ABSTRAK Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Oktober 2010 Sudarman A.R : Kesepian Pada Remaja Yang Tinggal Di Panti Asuhan (studi kasus)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ABSTRAK Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Oktober 2010 Sudarman A.R : Kesepian Pada Remaja Yang Tinggal Di Panti Asuhan (studi kasus)"

Transkripsi

1 LONELY AT THE YOUTH WHO LIVED IN THE ORPHANAGE (CASE STUDY) Sudarman A.R Undergraduate Program, Faculty of Psychology Gunadarma University Keywords: Loneliness, Youth, Orphanages. ABSTRACT Basically everyone needs love, warmth and the attention of someone in his life as a child in need of attention parental love. But not all children get it, when a child must be separated from their parents because their parents died or other family problems that cause a child left at orphanage. Lack of nursing caregiver role replaces the role of parents because the caregivers had to share attention with so many children other foster that cause less unequal affection, warmth and attention given by the orphanage, the thing that arises is lonely. The purpose of this study was to determine the lonely picture adolescents who lived in the orphanage, the factors that influence the lonely in adolescents and the effects of loneliness in adolescents living in orphanage. The approach used is qualitative research in form the subject of case studies and the number one man, a young woman 17 years old and lived in an orphanage. Based on research results that picture of loneliness in adolescents who lived in the orphanage is cognitive loneliness, emotional loneliness and the loneliness of behavior, while factors influencing loneliness in adolescents who lived in the orphanage first there are two factors that psychological factors and psychological factors as well the effects of loneliness in adolescents who lived in an orphanage.

2 ABSTRAK Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Oktober 2010 Sudarman A.R : Kesepian Pada Remaja Yang Tinggal Di Panti Asuhan (studi kasus) Pada dasarnya setiap orang membutuhkan kasih sayang, kehangatan dan perhatian seseorang dalam hidupnya seperti anak yang membutuhkan perhatian kasih orang tua. Namun tidak semua anak mendapatkannya, ketika seorang anak harus berpisah dari orang tua orang tua karena meninggal ataupun permasalahan keluarga lainnya yang menyebabkan seorang anak dititipkan di panti asuhan. Kurangnya peran pengasuh panti menggantikan peran orangtua dikarenakan para pengasuh harus berbagi perhatian dengan begitu banyak anak asuh lainnya yang menyebabkan kurang meratanya kasih sayang, kehangatan dan perhatian yang diberikan oleh pihak panti maka hal yang timbul adalah kesepian. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kesepian remaja yang tinggal di panti asuhan, faktor-faktor yang mempengaruhi kesepian pada remaja dan dampak-dampak dari kesepian pada remaja yang tinggal di panti asuhan. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif dalam bentuk studi kasus dan jumlah subjek satu orang, yaitu seorang remaja putri yang berusia 17 tahun dan tinggal di panti asuhan. Berdasarkan hasil penelitian bahwa gambaran kesepian pada remaja yang tinggal di panti asuhan adalah kesepian kognitif, kesepian emosional dan kesepian perilaku, adapun faktorfaktor yang mempengaruhi kesepian pada remaja yang tinggal di panti asuhan terdapat dua faktor yang pertama faktor psikologis dan faktor psikologis serta dampak-dampak dari kesepian pada remaja yang tinggal di panti asuhan Kata kunci : Kesepian, Remaja, panti asuhan. 1

3 2 BAB I PENDAHULUAN Perjalanan hidup seorang anak tidak selamanya berjalan dengan mulus, seorang anak dihadapkan pada pilihan yang sulit ketika harus berpisah dari keluarga karena suatu alasan, menjadi anak yatim, piatu atau yatim-piatu bahkan mungkin menjadi anak terlantar. Hal ini bisa dapat disebabkan oleh faktor ekonomi, ditinggal oleh orang tua karena meninggal ataupun permasalahan keluarga sehingga menyebabkan anak mengalami permasalahan permasalahan sosial (Meizarra, Mappiare dan Sumunanti, 1999). Oleh karena itu, sekarang pemerintah mencoba berusaha mengatasi permasalan tersebut dengan menampung anak anak yang beranjak dewasa kedalam panti asuhan untuk dibina dan diberi kesempatan agar bisa mendapatkan hidup yang lebih baik dan sehat serta pendidikan yang memadai (Meizarra, dkk, 1999). Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (2005), panti asuhan adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada anak anak terlantar serta melaksanakan penyantunan dan pengentasan anak terlantar yang memberikan pelayanan pengganti atau perwalian anak dalam memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial pada anak asuh, sehingga memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi perkembangan kepribadiannya sesuai dengan yang diharapkan sebagai bagian dari generasi penerus cita cita bangsa dan sebagai insan yang akan turut serta aktif dalam bidang pembangunan nasional. Dalam hal ini sasaran utama panti asuhan adalah, anak yatim, piatu, yatim piatu, anak terlantar usia 0 sampai 21 tahun. Gunarsa dan Gunarsa (1993) mengungkapkan bahwa pada usia ini terlihat perubahan-perubahan jasmani berkaitan dengan proses kematangan jenis kelamin, terlihat pula adanya perkembangan psikososial berhubungan dengan fungsi seseorang dalam lingkungan

4 3 sosialnya, Begitupun juga dengan pendapat Derajat (dalam Wills, 1994) yang menyatakan bahwa proses dari tahap anak menuju masa remaja tergantung kepada keadaan dan tingkat sosial masyarakat dimana individu dapat hidup. Selama masa remaja ini individu mulai merasakan suatu perasaan tentang identitasnya sendiri, perasaan bahwa dirinya adalah manusia unik. Individu mulai menyadari sifat sifat yang melekat pada dirinya sendiri, seperti aneka kesukaan dan ketidaksukaan, tujuan tujuan yang dikejarnya di masa depan serta kekuatan dan hasrat untuk mengontrol nasibnya sendiri. Namun pada kenyataannya tidak semua remaja yang mempunyai harapan dan tujuan dapat terpenuhi. Dalam hal ini remaja yang dihadapkan pada pilihan yang sulit dimana individu harus berpisah dari keluarga atau menjadi anak yatim - piatu yang pada akhirnya mereka dititipkan di panti asuhan. Tjiptasastra (1996). Digantikannya fungsi suatu keluarga oleh panti asuhan apabila anak memang sudah tidak mempunyai orang tua lagi atau mempunyai orang tua tapi tidak mampu atau belum mampu berfungsi sebagai keluarga yang wajar. Berdasarkan penelitian Margareth (dalam Hurlock, 1995) menyatakan bahwa perawatan anak di yayasan sangat tidak baik, karena anak dipandang sebagai makhluk biologis bukan sebagai makhluk psikologis dan makhluk sosial.. Adapun fenomena yang terjadi pada remaja yatim piatu yang diasuh di panti asuhan. Pada kenyataannya peran pengasuh tidak dapat menggantikan peran orangtua seutuhnya, dikarenakan para pengasuh harus berbagi perhatian dengan begitu banyak anak asuh lainnya yang menyebabkan kurangnya kasih sayang, kehangatan dan perhatian dari para pengasuh yang sebenarnya diharapkan dapat menggantikan peran dari orang tua (Febiana, 2005). Hal ini juga menunjukkan bahwa kasih sayang orang tua merupakan syarat mutlak yang diperlukan untuk menjamin suatu perkembangan psikis yang sehat bagi anak. Tidak adanya figur kelekatan dalam hubungan intimnya seperti anak yang tidak ada orang tuanya atau kurangnya perhatian, dan

