BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 15 BAB II LANDASAN TEORI A. Family Matters 1. Defenisi Konsep mattering didefenisikan sebagai sebuah persepsi mengenai kebermaknaan individu didalam lingkungan sekitarnya (Elliot,2009). Seseorang dapat memiliki persepsi ini terhadap orang-orang yang spesifik (contoh:teman, kekasih, guru); institusi sosial (contoh: keluarga dan perusahaan); komunitas individu secara keseluruhan ataupun masyarakat luas. Persepsi ini tidak selamanya harus dimiliki oleh individu terhadap semua orang, namun hanya berlaku pada orang-orang yang dianggap menjadi figur penting saja. Hal ini mengindikasikan bahwa pengalamanpengalaman mattering pada setiap individu berbeda-beda, karena adanya pengalaman personal maupun pengalaman sosialisasi yang berbeda pula. Pengalaman-pengalaman personal tersebut pada akhirnya membuat individu melakukan instropeksi terhadap hubungan mereka dengan individu ataupun institusi lain sehingga membentuk suatu persepsi tentang kebermaknaan mereka terhadap lingkungan. Konsep mattering sepenuhnya bersifat kognitif. Berdasarkan hal tersebut maka perkembangan kognitif individu memiliki pengaruh yang penting bagi pengalaman mattering seseorang. Hal ini disebabkan seiring berkembangnya kemampuan kognitif seseorang, maka konstruksi mengenai diri menjadi lebih kompleks, yang berperan

2 16 dalam menentukan pemahaman mengenai kebermaknaan itu sendiri. Ketika mattering tidak tercapai khususnya pada figur yang dianggap penting, misalnya pada orang tua, maka hal tersebut akan menjadi suatu bentuk penolakan diri yang mendalam pada individu (Elliot,2009). Konsep ini menjadi teori utama yang digunakan oleh peneliti dalam melihat bagaimana persepsi remaja tunadaksa itu sendiri mengenai kebermaknaan mereka dalam lingkungan, secara khusus didalam keluarga, berdasarkan indikator-indikator yang akan dijelaskan pada bagian selanjutnya. Didalam penelitian digunakan istilah family matters untuk merujuk kepada konsep mattering yang diaplikasikan didalam kehidupan keluarga. Hal ini menjadi penting, mengingat interaksi ataupun perlakuan dari lingkungan secara khusus keluarga, akan memberikan kontribusi terhadap bagaimana individu memandang dirinya sendiri, terkait dengan keterbatasan yang mereka miliki sebagai penyandang tunadaksa. Berdasarkan pemaparan diatas, maka dapat disimpukan, bahwa family matters merupakan konsep yang bersifat kognitif, yang dimunculkan dalam bentuk persepsi mengenai kebermaknaan diri dalam lingkungan, secara khusus keluarga, yang dipelajari berdasarkan pengalaman personal serta pengalaman sosialisasi. 2. Komponen Mattering Terdapat tiga komponen yang menjadi indikator dalam melihat gambaran family matters pada individu (Elliot,2009).

3 17 a. Awareness Komponen ini melibatkan individu sebagai fokus bagi perhatian orang lain, yang sepenuhnya bersifat kognitif. Seseorang akan merasa penting apabila orang lain merealisasikan keberadaan mereka dan memandang mereka sebagai seorang individu yang dapat dibedakan dari orang lain meskipun ditengah keramaian. Selain itu, Komponen ini juga mengindikasikan reaksi yang dimunculkan oleh lingkungan, misalnya keluarga, terhadap kehadiran partisipan serta keterlibatan partisipan ditengah-tengah keluarga. b. Importance Komponen kedua dari mattering bersifat lebih kompleks, yang mengisyaratkan sebuah hubungan antara individu dengan orang lain yang dianggap penting bagi mereka. Ketika orang lain menyediakan dukungan secara emosional, mau melakukan sesuatu agar apa yang diperlukan terpenuhi, atau turut merasa bangga dengan prestasi yang dicapai, menginvestasikan waktu dan energi mereka untuk kebaikan individu, maka hal tersebut mengindikasikan bahwa individu tersebut menjadi bagian yang penting dalam dunia mereka. c. Reliance Pada komponen ini, seorang individu merasa bermakna jika orang lain melihat diri individu tersebut sebagai individu yang dapat menjadi solusi bagi keperluan atau kebutuhan orang lain.

4 18 Berdasarkan tiga komponen yang telah dikemukakan diatas, dapat disimpulkan bahwa ketiga komponen ini sepenuhnya bersifat kognitif. Persepsi mengenai kebermaknaan diri oleh individu muncul bila orang lain menyadari keberadaan dirinya seutuhnya (awareness), menyediakan dukungan secara emosional, menginvestasikan waktu, energi serta bersedia berkorban demi terpenuhinya apa yang diperlukan (importance) serta apabila individu dapat menjadi solusi bagi keperluan ataupun kebutuhan orang lain, misalnya dalam memberikan bantuan ataupun solusi atas permasalahan orang lain (reliance). 3. Faktor Pendukung Mattering Adapun faktor pendukung mattering yakni proses pemahaman diri (selfunderstanding). Pemahaman terhadap diri menjadi bagian yang tidak terlepas dalam tercapainya mattering. Para ahli sosial mengemukakan tiga proses utama yang menciptakan suatu bentuk pemahaman terhadap diri sendiri. a. Reflected Appraisal Proses yang pertama yakni reflected appraisal, yang menegaskan bahwa konsep diri secara mendalam dipengaruhi oleh bagaimana orang lain bereaksi terhadap individu (Sullivan, 1947, dalam Elliot, 2009). Orang lain secara berkesinambungan akan mengkomunikasikan seperti apa dan bagaimana individu tersebut dalam pandangan mereka, dan secara tidak langsung pemahaman itu akan diinternalisasi sehingga membentuk konsep diri individu. Proses ini memiliki kemungkinan menjadi sumber mattering yang paling kuat, karena feedback yang didapatkan dari figur yang

5 19 dianggap penting akan menentukan persepsi seberapa penting individu tersebut bagi orang lain (Elliot, 2009). b. Social Comparison Proses lain dalam menciptakan suatu pemahaman terhadap diri sendiri yakni melalui social comparison. Proses ini melibatkan bagaimana individu membandingkan diri dengan orang lain dalam menentukan kesesuaian dengan orang lain, apakah sama atau berbeda, lebih baik atau lebih buruk (Festinger, 1957, dalam Elliot, 2009). Proses ini juga menjadi salah satu cara lain dalam menilai seberapa penting individu tersebut bagi orang lain melalui bagaimana individu memaknai kualitas hubungan yang dibangun individu dengan orang lain. Dengan kata lain individu mendapatkan informasi yang bernilai mengenai dirinya sendiri melalui proses ini. c. Self Atribution Proses ini lebih didasarkan pada observasi terhadap perilaku yang dimiliki oleh seseorang dan situasi seperti apa yang mengakibatkan perilaku tersebut muncul, yang disebut sebagai self-attribution. Melalui proses ini individu mempelajari sesuatu mengenai dirinya sendiri dengan menaruh perhatian pada apa yang dilakukan (Bem, 1972, dalam Elliot, 2009). Proses ini juga dapat menjadi salah satu cara dalam menilai mattering individu, misalnya dengan sekedar mengingat berapa kali individu tersebut menanggapi permintaan akan dukungan emosional yang diperlukan orang lain.

