2. TINJAUAN PUSTAKA. merupakan penyusun utama mikroalga baik di ekosistem perairan tawar maupun
|
|
- Hendra Budiono
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi, Morfologi, dan Habitat Diatom Diatom merupakan mikroalga uniseluler yang distribusinya sangat universal di semua tipe perairan. Diatom memiliki bentuk kehidupan yang kosmopolit dan merupakan penyusun utama mikroalga baik di ekosistem perairan tawar maupun laut dengan jumlah spesies terbesar dibandingkan komunitas mikroalga lainnya. Diatom mempunyai keunikan dan sangat spesifik, karena arsitektur dan anatomi dinding selnya yang tersusun dari silika, menyebabkannya dapat tersimpan dalam kurun waktu yang sangat lama di dalam sedimen (Soeprobowati dan Suwarno, 2009). Diatom dibedakan dengan tumbuhan lain sebab dinding selnya terdiri dari silikon (silikat) yang terdiri dari dua bagian utama masing-masing bagian disebut valve, menyatu bagaikan kaleng pastiles. Masing-masing valve sering memiliki hiasan halus dan bagus. Umumnya kromatofora berwarna coklat keemasan dan klorofil ditutupi oleh pigmen berwarna coklat (Basmi, 1999). Diatom sering terlihat dalam bentuk buih kuning pada permukaan air dalam kolam dan selokan (Pandey dan Trivedi, 2005). Diatom (Bacillariophyceae) merupakan pembagian kelas dari divisi Chrysophyta (Basmi, 1999). Dinding sel diatom sangat unik dan tersusun secara simetris yang membuat kelompok ini dipisahkan dari alga lainnya (Pandey dan Trivedi, 2005). Diatom umumnya uniseluler (soliter), namun pada beberapa spesies ada yang hidup berkoloni (koloni sederhana) dan saling bergandengan satu sama lain dengan sarung lendir (Basmi, 1999). 3
2 4 Bentuk uniselular diklasifikasikan kedalam dua order berdasarkan bentuk selnya yaitu diatom Pennales (Pennales) dengan bentuk bilateral simetris dan diatom centris (Centrales) dengan bentuk radial simetris (lingkaran) apabila dilihat dari atas (Basmi, 1999; Pandey dan Trivedi, 2005). Ordo Centrales hiasan valve-nya berbentuk jari-jari lingkaran, sedangkan pada Pennales secara bilateral. Pergerakan tidak pernah dijumpai pada jenis-jenis anggota Centrales, namun hanya pada pennales yang valvenya berbentuk memanjang (Basmi, 1999). Diatom Centrales biasanya berbentuk panjang dengan filamen berantai dan valve berdempet, melalui berbagai mekanisme, sel saling berdekatan pada valve yang mengikuti pembelahan sel. Sel biasannya berisi banyak kloroplas kecil dan sebuah vakuola yang besar. Diatom Centrales biasanya planktonik dan lebih sering ditemukan pada air laut dan payau dibandingkan air tawar (Darley, 1982). Frustule simetri pada diatom Pennales merupakan bentuk bilateral; setiap valve berbentuk seperti kano dibandingkan sebuah lingkaran cakram. Diatom Pennales biasanya berisi dua atau satu kloroplas yang besar, kloroplas berbentuk H dan vakuola kecil pada ujung sel. Diatom Pennales melimpah di habitat air tawar dan air laut, serta pada beberapa jenis sering berasosiasi dengan substrat. Diatom Pennales sering menempel pada tanaman, hewan, batuan atau butir pasir dengan sebuah lapisan getah atau tangkai atau mungkin juga secara bebas bergerak pada permukaan air atau dalam sedimen yang berlumpur (Darley, 1982). Kelompok diatom terdiri dari kira-kira 190 genera yang diklasifikasikan ke dalam spesies yang sebagian besar ditemukan dalam keadaan hidup dan sebagian lagi ditemukan dalam bentuk fosil (Pandey dan Trivedi, 2005).
3 5 Edhy et al. ( 2003) menyebutkan diatom memiliki beberapa karakteristik yang di antaranya : - Sel tunggal dengan dinding yang ditutupi silikat. - Zat warna berupa klorofil-a dan c, β-karoten, fukoxantin, diatoxanthin dan diadinixanthin. - Thalus disebut frustula yang terdiri dari valve (atas) dan girdle (bawah). - Reproduksi aseksual dengan pembelahan dan seksual dengan oogami dan isogami. Reproduksi diatom secara aseksual biasanya berlangsung dengan cara sederhana, yaitu dengan melakukan pembelahan sel dimana setengah protoplasma (yaitu protoplasma di dalam epiteka) dan protoplasma setengah lainnya (yang berada di hipoteka) menjadi frustul diatom baru (individu baru). Teka yang dibangun dalam proses pembentukan frustul baru selalu hipoteka, dan kelak individu baru tersebut membelah lagi seperti cara di atas, sehingga makin lama terbentuklah frustul-frustul baru yang lebih kecil, sampai batas tertentu sehingga frustul terkecil tadi tidak mampu (secara alami) atau tidak sanggup membelah lagi. Dengan demikian, selama proses pembelahan sel tersebut selalu terbentuk frustul (individu) baru yang sama besar dengan induk dan seterusnya. Fase pembelahan terakhir (frustul terkecil), mereka tidak lagi melakukan pembelahan seperti diatas, tetapi protoplasmanya membesar membentuk spora yang disebut auxospora, yang mendesak cangkang menjadi terbuka sehingga auxospora meninggalkan cangkang. Demikian pula halnya dengan frustul terkecil lainnya juga membentuk auxospora. Dua auxospora dapat menyatu (bergabung menjadi satu) dan mereka membesarkan diri sampai sebesar nenek moyangnya
4 6 terdahulu, lalu terbentuklah epiteka dan hipoteka, dan akhirnya terbentuk frustul baru (individu baru) yang bentuk, besar, dan sifat (karakternya) sama dengan nenek moyangnya dahulu dan pada pembelahan sel pertama bentuknya sama dengan nenek moyangnya dahulu. Namun adapula bentuk frustul yang lebih besar dari moyangnya dahulu, dan pada pembelahan sel pertama bentuknya sama dengan nenek moyang berikut hiasan-hiasan valve-nya. Demikian pula dengan pembelahan sel (frustul) menjadi dua bagian akibat protoplasmanya tumbuh membesar sehingga mendesak epiteka dan hipoteka samapai kedua teka tadi terlepas (terpisah) satu sama lain, yang masing-masing membawa setengah protoplasma induk. Ordo Centrales pembelahan sel sama seperti yang diuraikan di atas, yang akhirnya terbentuk auxospora, dan dua auxospora menyatu sehingga terbentuk individu baru. Pembesaran kembali sel diatom melalui formasi penyatuan dua auxospora terjadi pada sejumlah spesies-spesies diatom. Meskipun demikian, nampaknya hal tersebut tidak berlaku secara universal. Dalam proses pembelahan sel tersebut terbentuk sel yang sama besar dengan sel induk, dan ada pula sel-sel baru yang semakin kecil, namun auxospora ini jarang dijumpai sewaktu mengambil sampel diatom diperairan alami (Basmi, 1999). Dalam beberapa hal, reproduksi berlangsung diantara diatom, terutama untuk spesies-spesies yang hidup di laut di zona dekat pantai (neritik), juga pada spesies-spesies yang hidup di air tawar, mereka dapat membentuk spora diam. Spora-spora diam ini biasanya lebih kecil dari sel-sel diatom aslinya, dan dibungkus oleh dinding sel tebal (berat), serta mempunyai karakteristik baik bentuk maupun hiasannya sesuai dengan spesiesnya. Spora diam ini ada yang
