerja 2 orang selama 1 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp kg Angkut hasil panen (sewa kendaraan) pd luasan lahan 0.25 ha muatan Total Pembaharuan alat pertanian : 1 Sabit bh Parang bh Februari Rempel rutin tanaman kopi Pekerja 2 org selama 3 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp Februari Persiapan lapang tanaman jagung Maret Pegadaan bibit jagung Tongkol 2 (Kebutuhan 0.25 ha = 2 kg bibit, 1 ha = 8 kg bibit) kg Maret Tanam jagung Maret Pemupukan tanaman jagung 1. Di lubang 20 cm didasari pupuk dasar : - TSP (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 10 kg, 1 ha = 40 kg = 0.8 sak) sak Pupuk kandang (1 sak = 35 kg, 0.25 ha = 280 kg = 8 sak, 1 ha = 1120 kg = 22 sak) sak Pemupukan kedua umur hari : Urea (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 25 kg, 1 ha = 100 kg = 2 sak April 3. Pemupukan ketiga umur 50 hari : Kcl (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 10 kg, 1 ha = 40 kg = 0.8 sak) sak April Pendangiran (umur 1 bulan) Mei Pemeliharaan kopi (babat) Pekerja 2 org selama 5 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp Juni Panen I jagung (1 kg = hasil panen ± 300 kg) 1. Pekerja 2 orang selama 1 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp kg Angkut hasil panen (sewa kendaraan) pd luasan lahan 0.25 ha muatan

68 54 Lanjutan Lampiran 6 Tahun Bulan Uraian Kegiatan Pesanggem Satuan Tarif (Rp) Fisik/Ha Biaya (Rp) Pendapatan (Rp) Juli Panen Kopi (luas 0.25 ha = 200 phn, 1 ha = 800 phn, 1 phn = 1 kg, 1 ha = 800 kg bsh = 160 kg kering) 1. Pekerja 2 orang selama 1 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp kg Angkut hasil panen (sewa kendaraan) pd luasan lahan 0.25 ha muatan Jasa penggilingan (5 kg kopi basah = 1 kg kopi oce) kg SeptemberRempel habis tanaman kopi Pekerja 2 org selama 3 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp SeptemberPersiapan lapang tanaman jagung Oktober Pegadaan bibit jagung Tongkol 2 (Kebutuhan 0.25 ha = 2 kg bibit, 1 ha = 8 kg bibit) kg Oktober Tanam jagung Oktober Pemupukan tanaman jagung 1. Di lubang 20 cm didasari pupuk dasar : - TSP (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 10 kg, 1 ha = 40 kg = 0.8 sak) sak Pupuk kandang (1 sak = 35 kg, 0.25 ha = 280 kg = 8 sak, 1 ha = 1120 kg = 22 sak) sak Pemupukan kedua umur hari : Urea (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 25 kg, 1 ha = 100 kg = 2 sak November3. Pemupukan ketiga umur 50 hari : Kcl (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 10 kg, 1 ha = 40 kg = 0.8 sak sak NovemberPendangiran (umur 1 bulan) DesemberPemupukan tanaman kopi 1. Pupuk kandang (200 phn di luasan 0.25 ha = 25 sak) sak Urea (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 25 kg, 1 ha = 100 kg = 2 sak) sak Ponska (takaran sama dg urea) sak Januari Panen II jagung (1 kg = hasil panen ± 300 kg) 1. Pekerja 2 orang selama 1 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp kg Angkut hasil panen (sewa kendaraan) pd luasan lahan 0.25 ha muatan Total Pembaharuan alat pertanian : 1 Sabit bh Parang bh Februari Rempel rutin tanaman kopi Februari Persiapan lapang tanaman jagung Maret Pegadaan bibit jagung Tongkol 2 (Kebutuhan 0.25 ha = 2 kg bibit, 1 ha = 8 kg bibit) kg Maret Tanam jagung Maret Pemupukan tanaman jagung 1. Di lubang 20 cm didasari pupuk dasar : - TSP (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 10 kg, 1 ha = 40 kg = 0.8 sak) sak Pupuk kandang (1 sak = 35 kg, 0.25 ha = 280 kg = 8 sak, 1 ha = 1120 kg = 22 sak) sak Pemupukan kedua umur hari : Urea (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 25 kg, 1 ha = 100 kg = 2 sak April 3. Pemupukan ketiga umur 50 hari : Kcl (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 10 kg, 1 ha = 40 kg = 0.8 sak sak April Pendangiran (umur 1 bulan) Mei Pemeliharaan kopi (babat) Juni Juli Panen I jagung (1 kg = hasil panen ± 300 kg) 1. Pekerja 2 orang selama 1 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp kg Angkut hasil panen (sewa kendaraan) pd luasan lahan 0.25 ha muatan Panen Kopi (luas 0.25 ha = 200 phn, 1 ha = 800 phn, 1 phn = 1 kg, 1 ha = 800 kg bsh = 160 kg kering) 1. Pekerja 2 orang selama 1 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp kg Angkut hasil panen (sewa kendaraan) pd luasan lahan 0.25 ha muatan Jasa penggilingan (5 kg kopi basah = 1 kg kopi oce) kg SeptemberRempel habis tanaman kopi SeptemberPersiapan lapang tanaman jagung Oktober Pegadaan bibit jagung Tongkol 2 (Kebutuhan 0.25 ha = 2 kg bibit, 1 ha = 8 kg bibit) kg Oktober Tanam jagung Oktober Pemupukan tanaman jagung 1. Di lubang 20 cm didasari pupuk dasar : - TSP (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 10 kg, 1 ha = 40 kg = 0.8 sak) sak Pupuk kandang (1 sak = 35 kg, 0.25 ha = 280 kg = 8 sak, 1 ha = 1120 kg = 22 sak) sak Pemupukan kedua umur hari : Urea (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 25 kg, 1 ha = 100 kg = 2 sak November3. Pemupukan ketiga umur 50 hari : Kcl (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 10 kg, 1 ha = 40 kg = 0.8 sak sak NovemberPendangiran (umur 1 bulan) DesemberPemupukan tanaman kopi 1. Pupuk kandang (200 phn di luasan 0.25 ha = 25 sak) sak Urea (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 25 kg, 1 ha = 100 kg = 2 sak) sak Ponska (takaran sama dg urea) sak Januari Panen II jagung (1 kg = hasil panen ± 300 kg) 1. Pekerja 2 orang selama 1 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp kg Angkut hasil panen (sewa kendaraan) pd luasan lahan 0.25 ha muatan Total

