BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kulit, selanjutnya dapat mengenai organ atau sistem lain seperti mata, mukosa
|
|
- Harjanti Wibowo
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Kusta Definisi Penyakit kusta merupakan penyakit infeksi kronik pada manusia yang disebabkan oleh M. leprae. 20 Penyakit ini mula mula menyerang saraf tepi dan kulit, selanjutnya dapat mengenai organ atau sistem lain seperti mata, mukosa mulut, saluran pernapasan, sistem retikuloendotelial, otot, tulang dan testis, kecuali susunan saraf pusat. 21 Penyakit ini dikenal juga dengan istilah leprae, morbus Hansen, graecorum, lionthiasis, zaarath dan kustha. 20 Berbagai tempat istilah kusta juga berbeda beda misalnya Jerman dengan aussatz, Perancis dengan lepre, Rusia dengan prokaza, Cina dengan mafung, Jepang dengan raibyo, Arab dengan judham dan Makassar dengan kandala Epidemiologi Penyakit kusta tersebar di seluruh dunia dengan endemisitas yang berbeda beda, banyak ditemukan di daerah tropik dan subtropik. Lebih dari 60 % berada di Asia dan lebih dari 30 % di Afrika. 3 WHO mencatat masih ada 15 negara yang melaporkan 1000 atau lebih penderita baru selama tahun Indonesia menempati urutan ketiga setelah India, dan Brazil. 22
2 7 Di Indonesia penderita kusta terdapat hampir pada seluruh propinsi dengan pola penyebaran yang tidak merata. Meskipun pada pertengahan tahun 2000 Indonesia secara nasional sudah mencapai eliminasi kusta namun pada tahun 2002 sampai 2006 terjadi peningkatan penderita kusta baru. Pada tahun 2006 jumlah penderita kusta baru di Indonesia sebanyak orang. Propinsi terbanyak melaporkan penderita kusta baru adalah Maluku, Papua, Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan dengan prevalensi lebih dari 20 per penduduk Etiologi Kuman penyebab penyakit kusta adalah M. leprae yang ditemukan oleh Gerhard Henrik Armauer Hansen, seorang sarjana dari Norwegia pada tahun Secara morfologi kuman ini berbentuk pleomorf lurus dengan kedua ujung bulat dan ukurannya 1 8 µ dan lebar 0,2 0,5 µ, bersifat tahan asam, berbentuk batang dan gram positif. 23 Biasanya berkelompok dan ada yang tersebar satu satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin seperti kulit, mukosa hidung, saraf tepi (terutama sel Schwann) dan tidak dapat dikultur dalam media buatan. 20 Pertumbuhan optimal in vivo kuman kusta pada tikus pada suhu C. 24 Masa inkubasi kusta yang lama yaitu sekitar 2 5 tahun, berkaitan dengan pembelahan sel yang lama, yaitu antara 2 3 minggu dan di luar tubuh manusia kuman kusta dapat bertahan sampai 9 hari. 21
3 8 Berdasarkan gambaran mikroskopik elektron secara ultrastruktur, M. leprae terdiri atas: 12,20 a. Kapsul Di sekeliling organisme terdapat suatu zona transparan elektron dari bahan berbusa atau vesikular dan secara struktur khas bentuk dari M. leprae. Zona ini terdiri dari 2 lipid, yaitu phthiocerol dimycoserosate yang dianggap memegang peranan protektif pasif dan phenolic glycolipid yang terdiri dari 3 molekul gula hasil metilasi yang dihubungkan melalui molekul fenol pada lemak (phthiocerol). Trisakarida memberikan sifat kimia yang unik dan sifat antigenik yang spesifik terhadap M. leprae. b. Dinding sel Berfungsi untuk memberikan bentuk pada sel dan pertahanan. Tersusun secara halus dan terdiri dari pita radier yang tidak khas yang hanya terdapat pada M. leprae melalui mikroskop elektron. Dinding sel ini tampak terdiri dari 2 lapisan. Lapisan luar bersifat transparan elektron dan mengandung lipopolisakarida yang terdiri dari rantai cabang arabinogalactan yang diesterifikasi dengan rantai panjang asam mikolat, mirip dengan yang ditemukan pada mycobacterium lainnya. Lapisan dalam terdiri dari peptidoglycan, yaitu suatu karbohidrat yang dihubungkan melalui peptida peptida yang memiliki rangkaian asam amino yang mungkin spesifik untuk M. leprae walaupun peptida ini terlalu sedikit untuk digunakan sebagai antigen diagnostik.
4 9 c. Membran Tepat di bawah dinding sel, melekat suatu membran yang khusus untuk transport molekul molekul ke dalam dan ke luar organisme. Membran terdiri dari lipid dan protein. Protein sebagian besar berupa enzim dan secara teori merupakan target yang baik untuk kemoterapi. Protein ini juga dapat membentuk antigen protein permukaan yang diekstraksi dari dinding sel M. leprae yang sudah terganggu dan dianalisa secara luas. d. Sitoplasma Bagian dalam sel mengandung granul granul penyimpanan, material genetik DNA dan ribosom yang merupakan protein yang penting dalam translasi dan multiplikasi. Analisis DNA berguna dalam mengkonfirmasi identitas sebagai M. leprae dari mycobacteria yang diisolasi dari armadilo liar, dan ini menunjukkan bahwa M. leprae walaupun berbeda secara genetik, terkait erat dengan M. tuberculosis dan M. scrofulaceum Penularan Penyakit kusta dapat ditularkan dari penderita kusta tipe MB kepada orang lain dengan cara penularan langsung. 1,3,20,21 Cara penularan yang pasti belum diketahui, bisa melalui sekresi (air mani, saliva, keringat atau air mata), 24 tetapi sebagian besar para ahli berpendapat bahwa penyakit kusta dapat ditularkan melalui saluran pernafasan bagian atas dan kontak kulit yang tidak utuh. 20
5 10 Secara teoritis penularan ini dapat terjadi dengan cara kontak yang lama dengan penderita. 3,21 Mukosa hidung merupakan tempat terjadi infeksi primer oleh M. leprae, sebagai suatu penyakit yang ditularkan lewat udara (airborne disease). 10,25, Diagnosis Penyakit kusta dapat menunjukkan gejala yang mirip dengan banyak penyakit lain. Oleh karena itu dibutuhkan kemampuan untuk mendiagnosis penyakit kusta secara tepat dan membedakannya dengan penyakit lain agar tidak membuat kesalahan yang dapat merugikan penderita. 1 Diagnosis kusta dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan klinis ditambah pemeriksaan kerokan lesi kulit. 20 Untuk menetapkan diagnosis penyakit kusta perlu dicari tanda tanda utama atau tanda kardinal, yaitu: a. Anastesi, terdistribusi menurut lesi kulit yang terlibat mulai dari permukaan ekstensor dari lengan atas sampai kaki. b. Penebalan saraf tepi, sesuai tempat predileksinya. c. Lesi kulit, berupa bercak keputihan (hipopigmentasi) atau kemerahan (eritematosa). d. Adanya BTA dari kerokan lesi kulit pada lesi kusta lepromatosa dan borderline.