5 7 membebaskan diri dari frustulnya, namun ada pula yang tetap berada di dalam frustul. Dalam kasus demikian, ada spora yang melanjutkan hidupnya sebagai diatom planktonis, namun ada juga yang jatuh ke dasar perairan menjadi diatom benthik, di dasar perairan berlumpur. Spora diam ini dapat hidup bertahan dan tumbuh dalam kondisi buruk (musim dingin) dan pada kondisi lingkungan normal kembali maka ia akan hidup normal seperti biasanya (Basmi, 1999). Reproduksi seksual berlangsung baik melalui sel-sel yang sama seperti auxospora, atau melalui perkawinan antara dua mikrospora yang berflagella (biasannya secara isogamet), yang kemudian kedua mikrospora tersebut mengalami fusi (peleburan) sehingga membentuk satu axospora, seperti yang banyak terjadi pada anggota Pennales. Kedua auxospora yang mengalami fusi tersebut dibungkus oleh lendir dan kemudian membentuk dua gamet. Hasil fusi dua axospora lainnya juga membentuk dua gamet. Masing-masing gamet dari bentukan hasil fusi auxospora yang berbeda tadi kemudian bertemu (kawin) yang akan melahirkan individu baru (Basmi, 1999). Contoh dari spesies kelompok diatom diantarannya adalah Chaetoceros gracilis, Skeletonema costatum, dan Thalassiosira sp. (Edhy et al., 2003). Ketiga spesies ini merupakan kelompok diatom yang memiliki pola bentuk sentris (Panggabean dan Sutomo, 2000).
6 Skeletonema costatum Klasifikasi Skeletonema costatum menurut Bougis (1979) dalam Tjahjo et al. (2002) dan Edhy et al. (2003) adalah sebagai berikut: Divisi: Chrysophyta Classis: Bacillariophyceae Ordo: Centrales Family: Skeletonemoidae Genus: Skeletonema Spesies: Skeletonema costatum Sumber: SBRC. Gambar 1. Bentuk sel Skeletonema costatum Skeletonema costatum merupakan mikroalga bersel tunggal, dengan ukuran sel berkisar antara 4-15 µm. Alga ini dapat membentuk untaian rantai yang terdiri dari epiteka pada bagian atas dan hipoteka pada bagian bawah, serta pada setiap sel dipenuhi oleh sitoplasma (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Bentuk sel Skeletonema costatum dapat dilihat pada Gambar 1. Kamat (1976) dalam Tjahjo et al. (2002) melaporkan bahwa dinding sel Skeletonema costatum mempunyai
7 9 frustula yang dapat menghasilkan skeletal external yang berbentuk silindris (cembung) dan mempunyai duri-duri yang berfungsi sebagai penghubung antar frustula yang satu dengan frustula yang lainnya sehingga membentuk filamen. Skeletonema costatum merupakan diatom yang bersifat euritermal yaitu mampu tumbuh pada kisaran suhu 3 30 o C dan temperatur optimal adalah o C (Susetyowati, 1994 dalam Tjahjo et al., 2002). Daerah penyebarannya meliputi daerah tropis dan subtropis, terdapatnya mulai dari pantai sampai lautan, sebagai meroplankton dan benthos. Perkembangbiakan diatom Skeletonema hanya dapat terjadi secara aseksual (Mudjiman, 1999 dalam Nugraheny, 2001). Bentuk sel Skeletonema costatum dapat dilihat pada Gambar Thalassiosira sp. Klasifikasi Thalassiosira sp.munurut Edhy et al. (2003) adalah sebagai berikut: Divisi: Chrysophyta Kelas: Bacillariophyceae Ordo: Centrales Famili: Coscinodiscineae Genus: Thalassiosira Spesies: Thalassiosira sp. Cleve (1873) dalam Somers (1972) menjelaskan genus Thalassiosira memiliki karakteristik berupa benang mukosa sentral halus yang menghubungkan sel dalam rantai yang longgar. Ada juga sebagian kecil sel yang menempel dalam sebuah massa mukosa. Thalassiosira sp. memiliki karakteristik yaitu pori-pori
8 10 sentral mukosa yang sering disebut dengan single apiculus (Hendley, 1959 dan Hasle, 1968 dalam Somers, 1972). Deskripsi morfologi umum yang telah disepakati sebelumnya untuk Thalassiosira sp. meliputi bentuk rantai dan inmucilage yang menempel pada koloni, benang-benang kitin menghubungkan sel dalam rantai, bentuk sel terlihat mengelilingi persegi dengan sebuah cekungan dalam pusat valve, sebuah rimoportula besar diantara muka valve dan mantel, sebuah lingkaran kecil yang diam dan dua atau tiga lingkaran kecil fultoportulae dan susunan areola (Becerril et al., 2009). Sumber: SBRC Gambar 2. Bentuk sel Thalassiosira sp. Diatom laut, Thalassiosira sp. yang dikultivasi pada medium N:P:Si= 11:1:6 memberikan biomassa sebesar 0,067 g/ml, dengan kandungan karbohidrat sebesar 7,7%, kandungan protein sebesar 0,93% dan kandungan lemak sebesar 9,69% (Purba, 2008). Bentuk sel Thalassiosira dapat dilihat pada Gambar 2.
9 Chaetoceros gracilis Klasifikasi Chaetoceros gracilis menurut Zipcodezoo (2009) dan Edhy et al. (2003) adalah sebagai berikut: Divisi: Chrysophyta Classis: Bacillariophyceae Ordo: Centrales Family: Chaetocerotaceae Genus : Chaetoceros Spesies: Chaetoceros gracilis Sumber : reed-mariculture.com (2010 ) Gambar 3. Bentuk sel Chaetoceros gracilis Lavens dan Sorgeloos (1996) dalam Suantika et al. (2009) menyatakan Chaetoceros gracilis merupakan diatom sentrik yang soliter, organisme uniseluler dengan ukuran mulai dari 0,5 μm hingga 2,0 μm. Kandungan nutrisi rata-rata Chaetoceros gracilis adalah klorofil a 0,34 pg/sel (1,04%), protein 9,0 pg/sel (12%), karbohidrat 2,0 pg/sel (4,7%), dan lemak 5,2 pg/sel (7,2%).