69 55 Lanjutan Lampiran 6 Tahun Bulan Uraian Kegiatan Pesanggem Satuan Tarif (Rp) Fisik/Ha Biaya (Rp) Pendapatan (Rp) 4 Pembaharuan alat pertanian : 1 Sabit bh Parang bh Februari Rempel rutin tanaman kopi Mei Pemeliharaan kopi (babat) Juli Panen Kopi (luas 0.25 ha = 200 phn, 1 ha = 800 phn, 1 phn = 1 kg, 1 ha = 800 kg bsh = 160 kg kering) 1. Pekerja 2 orang selama 1 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp kg Angkut hasil panen (sewa kendaraan) pd luasan lahan 0.25 ha muatan Jasa penggilingan (5 kg kopi basah = 1 kg kopi oce) kg Penjarangan tegakan sengon 1. Hasil dr teg.penjarangan (50% dr jmlh phn yg ditanam), Sharing pesanggem : 20% m³ Teg.penjarangan (N/Ha) : 360/800 = x/888, x = = 400 phn Vol.per phn = 0.6 m³, Vol.phn yg dijarangi = 0.6 m³ x 400 phn = 240 m³ SeptemberRempel habis tanaman kopi DesemberPemupukan tanaman kopi 1. Pupuk kandang (200 phn di luasan 0.25 ha = 25 sak) sak Urea (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 25 kg, 1 ha = 100 kg = 2 sak) sak Ponska (takaran sama dg urea) sak Total Pembaharuan alat pertanian : 1 Sabit bh Parang bh Februari Rempel rutin tanaman kopi Mei Pemeliharaan kopi (babat) Juli Panen Kopi (luas 0.25 ha = 200 phn, 1 ha = 800 phn, 1 phn = 1 kg, 1 ha = 800 kg bsh = 160 kg kering) 1. Pekerja 2 orang selama 1 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp kg Angkut hasil panen (sewa kendaraan) pd luasan lahan 0.25 ha muatan Jasa penggilingan (5 kg kopi basah = 1 kg kopi oce) kg SeptemberRempel habis tanaman kopi DesemberPemupukan tanaman kopi 1. Pupuk kandang (200 phn di luasan 0.25 ha = 25 sak) sak Urea (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 25 kg, 1 ha = 100 kg = 2 sak) sak Ponska (takaran sama dg urea) sak Total Pembaharuan alat pertanian : 1 Sabit bh Parang bh Februari Rempel rutin tanaman kopi Mei Pemeliharaan kopi (babat) Juli Panen Kopi (luas 0.25 ha = 200 phn, 1 ha = 800 phn, 1 phn = 2 kg, 1 ha = 1600 kg bsh = 320 kg kering) 1. Pekerja 2 orang selama 1 hari untuk luasan 0.25 Ha, upah per hari Rp kg Angkut hasil panen (sewa kendaraan) pd luasan lahan 0.25 ha muatan Jasa penggilingan (5 kg kopi basah = 1 kg kopi oce) kg SeptemberRempel habis tanaman kopi DesemberPemupukan tanaman kopi 1. Pupuk kandang (200 phn di luasan 0.25 ha = 25 sak) sak Urea (1 sak = 50 kg, 0.25 ha = 25 kg, 1 ha = 100 kg = 2 sak) sak Ponska (takaran sama dg urea) sak Total Pemanenan tegakan sengon 1. Hasil dr tegakan tinggal sisa penjarangan (Tebangan A), 888 phn phn = 488 phn m³ Vol.per phn = 0.6 m³, Vol.phn tebangan akhir = 0.6 m³ x 488 phn = m³ Total TOTAL

70 Lampiran 7. Cash Flow Gabungan Perhutani dan Pesanggem (Belum Dikenakan Biaya Manajemen) No. Tahun Ke- Uraian Kegiatan Outflow Perhutani 0 Persemaian Persiapan lapang Pengadaan bibit Pengadaan sarana&prasarana Penanaman bibit Administrasi tanaman Perlindungan hutan Penyulaman Pemeliharaan tahun I Pemeliharaan tahun II Persiapan penjarangan T Pemeliharaan tahun III Penjarangan Persiapan eksploitasi Eksploitasi Pesanggem Tanaman jagung 1 Pengadaan alat pertanian Persiapan lapang Pengadaan bibit jagung Tanam jagung Pemupukan tanaman jagung Pendangiran Panen tanaman jagung Tanaman kopi 1 Persiapan lapang Tanam kopi Pemupukan tanaman kopi Pemeliharaan (babat, rempel) Panen tanaman kopi TOTAL BIAYA Inflow (Harga Jual Kayu HJD Perhutani) Perhutani 1 Penjarangan (Sharing 40%) Pemanenan (Sharing 40%) Pesanggem 1 Penjarangan (Sharing 20%) Pemanenan (Sharing 20%) Panen tanaman jagung Panen tanaman kopi TOTAL PENDAPATAN Inflow (Harga Jual Kayu Harga Pasar) Perhutani 1 Penjarangan (Sharing 40%) Pemanenan (Sharing 40%) Pesanggem 1 Penjarangan (Sharing 20%) Pemanenan (Sharing 20%) Panen tanaman jagung Panen tanaman kopi TOTAL PENDAPATAN