6 20 B. Tunadaksa 1. Defenisi Tunadaksa didefenisikan sebagai suatu keadaan rusak atau terganggu sebagai akibat gangguan bentuk atau hambatan pada tulang, otot, dan sendi dalam fungsinya yang normal, yang dapat disebabkan oleh penyakit, kecelakaan, atau pembawaan sejak lahir (White House Conference, 1931, dalam Somantri,2006). Keadaan tundaksa ini dapat menjadi suatu kondisi yang menghambat kegiatan inidividu akibat gangguan ataupun kerusakan yang dialami sehingga dapat mengurangi kapasitas normal individu untuk mengikuti pendidikan ataupun untuk berdiri sendiri. Berdasarkan defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa tunadaksa merupakan suatu kondisi, dimana individu memiliki keterbatasan secara fisik yang disebabkan berbagai macam faktor seperti faktor keturunan, kesalahan ketika proses kelahiran, penyakit ataupun peristiwa-peristiwa traumatik. Faktor-faktor penyebab diatas dapat memiliki dampak yang berbeda-beda pada individu. Misalnya, individu yang mengalami kondisi cacat sebagai hasil dari faktor keturunan ataupun kesalahan ketika proses kelahiran, akan mengalami hambatan dalam kecakapan fungsi motoriknya. Sementara itu, dampak secara psikologis lebih kuat terjadi pada individu yang mengalami kondisi kecacatan ketika mencapai usia tertentu, dimana kondisi normal pernah dialami, misalnya disebabkan oleh peristiwa-peristiwa traumatik (Somantri,2006).

7 21 2. Klasifikasi Tunadaksa 2006): Tunadaksa dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Koening, dalam Somantri 1. Kerusakan yang dibawa sejak lahir atau merupakan keturunan, yakni: a. Club-foot (kaki seperti tongkat) b. Club-hand (tangan seperti tongkat) c. Polydactylism (jari yang lebih dari lima baik pada tangan maupun kaki) d. Syndactylism (jari-jari yang berselaput atau menempel satu dengan yang lainnya) e. Torticolis (gangguan pada leher sehingga kepala terkulai ke muka) f. Spina-bifida (sebagian dari sumsum tulang belakang tidak tertutup g. Cretinism (kerdil/katai) h. Mycrocephalus (kepala yang kecil, tidak normal) i. Hydrocephalus (kepala yang besar karena berisi cairan) j. Clefpalats (langit-langit mulut yang berlubang) k. Herelip (gangguan pada bibir dan mulut) l. Congenital hip dislocation (kelumpuhan pada bagian paha) m. Congenital Amputation (bayi yang lahir tanpa anggota tubuh tertentu) n. Fredresich ataxia (gangguan pada sumsum tulang belakang) o. Coxa valga (gangguan pada sendi paha, terlalu besar) p. Syphilis (kerusakan tulang dan sendi akibat penyakit sipilis)

8 22 2. Kerusakan pada waktu kelahiran : a. Erb s palsy (kerusakan pada syaraf lengan akibat tertekan atau tertarik pada waktu kelahiran) b. Fragilitas osium (tulang yang rapuh atau mudah patah) 3. Infeksi : a. Tuberkolosis tulang (menyerang sendi paha sehingga menjadi kaku) b. Osteomyelitis (radang didalam dan disekeliling sumsum tulang karena bakteri) c. Poliomyelitis (infeksi virus yang menyebabkan kelumpuhan) d. Pott s Disease (tuberculosis sumsum tulang belakang) e. Still s Disease (radang pada tulang yang menyebabkan kerusakan permanen pada tulang) f. Tuberkulosis pada lutut atau sendi lainnya 4. Kondisi Traumatik : a. Amputasi (anggota tubuh yang dibuang akibat kecelakaan) b. Kecelakaan akibat luka bakar c. Patah tulang 5. Tumor : a. Oxoxtosis (tumor tulang) b. Osteosis fibrosa cystic (kista yang berisi cairan didalam tulang) Berdasarkan pemamparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa tunadaksa dapat dibedakan menjadi lima klasifikasi, berdasarkan faktor penyebabnya, yakni

9 23 kerusakan yang dibawa sejak lahir atau keturunan, kerusakan pada waktu kelahiran, infeksi, kondisi traumatik dan tumor. Perbedaan faktor penyebab terjadinya tunadaksa dapat menimbulkan perbedaan dalam hal kondisi fisik dan psikologis pula, misalnya bila dilihat dari usia ketika kondisi kecacatan terjadi. 3. Aspek Perkembangan Individu Tunadaksa Aspek perkembangan pada individu tunadaksa hampir sama dengan individu normal pada umumnya, yang meliputi perkembangan secara fisik, kognitif serta psikososial yakni perkembangan sosial serta emosi dan kepribadian individu. Semua dari aspek perkembangan ini tentunya akan sangat dipengaruhi oleh kondisi ketunaan itu sendiri. Dampak psikologis akibat ketunaan kebanyakan muncul dari reaksi lingkungan ketika berinteraksi dengan individu tunadaksa. Selain itu, dampak psikologis juga berkaitan dengan proses penerimaan diri individu terhadap kondisi fisik mereka, mengingat pada masa remaja, individu menjadi lebih fokus dengan kondisi fisik nya daripada aspek lain dalam diri mereka (Papalia, 2007). Secara umum perkembangan fisik pada individu normal dengan individu tunadaksa dapat dikatakan hampir sama, namun tidak utuh karena ada bagian tubuh yang tidak sempurna ataupun adanya anggota tubuh lain yang mengalami kerusakan ataupun yang terpengaruh akibat kerusakan tersebut (Somantri, 2006). Perkembangan kognitif individu tunadaksa mengalami hambatan dalam prosesnya. Hal ini disebabkan terganggunya proses adaptasi, dimana proses ini dapat