10 12 Spesies ini dapat hidup pada temperatur o C dan spesies ini dapat dikultur secara masal pada air laut yang diperkaya dengan pupuk anorganik atau pupuk kandang (Tjahjo et al., 2002). Chaetoceros merupakan salah satu genus diatom penting dalam mikroalga laut, karena Chaetoceros merupakan genus terbesar dengan jumlah spesies sekitar 400. Secara ekologi genus ini juga berperan sebagai produsen primer serta merupakan makanan penting bagi biota lain, terutama udang (Von-Quillfedlt, 2001 dalam Setiawati, 2009; Panggabean, 2007 dalam Setiawati, 2009). Bentuk Sel Chaetoceros Gracilis dapat dilihat pada Gambar Persyaratan Kultivasi Mikroalga Sylvester et al. (2002) menyatakan bahwa kelangsungan hidup dan pertumbuhan suatu jenis mikroalga sangat erat kaitannya dengan ketersediaan nutrien (unsur hara) serta dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Dengan demikian faktor-faktor yang menentukan keberhasilan budidaya mikroalga seperti pemilihan lokasi yang tepat dan penggunaan media yang sesuai dengan segala persyaratannya adalah langkah awal yang perlu dilakukan dalam melaksanakan budidaya mikroalga Nutrien Mikroalga membutuhkan berbagai macam unsur anorganik, baik sebagai makro nutrien maupun mikro nutrien. Unsur makro nutrient terdiri dari N, P, K, C, Si, S, dan Ca serta unsur mikro nutrient terdiri dari Fe, Zn, Cu, Mg, Mo, Co, B, dan lain-lain (Sylvester et al., 2002; Edhy et al., 2003; Cahyaningsih, 2009).
11 13 Unsur N merupakan komponen utama dari protein sel yang merupakan bagian dasar kehidupan organisme. Nitrogen yang dibutuhkan untuk media kultur terdiri dari beberapa substansi berikut : KNO 3 ; NaNO 3 ; NH 4 Cl; (NH 2 )CO (urea) dan lain-lain. Unsur P sangat dibutuhkan dalam proses protoplasma dan inti sel. Fosfor juga merupakan bahan dasar pembentuk asam nukleat, fosfolipid, enzim, dan vitamin. Dengan demikian fosfor sangat berperan nyata dalam semua aktifitas kehidupan mikroalga. Fosfor yang dibutuhkan pada kultur mikroalga dapat diperoleh dari KH 2 PO 4 ; NaH 2 PO 4 ;Ca 3 PO 4 ; Ca 3 PO 4 (TSP) dan lain-lain. Unsur K selain berperan dalam pembentukan protoplasma juga berperan penting dalam kegiatan metabolisme dan aktifitas lainnya. Karbon juga diperlukan dalam pertumbuhan mikroalga. Sumber karbon yang dimanfaatkan mikroalga sebagian besar bersifat anorganik dalam bentuk CO 2 dan bicarbonat. Silika merupakan nutrien yang banyak dimanfaatkan oleh mikroalga jenis Bacillariophyceae (diatom) sebagai salah satu sumber elemen untuk membentuk komposisi frustula pada lapisan sel Bacillariophyceae dalam proses asimilasi. Sulfur juga merupakan salah satu elemen penting yang dibutuhkan dalam pembentukan protein. Sulfur juga merupakan salah satu elemen penting yang dibutuhkan dalam pembentukan protein. Sulfur untuk media kultur alga dapat diperoleh dari NH 4 SO 4 (ZA); CuSO 4 dan lain-lain. Unsur Ca berperan dalam penyelarasan dan pengaturan aktifitas protoplasma dan kandungan ph di dalam sel. Sumber Ca antara lain adalah CaCl 2 dan Ca(NO 3 ) 2 ( Kurniastuty dan Julianasary, 1995 dalam Sylvester et al., 2002; Edhy et al., 2003; Cahyaningsih, 2009)
12 14 Unsur Ferrum berperan penting dalam pembentukan kloroplas dan sebagai komponen esensial dalam proses oksidasi. Unsur besi juga merupakan bahan dasar sitokrom dan heme atau nonheme protein, kofaktor untuk beberapa enzim. Pada kultur alga komponen besi dapat diperoleh dari FeCl 3, FeSO 4 dan FeCaH 5 O 7. Unsur Zn Juga dibutuhkan oleh mikroalga yang berasal dari sumber mineral ZnCl 2 dan ZnSO 4. Unsur Cuprum yang dibutuhkan oleh mikroalga biasanya bersumber dari mineral yaitu CuSO 4. 5H 2 O. Unsur Magnesium merupakan kation sel yang utama dan bahan dasar klorofil. Kation sel utama, kofaktor anorganik untuk banyak reaksi enzimatik berfungsi di dalam penyatuan substrat dan enzim. Unsur molibdenum dibutuhkan oleh mikroalga dalam bentuk Na 2 MoO 4.H 2 O. Unsur kobalt dibutuhkan oleh mikroalga dapat diperoleh dari CoCl 2. Unsur boron dibutuhkan mikroalga dalam bentuk H 3 BO 3 (Sylvester et al., 2002; Edhy et al., 2003; PT. Suri Tani Pemuka, 2005; Cahyaningsih, 2009) Faktor-Faktor Lingkungan Pertumbuhan suatu jenis fitoplanton atau mikroalga sangat erat kaitannya dengan ketersediaan hara makro dan mikro serta dipengaruhi oleh kondisi lingkungan di dalam media kulturnya. Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroalga antara lain cahaya, suhu, ph, kandungan CO 2 bebas dan tekanan osmosis (salinitas) (Sylvester et al., 2002). Mikroalga merupakan organisme autotrof yang mampu membentuk senyawa organik dari senyawa-senyawa anorganik melalui proses fotosintesis. Dengan demikian cahaya mutlak diperlukan sebagai sumber energi (Sylvester et al., 2002). Laju fotosintesis akan tinggi bila intensitas cahaya tinggi dan menurun bila intensitas cahaya berkurang (Edhy et al., 2003).
