PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN"

Transkripsi

1 PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN Oleh : Mutiara Ayuputri A PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

2 RINGKASAN MUTIARA AYUPUTRI. Perancangan Lanskap Waterfront Situ Babakan di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, Jakarta Selatan. (Dibimbing oleh NURHAJATI A. MATTJIK). Kawasan waterfront Situ Babakan, di Perkampungan Budaya Betawi (PBB), merupakan salah satu kawasan tepian air yang potensial dikembangkan sebagai obyek wisata. Kegiatan wisata telah membentuk kawasan di sekitar danau (waterfront) menjadi areal pelayanan wisata yang tidak tertata dengan baik sehingga dapat mengakibatkan menurunnya perhatian masyarakat kepada danau serta menimbulkan dampak negatif ekologis dan ekonomis pada danau. Sehingga dalam pengembangannya diperlukan suatu perencanaan dan perancangan lanskap waterfront situ yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk merancang kawasan waterfront Situ Babakan dengan memanfaatkan potensi badan air Situ Babakan agar dapat memberikan nilai tambah bagi kawasan PBB Setu Babakan. Selain itu dapat meningkatkan daya dukung, kualitas visual dan lingkungan tepian air baik air maupun bantarannya. Sehingga tercapainya kelestarian lingkungan dan pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Penelitian ini menggunakan metode survai dan analisis deskriptif. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan proses perencanaan dan perancangan yang dikemukakan oleh Gold (1980) dengan pendekatan sumberdaya dan aktivitas. Proses ini meliputi beberapa tahapan diantaranya, persiapan penelitian, inventarisasi, analisis, perencanaan serta perancangan. Luas keseluruhan PBB 289 ha, dengan luas Situ Babakan saat ini sekitar 17 ha ( %). Jenis penggunaan lahan di kawasan danau dan sekitarnya meliputi perumahan, kawasan hijau, rawa, air, dan fasilitas umum/ fasilitas sosial. Potensi tapak adalah aksesibilitas tinggi; keanekaragaman jenis tanaman khas Betawi, vegetasi peneduh; satwa burung dan ikan. Selain itu suara kicauan burung, desiran angin dan gemerisik dedaunan menjadi daya tarik wisata; penampakan permukiman penduduk yang masih asri dan berkarakteristik khas Betawi; dominansi penduduk Betawi; aktifitas seni budaya Betawi. Sedangkan kendalanya adalah drainase buruk; degradasi kualitas situ; keindahan situ babakan tidak dapat dinikmati secara menyeluruh, fasilitas wisata tidak bernuansa Betawi; warung-warung tidak tertata dengan baik; laju pertumbuhan penduduk tinggi dan adanya warga pendatang; permukiman terlalu dekat dengan situ dan membelakangi situ; arsitektur tidak berkarakter khas betawi; penanganan limbah domestik masih kurang. Konsep dasar perancangan tapak adalah suatu kawasan edukatif dan rekreatif dengan tetap mempertahankan fungsi lingkungan utamanya sebagai daerah resapan air dan kawasan budaya Betawi. Rencana ruang dibagi berdasarkan tingkat kepekaan terhadap lanskap dan intensitas aktifitas manusia yaitu ruang intensif (ruang wisata alam, ruang wisata budaya/permukiman penduduk, ruang pelayanan dan non intensif (ruang konservasi). Penataan ruang di tapak disesuaikan antara aktivitas yang berlangsung di tapak baik aktivitas wisata maupun masyarakat Betawi setempat sehingga ruang-ruang yang ada dapat mengakomodasikan fungsi-fungsi yang berlangsung.

3 Rencana sirkulasi ditujukan sebagai pengarah gerakan dari pengguna tapak dan menghubungkan setiap ruang dengan efektif dan efisien. Jalur sirkulasi dibagi menjadi dua yaitu jalur sirkulasi ulama dan jalur sirkulasi penunjang. Rencana tata hijau berorientasi pada penggunaan jenis-jenis vegetasi lokal khas Betawi dan berdasarkan kebutuhan. Pengembangan fasilitas yang akan diakomodasikan di tapak adalah Rumah adat, kios yang terdiri dari kios makanan, kios untuk menjual dan penjualan alat pemancingan, dan kios cindera mata (Art shop), workshop, museum dan perpustakaan, pintu gerbang, restoran dilengkapi dengan 12 pendopo, penginapan, teater terbuka, toilet, gazebo dan shelter, dek pemancingan, perahu, jembatan, halte delman, bangku taman tersebut berciri khas Betawi, papan informasi yang direncanakan pada tapak terdiri dari papan penunjuk arah, papan orientasi, papan peraturan/larangan, dan papan nama tanaman, lampu, tempat sampah, drainase. Untuk mereduksi dampak negatif terhadap tapak dan memberi kenyamanan bagi pengunjung maka dilakukan penghitungan terhadap daya dukung. Daya dukung tapak yaitu sebesar 3947 orang/hari. Perancangan lanskap sangat tergantung pada hasil perencanaan sehingga diperlukan perencanaan yang matang. Tema di kawasan waterfront sangat mendukung tercipta suatu keunikan tersendiri sehingga mengundang pengunjung dan senagai daya tarik sehingga menimbulkan perasaan untuk kembali lagi. Keunikan tersebut dapat ditentukan oleh budaya yang berkembang di kawasan tersebut. Untuk mengembangkan kawasan ini perlu adanya pertemuan terbuka dengan masyarakat untuk meningkatkan kesan publik. Pengembangan waterfront harus tetap melestarikan lingkungannya. Bahkan, jika mungkin, memperbaiki lingkungannya yang rusak. Selain itu diperlukan suatu metode tertentu yang dapat menstabilkan garis pertemuan antara darat dan air.

4 PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh : Mutiara Ayuputri A PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006

5 LEMBAR PENGESAHAN Judul Nama NRP : PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN : Mutiara Ayuputri : A Menyetujui, Pembimbing Prof. Dr. Ir. Nurhajati A. Mattjik, MS NIP Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP : Tanggal lulus :

6 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 5 November Penulis merupakan anak keempat dari empat bersaudara, putri dari pasangan Bapak Achmad Firdaus (Almarhum) dan Ibu Sri Rahayu. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Negeri 17 Malaka Jaya, Jakarta pada tahun Selanjutnya, penulis menyelesaikan studi di SMP Negeri 139 Jakarta pada tahun Pada tahun 2001, penulis menyelesaikan studi di SMU Negeri 54 Jakarta. Tahun 2001 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) sebagai mahasiswa Program Studi Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian.

7 KATA PENGANTAR Segala Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta nikmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Perancangan Lanskap Waterfront Situ Babakan, di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, Jakarta Selatan. Skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini bertujuan untuk merancang lanskap kawasan waterfront Situ Babakan dengan memanfaatkan potensi badan air Situ Babakan agar dapat memberikan nilai tambah bagi kawasan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Sehingga tercapainya kelestarian lingkungan dan pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Selama persiapan, pelaksanaan dan penulisan penelitian ini penulis mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan setulus hati, penulis berterimakasih kepada : 1. Prof. Dr. Ir. Nurhajati A. Matjik, MS selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dan memberikan pengarahan. 2. Bapak Dr. Ir. Nizar Nasrullah, M.Agr dan Ir. Marietje Wungkar, M.Si yang telah bersedia menguji dan memberikan saran-saran untuk perbaikan penelitian ini. 3. Kepada Prof. Dr. Ir. Hadi Susilo Arifin selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan selama perkuliahan. 4. Segenap keluarga tercinta : Mamah, Kakak, dan saudara -saudara tercinta atas segala dukungannya baik moril maupun materil. 5. Landscape 38 atas kebersamaannya serta segala pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini. Penulis juga mengharapkan agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan kemajuan ilmu arsitektur lanskap. Bogor, Januari 2006 Penulis

8 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... x DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR LAMPIRAN... xiv PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 2 Manfaat Penelitian... 3 TINJAUAN PUSTAKA Lanskap... 4 Perancangan... 4 Situ atau Danau dan Potensinya sebagai Areal Rekreasi... 6 Karakteristik Kawasan Waterfront... 8 Pengembangan Waterfront... 8 Daya Dukung Wisata METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Batasan Penelitian Metode KONDISI UMUM KAWASAN Sejarah Situ Babakan Perkembangan Kampung-kampung Betawi Asli Rencana Induk Pengembangan Kawasan PBB INVENTARISASI Aspek Biofisik Lokasi dan Aksesibilitas Tapak Pola Penggunaan Lahan Tanah Topografi Hidrologi Iklim Vegetasi dan satwa Visual dan Akustik Utilitas Lingkungan Aspek Sosial Budaya Kependudukan Pola Permukiman... 45

9 Pengunjung Seni dan Budaya Arsitektur Rumah Tradisional Betawi ANALISIS DAN SINTESIS Aspek Biofisik Lokasi dan Aksesibilitas Tapak Pola Penggunaan Lahan Tanah Topografi Hidrologi Iklim Vegetasi dan satwa Visual dan Akustik Utilitas Lingkungan Aspek Sosial Budaya Kependudukan Pola Permukiman Pengunjung Seni dan Budaya Arsitektur Rumah Tradisional Betawi KONSEP Konsep Dasar Konsep Pengembangan Lanskap Konsep Ruang Konsep Aktivitas Konsep Sirkulasi Konsep Tata Hijau Konsep Fasilitas dan Utilitas PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Rencana Lanskap Rencana Ruang Rencana Aktivitas Rencana Sirkulasi Rencana Tata Hijau Rencana Fasilitas dan Utilitas Fasilitas Utilitas Daya Dukung KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

10 DAFTAR TABEL No. Halaman 1. Jenis, Bentuk, dan Sumber Data Fasilitas Bangunan Wisata di PBB Landscape furniture di PBB Penggunaan Lahan di Waterfront Situ Babakan Status Mutu Air Situ Babakan Menurut Sistem Nilai STORET Sesuai Peruntukannya Jenis Tanaman yang Ada pada Tapak Jenis-jenis Burung yang ditemukan di PBB Kegiatan Pagelaran Kesenian Rutin dan Kegiatan Insidental Periode April-Juni Jenis Tari dalam Kebudayaan Betawi Jenis Seni Teater dalam Kebudayaan Betawi Jenis Seni Musik dalam Kebudayaan Betawi Jenis Makanan dan Minuman Khas Betawi Alternatif Tanaman yang ditanam di Situ Babakan Pembagian ruang berdasarkan tingkat kepekaan terhadap lanskap dan intensitas aktivitas manusia Matriks kesesuaian sumberdaya dengan aktivitas wisata yang direncanakan dala m kawasan Alternatif Tanaman yang ditanam di Kawasan Waterfront Kebutuhan ruang aktivitas dan fasilitas, serta daya dukungnya

11 DAFTAR GAMBAR No. Halaman 1. Peta Orientasi Tapak Bagan Proses Perencanaan/perancangan pada level tapak yang dikemukakan ole Gold (1980) Master Plan PBB Fasilitas Bangunan di PBB Landscape Furniture di PBB Kondisi Warung Makan di Pinggiran Situ Saat Ini Pintu Masuk I Bang Pitung (PBB) Kondisi Jalan di dalam Tapak Peta Tata Guna Lahan di PBB Peta Tata Guna Lahan di Waterfront Situ Babakan Peta Topografi Peta Kemiringan Lereng Peta Hidrologi Keramba Jaring Apung di Situ Babakan Suhu Udara Rata-rata tahun Curah Hujan Rata-rata tahun Penyinaran Matahari Rata-rata tahun Kelembaban Rata-rata tahun Kecepatan Angin Rata -rata tahun Good View di Dalam Tapak Bad view di dalam tapak Jumlah penduduk tiap RW di Kelurahan Srengseng Sawah Jumlah penduduk menurut mata pencaharian Kondisi rumah yang membelakangi badan air di sekitar situ Pola tata ruang permukiman di kawasan waterfront Jumlah pengunjung PBB Salah satu kegiatan yang dilakukan di PBB Salah satu jenis makanan dan minuman khas Betawi Penggunaan lisplang pada rumah adat Betawi... 54

12 30. Area potensial penarik pengunjung di sekitar PBB Turfblok sebagai Contoh Perkerasan Terbuka (Walker, 2002) Tanaman Pencegah Erosi (Hakim, 2001) Pengendalian Iklim Mikro dengan Pepohonan (Brooks, 1988) Struktur Pohon yang Tidak Menghambat Pergerakan Udara Shelter, gazebo, dan Pohon Peneduh Tanaman Dapat Mengurangi Kecepatan Angin sekitar % Refleksi Tanaman terhadap Kolam (Hakim, 2002) Sistem Pembuangan Limbah Cair dari Rumah Tangga (Chiara, 1978) Ondel-ondel sebagai Salahsatu Kesenian Betawi Tiga Jenis Bangunan Berarsitektur Betawi (Harun, 2001) Beberapa Model Arsitektur Betawi (Harun, 1991) Ragam Hias Diagram Ruang yang Direncanakan Diagram aktivitas Diagram Pola Sirkulasi Rencana Ruang Rencana Sirkulasi Detail perkerasan batu pijakan Detail tangga Detail kontruksi perkerasan Rencana Tata Hijau Rencana Lanskap(Site Plan) Site Plan Segmen Site Plan Segmen Site Plan Segmen Site Plan Segmen Planting Plan Hardscape segmen Hardscape segmen Hardscape segmen Hardscape segmen

13 55. Alternatif rumah tradisional Betawi Detail Rumah Betawi Detail Rumah Betawi Detail Rumah Betawi Kios Detail Kios Workshop Detail workshop Desain Pintu Gerbang yang dipengaruhi oleh unsure-unsur Betawi Restoran di atas air Detail Restoran Amphiteater dengan dinding kayu dan teras rumput Shelter dan Gazebo Detail shelter Dek Pemancingan Dek pemancingan dan sampan (Harris dan Dinnes, 1988) Detail Dek Pemancingan Detail Dek Pemancingan Perahu Jembatan Bangku Detail Papan Tanda Detail Lampu Tempat Sampah Detail Tempat Sampah Contoh saluran di atas tanah yang dibuat secara ilmiah Detail Bak Pengumpul

14 DAFTAR LAMPIRAN No. Halaman 1. Analisis dan sintesis Sketsa Sketsa Sketsa Sketsa Sketsa Data Pemantauan di Situ Babakan Periode Pemantauan Jenis Zooplankton di Situ Babakan Periode Pemantauan Jenis Phytoplankton di Situ Babakan Periode Jumlah pengunjung PBB Jumlah penduduk tiap RW di Kelurahan Srengseng Sawah Jumlah penduduk menurut mata pencaharian Gambar Potongan

15 PENDAHULUAN Latar Belakang Berdasarkan sejarah, nenek moyang manusia telah lama melakukan kehidupan berorientasi air (water culture), yaitu perairan sebagai front-side (bagian depan). Water culture ini menjadikan pertumbuhan ibukota provinsi di kepulauan Indonesia sebagian besar berada di tepi sungai atau laut (Nugroho, 2000). Sejak dahulu manusia memilih untuk tinggal di kawasan waterfront (tepi air), dan memanfaatkan potensi yang ada pada kawasan tersebut dalam melangsungkan kehidupannya. Sehingga, menjadikannya sebagai suatu kawasan potensial bagi manusia untuk mewujudkan suatu ruang hidup bagi segenap makhluk. Kini manusia menjalani pola kehidupan yang sama sekali berkebalikan, manusia hidup de ngan kehidupan berorientasi daratan (land culture), perairan dijadikan sebagai back-side (bagian belakang). Orientasi terhadap kehidupan berubah total dari air ke daratan serta diikuti perilaku yang berubah pula. Hampir seluruh bagian depan bangunan rumah, toko, kantor membelakangi danau atau situ, sungai, dan pantai hanya untuk mendapatkan kemudahan akses dari jalan. Akibatnya manusia menjadikan potensi alam yang sebenarnya indah menjadi dumping area (area pembuangan). Potensi alam yang indah merupakan da ya tarik kawasan waterfront yang menjadikannya sebagai obyek wisata. Menurut Suwantoro (1997), dalam suatu obyek wisata harus ada sarana dan prasarana penunjang untuk melayani pengunjung sehingga menimbulkan rasa senang dan nyaman, aksesibilitas yang tinggi untuk mengunjunginya serta adanya ciri khusus atau spesifikasi pada objek wisata tersebut. Dalam kaitannya dengan pemanfaatan danau sebagai objek wisata menurut Nurisjah (1997), kelestarian, keberadaan dan keindahan badan air perlu dipertahankan fungsinya. Selain itu, Simonds (1983) menyatakan sebagai sebuah sumberdaya, badan air memiliki potensi penggunaan rekreasi baik di wilayah perairannya sendiri maupun sepanjang tepiannya, dan badan air memiliki nilai

16 scenic atau keindahan, dimana pemandangan dan air membangkitkan perasaan menyenangkan. Kawasan waterfront Situ Babakan, di Perkampungan Budaya Betawi (PBB), merupakan salah satu kawasan tepian air yang potensial dikembangkan sebagai obyek wisata. Kegiatan wisata telah membentuk kawasan di sekitar danau terutama area waterfront menjadi areal pelayanan wisata yang tidak tertata dengan baik sehingga dapat mengakibatkan menurunnya perhatian masyarakat kepada danau serta menimbulkan dampak negatif ekologis dan ekonomis pada danau. Penataan lingkungan PBB di Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan telah ditetapkan dalam Keputusan Gubernur Propinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 92 Tahun 2000 (LemTek FTUI dan Dinas Tata Kota DKI Jakarta, 2001). Keputusan ini dilatarbelakangi salahsatunya oleh Peraturan Daerah No. 6 Tahun 1999 mengenai Rencana Rinci Tata Ruang wilayah DKI Jakarta, pasal 74 yaitu bahwa pengembangan kawasan prioritas di tingkat kotamadya diarahkan pada wilayah kota yang memiliki peranan dan fungsi strategis bagi pengembangan kegiatan ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan kota. Setu Babakan merupakan kawasan resapan air tawar dan sebagai jantung dan paru-paru Ibukota Jakarta. Selain itu, kawasan ini dikembangkan juga sebagai area rekreasi di PBB. Sehingga dalam pengembangannya diperlukan suatu perencanaan dan perancangan lanskap waterfront situ yang baik. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk merancang kawasan waterfront Situ Babakan dengan memanfaatkan potensi badan air Situ Babakan agar dapat memberikan nilai tambah bagi kawasan Perkampungan Budaya Betawi. Selain itu dapat meningkatkan daya dukung, kualitas visual dan lingkungan tepian air baik air maupun bantarannya. Sehingga tercapainya kelestarian lingkungan dan pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.

17 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta dalam upaya mengembangkan kawasan waterfront Situ Babakan dan situ lainnya. Hasil perencanaan dan pera ncangan ini diharapkan juga dapat tercipta suatu kawasan waterfront yang nyaman (comfortable) bagi masyarakat sekitar dan pengunjung.

18 TINJAUAN PUSTAKA Lanskap Lanskap adalah wajah atau karakter lahan atau tapak bagian dari muka bumi dengan segala sifatnya dan kehidupan yang ada didalamnya baik yang bersifat alami maupun buatan, manusia beserta makhluk hidup lainnya, sejauh mata memandang, sejauh indera dapat menangkap dan sejauh imajinasi dapat menjangkau serta membayangkan (Simonds, 1983). Rachman (1994) mengatakan bahwa lanskap adalah wajah dan karakter lahan atau tapak dan bagian dari muka bumi dengan segala suatu dan apa saja yang ada didalamnya baik bersifat alami maupun buatan manusia, yang merupakan total dari bagian hidup manusia beserta makhluk hidup lainnya, sejauh mata memandang, sejauh indera dapat menangkap dan sejauh imajinasi dapat membayangkan. Bentukan-bentukan penampakan dan kekuatan lanskap alam yang dominan, sangat sedikit yang dapat diubah. Beberapa elemen lanskap alami yang tidak dapat diubah yaitu bentukan topografi seperti pegunungan, lembah, danau, sungai, pantai, penampakan presipitasi, embun, kabut dan sebagainya (Simonds, 1983). Selanjutnya Simonds (1983) menyatakan elemen lanskap yang dapat diubah diantaranya bukit-bukit, semak belukar, parit, dimana seorang perencana dapat memodifikasinya. Perancangan Aktifitas manusia dalam memanfaatkan danau akan membawa akibat antropogenik yang akan dapat menjadi ancaman kerusakan ekosistem danau, antara lain: sedimentasi, pencemaran, pemanfaatan yang merusak, konservasi lahan, dan perubahan sistem hidrologi (Direktorat Jendral Perlindungan dan Konservasi Alam-Dephutbun, 1999). Untuk itu pemanfaatan potensi danau untuk berbagai kegiatan memerlukan perencanaan yang matang agar tidak menimbulkan gangguan terhadap ekosistem sebagai suatu kesatuan. Pendekatan perencanaan untuk penggunaan area river-basin dengan menghindari dan mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan air (rapid

19 runoff, erosi, pengendapan, banjir, kekeringan, dan pencemaran) dan memastikan bahwa kemungkinan-kemungkinan pengembangan (preservasi area yang belum terganggu, konservasi, dan penggunaan yang harmonis, restorasi, dan lain-lain) dapat dilakukan (Simonds, 1983). Proses perencanaan dapat didekati melalui empat cara pendekatan (Gold, 1980) yaitu : 1. Pendekatan sumberdaya Sumberdaya fisik atau alami akan menentukan tipe dan jumlah aktivitas rekreasi. Pertimbangan terhadap lingkungan akan menentukan perolehan dan penyelamatan ruang terbuka dimana kebutuhan pemakai ataupun sumberdaya tidak terlalu dipertimbangkan. Penawaran membatasi permintaan atau membatasi penggunaan oleh manusia atau membatasi daya dukung sumberdayanya. 2. Pendekatan aktivitas Aktivitas rekreasi yang ada pada masa lampau dan saat ini dijadikan dasar pertimbangan perencanaan sarana rekreasi di masa yang akan datang. Perhatian difokuskan pada permintaan, dimana faktor sosial lebih diutamakan daripada faktor alam. 3. Pendekatan ekonomi Tingkat ekonomi dan sumber finansial masyarakat digunakan untuk menentukan jumlah, tipe dan lokasi yang potensial untuk rekreasi. Dalam hal ini faktor ekonomi lebih diutamakan daripada faktor alam maupun sosial, permintaan untuk aktivitas dimanipulasi oleh harga. 4. Pendekatan prilaku Yang menjadi pusat perhatian adalah rekreasi sebagai pengalaman, alasan berapresiasi, bentuk aktivitas yang diinginkan dan dampak aktivitas itu terhadap seseorang. Aspek permintaan merupakan pertimbangan utama. Seluruh area daratan yang berorientasi air harus direncanakan da lam suatu cara untuk mendapatkan keuntungan maksimum dari keistimewaan air dengan tetap mempertahankan integritas/keutuhannya. Sementara tiga prinsip penggunaannya adalah: (1) semua penggunaan yang berhubungan harus sesuai dengan sumberdaya air dan lanskap; (2) intensitas dari pengggunaan yang diintroduksikan tidak boleh melebihi daya dukung atau toleransi biologis dari area

20 daratan dan perairan; (3) kelestarian sistem alami dan sistem terbangun terjamin (Simonds, 1983). Menurut Laurie (1984), perancangan lanskap merupakan pengembangan lebih lanjut dari perencanaan tapak. Perancangan lanskap lebih berkaitan dengan seleksi-seleksi komponen rancangan, bahan-bahan, tumbuhan-tumbuhan dan kombinasinya. Hal ini berfungsi sebagai pemecah masalah-masalah yang ada dalam rencana tapak. Selanjutnya dikatakan bahwa wujud dan bentuk perancangan lanskap timbul dari hasil rumusan yang jelas terhadap potensi dan kendala tapak serta masalah perancangan yang ada, sedangkan sumber bentuk yang paling penting adalah raut atau wajah tapak itu sendiri, seperti dipertegas oleh garis batas tepian tapak dan topografi. Adapun sumber bentuk kedua berasal dari suatu perkiraan mengenai fungsi atau kegunaan yang akan ditampung. Dalam perancangan kawasan berorientasi air perlu diperhatikan bahwa manusia tertarik akan air. Ada kecenderungan alami manusia untuk berharap dapat berjalan atau berkendara sepanjang tepian sungai atau danau, untuk beristirahat sambil menikmati pemandangan dan suara air, atau untuk menyeberanginya, yang dapat diakomodasikan dengan merancang jalur jalan, jembatan, dan dek. Selain itu detail desain yang menghubungkan daratan dan perairan juga sangat penting (Simonds, 1983). Situ atau Danau dan Potensinya sebagai Areal Rekreasi Situ, danau atau lembah topografi merupakan bentukan alam atau buatan manusia yang dapat berfungsi sebagai daerah penampung atau peresap air, baik air dari mata air alami (aliran bawah tanah) ataupun langsung dari curah hujan (Johan, 1996). Situ dapat terbentuk secara buatan yaitu berasal dari dibendungnya suatu cekungan (basin) atau terbentuk secara alami karena kondisi topografi yang memungkinkan terperangkapnya sejumlah air (Ratnawati, 1999). Fungsi/manfaat situ menurut Ratnawati (1999), yaitu: sebagai pemasok air ke dalam akifer, sebagai daerah resapan air (recharging zone), peredam banjir, mencegah intrusi air laut, membantu memperbaiki mutu air permukaan (lewat proses kimia-fisikbiologis yang berlangsung didalamnya), irigasi, rekreasi, tendon air (reservoir),

21 mengatur iklim mikro, perikana n, mendukung keanekaragaman hayati perairan, dan sebagainya. Dalam kaitannya dengan pemanfaatan danau sebagai objek wisata menurut Siti Nurisjah (1997), kelestarian, keberadaan dan keindahan badan air perlu dipertahankan fungsinya. Lebih lanjut dinyatakan bahwa fungsi-fungsi dari badan air adalah sebagai pengendali iklim mikro, kesejahteraan dan kenyamanan manusia, sumber energi, alat transportasi, elemen transportasi, elemen Rekreasi, melembutkan dan meningkatkan nilai estetika lanskap. Usaha untuk memanf aatkan dan melestarikan badan air sebagai objek wisata harus terlebih dahulu diketahui bentuk, karakter, potensi, kendala, dan bahaya yang dapat ditimbulkan dari badan air. Sifat fisik, kimia, biologis dari air merupakan pemanfatannya. Hasil studi mengenai kegiatan rekreasi di ruang terbuka menunjukkan bahwa elemen air merupakan daya tarik yang paling besar bagi pengunjung (Turner, 1986). Salah satu alternatif tempat rekreasi dengan elemen air adalah danau/situ dan sekitarnya. Sebagai sebuah sumberdaya, badan air memiliki potensi penggunaan rekreasi baik di wilayah perairannya sendiri maupun sepanjang tepiannya, dan badan air memiliki nilai scenic beauty /keindahan, dimana pemandangan dan air membangkitkan perasaan menyenangkan (Simonds, 1983). Menurut Joergensen (1980), menyatakan bahwa masalah pemanfaatan dan pengelolaan danau berkaitan dengan : 1. Persediaan air Persediaan air berkaitan dengan kualitas air. Beberapa danau airnya secara tidak langsung digunakan sebagai sumber air minum, sehingga danau dapat dipandang sebagai tempat penyimpanan air tawar. 2. Pemakaian danau untuk Rekreasi dan reservoir Rekreasi dan kualitas air saling mempengaruhi satu dengan lainnya. Limbah Rekreasi akan menimbulkan polusi yang menyebabkan dampak negatif bagi danau.