10 24 berjalan sebagaimana mestinya apabila adanya suatu lingkungan yang memberikan dorongan serta individu yang memiliki anggota tubuh yang lengkap dalam arti fisik dan biologik. Bagi individu tunadaksa proses adaptasi ini tidak berjalan sempurna akibat keterbatasan fisik yang mereka miliki, meskipun dukungan dari lingkungan telah mereka dapatkan, karena faktor internal maupun eksternal harus terjadi bersama-sama. Hambatan dalam keterampilan motorik akan memberikan pengaruh terhadap perkembangan keterampilan motorik yang lebih kompleks pada tahap selanjutnya. Faktor usia pertama kali mengalami ketunaan menarik untuk disoroti. Individu yang mengalami kecacatan ketika mereka sudah berada pada usia tertentu, baik pada remaja ataupun dewasa, keterampilan-keterampilan tertentu biasanya sudah dikuasai karena mereka pernah berada pada kondisi individu yang normal. Akan tetapi kondisi seperti ini bagi mereka adalah suatu kemunduran sehingga efek secara psikologis sebenarnya lebih cenderung terjadi pada individu ini daripada efek perkembangan fisik. Sedangkan pada individu yang mengalami kecacatan sejak lahir ataupun ketika berada pada usia kanak-kanak, akan mengalami hambatan dalam perkembangan kognitif mereka, karena terhambatnya usaha untuk menguasai keterampilan yang akan mengarah kepada terhambatnya fungsi-fungsi normal secara keseluruhan (Somantri, 2006). Namun baik individu yang mengalami ketunaan akibat peristiwa traumatik ataupun sejak lahir akan mengalami reaksi dari lingkungan seperti

11 25 keluarga, teman sebaya serta masyarakat pada umumnya yang berdampak pada kondisi psikologis individu tunadaksa tersebut (Somantri, 2006). Penyesuaian diri terhadap lingkungan menjadi tantangan bagi individu tunadaksa. Sikap serta perlakuan yang dimunculkan oleh lingkungan dapat berpengaruh terhadap penyesuaian diri yang mereka lakukan. Selain itu sikap orang tua, teman sebaya, keluarga, serta masyarakat pada umumnya dapat mempengaruhi konsep diri dari individu tunadaksa, yang terbentuk melalui interaksi ataupun respon yang dimunculkan lingkungan terhadap diri mereka (Somantri, 2006). Hal ini akan mengarah kepada suatu bentuk evaluatif yang kemudian membentuk penilaian mereka terhadap diri mereka sendiri berdasarkan penilaian yang dibuat oleh lingkungan terhadap mereka (Dacey & Kenny, 1997). Tuntutan lingkungan secara langsung memberikan pengaruh dalam kehidupan sosial individu tunadaksa. Masyarakat yang menjadikan prestasi sebagai tolak ukur keberhasilan akan menyebabkan individu tunadaksa akan menarik diri dari pergaulan akibat keterbatasan yang mereka miliki. Selanjutnya dikatakan bahwa individu tunadaksa yang berada pada usia sekolah yang lebih tinggi akan cenderung merasa tertolak dibandingkan dengan individu tunadaksa yang berada pada usia sekolah dasar (Somantri, 2006). Selain itu, individu tundaksa sering tidak terlibat dalam kegiatan yang melibatkan kelompok sosial, yang mungkin harus tinggal dirumah karena kondisinya ataupun mungkin tidak terlibat dalam aktivitas sekolah.

12 26 Kondisi sosial pada individu tunadaksa akan berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian mereka. Selanjutnya Somantri (2006) mengemukakan bahwa perkembangan kepribadian individu tunadaksa secara keseluruhan dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu tingkat ketidakmampuan akibat ketunaan yang juga tidak terlepas dari perlakuan individu normal terhadap mereka. Respon yang dimunculkan individu tunadaksa terhadap ketunadaksaaanya sesuai dengan gaya hidup yang terbentuk pada masa kanak-kanak melalui hambatan dan pengalaman yang dihadapi individu tersebut. Perkembangan kepribadian tidak hanya dipengaruhi oleh faktor lingkungan ataupun faktor pembawaan mereka, tetapi bagaimana mereka mengartikan kedua faktor tersebut. Selain itu, faktor usia pertama kali ketika ketunaan terjadi memberikan pengaruh pada tingkat tertentu seperti secara psikologis. Selanjutnya, nampak atau tidaknya kondisi tunadaksa menunjukkan pengaruh terhadap kepribadian individu tundaksa terutama mengenai gambaran tubuhnya (body image) dan dukungan dari keluarga serta masyarakat pada umumnya akan membantu individu untuk mengembangkan rasa berharga pada dirinya ketika lingkungan menunjukkan hal yang sama.

13 27 C. Remaja 1. Defenisi Papalia (2007) mendefenisikan tahap remaja sebagai masa transisi perkembangan antara kanak-kanak dengan dewasa yang melibatkan perubahan yang signifikan dalam kondisi fisik, kognitif, serta sosial, yang pada umumnya dimulai pada usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada usia belasan tahun atau awal dua puluh tahun. Tranisisi perkembangan pada masa remaja berarti sebagian perkembangan masa kanak-kanak masih dialami namun sebagian kematangan masa dewasa sudah dicapai. Kata remaja berasal dari bahasa Latin yaitu adolescene yang berarti to grow atau to grow maturity. Hal ini mendeskripsikan bahwa masa remaja menjadi masa dimana individu bertumbuh ke arah perkembangan yang lebih mendekati kedewasaan atau kematangan, dimana bagian dari masa dewasa meliputi proses kematangan semua organ tubuh termasuk fungsi reproduksi dan kemantangan kognitif yang ditandai dengan kemampuan berpikir secara abstrak (Hurlock,1990;Papalia & Olds,2001 dalam Jahja,2011). 2. Aspek-Aspek Perkembangan Remaja Masa remaja merupakan masa transisi yang melibatkan perubahan yang signifikan pada aspek fisik, kognitif serta psikososial, yang meliputi perkembangan sosial dan kepribadian. Semua aspek tersebut mempengaruhi kondisi psikologis individu (Papalia,Olds,2007).

14 28 a. Perkembangan Fisik Perkembangan fisik ditandai dengan adanya peningkatan hormon yang menjadi pendorong dalam munculnya perubahan-perubahan secara fisik seperti organ-organ yang berkaitan dengan organ reproduksi maupun organ-organ yang secara tidak langsung berkaitan dengan hal itu, seperti pertumbuhan payudara pada perempuan, perluasan daerah bahu pada laki-laki, perubahan dalam suara, tekstur kulit, pertumbuhan rambut didaerah tertentu, dan sebagainya. Namun perubahan fisik, seperti peningkatan berat dan tinggi badan secara tajam juga terjadi pada masa ini, yang pada umumnya berlangsung selama dua tahun sebelum remaja mencapai kematangan seksual (Papalia,Olds,2007). Perubahan yang cepat secara fisik yang disertai dengan kematangan seksual yang terjadi, baik secara internal seperti sistem sirkulasi, pencernaan dan sistem respirasi, maupun secara eksternal seperti tinggi badan, berat badan dan proporsi tubuh sangat berpengaruh pada konsep diri mereka (Jahja,2011). Perubahan-perubahan fisik yang terjadi pada masa ini memiliki dampak secara psikologis bagi diri remaja itu sendiri, yang disebabkan karena kebanyakan remaja menjadi lebih fokus dengan penampilannya daripada aspek lain dalam diri mereka. Selama masa remaja sebagian besar dari self-esteem dipengaruhi oleh perasaan seberapa menarik individu secara fisik, karena hal tersebut sangat berpengaruh terhadap evaluasi diri yang positif, popularitas, penerimaan teman sebaya, juga perkembangan kepribadian, hubungan sosial serta perilaku sosial pada remaja (Rice & Dolgin, 2008).