6 11 Untuk menegakkan diagnosis penyakit kusta, paling sedikit ditemukan 2 dari 3 tanda kardinal yang pertama atau hanya tanda keempat saja Klasifikasi kusta Penyakit kusta dapat diklasifikasikan berdasarkan manifestasi klinis, hasil pemeriksaan bakteriologi, histopatologi dan imunologi. 27 Terdapat banyak jenis klasifikasi penyakit kusta diantaranya adalah klasifikasi Madrid, klasifikasi Ridley Jopling dan klasifikasi menurut WHO. 3,20 a. Klasifikasi internasional: klasifikasi Madrid (1953). Pada klasifikasi kusta ini penderita kusta ditempatkan pada dua kutub, satu kutub terdapat kusta tipe tuberkuloid (T) dan kutub lain tipe lepromatosa (L). Diantara kedua tipe ini ada tipe tengah yaitu tipe borderline (B). Di samping itu ada tipe yang menjembatani yaitu disebut tipe indeterminate borderline (I). 3,21,27 b. Klasifikasi Ridley Jopling (1962). Berdasarkan gambaran imunologis, Ridley dan Jopling membagi tipe kusta menjadi 5 kelas yaitu: tuberculoid (TT), borderline tuberculoid (BT), mid borderline (BB), borderline lepromatous (BL) dan lepromatous (LL). 27 c. Klasifikasi menurut WHO Dasar dari klasifikasi ini adalah gambaran klinis dan hasil pemeriksaan BTA melalui kerokan kulit. Pada pertengahan tahun 1997 WHO Expert Committee menganjurkan klasifikasi kusta menjadi PB lesi tunggal, PB lesi 2 5
7 12 dan MB. Sekarang untuk pengobatan PB lesi tunggal disamakan dengan PB lesi ,21,27 Tabel 2.1 Pedoman utama dalam menentukan klasifikasi/tipe penyakit kusta menurut WHO (1982) Tanda utama PB MB Bercak kusta Jumlah 1 s/d 5 Jumlah > 5 Penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi (gangguan fungsi bisa berupa kurang/mati rasa atau kelemahan otot yang dipersarafi oleh saraf yang bersangkutan) Hanya satu saraf Lebih dari satu saraf Sediaan apusan BTA negatif BTA positif *) Dikutip sesuai kepustakaan no. 3 Tabel 2.2 Tanda lain yang dapat dipertimbangkan dalam penentuan klasifikasi menurut WHO (1982) pada penderita kusta Kelainan kulit dan hasil pemeriksaan 1. Bercak (makula) mati rasa PB MB a. Ukuran Kecil dan besar Kecil kecil b. Distribusi Unilateral atau bilateral asimetris Bilateral simetris c. Konsistensi Kering dan kasar Halus, berkilat d. Batas Tegas Kurang tegas e. Kehilangan rasa pada bercak Selalu ada dan tegas Biasanya tidak jelas, jika ada, terjadi pada yang sudah lanjut f. Kehilangan kemampuan berkeringat, rambut rontok pada bercak 2. Infiltrat Selalu ada dan jelas Biasanya tidak jelas, jika ada, terjadi pada yang sudah lanjut a. Kulit Tidak ada Ada, kadang kadang tidak ada
8 13 b. Membran mukosa Tidak pernah ada Ada, kadang kadang tidak ada c. Ciri-ciri Central healing - Punched out lesion - Madarosis - Ginekomastia - Hidung pelana - Suara sengau d. Nodulus Tidak ada Kadang kadang ada e. Deformitas Terjadi dini Biasanya asimetris Imunologi *) Dikutip sesuai kepustakaan no. 3 Respon imun secara umum merupakan rangkaian proses yang dipicu oleh rangsangan antigen atau imunogen yang bertujuan memusnahkan pemicu rangsangan tersebut. Terdapat 2 tingkat sistem kekebalan dalam menghadapi rangsangan dari luar tubuh yakni innate immunity dan adaptive immunity. 28,29 Pada penderita kusta terdapat defek imunologis yang bersifat spesifik, yang menunjukkan bahwa gangguan yang terjadi adalah pada tingkat adaptive/acquired immunity dan bukan pada tingkat innate immunity. Dengan demikian gangguan dapat terjadi karena sel panyaji antigen yang abnormal, adanya gangguan primer pada sel T, adanya aktivitas supresor yang meningkat, atau adanya gangguan primer pada makrofag. 30,31 Respon imunologi dari pejamu menghasilkan fenotip klinis pada seorang penderita kusta dengan berbagai spektrum klinis. Kusta merupakan suatu paradigma imunologis, pada tipe tuberkuloid dimana imunitas selular sangat berperan penting yang ditandai oleh respon imunitas Th1. Sedangkan kusta tipe
9 14 lepromatosa ditandai oleh rendahnya imunitas selular dan respon imunitas humoral Th2 yang berperan. 31 Kusta tipe tuberkuloid mensekresi INF γ, IL 2 dan limfotoksin α pada lesi dan menghasilkan besarnya aktifitas fagosit. Makrofag di bawah pengaruh sitokin, terutama TNF bersama dengan limfosit membentuk granuloma. Sel sel CD4+ ditemukan terutama dalam granuloma dan sel sel CD8+ terdapat pada lapisan yang mengelilingi granuloma. Sel T pada granuloma tuberkuloid menghasilkan antimikroba protein granulisin. Sedangkan pada tipe lepromatosa ditandai oleh kurangnya pembentukan granuloma. Produksi mrna terutama untuk sitokin IL 4, IL 5 dan IL 10. Pada tipe ini IL 4 menunjukkan kurangnya pengaturan TLR2 pada monosit dan IL 10 menekan produksi IL 12. Hal ini berhubungan dengan pengaruh yang lebih besar dari limfosit CD8+ dalam lesi lepromatosa. Sedangkan tipe borderline memiliki spektrum imunologis yang dinamis dan dapat bergeser kesalah satu spektrum. 31, Manifestasi Oral Sebagian besar ahli kusta menerima pernyataan teori suhu bahwa basil kusta sangat bergantung pada tinggi rendahnya suhu untuk menghasilkan lesi terutama pada bagian bagian tubuh yang lebih dingin yang disukai M. leprae untuk bermultiplikasi. 10,33