13 15 Budidaya mikroalga di dalam laboratorium, cahaya matahari dapat digantikan dengan sinar lampu TL dengan intensitas cahaya lux. Intensitas cahaya adalah jumlah cahaya yang mengenai satu satuan permukaan. Satuannya adalah footcandle atau lux. Kisaran optimum intensitas cahaya bagi pertumbuhan mikroalga adalah lux (Sylvester et al., 2002). Suhu secara langsung mempengaruhi efisiensi fotosintesis dan merupakan faktor yang menentukan dalam pertumbuhan mikroalga. Umumnya pada kondisi laboratorium, perubahan suhu air dipengaruhi oleh temperatur ruangan dan intensitas cahaya. Pada kultivasi mikroalga skala massal yang dilakukan di luar ruangan, suhu sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca. Kisaran optimum bagi pertumbuhan mikroalga umumnya adalah o C (Sylvester et al., 2002). Kebanyakan sel termasuk mikroalga sangat peka terhadap derajat keasaman cairan yang menjadi media hidupnya. Batas ph untuk pertumbuhan jasad merupakan suatu gambaran dari batas ph bagi kegiatan enzim. Jika suatu enzim menunjukan kegiatannya pada ph tertentu, kenaikan dan penurunan ph dapat menyebabkan kegiatan enzim itu berubah. ph optimum untuk kultivasi diatom adalah kisaran 7-8 (Sylvester et al., 2002; Cahyaningsih, 2009). Senyawa CO 2 adalah gas atmosfer yang terdiri dari satu atom karbon dan dua atom oksigen. Karbon dioksida dihasilkan oleh semua hewan, tumbuhtumbuhan, fungi, dan mikroorganisme pada proses respirasi dan digunakan oleh tumbuhan dan mikroalga pada proses fotosintesis. CO 2 di dalam media kultur merupakan faktor penting untuk mikroalga, karena secara langsung dipakai sebagai bahan untuk membentuk molekul-molekul organik seperti karbohidat melalui proses fotosintesa (Sylvester et al., 2002; Edhy et al., 2003).
14 16 Sebagai salah satu organisme yang hidup di dalam air, salinitas merupakan salah satu faktor pembatas bagi pertumbuhan dan perkembangan mikroalga. Fluktuasi salinitas secara langsung menyebabkan perubahan tekanan osmosis di dalam sel mikroalga. Salinitas yang terlampau tinggi atau rendah dapat menyebabkan tekanan osmosis di dalam sel menjadi lebih rendah atau lebih tinggi, sehingga aktifitas sel terganggu. Hal ini mempengaruhi ph protoplasma sel dan menurunkan kegiatan enzim di dalam sel. Umumnya mikroalga air laut hidup normal pada salinitas optimum (Sylvester et al., 2002). Salinititas optimum untuk diatom adalah (Cahyaningsih, 2009). 2.3 Fase Pertumbuhan Mikroalga Edhy et al. (2003) menjelaskan terdapat 4 fase dalam pertumbuhan mikroalga yaitu fase lag (istirahat), fase logaritmik (pertumbuhan eksponensial), fase stasioner (pertumbuhan stabil), dan fase deklinasi (kematian). Fase-fase pertumbuhan mikroalga tersebut dapat dlihat pada Gambar 4. Fase lag merupakan fase ketika populasi mikroalga tidak mengalami perubahan, tetapi ukuran sel pada fase ini meningkat. Fotosintesis masih aktif berlangsung dan organisme mengalami metabolisme tetapi belum terjadi pembelahan sel sehingga kepadatannya belum meningkat. Dalam perairan tambak kondisi air masih bening atau remang-remang dengan transparansi >80 cm. Fase logaritmik diawali dengan pembelahan sel dengan laju pertumbuhan yang terus menerus, pertumbuhan pada fase ini mencapai maksimal. Dalam perairan tambak ditandai dengan air yang mulai berwarna sampai warna pekat dengan transparansi cm bahkan dapat <30 cm.
15 17 Sumber : Edhy et al. (2003) Gambar 4. Grafik fase pertumbuhan mikroalga Fase stasioner merupakan fase dengan pertumbuhan yang mulai mengalami penurunan dibandingkan fase logaritmik. Pada fase ini, laju reproduksi atau pembelahan sel sama dengan laju kematian dalam arti penambahan dan pengurangan plankton relatif sama sehingga kepadatan plankton cenderung tetap. Dalam perairan tambak fase ini memperlihatkan warna yang cenderung stabil dan sebaiknya dipertahankan supaya tidak terjadi droping plankton. Fase deklinasi merupakan fase ketika terjadi penurunan jumlah atau kepadatan mikroalga. Pada fase ini laju kematian lebih cepat dibandingkan laju reproduksi. Laju kematian mikroalga dipengaruhi oleh ketersediaan nutrien, cahaya, temperatur, dan umur mikroalga itu sendiri. Dalam perairan tambak kematian mikroalga ditandai dengan meningkatnya transparansi, adanya perubahan warna, serta terdapat busa atau buih.
16 Biofuel dari Mikroalga Biofuel yang dapat terbarukan dibutuhkan untuk menggantikan minyak yang dijadikan bahan bakar yang berkontribusi pada pemanasan global dan ketersediaannya yang terbatas. Biodiesel dan bioethanol merupakan bahan bakar yang berpotensi dapat diperbarui yang menarik perhatian besar. Biodiesel dan bioethanol diproduksi oleh tanaman pertanian menggunakan metode yang ada yang keberadaannya tidak dapat menggantikan minyak fosil yang dijadikan bahan bakar, tapi ada sebuah alternatif. Oleh karena itu dibutuhkan penemuan baru bahan baku yang cocok untuk produksi bahan bakar yang tidak mengurangi ketersediaan minyak nabati yang dapat dikonsumsi manusia sebagai makanan. Salah satu alternatifnya yaitu mikroalga. Mikroalga lebih memiliki potensi untuk dijadikan biodiesel dibandingkan biofuel (Chisti, 2008). Minyak dari mikroalga mengandung lipid yang cocok untuk esterifikasi atau transesterifikasi (Umdu et al., 2008). Di antara berbagai jenis alga, mikroalga merupakan kelompok biota yang menjanjikan hasil lebih baik karena: 1. Memiliki laju pertumbuhan yang tinggi (Ritt-man, 2008 dalam Umdu et al., 2008). 2. Kandungan lipid dapat disesuaikan dengan mengubah komposisi media untuk tumbuh (Naik et al., 2006 dalam Umdu et al., 2008). 3. Dapat dipanen lebih dari sekali dalam satu tahun (Schenk et al., 2008 dalam Umdu et al., 2008). 4. Dapat menggunakan air laut atau air limbah (Schenk et al., 2008 dalam Umdu et al., 2008).