5 4 pengalaman akan cinta kasih maka hal yang timbul adalah kesepian (dalam Peplau & Perlman 1982). Kesepian bukan hanya menyangkut tidak adanya orang lain disekitarnya, melainkan merupakan akibat dari tidak adanya orang lain yang tepat yang dapat membantu individu untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan tertentu dalam interaksi sosialnya, didukung dengan keyakinan bahwa tidak adanya orang tersebut akan berlangsung lama. Jadi bilamana individu merasa tidak adanya orang yang tepat baginya untuk mencurahkan perasaannya dan ini bisa berlangsung lama, maka orang tersebut akan merasa kesepian, walaupun disekitarnya banyak orang (Derlega dan Margulis dalam Nilawati, 2003). Sedangkan menurut Peplau dan Perlman (1982), perilaku individu yang mengalami kesepian tampaknya kurang memadai dan kurang efektif untuk membina dan mengembangkan pergaulan yang akrab. Individu tersebut cenderung mengurung diri, canggung dalam pergaulan dan sangat berlebihan dalam mencurahkan informasi tentang dirinya atau bahkan sangat menyembunyikan kehidupan pribadinya. individu tersebut juga memusatkan perhatian pada prilaku dirinya sendiri. Malu untuk bergaul dan kurang berani menghadapi penolakan orang lain terhadap dirinya. B. Pertanyaan penelitian 1. Bagaimana gambaran kesepian remaja yang tinggal di panti asuhan? 2. Faktor faktor yang mempengaruhi kesepian remaja di panti asuhan? 3. Dampak kesepian apakah yang timbul pada remaja yang tinggal di panti asuhan? C. Tujuan penelitian Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui gambaran kesepian remaja yang tinggal di panti asuhan, faktor-faktor yang mempengaruhi kesepian pada remaja dan dampak kesepian yang timbul pada remaja yang tinggal di panti asuhan.

6 D. Manfaat penelitian TINJAUAN PUSTAKA 1. Manfaat Teoritis Untuk menambah ragam dan memperkaya khasanan ilmu pengetahuan khususnya dalam ilmu Psikologi Perkembangan dan Psikologi Sosial. Terutama yang berhubungan dengan remaja dan kesepian. 2. Manfaat Praktis Peneliti berharap pada studi kasus ini dapat menjadi acuan bagi para psikolog dalam memberikan saran dan masukan bagi yang mengalami masalah kesepian pada remaja yang tinggal di panti asuhan, serta dapat menambah informasi dan pengetahuan kepada para pengurus panti asuhan, dan departemen sosial diharapkan dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas sumberdaya yang ada dan yang dibutuhkan bagi panti asuhan sebagai bentuk peningkatan kualitas hidup para penghuni panti asuhan. A. Kesepian Menurut Deaux dkk (1993) kesepian didifinisikan sebagai suatu pengalaman subjektif yang tergantung pada bagaimana seseorang menginterprestasikan suatu peristiwa, adakalanya seseorang mengalami kesepian walaupun berada dalam suatu keramaian, sementara yang lain tidak mengalami kesepian sekalipun seorang diri. Menurut Peplau dan Perlman (1982), merangkum kesepian menjadi tiga komponen yaitu: - Need for intimacy, menekankan pada faktor kedekatan atau keakraban. Kesepian dipandang sebagai suatu perasaan sepi yang diakibatkan karena tidak terpenuhinya kebutuhan orang lain. Fromm Reinchamann (dalam Peplau & Perlman 1982), mengemukakan bahwa kebutuhan akan keakraban ada sepanjang hidup manusia. 5

7 6 - Pendekatan Cognitif Process, pendekatan proses Kognitif ini berpendapat bahwa kesepian merupakan hasil dari persepsi dan evaluasi individu terhadap hubungan sosial yang dianggap tidak memuaskan. Menurut Lopata (dalam Peplau & Perlman, 1982) seseorang akan merasa kesepian bila tidak adanya kesesuaian antara hubungan sosial yang diharapkan dengan kenyataan. - Pendekatan Sosial Reinforcement, pendekatan penguatan Sosial ini berpendapat bahwa hubungan Sosial yang memuaskan dapat dianggap sebagai suatu bentuk reinforcement, dan tidak adanya reinforcement ini dapat menimbulkan kesepian (Yaung dalam Peplau dan perlman, 1982) menurut Mc clasky dan Schaan (dalam Schoct, 1970) mendefinisikan kesepian sebagai perasaan tidak puas karena merasa kurang adanya makna dalam sebuah hubungan dengan orang lain dan perasaan perasaan itu membuat seseorang tidak bahagia. Faktor faktor Yang Menyebabkan Kesepian 1. Faktor faktor psikologis a. Keterbatasan hubungan, kesepian ini disebabkan oleh kenyataan adanya keterbatasan keberadaan manusia yang disebabkan oleh berpisahnya seseorang dengan orang lain sehingga tidaklah mungkin baginya untuk berbagi perasaan dan pengalaman dengan orang lain. b. Pengalaman Traumatis hilangnya orang lain secara tiba tiba, hilangnya seseorang yang sangat dekat dengan individu secara tiba tiba tanpa bisa dihindari seringkali dianggap sebagai penyebab kesepian. c. Kurang dukungan dari lingkungan, Apabila seseorang merasa tidak sesuai dengan lingkungannya. sehingga mendapat penolakan dan

8 7 kurang mendapat dukungan dari lingkungannya. d. Adanya masalah krisis dalam diri seseorang dan kegagalan, bila seseorang merasa harga dirinya tergantung, mengalami kegagalan, dan tidak dapat memenuhi harapannya e. Kurangnya rasa percaya diri, individu merasa bahwa lingkungan disekitarnya kurang melibatkan dirinya, sehingga merasa hanya dapat berhubungan sosial secara formalitas saja. f. Kepribadian yang tidak sesuai dengan lingkungan, orang orang yang tidak menyenangkan, seperti pemarah, terlau patuh dan tidak mempunyai kemampuan bersosialisasiakan dihindari dari lingkungannya, sehingga cenderung mengalami kesepian. g. Ketakutan menanggung resiko sosial individu yang takut menanggung resiko seperti takut ditolak oleh orang lain. 2. Faktor faktor Sosiologis a. Sulit memahami nilai nilai yang berlaku pada lingkungan masyarakat, timbulnya sistem nilai baru yang dikembangkan di masyarakat, seperti privacy, mobilitas dan kesuksesan dapat menyebabkan seseorang merasa kesepian. b. Sulit beriteraksi dengan lingkungan. rutinitas kehidupan diluar rumah, seperti sekolah, kuliah, bekerja dan sebagainya menyebabkan seseorang merasa kesepian karena kurang adanya kehangatan dengan orang tertentu. c. Sulit berinteraksi dengan keluarga disebabkan oleh masalah waktu, hal ini berkaitan dengan kesibukan dari masing masing anggota keluarga, sehingga waktu berkumpul bagi anggota keluarga dirasakan menjadi berkurang. d. Sulit memahami perubahan pola pola dalam keluarga, kehadiran orang lain akan menyebabkan terganggunya

9 8 hubungan dengan anggota keluarga lain. Perceraian yang terjadi dalam keluarga juga menyebabkan terganggunya hubungan dalam keluarga. e. Sulit beradaptasi, sering pindah rumah dari suatu tempat ketempat lain akan menyebabkan seseorang merasa berbeda dengan lingkungan dan memiliki hubungan yang dangkal dengan orang sekitar sehingga tidak dapat menjalin hubungan yang akrab dengan lingkungan. f. Keterasingan, semakin besarnya populasi atau terlalu banyak orang disekeliling, akan menambah perasaan terisolasi karena bagi individu sulit untuk mengenal satu sama lain. Tipe tipe Kesepian a. Kesepian emosional, yang disebabkan oleh hilangnya kasih sayang secara intim yang diberikan oleh seseorang. b. Kesepian sosial, diakibatkan oleh hilangnya rasa integrasi secara sosial, dimana terdapat segala aktifitas dan kepentingan bersama. Ciri Ciri Umum Orang Kesepian Nowan (2008) Menyebutkan bahwa orang yang kesepian ada masalah dalam memandang eksistensi dirinya (merasa tidak berguna, merasa gagal, merasa terpuruk, merasa tidak ada yang peduli, dan perasaan negatif lainnya). Menurut Baron & Bryne (2005) orang yang kesepian cenderung untuk menjadi tidak bahagia dan tidak puas dengan diri sendiri, tidak mau mendengar keterbukaan intim dari orang lain dan cenderung membuka diri mereka baik terlalu sedikit atau terlau banyak, merasa tersiasiakan (hopelessness), dan merasa putus asa.