10 15 Sebuah studi klinis oleh Hastings dkk. (1968) memperkuat argumen yang mendukung teori suhu dengan menemukan kepadatan bakteri yang lebih tinggi pada kulit dengan rata rata suhu permukaan 32,05 C dibandingkan dengan kulit di bagian lain dengan rata rata suhu permukaan 33,46 C. Shepard menemukan M. leprae berkembang biak dengan cepat pada telapak kaki mencit dengan suhu jaringan C. 10 Sejak diperkenalkannya MDT, sangat sedikit penelitian yang mengevaluasi gangguan sensitivitas oral pada panderita kusta. Pada tahap awal penyakit ini mungkin menunjukkan penurunan dari mukosa oral tanpa lesi yang jelas. Lesi oral pada kusta berkembang secara sembunyi dan asimtomatik akibat gangguan dari mukosa hidung. 8 Lesi pada mukosa oral umumnya terjadi pada palatum, uvula, lidah dan gusi pada maksilaris anterior. 34 Hanya sedikit perhatian diberikan pada lesi oral dari kusta. Ketertarikan dimulai pada tahun 1930 oleh Pavloff mengenai lesi pada hidung dan mulut. Studi pada tahun 1939 dari pemeriksaan bakteri positif pada mukosa oral yang nampaknya sehat meneliti 456 pasien lepromatosa dan bentuk gejala klinis lainnya, dan didapatkan frekuensi keseluruhan pada lepromatosa, yaitu 19.1 % lesi pada kavitas oral, 2.09 % pada bibir, 1.4 % pada lidah, 11.7 % pada palatum durum, 5.9 % palatum mole dan 3.2 % pada uvula. 35 Hubungan antara infeksi dari mukosa oral dan beberapa penemuan patologis serta peran respon imun lokal dalam perlindungan terhadap penyakit adalah topik
11 16 yang masih diteliti dan belum sepenuhnya dimengerti. Identifikasi lesi spesifik pada kavitas oral menjadi penting, terkait dari studi immunopatologi dan kelangkaan subjek dalam literatur Pemeriksaan Penunjang untuk Kusta Pemeriksaan bakterioskopik Pemeriksaan ini pada penyakit kusta merupakan hal yang mutlak dilakukan, karena berguna untuk menegakkan diagnosis penyakit kusta, penunjang penentuan klasifikasi atau tipe penyakit kusta, memberi petunjuk potensi penularan dari penderita dan evaluasi pengobatan. 21 a. Apusan sayatan kulit Untuk keseragaman, pemilihan lokasi pengambilan bahan pemeriksaan sebagai berikut: (1) cuping telinga kiri, (2) cuping telinga kanan, (3) salah satu makula atau lesi kulit, (4) daerah kulit yang lainnya, bila perlu. 12 Untuk menentukan adanya BTA, apusan sayatan kulit dilakukan dengan penorehan jaringan kulit yang sebelumnya dijepit kuat dengan jari, hasil kerokan dari torehan diwarnai dengan metode ZN. Basil pada apusan hanya terlihat bila jumlah basil lebih dari 10 4 per gram jaringan. Apusan yang negatif tidak menyingkirkan kemungkinan bukan kusta. 12,21
12 17 b. Indeks bakteriologi (IB) IB merupakan ukuran semi kuantitatif kepadatan BTA dalam sediaan apusan tanpa membedakan solid dan non solid. Berguna untuk membantu menentukan tipe kusta dan menilai hasil pengobatan. IB ini disajikan menurut skala logaritma Ridley, sebagai berikut: 12,20,21 0 : 0 BTA dalam 100 lapangan pandang 1+ : 1 10 BTA dalam 100 lapangan pandang 2+ : 1 10 BTA dalam 10 lapangan pandang 3+ : 1 10 BTA rata-rata dalam 1 lapangan pandang 5+ : BTA rata-rata dalam 1 lapangan pandang 6+ : > 1000 BTA rata-rata dalam 1 lapangan pandang c. Indeks morfologi (IM) IM ini merupakan teknik standar yang dipakai memperkirakan proporsi kuman yang hidup (solid) diantara seluruh kuman. IM berguna untuk mengetahui daya penularan kuman, menilai hasil pengobatan dan membantu menentukan adanya resistensi terhadap obat. 12,20,21 IM = Jumlah basil solid X 100% Jumlah seluruh basil Pemeriksaan histopatologi Pemeriksaan histopatologi pada kusta biasanya dilakukan untuk memastikan gambaran klinik, misalnya kusta indeterminate atau penentuan
13 18 klasifikasi kusta serta kusta pada anak anak. Disini umumnya dilakukan pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE) dan pengecatan tahan asam untuk mencari BTA Pemeriksaan mouse foot pads (MFP) atau inokulasi pada binatang percobaan Uji MFP masih merupakan baku emas untuk kerentanan pengobatan pada kusta. Sebuah suspensi basil disiapkan dari sampel lesi biopsi yang mengandung basil. Mencit diinokulasi dengan basil ke telapak kaki belakang dan jumlah basil mencapai 10 5 hingga 10 6 setelah inokulasi 25 hingga 30 minggu. Sementara teknik ini telah menunjukkan penerapan yang luas untuk skrining obat, namun penggunaannya untuk pengujian kerentanan obat pada kusta dibatasi oleh ketentuan dari banyaknya jumlah basil hidup ( 10 7 ) dari setiap pasien. 36, Pemeriksaan serologis Beberapa pemeriksaan serologi telah dikembangkan untuk mendiagnosis kusta, dengan pembentukan antibodi berdasarkan pengukuran serologis menggunakan M. leprae, dalam upaya untuk menentukan kegunaannya dalam diagnosis penyakit kusta dan kemungkinannya dalam menentukan infeksi subklinis dengan menekankan deteksi pada kasus multibasiler di masa mendatang. 11
