Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan"

Transkripsi

1 ANALISIS KEBUTUHAN LUASAN HUTAN KOTA SEBAGAI SINK GAS CO 2 ANTROPOGENIK DARI BAHAN BAKAR MINYAK DAN GAS DI KOTA BOGOR DENGAN PENDEKATAN SISTEM DINAMIK ENDES N. DAHLAN Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

2 Yang bertanda tangan di bawah ini: SURAT PERNYATAAN N a m a : Ir. Endes N. Dahlan, MS N R P : E Program Studi : Ilmu Pengetahuan Kehutanan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Dengan ini menyatakan bahwa disertasi saya yang berjudul: Analisis Kebutuhan Luasan Hutan Kota Sebagai Sink Gas CO 2 Antropogenik dari Bahan Bakar Minyak dan Gas di Kota Bogor dengan Pendekatan Sistem Dinamik merupakan karya penelitian dan hasil penulisan saya yang belum pernah dipublikasikan. Tulisan ini tidak boleh diperbanyak dan tidak juga dipublikasikan serta tidak boleh ditayangkan di internet tanpa ijin tertulis dari penulis. Perlakuan tersebut tanpa ijin tertulis dapat dituntut secara hukum. Surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya yang dapat dipergunakan sebagai bahan pelengkap disertasi ini. Bogor, 27 November 2007 Ir. Endes N. Dahlan, MS

3 RINGKASAN Kota merupakan pusat berbagai kegiatan. Penggunaan bahan bakar yang terus meningkat akan mengakibatkan konsentrasi ambien gas CO 2 meningkat pula yang kemudian dapat mengakibatkan pemanasan global melalui efek rumah kaca. Oleh sebab itu, diperlukan upaya untuk mengurangi laju peningkatannya. Salah satu upaya untuk mengatasinya adalah dengan memperluas lahan hutan kota. Luasan hutan kota di Kota Bogor saat ini 144,75 ha (1,22 %) yang terdiri dari Kebun Raya Bogor (87,00 ha) dan hutan penelitian Dramaga (57,75 ha). Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan kebutuhan luasan hutan kota sebagai rosot gas CO 2 antropogenik yang berasal dari bensin, solar, minyak tanah, minyak diesel dan LPG di Kota Bogor secara dinamik. Penelitian ini terdiri dari: (1) analisis jumlah emisi dan konsentrasi gas CO 2 dengan melakukan prediksi jumlah kebutuhan bahan bakar dan pengukuran konsentrasi ambien gas CO 2 di lokasi yang padat kendaraan dan lokasi yang tidak padat kendaraan, dan (2). analisis daya rosot gas CO 2 oleh ruang terbuka hijau dan daya rosot hutan kota melalui penelitian pengukuran daya rosot gas CO 2 oleh pohon yang terdapat di Kebun Raya Bogor dan Hutan Penelitian Dramaga. Penelitian dilakukan dari bulan Maret 2005 sampai Juni Hasil penelitian menyatakan bahwa emisi gas CO 2 antropogenik di Kota Bogor meningkat. Emisi gas ini pada tahun 2010 sebesar ton, sedangkan tahun 2100 menjadi ton. Konsentrasi gas di lokasi yang tercemar pada musim kemarau tahun 2006 sebesar 397,27 ppmv dan musim penghujan tahun 2007 sebesar 395,11 ppmv. Rerata konsentrasi ambien gas CO 2 di lokasi yang padat dan tidak padat kendaraan di Kota Bogor tahun 2006/2007 sebesar 389,8900 ppmv. Daya rosot gas CO 2 bervariasi menurut jenis tanaman. Kelompok jenis pohon yang berdaya rosot sangat rendah nilai reratanya 3,90 kg/pohon/tahun, kelompok jenis pohon dengan rosot rendah nilai reratanya sebesar 28,00 kg/pohon/tahun, kelompok jenis pohon dengan rosot sedang nilai reratanya 102,07 kg/pohon/tahun, kelompok dengan nilai rosot yang agak tinggi memiliki nilai rerata 305,91 kg/pohon/tahun, tinggi 835,65 kg/pohon/tahun dan sangat tinggi sebesar ,93 kg/pohon/tahun. Berdasarkan kajian jumlah emisi gas CO 2 yang terus bertambah sementara luasan ruang terbuka hijau terus menurun, maka luasan hutan kota sebagai rosot gas CO 2 antropogenik dari bahan bakar minyak di Kota Bogor perlu ditambah. Tanpa penambahan luasan hutan kota konsentrasi gas CO 2 ambien akan meningkat menjadi 389,8964 ppmv, sedangkan dengan penambahan luasan hutan kota dengan jenis pohon berdaya rosot sangat tinggi akan menjadi 389,8752 ppmv. Kebutuhan penambahan luasan hutan kota di Kota Bogor sangat mendesak tidak hanya bervariasi menurut jenis daya rosot pohon namun juga dipengaruhi oleh penggunaan bahan bakar, pengkayaan pada areal bervegetasi jarang dan waktu. Dengan menggunakan skenario ruang terbuka hijau yang harus disediakan sekitar 32% dan luas lahan terbangun 68,00%, dengan simulasi didapatkan kebutuhan luasan hutan kota dengan jenis berdaya rosot tinggi bervariasi dari ha, sedangkan jika dengan jenis berdaya rosot sangat tinggi berkisar antara ha. Dengan demikian jenis pohon berdaya sink tinggi dan jenis pohon lainnya yang lebih rendah daya sink-nya tidak dianjurkan untuk digunakan

4 pada program penambahan luasan hutan kota yang baru. Oleh sebab itu, pemilihan jenis tanaman harus betul-betul diperhatikan. Jenis pohon yang harus digunakan dalam program penambahan luasan hutan kota adalah jenis berdaya sink sangat tinggi. Jumlah penduduk yang dapat ditampung sampai tahun 2100 sebanyak 1,3 juta orang dengan bangunan 1 lantai. Kebutuhan luasan hutan kota sekitar 300 ha. Jika dengan bangunan dua lantai, maka jumlah penduduk yang dapat ditampung sebanyak 2,5 juta orang. Luasan hutan kota yang dibutuhkan dari tahun 2017 sampai 2100 bervariasi sekitar ha. Lahan terbangun yang dibutuhkan seluas 8.032,11 ha (67,78%) dengan bangunan dua lantai. Jenis pohon yang harus ditanam pada penambahan lahan hutan kota yang baru adalah jenis berdaya sink sangat tinggi. Berdasarkan simulasi luasan hutan kota yang dibutuhkan sebagai sink gas CO 2 antropogenik dari bahan bakar minyak dan gas pada tahun 2100 seluas 1.278,81 ha (10,79%), sementara luasan ruang terbuka hijau yang tersisa seluas 200,77 ha (1,69%). Kata kunci: hutan kota, ruang terbuka hijau, emisi gas CO 2 dan konsentrasi ambien gas CO 2.

5 ABSTRACT Activities in towns and cities require energy which is obtained from fossil fuel and gas. The combustions cause increasing concentration of ambient CO 2 which induce global warming through green house effect. One of the efforts to minimize the increasing of CO 2 concentration in the atmosphere, particularly in the urban area, is to develop urban forest. Wide of urban forest in Bogor city is ha (1.20 %) consist of Bogor Botanical Garden (87.00 ha) and Research Forest Station at Dramaga (57.75 ha). The objective of the research is to estimate wide of urban forest required for absorbing CO 2 gas emitted from petrol, diesel, kerosene and LPG combustion in Bogor, dynamically. The researches consist of: (1). Analysis of CO 2 emission and the concentration based on fossil fuel and gas requirement and measurement of ambient CO 2 in dense and rare automobile and (2) Analysis of CO 2 sequestration by green open spaces and urban forest plant sequestration through researches conducted in Bogor Botanical Garden and Forest Research Station at Dramaga. The researches were conducted from March 2005 until June The result of the study revealed that the amount of the gas emission is increase. The emission prediction in 2010 is 600,216 ton and in 2100 will be 848,175 ton. The average concentration of CO 2 ambient in 2005 in polluted road in the morning in dry and wet season was ppmv and ppmv, respectively. The average concentration of ambient CO 2 at rare and dense automobile in 2006/2007 was ppmv. The researches also noticed that CO 2 sequestration was varied depend on plant species. The average of CO 2 sequestration class of very low, low, moderate, slightly high, high and very high absorption capacity were 3.90 kg/tree/year, kg/tree/year, kg/tree/year, kg/tree/year, kg/tree/year, and 16, kg/tree/year, respectively. Without urban forest wide addition, CO 2 concentration will be increase to ppmv, while with urban forest wide addition with very high sequestration the concentration will be ppmv. Based on increasing CO 2 emission while decreasing sequestration by urban green open space, it is considered that wide of urban forest should be added. Urban forest wide required for CO 2 sequestrating is urgently needed and varied depend on plants species, fossil fuel used, enrichment with very high sequestration plants in rare density vegetation area and time. Using scenario green open space should be available around 32% and built up area 68%, from simulation showed that urban forest requirement with high sequestration plants varied from 6,517 5,505 ha. The high sequestration plants and the lower sequestration plants are not recommended for new additional urban forest. Plants selection should also be considered to increase carrying capacity population. Carrying capacity population in 2100 with 1 floor is 1.3 million people. If very high sequestration plants species used in the program, the carrying capacity is also 1.3 million people, but the urban forest wide only 300 ha. Using 2 floor building, carrying capacity of people in 2100 will be 2.5 million in 8, ha built up area, while the wide of urban forest needed from 2017 to 2100 around 1,400 ha. Keywords: urban forest, green open space, CO 2 emission, CO 2 ambient.

6 Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi Undang-Undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Institut Pertanian Bogor. 2. Dilarang menggunakan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin dari Institut Pertanian Bogor.

7 ANALISIS KEBUTUHAN LUASAN HUTAN KOTA SEBAGAI SINK GAS CO 2 ANTROPOGENIK DARI BAHAN BAKAR MINYAK DAN GAS DI KOTA BOGOR DENGAN PENDEKATAN SISTEM DINAMIK ENDES N. DAHLAN Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

8 Penguji Luar Komisi pada Sidang Tertutup: Dr.Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr. Penguji Luar Komisi pada Sidang Terbuka: Dr. Ir. Ning S. Purnomohadi, MS. Dr. Ir. Tania June, MSc.

9 PRAKATA Assalamu alaikum wr. wb. Pada kesempatan ini penulis panjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah karena atas ijin, barokah dan nikmat dari-nya penulis dapat menyelesaikan penelitian sampai penulisan disertasi dan ujian tertutup dan terbuka. Penulis mencoba menggunakan Ilmu sistem dan permodelan yang sangat sulit dan baru dipelajari ketika kuliah S3 yang telah membuat jatuh bangun, namun membuat penulis seolah dibakar, ditempa dan digosok insya Allah menjadi barang yang berharga, semuanya itu hanya atas ijin dan kuasa Allah semata. Ucapan terima kasih yang tulus sebesar-besarnya kepada kedua orang tua alm. Dasuki M. Dachlan dan almh. Murati Juinah atas do a dan ketulusan mereka selama mereka hidup; semoga mereka adanya di alam kubur diampuni semua dosanya diterima iman-islamnya, diberikan nikmat oleh Allah dan diberikan tempat yang indah, sejuk dan nyaman dan kelak mendapatkan surga. Aamiin. Demikian pula halnya untuk bapak mertua Asim (alm.). Tidak lupa juga kepada ibu mertua Siti Aisyah atas bantuan do a dan kesabarannya selama ini. Penulis juga sampaikan ucapan terima kasih, karena tanpa adanya dorongan semangat, kesabaran dan bantuan segalanya dari istri Iyah R. Yusliani dan anak-anakku: Eru N. Dahlan, S.Hut., Tria N. Dahlan, STP dan Dewi N. Dahlan, AMd. Demikian juga untuk ananda Rina Wulandari, S.Hut. atas bantuannya. Pertama-tama penulis panjatkan do'a untuk alm. Dr.Ir. H.M. Yahya Fakuara M.Sc. serta alm. Dr.Ir. Muljarno Djojomartono M.Sa. semoga amal ibadah mereka diterima dan diberi naungan, perlindungan dan hidayah Allah. Awalnya penulis memohon pada Pak Mul, ketika masih kuliah dan beliau masih sehat bahwa saya ingin dibimbing oleh beliau dan beliau menyetujui permintaan saya. Sampai-sampai beliau masih menyempatkan diri mengajari lagi saya Ilmu Sistem, bahkan memberikan wawasan materi yang lebih luas daripada bahan ketika kuliah. Namun karena sakit, maka keinginan saya untuk beliau bimbing menjadi tidak terkabul. Terima kasih Pak Yahya dan Pak Mul, semoga surga Allah merupakan pahalanya. Penulis sampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada pembimbing yaitu Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, MS, Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr. dan Dr. Ir. Setyo Pertiwi, M.Agr. atas bimbingan dan pengarahannya sampai

10 penulis dapat menyelesaikan program doktor ini; tidak lupa untuk semua guru dan dosen yang telah memberikan ilmunya, serta Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr. penguji sidang tertutup, demikian juga kepada Dr.Ir. Ning S. Purnomohadi, MS. dan Dr.Ir. Tania June, MSc. sebagai penguji sidang terbuka yang telah memberikan masukan yang sangat berharga, penulis ucapkan terima kasih, seraya berdoa semoga Allah membalas kebaikan mereka dengan pahala yang berlipat ganda. Aamiin. Untuk Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, M.Agr. yang ketika itu sebagai Dekan Fakultas Kehutanan IPB dan Prof. Dr. Ir. Ani Mardiastuti, MSc, tidak lupa juga kepada Dr. Ir. Rinekso Sukmadi, M.Agr., Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Dr. Ir. Lilik B. Prasetyo, M.Agr., Ir. Rachmad Hermawan, M.ScF. dan semua teman di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB, penulis sampaikan terima kasih atas sumbang-saran, bantuan dan pengertiannya selama ini. Tidak lupa kepada semua yang pernah penulis bimbing baik program S2 (Riswandi Tinambunan S.Hut., MS, Diana Septriana, S.Hut., Msi.); program S1 (Herdiansyah, S.Hut., Hadinata, S.Hut., Tommy P. Sinambela, S.Hut., Sri Purwaningsih, S.Hut., Vivi Indriani Harris, S.Hut. dan Yofi Mayalanda, S.Hut.) penulis ucapkan terima kasih atas bantuannya. Akhirnya penulis sampaikan rasa terima kasih kepada Dr. Ir. Agus Priyono Kartono, M.Si atas bantuannya dalam pengolahan data, khusus kepada Ir Yadi Suryadi, M.Si, Ir. Erna Hernawati, MM dan Arif Wicaksono, SP dari Dinas Tata Kota dan Pertamanan serta Kamal Yusuf, ST dari Bapeda Kota Bogor dan PT Pertamina Unit III atas bantuannya dalam memberikan data yang penulis butuhkan. Kepada Dr. Ir. Ernan Rustiadi M.Agr. dan Dr. Ir. Alinda M. Zain, M.Si dari Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat IPB, penulis sampaikan terima kasih untuk bantuan dan kesediaannya, sehingga penulis mendapat bantuan data yang sangat penulis perlukan. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada BPPS atas bantuan dana perkuliahan dan tidak lupa kepada Yayasan Toyota-Astra dan WWF Indonesia atas bantuan dana untuk penelitian. Bogor, 1 Desember 2007 Penulis

11 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kuningan 26 Desember 1950, anak ketiga dari tiga bersaudara dari alm. Dasuki M. Dahlan dan almh. Murati Juinah. Sekolah tingkat dasar, menengah dan lanjutan atas diselesaikan di Kuningan. Pada bulan Desember 1977 penulis mendapat gelar Sarjana dari Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Bandung. Pada Bulan Januari 1978 penulis bekerja sebagai Asisten Peneliti di Seameo Regional Center for Tropical Biology (BIOTROP), Bogor pada Tropical Pest Biology Program dengan bidang kajian kompetisi dan alelopati gulma. Pada Tahun 1979 pindah ke Tropical Aquatic Biology Program pada bidang pencemaran insektisida, uji bioassay dispersan, minyak bumi dan pestisida serta analisis dampak lingkungan. Tahun 1981 penulis menjadi dosen pengasuh mata kuliah Ekologi Perairan di Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Tahun 1978 Menikah dengan Iyah R. Yusliani dan dikaruniai 4 anak: Eru N. Dahlan S.Hut., alm. Ernu N. Dahlan, Tria N. Dahlan, STP dan Dewi N. Dahlan, AMd. Penulis juga banyak melakukan penelitian AMDAL antara lain: S. Bengawan Solo pra konstruksi Bendungan Gajah Mungkur, Kawasan Kawah G. Dieng untuk eksplorasi panas bumi, pipa minyak Muara Gembong-Marunda, industri kertas, ban dan tekstil di beberapa tempat di P. Jawa. Pada kurun waktu banyak terlibat dalam proyek AMDAL HPH dan HTI di P. Sumatera, Kalimantan, Sulawesi dan Irian Jaya. Tahun membantu APHI dalam perawatan tanaman pasca Puncak Penghijauan dan Konservasi Alam Nasional di Ambon, Banda Aceh dan Balikpapan. Kegiatan lainnya yang pernah dilakukan adalah pembangunan hutan kota di Kabupaten Cianjur, DKI Jakarta serta beberapa tempat lainnya. Penulis juga pernah menjadi staf akhli Dinas Pertanian dan Kehutanan DKI Jakarta. Akhir-akhir ini penulis banyak terlibat dalam membantu Kantor Asdep Lingkungan Hidup Sumatera dalam memberikan penyuluhan dan bantuan teknis program Clean and Green City di beberapa kota di P. Sumatera dan belakangan ini banyak terlibat dalam berbagai kegiatan Pusat Pengkajian Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.

12 Tahun 1989 meraih gelar Magister Sains (MS) dari Program Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Fakultas Pascasarjana, IPB. Sejak saat itu penulis menjadi pengajar mata kuliah Ilmu Hutan Kota. Tahun menjadi Kepala Laboratorium Analisis Lingkungan. Kini menjadi anggota penelaah Buletin Media Konservasi yang diterbitkan oleh Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB. Buku yang pernah diterbitkan: (1). Hutan Kota untuk Pengelolaan dan Peningkatan Kualitas Lingkungan Hidup dan (2). Membangun Kota Kebun Bernuansa Hutan Kota. Buku yang sedang disusun: (1). Isyarah Sains dalam Al Qur an dan (2). Teknik Pembangunan dan Pemeliharaan Tanaman Hutan Kota. Mata Kuliah yang pernah diberikannya adalah: Pengantar Ilmu Kehutanan, Konservasi Sumberdaya Alam Hayati, Ekologi Perairan, Pencemaran Lingkungan dan Pengantar Ilmu Lingkungan. Kini dengan gelar Lektor Kepala menjadi pengajar: mata kuliah Ilmu Hutan Kota (S1) dan mata kuliah Ilmu Hutan Kota Terapan (S0). Dengan dikembangkannya sistem mayor-minor, maka mata kuliah tambahan yang akan diasuhnya adalah: Manajemen Jasa Lingkungan Sumberdaya Hutan (S1), Ilmu Hutan Kota Lanjutan untuk S2 dan S3, serta Permodelan Sistem Pengelolan Jasa Lingkungan yang dicanangkan untuk program S2 dan S3.

13 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR LAMPIRAN... ix 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kebaharuan Penelitian TINJAUAN PUSTAKA Permodelan dan Simulasi Bahan Bakar Minyak dan Gas Bahan Bakar Konvensional Bahan Bakar Nir-konvensional Emisi Gas CO Karakteristik Gas CO Dampak Negatif Gas CO Dampak Negatif Gas CO 2 terhadap Manusia Dampak Negatif Gas CO 2 terhadap Lingkungan Hidup Fotosintesis dan Respirasi Tumbuhan sebagai Penyerap gas CO Respons Tumbuhan terhadap Peningkatan Konsentrasi Gas CO Hutan Kota Studi Kebutuhan Luasan Hutan Kota METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Komponen Penelitian dan Parameter yang Diamati Asumsi dan Batasan Penelitian Kerangka dan Rancang-bangun Penelitian i

14 3.6. Perhitungan Kebutuhan Bahan Bakar Minyak dan Gas serta Prediksi Kebutuhannya di Masa yang Akan Datang Perhitungan Emisi Gas CO Penghitungan Kepadatan Kendaraan Pengukuran Kandungan Gas CO 2 Ambien Luasan Ruang Terbuka Hijau dan Perhitungan Perubahannya Pengukuran Daya Rosot Gas CO Penelitian di Rumah Kaca dengan Menggunakan Alat Pengukur Laju Fotosintesis Penelitian Pendahuluan dengan Metode Karbohidrat Penelitian di Kebun Raya Bogor Penelitian di Hutan Penelitian Dramaga Jumlah dan Ukuran Stomata Simulasi Konsentrasi Gas CO 2 Ambien dan Penentuan Kebutuhan Luasan Hutan Kota HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Keadaan Umum Kota Bogor Kependudukan Transportasi Penggunaan Bahan Bakar Minyak dan Gas Emisi Gas CO 2 Antropogenik Konsentrasi Gas CO 2 Ambien Tahun 2006/ Penggunaan Lahan Ruang Terbuka Hijau dan Hutan Kota Daya Rosot Gas CO Penelitian di Rumah Kaca Menggunakan Alat Pengukur Laju Fotosintesis Penelitian Pendahuluan dengan Metoda Karbohidrat ii

15 Penelitian di Kebun Raya Bogor Penelitian di Hutan Penelitian Dramaga Ukuran dan Kerapatan Stomata Simulasi Konsentrasi Gas CO 2 Ambien dan Penentuan Kebutuhan Luasan Hutan Kota sebagai Rosot Gas CO 2 Antropogenik dari Bahan Bakar Minyak dan Gas Pembahasan Analisis Emisi Gas CO 2 dan Konsentrasi Gas CO Daya Rosot dan Klasifikasi Daya Rosot Tanaman Hutan Kota Pengujian Model Pengaruh Hujan Analisis Kecukupan Luasan Hutan Kota Menggunakan Tanaman Berdaya Rosot Gas CO 2 Sangat Tinggi dengan Model Tidak Dipengaruhi Hujan Skenario Variasi Jenis Daya Rosot Gas CO Skenario Variasi Laju Pertambahan Jumlah Penduduk Skenario Variasi Penghematan Bahan Bakar Minyak dan Gas Skenario Pengkayaan pada Areal Bervegetasi Jarang dan Upaya Gabungan Daya Dukung Kependudukan Implikasi Kebijakan Strategi Pembangunan Hutan Kota KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran-saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iii

16 DAFTAR TABEL Halaman 1. Konsentrasi pencemar udara di Kota Bogor tahun Konsentrasi polutan udara di Kota Bogor tahun 2003 dan Luasan taman dan jalur hijau di Kota Bogor tahun Luasan beberapa bentuk ruang terbuka hijau di dalam Kota Bogor tahun Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam uji verifikasi dan validasi model Jenis bahan bakar hasil destilasi minyak bumi Kandungan kimia dalam solar dan bensin Emisi gas CO 2 dari kegiatan transportasi dan proyeksi perkiraannya di Kabupaten Bogor (x 10 6 ton) Karakteristik fisik-kimiawi gas CO Emisi gas CO 2 yang dihasilkan oleh beberapa macam bahan bakar Komposisi gas CO 2 dan uap air pada hirupan dan hembusan napas (%) Daya rosot gas CO 2 di beberapa tipe penutupan lahan Matriks tabulasi penelitian Perhitungan jumlah emisi gas CO Jumlah dan laju pertambahan penduduk Kota Bogor Perkiraan jumlah penduduk Kota Bogor sampai tahun Route dan jumlah angkutan kota di wilayah Kota Bogor Perkiraan jumlah kendaraan bermotor Tahun Panjang jalan di Kota Bogor pada tahun Perkiraan jumlah kendaraan bermotor tahun Pemakaian bahan bakar minyak dan gas di Kota Bogor tahun Kebutuhan bahan bakar minyak dan gas untuk tahun Jumlah pelanggan PT. Gas Negara Tahun Banyaknya gas yang terjual melalui pipa Kota Bogor Jumlah emisi gas CO 2 di Kota Bogor tahun Jumlah kendaraan di 5 lokasi pengamatan pada musim kemarau 2006 dan musim penghujan iv

17 27. Konsentrasi gas CO 2 di 5 lokasi pengukuran siang dan malam hari di bulan Februari Konsentrasi gas CO 2 ambien pada lokasi padat dan Kurang padat kendaraan bermotor Luas lahan Kota Bogor berdasarkan keterbangunan tahun Pemanfaatan lahan tahun 1996 dan rencana pemanfaatan lahan pada tahun Luas dan persentase tipe penutupan lahan pada masing-masing kecamatan di Kota Bogor Penggunaan lahan dan laju perubahannya tahun Lokasi dan luasan hutan kota di Kota Bogor Parameter-parameter turunan: efisiensi kuantum, laju fotosintesis maksimum dan respirasi Kemampuan rosot gas CO 2 per m 2 daun Hasil pengukuran massa karbohidrat 5 jenis tanaman Kemampuan rosot gas CO 2 dengan metode karbohidrat Uji beda nilai tengah dengan menggunakan uji-t Massa karbohidrat pada ranting dan daun yang diambil pada pukul dan Daya rosot gas CO 2 oleh tanaman di Kebun Raya Bogor Daya rosot gas CO 2 oleh tanaman di Hutan Penelitian Dramaga Panjang, lebar dan kerapatan stomata tumbuhan di Kebun Raya Bogor Panjang dan lebar serta kerapatan stomata pada daun tumbuhan di areal Hutan Penelitian Dramaga Hubungan antara nilai rosot gas CO 2 dengan stomata Beberapa jenis bahan radioaktif dan efek yang ditimbulkan Daya rosot gas CO 2 dan klasifikasi daya rosot tanaman di Kebun Raya Bogor dan di Hutan Penelitian Dramaga Beberapa ciri fotosintetik antara tumbuhan C3, C4 dan CAM v

18 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Peningkatan konsentrasi gas CO 2 tahun Emisi gas CO 2 dari penggunaan bahan bakar fosil dan produksi semen Fluktuasi suhu udara dari tahun Pengaruh peningkatan konsentrasi gas CO 2 pada laju asimilasi tanaman kedelai Hubungan antara suhu daun dengan laju asimilasi tanaman kedelai Diagram simpal yang menggambarkan hubungan keterkaitan antara jumlah penduduk, penggunaan bahan bakar minyak dan gas, ruang terbuka hijau dan kebutuhan hutan kota Analisis input-output pembangunan dan pengembangan hutan kota di Kota Bogor Rancang bangun penelitian Proses serapan gas CO 2, pembentukan karbohidrat di dalam daun dan beberapa proses metabolisme lainnya Perkembangan jumlah kendaraan angkutan kota, angkutan perkotaan, angkutan kota dalam propinsi dan angkutan kota antar propinsi tahun Emisi gas CO 2 di Kota Bogor tahun Rerata jumlah mobil yang melewati 5 jalur lokasi penelitian selama 1 minggu pada (a) musim kemarau tahun 2006 dan (b) musim penghujan tahun Foto vegetasi hutan kota di (a) Hutan Penelitian Dramaga dan (b) Kebun Raya Bogor Foto vegetasi non hutan kota di (a) Jalur hijau di Jalan Baranangsiang, Kecamatan Bogor Timur (b) Jalur hijau di Jalan Heulang, Kecamatan Tanah Sareal Foto vegetasi non hutan kota di (a) pemakaman di Dreded, Kecamatan Bogor Selatan (b) Kebun Pembibitan di Sempur, Kecamatan Bogor Tengah vi

19 16. Foto sawah di (a) dan (b) Balumbangjaya, Kecamatan Bogor Barat (c) Sindangbarang, Kecamatan Bogor Barat Foto semak dan rumput di (a) Halaman Istana Bogor di Kebun Raya Bogor, Kecamatan Bogor Tengah (b) Jalan Malabar, Kecamatan Bogor Tengah (c) Semak di Menteng, Kecamatan Bogor Barat Perubahan perimbangan persentase ruang terbuka hijau dan ruang terbangun Kurva respon cahaya pada Jati (T. grandis) Kurva respon cahaya pada Kenari (C. commune) Kurva respon cahaya pada Mangga (M. indica) Kurva respon cahaya pada Sawo duren (C. cainito) Kurva respon cahaya pada Tanjung (M. elengi) Hasil Simulasi: (a). Emisi gas CO 2, dan (b). Luasan RTH Fluktuasi konsentrasi gas CO 2 yang diukur pada menara dengan ketinggian 496 m di Kota Carolina Utara Konsentrasi gas CO 2 yang terus bertambah, walau sebagian telah dibersihkan oleh air hujan Kebutuhan luasan hutan kota dengan tanaman berdaya rosot sangat tinggi (ha) Hasil Simulasi: (a). Emisi gas CO 2, (b). Luas RTH dan (c). Daya RTH Konsentrasi CO 2 ambien hasil simulasi dari tahun (a) Tanpa penambahan luasan HK, (b) Dengan penambahan luasan HK Hasil Simulasi. (a). Kebutuhan jumlah bibit dan perkembangannya (b). Kebutuhan luasan HK dengan jenis berdaya rosot sangat tinggi (a). Jumlah bibit dan perkembangannya. (b). Luasan hutan kota yang diperlukan dengan penggunaan tanaman berdaya rosot tinggi Kebutuhan luasan HK pada skenario laju pertambahan penduduk (a). 1% per tahun. (b). 2% per tahun, dan (c) 3,06% per tahun vii

20 33. Kebutuhan luasan HK pada berbagai upaya penghematan bahan bakar. (a). Penghematan 10%, (b). Penghematan 20% dan (c). Penghematan 30% Kebutuhan luasan hutan kota pada skenario: (a) Pengkayaan pada areal bervegetasi jarang (b). Upaya gabungan Skenario bangunan 2 lantai : (a). Perkembangan jumlah penduduk, (b). Kebutuhan luasan hutan kota viii

21 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Lokasi pengambilan sampel gas CO 2 ambien Rincian data Power Analyst dari Powerdesigner Diagram alir Powersim Data masukan yang digunakan dalam model Hasil simulasi grafik pertambahan jumlah penduduk dan luasan lahan terbangun Jumlah emisi gas CO Foto stomata dan daun tanaman di Kebun Raya Bogor Foto stomata dan daun tanaman di Hutan Penelitian Dramaga Ukuran panjang, lebar dan kerapatan stomata hasil penelitian Agustini (1994) Hasil perhitungan hubungan antara rosot dengan panjang, lebar dan kerapatan stomata tanaman di Kebun Raya Bogor dengan menggunakan program Datafit Hasil perhitungan hubungan antara rosot dengan panjang, lebar dan kerapatan stomata tanaman di Hutan Penelitian Dramaga dengan menggunakan program Datafit Perangkat ADC LCA-4 yang digunakan untuk mengukur daya serap CO Foto alat kromatografi gas Foto pengambilan sampel CO 2 ambien di beberapa lokasi yang padat kendaraan bermotor Keadaan ruang terbuka hijau kota di setiap kecamatan di Kota Bogor pada tahun Jenis-jenis tanaman pada beberapa bentuk ruang terbuka hijau di Kota Bogor Jenis taman, lokasi dan fungsinya Sebaran dan luas taman di Kota Bogor berdasarkan hasil pengolahan citra Iconos Januari tahun Lokasi ruang terbuka hijau dan jenis vegetasi ix

22 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota merupakan pusat berbagai kegiatan yakni: pemerintahan, perdagangan, pendidikan, permukiman dan kegiatan lainnya dengan intensitas dan jumlah kegiatan yang sangat tinggi dengan mata pencaharian penduduknya tidak lagi bertumpu pada sektor pertanian, melainkan pada sektor perdagangan dan jasa. Dalam Imendagri No. 14 Tahun 1983, kota didefinisikan sebagai suatu pusat permukiman dan kegiatan penduduk yang mempunyai batasan, wilayah administratif yang diatur dalam peraturan perundangan serta permukiman yang telah memperlihatkan watak dan ciri perkotaan, sedangkan kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi (PerMendagri No. 1 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan). Peningkatan jumlah penduduk kota yang disertai dengan meningkatnya berbagai kegiatan di kota, mengakibatkan kualitas lingkungan kota menjadi semakin menurun. Oleh karena kota merupakan tempat terakumulasinya sumberdaya manusia dengan berbagai aktivitasnya yang sangat penting dalam menentukan kekuatan dan masa depan bangsa, maka kualitas lingkungan kota harus mendapat perhatian yang utama. Kota dan kabupaten jumlahnya di Indonesia sebanyak 416 (Malarangeng 2006). Jika kota dan kabupaten kualitas lingkungannya rusak, maka kesehatan dan produktivitasnya pun akan menurun, sehingga kekuatan bangsa dapat menurun dan masa depan bangsa pun akan menjadi suram. Hal ini harus dicegah agar kotakota yang saat ini ada dapat tetap lestari keberadaannya, bahkan dapat berfungsi dengan maksimal sebagai pusat berbagai kegiatan. Namun pada kenyataannya saat ini, manusia modern di kota secara sadar atau pun tidak telah menyisihkan hutan dan pepohonan. Lingkungan hidup manusia yang hidup di kota yang semula berhutan atau berpepohonan kini sudah menjadi berkurang luasan dan jumlah pohonnya, sedangkan di lain pihak jumlah kendaraan bermotor terus bertambah 1.

23 dari tahun ke tahun yang mengakibatkan kualitas lingkungan kota menjadi semakin menurun. Pencemaran udara yang disertai dengan meningkatnya kadar gas CO 2 di udara akan menjadikan lingkungan kota menjadi lingkungan yang tidak sehat. Pada lingkungan yang tidak tercemar, konsentrasi oksigen dan karbondioksida masing-masing sekitar 20,95% dan 0,03% (300 ppmv). Konsentrasi gas CO 2 pada masa sebelum maraknya industri sebesar 275 ppmv sedangkan pada masa sekarang konsentrasinya sebesar 350 ppmv. Jika laju penambahan penggunaan bahan bakar minyak dan gas tidak berubah, maka dalam kurun waktu 60 tahun mendatang konsentrasi gas CO 2 akan meningkat menjadi 550 ppmv. Perubahan konsentrasi gas ini dari 275 menjadi 550 ppmv akan mengakibatkan peningkatan suhu udara sebesar 5 o F (2,78 o C) ( ~silverma/resourxces.ppt. 2007). Sementara Keeling dan Whorf (2005) menyatakan dari pantauan yang dilakukan pada 4 buah menara dengan ketinggian 7 meter dan 1 buah menara dengan ketinggian 27 meter di Mauna Loa, Hawaii menunjukkan bahwa konsentrasi gas ini pada tahun 1959 sebesar 315,98 ppmv dan pada tahun 2004 menjadi 377,38 ppmv ( wiki/carbon dioxide 2006). Oleh sebab itu konsentrasi gas ini di atmosfer harus diturunkan ke tingkat yang aman yakni ppm. Saat ini banyak dibicarakan masalah sequestration dan sink. Sequestration didefinisikan sebagai removing carbon dioxide from the air atau process of increasing carbon content of a carbon pool other than atmosphere, sedangkan sink didefinisikan sebagai any process or mechanism which removes a greenhouse gas from the atmosphere (Wikipedia 2005). Telah dijelaskan bahwa konsentrasi gas CO 2 di atmosfer terus meningkat. Peningkatan kadar gas CO 2 di udara sebagian besar berasal dari pembakaran bahan bakar minyak dan gas. Penambahan gas ini sebesar 7,81 Gt (7,81x10 9 ton) CO 2 setara dengan 2,13 Gt Karbon akan mengakibatkan peningkatan sebesar 1 ppmv CO 2 (Trenbeth 1981) dalam (CDIAC 2005). Gas CO 2 memiliki berat jenis 1,5 kali lebih besar daripada udara, merupakan salah satu gas rumah kaca yang kemudian mengakibatkan pemanasan global. Peningkatannya sebesar 100 ppmv akan mengakibatkan peningkatan suhu udara 2.

24 sekitar 1 o C. Hal ini disebabkan karena gas ini mampu menyerap gelombang panjang yang panjangnya 4.26 µm (asymmetric stretching vibrational mode) ( wikipedia-mirror.co.za/wiki/infrared_spectroscopy 2006). Akibat adanya pemanasan global, flora dan fauna yang sensitif terhadap perubahan suhu udara akan bergerak ke arah kutub atau ke tempat yang lebih tinggi. Peningkatan suhu sebesar 1 o C akan mengakibatkan satwa liar pindah sejauh km mendekati kutub atau 150 m ke tempat yang lebih tinggi ( 2006). Pengaruh buruk lainnya akibat dari pemanasan global adalah cuaca menjadi lebih ekstrim, meningkatnya evapotranspirasi, meningkatnya suhu udara dan permukaan air laut serta mudah terjadinya kebakaran hutan dan kelangkaan air ( 2006). Selain dari bahaya yang telah disebutkan di atas, pemanasan global juga akan mengakibatkan mencairnya es di kutub, sehingga mengakibatkan naiknya permukaan air laut dan tenggelamnya kota-kota pantai. Dampak ini akan sangat dirasakan pada daratan dan pulau kecil yang terletak pada 40 o - 70 o LU (Landsberg dan Gower 1997). Metro TV pada tanggal 18 Agustus menyiarkan bahwa kutub Selatan mengalami penyusutan permukaan es yang terparah. Jika hal ini dibiarkan, maka diperkirakan es yang menyelimuti kutub Selatan akan hilang pada tahun Dampak negatif lainnya akibat dari tingginya kadar CO 2 di udara ambien adalah menurunnya tingkat kesehatan manusia. Gas ini bersifat asfiksian dan iritan ( 2006). Asfiksian artinya gas ini mengakibatkan tubuh kekurangan oksigen, seolah-olah kadar oksigen di udara sangat rendah, padahal konsentrasi gas oksigen di udara masih tetap sekitar 20,95%. Jika gas CO 2 dihirup oleh manusia dalam jangka waktu yang sangat lama, maka akan mengakibatkan rendahnya kadar oksi-hemoglobin (Hb-O 2 ) dan sebaliknya kadar asam karbonat (H 2 CO 3 ) dan karbamino-hemoglobin (Hb-CO 2 ) di dalam darah akan meningkat. Hal ini karena daya ikat (afinitas) gas CO 2 dengan hemoglobin lebih kuat 20 kali daripada afinitas gas O 2 dengan hemoglobin ( 2005, msnencarta/respiratorysystem.mh dan exchange. htm#cellular 2005). Selain dari itu, bahaya yang dapat ditimbulkan 3.