10 9 Sikap Yang Berkaitan Dengan Perasaan Kesepian Menurut Burns (1998), ada beberapa sikap yang berkaitan dengan perasaan kesepian, antara lain : a. Rendah diri, orang yang malu dan kesepian menderita perasaan rendah diri, yang disebabkan oleh seringnya membandingkan dirinya dengan orang lain yang nanpaknya lebih menarik, lebih mempesona, maupun lebih cerdas. b. Perfeksionisme romantis, harapan harapan yang tidak realistis tentang diri seseorang dengan pasangan dapat menimbulkan kesepian. c. Perfeksionisme emosional, bila perasaan romantis mulai memudar dan kegundahan awal dalam menjalin hubungan mulai merosot, maka setiap pasangan akan menyimpulkan bahwa cinta telah berkurang. d. Rasa malu dan Kecemasan Sosial, orang yang merasa kesepian merasa canggung, merasa gugup bila berada dalam perasaan tegang, tidak percaya diri dan takut nampak lemah di dalam kelompok atau lingkungan sekitarnya. e. Rasa tidak mempunyai harapan, orang yang merasa kesepian merasa tidak mempunyai harapan lagi untuk mengembangkan suatu lingkungan teman atau menemukan pasangan yang dapat disayangi. f. Rasa terasing dan terkucilkan, individu yang mengalami kesepian memiliki keyakinan bahwa pada dasarnya dirinya berbeda dari orang lain dan tidak mempunyai banyak persamaan dengan dirinya, dan mengira orang lain tidak akan berminat pada dirinya serta tidak mau menerimanya. g. Peka terhadap penolakan, orang kesepian seringkali merasa takut ditolak sehingga memilih tidak berusaha berkencan dan bergaul akrab dengan orang lain.

11 10 Dampak Dari Kesepian a. Mengalami rendah diri. b. Menyalahkan diri sendiri. c. Tidak inggin berusaha untuk terlibat pada kegiatan sosial. d. Mempunyai kesulitan untuk memperlihatkan diri dalam berkelakuan dan takut untuk berkata ya atau tidak untuk hal yang tidak sesuai. e. Mempunyai persepsi negatif tentang diri sendiri. f. Takut bertemu orang lain dan menghindari situasi baru. g. Merasakan keterasingan, kesendirian dan perasaan tidak bahagia terhadap lingkungan sekitar. Panti asuhan Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (2005), panti asuhan adalah suatu lembaga usaha kesejahteraan sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada anak terlantar, serta melaksanakan penyantunan dan pengentasan anak terlantar, memberikan pelayanan pengganti atau perwalian anak dan memenuhi kebutuhan fisik, mental dan sosial pada anak asuh, sehingga memperoleh kesempatan yang luas, tepat dan memadai bagi perkembangan kepribadiannya sesuai dengan yang diharapkan sebagai bagian dari generasi penerus cita cita bangsa dan sebagai insan yang akan turut serta aktif dalam bidang Pembangunan Nasional. Tujuan Panti Asuhan Tujuan panti asuhan menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (2005) ialah memberikan pelayanan berdasarkan profesi pekerja sosial kepada anak terlantar dengan cara membantu dan membimbing mereka ke arah perkembangan pribadi yang wajar serta kemampuan ketrampilan kerja, sehingga mereka menjadi anggota masyarakat yang dapat hidup layak dan penuh tanggung jawab baik terhadap dirinya, keluarga dan masyarakat.

12 11 Sasaran Utama Panti Asuhan Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (2005) sasaran garapan panti asuhan meliputi a. Anak yatim, piatu, yatim piatu terutama usia 0 sampai 21 tahun. b. Anak terlantar adalah anak yang karena suatu sebab, anak yang orang tuanya melalaikan kewajibannya, sehingga kebutuhan anak tidak dapat terpenuhi dengan wajar baik secara rohani, jasmani maupun sosial yang harmonis. c. Anak yang tidak mampu adalah anak yang karena suatu sebab tidak dapat terpenuhinya kebutuhan kebutuhannya baik secara rohani, jasmani maupun sosial dengan wajar antara lain salah satu orang tua, dan atau keduanya sakit kronis, terpidana dan meninggal dunia, sehingga anak tidak ada yang merawat. Sistem Asuhan a. Sistem asuhan berbentuk asrama. b. Sistem panti asuhan berbentuk Cattage. Jenis Penyelenggara Panti Asuhan Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (2005) penyelenggara dalam panti asuhan terbagi dalam : a. Peyelenggaraan panti asuhan oleh Negara,penyelenggaraan panti asuhan ini berdasarkan atas kesenjangan formal, terorganisasi dan seluruh aktifitas serta penyelenggaraanya di tanggung secara penuh oleh negara. b. Penyelenggara panti asuhan oleh Swasta,penyelenggaraan panti asuhan oleh swasta dalam hal ini juga berdasarkan atas kesenjangan formal, terorganisasi tetapi seluruh aktifitas dan pengelolaannya ditanggung secara penuh oleh orang atau badan pemerintahan tertentu.

13 12 Asuhan Didalam Panti Asuhan Dalam Sudharta (1991), dijelaskan bahwa pengasuh sebagi pengganti peran orang tua berusaha memberikan perhatian yang dapat dipahami, dan selanjutnya dapat diterima, dan dilaksanakan oleh anak sebagaimana mestinya, memberikan dorongan sebesar besarnya agar anak dapat mencapai hal semaksimal mungkin. Memberikan kesempatan yang sama kepada setiap anak agar mereka dapat mengamati dan menghayati situasi kehidupan sesamanya, dan masalah yang mereka alami masing masing. Mereka menjadi mandiri dan mampu mengembangkan potensi yang dimilikinya sendiri dengan pengawasan dari pengasuh. Selain itu didalam panti asuhan, diadakan usaha usaha yang bersifat memperluas pergaulan anak untuk dapat menghayati, menerima dan melaksanakan hal hal yang bersifat normative agar dapat diterima dalam masyarakat. Remaja Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak kanak menuju masa dewasa yakni antara usia 12 sampai 21 tahun. Masa remaja disebut juga masa pubertas yang meliputi masa peralihan dari masa kanak kanak menuju tercapainya kematangan fisik, yakni usia 12 sampai 15 tahun. Pada masa ini terlihat perubahan perubahan jasmani berkaitan dengan proses kematangan jenis kelamin, terlihat pula adanya perkembangan psikososial berhubungan dengan fungsi seseorang dalam lingkungan sosialnya, yakni dengan melepaskan diri dari ketergantungan pada orang tua, pembentukan rencana hidup dan pembentukan sitem nilai nilai (Gunarsa & Gunarsa, 1993). Monks dkk (1999) mengklasifikasikan masa remaja yang berlangsung antara usia 12 sampai 21 tahun, dengan pembagian usia 12 sampai 15 tahun, adalah masa remaja awal, 15 sampai 18 tahun adalah masa remaja pertengahan, 18 sampai 21 tahun adalah masa dewasa akhir.