17 19 5. Karbondioksida di atmosfer, merupakan sumber untuk pertumbuhan mikroalga (Schenk et al., 2008 dalam Umdu et al., 2008) 6. Biodiesel dari lemak alga merupakan non toksik dan bersifat biodegradable secara cepat. (Schenk et al., 2008 dalam Umdu et al., 2008). 7. Mikroalga yang digunakan untuk biodiesel mampu berproduksi kali lebih cepat dibandingkan tanaman daratan (Chisti, 2007). 2.5 Teknik Kultivasi Mikroalga Teknik kultivasi mikroalga terbagi menjadi tiga tahap yaitu skala laboratorium (indoor), skala semi-massal (semi-outdoor) dan skala massal (outdoor). Biasanya ketiga tahapan tersebut tidak semuanya dapat dilaksanakan. Mengingat diperlukannya tenaga, tempat dan biaya yang cukup besar. Untuk pembenihan skala kecil atau rumah tangga biasanya hanya melakukan kultur skala semi massal dan skala massal, sedangkan bibitnya diperoleh dari unit-unit pembenihan besar lainnya atau dari instansi pemerintah (Anjar et al., 2002). Kultur mikroalga skala laboratorium (indoor) memerlukan kondisi lingkungan yang stabil, sehingga perlu dilengkapi dengan AC agar suhu ruangan selalu terkendali dan ruangan terisolasi dengan lingkungan luar, selain itu ada beberapa jenis mikroalga tumbuh lebih baik pada suhu yang relatif rendah. Sumber aerasi (pengudaraan) digunakan Hi-blower tersendiri dan dilengkapi dengan saringan untuk memperkecil terjadinya kontaminasi. Pupuk yang digunakan pada skala laboratorium terbuat dari bahan kimia PA (pro analis) dengan dosis pemakaian 1 ml pupuk untuk 1 liter volume kultur. Jenis dan formula pupuk adalah yang sudah distandarkan dan umum digunakan yaitu Conwy, Guilard, dan Rhyter modifikasi F. Hal ini dimaksudkan agar
18 20 pertumbuhan mikroalga optimal sehingga didapatkan bibit (starter) yang bermutu tinggi untuk skala kultur selanjutnya. Dalam kultur skala laboratorium ada beberapa kegiatan yang umum dilakukan antara lain: sterilisasi alat; bahan dan air media; isolasi mikroalga; kultur di media agar; kultur di media cair; pembuatan pupuk; penghitungan mikroalga dan penyimpanan (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995; Anjar et al., 2002). Kultur skala semi massal dimulai dari volume 30 liter hingga 100 liter dalam wadah aquarium yang diletakkan di luar laboratorium. Air laut dengan salinitas tertentu dimasukkan ke dalam akuarium, kemudian dimasukkan ke dalam akuarium, selanjutnya dimasukkan inokulum sekitar 1/10 bagian dari total volume budidaya. Inokulum berasal dari kultur skala laboratorium. Pupuk yang digunakan sama dengan pupuk yang digunakan pada kultur skala laboratorium dan diberikan sesuai takaran yang dibutuhan. Pencahayaan hanya mengandalkan cahaya matahari pada siang hari. Pada keadaan tertentu di mana cahaya matahari kurang memadai, dapat menggunakan lampu TL atau lampu sorot. Aerasi dijaga jangan sampai mati, karena hal ini akan menghambat pertumbuhan mikroalga dan dapat menyebabkan kematian (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995). Menurut Cahyaningsih (2009), kultur semi massal dilakukan di outdoor (di luar laboratorium) dengan penyinaran cahaya matahari yang tak langsung. Kultur massal atau outdoor dimulai dari 1 ton sampai 20 ton atau lebih. Air laut dengan salinitas tertentu dimasukkan ke dalam bak-bak kultur. Selanjutnya dilakukan pemupukan dan diberi aerasi. Inokulum yang berasal dari kultur semi massal dimasukkan sebanyak 1/10 bagian sebagai bibit. Pupuk yang digunakan untuk kultur massal outdoor biasanya menggunakan pupuk teknis seperti urea,
19 21 ZA, NPK dan KNO 3 sebagai sumber nitrogen dan TSP, SP3, NPK sebagai sumber fosfatnya. Vitamin dan mikronutrien lainnya bisa ditambahkan sebagai pelengkap. Umumnya pada kultur mikroalga dari kelas diatom perlu ditambahkan silikat sekitar 5-20 ppm. Kultur skala massal menggunakan penyinaran matahari secara langsung menggunakan penyaring fiber dengan perbandingan 1:5 (Isnansetyo dan Kurniastuty, 1995; Ari et al., 2002; Cahyaningsih, 2009).
II. TINJAUAN PUSTAKA. yang umumnya dikenal dengan nama fitoplankton. Organisme ini merupakan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroalga Mikroalga merupakan organisme tumbuhan paling primitif berukuran seluler yang umumnya dikenal dengan nama fitoplankton. Organisme ini merupakan produsen primer perairan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif
Lebih terperinciKULTIVASI DIATOM PENGHASIL BIOFUEL JENIS Skeletonema costatum, Thalassiosira sp., DAN Chaetoceros gracilis PADA SISTEM INDOOR DAN OUTDOOR
KULTIVASI DIATOM PENGHASIL BIOFUEL JENIS Skeletonema costatum, Thalassiosira sp., DAN Chaetoceros gracilis PADA SISTEM INDOOR DAN OUTDOOR YOGA TRISWANTO SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.
3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. Diatom merupakan mikroalga uniseluler yang distribusinya sangat
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi, Morfologi, dan Habitat Diatom Diatom merupakan mikroalga uniseluler yang distribusinya sangat universal di semua tipe perairan. Disebut diatom karena selnya terdiri dari
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Menurut B u t c h e r ( 1 9 5 9 ) klasifikasi Tetraselmis sp. adalah sebagai berikut: Filum : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Volvocales Sub ordo Genus
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. fotosintesis (Bold and Wynne, 1985). Fitoplankton Nannochloropsis sp., adalah
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp. 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Mikroalga diartikan berbeda dengan tumbuhan yang biasa dikenal walaupun secara struktur tubuh keduanya memiliki klorofil
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. mikroalga dikenal sebagai organisme mikroskopik yang hidup dari nutrien
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroalga merupakan organisme air fotoautropik uniseluler atau multiseluler (Biondi and Tredici, 2011). Mikroalga hidup dengan berkoloni, berfilamen atau helaian pada
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Mikroalga Tetraselmis sp. merupakan salah satu mikroalga hijau.