25 oleh terhirupnya gas ini pada konsentrasi yang tinggi adalah timbulnya rasa asam di dalam mulut dan rasa sakit pada rongga hidung dan saluran tenggorokan ( 2006), sebagai akibat dari larutnya gas ini dalam cairan yang melapisi permukaan kedua organ itu yang kemudian membentuk asam karbonat (H 2 CO 3 ) yang dapat mengiritasi lapisan permukaan pada saluran hidung dan tenggorokan. Oleh sebab itu, Aerias (2005) menyatakan batas aman konsentrasi ambien gas ini di udara luar adalah 700 ppmv dan di dalam ruangan antara ppmv. Sedangkan OSHA dalam Indopedia (2006) menyatakan konsentrasi gas ini di dalam lingkungan kerja sebaiknya kurang dari ppmv. Lebih lanjut OHSA (2006) menyatakan bahwa pada konsentrasi ppmv (3%), para pekerja diperbolehkan mendapat paparan kurang dari 10 menit saja. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa gas CO 2 dapat menyebabkan pemanasan global dan rusaknya ekosistem darat dan laut serta dapat menurunkan kesehatan manusia yang dianggap sangat merugikan, maka konsentrasi gas CO 2 di udara ambien harus diupayakan tidak terus bertambah naik. Salah satu upaya yang dapat ditempuh di lingkungan kota dan perkotaan adalah program hutan kota dan penghijauan. Hutan kota, taman kota, peneduh jalan, sawah, kebun dan beberapa bentuk ruang terbuka hijau lainnya dapat menyerap gas ini melalui proses fotosintesis. Namun pada kenyataannya dalam dekade belakangan ini, luasan ruang terbuka hijau dalam bentuk sawah, ladang dan kebun terus berkurang, karena berubah menjadi permukiman dan areal terbangun lainnya sedangkan di lain pihak penggunaan bahan bakar minyak dan gas sebagai pengemisi gas CO 2 pun terus bertambah. Oleh sebab itu, perlu penambahan luasan hutan kota sebagai penyerap gas ini.. 4

26 Kota Bogor mempunyai kedudukan yang sangat strategis karena: 1. Merupakan pendukung ibu kota negara, 2. Merupakan pusat pendidikan dan juga pusat penelitian pertanian, 3. Tempat rekreasi dan jasa perdagangan, 4. Selain merupakan daerah permukiman untuk warga Kota Bogor sendiri, juga untuk penglaju (commutter) yang bekerja di DKI Jakarta, dan 5. Merupakan salah satu daerah tangkapan air untuk DKI Jakarta. Walaupun Kota Bogor mempunyai kedudukan yang penting sebagai penyangga ibu kota negara, namun pada kenyataannya belakangan ini, Kota Bogor merupakan pengemisi polutan udara yang semakin penting. Kota ini dijuluki dengan "Kota sejuta angkot". Konsentrasi polutan udara yang terukur pada tahun terdapat pada Tabel 1. Tabel 1. Konsentrasi pencemar udara di Kota Bogor tahun Polutan SO 2 CO NO HK Pb TSP NH 3 H 2 S Satuan µg/nm 3 µg/nm 3 µg/nm 3 µg/nm 3 µg/nm 3 µg/nm 3 µg/nm 3 µg/nm 3 µg/nm 3 Baku Mutu Pertigaan Pancasan ,29 tt 2231 tt tt tt 175 0,09 7, ,68 514,5 68, ,75 0,11 483,76 0 9, ,66 772,4 92,81 127,4 11,12 1,98 276,7 0,04 tt Pertigaan Jembatan Merah ,11 tt 15,21 tt tt tt 225 0,09 7, ,75 429,52 51,98 26,4 6,22 0,06 203,11 0 tt ,92 854,79 157,78 103,2 12,28 0,92 269,73 0,07 4,23 Pertigaan Jalan Mawar ,1 tt 15,2 tt tt tt 150 0,05 3, ,21 487,11 53,83 4,41 7,82 0,1 273,5 0 2, ,96 92,81 9,88 13,01 0, ,05 2,04 Pertigaan Jambu Dua ,11 tt 16,25 tt tt tt 281 0,04 5, ,75 512,42 167,06 6,62 7,65 0,08 189, ,73 612,25 51,05 153,2 13,26 0,79 207,69 0,08 4,23 Pertigaan Tugu Kujang ,21 tt 15,22 tt tt tt 200 0,01 3, ,28 511,39 74,25 22, ,09 139, ,62 645,34 64,97 144,2 10,24 0, , Keterangan: tt = tidak terukur Sumber: Dinas Lingkungan Hidup Kota Bogor (2005).. 5

27 Sedangkan Santosa telah meneliti kandungan polutan udara di beberapa tempat di Kota Bogor tahun 2003 dan Hasil dari penelitiannya dapat disimpulkan bahwa kandungan polutan udara masih berada di bawah baku mutu, namun di Baranang Siang sudah hampir mendekati baku mutu udara. Sebagian data dari hasil penelitiannya dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Konsentrasi polutan udara di Kota Bogor tahun 2003 dan 2004 No. Lokasi Musim Hujan Tahun 2003 Musim Kemarau Tahun 2004 SO 2 NO 2 CO SO 2 NO 2 CO 1. Jl. Jend. Sudirman 21,49 59,01 7,50 22,24 62,94 7,24 2. Jl. Merdeka 5,63 25,08 3,25 5,87 26,36 3,10 3. Jl. Kapten Muslihat 7,90 23,51 4,00 8,52 25,39 4,89 4. Babakan 23,12 67,35 8,13 23,40 71,62 8,47 5. Cimahpar 14,76 34,82 5,00 16,92 37,12 3,82 6. Baranangsiang 24,35 72,42 9,75 24,81 73,96 8,98 7. Pasar Bogor 18,63 49,16 8,13 19,06 50,74 8,74 8. Empang 12,76 45,52 5,63 12,20 48,57 6,04 9. Lawang gintung 20,51 54,64 8,13 22,16 53,90 9,06 Sumber: Santosa (2004). Dari data yang terdapat pada kedua tabel di atas dapat dinyatakan bahwa kualitas lingkungan udara di Kota Bogor semakin terancam dan semakin mengkhawatirkan. Oleh sebab itu, perlu penanganan masalah lingkungan sejak dini, agar masalah lingkungan Kota Bogor dapat diatasi dan diantisipasi dengan baik. Sesungguhnya, pembakaran bahan bakar minyak dan gas selain menghasilkan pencemar udara juga menghasilkan gas CO 2. Konsentrasi gas ini semakin meningkat dengan semakin meningkatnya populasi dan macam ragam kegiatan manusia yang banyak membutuhkan bahan bakar minyak dan gas. Pada tahun 2000 konsentrasi gas ini yang terukur di Mauna Loa, Hawaii sebesar 370 ppmv dan tahun 2005 menjadi 380 ppmv (lihat Gambar 1).. 6

28 Gambar 1. Peningkatan konsentrasi gas CO 2 tahun Sumber: Carbon_dioxide Telah dijelaskan terdahuluu bahwa Kota Bogor memiliki kedudukan yang sangat penting, namun tengah terancam pencemarann udara. Mengingat peng- gunaan bahan bakar minyak dan gas selain menghasilkan pencemaran udaraa juga menghasilkan gas CO 2, maka ancaman gas CO 2 pun harus diperhatikan dengan sungguh-sungguh, karena akan mengakibatkan efek pemanasan global, karena gas ini merupakan salah satu gas rumah kaca. Dalam keadaan yang ideal gas CO 2 dapat diserap oleh vegetasi yang terdapat pada ruang terbuka hijau. Padaa kenyataann beberapa tahun terakhir ini keadaan luasan ruang terbuka hijau di Kota Bogor terus menurun, karena berubah menjadi lahan permukiman dan areal terbangun lainnya. Padaa rentang waktu telah terjadi perubahan luasan ruang terbuka hijau. Ada kecamatan yang bertambah dan ada pula yang berkurang luasan ruang terbuka hijaunya. Hanya Kecamatan Bogor Utara dan Bogor Barat yang mengalami pertambahan luasan ruang terbuka hijau, sedangkann empat kecamatan lainnya luasan ruang terbuka hijaunya berkurang seperti ditunjukkan padaa Tabel 3 berikut ini.. 7

29 Tabel 3. Luasan taman dan jalur hijau di Kota Bogor tahun No Kecamatan Luasan (m 2 ) Bogor Selatan Bogor Timur Bogor Utara Bogor Tengah Bogor Barat Tanah Sareal Jumlah Sumber: Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor (2004) Kondisi ruang terbuka hijau di luar sawah dan kebun di dalam Kota Bogor pada tahun 2006 yang tidak berbeda keadaannya dengan tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel 4 di bawah ini. Berbagai bentuk ruang terbuka hijau dan karakteristiknya pernah diteliti tahun Hasil penelitiannya dapat dilihat pada lampiran 15, 16, 17, 18 dan 19. Tabel 4. Luasan beberapa bentuk ruang terbuka hijau di dalam Kota Bogor tahun 2004 No Lokasi Luas (m 2 ) 1 Kebun Raya Bogor Hutan Penelitian Dramaga/CIFOR Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Istana Presiden Lembaga Penelitian Kehutanan Gunung Batu Taman kota Taman Jalur Jalur Hijau Pohon Peneduh Jalan a. Kec. Bogor Tengah b. Kec. Bogor Utara c. Kec. Bogor Selatan d. Kec. Bogor Timur e. Kec. Bogor Barat f. Kec. Tanah Sareal Sumber: Bapeda Kota Bogor (2004) pohon 132 pohon 968 pohon pohon pohon 659 pohon 8

30 Permasalahan yang muncul adalah konsentrasi gas CO 2 yang terus meningkat, sejalan dengan meningkatnya penggunaan bahan bakar minyak dan gas, sedangkan di lain pihak kemampuan sink gas ini terus berkurang, karena menurunnya luasan ruang terbuka hijau. Salah satu upaya untuk menekan laju pertambahan konsentrasi gas ini di udara ambien adalah dengan menambah kapasitas sink-nya dengan menambah luasan ruang terbuka hijau hutan kota. Ruang terbuka hijau hutan kota merupakan bagian dari ruang terbuka hijau kota. Ruang terbuka hijau kota terdiri dari ruang terbuka hijau hutan kota dan ruang terbuka hijau non hutan kota. Ruang terbuka hijau non hutan kota terdiri dari: hutan, kebun, sawah serta semak dan rumput, sedangkan ruang terbuka hijau hutan kota adalah areal bervegetasi pohon yang sudah dikukuhkan sebagai kawasan hutan kota, untuk selanjutnya disebut hutan kota, sedangkan ruang terbuka hijau non hutan kota disebut ruang terbuka hijau saja. Pembahasan khusus tentang definisi hutan kota dapat dilihat pada Bab 2.9. Alasan pemilihan hutan kota antara lain karena: (1). Mengingat sudah dikukuhkan, maka alih fungsi lahan menjadi agak sulit. (2). Pembangunan hutan kota mempunyai tujuan yang jelas dalam pengelolaan lingkungan. (3). Biomassa daun yang banyak dapat meningkatkan kesejukan dan kenyamanan (Grey dan Deneke 1978, Robinette 1983). (4). Hutan Kota tidak membutuhkan perawatan yang intensif dibandingkan taman kota. Oleh sebab itu, dana yang diperlukan untuk perawatan dan pemeliharaannya relatif murah. (5). Merupakan habitat yang baik untuk burung dan satwa liar lainnya. (6). Mikroorganisme pada humus di lantai hutan dapat menyerap gas CO (karbon monoksida) yang sangat beracun bagi manusia dan hewan (Smith 1981) dan (6). Dapat mengurangi intensitas bahaya hujan asam (Smith 1985 dan Koto 1991). Luasan hutan kota di Kota Bogor saat ini 144,75 ha (1,22%), terdiri dari Kebun Raya Bogor (87 ha) dan hutan penelitian Dramaga (57,75 ha). Dengan semakin meningkatnya jumlah emisi gas CO 2 sementara luasan ruang terbuka hijau semakin menurun, maka dibutuhkan hutan kota. Hal ini dimaksudkan agar penambahan gas CO 2 di atmosfer dapat ditekan serendah mungkin.. 9

31 1.2. Tujuan Penelitian Tujuan umum dari penelitian ini adalah menentukan jumlah kebutuhan luasan hutan kota sebagai sink gas CO 2 antropogenik dari bahan bakar minyak dan gas dengan simulasi model sistem dinamik serta menentukan daya dukung kependudukan Kota Bogor berdasarkan analisis emisi dan sink gas CO 2. Tujuan umum ini dapat dicapai dengan melakukan beberapa sub-penelitian dengan tujuan khusus: (1). Menganalisis emisi gas CO 2. Penelitian ini terdiri dari: estimasi kebutuhan bahan bakar minyak dan gas, estimasi emisi gas CO 2 dan estimasi konsentrasi gas CO 2 di masa yang akan datang. (2). Menganalisis daya sink gas CO 2 oleh pohon dan ruang terbuka hijau. Penelitian ini terdiri dari: daya sink gas CO 2 per pohon di Kebun Raya Bogor dan Hutan Penelitian Dramaga dan penghitungan daya sink oleh berbagai bentuk ruang terbuka hijau yang terdiri dari: areal bervegetasi rapat, areal bervegetasi jarang, sawah, semak dan rumput Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini dari segi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi adalah memberikan masukan baru bahwa kebutuhan luasan hutan kota tidak statik tapi dapat secara dinamik sesuai dengan kuantitas permasalahan yang diperkirakan akan muncul di masa yang akan datang. Beberapa keputusan pemerintah tidak tegas menyatakan luasan hutan kota dapat berubah secara dinamik. InMendagri No. 14 tahun 1988 menyatakan bahwa luasan ruang terbuka hijau kota seluas 40%. Demikian juga dengan PP No. 63 tahun 2002 pasal 9 ayat 1 yang menyatakan bahwa luasan hutan kota minimal 10% dari luasan kota. Sementara PP Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2007 pasal 9 ayat 1 menyatakan luas ideal ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan minimal 20%. Demikian pula dengan Undang-undang Republik Indonesia No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang pada pasal 29 ayat 2 yang menyatakan ruang terbuka hijau kota paling sedikit 30% dari luas wilayah kota. Selanjutnya pada ayat 3 dinyatakan ruang terbuka hijau publik paling sedikit 20% dari luas wilayah kota. Manfaat lainnya dari penelitian ini adalah merupakan bahan masukan untuk Pemerintah Kota Bogor dalam menyusun Rencana Tata Ruang Kota Bogor tahun 10.

32 dalam menunjang visi Kota Bogor: Sebagai kota jasa yang nyaman dengan masyarakat madani dan pemerintahan amanah. Visi sebelumnya adalah Kota Bogor sebagai kota dalam taman yang berwawasan lingkungan menuju kota internasional dan kota jasa. Oleh karena hutan kota dapat bertindak sebagai sink gas CO 2, maka program hutan kota dapat diusulkan untuk dipertimbangkan sebagai salah satu upaya mitigasi meningkatnya konsentrasi gas CO 2 dalam mekanisme pembangunan bersih. Dengan dikembangkannya program hutan kota di Kota Bogor yang mempunyai peluang bisnis perdagangan karbon, maka pengembangan program hutan kota di Kota Bogor ke depan dapat dijadikan sebagai salah satu masukan pendapatan asli daerah (PAD) Kota Bogor melalui bisnis perdagangan karbon Kebaharuan Penelitian Beberapa penelitian yang pernah dilakukan selama ini yaitu penentuan luasan hutan kota menggunakan pendekatan nilai daya sink tanaman hutan kota yang tetap yaitu daya sink tanaman tidak dipengaruhi oleh umur tanaman. Nilai sink yang dipergunakan adalah nilai maksimum sink tanaman yang sudah dewasa. Selain dari itu peranan ruang terbuka hijau masih belum dimasukkan dalam perhitungan. Padahal hutan, kebun, sawah serta semak dan rumput semuanya itu dapat berperan sebagai sink gas CO 2. Kebaharuan (novelty) dari penelitian ini adalah penentuan kebutuhan luasan hutan kota dengan model sistem dinamik berdasarkan peubah: daya sink gas CO 2 yang berubah-ubah sesuai umur pohon, jumlah populasi manusia yang terus bertambah, terjadi persaingan kebutuhan antara lahan kota untuk lahan terbangun dan lahan untuk hutan kota, emisi gas CO 2 dari bahan bakar minyak dan gas dan konsentrasi gas CO 2 ambien yang terus meningkat, sementara luasan ruang terbuka hijau dalam bentuk: areal bervegetasi rapat, vegetasi jarang, sawah serta semak dan rumput yang berfungsi sebagai sink gas CO 2 terus menurun.. 11

33 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Permodelan dan Simulasi Dunia terdiri dari sistem yang sangat kompleks, dengan komponen sistem yang sangat banyak, saling mempengaruhi dan saling bergantung antara satu komponen sistem dengan komponen lainnya, sehingga manusia harus menghadapi dan menanggulangi banyak masalah yang sangat rumit yang memerlukan penanganan yang segera dan antisipatif. Untuk memecahkan masalah ini dikembangkan Ilmu Sistem yang berkembang pesat belakangan ini. Ilmu Sistem sering menggunakan model. Model dibuat menjadi lebih sederhana daripada dunia nyata, sehingga manusia dapat lebih mudah untuk menanganinya (Saaty 1993). Menurut Tamin (2000), model dalam ilmu sistem dapat dikategorikan menjadi 2 yakni: (1). Model dinamik, yakni model yang memiliki peubah waktu di dalamnya, sehingga respons akan berubah dengan terjadinya perubahan waktu, dan (2). Model statik, yakni model yang tidak memiliki peubah waktu. Ilmu sistem dapat dipergunakan untuk membantu dalam membuat keputusan yang bersifat kompleks dan tidak terstruktur serta sulit diprediksi (Marimin 2005, Saaty 1993 dan Tamin 2000). Masalah yang muncul saat ini tidak dapat dipecahkan dengan satu disiplin ilmu saja (Marimin 2005). Ilmu sistem dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang saling berkait dan saling mempengaruhi. Selain dari itu, ilmu sistem juga dapat digunakan untuk menganalisis kejadian pertumbuhan eksponensial, pencapaian target (goal seeking), kurva Sigmoid dan Osilasi berdasarkan simulasi dan permodelan yang didasarkan pada analisis pemecahan masalah secara menyeluruh (Powersim Software 2003). Menurut Kakiay (2004) penggunaan model dan simulasi mempunyai keuntungan: (1). Menghemat waktu, (2). Dapat merentang-luaskan waktu, (3). Dapat mengawasi sumber-sumber yang bervariasi, (4). Mengoreksi kesalahankesalahan perhitungan, (5). Dapat dihentikan dan dijalankan kembali, (6). Besaran konstanta sistem dapat diubah-ubah untuk melihat pengaruhnya. Sedangkan kelebihan penggunaan model dan simulasi menurut Levin, Rubin, Stinson dan Gardner (2002) adalah: (1). Satu-satunya metode uji-coba yang tersedia karena pada lingkungan yang sesungguhnya sulit dilakukan uji-coba dan sulit diamati. Misalnya pada penerbangan ruang angkasa lebih mudah dan lebih murah 12.

34 dibandingkan dengan uji coba sesungguhnya, (2). Percobaan dan pengamatan pada sistem yang sebenarnya sangat mahal. Sebagai contoh pengoperasian pusat komputer yang besar di bawah sejumlah alternatif operasi yang berbeda akan sangat mahal untuk dijadikan uji coba, (3). Penggunaan model dan simulasi dapat lebih cepat dilihat hasilnya, misalnya ketika mempelajari respons yang akan terjadi dalam jangka waktu yang sangat panjang untuk melihat kecenderungan populasi dunia ataupun hasil suatu metode silvikultur pada tanaman kehutanan dengan skala waktu lebih dari 100 tahun, (4). Operasi dan pengamatan pada sistem yang sesungguhnya mungkin akan sangat mengganggu komponen sistem yang sangat ringkih, misalnya ketika membandingkan perubahan metode pelayanan di sejumlah rumah sakit boleh jadi akan sangat mengganggu kondisi pasien di rumah sakit tersebut jika dilakukan uji coba sebenarnya. Walaupun demikian, model dan simulasi menurut Levin et al. (2002) memiliki kelemahan antara lain : (1). Hasil simulasi boleh jadi tidak persis sama dengan dunia nyata, karena model mengandung sedikit atau banyak distorsi, (2). Simulasi bukan merupakan proses optimasi dan tidak menghasilkan jawaban, tetapi hanya memberikan suatu kumpulan tanggapan sistem atas berbagai kondisi operasi dan kelemahan yang sulit diukur, (3). Model simulasi yang sangat bagus mungkin sangat mahal dan mungkin diperlukan waktu bertahun-tahun untuk mengembangkan model canggih yang sangat kompleks dengan hasil yang sangat ideal. Model yang dibangun harus mirip dengan sistem nyata. Oleh sebab itu, perlu dilakukan uji verifikasi dan validasi model. Uji verifikasi adalah proses pemeriksaan apakah logika operasional model sudah sesuai dengan logika. Melalui uji verifikasi dapat dilakukan pemeriksaan apakah program komputer yang sudah disusun menghasilkan simulasi data yang sesuai dengan yang diinginkan. Sedangkan uji validasi merupakan uji dari model yang telah dibuat yang bersifat konseptual apakah merupakan representasi dari dunia nyata ( gunadarma.ac.id/files/disk1/9/jbptgunadarma-gdl-course-2005-timpengaja-427-ve rifika-i.doc). Berikut ini disajikan matriks perbandingan verifikasi dan validasi pada model konseptual, logika dan simulasi komputer (lihat Tabel 5).. 13

35 Tabel 5. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam uji verifikasi dan validasi model Model Verifikasi Validasi Konseptual Logika Komputer atau simulasi Sumber: - Apakah kejadian sudah dapat direpresentasikan dengan benar? Apakah rumus matematika dan relasinya sudah benar? Apakah ukuran statistik dapat dirumuskan dengan benar? Apakah kode komputer memuat semua aspek logika? Apakah statistik dan rumus dihitung dengan benar? Apakah model mengandung kesalahan pengkodean? Apakah model mengandung semua elemen, kejadian dan relasi yang sudah sesuai? Apakah model dapat menjawab pertanyaan pemodelan? Apakah model memuat semua kejadian yang ada pada model konseptual? Apakah model memuat semua relasi yang ada dalam model konseptual? Apakah model komputer merupakan representasi dan miniatur dari sistem nyata? Dapatkah model komputer menduplikasi kinerja sistem dalam dunia nyata? Apakah output model komputer mempunyai kredibilitas dengan ahli sistem dan pembuat keputusan? ( timpengaja-427-verifika-i.doc) Sushil (1993) mengatakan bahwa sebelum hasil simulasi model dapat dipergunakan untuk membantu dalam menentukan kebijakan, terlebih dahulu perlu dilakukan validasi struktur model dan validasi perilaku tanggap (respon) yang dihasilkan dari struktur model yang telah dibuat. Lebih lanjut Sushil (1993) menyatakan dalam kasus-kasus tertentu validasi model secara kuantitatif bukan satu-satunya cara yang harus dilakukan untuk menguji apakah model yang dibuat sudah baik. Sushil (1993) kemudian menjelaskan bahwa validasi struktur model meliputi: 1. Uji kelayakan (suitability test). Uji ini untuk menjawab apakah struktur model sudah sama dengan dunia nyata.. 14

36 2. Uji konsistensi dimensi (ukuran). Uji ini dimaksudkan untuk menelaah apakah satuan dimensi yang dipergunakan dalam persamaan di sebelah kiri sudah sama dengan dimensi yang ada di sebelah kanan. 3. Uji kondisi ektrim. Uji ini untuk menelaah jika masukannya bernilai nol, maka hasil simulasinya juga harus nol Bahan Bakar Minyak dan Gas Peradaban manusia membutuhkan bahan bakar minyak yang diperoleh dari minyak bumi. Fraksi minyak bumi setelah didestilasi berdasarkan titik didihnya dapat dibedakan menjadi bahan bakar minyak dan gas seperti terlihat pada Tabel 6. Bahan bakar khususnya untuk transportasi di Kota Bogor adalah bensin dan solar. Pada awalnya, komponen utama bensin adalah iso-oktana (C 8 H 18 ) dan heptana (C 7 H 16 ), sedangkan komponen utama solar adalah setana (C 16 H 34 ) dan α-metil naftalena (C 10 H 7 -CH 3 ). Tabel 6. Jenis bahan bakar hasil destilasi minyak bumi Titik Didih Jumlah Atom Karbon Jenis Bahan Bakar < 20 C1 - C4 Gas alam C5 C6 Petroleum eter C6 C7 Nafta ringan C5 C10 Bensin C12 C18 Minyak tanah dan solar C > 12 Minyak diesel Sumber: Holum 1975 (dalam Holum 1977) Bahan Bakar Konvensional Bahan bakar konvensional yang banyak dipergunakan saat ini adalah bensin, solar, minyak tanah dan LPG. Khusus untuk keperluan transportasi di Kota Bogor bahan bakar minyak yang umum dipergunakan adalah bensin dan solar. Kandungan bahan kimia yang terdapat dalam bensin dan solar selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7 berikut ini.. 15

37 Tabel 7. Kandungan kimia dalam solar dan bensin Komponen Rumus Kimia Kelas Hidrokarbon Persentase Bensin Alifatik-rantai lurus C 7 H 16 Heptana 30 % Alifatik-bercabang C 8 H 18 Iso oktana 30 % Alifatik-siklik C 5 H 12 Siklo pentana 20 % Aromatik C 6 H 6 CH 5 Etil bensena 20 % Solar Antrasen C 14 H 10 Aromatik 3 % 1-Pentilnaptalen C 15 H 18 Aromatik 15 % n-nonilsikloheksan C 15 H 30 Naftalen 32 % n-desilsikloheksan C 15 H 30 Naftalen 11 % n-pentadekan C 15 H 32 n-parafin 23 % 2-Metiltetradekan C 15 H 32 Iso parafin 16 % Sumber : Yuliani (2004). Selain solar juga digunakan minyak diesel. Solar biasa digunakan untuk mesin dengan putaran tinggi, sedangkan minyak diesel digunakan untuk mesin dengan putaran rendah (Karyanto 2000 dan PT Pertamina 2006a). Lebih lanjut Karyanto (2000) menyatakan bahwa solar digunakan untuk motor putaran tinggi (di atas 1000 rpm), sedangkan minyak diesel digunakan untuk mesin stasioner yang bekerja dengan putaran rendah sampai sedang antara rpm (PT Pertamina 2006b). Minyak tanah banyak dipergunakan untuk masak di dapur, khususnya pada golongan masyarakat menengah ke bawah. Bahan bakar ini mempunyai titik didih antara 150 C C (PT Pertamina 2006c). Pada saat ini untuk keperluan masak-memasak selain minyak tanah banyak juga dipergunakan LPG (liquid petroleum gas). Di Indonesia bahan bakar ini lebih dikenal dengan nama Elpiji. Bahan bakar ini terdiri dari propana (C 3 H 8 ) dan butana (C 4 H 10 ). Komposisi propana dan butana dalam LPG di Indonesia adalah sekitar 30 : 70 yang dikemas dalam tabung dengan tekanan 5 bar (Kompas Cyber Medya 2004 dan PT Pertamina 2006d).. 16

38 Bahan Bakar Nir-konvensional Bahan bakar minyak nir-konvensional yang kini mulai marak mendapat perhatian adalah gasohol dan biodisel. Gasohol merupakan campuran bensin dengan alkohol. Gasohol 10 adalah campuran 90% bensin dan 10% etanol, sedangkan gasohol 3 adalah campuran 97% bensin dengan 3% metanol. Bahan bakar lainnya yang prospektif adalah biodiesel. Biodiesel di Amerika umumnya berasal dari minyak kedelai dan minyak jelantah (used frying oil), sedangkan biodisel di Indonesia berasal dari minyak sawit yang diubah melalui proses esterifikasi dan trans-esterifikasi. Esterifikasi adalah proses pembuatan ester dari asam karboksilat dan alkohol dengan katalis asam sulfat. Sedangkan trans-esterifikasi adalah proses pengubahan ester menjadi ketil atau etil ester dengan mereaksikan ester karboksilat yang berupa trigliserida dengan metanol dengan katalis KOH (Mariana 2005 dan Hambali et al., 2007) Emisi Gas CO 2 Emisi gas CO 2 di kota sebagian besar berasal dari kegiatan transportasi. Kota Bogor yang terkenal dengan Kota Sejuta Angkot terancam oleh polutan udara dan gas CO 2. Syakuroh (2004) telah melakukan penelitian di Kabupaten Bogor. Ternyata emisi gas CO 2 di Kabupaten Bogor dari tahun ke tahun terus meningkat. Data selengkapnya dari penelitian yang dilakukan oleh Syakuroh (2004) dapat dilihat pada Tabel 8 di bawah ini. Tabel 8. Emisi gas CO 2 dari kegiatan transportasi dan proyeksi perkiraannya di Kabupaten Bogor (x 10 6 ton) No Tahun Emisi Gas CO , , , , , , , ,36 Sumber: Syakuroh (2004):

39 Kota Bogor yang sebagian wilayahnya berbatasan dengan Kabupaten Bogor, kondisi lingkungannya sama-sama terancam seperti halnya Kabupaten Bogor. Penggunaan bahan bakar berupa bensin dan solar serta LPG menghasilkan gas CO 2 yang akan meningkat terus sejalan dengan meningkatnya penggunaan bahan bakar minyak dan gas. Jika terjadi penambahan 2,13 GT C setara dengan 7,81 GT CO 2 akan mengakibatkan kandungan CO 2 ambien meningkat sebesar 1 ppm (Trenbeth 1981 dalam CDIAC 2005). Perhitungan ini diperoleh dengan menghitung nilai massa udara sebesar 5,137 x 10 6 Gt Karakteristik Gas CO 2 Gas CO 2 adalah gas yang tidak berbau, tidak berwarna dan tidak berasa (Holum 1977). Karakteristik fisik-kimiawi gas ini adalah sebagai berikut: Tabel 9. Karakteristik fisik-kimiawi gas CO 2 Karakteristik Fisik-kimiawi Nama Karbon dioksida Rumus Kimia CO 2 Berat molekul 44 Kenampakan Tak berwarna dan tidak berasa Titik cair 216 o K(-57 0 C) Titik Sublimasi 195 o K (-78 0 C) Densitas 1,98 kg/m 3 (gas pada 298 o K) Kelarutan 1,45 mg per kg air Sumber: CDIAC (2005) Secara alami gas ini dihasilkan dari letusan gunung berapi, perombakan bahan organik dan respirasi tumbuhan serta hasil pernapasan manusia. Selain dari itu, gas ini juga dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar minyak dan gas yang banyak dipergunakan di kota. Setiap jenis bahan bakar yang dipergunakan menghasilkan jumlah emisi gas CO 2 yang berbeda-beda. Rincian emisi gas yang dihasilkan oleh berbagai macam bahan bakar dapat dilihat pada Tabel berikut ini.. 18

40 Tabel 10. Emisi gas CO 2 yang dihasilkan oleh beberapa macam bahan bakar No Jenis Bahan Bakar Jumlah Emisi Satuan 1 Bensin 2,31 kg/lt 2 Solar 2,68 kg/lt 3 Minyak tanah 2,52 kg/lt 4 LPG 1,51 kg/kg 5 LNG 1,78 kg/m 3 6 Minyak Diesel 3,09 kg/lt *) 7 Gas pipa 1,89 kg/m 3 *) Sumber: DEFRA (2005) dan The National Energy Foundation (2005) *) Jaques (1992). Walaupun tidak dimasukkan dalam sistem, sesungguhnya manusia yang hidup juga menghasilkan gas CO 2. Komposisi gas yang dihirup maupun yang dihembuskan dari pernapasan dapat dilihat pada Tabel 11 berikut ini. Tabel 11. Komposisi gas CO 2 dan uap air pada hirupan dan hembusan napas (%) No Jenis Gas Hirupan Hembusan 1 O 2 20,71 14,6 2 CO 2 0,04 4,0 3 H 2 O 1,25 5,9 Sumber: Rerata manusia bernapas dalam keadaan sehat dan tidak banyak bergerak sebanyak kali per menit yang banyaknya sekitar 500 ml udara pada setiap tarikan napas ( 2005). Jadi manusia membutuhkan sebanyak 6 9 liter udara dalam waktu 1 menit atau liter dalam waktu 1 jam. Jumlah gas CO 2 yang dihasilkan dari pernapasan manusia dalam satu jam sebanyak 39,6 g CO 2 (Goth 2005) Dampak Negatif Gas CO Dampak Negatif Gas CO 2 terhadap Manusia Udara mengandung 20,95% oksigen. Ketika paru menghirupnya, oksigen akan diserap masuk ke dalam darah dan membentuk oksi-hemoglobin sebanyak 98,5% dan sebanyak 1,5 % larut dalam plasma darah. Selain oksigen udara juga mengandung gas CO 2. Ketika udara dihirup gas CO 2 akan larut ke dalam plasma 19.

41 darah dan sebagian lagi diikat oleh hemoglobin membentuk Hb-CO 2 (karbaminohemoglobin). Gas CO 2 di dalam darah terdapat dalam tiga bentuk ( htm 2005): CO 2 terlarut (10% dari seluruh gas CO 2 yang masuk dalam sel darah). CO 2 + Hb Hb-CO 2 : karbamino-hemoglobin yang merupakan ikatan hemoglobin dengan molekul CO 2 (30%). - CO 2 + H 2 O HCO 3 : larut dalam plasma darah yang membentuk asam bikarbonat, atas bantuan enzim karbonik anhidrase (60%). Pada lingkungan yang konsentrasi gas CO 2 -nya tinggi gas ini dapat mengancam kesehatan manusia ( dan dan Aerias 2005). Lebih lanjut Aerias (2005) menyatakan bahwa kadar gas CO 2 yang dapat mengancam kesehatan manusia lebih dari 1,5%. Jika kadar gas ini melebihi 3% dapat mengakibatkan gejala sakit kepala dan kelelahan yang disertai dengan napas cepat, hilang kesadaran, bahkan kematian ( air 2004) dan ). Oleh sebab itu, konsentrasinya di udara ambien diusahakan tidak lebih dari 0,5%. Dengan adanya kontaminan gas CO 2, maka jumlah yang terlarut yang dibawa oleh plasma darah menjadi semakin tinggi yang akan menggeser gas oksigen, karena kelarutan gas ini 20 kali lebih kuat dari pada kelarutan gas oksigen ( 2005) Dampak Negatif Gas CO 2 terhadap Lingkungan Hidup Selain gas ini dapat mengakibatkan gangguan kesehatan pada manusia, meningkatnya kandungan gas ini beserta gas rumah kaca lainnya seperti: CH 4, CFC, N 2 O dan O 3 yang terdapat di udara ambien akan menahan radiasi balik (reradiation) dalam bentuk gelombang panjang yang memiliki energi termis, sehingga mengakibatkan naiknya suhu udara bumi melalui efek rumah kaca. Gas CO 2 dapat menahan sinar inframerah jauh dengan panjang gelombang μm ( 2006), sedangkan menurut Sunu (2001) panjang gelombang yang diserap 12,5-17 μm. 20.

42 Gas CO 2 merupakan gas penyusun atmosfer yang konsentrasi di lingkungan yang tidak tercemar sebesar 0,03%. Oleh karena gas ini di lingkungan yang tidak tercemar sekalipun ada namun konsentrasinya rendah, maka sebagian ahli menyatakan gas ini bukan sebagai pencemar udara. Keberadaan gas ini di alam selain untuk bahan baku fotosintesis juga gas ini dapat menahan radiasi balik dalam bentuk gelombang panjang yang kemudian akan mengakibatkan suhu udara bumi menjadi lebih hangat. Suhu rerata udara bumi sekitar 15 o C (Stuart dan Costa 1998). Lain halnya jika di atmosfer bumi tidak ada gas CO 2, maka suhu udara bumi -18 o C (Sinclair dan Gardner 1998). Keberadaan gas ini di atmosfer sangat dibutuhkan oleh tumbuhan untuk proses fotosintesis. Masalah ini akan dibahas kemudian pada Bab 2.6. Walaupun kadar gas ini semula sangat rendah, namun konsentrasinya dari tahun ke tahun terus meningkat. Tahun 1860 konsentrasinya 280 ppm, kemudian pada tahun 1950 menjadi 306 ppm, tahun 1960 sebesar 313 ppm, tahun 1971 menjadi 321 ppm, tahun 1999 sebesar 345 ppm dan tahun 2004 menjadi 378 ppm. Lebih jauh Stuart dan Costa (1998) menyatakan bahwa 75% pertambahan berasal dari pembakaran bahan bakar minyak dan gas (Gambar 2). Emisi Karbon Global Juta ton Gambar 2. Emisi gas CO 2 dari penggunaan bahan bakar fosil dan produksi semen. Sumber: Diperkirakan nanti pada tahun 2100 konsentrasinya akan menjadi dua kali lipat dari yang ada sekarang ini. Jika prediksi itu benar-benar terjadi, maka suhu udara akan meningkat sebesar 1,0 5,5 o C (Sinclair dan Gardner 1998). Pengaruh dari pemanasan global antara lain: cuaca menjadi lebih ekstrim, evapotranspirasi meningkat, suhu udara meningkat, permukaan air laut meningkat, kebakaran 21.

43 hutan bertambah, migrasi satwa dan kelangkaan air ( org/wiki/effects of global warming 2006). Suhu udara memang berfluktuasi, namun mempunyai kecenderungan terus meningkat, apalagi pada dua dasawarsa belakangan ini, seperti terlihat pada Gambar 3 berikut ini. Rerata tahunan Rerata 5 tahunan Gambar 3. Fluktuasi suhu udara dari tahun Sumber: Dengan memperhatikan Gambar tersebut di atas para ahli lingkungan dan iklim sepakat telah terjadi peningkatan suhu udara yang mengkhawatirkan, namun tidak semua sepakat bahwa penyebabnya hanya karena gas-gas rumah kaca. Jika dikaji secara menyeluruh naiknya suhu udara bumi selain akibat efek rumah kaca, juga dapat diakibatkan karena bahang (heat, kalor) yang dihasilkan oleh beberapa macam kegiatan manusia yang dapat mengakibatkan semakin hangatnya udara. Beberapa kegiatan manusia modern yang menghasilkan kalor antara lain: penggunaan AC di daerah tropika dan penghangat ruangan di daerah dingin (heater dan tungku pemanas ruangan), kebakaran hutan, gas yang sengaja dibakar (flare), kegiatan masak memasak di rumah, restoran dan hotel, pesawat udara dan kapal laut serta industri dan kendaraan bermotor. Kesemuanya itu menghasilkan bahang yang akan menghangatkan udara. AC misalnya, udara yang dihembuskan ke dalam ruangan adalah udara dingin, sedangkan udara yang dihembuskan ke luar ruangan adalah udara panas. Pesawat udara bermesin jet akan memanaskan. 22

44 udara yang sangat dingin sampai dengan ketinggian m. Kapal laut akan memanaskan udara yang ada di permukaan laut. Kegiatan masak-memasak juga akan menghasilkan bahang. Jadi kesemuanya itu menghasilkan bahang (kalor) yang dapat memanaskan udara yang ada di permukaan bumi. Bahang (heat) yang dihasilkan itu tidak dapat menembus ke luar atmosfer, karena meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer bumi. Maka suhu udara bumi akan semakin hangat. Akibat dari menghangatnya suhu udara bumi, es di kedua kutub akan mencair sehingga banyak kota yang terletak di pesisir akan tenggelam. Akibatnya, ekosistem mangrove dapat terganggu, demikian juga dengan kota-kota yang terletak di tepi pantai dapat terendam air laut. Dampak negatif lainnya berupa bergesernya satwa liar yang sensitif terhadap pemanasan global. Meningkatnya suhu udara mengakibatkan habitat satwa liar yang semula nyaman menjadi lebih panas, sehingga mereka akan berpindah mencari tempat baru yang lebih nyaman. Peningkatan suhu udara sebesar 1 o C akan mengakibatkan satwa akan berpindah sejauh km mendekati kutub atau ke tempat 150 m lebih tinggi dari tempat hidupnya semula ( classes/global/classnotes/possible_consequences_of_global_.htm 2006 dan mason.gmu.edu/~klargen/111lectclimatechange.htm 2006) Fotosintesis dan Respirasi Fotosintesis adalah proses metabolisme pengubahan CO 2 dan H 2 O menjadi karbohidrat dengan bantuan klorofil dan cahaya matahari. Proses ini berlangsung di dalam butir kloroplas, yang terdiri dari dua bagian yakni: (1) Tilakoid yang tersusun dari grana yang memungkinkan terjadinya pengubahan energi cahaya menjadi energi kimia (foto-fosforilasi) dan (2) Bagian cair (kurang padat) yang disebut lamela yang merupakan tempat terjadinya reduksi CO 2 pada reaksi gelap. Gas CO 2 sebagai bahan utama fotosintesis masuk melalui stomata. Laju fotosintesis daun tanaman dipengaruhi oleh beberapa faktor (Bildwell (1974), Kramer dan Kozlowski (1979), Smith (1981), Schulze dan Caldwell (1995), Taiz dan Zeiger (1991), Bell dan Treshow (2002) serta Lakitan (2004):. 23

45 a. Perbedaan jenis tumbuhan Tumbuhan berdasarkan fotosintesisnya dapat dibagi menjadi 3 golongan besar yakni jenis C-3, C-4 dan CAM. Tanaman C-4 antara lain: jagung, tebu dan sorgum. Tanaman kehutanan umumnya tergolong ke dalam C-3. Nenas dan kaktus termasuk golongan CAM (Crassulacean Acid Metabolism). Setiap jenis tumbuhan mempunyai laju fotosintesis yang berlainan. Ada tanaman yang memiliki laju sink gas CO 2 yang tinggi dan ada juga yang memiliki laju sink yang rendah. b. Umur daun Laju fotosintesis dipengaruhi oleh umur daun. Daun muda umumnya mempunyai kemampuan fotosintesis yang masih rendah yang kemudian akan meningkat dengan bertambahnya umur dan luasan daun. Setelah ukuran daun mencapai maksimum, maka daun akan menjadi tua dan berubah warna menjadi kuning karena klorofil mulai rusak. Kemampuan fotosintesis daun dengan klorofil yang mulai rusak akan menurun bahkan akan terhenti jika klorofilnya sudah sangat rusak. c. Letak daun Daun yang terletak di bagian dalam tajuk kurang cukup mendapat cahaya matahari. Akibatnya laju fotosintesis daun yang terletak di bagian dalam tajuk umumnya lebih rendah daripada daun yang terletak di tepi luar tajuk yang mendapat cahaya matahari yang cukup. d. Fase pertumbuhan Tumbuhan yang sedang tumbuh, sedang berbunga dan berbuah memiliki laju fotosintesis yang tinggi dan laju translokasi fotosintat yang tinggi pula. Sebaliknya tumbuhan yang sedang istirahat laju fotosintesisnya rendah. e. Intensitas cahaya matahari Intensitas cahaya matahari yang dibutuhkan oleh tumbuhan berbeda-beda. Ada jenis tumbuhan yang pertumbuhannya baik pada cahaya matahari penuh dan ada pula tumbuhan yang pertumbuhannya baik pada kondisi ternaungi (shade plants).. 24

46 f. Konsentrasi gas CO 2 Gas CO 2 merupakan bahan yang dibutuhkan untuk fotosintesis. Oleh sebab itu, jika konsentrasi gas ini semakin meningkat, maka hasil fotosintesis akan meningkat pula. Walaupun demikian secara umum konsentrasi gas yang melebihi ppm akan berpengaruh buruk pada fotosintesis. g. Suhu udara Laju fotosintesis akan meningkat dengan meningkatnya suhu udara, karena proses biokimia menjadi lebih cepat. Namun pada suhu yang sangat tinggi enzim yang berperan dalam fotosintesis menjadi rusak, sehingga fotosintesis akan terganggu. h. Ketersediaan air tanah dan kelembaban udara Bahan yang dibutuhkan untuk proses fotosintesis selain gas CO 2 juga air. Oleh sebab itu, jika tumbuhan kekurangan air, maka translokasi air dari akar ke daun berkurang. Untuk mengurangi daun kehilangan air, terlebih lagi pada keadaan kelembaban udara sangat rendah, maka bukaan stomata daun akan mengecil bahkan menutup. Dengan demikian masuknya gas CO 2 ke dalam daun lewat stomata akan berkurang. Akibatnya proses fotosintesis juga akan menurun. i. Kesehatan daun Daun yang terserang penyakit menyebabkan tidak bisa melakukan fotosintesis secara baik. Tab-toksin yang dihasilkan oleh Pseudomonas syringae atau ten-toksin yang dihasilkan oleh Alternaria tenuis dapat mempengaruhi fotosintesis tumbuhan (Agrios 1997). j. Polutan udara Beberapa polutan dapat mempengaruhi fotosintesis. Gas SO x, NO x, ozon dan hujan asam dapat mempengaruhi proses fotosintesis, baik melalui proses terbentuknya kloroplas maupun dalam mempengaruhi umur kloroplas serta proses biokimia yang terjadi dalam daun Tumbuhan sebagai Penyerap gas CO 2 Gas CO 2 yang dihasilkan oleh berbagai proses di alam ketika manusia belum mencemari lingkungan akan dapat diserap kembali oleh mikrofita (tumbuhan renik) dan makrofita (tumbuhan) baik yang terdapat di perairan 25.