14 19 Dua pemeriksaan serologi, satu berdasarkan respon antibodi terhadap phenolic glycolipid-1/natural disacharide (PGL1) BSA conjugated (PGL1-O- BSA) antigen, dan satu lagi berdasarkan respon terhadap antigen 35 kda, dikatakan sebagai tes yang spesifik dan dapat dipertanggung jawabkan di beberapa laboratorium di dunia. Akhir-akhir ini, pemeriksaan serologi berkembang pada sistem ELISA agar lebih cepat pengerjaanya daripada menggunakan seluruh M.leprae sebagai antigen Pemeriksaan polymerase chain reaction (PCR) Metode terbaru dari biomolekuler telah berkembang sebagai alat diagnostik yang sensitif dan akurat dalam mengidentifikasi patogen dari beberapa penyakit. Amplifikasi DNA M. leprae dengan PCR banyak digunakan untuk deteksi dan diagnosis kusta karena sangat sensitif, spesifik dan deteksi cepat dari spesimen klnis. 39 PCR merupakan teknik yang pertama kali ditemukan oleh Mullin pada tahun 1985 adalah suatu teknik amplifikasi asam nukleat secara in vitro dengan menggunakan enzim DNA polimerase dan primer nukleotida. Teknik PCR dapat digunakan untuk mengamplifikasi segmen DNA dalam jumlah jutaan kali hanya dalam beberapa jam. PCR merupakan suatu teknik yang melibatkan beberapa tahap yang berulang (siklus) dan pada setiap siklus terjadi duplikasi jumlah target DNA double stranded. 16
15 20 a. Komponen PCR Komponen komponen yang diperlukan pada proses PCR adalah cetakan DNA; sepasang primer yaitu suatu oligonukleotida pendek (potongan pendek) yang mempunyai urutan nukleotida yang sesuai dengan urutan nukleotida DNA cetakan; deoxynucleotide triphosphates (dntps); buffer PCR; magnesium klorida (MgCl 2 ) dan enzim DNA polymerase. 16,17 Untuk pemeriksaan ini diperlukan adanya mesin PCR dan reagensia khusus untuk amplifikasi DNA, serta elektroforesa untuk melihat adanya pita dari protein tertentu. Prinsip kerja yaitu menggandakan suatu potongan rantai DNA tertentu dari DNA basil sehingga dapat dilihat pada gel elektroforesa. Untuk menggandakan rantai DNA tersebut diperlukan suatu zat yang disebut primer (suatu oligonukleotida buatan yang telah diketahui urutannya) yang akan dicampur dengan enzim polimerase serta beberapa zat tertentu. Setelah dimasukkan ke dalam mesin PCR dan dijalankan untuk satu siklus maka dihasilkan duplikat dari rantai DNA tadi. Bila mesin PCR terus dijalankan maka penggandaan ini terus berlangsung dan jumlah yang banyak ini terlihat pada medan elektroforesa. Urutan kerjanya secara garis besar dimulai dengan pembuatan cetakan DNA dari bahan yang diperiksa, dengan memberikan zat pemecah inti dan primer beserta reagensia lainnya dimasukkan ke dalam tabung khusus dan mesin PCR dijalankan hingga beberapa siklus tertentu. Pita dari
16 21 amplifikasi DNA spesifik dicocokkan dengan pita dari kontrol positif yang telah diketahui sebelumnya. 18 b. Proses amplifikasi PCR Dalam mesin PCR terjadi sintesis dan amplifikasi berupa 3 tahap yaitu (1) denaturasi DNA; (2) penempelan primer pada cetakan (annealing) dan (3) pemanjangan primer (extention). Tahap ini merupakan tahap berulang (siklus), dimana pada setiap siklus terjadi duplikasi jumlah DNA. 16,17 Pada fase denaturation, DNA cetakan akan mengalami denaturasi pada suhu tinggi (94 o C selama 1 menit), fase annealing kedua primer akan menempel pada pita komplemen pada suhu rendah (54 o C selama 45 detik) dan selanjutnya fase extension mengalami perbanyakan pada suhu sedang (72 o C selama 2 menit). 40 Satu tahap denaturation, annealing dan extension disebut 1 siklus. Primer akan melekat pada DNA lalu diperbanyak. Selanjutnya terhibridisasi pada pita yang berlawanan dari DNA pada posisi ujung 3 yang saling berhadapan, dengan demikian sintesa DNA oleh enzim polimerase akan berlangsung sepanjang daerah antara 2 primer. 40 Untuk penggandaan, suatu potongan primer (dalam penelitian ini LP1,2,3,4) dicampur dengan enzim polimerase serta beberapa zat (aqua distilata, Premix G). Dalam mesin PCR setelah satu siklus akan dihasilkan duplikat rantai DNA. 16
17 22 Satu siklus PCR akan menghasilkan DNA anak yang sama dengan DNA induk dengan jumlah ganda. Hasil perbanyakan DNA spesifik yang menjadi target hingga mencapai jutaan dalam beberapa jam. Pada akhirnya akan diperoleh produk PCR, berupa sekuen DNA yang diinginkan dalam jumlah yang berlipat ganda, yakni sebanyak 2 n (n = banyaknya siklus PCR yang digunakan). 40 Gambar 2.1 Tahapan kerja PCR *) Dikutip sesuai kepustakaan no. 40 Gambar 2.2 Proses amplifkasi pada PCR *) Dikutip sesuai kepustakaan no. 40
18 23 Dengan demikian, metode PCR untuk identifikasi DNA, yang mengkode protein M. leprae 65 kda, 18 kda dan sekuens berulang dari M. leprae diperkenalkan sebagai metode khusus yang lebih sensitif dari pemeriksaan BTA. Dalam beberapa tahun terakhir, menunjukkan bahwa PCR sangat berguna untuk mendeteksi infeksi subklinis dari patogen ini. 41,42
19 Kerangka Teori Cardinal sign: Memenuhi 2 diantara 4 - Anastesi - Penebalan saraf tepi - Lesi kulit berupa hipopigmentasi atau eritematosa - Adanya BTA di dalam kerokan lesi kulit Diagnosis kusta Pemeriksaan Tambahan Histopatologi Inokulasi pada bianatang percobaan Serologi PCR Deteksi M. leprae darah kulit urin apusan hidung saliva Gambar 2.3 Kerangka teori penelitian
20 Kerangka Konsep Saliva Hasil pemeriksaan PCR Gambar 2.4 Kerangka konsep penelitian
BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium leprae (M. leprae) yang pertama menyerang saraf tepi, namun sebagian kecil memperlihatkan gejala dan mempunyai