22 3. Pemancingan air tawar komersil Memancing yang berlebihan merupakan masalah pada beberapa danau karena dapat mengurangi populasi ikan dalam jangka waktu tertentu. Untuk itu diperlukan pengelolaan yang tepat untuk mengatasinya. Karakteristik Kawasan Waterfront Waterfront, menurut arti kamus adalah tepi laut, bagian kota yang berbatasan dengan air (An English-Indonesian Dictionary, 1993). Badan air terdiri dari berbagai macam jenis menurut sifat dan karakternya, seperti laut, danau, sungai, yang terdiri secara alami, dan kanal, waduk, yang sengaja dibangun oleh manusia untuk suatu tujuan tertentu. Waterfront merupakan penerapan konsep tepian air (laut, sungai, danau, muara) sebagai halaman depan, dimana tepian air tersebut dipandang sebagai bagian lingkungan yang har us dipelihara, bukan halaman belakang yang dipandang sebagai tempat pembuangan (Nugroho, 2000). Pengembangan Waterfront Kawasan sekitar situ adalah kawasan di sekeliling waduk dan situ yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsinya, dimana berdasarkan PP No.47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Nasional, kawasan sekitar danau/waduk ditetapkan sebagai kawasan yang masuk dalam kawasan perlindungan setempat (Haeruman, 1999). Menurut Peraturan Daerah (Perda) Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta Nomor 6 Tahun 1999 tentang RTRW DKI Jakarta, kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan. Ada beberapa masalah yang sering timbul dalam usaha untuk mengembangkan waterfront (Torre, 1989), yaitu : 1. Status kepemilikan tanah yang kadang-kadang dinyatakan sebagai milik pribadi atau perorangan. 2. Persepsi masyarakat tentang kepentingan pengembangan waterfront di suatu kawasan. Kegiatan yang sudah ada di sekitar kawasan, jangan sampai

23 terganggu. Pengembangan harus mengarah ke perbaikan mutu lingkungan. Dengan demikian, masyarakat akan mendukung jalannya pengembangan. 3. Apabila ditujukan untuk keperluan rekreasi maka masalah tata guna lahan, kelayakan, keamanan, pencapaian, dan sirkulasi harus diperhatikan. Mengembangkan suatu kawasan yang telah mempunyai fungsi sebelumnya, tidaklah mudah. Kegiatan yang telah ada sedikit banyak membatasi keleluasaan ruang gerak dalam berkarya. Di sisi lain, fungsi-fungsi tersebut memberikan kekuatan lain yang mencirikan daerah setempat. Dalam mengembangkan suatu kawasan waterfront, harus diperhatikan apa yang telah di tapak. Semua kegiatan yang ada sedapat mungkin dipertahankan untuk menjaga keasliannya. Makin banyak keaslian yang dipertahankan, makin unik dan menarik daerah tersebut. Namun di sisi lain, harus pula diciptakan daya tarik untuk mengundang pengunjung. Disini mungkin akan timbul suatu pertentangan dimana keaslian tersebut ternyata tidak menarik minat pengunjung. Ketertarikan pengunjung harus diutamakan karena tahapan yang harus dicapai bukan hanya mengundang, tetapi juga membuat pengunjung untuk datang lagi. Secara umum, prinsip dasar pengembangan waterfront adalah menyeimbangkan antara keaslian dan penciptaan daya tarik. Ada beberapa unsur yang dapat mendukung keberhasilan suatu waterfront (Torre, 1989), yaitu : 1. Tema Elemen ini ditentukan oleh iklim, budaya, dan sejarah. Tema tersebut akan menentukan ruang-ruang yang akan dibentuk, ta ta guna lahan, material yang akan dipakai, skala, dan makna waterfront. Dengan demikian akan tercipta suatu keunikan tersendiri sehingga mengundang pengunjung dan menimbulkan perasaan untuk kembali lagi. 2. Image atau Kesan Hal ini penting karena kesan publik akan mempengaruhi minatnya untuk mengunjungi waterfront. Bila kesan masyarakat sudah negatif, maka keinginan untuk mengunjungi suatu kawasan waterfront akan sulit dihidupkan. Karena itu, harus ditimbulkan kesan positif sebelum

24 pengembangan waterfront dimulai, misalnya melalui promosi atau pertemuan terbuka. 3. Keaslian Karakter dari waterfront yang akan dikembangkan harus ditemukan dan dipertahankan. Dengan demikian akan menimbulkan suatu keunikan dan meningkatkan daya tariknya. 4. Kegiatan Jenis aktivitas yang akan dimasukkan harus disusun sedemikian rupa sehingga urutannya dapat dinikmati pengunjung secara baik. Kemudahan pencapaian, sirkulasi, pengalaman yang menarik harus tetap diperhatikan. Hal yang paling diminati pengunjung adalah kesempatan untuk makan atau duduk santai sambil melihat-lihat. 5. Persepsi Publik Sebelum pengembangan dimulai, publik harus diyakinkan bahwa kegiatan ini akan menaikan mutu daerah sekitarnya. Aktivitas yang sudah terbentuk di lingkungan tersebut, tidak akan terganggu dengan adanya pengembangan ini. Dengan demikian masyarakat akan mendukung keberhasilan kawasan pengembangan waterfront. Tujuan ini bisa dicapai dengan menginformasikan kepada masyarakat tentang kegiatan yang akan berlangsung. 6. Pelestarian Lingkungan Pengembangan waterfront harus tetap melestarikan lingkungannya. Bahkan, jika mungkin, memperbaiki lingkungannya yang rusak. Tujuan ini dapat dicapai dengan melakukan penelitian pada lahan mengenai proses ekologi setempat. Selain itu perancangan sedapat mungkin mengurangi dampak lingkungan dan memanfaatkan secara maksimal sumber daya alam yang ada. 7. Teknologi konstruksi Tugas penting dalam bidang konstruksi adalah membuat suatu metode tertentu yang daapat menstabilkan garis pertemuan antara darat dan air. Ini adalah tugas utamanya. 8. Manajemen Setelah proses perancangan selesai, yang diperlukan selanjutnya adalah manajemen. Pengaturan yang baik dan efektif terhadap pemeliharaan mutu

25 kawasan, peningkatan daya tarik dengan mengadakan acara-acara berkala, sangat diperlukan untuk tetap menghidupkan kawasan ini. Daya Dukung Wisata Daya dukung wisata adalah kemampuan suatu area wisata secara alami, segi fisik dan sosial untuk dapat mendukung atau menampung penggunaan aktifitas wisata dan memberikan suatu kualitas pengalaman rekreasi yang diinginkan, atau jumlah penggunaan aktifitas wisata yang dapat diberikan suatu sumberdaya yang paling sesuai terhadap perlindungan sumberdaya wisata tersebut dan kepuasan yang didapat oleh pengguna (Gold, 1980). Tergantung dari tujuan pengembangan tapak, la nskap atau kawasan yang ingin dicapai, diketahui ada beberapa bentuk (ragam) pendugaan nilai daya dukung dari suatu tapak atau kawasan (Nurisjah, et al. 2003). Daya dukung ini, walaupun dasarnya adalah pengukuran terhadap kemampuan tapak, tetapi secara garis besar dalam pengembangan tapak, dibagi menjadi 2 (dua) yaitu pertama yaitu model daya dukung yang berorientasi terhadap kepekaan ekologis dan fisik tapak/lanskap (faktor pembatas, keawetan atau durability). Daya dukung fisik suatu kawasan atau areal merupakan jumlah maksimum penggunaan atau kegiatan yang dapat diakomodasikan dalam kawasan atau areal tersebut tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas kawasan secara fisik (Pigram dalam Nurisjah, et al. 2003). Kedua adalah model daya dukung yang berorientasi terhadap kepuasan dan aspek sosial pemakai atau terhadap penggunaannya oleh manusia. Konsep daya dukung sosial pada suatu tapak atau kawasan merupakan gambaran dari persepsi seseorang dalam menggunakan ruang pada waktu yang bersamaan, atau persepsi pemakai kawasan terhadap kehadiran orang lain secara bersama dalam memanfaatkan suatu area tertentu (Nurisjah, et al. 2003). Konsep ini berkenaan dengan tingkat comfortability atau kenyamanan dan apresiasi pemakai kawasan karena terjadinya atau pengaruh over-crowding pada suatu tapak.

26 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Perkampungan Budaya Betawi (PBB) yang terletak di Kampung Kalibata, Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan. Penelitian dilakukan selama enam bulan, dari bulan Februari 2005 sampai bulan Agustus Peta orientasi tapak dapat dilihat pada Gambar 1. Peta Jakarta Selatan Situ Babakan U Tanpa skala Peta Kampung Setu Babakan Perkampungan Budaya Betawi Gambar 1. Peta Orientasi Tapak Batasan Penelitian Penelitian ini dibatasi sampai tahap perancangan la nskap pada kawasan waterfront dengan luas + 46 ha, yang meliputi pengaturan tata ruang, sirkulasi, tata hijau, fasilitas, dan utilitas. Perancangan lanskap ini menghasilkan suatu rancangan tertulis dan tergambar dalam bentuk site plan yang disertai dengan gambar rancangan detail pada bagian-bagian tapak tertentu pada kawasan waterfront.

27 Metode Penelitian ini menggunakan metode survai dan analisis deskriptif. Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah sumberdaya dan aktivitas menurut Gold (1980). Proses ini meliputi beberapa tahapan diantaranya, persiapan penelitian, inventarisasi, analisis, sintesis, perencanaan serta perancangan. Bagan proses perencanaan/perancangan yang digunakan dalam penelitian ini terlihat pada Gambar 2. Persiapan Inventarisasi Analisis Sintesis Perencanaan Biofisik Lokasi dan Aksesibilitas Tapak Topografi dan tanah Hidrologi Iklim Tata guna lahan Vegetasi dan satwa Kualitas visual dan akustik Sosial-Budaya Kependudukan Pola pemukiman Pengunjung Tradisi Budaya Potensi Pengembangan Potensi Amenity Kendala Danger Signal Alternatif kegiatan Solusi masalah Pemanfa atan potensi Konse Rencana lanskap Rencana ruang Rencana Sirkulasi Rencana Tata hijau Recana fasilitas dan utilitas Perancangan Planting Plan Detil Fasilitas Gambar Tampak Perspektif Gambar 2. Bagan proses perencanaan atau perancangan pada level tapak yang dikemukakan oleh Gold (1980) Tahapan kegiatan penelitian yang akan dilakukan mencakup : 1. Persiapan Penelitian Pada tahap ini dilakukan penetapan tujuan, pengumpulan informasi tentang program dari instansi terkait dan penelitian pendahuluan yang pernah dilakukan di lokasi. Informasi tentang program dari instansi terkait digunakan sebagai dasar dalam menentukan alternatif kegiatan wisata di tapak agar sesuai atau tidak bertentangan dengan kebijakan yang telah dilakukan.

28 2. Inventarisasi Pada tahap ini dikumpulkan semua data tak yang meliputi data biofisik (lokasi dan aksesibilitas, topografi, tanah, hidrologi, iklim, vegetasi dan satwa, visual), data sosial budaya (pola permukiman, tradisi budaya, kesenian, perekonomian kawasan, pengunjung) (Tabel 1). Seluruh data yang dikumpulkan dalam bentuk data primer maupun data sekunder. Data primer diperoleh dari survai lapang dan wawancara, sedangkan data sekunder diperoleh dari studi pustaka yaitu buku acuan, laporan pendahuluan dan pustaka lainnya yang melingkupi penelitian ini. Tabel 1. Jenis, Bentuk dan Sumber Data No. Data Bentuk Data Jenis Data Sumber ASPEK BIOFISIK 1. Lokasi dan Aksesibilitas Tapak Aksesibilitas dan sirkulasi manusia dan kendaraan di SB Kondisi jalan dan perkerasan Primer Primer dan sekunder survai lapang Kelurahan Srengseng Sawah Lemtek FTUI 2. Tata guna lahan Peta tata guna lahan di SB Primer dan sekunder survai lapang dan sekitarnya Lemtek FTUI 3. Tanah Data Geologi dan Tanah Sekunder Pusat penelitian tanah dan agroklimat 4. Topografi Peta kontur Sekunder BMG 5. Hidrologi dan Drainase Drainase dan saluran air Kualitas dan penggunaan sumber air Primer dan sekunder survai lapang Bapedalda DKI Primer dan sekunder Jakarta Sekunder BMG 6. Iklim Curah hujan, suhu, intensitas matahari, kecepatan angin, kelembaban rata-rata/bulan 7. Vegetasi dan satwa Lokasi, fungsi Primer dan sekunder survai lapang Lokasi dan jenis satwa Pri mer dan sekunder Masyarakat SB Vegetasi khas betawi Primer Literatur 8. Visual dan akustik Good view, bad view, di Primer survai lapang dalam tapak Pengunjung Akustik 9. Utilitas Lingkungan Air bersih, penerangan, Primer survai lapang irigasi ASPEK SOSIAL BUDAYA 1. Kependudukan Jumlah penduduk Sekunder Kelurahan Mata pencaharian Srengseng Sawah 2. Pola Permukiman Pola permukiman Primer dan sekunder survai lapang Literatur 3. Pengunjung Jumlah pengunjung Sekunder Pengelola SB 4. Seni dan Budaya Perayaan, adat istiadat, kesenian Ragam Makanan 6. Penerapan Arsitektur Tradisional Betawi Keterangan : SB BAMUS Betawi RTRW Lemtek FTUI BMG Sekunder Sekunder BAMUS Betawi Lemtek FTUI Literatur Arsitektur rumah Betawi Primer dan sekunder survai lapang Lemtek FTUI Studi pustaka : Setu Babakan : Badan Musyawarah Warga Betawi : Rencana Tata Ruang Wilayah : Lembaga Teknologi Fakultas Teknik Universitas Indonesia : Badan Meteorologi dan Geofisika

29 3. Analisis dan Sintesis Berdasarkan data dan informasi yang dikumpulkan dilakukan analisis terhadap berbagai aspek dan faktor yang mempengaruhi perencanaan tapak. Secara kualitatif data dikelompokkan menjadi kelompok yang menyajikan potensi tapak (yang dapat dimanfaatkan), kendala tapak (yang menimbulkan bahaya namun masih dapat diatasi dengan beberapa perubahan), amenity tapak (standar kenyamanan) dan danger signals (yang dapat menimbulkan bahaya, tidak dapat diubah, tetapi dapat diupayakan penghindarannya). Sintesis merupakan tahap pemecahan masalah dan pemanfaatan potensial dari suatu tapak yang disesuaikan dengan tujuan perencanaan. 4. Perencanaan Hasil dari tahap ini adalah konsep dasar perencanaan. Dari konsep yang dibuat dikembangkan menjadi konsep tata ruang, sirkulasi, tata hijau, serta fasilitas dan utilitas. Dari konsep tersebut dikembangkan perencanaan yang umumnya disajikan dalam bentuk rencana ruang, rencana sirkulasi, rencana tata hijau, rencana fasilitas dan utilitas serta rencana lanskap secara keseluruhan (landscape plan). 5. Perancangan Perancangan merupakan tindak lanjut dari konsep yang diterjemahkan ke dalam rencana ruang serta fasilitasnya. Kemudian tahap selanjutnya dilakukan kegiatan dalam bentuk rancangan tapak kemudian dilakukan perancangan detil ruang dan fasilitas serta jaringan penghubung. 6. Daya Dukung Setelah proses perancangan selesai maka secara kuantitatif dapat dihitung daya dukung yang akan dikembangkan untuk tujuan dan fungsi yang diinginkan. (Boulon dalam Nurisjah et al, 2003) mengemukakan rumus daya dukung kawasan wisata yang perhitungkan be rdasarkan standar rata -rata individu dalam m 2 /orang :

30 DD = A S Dimana, DD= Daya Dukung A = Area yang digunakan wisatawan (m 2 ) S = Standar rata-rata individu (m 2 /orang)

31 KONDISI UMUM KAWASAN Sejarah Situ Babakan Situ Babakan adalah danau alami. Pada mulanya situ tersebut dikelilingi oleh Kampung Kalibata dan Kampung Babakan. Kampung Babakan lebih dahulu berkembang permukiman dibandingkan Kampung Kalibata, sedangkan Kampung Kalibata berupa sawah, rawa, dan perkebunan. Oleh karena itu, warga setempat lebih banyak mengakses situ tersebut melalui Kampung Babakan, sehingga masyarakat setempat menyebutnya sebagai Situ Babakan. Namun, tahun 60-an bagian utara danau tersebut ditanggul sehingga situ tersebut tidak melewati Kampung Babakan lagi. Saat ini, Kampung Babakan itu sendiri masih ada dan bagian utara situ yang di tanggul hanya berupa empang dan rawa. Perkembangan Kampung-kampung Batawi Asli Pada abad 17 dan 18, jakarta merupakan kota tempat berimigrasinya orang-orang dari berbagai daerah di nusantara, misalnya Melayu, Ambon, Bugis, dan Bali (Harun, et. al, 1991). Kedatangan mereka pada umumnya berkaitan dengan kegiatan perdagangan yang berkembang pesat di Jakarta. Mereka membentuk permukiman menurut latar belakang etnisnya, yang biasanya terdapat di dekat jalur -jalur komunikasi dan pusat-pusat yang dibangun oleh Belanda. Dengan adanya pertumbuhan permukiman-permukiman asli tersebut menurut latar belakang etnis masing-masing penduduknya, pada sekitar tahun 1840-an istilah kampung pertama kali dikenal yang mengindikasikan permukiman asli yang dibedakan dari istilah kota untuk permukiman Belanda, yang muncul dari istilah compound. Kampung-kampung inilah yang berkembang sejak abad 17, yang bersama-sama kampung-kampung di daerah dalam dan di daerah pantai, kemudian menjadi kampung-kampung Betawi yang dikenal sekarang. Pada saat ini baik kota Jakarta maupun kampung-kampung di dalamnya telah berkemabang cepat. Berdasarkan studi-studi yang telah dilakukan, di Jakarta pada saat ini telah terdapat tiga tipologi kampung (Harun, et. al. 1991) yaitu :

32 1) Kampung Kota : yang terletak dekat pusat-pusat kegiatan kota yang biasanya berkepadatan sangat tinggi; 2) Kampung Pinggiran : berada di daearah pinggiran kota tetapi masih termasuk ke dalam batas wilayah dan kegiatan kota, berkepadatan antara rendah dan sedang, tapi kadang-kadang ada yang tingg; 3) Kampung Pedesaan : kebanyakan berada di luar batas wilayah dan kegiatan perkotaan, berkepadatan rendah dan kebanyakan bertumpu pada kegiatan pertanian dan perkebunan. Banyak kampung-kampung yang termasuk kampung kota dan kampung pinggiran berkembang setelah Belanda menguasai Jakarta. Demikian pula, hampir semua permukiman yang terbentuk berdasarkan pengelompokan etnis terdapat pada kampung kota dan kampung pinggiran. Sebaliknya kampung-kampung pedesaan yang terdapat di daerah dalam kebanyakan sudah berdiri sejak sebelum Belanda masuk Jakarta. Karenanya, sifat Betawi asli dari kampung-kampung pedesaan lebih kuat dari kampung-kampung pada tipologi lainnya. Rencana Induk Pengembangan Kawasan PBB Kawasan Situ Babakan ditetapkan sebagai PBB berdasarkan Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 6 Tahun 1999 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi DKI Jakarta dan Surat keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 92 Tahun 2000 tentang penataan lingkungan PBB di Kelurahan Srengseng Sawah. Penetapan kawasan ini bertujuan untuk melestarikan budaya Betawi melalui sebuah perspektif kehidupan budaya Betawi. PBB adalah suatu lingkungan kehidupan sosial atau lingkungan binaan yang bernuansa Betawi, yang dihuni oleh komunitas Betawi dengan keasrian alam yang menarik, keanekaragaman tradisi serta kebudayaan (Lemtek FT UI dan Dinas Tata Kota DKI Jakarta, 2001). Wadah pembinaan dan pengembangan serta pelestarian budaya Betawi yang dimaksud terdiri dari lima unit kompleks meliputi: 1. Pembinaan keagamaan/religius 2. Pembinaan dan pengembangan nilai-nilai budaya (tata busana, tata boga, tata graha)

33 3. Pembinaan dan pengembangan kebahasaan kesusastraan serta keperpustaka an 4. Pembinaan dan pengembangan kesenian 5. Pembinaan tradisi, peninggalan sejarah dan permuseuman Berdasarkan Master Plan PBB (Lemtek FTUI dan Dinas Tata Kota DKI Jakarta, 2001) konsep dasar pengembangan Perkampungan Budaya Betawi (PBB) adalah meningkatkan harkat dan martabat warga masyarakat Betawi melalui penataan ruang di dalam batas wilayah kehidupan masyarakatnya berdasarkan nilai-nilai tradisi serta sosial budaya yang dikembangkan. Seluruh bangunan di dalam PBB harus menampilkan citra tradisional Indonesia khususnya Betawi, namun juga menggambarkan suatu perkembangan yang mengarah pada konsep berwawasan lingkungan. Lahan PBB dibagi menjadi beberapa zona pengembangan fisik lingkungannya yang diharapkan dapat menampung aspirasi kehidupan sosial budaya masyarakat setempat (LemTek FTUI dan Dinas Tata Kota DKI Jakarta, 2001). Zona pengembangan fisik tersebut adalah zona perumahan dan fasilitasfasilitasnya, zona kesenian dan sejarah, zona wisata agro, zona wisata air, dan zona industri. Master Plan PBB 2030 dapat dilihat pada Gambar 3. Zona perumahan tersebar merata di atas lahan-lahan terbuka (kebun dan halaman) milik penduduk. Kebun/halaman dan rumah merupakan bagian dari konsep argo wisata harus menjadi sandaran dalam menunjang kehidupan ekonomi penduduknya melalui pembinaan dan pemberdayaan masyarakatnya. Zona kesenian dan sejarah merupakan suatu areal yang menampung kegiatan dan pengembangan kesenian Betawi serta nilai-nilai sejarah yang ada dari dahulu sampai sekarang. Konsep arsitektur bangunan maupun lingkungan di dalam zona ini harus mencerminkan budaya Betawi dan merupakan suatu kesatuan (unity ) PBB secara umum. Zona wisata agro menyajikan perjalanan wisata di perkebunan atau pertamanan PBB yang seharusnya memiliki ciri dan nuansa Betawi. Konsep penataan tidak dapat dilepaskan dari zona perumahan sebagai tempat tinggal pemilik kebun/pertanian tersebut. Lanskap wisata agro dilengkapi dengan elemen taman seperti bangku, lampu taman dan sebagainya sehingga pengunjung dapat nyaman menikmati perjalanan wisata. Area wisata agro harus meminimalkan

34 penggunaan material lanskap yang dapat mengurangi atau menghambat terjadinya resapan air ke dalam tanah. Zona wisata air memanfaatkan Situ Babakan sebagai tujuan utama (core destination) yang memberikan nilai ekonomis dan ekologis bagi penduduk PBB. Situ Babakan tidak hanya dikembangkan sebagai objek wisata air, namun diharapkan mampu memicu perkembangan area PBB lainnya sebagai zona-zona wisata sesuai dengan yang telah direncanakan. Selain itu juga diharapka n terjadinya pertumbuhan bagi penduduk asli PBB baik aspek fisik maupun aspek non fisik. Aspek fisik yaitu tertatanya lingkungan PBB sebagai lingkungan yang asri namun tetap mempertahankan kekhasan budaya betawi. Sedangkan aspek non fisik ialah berkembangnya tatanan sosial, budaya serta perekonomian lingkungan sekitar ke arah yang positif sesuai dengan tradisi budaya betawi. Pengelolaan situ dapat mempertahankan fungsi utama situ sebagai daerah resapan air. Zona industri di dalam kawasan PBB disediakan dalam rangka melindungi dan mengembangkan industri yang ada saat ini (home industri ). Karena sifatnya merupakan industri rumah tangga, maka zona ini akan menyebar di dalam kawasan PBB. Penghijauan dan pembangunan taman pada areal ini telah dilakukan di sepanjang pinggiran situ bagian barat. Tanaman-tanaman yang digunakan merupakan tanaman peneduh dan tanaman khas Betawi. Perencanaan kawasan PBB dilakukan oleh Dinas Tata Kota Propinsi Jakarta yang berperan juga sebagai Team Leader dalam penanganan kawasan PBB Situ Babakan. Untuk mengembangkan kawasan ini sebagai kawasan PBB maka perbaikan-perbaikan maupun perencanaan sarana prasarana, infra struktur dan lain sebagainya perlu dilakukan melalui program-program pemerintah daerah (LemTek FTUI dan Dinas Tata Kota DKI Jakarta, 2001). Hingga saat ini lahan yang telah dibangun m 2. Pembangunan yang dilakukan diantaranya adalah: Perbaikan jaringan jalan melalui perkerasan, baik dengan aspal maupun conblock dengan tetap memperhatikan peraturan-peraturan bangunan pada kawasan PBB.