14 13 Tugas Perkembangan Remaja Menurut Gunarsa dan Gunarsa (1983), bahwa harapan masyarakat terhadap remaja dapat di pengaruhi melalui suatu proses berkesinambungan dalam menjalankantugas tugas perkembangan bagi remaja, yaitu : a. Menerima keadaan fisiknya. Masa ini remaja mengalami berbagai macam perubahan fisik. Berhubungan dengan pertumbuhannya dan kematangan seksualnya. b. Memperoleh kebebasan Emosional. Agar menjadi orang dewasa yang dapat mengambil keputusan yang bijaksana, remaja harus memperoleh latihan dalam mengambil keputusan yang bertahap. c. Mampu bergaul. Dalam mempersiapkan diri untuk masa dewasa, remaja harus belajar bergaul dengan teman sebaya dan tidak sebaya, sejenis maupun tidak sejenis. d. Menemukan model untuk Identifikasi. Erikson berpendapat bahwa remaja harus menemukan identitas diri. e. Memperkuat penguasaan diri atas dasar skala nilai dan norma. Remaja sangat mudah terpengaruh oleh lingkungan luar dan dalam. Lingkungan luar dan pengaruhnya kadang kadang perlu dihambat dan dicegah, supaya tidak terlalu besar rangsanganya terutama bila bersikap negatif. dipengaruhi oleh interaksi sosial. f. Meninggalkan reaksi dengan cara penyesuain kekanakkanakan Remaja diharapkan bisa meninggalkan kecendrungan, keinginan untuk menang sendiri (egocentris). METODOLOGI PENELITIAN Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif, dengan tujuan mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang

15 14 suatu kasus, atau studi kasus untuk mendapatkan verstehen bukan sekedar eklaren. Serta mampu mengungkap makna dibalik fenomena dengan kondisi apa adanya, natural (Heru Basuki, 2006). Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang akan dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan, teknik wawancara dan obsevarsi. Selanjutnya merasa kurang percaya terhadap orang lain, Kesepian yang kedua adalah kesepian perilaku, merasa malu dan minder. Kemudian menarik diri atau enggan mengambil resiko dalam situasi-situasi social. Kesepian yang ketiga yaitu kesepian emosional, dimana subjek merasa sedih tidak memiliki orang tua. Selanjutnya merasa iri karena tidak mempunyai orang tua. Keakuratan Penelitian Salah satu proses pengumpulan data yang tepat adalah dengan proses triangulasi data, trianggulasi pengamat, trianggulasi teori, dan trianggulasi metodologis. Pembahasan 1. Bagaimana gambaran kesepian pada remaja yang tinggal di panti asuhan? Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis, menyimpulkan gambaran kesepian pada remaja yang tinggal di panti asuhan yaitu, yang pertama adalah kesepian kognitif. Tidak ada teman berbagi pikiran, 2. Faktor-faktor kesepian pada remaja yang tinggal di panti asuhan? Berdasarkan penelitian yang dilakukan penulis menyimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi kesepian pada remaja yang tinggal di panti asuhan dibagi menjadi dua yaitu, faktor psikologis dan faktor sosiologis. Faktor psikologis - Terbatasnya hubungan subjek dengan orang lain. - Adanya masalah krisis dalam diri seseorang dan kegagalan. - Kurangnya rasa percaya diri. - Kepribadian yang tidak sesuai dengan lingkungan.

16 15 - Ketakutan menanggung resiko sosial, Sedangkan dari faktor sosial - Sulit memahami nilai-nilai yang berlaku dalam lingkungan. - Sulit berinteraksi dengan keluarga. Dampak-dampak kesepian pada remaja yang tinggal di panti asuhan? Pada pertanyaan penelitian ketiga mengenai dampak-dampak kesepian pada remaja yang tinggal di panti asuhan. a. Rendah diri. b. Menyalahkan diri sendiri. c. Takut bertemu orang lain dan menghindari situasi yang baru. d. Merasakan keterasingan dan kesendirian. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai kesepian pada remaja yang tinggal di panti asuhan dapat disimpulkan bahwa : 1. Gambaran kesepian pada remaja yang tinggal di panti asuhan : Pertama yaitu kesepian kognitif, tidak ada teman berbagi pikiran,. dan merasa kurang percaya terhadap orang lain. Kesepian yang kedua adalah kesepian perilaku, terkadang subjek merasa malu dan minder bila sedang kumpul dengan teman-teman di panti. Kemudian menarik diri atau enggan mengambil resiko dalam situasi-situasi sosial. Kesepian yang ketiga yaitu kesepian emosional, dimana subjek merasa sedih tidak memiliki orang tua dan merasa iri karena tidak mempunyai orang tua. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesepian pada remaja yang tinggal di panti asuhan. Faktor psikologis yang pertama terbatasnya hubungan subjek dengan orang lain, terutama kurangnya kedekatan subjek dengan orang lain baik dalam lingkungan panti maupun disekolah. Faktor psikologis kedua adalah adanya masalah krisis dalam diri seseorang dan kegagalan. Adanya masalah krisis dalam diri seseorang

17 16 dan kegagalan. Faktor psikologis yang ketiga adalah kurangnya rasa percaya diri subjek terhadap dirinya sendiri. Faktor psikologis yang keempat adalah kepribadian yang tidak sesuai dengan lingkungan. Faktor psikologis yang kelima adalah ketakutan menanggung resiko sosial. Sedangkan dari faktor sosial, yang pertama, yaitu sulit memahami nilai-nilai yang berlaku dalam lingkungan. yang kedua yaitu sulit berinteraksi dengan keluarga. 3. Dampak-dampak kesepian pada remaja yang tinggal di panti asuhan: Dampak kesepian yang pertama adalah merasa rendah diri, subjek merasakan rendah diri jika berada dalam situasi ramai, sehingga sering menghindari dan menjauh. Dampak dari kesepian yang kedua adalah menyalahkan diri sendiri, subjek sering menyalahkan diri sendiri karena subjek merasa dilahirkan tanpa ada orang tua yang mampu membimbing dan memberikan perhatian untuk subjek. Dampak dari kesepian yang ketiga adalah takut bertemu orang lain dan menghindari situasi yang baru. Takut bertemu orang lain dan menghindari situasi yang baru, bahwa subjek merasa malu dengan orang yang baru dikenalnya. Dampak dari kesepian yang keempat adalah merasakan keterasingan dan kesendirian. subjek lebih merasa nyaman dengan kesendirian baik dikamar atau di taman daripada sekedar untuk bergaul atau mengumpul dengan teman-teman yang lainnya. Saran 1. Untuk Subjek diharapkan dapat membangun kedekatan dengan cara membina hubungan sosial yang lebih baik dengan keluarga, teman teman, orang lain dan lingkungan baik di dalam panti ataupun di luar panti. Subjek juga disarankan agar dapat berfikir secara positif sehingga tidak menutup diri dalam bergaul dalam orang lain agar dapat melupakan masa lalunya dan bertindak dengan langkah-langkah positif agar dapat bangkit dari rasa kesepian.

18 17 2. Untuk keluarga, hendaknya dapat memberikan dukungan, perhatian yang lebih mendalam, kasih sayang dan dapat membina hubungan yang akrab diantara masing-masing anggota keluarga dengan subjek. 3. Untuk pihak pengasuh di harapkan lebih memperhatikan para anak asuhnya agar terjalin hubungan yang lebih akrab dan diharapkan juga dapat memberikan semangat untuk berkarya, serta dapat menyalurkan kegiatan yang bermanfaat bagi remaja yang tinggal di panti asuhan, agar kelak saat keluar dari panti dapat menjadi anak yang berguna bagi dirinya dan juga bagi orang lain. 4. Untuk peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian dengan melihat faktorfaktor lain, yang mempengaruhi pada remaja yang tinggal di panti asuhan dan lebih mendalam lagi. Selain itu juga dapat meneliti dari sudut pandang yang berbeda misalnya dengan melihat dukungan sosial pada remaja khususnya serta penyebab yang lainnya yang menyebabkan kesepian. Sehingga dapat dilihat perbedaan kesepian yang dialami dari sudut pandang yang berbeda. DAFTAR PUSTAKA Anonim.(2007). Effect loneliness. Dalam Psychology Today Magazine. /loneliness. Diakses tanggal 23 November 2009 Badan penelitian dan pengembangan kesejahteraan Sosial. (1995). Istilah teknis usaha kesejahteraan sosial. Jakarta : Departemen Sosial Republik Indonesia. Baron, R.A & Byrne, D.(2005). Sosial psychogy. Jilid II. Edisi kesepuluh. Jakarta : PT. Erlangga P.N Middlebook.(1980). Loneliness A Sourcebook Of Current Theory Research And Therapy. Amerika: A Wiley Interscience Publication Bruno, F.J.(2000) Conguer Loneliness. Alih Bahasa : Sitanggang, A.R.H. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