15 29 Fokus dengan body image, yakni keyakinan yang bersifat deskriptif dan evaluatif mengenai penampilan seseorang sering mulai terjadi pada pertengahan kanak-kanak atau lebih awal dan semakin intens pada masa remaja terutama pada remaja perempuan (Papalia, Olds,2007), yang semakin meningkat pada awal remaja madya yang dipengaruhi oleh penekanan budaya terhadap atribut fisik. Selain itu, menerima keadaan fisik diri sendiri menjadi salah satu tugas perkembangan remaja (Zulkifli, 2005) yang menjadi komponen yang penting pada konsep diri serta self-esteem remaja (Dacey & Kenny, 1997). b. Perkembangan Kognitif Perkembangan kognitif ditandai dengan meningkatnya kemampuan dalam berpikir secara abstrak yang menjadi ciri pada tahap perkembangan operasi formal serta berkembangnya struktur kognitif yang merupakan kemampuan mental yang bersifat kualitatif ataupun kuantitatif (Dacey & Kenny, 1997). Papalia (2007) menambahkan bahwa kemampuan berpikir secara abstrak juga memiliki implikasi emosional. c. Perkembangan Sosial dan Kepribadian Salah satu yang menjadi ciri pada masa remaja yakni terjadinya peningkatan emosional yang terjadi pada masa remaja awal, dimana Hall,1904 (dalam Rice & Dolgin,2008) menyebutnya sebagai periode sturm und drang atau masa storm & stress. Peningkatan emosional dapat merupakan hasil dari perubahan fisik serta peningkatan hormon yang terjadi ataupun yang berasal dari lingkungan sosial mereka,dimana terdapat banyak tuntutan serta tekanan yang ditujukan pada mereka,

16 30 misalnya dalam hal berperilaku, kemandirian dan tanggung jawab, serta mulai memperluas lingkungan sosial mereka (Jahja, 2011). Keluarga menjadi komponen lingkungan sosial yang sangat penting bagi remaja, dimana keluarga merupakan sistem sosial pertama dimana anak terlibat didalamnya. Dukungan orang tua serta ketergantungan secara emosional pada masa ini memberikan pengaruh terhadap kesejahteraan psikologis serta perasaan nyaman terhadap diri mereka sendiri. Hubungan remaja dengan orang tua juga berkaitan dengan kelekatan (attachment) antara remaja dengan orang tua. Orang tua yang sensitif, hangat dan responsif akan membantu anak untuk mengembangkan secure attachment yang berpengaruh terhadap kepercayaan diri mereka untuk berinteraksi dengan dunia sosial serta lebih berkompeten secara sosial. Gaya kelekatan ini juga berkontribusi terhadap pandangan yang positif terhadap diri mereka sendiri sehingga kurang cenderung untuk bergantung pada sikap yang dimunculkan oleh orang lain. Selain itu kecenderungan anak untuk mengalami depresi juga lebih rendah dibandingkan dengan remaja yang tidak merasakan kelekatan dengan orang tua yang cenderung untuk merasa tertolak serta kurangnya kepercayaan diri (Dacey & Kenny, 1997). Aspek-aspek perkembangan remaja ini bertujuan melihat setiap aspek perkembangan yang terjadi pada individu tunadaksa serta pengaruh ketunaan yang dialami seorang individu terhadap aspek perkembangannya.

17 31 D. Family Matters Pada Remaja Tunadaksa Pemahaman remaja terhadap dirinya sendiri sangat dipengaruhi oleh bagaimana orang lain menilai diri mereka, serta bagaimana orang lain bereaksi terhadap mereka yang kemudian diinternalisasi menjadi bagian yang utuh dalam diri mereka (Sulivan, 1947 dalam Elliot, 2009). Hal ini juga berlaku pada remaja tunadaksa ditengahtengah keterbatasan yang mereka miliki. Bagaimana perilaku orang lain terhadap mereka akan sangat mempengaruhi persepsi mereka terhadap diri mereka sendiri. Keluarga menjadi sumber utama bagi remaja tundaksa untuk memberikan dukungan secara emosional, serta berperan sebagai protektor bagi mereka terhadap ancaman yang bersifat fisik ataupun psikologis (Sanders, 2006). Hal ini mengingat bahwa remaja tunadaksa rentan untuk mengalami tekanan secara emosional, terkait dengan kondisi fisik yang mereka alami. Sleeper (2008) menambahkan bahwa orang tua yang memiliki anak dengan kebutuhan khusus berperan dalam melatih mereka. Dalam hal ini orang tua membantu mereka dalam mengembangkan pemikiran yang independen, percaya diri, kreatif yang membantu pertumbuhan personal mereka dalam mempersiapkan masa depan. Ancaman secara fisik dan psikologis rentan untuk dialami oleh individu berkebutuhan khusus, misalnya pada remaja tunadaksa. Elliot (2009) mengemukakan bahwa ancaman, tersebut dapat diatasi ketika individu memilki persepsi bahwa mereka menjadi bagian yang penting dalam lingkungan secara khusus pada orang tua, yang disebut sebagai mattering.

18 32 Konsep mattering sendiri sebenarnya merupakan salah satu dimensi konsep diri yang merupakan suatu kondisi dimana kita meyakini akan kebermaknaan diri bagi orang lain melalui proses sosialisasi yang kita pelajari dari lingkungan. Orang tua serta masyarakat yang menunjukkan sikap menolak akan mengakibatkan anak tunadaksa menjadi merasa rendah diri, tidak berdaya, merasa tidak pantas, frustasi, merasa bersalah, merasa benci, dan sebagainya (Somantri,2006). Individu mampu menghargai diri mereka sendiri apabila lingkungan menerima mereka apa adanya sehingga memunculkan perasaan bahwa dirinya adalah suatu individu utuh dan berbeda dari orang lain. Penilaian serta sikap yang diberikan lingkungan secara khusus orang tua akan berpengaruh terhadap bagaimana individu akan memandang dirinya sendiri melalui proses interaksi yang terjadi. Hal ini sesuai dengan konsep reflected appraisal yang dikemukakan oleh Sullivan (dalam Elliot,2009), dimana individu akan menginternalisasikan pandangan individu terhadap mereka, sehingga membentuk pandangan serta konsep diri mereka sendiri. Pengalaman mattering pada masing-masing individu berbeda, karena pada dasarnya setiap individu berada pada kondisi yang berbeda pula, sebagaimana pada individu tunadaksa. Individu tunadaksa menjadi rentan untuk mengalami tekanan secara psikologis, terutama pada individu yang mengalami kecacatan setelah berada pada usia tertentu, dimana menjalani kehidupan yang normal pernah dialami. Kondisi ini yang pada akhirnya menjadikan mereka sebagai individu yang memiliki kebutuhan khusus akibat keterbatasan yang mereka alami. Keluarga secara khusus