35 Pembangunan fasilitas wisata (prototype rumah tradisional Betawi, panggung teater terbuka, plaza, kantor pengelola, wisma Betawi, gallery, tempat parkir, toilet, pintu gerbang) (Tabel 2) dan pembangunan landscape furniture (lampu taman, ba ngku taman, tempat sampah, papan informasi) (Tabel 3). Gambar fasilitas bangunan dapat dilihat pada Gambar 4 dan gambar landscape furniture pada Gambar 5. Pemugaran rumah penduduk (67 rumah yang tersebar di kawasan PBB hingga saat ini). Tabel 2. Fasilitas Bangunan di PBB No. Jenis Bangunan Luas (m 2 ) 1. Panggung Teater Terbuka Plaza - 3. Kantor Pengelola Prototype Rumah Tradisonal Betawi Wisma Betawi Gallery Tempat parkir Toilet - 9. Mussolla Loket Sepeda Air (@ 10 sepeda air) - Sumber: Pengelola Perkampungan Budaya Betawi (2005) Tabel 3. Landscape furniture di PBB No. Jenis Landscape furniture Jumlah 1. Bangku Taman Lampu Taman Tempat sampah Papan Informasi 1 Sumber: Pengelola Perkampungan Budaya Betawi (2005)

36 Panggung Teater Terbuka Prototype rumah tradisional Betawi Plaza Tempat Parkir Gambar 4. Fasilitas Bangunan di PBB Bangku Taman Gambar 5. Landscape Furniture di PBB Lampu Taman

37 Fasilitas penunjang wisata yang ada di tapak berupa kios-kios, warung makan, dan WC. Fasilitas wisata tersebut tidak tertata dengan baik dan bersifat ilegal karena dalam pembangunannya tidak memiliki izin dari pengelola PBB tersebut. Dalam hal ini pihak pengelola tidak mempunyai peraturan yang kuat dalam penetapan ruang penunjang wisata sehingga pembangunan fasilitas wisata tersebut tidak terkendali. Pada saat ini pengelola mengeluarkan peraturan untuk tidak mengizinkan pembangunan apapun di sekitar situ tanpa ada perizinan dari pihak-pihak yang terkait terlebih dahulu. Fasilitas wisata tersebut dibangun oleh masyarakat sekitar sebagai sumber mata pencaharian. Sebagai kawasan wisata PBB, fasilitas wisata tersebut tidak berkarakter khas betawi. Kondisi warung makan di kawasan waterfront Situ Babakan saat ini dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6. Kondisi Warung Makan di Kawasan Waterfront Situ Babakan Saat Ini

38 INVENTARISASI Aspek Biofisik Lokasi dan Aksesibilitas Tapak Secara administratif, Situ Babakan terletak di Kampung Kalibata, Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan. Sedangkan secara geografis terletak pada 106 o BT o dan 06 o LS - 06 o LS. Situ Babakan merupakan situ yang terletak di kawasan Perkampungan Budaya Betawi (PBB), selain Situ Mangga Bolong. Awalnya luas PBB adalah 165 ha, tetapi setelah adanya pemekaran tertanggal 10 Maret 2005 luas PBB menjadi 289 ha. Luas Situ Babakan saat ini sekitar 17 ha, % dari luas keseluruhan PBB (289 ha). Batas-batas fisik wilayah perencanaan yaitu dengan Jalan Moch. Kahfi II sebelah utara, Jalan Desa Putera dan Jalan Mangga Bolong Timur sebelah timur, Jalan Tanah Merah, Jalan Srengseng Sawah dan Jalan Puskesmas sebelah selatan, serta Jalan Moch. Kahfi II sebelah Barat. Saat ini, akses yang biasa digunakan oleh pengunjung adalah melalui pintu gerbang I Bang Pitung (Gambar 7). Gambar 7. Pintu Masuk I Bang Pitung (Perkampungan Budaya Betawi) Jalan Raya Pasar Minggu dan lintasan Kereta Rel Listrik (KRL) Jakarta- Bogor merupakan akses utama menuju lokasi tapak. Lokasi tapak terletak + 5 km dari Stasiun Lenteng Agung. Jalan yang membatasi lokasi tersebut seluruhnya dilalui oleh angkutan umum kota (mikrolet dan bus). Pusat-pusat kegiatan di

39 sekitar PBB yang selama ini menjadi daya tarik kegiatan masyarakat Jakarta, khususnya di wilayah Jakarta Selatan adalah (LemTek FTUI dan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, 2001) : 1. Di sebelah utara PBB terdapat Kebun Binatang Ragunan yang merupakan tempat wisata masyarakat Jakarta ( + 5 Km). 2. Pasar Lenteng Agung merupakan tempat pembelanjaan (pasar) lingkungan. 3. APP, Institut Sains dan teknologi (ISTN), Universitas Indonesia (UI) (+ 21 km), Pusgrafin (Pusat Grafik Nasional) dan Universitas Pancasila yang merupakan pusat kegiatan akademik. Secara makro PBB dapat dicapai dari empat arah yaitu : Dari arah barat, mewakili daerah Ciganjur, Cinere, dan Pondok Labu ke lokasi melalui Jalan Warung Silah. Dari arah timur melalui Jalan Srengseng Sawah. Dari arah utara dari Jalan Raya Lenteng Agung melalui Jalan Mochammad Kahfi II, dan Dari arah selatan mewakili daerah Lebak Bulus dan Depok, melalui Jalan Tanah Baru (terusan Mochammad Kahfi II ke arah selatan) dari Lebak Bulus dan Jalan Kukusan di Depok Kawasan Situ Babakan berbatasan antara DKI Jakarta dan Jawa Barat. Akses dari dan ke Jakarta yang tersedia cukup baik yaitu jalan arteri (Jl. Raya Pasar Minggu) dan jalan kolektor (Jl. Moc h. Kahfi II) serta ditunjang dengan tersedianya transportasi massal yaitu Kereta api dengan stasiun terdekat berjarak + 5 km (Stasiun Lenteng Agung). Kondisi jalan di sekitar situ pada umumnya merupakan tanah yang memungkinkan sirkulasi untuk mobil atau motor. Tetapi pada situ bagian atas jalannya sempit hanya untuk pejalan kaki saja karena berbatasan dengan perkebunan milik pribadi yang dibatasi oleh pagar. Jalan menjadi becek jika hujan karena belum ada perkerasan. Pada bagian-bagian tertentu terasa sangat panas karena berbatasan langsung dengan pekarangan rumah yang jarang memiliki pohon besar sehingga tidak ada peneduh bagi jalan. Tetapi pada umumnya jalan terasa teduh karena banyak vegetasi khas Betawi yang ditanam untuk menunjang kegiatan wisata yang telah dikembangkan di tapak.

40 Akses masuk menuju lokasi tidak ditunjang dengan sarana transportasi. Jaringan jalan di kawasan ini terdiri dari jalan kelas lokal dan jalan pedestrian, dengan permukaan ada yang diperkeras dan masih jalan tanah. Jalan tersebut memiliki lebar 3 meter dengan perkerasan semen atau cone block. Jalan di areal sempadan situ ada berupa tanah dan perkerasan cone block. Kondisi Jalan di dalam kawasan dapat dilihat pada Gambar 8. Pola Penggunaan Lahan Jenis penggunaan lahan di kawasan danau dan sekitarnya meliputi perumahan, kawasan hijau, rawa, air, dan fasilitas umum/ fasilitas sosial (Tabel 4). Gambar peta tata guna lahan Perkampungan Budaya Betawi (PBB) dapat dilihat pada Gambar 9 dan peta tata guna lahan kawasan waterfront Situ Babakan dapat dilihat pada Gambar 10. Tabel 4. Penggunaan Lahan di Situ Babakan No. Jenis Penggunaan Luas (Ha) Persentase (%) 1. Perumahan Kawasan Hijau Rawa Air Fasilitas Umum/fasilitas sosial Jumlah Sumber : LemTek FTUI dan dan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, 2001 Pemda DKI Jakarta berencana untuk memperluas Situ Babakan menjadi 32 ha. Perluasan tersebut meliputi lahan di sekitar situ yang merupaka n lahan tidur dan rawa-rawa (Biro Bina Penyusunan Program DKI Jakarta, 2001). Perluasan situ tersebut ditujukan agar dapat mengakomodasi wisata air yang akan dikembangkan. Di bagian selatan dari perluasan wilayah perairan Situ Babakan direncanakan sebaga i lahan untuk pemakaman umum. Sesuai dengan SK Gub. KDKI no. 102 Tahun 1989 tertanggal 21 Januari 1989 tentang penguasaan perencanaan pemakaman umum srengseng sawah (Dinas Pertamanan dan Keindahan Kota, 2000).

41 Keterangan : Perumahan (46.73 %) Air (9.93 %) Kawasan Hijau (26.19 %) Rawa (12.05 %) Fasilitas Umum/ Fasilitas Sosial (5.10 %) Batas kawasan Waterfront Sumber : Lembaga Teknologi Fakultas Teknik Universitas Indonesia (2000) PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 JUDUL PENELITIAN PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI, JAKARTA SELATAN JUDUL GAMBAR PETA TATA GUNA LAHAN PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI DIGAMBAR OLEH MUTIARA AYUPUTRI A DOSEN PEMBIMBING PROF. DR. IR. NURHAYATI A. MATTJIK, MS TANGGAL 1 SEPTEMBER 2005 SKALA ORIENTASI NO. GAMBAR m 9

42 Tanah Jenis tanah yang terdapat di kawasan Situ Babakan adalah asosiasi latosol merah, latosol coklat kemerahan, dan laterit air tanah, dengan bahan induk Tuf volkan intermedier. Tanah latosol tidak memperlihatkan pembentukan tanah yang baru dan tidak dapat dimanfaatkan sebagai laha n pertanian. Latosol bersifat asam dengan kandungan bahan organik yang rendah sehingga kesuburan juga rendah (Soepardi, 1979). Tanah ini berstruktur granular dan drainasenya baik sehingga tanah ini berbahaya jika dibiarkan terbuka. Topografi Secara umum, keadaan topografi kawasan Situ Babakan datar sampai bergelombang. Lereng berkisar antara 8-15 % dengan ketinggian lebih dari 25 m dpl (di atas permukaan laut). Permukiman di sebelah barat terletak lebih tinggi dari permukaan jalan di sepanjang situ. Jalan di sepanjang situ relatif datar. Peta topografi dapat dilihat pada Gambar 11 dan peta kelas kemiringan lereng pada Gambar 12. Hidrologi Wilayah kelurahan Srengseng Sawah termasuk dalam DAS sanggrahan berada pada tepian sungai Ciliwung (Dinas Pertamanan dan Keindahan Kota, 2000). Sumber air Situ Babakan adalah dari pitara pecahan ciliwung (irigasi dari bendungan tanjakan empang) (Dinas Pertamanan dan Keindahan Kota, 2000). Sistem hidrologi Situ Babakan merupakan sistem terbuka dengan adanya inlet dan outlet air situ. Inlet Situ Babakan ada empat buah, yaitu dari Situ Mangga Bolong, Kali Baru, Kali Tengak, dan Situ ISTN (Institut Sains dan Teknologi), sedangkan outletnya menuju Sungai Ciliwung (Bapedalda, 2004). Peta hidrologi dan drainase dapat dilihat pa da Gambar 13.

43 Jl. Moh. Kahfi I inlet Kali Baru outlet Situ Babakan Jl. Desa Putra inlet Situ Mangga Bolong Situ Mangga Bolong inlet Situ ISTN inlet Kali Tengah dan Perumahan Depok Jl. Srengseng Sawah Keterangan : Pintu Air Empang Aliran Drainase Area Tergenang Permanen (Situ dan Empang) Area Tergenang Periodik Permanen Sumber : Pemerintah Daerah DKI Jakarta (2001) PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 JUDUL PENELITIAN PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI, JAKARTA SELATAN JUDUL GAMBAR PETA HIDROLOGI DAN DRAINASE TAPAK DIGAMBAR OLEH MUTIARA AYUPUTRI A DOSEN PEMBIMBING PROF. DR. IR. NURHAYATI A. MATTJIK, MS TANGGAL 1 SEPTEMBER 2005 SKALA ORIENTASI NO. GAMBAR m 13

44 Situ Babakan merupakan danau alam yang berfungsi sebagai pengendali banjir, selain itu berfungsi juga untuk rekreasi, resapan air tanah, irigasi, air minum dan area usaha pembudidayaan ikan dengan sistem Keramba Jaring Apung (KJA) (Gambar 14). Selain mempunyai fungsi konservasi (daerah resapan air), juga merupakan identitas dari kawasan dan tempat pelaksanaan berbagai atraksi budaya seperti memancing, bersampan, dan sebagainya. Gambar 14. Karamba Jaring Apung di Situ Babakan Perubahan kondisi fisik Situ Babakan yang signifikan dari tahun ke tahun adalah adanya pedangkalan situ akibat proses sedimentasi di bagian dasar akan sangat berpengaruh terhadap kualitas air di bagian dasar situ (Bapedalda DKI Jakarta, 2004). Kualitas fisik Situ Babakan untuk semua parameter yaitu kekeruhan, Daya Hantar Listrik (DHL), Zat Padat Terlarut (TDS), dan zat padat tersuspensi (TSS), belum melampaui baku mutu Bapedalda (2004). Kualitas kimia ditentukan oleh parameter kunci yang dapat mempengaruhi kualitas air situ meliputi parameter BOD, COD, DO, organik, dan phosphat (Bapedalda DKI Jakarta, 2004). Konsentrasi BOD, DO (DO>3 mg/l), dan organik masih di bawah nilai baku mutu. Konsentrasi COD dan phospat melebihi nilai baku mutu. Hasil pemeriksaan contoh air Situ Babakan secara fisika dan kimia air menurut PAM DKI Jaya Nomor : 145/ , warna (45 PPM PT-CO) termasuk kriteria cukup baik untuk air minum. Sumber air bersih dibagi menjadi 4 kategori yaitu sumber air dari PAM, secara membeli, sungai/situ, dan sumur gali

45 maupun sumur pompa karena fasilitas jaringan PAM sangat terbatas (Dinas Pertamanan dan Keindahan Kota, 2000). Dari hasil pengukuran di lapangan dan laboratorium dengan Sistem Nilai STORET, status mutu air untuk peruntukan golongan C di Situ Babakan di 3 zonasi (inlet, tengah, outlet) serta masing-masing kedalamannya, semuanya termasuk kategori buruk (Bapedalda DKI Jakarta, 1997) (Tabel 5). Sedangkan status mutu air Situ Babakan bagi peruntukan Golongan D (peruntukan pertanian dan usaha perkotaan) menurut Keputusan Gubernur DKI Jakarta 582/1995 pada umumnya termasuk kategori baik. Tabel 4. Status Mutu Air Situ Babakan menurut Sistem Nilai STORET Sesuai dengan Peruntukannya Zona Situ Peruntukan Peruntukan Golongan C Keputusan KDKI Jakarta No. 582 Tahun 1995 Target Operasional pada Tahun 2000 Peruntukan Golongan D Keputusan KDKI Jakarta No. 582 Tahun 1995 Target Operasional pada Tahun 2000 Inlet Permukaan -36 (Buruk) -65 (Buruk) -2 (Baik) -43 (Buruk) Dasar -48 (Buruk) -80 (Buruk) -8 (Baik) -68 (Buruk) Tengah Permukaan -36 (Buruk) -59 (Buruk) -2(Baik) -45 (Buruk) Dasar -40 (Buruk) -73 (Buruk) -2 (Baik) -53 (Buruk) Outlet Permukaan -38 (Buruk0-61 (Buruk) -2 (Baik) -37 (Buruk) Dasar -36 (Buruk) -72 (Buruk) -2 (Baik) -52 (Buruk) Keterangan : Golongan C = Peruntukan Perikanan dan Peternakan Golongan D = Peruntukan Pertanian dan Usaha Perkotaan Sumber : Bapedalda DKI Jak arta, 1997 Iklim Data iklim diperoleh dari Badan Meteorologi dan Geofisika yang diukur oleh Stasiun Klimatologi Pondok Betung Suhu rata-rata bulanan di Kawasan Situ Babakan dan sekitarnya adalah 27,41 o C dengan kisaran 26,52-28,04 o C (Gambar 15). Suhu tertinggi terjadi pada bulan November, sedangkan suhu terendah terjadi pada bulan Februari. Curah hujan rata-rata 191,42 mm/bulan, dengan kisaran 57,72-321,13 mm/bulan (Gambar 16). Intensitas penyinaran matahari rata-rata bulanan 54,41 %, dengan kis aran 35,36-70,83 % (Gambar 17). Kelembaban rata -rata bulanan 79,70 %, dengan kisaran 72,54-86,55

46 % (Gambar 18). Kecepatan angin rata-rata bulanan 2,7 km/jam, dengan kisaran 2,22-3,65 km/jam (Gambar 19). Suhu Rata-rata ( ) Derajat Celsius Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sept Okt Nov Des Gambar 15. Suhu Udara Rata-rata tahun Curah Hujan ( ) Milimeter (mm Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sept Okt Nov Des Gambar 16. Curah Hujan Rata -rata tahun Penyinaran Matahari ( ) Persen (%) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sept Okt Nov Des Gambar 17. Penyinaran Matahari Rata-rata tahun Kelembaban Udara ( ) Persen (%) Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sept Okt Nov Des Gambar 18. Kelembaban Rata -rata tahun

47 Kecepatan Angin ( ) Km/Jam Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sept Okt Nov Des Gambar 19. Kecepatan Angin Rata-rata tahun Vegetasi dan Sat wa Tanaman yang ditanam umumnya bersifat ekonomis, dan sebagian besar adalah tanaman buah. Banyak penduduk yang tidak hanya sekedar menanam, tetapi diusahakan untuk keperluan ekonomi mereka. Tidak hanya untuk memenuhi keperluan sehari-hari tetapi juga dijual/dipasarkan dan sebagai bahan dasar pembuatan minuman seperti sari buah belimbing dan bir pletok (minuman khas Betawi). Disekitar situ selain tanaman langka dan tanaman buah juga tanamantanaman peneduh seperti palm, akasia, dan lainnya. Lokasi tanaman juga berada di sekitar situ, terutama di sebelah barat situ. Tabel 6 memperlihatkan beberapa tanaman khas Betawi yang ada di tapak beserta tempat penanamannya secara umum. Tabel 6. Jenis Tanaman yang Ada pada Tapak No. Nama Lokal Spesies Tempat Penanaman Umumnya Pekarangan* Kebun* Batas lahan* 1. Andong Cordilyn fruticosa linn 2. Anting-anting Acalypha australis L. 3. Asem Tamarindus indica 4. Bangle Zingiber purpureum 5. Bambu Bambusa sp. 6. Belimbing Waluh Averhoa bilimba L. 7. Belimbing Manis Averhoa carambola L. 8. Brotowali Tinospora crispa 9. Bunga Kenop Gomphrena globasa 10. Bunga Teleng Clitoria tematea 11. Buni Antidesma bunius 12. Buah Nona Annona reticulata 13. Bisbol Diospyros philipensis 14. Cabe Jawa Piper refrofractum Vahl 15. Cakar Ayam Selaginella doederlinii 16. Calincing Oxalis corniculata

48 17. Cincau Cyclea barbata 18. Ciplukan Phisais peruviana L. 19. Duku Condet Lansium domesticum Var. Condet 20. Durian Sitokong Durio zibetinus Murr. Var. Sitokong 21. Daun Cengkaruk 22. Daun Dewa Gynura segetum 23. Daun Jinten Coleus amboinicus Lour 24. Daun Katuk Sauropis anchoginus L. 25. Daun Kelor 26. Daun Mangkokan Nothopana pseutellarium 27. Daun Pandan Pandanum amarylifolium 28. Daun Rematik Plumbago zeylanica Linn 29. Daun Salam Eugenia operculata 30. Daun Sendok Plantago mayar 31. Daun Suji Pleomele angustifolia 32. Daun Wungu Graphtophyllum pictum 33. Daruju Achantus ilicifolius Linn. 34. Ganda Rusa Justicea gendarussa 35. Gendolo Bosella rubra Linn. 36. Jahe Merah Zingiber oficenale 37. Jeruk Nipis Citrus aurantifolia 38. Jeruk Purut 39. Jamblang Eugenia cuminii 40. Jambu Mawar Eugenia jambos 41. Jambu Biji Pasar Psidium guajava var. Minggu Pasar minggu 42. Jambu Bol Eugenia malaccencis L. 43. Jarak Jatropha multifida 44. Jengkol Pithecolobium jiringa 45. Kawista batu Feronia limonia 46. Kara 47. Kaca piring Gardenia sp. 48. Kembang sepatu Hibiscus rosasinensis 49. Kembang pukul Mirabilis jalapa empat 50. Kemuning Murraya paniculata 51. Kencur Kaempferia galanga Linn. 52. Kimpul 53. Ki tolod Isotoma iongiflora 54. Kenanga Canangium odoratum 55. Kumis kucing Orthociphor aristatus 56. Karet kebo Ficus elastica Roxb. 57. Keji beling Strobilantes crispus 58. Kembang coklat Zephyranthes candida 59. Kweni Mangifera odorata 60. Kecapi Sandoricum koetjape 61. Lada Piper albi 62. Lempuyang Zingiber americans 63. Lidah buaya Aloe vera 64. Lengkuas Alpina galanga 65. Lidah mertua Sansiviera trifasciata 66. Melinjo Gnetum gnemon 67. Menteng Baccauria rasemosa 68. Matoa Pometia pinnata 69. Mengkudu Marinda citrifolia 70. Melati Jasmimum sambac 71. Miana Coleus scutellariodes 72. Mando kaki Ertafamia diffaricata 73. Nona makan sirih Clerodendrum thomsonai 74. Nangka Anthocarpus heterophillus 75. Pangkas kuning Duranta repens 76. Pepaya Carica papaya

49 Lanjutan Tabel Pisang Musa sp 78. Poselen Thalium triangulare 79. Puring Codieaum variegatum 80. Rambutan Nephelium lappaceum L. 81. Rukem Falcourtia rukam 82. Sosor bebek Kalanchoe pinnata 83. Sawo duren Chrysophilum cainato 84. Sawo kecik Manilkara kauki 85. Sirih Piper bitle 86. Saga Abius precatorius 87. Salam Syzgium polyanthum 88. Sambung dara Excoecaria cochinicinencis 89. Sambung getih 90. Sambiloto Androganthis paniculata 91. Sambung nyawa Stachytarpheta mutabilis 92. Sente 93. Sereh Cimbopagan nardus 94. Secang 95. Seledri Apium grafeolens 96. Tapak dara Cantharanthus roseus 97. Temukunci Boesenbargia pandurata 98. Temulawak Curcuma xanthorriza Sumber : Malahayani (2004) Di PBB juga dikembangkan berbagai jenis tanaman langka. Dari berbagai jenis vegetasi, ternyata ada yang telah dilindungi atau dilestarikan, terutama berdasarkan keputusan Gubernur KDKI No tahun 1987 tentang tanaman yang harus dilindungi (Biro Bina Penyusunan Program Propinsi, 2001). Berdasarkan laporan kegiatan pengembangan tanaman langka, proyek intensifikasi Pertanian Jakarta Selatan, sudah ditanam tanaman langka sebanyak 250 pohon yang terdiri dari 18 jenis (Biro Bina Penyusunan Program Propinsi, 2001). Penanaman tersebut antara lain di Situ Babakan. Jenis tanaman obat juga dikembangkan di PBB. Tanaman tersebut dikembangkan oleh penduduk di pekarangan masing-masing. Hasil pengembangan tanaman obat ini tidak hanya untuk konsumsi sendiri tetapi juga ada pengolahan pasca penennya. Salah satu produk yang telah dikembangkan adalah bir pletok. Fauna darat di PBB tidak ada yang langka dan endemik (Biro Bina Penyusunan Program Propinsi, 2001). Satwa yang ada mempunyai penyebaran cukup luas dan dapat dijumpai dimana-mana. Jenis-jenis burung yang dapat ditemukan di lokasi dapat dilihat pada Tabel 7. Ekosistem perairan Situ Babakan saat ini dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai area usaha pengembangan

50 budidaya ikan, seperti ikan nila, ikan mas, dengan sistem Keramba Jaring Apung (KJA). Tabel 7. Jenis-jenis burung yang ditemukan di PPB Pekarangan Rawa Kebun Kutilang Ayam-ayaman Crocokan Beo Kuntul Cici Merpati Tingklik Gereja Poksai Cabe-cabean Puyuh Perkutut Puyuh Gereja Cici Hantu Puyuh Sumber : Biro Bina Peyusunan Program Propinsi (2001) Visual dan Akustik Tanaman yang diletakkan ditepi danau menimbulkan bayang-bayang yang dicerminkan oleh permukaan air (refleksi) sehingga dapat menghasilkan pemandangan yang menarik. Suara kicauan burung, desiran angin dan gemerisik dedaunan dapat memberikan nuansa alam yang nyaman ditapak. Umumnya bunyi-bunyi tersebut dapat dinikmati di tepi situ babakan yang ditunjang dengan keberadaan kawasan hijau. Beberapa Good view dapat dilihat pada Gambar 20. Refeksi tanaman terhadap danau Kegiatan memancing Gambar 20. Good View di dalam Tapak

51 Adanya kios-kios yang tidak beraturan di sepanjang danau dapat mengurangi nilai estetik tapak dan selain itu bentuknya juga tidak berkarakteristik khas Betawi. Banyaknya mobil dan motor yang parkir disepanjang situ juga dapat mengurangi nilai estetik tapak. Pembangunan warung-warung makanan yang tidak teratur dan tidak bernuansa Betawi dapat mengurangi nilai estetis tapak. Potensi situ dijadikan sebagai viewpoint pada masing-masing warung, tetapi keberadaan warung-warung ini menghalangi pemandangan ke arah situ dari sudut panda ng lain. Beberapa bad view dapat dilihat pada Gambar 21. Penumpukan Sampah Di Pinggiran Situ Parkiran Motor di Pinggiran Setu KJA yang Tidak Tertata Jalan Tanah dan Genangan Air Peletakkan Warung Terlalu Dekat Arsitektur Bangunan Warung tidak dengan Badan Air Bernuansa Betawi dan letaknya tidak teratur Gambar 21. Bad View di dalam Tapak

52 Utilitas Lingkungan Pada saat ini sumber air bersih yang diperoleh warga berasal dari sumur artesis yang dibuat oleh warga. Jaringan air bersih belum terdistribusi merata ke permukiman warga. Pada saat ini pembuangan atau pengelolaan air kotor dan limbah yang berasal dari rumah tangga masih dilakukan secara sederhana, yaitu langsung dibuang ke saluran setempat yang berakhir pada kolam-kolam yang ada disekitar halaman rumah atau langsung ke situ yang ada dilokasi tanpa melalui treatment tertentu, sehingga mengakibatkan situ menjadi kotor. Observasi lapangan di sepanjang tepian Situ Babakan mendapatkan adanya muara-muara dari selokan penduduk yang berakhir di situ dan umumnya sudah dicemari dengan limbah domestik yang mulai banyak. Pada saat ini sistem penerangan untuk permukiman warga masyarakat sudah seluruhnya menggunakan jaringan transmisi dari PLN yang terdistribusi merata ke seluruh wilayah perencanaan. Jaringan listrik dari PLN ini masuk ke dalam rumah-rumah penduduk melalui tiang-tiang listrik yang dipasang sepanjang jalan atau gang-gang sempit, bahkan menembus kebun-kebun penduduk yang masih banyak terdapat disana. Irigasi yang digunakan di daerah ini kondisinya cukup bagus karena konstruksinya telah dibuat permanen oleh masyarakat setempat, terutama dalam menanggulangi masalah banjir. Aliran air yang bersumber dari Kali Baru diteruskan ke situ atau danau sebagai penampungan. Air yang berasal dari situ keluar melalui sodetan-sodetan, kanal dengan dibangun turap atau konstruksi penahan lainnya. Aspek Sosial Budaya Kependudukan Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 1251 Tahun 1986, Kelurahan Srengseng Sawah memiliki luas wilayah 674,70 ha. Wilayah ini terdiri dari 19 RW dan 156 RT dengan jumlah penduduk akhir tahun 2002 sebanyak jiwa (Gambar 22). Kepadatan rata-rata penduduk di kelurahan ini adalah jiwa per km 2.