1 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Mikroalga Tetraselmis sp. merupakan salah satu mikroalga hijau. Klasifikasi Tetraselmis sp. menurut Bold & Wynne (1985) adalah sebagai berikut: Filum Kelas Ordo
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama
7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Nannochloropsis sp. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama hidupnya tetap dalam bentuk plankton dan merupakan makanan langsung bagi
Lebih terperinci4 KULTIVASI Chaetoceros gracilis DALAM MEDIUM NPSi 4.1 Pendahuluan
4 KULTIVASI Chaetoceros gracilis DALAM MEDIUM NPSi 4.1 Pendahuluan 4.1.1 Latar belakang Indonesia memiliki potensi keanekaragaman hayati perairan yang luar biasa besarnya. Sumberdaya yang tidak dapat secara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sering digunakan oleh seluruh manusia di dunia ini. Menurut Departemen
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Bahan bakar fosil telah menjadi bahan bakar yang paling luas dan sering digunakan oleh seluruh manusia di dunia ini. Menurut Departemen Energi dan Sumber Daya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yaitu ± ,42 Km (Dahuri dkk, 2011). Di laut, tumbuh dan berkembang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang mempunyai garis pantai terpanjang di dunia yaitu ± 80.791,42 Km (Dahuri dkk, 2011). Di laut, tumbuh dan berkembang berbagai jenis mikroalga
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Benih ikan berkualitas baik dibutuhkan dalam tahapan utama pembesaran ikan.
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Benih ikan berkualitas baik dibutuhkan dalam tahapan utama pembesaran ikan. Peningkatan benih berkualitas mampu didapatkan dengan pengontrolan panti benih dan pakan
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. kondisi yang sulit dengan struktur uniseluler atau multiseluler sederhana. Contoh
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroalga Nannochloropsis sp. Mikroalga merupakan mikroorganisme prokariotik atau eukariotik yang dapat berfotosintesis dan dapat tumbuh dengan cepat serta dapat hidup dalam kondisi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha budidaya ikan pada dewasa ini nampak semakin giat dilaksanakan baik secara intensif maupun ekstensif. Usaha budidaya tersebut dilakukan di perairan tawar, payau,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PLANKTON Plankton merupakan kelompok organisme yang hidup dalam kolom air dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas (Wickstead 1965: 15; Sachlan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. pembagian tugas yang jelas pada sel sel komponennya. Hal tersebut yang
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp. 2.1.1 Klasifikasi dan Morfologi Nannochloropsis sp. Mikroalga merupakan tanaman yang mendominasi lingkungan perairan. Morfologi mikroalga berbentuk
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menyebabkan bahan persediaan bahan bakar fosil berkurang. Seiring menipisnya
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan bahan bakar fosil saat ini semakin meningkat sehingga dapat menyebabkan bahan persediaan bahan bakar fosil berkurang. Seiring menipisnya persediaan bahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. Spirulina sp. merupakan mikroalga yang menyebar secara luas, dapat ditemukan di berbagai tipe lingkungan, baik di perairan payau, laut dan tawar. Spirulina
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Mikroalga merupakan jasad renik dengan tingkat organisasi sel yang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroalga merupakan jasad renik dengan tingkat organisasi sel yang termasuk dalam tumbuhan tingkat rendah, dikelompokan dalam filum Thalophyta karena tidak memiliki akar,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. memerlukan area yang luas untuk kegiatan produksi. Ketersediaan mikroalga
I. PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Perairan laut Indonesia memiliki keunggulan dalam keragaman hayati seperti ketersediaan mikroalga. Mikroalga merupakan tumbuhan air berukuran mikroskopik yang memiliki
Lebih terperincidari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan didefenisikan sebagai pertambahan kuantitas konstituen seluler dan struktur organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti pertambahan jumlah, pertambahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke perairan yang menyebabkan pencemaran. Limbah tersebut
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pakan merupakan kebutuhan penting dan berpengaruh besar dalam kesuksesan budidaya. Kebutuhan pakan meningkat seiring dengan meningkatnya usaha budidaya perikanan. Pakan
Lebih terperinciFaktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018
Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas Keadaan yang mendekati atau melampaui batas toleransi. Kondisi batas
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. Scenedesmus sp. merupakan mikroalga yang bersifat kosmopolit dan
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Morfologi Scenedesmus sp. Scenedesmus sp. merupakan mikroalga yang bersifat kosmopolit dan sebagian besar dapat hidup di lingkungan akuatik seperti perairan tawar
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pendahuluan Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi kontrol, kultivasi menggunakan aerasi (P1) dan kultivasi menggunakan karbondioksida
Lebih terperinciPRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN
PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN SAHABUDDIN PenelitiPada Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Dan Penyuluhan Perikanan Dipresentasikan pada Kuliah umum Praktik Lapang Terpadu mahasiswa Jurusan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Selada merupakan tanaman semusim polimorf (memiliki banyak bentuk),
8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Selada Selada merupakan tanaman semusim polimorf (memiliki banyak bentuk), khususnya dalam hal bentuk daunnya. Tanaman selada cepat menghasilkan akar tunggang diikuti
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Usaha pengembangan budidaya perairan tidak dapat lepas dari pembenihan jenisjenis
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budidaya memegang peranan penting untuk lestarinya sumber daya ikan. Usaha pengembangan budidaya perairan tidak dapat lepas dari pembenihan jenisjenis unggulan. Pembenihan
Lebih terperinciLAMPIRAN. Formulasi :... (1) pengamatan yang dilakukan adalah sebanyak 3 kali pengulangan.
LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Penghitungan kelimpahan diatom Formulasi :... (1) Dimana N adalah jumlah sel mikroalga yang teramati Bidang Pengamatan pengamatan yang dilakukan adalah sebanyak 3 kali pengulangan.