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Kusta (Morbus Hansen, Lepra) Penyakit kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae (M. leprae) yang pertama menyerang saraf tepi,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit kusta (Morbus Hansen, Lepra) Penyakit kusta (Morbus Hansen, Lepra) adalah suatu infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae, primer menyerang saraf tepi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan, dan kesejahteraan sosial ekonomi pada masyarakat. World Health Organization (WHO) pada berbagai negara terjadi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium leprae (M. leprae) yang pertama menyerang saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang kulit,
Lebih terperinciKlasifikasi penyakit kusta
Penyakit kusta merupakan masalah dunia, terutama bagi Negara-negara berkembang. Di Indonesia pada tahun 1997 tercatat 33.739 orang, yang merupakan negara ketiga terbanyak penderitanya setelah India dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hanya dari segi medis namun juga psikososial, sedangkan bagi masyarakat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta merupakan salah satu penyakit infeksi kronis yang hingga saat ini masih menimbulkan permasalahan yang bersifat kompleks baik bagi penderita maupun masyarakat.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENYAKIT KUSTA 1. Pengertian Umum. Epidemiologi kusta adalah ilmu yang mempelajari tentang masyarakat kejadian, penyebaran dan faktor yang mempengaruhi sekelompok manusia. Timbulnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium leprae (M.leprae) yang pertama kali menyerang susunan saraf
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae (M.leprae) yang pertama kali menyerang susunan saraf tepi, selanjutnya dapat menyerang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Lepra adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lepra adalah penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae (M. leprae). Kuman ini bersifat intraseluler obligat yang menyerang saraf tepi dan dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan menurun, malaise,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Gejala utama adalah batuk selama 2 minggu atau lebih, batuk disertai
Lebih terperincidan menjadi dasar demi terwujudnya masyarakat yang sehat jasmani dan rohani.
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya peningkatan kesehatan masyarakat merupakan tanggung jawab bersama dan menjadi dasar demi terwujudnya masyarakat yang sehat jasmani dan rohani. Indonesia masih
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian yang utama khususnya di negara-negara berkembang. 1 Karena itu TB masih merupakan masalah kesehatan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kusta 2.1.1. Definisi Istilah kusta berasal dari bahasa India, yakni kushtha berarti kumpulan gejala-gejala kulit secara umum. Penyakit kusta disebut juga Morbus Hansen, sesuai
Lebih terperinciMekanisme Pertahanan Tubuh. Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang
Mekanisme Pertahanan Tubuh Kelompok 7 Rismauzy Marwan Imas Ajeung P Andreas P Girsang Imunitas atau kekebalan adalah sistem mekanisme pada organisme yang melindungi tubuh terhadap pengaruh biologis luar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan penyakit infeksi tropik sistemik, yang disebabkan oleh Salmonella typhi (S.typhi), bersifat endemis, dan masih merupakan masalah kesehatan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kusta merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih mendapatkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kusta merupakan salah satu penyakit infeksi yang masih mendapatkan perhatian khusus dari Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO), terutama di negara-negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Organisasi kesehatan dunia, WHO, baru-baru ini membunyikan tanda bahaya untuk mewaspadai serangan berbagai penyakit infeksi. Pada tahun-tahun terakhir ini, wabah penyakit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kusta adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) terutama menyerang kulit dan saraf tepi. Penularan dapat terjadi dengan cara kontak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit kusta adalah penyakit infeksi kronis menular dan menahun yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kusta adalah penyakit infeksi kronis menular dan menahun yang disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang utamanya menyerang saraf tepi, dan kulit,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh. Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang TB Paru merupakan penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, yaitu kuman aerob yang mudah mati dan didapat terutama di paru atau berbagai organ tubuh
Lebih terperinciMENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS
MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda
Lebih terperinciDIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER
DIAGNOSTIK MIKROBIOLOGI MOLEKULER Sunaryati Sudigdoadi Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran 2015 KATA PENGANTAR Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah Subhanahuwa ta
Lebih terperinciPenyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun yang menyerang saraf perifer, kulit dan jaringan tubuh lainnya.