53 Jumlah Penduduk Tiap RW di Kelurahan Srengseng Sawah Jumlah Penduduk (orang) RW Gambar 22. Jumlah Penduduk tiap RW di Kelurahan Srengseng Sawah Sumber: Pemerintah Propinsi DKI Jakarta, Kelurahan Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa, Kotamadya Jakarta Selatan (2002) Secara umum, penyebaran penduduk merata dengan kultur homogen yang mayoritas berupa Budaya Betawi. Oleh karena itu, mayoritas penduduk Kelurahan Srengseng Sawah adalah masyarakat Betawi, walaupun telah banyak penghuni berasal dari luar DKI Jakarta. Mayoritas penduduk di Perkampungan Budaya Betawi adalah Islam (90.82 %) dan selebihnya beragama Kristen Protestan (3.17 %), Kristen Katolik (4. 65 %), Hindu (0.75 %), dan Budha (0.62 %). Fasilitas peribadatan yang tersedia adalah masjid 4 buah, 2 masjid telah direnovasi oleh Pemda DKI Jakarta yaitu Masjid At-Tauba dan Masjid Baitul Makmur yang berarsitektur Betawi. Selain itu, terdapat 10 Musholah dan 1 Gereja. Mata pencaharian penduduk adalah sebagai petani pekebun, pencari ikan di danau, pedagang buah-buahan dan tanaman hias (Gambar 23). Untuk meningkatkan kesejahteraan, mereka berhimpun dalam beberapa kelompok tani. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian 12% 1%9% 3% 18% 3% 53% karyawan pensiunan pedagang petani pertukangan pemulung buruh jasa Gambar 23. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian Sumber : Data Monografi Kelurahan Srengseng Sawah (2002)

54 Persepsi masyarakat terhadap lingkungannya dapat dilihat dari sikap masyarakat terhadap lingkungannya. Persepsi masyarakat cukup positif dengan adanya pengembangan Situ Babakan karena akan meningkatkan taraf hidupnya, sebagai sarana rekreasi yang murah dan mudah dijangkau (Dinas Pertamanan dan Keindahan Kota, 2000). Harapan masyarakat ialah agar situ dikelola oleh pemerintah dan tidak diserahkan kepada swasta dan dibiarkan seperti apa adanya sebagai tempat rekreasi dan penangkapan atau pemancingan ikan. Pola Permukiman Rumah-rumah di sekitar situ atau dekat dengan badan air memiliki pola permukiman berorientasi jalan untuk memudahkan aksesibilitas penghuninya dan membelakangi situ (Gambar 24), namun masih terdapat akses penghubung dari rumah menuju situ. Sehingga, bangunan-bangunan perumahan di sepanjang situ membelakangi situ untuk kemudahan aksesibilitas ke jalan. Kondisi fisik berupa rumah tunggal dan rumah deret serta umumnya merupakan rumah permanen (dinding beton) serta. Gambar 25 memperlihatkan pola tata ruang permukiman dekat badan air. Gambar 24. Kondisi Rumah yang Membelakangi Badan Air di Sekitar Situ

55 Keterangan : Danau Rumah Gambar 25. Pola Tata Ruang Permukiman di Kawasan Waterfront Banyak terdapat rumah-rumah yang berada di sekitar situ tersebut mengalirkan limbah domestiknya (limbah cair dan padat) secara langsung ke situ. Senyawa organik yang berasal dari limbah domestik pada umumnya adalah senyawa nitrogen (NO 2, NO 3, NH 3 ), TST (Total Suspended Solid ), dan ditergen. Limbah padat berupa sampah plastik, bahan organik, dan erosi tanah (Bapedalda DKI Jakarta, 1997). Rumah-rumah penduduk pada umumnya terlihat mengelompok dengan kisaran jarak yang bervariasi (tidak tentu). Diantara rumah-rumah penduduk terdapat ruang terbuka hijau berupa kebun buah atau pekarangan ataupun tanah lapang yang digunakan sebagai tempat penduduk melakukan berbagai aktifitas sosial seperti berkumpul bermain, berolahraga, dan lain -lain. Perlakukan terhadap batas lahanpun berbeda-beda (pagar permanen seperti beton, pagar bambu, pagar kayu, pagar tanaman, dan lain-lain), namun dapat dikatakan bahwa sebagian besar rumah memiliki batas jelas atas lahannya. Jarak antar jalan, pagar, dan batas depan rumah pada umumnya telah membentuk garis lurus yang sejajar jalan. Pengecualian terdapat pada rumah yang dijadikan tempat usaha seperti warung (tanpa pekarangan sehingga batas dengan rumah merupakan batas lahan). Hampir di setiap kebun terdapat gundukan/timbunan sampah dalam jumlah besar. Meskipun keberadaan rumah saling menempel akibat keterbatasan lahan, namun demikian hampir di setiap rumah masih dapat ditemukan pekarangan depan dengan berbagai macam perlakuan (dipenuhi tanaman hias, dibuat kolam ikan kecil atau sekedar halaman kosong).

56 Kesempatan untuk mengembangkan arsitektur rumah tradisional betawi terdapat pada bagian rumah yang relatif masih renggang. Bangunan-bangunan rumah di lahan tersebut umumnya baru memiliki akses jalan yang kecil (gang), halaman rumah relatif masih luas, masih ada kebun penduduk, sehingga suasananyapun menjadi sangat berbeda. Di Situ Babakan, jenis bangunan-bangunan berarsitektur khas Betawi sudah tidak terlihat lagi secara utuh (100 %) kecuali bagian teras atau serambi yang masih dihadirkan dalam ukuran dan bentuk yang seadanya. Pada umumnya, masyarakat Betawi menambahkan unsur ornamental pada lisplang yang memilki ukiran atau pola tertentu khas Betawi pada bangunan rumah, karena mudah dan murah. Namun, hasilnya tidak akan baik, dan tidak sesuai jika diletakkan pada rumah-rumah yang cenderung lebih modern. Rumah-rumah pada permukiman Betawi dapat dikatakan tidak memiliki arah mata angin maupun orientasi tertentu dalam peletakkannya. Orientasi rumah lebih ditentukan oleh alasan-alasan praktis seperti bentuk dan orientasi pekarangannya atau aksesibilitas (kemudahan mencapai jalan). Pada pekarangan orientasi dari bagian-bagian tapak juga tidak begitu jelas. Demikian juga fungsifungsi yang berada diatas pekarangan tersebut sangat tergantung pada kebutuhan dari pemilik lahan. Pengunjung Berdasarkan laporan jumlah pengunjung dari pihak pengelola, jumlah pengunjung pada tahun 2004 adalah orang wisatawan nusantara dan 48 orang wisatawan luar negeri. Jumlah pengunjung tahun dapat dilihat pada Gambar 26. Pengunjung dapat berupa perorangan maupun kelompok, misalnya sekolah-sekolah, universitas, dan lainnya. Pengunjung tidak hanya berasal dari Jakarta bahkan dari luar Jakarta dan luar negeri. Jumlah Pengunjung Perkampungan Budaya Betawi Tahun Jumlah Pengunjung (orang) Tahun Tahun Tahun Tahun

57 Gambar 26. Jumlah Pengunjung Perkampungan Budaya Betawi Sumber : Pengelola PBB (2005) Seni dan Budaya PBB yang berfungsi sebagai sarana informa si, sarana penelitian dan pengembangan, sarana seni budaya, sarana edukatif dan rekreatif, sarana pariwisata. Saat ini dapat ditemui aktifitas seni budaya, baik dilakukan orang perorang, kelompok masyarakat maupun lembaga-lembaga seperti Dinas/ Suku Dinas Kebudayaan LKB (Lembaga Kebudayaan Betawi). Salah satu kegiatan yang dilakukan di PBB dapat dilihat pada Gambar 27. Gambar 27. Salah Satu Kegiatan yang Dilakukan di PBB Adapun wisata Budaya di PBB adalah prosesi budaya (akekah, sunatan, hatam Qur an, nikah, nujuh bulan), atraksi seni budaya yang dilaksanakan setiap hari minggu pukul WIB di panggung teater terbuka PBB (Tabel 8) dan pelatihan seni budaya seperti pelatihan lenong dan gambang kromong, rebana qasidah, tari betawi, dan silat beksi. Kegiatan kesenian budaya Betawi dapat ditampilkan dalam seni tari (Tabel 9), seni teater (Tabel 10), dan seni musik (Tabel 11).

58 Tabel 8. Kegiatan Pergelaran Kesenian Rutin dan Kegiatan Insidental Periode April-Juni 2005 No. Tanggal Jenis Kegiatan Penyelenggara 1. 3 April 2005 Lenong Betawi Sanggar Harapan Jaya April 2005 Gambang Kromong Sanggar Setia Muda April 2005 Topeng Betawi SanggarHidup Bersama April 2005 Qasidah Modern Sanggar Al-Hasanah 1. 1 Mei 2005 Parade Aneka Tari Betawi dalam Sanggar-sanggar Rangka HARDIKNAS Binaan se-jakarta Selatan 2. 8 Mei 2005 Topeng Betawi Sanggar Boyo Mei 2005 Orkes Gambus Sanggar El-Mahmud Mei 2005 Tanjibus Sanggar Aljabar Mei 2005 Topeng Betawi + Lawak Sanggar Marga Sari 1. 5 Juni 2005 Perancangan HUT DKI Jakarta 478 Tingkat propinsi Juni 2005 Topeng Betawi Sanggar Putra Juni 2005 Acara HUT DKI Bazaar Lomba baca cerpen Betawi SLTP Gambang kromong + Lawak Sanggar Naga Putih Rebana Biang Komedi Betawi Juni 2005 Acara HUT DKI Bazaar Lomba mewarnai tingkat TK Lenong Samrah tonil Juni 2005 Acara HUT DKI Wayang kulit Betawi Juni 2005 Acara HUT DKI Gebyar Budaya Betawi Gambang Kromong + Lawak Sanggar Jaya Sari Sanggar Firman Sanggar Marga Juwita BBM Sanggar Si Noray Juni 2005 Gambang Kromong + Lawak Sanggar Subur Jaya Sumber : Laporan Kegiatan Bulanan di PBB (2005)

59 Makanan adalah salah satu unsur penting dalam kebudayaan suatu masyarakat, karena makana n/pangan adalah juga merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia dalam usaha untuk kelangsungan hidup. Setiap bangsa dari suatu negara/setiap masyarakat daerah dalam suatu negara mempunyai makanan pokok yang khas (spesifik) yang dapat dibedakan dengan bangsa lain/masyarakat lain. Masyarakat Betawi mempunyai makanan khas yang berbeda dengan makanan daerah lain. Berbagai macamnya jenis makanan dan minuman khas Betawi dapat menjadi daya tarik tersendiri untuk pengembangan lanskap budaya di PBB. Jenis makanan dan minuman khas Betawi dapat dilihat pada Tabel 12. Salah satu jenis makanan dan minuman khas Betawi dapat dilihat pada Gambar 28. Tabel 12. Jenis Makanan dan Minuman Khas Betawi No. Jenis Nama 1. Makanan Kueh Pepek Kueh Lapis Kueh Sengkulun Kueh Saru Kueh Sagon Kueh Uli Kueh Rangik Kueh Pancong Kueh Kerak Telor Kueh Bolu Kukus Kueh Unti/Kueh Bugis Kueh Kembang Goyang Kueh Tenteng (Brondong) Kueh Talam Kueh Pacar Cina Kueh Onde Kueh Jejongkong Kueh Dadar 2. Sayur -sayuran atau lauk pauk Sayuran masak asem Ketupat sayur Laksa Sop kaki Masak semur Pepesan Gado-gado Sayur lodeh Gule Sate manis Tangkar 3. Minuman Bir Pletok Sumber : Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, 1993

60 Bahan Dasar Pembuatan Bir Pletok Pedagang Kerak Teror Gambar 28. Salah Satu Jenis Makanan dan Minuman Khas Betawi Arsitektur Rumah Tradisional Betawi Arsitektur adalah salah satu bentuk hasil kebudayaan suatu masyarakat. Arsitektur juga dapat memberikan gambaran mengenai hasil-hasil kebudayaan lainnya seperti teknologi, kesenian dan lain sebagainya. Di Situ Babakan, jenis bangunan-bangunan berarsitektur khas Betawi sudah tidak terlihat lagi secara utuh (100 %) kecuali bagian teras atau serambi yang masih dihadirkan dalam ukuran dan bentuk yang seadanya. Pada umumnya, masyarakat Betawi menambahkan unsur ornamental pada lisplang (Gambar 29) yang memilki ukiran atau pola tertentu khas Betawi pada bangunan rumah, karena mudah dan murah. Namun, hasilnya tidak akan baik, dan tidak sesuai jika diletakkan pada rumah-rumah yang cenderung lebih modern. Gambar 29. Penggunaan Lisplang pada Rumah Adat Betawi

61 Rumah-rumah pada permukiman Betawi dapat dikatakan tidak memiliki arah mata angin maupun orientasi tertentu dalam peletakkannya. Orientasi rumah lebih ditentukan oleh alasan-alasan praktis seperti bentuk dan orientasi pekarangannya atau aksesibilitas (kemudahan mencapai jalan). Pada pekarangan orientasi dari bagian-bagian tapak juga tidak begitu jelas. Demikian juga fungsifungsi yang berada diatas pekarangan tersebut sangat tergantung pada kebutuhan dari pemilik lahan.

62 Tabel 9. Jenis Tari dalam Kebudayaan Betawi Jenis Seni Tari Pengaruh Fungsi Pemain Pengiring Dimensi Gerakan Jawa Barat (Sunda) Melayu Tari Topeng, terdiri dari : Tari Topeng Tanjidor Tari Topeng Gong Tari Zapin Tari Lenggo, terdiri dari : Belenggo Rebana Belenggo Ajeng Jawa Barat Tari pergaulan pada pesta keluarga (khitanan, pernikahan) Tari Cokek Cina/ seni budayanya banyak tepengaruh oleh Tari Ronggeng Jawa Barat Bersifat hiburan Tari Pencak Silat Sunda Pada perayaan/ pesta panen Tari Samrah Melayu Bersifat hiburan dan memperluas pergaulan Ondel -ondel Hindu Khusus seperti hajatan (sunatan, perkawinan, pesta rakyat) Penari wanita memakai hiasan kepala dan penari pria dengan pakaian pelawak ditarikan oleh pria berpasangan Penari 1 orang luar (terutama yang bermaksud membayar kaul) Pemain-pemain wanita/ wayang cokek Tarian berpasangan yang dilakukan pria saja memakai selendang dan pakaian biasa/ wanita Sepasang ondel-ondel jantan dan betina berukuran sedang Permainan Ujungan (Tari Uncul) Sunda Pesta panen Antar pria yang berupa pertandingan dengan rotan Sumber : BAMUS Betawi, 2001 Gamelan gong Orkes gambus dan 3 buah marwas (semacam gendang kecil bertutup dua) Kecapi, 2 rebah, 3 rebana orkes rebana biang gamelan ajeng Gambang kayu, kromong ohyan/ kongahyan (rebab dari batok kecil) gihyan/ tehyan (rebab dari batok besar) gendang, kenong, gong, kecrek Terdiri dari (berbeda pada tiap wilayah) : Gambang kromong Orkes samrah Rebana biang Gedang pencak Betawi Biola, gendang, kecrek, harmonium, orkes gambus Tanjidor Gambang kromong Gendang pencak Qasidah Sempyong (semacam gambar dari kayu/ bambu 4 bilah) Merupakan tari langkah dan tidak banyak m,enggubakan gerakan tangan/ anggota badan lainnya Ukuran rebana 30x60 cm, 80 cm (diam). Tari dilakukan ditenmgah pemain musik. Gerakan diantara tari dan silat dengan langkah kebanyakan membungkuk Tariannya merupakan tari langkah, gerakan tangan tidak rumit Cerita kehidupan sehari-hari Hanya melenggak- lenggok sambil menggerakkan kedua belah tangan

63 Tabel 10. Jenis Seni Teater dalam Kebudayaan Betawi Seni Tari Jenis Fungsi Pengiring Pemain Pementasan Tempat Lenong : Lenong Denes Lenong Preman Menghibur Gambrang Kromong Lawak, musik, laken (cerita kerajaan masa lampau) Panggung, pentas tapal kuda menggunakan panggung Teater Peran Teater Tutur Teater Tutur Teater Tanpa Tutur Wayang Wayang kulit Betawi Wayang Golek Betawi Topeng Betawi Gamelan logam, gendang, terompet, saran kromong, kedemung, kecrek, kempul, gong, gamelan logam Dalang dan wayang Lakon pengaruh Jawa/Hindu Ramayana Maha Barata Cerita Panji Perayaan khitanan, perkawinan, kaulan Gamelan dan tari topeng Penari wanita dan pelaku/ pemain lakon Musik, tari, lawak, lakon Jinong Menghibur untuk orang Musik tanjidor Cerita kehidupan hajatan sehari-hari Ubruk Betawi Memeriahkan hajatan 1 gendong, kulantor, biang, terompet Dalang dan wayang Lakon pendek - Banyolan Demuluk Orkes harmonium Dalang dan wayang Komedi bangsawan, nyanyi, lakon sahibulhikayat Samrah Setelah acara maulid malam angkat perkawinan Tari Samrah Dalang dan wayang Cerita sahibulhikayat, musik, tari, pantun dan lakon Buleng Menghibur 1 orang Sahibulhikayat Menghibur dalam pesta perkawinan, khitanan, pindah rumah, hari raya Islam Rancak Ondel-ondel Arak-arakan pengantin, sunat/pawai pesta rakyat Tidak ada musik kusus, hanya kadangkadang dengan gendang pencak Betawi, ningnong, rebana ketimpring Gembokan Pesta rakyat Tidak tetap, kadang-kadang gendang kecil, terompet, bende, kempul Sumber : BAMUS Betawi, orang bersahutan Sepasang laki dan perempuan tinggi 2,5 meter 80 cm setinggi 1 meter. Arena, pentas sejajar penonton, panggung /tanpa panggung, di halaman rumah, Di arena terbuka tanpa panggung Di pasar, halaman stasiun kota Arena tanpa panggung

64 Tabel 11. Jenis Seni Musik dalam Kebudayaan Betawi Jenis Seni Musik Gambang Krom ong : Gambang kromong rancang Gambang kromong kombinasi Gambang kromong asli Dipengaruhi Oleh Cina dan Melayu Dimainkan/ dipergunakan dalam Jenis Alat Musik Dimensi Untuk mengiringi : pertunjukan lenong, tari-tarian dan lain-lain Tidak mengiringi tari Tanjidor belanda Perayaan pembesar-pembesar Belanda dan hari raya Imlek dengan Barongsai Musik/ unsur bumi : gambang kromong, gendang, kecrek, dan gong Unsur cina : ningnong, alat musik gesek berdawai dua (kongahyan) Alat musik tiup : piston (cornet piston (cornet apistion), trombon, tenor, klarinet, bass, tambur, dan genderang Keroncong Tugu Portugis Dimainkan p.0ada pesta Natal Keroncong, biola, ukulele, banyo, gitar, rebana, kempul, dan sello Gamelan Ajeng Sunda Memeriahkan hajatan keluarga Sebuah keroncong, 10 pencol, 1 terompet, gendang (2 yang besar dan 2 yang kecil),1 kecrek, 2 gong Gamelan Topeng Sunda Mengiringi Tari Topeng 1 rebab, 2 gendang, 1 ancak, kebnong, kecrek, kempul, gong tahang/ angkong Samrah/ samra Melayu Mengiringi nyanyian dan tarian Harmonium, biola, gitar, dan tamborin, kadang-kadang dengan rebana bahkan gendang Rebana Rebana Ketimpring Rebana Ngarak Rebana Maulid Rebana Hadroh Rebana Dor Rebana Qasidah Rebana Maukhid Rebana Burdah Rebana Biang Sumber : BAMUS Betawi, 2001 Bali Timur Tengah Arab Selatan Arab Mengiringi lagu-lagu yang bernafaskan Islam untuk ngarak Ngarak p engantin Mengiringi perayaan keluarga Mengiringi syair-syair Mengiringi lagu-lagu/ yalil Mengiringi lagu-lagu/ yalil Mengiringi syair-syair Mengiringi syair-syair Memriahkan berbagai perayaan 3 pasang kerincingan/ kecrek 3 atau 4 buah rebana terdapat lubang kecil pada kelongkongannya Diameter cm Dilakukan dengan duduk bersila Diameter 30 cm Diameter + 40 cm Diameter + 50 cm Diameter + 90 cm Diameter + 50 cm Diameter + 30 cm Diameter + 20 cm

65 ANALISIS DAN SINTESIS Aspek Biofisik Lokasi dan Aksesibilitas Tapak Jalan internal dengan lebar 3 meter dan perkerasan semen atau cone block dapat dimanfaatkan untuk jalur sirkulasi delman, namun penggunaannya harus disesuaikan dengan konsep sirkulasi. Jalur sirkulasi untuk kendaraan bermotor di areal sempadan situ tidak sesuai dengan pengembangan konsep sirkulasi, sehingga harus dialihfungsikan sebagai sirkulasi pejalan kaki dan delman, sehingga jalan harus dibuat dengan dua jalur (pejalan kaki dan delman). Kemudahan aksesibilitas (pencapaian ke dalam site) ke Perkampungan Budaya Betawi (PBB) dapat menjadi daya tarik sendiri, sehingga dapat dikunjungi oleh wisatawan. Pusat-pusat kegiatan di sekitar PBB yang selama ini menjadi daya tarik masyarakat Jakarta menjadikan PBB sebagai area potensial dan sebagai tujuan wisata alternatif bagi wisatawan. Area potensial penarik pengunjung di sekitar PBB dapat dilihat pada Gambar 30.

66 Gambar 30. Area Potensial Penarik Pengunjung di Sekitar PBB Jalur sirkulasi yang akan dikembangkan di tapak akan didominasi oleh sirkulasi pejalan kaki, sedangkan jalur kendaraan bermotor milik pengunjung hanya sampai areal parkir yang bersisian dengan jalan kolektor dan selanjutnya pengunjung dapat melanjutkan perjalanan dengan delman, atau be rjalan kaki. (Lemtek FTUI dan Dinas Kebudayaan DKI Jakarta, 2001). Pemilihan delman sebagai alat transportasi utama karena delman sesuai dengan ruang lingkup kehidupan Betawi. Selain itu karena kecepatannya yang lambat sehingga pengunjung dapat menikmati suasana perkampungan Betawi disekelilingnya. Pola Penggunaan Lahan Dari data tata guna lahan di kawasan waterfront tersebut terlihat bahwa penggunaan untuk permukiman paling tinggi (35.40 %). Oleh karena itu, perlu penataan kembali permukiman tersebut sesuai dengan pengembangan kawasan

67 waterfront sebagai penunjang kawasan PBB sebagai tujuan wisata dan penunjang situ sebagai daerah resapan air. Oleh sebab itu, rumah-rumah penduduk harus bernuansa atau berarsitektur Betawi, dan sebagai daerah resapan air diberlakukan KDB sebesar 20 %. Kawasan permukiman mengakomodasi aktivitas seperti mempelajari pola -pola ruang dalam rumah adat Betawi, dan pekarangan rumah dapat dimanfaatkan bagi pengunjung yang ingin mengenal tanaman khas Betawi, serta memetik dan membeli hasil kebun warga. Area perairan (Situ Babakan) sesuai dengan rencana Pemerintah Daerah DKI Jakarta akan diperluas menjadi 32 ha, sehingga dapat menunjang situ sebagai areal rekreasi yang mengakomodasi kegiatan seperti memancing dan bersampan. Kawasan hijau dan rawa mendukung kestabilan kuantitas air situ. Fasilitas umum di sekitar situ akan menyebabkan turunnya kualitas maupun kuantitas air situ. Hal ini dapat disebabkan aktivitas pengunjung seperti membuang sampah di badan air dan penggunaan air situ. Pe mbatasan jumlah pengunjung sangat perlu dilakukan pada kawasan waterfront ini agar daya dukung sumberdaya tidak terlampaui dan sumberdaya itu sendiri tidak rusak. Tanah Tekstur tanah yang liat dengan permeabilitas dan drainase yang buruk menyebabkan permukaan tanah menjadi basah dan licin jika terkena air atau hujan sehingga tidak sesuai untuk jalan setapak dan pusat-pusat aktivitas manusia. Untuk kenyamanan pengunjung, perlu adanya perkerasan pada jalur sirkulasi dan tempat-tempat aktivitas manusia. Untuk mempertahan kualitas dan kuantitas air situ serta potensi air tanah tapak, maka dalam rencana tata ruang harus mempertahankan keberadaan kawasan hijau, di areal inlet dan outlet situ ditanami tanaman dengan fungsi konservasi. Pengembangan perkerasan dapat mengakibatkan meningkatnya aliran air ke luar. Hal ini dapat mengurangi jumlah air yang meresap ke lapisan tanah dibawahnya yang merupakan pemasok air yang dibutuhkan oleh mata air. Oleh karena itu, permukaan perkerasan perlu memiliki pori-pori, yang memberikan jalan bagi air untuk menuju lapisan tanah dibawahnya, sehingga aliran air tidak

68 hanya mengalir ke danau (Walker, 2002). Beberapa bahan yang memiliki sifat ini adalah beton aspal, kerikil dengan epoxy dan beton pracetak berbentuk kotak. Mengingat salah satu fungsi kawasan sebagai daerah resapan air, maka jenis perkerasan yang digunakan sebaiknya harus dapat menyerap banyak air. Sistem perkerasan terbuka dapat meningkatkan penyerapan air tanah dan kualitas estetiknya lebih baik dari perkerasan lainnya (Brooks, 1988). Gambar 31 memperlihatkan Turfblok sebagai contoh perkerasan terbuka. Selain itu, sistem perkerasan terbuka (open paving system) juga dapat berperan sebagai pengendali erosi yang umum digunakan pada lereng yang rapuh di sepanjang jalan dan di pinggir danau atau sungai. Gambar 31. Turfblok sebagai contoh perkerasan terbuka Sumber : Walker, Rancangan Tapak dan Pembuatan Detil Konstruksi Sifat fisik tanah yang sesuai adalah kesuburan tanah, derajat kemasaman tanah, dan kepekaan tanah terhadap erosi. Sedangkan sifat fisik tanah yang tidak sesuai adalah drainase yang buruk, kandungan zat organik dan unsur hara yang rendah, serta kedalaman efektif yang dangkal. Banjir dan genangan air pada tanah sedapat mungkin harus dihindari dengan cara perbaikan drainase. Sedangkan untuk meningkatkan kandungan zat organik dan unsur hara di tapak, diperlukan

69 usaha perbaikan melalui pemupukan, pengapuran, dan perbaikan sistem drainase tanah. Topografi Kondisi tanah yang rapuh dan mudah tererosi disebabkan karena pengaruh air hujan dan hembusan angin yang kencang (Hakim, 2002). Akar tanaman dapat mengikat tanah sehingga tanah menjadi kokoh dan tahan terhadap pukulan air hujan serta tiupan angin. Selain itu juga dapat berfungsi untuk menahan air hujan yang jatuh secara tidak langsung ke permukaan tanah. Tanaman Pencegah erosi dapat dilihat pada Gambar 32. Sinar Matahari Air Hujan Jenis Tanaman Merambat Perhatikan Karakter Akar Karakter Tanah Maksimal 45 derajat

70 Gambar 32. Tanaman Pencegah Erosi Sumber : Hakim, Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap. Karakteristik kemiringan muka tanah akan menentukan daerah-daerah yang sesuai fungsi pemanfatannya dan segi enjineringnya. Pada daerah berkontur dengan kemiringan tertentu memerlukan penyelesaian kontruksi tertentu pula. Kawasan ini dibagi menjadi tiga kelas yaitu 0-8 %,8-15 %, dan >15%. Kemiringan lereng 0-4 % diklasifikasikan sebagai daerah datar dan sesuai dengan aktivitas atau kegiatan padat seperti, tempat parkir (Hakim, 2002). Lebih lanjut dikemukakan kemiringan lereng 4-10 % sesuai untuk kegiatan sedang dan ringan seperti, tempat gazebo. Bentukkan lereng dengan ketinggian yang bervariasi dapat menjadi potensi estetika secara visual dan menghilangkan kesan monoton pada tapak. Lahan yang berlereng memiliki kesan yang dinamis (Simonds, 1983). Oleh karena itu, di tempat-tempat tersebut, dapat dibuat stop area dengan fasilitas seperti bangku taman sehingga pengunjung dapat menikmati pemandangan di tapak. Tangga dan ramp dibutuhkan pada area yang tidak datar. Pada sirkulasi yang mendaki atau menurun, perlu dipertimbangkan sudut kemiringan jalan. Penggunaan standar ketinggian anak tangga menjadi pertimbangan agar sudut kemiringan tangga tidak terlalu curam (Hakim, 2002). Lebih lanjut dikemukakan, penggunaan bordes (lantai rata diantara anak tangga berfungsi sebagai tempat beristirahat dan mengurangi kecuraman tangga) diperlukan. Secara keseluruhan penyesuaian ini akan mempengaruhi pembentukan muka tanah yang disesuaikan dengan desain pola sirkulasi yang diinginkan. Hidrologi Situ Babakan tidak sesuai jika digunakan untuk usaha perikanan dan peternakan (Bapedalda, 1997). Walaupun demikian, masih banyak terdapat Keramba Jaring Apung (KJA) sebagai tempat bertani ikan milik penduduk setempat. Teknik untuk merehabilitasi situ dapat berupa usaha pencegahan (preventif) atau perbaikan (kuratif) (Bapedalda DKI Jakarta, 1997). Cara tersebut