47 maupun di daratan. Tumbuhan dapat menyerap gas CO 2 melalui proses fotosintesis berdasarkan rumus: 6 mol CO mol H 2 O cal 1 mol C 6 H 12 O mol O mol H 2 O 264 g 216 g 180 g 192 g 108 g Kemampuan tanaman dalam menyerap gas CO 2 bermacam-macam. Menurut Purnama (2003), pertambahan tanaman kehutanan sekitar 8-25 ton C/ha/tahun setara dengan 29,36-91,75 ton CO 2 /ha/tahun. Umur rotasi tanaman 7-40 tahun. Sedangkan menurut Gordinho et al., (2003), tanaman mahoni yang berumur 11 tahun dengan kepadatan 940 pohon/ha mempunyai daya serap sebesar 25,40 ton CO 2 /ha/tahun; sedangkan tanaman mangium dengan umur yang sama namun kepadatannya 912 pohon/ha mempunyai daya serap 23,64 ton CO 2 /ha/tahun; sementara tanaman sungkai yang berumur 8 tahun dengan kepadatan pohon/ha mempunyai daya serap 18,06 kg CO 2 /ha/tahun. Sedangkan menurut Urban Forestry Administration District of Columbia (2004) pohon hutan kota dapat menyerap gas CO 2 sebanyak 6,42 ton/ha/tahun. Simpson dan McPherson (2001) memperkirakan kemampuan tanaman yang berumur 35 tahun yang tumbuh di Barat laut Pasifik mampu menyerap CO 2 sebanyak kg CO 2 /pohon/tahun. Metro TV pada tanggal 10 Juni pukul dalam siaran yang berjudul Earth Report is a Carbon Neutral Program dari National Geographic menyatakan satu pohon dapat menyerap gas CO 2 sebanyak 20 kg/tahun. Kemampuan sink gas CO 2 juga pernah diteliti oleh Moerdiyarso et al. (1999) yang melaporkan bahwa tanaman Acacia mangium dan Gmelina arborea yang berumur antara 2 8 tahun di Parung Panjang, Jasinga Bogor mempunyai laju fiksasi masing-masing sebesar 0,64 3,98 ton CO 2 /ha dan 1,14 1,62 ton CO 2 /ha pada lingkungan yang konsentrasi ambien gas ini antara ppm. Sementara Brown (1982) dalam Moerdiyarso et al. (1999) menyatakan kemampuan hutan alam dalam menyerap gas ini sebesar 73,4 256,9 ton CO 2 /ha. Sementara Hairiah et al. (2001) menyatakan bahwa jenis tanaman kehutanan cepat tumbuh (sengon) dapat menyerap sebanyak 9 Mg C/ha/tahun atau setara dengan 33,03 ton CO 2 /ha/tahun, sedangkan jenis lambat tumbuh sebesar 4,5 26.

48 Mg C/ha/tahun atau setara 16,52 ton CO 2 /ha/tahun. Sementara tanaman perkebunan (kopi) 2,2 Mg C/ha/tahun yang setara dengan 8,07 ton CO 2 /ha/tahun. IPCC (2000) serta Pretty dan Ball (2001) dalam Niles et al., (2001) menyatakan tanaman semusim (padi) menyerap gas CO 2 sebanyak 0,37 ton/ha/tahun, sedangkan daya serap kebun campuran sebanyak 2,94 ton CO 2 /ha/tahun sementara semak dan rumput sebanyak 3,30 ton CO 2 /ha/tahun. Menurut Nobel (1991), penyerapan gas CO 2 oleh hutan sebesar 2,76 ton/ha/tahun, sedangkan menurut Bernatzky (1978), 1 pohon Beach menyerap gas CO 2 2,35 kg/jam dan menghasilkan gas O 2 sebanyak 1,71 kg/jam. Air yang dibutuhkan sebanyak 0,96 kg/jam dan karbohidrat yang dihasilkan sebanyak 1,6 kg/jam. Lebih lanjut Bernatzky (1978) menyatakan hutan dengan pepohonan, semak, perdu dan rumput membutuhkan 900 kg gas CO 2 per hari atau 328,5 ton CO 2 /ha/tahun dan menghasilkan 0,60 ton O 2 /ha/tahun atau 219,0 ton O 2 /ha/tahun. Sedangkan menurut Iverson et al. (1993) nilai sink gas CO 2 untuk hutan 58,26 ton/ha, kebun 52,40 ton/ha serta semak dan rumput 3,30 ton/ha. Daya sink gas CO 2 dari beberapa varietas tanaman padi berlainan menurut varietasnya antara mg CO 2 per dm 2 lembar daun per jam (Indradewa dan Putra 2007). IPCC (2006) menyatakan daya sink beberapa tipe penutupan lahan adalah sebagai berikut : Tabel 12. Daya sink gas CO 2 di beberapa tipe penutupan lahan Tipe Penutupan Lahan Daya Sink Gas CO 2 (t CO 2 /ha/jam) (t CO 2 /ha/tahun) Ladang 0,15 657,00 Sawah 0,04 175,20 Agroforestry : - Multi jenis - Sederhana dengan kerapatan tinggi 0,84-1,68 2,93-3, , , , ,60 Semak dan Rumput 0, ,20 Hutan 0,13 569,40 Kebun 0,13 569,40 Sumber : report%5csinksch4 : 110 (data telah diolah).. 27

49 2.8. Respons Tumbuhan terhadap Peningkatan Konsentrasi Gas CO 2 Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan tanggapan tumbuhan terhadap peningkatan konsentrasi gas CO 2 berbeda-beda menurut jenisnya. Pertumbuhan tanaman cepat tumbuh akan meningkat sebanyak 54%, sedangkan tanaman lambat tumbuh sebesar 23%. Secara umumm dapat dinyatakan bahwa peningkatan konsentrasi gas ini sebanyak 2 kali akan mengakibatkan peningkatan pertumbuhan tanaman sebesar 40-50%. Produksi tanaman kedelai meningkat sebanyak 32 % padaa paparan konsentrasi CO 2 ambien semula 315 µmol mol -1 yang kemudian ditingkatkan menjadi 630 µmol m ol -1 (Sinclair dan Gardner 1998). Pada tanaman gandum, pengaruh peningkatan CO 2 selama inisiasi pembungaan mengakibatkan peningkatan jumlah bulir (kernel) dan peningkatan ukuran bulir. Untuk padi, jumlah gabah per malai dan massa gabah per biji tidak berubah dengan meningkatnya konsentrasi gas CO 2 (Sinclair dan Gardner 1998). Gambar 4. Pengaruh peningkatann konsentrasi gas CO 2 pada laju asimilasi tanaman kedelai. Sumber: June (2003). Gambar 5. Hubungann antara suhu daun dengan laju asimilasi tanaman kedelai Sumber: June (2003). 28.

50 June (2003) menyatakan tanaman kedelai yang diberi perlakuan dengan konsentrasi gas CO 2 ambien 700 μmol mempunyai laju asimilasi lebih besar daripada tanaman yang mendapat paparan 350 μmol (lihat Gambar 4). Sedangkan pada Gambar 5 hasil penelitiannya menggambarkan hubungan antara laju sink gas CO 2, suhu daun yang mendapat konsentrasi 350 dan 700 μmol. Pada Gambar 5 menunjukkan bahwa titik suhu maksimum tanaman kedelai yang mendapat paparan 350 μmol pada 29 o C, sedangkan titik maksimum suhu tanaman yang mendapat paparan 700 μmol pada 33 o C (June 2003) Hutan Kota Hutan kota yang efektif dan efisien perlu dibangun agar kota menjadi lebih sejuk, segar, sehat, nyaman, hijau dan berbunga. Hutan kota harus fungsional, artinya tanaman harus dapat berfungsi dalam pengelolaan lingkungan (Dahlan, 2004). Keberfungsian tanaman harus disesuaikan dengan masalah lingkungan yang telah ada atau diperkirakan akan muncul di masa yang akan datang. Dengan adanya hutan kota yang luas dan fungsional diharapkan kualitas lingkungan kota dan sekitarnya akan meningkat dan daya dukung kota pun akan tinggi. Definisi hutan kota bermacam-macam. Jorgensen dalam French (1975) mendefinisikan, hutan kota adalah: Pepohonan dan hutan di dalam kota dan di sekitar kota yang berguna dan berpotensi sebagai pengelola lingkungan perkotaan oleh tumbuhan dalam hal: ameliorasi iklim, rekreasi, estetika, fisiologi, sosial dan kesejahteraan ekonomi masyarakat kota. Wenger dalam Forestry Handbook (1984) menyatakan: Perhutanan Kota adalah pengelolaan lahan milik umum maupun pribadi di wilayah perkotaan. Sementara Miller (1988) menyatakan: Hutan Kota adalah semua pepohonan dan vegetasi lain yang berada di dalamnya yang berada di dalam wilayah hunian manusia baik dari komunitas yang kecil dengan wilayah yang sempit sampai wilayah metropolitan yang sangat luas. Persatuan Ahli Kehutanan Amerika Serikat menyatakan: Perhutanan Kota adalah seni, ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkaitan dengan pengelolaan pepohonan dan sumberdaya hutan di dalam maupun di sekitar ekosistem perkotaan yang bermanfaat untuk fisiologi, sosiologi, ekonomi manusia dan manfaat ekologis lainnya serta untuk meningkatkan estetika lingkungan kota dan 29.

51 perkotaan (Helms 1998). Sedangkan PP No. 63 tahun 2002 menyatakan bahwa hutan kota adalah suatu hamparan lahan yang bertumbuhan pohon-pohon yang kompak dan rapat di dalam wilayah perkotaan baik pada tanah negara maupun tanah hak, yang ditetapkan sebagai hutan kota oleh pejabat yang berwenang Studi Kebutuhan Luasan Hutan Kota Dahlan dalam buku: Membangun Kota Kebun Bernuansa Hutan Kota yang diterbitkan oleh IPB Press tahun 2004 menyatakan ada empat hal yang harus diperhatikan dalam membangun hutan kota yakni: (1). Pemilihan tanaman yang cocok dengan keadaan setempat. (2). Pemilihan tanaman sesuai dengan fungsi dalam pengelolaan lingkungan. (3). Estetika. (4). Luasannya. Luasan hutan kota perlu diperhatikan agar fungsinya dalam pengelolaan lingkungan dapat dirasakan keberadaannya. Beberapa penelitian yang berkaitan dengan penentuan luasan hutan kota akan dijelaskan berikut ini. Wisesa (1988) dalam skripsinya yang berjudul Studi Pengembangan Hutan Kota di Wilayah Kotamadya Bogor telah menghitung kebutuhan luasan hutan kota sebagai pemasok oksigen. Kebutuhan luasan hutan kota untuk kotamadya Bogor yang luas keseluruhannya ha pada tahun 1988 adalah 1.136,8 ha (9,59% dari luas Kotamadya Bogor) dan pada tahun 1995 menjadi 1.843,96 ha (15,56%). Penelitian lainnya yang berkaitan dengan kebutuhan luasan hutan kota yang telah dilakukan di Kota Bogor adalah penelitian yang dilakukan oleh Herdiansyah tahun 2006 yang berjudul Penentuan Luasan Optimal Hutan Kota sebagai Gas Karbondioksida. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa luasan hutan kota yang diperlukan pada tahun 2005 dan 2020 masing-masing seluas 1.970,97 ha (16,63 %) dan 3.108,08 ha (26,23%). Nasihin (2003) juga melakukan penelitian kebutuhan hutan kota di perkotaan Kuningan pada tahun Hasil penelitiannya menyatakan bahwa luasan hutan kota yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan oksigen untuk manusia dan kendaraan bermotor seluas 30,22 % pada tahun 2003 dan pada tahun 2010 menjadi 59,67 % dari total luas perkotaan Kuningan. Selain dari itu Septriana (2005) melakukan penelitian tentang kebutuhan luasan hutan kota di Kota Padang. Kebutuhan luas hutan kota berdasarkan konsumsi oksigen oleh manusia, kendaraan bermotor, hewan ternak dan industri 30.

52 di Kota Padang cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Dalam kurun waktu dari tahun 2003 sampai tahun 2020 luas hutan kota yang dibutuhkan antara 8.623, ,61 ha atau 12,41-21,43% dari total wilayah Kota Padang, sedangkan luas ruang terbuka hijau yang ada seluas ,25 ha (59,34%) dan luas hutan kotanya ,9 ha (53,12%), sehingga masih melebihi kebutuhan hutan kota untuk tahun 2003 bahkan sampai tahun Penelitian lainnya yang berkaitan dengan luasan hutan kota adalah Tinambunan yang melakukan penelitian di Kota Pekanbaru pada tahun Kota Pekanbaru luasnya ha terdiri dari 8 kecamatan. Berdasarkan analisis Citra tahun 2004, luasan ruang terbuka hijau yang ada sebesar ,34 ha, sedangkan ruang terbuka hijau yang diperlukan sebagai penyerap gas CO 2 seluas ,34 ha (Tinambunan 2006).. 31

53 3. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret 2005 sampai dengan Juni 2007 di Kota Bogor. Pengukuran konsentrasi gas CO 2 ambien sebagai penelitian pendahuluan dilakukan pada bulan Februari 2006 di 5 lokasi yakni: Warung Jambu, Tugu Kujang Baranang Siang, Pertigaan Ekalokasari, Jembatan Merah dan Hutan Penelitian Dramaga yang kemudian dilakukan penelitian berikutnya pada bulan Juni 2006 (musim kemarau) dan Februari 2007 (musim penghujan) di 10 lokasi: Warung Jambu, Tugu Kujang Baranang Siang, pertigaan Ekalokasari, Jembatan Merah dan Pasar Bogor sebagai tempat dengan kepadatan kendaraan bermotor yang tinggi dan di Taman Koleksi Cimanggu, Hutan Penelitian Dramaga, Bogor Lake Side, kompleks Indraprasta dan Ciremai Ujung sebagai lokasi dengan kepadatan kendaraan yang rendah pada pukul Peta penyebaran lokasi pengukuran konsentrasi gas CO 2 ambien dapat dilihat pada Lampiran 1. Pengukuran daya sink gas CO 2 oleh pohon pada semua jenis tanaman dengan diameter yang hampir sama sekitar cm dan atau memiliki ketinggian tajuk pohon yang sama. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi variasi keadaan tajuk pohon akibat umur yang terlalu berbeda. Pengukuran daya sink pada penelitian pertama dengan menggunakan alat pengukur laju fotosintesis ADC LCA-4 dilakukan di rumah kaca Fakultas Kehutanan IPB. Penelitian selanjutnya daya sink gas CO 2 oleh pohon dilakukan dengan metode kadar karbohidrat pada daun. Lokasi tanaman contoh untuk penelitian pendahuluan adalah Arboretum IPB dan untuk penghitungan daya sink gas CO 2 per pohon dilakukan di Kebun Raya Bogor dan Hutan Penelitian Dramaga. Sepeti telah dijelaskan terdahulu bahwa pengukuran konsentrasi gas CO 2 ambien dilakukan di 10 lokasi yakni: Warung Jambu, Tugu Kujang Baranang Siang, Pertigaan Ekalokasari, Jembatan Merah dan Pasar Bogor sebagai tempat dengan kepadatan kendaraan bermotor yang tinggi dan di lima lokasi lainnya yakni di Taman Koleksi Cimanggu, Hutan Penelitian Dramaga, kompleks Indraprasta, Bogor Lake Side dan Ciremai Ujung sebagai lokasi dengan kepadatan 32.

54 kendaraan yang rendah. Pengukuran konsentrasi Gas CO 2 ambien contoh dilakukan dengan menginjeksikan ke dalam botol yang akan dijelaskan kemudian pada Bab 3.8. sementara pengukuran kadar karbohidrat dijelaskan pada Bab , Bab dan Bab Pengukuran kadar gas maupun kadar karbohidrat daun dilakukan di laboratorium, masing-masing menggunakan alat gas kromatografi dan spektrofotometer di Laboratorium Pasca Panen dan Balai Besar Biologi Genetika, Cimanggu, Bogor Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah sodalime, drierite, alkohol 70%, HCl 0,7 N, NaOH 1 N, fenol merah, ZnSO 4 5%, Ba(OH) 2 0,3 N, pereaksi Cu, pereaksi Nelson, akuades, cutex, kertas saring, kantong plastik dan koran bekas, sedangkan alat-alat yang digunakan adalah ADC LCA-4 (IRGA, Infra Red Gas Analysis), spektrofotometer dengan panjang gelombang 500 µm, Leaf Area Meter (LAM) untuk mengukur luas daun, kromatografi gas, mikroskop, pemindai (Scanner) luas daun, spuit 20 ml dan jarumnya, injektor 2 μl, neraca analitik, penghitung tangan (hand counter), penangas air, mortar dan cawan porselen, oven, silet dan gunting. Alat-alat gelas yang digunakan berupa tabung kaca bersumbat karet dengan volume 25 ml, labu ukur 100 ml, pipet 10 ml, tabung reaksi, gelas objek dan gelas penutup (cover glass) Komponen Penelitian dan Parameter yang Diamati Penelitian ini terdiri dari 7 sub-penelitian yang fungsi dan kedudukannya masing-masing dapat dilihat dalam matriks seperti tercantum dalam Tabel di bawah ini:. 33

55 Tabel 13. Matriks tabulasi penelitian Sub-penelitian Perhitungan kebutuhan BBMG serta prediksi di masa yang akan datang Perhitungan Emisi Gas CO 2 Penghitungan kepadatan kendaraan Pengukuran kadar gas CO 2 ambien Penentuan Kemampuan serapan atau sink gas CO 2 Analisis luasan ruang terbuka hijau dan perhitungan perubahan luasan ruang terbuka hijau Parameter yang diukur Jumlah BBMG Jumlah penduduk, jumlah kebutuhan dan faktor emisi dari setiap jenis BBMG Jumlah kendaraan Sumber data Hasil yang diharapkan Pertamina dan BPS Kota Bogor Pertamina, BPS Kota Bogor dan Internet Data primer Konstanta penggunaan BBMG per orang per tahun. Konstanta emisi gas CO 2 dari BBMG. Nilai emisi gas CO 2 (dalam ton gas CO 2 ) Kepadatan kendaraan tertinggi Kadar gas CO 2 Data primer Kadar gas CO 2 di musim kemarau dan musim hujan Kemampuan Sink gas Kemampuan sink gas CO 2 sink gas CO 2 CO 2 dengan per jenis per pohon. oleh beberapa alat dan tanaman metode Luasan setiap bentuk ruang terbuka hijau pada tahun yang berbeda karbohidrat Pemda Kota Bogor, laporan P4W LPPM IPB dan skripsi mahasiswa Luasan vegetasi rapat, vegetasi jarang, sawah, semak dan rumput. Persentase penurunan setiap bentuk ruang terbuka hijau Penentuan kebutuhan luasan hutan kota dengan sistem dinamik Jumlah dan pertambahan penduduk, penggunaan BBMG. Konstanta emisi BBMG. Data sekunder: internet dan pustaka, Pertamina, Pemda Kota Bogor. Kebutuhan luasan hutan kota berdasarkan hasil simulasi. 34.

56 3.4. Asumsi dan Batasan Penelitian Beberapa asumsi yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah: Lingkungan udara Kota Bogor merupakan lingkungan yang tertutup. Tidak ada angin yang membawa atau mengeluarkan gas CO 2 dari dan atau ke dalam kota. Penambahan gas CO 2 ke udara ambien yang dimasukkan dalam sistem perhitungan hanya yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar minyak dan gas berdasarkan data dari PT Pertamina. Kendaraan yang masuk ke dalam Kota Bogor dianggap sama dengan kendaraan yang ke luar dari kota Bogor. Oleh sebab itu, emisi dari kendaraan yang masuk dianggap sama dengan emisi kendaraan yang ke luar dari Kota Bogor. Teknologi mesin di masa yang akan datang tidak berbeda secara nyata dengan teknologi ketika penelitian ini dilakukan. Jumlah konsumsi bahan bakar dan penggunaan lahan terbangun per jiwa sampai dengan tahun 2100 nanti tidak berbeda secara nyata dengan ketika penelitian ini dilakukan. Gas CO 2 hasil pernapasan makhluk hidup dan hasil perombakan bahan organik tidak dimasukkan dalam sistem. Gas CO 2 hasil pembakaran sampah dan proses bentukan lainnya, termasuk pembentukan CO 2 dari gas CO tidak dimasukkan dalam perhitungan dalam sistem. Tidak ada pengaruh balik akibat meningkatnya konsentrasi gas CO 2 terhadap pertambahan populasi manusia dan pertumbuhan pohon. Proses pelapukan batuan, bahan organik, halilintar dan lain sebagainya dianggap tidak menghasilkan gas CO 2. Gas CO 2 selama berada di udara tidak mengalami perubahan fisik dan juga tidak mengalami perubahan kimiawi. Nilai laju penurunan luasan ruang terbuka hijau di masa yang akan datang, sama dengan ketika penelitian ini dilakukan.. 35

57 Pengurangan jumlah pohon akibat adanya pohon tumbang dianggap tidak ada. Penambahan jumlah pohon sebagai akibat dari penambahan pohon dalam program pengembangan hutan kota. Laju sink gas CO 2 oleh daun dalam proses fotosintesis tidak mengalami perubahan berdasarkan kedudukan matahari secara harian maupun bulanan. Laju sink gas CO 2 oleh daun tidak mengalami perubahan akibat meningkatnya konsentrasi gas CO 2 ambien. Kemampuan sink gas CO 2 yang dilakukan oleh padi sawah, rumput dan semak dianggap rata sepanjang tahun. Kemampuan sink gas CO 2 oleh tanaman palawija sama dengan kemampuan sink oleh padi sawah, karena data kemampuan sink oleh tanaman palawija tidak ada. Semak dan rumput yang berada di bawah tajuk pohon tidak dihitung sebagai penyerap gas CO Kerangka dan Rancang-bangun Penelitian Manusia menggunakan bahan bakar minyak seperti bensin, solar, minyak tanah dan gas (LPG dan gas negara) yang kemudian akan menghasilkan gas CO 2 yang dapat menurunkan kualitas lingkungan kota. Oleh sebab itu, gas ini perlu diturunkan konsentrasinya di udara ambien ke tingkat yang aman yaitu sekitar ppm atau sedapat mungkin peningkatan konsentrasinya di udara ambien dapat ditekan serendah mungkin, tidak melonjak secara drastis. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah membangun hutan kota. Hal ini perlu dilakukan mengingat ruang terbuka hijau yang ada mempunyai kecenderungan luasannya terus menurun, karena beralih fungsi menjadi areal terbangun. Keterkaitan masalah akibat meningkatnya jumlah penduduk dengan penggunaan bahan bakar minyak dan gas serta hubungan antara gas CO 2 dengan luasan ruang terbuka hijau dan kebutuhan terhadap pembangunan dan penambahanan luasan hutan kota terlihat pada diagram simpal yang terdapat pada Gambar

58 - Lahan Pengembangan + Manusia Luasan Hutan Kota Lahan Terbangun + + Pembagunan Hutan Kota - Penggunaan BBM & G + Gas CO2 + - Kebutuhan Hutan Kota + - R T H Gambar 6. Diagram simpal yang menggambarkan hubungan keterkaitan antara jumlah penduduk, penggunaan bahan bakar minyak dan gas, ruang terbuka hijau dan kebutuhan hutan kota. Analisis input-output dan rancang-bangun penelitian yang mendasari penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8 berikut ini. Rincian model rancang-bangun yang dibuat berdasarkan program Power analyst dari Piranti Lunak PowerDesigner Process Analyst dapat dilihat pada Lampiran

59 INPUT LINGKUNGAN Bencana alam Iklim dan cuaca Peraturan perundangan RUTR Kota Bogor INPUT TAK TERKENDALI Dukungan PEMDA dan DPRD Jumlah penduduk Harga bahan bakar minyak dan gas Luasan ruang terbuka hijau OUTPUT DIKEHENDAKI Konsentrasi gas CO 2 dapat dikendalikan Luasan hutan kota cukup Lingkungan kota yang sehat, sejuk dan tidak terpolusi PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN HUTAN KOTA INPUT TERKENDALI Alokasi lahan Luasan hutan kota Dana pembangunan dan pemeliharaan hutan kota OUTPUT TAK DIKEHENDAKI Biaya pembangunan dan pemeliharaan Kebutuhan kebun bibit Menurunnya ketersediaan lahan Sampah berupa serasah Penggunaan hutan kota untuk peruntukan lainnya PARAMETER: Luasan Hutan Kota MANAJEMEN HUTAN KOTA Gambar 7. Analisis input-output pembangunan dan pengembangan hutan kota di Kota Bogor.. 38

60 BBMG 1 Emisi Analisis Emisi Analisis Kebutuhan Hutan Kota Analisis Rosot 5 Rosot Data Sekunder Udara 2 Penelitian Waktu Kepadatan Kendaraan Metd Karbohidrat 7 Penelitian di Arboretum IPB 6 Pohon Data Primer ADC LCA4 8 Penelitian di Rumah Kaca 13 R_T_H Analisis Luasan dan Penurunan 4 Waktu Padat Kendaraan Tertinggi Hasil KH Pengujian Metoda Hasil Alat Bentuk dan Luasan RTH Bahan Bakar Met KH KRB Met KH HPD 3 Pengambilan Sampel CO2 Ambien 9 KRB 10 HPD Perhitungan Rosot Perhitungan Emisi Analisis Gas Kromatografi Rosot CO2 Klasifikasi Daya oleh RTH Rosot CO2 oleh Rosot Pohon KRB Rosot Pohon HPD Pohon HK Rosot Jenis RTH klasiifikasi Jumlah Emisi CO2 Konsentrasi CO2 Ambien Kelas Daya Rosot Rosot oleh RTH Nilai konstanta Rosot Jenis HK Nilai level CO2 Ambien 16 Simulasi Emisi Gas CO2 dan Rosotnya oleh RTH dan HK dengan Program Powersim Nilai konstanta Rosot Jenis RTH Gambar 8. Rancang bangun penelitian. 39.

61 3.6. Perhitungan Kebutuhan Bahan Bakar Minyak dan Gas serta Prediksi Kebutuhannya di Masa yang Akan Datang Data yang digunakan adalah data mengenai penggunaan bahan bakar minyak dan gas (bensin, solar, minyak tanah, minyak diesel dan LPG) yang diperoleh dari PT Pertamina, Jakarta tahun 2003 dan Dengan memperhatikan jumlah populasi penduduk Kota Bogor pada tahun tersebut, maka dapat dihitung penggunaan bensin, solar, minyak tanah, minyak diesel dan LPG per jiwa, dengan rumus sebagai berikut : Kebutuhan BBMG per kapita = penggunaan BBMG jumlah penduduk Jumlah penduduk di masa yang akan datang sampai tahun 2100 dihitung dengan memasukkan angka pertambahan penduduk pada program Powersim. Dengan demikian, kemudian dapat dihitung kebutuhan bahan bakar minyak dan gas pada tahun-tahun yang akan datang dengan rumus : Kebutuhan BBMG = prediksi jumlah penduduk X kebutuhan BBMG per kapita Perhitungan Emisi Gas CO 2 Setelah diperoleh angka kebutuhan bahan bakar minyak dan gas untuk tahun , maka dapat dihitung jumlah emisi gas CO 2 antropogenik melalui rumus: Emisi gas CO 2 antropogenik = jumlah penduduk x kebutuhan bahan bakar per jiwa x faktor emisi dari setiap jenis bahan bakar. Perhitungan jumlah emisi gas CO 2 per jiwa dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Perhitungan jumlah emisi gas CO 2 Jenis bahan bakar Penggunaan Faktor emisi (l/jiwa) (kg/l) Jumlah emisi (kg) Bensin A i 2,31 2,31 A i Solar B i 2,68 2,68 B i Minyak Tanah C i 2,52 2,52 C i LPG *) D i *) 1,51 1,51 D i Minyak Diesel E i 3,09 3,09 E i Jumlah Emisi Gas CO 2 per jiwa 2,31A i +2,68B i +2,52C i +1,51D i +3,09E i Keterangan : *) Khusus satuan penggunaan untuk LPG adalah kg/jiwa 40.

62 3.8. Penghitungan Kepadatan Kendaraan Penghitungan kepadatan kendaraan dimaksudkan untuk menentukan waktu kepadatan kendaraan tertinggi. Informasi ini untuk dijadikan sebagai penentuan waktu pengambilan contoh gas CO 2 ambien. Kepadatan kendaraan di lima lokasi yakni: Warung Jambu, Baranang Siang, Ekalokasari, Pasar Bogor dan Jembatan Merah dihitung secara langsung dengan mengunakan penghitung tangan (hand counter). Penghitungan dilakukan setiap setengah jam dari pukul selama satu minggu. Setelah data terkumpul kemudian dibuat grafiknya Pengukuran Kandungan Gas CO 2 Ambien Mengingat gas CO 2 bukan merupakan polutan, maka data tentang konsentrasi ambien gas ini jarang tersedia dan jarang pula diukur. Metode pengambilan sampelnya pun tidak tersedia. Pada buku Hadi (2006) yang berjudul: Prinsip Pengelolaan Pengambilan Sampel Lingkungan terbitan PT Gramedia Pustaka Utama juga tidak membahasnya. Alat yang dapat dipergunakan untuk mengukur konsentrasi ambien gas ini adalah NDIR (Non Dispersive Infrared) Gas Analyzer. Namun karena alat ini tidak tersedia dan harga sewa pakainya pun sangat mahal, maka dalam penelitian ini digunakan metode seperti yang akan dijelaskan berikut ini. Mula-mula udara yang ada di dalam tabung gelas yang bersumbat karet dengan volume sekitar 25 ml disedot dengan menggunakan spuit 20 ml. Ketika terasa sedotan kuat di spuit, lalu spuit tabung penyedot dengan cepat ditanggalkan dari sambungan jarum, dengan kondisi jarum tetap berada pada karet sumbat botol. Perlakuan ini dilakukan sebanyak 5 kali. Hal ini dimaksudkan agar udara ambien dapat masuk ke dalam tabung gelas dengan baik dan sebaliknya udara yang terperangkap dalam tabung akan keluar. Dengan dibiarkan jarum tetap berada dalam sumbat karet untuk beberapa saat, maka tekanan dalam tabung sama dengan udara luar yaitu sekitar 1 atm. Spuit kemudian digunakan untuk mengisap udara ambien, lalu udara dimasukkan ke dalam tabung gelas dengan menekan pendorong spuit. Perlakuan seperti itu dilakukan sebanyak lima kali. Setelah selesai, lubang bekas tusukan jarum ditutup dengan parafin dan dibungkus dengan plastik wrap. Tabung gelas kemudian diberi nomor dan dicatat sesuai dengan lokasinya. 41.

63 Tabung berisi udara sampel kemudian dibawa ke laboratorium. Setelah sampai di laboratorium pembungkus plastik wrap dibuka dan sumbat parafin dikelupas. Jarum siring sangat kecil ditusukkan ke dalam sumbat karet pada bekas tusukan jarum ketika pengisian sampel. Dengan menggunakan siring 2 µl gas disedot sebanyak 0,5 µl dan diinjeksikan ke dalam lubang injeksi gas kromatografi. Spesifikasi alat yang dipergunakan adalah kolom OV 17 dan detektor FID. Temperatur alat diset inisial dan final pada suhu 80 o C, sedangkan suhu pada injektor 120 o C dan suhu pada detektor 150 o C. Setelah beberapa saat printer akan mencatat hasil pengukuran. Pengukuran konsentrasi standar sama dengan tahapan pengerjaan untuk pengukuran sampel. Konsentrasi gas standar pada pengukuran pertama 200 ppm sedangkan pada pengukuran kedua 250 ppm. Penghitungan konsentrasi sampel dengan menghitung persen konsentrasi sampel (hasil tercatat pada kertas printer pada uji sampel) dikalikan dengan persen konsentrasi standar (hasil tercatat pada kertas printer pada uji standar). Waktu retensi untuk gas CO 2 sekitar 3,42 menit. Hasil pengukuran contoh kemudian dihitung berdasarkan konsentrasi standar. Foto-foto alat kromatografi gas beserta kolom dan pencatat untuk mengukur konsentrasi CO 2 ambien terdapat pada Lampiran 13 serta foto-foto ketika pengambilan sampel gas CO 2 di lokasi penelitian dapat dilihat pada Lampiran Luasan Ruang Terbuka Hijau dan Perhitungan Perubahannya Bentuk dan luasan ruang terbuka hijau dianalisis berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Tata Kota dan Pertamanan, Badan Perencanaan Daerah (Bapeda) dan Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Bogor serta hasil penelitian dari Indriyani (2005), Herdiansyah (2005) dan data dari P4W LPPM IPB. Selain data tentang luasan, serial data ini kemudian dihitung untuk mendapatkan angka penurunan luasan dari setiap bentuk ruang terbuka hijau pada beberapa tahun terakhir. Bentuk-bentuk ruang terbuka hijau yang ada di Kota Bogor dibedakan menjadi: vegetasi rapat, vegetasi jarang, sawah, semak dan rumput. Data kepadatan pohon diperoleh dengan mengukur jumlah pohon yang diameternya lebih dari 20 cm yang diukur pada ketinggian 1,3 m dari permukaan tanah dengan ukuran plot 100 x 100 m pada lokasi yang ditentukan berdasarkan rona pada citra 42.

64 yang berbeda. Lokasi pengukuran untuk vegetasi rapat di: Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro) di Cimanggu, Hutan Penelitian Dramaga, Pusat Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Gunung Batu, Kebun Raya Bogor dan kebun di Cimahpar dan Tanah Baru, sedangkan untuk pengukuran kepadatan pada vegetasi jarang di: Mulyaharja, Pamoyanan, Rancamaya, Bojongkerta, Kertamaya, Genteng, Muara Sari dan pemakaman Dreded dan Kebon Pedes Pengukuran Daya Sink Gas CO Penelitian di Rumah Kaca dengan Menggunakan Alat Pengukur Laju Fotosintesis Sebanyak 5 jenis tanaman diteliti kemampuan fotosintesisnya di rumah kaca. Kelima jenis tanaman adalah: mangga (Mangifera indica), jati (Tectona grandis), kenari (Canarium commune), tanjung (Mimusops elengi), dan sawo duren (Chrysophyllum cainito). Pengukuran dilakukan dengan alat yang menggunakan prinsip analisis kadar gas CO 2 dengan sinar inframerah. Alat ini menggunakan bahan kimia sodalime dan drierite yang dimasukkan dalam tabung kaca. Sebelum dipergunakan alat ini harus di-set up terlebih dahulu dengan mengatur nilai parameter-parameter lingkungan yang berpengaruh terhadap fotosintesis, agar sesuai dengan kondisi yang diinginkan. Suhu diset pada 25 0 C, sedangkan intensitas cahaya pada panjang gelombang untuk Photosynthetically Active Radiation (PAR) yang diukur pada: 0, 20, 40, 60, 80, 100, 200, 300, 400, 500, 600, 900, 1000, 1200, 1400, 1600, 1800 dan 2000 µmol foton/m 2 /detik. Aliran udara yang digunakan sebesar 280 µmol per detik. Sampel daun dijepit oleh sensor yang terdapat pada kepala PLC dengan luasan daun dalam chamber 6,25 cm 2. Pengambilan data dilakukan setelah kondisi parameter yang terlihat pada monitor LCA menunjukkan angka yang stabil. Pengukuran dilakukan pada pukul hingga WIB dengan tiga ulangan. Setelah pengukuran selesai, data dipindahkan ke komputer melalui kabel penghubung dengan menggunakan software EPROM versi Data yang dihasilkan dari pengukuran daya serap CO 2 menggunakan alat digunakan untuk membuat kurva respons cahaya dengan menggunakan Software. 43

65 Curve Expert. Menurut Farquhr dan Wong (1984) dalam June (2003), respon fotosintesis terhadap cahaya dapat ditentukan dengan rumus berikut: AA = θ + A max - (Qε + A max ) 2-4θQε A max 2Ө - R dark Keterangan : A : laju fotosintesis (µmol CO 2 m -2 s -1 ) Q : intensitas cahaya (µmol foton m -2 s -1 ) θ : efisiensi penggunaan cahaya dalam fotosintesis (µmol foton m -2 s -1 ) A max : kecepatan fotosintesis tertinggi yang bisa dicapai oleh tumbuhan (µmol CO 2 m -2 s -1 ) ε : faktor kemiringan kurva R dark : respirasi yang dilakukan tanaman ketika tidak ada cahaya (µmol CO 2 m -2 s -1 ) Daya serap CO 2 daun tanaman melalui fotosintesis dihitung dengan menggunakan rumus: P = P c + P o Keterangan: P : daya serap CO 2 daun tanaman melalui fotosintesis (µmol CO 2. m -2 s -1 ) P c : daya serap CO 2 daun tanaman pada hari cerah (µmol CO 2 m -2. hari -1 ) P o : daya serap CO 2 daun tanaman pada hari mendung (µmol CO 2 m -2. hari -1 ) Sedangkan untuk P c dan P o dihitung dengan rumus sebagai berikut: P c = Ā x n P o = c x Ā x (N-n) Keterangan: Ā : laju fotosintesis rerata (µmol CO 2 m -2. s -1 ) n : rerata per hari lama penyinaran aktual (detik. hari -1 ) N : rerata per hari lama penyinaran maksimum (detik. hari -1 ) c : perbandingan rerata per hari laju fotosintesis pada hari mendung dengan hari cerah yaitu sebesar 0,46 Sitompul (1995) dalam Triono (2004) menyatakan bahwa Kota Bogor yang berada pada garis lintang 6 0 Lintang Selatan memiliki nilai c dan N masingmasing sebesar 0,46 dan detik.hari -1. Nilai n didapatkan pada penelitian Abdullah (2000) dalam Triono (2004) yaitu sebesar detik. Rerata harian intensitas cahaya matahari di Kota Bogor adalah 1.396,67 µmol foton m -2.detik

66 Persamaan berikut ini adalah rumus untuk menghitung CO 2 yang dihasilkan oleh tanaman pada malam hari : R = R dark x (H - N) Keterangan : R : Jumlah pelepasan CO 2 melalui respirasi (µmol CO 2 m -2. hari -1 ) R dark : Laju respirasi daun yang diukur dengan ADC LCA-4 (µmol CO 2 m -2. s -1 ) H : Rerata jumlah waktu per hari untuk Kota Bogor nilainya sebesar detik. hari -1 N : Rerata lama penyinaran harian maksimum untuk Kota Bogor nilainya detik. hari -1 Daya serap CO 2 bersih merupakan selisih antara daya serap CO 2 tanaman melalui fotosintesis dan pelepasan CO 2 melalui respirasi. Sehingga untuk menghitungnya digunakan rumus sebagai berikut : G = P R Keterangan: G : Daya serap CO 2 bersih daun tanaman (µmol CO 2 m -2 hari -1 ) P : Daya serap CO 2 daun tanaman melalui fotosintesis (µmol CO 2 m -2 hari -1 ) R : Jumlah CO 2 hasil respirasi (µmol CO 2 m -2 hari -1 ) Dengan mengukur luas per lembar daun pada lima jenis tanaman yang diteliti, maka akan diketahui nilai sink gas CO 2 per lembar daun. Foto-foto alat yang dipergunakan terdapat pada Lampiran Penelitian Pendahuluan dengan Metode Karbohidrat Penelitian ini dilakukan karena alasan keterbatasan alat. Dengan demikian dicari cara lain yang dapat menggantikan cara pengukuran dengan alat yakni dengan metode karbohidrat yaitu dengan mengukur kadar karbohidrat total pada daun dan ranting. Landsberg dan Gower (1997) menyatakan bahwa besaran nilai produk fotosintesis bersih (NPP) dapat didekati dengan mengukur kadar karbohidrat, biomassa dan serasah secara sekuensial, sedangkan menurut Kramer dan Kozlowski (1979), laju fotosintesis dapat diestimasi dengan mengukur peningkatan berat bersihnya. Barnes et al. (1998) demikian juga Kramer dan Kozlowski (1979) menyatakan bahwa setelah gas CO 2 diserap oleh daun, maka akan diubah menjadi karbohidrat yang kemudian akan diikuti oleh beberapa proses seperti 45.