LAPORAN PENDAHULUAN KUSTA A. Pengertian Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun yang menyerang saraf perifer, kulit dan jaringan tubuh lainnya. Lepra : Morbus hansen, Hamseniasis.Reaksi :Episode
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi bakteri yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Demam tifoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Hal ini dikaitkan dengan
Lebih terperinciCATATAN SINGKAT IMUNOLOGI
CATATAN SINGKAT IMUNOLOGI rina_susilowati@ugm.ac.id Apakah imunologi itu? Imunologi adalah ilmu yang mempelajari sistem imun. Sistem imun dipunyai oleh berbagai organisme, namun pada tulisan ini sistem
Lebih terperinciSanitasi lingkungan adalah Status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sanitasi Lingkungan Rumah Sanitasi lingkungan adalah Status kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebaginya (Notoadmojo,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. metabolisme karbohidrat, lemak dan protein. Terjadinya diabetes melitus ini
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diabetes melitus (DM) yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit kencing manis adalah kelainan metabolisme yang disebabkan oleh banyak faktor dengan gejala
Lebih terperinciBAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Salmonella sp. 2.1.1 Klasifikasi Salmonella sp. yang terdiri dari S. typhi, S. paratyphi A, B dan C termasuk famili Enterobacteriaceae, ordo Eubacteriales, kelas Schizomycetes
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid akut merupakan penyakit infeksi akut bersifat sistemik yang disebabkan oleh mikroorganisme Salmonella enterica serotipe typhi yang dikenal dengan Salmonella
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. kronis pada manusia yang disebabkan Mycobacterium leprae (M. leprae) yang
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Kusta Lepra (penyakit kusta, Morbus Hansen) adalah suatu penyakit infeksi kronis pada manusia yang disebabkan Mycobacterium leprae (M. leprae) yang secara primer menyerang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Selama tiga dekade ke belakang, infeksi Canine Parvovirus muncul sebagai salah
PENDAHULUAN Latar Belakang Canine Parvovirus merupakan penyakit viral infeksius yang bersifat akut dan fatal yang dapat menyerang anjing, baik anjing domestik, maupun anjing liar. Selama tiga dekade ke
Lebih terperinciSISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)
SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan
Lebih terperinciIdentifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )
Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang, terutama
Lebih terperinciSISTEM IMUN. Pengantar Biopsikologi KUL VII
SISTEM IMUN Pengantar Biopsikologi KUL VII SISTEM KEKEBALAN TUBUH Imunologi : Ilmu yang mempelajari cara tubuh melindungi diri dari gangguan fisik, kimiawi, dan biologis. . SISTEM IMUN INNATE : Respon
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler. mengenai organ lain kecuali susunan saraf pusat.
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit kusta atau morbus Hansen merupakan infeksi granulomatosa kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Kusta dapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berhasil mencapai target Millenium Development Goal s (MDG s), peningkatan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang menjadi tantangan global. Meskipun program pengendalian TB di Indonesia telah berhasil mencapai target
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Uji Serum (Rapid Test) Pada Ikan Mas Yang Diberikan Pelet Berimunoglobulin-Y Anti KHV Dengan Dosis rendah Ig-Y 5% (w/w) Ikan Mas yang diberikan pelet berimunoglobulin-y anti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang. disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella typhi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama
Lebih terperinciVirus baru : Coronavirus dan Penyakit SARS
Virus baru : Coronavirus dan Penyakit SARS 23 Apr 2003 Kasus sindrom pernapasan akut parah, atau lebih dikenal dengan SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) masih menempatkan berita utama di sebagian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular. langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TBC) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang sebagian besar menyerang paru-paru tetapi juga dapat mengenai
Lebih terperinciEPIDEMIOLOGI KUSTA/LEPRA. Oleh : Nurul Wandasari S Program Studi Kesehatan Masyarakat Univ Esa Unggul 2012/2013
EPIDEMIOLOGI KUSTA/LEPRA Oleh : Nurul Wandasari S Program Studi Kesehatan Masyarakat Univ Esa Unggul 2012/2013 Sinonim Zaraath (bahasa Hebrew, Kitab Injil); Kushtha (Hindi) berasal Kushnati = eating away
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini pada umumnya menyerang paru-paru
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini pada umumnya menyerang paru-paru (pulmonary tuberculosis),
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium leprae, ditemukan pertama kali oleh sarjana dari Norwegia GH
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kusta masih merupakan masalah kesehatan di Indonesia, masalah yang dimaksud bukan hanya dari segi medis tetapi meluas sampai ke masalah sosial, ekonomi, budaya,
Lebih terperinci-Faktor penyebab penyakit kusta. -Tanda dan gejala penyakit kusta. -Cara penularan penyakit kusta. -Cara mengobati penyakit kusta
SATUAN ACARA PENYULUHAN (SAP) PENYAKIT KUSTA Judul Pokok Bahasan : Penyakit Kusta : Tanda dan Gejala Penyakit Kusta Sub Pokok Bahasan : -Pengertian penyakit kusta - Penyebab penyakit kusta -Faktor penyebab
Lebih terperinciABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PENYAKIT KUSTA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE
ABSTRAK GAMBARAN KARAKTERISTIK PENYAKIT KUSTA DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUP SANGLAH DENPASAR PERIODE 2011 2013 Kasus kusta di Indonesia tergolong tinggi dibandingkan Negara lain. Angka kejadian