71 dapat digunakan secara bersamaan untuk mendapatkan hasil yang terbaik, karena cara preventif akan memberi hasil dalam jangka panjang dan cara kuratif digunakan untuk mereduksi kapasitas sedimen. Dengan melihat kodisi situ-situ di DKI Jakarta, maka cara preventif yang dapat dilakukan untuk mengurangi masalah pencemaran situ adalah dengan mengendalikan masuknya materi pencemar ke dalam perairan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara berbagai berikut yang disesuaikan dengan kondisi Situ Babakan saat ini : 1. Melaksanakan peraturan tentang larangan membuang sampah, baik di badan air maupun di areal sempadan. 2. Membuat penahan sampah di inlet dan outlet situ. Sampah tersebut diangkat secara periodik dan dibuang ke tempat pembuangan sampah sementara atau akhir. 3. Penanaman areal sempadan situ dengan berbagai jenis tanaman khas betawi yang dapat melindungi situ dari erosi tanah dan menurunkan sedimen di dalam air limpasan yang masuk ke dalam situ pada musim hujan. Cara-cara preventif tersebut dapat dipadukan dengan cara -cara kuratif sebagai berikut : 1. Memperdalam perairan situ dan pengerukan sedimen situ yang sesuai dengan rencana pemda DKI Jakarta mengenai pe rluasan/normalisasi Situ Babakan. 2. Menanam tumbuhan air pada zona sekitar inlet dan outlet Situ babakan yang dapat menurunkan zat pencemar di dalam air karena di serap oleh tumbuhan tersebut. Jenis tumbuhan air tersebut misalnya adalah tanaman eceng gondok yang ditanam dalam Keramba Jaring Apung (KJA). Menurut Bapedalda DKI Jakarta (1997) salah satu teknologi tepat guna dan ekonomis serta masih dilakukan oleh negara maju seperti di California (USA) adalah Biological Control dengan menggunakan tanaman eceng gondok (Eichhornia crassipes). Tanaman ini mempunyai kemampuan untuk menyerap bahan pencemar, khususnya senyawa organik pada perairan danau dengan tingkat kesuburan yang tinggi. Namun, penggunaan tanaman eceng gondok juga dapat menimbulkan dampak negatif jika tidak ada pembatasan jumlahnya. Satu batang

72 eceng gondok dalam jangka waktu 52 hari akan menjadi seluas 1 m 2 (Suprapti, 2000). Jika tidak dibatasi pertumbuhannya, maka permukaan danau akan tertutup tanaman eceng gondok dan kandungan O 2 di air akan ber kurang, yang selanjutnya akan menyebabkan ekosistem air terganggu dan aktivitas rekreasi air akan terhambat. Keramba Jaring Apung (KJA) merupakan salah satu cara untuk membatasi biomassa eceng gondok. Dengan ukuran jaring KJA yang sangat kecil dan dilengka pi dengan ijuk, biji, bunga, dan tanaman eceng gondok dapat tersangkut jaring (tidak tersebar ketempat lain), dan mudah dibuang. Dengan adanya produksi tanaman air (biomassa) dari perlakuan ini dapat dipanen dan dilakukan pengomposan dengan menggunakan cacing komersial dan kascing (tanah kompos) sehingga dapat digunakan sebagai pupuk. KJA yang berisi eceng gondok dialokasikan dibagian paling luar di sekitar outlet Situ Babakan (Bapedalda DKI Jakarta, 1997). Penggunaan Situ Babakan sebagai tempat memelihara ikan dengan KJA merupakan potensi yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat dan menarik perhatian pengunjung. Jika KJA berkembang tanpa batas, akan menimbulkan dampak yang buruk bagi aktivitas manusia di danau dan sekitarnya. Menurut jika jumlah KJA berkembang tanpa batas, maka akan menyebabkan penumpukan limbah organik yang menumpuk di dasar waduk. Hal ini dapat menyebabkan pendangkalan situ, menghasilkan bau tak sedap serta mengakibatkan berkurangnya kualitas dan kuantitas air situ (Garno dan Adibroto, 1999). Agar limbah organik yang dihasilkan tidak mencemari seluruh situ, maka letak KJA sebaiknya berada pada outlet situ. Untuk menjaga kualitas dan kuantitas air situ, maka kawasan di sekitar inlet dan outlet situ dijadikan kawasan preservasi. Rekreasi air dapat dilaksanakan di tengah situ dengan pembagian ruang untuk berbagai jenis rekreasi yang akan dikembangkan. Berdasarkan hasil analisis mikrobiologi perairan Bapedalda DKI Jakarta (2004), konsentrasi mikrobiologi baik Coliform maupun Fecal coli masih di bawah baku mutu. Coliform dan Fecal coli di kenal sebagai penyebab penyakit Diare serta sering kali merupakan wabah penyakit bagi manusia. Untuk

73 pencegahan tercemarnya situ oleh Coliform dan Fecal coli maka dapat dilakuka n penyuluhan pembuatan septic tank, tidak mengizinkan pembuangan tinja secara langsung ke situ (badan air), dan penggunaan eceng gondok untuk pengelolaan perairan situ sehingga jumlah mikroba yang berbahaya dapat ditahan pertumbuhannya. Kualiatas air Situ Babakan termasuk kategori sedang. Untuk mencegah semakin buruknya kualitas air tersebut maka perlu dilakukan pembuatan sistem aerasi untuk menambah oksigen terlarut dalam air yang penting bagi proses oksidasi senyawa organik yang komplek menjadi lebih sederhana. Dengan demikian golongan peruntukan air dapat lebih baik lagi. Salah satu cara pembuatan sistem aerasi yaitu dengan sestem air mancur (Bapedalda, 1997). Selain itu, untuk mencapai pengelolaan perairan situ yang baik, maka diperlukan sistem pemantauan yang dapat digunakan (operasional) sebagai tolak ukur keberhasilan tingkat pengelolaan yang telah dilaksanakan. Iklim Penyebaran vegetasi yang baik merata dapat menyebabkan kondisi iklim mikro yang lebih nyaman dibandingkan pada tempat terbuka. Penanaman vegetasi di tapak telah dilakukan pada awal pengembangan namun penanaman tanaman peneduh terutama dipinggir-pinggir pada bagian tertentu kerapatannya masih kurang. Oleh karena itu, perlu dilakukan penambahan pepohonan atau struktur peneduh pada tempat-tempat terbuka. Adanya pepohonan dan peneduh dapat menciptakan iklim mikro yang lebih sejuk dan nyaman bagi pengunjung melalui penurunan temperatur. Pepohonan lebih cenderung meningkatkan kelembaban, sehingga kelembaban udara di tapak perlu diperhatikan untuk mengetahui tipe pohon yang akan ditanam. Pengendalian iklim mikro dengan pepohonan dapat dilihat pada Gambar 33.

74 Siang Malam Siang Malam Gambar 33. Pengendalian Iklim Mikro dengan Pepohonan Simber : Brooks, Site Planning: Evaluat ion, Process, and Development Dominasi warna hijau tanaman juga akan membantu menambah kesejukan, karena warna hijau termasuk dalam kelompok warna sejuk. Warna hijau yang dihadirkan oleh dedaunan banyak mengandung klorofil dan di pagi hari akan memberikan kesegaran pada mata. Warna-warna panas seperti merah sebaiknya tidak digunakan secara berlebihan untuk menghindari peningkatan suhu udara. Untuk perkerasan (paving) warna-warna panas ini di siang hari akan menyilaukan pandangan mata dan memantulkan hawa panas. Oleh sebab itu pemilihan warna yang mendekati warna alami (natural) untuk perkerasan sangat cocok, karena bermanfaat baik secara

75 biologis maupun psikis bagi para pengunjung dan penduduk sekitar. Secara umum pemilihan warna untuk perkerasan (paving) dan bangunan yang telah dibangun sudah memenuhi kriteria di atas. Kelembaban rata-rata bulanan 79,70 %, dengan kisaran 72,54-86,55 %. Adanya elemen air (Situ Babakan) dapat meningkatkan kelembaban udara (Laurie, 1986). Secara umum kelembaban udara di kawasan Situ Babakan cukup tinggi dengan rata-rata. Manusia dapat beraktivitas dengan nyaman pada kondisi kelembaban udara ideal, yaitu sekitar 40-75% (Laurie, 1990). Peningkatan kelembaban di daerah tropis menyebabkan kenyaman manusia berkurang, namun gerakan air akan menimbulkan kesejukan dari segi psikologis (Brooks, 1988). Disamping itu, manusia telah toleran terhadap kelembaban relatif yang tinggi daripada suhu yang tinggi. Untuk mengatasi kelembaban yang cukup tinggi dapat dilakukan pengaturan massa vegetasi dan struktur bangunan yang tepat dan memenuhi syarat kenyamanan. Pengaturan massa vegetasi yaitu menggunakan pepohonan yang berbatang tegak dengan percabangan yang jarang dan tinggi cabang 2,5-3 m di atas permukaan tanah. Selain itu dibawah pohon tidak ditanami semak atau perdu. Pengunaan jenis pepohonan yang tepat dan jarak tanam yang tidak terlalu rapat, akan memungkinkan sirkulasi udara yang dapat menurunkan kelembaban. Struktur pohon yang tidak menghambat pergerakan udara dapat dilihat pada Gambar 34. Sedangkan struktur bangunan yaitu dengan penyediaan shelter dan gazebo. Batang tegak dengan percabangan jarang Bebas percabangan Angin

76 Gambar 34. Struktur Pohon yang Tidak Menghambat Pergerakan Udara Curah hujan rata-rata 191,42 mm/bulan, dengan kisaran 57,72-321,13 mm/bulan. Curah hujan yang terja di di kawasan Situ Babakan termasuk tinggi. Curuh hujan yang tinggi tersebut dapat dimanfaatkan sebagai sumber air bagi vegetasi dan Situ Babakan itu sendiri. Pengunaan vegetasi dapat membantu mengatasi kekeringan pada musim kemarau karena air di permukaan tanah akan diikat akar tanaman. Curah hujan yang cukup tinggi akan menghambat aktivitas di tapak, sehingga perlu disediakan tempat berlindung dari hujan. Peneduh harus dapat dimanfaatkan pada waktu curah hujan tinggi maupun rendah. Pada waktu curah hujan rendah, peneduh akan melindungi pengunjung dari terik matahari. Peneduh tersebut dapat berupa pepohonan atau shelter dan gazebo yang bernuansa budaya betawi agar membentuk unity dengan lingkungan tapak (Gambar 35). Gambar 35. Shelter, gazebo, dan Pohon sebagai Peneduh Kecepatan angin rata-rata bulanan 4,9 km/jam, dengan kisaran 4-6,57 km/jam. Kecepatan tersebut berada dalam kisaran angin yang nyaman yaitu 1,0-

77 6,0 km/jam. Angin yang tidak terlalu kencang dapat meningkatkan kenyamanan manusia. Tanaman dapat mengurangi kecepatan angin sekitar % (Gambar 36) (Hakim, 2002). Suara desiran angin yang alami dan sejuk merupakan kualitas akustik yang berpotensi untuk dikembangkan. Terdapatmya elemen air seperti Situ Babakan dapat menciptakan angin yang sejuk dan meningkatkan kenyamanan manusia. Penggunaan tanaman semak dan pohon dapat mengendalikan arah dan kecepatan angin. Tanaman tersebut diatur sedemikian rupa sesuai dengan fungsinya seperti untuk menghalangi, menyaring maupun membelokkan arah angin supaya kecepatan anginnya tidak terlalu besar. Gambar 36. Tanaman Dapat Mengurangi Kecepatan Angin Sekitar % Sumber : Hakim, Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap Intensitas penyinaran matahari rata-rata bulanan 54,41 %, dengan kisaran 35,36-70,83 %. Intensitas matahari yang tinggi sangat baik untuk tanaman, namun mengakibatkan ketidaknyamanan manusia karena suhu tubuh dan lingkungan tinggi. Intensitas dan lama penyinaran matahari yang tinggi akan menaikkan suhu tubuh manusia baik melalui proses radiasi langsung, konveksi maupun konduksi. Kondisi ini dapat diatasi dengan membuat peneduh alami maupun buatan yang dapat menaungi pengunjung dari terik matahari.

78 Vegetasi dan Satwa Pepohonan yang berada di sekitar danau dengan penyebaran relatif merata dapat berpotensi untuk menyerap air dan penahan erosi, tetapi masih perlu penataan tanaman sehingga dapat menunjang tema pengembangan PBB. Selain berfungsi ekologis, tanaman tersebut juga berfungsi sebagai tanaman peneduh dan estetis. Oleh karena itu, diperlukan penambahan tanaman peneduh dan estetis pada jalur sirkulasi dan pusat aktivitas manusia yang juga diperlukan untuk meningkatkan kualitas estetis tapak. Jenis tanaman yang tersebar dipinggir danau, umumnya jenis tanaman keras dan mencirikan corak tanaman khas betawi dapat memberikan lingkungan bernuansa khas Betawi. Tabel 12 memperlihatkan Alternatif Tanaman yang ditanam di Situ Babakan. Tabel 13. Alternatif Tanaman yang ditanam di Situ Babakan No. Kriteria Tanaman Nama Tanaman Latin 1. Tanaman Langka Duwet/ Jamblang Syzygium cumini Gandaria Bouea macriphylla Kantil Michelia alba Kecapi Sandoricum koetjape Menteng/ kepundung Baccaurea rasemosa Nagasari Mesua ferrea Namnam Cinometra cauliflora Rukem Flacourtia rukam Sawo Kecik Manilkara kauki Sawo Duren Crysophyllum cainito Sempur Dillenia philippinensis 2. Tanaman Habitat Burung Asam Kranji Pithecollobium dulce Bumbu Kuning Bambusa vulgaris Beringin Ficus benyamina Bisbul Diospyros philippensis Buni Antidesma bunius Cendana Santalum album Jambu Mawar Syzygium jambos Kemiri Aleuritis moluccana Kersen Muntingia calabura L. Kluwek Pangium adule Lobi-lobi Flocourtia inermis Roxb. Pinang Areca catecu Tanjung Mimisops elingi 3. Tanaman produktif Alpokat - Belimbing Averhoa carambola L. Mangga - Jambu air Eugenia jambos Pete - 4. Tanaman eksotis Flamboyan Delonix regia Kamboja Plumeria Kemuning cina Aglaia odorata Kenanga Canangium odoraatum

79 5. Tanaman bunga Kembang merak Caesalpinia pulcherima Melati costa Brunfelsia sp. Puring Codiacum variegatum Bougenvil Bougenville sp. Kembang sepatu Hibiscus rosasinensis Anggrek tanah Spathoglotis plicata Air mata pengantin Passiflora edulis Sumber : Dinas Pertamanan (2000) Tanaman khas Betawi dapat berfungsi sosial budaya dan ekonomi. Keanekaragaman tanaman yang berada di pekarangan penduduk dapat berfungsi dalam rangka ketahanan pangan masyarakat. Selain itu, manfaat bagi pengunjung yaitu pada saat musim buah pengunjung dapat menikmati buah-buahan secara langsung. Tanaman buah, sayur, umbi-umbian, dan buah-buahan dimanfaatkan oleh penduduk dengan cara menjualnya secara langsung maupun diolah terlebih dahulu. Contoh produk olahan yang dibuat oleh penduduk setempat adalah bir pletok (jahe, kayu secang, daun pandan, daun jeruk, lada hitam, dan biji pala) dan jus belimbing. Kegiatan ini dapat menjadi sumber penghasilan penduduk setempat sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk sekitar, selain itu juga dapat melestarikan tanaman terutama tanaman khas Betawi. Dengan adanya keberadaan kawasan hijau dan badan air dapat menjaga fungsi tapak sebagai daerah resapan air, mempengaruhi iklim mikro, dan mendatangkan berba gai jenis satwa liar, misalnya burung, ikan dan serangga. Kicauan burung dapat menambah nuansa alam pada tapak, sehingga dapat dikembangkan untuk fungsi rekreasi pasif. Situ Babakan merupakan habitat yang baik bagi berbagai jenis ikan, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai tempat untuk pemancingan umum dan khusus (disewakan), serta tempat pemeliharaan ikan di dalam keramba-keramba milik penduduk setempat. Untuk memenuhi kegiatan ini maka diperlukan pembuatan dek-dek pemancingan. Visual dan Akustik Tanama n yang diletakkan ditepi danau menimbulkan bayang-bayang yang dicerminkan oleh permukaan air (refleksi) sehingga dapat menghasilkan pemandangan yang menarik (Gambar 37). Dalam konteks lingkungan, kesan

80 estetis itu menyebabkan nilai kualitasnya akan bertambah (Hakim, 2002). Berbagai aktivitas penduduk di situ seperti memancing dan menjala ikan dengan cara tradisional mengundang keingintahuan pengunjung untuk melihatnya dari dekat. Gambar 37. Refleksi Tanaman terhadap Kolam Sumber : Hakim, Komponen Perancangan Arsitektur Lansekap Danau Situ Babakan tidak dapat dilihat secara menyeluruh dari satu sisi karena luas dan bentuknya. Hal tersebut dapat mengundang keinginan pengunjung untuk menelusurinya lebih jauh sehingga dibutuhkan kemudahan aksesibilitas untuk pengunjung yang dapat ditempuh dari dua sisi, yaitu dari 2 sisi, yaitu melalui jalan darat atau melalui perairan. Bagi pengunjung yang ingin menempuh jalan darat dapat dibuat jalan setapak di luar areal sempadan situ, sedangkan yang

81 ingin lewat danau dapat menggunakan perahu dan rakit. Untuk mempersingkat waktu dibuat juga jembatan yang menghubungkan kedua sisi situ. Suara kicauan burung, desiran angin dan gemerisik dedaunan dapat memberikan nuansa alam yang nyaman ditapak. Umumnya bunyi-bunyi tersebut dapat dinikmati di tepi situ babakan yang ditunjang dengan keberadaan kawasan hijau. Potensi tersebut dipertahankan dan dikembangkan dengan menyediakan tempat dan fasilitas pengunjung untuk menikmatinya. Fasilitas yang disediakan berupa dek pemancingan dan shelter/gazebo untuk bersantai yang dialokasikan di sekitar areal sempadan situ. Permukiman berkarakter khas Betawi di sekitar sempadan situ dapat menambah nilai estetis tapak. Oleh karena itu perlu adanya kerja sama antara Pemda DKI sela ku pihak pengelola dengan penduduk setempat untuk meningkatkan karakter tapak sebagai kampung betawi. Adanya kios-kios yang tidak beraturan di sepanjang danau dapat mengurangi nilai estetik tapak dan selain itu bentuknya juga tidak berkarakteristik khas Betawi. Banyaknya mobil dan motor yang parkir disepanjang situ juga dapat mengurangi nilai estetik tapak. Pembangunan warung-warung makanan yang tidak teratur dan tidak bernuansa Betawi dapat mengurangi nilai estetis tapak. Potensi situ dijadikan sebagai viewpoint pada masing-masing warung, tetapi keberadaan warung-warung ini menghalangi pemandangan ke arah situ dari sudut pandang lain. Untuk memenuhi keinginan pengunjung tersebut maka diperlukan suatu perencanaan yang lebih baik, yang dapat menunjang kenyamanan pengunjung, misalnya membebaskan areal sempadan situ dari bangunan-bangunan yang dapat mengahalangi pemandangan ke arah situ.

82 Utilitas Lingkungan Untuk pengelolaan limbah rumah tangga, setiap rumah direncanakan mempunyai septic tank dan sumur resapan. Sistem pembuangan limbah cair dari rumah tangga dapat dilihat pada Gambar 38. Pengaliran limbah ke danau harus dihindarkan. Penentuan titik-titik TPS pada kawasan PBB didasarkan pada tingkat intensitas aktivitas zona-zona kawasan PBB ini. Sehingga, penentuan jumlahnya disesuaikan dengan intensitas pengunjung di tiap ruangnya. Peletakannya harus mudah dilihat dan dijangkau pengunjung seperti di tepi jalur sirkulasi, dekat shelter dan bangku taman, di pusat pelayanan, dan di pusat aktivitas pengunjung. Untuk pengelolaan limbah padat ini, setiap hari, tempat sampah dikosongkan dan dibuang ke Tempat Pembuangan Sampah Sementara (TPS) untuk menampung sampah-sampah yang terkumpul sebelum dibawa ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Gambar 38. Sistem Pembuangan Limbah Cair dari Rumah Tangga (Chiara, 1997)

83 Kehadiran penerangan juga sangat dibutuhkan untuk melayani kebutuhan pengguna pada malam hari selain memperkuat tema yang dihadirkan pada kawasan waterfront ini. Lampu taman pada dasarnya memiliki dua fungsi yaitu fungsi pengaman dan estetik. Fungsi pengaman ditekankan pada jalur sirkulasi, baik kendaraan maupun pejalan kaki, sedangkan untuk tempat lain selain jalur sirkulasi fungsi penerangan ditekankan pada fungsi estetika, misalnya di dekat dek-dek pe mancingan, bangku taman, dan lain-lain. Aspek Sosial Budaya Kependudukan Dominansi jumlah penduduk Betawi merupakan pendukung utama kebudayaan yang akan dikembangkan menjadi obyek wisata. Laju pertumbuhan di tapak sangat tinggi, hal ini disebabkan oleh banyaknya migrasi ke dalam tapak. Laju pertumbuhan di tapak perlu ditekan. Salah satu cara untuk menjaga nuansa perkampungan Betawi yang telah ada adalah dengan menyeleksi warga pendatang. Misalnya dengan cara hanya memilih orang Betawi asli atau keturunan dari luar tapak untuk menetap di kawasan Situ Babakan. Harun, et. al (1991) menduga bahwa warga pendatang dengan latar belakang etnis yang berbeda akan berpengaruh terhadap kebiasaan-kebiasaan dalam kehidupan masyarakat Betawi dan lingkungan khas Betawi. Sehingga, terjadinya proses-proses sosial budaya seperti asimilasi dan akulturasi kebudayaan serta adanya konflik antar etnis dapat mempengaruhi pengembangan tapak untuk wisata budaya Betawi. Untuk mensosialisasikan pengembangan kawasan PBB, masyarakat diikutsertakan dalam kegiatan seperti lokakarya -lokakarya yang diadakan oleh Pemerintah Daerah (PEMDA) (LemTek FTUI dan Dinas Tata Kota, 2001). Selain itu, kegiatan ini dapat memberikan kesempatan yang lebih luas kepada masyarakat untuk mengajukan saran, ide, maupun gagasan-gagasannya yang dibutuhkan dalam pengembangan kawasan PBB, sehingga masyarakat akan ikut berpartisipasi

84 dan bertanggung jawab dan diharapkan dapat meningkatkan rasa kepemilikan lingkungannya (sense of belonging). Pola Permukiman Bangunan-bangunan permukiman di sepanjang situ memiliki pola permukiman membelakangi situ untuk kemudahan aksesibilitas ke jalan. Akibatnya potensi alam yang sebenarnya indah dalam hal ini adalah Situ Babakan, menjadi dumping area (area pembuangan). Untuk meningkatkan kualitas permukiman di sepanjang situ sekaligus lingkungan waterfront maka perlu penyeragaman orientasi rumah-rumah tersebut ke arah danau (perairan). Lokasi permukiman yang terletak di sepanjang situ dan pembuangan limbah domestik (limbah cair dan padat) secara langsung ke situ dapat menurunkan kualitas dan kuantitas air, pedangkalan situ, penurunan kualitas visual tapak, dan timbulnya bau tak sedap. Hal tersebut karena senyawa organik yang berasal dari limbah domestik pada umumnya adalah senyawa nitrogen (NO2, NO 3, NH 3 ), TST (Total Suspended Solid), dan ditergen, yang dalam jumlah besar akan menghasilkan H 2 S yang berbau busuk sehingga dapat menurunkan kualitas air. Limbah padat yang berupa sampah plastik, bahan organik, dan erosi tanah, akan menimbulkan pengendapan di dasar situ dan penurunan kualitas dan kuantitas air situ (Bapedalda DKI Jakarta, 1997). Oleh sebab itu, limbah-limbah domestik harus diolah terlebih dahulu dengan menggunakan sistem tangki septik (septic tank). Menurut LemTek FTUI dan Dinas Tata Kota (2001), dengan pendekatan perencanaan yang bersifat buttom-up serta partisipasi masyarakat, maka diharapkan tidak terjadi perluasan terhadap rumah maupun pola -pola jalan yang sudah ada. Oleh karena itu kepadatan bangunan (KDB) harus dijaga dengan sangat ketat. Perkembangan jumlah penduduk di wilayah kajian inipun secara otomatis akan dibatasi melalui banyaknya lahan yang tertutup bangunan (Building Coverage). Sesuai dengan ketentuan tentang KDB maksimum 20%, maka sisa lahan yang tidak terbangun (80%) harus memenuhi syarat lahan yang meresap air. Oleh karena itu, maka lingkungan terbangun (bangunan gedung, jalan, pedestrian) harus dibuat dari bahan yang menyerap air. Konsekuensi hukum dan peraturan

85 yang harus dijalankan oleh pemerintahan DKI adalah membongkar kembali jalanjalan atau gang-gang yang saat ini sudah terlanjur dibuat dari aspal dan beton serta menggantinya dengan bahan atau material yang sesuai dengan konsep resapan. Demikian juga dengan saluran-saluran air hujan mempunyai kesempatan meresap air, sehingga tidak seluruhnya (100%) masuk kedalam saluran-saluran induk di sebelah barat lokasi atau Situ Babakan dan Situ Mangga Bolong. Dengan melihat kondisi di lapangan pola permukiman warga, maka untuk menetapkan Garis Sempadan Bangunan (GSB) pada kawasan PBB ini adalah dengan memperhatikan atau mengikuti kondisi yang sudah ada. Akan tetapi hal tersebut tidak berlaku untuk bangunan baru (yang akan dibangun) dimana telah ditetapkan GSB untuk bangunan yang akan dibangun adalah minimal 3 m, sehingga pola alami permukiman masyarakat betawi masih bisa dirasakan. Pola-pola permukiman yang tidak teratur adalah salah satu ciri pola permukiman Betawi pinggir. Menurut Harun, et al (1999), pola permukiman ini sesuai dengan pola permukiman khas Betawi di bagian hinterland. Walaupun demikian, penampakan fisik dari rumah-rumah di tapak sudah tidak mencerminkan rumah adat tradisional Betawi lagi. Menurut penyebab berkurangnya jumlah rumah yang bergaya tradisional Betawi diduga karena masuknya warga pendatang yang tidak hanya menyebabkan peningkatan jumlah penduduk yang sudah pasti akan meningkatkan densitas permukiman, tetapi juga perubahan komposisi latar belakang etnik yang ada. Hal tersebut diduga akan berpengaruh terhadap kebiasaan-kebiasaan kehid upan masyarakat secara keseluruhan dan lingkungan fisik permukiman khas betawi. Pengunjung Banyaknya pengunjung dari berbagai daerah baik dalam negeri maupun luar negeri merupakan potensi yang mendukung berkembangnya tapak sebagai obyek wisata. Agar tid ak terjadi kerusakan fisik pada tapak maka diperlukan pengendalian jumlah pengunjung dengan cara pembatasan penjualan tiket masuk. Selain itu, dilakukan penjadwalan kegiatan di tapak.