19 18 Basuki, H. A. M. (2006). Pendekatan kualitatif untuk ilmu-ilmu kemanusiaan dan budaya. diktat kuliah. Jakarta : Universitas Gunadarma. Cage. NL dan Berliner.D.C.(1979). Educational Psychology: Rand McNally Collegepub.Co. Deaux, K, Dane, F.C, dan Wrighsman,L.S. (1993). Social psychology: Social psychology in the 90 s (6 ed). California: Brooks/Cole Publishing Company. Departemen Sosial Republik Indonesia.(2005). Petunjuk teknis pelaksanaan penyantunan dan pengentasan anak terlantar melalui panti asuhan anak jakarta. Derlaga, V.J. & Margulis, S.T. (1993). Self disclosure. Newburry Park : Sage Publication Inc. D.M.D. Burns. (1998). Mengapa kesepian (Terjemahan). Jakarta : Erlangga Febiana, Fransiska. (2005). Konsep diri remaja panti asuhan. Skrpsi (Tidak Diterbitkan) Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya. Gunarsa & Yulia.G.(1993) Psikologis praktis anak dan remaja. Jakarta : Bpk Gunung Mulia. Himpunan peraturan dan perundang undangan tentang perlindungan. (2002) Jakarta: Direktorat Jendral Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial, Direktorat Bina Pelayanan Sosial Anak, Departemen Sosial RI. Lativa.(2008). Jenis dan dinamika loneliness pada masyarakat modern. Jurnal Psikodinamik. Diakses tanggal 10 Maret 2009, Vol.1 No Moleong, L. J. (2004). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya. Mudjiwti. (1983) Kehidupan emosi anak anak 5 6 tahun dilihat melalui pemilihan warna dalam lukisan mereka (Suatu Studi pada anak panti asuhan dan non Panti asuhan di Jakarta). Skripsi (Tidak Diterbitkan). Depok Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Nowan. (2008). Jomblo asik gila. Jakarta : PT Gramedia

20 19 Nugroho, W. dan Muchji, A.(1996). Ilmu Budaya Dasar (Seri Diktat Kuliah). Depok: Universitas Gunadarma. Meizarra,P.D.,Mappiare, A.T.,& Sumunarni, Siti. (1999). Dinamika Motivasional dalam belajar anak anak panti asuhan. Jurnal Psikodinamik, Vol.1,No Pelayanan Sosial bagi anak.(2009). Topik Ketelantaran. [on-line] Informasi Sosial interaktif day/artikel.html? item id=104&topic=ketelantaran. Diakses tanggal 19 September Peplau, L.A dan Perlman, D. (1982). Lonelines : A.Saurce Book Of Current Theory, Reseach, AND Therapy. New York : John Willy & Sans. Sears, D.O.,Freedman,Y.L. dan Paplau, L.A. (1999). Psikologi Sosial. Jilid 1. Edisi kelima. Alih Bahasa: Michael Adryanto. Jakarta : Erlangga. Sudharta, I.M. (1991). Pola dan Peranan Panti asuhan dalam pemerataan laporan penelitian. Denpasar. Universitas Udayana. Tjipsastra, T.E.(1996). Hubungan antara konsep diri, motivasi belajar, prestasi belajar anak anak panti asuhan dan perbedaan dari anak anak yang diasuh dalam keluarga. Skrpsi (Tidak Diterbitkan). Jakarta: Universitas Indonesia. Willy, SS. (1994). Problem remaja dan permasalahannya. Bandung : angkasa Poerwandari, E. K. (2005). Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi. Depok : Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan (LPSP3). Fakultas Psikologi Universitas Indonesia. Rice, P.L. (1996). The Adolescent : Development, relotionship and culture (8 ed). Boston : Mc Graw Hill.

TINGKAT KESEPIAN REMAJA DI PANTI ASUHAN X KOTA PADANG

TINGKAT KESEPIAN REMAJA DI PANTI ASUHAN X KOTA PADANG TINGKAT KESEPIAN REMAJA DI PANTI ASUHAN X KOTA PADANG Dessy Rahmi Utami Riska Ahmad Ifdil Program Studi Bimbingan dan Konseling Universitas Negeri Padang e-mail: dessyutami85@yahoo.com Info Artikel Sejarah

Lebih terperinci

KONSEP DIRI REMAJA YANG TINGGAL DI PANTI ASUHAN (STUDI KASUS) : Maria Fatimah Assahhra NPM : ABSTRAK

KONSEP DIRI REMAJA YANG TINGGAL DI PANTI ASUHAN (STUDI KASUS) : Maria Fatimah Assahhra NPM : ABSTRAK KONSEP DIRI REMAJA YANG TINGGAL DI PANTI ASUHAN (STUDI KASUS) Nama : Maria Fatimah Assahhra NPM : 10599139 Jurusan : Psikologi Pembimbing : Ira Puspitawati S. Psi, M. Psi ABSTRAK Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang,

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang penting dalam kehidupan seseorang, karena pada masa ini remaja mengalami perkembangan fisik yang cepat dan perkembangan psikis

Lebih terperinci

PERBEDAAN TINGKAT KESEPIAN BERDASARKAN STATUS PADA WANITA DEWASA AWAL. Dwi Rezka Kemala. Ira Puspitawati, SPsi, Msi

PERBEDAAN TINGKAT KESEPIAN BERDASARKAN STATUS PADA WANITA DEWASA AWAL. Dwi Rezka Kemala. Ira Puspitawati, SPsi, Msi PERBEDAAN TINGKAT KESEPIAN BERDASARKAN STATUS PADA WANITA DEWASA AWAL Dwi Rezka Kemala Ira Puspitawati, SPsi, Msi Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma Abstraksi Penelitian ini bertujuan untuk menguji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia saling berinteraksi sosial dalam usaha mengkomunikasikan pikiran dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Manusia saling berinteraksi sosial dalam usaha mengkomunikasikan pikiran dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang saling membutuhkan satu sama lainnya. Manusia saling berinteraksi sosial dalam usaha mengkomunikasikan pikiran dan perasaannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di dalam kehidupannya, individu sebagai makhluk sosial selalu berhubungan dengan lingkungannya dan tidak dapat hidup sendiri. Ia selalu berinteraksi dengan

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Papalia, D. E, Stems, H. L, Feldman, R. D. & Camp, C. J. (2002). Adult Development and Aging (2 nd ed). New York:McGrawHill

DAFTAR PUSTAKA. Papalia, D. E, Stems, H. L, Feldman, R. D. & Camp, C. J. (2002). Adult Development and Aging (2 nd ed). New York:McGrawHill DAFTAR PUSTAKA Baron, R. A & Bryne, D. (2005). Psikologi Sosial. Jilid II. Edisi kesepuluh. Jakarta : PT. Erlangga. Bruno, F. J. S. (2000). Conguer Loneliness : Cara Menaklukkan Kesepian. Alih Bahasa :Sitanggang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan di sekolah, potensi individu/siswa yang belum berkembang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Nasional mengharapkan upaya pendidikan formal di sekolah mampu membentuk pribadi peserta didik menjadi manusia yang sehat dan produktif. Pribadi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian (loneliness)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian (loneliness) BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesepian (loneliness) 1. Pengertian Kesepian Menurut Sullivan (1955), kesepian (loneliness) merupakan pengalaman sangat tidak menyenangkan yang dialami ketika seseorang gagal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jenis kelamin, status ekonomi sosial ataupun usia, semua orang menginginkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. jenis kelamin, status ekonomi sosial ataupun usia, semua orang menginginkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap manusia senantiasa mendambakan kehidupan yang bahagia. Mencari kebahagiaan dapat dikatakan sebagai fitrah murni setiap manusia. Tidak memandang jenis kelamin,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya.