71 Lampiran 8. Cash Flow Gabungan Perhutani dan Pesanggem (Biaya Manajemen 10%) No. Tahun Ke- Uraian Kegiatan Outflow Perhutani 0 Persemaian Persiapan lapang Pengadaan bibit Pengadaan sarana&prasarana Penanaman bibit Administrasi tanaman Perlindungan hutan Penyulaman Pemeliharaan tahun I Pemeliharaan tahun II Persiapan penjarangan T Pemeliharaan tahun III Penjarangan Persiapan eksploitasi Eksploitasi Pesanggem Tanaman jagung 1 Pengadaan alat pertanian Persiapan lapang Pengadaan bibit jagung Tanam jagung Pemupukan tanaman jagung Pendangiran Panen tanaman jagung Tanaman kopi 1 Persiapan lapang Tanam kopi Pemupukan tanaman kopi Pemeliharaan (babat, rempel) Panen tanaman kopi TOTAL BIAYA Inflow (Harga Jual Kayu HJD Perhutani) Perhutani 1 Penjarangan (Sharing 40%) Pemanenan (Sharing 40%) Pesanggem 1 Penjarangan (Sharing 20%) Pemanenan (Sharing 20%) Panen tanaman jagung Panen tanaman kopi TOTAL PENDAPATAN Inflow (Harga Jual Kayu Harga Pasar) Perhutani 1 Penjarangan (Sharing 40%) Pemanenan (Sharing 40%) Pesanggem 1 Penjarangan (Sharing 20%) Pemanenan (Sharing 20%) Panen tanaman jagung Panen tanaman kopi TOTAL PENDAPATAN

72 Lampiran 9. Cash Flow Gabungan Perhutani dan Pesanggem (Biaya Manajemen 20%) No. Tahun Ke- Uraian Kegiatan Outflow Perhutani 0 Persemaian Persiapan lapang Pengadaan bibit Pengadaan sarana&prasarana Penanaman bibit Administrasi tanaman Perlindungan hutan Penyulaman Pemeliharaan tahun I Pemeliharaan tahun II Persiapan penjarangan T Pemeliharaan tahun III Penjarangan Persiapan eksploitasi Eksploitasi Pesanggem Tanaman jagung 1 Pengadaan alat pertanian Persiapan lapang Pengadaan bibit jagung Tanam jagung Pemupukan tanaman jagung Pendangiran Panen tanaman jagung Tanaman kopi 1 Persiapan lapang Tanam kopi Pemupukan tanaman kopi Pemeliharaan (babat, rempel) Panen tanaman kopi TOTAL BIAYA Inflow (Harga Jual Kayu HJD Perhutani) Perhutani 1 Penjarangan (Sharing 40%) Pemanenan (Sharing 40%) Pesanggem Perhutani Pesanggem 1 Penjarangan (Sharing 20%) Pemanenan (Sharing 20%) Panen tanaman jagung Panen tanaman kopi TOTAL PENDAPATAN Inflow (Harga Jual Kayu Harga Pasar) 1 Penjarangan (Sharing 40%) Pemanenan (Sharing 40%) Penjarangan (Sharing 20%) Pemanenan (Sharing 20%) Panen tanaman jagung Panen tanaman kopi TOTAL PENDAPATAN

73 Lampiran 10. Cash Flow Perhutani (Belum Dikenakan Biaya Manajemen) No. Tahun Ke- Uraian Kegiatan Outflow Persemaian Persiapan lapang Pengadaan bibit Pengadaan sarana&prasarana Penanaman bibit Administrasi tanaman Perlindungan hutan Penyulaman Pemeliharaan tahun I Pemeliharaan tahun II Persiapan penjarangan T Pemeliharaan tahun III Penjarangan Persiapan eksploitasi Eksploitasi TOTAL BIAYA Inflow (Harga Jual Kayu HJD Perhutani) 1 Penjarangan (Sharing 40%) Pemanenan (Sharing 40%) TOTAL PENDAPATAN Inflow (Harga Jual Kayu Harga Pasar) 1 Penjarangan (Sharing 40%) Pemanenan (Sharing 40%) TOTAL PENDAPATAN

74 Lampiran 11. Cash Flow Sengon Perhutani (Biaya Manajemen 10%) No. Tahun Ke- Uraian Kegiatan Outflow Persemaian Persiapan lapang Pengadaan bibit Pengadaan sarana&prasarana Penanaman bibit Administrasi tanaman Perlindungan hutan Penyulaman Pemeliharaan tahun I Pemeliharaan tahun II Persiapan penjarangan T Pemeliharaan tahun III Penjarangan Persiapan eksploitasi Eksploitasi TOTAL BIAYA Inflow (Harga Jual Kayu HJD Perhutani) 1 Penjarangan (Sharing 40%) Pemanenan (Sharing 40%) TOTAL PENDAPATAN Inflow (Harga Jual Kayu Harga Pasar) 1 Penjarangan (Sharing 40%) Pemanenan (Sharing 40%) TOTAL PENDAPATAN

75 Lampiran 12. Cash Flow Sengon Perhutani (Biaya Manajemen 20%) No. Tahun Ke- Uraian Kegiatan Outflow Persemaian Persiapan lapang Pengadaan bibit Pengadaan sarana&prasarana Penanaman bibit Administrasi tanaman Perlindungan hutan Penyulaman Pemeliharaan tahun I Pemeliharaan tahun II Persiapan penjarangan T Pemeliharaan tahun III Penjarangan Persiapan eksploitasi Eksploitasi TOTAL BIAYA Inflow (Harga Jual Kayu HJD Perhutani) 1 Penjarangan (Sharing 40%) Pemanenan (Sharing 40%) TOTAL PENDAPATAN Inflow (Harga Jual Kayu Harga Pasar) 1 Penjarangan (Sharing 40%) Pemanenan (Sharing 40%) TOTAL PENDAPATAN