86 Seni dan Budaya Betawi kaya akan ragam Budaya, anatara lain kesenian daerah yang masih dialksanakan oleh masyarakat Betawi pada acara-acara atau upacara-upacara adat tradisional sehari-hari. Oleh sebab itu, ragam kebudayaan tersebut perlu dilestarikan untuk disosialisasikan kepada masyarakat luas sebagai atraksi budaya di kawasan wisata ini. Salah satu bentuk dari pelestarian Betawi itu sendiri pada perancangan kawasan wisata ini adalah dengan mendirikan gedung pertunjukan kesenian atau theater yang menempilkan kesenian-kesenian tersebut secara berkala untuk menarik wisatawan berkunjung. Mengingat letak Situ merupakan bagian dari permukiman warga, maka tradisi-tradisi masyarakat Betawi yang dilakukan juga dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan dan sekaligus menjadi sarana pelestarian budaya Betawi. Salah satu kesenian betawi dapat dilihat pada Gambar 39. Gambar 39. Ondel-ondel Sebagai Salahsatu Kesenian Betawi

87 Berbagai macamnya jenis makanan dan minuman khas Betawi dapat menjadi daya tarik tersendiri untuk pengembangan lanskap budaya di PBB. Masyarakat dapat membuat makanan dan minuman tersebut dan menjualnya sehingga dari aktivitas ini dapat menjadi sumber matapencaharian dan akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Untuk memfasilitasi aktivitas ini, disediakan kios -kios, workshop, dan restoran, yang dialokasikan pada ruang fungsi pelayanan. Pengunjung dapat menikmati makanan dan minuman Betawi, sehingga nuansa Betawi akan lebih terasa. Selain itu, pengunjung juga dapat mengetahui cara-cara pembuatan makanan dan minuman tersebut dengan mengunjungi workshop-workshop sehingga dapat mencoba dirumah. Di kawasan PBB terdapat aktivitas yang mengarah ke dunia industri yang dapat dikembangkan untuk meningkatkan kualitas SDM masyarakat setempat dan juga dapat mengakibatkan berkembangnya kehidupan sosial ekonomi masyarakat setempat pada khususnya, masyarakat luas pada umumnya, dan bagi program pemerintah. Hal tersebut akan lebih berjalan dengan baik bila pemerintah sebagai fasilitator mampu memberikan bantuan-bantuan berupa materi ataupun tenaga ahli yang ditugaskan untuk melatih warga setempat. Hasil dari aktivitas ini adalah cindera mata khas Betawi. Oleh sebab itu, pengembangan home industri sangat dibutuhkan melalui pembinaan dan bantuan modal. Selain itu, pengembangan home industri dapat disertai penyedia an tempat dalam rangka memberikan kesempatan kerja atau membuka usaha bagi penduduk setempat. Tempat-tempat tersebut berupa kios, restoran, workshop, panggung terbuka, dan lain-lain. Arsitektur Rumah Tradisonal Betawi Arsitektur suatu bangunan dikatakan tradisional apabila penciptaan struktur dan kontruksi, pengaturan tata letak ruang, penggunaan ragam hias, dan cara pembuatan bangunan tersebut diwariskan secara turun temurun dalam suatu kebudayaan atau lokalitas tertentu. Selain itu, arsitektur banguna n dikatakan juga tradisional apabila fungsi yang dimilikinya adalah untuk mewadahi kegiatankegiatan maupun kebutuhan-kebutuhan yang muncul dari kebudayaan tersebut. Dengan demikian arsitektur tradisional adalah bersifat khas.

88 Berkembangnya kehidupan manusia akibat interaksi antar berbagai kebudayaan dan antar manusia mengakibatkan hal-hal yang bersifat khas dari suatu kebudayaan tertentu cenderung beangsur -angsur pudar. Hal ini juga terjadi pada sejumlah arsitektur tradisioanal yang bersifat khas tersebut. Selain itu, pertumbuhan penduduk serta perubahan kebiasaan-kebiasaan hidup ikut mempercepat hilangnya suatu arsitektur tradisional. Perubahan tersebut disebabkan karena desakan pembangunan fisik baru disekitarnya maupun karena perubahan-perubahan terhadap bangunan-bangunan berarsitektur tradisional yang ada. Arsitektur tradisional yang muncul pada masa lalu dan di beberapa tempat masih diwariskan cara menciptakannya dan diteruskn pembangunannya oleh masyarakatnya, adalah suatu bentuk peninggalan dari suatu kebudayaan tertentu yang sekaligus berasal dari sutu masyarakat yang relatif homogen. Karenannya secara fisik (dan juga non-fisik seperti segi suasana dan simboliknya), arsitektur tradisional ini muncul dan membentuk suatu rona (setting) menurut suatu pola dan keteraturan tertentu jarang ada pada suatu lingkungan masyarakat yang heterogen dan kompleks. Manfaat dari adanya kenyataan ini yaitu adanya suatu pola dan keteraturan tertentu menjadikan arsitektur tradisional dapat menjadi suatu khazanah kebudayaan yang dapat menjadi pedoman bagi arsitektur kontemporer (sekarang) mengenai bagaimana mencapai suatu keteraturan tertentu di dalam karya ciptanya. Manfaat yang lebih praktis dari adanya arsitektur tradisonal adalah sifat unik keberadaannya, yang tidak ada ditempat lain. Keberadaannya yang unik pada suatu lingkungan dapat menjadikan lingkungan ini sebagai sutu musium hidup yang selain dapat menjadi sarana pendidikan kesejarahan bagai siapa saja, dapat menjadi daya tarik wisata yang potensial. Berdasarkan tata ruang dan bentuk bangunannya, arsitektur rumah tradisional Betawi dikelompokkan dalam 3 jenis bangunan (Gambar 40) : 1. Rumah Gudang, berdenah empat persegi panjang, 2. Rumah Joglo, berdenah bujur sangkar, 3. Rumah Bapang/kebaya, berdenah empat persegi panjang.

89 Tata letak ruang bagian dalam ketiga jenis rumah tersebut mempunyai ciri masing-masing. Rumah joglo dan rumah kebaya mempunyai tata ruang yang hampir serupa, yaitu terbagi dalam tiga kelompok ruang yaitu, ruang depan, ruang tengah, dan ruang belakang. Pada rumah gudang, denahnya berkesan terbagi dalam dua kelompok ruang, yaitu ruang depan dan ruang tengah. Ruang belakang dari rumah Gudang nampaknya secara abstrak berbaur dengan ruang tengah dari rumah. Beberapa model arsitektur Betawi dapat dilihat pada Gambar 41. Gambar 40. Tiga Jenis Bangunan Berarsitektur Betawi (Harun, 2001)

90 Gambar 41. Beberapa Model Arsitektur Betawi Sumber : Harun, Rumah Tradisional Betawi Ragam hias merupakan salah satu ungkapan arsitektural yang paling penting yang terdapat pada arsitektur rumah tinggal Betawi (Harun, et al, 1991). Lebih lanjut dikemukakan, pentingnya ragam hias di dalam arsitektur Betawi

91 bukan saja karena penggunaannya yang terdapat pada hampir sebagian besar unsur bangunan rumah tinggal, tetapi juga karena keberadaannya jelas menunjukkan adanya pengaruh dari berbagai kebudayaan yang pernah berhubungan dengan Betawi. Gambar beberapa macam ragam hias dapat dilihat pada Gambar 42. Gambar 42. Ragan Hias

92 Tabel 15. Matriks ke sesuaian sumberdaya dengan aktivitas wisata yang direncanakan dalam kawasan Sumberdaya Aktivitas Iklim Lereng Hidrologi Satwa Su hu Cu ra h huj an Ke le mb ab an Int en sit as ma tah ari Aktivitas rekreasi alam Memancing dan membakar ikan Bersampan Berolah raga Menikmati pemandangan Berjalan-jalan Fotografi Duduk -duduk Istirahat Aktivitas Pelayanan Makan dan minum Membeli cindera mata Beribadah Pemberhentian delman Membeli tiket Parkir Menginap Aktivitas seni budaya dan Membeli dan memetik hasil ilmiah perkebunan Atraksi budaya Tour permukiman An gin 0-8 % 8-15 % Danau Sat wa da rat Sat wa air Ve get asi Visual Da rat an Da na u Sosial De mo gr afi So sia l bu da ya Ek on om i La nd us e

93 Keterangan: Mengamati alam sekitar

94 KONSEP Konsep Dasar Konsep dasar Perencanaan dan perancangan kawasan waterfront Situ Babakan adalah menciptakan suatu kawasan edukatif dan rekreatif, meningkatkan kualitas situ dan bantarannya serta menghadirkan nuansa keaslian budaya betawi baik dalam kehidupan sosial budaya, adat istiadat, arsitektur bangunan serta lingkungan yang khas dengan tetap mempertahankan fungsi lingkungan utamanya sebagai daerah resapan air. Oleh karena itu, perencanaan dan perancangan kawasan tersebut dapat mencegah terjadinya kerusakan biofisik akibat kegiatan wisata pada tapak. Seluruh bangunan di tapak harus menampilkan citra tradisional Betawi. Pendekatan yang digunakan pada perancangan kawasan ini adalah pendekatan sumberdaya dan pendekatan aktivitas. Pendekatan sumberdaya artinya sumberdaya fisik atau alami akan menentukan tipe dan jumlah aktivitas sehingga membatasi penggunaan oleh manusia atau membatasi daya dukung sumberdayanya. Pendekatan aktivitas artinya aktivitas yang ada pada masa lampau dan saat ini dijadikan dasar pertimbangan perencanaan sarana rekreasi yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan di masa yang akan datang. Aktivitas yang dimaksud adalah aktivitas masyarakat sehari-hari dan aktivitas wisata yang ada sebelumnya. Diharapkan kedua pendekatan tersebut dapat saling berkesinambungan dan saling mendukung sehingga menghasilkan kawasan yang fungsional dan lestari. Konsep Pengembangan Lanskap Konsep dasar tersebut dapat dikembangkan menjadi konsep ruang, konsep wisata, konsep sirkulasi, konsep tata hijau, dan konsep fasilitas utilitas. Konsep Ruang Pembagian ruang di dalam tapak berdasarkan tingkat kepekaan terhadap lanskap dan intensitas aktifitas manusia yaitu ruang intensif (ruang wisata budaya,

95 ruang wisata alam, dan ruang pelayanan) dan non intensif (ruang konservasi). Diagram ruang yang direncanakan di tapak terlihat pada Gambar 43. Keterangan : Wisata Alam Wisata Budaya Pelayanan Wisata Penerima Konservasi Gambar 43. Diagram Ruang yang Direncanakan Konsep Aktivitas Aktivitas-aktivitas pengunjung dan pengguna ditentukan berdasarkan fungsi-fungsi yang akan dikembangkan dalam kawasan. Aktivitas di tapak dibagi menjadi aktivitas permukiman, seni budaya dan ilmiah, rekreasi, dan pelayanan wisata. Konsep Sirkulasi Jaringan sirkulasi ditujukan untuk dapat menghubungkan setiap ruang dengan efektif dan efisien. Diagram pola sirkulasi terlihat pada Gambar 44.

96 Keterangan : Jalur Sirkulasi Utama Jalur Sirkulasi Penunjang Akses Masuk Gambar 44. Diagram Pola Sirkulasi Konsep Tata Hijau Konsep tata hijau berorientasi pada penggunaan jenis-jenis vegetasi lokal khas Betawi dan berdasarkan kebutuhan. Penataan dan perancangan tanaman mencakup habitus tanaman, karakter tanaman, fungsi tanaman, dan peletakkan tanaman. Pemilihan jenis tanaman berdasarkan fungsi tanaman (sesuai dengan tujuan perancangan) dan peletakkan tanaman (sesuai dengan fungsi tanaman). Konsep Fasilitas dan Utilitas Fasilitas dan utilitas yang diakomodasikan pada tapak berdasarka n rencana ruang dan rencana lanskap yang telah dilakukan sebelumnya. Sarana fasilitas di tapak sangat potensial dalam mendukung berbagai aktivitas karena dapat memberikan kemudahan dan kenyamanan selama berada di kawasan waterfront.

97 PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Rencana Lanskap Rencana Ruang Dari hasil analisis dan sintesis menunjukkan bahwa pengguna tapak adalah penduduk lokal dan pengunjung yang melakukan kegiatan wisata, sehingga fungsi-fungsi yang perlu dikembangkan dalam tapak adalah fungsi konservasi, permukiman/wisata budaya, wisata alam, pelayanan wisata dan penerima wisata. Gambar 46 menunjukkan rencana ruang. Penataan ruang di tapak disesuaikan antara aktivitas yang berlangsung di tapak baik aktivitas wisata maupun masyarakat Betawi setempat sehingga ruang-ruang yang ada dapat mengakomodasikan fungsi-fungsi yang berlangsung. Pembagian ruang berdasarkan tingkat kepekaan terhadap lanskap dan intensitas aktivitas manusia dapat terlihat pada Tabel 14. Ruang intensif memiliki aktivitas sangat tinggi. Ruang ini merupakan ruang dengan tingkat kepekaan tapak paling rendah sehingga memungkinkan peletakkan sarana dan prasarana paling banyak. Ruang intensif dibagi menjadi sub ruang wisata budaya, pelayanan, dan rekreasi alam. Sub ruang wisata budaya ada lah tempat dimana menghadirkan budaya Betawi baik pada area permukiman maupun di area-area tertentu. Budaya Betawi terlihat dalam bahasa, tarian tradisional, dan upacara-upacara adat. Sub ruang pelayanan adalah tempat dimana pengunjung dapat beristirahat, makan-minum, dan lain-lain. Sub ruang rekreasi alam adalah tempat yang mengakomodasikan aktivitas rekreasi aktif dan rekreasi pasif. Ruang non intensif memiliki aktivitas paling rendah. Ruang ini merupakan ruang dengan tingkat kepekaan tapak tinggi terhadap bahaya lanskap. Fungsi yang dikembangkan adalah fungsi konservasi. Ruang ini dibuat untuk menunjang Situ Babakan sebagai daerah resapan air. Pada ruang ini tidak terdapat aktivitas dan fasilitas apapun.

98 Tabel 14. Pembagian Ruang Berdasarkan Tingkat Kepekaan terhadap Lanskap dan Intensitas Aktivitas Manusia Ruang Intensif Non Intensif Sub Ruang Wisata Budaya Pelayanan Rekreasi Alam Konservasi Fungsi Aktivitas Fasilitas Luas (ha) % Ruang Wisata budaya Aktivitas kehidupan penduduk Pelaya nan Penerima Rekreasi Aktif Rekreasi Pasif Konservasi lahan dan air Menyaksikan atraksi budaya Mempelajari pola-pola ruang rumah adat Betawi Membeli dan memetik hasil kebun warga Mengenal tanaman khas Betawi Bermukim Interaksi sosial Mencari nafkah Kehidupan, sosial, budaya dan agama Makan dan minum Membeli cindera mata Beribadah Jalan-jalan Duduk Membeli atau meyewa alat pemancingan Pemberhentian delman Naik turun delman Membeli tiket Parkir mobil dan motor Memancing dan membakar ikan Bersampan Menikmati pemandangan Duduk Istirahat Perlindungan lahan dan air Teater terbuka, plaza, jalan setapak, tempat sampah Areal permukiman Restoran, art shop, work shop, warung makan, halte delman, toilet umum, papan informasi, loket penyewaan sampan, tempat ibadah, penginapan Halte delman, loket, tempat duduk, tempat parkir Permukiman penduduk, bangku taman, shelter, Dek pemancingan, tempat pembakaran ikan, dek untuk sampan, sampan, jalan setapak dan delman, tempat ssampah, jembatan Bangku taman, shelter/gazebo, tempat sampah Tanpa fasilitas Total

99 Rencana Aktivitas Aktivitas-aktivitas pengunjung dan pengguna ditentukan berdasarkan fungsi-fungsi yang akan dikembangkan dalam kawasan, sehingga aktivit asaktivitas tersebut dapat dibagi menjadi : 1. Aktivitas Permukiman Aktivitas permukiman adalah aktivitas penduduk sehari-hari yang telah ada sebelum kawasan ini dikembangkan sebagai kawasan wisata. Aktivitas permukiman tersebut meliputi memelihara ikan di KJA, memancing, berkano, dan sebagainya. Aktivitas ini diakomodasikan pada ruang wisata budaya. 2. Aktivitas Seni Budaya dan Ilmiah Aktivitas ini lebih bersifat pendidikan untuk menambah pengetahuan pengunjung yang dihadirkan dalam kegiatan seni budaya, seperti atraksi budaya (upacara adat tradisional, tarian tradisional, dan lain-lain), tour kepermukiman penduduk, mengetahui pola rumah adat Betawi, memetik dan membeli hasil kebun, mempelajari tanaman khas Betawi. Fasilitas yang diperlukan adalah panggung teater terbuka, permukiman penduduk. Aktivitas ini diakomodasikan pada ruang wisata budaya. 3. Aktivitas rekreasi Aktivitas ini meliputi kegiatan yang bertujuan untuk berekreasi, memberikan kepuasan pikiran dan perasaan. Aktivitas ini dilakukan baik dilakukan secara aktif maupun pasif. Aktivitas rekreasi aktif meliputi, memancing dan membakar ikan, serta bersampan. Aktivitas rekreasi pasif meliputi menikmati pemandangan, duduk-duduk, dan istirahat. Fasilitas yang diperlukan adalah permukiman penduduk, bangku taman, shelter, gazebo, dek pemancingan, tempat pembakaran ikan, dek untuk sampan, sampan, jalan setapak dan delman, dan tempat sampah. Aktivitas ini diakomodasikan pada ruang rekreasi alam. 4. Aktivitas pelayanan wisata Aktivitas ini bertujuan untuk mengakomodasikan kebutuhan pengunjung dan pengguna. Aktivitas ini meliputi makan dan minum, membeli cindera mata, beribadah, jalan-jalan, duduk, membeli atau menyewa alat pemancingan, pemberhentian delman, membeli tiket, dan parkir. Fasilitas yang diperlukan

100 adalah restoran, artshop, workshop, kios-kios, halte delman, toilet umum, papan informasi, loket penyewaan sampan, tempat ibadah, penginapan, loket, tempat parkir, dan tempat duduk. Aktivitas ini diakomodasikan pada ruang pelayanan. Tabel 15 menunjukkan hubungan antara aktivitas-aktivitas dengan sumberdaya kawasan. Matriks tersebut menunjukkan sumberdaya kawasan yang menjadi penunjang atau menjadi kendala bagi aktivitas tersebut. Rencana Sirkulasi Di sepanjang sisi jalur sirkulasi ini akan ditempatkan ruang-ruang yang akan menunjang kegiatan air, yang akan memberi kebebasan bagi pengguna yang lewat untuk dapat menikmati kegiatan air secara visual. Rencana sirkulasi terlihat pada Gambar 47. Jalur sirkulasi dibagi menjadi 2 yaitu sirkulasi utama dan sirkulasi penunjang. Sirkulasi utama meliputi sirkulasi pejalan kaki dan delman sedangkan sirkulasi penunjang hanya untuk pejalan kaki saja. Bentuk jalur sirkulasi utama pada tapak adalah melingkar/loop untuk menghindari adanya pengulangan rute. Sedangkan jalur sirkulasi penunjang merupakan jalur yang berfungsi untuk mengakses ruang pelayanan, ruang rekreasi, dan ruang permukiman. Jalur Pejalan Kaki mendominasi sirkulasi di dalam tapak. Sirkulasi pejalan kaki ini berbentuk loop mengelilingi danau dengan akses ke ruang pelayanan, ruang rekreasi, dan ruang permukiman. Lebar jalan 3 meter dengan perkerasan batuan-batuan yang disusun secara acak.. Bentuk pedestrian yang dibuat bernuansa alami khas pedesaan, salah satunya penggunaan batuan-batuan yang disusun secara acak (Gambar 48). Perbedaan tekstur pada pola lantai dapat dipergunakan untuk menunjukkan arah sirkulasi dan membedakan ruang gerak dan ruang statis serta menghilangkan rasa monoton (Hakim, 2002). Tangga dan ramp dibutuhkan pada area yang tidak datar. Pada sirkulasi yang mendaki atau menurun, perlu dipertimbangkan sudut kemiringan jalan. Gambar detail tangga dapat dilihat pada Gambar 49. Jalur ini dilengkapi dengan tanaman peneduh pada sisinya, untuk menyerap panas dari pancaran sinar matahari. Pada titik tertentu, sis i jalan dilengkapi dengan bangku taman, shelter dan gazebo untuk beristirahat.

101 Jalur sirkulasi delman selebar 5 meter dengan dua arah. Bentuk jalur sirkulasi delman berupa loop (mengelilingi danau). Pada setiap area penerima dilengkapi dengan halte untuk delman. Jalur ini memfasilitasi pengunjung untuk dapat mengeliling danau dengan waktu yang relatif singkat dan menghubungkan pusat-pusat aktivitas wisata budaya. Jalur ini menggunakan perkerasan turfblok (Gambar 50) dengan warna yang dingin atau dapat menyerap sinar matahari untuk kenyamanan pengunjung. Warna yang digunakan adalah warna-warna dingin agar dapat memberikan kenyamanan dan menciptakan lingkungan khas pedesaan yang asri. Penggunaan warna-warna dingin adalah untuk area kegiatan yang rutin atau monoton, menghasilkan ukuran ruang tampak lebih luas (Hakim, 2002). Rencana Tata Hijau Vegetasi berfungsi sebagai pengendali iklim untuk kenyamanan manusia. Faktor iklim yang mempengaruhi kenyamanan manusia adalah suhu, radiasi matahari, angin, dan kelemba ban. Tanaman dapat menyerap panas dari pancaran sinar matahari dan memantulkannya sehingga menurunkan suhu dan iklim mikro. Tanaman berguna sebagai penahan, penyerap, dan mengalirkan tiupan angin sehingga menimbulkan iklim mikro. Rencana tata hijau dibagi menjadi tata hijau peneduh, tata hijau pencegah erosi, tata hijau estetis, tata hijau identitas. Rencana tata hijau sesuai dengan konsep yang dikembangkan (Gambar 51). Alternatif tanaman yang ditanam di kawasan waterfront dapat dilihat pada Tabel 16.

102 Tabel 16. Alternatif Tanaman yang ditanam di Kawasan Waterfront Fungsi No. Nama Tanaman Spesies Estetis (*) Peneduh dan tepi jalan (*) Identitas (*) Konservasi (*) Habitat satwa (**) 1. Andong Cordilyn fruticosa linn 2. Asem Tamarindus indica 3. Bangle Zingiber purpureum 4. Bambu Bambusa sp. 5. Belimbing Waluh Averhoa bilimba L. 6. Belimbing Manis Averhoa carambola L. 7. Brotowali Tinospora crispa 8. Bunga Kenop Gomphrena globasa 9. Buni Antidesma bunius 10. Buah Nona Annona reticulata 11. Bisbol Diospyros philipensis 12. Dadap merah Erythrina crystagali 13. Duku Condet Lansium domesticum Var. Condet 14. Durian Sitokong Durio zibetinus Murr. Var. Sitokong 15. Daun Katuk Sauropis anchoginus L. 16. Daun Kelor 17. Daun Pandan Pandanum amarylifolium 18. Eceng gondok Eichornia crassipes 19. Ganda Rusa Justicea gendarussa 20. Gandaria Bouea macrophylla 21. Gohok Syzigium polycepahalum 22. Jeruk Nipis Citrus aurantifolia 23. Jamblang Eugenia cuminii 24. Jambu Mawar Eugenia jambos 25. Jambu Biji Pasar Minggu Psidium guajava var. Pasar minggu 26. Jarak Jatropha multifida 27. Jengkol Pithecolobium jiringa 28. Jambu kancing Syzigium sambos 29. Jati Tectona grandis 30. Kawista batu Feronia limonia 31. Kaca piring Gardenia sp. 32. Kembang sepatu Hibiscus rosasinensis 33. Kembang pukul empat Mirabilis jalapa 34. Kembang teleng Clitoria tematea 35. Kemuning Murraya paniculata 36. Kenanga Canangium odoratum 37. Kumis kucing Orthociphor aristatus 38. Karet kebo Ficus elastica Roxb. 39. Kweni Mangifera odorata 40. Kecapi Sandoricum koetjape 41. Kedongdong Spondias pinnata 42. Kemang Mangifera indica 43. Lempuyang Zingiber americans 44. Lidah mertua Sansiviera trifasciata

103 Lanjutan Table Lobi-lobi Flacourtia inermis 46. Melinjo Gnetum gnemon 47. Mangga Mangifera indica 48. Menteng Baccauria rasemosa 49. Mengkudu Marinda citrifolia 50. Melati Jasmimum sambac 51. Miana Coleus scutel lariodes 52. Nam-nam Cynometra cauliflora 53. Nona makan sirih Clerodendrum thomsonai 54. Padi Oryza sativa 55. Pangkas kuning Duranta repens 56. Pepaya Carica papaya 57. Pisang Musa sp 58. Puring Codieaum variegatum 59. Rambutan Nephelium lappaceum L. 60. Rukem Falcourtia rukam 61. Sawo manila Manilkara zapota 62. Sawo kecik Manilkara kauki 63. Sirih Piper bitle 64. Salak Salacca zalacca 65. Sengon Albisia chinensis Obs 66. Saga Abius precatorius 67. Seruni Widelia sp 68. Salam Syzgium polyanthum 69. Tapak dara Cantharanthus roseus 70. Temukunci Boesenbargia pandurata 71. Temulawak Curcuma xanthorriza Sumber : *) Malahayani (2004) **) Dinas Pertamanan (2000) Rencana Tata Hijau Peneduh. Vegetasi yang berguna sebagai vegetasi peneduh adalah tanaman yang dapat menyerap panas dari pancaran sinar matahari dan memantulkannya sehingga menurunkan suhu dan iklim mikro. Tanaman peneduh ini biasanya ditanam pada tepi jalan. Contoh tanaman peneduh adalah Melinjo (Gnetum gnemon ). Rencana Tata Hijau Konservasi. Vegetasi berfungsi konservasi yaitu sebagai pencegah erosi dapat ditanam pada pinggira n danau. Hal tersebut berfungsi untuk menahan air hujan yang jatuh secara tidak langsung ke permukaan tanah. Contoh vegetasi pencegah erosi adalah Asem (Tamarindus indica). Rencana Tata Hijau Sumber Makanan dan Habitat Satwa. Vegetasi sebagai sumber makanan serta tempat berlindung kehidupan bagi hewan secara tidak langsung membantu pelestarian kehidupan satwa. Contoh tanaman sebagai

104 sumber makanan bagi burung adalah tanaman buah seperti Buni (Antidesma bunius) Rencana Tata Hijau Estetis. Vegetasi dapat memberikan nilai estetika dan meningkatkan kualitas lingkungan. Nilai estetika dari tanaman diperoleh dari perpaduan antara warna (daun, batang, bunga), bentuk fisik tanaman (batang, percabangan dan tajuk), tekstur tanaman, skala tanaman, dan komposisi tanaman. Contoh tanaman estetika adalah Dadap Merah ( Erythrina cristagalli). Rencana Tata Hijau Identitas. Vegetasi berfungsi sebagai identitas adalah tanaman digunakan vegetasi khas Betawi. Contoh tanaman khas Betawi adalah Kecapi (Sandoricum koetjape), Melinjo (Gnetum gnemon), dan Rambutan (Nephelium lappaceum). Rencana Fasilitas dan Utilitas Fasilitas dan utilitas yang diakomodasikan pada tapak berdasarkan rencana ruang dan rencana lanskap yang telah dilakukan sebelumnya. Sarana fasilitas di tapak sangat potensial dalam mendukung berbagai aktivitas karena dapat memberikan kemudahan dan kenyamanan selama berada di kawasan waterfront. Rencana lanskap meliputi perencanaan seluruh fasilitas yang dibutuhkan untuk mengakomodasi seluruh aktivitas yang direncanakan dalam tapak (Gambar 52). Rencana ini meliputi rencana ruang, rencana sirkulasi, rencana tata hijau dan rencana fasilitas dan utilitas. Gambar Planting Plan dapat dilihat pada Gambar 53 dan Gambar Hard Scape dapat dilihat pada Gambar 54.