Lebih terperinciTingginya prevalensi kusta di Kabupaten Blora juga didukung oleh angka penemuan kasus baru yang cenderung meningkat dari tahun 2007 sampai dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kusta adalah penyakit menular dan menahun yang disebabkan oleh kuman kusta (Mycobacterium leprae) yang awalnya menyerang saraf tepi, dan selanjutnya menyerang kulit,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. diperkirakan masih ada sekitar 99%. Metagenomik muncul sebagai metode baru
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikroorganisme yang tidak dapat dikulturkan dengan teknik standar diperkirakan masih ada sekitar 99%. Metagenomik muncul sebagai metode baru yang dapat mempelajari
Lebih terperinciSISTEM PERTAHANAN TUBUH
SISTEM PERTAHANAN TUBUH Sistem Pertahanan Tubuh Sistem Pertahanan Tubuh Non spesifik Sistem Pertahanan Tubuh Spesifik Jenis Kekebalan Tubuh Disfungsi sitem kekebalan tubuh Eksternal Internal Struktur Sistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid merupakan infeksi bakteri sistemik yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi yang dijumpai di berbagai negara berkembang terutama di daerah tropis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepatitis merupakan penyakit inflamasi dan nekrosis dari sel-sel hati yang dapat disebabkan oleh infeksi virus. Telah ditemukan lima kategori virus yang menjadi agen
Lebih terperinciASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN. SISTEM IMUNITAS Asuhan Keperawatan Pada Pasien dengan Gangguan Sistem Immunitas Niken Andalasari Sistem Imunitas Sistem imun atau sistem kekebalan tubuh
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Penyakit kusta (morbus Hansen) merupakan penyakit infeksi kronis menahun
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit kusta (morbus Hansen) merupakan penyakit infeksi kronis menahun yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae ( M.leprae ) yang menyerang hampir semua organ tubuh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica serotype typhi (Salmonella typhi)(santoso et al. 2004). Penyakit
Lebih terperinciTuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi
LOGO Pendahuluan Tuberkulosis merupakan penyakit yang telah lama ada. Tetap menjadi perhatian dunia Penyebab kematian kedua pada penyakit infeksi Kasus baru didunia : 8,6 juta & Angka kematian : 1,3 juta
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka 1. Lepra (Morbus Hansen) a. Definisi Lepra Lepra(Morbus Hansen, kusta) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh M. leprae yang bersifat intraseluler
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi kusta Penyakit kusta adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang di sebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Penyakit ini adalah tipe penyakit granulomatosa pada syaraf
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Kusta Penyakit kusta adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae yang terjadi pada kulit dan saraf tepi. Manifestasi klinis dari penyakit
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penularan langsung terjadi melalui aerosol yang mengandung
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Mekanisme Koping Kemampuan koping diperlukan oleh setiap manusia untuk mampu bertahan hidup didalam lingkungan yang selalu berubah dengan cepat. Koping merupakan proses pemecahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Infeksi Menular Seksual (IMS) atau Sexually Transmited Infections (STIs) adalah penyakit yang didapatkan seseorang karena melakukan hubungan seksual dengan orang yang
Lebih terperinciNASKAH PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN / ORANGTUA/KELUARGA CALON SUBJEK PENELITIAN
LAMPIRAN 1. NASKAH PENJELASAN KEPADA CALON SUBJEK PENELITIAN / ORANGTUA/KELUARGA CALON SUBJEK PENELITIAN Selamat pagi/siang. Perkenalkan nama saya dr. Khairina. Saat ini saya sedang menjalani Program Pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A.Latar belakang. orang yang sudah meninggal, kegunaan golongan darah lebih tertuju pada
1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar belakang Golongan darah sistem ABO yang selanjutnya disebut golongan darah merupakan salah satu indikator identitas seseorang. Pada orang hidup, golongan darah sering digunakan
Lebih terperinciKUSTA SALAH SATU PENYAKIT MENULAR YANG MASIH DI JUMPAI DI INDONESIA. Drh. Hiswani Mkes Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
KUSTA SALAH SATU PENYAKIT MENULAR YANG MASIH DI JUMPAI DI INDONESIA Drh. Hiswani Mkes Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Penyakit kusta adalah salah satu penyakit menular yang menimbulkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebabkan oleh masih kurangnya pengetahuan/pengertian, kepercayaan yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit menular sampai saat ini sangat ditakuti oleh semua orang baik itu dari masyarakat, keluarga, termasuk sebagian petugas kesehatan. Hal ini disebabkan oleh masih
Lebih terperinciLaporan Pendahuluan Morbus Hansen. BAB 1 PENDAHULUAN LATAR BELAKANG
Laporan Pendahuluan Morbus Hansen Ditulis pada Kamis, 24 Maret 2016 04:03 WIB oleh damian dalam katergori Mikrobiologi tag Morbus hansen, Kusta, Lepra, Mikrobilogi, Laporan Pendahuluan http://fales.co/blog/laporan-pendahuluan-morbus-hansen.html
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kusta 2.1.1 Definisi dan Etiologi Kusta Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik, dan penyebabnya ialah Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Mycobacterium leprae (M.leprae). Kuman golongan myco ini berbentuk batang yang
8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Kusta 2.1.1 Pengertian Penyakit kusta adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae (M.leprae). Kuman golongan myco ini berbentuk batang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit tertua di dunia yang sampai saat
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu penyakit tertua di dunia yang sampai saat ini masih menjadi masalah kesehatan global. Laporan World Health Organization (WHO)
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron
10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuberkulosis Paru 2.1.1 Etiologi Penyebab dari penyakit ini adalah bakteri Mycobacterium tuberculois. Ukuran dari bakteri ini cukup kecil yaitu 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah.