67 yang terlihat pada Gambar 9. Oleh sebab itu, pengukuran kadar karbohidrat yang kedua dilakukan pukul Hal ini dimaksudkan agar proses-proses lainnya yang bekerja mengubah karbohidrat, masih belum banyak terjadi. CO 2 Karbohidrat Respirasi Gelap CO 2 Jaringan fotosintesis S Pembangunan dan pemeliharaan Jaringan produksi primer Produksi Serasah Akumulasi bahan organik mati Dekomposisi CO 2 Konsumsi Asimilasi Jaringan produksi sekunder Ekskresi Konsumsi oleh heterop CO 2 Kematian Akumulasi biomassa hidup dari konsumen Akumulasi biomassa hidup dari tumbuhan Karbon dalam Makhluk hidup Gambar 9. Proses serapan gas CO 2, pembentukan karbohidrat dan beberapa proses lainnya dalam ekosistem. Sumber: Barnes et al. (1998). 46.

68 Sebelum dilakukan pengukuran laju fotosintesis pada jenis tanaman lainnya dengan mengunakan metoda karbohidrat, maka dilakukan pengujian terlebih dahulu ketelitian metode karbohidrat pada lima jenis tanaman. Pada penelitian kedua digunakan 5 jenis tanaman yakni: krey payung (Filicium decipiens), manggis (Garcinia mangostana), melinjo (Gnetum gnemon), sawo kecik (Manilkara kauki) dan trengguli (Cassia fistula) yang tumbuh di arboretum dekat gedung Rektorat Institut Pertanian Bogor. Pemilihan jenis selain karena jenis-jenis tersebut banyak ditanam di Kota Bogor juga jenis tersebut lokasinya berdekatan dan keadaan pertumbuhannya baik dan sehat. Kadar kandungan karbohidrat pada ranting dan daun setiap jenis tanaman diukur pada pukul pagi, pukul dan pukul Pengukuran laju fotosintesis dilakukan di pagi hari, karena pada pagi hari laju fotosintesis dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari. Sedangkan di siang dan sore hari, selain dipengaruhi oleh faktor cahaya matahari juga dipengaruhi oleh cekaman air daun juga oleh bukaan stomata yang kemudian akan mempengaruhi jumlah masukan gas CO 2 (Kramer dan Kozlowski 1979). Sebanyak masing-masing 3 sampel daun dan ranting dari dua pohon setiap jenis tanaman diambil dengan gunting pohon kemudian difiksasi dengan cara merendamnya dalam alkohol 70 % selama 15 menit. Semua pengambilan sampel ranting dan daun sampai dengan fiksasi selesai sekitar pukul Sampel daun dan ranting kemudian dijemur di panas matahari. Setelah kering sampel di oven dengan suhu 70 o C selama 2 hari. Daun dan cabang yang sudah kering kemudian dibawa ke Balai Besar Biologi dan Genetika Pertanian, Bogor. Sampel kemudian digiling sampai halus dan diayak dan diaduk sampai merata menjadi sampel komposit. Sebanyak 20 gram tepung daun komposit ini dimasukkan dalam wadah gelas kemudian ditambah dengan 20 ml HCl 0,7 N dan dihidrolisis selama 2,5 jam dalam penangas air. Saring dalam labu ukur 100 ml lalu netralkan dengan NaOH 1 N setelah diberi phenol merah. Terjadi perubahan larutan dari berwarna biru akan berubah menjadi warna merah muda setelah dititrasi. Kemudian ditambahkan 5 ml ZnSO 4 5% dan 5 ml Ba(OH) 2 0,3 N dengan tujuan mengendapkan protein dari sampel. Hal ini dimaksudkan agar gugusan CHO yang terjadi benarbenar hanya karbohidrat. Setelah itu ditambahkan kembali larutan akuades sampai 47.

69 tanda tera 100 ml. Setelah disaring, larutan supernatan yang sudah jernih diambil dengan pipet 1 ml kemudian disimpan dalam tabung kimia. Deret strandar karbohidrat lalu dibuat 0, 5, 10, 15, 20, 25 mg kemudian tambahkan pereaksi Cu sebanyak 2 ml dan dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit lalu didinginkan. Setelah itu ditambahkan pereaksi Nelson dan ditambah 20 ml air sampai tanda tera pada masing-masing deret standar lalu kocok dan dibiarkan selama 20 menit, kemudian diukur dengan spektrofotometer pada gelombang 500 µm. Untuk mendapatkan kandungan karbohidrat dihitung berdasarkan rumus: Keterangan: A S S : Rerata nilai absorbansi standar A : Rerata nilai absorbansi contoh Dari nilai selisih kadar karbohidrat pukul dan pukul kemudian dihitung nilai sink gas CO 2 dengan mengalikannya dengan angka 1,467. Angka ini diturunkan dari rumus fotosintesis: x x x100 % ( ) 264 g CO g H 2 O 180 g (CH 2 O) g O 2 Dengan mengukur luas per lembar daun pada lima jenis tanaman yang diteliti, maka akan diketahui nilai sink gas CO 2 per lembar daun. Setelah diperoleh data dari 5 jenis, maka dianalisis hasilnya dengan uji-t dengan menggunakan piranti lunak SPSS Jika selisih perbedaan data sink kedua jenis tanaman ini kurang dari 10%, maka metode karbohidrat dianggap sama dengan metode alat. Dengan perkataan lain metode karbohidrat dapat diper-gunakan untuk menggantikan metode pengukuran daya sink dengan alat Penelitian di Kebun Raya Bogor Setelah diuji secara statistik yang menyatakan bahwa daya sink gas CO 2 oleh 5 jenis tanaman yang diukur dengan alat seperti yang telah dijelaskan pada Bab dan metode karbohidrat seperti yang telah dijelaskan pada Bab tidak berbeda nyata, maka metode karbohidrat dipergunakan untuk mengukur daya sink tanaman di Kebun Raya Bogor dan di Hutan Penelitian Dramaga.. 48

70 Sebanyak masing-masing 25 jenis tanaman yang tumbuh di Kebun Raya Bogor diukur kemampuannya dalam menyerap gas CO 2. Pemilihan jenis tanaman selain berdasarkan penggunaannya yang telah banyak ditanam di Kota Bogor, juga letak pohonnya tidak terlalu berjauhan serta daun dan rantingnya masih dapat dijangkau oleh galah. Jenis eksotik tidak diukur kemampuan daya sinknya, selain karena sangat tinggi, juga tidak banyak ditanam di Kota Bogor. Metode yang dipergunakan untuk menetapkan nilai kemampuan tanaman dalam menyerap gas CO 2 dilakukan dengan metode pengukuran karbohidrat pada daun dan ranting pada pukul dan pagi. Cara pengambilan sampel, jumlah ranting dan penanganan ranting dan daun sampel selanjutnya sama dengan metoda yang dilakukan pada Bab Pengukuran kadar karbohidrat dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 500 µm dilakukan di Balai Besar Biologi dan Genetika Pertanian, Bogor. Dari analisis karbohidrat yang diperoleh untuk menghitung rerata pembentukan karbohidrat per jam adalah dengan cara membagi kadar karbohidrat dibagi 4, karena fotosintesis dilakukan selama 4 jam yakni dari jam Sedangkan untuk menghitung nilai daya serap gas CO 2 per jam, tetapan yang dipergunakan sebesar 1,467 yang diperoleh dari pembagian nilai 264/180 dari persamaan fotosintesis: 264 g CO g H 2 O 180 g (CH 2 O) g O 2 Cara pengambilan contoh daun pada pohon yaitu daun dari yang termuda sampai tertua yang terdapat pada ranting diambil sebanyak 3 ranting dari cabang pohon yang berbeda pada satu pohon. Cara penanganan daun dan ranting selanjutnya sama dengan cara yang dipergunakan pada Bab Untuk menghitung jumlah daun pada pohon dilakukan dengan penghitungan langsung dengan bantuan teropong dan penghitung tangan (hand counter). Jika jumlah pohon lebih dari tiga, maka rerata jumlah daun didapat dari penghitungan jumlah daun pada pohon dengan jumlah daun terbanyak, sedang dan yang paling sedikit. Untuk mengukur luas daun, daun yang tertua sampai daun yang termuda diambil dan dipindai (scan) dengan alat pemindai lalu dicatat luas daun secara keseluruhan. Rerata luasan per lembar daun dihitung dengan membagi luas 49.

71 seluruh daun dengan jumlah daun. Parameter lainnya yang diteliti adalah jumlah dan ukuran stomata. Tahapan kerja selanjutnya yang dilakukan di laboratorium sama dengan penelitian yang dilakukan pada Bab Untuk mendapatkan nilai kemampuan sink tanaman pepohonan di Kebun Raya Bogor terhadap gas CO 2 adalah dengan mengalikan jumlah pohon dengan sink per jenis tanaman per pohon (X) Penelitian di Hutan Penelitian Dramaga Sampel sebanyak 21 jenis tumbuhan yang dipilih berdasarkan dominansi jumlah pohon, letaknya tidak terlalu berjauhan dan ranting dan daunnya masih dapat dijangkau dengan galah. Ke-21 jenis ini kemudian dihitung jumlah dan rerata luas daunnya. Metode pengambilan daun dan pengukuran luas daun dan jumlah daun per pohon sama dengan metode yang dilakukan di Kebun Raya Bogor. Tahapan kerja selanjutnya yang dilakukan di laboratorium sama dengan penelitian yang dilakukan pada Bab Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini sama dengan kedua metode terdahulu, seperti yang telah dijelaskan pada Bab dan Bab Jumlah dan Ukuran Stomata Daun yang tidak terlalu tua dan juga tidak terlalu muda dari tanaman yang diukur kemampuan sinknya di Kebun Raya Bogor dan di Hutan Penelitian Dramaga dipetik dari rantingnya lalu diolesi dengan cutex (cat kuku) yang transparan lalu dibiarkan mengering. Setelah kering cutex dikelupas dengan hatihati dari permukaan daun agar tidak robek. Cutex lalu diletakkan di bawah lensa objektif kemudian diamati dan diambil fotonya. Parameter yang diteliti adalah jumlah dan kerapatan serta panjang dan lebar stomata. Nilai sink per cm 2 untuk setiap jenis tanaman kemudian dicari hubungannya dengan panjang stomata, lebar stomata dan kerapatannya dengan menggunakan program SPSS Jika koefisien diterminasinya lebih dari 0,7; maka dianggap mempunyai hubungan yang berarti (Mattjik dan Sumertajaya 2002 serta Sulaiman 2002).. 50

72 3.12. Simulasi Konsentrasi Gas CO 2 Ambien dan Penentuan Kebutuhan Luasan Hutan Kota. Data tentang konsumsi bahan bakar minyak dan gas meliputi: bensin, solar, minyak tanah dan gas LPG kemudian dihitung untuk dijadikan data konstanta penggunaan bahan bakar minyak dan gas per orang per tahun. Dari data ini kemudian dihitung emisi gas CO 2 tahun 2010 sampai tahun Nilai sink gas CO 2 oleh pepohonan baik yang diperoleh dari tanaman Kebun Raya Bogor maupun yang diperoleh dari Hutan Penelitian Dramaga sejumlah 46 jenis yakni 25 jenis dari Kebun Raya Bogor dan 21 jenis dari Hutan Penelitian Dramaga kemudian diurutkan dari yang terendah sampai tertinggi, lalu dibuat klasifikasinya dan dihitung rerata daya sink untuk setiap kelas. Karena ada tiga jenis yang sama, maka jumlah jenis yang diurutkan nanti ada 43 jenis tanaman. Klasifikasi daya sink adalah: sangat rendah, rendah, sedang, agak tinggi, tinggi dan sangat tinggi. Nilai sink sangat tinggi, tinggi dan agak tinggi akan digunakan sebagai konstanta daya sink pada model penentuan luasan hutan kota melalui model diagram alir dengan program Powersim 2.5. Model diagram alir dapat dilihat pada Lampiran 3. Sebelum dilakukan simulasi, mengingat Kota Bogor merupakan kota dengan curah hujan yang tinggi yakni antara mm serta hari hujan hari dalam setahun, dengan curah hujan tertinggi pada bulan Januari sebanyak 629 mm/bulan dan terendah pada bulan September 118 mm/bulan, maka dalam penentuan luasan hutan kota, simulasinya dibuat: (1). Jika tidak dipengaruhi oleh hujan dan (2). Dipengaruhi oleh hujan. Nilai curah hujan yang akan digunakan dalam simulasi sebesar mm/tahun. Jika hasil perhitungan dan simulasi hujan tidak berpengaruh nyata dalam menurunkan konsentrasi gas CO 2 ambien, maka hujan tidak dimasukkan dalam model. Selain simulasi dengan menggunakan variasi daya sink tanaman juga disimulasikan penghematan bahan bakar, penekanan laju pertambahan penduduk serta pengkayaan pada areal bervegetasi jarang dengan jenis tanaman berdaya sink sangat tinggi dan upaya gabungan dari beberapa cara yang telah disebutkan terdahulu. Simulasi selanjutnya adalah untuk mencari daya dukung kependudukan Kota Bogor berdasarkan emisi dan sink gas CO 2. Daya dukung dihitung dengan 51

73 memperhatikan luasan ruang terbuka hijau seluas 32% dengan lahan terbangun seluas 68%. Jika penduduk telah menempati lahan terbangun yang luasnya 68% dari luas kota, maka penduduk membutuhkan bangunan berlantai dua pada lahan terbangun yang luasnya tetap seluas 68%. Demikian seterusnya sampai luasan hutan kota yang dibutuhkan melebihi peruntukan lahan ruang terbuka hijau yang luasnya 32%.. 52

74 4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Keadaan Umum Kota Bogor Kota Bogor merupakan kota pendukung DKI Jakarta yang merupakan ibukota negara Republik Indonesia. Letak geografis Kota Bogor antara 106 o 48 Bujur Timur dan 6 o 30 Lintang Selatan. Udara Kota Bogor cukup sejuk dengan rerata suhu harian 25 o C dan kelembaban udaranya sekitar 70%. Luas Kota Bogor adalah ha yang terbagi dalam 6 wilayah kecamatan, 31 kelurahan dan 37 desa. Jumlah penduduk kota ini pada tahun 2002 dan 2003 masing-masing berjumlah orang, orang dan pada tahun 2005 sebanyak orang (Badan Pusat Statistik Kota Bogor 2006). Kota ini terletak pada daerah perbukitan yang bergelombang dengan ketinggian yang bervariasi antara m dpl. Kemiringan lahan antara 0-2% seluas 1.763,94 ha, kemiringan 2-15% seluas 8.091,27 ha, 15-25% seluas 1.109,89 ha, % seluas 764,96 ha, serta lahan dengan kemiringan lebih dari 40% seluas 119,94 ha. Tipe iklim Kota Bogor menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson termasuk wilayah dengan tipe iklim A. Curah hujan tahunannya antara mm serta hari hujan hari dalam setahun. Curah hujan tertinggi biasanya terjadi pada bulan Januari sebanyak 629 mm/bulan dan terendah pada bulan September 118 mm/bulan Kependudukan Penduduk merupakan aspek yang penting dalam perencanaan dan pengelolaan kota, karena banyak permasalahan lingkungan berawal dari masalah kependudukan. Oleh sebab itu, data-data mengenai kependudukan ini sangat diperlukan dalam program penyusunan pengelolaan kota. Perkembangan jumlah penduduk di Kota Bogor dari tahun 1999 sampai dengan tahun 2005 mengalami perkembangan yang berbeda-beda setiap tahunnya, seperti terlihat pada Tabel di bawah ini. Rerata pertambahan penduduk di Kota Bogor pada tahun sekitar 3,06% per tahun (Bapeda Kota Bogor 2005). 53

75 Tabel 15. Jumlah dan laju pertambahan penduduk Kota Bogor No. Tahun Jumlah Penduduk Jumlah Pertambahan Penduduk Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Bogor (2006). Pertambahan penduduk selain dipengaruhi oleh kelahiran dan kematian juga dipengaruhi oleh migrasi. Rerata jumlah pendatang per tahun sebanyak orang dan yang pindah sebanyak orang (Badan Pusat Statistik Kota Bogor 2004). Penyebaran penduduk cenderung agak merata di seluruh wilayah Kota Bogor. Jumlah penduduk pada tahun 2004 terbesar di Kecamatan Bogor Barat orang yang menempati wilayah seluas 32,85 Ha yang mengelompok di Kelurahan Menteng sebanyak orang dan terendah di Kelurahan Pasir Mulya sebanyak orang. Berdasarkan kecamatan, jumlah penduduk terendah terdapat di Kecamatan Bogor Timur yaitu sebesar orang yang menempati wilayah seluas 10,15 Ha. Kepadatan penduduk Kota Bogor pada tahun 1999 sebesar orang/km 2 dan tahun 2004 menjadi orang/km 2. Pada tahun 1999 kepadatan terbesar di Kecamatan Bogor Tengah sebesar orang/km 2, dan pada tahun 2004 kepadatan terbesar masih di Kecamatan Bogor Tengah yaitu sebesar orang/km 2. Kepadatan terendah terdapat di Kecamatan Bogor Selatan yaitu sebesar orang/km 2. Pada tahun 2004 jumlah penduduk berdasarkan pengelompokan usia di Kota Bogor adalah sebagai berikut: usia sekolah (0-14 tahun) mencapai orang 54

76 (28,23 %), usia produktif (15-55 tahun) orang (63,7 %), usia lanjut usia (55 tahun keatas) hanya orang (8,07%). Jika dilihat dari pengelompokan jumlah penduduk menurut struktur umur, sebarannya relatif merata di setiap kecamatan (Bapeda Kota Bogor 2004). Dengan adanya pertambahan jumlah penduduk, tanpa adanya perubahan nilai laju pertambahan penduduk sampai tahun 2100 yakni sebesar 3,06%, maka dengan perhitungan secara time series diperkirakan jumlah penduduk Kota Bogor di masa yang akan datang adalah sebagai berikut: Tabel 16. Perkiraan jumlah penduduk Kota Bogor sampai tahun 2100 Tahun Jumlah Penduduk (orang) Dari Tabel 16 dapat dinyatakan bahwa penduduk Kota Bogor dengan laju pertambahan penduduk sebesar 3,06% per tahun tetap sampai tahun 2100, diperkirakan jumlah penduduknya pada tahun 2100 akan menjadi 15 juta orang Transportasi Kota Bogor merupakan kota penghubung antara Jakarta, Sukabumi, Cianjur, Bandung, Rangkas Bitung dan Tangerang. Oleh sebab itu, transportasi yang ada di dalam Kota Bogor selain angkutan dalam kota, dan angkutan perkotaan juga ada angkutan kota dalam propinsi dan angkutan kota antar propinsi. Jumlah setiap jenis angkutan dari tahun terdapat pada Gambar berikut ini. 55

77 Angkutan Perkotaan Angkutan Kota Jumlah Jumlah Tahun Tahun Angkutan AKDP Angkutan AKAP Jumlah Jumlah Tahun Tahun Gambar 10. Perkembangan jumlah kendaraan angkutan kota, angkutan perkotaan, angkutan kota dalam propinsi dan angkutan kota antar propinsi tahun Khusus untuk angkutan kota yang beroperasi di dalam Kota Bogor pada tahun 2006 saja dapat dilihat pada Tabel berikut ini. 56

78 Tabel 17. Rute dan jumlah angkutan kota di wilayah Kota Bogor No. Kode Jurusan Jumlah 1 01 Cipinang Gading - Cipaku - Term Merdeka A Baranang Siang Ciawi Sukasari - Terminal Bubulak Baranangsiang Bubulak Ramayana Rancamaya Ramayana - Pangrango - Cimahpar Ramayana - Jl. Bangka - Ciheuleut Warung Jambu - H. Juanda - Merdeka A Ps. Anyar - Air Mancur - Pondok Rumput Warung Jambu - H. Juanda - Ramayana Warung Jambu - Pajajaran - Sukasari Bantar Kemang - Sukasari - Merdeka Pajajaran - Pasar Bogor Cimanggu - Ma. Salmun Pasar Anyar Bantar Kemang - Jl. Bangka - Ramayana Sukasari Cibalagung Pasir Kuda - Bubulak Terminal Merdeka - Bubulak Sndang Barang Jero Pasar Anyar Salabenda Pomad - Tanah Baru- Bina Marga Ramayana Mulyaharja Terminal Bobolak - Kencana Pasar Anyar - Kencana 56 Jumlah Sumber : DLLAJ Kota Bogor (2006a) Pertambahan jumlah kendaraan pribadi, sepeda motor dan angkutan kota di Kota Bogor terjadi pesat. Wijaya (2004) telah meneliti jumlah kendaraan dan laju pertambahannya untuk memperkirakan jumlahnya di masa yang akan datang. Data tersebut dapat dilihat pada Tabel 18. Tabel 18. Perkiraan jumlah kendaraan bermotor Tahun Jumlah Kendaraan Tahun Mobil Pribadi Mobil Penumpang Truk dan Bus Motor Sumber: Wijaya (2004). 57

79 Pola jaringan jalan di Kota Bogor cenderung berbentuk radial dengan Istana Presiden dan Kebun Raya Bogor sebagai pusatnya. Hal ini mengakibatkan bertumpuknya perjalanan di daerah tersebut. Pergerakan kendaraan dari satu daerah ke daerah yang lain di Kota Bogor cenderung melalui pusat kota, karena jalan utama yang ada mengarah ke pusat kota, sementara jalan antar wilayah tidak dilengkapi dengan jalan pendukung. Mengingat panjang jalan relatif tidak bertambah, maka belakangan ini terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan panjang jalan dengan jumlah kendaraan yang ada. Hal ini ditandai dengan sering terjadinya kemacetan lalu lintas, terutama pada saat berangkat kerja dan sekolah serta ketika saat pulang. Data tentang panjang jalan di Kota Bogor dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Panjang jalan di Kota Bogor pada tahun 2004 No Wewenang Pembinaan Kecamatan Jumlah Nasional Propinsi Kota (km) (km) (km) (km) Bogor Tengah Bogor Utara Bogor Timur Bogor Selatan Bogor Barat Tanah Sareal JUMLAH Sumber : Dinas Pekerjaan Umum Binamarga Kota Bogor (2004) Penggunaan Bahan Bakar Minyak dan Gas Bahan bakar minyak yang berupa bensin dan solar banyak dipergunakan untuk kendaraan bermotor. Oleh sebab itu, kendaraan bermotor merupakan pengemisi gas CO 2 yang terbesar. Semakin banyak jumlah kendaraan, maka emisi gas CO 2 akan semakin banyak pula. Wijaya (2004) menyatakan jumlah kendaraan yang berlalu-lalang di Kota Bogor sampai tahun 2014 akan meningkat seperti terlihat pada Tabel

80 Tabel 20. Perkiraan jumlah kendaraan bermotor tahun Tahun Jumlah Kendaraan Mobil Pribadi Mobil Penumpang Truk dan Bus Motor Sumber: Wijaya (2004) Berdasarkan data dari Pertamina Unit Pemasaran III Jakarta penggunaan bahan bakar minyak dan gas untuk Kota Bogor pada tahun 2003 dan 2004 adalah sebagai berikut : Tabel 21. Pemakaian bahan bakar minyak dan gas di Kota Bogor tahun Tahun Bensin (KI) Solar (Kl) M. Tanah (Kl) M.Diesel (Kl) LPG (TON) Gas *) (m 3 ) Sumber : PT. Pertamina Unit Pemasaran III Jakarta (2004) *) PT Gas Negara (2004). Penjualan bensin dan solar dilakukan oleh 14 stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang tersebar di seluruh Kota Bogor. Penjualan minyak tanah melalui 12 agen penjualan, sedangkan untuk penjualan LPG dilakukan oleh 2 agen saja (PT Pertamina Unit III 2004). Dengan melihat jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2003 sebanyak orang dan tahun 2004 sebanyak orang, maka dari data tersebut dapat dinyatakan bahwa rerata penggunaan masing-masing bahan bakar minyak dan gas per orang sebanyak 134,19 l/orang/tahun untuk bensin, 33,55 l/orang/tahun untuk solar, 6,24 l/orang/tahun untuk minyak diesel, 84,17 l/orang/tahun untuk minyak tanah, 5,14 kg/orang/tahun untuk LPG dan 0,28 m 3 /orang/tahun untuk penggunaan gas dari PT Gas Negara. 59

81 Jika diasumsikan bahwa penggunaan bahan bakar pada saat penelitian dilakukan tidak berbeda dengan penggunaan bahan bakar di masa yang akan datang, maka kebutuhan bahan bakar pada tahun adalah sebagai berikut : Tabel 22. Kebutuhan bahan bakar minyak dan gas untuk tahun Tahun Bensin Solar M. Tanah M. Diesel LPG (x 10 6 l) (x 10 6 l) (x 10 6 l) (x 10 6 l) (x 10 6 kg) ,04 31,51 79,06 5,86 4, ,60 35,66 89,44 6,63 5, ,09 38,53 96,65 7,17 5, ,06 40,52 101,65 7,54 6, ,59 41,91 104,83 7,79 6, ,43 42,86 107,53 7,97 6, ,09 43,53 109,22 8,10 6, ,93 43,99 110,35 8,18 6, ,22 44,31 111,16 8,24 6, ,10 44,53 111,72 8,28 6,82 Mengingat bahan bakar yang dipergunakan di Kota Bogor selain bensin, solar, minyak tanah dan LPG juga dipergunakan gas kota yang dikelola oleh PT Gas Negara, maka pembahasan khusus mengenai masalah ini akan dibahas berikut ini. Gas Negara Distribusi gas oleh PT. Gas Negara melalui jaringan pipa gas dengan tekanan 15 bar sepanjang km yang dikendalikan oleh 2 unit stasiun gas penerima di Cibinong dan Cimanggis. Jaringan pipa distribusi gas dengan tekanan sebesar 2 bar sepanjang km yang dikendalikan oleh 2 unit stasiun gas penyalur. Sedangkan jaringan pipa distribusi bertekanan 0,1 bar sepanjang km yang dikendalikan oleh 23 stasiun gas penyalur yang tersebar di wilayah Kota Bogor. Sampai bulan September 2003, jumlah pelanggan sebanyak yang terdiri dari pelanggan rumah tangga, 187 pelanggan komersil dan 98 pelanggan industri. Volume pemakaian energi gas bagi masyarakat kota yang dilayani oleh PT. Gas Negara Distrik Bogor telah mencapai 3,6 juta m 3 untuk rumah tangga, 1,2 juta m 3 untuk komersil dan 204 juta m 3 untuk industri dengan total pemakaian gas sebanyak 208,8 juta m 3 (Badan Pusat Statistik Kota 60

82 Bogor 2005). Berikut ini disajikan data tentang jumlah pelanggan gas dari tahun Tabel 23. Jumlah pelanggan PT Gas Negara Tahun Sumber : Walikota Bogor (2003) Tahun Jumlah Pelanggan Tabel 24. Banyaknya gas yang terjual melalui pipa Kota Bogor No. Bulan Jumlah (m 3 ) Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember Jumlah Sumber : Badan Pusat Statistik Kota Bogor (2005) Mengingat jumlah emisi gas CO 2 dari gas negara kurang dari 1% dari keseluruhan emisi dari bahan bakar minyak dan gas, maka dalam perhitungan selanjutnya emisi dari gas negara tidak dimasukkan dalam perhitungan. 61

83 Emisi Gas CO 2 Antropogenik Penggunaan bensin, solar, minyak tanah, minyak diesel dan LPG menghasilkan gas CO 2. Emisi gas CO 2 pada tahun 2006 dari masing-masing bahan bakar dapat dilihat pada Gambar 11. Emisi Gas CO 2 tahun % 2% 33% 48% 14% Bensin Solar M. tanah M. Diesel LPG Gambar 11. Emisi gas CO 2 di Kota Bogor tahun 2006 Dari Gambar 11 dapat dikemukakan bahwa emisi terbesar berasal dari bensin 48%, minyak tanah 33%, solar 14%, minyak diesel 3% dan LPG 2%. Prediksi jumlah emisi gas CO 2 di Kota Bogor tahun sebagai berikut: Tabel 25. Jumlah emisi gas CO 2 di Kota Bogor tahun Tahun Emisi CO 2 Ton Setara ppmv (x 10-5 ) , , , , , , , , , ,90 62

84 Dari Tabel 25 dapat dinyatakan bahwa emisi gas ini terus bertambah. Tahun 2010 emisinya ton, sedangkan tahun 2100 menjadi ton. Dari simulasi emisi gas CO 2 di Kota Bogor pada tahun 2007 sebanyak 0,57 juta ton. Sementara Syakuroh (2004) memperkirakan emisi gas ini dari bahan bakar minyak dan gas tahun 2007 di Kabupaten Bogor sebanyak 15,36 juta ton. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa emisi gas CO 2 antropogenik di Kota Bogor lebih kecil daripada emisi gas ini di Kabupaten Bogor. Walaupun demikian, Kota Bogor harus ikut dalam program pengembangan hutan kota, agar gas CO 2 antropogenik sebagian atau seluruhnya dapat diserap oleh pepohonan hutan kota. Dengan demikian laju penambahan gas ini dapat ditekan serendah mungkin Konsentrasi Gas CO 2 Ambien Tahun 2006/2007 Data kepadatan lalu lintas menurut waktu khususnya mobil diperlukan untuk menentukan waktu pengambilan sampel ambien gas CO 2. Data kepadatan di 5 lokasi dapat dilihat pada Gambar 12 berikut ini (a) 63

85 (b) Gambar 12. Rerata jumlah mobil yang melewati 5 jalur lokasi penelitian selama 1 Minggu pada (a) musim kemarau tahun 2006 dan (b) musim penghujan tahun Dari data tersebut dapat dinyatakan bahwa kepadatan lalu lintas tertinggi terjadi antara pukul pada musim kemarau maupun musim penghujan. Rerata jumlah kendaraan yang melewati kelima jalur jalan tersebut pada musim kemarau antara kendaraan per hari, sedangkan pada musim penghujan antara kendaraan per hari. Rerata kepadatan kendaraan tertinggi di Baranang Siang dan terendah di pertigaan Ekalokasari. Data selengkapnya tentang jumlah kendaraan yang melewati ke lima jalur jalan dapat dilihat pada Tabel 26 di bawah ini. Tabel 26. Jumlah kendaraan di 5 lokasi pada musim kemarau 2006 dan musim penghujan 2007 Jumlah Kendaraan Lokasi Tahun 2006 (kemarau) Tahun 2007 (penghujan) Rerata Warung Jambu Baranang Siang Ekalokasari Pasar Bogor Jembatan Merah

86 Dari data pada Tabel 26 dapat dikemukakan bahwa pada musim kemarau tahun 2006 jumlah kendaraan yang melewati Baranang Siang merupakan kepadatan tertinggi yang kemudian diikuti oleh Pasar Bogor. Kepadatan kendaraan paling rendah terdapat di Ekalokasari. Pada musim penghujan di tahun 2007 juga mempunyai kecenderungan yang sama yakni tertinggi di Baranang Siang dan terkecil di Ekalokasari. Hasil pengukuran kandungan gas CO 2 ambien yang diukur pada jam bulan Februari 2006 di 5 lokasi dapat dilihat pada Tabel 27. Rerata kandungan CO 2 ambiennya dari 5 lokasi siang dan malam hari adalah 387,49 ppmv. Rerata konsentrasi gas CO 2 siang hari sebesar 389,87 ppmv dan malam hari sebesar 385,11 ppmv. Rendahnya konsentrasi gas CO 2 di malam hari nampaknya ada hubungannya dengan rendahnya jumlah kendaraan di malam hari. Hasil pengukuran konsentrasi gas CO 2 di 5 lokasi siang dan malam hari, sebagai penelitian pendahuluan disajikan pada Tabel 27. Tabel 27. Konsentrasi gas CO 2 di 5 lokasi pengukuran siang dan malam hari di bulan Februari 2006 (ppmv) Lokasi Waktu Pengukuran Siang hari Malam hari Warung Jambu Baranang Siang Ekalokasari Jembatan Merah Hutan Penelitian Dramaga Rerata Data ini dianggap sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan di Hawaii pada tahun Keeling dan Whorf (2005) menyatakan hasil pengukuran pada 4 buah menara dengan ketinggian 7 meter dan 1 buah menara dengan ketinggian 27 meter di Mauna Loa, Hawaii menunjukkan bahwa konsentrasi gas CO 2 pada tahun 1959 sebesar 315,98 ppmv dan pada tahun 2004 menjadi 377,38 ppmv ( dioxide 2006). Penelitian berikutnya dilakukan pada bulan Juni 2006 dan Februari Berdasarkan data kepadatan kendaraan tertinggi terjadi pada pukul sampai pukul masih tinggi juga. Oleh sebab itu, pengukuran gas CO 2 ambien 65

87 berikutnya dilakukan antara pukul Hasil pengukuran kandungan gas CO 2 di 10 lokasi dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28. Konsentrasi gas CO 2 ambien pada lokasi padat dan kurang padat kendaraan bermotor No Lokasi Juni 2006 Februari 2007 (Kemarau) (Penghujan) 1 Warung Jambu 401,06 398,05 2 Baranang Siang 403,64 403,44 3 Ekalokasari 380,72 379,32 4 Jembatan Merah 401,06 400,05 5 Pasar Bogor 399,87 397,61 6 Hutan Penelitian Dramaga 382,77 380,88 7 Lapangan bola Indraprasta 383,57 383,83 8 Bogor Lake Side 383,38 383,77 9 Taman Wisata Cimanggu 387,14 383,12 10 Ciremai Ujung 385,91 387,85 Rerata 390,91 388,87 Dari data pada Tabel 27 dan 28 dapat disimpulkan bahwa konsentrasi gas CO 2 bervariasi berdasarkan tempat dan waktu. Selanjutnya dari Tabel 29 dapat dikemukakan bahwa rerata konsentrasi gas CO 2 pada tahun 2006/2007 sebesar 389,89 ppmv. Di lokasi yang potensial tercemar yaitu di tengah jalan raya di Warung Jambu, Baranang Siang, Ekalokasari, Jembatan Merah dan Pasar Bogor rerata konsentrasi gas CO 2 pada musim kemarau adalah 397,27 ppmv dan pada musim hujan 395,11 ppmv. Sedangkan di 5 lokasi yang kurang padat kendaraan yaitu Hutan Penelitian Dramaga, Lapangan bola Indraprasta, Bogor Lake Side, Ciremai ujung dan Taman Koleksi Cimanggu rerata konsentrasi gas CO 2 pada musim kemarau adalah 384,55 ppmv dan pada musim hujan 383,89 ppmv. Nilai konsentrasi gas CO 2 di Kota Bogor sudah melebihi angka 350 ppmv. Dengan semakin tingginya jumlah emisi gas CO 2, maka diperlukan pengendalian jumlah emisi dan atau memperbesar kapasitas sink, agar konsentrasi ambiennya tidak terus meningkat. Hal ini dimaksudkan agar pemanasan global melalui efek rumah kaca dapat dikendalikan. Metro TV pada tanggal 18 Agustus menyiarkan bahwa kutub Selatan mengalami penyusutan permukaan es yang terparah. Jika hal ini dibiarkan, maka diperkirakan es yang menyelimuti kutub Selatan akan hilang pada tahun

88 Nilai rerata konsentrasi gas CO 2 sebesar 389,89 ppmv akan digunakan sebagai nilai level dalam program Powersim. Level lainnya yang digunakan dalam program ini akan dibahas lebih lanjut dalam Bab tentang Analisis Kecukupan Luasan Hutan Kota Berdasarkan Daya Sink Gas CO Penggunaan Lahan Kota Bogor terletak 60 km dari DKI Jakarta dan merupakan salah satu alternatif permukiman untuk para penglaju (commutter) yang bekerja di Jakarta. Oleh sebab itu, jumlah rumah meningkat secara nyata yang ditunjukkan oleh meningkatnya penggunaan lahan untuk permukiman, ruko dan lahan terbangun lainnya. Akibatnya, banyak terjadi alih fungsi sawah, kebun dan ruang terbuka hijau lainnya menjadi lahan permukiman dan lahan terbangun lainnya. Data tentang lahan terbangun dan tidak terbangun pada tahun 2003 dapat dilihat pada Tabel 29. Tabel 29. Luas lahan Kota Bogor berdasarkan keterbangunan tahun 2003 Kecamatan Terbangun Luas Lahan (Ha) Tak Terbangun Total Terbangun Persentase Tak Terbangun Bogor Selatan ,99 43,01 Bogor Timur ,77 18,23 Bogor Utara ,55 31,45 Bogor Tengah ,14 0,86 Bogor Barat ,12 32,88 Tanah Sareal ,26 26,74 Total ,14 30,86 Sumber: Bapeda Kota Bogor (2004). Dari data tersebut dapat dinyatakan bahwa persentase lahan tak terbangun sangat bervariasi berdasarkan kecamatan. Tingginya persentase lahan terbangun nampaknya disebabkan karena Kota Bogor merupakan penyangga ibukota negara yang sangat membutuhkan lahan untuk permukiman, pemerintahan, tempat pendidikan, olahraga, perdagangan dan jasa serta beberapa kegiatan lainnya. Oleh sebab itu, rencana pemanfaatan lahan sampai tahun 2009 perlu disusun. Rencana pemanfaatan lahan sampai tahun 2009 dapat dilihat pada Tabel

89 Tabel 30. Pemanfaatan lahan tahun 1996 dan rencana pemanfaatan lahan pada tahun Jenis Pemanfaatan Lahan Pemanfaatan Lahan Tahun ) Rencana Pemanfaatan Tahun ) Ha % Ha % Permukiman 7.517,90 63, ,89 73,35 Jasa dan Perdagangan 237,68 2,00 437,41 3,69 Industri 94,74 0,80 167,96 1,42 Pertanian 2.888,24 24,37 249,21 2,10 Kebun Raya 87,00 0,73 87,00 0,73 Taman/Olahraga 49,15 0,41 342,33 2,89 Kuburan 186,64 1,57 305,96 2,58 Penggunaan lain 788,65 6, ,24 12,81 Jumlah Sumber: 1) Bapeda Kota Bogor (1997). 2) DLLAJ (2006b). Dari data tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pengalihan peruntukkan lahan menjadi lahan permukiman sangat tinggi. Sebaliknya alokasi lahan untuk pertanian menjadi sangat rendah. P4W LPPM IPB (2006) menyatakan, lahan terbangun yang dianalisis berdasarkan citra pada tahun 2005 sebesar 52,9% ( ha) dan jumlah penduduk pada waktu itu orang. Ini berari kebutuhan lahan terbangun per orang sebesar 73,02 m 2 /orang. Namun dengan melihat kecenderungan penggunaan lahan permukiman yang semakin menyempit, maka dalam perhitungan nilai kebutuhan lahan terbangun digunakan angka 70 m 2 /orang Ruang Terbuka Hijau dan Hutan Kota Telah dijelaskan terdahulu bahwa peralihan peruntukan lahan dari lahan bervegetasi ke lahan terbangun sangat tinggi. Hal ini telah mengakibatkan luasan ruang terbuka hijau yang semula berupa sawah, kebun dan hutan berubah menjadi lahan terbangun. Walaupun demikian, Pemerintah Kota Bogor masih sangat peduli akan kebutuhan ruang terbuka hijau. Hal ini tertuang dalam Rencana Pembangunan ruang terbuka hijau Kota Bogor yang mengacu pada Perda Kota Bogor nomor 1 Tahun 2001 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Perda nomor 11 Tahun 1995 tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota. 68