76 Lampiran 13. Cash Flow Pesanggem No. Tahun ke- Uraian Kegiatan Outflow Tanaman jagung 1 Pengadaan alat pertanian Persiapan lapang Pengadaan bibit jagung Tanam jagung Pemupukan tanaman jagung Pendangiran Panen tanaman jagung Tanaman kopi 1 Persiapan lapang Tanam kopi Pemupukan tanaman kopi Pemeliharaan (babat, rempel) Panen tanaman kopi TOTAL BIAYA Inflow (Harga Jual Kayu HJD Perhutani) 1 Penjarangan (Sharing 20%) Pemanenan (Sharing 20%) Panen tanaman jagung Panen tanaman kopi TOTAL PENDAPATAN Inflow (Harga Jual Kayu Harga Pasar) 1 Penjarangan (Sharing 20%) Pemanenan (Sharing 20%) Panen tanaman jagung Panen tanaman kopi TOTAL PENDAPATAN

77 Lampiran 14. Analisis Finansial Gabungan Perhutani dan Pesanggem (Harga Kayu HJD Perhutani-Belum Dikenakan Biaya Manajemen) Tahun Ke Total Biaya % % PF (Ct') 12% PF (Ct'') 120% Pendapatan % % PF (Bt') 12% PF (Bt'') 120% L/R NPV NPV BCR 2.79 IRR % IRR Analisis Finansial Gabungan Perhutani dan Pesanggem (Harga Kayu Harga Pasar-Belum Dikenakan Biaya Manajemen) Tahun Ke Total Biaya % % PF (Ct') 12% PF (Ct'') 130% Pendapatan % % PF (Bt') 12% PF (Bt'') 130% L/R NPV NPV BCR 3.54 IRR % IRR

78 Lampiran 15. Analisis Finansial Gabungan Perhutani dan Pesanggem (Harga Kayu HJD Perhutani-Biaya Manajemen 10%) Tahun Ke Total Biaya % % PF (Ct') 12% PF (Ct'') 100% Pendapatan % % PF (Bt') 12% PF (Bt'') 100% L/R NPV NPV BCR 2.53 IRR % IRR Analisis Finansial Gabungan Perhutani dan Pesanggem (Harga Kayu Harga Pasar-Biaya Manajemen 10%) Tahun Ke Total Biaya % % PF (Ct') 12% PF (Ct'') 120% Pendapatan % % PF (Bt') 12% PF (Bt'') 120% L/R NPV NPV BCR 3.22 IRR % IRR

79 Lampiran 16. Analisis Finansial Gabungan Perhutani dan Pesanggem (Harga Kayu HJD Perhutani-Biaya Manajemen 20%) Tahun Ke Total Biaya % % PF (Ct') 12% PF (Ct'') 90% Pendapatan % % PF (Bt') 12% PF (Bt'') 90% L/R NPV NPV BCR 2.33 IRR % IRR Analisis Finansial Gabungan Perhutani dan Pesanggem (Harga Kayu Harga Pasar-Biaya Manajemen 20%) Tahun Ke Total Biaya % % PF (Ct') 12% PF (Ct'') 110% Pendapatan % % PF (Bt') 12% PF (Bt'') 110% L/R NPV NPV BCR 2.96 IRR % IRR

80 Lampiran 17. Analisis Finansial Perhutani (Harga Kayu HJD Perhutani-Belum Dikenakan Biaya Manajemen) Tahun Ke Total Biaya % % PF (Ct') 12% PF (Ct'') 78% Pendapatan % % PF (Bt') 12% PF (Bt'') 78% L/R NPV NPV BCR 3.20 IRR % IRR Analisis Finansial Perhutani (Harga Kayu Harga Pasar-Belum Dikenakan Biaya Manajemen) Tahun Ke Total Biaya % % PF (Ct') 12% PF (Ct'') 95% Pendapatan % % PF (Bt') 12% PF (Bt'') 95% L/R NPV NPV BCR 4.32 IRR % IRR 94.93

81 Lampiran 18. Analisis Finansial Perhutani (Harga Kayu HJD Perhutani-Biaya Manajemen 10%) Tahun Total Biaya % % PF (Ct') 12% PF (Ct'') 73% Pendapatan % % PF (Bt') 12% PF (Bt'') 73% L/R NPV NPV BCR 2.91 IRR % IRR Analisis Finansial Perhutani (Harga Kayu Harga Pasar-Biaya Manajemen 10%) Tahun Total Biaya % % PF (Ct') 12% PF (Ct'') 89% Pendapatan % % PF (Bt') 12% PF (Bt'') 89% L/R NPV NPV BCR 3.92 IRR % IRR 88.93

82 Lampiran 19. Analisis Finansial Perhutani (Harga Kayu HJD Perhutani-Biaya Manajemen 20%) Tahun Total Biaya % % PF (Ct') 12% PF (Ct'') 68% Pendapatan % % PF (Bt') 12% PF (Bt'') 68% L/R NPV NPV BCR 2.67 IRR % IRR Analisis Finansial Perhutani (Harga Kayu Harga Pasar-Biaya Manajemen 20%) Tahun Total Biaya % % PF (Ct') 12% PF (Ct'') 84% Pendapatan % % PF (Bt') 12% PF (Bt'') 84% L/R NPV NPV BCR 3.60 IRR % IRR 83.89

83 Lampiran 20. Analisis Finansial Pesanggem (Harga Kayu Berdasarkan HJD Perhutani) Tahun Total Biaya % % PF (Ct') 12% PF (Ct'') 350% Pendapatan % % PF (Bt') 12% PF (Bt'') 350% L/R NPV NPV BCR 2.45 IRR % IRR Analisis Finansial Pesanggem (Harga Kayu Berdasarkan Harga Pasar) Tahun Total Biaya % % PF (Ct') 12% PF (Ct'') 360% Pendapatan % % PF (Bt') 12% PF (Bt'') 360% L/R NPV NPV BCR 2.90 IRR % IRR

84 Lampiran 21. Lokasi Petak 24g dan 24j 70

85 71 Lampiran 22. Lokasi Petak 19a KPH : Kedu Utara BKPH : Candiroto RPH : Petung PETAK : 19