TINJAUAN PUSTAKA Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Menurut Kottelat dkk., (1993), klasifikasi dari ikan lele dumbo adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus : Animalia : Chordata
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di negara-negara berkembang, salah satunya di Indonesia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Salmonella enterica
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tersebut terdapat di negara-negara berkembang dan 75% penderita TB Paru adalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit tuberkulosis paru selanjutnya disebut TB paru merupakan penyakit menular yang mempunyai angka kesakitan dan kematian yang tinggi. Menurut World Health Organization
Lebih terperinciPenemuan PasienTB. EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU
Penemuan PasienTB EPPIT 11 Departemen Mikrobiologi FK USU 1 Tatalaksana Pasien Tuberkulosis Penatalaksanaan TB meliputi: 1. Penemuan pasien (langkah pertama) 2. pengobatan yang dikelola menggunakan strategi
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Puskesmas Kemangkon Kabupaten
BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis Penelitian adalah penelitian deskriptif. B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Puskesmas Kemangkon Kabupaten Purbalingga.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terinfeksi Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). Penyakit ini
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama kesehatan global. World Health Organization (WHO) memperkirakan sepertiga dari populasi dunia telah terinfeksi Mycobacterium
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terutama di Asia dan Afrika. Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tuberkulosis adalah penyebab utama kesakitan dan kematian didunia terutama di Asia dan Afrika. Walaupun pengobatan TB yang efektif sudah tersedia tapi sampai saat ini
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Antimikroba Menurut Setiabudy (2011) antimikroba adalah obat pembasmi mikroba, terbatas pada jasad renik yang tidak termasuk kelompok parasit. Khususnya mikroba yang merugikan
Lebih terperinciANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI
1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Susu formula yang diberikan kepada bayi sebagai pengganti ASI, kerap kali memberikan efek samping yang mengganggu kesehatan bayi seperti alergi. Susu formula secara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) Paru merupakan penyakit infeksi kronis yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini masih merupakan masalah kesehatan
Lebih terperinciRickettsia typhi Penyebab Typhus Endemik
Rickettsia typhi Penyebab Typhus Endemik (Manda Ferry Laverius/078114010) Penyakit typhus disebabkan oleh beragai macam bakteri. Meskipun penyakit ini memiliki kesamaan ciri secara umum, namun typhus dapat
Lebih terperinciPROFIL PENDERITA MORBUS HANSEN (MH) DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 2012
PROFIL PENDERITA MORBUS HANSEN (MH) DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN BLU RSUP PROF. DR. R. D. KANDOU MANADO PERIODE JANUARI DESEMBER 2012 1 Patricia I. Tiwow 2 Renate T. Kandou 2 Herry E. J. Pandaleke 1
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Penyakit kusta atau morbus Hansen merupakan infeksi granulomatosa
6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Kusta 2.1.1 Definisi Penyakit kusta atau morbus Hansen merupakan infeksi granulomatosa kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae, terutama menyerang saraf perifer
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Psoriasis vulgaris merupakan suatu penyakit inflamasi kulit yang bersifat kronis dan kompleks. Penyakit ini dapat menyerang segala usia dan jenis kelamin. Lesi yang
Lebih terperinciBAB 2 PENGENALAN HIV/AIDS. Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala
BAB 2 PENGENALAN HIV/AIDS Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh virus yang disebut Human Immunodeficiency Virus (HIV). 10,11 Virus ini akan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dibahas hal-hal yang berkaitan dengan materi penelitian yaitu : Teori Kusta, teori dukungan keluarga, teori upaya pencegahan penderita kusta, serta kerangka teori.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Bayi baru lahir sangat rentan terhadap infeksi dan gangguan kekebalan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bayi baru lahir sangat rentan terhadap infeksi dan gangguan kekebalan tubuh karena sistem imun spesifik dan non spesifik belum matang dengan sempurna sehingga periode
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW. Mycobacterium tuberculosis. Tanggal 24 Maret 1882 Dr. Robert Koch
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tuberkulosis (TB) paru adalah infeksi yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis. Tanggal 24 Maret 1882 Dr. Robert Koch menemukan penyakit penyebab
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular akibat infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis (MTB). TB paling sering menjangkiti paru-paru dan TB paru sering
Lebih terperincirepository.unimus.ac.id
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit Tuberkulosis (TB) paru merupakan penyakit kronis yang masih menjadi masalah kesehatan di dunia termasuk Indonesia. Penyakit TBC merupakan penyakit menular
Lebih terperinciARTIKEL PENELITIAN Akurasi Deteksi Mycobacterium tuberculosis
ARTIKEL PENELITIAN Akurasi Deteksi Mycobacterium tuberculosis dengan Teknik PCR menggunakan Primer X dibandingkan dengan Pemeriksaan Mikroskopik (BTA) dan Kultur Sputum Penderita dengan Gejala Tuberkulosis
Lebih terperinciPATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS. Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si
PATOGENESIS DAN RESPON IMUN TERHADAP INFEKSI VIRUS Dr. CUT ASMAUL HUSNA, M.Si PATOGENESIS INFEKSI VIRUS Port d entree Siklus replikasi virus Penyebaran virus didalam tubuh Respon sel terhadap infeksi Virus
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. pada kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Predileksi awal penyakit
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kusta atau disebut juga Morbus Hansen (MH) merupakan infeksi kronik pada kulit yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae. Predileksi awal penyakit ini adalah saraf
Lebih terperinciDarah donor dan produk darah yang digunakan pada penelitian medis diperiksa kandungan HIVnya.
Darah donor dan produk darah yang digunakan pada penelitian medis diperiksa kandungan HIVnya. Tes HIV umum, termasuk imuno-assay enzim HIV dan pengujian Western blot mendeteksi antibodi HIV pada serum,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis dan paling sering menyerang organ paru. Bakteri Mycobacterium
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM. Oleh : Ichda Nabiela Amiria Asykarie J Dosen Pembimbing : Drg. Nilasary Rochmanita FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
LAPORAN PRAKTIKUM Oral Infection by Staphylococcus Aureus in Patients Affected by White Sponge Nevus: A Description of Two Cases Occurred in the Same Family Oleh : Ichda Nabiela Amiria Asykarie J 52010
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. serius, menyebabkan peradangan pada kulit, saraf dan organ lain. Penyebab dan faktor risiko
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Eritema Nodosum Leprosum (ENL) adalah suatu komplikasi imunologi kusta yan g serius, menyebabkan peradangan pada kulit, saraf dan organ lain. Penyebab dan faktor risiko
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sepsis merupakan salah satu masalah kesehatan utama penyebab kesakitan dan kematian pada anak. 1,2 Watson dan kawan-kawan (dkk) (2003) di Amerika Serikat mendapatkan
Lebih terperinci