90 Sebaran penutupan lahan di 6 kecamatan di Kota Bogor berdasarkan analisis citra yang telah diteliti oleh Indriyani tahun 2006, hasilnya dapat dilihat pada Tabel 31 berikut ini. Tabel 31. Luas dan persentase tipe penutupan lahan pada masing-masing kecamatan di Kota Bogor Tipe Penutupan Lahan Vegetasi Rapat Vegetasi Jarang Bogor Utara Bogor Timur Bogor Tengah Bogor Selatan Bogor Barat Tanah Sareal Ha % Ha % Ha % Ha % Ha % Ha % 45,04 2,52 16,08 1,48 62,01 7,82 113,44 3,60 107,74 4,70 56,52 2,69 420,14 23,55 277,03 25,50 75,28 9, ,74 55,77 447,17 19,51 532,55 25,30 Ladang 350,87 19, ,00 39,45 4,98 163,52 5,19 185,97 8,11 214,61 10,20 Sawah 88,11 4,94 69,06 6,36 45,09 5,69 127,15 4,04 339,74 14,82 200,22 9,51 Semak dan rumput 75,29 4,22 16,99 1,56 25,90 3,27 91,07 2,89 96,86 4,22 138,32 6,57 Area Terbangun 686,11 38,46 481,54 44,33 511,57 64,54 712,54 22,64 832,40 36,31 737,70 35,05 Tanah kosong 88,10 4,94 47,94 4,41 8,98 1,13 166,13 5,28 40,10 1,75 45,91 2,18 Badan air 0,78 0,04 0,21 0,02 0,35 0,04 3,35 0,11 10,37 0,45 2,18 0,10 Awan 29,09 1,63 8,74 0,80 19,26 2,43 8,45 0,27 133,14 5,81 125,95 5,98 Bayangan awan 0,43 0,02 0,18 0,02 4,79 0,60 6,56 0,21 99,08 4,32 51,04 2,42 Total 1783, , , , , Sumber: Indriyani (2005). Keadaan tutupan lahan pada tahun 2005 yang dibedakan menjadi: vegetasi rapat, vegetasi jarang, sawah, semak dan rumput adalah sebagai berikut. 1. Vegetasi rapat Vegetasi rapat luasnya 613,83 ha (5,18% dari luasan kota). Vegetasi rapat antara lain terdapat di: Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro) Cimanggu 44,60 ha, Istana Presiden 24,00 ha, Hutan Penelitian Dramaga 57,75 ha, Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan dan Konservasi Alam Gunung Batu 5,00 ha, Kebun Raya Bogor 87,00 ha dan sisanya berupa kebun bebuahan dan hutan rakyat seluas 395,48 ha. Nilai rerata kerapatan pada vegetasi rapat adalah 236,78 pohon/ha. 69

91 (a) (b) Gambar 13. Foto vegetasi hutan kota di (a) Hutan Penelitian Dramaga dan (b) Kebun Raya Bogor. 2. Vegetasi Jarang Vegetasi jarang luasannya 2.495,06 Ha (21,06% dari luasan kota) terdiri dari kuburan (299,28 ha), kebun bebuahan dan hutan rakyat (1.995,84 ha), taman kota (19,35 ha), taman jalur (17,18 ha) dan pohon peneduh jalan (163,41 ha). Vegetasi jarang terdiri dari tanaman tahunan yang berumur relatif muda kurang dari 20 tahun yang terdiri dari kebun buah-buahan, tanaman halaman rumah, jalur hijau, pemakaman, sempadan sungai dan sempadan danau. Tanaman tahunan dan tanaman halaman rumah menyebar pada wilayah Bogor Utara, Bogor Selatan (Mulyaharja, Pamoyanan, Rancamaya, Bojongkerta, Kertamaya, Genteng, Muara Sari dan pemakaman Dreded) dan Tanah Sareal (pemakaman Kebon Pedes). Rerata kerapatan pohon pada kerapatan jarang adalah 87,61 pohon/ha. (a) (b) Gambar 14. Foto vegetasi non hutan kota di (a) Jalur hijau di Jalan Baranangsiang, Kecamatan Bogor Timur (b) Jalur hijau di Jalan Heulang, Kecamatan Tanah Sareal. 70

92 (a) (b) Gambar 15. Foto vegetasi non hutan kota di: (a) pemakaman di Dreded, Kecamatan Bogor Selatan. (b) kebun pembibitan di Sempur, Kecamatan Bogor Tengah. 3. Sawah Luasan sawah mencapai 825,22 ha (6,96% dari luasan kota) dari total penutupan lahan. Lahan persawahan banyak ditemukan pada wilayah Kecamatan Bogor Barat (Situgede, Balumbang Jaya, dan Margajaya) serta beberapa di wilayah Bogor Selatan (Cikaret). (a) (b) (c) (c) Gambar 16. Foto sawah di (a) dan (b) Balumbangjaya, Kecamatan Bogor Barat (c) Sindangbarang, Kecamatan Bogor Barat. 71

93 4. Semak dan rumput Penutupan lahan oleh semak dan rumput tahun 2005 luasnya 720,68 Ha (6,08 % dari luas Kota Bogor). Tipe penutupan ini ditemukan di Bogor Barat (Kelurahan Menteng) berupa lapangan golf, Bogor Tengah (halaman Istana Presiden dan taman rumput Kebun Raya Bogor) dan Tanah Sareal (Mekarwangi). (a) (b) (c) Gambar 17. Foto semak dan rumput di (a) halaman Istana Bogor di Kebun Raya Bogor, Kecamatan Bogor Tengah (b) jalan Malabar, Kecamatan Bogor Tengah (c) semak di Menteng, Kecamatan Bogor Barat. Menurut P4W LPM IPB (2006), kondisi keadaan luasan ruang terbuka hijau dan ruang terbangun tahun 1983, 1990, 2001 dan 2005 dapat dilihat pada Gambar berikut ini. 72

94 Ruang Terbuka Hijau Built Up/ Ruang Terbangun Gambar 18. Perubahan perimbangan persentase ruang terbuka hijau dan ruang terbangun. Sumber: P4W LPPM, IPB (2006). Dari penelitian yang dilakukan oleh Indriyani (2005) demikian juga Herdiansyah (2006) dan P4W LPM IPB (2006) dapat disarikan data penggunaan lahan dan laju perubahannya seperti yang disajikan pada Tabel 32 di bawah ini. Tabel 32. Penggunaan lahan dan laju perubahannya tahun No Tipe Penutupan Lahan Luasan Tahun Laju Penurunan 2005 (Ha) (% per tahun) 1 Vegetasi Rapat 613,83 0,33 2 Vegetasi Jarang 2.495,06 1,15 3 Sawah 825,22 1,23 4 Semak dan rumput 720,68 1,77 5 Area Terbangun 6.268,65-3,30 6 Lahan kosong 606,05 2,82 7 Situ 109,33 0,00 8 Sungai 211,18 0,00 Keterangan: Tanda negatif (-) berarti terjadi pertambahan luasan Sumber: Indriyani (2005) dan Herdiansyah (2006): data telah diolah *) P4W LPM IPB (2007): data telah diolah Dari data ini dapat disimpulkan bahwa telah terjadi peningkatan luasan lahan sebesar 3,30 % per tahun untuk lahan terbangun, namun sebaliknya terjadi penurunan luasan lahan pada vegetasi rapat, vegetasi jarang, sawah, semak dan rumput, serta lahan kosong masing-masing sebesar 0,33 %; 1,15 %; 1,23 %; 1,77 % dan 2,82 %. Sangat tingginya angka konversi lahan kosong menjadi lahan 73

95 terbangun karena memang lahan tersebut nampaknya sudah siap untuk dibangun. Sedangkan untuk situ dan sungai tidak mengalami perubahan. Hutan kota yakni di Kebun Raya Bogor dan Hutan Penelitian Dramaga merupakan jenis tutupan lahan vegetasi rapat. Keadaan luasan dan karakteristiknya masing-masing akan dijelaskan berikut ini. Tabel 33. Lokasi dan luasan hutan kota di Kota Bogor No. Lokasi Luas (ha) 1. Kebun raya Bogor 87,00 2. Hutan Penelitian Dramaga 57,75 Total luas 144, 75 Keadaan topografi Kebun Raya Bogor secara umum datar dengan kemiringan 3-5 %. Koleksi tanaman di Kebun Raya Bogor berdasarkan registrasi periode bulan Juni 2007 sebanyak 223 famili, jenis, marga dan spesimen. Beberapa jenis koleksi merupakan koleksi unik, spesifik dan langka seperti tanaman tua yang berumur lebih dari 100 tahun. Tanaman langka terdiri atas 91 jenis. Hutan kota yang kedua terdapat di Hutan Penelitian Dramaga yang termasuk dalam wilayah Desa Situ Gede, Kecamatan Bogor Barat. Jumlah jenis tanaman di hutan penelitian ini sebanyak 130 jenis, yang terdiri dari 88 marga dan 43 famili. Jenis tanaman tersebut terdiri dari 42 jenis asing dan 88 jenis asli Indonesia. Jenis asing tersebut semuanya adalah pohon, sedangkan jenis asli Indonesia terdiri dari 85 jenis pohon, 1 jenis bambu, 1 jenis rotan dan 1 jenis palmae. Jenis tanaman asli Indonesia yang terdapat di kawasan ini terdiri dari marga Agathis (famili Araucariaceae), Podocarpus (famili Podocarpaceae), dan Pinus (famili Pinaceae). Selain itu, juga terdapat 82 jenis yang termasuk ke dalam kelompok daun lebar yang mencakup 56 marga dan 34 famili. Jenis yang dominan dari marga Shorea (10 jenis), Eugenia (5 jenis), Dipterocarpus (4 jenis) dan Hopea (4 jenis). 74

96 Daya Sink Gas CO Penelitian di Rumah Kaca Menggunakan Alat Pengukur Laju Fotosintesis Hasil penelitian di rumah kaca dengan menggunakan alat ADC LCA-4 berupa kurva hubungan laju fotosintesis dan intensitas cahaya yang hasilnya dapat dilihat pada Gambar Kurva Laju Fotosintesis S=0, r=0, Laju Fotosintesis (µmol m-2 s-1) Intensitas Cahaya (µmol m-2 s-1) Gambar 19. Kurva respon cahaya pada jati (T. grandis). 12 Kurva Laju Fotosintesis S=0, r=0, Laju Fotosintesis (µmol m-2 s-1) Intensitas Cahaya (µmol m-2 s-1) Gambar 20. Kurva respon cahaya pada kenari (C. commune). 75

97 12 Kurva Laju Fotosintesis S=0, r= Laju Fotosintesis (µmol m-2 s-1) Intensitas Cahaya (µmol m-2 s-1) Gambar 21. Kurva respon cahaya pada mangga (M. indica). 12 Kurva Laju Fotosintesis S=0, r=0, Laju Fotosintesis (µmol m-2 s-1) Intensitas Cahaya (µmol m-2 s-1) Gambar 22. Kurva respon cahaya pada sawo duren (C. cainito). 76

98 12 Kurva Laju Fotosintesis S=0, r=0, Laju Fotosintesis (µmol m-2 s-1) Intensitas Cahaya (µmol m-2 s-1) Gambar 23. Kurva respon cahaya pada tanjung (M. elengi). Dari kurva respon di atas kemudian dihitung beberapa parameter turunan seperti yang tersaji pada Tabel 34 berikut ini. Tabel 34. Parameter-parameter turunan: efisiensi kuantum, laju fotosintesis maksimum dan respirasi No Jenis Tanaman ε A maks θ R gelap 1 Jati 0,7 11,025 0,061 2,155 2 Kenari 0,7 8,225 0,066 1,258 3 Mangga 0,7 12,572 0,036 0,44 4 Sawo Duren 0,7 7,525 0,043 0,763 5 Tanjung 0,7 8,366 0,022 2,689 Keterangan: (ε) : kemiringan kurva (A maks ) : laju fotosintesis maksimum (µ mol CO 2 m -2 s -1 ) (θ) : Efisiensi kuantum (µ mol foton m -2 s -1 ) (R gelap ) : respirasi (µ mol CO 2 m -2 jam -1 ) 77

99 Data pada Tabel 35 menyatakan laju fotosintesis maksimum terdapat pada mangga kemudian jati, dan efisiensi kuantumnya tertinggi terdapat pada kenari kemudian jati, sedangkan respirasi tertinggi terdapat pada tanjung yang diikuti oleh jati. Dari nilai tersebut kemudian dibuat persamaan laju fotosintesis dari kelima jenis tanaman seperti dijelaskan berikut ini : 1. Jati (T. grandis) 0,061Q + 11,025 - (0,061Q+11,025) 2-1,883Q A = - 2,155 1,4 2. Kenari (C. commune) A = 0,066Q + 8,225 - ( 0,066Q+8,225)2-1,520Q 1,4-1, Mangga (M. indica) A = 0,036Q + 12,572 - (0,036Q+12,572)2-1,267Q 1,4 4. Sawo Duren (C. cainito) - 0,44 A = 0,043Q + 7,525 - (0,043Q+7,525)2-0,906Q 1,4-0, Tanjung (M. elengi) A = 0,022Q + 8,366 - (0,022Q+8,366)2-0,515Q 1,4-2,689 Dari persamaan ini kemudian dihitung kemampuan sink gas CO 2 -nya. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel

100 Tabel 35. Kemampuan sink gas CO 2 per m 2 daun Jenis Sink CO 2 Sink CO 2 Sink CO 2 Tanaman (µmol m -2 jam -1 ) (g m -2 jam -1 ) (10-3 g lembar daun -1 jam -1 ) Jati ,23 3,76 Kenari ,79 0,52 Mangga ,46 1,87 Sawo Duren ,00 0,33 Tanjung ,46 0,86 Dari Tabel 35 dapat disimpulkan bahwa berdasarkan daya sink gas CO 2 per m 2 luasan daun susunan dari tertinggi ke terendah adalah tanjung, mangga kemudian diikuti jati, sawo duren dan terkecil kenari. Berdasarkan daya sink per lembar daun susunan dari terbesar ke terkecil adalah sebagai berikut: jati, mangga, tanjung, kenari dan sawo duren. Data hasil penelitian berdasarkan daya sink per m 2 per jam ini kemudian akan digunakan sebagai pembanding daya sink tanaman yang diukur dengan metode karbohidrat seperti yang akan dijelaskan pada bab selanjutnya Penelitian Pendahuluan dengan Metode Karbohidrat Metode yang digunakan untuk mengukur laju sink gas CO 2 selanjutnya adalah pengukuran kadar karbohidrat pada daun dan ranting. Hasil dari pengukuran dapat dilihat pada Tabel 36. Tabel 36. Hasil pengukuran massa karbohidrat 5 jenis tanaman Jenis Massa Karbohidrat Sampel Daun (g C 6 H 12 O 6 ) Tanaman T-0 T-2 jam T-4 jam Krey Payung 4,40 ± 0,51 5,03 ± 0,68 6,01 ± 0,12 Manggis 4,66 ± 0,58 4,87 ± 0,74 5,66 ± 0,57 Melinjo 4,08 ± 0,35 4,45 ± 0,18 4,95 ± 0,13 Sawo kecik 5,31 ± 0,15 5,62 ± 0,12 6,22 ± 0,05 Trengguli 4,17 ± 0,25 4,35 ± 0,38 4,60 ± 0,07 Setelah dihitung kemampuan sink gas CO 2 untuk setiap jenis tanaman diperoleh data sebagai berikut: 79

101 Tabel 37. Kemampuan sink gas CO 2 dengan metode karbohidrat Jenis Tanaman Sink gas CO 2 (g m -2 jam -1 ) (10-3 g daun -1 jam -1 ) Krey Payung 0,95 4,39 Manggis 1,28 7,18 Melinjo 1,31 9,15 Sawo kecik 0,97 5,98 Trengguli 0,72 3,82 Untuk mendapatkan kepastian apakah metode karbohidrat dapat dipergunakan untuk menggantikan metode pengukuran dengan alat, maka dilakukan uji beda nyata parameter sink gas CO 2 per m 2 per jam. Hasil uji beda nyata dapat dilihat sebagai berikut. Tabel 38. Uji beda nilai tengah dengan menggunakan uji-t Ulangan Metode yang dipergunakan Alat Karbohidrat 1 1,23 0,95 2 0,79 1,28 3 1,46 1,31 4 1,00 0,97 5 1,46 0,72 Rerata 1,18 1,05 Simpangan baku 0,30 0,25 Ragam 0,09 0,06 Ragam Gabungan 0,08 Standar gabungan 0,28 Derajat bebas (db) 8 t hitung = 0,77 One-tail t 0.05;8 = 1,86 Two-tail t 0.025;8 = 2,30 80

102 Ini berarti bahwa metode pengukuran dengan alat tidak berbeda nyata dengan metode karbohidrat. Dengan demikian, metode karbohidrat dapat dipergunakan untuk menggantikan metode pengukuran dengan alat. Oleh sebab itu, pada penelitian selanjutnya untuk mengukur daya sink gas CO 2 di Kebun Raya Bogor dan Hutan Penelitian Dramaga digunakan metode karbohidrat Penelitian di Kebun Raya Bogor Kadar karbohidrat pada daun dari 25 jenis pohon yang diambil pada pukul dan pukul dapat dilihat pada Tabel 39. Tabel 39. Massa karbohidrat pada ranting dan daun yang diambil pada pukul dan Nama Jenis Nama Latin Massa Karbohidrat (g) Selisih Flamboyan Delonix regia 4,34 5,34 1,00 Johar Cassia grandis 2,84 4,50 1,66 Merbau Pantai Intsia bijuga 4,87 5,68 0,82 Asam Tamarindus indica 2,93 3,05 0,12 Kempas Coompasia excelsa 1,91 2,44 0,53 Sapu tangan Maniltoa grandiflora 2,05 2,21 0,16 Bunga merak Caesalpinia pulcherrima 3,77 5,35 1,58 Cassia Cassia sp. 3,07 4,13 1,60 Krey Payung Fellicium decipiens 3,68 3,72 0,04 Matoa Pometia pinnata 3,20 3,27 0,08 Rambutan Nephelium lappaceum 3,18 3,23 0,05 Tanjung Mimusops elengi 3,59 4,13 0,54 Sawo kecik Manilkara kauki 3,21 3,71 0,50 Angsana Pterocarpus indicus 2,15 2,97 0,83 Dadap Erythrina cristagalli 2,70 3,92 1,22 Trembesi Samanea saman 3,45 4,57 1,20 Saga Adenanthera pavonina 4,10 5,10 1,00 Asam Kranji Pithecelobium dulce 3,71 4,47 0,76 Mahoni Swietenia macrophylla 2,88 3,69 0,81 Khaya Khaya anthotheca 2,70 3,06 0,27 Pingku Dysoxylum excelsum 3,48 3,58 0,11 Beringin Ficus benjamina 2,45 3,70 0,62 Nangka Arthocarpus heterophyllus 2,63 2,91 0,29 Kenanga Canangium odoratum 3,65 6,93 3,29 Sirsak Annona muricata 1,76 3,26 1,50 81

103 Dari tabel di atas kemudian dihitung daya sink-nya per cm 2, per daun dan per pohon, hasilnya dapat dilihat pada Tabel 40. Tabel 40. Daya sink gas CO 2 oleh tanaman di Kebun Raya Bogor Nama Jenis Sink Gas CO 2 (g m -2 jam -1 ) Sink Gas CO 2 per daun (10-3 g daun -1 jam -1 ) Sink CO 2 (kg pohon -1 tahun -1 ) Flamboyan 2,51 4,39 0,20 Johar 2,92 7,18 1,49 Merbau Pantai 1,13 9,15 2,19 Asam 0,60 5,98 4,55 Kempas 0,98 3,82 8,26 Sapu tangan 0,33 4,39 8,48 Bunga merak 2,80 7,18 11,12 Cassia 8,90 9,15 19,25 Krey Payung 0,08 5,98 21,90 Matoa 0,12 3,82 30,95 Rambutan 0,12 4,39 34,29 Tanjung 1,21 7,18 41,78 Sawo kecik 1,64 6,15 42,20 Angsana 1,19 5,98 75,29 Dadap 2,71 3,82 114,03 Trembesi 1,94 4,39 116,25 Saga 2,05 7,18 126,51 Asam Kranji 1,44 9,15 221,18 Mahoni 1,33 5,98 329,76 Khaya 0,55 3,82 404,83 Pingku 0,22 4,39 535,90 Beringin 1,58 7,18 720,49 Nangka 0,57 9,15 756,59 Kenanga 7,26 5, ,47 Sirsak 3,80 3, ,39 Hasil dari penelitian ini akan digabungkan dengan hasil penelitian di Hutan Penelitian Dramaga (Bab ) yang kemudian akan dibahas dalam Bab tentang daya sink gas CO 2 dan klasifikasi daya sink tanaman hutan kota Penelitian di Hutan Penelitian Dramaga Hasil analisis kandungan karbohidrat pada daun tanaman yang diambil pada pukul 5.00 dan pukul di Hutan Penelitian Dramaga kemudian dihitung daya sink-nya. Hasil perhitungan daya sink dari 21 jenis tanaman dapat dilihat pada Tabel

104 Tabel 41. Daya sink gas CO 2 tanaman di Hutan Penelitian Dramaga Jenis Tanaman Sink Gas CO 2 (g m -2 jam -1 ) ( 10-3 g daun -1 jam -1 ) (kg pohon -1 tahun -1 ) Pachira affinis 0,18 0,96 0,42 Sapium indicum 0,35 0,17 4,23 Shorea selanica 0,17 0,22 5,28 Hopea mengarawan 0,01 0,002 12,63 Hopea odorata 0,44 0,13 15,19 Dipterocarpus retusa 0,15 0,33 16,50 Beilschmiedia roxburghiana 3,31 4,37 24,24 Cinnamomum parthenoxylon 1,01 1,79 30,95 Swietenia macrophylla 0,44 6,98 34,15 Swietenia mahagoni 0,61 3,46 36,19 Khaya senegalensis 0,43 1,56 48,68 Carapa guineensis 0,06 0,99 63,31 Acacia mangium 0,25 0,29 83,86 Acacia auriculiformis 0,92 0,29 135,27 Trachylobium verrucossum 0,69 5,09 160,14 Arthocarpus heterophyllus 0,12 0,09 227,21 Pterygota alata 0,13 0,86 295,73 Schima wallichii 1,51 0,97 365,79 Lagerstroemia speciosa 0,53 2,98 442,63 Tectona grandis 1,97 15,99 562,09 Strombosia zeylanica 5,36 4, ,20 Seperti telah dijelaskan terdahulu bahwa hasil penelitian ini akan digabungkan dengan hasil penelitian di Kebun Raya Bogor yang akan dibahas dalam Bab tentang daya sink gas CO 2 dan klasifikasi daya sink tanaman hutan kota. Daya sink tanaman akan diklasifikasikan menjadi 6 yakni: sangat tinggi, tinggi, agak tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah yang kemudian dihitung nilai rerata untuk setiap kelas daya sink. Nilai rerata sink gas CO 2 sangat tinggi, tinggi dan agak tinggi akan digunakan sebagai nilai konstanta sink per pohon hutan kota guna menghitung jumlah pohon dan luasan hutan kota yang dibutuhkan sebagai sink gas CO 2 antropogenik dari bahan bakar minyak dan gas dengan menggunakan program Powersim

105 Ukuran dan Kerapatan Stomata Penelitian tentang ukuran dan kerapatan stomata tidak masuk dalam permodelan. Penelitian ini dimaksudkan untuk menetapkan ada tidaknya hubungan antara sifat morfologis daun berupa kerapatan dan ukuran stomata daun dengan daya sink-nya. Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa kerapatan stomata daun berkisar antara per mm 2, panjang antara 3,75-18,75 μm, sedangkan lebarnya antara 2,50-18,75 μm. Sebagai pembanding dapat dilihat hasil penelitian Agustini tahun 1994 (Lampiran 9). Hasil penelitian tentang kerapatan dan ukuran stomata pada daun tanaman di Kebun Raya Bogor dapat dilihat pada Tabel 42 di bawah ini. Tabel 42. Panjang, lebar dan kerapatan stomata tumbuhan di Kebun Raya Bogor Nama Jenis Ukuran (μm) Kerapatan Panjang Lebar per mm 2 D. regia C. grandis I. bijuga T.indica C. excelsa M. grandiflora C. pulcherrima Cassia sp F. decipiens P. pinnata N.lappaceum M. elengi M. kauki P. indicus E. cristagalli S. saman A.pavonina P. dulce S.macrophylla K. anthotheca D. excelsum F. benjamina A. heterophyllus C. odoratum A. muricata

106 Menurut Agustini (1994) kerapatan stomata <300 per mm 2 dinyatakan sebagai kategori rendah, per mm 2, sedang dan >500 per mm 2 termasuk kategori tinggi. Sedangkan ukuran panjang stomata < 20 µ dinyatakan sebagai kurang panjang, µ, panjang dan >25 µ termasuk kategori sangat panjang. Foto-foto stomata daun pada tanaman di Kebun Raya Bogor dan Hutan Penelitian Dramaga terdapat pada Lampiran 7 dan 8. Hasil penelitian dari tanaman yang terdapat di dalam kawasan Hutan Penelitian Dramaga adalah sebagai berikut: Tabel 43. Panjang dan lebar serta kerapatan stomata pada daun tumbuhan di areal Hutan Penelitian Dramaga Nama Jenis Panjang (µm) Lebar (µm) Kerapatan (per cm 2 ) P. affinis S. indicum H. mengarawan H. odorata D. retusa B. roxburghiana C. parthenoxylon S. macrophylla S. mahagoni K. senegalensis C. guineensis A. mangium A. auriculiformis T. verrucossum A. heterophyllus P. alata S. wallichii L. speciosa T. grandis S. zeylanica Dari Tabel 42 dan 43 dapat dinyatakan bahwa jenis yang memiliki kerapatan stomata yang tinggi (>500 stomata/mm 2 ) tanaman di Kebun Raya Bogor adalah N. lappaceum, C. grandis, E. cristagalli, C. excelsa, C. odoratum, A. pavonina, P. dulce, C. pulcherrima dan Cassia sp., sedangkan untuk tanaman di Hutan Penelitian Dramaga adalah S. macrophylla dan A. auriculiformis. 85

107 Dengan menggunakan program DataFit version dapat dicari keeratan hubungan antara daya sink gas CO 2 dengan panjang stomata, lebar stomata dan kerapatannya seperti dapat dilihat pada Tabel 44. Dari Tabel tersebut dapat dinyatakan bahwa daya sink gas CO 2 kurang mempunyai hubungan yang erat baik dengan panjang stomata, lebar stomata maupun dengan kerapatan stomata. Artinya stomata yang semakin rapat dan atau stomata yang semakin panjang dan lebar tidak selalu menghasilkan daya sink yang semakin besar. Data selengkapnya hasil analisis dengan menggunakan program DataFit dapat dilihat pada Lampiran 10 dan 11. Sementara foto tentang daun tanaman di Kebun Raya Bogor dan stomatanya dapat dilihat pada Lampiran 7 dan foto stomata daun tanaman di Hutan Penelitian Dramaga terdapat pada Lampiran 8. Tabel 44. Hubungan antara nilai sink gas CO 2 dengan stomata Persamaan Regresi Linier Koefisien Determinasi Kebun Raya Bogor Panjang Y = 0,56X 1-3,26 0,27 Lebar Y = 0,59X 2-3,24 0,33 Kerapatan Y = 0,00X 3 + 1,21 0,04 Panjang dan Y = 0,14X 1 + 0,17X 2 0,02 lebar Panjang dan Y=0,004X 1 + 0,64X 3 +0,31 0,01 Kerapatan Lebar dan Y = 0,03X 2 + 0,86X 3 + 0,29 0,06 Kerapatan Panjang, lebar dan kerapatan Y = 5,33X 1 + 2,35X 2 2,35X 3 0,18 Hutan Penelitian Dramaga Panjang Y = 4,29X 1 + 0,24 0,03 Lebar Y = 0,28X 2 + 0,85 0,00 Kerapatan Y = -3,11 X 3 + 0,99 0,00 Panjang dan Y = 0,27X 1 + 1,63X 2-1,64 0,00 lebar Panjang dan Y = 0,83X 1 + 0,26X 3 0,04 0,00 Kerapatan Lebar dan Y = 0,28X 2-0,12X 3 + 1,33 0,00 Kerapatan Panjang, lebar dan kerapatan Y = 23,20X 1-26,36 X 2 + 0,001X 3 0,14 86

108 Simulasi Konsentrasi Gas CO 2 Ambien dan Penentuan Kebutuhan Luasan Hutan Kota sebagai Sink Gas CO 2 Antropogenik dari Bahan Bakar Minyak dan Gas Luasan hutan kota yang diperlukan untuk menyerap gas CO 2 antropogenik hasil pembakaran bahan bakar minyak dan gas perlu ditentukan, agar kadar gas CO 2 ambien tidak terus meningkat. Pada keadaan yang ideal semua emisi gas CO 2 dari bahan bakar minyak dan gas dapat diserap oleh vegetasi yang ada. Data penggunaan lahan dari tahun yang tercantum pada Tabel 33 menunjukkan bahwa telah terjadi konversi lahan sebesar 3,30 % per tahun menjadi lahan terbangun, namun sebaliknya terjadi penurunan pada vegetasi rapat, vegetasi jarang, ladang, sawah, semak dan rumput, dan lahan kosong masingmasing sebesar 0,33 %; 1,15 %; 1,23 %; 1,77 % dan 2,82 %. Sedangkan untuk situ dan sungai tidak mengalami perubahan. Kebutuhan penambahan luasan hutan kota sebagai penyerap gas CO 2 sangat penting diperhatikan mengingat luasan ruang terbuka hijau yang terus menurun dari tahun ke tahun. Data lainnya yang diperlukan untuk menganalisis kebutuhan lahan untuk hutan kota adalah kadar gas CO 2 ambien. Konsentrasi CO 2 ambien pada tahun 2006/2007 adalah 389,89 ppmv. Data nilai rerata ini yang akan digunakan sebagai level dalam simulasi dengan sistem dinamik. Diagram alir dan nilai konstanta yang digunakan dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 4. Berikut ini disajikan hasil simulasi jumlah emisi gas CO 2 dan luasan ruang terbuka hijau (lihat Gambar 24). Emisi Gas CO2 (kg) Luas RTH (ha) (a) Tahun (b) Tahun Gambar 24. Hasil Simulasi: (a). Emisi gas CO 2, dan (b). Luasan RTH. 87

109 Dari Gambar 24 ini dapat dinyatakan kualitas lingkungan Kota Bogor, jika dilihat dari emisi dan kapasitas sink gas CO 2 oleh ruang terbuka hijau semakin mengkhawatirkan, karena terjadi semakin tidak seimbangnya antara emisi dan sink. Di satu pihak emisi yang terus meningkat, namun di lain pihak kapasitas sink ruang terbuka hijau yang terus menurun. Emisi gas CO 2 dari bahan bakar antropogenik pada tahun 2010 sebanyak ton dan pada tahun 2100 menjadi ton. Luasan ruang terbuka hijau tahun 2006 seluas 4.484,62 ha sedangkan pada tahun 2100 tinggal 233,36 ha (1,97%). Akibat terjadinya pengurangan luasan ruang terbuka hijau, maka jumlah sink oleh ruang terbuka hijau juga mengalami penurunan. Jumlah sink oleh ruang terbuka hijau tahun 2006 sebesar 546,46 ton gas CO 2, sedangkan pada tahun 2100 sebanyak 26,71 ton. Oleh sebab itu, perlu penambahan jumlah pohon dan luasan hutan kota. Masalah ini akan dibahas dan disajikan dalam Bab 4.2. dan beberapa skenario penanggulangan yang dapat dilakukan Pembahasan Sebelum membahas tentang skenario penanggulangan dan pengelolaan gas CO 2 yang berkaitan dengan kebutuhan luasan hutan kota yang penentuannya berdasarkan analisis emisi dan sink menggunakan simulasi model, berikut ini akan dibahas terlebih dahulu masalah emisi dan daya sink gas CO 2 di Kota Bogor serta hal-hal yang berkaitan dengan permodelan Analisis Emisi Gas CO 2 dan Konsentrasi Gas CO 2 Seperti telah dijelaskan dalam Bab yang menyatakan bahwa rerata konsentrasi gas CO 2 di Kota Bogor pada tahun 2006/2007 sebesar 389,89 ppmv. Di lokasi yang potensial tercemar yaitu di Warung Jambu, Baranang Siang, Ekalokasari, Jembatan Merah dan Pasar Bogor rerata konsentrasi gas CO 2 pada musim kemarau adalah 397,27 dan pada musim hujan 395,11 ppmv, sedangkan di 5 lokasi lainnya yakni: Hutan Penelitian Dramaga, Lapangan bola Indraprasta, Bogor Lake Side, Ciremai ujung dan Taman Koleksi Cimanggu rerata konsentrasi gas CO 2 pada musim kemarau adalah 384,55 dan pada musim hujan 383,89 ppmv. 88

110 Rendahnya konsentrasi gas ini pada musim penghujan, nampaknya karena sebagian gas ini larut di dalam air hujan menjadi asam karbonat. Adanya gas CO 2 yang larut dalam air hujan mengakibatkan ph air hujan pada kondisi alami sekali pun selalu kurang dari 7,0 (Manahan 2000). Lebih lanjut Manahan (2000) menjelaskan jumlah CO 2 yang terlarut dalam air hujan pada keadaan setimbang dengan konsentrasi CO 2 di udara sebesar 350 ppmv pada suhu udara 25 o C sebanyak 1,146 x 10-5 M atau setara dengan 5,04 x 10-7 kg/l. Pembahasan masalah ini selanjutnya akan dibahas khusus pada Bab tentang pengaruh hujan. Kota Bogor terkenal dengan sebutan Kota Hujan. Rerata curah hujan sebesar mm/tahun. Artinya jumlah volume air hujan yang jatuh di Kota Bogor yang luasnya ha selama satu tahun sebanyak 47,4 x l. Dengan demikian jumlah gas CO 2 yang larut dalam air hujan setahun sebanyak 239 ton/tahun. Selain dari penyebab yang telah disebutkan terdahulu, rendahnya gas CO 2 di musim penghujan, karena jumlah kendaraan yang melewati ke lima jalur pada lokasi itu lebih rendah. Pada musim kemarau rerata jumlah kendaraan yang melewati ke lima jalur jalan tersebut antara kendaraan per hari, sedangkan pada musim penghujan kendaraan per hari. Gambar 25. Fluktuasi konsentrasi gas CO 2 yang diukur pada menara dengan ketinggian 496 m di Kota Carolina Utara. Sumber: Backwin, et al., (1998). Hasil pengukuran konsentrasi gas CO 2 ambien di Kota Bogor tahun 2006/2007 masih sejalan dengan hasil pengukuran yang dilakukan oleh Backwin 89

111 dkk. tahun 1998 di Carolina Utara pada menara dengan ketinggian 496 m. Hasil pengukurannya mendapatkan data berkisar antara ppmv. Demikian juga dengan hasil pengukuran yang dilakukan oleh Keeling dan Whorf (2005) di Mauna Loa, Hawaii yang juga menunjukkan bahwa konsentrasi gas ini pada tahun 2004 yakni sebesar 377,38 ppmv ( dioxide 2006). Dari penelitian-penelitian tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan konsentrasi gas CO 2 yang sangat menghawatirkan baik di Bogor maupun di tempat lainnya yaitu sudah melebihi angka 330 ppmv. Konsentrasi gas CO 2 yang aman seperti pada awal revolusi industri sekitar ppmv. Oleh sebab itu, perlu dilakukan upaya-upaya yang dapat mengurangi laju peningkatan konsentrasi gas ini. Kekhawatiran lainnya adalah emisi gas CO 2 antropogenik yang berasal dari bahan bakar fosil mengandung isotop radioaktif, karena ketika bahan bakar fosil ini masih berada di dalam batuan bumi mendapatkan radiasi dari batuan yang bersifat radioaktif. Oleh sebab itu, emisi gas CO 2 dari bahan bakar fosil yang terus bertambah akan mengakibatkan jumlah CO 2 radioaktifnya juga terus bertambah. Gas CO 2 alami di udara ambien terdiri dari karbon 12 C, sedangkan isotopnya terdiri dari 13 C dan 14 C. Waktu paruh untuk 12 CO 2 antara tahun (Foley, 1993). Gas 14 CO 2 dengan waktu paruh sekitar tahun tidak memberikan sumbangan meningkatnya gas CO 2. Sumbangan isotop 13 CO 2 dari bahan bakar fosil sebesar 1% saja, sedangkan 99% lainnya terdiri dari 12 CO 2 yang tidak bersifat radioaktif ( Peneliti lain menyatakan bahwa emisi dari bahan bakar minyak dan gas sebanyak 1,1% berupa gas 13 CO 2 dan 98,9% gas 12 CO 2 ( carbon13.html). Dari keduanya dapat dinyatakan bahwa senyawa gas CO 2 yang dihasilkan dari bahan bakar fosil, sekitar 1,0-1,1% mengandung senyawa radioaktif 13 CO 2. Dengan adanya gas CO 2 yang berifat radioaktif di udara ambien yang kemudian dapat terserap masuk ke dalam jaringan daun, maka organ tumbuhan juga potensial mengandung 13 C. Para ahli mengukur kandungan 13 C dan 12 C 90

112 dengan notasi δ 13 C (dalam ) yang terdapat di dalam jaringan tumbuhan dengan rumus ( com/uriarte/carbon13. html): ( 13 C/ 12 C) sampel ( 13 C/ 12 C)standar x ( 13 C/ 12 C) standar Dari beberapa sampel yang diambil dari tegakan di California Utara mendapatkan hasil nisbah 13 C/ 12 C sekitar 1% terdapat pada jaringan tumbuhan ( carbon13.html). Dengan demikian emisi gas CO 2 yang sebagian mengandung 13 CO 2, selain mengakibatkan adanya gas CO 2 yang bersifat radioaktif, juga mengakibatkan organ tumbuhan juga dapat mengandung 13 C yang juga bersifat radioaktif. Dari kenyataan ini nampaknya semakin maraknya kasus penyakit kanker belakangan ini diantaranya disebabkan oleh paparan dan hirupan udara yang mengandung 13 CO 2 yang bersifat radioaktif. Apabila gas yang bersifat radioaktif ini dihirup, maka gas CO 2 radioaktif akan masuk ke dalam paru yang akan membentuk H 2 13 CO 3 dan Hb- 13 CO 2 dalam darah dan dialirkan ke seluruh tubuh. Beberapa bahan lainnya yang bersifat radioaktif dan bahaya yang ditimbulkannya dapat dilihat pada Tabel 45. Tabel 45. Beberapa jenis bahan radioaktif dan efek yang ditimbulkan Jenis Organ yang Efek yang Jenis Radiasi Waktu Paruh Radioaktif Terkena Ditimbulkan Strontium 90 Beta Otot 28 tahun Kanker tulang Strontium 89 Beta Otot 51 hari Kanker tulang Cesium 137 Beta-gamma Jaringan lunak, Organ kelamin 27 hari Jaringan gonad Karbon 14 Beta-gamma Seluruh tubuh 5760 tahun - Iodin 129 Beta-gamma Tiroid 17 juta tahun Kanker Tiroid Iodin 131 Beta-gamma Tiroid 8 hari Kanker Tiroid Kripton 85 Beta - 10,7 tahun - Tritium ( 3 H) Beta Seluruh tubuh 12,3 tahun Gonad Sumber: Waldbott (1978: 266) Daya Sink dan Klasifikasi Daya Sink Tanaman Hutan Kota Dari hasil penelitian tentang daya sink gas CO 2 yang menggunakan alat dan penelitian berikutnya yang menggunakan metode karbohidrat setelah diuji 91

113 dengan uji-t pada taraf kepercayaan 95% menyatakan bahwa kedua metode tersebut tidak berbeda nyata (lihat Bab ). Oleh sebab itu, metode karbohidrat digunakan untuk mengukur daya sink gas CO 2 untuk 25 jenis tanaman yang tumbuh di Kebun Raya Bogor dan 21 jenis tanaman di Hutan Penelitian Dramaga. Hasil penelitian baik untuk tanaman di Kebun Raya Bogor maupun di Hutan Penelitian Dramaga yang kemudian dibuat klasifikasi daya sink-nya secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 46. Tabel 46. Daya sink gas CO 2 dan klasifikasi daya sink tanaman di Kebun Raya Bogor dan di Hutan Penelitian Dramaga No Nama Jenis Sink CO 2 (kg pohon -1 tahun -1 ) Klasifikasi Daya Sink 1. C. excelsa 1) 0,20 Sr 2. H. mengarawan 2) 0,42 Sr 3. T. indica 1) 1,49 Sr 4. N. lappaceum 1) 2,19 Sr 5. H. odorata 2) 4,23 Sr 6. E. cristagalli 1) 4,55 Sr 7. M. grandiflora 1) 8,26 Sr 8. P. dulce 1) 8,48 Sr 9. P. indicus 1) 11,12 Rd 10. P. affinis 2) 12,63 Rd 11. A. mangium 2) 15,19 Rd 12. S. indicum 2) 16,50 Rd 13. I. bijuga 1) 19,25 Rd 14. K. anthotheca 1) 21,90 Rd 15. D. retusa 2) 24,24 Rd 16. C. pulcherrima 1) 30,95 Rd 17. C. guinensis 2) 34,15 Rd 18. M. elengi 1) 34,29 Rd 19. P. alata 2) 36,19 Rd 20. M. kauki 1) 41,78 Rd 21. D. regia 1) 42,20 Rd 22. A. auriculiformis 2) 48,68 Rd 23. S. wallichii 2) 63,31 Sd 24. A. muricata 1) 75,29 Sd 25. K. senegalensis 2) 83,86 Sd 26. S. macrophylla 1) 114,03 Sd 27. C. grandis 1) 116,25 Sd 28. A. heterophyllus 1) 126,51 Sd 92