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dalam Hutan Tanaman adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dalam Hutan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat 1. Pengertian Hutan Rakyat Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menggabungkan unsur tanaman dan pepohonan. Agroforestri adalah suatu

II. TINJAUAN PUSTAKA. menggabungkan unsur tanaman dan pepohonan. Agroforestri adalah suatu II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Hairiah, dkk (2003) mendefinisikan agroforestri merupakan suatu cabang ilmu pengetahuan di bidang pertanian dan kehutanan yang mencoba menggabungkan unsur tanaman dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1. Pengertian Dalam UU No. 41 tahun 1999, hutan rakyat merupakan jenis hutan yang dikelompokkan ke dalam hutan hak. Hutan hak merupakan hutan yang berada di

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 10 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Desa Wangunjaya Kecamatan Cugenang Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan selama satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jawa Madura pada tahun 2012 mencapai ,71 km 2. Hutan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Jawa Madura pada tahun 2012 mencapai ,71 km 2. Hutan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Luas kawasan hutan di Pulau Jawa berdasarkan catatan BKPH Wilayah IX Jawa Madura pada tahun 2012 mencapai 129.600,71 km 2. Hutan tersebut dikelilingi ±6.807 desa dengan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan lindung menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan lindung menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Lindung Hutan lindung menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan atau ternak) membuat

II. TINJAUAN PUSTAKA. berinteraksi dalam satu sistem (pohon, tanaman dan atau ternak) membuat 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Sistem agroforestri memiliki karakter yang berbeda dan unik dibandingkan sistem pertanian monokultur. Adanya beberapa komponen berbeda yang saling berinteraksi dalam

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur

III. METODE PENELITIAN. Tanaman kehutanan adalah tanaman yang tumbuh di hutan yang berumur 47 III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan dan menganalisis data sesuai dengan tujuan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Domba Tawakkal, yang terletak di Jalan Raya Sukabumi, Desa Cimande Hilir No.32, Kecamatan Caringin, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Rakyat dan Pengelolaannya Hutan rakyat adalah suatu lapangan yang berada di luar kawasan hutan negara yang bertumbuhan pohon-pohonan sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Keadaan Umum Responden Tingkat pendidikan di Desa Babakanreuma masih tergolong rendah karena dari 36 responden sebagian besar hanya menyelesaikan pendidikan sampai tingkat SD,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penentuan lokasi penelitian berdasarkan pada potensi hutan rakyat yang terdapat di desa/kelurahan yang bermitra dengan PT. Bina Kayu Lestari Group.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN II.1 Tinjauan Pustaka Tanaman jambu biji (Psidium guajava L.) merupakan tanaman buah daerah tropis dan dapat juga tumbuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan salah satu tindakan yang mendukung untuk menopang perekonomian nasional. Pembangunan pertanian yang baik untuk Negara Indonesia adalah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadan Umum Lokasi Penelitian 1. Sejarah Singkat Lokasi Penelitian Pada tahun 2003 Desa Salilama dimekarkan menjadi tiga desa, dimana Salilama bagian selatan berdiri menjadi

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kecamatan Conggeang 4.1.1 Letak geografis dan administrasi pemerintahan Secara geografis, Kecamatan Conggeang terletak di sebelah utara Kabupaten Sumedang. Kecamatan

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Metode Pengambilan Responden 4.3. Desain Penelitian IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi ini ditentukan secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Studi Kelayakan Bisnis Studi kelayakan bisnis merupakan penelitian terhadap rencana bisnis yang tidak hanya menganalisis layak atau tidak

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan. Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105. IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 4.1.1. Keadaan Geografis Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105.14 sampai dengan 105, 45 Bujur Timur dan 5,15

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Tinjauan Agronomi Kopi Tanaman kopi bukan tanaman asli Indonesia, kopi pertama kali masuk ke Indonesia tahun

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri.

I. PENDAHULUAN. dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sistem pemanfaatan lahan yang optimal dalam menghasilkan produk dan menjadi suatu sistem yang menguntungkan adalah sistem agroforestri. Agroforestri menurut

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT

ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT ANALISIS KOMPOSISI JENIS DAN STRUKTUR TEGAKAN DI HUTAN BEKAS TEBANGAN DAN HUTAN PRIMER DI AREAL IUPHHK PT. SARMIENTO PARAKANTJA TIMBER KALIMANTAN TENGAH Oleh : SUTJIE DWI UTAMI E 14102057 DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Marga dan Hutan Rakyat 1. Hutan Marga Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Agroforestry 2.1.1. Definisi Agroforestry Agroforestry adalah suatu nama kolektif untuk sistem-sistem penggunaan lahan teknologi, dimana tanaman keras berkayu (pohon-pohonan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah

PENDAHULUAN. hutan yang dialih-gunakan menjadi lahan usaha lain. Agroforestry adalah salah PENDAHULUAN Latar Belakang Alih-guna lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan

Lebih terperinci

Ekologi Padang Alang-alang

Ekologi Padang Alang-alang Ekologi Padang Alang-alang Bab 2 Ekologi Padang Alang-alang Alang-alang adalah jenis rumput tahunan yang menyukai cahaya matahari, dengan bagian yang mudah terbakar di atas tanah dan akar rimpang (rhizome)

Lebih terperinci

Daerah yang ketinggiannya antara m dpl dan suhu C.