BAB I PENDAHULUAN. bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan anak selalu ada kebutuhan untuk dikasihi dan merasakan bahwa mereka adalah milik seseorang atau keluarga serta diakui keberadaannya. Keluarga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian. dan terpisah dari mereka yang ada sekitar anda (Beck & Dkk dalam David G.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Kesepian. dan terpisah dari mereka yang ada sekitar anda (Beck & Dkk dalam David G. 11 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kesepian 1. Pengertian Kesepian Kesepian adalah dengan merasa terasing dari sebuah kelompok, tidak dicintai oleh sekeliling, tidak mampu untuk berbagi kekhawatiran pribadi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN hingga (Unicef Indonesia, 2012). Menurut Departemen Sosial

BAB I PENDAHULUAN hingga (Unicef Indonesia, 2012). Menurut Departemen Sosial BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan jumlah panti asuhan terbesar di dunia dengan perkiraan jumlah lembaga pengasuhan anak pada tahun 2007 sekitar 5.250 hingga 8.610 (Unicef

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesepian merupakan salah satu masalah psikologis yang kerap muncul dalam kehidupan individu. Kesepian bukanlah masalah psikologis yang langka,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa. BAB I PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan pola normal bagi kehidupan orang dewasa. Seorang perempuan dianggap sudah seharusnya menikah ketika dia memasuki usia 21 tahun dan laki-laki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada hakekatnya manusia adalah mahluk sosial yang tidak dapat lepas berhubungan dengan manusia lainnya dan mempunyai hasrat untuk berkomunikasi atau bergaul dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tidak setiap anak atau remaja beruntung dalam menjalani hidupnya. Beberapa anak dihadapkan pada pilihan bahwa anak harus berpisah dari keluarganya karena sesuatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. lembaga kesejahteraan sosial yang mempunyai kewajiban untuk memberikan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Secara umum anak-anak tinggal dengan orang tua mereka di rumah, tetapi ada juga sebagian anak yang tinggal di panti asuhan. Panti asuhan adalah suatu lembaga

Lebih terperinci

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi

SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN KOMPETENSI INTERPERSONAL PADA REMAJA PANTI ASUHAN SKRIPSI Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Mencapai Derajat Sarjana (S-1) Psikologi Diajukan oleh:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai resiliency pada

BAB I PENDAHULUAN. Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai resiliency pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ada beberapa penelitian yang telah dilakukan mengenai resiliency pada remaja. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Ann I. Alriksson-Schmidt, MA, MSPH, Jan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam menjalani kehidupan manusia memiliki rasa kebahagiaan dan memiliki rasa kesedihan. Kebahagiaan memiliki tujuan penting di dalam kehidupan manusia. Setiap individu

Lebih terperinci

Perkembangan Sepanjang Hayat

Perkembangan Sepanjang Hayat Modul ke: Perkembangan Sepanjang Hayat Memahami Masa Perkembangan Remaja dalam Aspek Psikososial Fakultas PSIKOLOGI Hanifah, M.Psi, Psikolog Program Studi Psikologi http://mercubuana.ac.id Memahami Masa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Loneliness 2.1.1 Definisi Loneliness Kesepian atau loneliness didefinisikan sebagai perasaan kehilangan dan ketidakpuasan yang dihasilkan oleh ketidaksesuaian antara jenis hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya selain sebagai makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial. Pada kehidupan sosial, individu tidak bisa lepas dari individu lainnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang

BAB I PENDAHULUAN. bangsa. Dalam pertumbuhannya, anak memerlukan perlindungan, kasih sayang BAB I PENDAHULUAN l.l Latar Belakang Masalah Anak merupakan aset bangsa yang tak ternilai harganya. Merekalah yang akan menerima kepemimpinan dikemudian hari serta menjadi penerus perjuangan bangsa. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap

BAB I PENDAHULUAN. dan berfungsinya organ-organ tubuh sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Individu sejak dilahirkan akan berhadapan dengan lingkungan yang menuntutnya untuk menyesuaikan diri. Penyesuaian diri yang dilakukan oleh individu diawali dengan penyesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dianggap sebagai masa topan badai dan stres, karena remaja telah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dianggap sebagai masa topan badai dan stres, karena remaja telah memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa transisi ke masa dewasa. Masa ini dianggap sebagai masa topan badai dan stres, karena remaja telah memiliki keinginan bebas untuk menentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dalam keluarga membuat remaja akan merasakan bahwa dirinya

BAB I PENDAHULUAN. penerimaan dalam keluarga membuat remaja akan merasakan bahwa dirinya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seorang remaja sangat membutuhkan orang tua untuk dapat mengembangkan dirinya dan memenuhi kebutuhannya. Terpenuhinya segala kebutuhan dan adanya penerimaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa transisi perkembangan antara masa kanak-kanak dan masa dewasa yang pada umumnya dimulai dari usia 12 atau 13 tahun dan berakhir pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dalam kehidupan remaja, karena remaja tidak lagi hanya berinteraksi dengan keluarga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lingkungan sering menilai seseorang berdasarkan pakaian, cara bicara, cara berjalan, dan bentuk tubuh. Lingkungan mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan

BAB II KAJIAN TEORI. dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan 6 BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pernikahan 2.1.1. Pengertian Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Menurut Walgito, (2000) perkawinan adalah nikah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak remaja sebenarnya tidak mempunyai masa yang jelas. Remaja. tergolong kanak-kanak, mereka masih harus menemukan tempat dalam

BAB I PENDAHULUAN. Anak remaja sebenarnya tidak mempunyai masa yang jelas. Remaja. tergolong kanak-kanak, mereka masih harus menemukan tempat dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak remaja sebenarnya tidak mempunyai masa yang jelas. Remaja ada diantara anak dan orang dewasa. Remaja belum mampu untuk menguasai fungsi-fungsi fisik maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai makhluk sosial, manusia dituntut untuk mampu mengatasi segala masalah yang timbul sebagai akibat dari interaksi dengan lingkungan sosial dan harus mampu menampilkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari,

BAB I PENDAHULUAN. Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah individu yang selalu belajar. Individu belajar berjalan, berlari, dan lain-lain. Setiap tugas dipelajari secara optimal pada waktu-waktu tertentu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini,

BAB I PENDAHULUAN. berbeda dengan keadaan yang nyaman dalam perut ibunya. Dalam kondisi ini, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa kehadiran manusia lainnya. Kehidupan menjadi lebih bermakna dan berarti dengan kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hingga perguruan tiggi termasuk di dalamnya studi akademis dan umum, program

BAB I PENDAHULUAN. hingga perguruan tiggi termasuk di dalamnya studi akademis dan umum, program BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan di Indonesia diselenggarakan dalam tiga jenis; pendidikan formal, pendidikan informal dan pendidikan nonformal. Pendidikan formal adalah kegiatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun

BAB 1 PENDAHULUAN. dan sosial-emosional. Masa remaja dimulai kira-kira usia 10 sampai 13 tahun BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masa remaja (adolescence) sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta pembagian peran suami dan istri. Seiring dengan berjalannya waktu ada

BAB I PENDAHULUAN. serta pembagian peran suami dan istri. Seiring dengan berjalannya waktu ada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu hubungan antara pria dan wanita yang diakui secara sosial, yang didalamnya mencakup hubungan seksual, pengasuhan anak, serta pembagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence)

BAB I PENDAHULUAN. Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin (adolescence) yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Dalam perkembangan kepribadian seseorang

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang Masalah

1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perjalanan hidup seorang anak tidak selamanya berjalan dengan baik. Beberapa anak dihadapkan pada pilihan yang sulit bahwa anak harus berpisah dari keluarganya

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Kesepian 1. Definisi Kesepian Rotenberg, Peplau and Perlman mendefinisikan kesepian sebagai reaksi kognitif dan afektif individu terhadap ancaman dari hubungan sosial. Komponen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja dapat diartikan sebagai masa perkembangan transisi antara masa anak menuju masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional (Hurlock,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992)

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepercayaan diri pada dasarnya adalah kemampuan dasar untuk dapat menentukan arah dan tujuan dalam sebuah kehidupan. Anthony (1992) menyatakan bahwa kepercayaan

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka

BAB II. Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Dalam bab ini peneliti akan membahas tentang tinjauan pustaka, dimana dalam bab ini peneliti akan menjelaskan lebih dalam mengenai body image dan harga diri sesuai dengan teori-teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode peralihan dari masa kanak-kanak. Masa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan periode peralihan dari masa kanak-kanak. Masa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia dalam kehidupannya mengalami beberapa fase perkembangan. Setiap fase perkembangan tentu saja berbeda pengalaman dan dituntut adanya perubahan perilaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki arti tersendiri di dalam hidupnya dan tidak mengalami kesepian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. memiliki arti tersendiri di dalam hidupnya dan tidak mengalami kesepian. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan pernah lepas dari hubungannya dengan orang lain. Sebagai makhluk sosial kita memerlukan hubungan interpersonal secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain

BAB I PENDAHULUAN. manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan, belum ada seorang manusia pun yang dapat hidup sendiri tanpa membutuhkan kehadiran manusia lain (www.wikipedia.com).