114 No Nama Jenis Sink CO 2 (kg pohon -1 tahun -1 ) Klasifikasi Daya Sink 29. T. grandis 2) 135,27 Sd 30. L. speciosa 2) 160,14 At 31. A. pavoniana 1) 221,18 At 32. C. parthenoxylon 2) 227,21 At 33. S. mahagoni 2) 295,73 At 34. P. pinnata 1) 329,76 At 35. F. decioiens 1) 404,83 At 36. B. roxburghiana 2) 442,63 At 37. F. benjamina 1) 535,90 Tg 38. T. verrucossum 2) 562,09 Tg 39. D. excelsum 1) 720,49 Tg 40. C. odoratum 1) 756,59 Tg 41. S. zeylanica 2) 1603,20 Tg 42. Cassia sp. 1) 5.295,47 St 43. S. saman 1) ,39 St Keterangan: 1) Tanaman di Kebun Raya Bogor 2) Tanaman di Hutan Penelitian Dramaga Klasifikasi (satuan dalam kg pohon -1 tahun -1 ) Sr (Sangat Rendah) < 9,99 At (Agak tinggi) Rd (Rendah) 10 49,9 Tg (Tinggi) Sd (Sedang) St (Sangat Tinggi) >2.000 Rerata Nilai Daya Sink Satuan (kg/pohon/tahun) Sangat Rendah 3,90 Agak Tinggi 305,91 Rendah 28,00 Tinggi 835,65 Sedang 102,07 Sangat Tinggi ,93 Rerata nilai daya sink agak tinggi, tinggi dan sangat tinggi akan dipergunakan pada simulasi program Powersim. Nilai rerata sink agak tinggi sebesar 305,91 kg/pohon/tahun, tinggi 835,65 kg/pohon/tahun dan sangat tinggi sebesar ,93 kg/pohon/tahun. Dari tabel tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa daya sink gas CO 2 sangat bervariasi menurut jenis tanaman. Hal ini sangat sesuai dengan pernyataan Salisbury dan Ross (1992) yang menyatakan bahwa daya sink gas CO 2 bervariasi menurut jenis. Lebih lanjut mereka menyatakan bahwa secara garis besar tumbuhan dapat digolongkan ke dalam tiga golongan yakni: C3, C4 dan CAM 93

115 (crassulacean acid metabolisms). Sebanyak 95 % dari tumbuhan tingkat tinggi yang ada di dunia ini tergolong ke dalam jenis tumbuhan C3 ( si.edu/labs/co2/c3_c4_plants.jsp), sisanya tergolong jenis C4 dan CAM, sementara ahli lainnya menyatakan jenis C3 85% dari total populasi tumbuhan tingkat tinggi yang ada di permukaan dunia ini ( carbon13.html.). Contoh jenis C3 adalah padi, kedelai dan umumnya tumbuhan kehutanan, sedangkan contoh tumbuhan C4 adalah tebu, sorgum dan jagung. Perbedaan karakteristik tumbuhan C3, C4 dan CAM adalah sebagai berikut: Tabel 47. Beberapa ciri fotosintetik antara tumbuhan C3, C4 dan CAM Ciri Anatomi daun Jenis Tumbuhan C3 C4 CAM Sel seludang berkas tertata dengan baik, kaya dengan organel mesofil Sel fotosintesis tak punya berkas yang jelas Enzim karboksilasi Rubisko PEP karboksilase, lalu rubisko Nisbah kebutuhan energi antara CO 2 :ATP:NADPH Nisbah transpirasi (g H 2 O/g peningkatan bobot kering) Nisbah klorofil daun a / b 1:3:2 1:5:2 1: 6,5: Tidak ada sel palisade, vakuola besar pada sel Gelap: karboksilase. Terang: terutama rubisko 2,8 ± 0,4 3,9 ± 0,6 2,5-3,0 Kebutuhan Na + Tidak Ya Ya Titik kompensasi CO 2 (µmol mol -1 CO 2 ) saat gelap Fotosintesis dihambat Ya Tidak Ya oleh 21% O 2 Fotorespirasi Ya Hanya di seludang berkas Ada di petang hari Suhu optimum bagi C C ± 35 0 C fotosintesis Produksi bahan kering (ton/ha/th) 22 ± 0,3 39 ± 17 Rendah dan sangat beragam Maksimum yang tercatat Sumber : Salisbury dan Ross (1992) : 75 94

116 Telah dijelaskan terdahulu bahwa konsentrasi gas CO 2 ambien terus meningkat dari tahun ke tahun. Oleh karena gas ini merupakan bahan baku fotosintesis, maka peningkatan konsentrasi gas ini di udara ambien akan mengakibatkan meningkatnya laju fotosintesis tanaman. Henderson et al., (1995) menyatakan bahwa peningkatan laju fotosintesis tanaman berbeda-beda menurut jenisnya. Berat kering tanaman C4 meningkat sebesar 22% lebih besar, ketika diberi paparan gas ini dua kali lipat lebih besar dari yang ada pada masa sekarang ini, sedangkan untuk tanaman C3 peningkatannya sebanyak 41% lebih besar Pengujian Model Sebelum model digunakan, model harus diuji terlebih dahulu, apakah model tersebut sudah baik atau tidak. Model analisis penentuan kebutuhan luasan hutan kota yang berfungsi sebagai sink gas CO 2 antropogenik yang dipergunakan dalam penelitian ini sudah dapat dinyatakan baik, berdasarkan alasan-alasan sebagai berikut ini: 1. Semua komponen sistem dalam batasan sistem yang telah ditetapkan sudah lengkap, baik yang bertindak sebagai masukan, proses maupun sebagai keluaran gas CO 2 dengan kendala adanya keterbatasan lahan (Gambar 6). 2. Tanggap perilaku populasi manusia sama dengan perilaku lahan terbangun (lihat Lampiran 5). Lahan terbangun yang dibutuhkan mengikuti pola jumlah penduduk dengan kebutuhan per orang sebesar 0,007 ha. Daya dukung populasi sebanyak 1,3 juta orang pada hamparan lahan terbangun seluas ha. 3. Grafik pertumbuhan populasi manusia, lahan terbangun dan jumlah emisi gas CO 2 perilakunya bersifat goal seeking (pertumbuhan terbatas). Pola kecenderungan seperti itu dapat dilihat pada Lampiran 5 dan Dengan memasukkan nilai jumlah CO 2 sisa yakni besaran emisi dikurangi dengan sink oleh ruang terbuka hijau sama dengan nol, maka kebutuhan luasan hutan kotanya pun menjadi nol. 5. Jika populasi manusia dijadikan nol, maka emisi gas CO 2 dan kebutuhan luasan hutan kota juga akan menjadi nol. 95

117 Pengaruh Hujan Ketika air hujan turun ke bumi, butiran air hujan akan bersinggungan dengan molekul gas CO 2. Gas ini akan larut ke dalam air hujan. Menurut Manahan (2000) jumlah CO 2 yang terlarut dalam air hujan pada keadaan setimbang dengan konsentrasi CO 2 di udara sebesar 350 ppmv pada suhu udara 25 o C sebanyak 1,146 x 10-5 M atau setara dengan 5,04 x 10-7 kg/l. Nilai kelarutan gas CO 2 dan jumlah air hujan yang turun di Kota Bogor selama setahun sebanyak 474 x l. Kedua nilai ini akan digunakan pada model. Dari hasil simulasi seperti dapat dilihat pada Gambar 26 dapat dikemukakan bahwa, walaupun gas CO 2 sebagian dapat dibersihkan oleh air hujan, namun konsentrasinya di udara ambien terus meningkat dari tahun ketahun. Oleh sebab itu, perlu tambahan luasan hutan kota untuk menurunkannya. Gas CO2 (ppm) 389, , , , Tahun Gambar 26. Konsentrasi gas CO 2 yang terus bertambah, walau sebagian telah dibersihkan oleh air hujan. Berikut ini disajikan hasil simulasi berupa nilai kebutuhan luasan hutan kota jika dilengkapi dengan adanya pengaruh hujan. Jenis pohon yang digunakan pada penambahan luasan hutan kota yang baru adalah jenis berdaya sink sangat tinggi. Kebutuhan luasan hutan kota dapat dilihat pada Gambar

118 Kebutuhan Luasan H K (ha) Tahun Gambar 27. Kebutuhan luasan hutan kota dengan tanaman berdaya sink sangat tinggi (ha) Dari Gambar 27 menunjukkan bahwa kebutuhan luasan hutan kota sejak tahun 2017 sampai tahun 2100 berkisar antara ha. Nilai kelarutan gas CO 2 dalam air hujan yakni sebesar 5,04 x 10-7 kg/l (Manahan 2000). Dari hasil perhitungan kota Bogor yang luasnya ha dengan curah hujan sebesar mm/tahun, maka gas CO 2 yang larut dalam air hujan selama satu tahun sebanyak 239 ton/tahun. Nilai ini sangat tidak berarti jika dibandingkan dengan jumlah emisi gas CO 2 antropogenik di Kota Bogor pada tahun 2010 sebanyak ton dan pada tahun 2100 menjadi ton. Oleh karena hujan tidak berperan nyata dalam menurunkan konsentrasi gas CO 2 ambien dan setelah dibuat simulasi dengan memasukkan pengaruh hujan, ternyata luasan hutan kota yang dibutuhkan sama dengan tanpa pengaruh hujan, maka penentuan kebutuhan luasan hutan kota untuk selanjutnya, pengaruh hujan tidak dimasukkan dalam model Analisis Kecukupan Luasan Hutan Kota Menggunakan Tanaman Berdaya Sink Gas CO 2 Sangat Tinggi dengan Model Tidak Dipengaruhi Hujan. Oleh karena hasil uji verifikasi dan validasi menyatakan bahwa model ini sudah baik, maka dilakukan simulasi untuk menentukan kebutuhan luasan hutan kota yang berfungsi sebagai sink gas CO 2 antropogenik. Untuk melakukan simulasi, nilai daya sink gas CO 2 oleh beberapa bentuk ruang terbuka hijau digunakan data seperti tercantum pada Tabel 12, sedangkan nilai kelas daya sink pohon hutan kota digunakan nilai rerata daya sink berdasarkan nilai rerata kelas. 97

119 Program diagram alir dan data selengkapnya yang digunakan dalam Program Powersim dapat dilihat pada Lampiran 3 dan Lampiran 4. Untuk melihat kecenderungan jumlah emisi gas CO 2, luasan ruang terbuka hijau dan daya sink-nya dilakukan simulasi. Hasil simulasi dapat dilihat pada Gambar 28. Dari gambar ini dapat dinyatakan bahwa gas CO 2 dari bahan bakar minyak dan gas terus meningkat sementara daya sink ruang terbuka hijau terus menurun karena luasan ruang terbuka hijau yang terus menurun. Emisi Gas CO2 (kg) (a) Tahun Luas RTH (ha) Rosot RTH (kg) Tahun Tahun (b) (c) Gambar 28. Hasil simulasi: (a). Emisi gas CO 2, (b). Luas RTH dan (c). Daya sink RTH Dari Gambar ini dapat dinyatakan pula bahwa lingkungan Kota Bogor ditinjau dari emisi dan sink gas CO 2 sudah sangat mengkhawatirkan. Emisi gas CO 2 pada tahun 2010 sebanyak ton dan pada tahun 2100 menjadi ton, sementara luasan ruang terbuka hijau pada tahun 2010 seluas 3.865,34 ha dan pada tahun 2100 seluas 233,26 ha. Luasan ruang terbuka hijau yang terus menurun mengakibatkan daya sink ruang terbuka hijau yang semula pada tahun 2010 sebanyak ton dan pada tahun 2100 sebesar ton. 98

120 Hasil simulasi yang terdapat pada Gambar 29 menunjukkan bahwa konsentrasi gas CO 2 jika tidak dilengkapi dengan penambahan luasan hutan kota akan meningkat menjadi 389,8964 ppmv pada tahun 2100, sedangkan jika dilengkapi dengan luasan hutan kota yang sesuai dengan kebutuhan akan menurun menjadi 389,8752 ppmv pada tahun Gas CO2 (ppm) 389, , , , , , , Tahun Gas CO2 (ppm) 389, , , , Tahun (a) (b) Gambar 29. Konsentrasi CO 2 ambien hasil simulasi dari tahun (a) Tanpa penambahan luasan HK, (b) Dengan penambahan HK. Berikut ini akan dibahas beberapa skenario yang dapat dilakukan untuk menekan jumlah emisi gas CO 2 dan atau menurunkan konsentrasi ambien gas CO Skenario Variasi Jenis Daya Sink Gas CO 2 Hasil dari penelitian yang telah dibahas pada Bab yang menghasilkan 6 kelas daya sink yakni sangat tinggi, tinggi, agak tinggi, sedang, rendah dan sangat rendah, maka dilakukan simulasi berdasarkan variasi daya sink. Yang pertama digunakan adalah nilai daya sink sangat tinggi. Simulasi dengan nilai sink sangat tinggi terdapat pada Gambar

121 Jumlah Pohon Tahun anakan Phn_Remaja Phn_Dewasa Phn_Tua Phn_Renta Luas HK (ha) Tahun (a) (b) Gambar 30. Hasil Simulasi. (a). Kebutuhan jumlah bibit dan perkembangannya (b). Kebutuhan luasan HK dengan jenis berdaya sink sangat tinggi. Kebutuhan penambahan luasan hutan kota yang baru dengan jenis berdaya sink sangat tinggi, dari hasil simulasi menghasilkan jumlah kebutuhan bibit per tahun yang bervariasi seperti terlihat pada Gambar 30a dan kebutuhan luasan hutan kota dapat dilihat pada Gambar 30b. Dari simulasi ini pula dapat dikemukakan bahwa jumlah bibit yang diperlukan terus meningkat sejak tahun Kebutuhan bibit tertinggi pada tahun 2017 sebanyak bibit. Setelah tahun 2017 kebutuhan bibit terus menurun. Kebutuhan bibit pada tahun 2100 sebanyak 191 bibit. Dari Gambar 30b dapat dinyatakan kebutuhan luasan hutan kota mulai meningkat sejak tahun 2007 yakni menjadi 147,87 ha. Kebutuhan luasan hutan kota tertinggi terjadi pada tahun seluas 302,45 ha. Keadaan ini terus menurun walaupun penurunannya agak landai. Kebutuhan tahun 2100 seluas 277,39 ha. Keadaan ini akan sangat berlainan, jika yang ditanam jenis yang memiliki daya sink yang tinggi. Dengan memasukkan nilai daya sink gas CO 2 yang tinggi ke dalam program, grafik jumlah bibit dan kebutuhan luasannya dapat dilihat pada Gambar 31a dan 31b. Kebutuhan bibit mulai ada pada tahun 2007 sebanyak bibit. Kebutuhan tertinggi pada tahun 2017 sebanyak yang terus menurun dan pada tahun 2100 sebanyak bibit tanaman. Luasan hutan kota yang dibutuhkan mulai muncul pada tahun 2007 yakni seluas 271,0 ha yang terus meningkat dan mencapai puncaknya tahun seluas ha yang kemudian menurun sampai akhirnya tahun 2100 menjadi ha. 100

122 Jika dikaji berdasarkan luasannya, maka kebutuhan luasan hutan kota dengan jenis tanaman berdaya sink tinggi seluas 5.504,06 ha. Ini berarti menempati lahan seluas 46,45% dari seluruh wilayah kota. Hal ini sangat sulit untuk dilaksanakan mengingat seluas 67,78% lahan dipergunakan untuk lahan terbangun yang dibutuhkan oleh penduduk sampai tahun 2100 sebanyak 1,3 juta orang. Dengan skenario penggunaan jenis tanaman berdaya sink tinggi, maka jumlah lahan terbangun, ruang terbuka hijau dan hutan kota akan melebihi angka 100% yakni sebesar 116,20% Dengan demikian penggunaan jenis tanaman berdaya sink tinggi tidak dianjurkan untuk dipergunakan dalam program penanaman di areal hutan kota yang baru. Jumlah Pohon Tahun anakan Phn_Remaja Phn_Dewasa Phn_Tua Phn_Renta Luas H K (ha) Tahun (a) (b) Gambar 31. (a). Jumlah bibit dan perkembangannya. (b). Luasan hutan kota yang diperlukan dengan penggunaan tanaman berdaya sink tinggi. Dari keterangan yang telah disampaikan tadi maka simulasi dengan nilai daya sink agak tinggi dan yang lebih rendah dari itu menjadi tidak perlu untuk dikaji lagi, karena akan menghasilkan nilai kebutuhan luasan hutan kota yang lebih besar lagi. Upaya lainnya yang dapat dilakukan untuk menekan kebutuhan luasan hutan kota adalah: pengkayaan pada areal bervegetasi jarang, penurunan laju pertambahan penduduk dan penghematan bahan bakar. Masalah ini akan dibahas pada Bab , Bab dan Bab Skenario Variasi Laju Pertambahan Penduduk Berikut ini disajikan skenario variasi laju pertambahan penduduk sebesar 1%, 2% dan 3,06%. Dengan menggunakan nilai laju pertambahan penduduk sebesar 3,06% per tahun, maka penduduk dengan skenario lahan terbangun

123 m 2 /orang, dengan bangunan 1 lantai, maka pada tahun 2100 penduduk Kota Bogor menjadi 1,3 juta orang. Jika laju pertambahan penduduk sebesar 3,06%, maka kebutuhan luasan hutan kota bervariasi seperti grafik yang terdapat pada Gambar 32c. Namun, jika laju pertambahan penduduk masing-masing 1% dan 2%, maka kebutuhan luasan lahan hutan kotanya seperti terlihat pada Gambar 32a dan 32b. Kebutuhan Luasan H K (ha) Kebutuhan Luasan HK (ha) Tahun Tahun (a) (b) Kebutuhan Luasan HK (ha) (c) Tahun Gambar 32. Kebutuhan luasan hutan kota pada skenario laju pertambahan penduduk (a). 1% per tahun. (b). 2% per tahun, dan (c) 3,06% per tahun. Dari gambar ini dapat dikemukakan bahwa kebutuhan luasan hutan kota untuk laju pertambahan penduduk sebesar 1%, 2% dan 3,06% per tahun tidak berbeda. Oleh sebab itu, pengurangan laju pertambahan penduduk bukan merupakan prioritas yang perlu dilakukan untuk mengurangi kebutuhan luasan hutan kota Skenario Variasi Penghematan Bahan Bakar Minyak dan Gas Penghematan bahan bakar minyak dan gas secara teoritis dapat memperkecil kebutuhan luasan hutan kota, karena upaya ini dapat memperkecil jumlah 102

124 emisi gas CO 2. Berikut ini disajikan hasil simulasi kebutuhan luasan hutan kota pada berbagai upaya penghematan bahan bakar 10%, 20% dan 30%. Kebutuhan HK (ha) (a) Tahun Kebutuhan HK (ha) Tahun (b) Kebutuhan HK (ha) Tahun (c) Gambar 33. Kebutuhan luasan hutan kota pada berbagai upaya penghematan bahan bakar. (a). Penghematan 10%, (b). Penghematan 20% dan (c). Penghematan 30%. Dari Gambar 33 dapat dinyatakan bahwa pada skenario penghematan sebesar 10%, kebutuhan penambahan luasan hutan baru muncul tahun 2009 seluas 152,03 ha dan mencapai puncaknya tahun 2021 seluas 428,55 ha. Pada tahun 2100 kebutuhan luasan hutan kota sebesar 385,69 ha (Gambar 32a). Pada skenario penghematan sebanyak 20% menghasilkan simulasi kebutuhan penambahan luasan hutan baru muncul tahun 2012 seluas 164,30 ha dan mencapai puncaknya tahun seluas 396,52 ha. Pada tahun 2100 kebutuhan luasan hutan kota sebesar 360,75 ha (Gambar 32 b). Sedangkan pada skenario penghematan sebesar 30%, kebutuhan penambahan luasan hutan baru muncul tahun 2014 seluas 153,08 ha dan mencapai puncaknya tahun seluas 365,11 ha. Pada tahun 2100 kebutuhan luasan hutan kota sebesar 336,10 ha (Gambar 33c). Dari Gambar 33 dapat dinyatakan bahwa penghematan bahan bakar sebanyak lebih dari 30% dapat menekan kebutuhan luasan hutan kota. 103

125 Skenario Pengkayaan pada Areal Bervegetasi Jarang dan Upaya Gabungan Upaya lainnya yang dapat dilakukan untuk memperkecil kebutuhan penambahan luasan hutan kota yang baru adalah dengan upaya pengkayaan pada areal bervegetasi jarang dan upaya gabungan yaitu berupa gabungan upaya penggunaan jenis tanaman berdaya sink sangat tinggi, laju pertambahan penduduk hanya 1% dan dilakukan penghematan bahan bakar sebesar 30% serta upaya pengkayaan pada areal bervegetasi jarang. Hasil simulasi berupa kebutuhan luasan hutan kota dapat dilihat pada Gambar 34. Kebutuhan HK (ha) Kebuituhan H K Gabungan (ha) Tahun (a) Tahun (b) Gambar 34. Kebutuhan luasan hutan kota pada skenario: (a) Pengkayaan pada areal bervegetasi jarang (b). Upaya gabungan Dari gambar ini terlihat bahwa pada skenario pengkayaan pada areal bervegetasi jarang kebutuhan luasan hutan kota baru muncul mulai tahun 2007 sebesar 151,00 ha yang kemudian agak mendatar sampai tahun 2090 sekitar 150 ha dan pada tahun mengalami peningkatan menjadi sekitar 151,00 ha dan pada tahun 2093 sampai 2100 menjadi sekitar 158,00 ha. Pada skenario ini terlihat kebutuhan hutan kota walaupun naik turun namun kisarannya tidak terlalu lebar seperti skenario yang telah dipaparkan terdahulu. Pada skenario pengkayaan pada areal bervegetasi jarang kebutuhan luasan hutan kota berkisar antara ha per tahun. Simulasi pada skenario gabungan memperlihatkan kebutuhan hutan kota mulai muncul pada tahun 2014 dengan luasan 148,39 ha yang kemudian menurun dengan landai, akhirnya pada tahun 2100 menjadi 147,84 ha. Terlihat kebutuhan hutan kota pada skenario ini berkisar antara ha per tahun. Walaupun 104

126 kisarannya agak sama dengan skenario pengkayaan, namun polanya berbeda (lihat Gambar 34) Daya Dukung Kependudukan Mengingat Kota Bogor jaraknya hanya 60 km dari DKI Jakarta, maka Kota Bogor merupakan tempat pilihan permukiman yang baik bagi para pekerja yang bekerja di DKI Jakarta. Telah dijelaskan pada Bab tentang kependudukan yang menyatakan, jika laju pertambahan penduduk sampai tahun 2100 tetap sebesar 3,06% per tahun, maka jumlah penduduk Kota Bogor pada tahun 2100 sebanyak 15 juta orang. Jika hal ini terjadi, maka perlu dikaji bagaimana dampaknya terhadap kebutuhan luasan hutan kota yang berfungsi sebagai sink gas CO 2 antropogenik dari bahan bakar minyak dan gas. Berikut ini disajikan simulasi kebutuhan luasan hutan kota yang berfungsi sebagai sink gas CO 2 antropogenik yang bervariasi berdasarkan jumlah penduduk yang dianalisis berdasarkan jumlah daya dukung lantai bangunan. Satu kali daya dukung artinya lahan terbangun per orang untuk permukiman, perkantoran dan lain sebagainya dengan bangunan 1 lantai yang kebutuhan luasnya 70 m 2 per orang. Angka ini diperoleh dari keadaan penggunaan lahan terbangun dan jumlah penduduk pada tahun Dua kali daya dukung nilainya sebesar 70/2 m 2 per orang yang dicapai dengan bangunan 2 lantai dan tiga kali daya dukung sama dengan 70/3 m 2 per orang dengan bangunan 3 lantai dan seterusnya. Nilai kebutuhan lahan terbangun sebesar itu dengan memperhatikan persentase ruang terbuka hijau tetap dipertahankan sekitar 32%, karena sebesar 68,00% diperuntukkan untuk lahan terbangun. Persentase luasan harus lebih dari 30% untuk mengikuti ketentuan UU no. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang yang menyatakan bahwa 30% lahan kota harus disediakan untuk ruang terbuka hijau. Dengan pendekatan ini, jika lahan terbangun dengan 1 lantai penduduknya telah menggunakan lahan sebesar 68%, maka pertambahan penduduk berikutnya menggunakan bangunan berlantai dua, demikian seterusnya. Dengan demikian, berapa pun jumlah penduduk Kota Bogor, ruang terbuka hijau tetap dapat disediakan seluas 32% sementara lahan terbangunnya sebesar 68% dari luasan Kota Bogor. 105

127 Bangunan baik perumahan maupun bangunan lainnya jika disediakan dua lantai, maka jumlah penduduk yang dapat ditampung serta luasan ruang terbuka hijau dan luasan hutan kota yang diperlukan sebagai sink gas CO 2 antropogenik dari bahan bakar minyak dan gas sebagai hasil simulasi dapat dilihat pada Gambar 35. Jml Penduduk 2,500,000 2,000,000 1,500,000 1,000,000 Kebutuhan Luasan H K (ha) 1,500 1, ,020 2,040 2,060 2,080 2,100 Tahun 2,020 2,040 2,060 2,080 2,100 Tahun Gambar 35. Skenario bangunan 2 lantai: (a). Perkembangan jumlah penduduk, (b). Kebutuhan luasan hutan kota. Dari Gambar 35 dapat dikemukakan bahwa jika bangunan hanya dua lantai, maka jumlah penduduk yang dapat ditampung hanya sebanyak 2,5 juta orang. Sementara luasan hutan kota yang dibutuhkan bervariasi seperti terlihat pada Gambar 35b Implikasi Kebijakan Setelah diketahui luasan hutan kota menurut kajian emisi dan sink gas CO 2 sangat kurang, maka diperlukan penambahan luasan hutan kota. Guna membantu menekan kebutuhan luasan hutan kota, beberapa kebijakan yang harus dilakukan oleh Pemerintah Kota Bogor adalah sebagai berikut: (1). Upaya untuk memperkecil jumlah emisi gas CO 2 antara lain berupa: penghematan bahan bakar, penggunaan bahan bakar minyak dan gas serta penggunaan mobil surya dan mobil hibrida dan upaya untuk memperbesar daya sink antara lain penambahan luasan hutan kota dengan jenis berdaya sink sangat tinggi, pengkayaan areal bervegetasi jarang dan juga penurunan nilai laju konversi luasan ruang terbuka hijau. Beberapa upaya dan kelengkapan instrumen yang dapat disarankan kepada Pemerintah Daerah Kota Bogor adalah: 106

128 1. Pemerintah daerah perlu menaati UU Tata ruang No. 26 tahun 2007 yang menyatakan ruang terbuka hijau harus 30% dari luas kota. Pembangunan lahan terbangun disarankan bangunan secara vertikal berlantai dua untuk jumlah penduduk sebanyak 2,5 juta orang pada lahan terbangun seluas 8.032,11 ha. Sisanya untuk ruang terbuka hijau dan hutan kota. Luasan hutan kota yang dibutuhkan dari tahun 2017 sampai 2100 bervariasi sekitar ha. 2. Pemerintah Daerah Kota Bogor perlu mengukuhkan areal kebun koleksi tanaman di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat di Cimanggu, Istana Presiden, Arboretum Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan serta Konservasi Alam Gunung Batu, karena secara fisik ekosistem telah berupa hutan kota. 3. Kelembagaan dengan pengaturan yang jelas serta diperlukan adanya perangkat perundangan yang dibuat oleh Pemerintah Kota Bogor yang dapat mendukung penyelenggaraan hutan kota lebih baik. 4. Guna menekan nilai kebutuhan luasan hutan kota Pemda Kota Bogor perlu melakukan kampanye dan usaha lainnya untuk penghematan bahan bakar sampai 30%, pengkayaan pada areal bervegetasi jarang dengan jenis pohon berdaya sink sangat tinggi. 5. Mengingat emisi gas CO 2 dari LPG lebih rendah kadarnya dibandingkan dengan bahan bakar minyak lainnya, maka penggunaan bahan bakar gas dapat disarankan untuk dikembangkan di Kota Bogor sebagai pengganti atau pelengkap penggunaan bahan bakar minyak. Jika alternatif ini ditempuh, maka pembangunan stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG) dan konversi penggunaan minyak tanah ke Epliji, harus sudah mulai dipikirkan teknis pelaksanaannya. 6. Penggunaan mobil hibrida yakni mobil dengan mesin penggerak berbahan bakar bensin atau solar yang dilengkapi dengan penggerak listrik. 7. Pembatasan jumlah penduduk. 107

129 Strategi Pembangunan Hutan Kota Setelah diketahui perlu dilakukan penambahan luasan hutan kota, maka untuk mendapatkan hutan kota yang baik dan benar (Dahlan 2004), beberapa faktor yang harus dipertimbangkan adalah: (1). Tanaman harus dipilih cocok dengan keadaan iklim dan tanah setempat. Mengingat Kota Bogor merupakan kota dengan curah hujan yang tinggi dan kondisi tanahnya pun subur, maka keadaan tanah dan iklim bukan merupakan kendala yang berarti. Namun untuk tanaman yang lokasinya sangat dekat dengan sumber pencemar, maka tanaman harus dipilih yang memiliki ketahanan yang tinggi terhadap pencemar. (2). Tanaman harus dipilih dan disesuaikan dengan fungsinya dalam pengelolaan lingkungan. Topik yang dibahas dalam penelitian ini adalah masalah gas CO 2, maka jenis tanaman yang akan dikembangkan selanjutnya adalah jenis tanaman yang mempunyai daya sink yang sangat tinggi. Dari hasil penelitian ini jenis tanaman yang termasuk ke dalam kategori berdaya sink yang sangat tinggi adalah: kasia (Cassia sp.) dan trembesi atau kihujan (S. saman). Kedua jenis tanaman ini sebaiknya ditanam di pinggir jalan yang sangat padat kendaraan, agar gas CO 2 yang dihasilkan dari kendaraan bermotor dapat diserap dengan baik oleh tanaman tepi jalan. Untuk lokasi lainnya yang agak jauh dari jalan raya selain dengan jenis yang berdaya sink sangat tinggi juga ditanam jenis tanaman lainnya disesuaikan dengan tujuan-tujuan tertentu, misalnya untuk pelestarian keragaman hayati. Menurut kaidah ekologi lingkungan dengan keragaman yang tinggi jauh lebih stabil dibandingkan dengan lingkungan dengan indeks keragaman yang rendah (Soeriatmadja 1981). (3). Luasannya cukup. Topik penelitian ini sangat erat kaitannya dengan masalah ini. (4). Estetik. Faktor keindahan harus diperhatikan ketika akan membangun hutan kota, agar hutan kota dapat lebih mempercantik kota. Komposisi tanaman baik berbentuk pohon, semak dan perdu serta rumput diatur sedemikian rupa agar dapat memperindah bangunan rumah, kantor dan lain sebagainya. Dengan demikian tercipta perpaduan yang harmonis dan indah. (5). Jenis yang ditanam tidak menghasilkan getah atau lainnya yang akan mengganggu dan membahayakan manusia. 108

130 PP No. 63 tahun 2002 menyatakan: (1). Hutan kota dibangun pada suatu hamparan lahan yang kompak dan rapat, (2). Di dalam wilayah perkotaan, (3). Merupakan ruang terbuka hijau yang didominasi oleh pepohonan, (4). Luasan hutan kota minimal dari 0,25 ha. (5). Didominasi oleh jenis pohon. Selain dari persyaratan tersebut agar mampu membentuk atau memperbaiki iklim mikro, estetika, dan berfungsi sebagai resapan air seperti yang dinyatakan dalam PP no. 63 tahun 2002, maka hutan kota juga harus (6). Multi strata. Ada jenis pohon yang tingginya lebih dari m dan ada juga yang tingginya m serta jenis dengan ketinggian lebih kecil dari itu. Penyusunan tanaman boleh juga dilengkapi dengan semak dan rumput, namun peletakannya diatur sedemikian rupa, agar tetap indah dan tidak mengganggu. (7). Kepadatan tanaman cukup, artinya cukup padat namun sesuai degan jarak tanam yang disesuaikan dengan lebar tajuk. (8). hutan kota yang dibangun pada tanah negara atau badan usaha milik negara (BUMN) perlu dikukuhkan oleh Walikota; sedangkan hutan kota yang terdapat pada tanah hak perlu dibuatkan kontrak minimal tahun dengan imbalan yang menarik dan memadai. 109

131 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Penggunaan bahan bakar akan menghasilkan emisi gas CO 2 antropogenik di Kota Bogor pada tahun 2010 sebanyak ton dan pada tahun 2100 menjadi ton. Penambahan emisi gas CO 2 dapat mengakibatkan meningkatnya konsentrasi ambien gas CO 2. Konsentrasi gas di lokasi yang padat kendaraan di Kota Bogor pada musim kemarau tahun 2006 sebesar 397,27 ppmv dan musim penghujan tahun 2007 sebesar 395,11 ppmv. Rerata konsentrasi ambien gas CO 2 di lokasi yang padat dan kurang pada kendaraan di Kota Bogor tahun 2006/2007 sebesar 389,8900 ppmv. Jika tidak dilakukan penambahan luasan hutan kota, konsentrasi gas CO 2 pada tahun 2100 akan meningkat menjadi 389,8964 ppmv. Air hujan tidak berperan nyata dalam membersihkan gas CO 2 dari udara. Kemampuan air hujan dalam membersihkan udara sebanyak 239 ton/tahun, sedangkan emisi gas CO 2 antropogenik di Kota Bogor pada tahun 2010 sebanyak kali dan pada tahun 2100 menjadi kali lebih banyak dari jumlah yang bisa dibersihkan oleh air hujan. Daya sink gas CO 2 bervariasi menurut jenis pohon. Kelompok jenis pohon yang berdaya sink sangat rendah nilai rerata sink-nya sebesar 3.90 kg/pohon/ tahun, kelompok jenis pohon dengan sink rendah nilai reratanya sebesar 28,00 kg/pohon/tahun, kelompok jenis dengan daya sink sedang nilai reratanya sebesar 102,07 kg/pohon/tahun, kelompok jenis pohon dengan nilai sink yang agak tinggi memiliki nilai rerata 305,91 kg/pohon/tahun, tinggi 835,65 kg/pohon/tahun dan sangat tinggi sebesar ,93 kg/pohon/tahun. Luasan hutan kota yang ada pada saat ini di Kota Bogor seluas 144,75 ha (1,22%). Berdasarkan kajian jumlah emisi gas CO 2 yang terus bertambah sementara luasan ruang terbuka hijau terus menurun, maka luasan hutan kota sebagai sink gas CO 2 antropogenik dari bahan bakar minyak dan gas di Kota Bogor perlu ditambah. Kebutuhan penambahan luasan hutan kota di Kota Bogor sangat mendesak dan bervariasi menurut jenis daya sink pohon, penggunaan bahan bakar, pengkayaan pada areal bervegetasi jarang dan waktu. 110

132 Melalui simulasi didapatkan hasil yang menyatakan bahwa kebutuhan luasan hutan kota dengan jenis berdaya sink tinggi bervariasi ha. Dengan demikian jenis pohon berdaya sink tinggi dan jenis pohon lainnya yang lebih rendah daya sink-nya tidak dianjurkan untuk digunakan pada program penambahan luasan hutan kota yang baru. Oleh sebab itu, pemilihan jenis tanaman harus betul-betul diperhatikan. Jenis pohon yang harus digunakan dalam program penambahan luasan hutan kota adalah jenis berdaya sink sangat tinggi. Jumlah penduduk yang dapat ditampung sampai tahun 2100 sebanyak 1,3 juta orang dengan bangunan 1 lantai. Kebutuhan luasan hutan kota sekitar 300 ha. Jika dengan bangunan dua lantai, maka jumlah penduduk yang dapat ditampung sebanyak 2,5 juta orang. Luasan hutan kota yang dibutuhkan dari tahun 2017 sampai 2100 bervariasi sekitar ha. Lahan terbangun yang dibutuhkan seluas 8.032,11 ha (67,78%) dengan bangunan dua lantai. Jenis pohon yang harus ditanam pada penambahan lahan hutan kota yang baru adalah jenis berdaya sink sangat tinggi. Berdasarkan simulasi luasan hutan kota yang dibutuhkan sebagai sink gas CO 2 antropogenik dari bahan bakar minyak dan gas seluas 1.278,81 ha (10,79%) Saran-saran 1. Meneliti daya sink tanaman lainnya untuk mendapatkan jenis tanaman berdaya sink sangat tinggi. Dengan diketahuinya jumlah jenis tanaman yang berdaya sink sangat tinggi, maka hutan kota yang dibangun kelak memiliki keragaman jenis yang lebih tinggi. 2. Perlu dilakukan penelitian kemampuan sink gas CO 2 dari beberapa bentuk tutupan lahan: taman kota, peneduh jalan, lapangan rumput dan beberapa bentuk ruang terbuka hijau lainnya yang ada di Kota Bogor. 111

133 DAFTAR PUSTAKA Aerias, T.M Better Health through Indoor Air Quality Awareness: Carbon Dioxide. [September 2005]. Agrios, G.N Plant Pathology, 4 th Eds. Academic Press, San Diego. Agustini, M Identifikasi Ciri Arsitektur dan Kerapatan Stomata Dua Puluh Lima Jenis Pohon Leguminosae untuk Elemen Lansekap Tepi Jalan. Skripsi. Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Backwin, PS, PP. Tans, DF Hurst and C. Zhao Measurement of Carbon dioxide on Very Tall Towers. Climates and Monitoring and Diagnostics Laboratory, National Oceanic and Atmospheric Administration. [3 Februari 2007]. Badan Pusat Statistik Kota Bogor Laporan Tahunan. Bapeda Kota Bogor Data Pokok Pembangunan Kota Bogor. Barnes, B.V., D.R. Zak, S.R. Denton dan S.H. Spurr Forest Ecology. John Wiley & Sons. New York Bell, J.N.B dan M. Treshow Air Pollution and Plant Life. John Willey and Sons, Ltd. West Sussex, England. Bernatzky, A Tree Ecology and Preservation. Elsevier Scie. Co. Amsterdam. 357 hal. Bildwell, R.G.S Plant Physiology. Macmillan Publ. Co., Inc., New York. Boer, R., N. Masripatin, T. June and Endes N. Dahlan Green House Gas Mitigation Technologies in Forestry Sector: Status, Prospects and Barriers of Their Implementation in Indonesia. Lokakarya Identifikasi Kebutuhan Teknologi Rendah Emisi Gas Rumah Kaca. Jakarta. 32 hal. [CDIAC] Carbon Dioxide Information Analysis Center. Frequently Asked Global Change Questions. [September 2005]. Dahlan, E.N Membangun Kota Kebun Bernuansa Hutan Kota. Sekolah Pascasarjana IPB - IPB Press. 112

134 [DEFRA] Guidelines for Company Reporting on Greenhouse Gas Emissions. Annex 1 - Fuel Conversion Factors. [September 2005]. Dinas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (DLLAJ) Kota Bogor. 2006a. Dinas Lalu Lintas Angkutan Jalan. Penetapan Jaringan Trayek dan Alokasi Kendaraan Angkutan Kota di Wilayah Kota Bogor. No tahun b. Evaluasi Kinerja Jaringan Jalan Utama di Kota Bogor. Dinas Pekerjaan Umum Binamarga Kota Bogor Laporan Tahunan. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bogor Laporan Tahunan. Dinas Lingkungan Hidup Kota Bogor Laporan Tahunan. Foley, G Pemanasan Global (diterjemahkan dari Global Warming, Who is Taking the Heat). Yayasan Obor Indonesia, Jakarta. French, J.R.J The Concept of Urban Forestry. Australian Forest. Vol. 38 (3): Gordinho, L., E. Nacuray, M.M. Cardinoza dan R.D. Lasco Climate Change Mitigation through Carbon Sequestration: The Forest Ecosystem of Timor Leste. Proceeding of National Workshop on Climate Change. Dili. Goth, G Magnitudes of Physics. [September 2005]. Grey, G.W., dan F.I. Deneke, Urban Forestry. John Wiley and Sons. Hadi Prinsip Pengelolaan Pengambilan Sampel Lingkungan. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Hairiyah, K, S.M. Sitompul, M.N. Noordwijk dan C. Palm Carbon Stocks of Tropical Land Use Systems as Part of The Global C Balance: Effects of Forest Conversion and Options for Clean Development Activities. ASB Lecture Note 4A. ICRAF, Bogor. 113