Daerah yang ketinggiannya antara m dpl dan suhu C. Semua tentang kopi Sistem Percabangan Kopi (Cofea spp) adalah species tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam familirubiaceae dan genus Cofea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang, dan bila dibiarkan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kondisi Umum Agroforestri di Lokasi Penelitian Lahan agroforestri di Desa Bangunjaya pada umumnya didominasi dengan jenis tanaman buah, yaitu: Durian (Durio zibethinus),

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tumbuhan Bawah Tumbuhan bawah adalah komunitas tumbuhan pada lantai dasar tanah. Jenis-jenis vegetasi tumbuhan bawah ada yang bersifat annual, biannual atau perennial dengan

Lebih terperinci

Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU

Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU Paket ANALISIS SOSIAL, EKONOMI DAN FINANSIAL PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN PENGHASIL KAYU Jenis Bambang Lanang Analisis Ekonomi dan Finansial Pembangunan Hutan Tanaman penghasil kayu Jenis bawang Analisis

Lebih terperinci

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN

AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN AGROFORESTRY : SISTEM PENGGUNAAN LAHAN YANG MAMPU MENINGKATKAN PENDAPATAN MASYARAKAT DAN MENJAGA KEBERLANJUTAN Noviana Khususiyah, Subekti Rahayu, dan S. Suyanto World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Jambu biji disebut juga Jambu Klutuk (Bahasa Jawa), Jambu Siki, atau Jambu Batu yang dalam bahasa Latin disebut Psidium Guajava. Tanaman jambu biji merupakan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian

IV. METODE PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Peternakan Maju Bersama, Desa Cikarawang, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengambilan Responden 3.5 Metode Pengumpulan Data 19 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian di lapangan dilakukan di Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu, Sukabumi Jawa Barat. Pengambilan data di lapangan dilakukan selama 1 bulan,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografi Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105,14 sampai dengan 105,45 Bujur Timur dan 5,15 sampai

Lebih terperinci

AGROFORESTRI PENDAHULUAN. Apa itu Agroforestri? Cakupan pembahasan agroforestri

AGROFORESTRI PENDAHULUAN. Apa itu Agroforestri? Cakupan pembahasan agroforestri AGROFORESTRI Ellyn K. Damayanti, Ph.D.Agr. M.K. Ekoteknologi Konservasi Tumbuhan Bogor, 19 Maret 2013 PENDAHULUAN Apa itu Agroforestri? Agro/agriculture; forestry Nama bagi sistem-sistem dan teknologi

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 32 BAB IV KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Letak dan Luas Wilayah Desa Sumberejo terletak di Kecamatan Batuwarno, Kabupaten Wonogiri, Propinsi Jawa Tengah. Secara astronomis, terletak pada 7 32 8 15

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT Mekar Unggul Sari, Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) dengan alasan

Lebih terperinci

ASPEK BIOLOGI TANAMAN KOPI Oleh : Abd. Muis, SP.

ASPEK BIOLOGI TANAMAN KOPI Oleh : Abd. Muis, SP. ASPEK BIOLOGI TANAMAN KOPI Oleh : Abd. Muis, SP. Sifat dan perilaku tanaman kopi dapat dipelajari dari sisi biologinya. Artikel ini ditujukan untuk memberikan pengetahuan tentang beberapa aspek biologi

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Agroforestry dalam Bahasa Indonesia, dikenal dengan istilah wanatani atau

I. PENDAHULUAN. Agroforestry dalam Bahasa Indonesia, dikenal dengan istilah wanatani atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroforestry dalam Bahasa Indonesia, dikenal dengan istilah wanatani atau agroforestri, arti sederhananya adalah menanam pepohonan di lahan pertanian. Sistem ini telah

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI

V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI V GAMBARAN UMUM LOKASI DAN KARAKTERISTIK PETANI 5.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 5.1.1. Kabupaten Banyuasin Kabupaten Banyuasin merupakan salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Sumatera Selatan.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lahan HKm Desa Margosari Kecamatan Pagelaran

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di lahan HKm Desa Margosari Kecamatan Pagelaran III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan HKm Desa Margosari Kecamatan Pagelaran Kabupaten Pringsewu pada bulan Agustus 2013. B. Alat dan Objek Penelitian Alat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian khususnya subsektor perkebunan merupakan bagian dari pembangunan nasional. Secara umum posisi sektor perkebunan dalam perekonomian nasional

Lebih terperinci

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. daging putih (Hylocereus undatus), buah naga daging merah (Hylocereus

II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI. daging putih (Hylocereus undatus), buah naga daging merah (Hylocereus II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Buah Naga Terdapat empat jenis buah naga yang dikembangkan, yaitu buah naga daging putih (Hylocereus undatus), buah naga daging merah (Hylocereus polyrhijus),

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Kelapa sawit termasuk tanaman keras (tahunan) yang mulai menghasilkan pada umur 3 tahun dengan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. memiliki aksesibilitas yang baik sehingga mudah dijangkau dan terhubung dengan IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa wukirsari merupakan salah satu Desa dari total 4 Desa yang berada di Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman. Desa Wukirsari yang berada sekitar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tanaman kopi rakyat sebagian besar merupakan tanaman tua, tanaman semaian dari bibit tanaman lokal

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data

METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Data IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian dilakukan di Usaha Mi Ayam Bapak Sukimin yang terletak di Ciheuleut, Kelurahan Tegal Lega, Kota Bogor. Lokasi penelitian diambil secara sengaja (purposive)

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Karakteristik Wilayah Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor. Desa Gunung Malang merupakan salah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN dengan pusat pemerintahan di Gedong Tataan. Berdasarkan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN dengan pusat pemerintahan di Gedong Tataan. Berdasarkan 66 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Pesawaran 1. Keadaan Geografis Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undangundang Nomor 33 Tahun 2007 dan diresmikan

Lebih terperinci

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA

AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA BAB VI. PERSIAPAN LAHAN Rizka Novi Sesanti KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga.

I. PENDAHULUAN. masyarakat dengan memperhatikan tiga prinsip yaitu secara ekologi tidak merusak. waktu, aman dan terjangkau bagi setiap rumah tangga. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sektor pertanian, perkebunan dan kehutanan bertujuan untuk perbaikan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pendapatan masyarakat dengan memperhatikan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang

METODE PENELITIAN. ini yang dianalisis adalah biaya, benefit, serta kelayakan usahatani lada putih yang III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis, yang merupakan suatu metode penelitian yang ditujukan untuk menggambarkan

Lebih terperinci

Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry

Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry Oleh : Binti Masruroh Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

Feasibility Analysis of Patin Fish Business (Pangasius Sutchi) In Sipungguk Village Pond Salo Sub District Regency of Kampar Riau Province

Feasibility Analysis of Patin Fish Business (Pangasius Sutchi) In Sipungguk Village Pond Salo Sub District Regency of Kampar Riau Province Feasibility Analysis of Patin Fish Business (Pangasius Sutchi) In Sipungguk Village Pond Salo Sub District Regency of Kampar Riau Province By Muhammad Syafii 1), Darwis 2), Hazmi Arief 2) Faculty of Fisheries

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian.