19 33 orang tua menjadi sangat penting dalam memberikan dorongan secara emosional ataupun mengajarkan mereka bagaimana memiliki sikap yang positif terhadap diri mereka sendiri (Smith, 2002). Hal ini tentunya akan sangat membantu individu tunadaksa untuk mengatasi tekanan emosional yang mereka alami, sehingga mattering dapat menyelamatkan individu dari kerusakan konsep diri yang parah akibat reaksi yang dimunculkan oleh orang lain.

20 34

BAB II KAJIAN PUSTAKA. politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas (Hartaji, 2012: 5).

BAB II KAJIAN PUSTAKA. politeknik, sekolah tinggi, institut dan universitas (Hartaji, 2012: 5). BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Mahasiswa 1. Pengertian Mahasiswa Mahasiswa adalah seseorang yang sedang dalam proses menimba ilmu ataupun belajar dan terdaftar sedang menjalani pendidikan pada salah satu bentuk

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau

BAB II KAJIAN PUSTAKA. (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh atau BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Masa Remaja 1. Pengertian Masa Remaja Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescere) (kata bendanya, adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Kebermaknaan Hidup 1. Pengertian Kebermaknaan Hidup Menurut Victor frankl sebagaimana dikutip Bastaman bahwa hasrat yang paling mendasar dari setiap manusia adalah hasrat untuk

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 13 BAB II LANDASAN TEORI II.1Penerimaan Diri II.1.A Definisi Germer (2009) menyatakan bahwa orang yang menerima dirinya adalah orang yang sadar bahwa dirinya mengalami sebuah sensasi, perasaan, maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan. 2.1.1 Pengertian Peranan. Peranan (role) merupakan aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya, dia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Penyesuaian diri 1. Pengertian penyesuaian diri Menurut Satmoko (dalam Ghufron, 2011) penyesuaian diri dipahami sebagai interaksi seseorang yang kontinu dengan dirinya sendiri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan tubuhnya secara efektif. Lebih lanjut Havighurst menjelaskan

BAB I PENDAHULUAN. menggunakan tubuhnya secara efektif. Lebih lanjut Havighurst menjelaskan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja sering kali disebut masa transisi atau masa peralihan dari anak-anak sebelum akhirnya masuk ke masa dewasa. Pada masa ini individu mengalami perubahan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Minat Berwirausaha 1. Pengertian Minat Minat adalah kesadaran individu terhadap sesuatu hal yang bersangkut paut dengan dorongan sehingga individu memusatkan seluruh perhatiannya

Lebih terperinci

PENYESUAIAN DIRI SISWA TUNADAKSA DI SEKOLAH UMUM (STUDI KASUS PADA SISWA PENYANDANG CEREBRAL PALCY, POLIOMYELITIS, DAN CONGENITAL AMPUTATION DI SMA/MA REGULER) Asrorul Mais Lailil Aflahkul Yaum Prodi.

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP REHABILITASI ANAK PENYANDANG CACAT TUBUH DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT

BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP REHABILITASI ANAK PENYANDANG CACAT TUBUH DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT 41 BAB II PENGATURAN HUKUM TERHADAP REHABILITASI ANAK PENYANDANG CACAT TUBUH DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1997 TENTANG PENYANDANG CACAT A. Pengaturan Hukum Terhadap Anak dan Penyandang Cacat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. artinya saling membutuhkan yang lain sebagai hal yang esensial dalam hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. artinya saling membutuhkan yang lain sebagai hal yang esensial dalam hidupnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia hidup sebagai makhluk individu dan juga sebagai makhluk sosial artinya saling membutuhkan yang lain sebagai hal yang esensial dalam hidupnya. Manusia tidak mampu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. disebutkan dalam berbagai karya tentang ekonomi, investasi, dan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. disebutkan dalam berbagai karya tentang ekonomi, investasi, dan BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Psychological Capital 1. Pengertian Psychological Capital Psychological capital atau modal psikologis secara singkat telah disebutkan dalam berbagai karya tentang ekonomi, investasi,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Tunadaksa 1. Pengertian Tunadaksa Menurut Hikmawati (2011), penyandang tunadaksa adalah seseorang yang mempunyai kelainan tubuh pada alat gerak yang meliputi tulang, otot, dan

Lebih terperinci

KONSEP KENDIRI (Part 5)

KONSEP KENDIRI (Part 5) Azizi Yahya / Konsep Kendiri (Part 5). 2011 10 KONSEP KENDIRI (Part 5) Azizi Hj Yahaya Definisi Remaja Dan Pembentukan Konsep Kendiri Konsep kendiri adalah terdiri daripada gabungan di antara penilaian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Image 1. Pengertian Body image adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak sadar. Sikap ini mencakup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, fungsi

Lebih terperinci

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN

TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN TAHAP PERKEMBANGAN ANAK USIA 12-17 TAHUN LATAR BELAKANG Lerner dan Hultsch (1983) menyatakan bahwa istilah perkembangan sering diperdebatkan dalam sains. Walaupun demikian, terdapat konsensus bahwa yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Eksistensi Diri. Secara etimologi, istilah existence berasal dari bahasa Latin existo,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Eksistensi Diri. Secara etimologi, istilah existence berasal dari bahasa Latin existo, BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Eksistensi Diri 1. Pengertian Eksistensi Diri Secara etimologi, istilah existence berasal dari bahasa Latin existo, yang terdiri dari dua suku kata, ex dan sistere yang berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam pendidikan luar biasa atau pendidikan khusus anak berkelainan, istilah penyimpangan secara eksplisit ditunjukan kepada anak yang dianggap memiliki kelainan

Lebih terperinci

PENYESUAIAN SOSIAL REMAJA TUNADAKSA BUKAN BAWAAN LAHIR SKRIPSI

PENYESUAIAN SOSIAL REMAJA TUNADAKSA BUKAN BAWAAN LAHIR SKRIPSI PENYESUAIAN SOSIAL REMAJA TUNADAKSA BUKAN BAWAAN LAHIR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan

BAB I PENDAHULUAN. berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan merupakan proses yang terjadi secara terus menerus dan berkesinambungan dalam kehidupan manusia. Perkembangan adalah perubahanperubahan yang dialami

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap manusia ingin terlahir sempurna, tanpa ada kekurangan,

BAB 1 PENDAHULUAN. Setiap manusia ingin terlahir sempurna, tanpa ada kekurangan, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap manusia ingin terlahir sempurna, tanpa ada kekurangan, tanpa ada kecacatan. Setiap manusia juga ingin memiliki tubuh dan alat indera yang lengkap untuk dapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Diet 1. Pengertian Perilaku Diet Perilaku diet adalah pengurangan kalori untuk mengurangai berat badan (Kim & Lennon, 2006). Demikian pula Hawks (2008) mengemukakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka

BAB I PENDAHULUAN. yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebahagiaan adalah hal yang selalu ingin dicapai oleh semua orang. Baik yang kaya, miskin, tua, muda, besar, kecil, laki-laki, maupun perempuan, mereka ingin dirinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Valentina, 2013). Menurut Papalia dan Olds (dalam Liem, 2013) yang dimaksud

BAB I PENDAHULUAN. Valentina, 2013). Menurut Papalia dan Olds (dalam Liem, 2013) yang dimaksud BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi perkembangan yang terjadi antara masa kanak-kanak dan masa dewasa, yang melibatkan perubahan-perubahan baik itu secara biologis

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi hampir bersamaan antara individu satu dengan yang lain, dan

BAB I PENDAHULUAN. yang terjadi hampir bersamaan antara individu satu dengan yang lain, dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia selalu mengalami perubahan sepanjang kehidupan yakni sejak dalam kandungan sampai meninggal. Fase-fase perkembangan yang terjadi hampir bersamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang ingin lahir dalam keadaan normal, namun pada kenyataannya ada orang yang dilahirkan dengan keadaan cacat. Bagi orang yang lahir dalam keadaan cacat

Lebih terperinci

ASPEK PSIKOSOSIAL REMAJA DENGAN DISABILITAS FISIK MOTORIK TUBUH SKRIPSI

ASPEK PSIKOSOSIAL REMAJA DENGAN DISABILITAS FISIK MOTORIK TUBUH SKRIPSI ASPEK PSIKOSOSIAL REMAJA DENGAN DISABILITAS FISIK MOTORIK TUBUH SKRIPSI Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Akhir dan Memenuhi Syarat-Syarat Guna Menyelesaikan Pendidikan Program Sarjana (S1) Psikologi DISUSUN

Lebih terperinci

SELF DISCLOSURE PADA REMAJA TUNA DAKSA DARI LAHIR SKRIPSI

SELF DISCLOSURE PADA REMAJA TUNA DAKSA DARI LAHIR SKRIPSI SELF DISCLOSURE PADA REMAJA TUNA DAKSA DARI LAHIR SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam perjalanan hidupnya manusia melewati fase-fase kehidupan sejak ia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dalam perjalanan hidupnya manusia melewati fase-fase kehidupan sejak ia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam perjalanan hidupnya manusia melewati fase-fase kehidupan sejak ia dilahirkan. Salah satu fase yang dilewati itu adalah masa remaja. Masa remaja merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan fisik dan juga kelainan fisik yang sering disebut tunadaksa.

BAB I PENDAHULUAN. keterbatasan fisik dan juga kelainan fisik yang sering disebut tunadaksa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada umumnya manusia terlahir di dunia dengan keadaan normal dan sempurna. Namun pada kenyataannya hal tersebut tidak dialami oleh semua orang. Beberapa orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilihat dari fisik, tetapi juga dilihat dari kelebihan yang dimiliki.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilihat dari fisik, tetapi juga dilihat dari kelebihan yang dimiliki. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan dengan kesempurnaan yang berbeda. Kesempurnaan tidak hanya dilihat dari fisik, tetapi juga dilihat dari kelebihan yang dimiliki. Umumnya seseorang

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Fisik dan Kognitif Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Masa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Remaja

TINJAUAN PUSTAKA Remaja TINJAUAN PUSTAKA Remaja Remaja berasal dari bahasa latin yaitu adolescent yang mempunyai arti tumbuh menjadi dewasa. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

BAB II KAJIAN TEORI. tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605). BAB II KAJIAN TEORI A. Teori Kontrol Diri 1. Pengertian Kontrol Diri Kontrol diri adalah kemampuan untuk menekan atau untuk mencegah tingkah laku yang menurut kata hati atau semaunya (Anshari, 1996: 605).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tubuh manusia mengalami berbagai perubahan dari waktu kewaktu sejak lahir yang meliputi pertumbuhan dan perkembangan. Perubahan yang cukup mencolok terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah masa transisi dari anak-anak ke fase remaja. Menurut Papalia et, al (2008) adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Dewasa Awal dalam Aspek Fisik dan Kognitif Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa 15 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Di usia remaja antara 10-13 tahun hingga 18-22 tahun (Santrock, 1998), secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja adalah masa transisi antara masa anak-anak dan dewasa, di mana terjadi pacu tumbuh, timbul ciri-ciri seks sekunder, tercapainya fertilitas, dan terjadi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Attachment Attachment atau kelekatan merupakan teori yang diungkapkan pertama kali oleh seorang psikiater asal Inggris bernama John Bowlby pada tahun 1969. Ketika seseorang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Normative Social Influence 2.1.1 Definisi Normative Social Influence Pada awalnya, Solomon Asch (1952, dalam Hogg & Vaughan, 2005) meyakini bahwa konformitas merefleksikan sebuah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan reproduksi mempengaruhi kualitas sumber daya manusia, sehingga perlu mendapat perhatian khusus secara global. Hal ini diperjelas dengan diangkatnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dihindari. Penderitaan yang terjadi pada individu akan mengakibatkan stres dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dihindari. Penderitaan yang terjadi pada individu akan mengakibatkan stres dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan tidak selalu berjalan sesuai dengan keinginan manusia. Peristiwa tragis yang mengakibatkan penderitaan kadangkala terjadi dan tidak dapat dihindari. Penderitaan

Lebih terperinci

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi

Pedologi. Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Yenny, M.Psi. Psikolog. Modul ke: Fakultas Psikologi. Program Studi Psikologi Modul ke: Pedologi Penganiayaan Anak dan Kekerasan dalam Rumah Tangga Fakultas Psikologi Yenny, M.Psi. Psikolog Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Tipe-tipe Penganiayaan terhadap Anak Penganiayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap orang dilahirkan berbeda dimana tidak ada manusia yang benar-benar sama

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Setiap orang dilahirkan berbeda dimana tidak ada manusia yang benar-benar sama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap orang dilahirkan berbeda dimana tidak ada manusia yang benar-benar sama meskipun mereka kembar. Hal tersebut dapat terjadi pada kondisi fisik dan non fisik yang