105 Fasilitas Tapak Rumah Adat diseragamkan yaitu berarsitektur tradisional Betawi agar kawasan waterfront memiliki unity dengan lingkungannya sebagai PBB. Rumah adat disini adalah rumah-rumah penduduk dan masih tetap ditempati oleh orang asli Betawi agar pengunjung dapat benar-benar melihat dan merasakan kehidupan budaya Betawi. Rumah-rumah adat ini diletakkan di ruang wisata budaya.yang dialokasikan di sub ruang wisata budaya. Rumah-rumah tersebut di tata secara teratur dengan orientasi rumah menghadap badan air atau Situ. Rumah yang dibuat berukuran (15x11) m dengan luas tanah m 2 (Gambar 55). Detil rumah adat betawi dapat dilihat pada Gambar 56. Gambar 55. Alternatif Rumah Tradisional Betawi Ciri utama yang menonjol adalah adanya Paseban atau serambi depan yang terbuka dan hanya dibatasi dinding pagar (reiling) yang memisahkan ruang serambi tersebut dengan halaman depan. Ciri lain adalah bentuk atap yang khas dan ornamen pada lisplang yang memiliki ukiran atau pola tertentu khas Betawi (LemTek FT UI dan Dinas Tata Kota, 2001). Bahan bangunan yang dipergunakan untuk rumah terdiri dari kayu pohon buah-buahan, misalnya kayu Nangka, kayu Duren, kayu Kecapi, kayu Juwet/Jamblang, kayu Cempaka, kayu Jengkol, dan lain-lain (Harun et al, 1991). Khusus bahan bangunan ini dipilih pohon yang telah tua dan tidak produktif lagi

106 misalnya, kayu Nangka untuk bahan bangunan rata-rata berdiameter 2-3 meter yang pada saat ini sudah langka ditemukan. Kayu Nangka dan kayu Juwet mempunyai ketahanan yang baik. Kayu Nangka merupakan jenis kayu yang sering dipilih sebagai tiang guru (tiang utama bangunan), dinding papan rumah (ruangan depan), dan sebagai pintu panel berukuir (Harun et al, 1991). Jenis kayu yang kurang daya tahannya, biasanya diawetkan dengan cara direndam dalam kolam kurang lebih selama tiga bulan. Untuk kayu Nangka dan Juwet selalu diambil kayu dari lingkaran bagian dalam atau kayu Galih, yaitu batang kayu yang berasal dari bagian tengah diameter kayu. Berdasarkan pola visual yang ditampilkannya, jenis-jenis ragam hias yang seringkali ditemukan pada rumah Betawi memiliki nama-nama : Pucung Rebung, Cempaka, Swastika, Matahari, Kipas, Jambu Meda, Delima, Flora, dan Gigi Balang (Harun, et al, 1991). Dari pola ragam hias ini serta cara menggunakannya dapat pula simpulkan adanya pengaruh Cina, Arab, maupun Eropa. Kios. Kios terdiri dari kios makanan, kios untuk menjual dan penjualan alat pemancingan, dan kios cindera mata (Art shop ). Kios-kios ini ditempatkan diruang penunjang wisata fungsi pelayanan. Art Shop diperuntukkan untuk menampung hasil olahan kerajinan tangan khas Betawi. Kios -kios tersebut dikelola oleh warga setempat ada dua tipe kios yaitu kios dengan ukuran (4x4) m. Bentuk kios dibuat dengan arsitektur Betawi (Gambar 57). Detil kios dapat dihat pada Gambar 58. Gambar 57. Kios

107 Workshop. Sambil berbelanja, pengunjung juga dapat melihat secara langsung pembuatan cindera mata pada workshop. Workshop-workshop tersebut dikelola oleh warga setempat yang terhimpun dalam kelompok tani-keompok tani. Diharapkan usaha ini dapat meningkatkan pendapatan masyarakat setempat. Ukuran workshop yang direncanakan adalah (10x5) m dan berarsitektur Betawi (Gambar 59). Detil konstruksi workshop dapat lihat pada Gambar 60. Gambar 59. Workshop Museum dan Perpustakaan. Bagi pengunjung yang tertarik pada masalah sejarah dan cerita-cerita dahulu yang dapat dijadikan nilai jual dan daya tarik tersendiri maka disediakan museum dan perpustakaan. Museum dan perpustakaan ini dialokasikan pada ruang wisata budaya. Luas museum dan perpustakaan yang direncanakan adalah 330 m 2 dan berarsitektur Betawi. Pintu Gerbang. Pintu gerbang yang direncanakan berjumlah 3 buah dan berarsitektur Betawi. Pintu gerbang dilengkapi dengan loket penjualan karcis dan pusat informasi. Pintu gerbang dihubungkan dengan plaza tempat penyambutan wisatawan. Plaza penyambutan ini dilengkapi dengan panggung teater terbuka yang berfungsi sebagai tempat pertunjukan atraksi budaya. Ukuran pintu gerbang adalah (10x5) m. Desain Pintu gerbang dapat dilihat pada Gambar 61.

108 Gambar 61. Desain Pintu Gerbang yang dipengaruhi oleh unsur-unsur Bali Restoran merupakan salah satu sarana pelepas lelah bagi pengunjung sambil menikmati makanan dan minuman tradisional khas Betawi. Selain itu, tersedia pula buah-buahan segar khas Betawi dan hasil olahannya yang diproduksi oleh penduduk setempat. Restoran diletakkan di ruang penunjang wisata fungsi pelayanan. Bangunan restoran dibuat bergaya arsitektur khas betawi dengan menggunakan baha n-bahan yang terkesan alami agar menyatu dengan pemandangan sekitarnya. Luas restoran adalah 425 m2 dan dilengkapi dengan 12 pendopo dengan ukuran (3x3) m tiap pendopo (Gambar 62). Pendopo-pendopo ini diperuntukkan bagi pengunjung yang menginginkan makan sambil lesehan. Detil konstruksi restoran dapat dilihat pada Gambar 63. Gambar 62. Restoran di Atas Air

109 Teater Terbuka diperuntukan sebagai tempat pementasan berbagai atraksi budaya seperti kesenian Betawi. Amphiteater dengan dinding kayu dan teras rumput ditempatkan di depan panggung agar penonton dapat menikmati pertunjukan kesenian Betawi (Gambar 64). Pada teater terbuka ini dimungkinkan adanya pepohonan peneduh dan estetis, dengan syarat tidak mengganggu pemandangan penonton. Gambar 64. Amphiteater dengan Dinding Kayu dan Teras rumput (Wallker, 2002) Toilet ditempatkan di ruang pelayanan dan pusat aktivitas pengunjung sehingga mudah dijangkau pengunjung. Tiap toilet terdiri dari dua ruang terpisah untuk pria dan wanita. Ukuran toilet adalah 25 m 2. Penginapan. Fasilitas ini dapat dikembangkan dengan pemberdayaan pemukiman penduduk terutama permukiman disekitar situ dan penginapan khusus. Untuk penginapan yang merupakan rumah masyarakat, disyaratkan yang memiliki sanitasi dan penyediaan air yang bersih dan baik. Sedangkan untuk penginapan khusus direncanakan mengaplikasikan arsitektur tradisional Betawi. Fasilitas ini diakomodasikan pada area pelayanan. Tiap bungalow berukuran (15x11) m dan dilengkapi dengan pekarangan. Gazebo dan shelter digunakan bagi pengunjung untuk beristirahat dan berteduh sambil menikmati pemandangan sekitarnya. pada gezebo-gazebo yang terletak dipinggir situ disediakan pula tungku untuk membakar ikan hasil memancing para pengunjung, sehingga dapat menikmati hasil memancing secara langsung. Shelter dan gazebo yang direncanakan berukuran (3x3) m (Gambar 65). Gambar detail shelter dapat dilihat pada Gambar 66.

110 Gambar 65. Shelter dan Gazebo Dek Kayu yang disediakan terdiri dari 2 macam, yaitu dek untuk pemancingan dan dek untuk perahu. Perbedaan tersebut dimaksudkan agar aktivitas keduanya tidak saling terganggu. Dek untuk pemancingan dibuat dengan peneduh untuk kenyamanan pengunjung dan letaknya agak menjorok ke danau. Area pemancingan dibatasi dengan tali pembatas agar perahu, ataupun kegiatan menjala ikan tidak menggangu aktivitas memancing. Dek-dek kayu tersebut ditempatkan dibeberapa titik agar mudah untuk dijangkau oleh pengunjung. Bentuk dan bahan dek kayu dirancang agar nyaman dan tanah terhadap cuaca serta sesuai dengan nuansa tradisional khas betawi. Ada dua tipe dek pemancingan yaitu dek yang dapat menampung lebih dari satu orang dengan ukuran (20x5) m dan dek untuk satu orang saja dengan ukuran (3x2) m (Gambar 67).

111 Dek yang dapat menampung lebih dari satu orang Dek untuk satu orang saja Gambar 67. Dek Pemancingan Dek untuk sampan digunakan oleh pengunjung yang ingin naik perahu untuk menyusuri situ. Dek ini berupa teras (anjungan) yang berfungsi juga sebagai dermaga. Dek tersebut dilengkapi dengan pagar kayu untuk membatasi antrian pengguna dan untuk keamanan pengunjung. Tinggi dek kayu dari permukaan air dibuat tidak terlalu tinggi untuk memudahkan pengunjung naik perahu, yaitu antara 0,46-0,6 m (Harris and Dines, 1988) (Gambar 68). Tinggi dek kayu yang digunakan pada perencanaan ini adalah 0.5 m.

112 Gambar 68. Dek Pemancingan dan Sampan (Harris dan Dinnes, 1988) Kayu yang digunakan sebagai struktur pada dasarnya adalah yang tahan terhadap pelapukan atau telah melalui proses pengawetan sehingga memenuhi standar dari American Wood Preservers Association atau Federal Specification TT-W-57i (Walker, 2002). Kayu (selain yang pada dasarnya sudah anti lapuk) apabila langsung berhubungan dengan tanah harus diawetkan dengan penta. Kayu diatas tanah diawetkan dengan pengawet anti air seperti chromated copper arsenate, yang dapat bersenyawa dengan segala macam cat dan pelapis yang memberikan warna yang dibutuhkan untuk keharmonisan rancangan. Dalam cuaca lembab, kayu tidak dicat akan lebih cepat rusak dibandingkan dengan di udara kering dan terik matahari. Detil kontruksi dek pemancingan dapat dilihat pada Gambar 69 dan Gambar 70).

113 Perahu digunakan untuk memfasilitasi pengunjung jika ingin melakukan rekreasi air, mengelilingi situ, dan menikmati pemandangan disekeliling situ. Perahu yang direncanakan adalah perahu congkreng, jenis perahu di pelabuhan ratu. Bentuk perahu sederhana. Perahu ini umumnya tidak menggunakan mesin. Perahu hanya digerakka n dengan layar dan dayung. Perahu ini menggunakan cadik pada kedua sisi perahu dan biasanya diawaki saru atau dua orang. Ukuran panjang adalah 3-4 meter, lebar 0.5 meter, dan tinggi 0.6 meter (Gambar 71). Bahan-bahan untuk pembuatan perahu ini adalah jati, bambu, pungut, meranti, leban, dan bungur (Adriati, 2004). Gambar 71. Perahu Jembatan berfungsi menghubungkan keduabelah sisi danau untuk mempersingkat waktu. Panjang jembatan adalah 100 m (Gambar 72). Gambar 72. Jembatan (Harris dan Dinnes, 1988)

114 Tempat Parkir. Kendaraan umum atau pengunjung obyek wisata hanya dimungkinkan sampai di tempat-tempat parkir umum yang berlokasi di mulutmulut jalan lingkungan (gerbang masuk). Pencapaian ke pusat kegiatan wisata dapat dillanjutkan dengan menggunakan kendaraan wisata tradisional (sado atau dokar) yang dapat diusahakan oleh penduduk setempat. Sehingga di kawasan ini tidak direncanakan adanya tempat parkir. Khusus kendaraan penghuni PBB dapat masuk sampai ketempat parkir kendaraan masing-masing (pribadi atau komunal) dengan suatu sistem identifikasi tertentu, seperti stiker dan sebagainya. Halte Delman ditempatkan pada setiap pintu gerbang dan setiap 200 meter. Pengunung dan masyarakat hanya dapat menaiki delman delman pada halte tersebut. Setiap halte menyediakan lima delman. halte delman berukuran (12.5x4) meter. Bangku Taman ditempatkan sedemikian rupa sehingga terlindung dari angin, memiliki pemandangan yang baik dan dekat dengan jalur sirkulasi (Harris dan Dines, 1988). Bentuk elemen landscape furniture harus disesuaikan dengan ukuran standar manusia agar skala yang dibentuk mempunyai rasa nyaman (Hakim, 2002). Bentuk bangku taman harus mempunyai fungsi yang jelas dan sesuai ukuran agar bila dimanfaatkan oleh manusia akan terasa nyaman. Bangku taman tersebut berciri khas Betawi. Jenis bangku yang dirancang berupa bangku dengan sandaran dan tanpa sandaran. Bangku taman yang nyaman untuk satu orang memiliki tinggi cm, lebar cm dan ada sandaran punggung 30 cm. Detil kontruksi bangku dapat dilihat pada Gambar 73. Tempat duduk yang tidak memiliki sandaran dapat memiliki standar ukuran tinggi cm dan lebar minimal 30 cm, terbuat dari kayu (Harris dan Dines, 1988).

115 Papan Informasi yang direncanakan pada tapak terdiri dari papan penunjuk arah, papan orientasi, papan peraturan/larangan, dan papan nama tanaman. Papan informasi ini diletakkan di tempat-tempat yang mudah dijangkau pandangan pengunjung dan sesuai dengan kebutuhan serta kondisi di tapak. Detil konstruksi dapat dilihat pa da Gambar 74. Utilitas Untuk menghindari terjadinya vandalisme di tapak yang dirancang maka sebaiknya dipilih site furniture yang dapat mencegah terciptanya lingkungan yang menunjang vandalisme tersebut Pencahayaan yang memadai merupakan salah satu pertimbangan yang sangat penting (Walker, 2002). Penerangan. Pemasangan lampu pada lokasi lanskap harus disesuaikan dengan luas area antara lain jarak antara titik lampu harus sesuai sehingga dapat menerangi lokasi tersebut dan penggunaan kabel di daerah tanama n sebagai alat penghubung arus listrik harus mempunyai kualitas yang baik, antara lain harus dapat menahan resapan air (tidak ada kebocoran) dan mempunyai daya tahan yang lama dari segala cuaca. Ukuran lampu di areal perumahan dan pinggir jalur sirkulasi delman direncanakan setinggi 10 m dengan jarak antar satu lampu dengan lampu lainnya 25 m, sedangkan di pinggir sirkulasi pejalan kaki dan area lain menggunakan lampu dengan ketinggian 5 m. Bentuk bola lampu menyerupai obor sehingga menghadirkan nuansa Beta wi (Gambar 75). Pemilihan lampu mercury sebagai sumber penerangan mempunyai manfaat yang bagus yaitu mempunyai daya nyala yang baik, mempunyai warna putih yang menyejukkan, dan biaya dari lampu mercury adalah yang terendah dikelasnya (Haris and Dines, 1988).

116 Limbah. Tempat-tempat sampah diletakan setiap 50 m dan setiap rumah penduduk di areal sempadan situ (Gambar 76). Sedangkan untuk pengelolaan limbah rumah tangga, setiap rumah direncanakan mempunyai septic tank dan sumur resapan. Pengaliran limbah ke danau harus dihindarkan. Detil kontruksi dapat dilihat pada Gambar 77. Gambar 76. Tempat Sampah Drainase atau saluran pembuangan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam suatu perancangan tapak. Jaringan induk saluran drainase dibangun di tepi jalan sehingga pembangunan dan perawatannya dapat dilakukan dengan mudah. Saluran drainase tersebut dialirkan kearah danau. Saluran pembuangan diatas tanah dibuat secara alamiah dengan mengolah permukaan tanah ataupun dibuat dengan perkerasan (Gambar 78). Lekukan tanah dapat menampung air hujan dan memberikan efek visual yang menarik bersatu dengan alam. Agar mendapatkan kesan visual yang lebih baik, maka saluran tersebut dapat ditutup dengan grill besi disepanjang saluran atau tempat tertentu seperti perpotongan dengan lintasan kendaraan (delman) atau manusia (Gambar 79).

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN

PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN PERANCANGAN LANSKAP WATERFRONT SITU BABAKAN, DI PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI SETU BABAKAN, JAKARTA SELATAN Oleh : Mutiara Ayuputri A34201043 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. Tempat dan Waktu METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di kawasan Kampung Setu Babakan-Srengseng Sawah, Kecamatan Jagakarsa-Kotamadya Jakarta Selatan (Gambar 6), dengan luas kawasan ± 165 ha, meliputi

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A

PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK. Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A PERANCANGAN LANSKAP KAWASAN REKREASI SITU RAWA BESAR, DEPOK Oleh : YULIANANTO SUPRIYADI A34201023 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YULIANANTO

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

RENCANA PENGELOLAAN LANSKAP PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI DI SETU BABAKAN-SRENGSENG SAWAH, KECAMATAN JAGAKARSA-JAKARTA SELATAN OLEH: SITTI WARDININGSIH

RENCANA PENGELOLAAN LANSKAP PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI DI SETU BABAKAN-SRENGSENG SAWAH, KECAMATAN JAGAKARSA-JAKARTA SELATAN OLEH: SITTI WARDININGSIH RENCANA PENGELOLAAN LANSKAP PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI DI SETU BABAKAN-SRENGSENG SAWAH, KECAMATAN JAGAKARSA-JAKARTA SELATAN OLEH: SITTI WARDININGSIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN DI DESA LOYOK, PULAU LOMBOK Oleh : Dina Dwi Wahyuni A 34201030 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian.

III METODOLOGI. Gambar 2. Peta lokasi penelitian. III METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea Bogor, Propinsi Jawa Barat. Lokasi penelitian terlihat pada Gambar 2. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

KONSEP STREET FURNITURE KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR DRAMAGA INDRA SAPUTRA A

KONSEP STREET FURNITURE KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR DRAMAGA INDRA SAPUTRA A KONSEP STREET FURNITURE KAMPUS INSTITUT PERTANIAN BOGOR DRAMAGA INDRA SAPUTRA A34203039 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 RINGKASAN INDRA SAPUTRA. A34203039.

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE 33 BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Studi ini dilakukan di Kota Padang Panjang, Sumatera Barat. Secara administrasi pemerintahan Kota Padang Panjang terletak di Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap dan Lanskap Kota Lanskap adalah suatu bagian dari muka bumi dengan berbagai karakter lahan/tapak dan dengan segala sesuatu yang ada di atasnya baik bersifat alami maupun

Lebih terperinci

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta)

Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Desa Mulo, Kecamatan Tepus, Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta (Sumber: Triple A: Special Province of Yogyakarta) BAB III METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai lanskap kawasan ekowisata karst ini dilakukan di Lembah Mulo, Desa Mulo, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul, Propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN GERABAH DI DESA BANYUMULEK, KECAMATAN KEDIRI, LOMBOK BARAT

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN GERABAH DI DESA BANYUMULEK, KECAMATAN KEDIRI, LOMBOK BARAT PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN WISATA BUDAYA BERBASIS INDUSTRI KERAJINAN GERABAH DI DESA BANYUMULEK, KECAMATAN KEDIRI, LOMBOK BARAT Oleh : RINRIN KODARIYAH A 34201017 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS

Lebih terperinci

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian

Penataan Ruang. Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Penataan Ruang Kawasan Budidaya, Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya Pertanian Kawasan peruntukan hutan produksi kawasan yang diperuntukan untuk kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil

Lebih terperinci

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL

RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL RENCANA PENATAAN LANSKAP PEMUKIMAN TRADISIONAL Rencana Lanskap Berdasarkan hasil analisis data spasial mengenai karakteristik lanskap pemukiman Kampung Kuin, yang meliputi pola permukiman, arsitektur bangunan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Marzoeki Mahdi, Bogor, Jawa Barat. Penelitian dilakukan pada Agustus Oktober 2010, mencakup pelaksanaan penelitian

Lebih terperinci

Propinsi Jawa Barat dengan Propinsi DKI Jakarta. Dengan letak yang berdekatan

Propinsi Jawa Barat dengan Propinsi DKI Jakarta. Dengan letak yang berdekatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.1.1. Kebutuhan Fasilitas Pariwisata Kota Kota Depok adalah sebuah kota yang terletak di perbatasan antara wilayah Propinsi Jawa Barat dengan Propinsi DKI Jakarta.

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 2. Peta orientasi lokasi penelitian (Sumber: diolah dari google)

METODOLOGI. Gambar 2. Peta orientasi lokasi penelitian (Sumber: diolah dari google) METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai perencanaan lanskap agrowisata berkelanjutan ini dilakukan di Desa Sukaharja dan Desa Tajurhalang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Propinsi

Lebih terperinci

Gambar 2 Peta lokasi studi

Gambar 2 Peta lokasi studi 15 III. METODOLOGI 3.1. Lokasi dan Waktu Studi Studi dilakukan di Kebun Anggrek yang terletak dalam areal Taman Kyai Langgeng (TKL) di Jalan Cempaka No 6, Kelurahan Kemirirejo, Kecamatan Magelang Tengah,

Lebih terperinci

PERANCANGAN ULANG JALUR HIJAU JALAN BARAT-TIMUR KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN. Oleh: Syahroji A

PERANCANGAN ULANG JALUR HIJAU JALAN BARAT-TIMUR KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN. Oleh: Syahroji A PERANCANGAN ULANG JALUR HIJAU JALAN BARAT-TIMUR KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN Oleh: Syahroji A34204015 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN SYAHROJI. Perancangan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 14 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI Kegiatan penelitian ini dilakukan di Pusat Kota Banda Aceh yang berada di Kecamatan Baiturrahman, tepatnya mencakup tiga kampung, yaitu Kampung Baru,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. alami maupun buatan manusia, yang merupakan total dari bagian hidup manusia

II. TINJAUAN PUSTAKA. alami maupun buatan manusia, yang merupakan total dari bagian hidup manusia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap dan Lanskap Kota Lanskap merupakan suatu bagian dari muka bumi dengan berbagai karakter lahan/tapak dan dengan segala sesuatu yang ada di atasnya baik bersifat alami maupun

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI. Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan 118 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut : 1. Objek wisata Curug Orok yang terletak di Desa Cikandang Kecamatan

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas

Lebih terperinci

METODOLOGI. Tabel 1. Jenis, Sumber, dan Kegunaan data No Jenis Data Sumber Data Kegunaan

METODOLOGI. Tabel 1. Jenis, Sumber, dan Kegunaan data No Jenis Data Sumber Data Kegunaan METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Pantai Kelapa Rapat (Klara) Kabupaten Pesawaran, Provinsi Lampung, dengan luas area ± 5.6 Ha (Gambar 2). Penelitian ini dilaksanakan selama 4

Lebih terperinci

V. KONSEP Konsep Dasar Perencanaan Tapak

V. KONSEP Konsep Dasar Perencanaan Tapak V. KONSEP 5.1. Konsep Dasar Perencanaan Tapak Konsep perencanaan pada tapak merupakan Konsep Wisata Sejarah Perkampungan Portugis di Kampung Tugu. Konsep ini dimaksudkan untuk membantu aktivitas interpretasi

Lebih terperinci

PERANCANGAN LANSKAP AGROWISATA IKAN HIAS AIR TAWAR DI BALAI PENGEMBANGAN BENIH IKAN CIHERANG KABUPATEN CIANJUR JAWA BARAT

PERANCANGAN LANSKAP AGROWISATA IKAN HIAS AIR TAWAR DI BALAI PENGEMBANGAN BENIH IKAN CIHERANG KABUPATEN CIANJUR JAWA BARAT PERANCANGAN LANSKAP AGROWISATA IKAN HIAS AIR TAWAR DI BALAI PENGEMBANGAN BENIH IKAN CIHERANG KABUPATEN CIANJUR JAWA BARAT Oleh: GIN GIN GINANJAR A34201029 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP BUMI PERKEMAHAN RANCA UPAS BERDASARKAN PENDEKATAN DAYA DUKUNG EKOLOGI MUHAMMAD ICHWAN A

PERENCANAAN LANSKAP BUMI PERKEMAHAN RANCA UPAS BERDASARKAN PENDEKATAN DAYA DUKUNG EKOLOGI MUHAMMAD ICHWAN A PERENCANAAN LANSKAP BUMI PERKEMAHAN RANCA UPAS BERDASARKAN PENDEKATAN DAYA DUKUNG EKOLOGI MUHAMMAD ICHWAN A34204040 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP JALUR PENCAPAIAN KAWASAN AGROWISATA PADA AGROPOLITAN CIPANAS, CIANJUR. Oleh : Annisa Budi Erawati A

PERENCANAAN LANSKAP JALUR PENCAPAIAN KAWASAN AGROWISATA PADA AGROPOLITAN CIPANAS, CIANJUR. Oleh : Annisa Budi Erawati A PERENCANAAN LANSKAP JALUR PENCAPAIAN KAWASAN AGROWISATA PADA AGROPOLITAN CIPANAS, CIANJUR Oleh : Annisa Budi Erawati A34201035 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3. 1 Tempat dan Waktu 3. 2 Alat dan Bahan 3. 3 Metode dan Pendekatan Perancangan 3. 4 Proses Perancangan

BAB III METODOLOGI 3. 1 Tempat dan Waktu 3. 2 Alat dan Bahan 3. 3 Metode dan Pendekatan Perancangan 3. 4 Proses Perancangan BAB III METODOLOGI 3. 1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di areal kompleks perguruan tinggi ISI Yogyakarta, Panggungharjo, Sewon, Bantul. Pelaksanaan penelitian dimulai bulan Januari 2008.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Menurut Rachman (1984) perencanaan lanskap ialah suatu perencanaan yang berpijak kuat pada dasar ilmu lingkungan atau ekologi dan pengetahuan alami yang bergerak

Lebih terperinci

PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN

PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN PERENCANAAN KAMPUNG BERBASIS LINGKUNGAN (ECOVILLAGE) DI KAWASAN PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON BANTEN (Kasus Kampung Cimenteng, Desa Taman Jaya, Kecamatan Sumur, Kabupaten Pandeglang, Propinsi Banten)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rekreasi dan Wisata 2.2 Perencanaan Kawasan Wisata

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rekreasi dan Wisata 2.2 Perencanaan Kawasan Wisata 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Rekreasi dan Wisata Secara etimologi kata rekreasi berasal dari bahasa Inggris yaitu recreation yang merupakan gabungan dari kata re yang berarti kembali dan creation yang berarti

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS SINTESIS

BAB V ANALISIS SINTESIS BAB V ANALISIS SINTESIS 5.1 Aspek Fisik dan Biofisik 5.1.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Tapak terletak di bagian Timur kompleks sekolah dan berdekatan dengan pintu keluar sekolah, bangunan kolam renang,

Lebih terperinci

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar Konsep dasar pada perencanaan kebun agrowisata Sindang Barang adalah kebun produksi tanaman budidaya IPB untuk

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar Konsep dasar pada perencanaan kebun agrowisata Sindang Barang adalah kebun produksi tanaman budidaya IPB untuk VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar Konsep dasar pada perencanaan kebun agrowisata Sindang Barang adalah kebun produksi tanaman budidaya IPB untuk ditunjukkan pada pengunjung sekaligus sebagai pusat produksi

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1 Peta lokasi penelitian

III. METODOLOGI. Gambar 1 Peta lokasi penelitian 16 III. METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Studi mengenai Perencanaan Jalur Hijau Jalan sebagai Identitas Kota Banjarnegara dilakukan di jalan utama Kota Banjarnegara yang terdiri dari empat segmen,