METODE PENELITIAN. menganalisis data yang berhubungan dengan penelitian atau mencakup. yang berhubungan dengan tujuan penelitian. III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Batasan Operasional Konsep dasar dan batasan operasional merupakan pengertian dan petunjuk mengenai variabel yang akan diteliti, serta penting untuk memperoleh

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit

METODE PENELITIAN. yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit III. METODE PENELITIAN Penelitian ini bersifat kuantitatif, yang banyak membahas masalah biayabiaya yang dikeluarkan selama produksi, input-input yang digunakan, dan benefit yang diterima, serta kelayakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kopi (coffea sp.) adalah tanaman yang berbentuk pohon termasuk dalam famili

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kopi (coffea sp.) adalah tanaman yang berbentuk pohon termasuk dalam famili 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kopi Kopi (coffea sp.) adalah tanaman yang berbentuk pohon termasuk dalam famili Rubiceae dan genus Coffea. Tanaman ini tumbuhnya tegak, bercabang, dan bila dibiarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya/Papua. Dari 168 juta hektar lahan

I. PENDAHULUAN. A. Latar belakang. Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya/Papua. Dari 168 juta hektar lahan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Luas daratan Indonesia seluruhnya adalah 2000 juta hektar. Sekitar 168 juta hektar atau 81% tersebar di empat pulau besar selain di pulau Jawa, yaitu Sumatera, Kalimantan,

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5. Kecamatan Leuwiliang Penelitian dilakukan di Desa Pasir Honje Kecamatan Leuwiliang dan Desa Cidokom Kecamatan Rumpin. Kecamatan Leuwiliang merupakan kawasan pertanian

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian kelayakan Usaha pembenihan dan pembesaran ikan lele Sangkuriang dilakukan di Perusahaan Parakbada, Katulampa, Kota Bogor, Provinsi Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan milik masyarakat berangsur-angsur menjadi pemukiman, industri atau usaha kebun berorientasi komersil. Karena nilai ekonomi lahan yang semakin meningkat maka opportunity

Lebih terperinci

ANALISIS USAHA MODEL TUMPANGSARI PADA LAHAN PERHUTANI Studi Kasus Di RPH Cipondok BKPH Cibingbin KPH Kuningan

ANALISIS USAHA MODEL TUMPANGSARI PADA LAHAN PERHUTANI Studi Kasus Di RPH Cipondok BKPH Cibingbin KPH Kuningan ANALISIS USAHA MODEL TUMPANGSARI PADA LAHAN PERHUTANI Studi Kasus Di RPH Cipondok BKPH Cibingbin KPH Kuningan Nina Herlina, Syamsul Millah, Oding Syafrudin Program Studi Kehutanan, Fakultas Kehutanan Universitas

Lebih terperinci

Pengambilan Sampel Pola Agroforestri Pengambilan Sampel Petani Penggarap Lahan Agroforestri Metode Analisis...

Pengambilan Sampel Pola Agroforestri Pengambilan Sampel Petani Penggarap Lahan Agroforestri Metode Analisis... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERNYATAAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xii ABSTRACT...

Lebih terperinci

E U C A L Y P T U S A.

E U C A L Y P T U S A. E U C A L Y P T U S A. Umum Sub jenis Eucalyptus spp, merupakan jenis yang tidak membutuhkan persyaratan yang tinggi terhadap tanah dan tempat tumbuhnya. Kayunya mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi

Lebih terperinci

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati

POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati POLA PENGELOLAAN HUTAN RAKYAT PADA LAHAN KRITIS (Studi Kasus di Kecamatan Pitu Riawa Kabupaten Sidrap Sulawesi Selatan) Oleh : Nur Hayati Ringkasan Penelitian ini dilakukan terhadap anggota Kelompok Tani

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL KEMIRI RAKYAT DALAM SISTEM AGROFORESTRY (STUDI KASUS: DESA PERBESI KECAMATAN TIGABINANGA KABUPATEN KARO)

ANALISIS FINANSIAL KEMIRI RAKYAT DALAM SISTEM AGROFORESTRY (STUDI KASUS: DESA PERBESI KECAMATAN TIGABINANGA KABUPATEN KARO) ANALISIS FINANSIAL KEMIRI RAKYAT DALAM SISTEM AGROFORESTRY (STUDI KASUS: DESA PERBESI KECAMATAN TIGABINANGA KABUPATEN KARO) Rika Andriyani Purba 061201025 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Citapen Lokasi penelitian tepatnya berada di Desa Citapen, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Berdasarkan data Dinas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Hutan Rakyat 2.1.1. Pengertian Hutan Rakyat Hutan secara singkat dan sederhana didefinisikan sebagai suatu ekosistem yang didominasi oleh pohon (Suharjito, 2000). Menurut

Lebih terperinci

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan.

BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. 43 BAB IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Sragi Kabupaten Lampung Selatan. Kecamatan Sragi merupakan sebuah Kecamatan yang ada

Lebih terperinci

POTENSI PENGEMBANGAN KEDELAI DI KAWASAN HUTAN

POTENSI PENGEMBANGAN KEDELAI DI KAWASAN HUTAN POTENSI PENGEMBANGAN KEDELAI DI KAWASAN HUTAN Suwarno Asisten Direktur Perum Perhutani Unit 2 PENDAHULUAN Perusahaan Umum (Perum) Perhutani Unit 2 berdasar Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 2010 mendapat

Lebih terperinci

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL

VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL VII. PEMBAHASAN ASPEK FINANSIAL 7.1. Proyeksi Arus Kas (Cashflow) Proyeksi arus kas merupakan laporan aliran kas yang memperlihatkan gambaran penerimaan (inflow) dan pengeluaran kas (outflow). Dalam penelitian

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Kerangka pemikiran teoritis mengemukakan teori-teori terkait penelitian. Teori-teori tersebut antara lain pengertian proyek, keterkaitan proyek dengan

Lebih terperinci

Oleh : Sri Wilarso Budi R

Oleh : Sri Wilarso Budi R Annex 2. The Training Modules 1 MODULE PELATIHAN RESTORASI, AGROFORESTRY DAN REHABILITASI HUTAN Oleh : Sri Wilarso Budi R ITTO PROJECT PARTICIPATORY ESTABLISHMENT COLLABORATIVE SUSTAINABLE FOREST MANAGEMENT

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroforestri Definisi agroforestri

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroforestri Definisi agroforestri II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroforestri 2.1.1 Definisi agroforestri Dalam Bahasa Indonesia, kata agroforestry dikenal dengan istilah wanatani atau agroforestri yang arti sederhananya adalah menanam pepohonan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat, baik. generasi sekarang maupun yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat, baik. generasi sekarang maupun yang akan datang. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis.

Lebih terperinci

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Wilayah Kabupaten Lampung Barat pada bulan Januari

BAB III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Wilayah Kabupaten Lampung Barat pada bulan Januari 47 BAB III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian dilaksanakan di Wilayah Kabupaten Lampung Barat pada bulan Januari sampai dengan Februari 2011. 3.2 Bahan dan alat Bahan yang di

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis IV. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Letak Geografis Kabupaten Magelang merupakan salah satu kabupaten yang berada di provinsi Jawa Tengah yang berbatasan dengan beberapa kota dan kabupaten seperti Kabupaten

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Pulau Panggang, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, DKI

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 6 Lokasi penelitian

METODE PENELITIAN. Gambar 6 Lokasi penelitian METODE PENELITIAN 36 Bahan dan Alat Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain adalah : Peta-peta tematik (curah hujan, tanah, peta penggunaan lahan, lereng, administrasi dan RTRW), data-data

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN BUDIDAYA APEL (MALUS SYLVESTRIS MILL) DI DESA BULUKERTO,KECAMATAN BUMIAJI, KOTA BATU

ANALISIS KELAYAKAN BUDIDAYA APEL (MALUS SYLVESTRIS MILL) DI DESA BULUKERTO,KECAMATAN BUMIAJI, KOTA BATU ANALISIS KELAYAKAN BUDIDAYA APEL (MALUS SYLVESTRIS MILL) DI DESA BULUKERTO,KECAMATAN BUMIAJI, KOTA BATU Desy Cahyaning Utami* *Dosen Fakultas Pertanian Universitas Yudharta Pasuruan Imail: d2.decy@gmail.com

Lebih terperinci

ANALISIS FINANSIAL USAHATANI JERUK NIPIS (Citrus Aurantifolia) (Studi Kasus: Desa Marjanji Kecamatan Sipispis Kabupaten Serdang Bedagai)

ANALISIS FINANSIAL USAHATANI JERUK NIPIS (Citrus Aurantifolia) (Studi Kasus: Desa Marjanji Kecamatan Sipispis Kabupaten Serdang Bedagai) ANALISIS FINANSIAL USAHATANI JERUK NIPIS (Citrus Aurantifolia) (Studi Kasus: Desa Marjanji Kecamatan Sipispis Kabupaten Serdang Bedagai) Roni Johannes Sinaga *), Dr. Ir. Salmiah, MS **), Ir. M. Jufri,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah gandum dan padi. Di Indonesia sendiri, jagung dijadikan sebagai sumber karbohidrat kedua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perhutani sebanyak 52% adalah kelas perusahaan jati (Sukmananto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. Perhutani sebanyak 52% adalah kelas perusahaan jati (Sukmananto, 2014). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perum Perhutani merupakan sebuah badan usaha yang diberikan mandat oleh pemerintah untuk mengelola hutan tanaman yang ada di Pulau Jawa dan Madura dengan menggunakan

Lebih terperinci

PEMETAAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN AGROFORESTRY DI SUB DAS LAU SIMBELIN DAS ALAS KABUPATEN DAIRI

PEMETAAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN AGROFORESTRY DI SUB DAS LAU SIMBELIN DAS ALAS KABUPATEN DAIRI PEMETAAN KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN AGROFORESTRY DI SUB DAS LAU SIMBELIN DAS ALAS KABUPATEN DAIRI SKRIPSI Oleh: MEILAN ANGGELIA HUTASOIT 061201019/MANAJEMEN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI

ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL KONVERSI TANAMAN KAYU MANIS MENJADI KAKAO DI KECAMATAN GUNUNG RAYA KABUPATEN KERINCI PROVINSI JAMBI OLEH SUCI NOLA ASHARI A14302009 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari luar negeri yang beriklim sedang (sub tropis). Menurut sejarahnya, tanaman

II.TINJAUAN PUSTAKA. berasal dari luar negeri yang beriklim sedang (sub tropis). Menurut sejarahnya, tanaman II.TINJAUAN PUSTAKA 1. Tinjauan Agronomis Wortel atau Carrot (Daucus carota L.) bukan tanaman asli Indonesia,melainkan berasal dari luar negeri yang beriklim sedang (sub tropis). Menurut sejarahnya, tanaman

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang 70 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Tanggamus 1. Keadaan Geografis Tanggamus merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Lampung yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI

POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI 1 POLA USAHATANI PADI, UBI JALAR, DAN KATUK UNTUK MENGAKUMULASI MODAL DAN MENINGKATKAN PENDAPATAN PETANI (Studi Kasus H. Adul Desa Situ Daun, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor, Jawa Barat) Ach. Firman

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Penentuan Responden

IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Penentuan Responden IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Elsari Brownies and Bakery yang terletak di Jl. Pondok Rumput Raya No. 18 Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara

Lebih terperinci