Lebih terperinciPEMANFAATAN PUPUK CAIR TNF UNTUK BUDIDAYA Nannochloropsis sp ABSTRAK
ejurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 1 Oktober 013 ISSN: 303600 PEMANFAATAN PUPUK CAIR TNF UNTUK BUDIDAYA Nannochloropsis sp Leonardo Bambang Diwi Dayanto *, Rara Diantari dan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Januari di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura Lampung dan uji proksimat di Politeknik Lampung 2012. B. Materi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Protein berperan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Protein merupakan salah satu kelompok bahan makronutrien. Protein berperan penting dalam pembentukan biomolekul, namun demikian apabila organisme sedang kekurangan energi,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton merupakan mikro alga sehingga dalam dunia pembenihan
TINJAUAN PUSTAKA Fitoplankton Fitoplankton merupakan mikro alga sehingga dalam dunia pembenihan sering hanya disebut alga. Alga merupakan organisme yang tersedia melimpah di alam dan dibedakan menjadi
Lebih terperinci1 Asimilasi nitrogen dan sulfur
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan tingkat tinggi merupakan organisme autotrof dapat mensintesa komponen molekular organik yang dibutuhkannya, selain juga membutuhkan hara dalam bentuk anorganik
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Tanaman Klasifikasi tanaman padi adalah sebagai berikut: Divisi Sub divisi Kelas Keluarga Genus Spesies : Spermatophyta : Angiospermae : Monotyledonae : Gramineae (Poaceae)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pencemaran masalah lingkungan terutama perairan sekarang lebih diperhatikan,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pencemaran masalah lingkungan terutama perairan sekarang lebih diperhatikan, terutama setelah berkembangnya kawasan industri baik dari sektor pertanian maupun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dibudidayakan dan memiliki nilai gizi tinggi yaitu, kandungan protein 74%, lemak
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mikroalga Tetraselmis sp. merupakan salah satu mikroalga yang mudah dibudidayakan dan memiliki nilai gizi tinggi yaitu, kandungan protein 74%, lemak 4%, dan karbohidrat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. untuk dikembangkan di Indonesia, baik sebagai bunga potong maupun tanaman
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anggrek merupakan salah satu komoditas tanaman hias yang mempunyai potensi untuk dikembangkan di Indonesia, baik sebagai bunga potong maupun tanaman dalam pot. Dari ribuan
Lebih terperinciADLN Perpustakaan Universitas Airlangga
Tujuan Tujuan dari pelaksanaan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini adalah mengetahui teknik kultur Chaetoceros sp. dan Skeletonema sp. skala laboratorium dan skala massal serta mengetahui permasalahan yang
Lebih terperinciPAKAN DAN PEMBERIAN PAKAN
PAKAN DAN PEMBERIAN PAKAN 1. Pendahuluan Pakan alami adalah sejenis pakan ikan yang berupa organisme air. Organism ini secara ekosistem merupakan produsen primer atau level makanan dibawah ikan dalam rantai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. digunakan sebagai sumber pakan alami untuk pembenihan larva udang, ikan dan
I. PENDAHULUAN Spirulina platensis merupakan alga hijau berfilamen yang sudah banyak digunakan sebagai sumber pakan alami untuk pembenihan larva udang, ikan dan krustase, karena memiliki nilai nutrisi
Lebih terperinci4. Jenis pupuk. Out line. 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman
PUPUK Out line 1. Definisi pupuk 2. Nutrien pada tanaman dan implikasinya 3. Proses penyerapan unsur hara pada tanaman 4. Jenis pupuk 5. Proses pembuatan pupuk 6. Efek penggunaan pupuk dan lingkungan Definisi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. dapat melakukan fotosintesa. Klasifikasi Nannochloropsis sp. menurut Renny
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Nannochloropsis sp. A.1. Klasifikasi dan Morfologi Nannochloropsis sp. Fitoplankton Nannochloropsis sp., adalah salah satu jenis Chlorophyta yang dapat melakukan fotosintesa. Klasifikasi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,
Lebih terperinciThe Growth of Chlorella spp Culturing with Some Density of Inoculum. Lady Diana Tetelepta
PERTUMBUHAN KULTUR Chlorella spp SKALA LABORATORIUM PADA BEBERAPA TINGKAT KEPADATAN INOKULUM The Growth of Chlorella spp Culturing with Some Density of Inoculum Lady Diana Tetelepta Jurusan Biologi, Fakultas
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Syarat Tumbuh Tanaman Jambu Biji Merah Nama ilmiah jambu biji adalah Psidium guajava. Psidium berasal dari bahasa yunani yaitu psidium yang berarti delima, guajava
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perbedaan Suhu Terhadap Pertumbuhan Scenedesmus sp. yang Dibudidayakan Pada Media Limbah Cair Tapioka
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perbedaan Suhu Terhadap Pertumbuhan Scenedesmus sp. yang Dibudidayakan Pada Media Limbah Cair Tapioka Berdasarkan hasil analisis statistik One Way Anova tentang
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2014 bertempat di Laboratorium
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni-Juli 2014 bertempat di Laboratorium Budidaya Perikanan, Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
Lebih terperinciIII. NUTRISI DAN MEDIUM KULTUR MIKROBA
III. NUTRISI DAN MEDIUM KULTUR MIKROBA Medium pertumbuhan (disingkat medium) adalah tempat untuk menumbuhkan mikroba. Mikroba memerlukan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan energi dan untuk bahan pembangun
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang dibutuhkan untuk pertumbuhan larva (Renaud et.al, 1999). Pemberian pakan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakan alami memiliki peran penting dalam usaha akuakultur, terutama pada proses pembenihan. Peran pakan alami hingga saat ini belum dapat tergantikan secara menyeluruh.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah organik. Limbah industri tahu yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan cair, tetapi limbah
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE
III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus-Oktober 2009 bertempat di Laboratorium Nutrisi Ikan Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu ( Saccharum officinarum L.)
3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tebu (Saccharum officinarum L.) Saccharum officinarum L., merupakan spesies tebu yang termasuk dalam kelas monokotiledon, ordo Glumaceae, famili Graminae, dan genus Saccharum
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diakibatkan akumulasi emisi karbondioksida (CO 2 ). Kelangkaan bahan bakar fosil
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penduduk dunia di masa mendatang akan menghadapi dua permasalahan yang serius, yaitu kelangkaan bahan bakar fosil dan perubahan iklim global yang diakibatkan akumulasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. di alam yang berguna sebagai sumber pakan yang penting dalam usaha
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakan terdiri dari pakan buatan dan pakan alami. Pakan buatan adalah pakan yang dibuat dan disesuaikan dengan jenis hewan baik ukuran, kebutuhan protein, dan kebiasaan
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan
4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan
Lebih terperinciKultivasi, reproduksi dan pertumbuhan Bakteri
Kultivasi, reproduksi dan pertumbuhan Bakteri 1. Persyaratan Nutrisi Bakteri 2. Tipe-tipe Nutrisi Bakteri 3. Kondisi Fisik yang dibutuhkan untuk pertumbuhan Bakteri 4. Reproduksi Bakteri 5. Pertumbuhan
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. Chaetoceros sp. adalah salah satu spesies diatom. Diatom (filum
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fitoplankton Chaetoceros sp. Chaetoceros sp. adalah salah satu spesies diatom. Diatom (filum Heterokontophyta, kelas Bacillariophyta) berbentuk uniseluler, walaupun demikian terdapat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cacing sutra (Tubifex. sp) merupakan pakan alami yang rata-rata berukuran panjang 1-3 cm. Ukurannya yang kecil membuat pembudidaya memilih cacing sutra sebagai pakan ikan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi untuk tanaman dan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya perakaran tanaman. Secara kimiawi tanah berfungsi sebagai
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. tinggi dapat tumbuh dengan baik terhadap pada salinitas antara ppt.