135 Hambali, E., S.Mujdalipah, A.H. Tambunan, A.W. Pattiwiri dan R. Hendroko, Teknologi Bioenergi. Agromedia Pustaka, Jakarta. Helms, J.A. (ed.) The Dictionary of Forestry. The American Foresters, The CABI Publ. Bethesda. Amerika Serikat. Henderson, S. P.Hattersley, S.von Caemmerer dan C.B. Osmond Are C4 Pathways Plants Threatened by Global Climatic Change. Dalam: Schulze, E dan M.M. Caldwll (eds.). Ecophysiology of Photosynthesis. Springer-Verlag, Berlin: Herdiansyah Penentuan Luasan Optimal Hutan Kota Sebagai Sink Gas Karbondioksida. Skripsi. Departemen Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, IPB. Holum, J.R Topics and Terms in Environmental Problems. John Wiley and Sons. Inc. New York. Hal: ] Carbon dioxide. [Desember 2006]. Effects of_global_warming. [Januari 2007]. pengaja-427-verifika-i.doc.[juli 2005] html. 13Carbon Dioxide. [Februari 2007] Effects of Climate Change, [Desember 2006]. [Desember 2006]. [September 2005] Gas Exchange In Humans. [September 2005]. dioxide/ health_cd.html. Better Health through Indoor Air Quality Awareness Carbon dioxide. [Februari 2004]. 114

136 utgers.edu/~humeco/courses/gmclasses/global/classnotes/possible_consequences_of_global_.htm. Global Warming. [Desember 2006]. state.mn.us/divs/ch/air, Health State.[September 2005]. system.mh Alterations in the Respiratory System. Unit Five Chapter 19: Structure and Functions of Respiratory System. [September 2005] BIO 301. Human Physiology: Respiration. [September, 2005] BIO 301: Human Physiology. [September 2005]. Physics. [Januari 2007]. net/~bobg/faqs/scq.co2.html Carbon Dioxide. [Januari 2007] Biology II. Anatomy and Physiology. Chapter 47, section 3: The Respiratory System. [September 2005]. [Januari 2006]. report%5csinksch4 : 110. [September 2005]. Indopedia, Carbon Dioxide. [Januari 2006]. Indradewa, D., dan E.T.S. Putra Fisiologi Tanaman. ppt [Desember 2006]. Indriyani. V.H Analisis Distribusi dan Kecukupan Ruang Terbuka Hijau dengan Aplikasi Sistem Informasi Geografis dan Penginderaan Jauh. Studi Kasus di Kota Bogor. Skripsi. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. 115

137 Iverson, L. R., S. Brown, A. Grainger, A. Prasad, dan D. Liu Carbon Sequestration in Tropical Asia: An Assessment of Technically Suitable Forest Lands Using Geographic Information Systems Analysis. Climate Research 3: Jaques, A Canada s Greenhouse Gas Emissions: Estimates for 1990, Environmental Protection, Conservation and Protection, Environmental Canada, EPS 5/AP/4. June, T Kenaikan CO 2 dan Perubahan Iklim: Implikasinya terhadap Pertumbuhan Tanaman. tania1.htm. [Mei 2007]. Kakiay, T.J Pengantar Sistem Simulasi. Andi, Yogyakarta. Karyanto, E Panduan Reparasi Mesin Diesel. Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta. Keeling,C.D., dan T.P. Whorf Atmospheric Carbon dioxide Record from Mauna Loa. [Januari, 2005). Kompas Cyber Medya Awas Ada Bom di Dapur Kita. Http: // [Desember 2004]. Koto, E., Studi Iklim Mikro di Hutan Kota Manggala Wanabakti Jakarta. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Kramer P.J., dan T.T Kozlowski Physiology of Woody Plants. Acad. Press, New York. Lakitan, B Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. PT RajaGrafindo Persada, Jakarta. Landsberg, J.J., dan S.T. Gower Applications of Physiological Ecology to Forest Management. Academic Press, London. Levin, R.I., D.S. Rubin, J.P. Stinson, E.R. Gardner Jr Pengambilan Keputusan Secara Kuantitatif. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. 116

138 Malarangeng, R Konvensi Partai Golkar. Kompas Cyber Media artikel&detail=dir&id=117 [Juli, 2006]. Manahan, S.E Environmental Chemistry. Lewis Publ. London: dan Mariana, A Rancang Bangun Sistem Penunjang Keputusan Investasi pada Industri Biodisel Kelapa Sawit Menggunakan Model Sistem Dinamis. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Marimin Teori dan Aplikasi Sistem Pakar dalam Teknologi Manajerial. IPB Press, Bogor. Mattjik, A.M. dan I.M. Sumertajaya Perancangan Percobaan: Dengan Aplikasi SAS dan Minitab.IPB press, Bogor. Miller, R.W Urban Forestry: Planning and Managing Urban Green Spaces. Prentice-Hall, Inc. New Jersey. 404 hal. Minnesota Department of Health Air Quality. [Februari 2004]. Moerdiyarso, D., Y. Koesmaryono, I. Setiawan dan A. Rohiani Fiksasi Karbon Dioksida oleh Jenis Cepat Tumbuh di Hutan Tanaman Industri. Laporan Penelitian DIP Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Proyek Pengembangan Biologi Tropika Indonesia. 63 hal. Nasihin, I Studi Pengembangan Hutan Kota di Kota Kuningan Kabupaten Daerah Tingkat II Kuningan Jawa Barat. Skripsi Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Niles, J.O., S. Brown, J. Pretty, A. Ball and J. Prey Potential Carbon Mitigation and Income in Developing Countries from Changes in Use and Management of Agricultural and Forest Lands. Univ. of California Berkeley, Winrock International and Univ. of Essex. Centre for Environment and Society Occasional Paper Nobel, P.S Physicochemical and Environmental Plant Physiology. Academic Press, Inc., San Diego. 615 hal. 117

139 P4W LPM IPB Data RTRW Kota Bogor. Makalah disampaikan dalam Diskusi RTRW Kota Bogor. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor Powersim Software Powersim Studio 2003 User s Guide. Norway. PT. Beutari Nusa Kreasi., Laporan Akhir Pengamatan Taman dan Pembuatan Rancangan Penataan Taman Se-Kota Bogor. Kerjasama Pemerintah Kota Bogor dan PT. Beutari Nusakreasi. PT Gas Negara Penggunaan Gas Kota Bogor Tahun PT Pertamina Unit III Lampiran Penggunaan Bahan Bakar Minyak dan Gas Kota Bogor Tahun PT Pertamina. 2006a. Automotive Diesel Oil (Minyak Solar) &page_id=46&menu=40003&page_id=46. [Juli 2006]. PT Pertamina. 2006b. Industrial Diesel Oil (Minyak Diesel) &page_id=47&menu=40006&page_id=47. [Juli 2006]. PT Pertamina. 2006c. Minyak Tanah &page_id=41&menu=40004&page_id=41. [Juli 2006]. PT Pertamina. 2006d. Liquid Petroleum Gas &page_id=45&menu=40202&page_id=45 [Juli 2006]. Purnama, B Dampak Perubahan Iklim terhadap Pengelolaan Hutan Berkelanjutan. Lokakarya Mengantisipasi Perubahan Iklim : Mewujudkan Rencana Tindakan Jangka panjang yang Terintegrasi, Jakarta Juni Robinette, J., Landscape Planning for Energy Conservation. Van Nostrand Reindhold Co., New York. Saaty, T.L Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin: Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks. PT Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta. 118

140 Salisbury, F.B. dan C.W. Ross Fisiologi Tumbuhan Jilid 2. Penerbit ITB Bandung. Santosa, I Model Penyebaran Pencemaran Udara dari Kendaraan Bermotor Menggunakan Metodel Volume Terhingga: Studi Kasus di Kota Bogor. Disertasi. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Schulze, E,D. dan M.M. Caldwell Ecophysiology of Photosynthesis. Springer-Verlag, Berlin. Septriana, D Perencanaan Pengembangan Hutan Kota Di Kota Padang, Sumatera Barat. Sekolah Pasca Sarjana. Pengelolaan Sumber Daya Alam Dan Lingkungan. Institut Pertanian Bogor. Simpson, J and G.McPherson Tree Planting to Optimize Energy and CO 2 Benefits. Proceedings National Urban Forest Conference. 5-7 September Washington DC. Sinclair, T.R dan F.P. Gardner Principles of Ecology in Plant Production. CAB International, Florida. Smith, W.H., Air Pollution and Forest.: Interaction between Air Contaminants and Forest Ecosystems. Springer-Verlag, New York., Forest and Air Quality. J. Forestry. February, 1985: Soeriaatmadja, R.E., Ilmu Lingkungan. Penerbit ITB, Bandung. Stuart, M.D dan P.M. Costa Climate Change Mitigation by Forestry: A Review of International Initiatives. Discussion Paper. Policy that Works for Forest and People. Sulaiman, W Jalan Pintas Menguasai SPSS 10. Penerbit Andi, Yogyakarta. Sushil System Dynamics: A Practical Approach for Managerial Problems. Wiley Eastern Limited, New Delhi. Syakuroh, U Emisi Gas Rumah Kaca di Wilayah Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Taiz, L., dan E. Zeiger Plant Physiology. The Benjamin/Cummings Publ. Co. Inc. California. Tamin, O.Z Perencanaan dan Pemodelan Transportasi. Institut Teknologi Bandung, Bandung. 119

141 The National Energy Foundation CO 2 Calculator. [September 2005]. Tinambunan, R Analisis Kebutuhan Ruang terbuka Hijau di Kota Pekanbaru. Sekolah Pasca Sarjana. Pengelolaan Sumber Daya Alam Dan Lingkungan. Institut Pertanian Bogor. Trenbeth Current Atmospheric Carbon Dioxide. Dalam esd.ornl.gov/ftp/maunaloa-co2/maunaloa.co2 dan ~bobg/faqs/scq.co2rise.html). [Mei 2005]. Triono, S Potensi Penyerapan Karbondioksida Pada Akasia (Acacia crassicarpa) dan Gmelina (Gmelina arborea Linn.) berdasarkan Model Pertumbuhan Logistik dan Kurva Respon Cahaya. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Urban Forestry Administration District of Columbia Benefit sof Urban Trees. Http: //ddot.dc.gov/ufa/cwp/view,a,1293,q, asp [Desember 2004]. Waldbott, G.L Health Effect of Environmental Pollutants. The C.V. Mosby Co. Missoury, USA Walikota Bogor Pertanggungjawaban Akhir Masa Jabatan Tahun Wenger, K.F Forestry Handbook Second Edition. John Wiley & Sons. New York. Wijaya, T Penentuan Luasan HK di Kota Bogor. Skripsi. Jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Wisesa, S.P.C Studi Pengembangan Hutan Kota di Wilayah Kotamadya Bogor. Skripsi. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Yuliani, F Emisi CO 2 dari Bidang Industri dan Transportasi di Kabupaten Bogor. Skripsi S1. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 120

142 LAMPIRAN 121

143 Lampiran 1. Lokasi pengambilann sampel gaas CO2 ambiien 121

144 Lampiran 2. Rincian data Power Analyst dari Powerdesigner 6.0 Root Process Process Tree Bahan Bakar (1) [4] Klasifikasi Daya Sink CO 2 oleh Pohon HK [11] Emisi [1] HPD (4) [10] KRB (3) [9] Penelitian di Rumah Kaca [8] Penelitian Waktu Kepadatan Kendaraan [2] Pengambilan Sampel CO 2 Ambien (2) [3] Pohon [6] Penelitian di Arboretum IPB [7] R_T_H [13] Sink [5] Sink CO 2 oleh RTH (5) [14] Simulasi Emisi Gas CO 2 dan Sinknya oleh RTH dan HK dengan Program Powersim (6) [16] 122

145 Process Bahan Bakar (1) Name: Bahan Bakar (1) Code: BAHAN_BAKAR 1_ Label: Penelitian 1 Number: 4 Lowest Level: No Process Reference List Connected via Connected to Src Dst BBMG Emisi (Process) X Perhitungan Emisi Process Emisi Name: Emisi Code: EMISI Label: Number: 1 Lowest Level: No Jumlah Emisi CO 2 (External Entity) X Process Reference List Connected via Connected to Src Dst Analisis Emisi Analisis Kebutuhan Hutan Kota (External Entity) X BBMG Bahan Bakar (1) (Process) X Udara Penelitian Waktu Kepadatan Kendaraan (Process) X Process HPD (4) Name: HPD (4) Code: HPD 4_ Label: Number: 10 Lowest Level: No Process Reference List Connected via Connected to Src Dst Met KH HPD Pengujian Metoda (External Entity) X Sink Pohon HPD Klasifikasi Daya Sink CO2 oleh Pohon HK (Process) X 123

146 Process Klasifikasi Daya Sink CO 2 oleh Pohon HK Name: Klasifikasi Daya Sink CO 2 oleh Pohon HK Code: DAYA_SINK_CO2_OLEH_POHON Label: Number: 11 Lowest Level: No Process Reference List Connected via Connected to Src Dst klasiifikasi Kelas Daya Sink (External Entity) X Sink Pohon HPD HPD (4) (Process) X Sink Pohon KRB KRB (3) (Process) X Process KRB (3) Name: KRB (3) Code: KRB 3_ Label: Number: 9 Lowest Level: No Process Reference List Connected via Connected to Src Dst Met KH KRB Pengujian Metoda (External Entity) X Sink Pohon KRB Klasifikasi Daya Sink CO 2 oleh Pohon HK (Process) X Process Penelitian di Arboretum IPB Name: Penelitian di Arboretum IPB Code: PRCS_745 Label: Number: 7 Lowest Level: No 124

147 Process Reference List Connected via Connected to Src Dst Hasil KH Pengujian Metoda (External Entity) X Metd Karbohidrat Pohon (Process) X Process Penelitian di Rumah Kaca Name: Penelitian di Rumah Kaca Code: PENELITIAN_DI_RUMAH_KACA Label: Number: 8 Lowest Level: No Process Reference List Connected via Connected to Src Dst Fotos Meter Pohon (Process) X Hasil Alat Pengujian Metoda (External Entity) X Process Penelitian Waktu Kepadatan Kendaraan Name: Penelitian Waktu Kepadatan Kendaraan Code: PENELITIAN_WAKTU_KEPADATAN_KENDARAAN Label: Number: 2 Lowest Level: No Process Reference List Connected via Connected to Src Dst Udara Emisi (Process) X Waktu Padat Kendaraan Tertinggi Pengambilan Sampel CO 2 Ambien (2) (Process) X Process Pengambilan Sampel CO 2 Ambien (2) Name: Pengambilan Sampel CO 2 Ambien (2) Code: PENGAMBILAN_SAMPEL_CO2_AMBIEN 2_ Label: Number: 3 Lowest Level: No 125

148 Process Reference List Connected via Connected to Src Dst Analisis Gas Kromatografi Konsentrasi CO 2 Ambien (External Entity) X Waktu Padat Kendaraan Tertinggi Penelitian Waktu Kepadatan Kendaraan (Process) X Process Pohon Name: Pohon Code: POHON Label: Number: 6 Lowest Level: No Process Reference List Connected via Connected to Src Dst Data Primer Sink (Process) X Fotos Meter Penelitian di Rumah Kaca X (Process) Metd Karbohidrat Penelitian di Arboretum IPB (Process) X Process R_T_H Name: R_T_H Code: R_T_H Label: Number: 13 Lowest Level: No Process Reference List Connected via Connected to Src Dst Analisis Luasan dan Penurunan Bentuk dan Luasan RTH (External Entity) X Data Sekunder Sink (Process) X Process Sink Name: Sink Code: SINK Label: Number: 5 Lowest Level: No 126

149 Process Reference List Connected via Connected to Src Dst Analisis Sink Analisis Kebutuhan Hutan Kota (External Entity) X Data Primer Pohon (Process) X Data Sekunder R_T_H (Process) X Process Sink CO 2 oleh RTH (5) Name: Sink CO 2 oleh RTH (5) Code: SINK_CO 2 _OLEH_RTH 5_ Label: Number: 14 Lowest Level: No Process Reference List Connected via Connected to Src Dst Perhitungan Sink Bentuk dan Luasan RTH (External Entity) X Sink Jenis RTH Sink oleh RTH (External Entity) X Process Simulasi Emisi Gas CO 2 dan Sinknya oleh RTH dan HK dengan Program Powersim (6) Name: Simulasi Emisi Gas CO 2 dan Sinknya oleh RTH dan HK dengan Program Powersim (6) Code: SIMULASI_EMISI_GAS_CO2_DAN_SINKNYA_OLEH_RTH_DAN_HK_D ENGAN_PROGRAM_POWERSIM 6_ Label: Number: 16 Lowest Level: No Process Reference List Connected via Connected to Src Dst Analisis dan Sintesis NILAI_KEBUTUHAN_LUASAN X _HUTAN_KOTA_SBG_SINK_G AS_CO2_PADA_BERBAGAI_SK ENARIO (External Entity) Nilai konstanta Sink Kelas Daya Sink (External Entity) X Jenis HK Nilai level CO2 Ambien Konsentrasi CO2 Ambien X (External Entity) Nilai Sink Jenis RTH Sink oleh RTH (External Entity) X Nilai_Auksiliari EMISI_CO2 Jumlah Emisi CO2 (External Entity) X 127

150 Lists of objects External Entity List Name Analisis Kebutuhan Hutan Kota Bentuk dan Luasan RTH Jumlah Emisi CO2 Kelas Daya Sink Konsentrasi CO2 Ambien NILAI_KEBUTUHAN_LUASA N_HUTAN_KOTA_SBG_SINK _GAS_CO2_PADA_BERBAGA I_SKENARIO Pengujian Metoda Sink oleh RTH Code ANALISIS_KEBUTUHAN_LUASAN_HUT AN _KOTA BENTUK_DAN_LUASAN_RTH JUMLAH_EMISI_CO2 KELAS_DAYA_SINK KONSENTRASI_CO2_AMBIEN NILAI_KEBUTUHAN_LUASAN_HUTAN_ KOTA_SBG_SINK_GAS_CO2_PADA_BER BA GAI_SKENARIO PENGUJIAN_METODA SINK_OLEH_RTH Data Item List Name Code Type 21 jenis di HPD 21_JENIS_DI_HPD N 25 jenis di KRB 25_JENIS_DI_KRB N Analisis emisi ANALISIS_EMISI N Analisis Konsentrasi ANALISIS_KONSENTRASI_AMBIEN _ CO 2 N ambien CO 2 Analisis sink ANALISIS_SINK N Baranang Siang BARANANG_SIANG N Bensin BENSIN N Bogor LakeSide BOGOR_LAKESIDE N Cimanggu CIMANGGU N Ciremai Ujung CIREMAI_UJUNG N Data primer DATA_PRIMER N Data Sekunder DATA_SEKUNDER N Daya sink jenis tanaman DAYA_SINK_JENIS_TANAMAN N Ekalokasari EKALOKASARI N Ekalos EKALOS N Emisi Bensin EMISI_BENSIN N Emisi LPG EMISI_LPG N Emisi M Diesel EMISI_M_DIESEL N Emisi M Tanah EMISI_M_TANAH N Emisi Solar EMISI_SOLAR N Ht Pen Dramaga HT_PEN_DRAMAGA N Htn Penel Darmaga HTN_PENEL_DARMAGA N Htn Penen Darmaga HTN_PENEN_DARMAGA N Hutan Penel Darmaga HUTAN_PENEL_DARMAGA N Hutan Penel Dramaga HUTAN_PENEL_DRAMAGA N Indrapasta INDRAPASTA N Jambu Dua JAMBU_DUA N 128

151 Name Code Type Jembatan Merah JEMBATAN_MERAH N Jumlah 50 jenis JUMLAH_50_JENIS N Jumlah Emisi Gas CO 2 JUMLAH_EMISI_GAS_CO 2 N Jumlah Sink gas CO 2 JUMLAH_SINK_GAS_CO 2 N Kadar KH pkl 10 pagi KADAR_KH_PKL_10_PAGI N kadar KH pkl 5 pagi KADAR_KH_PKL_5_PAGI N Keb lahan terbangun per KEB_LAHAN_TERBANGUN_PER_JIWA N jiwa Kebun Raya KEBUN_RAYA N Kebun Raya Bogor KEBUN_RAYA_BOGOR N Kelas daya sink HK KELAS_DAYA_SINK_HK N Kelas daya sink rendah KELAS_DAYA_SINK_RENDAH N Kelas daya sink sangat KELAS_DAYA_SINK_SANGAT_RENDAH N rendah Kelas daya sink sangat KELAS_DAYA_SINK_SANGAT_TINGGI N tinggi Kelas daya sink sedang KELAS_DAYA_SINK_SEDANG N Kelas daya sink tinggi KELAS_DAYA_SINK_TINGGI N Konsentrasi ambien KONSENTRASI_AMBIEN_HUJAN_2007 N hujan 2007 Konsentrasi ambien KONSENTRASI_AMBIEN_KEMARAU_2006 N kemarau 2006 Liasan Sawah LIASAN_SAWAH N LPG LPG N Luasan Rumput dan LUASAN_RUMPUT_DAN_SEMAK N Semak Luasan Veg Jarang LUASAN_VEG_JARANG N Luasan Veg Rapat LUASAN_VEG_RAPAT N Maks Serapam KRB MAKS_SERAPAM_KRB N Maks Serapan HPD MAKS_SERAPAN_HPD N Metoda ADC LCA4 METODA_ADC_LCA4 N Min Serapan HPD MIN_SERAPAN_HPD N Min Serapan KRB MIN_SERAPAN_KRB N Minyak Diesel MINYAK_DIESEL N Minyak Tanah MINYAK_TANAH N Nilai daya sink rendah NILAI_DAYA_SINK_RENDAH N Nilai daya sink sangat NILAI_DAYA_SINK_SANGAT_RENDAH N rendah Nilai daya sink sangat NILAI_DAYA_SINK_SANGAT_TINGGI N tinggi Nilai daya sink sedang NILAI_DAYA_SINK_SEDANG N Nilai daya sink tinggi NILAI_DAYA_SINK_TINGGI N Nilai sink 5 jenis Rmh NILAI_SINK_5_JENIS_RMH_KACA N Kaca Nilai sink 5 jnis tan NILAI_SINK_5_JNIS_TAN_ARBORETUM N Arboretum Nilai sink jenis tan di NILAI_SINK_JENIS_TAN_DI_HPD N 129

152 Name Code Type HPD Nilai sink jenis tan KRB NILAI_SINK_JENIS_TAN_KRB N Nilai sink semak rumput NILAI_SINK_SEMAK_RUMPUT N Nilai sink veg jarang NILAI_SINK_VEG_JARANG N Nilai sink veg rapat NILAI_SINK_VEG_RAPAT N Niulai sink sawah NIULAI_SINK_SAWAH N Pasar Bogor PASAR_BOGOR N Penel 5 jenis tanaman PENEL_5_JENIS_TANAMAN N Penel di HPD PENEL_DI_HPD N Penel di KRB PENEL_DI_KRB N Pengg Bensin PENGG_BENSIN N Pengg LPG PENGG_LPG N Pengg M Diesel PENGG_M_DIESEL N Pengg M Tanah PENGG_M_TANAH N Pengg Solar PENGG_SOLAR N Penghematan bahan bakar PENGHEMATAN_BAHAN_BAKAR N Penghematan bahanbakar PENGHEMATAN_BAHANBAKAR N Pengukuran Jam 10 pagi PENGUKURAN_JAM_10_PAGI N Pengukuran Jam 5 pagi PENGUKURAN_JAM_5_PAGI N Penurunan Luas Veg PENURUNAN_LUAS_VEG_JARANG DC Jarang Penurunan Luas Veg PENURUNAN_LUAS_VEG_RAPAT DC Rapat Penurunan Rumput dan PENURUNAN_RUMPUT_DAN_SEMAK DC Semak Penurunan Sawah PENURUNAN_SAWAH DC Perc Rumah Kaca PERC_RUMAH_KACA N Pertambahan penduduk PERTAMBAHAN_PENDUDUK N Rerata Kons CO2 RERATA_KONS_CO2_AMBIEN N ambien Rerata serapan 5 jenis RERATA_SERAPAN_5_JENIS_TANAMAN N tanaman Rerata Serapan CO 2 RERATA_SERAPAN_CO2_HPD N HPD Rerata Serapan CO 2 RERATA_SERAPAN_CO2_KRB N KRB Rerata Serapan HPD RERATA_SERAPAN_HPD N Rerata Serapan KRB RERATA_SERAPAN_KRB N Sink dari jenis pohon di SINK_DARI_JENIS_POHON_DI_HPD N HPD Sink dari jenis pohon di SINK_DARI_JENIS_POHON_DI_KRB N KRB Sink dari jenis pohon SINK_DARI_JENIS_POHON_HUTAN_KOTA N Hutan Kota Sink olerh RTH SINK_OLERH_RTH N Sink sawah SINK_SAWAH N 130

153 Name Code Type Sink semak dan rumput SINK_SEMAK_DAN_RUMPUT N Sink semak rumput SINK_SEMAK_RUMPUT N Sink Veg jarang SINK_VEG_JARANG N Sink veg rapat SINK_VEG_RAPAT N Sawah dan ladang SAWAH_DAN_LADANG N Semak dan rumput SEMAK_DAN_RUMPUT N Serapan sawah dan SERAPAN_SAWAH_DAN_LADANG N ladang Serapan Semak dan SERAPAN_SEMAK_DAN_RUMPUT N rumput Solar SOLAR N Tmn Cimanggu TMN_CIMANGGU N Vegetasi Jarang VEGETASI_JARANG N Vegtetasi Rapat VEGTETASI_RAPAT N Warang Jambu WARANG_JAMBU N Warung Jambu WARUNG_JAMBU N Process List Name Bahan Bakar (1) Emisi HPD (4) Klasifikasi Daya Sink CO2 oleh Pohon HK KRB (3) Penelitian di Arboretum IPB Penelitian di Rumah Kaca Penelitian Waktu Kepadatan Kendaraan Pengambilan Sampel CO 2 Ambien (2) Pohon R_T_H Sink Sink CO 2 oleh RTH (5) Simulasi Emisi Gas CO 2 dan Sinknya oleh RTH dan HK dengan Program Powersim (6) Code BAHAN_BAKAR 1_ EMISI HPD 4_ DAYA_SINK_CO2_OLEH_POHON KRB 3_ PRCS_745 PENELITIAN_DI_RUMAH_KACA PENELITIAN_WAKTU_KEPADATAN_ KENDARAAN PENGAMBILAN_SAMPEL_CO2_AMBI EN 2_ POHON R_T_H SINK SINK_CO2_OLEH_RTH 5_ SIMULASI_EMISI_GAS_CO2_DAN_SIN KNYA_OLEH_RTH_DAN_HK_DENGA N_PROGRAM_POWERSIM 6_ 131

154 132 Lampiran 3. Diagram alir Powersim Solar_perJiwa MTanah_perJiwa M_Diesel_perJIwa LPG_perJIwa FR_CO2_LPG Fr_CO2_MDiese Fr_CO_MTanah Fr_CO_Solar Fr_CO2_Bens Lahan_Pengembangan CO2_Sawah CO2_SmkRumput Alokasi_RTH Veg_Rapat Lhn_Terbangun Veg_Jarang Sawah LPG M_Diesel M_Tanah Bensin CO2_Bensin CO2_Solar CO2_MTanah CO2_MDiesel Kesenj_Veg_Rpt Rosot_VegRpt Kesenj_Sawah Lj_Penrn_Sawah Smk_Rmput Rosot_SmkRmput Pertamb_Peduduk Lj_Penrun_VegRpt Penrn_Sawah Penrn_VegRpt Penrn_SmkRpt Lj_Penrn_SmRpt CO2_LPG Keb_Lhn_Terbangun Kesenj_lhn_terb Rosot_Sawah Solar Jml_Penduduk Lj_Penrn_VegJarang Kesenj_Veg_Jar Lahan_Pengembangan Pdd_Baru Pop_Tamb_Lhn Lj_Penb_LhnTerb Kesenj_SmkRpt U_K Penrn_VegJar Penamb_Lhn_Terbangun Rosot_VegJarang Bensin_perJiwa LTer_per_jiwa CO2_VegJarang CO2_VegRpt WPR U_K Lj_Pertambhn_Pddk

155 CO2_Bensin CO2_sisa CO2_Solar Emisi_CO2 Konv_ppm CO2_MTanah CO2_MDiesel ppm_co2 CO2_Ambien Rosot_VegRpt CO2_LPG Rosot_RTH_HK Rosot_VegJarang Rosot_Sawah Rosot_HK Rosot_SmkRmput Rosot_phn_Renta Rosot_anakan Rosot_phn_remaja rosot_phn_dewasa Rosot_phn_tua Veg_Rapat Veg_Jarang Sawah Smk_Rmput Persen_RTH Luas_HK Luas_RTH Persen_RTH_HK Luas_Kota Luas_HK_RTH Persen_HK Persen_Total Persen_Terbangun Lahan_Pengembangan Lhn_Terbangun Luas_Kota Sisa_Lahan Lhn_Terbangun 133

156 CO2_sisa Jadi_anakan Rosot_per_anakan Penamb_anakan Rosot_anakan ke_remaja anakan jadi_remaja Rosot_per_pohon_remaja Phn_Remaja Rosot_phn_remaja ke_dewasa Jadi_dewasa Rosot_per_phn_dewasa ke_tua rosot_phn_dewasa Rosot_per_phn_Tua ke_mati Rosot_phn_tua Phn_Dewasa Phn_Tua Jadi_tua jadi_renta Phn_Renta Rosot_per_phn_renta Auxiliary_97 kematian jadi_mati Phn_Dewasa Phn_Remaja anakan KRB_n_HPD Luas_HK Phn_Tua Pohon_perHektar 134

157 Lampiran 4. Data masukan yang digunakan dalam model init anakan = 0 unit anakan = bt init CO 2 _Ambien = *7.81*10^12 unit CO 2 _Ambien = kg init Jml_Penduduk = unit Jml_Penduduk = jiwa init Lhn_Terbangun = unit Lhn_Terbangun = ha init Phn_Dewasa = 0 init Phn_Remaja = 0 init Phn_Renta = 0 init Phn_Tua = 0 init Sawah = 825,22 unit Sawah = ha init Smk_Rmput = 720,68 unit Smk_Rmput = ha init Veg_Jarang = 2495,06 unit Veg_Jarang = ha init Veg_Rapat = 613,83 unit Veg_Rapat = ha aux Emisi_CO 2 = CO 2 _Bensin+CO 2 _Solar+CO 2 _MTanah+CO 2 _MDiesel+CO 2 _LPG unit Emisi_CO2 = kg aux ke_mati = Phn_Tua/jadi_renta aux ke_remaja = IF (anakan/jadi_remaja<=0, 0, anakan/jadi_remaja) aux kematian = Phn_Renta/jadi_mati unit Penamb_anakan = bt aux Penamb_Lhn_Terbangun = ((+Kesenj_lhn_terb/WPR+Lj_Penb_LhnTerb*Lhn_Terbangun/(Keb_Lhn_Terban gun)))-6.6 unit Penamb_Lhn_Terbangun = ha aux Penrn_Sawah = (-Kesenj_Sawah/U_K+(Sawah*Lj_Penrn_Sawah)/U_K) unit Penrn_Sawah = ha/th aux Penrn_SmkRpt = (- Kesenj_SmkRpt/U_K+(Smk_Rmput*Lj_Penrn_SmRpt)/U_K) unit Penrn_SmkRpt = ha aux Penrn_VegJar = (- Kesenj_Veg_Jar/U_K+(Veg_Jarang*Lj_Penrn_VegJarang)/U_K) unit Penrn_VegJar = ha/th aux Penrn_VegRpt = (- Kesenj_Veg_Rpt/U_K+(Veg_Rapat*Lj_Penrun_VegRpt)/U_K) unit Penrn_VegRpt = ha/th aux Pertamb_Peduduk = (+Pop_Tamb_Lhn/U_K+(Jml_Penduduk*Lj_Pertambhn_Pddk)/U_K) unit Pertamb_Peduduk = jiwa aux Sink_RTH_HK = 135

158 Sink_VegRpt+Sink_VegJarang+Sink_Sawah+Sink_SmkRmput+Sink_HK unit Sink_RTH_HK = kg aux Bensin = Jml_Penduduk*Bensin_perJiwa unit Bensin = l aux CO 2 _Bensin = Bensin*Fr_CO2_Bensin unit CO2_Bensin = kg aux CO2_LPG = LPG*FR_CO2_LPG unit CO2_LPG = kg aux CO2_MDiesel = M_Diesel*Fr_CO2_MDiesel unit CO2_MDiesel = kg aux CO2_MTanah = M_Tanah*Fr_CO_MTanah unit CO2_MTanah = kg aux CO2_sisa = Emisi_CO2-Sink_RTH_HK unit CO2_sisa = kg aux CO2_Solar = Solar*Fr_CO_Solar unit CO2_Solar = kg aux Keb_Lhn_Terbangun = Jml_Penduduk*LTer_per_jiwa unit Keb_Lhn_Terbangun = ha aux Kesenj_lhn_terb = 0,72*Lahan_Pengembangan-Lhn_Terbangun unit Kesenj_lhn_terb = ha unit Kesenj_Sawah = ha unit Kesenj_SmkRpt = ha unit Kesenj_Veg_Jar = ha unit Kesenj_Veg_Rpt = ha aux LPG = Jml_Penduduk*LPG_perJIwa unit LPG = kg aux Luas_HK = ROUND (anakan+phn_remaja+phn_dewasa+phn_tua)/pohon_perhektar+(krb n HPD) unit Luas_HK = ha aux Luas_HK_RTH = Luas_RTH+Luas_HK unit Luas_HK_RTH = ha aux Luas_RTH = Sawah+Smk_Rmput+Veg_Jarang+Veg_Rapat unit Luas_RTH = ha aux M_Diesel = Jml_Penduduk*M_Diesel_perJIwa unit M_Diesel = l aux M_Tanah = Jml_Penduduk*MTanah_perJiwa unit M_Tanah = l aux Pdd_Baru = Lahan_Pengembangan/LTer_per_jiwa unit Pdd_Baru = jiwa aux Persen_HK = PCT(Luas_HK/Luas_Kota) unit Persen_HK = % aux Persen_RTH = PCT(Luas_RTH/Luas_Kota) unit Persen_RTH = % aux Persen_RTH_HK = PCT(Luas_HK_RTH/Luas_Kota) unit Persen_RTH_HK = % aux Persen_Terbangun = PCT(Lhn_Terbangun/Luas_Kota) unit Persen_Terbangun = % aux Persen_Total = (Persen_RTH_HK+Persen_Terbangun) 136

159 unit Persen_Total = % aux Pop_Tamb_Lhn = 0,79*Pdd_Baru-Jml_Penduduk unit Pop_Tamb_Lhn = jiwa aux ppm_co2 = CO2_Ambien/Konv_ppm unit ppm_co2 = ppm aux Sink_anakan = anakan*sink_per_anakan aux Sink_HK = Sink_anakan+sink_phn_dewasa+Sink_phn_remaja+Sink_phn_tua+Sink_phn_Rent a unit Sink_HK = kg aux sink_phn_dewasa = Phn_Dewasa*Sink_per_phn_dewasa aux Sink_phn_remaja = Phn_Remaja*Sink_per_pohon_remaja aux Sink_phn_Renta = Phn_Renta*Sink_per_phn_renta aux Sink_phn_tua = Phn_Tua*Sink_per_phn_Tua aux Sink_Sawah = Sawah*CO2_Sawah unit Sink_Sawah = kg aux Sink_SmkRmput = Smk_Rmput*CO2_SmkRumput unit Sink_SmkRmput = kg aux Sink_VegJarang = Veg_Jarang*CO2_VegJarang unit Sink_VegJarang = kg aux Sink_VegRpt = Veg_Rapat*CO2_VegRpt unit Sink_VegRpt = kg aux Sisa_Lahan = Lahan_Pengembangan-Lhn_Terbangun unit Sisa_Lahan = ha aux Solar = Jml_Penduduk*Solar_perJiwa unit Solar = l const Alokasi_RTH = 2844 unit Alokasi_RTH = ha const Bensin_perJiwa = 134,19 unit Bensin_perJiwa = l/jiwa const CO2_Sawah = unit CO2_Sawah = kg/ha const CO2_SmkRumput = unit CO2_SmkRumput = kg/ha const CO2_VegJarang = *0,67 unit CO2_VegJarang = kg/ha const CO2_VegRpt = unit CO2_VegRpt = kg/ha const Fr_CO_MTanah = 2,52 unit Fr_CO_MTanah = kg/l const Fr_CO_Solar = 2,68 unit Fr_CO_Solar = kg/l const Fr_CO2_Bensin = 2,31 unit Fr_CO2_Bensin = kg/l const FR_CO2_LPG = 1,51 unit FR_CO2_LPG = kg/kg const Fr_CO2_MDiesel = 3,09 unit Fr_CO2_MDiesel = kg/l 137

160 const Jadi_anakan = 5 unit Jadi_anakan = th const Jadi_dewasa = 35 const jadi_mati = 25 const jadi_remaja = 15 const jadi_renta = 65 const Jadi_tua = 65 const Konv_ppm = 7,81*10^12 const KRB_n_HPD = 144,75 unit KRB_n_HPD = ha const Lahan_Pengembangan = 11529,49 unit Lahan_Pengembangan = ha const Lj_Penb_LhnTerb = 7,3/100 const Lj_Penrn_Sawah = 1,23/100 unit Lj_Penrn_Sawah = ha/th const Lj_Penrn_SmRpt = 1,77/100 unit Lj_Penrn_SmRpt = ha/th const Lj_Penrn_VegJarang = 1,15/100 unit Lj_Penrn_VegJarang = ha/th const Lj_Penrun_VegRpt = 0,33/100 unit Lj_Penrun_VegRpt = ha/th const Lj_Pertambhn_Pddk = 3,06/100 unit Lj_Pertambhn_Pddk = jiwa/th const LPG_perJIwa = 5,14 unit LPG_perJIwa = kg/jiwa const LTer_per_jiwa = 0,007 unit LTer_per_jiwa = ha/jiwa const Luas_Kota = unit Luas_Kota = ha const M_Diesel_perJIwa = 6,24 unit M_Diesel_perJIwa = l/jiwa const MTanah_perJiwa = 84,17 unit MTanah_perJiwa = l/jiwa const Pohon_perHektar = 250 unit Pohon_perHektar = bt/ha const Sink_per_anakan = 40 const Sink_per_phn_dewasa = 647 const Sink_per_phn_renta = 300 const Sink_per_phn_Tua = 630 const Sink_per_pohon_remaja = 300 const Solar_perJiwa = 33,55 unit Solar_perJiwa = l/jiwa unit U_K = tahun spec start = 2005 spec stop = 2100 spec dt = 5 spec method = Euler (fixed step) 138

161 Lampiran 5. Hasil simulasi grafik pertambahan jumlah penduduk dan luasan lahan terbangun Jumlah Penduduk 1,300,000 1,200,000 1,100,000 1,000, ,000 2,020 2,040 2,060 2,080 2,100 Tahun Lahan Terbangun (ha) 8,000 7,500 7,000 6,500 2,020 2,040 2,060 2,080 2,100 Tahun 139

162 Lampiran 6. Jumlah emisi gas CO 2 Penambahan CO2 (Kg) 800,000, ,000, ,000,000 2,020 2,060 2,100 Tahun 140

163 Lampiran 7. Foto stomata dan daun tanaman di Kebun Raya Bogor Flamboyan Johar 141

164 Merbau pantai Asam 142

165 Kempas Sapu Tangan 143

166 Krey Payung Matoa 144

167 Rambutan Tanjung 145

168 Sawo kecik Angsana 146

169 Dadap Trembesi 147

170 Saga Asam Kranji 148

171 Mahoni Khaya 149

172 Pingku Beringin 150

173 Nangka Kenanga 151

174 Nona Kembang Merak 152

175 Lampiran 8. Foto stomata dan daun tanaman di Hutan Penelitian Dramaga A. heterophyllus A. auriculiformis B. roxburghiana. C. guineensis C. parthenoxylon D. retusa 153