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LANSKAP JALUR HIJAU KOTA JALAN JENDERAL SUDIRMAN JAKARTA PADA DINAS PERTAMANAN DKI JAKARTA. Oleh : RIDHO DWIANTO A

PENGELOLAAN LANSKAP JALUR HIJAU KOTA JALAN JENDERAL SUDIRMAN JAKARTA PADA DINAS PERTAMANAN DKI JAKARTA. Oleh : RIDHO DWIANTO A PENGELOLAAN LANSKAP JALUR HIJAU KOTA JALAN JENDERAL SUDIRMAN JAKARTA PADA DINAS PERTAMANAN DKI JAKARTA Oleh : RIDHO DWIANTO A34204013 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA TAPAK

BAB IV ANALISA TAPAK BAB IV ANALISA TAPAK 4.1 Deskripsi Proyek 1. Nama proyek : Garuda Bandung Arena 2. Lokasi proyek : Jln Cikutra - Bandung 3. Luas lahan : 2,5 Ha 4. Peraturan daerah : KDB (50%), KLB (2) 5. Batas wilayah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya

II. TINJAUAN PUSTAKA. desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ruang Lingkup Arsitektur Lansekap Lansekap sebagai gabungan antara seni dan ilmu yang berhubungan dengan desain taman dengan menggunakan tanaman hias sebagai komponennya merupakan

Lebih terperinci

RENCANA PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA DI KORIDOR SUNGAI CILIWUNG, JAKARTA

RENCANA PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA DI KORIDOR SUNGAI CILIWUNG, JAKARTA RENANA PENGEMBANGAN KAWASAN EKOWISATA DI KORIDOR SUNGAI ILIWUNG, JAKARTA Konsep Rencana Pengembangan Lanskap Ekowisata Dalam mengembangkan suatu kawasan menjadi kawasan ekowisata diperlukan konsep sebagai

Lebih terperinci

PRA DESAIN LANSKAP UNIVERSITAS MATHLA UL ANWAR SEBAGAI BOTANICAL GARDEN. Disusun oleh: DENI HERYANI A

PRA DESAIN LANSKAP UNIVERSITAS MATHLA UL ANWAR SEBAGAI BOTANICAL GARDEN. Disusun oleh: DENI HERYANI A PRA DESAIN LANSKAP UNIVERSITAS MATHLA UL ANWAR SEBAGAI BOTANICAL GARDEN Disusun oleh: DENI HERYANI A34203018 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN DENI

Lebih terperinci

Proses Desain (1) 10/18/2016. Proses perencanaan (Simonds & Starke, 2006) (ARL 200) PRAKTIKUM MINGGU 10

Proses Desain (1) 10/18/2016. Proses perencanaan (Simonds & Starke, 2006) (ARL 200) PRAKTIKUM MINGGU 10 MK. DASAR DASAR ARSITEKTUR LANSKAP (ARL 200) Perencanaan Perencanaan merupakan suatu alat sistematik yang digunakan untuk menentukan kondisi yang diharapkan dari suatu tapak serta cara untuk mencapai kondisi

Lebih terperinci

SKRIPSI KAJIAN LANSKAP RUANG TERBUKA DI RT 01/08, KELURAHAN BARANANGSIANG, KECAMATAN BOGOR TIMUR, KOTA BOGOR MIFTAHUL FALAH A

SKRIPSI KAJIAN LANSKAP RUANG TERBUKA DI RT 01/08, KELURAHAN BARANANGSIANG, KECAMATAN BOGOR TIMUR, KOTA BOGOR MIFTAHUL FALAH A i SKRIPSI KAJIAN LANSKAP RUANG TERBUKA DI RT 01/08, KELURAHAN BARANANGSIANG, KECAMATAN BOGOR TIMUR, KOTA BOGOR MIFTAHUL FALAH A34203053 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara

BAB 2 LANDASAN TEORI. kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Redevelopment Redevelopment atau yang biasa kita kenal dengan pembangunan kembali adalah upaya penataan kembali suatu kawasan kota dengan cara mengganti sebagian dari,

Lebih terperinci

STUDI DAYA DUKUNG BIOFISIK KAWASAN REKREASI KEBUN RAYA BOGOR

STUDI DAYA DUKUNG BIOFISIK KAWASAN REKREASI KEBUN RAYA BOGOR STUDI DAYA DUKUNG BIOFISIK KAWASAN REKREASI KEBUN RAYA BOGOR Oleh : YAYAT RUHIYAT A34201018 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN YAYAT RUHIYAT. Studi

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap 2.2 Wisata Terpadu

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap 2.2 Wisata Terpadu II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanskap Menurut Simond (1983) lanskap merupakan suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dengan karakter lanskap tersebut.

Lebih terperinci

PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO. Oleh DIDIK YULIANTO A

PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO. Oleh DIDIK YULIANTO A PERSEPSI KUALITAS ESTETIKA DAN EKOLOGI PADA JALUR WISATA ALAM TAMAN NASIONAL GEDE PANGRANGO Oleh DIDIK YULIANTO A34202008 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTIT UT PERTANIAN BOGOR 2006

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Estetika

TINJAUAN PUSTAKA Estetika 4 TINJAUAN PUSTAKA Estetika Istilah estetika dikemukakan pertama kali oleh Alexander Blaumgarten pada tahun 1750 untuk menunjukkan studi tentang taste dalam bidang seni rupa. Ilmu estetika berkaitan dengan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH

ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH 56 ANALISIS DAN PEMECAHAN MASALAH Berdasarkan hasil inventarisasi maka dari faktor-faktor yang mewakili kondisi tapak dianalisis sehingga diketahui permasalahan yang ada kemudian dicari solusinya sebagai

Lebih terperinci

V. KONSEP PENGEMBANGAN

V. KONSEP PENGEMBANGAN 84 V. KONSEP PENGEMBANGAN 5.1. Pengembangan Wisata Sebagaimana telah tercantum dalam Perda Provinsi DI Yogyakarta No 11 tahun 2005 tentang pengelolaan Kawasan Cagar Budaya (KCB) dan Benda Cagar Budaya

Lebih terperinci

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar 6.2. Konsep Pengembangan Fungsi Pendidikan

VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar 6.2. Konsep Pengembangan Fungsi Pendidikan 116 VI. KONSEP 6.1. Konsep Dasar Konsep dasar perencanaan adalah mengembangkan laboratorium lapang PPDF sebagai tempat praktikum santri sesuai dengan mata pelajaran yang diberikan dan juga dikembangkan

Lebih terperinci

Perencanaan DESAIN/PERANCANGAN 16/09/2015. Proses perencanaan (Simonds & Starke, 2006)

Perencanaan DESAIN/PERANCANGAN 16/09/2015. Proses perencanaan (Simonds & Starke, 2006) Perencanaan MK. DASAR-DASAR ARSITEKTUR LANSKAP (ARL 200) Perencanaan merupakan suatu alat sistematik yang digunakan untuk menentukan kondisi yang diharapkan dari suatu tapak serta cara untuk mencapai kondisi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Studi

BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Studi 10 BAB III METODOLOGI 3.1. Tempat dan Waktu Studi Penelitian mengenai perencanaan lanskap ini dilakukan di kawasan bersejarah Komplek Candi Gedong Songo,, Kecamatan Ambarawa, Semarang, Jawa Tengah. Peta,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Perencanaan Hutan Kota Arti kata perencanaan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Fak. Ilmu Komputer UI 2008) adalah proses, perbuatan, cara merencanakan (merancangkan).

Lebih terperinci

PEMELIHARAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN PURI MAYANG KELURAHAN MAYANG MANGURAI, KECAMATAN KOTA BARU, KOTA JAMBI. Oleh : ANGGIE OCTAVIANI A

PEMELIHARAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN PURI MAYANG KELURAHAN MAYANG MANGURAI, KECAMATAN KOTA BARU, KOTA JAMBI. Oleh : ANGGIE OCTAVIANI A Skripsi PEMELIHARAAN LANSKAP KAWASAN PERMUKIMAN PURI MAYANG KELURAHAN MAYANG MANGURAI, KECAMATAN KOTA BARU, KOTA JAMBI Oleh : ANGGIE OCTAVIANI A34203012 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kota Jakarta sebagai pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat perbankan dan pusat perindustrian menuntut adanya kemajuan teknologi melalui pembangunan

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP WISATA SEJARAH DAN BUDAYA KOMPLEKS CANDI GEDONG SONGO, KABUPATEN SEMARANG MUTIARA SANI A

PERENCANAAN LANSKAP WISATA SEJARAH DAN BUDAYA KOMPLEKS CANDI GEDONG SONGO, KABUPATEN SEMARANG MUTIARA SANI A PERENCANAAN LANSKAP WISATA SEJARAH DAN BUDAYA KOMPLEKS CANDI GEDONG SONGO, KABUPATEN SEMARANG MUTIARA SANI A34203015 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PERENCANAAN

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PASAR TERAPUNG SUNGAI BARITO KOTA BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA

PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PASAR TERAPUNG SUNGAI BARITO KOTA BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA PERENCANAAN LANSKAP KAWASAN PASAR TERAPUNG SUNGAI BARITO KOTA BANJARMASIN KALIMANTAN SELATAN SEBAGAI KAWASAN WISATA BUDAYA OLEH: MOCH SAEPULLOH A44052066 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perencanaan Lanskap Menurut Marsh (2005) perencanaan lanskap perkotaan merupakan cakupan besar yang fokus terhadap seluruh area metropolitan. Kebanyakan aktivitas dalam merencana

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 6 Peta lokasi penelitian. Sumber: www. wikimapia.com 2010 dan BB Litbang Sumber Daya Lahan, 2008.

METODOLOGI. Gambar 6 Peta lokasi penelitian. Sumber: www. wikimapia.com 2010 dan BB Litbang Sumber Daya Lahan, 2008. METODOLOGI Lokasi dan Waktu Penelitian Kegiatan penelitian berlokasi di Yayasan Pengembangan Insan Pertanian Indonesia (YAPIPI) yang secara administratif berlokasi di Kp. Bojongsari RT 03 RW 05 Kecamatan

Lebih terperinci

RINGKASAN. mendukung keberadaan Taman Laut Banda dengan mempertimbangkan aspek

RINGKASAN. mendukung keberadaan Taman Laut Banda dengan mempertimbangkan aspek RINGKASAN MAISNUN ALBAAR. A 3 1.0655. PERENCANAAN LANSKAP PULAU KECIL. BANDA NAIRA - MALUKU SEBAGAI KAWASAN WISATA. (Di bawah bimbiugan Bapak Bambang Sulistyantara). Studi hi bertujuan membuat rencana

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan, dimulai bulan Februari 2011 hingga bulan Juni 2011 di Sentra Produksi Rambutan Gedongjetis, Tulung, Klaten (Gambar

Lebih terperinci

RINGKASAN. Denpasar, bawah bimbingan Nurhajati A. Mattjik).

RINGKASAN. Denpasar, bawah bimbingan Nurhajati A. Mattjik). RINGKASAN INE NILASARI. Perencanaan Lanskap Jalan Westertz By Pass di Kotamadya Denpasar, Bali @i bawah bimbingan Nurhajati A. Mattjik). Jalan Western By Pass dengan panjang keseluruhan.t 13 km merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap pembangunan menimbulkan suatu dampak baik itu dampak terhadap ekonomi, kehidupan sosial, maupun lingkungan sekitar. DKI Jakarta sebagai kota dengan letak yang

Lebih terperinci

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN

BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN BAB IV KONSEP PERENCANAAN DAN PERANCANGAN Rumusan konsep ini merupakan dasar yang digunakan sebagai acuan pada desain studio akhir. Konsep ini disusun dari hasil analisis penulis dari tinjauan pustaka

Lebih terperinci

Oleh : ANUNG NERNAWAN A

Oleh : ANUNG NERNAWAN A Oleh : ANUNG NERNAWAN A 30 1291 PROGRAM STUD1 ARSITEKTUR PERTAMANAN SURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1998 RINGKASAN ANUNG HERNAWAN. Rencana Lansekap Kawasan Wisata

Lebih terperinci

Oleh : ANUNG NERNAWAN A

Oleh : ANUNG NERNAWAN A Oleh : ANUNG NERNAWAN A 30 1291 PROGRAM STUD1 ARSITEKTUR PERTAMANAN SURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1998 RINGKASAN ANUNG HERNAWAN. Rencana Lansekap Kawasan Wisata

Lebih terperinci

INPUT PROSES OUTPUT PERENCANAAN ARSITEKTUR FENOMENA. Originalitas: Kawasan Perkampungan Budaya Betawi, terletak di srengseng

INPUT PROSES OUTPUT PERENCANAAN ARSITEKTUR FENOMENA. Originalitas: Kawasan Perkampungan Budaya Betawi, terletak di srengseng INPUT PROSES OUTPUT PERENCANAAN ARSITEKTUR FENOMENA PROBLEMATIKA Aktualita: Originalitas: Kawasan Perkampungan Budaya Betawi, terletak di srengseng Pembangunan wisata budaya betawi yang mengharuskan Perencanaan

Lebih terperinci

BAB VI HASIL PERANCANGAN. Konsep tersebut berawal dari tema utama yaitu Analogy pergerakan air laut, dimana tema

BAB VI HASIL PERANCANGAN. Konsep tersebut berawal dari tema utama yaitu Analogy pergerakan air laut, dimana tema BAB VI HASIL PERANCANGAN 6.1 Hasil Rancangan Kawasan Perancangan Pengembangan Kawasan Wisata Pantai Boom Di Kabupaten Tuban ini memakai konsep Sequence (pergerakan dari satu tempat ketempat lain sepanjang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Depok merupakan salah satu daerah penyangga DKI Jakarta dan menerima cukup banyak pengaruh dari aktivitas ibukota. Aktivitas pembangunan ibukota tidak lain memberikan

Lebih terperinci

TAHAPAN KEGIATAN ARL PERSIAPAN PENGUMPULAN DATA & INFORMASI ANALISIS TAPAK/LANSKAP SINTESIS PERENCANAAN TAPAK/LANSKAP

TAHAPAN KEGIATAN ARL PERSIAPAN PENGUMPULAN DATA & INFORMASI ANALISIS TAPAK/LANSKAP SINTESIS PERENCANAAN TAPAK/LANSKAP TAHAPAN KEGIATAN ARL ARL 200 Departemen Arsitektur Lanskap PERSIAPAN PENGUMPULAN DATA & INFORMASI /LANSKAP SINTESIS PERENCANAAN TAPAK/LANSKAP PERANCANGAN/DESAIN TAPAK/LANSKAP Proses memahami kualitas &

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PERANCANGAN. khas, serta banyaknya kelelawar yang menghuni gua, menjadi ciri khas dari obyek

BAB 3 METODE PERANCANGAN. khas, serta banyaknya kelelawar yang menghuni gua, menjadi ciri khas dari obyek BAB 3 METODE PERANCANGAN 3.1 Ide perancangan Gua Lowo merupakan obyek wisata alam yang berada di pegunungan dengan dikelilingi hutan jati yang luas. Udara yang sejuk dengan aroma jati yang khas, serta

Lebih terperinci

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET

VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET 42 VI. PERENCANAAN LANSKAP PEDESTRIAN SHOPPING STREET Pengembangan konsep dalam studi perencanaan kawasan ini akan terbagi ke dalam empat sub konsep, yaitu perencanaan lanskap pedestrian shopping street,

Lebih terperinci

DESAIN LANSKAP WISATA PANTAI KELAPA RAPAT (KLARA), KABUPATEN PESAWARAN, PROVINSI LAMPUNG OLEH : YUSTIANI YUDHA PUTRI A

DESAIN LANSKAP WISATA PANTAI KELAPA RAPAT (KLARA), KABUPATEN PESAWARAN, PROVINSI LAMPUNG OLEH : YUSTIANI YUDHA PUTRI A DESAIN LANSKAP WISATA PANTAI KELAPA RAPAT (KLARA), KABUPATEN PESAWARAN, PROVINSI LAMPUNG OLEH : YUSTIANI YUDHA PUTRI A34204047 DEPARTEMEN ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Kawasan Wisata

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Kawasan Wisata 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Kawasan Wisata Perencanaan merupakan suatu bentuk alat yang sistematis yang diarahkan untuk mendapatkan tujuan dan maksud tertentu melalui pengaturan, pengarahan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata 6 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata Pariwisata merupakan perjalanan dari satu tempat ke tempat lain, bersifat sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN II. 1. Umum Ujung Berung Regency merupakan perumahan dengan fasilitas hunian, fasilitas sosial dan umum, area komersil dan taman rekreasi. Proyek pembangunan perumahan

Lebih terperinci

PERENCANAAN EKOWISATA DI ZONA PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON (TNUK), BANTEN (Kasus Desa Taman Jaya, Kecamatan Sumur Kabupaten Pandeglang)

PERENCANAAN EKOWISATA DI ZONA PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON (TNUK), BANTEN (Kasus Desa Taman Jaya, Kecamatan Sumur Kabupaten Pandeglang) PERENCANAAN EKOWISATA DI ZONA PENYANGGA TAMAN NASIONAL UJUNG KULON (TNUK), BANTEN (Kasus Desa Taman Jaya, Kecamatan Sumur Kabupaten Pandeglang) AINI HARTANTI A34204035 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP

Lebih terperinci

IV KONDISI UMUM TAPAK

IV KONDISI UMUM TAPAK IV KONDISI UMUM TAPAK 4.1 Letak, Luas, dan Batas Tapak Secara geografis kawasan Gunung Kapur Cibadak Ciampea terletak pada 16 32 BT 16 35 46 BT dan 6 36 LS 6 55 46 LS. Secara administratif terletak di

Lebih terperinci

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 92 TAHUN 2000 TENTANG

KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 92 TAHUN 2000 TENTANG KEPUTUSAN GUBERNUR PROPINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 92 TAHUN 2000 TENTANG PENATAAN LINGKUNGAN PERKAMPUNGAN BUDAYA BETAWI DI KELURAHAN SRENGSENG SAWAH. KECAMATAN JAGAKARSA KOTAMADYA JAKARTA

Lebih terperinci

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu. Keterangan Jl. KH. Rd. Abdullah Bin Nuh. Jl. H. Soleh Iskandar

METODOLOGI. Lokasi dan Waktu. Keterangan Jl. KH. Rd. Abdullah Bin Nuh. Jl. H. Soleh Iskandar 20 METODOLOGI dan Waktu Studi dilakukan di kawasan Jalan Lingkar Luar Kota Bogor, Jawa Barat dengan mengambil tapak di kawasan lanskap Jalan KH. Rd. Abdullah bin Nuh dan Jalan H. Soleh Iskandar. Kegiatan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok

METODE PENELITIAN. Sumber: Dinas Tata Ruang dan Pemukiman Depok (2010) Gambar 9. Peta Orientasi Wilayah Kecamatan Beji, Kota Depok III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kecamatan Beji sebagai pusat Kota Depok, Jawa Barat yang berbatasan langsung dengan Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Penelitian

Lebih terperinci

ARSITEKTUR LANSKAP ANALISIS TAPAK TAHAPAN KEGIATAN ARL 9/7/2014 ARL 200. Departemen Arsitektur Lanskap CONTOH ANALISIS TAPAK

ARSITEKTUR LANSKAP ANALISIS TAPAK TAHAPAN KEGIATAN ARL 9/7/2014 ARL 200. Departemen Arsitektur Lanskap CONTOH ANALISIS TAPAK TAHAPAN KEGIATAN ARL ARSITEKTUR LANSKAP ARL 200 PERSIAPAN PENGUMPULAN DATA & INFORMASI ANALISIS TAPAK/LANSKAP SINTESIS PERENCANAAN TAPAK/LANSKAP Departemen Arsitektur Lanskap PERANCANGAN/DESAIN TAPAK/LANSKAP

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Lahan basah merupakan sumber daya alam hayati penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem global. Salah satu tipe lahan basah adalah lahan gambut. Lahan gambut merupakan ekosistem

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PERUMAHAN DI KAWASAN TEPI SUNGAI MAHAKAM KASUS KELURAHAN SELILI KECAMATAN SAMARINDA ILIR KOTA SAMARINDA. Dwi Suci Sri Lestari.

KARAKTERISTIK PERUMAHAN DI KAWASAN TEPI SUNGAI MAHAKAM KASUS KELURAHAN SELILI KECAMATAN SAMARINDA ILIR KOTA SAMARINDA. Dwi Suci Sri Lestari. KARAKTERISTIK PERUMAHAN DI KAWASAN TEPI SUNGAI MAHAKAM KASUS KELURAHAN SELILI KECAMATAN SAMARINDA ILIR KOTA SAMARINDA Dwi Suci Sri Lestari Abstrak Kawasan tepi sungai merupakan kawasan tempat bertemunya

Lebih terperinci

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN. merupakan salah satu pendekatan dalam perancangan arsitektur yang

BAB 5 KONSEP PERANCANGAN. merupakan salah satu pendekatan dalam perancangan arsitektur yang BAB 5 KONSEP PERANCANGAN Konsep perancangan pada redesain kawasan wisata Gua Lowo di Kabupaten Trenggalek menggunakan tema Organik yang merupakan salah satu pendekatan dalam perancangan arsitektur yang

Lebih terperinci

PENGELOLAAN LANSKAP KAWASAN BERTEMA (THEME PARK) DI DUNIA FANTASI TAMAN IMPIAN JAYA ANCOL JAKARTA UTARA DKI JAKARTA. Oleh: PUTERA RAMADHON A

PENGELOLAAN LANSKAP KAWASAN BERTEMA (THEME PARK) DI DUNIA FANTASI TAMAN IMPIAN JAYA ANCOL JAKARTA UTARA DKI JAKARTA. Oleh: PUTERA RAMADHON A PENGELOLAAN LANSKAP KAWASAN BERTEMA (THEME PARK) DI DUNIA FANTASI TAMAN IMPIAN JAYA ANCOL JAKARTA UTARA DKI JAKARTA Oleh: PUTERA RAMADHON A34204046 PROGRAM STUDI ARSITEKTUR LANSKAP FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas

IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas 42 IV. KONDISI UMUM 4.1 Letak Geografis dan Aksesibilitas Secara geografis, perumahan Bukit Cimanggu City (BCC) terletak pada 06.53 LS-06.56 LS dan 106.78 BT sedangkan perumahan Taman Yasmin terletak pada

Lebih terperinci

VI. KONSEP PERANCANGAN TAMAN TEPIAN SUNGAI MARTAPURA KOTA BANJARMASIN

VI. KONSEP PERANCANGAN TAMAN TEPIAN SUNGAI MARTAPURA KOTA BANJARMASIN VI. KONSEP PERANCANGAN TAMAN TEPIAN SUNGAI MARTAPURA KOTA BANJARMASIN VI.1. Konsep Desain Lanskap Tepian Sungai Martapura Kota Banjarmasin menitikberatkan kepada sungai sebagai pusat perhatian dan pemandangan

Lebih terperinci

VII. RENCANA TAPAK. Tabel 15. Matriks Rencana Pembagian Ruang, Jenis Aktivitas dan Fasilitas (Chiara dan Koppelman, 1990 dan Akmal, 2004)

VII. RENCANA TAPAK. Tabel 15. Matriks Rencana Pembagian Ruang, Jenis Aktivitas dan Fasilitas (Chiara dan Koppelman, 1990 dan Akmal, 2004) VII. RENCANA TAPAK Tahap perencanaan ini adalah pengembangan dari konsep menjadi rencana yang dapat mengakomodasi aktivitas, fungsi, dan fasilitas bagi pengguna dan juga makhluk hidup yang lain (vegetasi

Lebih terperinci

Tahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam

Tahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam Tahap II. Penilaian/ pembobotan Kriteria Penilaian Daya Dukung Lingkungan dalam Rangka Pengembangan Kawasan Wisata Alam Untuk penentuan prioritas kriteria dilakukan dengan memberikan penilaian atau bobot

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Wisata dan Rekreasi Undang- Undang No.9 Tahun 1990 mendefinisikan wisata sebagai perjalanan atau sebagian dari kegiatan yang dilakukan secara sukarela serta bersifat sementara

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 2). Waktu penelitian sejak pelaksanaan hingga pembuatan laporan hasil studi berlangsung selama 9 bulan (Februari 2011-Oktober 2011).

III. METODOLOGI. 2). Waktu penelitian sejak pelaksanaan hingga pembuatan laporan hasil studi berlangsung selama 9 bulan (Februari 2011-Oktober 2011). 16 III. METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Bandara Internasional SoekarnoHatta, Tangerang, Banten dengan lokasi yang berada pada Terminal 3 (Gambar 2). Waktu penelitian

Lebih terperinci

Bab IV DRAINASE BERWAWASAN LINGKUNGAN

Bab IV DRAINASE BERWAWASAN LINGKUNGAN Bab IV DRAINASE BERWAWASAN LINGKUNGAN Novitasari,ST.,MT. TIU & TIK TIU Memberikan pengetahuan mengenai berbagai metode dalam penanganan drainase, dan mampu menerapkannya dalam perencanaan drainase kota:

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Zaman sekarang ini kemajuan di bidang olahraga semakin maju dan pemikiran

I. PENDAHULUAN. Zaman sekarang ini kemajuan di bidang olahraga semakin maju dan pemikiran 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zaman sekarang ini kemajuan di bidang olahraga semakin maju dan pemikiran manusia makin meningkat dalam mencapai suatu prestasi yang tinggi, maka negara-negara yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan Pariwisata Dalam Pembangunan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peranan Pariwisata Dalam Pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Peranan Pariwisata Dalam Pembangunan Pengembangan ke pariwisataan di indonesia tahun-tahun terakhir makin terus di galakkan dan di tingkatkan dengan sasaran sebagai

Lebih terperinci

A (1fAfPP- ;LOOI 0\?'--I STUDI PERANCANGAN LANSKAP KAMPUS FAKULTAS PERTANIAN. INSTITUT PERTANIAN BOGOR DARMAGA BOGOR. Oleh: Cahyo Nugroho

A (1fAfPP- ;LOOI 0\?'--I STUDI PERANCANGAN LANSKAP KAMPUS FAKULTAS PERTANIAN. INSTITUT PERTANIAN BOGOR DARMAGA BOGOR. Oleh: Cahyo Nugroho (1fAfPP- ;LOOI 0\?'--I STUDI PERANCANGAN LANSKAP KAMPUS FAKULTAS PERTANIAN. INSTITUT PERTANIAN BOGOR DARMAGA BOGOR Oleh: Cahyo Nugroho A02495006 JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata di Indonesia saat ini banyak sekali mendatangkan komoditi yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. Pariwisata di Indonesia saat ini banyak sekali mendatangkan komoditi yang sangat BAB I PENDAHULUAN I.LATAR BELAKANG 1.1 Kelayakan Proyek Pariwisata di Indonesia saat ini banyak sekali mendatangkan komoditi yang sangat menjanjikan bagi perkembangan daerah-daerah di Indonesia, apalagi

Lebih terperinci

PERENCANAAN LANSKAP. Tata Ruang Wisata Budaya

PERENCANAAN LANSKAP. Tata Ruang Wisata Budaya 87 PERENCANAAN LANSKAP Konsep Dasar Pengembangan Kawasan Konsep dasar pengembangan Candi Muara Takus sebagai situs arkeologis adalah menjaga kelestariannya melalui pengembangannya sebagai kawasan wisata

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rusa timor (Rusa timorensis Blainville 1822) merupakan salah satu jenis satwa liar yang hidup tersebar pada beberapa wilayah di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa sampai

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab ini akan diuraikan mengenai kesimpulan studi berupa temuantemuan yang dihasilkan selama proses analisis berlangsung yang sesuai dengan tujuan dan sasaran studi,

Lebih terperinci