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Diatom Nitzchia sp Diatom Nitzchia sp. merupakan spesies diatom yang memiliki toleransi tinggi dapat tumbuh dengan baik terhadap pada salinitas antara 25-35 ppt.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dalam kegiatan pembenihan pakan alami telah terbukti baik untuk larva.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kegiatan pembenihan pakan alami telah terbukti baik untuk larva. Pakan alami yang banyak digunakan dalam budidaya perikanan adalah mikroalga. Mikroalga merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai media penyakit (Cholik, et.al 1989 dalam wilujeng, 1999). Makanan alami
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sasaran utama untuk memenuhi tersedianya pakan adalah memproduksi pakan alami, karena pakan alami mudah didapatkan dan tersedia dalam jumlah yang banyak sehingga dapat
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia
TINJAUAN PUSTAKA Laut Belawan Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia yang berjarak ± 24 km dari kota Medan berhadapan dengan Selat Malaka yang sangat padat lalu lintas kapalnya
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Hanura Lampung pada bulan Juli - Agustus 2011. B. Materi Penelitian B.1. Biota Uji Biota
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Pemupukan
TINJAUAN PUSTAKA Pemupukan Pupuk adalah penyubur tanaman yang ditambahkan ke tanah untuk menyediakan unsur-unsur yang diperlukan tanaman. Pemupukan merupakan suatu upaya untuk menyediakan unsur hara yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Bawang merah (Allium ascalonicum L.) adalah tanaman semusim yang tumbuh membentuk rumpun dengan tinggi tanaman mencapai 15 40 cm. Perakarannya berupa akar
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab
10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi komunitas plankton sampai tingkat genus di Pulau Biawak terdiri dari 18 genus plankton yang terbagi kedalam 14 genera
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. terhadap pertumbuhan Chlorella sp.diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perbedaan Konsentrasi Limbah Cair Tahu Terhadap Kelimpahan Mikroalga Chlorella sp. Berdasarkan hasil penelitian tentang pengaruh konsentrasi limbah cair tahu terhadap
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi plankton sampai tingkat genus pada tambak udang Cibalong disajikankan pada Tabel 1. Hasil identifikasi komunitas plankton
Lebih terperinciBAB 3 BAHAN DAN METODE
BAB 3 BAHAN DAN METODE 3.1 Metode Penelitian Penelitian: Laju Pertumbuhan Populasi Brachionus plicatilis O. F Muller Dengan Penambahan Vitamin C Pada Media CAKAP dilaksanakan pada bulan Mei 2010 di Laboratorium
Lebih terperinciMANAJEMEN KUALITAS AIR
MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data mengenai biomassa panen, kepadatan sel, laju pertumbuhan spesifik (LPS), waktu penggandaan (G), kandungan nutrisi,
Lebih terperinciPUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA
PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA CABAI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA UNSUR HARA MAKRO UTAMA N P K NITROGEN Phosfat Kalium UNSUR HARA MAKRO SEKUNDER Ca Mg S Kalsium Magnesium Sulfur UNSUR
Lebih terperinci2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan
4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pembenihan karena memiliki nutrisi tinggi, antara lain protein %,
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah adalah mikroalga dari golongan Cyanobacteria yang dimanfaatkan sebagai pakan alami dalam budidaya perikanan khususnya pembenihan karena memiliki nutrisi tinggi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada bidang akuakultur, mikroalga umumnya telah dikenal sebagai pakan alami untuk pembenihan ikan karena dan memiliki peran sebagai produsen primer di perairan dan telah
Lebih terperinciBY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA
BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Buah melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman buah yang mempunyai nilai
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Buah melon (Cucumis melo L.) adalah tanaman buah yang mempunyai nilai komersial tinggi di Indonesia. Hal ini karena buah melon memiliki kandungan vitamin A dan C
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Pertumbuhan tanaman buncis Setelah dilakukan penyiraman dengan volume penyiraman 121 ml (setengah kapasitas lapang), 242 ml (satu kapasitas lapang), dan 363 ml
Lebih terperinciBAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA
Siklus Biogeokimia 33 BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA Kompetensi Dasar: Menjelaskan siklus karbon, nitrogen, oksigen, belerang dan fosfor A. Definisi Siklus Biogeokimia Siklus biogeokimia atau yang biasa disebut
Lebih terperinciKOMPOSISI DAN KELIMPAHAN FITOPLANKTON CRYSOPHYTA
KOMPOSISI DAN KELIMPAHAN FITOPLANKTON CRYSOPHYTA (Paheodactylum sp., Chaetoceros sp., DAN Pavlova sp.) PADA BERBAGAI TINGKAT KANDUNGAN UNSUR HARA NITROGEN, FOSFOR DAN SILIKAT (Composition and Abundance
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tinggi Bibit (cm) Dari hasil sidik ragam (lampiran 4a) dapat dilihat bahwa pemberian berbagai perbandingan media tanam yang berbeda menunjukkan pengaruh nyata terhadap tinggi
Lebih terperinci4.1 PENGERTIAN DAUR BIOGEOKIMIA
4.DAUR BIOGEOKIMIA 4.1 PENGERTIAN DAUR BIOGEOKIMIA Dalam lingkungan, unsur-unsur kimia termasuk juga unsur protoplasma yang penting akan beredar di biosfer mengikuti jalur tertentu yaitu dari lingkungan
Lebih terperinciYUDI MIFTAHUL ROHMANI
Faktor Pembatas OLEH: YUDI MIFTAHUL ROHMANI Pendahuluan Liebig menyatakan bahwa jumlah bahan utama yang dibutuhkan apabila mendekati keadaan minimum kritis cendrung menjadi pembatas. Ditambahkannya bahwa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai
1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Cabai (Capsicum annuum L.) merupakan komoditas sayuran yang mempunyai prospek cerah untuk dapat dikembangkan. Cabai dimanfaatkan oleh masyarakat dalam kehidupan
Lebih terperinciPUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA
PUPUK DAN PEMUPUKAN PADA BUDIDAYA BAWANG MERAH PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HORTIKULTURA UNSUR HARA MAKRO UTAMA N P K NITROGEN Phosfat Kalium UNSUR HARA MAKRO SEKUNDER Ca Mg S Kalsium Magnesium Sulfur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. teknologi sekarang ini. Menurut catatan World Economic Review (2007), sektor
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan akan energi tidak pernah habis bahkan terus meningkat dari waktu ke waktu seiring dengan berkembangnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini.
Lebih terperinciSMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.1. Autotrof. Parasit. Saprofit
SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.1 1. Makhluk hidup yang dapat berfotosintesis adalah makhluk hidup... Autotrof Heterotrof Parasit Saprofit Kunci Jawaban : A Makhluk hidup autotrof
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. tersebut adalah fatty acid metyl ester (FAME) dengan hasil samping berupa gliserol
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Biodiesel Biodiesel diperoleh dari proses esterifikasi asam lemak dengan alkohol rantai pendek (metanol atau etanol) menggunakan katalis (alkali atau asam).
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami
8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanah Ultisol dan Permasalahan Kesuburannya Tanah marginal merupakan tanah yang potensial untuk pertanian. Secara alami kesuburan tanah marginal tergolong rendah. Hal ini ditunjukan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha pengembangan pertanian selayaknya dilakukan secara optimal tanpa mengurangi tingkat kesuburan tanah atau kelestariannya. Dalam usaha tersebut, maka produktivitas
Lebih terperinci