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

BAB 1 PENDAHULUAN. Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Berdasarkan sensus penduduk terbaru yang dilaksanakan pada tahun 2010, Badan Pusat Statistik (BPS) Republik Indonesia melaporkan bahwa Indonesia memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Memiliki lapangan pekerjaan, terlindung dari pengangguran, dan memperoleh kehidupan yang layak merupakan hak yang tidak dapat dicabut dari seseorang sebagai martabat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI II. A. DUKUNGAN SOSIAL II. A. 1. Definisi Dukungan Sosial Menurut Orford (1992), dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, dan penghargaan yang diandalkan pada saat individu mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku Diet 2.1.1 Pengertian Perilaku Diet Perilaku adalah suatu respon atau reaksi organisme terhadap stimulus dari lingkungan sekitar. Lewin (dalam Azwar, 1995) menyatakan

Lebih terperinci

: Penyesuaian Diri pada Remaja Tuna Daksa Bawaan : Septian Agung W./ : Anita Zulkaida, Spsi., Msi Abstraksi

: Penyesuaian Diri pada Remaja Tuna Daksa Bawaan : Septian Agung W./ : Anita Zulkaida, Spsi., Msi Abstraksi Judul Nama/NPM Pembimbing : Penyesuaian Diri pada Remaja Tuna Daksa Bawaan : Septian Agung W./10503167 : Anita Zulkaida, Spsi., Msi Abstraksi Penyesuaian diri sangat penting dalam pembentukan pribadi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk menyatakan adanya benjolan yang disebabkan oleh pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk menyatakan adanya benjolan yang disebabkan oleh pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ini membahas tentang konsep diri perempuan yang telah divonis tumor jinak payudara. Seperti diketahui banyak orang, tumor payudara merupakan penyakit yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia pasti berharap memiliki kondisi fisik yang sempurna dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap manusia pasti berharap memiliki kondisi fisik yang sempurna dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia pasti berharap memiliki kondisi fisik yang sempurna dan mampu menjalani kehidupannya dengan baik, akan tetapi tidak semua orang mampu mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. yang lain untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik kebutuhan secara

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang masalah. yang lain untuk dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, baik kebutuhan secara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sebagai mahkluk sosial selalu berhubungan dengan orang lain karena pada dasarnya manusia tercipta sebagai mahluk sosial,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Body Dissatisfaction

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Body Dissatisfaction BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Body Dissatisfaction 1. Pengertian Body Dissatisfaction Body image pada awalnya diteliti oleh Paul Schilder (1950) yang menggabungkan teori psikologi dan sosiologi. Schilder

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Masa remaja merupakan saat yang penting dalam mempersiapkan seseorang memasuki masa dewasa. Masa ini merupakan, masa transisi dari masa anak-anak menuju dewasa.

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KONSEP DIRI PADA MASA KANAK-KANAK

PENGEMBANGAN KONSEP DIRI PADA MASA KANAK-KANAK PENGEMBANGAN KONSEP DIRI PADA MASA KANAK-KANAK Konsep diri adalah suatu konstruk multidimensional berkaitan dengan kompetensi fisik yang dipersepsikan sepanjang masa kanak-kanak sampai dewasa. Kiranya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Remaja Karakteristik Remaja Jenis Kelamin

TINJAUAN PUSTAKA Remaja Karakteristik Remaja Jenis Kelamin 9 TINJAUAN PUSTAKA Remaja Remaja merupakan masa transisi dari periode anak ke periode dewasa. Secara psikologi, kedewasaan adalah keadaan berupa sudah terdapatnya ciri-ciri psikologis pada diri seseorang.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa. lainnya. Masalah yang paling sering muncul pada remaja antara lain BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menuju masa dewasa yang meliputi berbagai macam perubahan yaitu perubahan biologis, kognitif, sosial dan emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. latin adolensence, diungkapkan oleh Santrock (2003) bahwa adolansence BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perkembangan dari masa kanak-kanak menuju dewasa ditandai dengan adanya masa transisi yang dikenal dengan masa remaja. Remaja berasal dari kata latin adolensence,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Identitas Ego 2.1.1 Definisi Identitas Ego Untuk dapat memenuhi semua tugas perkembangan remaja harus dapat mencapai kejelasan identitas (sense of identity) yang berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu yang hidup di dunia ini pasti selalu berharap akan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap individu yang hidup di dunia ini pasti selalu berharap akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap individu yang hidup di dunia ini pasti selalu berharap akan kehidupannya dapat dijalani dengan baik sesuai harapan-harapan di masa yang akan datang. Namun sering

Lebih terperinci

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN

5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 109 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran harapan dan konsep Tuhan pada anak yang mengalami kanker, serta bagaimana mereka mengaplikasikan

Lebih terperinci

BAB II STUDI TEORIS. kelainan fisik, khususnya anggota badan, seperti kaki, tangan, atau bentuk tubuh.

BAB II STUDI TEORIS. kelainan fisik, khususnya anggota badan, seperti kaki, tangan, atau bentuk tubuh. 17 BAB II STUDI TEORIS A. Anak Tunadaksa Tunadaksa merupakan sebutan halus bagi orang-orang yang memiliki kelainan fisik, khususnya anggota badan, seperti kaki, tangan, atau bentuk tubuh. Antara anak normal

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 2. PERKEMBANGAN PADA MANUSiAlatihan soal 2.4

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 2. PERKEMBANGAN PADA MANUSiAlatihan soal 2.4 SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 2. PERKEMBANGAN PADA MANUSiAlatihan soal 2.4 1. Apabila seorang telah berpikir kritis dan menetapkan pendirian dalam mengambil keputusan, dia berada dalam tahap perkembangan...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Ayah 1. Definisi Peran Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan pada seseorang sesuai dengan posisi sosial yang diberikan baik secara formal maupun informal (Supartini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk hidup yang senantiasa berkembang dan mengalami perubahan-perubahan bertahap dalam hidupnya. Sepanjang rentang kehidupannya tersebut,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Beberapa teori akan dipaparkan dalam bab ini sebagai pendukung dari dasar pelitian. Berikut adalah beberapa teori yang terkait sesuai dengan penelitian ini. 2.1 Anxiety (Kecemasan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepercayaan diri pada dasarnya adalah kemampuan dasar untuk dapat menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992) menyatakan bahwa kepercayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja berasal dari kata adolescence yang memiliki arti tumbuh untuk mencapai kematangan, baik mental, emosional, sosial, dan fisik. Masa remaja ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Prestasi Belajar 1. Pengertian Prestasi belajar atau hasil belajar adalah realisasi atau pemekaran dari kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan

Lebih terperinci

KONSEP PERKEMBANGAN MOTORIK Motorik sebagai istilah umum untuk berbagai bentuk perilaku gerak manusia. Sedangkan psikomotorik khusus digunakan pada

KONSEP PERKEMBANGAN MOTORIK Motorik sebagai istilah umum untuk berbagai bentuk perilaku gerak manusia. Sedangkan psikomotorik khusus digunakan pada KONSEP PERKEMBANGAN MOTORIK Motorik sebagai istilah umum untuk berbagai bentuk perilaku gerak manusia. Sedangkan psikomotorik khusus digunakan pada domain mengenai perkembangan manusia yang mencakup gerak

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 8 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1. Kajian Pustaka 2.1.1. Penyesuaian Diri Penyesuaian berarti adaptasi yang dapat mempertahankan eksistensinya atau bisa bertahan serta memperoleh

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK ANAK USIA SD Oleh : Sugiyanto

KARAKTERISTIK ANAK USIA SD Oleh : Sugiyanto KARAKTERISTIK ANAK USIA SD Oleh : Sugiyanto Ada beberapa karakteristik anak di usia Sekolah Dasar yang perlu diketahui para guru, agar lebih mengetahui keadaan peserta didik khususnya ditingkat Sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan bimbingan pada dasarnya upaya peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi termasuk masalah penerimaan diri. Bimbingan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak

TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Nilai Anak 7 TINJAUAN PUSTAKA Keluarga Keluarga merupakan tempat pertama dan utama dimana seorang anak dididik dan dibesarkan. Berdasarkan Undang-undang nomor 52 tahun 2009, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat

Lebih terperinci

Perkembangan Individu

Perkembangan Individu Perkembangan Individu oleh : Akhmad Sudrajat sumber : http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/24/perkembangan-individu/ 1. Apa perkembangan individu itu? Perkembangan dapat diartikan sebagai perubahan

Lebih terperinci

yang tidak terduga. Seperti seseorang yang mengalami kecelakaan, memperoleh penyakit, dan lain-lain yang dapat menimbulkan luka sehingga merusak kesem

yang tidak terduga. Seperti seseorang yang mengalami kecelakaan, memperoleh penyakit, dan lain-lain yang dapat menimbulkan luka sehingga merusak kesem SELF-DISCLOSURE PADA REMAJA YANG MENGALAMI KETUNADAKSAAN KARENA KECELAKAAN ABSTRAK Seorang remaja yang menyandang cacat fisik (tuna daksa) bawaan yang sudah sejak lahir dihadapkan kepada kenyataan bahwa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan dengan orang lain (Stuart & Sundeen, 1998). Potter & Perry. kelemahannya pada seluruh aspek kepribadiannya. 7 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep diri 2.1.1. Pengertian Konsep diri Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan, individu akan mengalami fase-fase perkembangan selama masa hidupnya. Fase tersebut dimulai dari awal kelahiran hingga fase dewasa akhir yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri,

BAB I PENDAHULUAN. lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang berarti tidak dapat hidup tanpa orang lain. Sebagai makhluk sosial manusia dituntut untuk dapat menyesuaikan diri, baik terhadap

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian remaja Remaja atau adoloscense (Inggris) berasal dari bahasa Latin adoloscere yang berarti tumbuh ke arah kematangan, yakni kematangan mental, emosional,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Keperawatan secara holistik akan memandang masalah yang dihadapi pasien melalui

BAB 1 PENDAHULUAN. Keperawatan secara holistik akan memandang masalah yang dihadapi pasien melalui BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Keperawatan secara holistik akan memandang masalah yang dihadapi pasien melalui berbagai aspek hidup yaitu biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Masalah yang dihadapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap

BAB II LANDASAN TEORI. rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan mereka terhadap BAB II LANDASAN TEORI II. A. Harga Diri II. A. 1. Definisi harga diri Harga diri merupakan evaluasi individu terhadap dirinya sendiri secara rendah atau tinggi. Penilaian tersebut terlihat dari penghargaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki ukuran dan proporsi tubuh yang berbeda-beda satu

BAB I PENDAHULUAN. Setiap manusia memiliki ukuran dan proporsi tubuh yang berbeda-beda satu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia memiliki ukuran dan proporsi tubuh yang berbeda-beda satu sama lain. Perbedaan bentuk tubuh satu sama lain seringkali membuat beberapa orang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Remaja 2.1.1 Pengertian Remaja Pada umumnya remaja didefiniskan sebagai masa peralihan atau transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa yang berjalan antara umur 12 tahun

Lebih terperinci

KESEHATAN REPRODUKSI. Dr. Tri Niswati Utami, M.Kes

KESEHATAN REPRODUKSI. Dr. Tri Niswati Utami, M.Kes KESEHATAN REPRODUKSI Dr. Tri Niswati Utami, M.Kes Introduction Kespro keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit dan kecacatan, dalam semua hal yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena

BAB I PENDAHULUAN. Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Mahasiswa adalah status yang disandang oleh seseorang karena hubungannya dengan perguruan tinggi yang diharapkan dapat menjadi caloncalon intelektual. Mahasiswa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) pada buku karangan Aristotetea yang berjudul Nicomacheon Ethics

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) pada buku karangan Aristotetea yang berjudul Nicomacheon Ethics BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesejahteraan Psikologis (Psychological Well-Being) 1. Kesejahteraan Psikologis Bradburn menterjemahkan kesejahteraan psikologis berdasarkan pada buku karangan Aristotetea yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self injury pada Remaja Putus Cinta. Muthia dkk. (2016) memaparkan beberapa istilah mengenai self injury

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Self injury pada Remaja Putus Cinta. Muthia dkk. (2016) memaparkan beberapa istilah mengenai self injury BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Self injury pada Remaja Putus Cinta 1. Definisi Self injury Muthia dkk. (2016) memaparkan beberapa istilah mengenai self injury yang seringkali digunakan seperti self mutilation

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan pribadi individu untuk menjadi dewasa. Menurut Santrock (2007),

BAB I PENDAHULUAN. pembentukan pribadi individu untuk menjadi dewasa. Menurut Santrock (2007), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang berada diantara masa anak dan dewasa. Masa ini dianggap sebagai suatu bentuk transisi yang cukup penting bagi pembentukan pribadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pasien melalui berbagai aspek hidup yaitu biologis, psikologis, sosial dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pasien melalui berbagai aspek hidup yaitu biologis, psikologis, sosial dan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Keperawatan secara holistik akan memandang masalah yang dihadapi pasien melalui berbagai aspek hidup yaitu biologis, psikologis, sosial dan spiritual. Masalah yang dihadapi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Perilaku Seksual Pranikah 1. Pengertian Perilaku Seksual Pranikah Menurut Sarwono (2005) perilaku seksual pranikah adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual

Lebih terperinci