176 K. senegalensis L. speciosa S. macrophylla S. mahagoni A.mangium H. mengarawan 154

177 H. odorata P. affinis P. alata S. indicum S. wallichii S. selanica 155

178 S. zeylanica. T. grandis T. verrucossum 156

179 Lampiran 9. Ukuran panjang, lebar dan kerapatan stomata hasil penelitian Agustini (1994) Nama Latin (Nama Daerah) Kerapatan Stomata pada Epidermis Atas (mm 2 ) Kerapatan Stomata pada Epidermis Bawah (mm 2 ) Kategori Kerapatan Stomata Agathis damara (Damar) 0 95,06 Rendah Amherstia nobilis (Bunga Ratu) 0 373,50 Sedang Baphia nitida 5,44 126,92 Sedang Baringtonia asiatica (Pohon perdamaian/bogem/buton) Bauhinia fortificata (Daun Kupukupu) Bauhinia galpinii (Daun Kupukupu) Bauhinia monandra (Daun Kupukupu) Bauhinia purpurea (Bunga Kupukupu) 0 310,04 Sedang 34,45 359,90 Sedang 34,45 309,13 Sedang 33,45 322,73 Sedang 23,57 337,23 Sedang Brownea ariza 0 517,64 Tinggi Brownea capitella (Bunga Lampion) 0 545,74 Tinggi Brownea grandiceps (Bunga Rakbol) 0 474,12 Sedang Caessalpinia coriaria (Divi-divi) 0 486,60 Sedang Callophyllum inophyllum (Nyamplung/Bintangur) 0 233,89 Rendah Cananga odorata (Kenanga) 9,41 312,48 Sedang Cassia fistula (Trengguli) 0 402,70 Sedang Cassia garrettiana (Kasia) 0 258,36 Rendah Cassia grandis 0 479,56 Sedang Cassia javanica (Trengguli Wanggang) 0 276,50 Rendah 157

180 Nama Latin (Nama Daerah) Kerapatan Stomata pada Epidermis Atas (mm 2 ) Kerapatan Stomata pada Epidermis Bawah (mm 2 ) Kategori Kerapatan Stomata Cassia nodosa (Sebusuk) 0 338,14 Sedang Cassia siamea (Johar/Juwar) 0 494,07 Sedang Cassia sieberiana 0 704,38 Tinggi Cassia spectabilis 0 546,34 Tinggi Cinnamomum iners (Kayu manis) 0 482,84 Sedang Delonix regia (Flamboyan) Dialium guamnense 3,76 797,20 Tinggi 0 436,05 Sedang Dillenia philippinensis (Sempur) 0 250,09 Rendah Dillenia retusa (Sempur) 0 279,54 Rendah Diospyros natalensis (Eboni) 0 246,83 Rendah Endertia spectabilis (Dadap) 7,25 261,99 Sedang Eperua falcata 0 388,00 Sedang Erythrina poeppigiana (Dadap jingga) 3,63 278,31 Rendah Ficus benjamina (Beringin) 0 306,83 Sedang Ficus religiosa (Pohon bodi) 0 173,18 Rendah Figelia pinnata (Atamini/Pohon sosis) 0 581,66 Tinggi Filicium decipiens (Krei payung) 0 527,07 Tinggi Hopea odorata (Meranti chengal) 0 370,83 Sedang Inga affinis 0 380,75 Sedang Inga edulis 0 614,64 Tinggi Jacaranda filicifolia (Jakaranda) 0 425,42 Sedang Khaya anthoteka (Khaya) 0 565,66 Tinggi 158

181 Nama Latin (Nama Daerah) Kerapatan Stomata pada Epidermis Atas (mm 2 ) Kerapatan Stomata pada Epidermis Bawah (mm 2 ) Kategori Kerapatan Stomata Khaya ivorensis 0 550,60 Tinggi Khaya sinegalensis (Khaya sinegal) 0 605,19 Tinggi Lagerstomia speciosa (Bungur) 0 272,95 Rendah Lonchocarpus domingensis 0 241,14 Rendah Macrolobium coeruleoides 13,18 213,65 Rendah Manilkara kauki (Sawo kecik) 0 329,42 Sedang Maniltoa grandiflora (Bunga Saputangan Putih) 0 431,51 Sedang Melia azedarach (Mindi) 0 407,54 Sedang Michelia champaca (Cempaka/Kantil) 0 373,66 Sedang Milletia ovalifolia 0 223,92 Rendah Mimusops elengi (Tanjung) 0 133,65 Rendah Ornocarpus oreintale 0 139,61 Rendah Ornosia calavensis (Bintangoro/Sutera) Peltophorus dasyrrhachis (Saga/Petar) Peltophorus platicarpus (Asam londo/saga) 0 248,39 Rendah 0 196,72 Rendah 0 171,34 Rendah Piliostoma malabaricum 0 549,73 Tinggi Pometia pinnata (Matoa) 0 564,72 Tinggi Pterocarpus indicus (Angsana) 0 128,73 Rendah Pterocarpus koordesii (Podocarpus/ Ki putri) 0 95,06 Rendah Samanea saman (Ki Hujan) 0 412,48 Sedang Saraca indica (Saraka/Asoka) 0 239,33 Rendah 159

182 Nama Latin (Nama Daerah) Kerapatan Stomata pada Epidermis Atas (mm 2 ) Kerapatan Stomata pada Epidermis Bawah (mm 2 ) Kategori Kerapatan Stomata Saraca palembanica (Kembang Dedes) Saraca thaipingensis (Kembang Dedes) 0 215,53 Rendah 12,69 445,11 Sedang Shorea pinnata (Tengkawang) 0 239,06 Rendah Shorea seminis 0 526,13 Tinggi Sindora siamensis 0 546,65 Tinggi Sindora velutina (Seputih Janten) 0 449,65 Sedang Sindora walichii (Tamparan Hantu) 0 294,63 Rendah Swartzia pinnata 0 261,99 Rendah Swietenia macrophylla (Mahoni daun lebar) 0 458,36 Sedang Swietenia mahagoni (Mahoni) 0 223,82 Rendah Terminalia cattapa (Ketapang) 0 386,83 Sedang Tetrapleura tetraptera 0 350,83 Sedang Trachylobium hornemannianum 0 381,65 Sedang Trachylobium verrucosus (Patekok) 0 381,19 Sedang 160

183 Lampiran 10. Hasil perhitungan hubungan antara sink dengan panjang, lebar dan kerapatan stomata tanaman di Kebun Raya Bogor dengan menggunakan program Datafit Hubungan Sink dengan Panjang dan kerapatan Stomata DataFit version Results from project "Untitled8" Equation ID: a*x1^b*x2^c Model Definition: Y = a*x1^b*x2^c Number of observations = 25 Number of missing observations = 0 Solver type: Linear Sum of Residuals = 28, Average Residual = 1, Residual Sum of Squares (Absolute) = 338, Residual Sum of Squares (Relative) = 338, Standard Error of the Estimate = 3, Coefficient of Multiple Determination (R^2) = 0, Proportion of Variance Explained = 1, % Adjusted coefficient of multiple determination (Ra^2) = 0,0 Durbin-Watson statistic = 1, Hubungan Sink dengan Lebar dan Kerapatan Stomata DataFit version Results from project "Untitled9" Equation ID: a*x1^b*x2^c Model Definition: Y = a*x1^b*x2^c Number of observations = 25 Number of missing observations = 0 Solver type: Linear Sum of Residuals = 27, Average Residual = 1, Residual Sum of Squares (Absolute) = 321, Residual Sum of Squares (Relative) = 321, Standard Error of the Estimate = 3, Coefficient of Multiple Determination (R^2) = 0, Proportion of Variance Explained = 6, % Adjusted coefficient of multiple determination (Ra^2) = 0,0 161

184 Durbin-Watson statistic = 1, Sum of Residuals = 28, Average Residual = 1, Residual Sum of Squares (Absolute) = 335, Residual Sum of Squares (Relative) = 335, Standard Error of the Estimate = 3, Coefficient of Multiple Determination (R^2) = 0, Proportion of Variance Explained = 2, % Adjusted coefficient of multiple determination (Ra^2) = 0,0 Durbin-Watson statistic = 1,

185 Lampiran 11. Hasil Perhitungan Hubungan antara Sink dengan Panjang, Lebar dan Kerapatan Stomata Tanaman di Hutan Penelitian Dramaga 1. Hubungan Sink dengan Panjang Stomata DataFit version Results from project "Untitled4" Equation ID: a*x+b Model Definition: Y = a*x+b Number of observations = 21 Number of missing observations = 0 Solver type: Linear Sum of Residuals = 0 Average Residual = 0 Residual Sum of Squares (Absolute) = 32, Residual Sum of Squares (Relative) = 32, Standard Error of the Estimate = 1, Coefficient of Multiple Determination (R^2) = 0, Proportion of Variance Explained = 3, % Adjusted coefficient of multiple determination (Ra^2) = 0,0 Durbin-Watson statistic = 0, Hubungan Sink dengan Lebar Stomata DataFit version Results from project "Untitled4" Equation ID: a*x+b Model Definition: Y = a*x+b Number of observations = 21 Number of missing observations = 0 Solver type: Nonlinear Nonlinear iteration limit = 250 Diverging nonlinear iteration limit =10 Number of nonlinear iterations performed = 11 Residual tolerance = 0, Sum of Residuals = -8, E-16 Average Residual = -4, E-17 Residual Sum of Squares (Absolute) = 33, Residual Sum of Squares (Relative) = 33, Standard Error of the Estimate = 1, Coefficient of Multiple Determination (R^2) = 0, Proportion of Variance Explained = 0, % 163

186 Adjusted coefficient of multiple determination (Ra^2) = 0,0 Durbin-Watson statistic = 1, Hubungan Sink dengan Kerapatan Stomata DataFit version Results from project "Untitled4" Equation ID: a*x+b Model Definition: Y = a*x+b Number of observations = 21 Number of missing observations = 0 Solver type: Linear Sum of Residuals = 8, E-16 Average Residual = 4, E-17 Residual Sum of Squares (Absolute) = 33, Residual Sum of Squares (Relative) = 33, Standard Error of the Estimate = 1, Coefficient of Multiple Determination (R^2) = 0, Proportion of Variance Explained = 0, % Adjusted coefficient of multiple determination (Ra^2) = 0,0 Durbin-Watson statistic = 1, Hubungan Panjang dengan Lebar Stomata DataFit version Results from project "Untitled5" Equation ID: a*x1^b*x2^c Model Definition: Y = a*x1^b*x2^c Number of observations = 21 Number of missing observations = 0 Solver type: Linear Sum of Residuals = 10, Average Residual = 0, Residual Sum of Squares (Absolute) = 35, Residual Sum of Squares (Relative) = 35, Standard Error of the Estimate = 1, Coefficient of Multiple Determination (R^2) = 0,0 Proportion of Variance Explained = 0,0% Adjusted coefficient of multiple determination (Ra^2) = 0,0 Durbin-Watson statistic = 0,

187 5. Hubungan Panjang dengan Kerapatan Stomata DataFit version Results from project "Untitled5" Equation ID: a*x1^b*x2^c Model Definition: Y = a*x1^b*x2^c Number of observations = 21 Number of missing observations = 0 Solver type: Linear Sum of Residuals = 10, Average Residual = 0, Residual Sum of Squares (Absolute) = 37, Residual Sum of Squares (Relative) = 37, Standard Error of the Estimate = 1, Coefficient of Multiple Determination (R^2) = 0,0 Proportion of Variance Explained = 0,0% Adjusted coefficient of multiple determination (Ra^2) = 0,0 Durbin-Watson statistic = 0, Hubungan Lebar dengan Kerapatan Stomata DataFit version Results from project "Untitled5" Equation ID: a*x1^b*x2^c Model Definition: Y = a*x1^b*x2^c Number of observations = 21 Number of missing observations = 0 Solver type: Linear Sum of Residuals = 10, Average Residual = 0, Residual Sum of Squares (Absolute) = 38, Residual Sum of Squares (Relative) = 38, Standard Error of the Estimate = 1, Coefficient of Multiple Determination (R^2) = 0,0 Proportion of Variance Explained = 0,0% Adjusted coefficient of multiple determination (Ra^2) = 0,0 Durbin-Watson statistic = 0, Hubungan Sink dengan Panjang, Lebar dan Kerapatan Stomata 165

188 DataFit version Results from project "Untitled5" Equation ID: a*x1^b*x2^c Model Definition: Y = a*x1^b*x2^c Number of observations = 21 Number of missing observations = 0 Solver type: Linear Sum of Residuals = 10, Average Residual = 0, Residual Sum of Squares (Absolute) = 38, Residual Sum of Squares (Relative) = 38, Standard Error of the Estimate = 1, Coefficient of Multiple Determination (R^2) = 0,0 Proportion of Variance Explained = 0,0% Adjusted coefficient of multiple determination (Ra^2) = 0,0 Durbin-Watson statistic = 0, Hubungan Sink dengan Panjang, lebar dan kerapatan Stomata DataFit version Results from project "Untitled6" Equation ID: a*x1+b*x2+c*x3 Model Definition: Y = a*x1+b*x2+c*x3 Number of observations = 21 Number of missing observations = 0 Solver type: Linear Sum of Residuals = 0, Average Residual = 4, E-02 Residual Sum of Squares (Absolute) = 28, Residual Sum of Squares (Relative) = 28, Standard Error of the Estimate = 1, Coefficient of Multiple Determination (R^2) = 0, Proportion of Variance Explained = 13, % Adjusted coefficient of multiple determination (Ra^2) = 0, Durbin-Watson statistic = 1,

189 Lampiran 12. Perangkat ADC LCA-4 yang digunakan untuk mengukur daya serap CO 2 Gambar LCA-4 (Leaf Chamber Analyser seri 4) Gambar PLC (Portable Leaf Chamber) 167

190 Gambar ADC LCA-4 Microclimate Control System 168

191 Lampiran 13. Foto alat kromatografi gas Gambar Printer untuk Mencetak Hasil Analisis Gambar Kolom Injeksi Kromatograsi Gas 169

192 Lampiran 14. Foto pengambilan sampel CO 2 ambien di beberapa lokasi yang padat kendaraan bermotor (a) (b) (c) 170

193 (d) (e) Gambar Pengambilan Sampel di : (a) Warung Jambu, (b) Tugu Kujang, (c) Ekalokasari, (d) Sukasari, (e) Jembatan Merah 171

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 11 Latar Belakang Kota merupakan pusat berbagai kegiatan yakni: pemerintahan, perdagangan, pendidikan, permukiman dan kegiatan lainnya dengan intensitas dan jumlah kegiatan yang sangat tinggi

Lebih terperinci

Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan ANALISIS KEBUTUHAN LUASAN HUTAN KOTA SEBAGAI SINK GAS CO 2 ANTROPOGENIK DARI BAHAN BAKAR MINYAK DAN GAS DI KOTA BOGOR DENGAN PENDEKATAN SISTEM DINAMIK ENDES N. DAHLAN Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Lebih terperinci

PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI

PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI Mata Kuliah Biometrika Hutan PAPER SIMULASI KECUKUPAN LUASAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA BOGOR BERDASARKAN EMISI CO2 DARI KEGIATAN TRANSPORTASI Disusun oleh: Kelompok 6 Sonya Dyah Kusuma D. E14090029 Yuri

Lebih terperinci

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH

KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH KEMAMPUAN SERAPAN KARBONDIOKSIDA PADA TANAMAN HUTAN KOTA DI KEBUN RAYA BOGOR SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI

Lebih terperinci

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH

Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH Kemampuan Serapan Karbondioksida pada Tanaman Hutan Kota di Kebun Raya Bogor SRI PURWANINGSIH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 Kemampuan

Lebih terperinci

ENDES N. DAHLAN. Diterima 10 Desember 2007/Disetujui 15 Mei 2008 ABSTRACT

ENDES N. DAHLAN. Diterima 10 Desember 2007/Disetujui 15 Mei 2008 ABSTRACT JUMLAH EMISI GAS CO 2 DAN PEMILIHAN JENIS TANAMAN BERDAYA ROSOT SANGAT TINGGI: STUDI KASUS DI KOTA BOGOR (The Amount of CO 2 Gasses Emission and Selection of Plant Species with Height Carbon Sink Capability:

Lebih terperinci

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM

INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM INVENTARISASI DAN PENENTUAN KEMAMPUAN SERAPAN EMISI CO2 OLEH RUANG TERBUKA HIJAU DI KABUPATEN SIDOARJO, JAWA TIMURM Izzati Winda Murti 1 ), Joni Hermana 2 dan R. Boedisantoso 3 1,2,3) Environmental Engineering,

Lebih terperinci

PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN

PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN PERENCANAAN HUTAN KOTA UNTUK MENINGKATKAN KENYAMANAN DI KOTA GORONTALO IRNA NINGSI AMALIA RACHMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kota merupakan suatu tempat yang dihuni oleh masyarakat dimana mereka dapat bersosialisasi serta tempat melakukan aktifitas sehingga perlu dikembangkan untuk menunjang aktivitas

Lebih terperinci

PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH

PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH PENENTUAN LUASAN OPTIMAL HUTAN KOTA SEBAGAI ROSOT GAS KARBONDIOKSIDA (STUDI KASUS DI KOTA BOGOR) HERDIANSAH DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan

BAB I PENDAHULUAN. utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Aktivitas transportasi khususnya kendaraan bermotor merupakan sumber utama pencemaran udara di daerah perkotaan. Kendaraan bermotor merupakan kendaraan yang digerakan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN

HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN Media Konservasi Vol. 17, No. 3 Desember 2012 : 143 148 HUBUNGAN ANTARA INDEKS LUAS DAUN DENGAN IKLIM MIKRO DAN INDEKS KENYAMANAN (Correlation between Leaf Area Index with Micro Climate and Temperature

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. dan hutan tropis yang menghilang dengan kecepatan yang dramatis. Pada tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan teknologi dan peningkatan kebutuhan hidup manusia, tidak dapat dipungkiri bahwa tekanan terhadap perubahan lingkungan juga akan meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Secara alami CO 2 mempunyai manfaat yang sangat besar bagi kehidupan makhluk hidup. Tumbuhan sebagai salah satu makhluk hidup di bumi memerlukan makanannya untuk

Lebih terperinci

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI.

RINGKASAN BAKHTIAR SANTRI AJI. PEMETAAN PENYEBARAN POLUTAN SEBAGAI BAHAN PERTIMBANGAN PEMBANGUNAN RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) DI KOTA CILEGON BAKHTIAR SANTRI AJI DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) D216 Analisis Kebutuhan Ruang Terbuka Hijau Untuk Menyerap Emisi CO 2 Kendaraan Bermotor Di Surabaya (Studi Kasus: Koridor Jalan Tandes Hingga Benowo) Afrizal Ma arif dan Rulli Pratiwi Setiawan Perencanaan

Lebih terperinci

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Emisi Karbondioksida (CO 2 ) yang Dikeluarkan Kendaraan Bermotor di Kota Bogor Tahun 2010 Emisi CO 2 dari kendaraan bermotor dapat diketahui dengan cara terlebih dahulu

Lebih terperinci

ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN ESTIMASI BEBAN EMISI (Studi Kasus : DKI JAKARTA)

ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN ESTIMASI BEBAN EMISI (Studi Kasus : DKI JAKARTA) ANALISIS PENERAPAN KEBIJAKAN PENGENDALIAN PENCEMARAN UDARA DARI KENDARAAN BERMOTOR BERDASARKAN ESTIMASI BEBAN EMISI (Studi Kasus : DKI JAKARTA) RAHMAWATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan lingkungan saat ini semakin meningkat. Salah satu masalah lingkungan global yang dihadapi banyak negara adalah terjadinya pulau bahang kota (urban heat island)

Lebih terperinci

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS 4.1 Analisis Pengaruh Peningkatan Penjualan Kendaraan Bermotor terhadap Peningkatan Emisi CO 2 di udara Indonesia merupakan negara pengguna kendaraan bermotor terbesar ketiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingginya kebutuhan lahan dan semakin terbatasnya sumberdaya alam menyebabkan perubahan tata guna lahan dan penurunan kualitas lingkungan. Alih guna hutan sering terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara menyeluruh. Pembangunan daerah telah berlangsung

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap sumberdaya alam memiliki fungsi penting terhadap lingkungan. Sumberdaya alam berupa vegetasi pada suatu ekosistem hutan mangrove dapat berfungsi dalam menstabilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. sebagai sumber daya alam untuk keperluan sesuai kebutuhan hidupnya. 1 Dalam suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisme atau makhluk hidup apapun dan dimanapun mereka berada tidak akan dapat hidup sendiri. Kelangsungan hidup suatu organisme akan bergantung kepada organisme lain

Lebih terperinci

Kampus USU Medan Staf Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli, Jl. Raya Parapat km 10,5 Sibaganding-Parapat

Kampus USU Medan Staf Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli, Jl. Raya Parapat km 10,5 Sibaganding-Parapat Prediksi Luasan Optimal Hutan Kota Sebagai Penyerap Gas Karbondioksida (CO 2) di Kota Medan 1 Predicting of Urban Forest Width as the Carbondioxide (CO 2) Absorber in Medan Suri Fadhilla 2, Siti Latifah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di permukaan bumi ini, kurang lebih terdapat 90% biomasa yang terdapat dalam hutan berbentuk pokok kayu, dahan, daun, akar dan sampah hutan (serasah) (Arief, 2005).

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA PEKANBARU

ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA PEKANBARU ANALISIS KEBUTUHAN RUANG TERBUKA HIJAU DI KOTA PEKANBARU Oleh RISWANDI STEPANUS TINAMBUNAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM DAN LINGKUNGAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran,

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perubahan lingkungan udara pada umumnya disebabkan oleh pencemaran, yaitu masuknya zat pencemar yang berbentuk gas, partikel kecil atau aerosol ke dalam udara (Soedomo,

Lebih terperinci

Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara

Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil. Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara Amalia, S.T., M.T. Perubahan Iklim? Aktivitas terkait pemanfaatan sumber daya energi dari bahan bakar fosil Pelepasan emisi gas rumah kaca ke udara Perubahan komposisi atmosfer secara global Kegiatan

Lebih terperinci

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan

TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Genap 2016/2017. TIN206 - Pengetahuan Lingkungan Materi #10 Pengertian 2 Global warming atau pemanasan global adalah proses peningkatan suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi. Suhu rata-rata global permukaan bumi telah 0,74 ± 0,18 C (1,33 ±

Lebih terperinci

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk

PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk PENDUGAAN SIMPANAN KARBON DI ATAS PERMUKAAN LAHAN PADA TEGAKAN EUKALIPTUS (Eucalyptus sp) DI SEKTOR HABINSARAN PT TOBA PULP LESTARI Tbk ALFARED FERNANDO SIAHAAN DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur.

TINJAUAN PUSTAKA. secara alami. Pengertian alami disini bukan berarti hutan tumbuh menjadi hutan. besar atau rimba melainkan tidak terlalu diatur. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hutan Kota Hutan dalam Undang-Undang No. 41 tahun 1999 tentang kehutanan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi

Lebih terperinci

PELESTARIAN BIODIVERSITAS DAN PERUBAHAN IKLIM JOHNY S. TASIRIN ILMU KEHUTANAN, UNIVERSITAS SAM RATULANGI

PELESTARIAN BIODIVERSITAS DAN PERUBAHAN IKLIM JOHNY S. TASIRIN ILMU KEHUTANAN, UNIVERSITAS SAM RATULANGI PELESTARIAN BIODIVERSITAS DAN PERUBAHAN IKLIM JOHNY S. TASIRIN ILMU KEHUTANAN, UNIVERSITAS SAM RATULANGI Seminar Benang Merah Konservasi Flora dan Fauna dengan Perubahan Iklim Balai Penelitian Kehutanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan

BAB I PENDAHULUAN. Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang. jenis tumbuh-tumbuhan berkayu lainnya. Kawasan hutan berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hutan merupakan pusat keragaman berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang manfaat serta fungsinya belum banyak diketahui dan perlu banyak untuk dikaji. Hutan berisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat

BAB I PENDAHULUAN. keseimbangan ekosistem dan keanekaragaman hayati. Dengan kata lain manfaat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan memiliki peranan penting bagi kehidupan manusia, baik yang berupa manfaat ekonomi secara langsung maupun fungsinya dalam menjaga daya dukung lingkungan. Hutan

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN

ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN ANALISIS MANFAAT KEMITRAAN DALAM MENGELOLA HUTAN BERSAMA MASYARAKAT (MHBM) DALAM PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PROVINSI SUMATERA SELATAN WULANING DIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS

BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS BAB IV ANALISIS DAN SINTESIS 4.1 Analisis 4.1.1 Gambaran Umum Kota Bogor Kota Bogor terletak di antara 106 43 30 BT - 106 51 00 BT dan 30 30 LS 6 41 00 LS dengan jarak dari ibu kota 54 km. Dengan ketinggian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Perubahan iklim akibat pemanasan global saat ini menjadi sorotan utama berbagai masyarakat dunia. Perubahan iklim dipengaruhi oleh kegiatan manusia berupa pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. (terutama dari sistem pencernaan hewan-hewan ternak), Nitrogen Oksida (NO) dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanasan global merupakan salah satu isu di dunia saat ini. Masalah pemanasan global ini bahkan telah menjadi agenda utama Perserikatan Bangsabangsa (PBB). Kontributor

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Provinsi D.I. Yogyakarta Tahun

Tabel 1.1. Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk Provinsi D.I. Yogyakarta Tahun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Latar Belakang Pengadaan Proyek Provinsi Daerah istimewa Yogyakarta merupakan salah satu provinsi padat penduduk di Indonesia yang menempati urutan ketiga setelah

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Emisi CO 2 di kota Pematangsiantar 5.1.1 Emisi CO 2 yang berasal dari energi (bahan bakar fosil) Bahan bakar utama dewasa ini adalah bahan bakar fosil yaitu gas alam, minyak

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate

BAB I. PENDAHULUAN. Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelestarian lingkungan dekade ini sudah sangat terancam, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh dunia. Perubahan iklim global (global climate change) yang

Lebih terperinci

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis.

SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5. La Nina. El Nino. Pancaroba. Badai tropis. SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 5. DINAMIKA ATMOSFERLATIHAN SOAL 5.5 1. Perubahan iklim global yang terjadi akibat naiknya suhu permukaan air laut di Samudra Pasifik, khususnya sekitar daerah ekuator

Lebih terperinci

ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A

ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A ANALISIS MANFAAT RUANG TERBUKA HIJAU UNTUK MENINGKATKAN KUALITAS EKOSISTEM KOTA BOGOR DENGAN MENGGUNAKAN METODE GIS ARIEV BUDIMAN A34203009 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENENTUAN BENTUK DAN LUAS PLOT CONTOH OPTIMAL PENGUKURAN KEANEKARAGAMAN SPESIES TUMBUHAN PADA EKOSISTEM HUTAN HUJAN DATARAN RENDAH : STUDI KASUS DI TAMAN NASIONAL KUTAI SANDI KUSUMA SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lahan Gambut Pembukaan lahan gambut untuk pengembangan pertanian atau pemanfaatan lainnya secara langsung mengubah ekosistem kawasan gambut yang telah mantap membentuk suatu

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di

I. PENDAHULUAN. hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara tropis yang memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang tinggi dan termasuk ke dalam delapan negara mega biodiversitas di dunia,

Lebih terperinci

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO

SUMMARY. ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO SUMMARY ANALISIS KADAR NITROGEN DIOKSIDA (NO₂) dan KARBONMONOKSIDA (CO) DI UDARA AMBIEN KOTA GORONTALO Oleh : Yuliana Dauhi Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan Dan Keolahragaan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak sekali dampak yang ditimbulkan oleh pemanasan global ini.

BAB I PENDAHULUAN. banyak sekali dampak yang ditimbulkan oleh pemanasan global ini. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Bumi merupakan satu-satunya tempat tinggal bagi makhluk hidup. Pelestarian lingkungan dilapisan bumi sangat mempengaruhi kelangsungan hidup semua makhluk hidup. Suhu

Lebih terperinci

b. Dampak Pencemaran oleh Nitrogen Oksida Gas Nitrogen Oksida memiliki 2 sifat yang berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan.

b. Dampak Pencemaran oleh Nitrogen Oksida Gas Nitrogen Oksida memiliki 2 sifat yang berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan. 1. Sejarah Perkembangan Timbulnya Pencemaran Kemajuan industri dan teknologi dimanfaatkan oleh manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Sudah terbukti bahwa industri dan teknologi yang maju identik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Habitat merupakan lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang biak secara alami. Kondisi kualitas dan kuantitas habitat akan menentukan komposisi,

Lebih terperinci

Iklim Perubahan iklim

Iklim Perubahan iklim Perubahan Iklim Pengertian Iklim adalah proses alami yang sangat rumit dan mencakup interaksi antara udara, air, dan permukaan daratan Perubahan iklim adalah perubahan pola cuaca normal di seluruh dunia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam kerangka pembangunan nasional, pembangunan daerah merupakan bagian yang terintegrasi. Pembangunan daerah sangat menentukan keberhasilan pembangunan nasional secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya

BAB I PENDAHULUAN. intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perubahan kehidupan paling signifikan saat ini adalah meningkatnya intensitas ultraviolet ke permukaan bumi yang dipengaruhi oleh menipisnya lapisan atmosfer.

Lebih terperinci

APA ITU GLOBAL WARMING???

APA ITU GLOBAL WARMING??? PEMANASAN GLOBAL APA ITU GLOBAL WARMING??? Pemanasan global bisa diartikan sebagai menghangatnya permukaan Bumi selama beberapa kurun waktu. Atau kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut

Lebih terperinci

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect)

PEMANASAN GLOBAL. Efek Rumah Kaca (Green House Effect) PEMANASAN GLOBAL Efek Rumah Kaca (Green House Effect) EFEK RUMAH KACA Efek rumah kaca dapat digunakan untuk menunjuk dua hal berbeda: efek rumah kaca alami yang terjadi secara alami di bumi, dan efek rumah

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Luas Hutan Kota di Kotamadya Jakarta Selatan Berdasarkan Peraturan Penentuan luas hutan kota mengacu kepada dua peraturan yang berlaku di Indonesia yaitu menurut PP No 62 Tahun

Lebih terperinci

PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA)

PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA) PENERAPAN MODEL FINITE LENGTH LINE SOURCE UNTUK MENDUGA KONSENTRASI POLUTAN DARI SUMBER GARIS (STUDI KASUS: JL. M.H. THAMRIN, DKI JAKARTA) EKO SUPRIYADI DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertambangan batubara menjadi salah satu gangguan antropogenik terhadap ekosistem hutan tropis yang dapat berakibat terhadap degradasi dan kerusakan lahan secara drastis.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau

I. PENDAHULUAN. (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Indonesia memiliki hutan mangrove terluas di dunia yakni 3,2 juta ha (21%) dari luas total global yang tersebar hampir di seluruh pulau-pulau besar mulai dari Sumatera,

Lebih terperinci

ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR

ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR ESTIMASI SEBARAN KERUANGAN EMISI GAS BUANG KENDARAAN BERMOTOR DI KOTA SEMARANG LAPORAN TUGAS AKHIR Oleh : AMBAR YULIASTUTI L2D 004 294 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

Lebih terperinci

PENDUGAAN CADANGAN KARBON POHON PADA RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) KOTA DI KODYA JAKARTA TIMUR MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT ISDIYANTORO

PENDUGAAN CADANGAN KARBON POHON PADA RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) KOTA DI KODYA JAKARTA TIMUR MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT ISDIYANTORO PENDUGAAN CADANGAN KARBON POHON PADA RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) KOTA DI KODYA JAKARTA TIMUR MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT ISDIYANTORO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 PENDUGAAN CADANGAN KARBON

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk Kota Per Kecamatan Kota yang terdiri dari enam kecamatan memiliki proporsi jumlah penduduk yang tidak sama karena luas masing-masing kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan

BAB I PENDAHULUAN. karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Hutan merupakan unsur terpenting bagi semua makhluk hidup di bumi, karena hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan. Hutan juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN I.1. LATAR BELAKANG Kekayaan Indonesia akan flora dan faunanya membawa indonesia kepada sederet rekor dan catatan kekayaan di dunia. Tanahnya yang subur dan iklim yang menunjang, memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai

BAB I PENDAHULUAN. meningkat dengan tajam, sementara itu pertambahan jaringan jalan tidak sesuai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota merupakan ekosistem buatan yang terjadi karena campur tangan manusia dengan merubah struktur di dalam ekosistem alam sesuai dengan yang dikehendaki (Rohaini, 1990).

Lebih terperinci

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA

PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA PERENCANAAN BEBERAPA JALUR INTERPRETASI ALAM DI TAMAN NASIONAL GUNUNG MERBABU JAWA TENGAH DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TRI SATYATAMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 1, No. 1, (2013) 1-5 1 Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta Dwitanti Wahyu Utami dan Retno Indryani Jurusan Teknik

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO

ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO ANALISIS PENGELUARAN ENERGI PEKERJA PENYADAPAN KOPAL DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT AVIANTO SUDIARTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. sungai maupun pencemaran udara (Sunu, 2001). dan dapat menjadi media penyebaran penyakit (Agusnar, 2007). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berkembangnya sektor industri dan pemanfaatan teknologinya tercipta produk-produk untuk dapat mencapai sasaran peningkatan kualitas lingkungan hidup. Dengan peralatan

Lebih terperinci

Muhimmatul Khoiroh 1), dan Alia Damayanti 2)

Muhimmatul Khoiroh 1), dan Alia Damayanti 2) ANALISIS KEMAMPUAN JALUR HIJAU JALAN SEBAGAI RUANG TERBUKA HIJAU (RTH) PUBLIK UNTUK MENYERAP EMISI KARBON MONOKSIDA (CO) DARI KENDARAAN BERMOTOR DI KECAMATAN SUKOLILO SURABAYA GREEN LINE STREET CAPABILITY

Lebih terperinci

Neny Fidayanti Universitas Palangkaraya ABSTRACT

Neny Fidayanti Universitas Palangkaraya   ABSTRACT ANALISIS SERAPAN KARBONDIOKSIDA BERDASARKAN TUTUPAN LAHAN DI KOTA PALANGKA RAYA (Analysis of Carbon dioxide s Absorption Based on Land Cover in Palangka Raya) Neny Fidayanti Universitas Palangkaraya e-mail:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan 32% Papua 30% dan sebagian kecil ada di Sulawesi, Halmahera

BAB I PENDAHULUAN. Kalimantan 32% Papua 30% dan sebagian kecil ada di Sulawesi, Halmahera BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lahan gambut terluas di antara negara tropis, yaitu sekitar 21 juta ha atau 10.8% dari luas daratan Indonesia. Lahan rawa gambut sebagian besar terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat dimana terjadi perubahan cuaca dan iklim lingkungan yang mempengaruhi suhu bumi dan berbagai pengaruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kota diartikan sebagai suatu sistem jaringan kehidupan manusia yang ditandai dengan tingginya kepadatan penduduk dan diwarnai dengan strata sosial ekonomi yang heterogen

Lebih terperinci

Oleh: ANA KUSUMAWATI

Oleh: ANA KUSUMAWATI Oleh: ANA KUSUMAWATI PETA KONSEP Pencemaran lingkungan Pencemaran air Pencemaran tanah Pencemaran udara Pencemaran suara Polutannya Dampaknya Peran manusia Manusia mempunyai peranan dalam pembentukan dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap.

TINJAUAN PUSTAKA. oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. 4 TINJAUAN PUSTAKA Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang di tunjuk dan atau di tetapkan oleh pemerintah untuk di pertahankan keberadaan nya sebagai hutan tetap. Kawasan hutan perlu di tetapkan untuk

Lebih terperinci

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan

ke segala arah dan melepaskan panas pada malam hari. cukup pesat. Luas wilayah kota Pematangsiantar adalah km 2 dan Kota memiliki keterbatasan lahan, namun pemanfaatan lahan kota yang terus meningkat mengakibatkan pembangunan kota sering meminimalkan ruang terbuka hijau. Lahan-lahan pertumbuhan banyak yang dialihfungsikan

Lebih terperinci

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG

PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG PENGARUH PENINGKATAN JUMLAH PENDUDUK TERHADAP PERUBAHAN PEMANFAATAN RUANG DAN KENYAMANAN DI WILAYAH PENGEMBANGAN TEGALLEGA, KOTA BANDUNG DIAR ERSTANTYO DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN BATUBARA PT. TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM (PT

DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN BATUBARA PT. TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM (PT DAMPAK KEGIATAN PERTAMBANGAN BATUBARA PT. TAMBANG BATUBARA BUKIT ASAM (PT.BA) (PERSERO) TBK - UNIT PRODUKSI OMBILIN (UPO) DAN TAMBANG BATUBARA TANPA IZIN (PETI) TERHADAP KUALITAS AIR SUNGAI OMBILIN SAWAHLUNTO

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan

PENDAHULUAN. hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan PENDAHULUAN Latar Belakang Pencemaran lingkungan, pembakaran hutan dan penghancuran lahan-lahan hutan yang luas diberbagai benua di bumi menyebabkan karbon yang tersimpan dalam biomassa hutan terlepas

Lebih terperinci

L PEI\{DAITULUAIT. 1.1 Latar Belakang. di Sumatra Selatan 51,73 oh), di Kalimantan (di Kalimantan Selatan 9,99 %o;

L PEI\{DAITULUAIT. 1.1 Latar Belakang. di Sumatra Selatan 51,73 oh), di Kalimantan (di Kalimantan Selatan 9,99 %o; L PEI\{DAITULUAIT 1.1 Latar Belakang Bahan tambang merupakan salah satu sumber daya alam yang dikuasai oleh negara dan harus dapat dimanfaatkan secara optimal untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (amanat

Lebih terperinci

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta

Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) D-17 Analisa Manfaat Biaya Proyek Pembangunan Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder Daerah Istimewa Yogyakarta Dwitanti Wahyu Utami

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kota-kota seluruh dunia.

I. PENDAHULUAN. merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan kota-kota seluruh dunia. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak kota di dunia dilanda oleh permasalahan lingkungan, paling tidak adalah semakin memburuknya kualitas udara. Terpapar oleh polusi udara saat ini merupakan

Lebih terperinci

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn

Geografi. Kelas X ATMOSFER VII KTSP & K Iklim Junghuhn KTSP & K-13 Kelas X Geografi ATMOSFER VII Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami iklim Junghuhn dan iklim Schmidt Ferguson. 2. Memahami

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Pekanbaru. Kota Pekanbaru terletak pada 101 0 18 sampai 101 0 36 Bujur Timur serta 0 0 25 sampai 0 0 45 Lintang Utara.

Lebih terperinci

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA

KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA KEANEKARAGAMAN JENIS BURUNG DI BERBAGAI TIPE DAERAH TEPI (EDGES) TAMAN HUTAN RAYA SULTAN SYARIF HASYIM PROPINSI RIAU DEFRI YOZA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

KINETIKA AKTIVITAS REDUKSI NITRAT BAKTERI NITRAT AMONIFIKASI DISIMILATIF DARI MUARA SUNGAI PADA KONSENTRASI OKSIGEN (O 2 ) YANG BERBEDA TETI MARDIATI

KINETIKA AKTIVITAS REDUKSI NITRAT BAKTERI NITRAT AMONIFIKASI DISIMILATIF DARI MUARA SUNGAI PADA KONSENTRASI OKSIGEN (O 2 ) YANG BERBEDA TETI MARDIATI KINETIKA AKTIVITAS REDUKSI NITRAT BAKTERI NITRAT AMONIFIKASI DISIMILATIF DARI MUARA SUNGAI PADA KONSENTRASI OKSIGEN (O 2 ) YANG BERBEDA TETI MARDIATI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA

STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA STUDI PENYEBARAN Pb, debu dan CO KEBISINGAN DI KOTA JAKARTA Abstrak Tingkat pencemaran udara di kota-kota besar di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat bahkan beberapa kota sudah melampaui ambang

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laporan hasil kajian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) tahun 2001 mengenai perubahan iklim, yaitu perubahan nilai dari unsur-unsur iklim dunia sejak tahun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebakaran hutan dan lahan di Indonesia terjadi setiap tahun dan cenderung meningkat dalam kurun waktu 20 tahun terakhir. Peningkatan kebakaran hutan dan lahan terjadi

Lebih terperinci

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD.

Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA. Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Lanskap Perkotaan (Urban Landscape) HUTAN KOTA Dr. Ir. Ahmad Sarwadi, MEng. Ir. Siti Nurul Rofiqo Irwan, MAgr, PhD. Tujuan Memahami makna dan manfaat hutan kota pada penerapannya untuk Lanskap Kota. Memiliki

Lebih terperinci

ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA PONTIANAK ISKANDAR ZULKARNAIN

ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA PONTIANAK ISKANDAR ZULKARNAIN ARAHAN PENGEMBANGAN RUANG TERBUKA HIJAU KOTA PONTIANAK ISKANDAR ZULKARNAIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK ISKANDAR ZULKARNAIN. Arahan Pengembangan Ruang Terbuka Hijau

Lebih terperinci