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN TEMAN SEBAYA DENGAN KEBERMAKNAAN HIDUP PADA REMAJA YANG TINGGAL DI PANTI ASUHAN

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN TEMAN SEBAYA DENGAN KEBERMAKNAAN HIDUP PADA REMAJA YANG TINGGAL DI PANTI ASUHAN HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN TEMAN SEBAYA DENGAN KEBERMAKNAAN HIDUP PADA REMAJA YANG TINGGAL DI PANTI ASUHAN SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi sebagai persyaratan guna memperoleh derajat S-1 Psikologi Diajukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting bagi perkembangan dan kemampuan siswa. Dengan pendidikan diharapkan individu (siswa) dapat mengembangkan potensi-potensinya

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEBUTUHAN AFILIASI DENGAN KESEPIAN PADA REMAJA DI PANTI ASUHAN PUTRI AISYIYAH DAN PUTRA MUHAMMADIYAH TUNTANG DAN SALATIGA

HUBUNGAN ANTARA KEBUTUHAN AFILIASI DENGAN KESEPIAN PADA REMAJA DI PANTI ASUHAN PUTRI AISYIYAH DAN PUTRA MUHAMMADIYAH TUNTANG DAN SALATIGA HUBUNGAN ANTARA KEBUTUHAN AFILIASI DENGAN KESEPIAN PADA REMAJA DI PANTI ASUHAN PUTRI AISYIYAH DAN PUTRA MUHAMMADIYAH TUNTANG DAN SALATIGA Meylina Diah Ekasari, Sri Hartati* Fakultas Psikologi Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja dapat dipandang sebagai suatu masa dimana individu dalam proses pertumbuhan dan perkembangan. Individu pada masa remaja mulai meninggalkan kebiasaan

Lebih terperinci

Piaget (dalam Hurlock, 2000) mengemukakan bahwa masa remaja merupakan masa mencari identitas diri. Oleh karena itu, remaja berusaha mengenali dirinya

Piaget (dalam Hurlock, 2000) mengemukakan bahwa masa remaja merupakan masa mencari identitas diri. Oleh karena itu, remaja berusaha mengenali dirinya PERANAN INTENSITAS MENULIS DI BUKU HARIAN TERHADAP KONSEP DIRI POSITIF PADA REMAJA Erny Novitasari ABSTRAKSI Universitas Gunadarma Masa remaja merupakan masa mencari identitas diri, dimana remaja berusaha

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua

BAB 1 PENDAHULUAN. lain. Sejak lahir, manusia sudah bergantung pada orang lain, terutama orangtua BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia adalah makhluk sosial, artinya manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dan membentuk hubungan sosial dengan orang lain, karena pada dasarnya manusia tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kemudian dilanjutkan ke tahapan selanjutnya. Salah satu tahapan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan hidup manusia dialami dalam berbagai tahapan, yang dimulai dari masa kanak-kanak, remaja dan dewasa. Dalam setiap tahapan perkembangan terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk

BAB I PENDAHULUAN. atau interaksi dengan orang lain, tentunya dibutuhkan kemampuan individu untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah mahluk sosial yang memiliki kebutuhan untuk berinteraksi timbal-balik dengan orang-orang yang ada di sekitarnya. Memulai suatu hubungan atau

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TEORITIS

BAB II TINJAUAN TEORITIS BAB II TINJAUAN TEORITIS 2. 1 Loneliness 2.1 Pengertian Loneliness Peplau dan Perlman (dalam Baron & Bryne, 2002) lonelinessadalah suatu reaksi emosional dan kognitif terhadap dimilikinya hubungan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha sosial yang mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha sosial yang mempunyai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Panti Asuhan adalah suatu lembaga usaha sosial yang mempunyai tanggung jawab untuk memberikan pelayanan sosial kepada anak terlantar dengan melaksanakan penyantunan

Lebih terperinci

PERAN ORANG TUA DALAM PENERIMAAN DIRI REMAJA PENYANDANG CACAT FISIK DI NAGARI AIR BANGIS KECAMATAN SUNGAI BEREMAS KABUPATEN PASAMAN BARAT ABSTRACK

PERAN ORANG TUA DALAM PENERIMAAN DIRI REMAJA PENYANDANG CACAT FISIK DI NAGARI AIR BANGIS KECAMATAN SUNGAI BEREMAS KABUPATEN PASAMAN BARAT ABSTRACK PERAN ORANG TUA DALAM PENERIMAAN DIRI REMAJA PENYANDANG CACAT FISIK DI NAGARI AIR BANGIS KECAMATAN SUNGAI BEREMAS KABUPATEN PASAMAN BARAT Oleh: Rafiqal Sadli * Fitria Kasih** Zulkifli** *Mahasiswa Bimbingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan

BAB I PENDAHULUAN. asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Orang tua berperan sebagai figur pemberi kasih sayang dan melakukan asuhan, sebagai figur identifikasi, agen sosialisasi, menyediakan pengalaman dan berperan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan orang lain. Manusia dianggap sebagai makhluk sosial yang

BAB I PENDAHULUAN. berinteraksi dengan orang lain. Manusia dianggap sebagai makhluk sosial yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia di dunia ini tidak hidup sendiri, selalu ada bersama-sama dan berinteraksi dengan orang lain. Manusia dianggap sebagai makhluk sosial yang dalam kesehariannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan lingkungan sosial pertama bagi anak yang memberi dasar perilaku perkembangan sikap dan nilai kehidupan dari keluarga. Salah satunya adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dukungan, serta kebutuhan akan rasa aman untuk masa depan. Orang tua berperan

BAB I PENDAHULUAN. dukungan, serta kebutuhan akan rasa aman untuk masa depan. Orang tua berperan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anak merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang harus dilindungi dan diperhatikan sebaik mungkin oleh seluruh lapisan masyarakat. Keluarga sebagai unit terkecil dari

Lebih terperinci

FAKTOR PENYEBAB KURANG LANCARNYA REMAJA AWAL DALAM MELAKSANAKAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN DI SMP NEGERI 25 PADANG JURNAL

FAKTOR PENYEBAB KURANG LANCARNYA REMAJA AWAL DALAM MELAKSANAKAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN DI SMP NEGERI 25 PADANG JURNAL FAKTOR PENYEBAB KURANG LANCARNYA REMAJA AWAL DALAM MELAKSANAKAN TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN DI SMP NEGERI 25 PADANG JURNAL Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (Strata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia tidak dapat hidup seorang diri karena manusia merupakan makhluk sosial yang membutuhkan kehadiran individu lain dalam kehidupannya. Tanpa kehadiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Layanan bimbingan pada dasarnya upaya peserta didik termasuk remaja untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi termasuk masalah penerimaan diri. Bimbingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam

BAB I PENDAHULUAN. penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan bagi beberapa individu dapat menjadi hal yang istimewa dan penting. Keputusan yang dibuat individu untuk menikah dan berada dalam kehidupan yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. melalui tahap intimacy vs isolation. Pada tahap ini, individu berusaha untuk 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Saat seseorang memasuki usia dewasa awal, ia mengalami perubahan dalam hidupnya. Pada usia ini merupakan transisi terpenting dalam hidup manusia, dimana remaja mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ditandai dengan adanya perkembangan yang pesat pada individu dari segi fisik, psikis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja berasal dari kata adolescence yang memiliki arti tumbuh untuk mencapai kematangan, baik mental, emosional, sosial, dan fisik. Masa remaja ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan kearah yang lebih baik tetapi perubahan ke arah yang semakin buruk pun terus berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara hakiki, manusia merupakan makhluk sosial yang selalu membutuhkan orang lain untuk bisa mempertahankan hidupnya. Proses kehidupan manusia yang dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s

BAB I PENDAHULUAN. banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kekerasan pada anak telah menjadi perhatian dunia, begitu banyak anak yang menjadi korban perlakuan salah. United Nations Children s Fund (UNICEF) (2012)

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KESEPIAN PADA REMAJA (STUDI KORELASI PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SEMARANG)

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KESEPIAN PADA REMAJA (STUDI KORELASI PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SEMARANG) HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN KESEPIAN PADA REMAJA (STUDI KORELASI PADA SISWA KELAS IX SMP NEGERI 2 SEMARANG) Gea Lukita Sari 1, Farida Hidayati 2 1,2 Fakultas Psikologi,Universitas Diponegoro Jl.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terbiasa dengan perilaku yang bersifat individual atau lebih

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terbiasa dengan perilaku yang bersifat individual atau lebih BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada masa sekarang ini perilaku prososial mulai jarang ditemui. Seiring dengan semakin majunya teknologi dan meningkatnya mobilitas, masyarakat terbiasa dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wangi Citrawargi, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Wangi Citrawargi, 2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masa kanak-kanak, remaja, dewasa dan berlanjut menjadi orang tua merupakan proses yang dilalui oleh setiap manusia secara berkesinambungan dalam hidupnya.

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup bermasyarakat atau dikenal dengan

Bab I Pendahuluan. Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup bermasyarakat atau dikenal dengan 1 Bab I Pendahuluan Latar Belakang Masalah Manusia merupakan makhluk sosial yang hidup bermasyarakat atau dikenal dengan istilah zoon politicon. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak hanya mengandalkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lainnya. Artinya manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan untuk berkomunikasi dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lainnya. Artinya manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan untuk berkomunikasi dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial, tentu membutuhkan interaksi dengan manusia lainnya. Artinya manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan untuk berkomunikasi dan berhubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pola Asuh Orangtua Pola asuh orangtua merupakan interaksi antara anak dan orangtua selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membimbing,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan

BAB II LANDASAN TEORI. A. Kepuasan Pernikahan. 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan 13 BAB II LANDASAN TEORI A. Kepuasan Pernikahan 1. Pengertian Kepuasan Pernikahan Pernikahan merupakan suatu istilah yang hampir tiap hari didengar atau dibaca dalam media massa. Namun kalau ditanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Sebagaimana

BAB I PENDAHULUAN. senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Sebagaimana BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia adalah makhluk yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Sebagaimana pendapat yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja berhubungan dengan perubahan intelektual. Dimana cara berpikir remaja mengarah pada tercapainya integrasi dalam hubungan sosial (Piaget dalam Hurlock, 1980).

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu. mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah 1. Latar Belakang Pendidikan sangat penting dalam kehidupan dan diharapkan mampu mewujudkan cita-cita bangsa. Pendidikan bertujuan untuk membantu siswa mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi tidak selalu membawa kebaikan bagi kehidupan manusia, kehidupan yang semakin kompleks dengan tingkat stressor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. muncul melalui proses evaluasi masing-masing individu terhadap kehidupannya 1 BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang masalah, rumusan permasalahan penelitian, tujuan penelitian, signifikansi penelitian, isu etis, cakupan penelitian, dan sistematika penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan interaksi tersebut dalam berbagai bentuk. Manusia. malam harinya. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan hubungan

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan interaksi tersebut dalam berbagai bentuk. Manusia. malam harinya. Sebagai makhluk sosial, manusia memerlukan hubungan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial manusia memerlukan hubungan interpersonal dan manusia memerlukan interaksi tersebut dalam berbagai bentuk. Manusia merupakan makhluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diri dan lingkungan sekitarnya. Cara pandang individu dalam memandang dirinya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia banyak mengalami masalah-masalah kompleks dalam kehidupannya yang sebenarnya berasal dari diri sendiri, sehingga tanpa sadar manusia menciptakan mata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Panti asuhan merupakan suatu lembaga yang sangat populer untuk

BAB I PENDAHULUAN. Panti asuhan merupakan suatu lembaga yang sangat populer untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Panti asuhan merupakan suatu lembaga yang sangat populer untuk membentuk perkembangan anak-anak yang tidak memiliki keluarga ataupun yang tidak tinggal bersama dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan

BAB I PENDAHULUAN. dalam menunjukkan bahwa permasalahan prestasi tersebut disebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan terbesar yang dihadapi siswa adalah masalah yang berkaitan dengan prestasi, baik akademis maupun non akademis. Hasil diskusi kelompok terarah yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi, terutama karena berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru. Emosi remaja sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada

BAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERAN AYAH DENGAN REGULASI EMOSI PADA SISWA KELAS XI MAN KENDAL

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERAN AYAH DENGAN REGULASI EMOSI PADA SISWA KELAS XI MAN KENDAL 1 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP PERAN AYAH DENGAN REGULASI EMOSI PADA SISWA KELAS XI MAN KENDAL DyahNurul Adzania, Achmad Mujab Masykur Fakultas Psikologi Universitas Diponegoro dyadzania@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga,

BAB I PENDAHULUAN. ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Sejak lahir sampai dewasa manusia tidak pernah lepas dari suatu ikatan yang bernama keluarga. Manusia lahir dalam suatu keluarga, dibesarkan dalam lingkup keluarga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga merupakan dua atau lebih individu yang hidup dalam satu rumah tangga karena adanya hubungan darah, perkawinan atau adopsi dan saling berinteraksi satu sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. setiap anak. Akan tetapi, pada kenyataannya tidak semua anak dapat merasakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. setiap anak. Akan tetapi, pada kenyataannya tidak semua anak dapat merasakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah keluarga dengan orang tua yang lengkap merupakan dambaan bagi setiap anak. Akan tetapi, pada kenyataannya tidak semua anak dapat merasakan keberuntungan

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal

A. LATAR BELAKANG Perselingkuhan dalam rumah tangga adalah sesuatu yang sangat tabu dan menyakitkan sehingga wajib dihindari akan tetapi, anehnya hal HARGA DIRI PADA WANITA DEWASA AWAL MENIKAH YANG BERSELINGKUH KARTIKA SARI Program Sarjana, Universitas Gunadarma Abstrak Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran harga diri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa peralihan dari kanak-kanak menuju dewasa. (Stanley Hall dalam Panuju, 2005). Stres yang dialami remaja berkaitan dengan proses perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses interaksi salah satunya dengan adanya

BAB I PENDAHULUAN. suatu interaksi dengan lingkungan sekitarnya. Proses interaksi salah satunya dengan adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia tidak bisa lepas dari interaksi dengan manusia lainnya. Setiap manusia berinteraksi membutuhkan bantuan dalam menjalankan aktifitasnya karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada

BAB I PENDAHULUAN. ketidakmampuan. Orang yang lahir dalam keadaan cacat dihadapkan pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap orang ingin lahir dalam keadaan normal, namun pada kenyataannya ada orang yang dilahirkan dengan keadaan cacat. Bagi orang yang lahir dalam keadaan cacat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga

BAB I PENDAHULUAN. untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam lembaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam kurun waktu terdekat ini kemajuan disegala aspek kehidupan menuntut masyarakat untuk terus meningkatkan kemampuannya dengan menuntut ilmu. Berbagai macam

Lebih terperinci